The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
PENGARUH KOMITMEN, PERSEPSI, DAN PENERAPAN PILAR DASAR TOTAL QUALITY MANAGEMENT TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PADA BUMN MANUFAKTUR DI INDONESIA. Hiras Pasaribu UPN Veteran Yogyakarta Abstract This research means to discover the influence of commitment of top management and the perception of division manager about total quality management (TQM) and the implementation of fundamental base of it toward the effectiveness of the quality cost control (QCC) and its implication to the managerial performance at manufacture based BUMN ( state’s company) in Indonesia. Survey Populate method is implemented to 28 manufactures in Indonesia. The using data consist of primary which taken by questionnaire and the secondary data which support this research. Then, the hypothesis tested by Path Analysis. Based on the result discovered that: (1) there are no correlations between the commitment of top management, the perception of division manager, and the implementation of fundamental base of TQM at manufacture based BUMN; (2) simultaneously and partially, the commitment of top management, the perception of division manager, and the implementation of fundamental base of TQM, they have influence toward the effectiveness of QCC; and (3) the implications of both simultaneously and partially of commitment of top management, the perception of division manager, and the implementation of fundamental base of TQM and the effectiveness of QCC have influence to the managerial performance. Keywords: Commitment, perception, TQM, quality cost, and performance. _______________________________________________________________ * Terima kasih kepada Rektor UPN ”Veteran” Yogyakarta, yang telah membantu mendanai penelitian ini.
Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC01- 1
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Beberapa hasil survei menunjukkan banyak perusahaan mengalami masalah dalam mengembangkan total quality management (TQM). Dari beberapa masalah yang diidentifikasi bahwa perubahan budaya organisasi adalah sebagai penghalang utama penerapan TQM, antara lain lemahnya hubungan kerja sama pada tingkat fungsional (Plowman, 1990). Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Pradiansyah (1998), yang mengemukakan keberhasilan penerapan TQM akan sangat tergantung pada budaya organisasi yang menimbulkan komitmen dari orang-orang dalam suatu organisasi. Untuk itu dapat diduga, bahwa penerapan TQM akan mengalami masalah apabila tidak didukung oleh komitmen dari semua anggota organisasi untuk berubah. Dengan demikian kepemimpinan yang ditunjukkan dalam komitmen pimpinan puncak yang didukung oleh semua anggota organisasi secara berkelanjutan,
maka
akan
memberikan
dukungan
terhadap
perubahan
penerapan TQM kearah yang lebih baik. Komitmen adalah sebagai perjanjian atau keterikatan untuk melakukan sesuatu yang terbaik dalam organisasi atau kelompok tertentu (Aranya & Ferris, 1984:1). Keberhasilan kepemimpinan akan ditunjukkan adanya interaksi antara pimpinan puncak, manajer divisi dan karyawan. Interaksi ditunjukkan kerja sama satu sama lain dalam menangani masalah organisasi. Para manajer divisi berperan
penting
mengkomunikasikan
aktivitas
organisasi
yang
akan
dilaksanakan sesama manajer, demikian juga yang harus diteruskan kepada bawahan. Komunikasi yang terjadi diantara para manajer maupun kepada bawahan, sangat dipengaruhi oleh persepsi masing-masing manajer tersebut tentang informasi mengenai TQM yang diterima dari atasannya dan dari sesama manajer divisi. Tan & Hunter (2002) mengemukkan persepsi ditinjau dari kognisi pemakai melalui pengenalan dan keahlian dalam sistem informasi memiliki hubungan dengan persepsi manajer, serta
akan berdapak terhadap kinerja.
Demikian halnya semakin baik persepsi manajer melalui pengenalan dan keahlian total quality management akan berpengaruh terhadap kinerja manajer tersebut. Dengan demikian kepemimpinan yang ditunjukkan melalui komitmen Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC01- 2
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 pimpinan puncak dan persepsi manajer divisi mengenai TQM perlu disinerjikan dalam penelitian. Keberhasilan penerapatan TQM akan berdampak pada penurunan biaya akibat turunnya kerusakan atau kegagalan produk dan kemampuan menghindari pemborosan biaya yang tidak bernilai bagi pelanggan. mengemukakan,
untuk
mengukur
keberhasilan
menggunakan biaya mutu. Berarti dengan
Juran (1989)
peningkatan
TQM
dapat
menerapkan sistem biaya mutu
dapat digunakan sebagai alat mengukur kinerja mutu. Walaupun belum ada penelitian sebelumnya yang menghubungkan penerpan
TQM
dengan
keefektifan
pengendalian
biaya
mutu),
Kenangsari (2002), telah menemukan adanya pengaruh diminsi dengan
namun
biaya mutu
produktivitas. Menurut Khim & Larry (1998) dalam penelitiannya
mengemukakan adanya pengaruh interaktif secara bersama-sama antara praktik penerapan TQM dengan desain sistem akuntansi manajemen terhadap kinerja. Selanjutna Khim & Larry mengemukakan biaya mutu (quality cost) merupakan desain sistem akuntansi manajemen yang digunakan sebagai umpan balik memperbaiki kinerja mutu. Pendapat tersebut menekankan bahwa penerapan quality cost (QC) dalam TQM merupakan subsistem yang saling mendukung untuk
mencapai
tujuan
fundamental
organisasi.
Selanjutnya
mereka
mengemukakan, banyak perusahaan sudah menerapkan TQM, tetapi tidak mengembangkan penerapan sistem biaya mutu ( quality cost system) sebagai pengukuran kinerja mutu, akibatnya sebagian besar perusahaan gagal menerapkan TQM. Penenlitian ini mencoba dilakukan pada BUMN manufaktur di Indonesia. Menurut data yang diperoleh dari Kementerian BUMN 2005, menunjukkan kinerja BUMN secara keseluruhan dari tahun 2001 sampai dengan 2004 hasilnya kurang menggembirakan, karena dari 158 BUMN yang masih ada terdapat 31 BUMN mengalami kerugian pada tahun 2004, dan ROA rata-rata selama empat tahun terakhir kinerja dari seluruh BUMN hanya di bawah 3%. Kemudian setelah ditelusuri dan dikempulkan data
dari kantor kementerian BUMN dan Badan
Pengawas Pasar Modal (Bapepam) tahun 2006,
menunjukkan
selama tiga
tahun terakhir yang dapat dikumpulkan dari tahun 2001 sampai 2003 ternyata kinerja keuangan BUMN Manufaktur masih lebih rendah bila dibandingkan Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC01- 3
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 kenerja keuangan badan usaha swasta publik. Selanjutnya penelitian ini menduga rendahnya kinerja BUMN manufaktur disebabkan kegagalan BUMN menerapkan TQM.
1.2. Perumusan Masalah Sehubungan permasalahan dalam penelitian ini perlu diajukan rumusan masalah: (1) Seberapa besar
hubungan antara komitmen pimpinan puncak,
persepsi manajer divisi mengenai TQM, dan penerapan pilar dasar TQM; (2) Seberapa besar pengaruh komitmen pimpinan puncak, persepsi manajer divisi, penerapan pilar dasar TQM secara simultan dan parsial terhadap keefektifan pengendalian biaya mutu; dan (3) Seberapa besar pimpinan puncak, persepsi
pengaruh
komitmen
manajer divisi, penerapan pilar dasar TQM, dan
keefektifan pengendalian biaya mutu secara simultan dan parsial terhadap kinerja manajerial pada BUMN manufaktur di Indonesia. Sebagai
batasan,
penelitian
ini
menggunakan
komitmen
sebagai
singkatan komitmen pimpinan puncak, demikian juga persepsi yang diamati adalah persepsi manajer divisi. Biaya mutu merupakan pengukuran kinerja mutu (Juran, 1989). Oleh karena itu kinerja biaya mutu diukur berdasarkan keefektifan pengendalian biaya mutu. Hal ini tidak ditampilkan dalam judul, dengan anggapan keefektifan pengendalian biaya mutu sudah tercakup dalam TQM.
1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan: (1) Untuk menemukan tingkat hubungan antara komitmen pimpinan puncak, persepsi manajer divisi mengenai TQM, dan penerapan pilar dasar TQM; (2) Untuk menemukan pengaruh komitmen pimpinan puncak, persepsi manajer divisi mengenai TQM, dan penerapan pilar dasar TQM secara simultan dan parsial terhadap keefektifan pengendalian biaya mutu; (3) Untuk menemukan pengaruh komitmen pimpinan puncak, persepsi manajer divisi mengenai TQM, penerapan pilar dasar TQM dan keefektifan pengendalian biaya mutu secara simultan dan parsial terhadap kinerja manajerial pada BUMN manufaktur di Indonesia. Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC01- 4
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 1.4. Kontribusi Penelitian Penelitian ini didasari teori yang dikembangkan oleh Juran (1989), mengemukakan
untuk
mengukur
keberhasilan
peningkatan
TQM
dapat
menggunakan biaya mutu. Demikian juga Horngren et al (2006) mendukung pernyataan Juran tersebut. Didasari Teori Juran, penelitian ini mengacu kepada penelitian yang dilakukan oleh Flynn et al., 1995; dan Bayazid (2003). Penelitian Flynn et al., menguji hubungan antara praktik-praktik manajemen mutu dengan prestasi mutu dan keunggulan bersaing pada perusahaan manufaktur yang beroperasi di Amerika Serikat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa praktik TQM yang didukung oleh pimpinanan puncak berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap peningkatan prestasi mutu serta berhubungan erat dengan keunggulan bersaing. Flinn et al menjelaskan dengan adanya dukungan pimpinan puncak dalam praktik TQM dan QC dapat menciptakan kondisi dan infrastruktur yang lebih baik. Dilihat dari Bayazid (2003), menguji hubungan praktik TQM pada 100 perusahaan manufaktur besar di Turki. Hasil penelitiannya menunjukkan praktik TQM dilihat dari perbaikan berkelanjutan, kepuasan pelanggan, pelatihan, pendidikan bermutu, dan tim kerja terdapat hubungan positif. Artinya dari 100 perusahaan manufaktur besar menyatakan sangat memuaskan setelah menerapkan TQM. Penelitian ini mencoba mengintegrasikan kedua peneliti tersebut dan memperluas penelitian Flynn et al. (1995). Penelitian Flynn et al tidak mempertimbangkan variabel-variabel kontektual seperti perspsi manajer sebagai pendukung praktik TQM yang mempengaruhi kinerja. Dilihat dari penelitian Bayazid hanya mengkorelasikan antara variabel praktik TQM dengan keunggulan bersaing, sedangkan penelitian ini selain menguji penerapan pilar dasar TQM juga menguji faktor pendukung penerapan TQM, yaitu komitmen pimpinan puncak dan persepsi manajer mengenai TQM terhadap keefektifan pengendalian biaya mutu, dan implikasinya terhadap kinerja manajerial. Selain itu alat analisis data penelitian ini menggunakan Path Analisis, berbeda dengan penelitian Bayazid yang menggunakan Wilcoxson Signedrank test. Ada persamaan penelitian ini dengan alat analisis yang digunakan oleh Flinn at al., yaitu Analis Jalur, namun hanya menguji hubungan praktik TQM dengan prestasi mutu dan Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC01- 5
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 keunggulan bersaing, seangkan penelitian ini memperluas dengan menguji komitmen pimpinan puncak, persepsi manajer divisi dan penerapan pilar dasar TQM terhadap keefektifan pengendalian biaya mutu dan implikasinya terhadap kinerja manajerial. 2. Telaah Literatur dan Pengembangan Hipotesis 2.1 Hubungan antar Komitmen Pimpinan Puncak, Persepsi Manajer Divisi, dan Penerapan Pilar Dasar Total Quality Management. Kegagalan penerapan TQM disebabkan adanya perbedaan tujuan antara pimpinan puncak dan manajer divisi atau antara manajer divisi dengan kelompok karyawan. Perbedaan tujuan tersebut diantaranya disebabkan persepsi manajer divisi berbeda dengan komitmen pimpinan puncak. Untuk itu perlu ada upaya penyesuaian terhadap tujuan TQM
yang sungguh-sungguh dari keterlibatan
pimpinan puncak agar tidak menimbulkan konflik. Menurut Choi & Behling (1997) mengemukakan bahwa kesadaran mutu dalam
organisasi
tergantung
pada
banyak
intangibles,
terutama
sikap
manajemen puncak terhadap mutu. Jadi komitmen pimpinan puncak yang semakin baik maka TQM
akan semakin baik dan komitmen yang tinggi dari
pimpinan puncak akan diikuti oleh banyak intangibles seperti persepsi manajer divisi. Manajer divisi selalu meyokong kinerja dari karyawan garis depan agar pelanggan terlayani dengan baik. Selanjunya, pimpinan puncak akan menyokong kinerja manajer divisi, jadi semua manajer dalam perusahaan berfokus dalam suatu tujuan, yaitu untuk memuaskan pelanggan (Rudi Suardi, 2001). Dengan demikian persepsi manajer divisi mengenai TQM
meruapakan salah satu faktor
penentu untuk mengukur berhasil tidaknya setiap pelaksanaan perbaikan mutu secara berkelanjutan. Menurut Handoko & Tjiptono (1997), agar TQM dapat diterapkan dengan sukses, maka dalam pelaksanaannya perlu ada persyaratan manajerial, yaitu dukungan manajemen puncak, pendekatan tim dan manajemen sumber daya manusia.
Untuk
menyesuaikan
persepsi
manajer
divisi,
tidak
sekedar
memberikan pengarahan agar mereka dapat menyesuaikan diri terhadap TQM, Bridging the Gap between Theory and Practice MAC01- 6
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 akan tetapi yang lebih penting dari itu perlu ada upaya kerja keras dari pimpinan puncak untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia. Sukses tidaknya penerapan TQM sangat ditentukan kompetensi sumber daya manusia untuk merealisasikannya. Dengan demikian dari beberapa pendapat di atas dapat diajukan hipotesis: H1 : Terdapat hubungan antara komitmen pimpinan puncak, persepsi manajer divisi mengenai TQM, dan penerapan pilar dasar TQM.
2.2 Komitmen Pimpinan Puncak, Keefektifan Pengendalian Biaya Mutu dan Kinerja Manajerial.
Sistem biaya mutu (quality cost)= QC) telah dipromosikan penggunaannya secara lebih luas dalam Industri-industri Amerka Serikat (AS) melalui pembentukan Quality Cost Committee (ASQC’s) di tahun 1961. Pihak Militer AS juga mendukung sistem ini dengan mengeluarkan MIL-Q 9858A, standar perhitungan QC produk-produk militer AS. Saat ini sistem QC populer penggunaannya di AS. Komitmen pimpinan puncak terkait dengan keberhasilan penerapan QC dan kinerja manajer. Bottorf (1997) menyatakan terakhir dari lima keunggulan sistem QC, yaitu sistem QC mendorong pengembangan pengukuran kinerja, diantaranya kinerja manajer dalam memuaskan konsumen, menghasilkan produk yang bermutu tinggi, dan membuat desain produk yang lebih baik. Kinerja manajerial akan meningkat apabila ada perbaikan
keefektifan pengendalian
biaya kualitas secara terus menerus. Flynn et al. (1995) melakukan penelitian dengan pendekatan manajemen mutu dalam suatu usaha yang terintegrasi dan interfungsional untuk mencapai dan mempertahankan keunggulan bersaing. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa TQM
yang didukung oleh pimpinan puncak dapat menciptakan kondisi
dan infrastruktur, dan berpengaruh langsung dan tidak langsung
terhadap
peningkatan kinerja mutu serta berhubungan erat dengan keunggulan bersaing. Keunggulan daya saing semakin baik, akan mendorong kinerja manajer semakin baik. Selanjutnya komitmen pimpinan puncak sangat dibutuhkan mendorong Bridging the Gap between Theory and Practice MAC01- 7
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 implementasi sistem QC pada perusahan secara berkelanjutan, yang berdampak pada peningkatan kepuasan konsumen. Kepuasan konsumen yang meningkat maka akan meningkatkan kinerja manajer yang semakin baik (Masaaki Imai, 1999; Gaspersz 2002). Dengan penafsiran ini diajukan hipotesis sebagai berikut. H2.1: Terdapat pengaruh komitmen pimpinan puncak terhadap keefektifan pengendalian biaya mutu H3.1 :
Terdapat pengaruh komitmen pimpinan puncak terhadap kinerja manajerial.
2.3 Persepsi Manajer Divisi, Keefektifan Pengendalian Biaya Mutu, dan Kinerja Manajerial.
Manajer merupakan orang-orang yang mencapai tujuan melalui orang lain (Robbins & Timothy, 2007). Untuk menjalankan tujuan organisasi, manajer divisi selalu berinteraksi dengan karyawan baik secara individu dan kelompok karyawan yang dilibatkan menjalankan aktivitasnya sesuai TQM. Berhasil tidaknya penerapan TQM tergantung sumber daya manusia yang difokuskan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. Lowery et al., 2000) menyatakan agar TQM
berhasil
diimplementasikan
dan
diinstitusionalisasikan,
dibutuhkan
perubahan-perubahan dalam manajemen sumber daya manusia. Perubahan dibutuhkan dalam hal seleksi karyawan, pelatihan dan pengembangan, penilaian kerja serta penetapan balas jasa dan penghargaan kepada karyawan. Berdasarkan beberapa ahli manajemen mutu berpendapat bahwa setiap aspek
pengembangan
TQM
tergantung
persepsi
manajer
divisi
yang
mengerjakan perubahan melalui karyawan. Apabila terdapat kesesuaian tujuan terhadap TQM
dan karyawan mampu mengambil inisiatif dalam menyelesaikan
masalah-masalah sehari-hari, maka kesuaian persepsi manajer divisi mengenai TQM mempengaruhi keefektifan pengendalian biaya mutu (Goetsch & Davis 1994; Creech 1996). Keefektifan pengendalian biaya mutu semakin baik senantiasa kinerja manajerial akan semakin baik. Bedasarkan argumen ini, hipotesis yang diajukan adalah: Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC01- 8
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 H2-2:
Terdapat pengaruh persepsi manajer divisi terhadap keefektifan pengendalian biaya mutu
H3-2 : Terdapat pengaruh persepsi manajer divisi terhadap kinerja manajerial
2.4 Penerapan Pilar Dasar Total Quality Management, Keefektifan Pengendalian Biaya Mutu dan Kinerja Manajerial. Penurunan biaya tidak semata-mata hanya pengurangan biaya produksi, namun juga pengurangan aktivitas-aktivitas berlebih, tanpa mengorbankan mutu produk yang dihasilkan. Peningkatan mutu ini diyakini sebagai cara yang sangat efektif dilakukan seorang manajer untuk meningkatkan pangsa pasar, dan perusahaan yang memiliki keunggulan biaya serta pangsa pasar yang luas, maka manajer akan menuai prestasi yang tinggi. Dari hasil studi yang dilakukan peneliti berpendapat bahwa QC system merupakan bagian dari desain sistem akuntansi manajemen, dan adanya pengaruh interaktif secara bersama-sama antara praktik penerapan TQM terhadap keefektifan pengendalian biaya mutu dan kinerja perusahaan maupun manajerial (Roth & Morse, 1983; Shea & Gobeli, 1995; Kim & Larry, 1998). Demikian juga hasil studi Ani Kenangsari (2002:26) pada PT Perkebunan Nusantara VIII menunjukkan, bahwa biaya kualitas berpengaruh positif terhadap tingkat
produktivitas.
Dengan
demikian
peningkatan
produktivitas
akan
meningkatkan kinerja perusahaan dan kinerja manajerial. Biaya mutu merupakan kinerja mutu dan terdapat pengaruh interaktif secara bersama-sama antara praktik TQM dan biaya mutu terhadap kinerja perusahaan dan kinerja manajerial (Juran, 1989; Kim & Larry, 1998; Ani Kenangsari, 2002). Berdasarkan kerangka pemikiran ini, hipotesis yang diajukan adalah: H2-3 : Terdapat pengaruh penerapan pilar dasar total quality management terhadap
keefektifan pengendalian biaya mutu
H3-3 : Terdapat pengaruh penerapan pilar dasar total quality management terhadap kinerja manajerial H3-4 : Terdapat pengaruh keefektifan pengendalian biaya mutu terhadap kinerja manajerial. Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC01- 9
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 3. Metode Penelitian
3.1 Populasi dan Pengumpulan Data Menurut data yang diperoleh dari Kementerian BUMN menunjukkan ada 32 BUMN manufaktur di Indonesia. Berhubung 2 BUMN manufaktur sedang diproses likuidasi pada tahun 2003, maka
yang dijadikan populasi sasaran
dalam penelitian adalah 30 perusahaan. Setelah dilakukan prasurvei ternyata 2 BUMN manufaktur tidak bersedia dijadikan tempat penelitian, dengan alasan keterbatasan sumber daya manusia. Dengan demikian
penelitian ini dilakukan
terhadap populasi survei yang terdapat 28 BUMN manufaktur di Indonesia. Data dikumpulkan menggunakan mail survey, yaitu kuesioner dikirim melalui pos kepada responden. Identitas perusahaan diperoleh dari kementerian BUMN. Data yang dikumpulkan adalah dari divisi operasi, pemasaran dan departemen akuntansi dan administrasi umum, karena divisi-divisi ini lebih banyak terlibat dan memiliki keahlian proses penerapan TQM secara berkelanjutan. Dengan demikian setiap unit anggota BUMN manufaktur, data dikumpulkan: (1) satu direktur dari Direktur Utama; (2) tiga manajer departemen operasi, yaitu divisi logistik, teknik, dan pemeliharaan fasilitas; (3) dua manajer dari departemen pemarasan, yaitu divisi penjualan, dan distribusi; (4) dua manajer dari departemen akuntansi dan administrasi umum, yaitu divisi akuntansi, dan sumber daya manusia, dan (5) dua orang konsumen sedang membeli ke BUMN manufaktur.
3.2 Definisi dan Pengukuran Variabel. 3.2.1 Komitmen pimpinan puncak, adalah mempertahankan keikut sertaan pimpinan puncak dalam organisasi yang ditunjukkan melalui, kemauan untuk memainkan upaya tertentu atas nama profesi, dan upaya manajemen perusahaan dalam melaksanakan tugas pokoknya. Variabel ini diukur dari upaya manajemen perusahaan dalam melaksanakan tugas pokoknya,
dengan
mengarahkan,
mempengaruhi
dan
medorong
bawahannya kearah berbagai tujuan dalam organisasi termasuk program manajemen mutu terpadu (Aranya & Ferris, 1984). Variabel ini menggunakan 14 pertanyaan. Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC01- 10
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 3.2.2
Persepsi manajer divisi mengenai TQM. Persepsi
adalah sebagai
proses yang menggunakan pengetahuan sebelumnya untuk menyusun dan menginterpretasikan rangsangan yang teridentifikasi oleh indra seseorang. Persepsi dikombinasikan dari segala aspek yang berasal dari luar (stimulus) dan dari dalam (pengetahuan sebelumnya) orang tersebut. Persepsi manajer divisi sangat ditentukan oleh pengetahuan yang dimiliki selama ini baik pengetahuan yang diperoleh dengan cara membaca, melihat, mencoba atau gabungan dari semuanya dan perhatian yang diberikan untuk penerapan atau pengembangan TQM (Matlin, 1994). Dengan demikian variabel ini diukur berdasarkan pengetahuan yang dimiliki selama ini baik pengetahuan yang diperoleh dengan cara membaca, melihat, mencoba atau gabungan dari semuanya dan perhatian yang diberikan untuk penerapan atau pengembangan TQM (Matlin, 1994). Variabel ini menggunakan 8 pertanyaan. 3.2.3 Penerapan pilar dasar TQM (X3). TQM adalah sistem yang dilaksanakan dalam jangka panjang untuk meningkatkan perbaikan secara terus menerus pada setiap level operasi atau proses untuk memuaskan konsumen dengan menggunakan sumber daya yang tersedia. Variabel ini diukur berdasarkan dimensi penerapan pilar dasar TQM, yaitu kepuasan pelanggan,
pelibatan
dan
pemberdayaan
karyawan,
perbaikan
berkelanjutan, dan manajemen berdasarkan fakta (Gaspersz, 2003). Variabel
kepuasan pelanggan menggunakan 14 pertanyaan, pelibatan
dan pemberdayaan karyawan menggunakan 18 pertanyaan, perbaikan berkelanjutan menggunakan 13 pertanyaan, dan manajemen berdasarkan fakta menggunakan 4 pertanyaan. 3.2.4
Keefektifan pengendalian biaya mutu (Y). Keefektifan pengendalian biaya mutu adalah suatu ukuran seberapa baik atau seberapa jauh sasaran pelaksanaan biaya mutu yang ditargetkan telah tercapai (Shea & Gobeli, 1995). Data keefektifan biaya mutu dilihat dari aspek finansial berdasarkan anggaran dan laporan biaya mutu, terdiri dari
Prevention
cost Prevention cost, Appraisal cost, Internal failure cost, External failure cost (Hansen & Mowen, 2006). Nilai keefektifan menggunakan skala rasio, Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC01- 11
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 dicerminkan oleh perbandingan nilai keluaran aktual dengan keluaran yang ditargetkan.
Apabila diimplementasikan pada biaya mutu, maka
rasio keefektifan pengendalian biaya mutu dihitung dari realisasi biaya mutu dibagi dengan anggaran biaya mutu. Makin kecil rasio biaya mutu yang direalisasi
dari yang dianggarkan, maka tingkat keefektifan
pengendalian biaya mutu semakin tinggi. 3.2.5 Kinerja Manajerial (Z), Kinerja manajerial adalah penilaian secara periodik keefektifan
operasional
suatu
organisasi,
bagian
organisasi,
dan
personelnya, berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Kinerja manajerial ditentukan melalui prestasi kerja berdasarkan fungsi-fungsi manajemen (Mahoney at al. 1960; Wintzel, 2002). Pengukuran kinerja ini mengajukan agar manajer dapat memperingkat perencanaan,
kinerja
mereka
investigasi,
dalam
koordinasi,
delapan
evaluasi,
indikator,
supervisi,
yaitu
susunan
kepegawaian atau staffing, negosiasi, dan representasi, satu indikator pengukuran kinerja rata-rata secara keseluruhan. Masing-masing dimensi kinerja manajerial, diukur menggunakan tipe skala interval, dengan rentang nilai satu (terendah) sampai dengan sembilan (tertinggi). Skala interval merupakan skala pengukuran yang menyatakan, kategori peringkat dan jarak abstraksi dari fenomena (construct) yang diukur. Skala interval dapat dinyatakan angka 1 sampai dengan 9. Skala kinerja terdiri dari poin satu untuk kinerja di bawah rata-rata (rendah), dan poin sembilan untuk kinerja di atas rata-rata (tertinggi). Pimpinan puncak sebagai responden diminta untuk mengukur sendiri kinerjanya dibandingkan dengan rata-rata kinerja rekan responden, dengan memilih skala satu sampai dengan sembilan. Instrumen pengukuran variabel komitmen pimpinan puncak, persepsi manajer divisi, penerapan pilar dasar TQM menggunakan kuesioner tipe skala Likert (Likert type item), dan data yang dikumpulkan dari jawaban responden akan diberi skor untuk menghasilkan skala ordinal.
Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC01- 12
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 3.3 Personel Judgement Agar setiap pertanyaan memiliki ketepatan alat ukur, dan pertanyaanpertanyaan tersebut memiliki konsistensi, perlu ditempuh melalui personel judgement. Metode ini dilakukan sebelum kuesioner disebarkan kepada responden sesungguhnya. Cara ini dilakukan
antara
lain
dengan:
(1)
Mendiskusikan redaksional instrument penelitian dengan para kolega peneliti baik yang berlatar belakang akuntansi maupun psikologi. Cara ini dilakukan agar kalimat dalam kuesioner bisa dan mudah dipahami; (2) Dari hasil diskusi terdapat beberapa kalimat dan jawaban yang akhirnya dianggap sulit untuk dipahami, kemudian mendiskusikan dengan para ahli serta beberapa praktisi yang menjadi kontak person dalam menyebaran kuesioner. Cara ini dilakukan agar maksud dari kuesioner mudah dipahami oleh responden; dan (3) Dari kuesioner yang sudah diperbaiki, dilakukan uji coba kepada populasi sasaran (responden pilot test) dalam jumlah yang relatif kecil yang dianggap mewakili karakteristik populasi sasaran yang sebenarnya, dalam hal ini ditentukan sebesar 10 responden pilot test. Berdasarkan pada tiga cara pengujian kuesioner yang sudah disebutkan, diharapkan adanya pertanyaan yang lebih rinci dan mudah dipahami oleh responden.
3.4. Pengujian Data Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada responden. Data
yang
dikumpulkan melalui kuesioner perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas untuk menguji kesungguhan responden menjawab pertanyaan. Data yang sudah diuji validitas dan reliabilitas merupakan data dengan skala pengukuran adalah ordinal, sedangkan skala pengukuran untuk statistika analisa jalur minimal berskala interval. Dengan demikian data yang berskala ordinal tersebut dikonvesi ke skala interval melalui method of successive interval dengan rumus: SV = {(density at lower limit) – (density at upper limit)} : {(area under upper limit) – (area under lower limit)}. Selanjutnya dilakukan analisis data sebagai pengujian terhadap hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini.
Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC01- 13
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 3.4 Analisis data . Berhubung masalah yang diuji merupakan jaringan dari berbagai variabel dan mempunyai hubungan kausal antar variabel, maka analisis data yang digunakan menguji hipotesis penelitian ini adalah Analisa Jalur (Path Analisis). Hubungan antar variabel penelitian ditunjukkan dalam Gambar 1. Dari variabel yang akan dianalisis terdapat satu variabel antara. Dengan demikian alat analisis ini dapat menerangkan pengaruh langsung dan tidak langsung seperangkat variabel penyebab (exogenous variable) dan variabel akibat (endogenous variable). Komitmen Pimpinan Puncak (X1)
Persepsi Manajer Divisi mengenai TQM (X2)
Keefektifan Pengendalian Biaya Mutu (Y)
Kinerja Manajerial (Z)
Penerapan Pilar Dasar TQM (X3)
Gambar 1: Diagram Hubungan antar Variabel Penelitian. Langkah-langkah yang ditempuh dalam analisis jalur adalah menghitung koefisien jalur, pengaruh langsung dan koefisien determinasi (R2). Koefisien jalur dihitung setelah menghitung matrik korelasi antar variabel dan matrik invers (r1). Langkah berikutnya menghitung koefisien determinasi multiple (R2): R2y(x1; x2; x3) dan R2z(x1; x2; x3 ; y). X1 adalah komitmen pimpinan puncak, X2 adalah persepsi manajer divisi, X3 adalah penerapan pilar dasar TQM, Y adalah Keefektifan pengendalian biaya mutu dan Z adalah Kinerja manajerial, berdasarkan koefisien determinasi dapat dihitung variabel residu. Untuk mengetahui besarnya pengaruh langsung antara Xi dengan Y, dihitung Y = Pyxi . Pyxi , dan besarnya pengaruh langsung XiY dengan Z adalah Z = Pzxiy . Pzxiy, sedangkan pengaruh tidak langsung:
Y
XiΩXj
Z
XiYΩXjYj
Y= Pyxi . rxjxi. Pyxj Z = Pzxiy. rxjyj xiy. Pzxjyj
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan program SPSS 13 Statistica. Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC01- 14
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 4. Hasil dan Pembahasan Pengujian kesungguhan responden menjawab pertanyaan merupakan hal yang penting dalam penelitian ini. Untuk tujuan tersebut, pengujian data selanjutnya dlakukan dengan Uji Validitas dan Reliabilitas. Analisis uji validitas atau kesahihan menggunakan korelasi Pearson, sedangkan kehandalan (reliability) adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Analisis uji kehandalan dilakukan dengan menggunakan analisis Cronbach Alpha. Hasil uji validitas dari keseluruhan data yang diperoleh dari responden menunjukkan lebih banyak item yang signifikan dibanding dengan item yang tidak signifikan. Berarti semua variabel adalah valid. Hasil uji Cronbach Alpha terhadap semua item yang valid pada variabel komitemen peimpinan puncak, persepsi manajer divisi, penerapan pilar dasar TQM, keefektifan pengendalian biaya mutu, dan kinerja manajerial menunjukkan bahwa nilai Cronbach’s Alpha berada diatas 0,600, berarti intrumen dari masing-masing variabel
komitemen
pimpinan puncak, persepsi manajer divisi, penerapan pilar dasar TQM, dan kinerja manajerial dapat diandalkan (reliable). Berdasarkan data yang terkumpul dari populasi survei berjumlah 28 BUMN manufaktur di Indonesia, akan dilakukan pengujian hipotesis. Berhubung data penelitian diperoleh dari populasi survei, maka tidak dilakukan uji signifikansi, baik uji F untuk pengaruh secara simultan, dan uji t untuk pengaruh secara parsial. Kesimpulan diambil langsung dari koefisien jalur masing-masing variabel eksogen serta koefisien determinasi, baik secara simultan dan secara parsial terhadap variabel endogen.
4.1 Hubungan antara Komitmen Pimpinan Puncak, Persepsi Manajer Divisi Mengenai TQM, dan Penerapan Pilar Dasar TQM. Hasil pengujian hipotesis pertama sesuai perhitungan yang diiktisarkan dalam Gambar 2, menunjukkan hubungan antara komitmen pimpinan puncak (X1) dengan persepsi manajer divisi mengenai TQM (X2) ditunjukkan dengan koefisien korelasi sebesar 0,022, hubungan antara komitmen pimpinan puncak Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC01- 15
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 (X1) dengan penerapan pilar dasar TQM (X3) ditunjukkan dengan koefisien korelasi sebesar 0,035, dan hubungan antara persepsi manajer divisi mengenai TQM (X2) dengan penerapan pilar dasar TQM (X3) ditunjukkan dengan koefisien korelasi sebesar 0,0010.
X1
0,022
0,035
Gambar 2 Struktur 1 (Hubungan Korelasional Antara Variabel X1 dengan X2, X1 dengan X3, dan hubungan antara X2 dengan X3)
X2
0,010
X3
Menurut Sevila et al., (1997), kriteria korelasi terdapat lima kategori dengan range tiap kategori 0,20. Apabila korelasi antar variabel eksogen berada sama atau dibawah 0,19 maka berdasarkan kriteria korelasi tersebut masuk dalam kategori sangat rendah (negligible correlation).
Dengan demikian
komitmen pimpinan puncak memiliki hubungan tidak signifikan dengan persepsi manajer divisi, komitmen pimpinan puncak memiliki hubungan tidak signifikan dengan penerapan pilar dasar TQM, dan persepsi manajer divisi memiliki hubungan tidak signifikan dengan penerapan pilar dasar TQM.
4.2
Pengaruh Komitmen Pimpinan Puncak, Persepsi Manajer Divisi, Penerapan Pilar Dasar TQM Secara Simultan dan Parsial Terhadap Keefektifan Pengendalian Biaya Mutu. Hipotesis kedua penelitian ini berbunyi:Terdapat pengaruh komitmen
pimpinan puncak (X1), persepsi manajer divisi (X2), penerapan pilar dasar TQM (X3) secara simultan dan parsial terhadap keefektifan pengendalian biaya mutu (Y).
Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC01- 16
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Hasil pengujian hipotesis dua terlihat pada Tabel 4. Berdasarkan hasil perhitungan dalam Tabel 4 dapat dijelaskan, bahwa pengaruh secara simultan komitmen pimpinan puncak, persepsi manajer divisi, penerapan pilar dasar TQM terhadap keefektifan pengendalian biaya mutu (R2) adalah
sebesar 0,7681.
Dengan demikian hipotesis HA yang menyatakan komitmen pimpinan puncak, persepsi manajer divisi, dan penerapan pilar dasar TQM secara simultan berpengaruh terhadap keefektifan pengendalian biaya mutu dapat diterima. Berarti secara simultan komitmen pimpinan puncak, persepsi manajer divisi, penerapan pilar dasar TQM berpengaruh terhadap keefektifan pengendalian biaya mutu. Tabel 4 Hasil Analisis Koefisien Jalur Pengaruh Komitmen (X1), Persepsi (X2), Penerapan pilar dasar TQM (X3) Terhadap Keefektifan Pengendalian Biaya Mutu (Y) Koef. Koefisien Jalur (Pyxi)
Jalur
Koef.determinasi
Pyxi
R2
0.422
0.7681
Sisa 1-R2
Pye
• Antara Komotmen dan Keefektifan Pengendalian biaya mutu (Pyx1)
0.23219 0.48156
• Antara Persepsi dan Keefktifan pengendalian biaya mutu (Pyx2)
0.557
• Antara Penerapan pilar dasar TQM dan Keefktifan pengendalian biaya mutu (Pyx3)
0.499
Tabel 4 menunjukkan koefisien koefisien jalur secara parsial pengaruh komitmen pimpinan puncak (X1) terhadap keefektifan pengenalian biaya mutu (Y) sebesar 0,422, persepsi manajer divisi (X2) terhadap keefektifan pengenalian biaya mutu (Y) sebesar 0,557, dan penerapan pilar dasar TQM (X3) terhadap keefektifan pengenalian biaya mutu (Y) sebesar 0,499. Berarti hipotesis HA1 diterima. Dengan demikian komitmen pimpinan puncak (X1), persepsi manajer divisi (X2), dan penerapan pilar dasar TQM (X3)
secara parsial berpengaruh
Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC01- 17
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 positif terhadap keefektifan pengendalian biaya mutu (Y). Berdasarkan nilai koefisien jalur tersebut, diagram jalur dapat disajikan pada Gambar 3. Pyε1 X1
0,03
0,48 2
Pyx1 =0, 422
0,02
X2
Pyx2= 0, 557
Y
0,010
X3
Pyx3 = 0,499
Gambar 3 Struktur 2: Pengaruh Komitmen Pimpinan Puncak, Persepsi Manajer Divisi, Penerapan Pilar Dasar Total Quality Management Terhadap Keefektifan Pengendalian Biaya Mutu. Besarnya pengaruh total secara parsial yang terdapat pada Tabel 5 dapat diketahui bahwa pengaruh komitmen pimpinan puncak, persepsi manajer divisi mengenai TQM, dan penerapan pilar dasar TQM terhadap keefektifan pengendalian biaya mutu, masing-masing adalah 19,07%, 31,82%, dan 25,92%. Hal ini bermakna bahwa keefektifan pengendalian biaya mutu hanya mapu menjelaskan 19,07%
komitmen pimpinan puncak, 31,82% persepsi manajer
divisi mengenai TQM, dan 25,92% penerapan pilar dasar TQM. Tabel 5 Koefisien Jalur Berdasarkan Besarnya Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Serta Koefisien Determinasi Variabel Eksogen (Xi) Terhadap Endogen (Y) Variabel
Uraian
Pengaruh
Pengaruh
Total
Langsung
Tidak
(%)
(%)
Langsung (%)
X1
ke Y = (0,422)2 x 100%
17,81
Melalui X2 ke Y= (0,422x 0,022 x
0,52
0,557) 100% Melalui X3 keY= (0,422x 0,035 x
0,74
19,07
0,499) 100% Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC01- 18
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 X2
Ke Y
(0,557)2 x 100%
31,02
Melalui X1 ke Y= (0,557 x 0,022 x
0,52
0,422)100% Melalui X3 ke Y= (0,557 x 0,010 x
0,28
31,82
0,499)100% X3
ke Y
(0,499)2 x 100%
24,90
Melalui X1 ke Y= (0,499 x 0,035 x
0,74
0,422)100% Melalui X2 ke Y= (0,499 x 0,010 x
0,28
25,92
0,557)100% Sub Total
73,73
3,08
Koefisien determinasi: R2y (x1, x2, x3 )
76,81
Pengaruh variabel lain Y (ε1)
23,19 Total
100,00
Dari analisis data tersebut dilihat dari besarnya pengeruh langsung dan tidak langsung yang terdapat pada Tabel 5 menunjukkan pengaruh total persepsi manajer divisi terhadap keefektifan pengendalian biaya mutu, mempunyai pengaruh yang paling besar, yaitu 31,82%. Demikian juga pengaruh langsung terbesar adalah persepsi manajer divisi sebesar 31,02%, sedangkan pengaruh tidak langsung terbesar adalah komitmen pimpinan puncak sebesar 52% + 0,74% = 1,26%. Interpretasi penelitian ini adalah untuk mingkatkan keefektifan pengendalian biaya mutu, komitmen pimpinan puncak BUMN manufaktur secara berkelanjutan harus memperhatikan dan menetapkan kebijakan mutu secara keseluruhan dalam perusahaan, menyediakan anggaran yang memenuhi sasaran mutu untuk kepuasan pelanggan, menentukan departemen untuk mengawasi atau menjamin jalannya mutu disetiap divisi, dan harus terlibat secara aktif dalam dewan mutu, serta berpartisipasi untuk peningkatan pemahaman manajer divisi mengenai TQM baik melalui pelatihan dan pendidikan dalam perbaikan mutu, sehingga dapat mendorong peningkatan persepsi manajer divisi kearah lebih baik mengenai TQM. Dengan demikian secara tidak langsung komitmen pimpinan puncak semakin baik dalam kepemimpinan mutu, maka secara langsung persepsi manajer divisi akan mendorong atau mempengaruhi keefektifan pengendalian biaya mutu yang semikin meningkat. Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC01- 19
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 4.3
Pengaruh Komitmen Pimpinan Puncak,
Persepsi Manajer Divisi,
Penerapan Pilar Dasar TQM, dan Keefektifan Pengendalian Biaya Mutu Secara Simultan dan Parsial Terhadap Kinerja Manajerial pada BUMN Manufaktur di Indonesia. Hipotesis tiga penelitian ini berbunyi:Terdapat pengaruh komitmen pimpinan puncak (X1), persepsi manajer divisi (X2), penerapan pilar dasar TQM (X3), dan keefektifan pengendalian biaya mutu (Y) secara simultan dan parsial terhadap kinerja manajerial (Z) pada BUMN manufaktur di Indonesia. Hasil pengujian hipotesis tiga terlihat pada Tabel 6. Berdasarkan hasil perhitungan dalam Tabel 6 dapat dijelaskan, bahwa komitmen pimpinan puncak, persepsi
manajer
divisi,
penerapan
pilar
dasar
TQM,
dan
keefektifan
pengendalian biaya mutu secara simultan berpengaruh terhadap kinerja manajerail adalah sebesar 76,06%. Berarti hipotesis HA yang menyatakan komitmen pimpinan puncak, persepsi manajer divisi, penerapan pilar dasar TQM, dan keefektifan pengendalian biaya mutu secara simultan berpengaruh terhadap kinerja manajerail. Tabel 6 Hasil Analisis Koefisien Jalur Pengaruh Komitmen (X1), Persepsi (X2) dan Penerapan pilar dasar TQM (X3) Terhadap Keefektifan pengendalian biaya mutu (Y) Koefisien Jalur (Pzxiy)
Koef.Jalur Koef.Determinasi Pzyxi
R2
0.324
0.761
1-R2
Pze
• Antara Komitmen dan Kinerja manajerial (Pzx1)
0.239 0.489
• Antara Persepsi dan Kinerja Manajerial (Pzx2)
0.406
• Antara Penerapan pilar dasar TQM dan Kinerja manajerial (Pzx3)
0.311
• Antara Kefektifan Pengendalian biaya mutu dan Kinerja manajerial (Pzy)
0.320
Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC01- 20
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Hasil penelitian ini mendukung beberapan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lyinn et al (1995), Hendricks & Singhal (1997), Easton & Jarrell (1998), dan Kurnianingsih & Nur Indriantoro (2001). Hal tersebut bermakna bahwa komitmen pimpinan puncak,
persepsi manajer divisi,
penerapan pilar dasar TQM, dan keefektifan pendendalian biaya mutu berperan penting meningkatkan kinerja manajerial. Melihat fenomena kinerja BUMN manufaktur selama tiga tahun terakhir dari tahun 2001 sampai 2003 ternyata kinerja keuangan BUMN Manufaktur masih lebih rendah bila dibandingkan kenerja keuangan badan usaha swasta publik. Selanjutnya latar belakang penelitian ini sebelumnya menduga rendahnya kinerja BUMN manufaktur disebabkan kegagalan BUMN menerapkan TQM. Ternyata dugaan tersebut bertentangan dengan hasil penelitian ini. Namun demikian melihat keterbatasan variabel penelitian yang diamati, tidak tertutup kemungkinan faktor lain yang tidak diteliti mempengaruhi rendahnya kinerja manajerial BUMN manufaktur.
Selain faktor lain berpengaruh terhadap
keefektifan pengendalian mutu, juga hubungan perusahaan dengan pemasok, budaya organisasi, dan etika bisnis berpengaruh terhadap kinerja manajerial. Masih ada faktor lain yang mempengaruhi kinerja manajerial yang tidak diteliti seperti kualitas audit intern (Tugiman, 2000). Koefisien jalur secara parsial pengaruh komitmen pimpinan puncak (X1) terhadap kinerja manajerial (Z) sebesar 0,324, persepsi manajer divisi (X2) terhadap kinerja manajerial (Z) sebesar 0,406, penerapan pilar dasar TQM (X3) terhadap kinerja manajerial (Z) sebesar 0,311, dan keefektifan pengendalian biaya mutu (Y) terhadap kinerja manajerial sebesar 0,320. Berarti hipotesis HA2 diterima. Dengan demikian komitmen pimpinan puncak(X1), persepsi manajer divisi (X2), penerapan pilar dasar TQM (X3), dan keefektifan pengendalian biaya mutu (Y) secara parsial berpengaruh positip terhadap kinerja manajerial (Z). Berdasarkan nilai koefisien jalur dari perhitungan dengan SPSS, diagram jalur dapat disajikan pada Gambar 4.
Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC01- 21
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Pyε1
X1
0,482 0,022
Pzε2
Pzx1 =0,324
0,422
0,489
Y 0,035
X2
0,557
Pzy = 0,320
Z
Pzx2= 0,406 0,499
0,010
Pzx3 = 0,311
X3
Gambar 4 Struktur 3: Implikasi Komitmen Pimpinan Puncak, Persepsi Manajer Divisi, Penerapan Pilar Dasar Total Quality Management, dan Keefektifan Pengendalian Biaya Mutu Terhadap Kinerja Manajerial Dilihat dari Tabel 7 besarnya pengaruh total secara parsial dapat diketahui bahwa komitmen pimpinan puncak, persepsi manajer divisi mengenai TQM, penerapan pilar dasar TQM, dan keefektifan pengendalian biaya mutu terhadap kinerja manajerial, masing-masing adalah 17,47%, 20,98%, 16,23% dan 21,38%. Ini berarti bahwa kinerja manajerial hanya mapu menjelaskan 17,47% komitmen pimpinan puncak, 20,98% persepsi manajer divisi mengenai TQM, 16,23% penerapan pilar dasar TQM, dan 21,38% keefektifan pengendalian biaya mutu. Hal ini menunjukkan pengaruh total keefektifan pengendalian biaya mutu terhadap kinerja manajerial, mempunyai pengaruh yang paling besar. Dari analisis data tersebut dilihat dari besarnya pengeruh langsung dan tidak langsung yang terdapat pada Tabel 7 menunjukkan, bahwa pengaruh langsung yang paling besar adalah variabel persepsi manajer divisi terhadap kinerja manajerial sebesar 16,48%, sedangkan pengaruh tidak langsung yang paling besar yang terdapat pada Tabel 7 adalah keefektifan pengendalian biaya mutu adalah 6,68% + 4,46% sebesar 11,14%.
Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC01- 22
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Tabel 7 Hasil Analisis Koefisien Jalur Berdasarkan Besarnya Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Serta Koefisien Determinasi Variabel Eksogen (Xi dan Y) Terhadap Kinerja Manajerial (Z) Vari-
Uraian
abel
Pengaruh
Pengaruh
Total
Langsung
Tidak
(%)
(%)
Langsung (%)
X1
ke Z
: (0,324)2
10,50
melalui X2 ke Z : (0,324 x 0,022 x
0,29
0,406)100% melalui X3 ke Z : (0,324 x 0,00
x
0,00
0,311)100% melalui Y ke Z : (0,324 x 0,644 x
6,68
17,47
0,320)100% X2
Ke Z
: (0,406)2
16,48
melalui X1 ke Z : (0,406 x 0,022 x
0,29
0,324)100% melalui X3 ke Z : (0,406 x 0,00 x
0,00
0,311)100% melalui Y ke Z : (0,406 x 0,342 x
4,21
20,98
0,320)100% X3
ke Z
: (0,311)2
9,67
melalui X1 ke Z : (0,311 x 0,035 x
0,35
0,324)100% melalui X2 ke Z : (0,311 x 0,010 x
0,13
0,406)100% melalui Y ke Z : (0,311 x 0,611 x
6,08
16,23
0,320)100% Y
ke Z
: (0,320)2
10,24
melalui X1 ke Z : (0,320 x 0,644 x
6,68
0,324)100% melalui X2 ke Z : (0,320 x 0,343 x Bridging the Gap between Theory and Practice
4,46 MAC01- 23
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 0,406)100% melalui X3 ke Z : (0,320 x 0,00 x
0,00
21,38
0,311)100% Sub Total
46,89
29,17
Koefisien determinasi: R2z (x1, x2, x3, y )
76,06
Pengaruh variabel lain yang tidak diteliti terhadap Z (ε2)
23,94
Total
100,00
Interpretasi hasil penelitian ini adalah untuk peningkatan kinerja manajerial yang dilakukan pimpinan puncak pada
BUMN manufaktur lebih dominan
memperhatikan peningkatan pemahaman manajer divisi mengenai TQM, sehingga dapat meningkatkan persepsi manajer divisi. Persepsi manajer divsi mengenai TQM yang semakin baik secara langsung akan mendorong keefektifan pengendalian biaya mutu dan kinerja manajerial semakin baik. Oleh karena itu perbaikan sistem biaya mutu semakin baik, maka upaya mencegah kerusakan dan mengeliminasi pemborosan yang tidak bernilai pada pelanggan semakin dapat dihindari.
Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC01- 24
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 5 Simpulan dan Saran
5.1 Simpulan Hubungan antara komitmen pimpinan puncak, persepsi manajer divisi mengenai TQM, dan penerapan pilar dasar TQM masih sangat rendah. Hal ini menunjukkan tidak terdapat hubungan antara komitmen pimpinan puncak, persepsi manajer divisi mengenai TQM dan penerapan pilar dasar TQM pada BUMN manufaktur di Indonesia. Secara simultan dan parsial
komitmen
pimpinan
puncak,
persepsi
manajer divisi mengenai TQM, dan penerapan pilar dasar TQM berpengaruh terhadap keefektifan pengendalian biaya mutu. Hal ini menunjukkan bahwa keefektifan pengendalian biaya mutu semakin baik apabila komitmen pimpinan puncak,
persepsi manajer divisi mengenai TQM, dan penerapan pilar dasar
TQM semakin ditingkatkan. Secara parsial pengaruh langsung dominan adalah persepsi manajer divisi mengenai TQM dan pengaruh tidak lansung dominan adalah komitmen pimpinan puncak terhadap keefektifan pengendalian biaya mutu. Berarti semakin baik komitmen pimpinan puncak mengenai TQM, maka persepsi manajer divisi mengenai TQM menggunakan pengetahun sebelumnya mengenai TQM semakin baik. Secara simultan dan parsial bahwa komitmen pimpinan puncak, persepsi manajer divisi mengenai TQM, penerapan pilar dasar TQM dan keefektifan pengendalian biaya mutu berpengaruh terhadap kinerja manajerial. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja manajerial semakin baik apabila komitmen pimpinan puncak, persepsi manajer divisi mengenai TQM, penerapan pilar dasar TQM, dan keefektifan pengendalian biaya mutu semakin ditingkatkan. Secara parsial implikasi langsung dominan adalah persepsi manajer divisi mengenai TQM dan implikasi tidak langsung dominan adalah keefektifan pengendalian biaya mutu terhadap kinerja manajerial. Berarti persepsi manajer divisi mengenai TQM konsisten
penggunakan
pengetahuan
sebelumnya
untuk
meningkatkan
keefektifan pengendalian biaya mutu, dan secara tidak langsung keefektifan pengendalian biaya mutu memberikan implikasi dominan terhadap kinerja manajerial.
Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC01- 25
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 5.2 Saran Operasional Untuk meningkatkan perbaikan mutu secara berkelanjutan diperlukan hubungan komunikasi yang baik antara atasan dengan bawahan, demikian juga sesama manajer.
Komunikasi yang baik dikembangkan melalui pendekatan
budaya
kearah
organisasi
yang
lebih
kondusif,
sehingga
faktor-faktor
penghambat perubahan seperti lemahnya hubungan kerjasama manajemen pada tingkat fungsional, yaitu komunikasi yang buruk di antara fungsi organisasi, serta sikap pimpinan puncak yang memperlakukan stafnya seolah-olah tidak mampu berpikir bisa diatasi. Disarankan
kepada
manajemen untuk menerapkan sistem biaya mutu
lebih baik lagi, karena masih ada BUMN manufaktur belum seluruhnya mengimplementasikan pelaporan biaya mutu, baik secara harian, mingguan, bulanan dan akhir periode akuntansi. Padahal laporan biaya mutu ini dapat digunakan sebagai informasi perbaikan dini, karena sistem biaya mutu akan membantu usaha-usaha peningkatan mutu investasi secara berkelanjutan (Bottorf, 1997).
5.3 Saran Pengembangan Ilmu Mengingat keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu hanya meneliti pengaruh komitmen pimpinan puncak, dan persepsi manajer divisi, penerapan pilar dasar TQM terhadap keefektifan pengendalian biaya mutu, dan implikasinya terhadap kinerja manajerial saja, maka bagi peneliti selanjutnya diharapkan lebih mengembangkan penelitian ini dengan meneliti pengaruh faktor lain seperti, faktor hubungan perusahaan dengan pemasok (Suardi, 1990), budaya organisasi (Flowman, 1990), etika bisnis (Priyanto, 2001), dan kualitas audit intern (Tugiman, 2000) demikina juga implikasinya terhadap kinerja manajerial.
Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC01- 26
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 REFERENSI Aranya N. & Ferris, K.R.,
1984. Recxamination of Accountan Organizational
Profesional Conflict, The Accounting Review, Vol. 59 (1), 1-12. Bottorf, Dean L, 1997. COQ System: The Right Shuff, Journal of Quality Progress, Maret. Choi, T, Y. & Behling O. C., 1997. Top Managers and TQM Succes: One More Look After All These Year, Academy Of Management Executive, Vol. 2 (1), 37-47. Creech, Bill, 1996, Lima Pilar TQM (Alih bahasa oleh Sindoro, A.) Jakarta: Binarupa Aksara. Eston, G.S. & Jorrell S.L., 1998. The Effect of TQM on Corporate Performances: An Empirical Investigation, Journal of Business, Vol. 71, 235-307. Flynn, Barbara B. & Roger G. Schroeder & S. Sakakibara., 1995. The Impact of Quality Management Practices on Performance and Competitive Advantage, Decision Science, Vol. 26 (5), 659-691 Gaspersz, Vincent, 2002. Manajemen Bisnis Total, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Goetsch, D.D. & S. Davis, 1994. Introduction to Total Quality: Quality, Productivity, Competitiveness. Englewood, Cliffs, N. J.: Prentice Hall International, Inc. Handoko, Hani & Tjiptono F., 1997. Kepemimpinan dan Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Lingkungan Organisasi TQM, Kinerja, Vol. 2 (3),1–12. Hendricks, K. B. & Singhal VR, 1996. Quality Awards and The Market Value of The Firm: An Empirical Investigation, Management Sciense, Vol. 42, 415-436 Hansen, Don R & Maryanne M. Mowen, 2006. Management Accounting, 7th edition, Singapore: South Western of Thomson Learning. Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC01- 27
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Juran, J.M., 1989. Juran on Leadership for Quality, New York: The Free Press. Kenangsari,
Ani
2002.
Dimensi
Biaya
Kualitas
Sebagai
Faktor
Yang
Mempengaruhi Peningkatan Produktivitas, Jurnal Akuntansi & Manajemen, Vol. 1, 12 – 28. Khim Ting Sim & Larry N. Killough, 1998. The Performance Effect of Complementaris Between Manufacturing Practice and Management Accounting
Systems,
Journal
Of
Management
Accounting
Research, Vol. 10, 325-345. Kurnianingsih, Retno & Nur Indriantoro, 2001. Pengaruh Sistem Pengukuran Kinerja dan Sistem Penghargaan terhadap Keefektifan Penerapan Teknik TQM: Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur di Indonesia, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, IAI Kompartemen Akuntan Pendidik, Vol 4 (1), 28-43 Lowery, C. M. & A. Nicholas, H. Beadles & James B Carpenter, 2000. TQM’s Human Resource Component, Quality Progress. The American Society for Quality, Wiscousin: Vol 33 (2), 55 – 59. Mears, Peter, 1993. “How to Stop Talking About and Begin Progress Towards Total Quality Management. “ Business Horizon (Mei-Juni). Masaaki Imai, 2001. KAIZEN (Ky’zen), Kunci Sukses Jepang Dalam Persaingan, Seri Manajemen Operasi No 6: PPM. Matlin, M. W., 1994. Cognition, 3th Edition., New York: Ted Buchhold, p. 26-45 Noronha, Carlos, 2003. National Culture and Total Quality Management: Empirical Assessment of a Theoretical Model, The TQM Magazine, Vol. 15, 351-355. Plowman, B., 1990. Management Behaviour, TQM Magazine, Vol. 2, 217-219 Pradiansyah, A., 1998. Corporate Restructuring: Mempertimbangkan Faktor Manusia, Usahawan, Vol. 27, 15-18 Priyanto, Agus, 2001. Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), E-mail:
[email protected].
Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC01- 28
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Robbins, Stephen P. & Timothy A. Judge, 2007. Organizational Bihavior,12th, New Jersey: Pearson Educational Inc. Roth, H., & W.J. Morse, 1983. “Let’s Help Measure and Report Quality Costs”. Management Accounting, Vol. 65. Sekaran, Uma, 2004. Research Method of Business, New York: John Wiley & Son, Inc. Sevila, et al., 1997. Revised Edition, Reseach Methods, Rex Printing Company, Manila Shea, John, & David Gobeli, 1995. “TQM: The Experiences of Ten Small Business”, Business Horizons, Vol. 2, 60-61 Suardi, Rudi, 2001. Sistem Manajemen Mutu: ISO 9000:2000, Penerapannya Untuk Mencapai TQM, Seri Manajemen Operasi No. 10. Jakarta: Penerbit PPM. Tan & Hunter, 2002. The Repertory Girl Technique: A Method for Study of Cognition in Information System, MIS Quarterly, Vol. 20, 75-89 Terziovski Mile &
Samson Danny, 1999. The Relationship Beetween Total
Quality Management Practices and Operational Performance. Journal of Operation Management, Vol. 17, 393-409. Tugiman, Hiro, 2000. Pengaruh Peran Auditor Internal Serta Faktor-Faktor Pendukung Terhadap Peningkatan Pengendalian Internal dan Kinerja Perusahaan. Disertasi Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung. Wentzel, Kristin, 2002. The Influence of Fairness Perceptions and Goal Commintment on Managers’ Performance in a Budget Stting, Behavioral Research in Accounting, Vol. 14, 247-271.
Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC01- 29
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 INTENSITAS KOMPETISI PASAR DAN BUDGET EMPHASIS PADA HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI DAN SENJANGAN ANGGARAN
Yulius Kurnia Susanto Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Trisakti (Trisakti School of Management)
[email protected] [email protected]
[email protected]
Abstract
The research examines the intensity of market competition and budget emphasis on the relationship between budgetary participation and slack. Forty four managers from hotel industry in Jakarta had participated in the research. The collecting data used a questionnaire survey via electronic-mail. Data were analyzed using a two-way analysis of variance. The results showed that the relationship between budgetary participation and slack were dependent on the intensity of market competition and budget emphasis. Under low levels of the intensity of market competition, budgetary participation had a positive effect on budgetary slack, but under high levels it had a negative effect. The higher budget emphasis, the more positive was the relationship between budgetary participation and slack.
Keywords: Intensity of market competition, budget emphasis, budgetary participation and slack.
Bridging the Gap between Theory and Practice
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 PENDAHULUAN Perubahan-perubahan terjadi dalam lingkungan bisnis yang meliputi perubahan teknologi produksi dan teknologi informasi serta globalisasi mengakibatkan organisasi untuk terus berkembang dalam mencapai tujuan organisasi di tengah-tengah persaingan bisnis yang semakin ketat. Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut managemen organisasi untuk mampu menjamin usaha organisasi berjalan dengan baik, tetap bertahan dan terus berkembang. Salah satu cara agar managemen dapat mencapai hal tersebut adalah menyusun, mengendalikan, melaksanakan dan mengevalusi anggaran organisasi. Anggaran disusun sebagai alat perencanaan, alat memfasilitasi komunikasi, pengalokasian sumber daya, alat kontrol laba dan operasi dan alat evaluasi kinerja dan pemberian insentif (Hilton 1997). Proses penyusunan anggaran harus mampu menanamkan rasa sense of commitment bagi penyusun. Apabila anggaran tidak berhasil tercapai, maka anggaran hanya sekedar rencana belaka tanpa ada rasa tanggung jawab. Penelitian tentang anggaran telah berkembang terkait dengan berbagai bidang diantaranya ekonomi, psikologi, sosial dan politik (Syakhroza 2003). Penelitian tentang perilaku anggaran banyak mengacu pada premis Argyis tentang partisipasi anggaran (budgetary participation). Partisipasi anggaran adalah proses yang menggambarkan individu-individu terlibat dalam penyusunan anggaran dan mempunyai pengaruh terhadap target anggaran dan perlunya penghargaan atas pencapaian target anggaran tersebut (Brownell 1982). Proses penyusunan anggaran melibatkan banyak pihak, mulai dari managemen tingkat atas sampai managemen tingkat bawah. Anggaran mempunyai dampak langsung terhadap perilaku manusia (Siegel dan Marconi 1989), terutama bagi orang yang langsung terlibat dalam penyusunan anggaran. Untuk menghasilkan sebuah aggaran yang efektif, manager membutuhkan kemampuan untuk memprediksi masa depan, dengan mempertimbangkan berbagai faktor, seperti lingkungan persaingan dan partisipasi. Masalah yang sering muncul dari adanya keterlibatan manager tingkat bawah dalam
Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC02-1
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 penyusunan anggaran adalah penciptaan senjangan anggaran (budgetary slack), yaitu manager bawahan memberikan perkiraan yang bias kepada atasannya. Hasil penelitian-penelitian sebelumnya, yang menguji hubungan antara partisipasi dan senjangan anggaran menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Penelitian yang dilakukan Camman (1976), Dunk (1993), Merchant (1985) dan Onsi (1973) menunjukkan bahwa partisipasi dalam anggaran mengurangi jumlah senjangan anggaran karena adanya komunikasi yang baik antara manager atasan
dan
bawahan
sehingga
mengurangi
perasaan
tertekan
untuk
menciptakan senjangan anggaran. Sedangkan Lukka (1988) dan Young (1985) menunjukkan hasil yang berlawanan. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa partisipasi dan senjangan anggaran mempunyai hubungan yang positif. Ketidakkonsistenan penelitian tersebut menurut Govindarajan (1986) memungkinkan dilakukan pendekatan kontinjensi (contingency theory) untuk mengevaluasi
ketidakpastian
berbagai
faktor
kontekstual
yang
dapat
mempengaruhi efektivitas penyusunan anggaran terhadap senjangan anggaran. Penelitian ini menggunakan variabel intensitas kompetisi pasar dan penggunaan anggaran untuk evaluasi kinerja (budget emphasis) sebagai variabel kontekstual pada hubungan antara partispasi dan senjangan anggaran.
Partisipasi dan Senjangan Anggaran Beberapa peneliti sebelumnya telah menguji hubungan partisipasi dan senjangan anggaran dari sudut pandang perspektif agensi (Baiman dan Evans 1983). Jika manager bawahan memberikan informasi yang bersifat rahasia tentang standar atau anggaran kepada atasannya maka kinerja mereka dapat dilihat dari informasi tersebut (Baiman dan Evans 1983). Manager bawahan berusaha untuk tidak memberikan informasi tersebut kepada atasannya (informasi asimetri) dengan harapan dapat menciptakan senjangan anggaran (Young 1985). Selain informasi asimetri terciptanya senjangan anggaran dapat disebabkan oleh pemberiaan penghargaan berdasarkan anggaran untuk evaluasi kinerja (Waller 1988). Peneliti lain mengatakan bahwa partisipasi dan senjangan anggaran mempunyai hubungan negatif, semakin tinggi partisipasi dalam penyusunan
Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC02-2
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 anggaran, semakin kecil senjangan anggaran. Hal ini didukung oleh Onsi (1973) yang mengatakan bahwa senjangan anggaran menurun sejak partisipasi dalam penyusunan anggaran mengarah pada komunikasi positif. Penelitian yang dilakukan Camman (1976), memberikan simpulan bahwa partisipasi anggaran mengurangi respon mempertahankan diri (defense response) seperti penciptaan senjangan anggaran.
Pendekatan Kontinjensi Banyak penelitian yang mengidikasikan hasil yang saling bertentangan mengenai hubungan antara partisipasi anggaran dan senjangan anggaran. Sebagian peneliti menyatakan bahwa dengan adanya partisipasi manager bawahan dalam proses penyusunan anggaran dapat mengurangi kecenderungan untuk menciptakan senjangan anggaran (Camman 1976, Dunk 1993, Merchant 1985 dan Onsi 1973). Hal ini terjadi karena manager bawahan membantu memberikan informasi pribadi tentang prospek masa depan sehingga anggaran yang disusun menjadi lebih akurat. Sedangkan peneliti lain (Lukka 1988 dan Young 1985) memberikan bukti empiris bahwa partisipasi anggaran justru menyebabkan manager yang berpartisipasi dalam penyusunan anggaran cenderung untuk melakukan senjangan anggaran. Oleh karena itu perlu menggunakan pendekatan-pendekatan lain dalam melihat hubungan kedua variabel tersebut. Pendekatan lain tersebut meliputi penggunaan model keagenan atau dengan menggunakan berbagai faktor kontinjensi sebagai prediksi adanya senjangan anggaran (Govindarajan 1986). Pengenalan teori kontinjensi pada bidang teori organisasi telah memberikan kontribusi pada pengembangan akuntansi managemen terutama dalam menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi senjangan anggaran. Pendekatan kontinjensi banyak menarik minat peneliti (seperti Nouri dan Parker 1996, Dunk 1993 dan Govindarajan 1986) karena mereka ingin mengetahui apakah partisipasi manager bawahan dalam penyusunan anggaran akan selalu berpengaruh sama terhadap senjangan anggaran pada setiap kondisi atau tidak. Dengan berdasarkan pada pendekatan kontinjensi tersebut, ada dugaan bahwa
Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC02-3
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 terdapat faktor-faktor kontekstual yang saling berinteraksi selaras dengan kondisi tertentu yang dihadapi.
Intensitas kompetisi pasar pada hubungan antara partisipasi anggaran dan senjangan anggaran Penelitian yang menguji pengaruh ketidakpastian (seperti intensitas kompetisi pasar) atas sistem pengendalian managemen telah banyak dilakukan, terutama dihubungkan dengan berbagai dimensi sistem penganggaran, seperti partisipasi (Govindarajan 1986), penyusunan sasaran anggaran (Hirst 1981) dan kinerja managerial (Gul dan Chia 1994). Menurut Ikhasan dan Ane (2007) hubungan antara partisipasi dan senjangan anggaran adalah positif dalam kondisi ketidakpastian (seperti intensitas kompetisi pasar) yang rendah. Seorang manager bawahan yang berpartisipasi dalam menyusun anggaran dan menghadapi intensitas kompetisi pasar kurang ketat, mudah menciptakan senjangan anggaran, karena mereka mampu mengatasi ketidakpastian dan memprediksi masa mendatang. Sebaliknya, semakin ketat intensitas kompetisi pasar, semakin sulit untuk memprediksi masa depan dan menciptakan senjangan anggaran. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut: H1: Kurang ketatnya intensitas kompetisi pasar menyebabkan manager bawahan yang berpartisipasi dalam penyusunan anggaran dapat menciptakan senjangan anggaran. Penggunaan anggaran untuk evaluasi kinerja (budget emphasis) pada hubungan antara partisipasi anggaran dan senjangan anggaran Schiff dan Lewin (1970) menyatakan bahwa manager bawahan menciptakan senjangan anggaran karena dipengaruhi oleh keinginan dan kepentingan pribadi sehingga akan memudahkan pencapaian target anggaran, terutama jika penilaian kinerja manager ditentukan berdasarkan pencapaian anggaran (budget emphasis). Upaya ini dilakukan dengan menentukan pendapatan yang terlalu rendah dan biaya yang terlalu tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Lukka (1988) dan Susanto (2007) yang menyebutkan bahwa manager bawahan yang kinerjanya dievaluasi dengan informasi akuntansi
Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC02-4
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 seperti anggaran dan ikut serta dalam penyusunan anggaran maka terbuka kesempatan
bagi
manager
bawahan
untuk
melakukan
perilaku
yang
menyimpang seperti menciptakan senjangan anggaran. Jika pemberian reward kepada manager bawahan berdasarkan pada pencapaian anggaran, maka hubungan antara partisipasi anggaran dan senjangan anggaran adalah positif. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai kerikut: H2: Tingginya budget emphasis menyebabkan manager bawahan yang berpartisipasi dalam penyusunan anggaran dapat menciptakan senjangan anggaran.
Model penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut: Intensitas Kompetisi Pasar Partisipasi Anggaran
Senjangan Anggaran Budget Emphasis
Gambar 1 Intensitas kompetisi pasar dan budget emphasis pada hubungan antara partisipasi anggaran dan senjangan anggaran
METODA PENELITIAN Pemilihan Sampel dan Pengumpulan Data Sampel penelitian diambil dari industri Perhotelan di Jakarta, yang mana Kota tersebut untuk perkembangan industri Perhotelan sangat pesat dan tingkat persaingannya sangat ketat. Alasan menggunakan industri Perhotelan adalah (1) fenomena senjangan anggaran bisa terjadi pada tiap jenis organisasi (Moore et al. 2000), (2) karakteristik bisnis industri Perhotelan adalah pelayanan pribadi dan kontrak langsung antara manager Perhotelan dan karyawan dengan pelanggan (Mia 2001). Industri Perhotelan diambil dari daftar Indonesian Capital Market Directory (ICMD) tahun 2007 secara purposive. Purposive sampling digunakan karena informasi yang akan diambil berasal dari sumber yang sengaja dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan peneliti (Sekaran 2003). Kriteria
Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC02-5
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 pemilihan sampel yaitu industri Perhotelan yang minimal berskala bintang tiga dan mereka memiliki cabang minimal pada setiap kota-kota besar di Indonesia. Penelitian ini menggunaan internet untuk pengumpulan data dengan jalan menyebarkan kuisioner melalui electronic-mail dan pernah dipraktikkan dalam penelitian Achyari (2000). Jumlah kuisioner yang dikirimkan kepada responden sebanyak lima ratus, kuisioner yang sampai sebanyak empat ratus empat puluh delapan dan yang direspon sebanyak lima puluh lima.
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Partisipasi Anggaran Partisipasi anggaran adalah tingkat keterlibatan dan pengaruh individu dalam penyusunan anggaran (Brownell 1982). Partisipasi anggaran meliputi beberapa pertanyaan mengenai hal-hal yang dapat mempengaruhi partisipasi manager dalam penyusunan anggaran. Instrumen ini sama dengan yang digunakan oleh Milani (1975). Setiap responden diminta menjawab enam item instrumen dengan tujuh poin skala likert untuk mengukur tingkat partisipasi dan pengaruh serta kontribusi responden dalam membuat anggaran. Intensitas Kompetisi Pasar Intensitas kompetisi pasar didefinisikan sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat persaingan yang diukur dari jumlah pesaing utama yang beroperasi dalam pasar, frekuensi tingkat perubahan teknologi dalam industri, frekuensi pengenalan produk baru, tingkat pemotongan harga, berbagai rangkaian kesepakatan dengan pelanggan jika dibandingkan dengan pesaing, perubahan kebijakan pemerintah dan pengurangan tarif seperti pajak, intensitas kompetisi harga, intensitas kompetisi produk (differentiation), promosi produk dan saluran distribusi (Khandawalla 1972, Chong et al. 2001). Variabel ini diukur dengan menggunakan instrumen yang yang dikembangkan oleh Chong et al. (2001) yang diadopsi dari Mia dan Clarke (1999) dan penelitian Khandawalla (1972). Instrumen ini berisi empat pertanyaan menyangkut intensitas kompetisi pasar dengan menggunakan tujuh poin skala likert. Instrumen untuk mengukur intensitas kompetisi pasar yang dikembangkan oleh Chong et al. (2001) pernah digunakan oleh Susanto dan Gudono (2007).
Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC02-6
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Budget Emphasis Budget emphasis adalah penilaian kinerja manager berdasarkan pencapaian anggaran. Variabel budget emphasis yang digunakan dalam penelitian ini pernah digunakan oleh Hirst (1983) dan Saleke (1994). Budget emphasis yang digunakan oleh Hirst (1983) berbeda dengan yang digunakan Hoopwood (1972), Otley (1978) dan Brownell (1982). Budget emphasis yang digunakan oleh ketiga peneliti tersebut hanya sesuai untuk sektor industri manufaktur. Sedangkan budget emphasis yang digunakan Hirst (1983) dan Saleke (1994) dapat digunakan pada manager-manager bukan industri manufaktur. Pengukuran budget emphasis yang digunakan Hirst (1983) dan Saleke (1997) terdiri dari lima item instrumen dengan tujuh poin skala likert untuk mengetahui sampai sejauh mana kinerja manager yang dapat dilihat dari data kuantitatif. Senjangan Anggaran Senjangan anggaran dilakukan dengan meninggikan biaya atau menurunkan pendapatan dari yang seharusnya, supaya anggaran mudah dicapai (Merchant 1981). Penentuan ukuran senjangan anggaran mengacu pada penelitian Nouri dan Parker (1996) yang menggunakan asumsi bahwa senjangan anggaran dan kecenderungan manajer untuk menciptakan senjangan anggaran berhubungan erat. Item-item pertanyaan yang dipakai dalam pengukuran senjangan anggaran menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Onsi (1973) dengan empat item pertanyaan dengan tujuh poin skala likert dan telah digunakan peneliti lain seperti Nouri dan Parker (1996), Govindarajan (1986) dan Merchant (1985).
Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas bertujuan untuk memastikan bahwa masing-masing pertanyaan akan terklarifikasi pada variabel-variabel yang telah ditentukan. Butirbutir pertanyaan akan mempunyai validitas tinggi apabila pertanyaan-petanyaan tersebut
dapat
mengukur
apa
yang
seharusnya
diukur.
Uji
validitas
menggunakan analisis faktor dengan tujuan untuk mengetahui kevalidan butirbutir pertanyaan untuk masing-masing variabel atau untuk mengetahui validitas
Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC02-7
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 konstruk (Chenhall dan Morris 1986). Masing-masing instrumen diharapkan memiliki nilai Kaiser’s MSA (Measure of sampling adequacy) lebih dari 0,5 sehingga data yang dikumpulkan dapat dikatakan tepat untuk analisis faktor (Rustiana 2000). Nilai eigenvalue-nya lebih dari satu dan masing-masing butir pertanyaan dari setiap variabel diharapkan memiliki factor loading lebih dari 0,4 sesuai dengan rule of thumb. Uji reliabilitas atau konsistensi internal bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengukuran yang telah dilakukan dalam penelitian ini dapat dipercaya atau diandalkan. Konsistensi hasil pengukuran mengindikasikan bahwa instrumen tersebut dapat bekerja dengan baik pada waktu yang berbeda dan situasi yang berbeda (Cooper dan Schindler 2003). Uji reliabilitas dilakukan dengan cara menghitung nilai cronbach alpha dari masing-masing instrumen dalam suatu variabel. Nilai cut off untuk menentukan reliabilitas suatu instrumen adalah nilai cronbach alpha lebih dari 0,5 (Nunnally 1967). Hasil uji validitas dan reliabilitas menunjukan bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini valid (akurat) dan reliabel (dapat diandalkan) yang dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut: Tabel 1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Koefisie Variabel
n
Kaiser’s
Cronbac
MSA
Factor Loading
h Alpha Partisipasi Anggaran
0,9237
0,876
0,771-0,953
0,8063
0,727
0,383-0,908
Budget Emphasis
0,8152
0,805
0,647-0,866
Senjangan Anggaran
0,6789
0,700
0,438-0,819
Intensitas Kompetisi Pasar *
*
Ada satu item pertanyuaan yang didrop karena memilki dua factor loading lebih dari 0,4
Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC02-8
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 HASIL PENELITIAN Tabel 2 menunjukan statistika deskriptif sebagai berikut: Tabel 2 Statistika Deskriptif
Variabel Partisipasi Anggaran
Mean
Standard Deviation
3,9583
1,3664
4,5966
0,9734
Budget Emphasis
4,7045
1,2806
Senjangan Anggaran
3,5625
1,1997
Intensitas Kompetisi Pasar
Actual
Theoretical
Range
Range
4,1667
1-6,33
1-7
4,7500
1,88-
Median
5,88
1-7
4,9000
1,2-6,6
1-7
3,7500
1-5,25
1-7
Dari lima puluh lima kuisioner yang dapat diolah sebanyak empat puluh empat kuisioner dan sisanya sebelas kuisioner didrop karena pengisian kuisioner yang tidak lengkap. Para responden menjawab instrumen tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat dilihat dari nilai mean yang tidak terlalu jauh dari nilai median. Variabel senjangan anggaran memiliki nilai actual range yang tidak terlalu jauh antara satu dan lima koma dua puluh lima dan berdistribusi normal (Kolmogorov-Smirnov Z 0,944 sig. 0,335). Untuk
menginterpretasikan
hasil
signifikansi
interaksi
dua
arah,
partisipasi anggaran dan intensitas kompetisi pasar, keduanya didikotomisasi berdasarkan nilai median-nya untuk mendapatkan empat subsampel terpisah dari senjangan anggaran. Pengujian yang menggunakan ANOVA harus memenuhi asumsi bahwa variabel dependen memiliki variansi yang sama dalam setiap grup yang dibentuk oleh variabel independen kategori (homogeneity of variance). Untuk menguji homogeneity of variance menggunakan uji levene’s test menunjukan bahwa nilai F3,40 sebesar 2,538 dan tidak signifikan pada p-value 0,05 (p=0,07) yang berarti bahwa asumsi ANOVA terpenuhi. Hasil pengujian hipotesis satu terlihat pada interaksi antara partisipasi anggaran dan intensitas kompetisi pasar yang bernilai positif (F=4,895) dan signifikan pada p-value di bawah 0,05 (p=0,033) yang terlihat pada Tabel 3 sehingga hipotesis satu terdukung. Terdukungnya hipotesis satu menunjukan
Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC02-9
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 bahwa saat intensitas kompetisi pasar kurang ketat, manager bawahan yang berpartisipasi dalam penyusunan anggaran mudah menciptakan senjangan anggaran. Sebaliknya, saat intensitas kompetisi pasar ketat, manager bawahan yang berpartisipasi dalam penyusunan anggaran sulit menciptakan senjangan anggaran (lihat nilai mean senjangan anggaran pada grup 3 lebih besar daripada grup 4, yaitu 3,722>3,428 lihat Tabel 4). Hasil pengujian hipotesis satu mengindikasikan bahwa semakin rendah intensitas kompetisi pasar, semakin mudah manager bawahan yang berpartisipasi dalam penyusunan anggaran untuk menciptakan senjangan anggaran. Perbedaan gender pada manager tidak mempengaruhi hasil peneltian terlihat pada nilai F=3,81 dengan sig. 0,058.
Tabel 3 Tests of Between-Subjects Effects (intensitas kompetisi pasar)
Pengaruh
df
Mean Square
F-Ratio
p-value
Konstanta
1
60,702
49,511
0,000
Gender
1
4,671
3,810
0,058
Partisipasi anggaran
1
0,004
0,004
0,952
1
1,285
1,048
0,312
1
6,002
4,895
0,033
Corrected model
4
3,519
2,870
0,035
Error
39
1,226
-
-
Total
44
-
-
-
Intensitas kompetisi pasar Informasi SAM x Intensitas kompetisi pasar
Adjusted R2= 0,148
Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC02-10
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Tabel 4 Nilai rata-rata, deviasi standar dan frekuensi senjangan anggaran untuk partisipasi anggaran yang tinggi/rendah dan intensitas kompetisi pasar yang tinggi/rendah
Partisipasi
Intensitas kompetisi
Intensitas kompetisi
pasar rendah
pasar tinggi
(Grup 1) Ybs = 2,9000
(Grup 2) Ybs = 4,2045
SYbs = 1,1498
SYbs = 0,9670
n = 10
n = 11
anggaran yang rendah
Partisipasi
(Grup 3) Ybs = 3,722
anggaran yang tinggi
(Grup 4) Ybs = 3,428
SYbs = 1,1621
SYbs = 1,2535
n=9
n = 14
bs = senjangan anggaran
Untuk partisipasi
menginterpretasikan
anggaran
dan
hasil
budget
signifikansi
emphasis,
interaksi
keduanya
dua
arah,
didikotomisasi
berdasarkan nilai median-nya untuk mendapatkan empat subsampel terpisah dari senjangan anggaran. Pengujian yang menggunakan ANOVA harus memenuhi asumsi bahwa variabel dependen memiliki variansi yang sama dalam setiap grup yang dibentuk oleh variabel independen kategori (homogeneity of variance). Untuk menguji homogeneity of variance menggunakan uji levene’s test menunjukan bahwa nilai F3,40 sebesar 0,137 dan tidak signifikan pada p-value 0,05 (p=0,938) yang berarti bahwa asumsi ANOVA terpenuhi. Hasil pengujian hipotesis dua terlihat pada interaksi antara partisipasi anggaran dan budget emphasis yang bernilai positif (F=7,472) dan signifikan pada p-value di bawah 0,05 (p=0,009) yang terlihat pada Tabel 5 sehingga hipotesis dua terdukung. Terdukungnya hipotesis dua menunjukan bahwa saat budget
emphasis
tinggi,
manager
bawahan
yang
berpartisipasi
dalam
penyusunan anggaran cenderung untuk menciptakan senjangan anggaran. Sebaliknya,
saat
budget
emphasis
rendah,
Bridging the Gap between Theory and Practice
manager
bawahan
yang
MAC02-11
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 berpartisipasi dalam penyusunan anggaran cenderung untuk tidak menciptakan senjangan anggaran (lihat nilai mean senjangan anggaran pada grup 4 lebih besar daripada grup 3, yaitu 3,953>2,607 lihat Tabel 6). Hasil pengujian hipotesis dua mengindikasikan bahwa semakin tinggi budget emphasis, semakin tinggi manager bawahan yang berpartisipasi dalam penyusunan anggaran untuk menciptakan senjangan anggaran. Perbedaan gender pada manager tidak mempengaruhi hasil peneltian terlihat pada nilai F=3,531 dengan sig. 0,068.
Tabel 5 Tests of Between-Subjects Effects (budget emphasis) Pengaruh
df
Mean Square
F-Ratio
p-value
Konstanta
1
52,576
44,929
0,000
Gender
1
4,132
3,531
0,068
Partisipasi anggaran
1
0,192
0,164
0,687
budget emphasis
1
0,324
0,277
0,601
1
8,743
7,472
0,009
Corrected model
4
4,063
3,472
0,016
Error
39
1,170
-
-
Total
44
-
-
-
Informasi SAM x budget emphasis
Adjusted R2= 0,187
Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC02-12
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Tabel 6 Nilai rata-rata, deviasi standar dan frekuensi senjangan anggaran untuk partisipasi anggaran yang tinggi/rendah dan budget emphasis yang tinggi/rendah
Partisipasi
budget emphasis
budget emphasis
rendah
tinggi
(Grup 1) Ybs = 3,8333
(Grup 2) Ybs = 2,9583
anggaran yang rendah
Partisipasi
SYbs = 1,27709
SYbs = 0,90023
n = 15
n=6
(Grup 3) Ybs = 2,6071
anggaran yang tinggi
(Grup 4) Ybs = 3,9531
SYbs = 1,03940
SYbs = 1,04570
n=7
n = 16
bs = senjangan anggaran
Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC02-13
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN Hasil penelitian ini mendukung hipotesis satu. Penelitian ini berhasil mengkonfirmasi pendapat Ikhasan dan Ane (2007), yaitu hubungan antara partisipasi dan senjangan anggaran adalah positif dalam kondisi ketidakpastian (seperti
intensitas
kompetisi
pasar)
yang
rendah.
Hasil
temuan
ini
mengindikasikan bahwa semakin rendah intensitas kompetisi pasar, semakin mudah manager bawahan yang berpartisipasi dalam penyusunan anggaran untuk menciptakan senjangan anggaran. Dalam ketatnya persaingan bisnis, manager atasan dapat melibatkan bawahannya untuk menyusun anggaran dan kesempatan bawahan untuk melakukan senjangan anggaran adalah kecil. Hasil penelitian ini juga mendukung hipotesis dua. Penelitian ini berhasil mengkonfirmasi hasil penelitian Schiff dan Lewin (1970), Lukka (1988) dan Susanto (2007), yaitu manager bawahan yang terlibat dalam penyusunan anggaran dapat menciptakan senjangan anggaran karena dipengaruhi oleh keinginan dan kepentingan pribadi sehingga akan memudahkan pencapaian target anggaran, terutama jika penilaian kinerja manager ditentukan berdasarkan pencapaian anggaran (budget emphasis). Hasil temuan ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi budget emphasis, semakin tinggi manager bawahan yang berpartisipasi dalam penyusunan anggaran untuk menciptakan senjangan anggaran. Untuk meminimalkan terjadinya senjangan anggaran, manager atasan dalam evaluasi kinerja bawahannya berdasarkan pada ketapatan antara anggaran dan realisasinya. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang mungkin dapat mengganggu hasil penelitian antara lain pertama, pengumpulan data dengan menggunakan metoda survai yang dikirimkan melalui mailing list pada yahoo groups, ada kemungkinan diisi oleh responden yang tidak diharapkan. Hal tersebut dapat menjadi kelemahan dalam penelitian ini. Kedua, pengambilan sampel penelitian yang hanya berasal dari industri Perhotelan menyebabkan kurang
bervariasinya
persepsi
sampel.
Sifat
yang
homogen
ini
akan
mempengaruhi hasil penelitian. Ketiga, manager Perhotelan yang memiliki sistem anggaran yang kurang baik ada kecenderungan untuk tidak berpartisipasi dalam penelitian ini. Hal ini terbukti dengan adanya kuisioner yang tidak direspon.
Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC02-14
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Penelitian
yang
akan
dilakukan
berikutnya
diharapkan
dapat
memperbaiki keterbatasan penelitian ini dengan mempertimbangkan beberapa faktor antara lain pertama, model penelitian dapat menjelaskan variasi senjangan anggaran sebesar 14,8% (lihat adjusted R2 untuk intensitas kompetisi pasar pada Tabel 3) dan 18,7% (lihat adjusted R2 untuk budget emphasis pada Tabel 5). Hal ini menunjukan bahwa masih ada variabel lain yang dapat menjelaskan terjadinya senjangan anggaran selain partisipasi anggaran, intensitas kompetisi pasar dan budget emphasis. Contoh variabel lain adalah information asymmetry (Dunk 1993) dan locus of control (Chong dan Eggleton 1996). Kedua, perlunya sampel yang berbeda yang tidak hanya mengambil sampel dari industri Perhotelan, tetapi juga industri jasa dan dagang. Ketiga, melakukan survai dengan wawancara langsung terhadap manager Perhotelan, sehingga dapat diperoleh responden dan tingkat respon yang benar-benar diharapkan.
Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC02-15
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Referensi: Achyari, Didi. 2000. Pemanfaatan Internet untuk Riset dan Implikasi terhadap Riset Akuntansi. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia 15 (2), pp.257267. Baiman, S. dan J.H. Evans III. 1983. Pre-Decision Information and Particpative Management Control System. Journal of Accounting Research 21, pp.371-395. Brownell, Peter. 1982. The Role of Accounting Data in Performance Evaluation, Budgetary Participation and Organizational Effectiveness. Journal of Accounting Research (spring), pp.12-27. Camman, C. 1976. Effect of The Use of Control System. Accounting, Organization and Society, 1, pp.301-313. Chenhall, R.H. dan D. Morris. 1986. The Impact of Structure, Environment, and Interdependence on Perceived Usefulness of Management Accounting Systems. The Accounting Review, Vol.61, pp.16-35. Chong, VK. dan Ian RC. Eggleton. 1996. Management Accounting Systems design and its Interaction with Task Uncertainty and Locus of control on Managerial Performance. Chong, VK., Ian RC. Eggleton dan Michele Leong. 2001. The Impact of Market Competition and Budgetary Participation on Performance and Job Satisfaction: Evidence from The Australian Banking and Financial Services Sectors. The 2000 Asian-Pacific Conference on International Accounting Issues, Beijing, China. Cooper, Donald R. dan Pamela S. Schindler. 2003. Busines Research Methods. Eight Edition, New York: McGraw-Hill Companies, Inc. Dunk, AS. 1993. The effect of Budget Emhasis and Information Asymmetry on relation between Budgetary Participation and Slack. The Accounting Review, Vol.68, No.2, April, pp.400-410. Gul, FA. dan Y.M. Chia. 1994. The Effect of Managements Accounting Systems, Perceived
Environmental
Uncertainty
and
Decentralization
on
Managerial Performance: A Test of Three-Way Interaction. Accounting Organization and Society, Vol.19, No.4/5, pp.413-426.
Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC02-16
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Govindarajan, V. 1986. Impact of Participation in the Budgetary Process on Managerial Attitudes and Performance. Universalistic and Contigency Perspective. Decision Sciences 17, pp.496-516. Hilton, Ronald W. 1997. Managerial Accounting, 4th Edition. New York: Irwin, Mc Graw Hill Companies. Hirst, MK. 1981. Accounting Information and the Evaluation of Subordinate Performance: a situational approach. The Accounting Review, pp.771784. Hirst, MK. 1983. Reliance on Accounting Performance Measures, Task Uncertainty and Dysfunctional Behavior: Some Extension. Journal of Accounting Research (autumn), pp.596-605.
Ikhsan, Arfan dan La Ane. 2007. Pengaruh Partisipasi Anggaran terhadap Senjangan Angaran dengan menggunakan lima Variabel Pemoderasi. Proceedings Simposium Nasional Akuntansi X, Unhas Makassar, 26–28 Juli, pp.1–27 Khandawalla, P. 1972. The Effect of Diffrent Types of Competition on the Use of Management Control. Journal of Accounting Research. pp.275-285. Lukka, K. 1988. Budgetary biasing in Organizations: Theoretical Framework and Empirical Evidence. Accounting, Organizations and Society. Vol.13, No.3, pp.281–301. Merchant, KA. 1981. The Design of the Corporate Budgeting system: influence on Managerial Behavior and Performance. The Accounting Review, Vol.56, No.4, pp.813 -829. Merchant, KA. 1985. Budget and the Propensity to create Budgetary Slack. Accounting, Organizations and Society, Vol.10, No.2, pp.201-210. Mia, Lokman. 2001. Superior-Subordinate Relationship, Budgetary Participation and Managerial Performance as Moderating Variables in Large Hotels: An Empirical Investigation. http:\\www.commerence.adelaide.edu.au Mia, L dan Brian Clarke. 1999. Market Competition, Management Accounting Systems and Business Unit Performance. Management Accounting Research, Vol.10. pp.137-158.
Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC02-17
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Milani, Ken. 1975. The Relationship of Participation in Budget-Setting to Industrial Supervisor Performance and Attitudes: A Field Study. The Accounting Review, pp.274–284. Moore, Walter B., Peter J. Poznanski dan Richard Kelsey. 2000. A Path Analytic Model of Municipal Budgetary Slack Behavior. Proceedings of the American Business and Behavioral Sciences, No.7 (1), pp.29-43. Nouri, Hossein dan Robert J. Parker. 1996. The Effect of Organizational Commitment on The Relation between Budgetary Participation and Budgetary Slack. Behavioral Research in Accounting, Vol.8 pp.74. Nunnally, J. 1967. Pycometric Theory. New York: McGraw-Hill. Onsi, M. 1973. Factor Analysis of Behavioral Variables affecting Budgetary Slack. The Accounting Review. July. pp.335-348. Otley, David T. 1978. Budget Use and Managerial Performance. Journal of Accounting Research (spring), Vol.16, No.1, pp.122–149. Saleke, Andang. 1994. Pengaruh Penggunaan Informasi Akuntansi dan Ketidakpastian Pekerjaan (Task Uncertainty) terhadap Prilaku Manager pada
Perusahaan
Manufaktur
di
Jawa
Timur.
Tesis
(tidak
dipublikasikan), Program Pasca Sarjana UGM, Yogjakarta. Schiff, M., dan A.Y. Lewin. 1970. The Impact of People Budgets. The Accounting Review 45, April pp.259–268. Sekaran, Uma. 2003. Research Methods for Business: A Skill-Building Approach. Fourth Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc. Siegel, Gary dan Helena R. Marconi. 1989. Behavioral Accounting. Cincinnati, Ohio: South-Western Publishing Co.
Susanto, Y.K. 2007. Pengaruh Partisipasi Anggaran dan Ketidakpastian Tugas terhadap Hubungan antara Penggunaan Informasi Akuntansi untuk Evaluasi Kinerja dan Perilaku Managerial. Proceedings the 1st Accounting Conference, Faculty of Economics Universitas Indonesia, Depok, 7–9 November, pp.1-17.
Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC02-18
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Susanto, Y.K. dan Gudono. 2007. Pengaruh Intensitas Kompetisi Pasar terhadap Hubungan antara Penggunaan Informasi Sistem Akuntansi Managemen dan Kinerja Unit
Bisnis dan Kepuasan Kerja. Jurnal Bisnis dan
Akuntansi, Vol.9, No.3, Desember, pp.177-198. Waller, W.S. 1988. Slack in Participating Budgeting: The Joint Effect of a Truthinducing Pay Scheme and Risk Preferences. Accounting, Organization and Society 13, pp.87–98. Young, S.M. 1985. Participative Budgeting: The Effect of Risk Aversion and Asymmetric Information on Budgetary Slack. Journal of Accounting Research, Vol.23, pp.829-842. Syakhroza, Akhmad. 2003. Political Games in Budgeting Process of Government Manufacturing Enterprises in Indonesia: A Qualitative Approach. Usahawan, No.5, Tahun XXXII, Mei.
Bridging the Gap between Theory and Practice
MAC02-19
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 PENGARUH JOB INSECURITY, KEPUASAN KERJA, DAN KOMITMEN ORGANISASIONAL TERHADAP KEINGINAN BERPINDAH KERJA (Studi Empiris pada Staf Pengajar Akuntansi Perguruan Tinggi Swasta Kristen se-Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta) Intiyas Utami Nur Endah Sumiwi Bonussyeani Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Abstract
Lecture is claimed to execute Tri Dharma Perguruan Tinggi such as education and learning, research, and devotion to society. In executing the job, perhaps lecture the feels uncomfortable, nervous, insecure, worry, and powerless toward continuity his of job (job insecurity). The higher of job insecurity, the lower job satisfaction and organizational commitment become, so that it causes turnover intentions. This research purpose to know the influence of job insecurity toward turnover intentions directly, the influence of job insecurity through job satisfaction and organizational commitment toward the turnover intentions. The taken sample as object research is the accounting lectures at Christian Universities of Central Java and Special District of Jogjakarta. Technical taken sample was convenience sampling, using survey method. This research uses simple regression method and multiple regressions to find out job satisfaction and organizational commitment as the intervening variable. The results of the research show that job insecurity has positively and significantly influences toward turnover intentions, and the results also show that job insecurity through job satisfaction and organizational commitment significantly and negatively influence to turnover intentions.
Keyword: job insecurity, job satisfaction, organizational commitment, and turnover intentions.
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC03- 1
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 I. Pendahuluan Perguruan tinggi swasta sebagai organisasi atau lembaga pendidikan akan menghasilkan output (lulusan) secara optimal apabila didukung oleh seluruh anggota yang terlibat di dalamnya. Staf pengajar (dosen) merupakan salah satu unsur kesuksesan proses belajar-mengajar dengan memberikan dedikasinya dalam menghasilkan lulusan yang professional, mandiri, berkualitas, dan terpercaya. Staf pengajar pada perguruan tinggi dituntut untuk melaksanakan fungsi Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat. Dalam melakukan pekerjaannya, staf pengajar kemungkinan membutuhkan rasa aman, tidak khawatir, tidak stress, tidak terancam, dan hal tersebut berdampak pada rasa puas terhadap pekerjaannya. Staf pengajar juga harus mempunyai rasa komitmen organisasional yang tinggi dalam bekerja, agar dapat berkembang searah dan seiring sejalan mewujudkan tujuan perguruan tinggi dalam pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Apabila staf pengajar tidak memiliki perasaan tersebut terhadap pekerjaannya maka tujuan perguruan tinggi sebagai institusi tidak akan tercapai, sehingga kemungkinan staf pengajar akan cenderung berkeinginan untuk mengevaluasi kelanjutan hubungan dengan perguruan tinggi yang dapat diwujudkan dalam keinginan berpindah kerja maupun tindakan nyata yaitu meninggalkan perguruan tinggi tempatnya bekerja. Keinginan berpindah kerja (turnover intentions) merupakan fenomena penting dalam kehidupan organisasi. Tingkat turnover yang tinggi akan menimbulkan dampak negatif bagi organisasi. Keinginan berpindah kerja yang tinggi, sudah banyak diteliti secara empiris pada akuntan publik, tetapi fenomena turnover intentions dapat dialami juga oleh akuntan pendidik atau staf pengajar akuntansi. Berdasarkan pengalaman pada beberapa perguruan tinggi swasta di Malang, staf pengajar yang tidak segan-segan untuk berpindah kerja yang ke tempat lain memang secara financial dan prospek lebih menjanjikan (Irawati, 2004). Para staf pengajar kurang menyadari betapa banyak kerugian yang harus ditanggung oleh perguruan tinggi yang mereka tinggalkan, padahal untuk melatih dan mendidik mereka menjadi staf pengajar yang terampil tidaklah mudah. Disamping itu juga
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC03- 2
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
dibutuhkan dana yang cukup besar dan membutuhkan waktu yang tidak singkat. Bagi perguruan tinggi yang ditinggalkan mempunyai masalah baru, seperti anggaran pengembangan sumber daya manusia dengan adanya penarikan tenaga kerja baru untuk menggantikan staf pengajar yang berpindah kerja. Biasanya staf pengajar yang meninggalkan lembaga tempatnya bekerja, mereka telah memiliki kelebihan prestasi. Selain itu mahasiswa harus menyesuaikan lagi dengan kemauan staf pengajar yang baru, dalam hal ini membutuhkan waktu dan cara-cara tersendiri. Timbulnya rasa tidak aman dan terancam pada pada staf pengajar akan menyebabkan rendahnya kepuasan kerja dan komitmen organisasional pada perguruan tinggi tempat dia bekerja. Sedangkan staf pengajar yang merasa aman dan bebas dari perasaan terancam akan mempunyai kepuasan kerja dan komitmen organisasional yang tinggi pada perguruan tinggi tersebut, maka kemungkinan lebih kecil memiliki keinginan untuk berpindah kerja atau mencari pekerjaan alternatif lain. Studi empiris pada aspek keperilakuan mengenai job insecurity, kepuasan kerja, komitmen organisasional, dan keinginan berpindah kerja pada akuntan publik sering dilakukan, namun demikian hal yang menarik adalah apakah fenomena yang terjadi pada akuntan publik juga terjadi pada akuntan pendidik, sehingga dapat masalah yang diteliti dapat dirumuskan dalam pertanyaan berikut ini: 1. Seberapa besar pengaruh faktor job insecurity terhadap keinginan berpindah kerja ? 2. Seberapa besar pengaruh faktor job insecurity melalui kepuasan kerja terhadap keinginan berpindah kerja ? 3. Seberapa
besar
pengaruh
faktor
job
insecurity
melalui
komitmen
organisasional terhadap keinginan berpindah kerja ?
II. Studi Terkait & Landasan Teori Job Insecurity Greenhalgh dan Rosenblatt (1984) mendefinisikan job insecurity merupakan ketidakberdayaan
seseorang
dalam
mempertahankan
Bridging the Gap between Theory and Practice
kesinambungan
yang
MACC03- 3
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
diinginkan dalam kondisi kerja yang terancam. Sedangkan menurut Ashford et.al., (1989), job insecurity merupakan perasaan tegang, gelisah, khawatir, stress, dan merasa tidak pasti dalam kaitannya dengan sifat dan keberadaan pekerjaan selanjutnya yang dirasakan karyawan (Ratnawati dan Kusuma, 2002). Kepuasan Kerja Locke dalam Utami (2006) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai kondisi menyenangkan atau secara emosional positif yang berasal dari penilaian seseorang atas pekerjaannya atau pengalaman kerjanya. Kepuasan kerja didefinisikan oleh Davis et.al., (1989) sebagai perasaan karyawan tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka yang merupakan hasil persepsi pengalaman selama masa kerjanya. Komitmen Organisasional Komitmen organisasional didefinisikan Aranya et.al., (1981) sebagai: (a) sebuah kepercayaan dan penerimaan terhadap tujuan-tujuan dan nilai dari organisasi, (b) sebuah kemauan untuk menggunakan usaha yang sungguh-sungguh guna kepentingan organisasi, (c) sebuah keinginan untuk memelihara keanggotaan dalam organisasi. Sedangkan menurut Luthans (1995), komitmen organisasional merupakan sikap yang mereflesikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses keberlanjutan
di
mana
organisasi
mengekspresikan
perhatiannya
terhadap
organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan. Keinginan Berpindah Kerja Keinginan
berpindah
kerja
menurut
Suwandi
dan
Indriantoro
(1999)
mencerminkan keinginan individu untuk meninggalkan organisasi dan mencari alternatif pekerjaan lain. Pasewark dan Strawser (1996) mendefinisikan keinginan berpindah kerja mengacu pada keinginan karyawan untuk mencari alternatif pekerjaan lain yang belum diwujudkan dalam bentuk tindakan nyata.
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC03- 4
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Kerangka Pemikiran dan Pengembangan Model Penelitian Hubungan Job Insecurity terhadap Keinginan Berpindah Kerja Ashford et.al., (1989) dalam Ratnawati dan Kusuma (2002), menyatakan job insecurity merupakan perasaan tegang, gelisah, khawatir, stress, dan merasa tidak pasti dalam kaitannya dengan sifat dan keberadaan pekerjaan selanjutnya yang dirasakan karyawan. Perasaan tersebut dapat menyebabkan efek terhadap keinginan pindah kerja karyawan. Greenhalgh dan Rosenblatt (1989) dalam Ratnawati dan Kusuma (1999) mendefinisikan sebagai ketidakberdayaan untuk mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam kondisi kerja yang terancam. Dengan berbagai perubahan yang terjadi dalam organisasi, karyawan sangat mungkin terancam, gelisah, dan tidak aman karena adanya perubahan untuk mempengaruhi kondisi kerja dan kelanjutan hubungan serta imbalan yang diterimanya dari organisasi. Hasil penelitian terdahulu Arnold Fieldman (1982) dalam Iriana et.al., (2004); Ameen et.al., (1995); dan Iriana et.al., (2004) pada akuntan pendidik menemukan bahwa job insecurity mempunyai hubungan positif terhadap keinginan berpindah kerja. Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Suwandi dan Indriantoro (1999) yang menunjukkan bahwa job insecurity sebagai faktor yang secara langsung mempengaruhi keinginan berpindah kerja.
Tetapi penelitian yang dilakukan
Pasewark dan Strawser (1996) melalui pengujian path analysis menemukan bahwa job insecurity bukan prediktor langsung terhadap keinginan berpindah kerja. Persepsi staf pengajar tentang berbagai ancaman terhadap aspek pekerjaan dan keseluruhan pekerjaan mengakibatkan seseorang mengevaluasi kembali hubungannya dengan organisasi. Jika staf pengajar merasakan suatu tingkat ancaman yang tinggi terhadap aspek pekerjaan dan keseluruhan pekerjaannya, maka semakin tinggi pula keinginan staf pengajar untuk berpindah kerja. Atas argumentasi dan penelitian terdahulu, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H1
:
Semakin tinggi job insecurity akan menyebabkan tingginya keinginan berpindah kerja.
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC03- 5
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Hubungan Job Insecurity melalui Kepuasan Kerja terhadap Keinginan Berpindah Kerja Locke dalam Utami (2006) menggambarkan kepuasan kerja mencerminkan kegembiraan atau sikap emosi positif yang berasal dari pengalaman kerja seseorang.
Perasaan
gembira
dari
pengalaman
kerja
seseorang
berarti
mencerminkan bahwa dirinya jauh dari rasa khawatir, tegang, stress, ataupun terancam. Kegembiraan yang dirasakan oleh karyawan akan memberikan dampak positif bagi karyawan tersebut. Apabila seorang karyawan merasa puas atas pekerjaannya, maka karyawan tersebut akan merasa senang dan terbebas dari rasa tertekan sehingga dapat menimbulkan rasa aman dan nyaman untuk tetap bekerja pada lingkungan kerjanya, sehingga tidak akan menimbulkan keinginan untuk mencari pekerjaan lain. Gilmer (1991) dalam Ratnawati dan Kusuma (2002) menyatakan ada berbagai faktor yang menentukan kepuasan kerja seseorang antara lain adalah keamanan kerja, faktor intrinsik dari pekerjaan, dan aspek sosial dari pekerjaan. Seseorang yang merasakan keamanan kerja sesuai dengan yang dipersepsikannya akan menimbulkan tingkat kepuasan kerja yang tinggi. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Toly (2001) pada akuntan publik menemukan bahwa job insecurity mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan kerja, dan kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap keinginan berpindah kerja. Dengan demikian, tingginya job insecurity yang dialami staf akuntan tidak serta merta menjadikan tingkat kepuasan kerja staf akuntan tersebut menjadi rendah, dan mereka masih belum sampai pada pemikiran untuk meninggalkan Kantor Akuntan Publik tempat ia bekerja. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Suwandi dan Indriantoro (1999) pada akuntan publik, Iriana et.al., (2004) dan Ameen et.al., (1995) pada akuntan pendidik menemukan bahwa job insecurity mempunyai pengaruh negatif terhadap kepuasan kerja, kemudian kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap keinginan berpindah kerja. Tetapi penelitian yang dilakukan Pasewark dan Strawser (1996) dalam pengujian dengan path analysis tidak menemukan hubungan antara job insecurity dengan kepuasan kerja, tetapi kepuasan kerja berhubungan langsung dengan keinginan berpindah kerja.
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC03- 6
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Semakin tinggi job insecurity yang dirasakan oleh staf pengajar, maka akan menyebabkan rendahnya kepuasan kerja. Staf pengajar yang merasakan tidak puas terhadap pekerjaannya, maka keinginan berpindah kerja atau keinginan untuk meninggalkan organisasi akan semakin tinggi. Berdasarkan argumentasi dan penelitian terdahulu, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H2
:
Semakin tinggi job insecurity akan menyebabkan rendahnya kepuasan kerja, dan kemudian menyebabkan tingginya keinginan berpindah kerja.
Hubungan
Job
Insecurity
melalui
Komitmen
Organisasional
terhadap
Keinginan Berpindah Kerja Ashford, et.al., (1989) menyatakan bahwa job insecurity mencerminkan serangkaian pandangan individu tentang kemungkinan timbulnya peristiwa negatif pada pekerjaan. Perubahan negatif yang terjadi pada aspek pekerjaan dan mengancam keseluruhan pekerjaan yang membuat keyakinan atau komitmen organisasional karyawan menjadi lemah dan terjadi penolakan atas nilai dan tujuan organisasi. Karyawan tersebut akan mengevaluasi kelanjutan hubungan dengan organisasi, yang dapat diwujudkan dalam keinginan berpindah kerja maupun tindakan nyata meninggalkan organisasi. Menurut Greenhalg dan Rosenblatt (1984) dalam Ratnawati dan Kusuma (2002),
job
insecurity
sebagai
suatu
kondisi
ketidakberdayaan
untuk
mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam kondisi kerja yang mengancam. Perasaan tidak aman ini akan membawa pada dampak job attitudes karyawan, selain itu juga dapat menurunkan komitmen organisasional sehingga keinginan untuk berpindah kerja akan semakin besar. Ketidakberdayaan karyawan dalam
menghadapi
kondisi
kerja
yang
terancam,
akan
mengakibatkan
ketidakpercayaan dan penolakan terhadap nilai dan tujuan organisasi. Karyawan tidak mau lagi menggunakan usaha-usahanya dengan sungguh-sungguh bagi kepentingan organisasi. Sehingga dapat menyebabkan karyawan ingin mencari alternatif pekerjaan lain dengan upah dan fasilitas yang lebih baik.
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC03- 7
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Iriana et.al., (2004) dalam penelitiannya pada akuntan pendidik menemukan bahwa job insecurity berpengaruh negatif terhadap komitmen organisasional, kemudian
komitmen
organisasional
berpengaruh
positif
terhadap
keinginan
berpindah kerja. Sebaliknya, penelitian yang dilakukan oleh Toly (2001) pada akuntan publik menemukan bahwa job insecurity mempunyai pengaruh positif terhadap
komitmen
organisasional,
sedangkan
komitmen
organisasional
berpengaruh negatif terhadap keinginan berpindah kerja. Dengan demikian, seorang staf akuntan yang merasakan job insecurity yang tinggi tidak menjadikan komitmennya pada Kantor Akuntan Publik menjadi rendah. Komitmen organisasional yang rendah akan menyebabkan tingginya keinginan berpindah kerja. Pasewark dan Strawser
(1996)
dalam
penelitiannya
menemukan
bahwa
job
insecurity
mempengaruhi keinginan berpindah kerja secara tidak langsung melalui komitmen organisasional. Staf pengajar yang terhindar dari perasaan tegang, gelisah, khawatir, dan mampu mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam kondisi kerja yang terancam akan menyebabkan memiliki komitmen organisasional yang tinggi, sehingga kemungkinan kecil untuk mencari pekerjaan alternatif lain. Dengan adanya rasa kesesuaian antara karakteristik individu dengan organisasi mengakibatkan staf pengajar merasa cocok dengan pekerjaan mereka, sehingga mereka merasa nyaman dan keinginan berpindah kerja dapat dihindari. Atas argumentasi dan penelitian terdahulu, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H3
:
Semakin tinggi job insecurity akan menyebabkan rendahnya komitmen organisasional, dan kemudian menyebabkan tingginya keinginan berpindah kerja.
III. Metode Penelitian Populasi penelitian adalah para staf pengajar akuntansi atau akuntan pendidik di Perguruan Tinggi Swasta Kristen se-Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta. Teknik pengambilan sampel menggunakan convenience sampling
karena jumlah staf
pengajar akuntansi tiap-tiap Perguruan Tinggi Swasta Kristen tidak diketahui jumlahnya secara pasti. Data penelitian dikumpulkan melalui kuesioner dengan Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC03- 8
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
menemui responden secara langsung dan dititipkan pada contact person di masingmasing sampel penelitian. Kuesioner yang dikirimkan kepada responden berjumlah 60 kuesioner.
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Job insecurity didefinisikan Greenhalgh dan Rossenblatt (1984) dalam Ratnawati dan Kusuma (2002) sebagai ketidakberdayaan seseorang dalam mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam kondisi kerja yang terancam. Job insecurity diukur dengan instrumen multidimensi dari Greenhalgh dan Rosenblatt (1984) dalam Haryono (2005). Instrumen ini terdiri dari dari tujuh item pertanyaan dengan tujuh poin skala likert. Responden diminta untuk memilih alternatif jawaban mulai dari skala 1 (sangat tidak setuju sekali) sampai skala 7 (sangat setuju sekali). Sisipkan tabel 1 di sini Kepuasan kerja didefinisikan oleh Locke dalam Utami (2006) sebagai kondisi menyenangkan atau secara emosional positif yang berasal dari penilaian seseorang atas pekerjaannya atau pengalaman kerjanya. Instrumen kepuasan kerja diadopsi dari Brayfield dan Rothe (1951) dalam Utami, et.al. (2006). Instrumen ini terdiri dari tujuh item pertanyaan dengan tujuh poin skala likert. Responden diminta memilih alternatif jawaban dari skala 1 (sangat tidak setuju sekali) sampai skala 7 (sangat setuju sekali). Sisipkan tabel 2 di sini Komitmen organisasional didefinisikan oleh Aranya, et.al., (1981) sebagai (1) sebuah kepercayaan pada dan penerimaan terhadap tujuan-tujuan dan nilai-nilai dari organisasi dan atau profesi, (2) sebuah kemauan untuk menggunakan usaha yang sungguh-sungguh guna kepentingan organisasi dan atau profesi, (3) sebuah keinginan untuk memelihara keanggotaan dalam organisasi dan atau profesi. Komitmen organisasional menggunakan dimensi affective commitment, instrumen komitmen organisasional diadopsi dari Meyer dan Allen dalam Utami, et.al., (2006) terdiri dari tujuh item pertanyaan dengan tujuh poin skala likert. Responden diminta
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC03- 9
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
memilih alternatif jawaban dari skala 1 (sangat tidak setuju sekali) sampai skala 7 (sangat setuju sekali). Sisipkan tabel 3 di sini Keinginan berpindah kerja didefinisikan oleh Suwandi dan Indriantoro (1999) sebagai keinginan individu untuk meninggalkan organisasi dan mencari alternatif pekerjaan lain. Keinginan berpindah kerja diukur dengan instrumen dari Kalber dan Forgarty (1995) dalam Haryono (1995) yang terdiri dari sebelas item pertanyaan dengan tujuh poin skala likert. Responden diminta memilih alternatif jawaban dari skala 1 (sangat tidak setuju sekali) sampai skala 7 (sangat setuju sekali). Sisipkan tabel 4 di sini
TEKNIK ANALISIS Pengujian Hipotesis Untuk menguji hipotesis pertama menggunakan analisis regresi sederhana untuk menguji pengaruh antara job insecurity sebagai variabel independen terhadap keinginan berpindah kerja sebagai variabel dependen. Untuk menguji hipotesis kedua dan ketiga menggunakan analisis regresi berganda untuk menguji pengaruh job insecurity secara tidak langsung melalui kepuasan kerja dan komitmen organisasional (sebagai variabel intervening) terhadap keinginan berpindah kerja. Untuk menguji pengaruh intervening digunakan metode Analisis Jalur (Path Analysis) yang merupakan perluasan dari teknik analisis regresi berganda. Pengolahan data menggunakan program SPSS 12.0 for windows.
IV. Hasil dan Pembahasan Gambaran Umum Responden Total kuesioner yang dikirim sebanyak 60 dengan perincian jumlah pengiriman dan pengembalian kuesioner pada tabel 5. Berdasarkan kuesiner yang dikirim, dapat dikumpulkan 39 kuesioner. Ringkasan dari data karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 6. Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC03- 10
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Sisipkan tabel 5 di sini Sisipkan tabel 6 di sini
Pengujian Kualitas Data Uji kualitas data meliputi uji validitas dan uji reliabilitas. Teknik yang digunakan untuk mengukur validitas dengan uji signifikansi dilakukan dengan membandingkan nilai Correlated Item – Total Correlation dengan r tabel. Item atau pertanyaan dianggap valid adalah item dengan nilai Correlated Item – Total Correlation minimal 0,283. Uji reliabilitas menggunakan koefisien Cronbach’s Alpha, di mana secara umum instrumen dikatakan bagus reliabilitasnya jika memiliki koefisien Cronbach’s Alpha > 0,60 (Supramono dan Utami, 2004). Semua variabel penelitian mempunyai nilai Cronbach’s Alpha (tabel 7) di atas nilai cutoff (0,60) artinya semua item pertanyaan dinyatakan reliabel. Sisipkan tabel 7 di sini Analisis Statistik Deskriptif Untuk mendapatkan gambaran mengenai variabel-variabel penelitian yaitu job inesecurity, kepuasan kerja, komitmen organisasional dan keinginan berpindah kerja maka disajikan output statistik deskriptif yang menunjukkan angka kisaran teoritis dan sesungguhnya, rata-rata serta standar deviasi. Sisipkan tabel 8 di sini Berdasarkan hasil analisis statistic deskriptif diketahui bahwa nilai rata-rata sesungguhnya pada variabel job insecurity dan keinginan berpindah kerja berada di bawah rata-rata teoritis, maka dapat disimpulkan bahwa responden cenderung mengalami job insecurity dan keinginan berpindah kerja yang rendah. Job insecurity yang rendah berarti staf pengajar merasa mampu menghadapi ancaman, tingkat keberdayaannya rendah, dan merasa aman terhadap kelangsungan pekerjaannya. Keinginan berpindah kerja yang rendah menunjukkan bahwa staf pengajar memiliki
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC03- 11
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
keinginan yang rendah untuk meninggalkan organisasi atau mencari pekerjaan alternatif lain. Pada variabel kepuasan kerja dan komitmen organisasional, nilai rata-rata sesungguhnya berada di atas nilai rata-rata teoritis, hal ini menunjukkan bahwa responden cenderung mengalami kepuasan kerja dan komitmen organisasional yang tinggi. Staf pengajar mengalami kepuasan kerja yang tinggi akan merasa senang dan terbebas dari perasaan tertekan sehingga dapat menimbulkan rasa aman dan nyaman untuk tetap bekerja pada lingkungan kerjanya, sehingga tidak akan menimbulkan keinginan mencari pekerjaan alternatif lain. Komitmen organisasional yang tinggi dirasakan oleh staf pengajar menunjukkan sebagai suatu keadaan di mana seseorang memihak pada suatu organisasi dan tujuan-tujuannya serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi tersebut.
Pengujian Asumsi Klasik Uji Normalitas Uji kolmogorov-smirnov masing-masing variabel signifikan pada α > 0,05 maka dapat ditarik kesimpulan bahwa data ini terdistribusi normal. Sisipkan tabel 9 di sini Uji Multikolinearitas Seluruh nilai tolerance > 0,10 dan VIF < 10 maka dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas antara variabel independennya Sisipkan tabel 10 di sini Uji Heteroskedastisitas Dari gambar scatterplot dapat dilihat bahwa semua datanya menyebar dan tidak membentuk pola tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa semua variabel penelitian tersebut terbebas dari heteroskedastisitas. Sisipkan gambar 2 di sini Pengujian Hipotesis Pertama
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC03- 12
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Dengan menggunakan analisis regresi sederhana, ditemukan bahwa nilai Adjusted R Square sebesar 0,548 menunjukkan bahwa hanya 54,8% variabel keinginan berpindah kerja yang dapat dijelaskan oleh variabel job insecurity, sisanya 45,2% dijelaskan oleh faktor lain. Sisipkan tabel 11 di sini Hasil regresi menunjukkan thitung job insecurity adalah sebesar 6,497 dengan signifikansi t bernilai 0,000 dan koefisien regresi sebesar 1,224. Hal ini berarti bahwa job insecurity mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap keinginan berpindah kerja. Dengan demikian semakin tinggi job insecurity akan menyebabkan tingginya keinginan berpindah kerja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho1 yang mengemukakan bahwa job insecurity tidak berpengaruh terhadap keinginan berpindah kerja, ditolak atau Ha1, diterima.
Pengujian Hipotesis Kedua Hipotesis kedua bertujuan untuk membuktikan apakah kepuasan kerja dapat berperan sebagai variabel intervening pada pengaruh job insecurity terhadap keinginan berpindah kerja. Hipotesis kedua dilakukan dengan path analysis yang merupakan perluasan dari analisis regresi liniear berganda (Ghozali, 2006). Untuk
menguji
hipotesis
kedua
diperlukan
dua
persamaan
karena
pengambilan keputusan atas hipotesis tersebut harus membandingkan nilai standardized beta coefficients
dari pengaruh langsung job insecurity terhadap
keinginan berpindah kerja dengan nilai standardized beta coefficients dari pengaruh tidak langsung job insecurity terhadap keinginan berpindah kerja melalui kepuasan kerja sebagai variabel intervening. Hasil output SPSS memberikan nilai standardized beta job insecurity pada persamaan (1) sebesar -0,714 dan signifikan pada 0.000 yang berarti job insecurity mempengaruhi kepuasan kerja. Nilai koefisien standardized beta -0,714 merupakan nilai path atau jalur p2.
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC03- 13
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Sisipkan tabel 12 Kemudian dilakukan analisis regresi berganda dengan job insecurity sebagai variabel independen terhadap keinginan berpindah sebagai variabel dependen dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening. Hipotesis kedua berusaha membuktikan apakah kepuasan kerja dapat berperan sebagai variabel intervening pada pengaruh job insecurity
terhadap
keinginan berpindah kerja. Pada output SPSS persamaan regresi (2) nilai standardized beta untuk job insecurity 0,436 dan kepuasan kerja -0,438 semuanya signifikan. Nilai standardized beta job insecurity 0,436 merupakan nilai jalur path p1 dan nilai standardized beta kepuasan kerja -0,438 merupakan nilai jalur path p3. Besarnya nilai e1 = (1 - 0,510)2 = 0,240 dan besarnya nilai e2 = (1 - 0,655)2 = 0,119. Sisipkan tabel 13 di sini Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa job insecurity dapat berpengaruh langsung ke keinginan berpindah kerja dan dapat juga berpengaruh tidak langsung yaitu dari job insecurity ke kepuasan kerja (sebagai intervening) lalu ke keinginan berpindah kerja. Besarnya pengaruh langsung adalah 0,436 sedangkan besarnya pengaruh tidak langsung harus dihitung dengan mengalikan koefisien tidak langsungnya yaitu 0,313 atau total pengaruh job insecurity ke keinginan berpindah kerja 0,749. Sisipkan gambar 3 di sini Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa job insecurity melalui kepuasan kerja secara signifikan dan negatif berpengaruh terhadap keinginan berpindah kerja. Dengan demikian kepuasan kerja dapat berperan sebagai variabel intervening pada pengaruh job insecurity insecurity
akan
terhadap keinginan berpindah kerja. Semakin tinggi job
menyebabkan
rendahnya
kepuasan
kerja,
dan
kemudian
menyebabkan tingginya keinginan berpindah kerja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho2 yang mengemukakan bahwa job insecurity melalui kepuasan kerja tidak berpengaruh terhadap keinginan berpindah kerja, ditolak atau Ha2, diterima.
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC03- 14
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Pengujian Hipotesis 3 Hipotesis
ketiga
bertujuan
untuk
membuktikan
apakah
komitmen
organisasional dapat berperan sebagai variabel intervening pada pengaruh job insecurity terhadap keinginan berpindah kerja. Hipotesis ketiga dilakukan dengan path analysis yang merupakan perluasan dari analisis regresi liniear berganda (Ghozali, 2006 : 174). Untuk
menguji
hipotesis
ketiga
diperlukan
dua
persamaan
karena
pengambilan keputusan atas hipotesis tersebut harus membandingkan nilai standardized beta coefficients dari pengaruh langsung job insecurity terhadap keinginan berpindah kerja dengan nilai standardized beta coefficients dari pengaruh tidak langsung job insecurity terhadap keinginan berpindah kerja melalui komitmen organisasional sebagai variabel intervening. Sisipkan tabel 14 di sini Hasil output SPSS memberikan nilai standardized beta job insecurity pada persamaan (1) sebesar -0,711 dan signifikan pada 0,000 yang berarti job insecurity mempengaruhi komitmen organisasional. Nilai koefisien standardized beta -0,711 merupakan nilai path atau jalur p2. Kemudian dilakukan analisis regresi berganda dengan job insecurity sebagai variabel independen terhadap keinginan berpindah kerja sebagai variabel dependen dengan komitmen organisasional sebagai variabel intervening. Sisipkan tabel 15 Hipotesis kedua berusaha membuktikan apakah komitmen organisasional dapat berperan sebagai variabel intervening pada pengaruh job insecurity terhadap keinginan berpindah kerja. Pada output SPSS persamaan regresi (2) nilai standardized beta untuk job insecurity 0,434 dan komitmen organisasional -0,443 dan semuanya signifikan. Nilai standardized beta job insecurity 0,434 merupakan nilai jalur path p1 dan nilai standardized beta komitmen organisasional -0,443 merupakan nilai jalur path p3. Besarnya nilai e1 = (1 - 0,505)2 = 0,245 dan besarnya nilai e2 = (1 - 0,658)2 = 0,117.
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC03- 15
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa job insecurity dapat berpengaruh langsung ke keinginan berpindah kerja dan dapat juga berpengaruh tidak langsung yaitu dari job insecurity ke komitmen organisasional (sebagai intervening) lalu ke keinginan berpindah kerja. Besarnya pengaruh langsung adalah 0,434 sedangkan besarnya pengaruh tidak langsung harus dihitung dengan mengalikan koefisien tidak langsungnya yaitu 0,315 atau total pengaruh job insecurity ke keinginan berpindah kerja 0,749. Sisipkan gambar 4 di sini Hasil analisis jalur menunjukkan bahwa job insecurity melalui komitmen organisasional secara signifikan dan negatif berpengaruh terhadap keinginan berpindah kerja. Dengan demikian komitmen organisasional dapat berperan sebagai variabel intervening pada pengaruh job insecurity
terhadap keinginan berpindah
kerja. Semakin tinggi job insecurity akan menyebabkan rendahnya komitmen organisasional, dan kemudian menyebabkan tingginya keinginan berpindah kerja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho3 yang mengemukakan bahwa job insecurity melalui komitmen organisasional tidak berpengaruh terhadap keinginan berpindah kerja, ditolak atau Ha3, diterima.
KESIMPULAN 1. Staf pengajar mengalami job insecurity yang rendah. Dengan demikian, semakin rendah job insecurity yang dirasakan staf pengajar akan menyebabkan rendahnya keinginan untuk berpindah kerja. Staf pengajar yang mampu menghadapi ancaman, tingkat keberdayaannya rendah, merasa aman dan tidak gelisah, kemungkinan kecil memiliki keinginan untuk berpindah kerja atau mencari pekerjaan alternatif lain. 2. Kepuasan kerja dapat berperan sebagai variabel intervening pada pengaruh faktor job insecurity terhadap keinginan berpindah kerja. Semakin rendah job insecurity yang dirasakan staf pengajar akan menyebabkan tingginya kepuasan kerja, dan kemudian menyebabkan rendahnya keinginan berpindah kerja. Staf pengajar yang telah merasakan kepuasan kerja, ia akan merasa aman dan bebas
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC03- 16
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
dari perasaan terancam dalam bekerja serta tidak berusaha mencari pekerjaan alternatif lain. Hal ini mengindikasikan bahwa staf pengajar yang bekerja pada perguruan
tinggi
tersebut
dapat
mempertahankan
kesinambungan
yang
diinginkan dalam kondisi kerja yang terancam sehingga tingkat kepuasan kerja cukup tinggi dan kemungkinan kecil merasakan keinginan untuk berpindah kerja atau mencari pekerjaan alternatif lain. 3. Komitmen organisasional dapat berperan sebagai variabel intervening pada pengaruh faktor job insecurity terhadap keinginan berpindah kerja. Semakin rendah job insecurity yang dirasakan staf pengajar akan menyebabkan tingginya komitmen organisasional, dan kemudian menyebabkan rendahnya keinginan berpindah kerja. Komitmen organisasional staf pengajar yang tinggi dalam bekerja akan dapat berkembang searah dan seiring sejalan dalam mewujudkan tujuan perguruan tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa staf pengajar berada pada kondisi aman dan tidak terancam, sehingga menyebabkan tingkat komitmen organisasionalnya tinggi dan kemungkinan kecil merasakan keinginan untuk berpindah kerja atau mencari pekerjaan alternatif lain.
KETERBATASAN DAN SARAN Keterbatasan pada penelitian ini adalah penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survey melalui kuesioner. Kelemahan metode survey melalui kuesioner memungkinkan terjadinya bias oleh surveyor, tanggapan responden kemungkinan tidak sesuai dengan maksud pertanyaan dalam kuesioner, dan responden kemungkinan mengisi kuesioner secara tidak lengkap. Dengan demikian kesimpulan yang diambil hanya berdasarkan pada data yang dikumpulkan melalui penggunaan instrumen secara tertulis. Untuk penelitian selanjutnya disarankan agar menggunakan metode lain yang dapat mengatasi kelemahan pada metode yang dilakukan dalam penelitian ini. Hasil penelitian yang lebih baik dapat diperoleh apabila perolehan data tidak semata dari kuesioner saja.
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC03- 17
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 DAFTAR PUSTAKA
Ameen, Elsie. C. Chynthia Jackson, W.R Pasewark dan J. R Strawser. 1995. ”An Empirical Investigastion of the Antecedents and Consequences of Job Insecurity on the Turnover Intentions of Academic Accountants”. Issues in Accounting Education. Vol. 10 No. 1, pp. 65 – 82 Aranya, N., J. Pollock, dan J. Armenic. 1981. ”An Examination of Proffesional Commitment In Public Accounting”. Accounting Organization & Society, Vol. 6 No. 4 pp. 271 – 280. Davis, Keith. dan John W. Newstrom. 1989. Perilaku Dalam Organisasi, Jilid 1 edisi ketujuh. Penerbit Erlangga, Jakarta. Dongoran, Johnson. 2001. ”Komitmen Organisasi: Dua Sisi Sebuah Koin”. Dian Ekonomi Vol. VII No. 1 pp. 35 – 36. Ghozali, Imam. 2006. ”Analisis Multivariate dengan Program SPSS”. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Haryono, Ery. 2006. “Pengaruh Faktor Anteseden (Job Insecurity dan Mentoring) melalui Kinerja, Konflik Peran, dan Komitmen Organisasional (sebagai Variabel Intervening) terhadap Keinginan Pindah Auditor”. Skripsi Program S1 Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana (tidak dipublikasikan) Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 1999. Penelitian untuk Akuntansi dan Manajemen, BPFE, Yogyakarta. Irawati, Rina. 2004. “Pengaruh Karakteristik Pekerjaan terhadap Komitmen Organisasi dengan Kepuasan Kerja sebagai Variabel Antara: Studi pada Dosen Tetap Perguruan Tinggi Swasta di Kotamadya Malang”. Jurnal Akuntansi Bisnis Manajemen Vol. 11 No. 2 pp. 120 – 141 Iriana, Prapti. Lilis Wijayanti dan Inon Listyorini. 2004. “Pengaruh Faktor Job Insecurity, Kepuasan Kerja, dan Komitmen Organisasi terhadap Turnover Intention Akuntan Pendidik”, KOMPAK. No. 11, Mei – Agustus 2004, pp. 284 – 296
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC03- 18
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Luthans, fred. 1995. Perilaku Organisasi. Edisi kesepuluh. Andi. Yogyakarta. Meyer, Jhon P, Natalie J. Allen, and Catherine A. Smith. 1993. “Commitment to Organizations and Occupations: Extensions and Test of A Three-Component Conceptualization”. Journal of Applied Psychology, Vol. 78 No. 4 pp. 538 – 551 Pasewark, W.R., dan J.R
Strawser. 1996. “The Determinants and Outcomes
Associated with Job Insecurity in a Proffesional Accounting Environment”, Behavioral Research in Accounting. 8. pp. 91 – 113 Ratnawati, Vince dan I.W Kusuma. 2002. “Pengaruh Job Insecurity, Faktor Anteseden, dan Konsekuensinya terhadap Keinginan Berpindah Karyawan: Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Indonesia”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 5 No. 3 September. pp. 277 – 290. Robbins, Stephen. 1995. “Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi”. Prenhallindo, Jakarta. Supramono dan Intiyas Utami. 2004. “Desain Proposal Penelitian Studi Akuntansi dan Keuangan”. Penerbit Andi, Yogyakarta. Suwandi dan Nur Indriantoro. 1999. ”Pengujian Model Turnover Pasewark dan Strawser: Studi Empiris pada Lingkungan Akuntan Publik”. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 2 No. 2 Juli. pp. 173 – 195 Toly, Agus Arianto. 2001. ”Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Turnover Intentions pada Staf Kantor Akuntan Publik. Jurnal Akuntansi & Keuangan. Vol. 3, No. 2 pp. 102 – 105 Utami, Intiyas. Muchamad Syafruddin dan Sri Handayani. 2006. ”Pengaruh Tekanan Etis Terhadap Konflik Organisasional Profesional dan Workoutcomes”. Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang. pp. 1 – 29
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC03- 19
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 LAMPIRAN GAMBAR
Regression Studentized Residual
2
1
Gambar 1 0
Model Penelitian
-1
-2
-3 -2
-1
0
1
2
3
4
Regression Standardized Predicted Value
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC03- 20
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Gambar 2 Grafik Plot (Scatterplot)
Gambar 3 Hasil Pengujian Hipotesis 2
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC03- 21
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Gambar 4 Hasil Pengujian Hipotesis 3 LAMPIRAN TABEL Tabel 1 Kuesioner Job Insecurity No
Pertanyaan
Nilai
Saya merasa pekerjaan yang saya lakukan sangat 1
penting bagi organisasi dan bagi diri saya
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
khususnya Saya sangat takut jika pekerjaan yang saya 2
lakukan terdapat banyak kesalahan yang saya perbuat. Kesalahan yang saya lakukan mempengaruhi
3
pekerjaan yang saya lakukan berikutnya dan mempengaruhi masa depan pekerjaan dan karir saya. Biasanya tingkat kesalahan dan kerugian yang
4
saya lakukan memungkinkan saya dikeluarkan dari pekerjaan saya. Saya tidak selalu mengantisipasi tiap kesalahan
5
yang saya lakukan, sehingga kesalahan yang saya perbuat tidak mengancam pekerjaan saya. Saya
6
melanggar
aturan
dan
kebijakan
di
perguruan tinggi tempat saya bekerja untuk menutupi kesalahan yang saya lakukan. Saya tidak berbuat sesuatu untuk mengatasi
7
ancaman yang tingkat kesalahan dan pelanggaran yang saya lakukan atau alami.
Sumber; Greenhalgh dan Rosenblatt (1984) dalam Haryono (2005)
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC03- 22
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Tabel 2 Kuesioner Kepuasan Kerja No
Pertanyaan
Nilai
Rekan-rekan saya, umumnya lebih 1
tertarik terhadap pekerjaan mereka, dibandingkan
dengan
yang
saya
merasa
puas
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
rasakan. 2
3
Saya
dengan pekerjaan saya sekarang. Pada dasarnya saya tidak menyukai pekerjaan saya sekarang. Saya
4
sesungguhnya
merasa
lebih
beruntung
dibandingkan rekan-rekan saya atas pekerjaan
yang
saya
peroleh
sekarang. 5
Hampir
setiap
hari
saya
antusias
terhadap pekerjaan saya. Saya lebih menyukai pekerjaan saya,
6
dibandingkan dengan rata-rata teman sekerja saya.
7
Saya
benar-benar
pekerjaan saya.
menikmati
Sumber: Brayfield dan Rothe (1951) dalam Utami et.al (2006)
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC03- 23
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Tabel 3 Kuesioner Komitmen Organisasional No
Pertanyaan
Nilai
Saya tidak mempunyai rasa memiliki 1
terhadap perguruan tinggi tempat saya
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
bekerja. Saya tidak merasakan ada ikatan 2
emosional
yang
kuat
dengan
perguruan tinggi tempat saya bekerja. Perguruan tinggi tempat saya bekerja 3
ini, memberi jasa yang besar bagi hidup dan karya saya. Saya tidak merasa sebagai bagian dari
4
keluarga
besar
perguruan
tinggi
tempat saya bekerja. Saya 5
sesungguhnya
bahwa
masalah
merasakan,
yang
dihadapi
perguruan tinggi tempat saya bekerja adalah masalah saya juga. Saya dengan mudah menjadi terikat dengan
6
perguruan
sebagaimana
saya
tinggi terikat
lain, dengan
perguruan tinggi tempat saya bekerja sekarang. Saya ingin sungguh-sungguh berusaha 7
melakukan yang terbaik, dalam upaya untuk
mencapai
tujuan
perguruan
tinggi tempat saya bekerja. Sumber: Meyer dan Allen (1981) dalam Utami, et.al (2006)
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC03- 24
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Tabel 4 Kuesioner Keinginan Berpindah Kerja No 1
2 3 4
5
Pertanyaan Saya tidak pernah puas dengan pekerjaan yang saya kerjakan. Saya saat ini sedang mencari pekerjaan lain yang cocok dengan kepribadian dan sifat saya. Saya tidak pernah menyukai pekerjaan ini. Saya
tidak
cocok
dengan
budaya
kerja
di
perguruan tinggi ini. Saya
tidak
pernah
merasa
nyaman
berada
dikantor dalam bekerja Saya
6
Nilai
sedang
menawarkan
mencari gaji
dan
pekerjaan fasilitas
lain
yang
yang
lebih
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
memuaskan dari perguruan tinggi ini. 7
8
9 10 11
Saya selalu merasa bosan mengerjakan pekerjaan saya dan ingin mencari pekerjaan lain. Saya
merasa
yang
saya
lakukan
tidak
mendapatkan perhatian dari rekan kerja. Menurut saya pembagian tugas atau pekerjaan sudah merata. Saya aktif mencari alternative pekerjaan lain. Saya sering mendapatkan tawaran kerja yang menurut saya sangat menguntungkan saya.
Sumber: Kalber dan Forgarty (1995) dalam Haryono (2005)
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC03- 25
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Tabel 5 Realisasi Pengambilan Sampel Jumlah
Jumlah No
kuesioner
kuesioner
Perguruan Tinggi
yang diedarkan
yang
Prosentase (%)
kembali dan sah
Universitas Kristen Duta Wacana 1
Universitas Kristen
15
8
22,9
2
Surakarta
15
8
22,9
3
Universitas Kristen
15
7
20,0
4
Immanuel
15
12
34,3
60
35
100
Universitas Kristen Satya Wacana Jumlah Sumber : Data Primer, 2007
Tabel 6 Karakteristik Responden
Keterangan
Jumlah
Prosentase
(Orang)
(%)
8
22,9
7
20,0
8
22,9
12
34,3
Perguruan Tinggi UKDW UKRIM UKS UKSW
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC03- 26
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
15
42,9
20
57,1
7
20,0
21
60,0
6
17,1
1
2,9
9
25,7
25
71,4
1
2,9
S2
29
82,9
S3
5
14,3
1
2,9
2
5,7
Lektor
11
31,4
Lektor Kepala
16
45,7
6
17,1
< 2 th
10
28,6
2 – 5 th
25
71,4
25
71,4
Pernah Bekerja Pada Perguruan
5
14,3
Tinggi Lain
1
2,9
Ya
2
5,7
Tidak
2
5,7
Tidak
12
34,3
< 2 th
23
65,7
Jenis Kelamin Pria Wanita Usia < 30 th 30 – 40 th 41 – 50 th > 50 th Pendidikan Tertinggi S1
Jabatan Akademik Asisten Ahli
Lama Bekerja Pada Perguruan Tinggi Ini
5 – 10 th > 10 th
Apabila Ya, Lamanya Bekerja
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC03- 27
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
2 – 5 th 5 – 10 th
23
65,7
5
14,3
Saat Ini Juga Bekerja Pada Tempat
6
17,1
Lain
1
2,9
23
65,7
6
17,1
4
11,4
1
2,9
1
2,9
> 10 th
Ya Tidak Apabila Ya, Sebagai : Tidak Dosen Swasta Konsultan Lamanya Bekerja Tidak < 2 th 2 – 5 th 5 – 10 th > 10 th Sumber : Output SPSS, 2007 Tabel 7 Hasil Uji Reliabilitas Variabel
Cronbach’s Alpha
Job Insecurity
0,776
Kepuasan Kerja
0,771
Komitmen
0,788
Organisasional
0,849
Keinginan Berpindah Kerja Sumber : Output SPSS, 2007 Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC03- 28
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Tabel 8 Statistik Deskriptif Variabel Teoritis Variabel
Kisaran
Sesungguhnya
Ratarata
Kisaran
Rata-
Standar
rata
Deviasi
Job Insecurity
6 - 42
24
11 – 38
19,34
5,836
Kepuasan Kerja
6 - 42
24
13 – 39
29,14
5,663
Komitmen
7 – 49
28
13 – 47
34,83
7,567
Organisasional
10 - 70
40
16 – 60
30,80
9,536
Keinginan Berpindah Kerja Sumber : Output SPSS, 2007
Tabel 9 Hasil Uji Normalitas Variabel Signifikansi 0,386 Job insecurity
0,553
Kepuasan Kerja
0,306
Komitmen
0,273
Organisasional Keinginan Berpindah Kerja Sumber : Output SPSS, 2007
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC03- 29
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Tabel 10 Hasil Uji Multikoloniearitas Variabel
Tolerance
Job Insecurity Kepuasan Kerja
VIF
0,382
2,620
0,453
2,208
0,458
2,183
Komitmen Organisasional Sumber : Output SPSS, 2007
Tabel 11 Hasil Analisa Regresi untuk Hipotesis 1 Hipotesis 1
β
Std. Error
t
Sig
(Constant)
7,122
3,802
1,873
0,070
1,224
0,188
6,497
0,000
Job Insecurity Adj R2
=
0,548 Variabel Dependen : Keinginan Berpindah Kerja Sumber : Output SPSS, 2007
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC03- 30
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Tabel 12 Hasil Analisa Regresi I untuk Hipotesis 2 Unstandardized Variabel
Coeffiecients β
Std Error
t
Sig.
17,841
0,000
-5,865
0,000
Standardized Coefficients β
(Constant)
42,552
2,385
-0,693
0,118
-0,714
Job Insecurity Adj R2
= 0,496
Variabel Dependen : Kepuasan Kerja Sumber : Output SPSS, 2007
Tabel 13 Hasil Analisa Regresi II untuk Hipotesis 2 Unstandardized Variabel
Coeffiecients β
Std Error
t
Sig.
Standardized Coefficients β
(Constant) Job
38,480
11,171
0,002
0,713
0,242
0,436
- 0,737
0,250
-0,438
Insecurity Kepuasan Kerja Adj R2
3,445
0,006 0,006
2,941 2,949
= 0,633
Variabel Dependen : Keinginan Berpindah Kerja Sumber : Output SPSS, 2007
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC03- 31
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008 Tabel 14 Hasil Analisa Regresi I untuk Hipotesis 3 Unstandardized Variabel
Coeffiecients β
Std Error
t
Sig.
16,428
0,000
-5,802
0,000
Standardized Coefficients β
(Constant)
52,652
3,205
-0,921
0,159
-0,711
Job Insecurity Adj R2
= 0,490
Variabel Dependen : Komitmen Organisasional Sumber : Output SPSS, 2007
Tabel 15 Hasil Analisa Regresi II untuk Hipotesis 3 Unstandardized Variabel
Coeffiecients β
Std Error
t
Sig.
Standardized Coefficients β
(Constant) Job Insecurity
36,519
10,321
3,538 0,001
0,710
0,240
0,434
2,958 0,006
-0,558
0,185
-0,443
- 0,005
Komitmen
3,017
Organisasional Adj R2
= 0,637
Variabel Dependen : Komitmen Organisasional Sumber : Output SPSS, 2007
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC03- 32
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
KETERKAITAN ANTARA KEPUASAN KERJA, TURNOVER, PENINGKATAN KARIR, DAN SIFAT KEPRIBADIAN BERDASARKAN GENDER DI KANTOR AKUNTAN PUBLIK Zaenal Fanani Universitas Airlangga Surabaya Oktarano Sazano Badan Pemeriksa Keuangan RI Surabaya Lilik Purwanti Universitas Brawijaya Malang Abstract Interest from an academic viewpoint in research in gender in accounting has grown since the mid-1980s from an initial focus on discrimination to a wider perspective on gender and accountancy. This experiment analyzes, compares, and describes how relationship between job satisfaction, turnover, career progression, and personality traits of male and female accountants in public accounting firms. Descriptively, the result of this experiment shown that job satisfaction, turnover, career progression and personality traits relate to each other. It is also found the variable of sex stereotype of male and female accountants as significantly differ, while other variables i.e. job satisfaction, turnover, career progression, and career progression have no significant differences. Thus, it could be conclude that there’s no difference as basically of Indonesian’s male and female accountants eventhough still the number of female accountant more than their male colleague in two lower level position in public accounting firm but for upper level the number of female accountant less than their male colleague. There are two main reasons they are renumeration and lower career progress. It is suggested that leaders of public accounting firm should pay attention on gender in public accounting firm if they do not want to lose their professional workers. Key Words: Gender, Job satisfaction, Turnover, Career progression, Personality Traits. Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC04- 1
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
I. LATAR BELAKANG Berdasarkan data dari Direktori Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik 1999-2000 menunjukkan bahwa hanya 28 perempuan yang menjadi pimpinan di Kantor Akuntan Publik di seluruh Indonesia atau hanya sekitar 6,93% dibandingkan dengan jumlah laki-laki yang sekitar 376 atau sekitar 93,07% dari total keseluruhan pimpinan di Kantor Akuntan Publik. Sedangkan jumlah Kantor Akuntan Publik yang terdaftar di Direktori tersebut sebanyak 451.
Sedangkan akuntan
perempuan yang menjadi rekan dalam Kantor Akuntan Publik di seluruh indonesia berjumlah 40 atau 11,17%. Akuntan laki-laki yang menjadi rekan berjumlah 318 atau 88,83% dari total keseluruhan akuntan yang menjadi rekan di Kantor Akuntan Publik di Indonesia. Dari sejumlah fakta di atas muncul sejumlah kekuatiran mengenai kualitas Kantor Akuntan Publik di masa yang akan datang, mengingat bahwa adanya peningkatan jumlah perempuan yang belajar dibidang akuntansi yang meningkat pesat namun tidak seimbang dengan peningkatan jumlah keikut sertaan mereka di Kantor Akuntan Publik. Peningkatan partisipasi perempuan dalam Kantor Akuntan Publik, secara tidak langsung akan memberikan solusi yang diharapkan mengingat secara biologis tidak ada perbedaan yang menunjukkan bahwa laki-laki lebih pandai dari pada perempuan (Sanders, 1996). Ada beberapa hal yang menjadi sebab kenapa perempuan dengan dasar pengetahuan (basic knowledge) akuntansi tidak banyak bekerja di Kantor Akuntan Publik. Yaitu karena faktor biologis dari perempuan lah yang membuat mereka dengan sendirinya tersingkir dari Kantor Akuntan Publik. Seperti misalnya masalah kehamilan, bahwa perempuan tidak mampu untuk bekerja jauh dari rumah, bahwa perempuan tidak mampu untuk menjadi pemimpin dari laki-laki di Kantor Akuntan Publik serta pendapat umum yang menyatakan bahwa perempuan tidak dipercayai untuk mengaudit ataupun berkaitan dengan pemeriksaan pajak. Sebagai akibatnya perempuan “dianggap” lebih baik tidak banyak ikut serta dalam Kantor Akuntan Publik yang nota bene adalah bidang laki-laki dengan sifat keilmuan yang bersifat maskulin. Perempuan yang lemah dan bersifat feminim akan menghambat proses kerja dan peningkatan karir (career progression). Sehingga tidak heran kalau sedikit perempuan yang menjadi pimpinan ataupun Rekanan di
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC04 - 2
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Kantor Akuntan Publik. Kalaupun ada, masalah yang dihadapi oleh perempuan adalah sangat kompleks, antara lain reward kaum perempuan yang lebih rendah dari kaum laki-laki. Pendapat di atas yang mengarah pada sifat kepribadian (personality traits) pada saat sekarang mulai diragukan kebenarannya mengingat bahwa tidak ada perbedaan mendasar antara laki-laki dan perempuan di bidang akuntansi. Walaupun laki-laki dan perempuan, secara biologis berbeda, namun hal ini tidak menjadi halangan bagi perempuan untuk ikut aktif dalam dunia publik khususnya akuntansi. Sayangnya pendapat pendapat tersebut dijadikan dasar untuk menentukan promosi karir sesorang khususnya perempuan. Pendapat-pendapat tersebut dibangun dari asumsi-asumsi mengenai identitas gender (laki-laki dan perempuan) yang kemudian muncul menjadi stereotype yang tak terelakkan. Hal lain yang memungkinkan rendahnya tingkat partisipasi perempuan di KAP adalah kepuasan kerja (job satisfaction). Sejumlah riset tentang kepuasan kerja secara konsisten menyatakan bahwa ketidaksesuaian pekerjaan berakhir pada penurunan kepuasan kerja, mengikis komitmen dalam berorganisasi, dan berujung pada peningkatan intensitas turnover (berpindah/berganti pekerjaan) (Bullen dan Flamholtz, 1985; Lee dan Mowday, 1987; Dean et al., 1988; Harrell, 1990; Snead dan Harrell, 1991) dalam Glover (1996) Ringkasan sejumlah riset yang berhubungan dengan mobilitas peningkatan karir perempuan, Pillsbury et al. (1989), menyebutkan bahwa peningkatan karir perempuan di KAP secara kasat mata adalah rendah, dengan tingginya tingkat turnover perempuan dibanding laki-laki, terutama untuk level-level atas. Penelitianpenelitian sebelumnya juga mengindikasikan adanya sejumlah fakta praktek-praktek diskriminasi, termasuk kompensasi yang tidak sama bagi akuntan perempuan (Pillsbury et al,. 1989). Trapp et al., (1989) menyediakan sejumlah bukti bahwa perbedaan gender secara signifikan muncul pada persepsi dari para akuntan tentang kesempatan dan perlakuan pada perempuan, penerimaan serta komitmen, serta alasan mengapa mereka meninggalkan KAP. Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang keterkaitan antara kepuasan kerja (job satisfaction), turnover, peningkatan karir (career progression),
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC04 - 3
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
dan sifat kepribadian (personality traits) dan adakah perbedaan antara akuntan lakilaki dan akuntan perempuan dalam kepuasan kerja, turnover, peningkatan karir dan sifat kepribadianakuntan laki-laki dan perempuan di kantor akuntan publik. Motivasi penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Perempuan secara perlahan mendominasi bidang akuntansi melebihi kaum laki-laki dalam jumlah kuantitatif, namun tidak disertasi dengan
jumlah keikutsertaan perempuan dalam dunia
akuntansi publik yang dalam hal ini diwakili oleh Kantor Akuntan Publik. (2) Jumlah perempuan yang terus meningkat dalam profesi akuntansi dan menduduki posisi penting dalam profesi, akan menyebabkan efek yang berbeda pada kepuasan kerja, turnover, peningkatan karir, dan sifat kepribadian. Dalam kenyataannya di Indonesia sendiri jumlah perempuan yang memilih berkarir di Kantor Akuntan Publik, baik sebagai pimpinan ataupun rekanan, maupun posisi yang ada dibawahnya tidaklah seperti peningkatan jumlah kaum perempuan yang belajar di bidang ekonomi yang meningkat dengan pesat termasuk rendahnya perempuan yang menempati posisi puncak karir (sebagai direktur). Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi teoritis maupun praktis. Kontribusi teoritis yang diharapkan dalam penelitian ini adalah membuktikan secara empiris keterkaitan antara kepuasan kerja, turnover, peningkatan karir, dan sifat kepribadian berdasarkan gender di kantor akuntan publik karena berdasarkan data diperleh informasi bahwa perempuan yang belajar dibidang akuntansi yang meningkat pesat namun tidak seimbang dengan peningkatan jumlah keikut sertaan mereka di Kantor Akuntan Publik. Kontribusi praktis bagi akuntan publik dan Ikatan Akuntan Indonesia yaitu bagi akuntan publik sebagai bahan masukan yang konstruktif untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja dalam kaitannya dengan turnover, dan upaya meminimalisir sex-stereotype yang mempengaruhi peningkatan karir
terhadap akuntan laki-laki dan akuntan
perempuan. Bagi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai bahan masukan untuk pertimbangan membentuk kompartemen gender dan akuntansi.
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC04 - 4
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
II. PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1.Pengaruh Turnover, Peningkatan Karir, dan Sifat Kepribadian Terhadap Kepuasan Kerja Turnover adalah berpindahnya seseorang dari sebuah pekerjaan tertentu dan tempat tertentu dengan alasan tertentu untuk kemudian mencari pekerjaan tertentu dengan posisi yang lebih baik, sama atau lebih jelek dari sebelumnya (Houghton, 2003). Berpindah kerja (turnover) seharusnya dianggap prilaku yang penting, baik dari sudut pandang individu maupun sosial, karena akan berpengaruh bagi organisasi maupun individu yang bersangkutan. Tingkat turnover yang tinggi akan menimbulkan dampak negatif bagi organisasi, seperti menciptakan ketidakstabilan terhadap kondisi tenaga kerja dan peningkatan biaya sumber daya manusia dan ketidakpuasan kerja. Hasil penelitian Abdul-Halim (1981); Choo (1986); dan Rasch dan Harrel (1990) menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara turnover terhadap kepuasan kerja. Sejumlah penelitian telah menguji perbedaan gender dalam hal kepuasan kerja dan pencapaian di KAP (Wescott and Seiler 1986; Pillsbury et al. 1989; Lehman 1992; Collins 1993; Reed et al. 1994). Konsensus dari penelitian tersebut menyatakan bahwa akuntan perempuan tidak bergerak maju ke tingkat yang lebih tinggi lebih baik dari kolega laki-laki mereka dan persamaan dalam jumlah dan kesempatan masih jauh dari harapan. Dalam upaya meringkas penelitian terbaru yang berkaitan dnegan peningkatan karir perempuan di KAP, Pillsbury et al. (1989) menyebutkan bahwa karir perempuan di kAP terlihat kurang mulus dibandingkan laki-laki, dengan tingkat turnover yang tinggi, terutama di level atas. Salah satu penjelasan yang memungkinkan atas perbedaan kepuasan kerja adalah kepribadian. Sebuah studi oleh Benke dan Rhode (1980) menemukan bahwa karakteristik personal dari auditor senior dan orang-orang bagian pajak di CPA firm berkaitan dengan kepuasan kerja mereka. Dalam penelitian sebelumnya, Rhode et al., (1976) menemukan bahwa individu diklasifikasikan sebagai CPA firm migrator (orang-orang yang berkeinginan untuk meninggalkan pekerjaan yang mereka pegang sekarang) dibedakan dari non-migrator adalah minat mereka dan sejumlah faktor kepribadian. Oleh karena itu dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H11: Turnover berpengaruh terhadap kepuasan kerja
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC04 - 5
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
H12: Peningkatan karir berpengaruh terhadap kepuasan kerja H13: Sifat kepribadian berpengaruh terhadap kepuasan kerja
2.2. Pengaruh Kepuasan Kerja, Peningkatan Karir, dan Sifat Kepribadian Terhadap Turnover Kepuasan kerja berhubungan dengan reaksi individual terhadap lingkungan pekerjaan mereka. Kepuasan kerja berbanding terbalik dengan keinginan seseorang untuk melakukan turnover (abdul-Halim, 1981; Choo, 1986; Rasch dan Harrel, 1990). Dalam literatur tersebut diindikasikan bahwa individu yang memiliki kepuasan kerja yang kerja yang rendah berkeinginan untuk merubah posisi pekerjaan mereka. Yang hilang dari riset-riset sebelumnya adalah penjelasan mengapa sejumlah individu memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi di sejumlah khusus lingkungan pekerjaan sementara beberapa individu yang lain memiliki tingkat kepuasan kerja yang lebih rendah dengan lingkungan pekerjaan yang sama (Harrel dan Stahl, 1984). Kita juga mendapatkan penjelasan di atas (hubungan turnover dengan sifat kepribadian) bahwa lingkungan kerja dari KAP adalah tidak netral dari nilai-nilai gender dan sebuah bentuk halus dari diskriminasi melawan perempuan sebagai bagian dari struktur KAP. Sentimen ini bergaung dalam sebuah survey tentang profesional perempuan yang dipekerjakan di KAP besar
ditemukan bahwa
perubahan dari praktek dan komposisi sosial dari KAP sangatlah diperlukan jika menginginkan sejumlah perempuan mencapai level partner (Maupin, 1993) pengembangan karir atau promosi karir secara umum, dan tingkat turnover profesional perempuan secara khusus bukanlah permasalahan diluar kontrol dari pihak manajemen KAP. Oleh karena itu dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H21: Kepuasan kerja berpengaruh terhadap turnover H22: Peningkatan karir berpengaruh terhadap turnover H13: Sifat kepribadian berpengaruh terhadap turnover
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC04 - 6
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
2.3. Pengaruh Kepuasan Kerja, Turnover, dan Sifat Kepribadian Terhadap Peningkatan Karir Kepuasan kerja adalah tingkat kepuasan dari seseorang yang menjalankan pekerjaan tertentu dan pada waktu tertentu. Artinya semakin puas seseorang maka memungkinkan seseorang dalam menempuh peningkatan karir karena segala kebutuhan telah terpenuhi. Salah satu alternatif penjelasan dari kurangnya jumlah wanita di posisi partner dijelaskan oleh tingginya tingkat turnover dari para akuntan wanita. Sebenarnya turnover bagi staff proffesional secara tradisional telah diterima sebagai salah satu bagian dari lingkungan kerja KAP. (rata-rata 20 % pertahun dari tahun 1994-1996 untuk KAP besar), sebuah survey yang dilakukan oleh Hooks dan Cheramy atas permintaan AICPA (AICPA, 1994a; Hooks & Cheramy, 1994) menemukan bahwa tingkat turnover perempuan di KAP lebih tinggi dibandingkan pada lelaki pada tingkat 3 level terbawah di organisasi
untuk semua kantor publik pada periode
tersebut. Beberapa penelitian
penting lainnya
tentang pengaruh
sifat sifat pribadi
(personal traits) telah difokuskan pada sifat sifat yang dimiliki oleh orang orang di posisi top manajer dalam KAP (Maupin, 1990;1993; Lehman, 1990).
Sifat sifat
tersebut di anggap melekat pada posisi manajer dan partner (Rekan). Perempuan cenderung memiliki aspirasi karir yang rendah ketika mereka masuk ke dalam profesi akuntan, memilih jalur yang tidak kompetitif. Head dan Shelly (2001) dalam Vugt (2002) menyebutkan bahwa perempuan sejak awal memilih karir dengan tingkat fleksiblitas yang tinggi, berdasarkan asumsi bahwa mereka akan menjadi pemberi kasih sayang yang utama bagi anak cucu mereka. Oleh karena itu dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H31: Kepuasan kerja berpengaruh terhadap peningkatan karir H32: Turnover berpengaruh terhadap peningkatan karir H33: Sifat kepribadian berpengaruh terhadap peningkatan karir
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC04 - 7
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
2.4. Pengaruh Kepuasan Kerja, Turnover, Dan Peningkatan Karir Terhadap Sifat Kepribadian Beberapa penelitian
penting lainnya
tentang pengaruh
sifat sifat pribadi
(personal traits) telah difokuskan pada sifat sifat yang dimiliki oleh orang orang di posisi top manajer dalam KAP (Maupin 1990, 1993; Lehman 1990).
Sifat sifat
tersebut di anggap melekat pada posisi manajer dan partner (Rekan). Riset telah membuktikan bahwa banyak sifat sifat kepribadian mempunyai sex stereotype yang berkaitan dengan sifat sifat tersebut. Sehingga adalah hal yang penting untuk menyelidiki apakah pengaruh dari sex stereotype terhadap sifat sifat pribadi terhadap perkembangan (promosi) didasarkan pada gender individual yang mengadopsi sifat sifat tersebut (Coglitore dan Raffield 1999). Penelitian Gabriel (1993) menyatakan tiga hal yang menjadi alasan mengapa perempuan meninggalkan akuntan publik karena (1) dominasi lelaki di lingkungan kerja akuntansi publik, (2) persepsi bahwa perempuan pekerja yang tidak bernilai tambah dan oleh karenanya juga tidak akan berkembang, (3) konflik personal dan permintaan profesional. Studi
tersebut
mengungkapkan
bahwa
mayoritas
perempuan
tidak
meninggalkan akuntan publik karena masalah pernikahan atau kelahiran bayi, tetapi momok dari stereotype feminin yang tetap hidup dalam lingkungan KAP. Stereotype ini menguatkan karena sejumlah perempuan meninggalkan KAP dikarenakan tanggung jawab keluarga. Permasalahan sebenarnya bukan pada pernikahan ataupun kelahiran bayi namun lebih pada ketika permintaan dari institusi keluarga dan permintaan dari KAP terbukti bertentangan. Dalam tahun-tahun belakangan, isu pekerjaan dan keluarga telah menjadi perhatian utama dari KAP dan profesi akuntansi secara simultan dibentuk sebagai
sebagai lapangan kerja yang
tempat yang nyaman bagi perempuan yang
mempunyai dua karir (sebagai ibu rumah tangga dan pekerja profesional). Oleh karena itu dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H41: Kepuasan kerja berpengaruh terhadap sifat kepribadian H42: Turnover berpengaruh terhadap sifat kepribadian H43: Peningkatan karir berpengaruh terhadap sifat kepribadian
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC04 - 8
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
2.5. Perbedaan Kepuasan Kerja, Turnover, Peningkatan Karir, dan Sifat Kepribadian Berdasarkan Gender Davidson dan Dalby (1993) menemukan bahwa keseluruhan kepribadian antara akuntan laki-laki dan perempuan adalah berbeda secara signifikan. Mereka menemukan bahwa perempuan lebih cenderung untuk self-reliant, skeptical, practical, dan secara sosial lebih mengutamakan perasaan, sedangkan laki-laki lebih bersifat rasional. Davidson dan Dalby (1993) juga menginvestigasikan perbedaan antara perempuan berdasarkan posisi mereka, dan menemukan bahwa kepribadian dari staff dan senior perempuan dibandingkan dengan perempuan yang berposisi manajer dan partner secara signifikan tidak menunjukkan adanya perbedaan (Coglitore dan Raffield, 1999). Penjelasan lainnya mengenai sedikitnya jumlah perempuan di posisi partner di karenakan oleh tingginya tingkat “turnover” perempuan yang berprofesi sebagai akuntan publik. Walaupun turnover merupakan suatu hal yang biasa namun penelitian yang dilakukan oleh Hooks dan Cheramy (1994) menemukan bahwa tingkat turnover perempuan akuntan publik lebih tinggi dibandingkan laki-laki yang berprofesi sebagai akuntan publik. Perbedaan ini lebih terlihat jelas pada KAP yang besar. Hal yang sama juga di dapatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Collins (1993) dan Sheridan (1992). Sejumlah penelitian telah menguji perbedaan gender dalam hal kepuasan kerja dan pencapaian di KAP (Wescott and Seiler, 1986; Pillsbury et al., 1989; Lehman, 1992; Collins, 1993; Reed, et al., 1994). Konsensus dari penelitian tersebut menyatakan bahwa akuntan perempuan tidak bergerak maju ke tingkat yang lebih tinggi lebih baik dari kolega laki-laki mereka dan persamaan dalam jumlah dan kesempatan masih jauh dari harapan. Dalam upaya meringkas penelitian terbaru yang berkaitan dnegan peningkatan karir perempuan di KAP, Pillsbury et al. (1989) menyebutkan bahwa karir perempuan di KAP terlihat kurang mulus dibandingkan laki-laki, dengan tingkat turnover yang tinggi, terutama di level atas. Meskipun setiap lingkungan pekerjaan mempunyai tekanan unik yang berbeda, secara umum dirasakan bahwa akuntan di KAP mempunyai tingkat tekanan yang lebih besar (contohnya, ligitasi, kuantitas pekerjaan yang diharapkan, deadline pekerjaan, time schedule, dll) . Meskipun banyak
studi yang
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC04 - 9
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
membandingkan dan mengkontraskan model lingkungan pekerjaan,
sedikit
diketahui tentang relativitas kepuasan kerja daru pekerja di KAP dan mereka yang berpraktisi secara pribadi. Studi-studi baru membenarkan tentang desefisiensi dengan membandingkan level kepuasan kerja dari akuntan dalam dua area ini. Oleh karena itu dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H5: Terdapat Perbedaan Kepuasan Kerja, Turnover, Peningkatan Karir, dan Sifat Kepribadian Berdasarkan Gender.
III. METODE PENELITIAN 3.1. Sifat dan Jenis Penelitian Desain penelitian ini menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis, maka penelitian ini tergolong pada penelitian penjelasan (explanatory) dan comparative. 3.2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di KAP yang berlokasi di kota Surabaya dan Malang. Pemilihan lokasi penelitian tersebut dengan pertimbangan bahwa jumlah kantor pemilihan lokasi penelitian tersebut dengan pertimbangan bahwa kota Surabaya memiliki jumlah KAP terbanyak setelah DKI Jakarta. Selain itu jarak kota Surabaya dan juga Malang yang dekat dengan tempat studi peneliti yang memudahkan untuk mobilitas penelitian di kota tersebut.. 3.3.
Populasi dan Pengambilan Sampel Populasi populasi dalam penelitian ini adalah akuntan laki-laki dan akuntan
perempuan yang bekerja sebagai auditor yunior, auditor senior, manajer, partner, dan pimpinan di KAP seluruh Indonesia. Adapun dari data yang diolah Direktori Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik 2003, jumlah anggota IAI yang aktif dan tersebar di 487 KAP di Indonesia adalah 959 orang. Jumlah angket (kuesioner) yang telah diedarkan sebanyak 150 eksemplar, tetapi hanya 60 eksemplar saja yang telah diterima kembali oleh peneliti. Dari 60 angket yang kembali semuanya memenuhi persyaratan
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC04 - 10
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
3.4. Definisi Operasional Variabel Untuk memberikan pemahaman yang lebih spesifik terhadap variabel-variabel penelitian ini, maka variabel tersebut didefinisikan secara operasional yang disajikan pada Tabel 2. 3.5. Teknik Analisis Data Alat pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda dan MANOVA. Untuk itu diformulasikan model regresi berganda sebagai berikut: X1 = bo1 + b11X2 + b12X3 + b13X4 + e1 X2 = bo2 + b21X1 + b22X3 + b23X4 + e2 X3 = bo3 + b31X1 + b32X2 + b33X4 + e3 X4 = bo4 + b41X1 + b42X2 + b43X3 + e4 dimana: bo
= Nilai intercept
b11-b43
= Koefisien arah regresi
X1
= kepuasan kerja
X2
= turnover
X3
= peningkatan karir
X4
= sifat kepribadian
e1-e4
= Error (variabel lain yang tidak dijelaskan dalam model)
Untuk
menganalisis
keterkaitan
antara
kepuasan
kerja,
turnover,
peningkatan karir, dan sifat kepribadian digunakan analisis statistik dengan tingkat taraf signifikansi maksimal α =10%. Untuk menguji hipotesis tentang kepuasan kerja, turnover, peningkatan karir, dan sifat kepribadian berdasarkan gender, maka digunakan teknik analisis data MANOVA.
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC04 - 11
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Pengujian
instrumen
penelitian
baik
dari
segi
validitasnya
maupun
reliabilitasnya terhadap 60 responden menunjukkan bahwa hasil instrumen penelitian yang digunakan adalah valid, dimana nilai korelasinya lebih besar dari 0.3 (Masrun dalam Sugiono, 2002) dan koefisien keandalannya (Cronbach Alpha) lebih besar dari 0.6 (Sekaran 2003). Untuk selengkapnya hasil uji validitas dan reliabilitas disajikan Tabel 4 dan 5. 4.2. Pengujian Asumsi Klasik 4.2.1. Uji Normalitas Hasil dari perhitungan Kolmogorof Smirnov Test (lihat Tabel 6) sudah menunjukkan distribusi yang normal pada model yang digunakan dengan nilai probabilitasnya yang lebih besar dari 0.05 sehingga bisa dilakukan regresi dengan Model Linear Berganda. 4.2.2. Uji Non-Autokorelasi Berdasarkan hasil perhitungan DW dengan menggunakan regresi (lihat Tabel 7) menunjukkan bahwa tidak ada korelasi serial diantara residual, sehingga variabel tersebut independen (tidak terjadi autokorelasi) yang ditunjukkan dengan du < dw < 4-du. 4.3.3. Uji Non-Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji gleijser. Dari Tabel 8 dapat disimpulkan bahwa untuk (struktur audit, konflik peran, dan ketidakjelasan peran) terhadap absolut Residual (absu) tidak terjadi heterosdastisitas dengan ditunjukkan thitung lebih kecil dari ttabel. 4.3.4. Uji Non-Kolinieritas Ganda (Multicolinearity) Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dapat dilihat dari Variance Inflation Factor (VIF). Dari Tabel 9 dapat disimpulkan bahwa untuk variabel (struktur audit, konflik peran, dan ketidakjelasan peran) tidak terjadi multikolineritas dengan ditunjukkan nilai VIF lebih kecil dari 10.
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC04 - 12
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
4. Hasil Penelitian Dan Pembahasan 4.1.Pengaruh turnover, peningkatan karir, sifat kepribadian terhadap kepuasan kerja Hasil ini berhasil membuktikan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara turnover terhadap kepuasan kerja dan mendukung penelitian Abdul-Halim (1981); Choo (1986); dan Rasch dan Harrel (1990). Apabila di penelitian sebelumnya hubungan kepuasan kerja dan turnover berbanding terbalik maka di penelitian ini ditemukan kenyataan lain bahwa kepuasan kerja berbanding lurus dengan turnover. Hal ini dimaknai bahwa jika kepuasan kerja meningkat maka tingkat turnover juga meningkat. Seseorang merasa puas jika mereka melakukan turnover. Sebagai gambaran bahwa responden dalam penelitian ini sebagian besar adalah berada pada dua level hierarkhi terbawah. Posisi ini sering dianggap oleh banyak akuntan yang baru masuk KAP sebagai batu loncatan untuk mendapatkan pekerjaan lain yang lebih baik. Jadi jika mereka melakukan turnover merupakan salah satu bentuk kepuasan mereka untuk bisa secepatnya berganti karir dengan imbalan dan bentuk pekerjaan yang lebih baik. Demikian juga pada hubungan peningkatan karir dengan kepuasan kerja. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa kepuasan kerja berbanding lurus dengan peningkatan karir. Seseorang yang memiliki kepuasan kerja yang meningkat maka peningkatan karir mereka juga meningkat. Kepuasan kerja yang tinggi memberikan kenyamanan pada seseorang untuk dapat melakukan tugasnya dengan baik. Tugas yang baik dan hasil yang berkualitas merupakan poin besar bagi pimpinan KAP untuk memberikan promosi karir bagi mereka yang dianggap berhasil. Meskipun KAP tempat responden bekerja sebagian kecil tidak mempunyai penilaian performance yang jelas namun responden tetap menganggap hal-hal teknis seperti kualitas
dari
pekerjaan,
jam
kerja
menghasilkan
pendapatan
bisnis
dan
mendapatkan klien merupakan hal yang penting bagi peningkatan karir mereka. Untuk pengaruh antara sifat kepribadian terhadap kepuasan kerja, peneliti menemukan kenyataan yang berbeda dan menolak sejumlah penelitian yang telah ada yang menunjukkan hubungan yang positif antara kepuasan kerja dan sifat kepribadian (Benke dan Rhode, 1980; Rhode, Sorenson, dan Lawyer,1976). Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa kepuasan kerja tidak berpengaruh
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC04 - 13
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
secara signifikan terhadap sifat kepribadian atau sebaliknya. Ini mengindikasikan bahwa kepuasan kerja seseorang di KAP tidak mempengaruhi perubahan sifat kepribadian seseorang dan sebaliknya. Sifat kepribadian adalah hal intrinsik dalam diri seseorang yang tidak bisa diubah atau berubah ketika seseorang merasa mendapatkan kepuasan atau ketidak puasan di tempat kerja mereka.
4.2. Pengaruh kepuasan kerja ,peningkatan karir, sifat kepribadian terhadap turnover Penelitian ini berhasil membuktikan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara kepuasan kerja terhadap turnover dan mendukung penelitian abdul-Halim (1981); Choo (1986);
dan Rasch dan Harrel (1990). Penelitian ini mendukung
penelitian yang menyatakan hubungan antara peningkatan karir terhadap turnover secara positif saling mempengaruhi (Hooks & Cheramy, 1994; Maupin, 1993). Penelitian ini mengungkapkan bahwa jika peningkatan karir meningkat maka tingkat turnover akan menurun. Hal ini berarti jika ada peningkatan karir maka kecendrungan orang-oranng untuk melakukan turnover adalah kecil. Peningkatan karir adalah perpindahan posisi ke hierarkhi yang lebih tinggi dengan wewenang dan imbalan yang lebih baik. Imbalan atau gaji merupakan faktor yang paling besar mempengaruhi seseorang di KAP untuk melakukan turnover. Gaji sebagai faktor yang besar juga sesuai dengan penelitian Stedham and Yamamura (2000) yang menyatakan rasio gaji laki-laki dan perempuan berbeda di Amerika dan di Australia. Gender bukan merupakan faktor yang relevan namun level posisi pekerjaan menjelaskan perbedaan itu. Akuntan perempuan terkonsentrasi di posisi level yang rendah. Perempuan dan laki-laki yang berada di dua level hierarkhi terbawah yang bekerja di KAP dalam penelitian ini memusatkan pengembangan karir sebagai tujuan utama mereka. Jika mereka harus berkompromi dengan kebahagiaan pribadi maka mereka akan lebih memilih karir. Hanya sedikit dari mereka yang lebih memilih kehidupan pribadi. Penelitian ini menolak penelitian yang mendukung hubungan positif antara sifat kepribadian dan turnover. Penelitian yang menunjukkan hubungan positif antara sifat kepribadian terhadap turnover (Gabriel, 1993) tidak ditemukan di sini.
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC04 - 14
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Kecenderungan seseorang di KAP untuk melakukan turnover tidak berkaitan dengan sifat kepribadian. Turnover disebabkan faktor lain yang lebih mendasar seperti masalah kepuasan kerja dan peningkatan karir. Keputusan untuk turnover tidak dipengaruhi pada persepsi mereka terhadap adanya sex stereotype dan sifat karir mereka.
4.3.Pengaruh
kepuasan
kerja,
turnover,
sifat
kepribadian
terhadap
Peningkatan Karir Penelitian ini mendukung penelitian yang menyatakan hubungan antara peningkatan karir terhadap turnover secara positif saling mempengaruhi (Hooks & Cheramy, 1994; Maupin, 1993)penelitian ini juga Penelitian ini mendukung penelitian yang menyatakan pengaruh positif
sifat kepribadian terhadap
peningkatan karir (Coglitore dan Raffield 1999; Weisel 1991, Lehman 1999). Ini dapat diartikan bahwa peningkatan karir seseorang di KAP tidak didasarkan pada sifat kepribadian (dalam hal ini sex stereotype dan sifat karir). Meskipun terjadi sex stereotype (dalam kuisioner diberikan pertanyaan alasan adanya pembedaan kesempatan promosi karir perempuan dan laki-laki, didapatkan jawaban terbesar adalah: wanita cenderung emosional dan membawa permasalahan pribadi ke kantor) di KAP tidak menjadi penentu bagi pengembangan karir seseorang termasuk halnya sifat individu yang dimiliki oleh seseorang. Peningkatan karir lebih dipengaruhi pada permasalahan teknikal yaitu sejauh mana seseorang bisa menyelesaikan tugasnya dengan baik dengan kualitas yang baik pula.
4.4. Pengaruh kepuasan kerja, turnover, peningkatan karir terhadap sifat kepribadian Untuk pengaruh antara kepuasan kerja terhadap sifat kepribadian, peneliti menemukan kenyataan yang berbeda dan menolak sejumlah penelitian yang telah ada yang menunjukkan hubungan yang positif antara kepuasan kerja dan sifat kepribadian (Benke dan Rhode, 1980; Rhode, Sorenson, dan Lawyer, 1976). Penelitian ini juga menolak penelitian yang mendukung hubungan positif antara turnover sifat kepribadian dan.
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC04 - 15
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Penelitian yang menunjukkan hubungan positif antara sifat kepribadian terhadap turnover (Gabriel, 1993) tidak ditemukan di sini. Penelitian ini mendukung penelitian yang menyatakan pengaruh positif
sifat kepribadian terhadap
peningkatan karir (Coglitore dan Raffield 1999; Weisel 1991, Lehman 1999). Ketiadaan hubungan sifat kepribadian terhadap tiga variabel ini dapat pula diindikasikan bahwa sebagian besar responden tidak merasakan sifat kepribadian memberi pengaruh yang besar terhadap ketiadaan pengaruh sifat kepribadian terhadap kepuasan kerja, turnover dan peningkatan karir.
4.5. Perbedaan Kepuasan Kerja, Turnover, Peningkatan Karir, dan Sifat Kepribadian Berdasarkan Gender Penelitian ini menolak penelitian Reed dan Kratchman (1990) yang menyatakan ada perbedaan kepuasan kerja antara akuntan laki-laki dan perempuan. Meskipun dari hasil penelitian didapatkan bahwa kepuasan kerja yang meliputi variabel performance, gaji, lingkungan kerja, dukungan organisasi, kehidupan pribadi, aspek karir tidak mempunyai perbedaan secara signifikan antara laki-laki dan perempuan yang bekerja di KAP. Hal ini secara tidak langsung menandakan bahwa kepuasan kerja antara laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda untuk variabel-variabel yang telah disebutkan di atas. Sebaiknya untuk mencermati variabel penting di dalamnya yaitu Gaji. Dan juga hasil pengujian hipotesis (meskipun tidak signifikan) bahwa laki-laki menerima gaji yang lebih besar dan lebih banyak laki-laki yang menerima gaji yang lebih baik di posisi level hierarkhi yang lebih tinggi. Gaji yang merupakan faktor penting bagi seseorang yang melakukan turnover akan mempunyai dampak yang besar jika di masa yang akan datang kompensasi antara laki-laki dan perempuan tidak sama. Penelitian ini menolak penelitian Collins (1993), Sheridan (1992), dan Hooks dan Cheramy (1994) yang menyatakan tingkat turnover antara akuntan lakilaki dan perempuan berbeda. Tingkat turnover antara laki-laki dan perempuan yang bekerja di KAP dalam penelitian ini juga tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Walaupun demikian melihat lebih dekat dapat diketahui bahwa jumlah perempuan yang berkecendrungan untuk melakukan turnover lebih banyak dibandingkan laki-laki.
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC04 - 16
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Berikutnya adalah variabel peningkatan karir yang terbagi dalam beberapa variabel yaitu,
aspek karir keprofesian, aspek karir umum, tujuan karir, tingkat
prospek karir, sikap pribadi, hubungan karir. Sebagaimana yang telah diungkapkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara laki-laki dan perempuan pada variabelvariabel yang diujikan. Penelitian ini menolak penelitian Hooks dan Cheramy (1994) yang menyatakan peningkatan karir antara akuntan laki-laki dan perempuan berbeda. Dapat dilihat bahwa sebagian besar responden menyatakan tingkat progress karir mereka rendah. Di setiap opsi yang ada perempuan menjawab dengan jumlah yang paling banyak. Tidak ada yang menjawab tingkat prospek karir mereka tinggi. Mengingat bahwa responden berada di posisi dua level hierarkhi terbawah di KAP. Mereka memahami bahwa prospek karir mereka telah diatur sedemikian rupa dengan jangka waktu yang sudah ditentukan pula sehingga sulit untuk mengatakan ada yang menjadi high flyer di KAP terutama sekali perempuan yang mempunyai masalah dengan pembagian kehidupan pribadi sebelum dan sesudah menikah. Dapat dilihat bahwa sebagian besar responden menyatakan tingkat progress karir mereka rendah. Di setiap opsi yang ada perempuan menjawab dengan jumlah yang paling banyak. Tidak ada yang menjawab tingkat prospek karir mereka tinggi. Mengingat bahwa responden berada di posisi dua level hierarkhi terbawah di KAP. Mereka memahami bahwa prospek karir mereka telah diatur sedemikian rupa dengan jangka waktu yang sudah ditentukan pula sehingga sulit untuk mengatakan ada yang menjadi high flyer di KAP terutama sekali perempuan yang mempunyai masalah dengan pembagian kehidupan pribadi sebelum dan sesudah menikah. Variabel terakhir yaitu sifat kepribadian terbagi menjadi sex stereotype. Pada variabel sex stereotype terdapat perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan. Penelitian ini mendukung penelitian Davidson dan Dalby (1993) yang menyatakan ada perbedaan sifat kepribadian antara akuntan laki-laki dan perempuan. Penelitian ini menolak penelitian Earnest dan Lampe (1982) dan Johnson dan Dierks (1982) yang menyatakan tidak ada perbedaan antara sifat kepribadian antara akuntan laki-laki dan perempuan. Perempuan lebih merasakan sex-stereotype “hidup” dalam KAP dibandingkan laki-laki. Perempuan merasakan sex
stereotype
mempengaruhi
promosi
karir,
Bridging the Gap between Theory and Practice
pola
relasi
kerja,
penilaian
MACC04 - 17
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
performance dan penugasan yang diberikan. Contoh sederhananya yaitu, perempuan lebih emosional dibandingkan laki-laki dalam menyelesaikan masalah. Laki-laki justru tidak menganggap sex stereotype penting dalam hal promosi karir, pola relasi kerja, penilaian performance dan penugasan yang diberikan. Hal ini dikarenakan sex stereotype merupakan hal yang tidak tampak. Stereotype adalah “ deeply rooted, widely shared, remarkably resistant to change” (Heilman et al 1989:939), dan membutuhkan kekuatan untuk berubah (Heilman dan Martel 1986).
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC04 - 18
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
V. KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan temuan dan analisis yang telah diungkapkan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah: (1) turnover dan peningkatan karir berpengaruh terhadap kepuasan kerja, sedangkan sifat kepribadian tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja. (2) Kepuasan kerja, dan peningkatan karir berpengaruh signifikan terhadap turnover sedangkan sifat kepribadian tidak berpengaruh terhadap turnover. (3) Kepuasan kerja dan turnover, berpengaruh signifikan terhadap peningkatan karir sedangkan sifat kepribadian
tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap
peningkatan
karir.
(4)
peningkatan karir berpengaruh signifikan terhadap sifat kepribadian sedangkan kepuasan kerja dan turnover tidak berpengaruh signifikan terhadap sifat kepribadian. (5) Terdapat perbedaan sex stereotype yaitu laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan sedangkan variable yang lain kepuasan kerja, turnover, dan peningkatan karir tidak menunjukkan angka yang signifikan.
5.1
Saran Seperti diketahui bahwa kepuasan kerja, turnover, peningkatan karir dan sifat
kepribadian saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Keluarnya tenaga kerja profesional bagi KAP merupakan hal yang lazim namun kelaziman ini memberatkan KAP untuk mendidik kembali tenaga yang baru untuk beradaptasi dengan karakter organisasi. Penting sekali bagi para pimpinan KAP untuk memperhatikan tingkat kepuasan kerja, turnover, peningkatan karir, serta sifat kepribadian dan hubungan antara
satu
dengan
lainnya
berdasarkan
gender
untuk
kemudian
mengimplementasikannya dalam kebijakan di KAP. Ini adalah hal yang sangat diharapkan yaitu peningkatan kualitas kerja dari setiap anggota di KAP tanpa ada diskriminasi yang tampak maupun tidak tampak sehingga tingkat turnover di KAP tidak begitu tinggi dan mendukung masuknya perempuan untuk lebih berpartisipasi aktif di KAP. Di Amerika dan beberapa negara maju lainnya, ikatan keprofesian akuntan mereka memberikan perhatian yang lebih pada masalah gender. Seperti misalnya American Accounting Association membentuk divisi gender accounting yang
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC04 - 19
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
diharapkan penelitian sekitar gender dan akuntansi dapat lebih dimaksimalkan. Hal ini dapat menjadi pembelajaran dengan harapan agar IAI juga memberikan porsi yang besar pada topik gender di dalam dunia akuntansi di Indonesia.
5.3 Keterbatasan Adapun kekurangan dalam penelitian ini yang diharapkan bisa diperbaiki dalam penelitian-penelitian serupa berikutnya adalah: (1) kecilnya jumlah sampel. Kecilnya jumlah sampel ini sangat tergantung dari itikad baik dari para akuntan untuk ikut serta dalam penelitian. Peneliti menghadapi rendahnya tingkat partisipasi akuntan dikarenakan alasan klasik yaitu, kesibukan. (2) Peneliti dihadapkan kenyataan bahwa setiap kuesioner yang diberikan kepada responden yaitu mereka yang bekerja di KAP harus melalui pengecekan dari pihak administratif KAP sehingga memungkinkan jawaban yang bias atau tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya. Diharapkan pihak IAI memberikan kemudahan bagi para peneliti untuk menyebarkan kuesioner di KAP melalui sistematika yang diatur sedemikian rupa agar penelitian-penelitian yang bermanfaat bagi keprofesian akuntan itu sendiri bisa tumbuh subur dimasa yang akan datang. (3) Penelitian ini tidak memasukkan unsur etnisitas yang mungkin merupakan kunci penting untuk menjawab permasalahan seputar budaya yang mempengaruhi pola relasi gender di KAP. (4) Penelitian ini berfokus pada dua level hierarkhi terbawah di KAP sehingga penelitian lain yang memfokuskan pada senior manajer, partner dan pimpinan berbasis gender serta komitmen organisasi bagi mereka yang sudah menikah dan mempunyai anak yang bekerja di KAP akan memberikan perspektif yang lebih luas tentang gender dan akuntansi di Indonesia.
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC04 - 20
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
DAFTAR PUSTAKA
AICPA, (1994), “Survey on Women’s Status and Work Familly Issues in Public Accounting”, New York. Abdel-Halim, A. (1981), “Effects of Role Stress-Job Design-Technology Interaction on Employee Work Satisfaction, Academy of Management Journal,” Vol. 24, pp. 260-273. Aliman (2000), “Modul Ekonometrika Terapan”, PAU Studi Ekonomi UGM Yogyakarta Ancok, Djamaludin, Masri Singarimbun (editor) (1989), “Metode Penelitian Survey”, LP3ES: Jakarta Anne Loft , Gender and Accounting, http://www.thomsonlearning.co.uk Arif, Sritua (1993), “Metodologi Penelitian Ekonomi”, UI Press, Jakarta Arikunto, Suharsimi, DR. (1995), “Manajemen Penelitian”, PT. Rineka Cipta, Jakarta Barker, P.C., and Monks, K., (1998) “Irish women accountants and career progression: A research not”, Accounting, Organisations and society, pp.813-821. Bem, S.L (1978), “Bem Sex Role Inventory”, Consulting Psychologist Press, Inc. Palo Alto, CA Bernard, J. (1975) “Women, Wives, Mother :Values and Options,” Aldine: Chicago Business Week (1997), http://www.businessweek.com Butler, Judith, (1990). “Gender Trouble”. New York: Routledge. Carnegie, Garry D., dan Cheryl S. McWatters (2003), “The Development of the Specialist Accounting History Literature in the English Language: An Analysis by Gender”, School of Accounting and Finance, McGill University Chan, B., and Smith, M., (2000), “Should we send a Women?”, Charter, September, pp.1-5.
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC04 - 21
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Choo, F., (1986) “Job Stress, Job Performance, and Auditor Personality Characteristics.”, Auditing: A Journal of Practice and Theory, Vol. 5, No. 2, Spring,. pp. 17-34. Coglitore, Frank J. dan Raffield , “The Effects of personality Traits on Women’s Advancement in Public Accounting firms”, http://www3.bus.osaka-cu.ac.jp Collins, K. M. (1993), “Stress and departures from the public accounting profession: A study of gender differences”, Accounting Horizons, Vol. 7, No. 1, pp. 2938. Conyon, M.J., and Mallin, C., (1997) “The Boardroom: Evidence from UK companies”, Corporate Governance, July, pp.112-117. Dajan, anto (1986), “Pengantar Metode Statistik”, Jilid 1 & 2, LP3ES, Jakarta. Dambrin, Claire dan Caroline Lambert (2001), “Les Frontieres Entre Hommes Et Femmes Dans Le, Monde De La Comptabilite : Une Revue Des Recherches”
http://www.afc-cca.com/congres2001
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia (2002), www.depdiknas.go.id Direktory Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik 1999 – 2000 (2000) , Ikatan Akuntan Indonesia , Jakarta Furner, M. (1975), “Advocacy and objectivity”, University of Illinois, Urbana Gujarati, D N (1997), “Ekonometrika Dasar”, Mc. Graw Hill, Inc., Massachussetts. Hargreaves, D. J., & Colley, A. M. (1987). “The Psychology of sex role”s. New York: Hemisphere Pub. Corp. Bf692.2 .p77 1987 Haslanger, Sally, (2000). "Gender and Race: (What) Are They? (What) Do We Want Them To Be?" Nous 34 (1). Hines, R.D (1992), Accounting : “Filling the negative space”, Accounting, Organizations and Society, Vol. 12. No. 1 Humm, Maggie (2002) , “Ensiklopedia Feminisme”
( Edisi Terjemahan), Fajar
Pustaka Baru : Yogyakarta
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC04 - 22
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Husein Umar, Drs.MM.,MBA (2002), “Riset Pemasaran dan Prilaku Konsumen”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gabriel, C. (1993), “Where have all the women gone? One firm asks”, Management review. Vol. 85 Glover, Hubert D, Patricia G. Mynatt, dan Richard G. Schroeder (1996), “The Personality, Job Satisfaction And Turnover Intentions Of African-American Male And Female Accountants” , University of North Carolina at Charlotte Harrell, A. M. & Stahl, M. J.(1984), “McClelland's Trichotomy of Needs Theory and the Job Satisfaction and Work Performance of CPA Firm Professionals”, Accounting,Organizations and Society, Vol. 9, No. 3/4, pp. 241-252. Http://www.answers.com/topic/gender Http://www.answers.com/topic/career H
Http://encyclopedia.laborlawtalk.com/Stereotype Http://www.wilderdom.com/personality/traits/PersonalityTraitsDefinitions.html H
Http://www.thefreedictionary.com/turnover Indriantoro, N dan B. Supomo (1999), Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen, Edisi Pertama, Yogyakarta:BPFE Kamori, Naoko (1998) , “In Search of feminine Accounting Practise : The Experience of Women “Accountants” in Japan”, http://www3.bus.osaka-cu.ac.jp Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Jakarta Kyriacou, Orthodoxia, “Gender and Ethnicities in Accounting: An Oral History Perspective”, http://visar.csustan.edu Kerlinger Fred (1986) “Azas-Azas Penelitian Behavioral”, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Lehman, Cheryl R. , “Quiet Whispers … Men Accounting For Women . West to
East,
http://panoptic.csustan.edu
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC04 - 23
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Lipe, M.G., (1989) “Further Evidence on the performance of female versus male accounting students, Issues in accounting education”, Spring, pp.144-152. Loft, A., (1992) “Accountancy and the Gendered Division of Labour: A review essay”, Accounting, Organisations and Society”, pp. 367-378. Loft A., “Gender and Accounting”, http://www.thomsonlearning.co.uk Maupin, R., (1990), “Sex Role and Career Success of Certified Public Accountant”s, In Tinker, t & Neimark, M. (eds), “Advances in Public Interest Accounting “ Jai Press Inc. Maupin, R. J. & lehman, C. R.(1994), “Talking Heads : stereotypes, status, sex-roles and satisfaction of female and male auditors, Accounting, Organization and Society”, Vol. 19, No. 4/5 McCloskey, D.N (1993), “Some consequences of a conjenctive economics,” in Ferber, M, and Nelson. J.A (eds), “Beyond Economic Man: feminist Theory and Economics”, The University of Chicago Press, Chicago, IL, pp.69-93 Megawangi, Ratna (1999), “Membiarkan Berbeda ? Sudut Pandang Baru Tentang Relasi gender” , Mizan, Jakarta Moore, D.C (1192), “Accounting on trial: the critical legal studies movement and its lesson for radical accounting,” Accounting, organizations, and society, Vol. 16 No. 8 pp. 763-91 Morley, Clive, Sheila Bellamy, Margaret Jackson, dan Marcia O’Neill (2001), “Gender Differences In Career Attitudes Of Accountants And Their Impact On Career Progression,” School of Accounting and Law RMIT University, Australia. Maahs, D.E., Morrow, P.C., and McElroy, J.C., (1985) “The earnings gap in the 1980’s: It’s causes, consequences, and prospects for elimination”, The Woman C.P.A, January, pp. 14-18. O’Neill, Marcia, Clive Morley, Sheila Bellamy and Margaret Jackson (2001), “Gender Issues in Australian Accounting,” School of Accounting and Law RMIT University, Australia.
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC04 - 24
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Pillsbury, C. M., Capozzoli, L. and Ciampa, A., (1989), “A Synthesis of Research Studies Regarding the Upward Mobility of Women in Public Accounting”, Accounting Horizons, Vol. 3, No. 1, pp. 63-70 Raffield, Janice M. dan F.J. Coglitore , “Advancement in Public Accounting: The Effect of Gender and Personality Traits,” http://www3.bus.osaka-cu.ac.jp Rasch, R. H. & Harrell, A., (1990) “The Impact of Personal Characteristics on the Turnover Behavior of Accounting Professionals”, Auditing: a Journal of Practice and Theory, Vol 9, No. 2, Spring, pp. 90-102. Reed, S. A., Kratchman, S. H., and Strawser, R. H., (1994), “Job Satisfaction, organizational commitment, and turnover intentions of United States Accountants: The impact of locus of control and gender”, Accounting, Auditing & Accountability Journal, Vol. 7, No. 1, pp. 31-59. Reiter, Sara, Ann. (1995), “Theory and Politics : Lessons from feminist economic”s, Accounting, Auditing & Accountability Journal Vol. 8 no. 3 Roberts, Diane H. dan John P. Koeplin (2001), “Gender's And Moral Reasoning's Impact On Contingency Disclosure,” University of San Francisco School of Business and Management, San Francisco, Ca. Ross, Kelley L. (2000), “Gender Stereotypes and Sexual Archetypes (after C.G. Jung, Camille Paglia, Deborah Tannen, John Gray, etc.)” Santoso, Singgih (2001), “Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik,” PT. Elex Media Komputindo: Jakarta Sanders, Jane (1996), “Beware of Gender Stereotypes In The Workplace,” http://www.wistaston.com/WCS Schroeder, Richard (1997), “The Impact of Ethnicity, Gender, Occupational Setting and Level of Decision Making Authority on the Personality-Job SatisfactionTurnover Intentions Relationships”: A Glassian Meta Analysis University of North Carolina at Charlotte
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC04 - 25
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Shearer, T.L, dan Arrington, C.E. (1993), “Accounting in other wor(l)ds: a feminism without reserve, Accounting Organization s and Society,” Vol. 18 No. 2/3, pp. 41-53 Singarimbun, masri., Sofyan Effendi (1989), Metode Penelitian Survey LP3ES: Jakarta Sekaran, Uma (2003), “Research Methods For Business”, Intervarsity BookStore, United States Of America Sheridan, J.E., (1992) “Organizational Culture and Employee retention”, Academy Of management Journal, Vol. 35,. No. 35 No. 5 Smith, D. (1974), “Women’s perpective as a radical sritique of sociology’, Sociological Inquiry,” vol. 44, no. 1,pp.7-13 Stanford Encyclopedia of Philosophy (2001) Stanko, B.B., and Schneider, M., (1999) “Sexual harassment in the public accounting profession”, Journal of business Ethics, January, pp. 1-11. Strawser, Joyce A., James C. Flagg, dan Sarah A. Holmes (1999), “Job Satisfaction In Accounting Practice: A Comparison Of Two Periods”, Department of ccounting and Taxation Seton Hall University, New Jersey Stallworth, Lynn (1997), “Gender And Affective Commitment ToPublic Accounting Organizations” Stedham, Yvonne dan Jeanne H. Yamamura (2000),”Gender and Salary: A Comparative Study of Accountants in the US and Australia”, University of Nevada, Reno Sudjana, MA (2002), “Metode Statistika”, Tarsito, Bandung Triyuwono, Iwan (2000), “Organisasi dan Akuntansi Syari’ah”, LkiS, Yogayakarta Vugt, Olivia van (2003), “Literature Review Gender InEquity In The Accounting Proffesion” West, Candace and Don Zimmerman, (1987). "Doing Gender". Gender and Society 1:125-51. Wescott, S, H. and Seiler, R. E. (1986), “Women in the Accounting Profession”, New York, Marcus Williams, L.K., (1991) “A synthesis of research studies on the performance of male and female accounting students”, The Woman C.P.A, Spring, pp. 12-15. Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC04 - 26
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Tabel 1. Ringkasan Studi Empiris Tentang Gender di KAP Significant Studi
Maupin (1990)
Coglitore
&
Raffield
Dependent
Independent
Association
Variables
Variables
Peningkatan Karir
Personality Traits
Positif
Peningkatan Karir
Sex Stereotype
Negatif
Turnover
Kepuasan Kerja
Positif
Kepuasan Kerja
Karakteristik
Positif
(1999)
Abdul-Halim (1981), Choo (1986), Rasch & Harrel (1990)
Personal Borke & Rhode (1980)
Gabriel (1993)
Turnover
Sex Stereotype
Positif
Hooks
Turnover
Peningkatan karir
Positif
Sifat Kepribadian
Gender
Negatif
Sifat Kepribadian
Gender
Positif
Kepuasan Kerja
Gender
Positif
Turnover
Gender
Positif
Turnover
Gender
Positif
&
Cheramy
(1994)
Earnest & Lampe (1982), Johnson & Dierks (1982)
Davidson
&
Dalby
(1993)
Reed
&
Kratchman
(1990)
Collins (1993)
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC04 - 27
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Turnover
Gender
Positif
Peningkatan Karir
Gender
Positif
Sheridan (1992)
Hooks
&
Cheramy
&
Cheramy
(1994)
Hooks (1994)
Tabel 2 . Definisi Operasional No 1
Variabel Kepuasan kerja
Definisi tingkat kepuasan dari seseorang yang menjalankan pekerjaan tertentu dan pada waktu tertentu
2
Turnover
berpindahnya seseorang dari sebuah pekerjaan tertentu dan tempat tertentu dengan alasan tertentu untuk kemudian mencari pekerjaan
tertentu dengan
posisi yang lebih baik, sama atau lebih jelek dari sebelumnya 3
Peningkatan karir
tingkat pencapaian karir yang biasanya ditandai
dengan
peningkatan
posisi
dalam strata hierarkhi tertentu 4
Sifat kepribadian
ciri, sifat, karakter kepribadian
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC04 - 28
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Tabel 3. Indikator Variabel No
Variabel
1
Kepuasan kerja (X1) (X1.1) Performance
Indikator
Variasi kerja, tantangan yang bersifat intelektual, pengembangan keterapilan, luas control terhadap pekerjaan, kesempatan menampilkan performance prima
(X1.2) Gaji Besar gaji yang diterima (X1.3) Lingkungan Pekerjaan Lingkungan fisik tempat bekerja, dukungan administratif, budaya organisasi, fleksibilitas dan kontrol (X1.4) Dukungan Organisasi
jam kerja, hubungan dengan staf lain
(X15) Kehidupan Pribadi Pengembangan keprofesian dan kepribadian (X16) Aspek Karir Keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi
Prosedur promosi, penghargaan hasil kerja, kesempatan karir jangka pendek dan panjang, keterampilan penunjang karir, tingkat progress karir, jam kerja, part time, keselamatan kerja, status pekerjaan 2
Turnover (X2)
Keinginan lama waktu bekerja di posisi saat ini
3
Peningkatan karir (X3)
Akuntansi, Pengembangan
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC04 - 29
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
(X3.1) Aspek Karir Area
kepribadian,
Keprofesian
manajemen/kepemimpinan, kemampuan tekhnikal lain.
(X3.2) Aspek Karir Umum
Pendapatan bisnis, mendapatkan klien, jam kerja, kualitas pekerjaan, kesesuaian dengan senior dan budaya organisasi, kompetensi teknikal, kepemimpinan, kualifikasi akademik, umur, gender, etnisitas,
(X3.3) Tujuan Karir
penampilan, agama
(X3.4) Prospek Karir
Tingkat serta posisi karir yang dinginkan di masa depan
(X3.5) Sikap Pribadi
Tingkat prospek karir di masa depan
Sikap memilih bentuk keseimbangan antara karir dan kehidupan pribadi (X3.6) Halangan Karir
serta pencapaian tujuan karir di masa depan
Keinginan untuk terus melanjutkan karir dengan menghadapi halanganhalangan yang ada 4
Sifat kepribadian (X4) (X4.1) Sex Stereotype
Pengaruh sex stereotype pada promosi karir, pola relasi kerja dengan kolega, penilaian performance akuntan, penugasan
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC04 - 30
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Tabel 4. Ringkasan Hasil Uji Validitas Korelasi Faktor X11 – x111
Hasil P value 0,000 < alpha
Indikator
X16 – x1610
0,05 X11 – x112
P value 0,000 < alpha
P value 0,000 < alpha
X16 – x1611
P value 0,000 < alpha
X16 – x1612
P value 0,000 < alpha
X16 – x1613
P value 0,000 < alpha
X16 – x1614
P value 0,000 < alpha
X31 – X311
P value 0,000 < alpha
X31 – X312
P value 0,000 < alpha
X31 – X313
P value 0,000 < alpha
X31 – X314
P value 0,000 < alpha
X32 – X321
P value 0,000 < alpha
X32 – X322
P value 0,000 < alpha
X32 – X323
P value 0,000 < alpha
P value 0,001 < alpha 0,05
X32 – X324
0,05 X16 – x162
P value 0,004 < alpha 0,05
0,05 X16 – x161
P value 0,000 < alpha 0,05
0,05 X14 – X142
P value 0,000 < alpha 0,05
0,05 X14 – X141
P value 0,000 < alpha 0,05
0,05 X13 – X135
P value 0,000 < alpha 0,05
0,05 X13 – X134
P value 0,000 < alpha 0,05
0,05 X13 – X133
P value 0,001 < alpha 0,05
0,05 X13 – X132
P value 0,001 < alpha 0,05
0,05 X13 – X131
P value 0,003 < alpha 0,05
0,05 X11 – x115
P value 0,546 > alpha 0,05
0,05 X11 – x114
P value 0,081 > alpha 0,05
0,05 X11 – x113
Hasil
P value 0,000 < alpha 0,05
X35 – X351
0,05
Bridging the Gap between Theory and Practice
P value 0,000 < alpha 0,05
MACC04 - 31
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
X16 – x163
P value 0,000 < alpha
X35 – X352
P value 0,000 <
0,05 X16 – x164
alpha 0,05
P value 0,000 < alpha
X36 – X361
P value 0,000 <
0,05 X16 – x165
alpha 0,05
P value 0,000 < alpha
X36 – X362
P value 0,000 <
0,05 X16 – x166
alpha 0,05
P value 0,000 < alpha
X41 – x411
P value 0,000 <
0,05 X16 – x167
alpha 0,05
P value 0,000 < alpha
X41 – x412
P value 0,000 <
0,05 X16 – x168
alpha 0,05
P value 0,000 < alpha
X41 – x413
P value 0,000 <
0,05 X16 – x169
alpha 0,05
P value 0,033 < alpha
X41 – x414
P value 0,000 <
0,05
alpha 0,05
Sumber: Data Primer Diolah
Tabel 5. Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Faktor
Hasil Perhitungan
X11
Alpha Cronbach = 0.9100
X13
Alpha Cronbach = 0.8097
X14
Alpha Cronbach = 0.9065
X16
Alpha Cronbach = 0.8261
X31
Alpha Cronbach = 0.8699
X32
Alpha Cronbach = 0.5619
X35
Alpha Cronbach = 0.6209
X36
Alpha Cronbach = 0.7371
X41
Alpha Cronbach = 0.9335
Sumber: Data Primer Diolah
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC04 - 32
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Tabel 6. Hasil analisis Uji Normalitas Variabel
K-S Z*
2 tailed p.**
Pers 1
0.930
0.353
Pers 2
0.826
0.503
Pers 3
0.560
0.912
Pers 4
1.338
0.056
Sumber: Data Primer Diolah
Tabel 7. Asumsi Tidak Terjadi Autokorelasi No 1
Pers
dl
du
4-du
4-dl
dw
Interprestasi
1.480
1.689
2.311
2.520
1.737
Tidak
(1) 2
Pers
autokorelasi 1.480
1.689
2.311
2.520
1.840
Tidak
(2) 3
Pers
Pers
ada
autokorelasi 1.480
1.689
2.311
2.520
2.032
Tidak
(3) 4
ada
ada
autokorelasi 1.480
1.689
2.311
2.520
1.869
Tidak
(4)
ada
autokorelasi
Sumber: Data Primer Diolah
Tabel 8. Pengujian Asumsi Heteroskedastisitas Variabel Dengan Menggunakan Uji Glejser Variabel
Pers (3.1) T hit
Sig
Kepuasan kerja (X1) Turnover (X2)
Pers (3.2)
Pers (3.3)
T hit
Sig
T hit
Sig
T hit
Sig
1.317
0.224
1.507
0.137
1.263
0.212
0.305
0.761
0.373
0.711
-1.096
0.278
0.487 0.628
Peningkatan karir (X3)
-0.980 0.331
-1.252 0.216
Sifat kepribadian (X4)
-1.045 0.177 0.860
Pers (3.4)
0.301
0.658 0.513
Sumber: Data Primer Diolah Nilai T tabel : α (1%) =2.660 , α (5%) =2.000, α (10%)=1.671
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC04 - 33
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Tabel 9. Hasil Analisis Regresi Variabel
Unstandardized T hitung
Sig.
Keterangan
Coefficients (B) (Constant)
75.675
5.371
0.000
X2
2.577
4.701*
0.000
Signifikan
X3
0.764
2.698*
0.009
Signifikan
X4
-0.056
-1.277
0.207
Tidak Signifikan
R
= 0.572
R Square
= 0.328
F hitung
= 9.091
F tabel
= 2.139
Sign. F
= 0,000 = 0,05
Sumber data: Data primer yang diolah Keterangan: - Jumlah data (observasi) = 60 -*Signifikan Pada Level 1 %, Nilai t table level 1% = 2.660 -** Signifikan pada level 5%, Nilai t table level 5% = 2.000 -***Signifikan pada level 10%, Nilai t table level 10% = 1.671 -Dependent Variabel kepuasan kerja (X1 independen variabelnya adalah turnover (X2), peningkatan karir (X3), dan sifat kepribadian (X4)
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC04 - 34
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Tabel 10. Hasil Analisis Regresi Variabel
Unstandardized
T hitung
Sig.
Keterangan
-5.377
-1.533
0.131
X1
0.110
4.701*
0.000
Signifikan
X3
-0.123
-2.055**
0.045
Signifikan
X4
0.010
1.157
0.252
Tidak Signifikan
Coefficients (B) (Constant)
R
= 0.293
R Square
= 0.542
F hitung
= 7.748
F tabel
= 2.139
Sign. F
= 0,000
α
= 0,05
Sumber data: Data primer yang diolah Keterangan: - Jumlah data (observasi) = 60 - Dependent Variabel turnover (X2) independen variabelnya adalah variabel kepuasan kerja (X1), peningkatan karir (X3), dan sifat kepribadian (X4)
Tabel 11. Hasil Analisis Regresi Variabel
Unstandardized Coefficients (B)
T hitung
Sig.
Keterangan
(Constant) X1 X2 X4
14.698 0.151 -0.570 0.034
1.974 2.698* -2.055** 1.776
0.053 0.009 0.045 0.081
Signifikan Signifikan Tidak Signifikan
R R Square F hitung F tabel Sign. F
α
= 0.300 = 0.090 = 1.842 = 2.139 = 0,150 = 0,05
Sumber data: Data primer yang diolah Keterangan: - Jumlah data (observasi) = 60 -
Dependent Variabel Peningkatan karir (X3) independen variabelnya adalah kepuasan kerja (X1), turnover (X2), dan sifat kepribadian (X4)
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC04 - 35
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Tabel 12. Hasil Analisis Regresi Variabel
Unstandardized T hitung
Sig.
Keterangan
Coefficients (B) (Constant)
246.219
6.065
0.000
X1
-0.507
-1.277
0.207
Tidak Signifikan
X2
2.230
1.157
0.252
Tidak Signifikan
X3
1.567
1.776***
0.081
Signifikan
R
= 0.066
R Square
= 0.256
F hitung
= 1.309
F tabel
= 2.139
Sign. F
= 0.280
α
= 0.05
Sumber data: Data primer yang diolah Keterangan:
-Dependent
Variabel
sifat
kepribadian
(X4)
independen
variabelnya adalah kepuasan kerja (X1), turnover (X2), dan peningkatan karir (X3)
Bridging the Gap between Theory and Practice
MACC04 - 36
The 2nd Accounting Conference, 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop Depok, 4-5 November 2008
Tabel 13. Perbedaan kepuasan kerja, turnover, career progression, dan personality traits berdasarkan jender No
Rata-rata
Hasil Pengujian
Selisih
Prob
Keterangan
17.676
-0.458
0.554
Tidak Signifikan
3.348
3.081
0.267
0.219
Tidak Signifikan
17.043
16.378
0.665
0.328
Tidak Signifikan
Lk
Pr
17.217
1
Performance (X11)
2
Gaji (X12)
3
Lingkungan Usaha (X13)
4
Dukungan Organisasi (X14)
6.696
6.865
-0.169
0.601
Tidak Signifikan
5
Kehidupan Pribadi (X15)
3.304
3.243
0.061
0.720
Tidak Signifikan
6
Aspek Karir (X16)
43.217
42.459
0.758
0.521
Tidak Signifikan
7
Kepuasan Kerja (X1)
98.870
97.946
0.924
0.740
Tidak Signifikan
8
Turnover (X2)
3.609
3.730
-0.121
0.829
Tidak Signifikan
9
Aspek Karir Keprofesian (X31)
9.783
9.595
0.188
0.727
Tidak Signifikan
10
Aspek Karir Umum (X32)
9.087
9.081
0.006
0.988
Tidak Signifikan
11
Tujuan Karir (X33)
5.478
5.378
0.100
0.795
Tidak Signifikan
12
Tingkat Prospek Karir (X34)
4.261
4.405
-0.145
0.488
Tidak Signifikan
13
Sikap Pribadi (X35)
6.478
6.649
-0.170
0.713
Tidak Signifikan
14
Hubungan Karir (X36)
1.217
1.189
0.028
0.955
Tidak Signifikan
15
Career Progression (X3)
36.304
36.297
0.007
0.995
Tidak Signifikan
16
Sex Stereotype (X41)
13.000
10.324
2.676**
0.014
Signifikan
17
Sifat Karir (X42)
253.783
247.919
5.864
0.417
Tidak Signifikan
18
Personality Traits (X4)
266.783
258.243
8.539
0.228
Tidak Signifikan
**Signifikan pada level 5%
Gambar 1. Rerangka konseptual penelitian Sifat Kepribadian
Kepuasan Kerja
Turnover
Bridging the Gap between Theory and Practice
Peningkatan karir
MACC04 - 37