1
Diterbitkan oleh : PT. Bina Ovivipari Semesta
Manual Persemaian Hutan Mangrove Di Areal PT. Bina Ovivipari Semesta dan Sekitarnya
Tim Produksi Penyusun
: Rinto Wiarta, S. Hut
Kontributor
: Ir. Fairus Mulia, Ateng Surya Sandjaya, Ir. Gunawan Priyanto, Ir. Taufik Hidayat, Monongap Simatupang
Design sampul dan lay-out
: Rinto Wiarta, S. Hut
Penanggung Jawab
: Djaya Iskandar
Foto – foto Oleh : Rinto Wiarta, S.Hut (Seluruh foto)
2
RIWAYAT PENULIS
Nama Lengkap
: Rinto Wiarta, S.Hut
Tempat/Tanggal Lahir : Sungai Raya / 11 Maret 1985
Alamat Rumah
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Pendidikan Terakhir
: S1 Kehutanan
: Jln. HRA. Rachman Gg. Era Baru No. 18 A Rt. 002/Rw.017 Kelurahan Sungai Jawi Dalam, Kecamatan Pontianak Barat, Kota Pontianak. KALBAR
Alamat Kantor
: Jln. Arteri Supadio Komplek Villa Ceria Lestari No. 1 Phone : 0561581419, Fax : 0561-581417 Kabupaten Kubu Raya – Pontianak – Kalimantan Barat – INDONESIA
Email
:
[email protected]
No HP
: 085750808486 / 085348813877
Riwayat Pendidikan : SDN 25 Sungai Raya Kab. Bengkayang, lulus tahun 1997 SLTP N 3 Sungai Sinjun Kab. Bengkayang, lulus tahun 2000 SMU N 1 Sungai Raya Kab. Bengkayang, lulus tahun 2003 S-1 Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak, lulus tahun 2009
Pengalaman Organisasi : 3
Sekretaris Dewan Perwakilan Mahasiswa Fahutan UNTAN tahun 2004 Pengurus SYLVA UNTAN tahun 2006 Ketua Himpunan Mahasiswa Islam(HMI) Komisariat Pertanian-Kehutanan tahun 2006 Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Pontianak tahun 2007 Badan Pengawas (BP) Koperasi Mahasiswa UNTAN tahun 2007 Koordinator Daerah Gerakan Mahasiswa Pemuda Indonesia (KD-GMPI) Kalimantan Barat tahun 2008
Pelatihan yang pernah diikuti : Latihan Kader I (LK-1) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Pontianak di Pontianak tahun 2005 Latihan Kader II (LK-2) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bogor di Bogor tahun 2006 Kongres Kehutanan Indonesia IV (KKI-IV) di Jakarta tahun 2006 Pelatihan Koperasi Se-Kalimantan Barat di Pontianak tahun 2007 Kongres Gerakan Mahasiswa Pemuda Indonesia (GMPI) di Jakarta tahun 2008 Pelatihan Surveyor PT. Survey Indonesia tahun 2008 Musyawarah Nasional IV Persatuan Pelestari Perkutut Seluruh Indonesia (P3SI) di Surabaya tahun 2009 Diklat Ganis PHPL-Pembinaan Hutan yang diselenggarakan oleh BPPHP Wilayah -X Prov. Kalbar bekerja sama dengan APHI Kalbar di Pontianak Tahun 2011
Pengalaman Kerja -
Kaur Pembinaan Hutan PT. Kandelia Alam
-
Supervisor Pembinaan Hutan PT. Bina Ovivipari Semesta
KATA PENGANTAR 4
Indonesia memiliki keanekaragaman jenis fauna yang begitu tinggi yang tidak perlu diragukan lagi keberadaannya.Salah satu ekosistem yang memiliki keanekaragaman yang tinggi adalah ekosistem hutan mangrove.Kawasan PT. Bina Ovivipari Semesta (BiOS) Group yang terletak di Kabupaten Kubu Raya Propinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu ekosistem hutan mangrove yang masih memiliki keanekaragaman jenis flora cukup tinggi. Kami menyadari bahwa untuk melakukan upaya konservasi kawasan PT. Bios Group tidak bisa dilakukan secara sepihak. Sangat diperlukan upaya kerjasama dari berbagai pihak untuk menjaga kelestarian Hutan dikawasan PT. BiOS Group. Untuk itu, kami menganggap perlunya mendokumentasikan dan membuat buku manual persemaian tentang jenis tanaman yang di komersilkan di kawasan ini kepada masyarakat luas. Dengan mengenalkan keanekaragaman hayati tersebut, dapat diharapkan akan tumbuh minat masyarakat dalam melestarikan habitat hutan mangrove yang masih tersisa ini. Buku ini dapat juga digunakan sebagai pustaka dan acuan di sekolah lanjutan atas dan perguruan tinggi. Melalui kesempatan ini saya selaku direktur PT. Bina Ovivipari Semesta menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya dari perusahaan kepada penulis / penyusun buku ini. Harapan kami adalah pembaca bisa mendapatkan manfaat dari buku ini yang sekaligus merupakan cerminan dari kepedulian perusahaan terhadap pelestarian lingkungan hidup dan masyarakat di sekitar wilayah kerja kami.
Pontianak, Juni 2012
( Ir. Fairus Mulia ) Direktur
5
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur selalu penulis haturkan ke Hadirat Allah SWT, karena masih memberikan kesempatan kepada penulis, untuk tetap peduli pada kawasan sekitar, dan Insyallah akan memberikan kontribusi yang berguna dengan membuat buku manual persemaian ini. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ateng Surya Sandjaya, atas support yang diberikan sehingga memberikan inspirasi penulis untuk membuat buku ini. Terima kasih juga kepada Bapak Ir. Fairus Mulia yang memberikan referensi buku-buku Inventarisasi Flora dan Fauna , masukan dari Bapak Ir. Gunawan Priyanto dan Bapak Ir. Taufik Hidayat, Serta Bapak Monongap Simatupang yang telah memberikan referensi dalam bentuk narasi berdasarkan pengalaman kerja nya di kawasan Hutan PT. BiOS Group, sehingga mempermudah penulis untuk menyelesaikan tulisan buku ini. Pada akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian buku ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, tetapi tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Pontianak,
Juni 2012
Penulis,
Rinto Wiarta, S.Hut
6
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR………………………………………………………
i
UCAPAN TERIMA KASIH………………………………………………..
ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………...
iii
I.
PENDAHULUAN……………………………………………………..
1
II. PROSEDUR KERJA PERSEMAIAN SECARA UMUM…………...
4
A. Pembuatan Persemaian...…………………………………………..
4
B. Serangga.................…………………………………………………
6
C. Hama di Persemaian…………………………………………………
6
D. Jadwal Kegiatan...……………………………………………………
8
E. Kegiatan Persemaian..............………………………………………
8
III. PERSEMAIAN JENIS-JENIS MANGROVE........................................
11
A. Iktisar Kegiatan Persemaian...........................................................
11
B. Rhizophora apiculata Bl................................................................
11
C. Rhizophora mucronata Poir..........................................................
15
D. Bruguiera gymnorrhiza Lam..........................................................
18
E. Avicennia marina Forsk.................................................................
20
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….
23
7
I. PENDAHULUAN
Hutan mangrove merupakan ekosistem unik yang terletak pada zona pasang surut di daerah tropis maupun sub tropis. Flora penyusun ekosistem mangrove terdiri atas berbagai jenis tumbuhan yang mampu tumbuh dalam kondisi yang selalu terpengaruh oleh pasang surut air laut. Dalam upaya pelestarian hutan mangrove termasuk rehabilitasinya diperlukan teknik silvikultur yang sesuai. Untuk mendukung hal tersebut, disusunlah manual yang memuat sebagian dari praktek silvikultur, yaitu persemaian. Manual ini difokuskan pada praktek persemaian mangrove, dari pengumpulan benih, penyemaian dan pemeliharaannya sampai bibit siap untuk ditanam di lapangan. Manual yang ditujukan kepada para rimbawan dan teknisi lapangan ini merupakan hasil studi dan kegiatan persemaian yang dilakukan oleh para tenaga kerja di PT. Bina Ovivipari Semesta selama beberapa tahun. Manual ini diformulasikan sesuai dengan kondisi lingkungan PT. Bina Ovivipari Semesta. Karena itu, bila akan di adopsi untuk budidaya mangrove di tempat lain, perlu di buat modifikasi seperlunya yang disesuaikan dengan kondisi spesifik lokasi persemaian misalnya iklim, ekosistem mangrove yang ada, kondisi pasang surut, penologi jenis-jenis mangrove, dan sebagainya. PT. Bina Ovivipari Semesta (BiOS) group, terutama bergerak di bidang Kehutanan. Produksi yang dihasilkan berupa Kayu Bulat Kecil (KBK), yang diperuntukan sebagai bahan baku industri chip kayu/pulp/paper dan industri arang (milik sendiri). Jenis dominan yang dimanfaatkan adalah bakau (Rhizophora spp).PT. Bios, memperoleh Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Alam melalui SK No. SK.68/MENHUTII/2006 Tanggal 27 Maret 2006, Luas ± 10.100 Ha di Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat selama 20 tahun, terhitung tanggal 2 Juli 2001 s/d 1 Juli 2021, yang merupakan pembaharuan dari Sk Bupati Pontianak tahun 2001 dan memulai aktivitas lapangan tahun 2002. Areal yang dikelola PT. BiOS saat ini adalah bekas areal tebangan IUPHHKHA/HPH : PT. Pelita Rimba Alam, SK HPH No. 270/Kpts/Um/4/1979 tanggal 5 Mei 1979 seluas 40.000 Ha, dan telah berakhir tahun 1979
8
PT. Bumi Indonesia Jaya, SK HPH No. 322/Kpts/Um/7/1975 tanggal 28 Juli 1975, seluas 21.000 Ha, dan telah dicabut melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 317/Kpts-II/1991 tanggal 71 Juni 1991 Dari kedua areal IUPHHK-HA tersebut hanya sebagian kecil yang merupakan hutan mangrove, sedangkan sisanya merupakan areal hutan rawa gambut (peat swamp forest) Berdasarkan penelusuran dokumen-dokumen PT. Bumi Indonesia Jaya dan PT. Pelita Rimba Alam, khususnya yang saat ini dikelola oleh PT. Bina Ovivipari Semesta (tipe mangrove), areal bekas tebangan tidak teregister dengan baik, sehingga sejarah penataan, pemanfaatan dan pembinaan hutan secara administrative sulit diketahui. Tetapi sesuai dengan hasil inventarisasi tegakan dan pengamatan pada seluruh areal kerja, didapatkan hal-hal berikut : Masih ditemukan virgin forest pada daerah +500 m dari sungai pasang surut (pasut) dan atau alur air pasang surut. Hal ini disebabkan perusahaan terdahulu hanya mampu melakukan penebangan dan penyaradan secara manual sejauh + 500 m dari tepi sungai pasang surut dan alur air pasang surut. Masih ditemukan bekas-bekas potongan kayu yang sudah membusuk/lapuk pada beberapa TPn, mungkin karena sudah tidak sempat diangkut atau sebagai kayu rejek. Penataan dilakukan berdasarkan batas-batas alami, seperti sungai pasang surut dan alur air pasang surut karena tidak ditemukan batas buatan (berupa patok batas) dilapangan. Lokasi bekas tebangan + 95 % sudah ditutupi oleh permudaan dengan jenis yang sama dengan yang ditebang (tidak terjadi perubahan jenis) yakni didominasi oleh jenis bakau (R. apiculata) dengan rata-rata diameter 20 cm. Permudaan ini kemungkinan tumbuh secara alami, dimana bibit/propagule dapat berasal dari yang hanyut kemudian masuk kedalam hutan (pasang surut) atau berasal dari tegakan yang ditinggalkan. Dalam areal juga tidak ditemukan bekas lokasi persemaian mangrove. Sistem silvikultur yang digunakan kemungkinan system tebang habis dalam jalur atau system rumpang, karena system silvikultur untuk mangrove baru ditetapkan tahun 1978 melalui SK Dirjen Kehutanan No. 60 tahun 1978. Sebelum tahun 1978 tidak ada peraturan khusus silvikultur untuk mangrove, namun hanya 9
berdasarkan surat rekomendasi hasil penelitian yang dilakukan Litbang Kehutanan. Luas areal PT. BiOS yang dikelola adalah 10.100 Ha yang terletak di kawasan hutan mangrove dengan keanekaragaman jenis fauna yang cukup tinggi.Sistem pengelolaan yang dilakukan adalah Sistem Silvikultur Pohon Induk, dengan dasar acuan adalah Dokumen-dokumen SOP (Standard Operasional Prosedur), yang merupakan uraian-uraian ketentuan yang ditetapkan oleh Departemen Kehutanan. Keanekaragaman jenis fauna sampai saat ini masih bisa dilihat pada kawasan lokasi kerja PT. BiOS dan sekitarnya, hal ini karena kegiatan produksi perusahaan yang dilakukan selama ini merupakan kegiatan yang ramah lingkungan.Hal tersebut merupakan indikasi bahwa kawasan tersebut masih dalam kondisi baik.sehingga sebagai perwujudan komitmen pemegang ijin, pada tanggal 18 Februari 2009 IUPHHK-PT BiOS sudah mendapatkan sertifikasi PHAPL dengan Predikat Baik, yang selanjutnya pengesahan RKT dilakukan secara Self Approval mulai tahun 2010
10
II. PROSEDUR KERJA PERSEMAIAN SECARA UMUM
Beberapa spesies yang terdapat di sekitar lokasi PT. Bina Ovivipari Semesta untuk Rehabilitasi dan Pengayaan di areal bekas tebangan dapat disajikan dalam Tabel. 1 Pemilihan spesies didasarkan pada distribusi (penyebaran) hutan alam, ketersediaan benih dan sebagainya. Tabel 1. Beberapa jenis spesies di semaikan di persemaian PT. BiOS , sei Bun-bun Spesies
Tipe Biji
Tujuan
Rhizophora apiculata
Vivipari
Rehabilitasi
Rhizophora mucronata
Vivipari
Rehabilitasi
Bruguiera gymnorrhiza
Vivipari
Rehabilitasi
Avicennia marina
Kriptovivipari
Arboretum
Xylocarpus granatum
Normal
Arboretum
Xylocarpus mulocensis
Normal
Arboretum
Sonneratia alba
Normal
Arboretum
Lumnitzera recemosa
Kriptovivipari
Arboretum
A. Pembuatan Persemaian Persemaian untuk berbagai spesies mangrove di bangun pada zona pasang surut agar dapat dilakukan penyiraman oleh alam, yaitu dengan adanya pasang surut air laut. Sebaiknya juga dipertimbangkan kondisi-kondisi yang mungkin diperlukan oleh benihbenih yang lebih besar seperti benih vivipari.
Syarat lokasi persemaian adalah sebagai berikut : Terletak pada areal yang terpengaruh pasang surut air laut. Salinitas air antara 3 - 30 %. Bebas dari ombak maupun aliran sungai. Berdasarkan dengan sumber benih. Tersedia tanah untuk media semai. Berdekatan dengan lokasi penanaman. Tersedia lahan, sumber air dan tenaga kerja. Aksessibilitas baik 11
Persemaian adalah suatu tempat yang digunakan untuk menyemai benih suatu jenis tanaman dengan perlakuan dan perawatan selama jangka waktu tertentu, sehingga didapat bibit yang berkualitas, baik ukuran dan pertumbuhan dan siap untuk ditanam dilapangan. Menurut Anonimus (1993), persemaian adalah suatu areal pemeliharaan benih yang lokasinya tetap dan dibangun dengan penataan rapi dan teratur yang berkaitan dengan kegiatan penghutanan kembali areal tanah kosong dan hutan rusak. Menurut Ngatiman dan Armansyah (1989), Persemaian permanen adalah persemaian yang mempunyai daerah luas, bentuk bangunannya permanen, dapat mensuplai bibit dalam jumlah besar dan digunakan dalam periode yang lama. Pada areal persemaian PT. Bina Ovivari Semesta, Persemaian dibuat langsung di atas permukaan tanah, hal ini bertujuan untuk mengurangi tingkat penguapan dikarenakan kelembaban tanah yang stabil. Secara alamiah, pasang surut melakukan penyiraman terhadap bibit, baik pada saat pasang maupun pada saat surut. Dengan demikian tidak perlu dilakukan penyiraman. Untuk Jenis A. Marina dan X. Granatum, perlu disiapkan bedeng darat, karna benihnya mudah hanyut oleh pasang surutnya air. Luas total area persemaian adalah 10.000 m2 yang terdiri atas areal pembibitan seluas 3300 m2, pondok kerja 442 m2, areal arboretum 4080 m2 dan lain-lain. Areal pembibitan dibagi menjadi 2 petak berukuran 30 m x 50 m. Dalam satu petak dapat dibuat 108 bedeng . Kapasitas persemaian pertahun adalah ± 259.200 batang bibit siap ditanam dengan jumlah bedeng sebanyak 216 buah berukuran 4m x 1m dan ukuran diameter pot/polybag 8 cm. Dengan perentase hasil bibit siap tanam 80 %, kita dapat memperoleh 207.360 bibit dalam satu kali penyemaian. Pemeliharaan bibit di persemaian sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan penanaman dilapangan. Dalam pemeliharaan bibit banyak faktor yang sangat menentukan keberhasilan bibit-bibit dipersemaian salah satunya adalah pengendalian hama dan penyakit.
Tujuan utama persemaian adalah sebagai upaya
penyediaan bibit yang berkualitas baik dalam jumlah memadai sesuai dengan rencana penanaman.
12
B. Serangga Serangga adalah salah satu anggota kerajaan binatang yang mempunyai anggota terbesar, hampir lebih dari 72 % anggota binatang termasuk kedalam golongan serangga. Serangga dilengkapi dengan sayap, dengan sayap ini mereka dapat berpindah tempat untuk mendapatkan makanan dan kondisi lingkungan yang lebih baik bagi kehidupan mereka dan keturunannya. Serangga juga binatang penelur yang sekali melewati masa bertelurnya dapat menghasilkan beratus-ratus telur, lagi pula kebanyakan dari mereka mempunyai siklus hidup yang pendek, sehingga populasinya dapat berkembang dengan cepat (Putra, 1994). Serangga atau insekta termasuk dalam phylum Arthopoda. Jumlah dalam filum ini sekitar 713.000 jenis, dari jumlah tersebut 90%-nya merupakan jenis serangga atau sama dengan 640.000 jenis. Sedangkan 10%-nya lagi tergolong kelas Arachnida, Crustaceae, Diploda dan Chilopoda serta kelas-kelas kecil lainnya. Dari 640.000 jenis yang tergolong serangga, terdapat sekitar 10 persennya dikatakan sebagai hama (Pracaya, 2007). Selanjutnya Departemen Kehutanan (1997), bahwa serangga yang dikatakan sebagai hama adalah semua binatang yang menimbulkan kerusakan pada pohon atau tegakan hutan dan hasil hutan. C. Hama di persemaian Menurut Tini dan Amri (2002), hama adalah semua organisme hidup seperti serangga, hewan, dan tanaman yang menyebabkan kerusakan tanaman atau pohon yang termasuk kerusakan biji dan bibit. Hama adalah organisme yang merusak tanaman dan secara ekonomi merugikan manusia (Tjahjadi, 1989). Menurut Flint dan Bosch (1990), definisi hama secara umum adalah makhluk hidup yang bersaing dengan manusia untuk mendapatkan makanan, serta perlindungan. Menurut Pracaya (2007) hama adalah binatang perusak tanaman budi daya yang berguna untuk kesejahteraan manusia. Menurut Endah dan Novuzan (2003), adanya gangguan yang disebabkan oleh serangga hama dapat mengakibatkan terganggunya proses-proses fisiologi tanaman sehingga menyebabkan menurunnya kuantitas dan kualitas tanaman. Selanjutnya Sulthoni (1992) juga menyatakan bahwa kerapatan populasi serangga selalu berubah
13
tergantung pada faktor lingkungan. Dalam hal ini ada dua pokok yang menentukan fluktuasi populasi yaitu : 1.
Biotic Potensial (Bp)
Kemampuan hama (serangga) untuk berkembang biak dan sex-ratio yaitu merupakan perbandingan antara jumlah serangga jantan dan serangga betina dalam suatu populasi tertentu. Kecepatan berkembang biak ditentukan oleh kemampuan melahirkan keturunan baru dan panjang pendeknya periode perkembangan satu generasi serangga tersebut. 2.
Environmental Resistance
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap aktifitas hidup hama/serangga terdiri atas faktor makanan, biotis dan fisik : a. Faktor makanan, faktor ini memungkinkan dikendalikan secara pasti. b.
Faktor biotis meliputi : persaingan hidup, predator dan parasit.
c. Faktor fisik meliputi : suhu, sinar matahari, kelembapan udara, cuaca dan iklim. Persemaian yang bersifat monokultur merupakan sumber makanan yang melimpah bagi serangga, sehingga dalam kondisi yang seperti ini akan merangsang hama untuk datang dan berkembang biak dengan cepat sampai mencapai tingkat populasi yang tinggi (Arief, 1994). Menurut Suharti dan Asmaliah (1998), terjadinya ledakan serangga hama erat kaitannya dengan 3 faktor utama yaitu : a. Tersedianya tanaman inang yang cocok dan melimpah. b. Iklim yang mendukung perkembangbiakannya. c. Tersedianya sumber hama dan populasi yang cukup. Menurut Prijono, Sulthori dan Tamadja (2004), ada beberapa serangga hama yang menyerang tanaman yaitu : a. Hama Pemakan Daun (Spodoptera sp) Hama jenis ini sering dijumpai pada bibit tingkat semai dan pohon besar.
14
b. Kutu Putih Serangga hama ini sering diikuti serangan jamur Fusarium sp. Disebut hama kutu putih karena hama ini mempunyai bulu yang berwarna putih, kutu tersebut menyerang tanaman gaharu pada bagian daunnya dan biasanya menyerang pada musim kemarau. c. Ordo Orthoptera (bangsa belalang) Serangga pada ordo ini biasanya menyerang daun dan pucuk tanaman dengan cara memakannya. d. Ordo Lepidoptera (bangsa kupu-kupu) dijumpai sering menyerang daun pada fase ulat larva. D. Jadwal Kegiatan Jadwal kegiatan untuk penyemaian beberapa jenis bibit di lokasi persemaian sebaiknya direncanakan dan dilaksanakan menurut musim pengumpulan benih antara bulan Oktober sampai bulan Februari, perlu dicatat bahwa jadwal kegiatan tersebut hanya dilakssanakan di sekitar PT. Bina Ovivipari Semesta. Bila akan dilaksanakan ditempat lain sebaiknya dilakukan observasi kondisi lingkungan dan sebagainya kemudian jadwal tersebut dapat dimodifikasi seperlunya.
E. Kegiatan Persemaian 1. Pengadaan Benih a. Pengumpulan benih Yang diperlukan adalah buah atau benih yang benar-benar matang dan berkualitas bagus. Musim pengumpulan benih yang berdasarkan fenologi masing-masing spesies merupakan puncak masa produksi. Metode pengumpulan benih adalah mengambil buah jatuhan atau memetik langsung dari pohon induknya, dan ekstraksi biji dari buah. Sebaiknya pengumpulan benih dilakukan berulang dengan interval waktu tertentu. Pada saat memetik langsung dari pohon induknya harus diperhatikan agar bunga maupun buah muda tidak berjatuhan.
15
b. Seleksi dan penanganan benih Cara yang digunakan untuk menyeleksi benih tergantung karakteristik jenis (spesies)nya. Namun biasanya buah atau biji yang dipilih adalah yang berasal dari buah yang matang, sehat, segar dan bebas dari hama. Ciri kematangan buah dapat dilihat dari warna kotiledon, warna hipokotil, berat buah atau ciri lain. Penanganan jenis masing-masing jenis juga berbeda dan akan di jelaskan dalam bagian lain manual ini. c. Penyimpanan Benih Penyimpanan benih tidak dapat dilakukan untuk jangka waktu yang panjang. Karena itu, direkomendasikan bahwa penyimpanan benih tidak lebih dari 7 hari. Benih disimpan pada tempat yang teduh (dibawah naungan), terhindar dari cahaya matahari langsung, dan benih disimpan dalam ember yang berisi air asin. Pada prinsipnya adalah jangan sampai akar terlanjur tumbuh sehingga terpaksa dipotong saat penyemaiannya. 2. Penyiapan Media semai Tanah yang digunakan dapat langsung digunakan tanpa perlakuan khusus, hal ini dikarenakan tanah tersebut sangat cocok untuk benih yang akan di semaikan. Ciri media yang baik adalah lumpur yang mengandung liat (gley). 3. Penyemaian Benih vivipari dapat disemaikan secara langsung pada pot atau polibag yang sudah diatur di bedeng semai. Tetapi untuk jenis Avicennia marina dan X. granatum disemaikan terlebih dahulu di bedeng darat karena benihnya mudah hanyut oleh pasang surut. 4. Pemeliharaan a. Naungan Bibit sebaiknya dinaungi dengan jaring plastik atau dengan daun nipah yang hanya memberikan kemungkinan masuknya cahaya matahari sebesar 50 – 70 %. Lebih baik lagi bila naungan juga dipasang sebagai dinding yang mengelilingi barisan-barisan bedeng. Rangka naungan dibuat bari batang kayu bakau yang berdiameter 3 cm. Satu bulan sebelum bibit siap tanam di lapangan naungan tersebut harus dibuka untuk pemantapan.
16
b. Penyiraman Untuk kegiatan penyiraman tidak perlu dilakukan karena sudah dipengaruhi secara langsung oleh pasang surut air laut, kecuali pada saat air pasang tidak mesuk ke persemaian. c. Pengendalian hama Beberapa jenis hama misalnya kepiting, ulat, belalang, dan sebagainya merupakan penyebab kerusakan bibit. Cara pengendalian di jelaskan pada bagian berikut ini.
17
III. PERSEMAIAN JENIS-JENIS MANGROVE
A. Iktisar Kegiatan Persemaian Iktisar Kegiatan Persemaian hanya di laksanakan di lokasi persemaian PT. Bina Ovivipari Semesta. Bila akan dilaksanakan atau di aplikasikan di tempat lain, dapat dimodifikasi seperlunya sesuai dengan hasil observasi kondisi tapak, fenologi dan sebagainya yang telah dilakukan sebelumnya.
B. Rhizophora apiculata Bl. 1. Pengadaan Benih a. Pengumpulan Benih Ciri kematangan buah/benih adalah kotiledon berwarna merah kekuningan atau kadang-kadang kuning. Buah atau benih yang dikumpulkan pada musimnya, yaitu bulan oktober sampai dengan februari (di kawasan hutan mangrove di batu ampar). Cara
pengambilan
apiculata
buah
Rhizophora
dengan mengumpulkan buat
jatuhan yang tidak menunjukan adanya bekas serangan kepiting, serangga dan hama penggerek buah serta belum berakar. Dapat juga dengan cara buah dipetik langsung dengan cara memanjat pohonnya.
Gambar 1. Benih (buah) R. apiculata
18
b. Seleksi dan Penanganan Benih Semua pekerjaan selalu dilakukan di bawah naungan supaya benih tidak terkena cahaya matahari secara langsung. Benih yang terkumpul dicuci bersih kemudian dipilih buah yang sehat, segar, bebas hama dan penyakit serta belum berakar. Gambar 2. Seleksi benih R. apiculata
Pilih buah yang ukuran diameter maksimum hipokotilnya 14 mm lebih dan panjangnya 20 cm atau lebih. Khusus untuk benih jatuhan, diperiksa dengan seksama adanya serangan serangga yang di tandai oleh adanya lubang-lubang kecil seperti lubang jarum. Apabila terdapat benih yang demikian, sebaiknya disisihkan dan dipendam dalam tanah supaya serangan tidak menyebar luas atau benih tersebut harus dimusnahkan. c. Penyimpanan Benih Benih hanya dapat disimpan untuk sementara waktu. Lama waktu penyimpanan maksimum adalah 7 hari. 2. Penyiapan media Semai a. Pengambilan tanah Bahan yang digunakan untuk media semai adalah tanah yang terdapat di sekitar lokasi persemaian, ciri-ciri tanah yang baik adalah lumpur yang mengandung liat (gley). Tanah diambil dengan cangkul sedalam kira-kira 40 cm di bagian atas, kemudian diangkut ke pondok kerja.
b. Pengisian dan Pengaturan polibag Tanah
yang
dimasukan
diangkut
kedalam
tadi
kantong
polibag berukuran lebar 9 cm dan tingginya
15
cm
yang diberi
lubang-lubang kecil (± enam buah).
Gambar 3. Pengisian dan penyusunan polibag 19
Ukuran polibag berisi tanah menjadi berdiameter 5 cm dan tingginya 10 cm. Selanjutnya polibag yang berisi tanah di susun ke dalam bedeng semai.
3. Penyiapan Bedeng Bedeng berukuran 4 m x 1m x 10 cm dari belahan papan dibuat pada areal yang terkena pasang surut air laut. Antara bedeng ke bedeng diberi jarak setengah meter (50 cm) yang digunakan sebagai jalan
untuk
kerja
baik
penyemaian
maupun
pemeliharaan bibit. Diatas bedeng diberi naungan setinggi 1,5 meter dengan tiang dan rangka dari anakan bakau yang berdiameter 5 – 7 cm. Gambar 4. Persiapan bedeng semai
4. Penyemaian Benih
Gambar 5. Penyemaian benih R. apiculata
Kantong polibag yang telah diatur di bedeng semai dibiarkan terkena air pasang surut beberapa hari agar basah, kemudian dilakukan penyemaian. Penyemaian dilakukan pada pasang purnama (Nyorong) air pasang dapat membantu memperkecil penguapan air dari hipokotil benih. Benih disemaikan masing-masing satu buah dalam satu polibag. Benih ditancapkan sedalam ± 5 cm.
20
5. Pemeliharaan a. Naungan Bibit sebaiknya dinaungi dengan jaring plastik atau dengan daun nipah yang hanya memberikan kemungkinan masuknya cahaya matahari sebesar 50 – 70 %. Lebih baik lagi bila naungan juga dipasang
sebagai
mengelilingi
dinding
yang
barisan-barisan
bedeng. Rangka naungan dibuat bari batang kayu bakau yang berdiameter 5 cm. Satu bulan sebelum bibit siap tanam di lapangan naungan tersebut harus dibuka untuk pemantapan.
Gambar 6. Pemberian Naungan
b. Penyiraman Untuk kegiatan penyiraman tidak perlu dilakukan karena sudah dipengaruhi secara langsung oleh pasang surut air laut.
6. Seleksi Bibit Siap Tanam Spesifikasi bibit Rhizophora apiculata siap tanam adalah : Tinggi
: 30 cm atau lebih
Jumlah daun
: 4 helai atau lebih
Lama pembibitan
: 3 – 4 bulan.
Dipilih bibit yang segar, sehat dan memenuhi kriteria diatas kemudian diikat 20 batang bibit per ikat. Setelah itu bibit yang telah di ikat diangkut dengan gerobak dorong atau bisa juga dengan cara manual menggunakan tangan. Kemudian diangkut menuju lokasi penanaman dengan menggunakan motor air (pompong). Sebaiknya dihindarkan dari pengangkutan jarak jauh karena biasanya dapat menyebabkan bibit menjadi layu selama pengangkutan.
21
Gambar 7. Bibit R. apiculata siap tanam
C. Rhizophora mucronata Poir 1. Pengadaan Benih a. Pengumpulan Benih Ciri kematangan buah/benih adalah kotiledon berwarna hijau muda atau kuning dan hipokotilnya berwarna hijau. Buah atau benih yang dikumpulkan pada musimnya, yaitu bulan September, Oktober dan Nopember (di kawasan hutan mangrove di batu ampar). Cara pengambilan buah Rhizophora apiculata dengan mengumpulkan buah jatuhan yang tidak menunjukan adanya bekas serangan kepiting atau serangga dan belum berakar. Dapat juga dengan cara buah dipetik langsung dengan cara memanjat pohonnya. Pemetikan harus dilakukan secara hati-hati agar bunga dan buah yang masih muda tidak berjatuhan. Buah yang terkumpul dimasukan ke dalam karung dan diletakkan dibawah naungan sebelum disemaikan.
Gambar 8. Buah Rizhophora mucronata 22
b. Semua pekerjaan selalu dilakukan di bawah naungan supaya benih tidak terkena cahaya matahari secara langsung. Benih yang terkumpul dicuci bersih kemudian dipilih buah yang sehat, segar, bebas hama dan penyakit serta belum berakar. Pilih buah yang ukuran diameter maksimum hipokotilnya 14 mm lebih dan panjangnya 20 cm atau lebih. Khusus untuk benih jatuhan, diperiksa dengan seksama adanya serangan serangga yang di tandai oleh adanya lubang-lubang kecil seperti lubang jarum. Apabila terdapat benih yang demikian, sebaiknya disisihkan dan dipendam dalam tanah supaya serangan tidak menyebar luas atau benih tersebut harus dimusnahkan. c. Penyimpanan benih Benih dapat disimpan untuk sementara dengan cara yang sama seperti R. Apiculata namun hanya lima hari saja.
2. Penyiapan Media Semai Penyiapan media semai sama seperti penyiapan media semai untuk R. Apiculata.
3. Penyiapan Bedeng Bedeng berukuran 4 m x 1m x 10 cm dari belahan papan dibuat pada areal yang terkena pasang surut air laut. Antara bedeng ke bedeng diberi jarak setengah meter (50 cm) yang digunakan sebagai jalan untuk kerja baik penyemaian maupun pemeliharaan bibit. Diatas bedeng diberi naungan setinggi 1,8 meter dengan tiang dan rangka dari anakan bakau yang berdiameter 5 – 7 cm.
Gambar 9. Pembuatan bedeng semai
4. Penyemaian Benih Kantong polibag yang telah diatur di bedeng semai dibiarkan terkena air pasang surut beberapa hari agar basah, kemudian dilakukan penyemaian. Penyemaian dilakukan pada pasang purnama (Nyorong) air pasang dapat membantu memperkecil penguapan air dari hipokotil benih. Benih disemaikan masing-masing satu buah dalam satu polibag. Benih ditancapkan sedalam ± 7 cm. 23
Gambar 10. Penyemaian benih R. mucronata
5. Pemeliharaan a. Naungan Pemasangan naungan seperti yang digunakan pada pembibitan R. apiculata. b. Penyiraman Air Untuk kegiatan penyiraman tidak perlu dilakukan karena sudah dipengaruhi secara langsung oleh pasang surut air laut.
6. Seleksi Bibit Siap Tanam
Spesifikasi bibit R. mucronata siap tanam adalah : Tinggi
: setidaknya 55 cm atau lebih.
Jumlah daun
: minimal 4 helai
Lama Pembibitan
: 4 – 5 bulan
Cara penyeleksian, pengepakan dan penyiraman bibit sama dengan R. apiculata.
Gambar 11. Bibit R. mucronata siap tanam
24
D. Bruguiera gymnorrhiza Lam. 1. Pengadaan Benih a. Pengumpulan benih Ciri kematangan buah atau benih adalah hipokotil berwarna merah kecoklatan atau hijau kemerahan. Buah dikumpulkan pada musimnya, yaitu mulai bulan Mei sampai dengan Desember (di kawasan hutan mangrove di batu ampar). Cara pengambilan benih sama dengan pengambilan benih R. mucronata.
Gambar 12. Buah Bruguiera gymnorrhiza
b. Seleksi dan Penanganan Benih Semua pekerjaan dilakukan di bawah naungan supaya benih tidak terkena cahaya matahari langsung. Benih yang terkumpul tidak perlu dicuci dengan air tetapi cukup dibersihkan dengan lap dan dipilih benih yang segar, sehat, bebas hama dan penyakit, belum berakar dan panjang hipokotil 20 cm atau lebih. Kelopak buah jangan dicabut atau dilepaskan dengan paksa karena dapat merusak tunas. 2. Penyiapan Media Semai Penyiapan media semai sama seperti penyiapan media semai untuk R. mucronata.
25
3. Penyiapan Bedeng Penyiapan bedeng sama seperti penyiapan bedeng untuk R.mucronata.
4. Penyemaian benih Cara penyemaian benih B.gymnorrhiza sama dengan penyemaian benih R.apiculata.
Gambar 13. Cara penyemaian benih B. gymnorrhiza
5. Pemeliharaan a. Naungan Naungan yang hanya memungkinkan masuknya cahaya matahari ± 70% dipasang 1 – 2 bulan dilanjutkan dengan pemantapan (naungan dibuka) selama satu bulan agar bibit dapat menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan dimana akan ditanam nantinya. b. Penyiraman air Untuk kegiatan penyiraman tidak perlu dilakukan karena sudah dipengaruhi secara langsung oleh pasang surut air laut. 6. Seleksi bibit siap tanam Spesifikasi bibit B.gymnorrhiza siap tanam adalah : Tinggi
: 35 cm atau lebih
Jumlah daun
: 6 helai atau lebih
Lama pembibitan
: 3 – 4 bulan.
Cara penyeleksian, pengepakan dan penyiraman bibit sama seperti pada bibit R.mucronata siap tanam.
26
E. Avicennia marina Forsk. 1. Pengadaan Benih a. Pengumpulan benih Ciri kematangan buah adalah warna kulit buah kekuningan dan kadang – kadang kulit buah sedikit terbuka. Buah yang matang mudah terlepas dari kelopaknya. Buah dikumpulkan pada musimnya, yaitu bulan Desember sampai dengan Februari (di kawasan hutan mangrove di batu ampar). Buah dipetik langsung dengan tangan dan jangan sampai bunga dan buah berjatuhan, pilih buah yang
Gambar 14. Buah Avicennia marina
berukuran besar. b. Seleksi dan penanganan benih Buah dilepas dari kelopaknya dan dipilih benih yang bebas hama dan beratnya rata-rata 1,5 gram atau lebih. Setelah kelopak dilepas, buah direndam dalam air selama satu hari agar terkelupas kulitnya, buah yang belum terkelupas kulitnya dapat dikupas dengan tangan. Kemudian benih dipindahkan ke dalam ember berisi air asin yang bersih. c. Penyimpanan benih sementara Benih terseleksi dapat disimpan dengan cara dimasukan ke dalam ember sampai seperlima tinggi ember, kemudian diisi air asin sampai penuh. Ember diletakkan di tempat yang dingin dan ternaungi dengan baik. Lama penyimpanan benih maksimal satu minggu.
2. Penyiapan Media Semai Penyiapan media semai A. marina sama seperti penyiapan media untuk R.mucronata.
27
3. Penyiapan bedeng Untuk pembuatan bedeng A. marina, diperlukan dua macam bedeng yaitu bedeng darat untuk penyemaian dan pemeliharaan serta bedeng pasang surut untuk pemantapan. a. Bedeng darat Seperti bedeng untuk bibit R.mucronata tetapi dibuat pada areal tidak terkena pasang surut air laut. b. Bedeng pasang surut Serupa denga bedeng darat dan dibuat di arel yang bterkena pasang surut air laut tetapi tidak dipasang naungan. Bedeng ini dipakai untuk pemeliharaan selama satu bulan setelah 2 – 3 bulan pemeliharaan dibedeng darat. 4. Penyemaian Benih Setelah polibag disiram hingga cukup basah, barulah dilakukan penyemaian. Benih disemaikan masing – masing satu buah dalam satu polibag dengan cara ditancapkan sedalam kurang lebih sepertiga panjang benih kedalam tanah media, dengan bagian bakal akar dan batang menghadap ke bawah atau media.
Gambar 15. Penyemaian benih A. Marina
28
5. Pemeliharaan a. Naungan Naungan yang hanya memungkinkan masuknya cahaya matahari ± 70% dipasang selama 2 -3 bulan di bedeng darat, kemudian bibit dipindahkan ke bedeng pasang surut tanpa naungan untuk pemantapan selama satu bulan agar bibit cepat dapat menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan di mana akan ditanam nantinya. b. Penyiraman Penyiraman dilakukan dua kali sehari di bedeng darat, sedangkan untuk bedeng pasang surut cukut satu kali sehari pada saat pasang perbani (Kondah).
6. Seleksi bibit siap tanam Spesifikasi bibit A .marina yang direkomendasikan adalah : Tinggi
: 30 cm atau lebih
Jumlah daun
: 6 helai atau lebih
Lama pembibitan
: 4 – 5 bulan.
Penyeleksian dan pengepakan sama seperti yang dilakukan terhadap bibit R. mucronata siap tanam.
29
DAFTAR PUSTAKA Anonymus. 1993. Pilih Pedoman Dan Petunjuk Teknis Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan. Jakarta. Chapman, V.J. 1976. Mangrove Vegetation. J. Cramer. Vaduz. Hal.447 Departemen Kehutanan. 1997. Manual Kehutanan. Kopkar Hutan Republik Indonesia. Jakarta. Ding Hou, Layden. 1958. Rhizophoraceae. Flora Malesiana, Ser. I, Vol.5 (4). Hal 249-493 Endah. J dan Novuzan. 2003. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Mengendalikan Hama Dan Penyakit Tanaman. Kanisius. Yogyakarta. Flint, M. L. Dan R. V. D. Bosch. 1990. Pengendalian Hama Terpadu (Sebuah Pengantar). Kanisius. Yogyakarta. Ngatiman dan Armansyah. 1989. Metode Pengendalian Hama Secara Kimia Pada Bibit Meranti Di Persemaian. Balai Penelitian Kehutanan. Samarinda Prijono A, Sulthori A, Tamadja S. 2004. Pemeliharaan tanaman dan pengendalian hama penyakit. Kanisius. Jogjakarta. Pracaya. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman Edisi Revisi. Kanisius. Yogyakarta. Putra S N. 1994. Serangga Di Sekitar Kita. Kanisius. Jakarta. Soegianto. 1997. Kenalilah Flora Pantai Kita. Fa. WIDJAYA. Indonesia. Hal. 51 Sulthoni A. 1992. Hama Kehutanan. Buku Diktat Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Tini dan Amri. 2002. Mengebunkan Jati Unggul Pilihan Prospektif. Agromedia Pustaka. Jakarta. Tjahjadi. 1989. Hama Dan Penyakit Tanaman. Kanisius. Yogyakarta. Tomlinson, P.B. 1986. The Botany of Mangroves. Cambridge University Press. Cambridge. Hal. 419 30