TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007 TESIS
OLEH : RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK NIM : 057012023/AKK
SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007 Ricardo Suganda Simanjuntak
ABSTRACT Family Planning program is a part of the national development program intended to improve the walfare of mothers of children. The population of Indonesia that has reached about 220 million keeps increasing day by day. The government keeps trying to minimize the population growth and targets 2.1 children per women. Beside women, man is also special target of family planning program. The percentage of man joining the family planning program is veri small, only 1.7% out of the total productive married couples. The involvement of soldiers stationed in Medan in many family planning program (vasectomy) is still very low (0.42%). Therefore, in purpose of this explanatory study is to find out the level of adoption of man family planning innovation. The population for this study is all married soldiers in Medan and 96 of item were selected as the samples or respondents for this study. The result of data analysis through multiple/doubled regression method shows that the variables of level of knowledge (p = 0.026), condition of physical health (p = 0.042), influence of wife (p = 0.005) have a significant influence on the level of adoption of man family planning innovation (p < 0.05), while the variables of number of children owned (p = 0.359), length of first marriage (p = 0.371), and nature of innovation (p = 0.703) do not have any significant influence on the level adoption of man family planning innovation. It can be concluded from the result of this study that the level of adoption of man family planning innovation is influence by level education, conditional of psysical health, influence of wife while number of children owned length of marriage and nature of innovation do not have any influence on level of adoption of man family planning innovation. Thus, is suggested that the use of family planning devices for man be continuously socialized and the number of information facilities be increased. Key words : Adoption, Innovation, Man Family Planning. Bibliography : 32 (1970 – 2007)
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007 Ricardo Suganda Simanjuntak
ABSTRAK Program Keluarga Berencana (KB), merupakan bagian program pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Jumlah penduduk Indonesia yang telah mencapai sekitar 220 juta orang, makin hari makin terus meningkat. Pemerintah terus berupaya untuk menekan laju pertumbuhan penduduk dan menargetkan 2,1 anak per wanita. Selain wanita sebagai sasaran program KB, pria juga menjadi target khusus program KB. Angka kesetaraan pria dalam ber KB sangat kecil hanya sekitar 1,7% dari total PUS. Pemakaian KB pria di kalangan prajurit juga masih sangat rendah, kesetaraan prajurit di wilayah Medan dalam ber KB (vasektomi) hanya sebesar 0,42%. Untuk mengetahui tingkat adopsi inovasi KB pria, dilakukan penelitian dengan studi explanatory research. Populasi penelitian seluruh prajurit yang ada di wilayah Medan yang sudah berkeluarga. Dari populasi diambil sebanyak 96 responden sebagai objek penelitian. Analisa data dengan menggunakan metode regresi berganda diketahui bahwa variabel tingkat pengetahuan (p = 0,026), variabel kondisi kesehatan fisik (p = 0,042), variabel pengaruh istri (p = 0,005) berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria (p < 0,05). Sedangkan variabel jumlah anak (p = 0,359), variabel lama pernikahan pertama (p = 371), variabel sifat inovasi (p = 0,703) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria. Penelitian ini menyimpulkan bahwa tingkat adopsi inovasi KB pria di kalangan prajurit dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, kondisi kesehatan fisik, pengaruh istri sedangkan jumlah anak, lama menikah dan sifat inovasi tidak memberikan pengaruh terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan agar dilakukan sosialisasi penggunaan alat kontrasepsi pria secara berkesinambungan dan memperbanyak sarana informasi. Kata Kunci : Adopsi, Inovasi, KB Pria.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
KATA PENGANTAR Puji dan Syukur Saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus atas segala limpahan berkat dan kasih karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Penulisan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai derajat S2 pada Program Studi Adminitrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Medan. Penulis menyadari, begitu banyak dukungan, bimbingan, bantuan dan kemudahan yang diberikan oleh berbagai pihak kepada penulis dari memulai penulisan tesis ini sehingga dapat diselesaikan. Dengan penuh ketulusan hati, penulis menyampaikan terima kasih, semoga sukses dan bahagia selalu dalam lindunganNya kepada : Bapak Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP dan Ibu Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan perhatian, dukungan dan pengarahan sejak mulai hingga selesai tesis ini. Disamping itu, penulis mengucapkan terim kasih yang sebesar–besarnya kepada : 1.
Bapak Prof. dr. Chaeruddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2.
Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, M.Sc, selaku Direktur Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
3.
Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Ketua Program Studi Adminitrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
5
Mayjen TNI J. Suryo Prabowo, Pangdam I/BB, Bapak Kolonel Ckm dr. Tjahaya Indra Utama, Kakesadam I/BB dan Ibu Kolonel Ckm (K) Titut
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
Sri Endartini, MARS, Karumkit TK. II Putri Hijau Kesdam I/BB yang telah memberikan ijin dan kesempatan mengikuti pendidikan. 7.
Rekan – rekan penulis di Peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Angkatan 2005, atas dukungan yang diberikan selama pendidikan.
8.
Staf Administrasi Program AKK Sekolah Pasca Sarjana USU (Pak Rosihan, Bang Saiful, Bang Husni dan Ibu Iin), yang membantu penulis mengurus penyelesaian administrasi perkuliahan hingga penyelesaian tesis ini.
Tesis ini saya persembahkan secara khusus dengan ucapan terima kasih yang tulus dan rasa syukur kepada Ibunda tersayang T br Hutabarat (Ompu Rebecca) yang telah memberikan perhatian dan doa yang tiada putus – putusnya bagi penulis, semoga Ibunda sehat selalu dan panjang umur. Demikian juga Abanganda Drs. Bernath Djoko Manahan Simanjuntak, Ak, Kakanda Asnah Romida br Simanjuntak yang telah memberikan dukungan pembiayaan selama mengikuti pendidikan, terima kasih atas kebaikan hati abang dan kakak, semoga Allah Bapa memberikan rezeki yang berlimpah. Kakak dan adik – adikku Imping Mariasi br Simanjuntak, Nelly Junike br Simanjuntak, Hetty Selasih br Simanjuntak, Lela Farida br Simanjuntak dan Evida Delima br Simanjuntak, terima kasih atas semua dukungannya. Ucapan terima kasih khusus juga saya persembahkan kepada Bapak Ir. Poltak Simanjuntak, Bapak Saut Simanjuntak, SH (Kajari Sidikalang), Bapak dr. Saut Simanjuntak, Sp.OG beserta seluruh keluarga atas bantuan dan dukungan yang penulis terima, semoga Allah Bapa dapat membalas budi baik ompung sekalian. Juga kepada
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
rekan – rekan penulis dalam berdiskusi dan beristeraksi selama kuliah,
Ibu Sri
Ridhayanti, SKM, M.Kes, Bapak dr. Henri Manik, M.Kes, Ibu Iing Yuli Astuti, Ibu Fauziah dan Ibu Siti Chairiah Harahap, terima kasih yaa... bagi rekanku yang sudah bergelar M.Kes karena duluan lulus saya ucapkan selamat dan bagi rekan yang belum sempat lulus berusahalah untuk menyusul. Akhirnya ucapan terimakasih kusampaikan kepada Tuhanku Yesus Kristus karena kemurahan dan BerkatMu yang begitu mulia, sehingga saya dapat menyelesaikan semua ini, bukan karena kekuatan dan kepintaranku ya Bapa, tetapi atas kuasa dan berkatMu lah semua ini bisa terjadi. Amin. Penulis menyadari tesis ini jauh dari sempurna, oleh karenanya saran untuk perbaikan sangat diperlukan. Penulis berharap semoga penelitian ini bermanfaat bagi akademik dan Kodam I/BB.
Medan,
Desember 2007 Penulis
Ricardo Suganda Simanjuntak
Rasa cinta yang dalam dan dengan kasih sayang yang tulus, saya persembahkan semuanya ini kepada istriku tercinta Donna br Hutabarat, SE dan ketiga anaku tersayang yang merupakan sumber motivasi dan inspirasiku : David Alexander Fernandito Simanjuntak, Albert Krisdemonanto Simanjuntak dan Gabriela Victoria br Simanjuntak, terima kasih ya ma.. atas dukungan dan pengorbananmu, semoga keluarga kita semakin berbahagia dengan selesainya sekolah ini.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama
: Ricardo Suganda Simanjuntak
Pangkat/NRP
: Mayor Ckm/34001
Tempat/tanggal lahir : Sirpang Opat, 25 Desember 1966 Agama
: Kristen Protestan
Istri
: Donna br Hutabarat, SE
Anak
: 1. David Alexander Simanjuntak 2. Albert Krisdemonanto Simanjuntak 3. Gabriela Victoria Simanjuntak
Alamat
: Jl. Gaperta G – 14 Medan. Telp. 8458870
Riwayat Pendidikan 1.
Pendidikan Umum 1971 – 1977
: SD Negeri 1 Hutabarat Tarutung Tapanuli Utara
1977 – 1981` : SMP Negeri 2 Tarutung Tapanuli Utara
2.
1981 – 1984
: SMA Negeri 1 Tarutung Tapanuli Utara
1984 – 1987
: D.III Kimia Analis Universitas Sumatera Utara Medan
1998 – 2000
: STIA LAN – RI Jakarta
2005 – 2007
: Sekolah Pasca Sarjana USU Medan.
Pendidikan Militer 1990
: Sepamilwa ABRI Gelombang Ke 2 di Magelang
1993
: Kursus Analisa Makanan dan Minuman Depkes di Jakarta.
1995
: Sekolah Peralihan Perwira Kesehatan di Jakarta
1996
: Kursus Bahasa Perancis Pusbasa Hankam di Jakarta
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
1997
: Kursus Perwira Intelijen TNI – AD di Bogor
2000
: Sekolah Perwira Lanjutan (Suslapa) di Jakarta.
Riwayat Pekerjaan 1990 – 1991
: Tugas Operasi Seroja Rotasi Kesehatan di Timor Timur
1991 – 1994
: Paur Siap Prod Labiomed Ditkesad
1994 – 1997
: Kaur Ang Bagud Ditkesad
1997 – 2000
: Kaur Pam Labiomed
2001
: Wadan Denkesyah Sibolga
2001 – 2003
: Kesubdep Gilut Rumkit Tk. II Putri Hijau Kesdam I/BB
2003 – 2005
: PLH Dandenkeslap Kesdam I/BB
2005 – Sekarang
: Kasub Instal patologi Rumkit Tk. II Putri Hijau Kesdam I/BB
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
DAFTAR ISI Halaman PERSETUJUAN PERNYATAAN ABSTRAK............................................................................................................... KATA PENGANTAR............................................................................................. RIWAYAT HIDUP ................................................................................................ DAFTAR ISI ........................................................................................................... DAFTAR TABEL ................................................................................................... DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................ BAB I 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5.
iv vi ix xi xiv xvii xviii
PENDAHULUAN Latar Belakang ………………….………………………………………... Permasalahan ...............................………………………………………... Tujuan Penelitian .............................…………………………………….... Hipotesis ..................................................……………………………….... Manfaat Penelitian .......................………………………………………....
BAB II
1 7 7 8 8
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. 2.2.
Pengertian Inovasi .……………………...................…….………………... Difusi dan Perubahan Sosial .....……………….....………….……...……... 2.2.1. Inovasi ..............................…………………………………….…... 2.2.2. Saluran Komunikasi ……………...…………………....…….…….. 2.2.3. Jangka Waktu ……………………………………………….……... 2.2.4. Anggota Sistem Sosial ……………………………………........….. 2.3. Proses Keputusan Inovasi ………………………………...……………….. 2.4. Pengetahuan ……………………………………………......……………… 2.5. Sikap (Attitude) ……………………………………………...…………….. 2.5.1. Komponen Pokok Sikap ……………………….……..…………… 2.5.2. Berbagai Tingkatan Sikap ……………………………...…………. 2.6. Tindakan (Practice) …………………………………………..…………… 2.7. Paradigma Proses Keputusan Inovasi …………………………..….……… 2.8. Proses Difusi ………………………………………….………..…………. 2.9. Penelitian Inovasi Kontrasepsi Pria …………………..…………..………. 2.10. Sejarah Keluarga Berencana …………………………..………..………… 2.11. Amanat Internasional ………………………………...…………..……….. 2.12. Sistem dan Alat Reproduksi Pria …………………..............…..…………. 2.12.1. Bagian Luar ……………………………………..……..………….. 2.12.2. Bagian Dalam …………………………………...……..………….. 2.12.3. Fungsi Alat/Reproduksi Pria …………………....……..…………..
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
9 10 10 11 12 12 14 15 17 17 18 19 20 21 22 24 26 28 28 29 30
2.12.3.1. Fungsi Alat/Organ Bagian Luar ……....……….......…….. 2.12.3.2. Fungsi Alat/Organ Bagian Dalam ….....………...……….. 2.13. Proses Reproduksi Pria ……………………………….....…………...……. 2.14. Cara Kontrasepsi Pria ………………………………….....…………..…… 2.14.1. Kondom ……………………………………….....…………..……. 2.14.2. Vasektomi …………………………………….....…………...……. 2.14.3. KB Alamiah ………………………………………......……...……. 2.14.3.1. Senggama Terputus (Coitus Interuptus) ….....……........... 2.14.3.2. Pantang Berkala (Sistem Kalender) ………….........…….. 2.14.3.3. Pengamatan Lendir Vagina (Billing Method) …..........….. 2.14.3.4. Pengukuran Suhu Badan ……………………..............….. 2.15. Landasan Teori ……………………………………………….......…...…… 2.16. Kerangka Konsep Penelitian ………………………………......………...… BAB III 3.1. 3.2. 3.3. 3.4.
3.5.
3.7.
4.1.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian …………………………………………….......……...…… Lokasi dan Waktu Penelitian …………………………….......………...….. Populasi dan Sampel ………………………………………......……...…… 3.3.1. Populasi ……………………………………………....……..…….. 3.3.2. Sampel ………………………………………………....……...…… Metode Pengumpulan Data ……………………………………….......…… 3.4.1. Data Primer ……………………………………………….......…… 3.4.2. Data Sekunder …………………………………………....…...…… 3.4.3. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ...…………………...……...…… Definisi Operasional Variabel ………………………………....……..…… 3.5.1. Variabel Bebas ……………………………………….....…..…….. 3.5.1.1. Karakteristik Prajurit ………………………….......……… 3.5.1.2. Sifat Inovasi …………………………………........………. 3.5.2. Variabel Terikat ……………………………………….......………. 3.6. Aspek Pengukuran ……………………………………………....… 3.6.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas ……………………......……… 3.6.1.1. Variabel Tingkat Pengetahuan ………………....…..…….. 3.6.1.2. Variabel Jumlah Anak ……………………….....…..…….. 3.6.1.3. Variabel Tingkat Kesehatan Fisik ………….....……..…… 3.6.1.4. Variabel Lama Menikah …………………......……..…….. 3.6.1.5. Variabel Pengaruh Istri ……………………......……..…… 3.6.1.6. Variabel Sifat Inovasi …………………….......……..……. 3.6.2. Aspek Pengukuran Variabel Terikat Tingkat Adopsi Inovasi .......... Metode Analisa data …………………………………………......……..….
BAB IV
30 30 31 32 33 33 34 34 34 34 35 35 38
39 39 39 39 39 41 41 41 41 42 42 42 42 43 43 43 43 45 46 46 47 47 48 48
HASIL PENELITIAN
Gambaran Daerah Penelitian ……………………………......………..….... 4.1.1. Tugas Pokok Kodam I/BB ………………………......…………..… 4.1.2. Fungsi – Fungsi ………………………………….....…………...….
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
49 52 52
4.2.
4.3. 4.4. 4.5. 4.6.
4.1.2.1 Fungsi Utama …………………………….....…………...... 4.1.2.2. Fungsi Organik Militer …………………....…………..….. 4.1.2.3. Fungsi Organik Pembinaan ………………....………..…… 4.1.3. Struktur Organisasi Kodam I/BB …………………....………..…… 4.1.4. Identitas Responden ......................................................................... Karakteristik Responden …………………………………....…………..… 4.2.1. Tingkat Pengetahuan Responden …………………....………..…… 4.2.2. Jumlah Anak ……………………………………….....………..….. 4.2.3. Tingkat Kesehatan Fisik ………………………….....………..…… 4.2.4. Lama Menikah …………………………………......…………..….. Pengaruh Istri …………………………………............…......………..…… Sifat Inovasi …………………………………….....…….…............…..….. Tingkat Adopsi Inovasi KB Pria …………............………….....……..…… Uji Statistik …………………………………………………......…….........
BAB V 5.1. 5.2. 5.3. 5.4. 5.5. 5.6.
6.1. 6.2.
PEMBAHASAN
Pengaruh Tingkat Pengetahuan terhadap Tingkat Adopsi Inovasi KB Pria. ………………………………………………………….......…..... Pengaruh Jumlah Anak terhadap Tingkat Adopsi Inovasi KB Pria .........… Pengaruh Tingkat Kesehatan Fisik terhadap Tingkat Adopsi Inovasi KB Pria. ………………………………………………………......……..… Pengaruh Lama Menikah terhadap Tingkat Adopsi Inovasi KB Pria.......… Pengaruh Istri terhadap Tingkat Adopsi Inovasi KB Pria.…………........… Pengaruh Sifat Inovasi terhadap Tingkat Adopsi Inovasi KB Pria….......…
BAB VI
52 54 55 56 57 58 59 60 62 63 65 67 69 74
78 79 81 82 84 85
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ……………………………………………….....…….……… Saran …………………………………………………………......….…….
88 89
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................
91
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 3.1.
Validity and Realibility Statistics …………...………….........…….
42
Tabel 3.2.
Aspek Pengukuran Tingkat Pengetahuan …………………..……...
45
Tabel 3.3.
Aspek Pengukuran Jumlah Anak ......................…………...….……
46
Tabel 3.4.
Aspek Pengukuran Tingkat Kesehatan Fisik ……………….……...
46
Tabel 3.5.
Aspek Pengukuran Lama Menikah ………………………….……..
47
Tabel 3.6.
Aspek Pengukuran Pengaruh Istri …………………………..……..
47
Tabel 3.7.
Aspek Pengukuran Sifat Inovasi …………………………..….…....
48
Tabel 3.8.
Aspek Pengkuran Tingkat Adopsi Inovasi …………………..…….
48
Tabel 4.1.
Distribusi Responden Berdasarkan Kepangkatan ……………...…..
57
Tabel 4.2.
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ……...……
57
Tabel 4.3.
Distribusi Responden Berdasarkan Suku (Etnik) .............................
58
Tabel 4.4.
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang Jenis Alat Kontrasepsi Pria …....................................………..….....
Tabel 4.5.
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang Manfaat Penggunaan Alat Kontrasepsi Pria ………………..…..….
Tabel 4.6.
59 59
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang Tempat Memperoleh Alat Kontrasepsi Pria …………..……...……
60
Tabel 4.7.
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan ................
60
Tabel 4.8.
Distribusi Responden Berdasarkan Tahun Menikah dan Memiliki Anak ……………………………………………………...…….…..
61
Tabel 4.9.
Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak Sekarang …....….
61
Tabel 4.10.
Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak yang Diinginkan ………...………………………………………….…….
Tabel 4.11.
Distribusi Responden Berdasarkan Gangguan Hubungan Suami Istri ………………………………………....…………………....…
Tabel 4.12. Tabel 4.13.
62 62
Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Kesehatan Istri Dan Kesediaan Menggunakan Alat Kontrasepsi Pria …....….……..
63
Distribusi Responden Berdasarkan Lama Pernikahan …….....…….
64
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
Tabel 4.14.
Distribusi Responden Berdasarkan Keinginan Kelahiran Anak Pada Tahun Pertama Pernikahan …......……………………….......
Tabel 4.15.
Distribusi Responden Berdasarkan Istri yang Menggunakan Alat Kontrasepsi Wanita ………….......……………………………
Tabel 4.16.
73
Distribusi Responden Berdasarkan Alasan untuk Meneruskan Penggunaan Alat Kontrasepsi Pria …...…………………………….
Tabel 4.28.
72
Distribusi Responden Berdasarkan Kemantapan Menggunakan Alat Kontrasepsi Pria …....……………………………………...…
Tabel 4.27.
71
Distribusi Responden Berdasarkan Alat Kontrasepsi yang Cocok Digunakan ……....………………………………………….
Tabel 4.26.
70
Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Penggunaan Alat Kontrasepsi Pria yang Digunakan …......……………………….…..
Tabel 4.25.
69
Distribusi Responden Berdasarkan Kemampuan Menyebutkan Alat Kontrasepsi Pria yang Digunakan …......………………….…..
Tabel 4.24.
69
Distribusi Responden Berdasarkan Pernah dan Tidak Pernah Menggunakan Alat Kontrasepsi Pria ………......………………......
Tabel 4.23.
68
Distribusi Responden Berdasarkan Kemauan Menggunakan Alat Kontrasepsi Pria ……......……………………………………..
Tabel 4.22.
68
Distribusi Responden Berdasarkan Kebutuhan Informasi Alat Kontrasepsi Pria ………………………..........……………………..
Tabel 4.21.
67
Distribusi Responden Berdasarkan Alat Kontrasepsi Pria Lebih Sederhana Dibanding Alat Kontrasepsi Wanita ……….....………..
Tabel 4.20.
66
Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Alat Kontrasepsi Pria Hal yang Sulit Dilakukan …......………………………………
Tabel 4.19.
66
Distribusi Responden Berdasarkan Anjuran Istri untuk Menggunakan Alat Kontrasepsi untuk Pria ……………......………
Tabel 4.18.
65
Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Istri Tentang Ada Alat Kontrasepsi untuk Pria ……………….......…………………..
Tabel 4.17.
64
73
Hasil Uji Regresi dari Variabel Bebas (Tingkat Pengetahuan, Kondisi Kesehatan Fisik dan Pengaruh Istri) terhadap Variabel Terikat (Tingkat Adopsi Inovasi) …………....…………………….
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
75
Tabel 4.29.
Hasil Uji Determinasi terhadap Variabel Bebas (Tingkat Pengetahuan, Jumlah Anak, Lama Menikah, Pengaruh Istri, Tingkat Kesehatan Fisik dan Sifat Inovasi) …………....…………..
Tabel 4.30.
76
Uji Kelinieran Variabel Bebas (Tingkat Pengetahuan, Jumlah Anak, Lama Menikah, Pengaruh Istri, Tingkat Kesehatan Fisik dan Sifat Inovasi) terhadap Variabel Terikat (Tingkat Adopsi Inovasi KB Pria) …………………………..………...……………..
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
77
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
Model Proses Pengambilan Keputusan Inovasi menurut Rogers (1983) ……………………………..........………………..
37
Gambar 2.
Kerangka Konsep Penelitian ……………………..........…………
38
Gambar 3.
Struktur Organisasi Kodam I/BB ………………………………...
56
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Lampiran 2
Output Hasil Uji Statistik Univariat dan Multivariat (Regresi Berganda) ...........................................................................
93
Kuiesioner Penelitian ........................................................................
111
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang. Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) 2004 dikatakan bahwa salah satu tujuan
Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan adalah pembangunan keluarga sejahtera termasuk meningkatkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. Pembangunan keluarga sejahtera diarahkan kepada terwujudnya nilai-nilai luhur budaya bangsa guna meningkatkan kesejahteraan keluarga dan membina ketahanan keluarga agar mampu mendukung kegiatan pembangunan. Usaha mewujudkan tujuan tersebut, salah satunya adalah melalui Keluarga Berencana (KB). Program keluarga berencana merupakan bagian program pembangunan nasional di Indonesia yang sudah dimulai sejak awal pembangunan lima tahun (1969) yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam mewujudkan keluarga bahagia dan sejahtera dengan cara pengaturan kelahiran dan juga pengendalian laju pertumbuhan penduduk sehingga tidak melampaui kemampuan produksi hasil pertanian. Pada saat ini, menurut data di BKKBN, jumlah penduduk Indonesia telah mencapai sekitar 220 juta orang. Tingkat pertumbuhan sekitar 1,48 % per tahun dan tingkat kelahiran (TFR) sebesar 2,6. Jumlah penduduk Indonesia makin hari makin terus meningkat, padahal pemerintah terus berupaya untuk menargetkan idealnya 2,1 anak per wanita. Meski begitu, masih ada saja dari keluarga Indonesia yang senang mempunyai anak banyak. Banyak hal yang harus dilakukan dalam menekan jumlah penduduk, sekaligus membangun keluarga berkualitas. Dengan jumlah penduduk yang diperkirakan mencapai
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
220 juta jiwa pada tahun 2005 atau menempati urutan nomor 4 terbesar di dunia, ternyata berdasarkan penilaian UNDP (2006) kualitas sumber daya manusia yang diukur melalui indeks pembangunan manusia (Human Development Index/HDI) Indonesia mempunyai peringkat yang memprihatinkan yaitu 108 dari 177 negara. Hal ini berarti masih rendahnya kualitas penduduk dilihat dari segi pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan. Apabila tidak di imbangi dengan upaya pengendalian kuantitas maka akan sulit pemerintah meningkatkan kualitas penduduk. Salah satu upaya pemerintah untuk menekan laju pertambahan jumlah penduduk adalah melalui program keluarga berencana, sebab jika tidak meningkatkan peserta keluarga berencana, jumlah penduduk Indonesia akan mengalami ledakan yang luar biasa. Untuk itu perlu ditumbuh kembangkan kesadaran masyarakat akan pentingnya Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera yang dilandasi oleh rasa tanggung jawab, kesukarelaan, nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya dan bangsa. Dari laporan jumlah kesertaan ber KB pertahun (BKKBN, 2005) disimpulkan bahwa apabila angka kesertaan ber KB tetap sama
sebesar 60,3 %, maka jumlah
penduduk Indonesia tahun 2015 menjadi sekitar 255,5 juta. Jika kesertaan ber KB turun 0,5 % per tahun, maka jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2015 meningkat menjadi 264,4 juta jiwa. Ini berarti jumlah penduduk semakin padat. Namun apabila bisa dinaikkan persentase kesertaan jumlah ber KB per tahun jadi 1 %, maka diprediksi jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2015 sekitar 237,8 juta jiwa. Pembangunan di bidang kesehatan
dan keluarga berencana yang telah
diselenggarakan secara nasional telah mencapai hasil yang menggembirakan. Program dan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah beserta masyarakat telah memberikan
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
pengetahuan dan sikap positif disertai dengan wujud praktek kehidupan di bidang kesehatan dan Keluarga Berencana (KB) pemakaian kontrasepsi secara luas di masyarakat (Gemari, 2006). Menurut laporan BKKBN (2000), pencapaian target peserta baru dari tahun 1993 s/d 1997 masih berfluktuasi. Pencapaian target peserta KB baru menurut propinsi pada tahun 1996, menunjukkan bahwa masih ada 12 propinsi yang pencapaiannya di bawah 100 % yaitu propinsi DI Aceh, Sumut, Riau, Jateng, DI Yogjakarta, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Irian Jaya. Untuk cakupan peserta KB aktif terhadap target menurut propinsi pada tahun 1997 masih terdapat propinsi yang belum mencapai target 100 % yaitu propinsi DI Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat dan Kalimantan Timur. Upaya menekan laju pertumbuhan penduduk dan mensukseskan program pemerintah dalam melaksanakan KB, salah satu sasarannya adalah pria. Menurut Sumarjati (2005) kesetaraan pria dalam ber KB masih rendah, secara nasional angka kesetaraan pria dalam ber KB sangat sedikit hanya 1,7 % dari total Pasangan Usia Subur (PUS), sangat jauh dibandingkan dengan peran serta perempuan sebesar 98 %. Sebuah studi yang dilakukan di Jawa Barat dan Sumatera Selatan (2001) menunjukkan rendahnya tingkat kesetaraan pria dalam ber KB disebabkan terbatasnya pilihan KB dan hanya satu dari tiga pria yang setuju dengan Metode Operasi Pria (MOP-Vasektomi), sedangkan 41 % pria mengatakan bahwa kondom tidak disukai karena mengurangi kenikmatan.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
Hasil penelitian lain yang disarikan dalam buku UNFPA-BKKBN (2001) menunjukkan tiga dari empat istri atau lebih dari 70 % tidak mendukung suami ber KB. Laporan BKKBN (2005) juga menunjukkan bahwa secara nasional KB pria kurang diminati. Para pria memberikan alasan secara psikologis mengikuti program KB dinilai sebagai tindakan aneh dan asing. Ada juga yang beranggapan KB pria adalah hal yang lucu karena pria tidak akan pernah hamil, selain itu pilihan alat kontrasepsi pria terbatas karena alat kontrasepsi yang tersedia kebanyakan untuk perempuan. Kurangnya partisipasi pria ber KB juga dipicu oleh banyak sebab antara lain rumor medis, agama, budaya dan biaya. Namun dari keseluruhan alasan tersebut yang paling utama adalah minimnya kampanye dan sosialisasi. Namun laporan ini belum cukup mewakili wajah KB pria sesungguhnya di Indonesia. Di beberapa daerah niat pria untuk mengikuti program KB tak terbendung lagi. Untuk daerah DKI Jakarta kesadaran kaum pria untuk menjadi akseptor KB dalam dua tahun terakhir ini menujukkan peningkatan cukup besar, dari sebelumnya 2,62 % menjadi 4 %. Menurut Hajar (2005), pada tahun 2003 pria yang mengikuti program vasektomi yang dilaksanakan oleh Pemda Jakarta Selatan diikuti oleh 37 orang, dan pada tahun 2004 jumlah pria yang mengikuti program vasektomi bertambah menjadi 45 orang. Dari berbagai hasil penelitian dan laporan tersebut dapat diperoleh suatu gambaran kurangnya peran pria dalam mengikuti program KB pria sangat berhubungan dengan daya adopsi inovasi terhadap program KB pria tersebut. Menurut Akhmad dkk (2005), pada tararan normatif, indikator keberhasilan suatu program dalam mengemban misi pencapaian tujuan program adalah dengan memanfaatkan inovasi tepat guna dan secara luas dapat diterima oleh masyarakat dalam mewujudkan tujuan pembangunan
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
nasional. Hal tersebut dapat diwujudkan apabila semua stake holder mampu mengadopsi inovasi tersebut dari hulu sampai hilir. Program KB pria yang memiliki stake holder antara lain pria itu sendiri, istri, keluarga, petugas kesehatan maupun instansi terkait lainnya harus mampu bersinergi untuk mewujudkan keberhasilan program. Salah satu faktor yang mempengaruhi upaya mensukseskan program KB pria adalah sifat dan metodenya. Inovasi yang akan di adopsi dalam KB pria harus mempunyai banyak kesesuaian (daya adopsi) terhadap kondisi fisik, psikis, sosial, ekonomi dan budaya. Menurut Mundy (2000), kecepatan adopsi suatu inovasi tergantung pada beberapa hal, yaitu sifat inovasi, sifat adopter dan perilaku pengantar perubahan. Rancangan terbaik di dunia pun tidak akan berhasil kalau petugasnya tidak mampu untuk menjadikannya berhasil. Seringkali kompetensi dan motivasi petugas menjadi faktor pembatas efektivitas suatu program dan yang paling sering terjadi masalah adalah kurangnya motivasi (Bunch, 2001). Masalah kompetensi dan motivasi petugas kesehatan sangat berhubungan dengan kondisi keberhasilan KB pria. seperti yang disarikan dalam buku UNFPA-BKKBN (2001) menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil pria pernah mendengar dan mengetahui istilah kesehatan reproduksi. Hal ini menunjukkan rendahnya tingkat promosi, penyuluhan dan sosialisasi yang dilakukan oleh petugas kesehatan. Selain hal tersebut laporan juga menunjukkan informasi yang diterima oleh para pria pada saat konseling untuk KB pria oleh provider umumnya sangat rendah. Sejauh ini diketahui bahwa pengelola KB di lapangan lebih memperhatikan kuantitas pencapaian ketimbang kualitas pelayanan. Akibatnya pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan Standart Operating Prosedur (SOP). Sebagai bukti, hasil penelitian di Jawa Tengah dan Jawa Timur (2001) memperlihatkan dari 137 responden peserta
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
vasektomi, sebanyak 16,8 % mengatakan adanya gangguan kesehatan. Dari jumlah itu 39,1 % mengatakan timbul rasa nyeri, sedangkan yang mengatakan abses 13 %. Ketidakpuasan keserta KB pria akibat kualitas pelayanan yang diterima menimbulkan rumor baru di masyarakat yang menyatakan bahwa operasi steril pria menyebabkan tenaga berkurang 40 % dibandingkan sebelum operasi. Tentara Nasional Indonesia yang merupakan salah satu alat pemerintah dalam melaksanakan pembangunan nasional, juga turut berperan aktif dalam mensukseskan program KB. Dalam pelayanan kesehatan sejak awal Operasi Bhakti TNI Manunggal KB-Kesehatan (TMKK) telah mendapat perhatian besar tanpa mengabaikan kuantitas. Laporan pelaksanaan Operasi Bhakti Manunggal KB Kesehatan yang masuk sampai dengan akhir Desember 2006 menunjukkan bahwa di wilayah Kodam I/BB hasil pencapaian peserta KB baru berjumlah 39.341 dengan perincian : Intra Uterine Devices (IUD) : 4598, Metode Operasi Pria (MOP) : 167, Metode Operasi Wanita (MOW) : 224 : Implant (IMP) : 5569 : Suntikan : 2288, Pil : 7624 dan Kondom : 1971. Dari laporan tersebut terlihat bahwa partisipasi pria dalam mengikuti program KB di kalangan TNI masih sangat rendah dengan jumlah hanya 167 (0,42 %), masih sangat kecil dibanding angka nasional yaitu 1,3 %. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan peran serta pria di kalangan TNI antara lain dengan melakukan pelatihan Vasektomi Tanpa Pisau (VTP) bagi anggota TNI yang berkualifikasi medis maupun non medis. Tahun 2004 telah dididik 15 tim yang terdiri dari : Kodam Jaya, Kodam III/SLW, Kodam IV/DIP dan Kodam V/BRW. Tahun 2005 telah dididik juga 15 tim terdiri dari : Kodam Jaya, Kodam IM, Kodam I/BB, Kodam II/SWJ dan Kodam III/SLW.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
1.2.
Permasalahan. Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka muncul permasalahan yaitu
Sejauh mana karakteristik individu antara lain : tingkat pendidikan, jumlah anak, tingkat kesehatan fisik, persepsi, lama menikah, pengaruh isteri dan sifat inovasi mempengaruhi tingkat adopsi inovasi KB pria di kalangan prajurit TNI-AD.
1.3.
Tujuan Penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh karakteristik individu antara
lain : tingkat pendidikan, jumlah anak, tingkat kesehatan fisik, persepsi, lama menikah, pengaruh isteri dan sifat inovasi terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria di kalangan prajurit TNI-AD.
1.4.
Hipotesis. 1.
Ada pengaruh tingkat pengetahuan terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria di kalangan prajurit TNI-AD.
2.
Ada pengaruh jumlah anak terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria di kalangan prajurit TNI-AD.
3.
Ada pengaruh
kondisi kesehatan fisik terhadap tingkat adopsi inovasi
KB pria di kalangan prajurit TNI-AD. 4.
Ada pengaruh lama menikah terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria di kalangan prajurit TNI-AD.
5.
Ada pengaruh
pengaruh istri terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria di
kalangan prajurit TNI-AD.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
6.
Ada pengaruh
sifat inovasi terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria di
kalangan prajurit TNI-AD.
1.5.
Manfaat Penelitian. Hasil penelitian ini secara teoritis dan praktis diharapkan bermanfaat sebagai
bahan masukan dan evaluasi kepada semua pihak terkait untuk menetapkan kebijakan upaya peningkatan kesadaran prajurit menggunakan alat kontrasepsi pria di lingkungan TNI-AD.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pengertian Inovasi. Menurut Drucker (1996), inovasi adalah tindakan yang memberikan sumberdaya
kekuatan, kemampuan baru untuk menciptakan kesejahteraan, sedangkan menurut Rogers (1983) inovasi adalah gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Salah satu bekal yang berguna bagi usaha memasyarakatkan ide-ide baru itu adalah pemahaman yang mendalam mengenai bagaimana ide-ide itu tersebar ke dalam suatu sistem sosial dan mempengaruhinya. Masyarakat yang sedang membangun berkepentingan dengan inovasi, dengan penemuan-penemuan baru baik itu berupa gagasan, tindakan atau barang-barang baru. Inovasi merupakan pangkal terjadinya perubahan sosial, yang merupakan inti dari pembangunan masyarakat (Drucker, 1985). Upaya memperkenalkan ide baru KB pria ke masyarakat akan menjadikan perubahanperubahan pada sistem sosial, baik dalam lingkup keluarga maupun masyarakat secara keseluruhan, baik bagi yang menerima maupun yang menolak ide tersebut, yang menerima barangkali akan lebih sejahtera kehidupannya sedangkan yang menolak barangkali akan menimbulkan masalah-masalah baru dalam kehidupannya (Gema, 2006). 2.2.
Difusi dan Perubahan Sosial. Menurut Hanafi (1987), difusi adalah tipe khusus komunikasi. Difusi merupakan
proses di mana inovasi tersebar ke anggota suatu sistem sosial. Pengkajian difusi adalah telaah tentang pesan-pesan yang berupa gagasan baru, sedangkan pengkajian komunikasi telah meliputi terhadap semua bentuk pesan. Dalam kasus difusi, karena pesan-pesan yang disampaikan “baru” maka ada risiko bagi penerima. Hal ini berarti bahwa ada
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
perbedaan tingkah laku dalam kasus penerimaan inovasi jika dibandingkan dengan penerimaan pesan biasa. Dalam difusi biasanya memusatkan perhatian pada terjadinya perubahan tingkah laku (overt behavior) yaitu menerima atau menolak ide-ide baru daripada hanya sekadar perubahan dalam pengetahuan dan sikap. Pengetahuan dan sikap sebagai langkah perantara dalam proses pengambilan keputusan oleh seseorang yang akhirnya membawa perubahan pada tingkah laku. Unsur-unsur difusi yaitu : inovasi, komunikasi, jangka waktu dan sistem sosial.
2.2.1. Inovasi. Inovasi tidak akan menjadi soal sejauh dihubungkan dengan tingkah laku manusia, apakah ide itu betul-betul baru atau tidak jika diukur dengan selang waktu sejak digunakannya atau ditemukan pertama kali. Kebaruan inovasi itu diukur secara subyektif, menurut pandangan individu yang menangkapnya. Jika sesuatu ide dianggap baru oleh seseorang maka itu adalah inovasi (bagi orang itu). Baru dalam ide inovatif tidak berarti harus baru sama sekali. Suatu inovasi mungkin telah lama diketahui oleh seseorang tetapi ia belum mengembangkan sikap suka atau tidak suka terhadapnya, apakah ia menolak atau menerima (Hanafi, 1987). Menurut Drucker (1985), setiap ide/gagasan baru pernah menjadi inovasi. Setiap inovasi pasti berubah seiring berlalunya waktu. Komputer, alat kontrasepsi KB, micro teaching dan lain-lain, barangkali dianggap sebagai inovasi di beberapa negara tetapi di Amerika Serikat (USA) mungkin telah berlalu atau telah usang. Semua inovasi pasti punya komponen ide, tetapi banyak inovasi yang tidak punya wujud fisik misalnya ideologi. Adapun inovasi yang mempunyai komponen ide dan komponen obyek (fisik) misalnya traktor, insektisida, obat-obatan dan sebagainya. Inovasi yang punya komponen
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
ide tidak dapat diadopsi secara fisik, pengadopsiannya hanya berupa keputusan simbolis. Sebaliknya
inovasi
yang
mempunyai
komponen
ide
dan
komponen
obyek,
pengadopsiannya diikuti dengan keputusan tindakan (tingkah laku nyata).
2.2.2. Saluran Komunikasi. Komunikasi adalah proses di mana pesan-pesan dioperkan kepada penerima, dengan kata lain komunikasi adalah pemindahan ide-ide dari sumber dengan harapan mengubah tingkah laku penerima. Saluran komunikasi adalah alat di mana pesan-pesan sampai kepada penerima (Hanafi, 1987). Sumber difusi harus memilih antara media massa atau interpersonal berdasarkan tahap di mana penerima berada dalam proses pengambilan keputusan inovasi, apakah dalam tahap pengenalan ataukah dalam tahap persuasi.
2.2.3. Jangka Waktu. Waktu merupakan pertimbangan yang penting dalam proses difusi. Dimensi waktu ada/tampak dalam : 1.
Proses pengambilan keputusan inovasi.
2.
Keinovatifan seseorang relatif lebih awal atau lambatnya seseorang dalam menerima inovasi.
3.
Kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial. Pengambilan keputusan inovasi adalah proses mental sejak seseorang mulai mengenal suatu inovasi sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya dan pengukuhan terhadap keputusan itu. Proses inovasi memerlukan waktu.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
Cara lain untuk mengukur dimensi waktu dalam difusi inovasi adalah tempo kecepatan adopsi, yaitu kecepatan adopsi biasanya diukur dengan berapa lama jangka waktu yang diperlukan oleh sekian persen anggota masyarakat untuk mengadopsi inovasi (Hanafi, 1987). Ukuran keinovatifan dalam penggolongan anggota sistem sosial ke dalam kategori adopter adalah berdasarkan jangka waktu relatif yang diperlukan dalam proses pengadopsian inovasi. Menurut Rogers (1983),
penggolongan anggota sistem sosial
berdasarkan ke inovatifannya terdiri dari : inovator, adopter pemula, mayoritas awal, mayoritas akhir dan paling lambat (laggard).
2.2.4. Anggota Sistem Sosial. Sistem sosial dapat didefinisikan sebagai suatu kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerja sama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama. Anggota atau unit-unit sistem sosial itu bisa berupa per orangan (individu), kelompok informal, organisasi modern atau subsistem. Di antara anggota sistem sosial, ada yang memegang peranan penting dalam proses difusi, yakni mereka yang disebut pemuka pendapat dan agen pembaru. Pemuka pendapat adalah seseorang yang relatif sering dapat mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain untuk bertindak dalam cara tertentu secara informal. Para pemuka pendapat ini mempunyai pengaruh terhadap proses penyebaran inovasi, mereka bisa mempercepat diterimanya inovasi oleh anggota masyarakat tetapi dapat juga menghambat tersebarnya suatu inovasi ke dalam sistem. Agen pembaru adalah orang yang aktif berusaha menyebarkan inovasi ke dalam suatu sistem sosial. Mereka adalah tenaga profesional (petugas) yang mewakili lembaga
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
pembaruan yakni instansi atau organisasi yang berusaha mengadakan pembaruan masyarakat dengan jalan menyebarkan ide baru. Seorang agen pembaru adalah petugas yang berusaha mempengaruhi keputusan anggota sistem sosial dalam rangka melaksanakan program yang telah ditetapkan oleh instansi atau lembaga di mana mereka bekerja. Dalam usaha menyebarkan inovasi agen pembaru seringkali bekerja sama dengan pemuka pendapat di dalam sistem sosial. Pemuka pendapat sering menjadi pembantu yang bekerja sama bagi agen pembaru.
2.3.
Proses Keputusan Inovasi. Penerimaan atau penolakan suatu inovasi adalah keputusan yang dibuat oleh
seseorang. Jika ia menerima (mengadopsi) inovasi, dia mulai menggunakan ide baru, praktek baru atau barang baru itu dan menghentikan penggunaan ide-ide yang digantikan oleh inovasi itu. Keputusan inovasi adalah proses mental, sejak seseorang mengetahui adanya inovasi sampai mengambil keputusan untuk menerima atau menolak dan kemudian mengukuhkannya. Keputusan inovasi merupakan suatu tipe pengambilan keputusan yang khas, keputusan ini mempunyai ciri-ciri tersendiri yang tidak dikemukakan dalam situasi pembuatan keputusan lainnya. Tipe keputusan inovasi (Hanafi, 1987) : 1.
Keputusan otoritas yaitu keputusan yang dipaksakan kepada seseorang oleh individu yang berada dalam posisi atasan.
2.
Keputusan individual yaitu keputusan di mana individu yang bersangkutan mengambil peranan dalam pembuatannya. Keputusan individual ada dua macam yaitu :
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
a.
Keputusan opsional yakni keputusan yang dibuat oleh seseorang, terlepas dari keputusan-keputusan yang dibuat oleh anggota sistem.
b.
Keputusan kolektif yaitu keputusan yang dibuat oleh individu yang ada dalam sistem sosial melalui konsensus.
3.
Keputusan kontigen yaitu pemilihan menerima atau menolak inovasi setelah ada keputusan inovasi yang mendahuluinya. Tingkat pengetahuan sangat berpengaruh terhadap proses menerima atau menolak
inovasi. Menurut Rogers (1983), perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Hanafi (1987) mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yaitu : 1.
Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2.
Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek mulai timbul.
3.
Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.
4.
Trial, di mana subyek mulai mencoba melakukan suatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
5.
Adoption, di mana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
2.4.
Pengetahuan. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui proses panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman dan indera peraba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 1993). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif (Notoatmojo, 1993). 1.
Tahu (know). Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2.
Memahami (comprehension). Memahami diartikan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang dilakukan dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Seseorang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan sebagainya terhadap yang dipelajari.
3.
Aplikasi (aplication). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini diartikan
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks situasi lain. 4.
Analisa (analysis). Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
5.
Evaluasi (evaluation). Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek, penilaian-penilaian itu berdasarkan
suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
2.5.
Sikap (attitude). Menurut Notoatmojo (1993), Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih
tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Menurut Newcomb, menyatakan sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu, sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi adalah merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang ada dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi bersifat emosional terhadap stimulus sosial.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
2.5.1. Komponen Pokok Sikap. Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (1993), sikap itu mempunyai tiga komponen pokok yaitu : kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek, kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek dan kecenderungan untuk bertindak (trend to behave). Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). 2.5.2. Berbagai Tingkatan Sikap. 1.
Menerima (receving). Menerima diartikan bahwa subyek (orang) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek). Misalnya sikap seseorang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang tersebut trhadap ceramah-ceramah tentang gizi.
2.
Merespon (responding). Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah indikasi dari suatu sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas pekerjaan itu benar atau salah, berarti bahwa orang tersebut menerima ide tersebut.
3.
Menghargai (valuing). Mengajak seseorang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang mengajak ibu lain untuk pergi menimbang anaknya ke Posyandu, atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positip terhadap gizi anak.
4.
Bertanggung jawab (resposible).
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi, misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapat tantangan dari mertua atau pihak keluarga. 2.6.
Tindakan (practice). Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).
Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang meemungkinkan antara lain adalah fasilitas. Tingkat-tingkat tindakan dalam praktek yaitu : 1.
Persepsi (perception). Mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama. Misalnya seorang ibu dapat memilih makan yang bergizi tinggi bagi anak balitanya.
2.
Respon terpimpin (guided response). Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua. Misalnya seorang ibu dapat memasak sayuran dengan benar, mulai cara mencuci dan memotongnya, lamanya memasak, menutup pancinya dan sebagainya.
3.
Mekanisme (mechanism). Apabila telah dapat melakukan dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu merupakan kebiasaan, maka mencapai praktek tingkat tiga.
4.
Adaptasi (adaptation).
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
Adaptasi adalah praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
2.7.
Paradigma Proses Keputusan Inovasi. Model paradigma proses keputusan pada gambar diatas terdiri dari 4 tahap yaitu (
Hanafi, 1987) : 1.
Tahap pertama yaitu pengenalan, di mana seseorang mengetahui adanya inovasi dan memperoleh beberapa pengertian tentang bagaimana inovasi itu berfungsi. Pada tahap ini jarang sekali seseorang membuka diri terhadap pesan-pesan inovasi jika merasa belum membutuhkan inovasi tersebut. Jika pesan-pesan inovasi disodorkan, pengaruh penyodoran itu akan sangat kecil jika inovasi belum selaras dengan kebutuhan dan tidak selaras dengan sikap dan kepercayaan (selective perception). Selective perception ini bertindak sebagai kunci jendela hati terhadap pesan-pesan inovasi karena ide-ide tersebut masih baru.
2.
Tahap kedua yaitu persuasi, di mana seseorang membentuk sikap berkenan atau tidak berkenan terhadap inovasi. Pada tahap ini seseorang lebih terlihat secara psikologis dengan inovasi. Seseorang akan dengan giat mencari keterangan mengenai ide baru tersebut. Kepribadiannya begitu pula norma-norma dalam sistem sosialnya mempengaruhi di mana dia harus mencari informasi, pesan apa saja yang tidak di terima dan bagaimana menafsir keterangan yang diperoleh. Selective perception penting dalam menentukan sikap. Pada tahap persuasi inilah persepsi umum terhadap
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
inovasi di bentuk. Ciri-ciri inovasi yang tampak misalnya keuntungan, kompabilitas dan kerumitan atau kesederhanaannya sangat penting pada tahap ini. 3.
Tahap ketiga yaitu tahap keputusan, di mana sesorang terlibat dalam kegiatan yang membawanya pada pemilihan untuk menolak atau menerima inovasi. Pada tahap ini keputusan memegang peranan penting apakan menerima atau menolak inovasi. Keputusan ini meliputi petimbangan lebih lanjut apakah inovasi dicoba atau tidak. Percobaan dalam skala kecil sering kali menjadi bagian dari keputusan untuk menerima dan
yang paling penting adalah sebagai jalan
mengurangi resiko. 4.
Tahap keempat yaitu konfirmasi, di mana seseorang mencari penguat bagi keputusan inovasi yang telah dibuatnya. Pada tahap ini mungkin terjadi perubahan keputusan jika diperoleh informasi yang bertentangan dengan inovasi. Tahap konfirmasi berlangsung setelah ada keputusan untuk menerima atau menolak inovasi selama jangka waktu yang tidak terbatas.
2.8.
Proses Difusi. Difusi adalah proses di mana inovasi tersebar ke dalam sistem sosial. Saluran
komunikasi memegang peranan penting dalam proses difusi, karena melalui saluran itulah ide-ide baru menular dari sumber kepada anggota sistem sosial lainnya (West, dkk, 1990). Pada intinya proses difusi adalah proses menerima atau menolak inovasi. Adanya ide baru biasanya dikenal dan diketahui melalui media massa atau dari pembicaraan antar individu maupun dalam kelompok sosial. Menurut West MA, dkk (1990), dalam beberapa penelitian tentang komunikasi dalam inovasi menunjukkan saluran komunikasi
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
media massa lebih banyak digunakan dalam tahap pengenalan inovasi, sedangkan saluran komunikasi interpersonal pada tahap persuasi. Saluran media massa memiliki ciri yang sangat efektif dalam menciptakan pengetahuan dan relatif dapat menjangkau sasaran yang luas dalam waktu singkat. Hal ini memungkinkan media massa berperan lebih penting pada tahap pengenalan inovasi ke masyarakat. Sedangkan saluran interpersonal, karena kontak-kontak antara sumber dan penerima lebih banyak bersifat pribadi, akibat yang timbul banyak berupa pembentukan dan perubahan sikap sehingga saluran interpersonal memainkan peranan penting pada tahap persuasi.
2.9.
Penelitian Inovasi Kontrasepsi Pria. Kepuasan terhadap metode kontrasepsi wanita saat ini sangat menyedihkan
(Gema, 2006). Survey yang dilakukan oleh Rosenfeld (1993), mengenai kepuasan menunjukkan tingkat kepuasan wanita kurang dari 60 % untuk setiap metode kontrasepsi wanita kecuali Metode Operasi Wanita (MOW), rata-rata wanita telah mencoba 3 atau 4 kontrasepsi yang berbeda. Metode kontrasepsi harus efektif, aman dan reversibel dalam jangka waktu yang lama. Menurut Gema (2006), beberapa kontrasepsi tidak cukup efektif untuk pemakaian jangka panjang, sebagai contoh : kondom memiliki tingkat kegagalan sebesar 13 %, spons, kapsul, diafragma dan spermisida memiliki tingkat kegagalan yang lebih besar. Metode kontrasepsi lainnya yang mempunyai efektifitas hingga 99 %, seperti pil, MOW dan IUD memberikan efek signifikan terhadap kesehatan wanita. Hampir semua wanita yang berhenti menggunakan kontrasepsi akibat adanya gangguan hormonal dan mengalami efek samping yang tidak diharapkan, seperti : mual, sakit kepala, bertambah berat badan, depressi, kehilangan gairah dan masalah-masalah dalam
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
menstruasi. IUD aman dan efektif tetapi terdapat stigma yang diasosiasikan dengan kasus Dalkon Shied. Survey pada 450 wanita Skotlandia menyatakan “kontrasepsi hormonal pria akan menjadi gagasan yang baik” (Martin, 2000). Suatu penelitian pada pasangan-pasangan di Australia menunjukkan perilaku positif wanita terhadap pil pria berpotensi membuat pasangannya untuk mencoba (Weston, 2000). Pendapat bahwa pria tidak akan memilih alat kontrasepsi atau menjalani prosedur-prosedur medis bertentangan dengan fakta yang tersedia. Pria siap menjalani prosedur medis untuk vasektomi. Penelitian juga menunjukkan mengenai pemilihan kontrasepsi memperlihatkan antusiasme pria pada kontrasepsi hormonal. Pengalaman para peneliti membuktikan bahwa pria akan berusaha untuk mendapatkan akses menuju kontrasepsi baru. Peneliti kadang kebanjiran para sukarelawan yaitu para pria yang menginginkan informasi lebih banyak. Kesimpulan dari suatu penelitian mengenai metode hormonal yang dilakukan WHO menunjukkan 85 % dari sukarelawan memilih untuk melanjutkan daripada kembali kepada kontrasepsi yang mereka gunakan sebelumnya (Ringhem, 1995). Penelitian Heinemann (2005), memperlihatkan bahwa ketika dihadapkan pada kontrasepsi yang aman dan terpercaya, pria tidak akan menolak walaupun menggunakan obat atau prosedur medis. Seperti pada kontrasepsi wanita, metode kontrasepsi yang berbeda-beda pada kontrasepsi pria akan diterima oleh kebudayaan yang berbeda-beda pula namun demikian mustahil satu jenis kontrasepsi pria akan diterima oleh pria di seluruh dunia, sebagaimana tidak ada kontrasepsi wanita yang baik bagi seluruh wanita.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
2.10. Sejarah Keluarga Berencana. Sesungguhnya keluarga berencana bukanlah hal baru, karena menurut catatancatatan dan tulisan-tulisan yang berasal dari Mesir kuno, Yunani kuno, Tiongkok kuno dan India, hal ini telah mulai dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu, tetapi pada waktu itu cara-cara yang dikaji masih kuno dan primitif. Juga pada zaman Nabi-Nabi dan pengikutnya, keluarga berencana telah dilaksanakan dalam mengatur kelahiran, namun dengan cara-cara sederhana (Mochtar, 1998). Dalam sejarah manusia berabad-abad lamanya tidak seorangpun yang tahu bagaimana terjadinya kehamilan. Waktu itu hubungan antara persetubuhan suami dan isteri dengan kehamilan tidak diketahui sama sekali, kehamilan disangka disebabkan oleh sesuatu yang masuk atau termakan oleh wanita atau disebabkan pengaruh matahari dan bulan atau hal-hal lainnya (Mochtar, 1998). Maka dengan sendirinya cara keluarga berencana yang pertama dilakukan adalah dengan jalan berdoa dan memakai jimat anti hamil, sambil meminta dan berharap supaya wanita itu jangan hamil dan anaknya tidak bersusun paku. Pada zaman Yunani kuno, Soranus dan Ephenus telah membuat tulisan ilmiah tentang cara menjarangkan kelahiran. Cara waktu itu adalah mengeluarkan semen (air mani) dengan membersihkan vagina dengan kain dan minyak. Ada pula yang memakai alat-alat yang dapat menghalangi masuknya sperma ke dalam rahim, umpamanya dengan memasukkan rumput, daun-daunan atau sepotong kain perca ke dalam vagina (Prawiroharjo, 1997). Menurut beberapa ahli, pada zaman Mesir Kuno dari relief dan manuskrip berhuruf hiroglif dijumpai keterangan mengenai cara orang Mesir kuno menjarangkan
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
kelahiran. Menurut ahli sejarah Avicena (Ibnu Sina), seorang tabib dan filsuf Arab zaman Persia telah menganjurkan cara-cara menjarangkan kelahiran (Prawiroharjo, 1997). Di Indonesia, sejak zaman dulu telah dipakai obat dan jamu yang maksudnya untuk mencegah kehamilan. Di Irian Jaya telah lama mereka kenal ramuan dari daundaunan yang khasiatnya dapat mencegah kehamilan. Dalam masyarakat Hindu Bali sejak dulu hanya ada nama untuk empat orang anak, mungkin suatu cara untuk menganjurkan supaya pasangan suami isteri mengatur kelahiran anaknya hanya sampai empat (Mochtar, 1998). Di Indonesia keluarga berencana modern mulai dikenal pada tahun 1953. Pada waktu itu sekelompok ahli kesehatan, kebidanan dan tokoh masyarakat telah mulai membantu masyarakat, namun dengan sesedikit mungkin publisitas, dengan obat yang ada tentang keluarga berencana (BKKBN, 2004). Pada tanggal 23 Desember 1957 mereka mendirikan wadah dengan nama Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) adalah pelopor pergerakan keluarga berencana dan sampai sekarang masih aktif membantu program keluarga berencana nasional yang dikoordinir oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Pada tahun 1970 berdiri BKKBN merupakan lembaga pemerintah yang bertanggung jawab mengenai pelaksanaan program KB di Indonesia. Fungsi BKKBN antara lain adalah sebagai pengkoordinasi, perencana, perumus kebijaksanaan, pengawas pelaksanaan dan evaluasi. Program Keluarga Berencana adalah suatu program yang dimaksudkan untuk membantu para pasangan dan perorangan dalam mencapai tujuan reproduksi, mencegah
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
kehamilan yang tidak diinginkan dan mengurangi insidens kehamilan beresiko tinggi, kesakitan dan kematian, membuat pelayanan yang bermutu, terjangkau, diterima dan mudah diperoleh bagi semua orang yang membutuhkan, meningkatkan mutu nasehat, komunikasi, edukasi, konseling dan pelayanan, meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab pria dalam praktek KB, dan meningkatkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) untuk penjarangan kehamilan. (BKKBN, 2006).
2.11. Amanat Internasional. Sejak Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (International Confrency Populations Development/ICDP) di Kairo tahun 1994, program KB nasional mengalami perubahan paradigma dari nuansa demografis ke nuansa kesehatan reproduksi yang didalamnya terkandung pengertian bahwa Keluarga Berencana (KB) adalah suatu program yang dimaksud untuk membantu pasangan mencapai tujuan reproduksinya. Amanat internasional ini tertuang dalam Program Aksi tentang Hak-Hak Reproduksi dan Kesehatan Reproduksi pragraf 7.2. yang menyatakan bahwa hak-hak reproduksi adalah bagian dari Hak Azasi Manusia (HAM) yang bersifat universal yang meliputi hak perorangan dan suami istri untuk menentukan secara bebas dan bertanggung jawab tanpa adanya unsur diskriminasi, paksaan dan kekerasan dalam menentukan jumlah, jarak dan waktu melahirkan, mendapatkan derajat kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual yang terbaik bagi dirinya dan atau pasangannya, memperoleh informasi dan pelayanan yang diperlukan untuk mewujudkan hak-hak tersebut, yang tidak bertentangan dengan agama, norma budaya dan adat istiadat, hukum dan perundang-undangan yang berlaku (BKKBN, 2006).
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
Secara khusus ICDP pragraf 7.8 menyatakan bahwa perlu dikembangkan program yang inovatif untuk informasi, konseling dan pelayanan kesehatan yang dapat diakses oleh remaja dan pria dewasa. Program-program tersebut seharusnya dapat mendidik dan menyadarkan para laki-laki untuk lebih bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas keluarga berencana, tugas-tugas rumah tangga, pengasuhan anak dan juga lebih bertanggung jawab dalam pencegahan Penyakit Menular Seksual (PMS). Dalam BKKBN (2006), dikatakan bahwa amanat internasional ini telah diimplementasikan oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang tertuang dalam Rencana Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004 – 2009 yang menetapkan keberhasilan program KB Nasional dalam pemerintahannya yang dibebankan kepada BKKBN yaitu : 1.
Laju pertumbuhan penduduk 1,14 % per tahun.
2.
Total Fertility Rate (TFR) 2,2.
3.
Peserta aktif KB pria 4,5 %.
4.
Unmed Need 6 %.
5.
Usia kawin pertama perempuan 21 tahun. Pentingnya pria terlibat dalam KB dan kesehatan reproduksi didasarkan bahwa :
1.
Pria adalah mitra reproduksi dan seksual, sehingga sangat beralasan apabila pria dan wanita berbagi tanggung jawab dan peran secara seimbang untuk mencapai kepuasan kehidupan seksual dan berbagi beban untuk mencegah penyakit serta komplikasi kesehatan reproduksi.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
2.
Pria bertanggung jawab secara sosial dan ekonomi termasuk untuk anak-anaknya, sehingga keterlibatan pria dalam keputusan reproduksi akan membentuk ikatan yang lebih kuat di antara mereka dan keturunannya.
3.
Pria secara nyata terlibat dalam fertilitas dan mereka mempunyai peranan yang penting dalam memutuskan kontrasepsi yang akan dipakainya atau digunakan istrinya, serta dukungan kepada pasangannya terhadap kehidupan reproduksinya seperti saat melahirkan.
2.12.
Sistem dan Alat Reproduksi Pria. Alat/organ reproduksi pria terdiri dari dua bagian yaitu : bagian luar dan bagian
dalam (Manuaba, 1998).
2.12.1. Bagian luar meliputi : 1.
Zakar (penis) adalah suatu alat yang bebentuk silindris yang dalam keadaan tidak tegang/normal panjangnya 6 – 8 cm, dimana didalamnya terdapat saluran kencing.
2.
Kantong zakar (scrotum) adalah kantong yang terdiri dari jaringan ikat jarang, terletak dibelakang zakar, diantara kedua paha dan berisi dua buah testis (buah zakar).
2.12.2. Bagian dalam meliputi : 1.
Buah zakar atau testis berjumlah dua buah, yang terletak dalam scrotum, berbentuk bulat telur/avoid yang merupakan kelenjar seks utama pria.
2.
Epididimis, merupakan saluran berkelok-kelok seperti spiral yang terletak disamping belakang testis. Epididimis dihubungkan dengan testis oleh saluransaluran yang disebut vas deverens.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
3.
Saluran mani (vas deverens), ada dua buah (kiri dan kanan), berasal dari testis, masuk kedalam tali mani.
4.
Saluran kantung air mani, adalah kelenjar tubuler, terletak di sebelah kanan dan kiri di belakang leher kandung kencing. Saluran dari vesica seminalis (saluran kantong air mani) bergabung dengan ductus defferens untuk membentuk saluran enjakulator.
5.
Kelenjar prostat (glandula prostate), terletak di bawah kandung kencing dan mengelilingi saluran kencing. Kelenjar ini terdiri dari kelenjar majemuk, saluransaluran dan otot polos. Bentuknya seperti buah kenari, beratnya kurang lebih 20 gram. Pada orang tua biasanya kelenjar ini membesar dan hal ini akan membendung saluran kencing sehingga menyebabkan gangguan waktu kencing.
6.
Kelenjar cowperi adalah kelenjar yang menghasilkan cairan mukus, bening dan bersifat basa.
2.12.3. Fungsi alat/organ reproduksi pria. Fungsi alat/organ reproduksi pria terdiri dari dua bagian yaitu :
2.12.3.1. Fungsi alat/organ bagian luar adalah sebagai berikut : 1.
Penis berfungsi sebagai penyalur sperma melalui proses senggama.
2.
Testis berfungsi untuk memproduksi hormon testosteron dan bersama kelenjar adrenal dalam pembentuka sperma. Testosteron mempengaruhi metabolisme dalam tubuh, seperti produksi sel dalam darah, pembentukan masa tulang dan otot, perkembangan kelenjar prostat dan pertumbuhan rambut.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
2.12.3.2. Fungsi alat/organ bagian dalam sebagai berikut : 1.
Buah zakar mempunyai dua fungsi yaitu : a.
Memproduksi spermatozoa (sel mani) yang merupakan sel repoduksi pria.
b.
Memproduksi hormon androgenik, khususnya testosteron yang dialirkan ke dalam darah. Hormon ini memberi sifat kejantanan (sifat seks sekunder) kepada pria dewasa, misalnya suara yang besar, pertumbuhan rambut pada dada, ketiak dan kemaluan.
2.
Epididimis berfungsi : a.
Sebagai saluran penghubung antara testis dengan vas deferens.
b.
Sebagai lumbung pertama sperma.
c.
Mengeluarkan getah/cairan yang berguna untuk perkembangan dan proses pematangan spermatozoa.
d. 3.
Mengabsorbsi cairan testis yang mengandung sperma.
Saluran mani (vas deferens), berfungsi sebagai tempat penyimpanan air mani sebelum disemprotkan.
4.
Saluran kantong air mani, berfungsi untuk menyimpan sperma dan menghasilkan cairan yang kaya dengan zat gula (mungkin untuk makanan sperma).
5.
Kelenjar prostat (glandula prostate), berfungsi untuk menghasilkan cairan yang bersifat basa dan berfungsi untuk mempertahankan hidupnya sperma.
6.
Kelenjar cowperi, berfungsi menghasilkan cairan mukus, bening dan bersifat basa yang berguna sebagai pelicin pada waktu senggama berlangsung.
7.
Saluran kencing (uretra), berfungsi untuk menyalurkan air mani dan air kencing. Air kencing dan air mani tidak mungkin keluar secara bersamaan karena secara
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
refleks diatur oleh sebuah klep yang terletak pada muara pertemuan antara saluran kencing dan saluran air mani.
2.13.
Proses Reproduksi Pria. Menurut Manuaba (1998), sperma normal masuk ke dalam rahim wanita pada
masa subur kemungkinan besar akan bertemu dan berhasil membuahi sel telur. Hasil pembuahan ini akan berkembang menjadi embrio. Embrio akan berkembang lebih lanjut menjadi janin yang siap dilahirkan. Produk alat/organ reproduksi pria antara lain : 1.
Air mani (semen) terdiri atas getah/cairan berwarna keputih-putihan, agak kental. Pada setiap enjakulasi dipancarkan 2 – 5 mililiter air mani yang setiap mililiternya mengandung 20 – 120 juta sel mani (spermatozoa). Air mani bersifat basa dan dalam lingkungan ini sperma dapat hidup untuk kurang lebih 3 hari.
2.
Sel mani (spermatozoa), dibuat di dalam testis melalui proses spermatogenesis. Terdiri dari bagian kepala, leher, badan dan ekor yang panjangnya antara 50 – 60 mikron (1/20 mm). Pada bagian kepala terdapat suatu “selubung” yang menutupi 2/3 bagian daerah kepala dan disebut akrosom. Selubung ini mengandung enzim yang dipergunakan untuk penetrasi sel telur pada proses pembuahan. Spermatozoa bergerak dengan ekornya seperti berenang dengan kecepatan 2 – 4 mm/menit sehingga waktu yang dipergunakan untuk bergerak dari mulut rahim sampai ke ujung rahim dari saluran telur adalah 1 – 2 jam. Di dalam vagina spermatozoa tidak dapat hidup lebih dari 8 jam, tetapi dalam uterus untuk sampai pada tuba dapat hidup 2 – 3 hari.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
2.14. Cara Kontrasepsi Pria. Menurut Manuaba (1998), cara kontrasepsi (KB) pria yang dikenal pada saat ini adalah Kondom dan Vasektomi, serta cara KB alamiah seperti senggama terputus (coitus interuptus), pantang barkala (sistem kalender), pengamatan lendir vagina (metode Billing) serta pengukuran suhu badan. Selain cara KB yang masih dalam taraf penelitian, seperti vas-oklusi, metode hormonal dan vaksin kontrasepsi.
2.14.1. Kondom. Kondom merupakan salah satu alat kontrasepsi pria yang paling mudah dipakai dan diperoleh, baik melalui apotik maupun toko obat dengan berbagai merek dagang. Kondom terbuat dari karet/lateks, berbentuk tabung tidak tembus cairan, dimana salah satu ujungnya tertutup rapat dan dilengkapi kantung untuk menampung sperma. Kondom disamping sebagai alat KB juga berfungsi untuk mencegah Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk HIV/AIDS, tetapi infertilitas pada pasangan yang mengalami gangguan antibody terhadap sperma, kontrasepsi sela, membantu suami yang mengalami gangguan enjakulasi dini dan membantu pasangan yang sudah mengalami monopause.
2.14.2. Vasektomi. Vasektomi
merupakan
tindakan
penutupan
(pemotongan,
pengikatan,
penyumbatan), kedua saluran mani pria sebelah kanan dan kiri, yang terdapat dalam kantong buah zakar, sehingga pada waktu enjakulasi, cairan mani yang keluar tidak mengandung sperma sehingga tidak terjadi kehamilan.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
Tindakan yang dilakukan adalah lebih ringan daripada sunat atau khitan, pada umumnya dilakukan sekitar 10 – 15 menit. Vasektomi tidak menyebabkan impoten, karena vasktomi tidak mengganggu syaraf dan pembuluh darah yang berperan dalam proses terjadinya ereksi. Enjakulasipun tidak berbeda dengan sebelumnya, cairan sperma (air mani) tetap dikeluarkan, karena pembentuk air mani (vesikula seminalis) tetap berfungsi, vasektomi juga tidak mempengaruhi fungsi libido (nafsu seksual) karena hormon kejantanan (testosteron) tetap diproduksi.
2.14.3. KB Alamiah. KB alamiah terdiri dari empat macam yaitu : senggama terputus (coitus interuptus), pantang berkala/sistem kelender, pengamatan lendir vagina/metode Billing dan pengukuran suhu badan.
2.14.3.1. Senggama Terputus (coitus interuptus). Senggama terputus merupakan metode pencegahan terjadinya kehamilan yang dilakukan dengan cara menarik penis dari liang senggama sebelum ejakulasi, sehingga sperma dikeluarkan diluar liang senggama. Cara senggama terputus memerlukan kesiapan mental suami isteri.
2.14.3.2. Pantang Berkala/Sistem Kelender. Merupakan salah satu cara kontrasepsi alamiah yang dapat dikerjakan sendiri oleh pasangan suami isteri tanpa pemeriksaan medis terlebih dahulu, dengan memperhatikan masa subur isteri melalui perhitungan masa haid.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
Masa berpantang dapat dilakukan pada waktu yang sama dengan masa subur, dimana saat mulainya dan berakhirnya masa subur bisa ditentukan dengan perhitungan kelender.
2.14.3.3. Pengamatan Lendir Vagina (Metode Billing). Metode ini merupakan metode pantang senggama pada masa subur. Untuk mengetahui masa subur dilakukan melalui pengamatan lendir vagina yang diambil pada pagi hari. Metode ini dikenal dengan sebagai metode ovulasi Billing. Metode ini sangat efektif jika pasangan suami isteri menerapkan dengan baik (Hayes, 1995).
2.14.3.4. Pengukuran Suhu Badan. Metode ini merupakan metode pantang senggama pada saat masa subur. Pengukuran dilakukan pada pagi hari, saat bangun tidur dan belum melakukan kegiatan apapun. Cara ini akan efektif jika dilakukan dengan baik dan benar.
2.15. Landasan Teori. Penelitian Rogers (1983) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yaitu : 1.
Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2.
Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek mulai timbul.
3.
Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
4.
Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan suatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
5.
Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Dalam proses pengambilan keputusan inovasi dalam sistem sosial ada tiga hal : 1.
Keputusan inovasi perorangan (optional inovation-decisions), yang menunjuk pada kebebasan perorangan untuk memutuskan adopsi atau menolak terhadap inovasi, tanpa harus bergantung pada keputusan inovasi anggota sistem sosial yang lain.
2.
Keputusan inovasi kolektif, yang merujuk pada keputusan adopsi maupun penolakan inovasi berdasarkan konsensus antar anggota sistem sosial.
3.
Keputusan inovasi otoriter (authority inovation-decisions), di mana keputusan inovasi dilakukan hanya oleh beberapa individu di dalam sistem sosial yang memiliki kekuasaan, status, maupun kemampuan untuk mengambil keputusan tersebut.
Berdasarkan sifat inovasi yang akan didifusikan, dapat dipilih pendekatan pengambilan keputusan yang sesuai. Tidak tertutup pula kemungkinan bahwa diperlukan dua atau lebih pendekatan keputusan secara berurutan sesuai dengan perkembangan keadaan.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
SALURAN KOMUNIKASI
KONDISI AWAL 1. Situasi awal dari masyarakat. 2. Kebutuhan dan problem. 3. Innovatiness. 4. Norma dan nilai.
I. PENGE NALAN
II. PER SUASI
III. KEPU TUSAN
Karakteristik dari Inovasi. 1. Relative advantage. 2. Compatibility. 3. Complexity. 4. Triabilitas. 5. Observabilitas.
Karakteristik dari Unit Pengambil Keputusan. 1. Sosial Ekonomi. 2. Variabel Individu. 3. Perilaku Komunikasi.
IV. IMPLE MENTASI
1. Adopsi
2. Rejection
V. KONFIR MASI
Continued adoptions Later adoption Discontinue adoption Continued rejection
Gambar 1 : Model proses pengambilan keputusan inovasi menurut Rogers (1983).
2.16.
Kerangka Konsep Penelitian. Variabel Independen Karakteristik Prajurit - Tingkat Pengetahuan - Jumlah Anak - Tingkat Kesehatan Fisik - Lama menikah - Pengaruh Isteri
Variabel Dependen Tingkat Adopsi Inovasi
Sifat Inovasi - Kerumitan - Kesederhanaan Gambar 2 : Kerangka Konsep Penelitian. RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis Penelitian. Jenis penelitian adalah studi explanatory research. Penelitian explanatory
(penjelasan) adalah suatu penelitian untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabelvariabel melalui pengujian hipotesa (Singarimbun, 1989). Penelitian ini menekankan variabel karakteristik prajurit, sifat inovasi terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria di kalangan prajurit.
3.2.
Lokasi dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di wilayah Medan. Alasan pemilihan lokasi penelitian ini
karena rendahnya tingkat kesetaran peserta KB pria di kalangan prajurit yang berada di wilayah Medan, waktu penelitian bulan Agustus s/d September 2007.
3.3.
Populasi dan Sampel.
3.3.1. Populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh prajurit TNI-AD yang berada di wilayah Medan dengan jumlah prajurit yang tercatat sebanyak 2.500 orang.
3.3.2. Sampel. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2005). Teknik sampling dalam penelitian ini adalah probability sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik probability sampling yang dipilih adalah simple random sampling karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi. Pertimbangan atau persyaratan yang mendasari dalam pengambilan sampel adalah sebagai berikut : 1.
Anggota militer berpangkat : Perwira, Bintara dan Tamtama.
2.
Berdinas di jajaran Kodam I/BB.
3.
Telah menikah. Besarnya sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus uji
hipotesis satu sampel (Lemeshow, 1997)
n=
Z1 – α √ Po (1 – Po) + Z1 – β √ Pa (1 – Pa)
2
(Pa – Po)2
Keterangan : n
= Besar Sampel.
a
= 5% = 0,05 maka Z1 – α = 1,645
Po
= Tingkat Penggunaan Alat Kontrasepsi Pria = 2,7%
Pa
= 12,7%
Power (kekuatan uji) = 90% (β = 10%), maka Z1 – β = 1,282 Berdasarkan perhitungan diperoleh jumlah sampel yang akan diteliti sebanyak 96 orang.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
3.4.
Metode Pengumpulan Data.
3.4.1. Data primer. Data primer penelitian diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang telah disusun dan mengacu pada variabel yang diteliti.
3.4.2. Data sekunder Data sekunder penelitian diperoleh dari laporan – laporan maupun dokumen – dokumen resmi yang digunakan untuk membantu analisa terhadap data primer.
3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas. Pengukuran validitas dan reliabilitas instrumen pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik Cronbach’s Alpha. Teknik ini bertujuan untuk menguji apakah tiap item atau butir pernyataan benar – benar mampu mengungkap faktor yang akan diukur atau konsistensi internal tiap item alat ukur dalam mengungkap faktor yang akan diukur. Pada pengukuran validitas dan realibilitas kuesioner yang merupakan instrumen pengumpulan data terhadap 96 responden, didapatkan hasil kuesioner tersebut valid dan realibel. Hali ini dibuktikan dengan nilai α berada diantara 0 – 1, maka instrumen dikatakan valid dan realibel.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
Tabel 3.1. Validity and Reliability Statistics Variabel
Cronbach’s Alpha (α)
1. Tingkat Pengetahuan 2. Jumlah Anak 3. Kondisi Kesehatan Fisik 4. Lama Menikah 5. Pengaruh Istri 6. Sifat Inovasi 7. Tingkat Adopsi Inovasi
3.5.
0,867 0,490 0,588 0,646 0,667 0,618 0,981
Cronbach’s Alpha (α) Based on Standardized Item 0,872 0,565 0,583 0,629 0,751 0,615 0,988
N of Items 3 4 2 2 3 5 3
Definisi Operasional Variabel.
3.5.1. Variabel Bebas.
3.5.1.1. Karakteristik Prajurit. 1.
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden tentang : jenisjenis, manfaat, tujuan KB pria.
2.
Jumlah anak adalah banyaknya yang dimiliki responden.
3.
Tingkat kesehatan fisik adalah kondisi kesehatan fisik responden yang dinyatakan dalam bentuk status kesehatan.
4.
Lama menikah adalah usia perkawinan yang pertama reponden.
5.
Pengaruh isteri adalah pendapat isteri responden terhadap keikutsertaan KB pria.
3.5.1.2. Sifat Inovasi. 1.
Sederhana adalah tingkat kerumitan dan kesulitan inovasi KB pria untuk dilaksanakan oleh responden.
2.
Sesuai kebutuhan adalah tingkat kebutuhan KB pria dalam kehidupan reponden.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
3.5.2. Variabel Terikat. Tingkat adopsi inovasi adalah tingkatan responden dalam menerima atau menolak ide baru penggunaan alat kontrasepsi pria.
3.6.
Aspek Pengukuran. Pengukuran dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menentukan data yang ingin
diperoleh dari indikator variabel yang telah ditentukan.
3.6.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas. Aspek pengukuran variabel bebas adalah karakteristik prajurit yang terdiri dari : tingkat pengetahuan, jumlah anak, tingkat kesehatan fisik, persepsi, lama menikah dan pengaruh isteri.
3.6.1.1. Variabel Tingkat Pengetahuan. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan responden terhadap KB pria dilakukan dengan memberikan pertanyaan berbentuk kuesioner. Pertanyaan yang diajukan sebanyak 3 butir yang didasarkan pada skala ordinal. Penilaian terhadap jawaban responden diberikan oleh peneliti. Jawaban pertanyaan sangat baik diberi nilai 3, cukup baik diberi nilai 2 dan tidak baik diberi nilai 1. 1.
Pertanyaan pertama tentang jenis alat kontrasepsi pria. a.
Jawaban pertanyaan sangat baik (skor 3) adalah apabila responden mampu memberikan jawaban tiga atau lebih jenis alat kontrasepsi pria.
b.
Jawaban pertanyaan cukup baik (skor 2) adalah apabila responden mampu memberikan jawaban minimal dua jenis alat kontrasepsi pria.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
c.
Jawaban responden tidak baik (skor 1) adalah apabila responden hanya mampu memberikan jawaban satu jenis alat kontrasepsi pria atau tidak mampu menjawab sama sekali.
2.
Pertanyaan kedua tentang manfaat penggunaan alat kontrasepsi pria. a.
Jawaban pertanyaan sangat baik (skor 3) adalah apabila responden mampu memberikan jawaban secara rinci dan ilmiah tentang manfaat alat kontasepsi pria
b.
Jawaban pertanyaan cukup baik (skor 2) adalah apabila responden mampu memberikan jawaban dengan lebih sederhana tentang manfaat alat kontasepsi pria
c.
Jawaban responden tidak baik (skor 1) adalah apabila responden memberikan jawaban yang sulit dipahami.
3.
Pertanyaan ketiga tentang dimana memperoleh alat kontrasepsi pria. a.
Jawaban pertanyaan sangat baik (skor 3) adalah apabila responden mampu memberikan jawaban 3 atau lebih tempat memperoleh alat kontasepsi pria.
b.
Jawaban pertanyaan cukup baik
(skor 2) adalah apabila responden
mampu memberikan jawaban minimal 2 tempat memperoleh
alat
kontasepsi pria c.
Jawaban responden tidak baik (skor 1) adalah apabila responden tidak mampu memberikan jawaban sama sekali.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
Setiap butir pertanyaan diberi nilai maksimal 3, sehingga skor keseluruhan adalah 3 x 3 = 9, dengan demikian pengelompokan rentang skor variabel tingkat pengetahuan responden dibagi menjadi tiga kelompok sama besar yaitu : 1.
Sangat baik : apabila total skor berada di antara 7 – 9 .
2.
Cukup baik : apabila total skor berada di antara 4 – 6.
3.
Tidak baik : apabila total adalah 3. Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Tingkat Pengetahuan
Jenis Variabel
Nama Variabel
Cara Ukur
Skala Ukur
Variabel Bebas (Independen)
Tingkat Pengetahuan
Kuesioner
Ordinal
Hasil Ukur 1. Sangat Baik 2. Cukup Baik 3. Tidak Baik
3.6.1.2. Variabel Jumlah Anak. Untuk mengetahui jumlah anak reponden diberikan pertanyaan berbentuk kuesioner. Pertanyaan yang diajukan sebanyak 4 butir yang didasarkan pada skala ratio. Skor untuk variabel ini diambil dari jawaban responden atas pertanyaan no.7. Skor 1 diberikan apabila responden memberikan jawaban 1, skor 2 diberikan apabila responden memberikan jawaban 2, dan skor 3 diberikan apabila responden memberikan jawaban 3. Tabel 3.3. Aspek Pengukuran Jumlah Anak Jenis Variabel
Nama Variabel
Cara Ukur
Skala Ukur
Variabel Bebas (Independen)
Jumlah Anak
Kuesioner
Ordinal
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
Hasil Ukur 1. Sangat Baik 2. Cukup Baik 3. Tidak Baik
3.6.1.3. Variabel Tingkat Kesehatan Fisik. Untuk mengetahui tingkat kesehatan fisik responden diberikan pertanyaan yang didasarkan pada skala ordinal. Pertanyaan yang diajukan sebanyak 2 butir. Skor untuk variabel ini diambil dari jawaban responden atas pertanyaan no. 8. Skor 1 diberikan apabila responden memberikan jawaban 1, skor 2 diberikan apabila responden memberikan jawaban 2, dan skor 3 diberikan apabila responden memberikan jawaban 3. Tabel 3.4. Aspek Pengukuran Tingkat Kesehatan Fisik Jenis Variabel
Nama Variabel
Cara Ukur
Skala Ukur
Variabel Bebas (Independen)
Tingkat Kesehatan Fisik
Kuesioner
Ordinal
Hasil Ukur 1. Tidak Baik 2. Cukup Baik 3. Sangat Baik
3.6.1.4. Variabel Lama Menikah. Untuk mengetahui lama menikah reponden diberikan pertanyaan berbentuk kuesioner. Pertanyaan yang diajukan sebanyak 2 butir yang didasarkan pada skala ratio. Skor untuk variabel ini diambil dari jawaban responden atas pertanyaan no. 14. Skor 1 diberikan apabila responden memberikan jawaban 1, skor 2 diberikan apabila responden memberikan jawaban 2, dan skor 3 diberikan apabila responden memberikan jawaban 3. Tabel 3.5. Aspek Pengukuran Lama Menikah Jenis Variabel
Nama Variabel
Cara Ukur
Skala Ukur
Variabel Bebas (Independen)
Lama Menikah
Kuesioner
Ordinal
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
Hasil Ukur 1. Sangat Baik 2. Cukup Baik 3. Tidak Baik
3.6.1.5. Variabel Pengaruh Istri. Untuk mengetahui pengaruh istri responden terhadap penggunaan KB pria, diberikan pertanyaan sebanyak 3 butir yang didasarkan pada skala ordinal. Skor untuk variabel ini diambil dari jawaban responden atas pertanyaan no. 14. Skor 1 diberikan apabila responden memberikan jawaban 1, skor 2 diberikan apabila responden memberikan jawaban 2, dan skor 3 diberikan apabila responden memberikan jawaban 3. Tabel 3.6. Aspek Pengukuran Pengaruh Isteri Jenis Variabel
Variabel Bebas (Independen)
Nama Variabel
Pengaruh Isteri
Cara Ukur
Kuesioner
Skala Ukur
Hasil Ukur
Ordinal
1. Sangat berpengaruhi. 2. Cukup berpengaruhi. 3. Tidak mempengaruhi.
3.6.1.6. Sifat Inovasi. Untuk mengetahui pengaruh sifat inovasi terhadap KB pria, diberikan pertanyaan sebanyak 4 butir yang didasarkan pada skala ordinal. Setiap butir pertanyaan diberi skor 3, maka interval skor untuk variabel sifat inovasi adalah 4 x 3 = 12, dengan demikian pengelompokan rentang skor variabel sifat inovasi responden dibagi menjadi tiga kelompok sama besar yaitu : 1.
Sangat baik : apabila total skor berada di antara 9 – 12.
2.
Cukup baik : apabila total skor berada di antara 5 – 8.
3.
Tidak baik : apabila total skor adalah 4.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
Tabel 3.7. Aspek Pengukuran Sifat Inovasi Jenis Variabel
Nama Variabel
Variabel Bebas (Independen)
Sifat Inovasi
Cara Ukur Kuesioner
Skala Ukur Ordinal
Hasil Ukur 1. Sangat Baik 2. Cukup Baik 3. Tidak Baik
3.6.2. Aspek Pengukuran Variabel Terikat Tingkat Adopsi Inovasi. Untuk mengetahui tingkat adopsi inovasi
KB pria, diberikan pertanyaan
sebanyak 6 butir yang didasarkan pada skala nominal. Skor untuk variabel ini diambil dari jawaban responden atas pertanyaan no. 19. Skor 1 diberikan apabila responden memberikan jawaban 1, skor 2 diberikan apabila responden memberikan jawaban 2. Tabel 3.8. Aspek Pengukuran Tingkat Adopsi Inovasi Jenis Variabel
Nama Variabel
Variabel Terikat (Dependen)
Tingkat Adopsi Inovasi
3.7.
Cara Ukur Kuesioner
Skala Ukur Nominal
Hasil Ukur 1. Pernah 2. Tidak Pernah
Metode Analisa Data. Sesuai dengan tujuan penelitian, maka pendekatan analisis yang digunakan adalah
analisis statistik. Teknik analisis statistik yang digunakan adalah uji statistik univariat dan multivariat (regresi berganda).
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1.
Gambaran Daerah Penelitian. Kodam I/BB merupakan bagian dari organisasi TNI yang secara struktural berada
di bawah Markas Besar Angkatan Darat (Mabesad). Wilayah Kodam I/BB terdiri dari 4 propinsi yaitu : Propinsi Sumatera Utara, Propinsi Sumatera Barat, Propinsi Riau dan Propinsi Kepulauan Riau. Kodam I/BB membawahi 5 Kesatuan Komando Resort Militer (Korem), 1 Kesatuan Lembaga Pendidikan yaitu Resimen Induk Daerah Militer (Rindam), 1 Kesatuan Brigade Infantri (Brigif – 7/RR), 10 Kesatuan Batalyon Infateri (Yonif), 1 Kesatuan Batalyon Kavaleri (Yonkav – 6/Serbu), 1 Kesatuan Batalyon Artileri Medan (Yonarmed – 2/105), 2 Kesatuan Batalyon Artileri Pertahanan Udara (Yonarhanudse), 1 Kesatuan Batalyon Zeni Tempur (Yonzipur – 1). Dislokasi Korem yang berada di jajaran Kodam I/BB, setiap Korem membawahi beberapa Komando Distrik Militer (Kodim). 1.
Korem 022/PANTAI TIMUR di Pematang Siantar (5 Kodim).
2.
Korem 023/KAWAL SAMUDRA di Sibolga (6 Kodim).
3.
Korem 031/WIRA BIMA di Pekan Baru (5 Kodim).
4.
Korem 032/WIRA BRAJA di Padang (9 Kodim).
5.
Korem 033/WIRA PERKASA di Tanjung Pinang (4 Kodim). Lokasi Satuan Tempur (Satpur) dan Satuan Bantuan Tempur (Satbanpur) di
jajaran Kodam I/BB.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
1.
Batalyon Infanteri 121/MACAN KUMBANG(Yonif 121/MK) di Galang.
2.
Batalyon Infanteri 122/TOMBAK SAKTI (Yonif 122/TS) di Marihat.
3.
Batalyon Infanteri 123/RAJAWALI(Yonif 123/RJW) di Padang Sidempuan.
4.
Batalyon Infanteri 125/SIMBISA (Yonif 125/SMB) di Kabanjahe.
5.
Batalyon Infanteri 126/KALA CAKTI (Yonif 126/KC) di Kisaran.
6.
Batalyon Infanteri 100/RAIDER (Yonif 100/R) di Namu Sira-sira.
7.
Batalyon Infanteri131/BRAJA SAKTI (Yonif 131/BRS) di Paya Kumbuh.
8.
Batalyon Infanteri 132/BIMA SAKTI (Yonif 132/BS) di Bangkinang.
9.
Batalyon Infanteri 133/YUDHA SAKTI (Yonif 133/YS) di Padang.
10.
Batalyon Infanteri 134/TUAH SAKTI (Yonif134/TS) di Batam.
11.
Batalyon Kavaleri Serbu – 6 (Yonkav – 6)di Asam Kumbang.
12.
Batalyon Artileri Medan – 2/105 (Yonarmed 2 – 105) di Deli Tua.
13.
Batalyon Artileri Pertahanan Udara Sedang – 11 (Yonarhannudse-11)di Binjai.
14.
Batalyon Artileri Pertahanan Udara Sedang – 13 (Yonarhannudse-13) di Pekan Baru.
15.
Batalyon Zeni Tempur – 1 (Yonzipur-1) di Medan.
16.
Detasemen Zeni Tempur – 2 (Denzipur-2di Paya Kumbuh.
17.
Detasemen Aritileri Pertahanan Udara Rudal – 004 (Denarhanud rudal-004) di Dumai.
Satuan Kodam I/BB yang berada di wilayah Medan. 1.
Zeni Daerah Militer (Zidam) I/BB.
2.
Keuangan Daerah Militer (Kudam) I/BB.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
3.
Perbekalan dan Angkutan Daerah Militer (Bekangdam) I/BB.
4.
Peralatan Daerah Militer (Paldam) I/BB.
5.
Kesehatan Daerah Militer (Kesdam I/BB).
6.
Polisi Militer Daerah Militer (Pomdam) I/BB.
7.
Perhubungan Daerah Militer (Hubdam I/BB).
8.
Ajudan Jenderal Daerah Militer (Ajendam I/BB).
9.
Badan Pembinaan Administrasi Veteran dan Cacat Militer Daerah Militer (Babinminvetcaddam) I/BB.
10.
Pusat Koperasi Angkatan Darat ”A” Daerah Militer (Puskopad ”A” Dam) I/BB.
11.
Penerangan Daerah Militer (Pendam) I/BB.
12.
Topografi Daerah Militer (Topdam) I/BB.
13.
Jasmani Daerah Militer (Jasdam I/BB).
14.
Informasi dan Pengolahan Data Daerah Militer (Infolahtadam) I/BB.
15.
Pusat Komando Pengendalian Daerah Militer (Puskodaldam) I/BB.
16.
Pembinaan Mental Daerah Militer (Bintaldam) I/BB.
17.
Sandi Daerah Militer (Sandidam) I/BB.
18.
Batalyon Kavaleri Serbu – 6 (Yonkav – 6).
19.
Batalyon Artileri Medan – 2/105 (Yonarmed 2 – 105).
20.
Batalyon Zeni Tempur – 1 (Yonzipur-1).
4.1.1. Tugas Pokok Kodam I/BB : 1.
Menyelenggarakan pembinaan kesiapan operasional atas segenap jajaran Kodam I/BB.
2.
Menyelenggarakan pembinaan teritorial di wilayah Kodam I/BB.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
3.
Menyelenggarakan operasi pertahanan sesuai dengan kebijaksanaan Panglima TNI.
4.
Menyelenggarakan fungsi keganizunan berdasarkan kebijaksanaan Panglima TNI.
5.
Menyelenggarakan dan melaksanakan dukungan bantuan administrasi bagi Komando/Satuan/Badan yang berada di daerah kodam I/BB dalam rangka Sistem Pelayanan Daerah.
6.
Menyelenggarakan pengamanan instalasi objek vital TNI dan non TNI, kegiatan kenegaraan, keamanan fisik pejabat penting negara (VVIP) dan tamu negara serta pejabat perwakilan negara sahabat yang berada di wilayah Kodam I/BB, berdasarkan petunjuk serta kebijaksanaan Panglima TNI.
4.1.2. Fungsi – fungsi.
4.1.2.1. Fungsi Utama. 1.
Kekuatan. Menyelenggarakan segala usaha, pekerjaan dan kegiatan yang berkenaan dengan perencanaan, penyusunan, pembangunan, pengembangan, latihan, perlengkapan dan pemeliharaan Komando dan satuan jajaran Kodam I/BB agar selalu siap operasional untuk menyelenggarakan operasi pertahanan secara cepat, tepat, ulet dan berlanjut.
2.
Pertempuran. Menyelenggarakan segala usaha, pekerjaan dan kegiatan yang berkenaan dengan perencanaan, penyusunan, pengarahan dan penyelenggaraan pertempuran di darat, baik tersendiri maupun bersama – sama dengan satuan angkatan lain/Polri dalam rangka pertahaanan negara.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
3.
Pembinaan teritorial. Menyelenggarakan segala usaha, pekerjaan dan kegiatan yang
berhubungan
dengan
perencanaan,
penyusunan,
pembangunan,
pengembangan, pengerahan, penggunaan serta pengendalian unsur – unsur teritorial dengan segala aspeknya untuk dijadikan ruang, alat dan kondisi juang yang tangguh guna kepentingan pertahanan negara. 4.
Garnizun. Menyelenggarakan segala usaha, pekerjaan dan kegiatan yang berkenaan dengan penyelenggaraan dan pelaksanaan pembinaan disiplin, tata tertib hukum dan keamanan militer/TNI.
5.
Administrasi. Menyelenggarakan segala usaha, pekerjaan dan kegiatan yang berkenaan dengan personel, tenaga manusia, materiil, instalasi, jasa, keuangan dan administrasi umum, baik untuk mendukung pelaksanaan pembinaan dan penggunaan unsur – unsur Kodam, Pembinaan Teritorial, pelaksanaan pertahanan negara maupun penyelenggaraan kekaryaan TNI sesuai ketentuan dalam sistem pembinaan yang berlaku secara lancar, berhasil dan berdaya guna.
6.
Kekuasaan keadaan bahaya. Menyelenggarakan segala usaha, pekerjaan dan kegiatan yang berkenaan dengan pelaksanaan kuasa keadaan bahaya sesuai dengan ketentuan perundang – undangan yang berlaku.
4.1.2.2. Fungsi Organik Militer. 1.
Intelijen. Menyelenggarakan segala usaha, pekerjaan dan kegiatan yang berkenaan dengan intelijen meliputi pendidikan, pengamanan dan penggalangan.
2.
Operasi. Menyelenggarakan segala usaha, pekerjaan dan kegiatan yang dengan penggunaan taktik dan administrasi berdasarkan strategi militer.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
3.
Pendidikan dan Latihan. Menyelenggarakan segala usaha, pekerjaan dan kegiatan yang berkenaan dengan peningkatan kemampuan dan pemeliharan mutu, baik perorangan, satuan maupun gabungan.
4.
Personel. Menyelenggarakan segala usaha, pekerjaan dan kegiatan yang berkenaan
dengan
pembinaan
personel
meliputi
pengadaan/pengerahan,
pendidikan, penggunaan, perawatan, pembinaan kejiwaan prajurit/sejarah militer, pemisahan, penyaluran dan pembinaan kekaryaan TNI serta pengurusan administrasinya. 5.
Logistik. Menyelenggarakan segala usaha, pekerjaan dan kegiatan yang berkenaan dengan penyediaan sarana dan prasarana, pembekalan/angkutan dan pemberian jasa lainnya baik personel, perorangan maupun badan – badan, komando – komando dan satuan – satuan dalam rangka pembinaan kekuatan dan pelaksanaan pertahanan.
6.
Teritorianl Menyelenggarakan segala usaha, pekerjaan dan kegiatan yang berkenaan dengan penyusunan dan penggunaan potensi atau sumber – sumber kekuatan wilayah setempat guna menunjang pelaksanaan tugas pokok kesatuan – kesatuan Kodam di daerah kedudukannya.
4.1.2.3. Fungsi Organik Pembinaan. 1.
Perencanaan. Menyelenggarakan segala usaha, pekerjaan dan kegiatan yang dengan pengkajian, perumusan, rencana jangka panjang, jangka sedang dalam rangka renstra TNI – AD, merumuskan dan merencanakan rencana jangka pendek, program dan anggaran Kodam berdasarkan program dan anggaran TNI – AD serta perencanaan penggunaan daerah Bidang Hankam.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
2.
Pengadalian dan Pengawasan. Menyelenggarakan segala usaha, pekerjaan dan kegiatan yang berkenaan dengan pengendalian dan pengawasan program dan anggaran, pengawasan personel, materiil, fasilitas, jasa keuangan dan administrasi umum serta informasi dalam rangka pembinaan komando.
4.1.3. Struktur Organisasi Kodam
PANGDAM `
ITDAM
SPRI
STAF SIINTEL
SOPS
`
SRENDAM
SPERS
SLOG
SETUMDAM
PENDAM
KES DAM
RIN DAM
BEKANG DAM
KU DAM
LIAISON
STER
SANDIDAM
BINTALDAM
SSUSDAM
JASDAM
KUM DAM
INFOLAHTADAM
DENMADAM
BABINMINVETCAD
HUB DAM
PAL DAM
BS
Gambar 3. Struktur Organisasi Kodam I/BB
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
AJENDAM
ZI DAM
TOP DAM
POM DAM
IN TEL
4.1.4
Identitas Responden.
1.
Pangkat Responden. Distribusi data
responden berdasarkan kepangkatan terlihat pada Tabel 4.1.
Responden berpangkat Tamtama sebanyak 44 (45,8%), Bintara sebanyak 41 (42,7%) responden sedangkan responden berpangkat Perwira sebanyak 11 (11,5%). Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Kepangkatan No. 1. 2. 3.
2.
Pangkat Perwira Bintara Tamtama Jumlah
Jumlah 11 41 44 96
Persentase 11,5 42,7 45,8 100
Tingkat Pendidikan. Distribusi data responden berdasarkan tingkat pendidikan terlihat pada tabel 4.2.
Responden yang berpendidikan SMP dan SMU sederajat
sebanyak 81 (84,4%),
sedangkan pada tingkat pendidikan Diploma, Sarjana Muda, Akademi, S1, S2 sebanyak 15 (15,6%) responden. Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan No. 1. 2.
Tingkat Pendidikan SMP, SMU Sederajat Diploma, Sarjana Muda, Akademi, S1, S2 Jumlah
Jumlah 81
Persentase 84,4
15
15,6
96
100
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
3.
Suku (Etnik). Distribusi responden berdasarkan suku (etnik) terlihat pada Tabel 4.3. Responden
yang berasal dari suku Batak sebanyak 60 (62,5%), suku Jawa 15 (16,1%) reponden, suku Minang 10 (10,4%) responden, suku Melayu 5 (5,0%) responden dan suku lainnya 6 (6,0%) responden. Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Suku (Etnik) No. 1. 2. 3. 4. 5.
4.2.
Pangkat Batak Jawa Minang Melayu Suku Lainnya Jumlah
Jumlah 60 15 10 5 6 96
Persentase 62,5 16,1 10,4 5,0 6,0 100
Karakteristik Responden.
4.2.1. Tingkat Pengetahuan Responden. 1.
Jenis Alat Kontrasepsi Pria. Distribusi jawaban responden tentang jenis alat kontrasepsi pria terlihat pada
Tabel 4.4. Responden yang memiliki tingkat pengetahuan sangat baik sebanyak 60 (62,5%), cukup baik sebanyak 20 (20,8%) responden, dan yang tidak baik sebanyak 16 (16,7%) responden.
Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Tentang Jenis Alat Kontrasepsi Pria No. 1. 2. 3.
Kategori Penilaian Sangat Baik Cukup Baik Tidak Baik Jumlah
Jumlah 16 20 60 96
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
Persentase 16,7 20,8 62,5 100
2.
Manfaat Penggunaan Alat Kontrasepsi Pria. Distribusi jawaban responden tentang manfaat penggunaan alat kontrasepsi pria
terlihat pada Tabel 4.5. Responden yang memiliki tingkat pengetahuan sangat baik sebanyak 53 (55,2%), cukup baik sebanyak 30 (31.3%) responden, dan yang tidak baik sebanyak 13 (13,5%) responden. Tabel 4.5.
No. 1. 2. 3.
3.
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Tentang Manfaat Penggunaan Alat Kontasepsi Pria Kategori Penilaian Sangat Baik Cukup Baik Tidak Baik Jumlah
Jumlah 13 53 30 96
Persentase 13,5 55,2 31,3 100
Tempat Memperoleh Alat Kontrasepsi Pria. Distribusi jawaban responden tentang tempat memperoleh alat kontrasepsi pria
terlihat pada tabel 4.6. Responden yang memiliki tingkat pengetahuan sangat baik sebanyak 37 (38,5%), cukup baik sebanyak 34 (35,4%) responden, dan responden yang memiliki tidak baik sebanyak 25 (26%).
Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Tentang Tempat Memperoleh Alat Kontasepsi Pria. No. 1. 2. 3.
Kategori Penilaian Sangat Baik Cukup Baik Tidak Baik Jumlah
Jumlah 25 37 34 96
Persentase 26 38,5 35,4 100
Distribusi responden berdasarkan total skor tingkat pengetahuan untuk ketiga pertanyaan pada variabel tingkat pengetahuan dikategorikan menjadi sangat baik
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
sebanyak 10 (10,4%) reponden, cukup baik sebanyak 27 (28,1%) responden dan tidak baik 59 (61,4%) responden. Secara lebih rinci terlihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7. No. 1. 2. 3.
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan.
Kategori Penilaian Sangat Baik Cukup Baik Tidak Baik Jumlah
Jumlah 10 27 59 96
Persentase 10,4 28,1 61,4 100
4.2.2. Jumlah Anak.
1.
Kepemilikan Anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua responden (100%) sudah memiliki
anak. 2.
Tahun Menikah dan Memiliki Anak. Berdasarkan jawaban responden atas pertanyaan tahun menikah dan memiliki
anak diperoleh data yang menunjukkan responden yang sudah memiliki anak pada tahun pertama pernikahan yaitu sebanyak 87 (90,6%), tahun kedua pernikahan sebanyak 7 (7,3%) responden, tahun ketiga atau lebih pernikahan 2 (2,0%) responden. Secara rinci distribusi data terlihat pada Tabel 4.8. Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Tahun Menikah dan Memiliki Anak No. 1. 2. 3.
Kategori Jawaban Tahun Pertama Tahun Kedua ≥ 3 tahun Jumlah
Jumlah 87 7 2 96
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
Persentase 90,6 7,3 2,0 100
3.
Jumlah Anak. Berdasarkan jawaban responden atas pertanyaan jumlah anak yang dimiliki pada
saat penelitian dilakukan diperoleh data yang menunjukkan responden yang memiliki anak 1 orang sebanyak 40 (41,7%), memiliki anak dua orang sebanyak 25 (26,0) responden, memiliki 3 atau lebih orang anak sebanyak 31 (33,3%) responden. Secara rinci distribusi data terlihat pada Tabel 4.9. Tabel 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak Sekarang No. 1. 2. 3.
4.
Kategori Jawaban 1 orang 2 orang ≥ 3 orang Jumlah
Jumlah 40 25 31 96
Persentase 41,7 26,0 33,3 100
Jumlah Anak Yang Diinginkan. Berdasarkan jawaban responden atas pertanyaan jumlah anak yang diinginkan
diperoleh data yang menunjukkan hanya 1 (1,0%) responden yang menginginkan memiliki 1 orang anak, sebanyak 34 (35,4%) responden menginginkan memiliki anak 2 orang, sebanyak 61 (62,9%) responden menginginkan memiliki 3 atau lebih orang anak. Secara rinci distribusi data terlihat pada Tabel 4.10. Tabel 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak Yang Diinginkan No. 1. 2. 3.
Kategori Jawaban 1 orang 2 orang ≥ 3 orang Jumlah
Jumlah 1 34 61 96
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
Persentase 1,0 35,4 62,9 100
4.2.3. Tingkat Kesehatan Fisik.
1.
Gangguan Hubungan Suami Istri. Berdasarkan jawaban atas pertanyaan apakah responden pernah mengalami
gangguan hubungan suami istri, diperoleh data yang menunjukkan bahwa responden yang tidak pernah mengalami gangguan hubungan suami istri sebanyak 85 (88,5%) responden, kadang – kadang mengalami gangguan hubungan suami istri sebanyak 9 (9,4%) responden dan hanya 2 (2,1%) responden yang sering mengalami gangguan hubungan suami istri. Secara rinci distribusi data terlihat pada Tabel 4.11. Tabel 4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Gangguan Hubungan Suami Istri No. 1. 2. 3.
2.
Kategori Jawaban Sering Kadang – Kadang Tidak Pernah Jumlah
Jumlah 2 9 85 96
Persentase 2,1 9,4 88,5 100
Kondisi Kesehatan Istri dan Kesediaan Menggunakan Alat Kontrasepsi Pria. Berdasarkan jawaban responden atas pertanyaan kondisi kesehatan istri dan
kesediaan menggunakan alat kontrasepsi pria diperoleh data yang menunjukkan bahwa sebanyak 71 (74,0%) responden bersedia menggunakan alat kontrasepsi pria apabila istri mengalami gangguan kesehatan, sebanyak 17 (17,7%) responden sangat bersedia menggunakan alat kontrasepsi pria apabila istri mengalami gangguan kesehatan dan hanya 8 (8,3%) responden tidak bersedia menggunakan alat kontrasepsi pria apabila istri mengalami gangguan kesehatan. Secara lebih rinci distribusi data terlihat pada Tabel 4.12.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
Tabel 4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Kesehatan Istri dan Kesediaan Menggunakan Alat Kontrasepsi Pria No. 1. 2. 3.
Kategori Jawaban Sangat Bersedia Bersedia Tidak Bersedia Jumlah
Jumlah 17 71 8 96
Persentase 17,7 74,0 8,3 100
4.2.4. Lama Menikah.
1.
Lama Pernikahan. Berdasarkan jawaban responden atas pertanyaan lama pernikahan pertama
diperoleh data yang menunjukkan bahwa sebanyak 72 (75,0%) responden sudah menikah 3 tahun atau lebih, sebanyak 13 (13,5%) reponden baru 1 tahun menikah, sebanyak 11 (11,5%) responden sudah 2 tahun menikah dan lama penikahan 3 tahun sebanyak 8 (8,3%) responden. Secara lebih rinci distribusi data terlihat pada Tabel 4.13. Tabel 4.13. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Pernikahan No. 1. 2. 3.
2.
Kategori Jawaban 1 Tahun 2 Tahun ≥ 3 Tahun Jumlah
Jumlah 13 11 72 96
Persentase 13,5 11,5 75,0 100
Keinginan Kelahiran Anak Pada Tahun Pertama Pernikahan. Berdasarkan jawaban responden atas pertanyaan keinginan kelahiran anak pada
tahun pertama pernikahan diperoleh data yang menunjukkan bahwa sebanyak 53 (55,2%) responden sangat setuju memiliki anak pada tahun pertama pernikahan, sebanyak 42 (43,8%) responden setuju memiliki anak pada tahun pertama pernikahan, hanya 1 (1,0%)
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
responden yang tidak menginginkan memiliki anak pada tahun pertama pernikahannya. Secara lebih rinci distribusi data terlihat pada Tabel 4.14. Tabel 4.14. Distribusi Responden Berdasarkan Keinginan Kelahiran Anak Pada Tahun Pertama Pernikahan No. 1. 2. 3.
Kategori Jawaban Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Jumlah
4.3.
Pengaruh Istri.
1.
Istri Menggunakan Alat Kontrasepsi Wanita.
Jumlah 53 42 1 96
Persentase 55,2 43,6 1,0 100
Berdasarkan jawaban responden atas pertanyaan istri menggunakan alat kontrasepsi wanita pada saat penelitian dilaksanakan, diperoleh data yang menunjukkan bahwa sebanyak 60 (62,5%) istri responden menggunakan alat kontrasepsi wanita dan sebanyak 36 (37,5%) istri responden tidak menggunakan alat kontrasepsi wanita. Secara lebih rinci distribusi data terlihat pada Tabel 4.15. Tabel 4.15. Distribusi Responden Berdasarkan Istri Yang Menggunakan Alat Kontrasepsi Wanita No. 1. 2.
2.
Kategori Jawaban Menggunakan Tidak Menggunakan Jumlah
Jumlah 60 36 96
Persentase 62,5 37,5 100
Pengetahuan Istri Tentang Ada Alat Kontrasepsi Untuk Pria. Berdasarkan jawaban responden atas pertanyaan istri mengetahui ada alat
kontrasepsi untuk pria, diperoleh data yang menunjukkan bahwa sebanyak 85 (88,5%) istri responden mengetahui ada alat kontasepsi untuk pria dan sebanyak 11 (11,5%) istri
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
responden tidak mengetahui ada alat kontasepsi untuk pria. Secara lebih rinci distribusi data terlihat pada Tabel 4.16. Tabel 4.16. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Istri Tentang Ada Alat Kontrasepsi Untuk Pria No. 1. 2.
3.
Kategori Jawaban Mengetahui Tidak Mengetahui Jumlah
Jumlah 85 11 96
Persentase 88,5 11,5 100
Anjuran Istri Untuk Menggunakan Alat Kontrasepsi Pria. Berdasarkan jawaban responden atas pertanyaan anjuran istri untuk menggunakan
alat kontrasepsi pria, diperoleh data yang menunjukkan bahwa hanya sebanyak 2 (2,1%) istri responden sangat sering menganjurkan untuk menggunakan alat kontrasepsi pria, sebanyak 46 (47,9%) istri resonden pernah menganjurkan untuk menggunakan alat kontrasepsi pria dan sebanyak 48 (50,0%) istri responden tidak pernah menganjurkan untuk menggunakan alat kontrasepsi pria. Secara lebih rinci distribusi data terlihat pada Tabel 4.17. Tabel 4.17. Distribusi Responden Berdasarkan Anjuran Istri Untuk Menggunakan Alat Kontrasepsi Untuk Pria No. 1. 2. 3.
Kategori Jawaban Sangat Sering Pernah Tidak Pernah Jumlah
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
Jumlah 2 46 48 96
Persentase 2,1 47,9 50,0 100
4.4.
Sifat Inovasi.
1.
Penggunaan Alat Kontrasepsi Pria Hal Yang Sulit Untuk Dilakukan. Berdasarkan jawaban responden atas pertanyaan apakah menggunakan alat
kontrasepsi pria merupakan hal yang sulit dilakukan, diperoleh data yang menunjukkan bahwa sebanyak 83 (86,5%) responden menyatakan tidak setuju, sebanyak 10 (10,4%) responden menyatakan setuju dan hanya 3 (3,1%) reponden menyatakan sangat setuju. Secara lebih rinci distribusi data terlihat pada Tabel 4.18. Tabel 4.18. Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Alat Kontrasepsi Pria Hal Yang Sulit Untuk Dilakukan No. 1. 2. 3.
Kategori Jawaban Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Jumlah
2.
Jumlah 3 10 83 96
Persentase 3,1 10,4 86,5 100
Alat Kontrasepsi Pria Lebih Sederhana Dibanding Alat Kontrasepsi Wanita. Berdasarkan jawaban responden atas pertanyaan alat kontrasepsi pria lebih
sederhana dibanding alat kontrasepsi wanita, diperoleh data yang menunjukkan bahwa hanya sebanyak 73 (76,0%) responden menyatakan
setuju, sebanyak 17 (17,7%)
responden menyatakan tidak setuju dan 6 (6,3%) responden menyatakan sangat setuju. Secara lebih rinci distribusi data terlihat pada Tabel 4.19. Tabel 4.19. Distribusi Responden Berdasarkan Alat Kontrasepsi Pria Lebih Sederhana Dibanding Alat Kontrasepsi Wanita No. 1. Sangat Setuju 2. Setuju 3. Tidak Setuju
Kategori Jawaban
Jumlah
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
Jumlah 6 73 17 96
Persentase 6,3 76,0 17,7 100
3.
Kebutuhan Informasi Mengenai Alat Kontrasepsi Pria. Berdasarkan jawaban responden atas pertanyaan kebutuhan informasi mengenai
alat kontrasepsi pria, diperoleh data yang menunjukkan bahwa sebanyak 62 (64,6%) responden menyatakan setuju, sebanyak 30 (31,3%) responden menyatakan sangat setuju dan hanya 4 (4,2%) responden menyatakan tidak setuju. Secara lebih rinci distribusi data terlihat pada Tabel 4.20. Tabel 4.20. Distribusi Responden Berdasarkan Kebutuhan Informasi Mengenai Alat Kontrasepsi Pria No. 1. 2. 3.
4.
Kategori Jawaban Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Jumlah
Jumlah 30 62 4 96
Persentase 31,3 64,6 4,2 100
Kemauan Menggunakan Alat Kontrasepsi Pria. Berdasarkan jawaban responden atas pertanyaan kalau informasi mengenai alat
kontrasepsi pria sudah jelas dan anak sudah cukup berdasarkan keinginan, diperoleh data yang menunjukkan bahwa sebanyak 72 (75,0%) responden menyatakan setuju, sebanyak 11 (11,5%) responden menyatakan sangat setuju dan 13 (13,5%) responden menyatakan tidak setuju. Secara lebih rinci distribusi data terlihat pada Tabel 4.21. Tabel 4.21. Distribusi Responden Berdasarkan Kemauan Menggunakan Alat Kontrasepsi Pria No. 1. 2. 3.
Kategori Jawaban Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Jumlah
Jumlah 11 72 13 96
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
Persentase 11,5 75,0 13,5 100
4.5.
Tingkat Adopsi Inovasi KB Pria.
1.
Menggunakan Alat Kontrasepsi Pria. Berdasarkan jawaban responden atas pernah dan tidak pernah menggunakan alat
kontrasepsi pria, diperoleh data yang menunjukkan bahwa sebanyak 50 (52,1%) responden pernah menggunakan alat kontrasepsi pria dan sebanyak 46 (47,9%) responden tidak pernah menggunakan alat kontasepsi pria. Secara lebih rinci distribusi data terlihat pada Tabel 4.22. Tabel 4.22. Distribusi Responden Berdasarkan Pernah dan Tidak Pernah Menggunakan Alat Kontasepsi Pria No. Kategori Jawaban 1. Pernah Menggunakan 2. Tidak Pernah Menggunakan Jumlah 2.
Jumlah 50 46 96
Persentase 52,1 47,9 100
Jenis Alat Kontasepsi Yang Digunakan. Berdasarkan jawaban responden yang pernah menggunakan alat kontrasepsi pria
atas pertanyaan jenis alat kontrasepsi yang pernah digunakan, diperoleh data yang menunjukkan bahwa sebanyak 39 (78,0%) responden pernah menggunakan dua macam alat kontrasepsi pria yaitu kondom dan coitus interuptus (senggama terputus), sebanyak 8 (16,0%) responden menyebutkan alat kontasepsi yang pernah menggunakan alat kontrasepsi pria coitus inturuptus (senggama terputus), dan sebanyak 3 (6,0%) responden menyebutkan alat kontrasepsi pria yang pernah menggunakan kondom dan sistem kalender Secara lebih rinci distribusi data terlihat pada Tabel 4.23.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
Tabel 4.23. Distribusi Responden Berdasarkan Digunakan No. 1. 2. 3.
3.
Kategori Jawaban Kondom, Coitus Interuptus Coitus Interuptus (Senggama Terputus) Kondom, Sistem Kalender Jumlah
Alat Kontrasepsi Pria Yang
Jumlah 39 8 3 50
Persentase 78,0 16,0 6,0 100
Alasan Menggunakan Alat Kontrasepsi Pria. Data distribusi alasan menggunakan alat kontrasepsi pria, menunjukkan bahwa
sebanyak 2 (4%) responden memiliki alasan karena istri pernah meminta agar bergantian menggunakan alat kontrasepsi, 9 (18%) responden beralasan karena istri belum menggunakan alat kontrasepsi, 8 (16%) responden beralasan untuk mencegah kehamilan, 4 (8%) responden beralasan karena kondisi kesehatan istri tidak baik, 6 (12%) responden beralasan karena alat kontrasepsi pria karena lebih praktis, ekonomis, aman daan tidak menimbulkan efek samping, 1 (2%) responden beralasan karena pernah berhubungan suami istri dengan orang lain (PSK), 6 (12%) responden beralasan karena alat kontrasepsi pria mudah digunakan dan mudah didapat, 7 (14%) responden beralasan untuk mengatur jarak kelahiran anak, 3 (6%) responden beralasan karena istri berhenti memakai KB injeksi, 1 (2%) responden beralasan karena istri pernah terkena penyakit keputihan dan 3 (6%) responden beralasan karena istri tidak cocok dengan alat kontrasepsi wanita, padahal anak masih kecil. Secara lebih rinci distribusi data terlihat pada Tabel 4.24.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
Tabel 4.24. Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Penggunaan Kontrasepsi Pria Yang Digunakan No. Kategori Jawaban 1. Istri pernah meminta agar bergantian menggunakan alat kontrasepsi 2. Istri belum menggunakan alat kontrasepsi 3. Mencegah kehamilan istri 4. Istri kurang sehat 5. Lebih praktis, ekonomis, aman dan tidak menimbulkan efek samping 6. Pernah berhubungan dengan orang lain selain istri (PSK) 7. Mudah digunakan dan mudah didapat 8. Mengatur jarak kelahiran anak 9. Istri berhenti memakai KB injeksi 10 Istri pernah kena penyakit keputihan 11. Istri tidak cocok dengan alat kontrasepsi wanita, padahal anak masih kecil Jumlah
4.
Jumlah 2
Persentase 4,0
9 8 4 6
18,0 16,0 8,0 12,0
1
2,0
6 7 3 1 3
12,0 14,0 6,0 2,0 6,0
50
100,0
Alat
Alat Kontrasepsi Pria Yang Cocok Digunakan. Berdasarkan jawaban responden yang pernah menggunakan alat kontrasepsi pria
atas pertanyaan alat kontrasepsi yang cocok digunakan, diperoleh data yang menunjukkan bahwa sebanyak 38 (76,0%) responden mengatakan alat kontrasepsi pria yang cocok digunakan adalah kondom, sebanyak 11 (22,0%) responden mengatakan alat kontrasepsi pria yang cocok digunakan adalah coitus interuptus (senggama terputus) dan hanya 1 (2,0%) responden mengatakan alat kontrasepsi pria yang cocok digunakan adalah sistem kalender. Secara lebih rinci distribusi data terlihat pada Tabel 4.25. Tabel 4.25. Distribusi Responden Berdasarkan Alat Kontrasepsi Yang Cocok Digunakan No. Kategori Jawaban 1. Kondom 2. Coitus Interuptus (Senggama Terputus) 3. Sistem Kalender Jumlah
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
Jumlah 38 11 1 50
Persentase 76,0 22,0 1,0 100
5.
Kenyamanan Menggunakan Alat Kontrasepsi Pria. Berdasarkan jawaban responden yang pernah menggunakan alat kontrasepsi pria
atas pertanyaan kenyamanan menggunakan alat kontrasepsi, diperoleh data yang menunjukkan bahwa sebanyak 39 (78,0%) responden mengatakan cukup nyaman dengan alat kontrasepsi pria yang digunakan, sebanyak 4 (8,0%) reponden mengatakan sangat nyaman dengan alat kontrasepsi pria yang digunakan dan hanya 7 (14,0%) responden yang tidak nyaman dengan alat kontrasepsi pria yang digunakan. Secara lebih rinci distribusi data terlihat pada Tabel 4.26. Tabel 4.26. Distribusi Responden Berdasarkan Kenyamanan Menggunakan Alat Kontrasepsi Pria No. Kategori Jawaban 1. Sangat Nyaman 2. Cukup Nyaman 3. Tidak Nyaman Jumlah
6.
Jumlah 4 39 7 50
Persentase 8,0 78,0 14,0 100
Alasan Untuk Meneruskan Penggunaan Alat Kontrasepsi Pria. Berdasarkan jawaban responden yang pernah menggunakan alat kontrasepsi pria
atas pertanyaan apakah akan meneruskan penggunaan alat kontrasepsi pria yang digunakan, diperoleh data yang menunjukkan bahwa sebanyak 33 (66,0%) responden mengatakan akan meneruskan penggunaan alat kontrasepsi pria sedangkan sebanyak 17 (34,0%) mengatakan tidak akan meneruskan menggunakan alat kontrasepsi pria. Secara lebih rinci distribusi data terlihat pada Tabel 4.27.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
Tabel 4.27. Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Untuk Meneruskan Penggunaan Alat Kontrasepsi Pria No. 1. Ya 2. Tidak
Kategori Jawaban
Jumlah
4.6.
Jumlah 33 17 50
Persentase 66 34 100
Uji Statistik. Untuk melihat pengaruh tingkat pengetahuan prajurit, jumlah anak, tahun
menikah dan memiliki anak, kondisi kesehatan fisik, pengaruh istri dan sifat inovasi terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria dilakukan dengan uji regresi. Dengan menggunakan metode stepwise, proses analisa regresi dilakukan secara bertahap dengan melakukan seleksi terhadap variabel – variabel bebas yang akan diikutsertakan dalam model regresi yang dipilih yaitu regresi berganda. Dengan terpilihnya satu atau beberapa variabel bebas ke dalam model persamaan regresi, maka terbentuklah model regresi yang paling sesuai menggambarkan pengaruh terhadap variabel bebas. Pada Tabel 4.28 terlihat bahwa terdapat beberapa variabel bebas antara lain : tingkat pengetahuan, kondisi kesehatan fisik dan pengaruh istri yang berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria. Pengaruh variabel – variabel bebas tersebut terlihat dari nilai p atau nilai Sig dari variabel – variabel tersebut. Variabel tingkat pengetahuan (p = 0,026), variabel pengaruh istri (p = 0,042), variabel kondisi kesehatan fisik (p = 0,005). Nilai p dari masing – masing variabel tersebut < 0,05, dengan demikian disimpulkan bahwa variabel – variabel tersebut berpengaruh terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria. Dari hasil uji regresi berganda diperoleh persamaan sebagai berikut :
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
ŷ = 3.003 + 0,348X1 + 0,276X2 + 0,649X3 dimana : ŷ = Tingkat Adopsi Inovasi KB Pria. X1 = Tingkat Pengetahuan. X2 = Kondisi Kesehatan Fisik. X3 = Pengaruh Istri. Interpretasi koefisien regresi X1 (tingkat pengetahuan) yang bernilai positip (0,348) mengartikan bahwa pengaruh variabel tersebut adalah searah terhadap variabel tingkat adopsi inovasi, yang menyatakan bahwa semakin baik tingkat pengetahuan maka akan semakin cepat proses adopsi inovasi KB pria. demikian untuk variabel lainnya cara interpretasinya sama. Tabel 4.28. Hasil Uji Regresi Dari Variabel Bebas (Tingkat Pengetahuan, Kondisi Kesehatan Fisik dan Pengaruh Istri) Terhadap Variabel Terikat (Tingkat Adopsi Inovasi)
Model 1.
Coefficientsa Unstandardized Coefficients B Std. Error 3.003 1.283 .348 .153 -.162 .176 .276 .134 -.228 .253 .649 .223
Standardized Coefficients Beta
(Constant) Tingkat Pengetahuan Jumlah anak Kondisi kesehatan fisik Lama pernikahan pertama Pengaruh istri untuk menggunakan alat kontrasepsi pria Sifat inovasi total .091 .239 a. Dependen Variable : Tingkat adopsi inovasi (aitot)
t
Sig.
.284 -.095 .266 -.087 .302
2.341 2.270 -.922 2.067 -.900 2.909
.021 .026 .359 .042 .371 .005
.036
.383
.703
Tabel 4.29. menggambarkan koefisien determinasi terhadap variabel bebas (tingkat pengetahuan, pengaruh istri, kondisi kesehatan fisik). Interpretasi koefisien determinasi yang diperoleh sebesar (R2) 0.866 menjelaskan bahwa variabel bebas tingkat
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
pengetahuan, pengaruh istri, kondisi kesehatan fisik dapat menjelaskan sebesar 86,6% terhadap variabel terikat tingkat adopsi inovasi KB pria, sedangkan sisanya sebesar 13,4% dijelaskan oleh variabel – variabel bebas lainnya. Tabel 4.29. Hasil Uji Determinasi Terhadap Variabel Bebas (Tingkat Pengetahuan, Jumlah Anak, Lama menikah, Pengaruh Istri, Tingkat Kesehatan Fisik, Sifat Inovasi) Model Summaryd Adjusted Std. Error of the Durbin Model R R Square R Square Estimate Watson 1 .896a .866 .864 5.74450 1,964 a. Predictors: (Constant), Sifat inovasi total, Lama pernikahan pertama, kondisi kesehatan fisik, Tingkat pengetahuan, pengaruh istri untuk menggunakan alat kontrasepsi pria, Jumlah anak b. Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot)
Tabel 4.30. memaparkan uji kelinieran antara variabel bebas (tingkat pengetahuan, jumlah anak, tingkat kesehatan fisik, lama menikah, pengaruh istri) dengan variabel terikat (tingkat adopsi inovasi KB pria). Dari hasil uji tersebut diperoleh nilai Sig atau nilai p = 0,001 yang menunjukkan bahwa nilai p (0,001) < α (0,05). Jadi model linier antara variabel bebas (tingkat pengetahuan, jumlah anak, tingkat kesehatan fisik, lama menikah, pengaruh istri) dan sifat inovasi dengan variabel bebas (tingkat adopsi inovasi KB pria) signifikan. Tabel 4.30. Uji Kelinieran Variabel Bebas (Tingkat Pengetahuan, Jumlah Anak, Lama menikah, Pengaruh Istri, Tingkat Kesehatan Fisik, Sifat Inovasi) Terhadap Variabel Terikat (Tingkat Adopsi Inovasi KB Pria) ANOVAb Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square 4.631 1.141
F
Regression 27.785 6 4.059 Residual 101.548 89 Total 129.333 95 a. Predictors: (Constant), Sifat inovasi total, Lama pernikahan pertama, kondisi kesehatan fisik, Tingkat pengetahuan, pengaruh istri untuk menggunakan alat kontrasepsi pria, Jumlah anak b. Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot)
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
Sig. .001a
BAB V PEMBAHASAN Dalam Bab ini akan diuraikan variabel – variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi inovasi.
5.1.
Pengaruh Tingkat Pengetahuan Terhadap Tingkat Adopsi Inovasi KB Pria. Berdasarkan hasil penelitian pada yang terlihat pada Tabel 4.7. diketahui bahwa
dari 96 responden, sebanyak 59 (61,4%) responden dengan ketegori tingkat pengetahuan tidak baik tentang jenis dan cara penggunaan alat kontrasepsi pria, 27 (28,1%) responden dikategorikan cukup baik dan 10 (10,4%) responden dengan kategori sangat baik Hasil analisa statitik dengan uji regresi berganda menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden pada α < 5%, mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria (p = 0,026 < 0,05). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa responden dengan tingkat pengetahuan yang tidak baik, banyak yang tidak mampu memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan dengan baik. Hasil penilaian cukup baik tersebut diberikan apabila responden mampu menjawab dua atau lebih jenis alat kontrasepsi yang diketahuinya, tetapi penilaian secara keseluruhan terhadap jawaban pertanyaan, responden hanya mampu menyebutkan rata – rata dua jenis alat kontrasepsi pria yaitu alat kontrasepsi pria jenis kondom dan senggama terputus (coitus interuptus). Rogers (1983) berpendapat, bahwa tingkat pengetahuan sangat berpengaruh terhadap proses menerima atau menolak inovasi. Hasil penelitian ini membuktikan
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
kebenaran teori tersebut, dimana dari 50 responden yang sudah mengadopsi alat kontrasepsi pria sebanyak 32 (64%) responden dapat dikategorikan memiliki pengetahuan yang cukup baik, sehingga cukup alasan untuk memutuskan penggunaan alat kontrasepsi pria, bahkan untuk menjawab pertanyaan dengan menyebutkan jenis alat kontrasepsi pria yang pernah digunakan sebanyak 47 (94%) responden dikategorikan memiliki tingkat pengetahuan yang sangat baik. Martin, dkk (2000), menyatakan bahwa pengetahuan yang dimiliki dari apa yang sudah dialami merupakan hal yang penting dalam menerima suatu keputusan. Ditambahkan
oleh
Pariani,
dkk
(1995),
penelitian
kualitatif
di
Indonesia
mengindikasikan adanya korelasi yang positif antara ketersedian informasi dengan tingkat pengetahuan. Secara lebih eksplisit Eckard (1997), berpendapat bahwa kurangnya pengetahuan tentang resiko melahirkan dan metoda kontrasepsi bagi pasangan muda dapat menjadi penghambat dalam mengadopsi kontrasepsi. Martin, dkk (2000), dalam laporan penelitiannya mengatakan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata (P < 0.001) antara kontrol dengan kelompok etnik berkaitan dengan pengetahuan yang dimiliki mengenai metode kontrasepsi. Ketika tingkat pengetahuan secara umum tinggi pada laki-laki di Cape Town, mereka tidak ingin mengganti metoda yang sudah umum dipergunakan (kondom). Sementara, laki-laki Shanghai yang memiliki tingkat pengetahuan yang lebih tinggi mengenai alat kontrasepsi langsung mempraktekkannya walaupun mereka tidak punya pengalaman
5.2.
Pengaruh Jumlah Anak Terhadap Tingkat Adopsi Inovasi KB Pria. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh 96 (100%) responden sudah
memiliki anak, dimana sebanyak 25 (26,0%) responden memiliki anak dengan jumlah
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
ideal yaitu 2 orang anak, 31 (33,3%) responden yang memiliki 3 orang anak atau lebih dan 40 (41,1%) responden baru memiliki 1 orang anak. Hasil analisa statistik dengan uji regresi berganda menunjukkan bahwa, jumlah anak responden pada α > 5%, tidak berpengaruh terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria (p = 0,359 > 0,05). Jumlah anak yang ideal, sebenarnya sangat mendukung responden untuk lebih bebas memutuskan mengadopsi inovasi penggunaan alat kontrasepsi pria, namun kenyataan yang menunjukkan kondisi sebaliknya, sebab ternyata jumlah anak yang cukup dan sesuai dengan keinginan tidak menjadi faktor penentu dalam mendorong minat responden untuk menggunakan alat kontrasepsi bagi pria. Artinnya, jumlah anak bukanlah menjadi pertimbangan responden dalam mengambil keputusan menerima atau menolak penggunaan kontrasepsi pada pria. Kenyataan tersebut di atas, dapat dikaitkan dengan faktor budaya sesuai dengan kelompok etnisitas yang dimiliki oleh responden. Dari 96 (100 %), responden 62,5 % diantaranya terdiri dari etnis Batak, 16,10 % etnis Jawa, etnis Minang 10,4 %, etnis Melayu 5,2 % dan lain-lain 6,00 %. Persentase terbesar 62,5 % adalah etnis Batak yang memiliki filosofi kultural, dimana jumlah anak merupakan simbol prestise dan jaminan terhadap kelangsungan keturunan, sebagai kelompok masyarakat yang mengikuti garis patriarki, dimana anak lelaki sebagai penerus keturunan.. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Jennings (1970), yang menyatakan bahwa pengaruh budaya yang menempatkan jumlah anak sebagai simbol prestise dan jaminan keamanan pada usia tua mereka, mengakibatkan tingginya angka kelahiran di Afrika. Pendapat ini, lebih dipertegas lagi oleh Gayen, dkk (2003) yang menyatakan bahwa
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
keinginan memiliki lebih banyak anak merupakan alasan utama untuk tidak mempraktekkan atau menolak Keluarga Berencana.
5.3.
Pengaruh Tingkat Kesehatan Fisik Terhadap Tingkat Adopsi Inovasi KB Pria. Berdasarkan hasil penelitian diketahui kondisi kesehatan fisik responden sangat
baik, data yang diperoleh menunjukkan 85 (88,5%) responden mengaku tidak pernah mengalami gangguan hubungan suami istri, 9 (9,4%) responden kadang – kadang mengalami dan hanya 2 (2,1%) responden yang sering mengalami gangguan hubungan suami istri. Namun demikian 88 (91,4%) responden bersedia mengadopsi alat kontrasepsi pria, bukan atas pertimbangan tingkat kesehatan fisik responden, namun lebih pada pertimbangan kondisi kesehatan istrinya mengalami gangguan kesehatan khususnya gangguan dalam melakukan kewajiban sebagai istri. Dari 50 responden yang sudah menjadi adopter inovasi alat kontrasepsi pria tersebut juga menunjukkan alasan mereka semata – mata tidak menginginkan istri mengalami gangguan kesehatan menggunakan alat kontrasepsi wanita. Berdasarkan hasil analisa statistik dengan uji regresi berganda menunjukkan bahwa kondisi kesehatan fisik istri responden pada α < 5%, mempunyai pengaruh yang signifikan (p = 0,042 < 0,005). Hal ini menggambarkan bahwa kondisi kesehatan responden, kalah pengaruh dalam posisinya sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk mengadopsi inovasi berupa penggunaan alat kontrasepsi bagi pria itu sendiri. Kecenderungan ini, sesuai dengan sinyalemen yang dihasilkan oleh berbagai hasil penelitian terdahulu di negara-negara berkembang lainnya di dunia.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
Menurut Barnet (1998), dalam laporan hasil studinya di 10 negara tentang Pengambilan Keputusan menerima keluarga berencana, mengatakan bahwa kebanyakan pria di Zimbabwe mendukung keluarga berencana sebab penting dalam menjaga kesehatan istri dan dianggap sebagai salah satu kunci dalam mencapai kualitas hidup keluarga. Lebih terinci dikemukakan oleh Gayen, dkk (2003), bahwa penolakan terhadap keluarga berencana 34 % disebabkan oleh keinginan memiliki lebih banyak anak, 23 % alasan kesehatan, 9,3 % penolakan suami, 8,7 % akibat keterbatasan pengetahuan dan 5,7 % faktor pertimbangan agama. Gambaran tersebut di atas, jika diperhadapkan dengan pendapat Rogers (1983), menjadi dilematik, sebab proses adopsi inovasi, idealnya diputuskan dalam kondisi kesadaran penuh tanpa unsur paksaan dari pihak lain.
5.4.
Pengaruh Lama menikah Terhadap Tingkat Adopsi Inovasi KB Pria. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel diketahui bahwa sebanyak 72 (75,0%)
responden sudah menikah 3 tahun atau lebih, sebanyak 24 (25,0%) responden menikah antara 1 sampai dengan 2 tahun. Hasil uji statistik dengan regresi berganda menujukkan bahwa lama menikah responden (α > 5%), tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria (Sig = 0,371 > 0,05). Menurut Barnet (1998), bahwa secara tradisional, keputusan mengikuti keluarga berencana adalah merupakan hasil kesepakatan antara suami dan istri. Hal tersebut terjadi di Jawa Barat dan Sumatera Utara dimana pasangan suami istri secara bersama-sama memutuskan mengikuti keluarga berencana, namun ada perbedaan dengan apa yang
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
ditemukan di Jawa Tengah dan Jawa Timur, bahwa pendapat suami lebih mendominasi dalam pengambilan keputusan penggunaan alat dan metode kontrasepsi. Menurut Rogers (1983), ada hubungan yang rumit tapi penting antara kecepatan tersebarnya inovasi dalam suatu sistem sosial dengan kecepatan pengadopsiannya. Informasi tentang inovasi merupakan kata kunci yang menunjukkan pentingnya kecepatan penyebaran inovasi pada sebuah sistem sosial. Hasil penelitian
juga
menunjukkan bahwa pengadopsian inovasi berjalan lambat, dimana responden membutuhkan waktu yang cukup lama dalam pernikahannya untuk mengenal dan mengerti manfaat inovasi KB pria. Berkaitan dengan pendapat tersebut di atas, dapat dipahami bahwa lama menikah bukanlah suatu jaminan bagi terjadinya proses komunikasi yang baik, antara pasangan suami istri tentang keluarga berencana. Menurut hasil studi Women’s Studies Project (WSP) tahun 1997 di Bolivia terhadap 101 perempuan dan 31 pria, sebagaimana dilaporkan oleh Barnet (1998), dikatakan bahwa pasangan suami istri kemungkinan tidak melakukan komunikasi yang baik tentang keluarga berencana. Pada umumnya, kebanyakan istri mengatakan terlalu enggan dan terlalu sibuk untuk memulai diskusi dengan suaminya, serta adanya kecemasan terhadap respon suami yang berfikiran bahwa pembicaraan tentang sex akan diinterpretasikan sebagai pembicaraan yang tabu. Gambaran di atas merupakan realitas yang juga turut tergambarkan dalam penelitian ini. Intensitas komunikasi antara suami dan istri di kalangan prajurit di wilayah Medan yang rendah tentu secara langsung berpengaruh terhadap terbatasnya informasi tentang inovasi KB Pria yang diperoleh dari hasil komunikasi antara suami dan istri.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
Sehingga, lama masa perkawinan tidak menjadi faktor pendorong bagi terjadinya perubahan persepsi suami terhadap inovasi KB pria.
5.5.
Pengaruh Istri Terhadap Tingkat Adopsi Inovasi KB Pria. Variabel pengaruh istri yang diteliti didasarkan pada anjuran istri kepada
responden untuk menggunakan alat kontrasepsi pria. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa sejumlah 48 (50%) responden pernah dianjurkan oleh istrinya untuk menggunakan alat kontrasepsi pria dan sebanyak 48 (50%) responden mengaku tidak pernah diajurkan oleh istrinya untuk menggunakan alat kontrasepsi pria. Hasil uji statistik dengan uji regresi berganda menunjukkan bahwa pengaruh istri responden (α < 5%), berpengaruh signifikan terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria (p = 0,005 < 0,05). Menurut Arwen (2007), persetujuan seorang istri kelihatannya menjadi kunci dalam memutuskan menjalani vasektomi. Seluruh pasangan yang suaminya menjalani vasektomi di Tanzania mengatakan bahwa keputusan merupakan hasil diskusi dengan istri, bahkan lebih dari 50 % diantaranya mengatakan bahwa persetujuan istri sebagai salah satu faktor dalam pengambilan keputusan. Banyak istri yang justru tidak mau suaminya ber KB khususnya menggunakan alat kontrasepsi pria jenis vasektomi karena khawatir dimanfaatkan untuk berselingkuh. Padahal penggunaan alat kontrasepsi pria akan menyebabkan istri tidak perlu memakai alat kontrasepsi wanita lagi sehingga terhindar dari efek samping seperti keputihan, kegemukan, perdarahan dan lebih leluasa untuk mengurus keluarga.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
Lebih jauh Martin, dkk (2000), berpendapat bahwa sikap pasangan (istri) terhadap metoda kontrasepsi baru merupakan faktor yang kuat mempengaruhi tingkat penerimaan suami (pria) dan mayoritas pria sepakat bahwa keputusan menyangkut keluarga berencana dilakukan secara bersama-sama. Pendapat tersebut lebih diperjelas lagi oleh Ringheim (1995), yang menyatakan bahwa penambahan jenis metoda kontrasepsi dan dorongan pasangan (istri) merupakan faktor utama timbulnya kesediaan pria (suami) menjadi relawan pada percobaan prototipe kontrasepsi pria.
5.6.
Pengaruh Sifat Inovasi Terhadap Tingkat Adopsi Inovasi KB Pria. Variabel pengaruh sifat inovasi menekankan pada tingkat kesederhanaan dan
tingkat kesulitan menggunakan alat kontrasepsi pria. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 79 (82,3%) responden mengatakan setuju bahwa alat kontrasepsi pria lebih sederhana dari pada alat kontrasepsi wanita. Jawaban responden terhadap pertanyaan mengenai kebutuhan informasi alat kontrasepsi pria sebesar 92 (95,5%)
menjawab
setuju. Hasil tersebut di atas tidak jauh berbeda dengan pendapat Arwen (2007) yang menyatakan bahwa kebanyakan dari pria yang mempraktekkan vasektomi mengakui bahwa, dibanding dengan sterilisasi perempuan, vasektomi relatif lebih mudah. Sifat vasektomi yang lebih mudah tersebut, tentu secara langsung akan menguntungkan si calon penerima. Hanafi (1987) mengatakan inovasi harus mempunyai keuntungan relatif dan dianggap suatu yang lebih baik dari yang sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden, banyak yang ragu dan tidak yakin terhadap keuntungan dan kemudahan yang akan diperoleh apabila menggunakan alat kontrasepsi pria dalam upaya
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
ber KB. Pendapat responden khususnya untuk penggunaan alat kontrasepsi pria jenis vasektomi akan merugikan secara individu. Pemahaman yang sempit tersebut sangat berhubungan dengan kualitias dan kuantitas informasi yang diperoleh tentang alat kontrasepsi pria tersebut. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara keuntungan yang diperoleh responden dari inovasi dengan kecepatan pengadopsian inovasi tersebut, artinya semakin besar keuntungan yang diperoleh dari suatu inovasi akan semakin cepat inovasi tersebut diadopsi. Hasil uji regresi berganda menunjukkan bahwa sifat inovasi (α > 5%) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria (p = 0,703 > 0,05). Hasil uji ini, menunjukkan bahwa sifat inovasi yang mewakili kesederhaaan dan kemudahan penggunaan, ternyata tidak menjadi bahan pertimbangan yang tidak mempunyai pengaruh, dalam menentukan pilihan menerima atau menolak inovasi KB Pria di kalangan prajurit di Wilayah Medan. Dengan demikian pengetahuan responden yang tinggi dan sangat tinggi tentang metoda kontrasepsi sebagaimana diuraikan sebelumnya, ternyata mampu meningkatkan kemampuan dalam memutuskan menerima atau menolak inovasi KB Pria ke arah yang lebih tepat yang memprioritaskan keamanan dan kenyamanan sebagai adopter. Hal tersebut sesuai didukung pendapat Finger (1995), yang menyatakan bahwa walaupun sangat punya alasan dikatakan efektif ketika digunakan secara tepat, metoda kontrasepsi pria yang sudah dipilih dan dipraktekkan, seringkali masih dirasakan tidak nyaman dan sulit untuk dipergunakan. Ditambahkannya, ketika kebanyakan pria tidak menolak vasektomi sebagai sebuah peluang di masa depan, seluruh kesulitan yang ada
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
dan yang bertentangan dengan pembedahan secara alamiah sesuai prosedur, memposisikan pria batal menggunakan metoda tersebut.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan. Berdasarkan tujuan dan hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut : 1.
Berdasarkan identitas responden diketahui bahwa sebanyak 11 (11,5%) reponden berpangkat Perwira, 41 (42,7%) reponden berpangkat Bintara dan 45 (45,8%) responden berpangkat Tamtama.
2.
Berdasarkan tingkat pendidikan diketahui bahwa sebanyak 81 (84,4%) responden berpendidikan setingkat SMP dan SMU sederajat dan 15 (15,6%) responden berpendidikan setingkat Diploma, Sarjana Muda, Akademi, S1 atau S2.
3.
Sebanyak 50 (52,1%) reponden sudah pernah menggunakan alat KB pria dan sebanyak (46) 47,9% responden lainnya
masih belum pernah
menggunakan alat KB pria. 4.
Tingkat pengetahuan berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria dikalangan prajurit (p = 0,026).
5.
Tingkat kesehatan fisik berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria dikalangan prajurit (p = 0,042).
6.
Istri berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria dikalangan prajurit (p = 0,005).
7.
Jumlah anak tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria dikalangan prajurit (p = 0,359).
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
8.
Lama menikah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria dikalangan prajurit (p = 0,371).
9.
Sifat inovasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria dikalangan prajurit (p = 0,703).
6.2.
Saran. 1.
Perlu segera dilakukan sosialisasi melalui penyuluhan, ceramah dan diskusi – diskusi yang dilakukan oleh instansi terkait seperti BKKBN, Dinas Kesehatan, Kesehatan Kodam (Kesdam) dan Persatuan Istri Tentara (Persit) maupun pengarahan yang dilakukan oleh para Komandan Satuan, secara berkesinambungan yang melibatkan prajurit dan keluarga untuk meningkatkan pengetahuan dan menumbuhkan kesadaran tentang pentingnya penggunaan alat kontrasepsi pria.
2.
Perlu diperbanyak sarana informasi di satuan – satuan dan kemudahan akses memperoleh alat kontrasepsi pria oleh instansi terkait.
3.
Dibutuhkan peran aktif pasangan suami – istri, khususnya pihak istri prajurit untuk mendorong penggunaan alat kontrasepsi pria bagi suami.
4.
Dibutuhkan pendekatan pemberian insentif dan penghargaan oleh Komando untuk prajurit yang telah menggunakan alat kontrasepsi pria khususnya alat kontrasepsi pria mantap (kontap).
5.
Mengingat penelitian ini memiliki keterbatasan dan belum mampu untuk menuntaskan masalah adopsi inovasi KB pria secara lebih terperinci maka disarankan kepada para calon peneliti agar variabel umur, variabel suku
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
bangsa, variabel budaya, variabel agama dapat dijadikan variabel – variabel penelitian.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S., 2005. Manajemen Penelitian, Jakarta : PT. Rineka Cipta. --------------, 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : PT. Rineka Cipta. Arwen, B. 2007. Factors Affecting Vasectomy In Tanzania, NC, USA. Bungin, M.B., 2006. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Jakarta : Kencana. Drucker, F.P., 1985. Innovation And Entrepreneurship, New York : Harper & Row Publisher. Eckard, E., 1997. The Biological And Health Aspect Of Male Fertility Implication For Use Of Reproductive Health Care Services, Washington DC. Finger, 1995. Sterilization Among Currently Married Men In the United State. Family Planning Persfective, 27 : 100 – 107 & 122, 1995. Washington DC. Gema., 2006. Partisipasi Pria Dalam Ber KB, Jakarta : BKKBN. Hanafi, 1987. Memasyarakatkan Ide – Ide Baru, Surabaya : Usaha Nasional. http://gemapria.BKKBN.go.id., 2006. KIP/K Dalam Usaha Peningkatan Kualitas Pelayanan KB, Jakarta : BKKBN --------------, 2006. Mengapa Kontrasepsi Baru Pria, Jakarta : BKKBN. --------------, 2006. Pria Siap Berpartisipasi Dalam Kelurga Berencana, Jakarta : BKKBN. Jennings J.G., 1970. Cultural Factors Affecting Human Fertility. Illinois. Keraf , S.A., 2001. Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis, Jakarta : Kanisius. Manuaba, IBG., 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan, Jakarta : EGC. Martin, C.W, 2000., Potencial Impact Of Hormonal Male Contraception : Cross – Cultural Implication For Development Of Novel Preparation. Edenburg, UK Notoatmodjo, S., 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta : PT. Rineka Cipta. Laode, M.D., 2006. Panduan Militer Dalam Ketahanan Militer, Jakarta, Pustaka Sinar : Harapan.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
Pariani, 1995. Qualitative Research in Indonesia Indicates a Positive Correlation Between Extent of Information Provided and Satisfaction After The Procedure. Jakarta. Prawirohardjo, S., 1997. Ilmu Kandungan, Jakarta : Bina Pustaka. Robert, R., Gayen, K., 2003. Communication And Contraception In Rule Bangladesh. Bangladesh Rogers, M.E., 1983. Diffution Of Innovation, Canada : Collier Macmillian, Riduan., 2005. Menyusun Tesis, Bandung : Alfabeta. Ringheim, K., 1996. Male Involvement And Contraception Method For Men; Present And Future. Washington, DC Singarimbun, M., 1989. Metode Penelitian Survai, Jakarta : LP3ES. Suryadi., 2005. Seni Membangkitkan Inovasi dan Kreativitas Perusahaan, Jakarta : EDSA Mahkota. Sugiyono., 2004. Metode Penelitian Administrasi, Bandung : Alfabeta. Syarif., 2004. Keadilan dan Kesetaraan Gender, Jakarta : BKKBN. Tjahyadi, M.T., 2006. Panduan Promosi Kondom Melalui BP4 dan KUA, Jakarta : BKKBN Tjokronegoro, A., 2000. Rahasia Dibalik Keperkasaan Pria, Jakarta : FK-UI. Turner, C., 2002. Menuju Sukses, Jakarta : Alex Media Computindo. West, A.M., 1992. Innovation And Creativity At Work, New York : Jhon Wiley & Sons Ltd.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
LAMPIRAN 1 I.
HASIL UJI STATISTIK UNIVARIAT
1.
Hasil uji statistik univariat terhadap variabel : Pangkat Responden Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
Pangkat responden
Value Label Tamtama Bintara Perwira
1 2 3
N 44 41 11
Descriptive Statistics Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot) Pangkat responden Tamtama Bintara Perwira Total
2.
Mean .82 1.22 3.00 1.24
Std. Deviation 1.23 1.15 .00 1.30
N 44 41 11 96
Hasil uji statistik univariat terhadap variabel : Tingkat Pendidikan Responden Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
Tingkat pendidikan responden
1 2
Value Label SMP,SMU Sederajat Diploma, Sarmud, Akademi, S1,S2
N 81
15
Descriptive Statistics Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot) Tingkat pendidikan Mean Std. Deviation SMP,SMU Sederajat 1.10 1.27 Diploma, Sarmud, 2.00 1.20 Akademi, S1,S2 Total 1.24 1.30
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
N 81 15 96
3. 3.1.
Hasil uji statistik univariat terhadap variabel : Tingkat Pengetahuan Responden Hasil uji statistik univariat terhadap variabel tingkat pengetahuan responden menyebutkan jenis – jenis alat kontrasepsi pria dan cara penggunaannya. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Value Label Tingkat pengetahuan responden tentang jenis-jenis dan penggunaan alat kontresepsi
N
1
Sangat baik
16
2
Cukup Baik
20
3
Tidak Baik
60
Descriptive Statistics Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot) Tingkat pengetahuan Mean Std. Deviation Sangat baik 2.56 1.03 Cukup Baik 1.40 1.31 Tidak Baik .83 1.11 Total 1.24 1.30
3.2.
N 16 20 60 96
Hasil uji statistik univariat terhadap variabel tingkat pengetahuan responden menyebutkan manfaat penggunaan alat kontrasepsi pria. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
Tingkat pengetahuan responden tentang manfaat dan penggunaan alat kontrasepsi
1
Value Label Sangat baik
N
2
Cukup Baik
53
3
Tidak Baik
30
13
Descriptive Statistics Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot) Tingkat pengetahuan Mean Std. Deviation Sangat baik 2.69 .85 Cukup Baik 1.19 1.29 Tidak Baik .70 .99 Total 1.24 1.30
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
N 13 53 30 96
3.3.
Hasil uji statistik univariat terhadap variabel tingkat pengetahuan responden menyebutkan dimana memperoleh alat kontrasepsi pria. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
Tingkat pengetahuan responden tentang dimana memperoleh alat kontrasepsi
1
Value Label Sangat baik
N
2
Cukup Baik
37
3
Tidak Baik
34
25
Descriptive Statistics Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot) Tingkat pengetahuan Mean Std. Deviation Sangat baik 1.96 1.31 Cukup Baik 1.19 1.24 Tidak Baik .76 1.13 Total 1.24 1.30
3.4.
N 25 37 34 96
Hasil uji statistik univariat terhadap variabel total skor tingkat pengetahuan responden. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
Tingkat pengetahuan total
1 2 3
Value Label Sangat baik Cukup Baik Tidak Baik
N 10 27 59
Descriptive Statistics Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot) Tingkat pengetahuan total Sangat baik Cukup Baik Tidak Baik Total
Mean 3.00 1.41 .86 1.24
Std. Deviation .00 1.31 1.14 1.30
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
N 10 27 59 96
4. 4.1.
Hasil uji statistik univariat terhadap variabel : Jumlah Anak. Hasil uji statistik univariat terhadap pertanyaan memiliki anak. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Value Label Jumlah responden yang sudah memiliki anak
1
N
Sudah
96
Descriptive Statistics Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot) Jumlah responden yang Mean Std. Deviation Sudah 1.24 1.30 Total 1.24 1.30
N 96 96
4.2. Hasil uji statistik univariat terhadap pertanyaan tahun menikah dan mempunyai anak. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Tahun menikah responden dan mempunyai anak
1 2 3 4
Value Label 1 tahun 2 tahun 3 tahun > 3 tahun
N 87 7 1 1
Descriptive Statistics Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot) Tahun menikah Mean Std. Deviation 1 tahun 1.30 1.31 2 tahun .57 .98 3 tahun .00 . > 3 tahun 2.00 . Total 1.24 1.30
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
N 87 7 1 1 96
4.3.
Hasil uji statistik univariat terhadap pertanyaan jumlah anak yang dimiliki responden sekarang. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Jumlah anak responden sekarang
Value Label 1 orang 2 orang 3 orang > 4 orang
1 2 3 4
N 40 25 26 5
Descriptive Statistics Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot) Jumlah anak Mean Std. Deviation 1 orang .90 1.19 2 orang 1.12 1.24 3 orang 1.77 1.31 > 4 orang 1.80 1.64 Total 1.24 1.30
N 40 25 26 5 96
4.4. Hasil uji statistik univariat terhadap pertanyaan jumlah anak yang diinginkan responden. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Jumlah anak yang diinginkan responden
1 2 3 4
Value Label 1 orang 2 orang 3 orang > 4 orang
N 1 34 45 16
Descriptive Statistics Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot) Jumlah anak yang Mean Std. Deviation 1 orang .00 . 2 orang 1.12 1.32 3 orang 1.36 1.28 > 4 orang 1.25 1.34 Total 1.24 1.30
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
N 1 34 45 16 96
4.5.
Hasil uji statistik univariat terhadap total skor jumlah anak. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors N Jumlah anak total
1 2 3
18 72 6
Descriptive Statistics Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot) Jumlah anak total 1 2 3 Total
5. 5.1.
Mean 1.06 1.24 1.83 1.24
Std. Deviation 1.39 1.26 1.47 1.30
N 18 72 6 96
Hasil uji statistik univariat terhadap variabel : Tingkat Kesehatan Fisik. Hasil uji statistik univariat terhadap pertanyaan gangguan hubungan suami istri yang pernah dialami akibat kesehatan fisik. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
Ganguan hubungan suami istri yang dialami responden
1 2 3
Value Label Sangat sering Kadang-ka dang Tidak pernah
N 2 9 85
Descriptive Statistics Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot) Ganguan hubungan Mean Std. Deviation Sangat sering 1.00 1.41 Kadang-kadang 1.11 1.05 Tidak pernah 1.26 1.33 Total 1.24 1.30
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
N 2 9 85 96
5.2.
Hasil uji statistik univariat terhadap pertanyaan kesediaan menggunakan alat kontrasepsi pria jika istri kurang sehat secara fisik untuk mencegah kehamilan pada istri. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
Kondisi kesehatan istri dan kesediaan responden menggunakan KB pria
Value Label Sangat Bersedia Bersedia Tidak Bersedia
1 2 3
N 17 71 8
Descriptive Statistics Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot) Kondisi kesehatan istri Mean Std. Deviation Sangat Bersedia 2.12 1.27 Bersedia 1.14 1.25 Tidak Bersedia .25 .71 Total 1.24 1.30
5.3.
N 17 71 8 96
Hasil uji statistik univariat terhadap total skor kesehatan fisik. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors N Kesehatan fisik tota
1 2 3
2 88 6
Descriptive Statistics Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot) Kesehatan fisik tota 1 2 3 Total
Mean 1.00 1.31 .33 1.24
Std. Deviation 1.41 1.31 .82 1.30
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
N 2 88 6 96
6. 6.1.
Hasil uji statistik univariat terhadap variabel : Lama Menikah. Hasil uji statistik univariat terhadap pertanyaan lama pernikahan responden. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
Lama pernikahan pertama respoden
Value Label 1 tahun 2 tahun 3 tahun Lebih dari 3 tahun
1 2 3 4
N 13 11 8 64
Descriptive Statistics Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot) Lama pernikahan Mean Std. Deviation 1 tahun .15 .55 2 tahun 1.00 1.18 3 tahun .88 1.25 Lebih dari 3 tahun 1.55 1.31 Total 1.24 1.30
6.2.
N 13 11 8 64 96
Hasil uji statistik univariat terhadap pertanyaan keiinginan memiiki anak pada tahun pertama pernikahan. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
Keinginan responden tentang memiliki anak pada tahun pertama menikah
1 2 3
Value Label Sangat setuju Setuju Tidak setuju
N 53 42 1
Descriptive Statistics Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot) Keinginan responden Mean Std. Deviation Sangat setuju 1.02 1.22 Setuju 1.55 1.35 Tidak setuju .00 . Total 1.24 1.30
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
N 53 42 1 96
6.3.
Hasil uji statistik univariat terhadap total skor lama menikah. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors N Lama menikah total
1 2 3
15 80 1
Descriptive Statistics Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot) Lama menikah total 1 2 3 Total
7. 7.1.
Mean .13 1.46 .00 1.24
Std. Deviation .52 1.29 . 1.30
N 15 80 1 96
Hasil uji statistik univariat terhadap variabel : Pengaruh Istri. Hasil uji statistik univariat terhadap pertanyaan apakah istri reponden menggunakan alat kontrasepsi saat ini. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Value Label Pengaruh istri responden tentang alat kontrasepsi (sitk1)
N
1
ya
60
2
tidak
36
Descriptive Statistics Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot) Pengaruh istri Mean Std. Deviation ya 1.53 1.35 tidak .75 1.05 Total 1.24 1.30
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
N 60 36 96
7.2.
Hasil uji statistik univariat terhadap pertanyaan apakah istri responden mengetahui ada alat kontrasepsi untuk pria. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Value Label Pengaruh istri responden tentang alat kontrasepsi pria (sitk2)
N
1
tahu
85
2
tidak tahu
11
Descriptive Statistics Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot) Pengaruh istri Mean Std. Deviation tahu 1.40 1.29 tidak tahu .00 .00 Total 1.24 1.30
7.3.
N 85 11 96
Hasil uji statistik univariat terhadap pertanyaan istri pernah menganjurkan untuk menggunakan alat kontrasepsi pria. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
Pengaruh istri responden untuk mengunakan alat kontrasepsi pria (sitk3)
1 2 3
Value Label Sering Pernah Tidak pernah
N 2 46 48
Descriptive Statistics Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot) Pengaruh istri responden Mean Std. Deviation Sering 1.00 1.41 Pernah 1.91 1.05 Tidak pernah .60 1.20 Total 1.24 1.30
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
N 2 46 48 96
7.4.
Hasil uji statistik univariat terhadap total skor pengaruh istri. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors N pengaruh istri tot
1 2 3
1 87 8
Descriptive Statistics Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot) pengaruh istri tot 1 2 3 Total
8. 8.1.
Mean .00 1.37 .00 1.24
Std. Deviation . 1.30 .00 1.30
N 1 87 8 96
Hasil uji statistik univariat terhadap variabel : Sifat Inovasi. Hasil uji statistik univariat terhadap pertanyaan apakah menggunakan alat kontrasepsi pria merupakan hal yang sulit dilakukan. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
Pendapat responden tentang alat kontrasepsi pria sulit untuk dilakukan (sisk1)
1 2 3
Value Label Sangat setuju Setuju Tidak setuju
N 3 10 83
Descriptive Statistics Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot) Pendapat responden Mean Std. Deviation Sangat setuju 1.00 1.73 Setuju .80 1.32 Tidak setuju 1.30 1.29 Total 1.24 1.30
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
N 3 10 83 96
8.2.
Hasil uji statistik univariat terhadap pertanyaan pendapat responden bahwa alat kontrasepsi pria lebih sederhana dibanding alat kontrasepsi untuk wanita. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
Pendapat responden tentang alat kontrasepsi pria lebih sederhanan dibanding wanita (sisk2)
1 2 3
Value Label Sangat setuju Setuju Tidak setuju
N 6 73 17
Descriptive Statistics Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot) Pendapat responden Mean Std. Deviation Sangat setuju 1.17 1.33 Setuju 1.48 1.30 Tidak setuju .24 .66 Total 1.24 1.30
8.3.
N 6 73 17 96
Hasil uji statistik univariat terhadap pertanyaan kebutuhan informasi yang lebih banyak mengenai alat kontrasepsi pria. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
Kebutuhan responden terhadap informasi tentang alat kontrasepsi pria (sisk3)
1 2 3
Value Label Sangat setuju Setuju Tidak setuju
N 30 62 4
Descriptive Statistics Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot) Kebutuhan responden Mean Std. Deviation Sangat setuju .93 1.17 Setuju 1.44 1.34 Tidak setuju .50 1.00 Total 1.24 1.30
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
N 30 62 4 96
8.4.
Hasil uji statistik univariat terhadap menggunakan alat kontasepsi pria.
pertanyaan
kesediaan
Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
Kesediaan responden tentang pemakaian alat kontrasepsi pria (sisk4)
Value Label Sangat setuju Setuju Tidak setuju
1 2 3
N 11 72 13
Descriptive Statistics Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot) Kesediaan responden Mean Std. Deviation Sangat setuju .91 .94 Setuju 1.32 1.32 Tidak setuju 1.08 1.44 Total 1.24 1.30
8.5.
N 11 72 13 96
Hasil uji statistik univariat terhadap total skor sifat inovasi. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors N Sifat inovasi total
2 3
33 63
Descriptive Statistics Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot) Sifat inovasi total 2 3 Total
Mean .94 1.40 1.24
Std. Deviation 1.20 1.33 1.30
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
N 33 63 96
responden
9. 9.1.
Hasil uji statistik univariat terhadap Variabel Dependen Tingkat Adopsi Inovasi Hasil uji statistik univariat terhadap pertanyaan rsponden yang pernah dan belum pernah menggunakan alat kontrasepsi pria. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
Responden yang pernah menggunakan alat kontrasepsi pria (ai1)
1 2
Value Label Pernah Tidak pernah
N 50 46
Descriptive Statistics Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot) Responden yang pernah Mean Std. Deviation Pernah 2.38 .70 Tidak pernah .00 .00 Total 1.24 1.30
9.2.
N 50 46 96
Hasil uji statistik univariat terhadap pertanyaan jenis alat kontrasepsi yang pernah digunakan. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
Jenis alat kontrasepsi pria yang pernah digunakan responden (ai2)
0 1 2 3
Value Label Tidak Pernah
N 46
Sangat Baik
3
Cukup Baik Tidak Baik
8 39
Descriptive Statistics Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot) Jenis alat Mean Std. Deviation Tidak Pernah .00 .00 Sangat Baik 1.00 .00 Cukup Baik 1.75 .71 Tidak Baik 2.62 .49 Total 1.24 1.30
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
N 46 3 8 39 96
9.3. Hasil uji statistik univariat terhadap pertanyaan alasan menggunakan alat kontrasepsi pria. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
Alasan responden menggunakan alat kontrasepsi pria (ai3)
Value Label Tidak Pernah
0 1 2 3
N 46
Sangat Baik
4
Cukup Baik Tidak Baik
28 18
Descriptive Statistics Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot) Alasan responden Mean Std. Deviation Tidak Pernah .00 .00 Sangat Baik 1.00 .00 Cukup Baik 2.36 .62 Tidak Baik 2.72 .46 Total 1.24 1.30
9.4.
N 46 4 28 18 96
Hasil uji statistik univariat terhadap pertanyaan alat kontrasepsi pria yang cocok digunakan responden. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
Alat kontrasepsi pria yang cocok digunakan responden (ai4)
0 1 2 3
Value Label Tidak Pernah
N 46
Sangat Baik
1
Cukup Baik Tidak Baik
11 38
Descriptive Statistics Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot) Alat kontrasepsi pria Mean Std. Deviation Tidak Pernah .00 .00 Sangat Baik 1.00 . Cukup Baik 1.55 .52 Tidak Baik 2.66 .48 Total 1.24 1.30
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
N 46 1 11 38 96
9.5.
Hasil uji statistik univariat terhadap pertanyaan pendapat responden tentang kemantapan menggunakan alat kotrasepsi pria. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
Kemantapan responden kemantapan memakai alat kontrasepsi pria (ai5)
0 1 2 3
Value Label Tidak Pernah
N 46
Sangat Baik
7
Cukup Baik Tidak Baik
39 4
Descriptive Statistics Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot) Kemantapan responden Mean Std. Deviation Tidak Pernah .00 .00 Sangat Baik 1.71 .49 Cukup Baik 2.46 .68 Tidak Baik 2.75 .50 Total 1.24 1.30
9.6.
N 46 7 39 4 96
Hasil uji statistik univariat terhadap pertanyaan apakah responden akan meneruskan menggunakan alat kontrasepsi pria. Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Alasan responden menggunakan alat kontasepsi pria (ai6)
0 1 2
Value Label Tidak Pernah Baik Tidak baik
N 46 33 17
Descriptive Statistics Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot) Alasan responden Mean Std. Deviation Tidak Pernah .00 .00 Baik 2.12 .70 Tidak baik 2.88 .33 Total 1.24 1.30
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
N 46 33 17 96
II.
HASIL UJI STATISTIK MULTIVARIAT
Regression Variables Entered/Removedb Model 1
Variables Entered Sifat inovasi total, Lama pernikaha n pertama respoden, kesehatan fisik total, Tingkat pengetahu an total, Pengaruh istri responden untuk mengunak an alat kontrasep si pria (sitk3), Jumlah anak responden a sekarang
Variables Removed
Method
.
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot) d
Model Summary Adjusted Std. Error of Durbin Model R R Square R Square the Estimate Watson 1 .896a .866 .864 5.74450 1,964 a. Predictors: (Constant), Sifat inovasi total, Lama pernikahan pertama, kondisi kesehatan fisik, Tingkat pengetahuan, pengaruh istri untuk menggunakan alat kontrasepsi pria, Jumlah anak b. Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot)
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 27.785 101.548 129.333
df 6 89 95
Mean Square 4.631 1.141
F 4.059
Sig. .001a
a. Predictors: (Constant), Sifat inovasi total, Lama pernikahan pertama respoden, kesehatan fisik total, Tingkat pengetahuan total, Pengaruh istri responden untuk mengunakan alat kontrasepsi pria (sitk3), Jumlah anak responden sekarang b. Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot) a
Coefficients Unstandardized Coefficients B Std. Error 3.003 1.283 .348 .153 -.162 .176 .276 .134 -.228 .253 .649 .223
Model 1.
Standardized Coefficients Beta
(Constant) Tingkat Pengetahuan Jumlah anak Kondisi kesehatan fisk Lama pernikahan pertama Pengaruh istri untuk menggunakan alat kontrasepsi pria Sifat inovasi total .091 .239 a. Dependen Variable : Tingkat adopsi inovasi (aitot)
t
Sig.
.284 -.095 .266 -.087 .302
2.341 2.270 -.922 2.067 -.900 2.909
.021 .026 .359 .042 .371 .005
.036
.383
.703
Residuals Statisticsa Predicted Value Residual Std. Predicted Value Std. Residual
Minimum -.22 -1.865 -1.950 -1.746
Maximum 2.51 2.525 3.105 2.364
Mean .83 .000 .000 .000
a. Dependent Variable: Tingkat adopsi inovasi (aitot)
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
Std. Deviation .541 1.034 1.000 .968
N 96 96 96 96
LAMPIRAN 2
KUESIONER Nomor Kode
: ………………………………………………….
Tanggal Pengisian Kuesioner : ………………………………………………….
I.
IDENTITAS RESPONDEN.
1.
Nama Responden
2.
Pangkat.
3.
4.
a)
Perwira
b)
Bintara
c)
Tamtama
: ………………………………………………….
Tingkat Pendidikan. a)
SMP, SMU Sederajat.
b)
Diploma, Sarjana Muda, Akademi, S1, S2
Suku Bangsa. a)
Batak
b)
Jawa.
c)
Minang.
d)
Melayu.
e)
Suku Lainnya.
II.
KARAKTERISTIK PRAJURIT.
II.1.
TINGKAT PENGETAHUAN. 1.
Apakah Bapak dapat menyebutkan jenis alat kontrasepsi pria? Catatan : Jawaban boleh lebih dari satu jenis. 1. ………………………………………….. 2. ………………………………………….. 3. ………………………………………….. 4. …………………………………………..
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
5. ………………………………………….. 6. ………………………………………….. 2.
Menurut Bapak, apa manfaat dari penggunaan alat kontrasepsi pria? …………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………….
3.
Dimanakah Bapak dapat memperoleh alat kontrasepsi pria? …………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………….
II.2.
JUMLAH ANAK. 4.
Apakah Bapak sudah memiliki anak? 1.
Sudah.
2.
Belum.
Catatan : Kalau jawaban SUDAH lanjutkan ke pertanyaan berikut .. dst Kalau jawaban BELUM langsung ke pertanyaan No.8 ..dst 5.
6.
7.
Setelah menikah berapa tahun Bapak mempunyai anak? 1.
1 tahun.
2.
2 tahun.
3.
≥ 3 tahun.
Berapa orang anak Bapak sekarang? 1.
1 orang.
2.
2 orang.
3.
≥ 3 orang.
Berapa jumlah anak yang Bapak inginkan? 1.
1 orang.
2.
2 orang.
3.
≥ 3 orang.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
II.3
TINGKAT KESEHATAN FISIK. 8.
Apakah Bapak pernah mengalami gangguan hubungan suami istri akibat kesehatan fisik?
9.
1.
Sangat Sering.
2.
Cukup Sering.
3.
Tidak Pernah.
Kalau istri Bapak kurang sehat secara fisik, apakah Bapak bersedia menggunakan alat kontrasepsi pria untuk mencegah kehamilan pada istri Bapak.
II.4.
1.
Sangat Bersedia.
2.
Bersedia.
3.
Tidak Bersedia.
LAMA MENIKAH. 10.
11.
Sudah Berapa tahun Bapak menikah? 1.
1 tahun.
2.
2 tahun.
3.
≥ 3 tahun.
Apakah Bapak mengiginkan kelahiran anak pada tahun pertama pernikahan Bapak?
II.5.
1.
Sangat Setuju.
2.
Setuju.
3.
Tidak Setuju.
PENGARUH ISTRI. 12.
13.
Apakah istri Bapak menggunakan alat kontrasepsi wanita? 1.
Ya.
2.
Tidak.
Apakah istri Bapak mngetahui ada alat kontrasepsi untuk pria? 1.
Mengetahui.
2.
Tidak Mengetahui.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
14.
Apakah istri Bapak pernah menganjurkan untuk menggunakan alat kontrasepsi pria?
III.
1.
Sering.
2.
Pernah.
3.
Tidak Pernah.
SIFAT INOVASI. 15.
Menurut Bapak apakah menggunakan alat kontasepsi pria merupakan hal yang sulit untuk dilakukan?
16.
1.
Sangat Setuju.
2.
Setuju.
3.
Tidak Setuju.
Apakah Bapak setuju bahwa alat kontrasepsi pria lebih sederhana dibanding alat kontrasepsi untuk wanita.
17.
1.
Sangat Setuju.
2.
Setuju.
3.
Tidak Setuju.
Apakah Bapak membutuhkan informasi yang lebih banyak mengenai alat kontrasepsi pria?
18.
1.
Sangat Setuju.
2.
Setuju.
3.
Tidak Setuju.
Kalau informasi mengenai alat kontrasepsi pria sudah Bapak peroleh dengan jelas dan anak sudah cukup jumlahnya, apakah Bapak akan menggunakan alat kontrasepsi pria? 1.
Sangat Setuju.
2.
Setuju.
3.
Tidak Setuju.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
IV.
VARIABEL DEPENDEN TINGKAT ADOPSI INOVASI 19.
Apakah Bapak pernah menggunakan alat kontrasepsi pria? 1.
Pernah.
2.
Tidak Pernah.
Catatan : Kalau jawaban PERNAH teruskan ke pertanyaan No. 20.. dst. Kalau jawaban TIDAK PERNAH berhenti sampai disini. 20.
Jenis alat kontrasepsi pria apa yang pernah Bapak gunakan? Catatan : Jawaban boleh lebih dari satu jenis. 1. ………………………………………….. 2. ………………………………………….. 3. …………………………………………..
21.
Apa alasan Bapak menggunakan alat kontrasepsi tersebut? …………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………….
22.
Alat kontrasepsi jenis apa yang paling cocok Bapak gunakan? …………………………………………………………………………. …………………………………………………………………………. ………………………………………………………………………….
23.
24.
Apakah Bapak merasa nyaman dengan alat kontrasepsi tersebut? 1.
Sangat Nyaman.
2.
Nyaman.
3.
Tidak Nyaman.
Apakah Bapak akan meneruskan penggunaan alat kontrasepsi pria tersebut? 1.
Ya.
2.
Tidak.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.
RICARDO SUGANDA SIMANJUNTAK : TINGKAT ADOPSI INOVASI KB PRIA DI KALANGAN PRAJURIT WILAYAH MEDAN TAHUN 2007, 2008.