THE INFLUENCE OF RETAIL MARKETING MIX PERFORMANCE TO CONSUMERS SATISFACTION AND THEIR IMPLICATION TO IMPULSIVE BUYING IN MAYASARI PLAZA TASIKMALAYA ABSTRACT By : RACHMAT MAHMUDA (118334041) Program Pasca Sarjana Magister Manajemen Universitas Siliwangi Tasikmalaya Email :
[email protected]
The objective of the research to know and analyze the influence of retail marketing mix performance to consumers satisfaction and their implication to impulsive buying in Mayasari Plaza Tasikmalaya. The research method used Survey method. The data collection used, interviews, quesionaires and observation. The amount of sample was 140 respondences. The sample technique was Purposive Sampling. And the analysis tecnique used The Structural Equation Modelling (SEM). By using SEM, the study found that the influence of retail marketing mix performance, consumer satisfaction and impulsive buying, partially have positif influence to consumers satisfaction. So retail marketing mix will be increase to consumers satisfaction and have a significant impact to impulsive retail in Mayasari Plaza Tasikmalaya. Keywords : Retail marketing mix performance, consumers performance, impulsive buying
I.
PENDAHULUAN
Bisnis ritel semakin berkembang terutama di kota kota besar, hampir di setiap sudut kota mudah sekali ditemui berbagai jenis ritel mulai dari minimarket, hipermarket, restoran, sampai pusat perbelanjaan. Menurut laporan Indonesia Commercial Newsletter (ICN) dalam lima tahun terakhir peningkatan omset ritel modern cukup pesat, hal ini juga didukung oleh pertumbuhan jumlah ritel yang pesat yaitu mencapai 18.152 gerai pada 2011, dibandingkan 10.365 gerai pada 2007 (http://www.datacon.co.id/Ritel-2011ProfilIndustri.html). Menjamurnya ritel membuat fungsi ritel makin luas bukan hanya sebagai tempat belanja tapi juga tempat rekreasi. Jumlah penduduk yang sangat besar Indonesia masih menjadi daya tarik bagi pebisnis ritel baik lokal maupun asing. Apalagi dengan income per kapita yang mengalami pertumbuhan (saat ini sekitar (US$ 3.542) menjadi peluang daya serap produk ritel. Menurut Pudjianto, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), industri ritel di Indonesia terus mengalami pertumbuhan minimal sekitar 10 persen/tahun, yang perputaran uangnya mencapai Rp 115 triliun dengan 55 kategori, belum termasuk produk
1
2
fashion (http://swa.co.id/business-strategy/marketing/2012-bisnis-ritel-di-indonesiakian-menjanjikan). Demikian pula dengan berlakunya pasar bebas dan globalisasi mendorong tumbuhnya pusat perbelanjaan dan departemen store milik asing, globalisasi telah menjadi realita dalam kehidupan saat ini. Kemajauan teknologi informasi dan komunikasi berdampak pada interaksi antar individu dan atau kelompok baik secara fisik maupun virtual (Tjiptono- Chandra, 2012 : 2). Kota Tasikmalaya sebagai Wilayah Inti Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) di Priangan Timur Jawa Barat dengan jumlah penduduk 646.874 jiwa (Data BPS Jawa Barat tahun 2011) memberikan peluang yang sangat besar bagi para investor untuk membuka usaha ritel dan pusat perbelanjaan di kota tersebut mulai dari minimarket, supermarket, departemen store sampai dengan pusat perbelanjaan (Mall). Data perkembangan pusat perbelanjaan dan pasar tradisional dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel-1.1. Data Pasar Modern dan Tradisional Perkembangan NO Uraian 2012 2013 % 1. Pusat Perbelanjaan 9 11 22,22 2. Minimarket 13 13 0,00 3. Pasar Tradisional 7 7 0,00 Jumlah 29 31 6,90 Sumber : Dinas Koperasi,UMKM Indag Kota Tasikmalaya 2013 (diolah kembali). Kemunculan pusat-pusat perbelanjaan yang baru di kota Tasikmalaya pada akhirnya membuat persaingan diantara pusat-pusat perbelanjaan tersebut sangat ketat. Manajemen perusahaan harus memperhatikan pemasaran produknya untuk menarik minat konsumen agar mau datang ke pusat pembelanjaan miliknya. Strategi dan sistem pemasaran harus dapat digunakan sebaik-baiknya untuk mengatasi persaingan yang ada. Persaingan membuat perusahaan sangat berhati-hati dan lebih jeli dalam memenuhi harapan konsumen serta menentukan strategi bauran pemasaran ritel yang digunakan. Tujuan perusahaan untuk memberikan kepuasan terhadap konsumen serta adanya penilaian yang positip dari konsumen terhadap perusahaan akan menjadikan konsumen tersebut tetap bertahan menjadi konsumen yang setia. Mempertahankan seorang konsumen adalah jauh lebih sulit dibandingkan mencari konsumen baru. Kajian tentang pembelian impulsif saat ini sangat penting bagi perusahaan hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian Yinlong Zhang, Karen Page Winterich, and Vikas Mittal yang dimuat dalam Journal of Marketing Research (2010) bahwa Sekitar 62 % dari penjualan supermarket dan 80 % dari penjualan barang mewah di Amerika Serikat hasil dari pembelian impulsif. Pembelian impulsif merupakan sebuah fenomena dan kecenderungan perilaku berbelanja meluas yang terjadi di dalam pasar dan menjadi poin penting yang mendasari aktivitas pemasaran (Herabadi, 2010:139). Perilaku belanja impulsif juga terjadi di Indonesia, terlihat dari hasil survei yang dilakukan oleh AC Nielsen dalam majalah Marketing/05/V/Mei/2007 yang menyatakan bahwa 85 % konsumen ritel modern di Indonesia cenderung untuk
3
berbelanja secara impulsif. Mengingat besarnya pengaruh pembelian impulsif terhadap total penjualan, maka pemasar perlu untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebabnya untuk dapat memformulasikan strategi pemasaran yang tepat. Mayasari Plaza salah satu pusat perbelanjaan di Kota Tasikmalaya perkembangan tingkat kunjungan setiap tahun terus mengalami peningkatan, hal ini dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Data Pengunjung Mayasari Plaza TAHUN PENGUNJUNG KENAIKAN % KET. (Org) 2008 1.218.122 2009 1.292.760 6,13 2010 1.360.800 5,26 2011 1.512.020 11,11 2012 1.678.050 10,98 RATA-RATA 1.412.350 8,37 Sumber : Data Perusahaan diolah kembali (2013). Berdasarkan data di atas terlihat bahwa pengunjung Mayasari Plaza prosentase tingkat kenaikan pengunjung mengalami fluktuasi serta cenderung turun. Pada tahun 2009 terdapat peningkatan jumlah pengunjung sebesar 6,13% namun Pada tahun 2010 terjadi penurunan sebesar 5,26 %. Pada tahun 2011 meningkat kembali sebesar 11,11% namun tahun 2012 terdapat penurunan sebesar 10,98%. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku konsumen berubah setiap saat, serta persaingan dari pusat perbelanjaan lainnya, sedikit banyaknya akan mempengaruhi kunjungan konsumen. Hal ini terjadi karena banyak retail yang menawarkan nilai-nilai yang lebih seperti produk yang beragam/bervariasi, harga yang lebih kompetitif, pelayanan yang lebih baik dan sebagainya. Jika hal ini dibiarkan, dapat dipastikan dalam jangka panjang Mayasari Plaza Tasikmalaya dapat kehilangan konsumennya. Hasil wawancara terhadap 10 orang pengunjung Mayasari Plaza Tasikmalaya diperoleh informasi bahwa terdapat beberapa keluhan konsumen terkait fasilitas yang disediakan serta karyawan yang dirasakan kurang ramah dalam melayani konsumen, kemudian dari jumlah pengunjung 10 orang tersebut ternyata hanya 3 orang (30%) yang melakukan pembelian, dan sisanya tidak melakukan pembelian, demikian pula pengunjung tersebut tidak saja mengunjungi Mayasari Plaza tetapi pusat perbelanjaan lainnya dan diduga hal ini mungkin disebabkan harga yang tidak cocok, atau pelayanan yang kurang ramah atau bisa juga karena penataan ruangan yang kurang menarik atau juga lokasi yang kurang strategis. Dari gambaran tersebut menunjukkan belum optimalnya kinerja bauran pemasaran ritel sehingga dapat mengurangi kepuasan konsumen sehingga konsumen tidak melakukan pembelian. Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan tersebut, maka yang menjadi masalah penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut yaitu berfluktuasinya tingkat pertumbuhan kunjungan konsumen Mayasari Plaza serta meningkatnya intensitas persaingan di antara peritel, serta belum optimalnya tingkat kepuasan konsumen dan pembelian impulsif dapat mengakibatkan eksistensi
4
perusahaan Mayasari Plaza dapat terancam, sehingga perlu dilakukan upaya untuk menciptakan dan meningkatkan kinerja bauran pemasaran ritel melalui implementasi bauran pemasaran retail yang tepat dan pengembangan hubungan konsumen yang saling menguntungkan sehingga tercipta kepuasan konsumen serta meningkatkan pembelian impulsif dalam jangka waktu yang panjang dan berkelanjutan. Dari gambaran tersebut menunjukan kinerja bauran pemasaran ritel belum optimal, oleh karena itu identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana kinerja bauran pemasaran ritel, kepuasan konsumen dan pembelian impulsif konsumen Mayasari Plaza Tasikmalaya. 2. Bagaimana pengaruh bauran pemasaran ritel terhadap kepuasan konsumen Mayasari Plaza Kota Tasikmalaya. 3. Bagaimana pengaruh bauran pemasaran ritel terhadap pembelian impulsif konsumen Mayasari Plasa Kota Tasikmalaya 4. Bagaimana pengaruh kepuasan konsumen terhadap pembelian impulsif Mayasari Plaza Kota Tasikmalaya. Maksud dan tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja bauran pemasaran ritel, kepuasan konsumen dan pembelian impulsif, serta mengetahui dan menganalisis pengaruh bauran pemasaran ritel terhadap kepuasan dan pembelian impulsif serta pengaruh kepuasan konsumen terhadap pembelian impulsif.
KAJIAN TEORI a. Bauran Pemasaran Ritel Pada saat ini penjualan barang atau jasa umumnya tidak dapat dikerjakan langsung dari produsen kepada konsumen, melainkan harus melalui beberapa perantara yang menyalurkan barang dari produsen ke konsumen yang dikenal dengan sebutan lembaga saluran distribusi (saluran pemasaran). Sebagai mata rantai terakhir dari saluran pemasaran tersebut adalah pengecer (retailer). Retailing (pedagang eceran) merupakan kegiatan yang sangat penting dalam menyampaikan barang dari produsen ke konsumen. Penjualan eceran merupakan salah satu rantai saluran distribusi yang memegang peranan penting dalam penyampaian barang dan jasa kepada konsumen akhir. Beberapa ahli mengemukakan definisi dari penjualan eceran dengan prinsip yang relatif sama. Menurut Kotler dan Keller (2009:140) perdagangan eceran / pengeceran (retailing) adalah semua aktivitas dalam menjual barang dan jasa langsung ke konsumen akhir untuk kebutuhan pribadi dan non bisnis. Bauran pemasaran ritel merupakan salah satu konsep utama dalam dunia perdagangan eceran. Ada beberapa pengertian bauran pemasaran ritel yang dikemukakan para ahli, diantaranya menurut Widya Utami (2006:239), Bauran pemasaran retail adalah kombinasi dari elemen-elemen yang digunakan oleh pengecer untuk memuaskan kebutuhan konsumen dan mempengaruhi keputusan pembelian mereka, elemen-elemen tersebut meliputi: Barang dan Jasa yang ditawarkan, Penentuan Harga, Program Promosi dan Periklanan, Suasana Toko, Pelayanan Pelanggan, dan Lokasi. Sedangkan menurut Foster (2008: 51) Bauran ritel terdiri dari Lokasi (Location), Barang Dagangan (Merchandise), Harga (Price), Promosi (Promotion), Pelayanan (Service), Suasana dalam Toko (Atmosfer) dan, Karyawan
5
Toko (Customer Service). Levy & Weitz (2009:21), elemen dalam strategi ritel terdiri atas merchandise assortment, pricing, location, communication mix, store design and display, dan customer service. Hendri Ma’ruf (2005:115), mengemukakan bahwa pengembangan retail marketing mix mencakup Lokasi, Merchandise, Pricing, Periklanan dan promosi, Atmosfer dalam gerai, retail service. Sedangkan menurut Engel, Blacwell & Miniard (2006:257) ada 10 (sepuluh) atribut determinan yaitu : 1. Lokasi. 2. Sifat dan kualitas keanekaragaman 3. Harga. 4. Iklan dan promosi 5. Personel penjualan. 6. Pelayanan yang diberikan. 7. Atribut fisik toko 8. Sifat pelanggan toko 9. Atmosfir toko 10. Pelayanan dan kepuasan setelah sesudah transaksi. Dari beberapa pengertian bauran pemasaran ritel maka dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran ritel adalah kombinasi dari elemen-elemen yang digunakan oleh pengecer untuk memuaskan kebutuhan konsumen dan mempengaruhi keputusan pembelian mereka yang terdiri dari : 1. Produk/Merchandising 2. Harga, 3. Promosi, 4. Suasana Toko (atmosfir), 5. Pelayanan, 6. Lokasi Berikut diuraikan bauran pemasaran ritel yang terdiri dari 6 (enam) elemen tersebut yaitu Produk, Harga, Promosi dan Periklanan, Suasana toko, Pelayanan dan Lokasi. 1. Produk / Barang yang ditawarkan (Merchandising) Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke suatu pasar untuk memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan. Produk-produk yang dipasarkan meliputi barang fisik, jasa, pengalaman, peristiwa/ acara, orang, tempat, property, organisasi, informasi dan gagasan/ ide. (Kotler, Keller, 2008:4). 2. Harga Menurut Kotler & Keller (2009:151) dijelaskan bahwa:” harga adalah faktor positioning kunci dan harus diputuskan dalam hubungannya pasar sasaran, bauran pilihan produk dan jasa serta persaingan. Harga adalah satu-satunya elemen dalam bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan, elemen-elemen yang lain menghasilkan biaya”. Harga adalah sesuatu yang merupakan permasalahan dalam dunia usaha, karena itu penetapan harga harus mmperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya baik secara langsung maupun tidak langsung. Faktor yang mempengaruhi secara langsung adalah bahan baku, biaya produksi, biaya pemasaran.
6
Sedangkan faktor yang tidak langsung adalah harga jual produk yang sejenis yang ditawarkan oleh pesaing, potongan untuk para penyalur dan konsumen. Perusahaan harus mempertimbangkan faktor-faktor sebelum menetapkan kebijakan harga, ada 6 (enam) langkah yang harus dilakukan (Kotler & Keller, 2009:76) yaitu : 1. Memilih tujuan penetapan harga, mula mula perusahaan memutuskan dimana perusahaan ingin memposisikan penawaran pasarnya, semakin jelas tujuan perusahaan semakin mudah perusahaan menetapkan harga. 2. Menentukan permintaan, setiap harga akan mengarah kepada tujuan pemasaran perusahaan, makin tinggi permintaan barang maka penetapan harga mungkin akaan lebih tinggi. 3. Memperkirakan biaya, untuk menetapkan harga maka salah faktor penting adalah biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi barang dan jasa tersebut. 4. Menganalisa biaya, harga dan penawaran pesaing, dalam menetapkan harga, perusahaan perlu memperhatikan harga yang ditetapkan oleh para pesaing sehingga perusahaan dapat bersaing di pasar. 5. Memilih metode penetapan harga, ada beberapa metode penetapan harga yang dapat dipilih oleh perusahaan, yaitu : 1) Penetapan harga mark up 2) Penetapan harga tingkat pengembalian sasaran. 3) Penetapan harga nilai anggapan 4) Penetapan harga nilai 5) Penetapan harga going rate. 6) Penetapan harga bentuk lelang. 6. Memilih harga akhir, sebelum memilih metode penetapan harga maka perusahaan perlu mempertimbangkan faktor faktor tambahan termasuk dampak pemasaran lainny serta resiko. Untuk merangsang pembelian dini, pengecer dapat juga menerapkan harga promosi (Kotler & Keller, 2009:94) melalui : 1) Penetapan harga loss leader 2) Penetapan harga acara khusus 3) Rabat tunai 4) Pembiayaan berbunga rendah 5) Jangka waktu pembayaran lebih lama 6) Jaminan dan kontrak jasa 7) Diskon psikologis. Strategi penetapan harga promosi sering menjadi zero sum game (situasi dimana keuntungan satu pihak diperoleh dari kerugian dipihak lain) Jika berhasil pesaing akan menirunya dan strategi ini menjadi tidak efektif. Dan strategi mempunyai resiko apabila tidak berhasil. 3. Promosi Menurut Kotler dan Amstrong (2008: 153) “ promosi merupakan suatu program yang memberi informasi kepada konsumen mengenai keunggulan produk”. Pengecer menggunakan berbagai macam alat promosi untuk menarik pengunjung dan menciptakan pembelian. Mereka memasang iklan, mengadakan obral khusus, mengeluarkan kupon potongan harga, dan menambahkan program untuk
7
orang yang gemar berbelanja misalnya pemberian hadiah, menambahkan tempat mencicipi makanan di dalam Plaza, serta memberikan kupon di rak-rak dan kasir. Tiap pengecer harus menggunakan alat promosi yang dapat mendukung dan memperkuat penentuan posisi citra mereka. Plaza-Plaza mewah akan memasang iklan-iklan yang menarik sehalaman penuh dalam majalah-majalah seperti Vogue dan Harpers. Mereka secara cermat melatih para wiraniaganya tentang cara menyambut para konsumen, memahami kebutuhan, serta menangani keluhan konsumen. PlazaPlaza diskon akan mengatur barang dagangan mereka untuk mempromosikan kesan hemat dan murah, sambil membatasi pelayanan dan hantuan penjualan di Plaza. Keputusan promosi adalah dihubungkan dengan bagaimana berkomunikasi dan menjual ke konsumen potensial. Hal ini disebabkan biaya-biaya yang dapat menjadi tinggi sebanding dengan harga produk. Suatu analisis titik impas (breakeven) harus dilakukan ketika membuat keputusan promosi. Hal ini berguna untuk mengetahui nilai suatu konsumen dalam rangka menentukan apakah tambahan konsumen cukup berharga dibandingkan biaya yang akan dikeluarkan pihak perusahaan. Menurut Kotler (2008:220), promosi penjualan meliputi alat promosi konsumen sebagai berikut: a. Sampel, berupa tawaran gratis atas sejumlah produk atau jasa ; b. Kupon, yaitu sertifikat yang memberi hak kepada pemegangnya untuk mendapatkan pengurangan harga seperti yang tercetak bila membeli produk tertentu ; c. Tawaran pengembalian tunai (rabat), yaitu dengan menawarkan kepada konsumen penghematan dari harga biasa dengan mendapatkan suatu produk yang tertera pada label atau kemasan ; d. Premi (hadiah), barang yang ditawarkan dengan biaya yang relatif rendah atau gratis sebagai insentif bila membeli produk tertentu ; e. Hadiah Kepuasan konsumen, hadiah ini berupa uang tunai atau bentuk lain yang proporsional dengan Kepuasan seorang atau sekelompok pemasok ;. f. Percobaan gratis, mengundang calon pembeli untuk mencoba produk tertentu secara cuma-cuma dengan harapan mereka akan membeli produk tersebut ; g. Garansi produk, janji yang diberikan oleh penjual baik secara eksplisit maupun implisit bahwa produknya akan bekerja sesuai spesifikasi atau jika produknya gagal, penjual akan memperbaiki atau mengembalikan uang konsumen selama periode tertentu ; h. Promosi gabungan, dua atau lebih merek atau perusahan bekerja sama (tie-in promotion), mengeluarkan kupon, pengembalian uang, dan mengadakan kontes untuk meningkatkan daya tarik mereka ; i. Iklan dan penyiaran di media cetak dan elektronik; j. Penyebaran brosur; k. Poster dan selebaran; l. Informasi berupa billboard; m. Pameran di tempat pembelian n. Simbol atau logo yang digunakan o. Presentasi penjualan p. Kegiatan-kegiatan umum seperti seminar dan ceramah
8
q. Katalog produk r. Pajangan dan demonstrasi di tempat pembelian (Point of purchase-POP),
pajangan dan demonstrasi POP berlangsung di tempat pembelian atau penjualan. s. Potongan harga (dikurangkan dari faktur atau dari daftar harga), diskon yang
langsung dikurangkan dari daftar harga untuk tiap pembelian selama periode tertentu. t. Barang gratis, menawarkan tambahan barang kepada konsumen yang membeli dalam jumlah tertentu, bisa juga apabila terdapat pembelian yang mengutamakan produk dengan rasa atau ukuran tertentu. Terdapat 5 (lima) unsur atau metode bauran promosi yang dikemukakan oleh Philip Kotler ( 2008 : 312 ), yaitu : a. Periklanan (Advertising) b. Promosi Penjualan (Sales Promotion) c. Hubungan Masyarakat dan Publisitas (Public Relations and Publicity) d. Penjualan Personal (Personal Selling) e. Pemasaran Langsung (Direct Marketing) 4. Suasana Toko (Store Atmosfir) Suasana atau atmosfer dalam gerai berperan penting memikat pembeli, membuat nyaman pembeli dalam memilih barang belanjaan, dan mengingatkan pembeli produk apa yang perlu dimiliki baik untuk keperluan pribadi maupun untuk keperluan rumah tangga. Determinan penting dari sebuah toko adalah atmosfir toko, menurut James F Engel, Blackwell, Miniardi (2006:265) Atmosfir toko adalah perancangan secara sadar atas ruang untuk menciptakan efek tertentu pada pembeli, sedangkan menurut Kotler & Keller (2009 : 153) atmosfir adalah elemen lain dalam melengkapi toko, setiap toko mempunyai penampilan dan tata letak fisik yang bisa mempersulit atau mempermudah orang untuk bergerak. Menurut Sopiah & Syihabudin (2008:149) Suasana dalam toko merupakan salah satu unsur retailing mix. Suasana yang dimaksud terdiri dari gabungan unsurunsur yaitu : a. Desain toko, b. Tata letak (Layout), c. Alokasi ruang, d. Komunikasi fisual e. Penyajian produk. 5. Pelayanan Pelayanan adalah setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan suatu pihak yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksi layanan bisa berhubungan dengan produk fisik maupun tidak (Simamora, 2001:172). Pelayanan diberikan sebagai tindakan atau perbuatan sesorang atau organisasi unutk memberikan kepuasan kepada pelanggan. Tindakan tersebut dapat dilakukan melalui cara langsung melayani pelanggan. Faktor utama dari pelayanan adalah kesiapan sumber daya manusia dan melayani pelanggan atau calon pelanggan. Oleh karena itu, sumber daya manusia perlu dipersiapkan secara matang sebelumnya hingga mampu memberikan pelayanan yang optimal kepada calon pelanggannya.
9
Menurut Hendri Ma’ruf (2005:226), Layanan dapat didefinisikan sebagai aktivitas, manfaat dan kepuasan dari sesuatu yang ditawarkan dalam penjualan. Para pengusaha harus dapat menyesuaikan jenis layanan yang ditawarkan dengan unsurunsur lainnya dalam Retail Mix. Toko yang menetapkan harga jual diatas harga pasar harus memberikan pelayanan yang benar-benar sesuai dengan harga yang dibayar oleh konsumen. Jenis-jenis Pelayanan (Ma’ruf, 2005 : 192) 1. Costumer service: a. Pramuniaga dan staf lain (seperti kasir dan SPG/sales promotion girl) yang terampil dengan cara pelayanan dan kesigapan membantu. b. Personel shopper, yaitu staf perusahaan ritel yang melayani pembeli melalui telepon dan menyiapkan barang pesanan yang nantinya tinggal di ambil oleh pelanggan. 2. Terkait fasilitas gerai a. Jasa pengantaran (delivery) b. Gift wrapping c. Gift certificates (voucher) d. Jasa pemotongan pakaian jadi (atau perbaikan) e. Cara pembayaran dengan credit card atau debit card f. Fasilitas tempat makan (food corner) g. Fasilitas kredit h. Fasilitas kenyamanandan keamanan berupa tangga jalan dan tangga darurat. i. Fasilitas telepon dan mail orders j. Lain-lain, seperti fasilitas kredit 3. Terkait jam operasional toko a. Jam buka yang panjang atau buka 24 jam 4. Fasilitas-fasilitas lain a. Ruang/ lahan parkir b. Gerai laundry c. Gerai cuci cetak film Sedangkan Jenis-jenis pelayanan dalam Retail Mix menurut Hendri Ma’ruf (2005:228) antara lain: a. Jam operasional toko b. Pengiriman barang c. Penanganan terhadap keluhan dari konsumen d. Penerimaan pesanan melalui telepon dan pos e. Penyediaan fasilitas parkir Berbagai jenis pelayanan yang ditawarkan dapat membedakan pelayanan antara toko yang satu dengan toko yang lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin lengkap dan memuaskan pelayanan yang diberikan oleh toko pengecer maka semakin besar kemungkinan konsumen akan tertarik untuk memilih berbelanja di toko yang bersangkutan. 6. Lokasi Lokasi adalah salah satu unsur penting dalam bauran pemasaran kegiatan ritel. mencakup aksesibilitas yaitu bagaimana mudahnya konsumen mendatangi tempat
10
usaha untuk mendaptkan barang kebutuhannya. Lokasi adalah faktor yang sangat penting dalam bauran pemasaran ritel (retail marketing mix), pada lokasi yang tepat, sebuah gerai akan lebih sukses dibanding gerai lainnya yang berlokasi kurang strategis, meskipun sama-sama menjual produk yang sama, pramuniaga yang sama banyak dan terampilnya, dan sama-sama punya setting atau ambience yang bagus. Menurut Kotler & Keller (2009:155) para pengecer biasanya mengatakan bahwa tiga kunci keberhasilan adalah "lokasi, lokasi, dan lokasi." Misalnya, konsumen terutama memilih bank dan pompa bensin terdekat. Jaringan plaza serba ada, perusahaan minyak, dan waralaba makanan cepat saji harus memilih lokasi mereka secara cermat. Dalam kaitannya antara lalulintas yang ramai dan biaya sewa yang tiiggi, pengecer harus memutuskan lokasi yang paling menguntungkan bagi gerai/outletnya dengan menggunakan perhitungan lalu lintas, survey kebiasaan belanja konsumen dan analisis lokasi kompetitif, Menurut Kotler & Keller (2009:155) ada 4 (empat) indikator menilai efektivitas lokasi penjualan, yaitu : 1. Jumlah orang yang melewatinya perhari biasa. 2. Persentasi orang yang masuk ke toko 3. Persentasi orang yang membeli 4. Jumlah rata-rata per penjualan. Fungsi Dan Karateristik Penjualan Ritel Penjualan eceran meliputi semua kegiatan yang berhubungan langsung dengan penjualan barang atau jasa kepada konsumen akhir untuk keperluan pribadi. Pada dasarnya fungsi penjualan eceran adalah memberikan pelayanan semudah mungkin kepada konsumen. Berikut adalah fungsi dari penjualan eceran menurut beberapa ahli. Menurut Fandy Tjiptono (2008:191) fungsi penjualan ritel terdiri dari : 1. Membeli dan menyimpan barang. 2. Memindahkan hak milik barang tersebut kepada konsumen akhir. 3. Memberikan informasi menegenai sifat dasar dan pemakaian barang tersebut. 4. Memberikan kredit kepada konsumen (dalam kasus tertentu) Sedangkan menurut Berman dan Evans (2004:7), fungsi ritel dalam distribusi adalah sebagai berikut : 1. Ritel merupakan tahap akhir dalam saluran distribusi yang terdiri dari usaha usaha dan orang-orang yang terlibat dalam perpindahan fisik dan penyerahan kepemilikan barang dan jasa dari produsen ke konsumen. 2. Ritel dalam saluran distribusi mempunyai peranan penting sebagai perantara antara pengusaha manufaktur, pedagang besar, serta pemasok lain ke konsumen akhir. Para pedagang eceran mengumpulkan berbagai macam barang dan jasa dari beragam pemasok dan selanjutnya menawarkannya kepada konsumen. 3. Fungsi distribusi dari ritel adalah terjalinnya komunikasi dengan pelanggan mereka, pengusaha manufaktur, dan pedagang besar. 4. Bagi para pengusaha manufaktur dan pemasok yang masih kecil, pedagang eceran harus dapat menyediakan bantuan yang berguna seperti transportasi, penyimpanan, periklanan, dan pembayaran lebih dahulu untuk barang dagangan.
11
5. Melalui ritel, transaksi para pelanggan dilengkapi dengan pelayanan pelanggan yang lebih baik seperti: pembungkus, pengiriman, dan pemesan. Selanjutnya Menurut Berman dan Evans (2004 : 9), terdapat beberapa karakteristik khusus penjualan eceran (ritel) yang membedakannya dengan usaha lain yaitu : 1. Small average sale (ukuran rata-rata dari transaksi penjualan para pedagang eceran masih kecil); jika dibandingkan dengan yang dihasilkan para pengusaha manufaktur, transaksi penjualan eceran ini relatif kecil. Untuk itu para pedagang eceran harus berupaya menekan biaya-biaya yang menyertai penjualan seperti fasilitas kredit, pengiriman barang maupun pembungkus. Mereka juga harus meningkatkan jumlah konsumen yang berkunjung ke toko dengan mengeluarkan promosi, serta mendorong penjualan impulsif. 2. Impulse Purchase (pembelian impulsif), kecenderungan konsumen untuk melakukan pembelian yang tidak direncanakan semakin meningkat. Untuk itu para pedagang eceran harus mengelola display, tata letak toko, etalase, dan sebagainya lebih baik lagi. Namun, implikasi dari semakin banyaknya barangbarang impulsif seperti permen, kosmetika, makanan kecil, dan majalah menjadikan semakin sulit perencanaan, penganggaran, dan Small average sale pemesanan barang yang dibeli konsumen, selain itu pula memperbanyak tugas para pramuniaga. 3. Popularity of Store (kepopuleran toko) Walaupun akhir-akhir ini banyak diperkenalkan cara berbelanja baru seperti belanja via pos, telepon, internet, atau televisi, namun pada kenyataannya konsumen tetap mengalir ke toko-toko eceran. Hal ini disebabkan oleh popularitas toko eceran di mata konsumen. Faktor lain yang turut mempengaruhi adalah keinginan konsumen membandingbandingkan merek dan model yang berbeda antara para pedagang eceran, adanya iklim penjualan impulsif yang menarik, serta keinginan konsumen untuk keluar dari rumah.
12
b.
Kepuasan Konsumen Konsep pemasaran menegaskan bahwa kesuksesan sebuah organisasi dalam mewujudkan tujuannya sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan konsumen sasarannya dan memberikan kepuasan yang diharapkan secara lebih efektif dan efisien daripada para pesaingnya. Ada beberapa pakar yang mendefinisikan kepuasan konsumen, antara lain: a. Menurut Kotler & Keller (2009:138) Kepuasan (satisfaction) adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang timbul karena membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk atau hasil terhadap ekspektasi. Jika kinerja gagal memenuhi ekspektasi, pelanggan akan tidak puasa, jika kinerja melebihi ekspektasi , pelanggan akan sangat puasa atau senang. b. Menurut Day dalam Tse & Willton (Dalam Fandy Tjiptono 2008:24) Kepuasan konsumen adalah respon konsumen terhadap evaluasi ketidak sesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. c. Menurut Wilkiel (Dalam Fandy Tjiptono 2008:23) Kepuasan konsumen adalah suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa. d. Engel, et al. (Dalam Fandi Tjiptono, 2008:23) Kepuasan konsumen adalah evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang kurangnya sama atau melampaui harapan konsumen, sedangkan ketidakpuasaan timbul apabila hasil tidak memenuhi harapan. Jadi, kepuasan konsumen adalah respon konsumen terhadap kinerja produk/jasa dengan membandingkan kinerja (atau hasil) yang dirasakan dengan harapan konsumen. Menurut Michel Tuan Pham, Caroline Goukens, Donald R. Lehmann, and Jennifer Ames Stuart (Journal of Marketing Research , 2010) mengatakan :”Customer satisfaction is a critical determinant of customer retention and repeat purchase, which are key drivers of business profitability” artinya Kepuasan pelanggan adalah penentu penting dari retensi pelanggan dan pembelian ulang, yang merupakan pendorong utama profitabilitas bisnis. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Konsumen Zeithaml, Bitner, Gremler (2009:103) mengemukakan bahwa kepuasan konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut : a. Kualitas pelayanan (service quality) Kualitas pelayanan sangat bergantung pada tiga hal, yaitu sistem, teknologi dan manusia. Perusahaan yang bergerak di bidang jasa sangat bergantung pada kualitas jasa yang diberikan. Kualitas pelayanan memiliki lima dimensi yaitu, keandalan (reliability), responsif (responsiveness), keyakinan (assurance), berwujud (tangibles), dan empati (empathy). b. Kualitas Produk (product quality) Konsumen puas jika setelah membeli dan menggunakan produk, ternyata kualitas produknya baik. Kualitas barang yang diberikan bersama-sama Universitas Sumatera Utara dengan pelayanan akan mempengaruhi persepsi konsumen. Ada 8
13
(delapan) elemen dari kualitas produk, yakni kinerja, fitur, reliabilitas, daya tahan, pelayanan, estetika, sesuai dengan spesifikasi, dan kualitas penerimaan. c. Harga (price) Pembeli biasanya memandang harga sebagai indikator dari kualitas suatu produk. Konsumen cenderung menggunakan harga sebagai dasar menduga kualitas produk. Maka konsumen cenderung berasumsi bahwa harga yang lebih tinggi mewakili kualitas yang tinggi. d. Faktor situasi (situationil factors) Faktor situasi atau lingkungan, mempengaruhi tingkat kepuasan seseorang terhadap barang atau jasa yang dikonsumsinya. Faktor situasi seperti kondisi akan menuntut konsumen untuk datang kepada suatu penyedia barang atau jasa, hal ini akan mempengaruhi harapan terhadap barang atau jasa yang akan dikonsumsinya. Efek yang sama terjadi karena pengaruh faktor personal seperti emosi konsumen. e. Faktor Pribadi (personal factors) Faktor pribadi/personal mempengaruhi tingkat kepuasan seseorang terhadap barang atau jasa yang dikonsumsinya. Faktor personal seperti kondisi mental, emosi dan pengalaman akan menuntut konsumen untuk datang kepada suatu penyedia barang atau jasa. Mengukur Kepuasan Konsumen Untuk mencapai kepuasan konsumen yang tinggi diperlukan pemahaman tentang apa yang diinginkan oleh kosumen dan mengembangkan komitmen setiap orang dalam organisasi untuk memenuhi kebutuhan ini. Mengetahui kepuasan konsumen perlu dilakukan evaluasi dan pengukuran. Teknik dan metode pengukuran kepuasan konsumen masih terus mengalami perkembangan sehingga sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai bagaimana mengukur kepuasan konsumen/pelanggan. Salah satunya dikemukakan oleh Kotler & Keller (2009 : 140) yaitu dengan metode sebagai berikut : a. Survey berkala Umumnya penelitian mengenai kepuasan pelanggan dilakukan dengan penelitian survai, baik melalui pos, telepon, maupun wawancara langsung. Perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan tanda (signal) positip bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya. b. Tingkat kehilangan konsumen (Lost customer analysis) Perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi. Bukan hanya exit interview saja yang perlu, tetapi pemantauan customer loss rate juga penting, peningkatan customer loss rate menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggannya c. Memperkerjakan Pembelanja misterius (ghost shopping) Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan mempekerjakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap sebagai pembeli potensial, kemudian melaporkan temuan-temuannya mengenai
14
kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk-produk tersebut. Selain itu para ghost shopper juga dapat mengamati cara penanganan setiap keluhan. d. Sistem Keluhan dan Saran Organisasi yang berpusat pada pelanggan (Customer-Centered) memberikan kesempatan yang luas bagi para pelanggannya untuk menyampaikan saran dan keluhan, misalnya dengan menyediakan kotak saran, menyediakan kartu komentar dan lain sebagainya. Informasi ini dapat memberikan ide-ide dan masukan kepada perusahaan dan memungkinkan untuk bereaksi dengan tanggap dan cepat untuk mengatasi masalah. Kepuasan konsumen (customer satisfaction) menjadi salah satu unsur penting yang harus diperhatikan, sebab kepuasan konsumen telah menjadi ukuran agar konsumen tetap mau menjadi mitra dalam mengembangkan bisnisnya dan menjadi benteng dalam memenangkan persaingan. Di dalam mencapai kepuasan konsumen tersebut, kualitas pelayanan (sikap, perhatian dan tindakan) menjadi kunci utama yang harus dikedepankan oleh perusahaan. Mengingat dampak buruk dari konsumen yang tidak puasa, maka penting bagi perusahaan menangani ketidak puasaaan konsumen dengan cepat dan tepat. c. Pembelian Impulsif Pembelian impulsif merupakan salah satu pembelian yang keputusan diambil di dalam toko, ketika si pembeli memutuskan untuk membeli sesuatu di dalam toko (spontaneous shopping), satu dari dua proses yang berbeda akan terjadi, yaitu Unplanned buying ataupun Impulsif buying. Pembelian Impulsif merupakan salah satu jenis dari perilaku membeli, dimana perilaku pembelian ini berhubungan dengan adanya dorongan yang menyebabkan konsumen melakukan pembelian dengan segera tanpa adanya perencanaan terlebih dahulu. Didalam mengambil keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen belum tentu direncanakan, terdapat pembelian yang tidak direncanakan (impulsive buying) akibat adanya rangsangan lingkungan belanja. Implikasi dari lingkungan belanja terhadap perilaku pembelian mendukung untuk melakukan pembelian yang tidak direncanakan. Menurut Mowen dan Minor (2001:65) definisi Pembelian impulsif (Impulse Buying) adalah tindakan membeli yang dilakukan tanpa memiliki masalah sebelumnya atau maksud/niat membeli yang terbentuk sebelum memasuki toko. Menurut Hendri Ma'ruf (2005) Pembelian Impulsif (impulse buying) adalah suatu proses pembelian barang yang terjadi secara spontan. Intinya pembelian impulsif dapat dijelaskan sebagai pilihan yang dibuat pada saat itu juga karena perasaan positip yang kuat mengenai suatu benda. Sedangkan menurut Engel, Blacwell & Miniard (2006:504) mengatakan bahwa pembelian impulsive adalah pembelian mendadak yang dipicu oleh peragaan produk atau promosi di tempat jual. Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelian impulsif (impulsive buying) sebagai kecenderungan perilaku membeli yang terjadi tanpa adanya perencanaan atau pemikiran terlebih dahulu terjadi secara mendadak/spontan terhadap suatu produk yang sebelumnya belum diputuskan dengan karakteristik pembuatan keputusan yang relatif cepat dan merupakan sebuah bias subyektif yang mendukung keinginan untuk memiliki dengan segera.
15
Menurut Coley, Amanda, and Brigitte Burgess (2003:7) dalam pembelian impulsif terjadi Proses psikologis yang terdiri dari 2 (dua) proses yaitu : a. Proses afektif, yaitu proses psikologis dalam diri seseorang yang merujuk kepada emosi, perasaan maupun suasana hati (mood). Proses ini memiliki 3 (tiga) komponen,yaitu : Irresistible Urge to Buy, suatu keadaan di mana (calon) konsumen memiliki keinginan yang instan, terus menerus dan begitu memaksa, sehingga (calon) konsumen tidak dapat menahan dirinya. Positive Buying Emotion, suatu keadaaan di mana (calon) konsumen memiliki suasana hati positip yang berasal dari motivasinya untuk memuaskan diri melalui pembelian impulsif. Mood Management, yaitu suatu keadaan di mana muncul keinginan (calon) konsumen untuk mengubah atau menata perasaannya melalui pembelian impulsif b. Proses kognitif, yaitu proses psikologis seseorang yang merujuk kepada struktur dan proses mental yang meliputi pemikiran, pemahaman dan penginterpretasian. Proses ini terdiri dari 3 (tiga ) komponen, yaitu : Cognitive Deliberation, suatu keadaan di mana (calon) konsumen merasakan adanya desakan untuk bertindak tanpa adanya pertimbangan mendalam atau memikirkan konsekuensinya. Unplanned Buying, suatu keadaan di mana (calon) konsumen tidak memiliki rencana yang jelas dalam berbelanja. Disregard for the future, suatu keadaan di mana (calon) konsumen dalam melakukan pembelian impulsifnya tidak menghiraukan masa depan. Sedangkan menurut Stren (dalam G. Muruganantham & Ravi Shankar Bhakat, 2013) tipe-tipe dari pembelian impulsif yaitu : a. Planned impulse buying, di mana si konsumen sebenarnya mempunyai rencana namun keputusan membelinya tergantung pada harga dan merek di toko tersebut, kalau harga dan merek sesuai dengan keinginan konsumen maka barang tersebut akan dibeli b. Reminded impulse buying, yakni terjadi pada saat konsumen di toko, melihat produk dan kemudian membuatnya mengingat sesuatu akan produk tersebut. Ingatan tersebut akan mendorong terjadinya pembelian oleh konsumen yang tadinya tidak ada rencana untuk membeli.. c. Suggestion or fashion-oriented impulse buying, dimana si pembelanja diperkenalkan produk tersebut melalui in store promotion dan para pembelanja tertarik untuk membelinya padahal para pembeli tersebut tidak mempunyai rencana untuk membeli barang yang ditawarkan. d. Pure impulse buying, merupakan pembelian se-cara impulse yang dilakukan karena adanya luapan emosi dari konsumen sehinga melakukan pembelian terhadap produk di luar kebiasaan pembeliannya. terjadi ketika konsumen benarbenar tidak merencanakan apapun untuk membeli.
16
Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Kinerja bauran pemasaran ritel yang baik akan meningkatkan kepuasan konsumen, dengan meningkatnya kepuasan konsumen akan mendorong untuk melakukan pembelian impulsif. Dari teori dan data hasil penelitian yang telah dilaksanakan menunjukan bahwa terdapat pengaruh bauran pemasaran ritel terhadap kepuasan konsumen, dan bauran pemasaran ritel terhadap pembelian impulsif serta kepuasan konsumen terhadap pembelian impulsif. Dari gambaran tersebut maka penulis mengambil hipotesis bahwa: 1. Terdapat pengaruh positip bauran pemasaran ritel terhadap kepuasan konsumen
Mayasari Plaza Kota Tasikmalaya. 2. Terdapat pengaruh positip bauran pemasaran ritel terhadap pembelian impulsif Mayasari Plaza Kota Tasikmalaya 3. Terdapat pengaruh positip kepuasan konsumen terhadap pembelian impulsif Mayasari Plaza Kota Tasikmalaya METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode Deskriptip yaitu riset yang berupaya mengumpulkan data, menganalisis secara kritis atas data-data tersebut dan menyimpulkannya berdasarkan fakta-fakta pada masa penelitian berlangsung atau masa sekarang (Gima Sugiama, 2008 : 37). Menurut Malhotra (2009 : 195) riset deskriptif merupakan satu jenis riset konklusif yang mempunyai tujuan utama membuat diskripsi mengenai sesuatu biasanya karakteristik atau fungsi pasar. Sedangkan jenis Metode Deskriptif yang digunakan adalah Metode Survai. Metode survai adalah penelitian dengan mengajukan pertanyaan kepada orang-orang atau subjek dan merekam jawaban tersebut untuk kemudian dianalisis secara kritis (Gima Sugiama, 2008 : 38). Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis diskriptif dan analisis The Structural Equation Modeling (SEM), jumlah sampel sebesar 140 sampel dengan metode pengambilan sampel purposive. HASIL PENELITIAN a. Deskripsi karakteristik responden Deskripsi karakteristik responden adalah menguraikan atau memberikan gambaran mengenai identitas responden dalam penelitian ini, sebab dengan menguraikan identitas responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini maka akan dapat diketahui sejauh mana identitas responden dalam penelitian ini. Oleh karena itulah deskripsi identitas responden dalam penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yaitu : jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan. Frekwensi kunjungan, tingkat penghasilan, tingkat besaran berbelanja dan alasan berkunjung ke Mayasari Plaza. Pembahasan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bauran pemasaran ritel terhadap kepuasan konsumen dan dampaknya terhadap pembelian impulsif di Mayasari Plaza Kota Tasikmalaya dimana dalam melakukan penelitian ini ditetapkan sebesar 140 orang konsumen yang dijadikan sebagai responden. dimana dari 140 kuesioner yang dibagikan kepada responden maka semua
17
kuesioner telah dikembalikan dan semuanya dapat diolah lebih lanjut. Oleh karena itulah akan disajikan deskripsi identitas responden yang dapat diuraikan sebagai berikut : 1) Jenis Kelamin Jenis kelamin responden dalam penelitian ini dapat dikelompokkan dalam 2 kelompok yaitu kelompok laki-laki dan wanita, untuk lebih jelasnya akan disajikan karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin yang dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut ini : Tabel 3. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin Tanggapan Responden Orang % No. Jenis Kelamin 1 Laki-laki 58 41.43 2 Wanita 82 58.57 140 100,0 Sumber : Hasil pengolahan data Primer (2013) Dari tabel 3.1 yakni karakteristik responden menurut jenis kelamin responden, maka dari 140 orang responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini maka kelompok responden berdasarkan jenis kelamin yang terbesar dalam penelitian ini adalah wanita yakni sebesar 82 orang atau 58,57 %. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata konsumen yang membeli produk di Mayasari Plaza adalah didominasi oleh kaum wanita. Dari tabel diatas dapat ditampilkan dalam gambar 3.3. dibawah ini. 2) Umur Responden Deskripsi responden menurut umur menguraikan atau memberikan gambaran mengenai umur responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini. Oleh karena itulah dalam deskripsi karakteristik responden menurut umur dapat disajikan deskripsi karakteristik responden menurut umur yaitu sebagai berikut : Tabel 4. Karakteristik Responden Menurut Umur Responden Tanggapan Responden N Orang % o. Umur 1 Dibawah 25 tahun 41 29.29 2 25 – 35 tahun 50 35.71 3 36 – 50 tahun 33 23.57 4 Di atas 50 tahun 16 11.43 140 100,00 Sumber : Hasil pengolahan data primer (2013) Berdasarkan tabel 3.2 yakni tanggapan responden mengenai umur, maka didominasi oleh umur antara 25 - 35 tahun yakni sebesar 50 orang atau 35,71 %, sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata konsumen yang berkunjung ke
18
Mayasari Plaza Tasikmalaya mempunyai umur antara 25 -35 tahun. Dari data tabel di atas dapat dilihat dalam gambar 3.4. dibawah ini : 3) Pendidikan Terakhir Tingkat pendidikan menunjukkan pengetahuan dan daya pikir yang dimiliki oleh seorang responden. Oleh karena itulah dalam penelitian ini maka tingkat pendidikan responden dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian yaitu : SD/SLTP, SLTA, Diploma dan S1/S2. Adapun deskripsi profil responden menurut jenis pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 5. Karakteristik Responden Menurut Pendidikan Terakhir Tanggapan Responden Orang % No. Umur 1 SD/SLTP 4 2.86 2 SLTA 56 40.00 3 Diploma 33 23.57 4 S1/S2 47 33.57 Jumlah 140 100,00 Sumber : Hasil pengolahan data Primer (2013) Berdasarkan tabel mengenai hasil distribusi frekuensi responden menurut jenis pendidikan terakhir, nampak bahwa sebagian besar responden lebih banyak memiliki jenjang pendidikan SLTA 56 orang atau 40 %, diikuti pendidikan S1/S2 33,57 %, Diploma 23,57 % dan terakhir SLTP 2, 86 % Sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata jenis pendidikan terakhir konsumen Mayasari Plaza Tasikmalaya adalah mempunyai pendidikan sebagai SLTA. Dari tabel di atas dapat dilihat pada gambar 3.5. dibawah ini : 4) Jenis Pekerjaan Responden Deskripsi karakteristik responden menurut jenis pekerjaan yaitu menguraikan atau memberikan gambaran mengenai identitas responden menurut jenis pekerjaan responden. Dalam deskripsi karakteristik responden, dikelompokkan menurut jenis pekerjaan responden yang dapat dilihat melalui tabel berikut ini : Tabel 6. Karakteristik Responden Menurut Jenis Pekerjaan Responden Tanggapan Responden Orang % No. Umur 1 Wiraswasta 34 24.29 2 PNS/BUMN/ABRI 40 28.57 3 Karyawan Swasta 51 36.43 4 Pelajar/Mahasiswa 11 7.86 5 Lain-lain 4 2.86 Jumlah 140 100,00 Sumber : Hasil pengolahan data primer (2013) Berdasarkan tabel tersebut di atas, nampak bahwa sebagian besar jenis pekerjaan responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah Karyawan swasta 51 orang atau 36,43 % diikuti oleh PNS/BUMN/ABRI 28,57 %,
19
Wiraswasta 24,29 %, Pelajar/Mahasiswa 7,86 % serta Lainnya seperti ibu rumah tangga, pensiunan 2,86 %, sehingga dapat dikatakan bahwa rata-rata konsumen yang membeli pada perusahaan Mayasari Plazadi Tasikmalaya adalah mempunyai pekerjaan sebagai Pegawai Swasta. Data tabel di atas dapat dilihat pada gambar 3.6. berikut ini : 5) Frekwensi Kunjungan Deskripsi karakteristik responden menurut frekwensi kunjungan ke Mayasari Plaza yaitu menguraikan atau memberikan gambaran mengenai tingkat kunjungan ke Mayasari Plaza dalam sebulan yang dapat dilihat melalui tabel berikut ini : Tabel 7. Karakteristik Responden Menurut Frekwensi Kunjungan Tanggapan Responden Tingkat Kunjungan / Orang % No. bln 1 1 – 2 kali 52 37.14 2 3 – 4 kali 46 32.86 3 5 – 6 kali 29 20.71 4 Lebih 7 kali 13 9.29 Jumlah 140 100,00 Sumber : Hasil pengolahan data primer (2013) Berdasarkan tabel tersebut di atas, nampak bahwa sebagian besar tingkat kunjungan konsumen per bulan antara 1 – 2 kali sebesar 52 orang atau 37,14 % diikuti 3 – 4 kali 32,86 % , kemudian 5 – 6 kali 20,71 % serta lebih dari 7 kali 9,29 %. 6) Jumlah Penghasilan Responden Deskripsi karakteristik responden menurut jumlah penghasilan yang diterima per bulan yaitu menguraikan atau memberikan gambaran mengenai tingkat pendapatan responden dalam sebulan yang dapat dilihat melalui tabel berikut ini : Tabel 8. Karakteristik Responden Menurut Tingkat Penghasilan Tanggapan Responden N Orang % o. Tingkat Penghasilan 1 Kurang dari Rp 1 juta 18 12.86 2 Rp 1 juta s/d Rp 3 juta 58 41.43 3 > Rp 3 juta s/d Rp 5 juta 41 29.29 4 > Rp 5 juta s/d Rp 10 juta 17 12.14 5 > Rp 10 juta 6 4.29 Jumlah 140 100,00 Sumber : Hasil pengolahan data primer (2013) Berdasarkan tabel tersebut di atas, nampak bahwa sebagian besar tingkat pendapatan responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah mempunyai penghasilan antara Rp 1 juta s/d Rp 3 juta perbulan sebesar 58 orang
20
atau 41,43 % diikuti konsumen yang berpendapatan antara Rp 3 juta s/d Rp 5 juta sebanyak 29,29 % kemudian konsumen yang berpendapatan kurang dari Rp 1 juta sebesar 12,86 %, dilanjutkan dengan konsumen yang berpendapatan Rp 5 juta s/d Rp 10 juta sebear 12.14 % dan terkahir konsumen berpendapatan lebih dari Rp 10 juta sebesar 4,29 % dari data tersebut dapat dikatakan bahwa rata-rata konsumen Mayasari Plaza Tasikmalaya adalah mempunyai pendapatan antara Rp 1 juta s/d Rp 3 juta perbulan. 7) Jumlah Transaksi Deskripsi karakteristik responden menurut jumlah transaksi responden ketika berkunjung ke Mayasari Tasikmalaya memberikan gambaran mengenai jumlah transaksi atau pembelian setiap mengunjungi Mayasari Plaza Tasikmalaya dapat dilihat melalui tabel sebagai berikut ini : Tabel 9. Karakteristik Responden Menurut Jumlah Transaksi Tanggapan Responden Orang % No. Jumlah Transaksi Perkunjungan 1 Kurang dari Rp 250.000,48 34.29 2 Rp 250.000 s/d Rp 500.000,52 37.14 3 > Rp 500.000 s/d Rp 750.000 21 15.00 4 > Rp 750.000 s/d Rp 1 juta 14 10.00 5 Lebih dari Rp 1 juta 5 3.57 Jumlah 140 100,00 Sumber : Hasil pengolahan data primer (2013) Berdasarkan tabel tersebut di atas, nampak bahwa sebagian besar transaksi per kunjungan responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah transaksinya antara Rp 250.000 s/d Rp 500.000 sebesar 52 orang atau 37,14 % dan frekwensi terkecil 3,57 % dengan transaksi lebih dari Rp 1 juta.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rata-rata konsumen yang berbelanja ke Mayasari Plaza di Tasikmalaya jumlah transaksi pembelian produk antara Rp 250.000. s/d Rp 500.000,-. 8) Deskripsi Kinerja Bauran Pemasaran Ritel Hasil peneitian dari beberapa kriteria yang diajukan ternyata kinerja bauran ritel cukup baik dan skor tertinggi terdapat pada indikator keanekaragaman produk dan komunikasi visual yang dimiliki Mayasari Plaza dengan skor yang dihasilkan masing-masing sebesar 460, sedangkan skor terendah ada pada indikator isi pesan promosi yang dilakukan Mayasari Plaza dengan skor yang dihasilkan sebesar 414. Untuk indikator lainnya yaitu kualitas produk menghasilkan skor perolehan sebesar 451 yang berada dalam klasifikasi cukup baik, harga terjangkau menghasilkan skor perolehan sebesar 425 yang berada dalam klasifikasi cukup baik, Kesesuaian harga dengan kualitas menghasilkan skor perolehan sebesar 426 yang berada dalam klasifikasi cukup baik, informasi menghasilkan skor perolehan sebesar 424 yang berada dalam klasifikasi cukup baik, desain toko menghasilkan skor perolehan sebesar 457 yang berada dalam
21
klasifikasi cukup baik, layout menghasilkan skor perolehan sebesar 443 yang berada dalam klasifikasi cukup baik, keramahan karyawan menghasilkan skor perolehan sebesar 423 yang berada dalam klasifikasi cukup baik, kemampuan karyawan menghasilkan skor perolehan sebesar 446 yang berada dalam klasifikasi cukup baik, fasilitas pendukung menghasilkan skor perolehan sebesar 442 yang berada dalam klasifikasi cukup baik, kemudahan dijangkau menghasilkan skor perolehan sebesar 438 yang berada dalam klasifikasi cukup baik, dan lokasi yang strategis yang menghasilkan skor perolehan sebesar 437 yang berada dalam klasifikasi cukup baik. Hal ini menunjukan bahwa keseluruhan indikator dari bauran pemasaran ritel Mayasari Plaza Tasikmalaya berada dalam klasifikasi yang cukup baik. Artinya bauran pemasaran ritel Mayasari Plaza Tasikmalaya memang sudah cukup baik di mata konsumen. 9) Deskripsi Kepuasan Pelanggan Mayasari Plaza Tasikmalaya Hasil analisis terhadap tanggapan responden atas kepuasan pelanggan Mayasari Plaza Tasikmalaya adalah sebesar 2655 yang berada dalam klasifikasi yang cukup baik. Dari beberapa kriteria yang diajukan ternyata skor tertinggi ada pada kepuasan akan harga yang ditawarkan dengan skor yang dihasilkan sebesar 461, sedangkan skor terendah ada pada kepuasan akan pelayanan dengan skor sebesar 419. Untuk indikator lainnya yaitu puas akan produk menghasilkan skor perolehan sebesar 428 yang berada dalam klasifikasi cukup baik, puas akan promosi menghasilkan skor perolehan sebesar 440 yang berada dalam klasifikasi cukup baik, puas akan suasana toko menghasilkan skor perolehan sebesar 453 yang berada dalam klasifikasi cukup baik, dan puas akan lokasi menghasilkan skor perolehan sebesar 454 yang berada dalam klasifikasi cukup baik. Hal ini menunjukan bahwa keseluruhan indikator dari kepuasan pelanggan Mayasari Plaza Tasikmalaya berada dalam klasifikasi yang cukup baik. Artinya konsumen sudah cukup puas yang diberikan oleh Mayasari Plaza Tasikmalaya. 10) Deskripsi Pembelian Impulsif pada Mayasari Plaza Tasikmalaya Hasil penelitian terhadap tanggapan responden atas pembelian impulsif pada Mayasari Plaza Tasikmalaya adalah sebesar 1777 yang berada dalam klasifikasi yang cukup baik. Dari beberapa kriteria yang diajukan ternyata skor tertinggi ada pada pembelian terburu-buru dengan skor yang dihasilkan sebesar 460, sedangkan skor terendah ada pada melakukan pembelian tanpa berfikir akibat dengan skor sebesar 431. Untuk indikator lainnya yaitu pembelian spontan menghasilkan skor perolehan sebesar 454 yang berada dalam klasifikasi cukup baik, dan pembelian emosional menghasilkan skor perolehan sebesar 432 yang berada dalam klasifikasi cukup baik. Hal ini menunjukan bahwa keseluruhan indikator dari pembelian impulsif pada Mayasari Plaza Tasikmalaya berada dalam klasifikasi yang cukup baik. b. Analisis Hubungan Kinerja Bauran Ritel, Kepuasan dan Pembelian Impulsif
22
Untuk menganalisis hubungan antara kinerja bauran pemasaran ritel dengan kepuasan konsumen dan pembelian Impulsif digunakan teknik SEM dengan tahapan berikut.. 1) Bangunan model teoritis. Membuat bangunan model teoritis merupakan dasar utama yang harus dibangun sebelum melakukan penelitian, dan merupakan penjelasan peneliti mengenai konstruk penelitian berdasarkan teori-teori, pendapat serta penelitian terdahulu, guna ditemukannya suatu model yang mampu mengungkap permasalahan yang ada secara dalam, tajam, dan mampu mencerminkan keadaan yang sebenarnya dari objek yang diteliti. Disamping itu, bangunan model teoritis juga harus sesuai dengan tujuan penelitian sehingga hasil penelitian mempunyai kegunaan baik secara praktis maupun secara ekonomis. Model teori yang telah dibangun melalui telaah pustaka disertai dengan pengembangan model yang “researchable” (Ferdinand, 2002) dengan menggunakan SEM (Structural Equation Model). Konstruk yang disebut juga faktor atau variabel laten beserta dimensi-dimensi yang disebut juga variabel terukur, variabel indikator atau manifest variabel dalam penelitian ini disajikan melalui tabel berikut ini :
KONSTRUK PENELITIAN Bauran pemasaran ritel
Kepuasan
Pembelian Impulsif
Tabel 10. Bangunan Model Teoritis DIMENSI KONSTRUK Keanekaragaman produk Kualitas produk Harga terjangkau Kesesuaian harga dengan kualitas Isi pesan Informasi Desain toko Tata letak (Layout) Komunikasi visual Keramahan karyawan Pengetahuan karyawan Kelengkapan fasilitas gerai Mudah dijangkau Strategis Puas akan produk Puas akan harga Puas akan promosi Puas akan suasana toko Puas akan pelayanan Puas akan lokasi Pembelian spontan Pembelian tanpa berfikir akibat
23
Pembelian terburu-buru Pembelian emosional Sumber : data diolah (2013) 2) Pengembangan diagram alur (path diagram) Bangunan model teoritis yang telah terbentuk, kemudian ditampilkan dalam bentuk path diagram untuk diestimasi dengan program Amos seperti terlihat pada tampilan berikut ini :
3) Persamaan struktural dan measurement model Model yang telah disajikan dalam path diagram di atas, kemudian dinyatakan dalam persamaan-persamaan struktural dan persamaan untuk menyatakan spesifikasi model pengukurannya (measurement model). Measurement model adalah model yang ditujukan untuk mendeskripsikan sebuah keadaan atau sebuah konsep atau sebuah faktor. Persamaan struktural yang diajukan dalam model diatas terbagi ke dalam beberapa persamaan yaitu sebagai berikut: a. Persamaan pertama adalah untuk pengukuran variabel bauran pemasaran ritel dan kepuasan pelanggan. Maka dapat dibuat model dan persamaan sebagai berikut : Y1 = β1X + z1 b. Persamaan kedua adalah untuk pengukuran variabel bauran pemasaran ritel, kepuasan dan pembelian impulsif. Maka dapat dibuat model dan persamaan sebagai berikut : Y2 = β1X + β1Y1 + z2 Sedangkan spesifikasi terhadap model pengukuran (measurement model), harus ditentukan terlebih dahulu melalui pengukuran variabel yang mengukur konstruk dan menentukan serangkaian matrik yang menunjukan korelasi yang
24
dihipotesiskan, baik antar konstruk atau variabel. Measurement model dari konstruk yang dikembangkan adalah sebagai berikut : Variabel eksogen yaitu bauran pemasaran ritel. Bila digambarkan dalam model untuk diuji dimensionalnya melalui confirmatory factor analysis, model pengukurannya adalah : X1 = λ1 Keanekaragaman produk + ε1 X2 = λ2 Kualitas produk + ε2 X3 = λ3 Harga terjangkau + ε3 X4 = λ4 Kesesuaian harga dengan kualitas + ε4 X5 = λ5 Isi pesan + ε5 X6 = λ6 Informasi + ε6 X7 = λ7 Desain toko + ε7 X8 = λ8 Tata letak (Layout) + ε8 X9 = λ9 Komunikasi visual + ε9 X10 = λ10 Keramahan karyawan + ε10 X11 = λ11 Pengetahuan karyawan + ε11 X12 = λ12 Kelengkapan fasilitas gerai + ε12 X13 = λ13 Mudah dijangkau + ε13 X14 = λ14 Strategis + ε14 Variabel endogen pertama yaitu Kepuasan. Bila digambarkan dalam model untuk diuji dimensionalnya melalui confirmatory factor analysis, model pengukurannya adalah : Y11 = λ15 Kepuasan terhadap produk + ε15 Y12 = λ16 Kepuasan terhadap harga + ε16 Y13 = λ17 Kepuasan terhadap promosi + ε17 Y14 = λ18 Kepuasan terhadap suasana toko + ε18 Y15 = λ19 Kepuasan terhadap pelayanan + ε19 Y16 = λ20 Kepuasan terhadap lokasi + ε20 Variabel endogen kedua yaitu Pembelian impulsif. Bila digambarkan dalam model untuk diuji dimensionalnya melalui confirmatory factor analysis, model pengukurannya adalah : Y21 = λ21 Pembelian spontan + ε21 Y22 = λ22 Pembelian tanpa berfikir akibat + ε22 Y23 = λ23 Pembelian terburu-buru + ε23 Y24 = λ24 Pembelian emosional + ε24 Model pengukuran terhadap dimensi-dimensi yang membentuk variabel laten dalam model ini adalah x1, x2, x3, x4, x5, x6, x7, x8, x9, x10, x11, x12, x13, x14, y1, y2, y3, y4, y5, y6, y7, y8, y9 dan y10. Full-Model Structural Equation Model (SEM) Setelah analisis faktor konfirmatori masing konstruk eksogen dan endogen maka selanjutnya adalah melakukan estimasi model ful structural model yang hanya
25
memasukan indikator yang telah diuji dengan konfimatori, hasil perhitungan dengan menggunakan program Amos dapat dilihat pada gambar berikut ini :.
Dari gambar diatas maka dapat diketahui fit tidaknya suatu model dengan melihat indikator goodness of fit index nya pada tabel sebagai berikut : Tabel 11. Indeks Pengujian Kelayakan Model (Goodness-of-fit index) Goodness of fit Cut off value Hasil analisis Evaluasi index model 2 Χ Chi-Square Diharapkan kecil 658.495 Kurang baik DF 218 Probability ≥ 0,05 0.000 Kurang baik CMIN/DF ≤ 2,00 2.645 Marginal GFI ≥ 0,90 0.722 Marginal AGFI ≥ 0,90 0.665 Marginal TLI ≥ 0,95 0.923 Marginal CFI ≥ 0,95 0.930 Marginal RMSEA ≤ 0,08 0.109 Kurang baik Sumber : data kuesioner yang diolah dengan Amos Dari tabel diatas menunjukan bahwa sebagian besar menunjukan hasil yang kurang fit, maka perlu dilakukan modifikasi dengan cara mengkorelasikan nilai measurement error indikator melalui modification indices nya. Sesuai dengan hasil output Amos korelasi nilai measurement error yang perlu dimodifikasi yang mempunyai nilai perubahan yang cukup besar.
26
Hasil selengkapnya hasil dari modifikasi model struktural dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 12. Indeks Pengujian Kelayakan Model Modifikasi Goodness of fit Cut off value Hasil analisis Evaluasi index model 2 Χ Chi-Square Diharapkan kecil 399.851 Baik DF Probability ≥ 0,05 0,000 Kurang baik CMIN/DF ≤ 2,00 1.834 Baik GFI ≥ 0,90 0.815 Marginal AGFI ≥ 0,90 0.746 Marginal TLI ≥ 0,95 0.961 Baik CFI ≥ 0,95 0.969 Baik RMSEA ≤ 0,08 0.77 Baik Sumber : data kuesioner yang diolah dengan Amos Dari tabel diatas menunjukan bahwa semuanya indikator penilaian menunjukan perubahan yang signifikan yaitu diantaranya nilai Chi square mengalami penurunan dari 658.495 menjadi 399.851, hanya satu yang kurang baik namun jika ada beberapa yang masuk dalam batas penerimaan maka model layak diterima dan dapat dikatakan baik karena ada kesesuaian antara model dengan data (Singgih Santoso, 2007). Selanjutntya hasil Regression Weights Analisis Struktural Equation Modeling hasil modifikasi dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 13. Regression Weights Analisis Struktural Equation Modeling
27
Estimate S.E. C.R. Y1 <--X .954 .048 19.995 Y2 <--X .792 .087 9.063 Y2 <--Y1 .178 .084 2.122 X1 <--X .950 X2 <--X .964 .057 16.830 X3 <--X .972 .049 19.850 X4 <--X .902 .051 17.678 X5 <--X .960 .048 19.847 X6 <--X .934 .045 20.813 X7 <--X .896 .046 19.617 X8 <--X 1.001 .045 22.445 X9 <--X .877 .049 17.989 X10 <--X .984 .054 18.363 X11 <--X .933 .043 21.673 X12 <--X .954 .053 18.047 X13 <--X .990 .050 19.745 Y11 <--Y1 1.000 Y12 <--Y1 1.009 .050 20.135 Y13 <--Y1 .936 .055 16.977 Y14 <--Y1 .939 .051 18.515 Y15 <--Y1 .985 .051 19.334 Y21 <--Y2 1.000 Y22 <--Y2 .919 .052 17.655 Y23 <--Y2 .990 .056 17.821 Y24 <--Y2 1.043 .056 18.668 Y16 <--Y1 .977 .058 16.808 X14 <--X .909 .049 18.495 Sumber: data kuesioner yang diolah dengan Amos
P Label *** par_13 *** par_14 .034 par_15 *** par_1 *** par_2 *** par_3 *** par_4 *** par_5 *** par_6 *** par_7 *** par_8 *** par_9 *** par_10 *** par_11 *** par_12 *** par_16 *** par_17 *** par_18 *** par_19 *** par_20 *** par_21 *** par_22 *** par_23 *** par_24
Critical Ratio(CR) dalam tabel di atas identik dengan nilai t-hitung dalam analisis regresi. Oleh karena itu C.R. yang lebih besar dari 2,0 (nilai t-tabel sebagai batas standar dalam analisis SEM menunjukkan bahwa variabelvariabel itu secara signifikan merupakan dimensi dari faktor laten yang dibentuk, sehingga dari tabel di atas dapat dikatakan bahwa semua variabel indikator eksogen dan endogen merupakan indikator yang dapat digunakan untuk mendefinisikan sebuah konstruk laten, karena semua variabel tersebut menunjukan angka Critical Ratio > 2,0. dengan demikian, maka penelitian ini dapat dilanjutkan ke tahapan berikutnya. Pengujian Structural Equation Model juga dilakukan dengan dua macam pengujian yaitu uji kesesuaian model serta uji signifikansi kausalitas melalui uji koefisien regresi sebagai berikut : 1) Evaluasi Normalitas Data
28
Normalitas univariat dan multivariat terhadap data yang digunakan dalam penelitian ini diuji menggunakan Amos, untuk lebih jelasnya hasil uji normalitas data bisa dilihat pada tabel berikut : Tabel 14 Normalitas Data Dengan SEM Variable min max skew c.r. kurtosis c.r. X14 1.000 5.000 -.181 -.873 -.669 -1.617 Y10 1.000 5.000 .032 .153 -.878 -2.121 Y9 1.000 5.000 -.324 -1.565 -.702 -1.695 Y8 1.000 5.000 -.190 -.918 -.560 -1.353 Y7 1.000 5.000 -.318 -1.536 -.734 -1.774 Y6 1.000 5.000 -.219 -1.056 -.839 -2.026 Y5 1.000 5.000 .073 .354 -.748 -1.807 Y4 1.000 5.000 -.214 -1.033 -.659 -1.591 Y3 1.000 5.000 -.192 -.929 -.537 -1.296 Y2 1.000 5.000 -.216 -1.046 -.806 -1.946 Y1 1.000 5.000 -.247 -1.194 -.776 -1.874 X13 1.000 5.000 -.175 -.845 -.836 -2.019 X12 1.000 5.000 -.131 -.635 -.898 -2.168 X11 1.000 5.000 -.221 -1.066 -.593 -1.432 X10 1.000 5.000 -.115 -.555 -.876 -2.115 X9 1.000 5.000 -.103 -.500 -.749 -1.809 X8 1.000 5.000 -.340 -1.643 -.712 -1.720 X7 1.000 5.000 -.117 -.565 -.778 -1.880 X6 1.000 5.000 -.146 -.705 -.662 -1.599 X5 1.000 5.000 -.073 -.351 -.811 -1.960 X4 1.000 5.000 -.027 -.129 -.848 -2.048 X3 1.000 5.000 -.145 -.699 -.881 -2.127 X2 1.000 5.000 -.357 -1.724 -.714 -1.726 X1 1.000 5.000 -.324 -1.565 -.607 -1.467 Multivariate 32.729 5.481 Sumber : data kuesioner yang diolah dengan Amos Dengan menggunakan kriteria critical ratio atau CR sebesar + 2,58 pada tingkat signifikansi 0,01 (1%). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak terdapat angka yang menunjukan nilai CR>2,58. Oleh karena itu data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dikatakan berdistribusi normal, dan dapat dilanjutkan untuk analisis selanjutnya (Ghozali,2013:226) 2) Evaluasi Outliers a) Univariate Outliers Deteksi adanya univariate outliers dapat dilkukan dengan menentukan ambang batas yang dikategorikan sebagai outliers dengan cara mengkonversi nilai data penelitian ke dalam standard score atau yang biasa disebut z-score, yang mempunyai rata-rata nol dengan standard deviasi se-
29
besar 1,00 (Hair, et.al, 2006). Pengujian univariate outliers ini dilakukan per konstruk dengan program SPSS, pada menu descriptive statistic-sumarize. Observasi data yang memiliki nilai z-score > 3,0 akan dikategorikan sebagai outliers. Hasil pengujian univariate outliers pada dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 15 . Univariate Outliers, Descriptive Statistics N Zscore(x1) Zscore(x2) Zscore(x3) Zscore(x4) Zscore(x5) Zscore(x6) Zscore(x7) Zscore(x8) Zscore(x9) Zscore(x10) Zscore(x11) Zscore(x12) Zscore(x13) Zscore(x14) Zscore(y1) Zscore(y2) Zscore(y3) Zscore(y4) Zscore(y5) Zscore(y6) Zscore(y7) Zscore(y8) Zscore(y9) Zscore(y10) Valid N (listwise)
Minimum 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140 140
-1.96242 -1.86062 -1.70213 -1.77681 -1.64925 -1.79319 -2.05216 -1.77258 -2.06337 -1.67296 -1.92516 -1.78701 -1.74982 -1.85940 -1.76164 -1.99833 -1.89819 -2.03835 -1.75617 -1.89002 -1.91967 -1.91281 -1.96242 -1.72602
Maximum 1.47181 1.48969 1.64241 1.70226 1.72148 1.74268 1.57311 1.50347 1.54752 1.63749 1.59801 1.52665 1.53843 1.64654 1.66377 1.48785 1.64509 1.60853 1.76876 1.48072 1.50394 1.76819 1.47181 1.58415
Mean .0000000 .0000000 .0000000 .0000000 .0000000 .0000000 .0000000 .0000000 .0000000 .0000000 .0000000 .0000000 .0000000 .0000000 .0000000 .0000000 .0000000 .0000000 .0000000 .0000000 .0000000 .0000000 .0000000 .0000000
Std. Dev. 1.00000000 1.00000000 1.00000000 1.00000000 1.00000000 1.00000000 1.00000000 1.00000000 1.00000000 1.00000000 1.00000000 1.00000000 1.00000000 1.00000000 1.00000000 1.00000000 1.00000000 1.00000000 1.00000000 1.00000000 1.00000000 1.00000000 1.00000000 1.00000000
Sumber : data kuesioner yang telah diolah dengan SPSS 12.0 Dengan menggunakan dasar bahwa observasi-observasi yang mempunyai z-score ≥ ±3,00 akan dikategorikan sebagai outliers, dapat diketahui bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bebas dari outliers univariate, karena tidak ada variabel yang mempunyai z-score diatas angka batas tersebut. b) Multivariate Outliers Evaluasi multivariat perlu dilakukan karena walaupun data yang dianalisis menunjukkan tidak ada outliers pada tingkat univariat, tetapi observasi-observasi itu dapat menjadi outliers bila sudah saling dikombinasikan. Jarak Mahalanobis (The Mahalanobis distance) untuk tiap-tiap observasi dapat dihitung dan menunjukkan jarak sebuah observasi dari rata-rata semua variabel dalam sebuah ruang multidimensionalitas (Hair dkk, 1995; Norusis, 1994; Tabacnick & Fidell,
30
1998 dalam Ghozali, 2013:227). Uji terhadap outliers multivariat dilakukan dengan menggunakan kriteria jarak mahalanobis pada tingkat p<0,001. Jarak Mahalanobis dievaluasi dengan menggunakan X2 pada derajat bebas sebesar jumlah indikator yang ada dalam penelitian. Dalam penelitian ini digunakan 24 indikator (manifest Variabel), oleh karena itu semua observasi yang mempunyai mahalanobis lebih besar dari X2 (24; 0,001 = 51,179) adalah outliers multivariat. Berdasarkan output outliers tidak terdapat nilai mahalanobis distance yang lebih besar dari 51,179. Oleh karena itu dalam penelitian ini tidak terdapat gejala outliers multivariate, dapat dilihat pada lampiran 2. 3) Evaluasi atas multicollinearity dan singularity Multicolinearity atau Multikolinearitas dan Singularity atau Singularitas dapat dideteksi dari determinan matriks kovarian. Nilai determinan matriks kavarians yang sangat kecil member indikasi adanya masalah multikolineritas atau singularitas (Ferdinand, 2002 : 55). Dari analisa oleh Amos yaitu Condition number of Sample Correlations = 1065.280 serta Determinant of sampel covariance matrix = 2,0163. maka dalam penelitian ini angka tersebut tidak ada mendekati nol oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tidal ada multikolinearitas atau singularitas dalam data ini. 4.2.1.5.Uji Validitas dan Reliabilitas 1) Uji Validitas Untuk menguji validitas kita dapat melihat pada nilai Loading yang diperoleh dari Standardized Loading untuk setiap indikator. Menurut Hair et all (2006), Sebuah indikator dinyatakan layak sebagai penyusun konstruk variabel jika memiliki loading factor > 0,40. oleh karena itu dapat diperoleh kesimpulan indikator yang digunakan sebagai berikut: Tabel 16. Uji Validitas Variabel Bauran Pemasaran Ritel (X)
Indikator
Loading Factor
Kesimpulan
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14
0.926 0.905 0.918 0.884 0.918 0.931 0.915 0.924 0.890 0.916 0.928 0.891 0.917 0.898
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
31
Kepuasan (Y1)
Y11 Y12 Y13 Y14 Y15 Y16 Y21 Y22 Y23 Y24
0.911 0.935 0.882 0.910 0.923 0.879 Pembelian Impulsif (Y2) 0.904 0.893 0.896 0.912 Sumber : data kuesioner yang diolah dengan Amos 2)
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Uji Reliabilitas dan Varian Ekstrak Untuk menguji reliabilitas dan varian ekstrak kita juga dapat melihat pada nilai Loading yang diperoleh dari Standardized Loading setiap indikator untuk dijadikan sumber perhitungannya. Berikut tabulasinya : Tabel 17. Nilai Loading Factor Variabel Loaderorr Loading ing Factor Factor Bauran Pemasaran Ritel X1 0.926 0.074 0.857 X2 0.905 0.095 0.819 X3 0.918 0.082 0.843 X4 0.884 0.116 0.781 X5 0.918 0.082 0.843 X6 0.931 0.069 0.867 X7 0.915 0.085 0.837 X8 0.924 0.076 0.854 X9 0.89 0.110 0.792 X10 0.916 0.084 0.839 X11 0.928 0.072 0.861 X12 0.891 0.109 0.794 X13 0.917 0.083 0.841 X14 0.898 0.102 0.806 12.761 1.239 11.635 Kepuasan Konsumen Y11 0.911 0.089 0.830 Y12 0.935 0.065 0.874 Y13 0.882 0.118 0.778 Y14 0.91 0.090 0.828 Y15 0.923 0.077 0.852 Y16 0.879 0.121 0.773 5.440 0.560 4.935
32
Pembelian Impulsif
Y21 Y22 Y23 Y24
0.904 0.096 0.893 0.107 0.896 0.104 0.912 0.088 3.605 0.395 Sumber : data kuesioner yang diolah dengan Amos
0.817 0.797 0.803 0.832 3.249
Reliabilitas adalah tingkat kestabilan dari suatu alat ukur dalam mengukur suatu gejala yang sama. Uji reliabilitas dilakukan dengan 2 cara yaitu uji reliabilitas konstruk dan uji varian extrak, dengan rumus sebagai berikut: 2 Std .Loading Construct reliability Std .Loading 2 . j Nilai batas yang digunakan untuk menilai sebuah tingkat reliabilitas yang dapat diterima adalah 0,7. (Ghozali, 2013:233) Hasil perhitungan reliability data : Bauran Pemasaran Ritel = 0,992 Kepuasan Konsumen = 0,981 Pembelian Impulsif = 0,970 Berdasarkan hasil perhitungan uji reliability. Diperoleh nilai reliability ≥ 0,70 untuk seluruh variabel. Dengan demikian data dalam penelitian ini dapat dipergunakan untuk analisis lebih lanjut. Ukuran reliabilitas yang kedua adalah varian extrak, yang menunjukan jumlah varian dari indikator-indikator yang diekstrksi oleh konstruk laten yang dikembangkan. Nilai varian ekstrak ini direkomendasikan pada tingkat paling sedikit 0,50 (Ghozali, 2013 : 233). Varian ekstrak dapat diperoleh melalui rumus sebagai berikut: Std .Loading 2 Variance extracted Std .Loading 2 . j Hasil perhitungan variance extract data : Bauran Pemasaran Ritel = 0,990 Kepuasan Konsumen = 0,977 Pembelian Impulsif = 0,963 Berdasarkan hasil perhitungan average variance extract (AVE), diperoleh nilai ≥ 0,50 pada seluruh variabel, sehingga data ini layak untuk digunakan. 3)
Uji Discriminant Validity Uji discriminant validity untuk menguji sampai sejauh mana sebuah konstruk laten mendiskriminasikan dirinya dengan konstruk laten lainnya sekaligus menujukan bahwa sebuah konstruk laten mampu menjelaskan varians dalam variabel yang diamati lebih besar dari pada varians lainnya. Un-
33
tuk menguji diskriminan dilakukan dengan cara menghitung hasil nilai akar kuadrat dari AVE (Ghozali,2013:235). Bauran Pemasaran Ritel = 0,995 Kepuasan konsumen =0,988 Pembelian Impulsif = 0,981 Hasil output korelasi antar konstruk dan akar kuadrat AVE dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 18 Korelasi Antar Konstruk dan Akar Kuadrat AVE Konstruk laten Bauran Pemasaran Ritel Kepuasan Konsumen Pembelian Impulsif
Bauran Pemasaran Ritel
Kepuasan Konsumen
Pembelian Impulsif
0,995
-
-
0,954
0,988
-
0,792 0,178 0,981 Sumber : data kuesioner yang diolah dengan Amos Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa masing-masing konsruk laten memiliki diskriminan validiti yang baik hal ini dapat dilihat dari hasil akar kuadrat AVE bauran pemasaran ritel Lebih besar nilainya dari korelasi antar bauran pemasaran dengan kepuasan knsumen, demikian pula akar kuadrat kepuasan konsumen lebih besar nilainya dari korelasi antara kepuasan konsumen dan pembelian impulsife, dan akar kuadratnya Bauran Pemasaran Ritel lebih besar dengan korelasi bauran pemasaran ritel dengan kepuasaan konsumen. c. Pengujian Hipotesis Untuk menguji hipotesis dalam model ini, perlu diuji hipotesis nol yang menyatakan bahwa koefisien regresi antara hubungan adalah sama dengan nol melalui uji-t yang lazim dalam model-model regresi. Dengan tingkat kesalahan sebesar 5% maka ttabel = 1,96. Hasil nilai-nilai koefisien regresi dan thitungnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Tabel 19 . Standarized Regression Weight untuk Uji Hipotesis Variabel
CR
ttabel
Keterangan (Ha)
19.995
1,96
Signifikan
Bauran Pemasaran Ritel →
Kepuasan
Bauran Pemasaran Ritel →
Pembelian Impulsif
9.063
1,96
Signifikan
Pembelian Impulsif
2.122
1,96
Signifikan
Kepuasan Konsumen
→
Sumber : data kuesioner yang diolah dengan Amos Berdasarkan perhitungan di atas hubungan variabel bauran pemasaran ritel dan kepuasan konsumen mempunyai korelasi yang terbesar dengan CR 19,995 diikuti dengan korelasi bauran pemasaran ritel dengan pembelian impulsif CR 9,063 dan korelasi Kepuasan Konsumen dengan pembelian impulsif CR 2,122 Selanjutnya
34
hasil pengujian hipotesis berdasarkan tabel 19 diatas dapat ddijelaskan sebagai berikut : 1) Pengaruh bauran pemasaran ritel terhadap kepuasan konsumen Hipotesis 1 yang menyatakan bahwa bauran pemasaran ritel berpengaruh positip terhadap kepuasan diterima. Hal ini ditunjukkan dengan nilai CR = 19.995 dan p = 0.000 atau pada level of significant 0,05 ttabel = 1,96 dan menghasilkan nilai estimasi sebesar 0,954. Besarnya pengaruh langsung bauran pemasaran ritel 2 terhadap kepuasan konsumen adalah sebesar = (0,95) x 100 % = 90,23 %. Dengan demikian variabel bauran pemasaran ritel dengan dimensi produk yang dibentuk oleh indikator keberagaman dan kualitas produk, dimensi harga yang dibentuk oleh indikator keterjangkauan dan kesesuaian dengan kualitas, dimensi promosi yang dibentuk oleh indikator isi pesan dan informasi, dimensi suasana toko yang dibentuk oleh indikator desain, tata letak dan komunikasi visual, dimensi pelayanan yang dibentuk oleh indikator keramahan, pengetahuan karyawan dan kelengkapan fasilitas pendukung, serta dimensi lokasi yang dibentuk oleh kemudahan dijangkaunya dan lokasi yang strategis secara signifikan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan Mayasari Plaza Tasikmalaya. Oleh karena itu, bauran pemasaran ritel yang baik dapat meningkatkan meningkatkan kepuasan konsumen pada Mayasari Plaza Tasikmalaya. Hasil penelitian ini sejalan juga dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ni Wayan Pupuani dan Eka Sulistyawati (2013) dari Universitas Udayana dengan judul Pengaruh Bauran Pemasaran Terhadap Kepuasan Konsumen dan Perilaku Pembelian ulang pada Produk Pasta Gigi Pepsoden di Kota Dempasar, menyimpulkan bahwa pengaruh bauran pemasaran secara simultan dan parsial berpengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen. 2) Pengaruh bauran pemasaran ritel terhadap pembelian impulsif Hipotesis 2 yang menyatakan bahwa bauran pemasaran ritel berpengaruh positip terhadap pembelian impulsif diterima. Hal ini ditunjukkan dengan nilai CR = 9.063 dan p = 0.000 atau pada level of significant 0,05 ttabel = 1,96 dan menghasilkan nilai estimasi sebesar 0.792. Besarnya pengaruh langsung bauran 2 pemasaran ritel dengan pembelian impulsif adalah sebesar = (0,79) x 100 % = 62,41%. Dengan demikian variabel bauran pemasaran ritel dengan dimensi produk yang dibentuk oleh indikator keberagaman dan kualitas produk, dimensi harga yang dibentuk oleh indikator keterjangkauan dan kesesuaian dengan kualitas, dimensi promosi yang dibentuk oleh indikator isi pesan dan informasi, dimensi suasana toko yang dibentuk oleh indikator desain, tata letak dan komunikasi visual, dimensi pelayanan yang dibentuk oleh indikator keramahan, pengetahuan karyawan dan kelengkapan fasilitas pendukung, serta dimensi lokasi yang dibentuk oleh kemudahan dijangkaunya dan lokasi yang strategis secara signifikan berpengaruh terhadap pembelian impulsif pada pelanggan Mayasari Plaza Tasikmalaya. Oleh karena itu, bauran pemasaran ritel yang baik dapat menciptakan pembelian impulsif pada Mayasari Plaza Tasikmalaya. Hasil penelitian ini sejalan juga dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh oleh Rachma Nurmasarie dan Sri Setyo Iriani (2013) dengan judul Pengaruh Promosi Penjualan dan Penjualan Perorangan terhadap Keputusan Belanja Tidak
35
Terencana menyimpulkan bahwa promosi penjualan (X1) dan penjualan perseorangan (X2) mempunyai pengaruh yang signifikan secara bersama-sama (simultan) terhadap keputusan belanja tidak terencana. 3) Pengaruh kepuasan konsumen terhadap pembelian impulsif Hipotesis 3 yang menyatakan bahwa kepuasan berpengaruh positip terhadap pembelian impulsif diterima. Hal ini ditunjukkan dengan nilai CR = 2.122 dan p = 0.034 atau pada level of significant 0,05 ttabel = 1,96 dan menghasilkan nilai estimasi sebesar 0.178. Besarnya pengaruh langsung kepuasan konsumen 2 terhadap pembelian impulsif adalah sebesar = (0,18) x 100 % = 3,24 %. Kepuasan yang dibentuk oleh indikator puas pada produk yang ditawarkan, puas pada harga, puas pada promosi yang dilakukan perusahaan, puas pada suasana toko, puas pada pelayanan dan puas pada lokasi secara signifikan berpengaruh terhadap pembelian impulsif. Oleh karena itu, tingkat kepuasan yang tinggi dari konsumen dapat mendorong terciptanya pembelian impulsif dari konsumen pada Mayasari Plaza Tasikmalaya. Hasil penelitian ini sejalan teori yang dikemukakan oleh Kotler & Keller (2009:138) tentang kepuasan (satisfaction) adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang timbul karena membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk atau hasil terhadap ekspektasi. Jika kinerja gagal memenuhi ekspektasi, pelanggan akan tidak puasa, jika kinerja melebihi ekspektasi , pelanggan akan sangat puasa atau senang sehingga mendorong pembelian. SIMPULAN DAN SARAN a. Simpulan Berdasarkan hasil analisis penelitian tentang Pengaruh Bauran Pemasaran Ritel terhadap Kepuasan Konsumen dan dampaknya terhadap Pembelian Impulsif konsumen Mayasari Plaza di Tasikmalaya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Kinerja bauran pemasaran ritel Mayasari Plaza Tasikmalaya secara umum cukup baik dimata konsumen, dari indikator variabel bauran pemarasan ritel skor tertinggi berasal dari keanekaragaman produk yang ditawarkan dan komunikasi visual sedangkan skor terendah ada pada indikator isi pesan promosi. Demikian pula Tingkat kepuasan konsumen Mayasari Plaza secara umum cukup baik dimata konsumen dimana indikator variabel harga menduduki skor tertinggi dan indikator terendah berasal dari tingkat pelayanan. Dengan kinerja dan tingkat kepuasan konsumen cukup baik berdampak pula pada pembelian impulsif. 2. Bauran pemasaran ritel berpengaruh positip terhadap kepuasan konsumen Mayasari Plaza Tasikmalaya. Dengan demikian variabel bauran pemasaran ritel dengan dimensi produk yang dibentuk oleh indikator keberagaman dan kualitas produk, dimensi harga yang dibentuk oleh indikator keterjangkauan dan kesesuaian dengan kualitas, dimensi promosi yang dibentuk oleh indikator isi pesan dan informasi, dimensi suasana toko yang dibentuk oleh indikator desain, tata letak dan komunikasi visual, dimensi pelayanan yang dibentuk oleh indikator keramahan, pengetahuan karyawan dan kelengkapan fasilitas pendukung, serta dimensi lokasi yang dibentuk oleh kemudahan dijangkaunya dan lokasi yang
36
strategis secara signifikan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan Mayasari Plaza Tasikmalaya. Oleh karena itu, bauran pemasaran ritel yang baik dapat meningkatkan kepuasan konsumen pada Mayasari Plaza Tasikmalaya. 3. Bauran pemasaran ritel berpengaruh positip terhadap pembelian impulsif. Dengan demikian variabel bauran pemasaran ritel dengan dimensi produk yang dibentuk oleh indikator keberagaman dan kualitas produk, dimensi harga yang dibentuk oleh indikator keterjangkauan dan kesesuaian dengan kualitas, dimensi promosi yang dibentuk oleh indikator isi pesan dan informasi, dimensi suasana toko yang dibentuk oleh indikator desain, tata letak dan komunikasi visual, dimensi pelayanan yang dibentuk oleh indikator keramahan, pengetahuan karyawan dan kelengkapan fasilitas pendukung, serta dimensi lokasi yang dibentuk oleh kemudahan dijangkaunya dan lokasi yang strategis secara signifikan berpengaruh terhadap pembelian impulsif pada pelanggan Mayasari Plaza Tasikmalaya. Oleh karena itu, bauran pemasaran ritel yang baik dapat menciptakan pembelian impulsif pada Mayasari Plaza Tasikmalaya. 4. Kepuasan konsumen berpengaruh positip terhadap pembelian impulsif. Kepuasan yang dibentuk oleh indikator puas pada produk yang ditawarkan, puas pada harga, puas pada promosi yang dilakukan perusahaan, puas pada suasana toko, puas pada pelayanan dan puas pada lokasi secara signifikan berpengaruh terhadap pembelian impulsif pada Mayasari Plaza Tasikmalaya. Oleh karena itu, tingkat kepuasan yang tinggi dari konsumen dapat mendorong terciptanya pembelian impulsif dari konsumen pada Mayasari Plaza Tasikmalaya. b. Saran Penelitian ini dapat memberikan beberapa masukan bagi pemasar atau manajer Mayasari Plaza Tasikmalaya yang menerapkan strategi bauran pemasaran ritel (retailing mix) dalam kegiatan pemasarannya guna mendapatkan kepuasan sehingga dapat mendorong terciptanya pembelian impulsif dari konsumennya. Untuk memenangkan persaingan dan survive maka kinerja bauran pemasaran ritel Mayasari Plaza Tasikmalaya perlu terus ditingkatkan melalui langkah-langkah sebagai berikut : a. Dengan cara meningkatkan penyediaan produk yang ditawarkan baik dari segi kualitas dan keberagamannya, b. Penetapan harga yang lebih terjangkau oleh konsumennya, c. Kegiatan promosi yang lebih menarik baik itu dari sisi visual maupun isi pesan promosi yang lebih jelas pada konsumen dengan mengoptimalkan strategi promotional mix khususnya parameter isi pesan promosi memiliki skor paling kecil dibanding parameter lainnya. d. Suasana atau atmosfir toko pada Mayasari Plaza juga dapat lebih ditingkatkan dengan menyusun ulang layout (tata letak) produk yang ditawarkan sehingga dapat lebih menarik dan memudahkan konsumen dalam berbelanja, e. Meningkatkan pelayanan dengan cara memberikan pelatihan kualitas pelayanan pada karyawan agar pengetahuan mereka meningkat baik itu mengenai cara berinteraksi dengan konsumen ataupun mengenai produk yang ditawarkan oleh Mayasari Plaza sendiri.
37
f. Pemilihan lokasi terbukti sudah cukup baik karena Mayasari Plaza berada di pusat keramaian, sehingga yang perlu diperhatikan untuk masa yang akan datang adalah sarana pendukung untuk lokasi tersebut antara lain lahan parkir beserta kemudahan aksesnya baik untuk masuk atau keluar wilayah Mayasari g. Melaksanakan survey tingkat kepuasan konsumen secara berkala untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat kepuasan konsumen. Dengan meningkatnya kepuasan maka akan mendorong pembelian impulsif yang merupakan nilai tambah bagi kelangsungan hidup perusahaan.
38
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, 2009, Manajemen Penelitian, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Berman, Barry dan Evans, Joel R, 2004. Retail Management A Strategic Apporoach. Ninth Editon. New Jersey. Pearson Education International. Bob Foster, (2008), Manajemen Ritel (Edisi Kesatu), Bandung: Alfabeta Djaslim Saladin: 2007. Intisari Pemasaran & Unsur – unsur Pemasaran” cetakan keempat CV.Linda Karya, Bandung. Dunne, P.M., Lusch, R.F., and Griffith, D.A. 2002. Market selection and retail location analysis, in Retailing, 4th ed. Mason, OH: South-Western. Engel, J.F, Blackwell, R.D, and Miniard, P.W. 2006. Consumer Bihavior, 10th edition, Mason : Thomson South – Western, alih bahasa Budijanto. Ferdinand, Augusty. 2002. Structural Equation Modelling Dalam Penelitian Manajemen Aplikasi Model – Model Rumit Dalam Penelitian untuk Tesis Magister dan Disertasi Doktor. Semarang : BP UNDIP Ghozali, Imam, 2013. Model Persamaan Struktural, Konsep dan Aplikasi dengan Program AMOS Ver.21.0, Cetakan V BP UNDIP Semarang. Hausman, Angela. 2000. A Multi-Method Investigation of Consumer Motivations in Impulse Buying Behavior. West Virginia. USA Herabadi, 2010, Buying Impulses: Al Study on Impulsive Consumption, Disertasi, Social Psychological Department, Catholic University of Nijmegen, Belanda. Hair, J., Anderson, R., Tatham, R., Black, W. 2006, Multivariate Data Analysis, 5th ed., Prentice-Hall, Englewood Cliffs, New Jersey. l Kotler, Philip, 2008. Marketing Management : Analysis, Planning, Implementation, and Control, 13thd Edition, Prentice-Hall International, Engelwood ______, dan G. Amstrong, 2009. Principles of Marketing, Fifth Edition, PrenticeHall Inc., New Jersey. ______, Philip, dan Keller, Lane Kevin, 2009. Manajemen Pemasaran, Edisi 13 penerbit PT. Indeks, Jakarta ______, Philip (2010). Kotler On Marketing, Cetakan pertama, Penerbit Karisma Publishing Group, Ciputat Tangerang. Kuncoro, Mudrajad. 2009. Metode Riset Untuk Bisnis & Ekonomi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Levy, Michael & Weitz, Barton.A. 2009. Retailing Management.7th.ed. McGrawHill: New York. Lovelock, Cristopher, & Wirtz, Jochen & Mussry, Jacky. 2011, Pemasaran Jasa, Manusia, Teknologi, Strategi, Edisi Ketujuh, Penerbit Erlangga, Jakarta. Lovelock, Laurent K Wright (2007) Manajemen Pemasaran Jasa, Edisi Bahasa Indonesia, Cetakan kedua, PT.Indeks, Jakarta Malhotra, Naresh, 2009. Riset Pemasaran Pendekatan Terapan, Edisi Keempat,Penerbit PT Indeks Jakarta. Ma’ruf, Hendri. 2005. Pemasaran Ritel. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Mowen, Jihn C. Michael Minor. 2001. Consumer Behavior. Harcourt College Publisher. Nazir, Moh, 2005. Metode Penelitian, Cetakan Keenam, Penerbit Ghalia Indonesia, Bogor.
39
Schiffman, Leon G. Leslie Lazar Kanuk. 2007. Prilaku Konsumen , Edisi ketujuh,. Penerbit Indeks Jakarta. Silalahi, Ulber, 2010. Metode Penelitian Sosial, Cetakan Kedua, Penerbit PT Refika Aditama, Bandung. Singgih Santoso, (2007), Structural Equation Modelling Konsep dan Aplikasi dengan AMOS, PT Elexmedia Komputindo, Jakarta Simamora, B. 2001, Memenangkan Pasar Dengan Pemasaran Efektif dan Profitabel, Edisi Pertama, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sopiah & Syihabudin. 2008, Manajemen Bisnis Ritel, Penerbit Andi Offset, Yogjakarta. Sugiama, A Gima, 2008. Metode Roset Bisnis dan Manajemen, Edisi Pertama, Penerbit CV Guardaya Intimarta, Bandung Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Administrasis. Cetakan ke-19 Penerbit CV Alfabeta, Bandung. Tjiptono, Fandy, 2008. Strategi Pemasaran, Penerbit Andi, Yogyakarta. ______, Fandy, Gregorius Chandra, 2012. Pemasaran Global, Konteks offline dan Online, Edisi 1, Cetakan Pertama, Penerbit UPP STIM YKPN, Yogyakarta. Utami, Christina Whidya, 2006. Manajemen Retail: Strategi dan Implementasi Ritel Modern, Penerbit PT. Salemba Empat, Jakarta. Wirtz, Lovelock, 2008. “Services Marketing”, Fifth Edition, Prentice Hall,. New Jersey. Marylin. Zeithamll, A Valarie & Jo Bitner, Mary & Gremler D, Dwayne, 2009. Service Marketing, Fifth Edition, McGraw Hill, New York. Jurnal : Coley, Amanda, and Brigitte Burgess. 2003. Gender Differences in Cognitive and Affective Impulse Buying. Journal of Fashion Marketing and Management, Vo. 7 No. 3, pp. 282-295. Foster, B. 2005. Analisa Bauran Penjualan Ritel (Retailing Mix) Di Departement Store Jakarta. Faizul, 2008, Pengaruh Strategi Bauran Pemasaran Ritel Terhadap Kepuasan Dan Hubungannya Dengan Loyalitas Pelanggan Plaza Medan Fair Di Medan. G. Muruganantham & Ravi Shankar Bhaka, 2013, A Review of Impulse Buying Behavior, International Journal of Marketing Studies; Vol. 5, No. 3; 2013 ISSN 1918-719X E-ISSN 1918-7203 Published by Canadian Center of Science and Education Kristian Huda P, 2011. Perilaku Pembelian Impulsif Pada Hypermarket Carrefour di Kota Jakarta. Tesis, Program Magister Manajemen Universitas Indonesia, Jakarta. Romilda Rosiana, AR. 2011. Pengaruh E- Servqual Terhadap Nilai pelanggan,Kepuasan, dan Word of Mouth Communication Anggota Situs Jejaring Sosial Faebook (Studi Kota Denpasar), Tesis, Program Magister Manajemen Universitas Udayana, Denpasar. Umi lestari, 2007, Analisis bauran pemasaran terhadap keputusan pembelian konsumen di Swalayan Aneka Usaha Malang.
40
Ni Wayan Pupuani dan Eka, 2013, Pengaruh Bauran Pemasaran Terhadap Kepuasan Konsumen dan Perilaku Pembelian ulang pada Produk Pasta Gigi Pepsoden di Kota Dempasar, Universitas Udayana Bali, Jurnal Volume 02 No.16. Haidir Harun, 2006, Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kepuasan Pelanggan untuk meningkatkan Loyalitas Pelanggan Produk Telkom Flexi, Universitas Deponegoro. Jondry A. Hetharie, 2012, Model Kecenderungan Pembelian Impulsif (Studi pada Konsumen Matahari Departement Store Kota Ambon, STIEM Jurnal Volume 11 Nomor 3. Michel Tuan Pham, Caroline Goukens, Donald R. Lehmann, and Jennifer Ames Stuart, Shaping Customer Satisfaction Through Self-Awareness Cues (Journal of Marketing Research , (2010) Nurfatma Ikawati, Endi Sarwoko dan Irma Tyasari, 2013, Analisis Perilaku Pembelian Impulsif Produk Pakaian melalui Stimulus Diskon pada Departemen Store di Kalang,
(JRMM) ISSN: 2337‐5655. Volume: 01,
Nomor: 01. Rachma Nurmasarie, Sri Setyo Iriani, 2013, Pengaruh Promos Pennjualan dan Penjualan Perorangan terhadap Keputusan Belanja Tidak Terencana, Universitas Negeri Surabaya, Jurnal Ilmu Manajemen | Volume 1 Nomor 2 Maret. Yinlong Zhang, Karen Page Winterich, and Vikas Mittal , Power Distance Belief and Impulsive Buying , Journal of Marketing Research (JMR), 2010