Terjemahan : Sebuah Model Integrasi dari Performance-Based Budgeting Untuk Digunakan Di Perguruan Tinggi Thai
Nantarat Charoenkul dan Pruet Siribanpitak
Abstrak Penelitian ini bertujuan membuat model administratif dari budgeting basisperformance bagi universitas negeri yang otonom (mandiri). Populasi sampel dalam penelitian mencakup 4 wakil universitas negeri otonom dari 4 wilayah di Thailand, dimana sistem performance-based budgeting dijalankan di sana secara penuh. Informan penelitian berisi administratur dan staff yang bertugas dalam hal planning, urusan finansial dan budgeting. Teknik penelitian yang diterapkan adalah survey dan penelitian pada 4 kasus terpilih. Instrumen penelitian adalah analisis dokumen, angket dan wawancara mendalam. Temuan penelitian kunci memperlihatkan bahwa model administratif tepat dari performance-based budgeting di institusi perguruan tinggi adalah “model integrasi” dari budgeting yang berisi 4 komponen pokok, yaitu (1) rencana strategis, (2) sistem budgeting yang dijalankan berdasarkan 7-Palang (7Hurdles), (3) struktur pendekatan integrasi ke manajemen budget, dan (4) kondisi implementasi model dan faktor pendukungnya.
Kata kunci: Model administratif dari performance-based budgeting, 7-palang standar manajemen finansial, prinsip governance, institusi perguruan tinggi
Pendahuluan Reformasi sistem birokratik pemerintahan Thai sejak 1980 dikonsentrasikan pada ketangkasan (agility), modernitas, transparansi dan akuntabilitas. Sebagai tindak lanjutnya, ada perubahan paradigma yaitu dari konsep
1
administratif sebelumnya yang difokuskan ke input dan regulasi, dan menjadi ke “result-based management” (RBM) dengan emphasis ke efisiensi dan efektivitas sebuah model administratif yang konsisten dengan rencana strategis, target dan tujuan dari sebuah organisasi. Sekarang, banyak negara menerapkan RBM, dan ini diintegrasikan dengan proses transformasi sistem budgeting, dan hasilnya adalah “performance-based budgeting system, PBBS”, yang difokuskan
ke alokasi sumberdaya ke setiap institusi
berdasarkan kemampuannya dalam mencapai target, tujuan dan hasil, yang konsisten dengan upaya pemerintah atau badan sentral (Gaither dkk, 1994). Seperti yang disebutkan dalam “Guidelines for Administration of a Performance-Based Budgeting System in Accordance with a Standard of Financial Management” yang dibuat Ministry of Education (2002), tapi tidak seperti sistem budgeting item-lini tradisional, sepertinya sistem performancebased budgeting memberikan emphasis ke output dan outcome yang didapat dari pelaksanaan tugas sebuah institusi. Output/outcome harus merespon target dan misi organisasi, sekaligus konsisten dengan kebijakan dan tujuan pemerintah. Berdasarkan apa yang ditunjukkan oleh Geuna dan Martin (2003) dan Frolich dan Klitkou (2006), konsentrasi harus diberikan ke penerapan sistematik dari insentif finansial guna meningkatkan perilaku organisasi, sekaligus memberdayakan administratur yang punya otoritas dalam membuat keputusan dan bersikap fleksibel dalam penggunaan budget. Selain itu, fokus juga diberikan ke efisiensi, dengan emphasis ke maksimisasi jumlah produk/output, minimisasi sumberdaya dan efektivitas, dan pencapaian target dan tujuan unit/organisasi, dan ini semua konsisten dengan kebijakan pemerintah. Sebagai imbas krisis ekonomi di Asia Timur yang menyerang Thailand di tahun 1997, kebijakan perguruan tinggi Thai dialihkan ke reformasi paling drastis di satu abad terakhir. Untuk membuat universitas menjadi lebih fleksibel dalam beroperasi di tengah ekspansi cepat perguruan tinggi, dan
2
juga di saat dana dukungan pemerintah menjadi terbatas, maka digunakanlah cara inovatif dalam administrasi universitas, yang disebut “menjadi otonom” dari supervisi negara (bebas dari kontrol negara dalam hal otonomi finansial dan administratif). Selain menjadi otonom, institusi perguruan tinggi harus lebih akuntabel terhadap performance-nya. Berdasarkan apa yang dikatakan Melkers (2003), universitas, seperti organisasi nirlaba (non-profit) lainnya, harus memonitor kualitas output training dan penelitiannya, atau mengawasi relevansi programnya dan juga penggunaan subsidi publik di ranah universitas. Ini jelas membutuhkan sistem manajemen berbasis-performance, dan
juga
mekanisme
alokasi
terkait-performance,
guna
mendukung
penggunaan sumberdaya publik secara efisien.
Pernyataan Masalah Sistem performance-based budgeting diperkenalkan ke perguruan tinggi Thai di tahun 2003 dan dijalankan sejak tahun 2004. Sistem budgeting ini dioperasikan berdasarkan konsep good governance yang berisi transparansi, keadilan, partisipasi stakeholder, efisiensi dan efektivitas, akuntabilitas, otonomi, setting regulasi-target-rencana, desentralisasi otoritas, dan evaluasi dengan set indikator performance yang menghubungkan tujuan institusional dan responsivitas sosial. Banyak universitas, dalam proses menjadi otonom, mencoba mengimplementasikan sistem manajemen berbasis-performance dalam institusinya agar bisa mengupgrade potensi manajemen sumberdaya finansial di setiap unitnya. Meski begitu, ada banyak masalah dan hambatan yang mencegah institusi dari mencapai tujuan efisiensi dan efektivitasnya. Karena itu, sebuah studi tentang sistem performance-based budgeting dilakukan
untuk
menemukan
kondisi
dan
masalah
yang
ada
dalam
implementasi pendekatan budgeting ini di beberapa universitas negeri otonom. Data yang didapat dari studi bisa digunakan sebagai panduan untuk pengembangan model administratif performance-based budgeting yang bisa
3
diterapkan di universitas negeri otonom di Thailand dan konteks lain yang terdekat.
Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan: (1) untuk mempelajari kondisi, masalah dan solusi administrasi dari sistem performance-based budgeting di dalam institusi perguruan tinggi di Thailand; (2) untuk menerapkan informasi tentang hambatan ke dalam implementasi sistem manajemen berbasis-performance dalam institusi perguruan tinggi dan untuk menyarankan solusi dari model administratif performance-based budgeting karena ini dianggap menguntungkan bagi konteks institusi perguruan tinggi Thai.
Skop Studi Cakupan studi adalah eksplorasi terhadap kondisi, masalah dan solusi dalam pelaksanaan sistem performance-based budgeting di beberapa konteks perguruan
tinggi
Thai
agar
bisa
menghasilkan
model
administratif
performance-based budgeting yang cocok dan layak bagi institusi perguruan tinggi Thai. Tipe model administratif ini didesain agar cocok dengan prinsip manajemen finansial dan budget yang relevan dengan ide tentang good governance.
Tujuan
ini
memberikan
emphasis
ke
tautan
antara
output/outcome dan rencana strategis sebuah organisasi, karakteristik dan pendekatan manajemen dari sistem performance-based budgeting, standar manajemen finansial yang disebut 7-Palang (7-Hurdles), and set kondisi yang mengarah kepada kesuksesan implementasi pendekatan performance-based budgeting di institusi perguruan tinggi Thai.
4
Metodologi Penelitian Penelitian menggunakan pendekatan deskriptif dan metode-campuran (mixedmethod). Populasi sampel diambil lewat teknik purposive sampling, dan didapatkan 4 institusi perguruan tinggi negeri otonom dari empat wilayah di negara Thailand, yaitu wilayah utara, timur laut, selatan, dan tengah. Di wilayah ini, sistem performance-based budgeting dijalankan secara penuh. Penelitian berisi empat fase, yaitu: Fase 1 berisi pembuatan kerangka konsep dengan menganalisa dan mensinthesis literatur yang menjelaskan pelaksanaan performance-based budgeting di dalam institusi perguruan tinggi di Thailand dan negara lain, dan mengembangkan
pendekatan
performance-based
budgeting
berdasarkan
rencana strategis dari institusi. Fase 2 berisi pembuatan model administratif performance-based budgeting dengan menjelaskan kondisi dan masalah yang terkait dengan pelaksanaan performance-based budgeting di 4 institusi perguruan tinggi terpilih. Di fase ini, angket diberikan ke 14 administratur dan 39 pejabat (total ada 53) yang bertanggungjawab dalam hal planning, manajemen budget ataupun keuangan dan akuntansi. Selain itu, wawancara dilakukan pada 16 chief executive administratur dan kepala divisi/section/unit (sekitar 4 dari setiap institusi), yang bertanggungjawab dalam urusan planning, finansial dan budgeting. Fase 3 berisi evaluasi ketepatan model administratif dari performancebased budgeting dengan mewawancara 3 akademisi dan pakar yang cakap dalam keuangan dan budgeting perguruan tinggi, dan yang memiliki pengalaman dalam manajemen budget di institusi perguruan tinggi negeri dan swasta, atau di organisasi eksternal. Fase 4 berisi evaluasi kemungkinan dan kelayakan model administratif dari performance-based budgeting dengan mendistribusi angket ke praktisi,
5
termasuk administratur dan pejabat yang bertugas dalam urusan planning, keuangan dan budgeting dari 13 institusi perguruan tinggi negeri otonom. Instrumen penelitian meliputi item berikut. Angket disebar ke administratur dan pejabat yang bertugas dalam urusan planning, keuangan dan budgeting dari institusi terpilih. Wawancara mendalam dilakukan dengan administratur yang bertugas dalam urusan planning, keuangan dan budgeting di institusi terpilih. Beberapa dokumen dianalisis, khususnya dokumen seperti rencana aksi dan laporan self-assessment untuk setiap tahun fiskal, yang tertanggal dari 2005-2009. Data dianalisa lewat analisis statistik dengan menggunakan frekuensi, persentase, rata-rata dan deviasi standar, yang mencerminkan data kuantitaif. Sedangkan data kualitatif, yang didapat dari dokumen, wawancara dan pertanyaan open-ended, dianalisa dengan analisis konten/isi.
Temuan Penelitian Dalam penelitian ini, temuan penelitian kunci memperlihatkan bahwa 4 institusi perguruan tinggi terpilih menerapkan model performance-based budgeting yang berisi proses planning, managing dan evaluating terhadap budget, dan semua ini dilakukan berdasarkan 7-Palang standar manajemen finansial, yang patuh pada 5 misi tugas akademis, yaitu penelitian, layanan akademis, kesiswaan, dan pengembangan seni dan budaya. Untuk gaya manajemen, ditemukan bahwa 3 institusi menerapkan pendekatan “sentralisasi otoritas” dimana struktur institusi tersebut berisi sebuah komite sentral yang bertanggungjawab atas siklus budgeting keseluruhan, yaitu dari planning dan managing sampai evaluating. Komite ini bekerjasama dengan setiap fakultas/jurusan/sekolah dan kantor/section/unit untuk
mendapatkan
informasi
tentang
keuangan
dan
budget
operasi
menyeluruh dari institusi.
6
Sebuah rencana strategis dengan tujuan, panduan operasi dan outcome yang dijelaskan dalam bentuk strategi/output
Sebuah sistem budgeting yang berisi planning, managing dan evaluating. Mencakup 7-Palang, dan didasarkan pada prinsip good governance.
Komite Sentral Yang Mengurusi Budgeting
Fakultas/Sekolah
Kantor
Kondisi: Model bisa digunakan untuk organisasi berukuran kecil/menengah (dengan total tidak lebih 12 000 siswa)
Gambar 1: Sebuah Model Administratif dari Performance-Based Budgeting: Sebuah Pendekatan Sentralisasi-Otoritas
Institusi lain menerapkan pendekatan “desentralisasi-otoritas”, yang mana kantor sentral dari institusi hanya bertanggungjawab atas koordinasi dan transfer
kebijakan
tentang
planning
dan
budgeting
ke
setiap
fakultas/sekolah/unit yang bertanggungjawab atas pengoperasian budget yang berawal dari planning untuk implementasi dan pengeluaran, manajemen finansial dan kontrol budget, manajemen aset, manajemen prokuremen dan evaluasi, atau pelaporan ke kantor sentral di akhir setiap tahun fiskal.
7
Sebuah rencana strategis dengan tujuan, panduan operasi dan outcome yang dijelaskan dalam bentuk strategi/output
Sebuah sistem budgeting yang berisi planning, managing dan evaluating. Mencakup 7-Palang, dan didasarkan pada prinsip good governance.
Kantor/Divisi Sentral untuk Planning/Budgeting
Fakultas/Sekolah
Jurusan
Jurusan
Jurusan
Kantor
Unit
Unit
Unit
Kondisi: Model bisa digunakan untuk organisasi berukuran besar (dengan total sebesar 12 001 siswa dan bisa lebih)
Gambar 2: Sebuah Model Administratif dari Performance-Based Budgeting: Sebuah Pendekatan Desentralisasi-Otoritas
Untuk kondisi dan masalah seputar planning untuk budget, kongruensi antara rencana strategis unit dan visi, misi dan tujuan organisasi berada di level tertinggi, sedangkan desentralisasi otoritas ke personel yang mengurus planning strategis dan penetapan Medium Term Expenditure Framework (MTEF) dijalankan di level rendah. Yang disayangkan, pengadaan pengetahuan dan skill
8
bagi personel untuk preparasi MTEF dan assessment terhadap alternatif low-cost dari output/outcome yang sama ternyata jarang dipraktekkan. Masalah paling kritis adalah ketidakkongruensian antara MTEF dan realita, dan kurangnya pelaporan sistematik, spesifikasi output dan pembiayaan. Untuk menyelesaikan masalah ini, institusi perguruan tinggi harus memonitor revisi MTEF yang dilakukan oleh setiap kantor/unit sehingga informasi bisa dijustifikasi dan diupdate. Selain itu, harus ada pendekatan yang tepat ke spesifikasi output dan pembiayaan yang sesuai konteks setiap institusi agar pendekatan ini bisa diterapkan sebagai data baseline bagi planning untuk budget, sedangkan hasil yang didapat dari evaluasi pengeluaran di setiap tahun fiskal menjadi sumber informasi bagi budgeting. Dalam hal ini, harus ada peningkatan kekuatan dan profesionalisme di planning strategis dan ini bisa dilakukan dengan
menciptakan
kantor
manajemen
strategis
institusional
yang
bertanggungjawab menginspeksi, memonitor, dan mengevaluasi implementasi strategi yang dijalankan setiap unit yang melapor ke institusi. Untuk kondisi dan masalah seputar manajemen budget, diperlihatkan di sini bahwa penentuan standar untuk layanan prokuremen yang diberikan ke personel dan stakeholder lainnya dan untuk keterkaitan informasi tentang prokuremen dalam institusi, masih dipraktekkan tapi di level rendah. Untuk manajemen finansial dan kontrol budget, sistem monitoring yang difokuskan ke pengeluaran berorientasi-output/outcome dan analisis komparatif dan evaluatif dari resiko finansial untuk manajemen efisien juga dijalankan di level rendah. Untuk manajemen aset, tidak banyak aktivitas yang meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan skill personel di manajemen aset institusional, dan yang membantu pre-planing akuisisi aset sebagai kompensasi atas aset absolut sebagai bagian dari penerapan MTEF. Masalah paling menonjol adalah kurangnya pemahaman personel tentang sistem dan prosedur budgeting, atau masih kuatnya keyakinan personel ke pendekatan tradisional ke budgeting, yang kadang menciptakan diskrepansi
9
antara apa yang didefinisikan di dalam rencana dan alokasi dan pengeluaran budget aktual. Untuk menyelesaikan masalah ini, institusi perguruan tinggi harus memahami perkembangan sumberdaya manusia dalam menerapkan aktivitas manajemen pengetahuan yang inovatif yang disusun untuk personel di beberapa area dan untuk berbagai bidang tugas dan penugasan berbeda. Ini juga membantu melestarikan budaya teamwork dan fokus performance/output di kalangan personel, atau sekaligus memperbaiki proses, pendekatan dan prosedur kerja sehingga mereka bisa fleksibel dan menyesuaikan diri ke berbagai situasi dan lingkungan. Dalam hal ini, chief executive dan manajer tengah harus bekerjasama dalam menjustifikasi sikap personel dan mode komunikasi yang ada agar bisa memastikan bahwa prinsip pendekatan operasional telah dipahami dan didasarkan pada konsep manajemen budget berorientasi performance/output. Untuk kondisi dan masalah seputar monitoring dan evaluasi, ditunjukkan bahwa audit internal dari setiap kantor/unit yang berada di bawah supervisi institusi, dan presentasi dan diseminasi hasil yang didapat dari audit internal kepada kantor/unit yang membutuhkan, ataupun pembuatan sistem dan mekanisme untuk inspeksi dan kontrol terhadap berbagai operasi guna mencapai target/goal yang didefinisikan di rencana dan tatanan pertemuan guna menciptakan panduan untuk pembuatan sebuah sistem audit internal, termasuk juga untuk pembuatan laporan yang memperlihatkan keterkaitan antar faktor input, seperti orang, materi and performance/output aktual, semuanya dilakukan di level bawah. Masalah paling menonjol adalah kurangnya sistem laporan efisien dan ketidakjelasan tentang keterkaitan antara performance (output/outcome) dan goal/target yang didefinisikan dalam rencana strategis institusi. Karena itu, setiap institusi perguruan tinggi menyelesaikan masalah tersebut dengan membuat self-assessment report (SAR) untuk setiap tahun fiskal. SAR ini berisi performance (output/outcome) termasuk jumlah budget yang dikeluarkan dalam setiap program/proyek yang mendukung setiap strategi institusi. Laporan
10
tersebut juga menunjukkan performance/hasil dari institusi keseluruhan, dan juga dari fakultas/sekolah/kantor atau unit yang terkait, setelah membandingkan antara performance/output aktual dan kriteria atau target yang disebut dalam rencana aksi setiap tahun fiskal. Institusi bisa menggunakan informasi ini untuk meningkatkan performance-nya lebih jauh dan mereview pendekatannya ke alokasi budget sehingga institusi menjadi lebih konsisten dengan performance dan target yang diharapkan. Dalam studi ini, model administratif dari performance-based budgeting bagi institusi perguruan tinggi adalah sebuah “integrated model” dari budgeting yang menghubungkan output/outcome dengan rencana strategis organisasi/unit. Sistem budgeting dijalankan berdasarkan 7-palang standar dari manajemen finansial. Pendekatan sentralitas-otoritas dan pendekatan desentralisasi-otoritas diintegrasikan untuk menghasilkan sebuah keseimbangan dan agar sesuai dengan prinsip good governance, yang difokuskan ke transparansi, akuntabilitas, desentralisasi-otoritas, dan manajemen partisipatif. Model integrasi dari performance-based budgeting berisi 4 komponen pokok: (1) sebuah rencana strategis yang mendeteminasi goal, panduan operasional dan outcome yang ditunjukkan di bentuk strategi/output 3-tingkat; (2) sebuah sistem budgeting, dengan emphasis ke operasi yang didasarkan pada 7-Palang standar manajemen finansial, yang berisi antara lain planning, managing dan evaluating; (3) struktur pendekatan integrasi ke manajemen budget, yang difokuskan ke desentralisasiotoritas ke kantor/unit yang di bawah supervisi sebuah badan sentral yang beranggotakan kantor koordinasi yang beroperasi atas nama institusi; dan (4) kondisi dari implementasi model dan faktor pendukungnya, seperti leadership transformasional di pihak administrator, kerjasama dari personel di setiap tahap program, termasuk di tahap budgeting, dan juga training dan pengembangan guna meningkatkan pengetahuan dan pemahaman personel tentang peran dan tanggungjawab setiap section/unit yang bertanggungjawab untuk performancebased budgeting ataupun tentang sistem monitoring dan reporting yang efisien
11
yang dari situ informasi bisa diterapkan untuk meningkatkan planning dari budget dan pengoperasiannya dalam cara yang lebih konsisten dengan rencana strategis sebuah institusi. Sebuah rencana strategis dengan tujuan, panduan operasi dan outcome yang dijelaskan dalam bentuk strategi/output di 3 level terkait: organisasi, fakultas/sekolah dan divisi/unit
Sebuah sistem budgeting yang berisi planning, managing dan evaluating. Mencakup 7-Palang, dan didasarkan pada prinsip good governance.
Komite Sentral untuk Budgeting
Sebuah Kantor Koordinasi untuk Budgeting untuk Area Sains dan Teknologi
Fakultas/ Sekolah/ Jurusan
Kantor/ Section/ Unit
Sebuah Kantor Koordinasi untuk Budgeting untuk Area Ilmu Sosial dan Kemanusiaan
Fakultas/ Sekolah/ Jurusan
Kantor/ Section/ Unit
Kondisi dan Faktor Pendukung: Fleksibilitas pada konteks sebuah institusi, leadership transformasional di pihak administrator, kerjasama dari personel terkait, program training dan pengembangan guna meningkatkan pengetahuan dan pemahaman personel tentang performance-based budgeting ataupun sistem monitoring dan reporting yang efisien.
Gambar 3: Sebuah Model Administratif dari Performance-Based Budgeting: Sebuah Pendekatan Integrasi
12
Pembahasan Temuan Temuan
studi
memperlihatkan
adanya
signifikansi
integrasi
desentralisasi-otoritas dengan pendekatan sentralisasi-otoritas di dalam manajemen performance-based budget, termasuk beberapa karakteristik dari model “integrasi” dari budgeting yang difokuskan ke keterkaitan antara output/outcome dan rencana strategis, dan juga difokuskan ke pendekatan operasional yang menggambarkan prinsip good governance yang meliputi transparansi, akuntabilitas, desentralisasi-otoritas dan manajemen partisipatif. Model dan karakteristik ini sesuai dengan apa yang diindikasikan oleh CIDA (2001), Chalermmiprasert (2001) dan Ministry of Education (2002), atau apa yang dikatakan oleh Jongbloed dan Vossensteyn (2001), yang menemukan adanya signifikansi keterkaitan antara output/outcome yang disebut di rencana strategis dan proses pendanaan, dan juga juga menemukan bahwa standar yang diterima luas, yaitu 7-Palang yang didasarkan pada prinsip good governance,
dijalankan
berdasarkan
hasil
atau
manajemen
berbasis-
performance demi meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Dalam planning untuk budget, ditemukan bahwa desentralisasi-otoritas untuk membuat kerangka pengeluaran jangka menengah (MTEF – medium term expenditure framework) bagi personel terkait dijalankan di level bawah. Karena itu, institusi perguruan tinggi harus memberikan staff-nya pengetahuan tambahan dan training workshop tentang MTEF, dan juga memberikan mereka peluang untuk ikut dalam planning strategis dan planning untuk budget. Terkait dengan manajemen budget, ditunjukkan bahwa persoalan penting perlu ditindaklanjuti, dan persoalan tersebut meliputi determinasi standar operasi untuk prokuremen, audit yang tepat dan sistematik untuk pengeluaran berorientasi output/outcome, dan pembagian skop tanggungjawab antara universitas dan jurusan/kantor, khususnya dalam manajemen aset tetap. Untuk menyelesaikan
persoalan
tersebut,
administratur
universitas
harus
bekerjasama dengan kepala jurusan/kantor dalam membuat konsep inovatif
13
yang bisa diterapkan untuk manajemen sumberdaya pendidikan, seperti total quality
management,
benchmarking,
guna
risk
management,
menciptakan
balanced
administrasi
yang
scorecard
dan
partisipatif
dan
perkembangan organisasi yang berkelanjutan. Untuk perihal monitoring dan evaluating, ada beberapa masalah dan praktek minimal dalam mendefinisikan indikator performance kunci bagi kesuksesan dan untuk audit internal berbagai section/unit. Setiap institusi perguruan tinggi harus melakukan sistem monitoring dan reporting yang efisien guna memastikan bahwa pengoperasian setiap unit bisa mencapai target atau goal yang ditetapkan di sebuah rencana strategis. Selain itu, performance semua aktivitas dalam setiap proyek di rencana aksi tahunan harus mempertimbangkan dan dibandingkan dengan kriteria dan target yang didefinisikan untuk setiap tahun fiskal. Informasi tersebut kemudian digunakan sebagai panduan untuk perbaikan lebih jauh agar setiap institusi bisa menyesuaikan alokasi budgetnya sehingga ini lebih konsisten dengan performance aktual yang secara efisien cocok dengan goal.
Rekomendasi Berdasarkan temuan penelitian, agar sukses mengimplementasikan “model integrasi” performance-based budgeting, maka direkomendasikan agar administratur dari institusi perguruan tinggi menerapkan komponen pokok dari model integrasi performance-based budgeting, yang berupa rencana strategis, sistem budgeting dengan emphasis ke 7-Palang standar manajemen finansial, struktur pendekatan integrasi ke manajemen budget, dan kondisi untuk implementasi model dan faktor pendukungnya, semacam instrumen untuk komunikasi personel dalam organisasi/unit, dan kecocokan antara persepsi personel dan pendekatan operasional ke budgeting. Untuk mewujudkan
ini,
administratur
harus
memiliki
karakteristik
leader
transformasional atau mengganti agen yang memiliki visi dan mampu
14
memotivasi personel agar kerja sebagai tim guna mendapat outcome dan tujuan organisasi/unit. Sebelum mengimplementasikan model integrasi dari performancebased budgeting, institusi perguruan tinggi harus membuat program training, konferensi, dan workshop untuk mengembangkan dan melengkapi personel dengan pengetahuan dan pemahaman tentang prinsip dan target performancebased budgeting, pengoperasian yang didasarkan pada 7-Palang standar manajemen finansial, dan pelaksanaan aktivitas sampai ke setiap subkomponen dari model integrasi. Yang patut dipikirkan adalah bahwa kerjasama personel di setiap tahap budgeting adalah sebuah faktor kunci yang membuahkan manajemen budget yang berorientasi-hasil. Setiap institusi perguruan tinggi harus melakukan modifikasi minimal ke mode integrasi dari performance-based budgeting agar ini cocok dengan situasi dan kondisi sekitar dari setiap institusi. Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam reformasi dan pengembangan budgeting, setiap institusi harus menerapkan model integrasi dari performance-based budgeting bersama
dengan
konsep
result-based
management
(RBM),
yang
dikonsentrasikan pada peningkatan dan pengembangan ke arah efektivitas. Selain itu, konsep balanced scorecard (BSC) harus diterapkan untuk membantu memonitor dan mengevaluasi implementasi sebuah rencana strategis.
15