PENGARUH BUDAYA ORGANISASI, KEPEMIMPINAN DAN STRESS KERJA TERHADAP PERILAKU KEWARGAORGANISASIAN DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING PADA TENAGA MEDIS RSU KALIWATES KABUPATEN JEMBER
TESIS
Dr. Bayu Chandra Cahyono 120820101002
MAGISTER MANAJEMEN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS JEMBER 2015
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan dunia usaha yang semakin kompetitif harus direspon cepat oleh organisasi jika tidak ingin tersingkir dari persaingan yang semakin ketat, dengan menyiapkan sumber daya manusia yang mampu bersaingan dalam dunia usaha saat ini. Dimana kebutuhan akan sumberdaya manusia organisasi yang kompetitif harus didukung dari pihak internal organisasi. Selain itu, oraganisasi harus mampu menghasilkan sumberdaya manusia yang memiliki produktifitas yang tinggi. Organisasi pada umumnya percaya bahwa dalam mencapai keunggulan yang kompetitif harus mampu meningkatkan kinerja dari para SDMnya, karena pada umumnya tuntutan minimal dalam bekerja pada sebuah organisasi atau perilaku in role dalam bekerja adalah mampu bekerja sesuai dengan job discription. Dengan pekerjaan yang sesuai dengan job discription, diharapakn akan mampu mencapai kinerja yang baik. Berhasil atau tidaknya suatu perusahaan dalam mencapai kinerja yang baik tidak hanya didasarkan pada job discription yang dimiliki karyawan, tetapi juga sangat ditentukan oleh budaya organisasi. Pengelolaan budaya organisasi harus diarahkan kepada kemampuan untuk mengangkat perilaku kewargaorganisasian melalui kepuasan kerja karyawannya, hal ini terutama karena fungsi budaya yang memberikan satu set nilai untuk penetapan prioritas perusahaan. Masalah budaya merupakan hal yang esensial bagi suatu perusahaan, karena akan selalu berhubungan dengan kehidupan yang ada dalam perusahaan. Budaya organisasi merupakan falsafah, ideologi, nilai-nilai, anggapan, keyakinan, harapan, sikap dan norma-norma yang dimiliki secara bersama serta mengikat dalam suatu komunitas tertentu. Secara spesifik budaya dalam organisasi akan ditentukan oleh kondisi team work, leaders dan characteristic of organization serta administration process yang berlaku (Siagian, 2008: 45). Selain adanya pembentukan budaya organisasi, kepemimpinan yang baik juga akan menciptakan perilaku kewargaorganisasian yang baik. Pola tindakan pemimpin secara keseluruhan diartikan sebagai gaya kepemimpinan. Gaya
2
kepemimpinan mewakili keterampilan dan sikap dari seorang pemimpin (Satyawati dan Sartana, 2014). Pemimpin merupakan bagian dari budaya organisasi, tetapi seorang pemimpin juga memiliki kemungkinan untuk bertindak sebagai agen perubahan dalam budaya (Pors, 2008). Semakin kuat gaya kepemimpinan yang diterapkan dan didukung oleh budaya organisasi yang baik, maka
akan
meningkatkan
kepuasan
kerja
dan
membentuk
perilaku
kewargaorganisasian dengan baik. Kepuasan kerja yang dirasakan tidak terlepas dari keadaan yang mengikuti seseorang, salah satunya adalah stress. Stress kerja dapat dibagi menjadi dua yaitu internal dan eksternal, dimana salah satu penyebab stress dari eksternal adalah beban kerja yang dirasakan oleh individu. Beban kerja yang dirasa cukup berat dapat berpengaruh pada kondisi fisik dan psikis seseorang. Stress merupakan kondisi internal yang terjadi dengan ditandai gangguan fisik, lingkungan dan situasi sosial yang berpotensi pada kondisi tidak baik (Dhini, 2010). Keadaan individu yang stress akan berakibat pada kepuasan kerja yang tidak tercapai dan perilaku kewargaorganisasian yang tidak baik. Perilaku yang menjadi tuntutan organisasi saat ini adalah tidak hanya perilaku in role namun perilaku yang extra role, dimana perilaku extra role yang dimaksud adalah perilaku kerwargaorganisasian yang dalam penelitian ini akan disingkat dengan PKO. Dalam melakukan yang baik manusia tidak selalu digerakan oleh hal-hal yang menguntungkan mereka. Contohnya adalah orang yang mampu membantu orang lain tanpa mengharapkan imbalan sekalipun bantuan yang dia berikan tidak menguntungkan dirinya sendiri. Orang yang memiliki PKO dapat mengendalikan perilakunya sendiri. Perilaku yang memungkinkan seseorang dalam melakukan PKO adalah mereka yang sudah terbiasa dengan sebuah budaya organisasi yang ada di organisasi tersebut. Selain dorongan dari luar berupa kebiasaan yang sudah membudaya, ada juga mereka yang melakukan PKO karena memang mereka merasa puas dengan hasil kerjanya disana. Selain budaya organisasi yang mampu membentuk perilaku manusia dalam melakukan PKO, ada juga faktor lain yaitu kepemimpinan dan juga stress kerja yang mampu mendorong orang dalam melakukan PKO.
3
Penelitian Koesmono (2005), menemukan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif terhadap motivasi, kepuasan kerja serta kinerja. Selain budaya yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja, kepemimpinan berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan kerja. Penelitian Nana et al (2011) menemukan bahwa kepemimpinan dan motivasi berpengaruh psitif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Penelitian lain membuktikan bahwa stress kerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja adalah penelitian Peni (2011), yang menemukan bahwa ada hubungan antara stress kerja dan kepuasan kerja yang cukup kuat. Namun berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Putra (2012) yaitu job stressor berpengaruh negatif dengan kepuasan kerja, namun memilki pengaruh positif terhadap turnover intettion. Sedangkan kepuasan kerja tidak memediasi pengaruh job stressor terhadap turnover intention. Kedua penelitian tersebut menunjukkan hasil yang berbeda. Penelitian Satyawati dan Sartana (2014) menemukan bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara variabel kepuasan kerja dengan PKO. Selain itu ada Agung et al (2014) yang menemukan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara kepuasan kerja dengan PKO. Gunara (2014) juga menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian. Dalam kaitannya dengan rumah sakit, tentunya terdiri dari anggota organisasi rumah sakit, dimana ada dokter, perawat, dan tenaga medis lainnya, akan menunjang keberlangsungan kegiatan dalam rumah sakit tersebut. Rumah sakit selain sebagai organisasi nirlaba namun juga ada juga yang berorientasi bisnis. Tak dapat dipungkiri lagi, maraknya rumah sakit swasta yang berdiri, menunjukkan bahwa rumah sakit sudah mengalam pergeseran secara orientasi, dimana tidak murni berorientasi nirlaba. Dokter, perawat, dan tenaga medis lainnya diharapkan mampu melengkapi dan menunjang tugas masing-masing agar dapat memberikan pelayanan terbaik kepada pasien. Keberadaan tenaga medis tanpa memandang jabatan perlu menjadi perhatian dari pihak rumah sakit. Mengingat betapa pentingnya tugas tenaga medis yang berkesinambungan, maka pihak rumah sakit sangat mengharapkan bahwa mereka bukan hanya sebagai tenaga medis semata, namun pihak rumah sakit berharap bahwa tenaga medis
4
mampu menjadi motor penggerak untuk melakukan tugasnya dengan baik. Yang dimaksud dengan baik dalam penjelasan ini adalah diharapkan mampu cepat tanggap terhadap situasi di sekitarnya, bertindak tanpa harus menunggu perintah, dan tidak perhitungan dalam menjalankan tugasnya yaitu memberikan perawatan yang terbaik kepada masyarakat. Hasil prapenelitian menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 2 bulan terakhir ini mengalami kenaikan jumlah pasien yang cukup signifikan baik di rawat inap maupun rawat jalan. Naiknya jumlah pasien membuat beban kerja tenaga medis menjadi berlebihan sehingga apabila hal ini berkelanjutan akan menyebabkan kelelahan yang berujung pada penurunan kualitas pelayanan. Tuntutan pekerjaan yang mendesak juga dapat memicu konflik dan stres pada perawat dan tenaga medis lainnya. RSU Kaliwates Jember, sebagai salah satu rumah sakit berada dalam naungan BUMN yaitu PTPN, diharapkan juga menjalankan fungsi pokoknya sebagai sebuah rumah sakit, dimana melayani semua lapisan masyrakat tanpa meninggalkan orientasinya terhadap laba yang didapatkan. Sebagai sebuah perusahaan yang tetap menginginkan laba usahanya, RSU Kaliwates Jember tentunya juga harus bersaingan dengan rumah sakit lainnya, baik dalam segi fasilitas terlebih dengan perbaikan layanan kepada pasien. Untuk mewujudkan sebuah rumah sakit yang yang mampu bersaing dikancah nasional, maka RSU Kaliwates Jember juga perlu berbenah diri bukan hanya dalam fisik bangunannya saja tapi juga terhadap kualitas anggota organisasi. Terutama RSU harus memperhatikan kinerja tenaga medisnya, dimana mereka memiliki beban kerja yang melebihi kapasitas dan ketentuan jika RSU ramai. Adanya beban kerja yang lebih berat, dapat menimbulkan stress yang berbeda-beda pada tenaga medis. Hal inilah menarik dalam penelitian ini, ditinjau dari objek penelitian yang dilakukan. Karena penelitian ini terfokus pada budaya, kepemimpinan, stress kerja, perilaku kewargaorganisasian dan kepuasan. Berdasarkan fenomena dan hasil penelitian terdahulu. dalam penelitian ini diangkat judul: “Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan Dan Stress Kerja Terhadap Perilaku Kewargaorganisasian Dengan Kepuasan Kerja
5
Sebagai Variabel Intervening Pada Tenaga Medis RSU Kaliwates Kabupaten Jember”.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka pokok permasalahan yang diambil dalam penelitian ini adalah: a. apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja tenaga medis RSU Kaliwates Jember? b. apakah kepemimpinan berpengaruh terhadap kepuasan kerja tenaga medis RSU Kaliwates Jember? c. apakah stress kerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja tenaga medis RSU Kaliwates Jember? d. apakah
budaya
organisasi
berpengaruh
terhadap
perilaku
kewargaorganisasian tenaga medis RSU Kaliwates Jember? e. apakah
budaya
organisasi
berpengaruh
terhadap
perilaku
kewargaorganisasian melalui kepuasan tenaga medis RSU Kaliwates Jember? f. apakah kepemimpinan berpengaruh terhadap perilaku kewargaorganisasian tenaga medis RSU Kaliwates Jember? g. apakah kepemimpinan berpengaruh terhadap perilaku kewargaorganisasian melalui kepuasan tenaga medis RSU Kaliwates Jember? h. apakah
stress kerja berpengaruh terhadap perilaku kewargaorganisasian
tenaga medis RSU Kaliwates Jember? i. apakah
stress kerja berpengaruh terhadap perilaku kewargaorganisasian
melalui kepuasan tenaga medis RSU Kaliwates Jember? j. apakah kepuasan kerja berpengaruh terhadap perilaku kewargaorganisasian tenaga medis RSU Kaliwates Jember?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah :
6
a. mengetahui dan menganalisis pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan kerja tenaga medis RSU Kaliwates Jember. b. mengetahui dan menganalisis kepemimpinan terhadap kepuasan kerja tenaga medis RSU Kaliwates Jember. c. mengetahui dan menganalisis pengaruh stress kerja terhadap kepuasan kerja tenaga medis RSU Kaliwates Jember. d. mengetahui dan menganalisis pengaruh budaya organisasi terhadap perilaku kewargaorganisasian tenaga medis RSU Kaliwates Jember. e. mengetahui dan menganalisis pengaruh budaya organisasi terhadap perilaku kewargaorganisasian melalui kepuasan tenaga medis RSU Kaliwates Jember. f. mengetahui
dan
menganalisis
kepemimpinan
terhadap
perilaku
kewargaorganisasian tenaga medis RSU Kaliwates Jember. g. mengetahui
dan
menganalisis
kepemimpinan
terhadap
perilaku
kewargaorganisasian tenaga medis melalui kepuasan RSU Kaliwates Jember. h. mengetahui dan menganalisis pengaruh stress kerja terhadap perilaku kewargaorganisasian tenaga medis RSU Kaliwates Jember. i. mengetahui dan menganalisis pengaruh stress kerja terhadap perilaku kewargaorganisasian melalui kepuasan tenaga medis RSU Kaliwates Jember. j. mengetahui dan menganalisis pengaruh kepuasan kerja terhadap perilaku kewargaorganisasian tenaga medis RSU Kaliwates Jember.
1.4 Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat : a. Bagi Peneliti Diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan dan pengalaman tentang teori budaya organisasi, kepemimpinan, stress kerja yang dapat meningkatkan kepuasan kerja dan perilaku kewargaorganisasian. b. Bagi Akademis. Bagi pihak akademisi diharapkan dapat memberikan kontribusi akademis bagi pengembangan konsep teori budaya organisasi, kepemimpinan, stress kerja
7
yang dapat meningkatkan kepuasan kerja dan perilaku kewargaorganisasian yang memang perlu di telaah lebih lanjut guna menghasilkan konsep baru.
c. Bagi Perusahaan Bagi
perusahaan
diharapkan
menjadi
sumbangan
pemikiran
dalam
pengembangan konsep budaya organisasi, kepemimpinan, stress kerja yang berkaitan dengan upaya meningkatkan kepuasan kerja dan perilaku kewargaorganisasian tenaga medis RSU Kaliwates Jember.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kajian Teoritis Budaya Organisasi 2.1.1.1 Pengertian Budaya Organisasi Budaya organisasi memiliki pengaruh terhadap cara pandang karyawan terhadap organisasi mereka, tanggung jawab serta komitmen mereka terhadap organisasi tersebut. Banyak definsi mengenai budaya organisasi seperti yang dikemukakan oleh Didit (2013:143), bahwa budaya organisasi adalah seperangkat nilai-nilai, keyakinan dan sikap utama yang diberlakukan di antara anggota organisasi. Budaya dapat menyesuaikan serta mendorong keterlibatan karyawan, dapat memperjelas tujuan dan arah strategis organisasi serta yang selalu menguraikan dan mengajarkan nilai-nilai dan keyakinan organisasi, dapat membantu organisasi mencapai pertumbuhan penjualan, pengembalian modal, keuntungan, mutu dan kepuasan pelanggan yang lebih tinggi. Sedangkan menurut Robbins dan Judge dalam Sunyoto (2012:225) mendefinisikan budaya organisasi sebagai sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota organisasi yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lain. Sistem makna bersama ini merupakan sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi. Schein dalam Indraswari (2014) mendefinisikan budaya organisasi sebagai pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Lain halnya seperti yang ungkapkan oleh Kreitner dan Kinicki dalam Koesmono (2005) yang mengemukakan bahwa budaya organisasi adalah praktek sosial yang mengingat anggota dari organisasi. Berdasarkan definisi para ahli maka budaya organisasi dapat diartikan sebagai sebuah nilai, keyakinan dan sikap yang mampu mendorong anggota organisasi untuk terlibat dalam mencapai tujuan organisasi secara bersama-sama dalam satu kesatuan, sehingga organisasi mampu mencapai pertumbuhan
8
9
penjualan, pengembalian modal, keuntungan, mutu dan kepuasan pelanggan yang tinggi. Eugene dan Nic dalam Didit (2013) mengkelompokkan variabel-variabel budaya organisasi seperti berikut : a. Artifacts Adalah hal-hal yang dapat dilihat, didingar, dirasakan bila seseorang berhubungan dengan sebuah kelompok baru dengan budaya yang tidak dikenalnya. Artifacts termasuk struktur organisasi dan proses yang terlihat, seperti produk dan perilaku anggota kelompok. b. Espoused Values Adalah alasan-alasan tetang mengapa orang berkorban demi apa yang dikerjakan. Budaya sebagaian besar organisasi dapat melacak nilai-nilai yang didukung kembali ke penemu budaya, meliputi strategi, sasaran/tujuan dan filosofi. c. Basic Underlaying Assumption Yaitu keyakinan dianggap sudah ada oleh anggota suatu organisasi. Budaya menetapkan cara yang tepat untuk melakukan sesuati di organisasi yang sering melalui asumsi yang tidak diucapkan namun anggota organisasi meyakini ketepatan tindakan tersebut. Sedangkan menurut Dadang (2012) bahwa proses penciptaan budaya organisasi terjadi melalui 3 cara, yaitu : a. Pendiri hanya merekrut dan mempertahankan karyawan yang memiliki satu pikiran dan satu perasaan dengan mereka b. Mereka melakukan indoktrinasi dan mensosialisasikan cara pikir serta berperilaku mereka kepada karyawan. c. Perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai model peran yang mendorong karyawan untuk mengidentifikasi diri dan menginternalisasi keyakinan, nilai serta asumsi tersebut. Selanjutnya menurut McKenna dan Beech dalam Didit (2012) membagi budaya organisasi ke beberapa komponen pembentuk berikut ini :
10
a. Filosofi yang menjadi panduan penetapan kebijakan organisasi yang berkenaan dengan karyawan maupun klien b. Nilai-nilai dominan yang dipegang organisasi c. Norma-norma yang diterapkan dalam bekerja d. Aturan main untuk berelasi dengan baik dalam organisasi yang harus dipelajari anggota baru agar dapat diterima organisasi. e. Tingkah laku khas tertentu dalam berinteraksi yang rutin dilakukan antaranggota organisasi. Perasaan atau suasana yang diciptakan dalam organisasi.
2.1.1.2 Fungsi Budaya Organisasi Dalam setiap organisasi tentunya memiliki kebiasaan atau yang lebih dikenal dengan budaya organisasi, dimana setiap organisasi memiliki ciri khas dalam hal budaya ini. Budaya ini merupakan kebiasaan masa lalu dan sudah melekat dalam setiap aktivitas organisasi tersebut. Budaya inilah yang membentuk lingkungan kerja dalam organisasi atau perusahaan. Adapun budaya organisasi memiliki dua fungsi utama yaitu : a. Sebagai proses integrasi internal, dimana para anggota organisasi dapat bersatu, sehingga mereka akan mengerti bagimana berinteraksi satu dengan lain. Fungsi integrasi internal ini akan memberikan seseorang dan rekan kerja lainnya identitas kolektif serta memberikan pedoman bagimana seseorang dapat bekerjasama secara efektif. b. Sebagai proses adaptasi eksternal, dimana budaya organisasi akan menentukan bagiamana organisasi memenuhi berbagai tujuannya dan berhubungan dengan pihak luar. Fungsi ini akan memberikan tingkat adaptasi organisasi dalam merespons perubahan zaman, persaingan, inovasi dan pelayanan terhadap konsumen. Selanjutnya, fungsi budaya organisasi seperti yang dikemukakan oleh Shelmi (2008) adalah sebagai berikut: a. Sebagai identitas dan citra suatu masyarakat. Identitas ini terbentuk oleh berbagai faktor seperti sejarah, kondisi dan sisi geografis, sistem-sistem
11
sosial, politik dan ekonomi, serta perubahan nilai-nilai di dalam masyarakat, perbedaan
dan
identitas
budaya
(kebudayaan)
dapat
memengaruhi
kebijaksanaan pemerintahan di berbagai bidang. b. Sebagai pengikat suatu masyarakat. Kebersamaan adalah faktor pengikat yang kuat seluruh anggota masyarakat. c. Sebagai sumber. Budaya merupakan sumber aspirasi, kebanggan, dan sumberdaya. Budaya dapat menjadi komoditi ekonomi, misalnya wisata budaya. d. Sebagai kekuatan penggerak. Karena budaya terbentuk melalui proses belajar-mengajar maka budaya itu dinamis, resilient, tidak statis, tidak kaku. e. Sebagai kemampuan untuk membentuk nilai tambah. f. Sebagai pola perilaku. Budaya berisi norma tingkah laku dan menggariskan batas-batas toleransi sosial. g. Sebagai warisan. Budaya disosialisasikan dan diajarkan kepada generasi berikutnya. h. Sebagai substitusi (pengganti) formalisasi. i. Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan. Dilihat dari sudut ini, pembangunan seharusnya merupakan proses budaya. j. Sebagai proses yang menjadikan bangsa kongruen dengan Negara sehingga terbentuk nation state. Sedangkan menurut Robbins (1996:294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut: a. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain. b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi. c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang. d. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
12
e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.
2.1.2 Kajian Teoritis Kepemimpinan 2.1.2.1 Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan
merupakan
salah
satu
faktor
penting
dalam
keberlangsungan sebuah organisasi, di mana dengan kepemimpinan yang baik maka akan memberikan dampak dan pengaruh bagi lingkungan dalam organisasi tersebut. Organisasi atau perusahaan hendaknya menerapkan kepemimpinan yang baik sehingga tujuan dari organisasi atau perusahaan tersebut dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Beberapa definisi tentang kepemimpinan. Menurut Siagian dalam Brahmasari dan Suprayetno (2008): Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk memengaruhi orang lain (para bawahannya) sedemikian rupa sehingga orang lain itu mau melakukan kehendak pemimpin meskipun secara pribadi hal itu
mungkin
tidak
disenanginya.
Sedangkan
menurut
Umam
(2010):
“Kepemimpinan adalah kekuasaan untuk memengaruhi seseorang untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu”. Selanjutnya Terry dalam Umam (2010) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah aktivitas memengaruhi orang lain secara sukarela berjuang mencapai tujuan-tujuan kelompok. Berdasarkan
pendapat
di
atas
maka
dapat
disimpulkan
bahwa
kepemimpinan adalah proses sesorang untuk memengaruhi orang lain guna mencapai tujuan yang diharapkan secara sukarela sehingga seseorang mau mengikuti apa yang diperintahkan seseorang tersebut untuk mencapai tujuan yang diinginkannya.
2.1.2.2 Tipe Kepemimpinan Tipe-tipe kepemimpinan yang ada, secara umum ada enam tipe kepemimpinan, adalah sebagai berikut :
13
a. Visionary atau Kepemimpinan dengan Visi, yang mampu membawa orang pada tujuan impian bersama. Tipe ini dibutuhkan pada saat terjadinya ketidakpastian atau dibutuhkanya perubahan. b. Coaching atau Gaya Pembinaan, yang lebih mengutamakan hubungan interpersonal seorang dengan seorang untuk mencapai tujuan organisasi, yaitu untuk melestarikan kemapanan. c. Affiliate atau KepemimpinanKerja sama, yang lebih mengutamakan harmoni, sangat bagus untuk masa-masa susah dan memotivasitim yang sedang dalam krisis. d. Democratic atau kepemimpinan demokrasi, mengedepankan pendapat dan pandangan semua orang, dan konsesus dan keinginan bersama adalah pendapat tertinggi. e. Pacesetting atau kepemimpinan memacu kemajuan, sangat dibutuhkan untuk memotivasi tim dalam mengejar ketinggalan atau untuk mencapai target yang luar biasa. f. Commanding atau kepemimpinan otoriter, yang lebih umum dipakai untuk mengatasi terjadinya kemelut internal. Menurut Umam (2010) pada umumnya para pemimpin dalam setiap organisasi dapat diklasifikasikan menjadi lima tipe utama yaitu sebagai berikut : a. Tipe pemimpin otokratis. Tipe pemimpin ini menganggap bahwa pemimpin adalah merupakan suatu hak. Adapun ciri-ciri pemimpin tipe ini adalah sebagai berikut : 1.
Menganggap bahwa organisasi adalah milik pribadi
2.
Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi.
3.
Menganggap bahwa bawahan adalah sebagai alat semata-mata
4.
Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat dari orang lain karena dia menganggap dialah yang paling benar.
5.
Selalu bergantung pada kekuasaan formal
6.
Dalam menggerakkan bawahan sering mempergunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan ancaman.
14
Berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki oleh tipe pemimpin otokratis tersebut di atas dapat diketahui bahwa tipe ini tidak menghargai hak-hak dari manusia, karena tipe ini tidak dapat dipakai dalam organisasi modern. b. Tipe kepemimpinan militeristis Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dengan seorang pemimpin tipe militeristis tidak sama dengan pemimpin-pemimpin dalam organisasi militer. Artinya tidak semua pemimpin dalam militer adalah bertipe militeristis. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : 1. perintah mencapai tujuan digunakan sebagai alat utama dalam menggerakkan bawahannya,. 2. suka menggunakan pangkat dan jabatannya dalam menggerakkan bawahan sangat. 3. senang kepada formalitas yang berlebihan 4. menuntut disiplin yang tinggi dan kepatuhan mutlak dari bawahan 5. tidak mau menerima kritik dari bawahan 6. menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan. Berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki oleh tipe pemimpin militeristis jelaslah bahwa tipe pemimpin seperti ini bukan merupakan pemimpin yang ideal. c. Tipe pemimpin fathernalistis Tipe kepemimpinan fathernalistis, mempunyai ciri tertentu yaitu bersifat fathernal atau kebapakkan. Pemimpin seperti ini menggunakan pengaruh yang sifat kebapakkan dalam menggerakkan bawahan mencapai tujuan. Kadang-kadang pendekatan yang dilakukan sifat terlalu sentimentil. Sifatsifat umum dari tipe pemimpin paternalistis dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa. 2. Bersikap terlalu melindungi bawahan 3. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan. Karena itu jarang dan pelimpahan wewenang.
15
4. Jarang
memberikan
kesempatan
kepada
bawahannya
tuk
mengembangkan inisiatif daya kreasi. 5. Sering menganggap dirinya maha tahu. Harus diakui bahwa dalam keadaan tertentu pemimpin seperti ini sangat diperlukan. Akan tetapi ditinjau dari segi sifat-sifat negatifnya pemimpin fathernalistis kurang menunjukkan elemen kontinuitas terhadap organisasi yang dipimpinnya. d. Tipe kepemimpinan karismatis. Sampai saat ini para ahli manajemen belum berhasil menamukan sebab-sebab mengapa seorang pemimpin memiliki karisma. Yang diketahui ialah tipe pemimpin seperti ini mempunyai daya tarik yang amat besar, dan karenanya mempunyai pengikut yang sangat besar. Kebanyakan para pengikut menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin seperti ini, pengetahuan tentang faktor penyebab karena kurangnya seorang pemimpin yang karismatis, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supernatural powers), perlu dikemukakan bahwa kekayaan, umur, kesehatan profil pendidikan dan sebagainya. Tidak dapat digunakan sebagai kriteria tipe pemimpin karismatis. e. Tipe Kepemimpinan Demokratis. Dari semua tipe kepemimpinan yang ada, tipe kepemimpinan demokratis dianggap adalah tipe kepemimpinan yang terbaik. Hal ini disebabkan karena tipe kepemimpinan ini selalu mendahulukan kepentingan kelompok dibandingkan dengan kepentingan individu. Beberapa ciri dari tipe kepemimpinan demokratis adalah sebagai berikut: 1. Dalam proses menggerakkan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah mahluk yang termulia di dunia. 2. Selalu berusaha menselaraskan kepentingan dan tujuan pribadi dengan kepentingan organisasi. 3. Senang menerima saran, pendapat dan bahkan dari kritik bawahannya.
16
4. Mentolerir bawahan yang membuat kesalahan dan berikan pendidikan kepada bawahan agar jangan berbuat kesalahan dengan tidak mengurangi daya kreativitas, inisyatif dan prakarsa dari bawahan. 5. Lebih menitik beratkan kerjasama dalam mencapai tujuan. 6. Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya. 7. Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin. Dari sifat-sifat yang harus dimiliki oleh pemimpin tipe demokratis, jelaslah bahwa tidak mudah untuk menjadi pemimpin demokratis. Berdasarkan pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa teori tentang kepemimpinan ada berbagai macam pandangan diantaranya, ada yang setuju bawasanya kepemimpinan itu adalah kemampuan yang dibawa dari lahir, namun ada pihak lain yang kurang setuju dengan pendapat tersebut dan lebih condong pada pendapat yang mengatakan bahwa pada dasarnya kepemimpinan itu dibentuk oleh lingkungan sekitar. Ada juga yang setuju bahwa kepemimpinan itu dibentuk dari kedua faktor, yaitu faktor genetis yang merupakan bawaan sejak lahir dan juga bentukan lingkungan dimana dia tinggal, sehingga bukan hanya faktor genetis saja atau lingkungan saja, namun kedua faktor itulah yang menlahirkan sifat kepemimpinan. Selanjutnya ada berbagai macam tipe kepemimpinan, masing-masing dari tipe tersebut memiliki ciri-ciri dalam pengambilan serta pengimplementasian keputusannya. Tentunya setiap tipe kepemimpinan itu mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing, namun dari tipe kepemimpinan itu dapat digabungkan kelebihan dari masing-masing tipe yang ada sehingga mampu menjadikan pemimpin itu handal.
2.1.2.3 Teori Kepemimpinan Adapun teori tentang kepemimpinan yang dikemukakan para ahli, di antara berbagai teori mengenai lahirnya pemimpin ada tiga di antaranya yang paling menonjol yaitu sebagai berikut (Sopiah, 2008:120).
17
a. Teori sifat Teori ini mempertanyakan sifat-sifat apakah yang membuat seseorang menjadi pemimpin. Dari teori ini dapat disimpulkan bahwa pemimpin adalah dilahirkan. b. Teori Kelompok Menurut teori ini, agar kelompok-kelompok dalam organisasi bisa mencapai tujuannya maka harus ada pertukaran positif antara pemimpin dan pengikut atau bawahannya. c. Teori Situasional dan Model Kontijensi Studi kepemimpinan ini berangkat dari anggapan bahwa kepemimpinan seorang ditentukan oleh berbagai faktor situasional dan saling ketergantungan satu sama lainnya. d. Teori situasional Hersey dan Blanchard Suatu teori kemungkinan yang memusatkan perhatian kepada para pengikut kepemimpinan yang berhasil dicapai dengann memilih gaya kepemimpinan yang tepat yang tergantung pada tingkat kesiapan atau kedewasaan para pengikutnya. e. Teori pertukaran pemimpin-anggota Para pemimpin menciptakan kelompok dalam dan kelompok luar. Bawahan dengan status kelompok dalam mempunyai penilaian kinerja yang lebih tinggi, tingkat keluarnya karyawan lebih rendah dan kepuasan yang lebih besar bersama atasan mereka. f. Teori jalur tujuan Hakekat dari teori ini adalah bahwa tugas pemimpin adalah membantu pengikutnya mencapai tujuan dan untuk memberikan penghargaan atau dukungan yang perlu guna memastikan tujuan mereka sesuai dengan sasaran keseluruhan dari kelompok atau organisasi. g. Teori sumber daya kognitif Suatu teori yang menyatakan bahwa seorang pemimpin memperoleh kinerja kelompok yang efektif dengan pertama-tama membuat rencana keputusan dan
18
startegi yang efektif dan kemudian mengkomunikasikannya lewat perilaku pengaruh. h. Teori neokharismatik Teori kepemimpinan yang menekankan simbolisme daya tarik emosional dan komitmen pengikut yang luar biasa. i. Teori kepemimpinan kharismatik Teori ini mengemukakan pendapat bahwa para pengikut membuat atribut dari kemampuan kepemimpinan yang heroik bila mereka mengamati perilakuperilaku tertentu. Banyak sekali teori kepemimpinan yang dikemukakan oleh para ahli, namun dari kesemuanya itu dapat disimpulkan bahwa teori kepemimpinan itu menggunakan pendekatan bakat dimana kepemimpinan didasarkan pada bakat yang dibawa seseorang sejak lahirnya. Ada juga kepemimpinan yang didasarkan pada keadaan lingkungan, dimana seorang pemimpin dibentuk dari lingkungan. Namun ada juga kepemimpinan yang mendasarkan teorinya pada kepemimpinan dibentuk dari bakat serta lingkungan yang memengaruhinya.
2.1.3 Kajian Teoritis Stress Kerja 2.1.3.1 Pengertian Stress Kerja Stress kerja yang diungkapkan oleh Smith (1981) yang dikutip dari Wijono mengemukakan bahwa konsep stress kerja dapat ditinjau dari beberapa sudut, yaitu : Pertama, stress kerja merupakan hasil dari keadaan tempat kerja. Kedua, stress kerja merupakan hasil dari dua faktor organisasi, yaitu keterlibatan dalam tugas dan dukungan organisasi. Ketiga, stress terjadi karena faktor “workload” juga faktor kemampuan melakukan tugas. Keempat, akibat dari waktu kerja yang berlebihan. Kelima, faktir tanggung jawab kerja. Terakhir, tantangan yang muncul dari tugas. Selanjutnya, Caplan et al dalam Wijono (2012) mengatakan bahwa stress kerja mengacu pada semua karakteristik pekerjaan yang mungkin memberi ancaman kepada individu tersebut. Selain ini, menurut Dadang (2013) menjelaskan bahwa stress adalah konsekuensi setiap tindakan dan situasi
19
lingkungan yang menimbulkan tuntutan psikologis dan fisik yang berlebihan pada seseorang. Berdasarkan beberapa penjelasan diatas dapat ditarik kesimpuan, bahwa stress kerja adalah suatu kondisi yang diakibatkan karena lingkungan kerja serta keadaan secara psikologis maupun fisik yang berlebihan terhadap seseorang.
2.1.3.2 Sumber Stress Menurut Wijono (2012) sumber stress adalah suatu kondisi, situasi dan peristiwa yang menyebabkan stress. Ada berbagai sumber stress yang dapat menyebabkan stress di perusahaan diantaranya faktor pekerjaan itu sendiri dan di uar ppekerjaan itu. Pendapat Wijono ini sejalan dengan Tosi (1971) yang dikutip dari Wijono (2012), yang menyebutkan bahwa ada lima faktor yang menyebabkan stress, yakni : a. faktor pekerjaan individu b. tekanan peran c. kesempatan pelibatan diri dalam tugas d. tanggung jawab individu, e. faktor organisasi. Sedangkan penyebab stress yang dikutip dari John dalam Dadang (2013) menguraikan tentang penyebab stress , yakni : a. Kebisingan Kebisingan yang terus menerus dapat menjadi sumber stress bagi banyak orang. Namun perlu diketahui bahwa terlalu tegang juga menyebabkan hal yang sama. b. Kelelahan Masalah kelelahan dapat menyebabkan stress karena kemampuan untuk bekerja menurun. Kemampuan bekerja menurun menyebabkan prestasi menurun dan tanpa disadari menimpulkan stress. c. Pengeseran Kerja
20
Mengubah pola kerja yang terus menerus dapat menimbulkan stress. Hal ini disebabkan karena seseorang karyawna sudah terbiasa dengan pola kerja yang lama dan sudah terbiasa dengan kebiasaan-kebiasaan lama. d. Jetlag Jetlag adalah jenis kelelahan khusus yang disebabkan oleh peruahaan waktu sehingga memengaruhi irama tubuh seseorang. Untuk itu disarankan bagi mereka yang baru menempuh perjalanan jauh di mana terdapat perbedaan waktu, agar berisitirahat minimal 24 jam sebelum melakukan sesuatu aktivitas. e. Suhu dan kelembaban Bekerja dalam suatu rungan yang suhunya terlalu tinggi dapat memengaruhi tingkat prestasi karyawan. Suhu yang tinggi harus dapat ditoleransi dengan kelembaban yang rendah.
2.1.4 Kajian Teoritis Kepuasan Kerja 2.1.4.1 Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dimana para karyawan memandang pekerjaannya. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya (Danang : 2013). Selanjutnya menurut Martoyo dalam Andrizal,dkk menerangkan bahwa kepuasan kerja adalah penilaian dari pekerja tetang seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan dapat memuasakan kebutuhannya. Kepuasan kerja juga dianggap sebagai sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individu di luar kerja. Sedangkan menurut Koesmono dalam Suryana (2008) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian, perasaan atau sikap seseorang atau karyawan terhadap pekerjaannya dan berhubungan dengan lingkungan kerja, jenis pekerjaan, kompensasi, hubungan antar teman kerja, hubungan sosial di tempat kerja san sebagainya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah suatu keadaan yang terjadi akibat reaksi dari lingkungan kerja, pekerjaan serta hasil yang
21
diperolehnya. Reaksi ini bisa kearah positif yang artinya karyawan merasa puas atas hasil yang dilakukan atau juga reaksi kearah negatif yang artinya karyawan merasa tidak puasa atas hasil kerja yang didapatnya.
2.1.4.2 Teori Kepuasan Kerja Berikut ini akan dikemukakan teori tentang kepuasan kerja seperti yang disalin dari Wijono (2012) adalah sebagai berikut : a. Teori Ketidaksesuaian Menurut Locke dalam Wijono (2012 : 125), teori ketidaksesuaian mengungkapkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan dari beberapa aspek pekerjaan
menggunakan
dasar
pertimbagan
dua
nilai,
yaitu
(1)
ketidaksesuaian yang dipersepsikan antara apa yang diinginkan individu dengan apa yang dia terima dalam kenyataannya; dan (2) apa pentingnya pekerjaan yang diinginakn oleh individu tersebut. Kepuasan kerja secara keseluruhan bagi individu adalah jumlah dari kepuasan kerja dari setiap aspek pekerjaan dikalikan dengan derajat pentingnya aspek pekerjaan individu. b. Model dari Kepuasan Bidang/Bagian Kepusan Bidang menurut model Lawler dalam Wijono (2012) mempunyai kaitan erat dengan teori keadailan J.Adams. Model Lawler mengatakan bahwa individu akan merasa puas terhadap bidang tertentu dari pekerjaan merak. Individu dapat menerima dan melaksanakan pekerjaannya dengan senang hati dalam bidang yang dia persepsikan, maka hasilnya akan sama dengan jumlah yang dia persepsikan dari yang secara aktual mereka terima. c. Teori Proses Bertentangan Dalam teori proses bertentangan Landy memandang kepuasan kerja dari perspektif yang berbeda secara mendasar daripada pendekatan teori lain. Teori ini memberi tekanan bahwa individu ingin mempertahankan keseimbangan emosional. Dalam teori proses bertentangan mengasumsikan bahwa kondisi emosional yang ekstrim tidak memberikan kemaslahatan.
22
Sedangkan teori tetang kepuasan kerja yang dikemukakan oleh Wexley dan Yukl yang diutip oleh Moh As’ad dalam dadang (2013) menyatakan bahwa ada tiga macam teori kepuasan kerja, yaitu : a. Discrepancy Theory Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter (1961). Ia mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Kemudian Locke (1969) menerangkan bahwa kepuasan kerja seseorang tergantung pada discrepancy antara should be (expectation needs or value) dengan apa yang menurut perasaannya atau persepsinya telah diperolah melalui pekerjaan. b. Equity Theory Equity theory dikembangkan oleh Adams (1963), pendahulu dari teori ini adalah Zalzenik tahun 1958. Prinsip teori ini adalah bahwa orang akan merasa puas dan tidak puas, tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan. Perasaan equity dan inequity atas situasi, diperoleh orang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor dan pemerintah dipengaruhi oleh motivasi. c. Two Factor Theory Prinsip teori ini bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda, artinya kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan tidak merupakan variabel yang kontinyu. Teori ini pertama kali ditemukan oleh Herzberg (1959). Beliau membagi situasi yang memengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaan menjadi dua kelompok, yakni : 1) Satisfier atau motivasi adalah situasi yang membuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja, yang terdiri dari achievement, recognition, work itself, rsponsibility and advencement. 2) Dissatisfiers adalah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber ketidakpuasan yang terdiri dari company policy and administration, supervision, technical, salary, interpersonal, relation, working condition, job security and status
23
Menurut teori ini perbaikan gaji dan kondisi kerja tidak akan mengurangi ketidakpuasan kerja. Selanjutnya Herzberg mengemukakan bahwa yang dapat memacu orang bekerja dengan baik dan bergairah hanyalah satisfiers.
2.1.4.3 Faktor-Faktor Kepuasan Kerja Problematika dalam dunia kerja sangatlah kompleks dimana hal itu dirasakan oleh para karyawan yang bekerja di dalamnya. Hal itu tentu akan berdampak pada situasi lingkunga kerja dimana mereka melakukan aktivitas pekerjaanya sehari-hari. Salah satunya adalah tentang kepuasan kerja yang dapat dirasakan oleh setiap karyawan yang mampu meningkatkan kinerja mereka. Menanggapi hal ini tentunya perlu dilakukan berbagai cara untuk meningkatkan kepuasan kerja dari karyawan. Menurut Mullin dalam Wijono (2012) menjelaskan tetang faktor-faktor yang dapat memengaruhi kepuasan kerja, meliputi faktorfaktor budaya, pribadi, sosial, organisasi, dan lingkungan : a. faktor pribadi, diantaranya kepribadian, pendidikan, intelegensi dan kemampuan, usia, status perkawinan, dan orientasi kerja b. faktor sosial, diantaranya hubungan dengan rekan kerja, kelompok kerja dan norma-norma, kesempatan untuk berinteraksi dan organisasi informal. c. Faktor budaya, diantaranya sikap-sikap yang mendasari, kepercayaan dan nilai-nilai. d. Faktor organisasi, diantaranya sifat dan ukuran, struktur formal, kebijakankebijakan personalia dan prosedur-prosedur, relasi karyawan, sifat karyawan, teknologi dan organisasi kerja, supervaisor dan gaya kepemimpinan, sistem manajemen, dan kondisi-kondisi kerja. e. Faktor lingkungan, diantaranya ekonomi, sosial, teknik, dan pengaruhpengaruh pemerintah. Selanjutnya ada beberapa faktor atau pendapat yang dikemukakan tentang faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan kerja (Dadang : 2013), yakni : a. Menurut Harold E. Burt, tentang faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yaitu :
24
1. Faktor hubungan antar karyawan: hubungan antara manajer dengan karyawan, faktor fisik dan kondisi kerja, hubungan sosial di antara karyawan dan sugesti dari teman kerja. 2. Faktor individual, hubungan dengan : sikap orang terhadap pekerjaan, esia orang dengan pekerjaan, jenis kelamin 3. Faktor keadaan keluarga karyawan 4. Rekreasi, meliputi pendidikan b. Menurut Ghiselli dan Brown, tentang faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yakni : 1. Kedudukan. Orang beranggapan bahwa seseorang yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi akan merasa lebih puas daripada yang berkedudukan lebih rendah. 2. Pangkat. Pada pekerjaan yang mendasar pada perbedaan tingkat golongan, sehingga pekerjaan tersebut memberikan kedudukan tertentu pada orang yang melakukannya. Jika ada kenaikan upah, maka ada yang beranggapan sebagai kenaikan pangkat. 3. Umur. Dinyatakan adanya hubungan antara kepuasan kerja dengan umur karyawan. Umur 25 tahun sampai 34 tahun dan umur 40 sampai 45 tahun adalah umur yang biasa menimbulkan perasaan kurang puas terhadap pekerjaannya. 4. Mutu pengawasan. Kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan dan hubungan yang lebih baik dari pimpinan dan bawahan sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang terpenting dari organisasi kerja tersebut. Selanjutnya beberapa faktor utama yang memengaruhi kepuasan kerja secara khusus (Wijono : 2012) meliputi : a. Frustasi dan pengasingan; b. Ciri-ciri teknologi; c. Kebermaknaan kerja; d. Sifat-sifat supervisi;
25
e. Pekerjaan dan kesejahteraan psikologis; f. Ketidaksesuaian peran dan konflik peran.
2.1.5 Kajian Teoritis Perilaku Kewargaorganisasian 2.1.5.1 Pengertian Perilaku Kewargaorganisasian Terdapat beberapa pengertian tetang perilaku kewargaorganisasian yang dikemukakan oleh beberapa ahli, salah satunya adalah oleh Robbins dan Judge dalam Waspodo (2012) yang mendefinisikan perilaku kewargaorganisasian sebagai perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif. Pendapat lain dikemukakan oleh Gary dalam Waspodo (2012) menjelaskan bahwa perilaku kewargaorganisasian merupakan perilaku sukarela dari seorang pekerja untuk mau melakukan tugas atau pekerjaan di luar tanggung jawab atau kewajibannya demi kemajuan atau keuntungan organisasinya. Selanjutnya menurut Podsakoff et al dalam Yuniar (2012) mendefinisikan perilaku kewargaorganisasian sebagai perilaku sukarela, perilaku melebihi tuntutan tugas yang berkontribusi terhadap kesuksesan organisasi. Dari berbagai pendapat para ahli mengenai perilaku kewargaorganisasian, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku kewargaorganisasian adalah perilaku yang secara sadar dan sukarela dilakukan diluar job discription secara formal dan apabila itu tidak dilakukanpun tidak akan mendapatkan sanksi.
2.1.5.2 Dimensi Perilaku Kewargaorganisasian Dimensi perilaku kewargaorganisasian yang banyak dikenal dan digunakan dalam penelitian adalah dimensi perilaku kewargaorganisasian yang dikemukakan oleh Organ dalam Gunara (2014) yang terdiri dari : a. Altruism Perilaku membantu rekan kerja dalam menyelesaikan pekerjannya, misalnya bersedia secara sukarela membantu rekan kerja yang kurng paham dan rekan kerja baru, membantu rekan kerja yang mendapat pekerjaan overload, mengerjakan pekerjaan rekan kerja yang tidak masuk.
26
b. Courtesy Perilaku untuk terjadinya masalah yang berkaitan dengan hubungan pekerjaan, misalnya mendorong rekan kerja yang bekerja bermalas-malasan c. sportmanship Perilaku menerima kondisi atau keadaan yang tidak menyenangkan dan kurang ideal, misalnya tidak suka mengeluh secara picik, tidak suka melalikan realitas. d. Civic virtue Perilaku tanggungjawab untuk berpartisipasi dalam aktivitas kehidupan perusahaan, misalnya menghadiri pertemuan yang tidak diperlukan bagi dirinya tetapi bermanfaat bagi perusahaan, bersedia mengikuti atau menaati perubahan-perubahan yang terjadi dalam perusahaan, memiliki inisiatif untuk meningkatkan produktivitas dalam perusahaan. e. Conscientiousness Dedikasi untuk bekerja dan mencapai hasil di atas standar yang ditetapkan, misalnya bekerja sepanjang hari, tidak membuang-buang waktu, mentaati semua
peraturan
perusahaan
secara
sukarela,
bersedia
melakukan
tanggungjawab yang bukan menjadi tanggungjawabnya. Williems dan Anderson dalam Hardi (2009) membagi perilaku kewargaorganisasian dalam dua kategori yaitu perilaku kewargaorganisasian-O dan perilaku kewargaorganisasian-I. Perilaku kerwargaorganisasian O adalah perilaku-perilaku yang memberikan manfaat bagi organisasi pada umumnya, misalnya kehadiran ditempat kerja melebihi norma yang berlaku dan mentaati aturan-aturan
informal
untuk
menjaga
ketertiban.
Sedangkan
perilaku
kewargaorganisasian I adalah perilaku-perilaku yang secara langsung memberikan manfaat bagi individu lain dan secara tidak langsung memberikan kontribusi bagi organisasi, misalnya membantu rekannya yang tidak masuk kerja dan mempunyai perhatian personal terhadap karyawan lain. Kedua bentuk perilaku tersebut akan meningkatkan fungsu keorganisasian dan berjalan melebihi deskripsi kerjanya yang resmi.
27
2.1.5.3 Faktor-faktor yang memperngaruhi Perilaku Kewargaorganisasian Novliadi dalam Permadi (2009) menyatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi perilaku kewargaorganisasian cukup kompleks dan saling terkait satu sama lainnya. Faktor-faktor tersebut yaitu : a. Budaya dan iklim organisasi Slott dalam Permadi (2009) menyatakan bahwa karyawan cenderung melakukan tindakan melampaui tanggungjawab mereka apabila : 1. Merasa puas dengan pekerjaannya 2. Menerima perlakuan yang sportif dan penuh perhatian dari pengawas 3. Percaya bahwa mereka diperlakukan adil oleh organisasi. b. Kepribadian dan suasana hati Kepribadian suasana hati mempunyai pengaruh terhadap timbulnya perilaku kewargaorganisasian
secara
individual
maupun
kelompok.kepribadian
merupakan suatu karakteristik yang dapat berubah-ubah. Suasana hati yang positif akan meningkatkan pelaung seseorang untuk membantu membantu orang lain. c. Persepsi terhadap dukungan organisasi. Pekerja yang merasa bahwa mereka didukung oleh organisasi akan memberikan timbal baliknya dan menurunkan ketidakseimbangan dalam hubungan tersebut dengan terlibat pada perilaku citizenship. d. Persepsi terhadap kualitas hubungan atasan dan bawahan Riggio dalam Pemadi (2009) menyatakan bahwa apabila interaksi atasanbawahan berkualitas tinggi, maka seorang atasan akan berpandangan psotif terhadap bawahannya sehingga bawahan akan merasa bahwa atasannya memberikan dukungan dan motivasi. Hal ini meningkatkan rasa percaya dan hormat bawahan kepada atasannya sehingga mereka termotivasi untuk melakukan lebih dari yang diharapkan atasan mereka. e. Masa Kerja Karyawan yang telah lama bekerja di suatu organisasi akan memiliki kedekatan dan keikatan yang kuat dengan organisasi tersebut. Masa kerja yang lama juga akan meningkatkan rasa percaya diri dan kompetensi
28
karyawan dalam melakukan pekerjaannya serta menimbulkan perasaan dan perilaku positif. f. Jenis Kelamin Lovell dalam Permadi (2009) menemukan perbedaan yang cukup signifikan antara pria dan wanita dalam tingkat perilaku kewargaorganisasian mereka, dimana wanita lebih banyak menolong dibandingkan pria. Sedangkan menurut Podsakoff dalam Permadi (2009) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempenngaruhi perilaku kewargaorganisasian adalah : a. Karakteristik Individu Kepuasan karyawan, komitmen organisasi, motivasi kerja dan persepsi keadailan adalah dipandang sebagai faktor umum yang muncul sebagai penentu utama dalam perilaku kewargaorganisasian. Persepsi peran juga ditemukan
memiliki
hubungan
yang
signifikan
terhadap
perilaku
kewargaorganisasian. Kerancuan peran dan konflik peran diketahui berhubungan dengan kepuasan karyawan dan kepuasan berhubungan dengan perilaku kewargaorganisasian b. Karakteristik Tugas Pada dasarnya uman balik tugas dan tugas yang memuaskan secara positif terkait, dan tugas rutin secara
negatif dihubungan dengan perilaku
kewargaorganisasian. c. Karakteristik Organisasi Kohesivitas kelompok dan dukungan organisasi ditemukan secara signifikan berpengaruh terhadap perilaku kewargaorganisasian. d. Karakteristik kepemimpinan Kepemimpinan memiliki peran kunci sebagai sebuah awal perilaku kewargaorganisasian.
Dukungan
dan
perilaku
kepemimpinan
transformasional, teori pertukuran pemimpin-anggota secara signifikan dan konsisten memiliki hubungan positif dengan perilaku kewargaorganisasian.
29
2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian dalam konteks pengaruh budaya organisasi, kepemimpinan dan stress kerja terhadap kepuasan dan perilaku kewargaorganisasian telah banyak dilakukan dan dapat dijadikan sebagai landasan empiris dalam mengembangkan penelitian. Beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian antara lain: a. Koesmono (2005) melakukan penelitian tentang Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Motivasi dan Kepuasan kerja Serta Kinerja Karyawan pada Sub Sektor Industri Pengelolaan Kayu Skala Menengah di Jawa Timur. Pengujian dilakukan dengan menggunakan 382 responden karyawan pabrik yang ada di beberapa kota di Jawa Timur. Alat analisis yang digunakan adalah SEM (Structural Equation Modeling). Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya organisasi memiliki pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap kepuasan kerja. Hal ini tentunya menjelaskan bahwa budaya organisasi berpengaruh secara positif terhadap kepuasan kerja. b. Suryana et al, (2008), meneliti tentang Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi Kerja terhadap Kepuasan Kerja Karyawan dan Kinerja Perushaan (studi kasus divsi Tambang PT. Inco Sorowako). Hasil analisis menunjukkan bahwa kepemimpinan yang terdiri dari dimensi telling, selling dan delegating memengaruhi kepuasan kerja. c. Shobari (2010) melakukan penelitian tentang Pengaruh Preferensi Gaya Kepemimpinan Dan Iklim Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Pada Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Badan Layanan Umum Di Surakarta. Populasi sasaran (target population) yaitu semua pegawai pada Instalasi Gawat Garurat Rumah Sakit Badan Layanan Umum di Surakarta Populasi sumber (source population) yaitu semua pegawai
Instalasi Gawat Darurat Rumah
Sakit Badan Layanan Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta sebanyak 60 subyek penelitian. Penelitian ini menyimpulkan:
1. Terdapat pengaruh
preferensi gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai, setelah mengontrol pengaruh iklim kerja. 2. Pegawai yang berpreferensi kepemimpinan demokratis memiliki kinerja lebih baik dari pada kepemimpinan otoriter. 3.
30
Pegawai yang berpreferensi pemimpin otoriter memiliki kinerja lebih baik dari pada kepemimpinan laissez faire. 4. Pegawai yang bekerja pada iklim kerja yang kondusif memiliki kemungkinan berkinerja baik lebih besar dari pada iklim kerja yang non kondusif. d. Andi (2010) meniliti tentang Pengaruh Kepuasan Kerja Dan Komitmen Terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) Pada Karyawan Bank Perkreditan Rakyat Dana Niaga Mandiri Makassar. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kepuasan kerja dan komitmen terhadap OCB. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari kuesioner. Jumlah sampel sebanyak 30 orang responden yang merupakan keseluruhan dari populasi BPR Dana Niaga Mandiri sehingga digunakan sampel jenuh. Teknik analisis yang digunakan adalahmetode regresi berganda dan uji hipotesis menggunakan uji F dan uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Kepuasan Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap OCB. Variabel Komitmen berpengaruh positif
tidak signifikan terhadap
OCB. Dan variabel yang memiliki pengaruh paling dominan terhadap OCB adalah variabel Kepuasan Kerja. Dari penelitian ini diperoleh nilai R2 sebesar 0,830, hal tersebut berarti bahwa 83% variable OCB dapat dijelaskan oleh variabel independennya yaitu Kepuasan Kerja dan Komitmen dan sisanya yaitu sebesar 17% dijelaskan oleh variabel-variabel yang lain diluar persamaan. e. Putra (2012) meneliti tentang Pengaruh Job Stressor terhadap Turnover Intention dengan kepuasan kerja sebagai variabel Pemediasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stress kerja memiliki pengaruh negatif terhadap kepuasan kerja. Artinya bahwa stress kerja pada karyawan divisi operasional PO Rosalia akan mengurangi tingkat kepuasan pada karyawan. Jadi semakin tinggi stress kerja maka semakin renadah kepuasan kerja karyawan. f. Yuniar et al, (2012) meneliti tentang Hubungan antara Kepuasan Kerja dan Resiliensi dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada Karyawan Kantor Pusat PT. BPD Bali. Hasil analisis menunjukkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh posisif signifikan terhadap OCB. Kondisi ini
31
menunjukkan bahwa semakin tinggi kepuasan kerja yang dimiliki subjek maka OCB semakin tinggi. g. Andrizal et al, (2013) meneliti tentang Pengaruh Kepemimpinan dan Kompensasi Non Finansial terhadap Kepuasan Kerja Karywan pada PT. Bank rakyat
Indonesi
Cabang Duri. Hasil
analisis menunjukkan bahwa
kepemimpinan berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan kerja secara parsial. Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian
1
Koesmono (2005)
Variabel penelitian (c) Budaya Organisasi, Motivasi, Kepausan Kerja dan Kinerja
Metode analisis (d) SEM (Structural Equation Modeling)
2
Suryana et Kepemimpinan, al, (2008) motivasi, kepuasan kerja, dan kinerja
SEM (Structural Equation Modeling)
3
Shobari (2010)
No (a)
Peneliti (b)
Gaya kepemimpinan, iklim kerja, kinerja
Analisis Path
Hasil penelitian (e) Budaya Organisasi berpengaruh positif terhadap motivasi, kepuasan kerja dan kinerja. Motivasi juga berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan kinerja secara positif. Dan kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja secara positif Kepemimpinan dan motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Selain itu kepemimpinan dan motivasi juga berpengaruh positif terhadap kinerja. Selanjutnya kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja 1. Terdapat pengaruh preferensi gaya kepemimpinan terhadap kinerja pegawai. 2. Pegawai yang berpreferensi kepemimpinan demokratis memiliki kinerja lebih baik 3.
32
No (a)
4
5
6
7
Peneliti (b)
Variabel penelitian (c)
Metode analisis (d)
Hasil penelitian (e)
Pegawai yang berpreferensi pemimpin otoriter memiliki kinerja lebih baik, 4. Pegawai yang bekerja pada iklim kerja yang kondusif memiliki kemungkinan berkinerja baik lebih besar Andi (2012) Kepuasan Kerja Analisis Variabel Kepuasan Kerja Komitmen, dan regresi linier berpengaruh positif dan Organizational berganda signifikan terhadap OCB. Citizenship Variabel Komitmen Behavior (OCB) berpengaruh positif tidak signifikan terhadap OCB. Dan variabel yang memiliki pengaruh paling dominan terhadap OCB adalah variabel Kepuasan Kerja. Putra Job stressor, Path Analysis Job stressor berpengaruh (2012) turn over negatif dengan kepuasan intention dan kerja, namun memiliki kepuasan kerja pengaruh positif terhadap turnover intention. Sedangkan kepuasan kerja tidak memediasi pengaruh job stressor terhadap turn over intention. Yuniar, et Kepuasan kerja, Analisis Hubungan positif dan al (2012) Resiliensi Regresi signifikan antara dan OCB berganda kepuasan kerja dan OCB. Selain itu terdapat hubungan signifikan antara Resiliensi dengan OCB. Dan selanjutnya secara simultan juga memiliki hubungan positif dan signifikan. Andrizal et Kepemimpinan, Regresi Kepemimpinan dan al (2013) Kompensasi berganda kompensasi non finansial Non Finansial berpengaruh terhadap
33
No (a)
Peneliti (b)
Variabel penelitian (c) dan kepuasan kerja
Metode analisis (d)
Hasil penelitian (e) kepuasan kerja, begitu juga secara simultan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja.
Sumber: Jurnal. 2015.
2.3 Kerangka Konseptual RSU Kaliwates Jember, sebagai salah satu rumah sakit berada dalam naungan BUMN yaitu PTPN, diharapkan juga menjalankan fungsi pokoknya sebagai sebuah rumah sakit, dimana melayani semua lapisan masyrakat tanpa meninggalkan orientasinya terhadap laba yang didapatkan. Sebagai sebuah perusahaan yang tetap menginginkan laba usahanya, RSU Kaliwates Jember tentunya juga harus bersaingan dengan rumah sakit lainnya, baik dalam segi fasilitas terlebih dengan perbaikan layanan kepada pasien. Agar visi dan misi RSU Kaliwates Jember, maka diharapkan dapat semakin memperbaiki mutu karyawannya. RSU Kaliwates Jember harus bisa menerapkan budaya organisasi dan kepemimpinan yang baik serta meminimalisir stres agar bisa meningkatkan kepuasan kerja karyawan dan perilaku kewargaorganisasian dengan dengan baik. Budaya Organisasi
H1
H5 H2 Kepemimpinan
Perilaku Kewargaorganisasian
H4
Kepuasan Kerja H6
H7
H3 Stress Kerja Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Sumber : Data di olah dari berbagai sumber, Tahun 2015
34
2.4 Hipotesis Budaya organisasi adalah seperangkat nilai-nilai, keyakinan dan sikap utama yang diberlakukan di antara anggota organisasi (Didit, 2013:143). Budaya dapat menyesuaikan serta mendorong keterlibatan karyawan, dapat memperjelas tujuan dan arah strategis organisasi serta yang selalu menguraikan dan mengajarkan nilai-nilai dan keyakinan organisasi, dapat membantu organisasi mencapai pertumbuhan penjualan, pengembalian modal, keuntungan, mutu dan kepuasan pelanggan yang lebih tinggi. Koesmono (2005) melakukan penelitian tentang Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Motivasi dan Kepuasan kerja Serta Kinerja Karyawan pada Sub Sektor Industri Pengelolaan Kayu Skala Menengah di Jawa Timur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya organisasi memiliki pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap kepuasan kerja. Hal ini tentunya menjelaskan bahwa budaya organisasi berpengaruh secara positif terhadap kepuasan kerja. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut : H1 : budaya organisasi berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan kerja tenaga medis RSU Kaliwates Jember
Kepemimpinan
merupakan
salah
satu
faktor
penting
dalam
keberlangsungan sebuah organisasi, di mana dengan kepemimpinan yang baik maka akan memberikan dampak dan pengaruh bagi lingkungan dalam organisasi tersebut. Organisasi atau perusahaan hendaknya menerapkan kepemimpinan yang baik sehingga tujuan dari organisasi atau perusahaan tersebut dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Terwujudnya harapan karyawan dapat mnimbulkan kepuasan (Brahmasari dan Suprayetno, 2008). Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk memengaruhi orang lain (para bawahannya) sedemikian rupa sehingga orang lain itu mau melakukan kehendak pemimpin meskipun secara pribadi hal itu mungkin tidak disenanginya. Suryana et al, (2008), meneliti tentang Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi Kerja terhadap Kepuasan Kerja Karyawan dan Kinerja Perushaan (studi kasus divsi Tambang PT. Inco
35
Sorowako). Hasil analisis menunjukkan bahwa kepemimpinan yang terdiri dari dimensi telling, selling dan delegating memengaruhi kepuasan kerja secara positif signifikan . Andrizal et al, (2013) meneliti tentang Pengaruh Kepemimpinan dan Kompensasi Non Finansial terhadap Kepuasan Kerja Karywan pada PT. Bank rakyat Indonesi Cabang Duri. Hasil analisis menunjukkan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan kerja secara parsial. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut : H2 : kepemimpinan berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan kerja tenaga medis RSU Kaliwates Jember
Stress kerja yang diungkapkan oleh Smith (1981) yang dikutip dari Wijono mengemukakan bahwa konsep stress kerja dapat ditinjau dari beberapa sudut, yaitu : Pertama, stress kerja merupakan hasil dari keadaan tempat kerja. Kedua, stress kerja merupakan hasil dari dua faktor organisasi, yaitu keterlibatan dalam tugas dan dukungan organisasi. Ketiga, stress terjadi karena faktor “workload” juga faktor kemampuan melakukan tugas. Keempat, akibat dari waktu kerja yang berlebihan. Kelima, faktir tanggung jawab kerja. Terakhir, tantangan yang muncul dari tugas. Stress kerja yang tidak di maintance dengan baik akan berakibat timbulnya ketidakpuasan kerja. Karena tekanan demi tekanan membuat kinerja menjadi tidak kondusif. Semakin tinggi rasa stress pada karyawan, maka kepuasan kerja semakin menurun. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut : H3 : stress kerja berpengaruh negatif signifikan terhadap kepuasan kerja tenaga medis RSU Kaliwates Jember
Robbins dan Judge dalam Sunyoto (2012:225) mendefinisikan budaya organisasi sebagai sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota organisasi yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lain. Sistem makna bersama ini merupakan sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung
36
tinggi oleh organisasi. Budaya organisasi sebagai pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Dengan adanya budaya organisasi dapat menambah nilai, keyakinan dan sikap yang mampu mendorong karyawan untuk terlibat dalam mencapai tujuan organisasi secara bersama-sama dalam satu kesatuan, sehingga organisasi mampu mencapai pertumbuhan penjualan, pengembalian modal, keuntungan, mutu dan kepuasan pelanggan yang tinggi dan pencapaian tersebut dapat memberikan kepuasan kerja dan perilaku kewargaorganisasian. Sehingga semakin tinggi budaya organisasi yang diterapkan, maka kepuasan meningkat dan pada akhirnyameningkatkan perilaku kewargaorganisasian. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut : H4 : budaya organisasi berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian tenaga medis RSU Kaliwates Jember H5 : budaya organisasi berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian melalui kepuasan tenaga medis RSU Kaliwates Jember
Kepemimpinan adalah aktivitas memengaruhi orang lain secara sukarela berjuang mencapai tujuan-tujuan kelompok (Terry dalam Umam, 2010). Kepemimpinan adalah proses sesorang untuk memengaruhi orang lain guna mencapai tujuan yang diharapkan secara sukarela sehingga seseorang mau mengikuti apa yang diperintahkan seseorang tersebut untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. Setiap tipe kepemimpinan itu mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing, namun dari tipe kepemimpinan itu dapat digabungkan kelebihan dari masing-masing tipe yang ada sehingga mampu menjadikan pemimpin itu handal. Kepemimpinan yang tepat akan mampu membawa karyawan pada perilaku kewargaorganisasian yang baik. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut :
37
H6 : kepemimpinan
berpengaruh
positif
signifikan
terhadap
perilaku
kewargaorganisasian tenaga medis RSU Kaliwates Jember H7 : kepemimpinan
berpengaruh
positif
signifikan
terhadap
perilaku
kewargaorganisasian melalui kepuasan tenaga medis RSU Kaliwates Jember
Caplan et al dalam Wijono (2012) mengatakan bahwa stress kerja mengacu pada semua karakteristik pekerjaan yang mungkin memberi ancaman kepada individu tersebut. Selain ini, menurut Dadang (2013) menjelaskan bahwa stress adalah konsekuensi setiap tindakan dan situasi lingkungan yang menimbulkan tuntutan psikologis dan fisik yang berlebihan pada seseorang. Berdasarkan beberapa penjelasan diatas dapat ditarik kesimpuan, bahwa stress kerja adalah suatu kondisi yang diakibatkan karena lingkungan kerja serta keadaan secara psikologis maupun fisik yang berlebihan terhadap seseorang. Menurut Wijono (2012) sumber stress adalah suatu kondisi, situasi dan peristiwa yang menyebabkan stress. Ada berbagai sumber stress yang dapat menyebabkan stress di perusahaan diantaranya faktor pekerjaan itu sendiri dan di uar pekerjaan itu. Pendapat Wijono ini sejalan dengan Tosi (1971) yang dikutip dari Wijono (2012), yang menyebutkan bahwa ada lima faktor yang menyebabkan stress, yakni :faktor pekerjaan individu, tekanan peran, kesempatan pelibatan diri dalam tugas, tanggung jawab individu, dan faktor organisasi. Semakin tinggi stress kerja maka akan menurunkan perilaku kewargaorganisasian. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut : H8 : stress
kerja
berpengaruh
negatif
signifikan
terhadap
perilaku
kewargaorganisasian tenaga medis RSU Kaliwates Jember H9 : stress
kerja
berpengaruh
negatif
signifikan
terhadap
perilaku
kewargaorganisasian melalui kepuasan tenaga medis RSU Kaliwates Jember
Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dimana para karyawan memandang pekerjaannya. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya (Danang : 2013).
38
Selanjutnya menurut Martoyo dalam Andrizal,dkk menerangkan bahwa kepuasan kerja adalah penilaian dari pekerja tetang seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan dapat memuasakan kebutuhannya. Kepuasan kerja juga dianggap sebagai sikap khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individu di luar kerja. Sedangkan menurut Koesmono dalam Suryana (2008) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian, perasaan atau sikap seseorang atau karyawan terhadap pekerjaannya dan berhubungan dengan lingkungan kerja, jenis pekerjaan, kompensasi, hubungan antar teman kerja, hubungan sosial di tempat kerja san sebagainya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah suatu keadaan yang terjadi akibat reaksi dari lingkungan kerja, pekerjaan serta hasil yang diperolehnya. Reaksi ini bisa kearah positif yang artinya karyawan merasa puas atas hasil yang dilakukan atau juga reaksi kearah negatif yang artinya karyawan merasa tidak puasa atas hasil kerja yang didapatnya. Andi (2010) meniliti tentang Pengaruh Kepuasan Kerja Dan Komitmen Terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) Pada Karyawan Bank Perkreditan Rakyat Dana Niaga Mandiri Makassar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Kepuasan Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap OCB. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut : H10 : kepuasan
kerja
berpengaruh
positif
signifikan
terhadap
kewargaorganisasian tenaga medis RSU Kaliwates Jember
perilaku
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian Rancangan
penelitian
dibuat
untuk
mengetahui
latar
belakang
permasalahan yang sedang dihadapi, konsep dasar pemikiran yang dijadikan acuan, pendekatan-pendekatan yang dipergunakan, hipotesis atau dugaan sementara yang diajukan untuk menjawab permasalahan, teknik pengambilan atau pengumpulan data yang dipakai, dan analisis data statistik yang digunakan, (Singarimbun, 2005:5). Berdasarkan tujuan penelitian yang telah ditetapkan, maka jenis penelitian ini dapat digolongkan sebagai penelitian confirmatory dan eksplanatori. Menurut Singarimbun (2005:5) penelitian confirmatory research dan eksplanasi adalah “penelitian yang menyoroti hubungan antara variabel-variabel penelitian dan menguji hipotesis yang telah dikemukakan sebelumnya”. Penelitian ini menggunakan metode survey yang penyelidikannya dilakukan untuk memperoleh fakta dari gejala yang ada dan mencari keterangan secara factual, dimana informasi dikumpulkan dari jawaban responden yang dijadikan objek penelitian dengan memberikan kuisioner. Metode analisis data menggunakan Path Analysis.
3.2 Populasi dan Sampel Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang hendak diteliti. Populasi menurut Kuncoro (2003:103) adalah “Kelompok elemen yang lengkap, yang biasanya berupa orang, obyek, transaksi, atau kejadian di mana kita tertarik untuk mempelajarinya atau menjadi obyek penelitian”. Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini semua tenaga medis yang berada di RSU Kaliwates Jember di Jember. Jumlah populasi tenaga medis yang bekerja di RSU Kaliwates Jember di Jember ada 59 karyawan. Sampel adalah suatu himpunan bagian (subset) dari unit populasi (Kuncoro, 2003:103). Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan metode sensus, dimana populasi menjadi sampel, yaitu sebanyak 59
39
40
3.3 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Cross-Section. Santoso dan Tjiptono (2001:59) mendefinisikan data Cross section sebagai data yang dikumpulkan pada suatu waktu tertentu yang dapat menggambarkan keadaan kegiatan pada waktu tersebut. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder : a. Data primer yaitu data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh suatu organisasi atau perorangan langsung dari objeknya (Santoso dan Tjiptono, 2001:59). Data primer dalam penelitian ini adalah berupa jawaban dari kuisioner atas pertanyaan yang telah dibuat oleh penelitian; b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi, sudah dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain, biasanya sudah dalam bentuk publikasi (Santoso dan Tjiptono, 2001:59). Data tersebut adalah data tentang sejarah atau gambaran umum RSU Kaliwates Jember
3.4 Metode Pengumpulan data a. Metode Survey yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mengajukan pertanyaan pada sampel dan merekam jawaban untuk dianalisis (Emory dan Cooper, 1999:287). Metode survey ini dengan menggunakan kuisioner yang dibagikan kepada responden penelitian, yaitu tenaga medis RSU Kaliwates Jember. Jadi, data penelitian didapat dengan cara memberikan kuisioner dengan mempergunakan daftar pertanyaan yang telah tertulis dan tersusun rapi yang akan ditanyakan kepada responden dimana responden memberikan komentar terhadap gambar tersebut (Arikunto, 2006:95); b. Studi dokumentasi merupakan catatan tertulis tentang berbagai kegiatan atau peristiwa pada waktu lalu. Semua dokumen yang berhubungan dengan penelitian yang bersangkutan perlu dicatatat sebagai sumber informasi dan merupakan acuan bagi peneliti dalam memahami objek
41
penelitian. Menurut Arikunto (2006:38), metode dokumentasi dengan cara: 1. Pedoman dokumentasi yang memuat garis besar satau kategori yang akan dicari datanya 2. Check list yaitu variable yang akan dikumpulkan datanya, dalam hal ini peneliti tinggal memberikan tanda setiap pemunculan gejala yang dimaksud.
3.5 Skala Pengukuran Tanggapan responden dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala Likert dan interval. Sugiyono (2008:132), menjelaskan bahwa skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun indikator instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban itu dapat diberi skor sebagai berikut: a. Sangat setuju
5
b. Setuju
4
c. Ragu-ragu
3
d. Tidak setuju
2
e. Sangat tidak setuju
1
3.6 Identifikasi Variabel Berdasarkan pokok permasalahan yang diajukan, maka variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Variabel Eksogen adalah budaya organisasi (X1), kepemimpinan (X2) dan stress kerja (X3) b. Variabel Endogen Intervening adalah kepuasan kerja (Y1) c. Variabel Endogen adalah perilaku kewargaorganisasian (Y2)
42
3.7 Definisi Operasional Variabel a. Budaya Organisasi (X1). Budaya organisasi dapat diartikan sebagai sebuah nilai, keyakinan dan sikap yang mampu mendorong anggota organisasi untuk terlibat dalam mencapai tujuan organisasi secara bersama-sama dalam satu kesatuan. Adapun indikator budaya organisasi adalah : 1. Budaya organisasi sebagai pembeda 2. Budaya organisasi membawa rasa identitas organisasi 3. Budaya organisasi mempermudah timbulnya komitmen 4. Budaya organisasi merupakan perekat sosial 5. Budaya organisasi membentuk sikap b. Kepemimpinan (X2) Kepemimpinan adalah proses sesorang untuk memengaruhi orang lain guna mencapai tujuan yang diharapkan secara sukarela sehingga seseorang mau mengikuti apa yang diperintahkan seseorang tersebut untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. Adapun indikatornya adalah sebagai berikut : 1. Kepemimpinan dengan visi 2. Kepemimpinan dengan gaya pembina 3. Kepemimpinan kerjasama 4. Kepemimpinan demokratis 5. Kepemimpinan memacu kemajuan 6. Kepemimpinan otoriter c. Stres Kerja (X3) Stres kerja adalah suatu kondisi yang diakibatkan karena lingkungan kerja serta keadaan secara psikologis maupun fisik yang berlebihan terhadap seseorang. Adapun indikatornya adalah sebagai berikut : 1. faktor pekerjaan individu 2. tekanan peran 3. kesempatan pelibatan diri dalam tugas 4. tanggung jawab individu, 5. faktor organisasi.
43
d. Kepuasan kerja (Y1) Kepuasan kerja adalah suatu keadaan yang terjadi akibat reaksi dari lingkungan kerja, pekerjaan serta hasil yang diperolehnya. Adapun indikatornya adalah sebagi berikut : 1. Faktor pribadi 2. Faktor sosial; 3. Faktor budaya; 4. Faktor organisasi; 5. Faktor lingkungan. e. Perilaku Kewargaorganisasian (Y2) Perilaku kewargaorganisasian adalah perilaku yang secara sadar dan sukarela dilakukan diluar job discription secara formal dan apabila itu tidak dilakukanpun tidak akan mendapatkan sanksi. Adapun indikatornya dalah sebagai berikut : 1. Altruism, 2. Courtesy 3. Sportsmanship 4. Civic virtue 5. Conscientiousness
3.8 Metode Analisis Data 3.8.1 Uji Instrumen Untuk mengetahui apakah data yang diperoleh dapat mengukur apa yang kita harapkan, dan dapat mengungkapkan data variabel yang diteliti secara tepat, maka instrument penelitian iniperlu diuji terlebih dahulu, untuk itu perlu dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas. Jika validitas dan rentabilitas tidak dapat diketahui, maka akan berakibat pada fatalnya dalam memberikan kesimpulan ataupun alasan terhadap hubungan antar variabel. Menurut Arikunto (1992:135), instrumen yang baik yaitu instrumen yang memiliki 2 (dua) kriteria, yaitu validitas (sahih) dan reliabilitas (dapat dipercaya). Adapun uji adalah uji validitas dan uji reliabilitas
44
a.
Uji Validitas Instrument yang valid berarti dapat mengukur apa saja yang seharusnya
diukur (Sugiyono, 2008 : 109). Suatu tes atau alat instrument pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas cukup tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan pengukuran penelitian tersebut. Suatu alat ukur yang valid mampu mengungkapkan data dengan tepat dan memberikan gambarang yang cermat mengenai data tersebut. Cermat artinya pengukuran iut mampu memberikan gambaran mengenai perbedaan yang sekecil-kecilnya di antara subjek yang satu dengan yang lain. Untuk menguji validitas instrumen penelitian dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product moment pearson. Item atau butir pertanyaan dapat dinyatakan valid jika nilai r (koefisien korelasi antara skor butir pertanyaan dengan total skor) > 0,30.
b. Uji Reliabilitas Reliabilitas menunjukan pada suatu pengertian bahwa suatu instrument cukup dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument tersebut sudah baik. “Sebuah instrument harus realibel, dalam arti bahwa instrument tersebut cukup baik sehingga mampu mengungkap data yang bisa dipercaya” (Arikunto, 2002:169). “Uji reabilitas menggunakan cronbach’s alpha, suatu instrument dikatakan reliable apabila cronbach alpha lebih besar dari 0,60
3.8.2 Evaluasi Ekonometrika Evaluasi ekonometrika tersebut digunakan
dalam penilitian ini untuk
mengetahui apakah model Regresi Linier Berganda
yang digunakan untuk
analisis ini telah memenuhi asumsi klasik dalam arti bahwa model yang digunakan ini tepat dan menghasilkan nilai yang akurat. Adapun asumsi klasik tersebut meliputi a.
Uji Normalitas Data Menurut Nugroho (2005:18), uji normalitas data sebaiknya dilakukan
sebelum data diolah berdasarkan model-model penelitian. Uji normalitas ini
45
bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal. Penelitian ini, normalitas data dilihat dengan kolmogorov-smirnov test dengan menetapkan derajat keyakinan () sebesar 5%. Uji ini dilakukan pada setiap variabel dengan ketentuan bahwa jika secara individual masing-masing variabel memenuhi asumsi normalitas, maka secara simultan variabel-variabel tersebut juga bisa dinyatakan memenuhi asumsi normalitas. Kriteria pengujian dengan melihat besaran kolmogorov-smirnov test adalah sebagai berikut : 1. Jika signifikasi > 0,05 maka data tersebut berdistribusi normal 2. Jika signifikasi < 0,05 maka data tersebut tidak berdistribusi normal
b. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas adalah pengujian dari asumsi yang terkait bahwa antara variabel bebas dalam suatu model tidak saling berkorelasi satu dengan yang lainnya. Koliniearitas ganda terjadi apabila terdapat hubungan tiap-tiap variabel secara individu terhadap variabel terikat. Mengukur multikolinieritas dilihat dari nilai tolerance atau VIF (Variance Inflation Factor) dari masing-masing variabel. Apabila nilai tolerance TOL > 0,1 atau VIF > 10 maka terjadi multikolinieritas sehingga variabel tersebut harus dibuang atau sebaliknya (Yarnest, 2004 : 68). Apabila terjadi multikoliniearitas, maka ada beberapa cara untuk mengatasinya yaitu (Umar, 2003:205) : 1. Menghilangkan sebuah atau beberapa variabel X 2. Pemakaian informasi sebelumnya 3. Menambah ukuran sampel/data baru.
c.
Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui apakah dalam sebuah
model regresi terjadi kesalahan penyangga yang memiliki varian sama atau tidak (Gujarati,
1997:187).
Model
regresi
yang
baik
adalah
heteroskedastisitas, pengujiannya dilakukan dengan uji glejser.
tidak
terjadi
46
Heteroskedastisitas terjadi apabila varians residual dari setiap kesalahan pengganggu tidak bersifat konstan. Dampak yang akan ditimbulkan adalah asumsi yang terjadi masih tetap tidak berbias, tetapi tidak lagi efisien. Manurung Gujarati (1999:187) menjelaskan bahwa ada dua cara untuk mendeteksi keberadaan heteroskedastisitas, yaitu metode informal dan metode formal. Metode informal biasanya dilakukan dengan melihat grafik plot dari nilai prediksi variabel independe
dengan
residualnya.
Variabel
dinyatakan
tidak
terjadi
heteroskedastisitas jika tidak terdapat pola yang jelas dan titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y. Metode formal untuk mendeteksi keberadaan heteroskedastisitas adalah dengan menggunakan Glejser Test. Uji Glejser sama dengan uji Park, dalam uji Glejser diusulkan untuk meregresi nilai absolut residual terhadap variabel independen. Langkah-langkahnya adalah: 1. Melakukan estimasi pada model regresi dan menghitung residualnya (Ut). 2. Mengabsolutkan nilai residual (AbsUt). 3. Meregresikan variabel (AbsUt)
sebagai variabel dependen dan variabel
independent sehingga menjadi persamaan: AbsUt = a + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4D + e 4. Jika variabel independen signifikan secara statistik > 5% memengaruhi variabel dependen, maka ada indikasi terjadi Heterokedastisitas
3.8.3 Analisis Jalur (Path Analysis) Analisis jalur merupakan bagian dari analisis regresi yang digunakan untuk manganalisis hubungan kausal antar variabel dimana variabel-variabel bebas memengaruhi variabel tergantung, baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui satu atau lebih perantara (Sarwono,2007:147). Manfaat Path Analysis adalah perluasan dari persamaan regresi sederhana atau berganda yang diperlukan pada jalur hubungan (network) variabel-variabel yang melibatkan lebih dari satu persamaan.
Mengingat
variabel-variabel
tersebut
bersifat
kualitatif
dan
menggunakan skala ordinal, maka agar dapat diolah menggunakan analisis jalur dengan menggunakan pendekatan regresi linier berganda, terlebih dulu harus diubah dari skala ordinal menjadi skala interval menggunakan nilai Z (Z score).
47
Adapun langkah-langkah dalam mentransformasi data tersebut adalah sebagai berikut (Edward dalam Supriyanto, 2007:64): Setelah data telah ditransformasikan menjadi skala interval menggunakan nilai Z (Z score) maka data dapat mulai diolah menggunakan analisis jalur dengan pendekatan analisis regresi linier berganda. Untuk menganalisis hubungan kausal antar variabel dan menguji hipotesis dalam penelitian ini secara sistematis, maka alat analisis yang digunakan yaitu analisis jalur (path analysis) dengan menggunakan software SPSS 21 for windows. Dengan path analysis akan dilakukan estimasi pengaruh kausal antarvariabel dan kedudukan masing-masing variabel dalam jalur baik secara langsung maupun tidak langsung. Berikut ini adalah diagram jalur maupun koefisien jalur : Budaya Organisasi
PZX1 PYX1 PYX2
PYZ
Kepuasan Kerja
Kepemimpinan
PZX3
PYX3
PZX2
Stress Kerja
Gambar 3.1 : Model Analisis Jalur (Path Analysis) Sumber: Data diolah dari berbagai sumber,2015. Keterangan : P YX1 = koefisien jalur pengaruh langsung X1 terhadap Y P YX2 = koefisien jalur pengaruh langsung X2 terhadap Y P YX3 = koefisien jalur pengaruh langsung X3 terhadap Y P ZX1 = koefisien jalur pengaruh langsung X1 terhadap Y P ZX2 = koefisien jalur pengaruh langsung X2 terhadap Y P ZX3 = koefisien jalur pengaruh langsung X3 terhadap Y
Perilaku Kewargaorganisasian
48
P YZ = koefisien jalur pengaruh langsung Z terhadap Y Model jalur yang digunakan dalam penelitian ini dapat diuraikan dalam persamaan struktural berikut : Z = PX1Z + PX2Z + PX3Z +ε1…………………...…(persamaan 1) Y = PX1Y + PX2Y + PX3Y + PZY + ε2…………...(persamaan 2) dimana : Y
: Kinerja Karyawan
Z
: Kepuasan Kerja
X1
: budaya organisasi
X2
: kepemimpinan
X3
: stress kerja
P
: Koefisien Variabel Bebas
3.8.4 Uji t Uji t digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing variabel
independen/bebas
secara
individual
(parsial)
terhadap
variabel
dependen/terikat (Nugroho, 2005:54). Jika nilai signifikansi < 5%, dan nilai thitung > ttabel, maka ada pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen.
3.8.5 Menghitung Jalur Perhitungan
jalur
menjelaskan
tentang
budaya
organisasi
(X1),
kepemimpinan (X2) dan stress kerja (X3), secara langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku kewargaorganisasian (Y) melalui variabel intervening yakni kepuasan kerja. Sebelum menghitung jalur, maka sebelumnya masing-masing jalur harus diuji signifikansinya. a. Koefisien Determinasi Total (R2m) Total keragaman data yang dapat dijelaskan oleh model diukur dengan menggunakan rumus:
49
R2m = Koefisien Determinasi (R2) = Interpretasi terhadap R2m sama dengan interpretasi koefisien determinasi (R2) pada analisis regresi. b. Teori Triming Model triming adalah model yang digunakan untuk memperbaiki suatu model struktur analisis jalur dengan cara mengeluarkan dari model variabel eksogen yang koefisien jalurnya tidak signifikan (Kusnendi, dalam Ridwan 2008,127). Apabila terdapat jalur yang tidak signifikan maka dilakukan trimming theory yaitu dengan menghilangkan jalur yang tidak signifikan, kemudian jalur yang baru tersebut kembali dihitung masing-masing koefisien jalurnya (Nurjannah, 2008). c. Pengaruh Antar Variabel Setelah dilakukan pengujian hipotesis penelitian, maka langkah selanjutnya adalah menghitung koefisien pengaruh antar variabel dalam model penelitian. Dari model yang sesuai, maka dapat diinterpretasikan masing-masing koefisien regresi. Perhitungan pengaruh antar jalur dapat dilihat dari tingkat signifikan tiap variabel independent terhadap variabel dependen. Sehingga dari perhitungan diperoleh tiga jalur, yaitu pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung dan pengaruh total. Pengaruh langsung diperoleh dari perhitungan variabel independen dengan variabel intervening dan pengaruh langsung variabel independen dengan varibel dependen dengan cara melihat nilai koefisiennya. Pengaruh tidak langsung diperoleh dari hasil perkalian nilai koefisien dari variabel independen ke variabel intervening dengan nilai koefisien dari variabel intervening ke variabel dependen. Terakhir adalah pengaruh total yang diperoleh dari penjumlahan hasil pengaruh tidak langsung dengan nilai koefisien dari variabel intervening ke variabel dependen. Proses perhitungannya adalah sebagai berikut : 1. Menghitung pengaruh langsung (Direct Effect atau DE): a) Pengaruh variabel budaya organisasi (X1) terhadap kemampuan kerja (Z) = DEZX1 = X1 → Z
50
b) Pengaruh variabel kepemimpinan (X2) terhadap kemampuan kerja (Z) = DEZX2 = X2 → Z c) Pengaruh variabel stress kerja (X3) terhadap kemampuan kerja (Z) = DEZX3 = 3X → Z d) Pengaruh kepuasan kerja (Z) terhadap perilaku kewargaorganisasian (Y) = DEYZX = Z → Y 2. Menghitung pengaruh tidak langsung (Indirect Effect atau IE):Pengaruh budaya organisasi (X1), kepemimpinan (X2) dan stress kerja (X3) terhadap perilaku kewargaorganisasian (Y) melalui kepuasan kerja (Z) a) Pengaruh
budaya
organisasi
(X1)
terhadap
perilaku
kewargaorganisasian (Y) melalui kepuasan kerja (Z) = IEZX1 = X1 → Z → Y b) Pengaruh kepemimpinan (X2) terhadap perilaku kewargaorganisasian (Y) melalui kepuasan kerja (Z) = IEZX2 = X2 → Z → Y c) Pengaruh stress kerja (X3) terhadap perilaku kewargaorganisasian (Y) melalui kepuasan kerja (Z) = IEZX3 = X3 → Z → Y 3. Menghitung pengaruh total (Total Effect atau TE) a) Pengaruh
budaya
organisasi
(X1)
terhadap
perilaku
kewargaorganisasian (Y) melalui kepuasan kerja (Z) = TEZX1 = X1 → Z → Y b) Pengaruh kepemimpinan (X2) terhadap perilaku kewargaorganisasian (Y) melalui kepuasan kerja (Z) = TEZX2 = X2 → Z → Y c) Pengaruh stress kerja (X3) terhadap perilaku kewargaorganisasian (Y) melalui kepuasan kerja (Z) = TEZX3 = X3 → Z → Y d) Pengaruh
kemampuan
kewargaorganisasian (Y)
kerja
(Z)
terhadap
perilaku
51
TEYZX = Z → Y e) Menghitung pengaruh sisa (Residual effect atau RE) Pengaruh sisa terhadap Y =
BAB 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum RSU Kaliwates Kabupaten Jember 4.1.1.1 Sejarah RSU Kaliwates Kabupaten Jember Rumah Sakit Umum Kaliwates Jember semula adalah Balai Kesehatan dan Rumah Bersalin yang didirikan oleh Perusahaan Perkebunan Milik Negara (BUMN) PT Perkebunan XXVI (Persero) Jember pada tanggal 27 November 1967.
Balai
Kesehatan
dan
Rumah
Bersalin
didirikan
untuk
penyelenggaraan kesehatan di lingkungan karyawan perusahaan.
tujuan Dengan
pertimbangan ekonomis dan terbatasnya Rumah sakit Bersalin di Kabupaten Jember, maka perusahaan melakukan terobosan kearah pengembangan usaha dengan merubah status Balai Kesehatan menjadi Rumah Sakit Bersalin dan Balai Kesehatan pada tanggal Desember 1986. Tuntutan perkembangan Rumah Sakit semakin lama semakin besar seiring dengan perubahan dan keinginan perusahaan untuk menjadikan rumah sakit yang bermutu dan mampu bersaing dalam pelayanan kesehatan semakin besar. Melalui surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Daerah Tingkat I Jawa Timur No. 188.4/3822/15.4/1991 tanggal 9 April 1991 Rumah Sakit Bersalin dan Balai Kesehatan Kaliwates dinaikkan statusnya menjadi Rumah Sakit Anak dan Bersalin Kaliwates. Kemajuan yang telah dicapai oleh Rumah Sakit Anak dan Bersalin Kaliwates telah membawa peningkatan status Rumah Sakit. Setelah berjalan selama 3 tahun, Rumah Sakit Anak dan Bersalin Kaliwates mendapatkan ijin operasional untuk menjadi Rumah Sakit Umum Kaliwates dibawah pengelolaan PT Perkebunan Nusantara XII (Persero) melalui Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Daerah Propinsi Tingkat I Jawa Timur Nomor 1884/1154/1993 tanggal 31 Desember 1993, ditetapkan di Surabaya kemudian dikokohkan dengan keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor YM 02.04.3.5.2547 tanggal 2 Juni 1999 tentang pemberian ijin tetap kepada PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) untuk menyelenggarakan Rumah Sakit Umum dengan nama “Rumah Sakit Umum
52
53
Kaliwates” berkedudukan dijalan Diah Pitaloka 1 Jember Jawa Timur. Kemudian dilakukan perpanjangan ijin rumah sakit melalui akreditasi rumah sakit no. YM.01.10/III/7957/10 status “Lolos Penuh” berlaku 31 Desember 2010 s/d 31 Desember 2013 Adanya Undang Undang Republik Indonesia No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit : bahwa Rumah Sakit harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan. Sehingga pengelolaan rumah sakit tidak menjadi satu badan hukum dengan perkebunan, maka terhitung mulai tanggal 1 Pebruari 2012 RSU Kaliwates dikelola dibawah PT. Rolas Nusantara Medika, sebagai anak perusahaan PT Perkebunan Nusantara XII (Persero) berdasarkan Akta Notaris Habib Adjie, SH, M. Hum Nomor 2 tanggal 1 Pebruari 2012, disahkan dengan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. AHU-31482.AH.01.01.Tahun 2012. Nilai-nilai yang melahirkan visi misi rumah sakit umum kaliwates a.
Rumah Sakit Umum Kaliwates Jember semula adalah Balai Kesehatan dan Rumah Bersalin yang didirikan oleh perusahaan perkebunan milik negara ( BUMN ) PT Perkebunan XXVI (Persero) Jember pada tanggal 27 November 1967.
b.
Balai Kesehatan dan Rumah Bersalin didirikan untuk tujuan penyelenggaraan kesehatan di lingkungan karyawan perusahaan. Dengan pertimbangan ekonomis dan terbatasnya Rumah Sakit Bersalin di Kabupaten Jember, maka perusahaan melakukan terobosan ke arah pengembangan usaha dengan merubah status Balai Kesehatan menjadi Rumah Sakit Bersalin dan Balai Kesehatan pada tanggal 15 Desember 1986.
c.
Tuntutan perkembangan rumah sakit semakin lama semakin besar, seiring dengan perubahan dan keinginan perusahaan untuk menjadikan rumah sakit yang bermutu dan mampu bersaing dalam pelayanan kesehatan semakin besar. Melalui Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Daerah Tingkat I Jawa Timur No. 188.4/3822/15.4/1991 tanggal 9 April 1991 Rumah Sakit Bersalin dan Balai Kesehatan Kaliwates dinaikkan statusnya menjadi Rumah Sakit Anak dan Bersalin Kaliwates.
54
d.
Selama 3 tahun, Rumah Sakit Anak dan Bersalin Kaliwates mendapatkan ijin operasional untuk menjadi Rumah Sakit Umum Kaliwates dibawah pengelolaan PT Perkebunan Nusantara XII (Persero) melalui Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Daerah Propinsi Tingkat I Jawa Timur Nomor 1884./1154/1993 tanggal 31
Desember
1993, ditetapkan di Surabaya
kemudian dikokohkan dengan keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor YM 02.04.3.5.2547 tanggal 2 Juni 1999 tentang Pemberian Ijin Tetap kepada PT Perkebunan Nusantara XII (Persero) untuk menyelenggarakan Rumah Sakit Umum dengan nama “ Rumah Sakit Umum Kaliwates “ berkedudukan dijalan Diah Pitaloka no 1 Jember, Jawa Timur. e.
Adanya Undang Undang Republik Indonesia No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit : bahwa Rumah Sakit harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan. Sehingga pengelolaan rumah sakit tidak menjadi satu badan hukum dengan perkebunan, maka terhitung mulai tanggal 1 Pebruari 2012 RSU Kaliwates dikelola dibawah PT. Rolas Nusantara Medika, sebagai anak perusahaan PT Perkebunan Nusantara XII (Persero) berdasarkan Akta Notaris Habib Adjie, SH, M. Hum Nomor 2 tanggal 1 Pebruari 2012, disahkan dengan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. AHU31482.AH.01.01.Tahun 2012
f.
Tantangan saat ini di Kabupaten Jember terdapat 8 Rumah sakit yang terdiri dari 1 rumah sakit tipe B dan 7 rumah sakit swasta dan pemerintah termasuk RSU Kaliwates menyebabkan tingginya persaingan ditambah dengan tuntutan undang-undang perumahsakitan sehingga diperlukan Rencana Strategis Rumah Sakit yang tepat.
4.1.1.2 Fasilitas RSU Kaliwates Kabupaten Jember Rumah Sakit Umum Kaliwates saat ini memiliki 66 tempat tidur dengan fasilitas pelayanan sebagai berikut : a.
Unit Gawat Darurat (UGD) 24 jam
b.
Poliklinik Rawat Jalan :
55
1.
Klinik umum, Klinik Gigi dan mulut, Klinik fisioterapi, Klinik Gizi, Klinik Kesehatan Ibu dan Anak.
2.
Poliklinik Spesialis : Klinik Bedah Umum, Klinik Bedah Saraf, Klinik Jantung, Klinik Penyakit dalam, Klinik Kebidanan dan Kandungan, Klinik Penyakit paru, Klinik Mata, Klinik Syaraf, Klinik Orthopedi.
3. c.
Layanan Hemodialisa (cuci darah)
Fasilitas Rawat Inap : Tabel 4.1 Jumlah Tempat Tidur RSU Kaliwates NO
RUANG
1.
Ruang Perawatan Kebidanan dan Kandungan
2.
Ruang Perawatan A
3.
Ruang Perawatan B
4. 5.
KELAS PERAWATAN Kelas Utama A Kelas I Kelas II Kelas III Kamar Bayi Kelas utama A Kelas utama B Kelas I Kelas II A Kelas II B Kamar Anak Kelas III Semua Kelas Semua Kelas
RPO* R. Rawat Intensif (ICU)* JUMLAH * Ruang khusus non rawat inap 6 TT
Sumber: RSU Kaliwates Kabupaten Jember, 2015. d.
Fasilitas Penunjang : 1. Kamar Operasi (24 jam), 2. Laboratorium Klinik (24 jam), 3. Radiologi (24 jam), 4. Instalasi Farmasi (24 jam), 5. Kamar Mayat (24 jam), 6. Unit Gizi/Boga, 7. Unit Pemeliharaan Sarana,
3 1 1 1 3 3 3 7 2 3 1 4 1 1
TEMPAT TIDUR 3 1 3 5 9 3 3 7 4 9 3 16 4 2
32
66 + 6
KAMAR
56
8. Sanitasi dan Pengolahan Limbah, 9. Unit Rekam Medik. Diperkuat dengan tenaga dokter : a. 9 orang dokter umum, dokter jaga UGD 24 jam b. 2 orang dokter gigi c. 37 dokter spesialis konsultan dengan 17 pelayanan spesialis ( Orthopedhi, Paru, Internis, Bedah Umum, Kandungan, Radiologi, Pathologi Klinik, Mata, Jantung, THT, Bedah Syaraf, Urologi, Neurologi, Psikiater, Bedah mulut, Anak, Anestesi) d. Fasilitas lain : Kantin, koperasi dan sarana ibadah
4.1.1.3 Sumber Daya Manusia (SDM) RSU Kaliwates Kabupaten Jember Rumah Sakit Umum Kaliwates melayani pasien dari PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero), rekanan dan masyarakat umum yang berada di wilayah jember dan sekitarnya, tentunya harus didukung oleh SDM yang memadai dari sisi jumlah dan kualitas. Pertumbuhan SDM Rumah Sakit Umum Kaliwates dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang berarti, ini ditandai dengan semakin bertambahnya SDM dalam 5 tahun terakhir (tahun 2007 – Mei 2013). Tabel 4.2 Jumlah Karyawan RSUK 2007 – Mei 2013
NO
TAHUN
1 2 3 4 5 6 7
2007 2008 2009 2010 2011 2012 s/d Mei 2013
KARYAWAN TETAP PKWT Medis Non Medis dan Non dan Jumlah Medis Perawat Medis Perawat 28 47 75 38 39 26 44 70 45 46 27 62 89 53 34 26 64 90 66 43 32 59 91 60 48 32 60 92 60 48 28 52 80 91 40
Jumlah 77 91 87 109 108 108 131
Sumber: Kekuatan SDM tahun 2013 sebanyak 212 terdiri dari tenaga tenaga tetap 39,15 % dan tidak tetap 60,85 %. Tenaga tidak tetap yang dimiliki oleh RSU Kaliwates sebagian besar adalah tenaga inti atau tenaga utama dalam pelayanan
57
rumah sakit (60,85%). Kedepan status karyawan tidak tetap diupayakan menjadi karyawan
tetap
melalui
pengangkatan
bertahap,
sehingga
dapat
lebih
dioptimalkan dalam struktur organisasi, pengembangan dan peningkatan pelayanan untuk tercapainya sasaran 2018.
4.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan, diperoleh data karyawan pada RSU Kaliwates Jember sebanyak 59 orang. Berdasarkan data responden yang dijadikan sampel penelitian, maka dapat diketahui gambaran umum tentang usia, jenis kelamin, dan lama kerja.
a. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Penyajian data karakteristik responden bedasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 4.3: Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Usia No. 1. 2. 3.
Usia
20 - 30 tahun 31 – 40 tahun 41 – 50 tahun Jumlah Sumber : RSU Kaliwates Jember, Tahun 2015
Orang 30 18 11 58
Jumlah Presentase (%) 51 30 19 100
Tabel 4.3 menjelaskan bahwa dalam penelitian ini responden yang memiliki umur 20 – 30 tahun sebanyak 30 orang atau 51 %, responden yang memiliki umur 31 – 40 tahun sebanyak 18 orang atau 30 %, dan responden yang memiliki umur 41 – 50 tahun sebanyak 11 orang atau 19 %. Perbedaan usia karyawan memberikan perbedaan pula cara menanggapi budaya dan kebijakan serta peraturan yang ditetapkan oleh pimpinan. Selain itu tingkat stress yang dirasakan juga akan berbeda. Semakin tua usia karyawan tersebut, cara pandang akan kebijakan atau peraturan perusahaan akan berbeda pula. Mereka sudah merasa nyaman dengan kebijakan yang sudah berlaku selama ini, sehingga jika ada kebijakan baru lebih merasa terganggu karena kenyamanan yang selama ini
58
dirasakan menjadi terusik. Berbeda jika usia lebih muda, mereka lebih bisa menerima kebijakan baru yang diterapkan dan dapat menerima sesuatu yang baru.
b. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Adapun jenis kelamin responden yang diperoleh dari penyebaran kuisioner dapat dilihat di Tabel 4.4 Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin No. 1. 2.
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Jumlah Sumber : RSU Kaliwates Jember, Tahun 2015
Orang 31 28 59
Jumlah Presentase (%) 53 47 100
Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa jumlah responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 31 orang atau 53 % dan reponden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 28 orang atau 47 %. Jadi, jumlah responden laki-laki lebih besar jika di bandingkan dengan jumlah responden perempuan. Lelaki dianggap cenderung lebih bisa fleksibel dalam hal yang menyangkut berbagai hal yang terjadi lapangan dan tenaga yang dimiliki dianggap lebih tangguh dalam menjalani tugas.
c. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa kerja Adapun hasil kuisioner yang disebarkan, diperoleh data tentang masa kerja responden. Penyajian data tentang karakteristik responden berdasarkan masa kerja tersusun pada Tabel 4.5 Tabel 4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Masa Kerja Jumlah No. Usia Orang Presentase 1. 0 – 5 tahun 13 22 2. 6 – 10 tahun 28 47 3. > 11 18 31 Jumlah 58 100 Sumber : RSU Kaliwates Jember, Tahun 2015
59
Data yang disajikan pada tabel 4.5 karakteristik responden berdasarkan masa kerja dikategorikan menjadi 3. Terdapat 13 Responden atau 22 % dengan masa kerja 0 – 5 tahun , 28 orang atau 47% dengan masa kerja 6 – 10 tahun, dan terdapat 18 orang atau 31 % dengan masa kerja lebih dari 11 tahun. Melihat Berdasarkan Tabel 4.5 maka dapat dilihat bahwa lebih banyak responden yang memiliki masa kerja diantara 6 – 10 tahun. Masa kerja karyawan mencerminkan pengalaman dan loyalitas mereka terhadap perusahaan. Semakin lama masa kerja, maka semakin berpengalaman dan tinggi loyalitas yang diberikan kepada perusahaan.
4.1.3 Hasil Analisis Penelitian 4.1.3.1 Uji Instrumen Instrument yang baik yaitu instrument yang memiliki 2 (dua) kriteria, yaitu validitas (sahih) dan reliabilitas (dapat dipercaya). Validitas dan reliabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kesahihan suatu instrument. Instrument dikatakan valid dan reliabel
apabila mampu mengukur apa yang
diinginkan, dapat mengungkap data dari variabel terteliti secara cepat. Untuk mengetahui apakah data yang diperoleh dapat mengukur apa yang kita harapkan, dan dapat mengungkapkan data variabel yang diteliti secara tepat, maka instrument penelitian ini perlu diuji terlebih dahulu. a.
Uji Validitas Pentingnya validitas instrumen penelitian, akan mendukung berhasil
tidaknya suatu penelitian. Sesuai dengan prosedur penyusunan instrument, validitas instrument dapat dikategorikan ke dalam validitas logis dan empiris. Suatu instrument dapat dikatakan memiliki validitas logis manakalah telah disusun berdasarkan perencanaan yang tepat, mulai dari penentuan variabel, sub variabel, indikator dan penulisan butir soal. Selanjutnya, sebuah instrument dapat dikatakan memiliki validitas empiris manakalah telah dilakukan uji coba dan data yang terkumpul melalui uji coba tersebut sesuai dengan apa yang seharusnya. Suatu item pada kuesioner disebut valid jika r koefisien positif dan lebih besar dari 0,30. Hasil uji validitas secara lengkap diuraikan pada Tabel 4.6 berikut ini :
60
1.
Uji Validitas Indikator Variabel Budaya organisasi (X1) Hasil uji validitas terhadap butir-butir pertanyaan indikator variabel
budaya organisasi (X1) disajikan dalam bentuk Tabel 4.6 Tabel 4.6 Hasil Uji Validitas Indikator Variabel Budaya organisasi (X1) Butir Pertanyaan Rhitung Ketetapan 1 0,548 2 0,829 3 0,831 r = > 0,30 4 0,479 5 0,651 Sumber Data : Lampiran 4, data di olah, 2015.
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid
Berdasarkan Tabel 4.6, dapat dinyatakan bahwa seluruh butir pertanyaan variabel budaya organisasi memiliki nilai r > 0,30, dan dinyatakan valid sehingga keseluruhan skor indikator-indikator dapat memberikan representasi yang baik pada variabel budaya organisasi.
2.
Uji Validitas Indikator Variabel Kepemimpinan (X2) Hasil uji validitas terhadap butir-butir pertanyaan indikator variabel
kepemimpinan (X2) disajikan dalam bentuk Tabel 4.7 Tabel 4.7 Hasil Uji Validitas Indikator Variabel Budaya organisasi (X1) Butir Pertanyaan Rhitung Ketetapan 1 0,570 2 0,656 3 0,467 r = > 0,30 4 0,633 5 0,631 6 0,392 Sumber Data : Lampiran 4, data di olah, 2015.
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Berdasarkan Tabel 4.7, dapat dinyatakan bahwa seluruh butir pertanyaan variabel kepemimpinan memiliki nilai r > 0,30, dan dinyatakan valid sehingga keseluruhan skor indikator-indikator dapat memberikan representasi yang baik pada variabel kepemimpinan.
61
3.
Uji Validitas Indikator Variabel Stress Kerja (X3) Hasil uji validitas terhadap butir-butir pertanyaan indikator variabel stress
kerja (X3) disajikan dalam bentuk Tabel 4.8 Tabel 4.8 Hasil Uji Validitas Indikator Variabel Stress Kerja (X3) Butir Pertanyaan Rhitung Ketetapan 1 0,896 2 0,401 3 0,683 r = > 0,30 4 0,733 5 0,811 Sumber Data : Lampiran 3, data di olah, 2015.
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid
Berdasarkan Tabel 4.8, dapat dinyatakan bahwa seluruh butir pertanyaan variabel Stress kerja memiliki nilai r > 0,30, dan dinyatakan valid sehingga keseluruhan skor indikator-indikator dapat memberikan representasi yang baik pada variabel Stress kerja.
4.
Uji Validitas Indikator Variabel Kepuasan Kerja (Y1) Hasil uji validitas terhadap butir-butir pertanyaan indikator variabel
kepuasan kerja (Y1) disajikan dalam bentuk Tabel 4.9 Tabel 4.9 Hasil Uji Validitas Indikator Variabel Kepuasan Kerja (Y1) Butir Pertanyaan Rhitung 1 0,841 2 0,490 3 0,490 4 0,596 5 0,371 Sumber Data : Lampiran 3, data di olah, 2015
Ketetapan
r = > 0,30
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid
Berdasarkan Tabel 4.9, dapat dinyatakan bahwa seluruh butir pertanyaan variabel kepuasan kerja memiliki nilai r > 0,30, dan dinyatakan valid sehingga keseluruhan skor indikator-indikator dapat memberikan representasi yang baik pada variabel kepuasan kerja.
5.
Uji Validitas Indikator Variabel Perilaku Kewargaorganisasian (Y2) Hasil uji validitas terhadap butir-butir pertanyaan indikator variabel
perilaku kewargaorganisasian (Y2) disajikan dalam bentuk Tabel 4.10
62
Tabel 4.10 Hasil Uji Validitas Indikator Variabel Perilaku Kewargaorganisasian (Y2) Butir Pertanyaan Rhitung 1 0,794 2 0,668 3 0,452 4 0,862 5 0,668 Sumber Data : Lampiran 3, data di olah, 2015
Ketetapan
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid
r = > 0,30
Berdasarkan Tabel 4.10, dapat dinyatakan bahwa seluruh butir pertanyaan variabel perilaku kewargaorganisasian memiliki nilai r > 0,30, dan dinyatakan valid
sehingga
keseluruhan
skor
indikator-indikator
dapat
memberikan
representasi yang baik pada variabel perilaku kewargaorganisasian.
b.
Uji Reliabilitas Uji Reliabilitas menggunakan konsisten interval menghitung koefisien
alpha (α). Instrumen dikatakan reliable apabila memiliki nilai Cronbach Alpha (α) 0.60 Hasil uji reliabilitas dalam penelitian ini dapat disajikan pada Tabel 4.11 Tabel 4.11 Kriteria Uji Reliabilitas Instrument Penelitian Variabel / Item Nilai Budaya organisasi (X1) 0,767 Kepemimpinan (X2) 0,719 Stress Kerja (X3) 0,784 Kepuasan kerja (Y1) 0,717 Perilaku kewargaorganisasian (Y2) 0,761 Sumber Data : Lampiran 3, data di olah, 2015.
Ketetapan 0,60 0,60 0,60 0,60 0,60
Keterangan Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
Tabel 4.11 menunjukan pada masing-masing variabel menunjukan cronbach’s alpha diatas nilai > 0,60, jadi menunjukan reliabel semua. Dengan kata lain instrument layak dan dapat digunakan.
4.1.4.2 Analisis Diskriptif Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui distribusi frekuensi jawaban responden dari daftar pertanyaan yang disebarkan dan berisikan variabel budaya organisasi,
kepemimpinan,
stress
kerja,
kepuasan
kerja
dan
perilaku
kewargaorganisasian. Pengukuran analisis deskriptif sampel berguna untuk
63
penarikan kesimpulan. Pengukuran ini umumnya dibutuhkan karena mampu menggambarkan pemusatan nilai-nilai observasi sampel. Dengan mengetahui nilai-nilai tendensi sentral tersebut dapat diperoleh gambaran mengenai sampel secara garis besar sehingga dapat mendekati kebenaran populasi.
1.
Deskripsi Variabel Budaya Organisasi (X1) Alternatif jawaban yang diberikan responden, memiliki frekuensi yang
berbeda-beda, mulai dari sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS), ragu-ragu (R), setuju (S) dan sangat setuju (SS) pada 5 item pertanyaan variabel budaya organisasi yang disajikan pada Tabel 4.12 Tabel 4.12 Deskripsi Variabel Budaya organisasi (X1) Nilai Jawaban Responden 1 (STS) 2 (TS) 3 (R) 4 (S) 1 0 0 1 12 2 0 0 2 10 3 0 0 2 11 4 0 0 1 12 5 0 0 0 15 Sumber Data: Lampiran 4, data diolah, 2015 Indikator
5 (SS) 46 47 46 46 44
Mode 5 (SS) 5 (SS) 5 (SS) 5 (SS) 5 (SS)
Berdasarkan Tabel 4.12 dapat dilihat bahwa paling banyak responden memilih jawaban sangat setuju untuk semua indikator pertanyaan budaya organisasi. Hal ini mengindikasikan bahwa budaya organisasi yang ada di RSU Kaliwates Jember berbeda dengan budaya organisasi rumah sakit lain, membawa rasa identitas bagi karyawan, mempermudah timbulnya komitmen bagi karyawan, perekat sosial antar karyawan, dan dapat membentuk sikap pada tenaga medis.
2.
Deskripsi Variabel Kepemimpinan (X2) Variabel kepemimpinan (X1) terdiri dari 6 indikator yaitu: kepemimpinan
dengan visi, kepemimpinan dengan gaya pembina, kepemimpinan kerjasama, kepemimpinan demokratis, kepemimpinan memacu kemajuan, dan kepemimpinan otoriter. Besarnya nilai modus dari masing-masing indikator tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.13.
64
Tabel 4.13 Deskripsi Variabel Kepemimpinan (X2) Nilai Jawaban Responden 1 (STS) 2 (TS) 3 (R) 4 (S) 1 1 12 13 13 2 1 9 5 32 3 0 0 12 32 4 0 0 11 25 5 0 0 13 44 6 19 18 22 0 Sumber Data: Lampiran 4, data diolah, 2015 Indikator
5 (SS) 20 12 15 23 2 0
Mode 5 (SS) 4 (S) 4 (S) 4 (S) 4 (S) 3 (R)
Berdasarkan Tabel 4.13 dapat dilihat bahwa paling banyak responden memilih jawaban sangat setuju untuk indikator pertanyaan pertama tentang kepemimpinan dengan visi. Tetapi dari keseluruhan pertanyaan, jumlah responden terbanyak adalah sebanyak 44 orang yang menyatakan bahwa kepemimpinan yang ada di RSU Kaliwates adalah kepemimpinan yang memacu kemajuan, artinya selalu memotivasi karyawannya untuk mengejar ketinggalan pekerjaan.
3.
Deskripsi Variabel Stress Kerja (X3) Variabel stress kerja (X3) terdiri dari 5 indikator yaitu: faktor pekerjaan
individu, tekanan peran, kesempatan pelibatan diri dalam tugas, tanggung jawab individu, dan faktor organisasi. Besarnya nilai modus dari masing-masing indikator tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.14 Tabel 4.14 Deskripsi Variabel Stress Kerja (X3) Nilai Jawaban Responden 1 (STS) 2 (TS) 3 (R) 4 (S) 1 0 7 8 36 2 0 32 7 12 3 0 9 23 5 4 0 5 11 24 5 4 28 24 0 Sumber Data: Lampiran 4, data diolah, 2015 Indikator
5 (SS) 8 8 22 19 3
Mode 4 (S) 2 (TS) 3 (R) 4 (S) 2 (TS)
Berdasarkan Tabel 4.14 dapat dilihat bahwa paling banyak responden memilih jawaban setuju untuk indikator pertanyaan tentang faktor pekerjaan individu dan , tanggung jawab individu. Artinya bahwa mayoritas responden merasakan stress yang diakibatkan karena faktor pekerjaan yang belum terselesaikan dan beban kerja yang dipikul melebihi standard.
65
4.
Deskripsi Variabel Kepuasan Kerja (Y1) Variabel kepuasan kerja (Y1) terdiri dari 5 indikator yaitu: faktor pribadi,
faktor sosial, faktor budaya, faktor organisasi, dan faktor lingkungan. Besarnya nilai modus dari masing-masing indikator tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.15 Tabel 4.15 Deskripsi Variabel Kepuasan kerja (Y1) Nilai Jawaban Responden 1 (STS) 2 (TS) 3 (R) 4 (S) 1 1 4 10 40 2 0 0 4 35 3 2 17 9 27 4 1 3 11 40 5 1 2 4 30 Sumber Data: Lampiran 4, data diolah, 2015 Indikator
5 (SS) 4 20 4 4 22
Mode 4 (S) 4 (S) 4 (S) 4 (S) 4 (S)
Berdasarkan Tabel 4.15 dapat dilihat bahwa paling banyak responden memilih jawaban setuju untuk semua indikator pertanyaan tentang faktor pribadi, faktor sosial, faktor budaya, faktor organisasi, dan faktor lingkungan. Artinya bahwa mayoritas responden merasakan puas dalam pekerjaan karena kemampuan yang dimiliki mampu mengatasi kesulitan, karena hubungan dengan rekan kerja sangat baik, karena nilai-nilai yang diterapkan oleh perusahaan sesuai dengan keinginan, karena kebijakan perusahaan sangat sesuai dan karena keadaan disekitar tempat kerja mendukung
5.
Deskripsi Variabel Perilaku Kewargaorganisasian (Y2) Variabel perilaku kewargaorganisasian (Y2) terdiri dari 5 indikator yaitu:
altruism, courtesy, sportsmanship, civic virtue dan conscientiousness. Besarnya nilai modus dari masing-masing indikator tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.16 Tabel 4.16 Deskripsi Variabel Perilaku Kewargaorganisasian (Y2) Nilai Jawaban Responden 1 (STS) 2 (TS) 3 (R) 4 (S) 1 0 0 0 20 2 0 0 0 24 3 3 16 26 13 4 0 1 1 32 5 0 0 0 28 Sumber Data: Lampiran 4, data diolah, 2015 Indikator
5 (SS) 39 35 1 25 31
Mode 5 (SS) 5 (SS) 3 (R) 4 (S) 5 (SS)
66
Berdasarkan Tabel 4.16 dapat dilihat bahwa paling banyak responden memilih jawaban sangat setuju untuk indikator pertanyaan tentang altruism, courtesy, dan conscientiousness. Artinya bahwa perilaku kewargaorganisasian responden ditunjukkan dengan memiliki inisiatif untuk membantu rekan kerja secara sukarela, menjaga hubungan baik dengan rekan kerja agar terhindar dari perselisihan dan selalu berusaha berdedikasi tinggi dalam pekerjaan sesuai dengan standar kinerja rumah sakit.
4.1.4.3 Analisis Jalur (Path Analysis) Metode analisis path digunakan untuk menganalisis pengaruh secara langsung dan tidak langsung budaya organisasi, kepemimpinan dan stress kerja terhadap perilaku kewargaorganisasian melalui kepuasan kerja. Dengan mengetahui signifikan atau tidaknya tiap-tiap jalur tersebut akan menjawab apakah hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak. Masing-masing jalur yang diuji mewakili hipotesis yang ada dalam penelitian ini. Nilai koefisien jalur dapat dilihat pada Tabel 4.17 Tabel 4.17 Nilai Koefisien Jalur Variabel Independent Budaya organisasi (X1) Kepemimpinan (X2) Stress Kerja (X3) Budaya organisasi (X1)
Variabel Dependent
Sig
Keterangan
Kepuasan Kerja (Y1)
Koefisien Stand. 0,346
0,001
Signifikan
Kepuasan Kerja (Y1)
0,241
0,021
Signifikan
Kepuasan Kerja (Y1)
-0,482
0,000
Signifikan
0,293
0,004
Signifikan
0,336
0,001
Signifikan
-0,202
0,046
Signifikan
0,586
0,000
Signifikan
Perilaku Kewargaorganisasian (Y2) Kepemimpinan Perilaku (X2) Kewargaorganisasian (Y2) Stress Kerja Perilaku (X3) Kewargaorganisasian (Y2) Kepuasan Kerja Perilaku (Y1) Kewargaorganisasian (Y2) Sumber Data : Lampiran 5 data di olah, 2015.
67
a. Pengaruh budaya organisasi (X1) terhadap kepuasan kerja (Y1) Berdasarkan Tabel 4.17 dapat dilihat untuk pengujian variabel budaya organisasi terhadap kepuasan kerja diperoleh nilai koefisien jalur 0,346 dengan p-value sebesar 0,001. Nilai sig lebih kecil dari α (0,023 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan kerja. Berpengaruhnya budaya organisasi menunjukkan bahwa dengan adanya peningkatan ataupun perbaikan pada budaya organisasi yang ada pada RSU Kaliwates Jember maka akan meningkatkan kepuasan kerja tenaga medis. b. Pengaruh kepemimpinan (X2) terhadap kepuasan kerja (Y1) Berdasarkan Tabel 4.17 dapat dilihat untuk pengujian variabel kepemimpinan terhadap kepuasan kerja diperoleh nilai koefisien jalur 0,241 dengan p-value sebesar 0,001. Nilai sig lebih kecil dari α (0,021 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan kerja. Berpengaruhnya kepemimpinan menunjukkan bahwa dengan adanya kepemimpinan yang baik pada pada RSU Kaliwates Jember maka akan meningkatkan kepuasan kerja tenaga medis. c. Pengaruh stress kerja (X3) terhadap kepuasan kerja (Y1) Berdasarkan Tabel 4.17 dapat dilihat untuk pengujian variabel stress kerja terhadap kepuasan kerja diperoleh nilai koefisien jalur -0,482 dengan p-value sebesar 0,021. Nilai sig lebih kecil dari α (0,000 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa stress kerja berpengaruh negatif signifikan terhadap kepuasan kerja. Berpengaruhnya stress kerja menunjukkan bahwa dengan adanya peningkatan stress kerja pada tenaga medis maka akan menurunkan kepuasan kerja tenaga medis. d. Pengaruh budaya organisasi (X1) terhadap perilaku kewargaorganisasian (Y2) Berdasarkan Tabel 4.17 dapat dilihat untuk pengujian variabel budaya organisasi terhadap perilaku kewargaorganisasian diperoleh nilai koefisien jalur 0,293 dengan p-value sebesar 0,004. Nilai sig lebih kecil dari α (0,004 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian. Berpengaruhnya budaya
68
organisasi menunjukkan bahwa dengan adanya peningkatan ataupun perbaikan pada budaya organisasi yang ada pada RSU Kaliwates Jember maka akan meningkatkan perilaku kewargaorganisasian tenaga medis. e. Pengaruh kepemimpinan (X2) terhadap perilaku kewargaorganisasian (Y2) Berdasarkan Tabel 4.17 dapat dilihat untuk pengujian variabel kepemimpinan terhadap perilaku kewargaorganisasian diperoleh nilai koefisien jalur 0,336 dengan p-value sebesar 0,001. Nilai sig lebih kecil dari α (0,001 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian. Berpengaruhnya kepemimpinan menunjukkan bahwa dengan adanya kepemimpinan yang baik pada pada RSU Kaliwates Jember maka akan meningkatkan perilaku kewargaorganisasian tenaga medis. f. Pengaruh stress kerja (X3) terhadap perilaku kewargaorganisasian (Y2) Berdasarkan Tabel 4.17 dapat dilihat untuk pengujian variabel stress kerja terhadap perilaku kewargaorganisasian diperoleh nilai koefisien jalur -0,202 dengan p-value sebesar 0,046. Nilai sig lebih kecil dari α (0,046 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa stress kerja berpengaruh negatif signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian. Berpengaruhnya stress kerja menunjukkan bahwa dengan adanya peningkatan rasa stress kerja pada tenaga medis maka akan menurunkan perilaku kewargaorganisasian tenaga medis. g. Pengaruh kepuasan kerja (Y1) terhadap perilaku kewargaorganisasian (Y2) Berdasarkan Tabel 4.17 dapat dilihat untuk pengujian variabel kepuasan kerja terhadap perilaku kewargaorganisasian diperoleh nilai koefisien jalur 0,586 dengan p-value sebesar 0,000. Nilai sig lebih kecil dari α (0,000 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian. Berpengaruhnya kepuasan kerja menunjukkan bahwa dengan adanya peningkatan rasa puas dalam bekerja pada tenaga medis maka akan meningkatkan perilaku kewargaorganisasian tenaga medis.
69
h. Perhitungan analisis jalur (path analysis) Bagian ini menjelaskan pengaruh budaya organisasi, kepemimpinan dan stress kerja
terhadap
kepuasan
dan
perilaku
kewargaorganisasian.
Berikut
penghitungan koefisien jalurnya.
Budaya Organisasi
0,346 0,293 0,241
Kepemimpinan
0,586
Kepuasan Kerja
0,336
Perilaku Kewargaorganisasian
-0,202
-0,482
Stress Kerja
Gambar 4.1 : Hasil Analisis Jalur Sumber
: Lampiran 5, Data diolah, 2015
Dari hasil pengujian jalur maka dapat dinyatakan dalam model persamaan yang disajikan sebagai berikut: Y1 = 0,346 X1 + 0,241 X2 + 0,482 X3 +ε1
(Persamaan 1)
Y2 = 0,293 X1 + 0,336 X2 + 0,202 X3 + 0,586 Z + ε2
(Persamaan 2)
a. Pengujian Validitas Model Koefisien Determinasi Total (R2m) Total keragaman data yang dapat dijelaskan oleh model diukur dengan menggunakan rumus:
R2m = Koefisien Determinasi (R2) = Interpretasi terhadap R2m sama dengan interpretasi koefisien determinasi (R2) pada analisis regresi
70
Dengan demikian:
Artinya keragaman data yang dapat dijelaskan oleh model tersebut adalah sebesar 97%, atau dengan kata lain informasi yang terkandung didalam data 97% dapat dijelaskan oleh model tersebut sedangkan 3% dijelaskan oleh variabel lain (yang belum terdapat didalam model) dan error. b. Berdasarkan
Gambar 4.1 dapat diketahui bahwa semua jalur adalah
signifikan, sehingga tidak dilakukan trimming theory yaitu dengan menghilangkan jalur yang tidak signifikan, kemudian jalur yang baru tersebut kembali dihitung masing-masing koefisien jalurnya c. Langkah selanjutnya setelah semua jalur adalah signifikan maka selanjutnya adalah menghitung jalur, perhitungannya adalah sebagai berikut : 1. Menghitung pengaruh langsung (Direct Effect atau DE): a) Pengaruh variabel budaya organisasi (X1) terhadap kepuasan kerja (Y1) DEZX1 = X1 → Y1 DEZX1 = 0,346 b) Pengaruh variabel kepemimpinan (X2) terhadap kepuasan kerja (Y1) DEZX2 = X2 → Y1 DEZX2 = 0,241 c) Pengaruh variabel stress kerja (X3) terhadap kepuasan kerja (Y1) DEZX3 = X3 → Y1 DEZX3 = -0,482 d) Pengaruh
variabel
budaya
organisasi
(X1)
terhadap
perilaku
kewargaorganisasian (Y2) DEZX1 = X1 → Y2 DEZX1 = 0,293 e) Pengaruh
variabel
kepemimpinan
kewargaorganisasian (Y2) DEZX2 = X2 → Y2
(X2)
terhadap
perilaku
71
DEZX2 = 0,336 f) Pengaruh
variabel
stress
kerja
(X3)
terhadap
perilaku
kewargaorganisasian (Y2) DEZX3 = X3 → Y2 DEZX3 = -0,202 g) Pengaruh kepuasan kerja (Y1) terhadap perilaku kewargaorganisasian (Y2) DEY2Y1 = Y1 → Y2 DEY2Y1 = 0,586 2. Menghitung pengaruh tidak langsung (Indirect Effect atau IE) a). Pengaruh variabel
budaya organisasi
(X1) terhadap perilaku
kewargaorganisasian (Y2) melalui kepuasan kerja (Y1) IEZX1 = X1 → Y1→ Y2 IEZX1 = (0,346) (0,586) = 0,203 b). Pengaruh
variabel
kepemimpinan
(X2)
terhadap
perilaku
kewargaorganisasian (Y2) melalui kepuasan kerja (Y1) IEZX2 = X2 → Y1→ Y2 IEZX2 = (0,241) (0,586) = 0,141 c). Pengaruh
variabel
stress
kerja
(X3)
terhadap
perilaku
kewargaorganisasian (Y2) melalui kepuasan kerja (Y1) IEZX3 = X3 → Y1→ Y2 IEZX3 = (-0,482) (0,586) = -0,282 3. Pengaruh Total (Total Effect atau TE) a). Pengaruh variabel
budaya organisasi
(X1) terhadap perilaku
kewargaorganisasian (Y2) melalui kepuasan kerja (Y1) TEZX1 = X1 → Y1→ Y2 TEZX1 = (0,293) + {(0,336) x (0,586)} = 0,496 b). Pengaruh
variabel
kepemimpinan
(X2)
terhadap
kewargaorganisasian (Y2) melalui kepuasan kerja (Y1) TEZX2 = X2 → Y1→ Y2 TEZX2 = (0,336) + {(0,241) x (0,586)} = 0,477
perilaku
72
c). Pengaruh
variabel
stress
kerja
(X3)
terhadap
perilaku
kewargaorganisasian (Y2) melalui kepuasan kerja (Y1) TEZX3 = X3 → Y1→ Y2 TEZX3 = (-0,202) + {(-0,482) x (0,586)}= - 0,484
4.1.4.4 Hasil Uji Asumsi Klasik a.
Uji Normalitas Uji normalitas merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah
data penelitian berdistribusi normal atau tidak normal. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Kolmogorov-Smirnov, dengan ketentuan apabila angka signifikansi lebih besar dari α = 5% maka data tersebut berdistribusi normal. Sebaliknya, jika angka signifikansi lebih kecil dari α = 5% maka data tersebut tidak berdistribusi normal sebagaimana disajikan pada Tabel 4.18 Tabel 4.18 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Variabel / Item Nilai Budaya organisasi (X1) 0,104 Kepemimpinan (X2) 0,086 Stress Kerja (X3) 0,094 Kepuasan kerja (Y1) 0,074 Perilaku kewargaorganisasian (Y2) 0,089 Sumber Data : Lampiran 4, data di olah, 2015
Keterangan Berdistribusi Normal Berdistribusi Normal Berdistribusi Normal Berdistribusi Normal Berdistribusi Normal
Uji normalitas data yang telah dilakukan menjelaskan bahwa variabel budaya organisasi, kepemimpinan, stress kerja, kepuasan kerja dan perilaku kewargaorganisasian memiliki angka signifikansi lebih besar dari 5% atau 0,05 yaitu sebesar 0,104 pada variabel budaya organisasi; 0,086 pada variabel kepemimpinan; 0,094 pada variabel stress kerja; 0,074 pada variabel kepuasan kerja dan 0,089 pada variabel perilaku kewargaorganisasian, sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal atau memenuhi asumsi normalitas.
b.
Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
ditemukan adanya korelasi antara variabel independen (Gujarati, 2003). Langkah-
73
langkah
yang
digunakan
untuk
mengindikasikan
ada
tidaknya
gejala
multikolinieritas adalah: a. Melakukan estimasi pada model regresi dan mendapatkan nilai R2. b. Menganalisis matrik korelasi antar variabel independen. c. Apabila nilai Tolerance < 0,10 atau sama dengan VIF > 10 dan koefisien korelasi antar masing-masing variabel independen cukup tinggi, maka terdapat gejala multikolinieritas. Hasil uji multikolinieritas adalah dengan memperhatikan nilai VIF (Value Inflation Factor) dan Nilai Tolerance yang terdapat dalam Tabel 4.15 berikut: Tabel 4.19 Hasil Uji Multikolinearitas Pada Persamaan 1 dan 2 Variabel Tolerance Variabel Dependen: Kepuasan kerja Variabel Independen: 1. Budaya organisasi 0,820 2. Kepemimpinan 0,830 3. Stress kerja 0,986 Variabel Dependen: Perilaku kewargaorganisasian Variabel Independen: 1. Budaya organisasi 0,678 2. Kepemimpinan 0,753 3. Stress kerja 0,663 4. Kepuasan kerja 0,471 Sumber Data : Lampiran 4, data di olah, 2015
VIF
Keputusan
1,220 1,205 1,014
Bebas Multikolinieritas Bebas Multikolinieritas Bebas Multikolinieritas
1,475 1,329 1,508 2,124
Bebas Multikolinieritas Bebas Multikolinieritas Bebas Multikolinieritas Bebas Multikolinieritas
Berdasarkan Tabel 4.19, terlihat bahwa pada persamaan 1 dan 2, nilai Tolerance < 1 dan Nilai Value Inflation Factor (VIF) < 10, hal ini menunjukkan tidak terjadinya gejala multikolinieritas dalam model regresi.
b. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model terjadi ketidaksamaan variance dari residual pengamatan ke pengamatan lain. Jika variance dan residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi Heterokedastisitas, pengujiannya dilakukan dengan uji
74
Glejser yaitu dengan cara meregresikan absolut residual dengan variabel bebasnya. Apabila diketahui nilai uji secara parsial menunjukkan angka lebih besar dari 5 %, maka tidak terjadi Heterokedastisitas, sebaliknya jika angka lebih kecil dari 5 % maka terjadi Heterokedastisitas (Manurung et al, 2005). Tabel 4.20 Hasil Uji Heteroskedastisitas Pada Persamaan 1 dan 2 Variabel Signifikansi Variabel Dependen: Kepuasan kerja Variabel Independen: 1. Budaya organisasi 0,280 2. Kepemimpinan 0,595 3. Stress kerja 0,181 Variabel Dependen: Perilaku kewargaorganisasian Variabel Independen: 1. Budaya organisasi 0,970 2. Kepemimpinan 0,420 3. Stress kerja 0,775 4. Kepuasan kerja 0,167 Sumber Data : Lampiran 4, data di olah, 2015
Keputusan
Bebas Heterokedastisitas Bebas Heterokedastisitas Bebas Heterokedastisitas
Bebas Heterokedastisitas Bebas Heterokedastisitas Bebas Heterokedastisitas Bebas Heterokedastisitas
Ada tidaknya heterokedastisitas dapat dijelaskan dengan menggunakan koefisien signifikansi (probabilitas). Apabila koefisien signifikansi > α = 5%, maka tidak terjadi heterokedastisitas. Berdasarkan Tabel 4.15 dapat disimpulkan bahwa semua variabel pada kedua model tidak terjadi heterokedastisitas, karena semua nilai Sig. > 5%.
4.1.4.5 Hasil Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis penelitian bertujuan untuk menguji pengaruh langsung dan tak langsung antara budaya organisasi, kepemimpinan dan stress kerja terhadap perilaku kewargaorganisasian pada tenaga medis RSU Kaliwates Jember. Pengujian dilakukan dengan memasukkan variabel intervening yaitu kepuasan kerja.
75
Tabel 4.21 Hasil Ringkasan Uji t Pada Persamaan 1 dan 2 Variabel t Variabel Dependen: Kepuasan kerja Variabel Independen: 1. Budaya organisasi 3,390 2. Kepemimpinan 2,375 3. Stress kerja -5,172 Variabel Dependen: Perilaku kewargaorganisasian Variabel Independen: 1. Budaya organisasi 2,997 2. Kepemimpinan 3,615 3. Stress kerja -2,038 4. Kepuasan kerja 4,995 Sumber Data : Lampiran 5, data di olah, 2015.
Sig.
Keputusan
0,001 0,021 0,000
H1 : diterima H2 : diterima H3 : diterima
0,004 0,001 0,046 0,000
H4 : diterima H5 : diterima H6 : diterima H7 : diterima
a. Pengujian Hipotesis Pertama (H1) Berdasarkan Tabel 4.21 dapat dilihat bahwa thitung > tTabel atau 3,390 > 2,001, dengan nilai p-value 0,001, dalam arti bahwa p-value < α = 5%
maka
hipotesis pertama (H1) yang menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan kerja tenaga medis RSU Kaliwates Jember diterima. b. Pengujian Hipotesis Kedua (H2) Berdasarkan Tabel 4.21 dapat dilihat bahwa thitung > tTabel atau 2,375 > 2,001, dengan nilai p-value 0,021, dalam arti bahwa p-value < α = 5%
maka
hipotesis ke dua (H2) yang menyatakan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan kerja tenaga medis RSU Kaliwates Jember diterima. c. Pengujian Hipotesis Ketiga (H3) Berdasarkan Tabel 4.21 dapat dilihat bahwa thitung > tTabel atau -5,172 > 2,001, dengan nilai p-value 0,000, dalam arti bahwa p-value < α = 5%
maka
hipotesis ketiga (H3) yang menyatakan bahwa stress kerja berpengaruh negatif signifikan terhadap kepuasan kerja tenaga medis RSU Kaliwates Jember diterima.
76
d. Pengujian Hipotesis Ke empat (H4) Berdasarkan Tabel 4.21 dapat dilihat bahwa thitung > tTabel atau 2,997 > 2,001, dengan nilai p-value 0,004, dalam arti bahwa p-value < α = 5%
maka
hipotesis ke empat (H4) yang menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian tenaga medis RSU Kaliwates Jember diterima. e. Pengujian Hipotesis Ke lima (H5) Berdasarkan
hasil
analisis
menunjukkan
bahwa
budaya
organisasi
berpengaruh terhadap perilaku kewargaorganisasian melalui kepuasan, sehingga hipotesis ke lima (H5) yang menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian melalui kepuasan tenaga medis RSU Kaliwates Jember diterima. f. Pengujian Hipotesis Ke enam (H6) Berdasarkan Tabel 4.21 dapat dilihat bahwa thitung > tTabel atau 3,615 > 2,001, dengan nilai p-value 0,046, dalam arti bahwa p-value < α = 5%
maka
hipotesis ke enam (H6) yang menyatakan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian tenaga medis RSU Kaliwates Jember diterima. g. Pengujian Hipotesis Ke tujuh (H7) Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa kepemimpinan berpengaruh terhadap perilaku kewargaorganisasian melalui kepuasan, sehingga hipotesis ke tujuh (H7) yang menyatakan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian melalui kepuasan tenaga medis RSU Kaliwates Jember diterima. h. Pengujian Hipotesis Ke delapan (H8) Berdasarkan Tabel 4.21 dapat dilihat bahwa thitung > tTabel atau -2,038 > 2,001, dengan nilai p-value 0,001, dalam arti bahwa p-value < α = 5%
maka
hipotesis ke delapan (H8) yang menyatakan bahwa stress kerja berpengaruh negatif signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian tenaga medis RSU Kaliwates Jember diterima.
77
i. Pengujian Hipotesis Ke sembilan (H9) Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa stress kerja berpengaruh terhadap perilaku kewargaorganisasian melalui kepuasan, sehingga hipotesis ke sembilan (H9) yang menyatakan bahwa stress kerja berpengaruh negatif signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian melalui kepuasan tenaga medis RSU Kaliwates Jember diterima. j. Pengujian Hipotesis Ke Sepuluh (H10) Berdasarkan Tabel 4.21 dapat dilihat bahwa thitung > tTabel atau 4,995 > 2,001, dengan nilai p-value 0,001, dalam arti bahwa p-value < α = 5%
maka
hipotesis ke tujuh (H7) yang menyatakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian tenaga medis RSU Kaliwates Jember diterima.
4.2
Pembahasan Pada bagian ini akan dibahas analisis terhadap hasil penelitian yang telah
dibahas pada sebelumnya. Hasil analisis penelitian ini menunjukkan secara garis besar hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan dapat diterima. Untuk menguraikan hubungan variasi tersebut, selanjutnya akan diuraikan perpaduan antara temuan empiris dari hasil penelitian sebelumnya sehingga diperoleh suatu konstruk baru dan atau pengembangan teori yang sudah ada.
4.2.1 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Tenaga Medis RSU Kaliwates Jember. Hasil pengujian budaya organisasi menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja tenaga medis pada RSU Kaliwates Jember. Berdasarkan asumsi tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin baik budaya organisasi yang diterapkan ditempat kerja, maka kepuasan kerja juga akan meningkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis pertama yang diajukan, yaitu budaya organisasi berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan kerja tenaga medis RSU Kaliwates Jember, diterima.
78
Berpengaruhnya
budaya
organisasi
mengindikasikan
bahwa
diberlakukannya budaya organisasi di tempat kerja akan membentuk perilaku, dan tercapainya tujuan dalam bertindak sehingga dapat meningkatkan kepuasan kerja tenaga medis. Signifikannya budaya organisasi terhadap kepuasan kerja tenaga medis RSU Kaliwates Jember dibuktikan dengan banyaknya karyawan yang mengakui adanya penerapan budaya organisasi, yaitu diantaranya sebagian besar karyawan RSU Kaliwates Jember mengakui bahwa: 1.
Budaya organisasi yang ada di RSU Kaliwates Jember berbeda dengan budaya organisasi rumah sakit lain.
2.
Budaya organisasi yang diterapkan di RSU Kaliwates Jember membawa rasa identitas bagi karyawan.
3.
Budaya organisasi yang diterapkan di RSU Kaliwates Jember mempermudah timbulnya komitmen bagi karyawan
4.
Budaya organisasi yang diterapkan di RSU Kaliwates Jember merupakan perekat sosial antar karyawan
5.
Budaya organisasi yang diterapkan di RSU Kaliwates Jember dapat membentuk sikap Hal ini sesuai dengan pernyataan Shelmi (2008:56), bahwa budaya
merupakan kebiasaan masa lalu dan sudah melekat dalam setiap aktivitas organisasi tersebut. Budaya inilah yang membentuk lingkungan kerja dalam organisasi atau perusahaan. Sebagai proses integrasi internal, dimana para anggota organisasi dapat bersatu, sehingga mereka akan mengerti bagimana berinteraksi satu dengan lain. Budaya memiliki fungsi internal dan eksternal. Fungsi integrasi internal ini akan memberikan seseorang dan rekan kerja lainnya identitas kolektif serta memberikan pedoman bagimana seseorang dapat bekerjasama secara efektif. Sebagai proses adaptasi eksternal, dimana budaya organisasi akan menentukan bagiaman organisasi memenuhi erbagai tujuannya dan berhubungan dengan pohak luar. Fungsi ini akan memberikan tingkat adaptasi organisasi dalam merespons perubahan zaman, persaingan, inovasi dan pelayanan terhadap konsumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas tenaga medis yaitu sebanyak 46 orang menyatakan sangat setuju dan 12 tenaga medis menyatakan
79
setuju bahwa budaya organisasi yang ada di RSU Kaliwates Jember berbeda dengan budaya organisasi rumah sakit lain, sedangkan 1 tenaga medis meragukan hal tersebut. Sebanyak 47 tenaga medis menyatakan sangat setuju dan 10 tenaga medis menyatakan setuju bahwa budaya organisasi yang ada di RSU Kaliwates Jember membawa rasa identitas bagi tenaga medis, sedangkan 2 tenaga medis memilih jawaban ragu-ragu. Ada 46 tenaga medis yang menyatakan sangat setuju dan 11 yang menyatakan setuju bahwa budaya organisasi mempermudah timbulnya komitmen bagi tenaga medis, sedangkan 2 tenaga medis menyatakan ragu-ragu. Sebanyak 46 tenaga medis menyatakan sangat setuju dan 12 tenaga medis menyatakan setuju bahwa budaya organisasi yang ada di RSU Kaliwates Jember perekat sosial antar tenaga medis, sedangkan 1 tenaga medis memilih jawaban ragu-ragu. Ada 44 tenaga medis yang menyatakan sangat setuju dan 15 yang menyatakan setuju bahwa budaya organisasi dapat membentuk sikap pada tenaga medis. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa dengan segala sesuatu bentuk budaya organisasi yang diterapkan oleh RSU Kaliwates Jember mampu meningkatkan kepuasan kerja tenaga medis. Budaya oraganisasi merupakan salah faktor organisasi yang dibentuk agar semua berjalan di koridor yang benar. Artinya budaya oraganisasi dibuat untuk dapat mencapai visi dan misi RSU Kaliwates Jember secara khusus, dan kepuasan kerja tenaga medis secara umum.. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Koesmono (2005) yang menemukan bahwa budaya organisasi memiliki pengaruh langsung terhadap kepuasan kerja. Semakin baik budaya organisasi yang di terapkan di tempat kerja mampu menciptakan kepuasan kerja pada karyawan. Budaya mampu memberikan solusi bagi kesulitan karyawan terkait dengan budaya bekerjasama dengan rekan yang dipercaya memberi keringanan pada beban kerja karyawan sehingga menciptakan kepuasan. Indikasinya adalah RSU Kaliwates Jember dapat lebih memberikan motivasi pada karyawan untuk semakin meningkatkan kualitas budaya organisasi yang diterapkan agar lebih mencintai pekerjaannya, melayani pasien dengan standart RSU, sehingga dapat meningkatkan kepuasan kerja dengan optimal.
80
4.2.2 Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja Tenaga Medis RSU Kaliwates Jember. Hipotesis kedua menyatakan bahwa kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja tenaga medis pada RSU Kaliwates Jember, dan hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis tersebut diterima. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa kepemimpinan memengaruhi kepuasan kerja tenaga medis. Hal ini mengindikasikan bahwa kepemimpinan yang diterapkan di RSU Kaliwates Jember mampu mengarahkan tenaga medis pada rasa kepuasan kerja. Banyak sekali bentuk kepemimpanan yang bisa diterapkan sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai visi dan misi RSU Kaliwates Jember. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas tenaga medis pada RSU Kaliwates Jember merasakan bahwa: 1.
Pemimpin mampu membawa tenaga medis pada tujuan impian bersama (kepemimpinan dengan visi)
2.
Pemimpin lebih mengutamakan hubungan inter-personal dengan tenaga medis untuk mencapai tujuan organisasi (kepemimpinan dengan gaya pembina).
3.
Pemimpin
lebih
mengutamakan
harmoni
dalam
setiap
pekerjaan
(kepemimpinan kerjasama). 4.
Pemimpin selalu mendahulukan kepentingan kelompok dibandingkan dengan kepentingan individu (kepemimpinan demokratis).
5.
Pemimpin selalu memotivasi tenaga medis dalam mengejar ketinggalan pekerjaan (kepemimpinan memacu kemajuan).
6.
Pemimpin mempergunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dalam memberikan perintah pada tenaga medisnya (kepemimpinan otoriter) Berdasarkan 6 indikator tersebut, hasil penelitian menunjukkan bahwa di
RSU Kaliwates Jember lebih mengedepankan gaya kepemimpinan dengan memacu kemajuan. Artinya bahwa pemimpin selalu memotivasi tenaga medis dalam mengejar ketinggalan pekerjaan. Dengan motivasi tersebut, maka tenaga medis diharapkan dapat bekerja lebih baik mencapai standar RS dan dapat menimbulkan rasa kepuasan kerja.
81
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas tenaga medis yaitu sebanyak 20 orang menyatakan sangat setuju dan 13 tenaga medis menyatakan setuju bahwa pemimpin mampu membawa tenaga medis pada tujuan impian bersama, sedangkan 13 tenaga medis meragukan hal tersebut, ada 12 yang menyatakan tidak setuju dan 1 yang menyatakan sangat tidak setuju. Sebanyak 12 tenaga medis menyatakan sangat setuju dan 32 tenaga medis menyatakan setuju bahwa pemimpin lebih mengutamakan hubungan inter-personal dengan tenaga medis untuk mencapai tujuan organisasi, sedangkan 5 tenaga medis meragukan hal tersebut, ada 9 yang menyatakan tidak setuju dan 1 yang menyatakan sangat tidak setuju. Ada 15 tenaga medis yang menyatakan sangat setuju dan 32 yang menyatakan setuju bahwa budaya organisasi mempermudah timbulnya komitmen bagi tenaga medis, sedangkan 12 tenaga medis meragukan hal tersebut. Sebanyak 23 tenaga medis menyatakan sangat setuju dan 25 tenaga medis menyatakan setuju
bahwa
pemimpin
selalu
mendahulukan
kepentingan
kelompok
dibandingkan dengan kepentingan individu, sedangkan 11 tenaga medis memilih jawaban ragu-ragu. Ada 2 tenaga medis yang menyatakan sangat setuju dan 44 yang menyatakan setuju bahwa pemimpin selalu memotivasi tenaga medis dalam mengejar ketinggalan pekerjaan, sedangkan 13 tenaga medis meragukan hal tersebut. Sebanyak 19 tenaga medis menyatakan sangat tidak setuju dan 18 tenaga medis menyatakan tidak setuju bahwa pemimpin mempergunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dalam memberikan perintah pada tenaga medisnya, sedangkan 22 tenaga medis memilih jawaban ragu-ragu. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Suryana et al, (2008), yang menemukan bahwa kepemimpinan yang terdiri dari dimensi telling, selling dan delegating berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan PT. Inco Sorowako. Penelitian ini juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Andrizal et al, (2013) yang menemukan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan pada PT. Bank rakyat Indonesi Cabang Duri. Indikasinya adalah RSU Kaliwates Jember dapat memberi kesempatan kepada karyawan untuk bisa memberikan saran dan usulan kepada atasan agar ada sinergi yang baik antara pimpinan dan karyawan. Selain itu RSU Kaliwates
82
Jember dapat meningkatkan motivasi kepada tenaga medis untuk bekerja lebih baik demi mencapai visi dan misi RSU Kaliwates Jember.
4.2.3 Pengaruh Stress Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Tenaga Medis RSU Kaliwates Jember. Hasil pengujian stress kerja menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja tenaga medis pada RSU Kaliwates Jember. Berdasarkan asumsi tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi rasa stress kerja yang dirasakan oleh tenaga medis, maka kepuasan kerja akan menurun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis ketiga yang diajukan, yaitu stress kerja berpengaruh negatif signifikan terhadap kepuasan kerja tenaga medis RSU Kaliwates Jember, diterima. Berpengaruhnya stress kerja mengindikasikan bahwa tenaga medis merasakan konsekuensi dari tindakan dan situasi lingkungan yang menuntut psikologis dan fisik yang berlebihan. Artinya bahwa ada stress yang dirasakan oleh tenaga medis karena faktor workload. Semakin banyak beban kerja yang dirasakan oleh tenaga medis, maka tingkat stress yang dirasakan juga semakin tinggi sehingga kepuasan kerja bisa menurun. Signifikannya stress kerja terhadap kepuasan kerja tenaga medis RSU Kaliwates Jember dibuktikan dengan banyaknya karyawan yang mengakui adanya penerapan stress kerja, yaitu diantaranya sebagian besar karyawan RSU Kaliwates Jember mengakui bahwa stress yang mereka rasakan bisa saja diakibatkan karena 1. faktor pekerjaan yang belum terselesaikan 2. tekanan dari pimpinan 3. kesempatan pelibatan diri dalam tugas 4. beban kerja yang dipikul melebihi standard. 5. berasal dari Rumah Sakit Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas tenaga medis yaitu sebanyak 36 orang menyatakan setuju dan 8 tenaga medis menyatakan sangat setuju bahwa stress yang mereka rasakan karena faktor pekerjaan yang belum terselesaikan, sedangkan 8 orang menyatakan ragu-ragu dan 7 orang menyatakan
83
tidak setuju. Mayoritas tenaga medis menyatakan tidak setuju jika stress yang mereka rasakan dikarenakan tekanan dari pimpinan. Hanya ada 20 tenaga medis dari 59 yang menyatakan setuju bahwa mereka stress dikarenakan tekanan dari pimpinan. Kebanyakan tenaga medis di RSU Kaliwates Jember merasakan stress karena faktor pekerjaan yang belom terselesaikan dan beban kerja yang dipikul melebihi standard. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wijono (2012) bahwa sumber stress adalah suatu kondisi, situasi dan peristiwa yang menyebabkan stress. Pendapat Wijono ini sejalan dengan Tosi (1971) yang dikutip dari Wijono (2012), yang menyebutkan bahwa ada lima faktor yang menyebabkan stress, yakni : faktor pekerjaan individu, tekanan peran, kesempatan pelibatan
diri dalam tugas,
tanggung jawab individu, dan faktor organisasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Putra (2012) yang menemukan bahwa stress kerja memiliki pengaruh negatif terhadap kepuasan kerja. Artinya bahwa stress kerja pada karyawan divisi operasional PO Rosalia akan mengurangi tingkat kepuasan pada karyawan. Jadi semakin tinggi stress kerja maka semakin renadah kepuasan kerja karyawan. Indikasinya adalah RSU Kaliwates Jember dapat lebih memperingan beban kerja tenaga medis dengan menambah tenaga medis baru agar beban kerja yang sudah ditetapkan dapat terealisasi. Selain itu diharapkan RSU dapat memberikan kompensasi bagi tenaga medis yang bekerja melampaui target yang ditetapkan RSU Kaliwates Jember.
4.2.4 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Perilaku Kewargaorganisasian Tenaga Medis RSU Kaliwates Jember. Hasil pengujian budaya organisasi menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian tenaga medis pada RSU Kaliwates Jember. Berdasarkan asumsi tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin baik budaya
organisasi
yang
diterapkan
ditempat
kerja,
maka
perilaku
kewargaorganisasian juga akan meningkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis ke empat yang diajukan, yaitu budaya organisasi berpengaruh positif
84
signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian tenaga medis RSU Kaliwates Jember, diterima. Berpengaruhnya
budaya
organisasi
mengindikasikan
bahwa
diberlakukannya budaya organisasi di tempat kerja akan membentuk perilaku, dan tercapainya tujuan dalam bertindak sehingga dapat meningkatkan perilaku kewargaorganisasian tenaga medis. Signifikannya budaya organisasi terhadap perilaku kewargaorganisasian tenaga medis RSU Kaliwates Jember dibuktikan dengan banyaknya karyawan yang mengakui adanya penerapan budaya organisasi, mampu meningkatkan perilaku kewargaorganisasian seperti: 1. memiliki inisiatif untuk membantu rekan kerja secara sukarela 2. menjaga hubungan baik dengan rekan kerja agar terhindar dari perselisihan 3. menerima apapun ketetapan yang ada dalam Rumah sakit 4. bertanggung jawab untuk terlibat pada semua kegiatan yang diselenggarakan Rumah sakit. 5. berusaha berdedikasi tinggi dalam pekerjaan sesuai dengan standar kinerja rumah sakit. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar tenaga medis memiliki inisiatif untuk membantu rekan kerja secara sukarela. Ada 39 responden yang menjawab sangat setuju dan 20 orang menjawab setuju bahwa memiliki inisiatif untuk membantu rekan kerja secara sukarela. Sebanyak 35 tenaga medis menjawab sangat setuju dan 24 menjawab setuju bahwa mereka menjaga hubungan baik dengan rekan kerja agar terhindar dari perselisihan. Untuk menerima apapun ketetapan yang ada dalam Rumah sakit ada 3 responden yang menjawab sangat tidak setuju 16 tenaga medis menyatakan tidak setuju dan 26 menyatakan ragu-ragu menerima apapun ketetapan yang ada dalam Rumah sakit. Hanya ada 13 tenaga medis yang menyatakan setuju dan 1 yang menyatakan sangat setuju. Ada 32 tenaga medis yang menyatakan setuju dan 25 menyatakan sangat setuju bahwa tenaga medis bertanggung jawab untuk terlibat pada semua kegiatan yang diselenggarakan Rumah sakit, dan hanya ada 1 yang menyatakan tidak setuju dan ragu. Semua tenaga medis RSU Kaliwates Jember berusaha berdedikasi tinggi dalam pekerjaan sesuai dengan standar kinerja rumah sakit
85
Menurut
Robbins
dan
Judge
dalam
Waspodo
(2012),
perilaku
kewargaorganisasian sebagai perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif. Pendapat lain dikemukakan oleh Gary dalam Waspodo (2012) menjelaskan bahwa perilaku kewargaorganisasian merupakan perilaku sukarela dari seorang pekerja untuk mau melakukan tugas atau pekerjaan di luar tanggung jawab atau kewajibannya demi kemajuan atau keuntungan organisasinya. Indikasinya adalah RSU Kaliwates Jember dapat lebih memperjelas tujuan dan arah strategis RS agar dapat ditetapkan budaya organisasi yang juga mampu membentuk sikap perilaku kewargaorganisasian yang baik. Selain itu, RSU Kaliwates dapat mendorong tenaga medis untuk semaki terlibat dalam proses untuk mencapai tujuan dan visi misi RSU Kaliwates Jember.
4.2.5 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Perilaku Kewargaorganisasian Melalui Kepuasan Kerja Tenaga Medis RSU Kaliwates Jember. Hasil pengujian budaya organisasi menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian melalui kepuasan kerja tenaga medis pada RSU Kaliwates Jember. Berdasarkan asumsi tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin baik budaya organisasi yang diterapkan ditempat kerja, maka perilaku kewargaorganisasian juga meningkat yang diperkuat oleh kepuasan kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis ke lima yang diajukan, yaitu budaya organisasi berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian melalui kepuasan kerja tenaga medis RSU Kaliwates Jember, diterima. Berpengaruhnya
budaya
organisasi
mengindikasikan
bahwa
diberlakukannya budaya organisasi di tempat kerja akan membentuk perilaku, dan tercapainya tujuan dalam bertindak sehingga dapat meningkatkan kepuasan kerja tenaga medis. Kepuasan tersebut akan memperkuat pengaruh budaya organisasi terhadap perilaku kewargaorganisasian. Menurut Robbins dan Judge dalam Waspodo (2012), perilaku kewargaorganisasian sebagai perilaku pilihan yang
86
tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif.
4.2.6 Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Perilaku Kewargaorganisasian Tenaga Medis RSU Kaliwates Jember. Hipotesis ke enam menyatakan bahwa kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian tenaga medis pada RSU Kaliwates Jember, dan hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis tersebut diterima. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa kepemimpinan memengaruhi
perilaku
kewargaorganisasian
tenaga
medis.
Hal
ini
mengindikasikan bahwa kepemimpinan yang diterapkan di RSU Kaliwates Jember mampu mendorong tenaga medis untuk berperilaku kewargaorganisasian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas tenaga medis pada RSU Kaliwates Jember merasakan bahwa pemimpin lebih mengutamakan hubungan inter-personal dengan tenaga medis untuk mencapai tujuan organisasi, pemimpin lebih mengutamakan harmoni dalam setiap pekerjaan dan pemimpin selalu memotivasi tenaga medis dalam mengejar ketinggalan pekerjaan sehingga tenaga medis memiliki inisiatif untuk membantu rekan kerja secara sukarela, menjaga hubungan baik dengan rekan kerja agar terhindar dari perselisihan, menerima apapun ketetapan yang ada dalam Rumah sakit, bertanggung jawab untuk terlibat pada semua kegiatan yang diselenggarakan Rumah sakit dan berusaha berdedikasi tinggi dalam pekerjaan sesuai dengan standar kinerja rumah sakit. Hasil penelitian juga mengindikasikan bahwa pimpinan RSU Kaliwates Jember mengutamakan hubungan inter-personal seorang dengan seorang untuk mencapai tujuan organisasi, yaitu untuk melestarikan kemapanan dan menerapkan kepemimpinan dengan mengutamakan harmoni untuk senantiasa memotivasi tenaga medis disaat masa krisis atau masa dimana dibutuhkan dorongan untuk bangkit. Indikasinya adalah pimpinan RSU Kaliwates Jember, dalam proses menggerakkan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah mahluk yang termulia di dunia, selalu berusaha menselaraskan kepentingan
87
dan tujuan pribadi dengan kepentingan organisasi, senang menerima saran, pendapat dan bahkan dari kritik bawahannya dan lebih menitik beratkan kerjasama dalam mencapai tujuan.
4.2.7 Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Perilaku Kewargaorganisasian Melalui Kepuasan Kerja Tenaga Medis RSU Kaliwates Jember. Hipotesis ke tujuh menyatakan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian melalui kepuasan tenaga medis RSU Kaliwates Jember, dan hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis tersebut diterima. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa kepemimpinan memengaruhi perilaku kewargaorganisasian melalui kepuasan kerja tenaga medis. Hal ini mengindikasikan bahwa kepemimpinan yang diterapkan di RSU Kaliwates Jember mampu mengarahkan tenaga medis pada rasa kepuasan kerja yang pada akhirnya membentuk perilaku kewargorganisasian. Banyak sekali bentuk kepemimpanan yang bisa diterapkan sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai visi dan misi RSU Kaliwates Jember. Kepemimpinan
merupakan
salah
satu
faktor
penting
dalam
keberlangsungan sebuah organisasi, di mana dengan kepemimpinan yang baik maka akan memberikan dampak dan pengaruh bagi lingkungan dalam organisasi tersebut. Organisasi atau perusahaan hendaknya menerapkan kepemimpinan yang baik sehingga tujuan dari organisasi atau perusahaan tersebut dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan
4.2.8 Pengaruh Stress Kerja Terhadap Perilaku Kewargaorganisasian Tenaga Medis RSU Kaliwates Jember. Hasil pengujian stress kerja menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian tenaga medis pada RSU Kaliwates Jember. Berdasarkan asumsi tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi rasa
stress
kerja
yang dirasakan
oleh
tenaga
medis,
maka
perilaku
kewargaorganisasian akan menurun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis ke sembilan yang diajukan, yaitu stress kerja berpengaruh negatif
88
signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian tenaga medis RSU Kaliwates Jember, diterima. Berpengaruhnya stress kerja mengindikasikan bahwa berlebihnya beban kerja yang ditanggung oleh tenaga medis akan memengaruhi mood mereka yang pada akhirnya berimbas pada perilaku kewargaorganisasian. Signifikannya stress kerja terhadap perilaku kewargaorganisasian tenaga medis RSU Kaliwates Jember dibuktikan dengan banyaknya karyawan yang mengakui adanya penerapan stress kerja, yaitu diantaranya sebagian besar karyawan RSU Kaliwates Jember mengakui bahwa stress yang mereka rasakan bisa saja diakibatkan karena faktor pekerjaan yang belum terselesaikan, dan beban kerja yang dipikul melebihi standard. Ketika tenaga medis merasakan stress, maka mereka tidak akan bisa sepenuhnya memiliki inisiatif untuk membantu rekan kerja secara sukarela, kurang menjaga hubungan baik dengan rekan kerja agar terhindar dari perselisihan, tidak bisa menerima apapun ketetapan yang ada dalam Rumah sakit, kurang rasa tanggung jawab untuk terlibat pada semua kegiatan yang diselenggarakan Rumah sakit dan berkurangnya dedikasi dalam pekerjaan sesuai dengan standar kinerja rumah sakit. Setiap aspek di pekerjaan dapat menjadi pembangkit stres. Terutama bagi tenaga medis yang dituntut untuk bekerja sesuai standar dalam menghadapi pasien, dan terkadang beban pasien yang lebih dari yang ditetapkan RS. Indikasinya adalah Tenaga medis harus mampu menentukan sejauhmana situasi yang dihadapi merupakan situasi stres atau tidak. Tenaga medis yang tidak mampu mengelola tingkat stressnya dengan baik, akan mengakibatkan dampak negatif bagi RSU Kaliwates Jember secara umum, dan pada pasien khususnya. Oleh karenanya diperlukan kerjasama antara kedua belah pihak untuk menyelesaikan persoalan stress tersebut.
89
4.2.9 Pengaruh Stress Kerja Terhadap Perilaku Kewargaorganisasian Melalui Kepuasan Kerja Tenaga Medis RSU Kaliwates Jember. Hasil pengujian stress kerja menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian melalui kepuasan kerja tenaga medis pada RSU Kaliwates Jember. Berdasarkan asumsi tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi rasa stress kerja yang dirasakan oleh tenaga medis, maka kepuasan kerja akan menurun, sehingga perilaku kewargaorganisasian juga menurun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis ke sembilan yang diajukan, yaitu stress kerja berpengaruh negatif signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian melalui kepuasan kerja tenaga medis RSU Kaliwates Jember, diterima. Berpengaruhnya stress kerja mengindikasikan bahwa tenaga medis merasakan konsekuensi dari tindakan dan situasi lingkungan yang menuntut psikologis dan fisik yang berlebihan. Artinya bahwa ada stress yang dirasakan oleh tenaga medis karena faktor workload. Semakin banyak beban kerja yang dirasakan oleh tenaga medis, maka tingkat stress yang dirasakan juga semakin tinggi sehingga kepuasan kerja bisa menurun perilaku kewargaorganisasian ikut menurun.
4.2.10 Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Perilaku Kewargaorganisasian Tenaga Medis RSU Kaliwates Jember Hasil pengujian kepuasan kerja menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian tenaga medis pada RSU Kaliwates Jember. Berdasarkan asumsi tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kepuasan
kerja
yang
dirasakan
oleh
tenaga
medis,
maka
perilaku
kewargaorganisasian akan semakin meningkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis ke sepuluh yang diajukan, yaitu kepuasan kerja berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian tenaga medis RSU Kaliwates Jember, diterima. Signifikannya kepuasan kerja terhadap perilaku kewargaorganisasian tenaga medis RSU Kaliwates Jember dibuktikan dengan banyaknya karyawan
90
yang mengakui adanya perilaku kewargaorganisasian, yaitu diantaranya sebagian besar karyawan RSU Kaliwates Jember mengakui bahwa mereka puas karena: 1. kemampuan yang dimiliki mampu mengatasi kesulitan, 2. hubungan dengan rekan kerja sangat baik, 3. nilai-nilai yang diterapkan oleh perusahaan sesuai dengan keinginan, 4. kebijakan perusahaan sangat sesuai dan 5. keadaan disekitar tempat kerja mendukung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas tenaga medis yaitu sebanyak 40 orang menyatakan setuju dan 4 tenaga medis menyatakan sangat setuju bahwa kepuasan tenaga medis disebabkan karena kemampuan yang dimiliki mampu mengatasi kesulitan, sedangkan 10 orang menyatakan ragu-ragu dan 4 orang menyatakan tidak setuju dan 1 orang menyatakan sangat tidak setuju. Ada 35 orang yang menyatakan setuju dan 20 orang yang menyatakan sangat setuju bahwa kepuasan kerja mereka disebabkan karena hubungan dengan rekan kerja sangat baik, sedangkan 4 orang menyatakan ragu-ragu. Sebanyak 2 orang tenaga medis menyatakan sangat tidak setuju, 17 orang menyatakan tidak setuju dan 9 orang memilih ragu-ragu jika kepuasan yang mereka rasakan diakibatkan karena nilai-nilai yang diterapkan oleh perusahaan sesuai dengan keinginan, sedangkan 27 orang menyatakan setuju dan 4 orang menyatakan sangat setuju. Ada 40 tenaga medis yang menyatakan setuju dan 4 menyatakan sangat setuju jika kepuasan kerja yang mereka rasakan disebabkan karena kebijakan perusahaan sangat sesuai, sedangkan 11 orang menyatakan ragu-ragu. sebanyak 30 orang menyatakan setuju dan 22 orang menyatakan sangat setuju bahwa kepuasan yang dirasakan karena keadaan disekitar tempat kerja mendukung, sedangkan 4 orang menyatakan ragu-ragu, 2 orang menyatakan tidak setuju dan 1 orang menyatakan sangat tidak setuju. Menurut Koesmono dalam Suryana (2008) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian, perasaan atau sikap seseorang atau karyawan terhadap pekerjaannya dan berhubungan dengan lingkungan kerja, jenis pekerjaan, kompensasi, hubungan antar teman kerja, hubungan sosial di tempat kerja dan sebagainya. Kepuasan kerja yang dirasakan karyawan akan berakibat
91
pada positifnya perilaku karyawan terutama perilaku kewargaorganisasian. Menurut Podsakoff et al dalam Yuniar (2012) mendefinisikan perilaku kewargaorganisasian sebagai perilaku sukarela, perilaku melebihi tuntutan tugas yang berkontribusi terhadap kesuksesan organisasi. Dari berbagai pendapat para ahli mengenai perilaku kewargaorganisasian, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku kewargaorganisasian adalah perilaku yang secara sadar dan sukarela dilakukan diluar job discription secara formal dan apabila itu tidak dilakukanpun tidak akan mendapatkan sanksi Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Andi (2010) yang menemukan bahwa variabel Kepuasan Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap OCB. Penelitian ini juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Yuniar et al, (2012) yang menemukan bahwa kepuasan kerja berpengaruh posisif signifikan terhadap OCB. Kondisi ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kepuasan kerja yang dimiliki subjek maka OCB semakin tinggi Indikasinya adalah tenaga medis RSU Kaliwates Jember dapat lebih meningkatkan rasa kepedulian terhadap rekan kerja dengan membantuk rekan kerja yang overload dalam menangani pasien. Selain itu tenaga medis dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang diadakan oleh RSU Kaliwates Jember, serta tidak membuang waktu yang ada.
92
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan
didepan, maka kesimpulan didalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Hasil analisis menunjukkan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan kerja tenaga medis RSU Kaliwates Jember. Hasil ini menerima hipotesis pertama yang menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan kerja tenaga medis RSU Kaliwates Jember. Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa budaya organisasi yang diterapkan di RSU Kaliwates Jember mampu meningkatkan kepuasan kerja pada tenaga medis. 2. Terdapat pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan dengan kepuasan kerja tenga medis RSU Kaliwates Jember. Hasil ini menerima hipotesis kedua yang menyatakan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif signifikan terhadap kepuasan kerja tenaga medis RSU Kaliwates Jember. Artinya sesuainya bentuk kepemimpinan yang diterapkan oleh pihak RSU akan mampu memengaruhi tenaga medis untuk bekerja dengan tujuan mencapai visi dan misi sehingga menimbulkan kepuasan kerja pada tenaga medis RSU Kaliwates Jember. 3. Hasil analisis menunjukkan bahwa stress kerja berpengaruh negatif signifikan terhadap kepuasan kerja tenaga medis RSU Kaliwates Jember. Hasil ini menerima hipotesis ke tiga yang menyatakan bahwa stress kerja berpengaruh negatif signifikan terhadap kepuasan kerja tenaga medis RSU Kaliwates Jember. Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat stress yang dirasakan oleh tenaga medis, maka kepuasan kerja akan menurun. 4. Terdapat hubungan yang signifikan antara budaya organisasi dengan perilaku kewargaorganisasian tenaga medis RSU Kaliwates Jember. Hasil ini menerima hipotesis ke empat yang menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian tenaga medis RSU Kaliwates Jember. Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa
93
semakin baik budaya yang ada di RSU Kaliwates Jember, maka perilaku kewargaorganisasian tenaga medis akan meningkat. 5. Terdapat hubungan yang signifikan antara budaya organisasi dengan perilaku kewargaorganisasian melalui kepuasan tenaga medis RSU Kaliwates Jember. Hasil ini menerima hipotesis ke lima yang menyatakan bahwa budaya organisasi
berpengaruh
positif
signifikan
terhadap
perilaku
kewargaorganisasian melalui kepuasan tenaga medis RSU Kaliwates Jember. Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa semakin baik budaya yang ada di RSU Kaliwates Jember, maka kepuasan meningkat dan memperkuat perilaku kewargaorganisasian tenaga medis. 6. Hasil analisis menunjukkan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian tenaga medis RSU Kaliwates Jember. Hasil penelitian ini menerima hipotesis ke enam yang menyatakan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian tenaga medis RSU Kaliwates Jember. Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa pemimpin yang mampu memengaruhi tenaga medis untuk bekerja lebih baik, akan meningkatkan perilaku kewargaorganisasian. 7. Hasil analisis menunjukkan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian melalui kepuasan tenaga medis RSU Kaliwates Jember. Hasil penelitian ini menerima hipotesis ke tujuh yang menyatakan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian melalui kepuasan tenaga medis RSU Kaliwates Jember. Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa pemimpin yang mampu memengaruhi tenaga medis untuk bekerja lebih baik, akan meningkatkan kepuasan dan perilaku kewargaorganisasian. 8. Terdapat
hubungan yang signifikan
antara stress kerja dengan perilaku
kewargaorganisasian tenaga medis RSU Kaliwates Jember. Hasil ini menerima hipotesis ke delapan yang menyatakan bahwa stress kerja berpengaruh negatif signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian tenaga medis RSU Kaliwates Jember. Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa
94
semakin tinggi tingkat stress kerja yang dirasakan oleh tenaga medis, akan memengaruhi perilaku kewargaorganisasian karena tingkat stress tersebut membuat tenaga medis merasa tidak nyaman dengan yang ada disekitarnya terutama di lingkungan kerja. 9. Terdapat
hubungan yang signifikan
antara stress kerja dengan perilaku
kewargaorganisasian melalui kepuasan tenaga medis RSU Kaliwates Jember. Hasil ini menerima hipotesis ke sembilan yang menyatakan bahwa stress kerja berpengaruh negatif signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian melalui kepuasan tenaga medis RSU Kaliwates Jember. Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat stress kerja yang dirasakan oleh
tenaga
medis,
akan
memengaruhi
kepuasan
dan
perilaku
kewargaorganisasian karena tingkat stress tersebut membuat tenaga medis merasa tidak nyaman dengan yang ada disekitarnya terutama di lingkungan kerja. 10. Hasil analisis menunjukkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian tenaga medis RSU Kaliwates Jember. Hasil ini menerima hipotesis ke sepuluh yang menyatakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif signifikan terhadap perilaku kewargaorganisasian tenaga medis RSU Kaliwates Jember. Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa perilaku kewargaorganisasian tenaga medis semakin baik jika ada kepuasan yang dirasakan oleh tenaga medis tersebut.
5.2
Saran Mengacu pada hasil kesimpulan dan keterbatasan penelitian, beberapa
saran yang dapat diajukan adalah sebagai berikut : 1. Karyawan RSU Kaliwates Jember dapat menerapakan budaya organisasi lebih baik lagi agar RSU Kaliwates Jember dapat lebih memperjelas tujuan dan arah
strategis
dan
juga
mampu
membentuk
sikap
perilaku
kewargaorganisasian yang baik. Selain itu, RSU Kaliwates dapat mendorong tenaga medis untuk semakin terlibat dalam proses untuk mencapai tujuan dan visi misi RSU Kaliwates Jember
95
2. Kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk peningkatan kepuasan kerja yang telah dimiliki oleh RSU Kaliwates Jember, hendaknya dipertahankan dan ditingkatkan kuantitas maupun kualitasnya serta ditambahkan ragamnya seperti adanya pemberian kompensasi bagi tenaga medis yang overwork. 3. RSU Kaliwates Jember dapat memberi kesempatan kepada karyawan untuk bisa memberikan saran dan usulan kepada atasan agar ada sinergi yang baik antara pimpinan dan karyawan dan atas dapat mengetahui secara obyektif tentang kemampuan yang dimiliki oleh karyawannya. 4. RSU Kaliwates Jember hendaknya membangun dan meningkatkan hubungan interpersonal baik, secara formal (kegiatan upacara, maupun ceremonial formal lainnya) serta informal (kegiatan kegaamaan, briefing coffee morning, family gathering karyawan)
96
DAFTAR PUSTAKA
Arbuckle. J. 1997. Amos User Guide Version 3.6. Chicago IL : Smallwaters Corporation Arikunto. Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi. Rineka Cipta. Jakarta. Andrizal et al, (2013) meneliti tentangPengaruh Kepemimpinan dan Kompensasi Non Finansial terhadap Kepuasan Kerja Karywan pada PT. Bank rakyat Indonesi Cabang Duri. Brahmasari, Ida Ayu. Agus Suprayetno. (2008). Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan serta Dampaknya pada Kinerja Perusahaan (Studi kasus pada PT. Pei Hai International Wiratama Indonesia). Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.10, No.2, Surabaya. Dadang. 2012. Budaya Kerja Organisasi Pemerintah. Jakarta: Buku Seru. Danang Sunyoto. 2013. Manjemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Buku Seru. Dhini Dhania R. 2010. Pengaruh Stres Kerja, Beban Kerja Terhadap Kepuasan Kerja (Studi pada Medical Representatif di Kota Kudus). Jurnal Psikologi Universitas Muria Kudus. Volume 1, No 1, Desember 2010. Didit Dermawan. 2013. Prinsip- Prinsip Perilaku Organisasi. Surabaya: Pena Semesta Emory dan Cooper. 1999. Business Research Methods. US: Irwin Ferdinand Augusty. 2002. Metode Penelitian Manajemen: Pedoman Penelitian Untuk Penulisan Skripsi. Tesis dan Disertasi Ilmu Manajemen. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Ghozali. Imam. 2008. Konsep dan Aplikasi dengan Program Amos 16.0. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Gujarati. Damodar. 2007. Ekonometrika Dasar. Erlangga. Jakarta Gunara Ahmad. 2014. Analisis Pengaruh Kepemimpinan Transformasional, Kepuasan Kerja Dan Komitmen Organisasional Terhadap Perilaku Kewargaan Organisasional Di PT. INCO TBK. Jurnal.
97
Hardi. 2009. COBITMaping :Maping of ITIL V3 With COBIT 4.1, IT Governance Institut, USA Indraswari Meyta. 2014. Pengaruh Budaya Organisasi Dan Motivasi Terhadap Kepuasan Kerja Dalam Memengaruhi Kinerja Karyawan Kantor Unit Pt Telkom Regional IV Semarang Koesmono, Teman. 2005. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Motivasi Dankepuasan Kerja Serta Kinerja Karyawan Pada Sub Sektor Industri Pengolahan Kayu Skala Menengah Di Jawa Timur. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan, Vol. 7, No. 2, September 2005: 171-188 Kuncoro. Mudrajad. 2003. Strategi Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif, Penerbit Erlangga, Jakarta. Nana et al .2011. Pengaruh Kepemimpinan Dan Motivasi Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Dan Kinerja Perusahaan (Studi Kasus Divisi Tambang Pt Inco Sorowako). Peni. 2011. 2011. Pengaruh Stress Kerja Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Pada Kantor Pusat PT. Pos Indonesia (Persero) Bandung. (Online) http://elib.unikom.ac.id/ Permadi. 2009. Perilaku Organisasi. Gajah Mada University, Yogyakarta. Pors, Niels, Management Tools Organizational Culture and Leadership Explorative Study, 2008. Performance Measurement and Metrics, Vol.9 No.2.pp138-152 Putra (2012) meneliti tentang Pengaruh Job Stressor terhadap Turnover Intention dengan kepuasan kerja sebagai variabel Pemediasi Robbins. S. P. Perilaku Organisasi. Edisi Kesepuluh (Lengkap). PT. Indeks. Yogyakarta Santoso dan Tjiptono (2004), Riset Pemasaran Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. PT Elex Media Komputindo, Jakarta Satyawati dan Sartana, 2014 Siagian. P.S.. 2008. Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi. Jakarta: Gunung Agung. Singarimbun. 2005. Metode Venelitian Survei. LP3ES. Jakarta
98
Shobari. 2010. Pengaruh Preferensi Gaya Kepemimpinan Dan Iklim Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Pada Instalasi Gawat Darurat
Rumah Sakit
Badan Layanan Umum Di Surakarta. Tesis Universitas Sebelas Maret. Sopiah. 2008. Perilaku Organisasional. CV ANDY. Yogyakarta Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta Sunyoto, Danang.(2012). Teori,Kuesioner,dan Analisis Data Sumber Daya Manusia (Praktik Penelitian).Yogyakarta: CAPS (Center for Academic Publishing Service). Suryana et al, (2008), meneliti tentang Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi Kerja terhadap Kepuasan Kerja Karyawan dan Kinerja Perushaan (studi kasus divsi Tambang PT. Inco Sorowako). Umam Khaerul. 2010. Perilaku Organisasi. Bandung: Pustaka Setia. Waspodo Agung AWS dan Lussy M. 2012. Pengaruh Kepuasan Kerja Dan Iklim Organisasi
Terhadap
Organizational
Citizenship
Behavior
(OCB)
Karyawan Pada PT. Trubus Swadaya Depok. Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia (JRMSI) |Vol. 3, No. 1, 2012 Wijono Sutarto. 2012. Pengeruh Kepribadian Type A Dan Peran Terhadap Stres Kerja Manager Madya. INSAN. Vol. 8. No.3 Yuniar, I Gusti Ayu Agung, Harlina N, dan Diana R. 2012. Hubungan antara Kepuasan Kerja dan Resiliensi dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada Karyawan Kantor Pusat PT. BPD Bali. Jurnal psikologi, Volume 1, Nomer 1. 2012.