Nurlina, Penerapan Terapi Okupasi …
TERAPI OKUPASI UNTUK KETERAMPILAN PITA RAMBUT PADA ANAK TUNAGRAHITA Nurlina∗ Abstract; The general purpose of this study is to get data from the ability of mild mentally retarded student in occupational therapy through hair decoration skill in Malang Putra Jaya special education school. Knowing further the problem that are faced by the children in the ocupational process and also know the stage of achievement after get ocupational therapy thourgh hair decoration skill. Technique analysis data in this research used non statistic research in form of analysis of descriptive. In the stage of data analysis in qualitative research generally started since data collection, data reduction, displaying the data, and the conclusion verication. This research which has processed in the application of occupational therapy through hair decoration skill to mentally retarded students in the Malang Putra Jaya special school after six timestreatment which has been given. The occupational therapy shows the result that mild mentally retarded can perform the activity well and show significant result It is justified cumulatively with have sutficient category, which mentally retarded children in Malang Putra Jaya special school. The children must get a lot of practice to achive the material of hair decoration skiil in order to get increasing ability of motoric nerve movement and focusing ability of children concentration. Kata kunci : Terapi okupasi, keterampilan pita rambut
Anak tunagrahita merupakan individu yang utuh dan unik yang pada umumnya juga memiliki potensi atau kekuatan dalam mengimbangi kelainan yang disandangnya, oleh karena itu layanan pendidikan yang diberikan, diupayakan untuk dapat mengembangkan potensi yang dimiliki oleh anak secara optimal. Kelainan anak tunagrahita itu sendiri dapat dilihat dari karakteristiknya secara umum atau khusus, Di mana dalam segi fisik, mental, atau kecerdasannya maupun sosial dan emosinya serta tingkat kelainan yang bervariasi. Menurut The New Zealand Society for the Intelectually Handicapped (IHC,1986:28 dalam Amin 1996:19) menyatakan tentang anak tunagrahita sebagai berikut: “ “A person is said to have an intellectually handicapped when a) their intelectuall fungtioning is asignificantly below average, and this state has been present from an early age. b) They have marked impairment in ability to adapt the cultural demands of society”. Batasan tersebut di atas menyatakan bahwa seseorang dikatakan tunagrahita apabila kecerdasannya jelas-jelas di bawah rata-rata dan berlangsung pada masa perkembangan serta terhambat dalam adaptasi tingkah laku terhadap lingkungan sosialnya.
∗
Email:
[email protected]
47
JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA, APRIL 2008, VOLUME 4,NOMOR 1
Salah satu pendidikan yang dapat diberikan pada anak tunagrahita adalah pendidikan keterampilan khusus yang berkaitan dengan kemampuan gerak koordinasi motorik dan kemampuan merawat diri sendiri, keterampilan vokasional yang berkaitan dengan bentuk keterampilan sebagai persiapan untuk bekal anak dalam bekerja di masyarakat (Depdikbud, 1994:123) Terapi okupasi menurut Kusnanto (dalam Sujarwanto, 2005) adalah usaha penyembuhan terhadap seseorang yang mengalami kelainan mental, dan fisik dengan jalan memberikan suatu keaktifan kerja dimana keaktifan tersebut untuk mengurangi rasa penderitaan yang dialami oleh penderita. Menurut Soebadi (1990:640) “ Terapi okupasi adalah terapi yang melatih gerakan halus dari tangan dan integrasi dari gerakan dasar yang sudah di kuasai melalui permainan dan alat-alat yang sesuai”. Tarmansyah (1986:23) menyatakan bahwa “ Terapi okupasi memberikan peluang dan kesempatan bagi anak-anak untuk mengembangkan bakat, daya, inisiatif, daya kreatifitas, kemampuan bercita-cita, berkarsa dan berkarya”. Dengan memberikan suatu keaktifan kerja atau berupa kesibukan yang disesuaikan dengan kemampuan individu, khususnya anak tunagrahita dimana anak tunagrahita dapat melakukan tugasnya maka ia merasa mempunyai kebanggaan atau harga diri yang dapat menimbulkan rasa bahagia dan akan mengurangi rasa rendah dirinya, karena terapi okupasi di sini bukanlah usaha penyembuhan semata akan tetapi merupakan perpaduan dari beberapa ilmu diantaranya bidang seni dan pendidikan maupun ilmu di bidang lainnya sehingga dapat membantu anak tunagrahita bukan saja untuk pengobatan fisiknya melainkan perbaikan segi lain seperti sosial, emosi, yang pada akhirnya anak tunagrahita dapat berkembang sebagaimana mestinya. Keterampilan pita rambut merupakan keteampilan yang berbahan dari kain perca yang dijahit hingga berbentuk sedemikian rupa, yang mana banyak sekali tambahan aksesoris yang akan ditempelkan pada pita rambut sesuai dengan kreasi anak tersebut seperti bentuk bintang, bentuk hati, boneka atau berbentuk yang lainnya. Dalam kegiatan keterampilan pita rambut ini dapat membantu anak memaksimalkan fungsi gerak tangan dan daya konsentrasinya yang mana gerak yang digunakan adalah sendi dan otot-otot kecil. Pada observasi dan wawancara awal yang telah penulis lakukan dengan kepala sekolah dan guru yang terkait pada tanggal 14 Maret 2007 di sekolah berkebutuhan khusus Putra Jaya Malang di mana kondisi anak mengalami gangguan motorik halus, konsentrasi rendah dan cepat mengalami kebosanan. Di sekolah berkebutuhan khusus Putra Jaya Malang itu sendiri telah terdapat program life skill seperti salon, sablon, produksi kapur serta tata busana. Di mana kemampuan anak tunagrahita di sekolah Putra Jaya Malang dalam bidang akademiknya sangat rendah tetapi anak tunagrahita ringan dapat diarahkan dalam hal life skill demi kelangsungan kehidupannya kelak. Oleh sebab itu penulis sebagai seorang calon pendidik khususnya bagi anak berkebutuhan khusus akan memberikan suatu alternatif sederhana yaitu dengan penerapan terapi okupasi melalui keterampilan membuat pita rambut pada anak tunagrahita kegiatan atau latihan ini dapat dijadikan sebagai salah satu keterampilan yang dapat memiliki nilai jual sehingga dapat dipasarkan untuk memperolah keuntungan. Serta kegiatan ini dapat meningkatkan kemampuan gerak halus di mana gerak yang di gunakan hanya otot-otot
48
Nurlina, Penerapan Terapi Okupasi …
tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil, yang membutuhkan koordinasi gerak dan daya konsentrasi yang baik. Kegiatan ini disesuaikan juga dengan kemampuan, kondisi dan tingkat perkembangan anak tunagrahita ringan yang cenderung terlambat dari pada anak normal lainnya. Tujuan terapi okupasi secara umum menurut Astati (1995:13) adalah mengembalikan fungsi fisik, mental, sosial, dan emosi dengan mengembangkannya seoptimal mungkin serta memelihara fungsi yang masih baik dan mengarahkannya sesuai dengan keadaan individu agar dapat hidup layak di masyarakat. Sedangkan menurut Martono (1992:2) (dalam Astati, 1995:11) terapi okupasi memiliki tujuan, yaitu: a) Diversional, menghindari neorosis dan memelihara mental, b) Pemulihan fungsioanal, mencakup fungsi-fungsi persendian, otot-otot serta kondisi tubuh lainnya, c) Latihan-latihan prevokasional yang memberikan peluang persiapan menghadapi tugas pekerjaan yang lebih sesuai dengan kondisinya. Tujuan dari terapi okupasi adalah membantu seseorang menjadi mandiri dalam beraktifitas baik dengan alat bantu ataupun tanpa alat bantu terutama untuk aktivitas kesehariannya http://www.kompas.com/ (makan, minum, mandi, berpakaian, dan lainnya) kesehatan/news/0603/03/, (diakses 20 Desember 2006). Secara umum sasaran terapi okupasi adalah keadaan seseorang yang mengalami suatu gangguan fisik, mental pemulihan, pengembangan, intelektual, emosi dan sosial. Sasaran terapi okupasi secara khusus bagi anak tunagrahita dibedakan berdasarkan kondisi anak tunagrahita itu sendiri. Adapun sasaran khusus terapi okupasi bagi anak tunagrahita ringan menurut Astati (1995: 17) adalah a) Memiliki kemampuan gerak motorik kasar dan halus, b) Memiliki kemampuan persepsi yang baik, c) Memiliki kemampuan mengurus diri sendiri dan bina diri, d) Memiliki kemampuan komunikasi dan bersosialisasi, e) Memiliki kemampuan bekerja terutama sifatnya semi skill untuk bekal hidup. Dalam penelitian ini target yang hendak dicapai setelah anak mendapatkan terapi okupasi adalah terlebih dulu anak dapat menggerakkan sensomotoriknya khususnya tangan lalu anak dapat berkonsentasi pada tugas yang diberikan. Diharapkan anak dapat meningkatkan kemampuan motoriknya dengan latihan membuat pita rambut. Untuk mencapai tujuan maka perlu ditetapkan ruang lingkup dari terapi okupasi bagi anak tunagrahita menurut Astati (1995:20) adalah a) Kemampuan gerak kasar, b) Kemampuan gerak halus, c) Kemampuan persepsi, d) Kemampuan mengurus diri dan bina diri, e) Kemampuan berkomunikasi, f) Kemampuan sosialisasi dan emosi, g) Kemampuan vokasional dan kesibukan. Adapun prinsip-prinsip dari terapi okupasi adalah: (a) Prinsip berdasarkan kegunaan: 1) Prinsip rekreatif dimana dalam melakukuan terapi okupasi anak tunagrahita tidak boleh merasa bahwa hal itu merupakan paksaan, anak harus merasa gembira selama mengikuti kegiatan, 2) Prinsip keberhasilan adalah anak mengerjakan sesuatu hendaknya menghasilkannya dengan baik. Dimana setiap anak tidak harus ahli dalam melakukan gerakan tetentu tetapi anak harus terus di berikan pelatihan, 3) Prinsip perbaikan dan penyembuhan; (b) Prinsip berdasarkan pelaksanaannya, dalam prinsip ini ada beberapa prinsip yang berkenaan terhadap pelaksanaan terapi okupasi menurut
49
JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA, APRIL 2008, VOLUME 4,NOMOR 1
Astati (1995:25), yaitu: 1) Karakteristik fisik, 2) Karakteristik yang berhubungan dengan melatihnya. Melalui terapi okupasi diharapkan dapat memperbaiki fungsi fisik, intelektual, sosial dan emosi individu sebagaimana mestinya. Terapi okupasi yang digunakan disini adalah terapi melalui ketrampilan pita rambut pada anak tunagrahita yang di tekankan pada latihan ketrampilan tangan yang menggunakan jarum dan benang, dimana anak tunagrahita akan diajarkan membuat pita rambut dengan cara menjahit. Dalam kegiatan ini mampu meningkatkan kemampuan gerak halus di mana gerak yang di gunakan hanya otot-otot tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil, yang membutuhkan koordinasi gerak dan daya konsentrasi yang baik serta kegiatan ini cukup produktif walaupun sifatnya sangat sederhana. Anak tunagrahita di sini diharapkan dapat melakukan aktivitas menjahit yang menarik dan menimbulkan suatu kesenangan, dapat melatih motorik halus tangan, konsentrasi pada tugas serta mampu menggunakan waktu luangnya dengan kegiatan yang cukup produktif untuk meningkatkan kepercayaan diri anak sehingga kelak anak mampu bertindak secara layak untuk menjalani hidup dan dapat bekerja secara wajar sesuai dengan kondisinya, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan terapi okupasi melalui keterampilan pita rambut dapat memeperbaiki dan memaksimalkan fungsi gerak serta daya konsentrasi anak tunagrahita. Menurut Kartadinata (1996), mengemukakan bahwa keterampilan merupakan kemampuan khusus untuk memanipulasi alat, ide dan keinginan. Seseorang dikatakan terampil bila dapat melakukan sesuatu tugas pekerjaan dengan baik dan cermat. Diketahui bahwa keterampilan melakukan sesuatu hanya dapat dimiliki oleh seseorang setelah melakukan serangkaian latihan. Dengan kata lain terlatih dalam mengerjakan sesuatu barulah seseorang memiliki keterampilan. Keterampilan hanya dapat dimiliki dalam dan melalui rangkaian latihan yang berencana, bertahap dan berkelanjutan. Keterampilan pita rambut adalah ketrampilan yang berbahan kain perca dimana dalam pembuatannya dengan cara di jahit sederhana dengan tusuk jelujur serta dapat di lengkapi dengan beberapa aksesoris sesuai dengan keinginan dan kreativitas. Bagi anak tunagrahita keterampilan perlu dilatihkan secara terus menerus agar anak mudah memahami dan mengikuti petunjuk dengan benar, dengan adanya latihan yang terencana dan terus menerus maka hasil yang telah dilatihkan sedikit demi sedikit akan menjadi baik dan selanjutnya layak atau dapat disamakan dengan hasil pekerjaan anak normal. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Keterampilan; (a) Sebagai kemampuan khusus untuk keperluan sehari-hari, (b) Menggunakan atau memanfaatkan alat, bahan dan pengalaman untuk kepentingan hidup sehari-hari, (c) Persiapan untuk mengembangkan bakat dan menggunakan waktu senggang. Pendidikan keterampilan akan berguna untuk melaksanakan suatu kegiatan yang berguna bagi dirinya dan bagi orang banyak. Dalam pembinaan keterampilan, berarti menerapkan suatu pengetahuan secara cepat dan tepat. Untuk itulah pembinaan keterampilan hendaknya ditujukan pada usaha mengembangkan kemampuan anak didik, sehingga akan bermanfaat bagi dirinya sendiri dan bagi masyarakat.
50
Nurlina, Penerapan Terapi Okupasi …
Berdasarkan kondisi tersebut dapat dirumuskan adanya permasalahan yang berkaitan dengan Penerapan terapi okupasi melalui keterampilan pita rambut pada anak tunagrahita, sehingga muncul rumusan masalah sebagai berikut: (1) Bagaimana penerapan terapi okupasi melalui keterampilan pita rambut pada anak tunagrahita di sekolah berkebutuhan khusus Putra Jaya Malang?, (2) Bagaimana tingkat pencapaian hasil dari terapi okupasi melalui keterampilan pita rambut pada anak tunagrahita di sekolah berkebutuhan khusus Putra Jaya Malang?, (3) Apa saja yang menjadi kendala dari penerapan terapi okupasi melalui keterampilan membuat pita rambut pada anak tunagrahita di sekolah berkebutuhan khusus Putra Jaya Malang? Adapun tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk memperoleh data tentang kemampuan anak tunagrahita ringan dalam terapi okupasi melalui keterampilan pita rambut di sekolah berkebutuhan khusus Putra Jaya Malang, (2) Untuk mendeskripsikan peningkatan sesudah dilakukan terapi okupasi melalui keterampilan pita rambut pada anak tunagrahita ringan di sekolah berkebutuhan khusus Putra Jaya Malang, (3) Untuk menganalisis data tentang kemampuan anak tunagrahita ringan dalam terapi okupasi melalui keterampilan pita rambut di sekolah berkebutuhan khusus Putra Jaya Malang, (4) Untuk mengetahui kendala dari terapi okupasi melalui keterampilan pita rambut pada anak tunagrahita di sekolah berkebutuhan khusus Putra Jaya Malang. METODE Penelitian ini desain yang digunakan adalah desain penelitian Deskriptif Kualitatif., yaitu menggambarkan sesuatu kondisi nyata dalam bentuk data kualitatif. Adapun yang menjadi subyek penelitian adalah anak tunagrahita ringan jenjang SMALB di sekolah berkebutuhan khusus Putra Jaya Malang berjumlah 6 anak. Sedangkan teknik pengumpulan datanya digunakan (1) Wawancara kepada guru untuk mengetahui kemampuan dasar anak. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi setiap anak maka perlu adanya wawancara antara peneliti dan anak tunagrahita di sekolah berkebutuhankhusus Putra Jaya malang; (2) Observasi yaitu untuk mengamati proses penerapan terapi okupasi melalui ketrampilan membuat pita rambut dan kemudian dibuat catatan lapangan dari hasil observasi, dan (3) Dokumentasi, berupa dokumentasi riwayat hidup anak. Memilih teknik analisis data yang tepat perlu memperhatikan bentuk data penelitiannya, data yang valid masih belum cukup untuk menarik kesimpulan yang tepat, tetapi juga diperlukan analisis data yang valid pula. Dalam penelitian ini, data yang diperoleh berupa data kualitatif, maka peneliti menggunakan analisis non-statistik, berupa analisis deskriptif. Sesuai dengan pernyataan Poerwanti, dkk (1994), bahwa dengan analisis deskriptif diharapkan karakteristik atau sifat-sifat seperangkat data dari suatu variabel yang dimaksud dapat lebih mudah difahami.Dalam penelitian kualitatif melalui beberapa tahap, yaitu Reduksi data, display data, Verifikasi atau mengambil kesimpulan (Nasution, 1996 : 129). Bahkan menurut Milles dan Hubberman (1984) juga Yin (1987), (dalam Wahyudi, 2005 : 72), tahap analisis data dalam penelitian kualitatif secara umum dimulai sejak
51
JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA, APRIL 2008, VOLUME 4,NOMOR 1
pengumpulan data, reduksi data, penyajian atau display data dan penerikan kesimpulan atau verifikasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian yang dihasilkan merupakan hasil penerapan terapi okupasi melalui ketrampilan membuat pita pada anak tunagrahita di sekolah berkebutuhan khusus Putra Jaya Malang, selama masa penelitian berlangsung, yaitu pada bulan Maret-April. Data hasil observasi dan wawancara kemudian dijadikan sebagai sumber informasi dan dideskripsikan secara kualitatif. Secara keseluruhan hasil penelitian dapat dianalisis sebagai berikut: a. Penerapan terapi okupasi melalui keterampilan membuat pita rambut pada anak tunagrahita di sekolah berkebutuhan khusus Putra Jaya Malang ini lebih di fokuskan pada prosesnya bukan berupa hasilnya, karena dalam kegiatan ini yang digunakan adalah gerak motorik halus serta pemusatan konsentasi. b. Tingkat pencapaian hasil dari terapi okupasi melalui keterampilan pita rambut pada anak tunagrahita di sekolah berkebutuhan khusu Putra Jaya Malang, yaitu : (1) RT, Berdasarkan hasil pengamatan pada tanggal 28 Maret 2007, awalnya RT belum dapat mengerjakan keterampilan pita rambut sendiri RT masih harus dibantu dalam membalik kain yang telah terjahit karena RT mengalami kendala dalam motoriknya. Dalam tabel 4.1 penilaian RT mendapatkan nilai terendah dalam aspek membalik kain yaitu dengan rata-rata 65,8 masuk kategori kurang dan nilai tertinggi RT dalam aspek menjahit kain dengan rata-rata 78,3 masuk kategori cukup, tetapi dalam pertemuan selanjutnya RT telah dapat menguasai kegiatan yang terdapat pada keterampilan pita rambut, (2) DB, Berdasarkan hasil pengamatan pada tanggal 28 Maret 2007 DB pada awalnya masih kurang mampu menguasai semua kegiatan, karena DB cukup sulit dalam berkonsentrasi. DB harus dibimbing seperti pada menggunting kain dan menjahit kain DB belum dapat rapi. Dalam tabel 4.2 penilaian DB mendapatkan nilai terendah dalam aspek menggunting kain dengan nilai 68,3 masuk kategori kurang dan nilai tertingginya 77,5 dalam aspek memasukkan benang kedalam lubang jarum masuk kategori cukup, tetapi setelah pertemuan selanjutnya DB sudah dapat lebih fokus, dan jahitannya cukup rapi hanya perlu latihan secara terus-menerus; (3) LN, Berdasarkan hasil pengamatan pada tanggal 28 Maret 2007, awalnya LN telah bersemangat mengikuti terapi okupasi melalui keterampilan membuat pita ini, dimana LN telah mampu menguasai semua kegiatan yang ada. Dalam tabel 4.3 penilaian LN mendapat nilai terendah 77,5 masuk kategori cukup dalam aspek memasukkan karet kadalam kain yang telah terbalik dan nilai tertinggi 85,5 masuk kategori baik dalam aspek memasukkan benang kedalam lubang jarum. Dalam hal ini diharapkan LN harus tetap latihan agar dapat lebih berkonsentrasi pada tugas yang diberikan. (4) AY, Berdasarkan hasil pengamatan pada tanggal 28 Maret 2007, AY cukup mahir dalam hal menjahit, motoriknya tidak mengalami hambatan, hanya AY mengalami gangguan pendengaran. Dalam tabel 4.4 penilaian AY mendapatkan nilai terendah 79,1 masuk kategori cukup dalam aspek menjahit kain dan nilai tertinggi 86,6 masuk kategori baik dalam aspek
52
Nurlina, Penerapan Terapi Okupasi …
menggunting kain. AY mampu memahami apa yang diperintahkan kepadanya, tetapi AY harus tetap latihan agar lebih berkonsentrasi dan dapat mengembangkan kemampuannya. (5) DT, Berdasarkan hasil pengamatan pada tanggal 28 Maret 2007, DT belum menunjukkan ketertarikan dengan keterampilan membuat pita. Dalam tabel 4.5 penilaian DT mendapat nilai terendah 68,3 masuk kategori kurang dalam aspek menggunting kain dan nilai tertinggi 77,5 masuk kategori cukup dalam aspek menjahit kain DT sangat mudah sekali terganggu konsentrasinya apabila melihat temannya telah lebih dulu selesai mengerjakan, DT cukup rapi dalam hal menjahitnya tetapi DT harus tetap berlatih agar dapat menguasai semua aspek yang ada dalam keterampilan pita rambut. (6) EN, Berdasarkan pada hasil pengamatan pada tanggal 28 Mreat 2007 EN pada awalnya sedikit malas karena EN belum terbiasa dengan kegiatan menjahit. Tetapi setelah pertemuan selanjutnya EN dapat tertarik dengan keterampilan membuat pita karena melihat temannya. Dalam tabel 4.6 penilaian EN mendapat nilai terrendah 65,8 masuk kategori kurang dalam aspek membalik kain yang sudah terjahit dan nilai tertinggi 78,3 masuk kategori cukup dalam aspek menggunting kain. EN harus banyak berlatih terlebih dalam keterampilan ini agar motorik dan konsentrasinya dapat lebih meningkat. c. Kendala dari penerapan terapi okupasi melalui keterampilan membuat pita rambut pada anak tunagrahita di sekolah berkebutuhan khusus Putra Jaya Malang. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan anak, bahwa dapat disimpulkan kendala yang di hadapi oleh anak adalah : (1) RT; Pada saat memasukkan benang kedalam lubang jarum RT harus dibantu karena kendala penglihatan dan motoriknya yang sedikit terhambat; Menggunting kain RT sedikit kesulitan tetapi RT dapat melakukannya; Menjahit kain RT dapat melakukan walaupun tidak terlalu rapi; Pada saat membalik kain RT mengalami kesulitan dan membutuhkan bantuan; RT dapat memasukkan karet dalam kain walaupun membutuhkan waktu yang cukup lama. (2) DB; dapat memasukkan benang kedalam lubang jarum sendiri tanpa bantuan; belum dapat menguasai teknik menggunting dengan baik dan harus lebih banyak latihan; Pada saat menjahit DB tidak dapat melakukan dengan rapi, harus lebih banyak latihan; DB tidak dapat membalik kain sendiri harus dengan bantuan kayu; DB dapat memasukkan karet pada kain dengan baik (3) LN; dapat memasukkan benang kedalam lubang jarum sendiri tanpa bantuan; dapat menguasai teknik menggunting dengan baik tetapi harus tetap latihan; Pada saat menjahit LN dapat melakukan dengan rapi; dapat membalik kain sendiri walaupun dengan bantuan kayu; masih perlu latihan memasukkan karet pada kain. (4) AY; dapat memasukkan benang kedalam lubang jarum sendiri tanpa bantuan; dapat menguasai teknik menggunting dengan baik; Pada saat menjahit AY melakukan dengan rapi, tetapi harus banyak latihan; Pada saat membalik kain AY dapat melakukan sendiri walaupun tanpa bantuan kayu; Dapat memasukkan karet pada kain dengan baik. (5) DT; tidak dapat memasukkan benang kedalam lubang jarum sendiri harus dengan bantuan; belum dapat menguasai teknik menggunting dengan baik dan harus lebih banyak latihan; Pada saat menjahit DT dapat melakukan dengan rapi,
53
JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA, APRIL 2008, VOLUME 4,NOMOR 1
tetapi harus lebih banyak latihan; tidak dapat membalik kain sendiri harus dengan bantuan kayu; tidak dapat memasukkan karet pada kain dengan baik. (6) EN; dapat memasukkan benang kedalam lubang jarum sendiri tanpa bantuan; dapat menguasai teknik menggunting dengan baik tetapi harus lebih banyak latihan; Pada saat menjahit EN tidak dapat melakukan dengan rapi, harus lebih banyak latihan; tidak dapat membalik kain sendiri harus dengan bantuan kayu; dapat memasukkan karet pada kain dengan baik Berdasarkan pada analisis data maka dapat disimpulkan bahwa penerapan terapi okupasi melalui keterampilan membuat pita rambut pada anak tunagrahita di sekolah berkebutuhan khusus Putra Jaya Malang ini lebih di fokuskan pada prosesnya bukan berupa hasilnya, karena dalam kegiatan ini yang digunakan adalah gerak motorik halus serta pemusatan konsentasi. Dalam penerapan terapi okupasi melalui keterampilan membuat pita rambut pada anak tunagrahita di sekolah berkebutuhan khusus Putra Jaya Malang mengalami peningkatan yang bagus pada pertemuan terakhir karena anak diberikan penerapan secara berulang-ulang dan diharapkan anak tetap berlatih agar motorik halus dan konsentrasi tetap bagus, serta anak dapat mengembangkan kreativitasnya dalam hal keterampilan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan terapi okupasi melaui keterampilan membuat pita rambut pada anak tunagrahita di sekolah berkebutuhan khusus Putra Jaya Malang berjalan lancar dan menunjukkan adanya perkembangan yang signifikan dengan dibuktikan secara komulatif mendapatkan kategori cukup yang mana anak masih perlu banyak latihan untuk dapat menguasai materi keterampilan membuat pita rambut dengan baik. Di mana kegiatan ini berupa pemberian kesibukan yang melatih motorik atau mengurangi terjadinya kekakuan selain itu juga untuk melatih konsentrasi anak, daya tahan, dan perhatian terhadap sesuatu. Hasil ini didukung oleh pendapat dari Maike Dwi Hantika (2004:54) menyatakan bahwa “ Terapi okupasi merupakan salah satu cara yang efektif untuk meningkatkan motorik halus anak tunagrahita khususnya anak tunagrahita ringan”. Keterampilan pita rambut adalah keterampilan yang berrbahan dasar kain dimana dalam pembuatannya dengan cara dijahit sederhana dengan tusuk jelujur serta dapat dilengkapi dengan beberapa aksesoris sesuai dengan keinginan dan kreativitas, meskipun keterampilan ini sangat sederhana tetapi dalam prosesnya sangat di butuhkan oleh anak tunagrahita yang mana dalam kegiatan ini meliputi perbaikan motorik halus serta dapat meningkatkan daya pemusatan konsentrasi anak. Secara garis besar kendala yang dihadapi anak dalam penerapan terapi okupasi melalui keterampilan membuat pita rambut pada anak tunagrahita di sekolah berkebutuhan khusus Putra Jaya Malang adalah anak mengalami kesulitan pada motorik dan pemusatan konsentrasi yang rendah, sehingga mereka tidak dapat menyelesaikan pita rambut sesuai dengan waktu yang telah ditentukan yaitu 1 jam untuk satu pita rambut yang telah jadi. Terapi okupasi merupakan suatu usaha terapi atau bantuan pada anak tunagrahita ringan agar dapat mengatualisasikan potensinya sebagaimana mestinya. “Salah satu tujuan dari terapi okupasi ini adalah menumbuhkan dan meningkatkan kemandirian. terutama kemampuan fungsi aktivitas kehidupan
54
Nurlina, Penerapan Terapi Okupasi …
sehari-hari. Hal itu dilakukan dengan cara melatih fungsi koordinasi, integrasi sensorik- motorik.“ Widjajalaksmi. 2005. mandiri rajut masa depan. jurnal kesehatan, (online)(http://kompas.com/kompascetak/0507/13/kesehatan /1892858.htm, diakses 29 Mei 2007). Terapi ini dilaksanakan melalui pekerjaan, latihan, kegiatan, atau kesibukan. Pekerjaan atau kesibukan hanyalah merupakan suatu media untuk mencapai suasana pergaulan atau interaksi antara murid, guru, dan masyarakat sekitarnya. Perubahan ini timbul diantaranya disebabkan tindakan atau usaha guru, dimana dalam melakukan latihan terapi okupasi anak tunagrahita tidak boleh merasa bahwa hal itu merupakan paksaan. anak harus merasa gembira selama mengikuti kegiatan. Jika anak menunjukkan keberhasilan bagaimanapun kecilnya, perlu diberi suatu penghargaan baik sanjungan maupun hadiah. PPRPCM (1980:8) (dalam Astati: 23) mengemukakan bahwa “Kesibukan hanya merupakan suatu keadaan dimana orang yang bersangkutan terlibat dalam suatu aktivitasnya yang menarik perhatiannya, yang bias membuatnya gembira dan senang.” Dengan demikian tujuan kita akan tercapai bila anak menikmati kegiatan tanpa keadaan terpaksa. SIMPULAN DAN SARAN Dari hasil dan pembahasan dapat di simpulkan bahwa; (1) Penerapan terapi okupasi melalui keterampilan pita rambut pada anak tunagrahita disekolah berkebutuhan khusus Putra Jaya Malang dapat berjalan sesuai dengan rencana guru dan menunjukkan adanya perkembangan yang signifikan dengan kategori penilaian cukup yang mana anak tunagrahita masih memerlukan latihan. (2) Tingkat pencapaian hasil dari penerapan ini mencapai tingkat yang bagus ada pada pertemuan terakhir yaitu pada pertemuan keenam. (3) Kendala utama yang dialami oleh anak-anak adalah motorik halus dan daya pemusatan konsentrasi serta membutuhkan waktu yang lebih lama dan jadwal yang continue untuk mencapai tujuan yang diinginkan, yang mana anak tunagrahita di sekolah berkebutuhan khusus Putra Jaya Malang belum dapat menyelesaikan sesuai waktu yang ditentukan dalam pengerjaan pita rambut yaitu selam satu jam untuk 1 hasil pita rambut. Dari hasil simpulan tersebut dapat disarankan hal-hal sebagai berikut: (a) Sekolah diharapkan dapat membantu siswa memasarkan hasil kerajinan sehingga anak dapat memperoleh sedikit keuntungan sebagai tambahan uang saku, Sekolah diharapkan dapat mengupayakan suatu kegiatan yang dapat memperbaiki kondisi anak melalui bentuk terapi atau kegiatan yang menarik lainnya; (b) Perhatian guru harus lebih terpusat pada anak yang kurang mampu dalam setiap kegiatan yang diberikan oleh guru, sehingga anak dapat mengikuti kegiatan tersebut dengan baik dan sesuai dengan rencana guru, Pemberian suatu kegiatan diharapkan sesuai dengan karakteristik dan kondisi anak agar kegiatan tersebut dapat menimbulkan suatu kesenangan. (c) Orang tua diharapkan ikut andil dengan memberikan bimbingan pada anak saat dirumah sesuai dengan latihan yang telah diberikan oleh guru di sekolah, agar anak mampu memanfaatkan waktu luang dan Orang tua harus bekerja sama dengan guru dan pihak sekolah terkait dalam segala hal yang berkaitan dengan kemajuan anaknya. (c) Siswa diharapkan terus belajar dan meningkatkan kemampuannya dalam hal akademik maupaun pada keterampilan yang dapat
55
JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA, APRIL 2008, VOLUME 4,NOMOR 1
meningkatkan kemampuan gerak motorik serta pemusatan konsentrasinya, dan siswa dapat mengembangkan kreatifitasnya melalui keterampilanketerampilan yang sesuai dengan kemampuan dan kondisi masing-masing anak. DAFTAR ACUAN A publication of the National Dissemination Center for Children with Disabilities (online) (http:www.nichcy.org/pubs/factshe/fs8txt.htm) (diakses 29 mei 2007) Amin, M. 1996. Orthopedagogik Anak Ttunagrahita. Jakarta:Depdikbud Astati. 1995. Terapi Okupasi , Bermain, dan Musik untuk Anak Tunagrahita. Bandung : Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Hantika, Maike Dwi. 2004. „Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Melalui Terapi Okupasi Pada Anak Tunagrahita Ringan di SLB C Bakti Asih Surabaya. Surabaya“. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya:PLB FIP Unesa. http://www.kompas.com/kesehatan/news/0603/03/130032.htm (online) (diakses 20 Desember 2006) http://www.puskur.net/inc/sr.sma/ketrampilan.pdf (online) (diakses 20 desember 2006) http://www.minddisorders.com/Py-Z/Vocational-rehabilitation.html (online) (diakses 6 Juni 2007) http://www.mitranetra.or.id/arsip/index.asp?kat=Naker&id=10040103 (online) (diakses 6 Juni 2007) Kartadinata, S. 1996. Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta:Depdikbud Sujarwanto. 2005. Terapi Okupasi untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Depdikbud Tarmansyah. 1986. Pedoman Guru Terapi Okupasional Untuk Anak Tunadaksa. Jakarta : Depdikbud. Wahyudi, Ari. 2005. Pengantar Metodologi Penelitian. Surabaya : Unipres Widjajalaksmi. 2005. Mandiri Rajut Masa Depan. jurnal kesehatan, (online), (http://kompas.com/kompas-cetak/0507/13/kesehatan/1892858.htm, diakses 29 Mei 2007).
56