SAMBUTAN REKTOR ITB pada PERESMIAN PENERIMAAN MAHASISWA PASCASARJANA BARU ITB SEMESTER 2 TAHUN AKADEMIK 2013/2014
PENDIDIKAN PASCASARJANA DALAM PERSPEKTIF PERGURUAN TINGGI RISET Aula Barat, Kampus ITB, 22 Januari 2014
Yang terhormat, Pimpinan dan Anggota Senat Akademik, Pimpinan dan Anggota Advisory Board, Para pengelola ITB di ketiga Satuan : Satuan Akademik, Satuan Usaha Komersial serta Satuan Kekayaan dan Dana ITB, Rekan Dosen Dan Pegawai Administrasi, Para Mahasiswa Pasca Sarjana Baru ITB yang berbahagia dan sangat saya banggakan Para Mahasiswa lainnya yang saya cintai, serta Para undangan dan hadirin sekalian, Assalamualaikum Wr.Wb. , Selamat Pagi, Salam sejahtera untuk kita semua, Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah swt, atas karunianya sehingga pada pagi hari yang sangat berbahagia ini kita diberi kesehatan lahir dan batin, sehingga dapat berkumpul di Aula Barat, Institut Teknologi Bandung. Kehadiran kita di sini adalah untuk melaksanakan salah satu agenda utama ITB di tahun 2014, yaitu penerimaan mahasiswa pascasarjana baru untuk Semester 2 tahun Akademik 2013/2014. Pada semester ini ITB menerima sejumlah 515 orang pada strata pendidikan Magister, dan 7 orang pada strata pendidikan Doktor. 1
Sebagai Rektor ITB, perkenankan saya mengucapkan selamat atas keberhasilan saudara/i, segenap mahasiswa pascasarjana baru ITB, atas kerja kerasnya selama ini sehingga dapat bergabung dalam komunitas kampus yang membanggakan kita semua ini. Bagi Anda yang berasal dari luar Jawa Barat, saya sampaikan selamat datang di Bandung, di Bumi Parahyangan. Para mahasiswa baru yang saya cintai dan saya banggakan, Pada kesempatan yang dipenuhi dengan rasa syukur dan bahagia ini, perkenankan saya menyampaikan pandangan tentang pendidikan pascasarjana dalam perspektif perguruan tinggi riset. Otonomi ITB PTN BH Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, Institut Teknologi Bandung kini telah menjadi perguruan tinggi otonom dengan status hukum Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum, atau ITB PTN BH. Pada akhir dekade 1990-an, ITB menjadi salah satu perintis dan perumus gagasan ‘perguruan tinggi otonom’, dan pada tahun 2000 ITB menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT BHMN). Landasan konstitusional, yakni undang-undang, bagi perguruan tinggi otonom telah mulai dirumuskan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah Republik Indonesia sejak tahun 1999. Tetapi proses ini berlangsung secara seksama dan berhati-hati. Sebagian kalangan khawatir bahwa ketika perguruan-perguruan tinggi negeri menjadi perguruan-perguruan tinggi otonom, biaya pendidikan akan menjadi tak terjangkau. Kalangan tersebut khawatir bahwa dengan status otonom, perguruan tinggi negeri akan melakukan komersialisasi secara tak terkendalikan. Gagasan perguruan tinggi otonom (autonomous university) sesungguhnya bukanlah hal yang baru. Di berbagai negara di dunia, baik di belahan Barat maupun di belahan Timur, gagasan perguruan tinggi otonom telah diujicobakan dan dipraktikkan. Alasan utamanya adalah bahwa dengan status otonom, perguruan tinggi memiliki keleluasaan yang lebih tinggi untuk meningkatkan peranan dan sumbangsihnya bagi masyarakat. Negara, melalui pemerintah, memberikan keleluasaan yang tinggi pada perguruan tinggi otonom dalam urusan akademik dan dalam tata kelola 2
(governance) perguruan tinggi yang bersangkutan. Tetapi perguruan tinggi otonom tetap terikat pada konstitusi negara, dan wajib menjalankan misi sesuai dengan visi dan cita-cita konstitusi negara. Dan oleh karena ini, negara tetap merupakan pemilik dan penopang utama perguruan tinggi otonom. ITB sebagai PT Riset Para undangan yang saya muliakan, Para mahasiswa baru yang saya cintai dan saya banggakan, Dengan status hukum PTN BH, ITB telah menetapkan jati dirinya sebagai perguruan tinggi riset. Karakteristik dan ketentuan-ketentuan normatif tentang ITB sebagai perguruan tinggi riset (research university) dirumuskan oleh Senat Akademik ITB. ‘Perguruan tinggi riset’ berbeda dari ‘perguruan tinggi pengajaran’ (teaching university) dalam fungsi dan struktur organisasinya. Fungsi utama perguruan tinggi pengajaran adalah: (i) pelestarian/konservasi ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan ilmu kemanusiaan (ipteks), dan (ii) pengajaran ipteks melalui pendidikan kesarjanaan. Berbeda dari ini, fungsi utama perguruan tinggi riset adalah : (i) penciptaan ipteks baru melalui riset dan pendidikan pascasarjana, dan (ii) difusi ipteks ke masyarakat luas melalui riset dan pengabdian pada masyarakat. Perbedaan fungsional tersebut membawa implikasi pada perbedaan struktural. Unsur utama dari perguruan tinggi pengajaran adalah program-program studi. Dalam perguruan tinggi riset, unsur-unsur utamanya adalah unit-unit riset seperti kelompok-kelompok keahlian/keilmuan dan pusat-pusat penelitian/ pengabdian pada masyarakat, selain program-program studi. Ciri yang khas dari perguruan tinggi riset adalah kegiatan-kegiatan pengajaran di programprogram studi terintegrasikan dengan kegiatan-kegiatan penciptaan dan difusi ipteks di kelompok-kelompok keahlian dan pusat-pusat penelitian. Perlu dicatat di sini bahwa gagasan ‘perguruan tinggi riset’ tersebut telah mengalami perkembangan-perkembangan. Di masa yang dikenal dengan sebutan ‘Perang Dingin’, yaitu periode 1945-1989, perguruan-perguruan tinggi riset di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa berfokus pada riset fundamental yang terpaut, langsung atau tidak langsung, dengan kepentingan pertahanan negara. Negara merupakan pemasok anggaran riset yang utama. Tetapi dengan berakhirnya Perang Dingin di tahun 1989 dan meluasnya 3
globalisasi ekonomi di pasca-1989, orientasi riset di perguruan-perguruan tinggi dituntut untuk semakin relevan dengan dinamika pasar dan kepentingan publik. Negara tidak lagi menjadi pemasok anggaran riset yang dominan. Industri-industri komersial memainkan peranan yang makin penting dalam mendukung pembiayaan riset di perguruan-perguruan tinggi tersebut. Lebih jauh lagi, perguruan-perguruan tinggi juga dituntut untuk semakin responsif terhadap permasalahan-permasalahan publik. Dan sebagai institusi publik, perguruan-perguruan tinggi juga dituntut untuk menjunjung tinggi prinsip demokrasi. Sebagian kalangan membedakan perguruan tinggi riset periode Perang Dingin dari perguruan tinggi riset era pasca-Perang Dingin. Untuk memperjelas perbedaan ini, kalangan tersebut menyebut perguruan tinggi riset era pascaPerang Dingin dengan nama ‘perguruan tinggi entrepreneurial’. Predikat ‘entrepreneurial’ di sini digunakan untuk menekankan misi perubahan sosial yang diemban perguruan tinggi riset tersebut—perguruan tinggi riset sebagai social entrepreneur. Peranan Pendidikan Pascasarjana Segenap hadirin yang saya hormati, Para mahasiswa baru yang saya cintai dan saya banggakan, Sebagaimana dapat disimpulkan dari uraian terdahulu, penyelenggaraan pendidikan pascasarjana merupakan hal yang sangat penting bagi ITB, sebagai perguruan tinggi riset yang berstatus PTN BH. Pendidikan pascasarjana, di tingkat Magister maupun Doktor, adalah bagian yang penting dari upaya ITB untuk melakukan pengembangan ipteks baru, dan pemanfaatan ipteks di masyarakat. Dalam Surat keputusan Senat Akademik ITB Nomor: 10/SK/I1-SA/OT/2012 tentang Harkat Pendidikan di ITB, digariskan hal-hal sebagai berikut: Program magister adalah kelanjutan linear program sarjana, atau merupakan interaksi beberapa disiplin ilmu yang terbentuk sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan atau tuntutan kebutuhan; Lulusan program magister harus mempunyai kemampuan lebih dari lulusan program sarjana, terutama dalam hal berdaya cipta dalam bidangnya, 4
melakukan sintesis serta mengambil kesimpulan dari suatu kegiatan penelitian; Lulusan program doktor harus mampu melakukan penelitian secara mandiri, memahami etika dan moral dalam pengembangan ilmu pengetahuan, serta menghasilkan karya ilmiah yang mencerminkan keahlian khususnya dan memberikan sumbangan orisinil kepada bidang ilmunya. Dengan harkat pendidikan seperti yang digariskan tersebut, pendidikan pada jenjang pascasarjana merupakan arena yang sangat penting bagi perkembangan ipteks dan pemanfaatan ipteks di masyarakat. Pertama, dalam penyelenggaraan pendidikan pascasarjana terbuka ruang yang lebar untuk mengembangkan konektivitas, baik antara sesama akademisi maupun antara akademisi dan praktisi. Kebanyakan peserta pendidikan di jenjang pascasarjana telah memiliki afiliasi pada organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga tertentu, baik publik, swasta maupun non-pemerintahan. Melalui pengalaman kerja yang dimilikinya, para mahasiswa pascasarjana telah mengenali permasalahan di dunia nyata—real life problems. Dan setelah lulus, mereka akan kembali berkiprah di masyarakat sebagai insan ipteks. Jadi, para mahasiswa pascasarjana merupakan pelaku yang dapat berperanan penting sebagai mediator, yang menghubungkan dunia akademik dan dunia praktis. Kedua, pada jenjang pascasarjana lebih dimungkinkan terjadinya interaksi antara disiplin-disiplin ipteks dan sintesis lintas-disiplin yang unggul (dalam hal akademik), dan sekaligus relevan (dengan kebutuhan masyarakat). Interaksi dan sintesis ini dapat ditingkatkan dengan mempererat keterpautan antara disertasi-disertasi, antara disertasi dan tesis, dan antara tesis-tesis. Keterpautan tersebut dapat diwujudkan dengan menyusun agenda pengembangan ipteks bersama melalui interaksi dan dialog di antara sesama akademisi, dan antara para akademisi dan para praktisi di masyarakat. Penutup Para mahasiswa baru yang saya cintai dan saya banggakan, Kemajuan ipteks adalah pra-syarat bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia. Untuk memajukan ipteks dan sekaligus menjadikan ipteks sumber 5
kemajuan bangsa, dibutuhkan upaya-upaya untuk mengembangkan dan memperkuat lembaga-lembaga ipteks, termasuk perguruan-perguruan tinggi dan lembaga-lembaga ipteks lainnya. Selain ini, dibutuhkan upaya-upaya untuk mempererat hubungan-hubungan antara perguruan-perguruan tinggi dan industri-industri serta organisasi-organisasi lain yang terkait. Pendidikan di jenjang pascasarjana merupakan sarana yang penting bagi upaya-upaya tersebut. Perlu kita akui bahwa kondisi kelembagaan ipteks di Indonesia tidak semaju kelembagaan ipteks di sejumlah negara lain. Interaksi antara perguruan tinggi dan industri di Indonesia masih terbatas dan lemah, dan kolaborasi antara organisasi-organisasi/pelaku-pelaku ipteks masih terbatas. Ini semua menimbulkan hambatan-hambatan bagi, di satu sisi, upaya untuk meningkatkan kontribusi ipteks di masyarakat, dan di lain sisi, upaya pengembangan ipteks itu sendiri. Sebuah tantangan kita bersama adalah secara bertahap membangun dan memajukan kelembagaan ipteks Indonesia, dan mempererat interaksi di antara berbagai organisasi/pelaku ipteks. Dengan menjawab tantangan tersebut kita akan bisa meningkatkan kontribusi ipteks pada pembangunan bangsa, dan meningkatkan produktivitas ipteks kita. Penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan pascasarjana merupakan sebuah langkah yang kecil, tetapi sangat penting, dalam menjawab tantangan tersebut. Para mahasiswa baru serta hadirin sekalian yang saya hormati, Pada akhir acara ini, marilah kita panjatkan doa ke Hadirat Allah SWT agar kita semua senantiasa dilimpahi Rahmat, Hidayah dan Bimbingan Nya, sehingga kita sanggup menjadikan ipteks sebagai sumber kemajuan dan sekaligus sebuah pilar bagi kedaulatan dan martabat bangsa Indonesia. Amin Wabillahi taufik wal hidayah. Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb. Prof. Akhmaloka, PhD Rektor ITB 6