Halaman 125 Terjemahan, Permasalahan, dan Beberapa Pendekatan
❏ Eddy Setia
TERJEMAHAN, PERMASALAHAN, DAN BEBERAPA PENDEKATAN Eddy Setia Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara
Abstract This paper deals with translation, problems, and some approaches. The topic is interesting enough to be discussed to give ideas and information to those who are interested in translation. It gives some important description related to the common problems faced by translators and some approaches to be refered. Translating is a hard work. It needs thorough understanding and mastering not only the understanding and mastering the target language but also the source one. The idea of the problems in translation here serves the knowledge of ways to cope with. The approaches given could be as the opening minds – selecting the one that match with the work of translation or combining one to another in oder to get the best way. Some other information and illustration about trend in translation could be as the motivation to increase the skill in order to be professional Key words: translation, problems, approaches, globalization, internalization, localization
1. PENDAHULUAN Banyak orang mengatakan bahwa tidak ada pekerjaan yang lebih sulit dibandingkan dengan pekerjaan menerjemahan. Penerjemah tidak hanya harus menguasai bahasa sumber (BS) nya dengan baik; tetapi mereka juga harus memiliki kemampuan pemahaman menyeluruh tentang bidang pengetahuan yang dicakupi teks BS tersebut. Artinya, setiap konotasi sosial, kultural, dan emosional yang perlu dicantumkan dalam bahasa target (BT) harus dipahami benar. Kesadaran tertentu yang sama perlu dihadirkan untuk BT, sehingga hal-hal yang berkaitan dengan penyusunan kata-kata dan frasa tertentu, ungkapan-ungkapan tabu, ekspektasi lokal, dan sebagainya dapat diperhitungkan dengan matang karena menerjemahkan tidak hanya sekadar mentransfer atau merubah BS ke BT, akan tetapi lebih dari itu. Beratnya tugas dan tanggungjawab penerjemah (tentunya bagi penerjemah yang telah memenuhi kriteria profesionalitas tinggi) sangat sesuai dengan nilai nominal yang diterimanya. Dapat dikatakan bahwa kemampuan menerjemahkan merupakan kemampuan yang mempunyai nilai ekonomi sangat tinggi dibanding dengan kemampuan yang berkaitan dengan kemampuan berbahasa dan ilmu bahasa lainnya.
2. TERJEMAHAN DAN PERMASALAHANNYA Tujuan terjemahan adalah untuk menyediakan padanan semantik antara BS dan BT. Inilah yang membedakan antara terjemahan dengan semua jenis kegiatan linguistik. Banyak persoalan yang tersembunyi di dalam pernyataan yang sederhana ini, semua dilakukan dengan standar padanan apa yang harus diharapkan dan diterima. Padanan yang sebenarnya tentu saja tidak mungkin: tak seorang penerjemah pun dapat memberikan sebuah terjemahan yang benar-benar sama/padan dengan teks sumbernya. Meskipun ada kesamaan dalam penguraian kata-kata dalam satu bahasa, selalu ada beberapa informasi yang hilang. Di sisi lain, ada banyak jenis padanan nyata, sebagian di antaranya dapat berhasil pada suatu tingkatan fungsi praktis tertentu. Keberhasilan suatu proses penerjemahan sangat bergantung pada tujuan terjemahan itu dilakukan, yang hasilnya merefleksikan kebutuhan orang yang memerlukannya. Sebuah terjemahan yang luwes, bersifat kasar dan berguna (rough-andready translation) dari sebuah surat bisa mencukupi untuk memberikan informasi yang akurat. Sebuah terjemahan teks ilmiah membutuhkan perhatian yang super hati-hati terhadap makna, tetapi tidak demikian terhadap bentuk-bentuk estetikanya. Karya-karya sastra membutuhkan pertimbangan-pertimbangan yang sensitif terhadap bentuk dan isi. Terjemahan yang
Universitas Sumatera Utara
Halaman 126 Terjemahan, Permasalahan, dan Beberapa Pendekatan
❏ Eddy Setia menyangkut teks-teks keagamaan khususnya kitab suci paling tidak harus memenuhi dua kriteria, yang justru selalu bertentangan karena kriteria yang satu melihat ke belakang (latar belakang sejarah) dan yang satu lagi melihat ke depan (masa depan pemeluknya). Pertama, terjemahannya harus menurut sejarah akurat, tepat mewakili makna yang ada pada sumber aslinya, sepanjang hal ini dapat diketahui, dan dipadukan dalam tradisi keagamaan yang terpisah. Yang kedua, terjemahannya harus dapat diterima oleh pengguna terjemahan tersebut – yang dalam praktiknya – dapat dimengerti, secara estetika menyenangkan, dan mampu menghubungkan dengan kecenderungan masa kini khususnya dalam pemikiran keagamaan, tekanan-tekanan sosial, dan perubahan bahasa. Sebenarnya, tidak ada terjemahan yang memenuhi kebutuhan faktorfaktor tersebut di atas, dan kebanyakan dalam satu faktor tertentu justru kontroversial. Proses terjemahan antara dua bahasa tulis yang berbeda melibatkan penerjemah mengubah teks tulis asli (Teks Sumber/TS) dalam bahasa verbal asal (Bahasa Sumber/BS) ke dalam teks tulis (Teks Target/TT) dalam bahasa verbal yang berbeda (Bahasa Target/BT). Proses ini dapat digambarkan sebagai berikut:
TS / BS
TT / BT
3. BEBERAPA PENDEKATAN DALAM PENERJEMAHAN 3.1 Roman Jakobson: Sifat Makna Linguistik dan Padanan Kata Jakobson (1959/2000:114) – dengan pendekatan sifat makna linguistik dan padanan kata mengelompokkan terjemahan ke dalam tiga kelompok: (1) terjemahan intralingual, atau penyusunan katakata kembali (rewording): suatu interpretasi tanda-tanda verbal dengan menggunakan tanda-tanda lain dalam bahasa yang sama. (2) terjemahan interlingual, atau terjemahan yang sebenarnya: suatu interpretasi tanda-tanda verbal dengan menggunakan bahasa lainnya. (3) terjemahan intersemiotik, atau transmutasi: suatu interpretasi tanda-tanda verbal dengan menggunakan sistem tanda nonverbal. Terjemahan interlingual dilakukan misalnya ketika seseorang hendak mengatakan sesuatu dengan cara lain baik berupa sebuah ungkapan maupun teks dalam bahasa yang sama
untuk menjelaskan atau mengklarifikasi sesuatu yang sudah dijelaskan atau dituliskan. Terjemahan intersemiotik dilakukan kalau sebuah teks tulis diterjemahkan, misalnya ke dalam musik, film atau lukisan. Terjemahan interlingual merupakan terjemahan tradisional yang menjadi fokus kajian dalam kajian terjemahan (translation studies). Setidaknya ada dua tujuan utama kajian terjemahan ini, antara lain: (1) untuk mendeskripsikan fenomena penerjemahan dan terjemahan sebagaimana keduanya nyata di dunia pengalaman kita. (2) untuk menetapkan prinsip-prinsip umum dengan menggunakan fenomena-fenomena yang dapat dijelaskan dan yang dapat diprediksi. Jakobson (1959:238) membuat pernyataan yang sangat penting bahwa ‘semua pengalaman kognitif dan klasifikasinya dapat disampaikan dalam bahasa yang ada.’ Dia mencontohkan konsep bahasa Inggris British seperti the National Health Service, public-private partnership dan congestion charging, atau di Amerika Serikat, Ivy League university, Homeland Security dan speed dating juga bisa diungkapkan dengan berbagai cara dalam bahasa target (BT). Isu kunci yang digagas khususnya menyangkut makna linguistik dan padanan kata. Pendekatan yang dilakukan masih kental mengikuti konsep Saussure yaitu signifier (tanda lisan dan tulisan) dan signified (konsep tanda). Signifier dan signified membentuk tanda linguistik, tetapi tanda itu manasuka atau tidak dimotivasi (Saussure 1916/1983:67-69). Dicontohkan kata cheese dalam bahasa Inggris merupakan signifier akustik yang menunjukkan konsep makanan yang terbuat dari pati susu yang dipadatkan (signified). Terjemahan interlingual meliputi penggantian pesan dalam satu bahasa bukan untuk memisahkan satuan-satuan kode, tetapi untuk keseluruhan pesan dalam bahasa lainnya. Penerjemah mengkodefikasikan ulang dan memindahkan pesan yang diterima dari sumber lain. Oleh karenanya, terjemahan meliputi dua pesan yang padan dalam dua buah kode yang berbeda (Jakobson 1959/2000:114). Untuk pesan yang padan dalam TS dan TT, satuan-satuan kodenya akan berbeda selama kode-kode tersebut dalam dua sistem tanda yang berbeda (bahasa-bahasa yang berbeda). Dari sudut linguistik dan semiotik, Jakobson membahas permasalahan padanan dengan definisi yang sekarang ini menjadi terkenal: padanan dalam perbedaan merupakan permasalahan pokok bahasa dan merupakan pertimbangan linguistik yang
Universitas Sumatera Utara
Halaman 127 ❏ Eddy Setia sangat penting. Permasalahan makna dan padanan berfokus pada perbedan dalam struktur dan terminologi bahasa bukan pada ketidakmampuan suatu bahasa untuk membawa pesan yang telah dituliskan dalam bahasa verbal lainnya. Perbedaan antarlinguistik mengitari bentuk-bentuk tata bahasa dan leksikal: bahasa berbeda secara esensial dalam hal sesuatu yang harus disampaikan dan bukan pada sesuatu yang bisa disampaikan. Contoh-contoh perbedaannya mudah ditemukan dan perbedaan-perbedaan itu terjadi pada: (1) tingkat gender: misalnya house adalah feminin dalam bahasa-bahasa Roma, netral dalam bahasa Jerman dan bahasa Inggris; honey adalah maskulin dalam bahasa Perancis, Jerman, dan Itali, feminin dalam bahasa Spanyol dan netral dalam bahasa Inggris. (2) tingkat aspek: dalam bahasa Rusia morfologi verba bervariasi menurut apakah tindakan yang dimaksud sudah dilakukan atau belum. (3) tingkat bidang semantik: children dalam bahasa Inggris dalam pernyataan ‘I’ve got two children’ diterjemahkan hijas dalam bahasa Spanyol kalau kedua anak yang dimaksud perempuan. Permasalahan makna, padanan, dan kemampuan menerjemah menjadi tema yang berkesinambungan dalam kajian terjemahan di tahun 1960an dan ditangani oleh sebuah pendekatan ilmiah yang baru oleh salah seorang figur yang sangat penting dalam kajian terjemahan yaitu Eugene Nida. 3.2 Eugene Nida dan “Ilmu Penerjemahan” Teori terjemahan yang digagas oleh Nida berkembang dari pengalaman kerjanya dari tahun 1940an dan seterusnya ketika dia menerjemahkan dan mengorganisasikan terjemahan Injil. Teorinya dipergunakan dalam bentuk kongkret pada kedua karya besarnya (1) Toward a Science of Translating (1960), dan (2) Theory and Practice of Translation (Nida dan Taber 1969). Pendekatan terjemahan Nida kemudian lebih sistematis setelah mengadopsi ‘konsep teoretis dan terminologi semantik dan pragmatik, dan teorinya Chomsky, yaitu Tatabahasa Transformasi Generatif. Nida menggolongkan makna ke dalam dua bagian, (1) makna linguistik (meminjam unsur-unsur modelnya Chomsky); (2) makna referensial (makna denotatif – makna yang ada pada kamus dan makna emotif (konotatif)). Serangkaian teknik diadaptasikan dari berbagai karya dalam kajian linguistik dan disajikan sebagai bantuan bagi penerjemah dalam menentukan
Terjemahan, Permasalahan, dan Beberapa Pendekatan makna unsur-unsur linguistik yang berbeda. Teknik yang ditawarkan dalam menentukan makna referensial dan makna emotif (konotatif) berfokus pada analisis struktur kata dan membedakan katakata yang sama dalam bidang leksikal terkait. Ini termasuk juga penyusunan urutan tingkatan yang membedakan rangkaian kata sesuai dengan tingkatannya (misalnya, subordinat binatang dan hiponimnya: sapi, kambing, kucing, anjing, dan lain-lain), dan teknik analisis komponen (misalnya dalam mengidentifikasi dan membedakan ciri-ciri khusus tingkatan kata-kata yang berhubungan. Hasilnya dapat digambarkan secara visual untuk membantu dalam membuat suatu bandingan menyeluruh. Nida (1964a: 84--5) mencontohkan penggambaran istilah-istilah hubungan (grandmother, mother, cousin, dsn lain-lain) menurut jenis kelamin (pria, wanita), generasi (sama, satu, dua, atau lebih yang terpisah) dan keturunan langsung (leluhur langsung/keturunan atau bukan). Hasilnya sangat berguna bagi penerjemah khususnya dalam menerjemahkan sebuah bahasa yang memiliki sistem pertalian keluarga yang berbeda. Teknik lain yang digagas oleh Nida adalah analisis struktur semantik (1964a:107). Dia memisahkan secara visual perbedaan makna spirit (‘demons’, ‘angels’, ‘gods’, ‘ghost’, ‘ethos’, ‘alcohol’, dan lain-lain) sesuai dengan ciri-cirinya (human vs. non-human; good vs. bad, dan lainlain). Ide utama dari analisis ini adalah bahwa pengertian sebuah istilah semantik yang rumit seperti spirit (atau contoh lain bachelor) sangat bervariasi dan lebih utama lagi ‘terkondisi’ oleh teksnya. Spirit tidak selalu berkaitan dengan signifikansi keagamaan. Istilah Holy Spirit, nilai emotif dan konotatifnya beragam menurut budaya targetnya. Secara umum, teknik analisis komponen dimaksudkan sebagai cara untuk mejelaskan ambiguitas/ketaksaan, menghindarkan bagianbagian yang tak jelas dan mengidentifikasi perbedaan-perbedaan budaya. Semua ini bisa menyajikan suatu bandingan bahasa dan budaya yang berbeda. Pengaruh Chomsky yang kuat dalam teori yang dikembangkan Nida dapat diringkaskan sebagai berikut: (1) kaidah struktur-frase menurunkan suatu lapisan atau struktur dalam yang (2) ditransformasikan dengan menggunakan kaidah transformasi menghubungkan lapisan struktur ke lapisan struktur lainnya (misalnya aktif ke pasif, untuk menghasilkan
Universitas Sumatera Utara
Halaman 128 Terjemahan, Permasalahan, dan Beberapa Pendekatan
❏ Eddy Setia (3) sebuah struktur luar akhir, yang merupakan subjek bagi kaidah fonologis dan morfemis. Struktur luar TS dianalisis ke dalam unsur-unsur dasar struktur dalam yang kemudian ditransfer ke dalam proses terjemahan dan kemudian direstrukturisasi secara semantik dan stilistika ke dalam struktur luar TT. Sistem tigatingkatan terjemahan ini (analisis, transfer, dan restrukturisasi) dapat dagambarkan sebagai berikut.
A (Bahasa Sumber)
B(Bahasa penerima)
(analisis)
X
(1964a:159). Padanan formal memfokuskan perhatiannya pada pesan itu sendiri, baik bentuk maupun isi …bahwa pesan dalam bahasa penerima harus mencocokkan sedekat mungkin unsur-unsur yang berbeda dalam BS. Padanan formal secara teliti diorientasikan pada struktur TS, yang menggunakan pengaruh kuat dalam menentukan akurasi dan kebenaran. Padanan dinamis berdasarkan pada prinsip pengaruh padanan yang hubungan antara penerima dan pesan secara substansi sama seperti yang ada antara penerima aslinya dengan pesan. Pesan harus diciptakan untuk kebutuhan linguistik penerima dan ekspektasi kultural dan “mengarah pada kewajaran ekspresi yang lengkap”. Tujuan padanan dinamis ini seperti mencari padanan alami yang paling mendekati pesan BS.
(restrukturisasi)
Transfer
Y
Deskripsi proses yang ditawarkan Nida dan Taber menekankan keuntungan-keuntungan ‘ilmiah’ dan ‘praktis’ dibandingkan dengan upaya manapun untuk menyusun daftar padanan yang benar-benar komprehensif antara pasangan khusus sistem BS dan BT. ‘Inti’ merupakan istilah kunci dalam model ini. Seperti kalimat-kalimat inti yang merupakan unsur-unsur struktur dasar dari model awalnya Chomsky. Jadi, bagi Nida ’inti-inti tersebut merupakan unsur-unsur struktur dasar dan bahasa membangun struktur luarnya yang rinci’ (Nida dan Taber 1969:39). Inti-inti tersebut diperoleh dari struktur luar TS dengan suatu proses reduksi transformasi kembali (Nida 1964a:63--69). Ini melibatkan analisis menggunakan empat tipe kelas fungsional tatabahasa transformasi generatif: (1) peristiwa (sering tetapi tidak selalu dilakukan oleh verba). (2) objek (sering tetapi tidak selalu dilakukan oleh nomina). (3) abstrak (kuantitas dan kualitas, termasuk adjektiva). (4) relasional (termasuk gender, preposisi dan konjungsi). Berkenaan dengan padanan, Nida memberikan dua orientasi dasar atau tipe padanan, yaitu (1) padanan formal, dan (2) padanan dinamis
3.3 Peter Newmark: Terjemahan Semantik dan Komunikatif Dua karya akbar Peter Newmark, yaitu (1) Approaches to Translation (1981) dan (2) A Textbook of Translation (1988) digunakan secara luas pada pelatihan-pelatihan penerjemah, kombinasi contoh-contoh praktis teori makna linguistik, dan aplikasi terjemahan. Pendekatan Newmark berangkat dari gagasan yang pernah dicetuskan oleh Nida. Untuk menghindari kesamaan istilah khususnya pada BS dan BT, Newmark menggunakan istilah ‘terjemahan semantik’ dan ‘terjemahan komunikatif’. Terjemahan komunikatif mencoba menghasilkan suatu pengaruh bagi pembacanya sedekat mungkin sehingga memperoleh keaslian bagi pembacanya. Terjemahan semantik mencoba untuk menerjemahkan sedekat mungkin struktur sintaksis dan semantik BT, makna kontekstual dari aslinya (Newmark 1981:34). Uraian mengenai terjemahan komunikatif ini mirip dengan padanan dinamis yang disarankan Nida, sedangkan terjemahan semantik sama dengan padanan formalnya. Definisi-definisi Newmark tentang kedua jenis terjemahan ini menampakkan perbedaan-perbedaan yang jelas, seperti yang dapat dilihat di bawah ini. Beberapa penulis lainnya yang erat kaitannya dengan gagasan Jakobson khususnya bertautan dengan teori padanan antara lain: (1) Wenner Koller (1979/1989): Korrespondenz and Äquivalenz dan (2) S. Bassnett (1990/1991): Translation Studies: Problems of equivalence.
Universitas Sumatera Utara
Halaman 129 Terjemahan, Permasalahan, dan Beberapa Pendekatan
❏ Eddy Setia Parameter
Terjemahan Semantik
Terjemahan Komunikatif
Fokus pengirim/ penerima
Fokus pada proses pemikiran tentang pengirim sebagai individu; hanya membantu pembaca TT dengan pengertian-pengertian tambahan kalau pengertian-pengertian tambahan tersebut merupakan bagian terpenting dari pesan yang dimaksud.
Subjektif, pembaca TT difokuskan, diarahkan pada satu bahasa dan budaya tertentu.
Budaya
Cenderung dalam budaya BS
Waktu dan keaslian
Tidak tetap pada waktu atau daerah setempat; terjemahan baru perlu dilakukan.
Mentransfer unsur-unsur asing ke dalam budaya BT Berlangsung sebentar saja dan berakar pada konteks jamannya sendiri.
Hubungannya dengan TS
Selalu rendah mutunya dengan TS dan kehilangan makna
Bisa lebih baik debanding TS; mencapai kekuatan dan kejelasan meski kehilangan isi semantik.
Penggunaan bentuk BS
Kalau bahasa TS memberi norma-norma menyimpang, kemudian harus diganti dalam TT; ‘kesetiaan’ pada penulis.
Mematuhi bentuk BS, tetapi menolak ‘kesetiaan’ pada norma-norma BT.
Bentuk BT
Lebih kompleks, kaku, rinci, terfokus, cenderung pada terjemahan yang berlebihan.
Lebih halus, lebih sederhana, lebih jelas, lebih langsung, lebih konvensional, cenderung pada kesesuaian terjemahan.
Kelayakan/ kepatutan
Untuk karya sastra yang bersifat serius, seperti otobiografi, perasaan perorangan yang tak terkendali, pernyataan-pernyataan politik.
Untuk berbagai tulisan misalnya karya-karya nonsastra, teks teknis dan informasi, pemberitaan, jenis-jenis yang standar, fiksi-fiksi populer.
Kriteria evaluasi
Ketepatan reproduksi keaslian TS.
Ketepatan komunikasi dalam TT.
3.4 Teori Fungsional dalam Terjemahan Ada suatu perpindahan dari tipologi linguistik yang statis dari pergeseran terjemahan (translation shift) dan kemunculan, serta tumbuh suburnya faham fungsionalis dan pendekatan komunikatif di Jerman sekitar tahun 1970an dan 1980an. Beberapa pakar yang berpengaruh pada masa ini antara lain: 1. Kathrina Reiss (Text Type and Language Function) 2. Justa Holz-Mänttäri (Theory of Translation Action) 3. Hans J. Vermeer (Skopos Theory, yang berkonsentrasi pada tujuan TT). 4. Christiane Nord (Text-analysis Model, yang kemudian dilanjutkan dengan The Functionalist Tradition [1990an]). Karya Reiss di tahun 1970an mengembangkan konsep padanan, tetapi difokuskan pada teks bukan pada kata atau
pesan
TS
kalimat, tingkat komunikasi dapat diperoleh dan padanan harus didapatkan (Reiss 1977/89:113-114). Pendekatan fungsionalnya bertujuan pertama sekali pada sistematika penilaian terjemahan. Pendekatan yang ia lakukan meminjam tiga cara kategorisasi fungsi bahasa yang digagas oleh Karl Bühler. Reiss menghubungkan ketiga fungsi ini dalam hubungannya dengan dimensi bahasa dan dengan tipe teks atau situasi komunikasi yang digunakan. Ciri-ciri tipe teks yang dimaksudkan adalah sebagai berikut: (1) komunikasi sederhana tentang fakta: informasi, ilmu pengetahuan, opini, dan lainlain. Dimensi bahasa yang digunakan untuk meneruskan informasi adalah logis, referensial (bersifat keterangan), isi atau topik yaitu fokus utama komunikasi, dan tipe teksnya yaitu informatif. (2) komposisi kreatif: penulis menggunakan dimensi estetika bahasa. Penulis atau pengirim
Universitas Sumatera Utara
Halaman 130 Terjemahan, Permasalahan, dan Beberapa Pendekatan
❏ Eddy Setia berada di latar depan, demikian juga bentuk pesannya, dan tipe teksnya adalah ekspresif. (3) rangsangan respon tingkah laku: Tujuan fungsi penunjukan adalah untuk memunculkan atau untuk meyakinkan pembaca atau penerima mengenai teks untuk kemudian bertindak dalam cara tertentu. Bentuk bahasanya adalah dialogis, fokusnya penunjukan atau operatif.
(4) teks Audiomedial, seperti filem dan iklaniklan suara atau visual yang menambahkan tiga fungsi lainnya dengan gambar-gambar visual, musik, dan lain-lain. Ciri-ciri fungsional tipe teks dan kaitannya dengan metode terjemahan dapat digambarkan sebagai berikut.
TIPE TEKS
INFORMATIF
EKSPRESIF
OPERATIF
Fungsi Bahasa
Informatif (merepresentasikan
Ekspresif (mengekspresikan
Seruan (membuat seruan
objek dan fakta)
sikap pengirim)
pada teks penerima)
Dimensi Bahasa
Logis
Estetis
Dialogis
Fokus Teks
Fokus – isi
Fokus – bentuk
Fokus – seruan
TT harus
mengirimkan isi referensial atau
mengirimkan bentuk estetika
mendatangkan respon
informasi
yang diinginkan
Metode
‘tulisan sederhana’, penjelasan
Metode ‘pengidentifikasian’,
‘adaptif’, pengaruh
Terjemahan
seperti yang diminta
mengadopsi pandangan
padanan
penulis
Informatif
Pedoman
Laporan
Biografi
Kuliah Instruksi operasional Brosur-brosur wisata Khotbah
Drama
Pidato resmi Satir
Puisi
Ekspresif
Pidato pemilihan Iklan
Operatif
Universitas Sumatera Utara
Halaman 131 ❏ Eddy Setia Contoh varietas teks atau genre yang dikaitkan dengan ketiga tipe teks di atas divisualisasikan seperti yang terdapat pada gambar segitiga di atas (Chesterman 1989:105). Dari gambar dapat dilihat bahwa pedoman/referensi merupakan varietas teks dengan tipe teks yang paling informative. Puisi merupakan tipe teks yang paling ekspresif dan fokus-bentuk. Iklan merupakan tipe teks yang paling jelas (mencoba mempengaruhi seseorang untuk membeli atau melakukan sesuatu). Antara ketiga sudut (sudut informatif, ekspresif, dan operatif diposisikan sejumlah tipe teks hibrida (teks yang tidak sepenuhnya satu tipe teks). Oleh karenanya, teks jenis biografi terletak di antara tipe teks informatif dan ekspresif, sepanjang teks tersebut memberikan informasi tentang subjeknya dan juga sebagian menyajikan fungsi ekspresif. Sama halnya dengan teks khotbah yang memberikan informasi (tentang agama) juga memenuhi fungsi operatif dan berupaya mempengaruhi umat untuk berperilaku tertentu. Walaupun ada tipe teks jenis hibrida ini, penyampaian fungsi utama TS merupakan faktor penentu untuk memastikan TT. Jadi, metode terjemahannya harus disesuaikan menurut tipe teks. (1) TT jenis informatif harus menyampaikan referensi/keterangan penuh atau isi konsep TS. Terjemahannya harus dengan bahasa sederhana, tak berlebihan, dan dengan menggunakan penjelasan kalau diperlukan. (2) TT jenis ekspresif harus menyampaikan bentuk estetika dan seni dari TS. Terjemahannya harus menggunakan metode pengidentifikasian, dengan penerjemah mengadopsi sudut pandang penulis TS. (3) TT jenis operatif harus menghasilkan respon yang diinginkan penerima TT. Terjemahannya harus menggunakan metode penyesuaian, menciptakan suatu pengaruh yang padan di kalangan pembaca TT. (4) Teks audio-medial memerlukan metode tambahan, yaitu dengan menambahkan katakata tertulis dengan imajinasi gambar dan musik. Reiss (1971:54-88) juga mendaftarkan serangkaian kriteria instruksi intralinguistik dan ekstralinguistik yang bisa menilai kelengkapan sebuah TT. (1) kriteria intralinguistik: semantik, leksikal, gramatikal, dan ciri-ciri stilistika. (2) kriteria ekstralinguistik: situasi, subjek, bidang, waktu, tempat, penerima, pengirim, dan implikasi afektif seperti humor, emosi, dan ejekan.
Terjemahan, Permasalahan, dan Beberapa Pendekatan Meskipun berkaitan, kepentingan kriteria tersebut di atas beragam menurut tipe teksnya. Misalnya, terjemahan teks fokus-isi apa saja. Pertama sekali terjemahan jenis ini harus mengarah pada pemertahanan padanan semantik. Namun, TT artikel berita menempatkan kriteria gramatikal menjadi yang kedua. Buku ilmiah populer akan lebih memperhatikan pada gaya perorangan dari TS. Seperti pernyataan, lebih penting mempertahankan metafor dalam terjemahan teks ekspresif dari pada TT informatif, dan terjemahan nilai semantiknya akan mencukupi. 3.5 Tindak Terjemahan Model tindak terjemahan digagas oleh HolzMänttäri (Translatorisches Handelen: Theorie und Methode), yang mengangkat konsep dari teori komunikasi dan teori tindak dengan tujuan untuk penyediaan model atau garis-garis besar yang bisa diterapkan pada situasi terjemahan profesional dengan skala luas. Tindak terjemahan memandang terjemahan sebagai tujuan yang diarahkan, interaksi manusia berorientasi pada hasil dan berfokus pada proses terjemahan sebagai pengirim pesan yang majemuk dengan melibatkan transfer antar budaya. Tindak terjemahan bukan mengenai terjemahan kata-kata, kalimat, atau teks tetapi lebih pada kasus-perkasus tentang tuntunan kerjasama yang diharapkan di atas rintangan kultural yang memungkinkan komunikasi berorientasikan fungsional. (Holz-Mänttäri 1984:7-8). Terjemahan interlingual dideskripsikan sebagai tindak terjemahan dari sebuah TS dan sebagai proses komunikasi yang melibatkan serangkaian peran dan pemeran. (1) inisiator: perusahaan atau perorangan yang memerlukan terjemahan; orang yang menghubungi (2) pemesan: penerjemah; (3) produsen TS: orang di perusahaan yang menulis TS, tidak perlu selalu melibatkan produksi TT;
(4) produsen TT: penerjemah; (5) pengguna TT: orang yang menggunakan TT; misalnya sebagai materi ajaran atau literatur/brosur penjualan, dan lain-lain. Di sini para pemeran masing-masing mempunyai tujuan primer dan sekunder yang khusus.Contoh yang diberikan oleh Holz-Mänttäri, yaitu seorang penerjemah profesional yang dihadapkan dengan teks tentang instruksi (manual). Di sini peran partisipan yang berbeda dalam tindak terjemahan dianalisis. Tujuan primernya adalah untuk mendapatkan uang dan tujuan sekundernya adalah untuk memenuhi kontrak dan memproses pesan yang ada pada teks
Universitas Sumatera Utara
❏ Eddy Setia tersebut. Dari analisis yang diberikan, seorang penerjemah bisa tidak ahli dalam bidang tipe teks dan bidang subjek khusus yang berkaitan dengan teks tersebut. Masukan ekstra pengetahuan tentang bidang subjek itu justru datang dari penulis TS yang ada di perusahaan tersebut. Tindak terjemahan berfokus pada produksi TT yang secara fungsional komunikatif bagi penerima. Artinya, bahwa bentuk dan genre TT harus diarahkan yang secara fungsional tepat dalam budaya TT dibandingkan dengan hanya mengopi profil TS. Apa yang secara fungsional tepat harus ditentukan oleh penerjemah yang ahli dalam tindak terjemahan dan yang berperan untuk meyakinkan bahwa transfer antarbudaya ditempatkan secara memuaskan. Dalam pengoperasian teks terjemahan (penggunaan produksi TT), TS dianalisis semata-mata untuk konstruksi dan profil fungsinya. Sifat-sifat yang relevan dideskripsikan menurut pemisahan isi dan bentuk. (1) Isi: dibentuk oleh apa yang disebut dengan ‘tektonik’, dibedakan atas: (a) informasi faktual, dan (b) strategi komunikatif secara menyeluruh. (2) Bentuk: dibentuk oleh tekstur, dibedakan atas: (a) terminologi, dan (b) unsur-unsur kepaduan. Kebutuhan penerima adalah faktor-faktor yang menentukan bagi TT. Oleh karenanya, selama terminologi diperhatikan, istilah teknis dalam manual TS bisa memerlukan penjelasan untuk istilah nonteknis pengguna TT. Kemudian untuk menjaga kepaduan bagi pembaca TT, setiap istilah perlu diterjemahkan secara konsisten. 3.6 Teori Skopos Skopos dalam bahasa Yunani berarti ‘tujuan’ dan telah diperkenalkan ke dalam teori terjemahan pada tahun 1970an oleh Hans Vermeer sebagai istilah teknis untuk tujuan suatu terjemahan dan tindak penerjemahan. Karya utama teori skopos (Skopostheorie) adalah Grundlegung eineŗ allgemeine Translationstheorie (‘Groundwork for a General Theory of Translation). Meskipun teori skopos mendahului teori tindak terjemahan yang digagas oleh Holz-Mänttäri, teori ini dipertimbangkan menjadi bagian teori yang sama. Teori skopos berfokus pada tujuan terjemahan yang menentukan metode dan strategi terjemahan yang dilakukan untuk menghasilkan terjemahan yang secara fungsional tepat. Hasil ini oleh Vermeer disebut translatum. Dalam teori skopos, mengetahui mengapa sebuah TS diterjemahkan dan apa fungsi TT akan menjadi penting bagi penerjemah.
Halaman 132 Terjemahan, Permasalahan, dan Beberapa Pendekatan Reiss dan Vermeer (1984:119) mengarahkan pada sebuah teori terjemahan umum untuk semua teks. Ada enam kaidah dasar dari teori yang mereka gagas, antara lain: (1) sebuah translatum (TT) ditentukan oleh skoposnya. (2) sebuah TT merupakan sebuah penawaran informasi (Informationsangebot) dalam budaya target dan BT mengenai sebuah penawaran informasi dalam budaya sumber dan BS. (3) sebuah TT tidak memprakarsai sebuah penawaran informasi dalam suatu cara yang secara jelas bisa dibalik. (4) sebuah TT secara internal harus koheren/bertalian. (5) sebuah TT harus koheren dengan TS. Kelima kaidah di atas berdiri secara hirarkis berurutan, dengan kaidah skopos yang utama. 3.7 Model Halliday tentang Bahasa dan Wacana Model Halliday tentang analisis wacana, berdasarkan pada istilah yang diberikan yaitu Tatabahasa Fungsional Sistemik. Model ini mampu mengkaji bahasa sebagai komunikasi, memandang makna dalam pilihan linguistik pembaca, dan secara sistematis menghubungkan pilihan-pilihan ini pada suatu kerangka sosial budaya yang lebih luas. Ada hubungan yang kuat antara realisasi linguistik pada tingkat permukaan dan kerangka sosial budaya. Bagan di bawah ini menggambarkan hubungan genre dan register dengan bahasa. Tanda panah menunjukkan arah hubungan. Genre (tipe-tipe teks yang konvensional dihubungkan dengan fungsi komunikasi khusus, misalnya surat-surat bisnis), dikondisikan oleh lingkungan/situasi sosial budaya dan menentukan unsur-unsur lain dalam kerangka sistemik. Yang pertama, register yang terdiri atas tiga unsur variabel:
(1) bidang (field): tentang apa yang ditulis, misalnya pidato; (2) pelibat (tenor): siapa yang mengkomunikasikan dan kepada siapa, misalnya bidang pemasaran kepada konsumen; (3) model (mode): bentuk komunikasi, misalnya bentuk tulisan. Tiap-tiap variabel register ini dihubungkan dengan untaian makna. Untaianuntaian ini bersama-sama membentuk semantik wacana sebuah teks yaitu tiga metafungsi: ideasional, interpersonal, dan tekstual. Metafungsi
Universitas Sumatera Utara
Halaman 133 Terjemahan, Permasalahan, dan Beberapa Pendekatan
❏ Eddy Setia ini dibentuk atau direalisasikan oleh leksikogramatika, yaitu pilihan-pilihan struktur kata dan sintaksis. Lingkungan Sosial Budaya
Genre
Register (bidang, tenor, modus)
Semantik Wacana (ideasional, interpersonal, tekstual)
Leksikogramatika (transitifitas, modalitas, tema, rema/kohesi)
(1) bidang teks dikaitkan dengan makna ideasional yang direalisasikan melalui polapola transitivitas (jenis verba, struktur aktif/pasif, partisipan di dalam proses, dan lain-lain). (2) tenor sebuah teks dikaitkan dengan makna interpersonal yang direalisasikan melalui polapola modalitas (verba modal dan adverbia, seperti dalam bahasa Inggris hopefully, should, possibly, dan leksis evaluatif seperti beautiful, dreadful, dan lain-lain). (3) modus sebuah teks dikaitkan dengan makna tekstual yang direalisasikan melalui struktur tematis dan informasi (terutama urutan dan penyusunan unsur-unsur dalam sebuah klausa dan kohesi (cara teks bergantung bersamasama secara leksikal, termasuk penggunaan pronomina, elipsis, kata sanding, pengulangan, dan lain-lain). Analisis metafungsi mempunyai tempat utama dalam model ini. Dekatnya hubungan antara pola-pola leksikogramatika dan metafungsi bermakna bahwa analisis pola-pola transitivitas, modalitas, struktur tematis, dan kohesi dalam teks mengungkapkan bagaimana metafungsi bekerja dan bagaimana teks itu bermakna (Eggins 2004:210—213). Beberapa ahli yang juga mengembangkan pendekatan ini antara lain: (1) J. House (1977): Model Translation Quality Assessment, (2) M. Baker (1992): Text and Pragmatic Level Analysis: a course book for translator, dan (3) B. Hatim dan I. Mason (1990): The Semiotic Level of Context and Discourse.
4. TERJEMAHAAN DI ERA TEKNOLOGI INFORMASI: TRANSLATION, GLOBALIZATION, AND LOCALIZATION Fakta menyebutkan bahwa volume terjemahan yang dilakukan di seluruh dunia meningkat secara dramatis. Hal ini disebabkan majunya teknologi khususnya teknologi komunikasi. Komunikasi dapat dilakukan di seluruh dunia tanpa mengenal batas wilayah. Bahasa Inggris sebagai bahasa yang mendominasi komunikasi ini sepertinya bukan menjadi halangan lagi. Ini juga disebabkan peran para ahli teknologi komunikasi yang bersinergi dengan ahli-ahli lain seperti ahli bahasa (linguis) yang dapat menciptakan perangkat penerjemahan untuk membantu dan mempermudah proses penerjemahan. Globalisasi yang dikenal selama ini merupakan istilah yang multilevel yang digunakan untuk merujuk pada sifat global dalam dunia perekonomian dengan seluruh penyebarannya yang menembus multinasional. Dalam terjemahan komersial kata globalisasi ini sering digunakan dalam pengertian kreasi websites versi lokal tentang perusahaan-perusahaan penting secara internasional atau terjemahan produk dan pemasaran barang untuk pasar global (Lihat Esselink 2000:4). Perkembangan organisasi-organisasi internasional seperti PBB, Uni Eropah, dan organisasi lainnya selalu membutuhkan terjemahan apakah terjemahan lisan (dalam pertemuanpertemuan) atau pun tulisan (dokumen-dokumen). Demikian halnya dengan pertemuan dan jamuan internasional lainnya. Sebagai contoh, dalam kasus Uni Eropah, tanggung jawab terjemahan ke dalam semua bahasa resmi bagi anggota senat berupa sejumlah halaman dokumen asli yang diterjemahkan oleh Pusat Penerjemahannya di Luxembourg meningkat dari 20.000 di tahun 1995 menjadi 280.000 pada tahun 2001. Jumlah orang yang dipekerjakan di Pusat Penerjemahan ini mencapai 140 pegawai tetap dan menawarkan tender sebagian tugas-tugas mereka kepada agenagen penerjemah komersial dan omsetnya hampir mencapai 26 juta Euro (kurang lebih Rp400 miliar). Ini hanya sebagian kecil biaya terjemahan (lisan, tulisan) yang diperkirakan pada tahun 2001 sekitar 2 miliar Euro per tahun. Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa terjemahan merupakan bisnis besar. Kenyataannya, bagi banyak perusahaan, terjemahan telah menjadi bagian yang dikenal dengan bisnis GILT: Globalization, Internationalization, Localization and Translation. Akronim ini selalu disingkat menjadi GIL saja,
Universitas Sumatera Utara
❏ Eddy Setia sejak bagian terjemahan digolongkan di bawah localization, yang ditentukan oleh LISA (Localization Standards Industry Association). Localization meliputi pengambilan suatu produk dan membuatnya tepat secara linguistik dan budaya bagi wilayah target/WT (negara/wilayah dan bahasa) yang akan menggunakan dan menjual produk tersebut (Localization Standards Industry Association 2003 (www,lisa.org)). Website LISA melanjutkan perbedaan antara localization dan translation dalam bidang utama perangkat lunaknya. Dijelaskan bahwa localization meliputi terjemahan isi linguistik, termasuk mengadaptasi ukuran kotak layar dialog, warna dan perangkat karakter (untuk bahasabahasa seperti bahasa China, Korea dan Jepang) untuk memastikan peragaan yang benar. Dalam dunia bisnis, kata localize menggantikan kata translate. Dalam model proses localization, terjemahan hanya satu unsur saja. Misalnya, localization process yaitu dari milengo, sebuah aliansi localization Eropah dan Asia (http://www. milengo.com/), yang mempertunjukkan unsur terjemahan linguistik dari perangkat lunak proyek localization. Websitenya menjelaskan bahwa ada empat masukan untuk proses ini: (1) perangkat lunak baru yang diterjemahkan; (2) file dokumentasi baru dan Help; (3) terjemahan dari artikel perangkat lunak terdahulu; (4) file dokumentasi dan Help terakhir yang diterjemahkan. Proses ini difasilitasi oleh CAT (Computer-Assisted Translation); khususnya terjemahan perangkat lunak sebelumnya digabungkan ke dalam translation memory tool. Proses ini membantu untuk memastikan konsistensi terminologi dan artinya bahwa penerjemah hanya perlu menerjemahkan teks yang diubah. Dari sini jelas bahwa memory tool terjemahan memainkan peranan kunci dalam membantu penerjemah. Inilah contoh kerja penerjemah sekarang ini. Translation memory tools, dimana Translator’s Workbench TRADOS (www.trados.com) dan Déjà Vu ATRIL (www.atril.com) merupakan contoh yang terkenal, yaitu berupa kumpulan data yang membantu penerjemah untuk tujuan konsistensi istilah.
5. MESIN DAN PENERJEMAH Kemampuan komputer dimanfaatkan oleh industri terjemahan, seperti penggunaan Computer-Assisted Translation. Tujuan serba otomatis atau Mesin Terjemahan (MT) tetap sukar dipahami walaupun perkembangan terakhir lebih menjanjikan.
Halaman 134 Terjemahan, Permasalahan, dan Beberapa Pendekatan Berbagai pendapat pro dan kontra mengenai penggunaan MT. Martin Kay (1980/2003) membicarakan beberapa hambatan keberhasilan MT termasuk di antaranya ‘kata dengan makna banyak, kalimat dengan struktur gramatika banyak, ketidakpastian tentang pronomina yang merujuk ke siapa, dan permasalahan gramatika lainnya. Perkembangan MT dekade terakhir ini berfokus pada generasi kedua sistem ‘indirect’, yang menambahkan suatu fase lanjutan antara TS dan TT. Keduanya menggunakan pendekatan interlingual, yakni makna TS direpresentasikan dalam bentuk abstrak sebelum disusun kembali dalam TT atau menggunakan pendekatan transfer. Pendekatan ini terdiri atas tiga tahapan: (1) analisis dan representasi struktur sintaksis TT; (2) transfer ke dalam stuktur BT; (3) perpaduan hasil dari struktur itu. Sistem MT yang digunakan paling luas, yang dibanyak penggabungan sistem generasi pertama dan kedua, adalah SYSTRAN. Sistem ini secara nyata menggunakan leksikon dalam jumlah yang sangat banyak dan sedikit sintaksis. SYSTRAN dikembangkan secara swasta di Amerika Serikat dan telah diujicobakan di Komisi Eropah di Luxembourg. SYSTRAN sekarang digunakan secara ekstensif untuk terjemahan instan halaman web.
6. SIMPULAN Kebutuhan akan terjemahan (lisan dan tulisan) pada dekade ini terus menembus ke tingkat yang paling signifikan. Hal ini terkait dengan terbukanya era komunikasi global yang tanpa batas. Berbagai pendekatan baru bermunculan dengan maksud untuk penyederhanaan proses penerjemahan itu. Yang tidak kalah menarik dan sangat penting adalah peran teknologi komunikasi modern dalam mendukung proses itu. Kolaborasi ahli linguistik, ahli komunikasi, dan ahli teknologi komputer telah menciptakan perangkat lunak yang inovasinya semakin hari semakin menunjukkan eksistensinya dengan hasil kecepatan dan akurasi prima. Hal ini dibuktikan dengan temuan beberapa perangkat lunak seperti SYSTRAN yang sudah digunakan secara meluas.
DAFTAR PUSTAKA Baker, Mona. 1992. In Other Words: A Course on Translation. London and New York: Routledge. Baker,
M. (ed.) 1997a. The Routledge Encyclopedia of Translation Studies. London: Routledge.
Universitas Sumatera Utara
Halaman 135 Terjemahan, Permasalahan, dan Beberapa Pendekatan
❏ Eddy Setia Bassnett, S. and A. Lafevere. 1990. Translation, History and Culture. London and New York: Pinter. Bassnett, S. 1991. Translation Studies. London: Routledge. Catford, J. 2000. A Linguistic Translation. London: OUP.
Theory
of
Catford, J. 2000. Translation Shifts in Translation Studies Reader. Lawrence Venuti (ed). Page(s). London and New York: Routledge. Dryden, J. 1992. “Metaphrase, Paraphrase and Imitation”. Dalam R. Schulte dan J. Beguenet (eds.) (1992) hal. 17-31. Eggins, S. 2004. An Introduction to Systemic Functional Linguistics. London: Continuum. Fawcett, P. 1997. Translation and Language: Linguistic Approaches Explained. Manchester: St. Jerome. Hatim, B. dan I. Mason. 1990. Discourse and the Translator. London: Longman. Hatim, B. dan I. Mason. 1997. The Translator as Communicator. London: Routledge. Hatim, B. dan Jeremy, M. 2004. Translation: An advanced resource book. London: Routledge. Kidwai, A.R. 2003. Translating the Untranslatable: A Survey of English Translations of the Quran. http://www.quranicstudies.com/article32 (downloaded on Mar 17, 2005). Jakobson, R. 1959/2000. “On linguistic aspecs of translation”. Dalam L. Venuti (ed.).2000: 113-118.
Newmark, P. 1981. Approaches to Translation. Oxford: Pergamon. Newmark, P. 1988. A Textbook of Translation. London: Prentice-Hall. Nida, E. 1964a. Toward a Science of Translating. Leiden: E.J. Brill. Nida, E. dan C. Taber. 1969. The Theory and Practice of Translation. Leiden: E.J. Brill. Nida, E. 2000. “Principles of Correspondence”. Dalam L. Venuti (ed.): 126-140. Nord, C. 1997. Text Analysis in Translation: Theory, Methodology and Didactic Application of a Modl for TranslationOriented Text Analysis. Amsterdam: Rodopi. Shei, Chris C.-C. 2005. “Translation Commentary: A Happy Medium between Translation Curriculum and EAP” [01-2005]. System. Vol. 33: 309-25. Venuti, L (ed.) 1992. Rethinking Translation: Discourse, Subjectivity, Ideology. London: Routledge. Venuti, L. 1995. The Translator’s Invisibilty: A history of Translation Venuti, Lawrence (ed.) 2000. Translation Stiudies Reader. London and New York: Routledge. Vermeer, H. J. 2000. Skopos and Commission in Translation Action in Translation Studies Reader, ed. by Lawrence Venuti, Page(s) 221-32. London and New York: Routledge.
Universitas Sumatera Utara
TENTANG PENULIS 1.
Ni Luh Sutjiati Bratha Ni Luh Sutjiati Bratha adalah Guru Besar Fakultas Sastra Universitas Udayana. Pengajar Program Magister dan Doktor Linguistik untuk mata kuliah Morfologi dan Semantik. Kini beliau menjabat sebagai Asisten Direktur I Program Pascasarjana Universitas Udayana.
2.
Lely Refnita Lely Refnita adalah Dosen Kopertis Wilayah X, dpk pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Inggris FKIP Universitas Bung Hatta Padang, sejak tahun 1992 sampai sekarang. Menyelesaikan Program Sarjana (S-1) pada Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, FPBS IKIP Padang (1991) dan Program Magister (S-2) Pendidikan Bahasa, di PPs Universitas Negeri Padang (2000).
3.
Jufrizal, Zul Amri, dan Refnaldi Jufrizal, lahir di Padang, 22 Juli 1967, adalah dosen tetap pada Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, FBSS Universitas Negeri Padang. Dia menyelesaikan pendidikan Program Doktor (S-3) Linguistik, di PPs Universitas Udayana, Denpasar (2004). Pengutamaan minat kajiannya adalah Tipologi Linguistik. Selain itu, dia juga menulis dan meneliti di bidang linguistik kebudayaan dan pengajaran bahasa. Makalah dan artikelnya di bidang linguistik dan pengajaran bahasa disajikan pada seminar nasional dan internasional, dan diterbitkan di beberapa jurnal ilmiah nasional. Zul Amri, lahir di Padang, 5 Mei 1960, adalah dosen tetap pada Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris FBSS Universitas Negeri Padang. Dia menyelesaikan pendidikan Master (S-2) di University of Houston, Texas, U.S.A. (1995) dan sekarang sedang mengikuti pendidikan doktor (S-3) di Universitas Negeri Jakarta. Minat kajiannya adalah di bidang pengajaran bahasa asing. Refnaldi, lahir di Kab. Solok, Sumatera Barat, 1 Maret 1968, adalah dosen tetap pada Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris FBSS Universitas Negeri Padang. Dia menyelesaikan pendidikan Master (S-2) di University of Sydney, Australia (2000). Minat kajiannya adalah linguistik dan pengajaran bahasa asing.
4.
Mulyadi Mulyadi adalah dosen di Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra USU. Lulusan magister humaniora Universitas Udayana (1998) dan kini sedang mengikuti pendidikan doktor linguistik di universitas yang sama dengan minat utama pada semantik. Puluhan artikelnya telah dimuat di berbagai jurnal linguistik.
5.
Ikhwanuddin Nasution Ikhwanuddin Nasution lahir di P. Sidempuan, 25 September 1962. Beliau adalah staf pengajar di Fakultas Sastra USU dalam bidang sastra. Beliau menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada fakultas yang sama pada tahun 1986, pendidikan lanjutan (S-2) di Program Pascasarjana Universitas Udayana, Bali pada tahun 2000, dan Pendidikan Doktor (S-3) pada Program Studi Kajian Budaya, Pengutamaan Estetika Sastra Program Pascasarjana Universitas Udayana pada tahun 2007. Beliau aktif menulis di berbagai jurnal.
6.
Marini Nova Siska Naibaho dan Dardanila Marini Nova Siska Naibaho lahir di Medan 9 november 1984. Menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) di Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra USU pada tahun 2007. Dardanila lahir di Takengon 31 Maret 1961. Beliau adalah staf pengajar di Fakultas Sastra USU dalam bidang linguistik. Beliau menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada fakultas yang sama pada tahun 1985 dan pendidikan lanjutan (S-2) pada Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara pada tahun 2004. Beliau aktif mengikuti seminar baik nasional maupun internasional.
Universitas Sumatera Utara
Halaman 137 ❏ Eddy Setia
Terjemahan, Permasalahan, dan Beberapa Pendekatan
7.
Jekmen Sinulingga Jekmen Sinulingga lahir di Kutajulu 26 Juni 1962 adalah staf pengajar di Fakultas Sastra USU dalam bidang linguistik. Beliau menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) di fakultas yang sama pada tahun 1986 dan menyelesaikan pendidikan lanjutan (S-2) di Pascasarjana Universitas Udayana pada tahun 2007.
8.
Eddy Setia Eddy Setia lahir di Stabat 12 April 1957 adalah staf pengajar Departemen Sastra Inggris Fakultas Sastra USU. Menyelesaikan pendidikan Sarjana di Fakultas Sastra USU pada tahun 1982 dan menyelesaikan pendidikan magister dalam bidang Teaching English for Specific Purposes (TESP) (1991) di University of Exeter, Inggris pada tahun 1991.
Universitas Sumatera Utara