METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) BAGI ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI (SLBN) SEMARANG
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Ilmu Pendidikan Agama Islam
Oleh : RANTINI NIM: 053111213
FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2010
ii
iii
MOTTO $\/#uqrO y7În/u‘ y‰ZÏã îŽö•yz àM»ysÎ=»¢Á9$# àM»uŠÉ)»t7ø9$#ur ( $u‹÷R‘‰9$# Ío4quŠysø9$# èpuZƒÎ— tbqãZt6ø9$#ur ãA$yJø9$# ÇÍÏÈ WxtBr& îŽö•yzur “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”.1 (QS. Al-Kahfi: 46)
Depag RI, Mushaf al-Qur an Terjemah, (Jakarta; Pena Pundi Aksara, 2002), hlm.146
iv
PERSEMBAHAN
KARYA SEDERHANA INI PENULIS PERSEMBAHKAN KEPADA:
Kedua orangtuaku tercinta yang telah mencurahkan kasih sayang dan pengorbanannya
Para guru PLB (Pendidikan Luar Biasa) yang telah mengajarkan makna kehidupan kepada siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus)
Ikhwah KAMMI Komisariat Walisongo, QOLBUN SALIM, FSMI, dan FLP yang memberikan kontribusi untuk Dakwah Islam
v
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 10 Juni 2010 Deklarator
RANTINI NIM. 053111213
vi
ABSTRAKSI Rantini (053111213). Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi anak Tunagrahita di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN ) Semarang. Skripsi. Semarang: Program Strata 1 Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Walisongo Semarang, 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Apakah metode yang digunakan dalam pembelajaran PAI bagi anak tunagrahita. (2) bagaimanakah penerapan metode pembelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam) bagi anak tunagrahita. Jenis penelitian ini adalah kualitatif deskriptif, yaitu penelitian kualitatif dengan menghadirkan format fakta-fakta faktual dan sifat populasi tertentu secara sistematis. Data-data penelitian ini menggunakan metode observasi, interview, dan dokumentasi. Selanjutnya, data dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis yaitu dengan mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian atau memusatkan perhatian pada masalah-masalah aktual dalam suatu obyek pada saat penelitian dilaksanakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode yang digunakan dalam pembelajaran PAI bagi anak tunagrahita adalah metode ceramah, demonstrasi, diskusi, tanya jawab, pemberian tugas, dan latihan/drill. Penerapan masingmasing metode pembelajaran PAI bagi siswa tunagrahita dilaksanakan dengan cara diulang-ulang, baik mengulang penjelasan materi maupun mengulang teknik yang diajarkan. Siswa sering berbicara sendiri, oleh karena itu guru harus aktif berkomunikasi dengan siswa. Metode pembelajaran PAI digunakan dengan cara berselang-seling untuk menghindari kebosanan siswa dalam pembelajaran. Interaksi yang dijalin antara siswa dan guru cukup baik. Dengan demikian, proses pembelajaranpun berjalan dengan baik pula. Hasil penelitian ini diharapkan proses pembelajaran PAI bagi siswa tunagrahita tidak hanya menggunakan metode konvensional saja, tetapi juga menggunakan inkonvensional, misalnya dengan menggunakan media visual seperti VCD untuk menunjukkan kepada siswa tata cara shalat dan wudhu.
vii
KATA PENGANTAR ÉOŠÏm§•9$# Ç`»uH÷q§•9$# «!$# ÉOó¡Î0
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikut yang telah berjuang menunjukkan jalan kebenaran kepada seluruh umat manusia. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini adalah berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Prof. Dr. H. Abdul Djamil, selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang. 2. Prof. Dr. H. Ibnu Hadjar, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. 3. Syamsul Ma'arif, M. Ag, selaku Wali Studi yang mempunyai peran besar membimbing penulis selama menuntut ilmu di IAIN Walisongo Semarang. 4. Drs. Ahmad Sudja'i, M.Ag dan Ahwan Fanani, M.Ag yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan fikiran dalam memberikan bimbingan dan pengarahan penulis dalam penyusunan skripsi ini. 5. Dosen pengajar Fakultas Tarbiyah yang telah membekali para mahasiswa ilmu pengetahuan. 6. Kepala perpustakaan IAIN Walisongo Semarang yang telah memberikan pelayanan dengan baik. 7. Kedua orangtuaku tercinta, ananda ucapkan terimakasih atas do'a dan pengorbanannya. Semoga Allah membalas segala jerih payah dan kebaikan bapak dan ibu kepada ananda. 8. Drs. Ciptono, selaku kepala SLBN Semarang, Umar S.HI selaku guru PAI dan Waka. Kesiswaan SLBN Semarang, Aris Wibowo, S.Pd selaku guru SLBN
viii
Semarang, Kuntjoro Hadi W, S.Pd selaku Waka. Kurikulum. Penulis ucapkan terimakasih telah memberikan izin dan mengarahkan penulis selama penelitian di SLBN Semarang. 9. Ikhwah Jaisyul Harokah, ukti Rina, ukhti Ulya, ukhti Anis, ukhti Septa, ukhti Rizka, ukhti Rus, ukhti Toti, ukhti Laila, ukhti Rofiq, ukhti Indah, akh Ari, akh Agus, akh Fahmi, akh Musta'in, akh Fauzan, akh Fauzan, akh Dibyo, dan akh
Kholis…syukron
telah
mengajarkan
penulis
arti
pengorbanan,
persaudaraan, dan mendorong penulis supaya menjadi orang yang senantiasa memperbaiki diri. 10. Ikhwah KAMMI Komisariat Walisongo: Al-Faruq ('03), Smart of Generation Club (SGC '04), Jaisyul Harokah (05), Revolution of Islam (ROIS '06), Darul Mukhoribin ('07), Jauharul Bilad ('08), Ruhul Jihad ('09). Semoga Allah memudahkan dan melindungi antum dalam menggapai Ridho-Nya. Amiin. 11. Ikwah Qolbun Salim di asrama: al-Kautsar, al-Izzah, al-Qudwah, Isybillah, asSyaja'ah, al-Husna, al-Firdaus, ar-Rayyan, dan Darussalam, semoga dapat mewujudkan Baiti Jannati. Amiin. 12. Ikhwah FLP (Forum Lingkar Pena) khususnya Zona Ngaliyan, semoga dapat menggoreskan pena mulia untuk dakwah Islam. 13. Ustadz dan Ustadzah TPQ Baitussalam, Bu Latifah, bu Fifah, Bu Yuli, Bu Tolhah, Bu Taslim, Bu Sattar, Bu Wid, Bu Sarwo, dan Pak Gholan, terimakasih telah mengajarkan penulis arti kesabaran dan kesungguhan. Parasantri Baitussalam semoga menjadi anak yang sholikh dan sholikhah, berguuna bagi agama dan masyarakat. 14. Saudaraku di Green House, mbak Jay, mbak Sholihah, mbak Dewi, mbak Aya, dik Sari, dik Iif, dan dik Anis. Terimakasih telah menerima kekurangan yang penulis miliki dan telah memberikan dukungan kepada penulis selama penyusunan skripsi. Semoga persaudaraan yang kita jalin Barokah. Amiin. 15. Para Sahabatku PAI B angkatan 2005, Alyah, mbak ida, mbak Fitri, ulis, eitik, Sundari, Umas, Nasekha, dan para sahabat yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas nasihat dan dukungannya selama penulis kuliah
ix
di IAIN Walisongo Semarang. Semoga kita semua dapat mewujudkan cita-cita yang diharapkan. Amiin. 16. Tim PPL Nurul Islami: Iin aina, Mbak Nisa', Atin, Mukhlisin, Nasuka, Nur Hadi, Naji'ullah, dan Subhan. Tim KKN Kaliputih 2009: Afri, Mbak Dewi, Hani', Bp. Mahmudi, Bp. Ali Masyhar, Bu Ngesti, dan Bu Wati. Crew DPU DT (Dompet Peduli Umat Daarut Tauhiid) dan Mahakarya DPU DT Periode 2008/2009 (Ukhti Rina, ukhti Rizka, Ukhti Sari, ukhti Nining, ukhti Titis, akh Wahid, akh Samaji, dan akh Taufiq. Terimakasih telah membantu penulis dalam menjalankan amanah, semoga kita dapat memanfaatkan ilmu yang telah kita dapat dengan baik. 17. Terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga segala kebaikan saudara-saudaraku semua mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Amiiin. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya konstruktif dari semua pihak agar skripsi ini lebih baik. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua terutama dapat memberikan kontribusi yang positif dalam mengajar siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) dan lingkup pendidikan umum. Amiiin.
Semarang, 10 Juni 2010 Penulis,
RANTINI NIM.053111213
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................
i
ABSTRAK ...............................................................................................
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................
iii
PENGESAHAN PENGUJI .......................................................................
iv
MOTTO ....................................................................................................
v
PERSEMBAHAN .....................................................................................
vi
DEKLARASI ...........................................................................................
vii
KATA PENGANTAR ..............................................................................
viii
DAFTAR ISI ............................................................................................
xi
DAFTAR TABEL .....................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
xviii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang .................................................................
1
B. Rumusan Masalah ............................................................
3
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .........................................
4
D. Penegasan Istilah .............................................................
4
E. Kajian Pustaka .................................................................
6
F. Metode Penelitian ............................................................
7
G. Sistematika Penulisan ......................................................
9
METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) BAGI ANAKTUNA GRAHITA A. Kajian Tentang Anak Tunagrahita ....................................
11
1. Pengertian ..................................................................
12
2. Karakteristik Anak Tunagrahita ..................................
14
3. Faktor Penyebab Tunagrahita .....................................
16
4. Klasifikasi Anak Tunagrahita .....................................
16
xi
5. Pendidikan bagi Anak Tunagrahita .............................
18
B. Kajian Tentang Metode Pembelajaran PAI Bagi Anak
BAB III
Tunagrahita ......................................................................
22
1. Pengertian Metode Pembelajaran bagi Anak Tunagrahita
22
2. Prinsip-prinsip Pembelajaran PAI bagi Anak Tunagrahita
23
3. Model Pembelajaran PAI bagi Anak Tunagrahita ........
27
4. Metode Pembelajaran PAI bagi Anak Tunagrahita .....
33
PELAKSANAAN METODE PEMBELAJARAN PAI BAGI ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI (SLBN) SEMARANG A. Profil Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Semarang ........
38
1. Selayang Pandang SLBN Semarang ...........................
38
2. Layanan Pendidikan SLBN Semarang ........................
39
3.
Visi dan Misi SLBN Semarang .................................
39
4. Struktur Organisasi SLBN Semarang .........................
40
5. Data Guru dan Karyawan ...........................................
42
6. Data Siswa SMP LB (Sekolah Menengah Luar Biasa) Bagian C ....................................................................
42
7. Sarana dan Prasarana SLBN Semarang ......................
44
8. Kurikulum ..................................................................
44
B. Metode Pembelajaran PAI Bagi Anak Tunagrahita di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Semarang .................
45
1. Demontrasi .................................................................
46
2. Diskusi .......................................................................
47
3. Tanya Jawab ..............................................................
48
4. Ceramah .....................................................................
49
5. Pemberian Tugas ........................................................
50
6. Metode Drill atau Latihan ..........................................
51
xii
BAB IV
ANALISIS PEMBELAJARAN PAI BAGI ANAK TUNAGRAHITA DI SLBN SEMARANG A. Kurikulum PAI bagi Anak Tunagrahita ............................
55
B. Proses Penerapan Metode Pembelajaran PAI bagi Anak Tunagrahita ...................................................................... BAB V
57
KESIMPULAN A. Kesimpulan ......................................................................
66
B. Saran ................................................................................
67
C. Penutup ............................................................................
68
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xiii
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1 Model pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus ...................
33
2. Tabel 2 Struktur Organisasi SLB Negeri Semarang .............................
41
3. Tabel 3 Data Siswa SMPLB SLBN Semarang…………………………
43
xiv
DAFTAR GAMBAR 1. Bapak Umar, S.HI mengajar siswa tunagraita SMPLB 2. Bapak Umar, S.HI mengajari siswa tunagrahita dalam membaca dan menulis 3. siswa tunagrahita SMPLB menulis di papan tulis 4. Hasil tulisan siswa tunagrahita SMPLB di papan tulis 5. Siswa tunagrahita SMPLB mengikuti pembelajaran 6. Wawancara penulis dengan Bapak Umar, S.HI
xv
DAFTAR LAMPIRAN 1.
Kurikulum PAI SMP LB-C SLB Negeri Semarang
2.
Standar Isi SMPLB-C SLB Negeri Semarang
3.
Silabus PAI SMPLB-C SLB Negeri Semarang
4.
Data Guru dan Karyawan SMPLB-C SLB Negeri Semarang
5.
Sarana dan Prasarana SLBN Semarang
6.
Tata Tertib Siswa SLB Negeri Semarang
7.
Tata Tertib Guru SLB Negeri Semarang
8.
Denah SLB Negeri Semarang
9.
Surat Riset dari Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
10. SK Riset dari SLB Negeri Semarang 11. Penunjukan Pembimbing Skripsi 12. SK Kegiatan KO Kurikuler 13. Transkip Keterangan KO Kurikuler 14. Surat Keterangan Bebas Kuliah 15. Piagam PASSKA 2005 IAIN Walisongo Semarang 16. Piagam PASSKA 2005 Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang 17. Piagam KKN 18. Daftar Riwayat Hidup
xvi
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dilakukan agar seseorang memperoleh pemahaman tentang suatu ilmu. Pendidikan juga mempermudah seseorang menyesuaikan diri dengan
lingkungan
sekitar.
Selain
sebagai
kebutuhan,
pendidikan
diselenggarakan dalam rangka menjalankan amanat pasal 31 ayat 1 yang berbunyi “Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran”.2 Pada pasal di atas, ditegaskan bahwa pengajaran diberikan kepada setiap warga negara. Pengajaran yang diberikan selain ilmu umum juga ilmu agama. Ilmu pengetahuan umum misalnya science, ilmu moral, ilmu ecsact, dan lain-lain. Ilmu pengetahuan umum diajarkan kepada anak supaya memiliki pengetahuan tentang lingkungan sekitarnya. Ilmu agama diberikan supaya anak memiliki akhlak mulia dan bertaqwa kepada Allah SWT. Pendidikan agama Islam bertujuan untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan siswa tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara juga untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi.3 Tujuan pendidikan ini ditujukan kepada semua manusia, tidak memandang orang tersebut normal maupun abnormal. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS An-Nuur ayat 61.
}§øŠ©9 ’n?tã 4‘yJôãF{$# Ólt•ym Ÿwur ’n?tã Ælt•ôãF{$# Ólt•ym Ÿwur ’n?tã Çك̕yJø9$# Ólt•ym Ÿwur #’n?tã öNà6Å¡àÿRr& br& (#qè=ä.ù's? .Ï... (61)
2 3
Tim Srikandi, UUD 45 dan Amandenmennya, (Surabaya: Tim Srikandi, 2010), hlm.39. Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), hlm.22.
38
39
“Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang,tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama-sama mereka)......4.
Atas dasar pandangan tersebut maka semua orang, baik normal maupun tidak normal mempunyai hak yang sama dalam memperoleh pendidikan.
Bagi
orang
yang
tidak
normal,
karena
kelainan
dan
kekurangannya maka mereka memerlukan bantuan yang lebih banyak dalam menjalani kehidupan khususnya di bidang pendidikan. Sehingga mereka dapat menunaikan kewajiban terhadap Allah SWT, masyarakat, dan dirinya sendiri. Istilah berkelainan dalam percakapan sehari-hari dikonotasikan sebagai sesuatu yang menyimpang dari rata-rata pada umumnya. Penyimpangan tersebut mempunyai nilai lebih atau kurang. Pendidikan bagi anak berkelainan atau luar biasa merupakan bagian dari ilmu Pendidikan Luar Biasa (PLB) atau sering disebut ortopedagogik.5 Pendidikan luar biasa (PLB) bukan merupakan pendidikan yang secara keseluruhan berbeda dari pendidikan pada umumnya. Jika kadang-kadang diperlukan pelayanan yang terpaksa memisahkan anak luar biasa dari anak lain pada umumnya, hendaknya dipandang untuk keperluan pembelajaran (instruction). Hal ini berarti bahwa pemisahan anak luar biasa dari anak lain pada umumnya hendaklah dipandang untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan belajar yang terprogram, terkontrol, dan terukur atau yang secara ringkas disebut tujuan instruksional khusus (Instructional objectives). Penelitian ini akan membahas tentang anak yang mempunyai kelainan mental rendah atau tunagrahita. Klasifikasi tunagrahita ada tiga macam, yaitu ringan, sedang, dan berat. Fokus penelitian ini adalah anak tunagrahita ringan. Pendidikan bagi penyandang kelainan atau ketunaan ditetapkan dalam Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 4
Depag RI, Mushaf al-Qur an Terjemah, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2002), hlm 139. Mulyono Abdurrahman, Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar , (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), cet.2, hlm.19. 5
39
40
32 di sebutkan bahwa: “Pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial ”. 6 Ketetapan dalam undang-undang tersebut sangat berarti bagi anak berkelainan, karena memberi landasan yang kuat bahwa anak berkelainan perlu memperoleh kesempatan yang sama sebagaimana yang diberikan kepada anak normal lainnya dalam hal pendidikan dan pembelajaran. Seorang pendidik yang berkecimpung dalam dunia pembelajaran, supaya proses pembelajaran dapat berjalan efektif dan efisien maka penguasaan materi saja tidaklah cukup. Ia harus menguasai berbagai metode penyampaian yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Pendidik juga harus memperhatikan kemampuan yang dimiliki peserta didik. Para pendidik harus pandai memilih dan menggunakan metode yang akan digunakan. Anak yang menyandang tunagrahita (terbelakang mental) tentu memerlukan metode yang tepat agar materi pelajaran dapat diterima dengan baik. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui metode dan penerapan pembelajaran PAI bagi anak tunagrahita. Oleh karena itu penulis mengangkat judul penelitian “METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) BAGI ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI (SLBN) SEMARANG”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan diatas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut. 1. Metode apa saja yang digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi anak tunagrahita di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Semarang?
6
Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm.1.
40
41
2. Bagaimanakah penerapan metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi anak tunagrahita di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Semarang?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1. Metode yang digunakan dalam pembelajaran PAI bagi anak tunagrahita di SLBN Semarang. 2. Penerapan metode pembelajaran PAI
bagi anak tunagrahita di SLBN
Semarang. Sedangkan manfaat penelitian antara lain : 1. Dapat memberikan kontribusi dibidang pendidikan pada umumnya dan pendidikan untuk siswa tunagrahita pada khususnya tentang pemberian metode yang tepat dalam proses pembelajaran PAI. 2. Dapat memberikan pertimbangan bagi guru SLB, khususnya yang mengajar siswa tunagrahita agar dapat menerapkan metode pembelajaran yang tepat sehingga mata pelajaran dapat diterima oleh siswa dengan baik.
D. Penegasan Istilah Agar mempermudah pemahaman terhadap skripsi tentang “Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi Anak Tunagrahita di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN ) Semarang”, maka terlebih dahulu akan dijelaskan istilah yang terdapat dalam judul skripsi, sehingga dapat menghindari terjadinya kesalahan dalam mengartikannya. 1. Metode Pembelajaran PAI Para ahli mendefinisikan metode sebagai berikut : a. Hasan Langgulung, mendefinisikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan. b. Ab. al–Rahman Ghunaimah mendefinisikan bahwa metode adalah cara-cara yang praktis dalam mencapai tujuan pengajaran.
41
42
c. Al-Ahrasy mendefinisikan bahwa metode adalah jalan yang kita ikuti untuk memberikan pengertian kepada peserta didik tentang segala macam metode dalam berbagai pelajaran. 7 Pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru. Dimyati dan Mudjiono mendefinisikan pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.8 Sedangkan Gagne mendefinisikan instruction is a set of event that effect learners in such as a way that learning is facilitated.9 Jadi metode pembelajaran adalah suatu cara yang dirancang untuk membantu siswa dalam mempelajari suatu kemampuan atau nilai untuk mencapai tujuan pendidikan. Menurut Achmadi, Pendidikan Agama Islam adalah usaha yang lebih khusus ditekankan untuk mengembangkan fitrah keberagamaan subyek
didik
agar
lebih
mampu
memahami,
menghayati,
dan
mengamalkan ajaran-ajaran Islam.10 Ramayulis berpendapat bahwa Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertaqwa, berakhlak mulia, mengamalkan ajaran Islam, dan sumber utamanya kitab suci alQur’an dan al-Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman.11 Jadi metode pembelajaran PAI adalah suatu cara yang dirancang untuk membantu siswa dalam mempelajari suatu kemampuan atau nilai agar dapat mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertaqwa, berakhlak mulia, mengamalkan ajaran Islam, dan sumber utamanya kitab 7
Ramayulis, Op.Cit., hlm.3. Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: IKAPI, 2003), hlm.61-62. 9 Wina Sanjana, Kajian Kurikulum dan Pembelajaran, (Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia), hlm 274. 10 Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm.29. 11 Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia,2001), hlm.21 8
42
43
suci al-Qur’an dan al-Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman untuk mencapai tujuan pendidikan. 2. Anak Tunagrahita Pemakaian kata "anak" dalam skripsi adalah siswa yang belajar di suatu lembaga pendidikan. Dalam penelitian ini, pemakaian kata "anak" dan "siswa" adalah sama maknanya, yaitu siswa yang belajar dalam suatu lembaga pendidikan. Sutjihati Somantri, mendefinisikan anak tunagrahita adalah anak yang
mempunyai
kemampuan
dibawah
rata-rata.12
Nur’aeni
mendefinisikan anak tunagrahita adalah seseorang yang memiliki kemampuan intelektual/IQ dan keterampilan penyesuaian dibawah ratarata teman seusianya.13 Bagian C adalah penyebutan untuk kelompok anak terbelakang mental.14 Anak tunagrahita yang dimaksud adalah siswa SLBN Semarang yang menyandang tunagrahita ringan atau anak tunagrahita mampu didik. 3. Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Semarang Sekolah Luar Biasa adalah sekolah
yang mengajar anak-anak
berkelainan, mulai dari tunarungu, tunanetra, tunawicara, tunagrahita, tunadaksa, dan autis. Yang diteliti oleh penulis adalah anak-anak yang menyandang tunagrahita. di SLBN Semarang yang terletak di Jl. Elang Raya no. 2 Ketileng Semarang. Untuk selanjutnya Sekolah Luar Biasa akan ditulis dengan SLB.
E. Kajian Pustaka Kajian pustaka ini diperoleh dari buku pedoman yang berisi bahan kajian yang relevan dengan permasalahan yang penulis teliti saat ini. Penelusuran 12
pustaka
dimaksudkan
untuk
mempertajam
metodologi,
Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa (Bandung: Refika Aditama, 2008),
hlm.102. 13
Nur’aeni, Intervensi Dini Bagi anak Bermasalah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm
105. 14
Sapariadi,et.al., Mengapa Anak Berkelainan Perlu Mendapat Pendidikan, (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), hlm.46.
43
44
memperkuat kajian teoritis dan memperoleh informasi terkait dengan penelitian yang dilakukan.15 Berikut ini dipaparkan beberapa buku yang dipakai sebagai buku panduan yang relevan dengan skripsi penulis. 1. Bandi Delphie, "Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus", Bandung: Refika Aditama, 2006. Berisi tentang karakteristik ABK (Anak Berkebutuhan Khusus), yang didalamnya adalah anak tunagrahita. Buku ini juga membahas tentang perspektif psikopedagogi anak tunagrahita dengan upaya iontervensi dalam pendidikan. Dalam psikopedagodis anak tunagrahita, interaksi anak terhadap lingkungannya dihadapkan pada tiga dimensi utama, yaitu kemampuan, lingkungan, dan kebutuhan. Buku ini juga membahas mengenai model IEP (Individualized Educational Program) sebagai model pembelajaran individual bagi anak tunagrahita dengan memperhatikan kemampuan masing-masing siswa.16 2. Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara, 2006. Buku ini membahas tentang seluk beluk anak berkelainan, mulai dari tuna netra, tunarung, tunagrahita, tunadaksa, dan tuna laras. Dalam buku ini, pembahasan tentang anak tunagrahita adalah
pengertian,
klasifikasi,
etiologi,
dampak
ketunagrahitaan,
kemampuan berbahasa, dan hambatan kognitif anak tunagrahita.17 3. Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2005. Buku ini membahas tentang metode-metode pembelajaran PAI: ceramah, tanya jawab, diskusi, pemberian tugas, demonstrasi, eksperimen, sosiodrama, kerja kelompok, pemecahan masalah, dan simulasi. Masingmasing metode disertai langkah-langkah penerapannya dalam proses pembelajaran serta kelebihan dan kelemahannya.18
15
Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hlm.105. Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: Refika Aditama, 2006), hlm. 141-158 17 Mohammad Efendi, Op.Cit, hlm. 87-110. 18 Ramayulis, Op.Cit, hlm.45-77. 16
44
45
F. Metode Penelitian Penelitian merupakan kegiatan untuk menemukan, mengembangkan atau mengkaji suatu pengetahuan. Oleh Karena itu penelitian harus di laksanakan secara sistematis dan rasional. 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah kualitatif deskriptif, yaitu penelitian kualitatif yang berusaha memberikan dengan sistematis format fakta-fakta aktual dan sifat populasi tertentu.19 Penelitian ini untuk memperoleh faktafakta atau peristiwa yang terjadi khususnya metode pembelajaran PAI yang digunakan dalam pembelajaran PAI bagi anak tunagrahita tingkat SMPLB C di SLBN Semarang sekaligus penerapannya. 2.
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SLBN Semarang yang berlokasi di Jl. Elang Raya No.2 Ketileng Semarang. Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 16 Februari-2 April 2010.
3. Fokus Penelitian Spradley menyatakan bahwa
A
focused refer to a single a
cultural domain or a view related domains .20 Maksudnya adalah fokus itu merupakan domain tunggal atau beberapa domain yang terkait dengan situasi sosial (lapangan). Fokus penelitian ini adalah metode pembelajaran PAI dan penerapannya yang siswanya adalah penyandang tunagrahita ringan tingkat SMPLB. 4. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini berasal dari informan, KBM, dan dokumentasi. Informan dalam penelitian ini adalah guru PAI dan wakil kepala kurikulum. Sumber data dari KBM adalah digunakan untuk mengetahui metode pembelajaran PAI dan penerapannya bagi siswa tunagrahita. Sumber data dari dokumentasi untuk mendapatkan data
19
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm.1. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, di kutip dari Spradley, (Bandung: Alfabeta, 2008), hlm. 208-209. 20
45
46
tentang visi misi SLBN Semarang, data siswa tunagrahita, data guru, kurikulum, dan sarana prasarana yang tersedia di SLBN Semarang. 5. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.21 Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen adalah peneliti itu sendiri. Peneliti sebagai instrumen meliputi pemahaman tentang metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan tentang anak tunagrahita, dan pemahaman terhadap metode pembelajaran PAI. 6. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: a. Observasi Dalam proses pengumpulan data, salah satu metode yang digunakan adalah observasi. Observasi adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan terhadap obyek baik secara langsung ataupun tidak langsung.22 Kegiatan observasi ini penulis gunakan untuk memperoleh metode pembelajaran PAI bagi anak tunagrahita dan penerapannya. Penulis melakukan pengamatan secara langsung ke lokasi penelitian. b. Wawancara Wawancara adalah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.23 Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui metode pembelajaran PAI bagi anak tunagrahita dan penerapannya, kurikulum yang digunakan dan prinsipprinsip pembelajaran PAI bagi siswa tunagrahita ringan. Wawancara dilakukan dengan stake holder SLBN Semarang yang meliputi kepala
21 22
Ibid, hlm.34. Mohamad Ali, Penelitian Pendidikan, Prosedur dan Strategi (Bandung: Angkasa, 1987),
hlm. 91 23
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta), ed., VI, hlm.155.,
46
47
sekolah, guru PAI SMPLB, wakil kepala kurikulum, dan wakil kepala kesiswaan. c. Dokumentasi Dokumentasi merupakan sarana pembantu peneliti dalam mengumpulkan data atau informasi dengan cara membaca surat-surat pengumuman, pernyataan tertulis tentang kebijakan tertentu, dan bahan-bahan
tertulis
lainnya.24
Metode
ini
digunakan
untuk
memperoleh data yang berhubungan dengan SLBN Semarang, seperti struktur organisasi, data guru dan karyawan, data siswa, kurikulum, dan lain sebagainya. 7. Validasi Data Validasi data kualitatif menunjukkan sejauh mana tingkat interpretasi dan konsep-konsep yang diperoleh memiliki makna yang sesuai antara partisipan dengan peneliti. 25 Validasi data dalam penelitian ini menggunakan strategi multi metode, dengan memadukan beberapa teknik penelitian pengumpulan data seperti wawancara, observasi, studi dokumentasi, dan sumber (kepala sekolah, guru PAI, siswa, dan Waka Kurikulum) dalam pengumpulan dan analisis data (triangulasi). 8. Teknik Analisis Data Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan
lain,
sehingga
dapat
mudah
dipahami,
dan
dapat
diinformasikan kepada orang lain. Dalam hal ini, penulis menggunakan analisis data kualitatif, yang mana data dianalisis dengan metode deskriptif analisis, yaitu dengan mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, atau kejadian yang terjadi saat sekarang atau memusatkan perhatian pada masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian dilaksanakan. 24
Jonathan Sarwono, Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), hlm. 225. 25 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 99.
47
48
BAB II METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) BAGI ANAK TUNAGRAHITA A. Kajian Tentang Anak Tunagrahita 1. Pengertian Sebelum menuju pembahasan tentang tunagrahita, akan dijelaskan terlebih dahulu tentang anak berkelainan. Istilah berkelainan, dalam percakapan sehari-hari dikonotasikan sebagai sesuatu yang menyimpang dari rata-rata umumnya. Penyimpangan tersebut mempunyai nilai lebih atau kurang, baik dalam hal fisik, mental maupun karakteristik perilaku sosialnya. Anak yang dikategorikan memiliki kelainan dalam aspek fisik, meliputi kelainan indera penglihatan (tunanetra), indera pendengaran (tunarungu), kelainan kemampuan bicara (tunawicara), dan kelainan fungsi anggota tubuh (tunadaksa). Kelainan dalam aspek mental meliputi tunagrahita dan anak jenius. Anak yang memiliki kelainan dalam aspek sosial adalah anak yang memiliki kesulitan dalam menyesuaikan perilakunya terhadap lingkungan sekitarnya. Anak yang termasuk dalam kelompok ini dikenal dengan sebutan tuna laras. 26 Penelitian ini akan membahas siswa tunagrahita ringan. Penyebab terjadinya kelainan pada seseorang sangat beragam jenisnya, namun secara umum dilihat dari masa terjadinya kelainan itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi: sebelum kelahiran (prenatal), pada saat kelahiran, (neonatal), dan setelah kelahiran (postnatal). a. Prenatal Prenatal yaitu masa dimana anak masih berada dalam kandungan yang diketahui telah memiliki ketunaan (kelainan). Kelainan yang terjadi pada masa prenatal berdasarkan periodisasinya dapat terjadi pada periode embrio, periode janin 26
Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm.3.
48
49
muda, dan periode janin aktini (arkanda,1984). Periode embrio dimulai sejak saat pembuahan sampai kandungan berumur 3 bulan, periode janin muda berlangsung antara 3-6 bulan, dan periode janin aktini berlangsung antara 6-9 bulan. Faktor lain yang mempengaruhi kelainan anak pada masa prenatal ini antara lain penyakit kronis, diabetes, anemia, kanker, kurang gizi, obat-obatan, dan bahan kimia lain yang berinteraksi dengan ibu anak semasa hamil. b. Neonatal Neonatal yaitu masa dimana kelainan itu terjadi pada saat bayi dilahirkan. Ada beberapa sebab kelainan saat anak dilahirkan, antara lain anak lahir sebelum waktunya (prematurity), lahir dengan bantuan alat (tap verlossing), posisi bayi tidak normal, atau karena kesehatan bayi yang bersangkutan. c. Postnatal Postnatal yaitu masa dimana kelainan itu terjadi setelah bayi dilahirkan, atau saat anak dalam masa perkembangan. Ada beberapa sebab kelainan setelah anak dilahirkan, antara lain infeksi, luka, bahan kimia, dan lain-lain. 27 Mental dan kecerdasan bagi manusia sangat penting. Dengan bekal mental/kecerdasan yang memadai, dinamika hidup menjadi lebih indah dan harmonis, sebab melalui kecerdasan mental, manusia dapat merencanakan atau memikirkan hal-hal yang bermanfaat dan menyenangkan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Selama manusia beraktifitas, ia akan melibatkan mental sebagai pengendali motoriknya. Gangguan mental terdapat pada seseorang, berarti ia telah kehilangan sebagian besar kemampuan untuk mengabstraksi peristiwa yang ada di lingkungannya secara akurat. Tingkat intelegensi orang tersebut berada dibawah rata-rata dan disebut dengan anak tunagrahita. Dalam kepustakaan bahasa asing, tunagrahita disebut dengan istilah mental retardation, mental deficiency, mental defective dan lainlain. Dalam bahasa Indonesia, istilah tunagrahita disebut juga terbelakang mental atau hendaya perkembangan.
27
Ibid, hlm.12-13
49
50
Pengertian tunagrahita menurut beberapa ahli antara lain : a. Bandi Delphie mendefinisikan anak dengan hendaya perkembangan (tunagrahita) adalah anak yang memiliki problema belajar yang disebabkan adanya hambatan perkembangan inteligensi, mental, emosi, sosial, dan fisik.28 b. Mohammad Effendy mendefinisikan tunagrahita adalah seseorang yang memiliki kecerdasan mental dibawah normal. c. Bratanata, mendefinisikan tunagrahita adalah seseorang memiliki kecerdasan sedemikian rendahnya (dibawah normal), sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan spesifik, termasuk dalam program pendidikan. d. AAMD
(The
mendefinisikan
American
Association
tunagrahita
adalah
on
Mental
seseorang
Deficiency)
yang
memiliki
kecerdasan dibawah rata-rata dan mengalami kesulitan penyesuaian sosial dalam setiap fase perkembangannya.29 e. Nur’aeni, mendefinisikan tunagrahita adalah mereka yang memiliki kemampuan intelektual dibawah rata-rata teman seusianya.30 f. Sutjihati Somantri, berpendapat bahwa tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-rata.31 Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa tunagrahita adalah seseorang yang memiliki kemampuan intelektual dibawah rata-rata, sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan dari orang lain dan layanan khusus. Penafsiran yang salah seringkali terjadi di masyarakat awam bahwa keadaan kelainan mental tunagrahita dianggap seperti suatu penyakit sehingga dengan memasukkan ke lembaga pendidikan atau perawatan
28
Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Tunagrahita (Bandung: Refika Aditama, 2006),
hlm. 2. 29
Mohammad Efendi, op.cit., hlm.88-89. Nur’aeni, Intervensi Dini bagi Anak Bermasalah (Jakarta: Rineka Cipta), hlm. 105. 31 Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: Refika Aditama), hlm. 102. 30
50
51
khusus, anak tunagrahita tidak ada hubungannya dengan penyakit atau sama dengan penyakit. Rendahnya kapabilitas mental pada anak tunagrahita akan berpengaruh terhadap kemampuannya dalam menjalankan fungsi-fungsi sosial. keterbatasan daya fikir yang dimiliki anak tunagrahita membuat mereka kesulitan menjalani aktifitas sehari-hari dengan kemampuannya sendiri. Mereka membutuhkan dukungan yang lebih dari orang tua dan lingkungannya agar bisa hidup mandiri. Oleh karena itu, anak tunagrahita membutuhkan layanan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan mereka. 2. Karakteristik Anak Tunagrahita Tunagrahita atau terbelakang mental merupakan kondisi dimana perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang optimal. Karakteristik anak tunagrahita menurut Sutjihati Somantri adalah: a. Keterbatasan Inteligensi Inteligensi merupakan kemampuan untuk mempelajari informasi dan ketrampilan-ketrampilan menyesuaikan diri dengan masalah-masalah dan situasi-situasi kehidupan baru, belajar dari pengalaman masa lalu, berfikir abstrak, kreatif, dapat menilai secara kritis, menghindari kesalahan-kesalahan, mengatasi kesulitankesulitan, dan kemampuan untuk merencanakan masa depan. Anak tunagrahita memiliki kekurangan dalam hal tersebut. Kapasitas belajar anak tunagrahita terutama yang bersifat abstrak seperti menulis, berhitung, dan membaca juga sangat terbatas. b. Keterbatasan Sosial Disamping memiliki keterbatasan inteligensi, anak tunagrahita juga memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dan bergaul di masyarakat. Oleh karena itu mereka memerlukan bantuan dari orang lain untuk membantu mereka berinteraksi dengan lingkungan.
51
52
Anak tunagrahita cenderung berteman dengan anak yang lebih muda usianya, ketergantungan terhadap orang tua sangat besar, tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana, sehingga mereka harus selalu dibimbing dan diawasi. Mereka juga mudah dipengaruhi dan cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya. c. Keterbatasan Fungsi Mental Anak tunagrahita memerlukan waktu lebih lama untuk menyelesaikan reaksi pada situasi yang baru dikenalnya. Mereka memperlihatkan reaksi terbaiknya bila mengikuti hal-hal yang rutin dan secara konsisten dialaminya dari hari ke hari. Anak tunagrahita tidak dapat menghadapi suatu kegiatan atau tugas dalam jangka waktu yang lama.32 Anak tunagrahita juga memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa. Mereka bukannya mengalami kerusakan artikulasi, akan tetapi pusat pengolahan (perbendaharaan kata) yang kurang berfungsi sebagaimana mestinya. Karena alasan itu mereka membutuhkan kata-kata konkret yang sering didengarnya. Persamaan dan perbedaan harus ditujukan secara berulang-ulang. Latihan-latihan sederhana seperti mengajarkan konsep besar dan kecil, keras dan lemah, perlu menggunakan pendekatan yang konkrit. Selain itu mereka juga kurang mampu untuk mempertimbangkan sesuatu, membedakan yang baik dan yang buruk. Nur’aeni berpendapat bahwa karakteristik anak tunagrahita antara lain: a. Perkembangan senantiasa tertinggal dibanding teman sebayanya b. Tidak mampu mengubah cara hidupnya, ia cenderung rutin. Jika terjadi hal baru di lingkungannya, ia menjadi bingung dan risau. c. Perhatiannya tidak dapat bertahan lama, amat singkat. d. Kemampuan berbahasa dan berkomunikasinya terbatas, umumnya anak gagap. 32
Ibid, hlm. 106
52
53
e. Sering tidak mampu menolong diri sendiri. f. Motif belajarnya rendah sekali. g. Irama perkembangannya tidak rapi, suatu saat meningkat tinggi, tapi saat yang lain menurun drastis. h. Tidak peduli pada lingkungan.33
3. Faktor Penyebab Tunagrahita Faktor penyebab tunagrahita dilihat dari sisi pertumbuhan dan perkembangan, penyebab ketunagrahitaan menurut Devenport, dapat dirinci sebagai berikut: a. Kelainan atau ketunaan yang timbul pada benih plasma. b. Kelainan atau ketunaan yang dihasilkan selama penyuburan plasma. c. Dikaitkan dengan implantasi d. Timbul dalam embrio e. Timbul dari luka saat kelahiran f. Timbul dalam janin
4. Klasifikasi Anak Tunagrahita Para Psikolog dalam mengklasifikasikan anak tunagrahita mengarah kepada indeks mental intelegensinya, indikasinya dapat dilihat pada angka hasil tes kecerdasan, seperti IQ 0-25 di kategorikan idiot, IQ 25-50 dikategorikan imbesil, IQ 50-75 dikategorikan debil. Bagi seorang pedagog, dalam mengklasifikasikan anak tunagrahita didasarkan pada penilaian program pendidikan yang disajikan pada anak. Dari penilaian tersebut, dapat dikelompokkan menjadi anak tunagrahita mampu didik (debil), anak tunagrahita mampu latih (imbecil), dan anak tunagrahita mampu rawat (idiot). a. Anak tunagrahita mampu didik (debil) Debil adalah anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti program sekolah biasa, tetapi ia masih memiliki kemampuan yang 33
Nur’aeni., op.cit., hlm.108.
53
54
dapat dikembangkan melalui pendidikan walaupun hasilnya tidak maksimal. Kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak tunagrahita mampu didik antara lain : 1) Membaca, menulis, berhitung. 2) Menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan diri pada orang lain. 3) Ketrampilan yang sederhana untuk kepentingan kerja di kemudian hari Jadi, debil tergolong anak tunagrahita yang dapat dididik dalam bidang-bidang akademis, sosial dan pekerjaan walaupun hasilnya tidak maksimal. b. Anak tunagrahita mampu latih (Imbecil) Imbesil adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan sedemikian rendahnya sehingga tidak bisa mengikuti program yang diperuntukkan bagi anak debil. Kemampuan anak tunagrahita mampu latih yang dapat di berdayakan antara lain : 1) Belajar
mengurus
diri
sendiri,
misalnya
makan,
minum,
berpakaian, tidur, dan lain-lain. 2) Belajar menyesuaikan diri dilingkungan rumah dan sekitarnya. 3) Mempelajari kegunaan ekonomi di rumah, di bengkel kerja, atau di lembaga khusus.34 Anak imbecil disebut juga anak tunagrahita ringan, mereka adalah penyandang down syndrome, disebut mongoloid. Ciri-cirinya kepala kecil, mata sipit seperti orang Mongolia, gendut, pendek, hidung pesek. Penyebabnya karena keturunan, kerusakan otak, infeksi. Infeksi dapat terjadi pada ibu hamil, seperti rubela, herpes, sipilis. Infeksi yang menimbulkan kerusakan otak anak dapat juga timbul
34
Efendi, op.cit., hlm.90-106.
54
55
akibat bayi yang baru lahir itu adalah meningitis, ecephalitis, hydrocephalus, microcephalus.35 c. Anak tunagrahita mampu rawat (Idiot) Idiot adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan sangat rendah sehingga ia tidak mampu mengurus diri sendiri atau sosialisasi. Patton berpendapat bahwa anak tunagrahita mampu rawat adalah anak tunagrahita yang membutuhkan perawatan sepenuhnya sepanjang hidupnya, karena ia tidak mampu terus hidup tanpa bantuan orang lain (totally dependent).36 5. Pendidikan Bagi Anak Tunagrahita Syekh Musthofa al-Ghulayani, dalam kitabnya Idhatun Nasyi in mendefinisikan pendidikan sebagai berikut:
: ”Pendidikan adalah menanamkan akhlak yang mulia pada jiwa anak dan menyiraminya dengan bimbingan dan nasihat, sehingga menjadi memiliki kepribadian kemudian buahnya menjadi keutamaan dan kebaikan serta senang terhadap segala tindakan untuk manfaat tanah air”37 Pendidikan Agama Islam dilaksanakan supaya peserta didik memiliki akhlak mulia dan kehadirannya dapat memberi manfaat terhadap lingkungan sekitarnya. Hal ini tidak mustahil jika diterapkan kepada anak tunagrahita, walaupun kemampuan intelektualnya terbatas. Ruang lingkup materi PAI juga sama dengan siswa normal, yaitu: 1) al-Qur'an dan Hadits 2) Aqidah 3) Akhlak 35
Nur’aeni, op.cit., hlm. 107 Mohammad Efendi, op.cit hlm. 90-91 37 Syekh Musthofa al-Ghulayani, Idhatun Nasyi in, (Beirut: al-Maktabah al’Ashriyah, 1953), hlm.185 36
55
56
4) Fiqih 5) Tarikh dan Kebudayaan Islam. 38 Ruang lingkup materi PAI untuk siswa tunagrahita sama dengan siswa normal, akan tetapi kedalaman materinya berbeda. Misalnya dalam standar kompetensi, siswa normal dapat menjelaskan bacaan nun mati atau tanwin, maka standar kompetensi bagi siswa tunagrahita disederhanakan dengan siswa dapat menerapkan bacaan nun mati atau tanwin. Jadi penekanannya adalah siswa dapat menerapkan materi pelajaran. Kemampuan berfikir siswa yang sangat terbatas, membuat siswa sulit menjelaskan informasi yang telah diperolehnya. Amanat hak atas pendidikan bagi penyandang kelainan ditetapkan dalam undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional pasal 32 disebutkan bahwa: ”Pendidikan khusus menerapkan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa”. 39 Ketetapan dalam Undang-undang tersebut bagi anak berkelainan (tidak terkecuali anak tunagrahita), sangat berarti karena memberi landasan yang kuat bahwa anak berkelainan perlu memperoleh kesempatan yang sama sebagaimana yang diberikan kepada anak normal lainnya dalam hal pendidikan. Dengan memberikan kesempatan yang sama kepada anak tunagrahita untuk memperoleh pendidikan, berarti memperkecil kesenjangan pendidikan anak normal dengan anak tunagrahita. Selain itu, agar keberadaan anak tunagrahita di komunitas anak normal tidak semakin terpuruk. Oleh karena itu, pendidikan bagi anak tunagrahita pada khususnya dan anak berkelainan pada umumnya harus diselenggarakan. Penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkelainan diklasifikasikan 38
Kurikulum PAI SMPLB-C, (Semarang: SLB Negeri Semarang), hlm. 6 Direktorat Jendral Pendidikan Islam, Undang-undang dan Peraturan pemerintah RI, tentang Pendidikan (Jakarta: Departemen Agama RI, 2006), hlm. 21. 39
56
57
berdasarkan bentuk kelainan yang dimiliki. Klasifikasi pendidikan bagi anak berkelainan adalah sebagai berikut: a. SLB A untuk kelompok anak tunanetra b. SLB B untuk kelompok anak tunarungu c. SLB C untuk kelompok anak tunagrahita d. SLB D untuk kelompok anak tunadaksa e. SLB E untuk kelompok anak tunalaras f. SLB F untuk kelompok anak dengan kemampuan di atas ratarata/superior g. SLB G untuk kelompok anak tunaganda .40 Landasan yang mendasari perlunya pendidikan bagi anak tunagrahita, yaitu landasan religius, landasan yuridis, dan landasan paedagogis. a. Landasan Religius 1. Kodrat Manusia Secara kodrati manusia memiliki sifat-sifat sebagai berikut: a) Manusia dilahirkan dalam keadaan yang lemah b) Tiada manusia yang sempurna c) Manusia sebagai makhluk individu 2. Kewajiban Sebagai Umat Beragama Setiap umat beragama, apapun agama yang dianut, berkewajiban untuk saling tolong menolong dan berbuat kebaikan terhadap sesama manusia. Dalam surat An-Nuur ayat 61 Allah berfirman:
Çك̕yJø9$# ’n?tã Ÿwur Ólt•ym Ælt•ôãF{$# ’n?tã Ÿwur Ólt•ym 4‘yJôãF{$# ’n?tã }§øŠ©9 ... (#qè=ä.ù's? br& öNà6Å¡àÿRr& #’n?tã Ÿwur Ólt•ym “Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama-sama mereka).......”.41 40
Mohammad Efendi, op.cit., hlm 31.
57
58
Atas dasar pandangan tersebut, maka anak tunagrahita mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk mendapatkan sesuatu yang diperlukan. Pendidikan sangat diperlukan anak tunagrahita. Pendidikan harus memberikan bantuan lebih banyak bagi mereka mengingat hambatan dan kekurangan mereka miliki. Hal ini dilakukan supaya mereka dapat mengembangkan potensi pribadinya secara optimal sehingga mereka dapat menunaikan kewajiban terhadap Allah SWT, masyarakat dan kepada dirinya sendiri. b. Landasan Yuridis Landasan yuridis adalah landasan yang berdasarkan hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Landasan yuridis Pendidikan agama di Indonesia terdapat dalam Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 30 ayat 1 berbunyi ”Pendidikan keagamaan di selenggarakan oleh pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. 42 Dalam PP RI NO.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 7 ayat 1 berbunyi : ”Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/ Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/ MAK atau bentuk lain yang sederajat dapat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan, dan teknologi, estetika, jasmani, olahraga, dan kesehatan”.43 Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan anak didik di dalam dan diluar sekolah. Hambatan dan gangguan secara teknik edukatif anak berkelainan memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus, karena
41
Depag RI, Mushaf al-Qur an Terjemah, (Jakarta; Pena Pundi Aksara, 2002), hlm. 359. Direktorat Jendral Pendidikan Islam, op.cit, hlm 21 43 Standar Nasional Pendidikan, PPRI NO 19 Tahun 2005 Tentang Standar Pendidikan Nasional, (Jakarta: LekDis, 2005), hlm 16 42
58
59
sekolah-sekolah umum tidak dapat memberikan pendidikan yang efektif bagi mereka. Faktor pendidikan memegang peranan penting pada anak tunagrahita untuk mengembangkan potensi dan bakat yang mereka miliki. Pendidikan agama Islam harus di ajarkan kepada anak tunagrahita. 44 B. Kajian Tentang Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Tunagrahita 1. Pengertian Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Tunagrahita. Metode adalah jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan. Pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru. Dimyati dan Mudjiono mendefinisikan pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat peserta didik belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.45 Jadi metode pembelajaran adalah suatu cara yang dirancang untuk membantu peserta didik mempelajari suatu kemampuan atau nilai untuk mencapai tujuan pendidikan. Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik dalam mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertakwa, berakhlak mulia, mengamalkan ajaran agama dari sumber utamanya al-Qur’an dan al-Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pembelajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman. Anak tunagrahita adalah anak yang mempunyai kecerdasan intelektual dibawah rata-rata. Jadi metode pembelajaran PAI bagi anak tunagrahita adalah suatu cara menyajikan bahan pelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam) kepada peserta didik yang memiliki kemampuan intelektual dibawah rata-rata
44
Sapariadi, dkk, Mengapa Anak Berkelainan Perlu Mendapat Pendidikan (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), hlm. 25-26. 45 Syaiful Sagala, Konsep dan Makna pembelajaran, (Bandung: IKAPI, 2003), hlm.6162.
59
60
supaya mengimani dan mengamalkan ajaran Islam sehingga menjadi manusia yang bertakwa kepada Allah SWT. 2. Prinsip-prinsip Pembelajaran PAI bagi Anak Tunagrahita Siswa tunagrahita mempunyai permasalahan yang majemuk dan komplek dalam proses pembelajaran. Pembelajaran PAI hendaknya menyesuaikan dengan karakteristik dan spesifikasi kemampuan siswa. Penyesuaian tersebut baik dari segi mental, sosial, fisik, intelegensi kemampuan motorik dan psikososialnya. Adapun prinsip-prinsip pembelajaran bagi siswa tunagrahita dibagi menjadi prinsip-prinsip umum dan prinsip-prinsip khusus. a. Prinsip-Prinsip Umum 1) Prinsip Kasih Sayang. Setiap proses pembelajaran hendaknya dilakukan dengan dasar kasih sayang, sifat kasih sayang merupakan prinsip dasar. Prinsip kasih sayang ini diartikan sebagai pemberian perhatian secara tulus-ikhlas oleh guru kepada para siswanya, yaitu menyangkut kesediaan pendidik untuk berbahasa lemah lembut, berperangai sabar dan tidak mudah marah, suka memaafkan, rela berkorban, bertindak sportif, memberi contoh prilaku yang positif, ramah, supel terhadap para siswanya. Pemberian kasih sayang kepada siswa tunagrahita merupakan salah satu cara untuk menarik perhatian siswa dalam proses pembelajaran. Dengan sikap tersebut diharapkan siswa tertarik dan memperhatikan apa yang diajarkan oleh guru, sehingga akan menumbuhkan rasa percaya diri. Misalnya ketika siswa yang memiliki perilaku malas, cengeng, usil, suka mengganggu teman, kurang percaya diri, sulit bersosialisasi, mudah putus asa dan lainlain, maka tindakan guru adalah dengan memberikan perhatian dan kasih sayang. Guru hendaknya memberikan permainan edukatif yang bisa menghentikan perilaku negatif tersebut.
60
61
2) Prinsip Keperagaan Peragaan adalah penggunaan alat peraga untuk membantu memudahkan penyerapan informasi dari suatu komunikasi timbalbalik. Dalam proses pembelajaran pada hakekatnya terdapat unsur komunikasi timbal-balik antara guru dengan siswa. Siswa tunagrahita akan lebih mudah tertarik perhatiannya, apabila dalam proses pembelajaran menggunakan berbagai media, alat dan metode. Dengan prinsip keperagaan akan memudahkan siswa dalam menyampaikan materi pelajaran dan membantu memudahkan siswa dalam menerima materi pelajaran tersebut. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran hendaknya guru lebih banyak menggunakan alat peraga yang disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik siswa tunagrahita. Misalnya ketika siswa belajar praktek sholat, maka guru harus menyediakan alat peraga misalnya VCD tentang sholat. Kemudian pendidik memperagakan satu demi satu, mulai bacaan maupun gerakannya. Siswa juga harus ditanamkan kebiasaan sholat sejak dini, yaitu mengajak dan membiasakan sholat berjamaah di sekolahnya. Guru tidak hanya mengajar di kelas saja, tetapi juga ada tindakan langsung untuk membiasakan sholat di sekolah dan di rumah bersama orang tuanya mustahil peserta didik tunagrahita akan memiliki kemampuan dan kebiasaan untuk sholat dengan baik. 3) Prinsip Pelayanan Individual Pelayanan individual adalah pemberian bantuan, bimbingan dan pengarahan kepada seorang siswa, secara perseorangan sesuai dengan kemampuannya dalam mengikuti proses pembelajaran. Pendekatan individual ini lebih tepat diterapkan untuk menangani siswa tuna grahita dari pada pendekatan klasikal. Pembelajaran bagi siswa tunagrahita menggunakan prinsip pelayanan individual karena siswa tunagrahita sangat heterogen;
61
62
memiliki keunikan dalam cara belajar, tempo belajar, stabilitas emosi, perkembangan sensori-motorik dan lain-lain. 4) Prinsip Kesiapan Prinsip kesiapan adalah ketika guru akan melaksanakan proses pembelajaran harus memperhatikan tahap kematangan, perkembangan dan pertumbuhan siswa. Setiap siswa mengalami masa kematangan, perkembangan dan pertumbuhan berbeda-beda. Hal ini yang memungkinkan siswa dapat mengerjakan atau siap menerima materi pelajaran. Kematangan psikis dan fisik sangat diperlukan oleh siswa saat akan belajar. Misalnya, supaya siswa dapat belajar membaca al-Qur’an dengan baik, maka harus sudah mempunyai kemampuan mengenal huruf hijaiyyah, membaca dan melafalkan huruf hijaiyyah serta menulis huruf hijaiyah. 5) Prinsip Habilitasi dan Rehabilitasi Usaha habilitasi adalah usaha agar siswa tunagrahita menyadari bahwa mereka masih memiliki kemampuan atau potensi yang dapat dikembangkan. Usaha tersebut juga menyangkut bagaimana cara memupuk dan mengembangkan kemampuan yang mereka miliki. Siswa tunagrahita masih memiliki kemampuan, tetapi terbatas dan bahkan ada yang sangat terbatas. Karena itu diperlukan usaha untuk mengaktualisasikan kemampuan yang terbatas tersebut dengan berbagai cara supaya dapat mengembangkan rasa percaya diri dan memiliki harga diri. Guru memberikan tugas kepada siswa tunagrahita sesuai dengan kemampuan siswa. Usaha rehabilitasi pada siswa tuna grahita menuntut keterlibatan beberapa ahli, misalnya siswa, dokter spesialis, pekerja sosial, psikiater, ahli terapi bicara dll. Penanganan rehabilitasi harus dilakukan secara bertahap, sistematis, berkelanjutan, serta berjangka dan dikoordinasikan dalam bentuk tim atau kelompok
62
63
kerja. Dengan demikian pendidik agama Islam dalam melaksanakan rehabilitasinya hendaknya berpegang pada prinsip rehabilitasi, yaitu menjalin kerja sama yang harmonis dengan para ahli. 6) Prinsip Penanaman dan Penyempurnaan Sikap. Sikap dan penampilan seseorang dalam pergaulan sangat menentukan. Kesan pertama mengenai seseorang didapat dari penampilannya. Ada seseorang yang cepat dikenal dan diterima dalam pergaulan, dan ada pula yang sebaliknya. Siswa tunagrahita dikenal sebagai pribadi yang mengalami kesulitan mengenal konsep diri, maka pelajaran bina diri merupakan kebutuhan khusus yang harus diajarkan kepada siswa tunagrahita. Siswa tunagrahita sering menunjukkan sikap fisik kurang sempurna, sulit konsentrasi atau khusyu’ dalam sholat, badan bungkuk kedepan, jalan terhuyung-huyung dengan tumit agak diangkat dan suka melamun. Oleh karena itu, guru harus sabar membetulkan dan membenahi jika ada sikap dan perbuatan yang salah atau tidak tepat tersebut. b. Prinsip-Prinsip Khusus Problema mendasar bagi siswa tunagrahita ringan adalah memiliki Intelegensi dibawah rata-rata. Oleh sebab itu guru hendaknya selalu memperhatikan prinsip-prinsip khusus agar materi PAI lebih fungsional, aplikatif dan bermanfaat bagi siswa. Adapun prinsip-prinsip tersebut antara lain : 1) Menyederhanakan materi bila terdapat materi yang sulit diterima oleh siswa. 2) Menghindari penyampaian materi PAI secara abstrak, teoritis dan verbal. 3) Penyampaian materi PAI secara kontekstual, praktis, mudah, visual, bertahap, berkesinambungan siswa dapat menerima dan memahami.
63
dan berulang-ulang, agar
64
4) Mengoptimalkan potensi afektif dan psikomotor dari pada kognitifnya. 5) Menggunakan media dan metode yang sesuai dengan kebutuhan siswa. 46
3. Model Pembelajaran PAI bagi Anak Tunagrahita IEP (Individualized Educational Program) atau program pembelajaran individual adalah program pembelajaran yang dibuat oleh guru kelas dengan memperhatikan "keberadaan" dan "kebutuhan" setiap peserta didik. Faktor keberhasilan dalam menanamkan pemahaman siswa salah satunya adalah ketrampilan yang dimiliki oleh guru dalam menyajikan pembelajaran yang efektif. Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang mampu memanfaatkan kemampuan, minat, dan kesiapan menerima pelajaran dari setiap peserta didik. Pembelajaran semacam ini lebih memfokuskan pada kemampuan dan kelemahan siswa. Model IEP atau Program pembelajaran individual bukanlah model pembelajaran yang ditujukan kepada seorang saja, melainkan ditujukan kepada sekelompok siswa atau kelas, namun dengan mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan siswa sehingga potensi masing-masing siswa dapat dikembangkan secara optimal.47 Model pembelajaran akan menjelaskan makna kegiatan yang dilakukan oleh pendidik selama pembelajaran berlangsung. Model dapat di pahami sebagai: 1) Suatu tipe atau desain 2) Suatu deskripsi atau analogi yang digunakan untuk membantu suatu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat dengan langsung di amati 3) Suatu sistem asumsi-asumsi dan data-data yang dipakai untuk menggambarkan secara sistematis suatu obyek atau peristiwa.48 46 47
Kurikulum PAI SMPLB-C, (Semarang: SLB Negeri Semarang), hlm. 2-6 Moch. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009),
hlm.30-31. 48
Syaiful Sagala, op.,cit., hlm.175-176
64
65
Model pembelajaran individual (IEP) memfokuskan pada proses dimana individu membangun dan mengorganisasikan dirinya secara realitas bersifat unik. Secara singkat pembelajaran ini menekankan pada pengembangan pribadi, yaitu upaya membantu siswa untuk mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya dan membantu mereka untuk dapat memandang dirinya sebagai pribadi yang mampu/berguna.49 Model pembelajaran PAI bagi anak tunagrahita dirancang berdasarkan kebutuhan nyata siswa agar dapat mengembangkan ranah pendidikan sebagai sasaran pembelajaran. Tujuannya berupa pencapaian siswa terhadap pengetahuan, keterampilan, dan sikap tertentu yang sesuai dengan ajaran agama Islam. Clifford T. Morgan berpendapat bahwa learning may be defined as any relatively permanent change in behavior which occurs as a result of experience or practice (pembelajaran diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang relatif permanen yang diukur dari hasil pengalaman atau ketrampilan)50. Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik dalam mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertakwa, berakhlak mulia, mengamalkan ajaran agama dari sumber utamanya al-Qur’an dan al-Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pembelajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman. Anak tunagrahita adalah anak yang mempunyai kecerdasan intelektual dibawah rata-rata. Jadi model pembelajaran PAI bagi anak tunagrahita adalah suatu kegiatan pembelajaran untuk membuat siswa tunagrahita belajar secara aktif sehingga dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam sesuai dengan al-Qur'an dan al-Hadits. 49
Hamzah B.Uno, Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Cet. 3, hlm.17-18. 50 Clifford T. Morgan, Instroduction to Psychology, (Tokyo: Mc Graw-Hillbook Company), hlm.62.
65
66
Pembelajaran menaruh perhatian pada upaya untuk meningkatkan pemahaman dan memperbaiki proses pengajaran. Upaya memperbaiki proses pembelajaran tersebut diperlukan berbagai model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi pembelajaran. Kondisi pembelajaran yang dimaksud disini adalah tujuan pembelajaran, kendala dan karakteristik bidang studi, dan karakteristik siswa. Tujuan pembelajaran adalah pernyataan tentang hasil pembelajaran. Kendala bidang studi adalah keterbatasan sumber-sumber seperti waktu, media, biaya, dan lain-lain. Karakteristik bidang studi adalah aspek-aspek suatu bidang studi yang dapat memberikan landasan dalam mendeskripsikan strategi pembelajaran. Sedangkan karakteristik siswa adalah aspek-aspek yang dimiliki siswa seperti bakat, motivasi, dan hasil belajar yang telah dimiliki siswa.51 IEP atau program pembelajaran individual meliputi enam elemen, yaitu: elicitors, behaviors, reinforces, entering behavior, terminal objective, dan enroute. Keenam elemen tersebut sangat berperan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran diartikan sebagai berikut: 1) Elicitors (E), yakni peristiwa atau kejadian yang dapat menimbulkan atau menyebabkan perilaku. Elicitors dapat terjadi melalui: a) Peralatan pembelajaran (bentuk permainan edukatif, gambargambar), b) Bentuk-bentuk arahan, permintaan, demonstrasi atau petunjuk tertentu. c) Dapat melalui orang dengan perilaku seperti senyuman sebagai tanda persetujuan, kerutan di dahi tanda tidak setuju. Elemen elitor dalam pembelajaran PAI misalnya guru menyediakan gambar alam ketika menjelaskan materi tentang bukti ke-Esaan Allah. Dalam mengajari siswa wudhu dan shalat, guru bisa
51
Hamzah B.Uno, Perencanaan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Cet.4, hlm. 19-20.
66
67
menggunakan metode demonstrasi supaya siswa dapat mengetahui secara langsung praktek wudhu dan shalat.
2) Behaviors atau perilaku (B), merupakan kegiatan peserta didik terhadap sesuatu yang dapat ia lakukan, antara lain: berjalan, berlari, berbicara, membaca, dan lain-lain. Siswa tidak hanya diajari membaca huruf alphabet saja, tetapi juga diajari membaca huruf Arab agar kedepannya mereka bisa membaca al-Qur'an. Siswa yang bisa membaca al-Qur'an akan lebih mudah menjadikan al-Qur'an sebagai pedoman hidup dari siswa yang tidak bisa membaca al-Qur'an. 3) A Reinforces atau penguatan (R) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang muncul sebagai akibat dari perilaku dan dapat menguatkan perilaku tertentu yang dianggap baik. 4) Entering Behaviors atau kesiapan menerima pelajaran. Sebelum guru memulai kegiatan pembelajaran, sangat esensial bila guru kelas mengetahui kesiapan peserta didik. Kesiapan tersebut berupa kesiapan peserta didik untuk melakukan tugas-tugas kegiatan akademik dan kegiatan belajar berkaitan dengan perilaku-perilaku yang sesuai situasi pembelajaran khusus. 5) Terminal
Objective.
Program
pembelajaran
seharusnya
dapat
menghasilkan perubahan sebagai hasil akhir atau keluaran. Tujuan diselenggarakannya Pendidikan Agama Islam adalah menghasilkan siswa yang mampu mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertakwa, berakhlak mulia, mengamalkan ajaran agama dari sumber utamanya al-Qur’an dan al-Hadits. 6) Enroute Objective, merupakan langkah dari entering behaviors menuju ke terminal objective. Model pembelajaran bagi anak tunagrahita yang merupakan bagian dari Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) meliputi beberapa komponen yang harus diperhatikan:
67
68
a. Rasionalitas Layanan pendidikan dan pembelajaran di Indonesia, khususnya sekolah luar biasa atau sekolah yang menerapkan pendidikan inklusif seyogyanya sejalan dan tidak terlepas dari prinsip-prinsip umum dan prinsip-prinsip khusus. Layanan pendidikan bagi ABK memberikan hak anak guna mendapatkan kesempatan atau opportunity right, hak sebagai makhluk Tuhan yang perlu mendapatkan kesejahteraan sosial atau human right. b. Visi dan Misi Bertitik tolak dari hasil pengamatan dan harapan kebutuhan di lapangan, maka model pembelajaran ABK mengarah kepada visi dan misi sebagai sumber pengertian bagi perumusan tujuan dan sasaran yang harus ditetapkan. Visi pembelajaran bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah membantu setiap peserta didik berkebutuhan khusus untuk dapat memiliki sikap dan wawasan serta akhlak tinggi, menjunjung hak asasi manusia, saling pengertian, dan berwawasan global. Misi pembelajaran bagi ABK adalah suatu upaya guru dalam memberikan layanan pendidikan agar setiap peserta didik menjadi individu yang mandiri, beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, terampil, dan mampu berperan sosial. 52 c. Tujuan Pembelajaran Berdasarkan KTSP Tujuan pembelajaran berdasarkan KTSP antara lain sebagai berikut: a. Pendidikan dasar yang meliputi SD/MI/SDLB/Paket A dan SMP/MTs/SMPLB/ kecerdasan,
Paket
pengetahuan,
B
bertujuan
meletakkan
kepribadian, akhlak
mulia,
dasar serta
ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. b. Pendidikan menengah yang terdiri atas SMA/MA/SMALB/Paket C 52
Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung:Refika Aditama, 2006), hlm.155-156
68
69
bertujuan meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.53 d. Pendukung Sistem Model Pembelajaran Komponen pendukung sistem adalah kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan untuk memantapkan, memelihara, dan meningkatkan program pembelajaran. Kegiatan-kegiatannya diarahkan pada hal-hal berikut: 1) Pengembangan dan manajemen program. Manajemen program dilakukan upaya-upaya perencanaan, pelaksanaan, penilaian, analisis, dan tindak lanjut. 2) Pengembangan staf pengajar. Dalam pengembangan ini tertuju pada penguasaan guru terhadap aspek-aspek kompetensi yang meliputi pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat. 3) Pemanfaatan sumber daya masyarakat dan penataan terhadap kebijakan teknis. e. Komponen Dasar Model Pembelajaran Berdasarkan pada visi dan misi, kebutuhan peserta didik dan tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran, maka isi layanan pembelajaran dikelompokkan kedalam bagian-bagian sebagai berikut: 1) Masukan, terdiri atas: a) Masukan mentah berupa: elicitors, behaviors, reinforcers, b) Masukan instrumen berupa: program, guru kelas dan sarana. c) Masukan lingkungan berupa: norma, tujuan, lingkungan dan tuntutan. 2) Proses terdiri atas Program Pembelajaran individual, pelaksanaan intervensi, refleksi hasil pembelajaran, dan KTSP 3) Keluaran berupa perubahan kompetensi setiap peserta didik yang 53
E.Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 178-179.
69
70
mempunyai kesulitan atau hambatan perkembangan diri.
Tabel 1 Model Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus MASUKAN MENTAH Enam elemen konseptual mode yang menghasilkan kebutuhan dan karakteristik spesifik siswa.
Monitoring & Evaluasi
MASUKAN INSTRUMENTASI
Program
Sarana
Guru Kelas
Tanggapan
PROSES
Program Pembelajaran Individual
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Pelaksanaan Intervensi
KELUARAN
KOMPETENSI PESERTA DIDIK
Refleksi hasil Kegiatan Belajar Mengajar
MASUKAN LINGKUNGAN
Norma
Tujuan
BALIKAN Tuntutan
Lingkungan
4. Metode Pembelajaran PAI Bagi Anak Tunagrahita Untuk mendorong keberhasilan proses belajar mengajar, guru harus pandai memilih metode pembelajaran yang tepat. Perlu di sadari, bahwa tidak ada satu metode pembelajaran yang unggul untuk semua
70
71
tujuan dalam semua kondisi.54 Oleh karena itu, dalam memilih metode pembelajaran, harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: a. Keadaan murid yang mencakup pertimbangan tentang kecerdasan, kematangan pribadi, dan perbedaan individu lainnya. b. Tujuan yang hendak dicapai c. Situasi yang mencakup hal yang umum, seperti situasi kelas dan lingkungan. d. Alat-alat yang tersedia akan mempengaruhi pemilihan metode yang digunakan e. Kemampuan pengajar yang mencakup kemampuan fisik dan keahlian. f. Sifat bahan pengajaran.55
Metode pembelajaran PAI bagi anak tunagrahita adalah: a. Metode Ceramah Metode ceramah ialah cara menyajikan pelajaran melalui penuturan secara lisan atau penjelasan secara langsung kepada sekelompok siswa. oleh guru terhadap kelas. Dengan kata lain dapat pula diartikan, bahwa metode ceramah atau lecturing adalah suatu cara penyajian atau penyampaian informasi melalui penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap peserta didiknya. Metode ceramah banyak dipakai, karena mudah dilaksanakan. Nabi Muhammad dalam memberikan pelajaran terhadap umatnya banyak mempergunakan metode ceramah disamping metode yang lain. b. Metode Tanya Jawab Metode tanya jawab ialah suatu cara mengajar dimana seorang guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada murid tentang pelajaran yang telah di ajarkan atau bacaan yang telah mereka baca sambil memperhatikan proses berpikir diantara murid-murid.
54
Hamzah B. Uno, op.cit, hlm.6 Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), hlm.33-34. 55
71
72
Guru mengharapkan jawaban yang tepat dan berdasarkan fakta. Dalam tanya jawab, pertanyaan ada kalanya dari pihak murid (dalam hal ini guru atau murid yang menjawab). Apabila murid-murid tidak menjawabnya barulah guru memberikan jawabannya. Metode Pemberian Tugas Belajar Dan Resitasi Metode pemberian tugas dan resitasi adalah suatu cara mengajar dimana seorang guru memberikan tugas-tugas tertentu kepada muridmurid, sedangkan hasil tersebut di periksa oleh guru dan murid mempertanggungjawabkannya. Pertanggung jawab itu dapat dilaksanakan dengan cara: 1) Dengan menjawab test yang di berikan guru 2) Dengan menyampaikan ke depan secara lisan 3) Dengan cara tertulis Dalam metode ini, kita menemukan tiga istilah penting: c. Tugas Tugas adalah suatu pekerjaan yang harus dilakukan baik tugas datangnya dari orang lain maupun dari dalam diri kita sendiri. Di sekolah biasanya itu datang dari pihak guru atau kepala sekolah. Tugas ini biasanya bersifat edukatif dan bukan bersifat atau berunsur pekerjaan. d. Belajar Menurut S. Nasution ada beberapa batasan istilah belajar : 1) Belajar adalah perubahan dalam sistem urat syaraf 2) Belajar adalah penambahan pengetahuan 3) Belajar adalah perubahan kelakuan berkat pengalaman dan pengertian Perubahan tingkah laku seseorang dipengaruhi oleh apa yang di miliki seseorang itu, seperti: sifat, pengalaman, pengetahuan, keterampilan, keadaan jasmaniah, dan lain sebagainya, dan juga dipengaruhi pula oleh lingkungan. Hasil belajar dipengaruhi pula oleh
72
73
motif bahan yang di pelajari dengan mempergunakan alat-alat, waktu, cara belajar dan sebagainya.
e. Resitasi Resitasi adalah penyajian kembali sesuatu yang sudah di miliki, diketahui atau dipelajari. Metode ini sering di sebut metode pekerjaan rumah. Prinsip yang mendasari metode ini ada dalam al-Qur’an. Allah memberikan suatu tugas yang berat terhadap Nabi Muhammad sebelum Nabi melaksanakan tugas ke-Rasulannya. Tugas yang di instruksikan itu ialah berupa sifat-sifat kepemimpinan yang harus di miliki. Allah memberikan tugas lima macam, antara lain: 1) Taat beragama (membesarkan Tuhan) 2) Giat dan rajin berda’wah 3) Membersihkan diri dan jiwa 4) Percaya pada diri sendiri dan tidak mengharapkan sesuatu pada orang lain 5) Tabah dan ulet dalam melaksanakan tugas.56 f. Metode Demonstrasi Istilah demonstrasi dalam pengajaran dipakai untuk menggambarkan suatu cara mengajar yang pada umumnya penjelasan verbal dengan suatu kerja fisik atau pengoperasian peralatan barang atau benda. Kerja fisik itu telah dilakukan atau peralatan itu telah dicoba lebih dahulu sebelum didemonstrasikan. Orang yang mendemonstrasikan (guru, peserta didik atau orang luar) mempertunjukkan sambil menjelaskan tentang sesuatu yang di demonstrasikan. 56
Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), hlm.133-134
73
74
Dalam mengajarkan praktek-praktek agama, Nabi Muhammad sebagai pendidik agung banyak mempergunakan metode ini, seperti mengajarkan cara berwudhu, shalat, haji, dan sebagainya. Seluruh cara-cara ini di praktikan oleh Nabi ketika menerangkan sesuatu hal kepada umatnya. g. Mengajar Beregu (Team Teaching) Team teaching ialah suatu sistem mengajar yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam mengajar sejumlah peserta didik yang mempunyai perbedaan minat, kemampuan atau tingkat kelas. 57 h. Metode Drill (Latihan) Metode drill (latihan) dimaksudkan untuk memperoleh ketangkasan atau ketrampilan latihan terhadap apa yang dipelajari, karena hanya dengan melakukan secara praktis suatu pengetahuan dapat di sempurnakan.. i.
Metode Karya Wisata Metode karyawisata adalah metode pengajaran yang dilakukan dengan mengajak para siswa keluar kelas untuk mengunjungi suatu tempat yang ada kaitannya dengan pokok bahasan. Sebelum keluar, guru memberitahu aspek-aspek yang harus diperhatikan siswa.58
57
Ramayulis, Metode Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia,2005), hlm. 245-
285 58
Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm.53-55
74
75
BAB III PELAKSANAAN METODE PEMBELAJARAN PAI BAGI ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI (SLBN) SEMARANG A. Profil Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Semarang SLBN Semarang adalah pusat Sekolah Luar Biasa (SLB) di Jawa Tengah mulai dari TKLB sampai SMALB. Sebagai pusat SLB Jawa Tengah, SLBN semarang melayani pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunagrahita ringan (C) atau sedang (C1), tuna daksa, tuna laras, dan autis. Fokus penelitian ini adalah metode pembelajaran PAI bagi siswa tuna grahita ringan (C) tingkat SMPLB. 1. Selayang Pandang SLBN Semarang Dalam upaya peningkatan pelayanan pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Dinas P dan K mendirikan 1 (satu) SLB Negeri yang berlokasi di Jl. Elang Raya No.2 Semarang. Pendirian sekolah ini berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No.420.8/72/2004, dan mulai beroperasi tahun pelajaran 2004-2005. Berdasarkan peraturan Gubernur Jawa Tengah No.6 tahun 2005 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Sekolah Luar Biasa Negeri Semarang menjadi satuan kerja unit Pendidikan Luar Biasa Jawa Tengah. SLB Negeri Semarang ditunjuk oleh Direktorat Pendidikan Luar Biasa Depdiknas sebagai SLB Center di Jawa Tengah untuk mendidik anak tunanetra, tunarungu, tuna wicara, tunagrahita, tunadaksa, dan autis dari TKLB sampai SMALB. SLB Negeri Semarang juga sebagai Lab School Balai Pengembangan Pendidikan Khusus Jawa Tengah dan menjadi pusat pelatihan para alumni SMALB dan para siswa drop out SDLB, SMPLB, maupun SMALB untuk dididik dalam bidang ketrampilan.
75
76
Sebagai Sekolah Center SLB di Jawa Tengah, SLB Negeri Semarang dalam pengajaran menggunakan system
Full Day School
yaitu penerapan pembelajaran dari pukul 07.30 s/d 16.00 WIB. Diadakannya sistem Full Day School agar para siswa terbiasa berlatih mandiri dibawah bimbingan para guru yang profesional dan berdedikasi tinggi. Sistem full day school dapat meningkatkan potensi siswa dalam pembelajaran. 2. Layanan Pendidikan SLBN Semarang Layanan Pendidikan yang terdapat di SLBN Semarang antara lain: a. Assessment dan intervensi dini (usia balita) b. Pendidikan tingkat play group, TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB c. Bimbingan belajar siswa yang berkesulitan belajar d. Layanan terapi pendidikan luar biasa, antara lain Fisio Terapi, Speech terapy, Terapi perilaku, konsultasi psikologi, dan Okupasi Terapy e. Bengkel kerja/Sheltered Workshop meliputi: boga, pertukangan, otomotif, tata kecantikan, tata busana, pertanian, dan perikanan. f. ICT/Warnet g. Bimbingan belajar: membaca, menulis, bahasa Inggris, matematika, IPA, IPS. h. Full Day School 3. Visi dan Misi SLBN Semarang Untuk mewujudkan tujuan yang hendak dicapai, visi dan misi SLBN Semarang adalah: Visi
SLBN
Semarang:
”Terwujudnya
pelayanan
anak
berkebutuhan khusus yang berbudi luhur, terampil, dan mandiri”. Tujuan diselenggarakannya pendidikan anak
berkebutuhan khusus
adalah
mewujudkan peserta didik yang terampil dan mandiri. Kemandirian dan ketrampilan yang dimiliki anak berkebutuhan khusus akan lebih memudahkan mereka menyesuaikan diri di masyarakat. Misi SLBN Semarang: ”Memberikan pelayanan yang prima dan memberi kesempatan seluas-luasnya kepada anak berkebutuhan khusus
76
77
secara maksimal, agar mampu hidup mandiri dan berguna bagi masyarakat”. Anak berkebutuhan khusus memerlukan pendidikan seperti anak normal lainnya. Oleh karena itu pendidikan yang diberikan kepada mereka harus dilaksanakan secara maksimal. Sehingga mereka bisa hidup mandiri dan
dapat
memanfaatkan potensinya dalam menjalani
kehidupan.59 4. Struktur Organisasi Struktur organisasi adalah seluruh petugas yang berkecimpung dalam pengelolaan dan
pengembangan program pendidikan dan
pengajaran. SLBN Semarang mempunyai struktur organisasi dengan koordinatornya adalah kepala sekolah yang dibantu oleh para wakil kepala sekolah. Masing-masing bagian ketunaan dikoordinatori oleh tim ahli dalam bidangnya. Misalnya bagian tunagrahita koodinatornya adalah guru alumni PLB tunagrahita. Struktur organisasi SLBN Semarang adalah:
59
Brosur SLBN Semarang pada tanggal 16 Februari 2010
77
78
TABEL 2 STRUKTUR ORGANISASI SLB NEGERI SEMARANG
Komite Sekolah
KEPALA SEKOLAH Drs. CIPTONO Koordinator TU
Waka KURIKULUM KUNTJORO HADI, SP.d
Koordinator ‘A’ SITI RAHMAWATI, S.Pd
Waka KESISWAAN UMAR, SHI
Koordinator ‘ B’ ARENA PERISTIWANI, S.Pd
Waka HUMAS ARIS WIBOWO, S.Pd
Koordinator ‘C’ DWI HARYANTI, S.Pd
Waka SARPRAS EKO SULISTYANTO, S.E
Koordinator ‘ C1’ YANA EKAWATY, S.Pd
Koordinator ‘ Autis’ RICHA SRI M, S.Pd
Waka BENGKEl ARI MURSITA NURAHA
Koordinator ‘ Pengebangan’ HIMAWAN .T, S.Pd
GURU
78
41
S I S W A
79
5. Data Guru Dan Karyawan SLBN Semarang dikelola dan diasuh oleh guru dan karyawan yang mempunyai kompetensi dalam bidang PLB (Pendidikan Luar Biasa). Pendidik SLBN Semarang, selain para sarjana PLB (Pendidikan Luar Biasa), Sarjana MIPA (Matematika dan IPA), dan sarjana agama. Di SLBN Semarang juga diajarkan tentang ketrampilan, pendidik ketrampilan antara lain guru dari jurusan tata boga, tata busana, seni tari, seni musik, elektro, dan akuntansi. Guru dan karyawan yang ada di SLBN Semarang mengajar sesuai dengan bidangnya masing-masing, sehingga siswa yang merupakan bagian dari Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dapat menerima pendidikan secara efektif dan efisien. Data guru dan karyawan SLBN Semarang dapat dilihat di lampiran.60 6. Data Siswa (SMPLB) Fokus penelitian penulis adalah metode pembelajaran PAI bagi anak tunagrahita bagian C (Tunagrahita ringan) tingkat SMPLB yang beragama Islam. Jumlah siswa tunagrahita ringan tingkat SMPLB ada 21 siswa, 8 siswa kelas VII, 7 siswa kelas VIII, dan 8 siswa kelas IX. Pembelajaran siswa tunagrahita ringan mulai dari kelas VII, kelas VIII, dan kelas IX tingkat SMPLB dijadikan satu kelas. Hal ini dilakukan karena terbatasnya gedung sekolah dan guru pengajar. Data siswa SMPLB tunagrahita ringan adalah sebagai berikut:
60
Dokumen SLBN Semarang pada tanggal 19 Maret 2010
79
80
TABEL 3 DATA SISWA SMPLBN SEMARANG
Kelas VII
VIII
IX
Nama Andre Ardiyan Lasella Sinta Wanastuti Agung Desyantoro Damar Septadi W Winanto Mahardika Tegas Bayutirta Wijaya Zahra Kusumawati Jelita Taurina Hutabarat Guntur Prima Ade P Dewi Michiko Budiyana M. Bahrn Amiq Kalistus Pinow Anantya Lidia Nuri Ktistiyani Kamila Imka Rahima Rengga Eko Irwanto Reno amanullah N Subhi Nur Fadhilah Catur Novi Aryani Kamila Sari Hermanto Agus Puji Rahmat
L/P L P L L L L P P L P L L P P L L L P P L
TTL Alamat Semarang, 18-09-1996 Jl. Taman Cani Mas II/224 Semarang, 15-07-1994 Jl. Sawung Galing Sltn 28 A Semarang, 17-12-1994 Bumi wanamukti B3/14 Yogyakarta, 17-09-1995 Jl. Bukit Kemuning VI/506 Semarang, 09-05-1993 Jl. Kumudasworo Selatan V Semarang, 22-04-1995 Jl. Lembayung III/108 Bulu Seteran 3 B No.328 Solo, 21-10-1995 Semarang, 10-05-1995 Perum Graha Wahid Manukwari, 07—05-1994Bandung Rejo 259 Semarang, 08-12-1991 Argo Timur IV/655 Demak Demak, 23-01-1994 Semarang, 14-10-1994 Jl. Mahisa Selatan IV/54 Semarang, 27-01-1993 Halmahera Buntu 7 Semarang, 10-01-1993 Taman Kukilomukti 200 Jl. Banteng III/8 Rt 6/4 Kendal, 28-03-1994 Semarang, 13-03-1995 Jl. Pucang Permai IV No. 54 Semarang, 19-11-1992 Jl. Wismasari Raya No.2 Jl. TM Sekar Jagat No. 4 Semarang15-11-1991 Semarang, 03-06-1994 Mranggen Tambak Aji Ngaliyan Tegal, 13-08-1992
Agama Kristen Islam Islam Kristen Islam Katolik Islam Kristen Islam Islam Islam Kristen Kristen Kristen Kristen Islam Islam Islam Katolik Islam
43
80
7. Sarana dan Prasarana SLBN Semarang Sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang mendukung kegiatan belajar mengajar. Salah satu keberhasilan belajar siswa adalah tersedianya sarana dan prasarana yang memadai dan sesuai dengan kebutuhan siswa. Oleh karena itu, sekolah harus mengupayakan sarana dan prasarana agar proses belajar mengajar dapat berjalan efektif dan efisien. Ketunaan yang dimiliki siswa membutuhkan sarana yang khusus dibandingkan siswa umum. SLBN Semarang sudah menyediakan sarana dan prasarana yang sesuai dengan kebutuhan siswa mulai dari siswa tuna netra, tuna wicara, tuna rungu, tuna grahita, tuna daksa, dan autis. Sarana dan prasarana yang ada di SLBN Semarang sudah cukup lengkap. Lengkapnya sarana dan prasarana pembelajaran mencerminkan kondisi pembelajaran yang baik. Sehingga kebutuhan siswa akan pendidikan bisa tercukupi. Peranan guru dalam memanfaatkan sarana dan prasarana antara lain a. Memelihara dan mengatur prasarana untuk menciptakan suasana yang menggembirakan. b. Memelihara dan mengatur sasaran pembelajaran yang berorientasi pada keberhasilan belajar siswa. c. Mengorganisasikan belajar siswa sesuai dengan sarana dan prasarana yang dimiliki secara tepat guna.61 Data sarana dan prasarana dapat dilihat pada lampiran. 8. Kurikulum Kurikulum yang digunakan di SLBN Semarang adalah KTSP. KTSP adalah kurikulum yang disusun, dilaksanakan, dan dikembangkan oleh satuan pendidikan yang sudah siap dan mampu mengembangkannya. Bagi satuan pendidikan yang belum siap mengembangkan kurikulum, dapat menggunakan model kurikulum yang dikembangkan oleh BSNP. BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) adalah badan mandiri dan 61
Dokumen SLBN Semarang pada tanggal 24 Maret 2010
1
independen yang bertugas mengembangkan, memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi Standar Nasional Pendidikan. “Kurikulum dari BSNP untuk para siswa berkebutuhan khusus kurang sesuai dengan realita keadaan siswa, karena kurikulum yang diberikan hampir sama dengan kurikulum untuk siswa normal. Sehingga siswa sulit mengikuti kurikulum tersebut. Kurikulum yang dibutuhkan siswa hendaknya disesuaikan dengan kemampuan siswa. Langkah SLBN Semarang dalam menangani hal ini dengan mengubah (menurunkan) Kompetensi Dasar (KD) dari kurikulum yang berasal dari BSNP. Misalnya KD dari BSNP adalah menjelaskan hukum bacaan "Al" Qamariyah, maka diturunkan menjadi menerapkan hukum bacaan "Al" Qamariyah. Jadi, penekanannya adalah siswa dapat menerapakan hukum bacaan "Al" Qamariyah bukan siswa dapat menjelaskan hukum bacaan "Al" Qamariyah. “ Penerapan bacaan “Al” Qamariyah lebih mudah dilakukan siswa daripada menjelaskan bacaan “Al” Qamariyah. 62 Kurikulum yang dibutuhkan oleh siswa tunagrahita meliputi cara berkomunikasi, cara bersosialisasi, keterampilan gerak, kematangan diri dan tanggung jawab sosial. Kurikulum PAI bagi siswa tunagrahita ringan dari BSNP dan kurikulum yang dikembangkan oleh SLBN Semarang dapat dilihat di lampiran.
B. Metode Pembelajaran PAI bagi Anak Tunagrahita di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Semarang Penggunaan metode dalam pendidikan tidak terfokus pada satu metode saja, hal ini akan membuat suasana belajar menjadi membosankan dan siswa menjadi kurang aktif. Metode pembelajaran PAI yang diterapkan di SLBN Semarang adalah ceramah, demonstrasi, tanya jawab, pemberian tugas, dan latihan/drill. Guru harus fokus memperhatikan siswa ketika menyampaikan materi pelajaran.
62
Hasil wawancara dengan Bapak Kuntjoro Hadi, S.Pd selaku Wakil Kepala Kurikulum pada tanggal 24 Maret 2010 di Ruang Wakil Kepala Sekolah.
2
“ Kemampuan intelektual siswa yang rendah menyebabkan siswa kurang cepat menangkap materi pelajaran yang diberikan. Oleh karena itu, materi yang disampaikan senantiasa diulang-ulang supaya mereka memahami materi dan bisa mengamalkannya dalam kehidupan seharihari. Sebelum menggunakan metode, guru harus memahami karakteristik, kondisi, dan kemampuan siswa. Hal ini memudahkan guru dalam memilih metode yang akan digunakan.”63 Metode pembelajaran PAI bagi anak tuna grahita yaitu: 1. Demonstrasi Metode demonstrasi digunakan untuk menunjukkan pelajaran yang membutuhkan gerakan dengan suatu proses dengan prosedur yang benar. Metode demonstrasi digunakan dalam pelajaran fiqih. Pelajaran fiqih tingkat SMPLB adalah praktek wudhu dan shalat. Siswa diberikan materi wudhu dan shalat terlebih dahulu sebelum praktek, agar siswa memahami teorinya. Pelaksanaan metode demonstrasi bagi anak tunagrahita ringan dimulai dengan penjelasan materi dari guru. Guru memberikan landasan teori tentang materi yang didemonstrasikan. Mengingat intelegensi siswa dibawah rata-rata, maka guru memberikan penjelasan kepada siswa dengan pelan dan mengulang kata yang menjadi poin penting materi. Dalam menyampaikan materi, guru tidak hanya transfer of knowledge tetapi juga transfer of value. Dengan demikian, siswa tidak hanya paham dan dapat melaksanakan suatu ilmu, tetapi juga memahami makna ilmu yang diberikan. Walaupun mereka lemah mental, pendidikan tentang kewajiban beribadah kepada Allah tetap harus diberikan. Pemahaman siswa tentang kewajiban beribadah kepada Allah, akan memberikan mereka sandaran saat mengalami kesulitan menjalani kehidupan. Langkah guru agar siswa lebih memahami pelajaran dengan melempar pertanyaan terkait dengan materi. Jawaban yang diberikan siswa
63
Hasil Wawancara Dengan Bapak Umar, S.HI, selaku Guru PAI SLBN Semarang pada 24 Maret 2010 di ruang Wakil Kepala Kesiswaan
3
ada yang benar dan ada yang melenceng dari yang seharusnya. Hal ini wajar, karena daya tangkap masing-masing siswa berbeda-beda. Guru memulai demonstrasi setelah materi yang diberikan sudah diterima siswa dengan baik. Proses pembelajaran dilaksanakan di mushola sekolah, jadi siswa lebih santai mengikuti pelajaran. Posisi duduk siswa seperti shaf shalat, siswa putra di shaf depan, dan siswa putri dibelakang. Suasana santai yang dihadirkan guru membuat siswa tidak bosan sehingga aktif mengikuti pelajaran. Pelaksanaan praktek shalat diampu oleh dua orang guru. Guru yang satu mengarahkan tata caranya dan guru yang lain membenarkan gerakan. Beberapa siswa yang tidak bisa menirukan gerakan shalat, mereka dibantu oleh guru dengan menggerakkan anggota tubuh mereka. Misalnya saat gerakan takbir, siswa yang tidak bisa menirukan gerakan dibantu oleh guru dengan menggerakkan tangan siswa dalam posisi takbir. Guru sangat sabar dalam mengarahkan siswa, walaupun mereka sering lupa urutan gerakan shalat. Hafalan bacaan shalat siswa sudah cukup baik, surat-surat pendek yang dihafalkan siswa adalah surat an-Nas, al-Falaq, al-Ikhlash, al-Lahab, An-Nashr. Setelah demonstrasi selesai dilakukan, proses pembelajaran dilakukan dengan memberikan tugas kepada siswa supaya melaksanakan shalat lima waktu dengan tertib.64 2. Diskusi Metode diskusi digunakan untuk mengetahui pendapat siswa tentang suatu masalah yang memerlukan pemecahan. Selain itu, metode diskusi juga dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang sudah diberikan. Pelaksanaan metode diskusi bagi siswa tunagrahita ringan, guru menempatkan siswa satu kelas sebagai satu tim, jadi tidak dibagi kedalam beberapa kelompok. Keterbelakangan mental yang dimiliki siswa, membuat mereka tidak bisa mengkonsep suatu masalah dengan baik. Sehingga guru tidak memberi tugas siswa sebagai moderator, penulis, dan 64
Hasil Observasi Tanggal 24 Februari 2010
4
pelapor hasil diskusi seperti konsep diskusi yang diterapkan kepada siswa normal. Siswa berperan sebagai peserta dan guru berperan sebagai pemimpin diskusi. Diskusi yang diterapkan untuk siswa normal dilakukan dengan guru memberikan suatu kasus kepada siswa, kemudian memberi kesempatan siswa untuk berpendapat tentang pemecahan masalahnya. Sedangkan diskusi yang diterapkan untuk siswa tunagrahita dilaksanakan dengan guru memberi pertanyaan dan meminta siswa untuk menjawabnya. Siswa tunagrahita tidak dapat memecahkan suatu masalah yang membutuhkan analisis yang tajam, oleh karena itu pertanyaan dari guru seputar kehidupan sehari-hari siswa dan seputar materi pelajaran. Pertanyaan dari guru ditujukan kepada semua siswa di kelas. Jika tidak ada yang menjawab, maka guru memanggil salah satu nama siswa dan meminta siswa tersebut untuk menjawabnya. Setelah itu guru meminta siswa yang lain untuk menanggapi jawaban temannya. Para siswa antusias menanggapi pertanyaan dari guru, tetapi mereka kurang peduli dengan kebenaran jawaban yang diberikan. Beberapa siswa sudah bisa menanggapi pendapat siswa lain. Dengan demikian siswa termotivasi untuk berfikir dan belajar menanggapi pendapat orang lain. Metode diskusi bagi siswa tunagrahita juga membantu mereka memperlancar komunikasi, karena pada umumnya komunikasi siswa tunagrahita kurang lancar. Materi yang menggunakan metode diskusi adalah materi akhlak. Permasalahan yang didiskusikan mengenai kehidupan sehari-hari siswa. Misalnya mendiskusikan tentang ciri-ciri orang munafik, pergaulan siswa, cara berbakti kepada orang tua, bagaimana menghormati guru, santun kepada orang lain, dan lain sebagainya. 3. Tanya Jawab Metode tanya jawab dilaksanakan dengan guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa tentang pelajaran yang telah diajarkan.
5
Metode tanya jawab hanya dapat memberi gambaran kasar dan untuk mengingatkan kembali sesuatu yang telah dipelajari siswa. Metode tanya jawab bagi siswa tunagrahita digunakan pada semua materi pelajaran. Pelaksanaannya dilakukan saat pelajaran dimulai, saat pelajaran berlangsung, dan ketika pelajaran selesai. Tanya jawab yang dilaksanakan saat pelajaran dimulai agar siswa mengingat pelajaran sebelumnya. Siswa tunagrahita sangat lemah dalam mengingat sesuatu oleh karena itu materi yang disampaikan kepada mereka senantiasa diulang-ulang sampai mereka paham. Saat pembelajaran berlangsung, tanya jawab berfungsi untuk mengetahui pemahaman siswa dan memancing konsentrasi siswa terhadap pelajaran. Begitu pula dengan siswa yang kurang memperhatikan pelajaran, maka dinasihati dan diberi pertanyaan agar lebih memperhatikan pertanyaan dari guru. Metode Tanya jawab yang dilaksanakan saat pelajaran selesai untuk mengetahui pemahaman terhadap materi yang telah disampaikan. Pertanyaan dari guru sangat sederhana dan tidak membutuhkan jawaban yang harus menjelaskan atau menganalisis sesuatu secara mendalam. Misalnya, "sebutkan nama-nama 10 malaikat Allah!". Walaupun terkadang guru memberikan pertanyaan yang meminta penjelasan dari mereka, pertanyaan yang diajukan seputar kegiatan seharihari yang mereka lakukan. Guru juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya sesuatu yang tidak mereka pahami. Masalah yang ditanyakan siswa mengenai benar atau salah perbuatan yang mereka lakukan. Guru menjawab pertanyaan siswa dengan sabar dan menggunakan bahasa yang dipahami oleh mereka. 65 4. Ceramah Metode ceramah digunakan untuk menyampaikan semua materi pelajaran. Guru menyampaikan materi dengan menggunakan bahasa yang sederhana agar bahan pelajaran yang disampaikan dapat diterima dengan 65
Hasil observasi pada tanggal 19 Maret 2010
6
mudah oleh siswa. Kata-kata yang diucapkan oleh guru senantiasa diulang-ulang agar siswa lebih memahami maksud yang disampaikan guru. Metode ini mengandalkan kepiawaian guru dalam berkomunikasi dan mengkondisikan siswa agar tetap fokus terhadap pelajaran. Pelaksanaan metode ceramah bagi siswa tunagrahita, guru terlebih dahulu menjelaskan tujuan materi yang akan disampaikan. Penjelasan tujuan materi ini agar siswa mengetahui kegiatannya dalam belajar. Tujuan tersebut juga dapat membangkitkan motivasi belajar siswa. Metode ceramah bagi siswa tunagrahita digunakan untuk menyampaikan
semua
materi pelajaran.
Walaupun
suatu
materi
menggunakan metode demonstrasi, tetap diawali dengan ceramah dari guru. Guru sangat memahami kondisi siswa, oleh karena itu materi disampaikan dengan jelas dan pelan agar siswa lebih paham maksud yang disampaikan. Apabila terdapat poin penting dari materi, materi tersebut disampaikan dengan cara mengulang kalimat dan menanyakan kepada siswa apakah sudah paham materi yang disampaikan guru. Guru menulis kata atau kalimat yang perlu mendapat penjelasan di papan tulis. Hal ini membantu siswa dalam belajar membaca dan menulis. Metode ceramah sering digunakan oleh guru, karena metode ini mudah untuk dilakukan. Selain itu, metode ini dapat merangsang peserta didik untuk belajar mandiri.66 5. Metode Pemberian Tugas Metode pemberian tugas adalah cara penyajian bahan pelajaran dimana guru memberikan tugas tertentu agar murid melakukan kegiatan belajar. Tugas diberikan kepada siswa untuk memperdalam bahan pelajaran dan merangsang siswa untuk aktif belajar. Pemberian tugas kepada siswa tunagrahita supaya mereka tidak hanya menerima ilmu saja tetapi juga ilmu tersebut dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari siswa. Guru memberikan tugas yang berhubungan 66
Hasil observasi pada tanggal 26 Maret 2010
7
dengan kehidupan mereka, misalnya memberi tugas siswa untuk melaksanakan shalat lima waktu secara rutin, menjaga diri dalam pergaulan, dan lain-lain. Tugas ini untuk memperdalam dan memperluas wawasan siswa terhadap apa yang telah mereka pelajari. Pemberian tugas kepada siswa tunagrahita merupakan PR (Pekerjaan Rumah) bagi mereka. Mereka tidak diberi tugas seperti merangkum bahan pelajaran, menjawab pertanyaan secara tertulis seperti yang diberikan kepada siswa normal. Tugas yang diberikan kepada siswa normal sulit dilaksanakan oleh siswa tunagrahita. Siswa tunagrahita ringan tidak bisa menghadapi suatu tugas yang membutuhkan pemahaman yang mendalam. Oleh karena itu, guru memberikan tugas kepada mereka seputar kehidupan sehari-hari siswa. Siswa melaksanakan tugas dengan cukup baik, hal ini diketahui guru dari hasil laporan siswa terhadap tugas yang telah mereka laksanakan. Guru memberi pujian kepada siswa yang telah melaksanakan tugas dengan baik. Hal ini dapat membangkitkan motivasi belajar mereka dan memberikan rasa bangga terhadap dirinya sendiri bahwa ternyata dia bisa melaksanakan tugas dari guru. 6. Metode Drill atau Latihan Penerapan metode drill atau latihan kepada siswa tunagrahita ringan digunakan untuk mengajari siswa membaca dan menulis. Dalam membaca, siswa tidak diberikan buku bacaan secara langsung. Siswa tunagrahita ringan tingkat SMPLB sudah bisa membaca dengan cukup lancar. namun mereka belum lancar dalam menulis. Teknis mengajari siswa menulis alphabet dan huruf Arab ada tiga, yaitu: 1.
Guru menuliskan satu kalimat di papan tulis, kemudian para siswa diminta menyalin tulisan tersebut di buku masing-masing. Sebagian besar siswa masih menyalin perkataannya, mereka belum bisa membaca satu kalimat sempurna yang akan mereka salin pada buku tanpa melihat tulisan yang ada di papan tulis lagi.
8
2.
Guru menulis satu baris kalimat pada buku masing-masing siswa. Kalimat tersebut berisi mata pelajaran yang sedang dipelajarinya. Siswa menirukan tulisan dibawah baris yang di tulis guru. Siswa lebih cepat dalam menyalin tulisan yang ditulis pada buku mereka daripada harus menyalin tulisan yang ada di papan tulis.
3.
Guru meminta siswa untuk menulis kalimat supaya ditulis di papan tulis atau di buku siswa. Siswa kurang berani untuk tampil di depan kelas, oleh karena itu guru meminta kepada siswa yang ingin menjadi sukarelawan untuk menulis kalimat ditulis di papan tulis. Ada beberapa siswa yang enggan maju kedepan kelas, guru selalu memberi motivasi kepada siswa supaya siswa lebih berani dan percaya diri tampil di depan orang banyak. Hal ini juga membantu siswa menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Dalam mengajari siswa membaca dan menulis huruf Arab, guru
memakai buku Iqro’. Ada dua siswa yang sudah bisa membaca huruf Arab yang dirangkai dan hal ini dapat memotivasi teman yang lain untuk selalu meningkatkan kualitas belajarnya. Dalam mengajari siswa menulis huruf Arab, teknisnya sama dengan mengajari siswa menulis huruf alfabet.67 Guru PAI yang mengajar siswa tunagrahita ringan harus memahami kemampuan siswa. Gurupun mengajari siswa dalam membaca sesuai dengan kemampuan mereka. Dengan demikian, guru dapat meningkatkan
kemampuan
siswa
dan
mengetahui
perkembangan
kemampuan membacanya. Daya fikir anak sangat lemah, sehingga informasi yang diberikan kepada sulit untuk mereka tangkap. Pelaksanaan pembelajaran PAI bagi siswa tunagrahita ringan menggunakan metode konvensional, yaitu demonstrasi, diskusi, tanya jawab, ceramah, pemberian tugas, dan latihan/drill. Dalam menerapkan metode, guru memperhatikan kondisi siswa yang lemah dalam berfikir. Penerapan Metode pembelajaran PAI bagi siswa tunagrahita ringan di SLBN Semarang digunakan dengan cara berselang-seling sesuai dengan 67
Hasil observasi tanggal 2 April 2010 di Ruang Kelas SMPLB
9
kemampuan siswa dan materi yang diajarkan. Penggunaan metode di sesuaikan dengan kemampuan siswa dan materi pelajaran. Dengan demikian, akan menciptakan suasana belajar yang tidak monoton dan membosankan. Dibawah ini akan dijelaskan tentang proses penerapan metode pembelajaran PAI bagi siswa tunagrahita ringan di SLBN Semarang. Dalam mengawali pelajaran, guru mengucapkan salam dan meminta
siswa
membaca
surat
al-Faatihah
bersama-sama.
Guru
menanyakan pelajaran sebelumnya untuk mengembalikan pemahaman siswa terhadap materi yang telah diterimanya. Dengan demikian, guru telah menerapkan metode tanya jawab pada awal pelajaran. Setelah tanya jawab, guru mulai menyampaikan materi dengan pelan, jelas dan diulangulang pelajaran baru sampai mereka paham. Dalam menyampaikan materi, guru telah menggunakan metode ceramah. Pada saat penyampaian materi berlangsung, guru menayakan sesuatu yang baru saja disampaikannya. Pertanyaan ditujukan kepada siswa yang kurang memperhatikan pelajaran dan kepada semua siswa. Materi pelajaran yang memerlukan praktek dari guru, digunakan metode demonstrasi. Pelaksanan demonstrasi juga diawali dengan ceramah dari guru untuk menjelaskan materi yang didemonstrasikan. Gurupun memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan sesuatu yang belum mereka pahami. Komunikasi siswa tunagrahita pada umumnya kurang lancar, oleh karena itu guru menggunakan metode diskusi. Guru melaksanakan metode diskusi dengan menanyakan pendapat siswa tentang sesuatu hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari mereka. Pada akhir pelajaran, guru memberi tugas kepada siswa terkait materi yang diajarkan. Tugas diberikan secara lisan, misalnya memberi tugas siswa untuk melaksanakan shalat lima waktu, berbuat baik kepada orang lain, dan lain sebagainya.
10
Proses kegiatan belajar mengajar (KBM) mata pelajaran PAI kelas VII, VIII, dan IX dijadikan satu ruang dan dalam waktu yang bersamaan. Hal ini dilakukan karena keterbatasan guru PAI dan penga Para siswa tunagrahita ringan bersemangat mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah. Hal ini dikarenakan keadaan sekolah yang sudah dikondisikan sedemikian rupa untuk membuat nyaman mereka belajar di sekolah. Sarana dan prasarana yang dimiliki SLB Negeri Semarang juga cukup lengkap. Hubungan siswa dan guru juga sangat akrab sehingga membantu siswa dalam meningkatkan semangat belajar.
11
BAB IV ANALISIS PEMBELAJARAN PAI BAGI ANAK TUNAGRAHITA DI SLBN SEMARANG
A. Kurikulum PAI Bagi Anak Tunagrahita Kurikulum yang digunakan di SLBN Semarang adalah KTSP. Kurikulum dari BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) untuk para siswa berkebutuhan khusus kurang sesuai dengan realita keadaan siswa. Kurikulum tersebut sangat sulit dilaksanakan oleh siswa berkebutuhan khusus, karena kurikulum yang diberikan seperti kurikulum untuk siswa normal. Kurikulum yang dibutuhkan siswa hendaknya disesuaikan dengan kemampuan siswa. Kurikulum yang dibutuhkan oleh siswa tunagrahita khususnya, harus meliputi cara berkomunikasi, cara bersosialisasi, keterampilan gerak, kematangan diri dan tanggung jawab sosial. Langkah SLBN Semarang dalam menurunkan KD (Kompetensi Dasar) dari BSNP berpedoman pada prinsip khusus pembelajaran bagi siswa tunagrahita. Prinsip tersebut adalah menyederhanakan materi bila terdapat materi yang sulit diterima oleh siswa. KTSP adalah kurikulum yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 tahun 2005 dan panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP, setiap satuan pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kurikulum yang diimplementasikan pada satuan pendidikan masing-masing. Bagi satuan pendidikan yang belum siap mengembangkan kurikulum, dapat menggunakan model kurikulum yang dikembangkan oleh BSNP. Jika SLBN Semarang ingin mengembangkan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik siswa, maka harus
12
memperhatikan
Undang-undang
No.20
Tahun
2003
tentang
Sistem
Pendidikan Nasional pasal 36: a.
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional
b. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. c. Kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan standar isi serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP.68
68
E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Sebuah Panduan Praktis, (Bandung:
Remaja R
13
BAB II METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) BAGI ANAK TUNAGRAHITA A. Kajian Tentang Anak Tunagrahita 1. Pengertian Sebelum menuju pembahasan tentang tunagrahita, akan dijelaskan terlebih dahulu tentang anak berkelainan. Istilah berkelainan, dalam percakapan sehari- hari dikonotasikan sebagai sesuatu yang menyimpang dari rata-rata umumnya. Penyimpangan tersebut mempunyai nilai lebih atau kurang, baik dalam hal fisik, mental maupun karakteristik perilaku sosialnya. Anak yang dikategorikan memiliki kelainan dalam aspek fisik, meliputi kelainan indera penglihatan (tunanetra), indera pendengaran (tunarungu), kelainan kemampuan bicara (tunawicara), dan kelainan fungsi anggota tubuh (tunadaksa). Kelainan dalam aspek mental meliputi tunagrahita dan anak jenius. Anak yang memiliki kelainan dalam aspek sosial adalah anak yang memiliki kesulitan dalam menyesuaikan perilakunya terhadap lingkungan sekitarnya. Anak yang termasuk dalam kelompok ini dikenal dengan sebutan tuna laras. 1 Penelitian ini akan membahas siswa tunagrahita ringan. Penyebab terjadinya kelainan pada seseorang sangat beragam jenisnya, namun secara umum dilihat dari
masa terjadinya kelainan
itu sendiri dapat
diklasifikasikan menjadi: sebelum kelahiran (prenatal), pada saat kelahiran, (neonatal), dan setelah kelahiran (postnatal). a. Prenatal Prenatal yaitu masa dimana anak masih berada dalam kandungan yang diketahui telah memiliki ketunaan (kelainan). Kelainan yang terjadi pada masa prenatal berdasarkan periodisasinya dapat terjadi pada periode embrio, periode janin 1
Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h lm.3.
14
Dalam proses pengembangan kurikulum, agar dapat berfungsi sebagai pedoman, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan. SLBN Semarang harus memperhatikan prinsip-prinsip dibawah ini: a. Prinsip Relevansi Kurikulum disusun untuk membekali siswa baik dalam bidang pengetahuan, sikap, maupun keterampilan yang sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat. b. Prinsip Fleksibilitas Kurikulum harus bersifat lentur atau fleksibel. Prinsip fleksibilitas mempunyai dua sisi. Pertama, fleksibel bagi guru, artinya kurikulum harus memberikan ruang gerak bagi guru untuk mengembangkan program pengajarannya sesuai dengan kondisi yang ada. Kedua, fleksibel bagi siswa, artinya kurikulum harus menyediakan berbagai kemungkinan program pilihan sesuai dengan bakat dan minat siswa. c. Prinsip Kontinuitas Prinsip ini mengandung pengertian bahwa perlu dijaga saling keterkaitan dan kesinambungan antara materi pelajaran pada berbagai jenjang dan jenis program pendidikan. Prinsip ini sangat penting bukan hanya untuk menjaga agar tidak terjadi pengulangan-pengulangan materi pelajaran, akan tetapi juga untuk keberhasilan siswa dalam menguasai materi pelajaran pada jenjang pendidikan tertentu. d. Efektifitas Prinsip efektifitas berkenaan rencana dalam suatu kurikulum dapat dilaksanakan dan dapat dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Ada dua sisi efektifitas dalam suatu pengembangan kurikulum. Pertama, efektifitas berhubungan
dengan
kegiatan
guru
dalam
melaksanakan
tugas
mengimplementasikan kurikulum di dalam kelas. Kedua, efektifitas kegiatan siswa dalam kegiatan belajar. e. Efisiensi
osdakarya, 2007), hlm.11-12.
15
Prinsip efisiensi berhubungan dengan perbandingan antara tenaga, waktu, dan biaya yang dikeluarkan dengan hasil yang diperoleh. Kurikulum dikatakan memiliki tingkat efektifitas
yang tinggi apabila
dengan sarana, biaya yang minimal, dan waktu yang terbatas dapat memperoleh hasil yang maksimal.69 B. Proses Penerapan Metode Pembelajaran PAI Bagi Anak Tunagrahita Metode pembelajaran PAI bagi anak tunagrahita ringan tingkat SMPLB adalah demonstrasi, diskusi, ceramah, dan tanya jawab, pemberian tugas, dan latihan/drill. Penerapan metode ini dibutuhkan kesabaran dan ketekunan dari guru. Guru senantiasa mengulang-ulang suatu instruksi kepada siswa karena rendahnya tingkat masing-masing intelegensi mereka. Sebelum menggunakan metode, guru harus mengetahui karakteristik, kondisi, dan kemampuan siswa. Hal ini memudahkan guru dalam memilih metode yang akan digunakan. Pemahaman terhadap karakteristik, kondisi, dan kemampuan siswa juga akan mewujudkan interaksi edukatif dan keakraban antara siswa dengan guru. Pemahaman terhadap karakteristik siswa senada dengan pendapat Linda Campbell yang menyatakan bahwa guru harus memahami masing-masing anak didik dari kondisi fisik sampai psikis agar mampu melaksanakan tugas belajar dengan sebaik-baiknya.70 Proses penerapan metode pembelajaran PAI dapat dilihat pada pelaksanaan metode mengajar yang digunakan. Pelaksanaan demonstrasi yang dilaksanakan dalam pembelajaran PAI bagi siswa tunagrahita ringan dimulai dengan mengemukakan materi pokok terlebih dahulu, untuk mengukur pemahaman siswa, guru melempar pertanyaan. Guru mengatur tempat duduk siswa supaya semua siswa dapat melihat gerakan guru saat melakukan demonstrasi. Keakraban yang terjalin antara guru dan siswa, membuat siswa tidak segan bertanya tentang hal yang tidak mereka ketahui. Setelah
69
Wina Sanjaya, Kurikulum Dan Pembelajaran: Teori Dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Predana Media Group, 2009), hlm. 39-42 70 Sugiyono, Proses Belajar Mengajar, hlm.47
16
demonstrasi selesai, guru memberi tugas siswa agar melaksanakan shalat lima waktu dengan tertib. Metode demonstrasi yang dilaksanakan dalam pembelajaran PAI kepada siswa tunagrahita sesuai dengan prosedur demonstrasi yang dikemukakan oleh Wina Sanjaya. Beliau berpendapat bahwa, sebelum demonstrasi dilakukan ada beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya: 1. Aturlah tempat duduk yang memungkinkan semua siswa dapat memperhatikan dengan jelas apa yang didemonstrasikan. 2. Kemukakan apa yang harus dicapai oleh siswa. 3. Mulailah demonstrasi dengan kegiatan-kegiatan yang merangsang siswa untuk
berfikir,
misalnya
melalui pertanyaan-pertanyaan,
sehingga
mendorong siswa untuk tertarik memperhatikan demonstrasi. 4. Ciptakan suasana yang menyejukkan dengan menghindari suasana yang menegangkan. 5. Apabila demonstrasi selesai dilakukan, proses pembelajaran diakhiri dengan memberikan tugas-tugas tertentu yang ada kaitannya dengan pelaksanaan dan proses pencapaian tujuan pembelajaran.71 Metode diskusi yang diterapkan untuk siswa tunagrahita ringan, dengan guru memberi pertanyaan dan meminta siswa untuk menjawabnya. Siswa tunagrahita tidak dapat memecahkan suatu masalah yang membutuhkan analisis yang tajam, oleh karena itu pertanyaan dari guru hanya seputar kehidupan sehari-hari siswa. Pelaksanaan metode diskusi bagi siswa tunagrahita lebih mengarah pada konsep metode tanya jawab. Walaupun para siswa memiliki keterbelakangan mental, namun mereka bisa diarahkan untuk melaksanakan diskusi dengan langkah sederhana dan bias dilaksanakan oleh siswa. Langkah-langkah pelaksanaan diskusi bagi siswa tunagrahita ringan menggunakan jenis diskusi kelas. Diskusi kelas atau disebut juga diskusi kelompok adalah proses pemecahan masalah yang dilakukan oleh seluruh 71
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2007), cet.3, hlm 154
17
anggota kelas sebagai peserta diskusi. Jadi siswa tidak dibagi kedalam beberapa kelompok. Dengan demikian, akan lebih mudah bagi guru dalam memberikan pengarahan kepada siswa. Jika pelaksanaan metode diskusi menggunakan diskusi kelompok, siswa akan gaduh dan peluang untuk berbicara dengan temannya semakin besar karena siswa saling berhadapan. Langkah-langkah pelaksanaan diskusi bagi siswa tunagrahita adalah: 1. Langkah persiapan a. Guru merumuskan tujuan yang hendak dicapai. Tujuan tersebut misalnya penambahan wawasan siswa tentang suatu persoalan, meningkatkan kemampuan siswa dalam mengembangkan gagasan, dan lain-lain. Tujuan suatu permasalahan yang akan didiskusikan harus jelas agar pelaksanaan diskusi dapat terarah dan bermanfaat bagi siswa. b. Menetapkan masalah yang akan dibahas. Masalah bisa ditentukan dari isi materi pembelajaran atau masalah-masalah yang terjadi di lingkungan masyarakat yang dihubungkan dengan pelajaran PAI. Permasalahan diskusi bagi siswa tunagrahita ringan bukan masalah yang membutuhkan analisis yang tajam, melainkan masalah seputar kehidupan sehari-hari mereka atau pelajaran yang telah mereka peroleh. misalnya cara berbakti kepada orangtua, menjaga pergaulan dengan teman, dan lain-lain. c. Guru menunjuk salah satu siswa yang sudah bisa menulis sebagai penulis. Penulis bertugas mencatat pendapat para siswa. Siswa tidak diberi tugas sebagai moderator, karena mereka tidak bisa mengkonsep suatu tugas dengan baik. Guru bertindak selaku moderator dan pemimpin diskusi. 2. Pelaksanaan Diskusi a. Guru memberikan pengarahan sebelum dilaksanakan diskusi, misalnya menyajikan tujuan yang ingin dicapai serta aturan-aturan.
18
b. Memberikan suatu permasalahan, misalnya guru meminta siswa untuk memberikan pendapat mengenai cara yang bisa dilakukan siswa dalam berbakti kepada orang tua. c. Memberikan kesempatan yang sama kepada setiap peserta diskusi untuk mengeluarkan gagasan dan ide-idenya. d. Guru selalu memotivasi siswa agar memberikan pendapatnya 3. Penutup diskusi Akhir dari proses pembelajaran dengan menggunakan metode diskusi hendaklah dilakukan hal-hal sebagai berikut: a. Penulis diskusi melaporkan hasil diskusi (pendapat para siswa). b. Guru memberikan penjelasan terkait masalah yang didiskusikan. c. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya tentang sesuatu yang belum mereka ketahui. Keterbelakangan mental yang dimiliki siswa bukan berarti mereka tidak bisa diarahkan untuk melakukan hal yang ada diluar kebiasaan mereka. Guru hendaknya membimbing siswa dengan sabar dan memperhatikan kemampuan mereka. Dalam mengarahkan siswa, guru tidak memaksa siswa untuk bisa melakukan sesuatu diluar kemampuan mereka. Metode diskusi yang dilaksanakan untuk siswa tunagrahita ringan mempunyai manfaat sebagai berikut: a. Dapat merangsang siswa untuk lebih kreatif khususnya dalam memberikan ide-ide. b. Dapat melatih siswa untuk membiasakan diri bertukar fikiran dalam mengatasi setiap permasalahan. c. Dapat melatih siswa untuk dapat mengemukakan pendapat atau gagasan. Disamping itu, diskusi juga bisa melatih siswa untuk menghargai pendapat orang lain.72 Pelaksanaan metode diskusi dilakukan saat pelajaran dimulai, saat pelajaran berlangsung, dan ketika pelajaran selesai. Tanya jawab yang dilaksanakan saat pelajaran dimulai agar siswa mengingat pelajaran 72
Ibid, hlm. 168.
19
sebelumnya. Siswa tunagrahita sangat lemah dalam mengingat sesuatu oleh karena itu materi yang disampaikan kepada mereka senantiasa diulang-ulang sampai mereka paham. Saat pembelajaran berlangsung, tanya jawab berfungsi untuk mengetahui pemahaman siswa dan memancing konsentrasi siswa terhadap pelajaran. Begitu pula dengan siswa yang kurang memperhatikan pelajaran, maka dinasihati dan diberi pertanyaan agar lebih memperhatikan. Metode Tanya jawab yang dilaksanakan saat pelajaran selesai untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi yang telah disampaikan. Metode tanya jawab yang dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang disampaikan oleh Ramayulis, yaitu metode tanya jawab digunakan untuk: a. Menyimpulkan pelajaran yang telah lalu. Setelah guru menguraikan suatu persoalan, kemudian guru mengajukan suatu pertanyaan. b. Melanjutkan pelajaran yang telah lalu. Dengan mengulang pelajaran yang sudah diberikan dalam bentuk pertanyaan, guru akan dapat menarik perhatian kepada pelajaran baru. c. Menarik murid-murid untuk menggunakan pengetahuan dan pengalaman. d. Memimpin pengamatan atau pemikiran murid. Ketika murid menghadapi suatu persoalan maka pemikiran murid dapat dibimbing dengan mengajukan pertanyaan. Saat murid tidak memperhatikan guru, diberi pertanyaan mendadak agar perhatian murid kembali kepada guru dan mendengarkan penjelasan guru. e. Menyelingi pembicaraan untuk merangsang perhatian murid dalam belajar sehingga dengan jalan demikian dapat meningkatkan semangat murid.73 Metode ceramah yang diterapkan bagi siswa tunagrahita, guru terlebih dahulu menjelaskan tujuan materi yang akan disampaikan. Penjelasan tujuan materi ini agar siswa mengetahui kegiatannya dalam belajar. Tujuan tersebut juga dapat membangkitkan motivasi belajar siswa. Guru sangat memahami kondisi siswa, oleh karena itu materi disampaikan dengan jelas, pelan, dan penjelasan guru senantiasa diulang73
Ramayulis, Metodoogi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), hlm.140-141.
20
ulang agar siswa lebih memahami maksud yang disampaikan guru. Metode ini mengandalkan kepiawaian guru dalam berkomunikasi dan mengkondisikan siswa agar tetap fokus terhadap pelajaran. Apabila terdapat poin penting dari materi, maka materi tersebut disampaikan dengan cara mengulang kalimat dan menanyakan kepada siswa apakah sudah paham materi yang disampaikan guru. Guru menulis kata atau kalimat yang perlu mendapat penjelasan di papan tulis. Hal ini membantu siswa dalam belajar membaca dan menulis. Penerapan metode ceramah bagi siswa tunagrahita ringan diawali dengan guru menyampaikan materi dengan jelas, pelan dan diulang-ulang agar siswa lebih paham materi yang disampaikan. Gurupun juga memberi kesempatan siswa untuk menanyakan hal yang belum mereka ketahui. Media yang digunakan guru adalah papan tulis dan alat tulis. Dalam menggunakan metode ceramah, ada beberapa hal yang harus diperhatikan: a. Dalam menerangkan pelajaran hendaknya digunakan kata-kata yang sederhana, jelas, dan mudah dipahami oleh para siswa. b. Gunakan alat visualisasi, seperti penggunaan papan tulis atau media lainnya
yang
tersedia
untuk
menjelaskan
pokok
bahasan
yang
disampaikan. c. Mengulang kata atau istilah-istilah yang digunakan agar lebih jelas. Hal ini dapat membantu siswa yang kurang atau lambat kemampuan daya tangkapnya. d. Perinci bahan yang disampaikan, dengan menghubungkan materi dengan contoh-contoh yang konkrit. e. Carilah umpan balik sebanyak mungkin sewaktu ceramah berlangsung. Misalnya dengan menanyakan materi yang baru saja disampaikan kepada siswa. Untuk mengevaluasi pemahaman siswa terhadap materi yang telah disampaikan guru, guru hendaknya memberikan pertanyaan tidak hanya secara lisan tetapi juga secara tertulis. Selain dapat mengetahui pemahaman siswa,
21
pertanyaan secara tertulis juga bisa meningkatkan kecakapan siswa dalam menulis. Secara umum, penerapan metode ceramah yang dilaksanakan untuk siswa tunagrahita ringan di SLBN Semarang dengan jelas, pelan, dan di ulangulang.Belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas day mengamat, menanggap, dan mengigat. Dengan mengadakan pengulangan, maka daya-daya tersebut akan berkembang.74 Gurupun juga memberi kesempatan siswa untuk menanyakan hal yang belum mereka ketahui. Media yang digunakan guru adalah papan tulis dan perlengkapannya. Pemberian tugas kepada siswa tunagrahita supaya mereka tidak hanya menerima ilmu saja tetapi juga ilmu tersebut dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Guru memberikan tugas yang berhubungan dengan kehidupan mereka, misalnya memberi tugas siswa untuk melaksanakan shalat lima waktu secara rutin, menjaga diri dalam pergaulan, dan lain-lain. Tugas ini untuk memperdalam dan memperluas wawasan siswa terhadap apa yang telah mereka pelajari. Pemberian tugas kepada siswa tunagrahita merupakan PR (Pekerjaan Rumah) bagi mereka. Mereka tidak diberi tugas seperti merangkum bahan pelajaran maupun menyalin suatu surat dalam al-Qur'an seperti yang diberikan kepada siswa normal. Tugas yang diberikan kepada siswa normal sulit dilaksanakan oleh siswa tunagrahita. Siswa tunagrahita ringan tidak bisa menghadapi suatu tugas yang membutuhkan pemahaman yang mendalam. Tugas yang diberikan kepada siswa tunagrahita sudah disesuaikan dengan kemampuan mereka yang hanya bisa melaksanakan tugas yang sederhana. Dalam memberikan tugas, guru juga menanyakan kepada siswa tentang tugas yang sudah diberikan. Jadi, tugas yang diberikan kepada siswa tidak hanya perintah dari guru saja melainkan guru harus memantau perkembangan siswa dan mengajarkan siswa arti tanggung jawab. Manfaat pemberian tugas yang diberikan kepada siswa antara lain: 74
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm.
46.
22
a. Siswa belajar mengambil inisiatif sendiri dalam segala tugas yang diberikan. b. Dapat mempertebal rasa tanggung jawab, karena tugas yang dikerjakan dipertanggungjawabkan dihadapan guru. c. Dapat memperdalam pengertian dan kecakapan siswa. Hal-hal yang hendaknya dilakukan guru agar pemberian tugas yang diberikan dapat bermanfaat untuk siswa dan melatih siswa bertanggung jawab antara lain: a. Setiap tugas yang diberikan harus dikontrol b. Siswa yang mengalami kegagalan harus dibimbing c. Hargailah setiap tugas yang dikerjakan murid d. Berikan dorongan bagi siswa untuk melaksanakan tugas dengan baik.75 Penerapan metode drill atau latihan kepada siswa tunagrahita ringan digunakan untuk mengajari siswa membaca dan menulis. Dalam membaca, siswa tidak diberikan buku bacaan secara langsung. Walaupun siswa sudah tingkat SMPLB, masih ada yang belum bisa membaca dengan lancar. Sehingga guru masih membimbing siswa dalam belajar membaca dan menulis. Guru menggunakan media papan tulis untuk mengajari siswa membaca dan menulis. Teknis pengajarannya dengan menulis kalimat di papan tulis dan menuntun siswa membaca dengan cara mengeja tulisan. Mengajari siswa menulispun juga demikian, guru menulis di papan tulis atau di buku tulis siswa, dan meminta siswa menyalin tulisan tersebut pada buku masingmasing. Teknis seperti ini cukup efektif, karena memudahkan siswa agar bisa membaca. Teknis yang digunakan guru dalam mengajari siswa membaca dan menulis
membuat siswa mudah bosan. Siswa akan mudah menerima
pelajaran dan tidak mudah bosan jika metode pembelajaran yang digunakan guru
tidak
monoton.
Guru
bisa
melaksanakan
prinsip
keperagaan
pembelajaran PAI. Prinsip keperagaan tersebut dengan menggunakan alat 75
Ramayulis, op.cit, hlm.165-167
23
peraga untuk membantu siswa dalam menyerap informasi yang diberikan oleh guru. Alat peraga tersebut misalnya menggunakan kartu huruf untuk membantu siswa membaca. Manfaat yang diperoleh dengan menggunakan media kartu huruf, antara lain siswa belajar merangkai huruf, meningkatkan kecepatan berfikir siswa, dan mempermudah siswa dalam belajar membaca. Selain itu, guru hendaknya menyediakan buku bacaan untuk siswa, dengan demikian siswa belajar membaca buku cetak. Buku cetak ini bisa juga digunakan untuk mengajari siswa menulis. Dengan menggunakan buku cetak yang berisi suatu cerita, siswa dapat belajar memahami suatu bacaan dan belajar menjawab pertanyaan dalam buku cerita. Pemberian materi PAI bagi siswa tunagrahita di SLBN Semarang berpedoman pada prinsip khusus pembelajaran PAI bagi siswa tunagrahita. Prinsip-prinsip tersebut adalah: 1) Menyederhanakan materi bila terdapat materi yang sulit diterima oleh siswa. 2) Menghindari penyampaian materi PAI secara abstrak, teoritis dan verbal. 3) Penyampaian materi PAI secara kontekstual, praktis, mudah, visual, bertahap, berkesinambungan dan berulang-ulang, agar siswa dapat menerima dan memahami. 4) Menggunakan media dan metode yang sesuai dengan kebutuhan siswa.
24
BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN PENUTUP
A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang lakukan di SLBN Semarang, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Metode yang digunakan dalam pembelajaran PAI bagi siswa tunagrahita ringan di SLBN Semarang adalah metode konvensional, yaitu metode yang lazim dipakai oleh guru. Metode ini sering disebut metode tradisional. Metode tersebut adalah metode ceramah, demonstrasi, diskusi, tanya jawab, pemberian tugas, dan latihan/drill. 2. Penerapan masing-masing metode pembelajaran PAI bagi siswa tunagrahita dilaksanakan dengan cara diulang-ulang, baik mengulang penjelasan materi maupun mengulang teknik yang diajarkan. Siswa sering berbicara sendiri, oleh karena itu guru harus aktif berkomunikasi dengan siswa. Metode pembelajaran PAI digunakan dengan cara berselang-seling untuk menghindari kebosanan siswa dalam meembelajaran. Metode ceramah adalah metode yang paling sering digunakan. Walaupun menggunakan metode ceramah, guru menyelingi materi dengan metode tanya jawab dan metode yang lain. Interaksi yang dijalin antara siswa dan guru cukup baik. Dengan demikian, proses pembelajaranpun berjalan dengan baik pula.
B. SARAN-SARAN Dalam rangka memberikan sumbangan dari hasil penelitian dan ide-ide berkenaan dengan metode pembelajaran PAI bagi siswa tunagrahita, penulis memberikan saran-saran sebagai berikut: 1. Saran bagi guru mata pelajaran PAI: a) Metode ceramah, guru bisa menggunakan alat peraga misalnya menghadirkan gambar untuk menjelaskan materi yang disampaikan. 66 25
Hal ini bisa membangkitkan semangat siswa dalam belajar. dengan menggunakan media gambar, dapat mengurangi kebosanan siswa dalam mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). b) Pelaksanaan metode pemberian tugas, hendaknya guru memberi tugas (PR) yang berupa pertanyaan secara tertulis. Dengan demikian, bisa meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis. c) Guru menyediakan buku pelajaran untuk dijadikan panduan belajar siswa. Siswa juga bisa belajar membaca dan menulis. Selain itu, buku tersebut bisa digunakan guru untuk memberi tugas kepada siswa, jadi siswa belajar menjawab pertanyaan dari buku cetak. 2. Saran untuk siswa d) Siswa diharapkan bisa membaca dan menulis dengan lancar agar menghadapi arus globalisasi yang berkembang dengan pesat. Walaupun siswa mempunyai keterbelakangan mental, tidak mustahil bagi mereka untuk mengetahui informasi dan teknologi yang sedang berkembang. e) Siswa diharapkan bisa membaca dan menulis al-Qur'an, karena sudah menjadi kewajiban umat Islam untuk mampu membaca kitab sucinya sendiri.
C. PENUTUP Ucapan puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Peneliti menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan segala kerendahan hati, penulis sangat mengharapkan saran-saran yang konstruktif demi kemanfaatan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, bagi pembaca, bagi Sekolah Luar Biasa (SLB), bagi siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus), dan dapat memberikan sumbangan yang positif untuk kemajuan pendidikan. Semoga kita senantiasa memperoleh perlindungan dari Allah SWT dan aktivitas yang kita lakukan bermanfaat bagi orang lain. Aamiin.
26
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono, Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar , Jakarta: Rineka Cipta, 2003 Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005 Ali, Mohamad, Penelitian Pendidikan, Prosedur dan Strategi, Bandung: Angkasa,1987 Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, ed., VI, Danim, Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: Pustaka Setia, 2002 Delphie, Bandi, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, Bandung: Refika Aditama, 2006 ____________, Pembelajaran anak tunagrahita, Bandung: Refika Aditama, 2006 Depag RI, Mushaf al-Qur an Terjemah, Jakarta; Pena Pundi Aksara, 2002 Mudjiono, Dimyati, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2006. Direktorat Jendral Pendidikan Islam, Undang-undang dan Peraturan pemerintah RI, tentang Pendidikan, Jakarta: Departemen Agama RI,2006 Efendi, Mohammad, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, Jakarta: Bumi Aksara, 2006 Kurikulum PAI SMPLB-C, .Semarang: SLB Negeri Semarang. Margono, S., Metodologi Penelitian Pendidikan Jakarta: Rineka Cipta, 2005 Morgan, Clifford T., Instroduction to Psychology, Tokyo: Mc Graw-Hillbook Company.
27
Mulyasa, E., Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2006. ___________., Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2006 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007. Nur’aeni, Intervensi Dini Bagi anak Bermasalah, Jakarta: Rineka Cipta, 2004 Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2005 ________, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia,2001 Sagala, Syaiful, konsep dan makna pembelajaran, Bandung: IKAPI, 2003 Sanjana, Wina, Kajian Kurikulum dan Pembelajaran, Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Sapariadi,et.al., Mengapa Anak Berkelaian Perlu Mendapat Pendidikan, (Jakarta: Balai Pustaka, 1982. Sarwono, Jonathan, Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006. Somantri, Sutjihati, Psikologi Anak Luar Biasa Bandung: Refika Aditama, 2008 Standar Nasional Pendidikan, PPRI NO 19 Tahun 2005 Tentang Standar Pendidikan Nasional, Jakarta: LekDis, 2005 Sugiyono, Metode Penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2008. al-Ghulayani,
Musthofa,
Syekh,
Idhatun
al’Ashriyah, 1953
28
Nasyi in,
Beirut:
al-Maktabah
Tafsir, Ahmad Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003. Tim Srikandi, UUD 45 dan Amandenmennya, Surabaya: Tim Srikandi, 2010,. Uno, Hamzah B . Perencanaan pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2008. _____________., Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, Cet. 3. Usman, Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002. Usman, Moch. Uzer, Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009.
29
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono, Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar , Jakarta: Rineka Cipta, 2003 Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005 Ali, Mohamad, Penelitian Pendidikan, Prosedur dan Strategi, Bandung: Angkasa,1987 Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, ed., VI, Danim, Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: Pustaka Setia, 2002 Delphie, Bandi, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, Bandung: Refika Aditama, 2006 ____________, Pembelajaran anak tunagrahita, Bandung: Refika Aditama, 2006 Depag RI, Mushaf al-Qur an Terjemah, Jakarta; Pena Pundi Aksara, 2002 Mudjiono, Dimyati, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2006. Direktorat Jendral Pendidikan Islam, Undang-undang dan Peraturan pemerintah RI, tentang Pendidikan, Jakarta: Departemen Agama RI,2006 Efendi, Mohammad, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, Jakarta: Bumi Aksara, 2006 Kurikulum PAI SMPLB-C, .Semarang: SLB Negeri Semarang. Margono, S., Metodologi Penelitian Pendidikan Jakarta: Rineka Cipta, 2005 Morgan, Clifford T., Instroduction to Psychology, Tokyo: Mc Graw-Hillbook Company.
30
Mulyasa, E., Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2006. ___________., Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2006 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007. Nur’aeni, Intervensi Dini Bagi anak Bermasalah, Jakarta: Rineka Cipta, 2004 Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2005 ________, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia,2001 Sagala, Syaiful, konsep dan makna pembelajaran, Bandung: IKAPI, 2003 Sanjana, Wina, Kajian Kurikulum dan Pembelajaran, Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Sapariadi,et.al., Mengapa Anak Berkelaian Perlu Mendapat Pendidikan, (Jakarta: Balai Pustaka, 1982. Sarwono, Jonathan, Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006. Somantri, Sutjihati, Psikologi Anak Luar Biasa Bandung: Refika Aditama, 2008 Standar Nasional Pendidikan, PPRI NO 19 Tahun 2005 Tentang Standar Pendidikan Nasional, Jakarta: LekDis, 2005 Sugiyono, Metode Penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2008. al-Ghulayani,
Musthofa,
Syekh,
Idhatun
al’Ashriyah, 1953
31
Nasyi in,
Beirut:
al-Maktabah
Tafsir, Ahmad Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003. Tim Srikandi, UUD 45 dan Amandenmennya, Surabaya: Tim Srikandi, 2010,. Uno, Hamzah B . Perencanaan pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2008. _____________., Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, Cet. 3. Usman, Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002. Usman, Moch. Uzer, Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009.
32
33