The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELEMAHAN PENGENDALIAN INTERNAL: STUDI EMPIRIS PADA PDAM YANG DIAUDIT OLEH BPK
Benedicta Dhias Ayu Nita Sari Ronny Prabowo Intiyas Utami FE UKSW Salatiga
Abstract
This paper aims to analyze the influencing factors of internal control weakness. There are four independent variables chosen for the analysis: size, age, growth, and profitability. Additionally, we also include two control variables: type of government (Kota or Kabupaten) and location of government (Java/ Bali and Outside Jaba/Bali). We select PDAM or local water supply firms as our research sample. Our results show that firm size negatively affects internal control weakness and while growth positively affects internal control weakness. The result is the same even after including control variables.
Keywords
: Internal control, Internals control weakness, state-owned enterprises
(SOE)
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD01 - 1
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 PENDAHULUAN Terungkapnya kasus Enron tentang adanya window dressing dengan memanipulasi laporan keuangannya (mark up pendapatan dan menyembunyikan hutangnya dengan teknik off balance sheet) agar kelihatan dalam kondisi yang baik telah menyita perhatian publik. Kecurangan tersebut ternyata diketahui dan justru didukung oleh firma audit Arthur Andersen cabang Houston. Setelah adanya kasus tersebut,
kepercayaan
stockholders
untuk
menanamkan
sahamnya
pada
perusahaan menjadi berkurang, sehingga keluarlah The Sarbanes-Oxley Act tahun 2002 untuk menggembalikan kepercayaan stockholders. Undang-undang ini diprakarsai oleh Senator Paul Sarbanes (Maryland) dan Representative Michael Oxley (Ohio), dan telah ditandatangani oleh Presiden George W. Bush pada tanggal 30 Juli 2002. Undang-undang ini dikeluarkan sebagai respons Kongres Amerika Serikat terhadap berbagai skandal pada beberapa korporasi besar seperti: Enron, WorldCom (MCI), AOL TimeWarner, Aura Systems, Citigroup, Computer Associates International, CMS Energy, Global Crossing, HealthSouth, Quest Communication, Safety-Kleen dan Xerox; yang juga melibatkan beberapa KAP yang termasuk dalam “the big five” seperti: Arthur Andersen, KPMG dan PWC. The Sarbanes-Oxley Act mengharuskan setiap perusahaan untuk melaporkan pengendalian internal dalam pelaporan keuangannya. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan stockholders, di antaranya dengan meningkatkan kualitas informasi keuangan serta corporate governance; yang mewajibkan adanya pengungkapan yang lebih banyak mengenai informasi keuangan, keterangan tentang hasil-hasil yang dicapai manajemen, dan juga meliputi pengendalian intern. Dalam Section 404 mengenai Penilaian Manajemen atas Pengendalian Internal (Management Assessment of Internal Controls) disebutkan bahwa dalam pelaporan atas pengendalian internal perusahaan harus mencakup mengenai tanggung jawab manajemen untuk menghasilkan dan memelihara kecukupan bukti-bukti dari struktur pengendalian internal dan prosedur pengendalian internal dalam setiap pelaporan keuangan, selain itu dalam assessment pada tiap akhir periode harus mencakup mengenai keefektifan dari struktur pengendalian internal (lingkungan pengendalian, sistem akuntansi, dan prosedur pengendalian) dalam pelaporan keuangan perusahaan. Auditor eksternal diharapkan tidak hanya mengaudit laporan keuangan
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD01 - 2
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 perusahaan seperti sebelumnya, namun juga diharapkan memberikan penilaian atas pengendalian
internal
perusahaan
melalui
laporan
keuangan
dan
kinerja
manajemen. Setiap perusahaan di Amerika diwajibkan melaporkan kekuatan pengendalian internal dalam laporan keuangannya. SEC (Securities and Exchange Commission) dalam
Final Rule: Management's Reports on Internal Control Over Financial
Reporting and Certification of Disclosure in Exchange Act Periodic Reports mengatur mengenai pelaporan manajemen mengenai pengendalian internal dalam pelaporan keuangan dan sertifikasi pengungkapan pada tiap perubahan periode pelaporan, yang didalamnya mengharuskan adanya pernyataan manajemen mengenai tanggung jawab untuk membangun dan menjaga kecukupan dengan pengendalian internal dalam laporan keuangan untuk perusahaan; penaksiran manajemen mengenai keefektifan dari pengendalian internal; pernyataan yang mengidentifikasi kerangka kerja yang digunakan manajemen untuk mengevaluasi keefektifan dari pengendalian internal perusahaan; dan pernyataan mengenai terdaftarnya akuntan publik dari firma yang mengaudit laporan keuangan perusahaan, meliputi laporan keuangan tahunan dan penaksiran manajemen mengenai pengendalian internal perusahaan. Dalam konteks Indonesia, pengendalian internal juga menjadi salah satu isu penting dalam tata kelola perusahaan. Pernyataan yang dirilis oleh BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dalam website BPK (http://www.bpk.go.id) menyatakan bahwa pengendalian internal suatu perusahaan dilakukan dalam rangka menjaga perusahaan agar tetap berada dalam jalur tujuannya yaitu pencapaian laba dan misinya, serta untuk meminimalkan perubahan yang mendadak selama operasi perusahaan. Pengendalian internal melayani berbagai tujuan penting perusahaan, dan oleh karena itu muncul harapan untuk membuat pengendalian internal dan pelaporannya menjadi lebih baik. Pengendalian internal adalah suatu proses, yang dipengaruhi oleh dewan direksi, manajemen, dan personil lain yang dimaksudkan untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa tujuan-tujuan berikut dapat dicapai: efektivitas dan efisiensi operasi; kehandalan pelaporan keuangan; dan ketaatan pada peraturan serta perundangan yang berlaku. Pada praktik dunia internasional telah muncul kewajiban bagi perusahaan yang berkiprah di dunia pasar
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD01 - 3
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 modal untuk menerapkan kerangka sistem pengendalian internal, serta memberikan evaluasi dan melaporkan pengendalian internal perusahaan secara tersendiri. Beberapa
penelitian
menganalisis
mengenai
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kelemahan atas pengendalian internal perusahaan. Salah satu penelitian tersebut adalah penelitian Doyle et al. (2006) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kelemahan pengendalian internal dalam pelaporan keuangan menyatakan
bahwa suatu perusahaan yang mempunyai kelemahan dalam
pengendalian internal cenderung merupakan sebuah entitas usaha yang lebih kecil, lebih muda usianya, mempunyai kelemahan di segi finansial, lebih kompleks, bertumbuh dengan cepat, dan terdapat restrukturisasi. Kelemahan pengendalian internal berhubungan dengan: (1) firm size, yang diukur dengan nilai pasar dari ekuitas ; (2) firm age, diukur dengan angka tahun yang ada pada data CRSP; (3) financial health, diukur dengan indikator rugi agregat dan proxy untuk resiko kebangkrutan; (4) financial reporting complexity, yang diukur dengan angka dari laporan tujuan khusus entitas, laporan segmen, dan translasi mata uang asing; (5) rapid growth, diukur dengan pengeluaran merger dan akuisisi, serta pertumbuhan penjualan yang ekstrim; (6) restructuring charges; dan (7) corporate governance, diukur dengan governance score, yang dikembangkan oleh Brown dan Caylor (2006). Krishnan
(2005)
mengemukakan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kelamahan pengendalian internal suatu perusahaan meliputi: (1) governance ; dan faktor-faktor lain yang berperan sebagai variabel kontrol, yaitu: (2) profitabilitas; (3) kompleksitas; (4) Perubahan organisasi; (5) Pengalaman CFO.
Sedangkan,
Subramanyam et al. (2006) menyatakan bahwa faktor-faktor yang terkait dengan kelemahan pengendalian internal, meliputi: (1) kompleksitas operasi perusahaan; (2) perubahan organisasi; (3) pengukuran resiko dalam pengaplikasian akuntansi; (4) resource constraint indicators. Di Indonesia, untuk melakukan analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengendalian internal pada perusahaan yang bersumber pada data keuangan masih sulit dilakukan. Hal ini dikarenakan, belum adanya kewajiban bagi perusahaan publik untuk membuat laporan mengenai pengendalian internal perusahaan. Namun demikian, pada laporan keuangan PDAM (Perusahaan Daerah Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD01 - 4
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Air Minum) yang diaudit oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) terdapat laporan yang berisi evaluasi mengenai kepatuhan atas pengendalian internal, untuk itu dalam penelitian ini akan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kelemahan pengendalian internal dalam PDAM. Fokus penelitian ini adalah analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kelemahan pengendalian internal dengan mengkombinasikan faktor-faktor dari penelitian terdahulu, yang dapat diterapkan pada objek penelitian penulis. Namun, tidak semua faktor-faktor pada penelitian sebelumnya dapat dipakai untuk mengukur kelemahan pengendalian internal dalam perusahaan publik, karena dalam perusahaan milik pemerintah, seperti PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) variabel-variabel tersebut tidak dapat diukur. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelemahan
pengendalian
internal
tersebut
seperti:
(1)
umur
perusahaan,
perusahaan yang mempunyai umur lebih tua biasanya mempunyai prosedur pengendalian internal untuk perusahaannya, dan biasanya mempunyai lebih sedikit kelemahan dalam pengendalian internal perusahaan; (2) ukuran perusahaan, perusahaan yang berukuran besar mempunyai kelebihan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan pengendalian internal perusahaan; (3) kecepatan pertumbuhan, yang diukur dengan adanya pertumbuhan yang ekstrim terhadap pendapatan penjualan; (4) profitabilitas, perusahaan dengan profitabilitas yang lebih tinggi biasanya mempunyai sumber daya yang lebih untuk membangun dan memelihara pengendalian internal perusahaan tersebut dibanding. Objek penelitian ini adalah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), karena dalam laporan keuangan PDAM yang diaudit oleh BPK terdapat item-item mengenai evaluasi atas kepatuhan terhadap pengendalian internal, kepatuhan terhadap pengendalian internal dilakukan untuk memberikan keyakinan bahwa tujuan dari pengelolaan keuangan yang dikehendaki bisa tercapai. Pengendalian internal suatu perusahaan dilakukan dalam rangka menjaga perusahaan agar tetap berada dalam jalur tujuannya yaitu pencapaian laba dan misinya, serta untuk meminimalkan perubahan yang mendadak selama operasi perusahaan. Di Amerika Serikat, berdasarkan The Sarbanes-Oxley Act 2002 ada kewajiban untik melaporkan kelemahan pengendalian internal perusahaan. Di Indonesia masih sulit dilakukan analisis mengenai pengendalian internal perusahaan Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD01 - 5
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 yang bersumber pada data keuangan, karena tidak adanya kewajiban perusahaan publik untuk membuat laporan mengenai pengendalian internal perusahaan. Namun, dalam laporan auditor BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang bertindak sebagai auditor PDAM, dilaporkan mengenai evaluasi kepatuhan atas pengendalian internal perusahaan, sehingga memungkinkan bagi penulis untuk mengadakan penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kelemahan pengendalian internal. Kondisi tersebut menarik untuk diteliti, sehingga masalah penelitian dalam hal ini adalah bagaimana pengaruh faktor umur perusahaan, ukuran perusahaan, kecepatan pertumbuhan, dan profitabilitas terhadap kelemahan pengendalian internal. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan bukti empiris tentang faktorfaktor yang mempengaruhi pengendalian internal. Apakah faktor-faktor seperti: umur perusahaan; ukuran perusahaan; kecepatan pertumbuhan; profitabilitas suatu entitas usaha; dapat menjadi penentu dalam memprediksi kelemahan pengendalian internal perusahaan, jika memang berpengaruh maka diharapkan pengendalian internal perusahaan akan lebih baik. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi bukti teoritis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kelemahan pengendalian internal pada laporan keuangan perusahaan, juga dapat menjadi masukan bagi BPK bilamana dalam penelitian ini ditemukan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi kelemahan pengendalian internal, maka BPK harus memfokuskan pengawasan pada perusahaan yang memiliki risiko kelemahan pengendalian internal yang lebih besar untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan dan korupsi.
TINJAUAN TEORITIS Pengendalian Internal Pengendalian internal adalah suatu proses, yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personil lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: efektivitas dan efisiensi operasi; kehandalan pelaporan keuangan; dan ketaatan pada peraturan serta perundangan yang berlaku (Standar Profesional Akuntan
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD01 - 6
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Publik, SA Seksi 319). Dalam Committee of Sponsoring Organizations of the Treatway Commission (COSO), pengendalian internal dapat mencegah kerugian atau pemborosan pengolahan sumber daya perusahaan. Pengendalian internal dapat menyediakan informasi tentang bagaimana menilai kinerja perusahaan dan manajemen perusahaan, serta menyediakan informasi yang akan digunakan sebagai pedoman dalam perencanaan. Komponen pengendalian internal mencakup: lingkungan pengendalian, penilaian resiko, prosedur pengendalian, pemantauan, serta informasi dan komunikasi. Dalam Warren (2005), pengendalian internal didefinisikan sebagai kebijakan dan prosedur yang melindungi aktiva perusahaan dari kesalahan penggunaan, memastikan bahwa informasi usaha yang disajikan akurat dan meyakinkan bahwa hukum serta peraturan telah diikuti. Sedangkan, kelemahan pengendalian internal dalam PCAOB (2004) didefinisikan sebagai kelemahan yang signifikan, atau kombinasi dari kelemahan yang signifikan yang hasilnya jauh dari kondisi salah saji material pada laporan keuangan tahunan atau interim, yang tidak dapat dicegah atau dideteksi. Pengendalian
intern
yang
lemah
menyebabkan
tidak
dapat
terdeteksinya
kecurangan atau ketidakakuratan proses akuntansi sehingga bukti audit yang diperoleh dari data akuntansi menjadi tidak kompeten (Noviyanti, 2004). Penelitian Krishnan (2005) mengemukakan mengenai peran komite audit dan auditor dalam pelaporan kelemahan pengendalian internal setelah diwajibkan oleh The Sarbanes-Oxley Act. Krishnan menyatakan tingginya jumlah pertemuan dari komite audit, proporsi ahli keuangan dalam komite audit yang lebih sedikit, dan perubahan auditor tentang karakteristik perusahaan yang melaporkan kelemahan pengendalian internal dapat diartikan bahwa perusahaan tersebut tidak mempunyai kelemahan dalam pengendalian internal. Selain itu adanya restatements dalam laporan keuangan pada periode pelaporan kelemahan pengendalian internal perusahaan yang melaporkan kelemahan pengendalian internalnya, dinilai lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak melaporkan kelemahan pengendalain internal.
Krishnan
menggunakan
profitabilitas,
kompleksitas,
pertumbuhan,
perubahan struktur organisasi, serta pengalaman CFO, sebagai variabel kontrol atas kelemahan pengendalian internal perusahaan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kekuatan untuk mengontrol berbagai jenis karakteristik perusahaan meliputi:
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD01 - 7
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 kompleksitas dari kegiatan operasi perusahaan, profitabilitas, dan pertumbuhan. Hasilnya
menggarisbawahi
karakteristik
umum
pentingnya
perusahaan
dalam
karakteristik
governance
pemeriksaan
pelaporan
melebihi kelemahan
pengendalian internal, serta mendukung bahwa komite yang lebih aktif mempunyai kemungkinan untuk menemukan dan melaporkan kelemahan pengendalian internal. Penelitian
Ashbaugh
et
al.
(2006)
menjelaskan
bahwa
pentingnya
pengungkapan pengendalian internal untuk menyelidiki faktor ekonomi yang mengungkapkan kegagalan resiko pengendalian internal dan insentif manajemen untuk meneliti dan melaporkan.
Ashbaugh et al. menyatakan sebelum The
Sarbanes-Oxley Act Section 404, karakteristik perusahaan yang melaporkan mengenai kelemahan pengendalian internal adalah : operasi yang kompleks; adanya pergantian struktur organisasi dan resiko eksposur akuntansi; sumber daya yang sedikit untuk investasi pengendalian internal, dan adanya pergantian auditor yang tidak melaporkan mengenai pengendalian internal. Ashbaugh et al. berpendapat bahwa perusahaan dalam melaporkan kelemahan pengendalian internal yang berkarakter seperti: mempunyai operasi yang kompleks, adanya merger dan akuisisi, adanya restukturisasi, mempunyai persediaan yang lebih dan pertumbuhan yang relatif cepat biasanya merupakan perusahaan yang tidak mengungkapkan kelemahan pengendalian internal. Hasil penelitian ini mengindikasikan perusahaan dengan sedikit sumber daya untuk investasi dalam pengendalian internal, lebih sering
mengungkapkan
permasalahan
kelemahan
pengendalian
internal
perusahaan. Lebih lagi, timbulnya pergantian auditor yang mengungkapkan kelemahan pengendalian internal memberi kesan auditor mempunyai pertimbangan yang besar tenteng kelemahan pengendalian internaldalam aplikasi resiko akuntansi. Penelitian Doyle et al. (2006) memeriksa faktor-faktor yang mempengaruhi kelemahan pengendalian internal untuk 779 perusahaan yang mengungkapkan kelemahan pengendalian internalselama periode Agustus 2002 sampai 2005. Variabel-variabel yang berkaitan dengan kelemahan pengendalian internal, menurut Doyle et al. mencakup: (1) firm size, yang diukur dengan nilai pasar dari ekuitas ; (2) firm age, diukur dengan angka tahun yang ada pada data CRSP ; (3) financial
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD01 - 8
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 health, diukur dengan indikator rugi agregate dan proxy untuk resiko kebangkrutan ; (4) financial reporting complexity, yang diukur dengan angka dari laporan tujuan khusus entitas, laporan segmen, dan translasi mata uang asing ; (5) rapid growth, diukur dengan pengeluaran merger dan akuisisi, serta pertumbuhan penjualan yang ekstrim ; (6) restructuring charges ; dan (7) corporate governance, diukur dengan governance score, yang dikembangkan oleh Brown dan Caylor (2006). Doyle et al. menemukan
bahwa
perusahaan
dengan
kelemahan
pengendalian
internal
cenderung lebih kecil, lebih muda, mempunyai kelemahan segi finansial, kompleksitas tinggi, bertumbuh secara cepat, atau terjadi restrukturisasi. Subramanyam et al. (2006) menjelaskan mengenai kewajiban perusahaan yang terdapat pada The Sarbanes-Oxley Act Section 404
untuk melaporkan
keefektifan pengendalian internal dalam pelaporan keuangan. Pada penelitian ini, Subramanyam et al. memeriksa hubungan antara implikasi cost of equity dan keefektifan pengendalian internal suatu entitas usaha. Hasilnya secara konsisten menjelaskan bahwa kelemahan pengendalian internal sesuai Section 404 tidak berhubungan langsung pada rata-rata dengan naiknya implikasi cost of equity. Variabel-variabel yang digunakan meliputi: kompleksitas operasi perusahaan, perubahan organisasi, pengukuran resiko dalam pengaplikasian akuntansi, dan resource constraint indicators. Pengaruh Umur Perusahaan terhadap Kelemahan Pengendalian Internal Penelitian terdahulu menyatakan suatu perusahaan yang mempunyai umur lebih
tua,
biasanya
mempunyai
prosedur
pengendalian
internal
untuk
perusahaannya. Mereka percaya bahwa pada perusahaan yang lebih tua akan mempunyai lebih sedikit kelemahan pengendalian internal. Perusahaan yang mempunyai umur lebih tua tentunya lebih berpengalaman dalam membangun dan memelihara kestabilan pengendalian internal perusahaan, sehingga kemungkinan terjadinya kelemahan pengendalian internal lebih kecil. Ini dapat diartikan bahwa pengendalian internalnya lebih baik dan memiliki lebih sedikit kelemahan. Penelitian Doyle et al. (2006) mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara umur perusahaan terhadap kelemahan pengendalian intern, karena menurutnya masalah yang berkaitan dengan umur perusahaan yaitu staffing, bukan terjadi karena perusahaan itu lebih kecil atau lebih muda, namun lebih dikarenakan
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD01 - 9
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 kurangnya sumber daya atau kurangnya pengalaman untuk mengembangkan kualitas kontrol akuntansi yang tinggi. Ini mengindikasikan bahwa perusahaan yang lebih lama berdiri melaporkan kelemahan dari pengendalian interna lyang sedikit, karena perusahaan yang telah lama berdiri dinidikasikan perusahaan yang lebih stabil dan berpengalaman. Berdasarkan argumen tersebut, maka hipotesis pertama adalah sebagai berikut: H1 : Terdapat pengaruh yang negatif signifikan umur perusahaan terhadap kelemahan pengendalian internal. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Kelemahan Pengendalian Internal Penelitian terdahulu menyatakan suatu perusahaan yang berukuran besar mempunyai
kelebihan
dalam
mengembangkan
dan
mengimplementasikan
pengendalian internal perusahaan. Perusahaan yang besar, diharapkan mempunyai kelemahan pengendalian internal yang lebih sedikit dibanding perusahaan kecil. Penelitian Doyle et al. (2006) mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara ukuran perusahaan terhadap kelemahan pengendalian internal. Ukuran perusahaan diukur dengan menggunakan nilai pasar dari ekuitas. Penelitian Kinney and McDaniel (1989) dalam Doyle et al. (2006) menemukan bahwa antara ukuran perusahaan dan profitabilitas perusahaan mempunyai hubungan yang negatif dengan kelemahan pengendalian internal. Sedangkan penelitian Defond and Jiambalvo (1991) dalam Doyle et al. (2006) menjelaskan bahwa ukuran perusahaan mempunyai hubungan yang negatif, dan ukuran perusahaan bukan merupakan variabel yang signifikan dalam analisis regresi berganda. Dalam Section 404 juga disinggung bahwa perusahaan yang berukuran kecil mungkin mengalami kesulitan pengevaluasian pengendalian internal dalam pelaporan keuangan perusahaan, dikarenakan belum mempunyai struktur yang formal atau struktur yang baik dalam pengendalian internal pada pelaporan keuangan seperti perusahaan besar lainnya. Perusahaan yang memiliki ukuran perusahaan yang besar diindikasikan memiliki kemapanan
ekonomi
sehingga
mampu
mengembangkan
serta
mengimplementasikan pengendalian internal dengan baik. Hal ini yang nantinya membuat perusahaan besar mampu meminimalkan kelemahan dari pengendalian internalnya. Berdasarkan argumen tersebut, maka hipotesis kedua adalah sebagai berikut: Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD01 - 10
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 H2 : Terdapat pengaruh yang negatif signifikan ukuran perusahaan terhadap kelemahan pengendalian internal. Pengaruh Kecepatan Pertumbuhan terhadap Kelemahan Pengendalian Internal Pertumbuhan yang cepat dari sebuah entitas usaha mungkin menimbulkan masalah pengendalian internal yang besar di dalamnya dan mungkin dibutuhkan waktu untuk membangun prosedur yang baru. Dalam Doyle et. al (2006) menyebutkan bahwa adanya personil baru, proses, dan teknologi biasanya dibutuhkan untuk menyeimbangkan pengendalian internal dengan pertumbuhan entitas usaha tersebut. Ada dua tipe dari pertumbuhan, yaitu akusisi dan pertumbuhan penjualan yang signifikan. Perusahaan dengan pertumbuhan yang signifikan lebih seperti untuk menutupi persoalan pengendalian internal yang ditanggulangi dengan perubahan mendadak pada perusahaan. Pertumbuhan yang cepat menghasilkan persediaan yang besar dan akrual yang menyikapi tambahan resiko pengendalian internal untuk mengukur dan memonitor perluasan aktiva lancar. Hal tersebut diatas mengindikasikan bahwa pertumbuhan yang tinggi berpotensi menyebabkan tingginya kelemahan pengendalian internal. Berdasarkan argumen tersebut, maka hipotesis ketiga adalah: H3 : Terdapat pengaruh yang positif signifikan kecepatan pertumbuhan terhadap kelemahan pengendalian internal. Pengaruh Profitabilitas terhadap Kelemahan Pengendalian Internal Perusahaan dengan tingkat profitabilitasnya lebih tinggi biasanya mempunyai sumber daya yang lebih untuk membangun dan memelihara pengendalian internal perusahaan tersebut dibanding dengan perusahaan dengan profitabilitas rendah. Penelitian Krishnan (2005) menjelaskan mengenai perusahaan dengan profitabilitas tinggi dianggap mempunyai kecukupan dalam membangun dan memelihara pengendalian internal perusahaan. Selain itu, perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi dinilai mempunyai keefektifan pengendalian internal perusahaan dalam pelaporan keuangan tahunan perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan yang mempunyai profitabilitas tinggi atau mempunyai kemapanan ekonomi mempunyai kemampuan untuk menjaga kecukupan pengendalian internal
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD01 - 11
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 perusahaan, sehingga kelemahan pengendalian internal dapat diminimalkan. Berdasarkan argumen tersebut, maka hipotesis keempat adalah sebagai berikut: H4 : Terdapat pengaruh yang negatif signifikan profitabilitas terhadap kelemahan pengendalian internal. Pengembangan Model Penelitian Berdasarkan pengembangan hipotesis penelitian, maka dapat dirumuskan persamaan regresi sebagai berikut: WEAK = β0 + β1 AGE + β2 SIZE + β3GROWTH + β4PROFIT + ε....(1) Model penelitian dapat dilihat pada gambar 1. METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Populasi dari penelitian ini adalah semua laporan keuangan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang diaudit oleh BPK. Sedangkan yang menjadi sampel dalam penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria tersebut adalah, laporan keuangan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tahun Buku 2004-2005 yang diaudit oleh BPK (firm-year data) dan memiliki informasi variabel-variabel yang akan diukur, serta memuat mengenai satuan pemahaman pengendalian internal termasuk laporan mengenai kepatuhan terhadap undang-undang dan pengendalian internal. Jenis Data Data yang digunakan adalah data sekunder, data dalam penelitian ini adalah data menegenai Laporan Keuangan Perusahaan Daerah Air Minum yang telah diaudit oleh BPK yang didapatkan dari media internet dalam situs BPK dengan alamat website http://www.bpk.go.id periode tahun 2007. Pengukuran Variabel Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kelemahan pengendalian internal perusahaan (WEAK). Kelemahan pengendalian internal diukur dengan jumlah item kelemahan pengendalian internal yang dilaporkan oleh BPK, dalam kepatuhan terhadap pengendalian internal. Pengendalian internal suatu perusahaan
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD01 - 12
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 dilakukan dalam rangka menjaga perusahaan agar tetap berada dalam jalur tujuannya, yaitu pencapaian laba dan misinya. Kelemahan pengendalian internal didefinisikan sebagai kelemahan yang signifikan, atau kombinasi dari kelemahan yang signifikan yang hasilnya jauh dari kondisi salah saji material pada laporan keuangan tahunan atau interim, yang tidak dapat dicegah atau dideteksi. Variabel Independen Variabel bebas yang mempengaruhi adalah : (1) Umur perusahaan (AGE), yang diukur dengan menghitung tahun pelaporan keuangan dikurangi tahun perusahaan didirikan; menggunakan
(2) Ukuran perusahaan
data jumlah
pelanggan
atau
(SIZE),
sambungan;
pertumbuhan (GROWTH), diukur dengan pertumbuhan air t
dan
t-1;
(4)
yang
diukur (3)
dengan
Kecepatan
pendapatan penjualan
Profitabilitas (PROFIT), untuk mengukur profitabilitas kita
menggunakan ROA atau ROI yang diukur dari pendapatan operasi, diukur dengan laba atau rugi setelah pajak diobagi dengan total aktiva dengan dummy variabel yang berarti 1 apabila t dan t-1 lebih kecil dari nol, dan dummy variabel 0 bila sebaliknya. Mengacu pada penelitian Abdullah (2006), variabel kontrol yang digunakan adalah jenis pemerintah daerah dan letak pemerintah daerah. Jenis pemerintah daerah (JPEM) adalah kabupaten dan kota (kota 0, kabupaten 1), sementara letak pemerintah daerah (LPEM) adalah Jawa-Bali (0) dan luar Jawa-Bali (1). Alat Analisis Regresi digunakan sebagai alat analisis dalam penelitian ini untuk menguji pengaruh antara: umur perusahaan (AGE), ukuran perusahaan (SIZE), kecepatan pertumbuhan (GROWTH),
dan peningkatan profitabilitas (PROFIT), terhadap
kelemahan pengendalian internal (WEAK). Dua variabel kontrol yang digunakan adalah jenis pemerintah daerah (JPEM) dan letak pemerintah daerah (LPEM).
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD01 - 13
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 ANALISIS HASIL Sampel yang Digunakan Sampel dalam penelitian ini adalah 35 laporan keuangan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) 2004-2005 yang diaudit oleh BPK dan dipublikasikan di website BPK (http://www.bpk.go.id) periode tahun 2007. Tiga puluh lima laporan keuangan tersebut berasal dari diperoleh
dari
24 PDAM yang tersebar di seluruh Indonesia. Data yang
perusahaan
yang
terpilih
menjadi
sampel
diolah
dengan
menggunakan program SPSS 14.0, sehingga diperoleh data statistik deskriptif. Data Deskriptif Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness. Perhitungan yang dilakukan terhadap variabel kelemahan pengendalian internal (WEAK), umur perusahaan (AGE), ukuran perusahaan (SIZE), kecepatan pertumbuhan (GROWTH), dan perubahan profitabilitas (PROFIT) memberikan hasil seperti berikut ini: Umur perusahaan memiliki rata-rata (mean) sebesar 19.43, nilai maksimum sebesar32, dan minimum sebesar 1. Perusahaan sampel yang memiliki umur perusahaan terendah adalah PDAM Kota Bitung tahun buku 2004, dengan umur perusahaan 1 tahun. Sedang PDAM yang paling lama berdiri adalah PDAM Kota Kediri (2005) dengan umur perusahaan 32 tahun. Ukuran perusahaan merupakan variabel independen, ukuran perusahaan ini dilihat dari jumlah pelanggan atau sambungan yang dimiliki oleh masing-masing PDAM. Seperti dilihat dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 35 PDAM, nilai rata-rata jumlah pelanggan atau sambungan
sebesar 50,066.57 dengan nilai
maksimum sebesar 346,888 dan nilai minimumnya adalah 2,359. Nilai maksimum variabel ini dimiliki oleh PDAM Tirtanadi tahun buku 2005, sedangkan nilai minimumnya dimiliki oleh PDAM Kabupaten Halmahera Tengah tahun buku 2004. Kecepatan pertumbuhan adalah variabel independen kecepatan pertumbuhan diukur dengan menggunakan selisih pendapatan atas penjualan air t – t1 dari masing-masing PDAM. Seperti dilihat dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 35 PDAM, nilai rata-rata kecepatan pertumbuhan
sebesar 5,668,300,294.16
dengan nilai maksimum sebesar 52,892,256,721.18 dan nilai minimumnya adalah -
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD01 - 14
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 1,628,528,012.00. Nilai maksimum variabel ini dimiliki oleh PDAM Kabupaten Tangerang tahun buku 2004, sedangkan nilai minimumnya dimiliki oleh PDAM Kabupaten Kupang tahun buku 2004. Kelemahan pengendalian internal (WEAK) merupakan variabel dependen dalam penelitian ini. Pada tabel 2 dapat dilihat dari rata-rata (mean) PDAM adalah sebesar 3.63, ini berarti rata-rata terdapatnya kelemahan pada pengendalian internal PDAM adalah sebesar 3 item. Nilai maksimum dari variabel ini adalah 7 dan minimumnya adalah 0. Dari data yang diperoleh, nilai maksimum dimiliki oleh PDAM Kota Bogor tahun buku 2004, PDAM Kota Kendari tahun buku 2004, PDAM Kota Palangkaraya tahun buku 2005, yang sama-sama melaporkan kelemahan pengendalian sebanyak 7 item. Sedangkan untuk nilai minimumnya terdapat pada PDAM Tirtanadi tahun buku 2004, PDAM Kabupaten Pandegelang tahun buku 2004, PDAM Kota Magelang tahun buku 2004, PDAM Kabupaten Buleleng tahun 2005, keempat PDAM tersebut dilaporkan bahwa tidak diketemukan adanya kelemahan pengendalian internal didalamnya (0 item). Pengkategorian variabel profitabilitas perusahaan (PROFIT) dilakukan dengan menggunakan analisis ROA atau ROI perusahaan yang dihitung dengan laba atau rugi setelah pajak dibagi dengan total aktiva, dengan dummy variabel yang berarti 1 apabila profitabilitas t – (t-1) lebih kecil dari 0, dan dummy variabel 0 apabila profitabilitas t – (t-1) lebih besar dari 0. Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 35 sampel perusahaan, terdapat 17 PDAM yang mengalami penurunan profitabilitas, dan terdapat 18 PDAM yang mengalami kenaikan profitabilitas.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD01 - 15
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Statistik Deskriptif Pengaruh Umur Perusahaan terhadap Kelemahan Pengendalian Internal Penjelasan lebih lanjut mengenai pengaruh umur perusahaan terhadap kelemahan pengendalian internal dijelaskan pada tabel statistik deskriptif crosstabs. Perusahaan dikelompokkan menjadi empat skala nominal. Kelompok umur (AGE) 1 untuk PDAM yang mempunyai umur 1-10 tahun. Kelompok umur (AGE) 2 untuk PDAM yang mempunyai umur 11-20 tahun. Kelompok umur (AGE) 3 untuk PDAM yang mempunyai umur 21-30 tahun. Kelompok umur (AGE) 4 untuk PDAM yang mempunyai umur di atas 30 tahun ( >30). Dalam tabel statistik deskriptif crosstabs dapat diketahui bahwa PDAM dengan kelemahan pengendalian internal yang termasuk kelompok umur (AGE) 1, berjumlah 7 PDAM. PDAM dengan kelemahan pengendalian internal yang termasuk kelompok umur (AGE) 2, berjumlah 13 PDAM. PDAM dengan kelemahan pengendalian internal yang termasuk kelompok umur (AGE) 3, berjumlah 13 PDAM, dan PDAM dengan kelemahan pengendalian internal yang termasuk kelompok umur (AGE) 4 berjumlah 2 PDAM. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui bahwa PDAM yang mempunyai kelemahan pengendalian internal yang tinngi adalah PDAM dengan umur perusahaan antara 11-30 tahun (kelompok umur (AGE) 2 dan kelompok umur (AGE) 3). Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Kelemahan Pengendalian Internal Penjelasan lebih lanjut mengenai pengaruh umur perusahaan terhadap kelemahan pengendalian internal dijelaskan pada tabel statistik deskriptif crosstabs. Dalam tabel statistik deskriptif
crosstabs dapat diketahui bahwa PDAM dengan
kelemahan pengendalian internal yang termasuk kelompok ukuran perusahaan (SIZE) 1, berjumlah 19 PDAM. PDAM dengan kelemahan pengendalian internal yang termasuk kelompok ukuran perusahaan (SIZE) 2, berjumlah 7 PDAM. PDAM dengan kelemahan pengendalian internal yang termasuk kelompok ukuran perusahaan (SIZE) 3, berjumlah 3 PDAM, dan PDAM dengan kelemahan pengendalian internal yang termasuk kelompok ukuran perusahaan (SIZE) 4 berjumlah 6 PDAM. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui bahwa PDAM yang mempunyai kelemahan pengendalian internal yang tinggi adalah PDAM dengan ukuran perusahaan (SIZE) kelompok 1, yaitu PDAM yang mempunyai jumlah pelanggan atau sambungan antara 0-25000 pelanggan. Dengan demikian, dapat
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD01 - 16
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 diartikan PDAM yang diindikasikan mempunyai kelemahan pengendalian yang tinggi adalah PDAM dengan ukuran perusahaan yang kecil (jumlah pelanggan atau sambungan kecil). Pengujian Asumsi Klasik Sebelum dilakukan uji hipotesis, penulis melakukan uji asumsi klasik (hasil tidak disajikan). Semua data terdistribusi normal (seperti ditunjukkan oleh uji Kolmogorov-Smirnov). Selain itu, nilai VIF menunjukkan bahwa persamaan regresi bebas
dari
masalah
multikolinearitas.
Untuk
mendeteksi
masalah
heteroskedastisitas, penulis menggunakan uji Glejser. Hasil uji menunjukkan bahwa tidak ada variabel independen yang secara signifikan berasosiasi dengan nilai absolut dari unstandardized residual (Ghozali, 2005). Pengujian Hipotesis dan Pembahasan Hasil regresi yang diperoleh dari penelitian ini dapat dilihat pada tabel 8. Besarnya adjusted R2 menunjukkan 6,8% variance kelemahan pengendalian internal (WEAK) dapat dijelaskan oleh variance dari keempat variabel independen, AGE, SIZE, GROWTH, dan PROFIT. Sedangkan sisanya dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain diluar model. Dari tabel 8 dapat diketahui bahwa nilai signifikansi untuk nilai F adalah 1,621 dengan probabilitas 0,195. Karena probabilitas jauh lebih besar dari 0.05, maka AGE, SIZE, GROWTH, dan PROFIT secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap WEAK. Analisis lebih lanjut terhadap tabel tersebut menunjukkan bahwa nilai signifikansi untuk variabel AGE lebih besar dari nilai α = 0.05. Ini berarti bahwa hipotesis pertama ditolak. Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Doyle et al (2006), yang menunjukkan bahwa umur perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap kelemahan pengendalian internal (WEAK). Indikator untuk mengukur ukuran perusahaan dalam penelitian ini adalah jumlah pelanggan atau sambungan. Variabel ukuran perusahaan (SIZE) memiliki tvalue sebesar 0,065, yang berarti signifikan pada alpha 0,1. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Doyle et al (2006) dan Asbaugh (2006), yang menggunakan market value dari ekuitas untuk menentukan ukuran perusahaan, dan menunjukkan hasil bahwa perusahaan kecil cenderung melaporkan kelemahan pengendalian internal lebih banyak dibandingkan perusahaan besar.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD01 - 17
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Variabel kecepatan pertumbuhan (GROWTH) diukur dengan menghitung selisih t- (t-1) atas pendapatan penjualan air, mempunyai t-value sebesar 0,042 dengan koefisien regresi 8.78E-011. Karena t-value lebih kecil dari α = 0,05, ini menandakan terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara kecepatan pertumbuhan terhadap kelemahan pengendalian internal. PDAM yang mempunyai kecepatan pertumbuhan yang tinggi cenderung memiliki lebih banyak kelemahan pengendalian internal dibandingkan dengan PDAM pertumbuhan pendapatan atas penjualan
airnya
lambat.
Hal
ini
berarti
hipotesis
ketiga
diterima.
Ini
mengindikasikan bahwa kecepatan pertumbuhan atas pendapatan penjualan air berkontribusi terhadap adanya kompleksitas transaksi, dan hal inilah yang dapat mengakibatkan adanya celah untuk melakukan korupsi, sehingga mengakibatkan tingginya kelemahan dalam pengendalian internal. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Doyle et al (2006), yang menunjukkan bahwa kecepatan pertumbuhan yang diukur dengan pengeluaran untuk merger dan akuisisi serta kecepatan pertumbuhan atas penjualan berpengaruh positif signifikan terhadap kelemahan pengendalian internal (WEAK). Variabel
profitabilitas
diukur
dengan
menggunakan
ROA
atau
ROI
perusahaan yang dihitung dengan laba atau rugi setelah pajak dibagi dengan total aktiva PDAM t- (t-1), dengan menggunakan dummy variabel 1 apabila profitabilitas perusahaan t – (t-1) lebih besar dari 0, dan dummy variabel 0 bila sebaliknya. Variabel profitabilitas (PROFIT) mempunyai t-value sebesar 0,546 dengan koefisien regresi -0,463, karena t-value lebih besar dari derajat signifikansi 0.05, maka hipotesis keempat dalam penelitian ini ditolak. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Krishnan (2005) dimana diperoleh hasil bahwa profitabilitas tidak signifikan terhadap kelemahan pengendalian internal. Hal ini mempunyai indikasi bahwa baik perusahaan yang mempunyai peningkatan atau penurunan profitabilitas sama-sama tidak mempengaruhi kelemahan pengendalian internal. Dalam penelitian ini digunakan dua variabel kontrol yaitu jenis pemerintah daerah (JPEM) dan letak pemerintah daerah (LPEM). Analisis atas pengaruh jenis dan letak pemerintah daerah dalam penelitian ini perlu untuk memberi bukti bahwa kelemahan pengendalian internal berkaitan dengan status daerah sebagai kota atau kabupaten dan berada di pulau Jawa-Bali atau di luar pulau Jawa-Bali. Pandangan
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD01 - 18
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 bahwa kelemahan pengendalian internal di luar pulau Jawa-Bali lebih besar daripada di pulau Jawa-Bali bersumber dari anggapan kontrol sosial terhadap pelayanan publik tidak sebaik di Jawa-Bali. Misalnya, di Jawa-Bali gerakan pers, mahasiswa,
dan
masyarakat
sangat
efektif
dalam
mengungkap
berbagai
penyimpangan pada pelayanan publik untuk mendorong aparat yang berwenang menindaklanjuti berbagai laporan yang terjadi. Hal yang sama terjadi di pemerintahan kabupaten dan kota dimana perbedaan karakteristik masyarakat dan struktur pendapatan berimplikasi pada kontrol sosial yang berbeda pula. Untuk mengetahui pengaruh jenis pemerintah daerah (JPEM) dan letak pemerintah daerah (LPEM) terhadap kelemahan pengendalian internal (WEAK), maka variabel JPEM dan LPEM dimasukkan ke dalam regresi 1 di atas bersama variabel AGE, SIZE, GROWTH, dan PROFIT. Jumlah PDAM yang terletak di JawaBali adalah 13 PDAM, dan yang berada di luar Jawa-Bali adalah 11 PDAM, data LPEM dan JPEM PDAM dengan metode firm-year-data dapat dilihat pada lampiran 2. Hasil regresi yang diperoleh digambarkan dalam tabel 9. Dari tabel 7 dapat diketahui bahwa nilai signifikansi untuk nilai F adalah 3.283
dengan probabilitas 0.014. Karena probabilitas jauh lebih kecil dari 0.05,
maka AGE, SIZE, GROWTH, PROFIT, JPEM, dan LPEM secara bersama-sama berpengaruh terhadap WEAK. Nilai t untuk variabel LPEM signifikan secara statistik. Hal ini bermakna bahwa letak pemerintahan daerah berpengaruh terhadap kelemahan pengendalian internal. Dengan demikian dapat dipahami bahwa kelemahan pengendalian internal pada laporan keuangan PDAM berbeda antara PDAM di Jawa-Bali dengan di luar Jawa-Bali. PDAM yang berada di luar Jawa-Bali berpotensi mempunyai kelemahan pengendalian internal yang lebih tinggi daripada PDAM di Jawa-Bali. Sementara itu, terjadi perubahan hasil terhadap regresi sebelumnya dimana hanya kecepatan pertumbuhan (GROWTH) yang signifikan pada derajat signifikansi 5%, dengan ditambahkannya dua variabel kontrol membuat variabel ukuran perusahaan (SIZE) menjadi signifikan pada derajat signifikansi 5%. Hal ini dikonfirmasi dengan Sig. value atas ukuran perusahaan (SIZE) sebesar 0.006 dan nilai t-value sebesar -2.950.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD01 - 19
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 SIMPULAN DAN IMPLIKASI Dari analisis dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut 1.
Umur perusahaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kelemahan pengendalian internal. Hal ini menandakan bahwa baik PDAM yang sudah lama berdiri dengan PDAM yang baru saja berdiri samasama berpotensi memiliki kelemahan pengendalian internal.
2.
Ukuran perusahaan yang diukur dengan menggunakan jumlah pelanggan atau sambungan pada derajat signifikansi 0.1 berpengaruh negatif signifikan terhadap kelemahan pengendalian internal. Hal ini berarti perusahaan yang mempunyai ukuran perusahaan yang besar (dengan jumlah pelanggan atau sambungan yang besar) cenderung lebih sedikit melaporkan kelemahan pengendalian internal.
3.
Kecepatan
pertumbuhan
diukur
dengan
menggunakan
selisih
pendapatan atas penjualan air t- (t-1) memiliki pengaruh yang positif signifikan terhadap kelemahan pengendalian internal. Hal ini berarti perusahaan yang mempunyai mempunyai pertumbuhan yang tinggi berpotensi menyebabkan tingginya kelemahan pengendalian internal. Dalam PDAM pertumbuhan yang signifikan lebih seperti untuk menutupi persoalan pengendalian internal yang ditanggulangi dengan perubahan mendadak. Pertumbuhan yang cepat menghasilkan pendapatan yang besar dan akrual yang menyikapi tambahan resiko pengendalian internal untuk mengukur dan memonitor perluasan aktiva lancar. 4.
Profitabilitas diukur dengan menggunakan ROA atau ROI yang dihitung dengan laba atau rugi setelah pajak dibagi dengan total aktiva t- (t-1) tidak
memiliki
pengaruh
yang
signifikan
terhadap
kelemahan
pengendalian internal. Hal ini berarti, baik PDAM yang memiliki peningkatan profitabilitas maupun yang memiliki penurunan profitabilitas, sama-sama berpotensi dalam kelemahan pengendalian internal.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD01 - 20
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Implikasi Teoritis Hasil Penelitian Variabel umur tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kelemahan dari pengendalian internal. Hasil penelitian ini tidak mendukung
hasil penelitian
yang dilakukan oleh Doyle et al (2006), yang menunjukkan bahwa umur perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap kelemahan pengendalian internal. Sedangkan untuk variabel ukuran perusahaan yang diukur dengan jumlah pelanggan atau sambungan mempunyai pengaruh yang negatif signifikan terhadap kelemahan pengendalian internal pada α 0.1. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Doyle et al (2006) dan Asbaugh (2006), yang menggunakan market value untuk menentukan ukuran perusahaan, dan menunjukkan hasil bahwa perusahaan kecil cenderung melaporkan kelemahan pengendalian internal lebih banyak dibandingkan perusahaan besar. Variabel ketiga dalam penelitian ini adalah kecepatan pertumbuhan yang diukur dengan pertumbuhan pendapatan atas penjualan air mempunyai pengaruh yang positif signifikan terhadap kelemahan pengendalian internal. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Doyle et al (2006) yang menggunakan indikator pengeluaran untuk merger dan akuisisi, serta kecepatan pertumbuhan atas penjualan untuk mengukur kecepatan pertumbuhan dimana hasilnya adalah kecepatan pertumbuhan berpengaruh positif signifikan terhadap kelemahan pengendalian internal. Variabel
profitabilitas
diukur
dengan
menggunakan
ROA
atau
ROI
perusahaan t – (t-1) tidak signifikan dengan kelemahan pengendalian internal. Hasil ini mendukung hasil penelitian Krishnan (2005) bahwa profitabilitas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kelemahan pengendalian internal.
Implikasi Terapan Hasil Penelitian Penilaian
mengenai
kelemahan
pengendalian
internal
penting
untuk
dilakukan, dengan melihat seberapa kuat pengendalian internal suatu perusahaan, dapat meminimalkan kecurangan yang terjadi dalam perusahaan tersebut. Dalam hasil penelitian ini, faktor ukuran perusahaan dan kecepatan pertumbuhan
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD01 - 21
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 berpengaruh signifikan terhadap kelemahan pengendalian internal pada PDAM. Dari hasil penelitian ini, diharapkan agar: 1.
PDAM yang diindikasikan mempunyai kelemahan pengendalian internal, yaitu PDAM yang mempunyai ukuran perusahaan kecil dan kecepatan pertumbuhan yang ekstrim, hendaknya lebih concern dalam menjaga transparansi dalam pelaporan keuangan dan meningkatkan akuntabilitas perusahaan.
2.
BPK hendaknya lebih memperketat pemeriksaan pada PDAM yang mempunyai ukuran perusahaan kecil dan kecepatan pertumbuhan yang ekstrim, agar dapat meminimalkan kelemahan pengendalian internal.
Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini masih terdapat beberapa keterbatasan, yaitu dalam menghitung variabel kelemahan pengendalian internal, hanya melihat dari kuantitas kelemahan dari pengendalian internal yang dimiliki oleh PDAM (jumlah item kelemahan yang dilaporkan BPK), tidak melihat dari segi intensitasnya (materialitas kelemahan pengendalian internal tersebut). Penelitian Mendatang Mengingat keterbatasan dalam penelitian ini adalah pengukuran kelemahan pengendalian internal hanya dari segi kuantitasnya saja, bukan dari segi intensitas (materialitas kelemahan pengendalian internal), maka untuk penelitian mendatang diharapkan dapat mengembangkan alat ukur yang dapat mengukur kelemahan pengendalian internal tidak hanya dari segi kuantitasnya, namun juga dari segi materialitasnya.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD01 - 22
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Syukriy, dan Jhon Andra Asmara, 2006. Perilaku Oportunistik Legislatif dalam Penganggaran Daerah. Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang. Ashbaugh-Skaife, H., Collins, D., Kinney, W., 2007. The discovery and reporting of internal control deficiencies prior to SOX-mandated audits. Journal of Accounting and Economics, forthcoming. http://ssrn.com/abstract694681. 23 Juli 2007 BUMN Go Pubilc: Laporan Hasil Penelitian Kesiapan BUMN Go Public terhadap Pelaporan Sistem Pengendalian Internal. http://www.bpkp.go.id/index.php?idpage=596&idunit=48. 23 Juli 2007 Doyle, J., W. Ge, dan S. McVay., 2006, Determinants of Weaknesses in Internal Control Over Financial Reporting, Journal of Accounting and Economics. Final Rule: Management’s Reports on Internal Control Over Financial Reporting and Certification. http://www.sec.gov/rules/final33-8238.htm Ghozali, H. Imam, 2005, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Badan Penerbit Universitas Diponogoro, Semarang. IAI, 2001, Standar Profesional Akuntan Publik, Salemba Empat. Krishnan, G.V., dan G. Visvanathan, 2005, Reporting Internal Control Deficiencies in The Post-SarbanesOxley Era: The Role of Auditors ang Corporate Governance, George Mason University. Noviyanti, Suzy, dan Intiyas Utami,
2004, Dasar-Dasar Pengauditan, Fakultas
Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD01 - 23
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Santoso, M.N. Huda D, 2007, Keterkaitan Sarbanes-Oxley Act, SAS No. 99, dan Corporate Governance: Hal-hal Apa Saja Yang Perlu Kita Ketahui. http://www.bpkp.go.id/unit/investigasi/sarbanes.pdf. 23 Juli 2007 Santoso, S., 2002, Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta Ogneva
et al, K.R., M. Ogneva, dan K. Raghunandan. 2006. Internal Control
Weakness and Cost of Equity: Evidence from SOX Section 404 Disclosures. Unversity of Southern California. Los Angeles. Trihendradri, Cornelius, 2005, Statistik Inferen Teori Dasar dan Aplikasinya Menggunakan SPSS 12, Andi, Yogyakarta. Warren, Carl S., Reeve, James M., dan Fess, Phillip E., 2005, Pengantar Akuntansi Edisi Dua Puluh Satu, Salemba Empat, Jakarta http://id.wikipedia.org/wiki/Pengendalian_internal . 27 Februari 2008. http://www.bpk.go.id . 1 September 2007 http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Usaha_Milik_Negara http://en.wikipedia.org/wiki/COSO
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD01 - 24
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 LAMPIRAN Variabel Independen H1 negatif signifikan Umur perusahaan Ukuran perusahaan Dependen
Kecepatan pertumbuhan Profitabilitas
H2 negatif signifikan
H3 positif signifikan
Variabel
Kelemahan pengendalian internal
H4 negatif signifikan Gambar 1 Model Penelitian
Tabel 1 Prosedur Pemilihan Sampel Total laporan keuangan PDAM tahun buku 2004-2005 yang diaudit
40
oleh BPK Dikurangi: - Tidak lengkap karena tidak ada data jumlah pelanggan
(4)
(sambungan) - Tidak lengkap karena tidak ada data atas total asset dan laba (rugi)
(1)
tahun Berjalan Jumlah laporan keuangan PDAM tahun buku 2004-2005 yang
35
diaudit oleh BPK yang memenuhi criteria Sumber: data diolah, 2007
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD01 - 25
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Tabel 2 Statistik Deskriptif Minimum
Maksimum
Mean
Standar Deviasi
AGE
1
32
19.43
8.247
SIZE
2,359
346,888
50,066.57
78,148.12
GROWTH WEAK
52,892,256,721.18 5,668,300,294.16 11,602,585,493.81
1,628,528,012 7
3.63
2.184
0 Sumber: data diolah, 2007 Tabel 3 Profitabilitas Faktor
N = 35 Frekuensi Presentase
Penurunan profitabilitas
17
48,57%
Peningkatan Profitabilitas
18
51,43%
Total
35
100%
Sumber: Data diolah, 2007
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD01 - 26
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Tabel 4 Statistik Deskriptif Crosstabs Pengaruh Umur Perusahaan Terhadap Kelemahan Pengendalian Internal
Umur
0 Kategori Umur
Item Kelemahan Pengendalian
Total
Internal
(Item
1
2
3
4
5
6
7
)
1
0
2
1
0
0
2
1
7
0
0
2
2
5
2
1
1
13
3
1
3
0
0
1
4
1
13
0
0
1
1
0
0
0
0
2
4
1
8
4
5
3
7
3
35
Perusahaan 1 ( 1-10 tahun) Sumber:
2
data
(11-20 tahun)
diolah, 2008
3 (21-30 tahun) 4 (>30 tahun) Total
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD01 - 27
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Tabel 5 Statistik Deskriptif Crosstabs Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Kelemahan Pengendalian Internal
Item Kelemahan Pengendalian
Total
Internal
(Item)
0 Kategori Ukuran Perusahaan
1
2
3
4
5
6
7
2
1
5
1
4
2
3
1
19
1
0
3
2
1
0
0
0
7
0
0
0
1
0
0
1
1
3
1
0
0
0
0
1
3
1
6
4
1
8
4
5
3
7
3
35
1 (0-25,000 pelanggan) 2 (25,001-50,001 pelanggan) 3 (50,002-75,002 pelanggan) 4 (>75,002 pelanggan) Total Sumber: data diolah, 2008 Tabel 6 Koefisien Korelasi
Model
PROFIT Correlations Profit
GROWTH
AGE
SIZE
1.000
0.203
0.113
-0.237
Growth 0.203
1.000
-0.280
-0.652
Age
0.113
-0.280
1.000
0.395
Size
-0.237
-0.652
0.395
1.000
0.572
6.34E-012
0.004
-1.17E-006
Growth 6.34E-
1.70E-021
-5.68E-
-1.76E-016
Age
012
-5.68E-
013
1.26E-007
Size
0.004
013
0.002
4.25E-011
-1.17E-
-1.76E-
1.26E-
006
016
007
Covariances Profit
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD01 - 28
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Sumber: Data diolah, 2007 Tabel 7 Nilai Tolerance dan VIF Tolerance
Data
VIF
Age
0.797
1.255
Size
0.503
1.986
Growth
0.571
1.753
Profit
0.888
1.126
Sumber: diolah, 2008
Tabel 8 Hasil Uji Regresi Awal Variabel
Koefisien
Standar
Independen
Regresi
Eror
Signifikansi
Konstanta
5.232
1.188
0.000
AGE
-0.064
0.049
0.200
SIZE
-1.25E-005
0.000
0.065
GROWTH
8.78E-011
0.000
0.042
PROFIT
-0.463
0.757
0.546
Adj R 2
0.068
R
0.422
Sig
0.195
F
1.621
Sumber: Data diolah, 2008
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD01 - 29
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Tabel 9 Hasil Uji Regresi dengan Variabel Kontrol Variabel
Koefisien
Independen
Regresi
Standar Eror
Signifikansi
Konstanta
4.659
1.290
0.001
Age
-4.52E-02
0.046
0.338
Size
-1.74E-05
0.000
0.006
Growth
1.173E-010
0.000
0.004
Profit
0.191
0.717
0.792
JPEM
-1.375
0.712
0.064
LPEM
1.738
0.718
0.022
Adj R 2
0.287
R
0.413
Sig
0.014
F
3.283
Sumber: Data diolah, 2008
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD01 - 30
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 MODEL DISKRIMINASI UPAH DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEBERHASILAN KARIR AUDITOR Dra Rina Trisnawati Fakultas Ekonomi / Akuntansi Universitas Muhammadiyah Surakarta Abstract Participation of Indonesian women in auditing professions has been increasing from year to year. Previous studies however, show the existence of wage differentials between male and female auditors. In most cases, female auditors receive lower wage as compared to male auditors. The main objectives of this study are to examine the exist of discrimination, determine the wages dicrimination model on auditor’s profession and examine the relationship between wage level and auditor`s career This study used Oaxaca-Wage Decomposition Model (Oaxaca 1 and 2), Reimers model, Cotton model and Neumark model ( Pooled Model) to identify factors that determine gender wage differentials and the discrimination existing .Bootsrap Analysis was used to determine the wages discrimination model on auditor`s profession. Correlations analysis was used to identify the relationship between wage level and auditor`s career. A total of 284 auditors were selected as respondents in this study. Among them, 183 were males and 101 were females. The study was conducted in Central Java and Jogyakarta, Indonesia. The study shows that human capital are the main factors that determine gender wage level among auditors. Age, and location of client’s firm are also the determinants of gender wage levels. Discrimination does exist and it is an important determinant factor for gender wage differentials. Oacaxa 2 is the selected model of wages discrimination model on auditor`s career. Regardless of auditors’ gender, this study finds that there is no relationship between wage level and auditors careers. Auditing firms should be fairly in assigning jobs to their auditors. Firms should also provide conducive job environments and proper reward system to enhance auditors’ careers. Government on the other hand should formulate policies that can facilitate and encourage the professional women to participate in labour market. Keywords: auditor, wages discrimination, Oacaxa analysis
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD02 - 1
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 1.PENDAHULUAN Setiap perbedaan mengandung unsur diskriminasi. Diskriminasi selalu terjadi dalam kelompok yang berbeda misalnya dari jenis kelamin yang dikenal sebagai diskriminasi gender, dari segi warna kulit, agama, lokasi maupun profesi. Di pasar tenaga kerja, diskriminasi terjadi disebabkan oleh perbedaan upah yang terjadi ketika kelompok minoritas dibayar lebih rendah dibandingkan kelompok lain pada pekerjaan yang sama dan perbedaan upah tersebut tidak ditentukan oleh perbedaan produktivitas.
Diskriminasi
ini
dikenal
dengan
diskriminasi
upah
(wages
discrimination) (Campbell et al, 2004). Teori diskriminasi pertama kali dimunculkan oleh Gary Becker tahun 1957. Berdasarkan pendekatan neoklasik, diskriminasi upah terjadi ketika pekerja memiliki produktivitas yang sama tetapi dibayar dengan upah yang berbeda Untuk menganalisis diskriminasi di pasar tenaga kerja, Becker (1964) menggunakan asumsi bahwa diskriminasi disebabkan sikap atau persepsi majikan yang cenderung mendiskriminasi kelompok tertentu misalnya tenaga kerja wanita (f). Jika majikan cenderung mendiskriminasi f maka upah yang dibayar adalah lebih rendah. Andaikan tenaga kerja wanita dan laki-laki memiliki produktivitas yang sama, majikan di pasar persaingan sempurna ini akan membayar pekerja dengan dua tingkat upah yang berbeda dan laki-laki akan menerima tingkat upah yang lebih tinggi. Jika majikan tidak melakukan diskriminasi, mereka seharusnya akan membayar dengan tingkat upah yang lebih rendah baik kepada tenaga kerja laki-laki dan wanita. Pandangan ahli ekonomi mengenai keberadaan wanita di pasar tenaga kerja menjadi isu penting karena banyak penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa terdapat perbedaan upah diantara pekerja laki-laki dan wanita meskipun tingkat keahlian yang dimiliki pekerja adalah sama. Perbedaan upah gender di negara-negara Australia, Austria, Scandinavia menunjukkan rasio upah wanita lebih rendah dibandingkan dengan pekerja laki-laki yaitu 73-76% (Neumark 2004). Di Perancis menunjukkan angka 81%, di Norwegia sebesar 86%, di Jepang sebesar 73%, dan di Kanada sebesar 66.9% (Blau 2006). Perbedaan upah ini juga berlaku di Indonesia. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik tahun 2007, rasio upah pekerja wanita adalah 50%-80% per bulan : 100% upah pekerja laki-laki di semua sektor ekonomi. Di wilayah Jawa Tengah, rasio rata-rata upah pekerja wanita dibandingkan Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD02 - 2
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 pekerja laki-laki adalah 78.9 % : 100 % (Biro Pusat Satistik propinsi Jawa Tengah, 2007). Kenaikan tingkat pendidikan wanita menyebabkan wanita juga memasuki pekerjaan-pekerjaan profesional di pasar tenaga kerja. Bagi pekerja-pekerja profesional, juga didapati pekerja wanita menerima upah lebih rendah dibandingkan laki-laki. Pada pekerja sains dan teknik, didapati bahwa upah wanita 20% lebih rendah dibandingkan dengan upah laki-laki (Graham & Smith 2004). Pada penelitian lain didapati bahwa pekerja sains wanita memperoleh pendapatan 40% lebih rendah dibandingkan pekerja laki-laki (North 2005). Romer (2000) menjelaskan bahwa manajer wanita juga memperoleh pendapatan lebih rendah dibanding kan manajer laki-laki. Upah bagi auditor wanita profesional yang tergabung dalam ICANZ (International Certified Accountant New Zealand) adalah 83%: 100% upah auditor laki-laki (Gibb 2000). Terkait dengan upah yang diterima oleh auditor wanita, ketika rekruitmen, auditor laki-laki dan wanita diberikan upah permulaan (starting salaries) yang sama karena tingkat pendidikan, pengalaman dan keahlian yang sama. Tetapi untuk beberapa tahun berikutnya upah auditor wanita lebih rendah dibandingkan auditor laki-laki. Hal ini disebabkan oleh keberhasilan karir auditor wanita lebih lambat dibandingkan laki-laki (Pilsburry et al.1999). Johnson dan Scandura (2004) menjelaskan bahwa auditor laki-laki menerima upah lebih dari $5,000 dibandingkan $4,000 upah auditor wanita. Hoffman (2001) menjelaskan bahwa auditor wanita hanya menerima upah 66%:100%.Temuan ini konsisten dengan Smith dan Ward (1994) yang menunjukkan bahwa auditor wanita menerima upah 60.4% :100%. Rhoda (1998) menemukan bahwa auditor wanita di England menerima upah lebih rendah yaitu 41.24%:100%. Dari berbagai penelitian ini dapat dijelaskan bahwa terdapat perbedaan upah di antara auditor laki-laki dan wanita Diskriminasi adalah salah satu faktor penting yang menyebabkan berlakunya perbedaan upah gender. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa wanita diperlakukan berbeda di pasar tenaga kerja dalam hal perbedaan upah, perbedaan kenaikan karir, perbedaan jenis pekerjaan, perbedaan status pekerja, perbedaan penerimaan oleh rekan sekerja dan supervisor, dan perbedaan perlakuan, (Pasey 1995; Sorensen 1993; Eric 1998; Sicilian & Grosberg 2001; Rhoda 1998; Laksmi 1999; Rina Trisnawati 2003,2005; Flo Hamrick 2007). Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD02 - 3
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Tingkat upah pekerja mempengaruhi keberhasilan karir pekerja. Keberhasilan karir seorang pekerja dapat diukur dari perspektif internal yaitu kepuasan bekerja, komitmen terhadap organisasi dan turnover. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa upah yang tinggi akan menyebabkan pekerja berpuas hati. Tingkat upah juga meningkatkan komitmen seseorang pekerja terhadap organisasi dan tingkat upah yang tinggi akan menyebabkan tingkat turnover yang rendah karena tidak ingin berpindah organisasi (Igbaria 1997; Currivan 2000; Gaetner 2000; Griffeth et al. 2000; Milkovich & Newman 1999). Berdasarkan teori modal manusia, wanita menerima upah lebih rendah dibandingkan laki-laki karena rendahnya produktivitas dan implikasinya keberhasilan karir wanita adalah lebih rendah jika dibandingkan laki-laki. Berdasarkan isu diatas maka penelitian ini bertujuan untuk 1. Menganalisis terjadinya/ wujudnya diskriminasi karena perbedaan upah gender pada profesi auditor. 2. Menentukan model diskriminasi upah yang sesuai dengan profesi auditor 3. Menganalisis pengaruh tingkat upah terhadap keberhasilan karir auditor. Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini dapat mengembangkan model dasar dari analisis perbedaan upah yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya (wages decomposition model-Oaxaca) dengan melakukan teknik boostrap sehingga memberikan gambaran lebih lengkap mengenai model diskriminasi upah pada profesi auditor. 2. Secara metodologi, penelitian ini memberikan kontribusi dalam permodelan diskriminasi sehingga model decomposition yang selama ini digunakan dapat berkembang dan sesuai untuk berbagai profesi. 3. Memberi informasi tentang adanya perbedaan upah gender, faktor penentu tingkat upah dan implikasinya terhadap keberhasilan karir pada profesi auditor sehingga memberi kasusadaran kepada auditor wanita untuk meningkatkan produktivitasnya untuk dapat memperoleh kasusetaraan upah. 2. KAJIAN LITERATUR Isu mengenai auditor wanita yang berprofesi sebagai auditor sebenarnya tidak lepas dari masalah gender. Bias gender terjadi sebagai konsekwensi bahwa profesi auditor merupakan male-stereotype proffesion (Eric et al, 1998).Berdasarkan Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD02 - 4
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 data ILO tahun 2006, jumlah auditor di Indonesia adalah 24,475 orang dan 31 persen diantaranya adalah auditor wanita. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan auditor juga banyak dilakukan oleh wanita meskipun pekerjaan ini dianggap sebagai pekerjaan male occupation. Namun demikian dari jumlah tersebut hanya sedikit auditor wanita mencapai posisi/ karir yang tinggi. Berdasarkan directory IAI bulan Maret 2006 bahwa dari 183 KAP hanya 10 KAP atau 5 persen yang manajernya adalah wanita dan dari 318 rekan (partner) hanya 28 atau 8.8 persen yang merupakan auditor wanita. Fenomena ini memunculkan penelitian yang menarik tentang auditor wanita. Kondisi profesi ini di Indonesia juga tidak terlepas dari bentuk diskriminasi. Rina Trisnawati (2003, 2007) menemukan bahwa auditor wanita diperlakukan berbeda di pasar tenaga kerja dalam hal perbedaan upah, perbedaan kenaikan karir, perbedaan penerimaan oleh rekan sekerja dan supervisor, dan perbedaan komitmen terhadap organisasi. Laksmi dan Indriantoro (1999) menemukan bahwa adanya perbedaan kasusempatan dalam berkarir, perlakuan , penerimaan dalam pekerjaan dan komitmen terhadap karir antara auditor laki-laki dan wanita. Hasil penelitian ini memberikan implikasi bahwa masih terdapat ketidaksesuaian persepsi antara auditor wanita dan auditor laki-laki dalam memandang isu-isu yang terkait dengan gender. Hal ini memberikan gambaran bagaimana keadaan sesungguhnya yang dihadapi oleh auditor wanita yanng memasuki profesi ini. Hasil penelitian yang dilakukan Trapp et all.( 1999) menemukan bahwa 41% responden yang mereka teliti yaitu auditor wanita yang telah meninggalkan karir di KAP merasakan adanya bentuk-bentuk diskriminasi yang telah mempengaruhi karir mereka. Sebaliknya hanya 28% dari responden yang masih bekerja dalam pekerjaan ini dan merasakan adanya diskriminasi. Pasey (1995) menemukan bahwa praktek auditor di Scotlandia menunjukkan bahwa 55% wanita merasa diperlakukan diskriminatif, 72% merasa keberhasilan karirnya tidak sebaik laki-laki, hanya 76% yang bekerja full-time (sebagian besar tak memiliki anak). 13% bekerja part time dan 6% pekerjaaan dilakukan di rumah. 60% laki-laki bekerja lebih dari 45 jam per minggu dan hanya 21% wanita yang bekerja lebih dari 45 jam per minggu. Akibat hal ini wanita mempunyai keahlian yang lebih rendah, produktifitas yang lebih rendah dan karir yang lebih lambat. Disamping itu wanita memiliki karir yang lebih rendah dibandingkan laki-laki dan bekerja pada area yang berbeda. Hal ini dapat digambarkan bahwa hanya 16% sebagai partner dan Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD02 - 5
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 10% wanita sebagai manajer. Wanita cenderung mengerjakan pekerjaan domestik yaitu bidang pajak (26%) dan bidang konsultan (54%), sedangkan pekerjaan audit lapangan lebih banyak dilakukan oleh laki-laki (31%). Keadaan diatas juga berlaku pada negara-negara lain seperti di Australia (Wilson, 2003), di New Zealand (Abu Helewa, 2005), Canada (Flo Hamrick, 2007). Kondisi ini juga terjadi di Indonesia. Berkaitan dengan upah, pada saat rekruitmen, auditor laki-laki dan wanita diberikan starting salaries yang sama akibat tingkat pendidikan yang sama. Namun pada beberapa tahun kemudian gaji auditor wanita lebih rendah dibandingkan auditor laki-laki, hal ini disebabkan kenaikan karir auditor wanita lebih lambat dibandingkan laki-laki. Pilsburry et al (1999) menemukan bahwa auditor laki-laki dan auditor wanita memulai karir mereka dengan posisi dan gaji yang sama namun beberapa tahun kemudian auditor wanita menerima
$4000 lebih rendah
dibandingkan laki-laki. Analisis yang digunakan oleh peneliti sebelumnya berkaitan dengan perbedaan upah adalah Wages Decompotion Model Oaxaca dan Ramson (1973). Model ini awalnya dikembangkan menjadi 2 model yaitu (a) Metode OAXACA 1 Æ β* = βf sehingga (βm-βf)Xf. Model ini menggambarkan discrimination against women (disadvantage womenI). (b) Metode OAXACA 2 Æ β* = βm sehingga (βmβf)Xm. Model ini menggambarkan discrimination in favour of mens (advantage men). Oacaxa (1973) menggunakan data dari Survey of Economic Opportunity tahun 1967 yang mengklasifikasikan upah berdasarkan
jenis kelamin dan ras. Oaxaca
melakukan estimasi β* dengan cara Æ Β* = Ω βw + (1- Ω ) βe. Dimana Ω = I dan Ω =0 Seterusnya model Oaxaca ini dikembangkan oleh peneliti-peneliti berikutnya dengan melakukan estimasi β* dengan cara yang berbeda. Metode Reimers (1983) mengasumsikan bahwa Ω = 0.5 I sehingga β* = (βm + βf) / 2. Reimers menggunakan data Survey of Income and Education tahun 1976 dengan melakukan bedaan upah untuk pekerja Hispanic dan non Hispanic (Black worker). Selanjutnya Cotton (1988) melakukan estimasi dengan Ω = fw dimana fw adalah proporsi dalam group w dibagi dengan total pekerja. Data yang digunakan adalah Census Public Use Samples tahun 1980. Kemudian Neumark (1988) melakukan estimasi β* adalah vektor dari rate of return yang diperoleh dari fungsi upah dengan memasukkan seluruh group (pooled model) Sehingga untuk menghitung Ω dilakukan dengan cara Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD02 - 6
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 : Ω = (X`X)-1 (X`mXm) dimana X dan Xm adalah matrik dari karakteristik human capital dalam pooled sample (seluruh group M dan F). Model yang dikembangkan oleh Neumark (1988) yang mengestimasi β* menggunakan pooled sampel. β* dihitung dari rata-rata koefisien hasil log regresi upah total dengan variabel-variabel observed dari seluruh sampel. Latifah (1998) meneliti perbedaan upah di Peninsular Malaysia yang hasil penelitiannya menjelaskan bahwa perbedaan upah disebabkan oleh diskriminasi sebesar 51.30% sedangkan selebihnya disebabkan oleh variabel human capital, occupation dan family. Latifah (1994) menggunakan decomposition wages model dan pooled sampel model. Glovanni (1998) menggunakan alat analisis yang sama melakukan
penelitian
perbedaan
upah
di
Switzerland.
Hasil
penelitiannya
menunjukkan bahwa pada tahun 1995 perbedaan upah disebabkan oleh diskriminasi sebesar 53% dan pada tahun 1997 sebesar 51%. Variabel-variabel yang digunakan untuk mengukur perbedaan upah yaitu pendidikan, pengalaman, pangkat, besaran perusahaan, fungsi manajerial dan kasusesuaian pendidikan dan pekerjaan. Variabel-variabel ini hanya mampu menjelaskan 47 % dari perbedaan upah. Drahomira Fishclova (2002) melakukan analisis Oaxaca untuk menganalisis perbedaan upah di Czech Republic dan EU. Variabel-variabel yang digunakan untuk menentukan fungsi upah adalah pendidikan, umur, klasifikasi pekerjaan, type manajemen, tariff class, sektor, jam kerja dan type skedul pekerjaan. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa 52% disebabkan diskriminasi gender sedangkan faktor-faktor tersebut hanya menjelaskan 48%. Rahmah dan Zulridah (2003) menggunakan analisis Oacaxa dengan menggunakan model wage decomposition dan pooled sample. Variabel-variabel yang membentuk fungsi upah yaitu faktor demografi, human capital, karakteristik pekerjaan dan karakteristik industri. Data yang digunakan adalah 2,046 pekerja pada enam industri di Klang Valley dan Penang. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa faktor demografi dan human capital berperan penting dalam menentukan perbedaan upah. Variabel ini menyumbang 78% dari perbedaan upah sedangkan diskriminasi menjelaskan 22 % dari perbedaan upah. Rahmah (2001) menggunakan analisis Oaxaca untuk menentukan perbedaan pendapatan tenaga kerja mengikut kemahiran dalam industri pembuatan di Malaysia. Data yang digunakan adalah 2065 pekerja dari enam industri pembuatan Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD02 - 7
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 di Malaysia. Variabel yang digunakan aadalah modal manusia, faktor lokasi dan gender. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa pekerja mahir dan separuh mahir didapati 41.22% dari perbedaan upah ditentukan oleh variabel modal manusia, sedangkan lokasi hanya menyumbang 1.08 % dan gender menyumbang 26.7 %.perbedaan upah yang disebabkan oleh diskriminasi adalah 30.97 %. Pada pekerja mahir dan tidak mahir, variabel modal manusia menyumbang 19.09 persen kepada perbedaan upah. Sementara lokasi menyumbang 11.04 persen dan gender 3.52 persen. Variabel diskriminasi sangat menentukan dalam perbedaan upah ini yaitu 66.35 persen. Pada kelompok pekerja separuh mahir dan tidak mahir, faktor modal manusia menyumbang 54.88 persen dari perbedaan upah mereka, Lokasi menyumbang 1.16 persen dan gender 5.13 persen. Sementara itu perbedaan upah karena diskriminasi menyumbang 38.83 persen. Penelitian perbedaan upah pada pekerjaan auditor dilakukan oleh Rhoda (1998) dengan menggunakan basic model modal manusia, yaitu pendidikan dan pengalaman dan hasilnya menunjukkan bahwa modal manusia hanya menjelaskan 33.33% kepada perbedaan upah dan 66.66% karena diskriminasi. Penelitian ini mengembangkan dari penelitian Rhoda (1998) dengan menganalisis faktor penentu perbedaan upah selain faktor modal manusia yang merupakan basic model, mengembangkan model diskriminasi upah oaxaca wages decomposition model dan melihat implikasi keberhasilan karir auditor sebagai akibat tingkat upah yang berbeda diantara auditor laki-laki dan wanita 3. METODE PENELITIAN 3.1. Sampel dan Pengumpulan Data Populasi penelitian ini adalah auditor laki-laki maupun auditor wanita yang bekerja pada KAP yang ada di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Jogyakarta. Berdasarkan directory IAI tahun 2006 terdapat 26 KAP
di Jawa Tengah dan 8 KAP di DIY.
Peneliti melakukan survey secara langsung dan menanyakan kepada manager KAP tentang jumlah auditor yang bekerja di KAP tersebut. Ini dilakukan karena tidak ada informasi secara formal mengenai jumlah auditor di wilayah Jawa Tengah dan Jogyakarta. Sampel penelitian ini diperoleh dengan metode purposive non random sampling, dengan kriteria auditor yang bekerja di KAP yang terdaftar pada direktori IAI di wilayah Jawa Tengah dan Jogyakarta tahun 2006, memiliki pendidikan sarjana Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD02 - 8
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 (S1), berpangkat supervisor atau staf auditor, dan bersedia memberi jawaban questioner secara lengkap untuk tujuan analisis. Sampel penelitian yang diperoleh berjumlah 284 auditor. Tabel 1 Sampel penelitian Pangkat
Jumlah
Supervisor
Staf
Auditor Laki-laki
65 orang
118 orang
183 orang
Auditor Wanita
28 orang
73 orang
101 orang
Jumlah
93 orang
191orang
284 orang
Sumber : data diolah 3.2. Instrumen penelitian Instrumen penelitian ini ialah questioner. Secara ringkas, instrumen penellitian dan pengukurannya dapat dijelaskan pada tabel berikut ini. Tabel 2. Pengukuran Variabel Penelitian Variabel Upah Ln upah Nomor register (pendidikan) Pengalaman Umur Status perkawinan Pangkat Status pekerja Lokasi perusahaan klien Ukuran perusahaan klien Jenis KAP Umur KAP Lokasi KAP Kepuasan bekerja Komitmen terhadap organisasi Turnover
Pengukuran Jumlah penghasilan rata-rata yang diterima oleh auditor dari KAP selama sebulan (Skala interval) Ln upah rata-rata dari auditor wanita dan auditor laki-laki 1 : memiliki nomor register akuntan 0 : tidak memiliki nomor register akuntan Lama bekerja sebagai auditor (tahun) Umur auditor sekarang (tahun) 1 : sudah menikah 0 : belum menikah 1 : jika pangkat auditor supervisor 0 : jika pangkat auditor staf 1 : jika auditor bekerja penuh waktu/pekerjaan utama 0 : jika auditor bekerja part time/ pekerjaan sampingan 1 : jika perusahaan yang diaudit lebih banyak di luar kota 0 : jika perusahaan yang diaudit lebih banyak di dalam kota 1 : jika lebih banyak melakukan audit perusahaan besar 0 : jika lebih banyak melakukan audit perusahaan kecil 1 : jika KAP berafiliasi dengan KAP lain 0 : Jika KAP lokal atau perseorangan Lama KAP beroperasi hingga sekarang (tahun) 1 : jika KAP terletak di kota besar (Semarang dan Yogya) 0 : jika KAP terletak di luar kota besar Job Descriptive Index (skala likert) --- Smith et al.1986 Organizational Commitment Questioner (skala likert) ---Porter 1979 Keinginan untuk berpindah pekerjaan (skala likert) ---Smith et al. 1986
Sumber : Questioner 3.3. Teknik Analisis Data Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD02 - 9
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Untuk tujuan analisis data, pada penelitian ini dilakukan beberapa tahap sebagai berikut: 1. Analisis faktor-faktor penentu tingkat upah dan faktor-faktor penentu perbedaan upah. Analisis yang digunakan adalah analisis Oaxaca dengan Wages Decomposition Mode l(basic model), dikembangkan dengan analisis Oaxaca-Pooled Model, Cotton model dan Reimers model 2. Analisis
penentuan
model
diskriminasi
upah
pada
profesi
auditor
menggunakan bootstrap technique. 3. Analisis deskriptif dan korelasi untuk melihat hubungan tingkat upah gender terhadap keberhasilan karir auditor (kepuasan bekerja, komitmen terhadap organisasi dan turnover) 3.3.1. Analisis Faktor Perbedaan Upah Gender Untuk menganalisis perbedaan upah dan wujud diskriminasi upah gender digunakan OAXACA analysis (Wages decomposition Model). Adapun model yang digunakan untuk mengestimasi perbedaan upah dengan menggunakan OLS yaitu : Log W
= βo + β1PENDIDIKAN +β2PENGALAMAN + β3 PENGALAMAN
KUADRAT + β4 UMUR + β5STATUS PERKAWINAN+ β6PANGKAT + β7 STATUS PEKERJA + β8 LOKASI KLIEN + β9 UKURAN KLIEN + β10 JENIS KAP +β11 UMUR KAP +β12 LOKASI KAP + µ Pendekatan statistik dengan menggunakan wages decompotition model yang dikembangkan oleh Oaxaca dan Ransom (1994) dengan formula : Jika Wf adalah upah pekerja wanita dan Wm upah pekerja laki-laki, Xf dan Xm adalah determinan dari fungsi upah maka dapat dibuat persamaan sebagai berikut : Log Wf = ∑Xf bf ..........………………………………………………………(1) log Wm = ∑ Xm bm ..........……………………………………………………(2) Dimana Xf dan Xm adalah mean dari variabel-variabel penentu upah laki–laki dan wanita . Dengan menggunakan OAXACA dapat dihitung rata-rata nilai dari log upah pekerja wanita dengan persamaan Log Wf = ∑Xf bm ………………………………………………………… (3) Dengan melakukan gabungan dari persamaan (2) dan (3) persamaan : Bridging the Gap between Theory and Practice
maka dapat dibuat AUD02 - 10
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Log Wm – log Wf = ∑[(Xm - Xf) bm] + [Xf(bm - bf)]……………………….(4) Log Wm – log Wf menggambarkan perbedaan upah antara laki-laki dan wanita (Xm - Xf) bm
Æ perbedaan mean dari variabel-variabel observed yaitu ( pendidikan, pengalaman, umur, status perkawinan, pangkat, jenis KAP, umur KAP, lokasi KAP, ukuran klien, lokasi klien dan status pekerja)
Xf(bm - bf ) Æ besarnya wujud diskriminasi 3.3.2. Penentuan/ pengembangan model diskriminasi upah Oaxaca analysis (Wages decomposition Model) merupakan suatu alat analisis yang digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan upah dari dua kelompok sampel yang disebabkan oleh faktor demografi, human capital, karakteristik individu dan faktor-faktor lainnya. Wages Decompotion Model Oaxaca dan Ramson (1994) dapat dilakukan dengan
menggunakan
beberapa cara atau prosedur untuk melakukan
decompotition. Formula umum untuk menghitung fungsi upah ( man and women) berdasarkan model Oaxaca adalah : Ln Wm = βm Xm …………………………………………………………….. (1) LnWw = βw Xw ………………………………………………………………(2) Dimana Xm dan Xw adalah vektor yang berisi rata-rata nilai human capital sedangkan βm dan βw adalah vektor dari rate of return dari human capital sebagai hasil regresi log upah (W) dengan variabel human capital. Sehingga kombinasi dari formula 1 dan 2 dapat digabungkan sebagai berikut : LnWm – LnWw = βm Xm – βw Xw ………………………………………… (3) = (βm – β*) Xm + (β*- βw)Xw + β* (Xm-Xw)…………..……..(4) Persamaan 1 mengukur diskriminasi sebagai advantage men, persamaan 2 mengukur diskriminasi sebagai disadvantage women dan persamaan 3 mengukur perbedaan human capital. Ada beberapa prosedur decompotition dengan melakukan estimasi terhadap β*. Analisis untuk membandingkan prosedur-prosedur decompotition menggunakan bootstrap technique. Beberapa metode untuk mengestimasi β* tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD02 - 11
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 •
Metode OAXACA 1 Æ β* = βm sehingga (βm-βf)Xf. Model ini menggambarkan discrimination against women (disadvantage women)
•
Metode OAXACA 2 Æ β* = βf sehingga (βm-βf)Xm. Model ini menggambarkan discrimination in favour of men (advantage men) Oaxaca and Ramson (1994) melakukan estimasi β* dengan cara Β* = Ω βm + (1- Ω ) βf. Dimana Ω = I dan Ω = 0
•
Metode Reimers (1983) mengasumsikan bahwa Ω = 0.5 I sehingga β* = (βm + βf) / 2
•
Metode Cotton (1988) melakukan estimasi dengan
Ω = fm dimana fm
adalah proporsi dalam group m dibagi dengan total pekerja. Metode Neumark (1988) melakukan estimasi β* adalah vektor dari rate of return yang diperoleh dari fungsi upah dengan memasukkan seluruh group (pooled model ). Model yang dikembangkan oleh Neumark (1988) yang mengestimasi β* menggunakan pooled sampel. β* dihitung dari rata-rata koefisien hasil log regresi upah total dengan variabel-variabel observed dari seluruh sampel. Log Wm – log Wf = β*(Xm – Xf) bm + Xm (bm - β*) + Xf (β*- bf) β*(Xm – Xf) bm Æ perbedaan mean dari variabel-variabel human capital Xm(bm - β*) Æ Male favourable against women (male advantage) Xf(β*- bf) Æ female treatment agains male (women disadvantage) Xm (bm - β*) + Xf (β*- bf) Æ Total discrimination Dari kelima model tersebut masing-masing dianalisis dan dihitung untuk menentukan besarnya diskriminasi upah pada profesi auditor. Selanjutnya dengan bootstrap technique ditentukan model yang tepat untuk mengukur diskriminasi upah. Untuk melihat implikasi perbedaan upah dengan keberhasilan karir auditor, analisis correlation pearson dilakukan untuk menganalisis pengaruh tingkat upah terhadap kepuasan bekerja, komitmen terhadap organisasi dan turnover. Analisis dilakukan secara terpisah pada sampel auditor laki-laki dan auditor wanita. Hal ini dilakukan karena rata-rata tingkat upah yang diterima oleh kedua sampel berbeda.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD02 - 12
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 4. HASIL PENELITIAN 4.1. Hasil Analisis Oaxaca Berdasarkan pada tujuan penelitian, untuk menentukan wujud atau berlakunya diskriminasi pada profesi auditor, dilakukan terlebih dahulu analisis mengenai faktorfaktor penentu tingkat upah dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini Tabel 3. Hasil analisis regresi fungsi upah Variabel
Seluruh Sampel
Sampel Laki-laki
Sampel Wanita
Koef
t-hitung
Koef
t-hitung
Koef
t-hitung
5.521
68.944***
5.526
50.799***
5.444
33.811***
-No register
.282
6.512***
.381
6.512***
.107
1.907
-Pengalaman
.161
6.478***
.206
6.913***
.019
.304
-Pengalaman2
-.009
-4.490***
-.011
-4.721***
-.001
-.198
-Umur
.010
4.099***
.009
2.805***
.019
2.188
-Status
.092
1.915
-.006
-.086
.126
2.069
.074
1.398
-.044
-.551
.243
3.523***
-Jenis KAP
-.109
-2.234
-.132
-1.943
-.130
-2.180
-Umur KAP
.005
1.312
.004
.762
.011
2.497
-Lokasi KAP
.032
.799
.124
2.201
-.116
1.954
-Ukuran klien
.122
2.619
.095
1.405
.244
4.689***
-Lokasi klien
.251
6.886***
.262
4.513***
.262
3.853***
-Status pekerjaan
-.003
-.060
-.093
-1.114
.121
1.966
konstanta Modal Manusia
Ciri-ciri Individu
perkawinan -Pangkat Ciri-ciri KAP
Ciri-ciri Pekerjaan
Jumlah sampel (n) F hitung R kuadrat (R2)
284
183
101
61.252 ***
31.880***
30.206***
.731
.728
.805
Sumber : data diolah *** signifikan pada α=1% Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD02 - 13
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa nilai R2 yang diperoleh adalah cukup tinggi yaitu di atas 0.6. Ini menggambarkan bahwa variasi pada variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen dalam model yang dianggarkan adalah lebih dari 60%. Angka ini dapat diterima bagi regresi regresi (Nunally 1978). Model regresi yang digunakan juga kuat(robust) karena nilai F hitung menunjukkan hasil yang signifikan untuk ketiga-tiga model regresi tersebut. Hasil analisis regresi untuk keseluruhan sampel diperoleh bahwa
faktor
modal manusia, umur auditor, dan lokasi perusahaan klien mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat upah gender. Untuk regresi sampel auditor laki-laki, diperoleh bahwa modal manusia, umur auditor, dan lokasi perusahaan klien berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat upah. Untuk sampel auditor wanita, hasil analisis menunjukkan bahwa faktor ciri-ciri individu, ciri-ciri KAP dan ciri-ciri pekerjaan berpengaruh signifikan dengan tingkat upah. Setelah fungsi regresi upah dilakukan dan diperoleh nilai beta untuk setiap kelompok sampel, selanjutnya dilakukan analisis Oaxaca yang terdiri dari analisis Oaxaca-Wages Decomposition Model (model Oxaca 1-Discrimination Against Women dan model Oaxaca 2- Discrimination in Favour Men), Cotton model, Reimers model dan Neumark model atau Oaxaca-Pooled Model. Hasil analisis dari model penentuan diskriminasi upah pada profesi auditor dapat dijelaskan sebagai berikut. 4.1.1. Model Oaxaca 1 Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, perbedaan upah berlaku di antara auditor laki-laki dan wanita. Rata-rata ln upah auditor laki-laki adalah Rp 6,7791 dan rata-rata ln upah auditor wanita adalah Rp 6,4082. Perbedaan ln upah auditor lakilaki dan wanita adalah Rp 0.3709 (sumber : data diolah). Wages decomposition model digunakan sebagai satu metode statistik untuk menentukan berapa persen kontribusi setiap faktor kepada perbedaan upah. Jika diandaikan diskriminasi berlaku pada auditor wanita (f) yang menyebabkan upah lebih rendah jika dibandingkan dengan auditor laki-laki (m) maka dapat dinotasikan d=1. Pada kasus ini struktur upah kelompok m digunakan oleh majikan untuk memilih pekerja. Pada kasus ini disebut disadvantage women atau discrimination against women. Maka persamaan yang dilakukan untuk menghitung diskriminasi adalah: Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD02 - 14
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
LnWm - LnWf = βˆ m ( Xm - Xf )+( βˆ m- βˆ f) Xf Hasil perhitungan dari analisis diatas dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini Tabel 4 Hasil Analisis Oaxaca 1
LnWm - LnWf = 0.3709 LnWm - LnWf = ∑ βˆ m ( Xm - Xf )+( βˆ m- βˆ f) Xf
Faktor-faktor Perbedaan Upah
Discrimination
∑ βˆ m ( Xm - Xf )
∑( βˆ m- βˆ f) Xf
Modal Manusia
0.553156
0.095214 Ciri-ciri Individu
-0.411441
0.059686 Ciri-ciri KAP
0.071384
0.020187 Ciri-ciri pekerjaan
-0.082569
0.082271 Jumlah
Diskriminasi
0.237324
0.13053 (33 persen)
(67 persen) Sumber: Data diolah Hasil analisis penelitian dengan metode Oaxaca 1 menjelaskan diskriminasi wujud dalam pekerjaan auditor ini karena didapati faktor ini memberi kontribusi 33% terhadap perbedaan upah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa diskriminasi memberi kontribusi lebih besar terhadap perbedaan upah dibandingkan dengan faktor-faktor lainnya yaitu modal manusia, ciri-ciri individu, ciri-ciri KAP dan ciri-ciri pekerjaan. Hasil penelitian ini konsisten dengan tujuan penelitian.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD02 - 15
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 4.1.2. Model Oaxaca 2 Model Oaxaca 2 dikembangkan dari basic model dengan menggunakan anggapan majikan dalam memilih pekerja. Jika asumsi diskriminasi menyebabkan kelompok auditor laki-laki (m) lebih disukai oleh majikan sehingga dibayar upah lebih tinggi dibandingkan kelompok auditor wanita (f) maka pada kasus ini dinotasikan d=0. Struktur perolehan kelompok f akan digunakan sebagai dasar dalam rekruitmen pekerja. Pada kasus ini disebut sebagai advantage m atau discrimination in favour of men. Persamaan yang digunakan untuk menghitung diskriminasi adalah sebagai berikut:
LnWm - LnWf = βˆ f ( Xm - Xf )+( βˆ m- βˆ f) Xm Hasil perhitungan persamaan di atas dapat dijelaskan pada tabel 5 berikut ini Tabel 5. Hasil Analisis Oaxaca 2
LnWm - LnWf = 0.3809 LnWm - LnWf = ∑ βˆ f( Xm - Xf )+( βˆ m- βˆ f) Xm
Faktor-faktor Perbedaan Upah
Discrimination
∑ βˆ f ( Xm - Xf )
∑( βˆ m- βˆ f) Xm
Modal Manusia
0.631625
0.016745 Ciri-ciri Individu
-0.52297
0.171214 Ciri-ciri KAP
-
0.118022
0.02645 Ciri-ciri pekerjaan
-0.06228
0.061987 Jumlah
Diskriminasi
0.223496
0.164397
(57 persen)
(43 persen)
Sumber : data primer diolah
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD02 - 16
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Hasil analisis penelitian dengan metode Oaxaca 2 menjelaskan bahwa faktor perbedaan ciri-ciri individu memberi kontribusi paling besar dalam perbedaan upah yaitu 76% sedangkan faktor lain yaitu perbedaan modal manusia, perbedaan ciri-ciri pekerjaan dan perbedaan ciri-ciri KAP memberikan kontribusi yang kecil terhadap perbedaan upah. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa diskriminasi wujud dalam pekerjaan auditor ini karena didapati faktor ini memberi kontribusi 43% terhadap perbedaan upah. Wujud diskriminasi dalam model ini lebih besar dibandingkan dengan model Oaxaca 1 yang hanya memberikan nilai wujud diskriminasi sebesar 33%. Hasil penelitian ini juga konsisten dengan tujuan penelitian. 4.1.3. Model Reimers Reimers (1983) mengembangkan model Oaxaca di atas dan diandaikan tingkat diskriminasi di pasar tenaga kerja adalah sama di antara kelompok auditor laki-laki (m) dan kelompok auditor wanita (f) iatu ( βˆ m+ βˆ f) / 2 dengan dinotasikan d = 0.5. Maka dapat ditulis persamaan untuk model Reimers adalah:
LnWm - LnWf = 0.5( Xm - Xf ) ( βˆ m+ βˆ f) + 0.5( Xm + Xf ) ( βˆ m- βˆ f). Dan ln upah rata-rata untuk kedua kelompok tersebut adalah :
LnWm = 0.5 Xm ( βˆ m+ βˆ f) LnWf = 0.5 Xf ( βˆ m+ βˆ f)
Hasil perhitungan persamaan di atas dapat dijelaskan pada tabel 6 berikut ini Tabel 6 Hasil Analisis Model Reimers
LnWm - LnWf = 0.3809 LnWm - LnWf = ∑0.5( Xm - Xf ) ( βˆ m+ βˆ f) + 0.5( Xm + Xf ) ( βˆ m- βˆ f) Faktor-faktor Perbedaan Upah
Discrimination
∑0.5( Xm - Xf ) ( βˆ m+ βˆ f)
∑0.5( Xm + Xf ) ( βˆ m- βˆ f)
Modal Manusia Ciri-ciri Individu Ciri-ciri KAP Ciri-ciri pekerjaan Jumlah 0.24042685 (63 persen)
0.0559796 0.1154501 -0.00313195 0.0721291 Diskriminasi (37 persen)
0.5923906 -0.4672053 0.09470275 -0.0724266 0.14746145
Sumber : data primer diolah
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD02 - 17
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Hasil analisis penelitian dengan metode Reimers dapat dijelaskan bahwa faktor perbedaan ciri-ciri individu memberi kontribusi paling besar dalam perbedaan upah yaitu 46% sedangkan faktor lain yaitu perbedaan modal manusia, perbedaan ciri-ciri pekerjaan dan perbedaan ciri-ciri KAP memberikan kontribusi yang kecil terhadap perbedaan upah. Diskriminasi wujud dalam pekerjaan auditor ini karena didapati faktor ini memberi kontribusi 37% terhadap perbedaan upah. Jika dibandingkan dengan model Oaxaca 1 yang hanya memberikan wujud sebesar 33%, hasil penelitian ini menunjukkan wujud diskriminasi lebih besar dengan memberi kontribusi 37 % terhadap perbedaan upah. Namun jika dibandingkan metode Oaxaca 2, kontribusi diskriminasi pada model ini lebih kecil yaitu 37% : 43%. Hasil penelitian ini juga konsisten dengan tujuan penelitian. 4.1.4. Model Cotton Cotton (1988) melakukan estimasi terhadap d dengan membagi secara proporsional rekruitmen kelompok auditor laki-laki (m) terhadap kelompok auditor wanita (f). Data yang diperoleh didapati bahwa jumlah auditor laki-laki dan wanita adalah 183 orang berbanding 101 orang atau 55% dengan
jumlah pekerja
kelompok m lebih besar (m>f, m≠f) Artinya jika jumlah kelompok pekerja m mendekati f maka nilai d juga mendekati 1. Berdasarkan data yang diperoleh maka proporsi pekerja m terhadap f dapat ditulis dengan persamaan:
LnWm - LnWf = 0.55( Xm - Xf ) ( βˆ m+ βˆ f) + 0.55( Xm + Xf ) ( βˆ m- βˆ f) Dan ln upah rata-rata yang diestimasikan untuk kedua kelompok tersebut adalah:
LnWm = 0.55 Xm ( βˆ m+ βˆ f) LnWf = 0.55 Xf ( βˆ m+ βˆ f)
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD02 - 18
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Hasil perhitungan persamaan di atas dapat dijelaskan pada tabel 7 berikut ini Tabel 7 Hasil Analisis Model Cotton
LnWm - LnWf = 0.4266 LnWm - LnWf = ∑0.55( Xm - Xf ) ( βˆ m+ βˆ f) + 0.55( Xm + Xf ) ( βˆ m- βˆ f)
Faktor-faktor Perbedaan Upah
Male advantage
∑0.55( Xm - Xf ) ( βˆ m+ βˆ f)
∑0.55( Xm + Xf ) ( βˆ m- βˆ f)
Modal Manusia
0.65162966
0.06157756 Ciri-ciri Individu
-0.51392583
0.12699511 Ciri-ciri KAP
-
0.104173025
.003445145 Ciri-ciri pekerjaan
-0.07966926
0.07934201 Jumlah
Diskriminasi
0.264469535
0.162207595
(61 persen)
(39 persen)
Sumber : data diolah Hasil analisis penelitian dengan metode Cotton dapat dijelaskan bahwa faktor perbedaan ciri-ciri individu memberi kontribusi paling besar dalam perbedaan upah yaitu 46% Hasil analisis juga menunjukkan diskriminasi wujud dalam pekerjaan auditor ini karena didapati faktor ini memberi kontribusi 39% terhadap perbedaan upah. Dalam model ini, diperoleh bahwa diskriminasi adalah faktor penting sebagai penentu
perbedaan upah gender dalam pekerjaan auditor.. Jika dibandingkan
dengan model Oaxaca 1 yang hanya memberikan wujud sebesar 33% dan model Reimers sebesar 37%, nilai diskriminasi pada model Cotton ini memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap perbedaan upah. Namun jika dibandingkan metode Oaxaca 2, kontribusi diskriminasi pada model ini lebih kecil yaitu 39% : 43%. Hasil penelitian ini juga konsisten dengan tujuan penelitian.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD02 - 19
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 4.1.5. Model Neumark (Pooled Model) Pooled
model
adalah
satu
metode
pada
analisis
Oaxaca
dengan
memasukkan seluruh kelompok sampel dalam regresi untuk menngestimasi β* yang dihitung dari rata-rata koefisien hasil regresi ln upah dengan variabel-variabel yang diestimasi dari seluruh sampel. Neumark (1988) melakukan estimasi terhadap β* di mana β* adalah koefisien yang diperoleh dari fungsi logaritma perolehan dengan memasukkan seluruh kelompok pekerja (pooled model ). Persamaan yang digunakan adalah :
LnWm - LnWf = β *( Xm - Xf ) + ( βˆ m – β *) Xm + ( β *- βˆ f) Xf Hasil perhitungan persamaan di atas dapat dijelaskan pada tabel 8 berikut ini Tabel 8 Hasil Analisis Neumark-Pooled Model
LnWm - LnWf = 0.3809 LnWm - LnWf == ∑β*( Xm - Xf ) + ( βˆ m – β*) Xm + (β*- βˆ f) Xf Faktor Penentu
Male
Female
Total
Perbedaan Upah
advantage
disadvantage
discrimination
β*( Xm - Xf )
∑( βˆ m – β*) Xm
∑(β*- βˆ f) Xf
∑( βˆ m – β*) Xm + (β*- βˆ f) Xf
Modal manusia
0.176533
0.402556
0.5790889
-0.133574
-0.309399
-0.442973
0.055627
0.032222
0.087748
0.082638
-0.155937
-0.0733
0.181123
-0.030559
0.150564
0.069181 Ciri-ciri individu 0.091218 Ciri-ciri KAP 0.003823 Ciri-ciri pekerjaan 0.073002 Jumlah
0.237324 (61 persen)
(39 persen)
Sumber : data diolah Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD02 - 20
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Hasil analisis penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa
faktor
perbedaan modal manusia memberi kontribusi 18% kepada perbedaan upah. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan wages decomposition model (Oaxaca 1 dan Oaxaca 2). Diskriminasi wujud pada model ini dan ditemukan lebih tinggi jika dibandingkan dengan wages decomposition model. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa diskriminasi memberi kontribusi cukup besar terhadap perbedaan upah dibandingkan dengan faktor-faktor observed lainnya. Jika dibandingkan dengan model Oaxaca 1 yang hanya memberikan wujud sebesar 33% dan model Reimers sebesar 37%, nilai diskriminasi pada model Neumark ini memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap perbedaan upah. Namun jika dibandingkan metode Oaxaca 2, kontribusi diskriminasi pada model ini lebih kecil yaitu 39% : 43%. Hasil penelitian ini juga konsisten dengan tujuan penelitian. 4.2.Teknik Bootsrap Hasil analisis penelitian diatas menunjukkan bahwa penggunaan model wages decomposition model (model Oaxaca), model Reimers, model Cotton dan model Neumark (pooled model) dalam menentukan faktor penentu perbedaan upah gender adalah konsisten. Hasil penemuan ini kemudian dilakukan perbandingan untuk menentukan model diskriminasi upah secara tepat. Prosedur decompotition dengan menggunakan bootstrap technique telah dilakukan oleh Silber dan Weber (1999). Hasil bootstrap technique dapat dijelaskan pada tabel 9.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD02 - 21
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Tabel 9. Perbandingan model diskriminasi upah Komponen
Model
Oaxaca 1
Neumark
Reimers
Cotton
Oaxaca 2
Perbedaan
Oaxaca 1
-
>
>
>
>
modal
Neumark
<
-
>
>
>
manusia
Reimers
<
<
-
<
>
Cotton
<
<
>
-
>
Oaxaca 2
<
<
<
<
-
Perbedaan
Oaxaca 1
-
<
<
<
<
ciri-ciri
Neumark
>
-
<
<
<
individu
Reimers
>
>
-
<
<
Cotton
>
>
>
-
<
Oaxaca 2
>
>
>
>
-
Perbedaan
Oaxaca 1
-
>
>
>
>
ciri-ciri KAP
Neumark
<
-
>
>
>
Reimers
<
<
-
=
>
Cotton
<
<
=
-
>
Oaxaca 2
<
<
<
<
-
Perbedaan
Oaxaca 1
-
>
>
>
>
ciri-ciri
Neumark
<
-
>
>
>
pekerjaan
Reimers
<
<
-
>
>
Cotton
<
<
<
-
<
Oaxaca 2
<
<
<
>
-
Oaxaca 1
-
<
<
<
<
Neumark
>
-
>
=
<
Reimers
>
<
-
<
<
Cotton
>
=
>
-
<
Oaxaca 2
>
>
>
>
-
Diskriminasi
Sumber : data diolah
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD02 - 22
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Berdasarkan tabel di atas maka dapat dijelaskan bahwa untuk penghitungan diskriminasi pada profesi auditor yang paling tepat menggunakan metode Oaxaca 2 yaitu melakukan penghitungan dengan asumsi bahwa terjadinya diskriminasi karena kelompok m (auditor laki-laki) lebih digemari oleh majikan sehingga dibayar upah lebih tinggi. Pada
kasus ini struktur upah kelompok f (auditor wanita) akan
digunakan sebagai dasar pada saat rekruitmen pekerja. Hasil analisis ini tidak konsisten dengan hasil teknik boostrap yang dilakukan oleh Silber dan Weber (1999). Hasil analisis terhadap pekerja tenaga kerja Migran di South Africa menunjukkan bahwa dalam penghitungan total diskriminasi, model Oaxaca 1 lebih baik dibandingkan dengan metode yang lain, sedangkan model Neumark atau disebut sebagai Pooled Model lebih baik dalam penghitungan perbedaan modal manusia . Hasil analisis ini juga membuktikan bahwa model penghitungan diskriminasi dengan obyek yang berbeda ternyata memberikan hasil perhitungan diskriminasi yanng berbeda. Ketidakkonsistenan hasil analisis ini sangat mungkin disebabkan oleh karakteristik pekerja yang berbeda. Perlu diketahui bahwa analisis Oxaca– wages
decomposition
model
pada
awalnya
digunakan
untuk
menghitung
diskriminasi upah pada kelompok pekerja kulit putih dan kulit hitam. Dalam perkembangannya model dasar (basic model) ini mengalami perkembangan karena diskriminasi upah tidak hanya disebabkan oleh warna kulit tetapi disebabkan oleh hal-hal lainnya seperti modal manusia, lokasi pekerjaan, jenis kelamin, karakteristik individu, karakteristik pekerjaan dan faktor-faktor lainnya. Pada penelitian ini mencoba mengembangkan dari penelitian sebelumnya (Rhoda, 1998) dengan melakukan komparasi berbagai model diskriminasi untuk menentukan hasil yang paling baik dalam menghitung diskriminasi pada profesi auditor. 4.3 Implikasi perbedaan upah gender terhadap keberhasilan karir auditor Berdasarkan tujuan penelitian, analisis dilakukan
untuk melihat pengaruh
tingkat upah terhadap keberhasilan karir auditor. Analisis yang digunakan adalah analisis korelasi dan dilakukan secara terpisah untuk sampel auditor laki-laki dan auditor wanita. Hasil analisis pada sampel auditor wanita menunjukkan bahwa upah yang diterima auditor wanita tidak mempengaruhi keberhasilan karir. Nilai korelasi ln upah dengan kepuasan bekerja menunjukkan angka 0.132 (prob. value=0.175). Korelasi Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD02 - 23
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 ln upah dengan komitmen terhadap organisasi ditunjukkan denngan nilai korelasi 0.069 (prob. value=0.482), jadi upah tidak berpengaruh terhadap komitmen organisasi. Pengaruh upah terhadap turnover ditunjukkan dengan nilai korelasi 0.089 (prob. value= 0.275). Hal ini menunjukkan upah tidak berpengaruh terhadap turnover. Hasil analisis pada sampel auditor laki-laki juga menunjukkan bahwa upah yang di terima auditor laki-laki juga tidak mempengaruhi keberhasilan karir auditor. Nilai korelasi ln upah dengan kepuasan bekerja menunjukkan angka 0.023 (prob. value=0.674). Korelasi ln upah dengan komitmen terhadap organisasi ditunjukkan dengan nilai korelasi 0.052 (prob. value=0.344), jadi upah tidak berpengaruh terhadap komitmen organisasi. Pengaruh upah terhadap turnover ditunjukkan dengan nilai korelasi -0.061 (prob. value= 0.293). Hal ini menunjukkan upah tidak berpengaruh terhadap turnover. Hasil analisis tidak konsisten denngan tujuan penelitian karena pada sampel auditor laki-laki maupun
auditor wanita, upah tidak mempengaruhi keberhasilan
karir auditor sehingga pada kasus ini kepuasan berkerja, komitmen terhadap organisasi maupun turnover tidak disebabkan oleh tingkat upah. Penemuan ini menarik karena bagi pekerja pada umumnya, upah adalah faktor yang sangat penting untuk menentukan apakah ia tetap bekerja di tempat tersebut atau memilih bekerja di tempat lain yang dapat memberi upah lebih tinggi. Perlu disadari bahwa kepuasan bekerja seseorang pekerja tidak selalu ditentukan oleh upah yang diterima. Dalam kasus ini, keinginan auditor lebih kepada keinginan sosial (social need), karena pekerjaan auditor adalah jenis pekerjaan yng mementingkan kerja bersama (teamwork). Oleh karena itu, auditor memerlukan lingkungan kerja yang nyaman, hubungan yang baik dengan rekan sekerja, dengan pihak atasan dan dengan pihak-pihak lain di luar KAP adalah lebih penting dibandingkan dengan upah yang diterima Pada kasus auditor wanita, rasa puas hati dalam berkerja tidak selalu disebabkan oleh upah yang diterima. Jadual pekerjaan dan lingkungan berkerja yang nyaman kemungkinan menyebabkan mereka puas hati dalam bekerja apalagi jika auditor tersebut sudah menikah dan memiliki anak. Jika terjadi keadaan darurat, contohnya anak sakit, maka pekerjaannya dapat digantikan oleh rekan kerja yang lain sehingga menjaga hubungan baik dengan rekan sekerja merupakan hal yang penting. Selain itu, hubungan baik dengan atasan juga sangat diperlukan. Jika Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD02 - 24
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 terjadi sesuatu yang menyebabkan pekerja tersebut terpaksa mengambil cuti maka ia akan dibolehkan karena pekerjaan yang ditinggalkan sementara dapat digantikan oleh auditor lain. Bagi pimpinan KAP, mereka lebih mementingkan hasil akhir dari pekerjaan secara teamwork dan target waktu yang tercapai. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa upah tidak mempengaruhi komitmen individu terhadap organisasi. Upah tidak selalu menjadi faktor penting bagi individu untuk komit terhadap organisasi. Banyak faktor lain selain upah yang kemungkinan menyebabkan individu komit kepada organisasi, contohnya umur, masa berkerja, pendidikan, pangkat, status perkawinan, jumlah tanggungan dalam keluarga dan relokasi keluarga (rujuk Becker`s side-bet theory of Commitment, 1960). Pada kasus auditor, komitmen terhadap KAP kemungkinan ditentukan oleh adanya anggapan auditor terhadap alternatif pekerjaan lain di luar KAP. Kebanyakan lulusan akuntansi, menganggap pekerjaan auditor adalah pekerjaan prestise apalagi di KAP besar. Mereka akan komit terhadap KAP
apalagi jika
mereka memiliki nomor register sebagai bukti bahwa ia telah menjadi auditor profesional Jika keahlian profesional dimiliki seorang auditor dan auditor tersebut tidak memiliki alternatif pekerjaan lainnya, maka komitmen auditor terhadap KAP akan tinggi karena merasa cemas akan kehilangan investasi jika memilih keluar KAP. Oleh sebab itu, kemungkinan komitmen auditor terhadap organisasi bukan hanya disebabkan oleh upah yang diterima. Faktor lain yang kemungkinan terjadi pada kasus ini adalah status perkawinan dan jumlah tanggungan yang merupakan salah satu pengukuran investasi pada organisasi. Bagi auditor yang sudah menikah dan memiliki anak, memiliki rasa tanggungjawab terhadap organisasi adalah lebih tinggi. Kesempatan untuk memilih pekerjaan lain akan semakin rendah dibandingkan pekerja yang masih bujang (single-worker) karena waktu bekerja dan bersama keluarga perlu dibagi dengan cermat. Ini berarti, pekerja terpaksa komit terhadap organisasi karena rasa tanggungjawab terhadap keluarga bukan karena upah yang diterima. Faktor relokasi keluarga juga kemungkinan menyebabkan auditor terpaksa komitmen terhadap KAP. Jika seseorang auditor berpindah KAP apalagi di lain kota, faktor keluarga adalah menjadi pertimbangan penting, terutama auditor wanita. Dengan berpindah KAP atau pekerjaan maka harus membawa suami dan anakanak dan hal ini merupakan kos yang harus ditanggung oleh auditor tersebut. Jika hal ini terjadi pada auditor laki-laki, maka relokasi keluarga juga merupakan salah Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD02 - 25
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 satu faktor penting untuk dipertimbangkan apakah tetap komitmen terhadap KAP atau pindah dari KAP. Hasil analisis juga menjelaskan bahwa tingkat upah tidak berpengaruh terhadap turnover. Keinginan berpindah KAP bagi seorang pekerja tidak selalu disebabkan oleh upah. Ketidakpuasan dalam bekerja dan rendahnya komitmen terhadap organisasi merupakan salah satu faktor yang menyebabkan seorang pekerja ingin berpindah KAP. Hasil dari penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian sebelumnya (Igbaria 1997; Currivan 2000; Gaetner 2000; Okpara 2006;; Griffeth et al. 2000). Akan tetapi teori motivasi dan teori komitmen dapat menjelaskan mengapa hal tersebut terjadi pada profesi auditor Perlu diketahui bahwa keberhasilan karir tidak selalu ditentukan oleh tingkat upah yang diterima seorang pekerja tetapi juga ditentukan oleh faktor selain upah. SIMPULAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa auditor wanita menerima upah lebih rendah dibandingkan auditor laki-laki. Faktor modal manusia merupakan faktor penting dalam menentukan tingkat upah dan perbedaan upah auditor. Hasil analisis dengan model decomposition (Oaxaca 1, Oaxaca 2, Reimers, Cotton dan Neumark atau pooled model ) menunjukkan bahwa terjadi diskriminasi dalam profesi auditor di Indonesia. Hasil ini konsisten dengan penelitian sebelumnya (Rhoda, 1998). Dengan teknik bootstrap dapat ditentukan bahwa untuk penghitungan diskriminasi pada kasus ini yang paling tepat menggunakan metode Oaxaca 2. Pada model ini penghitungan
decomposition
dilakukan
dengan
asumsi
bahwa
terjadinya
diskriminasi disebabkan kelompok m (auditor laki-laki) lebih digemari oleh manajer/ partner. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa tingkat upah tidak mempengaruhi keberhasilan karir auditor baik pada kasus auditor wanita maupun auditor laki-laki. Teori komitmen (Becker`s side bet theory of commitment ) dan teori motivasi (Maslow) dapat digunakan untuk menjelaskan kasus ini. Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, diantaranya ialah kajian ini hanya mengambil sampel auditor di wilayah Jawa Tengah dan Jogyakarta. Peneliti melakukan survey secara langsung dengan datang sendiri ke setiap KAP Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD02 - 26
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 karena jika melalui surat atau e-mail kemungkinan response rate rendah. Maka hasil penelitian kurang dapat digeneralisasi. Subyek penelitian ini adalah auditor sebagai contoh pekerja profesional. Analisis diskriminasi upah perlu dilakukan dengan objek pekerja profesional lainnya misalnya dokter, pendidik, ahli teknik dan pekerja-pekerja profesional lainnya agar hasil kajian lebih konsisten. Penelitian berikutnya dengan objek pekerja profesional yang berbeda akan memberi gambaran kepada pemerintah Indonesia mengenai keadaan sebenarnya yang terjadi pada pekerja profesional di Indonesia sehingga pihak pemerintah tidak hanya memberi perhatian kepada pekerja-pekerja wanita yang mempunyai pendidikan yang rendah saja. Kajian ini menggunakan Oaxaca wages decomposition model. Meskipun alat analisis ini sudah dikenal dalam menganalisis faktor penentu perbedaan upah namun kritik terhadap analisis ini ialah tidak mempertimbangkan faktor-faktor lain yang tidak tercerap (unobserved factor) dalam mengestimasi fungsi upah. Selain diskriminasi, tentunya banyak faktor lain yang kemungkinan sebagai faktor yang tidak tercerap (unobserved factor) dalam model regresi. Faktor-faktor tersebut diantaranya ialah attitude, motivasi, kemampuan fisik dan sifat yang berbeda diantara auditor laki-laki dan wanita.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD02 - 27
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 DAFTAR PUSTAKA Blau, D.M., 2006. Self-employment, earnings, and mobility in peninsular Malaysia. World Development, 14: 839–852. Becker, G. 1957. The Economics of Discrimination. University of Chichago Press, Chichago. Illinois. Becker, G. 1964. Human Capital. National Bureau of Economics Research. New York. Biro Pusat Statistik Propinsi Jawa Tengah. 2007. Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan Jawa Tengah
Campbell, R., Connel, Mc., Stanley, L.B. & David, A.M. 2004. Contemporary of Labour Economics. Sixth ed. Mc. Graw-Hill. Irwin. Florida state. Cotton, 1988. On the decomposition of wage differentials. Review of Economics and Statistics, 70:236–243. Currivan, D.B. 2000. The causal order of job satisfaction and organizational commitment
in
models
of
employee
turnover.
Human
Resources
Management Review. Vol.9(4):495-524.
Drahomira, F. 2002. Analysis of differences in the wages of men and women proposal ILO
of a model procedure for determining the proportion of discrimination.
publication. http:/www.ILO.org (22 April 2004)
Eric, J.J. 1998. Perceived of effects of gender, family structure and physical appearance on career progression in public accounting. Accounting, Organization and Society. Vol.19:12-27.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD02 - 28
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Gaertner, S. 2000. Structural determinants of job satisfaction and organizational commitment in turnover models. Human Resources Management Review, Vol.9(4):479-493.
Gibb, J. 2000. Study claims work discrimination found. Otago Daily Times. October Graham,W.J. & Smith, S.A. 2004. Gender differences in employment and earnings in
science and engineering in US. Economics of Education Review, October:1-
14. Hamrick, F. 2007. Career women and discrimination. Paper presented on Fouth Annual Women and Works Conference. Arlington.Texas. Hoffman, E.P. 2001. Essay on the economist discrimination. Journal of Labor Economics, 33(4):236-249. Igbaria, M. & Chindambaran, L. 1997. The impact of gender on career success of information system professionals: A human capital perspective. Information Technology and People, Vol. 10:63-86. Laksmi & Nur Indriantoro. 1999. Persepsi akuntan publik wanita dan akuntan publik laki-laki terhadap isu-isu yang berkaitan dengan akuntan publik wanita. Simposium Nasional Akuntansi. Malang, Jawa Timur, 74: 855-868. Latifah Mohd.Noor. 1998. An overview of gender earnings differentials in Peninsular Malaysia. Journal of Economics and Management,Vol. 6, No.1. International Islamic University Malaysia.
Lehman, R. & Maupin, R.J. 1994. Talking heads: Stereotypes, status, sex-roles and satisfaction of female and male auditors. Accounting, Organization and Society. Vol 19(4): 145-162.
Mason, S.E. 1995. Gender differences in job satisfaction. Journal of Social Psychology, Vol.153, No.2:143-151.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD02 - 29
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Neumark, D., 1988. Employers’ discriminatory behavior and the estimation of wage discrimination. Journal of Human Resources, 23: 279–295. Neumark, D. 2004. Sex Differences in Labor Markets. London:Routledge Oaxaca, R.L. & Ransom, M.R. 1973. Male–female wage differentials in urban labour markets. International
s Economic Review, 14: 693–709.
Oaxaca, R.L. & Ransom, M.R. 1994. On discrimination and the decomposition of wage differentials. Journal of Econometrics, 61: 5–21. Okpara, J. 2006. Gender and the relationship between perceived fairness in pay, promotion, and job satisfaction in sub-Saharan African Economy. Women in Management Review. Vol.21(3): 224-240. Pasey, C. 1995. Career development on female chartered accountants in Scotland : Marginalization Management.
and
segregation.
International
Journal
of
Career
Vol 7.
Pilsburry, L.C. & Clampa, A. 1999. A syntesis of research study regarding the upward
mobility of woman in public accountants. Journal of Organizational
Behaviour, Vol. 3: 24-31.
Rahmah Ismail & Zulridah Mohd.Noor. 2003. Gender wages differentials in the Malaysian Management
manufacturing
sector.
Proceeding
National
Conference
Science and Operating Research. Kuala Lumpur.
Rahmah Ismail. 2001. Penentu perbezaan pendapatan buruh mengikut kemahiran dalam
industri pembuatan di Malaysia. Analisis 8 (1&2):129-152.
Reimers, C.W.1983. Labor market discrimination against Hispanic and black men. The Review of Economics and Statistics, 65: 570–579.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD02 - 30
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Rhoda, P.B. 1998. An application of human capital theory to salary differentials in the
accounting profession. Women in Management Review, Vol.13(5). MCB University press.
Rina Trisnawati. 2003. Perbedaan organizational experience dan pengaruhnya terhadap kinerja akuntan publik perempuan dan laki-laki di Jawa Tengah, (Differences of organizational experience and its impact on professional accountant performance). Proceedings, The International Conference on Governance, Accountability and Taxation. Kuala Lumpur: Universiti Utara Malaysia. Rina Trisnawati. 2007. Pengaruh penerimaan, perlakuan dan komitmen terhadap karir auditor. Jurnal akuntansi dan keuangan Vol 25 No 2 September
Romer, P.M. 2000. Should the government subsidize supply or demand in the market
scientists and engineers? NBER. Working paper No. 7723. http:/www.
Emeraldinsight.com. (24 Pebruari 2004)
Schroeder, R. & Dole, C. 2001. The impact of various factors on the personality, job satisfaction and turnover intention of professional accountants. Managerial Auditing Journal, Vol 16(4): 57-71.
Smith, P.C., Kendall, L.M. & Hullin, C.L. 1986. The Job Descriptive Index Measurement of Satisfaction in Work. Rand McNally. Chichago.Il. Silber, J. & Weber, M. 1999. Labour market discrimination: Are there significant differences between the various decomposition procedures? Journal Applied Economics, Vol. 31:351-369.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD02 - 31
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 IDENTIFIKASI POTENSI PEMBERIAN JASA NONASSURANCE OLEH AKUNTAN PUBLIK BAGI USAHA KECIL DAN MENENGAH (Studi Empiris pada UKM di Kota Semarang) Intyas Utami Aprilia Zulfika Universitas Kristen Satya Wacana Abstract The potencies of small and medium enterprises (SMEs) have motivated various parties to run such of developing activities, which are able to increase the business capacity of this business unit. On the other way, several problems that are possessed by the SMEs become the barrier of those developing activites realization. The accounting capability and the management capacity limitation will become the set of problems in this research, because they provenly obstruct SMEs, particularly for the funding access point of view from the existing financial institutions. This research aims to indentify the potency of nonassurance service implementation, that consist of the accounting and bookkeeping service and the management consultation service, by the certified public accountant (CPA) for the SMEs. Both of the two services relevant to solve the accounting capability and the management capacity limitation of the SMEs. The data which are used in this research are the primary data that are obtained through the interview with 13 SMEs as the samples, which are determined by utilizing purposive sampling method. The indicators, which are used to measure the accounting capability of the samples, are developed by the European Commission’s Recommendation of 16 May 2002 about Statutory Auditor’s Independence in the EU: A Set of Fundamental Principles, while the management capacity indicators are developed by Priyanto (2002), and Rougoor et al. (1998), as cited in Priyanto (2002). Statistically and base on the interview, the result of this research shows that the samples of the SMEs have the tendency to possess bad accounting capability. Whereas, even the statistic output of the 13 samples of the SMEs have the tendency to possess good management capacity, but the interview result explain that they have weaknesess of planning, implementing, and controlling the business activities. This research concludes the existance of high potency of nonassurance service implementation by the CPA for the SMEs, which are used as the samples in this research. Keywords : Small and Medium Enterprises (SMEs), Certified Public Accountant (CPA), Nonassurance Service.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 1
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam Policy Brief yang dipublikasikan oleh Bank Dunia, usaha kecil dan menengah (UKM) dinyatakan sebagai salah satu kekuatan pendorong terdepan dalam pembangunan ekonomi. Hal tersebut didukung oleh fakta-fakta bahwa UKM berperan besar dalam penciptaan lapangan kerja, dapat dengan mudah beradaptasi dengan pasang surut dan arah permintaan pasar, serta adanya diversifikasi usaha yang sangat beragam sehingga menggiatkan aktivitas perdagangan dan ekspor. Potensi-potensi tersebut berfondasikan jumlah UKM yang sangat besar, yang memungkinkan unit usaha ini tersebar luas secara geografis maupun bidang usaha. Berdasarkan catatan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia untuk tahun 2005, 99% dari 43,7 juta unit usaha di Indonesia merupakan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Potensi-potensi tersebut memotivasi berbagai pihak untuk melaksanakan program-program pemberdayaan UKM, dengan tujuan meningkatkan kapasitas usaha dari UKM.
Peningkatan kapasitas usaha tersebut akan berimbas pada
peningkatan kontribusi unit usaha ini terhadap PDB, penurunan angka kemiskinan serta penurunan jumlah pengangguran.
Aktivitas-aktivitas pemberdayaan UKM
yang telah terealisasi antara lain dirumuskannya Undang-undang No. 9 Tahun 1995 pasal 5 tentang meningkatkan peran usaha kecil dalam perekonomian nasional oleh pemerintah, dikembangkannya Pusat Konsultasi Pengusaha Kecil (PKPK) oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, serta dibentuknya Klinik Usaha Kecil dan Koperasi (KUKK) oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk mengembangkan pengaturan administrasi yang baik. Namun tidak dapat dipungkiri, berbagai upaya tersebut belum membuahkan hasil yang berarti.
Dalam Rakornas di Bali, MenegkopUKM menyampaikan
eksistensi masalah eksternal dan internal UKM, yang menjadi penghambat pelaksanaan kegiatan-kegiatan pengembangan UKM. Masalah eksternal dari UKM terdiri atas kurang memadainya institusi yang membidangi UKM, serta adanya beberapa Perda yang kurang kondusif bagi pengembangan UKM.
Sedangkan
masih rendahnya kualitas SDM UKM, baik dari segi keterampilan teknis maupun
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 2
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 manajerial, masih rendahnya kemampuan UKM dalam penguasaan faktor produksi, khususnya modal dan teknologi, serta keterbatasan akses UKM terhadap sumber daya produktif, khususnya sumber daya pembiayaan dari kredit perbankan, menjadi kendala internal yang menghambat perkembangan unit usaha ini. Keterbatasanketerbatasan tersebut telah dibuktikan dalam penelitian Chotim dan Thamrin pada tahun 1997, seperti dikutip dalam Kaballu dan Kameo (2001). Tidak hanya di Indonesia, penelitian-penelitian tentang upaya-upaya pemberdayaan UKM yang diselenggarakan di berbagai negara mengindikasikan adanya masalah-masalah serupa. Patton et al. (2000), dalam Schwartz dan Bar-El (2004), menyatakan bahwa UKM kekurangan informasi terkait dengan eksistensi program pemberdayaan yang ada. Devins (1999), serta Huang dan Brown (1999), dalam Schwartz dan Bar-El (2004), menyatakan bahwa berbagai program pemberdayaan
bagi
UKM
hanya
memiliki
solusi-solusi
standar
tanpa
memperhatikan heterogenitas dari UKM maupun permasalahannya. Fogel (2001), dalam Schwartz dan Bar-El (2004),
mengungkapkan bahwa program-program
tersebut tidak memenuhi ekspektasi dari usahawan. Penelitian ini akan menyoroti keterbatasan kemampuan akuntansi (Suharto, 2005; Peacock (1985) dalam Suhairi et al., 2004; Wichman (1984) dalam Suhairi et al., 2004; Deakins et al. (2001) dalam Gooderham et al., 2004) dan keterbatasan kapasitas manajemen (Suharto, 2005; Rey (1995) dalam Gooderham et al., 2004; Stanworth dan Gray (1992) dalam Gooderham et al., 2004; Shader, Mulford dan Blackburn (1989) dalam Priyanto, 2002; Baldwin, (1993) dalam Priyanto, 2002; Rougoor et al. (1998) dalam Priyanto, 2002), yang merupakan masalah internal dari UKM dan menjadi faktor penghambat utama perkembangan unit usaha ini. Deakins et al. (2001), dalam Gooderham et al., (2004), menyatakan bahwa sebagian besar pemilik atau manajer UKM memiliki keahlian dan pengetahuan yang rendah terkait dengan masalah finansial dan bagaimana sistem pengendalian keuangan harus diterapkan untuk pengambilan keputusan. Rougoor et al. (1998), seperti dikutip dalam Priyanto (2002), mengklasifikasikan kapasitas manajemen menjadi 2, yaitu personal aspect, yang dapat mengindikasikan kelemahan atas drives/motivation, abilities dan biografical facts dari seorang manajer, serta decision making process
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 3
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 aspect, yang yang dapat mengindikasikan kelemahan planning, implementation dan control dalam proses bisnis. Unit-unit usaha dalam skala kecil dan menengah memiliki ketergantungan yang besar atas ketersediaan dana dari pihak lain, terutama dari sektor perbankan (Batchelor (1989) dalam Berry et al., 1993; Chittenden (1990) dalam Berry et al., 1993; Sunarto, 2002).
Keterbatasan kemampuan akuntansi dan keterbatasan
kapasitas
pada
manajemen
UKM
menimbulkan
masalah
utama
berupa
terhambatnya akses pendanaan dari institusi-institusi finansial yang ada (Bartlett dan Bukvic (2001) dalam Schwartz dan Bar-El, 2004; Binks (1979) dalam Deakins dan Hussain, 1994; Deakins (1999) dalam Schwartz dan Bar-El, 2004; Felsenstein dan Schwartz (1993) dalam Schwartz dan Bar-El, 2004), termasuk menghambat halhal yang berhubungan dengan urusan birokrasi pengajuan kredit (Bartlett dan Bukvic (2001) dalam Schwartz dan Bar-El, 2004; Ren (1999) dalam Schwartz dan Bar-El, 2004). Permasalahan timbul karena informasi keuangan dan wawancara personal merupakan komponen penting yang mempengaruhi keputusan kredit dari bank (Tabb dan Tabb (1978) dalam Berry et al., 1993; Berry et al. (1987) dalam Berry et al., 1993). Wawancara
personal
akan
memberikan
gambaran
kemampuan
dan
pengetahuan dari seseorang. Tabb dan Tabb (1978) serta Mansfield (1979), dalam Berry et al. (1993), mengungkapkan bahwa pengetahuan dari usahawan merupakan faktor pertimbangan yang penting. Bahkan Rye (1995), dalam Agustini dan Yudiati (2002), serta Stanworth dan Gray (1992), dalam Gooderham et al. (2004), menyatakan bahwa mayoritas usahawan yang berusaha dalam skala kecil dan menengah sering mengalami kegagalan akibat kurangnya kulifikasi manajemen dan profesional formal, serta kurangnya pengalaman usaha. Kebutuhan informasi atas kemampuan dan pengetahuan usahawan menjadi penting karena pemberian kredit pada UKM memiliki makna memberikan pinjaman kepada seseorang, semakin kecil informasi atau pengetahuan yang dimiliki pihak bank atas orang tersebut, semakin besar ketergantungan bank terhadap laporan keuangan orang tersebut (Berry et al., 1993).
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 4
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Terkait dengan ketersediaan informasi keuangan, Suhardjono (2003: 39) menyatakan bahwa UKM, yang lebih membutuhkan jenis kredit nonkonsumtif untuk kebutuhan ekspansi dan eksploitasi usaha, harus menyajikan laporan keuangan mereka sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku.
Beberapa penelitian
terdahulu mengungkapkan bahwa laporan keuangan yang disajikan oleh UKM tidak memenuhi syarat (Egginton (1982), dalam Berry et al., 1993; Tomlinson dan Knight (1989), dalam Berry et al., 1993; Berry et al. (1987), dalam Berry et al., 1993). Berger dan Udell (2000), dalam Sunarto (2005), mengemukakan bahwa ketidakkonsistenan pencatatan informasi akuntansi yang sering terjadi pada UKM, menimbulkan asimetri informasi antara UKM dengan para kreditur. Secara statistik, pernyataan-pernyataan tersebut ditegaskan oleh data BPS, yang mengungkapkan bahwa baru 2,3 juta UKM dari total 55.437 usaha menengah dan 39.121.350 usaha kecil pada tahun 2000, yang memanfaatkan pinjaman dari sektor perbankan, sisanya mengalami hambatan dikarenakan kelemahan pendokumentasian usaha dan ketidakmampuan memenuhi syarat agunan (Kompas, 14 Desember 2001 dalam www.smeindonesia.com). Harahap (1995: 18) mengungkapkan bahwa kebutuhan sumber pendanaan dari sektor perbankan, sebenarnya telah memicu UKM untuk memanfaatkan jasa audit, tetapi hanya didasarkan pada keharusan untuk mentaati peraturan perbankan. Pemanfaatan jasa audit ini menimbulkan ketidaksepahaman persepsi antara kebutuhan jasa dan informasi yang disediakan dari sisi akuntan publik dengan persepsi kebutuhan dari sisi pihak manajemen UKM.
Templeman dan Wootton
(1987), dalam Marriott dan Marriott (2000), menyatakan bahwa keterbatasan kemampuan akuntansi pada small and medium enterprises, menimbulkan keterbatasan pengetahuan yang berkaitan dengan pemanfaatan jasa dan informasi yang disediakan oleh akuntan publik. Bahkan Rothschild (1979), dalam Marriott dan Marriott (2000), menyatakan bahwa ketika manajemen suatu UKM membeli suatu pedoman accounting information yang sesuai dengan ketentuan, market akan menyebutnya sebagai distress purchase.
Penelitian Woolf (1991) membuktikan
bahwa pelaksanaan audit bagi UKM tidaklah sesuai karena unit usaha ini biasanya hanya membutuhkan jasa pembukuan dan jasa perpajakan (seperti dikutip dalam Harahap, 1995: 19).
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 5
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Fenomena tersebut memberikan gambaran adanya peluang bagi profesi akuntan
publik
nonassurance.
untuk
mengembangkan
jasa
profesinya,
pada
area
jasa
Pengetahuan formal yang dimiliki oleh profesi ini dapat
mengedukasi, melatih, memberikan saran-saran bisnis profesional dan bantuanbantuan teknis yang dapat meningkatkan daya saing dari UKM (Brugger (1995), dalam Gooderham et al., 2004).
Jasa nonassurance yang dapat diberikan bagi
UKM, dengan tujuan membantu meningkatkan dan mengembangkan kemampuan akuntansi serta kapasitas manajemen dari UKM, adalah jasa kompilasi laporan keuangan dan jasa konsultasi manajemen. Jasa kompilasi laporan keuangan akan membantu UKM dalam penyusunan laporan keuangan yang sesuai dengan SAK. Berry et al. (1987, 1993), Deakins dan Hussain (1994) menyatakan bahwa UKM membutuhkan lebih banyak bantuan dalam bidang akuntansi (seperti dikutip dalam Marriott dan Marriott, 2000). Bantuan dalam bidang akuntansi tersebut dapat mempermudah akses pendanaan dari pihak lain, terutama pendanaan dari sektor perbankan (Suharto, 2005). Pemanfaatan jasa konsultasi manajemen dari akuntan publik oleh UKM dapat membantu pendeteksian masalah-masalah yang terjadi di dalam perusahaan untuk kemudian ditidaklanjuti dengan pemberian rekomendasi-rekomendasi pengukuran atau tindakan sehingga perusahan dapat memanfaatkan sumber dayanya secara rasional dan dengan cara yang efisien (Ribeiro (1998; 2000) dalam Soriano et al., 2002). Selain itu, Cuadrado et al. (1986), Del Rio (1992) dan Ribeiro (1998; 2000), dalam Soriano et al. (2002), menyatakan bahwa pemanfaatan jasa konsultasi profesional dari luar organisasi merupakan aktivitas yang dapat meningkatkan penurunan beban struktural dan biaya upah tetap perusahaan. Berdasarkan latar belakang di atas, kelemahan UKM dalam hal akuntansi dan manajemen usaha dimungkinkan untuk ditanggulangi dengan adanya campur tangan profesional, dalam hal ini profesi akuntan publik. Oleh karena itu, penelitian ini tertarik untuk mengetahui potensi pemberian jasa nonassurance oleh akuntan publik bagi UKM.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 6
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 1.2 Masalah Penelitian Berbagai upaya pemberdayaan UKM yang dilakukan oleh pemerintah dan lembaga-lembaga profesi di berbagai Negara memang tengah gencar dilaksanakan. Tujuan dari berbagai usaha tersebut adalah peningkatan kapasitas usaha dari UKM, untuk kemudian dapat menopang perekonomian suatu Negara. Pada
Negara-negara
maju,
kegiatan-kegiatan
pengembangan
UKM
cenderung dilakukan oleh lembaga profesi dengan dukungan penuh dari pemerintah. Potensi penggunaan rasio keuangan dan grafik-grafik untuk membantu manajer small and medium enterprises (SMEs) telah diperkenalkan oleh Financial and Management Accounting Committee (FMAC) dari International Federation of Accountants (IFAC) (1986). Federation des Experts Comtables Europeens (FEE) dan Chartered Institute of Management Accountants (CIMA) telah menghasilkan pedoman untuk perbaikan manajemen dan pengendalian keuangan SME yang dapat mengidentifikasikan informasi dasar yang dibutuhkan (IFAC, 1998a) serta bagan dan grafik yang berguna (IFAC, 1998b) (seperti dikutip dalam Marriott dan Marriott, 2000).
Norges Autoriserte RegnskapafØreres Forening (NARF), yang
merupakan asosiasi utama bagi para akuntan publik di Norwegia, telah mengupayakan para anggotanya secara aktif untuk melaksanakan jasa konsultasi bisnis. Di Indonesia, kerjasama antara pemerintah dengan lembaga profesi dalam upaya pemberdayaan UKM belum terjalin secara penuh, namun berbagai aktivitas telah berhasil direalisasikan. Dikeluarkannya UU No.9 Tahun 1995 pasal 9 yang mengatur tentang peningkatan kemampuan manajemen keuangan dari UKM oleh pemerintah, mendorong pihak-pihak lain untuk memberikan perhatian khusus pada UKM.
Sektor perbankan, secara khusus, memperhatikan dan mengupayakan
pengadaan kredit untuk UKM, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia mengembangkan Pusat Konsultasi Pengusaha Kecil (PKPK), dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) membentuk Klinik Usaha Kecil dan Koperasi (KUKK) yang bertujuan mengembangkan UKM dalam hal pengaturan administrasi yang baik.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 7
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Tidak dapat dipungkiri, bahwa berbagai upaya pemberdayaan UKM yang dilaksanakan di berbagai Negara tersebut belum berhasil sepenuhnya, dikarenakan adanya berbagai hambatan. MenegkopUKM telah menyatakan dalam Rakornas di Bali, bahwa UKM di Indonesia memiliki keterbatasan internal maupun keterbatasan eksternal yang menghambat perkembangan unit usaha ini. UKM di negara-negara lain juga mengalami masalah serupa, Patton et al. (2000), Devins (1999), Hang dan Brown (1999), serta Fogel (2001), dalam Schwartz dan Bar-El (2004), menegasakan bahwa program-program pemberdayaan UKM yang ada kurang diinformasikan dan belum memenuhi kebutuhan dari UKM. Penelitian ini tertarik untuk mengetahui potensi penyelenggaraan jasa nonassurance oleh akuntan publik bagi UKM, karena jasa nonassurance relevan dalam membantu menangani keterbatasan akuntansi (Taylor dan Glezen, 1979: 740; Holmes dan Nicholls, 1988, dalam Suhairi (2004)) maupun keterbatasan kapasitas manajemen (Birley dan Westhead (1992), Storey (1994), Jennings dan Beaver (1997), Bennett dan Robson (1999), Curran et al. (1993), dan Gibb (1997), dalam Gooderham et al., 2004) dari UKM. 1.3 Persoalan Penelitian Pertanyaan yang dapat dirumuskan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah potensi penyelenggaraan jasa kompilasi laporan keuangan oleh akuntan publik bagi UKM? 2. Bagaimanakah potensi penyelenggaraan jasa konsultasi manajemen oleh akuntan publik bagi UKM?
1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan : 1. Mengetahui potensi penyelenggaraan jasa kompilasi laporan keuangan oleh akuntan publik bagi UKM. 2. Mengetahui potensi penyelenggaraan jasa konsultasi manajemen oleh akuntan publik bagi UKM.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 8
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada : 1. Manajemen UKM Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukkan berkaitan dengan tingkat pemahaman mereka atas adanya jasa nonassurance, terutama jasa kompilasi dan jasa konsultasi manajemen. 2. Praktisi akuntan professional Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi berkaitan dengan potensi penyelenggaraan jasa nonassurance pada UKM, serta memberikan gambaran informasi-informasi yang sesungguhnya dibutuhkan oleh pihak manajemen UKM. 3. Institusi-institusi pemerintah yang membidangi UKM Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran sesungguhnya berkaitan dengan keterbatasan kemampuan akuntansi dan keterbatasan kapasitas manajemen yang dialami oleh UKM. 4. Mahasiswa/akademisi Hasil penelitian diharapkan dapat menambah wawasan tentang kondisi nyata dari UKM, terkait dengan kemampuan akuntansi, kapasitas manajemen, dan pemahaman
pihak
manajemen
UKM
tentang
penyelenggaraan
jasa
nonassurance, terutama jasa kompilasi dan jasa konsultasi manajemen.
1.6 Garis Besar Penelitian Penelitian ini disusun dengan menggunakan format lima bab yang saling berhubungan untuk menjelaskan persoalan-persoalan dalam penelitian ini. Secara singkat isi dari tiap-tiap bab adalah sebagai berikut: 1. Bab I merupakan bab pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang penelitian, masalah penelitian, persoalan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan garis besar penelitian. 2. Bab II memuat dasar teori dan pengembangan kerangka pemikiran teoritis atas penelitian.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 9
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 3. Bab III berisi tentang metode penelitian yang menjabarkan jenis dan sumber data, populasi dan sampel, metode pengumpulan data dan teknik analisis. 4. Bab IV memuat tentang analisis dan bahasan analisis. 5. Bab V memuat tentang kesimpulan dan implikasi.
II. DASAR TEORI 1.1 Usaha Kecil dan Menengah Berdasarkan UU No.9 tahun 1995 pasal 5 dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 3/9Bkr tahun 2001, entitas bisnis yang termasuk dalam klasifikasi usaha kecil memiliki kriteria sebagai berikut : 1. Kegiatan usaha yang memiliki kekayaan bersih (total aktiva) paling banyak senilai Rp200.000.000,00, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. 2. Memiliki hasil penjualan bersih tahunan paling banyak Rp1.000.000.000,00. 3. Milik warga Negara Indonesia. 4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik secara langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar. 5. Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi. Kategori
tersebut masih
mengandung
definisi
usaha
mikro,
Komite
Penanggulangan Kemiskinan Nasional menyatakan bahwa usaha mikro adalah unit usaha yang memiliki aktiva maksimal senilai Rp25.000.000,00, di luar tanah dan bangunan tempat usaha. Oleh karena itu, usaha kecil ditetapkan sebagai entitas bisnis yang memiliki memiliki kekayaan bersih (total aktiva) diatas Rp25.000.000,00 sampai dengan Rp200.000.000,00, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Suhardjono (2003: 53) menyatakan bahwa kriteria-kriteria umum yang menentukan suatu usaha masuk dalam klasifikasi usaha menengah belum dibakukan dan masih menjadi perdebatan.
Menurut kesepakatan antara Menko
Kesra selaku Ketua Komite Penanggulangan Kemiskinan dengan Gubernur Bank Indonesia tentang Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan dan
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 10
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Pengembangan
Usaha
Mikro,
Kecil
dan
Menengah
(No.
11/KEP/MENKO/KESRA/IV/2002 – No. 4/2/KEP.GBI/2002) tanggal 22 April 2002, kriteria usaha menengah akan ditetapkan kemudian.
Maka penelitian ini
menggunakan Inpres RI No.10 Tahun 1999 sebagai dasar pengklasifikasian, usaha kelas menengah merupakan kegiatan usaha yang memiliki kekayaan bersih (total aktiva) minimal Rp200.000.000,00 dan maksimal Rp10.000.000.000,00, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dewi
(2006)
mengetengahkan
bahwa
beberapa
penelitian
terdahulu
menyatakan ukuran perusahaan dengan berbagai alternatif proksi seperti total aktiva (Suripto, 1999; Fitriany, 2001), rerata aset (Marwata, 2001), kapitalisasi pasar (Fitriany, 2001; Gunawan, 2002), penjualan bersih (Fitriany, 2001) dan jumlah karyawan dalam perusahaan (Arifin, 2002; Sabeni, 2002).
Penelitian ini
menggunakan total aktiva untuk mewakili ukuran perusahaan karena dalam penelitian Fitriany (2001 : 151) ditemukan bahwa total aktiva lebih menunjukkan ukuran perusahaan, maka dalam penelitian ini usaha kecil dan menengah didefinisikan sebagai unit usaha yang memiliki kekayaan bersih (total aktiva) diatas Rp25.000.000,00 sampai dengan Rp10.000.000.000,00, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Penelitian ini mengambil UKM sebagai subjek penelitian karena beberapa alasan, yaitu berdasarkan Policy Brief yang dipublikasikan oleh Bank Dunia yang menyatakan bahwa UKM merupakan salah satu kekuatan pendorong terdepan dan pembangunan ekonomi, serta berdasarkan hasil penelitian Bennett dan Robson (1999), seperti dikutip dalam Schwartz dan Bar-El (2004), yang menyatakan bahwa semakin kecil ukuran suatu unit usaha, semakin kecil kemungkinannya untuk diperhatikan oleh konsultan bisnis eksternal.
1.2 Akuntan Publik Messier (2000: 13) menyatakan bahwa Certified Public Accountant (CPA) merupakan sebutan atau gelar profesional yang diberikan kepada seseorang yang telah menempuh pendidikan di fakultas ekonomi jurusan akuntansi pada suatu universitas atau perguruan tinggi, serta telah lulus dari the uniform CPA examination
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 11
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 yang diawasi oleh American Institute of Certified Public Accountants (AICPA). Pemerintah Indonesia menerapkan ketentuan dan definisi baku serupa dengan yang berlaku di Amerika. Berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik, akuntan publik adalah akuntan yang memiliki izin dari Menteri Keuangan atau pejabat yang berwenang lainnya untuk menjalankan praktik akuntan publik. Ketentuan mengenai praktek Akuntan di Indonesia diatur dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1954 yang mensyaratkan bahwa gelar akuntan hanya dapat dipakai oleh mereka yang telah menyelesaikan pendidikannya dari perguruan tinggi dan telah terdaftar pada Departemen keuangan R.I. Profesi akuntan publik memiliki potensi lebih baik dibanding profesi lain dalam mengembangkan hubungan baik dengan suatu unit usaha, yang dalam penelitian ini berupa UKM.
Mereka memiliki kelebihan dalam hal lamanya waktu keterikatan
(Marriot dan Marriot, (2000); Nordhaug (2000), dalam Gooderham et al., 2004), kecakapan dalam memahami karakteristik unit usaha, dan terciptanya faktor kepercayaan dalam hubungan dengan klien (Gooderham dan Nordhaug (2000) dalam Gooderham et al., 2004). Bennett dan Robson (1999), dalam Schwartz dan Bar-El (2004), menyatakan bahwa faktor kepercayaan klien terhadap seorang akuntan publik juga didasarkan pada kerangka hukum dan formal yang membangun profesi ini. Pengetahuan formal yang dimiliki oleh profesi ini dapat mengedukasi, melatih, memberikan saran-saran bisnis profesional dan bantuan-bantuan teknis yang dapat meningkatkan daya saing dari UKM (Brugger (1995), dalam Gooderham et al., 2004).
1.3 Jasa Akuntan Publik Profesi akuntan publik menghasilkan 2 kelompok jasa, yaitu jasa assurance dan jasa nonassurance. Hasan, Maijoor, Mock, Roebuck, Simnett dan Vanstraelen (2005) mendefinisikan jasa assurance sesuai dengan pendefinisian dalam International Standard on Assurance Engagements (ISAE) yang dikeluarkan oleh IAPC, yaitu: “Engagements that involve the evaluation or measurement of a subject matter that is the responsibility of another party against
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 12
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 identified suitable criteria, in order to express a conclusion that provides the intended user with a level of assurance about the subject matter”. Sedangkan jasa nonassurance, atau lebih dikenal sebagai jasa nonatestasi, merupakan jasa yang dihasilkan oleh Akuntan Publik yang didalamnya ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan, dengan pembagian sebagai berikut (Mulyadi, 2002: 7) : 1. Jasa Kompilasi Laporan Keuangan Merupakan jasa yang menyediakan informasi laporan keuangan sebagai representasi pihak manajemen perusahaan, dimana laporan kompilasi laporan keuangan yang dikeluarkan oleh akuntan publik ini tidak memberikan jaminan apapun atas laporan keuangan kompilasi laporan keuangan yang bersangkutan (Messier, 2000: 768; Konrath, 2002: 639). 2. Jasa Konsultasi Manajemen Merupakan jasa yang meliputi pemberian nasihat dan bantuan teknis pada klien guna meningkatkan penggunaan kemampuan dan sumberdaya mereka dalam mencapai tujuan (Boyton, Johnson dan Kell, 2006: 14).
Menurut
Massier (2000: 21), jasa ini fokus pada entitas perusahaan, personalia, keuangan perusahaan, operasi perusahaan, sistem atau aktivitas perusahaan lainnya. 3. Jasa Perpajakan Merupakan jasa yang membantu penyiapan dan pamenuhan tax return, memberikan nasehat berkenaan dengan perencanaan pajak dan kekayaan, serta memberikan gambaran tentang isu-isu perpajakan terkini (Messier, 2000: 20). Penyelenggaraan jasa nonassurance di Indonesia telah disahkan melalui Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik, yang tertera dalam bab II bagian kedua pasal 6 tentang bidang jasa akuntan publik. Penelitian ini fokus pada jasa kompilasi laporan keuangan dan jasa konsultasi manajemen, karena kedua jasa ini memiliki relevansi lebih baik dengan kebutuhan
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 13
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 UKM untuk mengatasi kelemahan akuntansi dan manajemennya.
Relevansi
tersebut searah dengan hasil penelitian Woolf (1991), yang dikutip oleh seperti dikutip dalam Harahap (1995: 19), tentang hambatan dalam pelaksanaan audit pada UKM, yang menyatakan bahwa biasanya UKM hanya membutuhkan jasa pembukuan dari akuntan publik, mereka tidak membutuhkan jasa audit karena tidak adanya nilai yang sifatnya jelas. Taylor dan Glezen (1979: 740) mengungkapkan bahwa UKM membutuhkan bantuan profesional dalam penyusunan laporan keuangannya. Selain itu, Birley dan Westhead (1992), serta Storey (1994), dalam Gooderham et al. (2004), menyatakan bahwa UKM memiliki kebutuhan khusus dalam peningkatan kemampuan usaha dengan memanfaatkan saran dari profesional eksternal.
1.4 Potensi Pemberian Jasa Nonassurance Bagi UKM Beberapa penelitian terdahulu menyatakan pentingnya peran akuntan publik dalam memajukan UKM.
Marriot dan Marriot (2000) menyimpulkan hasil
penelitiannya bahwa terdapat potensi bagi akuntan profesional untuk memperluas jasa akuntansi dan manajemen mereka sampai pada usaha-usaha pada skala kecil. Hal tersebut didukung oleh hasil beberapa penelitian lainnya, seperti penelitian Næringsliv (2003), seperti dikutip dalam Gooderham et al. (2004), yang menyimpulkan dua per tiga UKM di Norwegia menyewa jasa akuntan publik berupa jasa kompilasi laporan keuangan untuk menyusun laporan keuangan tahunan yang wajib disajikan, dan hasil penelitian Cuadrado dan Rubalcaba (1993), seperti dikutip oleh Soriano et al. (2002), mengungkapkan bahwa pelaksanaan konsultasi bisnis internal tidak mudah untuk dilaksanakan karena melibatkan pembayaran gaji yang tinggi, dan salah satu alternatif adalah mempekerjakan jasa profesional eksternal yang dapat membantu organisasi untuk memecahkan masalah atau meningkatkan keadaan. Hal yang perlu dipahami dalam meneliti potensi pemberian jasa kompilasi laporan keuangan ataupun jasa konsultasi manajemen adalah terlalu naif untuk mengasumsikan bahwa mayoritas dari pemilik atau manajer UKM memiliki kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan mereka (Stanworth dan Gray (1992),
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 14
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 dalam Gooderham et al., 2004). Berdasarkan penelitian Low dan Macmillan (1988), dalam Gooderham et al. (2004), disimpulkan bahwa sebagian besar pemilik atau manajer UKM lebih mementingkan otonomi dan kebebasan dalam usaha dibandingkan masalah pertumbuhan usaha.
Oleh karena itu, penelitian ini
mengukur potensi pemberian jasa nonassurance oleh akuntan publik melalui eksistensi keterbatasan kemampuan akuntansi (Suharto, 2005; Peacock (1985), dalam Suhairi et al. (2004); Wichman (1984), dalam Suhairi et al. (2004); Deakins et al. (2001), dalam Gooderham et al., 2004) dan keterbatasan kapasitas manajemen (Suharto, 2005; Rey (1995), dalam Agustini dan Yudiati, 2002; Stanworth dan Gray (1992), dalam Gooderham et al. 2004; Shader, Mulford dan Blackburn (1989), dalam Priyanto, 2002; Baldwin (1993), dalam Priyanto, 2002; Rougoor et al. (1998), dalam Priyanto, 2002) dari UKM. Arens dan Loebbecke (1994: 3) memebrikan definisi atas kata akuntansi sebagai : ”The process of recording, classifying, and summarizing economic event in a logical manner for the purpose of providing financial information for decision making” Maka keterbatasan kemampuan akuntansi dapat dimaknai sebagai keterbatasan dalam kemampuan pencatatan, pengklasifikasian, dang pengikhtisaran kejadian ekonomi berdasarkan tata cara yang logis dengan tujuan menyediakan informasi keuangan untuk pengambilan keputusan.
Keterbatasan kemampuan akuntansi
bukan merupakan hal yang baru-baru ini muncul sebagai hasil dari penelitian tentang kinerja UKM. Adanya permasalahan dalam penerapan akuntansi telah lama diungkapkan oleh Wichman (1984), seperti dikutip dalam Suhairi et al. (2004). Penelitian-penelitian yang menempatkan UKM sebagai subjek penelitian juga membuktikan hal serupa.
Peacock (1985), dalam Suhairi et al. (2004),
menyimpulkan bahwa rendahnya pengetahuan akuntansi pemilik menyebabkan banyak perusahaan kecil yang mengalami kegagalan. Deakins et al. (2001), dalam Gooderham et al. (2004), mengungkapkan bahwa sebagian besar pemilik atau manajer UKM memiliki keahlian dan pengetahuan yang rendah terkait dengan masalah finansial dan bagaimana sistem pengendalian keuangan harus diterapkan
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 15
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 dalam pengambilan keputusan. Di Indonesia, penelitian Benjamin (1989), seperti dikutip dalam Harahap (1995: 74), mengungkapkan bahwa laporan keuangan perusahaan kecil lebih banyak menggunakan tatabuku tunggal (single entry), dan hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan.
Suharto (2005) menunjukkan
bahwa melakukan pencatatan dan administrasi atas semua transaksi dengan baik merupakan syarat yang harus dipenuhi UKM jika ingin mengakses pendanaan dari pihak lain, namun kenyataannya unit usaha ini justru kurang memiliki kemampuan melakukan pencatatan dan administrasi. Keterbatasan
kemampuan
akuntansi
pada
UKM
ini
bisa
dibantu
penanganannya oleh akuntan publik dengan memberikan jasa kompilasi laporan keuangan.
Taylor dan Glezen (1979: 740) mengungkapkan bahwa UKM
membutuhkan bantuan profesional dalam penyusunan laporan keuangannya. Holmes dan Nicholls (1988), dalam Suhairi et al. (2004), berpendapat bahwa pengetahuan pimpinan yang rendah menyebabkan banyak UKM menggunakan jasa akuntan publik dalam penyediaan informasi akuntansi. Robbins dan Coulter (1999) dalam Dwiatmadja, et al. (2003: 12) mendefinisikan manajemen sebagai : ”The process of coordinating and integrating work activities so that they are completed efficiently and effectively with and through other people” Maka keterbatasan kapasitas manajemen dapat dipahami sebagai keterbatasan dalam kemampuan mengkoordinasi dan mengintegrasikan aktivitas kerja sehingga dapat diselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Kapasitas manajemen merupakan salah satu hal yang penting dalam mengelola suatu usaha.
Rougoor et al. (1998), seperti dikutip dalam Priyanto (2002),
menunjukkan bahwa kapasitas manajemen merupakan sesuatu yang berhubungan dengan karakteristik personal dan keahlian untuk mencapai persoalan dan kesempatan yang benar dalam momen yang tepat dan dengan cara yang benar. Rougoor et al. (1998), seperti dikutip dalam Priyanto (2002), juga menegaskan bahwa aspek personal dari manajer, yang terdiri atas drives, motivation, abilities dan biografical factor, akan mempengaruhi kemampuannya dalam proses pengambilan
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 16
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 keputusan, berupa aktivitas planning, implementation dan control. Aspek personal dapat mempengaruhi kemampuan dalam proses pengambilan keputusan, sehingga penghitungan salah satu komponen tersebut penting tetapi tidak cukup jika mengukur manajemen secara benar (Priyanto, 2002). Kelemahan UKM dalam hal kapasitas manajemen, dengan nyata, memiliki peran yang besar dalam menghambat kelangsungan usaha. Shader, Mulford dan Blackburn (1989), serta Baldwin (1993), dalam Priyanto (2002), menyatakan bahwa kinerja dari UKM berkaitan dengan tingginya tingkat kecakapan manajemen. Clark, Berkeley dan Steuer (2001), serta Pounds (1969), seperti dikutip oleh Schwartz dan Bar-El (2004), menyimpulkan bahwa kesulitan UKM dalam mengidentifikasikan permasalahan-permasalahan mereka disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan motivasi dari pemilik atau pengelola usaha. Penelitian Stanworth dan Gray (1992) di UK, seperti dikutip dalam Gooderham et al. (2004), mengindikasikan bahwa mayoritas pemilik UKM tidak mempunyai kulifikasi manajemen dan profesional yang formal. Rey (1995), dalam Gooderham et al. (2004), mengungkapkan bahwa salah satu sebab utama yang membuat wirausahawan mengalami kegagalan adalah karena mereka tidak mempunyai pengalaman manajemen usaha.
Di Indonesia,
Suharto (2005) menegaskan bahwa kemampuan manajemen merupakan salah satu kekurangan UKM dalam menjalankan usahanya. Keterbatasan penanganannya manjemen.
oleh
kapasitas akuntan
manajemen publik
dengan
pada
UKM
memberikan
dapat jasa
dibantu konsultasi
Chell dan Baines (2000), Marshall et al. (1995) Nordhaug dan
Goderham (1996), serta Wynarczyk et al. (1993), seperti dikutip dalam dalam Gooderham et al. (2004), menyatakan bahwa ketidakpastian usaha serta keterbatasan sumber daya menimbulkan penelaahan dan perkembangan yang problematik bagi UKM.
Hal ini berarti UKM memiliki kebutuhan khusus untuk
memanfaatkan konsultasi bisnis dari sumber eksternal (Birley dan Westhead (1992) dalam Gooderham et al., 2004; Storey (1994) dalam Gooderham et al., 2004). Jennings dan Beaver (1997), seperti dikutip dalam Gooderham et al. (2004), mengungkapkan bahwa pemilik atau manajer dari UKM memerlukan keahlian dan pengetahuan manajemen khusus yang mudah diproleh, yang secara langsung
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 17
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 berhubungan dengan kewirausahaan dan manajemen profesional dalam lingkungan operasional bisnis.
Apabila konteks eksternal dapat dipahami, ada banyak
kemungkinan bahwa UKM mempelajari kebutuhan tersebut dari akuntan (Bennett dan Robson (1999) dalam Gooderham et al., 2004; Curran et al. (1993) dalam Gooderham et al., 2004; Gibb (1997) dalam Gooderham et al., 2004).
Searah
dengan pendapat ini, Agustini dan Yudiati (2002) menyatakan bahwa bagi wirausahawan, kemampuan untuk mengenali lingkungan, mengindera peluang usaha, dan mengerahkan sumber daya guna meraih peluang tersebut dalam batas risiko yang tertanggungkan untuk menikmati nilai tambah merupakan hal yang penting.
Oleh karenanya, Setyawan (1993), seperti dikutip dalam Agustini dan
Yudiati (2002), mengutarakan bahwa diperlukan alat bantu yang dapat digunakan untuk mengungkapkan sikap dan sistem nilai tersebut dalam diri seseorang. 1.5 Kerangka Pemikiran Teoritis Gambaran kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.1 dan 2.2. UKM KAPASITAS MANAJEMEN
KEMAMPUAN AKUNTANSI
PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN
ASPEK PERSONAL
POTENSI PEMBERIAN JASA NONASSURANCE
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 1
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 18
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Gambar 2.1 menjelaskan suatu kondisi dimana sebuah UKM memiliki kemampuan akuntansi yang memadai, yang dapat diindikasikan oleh kecukupan pengetahuan akuntasi, penerapan yang baik atas pencatatan aktivitas transaksi dan administrasi perusahaan, serta adanya pembagian kewenangan atau otorisasi yang memadai.
Selain itu pemilik atau pengelola dari UKM tersebut memiliki aspek
personal yang baik, sehingga meningkatkan kualitas proses dan hasil dari pengambilan keputusan. Dalam
kondisi
perusahaan
nonassurance cenderung kecil.
semacam
ini,
potensi
pemberian
jasa
Hal ini timbul karena kondisi-kondisi yang
memerlukan perbaikan maupun perubahan cenderung sedikit, sehingga peran akuntan publik sebagai pembantu dalam penyusunan laporan keuangan maupun sebagai penasehat bisnis cederung kurang diperlukan.
UKM KAPASITAS MANAJEMEN
KEMAMPUAN AKUNTANSI
PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN
ASPEK PERSONAL
POTENSI PEMBERIAN JASA NONASSURANCE
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Teoritis 2
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 19
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Gambar 2.2 merupakan kondisi yang berkebalikan dengan UKM pada gambar 2.1. UKM pada gambar ini memiliki kemampuan akuntansi yang terbatas, yang dapat diindikasikan oleh kurangnya pengetahuan akuntasi, penerapan yang kurang memadai atas pencatatan aktivitas transaksi dan administrasi perusahaan, serta adanya pembagian kewenangan atau otorisasi yang tidak sesuai. Selain itu pemilik atau pengelola dari UKM tersebut memiliki aspek personal yang lemah, sehingga menurunkan kualitas proses dan hasil dari pengambilan keputusan. Dalam kondisi UKM seperti ini, potensi pemberian jasa nonassurance cenderung besar. Hal ini timbul karena kondisi-kondisi yang memerlukan perbaikan maupun perubahan cenderung banyak, sehingga peran akuntan publik sebagai pembantu dalam penyusunan laporan keuangan maupun sebagai penasehat bisnis cederung diperlukan.
III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yang berusaha memberikan gambaran atau profil atas suatu objek atau fenomena. Penelitian ini menetapkan seluruh UKM di Kota Semarang yang, dengan total aktiva diatas Rp25.000.000,00 sampai dengan Rp10.000.000.000,00, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, sebagai populasi. Sampel penelitian ditetapkan dengan metode purposive sampling dengan kriteria-kriteria sebagai berikut : 1. UKM yang kegiatan usahanya terdaftar di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah. 2. UKM yang belum tutup usaha, atau tidak mengalami penggabungan usaha dengan perusahaan berskala usaha besar, baik dalam bentuk akuisisi atau konsolidasi atau merger. 3. Pemilik atau pengelola dari UKM terkait, bersedia memberikan informasi tentang perusahaan sesuai dengan item-item yang ditanyakan oleh peneliti (bersedia diwawancara dengan sukarela).
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 20
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Tabel 3.1 Pengambilan Sampel Keterangan
Jumlah UKM
UKM yang kegiatan usahanya terdaftar di 30
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah
UKM yang sudah tutup usaha, atau
(11)
mengalami penggabungan usaha dengan perusahaan berskala usaha besar
Pemilik atau pengelola UKM yang tidak
(6)
bersedia diwawancara
Total UKM di Kota Semarang yang dapat digunakan sebagai sampel
13
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui wawancara langsung terhadap pemilik atau manajer pelaksana dari 13 UKM yang memenuhi kriteria sebagai sampel penelitian, dengan menggunakan alat bantu berupa kuesioner tertutup.
3.2 Definisi Operasional dan Pengukuran Variable Variabel
yang
digunakan
untuk
mengukur
potensi
pemberian
jasa
nonassurance oleh akuntan publik bagi UKM terdiri atas variabel kemampuan akuntansi dan variabel kapasitas manajemen. Indikator-indikator dari kemampuan akuntansi yang digunakan dalam penelitian
ini,
dikembangkan
berdasarkan
the
European
Commission’s
Recommendation of 16 May 2002 tentang Statutory Auditor’s Independence in the EU: A Set of Fundamental Principles yang berisi kriteria-kriteria pemberian jasa nonassurance yang diakomodasi oleh SEC/PCAOB, IFAC, EU, APB dan AICPA.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 21
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Tabel 3.2 Definisi Operasional Variabel Kemampuan Akuntansi Indikator
1
2
3
4
5
6
Skala Pengukuran Terdiri dari : a. Sangat buruk (skor = 1) b. Buruk (skor = 2) Pembuatan bukti-bukti atas setiap aktivitas usaha c. Tidak berpendapat (skor = 3) d. Baik (skor = 4) e. Sangat baik (skor = 5) Terdiri dari : a. Sangat buruk (skor = 1) Pembuatan jurnal/pembukuan b. Buruk (skor = 2) atas setiap transaksi c. Tidak berpendapat (skor = 3) perusahaan d. Baik (skor = 4) e. Sangat baik (skor = 5) Terdiri dari : a. Sangat buruk (skor = 1) b. Buruk (skor = 2) Penyusunan laporan keuangan sesuai SAK c. Tidak berpendapat (skor = 3) d. Baik (skor = 4) e. Sangat baik (skor = 5) Terdiri dari : a. Sangat buruk (skor = 1) b. Buruk (skor = 2) Rutinitas penyusunan laporan keuangan c. Tidak berpendapat (skor = 3) d. Baik (skor = 4) e. Sangat baik (skor = 5) Terdiri dari : a. Sangat buruk (skor = 1) b. Buruk (skor = 2) Pengarsipan dokumen akuntansi c. Tidak berpendapat (skor = 3) d. Baik (skor = 4) e. Sangat baik (skor = 5) Terdiri dari : a. Sangat buruk (skor = 1) Penetapan aras b. Buruk (skor = 2) pertanggungjawaban/pembagian kewenangan atas aktivitas c. Tidak berpendapat (skor = 3) akuntansi d. Baik (skor = 4) e. Sangat baik (skor = 5)
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 22
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Indikator-indikator kapasitas manajemen yang digunakan dalam penelitian ini, disarikan dari hasil penelitian Rougoor et al. (1998), seperti dikutip dalam Priyant, (2002) dan hasil penelitian Priyanto (2002). Berdasarkan penelitian Rougoor et al. (1998), seperti dikutip dalam Priyanto et al. (2002), variabel kapasitas manajemen dibagi dalam dua aspek, yaitu aspek personal (personal aspect) dan aspek proses pengambilan keputusan (decision making process). Dua komponen tersebut saling berhubungan, sehingga penghitungan salah satu komponen tidak cukup mengukur manajemen secara benar (Priyanto, 2002). Tabel 3.3 Definisi Operasional Variabel Kapasitas Manajemen Indikator
Skala Pengukuran
Aspek Personal Terdiri dari : a. Sangat buruk (skor = 1) 1
Motivasi untuk mengelola
b. Buruk (skor = 2)
usaha.
c. Tidak berpendapat (skor = 3) d. Baik (skor = 4) e. Sangat baik (skor = 5) Terdiri dari : a. Sangat buruk (skor = 1)
2
Tingkat pendidikan formal
b. Buruk (skor = 2)
maupun nonformal
c. Tidak berpendapat (skor = 3) d. Baik (skor = 4) e. Sangat baik (skor = 5) Terdiri dari : a. Sangat buruk (skor = 1)
3
Pengalaman kerja
b. Buruk (skor = 2) c. Tidak berpendapat (skor = 3) d. Baik (skor = 4) e. Sangat baik (skor = 5)
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 23
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Indikator
Skala Pengukuran
Aspek Proses Pengambilan Keputusan Terdiri dari : a. Sangat buruk (skor = 1) 4
Penyusunan perencanaan
b. Buruk (skor = 2)
atas aktivitas usaha
c. Tidak berpendapat (skor = 3) d. Baik (skor = 4) e. Sangat baik (skor = 5) Terdiri dari :
Implementasi atas aktivitas 5
usaha yang ditetapkan/direncanakan
a. Sangat buruk (skor = 1) b. Buruk (skor = 2) c. Tidak berpendapat (skor = 3) d. Baik (skor = 4) e. Sangat baik (skor = 5) Terdiri dari : a. Sangat buruk (skor = 1)
6
Pengendalian atas
b. Buruk (skor = 2)
pelaksanaan aktivitas usaha
c. Tidak berpendapat (skor = 3) d. Baik (skor = 4) e. Sangat baik (skor = 5)
3.3 Teknik dan Langkah Analisis Penelitian Identifikasi Potensi Pemberian Jasa Nonassurance Oleh Akuntan Publik Bagi UKM ini dirancang untuk dilaksanakan dalam 4 tahap, yang diawali oleh pelaksanaan tahap 1 yang terdiri atas 2 aktivitas, sebagai berikut : 1. Perancangan kuesioner. Item-item pertanyaan dalam draft kuesioner terdiri atas 2 kelompok, yaitu kelompok kemampuan akuntansi, yang dikembangkan berdasarkan the European Commission’s Recommendation of 16 May 2002 tentang Statutory Auditor’s Independence in the EU: A Set of Fundamental Principles yang berisi kriteria-kriteria pemberian jasa nonassurance yang diakomodasi oleh SEC/PCAOB, IFAC, EU, APB dan AICPA, serta Internal
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 24
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Questioner yang dikembangkan oleh Stelzer (1964), seperti dikutip dalam Harahap (1995: 96-98), serta kelompok kapasitas manajemen, yang disarikan dari hasil penelitian Rougoor et al. (1998), seperti dikutip dalam Priyanto (2002), Penelitian Stratifikasi IKM di Jawa Tengah yang diselenggarkan oleh Center for Micro and Small Scale Enterprises Dynamics (CEMSED), dan hasil penelitian Priyanto (2002). 2. Pelaksanaan pilot study dan revisi kuesioner. dengan
tujuan
ditemukannya
item-item
Pilot study dilaksanakan
pertanyaan
yang
memiliki
kemungkinan dapat membingungkan responden, item-item pertanyaan tersebut kemudian akan dimodifikasi atau diganti tanpa merubah hasil informasi yang diharapkan dapat diperoleh atas pengajuan pertanyaanpertanyaan tersebut. Pilot study pada penelitian ini telah dilaksanakan pada 4 UKM berbentuk CV yang berdomisili di Kota Semarang. Kuesioner revisi akan mendasari dan membantu pelaksanaan tahap penelitian 2.
Tahap ini berisi pelaksanaan survey dengan metode wawancara
kepada pemilik atau manajer pengelola dari 13 UKM yang dijadikan sampel. Data hasil wawancara, yang merupakan hasil akhir dari pelaksanaan tahap 2, akan diolah pada tahap penelitian 3 : 1. Pengolahan data, diawali dengan mentransformasikan hasil wawancara dengan responden dalam skala likert sesuai dengan indikator-indikator variabel kemamapuan akuntansi dan kapasitas manajemen, kemudian hasil tabulasi akan diolah dengan menyajikan statistik deskriptif dari 13 UKM sampel, dilengkapi dengan penyajian hasil tabulasi silang (crosstab) menggunakan software SPSS. 2. Penyusunan draft laporan akhir. Rangkaian
kegiatan
penelitian
Identifikasi
Potensi
Pemberian
Jasa
Nonassurance Oleh Akuntan Publik Bagi UKM diakhiri oleh pelaksanaan tahap penelitian 4, yang akan menghasilkan laporan akhir. Laporan akhir diperoleh melalui pelaksanaan aktivitas presentasi draft laporan, yang akan merangkum pendapat dan kritik pihak-pihak lain atas penelitian ini, untuk kemudian menjadi dasar pelaksanaan revisi atas draft laporan terkait.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 25
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Secara skematis, tahap-tahap penelitian Identifikasi Potensi Pemberian Jasa Nonassurance Oleh Akuntan Publik Bagi UKM dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 3.1 Rangkaian Kegiatan Penelitian Identifikasi Potensi Pemberian Jasa Nonassurance Oleh Akuntan Publik Bagi UKM
IV. ANALISIS DAN BAHASAN ANALISIS 4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan dengan kepemilikan kekayaan bersih (total aktiva), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, diatas Rp25.000.000,00 sampai dengan Rp.10.000.000.000,00, yang sering disebut sebagai Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Penetapan syarat objek penelitian dalam penelitian ini didasarkan pada pernyataan Komite Penanggulangan Kemiskinan Nasional tentang definisi usaha mikro, UU No.9 tahun 1995 pasal 5 dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 3/9Bkr tahun 2001 yang mengatur tentang kriteria-kriteria usaha kecil, dan Inpres RI No.10 Tahun 1999 yang mengatur klasifikasi usaha menengah. Populasi penelitian berupa UKM yang berdomisili di Kota Semarang, sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah UKM dengan kriteria UKM yang kegiatan usahanya terdaftar di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 26
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Tengah, UKM yang belum tutup usaha, atau tidak mengalami penggabungan usaha dengan perusahaan berskala usaha besar, serta pemilik atau pengelola dari UKM terkait bersedia diwawancara dengan sukarela. Tabel 4.1 menyajikan data demografi dari 13 UKM yang menjadi sampel penelitian dan digunakan dalam analisis data. Tabel 4. 1 Karakteristik Demografi UKM Sampel Penelitian Keterangan
Jumlah
Persentase
Industri Furniture dari Kayu
4
30,77%
Industri Barang-barang Plastik Lainnya
1
7,69%
Industri Sabun dan Bahan Pembersih Keperluan Rumah Tangga
2
15,38%
Industri Pupuk Alam/Nonsintesis Hara Makro Primer
1
7,69%
Industri Moulding dan Komponen Bahan Bangunan
1
7,69%
Industri Perlengkapan Penunjang Asesoris Otomotif
2
15,38%
Industri Percetakan
2
15,38%
13
100%
Lokal
11
84,62%
Ekspor
2
15,38%
13
100%
Perorangan
6
46,15%
CV
4
30,77%
PT
3
23,08%
13
100%
Jenis Industri
Total Area Pemasaran
Total Bentuk Usaha
Total
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 27
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Nilai Aktiva Rp 25.000.001 - Rp 200.000.000
8
61,54%
Rp 200.000.001 - Rp 10.000.000.000
5
38,46%
13
100%
Tidak
9
69,23%
Ya
4
30,77%
13
100%
Total Jasa Akuntan Publik
Total Sumber : Output SPSS, 2007
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa mayoritas UKM sampel bergerak dalam Industri Furniture dari Kayu, yaitu sebanyak 4 UKM (30,77%). Sedangkan sisanya tersebar secara merata masing-masing 2 UKM (15,38%) yang bergerak dalam Industri Sabun dan Bahan Pembersih Keperluan Rumah Tangga dan Industri Percetakan dan Industri Perlengkapan Penunjang Asesoris Otomotif, serta masing-masing 1 UKM (7,69%) yang bergerak dalam Industri Barang-barang Plastik Lainnya, Industri Pupuk Alam/Nonsintesis Hara Makro Primer, Industri Moulding dan Komponen Bahan Bangunan. Berdasarkan klasifikasi area pemasaran, mayoritas dari UKM sampel memasarkan hasil produksinya secara lokal, yaitu sebanyak 11 UKM (84,62%). Jumlah tersebut berasal dari seluruh jenis industri, yaitu masing-masing 2 UKM yang bergerak dalam Industri Furniture dari Kayu, Industri Sabun dan Bahan Pembersih Keperluan Rumah Tangga dan Industri Percetakan dan Industri Perlengkapan Penunjang Asesoris Otomotif, serta masing-masing 1 UKM yang bergerak
dalam
Industri
Barang-barang
Plastik
Lainnya,
Industri
Pupuk
Alam/Nonsintesis Hara Makro Primer, Industri Moulding dan Komponen Bahan Bangunan. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa 8 UKM memasarkan hasil produksinya secara langsung ke konsumen. 2 UKM dari jumlah tersebut hanya melayani penjualan dalam partai besar sesuai kapasitas produksi maksimal untuk area pemasaran lokal, sedangkan 1 UKM hanya melayani penjualan dalam partai
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 28
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 besar sesuai kapasitas produksi maksimal, dengan mengkhususkan area pemasaran di luar negeri. UKM dengan tipe pemasaran semacam ini sekaligus melayani jasa pemasangan, dan jasa pelengkap lainnya.
Selain itu, terdapat 2
UKM, seluruhnya bergerak dalam Industri Furniture dari Kayu, yang memasarkan hasil produksinya secara langsung maupun melalui distributor.
Salah satu dari
UKM-UKM tersebut menggunakan jasa distributor untuk daerah pemasaran di luar Kota Semarang, sedangkan lainnya untuk untuk memenuhi kebutuhan ekspor. Lebih lanjut, terdapat 3 UKM, yang seluruhnya memiliki area pemasaran lokal, memasarkan hasil produksinya hanya melalui distributor. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi penjualan kredit dengan tingkat ketidakpastian penagihan yang tinggi. Dari aspek bentuk usaha, sebanyak 6 UKM (46,15%) berbentuk perusahaan perorangan, 4 UKM (30,77%) berbentuk CV, dan 3 UKM (23,08%) berbentuk PT. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa 12 UKM sampel merupakan sumber penghasilan utama bagi pemilik ataupun pengelolanya, sedangkan 1 UKM, yang berbentuk CV, merupakan sumber penghasilan tambahan bagi pemilik. Selain itu 12 UKM sampel merupakan UKM yang didirikan sendiri oleh pemilik saat ini, dan 1 UKM, yang berbentuk usaha perorangan, merupakan usaha warisan. Lebih lanjut, pembagian kepemilikan atas UKM sampel dengan bentuk CV maupun PT, hanya terbagi antar anggota keluarga inti, seperti istri dan anak dari pemilik. Berdasarkan total nilai aktiva, dengan tidak memasukkan nilai tanah dan nilai bangunan tempat usaha, mayoritas dari UKM sampel, sebanyak 8 UKM (61,54%), merupakan usaha kecil.
Dari jumlah tersebut, 5 UKM merupakan perusahaan
dengan bentuk usaha perorangan. Terkait dengan pemanfaatan jasa akuntan publik, sejumlah 9 UKM (69,23%) belum memanfaatkan jasa kompilasi laporan keuangan maupun jasa konsultasi manajemen.
2 UKM dari jumlah tersebut, sudah pernah memanfaatkan jasa
kompilasi laporan keuangan maupun jasa konsultasi manajemen, namun kemudian memutuskan untuk menghentikan pemanfaatan jasa-jasa tersebut.
Berdasarkan
hasil wawancara, diketahui bahwa faktor harga bukan merupakan masalah utama yang menyebabkan UKM-UKM tersebut tidak atau tidak lagi menyewa jasa akuntan
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 29
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 publik. 7 UKM yang belum pernah memanfaatkan jasa akuntan publik menyatakan bahwa mereka tidak mengerti hakikat dari jasa kompilasi laporan keuangan maupun jasa konsultasi manajemen.
2 UKM yang memutuskan untuk
menghentikan
pemanfaatan jasa akuntan publik menyatakan bahwa penyelenggaraan jasa kompilasi laporan keuangan dan jasa konsultasi manajemen tidak mengedukasi perusahaan sehingga lebih baik dari sebelumnya, terutama dalam hal akuntansi. Kedua UKM tersebut merasa hanya memindahtangankan tanggung jawab akuntansi kepada akuntan publik tanpa diberi masukan atau penjelasan lebih lanjut atas halhal yang harus diperbaiki oleh perusahaan. Fakta ini sesuai dengan pernyataan Fogel (2001), dalam Schwartz dan Bar-El (2004), yang mengungkapkan bahwa program-program pemberdayaan UKM belum memenuhi ekspektasi dari usahawan.
4.2 Gambaran Umum Responden Penelitian Responden dalam penelitian ini adalah pemilik, yang mengelola UKM secara langsung, atau manajer pengelola, yang bertanggungjawab atas pengelolaan UKM, dari UKM sampel.
Syarat ini ditetapkan mengingat pernyataan Berry et al. (1993)
yang mengungkapkan bahwa pemberian kredit pada UKM memiliki makna memberikan pinjaman kepada seseorang. Maka pemilik atau manajer pengelola dari suatu UKM merupakan pihak yang dianggap paling mengetahui seluk beluk perusahaan, baik secara keseluruhan maupun untuk hal-hal detail. Tabel 4.2 menyajikan data karakteristik dari 13 orang yang menjadi responden dalam penelitian ini.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 30
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Tabel 4. 2 Karakteristik Responden Penelitian Responden Total
Manajer Pengelola
Pemilik
Pria
4
7
11
Wanita
1
1
2
Jenis Kelamin
13
Pendidikan Formal SMA
1
5
6
Perguruan Tinggi
4
3
7 13
Pendidikan Nonformal Tidak Memiliki
3
2
5
Seminar
1
0
1
Kursus Manajemen/Organisasi
0
2
2
1
4
5
Kursus Keterampilan Teknis/Teknologi Produksi
13
Pengalaman Kerja Tidak Memiliki
4
1
5
< 1 tahun
0
1
1
1 - 10 tahun
1
2
3
>10 tahun
0
4
4 13
Sumber : Output SPSS, 2007 Mayoritas responden dalam penelitian ini, yaitu sebanyak 8 orang (61,54%), berkedudukan sebagai pemilik UKM, dan 11 orang dari total responden (84,62%)
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 31
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 berjenis kelamin pria.
Berdasarkan klasifikasi pendidikan formal, tampak bahwa
responden yang berkedudukan sebagai manajer pengelola, yaitu 4 orang dari 5 manajer pengelola (80%), memiliki tingkat pendidikan akhir perguruan tinggi, dan jumlah perbandingan ini lebih tinggi dibanding pemilik UKM yang memiliki latar pendidikan perguruan tinggi, yaitu 3 orang dari 8 pemilik UKM. Hasil wawancara dengan para manajer pengelola menjelaskan bahwa latar belakang utama penunjukan mereka sebagai manajer pengelola oleh para pemilik UKM adalah level pendidikan. Dengan kata lain, paling tidak 4 pemilik UKM yang tidak memimpin secara langsung perusahaannya, memiliki latar belakang pendidikan formal yang lebih rendah dibandingkan dengan para manajer pengelola. Klasifikasi pendidikan nonformal mengetengahkan fakta yang berbeda. Mayoritas pemilik UKM yang mengelola sendiri usahanya, yaitu sebanyak 75% dari 8 pemilik UKM, memiliki latar belakang pendidikan nonformal, dan jumlah perbandingan ini lebih tinggi dibanding pemilik UKM yang memiliki latar pendidikan perguruan tinggi, yaitu 20% dari 5 manajer pengelola UKM sampel. manajer pengelola, dengan pendidikan terakhir perguruan tinggi, pendidikan
nonformal,
dan
pendidikan
nonformal
tersebut
Hanya 1
yang memiliki hanya
berupa
keikutsertaan dalam seminar. Hal ini mengindikasikan bahwa para pemilik UKM yang memilih untuk menjalankan sendiri usahanya, telah berupaya untuk meningkatkan kapabilitas mereka dengan mengikuti program-program pendidikan nonformal, seperti kursus manajemen/organisasi, yang diikuti oleh 25% pemilik UKM, atau kursus keterampilan teknis/teknologi produksi, yang diikuti oleh 50% pemilik UKM. Sama halnya dengan klasifikasi pendidikan nonformal, sejumlah 7 orang (87,5%) dari 8 orang pemilik UKM memiliki pengalaman kerja. 4 orang diantara 7 pemilik UKM tersebut, memiliki pengalaman kerja di atas 10 tahun dengan distribusi profesi sebagai pengusaha (50%), karyawan swasta (25%), dan dosen (25%). Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan pengelolaan usaha para pemilik UKM sampel cenderung ditopang oleh latar belakang pendidikan nonformal dan pengalaman mereka dalam dunia kerja.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 32
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 4.3 Analisis Statistik Deskriptif Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran tentang variabel kemampuan akuntansi dan kapasitas manajemen yang digunakan dalam penelitian. Statistik deskriptif yang digunakan didalam penelitian ini adalah nilai maksimum, nilai minimum, rata-rata, dan standar deviasi, serta tabulasi silang (crosstab). Analisis statistik deskriptif dengan menggunakan nilai maksimum, nilai minimum, rata-rata, dan standar deviasi, dilakukan dengan membandingkan kisaran teoritis dengan kisaran sesungguhnya. Kisaran teoritis adalah kisaran atas bobot jawaban yang secara teoritis didesain sebagai media scoring kuesioner penelitian dan hasil wawancara. Kisaran sesungguhnya yaitu nilai terendah sampai dengan tertinggi atas bobot jawaban responden yang sesungguhnya. Apabila nilai rata-rata jawaban tiap konstruk pada kisaran sesungguhnya dibawah rata-rata kisaran teoritis dapat disimpulkan bahwa jawaban responden cenderung memiliki kemampuan akuntansi dan atau kapasitas manajemen yang rendah. Sedangkan jika nilai ratarata kisaran sesungguhnya di atas rata-rata kisaran teoritis, maka responden cenderung memiliki kemampuan akuntansi dan atau kapasitas manajemen yang tinggi.
Hasil tabulasi silang akan menampilkan gambaran tentang variabel
kemampuan akuntansi dan kapasitas manajemen dari UKM sampel berdasarkan kategori demografi tertentu. 4.3.1 Analisis Statistik Deskriptif Variabel Kemampuan Akuntansi Tabel 4.3 menyajikan statistik deskriptif untuk variabel kemampuan akuntansi, termasuk statistik deskriptif atas 6 indikator kemampuan akuntansi, dari 13 UKM sampel. Variabel ini digunakan dalam penelitian sebagai proksi potensi pemberian jasa kompilasi laporan keuangan oleh akuntan publik bagi UKM.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 33
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Tabel 4. 3 Statistik Deskriptif Variabel Kemampuan Akuntansi Teoritis Variabel
Sesungguhnya
Rata-
Rata-
Standar
Kisaran
rata
Kisaran
rata
Deviasi
1-5
3
2-5
3,31
1,316
1-5
3
2-2
2,00
0,000
1-5
3
1-4
2,46
1,127
1-5
3
1-5
3,92
1,706
1-5
3
1-4
2,15
0,899
1-5
3
1-4
3,31
1,109
Kemampuan dalam membuat buktibukti atas setiap aktivitas usaha Kemampuan dalam membuat jurnal/pembukuan atas setiap transaksi perusahaan Kemampuan dalam menyusun laporan Keuangan sesuai SAK Rutinitas penyusunan laporan keuangan Kemampuan dalam mengarsipkan dokumen akuntansi Penetapan aras pertanggungjawaban/ pembagian kewenangan atas aktivitas akuntansi
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 34
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Kemampuan Akuntansi
6 - 30
18
11 - 23
17,08
3,730
Sumber : Output SPSS, 2007 Berdasarkan tabel 4.3, variabel kemampuan akuntansi memiliki nilai kisaran teoritis bobot jawaban antara 6 sampai dengan 30, dengan rata-rata sebesar 18. Pada kisaran sesungguhnya, jawaban responden mempunyai bobot antara 11 sampai dengan 23, dengan rata-rata sebesar 17,15 dan standar deviasi sebesar 3,826.
Nilai rata-rata jawaban sesungguhnya untuk mengukur kemampuan
akuntansi dari UKM sampel berada di bawah rata-rata teoritis, maka dapat disimpulkan bahwa UKM sampel cenderung mempunyai kemampuan akuntansi yang rendah.
Kemampuan akuntansi yang cenderung rendah mengindikasikan
bahwa pemilik atau pengelola dari UKM sampel memiliki pengetahuan dan keahlian yang cenderung kurang memadai terkait dengan pencatatan, pengklasifikasian dan pengikhtisaran kejadian ekonomi berdasarkan tata cara yang logis dengan tujuan menyediakan informasi keuangan untuk pengambilan keputusan.
Hal ini sesuai
dengan pernyataan Deakins et al. (2001), dalam Gooderham et al. (2004), yang mengungkapkan bahwa sebagian besar pemilik atau manajer UKM memiliki keahlian dan pengetahuan yang rendah terkait dengan masalah finansial dan bagaimana sistem pengendalian keuangan harus diterapkan dalam pengambilan keputusan. Tabel 4.3 juga menyajikan hasil analisis atas 6 indikator variabel kemampuan akuntansi, dan hasilnya menunjukkan bahwa rata-rata jawaban sesungguhnya atas indikator 2, indikator 3, dan indikator 5 berada di bawah rata-rata teoritis. Hasil analisis atas indikator 2 mengindikasikan bahwa UKM sampel memiliki kemampuan yang cenderung rendah terkait dengan kemampuan dalam membuat jurnal/pembukuan atas setiap transaksi perusahaan. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa 13 UKM sampel selalu membuat pembukuan atas setiap transaksi perusahaan, hanya saja mayoritas UKM sampel, yaitu sebanyak 11 UKM, menggunakan sistem pembukuan single entry, sesuai dengan pernyataan Benjamin (1989), seperti dikutip dalam Harahap (1995: 74), yang menyatakan bahwa laporan keuangan perusahaan kecil lebih banyak menggunakan tatabuku tunggal (single
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 35
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 entry).
Lebih lanjut, diketahui bahwa 2 UKM lainnya tidak menganut sistem
pembukuan tertentu (sesuai kebijakan perusahaan). Analisis atas indikator 3 mengindikasikan bahwa UKM sampel memiliki kemampuan yang cenderung rendah terkait dengan kemampuan dalam menyusun laporan keuangan sesuai SAK. Hasil wawancara menjelaskan bahwa hanya 11 UKM dari 13 UKM sampel yang menyusun laporan keuangan, dan hanya 3 UKM dari jumlah tersebut yang mendasarkan pembuatan laporan keuangannya berdasarkan arahan dari akuntan publik, yang mengacu pada SAK. 11 UKM yang menyusun laporan keuangan menggunakan laporan keuangan tersebut sebagai media evaluasi, terutama evaluasi biaya produksi. Hasil analisis atas indikator 5 mengindikasikan bahwa UKM sampel memiliki kemampuan
yang
cenderung
rendah
terkait
dengan
kemampuan
dalam
mengarsipkan dokumen akuntansi. Wawancara dengan para pemilik atau manajer pengelola UKM sampel menerangkan bahwa 10 UKM sampel tidak mengetahui keharusan perusahaan dengan bentuk PT untuk menyimpan dokumen-dokumen usaha selama minimal 10 tahun (UU No.8 tahun 1997), dan selama minimal 30 tahun untuk perusahaan dengan bentuk non-PT (Kitab Undang-undang Hukum Dagang). 3 UKM lainnya memperoleh informasi mengenai ketentuan tersebut dari akuntan publik yang mereka sewa.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 36
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Tabel 4.4 Tabulasi Silang antara Karakteristik Demografi UKM sampel dengan Variabel Kemampuan Akuntansi Kemampuan Akuntansi Keterangan Renda h
Tinggi
Jenis Industri Industri Furniture dari Kayu
2
2
Industri Barang-barang Plastik Lainnya
1
0
1
1
Industri Pupuk Alam/Nonsintesis Hara Makro Primer
1
0
Industri Moulding dan Komponen Bahan Bangunan
0
1
Industri Perlengkapan Penunjang Asesoris Otomotif
1
1
Industri Percetakan
2
0
8
5
Lokal
7
4
Ekspor
1
1
8
5
Perorangan
4
2
CV
2
2
PT
2
1
Industri Sabun dan Bahan Pembersih Keperluan Rumah Tangga
Total Area Pemasaran
Total Bentuk Usaha
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 37
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 8
5
Rp 25.000.001 - Rp 200.000.000
5
3
Rp 200.000.001 - Rp 10.000.000.000
3
2
8
5
Tidak
6
3
Ya
2
2
8
5
Total Nilai Aktiva
Total Jasa Akuntan Publik
Total Sumber : Output SPSS, 2007
Tabel 4.4 menyajikan gambaran kemampuan akuntansi dari 13 UKM sampel berdasarkan karakteristik jenis industri, area pemasaran, bentuk usaha, nilai aktiva, dan pemanfaatan jasa akuntan publik. Sesuai dengan hasil analisis atas tabel 4.3, tabel 4.4 juga menunjukkan bahwa mayoritas dari 13 UKM sampel, sejumlah 8 UKM (61,54%), memiliki kemampuan akuntansi yang cenderung rendah. Berdasarkan klasifikasi jenis industri, 8 UKM sampel dengan kemampuan akuntansi yang cederung rendah terdiri atas masing-masing 2 UKM yang bergerak dalam Industri Furniture dari Kayu, dan Industri Percetakan, serta masing-masing 1 UKM yang bergerak dalam Industri Barang-barang Plastik Lainnya, Sabun dan Bahan Pembersih Keperluan Rumah Tangga, Industri Pupuk Alam/Nonsintesis Hara Makro Primer, dan Industri Perlengkapan Penunjang Asesoris Otomotif. UKM sampel dengan kemampuan akuntansi yang cenderung rendah, berdasarkan klasifikasi area pemasaran, didominasi oleh UKM dengan area pemasaran lokal.
Dari 8 UKM sampel dengan kemampuan akuntansi yang
cenderung rendah, 7 UKM mengkhususkan area pemasaran produknya di wilayah Indonesia.
Selain disebabkan oleh jumlah sampel UKM lokal lebih banyak dari
jumlah sampel UKM ekspor, berdasarkan hasil wawancara, diperoleh keterangan bahwa UKM yang menjual produknya untuk kepentingan ekspor harus mentaati tata
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 38
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 cara akuntansi tertentu, yang umumnya lebih ketat dibanding UKM dengan area pemasaran lokal, sesuai dengan tata cara yang disepakati bersama dengan perusahaan lain di negara tujuan pemasaran.
Kesesuaian tata cara akuntansi
antara perusahaan Indonesia dengan perusahaan partner di luar negeri juga ditegaskan oleh pernyataan 1 UKM yang memiliki kemampuan akuntansi yang cenderung rendah, meskipun orientasi pemasarannya ekspor. Manajer pengelola dari UKM yang bergerak dalam Industri Furniture dari Kayu tersebut menyatakan bahwa perusahaan partner yang berada di Malaysia juga merupakan perusahaan dengan klasifikasi Small and Medium Enterprises, yang dapat menerima serta turut menerapkan
tata
cara
akuntansi
sederhana
seperti
yang
dianut
oleh
perusahaannya. 4 UKM dari 8 UKM sampel dengan kemampuan akuntansi yang cenderung rendah berbentuk usaha perorangan.
Wawancara dengan para pemilik atau
manajer pengelola dari UKM tersebut menerangkan bahwa mereka tidak terikat kepentingan harus bertanggungjawab terhadap pihak lain, yang membuat mereka merasa tidak memerlukan penerapan tata cara akuntansi yang memadai atas kegiatan ekonomi perusahaan.
Fakta lain yang berhasil diperoleh adalah para
pemilik atau manajer pengelola dari 4 UKM tersebut tidak mengetahui manfaat atas penerapan tata cara akuntansi yang benar, dan kendala utama yang mereka hadapi atas penerapan tata cara akuntansi yang saat ini dianut adalah tidak terkendalinya biaya-biaya luar biasa yang terjadi dalam perusahaan. Berdasarkan klasifikasi pemanfaatan jasa akuntan publik, UKM sampel dengan kemampuan akuntansi yang cenderung rendah didominasi oleh 6 UKM sampel yang tidak memanfaatkan jasa kompilasi laporan keuangan.
Perlu
digarisbawahi bahwa, berdasarkan hasil wawancara dengan para responden, 2 UKM sampel yang turut terklasifikasi dalam UKM sampel dengan kemampuan akuntansi yang cenderung rendah, meskipun telah memanfaatkan jasa akuntan publik, tidak memperoleh tindakan edukasi dari akuntan publik terkait. 2 UKM yang bergerak dalam Industri Barang-barang Plastik Lainnya, dan Industri Percetakan ini merasa hanya memindahkan tanggung jawab pembuatan laporan keuangan perusahaan kepada akuntan publik tanpa memperoleh tindak lanjut berupa saran-
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 39
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 saran tentang tata cara akuntansi perusahaan yang perlu dibenahi, sesuai dengan pernyataan Fogel (2001), dalam Schwartz dan Bar-El (2004), yang mengungkapkan bahwa program-program pemberdayaan UKM belum memenuhi ekspektasi dari usahawan. 4.3.2 Analisis Statistik Deskriptif Variabel Kapasitas Manajemen Tabel 4.5 menyajikan statistik deskriptif untuk variabel kapasitas manajemen dari UKM yang dijadikan sampel penelitian. Variabel ini digunakan dalam penelitian sebagai proksi potensi pemberian jasa konsultasi manajemen oleh akuntan publik bagi UKM. Tabel 4. 5 Statistik Deskriptif Variabel Kapasitas Manajemen Teoritis Variabel
Sesungguhnya
Kisaran
Ratarata
Kisaran
Ratarata
Standar Deviasi
1-5
3
1-5
4,08
1,441
1-5
3
2-5
3,92
0,954
Pengalaman kerja
1-5
3
2-5
3,38
1,387
Perencanaan atas aktivitas usaha
1-5
3
1-4
2,85
1,144
1-5
3
1-4
2,54
1,050
1-5
3
1-4
2,08
0,954
6 - 30
18
11 - 24
18,85
3,913
Motivasi untuk mengelola usaha Tingkat pendidikan formal maupun Nonformal
Implementasi atas aktivitas usaha yang ditetapkan/telah direncanakan Pengendalian atas pelaksanaan aktivitas Usaha Kapasitas Manajemen Sumber : Output SPSS, 2007
Berdasarkan tabel 4.3, variabel kapasitas manajemen memiliki nilai kisaran teoritis bobot jawaban antara 6 sampai dengan 30, dengan rata-rata sebesar 18.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 40
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Kisaran sesungguhnya memiliki bobot jawaban antara 11 sampai dengan 24, dengan nilai rata-rata 18,85 dan standar deviasi 3,913.
Nilai rata-rata jawaban
sesungguhnya, terkait dengan pengukuran variabel kapasitas manajemen, berada di atas rata-rata teoritis. Hal ini mengindikasikan bahwa kapasitas manajemen dari UKM sampel cenderung baik. Kapasitas manajemen yang cenderung baik berarti pemilik atau pengelola dari UKM sampel memiliki kemampuan yang cenderung memadai terkait dengan kecakapan mereka dalam pengkoordinasian dan pengintegrasian aktivitas kerja sehingga dapat diselesaikan secara efisien dan efektif. Tabel 4.5 juga menyajikan hasil analisis atas 6 indikator variabel kapasitas manjemen dari 13 pemilik atau manajer pengelola UKM sampel, dan perlu diperhatikan bahwa hasil analisis statistik deskriptif atas 6 indikator kapasitas manajemen tersebut, menunjukkan bahwa hanya indikator 1, indikator 2, dan indikator 3 saja yang memiliki rata-rata sesungguhnya lebih tinggi dari rata-rata teoritis.
Tingginya rata-rata sesungguhnya atas indikator 1 dan indikator 2,
bertentangan dengan hasil penelitian Clark, Berkeley dan Steuer (2001), serta Pounds (1969), seperti dikutip oleh Schwartz dan Bar-El (2004), yang menyimpulkan bahwa kesulitan UKM dalam mengidentifikasikan permasalahan-permasalahan mereka disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan motivasi dari pemilik atau pengelola usaha. Berdasarkan hasil wawancara dengan para responden diperoleh keterangan bahwa 10 orang pemilik atau manajer pengelola dari UKM sampel ingin mengembangkan usahanya sekuat tenaga.
Keinginan tersebut telah terealisasi
dengan semakin berkembangnya kapasitas perusahaan jika dibandingkan dengan tahun 2006, ditinjau dari peningkatan kapasitas produksi, peningkatan cakupan pemasaran, peningkatan jumlah tenaga kerja, dan peningkatan jumlah mesin produksi. Bahkan 2 UKM dari 10 sampel tersebut, yang bergerak dalam Industri Perlengkapan Penunjang Asesoris Otomotif, telah berhasil memperluas pabrik dan menambah jumlah showroom. Hasil analisis atas indikator 2 sesuai dengan karakteristik responden penelitian pada tabel 4.2, 4 orang manajer pengelola UKM (30,77%) dan 3 orang
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 41
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 pemilik UKM (23,08%) yang menjadi responden penelitian memiliki latar belakang pendidikan perguruan tinggi. Bahkan 1 orang pemilik UKM dari total 3 orang, mengenyam pendidikan sampai level S3.
Latar belakang pendidikan perguruan
tinggi ini secara nyata membantu para pengelola UKM untuk berpikir lebih logis, serta menciptakan suasana pergaulan profesional yang lebih kondusif. Selain itu, dari 3 orang pemilik UKM tersebut, 1 orang memiliki latar belakang pendidikan nonformal berupa kursus manajemen/organisasi, dan 2 orang memiliki latar belakang pendidikan nonformal berupa kursus keterampilan teknis/teknologi produksi. Berdasarkan hasil analisis atas indikator pengalaman kerja, 7 orang pemilik UKM (53,85%) dan 1 orang manajer pengelola UKM (7,69%) memiliki latar belakang pengalaman kerja, dan berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa pengalaman kerja yang dimiliki oleh 8 responden tersebut sesuai dengan bidang usaha yang kini ditekuni. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh keterangan bahwa kelemahan para responden atas pengukuran indikator 4, indikator 5 dan indikator 6, disebabkan kapasitas usaha yang belum begitu besar, memungkinkan bagi mereka untuk mengambil tindakan spontan dalam pelaksanaan kerja sehari-hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suharto (2005), yang menegaskan bahwa kemampuan manajemen merupakan salah satu kekurangan UKM dalam menjalankan usahanya. Para pemilik dan manajer pengelola dari UKM sampel mengakui bahwa penyusunan rencana kerja yang mereka lakukan hanya berupa garis besar, yang dalam pengimplementasiannya diperlukan arahan langsung yang dilakukan secara spontan, dan tanpa pengendalian kerja yang terpadu.
Hal ini sesuai dengan
pernyataan Stanworth dan Gray (1992) dalam Gooderham et al. (2004), yang mengindikasikan bahwa mayoritas pemilik UKM tidak mempunyai kulifikasi manajemen dan profesional yang formal. Permasalahan yang timbul sebagai akibat dari kelemahan dalam penyusunan rencana kerja, pengimplementasian dan pengendalian kerja adalah terjadinya biaya-biaya tidak terduga selama proses kerja, dan para pengelola UKM sampel berpendapat bahwa besarnya biaya tersebut seringkali signifikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Chell dan Baines (2000),
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 42
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Marshall et al. (1995) Nordhaug dan Goderham (1996), serta Wynarczyk et al. (1993), seperti dikutip dalam dalam Gooderham et al. (2004), yang menyatakan bahwa ketidakpastian usaha serta keterbatasan sumber daya menimbulkan penelaahan dan perkembangan yang problematik bagi UKM. Tabel 4.6 akan menyajikan gambaran kapasitas manajemen dari 13 UKM sampel berdasarkan karakteristik jenis industri, area pemasaran, bentuk usaha, nilai aktiva, dan pemanfaatan jasa akuntan publik. Tabel 4.6 Tabulasi Silang antara Karakteristik Demografi UKM sampel dengan Variabel Kapasitas Manajemen Kapasitas Manajemen Keterangan Renda h
Tinggi
Jenis Industri Industri Furniture dari Kayu
2
2
Industri Barang-barang Plastik Lainnya
0
1
Industri Sabun dan Bahan Pembersih Keperluan Rumah Tangga
1
1
Industri Pupuk Alam/Nonsintesis Hara Makro Primer
1
0
Industri Moulding dan Komponen Bahan Bangunan
0
1
Industri Perlengkapan Penunjang Asesoris Otomotif
0
2
Industri Percetakan
1
1
5
8
Lokal
4
7
Ekspor
1
1
Total Area Pemasaran
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 43
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 5
8
Perorangan
2
4
CV
1
3
PT
2
1
5
8
Rp 25.000.001 - Rp 200.000.000
3
5
Rp 200.000.001 - Rp 10.000.000.000
2
3
5
8
Tidak
4
5
Ya
1
3
5
8
Total Bentuk Usaha
Total Nilai Aktiva
Total Jasa Akuntan Publik
Total Sumber : Output SPSS, 2007
Sesuai dengan hasil analisis atas tabel 4.5, tabel 4.6 juga menunjukkan bahwa mayoritas dari 13 UKM sampel, sejumlah 8 UKM (61,54%), memiliki kapasitas manajemen yang cenderung baik. Berdasarkan klasifikasi jenis industri, 8 UKM sampel dengan kapasitas manajemen yang cederung tinggi terdiri atas masing-masing 2 UKM yang bergerak dalam Industri Furniture dari Kayu, dan Industri Perlengkapan Penunjang Asesoris Otomotif, serta masing-masing 1 UKM yang bergerak dalam Industri Barang-barang Plastik Lainnya, Sabun dan Bahan Pembersih Keperluan Rumah Tangga, Industri Moulding dan Komponen Bahan Bangunan, dan Industri Percetakan. UKM
sampel
dengan
kapasitas
manajemen
yang
cederung
tinggi,
berdasarkan klasifikasi area pemasaran, didominasi oleh UKM dengan area
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 44
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 pemasaran lokal. Dari 8 UKM sampel dengan kapasitas manajemen yang cederung tinggi, 7 UKM memasarkan hasil produksinya di wilayah Indonesia saja. Selain disebabkan oleh jumlah sampel UKM lokal lebih banyak dari jumlah sampel UKM ekspor, berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa UKM-UKM lokal memiliki kapasitas usaha yang lebih kecil sehingga lebih mudah bagi pemilik atau manajer pengelola untuk mengatur proses kerja. Selain itu, UKM-UKM dengan area pemasaran lokal ini tidak terikat kewajiban mematuhi kesepakatan dengan perusahaan di luar negeri yang memiliki regulasi tertentu yang akan mempengaruhi proses kerja UKM tersebut. Hal ini ditegaskan oleh 2 UKM sampel yang memiliki area pemasaran ekspor, perusahaan partner di luar negeri memang tidak menetapkan suatu syarat yang secara langsung menentukan jalannya perusahaan, tetapi kebijakan jam kerja mereka yang berbeda, kebijakan pengiriman barang, serta hal-hal lain sejenis, banyak mempengaruhi manajemen perusahaan Indonesia. 4 UKM dari 8 UKM sampel dengan kapasitas manajemen yang cederung tinggi berbentuk usaha perorangan. Wawancara dengan para pemilik atau manajer pengelola dari UKM tersebut menerangkan bahwa kapasitas produksi mereka belum terlalu besar, sehingga masih sangat mudah diatur secara spontan. Selain itu para pegawai hanya bertanggungjawab kepada 1 orang, sehingga tidak tarjadi redundancy pelaporan yang dapat menimbulkan kekacauan laporan.
Hal ini
ditegaskan oleh para pemilik atau manajer pengelola dari UKM sampel lainnya yang memiliki kapasitas manajemen yang cederung tinggi, meskipun 3 dari UKM tersebut berbentuk CV dan 1 UKM berbentuk PT, pembagian kewenangan yang berlebihan justru menimbulkan pemborosan waktu kerja, ketidakakuratan data, dan hasil kerja yang tidak efisien. Berdasarkan klasifikasi pemanfaatan jasa akuntan publik, UKM sampel dengan kapasitas manajemen yang cederung tinggi terdiri atas 5 UKM yang tidak memanfaatkan jasa konsultasi manajemen dan 3 UKM yang memanfaatkan jasa tersebut.
Berdasarkan
wawancara
dengan
para
responden
yang
telah
memanfaatkan jasa akuntan publik, diperoleh keterangan bahwa pemanfaatan jasa ini belum memberikan kontribusi yang signifikan dalam kemajuan perusahaan. Kondisi ini sesuai dengan pernyataan Fogel (2001), dalam Schwartz dan Bar-El
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 45
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 (2004), yang mengungkapkan bahwa program-program pemberdayaan UKM belum memenuhi ekspektasi dari usahawan. Konsultasi yang diberikan oleh akuntan publik, maupun yang ditanyakan oleh pengelola UKM, tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan UKM akan penerapan tata cara akuntansi yang dapat merekam seluruh aktivitas ekonomi perusahaan. Responden berpendapat bahwa sistem pencatatan akuntansi yang baik akan mempermudah manajemen suatu perusahaan, terutama dalam hal pengendalian biaya, namun mereka tidak mengetahui tentang tata cara akuntansi tersebut, dan akuntan publik yang mereka sewa tidak memberikan saran-saran perbaikan kecuali jika ditanya. 4.3.3 Tabulasi Silang antara Variabel Kemampuan Akuntansi dengan Variabel Kapasitas Manajemen Tabel 4.7 menyajikan hasil tabulasi silang antara variabel kemampuan akuntansi dengan variabel kapasitas manajemen dari UKM yang dijadikan sampel penelitian. Tabel 4.7 Tabulasi Silang antara Variabel Kemampuan Akuntansi dengan Variabel Kapasitas Manajemen Kapasitas Manajemen
Total
Rendah
Tinggi
Rendah
4
4
8
Tinggi
1
4
5
5
8
13
Kemampuan Akuntansi
Total Sumber : Output SPSS, 2007
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 46
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Dari
hasil
penghitungan
tabulasi
silang
(crosstab)
antara
variabel
kemampuan akuntansi dengan variabel kapasitas manajemen dari 13 UKM sampel, diperoleh hasil bahwa 1 UKM (7,69%) memiliki kemampuan akuntansi maupun kapasitas manajemen yang cenderung rendah, 4 UKM (30,77%) yang memiliki kemampuan akuntansi cenderung tinggi dengan kapasitas manajemen cenderung rendah, 4 UKM (30,77%) yang memiliki kemampuan akuntansi cenderung rendah dengan kapasitas manajemen cenderung tinggi, serta 4 UKM (30,77%) yang memiliki kemampuan akuntansi maupun kapasitas manjemen cenderung tinggi. Dari 4 UKM yang memiliki kemampuan akuntansi maupun kapasitas manajemen cenderung tinggi, 3 unit usaha justru berasal dari perusahaan yang belum pernah memanfaatkan jasa akuntan publik dalam bentuk jasa kompilasi laporan keuangan dan jasa konsultasi manajemen. Ditinjau dari aspek ini, potensi untuk memberikan jasa kompilasi laporan keuangan dan jasa konsultasi manajemen oleh akuntan publik bagi UKM sampel memang kecil, namun berdasarkan penjabaran isi tabel 4.1 sampai dengan tabel 4.7 serta penyajian hasil wawancara, dapat dilihat potensi yang besar bagi para akuntan publik untuk memperluas cakupan pemberian jasa kompilasi laporan keuangan dan jasa konsultasi manajemen sampai dengan usaha kecil.
Selain temuan ini, berdasarkan hasil
analisis atas variablel kemampuan akuntansi dan variabel kapasitas manajemen dari 13 UKM sampel, ditemukan fakta bahwa kinerja akuntan publik yang bekerjasama
atau
pernah
bekerjasama
dengan
UKM
sampel,
dalam
penyelenggaraan jasa kompilasi laporan keuangan maupun jasa konsultasi manajemen, belum sesuai dengan kebutuhan pelaku usaha, terutama pelaku usaha yang usahanya terklasifikasi dalam usaha kecil dan menengah. Berdasarkan hasil tabulasi ini, kondisi UKM sampel, terkait dengan keterbatasan
kemampuan
akuntansi
dan
kapasitas
manajemen
mereka,
memerlukan bantuan professional. Hal ini sesuai dengan pernyataan Taylor dan Glezen (1979: 740)
mengungkapkan
bahwa UKM membutuhkan bantuan
profesional dalam penyusunan laporan keuangannya, serta hasil penelitian Birley dan Westhead (1992), serta Storey (1994), sepeti dikutip dalam Gooderham et al. (2004), yang menyimpulkan bahwa UKM memiliki kebutuhan khusus dalam
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 47
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 peningkatan kemampuan usaha dengan memanfaatkan saran dari profesional eksternal. V. PENUTUP 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab IV, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Sebagian besar dari UKM yang menjadi sampel dalam penelitian ini memiliki kemampuan akuntansi yang cenderung rendah.
Hal ini mengindikasikan
pemilik atau pengelola dari UKM sampel memiliki pengetahuan dan keahlian yang
cenderung
kurang
memadai
terkait
dengan
pencatatan,
pengklasifikasian dan pengikhtisaran kejadian ekonomi berdasarkan tata cara yang
logis
dengan
tujuan
menyediakan
informasi
keuangan
untuk
pengambilan keputusan. Kelemahan utama UKM-UKM sampel ini terletak pada
kemampuan
membuat
jurnal/pembukuan
atas
setiap
transaksi
perusahaan, kemampuan membuat laporan keuangan, dan kemampuan mengarsipkan dokumen akuntansi. Lebih lanjut, kondisi ini mencerminkan potensi yang tinggi bagi para akuntan publik untuk memberikan jasa kompilasi laporan keuangan pada UKM-UKM tersebut. 2. Sebagian besar dari UKM yang menjadi sampel dalam penelitian ini memiliki kapasitas
manajemen
yang
cenderung
baik.
Kecenderungan
ini
mengindikasikan bahwa pemilik atau pengelola dari UKM sampel memiliki kemampuan yang cenderung memadai terkait dengan kecakapan mereka dalam pengkoordinasian dan pengintegrasian aktivitas kerja sehingga dapat diselesaikan secara efisien dan efektif.
Tingginya motivasi pemilik atau
manajer pengelola UKM dalam menjalankan usaha, tingkat pendidikan formal dan nonformal yang mereka miliki, serta pengalaman dalam dunia kerja, merupakan faktor utama yang menyusun kapasitas manajemen mereka. Jika hanya ditinjau dari faktor-faktor tersebut, terdapat potensi yang rendah bagi para akuntan publik untuk memberikan jasa konsultasi manajemen pada UKM-UKM tersebut. Akan tetapi kelemahan dalam hal perencanaan aktivitas kerja, implementasi aktivitas kerja, dan pengendalian aktivitas kerja
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 48
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 mengindikasikan potensi yang besar bagi para akuntan publik untuk memberikan jasa konsultasi manajemen pada UKM sampel.
5.2 Implikasi Teoritis Terkait dengan keterbatasan kemampuan akuntansi, hasil analisis data dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar dari UKM sampel memang memiliki kemampuan akuntansi yang cenderung rendah.
Hal ini sesuai dengan
pernyataan Deakins et al. (2001), dalam Gooderham et al. (2004), yang mengungkapkan bahwa sebagian besar pemilik atau manajer UKM memiliki keahlian dan pengetahuan yang rendah terkait dengan masalah finansial dan bagaimana sistem pengendalian keuangan harus diterapkan dalam pengambilan keputusan.
Selain itu, hasil analisis data dalam penelitian ini juga menjelaskan
bahwa mayoritas pencatatan kejadian ekonomi perusahaan kecil dan menengah yang menjadi sampel penelitian didasarkan pada sistem tatabuku tunggal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Benjamin (1989), seperti dikutip dalam Harahap (1995: 74), yang menyatakan bahwa laporan keuangan perusahaan kecil lebih banyak menggunakan tatabuku tunggal (single entry). Keterbatasan kemampuan akuntansi yang dialami oleh sebagian besar UKM sampel, memberikan indikasi adanya potensi penyelenggaraan jasa kompilasi laporan keuangan oleh akuntan publik bagi UKM sampel. Kondisi ini sesuai dengan hasil penelitian Marriot dan Marriot (2000),
yang berpendapat bahwa terdapat
potensi bagi akuntan profesional untuk memperluas jasa akuntansi mereka sampai pada usaha-usaha pada skala kecil.
Selain itu, hasil penelitian ini juga sesuai
dengan pernyataan Taylor dan Glezen (1979: 740), yang mengungkapkan bahwa UKM membutuhkan bantuan profesional dalam penyusunan laporan keuangannya Lebih lanjut, hasil wawancara pada UKM sampel menyajikan kenyataan bahwa pemanfaatan jasa kompilasi laporan keuangan oleh beberapa UKM sampel, ternyata belum memberikan kontribusi yang memadai terhadap kemampuan akuntansi pemilik atau manajer pengelola, dan perusahaan secara keseluruhan. Fakta ini sesuai dengan pernyataan Devins (1999), serta Huang dan Brown (1999), seperti dikutip dalam Schwartz dan Bar-El (2004), menyatakan bahwa berbagai
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 49
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 program pemberdayaan bagi UKM hanya memiliki solusi-solusi standar tanpa memperhatikan
heterogenitas
dari
UKM
maupun
permasalahannya,
serta
pernyataan Fogel (2001), dalam Schwartz dan Bar-El (2004), yang mengungkapkan bahwa program-program pemberdayaan UKM belum memenuhi ekspektasi dari usahawan. Hasil olah data dalam penelitian ini memang menemukan bahwa hanya sebagian kecil dari UKM sampel yang memiliki kapasitas manajemen cenderung rendah. Motivasi yang tinggi dari para pemilik atau manajer pengelola UKM sampel, tingkat pendidikan formal dan nonformal yang mereka miliki, serta pengalaman dalam dunia kerja,
menjadi faktor-faktor penting yang mendukung proses
pengambilan keputusan.
Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Clark,
Berkeley dan Steuer (2001), serta Pounds (1969), seperti dikutip oleh Schwartz dan Bar-El (2004), yang menyimpulkan bahwa kesulitan UKM dalam mengidentifikasikan permasalahan-permasalahan mereka disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan motivasi dari pemilik atau pengelola usaha.
Hanya saja, faktor-faktor tersebut
berguna dalam proses pengambilan keputusan ketika kapasitas usaha belum besar, sehingga pelaksanaan tindakan-tindakan spontan dalam penanganan masalah usaha dimungkinkan masih sangat memadai.
Jika kemudian UKM sampel
mengalami peningkatan kapasitas usaha melebihi yang dapat diantisipasi, faktor motivasi, latar belakang pendidikan formal maupun nonformal, serta pengalaman kerja, tidak lagi memberikan kontribusi sebesar saat ini. Hal ini ditegaskan oleh para pemilik dan manajer pengelola dari UKM sampel yang mengalami pembengkakan biaya-biaya tidak terduga selama proses kerja, yang disebabkan oleh peningkatan kapasitas usaha. Situasi tersebut menggambarkan bahwa mayoritas dari pemilik atau manajer pengelola UKM sampel tidak mengetahui cara-cara penyusunan suatu rencana kerja, bagaiman cara mengimplementasikan rencana tersebut, serta jenisjenis pengendalian kerja yang harus diterapkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Stanworth dan Gray (1992) dalam Gooderham et al. (2004), yang mengindikasikan bahwa mayoritas pemilik UKM tidak mempunyai kulifikasi manajemen dan profesional yang formal, pernyataan Suharto (2005), yang menegaskan bahwa
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 50
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 kemampuan
manajemen
merupakan
salah
satu
kekurangan
UKM
dalam
menjalankan usahanya, serta pernyataan Chell dan Baines (2000), Marshall et al. (1995) Nordhaug dan Goderham (1996), serta Wynarczyk et al. (1993), seperti dikutip dalam dalam Gooderham et al. (2004), yang menyatakan bahwa ketidakpastian usaha serta keterbatasan sumber daya menimbulkan penelaahan dan perkembangan yang problematik bagi UKM. Dapat disimpulkan terdapat potensi yang besar bagi para akuntan publik untuk memberikan jasa konsultasi manajemen bagi UKM sampel, sesuai dengan Birley dan Westhead (1992), Storey (1994), seperti dikutip dalam Gooderham et al. (2004), yang menyatakan bahwa UKM memiliki kebutuhan khusus untuk memanfaatkan konsultasi bisnis dari sumber eksternal, serta pernyataan Bennett dan Robson (1999), Curran et al., (1993), Gibb (1997), seperti dikutip dalam Gooderham et al. (2004), yang menegaskan bahwa apabila konteks eksternal dapat dipahami, ada banyak kemungkinan bahwa UKM mempelajari kebutuhan akan keahlian dan pengetahuan manajemen khusus yang mudah diperoleh, yang secara langsung berhubungan dengan kewirausahaan dan manajemen profesional dalam lingkungan operasional bisnis, dari akuntan.
5.3 Implikasi Terapan Penelitian ini penting untuk mendorong riset akuntansi, terkait dengan penyelenggaraan jasa-jasa akuntan publik, untuk mempertimbangkan faktor kebutuhan dari pengguna jasa akuntan publik. Faktor kebutuhan ini dapat menjadi arahan dalam penyelenggaraan dan pembenahan jasa-jasa akuntan publik, terutama jasa kompilasi laporan keuangan dan jasa konsultasi manajemen, baik dari segi cakupan kuantitas maupun kualitas, sehingga lebih tepat guna. Lebih lanjut, hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang kondisi nyata UKM, terkait dengan penguasaan aspek akuntansi dan manjemen, yang berguna bagi institusi-institusi pemerintah, seperti Kadin. Informasi tersebut dapat menjadi pertimbangan bagi Kadin untuk menyelenggarakan program-program edukasi bagi UKM, dengan tujuan menyadarkan unit usaha ini atas kelemahankelemahan mereka, memberikan arahan tentang penanganannya, termasuk menginformasikan eksistensi jasa akuntan publik sebagai alternatif bantuan penanggulangan masalah.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 51
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 5.4 Keterbatasan Penelitian Keterbatasan utama dalam pelaksanaan penelitian ini adalah ketidaklengkapan data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah terkait dengan eksistensi UKM yang berdomisili di Kota Semarang, dan masih beroperasi atau tidaknya UKM tersebut. Sehingga UKM-UKM yang tidak tercantum dalam daftar UKM Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah, belum dapat terakomodasi dalam penelitian ini. Selain itu, metode wawancara yang diterapkan dalam pencarian data mendapat respon yang masih sangat rendah, sehingga hasil penelitian belum dapat mencerminkan keadaan populasi. Hal ini terjadi dikarenakan pemilik atau manajer pengelola dari UKM yang menjadi populasi dalam penelitian ini, memiliki kekhawatiran terjadinya kebocoran informasi perusahaan pada orang-orang Kantor Pajak. Lebih lanjut, penggabungan klasifikasi usaha kecil dengan klasifikasi usaha menengah menyebabkan tidak diperhatikannya faktor-faktor kebutuhan yang mungkin berbeda antara kedua jenis unit usaha tersebut. 5.5 Penelitian Mendatang Untuk penelitian selanjutnya disarankan agar penelitian menetapkan syarat sampel penelitian yang berbeda, sebagai contoh adalah penetapan ukuran UKM berdasarkan omset atau jumlah tenaga kerja. Pencarian informasi tentang UKMUKM dapat melalui Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah, karena dinas ini melakukan sensus atas UKM dengan dasar klasifikasi berdasarkan omset. Penelitian mendatang juga dapat menetapkan area geografis penelitian yang berbeda. Faktor geografis seringkali menimbulkan perbedaan tingkat pengetahuan dan kemudahan dalam pengaksesan sumber-sumber pengetahuan tersebut (Schwartz dan Bar-El, 2004). Lebih lanjut, penelitian mendatang dapat memisahkan fokus penelitian pada usaha kecil atau usaha menengah saja, karena terdapat beberapa faktor yang memang membedakan kedua unit usaha ini. Dalam praktek nyata pengajuan kredit, usaha kecil seringkali tidak perlu melampirkan laporan keuangan sebagai salah satu syarat, sehingga kebutuhan unit usaha dalam skala kecil atas jasa kompilasi laporan keuangan cenderung lebih kecil dibanding kebutuhan unit usaha dalam skala menengah atas jenis jasa ini.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 52
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 VI. DAFTAR PUSTAKA
Agustini, Dwi Hayu, dan Erna Agustina Yudiati, 2002, Keterkaitan Keberhasilan Usaha dengan Jiwa Kewirausahaan dan Manajemen Usaha pada Pedagang Eceran Berskala Kecil di Semarang, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. VIII, No. 3, Desember : 357-374.
Arens, Alvin A., and James K. Loebbecke, 1994, Auditing : an Integrated Approach, 6th Edition, Prentice-Hall.
Arens, Alvin A., Randal J. Elder and Mark S. Beasley, 2003, Auditing and Assurance Services : an Integrated Approach, 9th Edition, Pearson Education, Inc., New Jersey.
Basioudis, Ilias G., and Fifi Fifi, 2004, The Market for Professional Services in Indonesia, International Journal of Auditing, Vol. 8 : 153-164.
Berry, A.J., et al., 1993, Financial Information, The Banker and The Small Business, British Accounting Review, Vol. 25 : 131-150. Boynton, William C., and Raymond N. Johnson, 2006, Modern Auditing, 8th Edition, John Wiley & Sons, Inc, New York.
CEMSED, Penelitian Stratifikasi IKM di Jawa Tengah, Salatiga, Indonesia.
Deakins, David, and Guhlum Hussain, 1994, Financial Information, The Banker and The Small Business : A Comment, British Accounting Review, Vol. 26 : 323-335.
Dewi, Suma Nirmala, 2006, Pengaruh Struktur Kepemilikan, Karakteristik Komite Audit, dan Karakteristik Perusahaan Terhadap Tingkat Pengungkapan
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 53
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Sukarela, Skripsi Program S1 Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana (tidak dipublikasikan).
Dwiatmadja, et al., 2001, Manajemen : Suatu Hampiran Fungsional, Edisi ke 3, Fakultas Ekonomi Kristen Satya wacana, Salatiga.
Ghozali, Imam, 2005, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi ke 3, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Gooderham, Paul N., Anita Tobiassen, Erik Døving and Odd Nordhaug, 2004, Accountants as Sources of Business Advice for Small Firms, International Small Business Journal, Vol. 22 : 5-22.
Harahap, Sofyan Syarif, 1995, Auditing Perusahaan Kecil, Bumi Aksara, Jakarta.
Hasan, Mahreen, et al., 2005, The Different Types of Assurance Services and Levels of Assurance Provided, International Journal of Auditing, Vol. 9 : 91-102.
http://omperi.wikidot.com/pembaruan-pengelolaan-dokumen-perusahaan
http://web.ebscohost.com/bsi/pdf?vid=13&hid=119&sid=f78fab44-97f6-42ee-ba6ae479a92a51c9%40sessionmgr109
http://www.bisnis.com
http://www.smeindonesia.com
http://www.theceli.com/dokumen/produk/1997/uu8-1997.htm
http://www.worldbank.or.id
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 54
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Ikatan
Akuntan
Indonesia
Kompartemen
Akuntan
Publik,
2001,
Standar
Profesional Akuntan Publik, Salemba Empat, Jakarta.
Kaballu, Obed Umbu, dan Daniel D. Kameo, 2001, Strategi Bertahan Usaha Kecil dalam Menghadapi Krisis Ekonomi : Studi Industri Kecil Konveksi di Salatiga, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. VII, No. 2, September : 191-205.
Kakisina, Stephen, 2002, Small and Medium Enterprise Development Policies in Papua, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. VIII, No. 3, Desember : 429-442. Konrath, Larry F., 2002, Auditing : a Risk Analysis Approach, 5th Edition, Thomson Learning, Singapore.
Marriot, Neil, and Pru Marriot, 2000, Professional Accountants and the Development of a Management Accounting Service for the Small Firm : Barriers and Possibilities, Management Accounting Research, Vol. 11, 475-492.
Messier, William F. Jr, 2000, Auditing and Assurance Service : a Systematic Approach, 2nd Edition, McGraw-Hill Company, Inc., New York.
Messier, William F. Jr, Steven M. Glover, and Douglas F. Prawitt, 2006, Auditing and Assurance Service : a Systematic Approach, 4th Edition, McGraw-Hill Company, Inc., New York. Priyanto,
Sony
Heru,
2002,
Pengembangan
Kapasitas
Manajemen
dan
Kewirausahaan pada UKM Pertanian, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. VIII, No. 3, Desember : 401-428.
Saleh, Sanubari, 2004, Statistik Deskriptif, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.
Schwartz, Dafna, and Raphael Bar-El, 2004, Targeted Consultancy Services as an Instrument for the Development of Remote SMEs : A Brazilian Case, International Small Business Journal, Vol. 22 : 503-521.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 55
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Soriano, Domingo Ribiero, Salvador Roig, Joan Ramon Sanchis and Ramon Torcal, 2002, The Role of Consultants in SMEs : The Use of Service by Spanish Industry, International Small Business Journal, Vol. 20 : 95-103.
Suhairi, Sofri Yahya, dan Hasnah Haron, 2004, Pengaruh Pengetahuan Akuntansi dan Kepribadian Wirausaha Terhadap Penggunaan Informasi Akuntansi dalam Pengambilan Keputusan Investasi, Simposium Nasional Akuntansi VII, Denpasar, 2-3 Desember : 296-307.
Suhardjono, 2003, Manajemen Perkreditan Usaha Kecil dan Menengah, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.
Suharto, Harry, 2005, Akuntan Peduli UKM, Media Akuntansi 43, Tahun XII : 44.
------------------, 2005, Kriteria Usaha Kecil Menengah : Bagaimana Kewajiban Pembukuannya?, Media Akuntansi 43, Tahun XII : 8.
------------------, 2005, UKM dan Kebutuhan Standar, Media Akuntansi 43, Tahun XII:4.
Suharto, Harry, dan Satyo, 2005, Perlukah Standar akuntansi Khusus UKM, Media Akuntansi 43, Tahun XII : 5-6.
Suharto, Harry, et al., 2005, Usaha Kecil Menengah : Kenapa Lambat Berkembang, Media Akuntansi 43, Tahun XII : 12-13.
Sunarto, Hari, 2005, Relasi Bank : Mengatasi Kegagalan Alokasi Dana Dalam Pengembangan UKM, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. VIII, No. 3, Desember : 375-400.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 56
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Susilo, Y. Sri, D. Wahyu Ariani, dan Y. Sukmawati S., 2002, Strategi Industri Kecil : Kasus pada Beberapa Industri Kecil di Yogyakarta dan Surakarta, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol. VIII, No. 3, Desember : 443-458.
Taylor, Donald H., and G. William Glezen, 1979, Auditing : Integrated Concepts and Procedures, John Wiley & Sons, Inc, New York.
Untung, Budi, 2005, Kredit Perbankan di Indonesia, ANDI, Yogyakarta.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD03 - 57
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 SISI BAIK KEWAJIBAN ROTASI KANTOR AKUNTAN PUBLIK (KAP), PEMBUKTIAN DI INDONESIA
Arie Wibowo Pascasarjana Ilmu Akuntansi FE UI
Abstract
Purpose of this study is to explore the effects of mandatory audit firm rotation on Indonesia audit market share that will affect audit quality of auditor to their clients by doing empirical research. The methodology is using t-test and Wilcoxon test to compare before and after appliance of mandatory audit firm rotation rule in Indonesia on 2003. Audit market share is proxies by audit client market share and revenue market share of Big 4/5 firm. The paper finds that mandatory audit form rotation have substantial effects on Indonesia audit market share by declining of Big 4/5 firm market share. The paper assumes that the declining of Big 4/5 audit market share will improve audit quality which stated by Yardley et all (1992) that the domination of big firms will protect competition that raise concerning if the competition is broken then it would harm independence and lower audit quality, but there no test again Yardley et all proposition.
Keywords: Independence, Audit quality, Mandatory audit firm rotation, Audit market share
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD04 - 1
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 I. Pendahuluan Rotasi KAP ini sejak lama sudah diperdebatkan tentang kegunaannya oleh akuntan dan akademisi, namun setelah terjadi Skandal akuntansi yang barubaru ini terjadi di dunia, dari Enron dan WorldCom di AS sampai Parmalat di Eropa telah meningkatkan perhatian publik terhadap independensi auditor sehingga rotasi KAP ini juga sudah menjadi objek diskusi bagi institusi pemerintah maupun profesi yang berkaitan seperti AICPA, SEC, EUC dll. Keterlibatan
auditor
dalam
kecurangan
akuntansi
adalah
produk
mekanisme dimana peran mereka sebagai penghubung yang independen antara perusahaan dan partisipan pasar (termasuk investor, kreditor dan pegawai) terganggu (Sikka dan Willmott, 1995). Independensi auditor adalah masalah relevan untuk evaluasi kehandalan laporan auditor yang memiliki beberapa implikasi: 1. masalah politis, independensi auditor akan meningkatkan kredibilitas laporan keuangan publikasi dan menambah nilai untuk beberapa kategori pemegang saham 2. pengaruh langsung ke profesi, berlaku independen adalah cara terbaik untuk mendemonstrasikan kepada regulator dan Publik bahwa auditor telah melakukan tugasnya sesuai dengan prinsip etika seperti objektifitas (auditor mempunyai kemampuan untuk tidak bias) dan integritas (auditor mengeluarkan opini sesuai yang ditemukan saat audit Regulator berpendapat bahwa makin panjang jangka waktu auditor (hubungan
auditor-klien
yang
lama),
auditor
makin
sering
untuk
mengkompromikan pilihan akuntansi dan pelaporan klien dalam rangka bisnisnya, maka untuk menjaga independensi auditor diterapkan aturan Kewajiban Rotasi KAP. Pendukung dari aturan Kewajiban Rotasi KAP memberi alasan bahwa menentukan limit tahun maksimum yang dapat dilaksanakan oleh auditor pada audit perusahaan yang sama akan meningkatkan independensi auditor dan kualitas audit. Idenya ialah auditor akan berkurang insentif untuk shirking dan mencari keuntungan ekonomi mendatang. Di lain pihak, penentang dari aturan Kewajiban Rotasi KAP memberi alasan bahwa auditor akan mendapatkan pengalaman dari jangka waktu yang lama tersebut, mereka akan mempunyai pengetahuan spesifik tentang klien yang Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD04 - 2
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 lebih baik untuk menentukan apakah pilihan akuntansi dan pelaporan klien tersebut layak sehingga menyatakan bahwa kualitas audit akan meningkat jika makin lama jangka waktu auditor dimaksud. Beberapa studi menemukan bahwa aturan Kewajiban Rotasi KAP bukan merupakan kebijakan yang dianjurkan dengan alasan : •
biaya melebihi keuntungan
•
fraud diasosiasikan dengan perubahan KAP
•
kehilangan pengetahuan audit spefisik klien dan pengalaman akan menuju ke pengurangan kualitas audit
•
kebijakan yang cukup andal sudah diterapkan tanpa perlu rotasi KAP
•
perubahan komposisi tim audit sudah terjadi
dilain pihak, ada beberapa alasan mendukung aturan rotasi KAP Alasan dilaksanakannya rotasi KAP : o menjamin pandangan yang lebih baru dalam audit setiap beberapa tahun sekali o membuat
auditor
lebih
awas
terhadap
pelanggaran,
investigasi
keseluruhan dan lebih skeptis o meningkatkan
kemampuan
auditor
untuk
memberi
informasi
dan
melindungi publik o meningkatkan kualitas jasa karena dapat memeriksa pekerjaan KAP lain/sebelumnya o menghindarkan objektivitas auditor dari ancaman hubungan lama dan baik dengan klien. Ada efek penting dari rotasi wajib yang harus dipertimbangkan adalah efek terhadap kompetisi pasar audit. Argumen ini jarang dianalisa mendalam dalam literatur karena masalah ini termasuk pendapat otoritas antitrust daripada sudut pandang akuntansi. Hubungan antara aturan Kewajiban Rotasi KAP dan kompetisi pasar penting untuk dipertimbangkan dalam rangka evaluasi yang lebih baik terhadap aturan ini. Aturan rotasi dapat memodifikasi kompetisi pasar dengan mengenalkan distorsi potensial atau pengembangan industri Jasa Akuntan Publik. Lebih lanjut, pendukung rotasi wajib berpendapat bahwa pasar audit terlalu terkonsentrasi dan rotasi dapat meningkatkan kompetisi antara KAP
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD04 - 3
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 besar (Big 4/5) dan non besar (Non Big 4/5) jika perusahaan dipaksa untuk mengganti auditor. Pangsa pasar audit umum dilihat sebagai hal yang penting bagi KAP yang menentukan pendapatan dan profit. Jika KAP kehilangan pangsa pasar signifikan, akan menjadi target pengambilalihan, yang menghasilkan kenaikan konsentrasi pasar untuk jasa akuntansi dan audit fee yang tinggi. Hal sama, jika pemimpin pasar menguasai pasar secara signifikan sehingga akan menghasilkan kekuatan monopoli dan kontrol pasar jasa audit umum secara signifikan akan menurunkan independensi dan kualitas audit. Umumnya, KAP menentang aturan Kewajiban Rotasi KAP untuk alasan di atas serta ingin mempertahankan legitimasi pada pangsa pasar audit umum (KAP besar). Beberapa negara melakukan eksperimen pada rotasi (Buijink et al, 1996 dan SDA Bocconi, 2005). Italy telah mengadopsi aturan Kewajiban Rotasi KAP, sedangkan Brazil mengadopsi aturan Kewajiban Rotasi KAP pada institusi keuangan dan Singapore mengadopsi untuk Bank. Spanyol, Slovakia, turkey telah mengadopsi aturan Kewajiban Rotasi KAP namun saat ini telah dibatalkan. Irlandia mempertimbangkan dan menolak kebijakan aturan rotasi wajib KAP. Beberapa Negara lain seperti India dan Korea Selatan sudah mempunyai regulasi tentang Kewajiban Rotasi KAP dilakukan setelah periode maksimum tertentu. Kondisi di Indonesia, rotasi KAP dengan jangka waktu maksimum 5 tahun buku berturut-turut pertama kali diterapkan di Indonesia oleh Bank Indonesia di lingkungan perbankan melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/22/PBI/2001 tahun 2001. kemudian Departemen Keuangan mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik tanggal 30 September 2002 yang kemudian direvisi melalui Keputusan Menteri Keuangan No. 359/KMK.06/2003 tanggal 21 Agustus 2003 dan terakhir oleh Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008. Bapepam melalui Peraturan VIII.A.2 tanggal 12 November 2002 juga mulai memberlakukan rotasi KAP dengan masa cooling-off 3 tahun. Penelitian ini mengambil waktu penerapan KMK 423 jo. 359 yang direvisi oleh PMK 17 karena berlaku untuk semua jenis usaha, bukan hanya Bank atau Pasar Modal saja.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD04 - 4
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 II. Dasar Teori dan Pengembangan Hipotesa Masalah Keagenan dan Independensi Menurut Jensen dan Meckling (1976), hubungan antara manajemen dan pemilik dijelaskan dalam kerangka hubungan keagenan. Dalam hubungan ini, terjadi kontrak antara satu pihak yang disebut pemilik dengan pihak lain (agen) yang diminta melakukan beberapa jasa, termasuk didalamnya pendelegasian kewenangan untuk mengambil keputusan sehingga akan sering terjadi benturan kepentingan antara pemilik (prinsipal) dengan pihak yang diserahi untuk mengelola perusahaan (agen). Masalah
keagenan
auditor
adalah
suatu
produk
dari
mekanisme
kelembagaan, di mana auditor (agen) ditunjuk dan dibayar jasanya oleh pihak manajemen yang mereka audit (prinsipal) (Gavious, 2007). Hal ini menciptakan satu benturan kepentingan yang tidak bisa dipisahkan oleh auditor, seperti suatu ketergantungan dari auditor kepada klien auditnya; auditor mungkin merasa dipaksa untuk mematuhi berbagai keinginan klien mereka dengan mengharapkan perikatan auditnya tidak diputus. Adalah kepentingan auditor yang alami untuk mempertahankan aliran pendapatan dari jasa audit (dan lebih baik meningkatkan) dengan memenuhi keinginan klien audit, terutama klien jangka panjang dalam rangka menjamin keberlanjutan perikatan audit. Insentif untuk bekerja sama dengan manajemen yang curang berasal dari ketergantungan ekonomi ini. Jadi dalam kepentingan ekonomi, perikatan audit jangka panjang akan membuat kedekatan dan loyalitas antara auditor dan klien yang akan melemahkan obyektifitas, dan menurunkan independensi auditor. Masalah yang harus diperhatikan ialah jika auditor yang sekarang dipertahankan dalam jangka waktu lama, auditor tersebut akan menjadi nyaman sehingga akan menyebabkan obyektifitas terganggu (Mautz dan Sharaf, 1961). Peningkatan independensi juga konsisten dengan kualitas audit yang ditingkatkan, di mana kualitas audit digambarkan sebagai kemungkinan pendeteksian dan pelaporan suatu pelanggaran di dalam laporan keuangan (Watts dan Zimmerman, 1986).
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD04 - 5
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Kewajiban Rotasi Kantor Akuntan Publik (KAP) Kaplan (2004) dan Gavious (2007) menyatakan bahwa KAP, daripada hanya rekan audit dalam KAP, harus merotasi perikatan audit setelah beberapa tahun berurutan. Disadari bahwa suatu hubungan yang jangka panjang antara auditor dan klien akan menimbulkan masalah; bagaimanapun, menggantikan satu rekan audit dengan yang lain tidak melepaskan kepentingan KAP di suatu audit yang jangka panjang. klien. Dengan demikian, satu perikatan audit antara satu KAP dengan suatu perusahaan tertentu harus dibatasi waktunya. Namun kewajiban rotasi KAP secara alami juga membawa masalah, yang resiko utamanya yaitu kemungkinan terjadi kegagalan audit karena tidak adanya pengetahuan spesifik klien pada awal periode dan KAP tidak serius melaksanakan audit pada akhir periode. (Arel dkk, 2005). Beberapa peneliti menemukan efek positif diasosiasikan dengan Kewajiban Rotasi KAP. Gietzmann dan Sen (2001) menggunakan game theory untuk studi terhadap efek aturan Kewajiban Rotasi KAP pada independensi auditor dan menemukan bahwa walaupun aturan Kewajiban Rotasi KAP berbiaya tinggi, meningkatkan independensi auditor melebihi biaya di pasar secara relatif pada beberapa klien besar. Dopuch dkk (2001) menggunakan Teorema Bayes di konteks eksperimen untuk studi efek bersama antara aturan kewajiban rotasi dan retensi KAP pada independensi auditor dan menemukan bahwa rotasi, sendiri maupun bersama dengan retensi, menurunkan tendensi auditor dalam mengeluarkan laporan. Catanagh dan Walker (1999) membangun model teoritis yang menghubungkan aturan Kewajiban Rotasi KAP dengan kualitas audit tapi tidak menyediakan data empiris untuk menguji hipotesa. Beberapa studi empiris menemukan bahwa kewajiban rotasi KAP akan menurunkan kualitas audit yang didekati dengan pendeknya jangka waktu audit diasosiasikan dengan rendahnya kualitas audit karena rendahnya kualitas laba (Johnson dkk, 2002; Myers dkk, 2003). Ghosh dan Moon (2005) juga menyatakan bahwa persepsi pasar terhadap kualitas audit akan meningkat dengan semakin lamanya jangka waktu. Selain itu, dengan mengaitkan kualitas audit dengan kegagalan audit dan fraud, beberapa peneliti menemukan bahwa kegagalan audit dan fraud banyak ditemukan pada periode awal audit (Raghunathan dkk, 1994; Walker dkk, 2001; Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD04 - 6
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Carcello dan Nagy, 2004; Stanley dan DeZoort, 2007). Namun Deis dan Giroux (1992) menemukan kebalikannya bahwa kualitas audit menurun dengan semakin lamanya jangka waktu audit. Dan selain itu, Nagy (2005) menyatakan bahwa pergantian KAP akan meningkatkan kualitas laba.
Dampak Penguasaan Pangsa Pasar Audit Beattie dkk (2003) dan Wotton dkk (1994) menyatakan bahwa konsekuensi dari peningkatan konsentrasi pasar adalah akan mengakibatkan berkurangnya pilihannya bagi pengguna jasa karena adanya barrier to entry bagi KAP baru dan enggannya klien untuk mengganti KAP. Teori ekonomi juga menjelaskan bahwa regulasi tentang barriers to entry akan
membawa
penurunan
suplai
terhadap
jasa
yang
diregulasi
dan
menimbulkan biaya tinggi (Stigler 1975; Peltzman 1989). Senat Amerika Serikat (1976) menyatakan bahwa kondisi pasar audit di Amerika yang dikuasai oleh Big-8 menyebabkan independence in fact dari Big-8 atas hubungannya dengan klien mereka patut dipertanyakan. Lubbers (1993) menyatakan bahwa dampak peningkatan dari konsentrasi pasar
audit
diantaranya
adalah
meningkatnya
audit
fee,
berkurangnya
independensi dari Akuntan Publik dan menurunkan kualitas audit. Yardley dkk (1992) dan Walker dan Jonson (1996)
menyatakan bahwa
dengan adanya dominasi oleh KAP besar dalam pasar audit akan menghalangi kompetisi
sehingga
timbul
ketakutan
bahwa
rusaknya
kompetisi
akan
mengurangi independensi auditor, yang akhirnya akan mengurangi koalitas audit.
Dampak Kewajiban Rotasi Kantor Akuntan Publik (KAP) Terhadap Pangsa Pasar Audit SDA Bocconi (2002) menguji efek aturan Kewajiban Rotasi KAP di Italy dan diperoleh bahwa konsentrasi pangsa pasar setelah penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP di Italy lebih stabil dan dikuasai oleh KAP Big 4/5 dibandingkan dengan sebelum penerapannya. Hasilnya mendukung pendapat bahwa aturan Kewajiban Rotasi KAP mengarahkan konsentrasi pangsa pasar di segmen klien besar yang akan memilih KAP Big 4/5 dan aturan ini akan meningkatkan probabilita terjadinya kolusi antar KAP Big 4/5 untuk koordinasi klien. Arrunada Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD04 - 7
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 dan
Paz-Arez
(1997)
menggunakan
data
di
pasar
Spanyol
dengan
mengasumsikan proyeksi pangsa pasar KAP di masa depan dan menganggap aturan rotasi efektif. Ditemukan bahwa KAP kecil telah meningkat pangsa pasarnya, KAP besar pemimpin pasar mengalami penurunan. Comunale dan Sexton (2005) dengan menggunakan model Rantai Markov menemukan bahwa Kewajiban Rotasi KAP mempunyai efek yang substansial pada pangsa pasar jangka panjang.
Penerapan Kewajiban Rotasi KAP di Pasar Audit Indonesia Kondisi di Indonesia, rotasi KAP dengan jangka waktu maksimum 5 tahun buku berturut-turut pertama kali diterapkan di Indonesia oleh Bank Indonesia di lingkungan perbankan melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/22/PBI/2001 tahun 2001. kemudian Departemen Keuangan mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik tanggal 30 September 2002 yang kemudian direvisi melalui Keputusan Menteri Keuangan No. 359/KMK.06/2003 tanggal 21 Agustus 2003 dan terakhir oleh Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008. Bapepam melalui Peraturan VIII.A.2 tanggal 12 November 2002 juga mulai memberlakukan rotasi KAP dengan masa cooling-off 3 tahun. Penelitian ini mengambil waktu penerapan KMK 423 jo. 359 yang direvisi oleh PMK 17 karena berlaku untuk semua jenis usaha, bukan hanya Bank atau Pasar Modal saja. Dalam
ketentuan
Pasal
3
Peraturan
Menteri
Keuangan
No.
17/PMK.01/2008 (pasal ini sudah ada dalam Pasal 6 dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 423/KMK.06/2002 jo. 359/KMK.06/2003) antara lain dinyatakan bahwa: (1) Pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dilakukan oleh KAP paling lama untuk 6 (enam) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang Akuntan Publik paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturutturut. (dalam KMK 423 jo. 359, KAP paling lama 5 (lima) tahun berturutturut) : : Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD04 - 8
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 (4) Dalam hal KAP yang telah menyelenggarakan audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas melakukan perubahan komposisi Akuntan Publiknya, maka terhadap KAP tersebut tetap diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (5) KAP yang melakukan perubahan komposisi Akuntan Publik yang mengakibatkan jumlah Akuntan Publiknya 50% (lima puluh per seratus) atau lebih berasal dari KAP yang telah menyelenggarakan audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas, diberlakukan sebagai kelanjutan KAP asal Akuntan Publik yang bersangkutan dan tetap diberlakukan pembatasan penyelenggaraan audit umum atas laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (6) Pendirian atau perubahan nama KAP yang komposisi Akuntan Publiknya 50% (lima puluh per seratus) atau lebih berasal dari KAP yang telah menyelenggarakan audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas, diberlakukan sebagai kelanjutan KAP asal Akuntan Publik yang bersangkutan dan tetap diberlakukan pembatasan penyelenggaraan audit umum atas laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Hipotesa Berangkat dengan pendapat bahwa akan terjadi pergeseran pangsa pasar audit di Indonesia setelah diterapkannya aturan Kewajiban Rotasi KAP di Indonesia, maka dikembangkan hipotesa H1 = Proporsi pangsa pasar audit KAP Big 4/5 di Indonesia saat setelah
penerapan
aturan
Kewajiban
Rotasi
KAP
lebih
kecil
(mengalami penurunan) dibandingkan saat sebelum penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP Kemudian, pada kenyataannya, banyak KAP menengah-besar, terutama Big 4, melakukan tindakan untuk menyiasati aturan Kewajiban Rotasi KAP tersebut agar mempertahankan klien-klien audit umumnya dan menjaga proporsi pangsa pasar audit umum di Indonesia. KAP Big 4/5 melakukan perubahan nama dan melakukan perubahan rekan AP dengan cara mencutikan AP lama dan melakukan regenerasi dengan mempromosikan pegawai KAP menjadi rekan Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD04 - 9
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 AP baru. Penulis belum menemukan studi tentang efek aturan Kewajiban Rotasi KAP terhadap regenerasi karena mungkin hal ini merupakan efek samping yang tidak terlalu signifikan di dunia Internasional, namun menurut penulis hal ini patut menjadi perhatian di Indonesia karena sedikitnya jumlah Akuntan Publik dan proporsi Akuntan Publik dikuasai oleh angkatan tua (63% Akuntan Publik berumur > 50 tahun). Maka diajukan hipotesa tambahan H2 = Pertumbuhan rekan AP baru di KAP Big 4/5 saat setelah penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP lebih tinggi (meningkatkan) dibanding saat sebelum penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP
III. Desain Penelitian Signifikansi penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP terhadap proporsi pangsa pasar audit di Indonesia dan pertumbuhan rekan KAP Big 4/5 (regenerasi) diuji dengan cara membandingkan kondisi pasar audit sebelum dan setelah penerapan aturan rotasi KAP dengan menggunakan Uji t – 2 sample beda varians (asumsi distribusi normal) dan Uji Wilcoxon (asumsi tidak diketahui bentuk distribusinya apakah normal atau tidak). Populasi dari penelitian ini adalah seluruh KAP yang mendapatkan izin usaha dari Menteri Keuangan sejak tahun 1999 sampai 2006 dan melaksanakan kewajiban menyampaikan Laporan Kegiatan Usaha dan Keuangan kepada Menteri Keuangan. Data yang digunakan ialah data sekunder yang diperoleh dari Buku Laporan Kegiatan Usaha KAP yang disusun oleh Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai, Departemen Keuangan untuk tahun 1999 sampai dengan tahun 2006. Variabel yang akan dioperasionalkan ialah pangsa pasar audit umum KAP Big 4/5 dan regenerasi Akuntan Publik di KAP Big 4/5. Pangsa pasar audit umum KAP Big 4/5 didekati oleh proporsi pangsa pasar berdasarkan jumlah klien audit umum KAP (dan pendapatan total KAP. Kemudian, regenerasi Akuntan publik di KAP Big 4/5 didekati oleh pertumbuhan rekan baru Akuntan Publik di KAP. Pendekatan variabel pangsa pasar audit dengan jumlah klien audit umum dapat dipakai karena sesuai dengan kondisi nyata, biasanya jumlah klien audit umum lah yang mencerminkan pangsa pasar audit. Penelitian sebelumnya ada Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD04 - 10
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 juga yang memakai jumlah klien audit umum untuk mendekati variabel pangsa pasar audit (SDA Bocconi, 2002; Arrunada dan Paz-Arez ,1997, Arfiansyah, 2007) Pendekatan variabel pangsa pasar audit dengan pendapatan total KAP dapat dipakai karena didalamnya terkandung informasi mengenai jumlah audit fee yang diterima oleh KAP (yang biasanya merupakan komponen terbesar pendapatan KAP jika dibandingkan non audit fee), dan biasanya makin besar audit fee berarti klien semakin besar dan kompleks, sehingga cukup mencerminkan penguasaan pasar audit. Data diolah dan disusun dengan membedakan data seluruh KAP dimaksud ke dalam dua kategori, Big 4/5 dan Non Big 4/5, kemudian dihitung proporsinya. Kemudian data-data tersebut di atas dikelompokkan menjadi waktu sebelum penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP (tahun 1999-2002) dan setelah penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP (tahun 2003-2006), baik untuk jumlah klien audit umum KAP maupun untuk pendapatan total KAP. Sedangkan regenerasi pada KAP Big 4/5 dikelompokkan menjadi waktu sebelum penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP (tahun 2000-2002) dan setelah penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP (tahun 2003-2005).
IV. Hasil Pengolahan Data Pengujian hipotesa 1 1. Variabel Pangsa Pasar Audit didekati dengan proporsi klien audit umum Dapat dilihat di Tabel 1 dan Grafik 1, pangsa pasar Big 4/5 berdasarkan proporsi klien audit umum cenderung untuk mengalami penurunan setelah tahun 2002, berarti ada perpindahan klien audit umum dari KAP Big 4/5 ke Non Big 4/5. Setelah dilakukan pengujian dengan uji t (dengan asumsi distribusi normal) diperoleh p (2 arah) = 0.022, yang berarti signifikan pada α = 2.2%. Kemudian diuji lagi dengan uji Wilcoxon (dengan asumsi distribusi tidak diketahui apakah normal atau tidak) diperoleh p (2 arah) = 0.068, yang berarti signifikan pada α = 6.8%. Hasilnya diperoleh bukti bahwa proporsi pangsa pasar audit KAP Big 4/5 di Indonesia, saat setelah penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP mengalami penurunan secara signifikan dibandingkan saat sebelum penerapan aturan rotasi KAP .
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD04 - 11
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 2. Variabel Pangsa Pasar Audit didekati dengan proporsi pendapatan Dapat dilihat di Tabel 2 dan Grafik 2, pangsa pasar Big 4/5 berdasarkan proporsi pendapatan total KAP cenderung untuk mengalami penurunan setelah tahun 2002, berarti ada perpindahan klien dari KAP Big 4/5 ke Non Big 4/5 (Sebab lain yang bisa ditelaah yaitu penurunan audit fee yang diminta KAP, namun hal ini hampir tidak mungkin sehingga alasan yang paling tepat ialah adanya perpindahan klien dari Big 4/5 ke Non Big 4/5) Setelah dilakukan pengujian dengan uji t (dengan asumsi distribusi normal) diperoleh p (2 arah) = 0.003, yang berarti signifikan pada α = 0.3%. Kemudian diuji lagi dengan uji Wilcoxon (dengan asumsi distribusi tidak diketahui apakah normal atau tidak) diperoleh p (2 arah) = 0.068, yang berarti signifikan pada α = 6.8%. Hasilnya diperoleh bukti bahwa proporsi pangsa pasar audit KAP Big 4/5 di Indonesia, saat setelah penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP mengalami penurunan secara signifikan dibandingkan saat sebelum penerapan aturan rotasi KAP . Hasil yang diperoleh dari 2 pengujian di atas sejalan dengan hasil yang diperoleh Arrunada dan Paz-Arez (1997) dan Comunale dan Sexton (2005) bahwa penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP akan menurunkan konsentrasi pasar audit umum dengan terbukti adanya penurunan pangsa pasar audit umum KAP Big 4/5 di Indonesia sehingga akan membuat pasar audit lebih kompetitif yang nantinya diharapkan akan meningkatkan kualitas audit KAP akibat kompetitifnya pasar audit di Indonesia. Dengan pendekatan yang berbeda, Arfiansyah (2007) juga menemukan bahwa konsentrasi pasar audit di Indonesia menurun dilihat dari Herfindahl Index dan Concentration Ratio. Hal ini juga sesuai dengan penemuan DeFond dkk (2000) bahwa peningkatan independensi akan menurunkan pangsa pasar KAP besar di China. Namun hasil ini berlawanan dengan yang diperoleh SDA Bocconi (2002) bahwa penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP meningkatkan konsentrasi pasar audit di Big 4/5 sehingga nantinya akan menimbulkan kolusi diantara mereka.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD04 - 12
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Pengujian hipotesa 2 Dapat dilihat di Tabel 3 dan Grafik 3, pertumbuhan rekan Akuntan Publik (regenerasi) di KAP Big 4/5 mengalami peningkatan sejak tahun 2003. Hal ini disebabkan oleh penyiasatan KAP Big 4/5 terhadap aturan Kewajiban Rotasi KAP (KMK 423 jo. 359) untuk mempertahankan pangsa pasar audit KAP di Indonesia. Setelah dilakukan pengujian dengan uji t (dengan asumsi distribusi normal) diperoleh p (2 arah) = 0.017, yang berarti signifikan pada α = 1.7%. Kemudian diuji lagi dengan uji Wilcoxon (dengan asumsi distribusi tidak diketahui apakah normal atau tidak) diperoleh p (2 arah) = 0.109, yang berarti signifikan pada α = 10.9%. Hasilnya diperoleh bukti bahwa pertumbuhan rekan (regenerasi) KAP Big 4/5 di Indonesia, saat setelah penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP mengalami kenaikan cukup signifikan dibandingkan saat sebelum penerapan aturan rotasi KAP .
V. Kesimpulan dan Saran Penulis menyimpulkan bahwa aturan Kewajiban Rotasi KAP akan menghasilkan efek yang substansi bagi KAP Big 4/5 di pasar audit umum Indonesia yaitu pangsa pasar audit umum yang dikuasai oleh KAP Big 4/5 mengalami penurunan yang signifikan baik didekati oleh jumlah klien audit umum KAP maupun oleh pendapatan total KAP. Dari sini dapat diberikan saran bahwa regulator dapat yakin bahwa aturan Kewajiban Rotasi KAP ini tidak membuat konsentrasi pasar audit yang berlebihan (tinggi) di KAP Big 4/5 sehingga kondisi pasar audit di Indonesia akan kompetitif, tidak ada pemimpin pasar yang menguasai pasar secara signifikan yang dapat menghasilkan kekuatan monopoli dan kontrol pasar jasa audit umum dan secara signifikan akan menurunkan independensi dan kualitas audit. Efek yang muncul belakangan akibat motif ingin mempertahankan klien audit umum oleh KAP Big 4/5 ialah meningkatnya regenerasi/pertumbuhan rekan AP baru jika dibandingkan antara kondisi sebelum penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP dengan setelah penerapan aturan rotasi wajin untuk KAP. Hal ini, meskipun dianggap hanya pemanis dan kurang berarti untuk peningkatan Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD04 - 13
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 kualitas audit dan independensi AP, dianggap penulis termasuk penting karena akan merubah struktur AP yang selama ini didominasi oleh angkatan tua akan diregenerasi oleh angkatan muda. Masalah perkembangan AP menjadi masalah di Indonesia karena saat ini 63 % AP yang aktif mempunyai usia diatas 50 tahun, sedangkan jumlah angkatan muda sedikit sehingga dikhawatirkan akan menyebabkan punahnya dan terjadi kelangkaan pada profesi AP. Namun ada sedikit kekuatiran seperti yang disampaikan oleh Comunale dan Sexton (2005) yaitu pasar audit umum akan makin tergantung dari kemampuan KAP untuk mencari klien bukan untuk mempertahankan klien. KAP diekspektasi akan mengalokasikan lebih banyak uang untuk merekrut klien audit baru dan lebih sedikit uang untuk mempertahankan uang yang akan menimbulkan tekanan pada KAP untuk mengurangi biaya dan kualitas audit yang secara ironis akan berlawanan dengan kebijakan penerapan aturan ini yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas audit dan independensi auditor. Penelitian lebih lanjut tentang efek penerapan aturan Kewajiban Rotasi KAP terhadap pangsa pasar audit di Indonesia dapat ditambahkan dengan parameter usaha KAP dalam mempertahankan klien maupun mencari klien baru. Selain itu, dapat diteliti lebih lanjut lagi mengenai faktor-faktor yang dapat meningkatkan kuantitas AP di Indonesia (selain aturan Kewajiban Rotasi KAP) dalam rangka mengembangkan profesi AP dan yang termasuk penting ialah mengenai hubungan antara kualitas audit dan pangsa pasar.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD04 - 14
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Referensi Arel, B., R., G. Brody., and K. Pany. 2005. Audit firm rotation and audit quality. The CPA Journal 2005 75(1): 36-39 Arfiansyah, Z. (2007), Konsentrasi Pasar Audit di Indonesia, Universitas Indonesia Arrunada, B. & Paz-Ares C.(1997), Mandatory rotation of company auditors: A critical examination, International Review of Law and Economics, Vol. 17, Issue 1, p.31-61 Beattie, V., Goodcare, A. & Fearnley, S. (2003), And then there four: A Study of UK audit market concentration-causes, concequences and the scope for market adjustment, Journal of Financial Regulation and Compliance, 11, 3, p. 250-265 Buijink, W., Maijoor, S., Meuwissier, R., & van Witteloostuijn, A. (1996), The Role, Position, and Liability of the Statutory Auditor within the European Union, ECSC-EC-EAEC, study commissioned by DG XV of the European Commission, European Commission, Luxembourg Catanagh, A.H. & Walker, P.L. (1999), The International debate over mandatory auditor rotation : a conceptual research framework, Journal of International Accounting, Auditing, and Taxation, Vol. 8, p. 43-66 Cameron, M., Di Vincenzo, D., & Merlotti, E. (2005), The Audit Firm Rotation Rule : A Review of the Literature, Academic Research, SDA Bocconi School of Management. Cameron, M., Di Vincenzo, D., & Merlotti, E. (2002), The Impact of mandatory audit rotation on audit quality and on audit pricing: the case of Italy. Academic Research, SDA Bocconi School of Management Carcello, J. V., and NAGY, A. L. (2004), Audit Firm Tenure and Fraudulent Financial Reporting. Auditing: A Journal of Practice and Theory 23, p. 5569. Chung, H. (2004), Selective Mandatory Auditor Rotation and Audit Quality: an Empirical Investigation of Auditor Designation Policy in Korea. SSRN Working paper
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD04 - 15
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Comunale, C.L. & Sexton, T.R. (2003), Current Accounting Investigation: Effect on Big 5 Market Share, Managerial Auditing Journal 18 No. 6/7, p. 569576 Comunale, C.L., Sexton, T.R. (2005), Mandatory auditor rotation and retention: impact on market share, Managerial Auditing Journal 20 No. 3, Accounting & Tax Periodicals, p. 235-248 Deis, D.R., and Giroux, G. A. (1992), Determinants of Audit Quality in the Public Sector. The Accounting Review 67, p. 462-479 Departemen Keuangan, Profil KAP Tahun 1999 Departemen Keuangan, Profil KAP Tahun 2000 Departemen Keuangan, Profil KAP Tahun 2001 Departemen Keuangan, Profil KAP Tahun 2002 Departemen Keuangan, Profil KAP Tahun 2003 Departemen Keuangan, Profil KAP Tahun 2004 Departemen Keuangan, Profil KAP Tahun 2005 Departemen Keuangan, Profil KAP Tahun 2006 Dopuch, N., King, R.R., Schwartz, R. (2001), An Experimental investigation of retention and rotation requirements, Journal of Accounting Research, Vol. 39 No. 1, p. 93-117 DeFond, M.L., Wong, T.J., Li, S. (2000), The impact of improved auditor independence on audit market concentration in China, Journal of Accounting and Economics 28, p. 269-305 Gavious, I. (2007), Alternative perspectives to deal with auditors’ agency problem, Critical Perspectives on Accounting 18, p. 451-467 Ghosh, A., and D. C. Moon. 2005. Auditor tenure and perceptions of audit quality. The Accounting Review 80 (2): 585-612 Gietzmann, M.B., Sen, P.K. (2002), Improving auditor independence through selective mandatory rotation, International Journal of Auditing, Vol. 6, p. 183-210 Indarto (2007), Rancangan Undang-Undang Profesi Akuntan Publik : Sebuah Tuntutan, Economic Business & Accounting Review Vol. II No. 3
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD04 - 16
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Jensen, M., and W. Meckling.1976. Theory of the firm: managerial behaviour, agency costs, and ownership structure. Journal of Financial Economics 3 (4): 305-360 Johnson, V, E., I. K. Khurana., and J. K. Reynolds. 2002. Audit firm tenure and the quality of financial reports. Contemporary Accounting Research 19 (4): 637-660 Kaplan, R. L. (2004), The Mother of All Conflicts: Auditors and Their Clients, Illinois Public Law and Legal Theory Research Series, No. 04-13 Lubbers, M. C. (1993), The Changing Competitive Structure of the Canadian Accounting Market over A Period of Large Firm Merger Activity, University of Ledbridge Mautz, R. K., and H. A. Sharaf. 1961. The Philosophy of Auditing. Monograph No. 6. Sarasota, FL: American Accounting Association Myers, J. N., L. A. Myers., and T. C. Omer. 2003. Exploring the term of the auditor-client relationship and the quality of earnings: a case for mandatory auditor rotation? The Accounting Review 78 (3): 779-799 Nagy.L. (2005), Mandatory Audit Firm Turnover, Financial Reporting Quality, and Client Bargaining Power: The Case of Arthur Andersen. Accounting Horizons 19, p.51-68 Peltzman, S. (1989). The Economic Theory of Regulation after a Decade of Deregulation." Brookings Papers on Economic Activity: Microeconomics. p. 1-60 Raghunathan, B., L. Barry., and J.H. Evans III. 1994. An empirical investigation of problem audits. Research in Accounting Regulation 1 (1): 33-58 Sikka, P., & Willmott, H. C. (1995). Illuminating the state-profession relationship. Critical Perspectives on Accounting, 5, p. 341-369 Stanley, J.D., and Dezoort, T.F. (2007), Audit Firm Tenure and Financial Restatements: An Analysis of Industry Specialization and Fee Effects. Journal of Accounting & Public Policy 26, p. 131-159 Stigler, G. J. (1975). The Citizen and the State: Essays on Regulation. Chicago: University of Chicago Press. US Senat (1976), The Accounting Establishment
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD04 - 17
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Walker, K. B. & Johnson, E. N. (1996). A Review and Synthesis of Research on Supplier Concentration, Quality and Fee Structure in Non-U.S. Markets for Auditor Services. The International Journal of Accounting, 31, 1, p. 1-18 Walker, P. L., B. L. Lewis., and J. R. Casterella. 2001. Mandatory auditor rotation: arguments and current evidence. Accounting Enquiries 10 (2):209-242 Watts, R., and J. Zimmerman. 1986. Positive Accounting Theory. New York, NY: Prentice Hall Wotton, C. W., Tonge, S. D. & Wolk, C. M, (1994), Pre and Post Big 8 Mergers: Comparison of Auditor Concentration, Accounting Horizon, 8, 3, p. 58-74 Yardley, J. A., Kauffman, N. C., Cairney, T. D. & Albrecht, W. D. (1992), Supplier Behavior in the U.S. Audit Market. Journal Accounting Literature, Vol. 11, p.151
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD04 - 18
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Lampiran 1. Tabel 1. Proporsi Pangsa Pasar Berdasarkan Klien Audit Umum KAP Proporsi Klien Audit Umum Tahun KAP Big 5/4
KAP Non Big 5/4
1999
69.46%
30.54%
2000
66.50%
33.50%
2001
43.00%
57.00%
2002
43.42%
56.58%
2003
22.55%
77.45%
2004
26.36%
73.64%
2005
23.76%
76.24%
2006
23.89%
76.11%
2. Tabel 2. Proporsi Pendapatan Total KAP Proporsi Pendapatan Tahun KAP Big 5/4
KAP Non Big 5/4
1999
94.59%
5.41%
2000
91.73%
8.27%
2001
83.00%
17.00%
2002
90.59%
9.41%
2003
75.81%
24.19%
2004
72.07%
27.93%
2005
71.70%
28.30%
2006
69.80%
30.20%
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD04 - 19
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 3. Tabel 3. Regenerasi Akuntan Publik di KAP Big 4/5 Pertumbuhan rekan Akuntan Publik baru KAP Big 4/5 200 KAP
0
2001
2002
2003
2004
2005
0
0
0
5
0
2
0
0
1
1
5
2
0
0
0
4
8
0
0
0
0
0
2
7
PwC - Hadi Sutanto & Rekan + Haryanto Sahari & Rekan KPMG
–
Siddharta
&
Siddharta
Siddharta Harsono
Siddharta
+ &
Widjaja Deloitte - Hans Tuanakotta &
Mustofa
Tuanakotta Halim
+
+
Hans
Mustofa Osman
&
Ramli
Satrio & Rekan EY (+Andersen) - Prasetio Utomo & Rekan + Hanadi Sarwoko Prasetio Sandjaja
&
Sandjaja Sarwoko
+ &
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD04 - 20
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 4. Grafik 1. Proporsi Pangsa Pasar Berdasarkan Klien Audit Umum KAP
Proporsi Pangsa Pasar
Proporsi Pangsa Pasar Berdasarkan Klien Audit Umum KAP 90.00% 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% 1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Tahun KAP Big 4/5
KAP Non Big 4/5
5. Grafik 2. Proporsi Pangsa Pasar Berdasarkan Pendapatan Total KAP Proporsi Pangsa Pasar Berdasarkan Pendapatan KAP
Proporsi Pangsa Pasar
100.00% 80.00% 60.00% 40.00% 20.00% 0.00% 1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Tahun KAP Big 4/5
KAP Non Big 4/5
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD04 - 21
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 6. Grafik 3. Pertumbuhan rekan Akuntan Publio baru KAP
Big
4/5
Pertumbuhan rekan Akuntan Publik baru KAP Big 4/5 PwC - Hadi Sutanto & Rekan + Haryanto Sahari & Rekan
9
Jumlah Rekan Baru
8 7
KPMG - Siddharta Siddharta & Harsono + Siddharta Siddharta & Widjaja
6 5 4
Deloitte - Hans Tuanakotta & Mustofa + Hans Tuanakotta Mustofa & Halim + Osman Ramli Satrio & Rekan
3 2 1
EY (+Andersen) - Prasetio Utomo & Rekan + Hanadi Sarwoko & Sandjaja + Prasetio Sarwoko & Sandjaja
0 2000
2001
2002
2003
2004
2005
Tahun
7. Pengujian Hipotesa 1 dengan variable pangsa pasar audit didekati dengan proporsi klien audit umum Uji t : dengan 2 sample beda varians Sebelum Aturan Rotasi Setelah Aturan Rotasi KAP
KAP
Mean
0.55595
0.2414
Variance
0.02060073
0.000255447
Observations
4
4
Hypothesized
Mean
Difference
0
Df
3
t Stat
4.356145093
P(T<=t) one-tail
0.011176845
t Critical one-tail
1.637745299
P(T<=t) two-tail
0.02235369
t Critical two-tail
2.353363016
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD04 - 22
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Uji Wilcoxon Ranks
Setelah_rotasi
- Negative
Sebelum_rotasi
Ranks Positive Ranks
Mean
Sum
N
Rank
Ranks
4a
2.50
10.00
0b
.00
.00
Ties
0c
Total
4
of
a. Setelah_rotasi < Sebelum_rotasi b. Setelah_rotasi > Sebelum_rotasi c. Setelah_rotasi = Sebelum_rotasi
Test Statisticsb Setelah_rotasi - Sebelum_rotasi -1.826a
Z Asymp. tailed)
Sig.
(2-
.068
a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD04 - 23
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 8. Pengujian Hipotesa 1 dengan variable pangsa pasar audit didekati dengan proporsi pendapatan Uji t : dengan 2 sample beda varians Sebelum Aturan Rotasi Setelah Aturan Rotasi KAP
KAP
Mean
0.899775
0.72345
Variance
0.002446903
0.000632497
Observations
4
4
Hypothesized
Mean
Difference
0
Df
4
t Stat
6.354931801
P(T<=t) one-tail
0.001571023
t Critical one-tail
1.533205705
P(T<=t) two-tail
0.003142047
t Critical two-tail
2.131846486
Uji Wilcoxon Ranks
Setelah_rotasi
- Negative
Sebelum_rotasi
Ranks Positive Ranks
Mean
Sum
N
Rank
Ranks
4a
2.50
10.00
0b
.00
.00
Ties
0c
Total
4
of
a. Setelah_rotasi < Sebelum_rotasi b. Setelah_rotasi > Sebelum_rotasi c. Setelah_rotasi = Sebelum_rotasi
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD04 - 24
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Test Statisticsb Setelah_rotasi
-
Sebelum_rotasi -1.826a
Z Asymp.
Sig.
tailed)
(2-
.068
a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test 9. Pengujian Hipotesa 2 Uji t : dengan 2 sample beda varians Sebelum Aturan Rotasi Setelah KAP
Rotasi KAP
Mean
0.333333333
12
Variance
0.333333333
7
Observations
3
3
Hypothesized
Aturan
Mean
Difference
0
Df
2
t Stat
-7.462025072
P(T<=t) one-tail
0.008744713
t Critical one-tail
1.885618985
P(T<=t) two-tail
0.017489425
t Critical two-tail
2.91998731
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD04 - 25
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Uji Wilcoxon Ranks
Setelah_rotasi
- Negative
Sebelum_rotasi
Ranks Positive Ranks
Mean
Sum
N
Rank
Ranks
0a
.00
.00
3b
2.00
6.00
Ties
0c
Total
3
of
a. Setelah_rotasi < Sebelum_rotasi b. Setelah_rotasi > Sebelum_rotasi c. Setelah_rotasi = Sebelum_rotasi
Test Statisticsb Setelah_rotasi - Sebelum_rotasi Z
-1.604a
Asymp. Sig. (2-tailed) .109 a. Based on negative ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD04 - 26
The 2nd Accounting Conference, Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
1st
Doctoral
PENGARUH TURNOVER INTENTIONS, SELF RATE EMPLOYEE PERFORMANCE, DAN SELF ESTEEM TERHADAP PENERIMAAN DYSFUNCTIONAL BEHAVIOR IN AUDIT DALAM PRESPEKTIF GENDER (Studi pada Kantor Akuntan Publik Se - Jawa Tengah)
Falikhatun Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract The objective of this research are: first, examining the effect of turnover intentions, self rate employee performance and self esteem on acceptance of dysfunctional behavior in audit, and second tested the differences on acceptance of dysfunctional behavior in audit for male and female auditor.
Hypotheses that
proposed are turnover intentions and self esteem will have positive effect on acceptance of dysfunctional behavior in audit, while, self rate employee performance will has negative effect on acceptance of dysfunctional behavior in audit. The next hypotheses is the difference of acceptance of dysfunctional behavior in audit for male and female auditor. The population is auditors working in public accountant firm located in Central Java. Purposive random sampling used to take the samples. Data collection method that used is mail questionnaires method. Data analyze method is validity and reliability analysis, classic assumption analysis and hypotheses analysis that used multiple regression and independent sample t test. The results are all variables valid and reliable and fulfil classic assumption. The result of hypotheses analysis show that self rate employee performance will has positive significantly effect on acceptance of dysfunctional behavior in audit, while turnover intentions, and self esteem have insignificant positive effect on acceptance dysfunctional behavior. For gender prespective, acceptance of dysfunctional behavior in audit for male and female auditor isn’t different.
Keywords: turnover intentions, self rate employee performanc, self esteem, acceptance of dysfunctional behavior in audit, gender. Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD05- 1 -
The 2nd Accounting Conference, Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
1st
Doctoral
PENDAHULUAN Latar Belakang Akuntan perempuan mungkin menjadi subjek penyimpangan di tempat kerja sebagai suatu konsekuensi
profesi Akuntan Publik berstereotype pria. Efek
negatif gender-stereotype pada perempuan sebagai Akuntan Publik adalah situation-centered dan person-centered (Maupin, 1990). Situation-centered berarti bahwa penerimaan pada informasi dalam perusahaan seperti struktur sosial dan struktur
kekuasaan
profesionalnya.
adalah
Adapun
factor
penting
Person-centered
dalam
melihat
pengembangan penyimpangan
karir
gender
didasarkan pada sex-role inventory (Bem’s 1974, dalam Maupin, 1990), yang mengklasifikasikan ciri kepribadian sebagai kepemilikan karakteristik maskulin, feminim atau netral. Lehman (1990 dalam Maupin, 1990) menemukan bahwa stereotype kepribadian maskulin (seperti kepemimpinan, ketangguhan pribadi, ketegasan) lebih lazim berada di rangking atas (manajer dan partner) pada kedua gender. Selanjutnya Lehman (1990) dalam Maupin (1990) menginterpretasikan sikap stereotype-maskulin adalah salah satu kunci sukses dalam Akuntansi Publik. Hasil survei American Institute of Certified Public Accountant (1988) yang dikutip Samekto (1999), menunjukkan perbandingan lebih dari 50% lulusan akuntansi adalah perempuan. Secara umum, setiap lulusan jurusan akuntansi dapat memilih profesi akuntansi dan auditing. Hal ini juga berlaku pada lulusan akuntansi perempuan. Penelitian Collins, Hooks, dan Cheramy menunjukkan adanya peningkatan jumlah perempuan yang memilih profesi akuntan publik pada 25 tahun terakhir mengangkat isu perbedaan gender yang berkembang dalam profesi akuntan ini (Samekto,1999). Penelitian terdahulu (Cohen dan Sharp, 1998) menemukan bahwa secara psikologi dan literatur pemasaran menyarankan bahwa gender merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penampilan auditor dalam memberikan judgment. Penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan lebih efisien dan efektif dalam melaksanakan tugas auditnya dibandingkan pria karena perempuan memiliki kemampuan superior untuk membedakan dan menyatukan dalam suatu judgment. Selanjutnya hasil penelitian Chung dan Monroe (2001) menyatakan bahwa dalam kondisi tingkat tekanan yang rendah, auditor perempuan kurang akurat Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD05- 2 -
The 2nd Accounting Conference, Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
1st
Doctoral
dalam memberikan judgment dibandingkan pria. Kebalikannya, seorang auditor perempuan dalam kondisi tingkat tekanan yang tinggi akan memberikan judgment yang lebih akurat dibandingkan auditor pria. Auditor pria dalam kondisi tekanan rendah akan memberikan judgment yang lebih tepat dibandingkan auditor pria yang memberikan judgment dalam kondisi tekanan tinggi. Sementara itu, auditor perempuan dalam memberikan judgment tidak terlalu terpengaruh dengan kondisi tekanan yang ada. Ada kalanya judgment audit kurang mendapat respon yang positif dimungkinkan adanya dysfunctional behavior oleh seorang auditor dalam proses audit (Donnelly, Quirin, & O'Bryan 2003). Dysfunctional behavior biasanya dilakukan oleh seorang auditor antara lain melaporkan waktu audit dengan total waktu yang lebih pendek daripada waktu yang sebenarnya (underreporting of audit time), merubah prosedur yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan audit di lapangan (replacing and altering original audit procedures) dan penyelesaian langkah-langkah audit yang terlalu dini tanpa melengkapi keseluruhan prosedur (premature signing - off of audit steps without completion of the procedure). Selain itu Donnelly, Quirin, & O'Bryan (2003) juga mengemukakan penyebab para auditor melakukan dysfunctional behavior tersebut adalah karakteristik personal yang berupa turnover intention dan self rate employee performance yang dimiliki oleh para auditor. Hasil penelitian mereka menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif antara turnover intentions dengan tingkat penerimaan dysfunctional behavior dalam audit serta adanya pengaruh negatif antara self rate employee performance dengan tingkat penerimaan dysfunctional behavior dalam audit. Pendapat Donnelly, Quirin & O'Bryan di atas diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh enam besar audit senior yang terdapat dalam laporan Public Oversight Board dalam Donnelly, Quirin, & O'Bryan (2003) yang menyatakan 85% bentuk dysfunctional behavior yang terjadi adalah penyelesaian langkah-langkah audit yang terlalu dini tanpa melengkapi keseluruhan prosedur dan kira-kira 12.2% bentuk dysfunctional behavior yang terjadi adalah melaporkan waktu audit dengan total waktu yang lebih pendek daripada waktu yang sebenarnya. Selebihnya bentuk dysfunctional behavior yang terjadi adalah bukti-bukti yang dikumpulkan kurang mencukupi dan mengganti prosedur audit yang telah ditetapkan pada waktu pemeriksaan di lapangan. Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD05- 3 -
The 2nd Accounting Conference, Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Di Indonesia,
1st
Doctoral
isu mengenai dysfunctional behavior dalam audit
berkembang seiring dengan terjadinya beberapa pelanggaran etika, baik yang dilakukan oleh Akuntan Publik, Akuntan Intern, maupun Akuntan Pemerintah. Pelanggaran etika oleh Akuntan Publik misalnya dapat berupa pemberian opini wajar tanpa pengecualian untuk laporan keuangan yang tidak memenuhi kualifikasi tertentu menurut Standar Profesional Akuntan Publik (Ludigdo dalam Nugrahaningsih,
2005).
Widiastuti
dalam
Nugrahaningsih
(2005)
mengungkapkan bahwa sejak merebaknya kasus Bank Duta tahun 1990, kemudian berturut-turut kasus Golden Key, Kanindotex, dan maraknya praktek markup seperti disinyalir Menteri Keuangan pada saat pembukaan Kongres Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) VII di Bandung pada tahun 1994, profesi Akuntan Publik mendapat sorotan dari masyarakat. Bahkan, beberapa waktu lalu Departemen Keuangan telah menindak 29 Kantor Akuntan Publik (KAP) karena melanggar kode etik IAI dengan mencabut izin praktek dan memasukkan ke dalam daftar hitam (black list), sedangkan 25 KAP lainnya diskors karena penyalahgunaan wewenang. Penelitian ini menguji kembali hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Donnelly, Quirin, & O'Bryan (2003). Perbedaan utama antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah tambahan variabel self esteem sebagai salah satu bagian dari karakter personal auditor. Self esteem dapat mempengaruhi seseorang dalam melakukan dysfunctional behavior. Perera (2004) menyatakan bahwa harga diri yang tinggi mampu mendorong seorang individu
memiliki
ambisi
yang
tinggi
dan
dapat
menyebabkan
individu
menggunakan segala cara untuk mencapainya sehingga dapat mengakibatkan terjadinya dysfunctional behavior dalam audit. Selain itu penelitian ini juga akan menyelidiki apakah dysfunctional behavior dalam audit
dipengaruhi oleh
gender dalam pemberian judgement
audit. Hasil studi yang dilakukan oleh Chung and Monroe (2001) menunjukkan bahwa wanita (females) adalah pembuat keputusan yang lebih akurat di dalam tugas-tugas pengambilan keputusan yang kompleks. Oleh karena itu beberapa rumusan masalah yang akan diselidiki dalam penelitian ini, meliputi: 1. Apakah
terdapat
pengaruh
turnover intentions, self rate employee
performance dan self esteem terhadap penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit ? Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD05- 4 -
The 2nd Accounting Conference, Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
1st
Doctoral
2. Apakah terdapat perbedaan penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit antara Auditor Pria dan Auditor Perempuan?
TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit adalah perilaku seorang auditor dalam memanipulasi proses audit untuk mendapatkan capaian kinerja yang diinginkan (Donnelly, Quirin, & O'Bryan 2003). Perilaku ini diperkirakan sebagai akibat dari karakteristik personal yang kurang bagus yang dimiliki seorang auditor. Dampak negatif dari perilaku ini adalah terpengaruhnya kualitas audit secara negatif dari segi akurasi dan reliabilitas. Pengurangan kualitas audit akan menghasilkan tindakan yang mungkin dilihat sebagai pengorbanan yang dilakukan agar auditor tetap survive dalam lingkungan audit Pelanggaran yang dilakukan auditor dalam audit dapat dikategorikan sebagai sebuah Dysfunctional Behavior dalam Audit. Donnelly, Quirin, & O'Bryan (2003) menyatakan bahwa karakteristik personal yang meliputi turnover intentions, self rate employee performance mempunyai pengaruh terhadap penerimaan dysfunctional behavior dalam Audit.
Turnover Intentions Turnover Intentions merupakan hasil akhir keluarnya beberapa karyawan dan masuknya karyawan lain pada suatu organisasi (Glueck dalam Wibowo, 2004). Werther dan Davis dalam Wibowo (2004) mendefinisikan turnover intentions sebagai kesediaan karyawan untuk meninggalkan organisasi dan berpindah ke organisasi lainnya. Turnover intentions bisa terjadi karena adanya tekanan dalam pekerjaan, sehingga turnover intentions bisa terjadi karena adanya tekanan dalam pekerjaan , sehingga turnover intentions bisa menjadi petunjuk tekanan tersebut
(Filippo
dalam
Wibowo,
2004).
Fenomena
turnover
intentions
menunjukkan perubahan-perubahan yang terjadi pada tenaga kerja yaitu tendensi karyawan untuk meninggalkan organisasi dan untuk digantikan yang lain (Yoder dalam Wibowo, 2004). Malone dan Roberts (1996) mengatakan auditor yang memiliki keinginan untuk meninggalkan perusahaan lebih dapat terlibat dalam dysfunctional behavior karena menurunnya ketakutan akan kemungkinan jatuhnya sangsi apabila perilaku tersebut terdeteksi. Lebih lanjut, individu yang berniat meninggalkan Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD05- 5 -
The 2nd Accounting Conference, Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
1st
Doctoral
perusahaan dapat dianggap tidak begitu peduli dengan dampak buruk dari dysfunctional behavior terhadap penilaian kinerja dan promosi. Jadi, auditor yang memiliki keinginan tinggi untuk berhenti dari perusahaan lebih menerima dysfunctional behavior dalam audit. Hipotesis yang dirumuskan adalah: H1: Turnover
Intentions
berpengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit.
Self Rate Employee Performance Dysfunctional behavior lebih mungkin terjadi di situasi dalam hal persepsi atas kinerja pribadi rendah, atau dengan kalimat lain Dysfunctional behavior terjadi dalam situasi dalam hal individu melihat kemampuan diri mereka sendiri yang rendah dalam meningkatkan outcome yang diharapkan sejalan dengan usaha yang mereka lakukan (Gable dan Dangello dalam Donnelly, Quirin, dan O’Bryan, 2003). Oleh karena itu, auditor yang mempunyai persepsi yang rendah atas kinerja pribadi mereka diekspektasikan menunjukkan penerimaan yang tinggi terhadap dysfunctional behavior. Solar dan Bruehl dalam Donnelly, Quirin, dan O’Bryan
(2003)
menyatakan bahwa individu yang melakukan pekerjaan dibawah standar yang ditetapkan lebih mungkin untuk melakukan tindakan penyimpangan sejak mereka melihat diri mereka sendiri tidak mampu untuk bertahan dalam pekerjaan melalui usaha mereka sendiri. Jadi dysfunctional behavior dilihat sebagai kebutuhan dalam situasi dalam hal ini tujuan organisasi atau individual tidak dapat dicapai melalui langkah-langkah atau cara-cara umum yang sering dilakukan. Selanjutnya
penggunaan
program
audit,
penganggaran
waktu
penyelesaian tugas audit, dan pengawasan yang ketat dapat menyebabkan proses audit dirasa sebagai lingkungan yang memiliki struktur yang tinggi. Oleh karena itu, auditor yang memiliki persepsi yang rendah terhadap self rate performance akan memperlihatkan penerimaan yang lebih tinggi terhadap dysfunctional behavior dalam audit. Hipotesis yang dapat dibentuk adalah: H2: Self rate employee performance berpengaruh negatif terhadap penerimaan dysfunctional behavior dalam audit.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD05- 6 -
The 2nd Accounting Conference, Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
1st
Doctoral
Self Esteem Self perceived competency dan self evaluation diasumsikan sebagai fungsi dari pengalaman dan pembelajaran sosial dan merupakan nilai yang diberikan seseorang terhadap dirinya sebagai akibat dari interaksi dengan orang lain. Belkoui (1989) menyatakan bahwa self esteem adalah penilaian yang dibuat seseorang tentang nilai dirinya sendiri. Field (2001) menyatakan bahwa self esteem adalah derajat suka atau tidak suka individu terhadap dirinya sendiri. Self esteem dapat diperoleh dari pengalaman yang dimiliki seseorang dalam mengatasi tantangan dalam hidup mereka. Self esteem akan mempengaruhi cara-cara seseorang berperilaku dalam lingkungan. Self esteem yang tinggi mampu mendorong individu memiliki ambisi yang tinggi dan dapat menyebabkan individu menggunakan segala cara untuk mencapairrya. Self Esteem dapat diperoleh dari pengalaman yang dimiliki seseorang dalam mengatasi tantangan dalam hidup mereka. Dalam hal ini, self esteem akan mempengaruhi cara seseorang berperilaku dalam lingkungan. Dalam lingkungan organisasi, orang yang memiliki self esteem yang tinggi akan mampu menghargai diri sendiri dan rekan kerja mereka. Selanjutnya Perera (2004) menyatakan bahwa jika individu yang mempunyai self esteem rendah dan mengabaikan ambisi yang dimilikinya, maka individu tersebut tidak akan mencapai hasil sesuai keinginannya. Dalam bidang audit, individu yang menggunakan segala cara untuk mendapatkan apa yang diinginkannya, dapat menimbulkan dysfunctional behavior dalam menjalankan tugasnya sebagai auditor. Atas dasar ini, maka auditor yang memiliki self esteem yang tinggi sebagai faktor penyebab tingginya ambisi lebih dapat menerima dan melakukan dysfunctional behavior dalam audit. Hubungan antara self esteem dengan dysfunctional behavior dalam audit dapat membentuk hipotesis berikut: H3: Self Esteem berpengaruh positif dan signifikan terhadap Penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD05- 7 -
The 2nd Accounting Conference, Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
1st
Doctoral
Perbedaan penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit antara Auditor Pria dan Auditor Perempuan Johnson dan Dierks (1998) menyatakan bahwa beberapa kepribadian individu kelihatan
berbeda
dengan
yang
lain
tetapi
bukan
karakteristik
secara
keseluruhan. Kecenderungan perilaku, kematangan mental, kepuasan kerja antara auditor pria dan perempuan juga tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Davidson dan Dalby (1993) dalam
menemukan dalam penelitiannya
mengenai karakteristik kepribadian auditor bahwa diantara auditor pria dan auditor perempuan sama-sama memiliki karakteristik kepribadian yang kuat. Auditor pria dan auditor perempuan mempunyai karakteristik kepribadian yang sangat cerdas, tegas, bersemangat, berpikiran terbuka, memiliki kemampuan yang cukup, suka bekerja dengan keras dan dalam keadaan yang tertekan karena mereka belum mampu untuk meraih tujuan-tujuan mereka. Namun auditor pria dan auditor perempuan juga memiliki karakteristik yang sangat berbeda. Auditor perempuan mempunyai karakteristik lebih realistis, teguh pendirian, dapat dipercaya, memiliki kecurigaan yang tinggi (tidak mudah terpengaruh), penuh perhatian dan teliti, kurang percaya diri, dan cenderung untuk mematuhi peraturan, sedangkan auditor pria memiliki keperibadian yang tidak berpihak, kurang dapat bekerja sama, cenderung tidak praktis dan tidak realistis, lebih percaya diri, dan cenderung sembarangan dalam melaksanakan tugas yang memungkinkan terjadi Dysfunctional Behavior. H4: Terdapat perbedaan penerimaan Penerimaan Dysfunctional Behavior
dalam
Audit
antara
Auditor
Pria
dan
Auditor
Perempuan
METODA PENELITIAN Pemilihan Sampel dan Pengumpulan Data Populasi dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP) se
Jawa Tengah. Penyampelan dilakukan dengan metoda
purposive sampling method. Dalam metoda ini, informasi akan dikumpulkan dari responden yang memenuhi kriteria tertentu antara lain: auditor telah bekerja minimal satu tahun dan telah memiliki pengalaman audit minimal tiga kali. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan mail survey disertai dengan perangko balasan. Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD05- 8 -
The 2nd Accounting Conference, Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
1st
Doctoral
Kuisioner yang disebar sebanyak 100 kuisioner, kembali 56 kuisioner, dan yang bisa dianalisis sebanyak 44 kuisioner. Deskripsi demografi responden dapat ditunjukkan pada tabel 1. Tabel 1. Demografi Responden
Jenis Kelamin
Jumlah
Persentase
Pria
26
59,10%
Perempuan
18
40,90%
Total
44
100.00%
Usia (Tahun)
Jumlah
Persentase
21-30
24
54,54%
31-40
17
38,63%
41-50
3
6,83%
> 50
0
0.00%
44
100.00%
Jumlah
Persentase
< 1 tahun
4
9,10%
1-2 tahun
13
29,54%
2-3 tahun
11
25,00%
> 3 tahun
16
36,36%
44
100.00%
Jumlah
Persentase
D3
9
20,45%
S1
32
72,73%
S2
3
6,82%
S3
0
0.00%
44
100.00%
Total
Lama Kerja (Tahun)
Total
Pendidikan Terakhir
Total
Sumber; Hasil Olahan Data Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD05- 9 -
The 2nd Accounting Conference, Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
1st
Doctoral
Tabel 1 menunjukkan bahwa sebanyak 59,10% responden berjenis kelamin pria, dengan usia responden antara 21-30 tahun, mempunyai pengalaman kerja lebih dari 3 tahun, dan tingkat pendidikan tertinggi S1 yaitu sebesar 72,73%.
Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel Variabel
independen
dalam
penelitian
ini
adalah
Tingkat
penerimaan
dysfunctional behavior dalam audit, sedangkan variabel dependennya meliputi Turnover intention, Self rate employee performance, Self Esteem, Self Esteem. Adapun gender sebagai variabel dummy. Tingkat penerimaan dysfunctional behavior dalam audit adalah perilaku penerimaan seorang auditor dalam menghadapi manipulasi proses audit untuk mendapatkan capaian kinerja yang diinginkan (Donnelly, Quirin, & O'Bryan 2003). Variabel tingkat penerimaan terhadap dysfunctional behavior dalam audit mengadopsi
pernyataan-pernyataan
Selanjutnya
turnover
intentions
Donnelly,
merupakan
Quirin
&
kesediaan
O’Bryan karyawan
(2003). untuk
meninggalkan suatu organisasi dan berpindah ke organisasi lainnya (Werther dan Davis dalam Wibowo, 2003). Variabel ini diukur dengan memodifikasi pernyataan-pertanyaan yang telah digunakan oleh Aranya dan Ferris (1984). Adapun Self rate employee performance cenderung ditentukan oleh bagaimana seorang karyawan itu bekerja, apakah dia mempunyai standar minimal dalam bekerja atau tidak akan terlihat dari cara bagaimana mereka bekerja (Solar dan Bruehl dalam Donelly, Quirin, dan O’Brien, 2003). Variabel ini diukur dengan memodifikasi pernyataan-pertanyaan yang telah digunakan oleh Mahoney et al.dalam Donnelly, Quirin, dan O’Bryan (2003). Perera (2004) menyatakan bahwa ambition dan self esteem yang tinggi akan membuat seseorang menjadi individu yang baik dan mengembangkan kariernya menuju ke karier yang diinginkan. Self esteem
sebagai faktor
penentu ambisi memodifikasi pernyataan-pernyataan dari Pierce, Gardner, Cummings, dan Dunham dalam Cahyaning (2004).
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD05- 10 -
The 2nd Accounting Conference, Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
1st
Doctoral
Metoda Analisis Data Untuk menguji hipotesis 1, 2, dan 3 digunakan regresi linier berganda, sedangkan untuk menguji hipotesis 4 digunakan Independent Sample t test (Sekaran, 2000). ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Hasil analisis deskriptif terhadap variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini nampak pada tabel 2. Tabel 2. Deskripsi Variabel Turnover intentions, Self rate employee performance, Self Esteem, dan Penerimaan dysfunctional behavior dalam audit Variabel
Kisaran
Kisaran
Mean
Teoritis
Deviasi
Aktual
Standar Turnover Intension 3 - 21 4,04
Self rate
37,06
5,16 50,13
30 – 69
5 – 21 7 – 49
Self Esteem
10 – 70
6,75
Dysfunctional Behavior
50,05
8,53
12,45 30 – 49 40 – 70 12 - 84
----------------------------------------
------------------------------------------------------------------Sumber : Hasil Olahan Data
Pengujian Hipotesis dan Pembahasan
H1: Turnover Intentions berpengaruh positif dan signifikan dengan penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit.
Hasil pengujian hipotesis satu dengan regresi linier berganda nampak pada tabel 3 berikut:
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD05- 11 -
The 2nd Accounting Conference, Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
1st
Doctoral
Tabel 3. Hasil Regresi Pengaruh Turnover Intentions Terhadap penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit.
Variabel
Nilai Koefisien
Standar Error
15,929
9,427
t-value
p-value Konstanta
Turnover Intentions
0,411
1,690 0,293
0,099 1,404
0,168 Adjusted R Square = 26,1%, F=6,064, p=0,002 Sumber: Hasil Olahan Data Hasil regresi di atas menunjukkan bahwa koefisien regresi positif sebesar 0,411 dengan probabilitas 0,168 (p<0,05) yang berarti turnover intentions tidak berpengaruh terhadap penerimaan dysfunctional behavior dalam audit, sehingga hipotesis pertama ditolak (tidak didukung data). Koefisien beta Turnover Intentions sebesar 0,411 berarti jika Turnover Intentions bertambah sebesar 1, maka akan meningkatkan penerimaan dysfunctional behavior dalam audit sebesar 0,411. Hasil penelitian ini berkebalikan dengan hasil penelitian yang dilakukan Malone dan Roberts (1996) dan Donnelly, Quirin, dan O’Bryan (2003) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara turnover intentions dengan penerimaan dysfunctional behavior dalam audit . Hal ini dimungkinkan karena turnover yang terjadi di Kantor Akuntan Publik se Jawa Tengah merupakan Voluntary Turnover (Robbins, 2002) yaitu auditor keluar dari pekerjaannya secara sukarela karena merasa kurang produktif atau tidak potensial dalam KAP dan atau karena tersedianya alternatif pekerjaan lain yang lebih sesuai dengan minat dan impiannya. H2: Self rate employee performance berpengaruh negatif
terhadap
penerimaan dysfunctional behavior dalam audit.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD05- 12 -
The 2nd Accounting Conference, Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
1st
Doctoral
Hasil pengujian hipotesis dua dengan regresi linier nampak pada tabel 4 berikut:
Tabel 4. Hasil Regresi Pengaruh Self rate employee performance terhadap
penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit.
Variabel
Nilai Koefisien
Standar Error
15,929
9,427
t-value
p-value Konstanta Self rate employee
0,801
1,690 0,300
0,099 2,669
0,011 Adjusted R Square = 26,1%, F=6,064, p=0,002 Sumber: Hasil Olahan Data
Hasil pengujian hipotesis kedua ditunjukkan oleh koefisien regresi (ß2) sebesar 0,801 dengan probabilitas 0,011 yang berarti Self rate employee mempunyai
pengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap
penerimaan
Dysfunctional Behavior dalam Audit, sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa Self rate employee performance berpengaruh negatif
terhadap
penerimaan dysfunctional behavior dalam audit tidak diterima (tidak didukung data). Arah positif menunjukkan semakin besar self rate employee performance akan membuat penerimaan dysfunctional behavior dalam audit cenderung meningkat. Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan Donnelly, Quirin, dan O’Bryan (2003). Hal ini dimungkinkan karena adanya beberapa faktor dalam pengauditan yang perlu dipertimbangkan, misalnya penggunaan program audit, penganggaran waktu penyelesaian tugas audit, dan pengawasan yang ketat dalam proses pengauditan menyebabkan dysfunctional behavior dalam audit tidak dianggap sebagai suatu kecurangan melainkan langkah efisiensi yang akan meningkatkan penilaian kinerja mereka.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD05- 13 -
The 2nd Accounting Conference, Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
1st
Doctoral
H3: Self Esteem berpengaruh positif dan signifikan terhadap Penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit.
Hasil pengujian hipotesis ini nampak pada tabel 5 berikut:
Tabel 5. Hasil Regresi Pengaruh Self Esteem
terhadap penerimaan
Dysfunctional Behavior dalam Audit.
Variabel
Nilai Koefisien
Standar Error
Konstanta
15,929
9,427
Self Esteem
- 0,01392
t-value
p-value
0,223
1,690 -0,063
0,099 0,950
Adjusted R Square = 26,1%, F=6,064, p=0,002 Sumber: Hasil Olahan Data
Hasil pengujian hipotesis ketiga ditunjukkan oleh koefisien regresi (ß3) sebesar -0,01392 dengan probabilitas 0,950 yang berarti self esteem tidak berpengaruh terhadap penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit, sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa Self Esteem berpengaruh positif dan signifikan terhadap Penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit tidak diterima (tidak didukung data). Koefisien beta Self Esteem sebesar -0,01392 berarti jika Self Esteem berkurang sebesar 1, maka akan meningkatkan penerimaan dysfunctional behavior dalam audit sebesar 0,01392. Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Perera (2004) yang menyebutkan bahwa self esteem mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan dysfunctional behavior dalam audit. Perbedaan hasil penelitian ini dimungkinkan karena auditor ingin memenuhi ambisi yang tinggi, sehingga mereka cenderung mengabaikan harga diri mereka untuk dapat memenuhi ambisi tersebut, yaitu dengan cara menerima dysfunctional behavior dalam proses audit. Selain itu penerimaan dysfunctional behavior dalam proses audit kemungkinan juga karena adanya budaya paternalistik yang mencerminkan perilaku dalam keseluruhan hirarki organisasi lebih didasarkan pada hubungan Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD05- 14 -
The 2nd Accounting Conference, Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
1st
Doctoral
familiar, sehingga sangat mentolerir adanya kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan (Setiawan, 1998).
H4:Terdapat perbedaan penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit antara Auditor Pria dan Auditor Perempuan
Pengujian hipotesis keempat ini menggunakan uji statistik Independent Sample t test. Hasil pengujian nampak pada tabel 6 berikut:
Tabel 6. Hasil uji statistik Independent Sample t test.
Levene Test ’sfor
t-TestFor
EqualitOf
Mean
Equalit
yVarian
y of
ces F
Sig.
t
df
Sig. (2- Mean Std.
95%
tailed) Differe Error Confide nce Differe
nce
nce Interval of the Differen ce Lower Upp er DYSF Equal variances 0.248 0.621 0.67 UN
assumed Equal variances not assumed
42
2
0.505 1.769 2.633 -3.5457 7.08 7
42
0.66 34.57 0.513 1.769 2.676 -3.6670 7.20 1
5
6
54
Sumber: Hasil Olahan Data
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD05- 15 -
The 2nd Accounting Conference, Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
1st
Doctoral
Hasil uji Independent Sample t Test pada penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit menunjukkan nilai F hitung
pada equal variance
assumed (e.v.a) sebesar 0,248 dengan probabilitas 0,621, yang berarti tidak terdapat perbedaan penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit antara Auditor Pria dan Auditor Perempuan, sehingga hipotesis yang menyatakan terdapat perbedaan penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit antara Auditor Pria dan Auditor Perempuan tidak diterima (tidak didukung data). Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Davidson dan Dalby (1993) yang menyatakan bahwa auditor pria dan auditor perempuan sama-sama memiliki karakteristik kepribadian yang kuat, sehingga tidak akan melakukan sesuatu yang merugikan pekerjaannya. Selanjutnya penelitian ini juga konsisten dengan hasil penelitian Johnson dan Dierks (1998) yang menemukan bahwa kecenderungan perilaku, kematangan mental, kepuasan kerja antara auditor pria dan perempuan tidak memiliki perbedaan yang signifikan termasuk dalam penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit.
SIMPULAN Hasil analisis data dalam penelitian ini mengidentifikasikan beberapa hal, yaitu secara keseluruhan hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian sebelumnya, terutama Donnelly, Quirin, dan O’Bryan (2003). Namun dalam perspektif gender, hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Davidson dan Dalby (1993), serta Johnson dan Dierks (1998). Selanjutnya hasil pengujian hipotesis pertama menghasilkan koefisien regresi 0,411 dengan probabilitas 0,168 (p<0,05),
sehingga
dapat
disimpulkan
bahwa
turnover
intentions
tidak
berpengaruh terhadap penerimaan dysfunctional behavior dalam audit Hasil pengujian hipotesis kedua menghasilkan koefisien regresi sebesar 0,801 dengan probabilitas 0,011, sehingga simpulannya adalah Self rate employee berpengaruh terhadap penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit. Adapun hasil pengujian hipotesis ketiga ditunjukkan oleh koefisien regresi sebesar 0,01392 dengan probabilitas 0,950, sehingga dapat disimpulkan self esteem tidak berpengaruh terhadap penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit. Hipotesis keempat yang dilakukan dengan uji statistik Independent Sample tTest menunjukkan nilai F hitung
pada equal variance assumed (e.v.a) sebesar
0,248 dengan probabilitas 0,621, sehingga simpulannya adalah tidak terdapat Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD05- 16 -
The 2nd Accounting Conference, Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
1st
Doctoral
perbedaan penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit antara Auditor Pria dan Auditor Perempuan.
Keterbatasan Sekalipun penelitian ini telah dirancang dengan baik, namun hasil penelitian ini masih memiliki berbagai keterbatasan, oleh karena itu terdapat beberapa saran yang perlu dikemukakan untuk memperbaiki penelitian selanjutnya, antara lain: 1. Responden perlu diperluas pada Kantor Akuntan Publik lain, terutama KAP di kota-kota besar di Indonesia, 2. Metoda pengumpulan data perlu ditambahkan dengan metoda lain untuk mendapatkan data yang lengkap, misalnya dengan
cara mendatangi
langsung responden dalam proses penyebaran dan pengumpulan kuesioner serta melakukan wawancara secara langsung dalam pengisian kuesioner sehingga
jawaban
responden
lebih
mencerminkan
jawaban
yang
sebenarnya. 3. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan memasukkan variabel-variabel lain terutama variabel-variabel organisasional.
Implikasi 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara Self rate employee terhadap penerimaan dysfunctional behavior dalam audit. Oleh karena itu Kantor Akuntan Publik perlu mempertimbangkan karakter personal staf audit yang akan ditugaskan dalam
pengauditan,
sehingga
audit
penerimaan
dysfunctional
behavior
dalam
dapat
diminimalisasi. 2. Auditor harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik mengenai Standar Audit (Standar Umum, Standar Pelaporan, Standar Pekerjaan Lapangan) dan Kode Etik Akuntan, sehingga kemungkinan terjadinya dysfunctional behavior dalam audit dapat dikurangi. 3. Kantor Akuntan Publik harus memberi sanksi yang tegas kepada auditor yang melakukan penerimaan dysfunctional behavior dalam audit.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD05- 17 -
The 2nd Accounting Conference, Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
1st
Doctoral
DAFTAR PUSTAKA
Aranya, N., and K. R. Ferris. 1984. "A Reexamination of Accountant Organizational Professional Conflict". The Accounting Review. 4 :Januari, Vol. 49, No. l, pp.: 1-15.
Belkoui, Ahmed. 1989. “Slack Budgeting, Information Distortion, and Self Esteem. Contemporary Accounting Research, Vol. 2, pp. 111 – 123.
Cahyaning K, Ika, 2004. Pengaruh Organizational Based Self Esteem dan Budaya Organisasional Terhadap Komitmen Organisasi. Skripsi Fakultas Ekonomi tidak dipublikasikan. Universitas Sebelas Maret.
Chung J. dan G.S. Monroe. 2001. A Research note on the effects of gender and task complexity on an audit judgment. Behavioral Research in Accounting Vol. 13: 111-125.
Cohen, J.R., L.W. Paint dan D.J. Sharp. 1998. The effect of gender and academic discipline diversity on the ethichal intentions and ethichal orientation of potential public accounting recruits. Accounting Horizon, Vol. 12:3.
Davidson A. Ronald dan Dalby Thomas, J. 1993. Personality profile of female Public Accountants. Accounting, Auditing & Accountability Journal, Vo. 6, No.2:81-97.
Donnely, David P., Jeffrey J. Q, and David O., 2003 "Auditor Acceptance of Dysfunctional Audit Behavior : An Explanatory Model Using Auditors' Personal
Characteristics."
Journal
of
Behavioral
Research
In
Accounting: vol 15: 87-107.
Field, Linda. 2002. “Self Esteem for Woman: A Practical Guide to Love, Intimacy and Success”, Vermilion, London. Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD05- 18 -
The 2nd Accounting Conference, Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Johnson, Eric N,
1st
Doctoral
S.E. Kaplan, dan Philip M.J. Reckers, 1998. An
Examination of Potencial Gender-based Differencer in Audit Managers’ Performance
Evaluation
Judgments.
Behavioral
Research
in
Accounting Vol. 10:47-75.
Maupin, Lehman. 1990. An Examination of Potential Gender- Based Differences in Audit Managers’ Performance Evaluation Judgment. Behavioral research in Accounting, Vol. 6: 55-77
Malone, C.F., and R.W. Roberts. 1996. Factors Associated with The Incidence of Reduced Audit Quality Behaviors. Auditing: A Journal of Practice and Theory 15 (2): 49-64.
Nugrahaningsih, Putri. 2005. Analisis Perbedaan Perilaku Etis Auditor di KAP dalam Etika Profesi (Studi Terhadap Peran Faktor-Faktor Individual: Locus of Control, Lama Pengalaman Kerja, Gender, dan Equity Sensitivity). Skripsi Fakultas Ekonomi tidak dipublikasikan. Universitas Sebelas Maret.
Perera, K. 2004. "Ambition and How It Is Link to Your Self Esteem". Newsletter,
January
(web
document).
http://www.more-
selfesteem.com/newsletter20.htm. January 2004.
Robbins, Stephen P. 2002. Prinsip-Prinsip P'erilaku Organisasi (Judul Asli: Essentials of Organizational Behavior). Edisi 5. Penerjemah: Halida dan Dewi Sartika. Jakarta: Erlangga.
Samekto, Agus. 1999. Perbedaan Kinerja Laki-laki & Wanita pada Kantor Akuntan Publik di Surabaya. Tesis S2 (tidak diterbitkan). Fakultas Ekonomi UGM.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD05- 19 -
The 2nd Accounting Conference, Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
1st
Doctoral
Sekaran, Uma. 2000. Research Methods for Business: A Skill Building Approach Edisi 3. New York: John Willey & Sons Inc.
Setiawan Ahmad. 1998. Perilaku Birokrasi dalam Pengaruh Kekuasaan Jawa. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Wibowo, Agung. 2003. Pengaruh Komitmen Organisasi dan Kepuasan Kerja Terhadap Tingkat Keinginan untuk pindah (Turnover Intention). Skripsi. Fakultas
Ekonomi
tidak
Bridging the Gap between Theory and Practice
dipublikasikan.
UNS.
AUD05- 20 -
The 2nd Accounting Conference, Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Bridging the Gap between Theory and Practice
1st
Doctoral
AUD05- 21 -
The 2nd Accounting Conference, 1st Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Doctoral
Kuisioner ini terdiri dari beberapa item pertanyaan. Yakinkan bahwa Bapak/Ibu hanya mengisi/melingkari 1 jawaban dan tidak ada pertanyaan yang tidak dijawab.
BAGIAN A (IDENTITAS RESPONDEN) Pada bagian ini Bapak/Ibu diminta untuk menuliskan data diri. Nama
:
( Boleh tidak diisi)
Jenis Kelamin
: Pria / Wanita
Lama Bekerja
: a. < 1 tahun
b. 1-2 tahun c. 2-3 tahun
d. > 3 tahun
Pendidikan Terakhir : D3 / S1 / S2 / S3 Pernah Bergabung dengan KAP Lain
: a. Ya
b. Tidak
BAGIAN B (Turnover Intentiosn) Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini berkaitan dengan Turnover Intention, Bapak/Ibu diminta untuk menunjukkan seberapa jauh Bapak/Ibu setuju atau tidak setuju dengan masing-masing pernyataan tersebut. Lingkarilah pilihan yang Bapak/Ibu kehendaki (1) STSS : Sangat Tidak Setuju Sekali
(5) S
: Setuju
(2) STS
: Sangat Tidak Setuju
(6) SS
: Sangat Setuju
(3) TS
: Tidak Setuju
(7) SSS : Sangat Setuju Sekali
(4) N
: Netral
No
Pertanyaan
1
Anda berencana untuk terus mengingat KAP anda yang terakhir
STSS
STS
TS
N
S
SS
SSS
1
2
3
4
5
6
7
sampai anda pensiun 2
Anda Berencana untuk terus mengingat KAP anda yang terakhir untuk 2 tahun lagi
1
2
3
4
5
6
7
3
Anda berencana untuk terus mengingat KAP anda yang terakhir
1
2
3
4
5
6
7
paling tidak untuk 5 tahun lagi
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD05- 22 -
The 2nd Accounting Conference, 1st Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Doctoral
BAGIAN C (Self Rate Employe Performance) Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini berkaitan dengan Self Rate Employe Performance, Bapak/Ibu diminta untuk menunjukkan seberapa jauh Bapak/Ibu setuju atau tidak setuju dengan masing-masing pernyataan tersebut. Lingkarilah pilihan yang Bapak/Ibu kehendaki (1) SBuS : Sangat Buruk Sekali
(5) Ba
: Baik
(2) SBu
: Sangat Buruk
(6) SBa
: Sangat Baik
(3) Bu
: Buruk
(7) SBaS : Sangat Baik Sekali
(4) Rata : Rata-rata No 1
Pertanyaan Kinerja
anda
SBuS SBu Bu Rata Ba SBa SBaS
dalam
perencanaan
hal
(contohnya
adalah tujuan yang diinginkan
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
dan kebijakan, penganggaran, dan persiapan agenda) 2
Kinerja
anda
dalam
hal
berinvestasi (contohnya adalah mengumpulkan
dan
menyiapkan informasi, laporan keuangan, dan inventarisasi) 3
Kinerja
anda
dalam
berkoordinasi
hal
(contohnya
adalah pertukaran informasi, merenacakan
pertemuan,
memberi masukan) 4
Kinerja
anda
dalam
pengawasan adalah
hal
(contohnya mengarahkan,
membimbing, dan memimpin) 5
Kinerja
anda
dalam
kepegawaian adalah
rekruitmen,
hal
(contohnya interview
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD05- 23 -
The 2nd Accounting Conference, 1st Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
karyawan,
dan
Doctoral
promosi
karyawan) 6
Kinerja anda dalam hal untuk menampilkan/memperlihatkan (contohnya meningkatkan
adalah
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
ketertarikan
umum KAP) 7
Keseluruhan kinerja anda
BAGIAN D (Self Esteem ) Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini berkaitan dengan Self in Relation with Ambition, Bapak/Ibu diminta untuk menunjukkan seberapa jauh Bapak/ibu setuju atau tidak setuju dengan masing-masing pernyataan tersebut. Lingkarilah pilihan yang Bapak/Ibu kehendaki (1) STSS : Sangat Tidak Setuju Sekali
(5) S
: Setuju
(2) STS
: Sangat Tidak Setuju
(6) SS
: Sangat Setuju
(3) TS
: Tidak Setuju
(7) SSS : Sangat Setuju Sekali
(4) N
: Netral
No
Pertanyaan
1
Di KAP ini, keberadaan
STSS STS TS N
S
SS SSS
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
anda diperhitungkan 2
Di KAP ini, anda tidak dianggap remeh
3
Di KAP ini, anda adalah orang yang penting
4
Di KAP ini, anda dipercaya
5
Ada kepercayaan terhadap diri anda di KAP
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD05- 24 -
The 2nd Accounting Conference, 1st Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Doctoral
ini 6
Di KAP ini, anda dapat
1
2
3
4
5
6
7
membuat perubahan 7
Di KAP ini, anda berharga
1
2
3
4
5
6
7
8
Anda senang membantu
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
di KAP ini 9
Di KAP ini, anda adalah orang yang efisien
10
Di KAP ini, anda dapat diajak bekerjasama
BAGIAN E (Penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit) Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini berkaitan dengan penerimaan Dysfunctional Behavior dalam Audit, Bapak/Ibu diminta untuk menunjukkan seberapa jauh Bapak/Ibu setuju atau tidak setuju dengan masing-masing pernyataan tersebut. Lingkarilah pilihan yang Bapak/Ibu kehendaki (1) STSS : Sangat Tidak Setuju Sekali
(5) S
: Setuju
(2) STS
: Sangat Tidak Setuju
(6) SS
: Sangat Setuju
(3) TS
: Tidak Setuju
(7) SSS : Sangat Setuju Sekali
(4) N
: Netral
No
Pertanyaan
1
Anda lebih menerima
STSS
STS
TS
N
S
SS
SSS
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
pelanggaran dari auditor jika a) Mereka percaya langkah audit tidak menemukan kesalahan jika diteruskan b) Pada auditor sebelumnya, tidak ada masalah dengan bagian ini dari system klien/catatan c) Pengawasan auditor memperlihatkan perhatian
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD05- 25 -
The 2nd Accounting Conference, 1st Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Doctoral
yang kuat pada saat melengkapi langkah audit dan meletakkan tekanan pada saat penyelesaian d) Mereka percaya langkah
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
audit adalah perlu 2
Anda lebih menerima keterlambatan laporan auditor jika a) Itu menunjukkan kesempatan mereka untuk promosi dan tambahan b) itu menunjukkan evaluasi kinerja mereka c) Itu disarankan oleh pengawas mereka d) laporan auditor lainnya juga terlambat dan harus menyesuaikan dengan yang lain
3
Anda lebih menerima daripada mengganti atau merubah prosedur audit jika a) Mereka percaya prosedur audit asli tidak perlu lagi b) Auditor sebelumnya tidak memiliki masalah dengan bagian ini pada system klien c) Mereka tidak percaya pada prosedur audit yang asli akan menemukan kesalahan d) Mereka berada di bawah tekanan waktu untuk menyelesaikan audit
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD05- 26 -
The 2nd Accounting Conference, 1st Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Doctoral
Uji Normalitas
Coefficients(a)
Stan dardi zed Coef Unstandardized
ficie
Coefficients
nts
Std. Model 1
B (Constant)
Error
-2.600
8.011
-.264
.173
Beta
X1 TURNOVE R
t
Sig.
-.325
.747
-
-
.198 1.530
.131
X2 SELF RATE EMPLOYE E
8.731E02
.170
.083
.513
.610
.161
.043
.212
.833
X3 SELF ESTEEM
3.421E02
a Dependent Variable: RES_1 Unstandardized Residual
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD05- 27 -
The 2nd Accounting Conference, 1st Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Doctoral
Uji Multikolinearitas Coefficients(a)
Stan dardi zed Coef Unstandardized
ficie
Collinearity
Coefficients
nts
Statistics
Std. Model 1
B (Constant)
Error
Toleran Beta
t
Sig.
-.890
.377
ce
VIF
11.95
13.426
0 X1 TURNOVE
.436
.289
.161
.368
.285
.172
-.116
.271
1.50 7
R
.137
.836
.202
.534
.671
.345
1.19 6
X2 SELF RATE EMPLOYE
1.28 9
1.87 2
E X3 SELF ESTEEM
.071
-.427
2.89 6
a Dependent Variable: Y DISFUNTIONAL BEHAVIOR
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD05- 28 -
The 2nd Accounting Conference, 1st Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Doctoral
Uji Autokorelasi
Model Summary(b)
Std.
Mod el
R
1
.653a
Error of
Durbin
R
Adjuste
the
-
Squar
dR
Estimat
Watso
e
Square
e
n
.427
.379
7.59
1.855
a Predictors: (Constant), X1 TURNOVER, X2 SELF RATE EMPLOYEE , X3 SELF ESTEEM b Dependent Variable: Y DYSFUNCTIONAL BEHAVIOR
Uji Heterokedastisitas Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Dependent Variabel: DYSFUNCTIONAL BEHAVIOR
p
1.00
Expected Cum Prob
.75
.50
.25
0.00 0.00
.25
.50
.75
1.00
Observed Cum Prob
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD05- 29 -
The 2nd Accounting Conference, 1st Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Doctoral
Regression
Variables Entered/Removed Model
Variables
Variables
Entered
Removed
1 SELFESTE,
.
Method
Enter
TURNOVER , SELFRATE a All requested variables entered. b Dependent Variable: DISFUNCT
Model Summary Model
1
R
.559
R Adjusted R
Std. Error of the
Square
Square
Estimate
.313
.261
7.3362
Durbin-Watson
1.338
a Predictors: (Constant), SELFESTE, TURNOVER, SELFRATE b Dependent Variable: DISFUNCT
ANOVA Model
df
Sum of
Mean
Squares
Square
1 Regressi 979.088
3 326.363
F
Sig.
6.064
.002
on Residual 2152.82
40
53.821
1 Total 3131.90
43
9 a Predictors: (Constant), SELFESTE, TURNOVER, SELFRATE b Dependent Variable: DISFUNCT
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD05- 30 -
The 2nd Accounting Conference, 1st Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Doctoral
Coefficients Unstand
Standard
ardized
ized
Coefficie
Coefficie
nts
nts
Model
B
Std.
t
Sig.
1.690
.099
Beta
Error 1 (Constan
15.929
9.427
.411
.293
.195
1.404
.168
.801
.300
.485
2.669
.011
SELFES -1.392E-
.223
-.011
-.063
.950
Std.
N
t) TURNO VER SELFRA TE
TE
02
a Dependent Variable: DISFUNCT
Casewise Diagnostics Case
Std. DISFUN
Number Residual 30
-4.140
CT 30.0
a Dependent Variable: DISFUNCT
Residuals Statistics Minimum Maximu
Mean
m
Deviatio n
Predicte
44.143
61.379
50.045
4.7717
44
Residual -30.373
11.987
.000
7.0757
44
2.375
.000
1.000
44
d Value
Std.
-1.237
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD05- 31 -
The 2nd Accounting Conference, 1st Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Doctoral
Predicte d Value Std.
-4.140
1.634
.000
.964
44
Std.
Std.
Deviatio
Error
n
Mean
Residual a Dependent Variable: DISFUNCT
T-Test
Group Statistics GENDE
N
Mean
R
DISFUN
pria
26
50.769
8.2768
1.6232
perempu
18
49.000
9.0294
2.1282
CT
an
Independent Sample t test Levene Test ’sfor
t-TestFor
EqualitOf
Mean
Equalit
yVarian
y of
ces F
Sig.
t
df
Sig. (2- Mean Std.
95%
tailed) Differe Error Confide nce Differe nce nce Interval of the Differe nce
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD05- 32 -
The 2nd Accounting Conference, 1st Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Doctoral
Lower Upp er DYSF Equal 0.248 0.621 0.67 UN varian
42
0.505 1.769 2.633 -3.5457 7.08
2
7
42
ces assum ed Equal varian
0.66 34.57 0.513 1.769 2.676 -3.6670 7.20 1
5
6
54
ces not assum ed
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD05- 33 -
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD05- 34 -
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 ANALISIS PENGARUH OPINION SHOPPING TERHADAP PENERIMAAN PARAGRAF PENJELAS MENGENAI KEMAMPUAN ENTITAS DALAM MEMPERTAHANKAN KELANGSUNGAN HIDUPNYA* Wa Ode Tiara Armaliya Sri Opti Novita STEKPI, School of Business and Management Abstract The prediction on issuing going concern opinion has been major concern for auditor or shareholders. Today, auditor responsibility is winding, not only in judging the financial report or detecting fraud, but also they have to judge the company ability to maintain company going concern. That happens because there is demand from the shareholders to give the early warning information about company prospect that influence the investing decision of the shareholders. The goal of this research are to predicting the influence of opinion shopping that exercise by the company ability with the change of receiving going concern opinion. This research use manufacture company that listed in Jakarta Stock Exchange (JSX) between 2003 to 2007 as the sample. The method that been used to analyses the correlation between variable are binary logistic regression method, with the using of two type of regression : first, the correlation between opinion shopping with going concern and the others, is the correlation between opinion shopping with auditor switching. This regression method refer to the research that done by Mirna Dyah Praptitorini and Indira Januarti (2007) which adapted to the research that done by Lennox (2002). From the result, can be conclude that opinion shopping indicate the difference way with hypothsis, this thing could be happened because of the condition in Indonesia are different with other country, company in other country more likely prefer to replace their auditor to get good opinion in going concernThe other result from this research is going concern in auditor’s opinion more often happen during normal year (after crisis), this thing occur because of politics factors between year of 2003 to 2007 not stabile that effect the economy of Indonesia. Keywords : Going Concern Assumption, Opinion Shopping, Altman Z Score, Audit Lag, Prior Opinion and Auditor Switching * Makalah ini merupakan tugas akhir penulis dalam meraih gelar Sarjana Akuntansi di STEKPI Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD06 - 1
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 1. PENDAHULUAN Keberadaan entitas bisnis merupakan ciri dari sebuah lingkungan ekonomi, yang dalam jangka panjang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup usahanya. Kelangsungan hidup usaha selalu dihubungkan dengan kemampuan manajemen dalam mengelola perusahaan agar bertahan hidup. Ketika kondisi ekonomi merupakan sesuatu yang tidak pasti, para investor mengharapkan auditor memberikan early warning akan kegagalan keuangan perusahaan (Chen dan Church 1996). Opini audit atas laporan keuangan menjadi salah satu pertimbangan yang penting bagi investor dalam mengambil keputusan berinvestasi. Oleh karena itu, auditor sangat diandalkan dalam memberikan informasi yang baik bagi investor (Levitt, 1998 dalam Fanny dan Saputra, 2005). Auditor juga bertanggung jawab untuk menilai apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode waktu tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan audit (SPAP seksi 341, 2001). Saat ini, auditor harus mengemukakan secara eksplisit apakah perusahaan klien akan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya sampai setahun kemudian setelah pelaporan (AICPA, 1988). Masalah timbul ketika banyak terjadi kesalahan opini (audit failures) yang dibuat oleh auditor menyangkut paragraf
penjelas
mengenai
kemampuan
entitas
dalam
mempertahankan
kelangsungan hidupnya (Sekar, 2003 dalam Mirna Dyah Praptitorini dan Indira Januarti, 2007). Beberapa penyebabnya antara lain, pertama, masalah self-fulfilling prophecy yang mengakibatkan auditor enggan mengungkapkan status yang mengancam menyangkut kelangsungan hidup usahanya, yang muncul ketika auditor khawatir bahwa paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya yang dikeluarkan dapat mempercepat kegagalan perusahaan yang bermasalah (Venuti, 2007). Meskipun demikian, paragraf
penjelas
mengenai
kemampuan
entitas
dalam
mempertahankan
kelangsungan hidupnya harus diungkapkan dengan harapan dapat segera mempercepat upaya penyelamatan perusahaan yang bermasalah. Dampak yang tidak diharapkan dari paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, yang tidak diinginkan tersebut mendorong manajemen untuk mempengaruhi auditor dan menimbulkan konsekuensi negatif dalam pengeluaran paragraf penjelas mengenai kemampuan Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD06 - 2
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Geiger et al (1996) menemukan bukti terjadinya peningkatan pergantian auditor yang mengeluarkan paragraf
penjelas
mengenai
kemampuan
entitas
dalam
mempertahankan
kelangsungan hidupnya pada perusahaan financial disstress. Kondisi tersebut memungkinkan manajemen untuk berpindah ke auditor lain apabila perusahaannya terancam menerima paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Fenomena seperti ini disebut opinion shopping. Manajer dapat menunda atau menghindari
paragraf
penjelas
mengenai
kemampuan
entitas
dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan memberikan laporan keuangan yang yang baik untuk meyakinkan auditor, atau melakukan pergantian auditor (auditor switching) dengan harapan bahwa auditor baru tidak memberikan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya (Bryan et. al, 2005). Lennox (2000) dalam Chen et al (2005) dalam penelitiannya berpendapat bahwa perusahaan yang mengganti auditor (switching auditor) menurunkan kemungkinan mendapatkan opini audit dan paragraph penjelas yang tidak diinginkan, daripada perusahaan yang tidak melakukan pergantian auditor. Perusahaan yang berhasil dalam opinion shopping melakukan pergantian auditor dengan harapan mendapat opini yang lebih baik dan tanpa paragraf penjelas yang menerangkan adanya kesangsian mengenai kemampuan perusahaan mempertahankan kelangsungan hidupnya. Pada kenyataannya, masalah going concern merupakan hal yang kompleks dan terus ada. Sehingga diperlukan faktorfaktor sebagai tolak ukur yang pasti untuk menentukan status going concern pada perusahaan. Dan kekonsistenan faktor-faktor tersebut harus diuji agar dalam keadaan ekonomi yang fluktuatif agar status going concern tetap dapat diprediksi.
2. PERUMUSAN MASALAH Apakah praktik opinion shopping berpengaruh terhadap kemungkinan penerimaan
paragraf
penjelas
mengenai
kemampuan
entitas
dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya pada perusahaan yang mengalami financial disstress?
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD06 - 3
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1 Tujuan Penelitian Untuk menguji secara empiris apakah opinion shopping berpengaruh terhadap kemungkinan penerimaan laporan auditor independen dengan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya pada perusahaan financial disstress.
3.2 Manfaat Penelitian 1. Bagi pengembangan teori dan pengetahuan di bidang akuntansi, terutama yang berkaitan dengan auditing dan akuntansi keuangan, khususnya dalam bidang keputusan opini audit. 2. Bagi regulator pasar modal, yakni memberikan kontribusi praktis pada pihak BAPEPAM mengenai perhatiannya terhadap kemungkinan terjadinya praktik opinion shopping di Indonesia. 3. Bagi praktisi akuntan publik terutama bagi auditor dalam memberikan penilaian keputusan pemberian paragraf penjelas yang mengacu pada kelangsungan hidup (going concern) perusahaan di masa yang akan datang. Hal ini dengan memperhatikan kondisi keuangan dan non keuangan pada perusahaan.
4. TINJAUAN PUSTAKA 4.1 Paragraf Penjelas Mengenai Kemampuan Entitas dalam Mempertahankan Kelangsungan Hidupnya Opini audit merupakan bagian penting informasi yang disampaikan oleh auditor ketika mengaudit laporan keuangan suatu perusahaan yang menitikberatkan pada kesesuaian antara laporan keuangan dengan standard akuntansi yang berterima umum. Auditor harus mempertimbangkan kondisi going concern perusahaan yang tercermin dalam prediksi kebangkrutan.. Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Margaretta Fanny dan Sylvia Saputra (2000), Auditor memiliki suatu tanggung jawab untuk mengevaluasi status kelangsungan hidup perusahaan dalam setiap pekerjaan auditnya. Mengacu kepada Statement On Auditing Standard No. 59 (AICPA, 1988), auditor harus memutuskan apakah mereka yakin bahwa perusahaan klien akan bisa bertahan di masa yang akan datang. PSA 29 paragraf 11 huruf d menyatakan bahwa keragu-raguan yang Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD06 - 4
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 besar tentang kemampuan satuan usaha untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern) merupakan keadaan yang mengharuskan auditor menambahkan paragraf penjelasan (atau bahas penjelasan lain) dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion), yang dinyatakan oleh auditor. IAI disamping menerbitkan ISAK No. 4 melalui Komite Standar Akuntansi Keuangan, juga menerbitkan melalui Komite Standar Profesional Akuntan Publik, Interpretasi Pernyataan Standar Auditing (IPSA) nomor 30,01 tentang “Laporan Auditor Independen tentang Dampak Memburuknya Kondisi Ekonomi Indonesia Terhadap Kelangsungan Hidup Entitas”. IPSA tersebut menganggap auditor perlu untuk mempertimbangkan tiga hal, yaitu : 1. Kewajiban
auditor
untuk
memberikan
saran
bagi
kliennya
dalam
mengungkapkan dampak kondisi ekonomi tersebut (jika ada) terhadap kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. 2. Pengungkapan peristiwa kemudian yang mungkin timbul sebagai akibat kondisi ekonomi tersebut, dan 3. Modifikasi laporan audit bentuk baku jika memburuknya kondisi ekonomi tersebut berdampak terhadap kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. McKeown et al. (1991) berpendapat bahwa auditor mungkin saja gagal untuk memberikan pendapat tentang adanya indikasi kebangkrutan kepada suatu perusahaan yang ternyata mengalami kebangkrutan beberapa dalam beberapa tahun mendatang. Hal ini disebabkan karena perusahaan tersebut sedang berada dalam posisi ambang batas antara kebangkrutan dengan kelangsungan usahanya. Untuk
menanggapi
keadaan
dimana
kemampuan
perusahaan
untuk
mempertahankan kelangsungan usaha perlu dipertanyakan, maka dikeluarkanlah PSA 30 (SA 341) yang menyinggung masalah ini dengan judul “Pertimbangan auditor atas kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya”. . Pertimbangan auditor atas kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dituangkan dalam SPAP (2007:SA Seksi 341) yang bersumber dari PSA No. 30 paragraf 01 yang menyatakan bahwa : ”Seksi ini memberikan pandangan bagi auditor atas laporan keuangan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia, Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD06 - 5
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 dalam hal auditor mengevaluasi apakah ada kesangsian tentang kemampuan entitas untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Kelngsungan hidup entitas dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukan hal yang berlawanan. Biasanya, informasi yang secara signifikan berlawanan denagn asumsi kelangsunganhidup entitas adalah berhubungan dengan ketidakmampuan entitas dalam memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak laur melalui bisnis biasa, restrukturisasi utang, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar, dan kegiatan serupa yang lain” Pernyataan yang mendukung statement diatas ditemukan dalam paragraf 06 yang menyatakan sebagai berikut : ”Auditor dapat mengidentifikasi informasi mengenai kondisi atau peristiwa
tertantu
yang,
jika
dipertimbangkan
secara
keseluruhan,
menunjukan adanya kesangsian besar tentang kemampuan entitas dalam mempertahankan keberlangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas. Signifikan atau tidaknya kondisi atau peritiwa tersebut akan tergantung atas keadaan, dan beberapa diantaranya memungkinkan hanya menjadi signifikan jika ditinjau bersama-sama dengan kondisi atau peristiwa lain. Berikut ini adalah contoh kondisi dan peristiwa tersebut : a) Trend Negatif–sebagai contoh, kerugian operasi yang berulang kali terjadi, kekurangan modal kerja; arus kas negatif dari kegiatan usaha, ratio keuangan penting yang jelek. b) Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan–sebagai contoh, kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya atau perjanjian serupa, penunggakan pembayaran dividen, penolakan oleh pemasok terhadap pengajuan permintaan pembelian kredit biasa, restrukturisasi utang, kebutuhan untuk mencari sumber atau metode pendanaan baru, atau penjualan sebagaian besar aktiva. c) Masalah intern–sebagai contoh, pemogokan kerja atau kesulitan hubungan perburuhan yang lain, ketergantungan besar atas sukses projek
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD06 - 6
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 tertentu, komitmen jangka panjang yang tidak bersifat ekonomis, kebutuhan untuk secara signifikan mempengaruhi operasi. d) Masalah luar yang terjadi–sebagai contoh, pengaduan gugatan pengadilan, keluarnya undang-undang, atau masalah-masalah lain yang kemungkinan membahayakan kemampuan entitas untuk beroperasi; kehilangan franchise, lisensi atau paten penting; kehilangan pelanggan atau pemasok utama; kerugian akibat bencana besar seperti gempa bumi, banjir, kekeringan, yang tidak diasuransikan atau diasuransikan namun dengan pertangguhan yang tidak memadai.”
4.2 Opinion Shopping Seperti yang dikutip dalam penelitian yang dilakukan oleh Reza Ephasbody (1991), Opinion shopping didefinisikan oleh Security Exchange Commite sebagai praktik pencarian auditor yang bersedia membantu merencanakan suatu accounting treatment agar perusahaan berhasil mendapatkan opini yang diinginkannya, walaupun dengan melakukan hal tersebut dapat membuat laporan yang dimiliki perusahaan menjadi tidak reliable. Bebarapa faktor yang memotivasi manajer untuk melakukan opinion shopping termasuk keinginan untuk mencapai tujuan tertentu, atau bahkan kebutuhan untuk mempertahankan keberlangsungan hidup perusahaannya. Untuk itu, manajemen ingin agar hasil audit mereka mendapat hasil positive (unqualified). Hasil audit yang negative akan mempengaruhi kompensasi yang mereka terima, kemampuan perusahaan dalam pasar sekuritas, dan nilai perusahaan tersebut. Menurut Mirna Dyah Praptitorini dan Indira Januarti (2007), perusahaan biasanya menggunakan pergantian auditor (auditor switching) untuk menghindari penerimaan
paragraf
penjelas
mengenai
kemampuan
entitas
dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam dua cara (Teoh, 1992). Pertama, jika auditor bekerja pada perusahaan tertentu, perusahaan dapat mengancam melakukan pergantian auditor. Kedua, bahkan ketika auditor tersebut independen, perusahaan akan memberhentikan akuntan publik (auditor) yang cenderung memberikan
paragraf
penjelas
mengenai
kemampuan
entitas
dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya, atau sebaliknya akan menunjuk auditor Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD06 - 7
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 yang cenderung memberikan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Argumen ini disebut opinion shopping.
Tujuan
pelaporan
dalam
opinion
shopping
dimaksudkan
untuk
meningkatkan (memanipulasi) hasil operasi atau kondisi keuangan perusahaan walaupun opinion shopping menyebabkan dampak negatif. Karena dalam hipotesa penelitian ini dikembangkan berdasarkan argumen yang dikembangkan oleh Teoh (1992) dalam melakukan pergantian auditor (auditor switching) dan memprediksi terjadinya praktik opinion shopping dengan cara memberhentikan akuntan publik (auditor) yang cenderung memberikan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Maka model pergantian auditor yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Ln
AS
1
1 – AS
=
0
b + b (GC -GC ) + b BANKRUPT + b ALAG + e 0
1
2
3
4.3 Kondisi Keuangan Perusahaan Kondisi
keuangan
perusahaan
menggambarkan
tingkat
kesehatan
perusahaan sesungguhnya (Ramadhany, 2004). Mc Keown dkk (1991) menemukan bahwa auditor hampir tidak pernah memberikan paragraf penjelas mengenai kemampuan
entitas
dalam
mempertahankan
kelangsungan
hidupnya
pada
perusahaan yang tidak mengalami kesulitan keuangan. Krishnan dan Krishnan (1996) menyatakan bahwa auditor lebih cenderung untuk mengeluarkan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya ketika kemungkinan kebangkrutan berada diatas 28 persen dengan menggunakan model prediksi Zmijeski. Carcello dan Neal (2000) dalam Setyarno (2006) menyatakan bahwa semakin buruk kondisi keuangan perusahaan maka semakin besar probabilitas perusahaan menerima paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dengan menggunakan model prediksi Zscore Altman, hasil penelitian Ramadhany (2004) selaras dengan penelitian Mc Kweon, Carcello dan Neal. Altman (1968) menemukan bahwa perusahaan dengan profitabilitas serta solvabilitas yang rendah sangat berpotensi mengalami kebangkrutan. Ia mencoba mengembangkan suatu model prediksi dengan menggunakan 22 rasio keuangan Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD06 - 8
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 yang diklasifikasikan ke dalam lima kategori yaitu likuiditas, profitabilitas, leverage, rasio uji pasar, dan aktivitas. Altman mengembangkan modelnya dengan menggunakan
analisis
multidiskriminan
dengan
menggunakan
sampel
33
perusahaan bangkrut dan 33 perusahaan yang tidak bangkrut. Sampai dengan saat ini, Z Score model ini masih lebih banyak digunakan oleh para peneliti, praktisi, serta para akademis di bidang akuntansi dibandingkan model prediksi kebangkrutan lainnya (Altman, 1993). Hasil penelitian yang dikembangkan Altman, yaitu : Z = 1.2Z1 + 1.4Z2 + 3.3Z3 + 0.6Z4 + 0.999Z5 Dimana: Z1 = working capital / total asset Z2 = retained earnings / total asset Z3 = earnings before interest and taxes / total asset Z4 = market capitalization / book value of debt Z5 = sales / total asset Model yang telah di kembangkan oleh Altman ini mengalami suatu revisi. Revisi yang dilakukan oleh Altman merupakan penyesuaian yang dilakukan agar model prediksi kebangkrutan ini tidak hanya untuk perusahaan – perusahaan manufaktur yang go public melainkan juga dapat diaplikasikan untuk perusahaan – perusahaan di sektor swasta. Model yang lama mengalami perubahan pada salah satu variabel yang digunakan menjadi : Z’ = 0.717 Z1 +0.874 Z2 + 3.107 Z3 + 0.420 Z4 + 0.998 Z5 Dimana: Z1 = working capital / total asset Z2 = retained earnings / total asset Z3 = earnings before interest and taxes / total asset Z4 = book value of equity / book value of debt Z5 = sales / total asset
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD06 - 9
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 4.4 Opini Audit Tahun Sebelumnya Lenard et al. (1998) mengatakan bahwa salah satu hal yang penting yang harus diputuskan auditor adalah apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern). Laporan keuangan dengan “modifikasi” tentang going concern mengindikasikan bahwa dalam penilaian auditor ada risiko bahwa perusahaan tidak dapat bertahan dalam bisnis. Barnes dan Huan (1993) berpendapat bahwa seharusnya permasalahan going concern diberikan oleh auditor yang dimasukkan di dalam opini auditnya pada saat opini tersebut dibuat. McKeown et al. (1991) mempelajari opini audit dari perusahaan yang akan segera bangkrut. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perusahaan yang segera akan bangkrut ternyata menerima opini tanpa modifikasi dan perusahaan ini lebih sedikit kemungkinannya untuk mempunyai indikasi – indikasi akan adanya bahaya keuangan, serta memiliki periode waktu yang pendek antara akhir tahun fiskal dengan tanggal laporan audit. McKeown et al. (1991) berpendapat bahwa auditor mungkin saja gagal untuk memberikan pendapat tentang adanya indikasi kebangkrutan kepada suatu perusahaan yang ternyata mengalami kebangkrutan dalam beberapa tahun mendatang. Hal ini disebabkan karena perusahaan tersebut sedang berada dalam posisi ambang batas antara kebangkrutan dengan kelangsunganusahanya. Mutchler (1985) berusaha untuk meninjau opini audit yang sedang “bermasalah” dengan mempelajari apa yang disebutnya sebagai “masalah”. Perusahaan yang bermasalah didefinisikan sebagai perusahaan yang memiliki sedikitnya satu di antara ciri – ciri dalam penelitian Mutchler (1984) terdahulu. Ciri – ciri tersebut adalah arus kas negatif, pendapatan operasi negatif, modal kerja negatif, kerugian pada tahun berjalan, atau defisit saldo laba tahun berjalan. Informasi tersebut secara umum digunakan untuk melihat perbedaan antara laporan audit dengan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dan laporan audit tanpa paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya pada perusahaan yang bermasalah. Mutchler (1984) melakukan wawancara dengan praktisi auditor yang menyatakan bahwa perusahaan yang menerima paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya pada tahun sebelumnya lebih cenderung untuk menerima opini yang sama pada tahun berjalan. Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD06 - 10
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Mutchler (1985) menguji pengaruh ketersediaan informasi publik terhadap prediksi paragraf
penjelas
mengenai
kemampuan
entitas
dalam
mempertahankan
kelangsungan hidupnya, yaitu tipe opini audit yang telah diterima perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa model discriminant analysis yang memasukkan tipe opini audit tahun sebelumnya mempunyai akurasi prediksi keseluruhan yang paling tinggi sebesar 89,9 persen dibanding model yang lain.
4.5 Audit Lag Menurut penelitian yang dilakukan Luciana Spica Almilia dan Lucas Setiady (2006), ketepatan waktu penyajian laporan keuangan merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh suatu perusahaan. Apabila penyelesaian penyajian laporan keuangan terlambat atau tidak diperoleh saat dibutuhkan, maka relevansi dan manfaat laporan keuangan untuk pengambilan keputusan akan berkurang (Mamduh, 2003 : 35). Dalam penelitiannya, Made Gede mengukur penyelesaian penyajian
laporan
keuangan
dengan
menggunakan
rentang
waktu
atau
keterlambatan atas penyelesaian penyajian laporan keuangan (Made Gede, 2004). Keterlambatan penyelesaian dapat disebabkan karena perusahaan berusaha untuk mengumpulkan informasi yang banyak untuk menjamin keandalan dari laporan keuangan (SAK, 2002 : SAK kerangka dasar par 43). Dapat dikatakan bahwa perusahaan dalam membuat laporan keuangan mempertimbangkan trade off antara relevansi dan keandalan (reliabilitas) dari laporan keuangan tersebut (Kieso,2002:51). Owusu – Ansah, dalam penelitian oleh Made Gede, mengungkapkan bahwa penyelesaian penyajian laporan keuangan juga dapat dipengaruhi faktor – faktor spesifik perusahaan (Made Gede, 2004). Berdasarkan keputusan Bapepam No.80/PM/1996 tentang kewajiban penyampaian laporan keuangan berkala, perusahaan publik diwajibkan untuk menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit selambat – lambatnya seratus dua puluh hari atau empat bulan setelah tanggal neraca.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD06 - 11
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 4.6 Pergantian Auditor (Auditor Switching) Pertumbuhan usaha yang cepat, terjadinya perubahan manajemen mungkin tidak diikuti oleh “expertise” auditor. Manajemen memerlukan auditor yang lebih berkualitas dan mampu memenuhi tuntutan pertumbuhan perusahaan yang cepat. Jika hal ini tidak bisa dipenuhi kemungkinan besar perusahaan akan mengganti auditor yang ada saat ini (Joher et al. 2000). Perusahaan yang sedang melakukan aktivitas pendanaan atau melakukan new financing tentunya berharap mendapatkan reaksi yang positif dari auditor switch yang dilakukan. Dengan mengganti auditornya dengan auditor yang lebih punya nama maka reputasi perusahaan juga akan terangkat dimata investor. (Smith dan Nichols 1982), (Eichenseher et al. 1989). Pada umumnya perusahaan yang berkembang menjadi besar lebih memilih untuk mengganti auditor nya dengan auditor yang punya nama. Rasionalisasi dari tindakan mengganti KAP dengan memilih KAP yang lebih punya nama disebabkan karena perusahaan yang bertumbuh menjadi semakin besar akan mendapat keuntungan dengan menggunakan auditor yang memiliki reputasi yang baik dan hal itu umumnya dimiliki oleh KAP yang tergolong besar (Joher et.al. 2000). Perpindahan ke KAP yang lebih prestisius menghasilkan reaksi pasar yang positif, sementara perindahan ke KAP yang kurang prestis memberikan reaksi pasar yang negatif (Dupuch and Simunic 1982).
5. PENELITIAN TERDAHULU Penelitian yang memprediksi penerimaan paragraf penjelas mengenai kemampuan
entitas
dalam
mempertahankan
kelangsungan
hidupnya
terus
dilakukan, dan perkembangan terbaru mengenai topik ini adalah adanya fenomena opinion shopping pada perusahaan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan model penelitian Mirna Dyah Praptitorini dan Indira Januarti (2007) yang mengadptasi model penelitian Lennox (2000) untuk menguji pengaruh opinion shopping terhadap laporan audit entitas bisnis di Indonesia.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD06 - 12
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 6. PENGEMBANGAN HIPOTESIS H1 : Opinion shopping berpengaruh negatif terhadap penerimaan laporan auditor dengan
paragraf
penjelas
mengenai
kemampuan
entitas
dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya 7. METODE PENELITIAN 7.1 Variabel Dependen Paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. (GC) Paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya concern merupakan variable dikotomous. Variabel ini merepresentasikan kode 1 jika terdapat paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dan 0 jika tidak terdapat paragraf
penjelas
mengenai
kemampuan
entitas
dalam
mempertahankan
kelangsungan hidupnya.
7.2 Variabel Independen a. Kondisi Keuangan (BANKRUPT) Variabel ini menggunakan proksi prediksi kebangkrutan revised Altman dalam penelitian Lennox (2002) dan dibuat dalam bentuk variable dummy dengan kriteria 1, jika memiliki indeks kebangkrutan lebih kecil sama dengan dari 1,81 dan 0 jika memiliki indeks kebangkrutan lebih besar sama dengan dari 1,81. b. Audit Lag (ALAG) Audit lag didefinisikan sebagai jumlah hari antara akhir periode akuntansi sampai dikeluarkannya laporan audit. Variable ini dibuat dalam bentuk variable dummy dengan kriteria 1, jika memiliki lama waktu audit lag kurang dari 90 hari dan 0 jika memiliki lama waktu audit lag lebih dari 90 hari sesuai dengan keputusan BAPEPAM no Kep-36/PM/2003. Penelitian menunjukkan bahwa auditor sering memberikan
paragraf
penjelas
mengenai
kemampuan
entitas
dalam
mempertahankan keberlangsungan hidupnya ketika laporan audit tertunda lebih lama (McKeown et al, 1991). Auditor menunda pengeluaran laporan audit dengan harapan bahwa perusahaan dapat memecahkan masalah keuangannya dan menghindari
paragraf
penjelas
mengenai
kemampuan
entitas
dalam
mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Jadi, diharapkan bahwa audit lag Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD06 - 13
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 akan berpengaruh positif terhadap paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan keberlangsungan hidupnya. c. Opini audit tahun sebelumnya (PO) Variabel ini menggunakan variabel dummy, 1 jika opini audit tahun sebelumnya menyertakan
paragraf
penjelas
mengenai
kemampuan
entitas
dalam
mempertahankan keberlangsungan hidupnya dan 0 jika opini audit tahun sebelumnya tidak menyertakan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam
mempertahankan
keberlangsungan
hidupnya.
Beberpa
penelitian
menemukan bahwa auditor lebih sering mengeluarkan opini audit dengan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan keberlangsungan hidupnya jika opini audit tahun sebelumnya juga menyertakan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan keberlangsungan hidupnya (Mutchler, 1985). Sehingga, opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap pengungkapan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan keberlangsungan hidupnya dalam laporan auditor independen. d. Auditor Switching (AS) Variabel ini menggunakan variabel dummy, 1 jika perusahaan melakukan pergantian auditor atau auditor switching dan 0 jika perusahaan tidak melakukan pergantian auditor atau auditor switching. Model pergantian auditor ini dibuat untuk meprediksi terjadinya praktik opinion shopping dengan cara memberhentikan akuntan publik (auditor) yang cenderung memberikan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.
7.3 Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang bergerak dalam industri manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, dasar penentuan perusahaan yang masuk dalam kategori manufaktur dilihat berdasarkan klasifikasi pada Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Penelitian ini mengambil sampel pada jenis perusahaan manufaktur dengan alasan bahwa perusahaan manufaktur cukup sensitif terhadap setiap kejadian yang ada (Gantyowati,1998) dalam (Tarjo,2005). Alasan lain diambilnya perusahaan manufaktur sebagai sampel adalah karena jumlah perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta berjumlah 153 perusahaan dari 262 perusahaan per 2003 (58,4 % dari seluruh Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD06 - 14
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 perusahaan yang ada), maka penelitian ini mengambil sampel dari perusahaan manufaktur karena sektor ini dianggap cukup mewakili keseluruhan perusahaan yang ada. Tahun penelitian adalah tahun 2003 sampai 2007, dengan tujuan untuk mengetahui trend perkembangan terbaru penerimaan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan keberlangsungan hidupnya sesudah terjadinya krisis ekonomi dan melonjaknya harga minyak dunia yang mengakibatkan resesi ekonomi di banyak negara maju dan berkembang. Sampel ditentukan melalui metode purposive sampling dengan kriteria sampel sebagai berikut: 1. Auditee sudah terdaftar di BEJ sebelum 1 Januari 2003. 2. Auditee tidak keluar (delisting) dari BEJ selama periode penelitian (2003– 2007) 3. Menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen dari tahun 2003-2007 4. Mengalami laba bersih setelah pajak yang negatif sekurangnya dua periode laporan keuangan selama periode pengamatan (tahun 2003-2007). Kriteria ini dipilih atas dasar trend negative yang dikemukan IAI dalam PSAP Seksi 341 paragraf keenam. Melalui metode penentuan sampel tersebut, didapatlah total sampel sebanyak 155 perusahaan (pooled data tahun 2003-2007), dengan jumlah sampel setiap tahunnya sebanyak 31 perusahaan.
7.4 Metode Analisis Data Pengujian
hipotesis
dilakukan
dengan
analisis
multivariat
dengan
menggunakan regresi logistik (logistic regression), yang variabel independennya merupakan kombinasi antara metric dan non metric (nominal). Model regresi logistik yang digunakan untuk menguji hipotesis ada dua hal tersebut berdasarkan model pelaporan audit yang digunakan oleh Lennox (2002), yaitu dengan model regresi logistik sebagai berikut :
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD06 - 15
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 ln
GC
= b0 + b1 BANKRUPT + b2 PO + b3 ALAG + b4 AS + e
1 – GC
Keterangan : GC =
paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya (variabel dummy, 1 jika terdapat paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, 0 jika tidak terdapat paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya)
BANKRUPT = prediksi kebangkrutan menggunakan persamaan revisedAltman (variabel dummy, 1 memiliki indeks kebangkrutan ≤ 1,81dan 0 jika memiliki indeks kebangkrutan ≥ 1,81) Z’ = 0.717 Z1 + 0.874 Z2 + 3.107 Z3 + 0.420 Z4 + 0.998 Z5 PO = opini tahun sebelumnya (variabel dummy, 1 jika terdapat paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam laporan auditor independent tahun sebelumnya, 0 jika tidak terdapat
paragraf
penjelas
mengenai
kemampuan
entitas
dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam laporan auditor independent tahun sebelumnya) ALAG = jumlah hari antara akhir periode akuntansi sampai dikeluarkannya laporan audit (variabel dummy, 1 jika kurang dari 90 hari, 0 jika lebih dari 90 hari) AS = pergantian auditor (variabel dummy, 1 jika melakukan pergantian auditor, 0 jika tidak melakukan pergantian auditor). Model yang dikembangkan untuk memprediksi pergantian auditor sebagai berikut: Ln
AS 1 – AS
1
0
= b + b (GC -GC ) + b BANKRUPT + b ALAG + e 0
1
2
3
dengan :
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD06 - 16
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 1
0
(GC -GC ) = variabel opinion shopping yang menangkap dampak perbedaan pelaporan karena keputusan pergantian auditor
8. HASIL DAN PEMBAHASAN 8.1 Pengujian Hipotesis Penilaian model fit tehadap data dilakukan dengan membandingkan fungsi likelihood block number 0 dan block number 1, dilakukan penghitungan selisih nilai 2LogLikelihood sebesar 54.203 (213.784 – 159.581), adanya penurunan nilai pada model -2 Log Likelihood awal dan akhir menunjukan adanya perbaikan model fit pada model hipotesis yang dikembangkan atau dengan kata lain model yang dihipotesiskan fit dengan data. Dalam pengujian koefisien determinasi dihasilkan nilai Cox Snell’s R Square sebesar 0,295 dan nilai Nargelkerke R2 adalah 0,394. Hasil bagi kedua koefisien tersebut adalah sebesar 74,8% yang menjelaskan tingat variabilitas variable dependen yang dapat dijelaskan oleh variable independennya. Dan dari pengujian kelayakan model fit didapat nilai Hosmer and Lemeshow Test sebesar 0,952, nilai ini lebih besar dari 0,05 menyatakan tidak ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diamati dengan klasifikasi yang diprediksi, atau dengan kata lain model regresi binary cocok dipakai untuk analisis selanjutnya. Pada tabel klasifikasi, dapat dilihat bahwa 71 perusahaan diprediksi tidak tidak mendapatkan paragraf penjelas mengenai kemampuan entisa dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya pada laporan auditnya, sedangkan perusahaan yang benar-benar tidak mendapatkan paragraf penjelas mengenai kemampuan entisa dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya pada laporan auditnya sejumlah 56 perusahaan, jadi ketepatan klasifikasi perusahaan yang tidak melakukan pergantian auditor sebesar 78,87%. Sedangkan perusahaan yang diprediksi akan mendapatkan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya pada laporan auditnya adalah sejumlah 84 perusahaan, dengan total perusahaan yang benar-benar mendapatkan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya pada laporan auditnya sebanyak
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD06 - 17
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 61 perusahaan, maka dapat diketahui ketepatan klasifikasi sample sekitar 72,61%. Dan presentase ketepatan prediksi secara keseluruhan adalah sebesar 75,48%.
8.2 Pengujian Koefisien Regresi Hasil
perhitungan
koefisien
dari
model
regresi
logistik
biner
yang
memprediksi penerimaan paragraf penjelas menganai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidup usahanya ini terlihat pada persamaan berikut: Ln
GC 1 – GC
=
-4,217 + 2,731 Bankrupt + 0,928 PO + 1,188 ALAG + 2,444 AS
Sedangkan perhitungan koefisien yang memprediksi pergantian auditor dengan motif mendapatkan opini yang lebih baik terlihat pada persamaan berikut : Ln
AS 1 – AS
=
-3,435 + 0,515 (GC1 – GC0) + 0,575 BANKRUPT – 0,973 ALAG
8.3 Pembahasan Dari pengujian koefisien diatas, dapat dilihat bahwa variable BANKRUPT yang diuji melalui Altman Z Score berpengaruh positif terhadap penerimaan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Hasil ini menunjukan bahwa perusahaan yang memiliki indeks kebangkrutan dibawah 1,81 atau menurut klasifikasi Altman berada dalam kategori bankrupt cenderung menerima paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya pada laporan auditnya. Hal ini dimungkinkan terjadi karena didominasi faktor adanya ketidakpastian dalam kondisi perekonomian Indonesia pada tahun penelitian, selain karena perusahaan memang sedang berusaha untuk merustrukturisasi kewajibannya dan beberapa perusahaan sample memilih untuk melakukan penghentian operasi untuk meminimalisasi kerugian karena laba dari hasil penjualannya belum cukup untuk menutupi seluruh kewajiban. Variabel PO juga memiliki berpengaruh positif terhadap penerimaan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya perusahaan, hal ini sesuai dengan prediksi penulis dan hipotesa yang Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD06 - 18
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 dikembangkan oleh Lennox (2002), bahwa perusahaan yang mendapatkan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya pada tahun sebelumnya cenderung akan menerima paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya pada tahun berikutnya. Alasan mengapa variabel PO seringkali digunakan dalam memprediksi penerimaan
paragraf
penjelas
mengenai
kemampuan
entitas
dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya berdasarkan alasan logika bahwa prior opinion dapat digunakan untuk memprediksi opini audit pada tahun ini dengan asumsi reabilitas dalam proses auditnya. Argumen ini dapat dianalogikan bahwa porses yang reliable akan membawa hasil yang reliable, yang berarti bahwa proses audit yang reliable akan menghasilkan laporan audit yang reliable, dan laporan yang reliable
akan
dapat
digunakan
sebagai
dasar
yang
terpercaya
dalam
mempertimbangkan opini yang tepat pada laporan audit berikutnya. Dengan kata lain reliable prior opinion dapat digunakan sebagai referensi terpercaya untuk pembertimbangan pemberian opini audit pada tahun ini. Variable ALAG berpengaruh positif terhadap penerimaan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya perusahaan, yang berarti bahwa perusahaan yang memiliki rentang waktu penerbitan laporan audit lebih cepat (kurang dari 90 hari) cenderung akan menerima paragraf
penjelas
mengenai
kemampuan
entitas
dalam
mempertahankan
kelangsungan hidupnya pada laporan auditnya. Hal ini senada dengan yang dikemukakan McKeown et al. (1991) bahwa auditor akan menunda pengeluaran laporan audit dengan harapan bahwa perusahaan dapat memecahkan masalah keuangannya dan menghindari paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Perusahaan yang menerbitkan laporan auditnya pada rentang waktu kurang dari 90 hari membuktikan bahwa perusahaan berusaha memauhi peraturan KEP-36/PM/2003 yang dikeluarkan oleh BAPEPAM. Perusahaan juga berusaha menerbitkan laporan auditor tepat waktu dikarenakan untuk menyakinkan investor lama agar tidak mencabut investasinya dan mencari investor baru dengan tujuan menambah modal yang nantinya diharapkan dapat membantu perusahaan untuk keluar dari kondisi financial distress.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD06 - 19
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Variable AS berpengaruh positif terhadap penerimaan paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan, yang berarti bahwa perusahaan yang melakukan pergantian auditor akan cenderung menerima paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan
kelangsungan
hidupnya
pada
laporan
auditnya.
Hal
ini
mematahkan hipotesa yang dikembangkan dalam penelitian ini bahwa variable AS tidak berhasil memprediksi terjadinya praktik opinion shopping dengan cara mengganti auditor karena mengharapkan opini yang lebih baik dari auditor baru, yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini. Karena variable AS yang diprediksi akan menjadi variable kunci yang mendorong terjadinya praktek opinion shopping menunjukan koefisien yang positif, sedangkan koefisien AS yang diharapkan untuk menunjukan terjadinya praktik opinion shopping seharusnya negative sesuai dengan hipotesa yang dikembangkan, walapun pada variable lain sudah menujukan kondisi seperti yang diharapkan untuk mendukung terjadinya praktek opinion shopping. Dari hasil koefisien ini hanya dapat membuktikan bahwa perusahaan yang melakukan pergantian auditor belum tentu akan mendapat opini tanpa paragraf penjelas menganai kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya pada laporan auditnya. Walaupun perusahaan yang mengalami financial distress melakukan pergantian auditor, nampaknya kebanyakan dipacu bukan untuk melakukan praktik opinion shopping melainkan untuk mendapatkan reaksi positif dari auditor switch yang dilakukan karena perusahaan kebanyakan sedang melakukan pencarian aktivitas pendanaan baru atau new financing. Dengan mengganti auditornya dengan auditor yang lebih punya nama maka diharapkan reputasi perusahaan akan terangkat dimata investor. Bedasarkan hasil perhitungan koefisien model pergantian auditor diatas dapat disimpulkan bahwa praktik opinion shopping dengan cara mengganti auditor lama dengan yang baru untuk mendapatkan opini lebih baik dan tanpa adanya paragraf
penjelas
yang
menyangsikan
kemampuan
perusahaan
dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya, yang menjadi fokus utama penelitian tidak dapat diprediksi pada model penelitian ini karena koefisien variable AS dan variabel (GC1–GC0) menunjukan hasil yang tidak sesuai dengan harapan. Tidak signifikannya
koefisien
(GC1–GC0)
yang
digambarkan
Bridging the Gap between Theory and Practice
sebagai
GC2
juga
AUD06 - 20
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 menguatkan bukti bahwa praktik opinion shopping dengan cara mengganti auditor untuk mendapatkan opini yang lebih baik dan tanpa adanaya paragraf penjelas yang menyangsikan kemampuan perusahaan dalam memperthankan kelangsungan hidupnya tidak sesuai dengan kondisi di Indonesia.
9. PENUTUP 9.1 Kesimpulan Hasil diatas juga tidak dapat menunjukkan bahwa perusahaan di Indonesia cenderung tidak menerima paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya ketika mempertahankan auditornya. Ini memberikan bukti bahwa kondisi dalam penelitian ini kurang sesuai dengan praktik opinion shopping model kedua yang dikemukakan oleh Teoh (1992). Penelitian terdahulu oleh Mirna Dyah Praptitorini dan Indira Januarti (2007) yang juga mengedaptasi penelitian Teoh (1992), juga tidak dapat membuktikan terjadinya praktik opinion shopping melalui yaitu cara yang kedua, yaitu kecenderungan untuk berganti auditor dengan harapan akan memperoleh opini lebih baik dan tanpa adanya paragraf penjelas yang menyangsikan kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Ini membuktikan bahwa praktik opinion shopping yang terjadi di Indonesia lebih sesuai dengan praktik opnion shopping cara pertama yang dikemukakan oleh Teoh (1992), yaitu argumen ancaman pergantian auditor, yang mengakibatkan auditor akhirnya mengeluarkan opini tanpa adanya paragraf
penjelas
yang
menyasikan
kemampuan
perusahaan
dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya untuk mempertahankan klien tersebut. Hal ini bisa saja terjadi mengingat marak dan ketatnya persaingan yang terjadi antar Kantor Akuntan Publik di Indonesia, akibat kurangnya independensi audior yang seharusnya secara objektif dapat memberikan opini sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Argumen ini sejalan dengan pendapat dari Chow dan Rice (1982) dalam Lennox (2002), dimana dikatakan bahwa walaupun perusahaan sering mengganti auditor setelah menerima paragraf penjelas mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, masih belum jelas apakah ini mencerminkan praktik opinion shopping. Apalagi masih besar adanya kemungkinan bahwa opinion shopping justru terjadi pada perusahaan yang mempertahankan auditor lama. Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD06 - 21
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
9.2 Saran Pada penelitian selanjutnya dilakukan dengan mencari kaitan antara peranan komite audit dalam perusahaan dengan praktik opinion shopping yang terjadi di Indonesia, seperti yang dilakukan oleh Lennox (2002), yang memprediksi apakah komite audit ikut berperan dalam ancaman pergantian auditor yang diterima bila tidak memberikan opini sesuai dengan yang diharapkan manajemen.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD06 - 22
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 DAFTAR PUSTAKA Agoes, Sukrisno. 1996. Pemeriksaan Akuntan (Auditing) oleh Kantor Akuntan Publik. Edisi 2. Jakarta : Lembaga Penerbit FE UI Almilia, Luciana Spica. dan Lucas Setiady.2006. “Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penyelesaian Penyajian Laporan Keuangan pada Perusahaan yang Terdaftar di BEJ”. STIE Perbanas Surabaya. www.google.com Arens, Alvin A., dan James K Lobbecke.1996. Auditing : Pendekatan Terpadu (Judul Asli : Auditing : An Integrated Approach) Edisi Revisi, Jilid 1. Penerjemah Amir Abadi Jusuf. Jakarta : Salemba Empat. Chasteen, Lanny G., Richard E. Flaherty, dan Melvin C. O’Connor. 1989. Intermediate Accounting. Third Edition. New York : McGraw-Hill. Espahbodi, Reza.1991. ”Second Opinion, Opinion Shopping and Independence”. Dalam The CPA Journal Online. www.google.com Fanny, Margaretta dan Saputra, S. 2005. “Opini Audit Going Concern : Kajian Berdasarkan Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan Perusahaan, dan Reputasi Kantor Akuntan Publik (Studi Pada Emiten Bursa Efek Jakarta)”. Dalam Simposium Nasional Akuntansi VIII. 966-978. www.google.com Ghozali, Imam. 2006. Analisis Multivariate Lanjutan dengan Program SPSS. Edisi 1.. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometrics. International Edition. Edisi 4. Singapore : Mc Graw-Hill Ikatan Akuntansi Indonesia. 2001. “Standar Profesional Akuntan Publik”. Jakarta: Salemba Empat.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD06 - 23
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Inderawati, Ade. 2005. “Perbedaan Kinerja Keuangan Perusahaan Sebelum dan Sesudah Merger”. Dalam Skripsi. Jakarta : Perpustakaan STEKPI Kawijaya, Nelly. dan Juniarti. 2002. “Faktor-Faktor yang Mendorong Perpindahan Auditor (Auditor Switch) pada Perusahaan- Perusahaan di Surabaya dan Sidoarjo”. Dalam Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 4, No. 2, Nopember 2002: 93 – 105. www.puslit.petra.ac.id/journals/accounting/ Lennox, C., 2000. “Do Companies Successfully Engage in Opinion Shopping: Evidence from The UK?”. Dalam Journal of Accounting and Economics 29. pp 32137. www.google.com Lennox, C., 2002. “Opinion Shopping and Audit Committees”. www.google.com Pramanik, Pemi. 1994. “Pengaruh Ekspansi terhadap Modal Kerja pada PT Chakra Perkebunan The Dewata”. Dalam Skripsi. Jakarta : Perpustakaan STEKPI Praptitorini, Mirna Dyah. dan Indira Januarti. 2007. Analisis Pengaruh Kualitas Audit, Debt Default dan Opinoin Shopping terhadap Penerimaan Opini Going Concern.
Dalam
Simposium
Nasional
Akuntansi
X.
Makassar.
www.google.com. Rahayu, Puji. 2007. Assessing Going Concern Opinion: A Study Based On Finacial and Non - Finacial Informations. Dalam Simposium Nasional Akuntansi X. Makassar. www.google.com Setiawan, Santy. 2006. “Opini Going Concern dan Prediksi Kebangkrutan Perusahaan”. Dalam Jurnal Ilmiah Akuntansi, Vol V No 1. Mei. Hal 59-67. www.google.com. Setyarno, Eko Budi dan Indira Januarti. 2006. “Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi Keuangan Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD06 - 24
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Perusahaan terhadap Opini Audit Going Concern”. Dalam Simposium Nasional Akuntansi IX. www.google.com Siregar, Mashuri Jaya. 2002. “Analisa Kinerja PT Texmaco Jaya, Tbk. Sebelum dan Sesudah Dilaksanakannya Restrukturisasi Hutang oleh BPPN”. Dalam Skripsi. Jakarta : Perpustakaan STEKPI Teoh, S. 1992. “Auditor Independence, Dismissal Threats, and The Market Reaction to Auditor Switches”. Dalam Journal of Accounting Research 30. pp 1-23. 5. www.google.com
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD06 - 25
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 LAMPIRAN
Hasil Output Regresi Logistik SPSS 13 Model Prediksi Persamaan Penerimaan Paragraf Penjelas Mengenai Kemampuan Entitas dalam Mempertahankan Kelangsungan Hidupnya
Logistic Regression Case Processing Summary Unweighted Cases Selected Cases
a
N Included in Analysis Missing Cases Total
Unselected Cases Total
155 0 155 0 155
Percent 100.0 .0 100.0 .0 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases. Dependent Variable Encoding Original Value Opini non going concern Opini going concern
Internal Value 0 1
Block 0: Beginning Block Iteration History a,b,c Iteration Step 1 0 2
-2 Log likelihood 213.784 213.784
Coefficients Constant .168 .168
a. Constant is included in the model. b. Initial -2 Log Likelihood: 213.784 c. Estimation terminated at iteration number 2 because parameter estimates changed by less than .001.
Classification Table a,b Predicted
Step 0
Observed Opini Going Concern
Opini non going concern Opini going concern
Opini Going Concern Opini non Opini going going concern concern 0 71 0 84
Overall Percentage
Percentage Correct .0 100.0 54.2
a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD06 - 26
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Variables in the Equation
Step 0
B .168
Constant
S.E. .161
Wald 1.088
df
Sig. .297
1
Exp(B) 1.183
Variables not in the Equation Step 0
Variables
Score 16.633 10.870 .158 24.656 45.417
BANKRUPT PO ALAG AS
Overall Statistics
Block 1: Method = Enter
df 1 1 1 1 4
Sig. .000 .001 .691 .000 .000
Iteration Historya,b,c,d
-2 Log likelihood 163.693 159.790 159.582 159.581 159.581
Iteration Step 1 1 2 3 4 5
Constant -2.667 -3.818 -4.185 -4.217 -4.217
BANKRUPT 1.660 2.434 2.705 2.731 2.731
Coefficients PO .700 .894 .927 .928 .928
ALAG .758 1.093 1.182 1.188 1.188
AS 1.665 2.262 2.432 2.444 2.444
a. Method: Enter b. Constant is included in the model. c. Initial -2 Log Likelihood: 213.784 d. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.
Omnibus Tests of Model Coefficients Step 1
Step Block Model
Chi-square 54.203 54.203 54.203
df 4 4 4
Sig. .000 .000 .000
Model Summary Step 1
-2 Log Cox & Snell likelihood R Square 159.581a .295
Nagelkerke R Square .394
a. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD06 - 27
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Hosmer and Lemeshow Test Step 1
Chi-square 1.605
df 6
Sig. .952
Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test
Step 1
1 2 3 4 5 6 7 8
Opini Going Concern = Opini non going concern Observed Expected 15 15.074 11 10.896 4 3.816 26 24.675 10 11.466 3 3.243 2 1.256 0 .574
Opini Going Concern = Opini going concern Observed Expected 1 .926 3 3.104 2 2.184 17 18.325 23 21.534 15 14.757 10 10.744 13 12.426
Total 16 14 6 43 33 18 12 13
Classification Tablea Predicted
Step 1
Observed Opini Going Concern
Opini Going Concern Opini non Opini going going concern concern 56 15 23 61
Opini non going concern Opini going concern
Overall Percentage
Percentage Correct 78.9 72.6 75.5
a. The cut value is .500
Variables in the Equation
Step a 1
BANKRUPT PO ALAG AS Constant
B 2.731 .928 1.188 2.444 -4.217
S.E. .858 .394 .519 .549 1.041
Wald 10.136 5.541 5.235 19.804 16.409
df 1 1 1 1 1
Sig. .001 .019 .022 .000 .000
Exp(B) 15.353 2.529 3.281 11.520 .015
95.0% C.I.for EXP(B) Lower Upper 2.857 82.493 1.168 5.476 1.186 9.080 3.926 33.802
a. Variable(s) entered on step 1: BANKRUPT, PO, ALAG, AS. Correlation Matrix Step 1
Constant BANKRUPT PO ALAG AS
Constant 1.000 -.862 -.143 -.589 -.431
BANKRUPT -.862 1.000 -.064 .187 .223
Bridging the Gap between Theory and Practice
PO -.143 -.064 1.000 .078 .042
ALAG -.589 .187 .078 1.000 .392
AS -.431 .223 .042 .392 1.000
AUD06 - 28
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Hasil Output Regresi Logistik SPSS 13 Model Prediksi Praktik Opinion Shopping dengan Cara Mengganti Auditor (Auditor Switching)
Logistic Regression Case Processing Summary Unweighted Cases Selected Cases
a
N Included in Analysis Missing Cases Total
Unselected Cases Total
155 0 155 0 155
Percent 100.0 .0 100.0 .0 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding Original Value Tidak Melakukan Pergantian Auditor Melakukan Pergantian Auditor
Internal Value 0 1
Iteration Historya,b,c
Iteration Step 1 0 2 3
-2 Log likelihood 188.594 188.513 188.513
Coefficients Constant -.813 -.862 -.863
a. Constant is included in the model. b. Initial -2 Log Likelihood: 188.513 c. Estimation terminated at iteration number 3 because parameter estimates changed by less than .001.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD06 - 29
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Block 0: Beginning Block Classification Tablea,b Predicted AS
Step 0
Tidak Melakukan Pergantian Auditor
Observed AS
Tidak Melakukan Pergantian Auditor Melakukan Pergantian Auditor
Melakukan Pergantian Auditor
Percentage Correct
109
0
100.0
46
0
.0
Overall Percentage
70.3
a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500
Variables in the Equation
Step 0
Constant
B -.863
S.E. .176
Wald 24.076
df
Sig. .000
1
Exp(B) .422
Variables not in the Equation Step 0
Variables
GC2 BANKRUPT ALAG
Overall Statistics
Score 4.234 2.001 8.381 11.342
df 1 1 1 3
Sig. .040 .157 .004 .010
Block 1: Method = Enter Iteration Historya,b,c,d
Iteration Step 1 1 2 3 4
-2 Log likelihood 177.919 177.312 177.308 177.308
Constant -.266 -.409 -.435 -.435
Coefficients GC2 BANKRUPT .408 .364 .509 .546 .515 .575 .515 .575
ALAG -.872 -.969 -.973 -.973
a. Method: Enter b. Constant is included in the model. c. Initial -2 Log Likelihood: 188.513 d. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than .001.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD06 - 30
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Omnibus Tests of Model Coefficients Step 1
Chi-square 11.205 11.205 11.205
Step Block Model
df 3 3 3
Sig. .011 .011 .011
Model Summary Step 1
-2 Log Cox & Snell likelihood R Square 177.308a .070
Nagelkerke R Square .099
a. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than .001.
Hosmer and Lemeshow Test Step 1
Chi-square 1.902
df 4
Sig. .754
Correlation Matrix Step 1
Constant GC2 BANKRUPT ALAG
Constant 1.000 .313 -.885 -.396
GC2 .313 1.000 -.183 .138
BANKRUPT -.885 -.183 1.000 .064
ALAG -.396 .138 .064 1.000
Classification Tablea Predicted AS
Step 1
Observed AS
Tidak Melakukan Pergantian Auditor Tidak Melakukan Pergantian Auditor Melakukan Pergantian Auditor
Melakukan Pergantian Auditor
Percentage Correct
99
10
90.8
31
15
32.6
Overall Percentage
73.5
a. The cut value is .500
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD06 - 31
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test
Step 1
1 2 3 4 5 6
AS = Tidak Melakukan Pergantian Auditor Observed Expected 14 14.557 41 41.285 2 1.443 35 34.157 7 5.929 10 11.629
AS = Melakukan Pergantian Auditor Observed Expected 3 2.443 11 10.715 0 .557 14 14.843 3 4.071 15 13.371
Total 17 52 2 49 10 25
Variables in the Equation
Step a 1
GC2 BANKRUPT ALAG Constant
B .515 .575 -.973 -.435
S.E. .380 .677 .404 .756
Wald 1.838 .721 5.814 .332
df 1 1 1 1
Sig. .175 .396 .016 .565
Exp(B) 1.674 1.777 .378 .647
95.0% C.I.for EXP(B) Lower Upper .795 3.527 .471 6.703 .171 .834
a. Variable(s) entered on step 1: GC2, BANKRUPT, ALAG.
Bridging the Gap between Theory and Practice
AUD06 - 32