THE INFLUENCE OF PROFITABILITY, DEBT TO EQUITY RATIO AND CURRENCY RISK TOWARD PRICE EARNING RATIO AT THE INDUSTRY COMPANY IN THE JAKARTA STOCK EXCHANGE, THORMAN LUMBANRAJA, S.E., MSi (SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI SURYA NUSANTARA) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh profitabilitas, rasio hutang terhadap ekuitas dan risiko mata uang dengan price earning ratio. Hipotesis diuji dalam penelitian ini adalah ada pengaruh profitabilitas kembali, rasio hutang terhadap ekuitas dan risiko mata uang terhadap rasio harga produktif di perusahaan industri di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dari tahun 2011 hingga tahun 2013. Data yang digunakan adalah data sekunder , laporan keuangan perusahaan industri dari tahun 2011 hingga tahun 2013 di Bursa Efek Jakarta dan untuk tukar dolar dari tahun 2011 hingga metode tahun 2013. digunakan adalah metode kuantitatif dengan analisis regresi berganda. Dalam penelitian ini variabel dependen adalah rasio earning harga dan variabel independen adalah profitabilitas, rasio hutang terhadap ekuitas dan risiko mata uang. Untuk mengetahui variabel independen terhadap variabel dependen digunakan SPSS (Program statistik untuk Ilmu Sosial). Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode uji asumsi klasik, seperti: normalitas, autokorelasi, multikolinearitas dan uji heteroskedastisitas. Jenis data yang digunakan adalah data panel. Data analisis menggunakan regresi linier berganda. Uji hipotesis adalah f-test dan uji t. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: Pertama, margin laba usaha, laba atas investasi, rasio hutang terhadap ekuitas risiko mata uang Dan secara signifikan mempengaruhi rasio earning harga. Kedua, margin laba operasi tidak mempengaruhi untuk harga earning ratio. Ketiga, laba atas investasi tidak berpengaruh terhadap harga earning ratio. Keempat, rasio hutang terhadap ekuitas tidak mempengaruhi untuk harga earning ratio. Kelima, risiko mata uang tidak berpengaruh terhadap harga earning ratio. Kata Kunci : price earning ratio, profitabilitas, rasio hutang terhadap ekuitas dan risiko mata uang.
PENDAHULUAN Setiap perusahaan publik yang terdaftar di BEJ setiap tahun berkewajiban untuk menyampaikan laporan keuangan tahunan. Investor memerlukan informasi kinerja perusahaan sebagai evaluasi yang lebih baik terhadap keputusan ekonomi yang akan diambil. Laporan keuangan dapat dipergunakan sebagai sumber berbagai informasi bagi investor dimana informasi itu bermanfaat sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi di pasar modal. Investor menginvestasikan dananya dengan tujuan untuk memperoleh return dan dalam bentuk dividen atau capital gain. Di pihak lain, perusahaan mempunyai tujuan yang utama yaitu mempertahankan kelangsungan usahanya dan memaksimalkan nilai perusahaan yang tercermin dalam harga saham. Dalam pasar modal yang efisien, harga saham mencerminkan semua informasi yang relevan dan pasar akan bereaksi apabila terdapat informasi baru. Cara merumuskan bagaimana mencantumkan harga saham yang wajar, telah dilakukan oleh analisis keuangan dengan tujuan untuk memperoleh tingkat keuntungan yang menarik. Price Earning Ratio (PER) merupakan ukuran yang paling banyak digunakan oleh investor untuk menentukan apakah investasi modal yang dilakukannya menguntungkan atau merugikan. Price earning ratio menunjukkan berapa besar para investor bersedia dibayar suatu jumlah untuk setiap perolehan laba perusahaan, sehingga merupakan salah satu alat untuk mengukur kinerja suatu perusahaan. Para manajer keuangan akan merasa senang jika saham perusahaannya dijual dengan price earning ratio yang tinggi karena ini mengindikasikan bahwa perusahaan mempunyai peluang pertumbuhan yang baik, yang berarti pendapatannya yang relatif aman. Semakin berkembang dan semakin terintegrasinya pasar modal, maka analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi price earning ratio mempunyai arti penting bagi investor sebelum mengambil suatu keputusan investasi. Dari informasi ini akan diperoleh analisis rasional sebagai evaluasi terhadap prospek antara suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya dengan menggunakan standar yang sama. Selain mempertimbangkan informasi yang berasal dari laporan tahunan yang merupakan faktor interen perusahaan, dalam mengambil keputusan ekonomi investor juga mempertimbangkan faktor ekstern perusahaan seperti politik, keamanan, dan tingkat inflasi yang akan mempengaruhi kondisi perekonomian. Withbeck dan Kissor (1963) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa projected growth rate, dividend payout dan standard deviation adalah berpengaruh terhadap price earning ratio. Dengan menggunakan sampel penelitian sebanyak 135 perusahaan yang listed di New York Stock Exchange diperoleh hasil bahwa pertumbuhan laba dan dividend payout mempunyai hubungan positif terhadap price earning ratio. Penelitian Sartono dan Munir (1997) di BEJ dengan menggunakan sampel tahun 1991 sampai 1996 menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mampu menjelaskan price earning ratio pada industri tertentu adalah dividend payout ratio, pertumbuhan laba, return on equity, ukuran perusahaan, penjualan dan debt to equity. Singgih (1998) melakukan penelitian mengenai penilaian mengenai kewajaran harga saham berdasarkan price earning ratio. Sampel yang dipilih adalah perusahaan yang terdaftar di BEJ tahun 1994 sampai 1995. Hasilnya menunjukkan bahwa pertumbuhan laba dan beta mampu menjelaskan perubahan price earning ratio sebesar 26,6%. Dari beberapa penelitian empiris di atas, terlihat bahwa price earning ratio berhubungan dengan pertumbuhan laba perusahaan. Penelitian terdahulu telah dilakukan terhadap berbagai faktor seperti leverage, dividend payout, size, earning growth, dan country risk yang mempengaruhi price earning ratio, dimana penelitian tersebut dilakukan pada perusahaan industri non manufaktur yang terdaftar di BEJ (Bursa Efek Jakarta). Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang dilakukan
25
sebelumnya oleh Astuti dan Suryaputri (2001) yang meneliti pengaruh leverage, dividend payout, size, earning growth dan country risk terhadap price earning ratio. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis akan meneliti pengaruh beberapa variabel keuangan yaitu operating profit margin, return on investment, kebijakan pembiayaan, dan satu variabel yang merupakan faktor ekstern perusahaan yaitu currency risk terhadap price earning ratio. Penelitian ini akan dilakukan terhadap perusahaan non manufaktur yang terdaftar di BEJ (Bursa Efek Jakarta) pada tahun 2011-2013. Sehingga judul penelitian ini adalah Pengaruh Profitabilitas, Kebijakan Pembiayaan, dan Currency Risk terhadap Price Earning Ratio pada Perusahaan Industri di Bursa Efek Jakarta (BEJ). PENGERTIAN PRIC EARNING RATIO Menurut Fabozzi (1995): “ A Price Earning Ratio (PER) is the current market price of the stock devided by some measure of earning per share”. Rasio ini menggambarkan kesediaan investor dibayar untuk suatu jumlah dari setiap rupiah perolehan laba perusahaan. Andreas (2006) berpendapat bahwa PER merupakan perbandingan antara harga pasar dengan earning per share (EPS) dari saham yang bersangkutan; earning per share, yaitu perbandingan antara laba bersih setelah pajak pada satu tahun buku dengan jumlah saham yang diterbitkan. Francis (1991) berpendapat bahwa dalam melakukan analisis price earning ratio dalam kaitannya dengan estimasi faktor-faktor penentu price earning ratio tersebut tidak bias terlepas dari pertimbangan beberapa faktor fundamental perusahaan tersebut. Faktor manajemen dan kondisi keuangan merupakan contoh dari faktor fundamental penting. ANALISIS DAN PENILAIAN SAHAM Upaya untuk merumuskan bagaimana mencantumkan harga saham yang seharusnya, telah dilakukan oleh analis keuangan dengan tujuan untuk bisa memperoleh tingkat keuntungan yang menarik. Meskipun demikian pada pasar modal yang efisien dapat diketahui bahwa sulit bagi pemodal untuk terus menerus bisa memperoleh tingkat keuntungan di atas normal. Naik atau turunnya harga saham tergantung dari perubahan satu atau lebih faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada saat kondisi perusahaan menurun maka harga saham juga turun demikian pula sebaliknya bila kondisi perusahaan emiten membaik maka harga saham akan naik pula. Jadi berlainan halnya dengan penilaian harga saham prioritas (preferred stok) dan obligasi, yang penilaiannya didasarkan kepada hasil yang akan diterima oleh si pemilik dengan presentase yang telah diketahui. Pada saham biasa (common stock) disamping hal tersebut belum diketahui juga terdapat harapan bahwa harga saham biasa tersebut akan naik sejalan dengan pertumbuhan perusahaan. Metode Analisis Harga Saham Menurut Husnan (1998) terdapat dua metode menganalisa harga saham yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal. Analisis Fundamental Analisis fundamental mencoba memperkirakan harga saham di masa datang dengan cara: (a) mengestimasi nilai faktor-faktor fundamental seperti penjualan, kebijakan dividen, kebijakan pemerintah, biaya dan pertumbuhan yang mempengaruhi harga saham di masa datang. (b) menetapkan variable-variabel tersebut sehingga diperoleh taksiran harga saham. Analisis Teknikal Analisis teknikal merupakan upaya untuk mengestimasi harga saham dengan mengamati perubahan harga saham tersebut pada kondisi pasar di waktu lalu. Pemikiran yang mendasari analisis ini adalah: (a) Harga saham mencerminkan informasi yang relevan, (b) Informasi tersebut ditujukan oleh perubahan harga yang lalu, dan (c) Perubahan harga saham akan mempunyai pola tertentu dan pola tersebut akan berulang. Metode Penilaian Harga Saham
Analisis penilaian harga saham bertujuan untuk mengestimasi nilai instrinsik atau harga teoritis suatu saham, dan kemudian membandingkannya dengan harga pasar saham tersebut pada saat ini. Nilai instrinsik suatu saham adalah harga yang wajar yang seharusnya dijadikan dasar penilaian suatu saham. Metode untuk menilai harga saham yaitu: metode pendekatan dividend dan metode pendekatan pendapatan. Pendekatan Dividen Pendekatan ini menggunakan teknik kapitalisasi dividen yang berarti mendiskontokan semua arus dividen yang diharapkan dimasa datang dengan tingkat diskonto tertentu kemasa sekarang ( Block and Hirt, 1992). Pendekatan deviden terdiri dari tiga model, yaitu model dividen tanpa pertumbuhan, model dividen dengan pertumbuhan dan model dividend yield. Menurut Block dan Hirt (1992)
Po =
D1 D2 Dt + + ....... + 1 2 (1 + Ke) (1 + Ke) (1 + Ke) t
Dimana: Po = Harga saham wajar saat ini dari arus kas dividen yang diharapkan dimasa yang akan datang D = Dividen yang diharapkan Ke = Tingkat keuntungan yang diharapkan investor atau discount rate (a.) Dividen tanpa pertumbuhan Harga saham ditentukan berdasarkan arus dividen yang akan diterima pada masa datang tanpa memperhitungkan tingkat pertumbuhan dividen. Dengan kata lain, nilai saham yang tidak mempunyai prospek pertumbuhan adalah sama dengan penghasilan dividennya.
Po =
Do Ke
Dimana: Po = Harga saham wajar saat ini Do = Dividen yang diharapkan pada akhir tahun ke -0 Ke = Discount Rate (b.) Dividen dengan tingkat pertumbuhan normal atau konstan Model dividen ini mengasumsikan bahwa dividen akan berkembang dari periode ke periode dengan tingkat pertumbuhan yang sama selamanya, oleh karena itu disebut pertumbuhan konstan. Model dividen dengan tingkat pertumbuhan konstan didasarkan pada asumsi sebagai berikut: (1) Laba ditahan merupakan satu-satunya sumber pembiayaan, (2) Tingkat pengembalian atas investasi perusahaan adalah tetap, dan (3) Biaya modal (Ke) perusahaan tetap dan harga lebih besar dari tingkat pertumbuhan (g). Menurut William F. Sharpe (1997) Jika dividen perusahaan saat ini adalah Do, maka dividen sesudah t tahun adalah: Dt = Do (1+g) Dimana : Dt = Dividen pada tahun ke-t Do = Dividen pada tahun ke-0 g = Tingkat pertumbuhan yang diharapkan, dimana g = ROE x (1-b) b = Dividen payout ratio ROE = Return on Equity Sehingga harga saham pada saat ini (Po) =
Po =
Do(1 + g) D1 = (Ke − g) (Ke − g)
Dimana: Po = Harga saham wajar saat ini D1 = Dividen yang diharapkan pada tahun ke-1 Ke = Discount Rate g = Tingkat pertumbuhan yang diharapkan (c.) Dividend Yield Dividend yield suatu perusahaan dipengaruhi oleh dividend payout ratio, yaitu proporsi dividen dibandingkan dengan laba per lembar saham. Jika perusahaan menginginkan dividend yield yang tinggi, maka dapat dilakukan dengan meningkatkan dividend payout. Saham dengan dividend yield yang tinggi akan menarik calon investor, akan tetapi berdampak negatif bagi perkembangan perusahaan dimasa mendatang, karena dengan meningkatkan dividend payout berarti mengurangi tersedianya dana internal perusahaan yang dapat digunakan untuk investasi dan ekspansi perusahaan. Dividen per share Dividend Yield = Harga Saham Pendekatan Pendapatan Pendekatan pendapatan dibagi menjadi tiga model, yaitu model nilai sekarang pendapatan, model PER (Price Earning Ratio) dan model value earning. (a.) Nilai Sekarang Pendapatan Harga saham merupakan penjumlahan nilai sekarang dari seluruh EPS (Earning Per Share) yang akan diperolah dimasa yang akan datang. Nilai sekarang earning per share selalu dihitung meskipun perusahaan tidak membagikan dividen kepada para pemegang saham. Dengan demikian, harga saham tidak dipengaruhi oleh besar atau kecilnya dividen, tetapi dipengaruhi oleh seberapa besar perusahaan mampu memberikan pendapatan per saham. Jika earning per share terus meningkat, maka harsa saham juga meningkat.
Po =
Eo(1 + g) E1 = (Ke − g) (Ke − g)
Dimana: Po = Harga saham wajar saat ini E1 = Earning per share yang diharapkan pada tahun ke-1 Ke = Discount rate G = Tingkat pertumbuhan yang diharapkan (b.) Price Earning Ratio (PER) Price earning ratio digunakan investor untuk menghubungkan laba perusahaan dengan harga sahamnya, yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
PER =
Present Value per share Earning per share
(c.) Value Earning Ratio (VER) Pada saat seorang investor membeli saham biasa, satu-satunya arus kas yang diharapkan akan diterima akan memiliki saham tersebut adalah dividen kas, sehingga rumus VER adalah sebagai berikut:
Cash Dividend : EPS
Discount rate − Growth rate Dari ketiga model tersebut di atas, model price earning ratio paling sering digunakan oleh investor untuk menilai harga saham suatu perusahaan. Untuk mendapatkan kebijakan atas keputusan investasi, suatu saham dikatakan under price jika VER lebih besar dari PER sehingga merupakan saat yang tepat untuk membeli, suatu saham dikatakan over price jika VER lebih rendah dari PER sehingga merupakan saat yang tepat untuk menjual agar terhindar dari kerugian yang akan terjadi jika harga semakin turun, sedangkan jika VER sama dengan PER maka harga saham sama dengan nilainya sehingga bukan merupakan saat yang tepat baik untuk menjual maupun membeli. MODEL PENELITIAN Dalam penelitian ini, pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah dengan mengumpulkan data sekunder yaitu laporan keuangan perusahaan go publik untuk periode 20112013 yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dan data mengenai kurs tengan rupiah Bank Indonesia terhadap dollar Amerika dari tahun 2011-2013. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan analisa regresi berganda. Untuk mengetahui hubungan diantara variabel-variabel yang ada serta pengolahan data lainnya digunakan program SPSS (Statistical Program for Social Science). Uji validitas data dengan menggunakan metode uji asumsi klasik yaitu uji normalitas, uji autokorelasi, multikolinearitas dan heteroskedastisitas. Uji hipotesis dalam penelitian ini meliputi uji F dan uji t. Analisa regresi berganda dilakukan dengan menguji data observasi untuk tahun 20112013. Adapun bentuk umum dari persamaan regresinya adalah sebagai berikut: Y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b4x4 + e Dimana: Y = Price earning ratio a = Konstanta b = Koefisien regresi x 1 = Operating profit margin x 2 = Return on investment x 3 = Debt to equity ratio x 4 = Currency risk e = Error Uji Asumsi Klasik Pengujian regresi dikatakan valid jika memenuhi asumsi klasik yaitu tidak ada autokorelasi, multikolinearitas dan heteroskedastisitas. Sebelum dilakukan uji hipotesis maka perlu dilakukan pengujian asumsi klasik, yang meliputi: Uji Normalitas Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel terikat dan variabel bebas keduanya memiliki distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk melihat normalitas data dapat dilakukan dengan melihat histogram atau normal probabilitas plot. Menurut Santoso (2003), jika residual berasal dari distribusi normal, maka nilai-nilai sebaran data akan terletak disekitar garis lurus, maka dapat dikatakan persyaratan normalitas bisa dipenuhi. Uji Autokorelasi Value Earning Ratio =
Uji Autokorelasi dilakukan untuk mengetahui adanya korelasi antar pengganggu pada suatu periode (t) dengan kesalahan pada periode sebelumnya (t-1) yang biasanya terjadi karena menggunakan data time series. Pengujian asumsi autokorelasi menggunakan angka Durbin Watson (DW) Langkah langkah pengujian autokorelasi adalah sebagai berikut: Ho : Tidak ada autokorelasi Ha : Ada autokorelasi Kesimpulan: Jika 4-dL< angka Durbin Watson (DW) atau
10, maka Ho ditolak (ada multikolinearitas). Jika Variance Inflation Factor (VIF) < 10, maka Ho diterima (tidak ada multikolinearitas). Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas dimaksudkan untuk mengetahui ketidaksamaan varian residual dari suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Heteroskedastisitas dapat diuji dengan metode grafik, yaitu dengan melihat ada tidaknya pola tertentu yang tergambar pada scatterplot, dasar pengambilan keputusan adalah: a. Jika ada pola yang jelas, serta titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. b. Jika ada pola tertentu yang teratur ( bergelombang melebar kemudian menyempit ), maka telah terjadi heteroskedastisitas. Uji Hipotesis Sedangkan untuk mengetahui besarnya pengaruh antara operating profit margin, return on investment, debt to equity ratio dan currency risk sebagai independent variable dengan resiko saham sebagai dependent variable digunakan analisis kuantitatif yaitu dengan menggunakan teknik analisis berupa metode analisis regresi berganda. Analisis regresi berganda dilakukan dengan menguji data observasi untuk tahun 2011-2013. adapun bentuk umum dari persamaan regresinya adalah sebagai berikut: Y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b4x4 + e Dimana: Y = Price earning ratio a = Konstanta b = Koefisien regresi x 1 = Operating profit margin x 2 = Return on investment x 3 = Debt to equity ratio x 4 = Currency risk e = Error Uji Hipotesis dalam penelitian ini meliputi Uji F dan Uji t
Uji F Digunakan untuk menguji apakah secara simultan seluruh independent variable mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap dependent variable dengan tingkat taraf signifikansi ( α ) sebesar 0.05 Ho : b1 = b2 = b3 = b4 = 0 Secara bersama-sama seluruh independent variable tidak mempengaruhi dependent variable Ha : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ b4 ≠ 0 Secara bersama-sama seluruh independent variable mempengaruhi secara signifikan terhadap dependent variable Jika sig F stat < 0.05 maka, H0 ditolak Jika sig F stat > 0.05 maka, H0 diterima Uji t Digunakan untuk menguji apakah secara partial independent variable mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap dependent variable dengan tingkat signifikansi ( α ) sebesar 0.05 H0 : b1=0 Ha : b1 > 0, b1 < 0, b1 ≠ 0 Jika sig t stat < 0.05, maka H0 ditolak Jika sig t stat > 0.05, maka H0 diterima HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian dalam tesis ini difokuskan pada perusahaan-perusahaan non manufaktur yang go publik di BEJ. Populasi penelitian adalah perusahaan-perusahaan industri yang terdaftar di BEJ selama tahun 2011-2013 berjumlah 147 perusahaan. Sektor Agriculture, Forestry and Fishing ada 7 perusahaan, sektor Animal Feed and Husbandry ada 6 perusahaan, sektor Mining and Mining Services ada 11 perusahaan, sektor Construction ada 3 perusahaan, sektor Transportation Services ada 10 perusahaan, sektor Telecommunication ada 5 perusahaan, sektor Whole Sale and Retail ada 16 perusahaan, sektor Credit Agences and Other Bank ada 14 perusahaan, sektor Securities ada 15 perusahaan, sektor Insurance ada 12 perusahaan, sektor Real Estate and Property ada 38 perusahaan, sektor Hotel and Travel Services ada 6 perusahaan, dan sektor Holding and Other Investment Company ada 4 perusahaan. Dari 147 perusahaan industri yang terdaftar di BEJ terdapat dalam 13 kelompok industri yang memenuhi syarat untuk dijadikan sampel ada 98 perusahaan yang terdapat dalam 13 kelompok industri. Diperoleh sebanyak 205 jumlah pengamatan dengan periode waktu 20112013. Sampel penelitian diambil dengan metode simple random sampling yaitu bahwa perusahaan yang dijadikan sampel adalah yang memenuhi syarat sebagai berikut: 1. Perusahaan-perusahaan non manufaktur yang tercatat di BEJ pada tahun 2011 sampai tahun 2013. 2. Mengeluarkan laporan keuangan pada tahun-tahun tersebut yaitu tahun 2011 sampai tahun 2013. 3. Terdapat variable-variabel yang diperlukan untuk penelitian ini dari tahun 2011 sampai tahun 2013. Berikut ini adalah tabel dari 13 jenis kelompok industri dari perusahaan-perusahaan tersebut: Tabel 1 Jumlah Populasi dan Sampel No
Jenis Industri
N
n
1.
Agriculture, Forestry and 7 4 Fishing 2. Animal Feed and Husbandry 6 6 3. Mining and Mining Sevices 11 10 4. Construction 3 3 5. Transportation Services 10 9 6. Telecommunication 5 3 7. Whole Sale and Retail Trade 16 8 8. Credit Agences and Other 14 9 Bank 9. Securities 15 13 10. Insurances (No. DER) 12 0 11. Real Estate and Preoperty 38 28 12. Hotel and Travel Services 6 3 13. Holding and other 4 2 Investment Jumlah 147 98 Presentase 100% 67% Sumber: Data diolah dari Indonesia Capital market Directory (ICMD)
Keterangan Populasi penelitian Sampel penelitian Jumlah pengamatan seluruhnya (98*3) Data yang outlier Jumlah akhir amatan
Tabel 2 Sampel penelitian Jumlah 147 98 294 89 205
Statistik Deskriptif Statistik deskiptif yang akan dibahas adalah nilai minimum, maksimum, mean dan standar deviasi dari 5 variabel penelitian selama 3 tahun (2011-2013). Digunakan untuk melihat indikasi adanya data yang outlier dengan cara membandingkan antara mean dan standar deviasi. Tabel berikut ini menyajikan statistik deskriptif dari variabel penelitian yang digunakan. Tabel 3 Statistik deskiptif Variable OPM ROI DER CR PER Valid N (listwise)
N 205 205 205 205 205 205
Minimum -.02 -7.33 .02 8579.70 -21.50
Maximum 1.14 18.88 5.50 9715.30 59.12
Mean .2399 5.1492 1.2956 9105.6065 13.6495
Std.Deviation .19203 4.47136 1.05281 474.29546 11.99518
Sumber: Data diolah dengan SPSS 14
Dari table 3 di atas dapat disimpulkan bahwa deskripsi data penelitian dapat digunakan karena: 1. Rata-rata operating profit margin dari jumlah data 205, nilai mean-nya adalah sebesar 0.2399 dengan standar deviasi sebesar 0.19203. hal ini menunjukkan tidak ada outlier pada variable operating profit margin karena mean-nya lebih besar dari standar deviasi. 2. Rata-rata return on investment dari jumlah data 205, nilai mean-nya adalah sebesar 5.1492 dengan standar deviasi sebesar 4.47136. hal ini menunjukkan tidak ada outlier pada variable return on investment karena mean-nya lebih besar dari standar deviasi.
3. Rata-rata debt to equity ratio dari jumlah data 205, nilai mean-nya adalah sebesar 1.2956 dengan standar deviasi sebesar 1.05281. hal ini menunjukkan tidak ada outlier pada variable debt to equity ratio karena mean-nya lebih besar dari standar deviasi. 4. Rata-rata currency risk dari jumlah data 205, nilai mean-nya adalah sebesar 9105.6065 dengan standar deviasi sebesar 474.29546. hal ini menunjukkan tidak ada outlier pada variable currency risk karena mean-nya lebih besar dari standar deviasi. 5. Rata-rata price earning ratio dari jumlah data 205, nilai mean-nya adalah sebesar 13.6495 dengan standar deviasi sebesar 11.99518. hal ini menunjukkan tidak ada outlier pada variable price earning ratio karena mean-nya lebih besar dari standar deviasi. Pengujian Asumsi Klasik Uji Normalitas Melakukan pengujian terhadap normalitas data merupakan langkah pertama yang harus dilakukan untuk setiap analisis multivariate. Setelah dilakukan pengujian normalitas terhadap data ternyata ada beberapa variabel yang tidak berdistribusi secara normal. Untuk mengatasi ketidaknormalan data dari setiap variabel dilakukan transformasi data dengan LN, setelah ditransformasikan maka data berdistribusi normal. Untuk melihat normalitas data dapat dilakukan dengan melihat histogram atau normal probabilitas plot. Menurut Santoso (2003), jika residual berasal dari distribusi normal, maka nilai-nilai sebaran data akan terletak disekitar garis lurus, maka dapat dikatakan persyaratan normalitas bisa dipenuhi. Gambar 1 Uji Normalitas Dari tampilan output SPSS (Lampiran) hasil uji Normal P-P Plot of Regression seperti yang terlihat pada gambar 1 di atas ini dapat dikatakan bahwa seluruh data mempunyai distribusi normal, karena butiran-butiran data penelitian yang menyebar disekitar garis diagonal dan penyebaran butiran-butiran tersebut searah mengikuti garis diagonal. Uji Autokorelasi
Menguji autokorelasi dalam suatu model bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara variabel pengganggu pada periode tertentu dengan variabel pengganggu pada periode sebelumnya. Untuk mendeteksi autokorelasi penelitian ini dapat digunakan dengan uji Durbin Watson (DW). Ringkasan hasil uji autokorelasi dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini. Tabel 4 Uji Autokorelasi
Model 1
R .267(a)
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
.071
.052
.98395
DurbinWatson 2.000
Sumber: Data diolah dengan SPSS 14
Untuk mengetahui ada autokorelasi dalam suatu model dapat digunakan patokan nilai Durbin Watson hitung mendekati atau disekitar angka 2 maka model tersebut terbebas dari asumsi klasik autokorelasi (Nugraho,2005) Uji Durbin Watson = 2.000 atau angka 2 maka tidak terdapat autokorelasi pada model regresi. Uji Multikolinearitas Uji Multikoleniaritas dilakukan untuk menyakinkan bahwa antar variabel independen yang dipakai dalam model tidak mengandung korelasi. Bila variabel-variabel bebas berkolerasi dengan sempurna, maka disebut multikolinearitas sempurna. Hal ini akan menjadikan koefisien regresi nilainya nol dan jika multikoleniaritasnya kuat, maka koefisien regresi nilainya kecil. Ringkasan hasil uji multikolinearitas dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini. Tabel 5 Uji Multikolinearitas Model
1
(Constant) LN_OPM LN_ROI LN_DER LN_CR
Collinearity Statistics Tolerance .885 .884 .991 .998
VIF 1.130 1.131 1.009 1.002
Sumber: Data diolah dengan SPSS 14
Dari uji multikolinearitas, nilai VIF untuk variable operating profit margin, return on investment, debt to equity ratio dan currency risk masing masing adalah 1.130, 1.131, 1.009 dan 1.002. Karena nilai Variance Inflation Factor (VIF) untuk keempat variabel tersebut <10, dan nilai Tolerance tidak kurang dari 0.1 maka Ho diterima berarti tidak ada multikolinearitas. (Nugroho, 2005). Uji Heteroskedastisitas Pengujian heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians residual dari suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain tetap maka disebut homoskedastisitas, dan jika varians suatu pengamatan ke pengamatan yang lain tidak tetap (berbeda) maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas dapat diuji dengan metode grafik. Dengan melihat ada tidaknya pola tertentu yang tergambar pada scatterplot dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini. Gambar 2 Uji Heteroskedastisitas
Dari grafik scatterplot di atas ini terlihat titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka nol pada sumbu Y dan tidak membentuk pola tertentu. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi. Dari hasil pengujian Asumsi klasik maka dapat disimpulkan bahwa seluruh hasil pengujian asumsi klasik telah memenuhi persyaratan teoritis asumsi klasik seperti: normalitas, autokorelasi, multikolinearitas dan heteroskedastisitas. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan Setelah dilakukan pengujian asumsi klasik, maka selanjutnya dilakukan pengujian hipotesa dengan menggunakan analisis regresi berganda. Pengujian hipotesis dilakukan untuk melihat apakah operating profit margin, return on investment, debt to equity ratio dan currency risk berpengaruh secara signifikan terhadap price earning ratio. Ringkasan hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada tabel 6 berikut ini. Tabel 4.6 Ringkasan Uji Hipotesis Model
1
(Constant)
LN_OPM
LN_ROI
LN_DER
LN_CR
Unstandardized Coefficients B
Std. Error
Standardized Coefficients Beta
t
Sig.
-9.195
12.284
-.748
.455
.016
.069
.017
.227
.821
-.271
.080
-.253
-3.407
.001
-.053
.072
-.051
-.732
.465
1.312
1.347
.068
.974
.331
Sumber: Data diolah dengan SPSS 14 ( Lampiran C)
R = 0.267 R 2 = 0.071 2 Adjusted R = 0.052 F = 3.644 Sig. F = 0.007 Dari tabel 4.6 di atas maka diperoleh persamaan regresinya sebagai berikut: Y= – 9.195+0.016X1–0.271X2–0.053X3+1.312X4 +e
Nilai R pada intinya untuk mengukur seberapa besar hubungan antara independen variabel dengan dependen variabel. Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh nilai R sebesar 0.267, hal ini menunjukkan bahwa variabel independen yaitu operating profit, return on investment, debt to equity ratio dan currency risk mempunyai hubungan yang signifikan dengan variabel dependen yaitu price earning ratio. Sedangkan nilai R square (R2 ) atau nilai koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai R2 adalah antara nol atau satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Secara umum R2 untuk data silang (crossection) relatif rendah karena adanya variasi yang besar antara masing-masing pengamatan, sedangkan umtuk data runtun (time series) biasanya mempunyai koefisien determinasi yang tinggi. Kelemahan yang mendasar dengan penggunaan R2 adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan dalam model. Setiap ada pertambahan satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat, tidak perduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu, beberapa peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted R2 pada saat mengevaluasi (Ghozali, 2003). Berdasarkan hal tersebut, maka pada penelitian ini menggunakan data Adjusted R2. Nilai Adjusted R2 sebesar 0.052 yang mempunyai arti bahwa veriabel dependen mampu dijelaskan oleh variabel independen sebesar 5.2%. Dengan kata lain 5.2% perubahan dalam price earning ratio mampu dijelaskan variabel operating profit margin, return on investment, debt to equity ratio dan currency risk, sedangkan 94.8% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini. Nilai F dapat digunakan untuk melihat goodness of fit test suatu model penelitian. Dari uji ANOVA atau F test, diperoleh F hitung dengan tingkat signifikansi 0.007. karena probabilitas 0.007 lebih kecil dari α (0.05), maka hasil dari model regresi menunjukkan bahwa ada pengaruh operating profit margin, return on investment, debt to equity ratio dan currency risk terhadap price earning ratio. Dari uraian tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat pengaruh operating profit margin, return on investment, debt to equity ratio dan currency risk secara bersama-sama terhadap price earning ratio. Berdasarkan hal tersebut pada tabel 4.6 di atas dapat dilihat bahwa hanya variabel return on investment yang mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap price earning ratio. Karena hanya variabel ini yang memiliki tingkat signifikansi dibawah α (0.05). Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sartono dan Munir (1997), Singgih (1998), Harkivent dan Murtanto (2000) dan Astuti dan Suryaputri (2001) yang menyatakan bahwa variabel return on investment perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap price earning ratio. Hasil penelitian ini memberikan bukti empiris bahwa variabel return on investment berpengaruh secara signifikan terhadap price earning ratio perusahaan selama pengamatan dari tahun 2011 sampai tahun 2013 untuk perusahaan industri di Bursa Efek Jakarta. Pengujian hipotesa yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara operating profit margin terhadap price earning ratio. Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel operating profit margin tidak berpengaruh secara signifikan pada tingkat alpha 5% terhadap variabel price earning ratio dengan p-value 0.821 dan t-hitung 0.227. Hasil pengujian terhadap hipotesa ini tidak konsisten dengan hasil penelitian Sartono dan Munir (1997), Singgih (1998), Harkivent dan Murtanto (2000) dan Astuti dan Suryaputri (2001) yang menyatakan bahwa variabel operating profit margin perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel price earning ratio perusahaan. Hasil penelitian ini tidak memberikan bukti empiris bahwa variabel operating profit margin berpengaruh secara signifikan terhadap price earning ratio perusahaan selama pengamatan dari tahun 2011 sampai tahun 2013 untuk perusahaan industri di Bursa Efek Jakarta. Pengujian hipotesa yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara debt to equity ratio terhadap price earning ratio. Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel debt to equity ratio tidak berpengaruh secara signifikan pada tingkat alpha 5% terhadap variabel price earning ratio dengan p-value 0.465 dan t-hitung 0.732. Hasil pengujian terhadap hipotesa ini tidak konsisten dengan hasil penelitian Sartono dan Munir (1997), yang menyatakan bahwa variabel debt to equity ratio perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel price earning ratio perusahaan. Hasil penelitian ini tidak memberikan bukti empiris bahwa variabel debt to equity ratio perusahaan berpengaruh secara
signifikan terhadap price earning ratio perusahaan selama pengamatan dari tahun 2011 sampai tahun 2013 untuk perusahaan industri di Bursa Efek Jakarta. Pengujian hipotesa yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara currency risk terhadap price earning ratio. Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel currency risk tidak berpengaruh secara signifikan pada tingkat alpha 5% terhadap variabel price earning ratio dengan p-value 0.331 dan t-hitung 0.974. Hasil pengujian terhadap hipotesa ini tidak konsisten dengan hasil penelitian Astuti dan Surtaputri (2001), yang menyatakan bahwa variabel currency risk perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel price earning ratio perusahaan. Hasil penelitian ini tidak memberikan bukti empiris bahwa variabel currency risk perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap price earning ratio perusahaan selama pengamatan dari tahun 2011 sampai tahun 2013 untuk perusahaan industri di Bursa Efek Jakarta. KESIMPULAN 1. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa variabel operating profit margin tidak berpengaruh secara signifikan positif terhadap variabel price earning ratio. 2. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa variabel return on investment berpengaruh terhadap variabel price earning ratio. 3. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa variabel debt to equity ratio tidak berpengaruh terhadap variabel price earning ratio. 4. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa variabel currency risk tidak berpengaruh terhadap variabel price earning ratio. Saran 1. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah variabel-variabel lain selain variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yang diduga dapat mempengaruhi variabel Price Earning Ratio perusahaan industri di Bursa Efek Jakarta. 2. Penelitian selanjutnya masih perlu dikembangkan lagi dengan cara melakukan pengujian lanjutan terhadap rasio-rasio perusahaan pada industri yang berbeda dan rasio-rasio keuangan lain serta variabel eksternal lain seperti interest rate maupun inflation rate.
DAFTAR PUSTAKA Astuti, and Suryaputri, “Pengaruh faktor dividend Pay Out, Leverage, Size, Earning Growth and Country Risk Terhadap Price Earning Ratio”.Media Riset Akuntansi, Auditing & Informasi, Universitas Trisakti. Beaver, W.I.I. 1998. “Earning Under Uncertainty. Financial Reporting: An Accounting Revolution”. 3rd edition. Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall. Block, Stanley B. and Goeffrey A. Hirt, 1992.” Foundation of Financial Management”. 6th edition, Irwin Publishing. Inc., Chicago. Constand, L.R., L.P. Freitas and M.J. Sullivan, 1991.” Factors Effecting Price Earnings Ratios and Maket Values of Japanese Firms”. Journal of Financial Management. Gozali, Imam. 2003. “Multivariate Analysis Dengan program SPSS. Penerbit Universitas Diponegoro. Harkivent dan Murtanto. “Analisis Pengaruh Informasi Laba Akuntansi Terhadap Harga Saham dan Volume Perdagangan Serta Pengujian Reaksi Pasar Dengan Indikator TVA di Bursa Efek Jakarta”. Media Ekonomi volume 6, Nomor 3, Desember 2000.
Halim, Abdul, 2002. “Analisa Investasi”. Jakarta : Salemba Empat. Hasan, Iqbal. 2003.“Metodologi Penelitian dan Aplikasinya”. Indonesian Capital Market Directory 2010-2013, Institute for Economic and Financial Research, Jakarta. Indriantoro, Nur, dan Bambang Supomo, 1999. ” Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen”. BPFE Yogyakarta. Jati, I Ketut, 2003, “Relevansi Nilai Dividend Yield dan Price Earning Ratio Dengan Moderasi IOS Dalam Penilaian Harga Saham”. Simposium Nasional Akuntansi. Nugroho, Bhuono Agung. 2005.” Strategi Jitu Memilih metode Statistik Penelitian dengan SPSS. Yogyakarta: Penerbit Andi. Pillote, Eugene, 1992 “Growth Opportunities and the Stock Price Respon to New Financing”, Journal of Business Riyanto, Bambang, 1996, “Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan”, BPFE, Yogyakarta Santoso, Singgih, 2013. SPSS versi 10. “Mengolah Data Statistik secara Professional”. PT. Alex Media Komputindo Gramedia, Jakarta. Sartono, A. and K.A. Mpaata, 1997, “Factors Determining Price Earning Ratio”, Kelola, 15. Supranto J. 2010, “Statistik Teori dan Aplikasi”. edisi kelima, Jakarta Erlangga. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, Desember 2010, Bank Indonesia Usman, Marzuki, Riphat, dan Syahrir, 1997, “Pengetahuan Dasar Pasar Modal”, Jakarta. Wibowo FX, 2001,”Kemungkinan Perubahan Price Earning Ratio bila terjadi Perilaku Kinerja Perusahaan Pada Industri Otomotif”, tesis Pasca Sarjana Universitas Trisakti.