THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
INTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DI SEKOLAH Siti Muyana Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Ahmad Dahlan email:
[email protected]
Abstrak Layanan bimbingan kelompok bertujuan membantu pencapaian peserta didik dalam menjalani tugas perkembangan, terutama yang berkaitan dengan karakter mulia untuk. Karakter dan individu merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan. Karakter yang melekat dalam diri individu dapat dipahami melalui apa yang tercermin dan ditampakkan individu dalam keseharian. Keberhasilan pendidikan karakter yang diintegrasikan ke dalam layanan bimbingan kelompok dapat mencapai hasil maksimal apabila terdapat kerjasama yang baik antar dua belah pihak, baik pendidik ataupun peserta didik. Beberapa kriteria keberhasilan pendidikan karakter dalam layanan bimbingan kelompok yaitu: terdapat kesesuaian nilai moral peserta didik dengan tujuan yang ingin dicapai layanan, mampu memanfaatkan layanan secara optimal, dan melakukan berbagai aktifitas sesuai dengan nilai moral yang berlaku. Kata Kunci: Pendidikan karakter, layanan bimbingan kelompok, nilai moral PENDAHULUAN Negara yang hebat adalah negara yang memiliki generasi penerus yang berkarakter mulia. Generasi berkarakter tersebut dapat dibentuk melalui pendidikan karakter yang dapat diintegrasikan ke dalam pendidikan nasional baik formal, non-formal, dan semi-formal. Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang tertuang ke dalam Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1, bahwa “... peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Tujuan pendidikan nasional tersebut dapat dipahami bahwa karakter yang dimiliki peserta didik sudah seyogyanya dibentuk dan dikembangkan sendiri oleh peserta didik. Akan tetapi dalam proses pembentukan dan pengembangan karakter, peserta didik memerlukan bantuan dari orang lain disekitarnya, baik
THE 5TH URECOL PROCEEDING
orangtuan/keluarga, guru, teman, ataupun masyarakat. Membentuk karakter yang mulia banyak melibatkan berbagai macam aspek, baik pengetahuan (kognitif), perasaan (afeksi), dan juga perilaku (psikomotorik). Menurut Samani, dkk (2011) peserta didik yang dapat dikatakan memiliki karakter mulia apabila dapat membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan akibat dari keputusannya. Dalam pendidikan formal, sekolah merupakan wadah strategis bagi pendidikan karakter yang dilaksanakan melalui berbagai macam program sekolah, salah satunya yaitu layanan bimbingan dan konseling. Hasil penelitian yang dikemukakan Hartono (2011) bahwa implementasi pendidikan karakter pada pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah dilakukan melalui dua arah, pertama disebut secara langsung yaitu melalui pelayanan bimbingan dan konseling yang diberikan kepada peserta didik. Kedua, disebut secara tidak langsung, karena tidak langsung diberikan kepada peserta didik/konseli, yang berupa keteladanan sikap dan perilaku guru
637
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
BK/konselor seiring dengan penanaman budaya kreatif, inovatif, produktif, kolaboratif, kedisiplinan, rasa memiliki, dan bertanggung jawab. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dalam keseluruhan sistem pendidikan khususnya di sekolah. Guru BK sebagai salah satu unsur pelaksana pendidikan mempunyai tanggung jawab untuk mendukung dan melaksanakan layanan bimbingan dan konseling. Layanan bimbingan dan konseling memiliki berbagai macam bentuk layanan, salah satunya yaitu layanan bimbingan kelompok. Melalui pelaksanaan layanan bimbingan kelompok, pendidikan karakter dapat diintegrasikan ke dalam proses pelaksanaan layanan. BSNP (2006:4) mengungkapkan “pelayanan bimbingan dan konseling memfasilitasi pengembangan peserta didik secara individual, kelompok, dan atau klasikal, sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, perkembangan, kondisi serta peluang-peluang yang dimiliki serta membantu peserta didik mengatasi kelemahan dan hambatan maupun masalah”. Layanan bimbingan kelompok merupakan proses pemberian informasi dan bantuan pada sekelompok orang dengan memanfaatkan dinamika kelompok guna mencapai suatu tujuan tertentu. Layanan yang diberikan dalam suasana kelompok dapat dijadikan media penyampaian informasi dan membantu siswa menyusun rencana dalam membuat keputusan yang tepat sehingga diharapkan akan berdampak positif bagi peserta didik dalam mengembangkan kehidupan efektif sehari-hari (KES) dan mengentaskan kehidupan efektif sehari-hari yang terganggu (KES-T). Melalui layanan bimbingan kelompok, guru BK dapat membantu pencapaian peserta didik dalam menjalani tugastugas perkembangannya, terutama yang berkaitan dengan karakter mulia yang seharusnya dimiliki oleh peserta didik. KAJIAN LITERATUR
Bimbingan Kelompok Bimbingan kelompok merupakan layanan BK yang membantu peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan
THE 5TH URECOL PROCEEDING
UAD, Yogyakarta
sosial, kegiatan belajar, karir/ jabatan, dan pengambilan keputusan, serta melakukan kegiatan tertentu, sesuai dengan tuntutan karakter yang terpuji melalui dinamika kelompok. Terkait dengan hal ini Gibson dan Mitchell (2008:275) mengemukakan bahwa, “Bimbingan kelompok adalah aktivitas-aktivitas kelompok yang berfokus kepada penyediaan informasi atau pengalaman lewat aktivitas kelompok yang terencana dan terorganisasi”. Definisi tersebut dapat dipahami bahwa, kegiatan bimbingan kelompok merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menyediakan dan memberikan informasi melalui perencanaan yang telah disusun sebelumnya. Pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan, bahwa bimbingan kelompok merupakan kegiatan layanan yang diberikan pada sekelompok individu, dengan memanfaatkan dinamika kelompok yang telah direncanakan, untuk mencegah munculnya masalah dan mengembangkan potensi yang dimiliki masingmasing individu. Bimbingan kelompok menurut Romlah (2006:13) bertujuan untuk membantu individu menemukan dirinya sendiri, mengarahkan diri, dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Pendapat selanjutnya dikemukakan oleh Bennet (dalam Romlah, 2006:14) bahwa bimbingan kelompok memiliki beberapa tujuan, antara lain sebagai berikut. a. Memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar hal-hal penting yang berguna bagi dirinya yang berkaitan dengan masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan sosial. b. Memberikan penyembuhan atau menghilangkan ketegangan dalam dinamika kelompok. c. Melalui dinamika kelompok dapat memberikan layanan yang lebih ekonomis dan efektif. d. Dapat lebih memahami individu untuk dapat memberikan layanan lanjutan seperti konseling individu. Pendapat selanjutnya dikemukakan oleh Nurihsan (2005:17) bahwa bimbingan kelompok memiliki tujuan “Untuk mencegah berkembangnya masalah atau kesulitan pada diri siswa”. Pendapat tersebut dapat dipahami bahwa bimbingan kelompok merupakan kegiatan
638
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
layanan yang bersifat pencegahan, di mana layanan diberikan sebelum muncul masalah pada masing-masing diri individu. Bimbingan kelompok dimaksudkan sebagai sarana pengembangan diri siswa untuk dapat menyesuaikan diri, mengembangkan potensi, mencegah munculnya masalah, dan mengembangkan wawasan dan pengetahuan pada diri siswa. Layanan bimbingan kelompok menurut Sukardi (2008:64) memiliki tiga fungsi yaitu, “Fungsi informatif, fungsi pengembangan, fungsi preventif dan kreatif”. Melalui bimbingan kelompok, individu dapat memperoleh pemahaman tentang informasi yang dibahas sehingga dapat mengembangkan KES dan mencegah terjadi KES-T. Selain berbagai fungsi tersebut, Prayitno (2012:184) mengemukakan bahwa kegiatan layanan bimbingan kelompok mengemban fungsi-fungsi konseling, yaitu pemahaman, pencegahan, pengentasan masalah, pengembangan, dan pemeliharaan. Layanan bimbingan kelompok yang diberikan dapat membantu dalam memperoleh pemahaman mengenai materi yang dibahas, sehingga dapat mencegah timbulnya masalah, serta dapat membantu mengentaskan permasalahan yang dihadapi, dan mampu mengembangkan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki untuk mencapai kehidupan efektif sehari-hari. Wynne (2008:43) mengemukakan bahwa layanan bimbingan kelompok memiliki manfaat “Members can experiment with their styles of interaction with other people in a contained, managed environment. They can then transfer these techniques and behaviors into real life situations. Members of the group can, as they process the observations of the group and their own reactions to others, get a better idea of who they want to become, as well as a better understanding of their own behavior. For the counselor, the advantages of groups include the ability to reach more clients, to become familiar with different populations of the school community, and to become more aware of current trends in youth culture”. Pendapat tersebut dapat dipahami bahwa dalam pelaksanaan layanan bimbingan
THE 5TH URECOL PROCEEDING
UAD, Yogyakarta
kelompok dapat bermanfaat bagi anggota kelompok dan Konselor. Bagi anggota kelompok, masing-masing anggota dapat menerapkan gaya berinteraksi dalam kelompok. Lebih dari hal itu, masing-masing anggota kelompok dapat menerapkan hasil dari layanan ke dalam kehidupan nyata melalui prilaku, masing-masing anggota kelompok dapat mengamati anggota yang lain dan reaksi diri sendiri kepada orang lain, mendapat ide baru yang lebih baik, serta pemahaman yang lebih baik. Bagi Konselor, manfaat dari memberikan layanan bimbingan kelompok mencakup kemampuan untuk menjangkau lebih banyak klien, menjadi lebih akrab dengan peserta didik yang memiliki beragam karakter, dan agar lebih dapat memahami perkembangan kehidupan peserta didik. Prayitno (2012:170) mengemukakan lima tahap bimbingan kelompok, antara lain: (a) tahap pembentukan, (b) tahap peralihan, (c) tahap kegiatan, (d) tahap penyimpulan, dan (e) tahap penutupan. Berikut merupakan uraian dari tahap pelaksanaan layanan bimbingan kelompok tersebut. a. Tahap pembentukan, merupakan tahap awal dalam bimbingan kelompok dengan cara membentuk sejumlah individu menjadi satu kelompok yang siap mengembangkan dinamika kelompok.untuk mencapai tujuan bersama. b. Tahap peralihan, merupakan tahap untuk mengalihkan dari kegiatan awal menuju kegiatan berikutnya yang lebih terarah pada pencapaian tujuan kelompok. c. Tahap kegiatan, merupakan kegiatan inti untuk membahas topik-topik tertentu. Topik-topik yang dibahas dapat berupa topik bebas maupun topik tugas. d. Tahap penyimpulan, merupakan tahapan kegiatan untuk melihat kembali apa yang sudah dilakukan dan dicapai oleh kelompok. Peserta kelompok diminta melakukan refleksi berkenaan dengan kegiatan pembahasan e. Tahap penutupan, merupakan tahap akhir dalam bimbingan kelompok. Kelompok membuat perencanaan untuk bimbingan kelompok selanjutnya.
639
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
Tidak semua masalah peserta didik harus diselesaikan secara individu, namun adakalanya pada kondisi-kondisi tertentu memerlukan bantuan melalui pemanfaatan dinamika kelompok yang didalamnya terdapat pemimpin dan anggota kelompok. Konselor sebagai pemimpin kelompok hendaknya mampu melaksanakan layanan bimbingan kelompok berdasar pada konsep dasar bimbingan kelompok, teknik, prosedur bimbingan kelompok, dan mampu mempraktikkan teknikteknik dalam bimbingan kelompok. Hal ini sesuai dengan pendapat Prayitno (2012:153) bahwa, pimpinan kelompok adalah Konselor yang terlatih dan berwenang menyelenggarakan praktik konseling profesional dan memiliki keterampilan khusus dalam menyelenggarakan bimbingan kelompok. Prayitno (2012:155) mengemukakan bahwa, dalam mengarahkan suasana kelompok melalui dinamika kelompok, pemimpin kelompok memiliki peran sebagai berikut. a. Pembentukan kelompok dari sekumpulan (calon) peserta (terdiri atas 8-10 orang), sehingga terpenuhi syarat-syarat kelompok yang mampu secara aktif mengembangkan dinamika kelompok, yaitu: 1) terjadinya hubungan antar anggota kelompok, menuju keakraban diantara mereka, 2) tumbuhnya tujuan bersama diantara anggota kelompok, dalam suasana kebersamaan, 3) berkembangnya itikad dan tujuan bersama untuk mencapai tujuan kelompok, 4) terbinanya kemandirian pada diri setiap anggota kelompok, sehingga mereka masing-masing mampu berbicara dan tidak menjadi yes-man, dan 5) terbinanya kemandirian kelompok, sehingga kelompok ini berusaha dan mampu “tampil beda” dari kelompok lain. b. Penstrukturan, yaitu membahas bersama anggota kelompok apa, mengapa, dan bagaimana layanan bimbingan kelompok dan/atau konseling kelompok dilaksanakan. 1) Pentahapan kegiatan bimbingan kelompok atau konseling kelompok.
THE 5TH URECOL PROCEEDING
UAD, Yogyakarta
2) Penilaian segera (Laiseg) hasil layanan bimbingan kelompok atau konseling kelompok. 3) Tindak lanjut layanan. Bimbingan kelompok tidak akan terlaksana apabila tidak disertai dengan adanya anggota kelompok, oleh karena itu anggota kelompok memiliki peran penting untuk terwujudnya tujuan pelaksanaan bimbingan kelompok. Prayitno (2012:161) mengemukakan peranan anggota kelompok sebagai berikut. a. Aktivitas Mandiri Peran anggota kelompok dalam layanan bimbingan kelompok dan konseling kelompok dari, oleh, dan untuk para anggota kelompok itu sendiri. Dari strategi berpikir, merasa, bersikap, bertanggungjawab, dan bertindak (BMB3) masing-masing anggota kelompok beraktivitas langsung dan mandiri dalam bentuk: 1) mendengar, memahami, dan merespon dengan tepat dan positif (3-M), 2) berpikir dan berpendapat, 3) menganalisis, mengkritisi, dan berargumentasi, 4) merasa, berempati, dan bersikap, 5) berpartisipasi dalam kegiatan bersama 6) bertanggung jawab dalam penerapan peran sebagai anggota kelompok dan pribadi yang mandiri. b. Aktivitas mandiri masing-masing anggota kelompok itu diorientasikan pada kehidupan bersama dalam kelompok. Kebersamaan ini diwujudkan melalui: 1) pembinaan keakraban dan keterlibatan secara emosional antar anggota kelompok, 2) kepatuhan terhadap aturan kegiatan dalam kelompok, 3) komunikasi jelas dan lugas dengan lembut dan bertatakrama, 4) saling memahami, memberi kesempatan, dan membantu, 5) kesadaran bersama untuk menyukseskan kegiatan kelompok. Selain peran anggota kelompok yang telah diuraikan tersebut, dalam bimbingan kelompok diharapkan terjadi dinamika kelompok yang kaya dan bersemangat, sehingga memerlukan
640
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
kondisi anggota kelompok yang relatif heterogen agar tidak monoton. Prayitno (2012:186) mengemukakan bahwa dengan terbentuknya kelompok dengan suasana anggota yang heterogen dapat membentuk dinamika kelompok yang aktif, sehingga terjadi proses saling memberi dan menerima, saling mengasah, saling merangsang, dan saling merespon berkenaan dengan materi yang bervariasi. Terbentuknya dinamika yang demikian diharapkan setiap anggota kelompok dapat memperoleh hal-hal baru bagi peningkatan kualitas dirinya sebagai hasil layanan. Pendapat tersebut dapat dipahami bahwa, dalam pelaksanaan layanan bimbingan kelompok perlu terdapat kerjasama yang baik antara pemimpin kelompok dan anggota kelompok. Adanya kerjasama tersebut dapat membantu mewujudkan hasil layanan bimbingan kelompok yang maksimal dan mampu mencapai tujuan yang diharapkan.
Pendidikan Karakter Karakter dan individu merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan. Sejatinya karakter yang melekat dalam diri individu dapat dipahami melalui apa yang tercermin dan ditampakkan oleh individu dalam keseharian. Simon Philip (Mu’in, 2011: 160) mengemukakan karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan. Pendapat selanjutnya dikemukakan oleh Kemendiknas (2010: 3) mengartikan karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan yang diterima oleh individu memiliki pengaruh dalam membentuk dan mengubah karakter. Apabila individu memperoleh kabijikan-kebajikan, maka dapat membentuk karakter yang mulia, hal tersebut berlaku pula sebaliknya. Dengan kata lain apa yang diperoleh individu, itu pula yang akan menjadi outputnya. Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1
THE 5TH URECOL PROCEEDING
UAD, Yogyakarta
yaitu mengembangkan potensi peserta didik yang didalamnya termasuk karakter mulia, mengisyaratkan bahwa setiap peserta didik memiliki tugas dan tanggungjawab dalam membentuk dan mengembangkan karakter mulia guna mencapai tujuan pribadi dan tujuan nasional. Lee (Nucci, dkk: 2008) mengungkapkan pendidikan karakter yang diberikan kepada peserta didik bertujuan untuk membina peserta didik menjadi warga yang baik untuk semua aspek kehidupan, baik bagi diri sendiri, agama, keluarga, dan masyarakat. Kemendiknas (2010) mengemukakan berbagai macam bentuk karakter antara lain religius, jujur, toleran, displin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabt/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan dan tanggung jawab. Berbagai macam karakter tersebut pada dasarnya dimiliki oleh setiap individu, akan tetapi setiap individu memiliki kadar yang berbeda-beda pada setiap bentuk karakter. Hal itu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan setiap individu berbeda dan mempunyai keunikan masing-masing.
PEMBAHASAN Kesuksesan seseorang dalam mencapai tujuan hidup tidak banyak dipengaruhi oleh pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. Goleman (1995) mengemukakan bahwa intelektualitas seseorang hanya menyumbang 20% dari kesuksesan seseorang di masyarakat. Hal tersebut dapat dipahami bahwa kemampuan seseorang di luar dari pengetahuan dan keterampilan memiliki kontribusi yang jauh lebih besar dan berpengaruh terhadap kehidupan individu, didalamnya termasuk karakter mulia. Pada proses pembentukan karakter hendaknya tidak hanya secara verbal dan kognitif saja, namun juga dalam sikap yang tercermin ke dalam perilaku. Menurut Buchori (2007), pengembangan karakter seharusnya membawa anak kepengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Sehingga melalui kolaborasi unsur-unsur
641
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
tersebut dapat membangun karakter mulia yang tertanam dalam diri peserta didik dengan kokoh. Setiap individu khususnya peserta didik hendaknya memiliki karakter mulia. Oleh karena itu pendidikan karakter merupakan tanggungjawab bersama para pendidik, khususnya guru BK. Arthur (Nucci, dkk: 2008) mengemukakan bahwa pendidik yang terlibat dalam pendidikan karakter berhubungan dengan pembentukan dan perubahan seseorang baik pendidikan di sekolah, keluarga, dan partisipasi individu dalam jaringan sosial di masyarakat. Proses pendidikan karakter yang dilaksanakan melalui layanan bimbingan dan konseling, terutama layanan bimbingan kelompok didukung Kohlberg (Gibson dan Mitchel, 2011: 310) yang mengusulkan sebuah program pendidikan moral yang berpusat di sekitar diskusi mengenai dilema riil dan hipotesis. Program yang diusulkan tersebut bertujuan untuk kematangan moral peserta didik. Dalam pelaksanaanya pendidikan karakter dapat dibuat secara eksplisit dalam diskusi intelektual, dalam hal ini melalui layanan bimbingan kelompok. Pendidikan karakter yang terintegrasi dalam pelaksanaan layanan bimbingan kelompok dimasukkan melalui materi atau topik pembahasan. Topik tersebut tentunya disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Pendidikan karakter yang terintegrasi dalam pelaksanaan layanan bimbingan kelompok dapat dipahami melalui enam tahapan menurut Kohlberg (Gibson dan Mitchel, 2011: 309) antara lain: a) Moralitas heteronom, yaitu mematuhi aturan untuk menghindari hukuman. b) Individualisme, instrumental, yaitu mengikuti aturan jika sesuai kepentingan seseorang dan melayani kepentingan sendiri. c) Harapan, yaitu terdapat hubungan dan konformitas mutualistik antar pribadi, sistem sosial dan nurani, yaitu memenuhi kewajiban, berkontribusi bagi kelompok dan masyarakat. d) Kontrak sosial dan hak pribadi, tunduk kepada hukum, komitmen pada keluarga, teman, pekerjaan, dan lain-lain. e) Mengikuti prinsip-prinsip universal moralitas.
THE 5TH URECOL PROCEEDING
UAD, Yogyakarta
Keberhasilan pendidikan karakter yang diintegrasikan ke dalam layanan bimbingan kelompok dapat mencapai hasil maksimal apabila terdapat kerjasama yang baik antar dua belah pihak, baik pendidik ataupun peserta didik. Beberapa kriteria keberhasilan pendidikan karakter dalam layanan bimbingan kelompok diadaptasi dari pendapat Neviyarni (2016) yaitu: terdapat kesesuaian nilai moral peserta didik dengan tujuan yang ingin dicapai layanan, mampu memanfaatkan layanan secara optimal, dan melakukan berbagai aktifitas sesuai dengan nilai moral yang berlaku. KESIMPULAN Pendidikan karakter merupakan tanggungjawab bersama para pendidik. Pelaksanaan pendidikan karakter dapat dibuat secara eksplisit dalam diskusi intelektual, dalam hal ini melalui layanan bimbingan kelompok. Layanan bimbingan kelompok merupakan salah satu layanan bimbingan dan konseling yang berfungsi untuk membantu peserta didik dalam memahami, mencegah, mengentaskan masalah, mengembangkan, dan memelihara potensi yang dimiliki. Keberhasilan pendidikan karakter yang diintegrasikan ke dalam layanan bimbingan kelompok dapat mencapai hasil maksimal apabila terdapat kerjasama yang baik antar dua belah pihak, baik pendidik ataupun peserta didik. Pendidikan karakter dimasukkan melalui materi atau topik pembahasan yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Beberapa kriteria keberhasilan pendidikan karakter dalam layanan bimbingan kelompok, antara lain : terdapat kesesuaian nilai moral peserta didik dengan tujuan yang ingin dicapai layanan, mampu memanfaatkan layanan secara optimal, dan melakukan berbagai aktifitas sesuai dengan nilai moral yang berlaku. REFERENSI
BSNP. 2006. Panduan Pengembangan Diri. Jakarta: Pusat Kurikulum. Buchori, M. 2007. Evaluasi Pendidikan di Indonesia. Yogyakarta: Insist Press.
Gibson, R. L., dan Mitchell, M. H. 2008. Bimbingan dan Konseling (Edisi ke Tujuh). Terjemahan oleh Yudi
642
ISBN 978-979-3812-42-7
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
Santoso. 2011. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Goleman, D. 1995. Emotional Intelligence. New York: Bantam Books. Hartono. 2011. Implementasi Pendidikan Karakter Pada Layanan Bimbingan dan Konseling. Jurnal Wahana, 57 (2). Kemendiknas. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Budaya Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa. Jakarta: Puskur. Mu’in, F. 2011. Pendidikan Karakter, konstruk teoritk dan praktik (urgensi pendidikan progresif dan revitalisasi peran guru dan orang tua). Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Neviyarni S. 2016. Integrasi Ajaran Agama dalam Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Proceeding Internationel Counseling Seminar, 19-20 November 2016, Padang. Hal. 555-562. Nucci, L., dkk. 2008. Handbook of Moral and
UAD, Yogyakarta
Sukardi, D.K. 2008. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1. Winne, S. 2008. FTCE (Guidance and Counseling PK-12). Boston: XAM online, INC.
Character Education. Second Edition. New York: Routledge.
Nurihsan, A.J. 2005. Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Refika Aditama. Prayitno. 2012. Jenis Layanan dan Kegiatan Pendukung Konseling. Padang: Program PPK Jurusan BK UNP. Romlah, T. 2006. Teori dan Praktik Bimbingan Kelompok. Malang: UNM. Samani, M., dkk. 2011. Pendidikan Karakter. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.
Setiawan, A. 2014. Konsep Kolaboratif Bimbingan Konseling Berbasis Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama Negri 1 Sidoarjo. Jurnal Kependidikan Islam, 4 (2).
THE 5TH URECOL PROCEEDING
643
ISBN 978-979-3812-42-7