TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DENGAN MENGGUNAKAN JABATAN (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn)
SKRIPSI DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS HUKUM SUMATERA UTARA UNTUK MELENGKAPI TUGAS – TUGAS DAN MEMENUHI SYARAT – SYARAT GUNA MEMPEROLEH GELAR SARJANA HUKUM
RIO FERNANDO MANIK 050200239
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DENGAN MENGGUNAKAN JABATAN (studi putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn) ABSTRAKSI * Rio Fernando Manik ** Nurmalawati. SH, M.Hum *** Rafiqoh Lubis. SH, M.Hum Penggelapan (verduistering) diatur dalam bab XXIV (buku II) KUHP Pasal 372-377. Pengertian yuridis mengenai penggelapan itu sendiri diatur dalam ketentuan Pasal 372 KUHP. Pengertian dari penggelapan itu sendiri tidak dirumuskan secara khusus dalam KUHP. Penggelapan bukan berarti membuat sesuatu menjadi gelap atau tidak terang, namun memiliki pengertian yang lebih luas. Permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini adalah mengenai begaimanakah ketentuan yuridis tindak pidana penggelapan dalam jabatan dan bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan dalam jabatan berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn. Dalam penelitian skripsi ini metode yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif yaitu suatu metode yang berdasarkan atas studi kepustakaan untuk mendapatkan data yang sesuai dengan materi yang diperlukan. Ada beberapa bentuk tindak pidana penggelapan, baik dalam penggelapan dalam bentuk pokok yang diatur dalam Pasal 372 KUHP yang merupakan ketentuan yuridis dari tindak pidana penggelapan itu sendiri, penggelapan ringan yang diatur dalam Pasal 373 KUHP, penggelapan dalam bentuk pemberatan dimana ada ketentuan khusus yang menyebabkan tindak pidananya dijadikan alasan pemberatan yang diatur dalam Pasal 374 dan 375 KUHP dan tindak pidana penggelapan dalam keluarga yang diatur dalam Pasal 376 KUHP. Tindak pidana penggelapan dalam jabatan itu sendiri terdiri dari unsur-unsur objektif berupa perbuatan memiliki, objek kejahatan sebuah benda, sebagian atau seluruhnya milik orang lain dan dimana benda berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan dan unsur-unsur subjektif berupa kesengajaan dan melawan hukum. Selain itu ada beberapa unsur khusus yang digunakan terhadap tindak pidana penggelapan dalam jabatan yaitu karena adanya hubungan kerja, jabatan, dan mendapat upah khusus. Dari penelitian yang dilakukan penulis berdasarkan putusan yang dijatuhkan hakim dalam penanganan kasus penggelapan dalam jabatan dalam putusan No.3892/Pid.B/2008/PN-Mdn maka penulis menyimpulkan bahwa penjatuhan sanksi pidana yang dilakukan hakim terhadap terdakwa atas tuntutan penuntut umum terhadap Pasal 374 KUHP yaitu penggelapan dengan pemberatan adalah tepat karena unsur-unsur yang terdapat dalam ketentuan yuridis mengenai penggelapan yang terdapat dalam ketentuan Pasal 372 KUHP sudah terpenuhi, baik unsur objektif maupun subjekifnya. Selain itu ketentuan khusus yang memberatkan dalam hal ini terdakwa menggunakan jabatan yang dimilikinya untuk melakukan penggelapan juga sudah terpenuhi. Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah memberi karunia berupa kesehatan dan kemampuan untuk berpikir kepada penulis sehingga pada akhirnya penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini berjudul : “TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DENGAN MENGGUNAKAN JABATAN ( studi putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PNMdn )”. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan dalam rangka mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Departemen Hukum Pidana. Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Bapak Prof. Dr. Runtung, SH. M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2.
Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH. MH, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3.
Bapak Syafruddin, SH. MH, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4.
Bapak M. Husni, SH. M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
5.
Bapak Abul Khair, SH. M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
6.
Ibu Nurmalawati, SH. M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang telah sangat banyak dan penuh kesabaran untuk membimbing dan mengarahkan penulis di dalam penyelesaian skripsi ini.
7.
Ibu Rafiqoh Lubis, SH. M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah sangat banyak dan penuh kesabaran untuk membimbing dan mengarahkan penulis di dalam penyelesaian skripsi ini.
8.
Bapak/Ibu para Dosen dan seluruh staf adminisrtrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dimana penulis menimba ilmu selama ini.
9.
Terima kasih ananda ucapkan kepada papa dan mama terkasih yang merupakan panutan dalam hidup saya. Puji dan syukur sebesar-besarnya kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah menitipkan saya kepada orangtua yang sangat mencintai anak-anaknya. Motivasi, didikan dan bantuan baik berupa materi dan doa yang dipanjatkan Puji Tuhan tidak pernah berkekurangan saya terima dari papa dan mama. Papa yang keras dalam mendidik saya namun terarah dan penuh kasih, mama yang tak pernah mengeluh dalam menghadapi saya. Tuhan memberkati papa dan mama, amin.
10.
Terima kasih juga saya ucapkan untuk kakanda Esa Lona Ani Lena Manik, SE atas bimbingan dan semangat yang diberikan, serta kedua adinda Lucky Anggina Manik dan Dara Mayang Manik buat doa dan semangatnya. Abang
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
doakan biar kalian segera menyelesaikan pendidikan kalian juga yah. Tuhan memberkati, amin. 11.
Terima kasih juga untuk keluarga besar Ginting Manik dan Silaen atas doa dan motivasinya, kasih Tuhan selalu beserta kita, amin.
12.
Terima kasih juga saya ucapkan buat sahabat serta teman-teman dalam menjalani hidup ini, Bayu, Vici, Nasan, Qodri, Randi, Ipho, Inal. SH, Yunus. SH, Yoseph. SH, Nisa. SH, Fika. SE, Rene. SE, Hani. SE, Lidya. SE, Ester. S.Sos, Dewi. SH, Deus. SH, Fanie. S.Sos, Budi. S.Sos, Bang Cris, Abeth. S.Sos, Nelda. S.Sos, Helena. SH, Elfrida. SH, Andina. SH, Lisma. SH, Prisnok. SH, teman-teman semasa sekolah, teman-teman Cadaver FC dan teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Buat teman-teman yang sudah terlebih dahulu menyelesaikan pendidikannya saya doakan semoga sukses dalam dunia kerja, buat teman-teman yang masih menjadi mahasiswa saya doakan semoga segera menyusul teman-teman yang lebih dahulu menyelesaikan pendidikannya. Tuhan memberkati kita semua, amin.
13.
Terima kasih juga saya ucapkan untuk abang dan kakak senior dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas arahan, motivasi dan pengalaman yang dibagi.
14.
Terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-teman segerakan dalam Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia, terima kasih untuk doa dan semangatnya.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
15.
Dalam kesempatan ini saya juga ingin mengucapkan terima kasih secara khusus buat seorang teman dan sahabat yang terkasih, Sarah Ursula Vivany Simanjuntak. S.Sos atas doa dan dukungan serta bantuan yang tidak pernah berhenti mengalir kepada saya selama pengerjaan skripsi ini. Terima kasih ya la sudah mau menemani, menjaga, membantu saya. Semoga usaha yang sampai saat ini kita jalani dapat berakhir dengan indah, amin. Demikianlah penulis sampaikan, kiranya skripsi ini dapat bermanfaat
untuk menambah dan memperluas cakrawala berpikir kita semua.
Medan,
Desember 2009
Penulis
( Rio Fernando Manik )
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK................................................................................................................ i KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii DAFTAR ISI ........................................................................................................... v BAB I
: PENDAHULUAN .................................................................................. 1 A. Latar Belakang .................................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ............................................................................ 5 C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan ............................................ 6 D. Keaslian Penulisan .............................................................................. 6 E. Tinjauan Kepustakaan .......................................................................... 7 1.Pengertian Tindak Pidana dan Pemidanaan ...................................... 7 2. Pertanggungjawaban Pidana .......................................................... 13 3. Pengertian Tindak Pidana Penggelapan ......................................... 19 F. Metode Penelitian .............................................................................. 20
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
G. Sistematika Penulisan ....................................................................... 22 BAB II : KETENTUAN JURIDIS TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM JABATAN ............................................................................ 23 A. Faktor - faktor Penyebab Timbulnya Tindak Pidana Penggelapan .... 23 B. Bentuk – bentuk Tindak Pidana Penggelapan .................................... 30 C. Unsur - unsur Tindak Pidana Penggelapan Dalam Jabatan ................. 35
BAB III : PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DENGAN MENGGUNAKAN JABATAN DALAM PUTUSAN PN NOMOR : 3892/Pid.B/2008/PN-MEDAN ............................................................ 45 A. Kasus ................................................................................................ 45 1. Kronologis ................................................................................... 45 2. Dakwaan ...................................................................................... 47 3. Fakta Hukum ............................................................................... 48 4. Tuntutan ....................................................................................... 65 5. Pertimbangan Hakim .................................................................... 66 6. Putusan ........................................................................................ 69 Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
B. Analisis Kasus ................................................................................... 70 1. Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Penggelapan Dalam Jabatan .................................................................................. 70 2. Pemidanaan Hakim Dalam Kaitannya Dengan Penanggulangan Kejahatan.......................................................................................... 76 BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 79 A. Kesimpulan ....................................................................................... 79 B. Saran ................................................................................................. 81 DAFTAR PUSTAKA
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Modernisasi di berbagai bidang kehidupan seiring dengan tuntutan perkembangan jaman, membawa masyarakat menuju pada suatu tatanan kehidupan dan gaya hidupyang serba mudah dan praktis. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi salah satu faktor penentu bagi suatu peradaban yang modern. Keberhasilan yang dicapai dalam bidang ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi tentu saja akan membawa suatu negara pada kesejahteraaan dan kemakmuran rakyatnya. Namun sejalan dengan kemajuan yang telah dicapai secara bersamaan dalam bidang ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan tindak pidanapun tidak dapat disangkal. Sebagaimana dialami negara-negara yang sedang berkembang maupun negara yang maju sekalipun, setiap pencapaian kemajuan di bidang ekonomi dan iptek selalu saja diikuti dengan kecenderungan dan peningkatan penyimpangan serta kejahatan baru dibidang ekonomi dan sosial
Paradigma
dalam
bidang
penegakan
hukum
memandang
bahwa
pertumbuhan tingkat kejahatan dengan tingkat kemajuan ilmu pengetahuan dan Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
teknologi sebagai suatu hubungan yang positif atau berbanding searah, yaitu bahwa suatu kejahatan akan selalu berkembang sejalan dengan kemajuan yang dicapai dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini dapat dilihat dari sebagaimana yang dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang ataupun negara-negara yang maju dimana setiap pencapaian kemajuan di bidang ekonomi dan iptek selalu
saja diikuti dengan kecenderungan dan peningkatan
penyimpangan serta kejahatan baru di bidang ekonomi dan sosial. Hal ini dikarenakan kemajuan dari ekonomi ataupun ilmu pengetahuan dan teknologi seringkali tidak sejalan dengan semangat kemanusiaan yang berakibat timbulnya faktor-faktor negatif yang merupakan perwujudan dari tindak pidana yang dapat menimbulkan gangguan ketentraman, keamanan dan terkadang mendatangkan kerugian materiil ataupun immaterial yang cukup besar baik terhadap masyarakat ataupun terhadap negara. Oleh karena itu, dapatlah dikatakan bahwa tindak kejahatan akan semakin berkembang seiring dengan tingkat perkembangan dari peradaban manusia itu sendiri. Tindak pidana sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi mungkin tidak akan pernah berakhir sejalan dengan perkembangan dan dinamika sosial yang terjadi dalam masyarakat. Masalah tindak pidana ini nampaknya akan terus berkembang dan tidak pernah surut baik dilihat dari segi kualitas maupun kuantitasnya, perkembangan ini menimbulkan keresahan bagi masyarakat dan pemerintah. Hukum pidana sebagai alat atau sarana bagi penyelesaian terhadap problematika ini diharapkan mampu memberikan solusi yang tepat. Oleh karena Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
itu, pembangunan hukum dan hukum pidana pada khususnya, perlu lebih ditingkatkan dan diupayakan secara terarah dan terpadu, antara lain kodifikasi dan unifikasi bidang-bidang hukum tertentu serta penyusunan perundang-undangan baru yang sangat dibutuhkan guna menjawab semua tantangan dari semakin meningkatnya kejahatan dan perkembangan tindak pidana. Pengaktualisasian kebijakan hukum pidana merupakan salah satu faktor penunjang bagi penegakan hukum pidana , khususnya penanggulangan tindak kejahatan. Kebijakan hukum pidana sebagai suatu bagian dari upaya unuk menanggulangi kejahatan dalam rangka mensejahterakan masyarakat, maka tindakan unuk mengatur masyarakat dengan sarana hukum pidana terkait erat dengan berbagai bentuk kebijakan dalam suatu proses kebijakan sosial yang mengacu pada tujuan yang lebih luas. Sebagai salah atau alternative penanggulangan kejahatan, maka kebijakan hukum pidana adalah bagian dari “kebijakan kriminal”. Kebijakan atau upaya penanggulangan kejahatan pada hakikatnya merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (social defence) dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare). 1 Dari berbagai macam tindak pidana yang terjadi dalam masyarakat salah satunya adalah kejahatan penggelapan, bahkan dewasa ini banyak sekali terjadi tindak pidana penggelapan dengan berbagai macam bentuk dan perkembangannya yang menunjuk pada semakin tingginya tingkat intelektualitas dari kejahatan penggelapan yang semakin kompleks. 1
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Prenada Media Group, Jakarta, 2008, Hal 2. Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
Tindak pidana penggelapan merupakan suatu suatu tindak pidana yang berhubungan dengan masalah moral ataupun mental dan suatu kepercayaan atas kejujuran seseorang. Oleh karena itu tindak pidana ini bermula dari adanya suatu kepercayaan pihak yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana penggelapan tersebut. Tindak pidana penggelapan adalah salah satu jenis kejahatan terhadap kekayaan manusia yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP). Tindak pidana pengelapan itu sendiri diatur di dalam buku kedua tentang kejahatan di dalam Pasal 372 – Pasal 377 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Seiring dengan perkembangan ekonomi dan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka hal ini menyebabkan peningkatan terhadap pembangunan nasional di segala bidang, maka peran serta pihak swasta semakin meningkat pula di dalam pelaksanaan pembangunan. Keadaan tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung menuntut lebih aktifnya kegiatan usaha. Salah satu kegiatan usaha pihak swasta yang berkembang adalah perusahaan-perusahaan swasta yang bergerak di dalam bidang penjualan alat-alat transportasi. Hal ini dikarenakan kebutuhan masyarakat akan transportasi semakin meningkat guna mendukung aktivitas dari kegiatan masyarakat seiring dengan kemajuan ekonomi dan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri. Perusahaan-perusahaan swasta tersebut pada umumnya melakukan penjualan baik yang dilakukan secara kredit ataupun kontan. Akan tetapi masyarakat pada umumnya lebih banyak melakukan pembayaran secara kredit, karena hanya dengan membayar uang muka sesuai Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
dengan kesepakatan maka masyarakat sudah dapat memiliki alat transportasi dengan membayar secara angsuran sisa dari pembayaran yang besarnya sesuai dengan kesepakatan yang ditentukan dalam perjanjian dan selama waktu tertentu. Akan tetapi sistem yang digunakan untuk memudahkan masyarakat untuk dapat memiliki alat transportasi secara kredit terkadang sering disalahgunakan oleh beberapa pihak tertentu untuk melakukan tindak pidana kejahatan berupa penggelapan yang dilakukan terhadap sisa angsuran pembayaran alat transportasi. Tindak penggelapan dapat dilakukan oleh pihak yang berada di dalam ataupun di luar lingkungan perusahan, namun pada umumnya dilakukan oleh pihak yang berada di dalam lingkungan perusahaan, karena biasanya pihak tersebut memahami mengenai pengendalian internal yang berada di dalam perusahan tempat ia bekerja sehingga bukanlah hal yang sulit untuk melakukan tindak penggelapan. Setiap perusahaan atau institusi apapun juga rentan akan terjadinya penggelapan, terlebih-lebih perusahaan. Dapat dibayangkan betapa berat beban yang ditanggung oleh perusahaan ketika laba perusahaan lebih banyak menguap ditengah jalan. Hal inilah yang akhir-akhir ini dikhwatirkan oleh manajemen perusahaan-perusahan
swasta atas timbulnya
kecurangan di
lingkungan
perusahannya. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan di atas menjadi sebuah judul “TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DENGAN MENGGUNAKAN JABATAN (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/ PN-Mdn).” Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
B. Perumusan Masalah Sehubungan dengan latar belakang penulisan judul skripsi seperti yang diutarakan di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan yang akan diangkat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah ketentuan juridis tindak pidana penggelapan dalam jabatan? 2. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan dalam jabatan dalam putusan Pengadilan Negeri Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn ? C. Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan dalam membahas dan menggunakan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui faktor-faktor pendorong timbulnya tindak pidana penggelapan dalam jabatan. 2. Untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan dalam jabatan dalam putusan Pengadilan Negeri Nomor 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn. Manfaat Penulisan Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
Adapun manfaat penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Secara teoritis, penulisan skripsi ini merupakan suatu sumbangsih yang ditujukan kepada para pembaca untuk semakin memahami pengetahuan ilmu hukum pada umumnya dan tentang penggelapan dengan menggunakan jabatan pada khususnya. 2. Secara praktis, penulisan skripsi ini diharapkan memberikan masukan bagi aparat penegak hukum dalam menyelesaikan tindak pidana penggelapan dengan menggunakan jabatan.
D. Keaslian Penulisan Dalam
penulisan
skripsi
yang
berjudul
“TINDAK
PIDANA
PENGGELAPAN DENGAN MENGGUNAKAN JABATAN (Studi Putusan : No.3892/Pid.B/2008/PN-Mdn) penulis bertolak dari kejahatan yang dilakukan terhadap harta kekayaan khususnya kejahatan penggelapan yang diatur dalam Pasal 372 – 377 KUHP. Berpedoman pada hal diatas penulisan skripsi ini didasarkan oleh ide, gagasan, maupun pemikiran secara pribadi dari awal hingga akhir berdasarkan penelusuran di perpustakaan USU. Penulisan yang sama belum pernah dilakukan terhadap judul skripsi di atas, dan apabila ternyata dikemudian hari terdapat judul dan permasalahan yang sama maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap skripsi ini.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Tindak Pidana dan Pemidanaan. Ada dua istilah yang dipakai dalam bahasa belanda, yaitu strafbaar feit dan istilah delict yang mempunyai makna sama. Delict diterjemahkan dengan delik saja, sedangkan strafbaar feit dalam bahasa Indonesia mempunyai beberapa arti dan belum diperoleh kata sepakat diantara para sarjana Indonesia mengenai alih bahasa. Ada yang menggunakan terjemahan : perbuatan pidana ( Moeljatno, dan Roeslan Saleh), peristiwa pidana (konstitusi RIS, UUDS 1950 Tresna serta Utrechet), tindak pidana
( Wirjono Prodjodikoro), delik (Satochid Kartanegara,
A.Z Abidin dan Andi Hamzah). Namun dari berbagai salinan ke bahasa Indonesia tersebut yang dimaksud dengan berbagai istilah tersebut ialah strafbaar feit.2 Pembentuk undang-undang kita telah menggunakan perkataan strafbaar feit untuk menyebutkan apa yang kita kenal sebagai “tindak pidana” di dalam KUHP tanpa memberikan suatu penjelasan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan perkataan strafbaar feit. Perkataan feit sendiri di dalam bahasa belanda berarti “ sebahagian dari suatu kenyataan” sedang strafbaar feit itu dapat diterjemahkan sebagai suatu kenyataan yang dapat dihukum, yang sudah barang tentu tidak tepat, oleh karena kelak akan kita ketahui bahwa yang dapat dihukum
2
Martiman Prodjo Hamidjojo, Memahami Dasar – Dasar Hukum Pidana, P.T Pradnya Paramita, Jakarta, 1997, Hal 15. Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan. 3 Beberapa pakar hukum pidana memberikan definisi mengenai straafbaar feit antara lain : Menurut pompe pengertian strafbaar feit dibedakan : a. Menurut teori memberikan pengertian strafbaar feit adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum. b. Definisi menurut hukum positif, merumuskan pengertian strafbaar feit adalah suatu kejadian (feit) yang oleh peraturan undang-undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum. Sejalan dengan definisi yang membedakan antara pengertian menurut teori dan menurut hukum positif itu, juga dapat dikemukakan pandangan dari J.E. Jonkers yang telah memberikan defenisi strafbaar feit menjadi dua pengertian: a. Definisi pendek memberikan pengertian strafbaar feit adalah suatu kejadian (feit) yang dapat diancam pidana oleh undang-undang. b. Definisi panjang atau lebih mendalam yang memberikan pengertian strafbaar feit adalah suau kelakuan yang melawan hukum berhubung dilakukan dengan sengaja atau alpa oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan. 4
3
P.A.F Lamintang, Dasar – dasar Hukum Pidana Indonesia, P.T Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, Hal 181. 4 Bambang Poernomo, Asas – Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985, Hal 91. Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
Simons mengatakan bahwa strafbaar feit adalah kelakuan yang diancam pidana yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Sedangkan Vos berpendapat bahwa strafbaar feit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan undang-undang. 5 Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa strafbaar feit mempunyai dua arti yaitu menunjuk kepada perbuatan yang diancam dengan pidana oleh undang-undang, dan menunjuk kepada perbuatan yang melawan hukum
yang
dilakukan
dengan
kesalahan
oleh
orang
yang
dapat
dipertanggungjawabkan. Hal ini sesuai dengan pandangan dari Pompe yang menyebutkan definisi menurut hukum positif dan menurut teori, sedangkan bagi Jonkers menyebutkan sebagai definisi pendek dan definisi panjang. Bagi Vos lebih menjurus kepada pengertian strafbaar feit dalam arti menurut hukum positif atau definisi pendek, hal ini akan berbeda dengan Simons yang memberikan pengertian strafbaar feit dalam arti menurut teori atau definisi yang panjang. 6 Pemidanaan merupakan bagian terpenting dalam hukum pidana, karena merupakan puncak dari seluruh proses mempertanggungjawabkan seseorang yang telah bersalah melakukan tindak pidana. Hukum pidana tanpa pemidanaan berarti menyatakan seseorang bersalah tanpa ada akibat yang pasti terhadap kesalahan tersebut. Dengan demikian, konsepsi tentang kesalahan mempunyai pengaruh
5 6
Martiman Prodjohamidjojo, Op. Cit, Hal 15-16. Bambang Poernomo, Op. Cit, Hal 92.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
yang signifikan terhadap pengenaan pidana dan proses pelaksanaannya. Jika kesalahan dipahami sebagai ‘dapat dicela’ maka di sini pemidanaan merupakan perwujudan dari celaan tersebut. 7 Tujuan pengenaan pidana atau pemidanaan selalu menjadi perdebatan para ahli hukum pidana, dari waktu ke waktu. Tidak mengherankan apabila para ahli hukum akan gembira sekali jika dapat menentukan dengan pasti tujuan yang ingin dicapai dengan adanya penjatuhan pidana dan pemidanaan itu. 8 Tujuan pengenaan pidana atau pemidanaan umumnya dihubungkan dengan dua pandangan besar, yaitu retributivism dan utilitarianism. Sekalipun kedua pandangan ini umumnya diikuti dan kemudian dikembangkan dalam tradisi masing-masing, tetapi baik Negara-negara yang menganut common law system maupun civil law system, menjadikan kedua pandangan ini sebagai pangkal tolak penentuan tujuan pengenaan pidana atau pemidanaan. Peletak dasar retributivism adalah Kant. Paham ini sangat berpengaruh dalam hukum pidana, terutama dalam menentukan tujuan pemidanaan. Pada pokoknya, paham ini menentukan bahwa tujuan pengenaan pidana atau pemidanaan adalah membalas perbuatan pelaku. Hal ini umumnya dijelaskan dengan teori pembalasan atau retributive. 9 Teori pembalasan mengatakan bahwa pidana tidaklah bertujuan praktis, seperti memperbaiki penjahat. Kejahatan itu 7
Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2006, Hal 125. 8 Ibid, Hal 127. 9
Chairul Huda, Op. Cit, Hal 128.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
sendirilah yang mengandung unsur-unsur untuk dijatuhkannya pidana, hal ini berarti setiap kejahatan harus berakibat dijatuhkan pidana terhadap pelanggar. Oleh karena itu maka teori ini disebut teori absolut. Pidana merupakan tuntutan mutlak, bukan hanya sesuatu yang perlu dijatuhkan tetapi menjadi suatu keharusan. Hakikat suatu pidana adalah pembalasan. 10 Menurut teori ini, pemidanaan diberikan karena si pelaku harus menerima sanksi itu demi kesalahannya. Pemidanaan menjadi retribusi yang adil bagi kerugian yang sudah diakibatkan. Berbeda halnya dengan utilitarianism yang diletakan dasar-dasarnya oleh Bentham. Pandangan ini terutama menentukan bahwa, pemidanaan mempunyai tujuan berdasarkan manfaat tertentu, dan bukan hanya sekedar membalas perbuatan pembuat (teori manfaat atau teori tujuan). Pidana bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan kepada orang yang telah melakukan suatu tindak pidana, tetapi mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat.11 Manfaat terbesar dengan dijatuhkannya pidana terhadap pembuat adalah pencegahan dilakukannya tindak pidana. Baik pencegahan atas pengulangan oleh pembuat, maupun pencegahan mereka yang sangat mungkin melakukan tindak pidana tersebut. Pada pokoknya menurut teori pembalasan tujuan pengenaan pidana adalah membalas atas tindak pidana yang dilakukan oleh pembuat, sedangkan menurut
10 11
Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2008, Hal 31. Chairul Huda, Op. Cit, Hal 129.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
teori manfaat, tujuan tersebut terutama adalah mencegah pembuat mengulangi dan masyarakat melakukan tindak pidana tersebut. Kedua tujuan pengenaan pidana atau pemidanaan tersebut oleh para ahli hukum pidana kerap kali ditempatkan secara berhadap-hadapan. Hal ini menyebabkan seolah-olah keduanya saling bertentangan Dalam KUHP tujuan pengenaan pidana tidak dirumuskan secara eksplisit. Namun demikian, Rancangan KUHP sebaliknya. Dalam hal ini, tujuan pengenaan pidana atau pemidanaan, baik bersifat pembalasan maupun pencegahan, dirumuskan secara lebih gamblang. Mengenai tujuan pencegahan dirumuskan secara eksplisit. Hal ini terlihat jelas dalam rumusan Pasal 51 Ayat (1) huruf a dan b. Pemidanaan bertujuan mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat. Sementara itu, tujuan pembalasan dirumuskan lebih secara implisit.”Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat’, adalah tujuan-tujuan pengenaan pidana atau pemidanaan yang dapat dilakukan dengan menjatuhkan (membalas) pidana terhadap pembuat suatu tindak pidana. 12 Teori ini sering disebut dengan teori tujuan. Kemudian timbul golongan selanjutnya yang menyatakan bahwa tujuan pemidanaan merupakan gabungan dari teori pembalasan dan teori tujuan. Penganut dari teori ini antara lain adalah Binding. Dikatakan bahwa teori 12
Chairul Huda, Op. Cit, Hal 140.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
pembalasan dan tujuan masing-masing menpunyai kelemahan-kelemahan yang dikemukakan sebagai berikut : Terhadap teori pembalasan : a. Sukar menentukan berat/ringannya pidana, atau ukuran pembalasan tidak jelas. b. Diragukan adanya hak negara untuk menjatuhkan pidana sebagai pembalasan. c. Hukuman pidana sebagai pembalasan tidak bermanfaat bagi masyarakat. Terhadap teori tujuan : a. Pidana hanya ditujukan untuk mencegah, sehingga dijatuhkan pidana yang berat baaik oleh teori pencegahan umum maupun teori pencegahan khusus. b. Jika ternyata kejahatan itu ringan maka penjatuhan pidana yang berat tidak akan memenuhi rasa keadilan. c. Bukan hanya masyarakat yang harus diberi kepuasan, tetapi juga kepada penjahat itu sendiri. 13 Maka oleh karena itu, tidak hanya mempertimbangkan masa lalu, tetapi juga harus bersamaan mempertimbangkan masa datang. Dengan demikian penjatuhan suatu pidana harus memberikan rasa kepuasan baik bagi hakim maupun kepada penjahat itu sendiri disamping kepada masyarakat. Jadi harus ada keseimbangan antara pidana yang dijatuhkan dengan kejahatan yang dilakukan.
13
S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya, Alumni Ahaem, Jakarta, 1996, Hal 62. Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
2. Pertanggungjawaban Pidana Pasal
36
RUU
KUHP
tahun
2006
merumuskan
bahwa
pertanggungjawaban pidana adalah diteruskannya celaan yang objektif yang ada pada tindak pidana dan secara subjektif kepada seseorang yang memenuhi syarat untuk dapat dijatuhi pidana karena perbuatannya itu. Dengan diteruskannya celaan yang objektif ada pada tindak pidana berdasarkan hukum yang berlaku, secara subjektif kepada pembuat yang memenuhi syarat-syarat undang-undang untuk dapat dikenai pidana karena perbuatannya itu, maka lahirlah pertanggungjawaban pidana. 14 Moeljatno mengatakan ,”orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana) kalau dia tidak melakukan perbuatan pidana”. Dengan demikian, pertanggungjawaban pidana hanya akan terjadi jika sebelumnya telah ada seseorang yang melakukan tindak pidana. Sebaliknya, eksistensi suatu tindak pidana tidak tergantung pada apakah ada orang-orang yang pada kenyataannya melakukan tindak pidana tersebut. Terdapat sejumlah perbuatan yang tetap menjadi tindak pidana sekalipun tidak ada orang yang dipertanggungjawabkan karena telah ..melakukannya. Dengan demikian, tidak mungkin seseorang dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana, jika yang bersangkutan tidak melakukan tindak pidana. Hanya dengan melakukan tindak pidana, seseorang
14
Djoko Prakoso, Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia, Liberty, Yokyakarta, 1987, Hal 75. Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
dapat dimintai pertanggungjawaban. 15 Artinya bahwa tindak pidana tidak berdiri sendiri, itu baru bermakna apabila terdapat pertanggungjawaban pidana. Ini berarti setiap orang yang melakukan tindak pidana tidak dengan sendirinya harus dipidana. Untuk dapat dipidana harus ada pertanggungjawaban pidana.Dasar adanya tindak pidana adalah azas legalitas yang dalam peraturan perundang-undangan ini disebutkan dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP “Tiada suatu perbuatan boleh dihukum, melainkan atas kekuatan ketentuan pidana dalam undang-undang, yang ada terdahulu dari pada perbuatan itu”.
Sedangkan dasar dari dipidananya pembuat adalah azas tidak dipidana jika tidak ada kesalahan, yang dirumuskan pula dalam Pasal 28 peraturan perundang-undangan ini. Kesalahan adalah keadaan jiwa orang yang melakukan perbuatan dan hubungannya dengan perbuatan yang dilakukan, yakni sedemikian rupa sehingga orang itu dapat cela melakukan perbuatan tersebut. 16 Dicelanya subjek hukum manusia karena melakukan tindak pidana, hanya dapat dilakukan terhadap mereka yang keadaan batinnya normal. Dengan kata lain, untuk adanya kesalahan pada diri pembuat diperlukan syarat keadaan batin yang normal. Keadaan batin yang normal sebagai syarat kesalahan, bukan terletak pada kenormalan “fungsi”. Jadi 15 16
Chairul Huda, Op. Cit, Hal 19. Djoko Prakoso, Op. Cit, Hal 76-77.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
bukan terletak pada kehendaknya. Akan tetapi kenormalan ‘keadaan’ batin itu sendiri, sehingga lebih merupakan keadaan akalnya. Fungsi batin akan dengan sendirinya normal jika keadaan akalnya adalah normal. Fungsi batin dapat saja tidak normal jika ada unsur eksternal yang menekannya. Dengan demikian, keadaan batinnya normal, tetapi tidak dapat berfungsi secara normal. Moeljatno mengatakan, “hanya terhadap orang-orang yang keadaan jiwanya normal sajalah dapat kita harapkan akan mengatur tingkah lakunya sesuai dengan pola yang telah dianggap baik oleh masyarakat”.17 Keadaan batin yang normal ditentukan oleh faktor akal pembuat. Akalnya dapat membeda-bedakan perbuatan yang boleh dilakukan dan perbuatan yang tidak boleh dilakukan. Kemampuan pembuat untuk membedakan perbuatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan, menyebabkan yang bersangkutan dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana, ketika melakukan suatu tindak pidana. Dapat dipertanggungjawabkan pembuat dalam hal ini berarti pembuat memenuhi syarat untuk dipertanggungjawabkan. Mengingat azas ‘tiada pertanggungjawaban
pidana
tanpa
kesalahan‘,
maka
pembuat
dapat
dipertanggungjawabkan jika mempunyai kesalahan. Dengan demikian, keadaan batin pembuat yang normal atau akalnya mampu membedakan perbuatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan, atau dengan kata lain mampu bertanggung jawab, merupakan sesuatu yang berada di luar pengertian kesalahan.
17
Chairul Huda, Op. Cit, Hal 88.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
Mampu bertanggung jawab adalah syarat kesalahan, sehingga bukan merupakan bagian dari kesalahan itu sendiri. Oleh karena itu, terhadap subjek hukum
manusia,
mampu
bertanggung
jawab
merupakan
unsur
pertanggungjawaban pidana, sekaligus syarat adanya kesalahan. Tindak
pidana
yang
dilakukan
oleh
orang-orang
yang
mampu
bertanggung jawab selalu dianggap dilakukan dengan kesengajaan atau kealpaan. Kesengajaan dan kealpaan adalah bentuk-bentuk kesalahan. 18 Jadi untuk adanya kesalahan, hubungan antara keadaan bathin dengan perbuatannya (atau dengan suatu keadaan bathin dengan perbuatan) yang menimbulkan celaan tadi harus berupa kesengajaan atau kealpaan. Dikatakan bahwa kesengajaan (dolus) dan kealpaan (culpa) adalah bentuk-bentuk kesalahan. Di luar dua bentuk ini, KUHP kita (dan kira-kira juga lain-lain Negara) tidak mengenal macam kesalahan lain. 19 Untuk membuktikan kesengajaan dapat ditempuh dua jalan, yaitu dengan membuktikan adanya hubungan sebab akibat dalam pikiran terdakwa antara motif dan tujuannya, atau membuktikannya adanya penginsyafan atau membuktikan adanya pengertian terhadap apa yang dilakukan serta akibat-akibat dan keadaankeadaan yang menyertainya. Dalam keadaan-keadaan tertentu, pembuat tidak dapat berbuat lain yang berujung pada terjadinya tindak pidana, sekalipun sebenarnya tidak diinginkannya. Dalam kejadian tersebut, tidak pada tempatnya apabila masyarakat masih mengharapkan kepada yang bersangkutan untuk tetap
18 19
Djoko Prakoso, Op. Cit, Hal 79. Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, Hal 161.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
pada jalur yang telah ditetapkan hukum. Dengan kata lainnya, terjadinya tindak pidana adakalanya tidak dapat dihindari oleh pembuat, karena sesuatu yang berasal dari luar dirinya. Faktor eksternal yang menyebabkan pembuat tidak dapat berbuat lain mengakibatkan kesalahannya menjadi terhapus. Artinya, pada diri pembuat terdapat
alasan-alasan
penghapus
kesalahan.
Dengan
demikian,
pertanggungjawaban pidana masih ditunggukan sampai dapat dipastikan tidak ada alasan yang menghapuskan kesalahan pembuat. Sekalipun pembuatnya dapat dicela, tetapi dalam hal-hal tertentu celaan tersebut menjadi hilang atau celaan tidak dapat diteruskan terhadapnya, karena pembuat tidak dapat berbuat lain, selain melakukan perbuatan tersebut. 20 Kesengajaan adalah pertanda kesalahan yang utama. Alasan penghapus kesalahan selalu tertuju pada “tekanan” dari luar yang ditujukan kepada kehendak bebas pelaku, sehingga ‘memaksanya’ melakukan tindak pidana. Tekanan dari luar diri pelaku inilah yang dikatakan sebagai kondisi luar pelaku yang tidak normal. Kondisi tersebut menekan bathin pembuat, sehingga kehendaknya tidak lagi bebas. Kehendak yang tidak bebas inilah yang kemudian berakibat pada dilakukannya tindak pidana dengan sengaja, tetapi hal itu tidak dapat dicelakan terhadapnya. Namun demikian, hampir sulit menentukan apakah alasan penghapus kesalahan juga berlaku terhadap pembuat yang melakukan tindak pidana karena kealpaan.
20
Chairul Huda, Op. Cit, Hal 118-119.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
Tidak dapat dicelanya pembuat karena memiliki alasan pemaaf ketika melakukan tindak pidana, berkaitan dengan pengertian kesalahan dalam hubungannya dengan fungsi preventif maupun fungsi represif hukum pidana. Dapat
dicelanya
pembuat
mempunyai
pengertian
baik
dapat
dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana maupun dapat dijatuhi pidana. Adanya alasan pemaaf menyebabkan pembuat tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak dapat dipidana. 21 Di atas telah dikatakan, bahwa pemisahan antara keadaan bathin dengan hubungan antara keadaan tersebut dengan perbuatannya, sesungguhnya tidak mungkin. Kiranya sekarang menjadi lebih jelas kebenaran ucapan tersebut, sebab kesengajaan tak dapat dipikirkan kalau tidak ada kemampuan bertanggung jawab. Begitu pula kesengajaan dan kealpaan. Juga adanya alasan pemaaf tidak mungkin, kalau orang tidak mampu bertanggung jawab atau tidak mempunyai salah satu bentuk kesalahan. Selanjutnya
disamping itu jangan dilupakan pula, bahwa
semua unsur-unsur kesalahan tadi harus dihubungkan dengan perbuatan pidana yang telah dilakukan. Dengan demikian ada beberapa syarat yang harus dipenuhi terhadap konsepsi pertanggungjawaban pidana, yaitu : a. Ada suatu tindak pidana yang dilakukan pembuat. b. Ada unsur kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan. c. Ada pembuat yang mampu bertanggung jawab.
21
Chairul Huda, Op. Cit, Hal 120-121.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
d. Tidak ada alasan pemaaf. 22
3. Pengertian Tindak Pidana Penggelapan Bab
XXIV
(buku
II)
KUHP
mengatur
tentang
penggelapan
(verduistering),yang terdiri dari 6 Pasal (Pasal 372 s/d Pasal 377). Pengertian yuridis mengenai penggelapan dimuat dalam Pasal 372 yang dirumuskan sebagai berikut: “Barangsiapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan barang itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan, dihukum karena penggelapan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.900,00” Rumusan itu disebut atau diberi kualifikasi penggelapan. Rumusan di atas tidak memberi arti sebagai membuat sesuatu menjadi gelap atau tidak terang, seperti arti kata yang sebenarnya. Perkataan verduistering diterjemahkan secara harfiah dengan penggelapan, bagi masyarakat Belanda diberikan arti secara luas (figurlijk), bukan diartikan seperti arti kata yang sebenarnya sebagai membikin sesuatu menjadi tidak terang atau gelap. Sebagai contoh seseorang dititipi sebuah sepeda oleh temannya, karena memerlukan uang, sepeda itu dijualnya. Tampaknya sebenarnya penjual ini menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan temannya itu dan tidak berarti sepeda itu dibikinnya menjadi gelap atau tidak terang. Lebih mendekati 22
Moeljatno, Op. Cit, Hal 164.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
pengertian bahwa petindak tersebut menyalahgunakan haknya sebagai yang menguasai benda, hak mana tidak boleh melampaui dari haknya sebagai seorang yang diberi kepercayaan untuk menguasai atau memegang sepeda itu. 23 Penggelapan adalah kejahatan yang hampir sama dengan dengan pencurian yang terdapat dalam Pasal 362 KUHP. Bedanya ialah bahwa pada pencurian barang yang dimiliki itu masih belum berada ditangan pencuri dan masih harus diambilnya, sedang pada penggelapan waktu memilikinya barang itu sudah ada ditangan sipembuat tidak dengan jalan kejahatan.
F. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan penulis adalah sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah normatif yuridis dimana penelitian dilakukan dan ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis atau bahan-bahan lainnya. 2. Data dan Sumber Data Di dalam penyusunan skripsi ini, data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder diperoleh dari :
23
Adam Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Bayumedia, Malang, 2003, Hal 70.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan di bidang hukum yang mengikat, antara lain Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 372-377 mengenai penggelapan dan peraturan perundang-undangan lain yang mengikat. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yaitu hasil karya para ahli hukum berupa buku-buku, pendapat sarjana, dan kasus yang berhubungan dengan skripsi ini. c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu kamus hukum dan lain-lain. 3. Metode Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini, maka metode yang digunakan adalah penelitian kepustakaan ( Library Research ). Penelitian kepustakaan merupakan suatu metode yang berdasarkan atas studi kepustakaan untuk mendapatkan data yang sesuai dengan materi yang diperlukan. Data yang diperoleh diambil melalui berbagai sumber bacaan seperti buku, majalah, surat kabar, internet, pendapat sarjana maupun literatur lain. 4. Analisis Data
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
Dalam penulisan ini analisis data yang digunakan adalah secara kualitatif, yaitu apa yang diperoleh dari penelitian lapangan secara tertulis dan lisan dipelajari secara utuh dan menyeluruh. G. Sistematika Penulisan -
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis menjelaskan tentang latar belakang masalah yang diangkat, perumusan masalah yang dibahas, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan.
-
BAB II KETENTUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM JABATAN Dalam bab II ini penulis menguraikan mengenai faktor penyebab timbulnya tindak pidana penggelapan dalam jabatan, bentuk tindak pidana penggelapan dan unsur-unsur tindak pidana penggelapan.
-
BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM PUTUSAN PN No : 3892/ Pid. B/ 2008/ PN-Mdn. Dalam bab III ini akan diuraikan mengenai kronologis, dakwaan, fakta hukum, tuntutan, pertimbangan hakim, putusan serta pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana penggelapan dan pemidanaan hakim dalam kaitannya dengan penanggulangan kejahatan.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
-
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN Merupakan bagian akhir yang berisikan beberapa kesimpulan dan saran dari hasil penulisan dan kaitannya dengan masalah yang diidentifikasikan.
BAB II Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
KETENTUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM JABATAN
A. Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Tindak Pidana Penggelapan Kejahatan penggelapan dapat disebabkan oleh beberapa faktor pendukung. Seperti yang diketahui, bahwa penggelapan adalah termasuk di dalam bagian kejahatan yang diatur di dalam KUHP (buku dua) Pasal 372-377. Penggelapan termasuk di dalam jenis kejahatan terhadap harta benda. Kejahatan yang terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat menjadi fenomena yang terus menjadi sorotan. Berbicara tentang timbulnya penggelapan, maka tidak terlepas dari sebabsebab timbulnya kejahatan itu sendiri. Hal ini dikarenakan bahwa penggelapan seperti yang diuraikan sebelumnya adalah merupakan bagian dari kejahatan yang diatur di dalam KUHP. Oleh karena itu faktor penyebab timbulnya tindak pidana penggelapan tidak dapat dilepaskan dari teori-teori dalam kriminologi tentang timbulnya kejahatan atau sebab-sebab yang mendorong seseorang melakukan kejahatan pada umumnya, yaitu : 1. Mazhab Italia atau Mazhab Antropologi Antropologi berarti ilmu tentang manusia dan merupakan istilah yang sangat tua. Dahulu istilah ini dipergunakan dalam arti lain, yaitu ilmu tentang ciriciri tubuh manusia. Dalam pandangan kriminologi yang mempelajari sebab-sebab Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
terjadinya kejahatan dengan cara mempelajari bentuk tubuhseseorang. Mazhab Antropologi ini berkembang sekitar tahun 1830-1870 yang dipelopori oleh Gall dan Spurzheim. Menurut Yoseph Gall bahwa bakat dan watak manusia ditentukan oleh otak dan sebaliknya otak memberi pengaruh pula pada bentuk tengkorak. Oleh karena itu, tengkorak dapat diperhatikan dan diukur, maka pembawaan, watak dan bakat manusia dapat dipelajari secara ilmiah 24. Lambroso menyatakan bahwa sebab atau faktor lain yang menyatakan bahwa sebab atau faktor yang mendorong seseorang melakukan kejahatan adalah melekat pada pribadi seseorang itu sendiri seperti keturunan, merosotnya sifat atau menderita penyakit (cacat) dengan kata lain faktor yang mendorong seseorang melakukan kejahatan adalah bersifat intern, datang dari pribadi masingmasing baik karena keturunan maupun ciri-ciri badaniah tertentu 25 a. Antropologi penjahat : pengertian pada umumnya
dipandang dari segi
antropologi merupakan suatu jenis manusia tersendiri (genus home delinguenes), seperti halnya negro, mereka dilahirkan demikian. Mereka tidak merupakan predis posisi untuk kejahatan tetapi suatu prodistinasi dan tidak ada pengaruh lingkungan yang dapat merubahnya, sifat batin sejak lahir dapat dikenal dari adanya stigma-stigma lahir, suatu tipe penjahat yang dapat dikenal.
24
H.M. Ridwan & Ediwarman. S, Azas-Azas Kriminologi, USU Press, Medan, 1994, Hal
65. 25
Romli Kartasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Refika Aditama, Surabaya, 1992, Hal 42. Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
b. Hipothese atavisme : persoalannya adalah bagaimana menerangkan terjadinya makhluk yang abnormal itu (penjahat sejak lahir), dalam memecahkan persoalan tersebut menggunakan hypothese yang sangat cerdik, diterima bahwa orang masih sederhana peradabannya sifatnya adalah amoral, kemudian dengan berjalannya waktu dapat memperoleh sifat-sifat asusila (moral), maka seorang penjahat merupakan gejala atavistis artinya ia dengan sekonyongkonyong dapat kembali menerima sifat-sifat yang sudah tidak dimiliki nenek moyangnya yang terdekat tetapi dimiliki nenek moyangnya yang lebih jauh (yang dinamakan pewarisan sifat secara jauh kembali). c. Hipothese pathologi : menyatakan penjahat adalah seorang penderita epilepsy. d. Tipe penjahat : ciri-ciri yang dikemukakan oleh Lambroso terlihat pada penjahat, sedemikian sifatnya sehingga dapat dikatakan tipe penjahat, para penjahat dipandang dari tipe mempunyai tanda tertentu, umpamanya isi tengkorak (pencuri) kurang bila dibandingkan dengan orang lain dan kelainankelainan pada tengkorak, dalam otaknya terdapat keganjilan yang seakan-akan mengingatkan pada otak-otak hewan, biarpun tidak dapat ditunjukan, adanya kelainan penjahat yang khusus, roman mukanya juga lain dari pada orang biasa (tulang rahang lebar, muka menceng, tulang dahi melengkung kebelakang, kurang perasaannya dan suka tatto), seperti halnya pada orang yang masih sederhana peradapannya 26. 2. Mazhab Perancis atau Mazhab Lingkungan 26
Topo Santoso, Eva Achjani Zulfa, Kriminologi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001,
Hal 43. Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
Tokoh yang terkemuka dari mazhab ini yaitu A. Lacassagne (1843-1924). Beliau menolak hipothesa atavisme yang dikemukakan oleh Lambroso. Ia merumuskan Mazhab Lingkungan sebagai berikut : “Yang terpenting adalah keadaan sosial sekeliling kita. Keadaan sosial sekeliling kita adalah suatu pembenihan untuk kejahatan; kuman adalah si penjahat, suatu unsur yang baru mempunyai arti apabila menemukan pembenihan yang membuatnya berkembang”. Dengan kata lain, keadaan sekelilingnya menjadi penyebab kejahatan, oleh karena itu apabila terjadi kejahatan, maka yang dihukum adalah lingkungan itu dengan cara mengubah dan membebaninya menjadi lingkungan yang baik. Tokoh penting lainnya dalam mazhab lingkungan ialah Gabriel Tarde (1843-1904) seorang ahli hukum dan sosiologi. Sejak semula ia menentang ajaran antropologi, menurutnya kejahatan bukan suatu gejala yang antropologi, tapi sosiologis, yang seperti kejadian-kejadian masyarakat lainnya dikuasai oleh peniruan. Menurutnya, kejahatan adalah hasil peniruan. Semua perbuatan penting dalam kehidupan sosial dilakukan di bawah kekuasaan. Dalam kenyataannya kita mengakui bahwa peniruan dalam masyarakat memang mempunyai pengaruh yang sangat besar sekali. Walaupun kehidupan manusia bersifat khas sekali dapat dipahami bahwa banyak orang dalam kebiasaan oleh keadaan sekelilingnya 27. Menurut mazhab lingkungan ekonomi yang mulai berpengaruh pada abad ke-18 dan permulaan abad ke-19 menganggap bahwa keadaan ekonomi yang 27
H.M. Ridwan & Ediwarman. S, Op. Cit, Hal 66.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
menyebabkan timbulnya perbuatan jahat. Menurut F. Turati ia menyatakan tidak hanya kekurangan dan kesengsaraan saja yang dapat menimbulkan kejahatan tetapi juga didorong oleh nafsu ingin memiliki yang berhubungan erat dengan sistem ekonomi pada waktu sekarang yang mendorong kejahatan ekonomi. Menurut N. Collajani, menunjukan bahwa timbulnya kejahatan ekonomi dengan gejala patologis sosial yang berasal dari kejahatan politik mempunyai hubungan dengan keadaan kritis. Ia menekankan bahwa antara sistim ekonomi dan faktorfaktor umum dalam kejahatan hak milik mendorong untuk mementingkan diri sendiri yang mendekatkan pada kejahatan 28. 3. Mazhab Bio-Sosiologis Mazhab ini dipelopori oleh E. Ferri yang mengatakan bahwa rumusan setiap kejahatan dalam hasil dari unsur-unsur yang terdapat dalam individu, masyarakat dan keadaan fisik, sedangkan unsur tetap yang paling penting menurutnya adalah individu 29. Yang dimaksud dengan unsur-unsur yang terdapat dalam individu ialah unsur-unsur seperti apa yang diterangkan oleh Lambroso, yaitu : a. Keadaan yang mempengaruhi individu dari lahirnya hingga pada saat melakukan perbuatan tersebut b. Bakatnya yang terdapat dalam individu 30.
28
W.A. Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, P.T. Pembangunan Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, Hal 95. 29 Soerjono Soekanto, Kriminologi Suatu Pengantar, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985, Hal 17. 30 W.A. Bonger, Op. Cit, Hal 97. Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
Dalam mazhab Bio-Sosiologis ini Ferri memberikan rumusan bahwa tiap-tiap kejahatan = (keadaan sekelilingnya + bakat) dengan keadaan sekelilingnya. Jadi keadaan sekeliling manusia berpengaruh dua kali, yang terdiri dari keadaan yang mempengaruhi individu dari lahirnya sehingga pada saat melakukan perbuatan jahat dan dengan bakatnya terdapat diri individu. Hal ini berarti bahwa keadaan sekeliling individu atau lingkungan kerap kali merupakan unsur yang menentukan. 4. Mazhab Spritualis Mazhab ini mengaitkan antara kejahatan dengan kepercayaan pada agama. Dimana tingkah laku manusia erat sekali hubungannya dengan kepercayaan. Orang yang beragama akan mempunyai tingkah laku yang baik dibandingkan dengan orang yang tidak beragama. F.A.K. Krauss beranggapan demikian : makin meluasnya pandangan lapisan bawah masyarakat, pengasingan diri terhadap Tuhan serta pandangan hidup dan pandangan terhadap dunia yang menjadi dasar sama sekali kosong dalam hal dorongan-dorongan moral, adalah merupakan dasar yang hitam dimana kebusukan dan kejahatan berkembang dengan subur 31. 5.
Mazhab Mr. Paul Moedikno Moeliono Menurut Mr. Paul Moedikno Moeliono sebab-musabab kejahatan dapat
digolongkan sebagai berikut : a. Golongan salahmu sendiri
31
H.M. Ridwan & Ediwarman. S, Op. Cit, Hal 68.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
Golongan ini berpendapat bahwa perbuatan jahat merupakan perwujudan dari kehendak dari pelaku sendiri. Tegasnya apabila kamu melakukan kejahatan maka kejahatan itu adalah salahmu sendiri karena terlepas dari tanggung jawab masyarakat dan pihak-pihak lain. b. Golongan tiada yang salah Mengemukakan bahwa herediter biologi kultural lingkungan, bakat + fisik, perasaan keagaaman merupakan faktor terjadinya kejahatan.
c. Golongan salah lingkungan Aliran ini mengatakan bahwa lingkungan yang salah dapat menimbulkan terjadinya kejahatan. d. Golongan kombinasi Golongan ini menyatakan timbulnya kejahatan karena adanya kombinasi pada diri manusia yaitu ide, ego, dan super ego. e. Golongan dialog Golongan ini menyatakan manusia senantiasa berdialog dengan lingkungan. Karena manusia berdialog dengan lingkungan, maka ia dipengaruhi dan mempengaruhi lingkungan. Mempengaruhi lingkungan maksudnya memberi struktur pada lingkungan sedangkan dipengaruhi lingkungan maksudnya manusia yang dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. 32
32
H.M.Ridwan & Ediwarman, Op. Cit, Hal 68-73.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
Faktor-faktor
yang
menyebabkan terjadinya
tindak
pidana penggelapan
berdasarkan data yang diperoleh secara umum adalah : 1. Mentalitas pegawai merupakan salah satu faktor yang menimbulkan terjadinya tindak pidana penggelapan. Pegawai yang tidak kuat mentalnya maka akan mudah terpengaruh untuk melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat pegawai sebagai petugas. Sebaliknya pegawai yang bermental kuat tidak dapat dipengaruhi oleh adanya kesempatan atau peluang melakukan penggelapan. Pegawai yang mendasarkan diri pada pengabdian menganggap bahwa jabatan adalah amanah sehingga tidak akan melakukan penggelapan walaupun ada kesempatan. 2. Faktor pemenuhan kebutuhan hidup yaitu adanya tekanan keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup dan karena pengaruh gaya hidup yang konsumtif bisa mendorong seseorang untuk melakukan pengeluaran anggaran yang melebihi batas kemampuannya. 3. Adanya niat dan kesempatan. Niat dan kesempatan merupakan faktor pendorong timbulnya tindak pidana penggelapan yang disepakati oleh sebahagian dari informan objek penelitian. Betapapun besarnya niat jika tidak ada kesempatan, penggelapan tidak dapat dilakukan, dan sebaliknya jika tidak ada niat melakukan penggelapan dikarenakan mentalitas yang baik namun ada kesempatan maka penggelapan tidak dapat dilakukan.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
4. Sifat tamak dari manusia, dimana kemungkinan orang melakukan tindak pidana penggelapan bukan karena orang tersebut miskin atau penghasilannya tidak cukup. Kemungkinan orang yang kaya akan tetapi masih punya keinginan untuk memperkaya diri sendiri. Unsur penyebab tindak pidana pengelapan seperti itu datang dari dirinya sendiri. 33
B. Bentuk Tindak Pidana Penggelapan Bab XXIV (buku II) KUHP mengatur tentang penggelapan yang terdiri dari 6 Pasal yaitu Pasal 372 – 377. Dengan melihat cara perbuatan yang dilakukan, maka kejahatan penggelapan terbagi atas beberapa bentuk, yaitu :
1. Penggelapan dalam bentuk pokok Kejahatan penggelapan ini diatur dalam Pasal 372 KUHP sebagaimana telah diterangkan terdahulu. Benda yang menjadi objek kejahatan ini tidak ditentukan jumlah atau harganya. Pasal 372 KUHP menyatakan“ Barang siapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak sesutu barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan barang itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan, dihukum karena penggelapan, dengan hukuman penjara selamalamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.900,-“ Dari rumusan
penggelapan sebagaimana tersebut di atas, jika dirinci
terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut : a. Unsur-unsur objektif, adalah : 33
www. Balitbangjateng. go. id/ kegiatan/ penelitian 2008/ b1_kkn.pdf, diakses tanggal 20 November 2009, pukul 18.00 WIB. Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
- Perbuatan memiliki. - Sesuatu benda. - Yang sebagian atau keseluruhan milik orang lain. - Yang berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan. b. Unsur-unsur subjektif, adalah : - Dengan sengaja. - Dan melawan hukum. 34 2. Penggelapan ringan ( Lichte Verduistering ) Dikatakan penggelapan ringan, bila objek dari kejahatan bukan dari hewan atau benda itu berharga tidak lebih dari Rp 250,-. Besarnya ketentuan harga ini tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang ini. Namun demikian dalam praktek disesuaikan dengan kondisi sekarang dan tergantung pada pertimbangan hakim. Kejahatan ini diatur dalam Pasal 373 KUHP dengan ancaman hukuman selamalamanya 3 bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 900,-. Pasal 373 KUHP menentukan bahwa “ Perbuatan yang diterangkan dalam pasal 372, jika yang digelapkan itu bukan hewan dan harganya tidak lebih dari Rp 250,-, dihukum, karena penggelapn ringan, dengan hukuman penjara selama-lamanya 3 bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 900,-“ Berdasarkan uraian di atas, maka yang merupakan unsur-unsur untuk memenuhi penggelapan yang dimaksud dalam Pasal 373 adalah : a. Unsur-unsur penggelapan dalam Pasal 372. b. Unsur-unsur yang meringankan, yaitu : -
Bukan ternak. 34
Adami Chazawi, Op. Cit, Hal 70
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
-
Harga tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah. 35 Penggelapan ini menjadi ringan, terletak dari objeknya bukan ternak dan
nilainya tidak lebih dari Rp 250,00. Dengan demikian terhadap ternak tidak mungkin terjadi penggelapan ringan. Di dalam Pasal 101 KUHP dinyatakan “yang dikatakan hewan, yaitu binatang yang berkuku satu, binatang yang memamah biak dan babi” Binatang yang berkuku satu misalnya kuda, keledai dan sebagainya sedang binatang yang memamah biak misalnya sapi, kerbau, kambing dan lain sebagainya. Harimau, anjing, kucing bukan termasuk golongan hewan karena tidak berkuku satu dan juga bukan binatang yang memamah biak. 36 Mengenai nilai yang tidak lebih dari Rp 250,00 itu adalah nilai menurut umumnya, bukan menurut korban atau menurut petindak atau orang tertentu.
3. Penggelapan dengan pemberatan ( Gequaliviceerde Verduistlring ) Kejahatan ini diancam dengan hukuman yang lebih berat. Bentuk-bentuk penggelapan yang diperberat diatur dalam Pasal 374 dan 375 KUHP. Faktor yang menyebabkan lebih berat dari bentuk pokoknya, disandarkan pada lebih besarnya kepercayaan yang diberikan pada orang yang menguasai benda yang digelapkan. 37 Pasal 374 mengatakan bahwa“ Penggelapan dilakukan oleh orang yang memegang barang itu berhubung dengan pekerjaannya atau jabatannya atau karena ia mendapat upah uang, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun”
35
H.A.K. Moch. Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II), Alumni, Bandung, 1980, Hal 40. 36 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Politeia, Bogor, 1993, Hal 105. 37 Adami Chazawi, Op. Cit, Hal 85. Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
Apabila rumusan tersebut dirinci, maka terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut : a. Semua unsur penggelapan dalam bentuk pokok ( Pasal 372) b. Unsur-unsur khusus yang memberatkan, yakni beradanya benda dalam kekuasaan petindak disebabkan oleh : -
Karena ada hubungan kerja.
-
Karena mata pencaharian.
-
Karena mendapatkan upah untuk itu. Beradanya benda di tangan seseorang yang disebabkan oleh ketiga hal di
atas, adalah hubungan yang sedemikian rupa antara orang yang menguasai dengan benda, menunjukan kepercayaan yang lebih besar pada orang itu. Seharusnya dengan kepercayaan yang lebih besar, ia lebih memperhatikan keselamatan dan pengurusannya bukan menyalahgunakan kepercayaan yang besar itu. 38
Bentuk kedua dari penggelapan yang diperberat terdapat dalam rumusan Pasal 375 KUHP “penggelapan yang dilakukan oleh orang yang karena terpaksa disuruh menyimpan barang itu, atau wali, curator, pengurus, orang yang menjalankan wasiat atau pengurus balai derma, tentang sesuatu barang yang ada dalam tangannya karena jabatannya yang tersebut, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun” Apabila rumusan di atas dirinci, maka unsur-unsur yang memenuhi pasal tersebut adalah :
38
Adami Chazawi, Op. Cit, Hal 86.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
a. Unsur-unsur penggelapan dalam Pasal 372 b. Unsur-unsur yang memberatkan, yaitu : -
Oleh orang yang kepadanya terpaksa barang itu diberikan untuk disimpan.
-
Terhadap barang yang ada pada mereka karena jabatan mereka sebagai wali, pengampu, pengurus yang menjalankan wasiat, pengurus lembaga sosial atau yayasan. 39
4. Penggelapan dikalangan keluarga Penggelapan dalam keluarga diatur dalam pasal 376 KUHP. Dalam kejahatan
terhadap
harta
benda,
pencurian,
pengancaman,
pemerasan,
penggelapan, penipuan apabila dilakukan dalam kalangan keluarga maka dapat menjadi: 1.
Tidak dapat dilakukan penuntutan baik terhadap petindaknya maupun terhadap pelaku pembantunya ( Pasal 376 ayat 1 KUHP).
2.
Tindak pidana aduan, tanpa adanya pengaduan baik terhadap petindaknya maupun pelaku pembantunya maka tidak dapat dilakukan penuntutan (Pasal 376 ayat 2 KUHP) 40. Penggelapan dalam keluarga diatur dalam pasal 367 KUHP, dimana
dimaksudkan dengan penggelapan dalam keluarga itu adalah jika pelaku atau pembantu salah satu kejahatan adalah suami atau istri atau keluarga karena perkawinan, baik dalam garis keturunan yang lurus maupun keturunan yang menyamping dari derajat kedua dari orang yang terkena kejahatan itu. Di dalam 39 40
H.A.K Moch. Anwar, Op. Cit, Hal 38. Adam Chazawi, Op. Cit, Hal 94.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
hal ini apabila pelaku atau pembantu kejahatan ini adalah suami atau istri yang belum bercerai maka pelaku pembantu ini tidak dapat dituntut. Apabila diantaranya telah bercerai, maka bagi pelaku atau pembantu kejahatan ini hanya dapat dilakukan penuntutan bila ada pengaduan dari orang lain yang dikenakan kejahatan itu
C. Unsur-Unsur Tindak Pidana Penggelapan Dalam Jabatan Tindak pidana penggelapan seperti yang telah diuraikan sebelumnya diatur di dalam KUHP Pasal 372-377. Rumusan tentang tindak pidana penggelapan dengan menggunakan jabatan merupakan rumusan tindak pidana penggelapan dalam bentuk yang diperberat yang terdapat di dalam Pasal 374 KUHP. Oleh karena itu, di dalam membahas rumusan unsur-unsur tindak pidana penggelapan dengan menggunakan jabatan maka tidak terlepas dari unsur-unsur tindak pidana penggelapan dalam bentuk pokok yang terdapat di dalam Pasal 372 KUHP. Di atas telah diuraikan unsur-unsur yang terdapat di dalam tindak pidana penggelapan dalam bentuk pokok, oleh karena itu sebelum membahas unsur-unsur tindak pidana penggelapan dengan jabatan, akan dibahas terlebih dahulu unsurunsur tindak pidana dalam bentuk pokok. Unsur-unsur tindak pidana dalam bentuk pokok yang terdapat di dalam Pasal 372 KUHP terdiri dari unsur objektif dan unsur subjektif. Unsur Objektif, terdiri dari : a. Perbuatan memiliki Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
Memiliki adalah setiap perbuatan penguasaan atas barang atau lebih tegas lagi setiap tindakan yang mewujudkan suatu kehendak untuk melakukan kekuasaan yang nyata dan mutlak atas barang itu, hingga tindakan itu merupakan perbuatan sebagai pemilik atas barang itu. 41 Dalam MvT mengenai pembentukan Pasal 372 menerangkan bahwa memiliki adalah berupa perbuatan menguasai suatu benda seolah-olah ia pemilik benda itu. Kiranya pengertian ini dapat diterangkan demikian, bahwa petindak dengan melakukan perbuatan memiliki atas suatu benda yang berada dalam kekuasaanya adalah ia melakukan suatu perbuatan sebagaimana pemilik melakukan perbuatan terhadap benda itu. Menurut hukum, hanya pemilik sajalah yang dapat melakukan sesuatu perbuatan terhadap benda miliknya. 42 Pemilikan itu pada umumnya terdiri atas setiap perbuatan yang menghapuskan kesempatan untuk memperoleh kembali barang itu oleh pemilik yang sebenarnya dengan cara-cara seperti menghabiskan, atau memindah tangankan barang itu, seperti memakan, memakai, menjual, menghadiahkan, menukar. Dalam hal-hal yang masih dimungkinkan memperoleh kembali barang itu seperti pinjam-meminjam, menjual dengan hak membeli kembali termasuk juga dalam pengertian memiliki, bahkan menolak pengembalian atau menahan barang itu dengan menyembunyikan sudah dapat dikatakan sebagai perbuatan memiliki. 43
41
H.A.K. Moch. Anwar, Op. Cit, Hal 35. Adami Chazawi, Op. Cit, Hal 72. 43 H.A.K. Moch. Anwar, Op. Cit, Hal 35. 42
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
Dari apa yang disampaikan di atas dapatlah disimpulkan bahwa perbuatan memiliki itu adalah perbuatan terhadap suatu benda oleh orang yang seolah-olah pemiliknya, perbuatan mana bertentangan dengan sifat dari hak yang ada padanya atas benda tersebut. 44 Pengertian memiliki pada penggelapan berbeda dengan pengertian memiliki pada pencurian. Memiliki pada pencurian adalah merupakan unsur subjektif, sebagai maksud untuk memiliki (benda objek kejahatan itu). Tetapi pada penggelapan, memiliki berupa unsur objektif, yakni unsur tingkah laku atau perbuatan yang dilarang dalam penggelapan. Dalam pencurian tidak diisyaratkan benar-benar ada wujud dari memiliki itu, karena memiliki ini sekedar dituju oleh unsur kesengajaan sebagai maksud saja berbeda dengan penggelapan yang merupakan unsur objektif dimana memiliki itu harus mempunyai bentuk atau wujud, bentuk mana harus sudah selesai dilaksanakan sebagai syarat untuk menjadi selesainya penggelapan. Pada pencurian, adanya unsur maksud untuk memiliki sudah tampak dari adanya perbuatan mengambil, oleh karena itu sebelum kejahatan itu dilakukan benda tersebut belum ada dalam kekuasaannya. Berbeda dengan penggelapan. Oleh sebab benda objek kejahatan, sebelum penggelapan terjadi benda telah berada dalam kekuasannya. Perbuatan memiliki adalah aktif, jadi harus ada wujud konkretnya. Pada kenyataannya wujud perbuatan memiliki ada empat kemungkinan, yaitu :
44
Adami Chazawi, Op. Cit, Hal 73.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
1.
Perbuatan yang wujudnya berupa mengalihkan kekuasaan atas benda objek penggelapan, atan dengan kata lain perbuatan yang mengakibatkan beralihnya kekuasaan atas benda ke dalam ke dalam kekuasaan orang lain.
2.
Perbuatan tidak mengakibatkan beralihnya kekuasaan atas benda objek kejahatan, akan tetapi mengakibatkan benda menjadi lenyap (bukan hilang) atau habis.
3.
Perbuatan memiliki atas benda yang berakibat benda itu berubah bentuknya atau menjadi benda lain.
4.
Perbuatan memiliki yang tidak menimbulkan akibat beralihnya kekuasaan atas benda, dan juga benda tidak lenyap atau habis, atau benda tidak menjadi berubah bentuk, melainkan benda digunakan dengan tanpa hak (melawan hukum). 45
b. Unsur objek kejahatan sebuah benda Pada perbuatan penggelapan, barang yang menjadi objek penggelapan adalah hanya terhadap benda-benda yang berwujud dan bergerak saja. Perbuatan memiliki memiliki terhadap benda yang ada dalam kekuasaannya sebagaimana yang telah diterangkan di atas, tidak mungkin dilakukan pada benda-benda yang tidak berwujud. Pengertian benda yang berada dalam kekuasaannya sebagai adanya suatu hubungan langsung dan erat dengan benda itu yang sebagai indikatornya adalah apabila ia hendak melakukan perbuatan terhadap benda itu dia dapat melakukannya secara langsung tanpa harus melakukan perbuatan lain
45
Adami Chazawi, Op. Cit, Hal 76.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
terlebih dahulu, adalah hanya terhadap benda-benda berwujud dan bergerak saja, dan tidak mungkin terjadi pada benda-benda yang tidak berwujud dan tidak tetap.46 c. Sebagian atau seluruhnya milik orang lain Benda yang tidak ada pemiliknya, baik sejak semula maupun telah dilepaskan hak miliknya tidak dapat menjadi objek penggelapan. Benda milik suatu badan hukum, seperti milik negara adalah berupa benda yang tidak/bukan dimiliki oleh orang, adalah ditafsirkan sebagai milik orang lain, dalam arti bukan milik petindak dan oleh kerena itu dapat menjadi objek penggelapan. Orang lain yang dimaksud sebagai pemilik benda yang menjadi objek penggelapan, tidak menjadi syarat sebagai orang itu adalah korban, atau orang tertentu melainkan siapa saja asalkan bukan petindak sendiri. 47 Arres HR tanggal 1 Mei 1922 dengan tegas menyatakan bahwa untuk menghukum karena penggelapan tidak disyaratkan bahwa menurut hukum terbukti siapa pemilik barang itu. Sudah cukup terbukti penggelapan bila seseorang menemukan sebuah arloji di suatu tempat, diambilnya kemudian timbul niat untuk menjualnya, lalu menjualnya. 48 d. Benda berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan Dalam unsur ini pelaku harus sudah menguasai barang dan barang itu oleh pemiliknya dipercayakan kepada pelaku, hingga barang ada pada pelaku secara sah bukan karena kejahatan yang dimaksud dengan pengertian kejahatan tidak diuraikan di dalam KUHP. Di dalam KUHP hanya terdapat kualifikasi perbuatan 46
Adami Chazawi, Op. Cit, Hal 77. H.A.K. Moch. Anwar, Op. Cit, Hal 36. 48 Adami Chazawi, Op. Cit, Hal 78. 47
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
mana yang dinyatakan sebagai perbuatan pidana. Perbuatan pidana ini kemudian dibagi dalam dua klasifikasi, yaitu yang dinamakan kejahatan dan pelanggaran. Dari segi kriminologi setiap tindakan atau perbuatan tertentu yang tidak disetujui oleh masyarakat diartikan sebagai kejahatan. Jadi setiap perbuatan anti sosial, merugikan, serta meresahkan masyarakat secara kriminologis dapat dikatakan sebagai kejahatan. Masyarakatlah yang menilai perbuatan tersebut baik atau buruk. 49 Hubungan yang nyata antara pelaku dan barang diwujudkan dengan barang ada dibawah kekuasaannya pelaku bukan karena suatu kejahatan, sedangkan pada pencurian barang ada dalam kekuasaan pelaku karena kejahatan dengan perbuatan mengambilnya. Unsur ini dapat terdiri atas perbuatan meminjam, menerima untuk disimpan, menerima untuk dijual, menerima untuk diangkut. Perihal unsur berada dalam kekuasaannya adalah apabila antara orang itu dengan benda terdapat hubungan yang sedemikian eratnya, sehingga apabila ia akan melakukan segala macam perbuatan terhadap benda itu ia dapat segera melakukannya secara langsung tanpa terlebih dahulu harus melakukan perbuatan yang lain. 50 Di samping itu harus juga diketahui oleh pelaku bahwa barang yang dikuasainya itu bukan karena kejahatan. Sebagai contoh, jika B dititipkan sebuah radio hasil pencurian yang dilakukan oleh A dan B menjual radio itu kemudian maka dalam hal ini harus terlebih dahulu dilihat sikap batin B. Sikap batin yang dimaksud adalah apakah B ketika menjual radio hasil pencurian itu sudah 49 50
Made Darma Weda, Kriminologi, PT.RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1996, Hal 12. H.A.K. Moch. Anwar, Op. Cit, Hal 36.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
mengetahui sebelumnya bahwa radio itu adalah hasil pencurian, jika B sudah mengetahui sebelumnya maka B tidak dapat dikatakan melakukan penggelapan, tetapi dapat disebut melakukan kejahatan penadahan (Pasal 480 KUHP). Namun, apabila B tidak menyadari hal tersebut maka B barulah dapat dikatakan melakukan penggelapan, karena B telah dianggap melakukan perbuatan memiliki. Unsur-unsur Subjektif, terdiri dari : a. Unsur kesengajaan Unsur
ini adalah merupakan unsur kesalahan dalam penggelapan.
Sebagaimana dalam doktrin, kesalahan terdiri dari 2 bentuk, yakni kesengajaan dan kelalaian. Dengan sengaja berarti pelaku mengetahui dan sadar hingga ia dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya. Atau dalam arti lain berarti ia menghendaki mewujudkan perbuatan dan ia mengetahui, mengerti nilai perbuatannya serta sadar akan akibat yang timbul dari perbuatannya itu. Atau apabila dihubungkan dengan kesengajaan yang terdapat dalam rumusan tindak pidana seperti pada penggelapan, maka kesengajaan dikatakan ada apabila adanya suatu kehendak atau adanya suatu pengertahuan atas suatu perbuatan atau hal-hal tertentu serta menghendaki dan atau mengetahui atau menyadari akan akibat yang timbul dari perbuatannya. Kesengajaan petindak dalam penggelapan harus ditujukan berdasarkan unsur-unsur sebagai berikut : 1. Petindak mengetahui, sadar bahwa perbuatan memiliki benda milik orang lain yang berada dalam kekuasaannya itu sebagai perbuatan melawan hukum, Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
suatu perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya atau bertentangan dengan hak orang lain. 2. Petindak dengan kesadarannya yang demikian itu menghendaki untuk melakukan perbuatan memiliki. 3. Petindak mengetahui, menyadari bahwa ia melakukan perbuatan memiliki itu adalah terhadap suatu benda, yang juga disadarinya bahwa benda itu adalah milik orang lain sebagian atau seluruhnya. 4. Petindak mengetahui, menyadari bahwa benda milik orang lain itu berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan. 51 b. Unsur melawan hukum Maksud memiliki dengan melawan hukum artinya bahwa sebelum bertindak melakukan perbuatan, ia sudah sadar bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah bertentangan dengan hukum. Sedangkan yang dimaksud dengan melawan hukum undang-undang tidak memberikan penjelasan lebih lanjut. Pada dasarnya melawan hukum adalah sifat tercelanya atau terlarangnya dari suatu perbuatan tertentu. Di dalam doktrin dikenal ada dua macam melawan hukum, yaitu melawan hukum formil dan melawan hukum materil. Melawan hukum formil adalah bertentangan dengan hukum tertulis, artinya sifat tercelanya atau terlarangnya suatu perbuatan itu terletak oleh sebab dari hukum tertulis. Sedangkan melawan hukum materil ialah bertentangan dengan asas-asas hukum
51
Adami Chazawi, Op. Cit, Hal 82.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
di dalam masyarakat, asas mana dapat merupakan hukum tidak tertulis maupun sudah berbentuk hukum tertulis. 52 Uraian di atas adalah merupakan penjelasan unsur-unsur yang merupakan penggelapan dalam bentuk pokok. Sedangkan di dalam penggelapan dengan menggunakan jabatan yang terdapat di dalan Pasal 374 KUHP yang merupakan bentuk penggelapan yang diperberat maka unsur-unsur penggelapan dalam bentuk pokok di atas ditambah dengan unsur-unsur yang memberatkan petindak. Faktorfaktor yang memberatkan petindak didasarkan pada lebih besarnya kepercayaan yang diberikan pada orang yang menguasai benda yang digelapkan. Beberapa jenis pemberian kepercayaan dipergunakan sebagai masalah-masalah yang memberatkan penggelapan dalam bentuk pokok, yaitu hubungan pelaku yang diberi kepercayaan dengan orang lain (korban) yang memberikan kepercayaan dalam suatu lingkungan. Unsur-unsur yang memberatkan itu adalah : a. Hubungan kerja Hubungan kerja ini merupakan hubungan pelaku sebagai bawahan terhadap atasannya didalam lingkungan pekerjaannya, secara konkret hubungan antara karyawan swasta dengan majikannya, misalnya pelayan toko terhadap pemilik toko ataupun karyawan PT terhadap anggota direksi PT. Dan barang-barang yang dikuasai oleh bawahannya itu harus ada hubungannya dengan tugas atau pekerjaaannya. Hoge Raad dalam arrestnya tanggal 16-2-1942 menyatakan
52
Adami Chazawi, Op. Cit, Hal 15.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
bahwa yang dimaksud dengan hubungan kerja adalah pekerjaan yang terjadi karena suatu perjanjian kerja, misalnya pengurus dari suatu Perseroan Terbatas. b. Mata pencaharian/ jabatan (beroep) Selain diterjemahkandengan mata pencaharian, beroep juga diterjemahkan karena jabatan atau dengan pekerjaan. Dalam hal ini maka terdakwa melakukan penggelapan dikarenakan jabatannya di dalam pekerjaan atau mata pencahariannya. Seorang bendahara yang merupakan pengurus keuangan dari suatu perusahaan mempunyai hubungan menguasai antar dia dengan uang yang diurus dan menjadi tanggung jawabnya dikarenakan jabatan yang dimilikinya. Namun apabila menyalahgunakan uang yang menjadi tanggung jawab dan berada dalam pengurusannya itu, misalnya digunakan untuk keperluan sehari-hari maka telah terjadi penggelapan dalam hal ini. c. Mendapat upah khusus Maksud dari mendapat upah khusus adalah bahwa seseorang mendapat upah tertentu berhubung dengan ia mendapatkan suatu kepercayaan karena suatu perjanjian oleh sebab diserahi sesuatu benda. Sebagai contoh seorang pekerja stasiun membawakan barang orang penumpang dengan upah uang, akan tetapi barang tersebut digelapkan oleh pekerja tersebut hal ini termasuk dalam penggelapan dengan pemberatan dikarenakan barang yang digelapkan tadi berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan. 53
53
Adami Chazawi, Op. Cit, Hal 88.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
BAB III
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM PUTUSAN PN NOMOR : 3892/Pid.B/2008/PN-MEDAN
A. Kasus 1. Kronologis Kasus yang diangkat di dalam penulisan skripsi ini adalah kasus yang menyangkut masalah tindak pidana penggelapan dengan menggunakan jabatan yang dilakukan oleh salah seorang karyawan swasta yang bekerja di PT.Buana Finance, Tbk di Wisma BII Lt.8 Jalan. Diponegoro No.18 Medan, yaitu : Nama lengkap
: MANAHAN MARULI H. NAIBORHU, Drs.
Tempat lahir
: Pematang Siantar.
Umur/Tanggal lahir
: 37 tahun/ 02 Juni 1971.
Jenis kelamin
: Laki-laki.
Kebangsaan
: Indonesia.
Agama
: Kristen.
Pekerjaan
: Karyawaan Swasta.
Pendidikan
: S-1
Perusahaan tempat terdakwa bekerja bergerak di dalam bidang pembayaran atas pengkreditan mobil. Terdakwa mempunyai jabatan sebagai staff remedial di perusahaan tersebut yang bertugas untuk melakukan follow up dari konsumen (debitur) yang menunggak, cek unit, dan kunjungan terhadap Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
45
konsumen dan administrasi remedial, dimana terdakwa ataupun pegawai kantor dari PT. Buana Finance, Tbk tidak dibenarkan menerima uang tagihan pembayaran dari para konsumen, namun apabila ada konsumen yang menyerahkan uang kepada pegawai kantor lainnya maka dalam waktu 1 x 24 harus menyetorkan uang tersebut kepada perusahaan. Tetapi, antara bulan September 2008 sampai dengan hari Selasa tanggal 11 Oktober 2008 terjadi suatu tindakan pidana penggelapan dengan menggunakan jabatan yang dilakukan oleh terdakwa. Bahwa pada bulan September 2008 bertempat di PT.Buana Finance, Tbk, terdakwa mendapat tugas untuk menghubungi salah seorang konsumen yaitu SAIFUL RIZAL dan memberitahukan bahwa kredit pembayaran pembelian 1 (satu) unit mobil dump truck dengan No.Polisi BK-8901 BH yang sudah jatuh tempo pada tanggal 11 Agustus 2008 agar segera membayarkan sisa kreditnya. Akan tetapi terdakwa melihat kesempatan terhadap situasi ini sehingga terdakwa menbujuk SAIFUL RIZAL untuk langsung membayarkan kepada terdakwa saja. Sedangkan ketentuan sebenarnya adalah terdakwa hanya ditugaskan untuk menghubungi konsumen tersebut saja dan konsumen tersebut harus langsung membayarkan kepada kantor PT.Buana Finance,Tbk atau ditransfer ke Bank. Pada awalnya konsumen SAIFUL RIZAL ragu untuk membayarkan karena hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan, tetapi terdakwa terus membujuk dan meyakinkan konsumen SAIFUL RIZAL untuk langsung membayarkan kepada terdakwa saja dengan janji membayarkan langsung kepada pihak PT.Buana Finance,Tbk dengan memperlihatkan tanda bukti dari PT.Buana Finance, Tbk tersebut. Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
Perbuatan terdakwa yang telah menyalahi kewenangan tugas jabatan yang dimilikinya akhirnya diketahui oleh pihak perusahaan yang menugaskan beberapa karyawannya yaitu Maximus Alijono yang bekerja sebagai credit office dan Lintong Hendra Lumbantoruan yang bekerja sebagai credit investigator untuk melakukan kunjungan terhadap beberapa konsumen. Setelah bertemu dengan beberapa konsumen ternyata konsumen tersebut telah membayar uang angsuran tagihan mobil tersebut kepada terdakwa dengan bukti tanda terima uang yang bertuliskan Buana Finance yang sudah tidak berlaku lagi. Setelah kedua karyawan swasta yang mendapat tugas dari PT.Buana Finance, Tbk dimana yang merupakan tempat terdakwa bekerja ini mengetahui perbuatan terdakwa, maka keduanya langsung memberitahukan perihal tersebut kepada Pimpinan dari PT.Buana Fianance, Tbk, dimana pada tanggal 21 Oktober 2008 pihak Pimpinan PT.Buana Finance, Tbk langsung memanggil terdakwa untuk meminta pertanggungjawaban atas perbuatan yang dilakukan terdakwa yang telah menggelapkan uang milik perusahaan dengan cara menyalahi tugas jabatannya di perusahaan sehingga perusahaan rugi sampai Rp.47.329.600,- (empat puluh tujuh juta tiga ratus dua puluh sembilan ribu enam ratus rupiah). Oleh karena perbuatan terdakwa tersebut, maka pihak PT.Buana Finance, Tbk melaporkan kejadian tersebut ke kantor Polisi Poltabes Medan guna diproses lebih lanjut.
2. Dakwaan KESATU Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 374 KUHP. KEDUA Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 378 KUHP.
3. FAKTA HUKUM Fakta-fakta yang terungkap dalam pemeriksaan persidangan secara berturut-turut berupa keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa, serta dihubungkan dengan barang bukti adalah: I. Keterangan saksi-saksi 1. MAXIMUS ALIJONO; menerangkan pada pokoknya sebagai berikut: -
Bahwa benar saksi dalam keadaan sehat jasmani dan rohani.
-
Bahwa benar saksi dimintai keterangan dikantor polisi Poltabes Medan.
-
Bahwa benar saksi mulai bekerja di kantor tersebut sejak tanggal 01 agustus 2005 hingga saat ini sebagai Credit Office di perusahaan PT. Buana Finance, Tbk.
-
Bahwa benar pada bulan September 2008 sampai dengan hari selasa tanggal 11 oktober 2008 bertempat di perusahaan PT. Buana Finance, Tbk di Wisma BII lt. 8 Jl. Diponegoro No. 18 Medan, dimana terdakwa telah mengambil uang milik perusahaan yang diserahkan oleh konsumen kepada terdakwa namun terdakwa tidak segera
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
menyetorkan uang tersebut dalam waktu 1 x 24 jam kepada perusahaan PT. Buana Finance, Tbk tempat terdakwa bekerja. -
Bahwa benar terdakwa bekerja di perusahaan PT. Buana Finance, Tbk sebagai staff remedial yang bertugas hanya nuntuk melakukan follow up dari konsumen (debitur) yang menunggak, cek unit, dan kunjungan terhadap konsumen dan administrasi remedial, dimana terdakwa ataupun pegawai kantor dari PT. Buana Finance, Tbk tidak dibenarkan menerima uang tagihan pembayaran dari para konsumen namun apabila ada konsumen yang menyerahkan uang kepada terdakwa maka dalam waktu 1 x 24 jam terdakwa harus segera menyetorkan uang tersebut kepada perusahaan.
-
Bahwa benar maka saat itu saksi bersama LINTONG HENDRA LUMBAN TORUAN diberi tugas oleh pimpinan PT. Buana Finance, Tbk untuk melakukan kunjungan terhadap beberapa konsumen, setelah bertemu dengan beberapa pihak konsumen ternyata pihak konsumen sudah membayar uang ansuran tagihan mobil tersebut kepada terdakwa dengan bukti tanda terima uang yang bertuliskan Buana Finance yang sudah tidak berlaku lagi.
-
Bahwa benar saksi mengetahui bahwa setiap pegawai tidak diwajibkan untuk menerima uang ansuran tagihan mobil dari para konsumen karena setiap angsuran wajib disetor melaui rekening BCA atau Mandiri secara online.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
-
Bahwa benar setelah saksi bersama LINTONG HENDRA LUMBAN TORUAN mengetahui atas perbuatan terdakwa yang menerima uang angsuran dari para konsumen tersebut tanpa menyetorkan uang tersebut kepada pihak PT. Buana Finance, Tbk, kemudian saksi bersama LINTONG HENDRA LUMBAN TORUAN langsung melaporkan kejadian tersebut kepada pimpinan dari PT. Buana Finance, Tbk, dimana pada tanggal 21 oktober 2008 pihak pimpinan PT. Buana Finance, Tbk langsung memanggil terdakwa untuk meminta pertanggungjawaban atas perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa yang telah menggelapkan uang milik perusahaan sebanyak Rp. 47. 329.600,- atau (empat puluh tujuh juta tiga ratus dua puluh sembilan ribu enam ratus rupiah).
-
Bahwa benar atas perbuatan terdakwa tersebut maka saksi diberi surat kuasa oleh pimpinan PT. Buana Finance, Tbk untuk membuat surat pengaduan di kantor polosi Poltabes Medan atas terjadinya penggelapan yang dilakukan oleh terdakwa terhadap pihak PT. Buana Finance, Tbk, selanjutnya atas perbuatan terdakwa tersebut maka pihak PT. Buana Finance, Tbk merasa dirugikan sebesar 47.329.600,- atau (empat puluh tujuh juta tiga ratus dua puluh sembilan ribu enam ratus rupiah), kemudian terdakwa dibawa ke kantor polisi Poltabes Medan guna diproses lebih lanjut.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
-
Bahwa atas keterangan saksi tersebut diatas telah dibenarkan oleh terdakwa.
2. LINTONG HENRA LUMBAN TORUAN; menerangkan pada pokoknya sebagai berikut: -
Bahwa benar saksi dalam keadaan sehat jasmani dan rohani.
-
Bahwa benar saksi dimintai keterangan dikantor polisi Poltabes Medan.
-
Bahwa benar saksi mulai bekerja di kantor tersebut sejak tanggal 22 agustus 2005 hingga saat ini sebagai Credit Investigator di perusahaan PT. Buana Finance, Tbk.
-
Bahwa benar pada bulan September 2008 sampai dengan hari selasa tanggal 11 oktober 2008 bertempat di perusahaan PT. Buana Finance, Tbk di Wisma BII lt. 8 Jl. Diponegoro No. 18 Medan, dimana terdakwa telah mengambil uang milik perusahaan yang diserahkan oleh konsumen kepada terdakwa namun terdakwa tidak segera menyetorkan uang tersebut dalam waktu 1 x 24 jam kepada perusahaan PT. Buana Finance, Tbk tempat terdakwa bekerja.
-
Bahwa benar terdakwa bekerja di perusahaan PT. Buana Finance, Tbk sebagai staff remedial yang bertugas hanya nuntuk melakukan follow up dari konsumen (debitur) yang menunggak, cek unit, dan kunjungan terhadap konsumen dan administrasi remedial, dimana terdakwa
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
ataupun pegawai kantor dari PT. Buana Finance, Tbk tidak dibenarkan menerima uang tagihan pembayaran dari para konsumen namun apabila ada konsumen yang menyerahkan uang kepada terdakwa maka dalam waktu 1 x 24 jam terdakwa harus segera menyetorkan uang tersebut kepada perusahaan. -
Bahwa benar maka saat itu saksi bersama MAXIMUS ALIJONO diberi tugas oleh pimpinan PT. Buana Finance, Tbk untuk melakukan kunjungan terhadap beberapa konsumen, setelah bertemu dengan beberapa pihak konsumen ternyata pihak konsumen sudah membayar uang ansuran tagihan mobil tersebut kepada terdakwa dengan bukti tanda terima uang yang bertuliskan Buana Finance yang sudah tidak berlaku lagi.
-
Bahwa benar saksi mengetahui bahwa setiap pegawai tidak diwajibkan untuk menerima uang ansuran tagihan mobil dari para konsumen karena setiap angsuran wajib disetor melaui rekening BCA atau Mandiri secara online.
-
Bahwa
benar
setelah
saksi
bersama
MAXIMUS
ALIJONO
mengetahui atas perbuatan terdakwa yang menerima uang angsuran dari para konsumen tersebut tanpa menyetorkan uang tersebut kepada pihak PT. Buana Finance, Tbk, kemudian saksi bersama MAXIMUS ALIJONO langsung melaporkan kejadian tersebut kepada pimpinan dari PT. Buana Finance, Tbk, dimana pada tanggal 21 oktober 2008 Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
pihak pimpinan PT. Buana Finance, Tbk langsung memanggil terdakwa untuk meminta pertanggungjawaban atas perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa yang telah menggelapkan uang milik perusahaan sebanyak Rp. 47. 329.600,- atau (empat puluh tujuh juta tiga ratus dua puluh sembilan ribu enam ratus rupiah). -
Bahwa benar atas perbuatan terdakwa tersebut maka saksi diberi surat kuasa oleh pimpinan PT. Buana Finance, Tbk untuk membuat surat pengaduan di kantor polosi Poltabes Medan atas terjadinya penggelapan yang dilakukan oleh terdakwa terhadap pihak PT. Buana Finance, Tbk, selanjutnya atas perbuatan terdakwa tersebut maka pihak PT. Buana Finance, Tbk merasa dirugikan sebesar 47.329.600,- atau (empat puluh tujuh juta tiga ratus dua puluh sembilan ribu enam ratus rupiah), kemudian terdakwa dibawa ke kantor polisi Poltabes Medan guna diproses lebih lanjut.
-
Bahwa atas keterangan saksi tersebut diatas telah dibenarkan oleh terdakwa.
3. ALI TRITANTO; menerangkan pada pokoknya sebagai berikut: -
Bahwa benar saksi dalam keadaan sehat jasmani dan rohani.
-
Bahwa benar saksi dimintai keterangan dikantor polisi Poltabes Medan.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
-
Bahwa benar saksi mulai bekerja di kantor tersebut sejak tanggal 29 mei 2008 hingga saat ini sebagai Credit Investigator di perusahaan PT. Buana Finance, Tbk.
-
Bahwa benar pada bulan September 2008 sampai dengan hari selasa tanggal 11 oktober 2008 bertempat di perusahaan PT. Buana Finance, Tbk di Wisma BII lt. 8 Jl. Diponegoro No. 18 Medan, dimana terdakwa telah mengambil uang milik perusahaan yang diserahkan oleh konsumen kepada terdakwa namun terdakwa tidak segera menyetorkan uang tersebut dalam waktu 1 x 24 jam kepada perusahaan PT. Buana Finance, Tbk tempat terdakwa bekerja.
-
Bahwa benar terdakwa bekerja di perusahaan PT. Buana Finance, Tbk sebagai staff remedial yang bertugas hanya nuntuk melakukan follow up dari konsumen (debitur) yang menunggak, cek unit, dan kunjungan terhadap konsumen dan administrasi remedial, dimana terdakwa ataupun pegawai kantor dari PT. Buana Finance, Tbk tidak dibenarkan menerima uang tagihanm pembayaran dari para konsumen namun apabila ada konsumen yang menyerahkan uang kepada terdakwa maka dalam waktu 1 x 24 jam terdakwa harus segera menyetorkan uang tersebut kepada perusahaan.
-
Bahwa benar maka saat itu saksi bersama MAXIMUS ALIJONO diberi tugas oleh pimpinan PT. Buana Finance, Tbk untuk melakukan kunjungan terhadap beberapa konsumen, setelah bertemu dengan
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
beberapa pihak konsumen ternyata pihak konsumen sudah membayar uang ansuran tagihan mobil tersebut kepada terdakwa dengan bukti tanda terima uang yang bertuliskan Buana Finance yang sudah tidak berlaku lagi. -
Bahwa benar saksi mengetahui bahwa setiap pegawai tidak diwajibkan untuk menerima uang ansuran tagihan mobil dari para konsumen karena setiap angsuran wajib disetor melaui rekening BCA atau Mandiri secara online.
-
Bahwa
benar
setelah
saksi
bersama
MAXIMUS
ALIJONO
mengetahui atas perbuatan terdakwa yang menerima uang angsuran dari para konsumen tersebut tanpa menyetorkan uang tersebut kepada pihak PT. Buana Finance, Tbk, kemudian saksi bersama MAXIMUS ALIJONO langsung melaporkan kejadian tersebut kepada pimpinan dari PT. Buana Finance, Tbk, dimana pada tanggal 21 oktober 2008 pihak pimpinan PT. Buana Finance, Tbk langsung memanggil terdakwa untuk meminta pertanggungjawaban atas perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa yang telah menggelapkan uang milik perusahaan sebanyak Rp. 47. 329.600,- atau (empat puluh tujuh juta tiga ratus dua puluh sembilan ribu enam ratus rupiah). -
Bahwa benar atas perbuatan terdakwa tersebut maka saksi diberi surat kuasa oleh pimpinan PT. Buana Finance, Tbk untuk membuat surat pengaduan di kantor polosi Poltabes Medan atas terjadinya
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
penggelapan yang dilakukan oleh terdakwa terhadap pihak PT. Buana Finance, Tbk, selanjutnya atas perbuatan terdakwa tersebut maka pihak PT. Buana Finance, Tbk merasa dirugikan sebesar 47.329.600,- atau (empat puluh tujuh juta tiga ratus dua puluh sembilan ribu enam ratus rupiah), kemudian terdakwa dibawa ke kantor polisi Poltabes Medan guna diproses lebih lanjut. -
Bahwa atas keterangan saksi tersebut diatas telah dibenarkan oleh terdakwa.
4. SUSAPTO; menerangkan pada pokoknya sebagai berikut: -
Bahwa benar saksi dalam keadaan sehat jasmani dan rohani.
-
Bahwa benar saksi dimintai keterangan dikantor polisi Poltabes Medan.
-
Bahwa benar saksi merupakan konsumen dari perusahaan PT. Buana Finance, Tbk dimana saksi telah membeli 3 (tiga) unit mobil baru dari Show Room secara kredit.
-
Bahwa benar antara saksi dan pihak PT. Buana Finance, Tbk telah melakukan perjanjian agar saksi membayar uang tagihan dari pembelian 3 (tiga) unit mobil baru langsung kekantor PT. Buana Finance, Tbk atau transfer melalui Bank atas nama perusahaan tersebut.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
-
Bahwa benar saat itu saksi telah membayarkan uang tagihan atas mobil yang sudah dibelinya tersebut kepada terdakwa pada tanggal 07 Oktober 2008 sekira pukul 12.00 Wib dikantor saksi di Bank Mandiri cabang Asia Jl. Asia Medan, lalu pada hari Kamis tanggal 20 September 2008 saksi menyerahkan uang pada terdakwa sebesar Rp. 6.042.000,- (enam juta empat puluh dua ribu rupiah) untuk angsuran mobil dump truk No. Polisi BK 9242 BT yang sudah jatuh tempo tanggal 15 september 2008, kemudian pada tanggal 07 Oktober 2008 saksi menyerahkan uang kepada terdakwa sebesar Rp.12.538.000,(dua belas juta lima ratus tiga puluh delapan ribu rupiah) untuk angsuran mobil dump truk No. Polisi BK 9157 BR yang sudah jatuh tempo tanggal 23 September 2008.
-
Bahwa benar saat saksi melakukan pembayaran kepada terdakwa kemudian terdakwa memberikan kuitansi tanda terima Buana Finance kepada saksi.
-
Bahwa benar pada pertengahan bulan Oktober 2008 saat itu saksi didatangi oleh MAXIMUS ALIJONO selaku dari pihak PT. Buana Finance untuk menanyakan kapan tunggakan angsuran mobil tersebut akan dibayar, namum saksi menjelaskan kepada MAXIMUS ALIJONO bahwa angsuran saksi sudah dibayar langsung kepada terdakwa.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
-
Bahwa atas keterangan dari pihak PT. Buana Fianance, Tbk menyatakan bahwa uang yang diberika oleh saksai kepada terdakwa belum juga diserahkan kepada pihak PT. Buana Finance, Tbk.
-
Bahwa atas keterangan saksi tersebut telah dibenarkan oleh terdakwa.
5. INDRAWATI; menerangkan pada pokonya sebagai berikut: -
Bahwa benar saksi dalam keadaan sehat jasmani dan rohani.
-
Bahwa benar saksi dimintai keterangan dikantor polisi Poltabes Medan.
-
Bahwa benar saksi merupakan konsumen dari perusahaan PT. Buana Finance, Tbk dimana saksi telah memberi 1 (satu) unit mobil dari Show Room secara kredit, namun dalam kontrak an. H.JAFARUDDIN LIDA yang merupakan saudara saksi dimana saksi wajib untuk membayar uang angsuran tersebut langsung kepada pihak PT. Buana Finance, Tbk hingga lunas.
-
Bahwa benar antara saksi dan pihak PT. Buana Finace, Tbk telah melakukan perjanjian agar saksi membayar uang tagihan tersebut langsung ke kantor PT. Buana Finance, Tbk atau transfer melalui bank atas nama perusahaan tersebut.
-
Bahwa benar saksi sudah menyerahkan uang angsuran mobil tersebut kepada terdakwa pada tanggal 11 Oktober 2008 sekira pukul 11.00 Wib di rumah saksi di Jl. Ampera I No. 25 Pondok Kelapa Medan
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
untuk angsuran 2 (dua) bulan sebesar Rp. 11.460.000,- (sebelas juta empat ratus enam puluh ribu rupiah) yang telah jatuh tempo. -
Bahwa benar saat saksi melakukan pembayaran kepada terdakwa kemudian terdakwa memberikan 1 (satu) lembar bukti pembayaran dari 2 (dua) bulan atas angsuran mobil kepada saksi.
-
Bahwa benar setelah 2 (dua) minggu berjalan saksi dihubungi oleh MAXIMUS ALIJONO untuk menagih uang pembayaran atas mobil yang diambil oleh saksi, namun saksi menjelaskan bahwa angsuran mobil yang tertunggak 2 (dua) bula tersebut sudah dibayar kepada terdakwa.
-
Bahwa atas keterangan dari pihak PT. Buana Fianance, Tbk menyatakan bahwa uang yang diberika oleh saksai kepada terdakwa belum juga diserahkan kepada pihak PT. Buana Finance, Tbk.
-
Bahwa atas keterangan saksi tersebut telah dibenarkan oleh terdakwa.
6. DOKTRIN SEMBIRING; menerangkan pada pokoknya sebagai berikut: -
Bahwa benar saksi dalam keadaan sehat jasmani dan rohani.
-
Bahwa benar saksi dimintai keterangan dikantor polisi Poltabes Medan.
-
Bahwa benar saksi merupakan saudara dari RUDOLF MANURUNG selaku yang membeli dari 1 (satu) unit mobil baru truk secara kredit
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
dari PT. Buana Finance, Tbk dan saksi wajib membayar uang angsuran tersebut setiap bulannya hingga sampai lunas. -
Bahwa benar saksi sudah sepakat kepada RUDOLF MANURUNG untuk membayar tagihan mobil yang dibeli secara kredit tersebut langsung ke kantor PT. Buana Finance, Tbk atau transfer melalui bank atas nama perusahaan tersebut.
-
Bahwa benar saksi sudah menyerahkan uang angsuran mobil beserta dendanya sebesar RP. 7.678.600,- (tujuh juta enam ratus tujuh puluh delapan ribu enam ratus ribu rupiah) kepada terdakwa pada tanggal 06 Oktober 2008 di kantor PT. Buana Finance, Tbk yang sudah jatuh tempo pada tanggal 03 Oktober 2008, dimana saat itu terdakwa mengatakan akan menyetorkan uang tersebut langsung ke pimpinan.
-
Bahwa benar saat saksi melakukan pembayaran kepada terdakwa kemudian terdakwa memberikan bukti tanda terima pembayaran uang angsuran mobil tersebut kepada saksi.
-
Bahwa benar setelah 2 (dua) minggu berjalan saksi dihubungi oleh pihak perusahaan untuk menagih uang pembayaran atas mobil tersebut, namun saksi menjelaskan bahwa angsuran mobil yang tertunggak sudah dibayar kepada terdakwa.
-
Bahwa atas keterangan dari pihak PT. Buana Fianance, Tbk menyatakan bahwa uang yang diberika oleh saksai kepada terdakwa belum juga diserahkan kepada pihak PT. Buana Finance, Tbk.
-
Bahwa atas keterangan saksi tersebut telah dibenarkan oleh terdakwa.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
7. SAIFUL RIZAL; menerangkan pada pokoknya sebagai berikut: -
Bahwa benar saksi dalam keadaan sehat jasmani dan rohani.
-
Bahwa benar saksi dimintai keterangan dikantor polisi Poltabes Medan.
-
Bahwa benar saksi telah membeli 1 (satu) unit mobil baru secara kredit dari show room dan saksi wajib membayar uang angsuran tersebut setiap bulannya hingga sampai lunas.
-
Bahwa benar sesuai perjanjian saksi harus membayar uang tagihan mobil yang dibeli secara kredit tersebut langsung ke kantor PT.Buana Finance, Tbk atau transfer melalui bank atas nama perusahaan tersebut.
-
Bahwa benar saksi mendapat telepon dari terdakwa yang mengatakan terdakwa
sebagai
karyawan
PT.Buana
Finance,
Tbk
dengan
mengatakan bahwa angsuran pembayaran saksi telah menunggak. -
Bahwa benar setelah itu terdakwa datang kerumah saksi, karena uang pembayaran tersebut sudah dititipkan saksi kepada istri saksi maka istri saksi menyerahkan uang angsuran pembayaran atas angsuran mobil dump truk No.Polisi BK 8901 BH yang jatuh tempo pada tanggal 11 Agustus 2008 tersebut kepada terdakwa sebesar Rp.4.321.000,- (empat juta tiga ratus dua puluh satu ribu rupiah).
-
Bahwa benar saat itu terdakwa menyerahkan bukti pembayaran kepada saksi berupa 1 (satu) lembar tanda terima pembayaran angsuran mobil.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
-
Bahwa benar setelah dua minggu kemudian pihak PT.Buana Finance, Tbk menghubungi saksi dengan mengatakan bahwa saksi harus segera membayar uang angsuran mobil tersebut, namun saksi menjelaskan kepada
pihak
PT.Buana
Finance,
Tbk
bahwa
saksi
sudah
membayarkan kepada terdakwa. -
Bahwa atas keterangan saksi tersebut di atas telah dibenarkan oleh terdakwa.
8. H. ZULFIKAR H.M.NOOR, Drs; menerangkan pada pokoknya sebagai berikut: -
Bahwa benar saksi dalam keadaan sehat jasmani dan rohani.
-
Bahwa benar saksi dimintai keterangan dikantor polisi Poltabes Medan.
-
Bahwa benar saksi telah membeli 1(satu) unit mobil baru secara kredit dari show room dan saksi wajib membayar uang angsuran tersebut setiap bulannya hingga sampai lunas.
-
Bahwa benar sesuai perjanjian saksi harus membayar uang tagihan mobil yang dibeli secara kredit tersebut langsung ke kantor PT.Buana Finance, Tbk atau transfer melalui bank atas nama perusahaan tersebut.
-
Bahwa benar saksi mendapat telepon dari terdakwa yang mengatakan terdakwa
sebagai
karyawan
PT.Buana
Finance,
Tbk
dengan
mengatakan bahwa angsuran pembayaran saksi sudah menunggak. Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
-
bahwa benar terdakwa langsung datang ke kantor saksi di Jl.Asrama Dalam No. 21A Pondok Kelapa Medan Helvetia, setelah itu saksi menyerahkan uang sebesar Rp.5.290.000,- (lima juta dua ratus sembilan puluh ribu rupiah) atas tunggakan angsuran mobil dump truk saksi.
-
Bahwa benar saat itu terdakwa menyerahkan bukti pembayaran kepada saksi berupa 1 (satu) lembar tanda terima pembayaran angsuran mobil.
-
Bahwa benar setelah tiga minggu kemudian pihak PT.Buana Finance, Tbk menghubungi saksi dengan mengatakan bahwa saksi harus segera membayar uang angsuran mobil tersebut, namun saksi menjelaskan kepada
pihak
PT.Buana
Finance,
Tbk
bahwa
saksi
sudah
membayarkannya kepada terdakwa. -
Bahwa atas keterangan saksi tersebut di atas adalah benar dan dibenarkan oleh terdakwa.
II. Keterangan Terdakwa MANAHAN MARULI H.NAIBORHU, Drs di depan persidangan telah memberikan keterangan yang pada pokoknya: -
Bahwa benar terdakwa dalam keadaan sehat jasmani dan rohani;
-
Bahwa terdakwa tidak keberatan dan membenarkan Surat Dakwaan Penuntut Umum.
-
Bahwa benar pada bulan September 2008 sampai dengan hari Selasa tanggal 11 Oktober 2008 bertempat di Perusahaan PT. Buana Finace, Tbk
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
di Wisma BII lt.8 Jl. Diponegoro No. 18 Medan, ketika itu terdakwa mulai bekerja di Perusahaan PT. Buana Finance, Tbk sejak tahun 2003 sebagai staff Remedial yang bertugas hanya untuk melakukan follow up dari konsumen (debitur) yang menunggak, cek unit, dan kunjungan terhadap konsumen dan administrasi remedial, dimana terdakwa ataupun pegawai kantor dari PT. Buana Finance, Tbk tidak dibenarkan menerima uang tagihan pembayaran dari para konsumen namun apabila ada konsumen yang menyerahkan uang kepada terdakwa maka dalam waktu 1 x 24 jam Terdakwa harus segera menyetorkan uang tersebut kepada perusahaan -
Bahwa pada bulan September 2008 bertempat di PT. Buana Finance, Tbk, terdakwa mendapat tugas untuk menghubungi saksi SAIFUL RIZAL dan memberitahukan bahwa kredit pembayaran pembelian 1 (satu) unit mobil dump truk dengan No. Polisi BK 8901 BH yang sudah jatuh tempo pada tanggal 11 Agustus 2008 agar segera membayarkan kepada terdakwa secara cash, karena pada saat itu saksi SAIFUL RIZAL ragu untuk membayarkan langsung kepada terdakwa karen sesuai dengan perjanjian pada saat itu saksi SAIFUL RIZAL langsung membayar uang angsuran tersebut ke kantor PT. Buana Finance, Tbk ataupun transfer ke bank. Kemudian terdakwa terus membujuk saksi SAIFU RIZAL agar menyerahkan uang angsuran mobil tersebut kepada terdakwa dan terdakwa berjanji akan membayarkan langsung kepada pihak PT.Buana Finance, Tbk dengan memperlihatkan tanda bukti dari PT.Buana Finance, Tbk
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
tersebut kepada saksi SAIFUL RIZAL yang sudah jatuh tempo pada tanggal 11 Agustus 2008, lalu saksi menyuruh terdakwa untuk menemui istri saksi SAIFUL RIZAL dirumahnya untuk menerima uang pembayaran kredit pembelian 1(satu) unit mobil dump truk dengan No.Polisi BK 8901 BH sebesar Rp.4.321.000,- (empat juta tiga ratus dua puluh satu ribu rupiah), namun uang tersebut belum disetor oleh terdakwa kepada pihak PT.Buana Finance, Tbk. -
Oleh karena perbuatan terdakwa tersebut tidak diketahui oleh pihak PT.Buana Finance, Tbk dimana tempat terdakwa bekerja maka terdakwa mengulangi perbuatannya lagi dengan cara meminta uang angsuran tagihan pembayaran kepada saksi ZULFIKAR HM NOOR sebesar Rp.5.290.000,- (lima juta dua ratus sembilan puluh ribu rupiah) pada tanggal 30 September 2008 dan sebesar Rp.12.538.000,- (dua belas juta lima ratus tiga puluh delapan ribu rupiah) pada tanggal 07Oktober 2008, saksi RUDOLF MANURUNG sebesar Rp.7.678.600,- (tujuh juta enam ratus tujuh puluh delapan ribu enam ratus rupiah) pada tanggal 06 Oktober 2008 sampai pada tanggal 11 Oktober 2008 terdakwa telah menerima uang pembayaran dari saksi JAFARUDDIN LIDA/ALI sebesar Rp.11.460.000,(sebelas juta empat ratus enam puluh ribu rupiah).
-
Bahwa benar akibat perbuatan terdakwa tersebut maka pihak PT.Buana Finance, Tbk mengalami kerugian materil sebesar Rp.47.329.600,- (empat puluh tujuh juta tiga ratus dua puluh sembilan ribu enam ratus rupiah).
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
-
Bahwa atas perbuatan terdakwa tersebut maka pihak PT.Buana Finance, Tbk melaporkan kejadian tersebut ke kantor Polisi Poltabes Medan guna diproses lebih lanjut
III. Barang Bukti Barang bukti yang diajukan dalam persidangan ini adalah : -
1 (satu) lembar tanda terima dari Buana Finance an. SUSAPTO atas uang tunai Rp.6.042.000,- (enam juta empat puluh dua ribu rupiah).
-
1 (satu) lembar tanda terima dari Buana Finance an. SUSAPTO atas uang tunai Rp.12.538.000,- (dua belas juta lima ratus tiga puluh delapan ribu rupiah). Barang bukti tersebut telah disita secara sah menurut hukum, karena itu dapat digunakan untuk memperkuat pembuktian. Hakim, telah memperlihatkan barang bukti tersebut kepada para saksi dan terdakwa, dan oleh yang bersangkutan telah pula membenarkannya. Berdasarkan fakta-fakta yang telah terungkap di persidangan, maka sampailah pada pembuktian unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan, yaitu : Kesatu : Pasal 374 KUHP ; Atau Kedua : Pasal 378 KUHP ;
4. Tuntutan
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
1. Menyatakan terdakwa MANAHAN MARULI H. NAIBORHU, Drs bersalah melakukan tindak pidana “ penggelapan dalam jabatan ‘ sebagaimana diatur dalam Pasal 374 KUHP, sebagaimana dalam Dakwaan Kesatu. 2. Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa MANAHAN MARULI H. NAIBORHU, Drs selama 1 (satu) tahun penjara dikurangi selama masa penahanan yang telah dijalani dan dengan perintah terdakwa tetap ditahan. 3. Menyatakan barang bukti: -
1 (satu) lembar tanda terima dari Buana Finance an. SUSAPTO atas uang tunai Rp 6.042.000,- (enam juta empat puluh dua ribu rupiah)
-
1 (satu) lembar tanda terima dari Buana Finance an. SUSAPTO atas uang tunai Rp. 12.538.000,- (dua belas juta lima ratus tiga puluh delapan ribu rupiah).
4. Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp.1000,- (seribu rupiah), Demikian tuntutan pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa MANAHAN MARULI H. NAIBORHU, Drs atas perbuatan yang dilakukannya.
5. Pertimbangan Hakim Menimbang, bahwa terdakwa diajukan dipersidangkan oleh penuntut Umum sebagaimana didakwakan melakukan tindak pidana dalam Surat Dakwaan No. Reg perk: PDM- /Ep.2/12/2008 tanggal 17 Desember 2008, sebagai berikut: Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
Kesatu
: Melanggar Pasal 374 KUHPidana
Kedua
: Melanggar Pasal 378 KUHpidana
Menimbang, bahwa untuk membuktikan dakwaan tersebut, Penuntut Umum telah menghadapkan beberapa orang saksi yang telah memberikan keterangan dibawah sumpah sebagai berikut: 1. Saksi Maximus Alijono ; 2. Saksi Lintong Hendra Lumbantoruan ; 3. Saksi Ari tritanto ; 4. Saksi Susapto ; 5. Saksi Indra Wati ; 6. Saksi Doktrin Sembiring ; 7. Saksi Saiful Rizal ; 8. Saksi H. Zulfikar H. M. Noor, Drs ; Saksi-saksi tersebut memberikan keterangannya yang pada pokoknya membenarkan tindakan Terdakwa sebagaimana dalam surat dakwaan Penuntut umum tersebut ; Menimbang bahwa dipersidangan Terdakwa telah memberikan keterangan yang ada pada pokoknya sesuai dengan keterangan yang diberikan poda waktu pemerinksaan pendahuluan di kepolisian ; Menimbang bahwa terdakwa diajukan oleh Penuntut umum dalam perkara ini dengan Surat dakwaan yang disusun berbentuk alternatif / pilihan yaitu yang terdiri dari dakwaan kesatu yang diancam melanggar Pasal 374 KUHPidana dan dakwaan kedua yang diancam melanggar Pasal 378 KUHPidana ; Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
Menimbang, bahwa oleh karena Dakwaan Penuntut Umum tersebut berbentuk alternatif/ pilihan sebagaimana diuraikan diatas, maka majelis memilih dan mempertimbangkan dakwaan kesatu sebagai dasar bagi Penuntut Umum menuntut terdakwa tersebut, dimana Terdakwa diancam melakukan tindak pidana melanggar Pasal 374 KUHPidana yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut dibawah ini : 1. Barang siapa ; 2. Sengaja memiliki dengan melawan hak ; 3. Penggelapan dalam jabatan ; Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut diatas jika dihubungkan dengan unsur-unsur Pasal 374 KUHPidana sebagaimana dimaksud dalam Surat Dakwaan Subsidair Penuntut Umum, Majelis Hakim berkesimpulan bahwa fakta-fakta tersebut telah memenuhi semua unsur dakwaan, oleh karena itu Terdakwa haruslah dihukum yang setimpal dengan perbuatannya ; Menimbang, bahwa selain itu Terdakwa juga dibebani untuk membayar biaya perkara ini yang jumlahnya akan ditentukan dalam amar putusan ; Menimbang, bahwa dari kenyataan yang diperoleh selama persidangan dalam perkara ini. Majelis Hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat melepaskan Terdakwa dari pertanggung jawaban pidana, baik sebagai alasan pembenar maupun alasan pemaaf, oleh karenanya Majelis Hakim berkesimpulan bahwa perbuatan yang dilakukan Terdakwa harus dipertanggung jawabkan kepadanya ;
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa mampu bertanggung jawab, maka Terdakwa harus dinyatakan bersalah atas tindak pidana yang didakwakan dan berdasarkan Pasal 33 ayat (1) KUHAP terhadap diri Terdakwa haruslah di jatuhi pidana ; Menimbang, bahwa sebelum Majelis memutuskan putusan atas diri Terdakwa tersebut terlebih dahulu akan mempertimbangkan hal-hal yang membertakan dan hal-hal yang meringankan di bawah ini : Hal-Hal yang Memberatkan : -
Bahwa perbuatan Terdakwa telah meresahkan masyarakat ;
-
Bahwa perbuatan Terdakwa sangat merugikan PT. Buana Finance, Tbk ;
Hal-Hal yang Meringankan -
Bahwa Terdakwa belum pernah dihukum ;
-
Bahwa Terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya sehingga memperlancar proses persidangan berlangsung ; Menimbang, bahwa selama Terdakwa berada dalam tahanan sebelum
putusan ini diucapakan akan dikurangkan segenapnya dari pidana yang dijatuhkan; Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa ditahan dalam penahanan terhadap diri Terdakwa dilandasi alasan yang cukup, maka berdasarkan pasal 193 ayat (2) sub b KUHAP, maka perlu ditetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan ; Menimbang, bahwa pertimbangan lain dari Majelis adalah dimana dalam hal mempertimbangkan dan memutus perkara ini bukanlah mewakili siapa-siapa Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
dan bukan juga karena sebab lain akan tetapi semata-mata Majelis tetap berprinsip mewakili keadilan ;
6. Putusan Mengingat akan peraturan perundang-undangan serta peraturan lain yang bersangkutan dengan perkara ini ; MENGADILI -
Menyatakan Terdakwa MANAHAN MARULI H. NAIBORHU, Drs terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan perbuatan pidana “ Penggelapan dalam jabatan “ ;
-
Menjatuhkan pidana penjara kepada Terdakwa selama : 10 (sepuluh) bulan ;
-
Menetapkan masa penahanan yang telah dilalui oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari masa pidana yang dijatuhkan tersebut;
-
Menetapkan barang bukti berupa : 1 (satu) lembar tanda terima dari Buana Finance an. Susapto atas uang tunai Rp. 6.042.000,- (enam juta empat puluh dua ribu rupiah), 1 (satu) lembar tanda terima dari Buana Finance an. Susapto atas uang tunai Rp. 12538.000,- (dua belas juta lima ratus tiga puluh delapan ribu rupiah) tetap terlampir dalam berkas perkara ;
-
Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah) ;
-
Menetapkan Terdakwa tetap dalam tahanan ;
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
Demikian diputuskan dalam rapat permusyawarahan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan pada hari : Selasa, tanggal 17 Maret 2009 oleh kami: KRISMAN SORMIN, SH. MH, sebagai Hakim Ketua, I DEWA GEDE NGURAH ADNYANA, SH, dan CATUR IRIANTORO, SH.MH,
masing-
masing sebagai Hakim Anggota, putusan mana diucapkan pada hari itu juga dalam persidangan yang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua tersebut, dengan didampingi oleh Hakim-Hakim Anggota tersebut diatas, dibantu oleh: BETTY, SH, sebagai Panitera Pengganti, dan dihadiri oleh : AKHMAD HASIBUAN, SH. MH, Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Medan serta Terdakwa.
B. Analisis Kasus 1. Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Penggelapan Seperti yang telah diutarakan sebelumnya mengenai pertanggungjawaban pidana bahwa seseorang tidak dapat dijatuhi pidana bila tidak melanggar perbuatan pidana. Hal ini berarti bahwa pertanggungjawaban pidana hanya dapat terjadi jika sebelumnya seseorang telah melakukan tindak pidana. Moeljatno mengatakan bahwa orang tidak mungkin dipertanggungjawabakan (dijatuhi pidana) kalau dia tidak melakukan perbuatan pidana. Tindak pidana itu sendiri terdiri dari dua unsur, yaitu unsur objektif dimana unsur ini pada umumnya dapat terdiri atas suatu perbuatan ataupun suatu akibat dan unsur subjektif yang terdiri atas suatu kehendak atau tujuan, yang terdapat dalam jiwa pelaku, unsur dirumuskan dengan istilah sengaja, niat dan maksud. Oleh karena itu seseorang Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
baru dapat dijatuhi pidana bila unsur subjektif ataupun unsur objektif di dalam pasal yang dikenakan terpenuhi. Setelah
menganalisa
kasus
berkas
perkara
Pidana
No.3892/Pid.B/2008/PN-Mdn maka penulis mengambil kesimpulan mengenai pertanggungjawaban pidana adalah sebagai berikut : a. Bahwa terdakwa secara sah dan bertanggungjawab telah melakukan tindak pidana penggelapan dengan menggunakan jabatan. Keterangan ini diperkuat dengan terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana baik unsur objektif ataupun unsur subjektif yang didakwakan terhadap terdakwa pelaku tindak pidana penggelapan dengan jabatan yaitu unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 374 KUHP. Unsur-unsur yang terpenuhi itu antara lain : Unsur objektif, yang terdiri dari : -
Unsur barang siapa Hal ini dapat dilihat dari terdakwa telah menunjukan kecakapan dan kemampuan dimana terdakwa dalam keberadaannya secara objektif mempunyai fisik dan phsikis yang sehat dan memadai dan tidak terbukti adanya halangan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum. Dengan demikian unsur setiap orang telah terbukti secara sah menurut hukum.
-
Unsur sesuatu barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
Hal ini dapat dilihat dari keterangan para saksi yaitu saksi Maximus Alijono, Lintong H.Lumbantoruan, Ali Tritanto, Susapto, Indrawati, Doktrin Sembiring, Saiful Rizal dan H.Zulfikar yang mana kesemuanya menyatakan bahwa terdakwa telah meminta sejumlah uang kepada para saksi terhadap pembayaran kredit kendaraan yang seharusnya dibayarkan secara langsung ke tempat perusahaan PT.Buana Finance, Tbk yang mana terdakwa sebenarnya hanya ditugaskan untuk memberitahukan agar para nasabah melakukan pembayaran kredit kendaraan yang telah jatuh tempo. Hal ini juga diperkuat oleh keterangan terdakwa yang menyatakan bahwa terdakwa tidak keberatan dan membenarkan surat dakwaan yang diajukan oleh penuntut umum. Hal ini berarti bahwa unsur sesuatu barang yang mana di dalam penggelapan adalah benda yang berwujud terpenuhi, yaitu sejumlah uang yang diminta oleh terdakwa, dan unsur yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain juga terpenuhi, yaitu sejumlah uang tersebut adalah milik dari para saksi yang diminta oleh terdakwa. Dengan demikian maka unsur diatas terpenuhi secara hukum. -
Unsur barang itu ada dalam tangan bukan karena kejahatan Hal ini dapat dilihat dari keterangan para saksi yang telah disebutkan di atas bahwa para saksi secara sadar telah menmyerahkan uang angsuran kredit tersebut kepada terdakwa. Dalam hal ini berarti bahwa para saksi atau pemilik sejumlah uang tersebut telah mempercayakan uang angsuran tersebut kepada terdakwa, namun terdakwa bukannya menyerahkan uang
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
tersebut
kepada
perusahaan
tempat
terdakwa
bekerja
melainkan
menggunakan uang tersebut untuk kepentingan sendiri. Dengan demikian unsur tersebut terpenuhi secara hukum. Unsur subjektif, yang terdiri dari : -
Unsur sengaja memiliki Hal ini dapat dilihat dari keterangan para saksi dan keterangan terdakwa sendiri yang membenarkan dan tidak keberatan terhadap dakwaan darai penuntut umum yang mana dalam keterangannya menyatakan bahwa terdakwa secara sadar telah meminta sejumlah uang kepada para nasabah kredit angsuran kendaraan tetapi tidak menyerahkan uang tersebut kepada perusahaan tempat terdakwa bekerja yang seharusnya berhak atas sejumlah uang itu, sehingga menyebabkan perusahaan menderita sejumlah kerugian. Selain itu terdakwa juga menghendaki untuk melakukan perbuatan memiliki dan sejumlah uang tersebut adalah merupakan milik orang lain dan bukan karena kejahatan, hal ini diperkuat oleh keterangan terdakwa sendiri yang menyatakan bahwa terdakwa langsung menerima sejumlah uang tersebut dari tangan para nasabah dan melakukan berkalikali hal tersebut dikarenakan perbuatannya tidak diketahui oleh pihak perusahaan. Hal ini semakin mempertegas bahwa terdakwa terlah secara sengaja dan sadar dalam melakukan perbuatan tersebut. Dengan demikian unsur tersebut terpenuhi.
-
Unsur dengan melawan hak
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
Bahwa yang dimaksud dengan melawan hak pada pasal ini adalah ditujukan kepada suatu perbuatan yang dilakukan secara tanpa hak atau wewenang atau bertentangan dengan kewajiban yang harus dilaksanakan. Bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi maupun terdakwa diperoleh dipersidangan bahwa terdakwa telah melakukan penagihan uang pembayaran mobil secara kredit dari para konsumen namun terdakwa tidak pernah memberikan uang pembayaran yang sudah dibayar pihak konsumen tersebut kepada pihak PT.Buana Finance, Tbk. Maka akibat perbuatan terdakwa tersebut maka pihak PT.Buana Finance, Tbk mengalami kerugian sebesar Rp 47.329.600,- (empat puluh tujuh juta tiga ratus dua puluh sembilan ribu enam ratus rupiah) sehingga melawan hak karena uang pembayaran tersebut bukan milik dari terdakwa namun milik dari PT.Buana Finance, Tbk. Dengan demikian unsur tersebut terpenuhi. b. Bahwa terpenuhinya unsur-unsur yang memberatkan terdakwa yang terdapat di dalam Pasal 374 KUHP. Unsur Khusus yang Memberatkan, yaitu : Unsur dilakukan oleh orang yang memegang barang itu berhubungan dengan pekerjaannya atau jabatannya karena mendapat upah. Hal ini dibuktikan oleh keterangan para saksi yaitu saksi Maximus Alijono dan saksi Lintong H.Lumbantoruan yang menyatakan dalam keterangannya bahwa terdakwa bekerja di perusahaan PT.Buana Finance, Tbk dengan jabatan Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
sebagai staff remedial yang bertugas hanya untuk melakukan follow up dari konsumen atau debitur yang menunggak, cek unit dan kunjungan terhadap konsumen dan administrasi remedial dimana terdakwa atau pegawai kantor dari PT.Buana Finance, Tbk tidak dibenarkan menerima uang angsuran tagihan pembayaran dari konsumen. Namun apabila ada konsumen yang menyerahkan uang, maka dalam waktu 1 x 24 jam harus segera menyetor uang tersebut kepada perusahaan. Selain itu saksi di atas juga menerangkan bahwa terdakwa telah menerima sejumlah uang dari konsumen namun tidak menyerahkan uang tersebut kepada perusahaan karena kedua saksi mendapat tugas dari pimpinan perusahaan untuk melakukan kunjungan terhadap beberapa konsumen, namun setelah bertemu dengan konsumen para konsumen menyatakan telah membayarkan tagihan kepada terdakwa. Keterangan di atas diperkuat lagi oleh keterangan dari terdakwa yang membenarkan dakwaan dari penuntut umum dengan menyatakan bahwa terdakwa telah bekerja di perusahaan PT.Buana Finance, Tbk sejak tahun 2003 sebagai staff remedial yang bertugas untuk melakukan follow up dari konsumen atau debitur yang menunggak, cek, unit dan kunjungan terhadap konsumen dan administrasi remedial. Dan terdakwa membenarkan bahwa ia diberi tugas oleh pimpinan perusahaan untuk menghubungi para konsumen yang telah jatuh tempo pembayaraan angsurannnya, namun kepercayaan yang diberi kepadanya disalahgunakan dengan meminta sejumlah uang kepada para konsumen namun terdakwa tidak menyerahkan uang tersebut kepada Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
perusahaan, hal ini dilakukan berkali-kali oleh terdakwa karena perbuatannya tidak diketahui oleh pihak perusahaan. Berdasarkan keterangan di atas maka unsur khusus yang memberatkan yang terdapat di dalam Pasal 374 KUHP telah terpenuhi karena terdakwa dengan menggunakan jabatan yang dimiliknya dan terdakwa mendapat kepercayaan dari pimpinan melalui tugas yang diberikan telah disalahgunakan oleh tedakwa dengan tidak menyerahkan uang angsuran yang dimintanya kepada perusahaan. Dengan demikian unsur khusus yang memberatkan telah terpenuhi. Dengan
demikian,
maka
berdasarkan
penguraian
di
atas,
maka
pertanggungjawaban pidana sudah tepat dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana penggelapan dikarenakan pelaku tindak pidana penggelapan telah secara sah memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang merupakan syarat agar seseorang dapat diberlakukan pertanggungjawaban pidana terhadapnya. 2. Pemidanaan Hakim Dalam Kaitannya Dengan Penanggulangan Kejahatan Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa ada tiga teori yang digunakan di dalam tujuan pemidanaan, yaitu teori pembalasan, teori tujuan dan gabungan dari teori pembalasan serta teori tujuan. Dengan memperhatikan duduk perkara dan keterangan saksi serta bukti-bukti maka hukuman yang dijatuhkan oleh hakim yaitu selama 10 (sepuluh) bulan pidana penjara dikurang masa tahanan atau lebih ringan 2 (dua) bulan dari tuntutan yang diajukan penuntut umum yaitu selama satu tahun maka penulis
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
menarik kesimpulan terkait pemidanaan hakim dengan penanggulangan kejahatan sebagai berikut : -
Bahwa keputusan hakim yang menyatakan terdakwa bersalah telah melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan oleh penuntut umum adalah tepat, hal ini dikarenakan telah terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana yang terdapat dalam dakwaan, yaitu unsur-unsur tindak pidana yang terdapat dalam Pasal 374 KUHP.
-
Terkait dengan teori pembalasan yang menyatakan bahwa seseorang yang melakukan tindak pidana haruslah dihukum pidana adalah tepat jika terdakwa dijatuhi pidana. Hal ini dikarenakan terdakwa telah terbukti secara sah di depan pengadilan melakukan tindak pidana penggelapan dengan menggunakan jabatan yang dibuktikan oleh bukti-bukti yang ada yaitu berupa keterangan para saksi, keterangan terdakwa dan bukti-bukti lain yang berkaitan dengan kasus ini.
-
Terkait dengan teori tujuan yang menyatakan bahwa tujuan pemidanaan bukan hanya sekedar menjatuhkan pidana saja tetapi memiliki tujuan tertentu, antara lain untuk memperbaiki penjahat, menjamin ketertiban umum, mencegah terjadinya kejahatan dan lain sebagainya. Dalam hal ini penulis setuju dengan putusan hakim yang menjatuhkan pidana penjara sepuluh bulan kepada terdakwa yang mana lebih ringan dua bulan dari tuntutan penuntut umum. Penulis menganggap pidana penjara sepuluh bulan sudah cukup untuk memberi efek jera, memperbaiki mental
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
terdakwa dan menjaga ketertiban umum. Hal ini dikarenakan bahwa terdakwa selama di persidangan telah mengakui perbuatannya sehingga memperlancar proses peradilan dan terdakwa menyesal telah melakukan perbuatan tersebut. Selain itu terdakwa juga belum pernah dihukum sebelumnya, sehingga menjadi bahan pertimbangan bagi hakim di dalam mengambil keputusan.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN 1. Bahwa ketentuan juridis tindak pidana penggelapan dengan menggunakan jabatan diatur di dalam buku II KUHP Bab XXIV Pasal 374 KUHP yang mana merupakan tindak pidana penggelapan dengan pemberatan yang Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
unsur-unsur tindak pidana nya terdiri atas unsur-unsur tindak pidana penggelapan dalam bentuk pokok yang terdapat dalam Pasal 372 KUHP ditambah dengan unsur-unsur khusus yang memberatkan. Unsur-unsur tindak pidana penggelapan dalam bentuk pokok antara lain : a. Unsur objektif -
Perbuatan memiliki
-
Objek kejahatan sebuah benda
-
Sebagian atau seluruhnya milik orang lain
-
Benda berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan
b. Unsur subjektif -
Unsur kesengajaan
-
Unsur melawan hukum
Unsur-unsur khusus yang memberatkan antara lain : a. Karena ada hubungan kerja b. Mata pencaharian/jabatan (beroep) c. Mendapat upah khusus untuk itu 2. Bahwa pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penggelapan dalam putusan PN. No.3892/Pid.B/2008/PN-Mdn sudah tepat 79
secara hukum. Hal ini dikarenakan terpenuhinya unsur-unsur yang didakwakan oleh penuntut umum kepada terdakwa pelaku tindak pidana penggelapan dengan menggunakan jabatan yaitu unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 374 KUHP. Unsur-unsur yang terpenuhi setelah Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
penulis
melakukan
analisa
terhadap
kasus
serta
putusan
PN.No.3892/Pid.B/2008/PN-Mdn adalah sebagai berikut : a. Unsur-Unsur Objektif, yaitu : -
Unsur barang siapa
-
Unsur sesuatu barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain
-
Unsur barang itu ada dalam tangan bukan karena kejahatan
b. Unsur-Unsur Subjektif, yaitu : -
Unsur sengaja memiliki
-
Unsur dengan melawan hak
c. Unsur Khusus yang Memberatkan, yaitu : -
Unsur dilakukan oleh orang yang memegang barang itu berhubungan dengan pekerjaannya atau
jabatannya karena
mendapat upah Dengan demikian, maka berdasarkan keterangan para saksi, maka pertanggungjawaban pidana sudah tepat dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana penggelapan dikarenakan pelaku tindak pidana penggelapan telah secara sah memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang merupakan syarat agar
seseorang
dapat
diberlakukan
pertanggungjawaban
pidana
dalam
dengan
terhadapnya Bahwa
pemidanaan
hakim
kaitannya
penanggulangan kejahatan adalah tepat, yaitu sesuai dengan teori dari Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
tujuan pemidanaan tersebut, yaitu tujuan pidana berdasarkan teori pembalasan dan tujuan pidana berdasarkan teori tujuan. Berdasarkan teori pembalasan dinyatakan bahwa seseorang yang melakukan tindak pidana haruslah dihukum pidana. Oleh karena itu penulis mengambil kesimpulan bahwa terkait dengan teori pembalasan, sanksi pidana yang dijatuhkan hakim adalah tepat. Hal ini dibuktikan atas keterangan para saksi dan keterangan terdakwa sendiri. Berdasarkan teori tujuan yang menyatakan bahwa tujuan pidana bukan hanya sekedar menjatuhkan pidana saja tetapi memiliki tujuan tertentu. Berdasarkan teori tujuan, penulis mengambil kesimpulan bahwa sanksi pidana yang dijatuhkan hakim adalah tepat yaitu untuk memperbaiki penjahat, menjamin ketertiban umum dan mencegah terjadinya kejahatan lain.
B. SARAN 1. Agar pemerintah bekerjasama dengan badan-badan swasta atau lembaga swasta mengadakan kerja sama dalam bidang pengawasan dan pembinaan terhadap kinerja karyawan yang bekerja di perusahaan swasta. 2. Agar perusahaan lebih ketat lagi dalam melakukan pengawasan dan kontrol kerja terhadap para karyawannya sehingga ruang gerak untuk dapat memungkinkan terjadinya tindak pidana dapat ditekan sekecil mungkin.
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
3. Agar
para
direksi
pimpinanan
perusahaan
lebih
meningkatkan
kesejahteraan karyawannya sehingga dapat mengurangi niat melakukan tindak pidana yang dilakukan karyawan perusahaan. 4. Agar aparat penegak hukum secara teratur dan berkesinambungan bekerjasama
dengan
Lembaga
Bantuan
Hukum
setempat
untuk
memberikan penyuluhan hukum, sehingga kesadaran hukum masyarakat dapat bertambah yang akan berdampak terhadap berkurangnya tingkat kejahatan. 5. Terkait dengan penjatuhan tindak pidana terhadap pelaku tindak pidana diharapkan agar para aparat penegak hukum dapat menjatuhkan sanksi yang sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan tanpa melupakan hal-hal yang meringankan ataupun memberatkan terdakwa dalam penjatuhan sanksi, sehingga tercipta keadilan baik bagi terdakwa juga masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Bayumedia, 2003, Malang Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana. Edisi Revisi 2008, Rineka Cipta, 2008, Jakarta Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, 1985, Jakarta Timur Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Kencana Prenada Media Group, 2008, Jakarta Chairul Huda,. “Dari ‘Tiada Pidana Tanpa Kesalahan’ Menuju Kepada ‘Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan’“, Kencana Prenada Media, 2006, Jakarta Djoko prakoso, Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia, Liberty, 1987, Yogyakarta H.A.K. Moch. Anwar (Dading), Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP BUKU II), Alumni, 1979, Bandung Made Darma Weda, Kriminologi, PT Raja Grafindo Persada, 1996, Jakarta Martiman Prodjohamidjojo, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia 2, PT Pradnya Paramita, 1997, Jakarta Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, 2000, Jakarta. M. Ridwan, Ediwarman, S, Azas-azas Kriminologi, Universitas Sumatera Utara Press, 1994, Medan Ninik Widiyanti- Panji Anoraga, Perkembangan Kejahatan Dan Masalahnya Ditinjau dari Segi Kriminologi Dan Sosial, PT Pradnya Paramita, 1987, Jakarta Romli Atmasasmita, Kapita Selekta Hukum Pidana Dan Kriminologi, Mandar Maju, 1995, Bandung R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Politeia, 1993, Bogor.Soerjono soekanto, Hengkie liklikuwata Mulyan W. Kusumah, Kriminologi Suatu Pengantar, Ghalia Indonesia, 1985, Jakarta Soerjono Soekanto, Hengkie Liklikuwata, Mulyana W. Kusumah, Kriminologi Suatu Pengantar, Ghalia Indonesia, 1985, Jakarta S. R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya, Alumni Ahaem – Petehaem, 1996, Jakarta Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.
Teguh Prasetyo, Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana Kajian Kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi, Pustaka Pelajar, 2005,Yogyakarta Tongat, Pidana Kerja Sosial Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, Djambatan, 2001, Jakarta Topo Santoso, Eva Achjani Zulfa, Kriminologi, PT Raja Grafindo Persada, 2002, Jakarta www.balitbangjateng.go.id/kegiatan/penelitian2008/b1_kkn.pdf
Rio Fernando Manik : Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan (Studi Putusan Nomor : 3892/Pid.B/2008/PN-Mdn), 2010.