EVALUASI HASIL TERAPI OKUPASI BAGI ANAK TUNAGRAHITA DI YAYASAN PENDIDIKAN LUAR BIASA NUSANTARA DEPOK Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh: Muhamad Hafiz Zuldi 1110054100008
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M
ABSTRAK Muhamad Hafiz Zuldi Evaluasi Hasil Terapi Okupasi Bagi Anak Tunagrahita di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok Dalam perkembangannya, anak tunagrahita memiliki keterbatasan dalam berbagai aspek misalnya perkembangan personal, sosial kognitif, keterampilan berbahasa, motorik dan sensorik yang dapat diamati melalui ketidakmatangan perilaku sosialnya. Untuk membantu anak tunagrahita dalam melatih keterampilan motorik, personal dan perilaku sosial salah satunya melalui sebuah terapi yaitu terapi okupasi. Terapi okupasi yang dilakukan oleh Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok untuk membantu dalam meningkatkan keterampilan motorik anak terutama anak tunagrahita dalam bentuk kegiatan sehari-hari dan pemanfaatan waktu luang. Dengan adanya terapi okupasi ini anak tunagrahita diharapkan dapat mengalami perubahan pada perkembangannya. Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk mengetahui evaluasi hasil dari terapi okupasi bagi anak tunagrahita di YPLB Nusantara Depok. Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan kualitatif jenis deskriptif. Teknik pengumpulan data penelitian ini merupakan kumpulan data dari wawancara dan observasi yang diperoleh dari informan; satu orang ketua yayasan, dua orang pengasuh, satu terapis, dua orang siswa tunagrahita berasrama dan satu orang siswa tunagrahita non-asrama serta tiga orangtua dari siswa tunagrahita. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori evaluasi hasil dari Isbandi Rukminto yang digunakan untuk menganalisa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tujuan dari terapi okupasi yang diberikan kepada anak tunagrahita di YPLB Nusantara Depok lebih terlihat hasilnya pada siswa yang berasrama yaitu dengan adanya perubahan pada aspek bina diri dimana siswa yang berasrama sudah dapat mandiri dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari dan dalam pemanfaatan waktu luang siswa yang berasrama dapat mengembangkan minat dan bakatnya melalui kegiatan ekstrakurikuler. Perubahan tersebut dapat dilihat dalam kurun waktu 2 tahun. Sedangkan pada siswa nonasrama masih belum banyak menunjukkan perubahan dikarenakan kurang konsistennya orang tua dalam menerapkan bina diri dan pemanfaatan waktu luang anak ketika di rumah.
Kata Kunci : Terapi Okupasi, Anak Tunagrahita, Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok.
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakaatuh Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Evaluasi Hasil Terapi Okupasi Bagi Anak Tunagrahita di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara, Depok”. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatsahabatnya, dan semoga kita termasuk dalam golongan yang istiqomah menjalankan sunnahnya hingga hari kiamat. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat guna meraih gelar Sarjana Sosial Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari banyak pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu hingga selesainya penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung kepada: 1.
Bapak Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Suparto, M.Ed, Ph.D selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, Ibu Dr. Roudhonah, MA selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum, Bapak Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.
2.
Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial, Ibu Nunung Khairiyah, MA selaku Sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial. Terima kasih atas nasehat dan bimbingannya.
3.
Bapak Ismet Firdaus, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah membantu mengarahkan, memberikan masukan dan selalu bersedia meluangkan waktunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
ii
4.
Seluruh dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalamannya kepada penulis.
5.
Kedua orang tua yang sangat penulis cintai, H. Abdul Madjid, S.Sos.I dan Hj. Mulyati yang tidak pernah berhenti mendoakan dan memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi. Dan untuk keluarga besar Lambarasa yang sangat penulis sayangi, Kak Erna, Kak Laila, Kak Fitri, Kak Nita, Bang Irpan, Bang Mpun, Bang Abi dan Mas Fajar yang turut memberikan motivasi kepada penulis dan dukungan demi kelancaran skripsi ini.
6.
Untuk Mayangsari yang penulis banggakan yang tidak pernah berhenti memberikan dukungan kepada penulis hingga terciptanya skripsi ini.
7.
Sahabat yang penulis banggakan Reizky, Ihsan, Tari, Vina dan Dinda yang memberikan banyak masukan dalam penulisan skripsi ini.
8.
Rekan-rekan Praktikum 1 dan Praktikum 2 dan seluruh teman-teman Kesejahteraan Sosial angkatan 2010 yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu-persatu.
Jakarta, Maret 2017
Muhamad Hafiz Zuldi
iii
DAFTAR ISI ABSTRAK ................................................................................................ i KATA PENGANTAR .............................................................................
ii
DAFTAR ISI ...........................................................................................
iv
DAFTAR TABEL .................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
vii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ...............................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...........................................
8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .....................................................
8
D. Metodologi Penelitian ...................................................................
9
E. Sistematika Penulisan .................................................................... 18 BAB II TINJAUAN TEORI ...................................................................
20
A. Evaluasi .........................................................................................
20
B. Terapi Okupasi ..............................................................................
25
C. Anak Tunagrahita ..........................................................................
32
BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN PENDIDIKAN LUAR BIASA NUSANTARA DEPOK ............................................................
40
A. Sejarah Berdirinya Lembaga .........................................................
40
B. Profil Yayasan ...............................................................................
41
C. Visi, Misi dan Tujuan Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara .................................. iv
41
D. Struktur Kepengurusan Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara ..................................
43
E. Prosedur Penerimaan Anak Didik di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara ................................... 43 F. Program Kegiatan Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara ................................... 44 G. Keadaan Guru dan Siswa di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara ................................... 49 H. Profil Informan ..............................................................................
50
BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISA ..............................
52
A. Temuan Lapangan .........................................................................
52
B. Analisis Evaluasi Hasil Terapi Okupasi Di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok .....................................
71
BAB V PENUTUP ...................................................................................
78
A. Kesimpulan ...................................................................................
78
B. Saran .............................................................................................. 79 DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
v
80
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Data Anak Penyandang Mental Cacat di Kota Depok Tahun 2014 .....
5
Tabel 2 Rancangan Penelitian dalam Pemilihan Informan ...............................
12
Tabel 3 Hasil Terapi Okupasi di YPLB Nusantara Depok ...............................
77
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Izin Penelitian
Lampiran 2
Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 3
Pedoman Wawancara
Lampiran 4
Pedoman Observasi
Lampiran 5
Transkrip Wawancara
Lampiran 6
Hasil Observasi
Lampiran 7
Dokumentasi
vii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Anak adalah kebanggaan dan sumber kebahagiaan bagi keluarga. Kelahiran seorang anak sangat dinantikan oleh seluruh anggota keluarga. Anak merupakan harapan keluarga karena mempunyai banyak arti dan fungsi. Oleh karena itu memiliki anak merupakan suatu hal yang sangat didambakan oleh pasangan suami istri. Itulah mengapa anak diberikan limpahan perhatian dan kasih sayang oleh keluarga. Anak dianggap sebagai pembawa rejeki oleh keluarga sehingga ada pepatah yang menyebutkan “Banyak Anak Banyak Rejeki”. Kehadiran seorang anak dalam keluarga dapat dilihat sebagai faktor yang menguntungkan bagi orang tua baik dari segi psikologis, ekonomis dan sosial. Dalam setiap kebudayaan, anak merupakan pemberian dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga, dirawat dan diasuh sehingga sejak lahir ke dunia orang tua akan menjaga dan merawat anak tersebut dengan kasih sayang. Anak memiliki nilai yang amat penting dalam kehidupan seseorang atau keluarga sehingga kadang melebihi harta dan kekayaan. Nilai anak itu bagi orang tua dalam kehidupan sehari-hari dapat diketahui antara lain sebagai tempat bagi orang tua untuk mencurahkan kasih sayang, sumber kebahagiaan keluarga, anak sebagai tempat menggantungkan berbagai harapan serta sebagai hiasan hidup bagi keluarga. Sebagaimana Allah telah berfirman dalam surah Ali-Imron/3:14 berikut:
1
2
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah lading. Itulah kesenangan di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang lebih baik (surga).” Berdasarkan ayat al-Qur’an telah dijelaskan bahwa anak merupakan satu dari kesenangan dunia. Anak sebagai hiasan yang menghiasi hidup orangtua nya menjadi berwarna indah, anak ibarat pelangi dengan warna yang berbedabeda mereka membuat suasana rumah menjadi begitu indah. Pada diri tiap anak ada kemampuan atau potensi yang unik bagi dirinya. Dan hak-hak anak (child right) yang menyatakan bahwa semua anak memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk hidup dan berkembang secara penuh sesuai dengan potensi yang dimilikinya termasuk pada anak dengan berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan perilakunya. Perilaku anak-anak ini antara lain terdiri dari wicara dan okupasi, tidak berkembang seperti pada anak yang normal. Pada umumnya anak berkebutuhan khusus ini biasa disebut anak tunagrahita.
3
Anak tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan
mental
dan
intelektual
sehingga
berdampak
pada
perkembangan kognitif dan perilaku adaptifnya seperti tidak mampu memusatkan pikiran, emosi tidak stabil, suka menyendiri dan lain-lain. Anak tunagrahita adalah individu yang secara signifikan memiliki intelegensi dibawah normal. Menurut American Asociation on Mental Deficiency mendefinisikan tunagrahita sebagai suatu kelainan yang fungsi intelektual umumnya di bawah rata-rata, yaitu IQ 84 ke bawah. Biasanya anak-anak tunagrahita akan mengalami kesulitan dalam “Adaptive Behavior” atau penyesuaian perilaku. Hal ini berarti anak tunagrahita tidak dapat mencapai kemandirian yang sesuai dengan ukuran standar kemandirian dan tanggung jawab sosial anak normal yang lainnya dan juga akan mengalami masalah dalam keterampilan akademik dan berkomunikasi dengan kelompok usia sebaya sehingga anak tunagrahita membutuhkan bantuan atau bahkan terkadang mereka harus bergantung dengan orang lain dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Tunagrahita memiliki tiga klasifikasi dintaranya tunagrahita ringan, tunagrahita sedang dan tunagrahita berat. Tunagrahita ringan adalah mereka yang memiliki IQ antara 69-55 menurut skala Weschler. Mereka masih dapat membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Pada umumnya anak tunagrahita ringan tidak mengalami gangguan fisik, mereka tampak seperti anak normal lainnya. Hanya saja mereka tidak mampu melakukan penyesuaian sosial secara independen.
4
Tunagrahita sedang adalah mereka dengan IQ antara 54-40 menurut skala Weschler. Mereka sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secara akademik seperti belajar menulis, membaca dan berhitung walaupun mereka masih dapat menulis seperti menulis namanya sendiri dan menulis alamat rumahnya. Tetapi mereka masih bisa dididik untuk mengurus diri seperti mandi, berpakaian, makan minum, mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan sebagainya. Namun dalam kehidupan sehari-hari mereka membutuhkan pengawasan yang terus-menerus. Terakhir adalah tunagrahita berat, mereka memiliki IQ antara 39-25 menurut skala Weschler. Anak tunagrahita berat sangat sulit bahkan tidak bisa lepas dari bantuan orang lain untuk memenuhi kehidupannya sehari-hari. Mereka memerlukan bantuan perawatan total dalam hal merawat diri, makan dan lainnya. Bahkan mereka memerlukan perlindungan dari bahaya sepanjang hidupnya.1 Anak tunagrahita seperti ini tersebar di seluruh penjuru tanah air, salah satunya di kota Depok. Berikut tabel jumlah anak penyandang cacat mental di kecamatan yang berada di Kota Depok pada tahun 2014.2
1
Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN, 2009), h. 139-141 2 Data Penduduk Kota Depok, Artikel diakses pada 11 Juli 2016, http://satudata.bappeda.depok.go.id/Data/DataGenderdanAnak2014.pdf
5
Tabel 1. Data Anak Penyandang Cacat Mental di Kota Depok No.
Wilayah
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1
Kec. Sawangan
8
1
9
2
Kec. Bojongsari
6
2
8
3
Kec. Pancoranmas
8
2
10
4
Kec. Cipayung
9
3
12
5
Kec. Sukmajaya
16
4
20
6
Kec. Cilodong
11
3
14
7
Kec. Cimanggis
11
5
16
8
Kec.Tapos
13
1
14
9
Kec. Beji
29
19
48
10
Kec. Limo
7
2
9
11
Kec. Cinere
7
3
10
125
45
170
Kota Depok
Sumber : Data Bappeda Kota Depok Tahun 2014
Hingga saat ini penanganan anak tunagrahita tidak dipahami secara mendalam oleh orang tua dan lembaga atau sekolah khusus anak tunagrahita. Namun di Kota Depok terdapat Yayasan Pendidikan Luar Biasa (YPLB) Nusantara Depok yang menerapkan dua sistem pengajaran. Sistem pengajaran tersebut yaitu sekolah asrama (boarding school) dan sekolah non-asrama. Pada sistem asrama dimana para siswa tinggal menetap di asrama YPLB Nusantara Depok, sedangkan pada sekolah non-asrama, para siswa setiap pagi datang ke YPLB Nusantara untuk mengikuti kegiatan belajar dan kembali ke
6
rumah pada siang hari. Yayasan ini merupakan yayasan swasta yang didirkan oleh Drs.Sujono, MM. Dengan menerapkan sistem sekolah asrama dan sekolah non-asrama bagi anak tunagrahita, menjadikan yayasan ini berbeda dengan sekolah luar biasa pada umumnya, sehingga atas pertimbangan tersebut peneliti memilih siswa tunagrahita ringan baik yang asrama maupun non-asrama untuk dijadikan subyek dalam penelitian ini agar dapat diketahui perbedaan hasil dari terapi okupasi. Tujuan didirikannya yayasan ini adalah untuk membantu, melayani dan mendidik anak berkebutuhan khusus (ABK) usia dini sampai usia lanjut, sehingga dari segi kognisi, afeksi dan psikomotornya diharapkan dapat mandiri dan bermanfaat bagi masyarakat, agama, nusa dan bangsa. Untuk dapat mewujudkan tujuan tersebut YPLB Nusantara Depok memiliki program terapi okupasi bagi anak tunagrahita. Terapi okupasi adalah terapi yang dilakukan melalui kegiatan atau pekerjaan terhadap anak yang mengalami gangguan kondisi sensori motor.3 Terapi okupasi umumnya menekan pada kemampuan motorik halus, selain itu terapi okupasi juga bertujuan untuk membantu seseorang agar dapat melakukan kegiatan keseharian, aktivitas produktifitas dan pemanfaatan waktu luang. Terapi okupasi bertujuan untuk menimbulkan, meningkatkan atau memperbaiki tingkat kemandirian seseorang yang mengalami gangguan fisik maupun mental. Terapi okupasi terpusat untuk memperbaiki kemampuan
3
E. Kosasih, Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: Yrama Widya, 2012), h. 13.
7
penyandang tunagrahita agar dapat merasakan sentuhan, rasa, bunyi dan gerakan serta mengurangi ketergantungan terhadap orang lain. Terapi okupasi juga meliputi pemanfaatan waktu luang diantaraanya dengan melakukan permainan dan keterampilan sosial, melatih kekuatan tangan, genggaman, kognitif dan mengikuti arah.4 Selain itu tujuan dari terapi okupasi adalah untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan ruang gerak sendi, kegiatan otot dan koordinasi gerakan, mengajarkan aktivitas kehidupan sehari-hari, seperti makan, berpakaian, belajar menggunakan fasilitas umum (telepon, televisi, dan lain-lain baik dengan maupun tanpa alat bantu, mandi yang bersih, dan sebagainya), membantu untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan rutin di rumahnya, dan memberi saran penyederhanaan ruangan maupun letak alat-alat kebutuhan sehari-hari.5 Namun pada program terapi okupasi yang telah berjalan di YPLB Nusantara Depok, pihak sekolah tidak melakukan evaluasi terhadap terapi okupasi yang telah dilakukan. Padahal evaluasi tersebut penting dilakukan untuk mengetahui apakah terapi yang diberikan berjalan sesuai dengan tujuan dari terapi okupasi dan memberikan dampak bagi anak tunagrahita serta faktor pendukung dan penghambat keberhasilan terapi okupasi. Selain itu, penulis juga ingin mengetahui hasil dari terapi okupasi bagi siswa yang asrama dan siswa yang non-asrama. Untuk dapat melihat apakah terapi okupasi bagi anak tunagrahita di YPLB Nusantara Depok telah mencapai tujuan, maka perlu dilakukan 4
Geraldine Garner, Social and Rehabilitation Service, (United States: McGraw-Hill, 2008), h.111. 5 Charles H. Christiansen dan Carolyn M. Baum, Occupational Therapy: Enabling Function and Well Being, (United States of America: Slack Incorporated, 1997), h. 5.
8
evaluasi dari hasil terapi okupasi untuk mengetahui keberhasilan terapi okupasi. Untuk itu, penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul Evaluasi Hasil Terapi Okupasi Bagi Anak Tunagrahita di Yayasan Pendidikan Luar Biasa (YPLB) Nusantara Depok. B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan diatas, maka penulis membatasi penelitian ini pada persoalan mengenai evaluasi hasil dari terapi okupasi yang dilakukan pada anak tunagrahita ringan yang berada di asrama atau boarding school dan siswa yang non-asrama di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok. 2. Perumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang dilakukan oleh peneliti pada penelitian ini yaitu: a. Bagaimana evaluasi hasil dari terapi okupasi bagi anak tunagrahita di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok?
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu: a. Untuk menjelaskan evaluasi hasil dari terapi okupasi bagi anak tunagrahita di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok. 2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
9
a. Secara akademik, penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pengetahuan dan wawasan baru bagi seluruh mahasiswa yang berkaitan dengan pelayanan bagi penyandang tunagrahita. b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan masukan bagi lembaga untuk melakukan evaluasi hasil pada pelaksanaan terapi okupasi. D.
Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan secara kualitatif. Menurut Sugiyono, penelitian kualitatif adalah suatu metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat post-positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive, teknik pengumpulan dengan triangulasi, analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.6 Sedangkan menurut Bogdan Taylor, metodologi penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.7 Data
yang
dikumpulkan
sesuai
dengan
tujuan
penelitian
yang
dideskripsikan yaitu berbentuk uraian-uraian atau kalimat, merupakan informasi dari sumber data yang berhubugan dengan masalah yang diteliti. Pendekatan 6
secara
kualitatif
dipilih
karena
peneliti
ingin
Prof. Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D), (Bandung: Alfabeta, 2009), h.15. 7 Syamsir Salam, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h.30.
10
mendeskripsikan, memperoleh gambaran nyata dan menggali informasi yang jelas mengenai hasil dari terapi okupasi bagi anak tunagrahita di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok serta memberikan penilaian terhadap terapi okupasi yang telah dilakukan untuk anak tunagrahita. 2. Jenis Penelitian Dilihat dari jenis penelitian, maka jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel yang lain.8 Pada jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa katakata, gambar dan bukan angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan dan dokumen resmi lainnya.9 Jadi pada penelitian kualitatif yang dilakukan oleh peneliti berisi kutipan wawancara dari kepala sekolah, terapis, pengasuh, orang tua anak dan melakukan observasi pada anak tunagrahita yang terlibat pada terapi okupasi tersebut serta dokumentasi yang terkait dengan penelitian tersebut untuk menggambarkan kegiatan dari terapi okupasi bagi anak tunagrahita di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok.
8
Prof. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 13. 9 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), cet.28, h.11.
11
3. Lokasi dan Waktu Penelitian a) Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang diambil oleh peneliti dalam mencari informasi dan data-data terkait dengan objek penelitian adalah di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara yang beralamat di Jalan Sempu I Rt. 006 Rw. 004 No. 7-8 Beji, Depok. b) Waktu Penelitian Sedangkan waktu penelitian atau kegiatannya terhitung mulai bulan September 2015 sampai dengan September 2016. 4. Teknik Pemilihan Informan Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, tehnik pemilihan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu.10 Dengan demikian, pertimbangan dalam pemilihan informan, peneliti melakukan diskusi dengan ketua YPLB Nusantara Depok, yaitu Drs. Sujono, MM. Hal tersebut dilakukan mengingat tidak semua anak tunagrahita dapat diajak berkomunikasi, sehingga dalam memilih informan anak, ketua yayasan merekomendasikan ringan
untuk
menjadi
informan
karena
anak tunagrahita
mereka
masih
dapat
berkomunikasi. Selain itu ketua yayasan juga merekomendasikan orang tua anak yang bersedia terlibat dalam penelitian ini karena peneliti akan melakukan wawancara kepada orangtua anak tersebut untuk mengetahui 10
Prof. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,2010), h.218.
12
sejauh mana perkembangan anak sebelum dan sesudah mengikuti terapi okupasi. Pengambilan data dilakukan kepada orang yang terlibat langsung dalam penelitian ini. Peneliti melakukan penelitian ini dengan mengambil subjek penelitian sebanyak 10 orang. Berikut ini tabel informan yang terpilih dalam pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian. Tabel 2. Rancangan Penelitian dalam Pemilihan Informan No.
Informan (Sumber Data) Ketua YPLB Nusantara
Jumlah
Informasi Yang Dicari
Mengetahui tentang profil dari Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok melalui wawancara Terapis (Ibu Novi) 1 orang Mengetahui pelaksanaan 2) dari terapi okupasi yang dilakukan bagi anak tunagrahita di YPLB Nusantara Depok. Siswa Tunagrahita 3 orang Untuk mengetahui 3) ringan Boarding aktivitas sehari-hari anak School dan Non tunagrahita selama di Boarding School Yayasan Pendidikan Luar (SA, AR dan DA) Biasa Nusantara, Depok. Pengasuh (Ibu Irma 2 orang Untuk mengetahui 4) dan Bapak Hendra) perubahan yang terjadi pada anak setelah melakukan terapi okupasi. Orang Tua Anak 3 orang Untuk mengetahui 5) (Ibu Tini, Ibu perubahan yang terjadi Nurlina dan Ibu pada anak tunagrahita Sri) sebelum dan sesudah melakukan terapi okupasi. JUMLAH INFORMAN 10 Orang Sumber : Penentuan informan peneliti 1)
1 orang
5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan
13
data.11 Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara sebagai berikut: a) Teknik Observasi Observasi (pengamatan) merupakan sebuah teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti turun ke lapangan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku, kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan dan perasaan.12 Inti dari observasi adalah adanya perilaku yang tampak dan adanya tujuan yang ingin dicapai. Perilaku yang tampak dapat berupa perilaku yang dapat dilihat langsung oleh mata, dapat didengar, dapat dihitung, dan dapat diukur.13 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik observasi partisipasi pasif, dimana peneliti datang ke tempat kegiatan orang yang akan diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut.14 Peneliti akan melakukan observasi hanya kepada anak tunagrahita ringan yaitu SA, AR dan DA. b) Teknik Wawancara Wawancara merupakan percakapan antara dua orang yang salah satunya bertujuan untuk menggali dan mendapatkan informasi untuk suatu tujuan tertentu.15 Bentuk wawancara yang digunakan adalah
11
Prof. Dr. Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2005), h.10. M.Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodelogi Penelitian Kualitatif , (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 165. 13 Haris Herdiansyah, Metodelogi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), h.131. 14 M.Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodelogi Penelitian Kualitatif, h. 170. 15 Haris Herdiansyah, Metodelogi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), h.118. 12
14
wawancara tidak terstruktur karena peneliti
akan melakukan
wawancara secara mendalam dan percakapan ini mirip dengan percakapan informal. Penggunaan metode wawancara dipilih karena peneliti dapat menggali informasi secara mendalam dari para informan tentang pelaksanaan dan hasil dari terapi okupasi bagi anak tunagrahita di YPLB Nusantara Depok. Selain itu peneliti juga bisa menggali informasi dari sumber-sumber yang sudah ditentukan seperti ketua yayasan, kepala sekolah, terapis, pengasuh dan orang tua informan. 6. Sumber Data Dilihat dari sumbernya, teknik pengumpulan data terbagi dua bagian, yaitu : a) Data primer, merupakan data penelitian yang diperoleh secara langung dari sumber asli (tidak perantara) yang secara khusus dikumpulkan oleh penulis untuk menjawab permasalahan dalam penelitian.16 Jadi data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari narasumber, sehingga penulis terlibat langsung. Dalam penelitian ini, data diperoleh dari terapis, pengasuh, orang tua didik serta anak tunagrahita. b) Data sekunder, adalah data yang sudah tersedia atau sudah dikumpulkan dari bahan bacaan.17 Data ini merupakan data yang diperoleh dari catatan-catatan atau dokumen yang berkaitan dengan penelitian maupun instansi yang terkait lainnya. Dalam penelitian ini
16
Rosadi Ruslan, Metode Penelitian Pubic Relation dan Komunikasi, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2004), h.24 17 Nasution, Metode Research: Penelitian Ilmiah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011) cet. 12, h.143
15
diantaranya data yang diperoleh dari studi kepustakaan. 7. Teknik Analisis Data Setelah data lapangan terkumpul, hasil penelitian tersebut diolah dan dianalisis dengan teknik deskriptif analisis secara komprehensif dan mendalam sesuai dengan data dan informasi dari hasil wawancara kemudian dipadukan dengan catatan lapangan yang dibuat oleh penulis pada saat penelitian berlangsung, kemudian mengelompokkan data-data yang ada, yaitu dengan menggunakan data yang bersifat deskriptif untuk mendapatkan gambaran yang konkrit tentang evaluasi hasil terapi okupasi pada anak penyandang tunagrahita. Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah analisis deskriptif. Ada berbagai cara untuk menganalisis data, tetapi secara garis besarnya dengan langkah-langkah sebagai berikut : a) Reduksi data, yaitu dimana penulis mencoba memilih data yang relevan dengan evaluasi hasil dari terapi okupasi bagi anak tunagrahita. b) Penyajian data, setelah reduksi data selanjutnya data tersebut disusun dan disajikan dalam bentuk narasi, visual gambar, matrik, bagan, tabel dan lain sebagainya. c) Penyimpulan atas apa yang disajikan, pengambilan kesimpulan dengan menghubungkan dari tema tersebut sehingga memudahkan untuk menarik kesimpulan. 8. Keabsahan Data Di dalam buku penelitian kualitatif Burhan Bugin mengatakan bahwa
16
dalam melakukan penelitian kualitatif seringkali menghadapi persoalan dalam menguji keabsahan hasil penelitian, hal tersebut dikarenakan oleh beberapa hal, yaitu karena; (1) subjektifitas penulis merupakan hal yang dominan dalam penelitian kualitatif, (2) alat peneliti yang diandalkan adalah wawancara dan observasi (apapun bentuknya) mendukung banyak kelemahan ketika dilakukan secara terbuka dan apalagi tanpa kontrol dalam observasi partisipasi, (3) sumber data kualitatif yang kurang credible akan mempengaruhi hasil akurasi penelitian.18 Teknik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian kali ini pendekatannya lebih kepada triangulasi. Adapun triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.19 Teknik keabsahan data yang digunakan oleh peneliti adalah triangulasi sumber dan metode. Menurut Burhan Bungin, triangulasi yaitu membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, sedangkan triangulasi sumber membandingkan apa yang dikatakan di depan umum dengan apa yang dikatakan orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.20 9. Pedoman Penulisan Skripsi Dalam melakukan penulisan skripsi ini, penulis penulis berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah”, (skripsi, tesis, disertai). 18
Burhan Bugin, Penelitian Kuantitatif Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial, (Jakarta: Kencana, 2009) 19 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010) h.330 20 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif Ekonomi, Kebijakan public, dan Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 156.
17
Diterbitkan oleh CeQDA (Center For Quality Development an Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Press tahun 2007.21 10. Tinjauan Pustaka Dalam penulisan penelitian ini, penulis melakukan tinjauan pustaka sebagai langkah dari penyusunan skripsi yang penulis teliti, agar terhindar dari kesamaan judul dan lain-lain dari skripsi yang sudah ada sebelumsebelumnya. Setelah mengadakan tinjauan pustaka, maka peneliti menggunakan skripsi sebagai tinjauan pustaka pada skripsi ini. Peneliti menggunakan literatur berupa skripsi yang dianggap relevan dengan penelitian ini. Skripsi pertama membahas tentang “Pola pengasuhan lembaga untuk mengembangkan potensi dan fungsi sosial anak tunagrahita di SLB-C Khrisna Murti Jakarta” oleh Imam Panji Saputro, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada penelitian ini membahas memaparkan tentang bagaimana pola asuh lembaga, hambatan serta solusi yang tepat untuk mengembangkan potensi anak tunagrahita di SLB-C Khrisna Murti Jakarta.22 Skripsi kedua membahas tentang “Pengaruh terapi okupasi terhadap kemandirian penderita stroke di instalasi rehabilitasi medik RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad tahun 2011” oleh Galih Puteri Ardhiyani, Universitas Indonesia tahun 2013. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi okupasi dalam pengembalian kemandirian penderita
21
Pedoman Penulisan skripsi, Tesis, dan Disertai UIN, (Jakarta, UIN Jakarta Press: 2007) Imam Panji Saputro, Pola pengasuhan lembaga untuk mengembangkan potensi dan fungsi sosial anak tunagrahita di SLB-C Khrisna Murti Jakarta, (Skripsi S1) Jurusan Kesejahteraan Sosial, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 22
18
stroke. Sampel penelitian ini adalah penderita stroke yang mengikuti terapi okupasi dan yang tidak mengikuti terapi okupasi di Instalasi Rehab Medik RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad pada tahun 2011. Sampel diambil menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian ini adalah terapi okupasi
memiliki
pengaruh
yang
besar
dalam
mengembalikan
kemandirian penderita stroke.23 Pada penelitian ini akan membahas tentang evaluasi hasil dari terapi okupasi bagi anak tunagrahita di YPLB Nusantara Depok. Terjadi kesamaan dalam objek antara penelitian sebelumnya yaitu terapi okupasi. E.
Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan penyajian dalam skripsi ini dijabarkan atas 5 bab yang terdiri dari sub-sub bab yang saling berkaitan sebagai berikut: BAB I :
Pendahuluan Dalam bab ini peneliti membahas mengenai latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
BAB II :
Landasan Teori Dalam bab ini peneliti membahas mengenai definisi evaluasi, model evaluasi, kriteria evaluasi, tujuan dan manfaat evaluasi, definisi terapi, fungsi dan tujuan terapi, definisi terapi okupasi, indikasi terapi okupasi, fungsi terapi okupasi, jenis terapi
23
Galih Puteri Ardhiyani, Pengaruh terapi okupasi terhadap kemandirian penderita stroke di instalasi rehabilitasi medik RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad tahun 2011, (Skripsi S1) Jurusan Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, 2013.
19
okupasi, definisi anak tunagrahita, klasifikasi tunagrahita, hambatan tunagrahita, penyebab tunagrahita dan karakteristik tunagrahita. BAB III :
Profil Lembaga Dalam bab ini penulis membahas mengenai gambaran umum dari Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok yaitu sejarah berdirinya YPLB Nusantara Depok, profil YPLB Nusantara Depok, visi, misi, tujuan YPLB Nusantara Depok, struktur kepengurusan YPLB Nusantara Depok, prosedur penerimaan siswa YPLB Nusantara Depok, program kegiatan YPLB Nusantara Depok serta keadaan guru dan murid YPLB Nusantara Depok dan profil siswa.
BAB IV :
Temuan dan Analisis Pada bab ini memuat tentang temuan-temuan dan analisis yang mendukung secara garis besar mengenai evaluasi hasil terapi okupasi bagi anak tunagrahita di YPLB Nusantara Depok berupa pelaksanaan terapi okupasi di YPLB Nusantara, tujuan dari terapi okupasi yang telah dicapai oleh YPLB Nusantara dan perubahan siswa YPLB Nusantara Depok dari hasil terapi okupasi.
BAB V :
Penutup Dalam
bab
ini
berisi
kesimpulan
dan
saran-saran.
20
BAB II TINJAUAN TEORI
A.
Evaluasi 1. Pengertian Evaluasi Evaluasi secara etimologi adalah penaksiran, perkiraan keadaaan dan penentuan nilai. Sedangkan berdasarkan pengertiannya evaluasi adalah mengkritisi suatu program dengan melihat kekurangan, kelebihan, pada konteks, input, proses, dan produk pada sebuah program. Ada beberapa konsep tentang evaluasi dan bagaimana melakukannya, kita namakan sebagai pendekatan evaluasi. Istilah pendekatan evaluasi ini diartikan sebagai beberapa pendapat tentang apa tugas evaluasi dan bagaimana dilakukan, dengan kata lain tujuan dari prosedur evaluasi.1 Tetapi pada dasarnya evaluasi dibutuhkan dalam setiap program untuk mengetahui keberhasilan dan kemajuannya serta sasaran apakah sudah tercapai atau belum dan hasilnya nanti diperbaiki menjadi lebih baik pada program selanjutnya. Selain itu dapat dikatakan bahwa evaluasi merupakan proses penting yang harus dilakukan secara seksama agar tujuan yang hendak dicapai dapat terlaksana dengan baik.2 Evaluasi dapat mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi formatif, evaluasi dipakai untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan (program, orang, produk, dan sebagainya). Fungsi sumatif, evaluasi
1
Nurul Hidayati, Metodologi Penelitian Dakwah: Dengan Pendekatan Kualitatif, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, Desember 2006), h.124. 2 Nurul Hidayati, Evaluasi Program, (Jakarta: Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, 2008), h. 4.
20
21
dipakai untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi atau lanjutan. Jadi evaluasi hendaknya membantu pengembangan implementasi, kebutuhan suatu program, perbaikan program, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan dan dukungan dari mereka yang terlibat.3 2. Model Evaluasi Dalam kegiatan evaluasi, terdapat beberapa model-model evaluasi yang dapat digunakan. Menurut Pietrzak, Ramler, Renner, Ford, dan Gilbert, mengemukakan tiga tipe evaluasi, yaitu evaluasi input (inputs), evaluasi proses (process), dan evaluasi hasil (outcomes). Ketiga model evaluasi tersebut dijelaskan sebagai berikut:4 a) Evaluasi Input Evaluasi ini memfokuskan pada berbagai unsur yang masuk dalam pelaksanaan suatu program. Tiga unsur (variable) utama yang terkait dengan evaluasi input adalah klien, staf, dan program. Dari ketiga unsur diatas penulis akan menguraikan sebagai berikut: 1)
Peserta program (klien), meliputi: usia, jenjang pendidikan dan latar belakang keluarga.
2)
Pelaksanaan (staf), meliputi: aspek demografi, seperti latar belakang pendidikan dan pengalaman profesi.
3)
Program, meliputi: cara pelaksanaan program, lama waktu layanan dan sumber-sumber rujukan yang tersedia.
3
Farida Yusuf Tayibnapis, Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi: Untuk Program Pendidikan dan Penelitian, (Jakarta, Rineka Cipta, 2008), h.4. 4 Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, (Jakarta: FEUI, 2001), h. 128.
22
b) Evaluasi Proses Evaluasi proses menurut Pietrzak, dkk adalah memfokuskan diri pada aktifitas program yang melibatkan interaksi langsung antara klien dengan staf yang merupakan pusat dari pencapaian tujuan. Dalam evaluasi ini yang dinilai adalah pelaksanaan terapi okupasi yang dilakukan lembaga dan kualitas layanan yang diberikan. Tipe evaluasi ini diawali dengan analisis dari sistem pemberian layanan dari suatu program. Dalam upaya mengkaji nilai komponen pemberian layanan, hasil analisis harus dikaji berdasarkan kriteria yang relevan seperti; kebijakan lembaga, tujuan proses (process goals) dan kepuasan klien. c) Evaluasi Hasil Evaluasi ini dilakukan untuk menilai seberapa jauh tujuan-tujuan yang sudah direncanakan tercapai (overall impact) dari suatu pelayanan terhadap penerima layanan.5 Dengan demikian, evaluasi ini diarahkan pada dampak keseluruhan dari suatu pelayanan terhadap klien yang menjadi penerima layanan ketika layanan telah selesai. Pertanyaan utama yang akan muncul dalam evaluasi ini adalah bila suatu layanan telah berhasil mencapai tujuannya, apakah penerima layanan mengalami perubahan setelah ia menerima layanan tersebut. Berdasarkan pertanyaan diatas, maka seorang evaluator akan mengkonstruksikan kriteria keberhasilan dari suatu layanan yang diberikan. Kriteria keberhasilan ini akan dapat dikembangkan sesuai
5
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, (Jakarta: FEUI, 2001), h. 129.
23
dengan kemajuan suatu program (programme oriented) ataupun pada terjadinya perubahan klien (client oriented).6 Pertanyaan kunci yang ingin dijawab dalam evaluasi ini adalah : 1)
Apakah tujuan pelayanan klien tercapai pada tingkat yang sesuai dengan yang diharapkan?
2)
Apakah pelayanan menghasilkan perubahan pada penerima layanan?
3. Kriteria Evaluasi Dalam hubungan dengan kriteria keberhasilan yang digunakan untuk suatu proses evaluasi, Feurstein mengajukan beberapa indikator yang perlu untuk dipertimbangkan. Indikator yang penulis gunakan menurut Feurstein, yaitu: a) Indikator Efisiensi Dalam indikator ini menunjukkan apakah sumber daya dan aktifitas yang dilaksanakan guna mencapai tujuan dimanfaatkan secara tepat guna atau tidak memboroskan sumber daya yang ada. b) Indikator Pemanfaatan Indikator ini melihat seberapa banyak suatu layanan yang sudah disediakan oleh pemberi layanan dipergunakan oleh kelompok sasaran.7
6
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, (Jakarta: FEUI, 2001), h. 129. 7 Ulfa Andriani, (Skripsi Evaluasi Program Terapi Untuk Anak Berkebutuhan Khusus di Yayasan Panti Nugraha Jakarta Selatan, h. 133.
24
4. Tujuan dan Manfaat Evaluasi Suatu program yang diselenggarakan perlu dilakukan evaluasi, karena biasanya evaluasi lebih difokuskan pada pengidentifikasian mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada pelaksanaan atau penerapan program. Maka dari itu tujuan evaluasi antara lain: a) Mengidentifikasi tingkat pencapaian tujuan. b) Mengukur dampak langsung yang terjadi pada kelompok sasaran. c) Mengetahui dan menganalisis konsekuensi-konsekuensi lain yang mungkin terjadi diluar rencana (externalities).8 Sedangkan manfaat evaluasi menurut Isbandi Rukminto dengan mengutip pendapat Feurstein menyatakan ada 10 alasan mengapa suatu evaluasi perlu dilakukan, antara lain: a)
Melihat apa yang sudah dicapai.
b)
Mengukur kemajuan, yang dikaitkan dengan tujuan program.
c)
Meningkatkan pemantauan, agar tercapai manajemen yang lebih baik.
d)
Mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan untuk memperkuat program itu sendiri.
e)
Melihat apakah usaha sudah dilakukan secara efektif, guna melihat perbedaan apa yang telah terjadi setelah diterapkan suatu program.
f)
Melakukan analisa biaya dan manfaat (cost benefit), apakah biaya yang dikeluarkan cukup masuk akal (reasonable).
8
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Jakarta: Refika Aditama, 2005), h. 119.
25
g)
Mengumpulkan berbagai informasi yang bisa dimanfaatkan dalam merencanakan dan mengelola kegiatan program secara lebih baik.
h)
Berbagi pengalaman, sehingga pihak lain tidak terjebak dalam kesalahan yang sama, atau mengajak pihak lain untuk ikut melaksanakan metode yang serupa bila metode yang dijalankan telah berhasil dengan baik.
i)
Meningkatkan keefektifan, agar program tersebut memberikan dampak yang lebih luas.
j)
Memungkinkan memberikan
terciptanya
kesempatan
perencanaan
untuk
yang
mendapatkan
lebih
baik,
masukan
dari
masyarakat, komunitas fungsional dan komunitas lokal.9 B.
Terapi Okupasi 1. Pengertian Terapi Terapi berasal dari bahasa Yunani yaitu Therapia yang berarti penyembuhan.10 Terapi adalah upaya pelengkap dalam memperbaiki disfungsi pada tubuh.11 Sehingga terapi merupakan proses pengobatan atau penyembuhan yang terdiri dari seorang terapis dan klien dengan tujuan untuk memulihkan keadaan seseorang agar dapat kembali normal. 2. Fungsi dan Tujuan Terapi Terapi sendiri mempunyai fungsi dan tujuan sebagai berikut : a) Memperkuat motivasi klien untuk melakukan hal yang benar b) Mengurangi tekanan emosional 9
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat, dan Intervensi Komunitas: Pengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis, h. 127. 10 Richard Nelson Jones, Teori dan Praktik Konseling dan Terapi, (Jakarta: Pustaka Belajar, 2011), h.2. 11 Susandiaji, Terapi Alternatif, (Yogyakarta: Yayasan Spiritia, 2004), h. 27.
26
c) Mengembangkan potensi klien d) Mengubah kebiasaan e) Memodifikasi struktur kognisi f) Memperoleh pengetahuan tentang diri g) Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan hubungan interpersonal h) Meningkatkan kemampuan mengambil keputusan i) Mengubah kondisi fisik j) Mengubah kesadaran diri k) Mengubah lingkungan sosial.12 3. Pengertian Terapi Okupasi Terapi okupasi atau occupational theraphy berasal dari kata occupational dan theraphy, occupational sendiri berarti aktivitas dan theraphy adalah penyambuhan dan pemulihan. Eleonor Clark Slagle adalah salah satu pioneer dalam pengembangan ilmu OT atau terapi okupasi, bersama dengan Adolf Meyer dan William Rush Dutton. Terapi okupasi pada anak memfasilitasi sensori dan fungsi motorik yang sesuai pada
pertumbuhan
dan
perkembangan
anak
untuk
menunjang
kemampuan anak dalam bermain, belajar dan berinteraksi di lingkungannya. Terapi okupasi adalah terapi yang dilakukan melalui
12
Purwandari, Buku Pegangan Kuliah Psikoterapi, Universitas Negeri Yogyakarta, 2003, h. 39, diakses pada tanggal 12 Januari 2016 (artikel dapat didownload di http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/scan0003_6.pdf)
27
kegiatan atau pekerjaan terhadap anak yang mengalami gangguan kondisi sensori motor.13 Terapi okupasi umumnya menekan pada kemampuan motorik halus, selain itu terapi okupasi juga bertujuan untuk membantu seseorang agar dapat melakukan kegiatan keseharian, aktivitas produktifitas dan pemanfaatan waktu luang. Terapi okupasi adalah salah satu jenis terapi kesehatan yang merupakan bagian dari rehabilitasi medis. Pada terapi okupasi penyandang cacat akan dilatih untuk melakukan kegiatan aktivitas sehari-hari sehingga nantinya dapat mengurangi ketergantungan terhadap orang lain. Prinsip-prinsip terapi okupasi antara lain untuk menimbulkan gerakan dan melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan terapi okupasi adalah untuk membantu individu mencapai kemandirian dalam semua aspek kehidupan mereka.14 Pada dasarnya terapi okupasi terpusat pada pendekatan sensori atau motorik atau kombinasinya untuk memperbaiki kemampuan dengan merasakan sentuhan, rasa, bunyi, dan gerakan. Selain itu, terapi okupasi juga meliputi permainan dan keterampilan sosial, melatih kekuatan tangan, genggaman, kognitif, dan mengikuti arah. Dalam terapi okupasi biasanya terapis berkonsultasi dengan dokter, perawat, guru, dan pekerja sosial atau konselor.
13
E. Kosasih, Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: Yrama Widya, 2012), h. 13. 14 Geraldine Garner, Social and Rehabilitation Service, (United States: McGraw-Hill, 2008), h. 109.
28
4. Tujuan Terapi Okupasi Adapun tujuan dari terapi okupasi antara lain: a) Mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan ruang gerak sendi, kegiatan otot dan koordinasi gerakan. b) Mengajarkan aktivitas kehidupan sehari-hari, seperti makan, berpakaian, belajar menggunakan fasilitas umum (telepon, televisi, dan lain-lain baik dengan maupun tanpa alat bantu, mandi yang bersih, dan sebagainya). c) Membantu untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan rutin di rumahnya, dan memberi saran penyederhanaan ruangan maupun letak alat-alat kebutuhan sehari-hari.15 5. Indikasi Terapi Okupasi Indikasi dilakukannya terapi okupasi antara lain jika: a) Seseorang yang kurang berfungsi dalam kehidupannya karena kesulitan-kesulitan
yang
dihadapi
dalam
mengintegrasikan
perkembangan psikososialnya. b) Terdapat kelainan tingkah laku yang terlibat dalam kesulitannya berkomunikasi dengan orang lain. c) Terdapat tingkah laku yang tidak wajar dalam mengekspresikan perasaan atau kebutuhan yang primitif. d) Terdapat
ketidakmampuan
menginterpretasikan
rangsangan
sehingga reaksi terhadap rangsangan tersebut tidak wajar. 15
Charles H. Christiansen dan Carolyn M. Baum, Occupational Therapy: Enabling Function and Well Being, (United States of America: Slack Incorporated, 1997), h. 5.
29
e) Terhentinya seseorang dalam fase pertumbuhan tertentu atau seseorang yang mengalami kemunduran. f) Seseorang yang lebih mudah mengekspresikan perasaannya melalui aktivitas daripada percakapan. g) Seseorang yang merasa lebih mudah mempelajari sesuatu dengan cara mempraktekannya daripada membayangkannya. h) Seseorang yang cacat tubuh yang mengalami gangguan dalam kepribadiannya.16 6. Fungsi Terapi Okupasi Adapun fungsi terapi okupasi antara lain: a) Sebagai perlakuan psikiatri yang spesifik untuk membangun kesempatan-kesempatan demi hubungan yang lebih memuaskan, membantu pelepasan, atau sublimasi dorongan emosional, sebagai suatu alat diagnostik. b) Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan ruang gerak sendi, kekuatan otot dan koordinasi gerakan. c) Mengajarkan aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan, berpakaian, belajar menggunakan fasilitas umum, baik dengan maupun tanpa alat bantu.
16
Monique Prillagia Nurzhafarina, Perencanaan dan Perancangan Alat Bantu Terapis bagi Anak Penderita Autis, (Skripsi S1), Jurusan Tehnik Industri, Universitas Sebelas Maret, 2015, dari: https://eprints.uns.ac.id/18664/3/BAB_II.pdf diakses pada tanggal 6 Januari 2016.
30
d) Membantu pasien untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan rutin dirumahnya dan memberi saran penyederhanaan ruangan maupun letak alat-alat kebutuhan sehari-hari. e) Meningkatkan toleransi kerja, memelihara dan meningkatkan kemampuan yang masih ada. f) Eksplorasi prevokasional untuk memastikan kemampuan fisik dan mental pasien, penyesuaian sosial, dan ketertarikan, kebiasaankebiasaan kerja, keterampilan dan potensial untuk dikerjakan. g) Mengarahkan minat dan hobi agar dapat digunakan.17 7. Jenis Terapi Okupasi Adapun jenis terapi okupasi antara lain18: a) Activity of daily living (aktivitas sehari-hari) Aktivitas yang dituju untuk merawat diri yang juga disebut basic activities of daily living atau personal activities of daily living terdiri dari kebutuhan dasar fisik (makan, cara makan, kemampuan berpindah, merawat benda pribadi, tidur, buang air besar, mandi dan menjaga kebersihan pribadi) dan fungsi kelangsungan hidup (memasak, berpakaian, berbelanja dan menjaga lingkungan hidup seseorang agar tetap sehat).
17
Monique Prillagia Nurzhafarina, Perencanaan dan Perancangan Alat Bantu Terapis bagi Anak Penderita Autis, (Skripsi S1), Jurusan Tehnik Industri, Universitas Sebelas Maret, 2015, dari: https://eprints.uns.ac.id/18664/3/BAB_II.pdf, artikel diakses pada tanggal 6 Januari 2016. 18 Nurdayati Praptiningrum, Terapi Okupasi, dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Pengertian%20TO.pdf, artikel diakses pada 8 Maret 2017.
31
b) Pekerjaan Kerja adalah kegiatan produktif, baik dibayar atau tidak dibayar. Pekerjaan dimana seseorang menghabiskan sebagian besar waktunya biasanya menjadi bagian penting dari identitas pribadi dan peran sosial, memberinya posisi dalam masyarakat dan rasa nilai sendiri sebagai anggota yang ikut berperan. Pekerjaan yang berbeda diberi nilai-nilai sosial yang berbeda pada masyarakat. Termasuk aktivitas yang diperlukan untuk
dilibatkan
pada
pekerjaan
yang
menguntungkan/
menghasilkan atau aktivitas sukarela seperti minat pekerjaan, mencari pekerjaan dan kemahiran, tampilan pekerjaan, persiapan pengunduran dan penyesuaian, partisipasi sukarela dan relawan sukarela. c) Leisure (pemanfaatan waktu luang) Aktivitas mengisi waktu luang adalah aktivitas yang dilakukan pada waktu luang yang bermotivasi dan memberikan kegembiraan, hiburan, serta mengalihkan perhatian pasien. Aktivitas yang tidak wajib yang pada hakekatnya kebebasan beraktivitas. Adapun jenis-jenis aktivitas waktu luang seperti menjelajah waktu luang (mengidentifikasi minat, keterampilan, kesempatan, dan aktivitas waktu luang yang sesuai) dan partisipasi waktu luang (merencanakan dan berpartisipasi dalam aktivitas waktu luang yang sesuai, mengatur keseimbangan waktu luang
32
dengan kegiatan yang lainnya, dan memperoleh, memakai, dan mengatur peralatan dan barang yang sesuai). C.
Anak Tunagrahita 1. Pengertian Anak Anak merupakan anugrah terindah yang dititipkan Tuhan kepada para pasangan suami isteri yang harus dijaga dengan baik. Anak membutuhkan kasih sayang, perhatian, rasa aman dalam setiap tumbuh kembangnya. Pengertian anak menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud anak menurut undang undang tersebut adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan.19 Menurut John Locke, anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap
rangsangan-rangsangan
yang
berasal
dari
lingkungan.20
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa anak merupakan manusia yang berusia 0 hingga mencapai 18 tahun dan memiliki pribadi yang bersih dan peka terhadap rangsangan dari lingkungan. 2. Pengertian Tunagrahita Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-rata. Dalam bahasa asing istilah yang digunakan seperti mental retardation, mentally retarded, dan mental deficiency.21
19
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, (Surabaya: Kesindo Utama, 2003), h. 4. 20 Hastuti, Psikologi Perkembangan Anak, (Jakarta: Tugu Publisher, 2012), cet.1, h. 11. 21 Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN, 2009), h. 136
33
Seseorang
dikategorikan
berkelainan
mental
subnormal
atau
tunagrahita jika ia memiliki tingkat kecerdasan di bawah normal, sehingga untuk meningkatkan kemampuannya memerlukan bantuan atau layanan spesifik, termasuk dalam program pendidikannya.22 3. Klasifikasi Tunagrahita23 a) Tunagrahita Ringan Tunagrahita ringan sering disebut juga moron
atau debil.
Kelompok ini memiliki IQ antara 69-55 menurut skala Weschler. Mereka masih dapat membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Dengan bimbingan dan pendidikan yang baik, anak terbelakang mental ringan pada saatnya dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri karena mereka dapat dididik menjadi tenaga kerja seperti pekerjaan laundry, pertanian, peternakan dan pekerjaan rumah tangga. Pada umumnya anak tunagrahita ringan tidak mengalami gangguan fisik, mereka tampak seperti anak normal lainnya. Hanya saja mereka tidak mampu melakukan penyesuaian sosial secara independen. b) Tunagrahita Sedang Anak tunagrahita sedang disebut juga imbisil. Kelompok ini memiliki IQ antara 54-40 menurut skala Weschler. Mereka sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secara akademik seperti belajar menulis, membaca dan berhitung walaupun mereka masih dapat menulis, secara sosial seperti menulis namanya sendiri dan menulis alamat rumahnya. 22
Bratanata, “Pendidikan Anak Terbelakang Mental” dalam Mohammad Effendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 88. 23 Sumaryana, Pembelajaran Keterampilan Membuat Conblok pada Anak Tunagrahita, artikel diakses pada 8 Maret 2017 dari http://eprints.uny.ac.id/9906/2/bab%202%20%2008103247020.pdf
34
Tetapi mereka masih bisa dididik untuk mengurus diri seperti mandi, berpakaian, makan minum, mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan sebagainya.
Namun
dalam
kehidupan
sehari-hari
mereka
membutuhkan pengawasan yang terus-menerus. c) Tunagrahita Berat Anak tunagrahita berat sering disebut idiot. Kelompok ini memiliki IQ antara 39-25 menurut skala Weschler. Anak tunagrahita berat sangat sulit bahkan tidak bisa lepas dari bantuan orang lain untuk memenuhi kehidupannya sehari-hari. Mereka memerlukan bantuan perawatan total dalam hal merawat diri, makan dan lainnya. Bahkan mereka memerlukan perlindungan dari bahaya sepanjang hidupnya.24 4. Hambatan Tunagrahita Pada
dasarnya
tunagrahita
menunjukkan
kecenderungan
kemampuan yang rendah pada fungsi umum kecerdasannya karena keterbatasan fungsi kognitif. Fungsi kognitif sendiri merupakan kemampuan seseorang untuk mengenal atau memperoleh pengetahuan. Beberapa hambatan yang tampak pada anak tunagrahita dari segi kognitif yang juga menjadi karakteristiknya yaitu:
24
a)
Cenderung memiliki kemampuan berpikir konkret
b)
Mengalami kesulitan dalam konsentrasi
c)
Kemampuan sosialisasinya terbatas
d)
Tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit
e)
Kurang mampu menganalisis dan menilai kejadian yang dihadapi
Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN, 2009), h. 139-141
35
f)
Pada tunagrahita mampu didik, prestasi tertinggi bidang baca, tulis dan hitung tidak lebih dari anak normal setingkat kelas III-IV SD.25 Menurut Hallahan, terdapat empat bidang hambatan kognisi pada
anak yang tergolong kategori retardasi mental. Empat bidang tersebut antara lain hambatan perhatian, ingatan, bahasa dan prestasi akademik. a) Hambatan perhatian merupakan hambatan ketika mereka kesulitan mencurahkan perhatiannya kepada aspek yang bermacam-macam. b) Hambatan ingatan yaitu ketika mereka sulit mengingat suatu benda atau proses yang telah dialaminya. c) Hambatan bahasa yaitu mengalami kesulitan dalam mengingat apa yang dilihat dan didengar sehingga menyebabkan kesulitan dalam berbicara. d) Prestasi akademik yaitu terlambat dalam perkembangan mental, tunagrahita mengalami masalah dalam keterampilan akademik dibanding kelompok usia sebaya.26 5. Penyebab Tunagrahita Terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan seseorang menjadi tunagrahita. Para ahli dari berbagai ilmu telah berusaha membagi faktor-faktor penyebab ini diantaranya sebagai berikut:27
25
Mohammad Effendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 98 26 Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN, 2009), h. 155 27 Bandi Delphie, Sebab-Sebab Keterbelakangan Mental Seseorang, (Bandung: Mitra Grafika, 1996), h.49
36
a)
Faktor keturunan Adanya kelainan kromosom baik autosom (mempunyai kromosom 3 ekor pada kromosom nomor 21 sehingga anak mengalami Langdon Down’s Syndrome dan pada trisomi kromosom nomor 15 anak akan menderita Patau’s Syndrome dengan ciri-ciri berkepala kecil, mata kecil, berkuping aneh, sumbing dan kantung empedu yang besar. Adanya kegagalan meiosis sehingga menimbulkan duplikasi dan translokasi) maupun pada kelainan gonosom (gonosom yang seharusnya XY, karena kegagalan menjadi XXY atau XXXY.
b)
Gangguan metabolisme dan gizi. Metabolisme dan gizi merupakan hal yang penting bagi perkembangan individu terutama perkembangan sel-sel otak. Beberapa kelainan yang disebabkan oleh kegagalan metabolisme dan kekurangan gizi diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Phenylketonuria Salah satu akibat gangguan metabolisme asam amino juga kelainan gerakan enzym phenylalanine hydroxide. Gejala umum yang nampak adalah tunagrahita, kekurangan pigmen, microchepally, serta kelainan tingkah laku. 2) Cretinisme Disebabkan oleh keadaan hypohyroidism kronik yang terjadi selama masa janin atau segera setelah melahirkan. Berat ringan kelainan tergantung pada tingkat kekurangan thyroxin.
37
Gejala umum yang nampak adalah adanya ketidaknormalan fisik yang khas dan ketunagrahitaan dan awal gejalanya dengan kurangnya nafsu makan, anak menjadi sangat pendiam, jarang tersenyum dan tidur yang berlebihan. 3)
Infeksi dan keracunan Adanya infeksi dan keracunan terjangkitnya penyakit-penyakit selama janin masih berada dalam kandungan ibunya yang menyebabkan anak lahir menjadi tunagrahita, antara lain: a) Rubella Penyakit ini menjangkiti ibu pada dua belas minggu pertama
kehamilan.
Selain
tunagrahita,
ketidaknormalan yang disebabkan penyakit ini adalah kelainan pendengaran, penyakit jantung bawaan, berat badan yang sangat rendah pada waktu lahir dan lainlain. b) Syndrome Gravidity Beracun Ketunagrahitaan yang timbul dari Syndrome Gravidity Beracun terjadi pada sebagian bayi yang lahir prematur, kerusakan janin yang disebabkan oleh zat beracun dan berkurangnya aliran darah pada rahim dan plasenta. 4) Masalah pada kelahiran Adanya kelahiran yang disertai hypoxia (kejang dan nafas pendek) dipastikan bahwa bayi yang akan dilahirkan menderita kerusakan otak.
38
5) Faktor lingkungan Latar
belakang
dihubungkan
dengan
pendidikan
orangtua
masalah-masalah
sering
juga
perkembangan.
Kurangnya kesadaran orangtua akan pentingnya pendidikan dini serta kurangnya pengetahuan dalam memberikan segala rangsangan yang bersifat postif dalam masa perkembangan anak dapat menjadi salah satu penyebab timbulnya gangguan atau hambatan dalam perkembangan anak. Kurangnya kontak pribadi dengan anak, misalnya dengan tidak mengajaknya berbicara, tersenyum dan bermain yang mengakibatkan timbulnya sikap tegang, dingin dan menutup diri. Kondisi yang demikian akan berpengaruh buruk terhadap perkembangan anak baik fisik maupun mental intelektualnya. 6. Karakteristik Tunagrahita28 a) Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan Dalam berbicaranya banyak yang lancar, tetapi perbendaharan katanya minim, mereka mengalami kesulitan dalam berpikir abstrak, tetapi mereka masih mampu mengikuti pelajaran yang bersifat akademik atau tool subject, baik di sekolah biasa maupun di sekolah luar biasa (SLB). Umur kecerdasannya apabila sudah dewasa sama dengan anak normal yang berusia 12 tahun
. 28
Junal tentang mengenal anak luar biasa, artikel diakses pada 12 Januari 2016 dari http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195706131985031MAMAN_ABDURAHMAN_SAEPUL_R/MENGEANAL_ANK__LUAR__BIASA.pdf.
39
b) Karakteristik Anak Tunagrahita Sedang Anak tunagrahita sedang tidak bisa mempelajari pelajaranpelajaran yang bersifat akademik, belajarnya secara membeo. Perkembangan bahasanya sangat terbatas karena perbendaharaan kata yang sangat kurang. Mereka memerlukan perlindungan orang lain, meskipun begitu masih mampu membedakan bahaya dan bukan bahaya. Umur kecerdasannya sama dengan anak normal umur tujuh tahun. c) Karakteristik Anak Tunagrahita Berat Anak ini sepanjang hidupnya memerlukan pertolongan dan bantuan orang lain, sehingga berpakaian, ke WC, dan sebagainya harus dibantu. Mereka tidak tahu bahaya atau tidak bahaya. Katakata dan ucapannya sangat sederhana. Kecerdasannya sampai setinggi anak normal yang berusia tiga tahun.
BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN PENDIDIKAN LUAR BIASA NUSANTARADEPOK
A.
Sejarah Berdirinya Berawal dari rasa prihatin terhadap adik kelas sewaktu kuliah di Pendidikan Luar Biasa, Bapak Sujono menampung dua belas adik kelasnya tersebut di dua tempat yaitu di Depok dan Jakarta Selatan. Mereka mulai mencari murid hingga muridnya terus bertambah banyak. Karena para guru tinggal dan makan di sekolah, maka dibuatlah sekolah berasrama. Akhirnya pada tahun 1989 beliau membeli tanah di daerah Beji, Depok dari uang pribadi hasil penjualan rumah.Saat ini beliau telah membangun dua Sekolah Luar Biasa di dua daerah yaitu di Beji, Depok dan Srengseng Sawah, Jakarta Selatan. 1 Sekolah Luar Biasa Nusantara Ber-asrama tidak hanya menerima siswa-siswi ABCD (Tunanetra, Tunarungu, Tunagrahita, Tunadaksa), tetapi juga Hiperaktif, Down Syndrom, Autis dan Epilepsi, mulai dari usia dini sampai usia lanjut. Motto sekolah adalah PAIKEM GEMBROT yang artinya Pendidikan Aktif Inovatif Kreatif Efektif Menyenangkan Gembira Berbobot.2
1 2
Hasil wawancara pribadi dengan Bapak Sujono, 5 Oktober 2015. Dokumen Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok.
40
41
B.
Profil Yayasan3 Nama Yayasan
: Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara
Alamat Yayasan
: Jalan Sempu Raya RT.06 RW.04 No. 7-8 Kelurahan Beji, Kecamatan Beji, Kota Depok
Tahun Berdiri
: 1989
No. Akte Notaris / Tahun
: 117/2001
Nama Ketua Yayasan
: Drs. Sujono, S.Psi, MM
Nama Sekolah
: SLB B-C-D Nusantara Ber-Asrama
Nomor Statistik Sekolah
: 8020206605002
Status Sekolah
: Swasta
Alamat Sekolah
: Jalan Sempu Raya RT.06 RW.04 No. 7-8 Kelurahan Beji, Kecamatan Beji, Kota Depok
C.
Ijin Operasional
: No. 421.9/3/3124-disdik/2003
SK Kemenkumham
: No.AHU-0010632.AH.01.04/2015
Status Akreditasi
:C
Nama Kepala Sekolah
: Neni Sulastri Pratiwi, M.Psi
SK Jabatan Kepsek
: j.005/YPLB-n/I/15
Visi, Misi dan Tujuan Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok4 1. Visi Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok Mewujudkan Sekolah Anak Cacat Nusantara Ber-Asrama (Boarding School) sebagai salah satu sekolah unggulan dan terbaik. 3 4
Dokumen Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok. Dokumen Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok.
42
2. Misi Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok Adapun misi dari YPLB Nusantara Depok sebagai berikut: a) Meningkatkan kinerja aparatur sekolah ber-asrama yang efektif, efisien dan profesional. b) Meningkatkan segala potensi sumber daya sekolah ber-asrama. c) Mengembangkan wawasan keunggulan kreatif dan inovatif di bidang pendidikan. d) Membangun komitmen kebersamaan dan keteladanan warga sekolah ber-asrama yang harmonis, religius, yang dilandasi Iman dan Taqwa. 3. Tujuan Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok Adapun maksud dan tujuan berdirinya YPLB Nusantara Depok adalah membantu, melayani dan mendidik Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) usia dini sampai usia lanjut, sehingga dari segi kognisi, afeksi dan psikomotornya diharapkan mereka dapat mandiri dan bermanfaat bagi masyarakat, agama, nusa dan bangsa.
43
D.
Struktur Kepengurusan Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok5
E.
Prosedur Penerimaan Anak Didik di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok Adapun tahapan penerimaan anak didik yang akan mengikuti kegiatan pendidikan disini antara lain:6 a) Orangtua datang ke sekolah. Jika tidak ada orangtua maka dapat diwakili oleh pihak keluarga calon anak didik. 5 6
Dokumen Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok. Hasil wawancara pribadi dengan Bapak Sujono, 5 Oktober 2015.
44
b) Pihak sekolah melakukan wawancara dengan pihak keluarga. c) Pihak sekolah melakukan analisa terhadap calon anak didik. d) Mengisi formulir yang berisi data siswa dan orangtua. e) Surat keterangan dari Dokter dan Psikolog. f) Surat pernyataan orangtua siap mengikuti masa observasi selama 6 bulan. Setelah syarat tersebut lengkap secara keseluruhan kemudian calon siswa diberikan tes psikologi untuk mengetahui anak tersebut dapat dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus dengan kategori apa. Keseluruhan dari hasil wawancara dan pengamatan bahwa prosedur pelayanan yang diberikan YPLB Nusantara teratur dan jelas. Setelah melengkapi administrasi maka siswa akan mendapatkan pelayanan terapi. Biasanya siswa dapat mengikuti lebih dari 1 macam terapi, seperti terapi okupasi, terapi musik dan terapi perilaku, namun semua bergantung kepada kebutuhan masing-masing siswa. F.
Program Kegiatan Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok Selain pendidikan formal, sekolah ini juga menyediakan beberapa program umum seperti:7 a) Lembaga Pendidikan Komputer Nusantara untuk anak berbakat usia sekolah, SMKLB dan alumni SMALB. b) Paket wisata alam nusantara, diadakan setiap minggu, maksimal 15 peserta di wilayah Jabodetabek, waktunya satu hari. Kegiatan ini ditujukan untuk menghilangkan kejenuhan dari rutinitas sehari-hari.
7
Hasil wawancara pribadi dengan Bapak Sujono, 5 Oktober 2015.
45
c) Klinik tumbuh kembang “Bunga Nusantara” yaitu layanan terapi untuk anak berkebutuhan khusus seperti terapi air, terapi perilaku, terapi okupasi, terapi wicara, terapi sensor integrasi, konsultasi anak dan tes psikologi. Beberapa program kegiatan yang menjadi unggulan di sekolah ini antara lain: a) Program keterampilan yang meliputi sablon elektrik, membuat mug, pin, topi, kaos bergambar, menyulam dan memasang manik-manik. b) Program bina diri yaitu keterampilan dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, mulai dari makan, minum, bersih-bersih, ke toilet, ganti baju dan sebagainya. c) Program kesenian diantaranya seni musik dan seni tari. d) Olahraga yang meliputi renang dan bulu tangkis. Adapun beberapa jenis terapi yang ada di YPLB Nusantara yang diberikan kepada siswa berkebutuhan khusus antara lain: a) Terapi wicara Terapi
wicara
adalah
terapi
untuk
membantu
siswa
yang
berkebutuhan khusus di YPLB Nusntara untuk bisa berkomunikasi dengan lebih baik. Terapi ini biasa diberikan kepada anak-anak yang mengalami keterlambatan bicara (speech delay). Ini merupakan salah satu hambatan tumbuh kembang yang paling umum dialami anak, di mana seorang anak masih belum mencapai kemampuan bicara yang semestinya sudah dikuasai pada usia tertentu.
46
b) Terapi okupasi Terapi okupasi di YPLB Nusantara bertujuan mengajarkan kepada siswa untuk melakukan kegiatan bina diri yang meliputi mandi, makan, berpakaian dan aktivitas merawat diri lainnya. Terapi okupasi yang diberikan oleh YPLB Nusantara yakni melalui bina diri dan pemanfaatan waktu luang. Hasil akhir dari kegiatan bina diri ialah diharapkan siswa dapat mandiri dalam kegiatan sehari-hari seperti merawat diri. Sedangkan dalam pemanfaatan waktu luang, siswa dapat menyalurkan minat dan bakatnya melalui kegiatan ekstrakurikuler seperti musik, bulu tangkis dan kegiatan keterampilan.8 Ada beberapa langkah yang dilakukan oleh pihak Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara dalam memberikan terapi okupasi: 1. Tahap Assessment (Pengkajian) Tahap awal dimana pihk sekolah melakukan identifikasi terhadap siswa baru yang bersekolah di YPLB Nusantara Depok. Tahap ini bertujuan untuk mengetahui terapi yang akan diperoleh dan dijalankan oleh siswa baru misalnya apakah siswa itu membutuhkan terapi okupasi atau tidak. Tahap assessment dilakukan dengan cara membaca atau melakukan observasi perilaku siswa itu selama enam bulan. 2. Tahap Pelaksanaan Terapi Okupasi Tahap
ini
dilakukan
ketika
siswa
tunagrahita
didiagnosa
membutuhkan terapi okupasi. Dalam hal ini, terapis akan memberikan pengenalan kegunaan dari perlengkapan yang biasa digunakan dalam
8
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Novi, 22 Oktober 2015.
47
kegiatan sehari-hari. Dalam proses pelaksanaan terapi okupasi ini, siswa akan dibantu oleh masing-masing pengasuh yang terdapat di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok.9 Pelaksanaan terapi okupasi berupa bina diri bagi siswa yang berasrama dilakukan setiap hari karena kegiatan tersebut merupakan aktivitas sehari-hari yang biasa dilakukan siswa. Namun untuk pelaksanaan pemanfaatan waktu
luang biasanya
dilaksanakan
seminggu dua kali yakni pada hari Sabtu dan Minggu.10 Pihak sekolah tidak secara khusus melakukan evaluasi hasil dari terapi okupasi, akan tetapi laporan perkembangan siswa tetap disampaikan kepada orang tua ketika pembagian rapor yang termasuk di dalamnya hasil kegiatan bina diri dan pemanfaatan waktu luang siswa di sekolah.11 c) Fisioterapi Fisioterapi adalah terapi yang dilakukan untuk membantu anak mengembangkan kemampuan motorik kasar (gross motor skill). Kemampuan motorik kasar meliputi otot-otot besar pada seluruh tubuh yang memungkinkan tubuh melakukan fungsi berjalan, melompat, jongkok, lari, menendang, duduk tegak, mengangkat, dan melempar bola. Kemampuan motorik kasar sangat penting karena membuat tubuh bisa melakukan aktivitasnya, menjaga keseimbangan, koordinasi, dan lain-lain. Kemampuan motorik kasar juga sangat berhubungan dengan fungsi fisik lainnya. 9
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Novi, 22 Oktober 2015. Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Irma, 25 April 2016. 11 Hasil wawancara pribadi dengan Bapak Sujono, 5 Oktober 2015. 10
48
d) Terapi bermain Terapi bermain dalam YPLB Nusantara biasanyadilakukandengan pemanfaatan permainan sebagai media yang efektif oleh terapis, untuk membantu siswa mencegah atau menyelesaikan kesulitan-kesulitan psikososial, mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal melalui eksplorasi atau ekspresi diri. e)
Terapi musik Terapi musik adalah usaha meningkatkan kualitas fisik dan mental dengan rangsangan suara yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni, timbre, bentuk dan gaya yang diorganisir sedemikian rupa hingga tercipta musik yang bermanfaat untuk kesehatan fisik dan mental.
f) Terapi perilaku Terapi perilaku (behaviour therapy, behavior modification) adalah pendekatan untuk psikoterapi yang didasari oleh Teori Belajar (learning theory) yang bertujuan untuk menyembuhkan psikopatologi seperti; depression, anxietydisorders, phobias, dengan memakai teknik yang didesain
menguatkan
kembali
perilaku
yang
diinginkan
dan
menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan. g) Terapi sensori integrasi Disfungsi
SI
menunjukkan
ketidakmampuan
tubuh
untuk
menangkap dan menggunakan informasi yang diterima oleh panca indera secara benar. Anak dengan disfungsi SI mempunyai kesulitan mengolah infomasi yang diterima panca inderanya untuk melaksanakan tugas sehari-hari. Disfungsi SI bisa muncul dengan berbagai kombinasi
49
dari indera-indera, yaitu penglihatan, penciuman, pendengaran, pengecapan, peraba, atau pergerakan. G.
Keadaan Guru dan Siswa di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok Jumlah guru yang ada di sekolah ini yaitu 6 orang dengan rincian 1 orang tamatan S2, 1 orang tamatan S1 PLB, 1 orang tamatan S1 Non-PLB, 1 orang tamatan D3 dan 2 orang tamatan SMA. Sedangkan jumlah muridnya sebanyak 66 orang dengan rincian 1 orang tunanetra, 48 orang tunagrahita, 1 orang tunadaksa, 9 orang autis dan 7 orang tunaganda.12 Jam belajar di sekolah yaitu mulai dari pukul 07.30-11.30, dengan jam istirahat pukul 09.30-10.00. Pada jam istirahat anak-anak akan tetap berada di dalam kelas untuk makan bekal yang dibawa masing-masing, sementara guru mengawasi mereka karena makan merupakan salah satu pelajaran bina diri bagi anak-anak tunagrahita yang memang diharapkan setelah keluar dari sekolah mereka dapat mengurus dirinya sendiri. Waktu istirahat ini bisa dimanfaatkan oleh guru untuk lebih mendekatkan diri kepada muridnya dan menilai kemandiriannya. Bahasa yang disampaikan pengajar kepada murid disini semuanya diucapkan dengan bahasa yang baik karena sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia seperti: “tidak boleh bicara seperti itu”, “kalau tidak selesai, tidak boleh pulang”, “bersihkan sampahnya”.13
12 13
Dokumen Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok. Hasil wawancara pribadi dengan Bapak Sujono, 5 Oktober 2015.
50
Selain bertanggung jawab terhadap pelajaran dan akademiknya, guru juga bertanggung jawab dengan keadaan muridnya. Anak tunagrahita cenderung mempunyai perilaku yang tidak dapat mengatur diri sendiri termasuk saat mereka ingin buang air kecil maupun buang air besar. Jadi jika ada yang buang air kecil di celana maka guru yang harus membantunya ke kamar mandi dan menggantikan celananya.14 H.
Profil Informan 1. Profil SA SA merupakan siswa tunagrahita ringan yang mendapatkan terapi okupasi di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok. SA merupakan siswa laki-laki kelas 1 SMPLB-C yang lahir di Jakarta, 30 Agustus 2002 yang sekarang berusia 15 tahun. SA merupakan anak dari alm. Benny Lumintang dan Ibu Orbariah Agustini seorang karyawan swasta, mereka bertempat tinggal di Komplek Atsiri Permai, Citayam, Depok. SA berada di YPLB Nusantara Depok kurang lebih sudah 7 tahun. SA merupakan siswa yang berasrama di YPLB Nusantara Depok. Selama di asrama, dalam melakukan kegiatan sehari-harinya SA dibantu oleh seorang pengasuh yang bernama Ibu Irma. 2. Profil AR AR adalah siswa laki-laki tunagrahita ringan di Yayasan Pendidikan Luar Biasa. AR mengikuti pendidikan computer di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok. AR berusia 25 tahun, lahir di Jakarta pada tanggal 30 Maret 1992. Ibu AR bernama Nurlina Ganefi 14
Hasil wawancara pribadi dengan Bapak Sujono, 5 Oktober 2015.
51
yang merupakan pegawai negeri sipil dan Ayah AR bernama Imam seorang karyawan swasta. AR bertempat tinggal di Jalan Poltangan 3, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. AR berada di YPLB Nusantara dari kelas 3 SMP sampai dengan lulus SMA dan sekarang AR melanjutkan pendidikan komputer. AR juga merupakan siswa yang berasrama di YPLB Nusantara Depok. Selama di asrama, AR dibantu oleh Bapak Hendra Kurnia sebagai pengasuhnya. 3. Profil DA DA merupakan siswa laki-laki tunagrahita ringan di YPLB Nusantara Depok. DA merupakan anak dari pasangan Bapak Jonal Listiawan dan Ibu Sri Suliah yang bertempat tinggal di Kp. Bojong RT. 001 RW. 026 Baktijaya, Sukmajaya, Depok. DA lahir di Bogor pada tanggal 30 November 2007 yang sekarang berusia 10 tahun. DA merupakan siswa tunagrahita ringan kelas 3 SDLB-C. DA sudah hampir tiga tahun mengikuti pendidikan di YPLB Nusantara. DA merupakan siswa tunagrahita non-asrama.
BAB IV HASIL TEMUAN PENELITIAN DAN ANALISA Pada Bab ini, penulis akan memaparkan hasil temuan di lapangan berupa penjelasan dari pelaksanaan dan hasil terapi okupasi yang dilakukan oleh Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok serta hasil analisa dari temuan lapangan penelitian yang berfokus pada evaluasi dari hasil terapi okupasi bagi anak tunagrahita di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok. Berikut pemaparan hasil temuan dan analisa dari penelitian tersebut: A.
Temuan Lapangan 1. Terapi Okupasi Bagi Anak Tunagrahita di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok Pada bagian ini, penulis akan memberikan informasi terkait dengan hasil temuan lapangan yang berkaitan dengan terapi okupasi yang ada di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok, meliputi; tujuan terapi okupasi, jenis terapi okupasi, tahapan pelaksanaan terapi okupasi, hasil pelaksanaan terapi okupasi dan faktor pendukung dan penghambat keberhasilan terapi okupasi. a. Tujuan Terapi Okupasi di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok Tujuan diadakannya terapi okupasi bagi anak tunagrahita di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok adalah untuk mengajarkan siswa dalam melakukan kegiatan bina diri meliputi kegiatan sehari-hari seperti mandi, makan, berpakaian dan lain
52
53
sebagainya. Hal tersebut dilakukan agar mereka dapat mandiri dan mengurangi rasa bergantung terhadap orang lain. Selain itu tujuan dari terapi okupasi juga untuk mengembangkan minat dan bakat melalui kegiatan ekstrakulikuler di sekolah. Berikut penuturan dari ketua Yayasan, Bapak Sujono: “Tujuan dari terapi okupasi itu agar mereka bisa hidup mandiri, mengurangi ketergantungan dengan orang lain. Misalnya mereka dulu kalau makan harus disuapin sama Ibunya, nah kalau disini kita ajarkan bagaimana siswa itu bisa makan sendiri, caranya ya melalui program bina diri yang ada di sini. Selain itu juga untuk mengetahui minat dan bakat siswa. Contohnya anak ini sukanya musik, kita coba ikutsertakan di ekskul musik, dan sebagainya.”1 Hal senada juga disampaikan oleh Ibu Novi selaku terapis bagi siswa tunagrahita. Beliau mengatakan bahwa tujuan dari terapi okupasi adalah
untuk
mengajarkan
aktivitas
sehari-hari
pada
siswa
tunagrahita: “Tujuannya itu untuk melatih kemandirian, minimal mereka bisa melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri.”2 Berdasarkan pernyataan di atas, diperoleh informasi bahwa tujuan dari terapi okupasi di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok adalah untuk mengurangi rasa ketergantungan siswa terhadap orang lain dan melatih siswa untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri. Selain itu terapi okupasi juga digunakan untuk mengetahui minat dan bakat siswa yang nantinya akan diarahkan oleh pihak sekolah dalam bentuk kegiatan ektrakurikuler.
1 2
Hasil wawancara pribadi dengan Bapak Sujono, 5 Oktober 2015. Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Novi, 22 Oktober 2015
54
b. Jenis Terapi Okupasi di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok Terdapat dua jenis terapi okupasi bagi anak tunagrahita yang dilaksanakan oleh Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok adalah bina diri dan pemanfaatan waktu luang. Bentuk kegiatan dari bina diri meliputi aktivitas merawat diri seperti makan, mandi, berpakaian dan menjaga kebersihan lingkungan agar tetap sehat serta pemanfaatan waktu luang dengan adanya kegiatan pengembangan bakat dan minat siswa melalui ekstrakurikuler. Berikut hasil wawancara penulis dengan Bapak Sujono: “Kalau disini ada dua jenis untuk terapi okupasinya. Nah untuk terapinya lebih ke arah merawat diri atau kita kenal dengan bina diri misalnya mandi, makan, pakai baju, merapikan baju, menjaga kebersihan lingkungan dengan adanya piket dan ada pendidikan akhlak juga untuk siswa disini. Kalau untuk waktu luangnya mereka ikut dalam ekstrakurikuler sesuai minat mereka. Ada kegiatan marawis, sablon, komputer, musik, buku tangkis.”3 Ibu Novi selaku terapis juga mengatakan hal serupa, bahwa jenis terapi okupasi yang ada di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok adalah bina diri dan pemanfaatan waktu luang. Berikut hasil wawancara penulis dengan Ibu Novi: “Untuk jenis terapi okupasi disini ada dua ya Mas, ada yang namanya bina diri sama pemanfaatan waktu luang. Kalau untuk bina diri, disini anak-anak kita arahkan untuk belajar yang namanya melakukan aktivitas sehari-hari seperti menggunakan baju. Nah untuk belajar menggunakan baju saja, siswa tunagrahita itu butuh waktu lama, bisa dua tahun hanya untuk belajar pakai baju. Pakai baju juga kita kasih tau dulu, misalnya ya ini namanya kemeja, ini namanya kancing, ini namanya bagian lengan kanan, dan seterusnya. Kuncinya untuk ngajarin 3
Hasil wawancara pribadi dengan Bapak Sujono, 5 Oktober 2015.
55
mereka itu harus continue, tidak bisa langsung dilepas. Kalau anak sudah bisa pakai baju sendiri itu adalah goals terapi okupasi. Untuk pemanfaatan waktu luang itu biasanya pihak sekolah mengarahkan anak-anak ke minat dan bakatnya, misalnya saja ada siswa yang tenaganya cukup kuat, kan kalau mereka lagi kesel, marah, itu biasanya keliatan powernya, nah itu biasanya kita arahin untuk ke kegiatan olahraga misalnya bulu tangkis.”4 Selain itu penulis juga melakukan wawancara dengan Ibu Irma selaku pengasuh. Beliau mengatakan bahwa jenis terapi di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok adalah bina diri dan pemanfaatan waktu luang. Kegiatan bina diri adalah bagaimana para pengasuh bisa mengarahkan para siswa untuk melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri. Pemanfaatan waktu luang adalah untuk mengarahkan waktu senggang anak-anak dengan kegiatan positif. Berikut kutipan wawancara dengan Ibu Irma: “Disini itu ada bina diri Mas. Nah bina diri itu kaya kita ngajarin anak-anak untuk bisa ngerjainapa-apa sendiri, misalnya bangun pagi sendiri, mandi sendiri, makan sendiri, intinya mah membuat anak lebih mandiri aja. Kalau pemanfaatan waktu luang itu biasanya diisi dengan kegiatan-kegiatan yang sifatnya positif kayamain marawis, main bulu tangkis, sama keterampilan.”5 Berdasarkan hasil wawancara di atas diperoleh informasi bahwa terdapat dua jenis terapi okupasi di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok, diantaranya adalah bina diri dan pemanfaatan waktu luang. Kegiatan bina diri mencakup aktivitas merawat diri seperti mandi, makan, pendidikan akhlak dan sebagainya. Untuk semua jenis aktivitas bina diri dilakukan secara continue dan ketika siswa sudah bisa melakukan aktivitas secara mandiri, maka terapi okupasi dapat 4 5
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Novi, 22 Oktober 2015. Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Irma, 25 April 2016.
56
dikatakan berhasil. Kegiatan pemanfaatan waktu luang yaitu pihak sekolah mengarahkan siswa ke dalam kegiatan positif seperti mengikuti kegiatan keterampilan, olahraga bulu tangkis dan bermain alat musik. c. Tahapan Pelaksanaan Terapi Okupasi di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok Pada tahapan pelaksanaan tarapi okupasi di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok memiliki perbedaan antara siswa yang berasrama dan non asrama. Perbedaan tersebut terletak pada intensitas pelaksanaannya. 1) Assessment Kegiatan assessment merupakan tahap awal dimana pihak Sekolah melakukan identifikasi terhadap siswa baru yang bersekolah di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok. Tujuan dari assessment ini adalah untuk mengetahui terapi yang akan diberikan kepada siswa, hal ini seperti yang dijelaskan oleh Ibu Novi: “Pertama pihak sekolah melakukan assessment terhadap calon siswa yang akan mengikuti kegiatan di sekolah. Setelah calon siswa memenuhi persyaratan, kemudian siswa mengikuti proses observasi selama enam bulan di asrama. Dalam proses observasi ini, pihak sekolah dalam hal ini terapis dan pengasuh “membaca” perilaku siswa. Kemudian saya membuat rencana program terapi yang bersifat jangka pendek dan jangka panjang. Program terapi ini dibuat berdasarkan hasil asessment dan kesimpulan diagnosis yang terjadi pada anak. Setelah keluar hasil assessment tersebut baru deh kita tahu anak tersebut mengikuti terapi okupasi atau tidak.”6
6
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Novi, 22 Oktober 2015.
57
Tahapan assessment ini digunakan bagi seluruh siswa yang ada di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok, baik bagi siswa yang asrama maupun yang non-asrama. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari Bapak Sujono: “Jadi sebelum siswa-siswa itu mendapatkan terapi dan sebagainya, kita melakukan identifikasi atau assessment untuk siswa baru, untuk yang asrama dan yang nonasrama.Assessment itu salah satu bentuknya adalah observasi, kita melakukan observasi pada tingkah laku siswa selama enam bulan.jadi semua siswa yang ada disini itu sudah melalui tahapan assessment.”7 Berdasarkan pernyataan di atas, diketahui bahwa tahapan pertama dalam melakukan terapi okupasi adalah assessment atau identifikasi siswa. Tujuan dari tahapan assessment adalah untuk melakukan observasi tingkah laku terhadap siswa dan observasi tersebut dilakukan selama enam bulan oleh para terapis dan pengasuh. Tahap assessment ini berlaku untuk seluruh siswa yang ada di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok, baik siswa yang berasrama maupun yang non-asrama. 2) Pelaksanaan Terapi Okupasi Pelaksanaan terapi okupasi dilakukan ketika siswa tunagrahita didiagnosa perlu mendapatkan terapi okupasi. Bagi siswa yang berasrama, mereka mendapatkan pelajaran bina diri serta praktik dengan pengawasan pengasuh. Praktik tersebut adalah melakukan aktivitas sehari-hari seperti praktik mandi, praktik makan dan praktik merawat diri lainnya. Dalam praktik pelaksanaan terapi okupasi
7
Hasil wawancara pribadi dengan Bapak Sujono, 5 Oktober 2015.
58
diperlukan kesabaran dan waktu yang cukup lama, karena anak tunagrahita sulit mengingat sesuatu, jadi semua dilakukan secara bertahap dan diulang.Sebagaimana penjelasan dari Bapak Hendra: “Anak-anak disini selain dia dapet pelajaran di kelas, kita praktekin di asrama. Disini kan mereka lebih sering praktek, misalnya mandi sehari dua kali, makan sehari tiga kali, pake baju, beresin tempat tidur sama ada piket juga.Kita disini dituntut untuk selalu sabar untuk mengajarkan mereka, karena anak tunagrahita itukan sulit untuk mengingat sesuatu, sekarang diajarin caranya pegang gayung misalnya, besok, ya bisa lupa, Jadi semua harus bertahap dan diulang setiap hari. Dan untuk anak yang asrama, itu biasanya perkembangannya lebih cepat ya Mas, karena kita sebagai pengasuh itu selalu ngawasin mereka 24 jam jadi perkembangannya cepat terlihat.”8 Hal serupa juga dikatakan oleh Ibu Irma selaku pengasuh: “Kalau yang asrama itu langsung praktek bina diri, jadi kita ajarin kegiatan sehari-hari siswa, sama untuk waktu luangnya kita ikutin ke ekskul. Semuanya masih tetep diawasin, kalo engga nanti mereka ngerjainnya asal-asalan. Prakteknya juga harus setiap hari biar mereka ga lupa.”9 Namun berbeda dengan siswa yang non-asrama, mereka hanya mendapatkan pelajaran bina diri dan tidak dapat diawasi oleh pengasuh,
sehingga
tingkat
keberhasilannya
tergantung
dari
lingkungan siswa tersebut, seperti pernyataan dari Ibu Novi: “Bagi siswa yang pulang pergi, mereka hanya mendapatkan pendidikan bina diri di kelas. Selebihnya orang tua yang berperan dalam prakteknya di rumah. Orang tua siswa juga diberikan pengarahan agar selalu mengajarkan anaknya untuk bisa mandiri dan tidak bergantung pada orang lain,.jadi tingkat keberhasilannya itu ya gimana lingkungan si anak aja di rumah, kalau orang dilingkungannya tidak intensif dalam mengulang materi yang sudah ada, ya perkembangan pada anak juga akan lebih lama.”10
8
Hasil wawancara pribadi dengan BapakHendra, 11 Mei 2016. Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Irma, 25 April 2016. 10 Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Novi, 22 Oktober 2015. 9
59
Pihak sekolah tidak melakukan evaluasi hasil khususnya pada kegiatan terapi okupasi, namun hasil tetap disampaikan kepada orang tua siswa ketika pembagian rapor menyangkut akademik dan bina diri siswa. Berikut hasil wawancara penulis dengan Bapak Sujono: “Kalau evaluasi khusus terapi okupasinya ga ada. Hanya saja kami ada laporan hasil secara keseluruhan termasuk hasil kegiatan akademik dan bina diri.”11 Berdasarkan pernyataan di atas diperoleh informasi bahwa dalam pelaksanaan terapi okupasi pada siswa tunagrahita di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok dimulai dari pemberian materi bina diri di dalam kelas, baik pada siswa yang berasrama dan non
asrama.
Namun
terdapat
perbedaan
dalam
pelaksanaan
praktiknya. Bagi siswa yang berasrama, mereka dapat langsung mempraktikan materi bina diri tersebut di asrama dengan pengawasan pengasuh. Kegiatan praktik bina diri juga lebih intensif karena para pengasuh selalu mendampingi siswa tersebut selama 24 jam sehingga hal tersebut berdampak pada perkembangan siswa yang dinyatakan lebih cepat dibandingkan dengan siswa yang non asrama. Pihak sekolah juga tidak melaksanakan evaluasi hasil secara khusus pada terapi okupasi. Bagi siswa yang non asrama, praktik bina diri dikatakan kurang intensif karena tidak dalam pengawasan pengasuh, mereka hanya diawasi oleh orang-orang disekitar mereka, sehingga tingkat perkembangan siswa cenderung lebih lama terlebih jika orang
11
Hasil wawancara pribadi dengan Bapak Sujono, 5 Oktober 2015.
60
disekitar mereka tidak memiliki waktu yang cukup untuk mendidik anak. Selain itu, dalam pelaksanaan terapi okupasi sangat dituntut kesabaran dari para pengasuh karena anak dengan tunagrahita memiliki kesulitan untuk mengingat sehingga segala macam bentuk praktik bina diri harus dilakukan secara bertahap dan selalu diulang. d. Hasil Pelaksanaan Terapi Okupasi di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok Pada bagian ini akan dibahas hasil dari pelaksanaan terapi okupasi bagi anak tunagrahita, baik siswa yang asrama maupun yang non asrama. 1) Bina Diri Siswa Asrama (Boarding School) a) Siswa SA Hasil pelaksanaan terapi okupasi pada SA dilakukan secara terus menerus selama SA berada di asrama hingga SA bisa melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.Selama berada di asrama, SA diajarkan
kegiatan
bina diri
seperti
makan,
membersihkan tempat tidur dan merawat diri. Hasil dari terapi okupasi yang telah dilaksanakan menunjukkan hasil yang positif dan dalam kurun waktu 2 tahun perkembangan pada SA sudah bisa dilihat. Ibu Irma juga menyatakan bahwa ketika SA baru menjadi siswa, SA termasuk anak yang manja dan sangat bergantung pada Ibunya seperti dimandikan, disuapin dan sebagainya.Hal tersebut diperoleh dari hasil wawancara penulis dengan Ibu Irma: “Sandi selama disini diajarin kegiatan bina diri seperti makan, mandi, pakai baju, bersihin tempat tidur. Awalnya saya ajarin
61
mandi sama saya kenalin alat-alat mandi ini fungsinya buat apa. Semua dilakukan terus menerus itu kurang lebih dua tahun udah bisa makan sama mandi sendiri, pake baju juga udah bisa bedain depan sama belakangnya. Dulu mah dia kayanya manja sama ibunya, makan ya harus disuapin, tapi sekarang Alhamdulillah sudah jauh perubahannya.”12 Selain itu orangtua dari SA, Ibu Orbariah juga menyatakan bahwa perkembangan SA selama berada di asrama sangat memuaskan. SA menjadi anak yang mandiri dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, berikut pernyataan dari Ibu Orbariah: “Kalau ditanya perkembangannya Sandi mas, saya senang sekali. Sekarang dia jadi lebih mandiri, apa-apa sudah enggak bergantung sama Ibunya, kadang kalau habis pulang dari rumah terus mau balik lagi ke panti tidak mau dianter, terus juga kalau dirumah habis bangun tidur langsung beresin kamar sendiri karena sudah kebiasaan di asrama.”13 Berdasarkan pernyataan di atas terlihat bahwa kegiatan bina diri, membuat SA sudah dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan
mandiri
seperti
mandi,
makan,
berpakaian
dan
membersihkan tempat tidur, orangtua serta pengasuh dari SA juga menyatakan bahwa perkembangan SA sudah mulai terlihat. Kegiatan bina diri juga telah berjalan dengan efisien karena tidak membutuhkan banyak sumber daya. b) Siswa AR AR juga mendapatkan terapi okupasi selama berada di asrama yakni kegiatan merawat diri. AR sudah bisa melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri seperti mandi, makan dan membersihkan tempat tidur. Pada awalnya AR memilik banyak
12 13
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Irma, 25 April 2016. Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Orbariah, 30 Juli 2016.
62
jerawat di bagian tubuhnya dikarenakan AR malas menjaga kebersihan badan. AR memiliki kesulitan untuk mandi dengan benar. AR sulit menjangkau tubuhbagian belakang ketika ingin mengusapkan sabun. Dalam waktu 2 tahun, perkembangan AR sudah dapat terlihat hasilnya. Pak Hendra selaku pengasuh AR mengatakan bahwa sekarang AR sudah dapat mandi sendiri dan jerawat pada tubuhnya mulai hilang. Berikut hasil wawancara penulis dengan Bapak Hendra: “Dia itu waktu dateng kesini kulitnya ada korengan gitu. Dia kan kalo luka itu suka digarukin jadi kan berbekas kalo belum kering. Terus dulu banyak jerawat di bagian punggung sekarang udah hampir tidak keliatan lagi. Jadi dia tuh kalo mandi depannya aja yang disabunin, terus saya ajarin supaya tangannya bisa ngejangkau sampe belakang. Sekarang udah bisa sendiri dia, tapi tetep harus diawasin terus.”14 Selain itu penulis juga melakukan observasi terhadap kondisi fisik AR. “Kondisi kulit AR sudah terlihat bersih. Hanya terdapat sedikit sisa bintik-bintik jerawat pada bagian punggungnya.”15 Orang tua AR juga merasakan perubahan pada AR setelah mendapatkan kegiatan bina diri di asrama. Berikut pernyataan Ibu Nurlina: “Arif sekarang kelihatan lebih segar lagi badannya. Alhamdulillah yang saya denger itu sekarang Arif udah rajin mandi sama jerawatnya udah mulai ilang.”16 Faktor yang mendukung keberhasilan merawat diri pada AR ialah karena AR sudah lama berada di asrama sehingga AR setiap
14
Hasil wawancara pribadi dengan Bapak Hendra, 11 Mei 2016 Hasil observasi pribadi AR. 16 Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Nurlina, 26 Juli 2016. 15
63
hari selalu diajarkan untuk dapat mandi dengan benar serta mendapatkan pengawasan pengasuh. Berikut pernyataan Bapak Hendra: “Faktor yang mendukung perubahan Arif itu ya karena dia udah lama tinggal di asrama, jadi setiap hari selalu kita ajarin untuk bisa mandiri. Disini kan semua yang dilakuin anak itu ada pengawasan dari pengasuh.”17 Berdasarkan pernyataan di atas, dapat dilihat bahwa setelah mengikuti terapi okupasi melalui kegiatan bina diri, fisik AR menjadi lebih bersih. AR sudah mulai bisa melakukan aktivitas merawat diri seperti mandi dengan benar. Dengan demikian menjadikan kulit AR bersih dan jerawat pada punggungnya mulai hilang. 2) Bina Diri Siswa Non Asrama a) Siswa DA Pelaksanaan terapi okupasi pada DA hanya dilakukan ketika pelajaran bina diri. Hal tersebut dikarenakan DA merupakan siswa non-asrama, sehingga pelaksanaannya lebih sering dilakukan di rumah oleh orang tua DA. Namun sayangnya orang tua DA terkadang tidak membiasakan DA untuk mandiri. Hal tersebut diperoleh dari hasil wawancara dengan orang tua DA: “Ga ikut terapi Mas di sini, jadi cuma sekolah biasa aja. Kalo di rumah suka dibilangin sama mbahnya suruh mandiri, tapi kalo mandi masih saya mandiin soalnya kalo mandi sendiri itu sabun bisa abis buat dimainin. Saya juga kan ga bisa ngajarin dia terus karena saya sibuk jualan. Perubahannya sih belum banyak karena masih sering saya yang ngerjain kalo saya lagi di rumah”18 17 18
Hasil wawancara pribadi dengan Bapak Hendra, 11 Mei 2016. Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sri, 21 Maret 2017
64
Orang tua DA juga mengatakan bahwa pihak sekolah hanya memberi pengarahan kepadanya ketika pengambilan rapor agar DA selalu diajarkan untuk mandiri ketika di rumah. Berikut pernyataan orang tua DA: “Ga ada sih Mas. Paling kalo pas bagi rapot itu dibilangin ibu kalo di rumah biasain Dani mandiri ya. Kalo makan jangan disuapin terus, suruh makan sendiri.”19 Bapak Sujono juga menyatakan bahwa tidak ada pelatihan khusus yang diberikan kepada orang tua siswa untuk menerapkan terapi okupasi di rumah. Berikut pernyataan Bapak Sujono: “Tidak ada. Hanya saja kami memberikan pengarahan kepada orang tua siswa untuk membiasakan anaknya melakukan aktivitas secara mandiri. Selalu ajarkan anak gimana cara mandi yang benar, makan yang benar, pakai baju dan lain-lain. Jadi perubahan pada anak itu tergantung gimana orang tua menerapkannya di rumah.”20 Berdasarkan pernyataan di atas, perkembangan siswa nonasrama
sangat
tergantung
dengan
bagaimana
orang
tua
membiasakan kepada anak agar bisa mandiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Perkembangan pada DA agak lambat dikarenakan orang tua yang sibuk dan tidak bisa setiap hari mengajarkan bina diri kepada anaknya. Padahal orang tualah yang memegang peranan penting terhadap pendidikan anak ketika di rumah.
19 20
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sri, 21 Maret 2017 Hasil wawancara pribadi dengan Bapak Sujono, 21 Maret 2017.
65
3) Pemanfaatan Waktu Luang Siswa Asrama (Boarding School) a) Siswa SA Pelaksanaan pemanfaatan waktu luang pada SA yaitu melalui kegiatan ekstrakurikuler olahraga bulu tangkis. Sejak awal SA memilih mengikuti ekstrakurikuler bulu tangkis. Hal itulah yang mendorong pihak sekolah untuk terus mengasah kemampuan SA dalam kegiatan tersebut. Berikut hasil wawancara dengan Ibu Irma: “Pemanfaatan waktu luangnya lewat ekskul bulu tangkis. Dari awal dia seneng bulu tangkis, jadi kita support dia supaya bisa berkembang di bulu tangkis.”21 Hal tersebut juga dinyatakan oleh orang tua SA yang mengatakan bahwa sekarang SA memiliki bakat pada olahraga bulu tangkis. Berikut hasil wawancara penulis dengan Ibu Orbariah: “Selain Sandi bisa mandiri, sekarang dia juga punya bakat main bulu tangkis. Sering ditunjuk sama sekolah buat jadi wakil sekolah kalau ada perlombaan. Alhamdulillah udah sering dapet juara Mas”22 Penulis juga melakukan observasi ketika SA sedang bermain bulu tangkis di lapangan YPLB Nusantara Depok. “SA memiliki kemampuan yang baik dalam bermain bulu tangkis. SA menunjukkan bakatnya dalam bermain bulu tangkis.”23 Berdasarkan pernyataan di atas, kegiatan pemanfaatan waktu luang yang diberikan YPLB Nusantara Depok kepada SA menunjukkan hasil yang baik. SA sudah dapat mengembangkan
21
Hasil wawancarapribadi dengan Ibu Irma, 25 April 2016. Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Orbariah, 30 Juli 2016. 23 Hasil observasi pribadi SA 22
66
bakatnya melalui olahraga bulu tangkis. Dengan kemampuannya tersebut, SA sering menjadi wakil sekolah dalam berbagai perlombaan. b) Siswa AR Selama berada di asrama YPLB Nusantara Depok, AR mengikuti kegiatan pemanfaatan waktu luang dengan kegiatan keterampilan membuat desain pin dan mug. AR sangat senang bermain komputer dan ia juga belajar cara mendesain gambar untuk mug. Berikut pernyataan Bapak Hendra: “Untuk yang pemanfaatan waktu luangnya itu Arif ikut keterampilan bikin mug. Dia itu seneng banget main komputer, ikut pendidikan komputer di sini, sekarang udah bisa desain gambar juga, jadi dia yang desain sendiri gambarnya buat mug.”24 Orang tua AR juga mengatakan bahwa AR sangat senang dengan aktivitasnya di asrama dengan adanya pendidikan komputer dan keterampilan membuat mug. Berikut pernyataan orang tua AR: “Sekarang kan Arif ikut pendidikan komputer di sekolah karena dia senang sama komputer, kalo pulang kesini pasti buka-buka laptop. Di sana juga ikut keterampilan sablon buat mug. Arif sekarang udah bisa bikin desain sendiri.”25 Berdasarkan pernyataan di atas, pelaksanaan terapi okupasi dengan pemanfaatan waktu luang yang diberikan kepada AR melalui keterampilan sablon mug menunjukkan hasil yang positif. AR sudah bisa mendesain gambar untuk mug. Hal tersebut juga didukung oleh kemampuan AR pada bidang komputer.
24 25
Hasil wawancara pribadi dengan Bapak Hendra, 11 Mei 2016. Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Nurlina, 26 Juli 2016.
67
Program bina diri dan pemanfaatan waktu luang bagi siswa yang asrama di YPLB Nusantara Depok dilaksanakan dengan tepat dan tidak memboroskan sumber daya yang ada dalam mencapai tujuan. Berikut hasil wawancara penulis dengan Ibu Novi: “Sudah tepat dalam hal penggunaan sumber daya karena bina diri ini kan aktivitas sehari-hari anak, jadi ya kita cukup awasin aja aktivitas mereka, ketika lagi makan kalo ada yang masih salah ya kita ajarin yang bener seperti. Jadi cukup kita awasin dan ga ada pemborosan sumber daya disini.”26 Selain itu siswa yang berasrama dapat dengan mudah mengakses semua aktivitas bina diri dan pemanfaatan waktu luang di sekolah. Berikut hasil wawancara dengan Bapak Hendra: “Kalo yang asrama karena mereka tinggal di sini ya jadi bisa dengan mudah ikutin kegiatan di sini. Jadi ga cape seperti yang non-asrama kan harus pulang pergi terus ikut ekskul juga.”27 Berdasarkan pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa sistem asrama memudahkan pihak sekolah dalam mengawasi aktivitas sehari-hari siswa dan siswa yang asrama dapat dengan mudah mengikuti kegiatan yang ada tanpa harus takut kelelahan dikarenakan mereka tinggal di dalam asrama. 4) Pemanfaatan Waktu Luang Siswa Non Asrama a) Siswa DA DA merupakan siswa tunagrahita ringan yang sekolah nonasrama. Pemanfaatan waktu luang DA tidak dilakukan di sekolah melainkan di rumah. Namun orang tua DA tidak memberikan
26 27
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Novi, 22 Maret 2016. Hasil wawancara pribadi dengan Bapak Hendra, 11 Mei 2016.
68
aktivitas pemanfaatan waktu luang ketika DA di rumah. Berikut hasil wawancara dengan Ibu Sri: “Kalau di rumah ya ga ngapa-ngapain Mas. Saya juga ga ngizinin dia maen sama temennya karena suka dikatain gagu. Jadi ya di rumah main aja sama sepupunya, gitu aja tiap hari. Kalo harus ikut ekskul saya kasihan sama dia Mas, takut kecapean karena sekolah tiap hari pulang pergi terus harus ikut ekskul juga”28 Berdasarkan pernyataan di atas, orang tua DA tidak memberikan aktivitas untuk mengisi waktu luang DA dikarenakan orang tua khawatir akan fisik DA akan mudah lelah jika harus sekolah pulang pergi dan mengikuti ekstrakurikuler. Hal ini menyebabkan DA kesulitan untuk mengembangkan minat dan bakatnya padahal aktivitas tersebut perlu dilakukan untuk mengetahui bakat yang ada pada DA. Berdasarkan hasil temuan lapangan mengenai pelaksanaan terapi okupasi di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok, dari ketiga informan dapat dilihat bahwa perkembangan anak yang tinggal di asrama lebih baik dibandingkan dengan anak yang non-asrama dikarenakan aktivitas sehari-hari anak di asrama selalu diajarkan untuk mandiri namun masih dalam pengawasan pengasuh. Berbeda dengan anak yang non-asrama, dikarenakan kesibukan orang tua membuat anak jarang diajarkan untuk bisa hidup mandiri sehingga menyebabkan perkembangan kemandirian menjadi lambat.
28
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sri, 21 Maret 2017.
69
Hasil temuan lapangan juga menyebutkan pihak sekolah tidak melakukan evaluasi hasil pada terapi okupasi sehingga menjadi faktor penghambat bagi orang tua untuk mengasramakan anaknya. Padahal perkembangan anak yang asrama lebih baik dibandingkan dengan anak non-asrama. Jika pihak sekolah melakukan evaluasi hasil terapi okupasi, maka tidak menutup kemungkinan banyak orang tua siswa tunagrahita yang ingin mengasramakan anaknya. e. Faktor Pendukung dan Penghambat Keberhasilan Terapi Okupasi Setelah diketahui bahwa hasil dari terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok menunjukkan hasil yang lebih terlihat pada anak yang berasrama dibandingkan dengan anak yang non-asrama, maka penulis akan menjelaskan faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelaksanaan terapi okupasi. 1) Faktor pendukung dalam pelaksanaan terapi okupasi Pada bagian ini, penulis hanya akan fokus pada faktor pendukung pelaksanaan terapi okupasi pada siswa berasrama, hal tersebut dilakukan karena pada siswa yang non asrama penulis tidak dapat melihat adanya faktor pendukung dalam pelaksanaan terapi okupasi mengingat pada siswa non asrama hanya mendapatkan pelajaran bina diri namun tidak diketahui apakah siswa tersebut konsisten dalam mempraktekannya ketika sudah di rumah. Berikut akan peneliti jelaskan faktor pendukung dalam pelaksanaan terapi okupasi pada siswa berasrama.
70
Berikut hasil wawancara penulis dengan Ibu Irma: “Ada faktor pendukungnya, salah satunya ini ya karena dia masih mudah untuk kita didik. Dia juga kan tinggal disini jadi kita bisa setiap saat praktekin di kegiatannya sehari-hari.”29 Bapak Hendra juga mengatakan bahwa faktor yang mendukung keberhasilan AR dalam melaksanakan terapi okupasi karena AR berada di asrama sehingga dapat setiap hari diajarkan kegiatan bina diri. Berikut pernyataan Bapak Hendra: “Karena dia tinggal di asrama jadi setiap hari bisa kita terapkan kemandirian pada kegiatan bina dirinya.”30 Berdasarkan pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa faktor yang mendukung keberhasilan dari terapi yang diberikan kepada siswa SA dan AR antara lain dikarenakan masih mudah untuk dididik. Selain itu, keberadaan SA dan AR di asrama juga memudahkan pengasuh untuk mengajarkan dan mengawasi praktek dari aktivitas bina diri tersebut secara langsung. 2) Faktor penghambat dalam pelaksanaan terapi okupasi Pada
penjelasan
mengenai
faktor
yang
menghambat
keberhasilan terapi okupasi, penulis hanya melihat adanya penghambat keberhasilan terapi okupasi pada siswa yang nonasrama. Hal ini dikarenakan pada kegiatan bina diri dan pemanfaatan waktu luang anak yang non-asrama belum terlihat hasilnya. Berikut hasil wawancara penulis dengan orang tua DA:
29 30
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Irma, 25 April 2016. Hasil wawancara pribadi dengan Bapak Hendra, 11 Mei 2016.
71
“Ya kaya itu tadi Mas karena saya sibuk jadi ga sempet buat ngajarin dia setiap hari supaya bisa mandiri, lagian biar cepet aja jadi kalau ngerjain apa-apa ya saya bantu.”31 Ibu Novi selaku terapis juga mengatakan bahwa anak yang non-asrama masih belum terlihat hasilnya karena kurangnya kesadaran orang tua tentang pentingnya mengajarkan kemandirian pada anak. Berikut pernyataan Ibu Novi: “Faktor penghambatnya salah satunya karena orang tua kurang menyadari tentang pentingnya menanamkan kemandirian pada anak padahal itu penting agar kelak meskipun anak tersebut memiliki kekurangan, ia tidak selalu bergantung dengan orang lain.”32 Berdasarkan pernyataan diatas, maka dapat diketahui bahwa faktor penghambat dalam pelaksanaan terapi okupasi adalah kurangnya motivasi orang tua untuk mengajarkan siswa untuk menjadi lebih mandiri agar ia tidak bergantung dengan orang lain. B.
Analisis Evaluasi Hasil Terapi Okupasi di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok Untuk dapat melihat apakah terapi okupasi yang dilakukan oleh Yayasan Pendidikan Luar Biasa Depok memberikan perubahan bagi siswa tunagrahita, maka peneliti akan melakukan analisis dengan menggunakan teori yang relevan. Aspek yang akan dibahas adalah tujuan terapi okupasi di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Depok dan bagaimana hasil pelaksanaan terapi okupasi di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Depok.
31 32
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sri, 21 Maret 2017. Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Novi, 22 Oktober 2015.
72
1. Tujuan Terapi Okupasi di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok Tujuan dari terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok adalah untuk membantu siswa dalam melakukan kegiatan atau aktivitas sehari-hari seperti makan, mandi, membersihkan lingkungan kamar secara mandiri tanpa bergantung pada orang lain.33 Hal tersebut senada dengan tujuan dari terapi okupasi adalah untuk mengajarkan aktivitas kehidupan seharihari seperti makan, berpakaian dan sebagainya.34 Selain itu tujuan dari terapi okupasi yang ada di YPLB Nusantara Depok juga untuk mengembangkan minat dan bakat melalui ekstrakurikuler yang diselenggarakan pihak Yayasan.35 2. Jenis Terapi Okupasi Jenis terapi yang ada di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok adalah jenis terapi bina diri dan pemanfaatan waktu luang. Bentuk dari kegiatan bina diri meliputi aktivitas merawat diri seperti makan, mandi, berpakaian, menjaga kebersihan lingkungan serta pendidikan akhlak.36 Kegiatan pemanfaatan waktu luang adalah para siswa tunagrahita diarahkan oleh pihak sekolah untuk mengikuti kegiatan seperti olahraga, marawis dan bermain alat musik.37 Kedua jenis terapi okupasi yang ada di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok ternyata sudah sesuai dengan jenis terapi okupasi,
33
Lihat Bab 4, h. 53. Lihat Bab 2, h. 28. 35 Lihat Bab 4, h. 53. 36 Lihat Bab 4, h. 54. 37 Lihat Bab 4, h. 55. 34
73
diantaranya adalah activity daily living (ADL) yang termasuk pada kegiatan bina diri dan pemanfaatan waktu luang.38 3. Hasil Pelaksanaan Terapi Okupasi di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok Hasil pelaksanaan terapi okupasi di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok akan dibedakan antara siswa yang berasrama dan yang non asrama. Hasil pelaksanaan pada siswa berasrama terlihat pada kedua siswa yaitu SA dan AR. Pada siswa non-asrama terlihat pada siswa DA. a. Bina Diri Setelah
mengikuti
terapi
okupasi,
SA
sudah
memperlihatkan
perkembangannya selama dua tahun mengikuti terapi okupasi. Awalnya SA adalah anak yang manja dan sangat bergantung pada ibunya, namun setelah mengikuti terapi okupasi SA menjadi lebih mandiri.39 Keberhasilan terapi okupasi pada SA tidak lepas dari peran para pengasuh yang selalu sabar dalam mempraktekan dan mengajarkan siswa. Faktor pendukung dalam keberhasilan terapi okupasi ini adalah karena SA sebagai siswa asrama sehingga membuat SA untuk selalu mempraktekan kegiatan bina diri dan selalu dalam pengawasan pengasuh. AR juga memperlihatkan perkembangannya pada aspek bina diri.Hal yang sangat terlihat adalah dari aspek kebersihan. Ketika baru bergabung di asrama, kondisi kulit AR memiliki bekas luka dan berjerawat karena AR malas untuk mandi, namun setelah mengikuti terapi okupasi kondisi 38 39
Lihat Bab 2, h. 30. Lihat Bab 4, h. 60.
74
kulit AR berubah menjadi lebih bersih karena AR selalu mempraktekan kegiatan bina diri di asrama.40 Pada siswa DA, perkembangannya sedikit lambat dikarenakan orang tua DA yang sibuk dan tidak bisa mengajarkan bina diri setiap hari kepada DA.41 b. Pemanfaatan waktu luang Selain kegiatan bina diri, terapi okupasi juga diberikan kepada SA dan AR melalui kegiatan pemanfaatan waktu luang. SA yang sejak awal menunjukkan minat pada olahraga bulu tangkis terus didorong agar selalu melatih kemampuannya. Hingga sekarang SA memiliki bakat dalam bermain bulu tangkis sehingga SA sering ditunjuk mewakili sekolah dalam berbagai perlombaan.42 AR juga sudah terlihat kemampuannya dalam mendesain gambar untuk sablon mug. AR sudah bisa mendesain gambar melalui komputer dikarenakan AR juga memiliki kemampuan dalam bidang komputer.43 Kegiatan pemanfaatan waktu luang DA tidak berjalan dengan yang seharusnya. Orang tua DA merasa kasihan jika DA harus pulang pergi dan mengikuti kegiatan ekskul.44
40
Lihat Bab 4, h. 62. Lihat Bab 4, h. 64. 42 Lihat Bab 4, h. 65. 43 Lihat Bab 4, h. 66. 44 Lihat Bab 4, h. 68. 41
75
4. Evaluasi Hasil Terapi Okupasi Bagi Anak Tunagrahita di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok a. Indikator Efisiensi Indikator ini menunjukkan apakah sumber daya dan aktivitas yang dilaksanakan guna mencapai tujuan dimanfaatkan secara tepat guna atau tidak memboroskan sumber daya yang ada.45 Berdasarkan temuan lapangan, terapi okupasi yang dilakukan oleh terapis dan pengasuh pada aspek bina diri dan pemanfaatan waktu luang SA dan AR yang merupakan siswa asrama telah berjalan efisien. Hal tersebut dikarenakan dalam kegiatan bina diri dan pemanfaatan waktu luang, terapis dan pengasuh hanya mengawasi dan mengoreksi aktivitas siswa jika ada yang tidak sesuai.46 Namun berbeda dengan siswa non-asrama, orang tua masih kesulitan dalam menerapkan bina diri dan pemanfaatan waktu luang di rumah yang salah satunya disebabkan oleh kesibukan orang tua.47 b. Indikator Pemanfaatan Pada indikator pemanfaatan ini akan diketahui seberapa banyak suatu layanan yang sudah disediakan oleh pemberi layanan yaitu YPLB Nusantara Depok atau dalam hal ini terapis dan pengasuh dipergunakan oleh kelompok sasaran yang dalam hal ini adalah siswa tunagrahita. Di YPLB Nusantara Depok terdapat program untuk anak tunagrahita yakni kegiatan bina diri dan pemanfaatan waktu luang yang diberikan kepada siswa agar bisa mandiri dalam kegiatan sehari-hari. Dari hasil temuan 45
Lihat Bab 2, h. 23. Lihat Bab 4, h. 67. 47 Lihat Bab 4, h. 64. 46
76
lapangan ternyata dapat dilihat bahwa anak yang berasrama dapat mengakses kegiatan bina diri dan pemanfaatan waktu luang karena mereka tinggal di asrama dan setiap saat diajarkan bina diri serta dapat mengikuti kegiatan waktu luang dengan mudah48, sedangkan anak yang non-asrama hanya mengakses pelajaran bina diri saja dikarenakan orang tua siswa yang kasihan dengan fisik anaknya jika setiap hari harus pulang pergi sekolah namun tetap mengikuti ekstrakurikuler.49
48 49
Lihat Bab 4, h. 67. Lihat Bab 4, h. 68.
Tabel 3. Hasil Terapi Okupasi di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok Pada Siswa Tunagrahita
No.
Jenis Terapi
Pelaksanaan Terapi Okupasi
Asrama SA
Non-asrama AR
DA
1.
Bina Diri
Melalui pendidikan Siswa SA menunjukkan tentang cara merawat hasil yang baik setelah diri dan lingkungan diberikan terapi okupasi. SA sudah dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan mandiri seperti mandi, makan, berpakaian dan membersihkan tempat tidur
Setelah diberikan terapi okupasi berupa cara merawat diri, tubuh AR sudah terlihat lebih bersih dan jerawat pada punggungnya sudah mulai tidak terlihat lagi.
DA belum menunjukkan hasil yang signifikan setelah diajarkan terapi okupasi. Hal tersebut dikarenakan orang tua DA belum membiasakan DA untuk bisa mandiri. Orang tua DA juga tidak bisa setiap saat mengajarkan DA karena kesibukannya.
2.
Pemanfaatan Waktu Luang
Melalui kegiatan ekstrakurikuler pengembangan minat dan bakat seperti bulu tangkis, keterampilan, musik dan sebagainya
AR diberikan terapi okupasi berupa pemanfaatan waktu luang melalui keterampilan sablon mug. Kemampuan AR dalam bidang komputer mendukung AR untuk berlatih membuat desain. Hasilnya menunjukkan bahwa AR sudah bisa membuat desain untuk gambar mug
DA tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Ketika di rumah, orang tua DA juga tidak memberikan kegiatan positif untuk mengisi waktu luang DA. Hasilnya menunjukkan bahwa minat dan bakat DA belum dapat diketahui.
Sejak awal SA menunjukkan minatnya pada olahraga bulu tangkis. Hal itulah yang membuat pihak sekolah terus mendorong SA untuk mengasah kemampuannya pada olahraga bulu tangkis. Hasilnya SA sudah terlihat bakatnya dengan sering menjuarai berbagai perlombaan.
77
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN Hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis mengenai evaluasi hasil dari terapi okupasi bagi anak tunagrahita di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok melalui observasi dan wawancara, penulis dapat menyimpulkan bahwa evaluasi hasil dari tujuan terapi okupasi ini lebih terlihat pada siswa tunagrahita yang berasrama saja daripada siswa tunagrahita yang non-asrama. Hal ini dapat dilihat dari pencapaian/perubahan yang ada pada siswa yang berasrama dibandingkan dengan siswa non-asrama. Keberhasilan dari tujuan terapi okupasi ini dilihat dari perubahanperubahan yang terjadi pada siswa tunagrahita yang berasrama, mulai dari aspek bina diri dimana mereka telah dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan mandiri dan pemanfaatan waktu luang dimana mereka dapat menyalurkan minat dan bakatnya dalam kegiatan ekstrakurikuler yang diselenggrakan oleh YPLB Nusantara Depok. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terapi okupasi yang telah dijalankan oleh Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara telah berhasil memberikan perubahan positif bagi perkembangan anak tunagrahita yang berasrama saja sesuai dengan tujuan dari terapi okupasi itu sendiri karena adanya konsistensi dari pengasuh yang mengajarkan siswa asrama agar selalu dapat mengerjakan aktivitas sehari-hari secara mandiri. Pada siswa tunagrahita yang non-asrama, terapi okupasi belum memberikan perubahan
78
79
yang lebih baik karena faktor kurangnya konsistensi keluarga menerapkan praktik bina diri dan pemanfaatan waktu luang kepada siswa ketika di rumah. B. SARAN Setelah melakukan penelitian ini, maka penulis dapat menyarankan beberapa hal yang berkaitan dengan terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok. Saran dalam penelitian ini antara lain: 1. Melakukan home visit, untuk dapat mengevaluasi bagaimana penerapan bina diri dan pemanfaatan waktu luang di rumah. 2. Melakukan konseling keluarga untuk membangun kesadaran pada diri orang tua bahwa anak memiliki hak untuk mengembangkan diri dan diterima di masyarakat. 3. Dibutuhkan pendampingan dari lembaga kepada orang tua tentang pemahaman akan pentingnya kasih sayang yang utuh dari keluarga kepada anak karena pada dasarnya anak tumbuh dan berkembang bersama keluarga sehingga orang tua mempunyai motivasi yang kuat dalam mendidik anak. 4. Bagi orang tua siswa agar selalu mengajarkan kepada anaknya dalam menghadapi tekanan lingkungan supaya residensi anak itu dapat tumbuh. 5. Dibutuhkan peran lembaga di masyarakat dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat sehingga masyarakat semakin sadar bahwa mereka harus memberikan dukungan kepada keluarga-keluarga yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus sehingga tidak ada lagi sikap mengejek anak dengan kebutuhan khusus dan mereka mau menerima di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA Buku Adi, Isbandi Rukminto. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas: Pengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2001. Agustyawati dan Solicha. Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN, 2009. Bratanata. Pendidikan Anak Terbelakang Mental. Jakarta: Bumi Aksara, 2008. Bugin, Burhan. Penelitian Kuantitatif Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial. Jakarta: Kencana, 2009. Christiansen, Charles dan Carolyn M. Baum. Occupational Therapy: Enabling Function and Well Being. United States of America: Slack Incorporated, 1997. Delphie, Bandi. Sebab-sebab Keterbelakangan Mental Seseorang. Bandung: Mitra Grafika, 1996. Effendi, Mohammad. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara, 2006. Garner, Geraldine. Social and Rehabilitation Service. United States: McGrawHill, 2008. Ghony, M. Junaedi dan Fauzan Almanshur. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012. Hastuti. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Tugu Publisher, 2012.
80
81
Herdiansyah, Haris. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika, 2010. Hidayati, Nurul. Metodologi Penelitian Dakwah: Dengan Pendekatan Kualitatif. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2006. Hidayati, Nurul. Evaluasi Program. Jakarta: Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, 2008. Jones, Richard Nelson. Teori dan Praktik Konseling dan Terapi. Jakarta: Pustaka Belajar, 2011. Kosasih, E. Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Yrama Widya, 2012. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010. Nasution. Metode Research: Penelitian Ilmiah. Jakarta: Bumi Aksara, 2011. Ruslan, Rosadi. Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2004. Salam, Syamsir. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2005. Sugiyono. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta, 2009. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2010.
82
Sugiyono. MetodePenelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D. Bandung: Alfabeta, 2012. Suharto, Edi. Membangun Masyarakat, Memberdayakan Masyarakat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Jakarta: Refika Aditama, 2005. Susandiaji. Terapi Alternatif. Yogyakarta: Yayasan Spiritia, 2004. Tayibnapis, Farida Yusuf. Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi: Untuk Program Pendidikan dan Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta, 2008. Skripsi Ulfa Andriani, Evaluasi Program Terapi Untuk Anak Berkebutuhan Khusus di Yayasan Panti Nugraha Jakarta Selatan, 2014. Undang-undang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Surabaya: Kesindo Utama, 2003. Media Online Maman
Abdurahman
dan
Saepul
R,
Mengenal
Anak
Luar
Biasa,
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195706131 985031MAMAN_ABDURAHMAN_SAEPUL_R/MENGEANAL_ANK__LUA R__BIASA.pdf artikel diakses pada 12 Januari 2016.
83
Monique Prillagia Nurzhafarina, Perencanaan dan Perancangan Alat Bantu Terapis bagi Anak Penderita Autis, (Skripsi S1), Jurusan Tehnik Industri, Universitas
Sebelas
Maret,
2015,
https://eprints.uns.ac.id/18664/3/BAB_II.pdf artikel diakses pada 6 Januari 2016. Nurdayati
Praptiningrum,
Terapi
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Pengertian%20TO.pdf
Okupasi, artikel
diakses pada 8 Maret 2017. Purwandari, Buku Pegangan Kuliah Psikoterapi, Universitas Negeri Yogyakarta, 2003,
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/scan0003_6.pdf)
artikel
diakses pada 12 Januari 2016. Sumaryana, Pembelajaran Keterampilan Membuat Conblok pada Anak http://eprints.uny.ac.id/9906/2/bab%202%20-
Tunagrahita,
%2008103247020.pdf artikel diakses pada 8 Maret 2017. Undang-undang
No.
11
Tahun
2009
tentang
Kesejahteraan
Sosial,
http://www.kemsos.go.id/unduh/UU-Kesos-No11-2009.pdf artikel diakses pada 21 April 2016.
Lampiran 3 Pedoman Wawancara Ketua YPLB Nusantara Depok 1.
Bagaimana sejarah singkat berdirinya YPLB Nusantara Depok?
2.
Apa tujuan didirikannya YPLB Nusantara Depok?
3.
Berapa banyak siswa yang ada di YPLB Nusantara Depok?
4.
Bagaimana prosedur penerimaan siswa baru di YPLB Nusantara Depok?
5.
Apa saja program/kegiatan yang ada di YPLB Nusantara Depok?
6.
Ada berapa banyak jenis terapi di YPLB Nusantara Depok?
7.
Apa tujuan dari terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
8.
Siapa saja yang terlibat dalam kegiatan terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
9.
Adakah pelatihan bagi terapis, pengasuh dan orang tua/wali terkait dengan kegiatan terapi okupasi?
10. Kapan terapi okupasi dilakukan? 11. Dimana terapi okupasi dilakukan? 12. Bagaimana tahapan terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok? 13. Bagaimana hasil dari terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok? 14. Apakah YPLB Nusantara Depok melakukan kegiatan evaluasi pada program terapi okupasi?
Terapis 1.
Apa tujuan dari terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
2.
Adakah pelatihan bagi pengasuh terkait dengan kegiatan terapi okupasi?
3.
Apa saja jenis terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
4.
Kapan terapi okupasi dilakukan?
5.
Dimana terapi okupasi dilakukan?
6.
Bagaimana tahapan terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
7.
Bagaimana hasil terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
8.
Adakah faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
9.
Adakah perbedaan perkembangan setelah melakukan terapi okupasi pada siswa asrama dan non-asrama?
10. Berapa
lama
waktu
yang
dibutuhkan
untuk
melihat
adanya
perkembangan/perubahan pada siswa yang telah mengikuti terapi okupasi? 11. Apakah terapi okupasi yang ada di YPLB Nusantara Depok telah tepat guna dalam mencapai tujuan? 12. Sudah berapa banyak terapi okupasi yang ada di YPLB Nusantara Depok yang dipergunakan oleh siswa tunagrahita?
Pengasuh 1.
Apa tujuan dari terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
2.
Adakah pelatihan bagi pengasuh terkait dengan kegiatan terapi okupasi?
3.
Apa saja jenis terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
4.
Kapan terapi okupasi dilakukan?
5.
Dimana terapi okupasi dilakukan?
6.
Bagaimana tahapan terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
7.
Bagaimana hasil terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
8.
Adakah faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
9.
Adakah perbedaan perkembangan setelah melakukan terapi okupasi pada siswa asrama dan non-asrama?
10. Berapa
lama
waktu
yang
dibutuhkan
untuk
melihat
adanya
perkembangan/perubahan pada siswa yang telah mengikuti terapi okupasi? 11. Apakah terapi okupasi yang ada di YPLB Nusantara Depok telah tepat guna dalam mencapai tujuan? 12. Sudah berapa banyak terapi okupasi yang ada di YPLB Nusantara Depok yang dipergunakan oleh siswa tunagrahita?
Orang tua 1.
Apa alasan Anda menyekolahkan anak Anda di YPLB Nusantara Depok?
2.
Sudah berapa lama anak Anda bersekolah di YPLB Nusantara Depok?
3.
Adakah perbedaan pada anak Anda setelah mengikuti terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
4.
Apakah Anda pernah diberikan pelatihan tentang terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
5.
Apakah YPLB Nusantara Depok selalu menyampaikan perkembangan anak Anda?
Lampiran 4 Pedoman Observasi 1.
Untuk melihat hasil pelaksanaan terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok.
Lampiran 5 Transkrip Wawancara Nama
: Drs. Sujono, S.Psi, M.M
Jabatan
: Ketua Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok
Tempat dan waktu
: Depok, 5 Oktober 2015
Pertanyaan: 1.
Bagaimana sejarah singkat berdirinya YPLB Nusantara Depok? Jawab: Awal mula berdirinya itu saya menampung adik kelas saya sewaktu kuliah, mereka ada yang tinggal di Depok sama Jakarta Selatan. Lalu mereka mencari murid untuk diberikan pendidikan. Setelah muridnya semakin banyak akhirnya saya beli tanah di sini untuk dibangun sekolah. Nah karena gurunya tinggal dan makan di sekolah, maka dibuatlah sekolah berasrama.
2.
Apa tujuan didirikannya YPLB Nusantara Depok? Jawab: Tujuan berdirinya YPLB Nusantara ini untuk membantu, melayani dan mendidik Anak Berkebutuhan Khusus mulai dari usia dini sampai usia lanjut, sehingga dari segi kognisi, afeksi dan psikomotornya diharapkan mereka dapat mandiri dan bermanfaat bagi orang banyak.
3.
Berapa banyak siswa yang ada di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Jumlahnya ada 66 orang. Ada yang tunarungu, tunanetra, daksa, grahita, autis dan tunaganda.
4.
Bagaimana prosedur penerimaan siswa baru di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Yang pertama orang tua datang ke sekolah dan mengisi formulir data diri orang tua dan calon siswa. Kami juga melakukan wawancara dengan
keluarga dan melakukan analisa calon siswa. Setelah itu baru dilakukan observasi selama enam bulan dengan surat pernyataan kesiapan dari orang tua. 5.
Apa saja program/kegiatan yang ada di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Ada lembaga pendidikan komputer Nusantara, wisata alam, program keterampilan, kesenian, olahraga dan bina diri.
6.
Ada berapa banyak jenis terapi di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Ada tujuh jenis terapi, ada terapi wicara, terapi musik, fisioterapi, terapi okupasi, terapi bermain, terapi perilaku dan terapi sensori integrasi..
7.
Apa tujuan dari terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Mengajarkan kepada siswa untuk dapat melakukan kegiatan seharihari secara mandiri dan dapat mengembangkan bakat dan minat lewat kegiatan waktu luang siswa.
8.
Siapa saja yang terlibat dalam kegiatan terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Ada terapis, pengasuh dan siswa itu sendiri.
9.
Adakah pelatihan bagi terapis, pengasuh dan orang tua/wali terkait dengan kegiatan terapi okupasi? Jawab: Kalau pelatihan terkait okupasi tidak ada, karena terapi okupasi ini merupakan kegiatan sehari-hari jadi dengan mudah kita ajarkan kepada anakanak. Hanya saja butuh prakteknya harus sering dilakukan agar nanti anak bisa mandiri.
10. Kapan terapi okupasi dilakukan? Jawab: Setiap saat selalu dilakukan, kegiatan dari mulai anak bangun tidur
sampai menjelang tidur, karena okupasi itu kan aktivitas yang dilakukan sehari-hari. 11. Dimana terapi okupasi dilakukan? Jawab: Bisa dilakukan dimana saja ketika anak membutuhkan okupasi, misalnya ketika makan, mandi, ekskul dan sebagainya. 12. Bagaimana tahapan terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Dimulai dari asessmen calon siswa baru, dalam asessmen itu kita wawancara orang tua lalu kita analisa anaknya, orang tua juga diminta untuk mengisi formulir biodata keluarga dan kesediaan jika anaknya mengikuti masa observasi selama enam bulan. Setelah diketahui anak tersebut butuh terapi okupasi, baru masuk dalam pelaksanaan terapi okupasi, anak ini harus diajarin apa, potensi dalam dirinya itu apa saja, itu yang kita lakukan. 13. Bagaimana hasil dari terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Hasilnya cukup bagus, anak sudah bisa mandiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari namun masih dalam pengawasan guru dan pengasuh. 14. Apakah YPLB Nusantara Depok melakukan kegiatan evaluasi pada program terapi okupasi? Jawab: Kalau evaluasi khusus terapi okupasinya tidak ada. Hanya saja kami ada laporan hasil secara keseluruhan termasuk kegiatan akademik, bina diri dan ekstrakurikuler siswa.
Transkrip Wawancara Nama
: Novi Sulistyawati
Jabatan
: Terapis
Tempat dan waktu
: Depok, 22 Oktober 2015
Pertanyaan: 1.
Apa tujuan dari terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Tujuannya untuk melatih kemandirian, minimal mereka bisa melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
2.
Adakah pelatihan bagi pengasuh terkait dengan kegiatan terapi okupasi? Jawab: Pelatihan tidak ada, tapi saya punya basic guru pendidikan luar biasa jadi saya sedikit banyak tau tentang terapi okupasi.
3.
Apa saja jenis terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Untuk jenis terapi okupasi disini ada dua ya Mas, ada yang namanya bina diri sama pemanfaatan waktu luang. Kalau untuk bina diri, disini anakanak kita arahkan untuk belajar yang namanya melakukan aktivitas seharihari seperti menggunakan baju. Nah untuk belajar menggunakan baju saja, siswa tunagrahita itu butuh waktu lama, bisa dua tahun hanya untuk belajar pakai baju. Pakai baju juga kita kasih tau dulu, misalnya ya ini namanya kemeja, ini namanya kancing, ini namanya bagian lengan kanan, dan seterusnya. Kuncinya untuk ngajarin mereka itu harus continue, tidak bisa langsung dilepas. Kalau anak sudah bisa pakai baju sendiri itu adalah goals terapi okupasi. Untuk pemanfaatan waktu luang itu biasanya pihak sekolah mengarahkan anak-anak ke minat dan bakatnya, misalnya saja ada siswa yang
tenaganya cukup kuat, kan kalau mereka lagi kesel, marah, itu biasanya keliatan powernya, nah itu biasanya kita arahin untuk ke kegiatan olahraga misalnya bulu tangkis. 4.
Kapan terapi okupasi dilakukan? Jawab: Bisa kapan aja kalau dibutuhkan terapi okupasi ya kita lakukan.
5.
Dimana terapi okupasi dilakukan? Jawab: Dimana saja kita bisa ajarkan terapi okupasi kepada siswa.
6.
Bagaimana tahapan terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Pertama pihak sekolah melakukan assessment terhadap calon siswa yang akan mengikuti kegiatan di sekolah. Setelah calon siswa memenuhi persyaratan, kemudian siswa mengikuti proses observasi selama enam bulan di asrama. Dalam proses observasi ini, pihak sekolah dalam hal ini terapis dan pengasuh “membaca” perilaku siswa. Kemudian saya membuat rencana program terapi yang bersifat jangka pendek dan jangka panjang. Program terapi ini dibuat berdasarkan hasil asessment dan kesimpulan diagnosis yang terjadi pada anak. Setelah keluar hasil assessment tersebut baru deh kita tahu anak tersebut mengikuti terapi okupasi atau tidak.Bagi siswa yang pulang pergi, mereka hanya mendapatkan pendidikan bina diri di kelas. Selebihnya orang tua yang berperan dalam prakteknya di rumah. Orang tua siswa juga diberikan pengarahan agar selalu mengajarkan anaknya untuk bisa mandiri dan tidak bergantung pada orang lain,.jadi tingkat keberhasilannya itu ya gimana lingkungan si anak aja di rumah, kalau orang dilingkungannya tidak intensif dalam mengulang materi yang sudah ada, ya perkembangan pada anak juga akan lebih lama.
7.
Bagaimana hasil terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Hasil terapi okupasi sudah lumayan bagus hasilnya, anak-anak sudah banyak perubahan, sudah bisa mandiri.
8.
Adakah faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Untuk anak non-asrama faktor penghambatnya salah satunya karena orang tua kurang menyadari tentang pentingnya menanamkan kemandirian pada anak padahal itu penting agar kelak meskipun anak tersebut memiliki kekurangan, ia tidak selalu bergantung dengan orang lain.
9.
Adakah perbedaan perkembangan setelah melakukan terapi okupasi pada siswa asrama dan non-asrama? Jawab: Perbedaannya kalau anak asrama perubahannya lebih cepat aja sih dibanding yang non-asrama.
10. Berapa
lama
waktu
yang
dibutuhkan
untuk
melihat
adanya
perkembangan/perubahan pada siswa yang telah mengikuti terapi okupasi? Jawab: Beda-beda Mas, tergantung kondisi anaknya juga. Ada yang dua tahun udah keliatan perubahannya, ada juga yang tiga sampai empat tahun baru terlihat perubahan. 11. Apakah terapi okupasi yang ada di YPLB Nusantara Depok telah tepat guna dalam mencapai tujuan? Jawab: Sudah tepat dalam hal penggunaan sumber daya karena bina diri ini kan aktivitas sehari-hari anak, jadi ya kita cukup awasin aja aktivitas mereka, ketika lagi makan kalo ada yang masih salah ya kita ajarin yang bener seperti. Jadi cukup kita awasin dan ga ada pemborosan sumber daya disini.
12. Sudah berapa banyak terapi okupasi yang ada di YPLB Nusantara Depok yang dipergunakan oleh siswa tunagrahita? Jawab: Iya sudah banyak kegiatan yang didapat anak-anak dari program yang ada di sini.
Transkrip Wawancara Nama
: Irma
Jabatan
: Pengasuh
Tempat dan waktu
: Depok, 25 April 2016
Pertanyaan: 1.
Apa tujuan dari terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Tujuannya untuk melatih siswa supaya bisa mandiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari
2.
Adakah pelatihan bagi pengasuh terkait dengan kegiatan terapi okupasi? Jawab: Kalo pelatihan ga ada sih Mas, paling kita belajar juga dari sesama pengasuh.
3.
Apa saja jenis terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Disini itu ada bina diri Mas. Nah bina diri itu kaya kita ngajarin anakanak untuk bisa ngerjainapa-apa sendiri, misalnya bangun pagi sendiri, mandi sendiri, makan sendiri, intinya mah membuat anak lebih mandiri aja. Kalau pemanfaatan waktu luang itu biasanya diisi dengan kegiatan-kegiatan yang sifatnya positif kayamain marawis, main bulu tangkis, sama keterampilan.
4.
Kapan terapi okupasi dilakukan? Jawab: Setiap hari, karena ini menyangkut kegiatan sehari-hari siswa aja sih Mas.
5.
Dimana terapi okupasi dilakukan? Jawab: Bisa dimana aja, kalo lagi dikamar bisa diterapin, lagi mandi juga diterapin, dimana aja pokoknya bisa.
6.
Bagaimana tahapan terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Awalnya siswa itu ikut masa observasi dulu, terus kalo dia harus diterapi ya kita terapi. Kalau yang asrama itu langsung praktek bina diri, jadi kita ajarin kegiatan sehari-hari siswa, sama untuk waktu luangnya kita ikutin ke ekskul. Semuanya masih tetep diawasin, kalo engga nanti mereka ngerjainnya asal-asalan. Prakteknya juga harus setiap hari biar mereka ga lupa.
7.
Bagaimana hasil terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Hasilnya bagus ya, Alhamdulillah setelah Sandi ikut terapi di sini dia udah banyak perubahannya, udah bisa melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, prestasinya juga bagus sekarang.
8.
Adakah faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Ada faktor pendukungnya, salah satunya ini ya karena dia masih mudah untuk kita didik. Dia juga kan tinggal disini jadi kita bisa setiap saat praktekin di kegiatannya sehari-hari.
9.
Adakah perbedaan perkembangan setelah melakukan terapi okupasi pada siswa asrama dan non-asrama? Jawab: Perbedaannya ada, biasanya anak yang asrama itu lebih cepet keliatan perubahannya dibanding yang pulang pergi.
10. Berapa
lama
waktu
yang
dibutuhkan
untuk
melihat
adanya
perkembangan/perubahan pada siswa yang telah mengikuti terapi okupasi? Jawab: Untuk liat perkembangannya macem-macem ya, ada yang cepet ada yang lama. Sekitar dua sampai tiga tahun paling cepet.
11. Apakah terapi okupasi yang ada di YPLB Nusantara Depok telah tepat guna dalam mencapai tujuan? Jawab: Kalo menurut saya sih udah cukup ya dengan sumber daya yang ada kita masih bisa mengajarkan anak untuk bisa mandiri. 12. Sudah berapa banyak terapi okupasi yang ada di YPLB Nusantara Depok yang dipergunakan oleh siswa tunagrahita? Jawab: Iya anak-anak udah bisa dengan mudah dapat terapi okupasi yang ada di sini Mas.
Transkrip Wawancara Nama
: Hendra Kurnia
Jabatan
: Pengasuh
Tempat dan waktu
: Depok, 11 Mei 2016
Pertanyaan: 1.
Apa tujuan dari terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Tujuannya ya untuk membentuk anak supaya mandiri dalam kesehariannya.
2.
Adakah pelatihan bagi pengasuh terkait dengan kegiatan terapi okupasi? Jawab: Ga ada pelatihannya, jadi saling belajar aja dari pengasuh yang lain.
3.
Apa saja jenis terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Jenisnya ada bina diri sama kegiatan waktu luang. Bina dirinya itu seperti kegiatan merawat diri, kalo kegiatan waktu luangnya ada ekskul sama keterampilan.
4.
Kapan terapi okupasi dilakukan? Jawab: Kapan aja terapi okupasi bisa diterapkan kepada anak, kalo dia belum bisa mandi ya kita ajarin mandi ketika waktunya mandi. Kalo belum bisa makan ya diajarin makan setiap lagi makan.
5.
Dimana terapi okupasi dilakukan? Jawab: Bisa di kamar, di lapangan, di ruang makan, di kamar mandi, di mana aja bisa ko dilakukan terapi okupasi.
6.
Bagaimana tahapan terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Awal masuk kan ikut masa observasi enam bulan, baru setelah itu
ketauan terapi apa yang harus dikasih ke anak. Kalo misalkan dia belum bisa makan atau mandi ya diajarin mandi, merawat diri. Ya termasuk aktvitas sehari-hari juga sih. 7.
Bagaimana hasil terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Hasilnya lumayan Mas. Dia itu waktu dateng kesini kulitnya ada korengan gitu. Dia kan kalo luka itu suka digarukin jadi kan berbekas kalo belum kering. Terus dulu banyak jerawat di bagian punggung sekarang udah hampir tidak keliatan lagi. Jadi dia tuh kalo mandi depannya aja yang disabunin, terus saya ajarin supaya tangannya bisa ngejangkau sampe belakang. Sekarang udah bisa sendiri dia, tapi tetep harus diawasin terus.
8.
Adakah faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Faktor yang mendukung perubahan Arif itu ya karena dia udah lama tinggal di asrama, jadi setiap hari selalu kita ajarin untuk bisa mandiri. Disini kan semua yang dilakuin anak itu ada pengawasan dari pengasuh.
9.
Adakah perbedaan perkembangan setelah melakukan terapi okupasi pada siswa asrama dan non-asrama? Jawab: Perbedaannya sih pasti ada ya Mas karena kalo di asrama kan ada yang ngajarin, kalo di rumah belum tentu orang tuanya sempet buat ngajarin anak.
10. Berapa
lama
waktu
yang
dibutuhkan
untuk
melihat
adanya
perkembangan/perubahan pada siswa yang telah mengikuti terapi okupasi? Jawab: Sekitar 2 tahun udah bisa dilihat hasilnya Mas. Udah rajin mandi sekarang.
11. Apakah terapi okupasi yang ada di YPLB Nusantara Depok telah tepat guna dalam mencapai tujuan? Jawab: Iya sudah, karena terapi ini ya susah-susah gampang, tapi dengan sumber daya yang ada ya kita masih bisa mencapai hasil yang lumayan bagus. 12. Sudah berapa banyak terapi okupasi yang ada di YPLB Nusantara Depok yang dipergunakan oleh siswa tunagrahita? Jawab: Kalo yang asrama karena mereka tinggal di sini ya jadi bisa dengan mudah ikutin kegiatan di sini. Jadi ga cape seperti yang non-asrama kan harus pulang pergi terus ikut ekskul juga.
Transkrip Wawancara Nama
: Orbariah Agustini
Jabatan
: Orang tua siswa SA
Tempat dan waktu
: Citayam, 30 Juli 2016
Pertanyaan: 1.
Apa alasan Anda menyekolahkan anak Anda di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Dulu itu kembar sekolah di SD Negeri deket rumah, terus selama dua tahun ga naik kelas juga. Nah akhirnya ibu gurunya nyaranin kembar sekolah di sekolah khusus aja, ga bisa sekolah umum gitu. Akhirnya saya ketemu deh SLB Nusantara ini.
2.
Sudah berapa lama anak Anda bersekolah di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Dari awal masuk sampai sekarang udah tujuh tahun Mas.
3.
Adakah perbedaan pada anak Anda setelah mengikuti terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Ada Mas, sekarang dia udah bisa mandi sendiri, makan sendiri, pake baju pake sandal udah ga terbalik lagi, sama prestasinya di bulutangkis bagus.
4.
Apakah Anda pernah diberikan pelatihan tentang terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Pelatihan sih ga ada Mas, cuma dibilangin kalo missal kembar lagi pulang itu dibiasain mandiri, kalo mau apa-apa diajarin biar mandiri gitu.
5.
Apakah YPLB Nusantara Depok selalu menyampaikan perkembangan anak Anda? Jawab: Iya selalu disampaikan gimana perkembangannya. Ibu Irma juga sering WA saya, kasih tau keadaan anak-anak di sana.
Transkrip Wawancara Nama
: Nurlina Ganevi
Jabatan
: Orang tua siswa AR
Tempat dan waktu
: Poltangan, 24 Juli 2016
Pertanyaan: 1.
Apa alasan Anda menyekolahkan anak Anda di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Jadi waktu itu ibu pernah liat ada mobil tulisan YPLB Nusantara ada nomor teleponnya juga kan. Terus ibu coba telepon dan tanya-tanya. Setelah itu kami ajak abang ke sana. Kami liat-liat kondisi sekolah dan ternyata bagus. Terus ibu tanya ke abang, abang mau ga sekolah di sini, nanti abang punya banyak temen. Yaudah dia mau dan pindah dari kelas 3 SMP padahal waktu itu udah deket ujian nasional.Sampe sekarang udah tamat SMA ibu tetep sekolahin supaya ikut komputer, dia kan punya bakat di komputer juga soalnya
2.
Sudah berapa lama anak Anda bersekolah di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Udah sekitar enam tahun Mas, waktu itu masuk kelas 3 SMP. Sekarang udah lulus SMA terus ikut pendidikan komputer.
3.
Adakah perbedaan pada anak Anda setelah mengikuti terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Sekarang kan Arif ikut pendidikan komputer di sekolah karena dia senang sama komputer, kalo pulang kesini pasti buka-buka laptop. Di sana juga ikut keterampilan sablon buat mug. Arif sekarang udah bisa bikin desain sendiri.
4.
Apakah Anda pernah diberikan pelatihan tentang terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Ga pernah dikasih pelatihan gitu Mas.
5.
Apakah YPLB Nusantara Depok selalu menyampaikan perkembangan anak Anda? Jawab: Iya ada ketika ngambil rapot selalu disampaikan keadaan Arif gimana, kalo saya lagi berkunjung juga kan ketemu sama pengasuhnya disana ngomongin kegiatan sehari-hari Arif.
Transkrip Wawancara Nama
: Sri Suliah
Jabatan
: Orangtua siswa DA
Tempat dan waktu
: Depok, 21 Maret 2017
Pertanyaan: 1.
Apa alasan Anda menyekolahkan anak Anda di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Sebelumnya pernah sekolah di SDN Permata Regency, terus karena saya ga mampu bayarnya ya akhirnya dibantu sama ibu dari Dinsos diketemuin sama Pak Jon terus diterima sekolah di sini.
2.
Sudah berapa lama anak Anda bersekolah di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Udah mau jalan tiga tahun di sini.
3.
Adakah perbedaan pada anak Anda setelah mengikuti terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Perbedaanya sekarang udah bisa ngitung satu sampe dua puluh. Kalo ngomongnya ya masih kurang jelas.
4.
Apakah Anda pernah diberikan pelatihan tentang terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok? Jawab: Ga ada sih Mas. Paling kalo pas bagi rapot itu dibilangin ibu kalo di rumah biasain Dani mandiri ya. Kalo makan jangan disuapin terus, suruh makan sendiri.
5.
Apakah YPLB Nusantara Depok selalu menyampaikan perkembangan anak Anda? Jawab: Iya pas bagi rapot dikasih tau sama gurunya gimana dia di kelas. Belajar apa aja, udah bisa apa aja.
Lampiran 6 Hasil Observasi Penulis di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara, Depok
Tanggal
: 11 Mei 2016
Waktu
: 15.30 WIB
Tempat
: YPLB Nusantara Depok
Fokus Observasi
: Melihat kondisi fisik AR
Penulis bertemu dengan AR di ruang tamu Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara, Depok. Penulis melakukan pembicaraan dengan AR seputar kegiatannya sehari-hari di asrama. Selain itu penulis juga melihat kondisi fisik AR. AR terlihat seperti anak normal pada umumnya. Cara berjalannya agak sedikit pincang. Penulis melihat kondisi kulit AR yang sudah terlihat bersih. Hanya ada sedikit sisa bintik-bintik jerawat pada bagian punggungnya.
Tanggal
: 11 Mei 2016
Waktu
: 16.30 WIB
Tempat
: YPLB Nusantara Depok
Fokus Observasi
: Melihat cara makan SA dan AR
Setelah penulis melakukan observasi fisik AR, penulis mendapat kesempatan untuk melihat para siswa makan sore, termasuk SA dan AR. Di ruang makan yang terdapat di lantai 2. Penulis melihat SA dan AR sedang makan bersama di sebuah meja panjang. Cara makan SA dan AR terlihat sudah cukup rapi dibanding temanteman lainnya. Tidak ada sisa makanan yang berserakan di sekitar meja tempat SA dan AR makan.
Tanggal
: 14 Mei 2016
Waktu
: 10.00 WIB
Tempat
: YPLB Nusantara Depok
Fokus Observasi
: Melihat kegiatan pemanfaatan waktu luang SA
Pemulis melakukan observasi ketika SA sedang melakukan latihan bulu tangkis di lapangan YPLB Nusantara Depok. Penulis melihat SA memiliki kemampuan yang baik dalam bermain bulu tangkis. SA menunjukkan bakatnya dalam bermain bulu tangkis.
Lampiran 7 Dokumentasi
Gedung Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara yang berlokasi di Jalan Sempu Raya, Beji, Depok
Wawancara dengan SA dan saudara kembarnya di lapangan olahraga YPLB Nusantara
Wawancara dengan orangtua SA, Ibu Orbalia Agustini di kediamannya kawasan Citayam, Depok
Rapot penilaian pembiasaan dan bina diri siswa SA
Penulis melakukan wawancara dengan AR
Penulis melakukan observasi terhadap AR. Saat melakukan observasi, AR menunjukkan kepada penulis bahwa ia bisa menuliskan namanya sendiri di sebuah kertas