BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta beraneka ragam. Para
wisatawan tertarik datang ke provinsi ini untuk menyaksikan secara langsung bagaimana kebudayaan tersebut berlangsung. Ada kebudayaan yang berupa upacara adat dan ada juga yang berupa seni pertunjukan. Seni pertunjukan yang mampu menjadi magnet para wisatawan salah satunya adalah seni tari. Eksistensi seni tari sering diandalkan untuk kepentingan pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta. Seni tari sebagai hasil kebudayaan yang sarat makna dan nilai, dapat dikatakan sebuah sistem simbol. Sistem simbol adalah sesuatu yang dibuat oleh manusia dan menurut kepercayaan masyarakat setempat digunakan secara bersama-sama, teratur dan benar-benar dipelajari, sehingga memberi suatu pengertian dari hakikat manusia, yaitu suatu kerangka yang penuh dengan arti untuk mengorientasikan dirinya kepada orang lain. Kepada lingkungannya, dan kepada dirinya sendiri, sekaligus sebagai hasil ketertarikannya dalam interaksi sosial (Soedarsono, 1985: 54). Seni Drama Tari Srandhul adalah salah satu tari yang tergolong dalam seni drama tari. Menurut Soedarsono drama-tari rakyat bisa dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu topeng atau wayang topeng dan drama-tari rakyat tanpa topeng. Baik drama tari rakyat yang bertopeng maupun yang tidak bertopeng pada umumnya membawakan ceritera yang bersumber pada siklus Panji. (Soedarsono, 1976: 16)
1
Kelompok tari yang diteliti adalah kelompok Purba Budaya yang berasal dari Desa Bumen, Kelurahan Purbayan, Kecamatan Kotagede. Ragam gerak dan syair lagu dalam kelompok ini dianggap peneliti masih banyak yang orisinil. Dalam tata panggung ditambahkan obor lima pancer sebagai penambah daya tarik. Cerita yang sering dibawakan adalah cerita Kethek ogleng. Ada beberapa elemen yang terkandung dalam seni drama tari ini, yakni elemen nama ragam gerak,
syair lagu, properti panggung, narasi cerita dan
kostum. Elemen-elemen tersebut tidak hanya untuk tujuan artistik, akan tetapi juga memiliki makna. Cerita Kethek ogleng diyakini oleh pemimpin Kelompok Purba Budhaya, Basis Hargito, merupakan cerita yang paling diminati. Pada setiap cerita dalam Seni Drama Tari Srandhul Kelompok Purba Budaya memiliki ragam gerak masing-masing. Karena cerita Kethek ogleng durasi pertunjukannya lebih panjang dari pada cerita lain maka ragam gerak dalam cerita ini dianggap peneliti lebih variatif. Cerita Kethek ogleng diminati, tentunya salah satu faktornya karena daya tarik ragam gerak pada cerita tersebut. Ragam gerak merupakan salah satu bagian penting dalam seni Drama Tari Srandhul Kelompok Purba Budaya Desa Bumen. Pada syair lagu dilantunkan, nama ragam gerak yang paling dominan adalah „lampahan‟. Pada bagian ini penari hanya melakukan gerakan yang diulang-ulang. Sedangkan temponya sesuai dengan musik yang dimainkan. Ada ragam gerak yang tidak diiringi oleh syair lagu, yakni pada ragam gerak perang. Pada bagian ini penari tidak menyesuaikan gerakannya dengan tempo musik yang dimainkan, meskipun musik menggunakan nada khusus untuk bagian ini.
2
Sebagian besar ragam gerak seni drama tari Srandhul adalah nama ragam dasar yang mengunakan organ tubuh berupa tangan. Gerakan dengan menggunakan tangan variasinya ada banyak. Nama ragam gerak yang mengacu pada gerak tangan di DIY dan Jawa tengah beberapa sama, namun aplikasi nya berbeda. Misalnya nama ragam gerak ngithing gaya Yogyakarta jari-jari tangannya ditekuk hingga hampir menyerupai lingkaran. Adapun gaya Surakarta, jari telunjuk, jari manis, dan jari kelingking diangkat. Hal tersebut merupakan salah satu contoh dari beberapa perbedaan yang ada dalam ragam gerak. Dengan demikian Seni Drama Tari Srandhul yang ada di DIY dan di Jawa Tengah jelas berbeda.
Ragam gerak Seni Drama Tari Srandhul Kelompok Purba Budaya
dengan kelompok yang ada di daerah lain pun tentu akan berbeda. Bagian lain yang tidak bisa dilepaskan dari Seni Drama Tari Srandhul Kelompok Purba Budaya adalah syair lagu. Syair merupakan ragam pusi lama yang terdiri atas bait dan lirik. Biasanya makna syair lagu ditentukan oleh bait-bait berikutnya yang mirip dengan alinea-alinea sebuah cerita. (Waluyo, 1987:10). Syair lagu yang terdapat dalam tari Srandhul menggunakan bahasa Jawa dan diiringi oleh musik berupa gamelan. Syair lagu dalam Seni Drama Tari Srandhul Kelompok Purba Budaya tidak digubah semuanya melainkan hanya sebagian untuk menambah daya tarik. “senggakan” yang mirip dengan lafal shalawat dalam agama Islam tetap dipertahankan agar tetap menjadi ciri khas Srandhul kelompok Purba Budaya. Penelitian ini menganalisis Syair lagu Lagu dan Nama Ragam Gerak Seni Drama Tari Srandhul dengan pendekatan morfologi dan semantik. Struktur kebahasaan syair lagu dan Nama ragam Seni Drama Tari Srandhul dari tataran 3
morfem sampai kata akan dijelaskan dengan analisis morfologi. Kemudian dilanjutkan dengan menemukan makna dan referensi pada analisis morfosemantis. Sehingga semua aspek kebahasaan nama ragam gerak dan syair lagu dalam Seni Drama Tari Srandhul Kelompok Purba Budaya dapat menjadi obyek penelitian berkelanjutan yang sangat menarik.
1.2
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana identifikasi ragam gerak dan syair lagu Seni Drama Tari Srandhul Kelompok Purba Budaya. 2. Bagaimana bentuk morfem nama-nama ragam gerak dan syair lagu Seni Drama Tari Srandhul kelompok Purba Budaya. 3. Apa makna ragam gerak dan syair lagu seni drama tari Srandhul kelompok Purba Budaya
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan mengungkap
permasalahan yang telah disebutkan dalam rumusan masalah tersebut yaitu: 1. Menjelaskan identifikasi ragam gerak dan syair lagu seni drama tari Srandul sehingga dapat diketahui variasi ragam gerak dan isi syair lagu seni drama tari Srandhul. 2. Menjelaskan bentuk morfem nama-nama ragam gerak dan syair lagu lagu Seni Drama Tari Srandhul sehingga dapat diketahui makna dari setiap
4
ragam gerak serta makna yang terkandung dalam syair lagu seni drama tari Srandhul. 3. Menjelaskan makna ragam gerak dan syair lagu Seni Drama Tari Srandhul sehingga dapat diketahui makna dari setiap ragam gerak serta makna yang terkandung dalam syair lagu seni drama tari Srandhul.
1.4
Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini akan dibedakan menjadi dua, yaitu ruang
lingkup data dan ruang lingkup pembahasan.
1.4.1
Ruang Lingkup Data Ruang lingkup data dalam penelitian ini adalah nama-nama ragam gerak
dan syair lagu Seni Drama Tari Srandhul. Terdapat beberapa kelompok yang menampilkan kesenian ini. Namun yang akan diteliti adalah Seni Drama Tari Srandhul yang terletak di Desa Bumen, Kelurahan Purbayan, Kecamatan Kotagede, Yogyakarta.
1.4.2
Ruang Lingkup Pembahasan Pembahasan dalam penelitian ini dibatasi pada deskripsi dan asal-usul tari
srandhul dan persebarannya. Selanjutnya syair lagu dan ragam geraknya yang berguna bagi kepentingan kebahasaan. Nama-nama ragam gerak akan dianalisis morfologi kemudian dilanjutkan dengan analisis semantis makna dan referensi dengan disertai makna leksikal yang mana referensi merupakan salah satu sifat makna leksikal. Adapun syair lagu akan dianalisis secara morfologi kemudian 5
dilanjutkan dengan analisis semantis makna dan referensi disertai dengan makna gramatikal secara kategori atau kelas kata. Analisis tersebut dibatasi pada klausa pada syair lagu yang memiliki kata yang termasuk kategori verba atau yang menduduki fungsi predikat.
1.5
Manfaat Penelitian Seni tari terus mengalami perkembangan dan salah satu hasil contoh hasil
perkembangan tersebut adalah seni drama tari Srandhul. Penelitian ini diharapkan mampu mengenalkan kepada masyarakat bahwa tari Srandhul bukan sekedar tontonan, namun juga memiliki fungsi edukasi dan religi dari simbol-simbol yang ada di dalam nama-nama ragam gerak dan syair lagu Seni Drama Tari Srandhul kelompol Purba Budaya. Manfaat lain penelitian ini mendokumentasikan simbolsimbol yang dipresentasikan dalam wujud pertunjukan drama tari.
1.6
Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka ini dilakukan untuk memberikan sumbangan agar tidak
terjadi penjiplakan atau plagiat. Telah terdapat beberapa penelitian kesenian tradisional yang berupa tarian, khususnya di Yogyakarta. Teori morfo-semantis sering digunakan pada objek tersebut. Berikut penelitian yang dijadikan tinjauan pustaka dalam penelitian ini: Penelitian Soedarsono dalam buku yang berjudul “Mengenal Tari-Tarian Rakyat Di Daerah Istimewa Yogyakarta” tahun 1976. Buku tersebut mengidentifikasi berbagai tarian di setiap kabupaten dan kotamadya di Yogyakarta. Soedarsono mengklasifikasikan jenis tari menurut jenisnya, yaitu tari 6
Reog, tari Slawatan, tari Jathilan, tari Tayuban dan Drama Tari. Penelitian ini mengutamakan bentuk penyajian dan fungsinya dalam kehidupan masyarakat setempat. Penelitian Sukasbi berjudul “Analisis Semantik Tari Rakyat : Tayub, Srandhul Dan Brambangan di Yogyakarta” pada tahun 2000. Penelitian tersebut memberikan identifikasi tari rakyat tayub, tari rakyat srandhul, dan tari rakyat brambangan. Penulis kemudian memberikan analisis semantik. Tulisan-tulisan tersebut menjadi sumber data tertulis dalam penelitian ini. Penelitian tari rakyat khususnya Srandhul di Yogyakarta belum pernah dilakukan dengan analisis morfo-semantis. Penulis tertarik untuk meneliti Seni Drama tari Srandhul kelompok agar masyarakat mengetahui nama-nama ragam gerak dan syair lagu yang terdapat dalam pertunjukan seni drama tari Srandhul Kelompok Purba Budaya di Kotagede.
1.7
Landasan Teori Teori yang dipakai dalam analisis karya ilmiah ini adalah teori morfologi
dan semantis. 1.7.1
Morfologi Morfologi adalah bidang linguistik yang memperlajari morfem dan
kombinasi-kombinasinya atau bagian dari struktur bahasa yang mencakup kata dan bagian-bagian kata yaitu morfem. Dalam teori yang digunakan yaitu morfologi (Kridalaksana, 1983: 111). Kata yang terdiri atas satu morfem dikatakan sebagai kata yang monomorfemis, sedangkan kata yang terdiri lebih dari satu morfem 7
disebut polimorfemis. Berdasarkan distribusinya, morfem dapat dibedakan menjadi morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri sebagai kata tanpa harus melekat pada morfem lain, mempunyai arti, serta tidak tidak dapat dibagi lagi menjadi bagian yang paling kecil. Sedangkan morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai kata dan harus melekat pada morfem lain (Ramlan, 2001: 29). Misalnya, kata ngithing merupakan istilah gerakan jari-jari tangan.nama ragam gerak ini terdiri dari satu kata dan mendapatkan afiksasi berupa nasal. Kata ini termasuk dalam poli morfemis yang terdiri dari dua morfem, yaitu afiks Nasal dan kithing. Berdasarkan distribusinya Afiks Nasal merupakan morfem tidak bebas karena tidak dapat berdiri sendiri sebagai kata dan kithing merupakan morfem bebas karena dapat berdiri sendiri sebagai kata dan memiliki makna. Istilah ngithing terdiri atas dua suku kata, yaitu ngi-thing. Susunan istilah tersebut berupa KV-KVK. Morfem tersebut terdiri atas lima fonem, yaitu / ŋ-i-ṭ-i-ŋ/.
1.7.2
Semantik Setelah morfologi, akan dilakukan pembahasan mengenai aspek-aspek
makna dari morfem-morfem yang dianalisis. Semantik adalah bagian dari struktur bahasa yang berhubungan dengan makna dari ungkapan dan juga dengan struktur makna suatu wicara (Kridalaksana, 1983: 149). Dalam penelitian ini digunakan semantik leksikal yang menyangkut makna leksikal. Menurut Verhaar semantik leksikal mencakup banyak segi, antara lain a) makna dan referensi, b) denotasi dan konotasi, c) analisis ekstensional dan analisis 8
intensional, d) analisis komponensial, e) makna dan pemakaiannya, f) kesinoniman, keantoniman, kehomoniman dan kehiponiman. (Verhaar, 2008: 388). Penelitian ini menggunakan semantik yang mencakup bagian a) makna dan referensi. Makna adalah maksud pembicara atau pengaruh satuan bahasa dalam pemahaman persepsi atau perilaku manusia atau hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidaksepadanan, antara bahasa dan alam luar bahasa atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjuknya atau cara menggunakan lambanglambang bahasa (Kridalaksana, 1983: 103). Adapun referen dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yakni referensi ekstralingual dalam ragam gerak dan referensi intralingual dalam syiar. Referensi ekstralingual adalah sesuatu yang di luar bahasa. Menurut Verhaar referensi berhubungan erat dengan makna, jadi referensi merupakan salah satu sifat makna leksikal(Verhaar, 2008: 389). Makna leksikal dalam deskripsi linguistik lazimnya dimarkahi dengan tanda petik tunggal. Misal kata perang „bertarung‟ merupakan ragam gerak yang dilakukan oleh dua orang atau lebih penari pria. Ragam gerak ini memiliki referen beberapa orang yang bertarung, semua anggota badan aktif bergerak untuk memukul atau menghindari pukulan, dalam ragam gerak ini terdapat sub ragam gerak yakni endha dan gapruk. Makna ragam gerak tersebut adalah adegan yang menegangkan. Adapun referensi intralingual dapat membawa juga arti perujukan di dalam tuturan. Referensi intralingual lebih menyangkut semantik gramatikal. Dalam sintaksis dapat dibedakan menjadi tiga tataran: fungsi, peran, dan kategori. Kedudukan semantik
dalam sistemik 9
bahasa menyatakan
fungsi
tidak
bersemantik. Menurut Verhaar tak ada arti (gramatikal) dalam subjek atau objek sebagai fungsi sebagai fungsi sintaksis semata-mata, karena fungsi-fungsi itu sendiri hanya merupakan tempat kosong saja yang diisi secara kategorial menurut bentuknya dan cara peran menurut semantiknya. (Verhaar, 2008: 387). Misal syair lagu Puji-pujian „beberapa pujian (terhadap Tuhan)‟ adalah syair lagu kedua yang dilantunkan dalam ragam gerak lampahan. Syair lagu tersebut memiliki makna sebagai permohonan keselamatan kepada Tuhan. Referennya terdapat syair lagu pujia-pujian dibawah ini: Gusti Allah hamba nyuwun pangapura Ingkang mugi ya Allah paring nugraha
Makna gramatikal pada syair lagu puji-pujian dapat dianalisis pada klausa yang memiliki kata yang termasuk kategori verba. Pada syair lagu ini terdapat dua klausa yang memiliki kriteria tersebut. Salah satu klausa tersebut adalah „hamba nyuwun pangapura‟. Hamba (satu kata ): nomina; nyuwun (satu kata): verba; pangapura (satu kata): nomina. Kata hamba termasuk kategori nomina karena tidak dapat diingkarkan dengan kata ora.
Akan tetapi kata tersebut dapat
diingkarkan dengan kata udu. Selanjutnya kata nyuwun termasuk kategori verba karena memiliki makna inhern perbuatan, proses, atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas. Kata ini tergolong verba transitif , verba ini memerlukan nomina sebagai objek kalimat aktif dan subjek kalimat pasif. Terakhir kata pangapura termasuk kategori nomina karena kata pangapura tidak dapat diingkarkan dengan kata ora. Kata yang digunakan untuk mengingkarkan adalah kata udu
10
1.8
Metode Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian, maka penelitian ini menggunakan metode
yang memberikan perhatian utama pada simbol, sesuai dengan hakikat objek, yaitu sebagai studi kultural. Dengan menggunakan kajian pustaka dan penelitian lapangan. Berikut tahapan dalam penelitian ini.
1.8.1
Tahap Pengumpulan Data Tahap pertama dari penelitian ini dimulai dengan pengumpulan data yang
diperoleh dari sumber-sumber tertulis seperti buku, artikel dan sebagainya. Peneliti memperoleh data dari balai budaya tentang tari rakyat yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Peneliti melakukan studi pustaka di perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya UGM dan Perpustakaan Pusat Universitas Gadjah Mada. Sumber-sember tertulis tersebut menjadi acuan untuk menentukan objek penelitian. Selanjutnya penulis melakukan pengumpulan data yang diperoleh dari sumber lisan. Langkah ini menggunakan informan yang memenuhi kapabilitas untuk penelitian ini. Syarat-syarat yang harus dipenuhi informan adalah sebagai berikut: 1. Memiliki pengalaman di bidang seni tari rakyat, karena karena narasumber yang memiliki syarat ini dianggap peneliti memiliki kapabilitas untuk memberikan data yang valid. mereka yang memiliki pengalaman memiliki informasi yang lengkap mengenai bidang yang mereka dalami.
11
2. Berusia 40 tahun atau lebih, karena kesenian ini populer pada orang yang berusia 40 tahun. Pada saat orang yang berusia tersebut muda, kesenian ini banyak dipentaskan dan digemari warga Kotagede dan sekitarnya. Pengumpulan data-data di lapangan dilaksanakan melalui cara observasi dan wawancara dengan para informan ke berbagai daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah dimana terdapat kelompok yang mendalami kesenian ini. Pengumpulan data dilakukan dengan bantuan beberapa alat penelitian, diantaranya adalah rekaman gambar bergerak (video), foto, dan rekaman suara (tape recorder) dari beberapa narasumber. Peneliti menggunakan teknik sadap dengan mencatat dan merekam suara dalam wawancara yang dilakukan kepada informan. Sedangkan dalam pertunjukan kesenian Seni Drama Tari Srandhul peneliti memperoleh foto, rekaman gambar bergerak dan data tertulis dengan melakukan pengamatan. Dengan demikian peneliti dapat memperoleh dokumentasi pertunjukan Drama Tari Srandhul Kelompok Purba Budaya berupa data tertulis, gambar, video, dan rekaman suara.
1.8.2
Tahap Analisis Data Tahap kedua adalah tahap analisis data. Data yang diperoleh dari
pengumpulan data tersebut kemudian diterjemahkan. Peneliti mengolah data yang telah dikumpulkan dengan membandingkan semua data. Kemudian peneliti menganalisis dengan teori morfo-semantis menurut. Data tertulis yang diperoleh
12
dari narasumber sebagian menggunakan bahasa Jawa. Penulis menerjemahkan data tersebut dalam bahasa Indonesia dan selanjutnya dianalisis morfo-semantis.
1.8.3
Tahap Penyajian Hasil Analisis Data Tahap ketiga penyajian hasil analisis data dilakukan dengan mengolah kata
dalam bahasa yang ilmiah untuk ditulis dalam penelitian. Analisis menggunakan teori morfo-semantis dengan objek syair lagu dan ragam gerak Seni Drama Tari Srandhul Kelompok Purba Budaya.
1.9
Sistematika Penyajian Hasil penelitian ini disajikan dengan sistematika dalam beberapa bab ,
yaitu: BAB I merupakan pendahuluan. Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. BAB II berisi letak geografis keberadaan kelompok Purba Budaya, sejarah singkat, geografi, latar belakang pertunjukan, sejarah singkat Seni Drama Tari Srandhul, perkembangannya kesenian ini di Yogyakarta dan kelompok seni drama tari Srandul, serta fungsi dan wujud pertunjukan. Kemudian dilanjutkan dengan identifikasi ragam syair lagu dan ragam gerak yang terdapat pada Seni Drama Tari Srandhul Kelompok Purba Budaya. BAB III berisi analisis morfologi syair lagu dan ragam gerak seni drama tari Srandhul Kelompok Purba Budaya. Analisis nama-nama ragam gerak dan syair lagu dianalisis semantis makna dan referensi. Analisis nama-nama ragam gerak akan dikelompokkan berdasarkan jenis morfemnya. Adapun analisis syair 13
lagu dikelompokkan berdasarkan judul syair lagu kemudian berdasarkan nomor urut barisnya. Bab IV berisi analisis semantis ragam syair lagu dan ragam gerak Seni Drama Tari Srandhul Kelompok Purba Budaya Desa Bumen, Kotagede, Yogyakarta. Analisis nama-nama ragam gerak dan syair lagu dianalisis semantis makna dan referensi. Bab V berisi penutup dan kesimpulan. Peneliti juga akan memberikan saran untuk kepentingan bahasa dan pertunjukan yang terdapat pada Seni Drama Tari Srandhul Kelompok Purba Budaya.
14