PROSPEK PENGEMBANGAN TERNAK SAPI LOKAL DI SUMATERA BARAT Nasrul Hosen Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat
ABSTRACT Agricultural sector has been being leading sector in West Sumatra and contribution this sector to Product Domestic Regional Bruto (PDRB) has been increasing every year. In 2004, contribution agricultural sector to PDRB is 24 .40%, and 2,32 come from animal husbandry sub-sector . However food sector leading, this sub-sector contribute 12% . This mean model crops livestock system has been not yet improved in West Sumatra . Exotics cattle have been improving in West Sumatra, like Simmental, Brahman, and P0 . These cattle have been well adapted especially for fatting . Exotic cattle usually are import and have to breed in intensive farm . However local cattle have been not improved yet . But local cattle have high potency, because it more adapted than exotics cattle . So local cattle have opportunity to improves farmer income in West Sumatra . So local cattle can be a alternative to developing animal husbandry in West Sumatra . Local cattle of West Sumatra are known saps pesisir or sapi ratui . These cattle have some advantage if rise by the farmers: (1) Feed more available, like agricultural by product, natural grass, and agricultural industry by product ; (2) The farmers well known how to rise these type of cattle; (3) Cost product lower than exotics cattle . Demand for feed Is high, especially for kurban, because the price of local cattle cheaper about Rp 3,500,000 to Rp 4 .000 .000/cattle. Demand for kurban always increasing every year, but in period 2000 to 2004 the trend saw decreasing . Example in 2000 demand for kurban 18,113 cattle, and in 2004 decreasing to 9,309 cattle this cause the farmers can not supply the demand . This condition indicates local cattle have to improve to supply local and regional demand . Key Word : Local Cattle, prospect and economic .
PENDAHULUAN umbangan subsektor peternakan terhadap PDRB Sumatera Barat tahun 2004 hanya 2,32%, sementara kontribusi sektor pertanian mencapai 24,40% . Populasi ternak besar yang terbanyak adalah sapi potong (hampir 600 ribu ekor), diikuti oleh kerbau dengan jumlah sekitar 322 .269 ekor (Bappeda, 2004) . Sapi salah satu komoditas unggulan subsektor peternakan di Sumatera Barat (Hosen et at ., 2004) . Sebagian besar dari ternak sapi merupakan sapi lokal (sapi Pesisir atau sapi Bali) dan peranakan sapi unggul . Jumlah peternak cukup banyak dengan jumlah pemeliharaan ternak 1-3 ekor/KK .
S
Konsumsi daging oleh masyarakat Sumatera Barat masih rendah, antara lain karena harga daging relatif tinggi (Rp .50 .000/kg) dibanding sumber protein alternatif lain seperti ikan yang harganya lebih rendah yaitu Rp .15 .000-20 .000/kg . Harga bakalan dan biaya pemeliharaan ternak sapi unggul yang relatif mahal merupakan penyebab utama harga jual daging cukup tinggi . Konsumsi daging yang rendah juga dipengaruhi oteh faktor sosial dan kebiasaan masyarakat pedesaan yang umumnya makan daging terutama pada hari-hari tertentu saja seperti hari raya Idul Fitri dan Idul Adha . Pemerintah mencanangkan swasembada daging 2010 . Sapi merupakan komoditas prioritas karena ketergantungan pada impor daging dan sapi masih sekitar 30% dari total konsumsi nasional (Dwiyanto, 2006) . Kebijakan pemerintah untuk swasembada daging tersebut merupakan langkah tepat guna merangsang peningkatan konsumsi daging oleh masyarakat . Bila produksi daging meningkat harga akan turun hingga terjangkau oleh semua lapisan masyarakat . Pada hari raya haji sumber daging konsumsi adalah dari pemotongan ternak qurban . Potensi pengembangan sapi lokal di Sumatera Barat cukup besar, karena sapi lokal mempunyai keunggulan kompetetif: (i) Harga bakalan relatif rendah ; (ii) Pemeliharaan tidak Prosiding Peternakan 2006
197
terlalu intensif ; (iii) Sudah beradaptasi dengan lingkungan . Lahan pertanian cukup luas dan sistem usahatani umumnya dalam bentuk usahatani campuran, sehingga sumber pakan alternatif cukup tersedia . Teknologi pengotahan pakan dari limbah tanaman juga tersedia . Lahan kering yang sudah dimanfaatkan masih berpeluang ditanami dengan -hijauan makan ternak (HMT) dan batas kepemitikan Lahan dapat ditanami dengan tanaman teguminose . Ikhm Sumatera Barat yang sebagian besar tergolong tipe B dan A juga mendukung, sehingga kebutuhan air untuk pemetiharaan ternak mudah dipenuhi . Tulisan ini mengemukakan tentang potensi, prospek dan masalah pengembangan ternak sapi lokal mendukung pencapai swasembada daging di Sumatera Barat . PERKEMBANGAN TERNAK BESAR DI SUMATERA BARAT
Jumlah ternak besar utama seperti sapi dan kerbau di Sumatera Barat terus meningkat dari tahun ke tahun . Pada tahun 2004 jumlah ternak sapi (sebagian besar sapi lokal dan peranakan sapi unggul) mencapai 597 .294 ekor dan kerbau 322 .692 ekor . Sapi lokal murni umumnya terdapat di Kabupaten Pesisir Selatan dengan nama lokal "Sapi Ratui " . Sentra produksi ternak sapi adalah Kabupaten Pesisir Selatan, Sawahlunto/Sijunjung, Padang Pariaman, Lima Puluh Kota dan Solok . Sedangkan kerbau yang terbanyak adalah di Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, Padang Pariaman dan Pesisir Selatan (Tabel 1) . Tabel 1 . Populasi ternak sapi dan kerbau menurut kabupaten/kota di Sumatera Barat, tahun 2004 . Sapi potong Kerbau Jumlah Rasio Peringkat Kabupaten/Kota (ekor) (ekor) (ekor) sapi/kerbau jumlah ternak 4 .285 Mentawai 3 .992 293 13,62 16 Pesisir selatan 109'.589 44 .055 153 .644 2,49 1 59 .310 40 .192 99 .502 1,47 5 Solok 71 .267 58 .280 129 .547 1,22 2 Swl/Sijunjung Tanah Datar 63 .517 29 .461 92 .978 2,15 6 Padang Pariaman 65 .887 50 .536 116 .423 1,30 3 49 .780 28 .798 78 .547 1 .73 7 Agam 63 .189 36 .454 99 .643 1,73 4 50 Kota Pasaman 28 .086 5 .614 33 .700 5,00 8 7 .111 7 .711 14 .822 0,92 11 5olok Selatan 7 .824 31 .398 3,01 9 Dhamasraya 23 .574 12 Pasaman Barat 8 .092 2 .261 10 .353 3,58 Padang 23 .755 5 .166 28 .921 4,60 10 4 .571 4 .935 12,56 15 Solok 364 2,21 13 Sawahlunto 6 .138 2 .770 8 .908 688 110 798 6,25 18 Padang panjang 461 319 780 1,44 19 Bukitinggi 14 Payakum buh 5 .993 1 .535 7 .528 3,90 2 .294 1 .019 3 .313 2,25 17 Pariaman 597.294 322 .269 919 .563 1,89 Jumlah Sumber : Bappeda (2004) (data diolah) .
Berbagai program tetah dilakukan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) datam pengembangan ternak sapi diantaranya mendatangkan induk sapi impor dan kawin silang melalui program Inseminasi Buatan . Kebijakan tersebut cukup membantu meningkatkan populasi ternak sapi . Periode 2000-2004 pertumbuhan ternak sapi cukup tinggi (rata-rata 7,82% per tahun), sedangkan dua periode pembangunan sebelumnya pertumbuhannya sangat kecil . Di lain pihak, ternak kerbau berkembang secara alami dan belum mendapat prioritas untuk ditingkatkan poputasinya, namun pertumbuhannya juga cukup tinggi (Tabel 2) . Hat ini menunjukkan bahwa tingkat pemotongan ternak kerbau jauh lebih rendah dibanding ternak sapi .
198
Nasrul Hosen
Tabel 2. Pertumbuhan
ternak sapi dan kerbau di Sumatera Barat, 1990-2004 . Pertumbuhan per tahun (%)' Sapi potong Kerbau 1990- 1994 1,77 2,68 0,71 1995- 1999 2,15 7,82 2000- 2004 8,00 Bappeda (1994, 1999 dan 2004) . '(Data diolah dengan formula : Y,=a+bX,) (Wonnacott dan Wonnacott, 1970 ; Heady dan Dillon, 1972) .
Periode pembangunan
Sumber :
POTENSI DAN PROSPEK PENGEMBANGAN SAM LOKAL
Potensi Pengembangan 1 . Ketersediaan Sumberdaya Lahan Potensi lahan yang tersedia untuk pengembangan ternak sapi lokal adalah tahan yang sudah dimanfaatkan untuk aneka tanaman balk lahan basah maupun lahan kering . Pengembangan ternak bisa dilakukan dengan sistem integrasi antara tanaman (pangan atau perkebunan) dengan ternak sapi . Lahan yang sudah diusahakan dapat juga ditanami dengan hijauan makanan ternak (HMT) seperti rumput gajah, rumput raja, dan lain-lain sebagai tanaman sela atau teguminose sebagai tanaman pagar . Padang penggembalaan terbatas dan umumumnya agak jauh dari perkampungan . Rasio ketersediaan padang rumput dengan ternak sapi yang tinggi adalah di Kabupaten Mentawai, Pasaman Barat dan Pasaman . Artinya, peluang pengembangan ternak yang didukung oleh ketersediaan lahan adalah di tiga kabupaten tersebut . Sementara di kabupaten lainnya rasionya kurang dari 1,0 yang berarti luas padang rumput kurang mendukung pengembangan ternak (label 3) . Akan tetapi bila sebagian limbah tanaman yang diusahakan pada lahan kering dan lahan basah bisa dijadikan sebagai sumber bahan pakan alternatif, hampir semua kabupaten cukup potensiat untuk pengembangan ternak sapi . Tabel 3 . Rasio jumlah ternak sapi dengan ketersediaan lahan pertanian dan padang rumput menurut kabupaten/kota di Sumatera Barat, tahun 2004 . Total luas Rasio Lahan pertanian Padang rumput Kabupaten/Kota lahan Padang Lahan Totalluas (ha) (ha) (ha) rumput/sapi pertanian/sapi lahan/sapi 82 .185 160 .769 20,59 268,20 Mentawai 78.584 40,27 Pesisir selatan 93 .764 5 .971 99 .735 0,05 2,13 0,91 Solok 60.621 47 60 .668 0,00 1,51 1,02 Sawahlunto 75 .487 12 .698 88 .185 0,19 1,06 1,24 Tanah datar 46.590 1 .881 48 .471 0,03 0,73 0,76 80.584 2 .479 83 .063 0,04 1,22 1,26 Pd . Pariaman 119 .965 6 .827 126 .792 0,14 2,41 2,55 Agam 50 Kota 88.449 88 .449 0 1,39 1,39 Pasaman 235 .996 37 .777 273 .773 1,34 8,40 9,75 83 .974 0 11,81 11,81 Solok selatan 83 .974 1 .526 161 .220 Dhamas raya 159.694 0,06 6,77 6,84 Pasaman Barat 164.373 29 .560 193 .933 3,65 20,31 23,97 23 .597 1 .564 25 .161 0,06 0,99 1,06 KotaPadang 798 2 .907 0,17 0,46 0,63 Ko . Solok 2.109 Ko . Sawahlunto 1 .364 4 .779 6 .143 0,78 0,22 1,00 340 44,0 384 0,06 0,56 0,56 Ko . Pd . Panjang 1 .196 11,0 1 .207 0,02 2,59 2,62 Ko . Bukittinggi 4.522 0,01 0,74 0,75 Ko . Payakumbuh 4 .459 63,0 2,55 Ko . Pariaman 5 .858 3,0 5 .861 0,00 2,55 Jumlah 1 .327 .293 188 .214 1 .515 .507 Sumber: Bappeda, 2004 (data diolah).
Prosiding Peternakan 2006
199
2 . Ketersediaan Pakan Alternatif Beberapa jenis tanaman yang menghasilkan limbah yang dapat dijadikan sebagai sumber pakan ternak alternatif adalah padi (jerami dan dedak), jagung (pucuk), ubi kayu (Wit ubi), pisang (daun dan batang) dan kelapa sawit (pelepah) . Limbah tanaman yang sangat potensiat berasal dari tanaman padi dan kelapa sawit, karena Luas area( tanam dan produksinya cukup besar (label 4) . Perkiraan Luas tanam, produktivitas dan produksi beberapa tanaman pangan utama di Sumatera Barat disajikan pada Tabel 4 . Limbah tanaman ini mudah didapat karena umumnya petani memiliki lahan sawah dan mengusahakan pisang di lahan kering . Kebiasaan untuk memberikan pakan alternatif harus ditumbuhkan pada peternak, sehingga ketergantungan pada hijauan makanan ternak (HMT) dapat dikurangi . Tabel 4 .
Luas tanam produksi dan limbah tanaman pangan dan perkebunan utama di Sumatera Barat, tahun 2004. Produksi Limbah tanaman Limbah hasit Komoditas Luas tanam (ha) (t/th) (t/th) (t/th) Padi 424 .881 1 .853 .000 3 .706.000 185 .300 Jagung 45 .064 148 .329 74.165 Ubikayu 8 .429 114 .456 17 .168 Pisang 2 .052 34 .133 17.066 Kelapasawit 413 .406 1 .026 .588 206 .703 Sumber: Bappeda, 2004 (data diolah) .
Prospek Pengembangan
1 . Aspek Ekonomi Jumlah pemotongan ternak besar terutama sapi cukup tinggi selama 3 periode tahun analisis . Laju peningkatan pemotongan ternak sapi lebih tinggi pada periode 1990-1994 dan periode 2000-2004, sedangkan pada periode 1995-1999 laju pemotongan ternak sapi menurun tajam menjadi hanya 0,57% per tahun (label 5) . Keadaan ini menunjukkan bahwa krisis moneter pada tahun 1995-1999 menyebabkan permintaan terhadap daging menurun tajam . Pada periode tahun 2000-2004 ekonomi makro mulai membaik dan permintaan terhadap daging meningkat sehingga laju peningkatan pemotongan terrnak sapi rata-rata 7,75% per tahun . Tabel 5 . Rata-rata jumlah pemotongan ternak sapi dan kerbau di Sumatera Barat, tahun 1900-2004 . Uraian Sapi (ekor/th) Kerbau (eko/th) Periode 1990 - 1994 Rata-rata pemotongan (ekor/th) 36 .476 15 .716 Laju pemotongan per tahun (%) 8,91 3,76 Periode 1995 - 1999 Rata-rata pemotongan (ekor/th) 53 .206 18 .988 Laju pemotongan per tahun (%) 0,57 -0,29 Periode 2000 - 2004 Rata-rata pemotongan (ekor/th) 59 .292 16 .691 Laju pemotongan per tahun (%) 7,75 -13,20 Sumber : Bappeda (1994, 1999 dan 2004) .
Laju pemotongan ternak kerbau cenderung menurun dari tahun ke tahun . Hat ini merupakan indikasi bahwa permintaan terhadap daging sapi lebih tinggi dibandingkan daging kerbau . Kecenderungan selera konsumen yang demikian menunjukkan bahwa pengembangan ternak sapi secara umum lebih prospektif .
200
Nasrul Hosen
2 . Aspek Religius Jumlah pemotongan ternak sapi untuk qurban selama kurun waktu 2000-2004 cenderung menurun daritahun ke tahun dengan tingkat penurunan rata-rata 18,92% per tahun . Hat yang sama juga terjadi pada ternak kerbau dan kambing . Hat ini disebabkan karena semakin menurunnya nilai rill pendapatan masyarakat, meskipun secara absolut rata-rata pendapatan per kapita masyarakat Sumatera Barat meningkat dengan indikator peningkatan PDRB . Indikasi ini menunjukkan bahwa bila dihubungkan dengan kebutuhan sapi qurban, pangsa pasar akan mengarah kepada sapi yang harganya relatif murah yaitu sapi lokal . Karena itu, pengembangan sapi lokal seyogyanya juga mendapat prioritas dalam program daerah menuju swasembada daging 2010 . Menurut Saladin datam Agustar dan Jaswandi (2006), karkas sapi lokal Pesisir sebesar 50,6%, lebih tingggi dibanding karkas sapi Ongole, sapi Madura dan P0, lebih rendah dibanding sapi Bali (56,9%) . Artinya, sapi lokal cukup kompetetif dibanding sapi unggul . Tabel 6 . Jumlah pemotongan ternak qurban (ekor) di Sumatera Barat, tahun 2000-2004. Tahun Sapi (ekor) Kerbau (ekor) Kambing (ekor) Jumtah (ekor) 2000 18 .113 127 122 .078 140 .318 2001 16 .725 36 118 .751 135 .512 2002 12 .885 88 .046 100 .931 12 .685 9 2003 92 .669 105 .363 2004 9 .309 56 68 .233 77 .598 Perkembangan (%) .18,92 -25,36 -15,78 -16,17 Sumber: Bappeda, 2004 (data dlolah) .
3 . Aspek Teknis Pengelolaan sapi lokal relatif lebih mudah dibanding sapi unggul . Sapi lokal tidak harus dikandangkan dan cukup digembalakan sesuai kebiasaan petani secara turun temurun . Di samping digembalakan menyabit rumput untuk persediaan makanan sapi di dalam kandang di malam hari . Untuk pengadaan rumput, petani menanam HMT di seta-seta tanaman perkebunan milik sendiri atau di pinggir-pinggir sawah . Peternak yang lahan miliknya tidak memadai mencari rumput di tempat lain atau menggembalakan ternaknya ke lahan orang lain (Syahruddin, 2006) . Khusus di Kabupaten Pesisir Selatan, sapi lokal tidak digembalakan atau dikandangkan dan sapi bebas mencari makan sendiri . Cara pemeliharaan ternak sapi lokal yang relatif mudah ini merupakan faktor pendorong pengembangan sapi lokal ke depan . 4 . Aspek Sosial dan Kebiasaan Bagi sebagian petani, memelihara ternak besar dimaksudkan sebagai tabungan . Sewaktu-waktu ternak dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan mendesak, seperti kenduri, msuk sekolah anak, dan lain-lain . Petani yang menganut pola demikian umumnya tidak memperhitungkan curahan tenaga kerja keluarga dalam memelihara ternak . Petani demikian biasanya lemah modal sehingga sulit mengembangkan usaha, biasanya mereka masuk dalam kelompok penyakap (bagi hasil) . Peternak penyakap inipun cenderung memilih mengusahakan sapi lokal, karena pemeliharaannya tidak perlu intensif dan akan mendapatkan bagian anak untuk dimiliki . Kelompok peternak penyakap perlu mendapat prioritas dalam program bantuan ternak oleh pemerintah, karena pemeliharaan ternak akan lebih balk, mengentaskan kemiskinan dan sekaligus mempercepat pencapaian target kecukupan daging 2010 .
Prosiding Peternakan 2006
20 1
MASALAH PENGEMBANGAN TERNAK SAM LOKAL 1 . Aspek Teknis Ketersediaan HMT yang berkualitas masih terbatas . Untuk pengembangan ternak ke depan perlu ditakukan penanaman rumput di lahan-lahan kosong . Penanaman rumput tersebut diharapkan bertujuan ganda, menambah ketersediaan hijauan, dan juga sebagai upaya konservasi . Ketersediaan bakatan sapi lokat yang balk juga masih terbatas . Untuk itu pertu ada kawasan pengembangan sapi lokat yang khusus menghasilkan bakalan agar keberlanjutan pengembangan sapi tokat terjamin . Masatah utama dalam pengembangan sapi tokat adalah rendahnya pertumbuhan dan angka ketahiran, sehingga diperlukan penanganan serius dan dukungan aptikasi teknologi tepat guna (Wirdahayati et at ., 2000 dan 2001) . 2 . Kemampuan IPTEK Kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) peternak sapi tokat masih rendah . Hat ini tergambar dari sistem pengetolaan ternak yang masih tradisional, seperti : (I) ternak hanya ditepas atau ditambatkan, (ii) pakan ternak umumnya hijauan saja dan sangat sedikit yang memberikan konsentrat (Syahruddin, 2006), (Ili) kesehatan ternak belum mendapat perhatlan serius, (iv) teknologi pengolahan pakan atternatif belum dimanfaatkan . Menurut Dwiyanto dan Subandrio (1995), produktivitas sapi di Indonesia secara umum masih rendah karena pengelotaan yang masih tradisional, kuatitas pakan rendah, kurangnya pengetahuan peternak terhadap reproduksi ternak, kurangnya penanganan kesehatan ternak dan betum diterapkannya teknotogi tepat guna . Sebagian besar peternak betum menerapkan manajemen peternakan yang memadal dan hanya mengandalkan rumput sebagai pakan ternak . DI lain pihak, bahan pakan alternatif yang dapat mendukung pengembangan ternak cukup tersedia di masing-masing daerah (Wirdahayati, 2004) . Teknologi untuk mengolah pakan tambahan dengan menggunakan bahan baku tokat seperti jagung, dedak dan bungkil kelapa juga tersedia . Penggunaan teknologi tersebut akan mempercepat pertumbuhan ternak sapi (Boer, et al ., 2004) . 3 . Aspek Ekonomi Peternak kecil umumnya temah modal . Untuk dapat mengusahakan ternak mereka menempuh sistem bagi hasil dengan pola 50 : 50 (Syahruddin, 2006) . Posisi peternak demikian sulit berkembang karena setalu tergantung dari pemodal . 4 . Kelembagaan Kelompok peternak kecil masih sangat terbatas. Hat ini menjadi hambatan bagi para penyuluh dalam meningkatkan pengetahuan dan penguasaan IPTEK peternak tradisional . PENUTUP Secara teknis potensi lahan cukup mendukung pengembangan ternak besar, khususnya sapi lokat, di Sumatera Barat . Selama ini strategi pengembangan ternak sapi lebih diarahkan pada peningkatan produksi daging dengan mendatangkan bibit sapi unggul seperti Simentat, Brahman dan jenis PO yang sudah beradaptasi balk serta metalui inseminasi buatan (IB) . Di lain pihak, pengembangan sapi tokat kurang mendapat perhatian . Pengembangan sapi unggul juga terbatas karena tergantung pada penyediaan bakalan, pemeliharaan yang intensif dan harga bakatan mahat . Oleh karena itu, pengembangan ternak sapi lokat dapat menjadi alternatif pengembangan ternak besar di Sumatera Barat .
202
Nasrut Hosen
Jenis sapi tokal yang terkenal di Sumatera Barat adalah sapi "ratui " . Keunggulan komparatif sapi lokal antara lain : (i) Secara teknis, sumber pakan cukup tersedia, seperti limbah tanaman pangan dan padang penggembalaan yang dapat dimanfaatkan secara bebas ; (ii) Segi sosiat, sapi lokat dapat diusahakan secara konvensional oleh peternak yang hanya mengutamakan usaha tambahan yang kurang/tidak intensif; (iii) Secara ekonomi, harga bakalan dan biaya pemeliharaan sapi lokal relatif rendah ; (iv) Potensi permintaan sapi lokat cukup tinggi bila dikaitkan dengan kebutuhan untuk Qurban . Permintaan sapi untuk Qurban periode 1995-1999 dari tahun ke tahun terus meningkat, tetapi pada periode 2000-2004 cenderung menurun (contoh, pemotongan sapi Qurban tahun 2000 sebanyak 18 .113 ekor dan pada tahun 2004 hanya 9 .309 ekor), terutama karena terbatasnya ketersedian sapi lokal . Kondisi ini merupakan sebuah peluang bagi pengembangan ternak sapi tokal di masa mendatang . DAFTAR PUSTAKA Agustar, A dan Jaswandi . 2006 . Melirik potensi sap! lokal dalam upaya mewujudkan kecukupan pangan dan pengembangan kawasan pembangunan pertanian . Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Peternakan di Padang, 11-12 September 2006 . 12 him . Sumatera Barat dalam Angka . Kerjasama Bappeda Propinsi Bappeda Sumbar . 1999 . Sumatera Barat dengan Badan Pusat Statistik Sumatera Barat, Padang .
Bappeda Sumbar . 1994 . Sumatera Barat dalam Angka . Kerjasama Bappeda Propinsi Sumatera Barat dengan Badan Pusat Statistik Sumatera Barat, Padang . Bappeda Sumbar . 2004 . Sumatera Barat dalam Angka . Kerjasama Bappeda Propinsi Sumatera Barat dengan Badan Pusat Statistik Sumatera Barat, Padang . Boer, M ., Arizal, P, dan Hamdi . 2004 . Kajian pakan tambahan untuk anak sap! lepas sapih . Prosiding Seminar Nasional . Kontribusi Hasit-hasil Penelitian/Pengkajian Spesifik Lokasi Mendukung Pembangunan Pertanian Sumatera Barat . Him . 247-250. Dwiyanto, K. 2006 . Aplikast inseminast buatan dalam pembibitan sap! dan kerbau . Makaiah disajikan pada Seminar Nasional Peternakan di Padang, 11-12 September 2006 . Dwiyanto, K. dan Subandrio . 1995 . Peningkatan mutu genetik kerbau lokal dl Indonesia . Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional Pembangunan Kerbau di Indonesia, Jakarta, . Heady, E .O . dan J .L . Dillon . 1972 . Agricultural Production Functions . Iowa State Univ Press, Ames, Iowa . Hosen, N ., Syahrial A ., Buharman B ., dan Z. Lamid. 2004 . Sintesis komoditas unggulan di Sumatera Barat. Prosiding Seminar Nasional Kontribusi Hasil-hasil Penelitian/Pengkajian Spesifik Lokasi Mendukung Pembangunan Pertanian Sumatera Barat . Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian . Him . 57-69 . Munir, R ., M . Boer dan Ridwan . 2004 . Pemanfaatan limbah tanaman pangan untuk pakan sap! lokal Pesisir. Prosiding seminar nasional . Prosiding Seminar Nasional Kontribusi Hasilhasil Penelitian/Pengkajian Spesifik Lokasi Mendukung Pembangunan Pertanian Sumatera Barat . Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian . Him . 241-246 . Syahruddin, F. 2006 .
Pembangunan peternakan masyarakat secara terpadu menuju swasembada daging 2010 . Makalah dalam Seminar Nasional . Revitalisasi potensi lokal
Prosiding Peternakan 2006
203
untuk mewujudkan swasembada daging 2010 datam kerangka pembangunan peternakan yang berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat . BPTP dan Fakuttas Peternakan Univ Andalas . Padang . 14 hat . Wonnacott R .J ., Wonnacott T .H . 1970 . Econometrics . John Wiley and Sons, Inc . New York .
Potensi pengembangan ternak potong dart segi ketersedlaan pakan Sumatera Barat . Prosiding Seminar Nasionat . Penerapan agro inovasi
Wirdahayati, RB . 2004 . alternatif di
mendukung ketahan pangan dan agribisnis . Padang . Hat 636-644 . Wirdahayati, RB ., A . Pohan, A . BamualimMasniah, D . Kana Hau, C . Liem, A . Ila, S . Ratnawati, Petrus Jedo . 2001 . Sistem usaha pertanianjh (SUP) berbasis sapi potong di Kecamatan Amarasi, Kabupaten Kupang . Proyek ARMP II . BPTP Naibonat . Wirdahayati, RB., A. Pohan, C . Liem, P . Th . Fernandez dan A. Bamualim . 2000 . Risiko kematian anak sapi ball dan Ongole di Daerah semi-arid Nusa Tenggara Timur . Seminar nasional . Ternak sapid an kerbau sebagai komoditi unggulan untuk pemberdayaan ekonomi rakyat. Padang . 11-12 Oktober 2000 . Universitas Andalas Padang
204
Nasrul Hosen