TESIS
HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK MIOKARD AKUT (IMA)
KETUT ERNA BAGIARI
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
TESIS
HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK MIOKARD AKUT (IMA)
KETUT ERNA BAGIARI NIM 0914138204
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK MIOKARD AKUT (IMA)
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Program Pasca Sarjana Universitas Udayana
KETUT ERNA BAGIARI NIM 0914138204
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 1 DESEMBER 2014
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr.dr. Ketut Rina Sp.PD, SP.JP (K),FIHA,FAsCC NIP.194706101978021002
Dr.dr. Ida Sri Iswari Sp.MK, MKes NIP. 196105051990022001
Mengetahui Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Direktur Program Pasca Sarjana Universita Udayana,
Prof.Dr.dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS Prof.Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, SpS(K) NIP 19461213 197107 1001 NIP. 195902151985102001
Tesis Ini Telah Diuji dan dinilai oleh Penguji pada Program Pascasarjana Universitas Udayana pada Tanggal 1 Desember 2014
Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No.: 4077/UN14.4/HK/2014 Tanggal 27 Oktober 2014 Penguji Tesis adalah : Ketua : Dr.dr. I Ketut Rina Sp.PD, Sp.JP (K) FIHA, FAsCC Anggota : 1. Dr.dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK.,M.Kes 2. Prof.Dr.dr. I Wayan Wita, Sp.JP (K) FIHA, FAsCC 3. Prof.Dr.dr. I Gede Raka Widiana Sp.PD-KGH 4. dr.K. Badjra Nadha, Sp.JP (K) FIHA, FAsCC
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Terwujudnya tesis yang berjudul “Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas Infark MIokard Akut (IMA)” tentunya tidak lepas dari peran berbagai pihak sehingga penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besar dan setulus-tulusnya kepada : Dr.dr. Ketut Rina Sp.PD,Sp.JP (K),FIHA,FAsCC selaku pembimbing utama yang dengan tulus ikhlas meluangkan waktu, tenaga, serta perhatian yang tinggi untuk memberi dorongan, bimbingan dan arahan mulai dari penyusunan proposal hingga penyelesaian tesis ini. Dr.dr. Ida Sri Iswari Sp.MK,M.Kes selaku pembimbing kedua yang dengan kesediaan penuh melayani pembimbingan, konsultasi, serta memberikan arahan, dorongan yang tinggi kepada penulis untuk dapat menyelesaikan tesis ini. Seluruh staf pengajar Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Udayana yang telah mendidik, memberikan kesempatan dan fasilitas serta ijin kepada penulis untuk mengikkuti pendidikan program spesialis Kardiologi dan Kedokteran Vaskular dan menyelesaikan tesis ini. Ketua Tim dan anggota Tim Penguji tesis ini yang telah memberikan pemecahan, saran, serta masukan yang bermanfaat guna perbaikan tesis ini Dr.Romy Windianto Sp.A, kakak iparku yang tercinta yang telah memberikan ide, membimbing, memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian dan terwujudnya tesis ini. Yang teristimewa untuk kedua orang tua saya Drs.Nyoman Sukanadha, MSi, dan Ibu Martini S.Sos, mertua saya dr. Putu Moda Arsana Sp.PD-KEMD dan Ibu Endang Riawati,SH, suami yang tercinta dr.Made Satria Yudha Dewangga, dan anakku tersayang Gede Keenan Kusuma Yudha yang memberikan semangat, kasih
sayang, dukungan moril dan materi, serta doa kepada penulis selama mengikuti pendidikan ini. Rekan-rekan residen kardiologi yang saya cintai terutama angkatan kedua, dr.Susila, dr.Eko, dr.Bayu, dr.Eka, dr. Nyoman, dr.Lauren yang telah menjadi teman seperjuangan dalam suka maupun duka yang memberikan keceriaan, senyuman, dan kekuatan selama mengikuti pendidikan ini. Rekan-rekan PPDS lainnya yang juga membantu dalam kelancaran pelaksanaan penelitian ini. Teman-teman perawat di UGD, ICCU, Poliklinik PJT yang bersama-sama bahu membahu dalam bekerja sehingga membuat masa pendidikan ini menyenangkan bila bekerja bersama kalian. Teman-teman sekretariat mbak Ninik, mbak Candra, mbak Dian, mbak Andi, dan Pak Ketut yang selalu mendukung, membantu, bekerjasama dalam segala hal selama pendidikan spesialis ini. Akhirnya dengan iringan doa semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa memberikan pahala yang berlipat ganda atas segala amal baik yang telah diberikan kepada penulis. Semoga tesis ini bermanfaat bagi penulis dan bagi semua pihak yang berkepentingan.
Denpasar, Desember 2014 Penulis,
dr. Ketut Erna Bagiari
Abstrak HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK MIOKARD AKUT (IMA)
Infark Miokard Akut (IMA) menjadi suatu masalah kesehatan dunia yang bersifat epidemik. Tingginya angka morbiditas dan mortalitas IMA akibat terjadi pada usia lebih tua, terlambat ke rumah sakit, adanya komorbid, tidak dilakukannya terapi reperfusi. Komplikasi selama perawatan meningkatkan angka morbiditas. Komplikasi yang sering terjadi yaitu syok kardiogenik, gagal jantung, aritmia yang dapat menyebabkan henti jantung mendadak. Nilai prognostik laktat dalam menilai morbiditas pada pasien IMA sampai saat ini belum banyak diketahui. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hiperlaktasemia sebagai prediktor morbiditas pasien IMA yang dirawat di RSUP Sanglah, Denpasar. Penelitian ini merupakan studi observasional kohort prospektif, yang bertempat di RSUP Sanglah-Denpasar selama tiga bulan, dari Juli sampai September 2014. Sampel penelitian adalah 70 orang penderita IMA yang diambil secara consecutive sampling. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi diukur kadar laktat kapiler saat masuk rumah sakit, 2 jam, dan 24 jam setelah perawatan menggunakan point of care analyzer, yaitu Accutrend lactate meter. Selama perawatan selanjutnya diamati terjadinya morbiditas Pada penelitian ini didapatkan bahwa penderita IMA dengan hiperlaktasemia memiliki peningkatan risiko morbiditas hampir 3 kali lipat (HR =2.578, 95% CI =1.278-5.199, p=0.008), syok kardiogenik 15 kali lipat (HR =15.231, 95% CI = 1.848-700.579, p = 0,0014) dan gagal jantung 5 kali lipat (HR = 5.269, 95% CI = 1.913-15.796, p = 0.0002) lebih besar dari kelompok tanpa hiperlaktasemia. Namun hiperlaktasemia pada penelitian ini tidak terbukti sebagai prediktor terjadinya aritmia (HR = 1.35, 95% CI = 0.344-4.627, p = 0,3051). Disimpulkan bahwa hiperlaktasemia terbukti sebagai prediktor independen morbiditas, terjadinya syok kardiogenik dan gagal jantung pada penderita IMA. Tetapi penurunan hiperlaktasemia tidak terbukti sebagai prediktor terjadinya aritmia pada pasien IMA. Studi ini perlu dikonfirmasi studi prospektif dengan jumlah sampel yang lebih besar Kata kunci: Infark miokard akut, hiperlaktasemia
Abstract HIPERLAKTASEMIA AS PREDIKTOR MORBIDITY OF ACUTE MYOCARDIAL INFARCTION (AMI)
Acute Myocardial Infarction (AMI) is an epidemic worldwide medical problem. Greater morbidity and mortality in acute myocardial infarction is related to its occurrence in the elderly, presence of comorbidities, delay in hospital treatment, and absence of coronary artery reperfusion therapy. Complications during hospitalization would increase the morbidity rate. The most frequent complications of AMI were cardiogenic shock, heart failure, arrhytmia that leading to sudden cardiac death. The prognostic role of lactate for morbidity in patients with AMI so far is not elucidated. The purpose of this study is to assess whether lactate is an independent prognostic predictor morbidity patient with AMI in Sanglah Hospital, Denpasar. The present study is a prospective observational cohort study, which took place in Sanglah General Hospital Denpasar for three months ( July until October 2013). Subjects of this study were 70 AMI patients which were enrolled by consecutive sampling. We measured capillary lactate level three times, at first admission, 2h, and 24 h after admission, using rapid point-of-care analyzer Accutrend Lactate Meter. We observed for the cardiovascular event during hospitalization. The result of this study were the AMI patients with hyperlactatemia have the increased risk of morbidity of almost 3-fold (HR =2.578, 95% CI =1.278-5.199, p=0.008), cardiogenic shock of 15-fold (HR =15.231, 95% CI = 1.848-700.579, p = 0,0014) and heart failure of 5-fold (HR = 5.269, 95% CI = 1.913-15.796, p = 0.0002) compared with subject without hyperlactatemia. In the other hand, hyperlactatemia was not proved as the predictor of arrhytmia (HR = 1.35, 95% CI = 0.344-4.627, p = 0,3051). The study concluded that hyperlactatemia is an independent predictor of morbidity, cardiogenic shock, and heart failure in AMI patients. In the other hand, hyperlactatemia is not an independent predictor of arrhythmia in AMI patients. This study should be confirmed by larger prospective studies. Keywords: Acute myocardial infarction, hyperlactatemia
DAFTAR ISI Halaman
SAMPUL DALAM ........................................................................................................ i PRASYARAT GELAR. ................................................................................................ ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................. iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................................................................ iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT.............................................................. v UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................................vi ABSTRAK ................................................................................................................viii ABSTRACT .......................................................................................................... ...... ix DAFTAR ISI .......................................................................................................... ...... x DAFTAR TABEL ....................................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xiii DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN, DAN ISTILAH ............................... xiv DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xvi BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 7 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 7 1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA ...................................................................................... 9 2.1 Definisi Infark Miokard Akut .................................................................... 9 2.2 Etiologi Infark Miokard Akut .................................................................. 12 2.3 Patofisiologi Infark Miokard Akut ........................................................... 14 2.4 Komplikasi Infark Miokard Akut............................................................. 17 2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Morbiditas pada Infark Miokard Akut ......................................................................................................... 19 2.6 Metabolisme Aerob dan Anaerob ............................................................ 21 2.7 Kondisi yang Meningkatkan Kadar Laktat .............................................. 23 2.8 Laktat sebagai Biomarker ........................................................................ 25 2.9 Alat Pengukur Kadar Laktat .................................................................... 28 BAB III KERANGKA BERPIKIR,KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir ..................................................................................... 31 3.2 Konsep ...................................................................................................... 32 3.3 Hipotesis Penelitian................................................................................... 32
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 33 4.1 Rancangan Penelitian ................................................................................ 33 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 34 4.3 Penentuan Sumber Data ............................................................................ 34 4.3.1 Populasi Target .............................................................................. 34 4.3.2 Populasi Terjangkau....................................................................... 34 4.3.3 Sampel Penelitian........................................................................... 34 4.3.4 Kriteria Eligibilitas......................................................................... 34 4.3.4.1 Kriteria inklusi ....................................................................... 34 4.3.4.2 Kriteria eksklusi ..................................................................... 34 4.2.1 Besaran sampel .............................................................................. 35 4.3.5 Teknik Pengambilan Sampel ......................................................... 35 4.4 Variabel Penelitian .................................................................................... 36 4.4.1 Identifikasi dan Klasifikasi Variabel Penelitian ............................ 36 4.4.2 Definisi Operasional Variabel........................................................ 37 4.5 Bahan Penelitian ...................................................................................... 42 4.6 Instrumen Penelitian ................................................................................ 42 4.7 Prosedur Penelitian................................................................................... 42 4.7.1 Tata Cara Penelitian ...................................................................... 42 4.7.2 Prosedur Pengumpulan Data .......................................................... 44 4.7.2 Alur Penelitian .............................................................................. 45 4.8 Analisis Data ............................................................................................. 47 BAB V HASIL PENELITIAN............................................................................... 50 5.1 Karakteristik Subyek Penelitian ............................................................... 51 5.2 Analisis Kurva ROC ................................................................................ 52 5.3 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas IMA ............................... 53 5.4 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Syok Kardiogenik pada IMA ........... 55 5.5 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Gagal Jantung pada IMA ................. 56 5.6 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Aritmia pada IMA ............................ 58 5.7 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas pada Subgrup IMA ........ 59 5.8 Pengaruh Hiperlaktasemia terhadap Morbiditas Setelah Dikontrol dengan Variabel Lain .................................................................................. 61 BAB VI PEMBAHASAN .....................................................................................64 6.1 Karakteristik Subyek Penelitian ............................................................... 66 6.2 Analisis Kurva ROC ................................................................................ 70 6.3 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas IMA ............................... 72 6.4 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Syok Kardiogenik pada IMA ........... 73 6.5 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Gagal Jantung pada IMA ................. 75 6.6 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Aritmia pada IMA ............................ 76 6.7 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas pada Subgrup IMA ........ 77 6.8 Analisis Multivariat Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas
IMA .......................................................................................................... 78 6.9 Keterbatasan Penelitian ............................................................................ 79 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN …………………………………… 81 7.1 Simpulan .............................................................................................81 7.2 Saran ....................................................................................................81 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................83 Lampiran ........................................................................................................87
DAFTAR TABEL Halaman
2.1
Penyebab Infark Miokard Akut...................................................................... 13
2.2
Klasifikasi Asidosis Laktat Menurut Cohen dan Wood ................................. 24
2.3
Penilaian Accutrend Lactate Meter ................................................................ 30
5.1
Karakteristik Subyek Penelitian ..................................................................... 51
5.2
Hazard Ratio (HR) Terjadinya Morbiditas Pada IMA dengan Hiperlaktasemia dan Tanpa Hiperlaktasemia ............................................................................ 54
5.3
Hazard Ratio (HR) Terjadinya Syok Kardiogenik Pada IMA dengan Hiperlaktasemia dan Tanpa Hiperlaktasemia................................................. 56
5.4
Hazard Ratio (HR) Terjadinya Gagal Jantung Pada IMA dengan Hiperlaktasemia dan Tanpa Hiperlaktasemia................................................. 58
5.5
Hazard Ratio (HR) Terjadinya Aritmia Pada IMA dengan Hiperlaktasemia dan Tanpa Hiperlaktasemia ............................................................................ 59
5.6
Frekuensi STEMI dan NSTEMI Berdasarkan Hiperlaktasemia .................... 59
5.7
Hasil Uji Mantel Haenzel Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas pada Subgrup IMA ................................................................................................. 60
5.8
Hasil Uji Global Test Terhadap Variabel Hiperlaktasemia ........................... 61
5.9
Model Dasar Hasil Analisis Cox Proportional Hazards Regression Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas Pasien IMA .......................... 62
5.10
Model Akhir Hasil Analisis Cox Proportional Hazards Regression Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas Pasien IMA .......................... 63
DAFTAR GAMBAR Halaman
2.1
Waktu Pelepasan Biomarker setelah IMA ..................................................... 12
2.2
Proses Aterosklerosis pada IMA .................................................................... 14
2.3
Paradigma Syok pada IMA ............................................................................ 18
2.4
Metabolisme Intermediari .............................................................................. 22
2.5
Glikolisis pada Keadaan Kadar Oksigen Normal, Iskemia Ringan, dan Iskemia Berat ................................................................................................. 23
3.1
Konsep Penelitian........................................................................................... 32
4.1
Rancangan Penelitian ..................................................................................... 33
4.2
Hubungan antar Variabel ............................................................................... 37
4.3
Gambar Alur Penelitian.................................................................................. 46
5.1
Kurva ROC dalam Menentukan Cutt of Point Hiperlaktasemia .................... 52
5.2
Kurva Estimasi Survival Kaplan Meier Terjadinya Morbiditas Pada IMA Berdasarkan Hiperlaktasemia......................................................................... 53
5.3
Kurva Estimasi Survival Kaplan-Meier Terjadinya Syok Kardiogenik pada IMA Berdasarkan Hiperlaktasemia ................................................................ 55
5.4
Kurva Estimasi Survival Kaplan Meier Terjadinya Gagal Jantung pada IMA Berdasarkan Hiperlaktasemia......................................................................... 57
5.5
Kurva Estimasi Survival Kaplan Meier Terjadinya Aritmia pada IMA Berdasarkan Hiperlaktasemia......................................................................... 58
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN, DAN ISTILAH ACC
:
American College of Cardiology
AGEs
:
Advanced Glycation End-Products
AHA
:
American Heart Association
ATP
:
Adenosine Triphosphat
ARV
:
Anti Retro Viral
AUC
:
Area Under Curve
CKMB
:
Creatinin Kinase tipe MB
CABG
:
Coronary Artery Bypass Graft
CHA
:
Chicago Heart Association Detection Project in Industry
CCB
:
Ca Channel Blocker
EHS
:
European Heart Study
EKG
:
Elektrokardiogram
ESC
:
European Society of Cardiology
FHS
:
Framingham Heart Study
GFR
:
Glomerular Filtration Rate
GRACE
:
Global Registry of Acute Cardiac Events
HR
:
Hazard Ratio
HDL
:
High Density Lipoprotein
IMA
:
Infark Miokard Akut
ICU
:
Intensive Care Unit
LBBB
:
Left Bundle Branch Block
LDL
:
Low Density Lipoprotein
LED
:
Light Emitting Diode
MRFIT
:
Multiple Risk Factor Intervention Trial
NSTEMI
:
Non ST Elevation Myocardial Infarction
NCEP
:
National Cholesterol Education Program in Adult Treatment Panel
NICE
:
National Institute for Health and Clinical Excellence
PJK
:
Penyakit Jantung Koroner
PJNHK
:
Pusat Jantung Nasional Harapan Kita
PCI
:
Percutaneous Coronary Intervention
RSUP
:
Rumah Sakit Umum Pusat
ROC
:
Receiving Operating Procedure
SDM
:
Sumber Daya Manusia
STEMI
:
ST Elevation Myocardial Infarction
SIRS
:
Systemic Inflamatory Response Syndrome
SI
:
Satuan Internasional
TIMI
:
Thrombolysis In Myocardial Infarction
UGD
:
Unit Gawat Darurat
UPIJ
:
Unit Perawatan Intensif Jantung
UAP
:
Unstable Angina Pectoris
VT
:
Ventricular Tachycardia
VF
:
Ventricular Fibrillation
WHO
:
World Health Organization
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Informasi/Penjelasan Pasien.............................................................................88 2. Persetujuan setelah Penjelasan (Informed Concent) ........................................90 3. Lembar Pengumpulan Data ..............................................................................91 4. Data Penelitian .................................................................................................97 5. Hasil Analisis Data .........................................................................................102
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Saat ini telah terjadi
transisi dalam bidang kesehatan akibat perubahan
demografi, ekonomi dan nutrisional. Fenomena ini ditandai dengan pergeseran dari dominasi penyakit infeksi dan nutrisi ke arah penyakit degeneratif, seperti penyakit kardiovaskular. Penilaian faktor risiko absolut penyakit kardiovaskular secara komprehensif dilakukan untuk mengantisipasi dan segera mengambil tindakan
preventif guna menghindari timbulnya penyakit beserta komplikasi yang tidak diinginkan. Pada tahun 2003 penyakit kardiovaskular tercatat sebesar 37% penyebab kematian. American Heart Association (AHA) menyatakan kurang lebih 2600 orang Amerika meninggal tiap hari akibat penyakit kardiovaskular, kurang lebih satu kematian setiap 35 detik. Risiko terjadinya penyakit kardiovaskular di Amerika pada saat berumur 50 tahun tercatat 1 dari 2 laki-laki, dan 2 dari 5 perempuan (Vasan et al, 2008). Penyakit jantung koroner (PJK) menjadi suatu masalah kesehatan dunia yang bersifat epidemik. Diperkirakan di seluruh dunia 30 % dari semua penyebab kematian diakibatkan oleh PJK. Lebih dari 1 juta orang di Amerika Serikat menderita Infark Miokard Akut (IMA), dan lebih dari 300.000 orang diperkirakan meninggal karena IMA sebelum sampai ke rumah sakit (Christofferson, 2009). Berdasarkan data rekam medis Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (PJNHK), 92 orang (10.1%) penderita IMA yang berusia di bawah 45 tahun dari 962 penderita IMA di tahun 2006. Tahun 2007 angka ini menjadi 10,7% (117 penderita IMA usia muda dari 1096 seluruh penderita IMA), sedangkan di tahun 2008 menjadi 10,1% (108 penderita IMA usia muda dari 1065 seluruh penderita IMA) (Anonim, 2010). Morbiditas akibat IMA menunjukkan angka yang tinggi. Morbiditas merupakan penyulit atau komplikasi yang ditemukan pada saat kondisi IMA, meliputi gagal jantung, syok kardiogenik, maupun aritmia. Srimahachota dkk dari Pusat Jantung dan Divisi Penyakit Kardiovaskular Rumah Sakit King Chualalongkorn Memorian, Thailand melakukan penelitian Oktober 2007 hingga Desember 2008. Penelitian ini
dilakukan untuk menilai morbiditas pada pasien dengan Unstable Angina Pectoris (UAP), Non ST Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI), ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI). Pada pasien dengan STEMI ditemukan morbiditas selama perawatan yaitu angka gagal jantung 27.1%, blok jantung 6.2 %, aritmia ventrikel 8.8%, syok kardiogenik 23 %. Pada NSTEMI morbiditas selama perawatan di rumah sakit, yaitu angka gagal jantung 50.3 %, blok jantung 1.7 %, aritmia ventrikel 1.2%, syok kardiogenik 19.7 % (Srimahachota, dkk., 2012). Studi Ferreira dkk tahun 2009 menemukan morbiditas dan mortalitas pasien IMA di rumah sakit umum di Brazil. Morbiditas yaitu kelas Killip >1 sebesar 34.3%, dan mortalitas sebesar 19.5% (Ferreira, dkk., 2009). Konsep dasar menegakkan diagnosis infark miokard diperlukan pemeriksaan tambahan seperti elektrokardiogram (EKG), dan tes laboratorium. Nilai diagnostik EKG pada suatu penelitian hanya dikatakan 50 % untuk infark miokard (Gatien, dkk., 2005). Kesulitan yang sering timbul pada unit gawat darurat yaitu bagaimana menilai pasien dengan keluhan nyeri dada atipikal dimana gambaran EKG meragukan untuk infark miokard (Christofferson, 2009, Daubert, dkk., 2010). Kebanyakan tes laboratorium seperti Creatinin Kinase tipe MB (CK-MB), troponin dan myoglobin tergantung pada kerusakan sel yang mengalami iskemik yang menyebabkan pelepasan enzim penanda nekrosis otot jantung ke dalam serum. Parameter ini tidak menggambarkan pengukuran pada level gangguan fisiologis pada jantung.
Dengan demikian
pemeriksaan ini memiliki sensitivitas yang rendah
sebelum 4-6 jam onset keluhan, sehingga tidak praktis dalam penanganan akut pasien
dengan nyeri dada. Mioglobin sensitivitasnya tidak lebih dari 45-65% hingga 3-6 jam setelah onset. Laktat meningkat pada kondisi gangguan fisiologis jantung sangat sensitif untuk diagnosis IMA. Peningkatan ini khususnya pada pasien dengan onset nyeri dada lebih dari 2 jam (Christofferson, 2009, Daubert, dkk., 2010, P.Cannon dan H.Lee, 2007, Gatien, dkk., 2005). Kecenderungan terjadinya keluhan klinik seperti sesak dan kondisi syok berhubungan dengan parameter spesifik fungsi ventrikel kiri. Abnormalitas awal terjadinya kekakuan ventrikel pada awal diastolik. Bila abnormalitas segmen yang berkontraksi lebih dari 15%, ejeksi fraksi menurun dan terjadi peningkatan tekanan dan volume akhir diastolik, sehingga menimbukan gagal ventrikel kiri. Klinis gagal jantung terjadi bila area abnormalitas kontraksi lebih dari 25%, bahkan terjadi syok kardiogenik, dan sering berdampak fatal. Kondisi infark juga memudahkan untuk terjadinya aritmia yang dapat berbahaya dan berakibat fatal (Antman dan Brawnwald, 2007). Kondisi IMA menyebabkan penekanan fungsi jantung dan penurunan perfusi. Laktat serum merupakan penanda menurunnya perfusi sistemik dan hipoksia jaringan, karena laktat adalah produk metabolisme anaerob. Pengukuran laktat yang bersirkulasi sudah digunakan secara luas pada perawatan kritis. Laktat digunakan sebagai indikator gangguan hemodinamik dan prediktor kondisi syok. Pada syok kardiogenik beberapa studi menunjukkan adanya peningkatan laktat darah. Perfusi jaringan miokard terganggu akibat IMA menyebabkan penurunan supply oksigen yang mengubah metabolism aerob menjadi anaerob dengan glikolisis menghasilkan
laktat dari substrat piruvat. Piruvat seharusnya dalam kondisi cukup oksigen akan teroksidasi untuk produksi ATP sebagai energi di mitokondria (Vermeulen, dkk., 2010). Laktat
pada pasien IMA yang dilepaskan dari miokardium
mempunyai
hubungan yang linier dengan derajat keparahan penyakit jantung koroner. Kondisi hipoperfusi regional terjadi pada IMA meskipun tekanan darah tetap normal. Pada kondisi basal, miokardium mengekstraksi laktat dari sirkulasi, namun pada kondisi iskemia jantung kemampuan untuk mengekstraksi laktat menjadi terganggu. Dengan demikian iskemia miokard menyebabkan peningkatan kadar laktat ke dalam sirkulasi melalui kedua mekanisme ini (Gatien, dkk., 2005, Vandromme, dkk., 2010). Laktat merupakan marker yang sensitif dan dapat digunakan sebagai alat triage dalam penanganan awal pasien dengan keluhan nyeri dada. Pemeriksaan laktat melalui laboratorium membutuhkan waktu untuk penghantaran dan pemeriksaaan dalam laboratorium. Durasi antara pengambilan sampel bahan dengan analisis di laboratorium sentral dapat menyebabkan nilai yang lebih tinggi dan kesalahan interprestasi. Saat ini sudah tersedia alat analisis yang lebih cepat dan untuk dilakukan di samping pasien, yaitu disebut point of care analyzer, contohnya Accutrend lactate meter (Gatien, dkk., 2005, Vermeulen, dkk., 2010). Evaluasi tindakan resusitasi umumnya digunakan tanda vital seperti tekanan darah, denyut nadi, dan produksi urin. Analisis hasil akhir parameter tunggal ini tidak adekuat dalam menilai hasil resusitasi pada pasien. Dua marker yang sering ditemukan dalam menilai hasil resusitasi adalah defisit basa dan laktat. Pada awal
masuk laktat dan defisit basa berkorelasi baik dan keduanya digunakan sebagai prediktor prognosis. Dalam perawatan selanjutnya di Intensive Care Unit (ICU) defisit basa kehilangan spesifisitasnya, sedangkan laktat tetap memiliki nilai prediktif (Agrawal, dkk., 2004). Hal ini karena defisit basa dipengaruhi oleh bermacam faktor yang menyebabkan asidosis metabolik, dan diluar dari metabolism anaerob. Faktor lain yang juga berpengaruh yaitu disfungsi ginjal, resusitasi dengan cairan salin, hilangnya bikarbonat gastrointestinal, dan ketoasidosis diabetik. Argumen bahwa pemeriksaan defisit basa lebih mudah dan cepat saat ini sudah dibantahkan dengan adanya alat analisis laktat yang cepat. Beberapa penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan klinis kadar laktat pada pasien IMA. Vermeulen dkk mengemukakan pada pasien STEMI kadar laktat tinggi dihubungkan dengan hipotensi, denyut jantung lebih tinggi, Thrombolysis In Myocardial Infarction (TIMI) flow 0-1, diabetes dan tidak merokok. Peningkatan mortalitas ditemukan pada pasien dengan kadar laktat > 4.0 mmol/L (Vermeulen, dkk., 2010). Tingginya kadar laktat arterial dihubungkan dengan luasnya infark. Beberapa studi dilakukan di ICU sebelumnya menunjukkan kadar laktat vena pada saat awal masuk rumah sakit berhubungan dengan prognostik IMA. Pasien IMA yang meninggal atau membutuhkan perawatan intensif lebih lama dari 48 jam memiliki kadar laktat yang lebih tinggi (yaitu 4.4±4.3 mmol/L) dibandingkan yang tidak membutuhkan perawatan intensif (1.4±0.6 mmol/L) (Gatien, dkk., 2005, Schmiechen, dkk., 1997).
Kliegel dkk pada studi retrospektif, menganalisis kadar serum laktat pada saat masuk dan kadar laktat 48 jam setelah dirawat pada 394 pasien yang mampu bertahan setelah mengalami henti jantung. Mereka mengobservasi bahwa kadar laktat serum pada saat masuk dan 48 jam setelahnya secara signifikan lebih rendah pada pasien yang dapat bertahan hidup dalam 6 bulan pertama setelah keberhasilan resusitasi kardiopulmonal dibandingkan dengan yang tidak bisa bertahan hidup dalam jangka waktu tersebut. Mullner dkk menyatakan bahwa pasien yang mengalami fibrilasi ventrikel, kadar laktat yang tinggi saat masuk rumah sakit dihubungkan dengan gangguan neurologis yang berat (Attanà, dkk., 2012). Pada penelitian sebelumnya kebanyakan pemeriksaan laktat hanya dilakukan satu kali waktu. Pemeriksaan laktat sekali waktu memiliki keterbatasan, dan bila melakukan pemeriksaan serial dapat berkorelasi dengan kemampuan prognosis. Lactate clearance nilainya lebih superior daripada variabel delivery oxigen (DO2) dan oxigen consumption (VO2). Kadar laktat pada fase awal dan akhir lebih rendah pada orang sakit yang dapat bertahan hidup sedangkan DO2 dan VO2 tidak terdapat perbedaan (Vernon dan Letourneau, 2010). Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan diatas, dilakukan penelitian hiperlaktasemia sebagai prediktor morbiditas IMA. Pemeriksaan laktat dilakukan tiga kali secara serial mulai saat di Unit Gawat Darurat (UGD), 2 jam dan 24 jam perawatan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, maka dibuat rumusan masalah sebagai berikut: Apakah hiperlaktasemia dapat digunakan sebagai prediktor morbiditas IMA?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah hiperlaktasemia dapat digunakan alat prediktor morbiditas IMA. 1.3.2. Tujuan Khusus 1.3.2.1 Mengetahui hiperlaktasemia sebagai prediktor terjadinya gagal jantung 1.3.2.2 Mengetahui hiperlaktasemia sebagai prediktor terjadinya syok kardiogenik 1.3.2.3 Mengetahui hiperlaktasemia sebagai prediktor terjadinya aritmia
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat di bidang akademik dan bidang praktis seperti dibawah ini: 1.4.1 Bidang akademik Sebagai data dasar dan sebagai pedoman stratifikasi risiko pasien IMA. Sebagai dasar kelayakan kadar laktat dalam menilai prognosis pasien IMA. 1.4.2 Bidang praktis
Sebagai acuan monitoring dan pengembangan pelayanan pengobatan pasien IMA.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi Infark Miokard Akut World Health Organization (WHO) mulai dari tahun 1950 menggunakan data epidemiologi mendefinisikan IMA dengan adanya minimal dua dari 3 kriteria, yaitu keluhan klinis sugestif ke arah infark miokard, abnormalitas EKG, peningkatan
marker serum yang mengindikasikan terjadinya nekrosis miokard. Perkembangan biomarker nekrosis miokard yang lebih sensitif dan spesifik serta tehnik imaging untuk disfungsi miokard yang iskemik menyebabkan terjadinya perbaikan diagnosis IMA (Rhee, dkk., 2011). Pada tahun 2007, Global Task Force dari European Society of Cardiology (ESC) dan World Heart Federation mempublikasikan konsensus yang menstandarisasi deteksi biomarker jantung bersama imaging jantung sebagai evaluasi IMA. Infark miokard dapat didiagnosa tanpa pemeriksaan troponin bila terdapat onset akut hilangnya miokard yang viabel, adanya ST elevasi atau Left Bundle Branch Block (LBBB) baru disertai kematian jantung mendadak dalam satu jam keluhan atau diagnosis patologi postmortem (Werf, dkk., 2008, Rhee, dkk., 2011). Guideline terbaru ESC 2012 mendefinisikan IMA sebagai kondisi dimana terdapat bukti nekrosis miokardial pada pasien yang menunjukkan gambaran klinis iskemia miokardial akut. Deteksi infark miokard berdasarkan adanya peningkatan dan atau penurunan biomarker jantung (yaitu CKMB dan atau troponin) di atas nilai normal dengan salah satu dari kondisi berikut : keluhan iskemia, adanya perubahan segmen ST dan atau gelombang T atau adanya gambaran LBBB, adanya gelombang Q pada rekaman EKG, gambaran abnormalitas pergerakan dinding regional, dan identifikasi adanya trombus intrakoroner dengan angiografi atau otopsi (Thygesen, dkk., 2012). Terdapat beberapa klasifikasi tipe IMA, menyebabkan evolusi definisi IMA. IMA terdiri dari lima tipe. Tipe I yaitu infark miokard spontan, tipe II, infark akibat
proses iskemia, tipe III, infark yang menyebabkan kematian tanpa adanya nilai biomarker, tipe IV berkaitan dengan tindakan intervensi perkutan, dan tipe V yang berhubungan dengan Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) (Thygesen, dkk., 2012). Dari anamnesis didapatkan nyeri dada khas angina berupa nyeri dada rasa berat/ ditindih/dihimpit di daerah retrosternal menjalar kelengan kiri, leher rasa tercekik atau rasa ngilu rahang bawah yang timbul saat aktivitas dan berkurang saat istirahat. Untuk nyeri dada angina lamanya <20 menit. Untuk nyeri dada infark nyeri >20 menit dan tidak berkurang walau dengan pemberian nitrat. Adanya nyeri tipikal ini 24% kemungkinan IMA akut, dan kemungkinan menurun 1% jika nyeri bersifat posisional atau pleuritik pada pasien tanpa riwayat PJK. Nyeri yang muncul dapat berupa sensasi tajam, tertusuk, atau terbakar. Nyeri tipe ini memiliki probabilitas 23 % terjadinya IMA. Nyeri epigastrium dan nyeri dada tidak khas, tidak disertai penjalaran, atau kadang-kadang hanya keringat dingin dan lemas saat aktivitas biasanya terjadi pada orang tua atau pada penderita diabetes melitus (Christofferson, 2009, Burke dan Virmani, 2007, Rhee, dkk., 2011). Gejala sistemik yang muncul berupa mual, muntah dan keringat dingin dan kadang-kadang bisa sampai pingsan. Nyeri dada angina ekivalen yaitu presentasi klinis tidak berupa nyeri dada tetapi sesak napas. Dapat disertai pingsan terutama pada orang tua (Christofferson, 2009, Burke dan Virmani, 2007, Daubert, dkk., 2010).
Pemeriksaan EKG memegang peranan penting dalam mendiagnosa IMA, dan harus dilakukan dalam 10 menit setelah berada pada pusat kesehatan. Pada NSTEMI, perubahan berupa adanya depresi segmen ST atau inversi gelombang T. Pada STEMI didapat adanya elevasi segmen ST. Pada jam awal masih berupa hiperakut T (gelombang T tinggi ) dan kemudian berubah menjadi ST elevasi. Adanya LBBB baru juga merupakan tanda perubahan EKG pada infark gelombang Q. Jika EKG awal meunjukkan hasil normal atau inkonklusif, maka perlu dilakukan serial EKG, dan dibandingkan hasilnya. EKG saat istirahat tidak secara adekuat merefleksikan dinamika trombosis koroner dan iskemia miokard. Pembedaan STEMI dan NSTEMI secara klinis penting oleh karena terapi rekanalisasi akut penting untuk memperbaiki luaran pada STEMI (Hamm, dkk., 2011, Anderson, dkk., 2011). Marker yang biasa dipakai sebagai petunjuk adanya kerusakan miokard ialah enzim CKMB, Troponin I dan T. Troponin merupakan marker yang sangat sensitif dan spesifik untuk terjadinya nekrosis miokard. Peningkatan awal berasal dari sitosolik sel, dan pelepasan selanjutnya akibat keluarnya enzim dari komponen struktural. Troponin dapat dideteksi paling cepat 2-4 jam setelah onset keluhan, namun peningkatannya bisa juga terlambat 8-12 jam. Waktu terjadinya peningkatan CKMB juga sama. Troponin menetap dalam waktu yang lebih lama yaitu 5-14 hari dibandingkan dengan CKMB. Waktu pelepasan biomarker setelah suatu kondisi IMA dijelaskan pada gambar 2.1 dibawah (Anderson, dkk., 2011). CKMB merupakan protein karier untuk fosfat energi tinggi dalam sitosolik, digunakan sebagi marker standar diagnosa IMA. CKMB kurang sensitif dan spesifik
untuk IMA dibandingkan troponin. Waktu paruh CKMB yang pendek dapat digunakan sebagai deteksi diagnosa peningkatan baru setelah puncak awal. CKMB naik mencapai puncak 2-5x batas atas ambang persentil dari populasi normal , dan kembali normal dalam 2-3 hari setelah IMA. Troponin jantung dapat sedikit meningkat dari batas atas ambang persentil dari populasi normal dan dapat meningkat 20-30 kali pada kondisi infark yang luas (Anderson, dkk., 2011).
Gambar 2.1 Waktu Pelepasan Biomarker setelah IMA (Anderson, dkk., 2011)
2.2 Etiologi Infark Miokard Akut Terdapat berbagai mekanisme patofisiologi penyebab terjadinya IMA, seperti yang tertera pada tabel 2.1. Berbagai penyebab ini menyebabkan kondisi meliputi kerusakan endotel melalui disrupsi plak, lesi luminal ireguler, shear injury, agregasi platelet, pembentukan trombus yang menyebabkan oklusi lumen parsial atau total, vasospasme arteri, dan cedera reperfusi akibat radikal oksigen bebas, kalsium, dan neutrofil (Rhee, dkk., 2011).
Tabel 2.1 Penyebab Infark Miokard Akut (Rhee, dkk., 2011) Aterosklerosis Sindrom vaskulitis Emboli koroner (contoh dari endokarditis, katup buatan) Anomali kongenital arteri koroner Trauma koroner atau aneurisma Spasme pembuluh darah koroner Peningkatan viskositas darah (contoh polisitemia vera, trombositosis) Peningkatan kebutuhan oksigen miokard ( contoh aorta stenosis)
Proses aterogenesis dimulai dengan inisiasi lesi, akumulasi lipid ekstraseluler pada intima, evolusi fibrofatty, progresi lesi dan kelemahan fibrous cap. IMA terjadi bila pada plak terjadi ruptur fibrous cap, sebagai stimulus trombogenesis. Proses aterosklerosis pada IMA tersebut digambarkan pada gambar 2.2
Gambar 2.2 Proses Aterosklerosis pada IMA
2.3 Patofisiologi Infark Miokard Akut Iskemia miokard terjadi bila terjadi penurunan aliran darah koroner sangat berat sehingga ketersediaan oksigen untuk miokard tidak cukup untuk kebutuhan oksigen jaringan. Konsep biologi berdasar prinsip biologi umum dari sel hati dan otak, menunjukkan adanya dua fase adaptasi, yang disebut pertahanan jangka pendek dan penyelamatan jangka panjang. Tujuan mekanisme pertahanan jangka pendek adalah membentuk keseimbangan baru antara ketersediaan dan kebutuhan oksigen, dengan kombinasi downregulation kontraksi dan upregulation produksi energi anaerobik melalui glikolisis. Penyelamatan jangka panjang sampai saat ini belum diketahui jelas, tetapi bahwa tampaknya iskemia melalui hipoksia mampu menginduksi serangkaian sinyal seluler yang menyebabkan mekanisme protektif genetik reprogramming. Bila dua fase adaptasi ini gagal, karena iskemi yang terjadi sangat
berat maka akan terjadi nekrosis sel. Adaptasi jangka panjang merupakan reaksi protektif terhadap terjadinya iskemi, seperti hibernasi dan stunning (Rhee, dkk., 2011, H.Opie, 2004). Pada iskemia dengan onset sangat cepat, terdapat ketidakseimbangan energi, khususnya phospocreatinin, yang menjaga kadar Adenosine Triphosphat (ATP) selama mungkin melalui peningkatan phosphat inorganik intraseluler. Substrat ini juga merupakan sinyal utama untuk downregulation kontraksi. Secara simultan penurunan status energi merupakan sinyal utama peningkatan glikolisis anaerob. Dari glikolisis anaerob ini pulalah didapat sumber utama pemecahan glikogen pada onset akut, segera diikuti oleh peningkatan transport glukosa akibat translokasi dari transporter glukosa GLUT 1 dan GLUT 4 ke sarkolema (H.Opie, 2004). Pada saat terjadi iskemia, terdapat perkembangan asidosis intraseluler
yang
berperan pada penurunan kontraksi. Jadi miokard yang mengalami iskemik dapat bertahan dalam waktu tertentu melalui kombinasi inhibisi kontraksi dan inisiasi glikolisis anaerob. Bila dilakukan reperfusi, maka akan terjadi perbaikan fungsi mekanis, dan perbaikan abnormalitas metabolik (H.Opie, 2004). Iskemia tidak dipulihkan dapat menjadi infark. Umumnya patofisiologi terjadi dalam dua tahap, yaitu terjadinya perubahan awal dan terjadinya perubahan yang terjadi belakangan. Pada fase awal, terdapat evolusi infark dan gangguan fungsional penurunan oksigen pada kontraktilitas miokard. Perubahan awal ini puncaknya pada terjadinya nekrosis koagulatif miokard dalam 2-4 hari. Seiring dengan penurunan oksigen pada miokard dimana pembuluh darah yang memberinya nutrisi teroklusi,
terdapat pergeseran cepat dari metabolisme aerob ke arah metabolisme anaerob (H.Opie, 2004, Weil dan Tang, 2011). Mitokondria tidak mampu mengoksidasi lemak atau produk glikolisis , oleh karena itu terjadi penurunan phosphat energi tinggi dan metabolisme anaerob menyebabkan akumulasi asam laktat. Berkurangnya phosphat energi tinggi seperti ATP mempengaruhi Na/K ATP-ase transmembran, sehingga terjadi peningkatan Na intraseluler dan K ekstraseluler. Kebocoran membran dan peningkatan konsentrasi K ekstraseluler menyebabkan perubahan potensial elektrik transmembran, predisposisi terjadinya aritmia yang berpotensi mematikan (H.Opie, 2004, Rhee, dkk., 2011). Kalsium intraseluler terakumulasi pada miosit yang rusak berkontribusi terhadap terjadinya mekanisme kerusakan sel melalui aktivasi enzim degradasi seperti lipase dan protease. Secara kolektif perubahan metabolik ini terjadi paling cepat dua menit setelah trombosis. Tanpa intervensi akan terjadi kerusakan sel irreversibel dalam 20 menit, ditandai dengan defek membran. Enzim proteolitik bocor melalui membran miosit, merusak miokardium sekitarnya, dan melepas makromolekul yang bertindak sebagai penanda akut infark miokard. Peningkatan permeabilitas kapiler dan peningkatan tekanan onkotik interstisial (oleh karena kebocoran protein intraseluler) akan menyebabkan edema miokard dalam 4-12 jam (Rhee, dkk., 2011, H.Opie, 2004). Perubahan yang terjadi belakangan yaitu pembersihan miokard yang nekrotik oleh makrofag dan deposisi jaringan oleh jaringan parut. Perubahan fungsional juga terjadi akibat IMA yaitu berupa gangguan kontraktilitas dan komplian, stunning, dan
hibernasi. Penghantaran oksigen ke jantung berhubungan dengan aliran darah koroner, oleh karena itu penghentian mendadak perfusi regional akibat oklusi trombotik koroner dan secara cepat menghentikan metabolisme aerob, deplesi kreatin phosphat, dan terjadi metabolisme anaerob. Hal ini diikuti oleh akumulasi laktat jaringan, penurunan produksi ATP jaringan, akumulasi katabolit, meliputi adenine nukleotide. Seiring dengan berlanjutnya iskemia, terjadi asidosis jaringan dan efflux kalium ke ruang ekstraseluler. Penurunan ATP dibawah nilai yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi membran, menyebabkan kematian miosit (Rhee, dkk., 2011). Peningkatan laktat pada iskemi berat dapat terjadi akibat kejadian penurunan aktivitas kontraktil pada daerah iskemik, kerusakan mitokondria, penurunan durasi potensial aksi, dan inhibisi glikolisis pada glycerldehid 3-phosphat dehidrogenase (H.Opie, 2004).
2.4 Komplikasi Infark Miokard Akut Secara klinis gangguan aliran darah arteri epikardial menyebabkan miokardium yang diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut akan mengalami gangguan fungsi kontraksi. Kondisi tersebut menyebabkan penurunan curah jantung, volume sekuncup, tekanan darah serta peningkatan tekanan akhir sistolik, menimbulkan kondisi gagal jantung. Kondisi ini merupakan prediktor hemodinamik pada infark (Antman dan Brawnwald, 2007). Semakin besar area infark maka semakin besar komplikasi yang mungkin terjadi. Penurunan volume sekuncup ventrikel kiri akan menurunkan
tekanan aorta dan
mengurangi tekanan perfusi koroner. Kondisi ini akan memperburuk kondisi iskemia. Inflamasi sistemik akibat infark menyebabkan pelepasan sitokin yang berperan terhadap terjadinya vasodilatasi dan penurunan resistensi vaskular sistemik. Gambar 2.3 dibawah menunjukkan perkembangan syok pada kondisi IMA (Antman dan Brawnwald, 2007).
Gambar 2.3 Paradigma Syok pada IMA
Komplikasi lain yang berbahaya pada kondisi iskemia ini adalah terjadinya aritmia jantung. Dimana pada kondisi iskemi terjadi perubahan heterogenitas listrik jantung yang dapat memicu aritmia yang dapat berdampak fatal. Aritmia Ventricular Tachycardia (VT) dan Ventricle Fibrillation (VF) primer terjadi mendadak dan tidak
diharapkan pada pasien dengan tanda dan gejala yang minimal dari gagal ventrikel kiri. VF pada dekade yang lalu terjadi pada pasien STEMI sekitar 10% , namun saat ini insidennya dikatakan mengalami penurunan. VF sering merupakan perjalanan akhir pasien STEMI dengan gagal ventrikel dan syok kardiogenik. Apabila terjadi setelah >48 jam infark biasanya terjadi pada pasien dengan infark luas dan disfungsi ventrikel (Antman dan Morow, 2012). Iskemia dapat mengakibatkan blok konduksi pada berbagai tingkat sistem konduksi AV atau intraventrikular. Atrial fibrilasi biasanya bersifat sementara atau transien pada pasien infark hal ini biasanya juga diakibatkan oleh peningkatan rangsangan simpatis atrial dan sering pada pasien dengan kegagalan ventrikel kiri, emboli paru atau infark atrial (Antman dan Morow, 2012).
2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Morbiditas pada Infark Miokard Akut IMA merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas tinggi di dunia. Adanya faktor risiko tertentu, komorbiditas, dapat mempengaruhi luaran pasien dengan IMA. Identifikasi faktor risiko dan manajemen yang tepat dapat mengurangi komplikasi. Prognosis pada pasien IMA ditentukan beberapa indikator, seperti klinis, temuan obyektif, data laboratorium, dan data penunjang lainnya (Goyal, dkk., 2009, Shabbir, dkk., 2008, Berton, dkk., 2001). Faktor risiko terjadinya IMA dibagi menjadi faktor risiko tradisional, faktor risiko yang bisa dimodifikasi, dan faktor risiko non tradisional. Faktor risiko konvensional yaitu umur, riwayat keluarga, dan ras. Faktor risiko yang bisa
dimodifikasi yaitu dislipidemia, hipertensi, diabetes, merokok, sindrom metabolik, kurangnya aktvitas fisik, serta depresi. Faktor risiko non tradisional yaitu C-reactive protein, lipoprotein, homosistein, partikel LDL-C yang kecil, dan fibrinogen (Ferreira, dkk., 2009). Fox dkk tahun 2006 menyatakan terdapat sembilan faktor independen yang memprediksikan adaya kematian atau kombinasi morbiditas dan mortalitas dari awal masuk hingga 6 bulan setelahnya. Faktor tersebut yaitu umur, riwayat gagal jantung, penyakit vaskular perifer, tekanan darah sistolik, kelas Killip, konsentrasi kreatinin, peningkatan marker jantung, riwayat henti jantung, dan adanya deviasi segmen ST (Fox, dkk., 2006). Hiperglikemi sering terjadi pada kondisi IMA. Kondisi ini merupakan prediktor morbiditas dan mortalitas pada pasien IMA dengan atau tanpa riwayat diabetes. Pasien dengan diabetes dengan kadar gula darah masuk tinggi ataupun tidak juga merupakan faktor risiko yang kuat. Kontrol glukosa ketat dibutuhkan pada pasien ini. Kontrol glukosa dapat mengurangi inflamasi dan memperbaiki ejeksi fraksi pasien dengan IMA(Goyal, dkk., 2009). Wanita dikatakan memiliki mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Hal ini mungkin akibat wanita mengalami IMA pada usia yang lebih tua, cenderung lebih sering menderita diabetes, sering mendapat terapi kurang agresif. Wanita lebih sering mengalami nyeri dada atipikal sehingga datang terlambat ke rumah sakit dan tidak memungkinkan untuk dilakukan trombolitik (Shabbir, dkk., 2008).
Umur merupakan prediktor kuat luaran jangka pendek pada pasien IMA. Pada penelitian yang dilakukan Shabbir dkk tahun 2007 terjadi peningkatan mortalitas IMA seiring dengan peningkatan umur. Salah satu penyebabnya adalah dengan semakin tua pasien terjadi peningkatan frekuensi
kelas Killip. Pasien lebih tua
mengalami gangguan hemodinamik lebih berat dibandingkan pasien dengan usia lebih muda. Studi oleh Gurwitz dkk menyatakan terjadi penurunan angka kematian di rumah sakit setelah IMA pada pasien dibawah 65 tahun, namun hal ini tidak terjadi pada pasien yang lebih tua (Shabbir, dkk., 2008). Terapi revaskularisasi dapat menurunkan angka syok kardiogenik. Penelitian GUSTO dan metaanalisis oleh Fibrinolytic Therapy Trialists Collaborative menunjukkan penurunan mortalitas pasien IMA yang mendapat terapi trombolitik (Rhee, dkk., 2011).
2.6 Metabolisme Aerobik dan Anaerobik Tiap hari jantung manusia harus mensintesis kurang lebih 35 kg ATP untuk tetap bisa melaksanakan fungsi pompa. Untuk terjadinya proses ini diperlukan asupan oksigen, yang diantarkan oleh sirkulasi koroner. Jantung juga membutuhkan asupan konstan bahan bakar, yang terutama berasal dari sirkulasi koroner, dan glikogen jantung berfungsi sebagai cadangan yang menyokong bila terjadi peningkatan kebutuhan mendadak kerja jantung. Bahan bakar ini dipecah oleh proses metabolisme intermediari menjadi Acetyl CoA. Metabolisme intermediet merupakan proses dimana bahan bakar (yaitu glukosa dan asal lemak) dimetabolisme untuk
menghasilkan energi di mitokondria, seperti yang tampak pada gambar 2.4 (H.Opie, 2004, Nduka dan Dellinger, 2011).
Gambar 2.4 Metabolisme Intermediari Ambilan bahan bakar oleh jantung sebagian dipengaruhi oleh konsentrasinya dalam arteri dan sebagian tergantung dari kebutuhan energi. Aliran koroner normal dibutuhkan untuk berespon terhadap peningkatan kebutuhan energi. Jika terjadi keadaan iskemia (aliran darah kurang) maka metabolisme oksidatif diganti oleh pemecahan glukosa atau glikogen menjadi laktat melalui produksi energi anaerob. Proses ini memainkan peranan penting dalam survival miokard. Gambar 2.5 menunjukkan proses glikolisis pada kondisi normal dan iskemia. Pada kondisi normal sitrat dan ATP yang tinggi pada jaringan menghambat glikolisis, namun berbeda pada kondisi iskemia. Pada iskemia ringan, proses glikolisis dipacu. Pada iskemi berat terjadi penurunan penghantaran glukosa dan deplesi glikogen, serta akumulasi laktat dan proton, menghambat glikolisis meskipun terjadi penurunan ATP (H.Opie, 2004).
Gambar 2.5 Glikolisis pada Keadaan Kadar Oksigen Normal, Iskemia Ringan, dan Iskemia Berat
2.7 Kondisi yang Meningkatkan Kadar Laktat Peningkatan kadar laktat serum akibat produksi laktat yang melebihi pemakaian dan sistem buffer tubuh bekerja tidak dengan semestinya menyebabkan asidosis laktat. Cohen dan Wood mengklasifikasikan asidosis laktat menjadi asidosis laktat tipe A dan tipe B berdasarkan etiologi peningkatan kadar laktat seperti tertera pada tabel 2.2 (Agrawal, dkk., 2004). Asidosis laktat tipe A terjadi akibat penurunan ATP jaringan akibat perfusi jaringan yang buruk atau hipoksia jaringan. Asidosis laktat tipe A ini dapat terjadi akibat produksi laktat yang berlebihan, misalnya gangguan sirkulasi (misalnya syok hipovolemik) dan penggunaan yang sedikit sehingga terjadi akumulasi laktat di darah, (Agrawal, dkk., 2004).
Tabel 2.2 Klasifikasi Asidosis Laktat Menurut Cohen dan Wood Tipe A
Tipe B B1
B2
B3
Syok
Diabetes mellitus
Alkohol
G6PD
Hipoperfusi
Gagal hati
Etilen glikol
Fruktosa 1,6
regional Hipoksemia berat
difosfat defisiensi Keganasan
Fruktosa sorbitol
Piruvat karboksilase
Anemia berat
Sepsis
Xylitol
Defek fosforilasi oksidasi
Keracunan karbon
Feokromasitoma
Salisilat
Defisiensi thiamin
Acetaminofen
Gagal ginjal
Epinefrin
monoksida Serangan asma berat Hipoglikemi asidosis berat Gagal jantung kiri
Sianida terbutalin Isoniasid nitroprusida
Asidosis laktat tipe B diklasifikasikan bila tidak ditemukan adanya bukti hipoksia jaringan. Asidosis laktat tipe B terbagi lagi menjadi tipe B1, B2, dan B3. Tipe B1 terjadi akibat penyakit sistemik yang mengakibatkan akumulasi laktat, seperti keganasan, sepsis, gagal hati, serta gagal ginjal. Tipe B2 disebabkan oleh beberapa macam obat atau racun seperti alkohol, isoniasid, asetaminofen, semua jenis glikol, antiretroviral (ARV), agen beta-adrenergik (epinefrin, terbutalin), kokain, halothan, propofol, sulfasalazine, asam valproat, dan salisilat. Tipe B3 diakibatkan oleh kelainan metabolisme bawaan (inborn errors of metabolism) (Agrawal, dkk., 2004, Gunn dan Nechyba, 2002).
2.8 Laktat sebagai Biomarker Biomarker didefinisikan sebagai suatu yang bisa diukur secara obyektif dan dievaluasi sebagai indikator proses biologis normal, proses patologis atau respon fisiologis terhadap intervensi terapeutik (Nduka dan Dellinger, 2011). Laktat selalu ada dalam sirkulasi tubuh manusia dengan kadar yang rendah (~1 mm/L). Sumber lain menyatakan laktat normal yang bersirkulasi dalam tubuh <1.5 mmol/L dan <2 mmol/L pada pasien dengan sakit kritis. Hiperlaktasemia terjadi pada kondisi syok dimana konsumsi oksigen sangat tergantung pada penghantarannya. Pada kondisi ini piruvat yang terakumulasi terutama dirubah menjadi laktat. Pada kondisi ini peningkatan kadar kadar laktat merefleksikan hipoksia jaringan (Husain, dkk., 2003, Nduka dan Dellinger, 2011, Allen, 2011).
Kadar laktat serum dapat digunakan sebagai alat screening, stratifikasi risiko dan menentukan prognosis. Kondisi hipoperfusi jaringan tidak akan nampak pada tahap awal syok. Laktat meningkat pada kondisi pasien stabil secara hemodinamik sehingga membantu identifikasi kondisi awal syok, kondisi yang dapat meningkatkan mortalitas (Nduka dan Dellinger, 2011). Penentuan kadar laktat penting pada pasien dengan syok. Cut off point untuk kadar laktat yang dinyatakan positif yaitu ≥ 1.5 mmol/L mendekati nilai ambang batas yang mendekati point maksimum spesifisitas tanpa mengurangi sensitivitasnya. Mortalitas akut dihubungkan dengan kadar laktat saat masuk ≥1.8 mmol/L (Aslar, dkk., 2004, Agrawal, dkk., 2004). Studi pengukuran laktat sebagai faktor prognostik dilakukan pada 3 tempat, yaitu sebelum masuk rumah sakit, saat di unit gawat darurat (UGD) maupun di ruang intensif. Studi dilakukan pada lebih dari 1100 pasien dengan infeksi yang ditemukan pad UGD, ICU, dan ruang rawat rumah sakit umum. Kadar laktat dibagi menjadi rendah (0–2 mmol/L), intermediet (2.1–3.9 mmol/L), dan tinggi (>4.0 mmol/L). Kadar laktat 4 mmol/L atau lebih sangat spesifik (89%–99%) untuk prediksi fase akut kematian selama perawatan di rumah sakit (Nduka dan Dellinger, 2011, Trzeciak, dkk., 2007). Kadar laktat yang meningkat pada pemeriksaan 24 jam setelah pemeriksaan awal secara bermakna berhubungan dengan angka mortalitas yang lebih tinggi. Kadar laktat lebih bermakna dalam menentukan prognosis pasien yang sakit berat dibandingkan dengan defisit basa (Aslah AK et al,2004 ; Koliski A et al, 2005).
Kadar laktat yang diukur pada 24 jam setelah masuk rumah sakit mempunyai sensitivitas 55,6% dan spesifisitas 97,2% yang lebih baik untuk memperkirakan prognosis pasien yang sakit berat (Aslar, dkk., 2004, O'Brien, dkk., 2007). Hiperlaktasemia sering digunakan sebagai sebagai alat diagnostik dan prognostik pada ruang intensif. Kondisi ini juga sering ditemukan pada pasien post operasi jantung. Berdasarkan analisis penelitian yang dilakukan oleh Mirmohammad dkk tahun 2005-2006 kadar laktat bermanfaat bagi klinis. Ambang batas 3 mmol/L saat masuk ke ruang intensif mampu mengidentifikasi pasien tersebut dengan risiko tinggi komplikasi, dan membutuhkan pemantauan ketat respon terapeutik dan dampak metabolik (Attanà, dkk., 2012, John G Toffaletti, 2010). Penilaian kadar laktat sebagai indikator gangguan hemodinamik pada pasien STEMI sudah pernah dilakukan di Belanda. Dimana studi populasi dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kadar lakat ≤ 1.1 mmol/L, 1.2-1.7 mmol/L, dan ≥1.8 mmol/L. Peneliti membandingkan karakteristik dasar dan luaran dari ketiga kelompok laktat. Dimana pada pasien STEMI, gangguan hemodinamik, TIMI Flow yang lebih jelek, (TIMI Flow 0-1), diabetes, tidak merokok dihubungkan dengan peningkatan kadar laktat (Vermeulen, dkk., 2010). Lactate clearance merupakan kemampuan organik untuk mengurangi konsentrasi laktat. Pembersihan laktat pada orang normal 60% terjadi di hati, 30% di ginjal, dan dalam jumlah yang lebih sedikit terjadi di organ lain (jantung dan otot skelet). Pengukuran lactate clearance dapat lebih reliabel sebagai penanda besaran dan durasi hipoksia jaringan global. Peranan lactate clearance pada kondisi jantung akut sejauh
ini belum jelas karena kurangnya data pada kondisi ini (Vernon dan Letourneau, 2010).
2.9 Alat Pengukur Kadar Laktat Kadar laktat dapat diukur di plasma, serum, atau darah lengkap. Nilai kadar laktat yang paling ideal adalah yang berasal dari darah arteri. Sampel darah harus diperiksa secepat mungkin (tidak boleh lebih dari 4 jam setelah pengambilan) (Agrawal, dkk., 2004, Gatien, dkk., 2005). Pemeriksaan laktat darah harus dilakukan dalam 30 menit. Untuk itu dilakukan pemeriksaan laktat darah tanpa proses dilusi lebih praktis dibandingkan pemeriksaan dalam plasma yang membutuhkan waktu untuk sentrifugasi. Walaupun pemeriksaan laktat lebih efektif jika waktu transport ke laboratorium dilakukan dengan pneumatic system tube atau dibawa ke laboratorium dalam 1-2 menit, pemeriksaan point of care dapat memberikan manfaat hasil yang lebih cepat. Pada saat ini sedang diteliti penggunaan alat baru near-infrared spectroscopy yang tidak invasif untuk menilai antara perfusi jaringan dan kadar laktat (John G Toffaletti, 2010, Agrawal, dkk., 2004). Studi di Canadian University mengukur kadar laktat vena pada pasien dengan infark miokard mendapatkan bahwa dua jam setelah munculnya keluhan kebanyakan pasien menunjukkan peningkatan kadar laktat. Transpor laktat yang lama juga dapat mempengaruhi analisis. Glikolisis seluler dapat membentuk laktat. Laktat meningkat 0.4 mmol/L tiap 30 menit. Bahkan bila diberikan es, laktat meningkat 0.1 mmol/L
dalam 30 menit. Selama transport kadar laktat dapat meningkat 0.1-1.2 mmol/L dalam jam pertama. Pengukuran tepat dengan point-of-care analyzer memungkinkan mendapatkan hasil lebih akurat dan kadar laktat lebih rendah dibandingkan pengukuran laktat pada laboratorium sentral (Gatien, dkk., 2005). Kadar laktat darah juga dapat dipengaruhi oleh cairan infus yang digunakan dan tempat pengambilan sampel darah. Pengambilan sampel darah tidak boleh pada tempat yang dipasang infus, khususnya cairan Ringer Laktat karena dapat menyebabkan kadar laktat yang tinggi pada sampel darah yang diambil (Agrawal, dkk., 2004). Saat ini laktat darah dengan mudah diukur secara langsung di sisi pasien menggunakan alat analitik otomatis. Perkembangan pembuatan elektroda substrat spesifik dapat mengukur laktat darah secara akurat dengan volume darah < 0,2 ml dalam waktu 2 menit. Variabilitas pengukuran dengan cara ini < 4 %. Kadar normal laktat darah saat istirahat ± 1 mEq/L (0,7-1,3), baik pada pengukuran darah arteri maupun vena, dalam bentuk whole blood maupun plasma. Konversi satuan internasional (SI) kadar laktat darah dinyatakan dalam mmol/L (0,50 x mEq/L atau 0,25 x mg/dl) (Karon, dkk., 2007, Vernon dan Letourneau, 2010). Dari jurnal tahun 2008 sudah dipublikasikan validasi alat yang digunakan untuk mengukur kadar laktat. Jurnal ini dipublikasikan oleh Jurnal Internasional Penyakit Infeksi. Dalam penelitian diagnostik ini membandingkan alat Accutrend lactate meter dengan alat gold standard yang telah dibakukan yaitu Beckman CX7 Synchrone machine (Perez, dkk., 2008).
Sensitifitas alat Accutrend lactate meter diidentifikasi pada pasien dengan kadar laktat ≥ 2.2 mmol/L adalah 95.9% (95%CI 87.7-98.9%) dengan spesifisitas 63.8% (95% CI 48.5-76.9%) bila dibandingkan dengan standar baku (Beckman CX7 Synchron machine). Pada penelitian ini didapatkan nilai rata-rata yang mirip didapatkan dari Accutrend lactate meter (2.89 mmol/L) dibandingkan dengan alat referensi (2.78 mmol/L). Standar deviasi 1.14 mmol/L untuk alat Accutrend lactate meter, sedangkan untuk instrument Beckman 1.42 mmol/L. Nilai prediktif positif untuk alat Accutrend meter yaitu 80.5% (95% CI 70.3-87.9%) dan nilai prediktif negatif yaitu 90.0% (95% CI 74.5-97.6%). Terdapat persamaan dalam derajat sedang diantara kedua metode (bias 0.113, 95% CI 2.103-2.329 mmol/L). Hasil dari penelitian mengenai kesahihan alat Accutrend lactate meter ini tertera pada tabel 2.3 (Perez, dkk., 2008). Tabel 2.3 Penilaian Accutrend Lactate Meter False positif
17
True positif
30
False negative
3
True negative
30
Sensitivitas
95.9%
Spesifisitas
63.8%
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1. Kerangka Berpikir Laktat merupakan produk dari glikolisis anaerob, yang meningkat pada kondisi hipoperfusi jaringan, seperti pada kondisi IMA. Gangguan perfusi jaringan ini menyebabkan penurunan hantaran oksigen yang memicu sel otot melakukan glikolisis dan menghasilkan laktat dari piruvat. Jumlah laktat yang dilepaskan berkorelasi dengan derajat beratnya penyakit jantung koroner. Laktat dapat meningkat pada pasien IMA dengan hemodinamik masih stabil, sehingga membantu identifikasi awal kondisi syok yang dihubungkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Hiperlaktasemia juga dapat terjadi pada pasien kritis tanpa adanya hipoksia jaringan. Hal ini disebabkan karena pada pasien kritis terjadi peningkatan produksi laktat dan pengeluaran laktat yang terganggu, seperti pada pasien dengan keganasan, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal. Laktat juga dilepaskan dalam jumlah yang besar pada pasien sepsis dimana infeksi dan inflamasi menyebabkan glikolisis berlebihan pada leukosit yang
teraktivasi pada tempat infeksi. Diabetes ketoasidosis, penggunaan ARV juga menyebabkan hiperlaktasemia. Beberapa faktor lain juga diketahui berpengaruh terhadap morbiditas dan mortalitas pasien dengan IMA. Diantaranya yaitu diabetes melitus, hipertensi, dislipidemia, umur, dan jenis kelamin.
3.2 Konsep Berdasarkan uraian diatas dapat dibuat kerangka konsep penelitian ditunjukkan pada gambar 3.1 dibawah ini. Infark Miokard Akut
Dibetik Ketoasidosis Penyakit Hati Kronis Gagal Ginjal Kronis Keganasan Peggunaan ARV Sepsis Gagal Jantung
Laktat
Morbiditas :
Gagal Jantung Syok kardiogenik Aritmia
Gambar 3.1 Konsep Penelitian
3.3. Hipotesis Penelitian
Diabetes Mellitus Hipertensi Dislipidemia Umur Jenis Kelamin Merokok Derajat keparahan infark
Hiperlaktasemia dapat digunakan sebagai prediktor morbiditas IMA.
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Penelitian merupakan penelitian observasional dengan rancangan kohort prospektif. Subyek penelitian akan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok terpapar (dengan kondisi hiperlaktasemia) dan kelompok tidak terpapar (kadar laktat normal). Pengukuran variabel penelitian dilakukan pada saat penderita masuk UGD, 2 jam setelah masuk rumah sakit setelah dilakukan penanganan dan 24 jam setelah perawatan. Kemudian pasien diikuti untuk mengetahui morbiditas pasien selama perawatan di rumah sakit. Morbiditas yang dimonitor adalah yaitu adanya gagal jantung dan atau syok kardiogenik dan atau aritmia selama perawatan. Pasien dikelola dengan memberikan terapi berdasarkan ESC guidelines. Rancangan penelitian diatas dapat dijabarkan pada gambar 4.1
Morbiditas (+)
Laktat tinggi Populasi terjangkau penderita dengan IMA yang dirawat di RSUP Sanglah
Sampel Penderita dengan IMA yang dirawat di RSUP Sanglah
Morbiditas (-)
Morbiditas (+) Laktat normal A`
Morbiditas (-)
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di UGD dan UPIJ RS Sanglah-Denpasar 4.2.2 Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan sejak bulan Juli-September 2014.
4.3 Penentuan Sumber Data 4.3.1 Populasi Target Semua pasien IMA 4.3.2 Populasi Terjangkau Pasien IMA yang dirawat di RSUP Sanglah, Denpasar tahun 2014 4.3.3 Sampel penelitian Pasien IMA yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diambil dengan cara consecutive sampling dari populasi penelitian. 4.3.4 Kriteria Eligibilitas 4.3.4.1 Kriteria Inklusi Pasien yang dirawat dengan IMA yang ditegakkan berdasarkan klinis, EKG dan laboratorium di RSUP Sanglah Denpasar tahun 2014 4.3.4.2 Kriteria eksklusi 1. Pasien yang datang dengan kondisi gagal jantung
2. Pasien dengan penyakit ginjal dan penyakit hati kronis 3. Pasien sepsis 4. Diabetik ketoasidosis 5. Pasien dengan riwayat keganasan 6. Pasien dengan penggunaan ARV 4.3.5
Besaran Sampel Pada penelitian ini menggunakan tingkat kemaknaan p< 0.05, power 80%. Perkiraan jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus berikut : (Madiyono et al., 2011) n1 n2
( z 2 PQ z P1Q1 P 2Q 2 ) 2 ( P1 P 2) 2
Zα dengan kemaknaan α sebesar 0.05 (95% CI) : 1.96 Zβ dengan power 80% : 0.842 Risiko relatif minimal diperkirakan = 2 (dianggap bermakna) P2 : 0,34 P1 = P2*RR = 0,68;
P = ½ (P1+P2) = 0,51
Q1 = 1 – P1 = 0,32;
Q2 = 1 – P2 = 0,66;
Q = ½(Q1+Q2) = 0,49 n1 = n2 = 33 4.3.6
33 + 5 % = 35; jumlah sampel (n) = n1 + n2 = 70
Teknik Pengambilan Sampel
Sampel penelitian adalah pasien IMA yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi 70 berjumlah orang diambil dengan cara konsekutif sampling dari populasi penelitian 4.4 Variabel Penelitian 4.4.1 Identifikasi dan Klasifikasi Variabel Penelitian Variabel Tergantung Morbiditas pasien IMA yang dirawat di RSUP Sanglah Variabel Bebas Kadar laktat yang diperiksa pada saat pertama kali pasien dengan diagnosa IMA yang ditegakkan dari klinis saat masuk rumah sakit, 2 jam dan 24 jam setelahnya yang diperiksa dengan Accutrend lactate meter Variabel Perancu 1. Gula Darah 2. Hemoglobin 3. PaO2 4. Kadar albumin darah 5. Terapi reperfusi
baik Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
maupun trombolisis dengan streptokinase Variabel Rambang : diet dan cairan intravena saat terapi, obat resusitasi
Variabel bebas : Kadar laktat saat pertama kali MRS, 2 jam setelah penanganan, 24 jam setelah perawatan
Variabel tergantung : Morbiditas : - Gagal jantung - Syok kardiogenik - Aritmia
Variabel perancu : 1. Gula darah sewaktu 2. Hemoglobin 3. PaO2 4. Kadar albumin darah 5. Terapi reperfusi Gambar 4.2 Hubungan antar Variabel
4.4.2 1.
Definisi Operasional Variabel Infark Miokard Akut : kondisi dimana terdapat bukti nekrosis miokard (ditandai dengan adanya peningkatan biomarker jantung), pada pasien yang menunjukkan gambaran klinis iskemia miokard akut yaitu adanya nyeri dada tipikal angina dan atau disertai perubahan EKG (yaitu adanya ST depresi dan/atau T inversi, atau adanya ST elevasi) berdasarkan kriteria WHO untuk IMA. IMA terdiri dari 2 subgrup yaitu STEMI dan NSTEMI.
1.1 STEMI : Pasien dengan klinis iskemi miokard dengan peningkatan enzim jantung disertai perubahan EKG berupa ST elevasi. 1.2 NSTEMI : Pasien dengan klinis iskemi miokard dengan peningkatan enzim jantung dan gambaran EKG tidak menunjukkan ST elevasi. Gambaran EKG dapat berupa ST depresi dan/atau T inversi dan/atau gambaran EKG non diagnostik 2.
Morbiditas : Luaran selama pemantauan saat perawatan di rumah sakit yang terdiri dari gagal jantung dan/atau syok kardiogenik dan/atau aritmia 2.1 Gagal Jantung: kondisi kegagalan pompa jantung akut yang timbul sebagai komplikasi IMA, ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis adanya keluhan sesak, dan ditemukan rhonki dikedua lapangan paru, dan atau dibuktikan dengan pemeriksaan rontgen thorax. 2.2 Syok kardiogenik: syok yang ditemukan pada kondisi IMA, dimana tekanan darah sistolik <90 mmHg dan atau diastolik <60 mmHg, tanpa disertai kondisi hipovolemik dan sepsis 2.3 Aritmia: Gangguan irama jantung berupa takikardi ventrikel, fibrilasi ventrikel, atrial fibrilasi onset baru, total AV blok dinilai berdasarkan rekam jantung yang terdokumentasi.
3.
Waktu: durasi sejak terdiagnosis IMA sampai mengalami luaran, dinilai dalam hari.
4.
Event : kejadian morbiditas dalam 5 hari.
5.
Sensor : hingga sampai waktu pengamatan 5 hari tidak terjadi morbiditas
6.
Laktat Serum: suatu produk metabolisme intermediet yang digunakan sebagai indikator hipoperfusi jaringan. Nilai laktat ditetapkan sebagai nilai tertinggi dari 3 kali pemeriksaan serial darah
kapiler yang
diperiksa dengan alat Accutrend lactate meter yang menggunakan impuls cahaya light emitting diode (LED) untuk mengukur warna yang dihasilkan pada strip tes laktat selama reaksi dan membandingkan dengan nilai baseline (pengukuran enzimatik photometric). Dinyatakan dengan satuan mmol/L. Apabila pasien meninggal sebelum evaluasi terakhir, maka kadar laktat yang digunakan yaitu kadar laktat dengan nilai tertinggi yang pernah diperiksa. 7.
Hiperlaktasemia : Peningkatan kadar laktat, dimana batas nilai untuk menentukan hiperlaktasemia menggunakan data yang dikumpulkan dari penelitian ini dengan cara membuat kurva Receiving Operating Characteristic (ROC) dan dinilai cutt of point terbaik dari kadar laktat untuk memprediksi morbiditas. Kadar laktat yang merupakan skala numerik dirubah menjadi skala nominal dengan dua kategori yaitu hiperlaktasemia dan normal. Pada penelitian ini didapatkan cutt of point dalam menyatakan hiperlaktasemia berdasarkan kurva ROC yaitu sebesar 3 mmol/L.
8.
Terapi reperfusi: intervensi berupa PCI ataupun dengan pemberian obat trombolitik pada pasien yang di diagnosa STEMI dan tidak memiliki kontraindikasi terhadap tindakan tersebut.
9.
Sepsis: Penderita yang memenuhi kriteria Systemic Inflamatory Response Syndrome (SIRS) dengan sumber infeksi yang jelas. Kriteria terpenuhi apabila didapatkan 2 atau lebih kriteria berikut •
Temperatur >380C atau hipotermia <360C
•
Takipnea, laju respirasi >24x/menit
•
Takikardi, denyut jantung >90 kali/mnt
•
Leukositosis (>12.000/uL)
•
Leukopenia (<4000/uL) atau >10 % bands
Disertai adanya kecurigaan atau bukti etiologi mikrobial dari hasil kultur 10. Diabetik ketosidosis : Merupakan komplikasi akut diabetes, ditandai dengan adanya hiperglikemi, ketosis, dan adanya asidosis metabolik (pH <7.35) disertai dengan gangguan metabolik. 11.
Penyakit keganasan: riwayat keganasan yang diketahui berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan catatan medis.
12.
Penyakit ginjal kronis: Adanya kerusakan struktural atau marker kerusakan ginjal yaitu proteinuria dan/atau penurunan fungsi ginjal
eGFR <60 mL/min/1.72 m2 berdasarkan rumus Cockcroft-Gault selama ≥ 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal. 13.
Penyakit hati kronis: adanya riwayat penyakit hati atau adanya gejala dan tanda gagal hati, hipertensi porta, yang didapatkan dengan melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik, laboratorium (mengukur SGOT, SGPT yaitu bila ada kelainan bila harga lebih besar 2 kali harga normal).
14.
Penggunaan ARV: Pasien yang dari anamnesa diketahui riwayat pengobatan ARV paling tidak dalam 1 bulan terakhir atau diketahui dari catatan medis pasien.
15.
Diabetes melitus : kadar gula darah puasa serum > 126 mg/dL dan kadar gula darah 2 jam post prandial > 140 mg/dL atau gula darah acak > 200 mg/dL disertai gejala klinis klasik (poliuri, polidipsi, polifagi)
16. Hipertensi: tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg pada minimal 2x pemeriksaan serial tekanan darah, atau dalam pengobatan anti hipertensi. 17. Dislipidemia : Kadar kolesterol dari kimia darah, dimana total kolesterol >200 mg/dL dan/atau LDL >100 mg/dL, dan/atau HDL <40 mg/dL, dan/atau trigliserida >150 mg/dL berdasarkan National Cholesterol Education Program in Adult Treatment Panel (NCEPATP) III
18. paO2: tekanan parsial oksigen pada plasma darah arteri, diambil berdasarkan nilai analisis gas darah, dinyatakan dalam satuan mmHg 19. Hemoglobin serum: merupakan protein dalam sel darah merah yang membawa oksigen. Diperiksa dengan metode pengukuran photometrik. Nilai hemoglobin normal untuk laki-laki : 13.8 to 17.2 g/dL, nilai normal untuk perempuan :12.1 to 15.1 g/dL 20. Kadar albumin: Nilai albumin yang didapatkan dari kimia darah yang diambil dari darah vena pada saat pasien pertama kali datang 21. Gula darah sewaktu: Kadar gula darah yang didapatkan pertama kali dari kimia darah yang diambil dari darah vena pada saat pertama kali pasien datang. 22. Derajat keparahan infark : beratnya infark yang ditandai dengan nilai peningkatan biomarker (yaitu CKMB dan troponin T). Berat apabila CKMB >40 IU/mL, dan atau troponin>2000 ng/mL.
4.5 Bahan Penelitian Bahan penelitian yang digunakan adalah dari darah kapiler ujung jari tangan atau kaki, dimana kadar laktat diukur dengan metode kuantitatif menggunakan Accutrend Lactate Meter.
4.6 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pengukur laktat otomatis yaitu Accutrend Lactate Meter. Koefisien variasi 4.3 % pada kadar laktat tinggi. (Karon, dkk., 2007) Instrumen lain yang digunakan yaitu rekam medik pasien, hasil pemeriksaan laboratorium pasien, tensimeter air raksa Riester, dan lembar pengumpul data.
4.7
Prosedur Penelitian
4.7.1 Tata Cara Penelitian Pasien yang memenuhi kriteria inklusi, kepada pasien dan pihak keluarga yang bertanggung jawab diberikan informasi mengenai penelitian ini. Apabila setuju diminta untuk menandatangani formulir yang telah disediakan. Selanjutnya semua sampel penelitian dikelola sesuai dengan prosedur. Penanganan pasien IMA sesuai Pedoman Terapi Lab/SMF Penyakit Jantung dan Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar. Data diperoleh dari catatan medis penderita berupa nama, nomer rekam medis, jenis kelamin, umur, diagnosa, hasil laboratorium, morbiditas pasien IMA selama perawatan di UPIJ RS Sanglah. Pengukuran kadar laktat menggunakan Accutrend lactate meter, pengukuran dilakukan saat pertama pasien masuk pertama kali, dua jam dan 24 jam setelahnya. Pasien diikuti selama perawatan di rumah sakit untuk melihat adanya morbiditas yaitu gagal jantung dan/atau syok kardiogenik dan/atau aritmia pada sampel penelitian. Pasien yang mengeluh sesak dilakukan evaluasi klinis yaitu anamnesis dan
pemeriksaan fisik, dan dilakukan pemeriksaan penunjang rontgen thorak. Bila menemukan tanda gagal jantung dari pemeriksaan klinis dan/atau dari penunjang rontgen maka pasien didiagnosa sebagai gagal jantung akibat infark miokard dan dimasukkan sebagai luaran. Pasien yang selama perawatan didapatkan tekanan darah turun dengan tanpa bukti hipovolemik ataupun sepsis dimasukkan sebagai luaran. Pasien yang mengeluh berdebar dan/atau didapatkan aritmia dari monitor berupa takikardi ventrikel, fibrilasi ventrikel, atrial fibrilasi onset baru, total AV blok dilakukan perekaman jantung satu atau 12 lead untuk dokumentasi terjadinya aritmia. Pasien dengan jenis aritmia yang telah disebutkan diatas dan telah terdokumentasi tersebut dimasukkan sebagai luaran. Setiap luaran yang didapatkan dicatat hari keberapa munculnya, terhitung sejak hari pasien dirawat. Hasil pemeriksaan dikumpulkan oleh peneliti dan selanjutnya dilakukan analisis.
4.7.2 Prosedur Pengumpulan Data Pasien memenuhi kriteria penelitian dan sudah menandatangani formulir persetujuan dilakukan evalusi klinis oleh pasien atau keluarga. Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, EKG, pemeriksaan rontgen, dan pasien/keluarga diminta memberi keterangan untuk mengisi lembar pengumpulan data. Pemeriksaan laktat dari darah kapiler dengan menggunakan Accutrend lactate meter pada saat pasien masuk rumah sakit, 2 jam, dan 24 jam setelah perawatan. Sampel darah kapiler 15-50 µL diletakkan pada area aplikasi pada tes strip, dimasukkan ke chamber flap dan ditutup. Sampel diambil dari ujung jari tangan atau
kaki yang tidak terpasang infus pada tempat yang sama. Sampel darah akan mengalami reaksi enzimatik dengan pembentukan warna. Jumlah warna yang dihasilkan meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi laktat. Intensitas warna diukur dengan iluminasi area aplikasi dari bawah dengan menggunakan LED . Intensitas dari cahaya yang direfleksikan diukur dengan detektor (reflectance photometry) . Nilai yang terukur ditentukan oleh kekuatan sinyal dan cahaya yang direfleksikan. Hasil akan tertera pada alat dan secara langsung tersimpan ke dalam memori.
4.7.3 Alur Penelitian Pasien nyeri dada yang masuk ke UGD RSUP Sanglah didiagnosa sebagai IMA berdasarkan klinis dan data penunjang. Dari populasi ini pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi diambil sebagai sampel secara konsekutif sampai dengan jumlah sampel yang dibutuhkan. Pada pasien ini dilakukan pengisian lembar pengumpulan data, pemeriksan laboratorium dan pemeriksaan kadar laktat dengan alat pengukur kadar laktat Accutrend lactate meter. Hasil pemeriksaan dikumpulkan oleh peneliti dan selanjutnya dilakukan analisis. Alur penelitian ditunjukkan pada gambar 4.3 dibawah ini.
Populasi Target Pasien IMA
Populasi Terjangkau Semua penderita IMA yang dirawat di RSUP Sanglah Denpasar Kriteria Inklusi
Kriteria Eksklusi Informed Concent
Eligible study subject
EKG Foto dada Tekanan darah Hasil laboratorium
Lembar Pengumpulan data
Identitas Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang Diagnosa
4.3 Gambar Alur Penelitian 4.8 Analisis Data Analisis data dilakukan dalam 4 tahap, pertama dilakukan analisis univariat, kemudian dilakukan analisis kurva ROC, analisis bivariat dan analisis multivariat. 1. Analisis univariat, bertujuan untuk menggambarkan karakteristik subjek penelitian dengan cara membuat tabel distribusi frekuensi. 2. Analisis kurva ROC. Analisis ini bertujuan untuk mendapatkan cutt of point terbaik untuk menyatakan hiperlaktasemia. Pada analisis ini kadar laktat akan menjadi variabel kategorikal, dan morbiditas sebagai refference variabel. Kemudian akan terbentuk kurva ROC yang terdiri dari sumbu X dan Y. Sumbu X adalah 1-spesifisitas, dan sumbu Y adalah sensitivitas. Cutt of point
terbaik adalah nilai hiperlaktasemia tertentu yang menghasilkan nilai akurasi tertinggi sebagai prediktor morbiditas. 3. Analisis bivariat, bertujuan untuk mengetahui pengaruh satu variabel bebas terhadap variabel tergantung. Variabel bebas pada penelitian ini adalah hiperlaktasemia. Variabel tergantung adalah morbiditas yang terdiri dari tiga subvariabel, yaitu gagal jantung, syok kardiogenik, dan aritmia. Selain pengaruh hiperlaktasemia terhadap morbiditas secara keseluruhan, analisis bivariat juga dilakukan untuk menilai pengaruh hiperlaktasemia terhadap masing-masing
subvariabel
dari
morbiditas.
Hasil
analisis
bivariat
ditampilkan menggunakan grafik estimasi survival Kaplan-Meier kemudian dinilai perbedaan median time dan probabilitas survival berdasarkan variabel bebas. Uji statistik yang digunakan pada analisis bivariat adalah Logrank test. Pertimbangan penggunaan metode Kaplan-Meier karena pada penelitian ini terdapat variabel time (waktu), event dan sensor. Selain itu keuntungan penggunaan analisis Kaplan-Meier pada subjek penelitian yang datanya dianalisis sesuai dengan waktu aslinya adalah menghasilkan perhitungan probabilitas survival yang lebih akurat (Kleinbaum and Klein, 2005). 4. Analisis stratifikasi bertujuan untuk mengetahui hiperlaktasemia sebagai prediktor morbiditas pada masing-masing kelompok (subgrup) berdasarkan jenis IMA (STEMI dan NSTEMI). 5. Analisis multivariat bertujuan untuk menganalisis apakah hiperlaktasemia merupakan prediktor independen terjadinya morbiditas dengan mengontrol
variabel lain yang diduga sebagai confounder. Uji statistik yang digunakan pada analisis multivariat adalah Cox regression atau Cox Proportional Hazard Model. Penggunaan uji statistik ini didasari karena hazard rasio yang dihasilkan diharapkan berasal dari perbandingan kelompok pajanan yang tidak berubah (konstan) sepanjang waktu atau dikenal dengan istilah proportional hazard
assumption. Untuk mengetahui
apakah
proportional
hazard
assumption sudah terpenuhi atau belum maka sebelum masuk ke dalam model regresi Cox, pengaruh variabel bebas utama di uji proportional hazards assumption (Global test). Bila nilai p > 0,05 maka proportional hazard assumption terpenuhi dan bila nilai p ≤ 0,05 maka proportional hazard assumption tidak terpenuhi. Bila proportional hazard assumption tidak terpenuhi maka terlebih dahulu dilakukan stratifikasi berdasarkan waktu (Kleinbaum and Klein, 2005). Selanjutnya dilakukan penilaian variabel yang diduga memiliki efek confounding. Dalam metode statistik penilaian confounding dilakukan dengan menilai perubahan hazard ratio (HR) antara model dasar dengan sesudah variabel tersebut dikeluarkan dari model multivariat. Semua variabel yang diduga sebagai confounding yang memiliki nilai p < 0,25 berdasarkan uji Logrank test dimasukkan kedalam model. Variabel confounding kemudian dikeluarkan satu per satu dimulai dari nilai p yang tertinggi. Perubahan HR lebih dari atau sama dengan 10% maka variabel tersebut merupakan confounding dan harus tetap dimasukkan kedalam model dan bila kurang dari
10% maka variabel tersebut bukan sebagai perancu dan dikeluarkan dari model.
BAB V HASIL PENELITIAN
Selama periode bulan Juli 2014 sampai dengan September 2014, telah dilakukan studi observasional dengan rancangan kohort prospektif, yang bertempat di RSUP Sanglah-Denpasar. Penelitian ini dimulai setelah mendapat persetujuan dari unit penelitian dan pengembangan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar dengan surat Kelaikan Etik (Ethical Clearance) dan surat ijin
penelitian dari Direktur Sumber Daya manusia (SDM) dan Pendidikan RSUP Sanglah Denpasar. Sampel dalam penelitian ini adalah penderita IMA baik STEMI maupun NSTEMI yang memenuhi kriteria inklusi yang diambil secara consecutive sampling dari populasi penelitian. Sebanyak 70 pasien IMA yang diikutkan dan menjalani perawatan di UPIJ RSUP Sanglah Denpasar, dilakukan pemeriksaan laktat dari darah kapiler dengan menggunakan Accutrend lactate meter pada saat pasien masuk rumah sakit, 2 jam, dan 24 jam setelah perawatan. Selama perawatan di rumah sakit pasien diamati timbulnya morbiditas akibat infark miokard akut, yaitu adanya gagal jantung dan/atau syok kardiogenik dan/atau aritmia. Variabel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah: kadar laktat sebagai variabel bebas, morbiditas selama perawatan di UPIJ sebagai variabel tergantung, serta gagal jantung, syok kardiogenik, dan aritmia sebagai subvariabel tergantung. Penderita IMA yang dilibatkan dalam penelitian ini, yaitu: 48 orang pasien STEMI dan 22 orang pasien NSTEMI. Hasil analisis deskriptif populasi penelitian ditunjukkan pada tabel 5.1. Pasien dikelompokkan menjadi dua kelompok berdasarkan ada tidaknya hiperlaktasemia. Dimana cutt of point dalam menyatakan hiperlaktasemia ditunjukkan dengan membuat kurva ROC. Kurva ROC untuk menyatakan hiperlaktasemia sebagai prediktor morbiditas ditunjukkan pada gambar 5.1
5.1 Karakteristik Subyek Penelitian
Tabel 5.1 Karakteristik Subyek Penelitian Karakteristik Demografi Laki-laki Perempuan Umur(tahun), rerata ± SD Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP SMA Perguruan Tinggi Karakteristik saat datang Onset nyeri dada <12 jam >12 jam Diagnosis STEMI NSTEMI Laboratorium CKMB ≤40 IU/mL >40 IU/mL Troponin ≤2000 ng/mL >2000 ng/mL Hemoglobin(mg/dL), rerata ± SD pO2(mmHg), rerata± SD Albumin(g/dL),rerata±SD Gula darah sewaktu (mg/dL), rerata ± SD Faktor risiko kardiovaskular Riwayat keluarga Ya Tidak Dislipidemia Ya Tidak
Total (n=70)
Hiperlaktasemia Ya (n=23) Tidak (n=47)
63 (90%) 7(10%) 57.9 ±11.5
18 (78.26%) 5 (21.74%) 58.1 ± 13.3
45 (95.74%) 2 (4.26%) 57.7 ± 10.6
6 (8.57%) 16 (22.86%) 11 (15.71%) 16 (22.86%) 21 (30%)
2 (8.7%) 10 (43.48%) 3 (13.4%) 1 (4.35%) 7 (30.43%)
4 (8.5%) 8 (17.2%) 15 (31.91%) 14(29.79%) 7 (30.43%)
48(68.57%) 22 (31.43%)
14 (60.87%) 9 (39.13%)
34 (72.34%) 13 (27.66%)
48 (68.57%) 22 (31.43%)
18 (78.26%) 5 (21.74%)
30 (63.83%) 17 (36.17%)
52 (74.29%) 18 (25.71%)
14 (60.87) 9 (39.13%)
38 (80.85%) 9 (19.15%)
53 (75.71%) 17 (24.29%) 13.9 ± 2.2
18 (78.26%) 5 (21.74%) 13.8 ± 2.9
35 (74.47%) 12 (25.53%) 14.1 ± 1.8
138.5±38.8 3.7±0.5 172 ±80.2
140.3 ± 39.7 3.7 ± 0.6 144.7 ± 49.2
137.6 ± 38.7 3.7 ± 0.4 186.6 ± 88.9
8 (11.43%) 62 (88.57%)
4 (17.39%) 19 (82.61%)
4 (8.51%) 43 (91.49%)
21 (30%) 49 (70%)
4 (17.39%) 19 (82.61%)
17 (36.17%) 30 (63.83%)
Hipertensi Ya Tidak Diabetes Ya Tidak Merokok Ya Tidak Terapi reperfusi Ya Tidak
32 (45.71%) 38 (54.71%)
11 (47.83%) 12 (52.17%)
21 (44.68%) 26 (55.32%)
21 (30%) 49 (70%)
4 (17.39%) 19 (82.61%)
17 (36.17%) 30(63.83%)
45 (64.29%) 25 (35.71%)
11 (47.83%) 12 (52.17%)
34 (72.34%) 13 (27.66%)
29 (41.43%) 41 (58.57%)
8 (34.78%) 15 (65.22%)
21 (44.68%) 26 (55.32%)
5.2 Analisis Kurva ROC Batas nilai untuk menentukan hiperlaktasemia menggunakan data yang dikumpulkan dari penelitian ini dengan cara membuat kurva ROC.
Gambar 5.1 Kurva ROC dalam Menentukan Cutt of Point Hiperlaktasemia Berdasarkan analisis kurva ROC didapatkan nilai cutt of point terbaik dalam menyatakan hiperlaktasemia untuk memprediksi luaran dengan mendapatkan hubungan optimal antara sensitivitas dan spesifisitas yaitu 3 mmol/L. Area Under Curve (AUC) yaitu 0.70 6, standard error 0.0647, (95% CI = 0.57916-0.83284).
Dengan menggunakan nilai cutt of point 3 mmol/L maka didapatkan sebanyak 23 pasien dengan hiperlaktasemia, dan 47 pasien tanpa hiperlaktasemia. Kadar laktat yang merupakan skala numerik dirubah menjadi skala nominal dengan dua kategori yaitu hiperlaktasemia dan tidak hiperlaktasemia.
5.3 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas IMA Untuk mengetahui pengaruh hiperlaktasemia terhadap morbiditas dilakukan analisis bivariat. Metode analisis yang digunakan adalah metode estimasi survival dari Kaplan-Meier yang disajikan dalam bentuk grafik estimasi Kaplan-Meier.
Gambar 5.2 Kurva Estimasi Survival Kaplan Meier Terjadinya Morbiditas Pada IMA Berdasarkan Hiperlaktasemia
Pada Gambar 5.2 grafik estimasi survival dibagi menjadi 2 kelompok kadar laktat yaitu kelompok hiperlaktasemia dan tanpa hiperlaktasemia. Dari 70 kasus IMA yang diamati selama penelitian, diketahui sebesar 23 pasien mengalami morbiditas, 17 pasien diantaranya mengalami hiperlaktasemia, sedangkan
5 pasien
tanpa hiperlaktasemia. Terlihat bahwa pasien yang mengalami
hiperlaktasemia lebih banyak yang mengalami event dari pada yang tidak. Akan tetapi narasi data diatas belum memperhitungkan waktu pengamatan. Pada pasien dengan hiperlaktasemia probabilitas survival pada hari pertama sebesar 0.34, sedangkan pada pasien tanpa hiperlaktasemia sebesar 0.72. Hal ini berarti bahwa pada hari pertama 34% pasien dengan hiperlaktasemia tidak mengalami morbiditas, sedangkan pada pasien tanpa hiperlaktasemia 72% pasien tidak mengalami morbiditas. Pada hari kedua sebesar probabilitas survival pasien dengan hiperlaktasemia sebesar 0.26, sedangkan tanpa hiperlaktasemia nilainya tetap. Hari ketiga probabilitas survival pada pasien tanpa hiperlaktasemia sebesar 0.68. Setelah dilakukan Uji Logrank test didapatkan bahwa survival rate antara pasien dengan hiperlaktasemia dan tanpa hiperlaktasemia berbeda secara bermakna dengan nilai p sebesar 0,006. Pengaruh independen hiperlaktasemia terhadap morbiditas dilihat dengan nilai hazard ratio yaitu sebesar 4.1, dan ditunjukkan pada tabel 5.2 dibawah ini. Tabel 5.2 Hazard Ratio (HR) Terjadinya Morbiditas Pada IMA dengan Hiperlaktasemia dan Tanpa Hiperlaktasemia Variabel
Jumlah morbiditas
Jumlah orangwaktu
IR
HR
95% CI
Nilai p
Hiperlaktasemia 17 49 0.347 4.1 1.945-8.903 0.0001 Ya 5 179 0.084 Ref Tidak Risiko morbiditas pada pasien IMA jika ditemukan dengan hiperlaktasemia yaitu 4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tanpa hiperlaktasemia. Perbedaan
risiko tersebut bermakna secara statistik dengan p=0.0001. Nilai HR ini masih bersifat kasar dan belum mengontrol variabel lain yang dianggap sebagai perancu.
5.4 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Syok Kardiogenik pada IMA Dari 70 kasus IMA yang diamati selama penelitian, diketahui sebesar 7 pasien mengalami syok kardiogenik, 6 pasien diantaranya mengalami hiperlaktasemia, sedangkan 1 pasien
tanpa hiperlaktasemia. Gambaran estimasi survival Kaplan
Meier terjadinya syok kardiogenik berdasarkan ada atau tidaknya hiperlaktasemia ditunjukkan pada gambar 5.3 dibawah ini.
Gambar 5. 3 Kurva Estimasi Survival Kaplan Meier Terjadinya Syok Kardiogenik pada IMA Berdasarkan Hiperlaktasemia
Berdasarkan grafik survival rate kelompok pasien dengan hiperlaktasemia berbeda dengan survival rate kelompok tanpa hiperlaktasemia. Survival rate pada hiperlaktasemia lebih rendah dibandingkan dengan kelompok tanpa hiperlaktasemia. Pada hari pertama probabilitas survival kelompok hiperlaktasemia menjadi 0.98
sedangkan pada kelompok tanpa hiperlaktasemia menjadi 0.74. Probabilitas ini tetap hingga akhir pengamatan. Setelah dilakukan Uji Logrank test didapatkan nilai p sebesar 0,0018 sehingga perbedaan tersebut bermakna secara statistik. Pengaruh independen hiperlaktasemia terhadap syok kardiogenik dilihat dengan nilai hazard ratio yaitu sebesar 15, dan ditunjukkan pada tabel 5.3 dibawah ini. Tabel 5.3 Hazard Ratio (HR) Terjadinya Syok Kardiogenik Pada IMA dengan Hiperlaktasemia dan Tanpa Hiperlaktasemia Variabel
Hiperlaktasemia Ya Tidak
Jumlah Jumlah syok orangkardiogenik waktu 6 1
91 231
IR
HR
95% CI
0.066 15.2 1.848-700.579 0.004 Ref
Nilai p
0.0014
5.5 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Gagal Jantung pada IMA Dari 70 kasus IMA yang diamati selama penelitian, diketahui sebesar 19 pasien mengalami gagal jantung, 12 pasien diantaranya mengalami hiperlaktasemia, sedangkan 7 pasien tanpa hiperlaktasemia. Kurva estimasi survival Kaplan Meier terjadinya gagal jantung berdasarkan ada atau tidaknya hiperlaktasemia ditunjukkan pada gambar 5.4 dibawah ini.
Gambar 5.4 Kurva Estimasi Survival Kaplan-Meier Terjadinya Gagal Jantung pada IMA Berdasarkan Hiperlaktasemia
Nilai probabilitas survival pada hari pertama pada pasien dengan hiperlaktasemia sebesar 0.52, sedangkan pada pasien tanpa hiperlaktasemia sebesar 0.87. Hal ini berarti bahwa pada hari pertama 52% pasien dengan hiperlaktasemia tidak mengalami gagal jantung, sedangkan pada pasien tanpa hiperlaktasemia 87% pasien tidak mengalami gagal jantung. Pada hari kedua sebesar probabilitas survival pasien dengan hiperlaktasemia sebesar 0.47 dan menetap hingga akhir pengamatan. Sedangkan tanpa hiperlaktasemia probabilitas survival berubah menjadi 0.85 pada hari ketiga dan kemudian menetap hingga akhir masa pengamatan. Setelah dilakukan Uji Logrank test didapatkan nilai p sebesar 0,0009 sehingga perbedaan tersebut bermakna secara statistik. Pengaruh independen hiperlaktasemia terhadap gagal jantung dilihat dengan nilai hazard ratio yaitu sebesar 5.3, dan ditunjukkan pada tabel 5.4 dibawah ini.
Tabel 5.4 Hazard Ratio (HR) Terjadinya Gagal Jantung Pada IMA dengan Hiperlaktasemia dan Tanpa Hiperlaktasemia Variabel
Hiperlaktasemia Ya Tidak
Jumlah gagal jantung 12 7
Jumlah orangwaktu 68 209
IR
0.176 0.033
HR
5.3 Ref
95% CI
1.91315.796
Nilai p
0.0001
5.6 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Aritmia pada IMA Selama waktu pengamatan penelitian, diketahui sebesar 13 pasien mengalami aritmia, 8 pasien diantaranya mengalami hiperlaktasemia, sedangkan 5 pasien tanpa hiperlaktasemia.
Gambar 5.5 Kurva Estimasi Survival Kaplan Meier Terjadinya Aritmia pada IMA Berdasarkan Hiperlaktasemia
Gambran estimasi survival Kaplan Meier terjadinya aritmia berdasarkan ada atau tidaknya hiperlaktasemia ditunjukkan pada gambar 5.5 diatas. Pada pasien dengan hiperlaktasemia probabilitas tidak terjadinya aritmia pada hari pertama sebesar 0.83,
sedangkan pada pasien tanpa hiperlaktasemia sebesar 0.85. Hal ini berarti bahwa pada hari pertama 83% pasien dengan hiperlaktasemia tidak mengalami aritmia, sedangkan pada pasien tanpa hiperlaktasemia 85% pasien tidak mengalami aritmia. Pada hari kedua sebesar probabilitas survival pasien dengan hiperlaktasemia sebesar 0.78, sedangkan tanpa hiperlaktasemia nilainya tetap. Hari ketiga probabilitas survival pada pasien tanpa hiperlaktasemia sebesar 0.82. Setelah dilakukan Uji Logrank test didapatkan nilai p sebesar 0.6343 sehingga perbedaan tersebut tidak bermakna secara statistik. Pengaruh independen hiperlaktasemia terhadap aritmia dilihat dengan nilai hazard ratio yaitu sebesar 1.3, dan ditunjukkan pada tabel 5.5 dibawah ini. Tabel 5.5 Hazard Ratio (HR) Terjadinya Aritmia Pada IMA dengan Hiperlaktasemia dan Tanpa Hiperlaktasemia Variabel
Hiperlaktasemia Ya Tidak
Jumlah aritmia
5 8
Jumlah orangwaktu 96 205
IR
HR
95% CI
Nilai p
0.052 1.3 0.039 Ref
0.343-4.627
0.3051
5.7 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas pada Subgrup IMA Dengan adanya cut off point 3 mmol/L, frekuensi pada masing-masing subgrup dapat ditunjukkan pada tabel 5.6. Tabel. 5.6 Frekuensi STEMI dan NSTEMI Berdasarkan Hiperlaktasemia Diagnosis NSTEMI STEMI
Hiperlaktasemia Ya 17 30
Total Tidak 5 18
22 48
Total
47
23
70
Untuk mengetahui hiperlaktasemia sebagai prediktor morbiditas pada masingmasing kelompok (subgrup) berdasarkan jenis IMA dilakukan analisis stratifikasi. Analisis stratifikasi dilakukan dengan uji Mantel Haenzel. Tabel 5.7 Hasil Uji Mantel Haenzel Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas pada Subgrup IMA Diagnosis STEMI NSTEMI
HR 3.8 5.2
95% CI 1.539 - 9.681 1.032 - 24.159
Nilai p 0.0009 0.0131
M-H combined, (CI) 4.1 (2.029-8.244)
Pada NSTEMI pengaruh hiperlaktasemia terhadap morbiditas sebesar 5,2. Artinya pada NSTEMI dengan hiperlaktasemia risiko morbiditas 5,2 x dibandingkan pada pasien NSTEMI tanpa hiperlaktasemia. Perbedaan risiko morbiditas tersebut secara statistik bermakna dengan p= 0.0131, 95% CI: 1,032-24,159 Pada STEMI pengaruh hiperlaktasemia terhadap morbiditas sebesar 3.8. Dengan demikian STEMI dengan hiperlaktasemia risiko morbiditas 3.8 x dibandingkan pada pasien STEMI tanpa hiperlaktasemia. Perbedaan risiko morbiditas tersebut secara statistik bermakna dengan p=0.0009 95% CI : 1.539-9.681 Apakah ada perbedaan hiperlaktasemia sebagai prediktor morbiditas antar subgrup IMA menggunakan tes homogenitas. Dengan tes homogenitas didapatkan p=0.6904. Hal ini berarti ada perbedaan efek hiperlaktasemia terhadap morbiditas pasien pada masing-masing kelompok (STEMI dan NSTEMI) walaupun secara statistik tidak bermakna. Pengaruh hiperlaktasemia terhadap morbiditas setelah
variabel diagnosis dikontrol sebesar 4.1 dan secara statistik bermakna dengan 95% CI : 2.029-8.244 5.8 Pengaruh Hiperlaktasemia terhadap Morbiditas Setelah Dikontrol dengan Variabel Lain Variabel pada penelitian ini meliputi nilai hiperlaktasemia sebagai variabel bebas dan jenis kelamin, umur, pendidikan,onset nyeri dada, riwayat keluarga, dislipidemia, hipertensi, diabetes melitus, merokok, diagnosis, gula darah sewaktu, hemoglobin, paO2, kadar albumin darah, serta terapi reperfusi sebagai variabel kendali. Variabel dengan skala data kategorik dilakukan uji Chi Square. Variabel dengan skala data numerik telah diuji normalitasnya dengan Uji Normalitas Saphiro Wilk dan dinilai homogenitas varian antar kelompok. Variabel yang berdistribusi normal (p>0.05) dianalisis dengan uji independen t-test. Sedangkan variabel tidak berdistribusi normal (p < 0,05) dilakukan uji non parametrik (two group mean comparison test). Analisis multivariat yang digunakan untuk mengetahui pengaruh hiperlaktasemia terhadap morbiditas adalah Cox Proportional Hazard Model. Sebelumnya dilakukan pengujian apakah asumsi proportional hazard sudah terpenuhi pada variabel hiperlaktasemia dengan menggunakan uji global test. Hasil pengujian pada tabel 5.7 berikut ini. Tabel 5.8 Hasil Uji Global Test Terhadap Variabel Hiperlaktasemia Uji Global test
Chi Square 2.49
Df 5
Nilai p 0,7782
Hasil uji global test mendapat nilai p sebesar 0,7782. Oleh karena nilai p lebih dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa asumsi proportional hazard untuk variabel hiperlaktasemia terpenuhi. Hal ini berarti hazard ratio yang dihasilkan berasal dari perbandingan kelompok pajanan yang tidak berubah (konstan) sepanjang waktu. Variabel yang dimasukkan dalam uji multivariat adalah variabel dengan nilai p<0.25. Semua variabel yang diduga sebagai confounding yang memiliki nilai p < 0,25 dimasukkan kedalam model. Variabel dengan nilai p <0.25 yaitu jenis kelamin, pendidikan, dislipidemia, diabetes, merokok, diagnosis, CKMB,
dan gula darah sewaktu.
Variabel ini
ditunjukkan dalam tabel model dasar uji regresi cox dibawah ini . Tabel 5.9 Model Dasar Hasil Analisis Cox Proportional Hazards Regression Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas Pasien IMA Variabel Hiperlaktasemia Jenis kelamin Pendidikan Dislipidemia Diabetes Merokok Diagnosis CKMB Gula darah sewaktu
HR 2.616 0.724 0.969 0.373 1.816 0.916 1.143 0.414 0.999
CI 1.159-5.906 0.209-2.508 0.722-1.302 0.132-1.056 0.494-6.673 0.392-2.140 0.508-2.569 0.164-1.045 0.992-1.008
P 0.021 0.610 0.836 0.063 0.369 0.839 0.747 0.062 0.994
Variabel confounding kemudian dikeluarkan satu per satu dimulai dari nilai p yang tertinggi. Perubahan HR lebih dari atau sama dengan 10% maka variabel
tersebut merupakan confounding dan harus tetap dimasukkan kedalam model dan bila kurang dari 10% maka variabel tersebut bukan sebagai perancu dan dikeluarkan dari model. Dari kedelapan variabel bebas yang dimasukkan kedalam model cox regresi, hanya 2 variabel yaitu dislipidemia dan CKMB menyebabkan perubahan HR lebih dari 10%, namun nilai p yang ditunjukkan oleh kedua variabel tersebut >0.05. Variabel tersebut kemudian dikeluarkan satu persatu dari model sehingga mendapatkan nilai murni hubungan hiperlaktasemia terhadap morbiditas. Tabel 5.10 Model Akhir Hasil Analisis Cox Proportional Hazards Regression Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas Pasien IMA Variabel Hiperlaktasemia
HR 2.578
95% CI 1.278-5.199
P 0.008
Berdasarkan model akhir analisis cox regresi, hiperlaktasemia terbukti sebagai faktor independen terjadinya morbiditas pada IMA. Hal ini berarti bahwa risiko morbiditas pasien IMA dengan hiperlaktasemia setelah mengontrol faktor perancu 2.6 kali lebih tinggi dibanding pasien tanpa hiperlaktasemia.
BAB VI PEMBAHASAN
Selama periode bulan Juli sampai dengan September 2014, dilakukan penelitian observasional dengan rancangan kohort prospektif, yang bertempat di RSUP Sanglah Denpasar. Temuan yang penting dari penelitian ini adalah kadar laktat sebagai penanda derajat hipoperfusi regional sebagai prediktor morbiditas, terjadinya gagal
jantung dan syok kardiogenik pada IMA. Sehingga dapat meningkatkan stratifikasi risiko selama perawatan di rumah sakit pada penderita IMA. Sindrom koroner akut memiliki beberapa kesamaan mekanisme patofisiologi, namun tiap-tiap kondisi memiliki perbedaan klinis, elektrokardiografi dan perubahan enzim serta menunjukkan luaran kardiovaskular yang berbeda-beda dari ringan hingga berat (Ramjane, dkk.,2009, Anderson,dkk.,2011). Pengukuran risiko berdasarkan karakteristik klinis sulit dan sering tidak tepat. Nyeri yang atipikal dapat merupakan suatu kondisi infark. Hingga sepertiga kasus IMA tidak menunjukkan nyeri yang tipikal. Bila menggunakan EKG, ST elevasi memiliki spesifisitas yang tinggi namun sensitivitas yang rendah untuk infark. Kurang lebih tiga perempat pasien dengan sindrom koroner akut tidak memiliki gambaran ST elevasi. Nilai troponin saat masuk rumah sakit memiliki nilai prediktor yang buruk karena dibutuhkan waktu keluarnya biomarker ini untuk keluar dari kardiomiosit (Ramjane,dkk.,2009, Anderson,dkk.,2011, Rhee,dkk.,2011). National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE) dan guideline groups (American College of Cardiology/American Heart Association [ACC/AHA] and European Society of Cardiology [ESC]) merekomendasikan terapi sesuai klinis dan pengelompokan risiko. Penelitian menunjukkan manfaatnya didapat secara eksklusif pada kelompok populasi pasien dengan risiko tinggi. Studi terbaru menyatakan bahwa kateterisasi jantung tidak dilakukan secara optimal pada pasien dengan NSTEMI, terutama karena tidak dilakukan stratifikasi risiko secara tepat pada kelompok pasien ini. Dokter fokus pada satu atau dua faktor risiko (yaitu ST depresi
dan nilai troponin), sedangkan faktor lain kurang diperhatikan (misalnya usia, gagal jantung, fungsi hati yang buruk) (Ramjane,dkk.,2009). Beberapa penilaian risiko telah digunakan dalam praktik klinis. Skor Thrombolysis in Myocardial Infarction (TIMI) didapatkan dari populasi penelitian klinis, sedangkan Global Registry of Acute Cardiac Events (GRACE) didapatkan dari data internasional (Ramjane,dkk.,2009, Anderson,dkk.2011, Hamm,dkk.2011) Usia, deviasi segmen ST dan status biomarker merupakan komponen yang terdapat pada TIMI dan GRACE. GRACE memiliki kelebihan karena terdapat variabel hemodinamik dan disfungsi ginjal. Pemeriksaan laktat menggambarkan derajat perfusi jaringan sehingga juga menggambarkan variabel hemodinamik, meskipun aplikasi klinis belum secara luas digunakan (Ramjane,dkk.,2009, Attana,dkk.,2012). Glikolisis merupakan tahap awal pada metabolism glukosa dengan produk akhir piruvat. Setelah terbentuk piruvat mengalami beberapa jalur metabolik. Piruvat dapat melewati membran mitokondria masuk kedalam alur tricarboxylic acid dan menghasilkan energy (38 ATP). Piruvat dapat diubah menjadi laktat dengan kerja enzim laktat dehydrogenase. Disamping itu piruvat juga berperan sebagai substrat gluconeogenesis untuk produksi glukosa atau menjalani transaminase menjadi alanine. Perubahan piruvat menjadi laktat hanya pada kondisi kadar piruvat yang tinggi. Perubahan ini terjadi pada kondisi jaringan yang mengalami hipoksia. Hiperlaktasemia merupakan suatu penanda stress metabolik dan derajat keparahannya
yang dihubungkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas (Nduka dan Dellinger,2011).
6.1 Karakteristik Subyek Penelitian Selama penelitian, 70 penderita IMA yang memenuhi kriteria inklusi diambil dengan cara consecutive sampling dari
populasi penelitian. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rerata umur penderita IMA yang mengalami hiperlaktasemia tidak jauh berbeda (58,1 tahun vs 57,7 tahun) dibandingkan dengan kelompok tanpa hiperlaktasemia. Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian Lazzeri,dkk (2010) dan Vermeulen, dkk (2010) pasien dengan hiperlaktasemia maupun tidak memiliki rerata umur yang tidak berbeda bermakna. Pada penelitian Lazzeri pasien dengan kadar laktat ≤1.3 mmol/L, 1.3-1.9 mmol/L, dan >1.9 mmol/L masing-masing memiliki ratarata umur 66.5, 67.5 tahun, dan 71 tahun. Pada penelitian Vermeulen pasien dengan kadar laktat <1.8 mmol/L memiliki rerata umur 63 tahun dibandingkan pasien dengan laktat ≥1.8 mmol/L memiliki rerata umur 64 tahun. Disfungsi endotel terjadi seiring bertambahnya usia. Pembuluh darah mengalami kekakuan
dan
penurunan
elastisitas.
Kemampuan
pembuluh
darah
untuk
memproduksi oksida nitrat (NO) yang berperan dalam vasodilatasi juga akan semakin menurun (Mudau dkk., 2012, Rhee, dkk.,2011, Irmalita,dkk.,2014). Semakin tua angka kejadian gagal jantung, gangguan hemodinamik juga semakin meningkat. Erne P dkk menyatakan terapi awal dengan anti platelet, beta bloker, penyekat ACE dan
reperfusi memiliki manfaat menurunkan angka mortalitas pada IMA, namun penggunaannya pada orang tua lebih terbatas (Shabbir, dkk., 2008). Jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan (90% Vs 10%), namun perempuan yang mengalami IMA lebih banyak mengalami hiperlaktasemia dibandingkan laki-laki. Hal tersebut karena semua penderita berjenis kelamin perempuan pada penelitian ini sudah menopause. Wanita yang mengalami IMA terjadi pada usia yang lebih tua dibandingkan dengan laki-laki. Tingkat fatalitas dalam 28 hari pasca IMA lebih tinggi pada wanita. Hal ini mungkin disamping akibat wanita mengalami IMA pada usia yang lebih tua, wanita cenderung lebih sering menderita diabetes, dan mendapat terapi kurang agresif. Wanita lebih sering mengalami nyeri dada atipikal sehingga datang terlambat ke rumah sakit dan tidak memungkinkan untuk dilakukan trombolitik (Deljanin, dkk., 2007, Shabbir, dkk., 2008) Dari beberapa studi yang ada sebelumnya, didapatkan estrogen sebagai proteksi terhadap proses aterosklerosis. Fisiologi estrogen pada wanita sebelum menopause akan meningkatkan high density lipoprotein (HDL) dan menurunkan low density lipoprotein (LDL). Efek lain dari estrogen adalah dalam kemampuannya sebagai antioksidan, antiplatelet dan meningkatkan vasodilatasi dari dinding pembuluh darah (Rhee, dkk., 2012). Pada penelitian didapatkan 30% dari pasien IMA memiliki faktor risiko diabetes melitus. Studi lain menunjukkan angka diabetes pada pasien IMA yaitu 6% pada Chicago Heart Association Detection Project in Industry (CHA), 5% pada Multiple
Risk Factor Intervention Trial (MRFIT), 4% pada Framingham Heart Study (FHS), and 22.9% pada European Heart Study (EHS) (Bennett,dkk.,2008). Pasien IMA dengan hiperlaktasemia lebih sedikit pada kelompok diabetes dibandingkan dengan yang tanpa diabetes (17.39% vs 82.61%). Hubungan antara penyakit arteri koroner dan diabetes melitus telah lama diketahui. Tidak hanya tingginya insiden IMA, namun juga angka kejadian fatal lebih tinggi pada pasien diabetes dibanding non diabetes. Hal ini karena kerusakan miokard lebih luas dan lebih berat pada pasien diabetes, dan telah adanya disfungsi jantung akibat kardiomiopati diabetikum serta disfungsi autonomi. Perubahan metabolik yang dihubungkan dengan IMA yaitu stres oksidasi, peningkatan formasi dari advanced glycation
end-products
(AGEs),
peningkatan
respon
inflamasi,
pelepasan
katekolamin, kortisol, dan asam lemak bebas lebih tinggi pada pasien diabetes (Christofferson,2009, Rhee,dkk.,2011) Hipertensi merupakan faktor risiko mayor terjadinya infark miokard. Hipertensi
mempercepat
terjadinya
aterosklerosis
dan
menyebabkan
stress
hemodinamik. Pada penelitian ini didapatkan 45.71 % pasien dengan IMA menderita hipertensi. Studi lain menunjukkan angka hipertensi pada IMA yaitu 88% pada CHA, 82% pada MRFIT, 83% pada FHS, dan 57.8% pada EHS. (Bennett, 2008). Penderita IMA
yang
mengalami
hiperlaktasemia
menderita
hipertensi
lebih
dibandingkan dengan kelompok tanpa hipertensi, dengan persentase 52.17%.
sedikit
47.83% vs
Sebanyak 30 % pasien dengan IMA menderita dislipidemia dari riwayat ataupun berdasarkan laboratorium yang didapat saat dirawat. Dibandingkan dengan studi lain hasil ini lebih kecil yaitu 72% pada CHA, 76 % pada MRFIT, 87% pada FHS, dan 47 % pada EHS (Bennett,dkk.,2008). Dislipidemia bukan merupakan faktor risiko terbanyak dalam populasi penelitian ini. Sebanyak 17.39% pasien dengan hiperlaktasemia menderita dislipidemia, dibandingkan 82.61% pasien hiperlaktasemia tanpa dislipidemia. Faktor risiko yang penting lainnya yaitu riwayat merokok. Dimana pada populasi penelitian ini didapatkan 64.29% penderita IMA merupakan perokok aktif, lebih dari 6 bulan. Studi lain menunjukkan hasil yang hampir sama yaitu 55% pada CHA, 50% pada MRFIT, 64% pada FHS, dan 30.2% pada EHS. (Bennett,dkk.,2008). Pasien hiperlaktasemia dan perokok sebesar 47.83% dibandingkan dengan pasien dengan hiperlaktasemia tanpa merokok sebesar 52.17%. Hal ini serupa dengan penelitian Vermeulen,dkk (2010), dimana pasien dengan kadar laktat tinggi memiliki persentase perokok lebih rendah. Hal ini akibat smoker’s paradox, dimana pasien perokok terkena IMA pada usia yang lebih muda (Vermeulen,dkk.,2010). Pasien IMA dengan faktor risiko kardiovaskular yang telah dijelaskan diatas mengalami hiperlaktasemia lebih sedikit dibandingkan dengan pasien IMA tanpa hiperlaktasemia. Hal ini karena jumlah pasien yang mengalami hiperlaktasemia lebih sedikit (n=23) dibandingkan tanpa hiperlaktasemia (n=47). Disamping itu persentase faktor risiko yang ada di populasi penelitian ini nilainya kebanyakan lebih kecil dibandingkan penelitian lain.
6.2 Analisis Kurva ROC Studi ini tidak dirancang untuk menentukan cutt of point laktat. Nilai cutt of point laktat yang bertujuan untuk prediksi luaran merupakan pertanyaan untuk mendapatkan hubungan yang optimal antara sensitivitas dan spesifisitas. Hal ini dengan mudah ditunjukkan dengan ROC. Nilai hiperlaktasemia yang didapat memiliki nilai akurasi tertinggi sebagai prediktor morbiditas. Tes dengan sensitivitas yang tinggi membawa risiko banyak false positif dengan demikian over-triage. Disisi lain jika tes digunakan untuk tujuan skrining atau sebagai bagian penilaian risiko multifaktorial mungkin dibutuhkan level tertentu over triage. Semakin tinggi cutt of point, nilai prediktif untuk tes positif semakin baik, dan risiko mendapatkan hasil false negative semakin besar (Kruse, dkk., 2011). Kebanyakan studi menggunakan cutt of point 2.0 mmol (Khosravani,dkk.,2009, Seoane,dkk.,2013, Perez,dkk.,2008, Atana,dkk.,2012). Pada studi ini cutt of point untuk hiperlaktasemia didapatkan dari kurva ROC. Didapatkan nilai 3 mmol/L sebagai cutt of point terbaik dalam menyatakan hiperlaktasemia. Memuaskan atau tidaknya nilai AUC, dapat ditentukan secara klinis atau secara statistik. Nilai AUC yang didapatkan pada penelitian ini yaitu 70.6 % (70-80%) memiliki kekuatan sedang, dengan standard error 0.0647, 95% CI 0.579-0.833. Beberapa penelitian lain juga menggunakan nilai 3 mmol/L sebagai batas menyatakan hiperlaktasemia (Ranucci,dkk.,2006, Jansen,dkk.,2010).
Hasil penelitian menunjukkan 23 pasien IMA mengalami hiperlaktasemia, dan 47 pasien tanpa hiperlaktasemia. Pada penelitian ini hanya separuh pasien IMA mengalami hiperlaktasemia. Ada beberapa penyebab diantaranya, akibat dibutuhkan waktu
sebelum
terjadinya
kekacauan
patofisiologi
yang
menyebabkan
hiperlaktasemia. Bila mengeksklusi pasien yang datang dengan presentasi kurang dari 2 jam, sensitivitas laktat akan meningkat. Pengukuran laktat perifer di sistemik apakah mencerminkan kadar laktat di miokard pada kondisi iskemia regional membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk membandingkan kedua konsentrasi laktat tersebut. Disamping itu teknis pengambilan sampel di jari tangan mungkin akan mendapatkan serum dan bukan darah (Gatien,dkk.,2005). Ada dua hal yang harus diperhatikan bila menilai iskemia miokard yang dinilai dengan nilai produksi laktat. Kebanyakan studi mengukur secara sekuensial. Nilai produksi laktat sepanjang waktu selama iskemi yang konstan tidak diketahui. Dengan hipoksemia dari preparat jantung, laju produksi laktat menurun secara progresif seiring waktu. Jadi pengukuran produksi laktat pada pasien dengan penyakit jantung iskemik dapat berubah seiring waktu. Produksi laktat pada manusia biasanya dinilai dengan membandingkan konsentrasi pada sinus koronarius dan pada arteri. Nilai pada sinus koronarius merupakan nilai campuran dengan darah vena yang merupakan drainase dari region dengan perfusi kurang dan region dari arteri yang normal. Evaluasi secara langsung factor ini sulit oleh karena mustahil untuk mempelajari pola iskemi miokard pada manusia (Apstein,1979).
6.3 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas Pasien IMA Kebanyakan studi mendukung bahwa pemeriksaan laktat sekali waktu yaitu pada saat masuk rumah sakit berguna dalam prediksi luaran pasien. Nilai prediktif laktat darah didukung pula oleh bukti dari beberapa studi menunjukkan hubungan dosisrespon, semakin tinggi kadar laktat maka akan semakin tinggi pula angka mortalitas. Namun nilai laktat pada sekali pengukuran saat masuk rumah sakit masih kontroversial karena beberapa studi tidak mampu menunjukkan nilai prediktif yang signifikan kadar laktat saat masuk.
(Kruse, dkk., 2011, Cerovic,dkk.,2003,
Arnold,dkk.,2009, Kaplan dan Kellum,2008). Hiperlaktasemia menetap memiliki nilai prediktif pada sejumlah studi, dengan demikian pengukuran laktat secara serial berguna dalam monitoring pasien. Manfaat lain pengukuran serial yaitu pasien yang mengalami peningkatan laktat yang temporer dan non patologi contohnya akibat kadar adrenalin yang tinggi, atau minum alkohol
dieksklusi
dari populasi.
(Kruse,
dkk., 2011,
Luchette,dkk.,2002,
Dunne,dkk.,2005). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hiperlaktasemia sebagai prediktor morbiditas pasien IMA nilai hazard ratio sebesar 4.1 (HR = 4.1, 95% CI = 1,9-8.9, p = 0,0001). Artinya penderita IMA hiperlaktasemia memiliki risiko untuk mengalami morbiditas 4 kali lipat lebih besar dari kelompok tanpa hiperlaktasemia. Namun setelah mengontrol variabel lain yang diduga sebagai perancu maka didapatkan pengaruh independen hiperlaktasemia terhadap morbiditas hampir 3 kali (HR =2.578, 95% CI=1.278-5.199, p=0.008).
Berdasarkan data yang ada, laktat serum memberikan manfaat dalam menilai status hemodinamik pasien, jadi dapat memberikan stratifikasi risiko lebih dini dan mengarahkan monitoring dan terapi.
6.4 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Syok Kardiogenik Pasien IMA Penelitian ini menunjukkan bahwa hiperlaktasemia sebagai prediktor terjadinya syok kardiogenik penderita IMA dengan hazard ratio sebesar 15 kali (HR = 15.231, 95% CI = 1.848-700.579, p = 0,0014). Artinya penderita IMA dengan hiperlaktasemia memiliki risiko untuk mengalami syok kardiogenik 15 kali lipat lebih besar dari kelompok tanpa hiperlaktasemia. Iskemia akibat penurunan perfusi koroner menyebabkan hipoksia dan nekrosis yang mengganggu kontraktilitas miokard. Kondisi ini menyebabkan penurunan curah jantung dan penurunan tekanan darah arteri. Secara simultan terjadi respon saraf simpatis
terhadap
penurunan
tekanan
darah
dan
menyebabkan
terajdinya
vasokonstriksi. Sistem hormonal juga teraktivasi menyebabkan retensi garam dan air. Perfusi koroner semakin terganggu akibat gangguan tersebut. Sirkulus vitiosus tersebut menyebabkan penurunan perfusi pada tingkat jaringan. Terjadi hipoksia dan asidosis laktat yang akan memperburuk kontraktilitas miokard sehingga tekanan darah normal tidak dapat dipertahankan (Khalid dan Dhakam,2008). Velente dkk dalam studinya terhadap 45 pasien STEMI dengan syok kardiogenik yang dilakukan PCI menyatakan hiperlaktasemia merupakan indikator independen kematian selama perawatan di rumah sakit. Chieolero dkk meneliti terjadinya
hiperlaktasemia pada pasien syok kardiogenik pada masa awal post operasi jantung dan menyimpulkan bahwa hiperlaktasemia berhubungan dengan peningkatan produksi laktat. Laktat serum merupakan prediktor univariat yang signifikan terjadinya kematian selama perawataan di rumah sakit pada pasien dengan syok kardiogenik akibat infark miokard. (Lazzeri,dkk., 2012) Syok kardiogenik merupakan perjalanan klinis terberat dari kegagalan ventrikel kiri dan berhubungan dengan kerusakan luas miokardium ventrikel kiri. Syok kardiogenik diakibatkan oleh penurunan curah jantung sistemik dengan volume intravaskular yang memadai. Syok kardiogenik biasanya terjadi bila terjadi kehilangan 40% masa ventrikel kiri baik yang terjadi secara akut atau merupakan kombinasi dengan miokardium yang mengalami jaringan parut akibat infark lama. Semakin luas kerusakan miokard, semakin tinggi pula derajat hipoperfusi. (Antman dan Morow, 2012, Rhee, dkk., 2011). Syok kardiogenik akibat inadekuasi perfusi jaringan yang menyebabkan peningkatan metabolism anaerob dan produksi laktat akibat hipoksia regional. Pada kondisi ini hiperlaktasemia disebabkan oleh peningkatan produksi laktat, yang juga bisa diinduksi oleh penggunaan inotropik dan gangguan mikrovaskular. Hipoperfusi renal dan splanknik menyebabkan gangguan fungsional, menyebabkan asidosis laktat persisten (Lazzeri,dkk., 2012). Studi Paolo Atana dkk menilai peranan laktat dalam prediksi kematian pada pasien dengan STEMI
dengan syok kardiogenik yang akan dilakukan PCI.
Didapatkan bersihan laktat 12 jam setelah masuk rumah sakit lebih tinggi pada pasien
yang mampu bertahan. Bersihan laktat dalam 12 jam <10% menandakan pasien dengan risiko kematian yang lebih tinggi. Dalam studi ini pasien dengan bersihan laktat dalam 12 jam <10% lebih banyak memiliki gangguan ginjal (dinilai dengan penurunan glomerular filtration rate) tanpa perbedaan signifikan parameter hemodinamik (seperti ejeksi fraksi dan tekanan arteri rerata), dan nilai transaminase (sebagai indeks fungsi hati), maka dihipotesiskan gangguan fungsi ginjal dapat berkontribusi dalam hiperlaktasemia persisten pada pasien ini dan memainkan peranan penting ginjal dalam mempengaruhi prognosis pasien STEMI dengan komplikasi syok kardiogenik. (Attanà, dkk., 2012)
6.5 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Gagal Jantung Pasien IMA Hiperlaktasemia sebagai prediktor terjadinya gagal jantung penderita IMA terbukti pada penelitian ini, memiliki hazard ratio sebesar 5 kali (HR = 5.269, 95% CI = 1.913-15.796, p = 0.0002). Penderita IMA dengan hiperlaktasemia memiliki risiko untuk mengalami gagal jantung 5 kali lipat lebih besar dari kelompok tanpa hiperlaktasemia. Infark miokard akut akan menyebabkan disfungsi sistolik maupun diastolik. Kedua mekanisme ini akan menyebabkan komplikasi berupa edema paru dengan atau tanpa syok kardiogenik (Antman dan Morrow, 2012) Pasien infark yang luas dan
iskemia yang persisten biasanya paling sering
berkembang menjadi gagal jantung. Gagal jantung merupakan prediktor yang dapat
meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas setelah IMA (Allen P. Burke, 2008, Rhee, dkk., 2011). Pada penelitian Lazzeri,dkk (2010) nilai laktat merupakan predictor independen mortalitas hanya pada pasien dengan kelas Killip III-IV (OR, 1.17; 95% CI, 1.051.30; P = .003).
6.6 Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Aritmia Pasien IMA Hiperlaktasemia pada penelitian ini bukan sebagai prediktor terjadinya aritmia pasien IMA (HR = 1.35, 95% CI = 0.344-4.627, p = 0,3051). Gangguan irama jantung dapat terjadi pada 90% pasien infark miokard. Gangguan irama pada kondisi ini dapat disebabkan kondisi iskemia, hipoksia, asidosis laktat, dan abnormalitas hemodinamik. Disamping itu ketidakseimbangan sistem saraf, abnormalitas elektrolit, perubahan konduksi
impuls, toksisitas obat juga
mencetuskan aritmia (Rhee,2011). Aritmia tidak hanya berhubungan hipoperfusi jaringan, melainkan karena adanya substrat aritmia pada pasien dengan infark. Mekanisme aritmia postinfark adalah keterlibatan daerah iskemia yang bersebelahan namun bukan daerah infark miokardium. Pada area atau zona asidosis aritmogenik akan mengakibatkan pelepasan metabolit seperti potasium, kalsium, dan katekolamin, dengan kadar ATP rendah dan hipoksemia (Allen P. Burke, 2008, Antman dan Morrow, 2012). Dalam perjalanan miokard infark, aritmia dapat diakibatkan oleh karena jaringan parut yang mengelilingi miosit yang masih viabel. Studi eksperimental menyatakan
hubungan antara gangguan fungsi kanal sodium Na+ dengan mati mendadak. Pengaruh stres oksidatif pada fungsi kanal Na+ dikatakan juga berperan dalam terjadinya aritmia pasca infark. (Allen P. Burke, 2008, Antman dan Morrow, 2012)
6.7 Hiperlaktasemia Sebagai Prediktor Morbiditas pada Subgrup IMA Mortalitas awal NSTEMI dikatakan lebih rendah dibandingkan STEMI. Setelah 6 bulan mortalitas keduanya berimbang, dan dalam jangka panjang mortalitas NSTEMI lebih tinggi. Dibanding pasien STEMI, pasien dengan NSTEMI cenderung mendapat terapi kurang agresif meskipun memiliki risiko yang tinggi. Prevalensi NSTEMI lebih tinggi dan pasiennya berusia lebih lanjut dan memiliki komorbiditas (Irmalita,dkk., 2014). Data dengan hasil berbeda ditunjukkan oleh studi observasional yang melibatkan 100 pusat kesehatan di Prancis yaitu OPERA registry. OPERA registry menunjukkan pasien dengan STEMI dan NSTEMI memiliki prognosis saat perawatan rumah sakit dan prognosis jangka panjang yang sama. Perbedaan studi OPERA dengan studi-studi lainnya karena studi observasional sebelumnya memisahkan antara STEMI dan NSTEMI dan terbatas pada luaran selama perawatan di rumah sakit dan 6 bulan setelahnya. Sedangkan pada OPERA registry memberi pengetahuan karakteristik dan manajemen pasien selama perawatan di rumah sakit dan luaran klinik dalam 1 tahun. Pada studi ini pasien dengan STEMI yang harusnya mendapat manfaat dengan terapi reperfusi segera setelah onset, kebanyakan datang terlambat ke rumah sakit. Pasien NSTEMI lebih tua dan memiliki risiko rekurensi iskemik lebih tinggi.
Pada penelitian ini dilakukan analisis stratifikasi Mantel Haenzel. Analisis ini digunakan untuk mengendalikan efek dari suatu variabel perancu (dalam hal ini diagnosis) dengan cara mengelompokkan sampel menjadi kelompok kategori variabel perancu yang sama. Pada penelitian didapatkan pada NSTEMI hazard ratio pengaruh hiperlaktasemia terhadap morbiditas sebesar 5,2, sedangkan pada STEMI hazard ratio sebesar 3,8. Hal ini menunjukkan memang ada pengaruh hiperlaktasemia terhadap morbiditas pada masing-masing diagnosis, walaupun secara statistik tidak bermakna p=0.6904. STEMI maupun NSTEMI memiliki proses patofisiologi yang sama dan mendapat terapi yang sama untuk mencegah ruptur plak. Definisi serta prognosis yang sama antara pasien STEMI dan NSTEMI digunakan sebagai dasar pemberian prevensi sekunder yang sama pada kedua tipe infark ini untuk menghindari kejadian iskemik rekuren (Montalescot,dkk.,2007).
6.8 Analisis Multivariat Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas IMA Pada analisis univariat pasien dengan hiperlaktasemia dan tanpa hiperlaktasemia berbeda dalam hal jenis kelamin, pendidikan, dislipidemia, diabetes, merokok, diagnosis, dan CKMB. Setelah analisis regresi, hiperlaktasemia terbukti sebagai pengaruh independen terhadap terjadinya morbiditas IMA. Laktat juga terbukti sebagai prediktor independen kematian dalam 30 hari dan respon
buruk
post
PCI
pada
pasien
STEMI
yang
dilakukan
PCI
(Vermeulen,dkk.,2010). Pada penelitian Lazzeri laktat terbukti sebagai faktor yang
mempengaruhi mortalitas pada pasien dengan Killip III dan IV. Derajat gangguan hemodinamik (kelas Killip) dan iskemia miokard (troponin), glukosa merupakan factor yang mempengaruhi kadar laktat pada penelitian tersebut (Lazzeri,dkk.2012).
6.9 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini merupakan kohort prospektif terhadap 70 orang penderita IMA pada satu pusat pelayanan kesehatan, yaitu RSUP Sanglah. Penelitian dilaksanakan antara bulan Juli hingga September 2014. Oleh karena penelitian ini ingin mengetahui hiperlaktasemia sebagai prediktor morbiditas pasien IMA di RSUP Sanglah, maka sebaiknya data yang dipakai dalam perhitungan jumlah sampel diambil dari proporsi IMA di RSUP Sanglah. Adanya perbedaan hasil yang didapatkan dengan penelitian-penelitian yang ada sebelumnya disebabkan oleh karena beberapa faktor. Rancangan penelitian, meskipun sama-sama studi kohort tetapi ada beberapa perbedaan yang tentunya dapat berpengaruh terhadap hasil penelitian. Standar baku dalam penilaian kadar laktat adalah darah arteri. Sampel yang digunakan adalah darah kapiler dan bukan darah arteri. Laktat kapiler berkorelasi dengan laktat arteri dari studi sebelumnya. Pada beberapa studi sebelumnya penulis menyatakan korelasi baik antara darah arteri, vena dan kapiler. Punksi arteri membutuhkan personel terlatih, memakan waktu lebih lama, lebih mahal, dan tidak nyaman bagi pasien (Kruse,dkk.,2011).
Pemeriksaan darah vena ataupun kapiler akan lebih mudah, risiko lebih minimal, tidak memerlukan personel khusus, serta lebih nyaman bagi pasien. Penggunaan laktat kapiler menyebabkan over-triage, kecuali cutt of point diatur lebih tinggi daripada kadar laktat arteri (Kruse, dkk., 2011). Sampel studi yang kecil serta dari satu tempat pusat penelitian juga merupakan kelemahan penelitian ini. Untuk generalisir hasil dibutuhkan studi dengan jumlah subyek yang lebih banyak dan terdapat beberapa pusat penelitian. Walaupun studi Hart dkk tahun 2013 menunjukkan alat Lactate Plus analyzer menghasilkan pengukuran yang akurat dan reproduksibel, namun terdapat perbedaan yang besar bila sampel diambil dari jari-jari tangan, karena adanya manipulasi di tangan
(Hart,dkk.,2013).
Food
and
Drug
Administration
saat
ini
hanya
merekomendasikan Lactate Plus analyzer untuk penelitian saja (Karon,dkk.,2007). Infark yang lebih ringan tidak cukup menyebabkan hipoperfusi regional atau gangguan ekstraksi laktat dari sirkulasi, dengan demikian peningkatan kadar laktat dalam darah terjadi dalam jumlah kecil (Gatien,dkk.,2005). Beberapa pasien IMA tidak menunjukkan kadar laktat yang signifikan juga akibat dibutuhkan waktu sebelum terjadinya kekacauan patofisiologi yang menyebabkan hiperlaktasemia. Bila mengeksklusi pasien yang datang dengan presentasi kurang dari 2 jam, sensitivitas laktat akan meningkat (Gatien,dkk.,2005).
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Studi kohort prospektif telah dilakukan untuk membuktikan hiperlaktasemia sebagai prediktor morbiditas IMA di RSUP Sanglah. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa hiperlaktasemia terbukti sebagai prediktor morbiditas IMA di RSUP Sanglah dengan nilai HR sebesar hampir 3 kali (HR =2.578, 95% CI=1.278-5.199, p=0.008). Temuan lain pada penelitian ini, yaitu : 1. Hiperlaktasemia terbukti sebagai prediktor syok kardiogenik pada pasien IMA di RSUP Sanglah dengan nilai HR sebesar 15 kali (RR = 15.231, 95% CI = 1.848- 700.579, p = 0,0014). 2. Hiperlaktasemia terbukti sebagai prediktor gagal jantung pada pasien IMA di RSUP Sanglah dengan nilai HR sebesar 5 kali (RR = 5.269, 95% CI = 1.91315.796, p = 0.0002). 3. Hiperlaktasemia tidak terbukti sebagai prediktor aritmia pada pasien IMA di RSUP Sanglah. b
7.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian, pemeriksaan kadar laktat dapat digunakan sebagai alat stratifikasi risiko pasien IMA yang dirawat di RSUP Sanglah. Studi akan mempunyai nilai presisi lebih baik jika menggunakan sampel darah arteri sesuai dengan standar bakunya. Mengenai penggunaan darah kapiler dan darah perifer, maka perlu dikonfirmasi studi prospektif dengan jumlah sampel yang lebih besar.
Studi ini harus dilakukan dengan mengambil darah arteri, vena, dan kapiler dengan jeda waktu yang singkat dan dilakukan secara serial. Akan lebih bermanfaat dengan memasukkan subpopulasi pasien dengan hipotensi karena vasokonstriktor perifer, dirangsang oleh aktivitas simpatis, menyebabkan peningkatan kadar laktat bila diukur pada darah kapiler. Studi ini harus diikuti dengan studi intervensional untuk menentukan apakah terapi untuk mengurangi kadar laktat dapat memperbaiki luaran dibandingkan kelompok kontrol. Kadar laktat merupakan penanda insufisiensi sirkulasi. Dengan demikian semua intervensi yang bertujuan untuk memperbaiki sirkulasi (cairan, inotropik) dapat memiliki efek terhadap laktat.
DAFTAR PUSTAKA
Agrawal, S., Sachdev, A., dkk. 2004. Role Of Lactate In Critically Ill Children Indian J Crit Care Med, 8, 173-181. Allen, M. 2011. Lactate and Acid Base as A Hemodynamic Monitor and Markers of Cellular Perfusion. Pediatr Crit Care Med, 12, S43-49. Anderson, J. L., Adams, C. D., dkk. 2011. ACCF/AHA Focused Update Incorporated Into the ACC/AHA 2007 Guidelines for the Management of Patients With Unstable Angina/Non ST-Elevation Myocardial Infarction: A Report of the American College of Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on Practice Guideline Circulation. Anonim 2010. Sindroma Koroner Akut dengan Gangguan Metabolik pada Wanita Usia Muda Pengguna Kontrasepsi Hormonal. Heru Sulastomo. Departement Cardiology and Vascular Medicine Faculty of Medicine, University of Indonesia. Antman, E. M. danBrawnwald, E. 2007. ST Elevation myocardial Infraction : Pathology,Pathophysiology, and Clinical Feature. In: Libby, P., Bonow, R. O., Mann, D. L. danZipes, D. P. (eds.) Brauwnwald's Heart Disease. Philadelphia: Saunders Elsevier. Antman, E. M. dan Morow, D. A. 2012. ST Segmen Elevation Myocardial Infarction : Management. In: O.Bonow, R., Mann, D. L., P.Zipes, D. danLibby, P. (eds.) Braunwald's Heart Disease 9th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders. Apstein C, Gravino F, Hood W. 1979. Limitation of Lactate Production as an Index of Myocardial Ischemia. Circulation,60, 1-13. Arnold, R.C., Shapiro, N.I., dkk. 2009. Multicenter Study of Early Lactate Clearance as A Determinant of Survival in Patients with Presumed Sepsis. Shock, 32,3539. Aslar, A. K., Kuzu, M. A., dkk. 2004. Admission Lactate Level and The APACHE II Score are The Most Useful Predictors of Prognosis Following Torso Trauma. Injury, 35, 746-752. Attanà, P., Lazzeri, C., dkk. 2012. Lactate and Lactate Clearance in Acute Cardiac Care Patients. European Heart Journal: Acute Cardiovascular Care, 1, 115– 121.
Bennett, W., D. Lombardi, A.,dkk. 2008. Risk Factors for Acute Myocardial Infarction in Our Patient Population: A Retrospective Pilot Study. NYMJ. Berton, G., Cordiano, R., dkk. 2001. Microalbuminuria during Acute Myocardial Infarction : A Strong Predictor for 1-year Mortality. European Heart Journal 22, 1466-1475. Burke, A. P. danVirmani, R. 2007. Pathophysiology of Acute Myocardial Infarction. Med Clin North Am, 91, 553-572; ix. Cerovic O, Golubovic V, dkk., 2003. Relationship Between Injury Severity and Lactate Levels in Severely Injured Patients. Intensive Care Med, 29,13001305 Christofferson, A. 2009. Acute Myocardial Infarction : Early Diagnosis and Management. In: Topol, E. J. (ed.) Textbook of Cardiovascular Medicine. Cleveland Ohio: Lippincott Williams & Wilkins. Daubert, M. A., Jeremias, A., dkk. 2010. Diagnosis of Acute Myocardial Infarction. In: Jeremias, A. danBrown, D. L. (eds.) Cardiac Intensive Care 2nd Ed. 2 ed. United States of America: Saunders Elsevier. Dunne,J.R., Tracy, J.K., dkk. Lactate and Base Deficit in Trauma: Does Alcohol or Drug Use Impair Their Predictive Accuracy?. J Trauma 2005, 58,959-966 Ferreira, G. M. T. D. M., Correia, L. C., dkk. 2009. Increased Mortality and Morbidity Due to Acute Myocardial Infarction in a Public Hospital, in Feira de Santana, Bahia. Arq Bras Cardiol, 93, 92-99. Fox, K. a. A., Dabbous, O. H., dkk. 2006. Prediction of Risk of Death and Myocardial Infarction in The Six Months after Presentation with Acute Coronary Syndrome: Prospective Multinational Observational Study (GRACE). BMJ, 333. Gatien, M., Stiell, I., dkk. 2005. Diagnostic performance of venous lactate on arrival at the emergency department for myocardial infarction. Acad Emerg Med, 12, 106-113. Goyal, A., Mehta, S. R., dkk. 2009. Differential Clinical Outcomes Associated with Hypoglycemia and Hyperglycemia in Acute Myocardial Infarction. Circulation, 120, 2429-2437. Gunn, V. L. danNechyba, C. 2002. The Harriet Lane handbook., Missouri Mosby.
H.Opie, L. 2004. Aerobic and Anaerobic Metabolism. In: H.Opie, L. (ed.) Heart Physiology : from Cell to Circulation. 4th ed. United States of America: Lippincolt Williams & Wilkins. Hamm, C. W., Bassand, J. P., dkk. 2011. ESC Guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients presenting without persistent STsegment elevation: The Task Force for the management of acute coronary syndromes (ACS) in patients presenting without persistent ST-segment elevation of the European Society of Cardiology (ESC). Eur Heart J, 32, 2999-3054. Husain, F. A., Martin, M. J., dkk. 2003. Serum Lactate and Base Deficit as Predictors of Mortality and Morbidity. Am J Surg, 185, 485-491. Irmalita, D. A. Juzar,dkk. 2014. Angina Pektoris Tidak Stabil dan Infark Miokard Non ST Elevasi. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Jakarta : Centra Communication, 15-42. Jansen, T.C., Van, B.J.,dkk.2010. Early Lactate-Guided Therapy in Intensive Care Unit Patients: A Multicenter, Open-Label, Randomized Controlled Trial. Am J Respir Crit Care Med, 182,752-761. John G Toffaletti, P. 2010. Measurement and Clinical Interpretation of Whole Blood Khalid L. dan Dhakam,S. A Review of Cardiogenic Shock in Acute Myocardial Infarction. Current Cardiology Reviews, 2008, 4, 34-40.
Lazzeri,C., Valente, S., ,dkk. 2012. Lactate in the Acute Phase of ST-Elevation Myocardial Infarction Treated with Mechanical Revascularization : A SingleCenter Experience. American Journal of Emergency Medicine, 92-96. Lactate Concentration [Online]. Available: http://it.instrumentationlaboratory.com /~/media/IL%20Italy/Docs/Critical%20Care/Letteratura/Bibliografia/090.pdf. Luchette, F.A., Jenkins, W.A.,dkk. 2002. Hypoxia Is Not the Sole Cause of Lactate Production During Shock. J Trauma, 52, 415-419. Karon, B. S., Scott, R., dkk. 2007. Comparison of Lactate Value Between Point of Care and Central Laboratory Analyzers. Am J Clin Pathol 168-171. Kaplan, L.J. dan Kellum, J.A.Comparison of Acid-Base Models for Prediction of Hospital Mortality After Trauma. Shock, 29,662-666.
Kruse, O., N. Grunnet, dkk.,2011. Blood Lactate as a Predictor For In-Hospital Mortality in Patients Admitted Acutely to a Hospital : A Systematic Review. Journal of Trauma, Resuscitation and Emergency Medicine 1-12. Khosravani, H., Stelfox,H.T., dkk. 2009. Occurrence and Adverse Effect on Outcome of Hyperlactatemia in The Critically ill. Crit Care, 13,90. Nduka, O. dan Dellinger, P. 2011. Lactate: Biomarker and Potential Therapeutic Target. Crit Care Clin, 27, 299-326. O'brien, J. M., Jr., Ali, N. A., dkk. 2007. Sepsis. Am J Med, 120, 1012-1022. P.Cannon, C. danH.Lee, T. 2007. Approach to the Patient with Chest Pian. In: Libby, P., Bonow, R. O., Mann, D. L. danP.Zipes, D. (eds.) Braunwald's Heart Disease. 8 ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. Perez, E. H., Dawood, H., dkk. 2008. Validation of the Accutrend Lactate Meter for Hyperlactatemia Screening during Antiretroviral Therapy in A Resource-Poor Setting. Int J Infect Dis, 12, 553-556. Ramjane, K., L. Han and C. Jing. 2009. The Use of Risk Scores for Stratification of Acute Coronary Syndrome Patients. J Cardiol, 16, 265-267. Ranucci, M., De Toffol,B.,dkk.2006. Hyperlactatemia During Cardiopulmonary Bypass: Determinants and Impact on Postoperative Outcome. Critical Care 2006, 10,1-9. Rhee, J. W., Sabatine, M. S., dkk. 2011. Acute Coronary Syndrome. In: S.Lilly, L. (ed.) Pathophysiology of Heart Disease. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Schmiechen, N. J., Han, C., dkk. 1997. ED Use of Rapid Lactate to Evaluate Patients With Acute Chest Pain. Ann Emerg Med, 30, 571-577. Shabbir, M., Kayani, A. M., dkk. 2008. Predictors of Fatal Outcome in Acute Myocardial Infarction. J Ayub Med Coll Abbottabad, 20, 14-16. Srimahachota, S., Boonyaratavej, S., dkk. 2012. Thai Registry in Acute Coronary Syndrome (TRACS)-An Extension of Thai Acute Coronary Syndrome Resgistry (TASC) Group ; Lower in Hospital but Still HIgh Mortality at One Year. J Med Assoc Thai, 95, 508-518.
Thygesen, K., S.Alpert, J., dkk. 2012. Third Universal Definition of Myocardial Infarction. European Heart Journal, 1-17. Trzeciak, S., Dellinger, R. P., dkk. 2007. Serum Lactate as A Predictor of Mortality in Patients With Infection. Intensive Care Med, 33, 970-977. Vandromme, M. J., Griffin, R. L., dkk. 2010. Lactate is A Better Predictor than Systolic Blood Pressure for Determining Blood Requirement and Mortality: Could Prehospital Measures Improve Trauma Triage? J Am Coll Surg, 210, 861-867, 867-869. Vermeulen, R. P., Hoekstra, M., dkk. 2010. Clinical correlates of arterial lactate levels in patients with ST-segment elevation myocardial infarction at admission: a descriptive study. Crit Care, 14, R164. Vernon, C. danLetourneau, J. L. 2010. Lactic acidosis: recognition, kinetics, and associated prognosis. Crit Care Clin, 26, 255-283, table of contents. Weil, M. H. danTang, W. 2011. Clinical Correlates of Arterial Lactate Levels in STEMI Patients. Crit Care, 15, 113. Werf, F. V. D., Chairperson, dkk. 2008. Management of Acute Myocardial Infarction in Patient Presenting with Persistent ST-segmen Elevation European Society if Cardiology, 29, 2909-2945.
Lampiran 1. Informasi/Penjelasan Penelitian
Penelitian ini berjudul Hiperlaktasemia sebagai Prediktor Morbiditas Infark Miokard Akut. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kadar laktat sebagai prediktor morbiditas pasien dengan infark miokard akut. Penelitian ini akan mengikutsertakan 70 orang, termasuk anda. Dalam pelaksanaan penelitian disamping prosedur rutin yang dilakukan pada penderita infark miokard akut (seperti anamnesa, pemeriksaan fisik, EKG, pengambilan laboratorium, thorak foto), akan dilakukan pengambilan darah kapiler di ujung jari tangan atau kaki yang tidak terpasang infus, sebanyak tiga kali,15-50 uL tiap kali pengambilan yaitu saat pertama masuk rumah sakit di ruang emergensi, 2 jam setelah dirawat, dan 24 jam pertama setelahnya. Risiko komplikasi akibat tindakan sangat kecil yaitu nyeri saat pengambilan darah, kemerahan, infeksi lokal, yang dapat diatasi dengan kompres hangat, perawatan luka ataupun antibiotik jika diperlukan. Adapun manfaat penelitian ini sebagai pedoman stratifikasi risiko pasien infark miokard akut, dan sebagai dasar kelayakan kadar laktat dalam menilai prognosis pasien dengan nyeri dada akut. Jika terbukti, laktat dapat digunakan sebagai acuan monitoring dan pengembangan pelayanan pengobatan diruang intensif jantung. Segala prosedur ini hanya dapat dilakukan bila telah mendapat ijin dari anda dan dengan menandatangani pernyataan kesediaan (terlampir) setelah anda mengerti maksud, tujuan, manfaat dan prosedur penelitian ini. Data dari hasil pemeriksaan dan wawancara ini akan dikumpulkan ke dalam komputer dengan kode nama untuk menjaga kerahasiaan identitas anda. Hanya dokter peneliti yang mengetahui data kesehatan anda yang berkaitan dengan penelitian ini. Data ini mungkin dipublikasikan tanpa mencantumkan identitas sumber data. Apabila selama keikutsertaan anda dalam penelitian ini terdapat hal-hal yang dirasakan mengganggu dan merugikan anda dapat mengundurkan diri atau membatalkan keikutsertaan anda, tanpa persyratan apapun.
Untuk dapat berlangsungnya penelitian ini sesuai yang diharapkan, diperlukan kerjasama yang baik antara anda / keluarga, tim medis dan peneliti. Kami mengharapkan kesediaan anda untuk ikut serta dalam penelitian ini. Berkaitan dengan hal ini atau sewaktu-waktu anda memerlukan informasi lebih lanjut anda dapat menghubungi dr Ketut Erna Bagiari, nomer kontak 081239363024.
Lampiran 2. Persetujuan setelah Penjelasan (Informed Concent)
Kesediaan Untuk Berpartisipasi Dalam Penelitian
Nama pasien
: ----------------------------------------------------
Jenis kelamin
: ----------------------------------------------------
Alamat
: ----------------------------------------------------
Nomor telepon/HP
: ----------------------------------------------------
Nomor Studi
: ----------------------------------------------------
Nomor rekam medis
: ----------------------------------------------------
Nama wali
: ----------------------------------------------------
Pekerjaan wali
: ----------------------------------------------------
Pendidikan wali
: ----------------------------------------------------
Hubungan Keluarga
: ----------------------------------------------------
Saya telah membaca/dibacakan pernyataan-pernyataan di atas. Saya juga telah diberikan kesempatan untuk menanyakan kembali mengenai pernyataan-pernyataan di atas. Pertanyaan saya telah dijawab dengan memuaskan. Saya memahami tujuan dari penelitian ini, serta keuntungan dan kerugian apabila ikut berparstisipasi dalam penelitian. Tandatangan saya di bawah ini menunjukkan kesukarelaan saya untuk mengikutsertakan saya dalam penelitian ini. Saya akan menerima salinan dari lembar persetujuan ini.
Tanda tangan peneliti
Tanda tangan pasien/wali Tanggal
Tandatangan saksi (tidak diperlukan bila pasien mampu tanda tangan
Lampiran 3 : Lembar Pengumpulan Data HIPERLAKTASEMIA SEBAGAI PREDIKTOR MORBIDITAS INFARK MIOKARD AKUT (IMA) DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT (RSUP) SANGLAH, DENPASAR Pascasarjana Universitas Udayana 2014 I.
IDENTITAS 1. Nama : ……………………………………………… 2. Sex : ……………………………………………… 3. Umur : ……………………………………………… 4. Suku Bangsa : ……………………………………………… 5. Alamat : ……………………………………………… 6. NO. Tlp./HP : ……………………………………………… 7. Pendidikan : ……………………………………………… 8. Pekerjaan : ……………………………………………… 9. MRS tgl. : ………………………………………………. 10. Nama Pendamping : ……………………………………… 11. No. tlp. Pendamping : ………………………………………
II. ANAMNESIS 1. Keluhan Utama a. Nyeri dada b. Lama nyeri dada c. Lokasi nyeri dada d. Nyeri dada seperti
( ) Ya ( ) Tidak ( ) < 20 menit ( ) ≥ 20 menit ( ) di tengah-tengah ( ) di kiri ( ) ulu hati ( ) ditekan ( ) ditusuk ( ) ditindih ( ) terbakar ( ) terperas e. Nyeri menjalar ke ( ) leher ( ) lengan kiri ( ) dagu ( ) punggung ( ) lengan kanan f. Nyeri dada terasa berkurang dengan ( ) istirahat ( ) nitrat g. Nyeri dada timbul pada saat ( ) aktifitas ( ) istirahat ( ) stres ( ) sesudah makan 2. Keluhan Lain a. ( ) berdebar f. ( ) lemas k. ( ) lain-lain b. ( ) Sesak nafas g. ( ) masuk angin c. ( ) keringat dingin h. ( ) pusing d. ( ) mual i. ( ) kembung e. ( ) muntah j. ( ) kesadaran menurun 3. Riwayat pada keluarga ( ) Ya ( ) Tidak Hubungan dengan penderita ( ) Bapak ( ) Ibu ( ) Kakek ( ) Nenek 4. Faktor risiko
a. Dislipidemia 1. Apakah menderita penyakit kolesterol? ( ) Ya ( ) Tidak 2. Bila Ya, apakah minum obat? ( ) Ya ( ) Tidak Nama obat : ………………………………… b. Hipertensi 1. Apakah pernah menderita penyakit darah tinggi? ( ) Ya ( ) Tidak 2. Bila Ya, sudah berapa lama ……………….. tahun Sudah minum obat? ( ) Ya ( ) Tidak Nama obat : ………………………………… 3. Apakah keluarga menderita darah tinggi? ( ) Ya ( ) Tidak c. Diabetes Mellitus 1. Apakah pernah menderita sakit kencing manis ( ) Ya ( ) Tidak 2. Bila Ya, sudah berapa lama ……………….. tahun Sudah minum obat? ( ) Ya ( ) Tidak Nama obat : ………………………………… 3. Apakah keluarga menderita kencing manis? ( ) Ya ( ) Tidak d. Merokok 1. Apakah anda merokok ( ) Ya ( ) Tidak 2. Jika Ya, berapa lama merokok? ……………..bulan ( )<6 ( )≥6 3. Berhenti merokok sejak ……………………..bulan ( )<6 ( )≥6 III.
PEMERIKSAAN FISIK Diperiksa tanggal : ………………… Oleh : …………………… Berat badan : ………………………………… Tinggi badan : ………………………………… Lingkar perut : ………………………………… Tekanan darah : …………………………………. Frekuensi pernapasan : …………………………………. Suhu : …………………………………. Denyut nadi : ………………………………….
Irama Keadaan umum Sianosis Anemia Telinga Hidung Mulut/gigi Tenggorokan Leher
:( :( :( :( :( :( :( :( :(
) teratur ) baik ( ) ada ( ) ada ( ) tak ( ) tak ( ) tak ( ) tak ( ) tak (
( ) tidak teratur ) sedang ( ) buruk ) tidak ada ) tidak ada ) kelainan ………….. ) kelainan ………….. ) kelainan …………... ) kelainan ………….. ) kelainan …………..
JANTUNG a. Aktifitas Ventrikel kanan ( ) normal ( ) meningkat b. Aktivitas Ventrikel kiri ( ) normal ( ) meningkat c. Thrill ( ) tidak ada ( ) ada, lokasi: ……… d. Iktus kordis : intercostal …………… kiri / kanan, garis ……… e. Irama jantung S1 ( ) normal ( ) mengeras S2 ( ) normal ( ) mengeras ( ) single ( ) split ( ) normal ( ) tetap ( ) memendek ( ) memanjang S3 ( ) tidak ada ( ) ada Gallop ( ) tidak ada ( ) ada Openik snap ( ) tidak ada ( ) ada Ekstra systole ( ) tidak ada ( ) ada Klik ( ) tidak ada ( ) ada Bising jantung: o Jenis ……………………… o Waktu ……………………. o Derajat …………………… o Lokasi ……………………. o Penjalaran ………………... PARU a. Suara napas : …………../…………… b. Ronchi : …………../…………… c. Wheezing : …………../……………
ABDOMEN a. Hepar b. Limpa c. Ascites
: ( ) tidak teraba : ( ) tidak teraba : ( ) tidak ada
EXTREMITAS a. Edema : ( ) tidak ada b. Sianosis : ( ) tidak ada c. Clubbing : ( ) tidak ada
( ) teraba ………….. cm ( ) teraba ………….. cm ( ) ada ( ) ada ( ) ada ( ) ada
IV.
ELEKTROKARDIOGRAM ( ) Normal ( ) Q waves, lokasi : …………………………….. ( ) ST elevation, lokasi : ………………………… ( ) ST depression, lokasi : ………………………. ( ) Inverted T, lokasi : ……………………………
V.
FOTO RONTGEN TORAK ( ) Normal ( ) Kardiomegali ( ) Sembab paru ( ) Efusi pleura ( ) Infiltrat
VI.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM DARAH Darah Lengkap No. Pemeriksaan Nilai 1
WBC
2
HGB
3
HCT
4
PLT
Kimia Pemeriksaan No.
Nilai
1
Troponin T
2
CKMB
3
LDH
4
SGOT
5
SGPT
6
Ureum
7
Kreatinin
8
Kolesterol total
9
Kolesterol LDL
10
Kolesterol HDL
11
Trigeliserida
12
Gula darah acak
13
Albumin
14
pO2
Pemeriksaan Laktat Darah Kapiler No Pemeriksaan 1 2 3
Kadar laktat saat masuk rumah sakit Kadar laktat 2 jam setelah masuk rumah sakit Kadar laktat 24 jam setelah masuk rumah sakit
Urine Lengkap
Nilai
No
Pemeriksaan
1
Spesifik Grafity
2
Ph
3
Leukosit
4
Nitrit
5
Protein
6
Glukosa
7
Ketone
8
Urobilinogen
9
Bilirubin
10
Eritrosit
11
Warna
12
Sedimen Leukosit Eritrosit Silinder
VII.
13
Sel epitel : gepeng
14
Kristal
15
Lain-lain :
DIAGNOSIS a. ( ) NSTEMI TIMI risk score : …………. Heart failure ( ) Ya ( ) Tidak
Nilai
b. ( ) STEMI TIMI risk score : ………. Onset : ………….jam Killips ( ) I ( ) II ( ) III ( ) IV VIII.
IX.
TERAPI ASA Clopidogrel Betablocker Calcium antagonist Nitrat Penghambat ACE Statin LMWH Streptokinase PCI CABG
( ) Ya ( ) Ya ( ) Ya ( ) Ya ( ) Ya ( ) Ya ( ) Ya ( ) Ya ( ) Ya ( ) Ya ( ) Ya
( ) Tidak ( ) Tidak ( ) Tidak ( ) Tidak ( ) Tidak ( ) Tidak ( ) Tidak ( ) Tidak ( ) Tidak ( ) Tidak ( ) Tidak
PENGAMATAN PENDERITA Morbiditas
Waktu kejadian (tanggal, jam kejadian)
1. Gagal Jantung 2. VT/VF 3. Total AV Blok 4. Atrial Fibrilasi onset baru 5. Syok kardiogenik Denpasar,…………………2014 Pemeriksa (…………………………………..)
Pengamatan dilakukan saat penderita MRS / UPIJ dengan cara : Kunjungan tiap hari Berkomunikasi dengan penderita Berkoordinasi dengan tim medis
Lampiran 4. Data Penelitian No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Jenis Riwayat Nama kelamin Umur Pendidikan Keluarga Dislipidemia Hipertensi DM Merokok Diagnosis Hb CKMB Trop. T BS IKM 1 53 3 0 0 0 0 1 1 12.19 >40 >2000 134 IMR 1 61 2 0 1 0 0 0 1 14.9 <=40 >2000 95 KH 1 54 4 0 0 1 1 1 1 13.2 >40 <=2000 238 M 1 47 2 0 0 0 0 1 0 13.2 >40 >2000 106 IKK 1 57 5 0 0 1 1 1 0 15.2 <=40 <=2000 381.72 IMR 1 70 5 0 0 0 0 1 0 12.19 >40 >2000 134 AS 1 44 2 0 0 0 0 1 1 16.68 <=40 <=2000 125 INS 1 55 2 0 1 0 0 1 1 14.7 <=40 <=2000 104.3 K 1 61 3 0 0 0 1 0 1 13.6 <=40 <=2000 258 S 1 36 4 0 1 0 1 1 1 17.4 <=40 <=2000 276 IMR 1 59 3 0 0 1 0 0 1 13.9 <=40 <=2000 157 KD 1 50 5 0 0 0 0 0 1 12.9 <=40 <=2000 133 IGKR 1 75 4 0 0 1 1 0 0 13 >40 <=2000 304.91 AAIA 0 54 2 0 0 1 1 0 1 13.08 <=40 <=2000 356 MK 1 64 1 0 0 0 0 1 1 14.3 <=40 <=2000 113 IWS 1 45 4 1 0 0 0 1 1 15.2 <=40 <=2000 154.37 INY 1 44 2 0 1 0 0 1 1 15 <=40 <=2000 137 IMS 1 63 5 0 0 1 0 1 0 13.6 <=40 <=2000 169 MS 1 68 3 0 0 0 0 0 0 12.4 <=40 <=2000 180 HS 1 64 4 0 0 1 1 1 0 13.9 <=40 <=2000 370.57 RS 1 47 5 0 1 1 0 1 1 13.7 >40 >2000 112 IWS 1 51 4 0 0 1 0 0 0 13.6 <=40 <=2000 149
23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
IGA FB IKW SG S SH DNS NKM INT MM IMTR IKP INS AAGR HS NBR IKM IWP DNR HS AD IKW AH IWSA IWS INS
1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
37 46 73 59 53 64 73 64 61 65 51 58 66 50 51 56 57 65 69 83 48 73 72 58 40 34
5 5 3 4 5 4 3 1 4 1 1 4 5 5 4 5 5 5 4 5 4 3 4 4 3 5
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0
0 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 1 0
0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1
0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0
1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1
1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1
15.3 16.3 17 15.5 16.2 12.9 11.8 13.9 14 12.9 10.2 14 13.8 18 18 13.5 13.4 13 12.32 12.2 13.1 17 11.3 15.2 11.8 17
<=40 <=40 <=40 <=40 <=40 <=40 <=40 <=40 <=40 <=40 <=40 <=40 <=40 <=40 >40 >40 <=40 <=40 <=40 <=40 <=40 <=40 <=40 >40 <=40 <=40
<=2000 <=2000 >2000 <=2000 <=2000 <=2000 >2000 <=2000 >2000 <=2000 <=2000 <=2000 <=2000 <=2000 >2000 >2000 <=2000 <=2000 <=2000 <=2000 <=2000 >2000 <=2000 >2000 <=2000 <=2000
140 266 119 327 171.66 348.69 139 126 119.14 96 296 262 162 130 182 277 131 109 108.74 105 331 119 119 93 306 150
49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
MB SRT INS MT AAKM IWK BIM IWS KDR IBMP IWP JNI IND IMMP IPGGP INP NKL INW NKS NS NMN JR
1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0
70 65 57 69 34 68 39 69 32 61 61 47 56 58 60 73 63 49 65 56 70 80
Nama
Albumin
pO2
2 2 5 1 4 2 2 2 3 5 2 5 5 5 2 2 1 5 2 2 2 2
Laktat
0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1
Reperfusi Morbiditas
0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0
Time
0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1
0 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0
Aritmia
Time
1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1
Gagal
10.3 18.43 11.4 10.5 14.6 9.76 14.2 13.1 17.4 18.1 13 15.2 14.7 14.2 14.9 11.6 13.4 17 10.9 17.5 13.6 7.7
Time
>40 <=40 <=40 >40 >40 <=40 <=40 >40 >40 <=40 >40 <=40 >40 <=40 >40 <=40 <=40 <=40 <=40 <=40 >40 <=40
<=2000 <=2000 <=2000 <=2000 >2000 >2000 <=2000 <=2000 <=2000 <=2000 >2000 <=2000 <=2000 <=2000 >2000 <=2000 <=2000 <=2000 <=2000 <=2000 >2000 <=2000
Syok
116 138.54 114 131 240 192 136 121.19 101 107 49 183 253 149 174 90 140.69 71 169 130.62 180 193
Time Syok
Tertinggi No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
IKM IMR KH M IKK IMR AS INS K S IMR KD IGKR AAIA MK IWS INY IMS MS HS RS IWS IGA FB
3.52 3 4.46 3.53 3.73 3.52 4.5 4.17 3.8 4.18 3.5 3.85 3.4 3.43 3.2 4 4.33 3.8 4 3.66 3.97 3.9 3.9 4.3
98 156 150 95 92 98 139 189 92 160 98 176 98 114 145 98 126 92 180 102 142 1.45 152 196
2.3 2.4 2.7 2.4 2.5 2 2.4 2.4 2.3 2.6 2.8 1.4 1.2 1 2.2 2.4 2.8 1.2 1 2.9 1.4 1.5 2 2
Morbiditas 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 0 1
1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0
3 5 5 5 5 1 5 1 5 5 5 5 5 5 5 5 1 5 5 1 5 1 5 5
Aritmia Jantung 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0
3 5 5 5 5 5 5 1 5 5 5 5 5 5 5 5 1 5 5 1 5 5 5 5
0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
Gagal kardiogenik Kardiogenik Jantung 5 0 5 5 0 5 5 0 5 5 0 5 5 0 5 1 0 5 5 0 5 5 0 5 5 0 5 5 0 5 5 0 5 5 0 5 5 0 5 5 0 5 5 0 5 5 0 5 5 0 5 5 0 5 5 0 5 1 0 5 5 0 5 5 1 1 5 0 5 5 0 5
25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
IKW SG S SH DNS NKM INT MM IMTR IKP INS AAGR HS NBR IKM IWP DNR HS AD IKW AH IWSA IWS INS MB SRT
3.23 3.79 3.7 4.06 4.06 3.78 3.08 3.68 3.24 3.09 4.05 3.2 4.25 4.11 4.01 3.61 3.59 3.5 3.4 3.23 3.62 3.93 2.9 4.44 1.8 4.08
128 170 126 181 170 190 120 152 164 189 128 136 158 105 181 168 195 141 126 128 185 125 110 96 55 92
2.8 2.6 2.4 1.2 1.3 1.4 1.8 1.8 1 2 2.8 2.5 2.5 2.4 1.2 0.8 1.4 2.9 1.2 2.8 2.4 2 1.8 3 8.4 3.9
0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1
0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1
5 1 5 5 5 1 5 1 5 3 5 1 1 5 1 1 1 1 2 2 5 1 1 1 5 1
0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1
5 1 5 5 5 5 5 1 5 5 5 1 5 5 5 1 5 5 5 2 5 5 5 1 5 1
0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1
5 5 5 5 5 1 5 5 5 3 5 5 1 5 1 5 1 1 2 5 5 1 1 5 5 1
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 1 5 5 5 5 1 1 5 5 5
51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
INS MT AAKM IWK BIM IWS KDR IBMP IWP JNI IND IMMP IPGGP INP NKL INW NKS NS NMN JR
4 3.6 3.3 3.6 4.16 3.5 4.48 4.13 3.97 3.73 3.96 2.9 4.2 3.14 3.43 3.9 3.4 3.8 4 3.1
176 130 161 96 173 192 160 161 170 92 130 110 165 187 160 156 199 162 115 90
4.6 3.6 4.3 4.8 11 3 3 3.6 3.2 7.5 3.3 4 4.3 5.2 4 4.1 6.8 5.5 5.8 6.8
0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0
1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
1 1 5 1 5 1 1 5 1 1 5 1 0 1 1 0 1 1 0 1
0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 1 1 5 1 1 5 1
5 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 0 0 0 0 0 0 0 0
1 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 5 5 5 5 5 5 5 5
1 5 5 1 5 1 1 5 1 1 5 5 0 1 1 0 1 1 0 0
0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 5 1 1 5 1 1 5 5
5 1 5 5 5 5 5 5 1 5 5 1 0 0 0 0 1 0 0 1
Lampiran 5. Hasil Analisis Data . tab jeniskelamin jenis | kelamin | Freq. Percent Cum. ------------+----------------------------------0 | 7 10.00 10.00 1 | 63 90.00 100.00 ------------+----------------------------------Total | 70 100.00 . tab jeniskelamin jenis | kelamin | Freq. Percent Cum. ------------+----------------------------------Perempuan | 7 10.00 10.00 Laki-laki | 63 90.00 100.00 ------------+----------------------------------Total | 70 100.00 . sum umur Variable | Obs Mean Std. Dev. Min Max -------------+------------------------------------------------------umur | 70 57.85714 11.45917 32 83 . tab pendidikan pendidikan | Freq. Percent Cum. --------------+----------------------------------Tidak Sekolah | 6 8.57 8.57 SD | 16 22.86 31.43 SMP | 11 15.71 47.14 SMA | 16 22.86 70.00 PT | 21 30.00 100.00 --------------+----------------------------------Total | 70 100.00 . tab onsetnyeridada onset nyeri | dada |
Freq.
Percent
Cum.
------------+----------------------------------<=12 | 48 68.57 68.57 >12 | 22 31.43 100.00 ------------+----------------------------------Total | 70 100.00 . tab riwayatkeluarga riwayat | keluarga | Freq. Percent Cum. ------------+----------------------------------Tidak | 62 88.57 88.57 Ya | 8 11.43 100.00 ------------+----------------------------------Total | 70 100.00 . tab dislipidemia dislipidemi | a | Freq. Percent Cum. ------------+----------------------------------Tidak | 49 70.00 70.00 Ya | 21 30.00 100.00 ------------+----------------------------------Total | 70 100.00 . tab hipertensi hipertensi | Freq. Percent Cum. ------------+----------------------------------Tidak | 38 54.29 54.29 Ya | 32 45.71 100.00 ------------+----------------------------------Total | 70 100.00 . tab diabetes diabetes | mellitus | Freq. Percent Cum. ------------+----------------------------------Tidak | 49 70.00 70.00 Ya | 21 30.00 100.00 ------------+----------------------------------Total | 70 100.00 .tab merokok merokok |
Freq.
Percent
Cum.
------------+----------------------------------Tidak | 25 35.71 35.71 Ya | 45 64.29 100.00 ------------+----------------------------------Total | 70 100.00
. tab diagnosis diagnosis | Freq. Percent Cum. ------------+----------------------------------NSTEMI | 22 31.43 31.43 STEMI | 48 68.57 100.00 ------------+----------------------------------Total | 70 100.00 . tab ckmb CKMB | Freq. Percent Cum. ------------+----------------------------------<=40 | 52 74.29 74.29 >40 | 18 25.71 100.00 ------------+----------------------------------Total | 70 100.00 . tab troponint Troponin T | Freq. Percent Cum. ------------+----------------------------------<=2000 | 53 75.71 75.71 >2000 | 17 24.29 100.00 ------------+----------------------------------Total | 70 100.00 . sum hgb Variable | Obs Mean Std. Dev. Min Max -------------+------------------------------------------------------hgb | 70 13.985 2.204738 7.7 18.43 . sum po2
Variable | Obs Mean Std. Dev. Min Max -------------+------------------------------------------------------po2 | 70 138.4779 38.75937 1.45 199 . sum albumin Variable | Obs Mean Std. Dev. Min Max -------------+------------------------------------------------------albumin | 70 3.705429 .4652526 1.8 4.5 . sum bsacak Variable | Obs Mean Std. Dev. Min Max -------------+------------------------------------------------------bsacak | 70 172.8591 80.23501 49 381.72
. sum reperfusi Variable | Obs Mean Std. Dev. Min Max -------------+------------------------------------------------------reperfusi | 70 .4142857 .496155 0 1 . tab morbiditas Morbiditas | Freq. Percent Cum. ------------+----------------------------------Tidak | 38 54.29 54.29 Ya | 32 45.71 100.00 ------------+----------------------------------Total | 70 100.00 . tab aritmia
aritmia | Freq. Percent Cum. ------------+----------------------------------Tidak | 57 81.43 81.43 Ya | 13 18.57 100.00 ------------+----------------------------------Total | 70 100.00 . tab gagaljantung gagal | jantung | Freq. Percent Cum. ------------+----------------------------------Tidak | 51 72.86 72.86 Ya | 19 27.14 100.00 ------------+----------------------------------Total | 70 100.00 . tab syokkardiogenik syok | kardiogenik | Freq. Percent Cum. ------------+----------------------------------Tidak | 63 90.00 90.00 Ya | 7 10.00 100.00 ------------+----------------------------------Total | 70 100.00 . roctab morbiditas laktattertinggi, detail graph Detailed report of sensitivity and specificity -----------------------------------------------------------------------Correctly Cutpoint Sensitivity Specificity Classified LR+ LR-----------------------------------------------------------------------( >= .8 ) 100.00% 0.00% 45.71% 1.0000 ( >= 1 ) 96.88% 0.00% 44.29% 0.9688 ( >= 1.2 ) 93.75% 5.26% 45.71% 0.9896 1.1875 ( >= 1.3 ) 90.63% 15.79% 50.00% 1.0762 0.5938 ( >= 1.4 ) 90.63% 18.42% 51.43% 1.1109 0.5089 ( >= 1.5 ) 87.50% 26.32% 54.29% 1.1875 0.4750 ( >= 1.8 ) 87.50% 28.95% 55.71% 1.2315 0.4318
( >= 2 ) 0.4567 ( >= 2.2 0.4191 ( >= 2.3 0.3958 ( >= 2.4 0.5278 ( >= 2.5 0.5679 ( >= 2.6 0.5700 ( >= 2.7 0.5278 ( >= 2.8 0.5089 ( >= 2.9 0.5363 ( >= 3 ) 0.5566 ( >= 3.2 0.6117 ( >= 3.3 0.6477 ( >= 3.6 0.6287 ( >= 3.9 0.6985 ( >= 4 ) 0.7335 ( >= 4.1 0.8033 ( >= 4.3 0.7804 ( >= 4.6 0.7382 ( >= 4.8 0.7703 ( >= 5.2 0.8024 ( >= 5.5 0.8345 ( >= 5.8 0.8666 ( >= 6.8 0.8438 ( >= 7.5 0.9063
84.38%
34.21%
57.14%
1.2825
)
81.25%
44.74%
61.43%
1.4702
)
81.25%
47.37%
62.86%
1.5437
)
75.00%
47.37%
60.00%
1.4250
)
65.63%
60.53%
62.86%
1.6625
)
62.50%
65.79%
64.29%
1.8269
)
62.50%
71.05%
67.14%
2.1591
)
62.50%
73.68%
68.57%
2.3750
)
56.25%
81.58%
70.00%
3.0536
53.13%
84.21%
70.00%
3.3646
)
46.88%
86.84%
68.57%
3.5625
)
43.75%
86.84%
67.14%
3.3250
)
43.75%
89.47%
68.57%
4.1563
)
37.50%
89.47%
65.71%
3.5625
34.38%
89.47%
64.29%
3.2656
)
28.13%
89.47%
61.43%
2.6719
)
28.13%
92.11%
62.86%
3.5625
)
28.13%
97.37%
65.71%
10.6875
)
25.00%
97.37%
64.29%
9.5000
)
21.88%
97.37%
62.86%
8.3125
)
18.75%
97.37%
61.43%
7.1250
)
15.63%
97.37%
60.00%
5.9375
)
15.63%
100.00%
61.43%
)
9.38%
100.00%
58.57%
( >= 8.4 ) 6.25% 100.00% 57.14% 0.9375 ( >= 11 ) 3.13% 100.00% 55.71% 0.9688 ( > 11 ) 0.00% 100.00% 54.29% 1.0000 -----------------------------------------------------------------------ROC -Asymptotic Normal-Obs Area Std. Err. [95% Conf. Interval] -------------------------------------------------------70 0.7060 0.0647 0.57916 0.83284 . tab hiperlaktasemia hiperlaktas | emia | Freq. Percent Cum. ------------+----------------------------------Tidak | 47 67.14 67.14 3 | 3 4.29 71.43 3.2 | 1 1.43 72.86 3.3 | 1 1.43 74.29 3.6 | 2 2.86 77.14 3.9 | 1 1.43 78.57 4 | 2 2.86 81.43 4.1 | 1 1.43 82.86 4.3 | 2 2.86 85.71 4.6 | 1 1.43 87.14 4.8 | 1 1.43 88.57 5.2 | 1 1.43 90.00 5.5 | 1 1.43 91.43 5.8 | 1 1.43 92.86 6.8 | 2 2.86 95.71 7.5 | 1 1.43 97.14 8.4 | 1 1.43 98.57 11 | 1 1.43 100.00 ------------+----------------------------------Total | 70 100.00 . recode hiperlaktasemia 3/max=1 min/2.99=0 (hiperlaktasemia: 23 changes made) . tab hiperlaktasemia hiperlaktas | emia |
Freq.
Percent
Cum.
------------+----------------------------------Tidak | 47 67.14 67.14 Ya | 23 32.86 100.00 ------------+----------------------------------Total | 70 100.00 . stset tmmorbiditas, failure(morbiditas==1) . ir morbiditas hiperlaktasemia tmmorbiditas | hiperlaktasemia | | Exposed Unexposed | Total -----------------+------------------------+-----------Morbiditas | 17 15 | 32 tm morbiditas | 49 179 | 228 -----------------+------------------------+-----------| | Incidence rate | .3469388 .0837989 | .1403509 | | | Point estimate | [95% Conf. Interval] |------------------------+----------------------Inc. rate diff. | .2631399 | .0928537 .4334261 Inc. rate ratio | 4.140136 | 1.944958 8.90301 (exact) Attr. frac. ex. | .758462 | .4858501 .8876784 (exact) Attr. frac. pop | .402933 | +-----------------------------------------------(midp) Pr(k>=17) = 0.0001 (exact) (midp)2*Pr(k>=17) = 0.0001 (exact)
| incidence no. of |------ Survival time -----| hiperl~a | time at risk rate subjects 25% 50% 75% ---------+-------------------------------------------------------------------Tidak | 179 .0837989 47 1 .
Ya | 49 .3469388 23 1 1 ---------+-------------------------------------------------------------total | 228 .1403509 70 1 . .
sts list, by(hiperlaktasemia) failure _d: analysis time _t:
morbiditas == 1 tmmorbiditas
Beg. Net Survivor Std. Time Total Fail Lost Function Error [95% Conf.Int.] ----------------------------------------------------------------------Tidak 1 47 13 0 0.7234 0.0652 0.5718 0.8290 3 34 2 0 0.6809 0.0680 0.5275 0.7937 5 32 0 32 0.6809 0.0680 0.5275 0.7937 Ya 1 23 15 0 0.3478 0.0993 0.1663 0.5371 2 8 2 0 0.2609 0.0916 0.1062 0.4469 5 6 0 6 0.2609 0.0916 0.1062 0.4469 ----------------------------------------------------------------------Log-rank test for equality of survivor functions | Events Events hiperlakta~a | observed expected -------------+------------------------Tidak | 15 22.12 Ya | 17 9.88 -------------+------------------------Total | 32 32.00 chi2(1) = 11.76 Pr>chi2 = 0.0006 . stset tmaritmia, failure( aritmia ==1) . ltable tmaritmia aritmia, survival by(hiperlaktasemia)
Beg. Std. Interval Total Deaths Lost Survival Error [95% Conf. Int.] -----------------------------------------------------------------------Tidak 1 2 47 7 0 0.8511 0.0519 0.7128 0.9261 3 4 40 1 0 0.8298 0.0548 0.6883 0.9110 5 6 39 0 39 0.8298 0.0548 0.6883 0.9110 Ya 1 2 23 4 0 0.8261 0.0790 0.6006 0.9309 2 3 19 1 0 0.7826 0.0860 0.5542 0.9032 5 6 18 0 18 0.7826 0.0860 0.5542 0.9032 ---------------------------------------------------------------------. Log-rank test for equality of survivor functions | Events Events hiperlakta~a | observed expected -------------+------------------------Tidak | 8 8.75 Ya | 5 4.25 -------------+------------------------Total | 13 13.00 chi2(1) = Pr>chi2 =
0.23 0.6343
. stset tmgagljantung , failure( gagaljantung ==1) Interval Total Deaths Lost Survival Error [95% Conf. Int.] -----------------------------------------------------------------------Tidak 1 2 47 6 0 0.8723 0.0487 0.7377 0.9405 3 4 41 1 0 0.8511 0.0519 0.7128 0.9261 5 6 40 0 40 0.8511 0.0519 0.7128 0.9261 Ya
1 2 23 11 0 0.5217 0.1042 0.3051 0.7001 2 3 12 1 0 0.4783 0.1042 0.2683 0.6613 5 6 11 0 11 0.4783 0.1042 0.2683 0.6613 -----------------------------------------------------------------------. sts test hiperlaktasemia, logrank failure _d: analysis time _t:
gagaljantung == 1 tmgagljantung
Log-rank test for equality of survivor functions | Events Events hiperlakta~a | observed expected -------------+------------------------Tidak | 7 12.98 Ya | 12 6.02 Total | 19 19.00 chi2(1) = 11.08 Pr>chi2 = 0.0009 . ir gagaljantung hiperlaktasemia tmgagljantung | hiperlaktasemia | | Exposed Unexposed | Total -----------------+------------------------+-----------gagal jantung | 12 7 | 19 tm gagl jantung | 68 209 | 277 -----------------+------------------------+-----------| | Incidence rate | .1764706 .0334928 | .0685921 | | | Point estimate | [95% Conf. Interval] |------------------------+----------------------Inc. rate diff. | .1429778 | .0400954 .2458602 Inc. rate ratio | 5.268908 | 1.91255 15.79569 (exact) Attr. frac. ex. | .8102073 | .4771378 .9366916 (exact) Attr. frac. pop | .5117099 | +------------------------------------------------
(midp)
Pr(k>=12) =
0.0002 (exact) (midp) 2*Pr(k>=12) = 0.0005 (exact) . stset tmsyokkardiogenik , failure( syokkardiogenik ==1) . ltable tmsyokkardiogenik syokkardiogenik, survival by(hiperlaktasemia) Beg. Std. Interval Total Deaths Lost Survival Error [95% Conf. Int.] -----------------------------------------------------------------------Tidak 1 2 47 1 0 0.9787 0.0210 0.8584 0.9970 5 6 46 0 46 0.9787 0.0210 0.8584 0.9970 Ya 1 2 23 6 0 0.7391 0.0916 0.5092 0.8734 5 6 17 0 17 0.7391 0.0916 0.5092 0.8734 -----------------------------------------------------------------------. sts test hiperlaktasemia, logrank failure _d: analysis time _t:
syokkardiogenik == 1 tmsyokkardiogenik
Log-rank test for equality of survivor functions | Events Events hiperlakta~a | observed expected -------------+------------------------Tidak | 1 4.70 Ya | 6 2.30 -------------+------------------------Total | 7 7.00 chi2(1) = Pr>chi2 =
9.71 0.0018
. ir syokkardiogenik hiperlaktasemia tmsyokkardiogenik | hiperlaktasemia | | Exposed Unexposed | Total -----------------+------------------------+------------
syok kardiogenik | 6 1 | 7 tm syok kardioge | 91 231 | 322 -----------------+------------------------+-----------| | Incidence rate | .0659341 .004329 | .0217391 | | | Point estimate | [95% Conf. Interval] |------------------------+----------------------Inc. rate diff. | .0616051 | .0081699 .1150403 Inc. rate ratio | 15.23077 | 1.847852 700.5787 (exact) Attr. frac. ex. | .9343434 | .4588312 .9985726 (exact) Attr. frac. pop | .8008658 | +-----------------------------------------------(midp) Pr(k>=6) = 0.0014 (exact) (midp) 2*Pr(k>=6) = 0.0028 (exact) . ir aritmia hiperlaktasemia tmaritmia | hiperlaktasemia | | Exposed Unexposed | Total -----------------+------------------------+-----------aritmia | 5 8 | 13 tm aritmia | 96 205 | 301 -----------------+------------------------+-----------| | Incidence rate | .0520833 .0390244 | .0431894 | | | Point estimate | [95% Conf. Interval] |------------------------+----------------------Inc. rate diff. | .0130589 | -.0400014 .0661192 Inc. rate ratio | 1.334635 | .3435309 4.62699 (exact) Attr. frac. ex. | .2507317 | -1.910946 .7838768 (exact) Attr. frac. pop | .0964353 | +------------------------------------------------
(midp)
Pr(k>=5) =
0.3051
(midp) 2*Pr(k>=5) =
0.6102
(exact) (exact) . tab jeniskelamin hiperlaktasemia, col chi jenis | hiperlaktasemia kelamin | Tidak Ya | Total -----------+----------------------+---------Perempuan | 2 5 | 7 | 4.26 21.74 | 10.00 -----------+----------------------+---------Laki-laki | 45 18 | 63 | 95.74 78.26 | 90.00 -----------+----------------------+---------Total | 47 23 | 70 | 100.00 100.00 | 100.00 Pearson chi2(1) =
5.2451
Pr = 0.022
. sum umur if hiperlaktasemia==1 Variable | Obs Mean Std. Dev. Min Max -------------+------------------------------------------------------umur | 23 58.08696 13.28674 32 80 . sum umur if hiperlaktasemia==0 Variable | Obs Mean Std. Dev. Min Max -------------+------------------------------------------------------umur | 47 57.74468 10.60654 36 83 . swilk umur if hiperlaktasemia==1 Shapiro-Wilk W test for normal data Variable | Obs W V z Prob>z -------------+-------------------------------------------------umur | 23 0.93043 1.820 1.217 0.11175 . swilk umur if hiperlaktasemia==0
Shapiro-Wilk W test for normal data Variable | Obs W V z Prob>z -------------+-------------------------------------------------umur | 47 0.99220 0.349 -2.234 0.98727 . robvar umur, by(hiperlaktasemia) hiperlaktas | Summary of umur emia | Mean Std. Dev. Freq. ------------+-----------------------------------Tidak | 57.744681 10.606536 47 Ya | 58.086957 13.286743 23 ------------+-----------------------------------Total | 57.857143 11.459172 70 W0
=
1.01212903
df(1, 68)
Pr > F = 0.31795993
W50 =
0.63533301
df(1, 68)
Pr > F = 0.42818025
W10 =
1.15230080
df(1, 68)
Pr > F = 0.28686264
. ttest umur, by(hiperlaktasemia) Two-sample t test with equal variances -----------------------------------------------------------------------Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95%Conf.Interval] ---------+------------------------------------------------------------Tidak | 47 57.74468 1.547122 10.60654 54.63049 60.85888 Ya | 23 58.08696 2.770478 13.28674 52.34134 63.83258 ---------+-------------------------------------------------------------combined | 70 57.85714 1.369633 11.45917 55.1248 60.58949 ---------+------------------------------------------------------------diff | -.3422757 2.937083 -6.203133 5.518581 -----------------------------------------------------------------------diff = mean(Tidak) - mean(Ya) t = -0.1165 Ho: diff = 0 degrees of freedom = 68
Ha: diff < 0 diff >0 Pr(T < t) = 0.4538 = 0.5462
Ha: diff != 0 Pr(|T| > |t|) = 0.9076
. tab pendidikan hiperlaktasemia, col chi exact Enumerating sample-space combinations: stage 5: enumerations = 1 stage 4: enumerations = 6 stage 3: enumerations = 48 stage 2: enumerations = 353 stage 1: enumerations = 0 | hiperlaktasemia pendidikan | Tidak Ya | Total --------------+----------------------+---------Tidak Sekolah | 4 2 | 6 | 8.51 8.70 | 8.57 --------------+----------------------+---------SD | 6 10 | 16 | 12.77 43.48 | 22.86 --------------+----------------------+---------SMP | 8 3 | 11 | 17.02 13.04 | 15.71 --------------+----------------------+---------SMA | 15 1 | 16 | 31.91 4.35 | 22.86 --------------+----------------------+---------PT | 14 7 | 21 | 29.79 30.43 | 30.00 --------------+----------------------+---------Total | 47 23 | 70 | 100.00 100.00 | 100.00 Pearson chi2(4) = Fisher's exact =
11.6654
Pr = 0.020 0.014
. tab onsetnyeridada hiperlaktasemia, col chi onset | hiperlaktasemia nyeri dada | Tidak Ya | Total -----------+----------------------+---------<=12 | 34 14 | 48 | 72.34 60.87 | 68.57 -----------+----------------------+--------->12 | 13 9 | 22 | 27.66 39.13 | 31.43 -----------+----------------------+----------
Ha: Pr(T > t)
Total | |
47 100.00
23 | 100.00 |
Pearson chi2(1) =
0.9429
70 100.00 Pr = 0.332
. tab riwayatkeluarga hiperlaktasemia, col chi riwayat | hiperlaktasemia keluarga | Tidak Ya | Total -----------+----------------------+---------Tidak | 43 19 | 62 | 91.49 82.61 | 88.57 -----------+----------------------+---------Ya | 4 4 | 8 | 8.51 17.39 | 11.43 -----------+----------------------+---------Total | 47 23 | 70 | 100.00 100.00 | 100.00 Pearson chi2(1) = . tab
1.2032
Pr = 0.273
dislipidemia hiperlaktasemia, col chi
dislipidem | hiperlaktasemia ia | Tidak Ya | Total -----------+----------------------+---------Tidak | 30 19 | 49 | 63.83 82.61 | 70.00 -----------+----------------------+---------Ya | 17 4 | 21 | 36.17 17.39 | 30.00 -----------+----------------------+---------Total | 47 23 | 70 | 100.00 100.00 | 100.00 Pearson chi2(1) = . tab
2.5933
Pr = 0.107
hipertensi hiperlaktasemia, col chi | hiperlaktasemia hipertensi | Tidak Ya | Total -----------+----------------------+---------Tidak | 26 12 | 38 | 55.32 52.17 | 54.29 -----------+----------------------+---------Ya | 21 11 | 32 | 44.68 47.83 | 45.71 -----------+----------------------+---------Total | 47 23 | 70 | 100.00 100.00 | 100.00
Pearson chi2(1) =
0.0616
Pr = 0.804
. tab diabetes hiperlaktasemia, col chi diabetes | hiperlaktasemia mellitus | Tidak Ya | Total -----------+----------------------+---------Tidak | 30 19 | 49 | 63.83 82.61 | 70.00 -----------+----------------------+---------Ya | 17 4 | 21 | 36.17 17.39 | 30.00 -----------+----------------------+---------Total | 47 23 | 70 | 100.00 100.00 | 100.00 Pearson chi2(1) =
2.5933
Pr = 0.107
. tab
merokok hiperlaktasemia, col chi | hiperlaktasemia merokok | Tidak Ya | Total -----------+----------------------+---------Tidak | 13 12 | 25 | 27.66 52.17 | 35.71 -----------+----------------------+---------Ya | 34 11 | 45 | 72.34 47.83 | 64.29 -----------+----------------------+---------Total | 47 23 | 70 | 100.00 100.00 | 100.00 Pearson chi2(1) =
4.0421
Pr = 0.044
. tab
diagnosis hiperlaktasemia, col chi | hiperlaktasemia diagnosis | Tidak Ya | Total -----------+----------------------+---------NSTEMI | 17 5 | 22 | 36.17 21.74 | 31.43 -----------+----------------------+---------STEMI | 30 18 | 48 | 63.83 78.26 | 68.57 -----------+----------------------+---------Total | 47 23 | 70 | 100.00 100.00 | 100.00 Pearson chi2(1) = . tab
1.4923
ckmb hiperlaktasemia, col chi | hiperlaktasemia
Pr = 0.222
CKMB | Tidak Ya | Total -----------+----------------------+---------<=40 | 38 14 | 52 | 80.85 60.87 | 74.29 -----------+----------------------+--------->40 | 9 9 | 18 | 19.15 39.13 | 25.71 -----------+----------------------+---------Total | 47 23 | 70 | 100.00 100.00 | 100.00 Pearson chi2(1) = 3.2278 Pr = 0.072 troponint hiperlaktasemia, col chi | hiperlaktasemia Troponin T | Tidak Ya | Total -----------+----------------------+---------<=2000 | 35 18 | 53 | 74.47 78.26 | 75.71 -----------+----------------------+--------->2000 | 12 5 | 17 | 25.53 21.74 | 24.29 -----------+----------------------+---------Total | 47 23 | 70 | 100.00 100.00 | 100.00 . tab
Pearson chi2(1) =
0.1208
Pr = 0.728
. sum hgb if hiperlaktasemia==1 Variable | Obs Mean Std. Dev. Min Max -------------+------------------------------------------------------hgb | 23 13.84739 2.930691 7.7 18.43 . sum hgb if hiperlaktasemia==0 Variable | Obs Mean Std. Dev. Min Max -------------+------------------------------------------------------hgb | 47 14.05234 1.780295 10.2 18 . swilk hgb if hiperlaktasemia==1 Shapiro-Wilk W test for normal data
Variable | Obs W V z Prob>z -------------+-------------------------------------------------hgb | 23 0.96654 0.875 -0.271 0.60684 . swilk hgb if hiperlaktasemia==0 Shapiro-Wilk W test for normal data Variable | Obs W V z Prob>z -------------+-------------------------------------------------hgb | 47 0.96525 1.557 0.940 0.17355 . robvar hgb, by(hiperlaktasemia) hiperlaktas | Summary of HGB emia | Mean Std. Dev. Freq. ------------+-----------------------------------Tidak | 14.05234 1.7802946 47 Ya | 13.847391 2.9306906 23 ------------+-----------------------------------Total | 13.985 2.2047385 70 W0
=
8.2460206
df(1, 68)
Pr > F = 0.00544119
W50 =
7.6617804
df(1, 68)
Pr > F = 0.0072606
W10 =
8.1642505
df(1, 68)
Pr > F = 0.00566403
. ttest hgb, by(hiperlaktasemia) unequal Two-sample t test with unequal variances ----------------------------------------------------------------------- Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev [95% Conf. Interval] ---------+------------------------------------------------------------------Tidak | 47 14.05234 .2596827 1.780295 13.52963 14.57505 Ya | 23 13.84739 .6110912 2.930691 12.58007 15.11472 ---------+-------------------------------------------------------------combined | 70 13.985 .2635167 2.204738 13.4593 14.5107 --------+--------------------------------------------------------------diff | .2049491 .6639786 -1.150714 1.560612
------------------------------------------------------------------------ diff = mean(Tidak) - mean(Ya) t = 0.3087 Ho: diff = 0 Satterthwaite's degrees of freedom = 30.1921 Ha: diff < 0 diff > 0 Pr(T < t) = 0.6202 t)= 0.3798 . sum
Ha: diff != 0 Pr(|T| > |t|) = 0.7597
Ha: Pr(T >
po2 if hiperlaktasemia==1
Variable | Obs Mean Std. Dev. Min Max -------------+------------------------------------------------------po2 | 23 140.3478 39.68811 55 199 . sum
po2 if hiperlaktasemia==0
Variable | Obs Mean Std. Dev. Min Max -------------+------------------------------------------------------po2 | 47 137.5628 38.69752 1.45 196 . swilk po2 if hiperlaktasemia==1 Shapiro-Wilk W test for normal data Variable | Obs W V z Prob>z -------------+-------------------------------------------------po2 | 23 0.92596 1.937 1.344 0.08947 . swilk po2 if hiperlaktasemia==0 Shapiro-Wilk W test for normal data Variable | Obs W V z Prob>z -------------+-------------------------------------------------po2 | 47 0.92911 3.176 2.455 0.00704 . ksmirnov po2, by( hiperlaktasemia ) exact
Two-sample Kolmogorov-Smirnov test for equality of distribution functions Smaller group D P-value Exact ---------------------------------------------Tidak: 0.2035 0.278 Ya: -0.1545 0.478 Combined K-S: 0.2035 0.545 0.469 sum albumin if hiperlaktasemia==1 Variable | Obs Mean Std. Dev. Min Max -------------+------------------------------------------------------albumin | 23 3.67913 .5883251 1.8 4.48 . sum albumin if hiperlaktasemia==0 Variable | Obs Mean Std. Dev. Min Max -------------+------------------------------------------------------albumin | 47 3.718298 .3982916 2.9 4.5 . swilk albumin if hiperlaktasemia==1 Shapiro-Wilk W test for normal data Variable | Obs W V z Prob>z -------------+-------------------------------------------------albumin | 23 0.89454 2.759 2.063 0.01954 . swilk albumin if hiperlaktasemia==0 Shapiro-Wilk W test for normal data Variable | Obs W V z Prob>z -------------+-------------------------------------------------albumin | 47 0.98476 0.683 -0.811 0.79138 . robvar albumin, by(hiperlaktasemia) hiperlaktas | Summary of Albumin emia | Mean Std. Dev. Freq. ------------+-----------------------------------Tidak | 3.7182979 .39829157 47 Ya | 3.6791304 .58832515 23
------------+-----------------------------------Total | 3.7054286 .46525258 70 W0
=
2.2865126
df(1, 68)
Pr > F = 0.13513664
W50 =
1.7376518
df(1, 68)
Pr > F = 0.19185982
W10 = 1.9315608 df(1, 68) Pr > F = 0.16912118 . ttest albumin, by(hiperlaktasemia) Two-sample t test with equal variances -----------------------------------------------------------------------Group | Obs Mean Std. Err. Std. Dev. [95% Conf. Interval] ---------+-------------------------------------------------------------Tidak | 47 3.718298 .0580968 .3982916 3.601355 3.835241 Ya | 23 3.67913 .1226743 .5883251 3.42472 3.933541 ---------+------------------------------------------------------------combined | 70 3.705429 .0556083 .4652526 3.594493 3.816364 ---------+-------------------------------------------------------------diff | .0391675 .1191654 -.1986235 .2769584 ----------------------------------------------------------------------diff = mean(Tidak) - mean(Ya) t = 0.3287 Ho: diff = 0 degrees of freedom = 68 Ha: diff < 0 diff > Pr(T < t) = 0.6283 Pr(T > t) = 0.3717
Ha: diff != 0 Pr(|T| > |t|) = 0.7434
Ha:
. sum bsacak if hiperlaktasemia==1 Variable | Obs Mean Std. Dev. Min Max -------------+------------------------------------------------------bsacak | 23 144.7409 49.2385 49 253 . sum bsacak if hiperlaktasemia==0
Variable | Obs Mean Std. Dev. Min Max -------------+------------------------------------------------------bsacak | 47 186.6191 88.92808 93 381.72 . swilk bsacak if hiperlaktasemia==1 Shapiro-Wilk W test for normal data Variable | Obs W V z Prob>z -------------+-------------------------------------------------bsacak | 23 0.97911 0.546 -1.229 0.89043 . swilk bsacak if hiperlaktasemia==0 Shapiro-Wilk W test for normal data Variable | Obs W V z Prob>z -------------+-------------------------------------------------bsacak | 47 0.83584 7.355 4.240 0.00001 . ksmirnov bsacak, by( hiperlaktasemia ) exact Two-sample Kolmogorov-Smirnov test for equality of distribution functions Smaller group D P-value Exact ---------------------------------------------Tidak: 0.0139 0.994 Ya: -0.2979 0.065 Combined K-S: 0.2979 0.129 0.092 . tab
reperfusi hiperlaktasemia, col chi
| hiperlaktasemia reperfusi | Tidak Ya | Total -----------+----------------------+---------Tidak | 26 15 | 41 | 55.32 65.22 | 58.57 -----------+----------------------+---------Ya | 21 8 | 29 | 44.68 34.78 | 41.43 -----------+----------------------+---------Total | 47 23 | 70 | 100.00 100.00 | 100.00
Pearson chi2(1) =
0.6235
Pr = 0.430
. by diagnosa, sort : stir hiperlaktasemia -> diagnosa = NSTEMI failure _d: analysis time _t:
morbiditas == 1 tmmorbiditas
note: Exposed <-> hiperlaktasemia==Ya and Unexposed <-> hiperlaktasemia==Tidak | hiperlaktasemia | | Exposed Unexposed | Total -----------------+------------------------+-----------Failure | 4 5 | 9 Time | 10 65 | 75 -----------------+------------------------+-----------| | Incidence rate | .4 .0769231 | .12 | | | Point estimate | [95% Conf. Interval] |------------------------+----------------------Inc. rate diff. | .3230769 | -.0746723 .7208262 Inc. rate ratio | 5.2 | 1.031828 24.15915 (exact) Attr. frac. ex. | .8076923 | .030846 .9586078 (exact) Attr. frac. pop | .3589744 | +-----------------------------------------------(midp) Pr(k>=4) = 0.0131 (exact) (midp) 2*Pr(k>=4) = 0.0261 (exact) -> diagnosa = STEMI failure _d: morbiditas == 1 analysis time _t: tmmorbiditas note: Exposed <-> hiperlaktasemia==Ya and Unexposed <-> hiperlaktasemia==Tidak | hiperlaktasemia | Exposed Unexposed
| |
Total
-----------------+------------------------+-----------Failure | 13 10 | 23 Time | 39 114 | 153 -----------------+------------------------+-----------| | Incidence rate | .3333333 .0877193 | .1503268 | | | Point estimate | [95% Conf. Interval] |------------------------+----------------------Inc. rate diff. | .245614 | .0564346 .4347935 Inc. rate ratio | 3.8 | 1.539272 9.681054 (exact) Attr. frac. ex. | .7368421 | .3503423 .8967055 (exact) Attr. frac. pop | .416476 | +-----------------------------------------------(midp) Pr(k>=13) = 0.0009 (exact) (midp) 2*Pr(k>=13) = 0.0019 (exact) . stir hiperlaktasemia, strata(diagnosa) failure _d: analysis time _t:
morbiditas == 1 tmmorbiditas
note: Exposed <-> hiperlaktasemia==Ya and Unexposed <-> hiperlaktasemia==Tidak diagnosa | IRR [95% Conf. Interval] M-H Weight -----------------+-----------------------------------------------NSTEMI | 5.2 1.031828 24.15915 .6666667 (exact) STEMI | 3.8 1.539272 9.681054 2.54902 (exact) -----------------+-----------------------------------------------Crude | 4.140136 1.944958 8.90301 (exact) M-H combined | 4.090244 2.02941 8.243823 ------------------------------------------------------------------
Test of homogeneity (M-H) 0.6904
chi2(1) =
0.16
Pr>chi2 =
. stcox hiperlaktasemia jeniskelamin pendidikan dislipidemia diabetesmellitus merokok diagnosa ckmb bsacak No. of subjects = No. of failures = Time at risk =
70 32 228
Number of obs
= 70
LR chi2(9) = 15.54 Log likelihood = -126.0404 Prob > chi2 = 0.0771 ----------------------------------------------------------------------t | Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf.Interval] -----------------+-----------------------------------------------------hiperlaktasemia | 2.6164 1.08681 2.32 0.021 1.159121 5.90581 jeniskelamin | .7238704 .458911 -0.51 0.610 .2089421 2.507816 pendidikan | .9693686 .145905 -0.21 0.836 .7217219 1.301991 dislipidemia | .3729242 .1980319 -1.86 0.063 .1317079 1.055916 diabetesmellitus | 1.816489 1.205901 0.90 0.369 .4944828 6.672897 merokok | .9159702 .3966377 -0.20 0.839 .3920036 2.14029 diagnosa | 1.142735 .4723604 0.32 0.747 .5082689 2.5692 ckmb | .4141178 .1955446 -1.87 0.062 .1641309 1.044859 bsacak | .9999706 .0041458 -0.01 0.994 .9918779 1.008129 -----------------------------------------------------------------------. stcox hiperlaktasemia jeniskelamin pendidikan dislipidemia diabetesmellitus merokok diagnosa ckmb No. of subjects = 70 No. of failures = Time at risk = 15.54
70
Number of obs
=
LR chi2(8)
=
32 228
Log likelihood 0.0494
=
-126.04043
Prob > chi2
=
----------------------------------------------------------------------_t | Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval] -----------------+-----------------------------------------------------hiperlaktasemia | 2.619173 1.01528 2.48 0.013 1.225207 5.599106 jeniskelamin | .7249591 .4331114 -0.54 0.590 .2247922 2.338007 pendidikan | .9691998 .1439304 -0.21 0.833 .7244463 1.296643 dislipidemia | .3731174 .1962162 -1.87 0.061 .1331106 1.045871 diabetesmellitus | 1.809848 .7544516 1.42 0.155 .7994862 4.097068 merokok | .9157138 .3948907 -0.20 0.838 .3932685 2.132212 diagnosa | 1.143068 .4701791 0.33 0.745 .5104421 2.55975 ckmb | .4141138 .1955451 -1.87 0.062 .1641275 1.04486 -----------------------------------------------------------------------. stcox hiperlaktasemia jeniskelamin pendidikan dislipidemia diabetesmellitus diagnosa ckmb No. of subjects = 70 No. of failures = Time at risk = 15.50 Log likelihood 0.0301
=
70
Number of obs
=
LR chi2(7)
=
Prob > chi2
=
32 228 -126.06105
----------------------------------------------------------------------_t | Haz. Ratio Std. Err. z P>|z [95% Conf. Interval] -----------------+---------------------------------------------------------------
hiperlaktasemia | 2.61885 1.01559 2.48 0.013 1.224657 5.600239 jeniskelamin |.6839244 .3603691 -0.72 0.471 .2434996 1.920958 pendidikan |.9674218 .1430963 -0.22 0.823 .7239528 1.292771 dislipidemia | .373163 .1963811 -1.87 0.061 .1330284 1.046774 diabetesmellitus |1.796385 .744786 1.41 0.158 .7970563 4.048647 diagnosa |1.134223 .4649278 0.31 0.759 .5079063 2.532873 ckmb |.4178684 .1963554 -1.86 0.063 .1663649 1.049584 -----------------------------------------------------------------------. stcox hiperlaktasemia jeniskelamin dislipidemia diabetesmellitus diagnosa ckmb No. of subjects = 70 Number of obs = 70 No. of failures = 32 Time at risk = 228 LR chi2(6) = 15.45 Log likelihood = -126.08605 Prob > chi2 = 0.0170 ---------------------------------------------------------------------_t | Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval] -----------------+-----------------------------------------------------hiperlaktasemia | 2.62254 1.016353 2.49 0.013 1.226995 5.605332 jeniskelamin | .647382 .3030944 -0.93 0.353 .2586075 1.620616 dislipidemia |.3694156 .1936618 -1.90 0.057 .1322157 1.032161 diabetesmellitus |1.792535 .7444722 1.41 0.160 .7942339 4.045638 diagnosa |1.153752 .4643007 0.36 0.722 .5242838 2.538977 ckmb |.4191372 .1969743 -1.85 0.064 .1668524 1.052883 ------------------------------------------------------------------------
. stcox hiperlaktasemia jeniskelamin dislipidemia diabetesmellitus ckmb No. of subjects = 70 No. of failures = Time at risk = 15.32 Log likelihood 0.0091
=
70
Number of obs
=
LR chi2(5)
=
Prob > chi2
=
32 228 -126.15038
-----------------------------------------------------------------------_t | Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval] -----------------+-----------------------------------------------------hiperlaktasemia | 2.666242 1.029422 2.54 0.011 1.250994 5.682559 jeniskelamin | .6403618 .2998639 -0.95 0.341 .2557591 1.603318 dislipidemia | .3713458 .1950786 -1.89 0.059 .1326227 1.039774 diabetesmellitus | 1.775945 .7395171 1.38 0.168 .7852044 4.016764 ckmb | .4267295 .1993996 -1.82 0.068 .1707687 1.066343 -----------------------------------------------------------------------. stcox hiperlaktasemia dislipidemia diabetesmellitus ckmb No. of subjects = 70 No. of failures = Time at risk = 14.49 Log likelihood 0.0059
=
70
Number of obs
=
LR chi2(4)
=
Prob > chi2
=
32 228 -126.56735
-----------------------------------------------------------------------_t | Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval] -----------------+------------------------------------------------------
hiperlaktasemia | 2.857562 1.075141 2.79 0.005 1.366898 5.973863 dislipidemia | .3753004 .1963105 -1.87 0.061 .1346282 1.046217 diabetesmellitus | 1.777177 .7337257 1.39 0.164 .7912311 3.9917 ckmb | .4318169 .2010788 -1.80 0.071 .173353 1.075643 ----------------------------------------------------------------------. stcox hiperlaktasemia dislipidemia ckmb No. of subjects = 70 No. of failures = Time at risk = 12.66 Log likelihood 0.0054
=
70
Number of obs
=
LR chi2(3)
=
Prob > chi2
=
32 228 -127.47973
------------------------------------------------------------------------_t | Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval] ----------------+------------------------------------------------------hiperlaktasemia | 2.618924 .9767873 2.58 0.010 1.260805 5.439987 dislipidemia | .4623903 .2306879 -1.55 0.122 .1739168 1.229351 ckmb | .4588395 .2119267 -1.69 0.092 .1855717 1.134514 ------------------------------------------------------------------------
. stcox hiperlaktasemia ckmb No. of subjects = 70 No. of failures = Time at risk = 9.88 Log likelihood 0.0071
=
70
Number of obs
=
32 228 -128.869
LR chi2(2)
=
Prob > chi2
=
-----------------------------------------------------------------------_t | Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval] ----------------+------------------------------------------------------hiperlaktasemia | 3.015108 1.113314 2.99 0.003 1.46218 6.217343 ckmb | .4709151 .2193076 -1.62 0.106 .1890312 1.173145 -----------------------------------------------------------------------. stcox hiperlaktasemia dislipidemia No. of subjects = 70 No. of failures = Time at risk = 9.40 Log likelihood 0.0091
=
70
Number of obs
=
LR chi2(2)
=
Prob > chi2
=
32 228 -129.11319
-----------------------------------------------------------------------_t | Haz. Ratio Std. Err. z P>|z| [95% Conf. Interval] ----------------+------------------------------------------------------hiperlaktasemia | 2.313334 .8397882 2.31 0.021 1.135624 4.7124 dislipidemia | .4843426 .2395587 -1.47 0.143 .1837145 1.276915 . stcox hiperlaktasemia No. of subjects = 70 Number of obs = 70 No. of failures = 32 Time at risk = 228 LR chi2(1) = 6.91 Log likelihood = -130.35821 Prob > chi2 = 0.0086 _t | Haz. Ratio Interval]
Std. Err.
z
P>|z|
[95% Conf.
----------------+-----------------------------------------------------hiperlaktasemia | 2.578084 .9227363 2.65 0.008 1.278318 5.199425 ---------------------------------------------------------------------.