PROPO OSAL OPE ERASIONA AL TAHUN N 2013
PER RAN PE ENYUL LUH SW WADAY YA DAL LAM IMPLEME ENTAS SI UND DANG– –UNDA ANG PENY YULUH HAN PE ERTAN NIAN
Tim m Penelitian Kurnia Suci Indra aningsih Syahyuti Sugiarto Sunarsih d Makky Ar-Rozi A Ahmad Srri Suharyono
PU USAT SO OSIAL EK KONOMII DAN KEBIJAKA AN PERT TANIAN BA ADAN PE ENELITIAN DAN N PENGEMBANGA AN PERT TANIAN KEM MENTER RIAN PER RTANIAN N 2013
i
RINGKASAN Dalam memenuhi kebutuhan penyuluh pertanian untuk pembangunan pertanian dan ketahanan pangan, tidak hanya ditugaskan penyuluh berstatus pegawai negeri sipil (PNS), tetapi harus melibatkan Penyuluh Swadaya dari masyarakat secara partisipatif dan sukarela. Kedudukan Penyuluh Pertanian Swadaya sebagai mitra Penyuluh Pertanian PNS dalam melakukan kegiatan penyuluhan pertanian, baik sendiri-sendiri maupun kerja sama untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian berdasarkan programa penyuluhan pertanian di wilayah setempat. Keberadaan Penyuluh Pertanian Swadaya bersifat mandiri untuk memenuhi kebutuhan pendamping pelaku utama dan pelaku usaha pertanian. Dalam hal ini Penyuluh Pertanian Swadaya melakukan kegiatan penyuluhan pertanian kepada pelaku utama dan pelaku usaha sesuai dengan rencana kerja penyuluhan pertanian yang disusun berdasarkan programa penyuluhan pertanian di wilayah kerjanya. Secara standar normatif, peran Penyuluh Pertanian Swadaya dalam penyelenggaraan penyuluhan, masih belum optimal. Mekanisme kerja kemitraan antara Penyuluh Pertanian PNS dengan Penyuluh Pertanian Swadaya dan Penyuluh Pertanian Swasta, sebagaimana diamanatkan dalam Permentan No. 61/2008 belum sepenuhnya terwujud. Posisi Penyuluh Swadaya masih subordinat jika disandingkan dengan Penyuluh PNS. Penelitian ini bertujuan: (1) Mengidentifikasi profil dan tipologi Penyuluh Swadaya; (2) Menganalisis persepsi petani terhadap peran penyuluh swadaya; (3) Meng analisis persepsi penyuluh pertanian pemerintah (PNS) terhadap peran penyuluh swadaya; (4) Menganalisis kinerja penyuluh swadaya dan permasalahan yang dihadapi serta (5) Menganalisis faktor-faktor penentu kinerja penyuluh swadaya. Lokasi penelitian mencakup wilayah Jawa (Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Jawa Tengah) dan Luar Jawa (Provinsi Kalimantan Selatan) dengan jumlah responden sebanyak 251. Analisis data dalam penelitian ini mencakup: (1) analisis statistik deskriptif, dan (2) analisis statistik inferensia. Analisis data kualitiatif disampaikan secara deskriptif, dengan menganalisis dan mengidentifikasi kaitan sebab akibat dari gejala yang diamati serta mengambil kesimpulan yang menjadi dasar deduktif dan prediktif untuk meramal peristiwa-peristiwa di masa mendatang. Analisis statistik inferensia yang digunakan dalam penelitian ini adalah Structural Equation Modelling (SEM), untuk mendapatkan model empiris hubungan kausalitas antara peubah eksogen dengan peubah endogen.
ii
DAFTAR SINGKATAN Bakorluh Bapelluh BKP BKP3 BOP BP3K BP4K BPP Diklat DKP FEATI FMA Gapoktan Iptek IPP KUT LSM PCA Perda Perbup Pergub Permentan Perpres PNS P4S P3TIP SDMC SDM SEM SP3K THL-TBPP UU UUD
: Badan Koordinasi Penyuluhan : Badan Pelaksana Penyuluhan : Badan Ketahanan Pangan : Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan : Biaya Operasional Penyuluhan : Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan : Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan : Balai Penyuluhan Pertanian : Pendidikan dan Latihan : Dewan Ketahanan Pangan : Farmer Empowerment through Agricultural Technology and Information : Farmer Managed of Extension Activity : Gabungan Kelompok Tani : Ilmu Pengetahuan dan Teknologi : Industri Pertanian Pedesaan : Kredit Usahatani : Lembaga Swadaya Masyarakat : Participatory Communication Apprasial : Peraturan Daerah : Peraturan Bupati : Peraturan Gubernur : Peraturan Menteri Pertanian : Peraturan Presiden : Pegawai Negeri Sipil : Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan dan Swadaya : Program Pemberdayaan Petani melalui Teknologi dan Informasi Pertanian : Spektrum Diseminasi Multi-Channel : Sumberdaya Manusia : Structural Equation Modelling : Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan : Tenaga Harian Lepas-Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian : Undang-Undang : Undang-Undang Dasar
1
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyuluhan pertanian saat ini diharapkan mampu mendukung empat sukses yang menjadi target Kementerian Pertanian, mengingat kegiatan penyuluhan pertanian merupakan instrumen penting dalam pembangunan pertanian di pedesaan. terbatas
Namun fakta di lapangan tingkat penguasaan teknologi petani relatif di
tengah
pendampingan
persaingan
pembinaan
pasar
teknis
dan
yang
semakin
manajemen
ketat, secara
membutuhkan intensif
dan
berkesinambungan. Hal tersebut menuntut adanya kapasitas aparat pembina teknis yang mampu melayani bimbingan teknologi secara spesifik (komoditas) sesuai dengan kebutuhan petani serta mampu berperan sebagai mediator terhadap sumber pembiayaan dan pasar. Kemudian aparat tersebut dapat berkomunikasi dan berkoordinasi dengan pemangku kepentingan (stakeholder) termasuk petugas lapang lainnya dalam meningkatkan kesejahteraan petani dan ketahanan pangan keluarga. Luasnya wilayah kerja penyuluh pertanian dan banyaknya individu/kelompok petani yang harus dilayani juga membutuhkan rasio petani dan penyuluh yang ideal serta terpenuhinya sarana tranportasi, komunikasi, alat peraga dan biaya operasional pembinaan yang memadai. Untuk itu diperlukan upaya-upaya dalam mewujudkan sistem penyuluhan yang efektif melalui terbangunnya kelembagaan penyuluhan
yang
didukung
dengan
kapasitas
dan
jumlah
penyuluh
yang
proporsional, sarana kerja dan fasilitas operasional yang memadai, pembinaan yang berkesinambungan serta terbuka bagi masyarakat yang berminat untuk berperan serta dalam kegiatan penyuluhan. Dalam memenuhi kebutuhan penyuluh pertanian untuk pembangunan pertanian dan ketahanan pangan, tidak hanya ditugaskan Penyuluh berstatus Pegawai Negeri Sipil, tetapi harus melibatkan Penyuluh Swadaya dari masyarakat secara partisipatif dan sukarela (Kementerian Pertanian, 2010). Sampai saat ini jumlah Penyuluh Pertanian PNS yang bertugas di desa masih kurang memadai, terlihat dari wilayah kerja Penyuluh Pertanian PNS lebih dari satu desa. Jumlah desa per Desember 2012 sebanyak 69.249, terdiri dari 8.216 kelurahan dan 6.694 desa (Wikipedia, 2012). Jumlah penyuluh per Juli 2011 sebanyak 52.428 2
orang, terdiri dari penyuluh PNS 27.961 orang, penyuluh honorer 1.251 orang, THLTB 23.216 orang (Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, 2013). Oleh karena itu Pemerintah membuka peluang bagi petani yang telah maju bersedia menjadi Penyuluh Pertanian Swadaya untuk bermitra dengan Penyuluh Pertanian PNS dalam melakukan kegiatan penyuluhan pertanian di desanya. Saat ini tercatat adanya Penyuluh Swadaya sebanyak 8.107 orang (Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, 2013). Keberadaan Penyuluh Pertanian Swadaya berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
(SP3K)
pada
pasal
20
dan
diatur
dalam
Peraturan
Menteri
Pertanian/Permentan Nomor: 61/Permentan/ OT.140/11/2008 tentang Pedoman Pembinaan Penyuluh Pertanian Swadaya dan Penyuluh Swasta. Penyuluh Pertanian Swadaya adalah pelaku utama yang berhasil dalam usahanya dan warga masyarakat lainnya yang dengan kesadarannya sendiri mau dan mampu menjadi penyuluh. Pelaku utama untuk kegiatan pertanian adalah petani tanaman pangan, petani hortikultura, pekebun dan peternak beserta keluarganya. Hal ini dimaksudkan agar dalam pembangunan pertanian tercipta kegiatan penyuluhan yang dilakukan secara profesional
untuk
menumbuh-kembangkan
kemampuan
kemandirian
petani.
Pembinaan penyuluhan yang diselenggarakan baik oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah maupun swadaya atau swasta merupakan amanat UU No. 16/2006. Kedudukan Penyuluh Pertanian Swadaya sebagai mitra Penyuluh Pertanian PNS dalam melakukan kegiatan penyuluhan pertanian, baik sendiri-sendiri maupun kerja sama untuk melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian berdasarkan programa penyuluhan pertanian di wilayah setempat. Keberadaan Penyuluh Pertanian Swadaya bersifat mandiri untuk memenuhi kebutuhan pendamping pelaku utama dan pelaku usaha pertanian. Tugas pokok Penyuluh Pertanian Swadaya adalah melakukan kegiatan penyuluhan pertanian kepada pelaku utama dan pelaku usaha sesuai dengan rencana kerja penyuluhan pertanian yang disusun berdasarkan programa penyuluhan pertanian di wilayah kerjanya. Sesuai dengan Permentan No. 61 tahun 2008, disebutkan bahwa pembinaan terhadap pelaksanaan kegiatan penyuluhan pertanian khususnya bagi Penyuluh Pertanian Swadaya dan Penyuluh Pertanian Swasta selama ini dirasakan belum 3
memiliki arah yang jelas, juga belum didayagunakan secara optimal untuk memenuhi kebutuhan pelaku utama dan pelaku usaha. Secara standar normatif, peran Penyuluh Pertanian Swadaya dalam penyelenggaraan penyuluhan, masih belum optimal. Mekanisme kerja kemitraan antara Penyuluh Pertanian PNS dengan Penyuluh Pertanian Swadaya dan Penyuluh Pertanian Swasta, sebagaimana diamanatkan dalam Permentan No. 61/2008 belum sepenuhnya terwujud. Posisi Penyuluh Swadaya masih subordinat jika disandingkan dengan Penyuluh PNS. Untuk membangun sinergi kemitraan, perlu diidentifikasi kebutuhan masing-masing Penyuluh (PNS, Swadaya, dan Swasta). 1.2. Dasar Pertimbangan Pengembangan pembangunan pertanian pada masa mendatang perlu memberikan perhatian yang khusus terhadap penyuluhan pertanian, karena penyuluhan pertanian merupakan salah satu kegiatan yang strategis dalam upaya pencapaian tujuan pembangunan pertanian. Melalui kegiatan penyuluhan, petani ditingkatkan kemampuannya agar dapat mengelola usahataninya, dengan produktif, efisien dan menguntungkan, sehingga petani dan keluarganya dapat meningkatkan kesejahteraannya. Meningkatkan kesejahteraan petani dan keluarganya adalah tujuan utama dari pembangunan pertanian. Asas
keseimbangan
kegiatan
penyuluhan,
yang
memperhatikan
keseimbangan antara kebijakan, inovasi teknologi dengan kearifan masyarakat setempat, keseimbangan pemanfaatan sumberdaya dan kelestarian lingkungan, serta keseimbangan antar kawasan yang maju dengan kawasan yang relatif tertinggal,
masih
belum
terlaksana
dengan
baik.
Asas
kerjasama
dalam
penyelenggaraan penyuluhan yang seharusnya dilaksanakan secara sinergis dalam kegiatan pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan serta sektor lain belum tercapai dengan baik. Asas berkeadilan, belum tercermin dalam penyelenggaraan penyuluhan
yang
memposisikan
pelaku
utama
dan
pelaku
usaha
berhak
mendapatkan pelayanan secara proporsional sesuai dengan kemampuan, kondisi, serta kebutuhan pelaku utama dan pelaku usaha, sebagaimana yang diharapkan dalam UU No. 16/2006.
4
Penyuluhan
semestinya
dilakukan
dengan
menggunakan
pendekatan
partisipatif melalui mekanisme kerja dan metode yang disesuaikan dengan kebutuhan serta kondisi pelaku utama dan pelaku usaha. Satu tenaga Penyuluh Pertanian Pemerintah (PNS) di beberapa lokasi harus membina 3-6 desa, ditambah tugas-tugas administratif (Indraningsih et. al., 2010). Kementerian Pertanian telah mencanangkan kebijakan yang menetapkan satu desa satu penyuluh pertanian. Untuk pencapaian target tersebut, alternatif yang dipandang sejalan dengan UU RI Nomor 16 Tahun 2006 adalah mengefektifkan peran penyuluh swadaya yang bertugas mendampingi penyuluh pertanian pemerintah. Berdasarkan uraian tersebut, maka kegiatan penelitian ini menjadi penting untuk mengidentifikasi peran penyuluh swadaya yang bertugas mendampingi penyuluh pertanian pemerintah (PNS) di dalam melakukan pendampingan. Peran penyuluh swadaya sebagai pengidentifikasi masalah dan kebutuhan, fasilitator, pentransfer teknologi dan informasi, untuk meningkatkan kapasitas petani dalam pembangunan pertanian terutama dalam mencapai swasembada dan swasembada berkelanjutan, serta meningkatkan nilai tambah maupun daya saing produk pertanian. 1.3. Tujuan Tujuan umum penelitian ini adalah menghasilkan rekomendasi kebijakan tentang
penyuluh swadaya sejalan dengan UU No. 16/2006. Secara khusus, penelitian ini bertujuan:
1. Mengidentifikasi profil dan tipologi Penyuluh Swadaya; 2. Menganalisis persepsi petani terhadap peran penyuluh swadaya; 3. Menganalisis persepsi penyuluh pertanian pemerintah (PNS) terhadap peran penyuluh swadaya; 4. Menganalisis kinerja Penyuluh Swadaya dan permasalahan yang dihadapi; 5. Menganalisis faktor-faktor penentu kinerja penyuluh swadaya.
5
1.4. Keluaran yang Diharapkan Keluaran umum dari kegiatan penelitian ini adalah rekomendasi kebijakan penyuluh swadaya sejalan dengan UU No. 16/2006. Keluaran khusus dari kegiatan penelitian ini adalah: 1. Hasil identifikasi profil dan tipologi Penyuluh Swadaya; 2. Hasil analisis persepsi petani terhadap peran penyuluh swadaya; 3. Hasil analisis persepsi penyuluh pertanian pemerintah (PNS) terhadap peran penyuluh swadaya; 4. Hasil analisis kinerja penyuluh swadaya dan permasalahan yang dihadapi; 5. Hasil analisis faktor-faktor penentu kinerja penyuluh swadaya. 1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak Penerima manfaat dari kegiatan ini adalah Kementerian Pertanian terutama Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian sebagai lembaga yang menangani penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program, serta pelaksanaan penyuluhan, pendidikan dan pelatihan, standarisasi dan sertifikasi sumberdaya manusia pertanian sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Luaran kegiatan ini berguna bagi Kementerian Pertanian untuk merumuskan kebijakan kegiatan penyuluhan yang melibatkan peran aktif Penyuluh Swadaya, sebagai upaya mencapai target Kementerian Pertanian satu desa satu penyuluh. Selain itu, luaran kegiatan ini dapat dijadikan rujukan dalam menyusun fungsi dan peran, motivasi, mekanisme kerja dan profesionalismenya dalam pembinaan petani. Apabila dilaksanakan
rumusan oleh
konsepsi
institusi
atau
rekomendasi lembaga
kebijakan yang
Penyuluh
berwenang
Swadaya melakukan
penyelenggaraan penyuluhan dengan didukung oleh (1) kelembagaan penyuluhan yang mengacu pada UU No. 16/2006, (2) tenaga penyuluh pertanian (PNS dan swadaya) yang memiliki kompetensi dan integritas tinggi di lapangan, maka kegiatan penyuluhan akan mendorong tercapainya empat sukses target Kementerian Pertanian, melalui implementasi pembinaan yang efektif bagi Penyuluh Swadaya, serta berkembangnya pelaku usaha yang mandiri dan berkesinambungan serta berwawasan agribisnis.
6
I.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Teoritis 2.1.1. Eksistensi Penyuluh Pertanian Swadaya Dalam Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 16 Tahun 2006 Pasal 1 ayat (2), yang dimaksud dengan penyuluhan adalah: ”proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong serta mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.” Selanjutnya pada Pasal 26 ayat (3), ”penyuluhan dilakukan dengan menggunakan pendekatan partisipatif melalui mekanisme kerja dan metode yang disesuaikan dengan kebutuhan serta kondisi pelaku utama dan pelaku usaha.” Pada Pasal 2 UU RI Nomor 16 Tahun 2006, “penyuluhan diselenggarakan berasaskan demokrasi, manfaat,
kesetaraan,
keterpaduan,
keseimbangan,
keterbukaan,
kerjasama,
partisipatif, kemitraan, berkelanjutan, berkeadilan, pemerataan, dan bertanggung gugat.” Dalam UU No. 16/2006, dinyatakan bahwa penyuluhan dilakukan oleh Penyuluh PNS, Penyuluh Swasta, dan/atau Penyuluh Swadaya; dan keberadaan Penyuluh Swasta serta Penyuluh Swadaya bersifat mandiri untuk memenuhi kebutuhan pelaku utama dan pelaku usaha.
Penyuluh Swasta dan Penyuluh
Swadaya dalam melaksanakan penyuluhan kepada pelaku utama dan pelaku usaha dapat berkoordinasi dengan penyuluh PNS. Penyuluh Swasta adalah penyuluh yang berasal dari dunia usaha dan/atau lembaga yang mempunyai kompetensi dalam bidang penyuluhan; sedangkan Penyuluh Swadaya adalah pelaku utama yang berhasil dalam usahanya dan warga masyarakat lainnya yang dengan kesadarannya sendiri mau dan mampu menjadi penyuluh.
Mencermati makna eksplisit yang
tertuang dalam UU tersebut Penyuluh Swadaya dalam melakukan kegiatan penyuluhan dapat bekerjasama dengan Penyuluh Pertanian PNS. Selama ini, setiap ada proyek/program pemerintah, penyuluh selalu bekerjasama dengan kelompok tani.
Interaksi yang tergolong sering dilakukan 7
dengan pengurus kelompok tani, terutama ketua kelompok tani.
Implikasinya
adalah bahwa ketua kelompok tani dapat dikategorikan sebagai Penyuluh Swadaya. Semestinya di tingkat masyarakat petani perlu dilakukan sosialisasi bahwa selain Penyuluh Pertanian PNS, terdapat pula Penyuluh Swasta dan Penyuluh Swadaya (dapat berasal dari kalangan petani). Sosialisasi ini perlu dilakukan karena selama ini yang dikenal masyarakat petani secara luas adalah Penyuluh dari Pemerintah atau Penyuluh Pertanian PNS. Dalam kegiatan penyuluhan akan terjadi proses komunikasi dan adopsi. Proses komunikasi timbul karena penyuluh berusaha mengadakan hubungan dengan para petani.
Proses adopsi timbul pada diri petani itu sendiri setelah adanya
interaksi dan komunikasi dengan penyuluh. Perkembangan proses adopsi dapat diperkirakan dari gejolak atau tingkah laku petani yang bersangkutan (Wiriatmaja, 1983). Penyuluhan pertanian sebagai pendidikan non formal membawa dua tujuan utama yang di-harapkan untuk jangka pendek adalah menciptakan perubahan perilaku termasuk di dalamnya sikap, tindakan dan pengetahuan serta untuk jangka panjang adalah meningkatkan taraf hidup petani (Sastraadmadja, 1993). 2.1.2. Peran Penyuluh Sejalan dengan arus globalisasi berupa liberalisasi perdagangan, perubahan preferensi konsumen terhadap produk pertanian dan upaya terhadap kelestarian lingkungan, menuntut pendekatan penyuluhan pertanian yang dinamis mengikuti perubahan. Permasalahannya adalah bahwa peran Penyuluh Pertanian PNS dinilai hanya sekedar sebagai penyampai (diseminator) teknologi dan informasi. Padahal Penyuluh Pertanian PNS dituntut lebih ke arah sebagai motivator, dinamisator, fasilitator dan konsultan bagi petani (Tjitropranoto, 2003; Subejo, 2009). Lippitt et
al. (1958) dan Rogers (2003) bahkan menambahkan Penyuluh Pertanian harus dapat mendiagnosis permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh klien (petani), membangun dan memelihara hubungan dengan sistem klien (petani), memantapkan adopsi, serta mencegah penghentian adopsi. Cukup banyak ahli yang membicarakan tentang peran yang harus dijalankan seorang penyuluh. Mosher (1997) misalnya menyebutkan bahwa peran penyuluh pertanian adalah sebagai; (1) guru, (2) penganalisa, (3) penasehat, (4) organisator, 8
(5) pengembang kebutuhan perubahan, (6) penggerak perubahan, dan (7) pemantap hubungan masyarakat petani. Kartasapoetra (1994) menyebut peran penyuluh sangat penting bagi terwujudnya pembangunan pertanian moderen yaitu pembangunan pertanian berbasis rakyat. Peran penyuluh menurutnya adalah sebagai peneliti yang mencari masukan terkait dengan ilmu dan teknologi, sebagai pendidik yang meningkatkan pengetahuan untuk memberikan informasi kepada petani serta menimbulkan semangat dan kegairahan bekerja kepada petani, dan sebagai penyuluh yang menimbulkan sikap keterbukaan bukan paksaan. Artinya, peran penyuluh cukup berat dan mengharuskannya memiliki kemampuan tinggi. Untuk mendukung peran-peran tersebut, Penyuluh Pertanian sudah harus menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi, komunikasi dan edukasi. Pada saat ini Penyuluh PNS dan THL-TBPP berhadapan dengan salesman yang merupakan pelayan teknis perusahaan sarana produksi nasional dan multinasional serta berperan sebagai Penyuluh Swasta, telah memasuki wilayah pedesaan. Untuk itu Penyuluh Pertanian (PNS dan THL-TBPP) diharapkan dapat berperan dengan lebih baik, sehingga keberadaannya mempunyai arti dan dibutuhkan bagi petani, kelompok tani dan gapoktan. Sebelum teknologi informasi mengalami perkembangan seperti sekarang petani biasanya mengandalkan hanya dari satu atau beberapa sumber informasi. Peran Penyuluh Pertanian menjadi sentral. Kini seiring dengan perkembangan teknologi, penyebaran informasi teknologi tidak lagi tergantung pada hanya satu atau dua channel. Petani menerima informasi teknologi tidak hanya melalui birokrasi institusi pemerintahan seperti dinas teknis terkait, akan tetapi juga dari sumber lain seperti LSM, swasta, dan bahkan dari sumber dunia maya (internet). Hal tersebut belakangan sering diistilahkan sebagai Spektrum Diseminasi Multi-Channel (SDMC). Ruang lingkup kegiatan percepatan adopsi inovasi teknologi melalui pendekatan SDMC meliputi: (1) karakerisasi jaringan transfer teknologi melalui pendekatan
Participatory Communication Apprasial (PCA); (2) rancangan model transfer inovasi melalui pendekatan SDMC spesifik lokasi; dan (3) penumbuhan model percepatan inovasi teknologi melalui klinik agribisnis. Secara umum spektrum mempunyai makna sama dengan jangkauan. Istilah tersebut biasa dijumpai dalam kaitan dengan siaran radio dan atau televisi. Dalam 9
hal ini spektrum identik dengan jangkauan dari frekuensi radio elektromagnetik yang digunakan untuk mentransmisikan suara, data dan program televisi. Secara umum pengertian spektrum dalam konteks SDMC dapat mengandung pengertian yang sama yaitu jangkauan. Dalam istilah lain spektrum menunjukkan “border target” atau ruang lingkup sasaran diseminasi. Jika materinya terkait inovasi teknologi pertanian, sasarannya petani pelaku usahatani, pelaku usaha dan pengguna lain yang terkait (Prawiranegara dan Suryani, 2011). Konsep tentang SDMC tersebut sama dengan saluran komunikasi sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Rogers dan Shoemaker (1971); Rogers (2003).
Saluran komunikasi dibedakan atas: (1)
saluran interpersonal dan media massa; serta (2) saluran lokalit dan kosmopolit. 2.1.3. Peran sebagai Pengidentifikasi Permasalahan dan Kebutuhan Petani Sebagian besar petani menilai bahwa permasalahan-permasalahan yang dihadapi petani tidak semuanya dapat diatasi penyuluh.
Penyuluh dinilai petani
belum berperan dalam mengidentifikasi permasalahan dalam kegiatan berusahatani, termasuk juga mengidentifikasi kebutuhan petani (Indraningsih, 2010). Dalam hal pemasaran, petani membutuhkan kerjasama dengan pihak lain untuk menampung produk pertanian yang telah diolah sehingga petani mendapatkan nilai tambah (seperti minyak atsiri dari daun nilam).
Dinas teknis seperti Dinas Perindustrian
telah memberikan batuan alat pengolah produk pertanian, namun demikian dalam operasionalnya dibutuhkan modal yang relatif besar. 2.1.4. Peran sebagai Fasilitator Dalam melaksanakan kegiatan, penyuluh seringkali tidak mengacu pada kepentingan petani, tetapi lebih mementingkan keinginan pemerintah. Padahal Slamet (2003) telah menegaskan penyuluh harus mampu merespon tantangantantangan baru yang muncul dari situasi baru. Dalam paradigma baru penyuluhan pertanian, salah satu faktornya adalah penyuluh perlu berpikir tentang agribisnis sebagai
sistem
konsekuensinya,
yang
terjadi
lembaga
interdependensi
penyuluhan
subsistem
pertanian
di
hulu-hilir.
tingkat
pusat
Sebagai (Badan
Pengembangan SDM) perlu melakukan kerjasama dan berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. 10
Kerjasama tersebut perlu ditindaklanjuti sampai tingkat kabupaten yang melibatkan penyuluh dan petani (sebagai produsen komoditas pertanian). Selain itu, penyuluh juga harus mampu berperan sebagai penghubung dalam membangun kerjasama antara petani (kelompok tani) dengan pihak swasta (pengusaha swasta) yang menangani pengolahan dan pemasaran produk olahan pertanian. Dukungan kebijakan pemerintah daerah setempat sangat diperlukan terutama yang terkait dengan penyediaan prasarana jalan dan sarana transportasi. 2.1.5. Peran sebagai Pentransfer Teknologi dan Informasi Penyuluh Pertanian PNS dituntut menyampaikan pesan yang bersifat inovatif yang mampu mengubah atau mendorong perubahan, sehingga terwujud perbaikanperbaikan mutu hidup setiap individu dan seluruh masyarakat (Mardikanto, 1993). Pesan atau materi penyuluhan yang disampaikan para penyuluh kepada pelaku utama dan pelaku usaha dalam berbagai bentuk yang meliputi informasi, teknologi, rekayasa sosial, manajemen, ekonomi, hukum dan kelestarian lingkungan. Materi penyuluhan tersebut dibuat berdasarkan kebutuhan dan kepentingan pelaku utama dan pelaku usaha dengan memperhatikan kemanfaatan dan kelestarian sumberdaya pertanian, perikanan, dan kehutanan. Unsur yang perlu diperhatikan dalam mengemas materi penyuluhan adalah pengembangan sumberdaya manusia dan peningkatan modal sosial. Peraturan Menteri Pertanian No: 25/Permentan/OT.140/ 5/2009 memuat tentang Pedoman Penyusunan Programa Penyuluhan Pertanian, yang mencakup acuan penyelenggaraan penyuluhan. Spesifikasi mutu produk pertanian yang diminati konsumen perlu diketahui petani sebagai penjamin mutu produk di tingkat produsen. Menurut Tjitropranoto (2003) materi penyuluhan selama tiga dekade lebih didominasi oleh aspek alih teknologi, berorientasi pada kepentingan program/proyek untuk mencapai target suatu produksi. Untuk itu, cakupan materi penyuluhan perlu diperluas, tidak lagi terbatas pada teknologi produksi. Namun juga memperhatikan teknologi panen, pengolahan, pengemasan, transportasi, informasi harga dan informasi pasar, dan upaya agribisnis, sehingga usahatani yang dikelola petani menguntungkan dan berkelanjutan. Materi penyuluhan yang dibutuhkan petani harus didasarkan pada
11
kesempatan, kemauan dan kemampuan petani untuk menerapkan, bukan karena perhitungan ilmiah yang dinilai menguntungkan. Subejo (2009) juga melakukan kritik serupa, agar materi penyuluhan pertanian bergeser tidak hanya sekedar peningkatan produksi namun menyesuaikan dengan isu global yang lain.
Seperti upaya menyiapkan petani dalam mengatasi
persoalan perubahan iklim global. Petani perlu dikenalkan dengan sarana produksi yang memiliki daya adaptasi tinggi terhadap goncangan iklim.
Selain itu, materi
penyuluhan ke depan perlu berorientasi pada teknik bertani yang ramah lingkungan, hemat air serta tahan terhadap cekaman suhu tinggi. Materi penyuluhan lain yang juga perlu diperhatikan adalah pengaruh fenomena anomali iklim El Nino dan La Nina terhadap produksi pangan
(Irawan ,2006).
Kebijakan yang komprehensif
diperlukan sebagai upaya menekan dampak negatif El Nino dan La Nina terhadap produksi pangan, yang mencakup: (1) pengembangan sistem deteksi dini anomali iklim; (2) pengembangan sistem diseminasi informasi yang efisien tentang anomali iklim; dan (3) mengembangkan, mendiseminasikan dan memfasilitasi petani untuk menerapkan teknik budidaya tanaman yang adaptif terhadap situasi kekeringan, serta mengembangkan teknik pemanenan hujan. Ketiga kebijakan tersebut perlu diacu sebagai materi penyuluhan dengan terlebih dahulu disesuaikan dengan kebutuhan petani yang dituju dan kondisi wilayah. Selama ini keberadaan Penyuluh Pertanian PNS dipandang sangat diperlukan, terutama dalam tugas pendampingan dan konsultasi bagi para petani dalam mengembangkan kegiatan usahatani. Kementerian Pertanian telah mengambil kebijakan menempatkan satu desa satu penyuluh pertanian. Jumlah seluruh desa di Indonesia mencapai 70.150 dan total tenaga Penyuluh Pertanian PNS sampai tahun 2008 sebanyak 29.065 orang (Pusat Pengembangan Penyuluhan Pertanian, 2009). Berarti satu orang tenaga Penyuluh Pertanian PNS bertugas di 2-3 desa. Pada era Orde Baru, pembangunan pertanian yang dikenal dengan revolusi hijau telah dimanfaatkan oleh kepentingan pemerintah untuk tujuan peningkatan produktivitas dan produksi tanaman pangan khususnya padi untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya yang terus meningkat. Seiring dengan itu, penyuluhan pertanian juga ikut berubah. Jika semula penyuluhan ditekankan pada bimbingan kepada petani dalam berusahatani yang lebih baik, berubah menjadi 12
tekanan pada alih teknologi yakni mengusahakan agar petani mampu meningkatkan produktivitas dan produksinya terutama padi. Akibatnya petani menjadi tergantung, tidak mandiri dan kelembagaan lokal banyak yang kurang berfungsi atau bahkan hilang. Oleh karena itu diperlukan perubahan paradigma dari paradigma lama yang lebih menekankan pada alih teknologi ke paradigma baru yang mengutamakan pada sumberdaya manusianya, yang dikenal dengan pendekatan farmer first, atau “mengubah petani” dan bukan “mengubah cara bertani”, yang memungkinkan terjadi pemberdayaan pada diri petani. Chambers (1993) seperti dikutip Sadono (2008) menyebutkan bahwa pendekatan yang mendahulukan atau memprioritaskan petani sebagai pendekatan
farmer first. Adapun ciri-ciri pendekatan farmer first tersebut adalah sebagai berikut: (1)
Tujuan utamanya adalah memberdayakan petani, kelompok tani, dan gapoktan.
(2)
Petani difasilitasi oleh pihak luar dalam menganalisis kebutuhan dan prioritas.
(3)
Alih teknologi dari pihak luar ke petani melalui prinsip-prinsip, metode-metode dan seperangkat pilihan-pilihan.
(4)
Petani diberikan kesempatan untuk memilih materi yang dibutuhkannya.
(5)
Karakteristik perilaku petani dicirikan oleh pengaplikasian prinsip-prinsip, memilih dari seperangkat pilihan-pilihan dan mencoba serta menggunakan metode-metode.
(6)
Hasil utama yang ingin dicapai oleh pihak luar adalah petani mampu meningkatkan kemampuan adaptasinya serta memberikan pilihan-pilihan yang lebih luas bagi petani, kelompok tani, dan gapoktan yang mandiri dan berkesinambungan.
(7)
Karakteristik model penyuluhan yang utamanya yaitu dari petani ke petani.
(8)
Agen penyuluhan berperan sebagai fasilitator dan pencari serta memberikan pilihan. Beberapa hal yang harus diperankan penyuluh dalam mendorong terjadinya
pembaruan (Lippitt et al., 1958), yaitu: (1)
Mendiagnosis permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh klien.
(2)
Tahapan ini dapat dilakukan dengan menggunakan sumber lain atau mendiagnosis permasalahan klien secara langsung. 13
(3)
Mengenali pembaruan.
sistem
motivasi
klien
dan
kapasitasnya
untuk
melakukan
Motivasi merupakan sistem yang kompleks mencakup baik
bersifat altruisme (ikhlas) untuk kepentingan pihak lain maupun untuk kepentingan diri sendiri. (4)
Mengenali motivasi penyuluh dan sumberdaya yang tersedia. Penyuluh harus mengacu kepada kebutuhannnya, preferensi pribadi, dan keyakinannya terhadap hal yang benar dan yang salah.
(5)
Memilih tujuan pembaruan yang tepat. Dalam pemilihan ini peran yang harus diambil oleh penyuluh bergantung pada interpretasi diagnostiknya dalam menentukan langkah awal dan sekuensi atas tahapan-tahapan yang harus dilalui serta tujuan akhir yang hendak diwujudkan.
(6)
Menentukan peran yang tepat.
Penyuluh harus memberikan suatu inisiatif
tentang keputusan tujuan pembaruan, bagaimana mewujudkannya dan apa yang harus dilakukan pertama kali. (7)
Membangun dan memelihara hubungan dengan sistem klien. Semua diagnostik dari penyuluh dan kegiatan-kegiatan yang membantu harus dilaksanakan dalam konteks membangun hubungan yang telah dibangun dengan sistem klien.
(8)
Mengenalkan dan memandu tahap-tahap pembaruan. Setiap pembaruan harus dilakukan dengan tahapan-tahapan yang jelas serta klien dipandu dengan benar.
(9)
Penyuluh harus mampu memilih teknik-teknik yang spesifik dan model perilaku secara tepat, karena banyak teknik dan model perilaku yang dapat digunakan.
(10) Penyuluh harus menstimulir dirinya untuk berkembang bersama-sama dengan klien serta dapat memberikan kontribusi melalui penelitian dan perumusan konsep. Hasil identifikasi Rogers (2003) terdapat tujuh peran penyuluh sebagai agen pembaruan, yakni: (1) mengembangkan kebutuhan untuk berubah, (2) untuk menetapkan suatu hubungan pertukaran informasi, (3) mengdiagnosis masalah, (4) menciptakan suatu maksud pada klien untuk berubah, (5) mewujudkan suatu maksud dalam tindakan, (6) memantapkan adopsi dan mencegah penghentian, dan
14
(7) mencapai hubungan akhir (tujuan akhir penyuluh adalah mengembangkan perilaku memperbarui sendiri pada klien). 2.1.6. Fungsi Penyuluh Swadaya Untuk dapat melaksanakan tugas pokok, Penyuluh Pertanian Swadaya menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: (1) Menyusun rencana kegiatan penyuluhan pertanian yang dikoordinasikan dengan kelembagaan penyuluhan setempat; (2) Melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian sesuai dengan rencana kerja yang telah disusun; (3) Melaksanakan pertemuan koordinasi dengan Penyuluh Pertanian PNS, pelaku utama dan pelaku usaha dalam rangka mewujudkan sinergi kerja; (4) Mengikuti kegiatan rembug, pertemuan teknis, dan temu lapang pelaku utama dan pelaku usaha; (5) berperan aktif menumbuh-kembangkan kelembagaan pelaku utama; (6) Menjalin kemitraan usaha dengan pihak yang terkait dengan bidang
tugasnya;
(7)
Menumbuh-kembangkan
jiwa
kepemimpinan
dan
kewirausahaan pelaku utama; (8) Menyampaikan informasi dan teknologi baru dan tepat guna kepada pelaku utama; (9) Melaksanakan proses pembelajaran secara partisipatif melalui berbagai media penyuluhan, antara lain: percontohan dan pengembangan model usaha agribisnis bagi pelaku utama; dan (10) Menyusun laporan kegiatan penyuluhan yang dilaksanakan (Permentan No. 61/2008). 2.1.7. Proses Penetapan Sebagai Penyuluh Swadaya Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 61/Permentan/ OT.140/11/2008 Penyuluh Pertanian Swadaya tidak otomatis, namun harus diakui dan dilatih oleh Pemerintah melalui proses berikut: (1) Pelaku utama yang merasa memenuhi persyaratan tersebut di atas dan berminat, dapat mengajukan diri sebagai calon Penyuluh Pertanian Swadaya ke Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) atau Balai Penyuluhan di Kecamatan setempat; (2) Penyuluh Pertanian PNS bersama dengan aparat desa/kelurahan melakukan identifikasi pelaku utama dan masyarakat lain yang memenuhi syarat sebagai Penyuluh Pertanian Swadaya; (3) Hasil identifikasi dilaporkan
sebagai
calon
Penyuluh
Pertanian
Swadaya
ke
BPP;
(4)
BPP
merekapitulasi calon-calon Penyuluh Swadaya dan mengirimkan ke Badan Pelaksana Penyuluhan
atau
lembaga
yang
menangani
penyuluhan
pertanian
di
kabupaten/kota; (5) Badan Pelaksana Penyuluhan di kabupaten/kota melakukan 15
klarifikasi dan verifikasi terhadap calon Penyuluh Swadaya, dan yang memenuhi syarat ditetapkan sebagai Penyuluh Pertanian Swadaya oleh Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan; (6) Selanjutnya daftar calon Penyuluh Pertanian Swadaya dikirim ke Badan Koordinasi Penyuluhan atau lembaga yang menangani penyuluhan pertanian di provinsi dengan tembusan kepada Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian, Kementerian Pertanian sebagai bahan perencanaan pelatihan dan pembinaan; (7) Calon Penyuluh Pertanian Swadaya yang telah mengikuti pelatihan dan lulus diberi sertifikat; (8) Dinyatakan sebagai Penyuluh Swadaya apabila telah menandatangani surat pernyataan sebagai penyuluh dan terikat dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (9) Penyuluh Pertanian Swadaya bila ingin memperoleh sertifikat kompetensi profesi dari lembaga sertifikasi perofesi penyuluh, harus mengikuti uji kompetensi. 2.2. Hasil Penelitian Terkait Identifikasi Penyuluh Swadaya masih terbatas dilakukan oleh pemerintah, belum memasukkan aspirasi pemangku kepentingan, dalam hal ini petani. Dengan demikian kinerja penyuluh swadaya tampak belum optimum. Hal ini dicirikan oleh akses petani terhadap pelayanan lembaga-lembaga yang ada termasuk akses pemasaran dan perbankan relatif masih sulit. Di samping itu, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa peran Penyuluh Pertanian PNS atau THL-TBPP baru dirasakan oleh petani yang terlibat dalam program pemerintah (terutama pengurus kelompok tani).
Curahan waktu penyuluh lebih banyak untuk kegiatan yang bersifat
administratif dibanding penyuluhan, serta beban wilayah binaan mencapai 3-6 desa, maka perlu dicari alternatif perbaikan.
Kondisi ini berakibat pada produktivitas
pertanian dan pendapatan petani relatif masih rendah (Indraningsih et al., 2010). Keadaan ini, menurut
Mangkuprawira (2008) disebabkan oleh berbagai faktor
berikut: (1) Peran antar lembaga pendidikan dan pelatihan, balai penelitian, dan penyuluhan belum terkoordinasi dengan baik. Kualitas sumberdaya manusia pelaku lembaga dan fasilitas masih rendah. Penyediaan paket teknologi dari hasil penelitian belum merata diterima para petani. Sementara itu rekomendasi paket teknologi masih berskala nasional yang belum tentu sesuai dengan lokal spesifik. 16
(2) Fungsi dan keberadaan lembaga penyuluhan cenderung terabaikan. Jumlah dan tenaga penyuluh yang berkualitas sesuai dengan perkembangan IPTEK relatif rendah. Akibatnya kualitas penyuluhan dalam pelaksanaan program intensifikasi relatif rendah. Partisipasi petani juga semakin rendah. Hal itu menyebabkan produktivitas pertanian khususnya di sektor tanaman pangan juga rendah. (3) Koordinasi dan kinerja lembaga-lembaga keuangan perbankan pedesaan masih rendah. Hal ini ditunjukkan oleh daya serap plafon Kredit Usahatani (KUT) termasuk untuk produksi pangan masih rendah. Selain itu
tunggakan
pembayaran masih tinggi. (4) Koperasi pedesaan khususnya yang bergerak di sektor pertanian masih belum berjalan optimum. Bahkan jumlah yang masih aktif relatif sedikit atau diperkirakan hanya sekitar 15 persen saja. Selebihnya berada pada posisi pasif dan cenderung akan berhenti beroperasi kalau tidak ada pembinaan. Dengan demikian fungsi koperasi untuk mensejahterakan anggotanya tidak berjalan baik. (5) Keberadaan lembaga-lembaga tradisi di pedesaan seperti lumbung desa, gotong royong dan organisasi pengairan belum sepenuhnya dimanfaatkan secara optimum. Karaktersitik penyuluh mencakup kualitas personal dan kualitas profesional. Kualitas personal meliputi pengembangan sikap terhadap tugas dan lingkungan, sedangkan kualitas profesional meliputi penguasaan terhadap inovasi, penyebaran inovasi dan upaya transfer inovasi.
Hasil
penelitian Susti, et al. (2012)
mengungkapkan bahwa terdapat enam karaktersitik Penyuluh Swadaya, antara lain: 1) keinginan berorganisasi, 2) keinginan untuk belajar (keinginan untuk berprestasi), 3) memiliki semangat yang tinggi, 4) berkomunikasi dengan baik, 5) memiliki dorongan kerjasama dan 6) bertanggung jawab. Katagori respon peternak terhadap karaktersitik Penyuluh Swadaya yang tertinggi mencapai 84 persen, yang sedang 16 persen. Respon yang tinggi ini ditunjukkan oleh adanya pemahaman materi penyuluhan yang ditunjang oleh Penyuluh Swadaya yang mampu menyampaikan dan menjelaskan informasi dengan baik dan dapat dimengerti
oleh peternak,
sehingga peternak memahami materi tersebut. Disamping itu, respon mengenai pengembangan sikap terhadap tugas dan lingkungan termasuk katagori tinggi 17
(68%). Hal ini dapat dilihat dari Penyuluh Swadaya yang mampu mengubah sikap dan tatanan nilai anggotanya untuk mengikuti inovasi teknologi yang baik. Pengembangan sikap terhadap tugas dan lingkungan berhubungan dengan timbulnya kepercayaan kepada Penyuluh Swadaya. Penyebaran inovasi yang direspon tinggi. Penyuluh Swadaya dengan baik membimbing anggotanya ketika terjadi masalah. Penyuluh Swadaya dalam hal ini menjadi mediator untuk mengatasi masalah dan mengambil keputusan yang tepat. Dengan diterbitkannya Permentan No. 61/Permentan/OT.140/11/ 2008 tentang pedoman pembinaan Penyuluh Pertanian Swadaya dan Penyuluh Pertanian Swasta merupakan suatu bukti upaya Pemerintah untuk mengembangkan Penyuluh Swadaya dan Penyuluh Swasta sebagai pendamping Penyuluh Pemerintah (PNS). Diharapkan dengan keterlibatan Penyuluh Swadaya sebagai pelaku utama (petani) yang berhasil akan menggerakkan dan memajukan petani lain untuk membangun usahatani dari hulu sampai hilir, termasuk dalam upaya mendukung program swasembada pangan. Permentan tersebut juga merupakan suatu bukti upaya Pemerintah untuk mengembangkan Penyuluh Swadaya dan Penyuluh Swasta sebagai pendamping Penyuluh Pemerintah (PNS). Diharapkan dengan keterlibatan Penyuluh Swadaya sebagai pelaku utama (petani) yang berhasil akan menggerakkan dan memajukan petani lain untuk membangun usahatani dari hulu sampai hilir. Di tingkat operasional masih diperlukan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis, agar keberadaan Penyuluh Swadaya dan Penyuluh Swasta didukung dengan sarana/prasarana (Indraningsih et. al., 2012). Pembinaan terhadap Penyuluh Swadaya sebagai penyeimbang terhadap rekrutmen penyuluh (terutama PNS) yang berjalan relatif lambat. Banyak penyuluh yang berusia mendekati pensiun dan ini berdampak negatif terhadap keberadaan Penyuluh PNS di masa mendatang.
Demikian juga dengan diklat penyuluh yang
relatif lambat. Frekuensi penyuluh mengikuti diklat dapat dikatakan sangat jarang dalam lima tahun terakhir.
Padahal untuk dapat melakukan perannya sebagai
fasilitator juga sebagai pendidik, penyuluh dituntut mengikuti perkembangan yang sangat dinamis dalam masyarakat, juga informasi global. Kemampuan Penyuluh Pertanian PNS saat ini kurang diperhatikan, pelatihan tidak terprogram. Kondisi saat ini standar kompetensi penyuluh tidak ada, dan juga 18
tidak ada latihan kearah penjenjangan fungsional. Tugas penyuluh tidak jelas, banyak penyuluh yang alih tugas ke jabatan lain sehingga berakibat pada penurunan jumlah penyuluh. Bahkan di beberapa kabupaten/kota keberadaan penyuluh kurang diperhatikan pemerintah daerah setempat, pola karir tidak jelas, kenaikan pangkat sering terlambat, kesempatan mengikuti pelatihan kurang. Disamping itu, Penyuluh Pertanian yang ada sekarang pada umumnya belum menyadari terjadinya perubahan dari petani dengan budaya petani produsen menjadi petani dengan budaya bisnis.
Akibatnya misi penyuluhan pertanian untuk menjadikan petani
sebagai aktor dalam pengembangan sistem dan usaha agribisnis tidak dapat dilaksanakan secara maksimal. Dari aspek pembinaan pada kelompok tani berjalan sangat lambat (Indraningsih, et. al., 2012). Penyuluhan seyogyanya tidak lagi hanya terfokus pada subsistem produksi, namun sudah harus beorientasi
pada sistem agribisnis.
Hasil penelitian
Indraningsih et al. (2011) pada subsistem hulu, tengah, dan hilir dalam industri pertanian pedesaan (IPP), menemukan bahwa Penyuluh Swadaya bisa memiliki peran pada sebagian atau semua subsistem sekaligus, tergantung pada jenis IPP. Temuan dalam penelitian tersebut terkait dengan peran Penyuluh Swadaya adalah (1) Peran Penyuluh Swadaya berjalan seiring dengan Penyuluh Pemerintah pada implementasi program-program pemerintah, baik yang berada di hulu, tengah, maupun hilir; (2) Penyuluh Pemerintah dan Penyuluh Swadaya memiliki peran yang cukup besar pada seluruh subsistem jika hampir seluruh pelaku berada di dalam komunitas yang sama.
Namun jika subsistem hulu, tengah, hilir berada pada
komunitas yang berbeda, maka perannya hanya menonjol pada komunitas dimana dia berada; (3) Peran Penyuluh Swadaya ternyata terkait erat dengan posisinya sebagai pelaku usaha dan pelaku utama di dalam subsitem tersebut. Jika Penyuluh Swadaya merupakan pelaku usaha di bidang pengolahan maka perannya akan menonjol di subsistem tengah. Jika dia petani maju/kontak tani biasanya perannya menonjol di subsistem hulu (produksi bahan baku). Pada penelitian tersebut juga dijumpai kasus dimana Penyuluh Swadaya adalah kontak tani yang merangkap sebagai pelaku utama sekaligus pelaku usaha, sehingga perannya menonjol semua pada subsistem.
19
II.
METODOLOGI
3.1. Kerangka Pemikiran Untuk mendukung empat sukses pembangunan pertanian, penyuluhan pertanian diharapkan dapat mengantar petani Indonesia berproduksi secara mandiri (tanpa subsidi atau dengan subsidi minimal) dan sekaligus membuat tingkat kesejahteraan petani meningkat dengan lebih nyata dalam konteks pembangunan nasional. Penyuluhan pertanian tidak lagi hanya dilihat sebagai suatu delivery system bagi informasi dan teknologi pertanian, tetapi harus dikembangkan menjadi sistem yang berfungsi menciptakan pertanian sebagai suatu usahatani yang menguntungkan bagi petani. Dalam arti menguntungkan secara ekonomik rasional, dan bukan menguntungkan secara tradisional (Slamet, 2003). Dengan diberlakukan UU No. 16/2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, kegiatan penyuluhan pertanian mempunyai landasan hukum yang kuat dan jelas dalam memberikan dukungan bagi keberhasilan pembangunan pertanian di pedesaan. Tanpa UU No. 16/2006 tersebut, pelaksanaan kegiatan penyuluhan tidak memiliki kekuatan atau landasan yuridis.
Namun demikian, implementasi dalam perubahan kebijakan
yang mengatur operasionalisasi penyelenggaraan penyuluhan pertanian, belum sepenuhnya sejalan dengan UU 16/2006. Hal ini diperkirakan menjadi penyebab utama mengapa kinerja penyelenggaraan
sistem penyuluhan pertanian belum
berjalan optimal. Faktor yang menjadi penyebab signifikan kegiatan penyuluhan pertanian belum sesuai dengan yang diharapkan antara lain yang berkaitan dengan
ketenagaan
penyuluh
(jumlah
dan
kualifikasi
SDM
penyuluh),
kelembagaan penyuluhan, dukungan fasilitas, maupun dukungan kebijakan. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dibangun dengan mengadaptasi Model Logic (Taylor dan Powell, 2007) dengan input sistem penyuluhan sebagaimana tercantum dalam UU NO. 16/2006 (Gambar 1).
20
INPUTS
1. Ketenagaan Penyuluh (Penyuluh PNS, Penyuluh Swadaya dan Penyuluh Swasta) ‐ Kompetensi ‐ Motivasi Kerja ‐ Fasilitas Kerja ‐ Kuantitas/Beban Kerja 2. Kelembagaan Penyuluh ‐ Manajemen ‐ Sumberdaya Manusia ‐ Sumber dana 3. Dukungan Fasilitas ‐ Sarana/Prasarana ‐ Insentif 4. Dukungan Kebijakan ‐ Pemerintah Pusat ‐ Pemerintah Daerah
OUTPUT
PROSES
PERAN PENYULUH SWADAYA
1. Pengidenti‐ fikasi masalah dan kebutuhan 2. Fasilitator 3. Pentransfer teknologi dan informasi
PARTISIPAN
KINERJA PENYULUH SWADAYA
1. Petani 2. Kelompok Tani 3. Pelaku Usaha Agribisnis
1. Perilaku Petani ‐ Pengetahuan ‐ Keterampilan ‐ Sikap 2. Solusi Masalah ‐ Teknis ‐ Sosial ‐ Ekonomi
ASUMSI
OUTCOME
LANGSUNG
TIDAK LANGSUNG
Peningkatan Produktivitas Usahatani
Kemandirian Petani
Peningkatan Pendapatan Petani
Kesejahteraan Petani
FAKTOR EKSTERNAL
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Berdasarkan Model Logic (Diadaptasi dari Taylor dan Powell, 2007) 21
3.2. Ruang Lingkup Kegiatan Penelitian
ini
fokus
pada
upaya
untuk
mengangkat
fakta
tentang
penyelenggaraan penyuluhan pertanian yang dilakukan Penyuluh Swadaya, tanpa mengabaikan jenis penyuluh yang lain sejauh hal itu memiliki keterkaitan dengan penyelenggaraan penyuluhan oleh Penyuluh Swadaya. Selain itu juga digali tentang persepsi pihak terkait, khususnya Penyuluh PNS dan petani yang menjadi mitra Penyuluh Swadaya. Ada pun aspek yang menjadi fokus dalam penelitian adalah fungsi dan peran penyuluh pertanian swadaya dalam penyelenggaraan penyuluhan, motivasi penyuluh pertanian swadaya dalam memfasilitasi petani dan organisasi petani, mekanisme kerja kemitraan antar penyuluh, kinerja dan profesionalisme penyuluh pertanian swadaya, kendala dan permasalahan yang muncul dalam penyelenggaraan kegiatan penyuluhan oleh penyuluh swadaya. Aspek-aspek tersebut sebagaimana tercantum pada UU no.16/2006
dan Peraturan Menteri Pertanian No. 61/Permentan/OT.140/11/2008 tentang Pedoman Pembinaan Penyuluh Pertanian Swadaya dan Penyuluh Pertanian Swasta. Selain itu, juga akan diungkap permasalahan dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian yang dilakukan oleh Penyuluh Swadaya. 3.3. Lokasi Penelitian dan Responden 3.3.1. Dasar Pertimbangan Pemilihan lokasi penelitian mempertimbangkan beberapa hal, yaitu: 1. Provinsi/kabupaten terpilih merepresentasikan kelembagaan penyuluh-an telah dibentuk sesuai UU No. 16/2006. 2. Terdapat program-program yang mendukung terlaksananya penyelenggaraan kegiatan penyuluhan pertanian sebagaimana diamanatkan UU No. 16/2006, diantaranya program Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) dan Farmer Empowerment through Agricultural Technology and Information (FEATI) atau Program Pemberdayaan Petani melalui Teknologi dan Informasi Pertanian (P3TIP). 3. Keberadaan
dan
kinerja
Penyuluh
Swadaya
yang
melakukan
kegiatan
penyuluhan. 22
3.3.2. Lokasi dan Responden Lokasi penelitian mencakup wilayah Jawa (Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Jawa Tengah) dan Luar Jawa (Provinsi Kalimantan Selatan).
Beberapa Provinsi
dipilih secara purposif yang dinilai representatif untuk dilakukan kajian tentang peran penyuluh swadaya sebagai pendamping penyuluh pemerintah (PNS). Jenis kuesioner untuk kajian ini terdiri atas: 1. Panduan pertanyaan kualitatif dengan format pertanyaan terbuka untuk para nara sumber yang berasal dari instansi pertanian dan penyuluhan di pusat dan daerah. 2. Panduan pertanyaan untuk kegiatan diskusi kelompok (Group Discussion) di tingkat Pusat. 3. Kuesioner semi terstruktur (pertanyaan kualitatif dan kuantitatif) untuk responden Penyuluh Swadaya berisi karakteristik dan kinerja responden. 4. Kuesioner semi terstruktur (pertanyaan kualitatif dan kuantitatif) untuk petani dimana eksis para Penyuluh Swadaya berisi persepsi petani terhadap peran Penyuluh Swadaya. 5. Kuesioner semi terstruktur (pertanyaan kualitatif dan kuantitatif) untuk Penyuluh PNS dimana eksis para Penyuluh Swadaya berisi persepsi petani terhadap peran Penyuluh Swadaya Responden dalam kegiatan penelitian ini adalah: (1) Instansi yang terkait dengan bidang kajian dari pusat sampai daerah (Pusat, Provinsi, dan Kabupaten); (2) Informan kunci (kontak tani, aparat pemerintah, penyuluh swasta, dan lain-lain); (3) Kelompok tani; (4) Petani; (5) Penyuluh PNS; serta (6) Penyuluh Swadaya. Sebaran jumlah responden menurut kategori responden di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
23
Tabel 1. Cakupan dan Jumlah Responden Penelitian Uraian Tingkat/Jenis Responden
Provinsi DKI Jakarta
Tingkat Pusat Instansi (aparat/informan) - Pusat Penyuluhan Pert. - Pusat Diklat Penyuluhan Tingkat Provinsi/Kabupaten Instansi (aparat/informan) - Pemda Prov/Bakorluh - BP4K/Lembaga Penyuluhan - Dinas Pertanian - Badan Ketahanan Pangan - BP3K/BPP - Penyuluh PNS - Penyuluh Swadaya - Petani Jumlah
3.4.
4 4
Jateng
Jabar
Kalsel
-
-
-
Total
4 4
-
2 3
2 3
2 3
6 9
-
2 2 2 5 5 60
2 2 2 5 5 60
2 2 2 5 5 60
6 6 6 15 15 180
8
81
81
81
251
Data dan Metode Analisis
3.4.1. Jenis dan Sumber Data Data dikumpulkan berdasarkan karakteristik data, yakni data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data utama yang digunakan untuk menjawab tujuan kajian, sedangkan data sekunder merupakan data pelengkap. Data primer dikumpulkan langsung dari responden, yakni seluruh pemangku kepentingan yang terkait dengan Penyuluh Swadaya. Data dari informan kunci seperti pejabat/pimpinan institusi, ketua kelompok tani dan pamong desa atau tokoh masyarakat lain diperoleh melalui wawancara mendalam, yang bersifat sebagai data pendukung atau untuk verifikasi. Wawancara mendalam (indepth interview) merupakan wawancara yang dilakukan secara intensif kepada informan, sehingga terelaborasi beberapa elemen dalam jawaban informan, yakni opini, nilai-nilai (values), motivasi, pengalaman-pengalaman maupun perasaan informan. Dalam wawancara mendalam, peneliti memperhatikan jawaban verbal maupun respon-respon non verbal dari informan.
Untuk mendapatkan informasi 24
yang holistik (dengan cara menghimpun pendapat, persepsi, kepercayaan, dan sikap responden terhadap sesuatu yang dijadikan topik diskusi) terkait dengan tujuan penelitian dilakukan diskusi kelompok dengan pendekatan ethnomethodology, yakni penelitian terhadap perilaku sosial rutin sehari-hari. Cakupan data primer terdiri atas data kuantitatif (jawaban pertanyaan terstruktur dalam kuisioner) dan data kualitatif (data penjelas dari fenomena yang diamati, baik yang diperoleh dari pemangku kepentingan di dinas lingkup pertanian provinsi, kabupaten, kecamatan (penyuluh), maupun desa (kelompok tani dan individu petani sebagai penerima manfaat). Data dan informasi kualitatif dikumpulkan dengan pendekatan multi-metode (traingulasi) berupa wawancara, pengamatan langsung, dan studi dokumen (Creswell, 1994; Yin, 1997). Data sekunder diperoleh dari instansi,
seperti: Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Pusat Penyuluhan Pertanian dan instansi lain yang terkait. Disamping itu data sekunder juga dapat diperoleh dari media, baik cetak maupun elektronik. Ragam data dan informasi yang dikumpulkan terdiri atas empat pokok permasalahan sesuai dengan Permentan No. 61 tahun 2008, yaitu: 1. Fungsi dan peran Penyuluh Pertanian Swadaya dalam penyelenggaraan penyuluhan; 2. Motivasi Penyuluh Pertanian Swadaya dalam memfasilitasi petani dan organisasi petani; 3. Mekanisme kerja kemitraan antar penyuluh; 4. Kinerja dan profesionalisme Penyuluh Pertanian Swadaya. Untuk keempat obyek ini, dikumpulkan informasi dalam dua bentuk utama yaitu kinerja dan permasalahannya secara faktual serta persepsi responden terhadap hal tersebut. 2.3.2. Metode Analisis Penganalisaan terhadap data dilakukan mengikuti format tujuan penelitian. Analisis data dalam penelitian ini mencakup: (1) analisis statistik deskriptif, dan (2) analisis statistik inferensia.
Analisis data deskriptif dilakukan melalui statistik
deskriptif, yakni statistik yang berfungsi mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti tanpa membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum. 25
Analisis data inferensia dilakukan dengan statistik inferensia, yakni statistik yang berfungsi mengeneralisasikan hasil penelitian sampel bagi populasi (Sugiyono, 2009). Tujuan 1 s/d 4 Untuk menjawab tujuan 1 s/d 4 dalam penelitian ini digunakan analisis statistik deskriptif. Data dan informasi kualitatif dilakukan analisa data kualitatif mulai dari pengelompokkan data, melakukan pengkodean dan pengkategorian data, menganalisis data, serta menemukan pola dan kesalinghubungan antar data. Pengolahan data telah dilakukan semenjak di lapangan, bahkan semanjak informasi pertama diperoleh. Penggalian data lapang dilakukan secara dinamis, yang didiskusikan dari waktu ke waktu dengan Tim Peneliti, mencakup jenis informasi yang akan digali, pemfokusan, serta penetapan nara sumber.
Data kualitiatif
disampaikan secara deskriptif, dengan menganalisis dan mengidentifikasi kaitan sebab akibat dari gejala yang diamati serta mengambil kesimpulan yang menjadi dasar deduktif dan prediktif untuk meramal peristiwa-peristiwa di masa mendatang (Kartono, 1986). Data diperoleh dengan pendekatan intersubjektivitas melalui hubungan partisipatif. Narasi kualitatif dilakukan secara prosesual dengan saling menghubungkan antara konsep dan teori dengan temuan lapangan. Tujuan 5 Untuk menjawab tujuan 5 dalam penelitian ini digunakan analisis statistik inferensia, yakni Persamaan Model Struktural atau Structural Equation Modelling (SEM), untuk mendapatkan model empiris hubungan kausalitas
antara peubah
eksogen dengan peubah endogen. Peubah eksogen meliputi kompetensi Penyuluh Swadaya, motivasi kerja, fasilitas kerja, dan kuantitas/beban kerja
dilihat dari
persepsi petani terhadap peran Penyuluh Swadaya, sedangkan peran dan kinerja Penyuluh
Swadaya
merupakan
peubah
endogen.
Pengukuran
persepsi
menggunakan skala Likert: 1 (rendah), 2 (sedang), 3 (tinggi), dan 4 (sangat tinggi). Analisis SEM digunakan untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen, serta menentukan faktor-faktor yang berpengaruh dominan atau jalur yang berpengaruh lebih kuat. Program yang digunakan adalah program aplikasi statistik Lisrel. Kerangka hipotetik peubah penelitian dicantumkan pada Gambar 2.
26
Persamaan model struktural: 1. Model peran Penyuluh Swadaya Y1 = ɣ0+ ɣ1X1 + ɣ2X2 + ɣ3X3 + ɣ3X3 + ɣ4X4 + ζ1 2. Model kinerja Penyuluh Swadaya Y2 = β0+β1Y1 + ζ2 keterangan: Y1 Y2 X1 X2 X3 X4 ɣ0 ɣ1-4 ζ β0 β1-4
= Peran Penyuluh Swadaya = Kinerja Penyuluh Swadaya = Kompetensi penyuluh swadaya = Motivasi kerja = Fasilitas kerja = Kuantitas/Beban Kerja = Konstanta pada Model 1 = Koefisien pengaruh peubah eksogen terhadap peubah endogen = Galat model = Konstanta pada Model 2 = Koefisien pengaruh peubah endogen terhadap peubah eksogen
27
PERSEPSI PETANI TERHADAP PERAN PENYULUH SWADAYA
TEKNIS
MANAJERIAL
KOMPETENSI (X1)
PENGALAMAN BERTANI PENDIDIKAN
SOLIDARITAS SOSIAL
PENGIDENTIFIKASI MASALAH DAN KEBUTUHAN
MENDAPATKAN PENGHARGAAN
KEINGINAN BERPRESTASI
MOTIVASI KERJA (X2)
PERAN PENYULUH SWADAYA
FASILITATOR
(Y1) PENTRANFER TEKNOLOGI DAN INFORMASI
MENDAPATKAN PENGARUH POSISI TAWAR
PERUBAHAN PERILAKU PETANI
SARANA TRANSPORTASI
KINERJA PENYULUH SWADAYA (Y2)
SARANA KOMUNIKASI BIAYA OPERASIONAL
SOLUSI MASALAH FASILITAS KERJA (X3)
KEBIJAKAN OPERASIONAL
ADMINISTRATIF FUNGSIONAL
KUANTITAS/ BEBAN KERJA (X4)
Gambar 2. Kerangka Hipotetik Peubah Penelitian 28
III.
ANALISIS RISIKO PENELITIAN
Kegiatan pelaksanaan penelitian ini diperkirakan akan mengalami hambatan yang menjadi risiko. Pada Tabel 2 ditampilkan beberapa risiko yang diduga dihadapi dalam penelitian ini dan beberapa cara penanganan risikonya. Upaya penanganan terhadap risiko ini diharapkan masih dapat ditingkatkan dengan melakukan komunikasi yang intensif dengan pihak-pihak terkait. Tabel 2. Daftar Risiko yang mungkin Dihadapi untuk Mencapai Tujuan No. 1.
Jenis Risiko Penyebab Dampak Penanganan Kegiatan - Anggaran belum - Jadwal survai - Ketersediaan lapang menjadi penelitian tersedia pada anggaran pada mundur tidak optimal waktu waktu direncanakan ke merencanakan ke lapangan lapangan - Peneliti terbagi waktu dan - Peneliti yang - Pendistribusian konsentrasinyase tenaga peneliti merangkap di hingga kurang beberapa dengan baik, fokus dengan kegiatan sehingga tidak kegiatan penelitian terjadi kelebihan penelitian ini beban pada beberapa peneliti - Target saja. pengolahan data - Kelebihan beban tidak sesuai - Merekrut tenaga kerja di bagian pengolah data jadual sehingga entry data dan mempengaruhi pengolahan data penyelesaian laporan penelitian
29
V.
TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANAAN
5.1. Susunan Tim Pelaksana Susunan tim penelitian menurut golongan dan kepangkatan, jabatan fungsional dan bidang keahlian adalah sebagai berikut : Tabel 3. Susunan Tim Penelitian Golongan/ Pangkat
Jabatan Fungsional
Bidang Keahlian
Kedudukan dalam tim
Dr. Kurnia Suci Indraningsih
IV/a
Peneliti Muda
Komunikasi/ Penyuluhan Pembangunan
Ketua Tim
2.
Dr. Syahyuti
IV/a
3.
Ir. Sugiarto, MP.
IV/b
4.
Ir. Sunarsih, MSi
III/d
5.
Ahmad Makky ArRozi,S.Sos
III/a
6.
Sri Suharyono, S.Sos
III/a
No
Nama
1.
Peneliti Madya Peneliti Madya
Sosiologi
Anggota
Ekonomi Pertanian
Anggota
Peneliti Muda
Sosiologi
Anggota
Sosiologi
Anggota
Sosiologi
Anggota
Calon Peneliti Calon Peneliti
5.2. Jadual Pelaksanaan Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan berdasarkan tahun kalender dari Januari sampai dengan Desember tahun 2013 dengan rincian jadwal sebagai berikut: Tabel 4. Jadual Pelaksanaan Kegiatan Jenis Kegiatan Penyusunan Proposal Operasional Seminar dan Perbaikan Proposal Studi Literatur Penyusunan Kuesioner Survai Utama Pengolahan dan Analisis Data Penulisan Laporan Seminar Hasil Penelitian Perbaikan Laporan Hasil Penelitian Penggandaan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
30
DAFTAR PUSTAKA Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian. 2013. Data Penyuluh Pertanian Swadaya sampai dengan Juli 2011. http://cybex.deptan.go.id/page/penyuluh-swadaya [diunduh 27 Februari 2013]. Creswell, John W. 1994. Research Design: Qualitative and Quantitative Research Approach. Sage Publication. California. Indraningsih KS, Sugihen BG, Tjitropranoto P, Asngari PS, Wijayanto H. 2010. Kinerja Penyuluh dari Perspektif Petani dan Eksistensi Penyuluh Swadaya sebagai Pendamping Penyuluh Pertanian PNS. Analisis Kebijakan Pertanian (AKP), 8 (4):303-321. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor. Indraningsih, KS. 2010. Penyuluhan pada Petani Lahan Marjinal: Kasus Adopsi Inovasi Usahatani Terpadu Lahan Kering di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Garut. Provinsi Jawa Barat. Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Indraningsih KS, T Pranadji, GS Budhi, Sunarsih, EL Hastuti, K Suradisastra, RN Suhaeti. 2011. Revitalisasi Sistem Penyuluhan untuk Mendukung Daya Saing Industri Pertanian Pedesaan. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Indraningsih KS, Y Supriyatna, W Nahraeni, K Suradisastra. 2012. Kajian Legislasi Penyuluhan Pertanian Mendukung Swasembada Pangan (Buku I). Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Irawan B. 2006. Fenomena Anomali Iklim El Nino dan La Nina: Kecenderungan Jangka Panjang dan Pengaruhnya terhadap Produksi Pangan. Forum Penelitian Agro Ekonomi (FAE), 24 (1): 28-45. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor. Kartasapoetra, A.G., 1994. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta Kartono, Kartini. 1986. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Penerbit Alumni, Bandung. Kementerian Pertanian. 2010. Rencana Strategis Kementerian Pertanian 20102014. Kementerian Pertanian. Jakarta. Lippitt R, Watson J, Westley B. 1958. Planned Change: A Comparative Study of Principles and Techniques. Harcourt, Brace & World, Inc. New York. Mardikanto T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. University Pr. Surakarta.
Sebelas Maret
Mosher, A.T., 1997. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Yasa Guna. Jakarta Rogers EM, Shoemaker FF. 1971. Communication of Innovations: A Cross Cultural Approach. The Free Press. New York. Rogers EM. 2003. Diffusion of Innovations. Fifth Edition. The Free Pr. New York. 31
Prawiranegara D, Suryani A. 2011. Spektrum Diseminasi Multi-Channel. Buletin Diseminasi (7): 14-19. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat. Lembang. Sadono D. 2008. Pemberdayaan Petani: Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian di Indonesia. Jurnal Penyuluhan 4 (1): 66-74. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sastraatmadja E. 1993. Penyuluhan Pertanian. Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Universitas Terbuka. Departemen
Slamet M. 2003. Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian di Era Otonomi Daerah. Di dalam: Yustina I, Sudradjat A, penyunting. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. IPB Pr. Bogor. Subejo. 2009. Revolusi Hijau dan Penyuluhan Pertanian. Tokyo: Indonesian Agricultural Sciences Association. http://www.iasa-pusat.org/artikel/revolusihijau-dan-penyuluhan-pertanian.html [diunduh 10 Februari 2010] Sugiyono. 2009. Statistika untuk Penelitian. CV Alfabeta. Bandung. Susti SY, Munandar S, Sugeng S. 2012. Hubungan antara Karakteristik Penyuluh Swadaya dengan Motivasi Peternak Sapi Perah. http:// jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/view/1961 [diunduh 5 Februari 2013]. Taylor E, Powell. 2007. Model Logic to Enhance Program Performance. University of
Wisconsin-Extension. Madison.
Tjitropranoto P. 2003. Penyuluh Pertanian: Masa Kini dan Masa Depan. Di dalam: Yustina I, Sudradjat A, penyunting. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. IPB Press. Bogor. Wikipedia. 2012. Pembagian administratif Indonesia: Statistik Wilayah per Desember 2012. http://id.wikipedia.org/wiki/Pembagian_administra tif_ Indonesia [ diunduh 26 Februari 2013]. Wiriatmadja S. 1983. Penyuluh Pertanian. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Yin, Robert K. 1997. Studi Kasus: Desain dan Metode. PT Raja Grafindo Persada, Edisi 1. Cetakan ke-2. Jakarta.
32