Teori Limit dalam Metode Hukum Islam Muhammad Syahrur Mia Fitriah Elkarimah* Abstract. The purpose of this study is know the concept of limit theory according to muhammad Syahrurs’s methodology (here in after referred as: Syahrur). The research findings state that the methodology of Islamic law used by syahrur is diffrent among another convensional’s scholars. He is a technique figure and his also had a very deep interest in the Islamic subjects. He used linguistic approarch, based on this he gave different interpretations of important terms in the Qur'an which led him to formulate his limit theory. The framework on this theory contains two of Islam's main characters (the constant form (Istiqamah) and the flexible form (hanifiyyah), it make Islam's survival, thus enabling the creation and development of the dialectic of the Islamic legal system continuously.The flexibility is in the limit theory refers to the meaning of ‚the bounds or restrictions of God which should not be violated, contained in the dynamic‛. In addition, Shahrur also used scientific approach. Therefore it is very natural that the theoretical Physics, Mathematics, and Philosophy are affected in his understanding of Islamic law. Key words : Muhammad Syahrur, Hudud/ Limit/Batas,Islamic Law, Istiqamah,
Hanifiiyah *
Pendahuluan Manusia diciptakan SWT dimuka bumi dengan tujuan agar memakmurkan dan mengisi kehidupan ini sesuai dengan tata aturan dan hukum-hukum Allah Subhana Wata’ala yang disampaikan dalam bentuk wahyu kepada Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi Wasallam baik dalam istilah wahyu * Mia Fitriah Elkarimah, lahir di Bekasi, 25 juli 1982, S1 di UIN 2005 jurusan Dirasah Islamiyah dan STBA Nusa Mandiri jurusan Sastra Inggris pada tahun 2007. Dan tahun 2009 menyelesaikan S2 nya di PTIQ kosentrasi Tafsir Wa Ulumuh.
21
matluw yaitu Al-Qur’an ataupun wahyu gairu matluw yakni sunnah atau hadist. Menurut Andrew Rippin dalam bukunya The Blackwell Companion To The Qur’an. Al-Qur’an bukan semata text yang dipahami dan dibaca tapi juga text yang didengar petuah-petuahnya.1 Maka selama dua puluh tiga tahun, ia menjawab persoalan-persoalan nyata yang muncul di tengah kehidupan waktu itu dan Nabi sebagai nominator pertama
1
.Abdullah Saeed “Contextuali-zing” dalam Andrew Rippin (ed), The Blackwell Companion To The Qur’an (oxford: Blackwell publishing,2006), hal. 41
Maslahah, Vol. 5, No. 1, Mei 2014
dalam memberikan eksplanasi yang paling otoritatif. Pasca meninggalnya Nabi, AlQur’an menjadi teks bahasa yang hidup, yang selalu berdialog dengan berbagai varian zaman dari mulai sahabat, tabi’in dan generasi seterusnya. Banyak sekali metode dan pendekatan yang disematkan kepadanya dan tidak pernah mengenal kata usai yang tujuannya bermuara pada keyakinan bahwa Al-Qur’an Sholihun li kulli zaman wal makan (Islam itu relevan dengan waktu dan tempat). Sangat logis jika prinsip-prinsip universal Al-Qur’an akan senantiasa relevan karena tidak akan turun lagi kitab samawi setelah Al-Qur’an. Al-Qur’an juga meletakan prinsipprinsip umum dan kaidah dasar yang dijadikan para ahli az-zikri untuk mengembangkan hukum Islam. Hukum Islam bersifat ‘alamiyah tidak dibatasi oleh sekat teritorial tertentu dan siap diterapkan disetiap kurun waktu dan tempat.Hal ini berarti hukum Islam dalah seperangkat peraturan berdasarkan wahyu, berasal dari legislator tertinggi, yaitu Allah. yang Maha tahu kondisi makhluknya, bersifat universal dan kekal. Perlu ditegaskan bahwa tidak ada satu aturan yang mendatangkan kebaikan bagi umat manusia dalam kehidupan dunia dan akhirat melainkan telah dijelaskan di dalamnya dan tidak pula ada satu aturan pun yang membahayakan kehidupan manusia melainkan telah diperingatkan untuk ditinggalkan dan dijauhi,
Maslahah, Vol. 5, No. 1, Mei 2014
Kata ‚hukum‛ dalam Islam (hukum Islam) sering dikonotasikan pada dua hal yaitu fiqh dan syariat. Di dalam kepustakaan hukum Islam berbahasa inggris, Syari’at Islam diterjemahkan dengan Islamic Law, sedang Fikih Islam diterjemahkan dengan Islamic Jurispudence. Di dalam bahasa Indonesia, untuk syari’at Islam, sering dipergunakan istilah hukum syari’at atau hukum syara’ untuk fikih Islam dipergunakan istilah hukum fikih atau kadang-kadang Hukum Islam.2 Secara garis besar hukum Islam dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian: hukum Islam yang berhubungan dengan perihal akidah (احكام ) شرعية اعتقاديةyang menjadi kompetensi kajian ilmu tauhid (Usul ad-Din, Ilmu Kalam), hukum Islam yang berhubungan dengan akhlak yang menjadi kompetensi kajian Ilmu Akhlak dan Tasawuf, sedangkan yang terakhir hukum Islam yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh yang menjadi kompetensi kajiannya.3 Bagian ketiga inilah yang popular disebut hukum Islam; sehingga apabila disebut hukum Islam maka yang dimaksud adalah hukum Islam 2
.Maksun Faiz, Konstitusionaisasi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional, Membedah Peradilan Agama, (Semarang:Tp 2001), hlm. 171 3 . Abu al-Ainain Badran, Usul Fiqh AlIslami, (Iskandariyah; Mu’assasah Syabab Al-Jami’ah), hlm. 28-29
22
yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf.4 Amir Syarifuddin mengatakan bahwa hukum Islam mempunyai peran sebagai pengatur kehidupan masyarakat (social control) dan pembentuk masyarakat (Social Enginering).5 Kedua fungsi ini diharapkan berjalan serempak dan dapat mengatur kehidupan masyarakat sejalan dengan perkembangan zaman pada era global. Dan ini tidak mudah karena akan berhadapan dengan cara pemahaman terhadap hukum Islam. Oleh sebab itu diperlukan pemahaman yang benar pada setiap ajaran hukum Islam. Hukum Islam sering dipandang dari satu sisi saja, tanpa melihat sisi lain yang tidak terpisah dari sisi pertama. seperti yang diilustrasikan Daud Rasyid yang diambil dari Topo Santoso sebagai kata pengantar dalam Membumikan Hukum Pidana Islam, bagaikan orang buta meraba gajah. Ketika yang terpegang belalai gajah, ia bersikeras mengatakan bahwa gajah itu bulat, panjang, dan mengecil ke ujungnya. Jika ia dikoreksi dan diberi informasi bentuk gajah yang sesungguhnya, ia menolak. Hukum Islam juga demikian, sering ditampilkan dan ditafsirkan sebagai suatu vonis. 4
.Muhammad Faruq Nabhan, alMadkhal Li at-Tasry’ al-Islamy, (Beirut: Dar Al-Qalam, th), hlm. 13-14 5 Amir Syarifuddin, Meretas Kebekuan Ijtihad; Isu-Isu Penting Hukum Islam Kontemporer Di Indonesia. (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 1
23
Karena itu tidak heran ada yang mengatakan hukum Islam itu tidak manusiawi.6 Setiap mendengar ungkapan ‚hukum Islam‛, maka yang tersirat dalam benak mereka, tidak lebih dari sekedar hukum potong tangan, rajam dan qishah yang dapat dikategorikan sebagai ‚vonis‛. Kalau dilihat sepintas lalu, semua vonis ini memang akan menimbulkan kesan negative bagi hakikat hukum Allah. tapi karena ketidak pahaman seseorang, sehingga ia tidak mau melihat, kapankah suatu kasus sampai pada tataran vonis? Apakah eksekusi pelakasanaan hukuman dilakukan dengan sembarang, tanpa proses peradilan? Apakah vonis bisa jatuh jika tidak dipenuhi dengan unsur-unsur dan syarat-syarat ? Sedangkan gelombang pembaharuan yang berkembang pesat ini sering berkaitan dengan hukum Islam. Berbicara tentang pembaharuan hukum Islam, pemikiran dekonstruktif sekaligus rekonstruktif merupakan fenomena yang kerap muncul. Salah satunya Muhammad Syahrur yang lahir di Damaskus Syria merupakan salah satu ulama’ pemikir Islam kontroversial ingin meng-reinterpretasi Islam, sehingga akan memunculkan karakter islam sebagai ajaran yang universal yang Sholihun li kulli zaman wal makan. Karakter ini tampaknya merupakan jargon utama 6 Topo Santoso dalam kata pengantar Daud Rasyid, Membumikan Hukum Pidana Islam, 2003: xi
Maslahah, Vol. 5, No. 1, Mei 2014
para pemikir muslim kontemporer termasuk Muhammad Syahrur . Jargon ini sebenarnya menyiratkan sebuah misi yang di bawa ajaran Islam yang bukan hanya untuk komunitas pada tempat dan waktu tertentu. Akan tetapi ajaran Islam memang sesuai dengan konteks, situasi dan waktu apapun, kemanapun dan dimanapun. Universalisme ini juga menyiratkan sebuah ajaran yang menyeluruh dalam semua bidang dan lini kehidupan. Namun demikian, universalitas Islam diklaim jika dibenturkan dengan realitas dan konteks kultural dan sosiologis ternyata sangat jauh dari idealisme. Disebut ulama yang kontroversial karena banyaknya literatur yang membahas tentang pemikirannya baik yang mendukung maupun tidak, diataranya yang berkembang di kalangan para akademisi-akademisi Indonesia. Ini bisa ditunjukan dengan adanya beberapa artikel, review buku, ataupun skripsi yang merespon dan mengkaji pemikirannya. Respon terhadap pemikiran Syahrur juga muncul dikalangan Islamisis yang nota bene para akademisi berlatar belakang pendidikan barat dan cenderung apresiatif. Diantaranya Andreas Christmanndalam sebuah abstract buku Nahwu Ushul Jadidah li al-Fiqh al-Islami, mengatakan bahwa Muhammad Syahrur sebagai seorang Prefesor Teknik Sipil telah melakukan usaha untuk menulis New Islamic
theory of Human Knowledge and Behavior (teori Islam yang baru
Maslahah, Vol. 5, No. 1, Mei 2014
tentang pengtahuan manusia dan perilakunya), meskipun ia kontroversial, tapi telah memberikan kontribusi orisinil dalam cara berfikir liberal. Peter Clark dalam The Syahrur
Phenomenon: A Liberal Islaic Voice From Syiria.7 Dale F. Eickelman yang menjuluki sebagai Immanuel Kant dari dunia arab dan sebagai Marthin Luther dalam Islam.8 Dan sebagianyang cenderung kontradiktif, itu dibuktikan dengan munculnya al-Kitab wa al-Qur’an: Qira‘ah Mu‘ashirah karya Muhammad Syahrur memunculkan sederetan nama-nama seperti Salim al-Jabi, Mahami Munir, Yusuf al-Shaidawi, Mahir al-Munajjiddan lain-lain yang ‚gerah‛ dengan pemikirannya. Salim al-Jabi dalam buku Al-Qira’ah al-
Mu’asirah li al-Daktur Muhammad Syahrur; Mujarrad Tanjim; Kazzab alMunajjimun Walau Shadaqu (pembacaan kontemporer Dr. Syahrur hanya praduga semata; para peramal selalu dusta meskipun mereka benar) 9 dan Mahami Munir M. Tahir alSyawwaf dengan bukunya Tahafut 7 Peter Clark, The Syahrur Phenomenon: A Liberal Islaic Voice From Syiria Dalam Islam and Christian-Muslim Relation. Vol.7. No 3.1996, hlm. 337 8 Dale F. Eickelman, Inside The Islamic Reformation.Wilson Quarterly 22 Nol. Winter.1998: 4 9 Salim Al-Jabi, Al-Qira’ah AlMu’asirah Li Al-Daktur Muhammad Syahrur; Mujarrad Tanjim; Kazzab AlMunajjimun Walau Shadaqu, Damaskus: AKAD, 1991
24
Al-Qira’ah Al-Mu’ashirah(kerancuan pembacaan kontemporer) yang berusaha mengulas kejanggalan-kejanggalan yang terdapat dalam buku alKitab wa Al-Qur’an baik dari aspek metodologis maupun kontennya,10 kritik al-Shaidawi diterbitkan dalam buku dengan judul Baidhat al-Dik;
Naqd Lughawyy Li Kitab al-Kitab Wa al-Qur’an(telor ayam jantan; kritik bahasa pada buku al-Kitab wa al-Qur’an ), buku ini hanya berisi kritikan terhadap sepuluh halaman pertama dari buku al-Kitab wa alQur’an: Qira‘ah Mu‘ashirah11dan sebagainya. Muhammad Syahrur adalah pemikir liberal asal Damaskus, Syria.Sejak muda belia, Syahrur terkenal dengan anak yang cerdas dan cemerlang. Kecerdasanya terbukti dengan mendapatkan beasiswa dari pemerintah Syiria ke Moskow, untuk melanjutkan kuliah di bidang Teknik Sipil (alHandasah al-Madaniyyah) pada Maret 1957. Dinegara inilah, Muhammad Syahrur mulai berkenalan dengan pemikiran Marxism, dan tidak mengakui sebagai penganut aliran
10 Mahami Munir M. Tahir AlSyawwaf, Tahafut Al-Qira’ah Al-Mu’ashirah, Cet 1, Cyprus: Al-Syawwaf Li AlNasyr Wa Al-Dirasat, 1993 11 Yusuf Al-Shaidawi , Baidhat AlDik; Naqd Lughawyy Li Kitab Al-Kitab Wa Al-Qur’an, Ttp: Al-Matba’ah AlTawuniyyah, Tt.
25
tersebut.12 Selanjutnya Universitas Damaskus mengirimkannya ke Dublin Irlandia tepatnya di Irlandia National University (al-Jami'ah al-Qaumiyah al-Irilandiyah) guna melanjutkan studinya di jenjang Magister dan Doktoral dalam bidang yang sama dengan spesialisasi Mekanika Pertanahan dan Fondasi (Mikanika Turbat wa Asasat). Pada tahun 1969 Syahrûr meraih gelar Master dan tiga tahun kemudian, tahun 1972, ia behasil menyelesaikan program doktoralnya. Pada tahun 1982-1983, Muhammad Syahrur dikirim kembali oleh universitas untuk menjadi tenaga ahli pada konsulat jenderal di Arab Saudi. Pada tahun 1995 ia juga menjadi peserta kehormatan dalam debat publik mengenai keIslaman di Lebanon dan Maroko.13 Dengan latar belakangnya sebagai ilmuan teknik, tidak menghalanginya untuk mengkajiIslam secara serius. Berangkat dari premis-premis baru itu, syahrur merumuskanepistemologi, pendekatan dan metodenya sendiri bagi Studi keIslaman.Akibatnya kajiannya menjadi kajian keIslaman yang unik dan bersifat reformatif. Keunikan yang paling mencolok terlihat dalam pemikirannya tentang 12
Charles Kurzman(ed), Liberal Islam: A Sourcebook (New York: Oxford University Press, 1998), hlm. 138 13 Peter Clark, The Syahrur Phenomenon: A Liberal Islaic Voice From Syiria Dalam Islam and Christian-Muslim Relation. Vol.7. No 3. 1996: 336
Maslahah, Vol. 5, No. 1, Mei 2014
teori hukum Islamdengan ijtihadnya menggunakan Nazoriyyat al-Hudud (Teori limitnya) nya yang mengundang banyak tanggapan pro dan kontra dari kalangan umat Islam sendiri. Teori yang merupakan terobosan dalam bidang ushul fiqh ini menurut Hallaq sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan formalnya dibidang ilmu-ilmu alam terutama Matematika dan Fisika.14 Disinilah rekonstruksi hukum Islam Muhammad Syahrur menjadi menarik dan memiliki keunikan dengan menggunakan rumus-rumus ilmu alam (Matematika) yang dikembangkan oleh Issac Newton, khususnya yang berkaitan dengan rumus persamaan fungsi [Y=f(x)], disamping juga memiliki dasar dalam surah an-Nisa/ 4:13( ّللا ِ َ ) تِ ْل َك ُحدُو ُدdengan sebuah penegasan bahwa yang menetapkan batasan-batasan (hudud) adalah Allah semata.15 Inilah fenomena syahrur yang sama sekali tidak berpijak pada paradigma ilmu ushul fiqih klasik dan dan hanya berbekal ilmu teknik. Metodologi Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan (Library Research) dengan menggunakan pendekatan 14
.Muhammad Syahrur, al-Kitab wa al-Qur’an: Qira’ah Muashirah. Damaskus: al-.Ahali li ath-Thiba'I Li an-Nasyr wa Tawzi', 1997), hlm. 246. 15 .Syahrur, al-Kitab wa al-Qur’an: Qira’ah Muashirah , 1997: 581
Maslahah, Vol. 5, No. 1, Mei 2014
kualitatif. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi.Analisis data yang digunakan adalah dengan mengumpulkan data-data kemudian dianalisis dengan menggunakan metode content analisis. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau objecty penelitian. Artinya peneliti akan memaparkan asal muasal teori itu dicetuskan dari konstruksi pemikirannya, metode dan pendekatannya, lalu mengambarkan gambaran umum tentang teori limitnya, Kemudian implikasi dari teori ini pada masalah –masalah fiqh. Metode pendekatan yang - dalam penelitian ini adalah filsafat (fhilosopycal method), yaitu upaya pencarian dan penemuan struktur dasar (fundamental structure) pemikiran/teori serta konsep yang sedangterjadi. Karena model penelitian ini adalah Library Research, maka dalam pengumpulan data, peneliti membagi sumber data menjadi 2 bagian. Sumber data pimer, yaitu kitab-kitab atau buku yang diangggap representative. Dalam hal ini, data primer adalah karya Master Piece Muhammad Syahrur yang berjudul al-Kitab
wa Al-Qur’an: Qira’ah Mu’ashirah danNahwu Usul Jadidah Li Al-Fiqh Al-Islami, sedangkan referensi primer lainnya buku-bukunya, tulisannya yang berbentuk artikel yang tersebar di berbagai jurnal dan website.
26
Sedangakan Sumber data sekunder, mencakup referensi-referensi lain yang ditulis para intelektual, baik berupa kritikan, komentar, analisa maupun karya-karya akademik. Hasil Penelitian Dari hasil analisa yang ada ternyata secara definitif Muhammad Syahrur tidak memberikan pengertian pada teori limit yang dimunculkan. Teori itu hanya bersumber dari interpretasi kata Hudud dalam AlQur’an.Jadi teori limit sebagai alternatif nama disamping teori hudud dan teori batas. Penamaan teori limit peneliti hanya bersumber dari beberapa akademisi yang lebih banyak menampilkan kata limit dari pada teori batas. Asumsi dasarnya adalah bahwa Allah di dalam Al-Qur’an telah menetapkan limit (hudud) dalam berbagai ketentuan hukum, baik yang maksimum maupun yang minimum ( disebut dengan Istiqamah) dan manusia senantiasa bergerak dari dua batasan tersebut (disebut dengan alhanifiyyah).16 Inilah wilayah ijitihad manusia, elastisitas dan fleksibilitas hukum Allah tadi dapat digambarkan seperti posisi pemain bola yang bebas bermain bola, asalkan tetap berada pada garis-garis lapangan yang telah ada. Pendek kata, selagi seorang muslim masih berada dalam wilayah Hudud (ketentuan Allah antara batas minimum dan maksimum tadi), maka 16
27
. Syahrur , 1997: 579
dia tidak dapat dianggap keluar dari hukum Allah.17 Jadi dengan adanya teori limit manusia mempunyai kesempatan dan kemampuan untuk menetapkan hukum-hukum variatif di seputar batasan yang ditetapkan Allah dengan berdasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan serta pemahaman serta kondisi sosial sebuah masyarakat. Disinilah menurutnya, letak kekuatan hukum Islam. Ia menegaskan bahwa teori limit merupakan salah satu pendekatan dalam berijtihad, Kontribusi dari teori ini sebagaimana dikutip dari buku
Epistemologi Tafsir Kontemporer; pertama, dengan teori limit, ayat-ayat hukum yang selama ini dianggap final dan pasti tanpa ada alternatif pemahaman lain ternyata memiliki kemungkinan untuk diinterpretasikan secara baru dan Syahrur mampu menjelaskannya secara metodologis dan mengaplikasikannya dalam penafsirannya melalui pendekatan Matematis. Kedua, denganteori limit, seorang mufassir akan mampu menjaga sakralitas teks Nash tanpa harus kehilangan kreatifitas manusia dalam melakukan ijtihad untuk membuka kemungkinan interpretasisepanjang masih berada dalam batas-batas hukum Allah.18
17
. Syahrur , 1997: 144 .Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer. Cet II. (Yogyakarta: Lkis 2012), hlm. 93 18
Maslahah, Vol. 5, No. 1, Mei 2014
Ditambah lagi menurut Wael B. Hallaq, teori limit (Nadzariyyat AlHudûd) telah mengatasi kebuntuan epistemologi yang menimpa karyakarya pemikir sebelumnya.19 Dari apresiasi kepada teori ini, akan dipaparkan sedikit bahwa Teori limit ini adalah sebuah teori Matematika yang dikolerasikan dan diaplikasikan dalam hukum Islam. Muhammad Syahrur yang berlatar belakang teknik, ternyata memberikan sebuah penawaran untuk merekonstruksi ayat-ayat muhkamat, sehingga dengan menggunakan teori ini mempermudahkan kita untuk melihat hukum Allah dengan kacamata yang jelas, yakni dengan menghadirkan batas maksimal dan minimal pada hukum-hukum yang ada dalam AlQur’an. Terkait dengan teori yang dikemukakannya, Syahrur menetapkannya dalam enam varian posisi, yaitu: 1. Batas minimum; 2. Batas maksimum; 3. Batas minimum dan maksimum sekaligus; 4. Batas minimum dan maksimum sekaligus dalam satu titik koordinat; 5. Batas maksimum dengan satu titik yang cenderung mendekati garis lurus tapi tidak ada persentuhan; 6. Batas maksimum positif dan tidak boleh dilampaui, batas minimum negatif boleh dilampaui.Tetapi sejauh ini 19 .Wael B. Hallaq, Sejarah Teori Hukum Islam; Pengantar Untuk Ushul Fiqh Mazhab Sunni.Terj. E kusnadiningrat dan abdul Haris. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2000)
Maslahah, Vol. 5, No. 1, Mei 2014
peneliti tidak mendapatkan Muhammad Syahrur memberikan kriteriaatau pengelompokan dan penempatan suatu ayat dalam enam varian posisi pada teori limityang dicetuskannya. Sedangkan sketsa pemikirannya menggunakan pendekatan bahasa yang oleh Ja’far Dak Albab teman dan sekaligus menjadi guru di bidang Linguistik disebut dengan al-Manhaj
al-Tarikhi al-Ilmy Fi Dirasah alLughawiyyah (pendekatan historis ilmiah dalam studi bahasa). Pendekatan lingusitiknya bila dicermati hanya digunakan untuk membangun suatu landasan pemikirannya terhadap tema-tema yang terdapat dalam AlQur’an sesuai dengan konteks ruang dan waktu abad sekarang, sementara dalam aplikasi penelitiannya, ia lebih menekankan tidak adanya sinonim dalam bahasa Arab sehingga setiap kata mempunyai pengertian masingmasing. Sementara untuk kerangka metodologinya, terlihat bahwa beliau mencoba memformulasikan teori baru dengan dilatarbelakangi oleh epistemologi pengetahuan yang RelistikEmpiriknya, dibuktikan dengan munculnya konsep al-Istiqamah dan alHanafiyyah, dan juga merumuskan teori-teorinya dengan al-Tahlily alRiyadi(analisis matematis), khususnya yang berkaitan dengan persamaan fungsi yang dirumuskan dengan y=f(x) jika mempunyai satu variabel atau y=f(x,z) jika mempunyai dua variabel atau lebih.
28
Bagi Syahrur, persamaan fungsi ini dapat dijadikan basis teori pengembangan hukum Islam karena hukum ini mencakup dua karakter dari hukum Islam. Pertama, karakter permanen (tsabit) dalam arti tetap dan tidak berubah dan universal. Karakter ini disebut sebagai al-istiqamah, dalam arti berlaku secara umum dan terus-menerus. Kedua, karakter dinamis dan cenderung kepada perubahan (al-hanafiyyah). 20Inilah yang disebut Syahrur sebagai sifat ajaran Islam, yang memiliki dua sisi yang bertolak belakang, maka persamaan fungsi ini merupakan satu syarat untuk dapat memahaminya.21 Sebenarnya persamaan fungsi ini memiliki beragam bentuk yang variatif, namun menurutnya, secara prinsip semuanya dapat dikategorikan menjadi enam bentuk. Dengan bantuan kenam bentuk persamaan fungsi di atas, ia ingin menggambarkan bahwa hubungan antara al-Istiqamah dan al-Hanafiyyah dalam hukum Islam adalah bagaikan kurva dan garis lurus yang bergerak pada sebuah matrik. Sumbu x menggambarkan perkembangan zaman atau konteks sosio-kultural masyarakat, sedangkan sumbu y sebagai undang-undang yang ditetapkan Allah Subhana Wata’alaa. Adapun titik pangkal atau titik nol melambangkan masa Hijrah Nabawiyah yakni masa dimulainya tugas risalah Nabi Muhammad.
Kurva (al-hanifiyah = ruang ijtihad)
Y
X 0 Kurva yang tergambar berupa garis lengkung mencerminkan dinamika yang bergerak sejalan dengan sumbu x, namun gerakan itu dibatasi dengan batasan hukum yang telah ditentukan Allah (sumbu y). Dengan demikian hubungan antara kurva dan garis lurus secara keseluruhan bersifat dialektik yang tetap dan yang berubah senantiasa saling terkait. Dialektika adalah sebuah kemestian untuk menunjukan bahwa hukum itu adaptable terhadap konteks ruang dan waktu.22 Secara konseptual, teori limityang digunakan Muhammad Syahrur berbeda sekali dengan pemahaman ulama konvensional, ulama konvensional baik itu yang notabene nya dari timur tengah ataupun tidak, lebih menggunakan kata hudud dan menafikan terjemahan dengan bahasa apapun. Hudud adalah bentuk jamak dari Had yang artinya pemisah antara dua hal sehingga keduanya tidak tercampur.23 Dalam kitab-kitab Fiqh konvensional Haddidefinisikan menjadi hukuman, 22
Syahrur, 1997 : 451-452. Abu Syahbah,Al-Hudud Fi Al-Islam Wa Muqaranatuhu Bi Al-Qawanin AlWad’iyyah, (Kairo: Tp 1973), hlm. 129 23
20 21
29
. Syahrur, 1997: 449. Syahrur, 1997: 450.
Maslahah, Vol. 5, No. 1, Mei 2014
itulah mengapa dalam teori fiqh konvesional hudud dipahami sebagai hukuman atau al-Uqubatyang ditentukan atas dasar sebagian perbuatan maksiat dan dosa-dosa besar,24 berangkat dari pengertian diatas juga senada seperti yang dilontarkan tim penulis UIN Syarif Hidayatullah bahwa hududa dalah ancaman hukuman yang ditentukan kadar dan bentuknya oleh Al-Qur’an dan Hadist terhadap pelaku tindak kejahatan yang berkenaan dengan hak masyarakat dan hukuman itu dipahami secara rigid, sehingga tidak dapat ditawar-tawar lagi, karena ayat-ayat yang berbicara tentang hududdipandang sebagai ayat
qath’iyy al-dalalah.25
Demikian pula, dalam teori hudud konvensioanal dibangun atas dasar teks nash bukan oleh realitas dan konteks, sehingga dalam teori initidak dikenal dengan istilah batas maksimal ataupun batas minimal, meskipun demikian, hudud tidak akan terlaksana jika belum terpenuhi seluruh syarat, dengan kata lain hudud berlaku jika syarat sempurna, jika ada satu syarat yang belum terpenuhi maka akan dikenakan Ta’zir, sebagai contoh pencuri akan dikenakan had potong tangan, jika syarat-syaratnya sudah memenuhi semua, maka akan terlaksana had tersebut. Namun jika tidak ini seperti yang dicontohkan Umar bin Khatab yang tidak
24 25
. Abu Syahbah 1973: 131, . Syahrur, 1997:329
Maslahah, Vol. 5, No. 1, Mei 2014
menghukum had potong tangan, karena dilihat kondisi sipelaku.26 Had ini juga berlaku jika harta yang dicuri sampai pada nisab yang sudah ditentukan. Para ulama berbeda pendapat Imam Ahmad, Malik dan Syafi’Iberpendapat bahwa nisabnya seperempat Dinar Emas atau tiga Dirham. Sedangkan Imam Hanafi menetapkan sepuluh Dirham untuk Nisab harta yang dicuri.27 Maka ketika barang itu tidak cukup nisab, maka had potong tangan tidak boleh diberlakukan. Dalam paradigma usul fiqh klasik menurut Hasbi As-Shiddiqiey yang dikutip oleh Taufik Adnan Amal terdapat lima prinsip yang memungkinkan Hukum Islam bisa berkembang mengikuti masa: 1) Prinsip Ijma’; 2) Prinsip Qiyas; 3) Prinsip Maslahah Mursalah; 4) Prinsip memelihara Urf’; dan 5) berubahnya hukum dengan berubahnya masa. Kelima prinsip ini dengan jelas memperlihatkan betapa pleksibelnya hukum Islam.28Dan ini menyiratkan bahwa tidak diterimanya lagi metode-metode baru. Karena kemapanan pada khazanah keilmuan Islam khususnya hukum Islam.
26 .Busthami Muhammad Said, Mafhum Tajdid al-Din, (Kuwait: Dar Al-Da’wah ,1984), hlm. 269. 27 .Abu Syahbah, 1973:224-228. 28 .Taufik Adnan Amal, Islam Dan Tantangan Modernitas. Studi Atas Pemikiran Hukum Fazlur Rahman. (Bandung: Mizan, 1989), hlm. 33-35.
30
Kemapaman tersebut bukan identik kepada statisnya solusi hukum Islam, tetapi Ini dibuktikan dengan fleksibel hukum Islam dalam perjalanan sejarah awal, perkembangan hukum Islam yang dinamis dan kreatif pada masa awal kemudian menjelma kedalam bentuk mazhab-mazhab yang memiliki corak sendiri-sendiri sesuai dengan latar belakang sosiokultural dimana mazhab hukum itu tumbuh dan berkembang.29 Pembahasan Syariat Islam, ditetapkan sebagai rahmat bagi kehidupan masyarakat dan manusia pada umumnya, sehingga melalui syariat tersebut dapat mendidik setiap individu sebagai pribadi yang dapat menjadi sumber kebaikan bagi orang lain dan masyarakat. Selain itu, syariat Islam juga berupaya untuk menegakkan keadilan dan kemaslahatan dalam kehidupan manusia.30 Secara teoritis hukum Islam merupakan perintah Allah yang disampaikan oleh utusannya Nabi Muhammad melalui perantara wahyu, sehingga bermakna hukum Islam mengandung system ketuhanan yang melalui masyarakat, bukan didahului 29
. Amin Syukur: dalam kata pengantar Noor Ahmad dkk. Epistemologi Syara’: Mencari Format Baru Fiqh Indonesia. hlm.x 30 .Muhammad Abu Zahrah:al-Jarimah Wa al-Uqubah Fi al-Fiqh al-Islami. Dar al-Fikr Al-araby, halm. 364-366.
31
masyarakat. Dengan kata lain hukum Islam mengontrol masyarakat dan bukan dikontrol oleh masyarakat. Pada umumnya, setiap analisa yang berkaitan dengan suatu hukum, terutama Hukum Islam, selalu memberikan perhatian yang cukup besar mengenai konsep hukuman yang ada pada sistem hukum tersebut. Hukuman memang harus ada karena merupakan konsekwensi logis dari adanya larangan yang ditetapkan. Suatu larangan tidak akan mempunyai arti yang signifikan apabila tidak ada kejelasan tanggung jawab terhadap akibat pelarangan tersebut. Inilah konsep hudud yang selama ini dipahami.31 Menurut Abdullah alNa’im, meskipun konsep hudud diambil dari Al-Qur’an, tetapi kenyataannya masih menyisakan problematika mengenai definisi.32 Selama ini masalah hudud dipahami sebagai ancaman hukuman yang berkaitan dengan zina, pencurian dan tuduhan zina, sebagaimana dicontohkan dalam buku-buku fiqh.33Konsep yang dipahami selama ini bersifat statistekstual. Sementara Muhammad Syahrur mendasarkan konsepnya dalam menyusun teori limit/batas berangkat dari Q.S. al-Nisa: 13-34 ‛tilka hudud Allah‛bukan berangkat dari hudud 31
. Abu Syahbah, 1973: 131. . Syahrur, 1997: 208. 33 . Ibnu Qudamah, al-Mughni Fi Fiqh al-Imam Ahmad Ibn Hambal al-Syaibani, (Beirut: Daar Al-Fikr: th), hlm. 116. 32
Maslahah, Vol. 5, No. 1, Mei 2014
yang dipahami seperti di atas, ia menegaskan bahwa pihak yang memiliki otoritas untuk menetapkan batasan-batasan hukum (haqq attasyri’) hanyalah Allah semata.Kata ‚hudud‛ disini berbentuk jama’ (plural) bentuk mufrodnya had artinya batas (limit). Pemakaian bentuk plural di sini menandakan bahwa batas (had) yang ditentukan oleh Allah berjumlah banyak, dan manusia memiliki keleluasaan untuk memilih batasanbatasan tersebut sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi yang melingkupinya. Selama masih berada dalam koridor batasan tersebut, manusia tidak menanggung beban dosa. Pelanggaran hukum Tuhan terjadi jika manusia melampaui batasan-batasan tersebut.34 Syahrur berargumen dengan dalil fisikanya bahwa tidak ada benda yanggerakkannya dalam bentuk garis lurus. Seluruh benda sejak dari elektron yang paling kecil hingga galaksi yang terbesar bergerak secara hanifiyyah (tidak lurus). Oleh karena itu ketika manusia dapat mengusung sifat seperti ini maka ia akan dapat hidup harmonis dengan alam semesta. Demikian halnya kandungan hanifiyyah dalam hukum Islam yang cenderung selalu mengikuti kebutuhan sebagian anggota masyarakat dengan penyesuaian dengan tradisi masyarakat. Untuk mengontrol perubahan-perubahan ini maka adanya sebuah garis lurus istiqamah menjadi
keharusan untuk mempertahankan aturan-aturan hukum yang dalam konteks inilah teori batas diformulasikan. Garis lurus bukanlah sifatalam ia lebih merupakan karunia tuhan agar ada bersama-sama dengan hanifiyyah untuk mengatur masyarakat.35 Ini menyimpulkan teori limit yang diusung Muhammad Syahrur lebih bersifat elastis-kontekstual, berbeda dengan konsep yang dipahami selama ini dan ia tidak hanya menyangkut masalah hukuman saja, tapi juga menyangkut hukum yang lain, seperti pakaian wanita, waris dan sebagainya. Berdasarkan kajiannya terhadap ayat-ayat hukum, Syahrur menyimpulkan adanya enam bentuk dalam teori batas yang dapat digambarkan dalam bentuk matematis dengan perincian sebagai berikut 1. Halah al-Had al-A’la (posisi batas maksimal).Daerah hasil (range) dari persamaan fungsi y (Y)=f (x) berbentuk kurva tertutup yang hanya memiliki satu titik batas maksimum. Titik ini terletak berhimpit dengan garis lurus yang sejajar dengan sumbu x.Batas maksimum menunjukkan Batas paling atas yang telah ditetapkan olehAl-quran, dan tidak mungkin ditambahi.Tetapi masih memungkinkanuntuk dikurangi.36
35 34
. Syahrur, 1997: 459
Maslahah, Vol. 5, No. 1, Mei 2014
. Syahrur, 1997: 443-446 . Syahrur, 1997: 455
36
32
memiliki satu titik batas minimum. Titik ini terletak berhimpit dengan garis lurus yang sejajar dengan sumbu x. Batas minimum merupakan batas paling minimal yang ditentukan Alquran dan ijtihad manusia tidak memungkinkan untuk mengurangi ketentuanminimal tersebut namun memungkinkan untuk menambah ketentuan.38 Hukum yang berlaku pada posisi ini merupakan semua ketentuan Allah SWT. mengenai para wanita yang dilarang untuk dinikahi, makanan yang diharamkan, hutang piutang, pakaian wanita. Disini umat Islam dilarang memberi ketentuan yang kurang dari jumlah wanita-wanita ditetapkan haram untuk dinikahi, dan boleh melakukan ijtihad untuk menambah macam wanita yang tidak boleh dinikahi misalnya dilarang menikah dengan paman/bibi (saudara sepupu), karena menurut kedokteran, keturunan yang dihasilkan oleh dua sel darah yang berdekatan akan menjadikan keturunan yang lemah, baik fisik maupun mental.Begitu pula jumlah makanan yang diharamkan batas minimal dari jumlah makanan yang diharamkan telah dijelaskan oleh Allah SWT. Surat al-Maidah ayat 3, Surat al-An’am ayat 199 dan 145.37 2. Halah al-Hadd al-Adna(posisi batas minimal). Daerah hasilnya berbentuk kurva tebuka yang 37
33
. Syahrur, 1997: 455-457
Batas maksimal ini berlaku bagi tindak pidana pencurian dan ketentuan pembunuhan. Batas hukum (ketentuan Allah) maksimal yang diterapkan pada tindak pidana pencurian adalah potong tangan. Mereka boleh menetapkan hukuman yang lebih rendah dari potong tangan sesusai dengan situasi maupun kondisi dimana hukum tersebut diterapkan. Dasar hukumnya adalah firman Allah surat al-Ma’idah ayat 38. 3. Halah al-Haddayn al-A’la Wa alAdna Ma’an(posisi batas maksimal bersamaan dengan batas minimal). 38
. Syahrur, 1997: 452
Maslahah, Vol. 5, No. 1, Mei 2014
Daerah hasilnya berupa kurva tertutup dan terbuka yang masing-masing mamiliki titik balik maksimum dan minimum. Kedua titik balik trsebut terletak berhimpit dengan garis lurus yang sejajar dengan sumbu x. Diantara kedua kurva ini terdapat titik singgung (nuqtah al-ini’taf) yang tepat berada diantara keduanya. Artinya batas minimum dan maksimum telah ditetapkan Al-quran, adapunijtihad posisinya ada diantara kedua batas minimum dan maksimum tersebut39
Ketentuan ini berlaku pada hukum waris dan poligami. Jumlah harta warisan telah ditentukan oleh Allah dalam Tanzil al-Hakim. Yang menjadi sorotan adalah batas dan antara anak laki-laki dan perempuan. Bagi anak laki-laki diterapkan, batasan batas maksimal, yaitu dua banding satu dari bagian anak perempuan. Sedangkan 39
. Syahrur, 1997: 457.
Maslahah, Vol. 5, No. 1, Mei 2014
batas minimal diterapkan bagi anak perempuan, yaitu satu banding dua bagian anak laki-laki. Ketentuan Allah ini terdapat dalam surat anNisa’ ayat 11.Ayat tersebut mengisyaratkan ketentuan Allah tentang batasan bagian bagian warisan bagi anak laki-laki dan anak perempuan. Dalam ketentuan waris,batas maksimal yang diterima laki-laki adalah dua (66,6%) sedangkan batas maksimal yang diterima wanita adalah satu (33,3%). Wilayah ijtihad ulama berada diantara dua batas tersebut. Situasi dan kondisi masyarakat selalu bergerak dinamis, sehingga menjadi sebuah pertimbangan bagi lahan ijtihad fukaha untuk dapat menyamakan bagian warisan anak laki-laki dan anak perempuan.dengan demikian, bagian yang diterima keduanya adalah 1:1 (50% : 50%)40 4. Halah al-Mustaqim(posisi lurus tanpa alternatif). Daerah hasilnya berupa garis lurus sejajar dengan sumbu x. Karena berbentuk garis lurus, posisi ini meletakkan titik balik maksimum berimpit dengan titik balik minimum. Dalam arti ketentuan had maksimum juga menjadi had minimum,sehingga ijtihad tidak memungkinkan untuk mengambil hukum yang lebihberat dan yang lebih ringan.
40
. Syahrur, 1997: 457-562
34
tersebut, dan bagi yang sudah berkeluarga harus ada sumpah li’an terlebih dahulu.42 5. Halah al-Hadd al-A’la Li Hadd
al-Muqarib Duna al-Mamas Bi alHadd Abadan(posisi batas maksimal
Bentuk keempat ini hanya berlaku pada hukuman bagi pelaku zina dan orang yang menuduh orang lain berbuat zina. Hukuman bagi pelaku zina, baik laki- laki maupun perempuan telah di tetapkan oleh Allah SWT. dalam surat an-Nur ayat 2.41 Menurut Muhamad Syahrur, ketentuan Allah SWT. yang terdapat dalam ayat tersebut menegaskan bahwa hukum tidak dibolehkan untuk menaruh belas kasihan (ra’fah) terhadap pelaku zina, baik laki laki maupun perempuan. Mereka mendapat hukuman sesuai dengan ketentuan Allah tersebut. Ketegasan hukum ini harus melalui syarat dan kondisi objektif yang harus dipenuhi sebelum hukuman itu diputuskan. Syarat-syarat tersebut adalah adanya empat orang saksi yang menyaksikan secara langsung perbuatan zina
cenderung mendekat tanpa bersentuhan). Daerah hasilnya berupa kurva terbuka yang terbentuk dari titik pangkal yang hampir berhimpit dengan sumbu x dan titik final yang hampir berhimpit dengan sumbu y. Secara Matematis, titik final hanya benar-benar berhimpit dengan sumbu y pada daerah tak terhingga. Dalam hal ini had paling atas telah ditentukan oleh Al-Quran,namun karena tidak ada sentuhan dengan had maksimum, maka hukumanbelum dapat ditetapkan.43
42 41
35
. Syahrur, 1997: 463.
. Syahrur, 1997: 463. .Syahrur, 1997: 464.
43
Maslahah, Vol. 5, No. 1, Mei 2014
Ketentuan Allah yang kelima adalah posisi batas maksimal mendekati garis lurus. Ketenteuan ini mendekati garis/batas maksimal, namun batas tersebut tidak boleh dilampui,karena dengan menyentuh nya berarti telah jatuh pada larangan Tuhan. Ketentuan Allah SWT. yang memiliki batas atas dan tidak boleh di sentuh ini di terapkan pada hubungan pergaulan antara lawan jenis, laki-laki dengan perempuan. Hal ini sesuai dengan surat al-An’am ayat 151 dan surat al-Isyra’ ayat 23. Kedua ayat di atas merupakan ketentuan Allah SWT. Mengenai rambu-rambu dalam tata cara pergaulan manusia antara lawan jenis. Umat muslim di larang untuk melakukan suatu interaksi sosial yang dapat mendekati perzinaan. Seperti dari sekedar berjabat tangan, secara perlahan-lahan hubungan itu akan meningkat pada hubungan fisik yang lain, berciuman, bercumbu, sampai pada akhirnya melakukan hubungan badan, dimana pada titik inilah terjadi perbuatan zina. Inilah mengapa Allah menetapkan sebuah batasan pada pergaulan antara lakilaki dan perempuan. 44 6. Halah al-Hadd al-A’la Mujaban Wa al-Hadd al-Adna Saliban(posisi batas maksimal positif dan batas minimal negatif). Daerah hasilnya berupa kurva gelombang dengan titik balik maksimum yang berada di daerah positif (kedua variabel x dan y, bernilai positif) dan titik balik
minimum berada di daerah negatif (variabel y bernilai negatif). Kedua titik ini terletak berhimpit dengan garis lurus yang sejajar dengan sumbu x.45
Teori batas keenam inilah yang kita pakai dalam menganalisis transaksi keuangan. Batas tertingi dalam peminjaman uang dinamakan dengan pajak bunga dan batas terendah dalam pemberian adalah zakat. Garis tengah yang berada antara wilayah positif (+) dan negative (-) adalah titik nol (batas netral). Pemberian pada wilayah nol ini adalah peminjaman bebas bunga (Qardh Hasan).46 Keenam model teori limit yang dikemukakan di atas, nampaknya sangat terkait dengan latar belakang pendidikannya di bidang sains. Dalam 45
44
. Syahrur, 1997: 464.
Maslahah, Vol. 5, No. 1, Mei 2014
.Syahrur, 1997: 464. . Syahrur, 1997: 464
46
36
khazanah pemikiran hukum Islam, pemikirannya tersebut merupakan sesuatu yang baru dan nampaknya belum ada pendahulunya.Secara umum, bisa ditangkap bahwa dengan fleksibilitas hukum Islam berdasarkan model teori ini. Pada abad ke-20, memang semakin banyak upaya pembaharuan pemikiran hukum Islam baik yang dilakukan oleh sarjana-sarjana muslim maupun oleh sarjana-sarjana orientalis. Menurut A. Khudori Sholeh setidaknya ada lima trend besar yang dominan dalam perkembangan pemikiran Islam kontemporer. Pertama, fundamentalistik yaitu kelompok pemikiran yang sepenuhnya percaya pada doktrin bahwa Islam sebagai satu-satunya jalan bagi kebangkitan umat dan manusia. Bagi mereka, Islam sendiri telah mencakup semua tatanan sosial, politik, dan ekonomi sehingga tidak butuh dengan segala metode maupun teori-teori. Kedua, tradisionalistik yaitu kelompok pemikiran yang berusaha berpegang teguh pada tradisi-tradisi yang telah mapan. Bagi kelompok ini, segala persoalan umat Islam telah dibicarakan secara tuntas oleh para ulama pendahulusehingga tugas kita sekarang hanya menyatakan kembali apa yang pernah mereka kerjakan. Ketiga, reformistik yakni kelompok pemikiran yang berusaha merekonstruksiwarisan-warisan budaya Islam dengan cara memberi penafsiran baru. Kelompok ini berpendapat
37
bahwa umat Islam telah memiliki budaya dan tradisi yang ideal, namuntradisi tersebut harus dibangun kembali dengan kerangka modern dan rasional agar dapat tetap survive di tengah perjalanan zaman. Keempat, postradisionalistik yaitu kelompok pemikirann yang berusaha mendekonstruksi warisan budaya Islam berdasarkan standar modernitas. Mereka berpendapat bahwa relevansi tradisi Islam tersebut tidak cukup dengan dengan interpretasi baru melalui pendekatan rekonstruktif seperti yang dilakukan kelompok reformistik, akan tetapi lebih dari itu yakni dekonstruktif. Dan Muhammad Syahrur masuk dalam pemikir dengan kecenderungan ini Kelima, modernistik yakni kelompok pemikiran yang hanya mengakui sifat rasional ilmiah dan menolak cara pandang agama serta kecenderungan mistis yang tidak berdasarkan nalar praktis.47 Penutup Terlepas dari kontroversi yang ditimbulkan oleh pandangan dan pemikirannya. Ia berupaya ingin memahami persoalan hukum Islam sesuai dengan perkembangan sejarah interaksi antargenerasi, sehingga diharapkan akan menegaskan eksistensi dan signifikansi hukum Islam dalam kehidupan yang terus berubah. 47 .Sholeh, Khudori (Ed). 2003. Pemikiran Islam Kontemporer. Yogyakarta: Jendela.2003), hlm.xix
Maslahah, Vol. 5, No. 1, Mei 2014
Muhammad Syahrur menawarkan sebuah teori dalam memahami hukum Islam yang disebut (Nazariyyah alHudud) atau limittheory dengan menekankan analisisnya melalui analisis bahasa yang disebutnya Metode Historis Ilmiyah Studi Bahasa (al-Manhaj al-Tarikhy al-Ilmy fi al-Dirosah al-Lughawiyah).Asumsi dasar dari teori limit ini adalah bahwa Allah menetapkan hukuman yang selama ini dipahami oleh ulama sebagai ayat qath’iolehnya dipahami sebagai ayat haddiyah yaitu ayat yang mempunyai kelenturan batasan dalam penentuan hukumannya. Dari sini, ia ingin membuktikan bahwa ajaran Islam benar-benar merupakan ajaran yang relevan untuk tiap ruang dan waktu. Ia tetap menjaga sekali sakralitas teks, tetapi tidak menghilangkan kreativitas muslim untuk berijtihad
Maslahah, Vol. 5, No. 1, Mei 2014
pada ayat-ayat hukum dalam bingkai
hududullah. Syahrur memformulasi teori limit ke dalam enam bentuk teori yaitu batas maksimal, batas minimal, batas maksimal dan minimal bersamaan, posisi dan batas lurus, batas maksimal cenderung mendekati tanpa bersentuhan, dan batas maksimal positif dan posisi batas minimal negatif. Hanifiyyah dan Istiqamah yang diambil dari pendekatan eksakta-terutama Matematika dan Fisika, dan Mathematical Analysis dalam formulasi teori limit. Ia ingin menunjukkanbahwa tidak adanya pertentangan antara wahyu dan realita (hukum alam) yang juga menjadi landasan berpikirnya yang cukup kuat. Karena setiap pemikiran tidak akan terlepas dari spesial keilmuan yang digelutinya.
38
Daftar Pustaka
Clark, Peter. 1996. The Syahrur
Phenomenon: A Liberal Islaic Voice From SyiriaDalam Islam Al-Jabi, Salim. 1991. Al-Qira’ah Al-
Mu’asirah Li Al-Daktur Muhammad Syahrur; Mujarrad Tanjim; Kazzab Al-Munajjimun Walau Shadaqu, Damaskus: AKAD. Al-Syawwaf, Mahami Munir M. Tahir. 1993. Tahafut Al-Qira’ah
Al-Mu’ashirah, Cet 1, Cyprus: AlSyawwaf Li Al-Nasyr Wa AlDirasat. Al-Shaidawi, Yusuf. Tt. Baidhat AlDik; Naqd Lughawyy Li Kitab Al-Kitab Wa Al-Qur’an, Ttp: AlMatba’ah Al-Tawuniyyah. an-Na’im, Abdullah Ahmed. 1997. Dekontruksi Syariah. Terj.Ahmad Suaedy dan Nuruddin Arrani. Yogyakarta: LKiS. Abu Syahbah, Muhammad Bin Muhammad. 1973. Al-Hudud Fi
Al-Islam Wa Muqaranatuhu Bi Al-Qawanin Al-Wad’iyyah. Kairo: Tp. Amal, Taufik Adnan. 1989. Islam Dan
Tantangan Modernitas. Studi Atas Pemikiran Hukum Fazlur Rahman. Bandung: Mizan. Anwar, Syamsul. 2002. Pengembang-
an Metode Penelitian Hukum Islam, Dalam Mazhab Jogja: Menggagas Paradigma Ushul Fiqh Kontemporer. Yogyakarta: ArRuzz Media . Badran, Abu Al-Ainain. Th. Usul Fiqh Al-Islami. Iskandariyah; Mu’assasah Syabab Al-Jami’ah.
and Christian-Muslim Relation. Vol.7. No 3. Eickelman, Dale F. 1998. Inside The Islamic Reformation. Wilson Quarterly 22 Nol. Winter. Faiz, Maksun. 2001. Konstitusiona-
isasi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional, membedah Peradilan Agama, Semarang. Tp Hallaq,Wael B. A. 2000. Sejarah Teori Hukum Islam; Pengantar Untuk Ushul Fiqh Mazhab Sunni.Terj. E kusnadiningrat dan abdul haris. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Kurzman, Charles ed., Liberal Islam: A Sourcebook (New York: Oxford University Press, 1998) Mustaqim, Abdul. 2012. Epistemo-
logi Tafsir Kontemporer. Cet II. Yogyakarta: Lkis Nabhan, Muhammad Faruq. Th. alMadkhal Li at-Tasry’ al-Islamy. Beirut: Dar Al-Qalam. Rippin, Andrew. 2006. The Blackwell Companion To The Qur’an, Oxford: Blackwell Publishing Syarifuddin, Amir. 1996. Falsafah Hukum Islam. Cet. Ke-2 .Jakarta: Bumi Aksara. ---------------------. 2002. Meretas Kebekuan Ijtihad; Isu-Isu Penting Hukum Islam Kontemporer Di Indonesia. Jakarta: Ciputat Press Syahrur, Muhammad. 2010 . Nahw
Ushul Jadidiah Lil Fiqh Al Islami. Terj. Sahiron
39
Maslahah, Vol. 5, No. 1, Mei 2014
----------------------. 1997. al-Kitab wa
al-Qur’an:
Qira’ah
Muashirah.
Damaskus: al-. Ahali li athThiba'I Li an-Nasyr wa Tawzi' -----------------------. 2000. Nahwu Ushul Jadidah Li alFiqh al-Islami. Damaskus: al-. Ahali li ath-Thiba'I Li an-Nasyr wa Tawzi' ----------------------. 2007. Prinsip Dan
Dasar Hermeneutika al-Qur’an Kontemporer. Terj. Sahiron Syamsuddin dan Burhanudin Dzikri, Cet I, Yogyakarta:el SAQ Press ----------------------. 2004. Metodologi Fiqih Islam Kontemporer.T erj.
Sahiron Syamsuddin dan Bur-hanudin Dzikri, Cet I, Yogya-karta: el SAQ Press Sholeh, Khudori (Ed). 2003. Pemikiran Islam Kontemporer. Yogyakarta: Jendela. Syukur, Amin. dalam kata pengantar Noor Ahmad dkk. Epistemologi
Syara’: Mencari Format Baru Fiqh Indonesia. Zahrah, Muhammad Abu. al-Jarimah Wa al-Uqubah Fi al-Fiqh alIslami. Dar al-Fikr Alaraby Soleh,
A.
Khudori
(ed.).
2003.
Pengantar editor; Tipologi Pemikiran Islam Kontemporer Dalam Pemikiran Islam Kontemporer. Yogyakarta: Jendela.
Maslahah, Vol. 5, No. 1, Mei 2014
40