INTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PENDIDIKAN IPS DI PERGURUAN TINGGI Baseran Nor, M.Pd. Pendidikan Ekonomi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial FKIP UNLAM
[email protected]
Abstrak
Pendidikan karakter diterapkan dalam dunia pendidikan guna menciptakan generasi muda yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Nilai pendidikan karakter yang harus dikembangkan di perguruan tinggi mencakup (1) religius; (2) jujur; (3) toleransi; (4) disiplin; (5) kerja keras; (6) kreatif; (7) mandiri; (8) demokratis; (9) rasa ingin tahu; (10) semangat kebangsaan; (11) cinta tanah air; (12) menghargai prestasi; (13) bersahabat/komunikatif; (14) cinta damai; (15) gemar membaca; (16) peduli lingkungan; (17) peduli sosial; dan (18) tanggung jawab. Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS di perguruan tinggi dapat dilakukan melalui (1) perencanaan pembelajaran, meliputi (a) silabus, (b) Satuan Acara Perkuliahan (SAP), dan (c) bahan ajar; (2) pelaksanaan pembelajaran, meliputi (a) kegiatan pendahuluan, (b) kegiatan inti, dan (c) penutup; (3) penilaian pembelajaran. Kata kunci: Pendidikan Karakter, IPS, dan Perguruan Tinggi
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Tujuan Pendidikan Nasional menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3 adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam konteks ini, tujuan pendidikan merupakan seperangkat hasil pendidikan yang dicapai oleh peserta didik setelah diselenggarakannya kegiatan pendidikan. Tersirat dalam tujuan pendidikan nasional tersebut bahwa melalui pendidikan hendak diwujudkan kecerdasan spiritual, emosional, sosial, intelektual maupun kecerdasan kinestetika. Pendidikan nasional mempunyai tujuan mulia terhadap individu peserta didik, yakni membangun pribadi yang memiliki ilmu pengetahuan, meningkatkan kemampuan teknis, mengembangkan kepribadian yang kokoh dan membentuk karakter yang kuat. Tujuan pendidikan akan tercapai bilamana dalam pelaksanaan pendidikan semua pihak yang terkait saling berkerja sama. Dewasa ini di kalangan pendidikan calon guru, banyak membicarakan terjadinya krisis moral, gejala tersebut ditunjukkan dengan kenyataan berkurangnya perhatian mahasiswa pada waktu pelajaran, aktivitas nongrong, “ngeceng” dan keluyuran di mall, pesta narkoba, seks bebas, mengunjungi bar dan diskotik, tawuran dan terorisme. Ini sesuai dengan hasil pengamatan dan pengalaman peneliti di kampus menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa ketika perkuliahan baru dimulai tidak menghargai dosen yang memberikan materi tetapi lebih disibukan dengan melakukan kegiatan sendiri seperti memainkan HP untuk mengupdate status di facebook atau berbincang-bincang dengan teman. Atau membolos kuliah lantaran tidak suka dengan dosennya dengan nongkrong di mall. Belum lagi ”nyontek” ketika ujian karena tidak menguasai materi, atau mengcopy paste pekerjaan teman. Penyimpangan-penyimpangan tersebut disebabkan karena belum efektifnya pendidikan karakter di perguruan tinggi yang disebabkan ketidaksiapan dan kekurangfahaman dosen dalam menyisipkan pendidikan karakter ketika perkuliahan berlangsung. Selain itu juga bisa dikarenakan dosen belum berkarakter. Pada dosen belum mampu menjadi figur tauladan yang perilakunya bisa dijadikan model bagi mahasiswanya. Mereka lebih suka menunjukkan kekerasan dan kebringasan di kelas, seperti anggapan dosen selalu benar sehingga ketika ada mahasiswa yang protes langsung dikeluarkan dari kelas atau mahasiswa terlambat dimarahi padahal dosennya sering terlambat masuk kuliah. Belum lagi proses penilaian yang cenderung lebih bersifat kognitif saja tanpa melihat afektif dan psikomotorik mahasiswa. Orientasi yang dilakukan hanyalah seberapa besar mahasiswa menguasai suatu mata kuliah yang diberikan oleh dosen. Indeks Prestasi (IP) adalah faktor tunggal menentukan kelulusan seseorang.
B.
Rumusan Masalah 1. Apa itu pendidikan karakter? 2. Bagaimana integrasi pendidikan karakter dalam pendidikan IPS di perguruan tinggi?
C.
Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pendidikan karakter. 2. Untuk mengetahui integrasi pendidikan karakter dalam pendidikan IPS di perguruan tinggi.
D.
Manfaat Penelitian 1. Agar mahasiswa dapat memahami lebih jauh tentang pentingnya pendidikan karakter di perguruan tinggi. 2. Agar dosen dapat menentukan metode, dan model pembelajaran yang dapat menumbuhkan pendidikan karakter.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Karakter Menurut Dani Setiawan (2010) dalam Agus Wibowo dan Sigit Purnama (2013: 33-34) istilah karakter berasal dari kata dalam bahasa Latin, yaitu “kharakter”, “kharassein” dan “kharax”, yang bermakna “tools for marking,” “to engrave” dan “pointed stake”. Kata ini mulai digunakan dalam bahasa Prancis sebagai “caractere” pada abad ke-IV. Ketika masuk ke dalam bahasa Inggris, katanya berubah menjadi “character” dan dirubah menjadi karakter dalam bahasa Indonesia. Menurut American Dictionary of the English Language (2001) dalam Agus Wibowo dan Sigit Purnama (2013: 34) karakter merupakan istilah yang menunjuk kepada aplikasi nilai-nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Sedangkan menurut Suyanto (2010), karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Berdasarkan beberapa pengertian karakter menurut para ahli, maka dapat ditarik kesimpulan yang dimaksud dengan karakter adalah cara berpikir atau berperilaku yang merupakan aplikasi dari nilai-nilai kebaikan seseorang di lingkungannya. Pendidikan merupakan upaya untuk mengembangkan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Muara ranah kognitif adalah tumbuh dan berkembangnya kecerdasan dan kemampuan intelektual akademik, ranah afektif bermuara pada terbentuknya karakter kepribadian, dan ranah psikomotorik akan bermuara pada keterampilan vokasional dan perilaku. Menurut undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Berdasarkan pengertian tersebut di atas terdapat tiga hal yang menjadi unsur dalam pendidikan yaitu: 1.
Usaha sadar dan terencana. Pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana menunjukkan bahwa pendidikan adalah sebuah proses yang disengaja dan dipikirkan secara matang. Oleh karena itu, di setiap level manapun kegiatan pendidikan harus
direncanakan terlebih dahulu, baik di tingkat nasional, provinsi,
kabupaten dan kota, maupun sekolah. 2.
Mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya Pendidikan yang dikehendaki adalah pendidikan yang dapat mewujudkan suasana belajar yang kondusif dan mendukung proses pembelajaran yang menitikberatkan kepada keaktifan peserta didik untuk mengembangkan potensi diri yang dimiliki. Artinya pendidikan tidak menuntut keberadaan
pendidik sebagai satu-satunya sumber informasi (teacher center) namun lebih berpusat kepada peserta didik (student center). 3.
Memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Komponen ini merupakan bagian dari definisi pendidikan sekaligus menggambarkan tujuan pendidikan nasional. Di sana tertera tujuan yang berdimensi ke-Tuhan-an, pribadi, dan sosial. Artinya, pendidikan yang dikehendaki bukanlah pendidikan sekuler yang memisahkan agama dengan kehidupan dunia tetapi lebih kepada pendidikan yang membentuk karakter peserta didik yang beriman dan bertakwa. Adanya pendidikan pribadi (individual) yang mengatur bagaimana pendidikan diselenggarakan berdasarkan perkembangan pribadi peserta didik, dan pendidikan sosial yang membina peserta didik agar dapat bersosialisasi dan berperan aktif sesuai dengan keterampilannya baik di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun negara. (Baseran Nor, 2013: 15). Terlihat sangat jelas bahwa pelaksanaan pendidikan adalah untuk membentuk sumber daya
manusia yang mempunyai karakter. Pembentukan karakter adalah upaya untuk membantu perkembangan jiwa anak baik lahir dan batin yang mampu menumbuhkembangkan nilai-nilai yang baik atau positif pada diri anak sesuai dengan etika moral yang berlaku. Anak tidak hanya tahu apa yang seharusnya dilakukan, tetapi juga memahami mengapa hal tersebut dilakukan, sehingga anak akan berperilaku seperti yang diharapkan. Pembentukan karakter dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan dari anak usia dini sampai dengan ke perguruan tinggi, agar terinternalisasi dengan baik dalam diri anak. Menurut Deni Damayanti (2014: 10) pembentukan karakter melalui tahapan sebagai berikut: 1. Pada usia 5 sampai 8 tahun ditanamkan nilai-nilai yang bersifat global dan spontan. 2. Pada usia 9 sampai 12 tahun pendidikan karakter berupa nilai-nilai hakikat kebenaran berupa baik atau buruk. 3. Pada usia 14 sampai 16 tahun anak mulai dilatihkan berbagai perilaku berupa kebaikan betapapun beratnya. 4. Pada usia 17 sampai 20 tahun anak dibiasakan tidak hanya berbuat baik tetapi juga menyadari maksud dan tujuan suatu sikap. Adapun pengertian pendidikan karakter menurut Deni Damayanti (2014: 11-12) adalah gerakan nasional menciptakan sekolah yang membina etika, bertanggung jawab dan merawat orang-orang muda dengan permodelan dan mengajarkan karakter baik melalui penekanan pada universal, nilai-nilai yang diyakini yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Haryanto (2011: 4) pendidikan karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil, dimana tujuan pendidikan karakter adalah meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah melalui pembentukan karakter peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Adapun nilai-nilai yang perlu dihayati dan diamalkan
oleh guru saat mengajarkan mata pelajaran di sekolah adalah: religius, jujur, toleran, disiplin, kerja keras, kerja cerdas, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, senang membaca, peduli sosial, peduli lingkungan, dan tanggung jawab. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan karakter adalah pendidikan yang menanamkan, mengembangkan dan menerapkan karakter-karakter luhur kepada peserta didik dalam segala aspek kehidupan. B. Nilai Nilai Karakter Bagi Dosen dan Mahasiswa Menurut Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan dan Nasional (2011) dalam Agus Wibowo dan Sigit Purnama (2013: 83-84) telah merumuskan materi pendidikan karakter yang mencakup 18 aspek sebagai berikut: 1. Religius; sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. 2. Jujur; perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. 3. Toleransi; sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. 4. Disiplin; tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. 5. Kerja keras; perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. 6. Kreatif; berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. 7. Mandiri; sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugastugas. 8. Demokratis; cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. 9. Rasa ingin tahu; sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. 10. Semangat kebangsaan; cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. 11. Cinta tanah air; cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bangsa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. 12. Menghargai prestasi; sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. 13. Bersahabat/komunikatif; tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain
14. Cinta damai; sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. 15. Gemar membaca; kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. 16. Peduli lingkungan; sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. 17. Peduli sosial; sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. 18. Tanggung jawab; sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dilakukannya, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. C. Integrasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran IPS di Perguruan Tinggi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebagai salah satu jurusan program pendidikan dan bidang pengetahuan di FKIP UNLAM, tidak hanya menyajikan pengetahuan sosial semata-mata, melainkan harus pula membina mahasiswa menjadi warga masyarakat dan warga negara yang memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat, bangsa dan negara. Dengan demikian, pokok bahasan yang disajikan tidak hanya terbatas pada materi yang bersifat pengetahuan, melainkan juga meliputi nilai-nilai yang wajib melekat pada diri mahasiswa. Pendidikan IPS adalah studi mengenai perpaduan antara ilmu-ilmu dalam rumpun ilmu sosial dan humaniora untuk melahirkan pelaku-pelaku sosial yang dapat berpartisipasi dalam memecahkan masalah-masalah sosio-kebangsaan. Pembelajaran IPS bertujuan untuk mengajarkan mahasiswa menjadi warga negara Indonesia yang baik dan penuh kedamaian. IPS diperlukan bagi keberhasilan transisi kehidupan masyarakat menuju karakter bangsa yang sesuai dengan prinsip dan semangat nasional. Dengan demikian para mahasiswa dalam pembelajarn IPS terlatih untuk menyelesaikan persoalan sosial dengan pendekatan secara holistik dan terpadu dari berbagai sudut pandang. Menurut Deni Damayanti (2014: 123-124) tujuan pembelajaran IPS adalah: 1. Peserta didik mampu memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat. 2. Peserta didik mampu mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalahmasalah sosial. 3. Peserta didik mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat. 4. Peserta didik mampu menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat.
5. Peserta didik mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat. Pendidikan karakter sejalan dengan tujuan pendidikan IPS yaitu membina mahasiswa menjadi warga negara yang baik, yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya sendiri serta bagi masyarakat dan bagi negara. Untuk merealisasikan tujuan tersebut, proses perkuliahan tidak hanya terbatas pada aspek-aspek pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) saja, melainkan juga meliputi aspek akhlak (afektif) serta bertanggung jawab sesuai yang terkandung dalam nilai-nilai Pancasila. Pendidikan karakter di perguruan tinggi perlu melibatkan berbagai komponen terkait yang didukung oleh proses pendidikan itu sendiri, yaitu kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan warga kampus, pengelolaan perkuliahan, pengelolaan berbagai kegiatan mahasiswa, pemberdayaan sarana dan prasarana, serta etos kerja seluruh warga kampus. Pendidikan karakter di perguruan tinggi juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan perguruan tinggi seperti bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di perguruan tinggi. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik, dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Integrasi atau pengintegrasian adalah usaha sadar dan terencana (terprogram) dosen, dengan tujuan memadukan pendidikan karakter ke dalam semua mata perkuliahan, dalam proses pembelajaran sehingga terjadi internalisasi dan personalisasi (mempribadi) nilai-nilai karakter bangsa untuk diketahui, dipahami, dihayati dan dilaksanakan (in action) secara tetap (konsisten). Pengembangan karakter bangsa diintegrasikan dalam setiap standar kompetensi dan kompetensi dasar. Nilai-nilai tersebut tercantum dalam silabus dan Satuan Acara Perkuliahan (SAP). Pengintegrasian dilaksanakan mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran pada semua mata pelajaran. Menurut Supinah (2011) dalam Siti Fatimah (2013: 369-373) cara pengintegrasian pendidikan karakter dalam pembelajaran adalah sebagai berikut: 1. Perencanaan Pembelajaran Perencanaan pembelajaran meliputi silabus, SAP, dan bahan ajar yang dirancang agar muatan maupun kegiatan pembelajarannya memfasilitasi atau berwawasan pendidikan karakter bangsa dengan mengadaptasi silabus, SAP, dan bahan ajar yang telah dibuat dengan menambahkan kegiatan pelajaran yang bersifat memfasilitasi dikembangkannya nilai-nilai, disadarinya pentingnya nilai-nilai, dan diinternalisasinya nilai-nilai karakter bangsa. a.
Silabus. Silabus membuat standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Pembelajaran yang membantu mahasiswa mengembangkan karakter dilakukan perubahan pada tiga komponen silabus yaitu berupa penambahan atau modifikasi (1) kegiatan perkuliahan, sehingga ada kegiatan
pembelajaran yang mengembangkan karakter, (2) indikator pencapaian, sehingga ada indikator yang terkait dengan pencapaian peserta didik dalam hal karakter, dan (3) teknik penilaian, sehingga ada teknik penilaian yang dapat mengembangkan atau mengukur perkembangan karakter. b.
Satuan Acara Perkuliahan (SAP). SAP disusun berdasarkan silabus yang telah dikembangkan oleh perguruan tinggi. SAP memberi petunjuk bagi dosen dalam menciptakan karakter SAP yang perlu diadaptasi. Adaptasi yang dimaksud adalah berupa perubahan pada komponen SAP yaitu penambahan atau modifikasi pada (1) kegiatan perkuliahan, sehingga ada kegiatan pembelajaran yang mengembangkan karakter, (2) indikator pencapaian, sehingga ada indikator yang terkait dengan pencapaian mahasiswa dalam hal karakter, dan (3) teknik penilaian, sehingga ada teknik penilaian yang dapat mengembangkan atau mengukur perkembangan karakter.
c.
Bahan Ajar. Bahan ajar sejalan dengan apa yang telah dirancang dalam silabus dan SAP yang berwawasan pendidikan karakter bangsa. Penyesuaian yang paling mungkin dilaksanakan oleh dosen adalah dengan cara menambahkan kegiatan belajar yang sekaligus dapat mengembangkan karakter. Kegiatan pembelajaran baik secara eksplisit maupun implisit terbentuk atas komponen (1) tujuan, (2) input, (3) aktivitas, (4) pengaturan, (5) peran Dosen, dan (6) peran mahasiswa.
2. Pelaksanaan Pembelajaran. Kegiatan pelaksanaan dari tahapan kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup, dipilih dan dilaksanakan agar mahasiswa mempraktikkan nilai-nilai karakter yang ditargetkan. a.
Kegiatan Pendahuluan. Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian mahasiswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Pada pelaksanaan pembelajaran dalam kegiatan pendahuluan dosen (1) menyiapkan mahasiswa secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran, (2) mengajukan pertanyaan yang mengkaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari (apersepsi), (3) menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, dan (4) menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus. Contoh yang dapat dilakukan untuk mengenal nilai, membangun kepedulian akan nilai dan membantu internalisasi nilai karakter pada tahap pendahuluan (a) datang tepat waktu (disiplin), (b) mengucapkan salam dengan ramah kepada mahasiswa ketika memasuki ruang kelas (santun dan peduli), (c) berdoa sebelum membuka pelajaran (religius), (d) mengecek kehadiran (disiplin), (e) memastikan bahwa setiap mahasiswa datang tepat waktu (disiplin), (f) menegur mahasiswa yang terlambat dengan sopan (disiplin, santun, dan peduli), (g) mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan karakter, dan (g) dengan merujuk pada silabus, SAP, bahan ajar, menyampaikan butir
karakter yang hendak dikembangkan selain yang terkait dengan standar kompetensi atau kompetensi dasar. b.
Kegiatan Inti. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi mahasiswa untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis. Contoh nilai yang ditanamkan dari proses pembelajaran yang potensial dapat membantu mahasiswa menginternalisasi nilai-nilai karakter (a) melibatkan mahasiswa mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik yang akan dipelajari (mandiri, berpikir, logis, kreatif, kerjasama), (b) melibatkan mahasiswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran (rasa percaya diri, mandiri), (c) membiasakan mahasiswa membaca dan menulis yang beragam melalui tugas (cinta ilmu, kreatif, logis), (d) memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah dan bertindak tanpa rasa takut (kreatif, percaya diri, kritis), (e) memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan dan tulisan terhadap keberhasilan mahasiswa (percaya diri, saling menghargai, santun, kritis, logis), (f) memfasilitasi mahasiswa melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang bermakna (memahami kelebihan dan kekurangan diri sendiri).
c.
Penutup. Penutup merupakan kegiatan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran dalam bentuk rangkuman, penilaian (jujur, mengetahui kelebihan dan kekurangan), umpan balik (saling menghargai, percaya diri, santun, kritis, logis), dan tindak lanjut (disiplin, berprestasi, tanggung jawab, mandiri, kerja keras), menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya (rasa ingin tahu, tanggung jawab).
3. Penilaian Pembelajaran. Penilaian hasil belajar adalah kegiatan ditujukan untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pembelajaran dari proses pembelajaran yang telah dilakukan. Teknik dan instrumen yang dipilih dan dilaksanakan tidak hanya mengukur pencapaian kognitif tetapi juga perkembangan kepribadian mahasiswa. Penilaian pencapaian pendidikan nilai karakter bangsa didasarkan pada indikator nilai kejujuran. Penilaian dilakukan secara terus menerus Pembentukan karakter yang sesuai dengan budaya bangsa tidak hanya dilakukan melalui serangkaian kegiatan belajar mengajar di kelas. Pembiasaan-pembiasaan dalam kehidupan perlu dimulai dari lingkup terkecil, yaitu mulai dari keluarga sampai masyarakat. Nilai-nilai tersebut tentunya perlu ditumbuhkembangkan yang pada akhirnya dapat membentuk pribadi karakter peserta didik yang selanjutnya merupakan pencerminan hidup suatu bangsa yang besar. Menurut Zamroni (2011) dalam Agus Wibowo dan Sigit Purnama (2013: 144-145) ada tujuh strategi pendidikan karakter yang dapat dilaksanakan dalam pendidikan tinggi, yaitu: 1. Tujuan, sasaran dan target yang dicapai harus jelas dan konkret
2. Pendidikan karakter akan lebih efektif dan efisien kalau dikerjakan tidak hanya oleh perguruan tinggi, melainkan harus ada kerjasama antara perguruan tinggi dengan orang tua/wali mahasiswa. 3. Menyadarkan pada semua dosen akan peran yang penting dan tanggung jawab dalam keberhasilan melaksanakan dan mencapai tujuan pendidikan karakter. 4. Kesadaran dosen akan perlunya “hidden curriculum”, dan merupakan instrumen yang amat penting dalam pengembangan karakter mahasiswa. Kurikulum tersembunyi ini ada perilaku dosen, khususnya dalam berinteraksi dengan para mahasiswa, yang disadari atau tidak akan berpengaruh besar pada para mahasiswa. Oleh karena itu, para dosen perlu memanfaatkan kurikulum tersembunyi ini dengan sadar dan terencana. 5. Dalam melaksanakan pembelajaran dosen hendaknya menekankan pada daya kritis dan kreatif mahasiswa (critical and creative thinking), kemampuan bekerja sama, dan keterampilan mengambil keputusan. 6. Kultur perguruan tinggi harus dimanfaatkan dalam pengembangkan karakter mahasiswa. Nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, norma-norma, semboyan-semboyan sampai kondisi fisik kampus yang perlu dipahami dan didesain sedemikian rupa sehingga fungsional untuk mengembangkan karakter mahasiswa. 7. Pada hakekatnya salah satu fase pendidikan karakter adalah merupakan proses pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di kampus yang dapat dimonitor dan dikontrol oleh dosen.
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Pendidikan karakter sangat penting diterapkan demi mengembalikan karakter generasi muda bangsa Indonesia yang sudah mulai luntur. Dengan dilaksanakannya pendidikan karakter di perguruan tinggi, diharapkan dapat menjadi solusi atas masalah-masalah sosial yang terjadi masyarakat. Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang baik terhadap tuhan Yang Maha Esa, dirinya, sesama lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional. Perguruan tinggi mengemban tanggung jawab dan kewajiban yang besar dalam hal kegiatan melahirkan sumber daya intelektual, yang diharapkan nantinya bisa memberikan kontribusi bagi peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa Indonesia. Lulusan perguruan tinggi diharapkan mampu menjalankan fungsinya sebagai agen pembaharuan dalam masyarakat. Selain itu juga lulusan perguruan tinggi dapat membawa pencerahan dan memberikan pengaruh positif bagi peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Pendidikan karakter di perguruan tinggi hendaknya menjadi tanggung jawab semua dosen. Dengan demikian tidak ada alasan bahwa kewajiban membentuk karakter lulusan hanya dibebankan kepada dosen mata kuliah tertentu atau program studi tertentu pula. Setiap dosen memiliki kewajiban tidak hanya membentuk kompetensi di bidang penguasaan akademik maupun teknik, tetapi juga menyangkut kepribadian, sikap dan internalisasi nilai-nilai karakter. B. Saran 1. Hendaknya mahasiswa membiasaan kehidupan berkarakter di lingkungan kampus seperti mengikuti kegiatan mahasiswa seperti pramuka, olahraga, karya tulis, kesenian dan lainnya. 2. Dosen hendaknya menjadi teladan bagi penerapan pendidikan karakter di kampus, memahami betul dan bisa menerapkan kurikulum tersembunyi yang harus ada di setiap perkuliahan yang diampunya. Kebiasaan menggunakan model-model pembelajaran yang mendukung terbinanya karakter yang baik di setiap perkuliahannya. Agus Wibowo dan Sigit Purnama. 2013. Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Baseran Nor. 2013. Pengaruh Multimedia, Gaya Belajar dan Motivasi Belajar Terhadap Peningkatan Prestasi Belajar Mikro Ekonomi Mahasiswa Pendidikan Ekonomi FKIP UNLAM 2012/2013. Tesis. Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta. Daryanto. 2011. Pendidikan Karakter Menurut Ki Hadjar Dewantara. Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UNY. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/131656343/ PENDIDIKAN%20 KARAKTER%20MENURUT%20KI%20HAJAR%20DEWANTORO.pdf. Diunduh tanggal 17 Mei 2014. Deni Damayanti. 2014. Panduan Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Araska. Siti Fatimah. 2013. Pengintegrasian Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa dalam Pembelajaran Ekonomi. Jurnal Forum Sosial. Vol. VI Nomor 02 September 2013.