KONSEP ISLAM DALAM AL-TANZIL AL-HAKIM PERSPEKTIF MUHAMMAD SYAHRUR Abdullah Afandi doel.affandi@g mail.com Abstrack: Most of the Muslims, according Shahrur, are misled by the various ideas from classical tradition, regardless of the variety of contemporary scientific discoveries. They consider various classical scientific tradition- filled doctrine as a truth that is "come down from the sky" and transformed into the absolute truth, including the understanding of the term Islam. So important for Shahrur to redefine the concept of Islam and with direct reference to al-Tanzil (Qur'an) as the main source of Islam itself. Shahrur calls on Muslims to study the verses of the Koran that talks about Islam as a preliminary step to find the correct understanding, valid, and comprehensive. This is an writer’s interesting to try to assess Shahrur’s bid to rereading and redefinition of the concept of Islam that had been considered complete. Keywords: Shahrur, Islam, al-Tanzil. A. Pendahuluan Kebanyakan para pemikir Islam, baik klasik maupun kontemporer, selalu memiliki basic keilmuan Islam yang mumpuni. Namun tidak dengan sosok Muhamad Shahrur. Shahrur merupakan seorang pemikir Islam berlatar ilmu teknik. Pendidikan formal agama diperoleh di SD hingga SMU. Namun di sela kesibukan profesional mekanika tanah dan teknik bangunan, ia menyempatkan refleksi dan meneliti ilmu Islam. 1 Dalam pandangan Muhamad Shahrur, paradigma keilmuan Islam sudah saatnya ditinjau ulang. Umat Islam tak lagi dapat menggunakan paradigma lama, karena – meminjam Thomas Kuhn – telah mangalami anomali sehingga tak mampu menjawab secara tepat masalah sosial, politik, budaya, dan intelektual yang dihadapi umat Islam. Islam dipahami dengan menggunakan sistem pengetahuan paling mutakhir, bahkan dengan tegas ia mengatakan bahwa karyanya tidak
mungkin dapat bertemu
karya
pengkritiknya, karena ada perbedaan manhaj (metodologi) yang dipakai. 2 Menurut Shahrur, kaum muslimin telah terpedaya oleh berbagai produk pemikiran dari tradisi keilmuan klasik tanpa memperhatikan berbagai penemuan 1
Muhyar Fanani, Membumikan Hukum Langit Nasionalisasi Hukum Islam dan Islamisasi Hukum Nasional Pasca Reformasi (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), 199. 2 Ibid. 208.
keilmuan kontemporer. Mereka menganggap berbagai tradisi keilmuan klasik yang dipenuhi doktrin sebagai suatu kebenaran yang ‚serta merta turun dari langit‛ dan menjelma menjadi kebenaran yang absolute, padahal semua itu hanyalah bersifat tentative dan cenderung bersifat terbalik. 3 Salah satu yang dianggap penting bagi Shahrur adalah redefinisi konsep Islam dan Iman dengan merujuk langsung kepada al-Tanzil (al-Qur’an) selaku sumber utama ajaran Islam itu sendiri. Shahrur mengajak umat Islam untuk mengkaji kembali ayat-ayat alQur’an yang membahas tentang Islam dan Iman sebagai langkah awal untuk menemukan pemahaman yang benar, valid, dan komprehensif tentang keduanya. 4 Tulisan ini mencoba mengurai konsep Islam yang ditawarkan Shahrur yang mencoba memasukkan ihsan dan amal shaleh sebagai bagian dari rukunnya, dan bagaimana Shahrur membangun argumentasinya terkait konsep Islam tersebut dengan mengembalikannya kepada apa yang tertera dalam al-tanzil. B. Konsep Islam dalam Tanzil Hakim5 Berawal dari ayat-ayat al-Qur’an yang memuat kata islam beserta seluuruh derivasinya, diperoleh pemahaman bahwa Islam bukanlah nama dari suatu keyakinan unik, yang untuk pertama kalinya diperkenalkan Muh}a mmad. Karenanya, Nabi Muh}ammad tidak dapat disebut sebagai pendiri agama Islam. Al-Qur'an telah menyatakan dengan cukup jelas bahwa Islam –pemasrahan diri yang sempurna kepada Allah— adalah satu-satunya keyakinan yang terusmenerus diwahyukan Allah kepada ummat manusia sejak awal kejadiannya. Nabi Ibra>hi>m, Mu>s a>, ‘I<s a> —para Nabi yang tampil pada masa dan tempat yang berbeda— semuanya menyampaikan keyakinan yang sama. Mereka bukanlah para pendiri dari keyakinan-keyakman yang berbeda. Masing-masing di antara
3
Muh}ammad Shah}ru>r, al -Kita>b wa al-Qu r’a>n : Qira’ah Mu’as}irah (Damaskus: al-Ah}al li al-T{iba>’ah wa al-Nashr wa al-Tauzi’, 1990), 29. 4 Selengkapnya baca Muh{ammad Syah{ru>r, ‚al-Isla>m wa al-I> ma>n : Mand}u >mat al-Qiya>m‛ (Damaskus al-Ah}ali li al-Tiba>’ah wa al -Nash r wa al-Tawzi>’ , 1996) 5 Al-Tanzi>l al-Haki>m adalah istilah lain yang digunakan Muh}ammad Shah}ru>rsebagai representasi dari al-Qur’an, lebih lanjut baca konsep inzal dan tanzil versi M uh}ammad Shah}ru>r dalam Metodologi Fiqih Islam Kontemporer, ed. Sahiron Syamsuddin, (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2010), 36-37.
mereka
mengulangi
pendahulunya.
kembali
keyakinan
yang
telah
disampaikan
oleh
6
Deskripsi tentang term Islam, beserta derivasinya dari kata kerja aslama, yang berarti menyerahkan diri, sebenarnya cukup banyak dijumpai dalam alQur'an. Islam melalui kata kerja aslama pada Qs. 2:113 dinyatakan: "Ya, barang
siapa menyerahkan dirinya kepada Allah dan ia berbuat baik, maka ia mendapat pahalanya pada Tuhannya dan tiada ada ketukutun kepadanya dan tidak ia berduka cita." Ini adalah kata kerja, yang menyebut obyek, yaitu "diri" atau jiwa" (wajh). Contoh yang tidak menyebut objeknya Qs. 72:14 disebutkan: "dan
bahwa dari pada kami ada yang berserah diri dan dari pada kami ada yang menyimpang dari jalan kebenaran. Maka barangsiapa berserah, mereka itulah menempuh jalan yang tepat." Paparan ayat-ayat di atas menggambarkan kata aslama sebagai sikap jiwa, yaitu ‚menyerahkan dengan tulus hati" atau "mengikhlaskan". Selain dalam bentuk aslama, derivasi dari kata Islam juga bisa ditarik menjadi salim min (selamat dari); muslim (orang yang sejahtera, kesejahteraan, tempat sejahtera). Salah satu nama Tuhan yang disebut dalam al-Asma-ul-
Husna (Qs. 59:23), yaitu al-Salam yang diartikan sebagai "selamat (yakni suci) dari kekurangan dan keburukan apapun jugu. 7 Menurut Rahman, Islam berakar pada kata s-1-m, artinya merasa aman" (to be safe), "utuh" (whole) dan "integral". Kata silm, dalam Qs. 2:208, berarti ‚perdamaian‛ (peace), sedangkan kata salam, dalam Qs. 39:29, berarti ‚keseluruhan‛ (whole), sebagai kebalikan dari "terpecah dalam berbagai bagian,
-
walau pun al-salam, dalam Qs. 4:91, mengandung arti ‚perdamaian.‛ Dalam berbagai penggunaannya, kata isla>m ini berarti "perdamaian," "keselamatan' - atau "ucapan salam". Dengan melihat berbagai maknanya itu, maka secara keseluruhan tertangkap ide bahwa penyerahan diri pada Tuhan, seseorang akan
6
Lihat Abu>l A'la> Maudu>d i, "Apakah Arti Islam", dalam Altaf Gauhar, Tantangan Islam, (Bandung: Pustaka, 1983), 3. 7 Lihat M. Dawam R ahardjo, En siklop edi Al-Qu r'an Tafsir Sosial Berdasark an Kon sep -kon sep Kunci, (Jakarta: Paramadina dan Ulumul Qur'an , 1996 ), 142.
mampu mengembangkan seluruh (whole) kepribadiannya secara menyeluruh (intergral ). 8 Masih menurut Rah} man, terma Islam dan Muslim selain dipergunakan dalam
bentuk
harfiyahnya,
yakni
"menyerah"
atau
"seseorang
yang
menyerahkan dirinya kepada (hukum) Tuhan", kata-kata ini juga dipergunakan sebagai nama diri untuk pesan keagamaan yang dikumandangkan oleh al-Qur'an dan bagi komunitas yang telah menerimanya. Isla> m dala Qs. 22:78, pesan keagamaan ini dinisbahkan kepada Ibra>hi> m, yang dikatakan telah memberikan nama Muslim kepada komunitas yang menerima pesan al-Qur'an. 9 Pada tingkat selanjutnya, pemaknaan Islam sebagai kepatuhan atau kepasrahan ini berimplikasi pada adanya ruang interpretasi yang sangat luas di kalangan umat Islam maupun pengkaji Islam. Namun, setidaknya sebagaimana diungkap oleh Sachiko Murata dan William C. Chittick, kata Islam memiliki tempat makna dasar, mulai dari yang paling luas sampai yang lebih sempit: 1. Kepatuhan atau ketundukkan seluruh makhluk kepada penciptanya; 2. Kepatuhan
atau
ketundukkan
manusia
kepada
petunjuk
Tuhan
sebagaimana diwahyukan kepada para Rasul; 3. Kepatuhan atau ketundukkan manusia kepada bimbingan Tuhan sebagaimana diwahyuhan kepada nabi Muhammad; dan 4. Kepatuhan atau ketundukkan pengikut Muhammad kepada perintah praktek Tuhan. 10 Dengan berbagai variasi pemaknaan kata Islam pada banyak konteks pembicaraan dalam al-Qur'an, pada akhirnya kata ini dianggap lebih merujuk pada nama agama yang diajarkan oleh Muh} ammad, yang bermakna, agama yang damai dan penyerahan diri pada Allah. 11 Meski demikian, hal yang perlu ditekankan bahwa gagasan utama dari lslam sendiri, bukanlah semata kepatuhan
8
Lihat Fazlur Rahman, Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam, terj. Taufik Adnan Amal, (Bandung: Mizan, 1993), 95. 9 Ibid., 96. 10 Lihat Sachiko Murata and William C. Chittick, The Vision of Islam, (London: LB. Tauris & Co Ltd, 1996), 6. 11 Lihat Faruq Sherif, A Guide to the Con ten s o f the Qu r’an , (Lebanon: Ithaca Press, 1995), 118.
atau kedamaian, tetapi adalah ide kesatuan wahyu atau lebih pada keyakinan bahwa Tuhan Pencipta itu adalah tunggal. 12 C. Rukun Islam dan Takli>f Islam Shahrur memulai kajiannya tentang term islam dari distingsi antara muslim dan mukmin, sebagaimana dua komunitas tersebut terbedakan dalam penyebutannya oleh al-Qur’an. Menurutnya, muslimin-muslimat adalah satu hal dan mu’minin-mu’minat adalah hal lain, terklasifikasikan sebagaimana berikut: 13 No 1
Klasifikasi
Surat
Muslimi>n- muslima>t dan
Mu’mini>n- Q.S. al-Ah}zab (33): 35
mu’mina>t ِِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِِ … ني َ ني َوالْ ُم ْؤمنَات َوالْ َقانت َ ني َوالْ ُم ْسل َمات َوالْ ُم ْؤمن َ إِ َّن الْ ُم ْسلم 2
Mu’mina>tin mensifati muslima> tin Q.S. at}-T}ah} ri>m (66) : 5 ٍ ات ََتئِب ٍ ات قَانِت ٍ َات ُّم ْؤِمن ٍ عس ى ربَّو إِن طَلَّ َق ُك َّن أَن ي ب ِدلَو أ َْزواجا خي را ِمن ُك َّن مسلِم …ات َ َُ ََ ّ ً ْ َ ً َ ُ ُْ َ َُْ
3
Islam mendahuli Iman
Q.S. al-H}ujura> t (49) : 14
ِ ِ ِ …َسلَ ْمنَا َولَ َّم ا يَ ْد ُخ ِل اْ ِإلميَا ُن ِِف قُلُ وبِ ُك ْم ْ اب ءَ َامنَّا قُل ََّّلْ تُ ْؤمنُوا َولَك ن قُولُوا أ ُ قَالَت اْأل َْعَر Pemahaman berikutnya yang diperoleh Shahrur dari klasifikasi tersebut adalah bahwa Islam selamanya mendahului Iman. Argumenasi Shahrur, bahwa memang istilah Islam dan derivasinya sudah digunakan (terjadi) pada umat sebelum umat Muh}ammad, diperkuat pula dengan tabelisasi ayat-ayat berikut: 14 No
Tentang
1
Jin
2
Ibra>hi>m
Surat Q.S. al-Ji>n (72) : 14 ِ ِ ِ ِ ك ََتََّرْوا َر َش ًدا َ َِسلَ َم فَأ ُْولَئ ْ َوأَ ََّّن منَّا الْ ُم ْسل ُمو َن َومنَّا الْ َقاسطُو َن فَ َم ْن أ Q.S. A>li ‘imra>n (3) : 67 ِ ِ …صَرانِيِّا َولَ ِك ن َكا َن َحنِي ًفا ُّم ْسلِ ًما ْ ََما َكا َن إِبْ َراى ُيم يَ ُه ود ًِّّي َوالَ ن
12
Lihat Muhammad Abdui Rauf, " Some Notes on the Qur'anic Use of the Terms Islam and Iman , dalam the Muslim World Volume LVII,1967, 94. 13 Muh{ammad Syah{ru>r, al-Isla>m wa al-I> ma>n : Mand}u>mat al-Qiya>m , 31. 14
Ibid., 32
3
Ya’qu>b
4
Yu>suf
Q.S. al-Baqarah (2) : 132 ِ ِ ِ ِ ِ َّ وو ين فَالَ َتَُوتُ َّن إِالَّ َوأَنتُم ُّم ْسلِ ُم و َن َّ َِوب ًَّيب ْ َِن إِ َّن هللا َ ص ى ِبَآإِبْ َراى ُيم بَنيو َويَ ْع ُق ََ َ اصطَ َفى لَ ُك ُم ال ّد Q.S. Yu>suf (12) : 101
ِ ِ السماو ِ ِ ِ ِ ك وعلَّمتَ ِِن ِمن ََتْ ِو ِيل اْأل ِ َِخرة ِ َِِنت َو ِ ات َواْأل َْر ِّ َر ْ َ َ ْب قَ ْد ءَاتَ ْي تَ ِِن م َن الْ ُمل َ ْ َ َ َّ َحاديث فَاط َر َ ل ِف الدُّنْيَا َواْأل ّ َ ضأ ِِ َّ َْلِ ْق ِِن ِِب ني ْ تَ َوفَّ ِِن ُم ْسلِ ًما َوأ َ لصاْل 5
Tukang sihir Fir’aun Q.S. al-A’ra> f (7) : 126 ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ني َ ص ْب ًرا َوتَ َوفَّنَ ا ُم ْسلم َ َوَم اتَنق ُم منَّآ إِآل أَ ْن ءَ َامنَّا بئَ َاًّيت َربّنَا لَ َّما َجآءَتْ نَا َربَّنَآ أَفْ ِر ْغ َعلَْي نَا
6
Fir’aun Q.S. Yu>nus (10) : 90 ِ ِ ِ َّنت أَنَّوُ آلأِلَوَ إِال َ َودهُ بَ ْغيًا َو َع ْد ًوا َح ََّّت إِ َذا أ َْد َرَكوُ الْغََر ُق ق ُ ُيل الْبَ ْح َر فَأَتْ بَ َع ُه ْم فَ ْر َع ْو ُن َو ُجن ُ ال ءَ َام َ َو َج َاوْزََّن ببَ ِِن إ ْسَراء ِ ِ ِِ الَّ ِذي ءامن ِ ِِ ني ْ ََ َ َ يل َوأَ ََّن م َن الْ ُم ْسلم َ ت بو بَنُوا إ ْسَراء
7
Al-H}awa>riyyu>n Q.S. A>li ‘Imra>n (3) : 52 ِ فَلَ َّم آ أَح َنص ُار هللاِ ءَ َامنَّا ِِبهللِ َوا ْش َه ْد ِِبَ ََّّن َ ََنصا ِري إِ ََل هللاِ ق َ َيسى ِمنْ ُه ُم الْ ُك ْف َر ق َّ َ َ ال ا ْْلََوا ِريُّو َن ََْن ُن أ َ ال َم ْن أ َ سع ُم ْسلِ ُم و َن
8
Nu>h}
Q.S. Yu>nus (10) : 72, 73 ِ ِ ِ ِ ِِ ِ َ ت أَ ْن أَ ُكو َن م َن الْ ُم ْسلم ُ ي إِالَّ َعلَى هللا َوأُم ْر ْ َج ٍر إِ ْن أ ْ اس أَلْتُ ُكم ّم ْن أ ُني {} فَ َك َّذبُوهُ فَنَ َّج ْي نَاه َ فَإن تَ َولَّْي تُ ْم فَ َم َ َج ِر ِ وم ن َّمعو ِِف الْ ُفْل …ك َُ ََ
9
Lu>t}
Q.S. az\-Z|a>riya>t (51) : 35, 36 ِ ِ ٍ ِِ ِ ِفَأَخرجنَا من َكا َن ف ِِ ني َ ْ ني {}فَ َم َاو َج ْد ََّنف ْي َه ا َغ ْي َربَْيت ّم َن الْ ُم ْسلم َ يها م َن الْ ُم ْؤمن َ َ ْ َْ
Menurut Shahrur: ayat-ayat tersebut memberikan pemahaman bahwa jin, Ibra>h}i>m, Ya'qu>b dan anak cucunya, Yu>suf, tukang sihir Fir'aun, kaum Hawa>riyyu>n, Nu>h} dan Lu>t} termasuk orang-orang Muslim, bahkan Fir'aun sendiri mengaku dirinya muslim ketika tenggelam, sementara mereka semua bukan pengikut Muhammad. Dengan demikian, dapat dimengerti Islam dan Iman merupakan dua hal yang berbeda. Islam lebih dahulu dari Iman. Dan Muslimin tidak terbatas mereka pengikut Muh}ammad. Di sini akhirnya Muh{a mmad Syah{ ru>r mempertanyakan : Jika kesaksian atas kerasulan Muh}ammad dan beberapa ritual merupakan Rukun Islam, lalu bagaimana keislaman Fir'aun dianggap absah, sementara ia hidup pada periode Mu>sa>, juga keislaman Hawa>riyyu>n padahal mereka hanya kenal al-Masi>h}
‘I>sa> Ibn Maryam, juga keislaman mereka yang disebut dalam Tanzil Hakim (sebagaimana terdapat dalam ayat-ayat) padahal mereka tidak pernah mendengar kerasulan Muh}a mmad, tidak berpuasa pada bulan Ramadan dan tidak berhaji? Dalam Kitab-kitab Ushu>l dan al-Adabiyya>t al-Isli> miyyah (kitab-kitab tentang Pendidikan Keislaman) telah menetapkan rukun-rukun bagi Islam (konvensional) yang dibatasi hanya lima. Yakni, tauhid, pembenaran atas kerasulan Muh}ammad dan beberapa manasik. Hal ini menurut pandangan Muh{ammad Syah{ ru>r mengakibatkan Amal Saleh, Ihsan dan Akhlak terlempar jauh dalam urutan rukun ini. Dengan tidak sengaja Muh{ammad Syah{r u>r menemukan bahwa dalam diri umat Islam sekarang ini telah merasuk pemikiran kaum sekuler dan Marxis dalam hal beragama, sebagaimana yang terjadi juga di kalangan kaum Yahudi dan Nasrani. Lihat seperti yang terkandung dalam Tanzil Hakim yang menjelaskan ayat muh} kam bahwa, Allah berfirman: ِ ِ اْلنَّةَ إِالَّ من َكا َن ى ودا أَو نَصارى تِلْك أَمانِّيُّ هم قُل ىاتُوا ب رىانَ ُكم إِن ُكنتم َسلَ َم َ صادق ْ ني {} بَلَى َم ْن أ َ ُْ َ َْ َوقَالُوا لَن يَ ْد ُخ َل ْ َ ُْ َ ْ ْ ُ َ َ ََ ْ ً ُ ِِ ِ ف َعلَْي ِه ْم َوالَ ُى ْم ََْيَزنُو َن ٌ َج ُرهُ ِع َند َربِِّو َوالَ َخ ْو ْ َو ْج َهوُ َّّلِل َوُى َو ُُْمس ُن ُُ فَلَوُ أ
15
Orang Yahudi mengklaim surga milik mereka, orang "lain" berada di neraka. Orang Nasrani juga mengklaim surga sebagai hak mereka, di "luar" mereka berada di neraka. Tanzi>l menganggap semua itu hanya anggapananggapan tanpa bukti. Dengan, tegas Tanzi>l memberi koreksi atas anggapan tersebut; surga adalah tempat setiap orang yang "aslama wajhahu> lil-La>hi wa
huwa muh}sin". Bila di baca dengan teliti - dengan kerangka di atas - permulaan Q.S. alBaqarah : Alif La>m Mi>m. Inilah kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, mendirikan salat, dan menafkahkan sebagian rizki..." Muh{ ammad Syah{ r u>r memahami bahwa "al-Gayb" di sini adalah Allah dan Hari Akhir, dan bahwa Amal Saleh, Ihsan adalah Rukun Islam. Sehingga dapat di pahami secara keseluruhan dan secara logis bahwa pernyataan Allah yakni ‚ agama di sisi-Nya adalah islam ‛. Allah tidak 15
Q.S. al-Baqarah (2) : 111-112.
menerima agama lainnya, sebab bagaimana mungkin sang Pencipta menerima agama dari hambanya yang tidak memiliki sumber. Dengan demikian, terlihat bahwa sebenarnya ketika Muh{a mmad Syah{ ru>r berbicara tentang Iman dan orang-orang beriman. Shahrur ingin menyatakan bahwa sesungguhnya Tanzil Hakim sedang berbicara tentang dua jenis manusia, atau dua jenis iman. Pertama iman kepada Allah dan Hari Akhir (Islam). Kedua iman kepada Muh} ammad dan risalahnya. Hal ini tergambar dengan amat jelas dalam Tanzil Hakim. Rukun Islam (konvensional) menjadi poin yang prinsipil, dikatakan: Islam tidak akan tegak kecuali di atas pembenaran terhadap? risalah Muhammad, salat, zakat, puasa dan haji. Inilah Islam yang, dalam anggapan mereka, selainnya tidak akan diterima Allah, dan tidak akan masuk surga kecuali orang yang melakukan perbuatan tersebut. Muh{a mmad Syah{ru>r mempertanyakan kalau anggapan mereka seperti itu: bukankah ini senada dengan perkataan Yahudi dan Nasrani yang dibantah Allah dalam Tanzi>l -Nya? Salat, zakat, puasa Ramadan, haji, dianggap, final sebagai Rukun Islam. Sementara jika diperhatikan dalam Tanzi> 1 H} aki> m, maka akan temukan semua ritual itu dibebankan kepada orang Mukmin, bukan orang Muslim. Seperti pada Firman-firman Allah : No 1
Kewajiban
Surat
Shalat bagi orang Mukmin
Q.S.an-Nisa>' (4): 103 ِِ وًت َّ …إِ َّن ً ُني كِتَ ًاِب َّم ْوق ْ َالصالَةَ َكان َ ت َعلَى الْ ُم ْؤمن
2
Shalat dan tunaikan zakat Q.S. al-Baqarah (2) : 110 ِ ِ اّلِل ِِبَا تَ عملُو َن ب ِ َِّ الزَكاةَ وم ا تُ َق ِّدم وا ألَن ُف ِس ُكم ِّمن َخ ٍْْي ََِت ُدوهُ ِع َند ُُ ُصْي َّ يموا َ َ ْ ََّ اّلِل إ َّن ْ ُ َ َ َّ الصالَةَ َوءَاتُوا ُ َوأَق
3
Shalat, zakat dan ta’at pada Rasul
4
Puasa bagi orang yang beriman
Q.S. an-Nu> r (24) : 56 ِ ِ َّ الصالَةَ َوءَاتُوا ول لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْر ََحُون َ الر ُس َّ يموا َّ يعوا ُ الزَكاةَ َوأَط ُ َوأَق Q.S. al-Baqarah (2) : 183 ِ َّ ِ ِ … الصيَ ُام ّ ب َعلَْي ُك ُم َ ين ءَ َامنُوا ُكت َ ًَّيأَيُّ َها الذ
5
Puasa di bulan Ramadhan
Q.S. al-Baqarah (2) : 185
ِ … ُص ْمو ْ …فَ َم ن َش ِه َد من ُك ُم الش ُ ََّه َر فَلْي Umat Islam, menurut Shahrur, sekarang dihadapkan pada pertanyaan besar: mengapa tema tentang jihad, perang, qis} a> s}, syu> ra>, memenuhi janji dan sejumlah perintah atau takli> f lainnya diasingkan dari Rukun Islam, padahal semuanya memiliki nilai hukum yang sama seperti salat, zakat, puasa dan haji. 16 No 1
Talki>f
Surat
Berhijrah, jihad di jalan Allah Q.S. al-Anfa>l (8) : 74 ِ َّ ِ ِ ِ ِ َّ ك ُى ُم الْ ُم ْؤِمنُو َن َحقِّا ََّّلُم َّم ْغ ِف َرةٌ َوِرْز ٌق َ ِص ُروا أ ُْولَئ َ اج ُروا َو َج َ َين ءَ َاوْوا َون َ ين ءَ َامنُوا َوَى َ اى ُدوا ِف َسب ِيل هللا َوالذ َ َوالذ ٌَك ِرمي
2
Berjihad dengan harta dan jiwa
Q.S. al-H}ujura> t (49) : 15
ِ ِِ ِ ِ َّ ِ ِِ َِّ ك ُى ُم َ ِاى ُدوا ِِب َْم َواَّل ْم َوأَن ُف ِس ِه ْم ِِف َسبِ ِيل هللا أ ُْوالَئ َ ين ءَ َامنُوا ِِبهلل َوَر ُس ولو ُُثَّ ََّلْ يَْرًَتبُوا َو َج َ إَّنَا الْ ُم ْؤمنُو َن الذ الص ِادقُو َن َّ 3
Kewajiban berperang
Q.S. al-Baqarah (2) : 216 ِ ال َوُى َو ُك ْرهُ ُُ لَّ ُك ْم … َوهللاُ يَ ْعلَ ُم َوأَنتُ ْم الَ تَ ْعلَ ُم و َن ُ َب َعلَْي ُك ُم الْ ِقت َ ُكت
4
Qis}a>s}
5
Shalat, musyawarah, bernafkah Q.S. asy-Syu>ra> (42) : 38 ِ ِ َّ اى ْم يُ ِنف ُقو َن َّ استَ َجابُوا لَِرِّبِِ ْم َوأَقَ ُاموا ُ َورى بَ ْي نَ ُه ْم َوِمَّا َرَزقْ ن ْ ين َ الصالََة َوأ َْم ُرُى ْم ُش َ َوالذ
6
Memenuhi akad
Q.S. al-Baqarah (2) : 178 ِ ِ َّ ِ … اص ِِف الْ َق ْت لَى َ ب َعلَْي ُك ُم الْق ُ ص َ ين ءَ َامنُوا ُكت َ ًَّيأَيُّ َها الذ
Q.S. al-Ma>idah (5) : 1 ِ ًّيأَيُّها الَّ ِذين ءامنُوا أَوفُ وا ِِبلْع ُق … ود ُ ْ ََ َ َ َ
7
Menepati janji
Q.S. al-Isra>’ (17) : 34 ِ ِ َ والَتَ ْقرب وا م …َُشدَّه ُ َح َس ُن َح َِّت يَبْ لُ َغ أ ْ ال الْيَتي ِم إِالَّ ِِبلَّ ِِت ى َي أ َ َُ َ
Dilarang mendekati harta anak Q.S. al-Isra>’ (17) : 34 yatim ً…َوأ َْوفُ وا ِِبلْ َع ْه ِد إِ َّن الْ َع ْه َد َكا َن َم ْس ُؤوال 8 16
Adil dalam takaran dan timbangan
Q.S. al-Isra>’ (17) : 35
Muh}ammad Shah}ru>r, al-Isla>m wa al-I> ma>n : Mand}u >mat al-Qiya>m, 35.
ِ ََوأ َْوفُ وا الْ َكْيل إِذَا كِلْتُ ْم َوِزنُوا ِِبلْ ِق ْسط … اس الْ ُم ْستَ ِقي ِم َ 9
Tidak taklid
Q.S. al-Isra>’ (17) : 36 … ك بِِو ِعلْ ٌم َ َس ل ُ َوالَتَ ْق َ ف َمالَْي
10
Larangan sombong
Q.S. al-Isra>’ (17) : 37 ِ ش ِِف اْأل َْر ِ ََْوالََت … ض َم َر ًحا
11
Izin dalam bertamu Q.S. an-Nu>r (24) : 27 ِ َّ … وًت َغ ْي َر بُيُوتِ ُك ْم َح ََّّت تَ ْستَأْنِ ُسوا َوتُ َسلِّ ُم وا َعلَى أ َْىلِ َها ً ُين ءَ َامنُوا الَتَ ْد ُخلُوا بُي َ ًَّيأَيُّ َها الذ
Dengan menganggap Rukun Islam hanya mencakup persoalan ritual, umat Islam sekarang ini menurut Muh{ ammad Syah{ru> r seolah-olah telah melakukan kesalahan fatal terhadap apa yang disampaikan Tanzil Hakim. Agama, menurut pandangan Allah, adalah Islam. Agama lain tidak diterimanya, tetapi agama Islam dalam pandangan Allah adalah agama fit}r ah insa>niyyah (yang sejalan dengan fitrah manusia), yang telah difitrahkan Allah pada makhluk-Nya, sebagaimana pernyataan Allah: ِ ِفَأَقِم وجهك لِل ِّدي ِن حنِي ًفا فِطْرت هللاِ الَّ ِِت فَطَر النَّاس علَي ها الَتَب ِديل ِِللْ ِق هللاِ ذَل ِ ين الْ َقيِّ ُم َولَ ِك َّن أَ ْكثَ َر الن َّاس َ َ ََْ ْ َ َ ْ َْ َ َ َ ََ َ ُ ك ال ّد 17
الَيَ ْعلَ ُم و َن
Berdasarkan dalil tersebut, menjadi jelas, Rukun -rukun Islam bersifat
fit} ri (naluriah), sejalan dengan tabiat dan kecenderungan makhluk. Apakah ritual-ritual seperti salat, puasa, haji, zakat yang diyakini sebagai bagian dari Rukun Islam itu bersifat fitri? Yang selaras dengan dorongan jiwa, rohani dan akal pikiran? Dapat dicontohkan misalnya tentang zakat, maka akan temukan sesuatu yang sangat berlawanan dengan fitrah manusia. Zakat adalah mengeluarkan harta kekayaan dan menginfakkannya, padahal Allah telah menciptakan rasa cinta terhadapnya, sebagai bagian dari watak manusia yang mencintai keabadian. 18
No 1 17 18
Fitrah Manusia Cinta harta benda secara berlebihan
Surat Q.S. al-Fajr (89) : 20
Q.S. ar-Ru>m (30) : 30 Muhammad Syahru>r, al-Isla>m wa al-I> ma>n : Mand}u >mat al-Qiya>m, 36
ال ُحبِّا ََجِّا َ َوَُِتبُّ و َن الْ َم 2
Memberikan harta yang dicintai Q.S. al-Baqarah (2) : 177 ِ ِ ِِ ِ ََخ ِر والْملَئِ َك ِة والْ ِكت ِ ِ …ال َعلَى ُحبِِّو َ ني َوءَاتَى الْ َم َ ِّ ِاب َوالنَّب َ َ َ …َولَك َّن الْ َِّب َم ْن ءَ َام َن ِبهلل َوالْيَ ْوم اْأل
3
Kekayaan dan cinta pada anak
Q.S. al-H}adi>d (57) : 20
ِ َّ …اخ ُر ُُ بَ ْي نَ ُك ْم َوتَ َكاثُُر ُُ ِِف اْأل َْم َو ِال َواْأل َْوالَ ِد ُ ب ُُ َوََّلُْو ُُ َوِزينَةٌ َوتَ َف ُ ْاعلَ ُموا أََّنَا ا ْْلَيَاةُ الدُّنْيَا لَع 4
Berkeluh kesah dan kikir
Q.S. al-Ma’a>rij (70) : 19-21 ِ ِ ِ وعا ً ُوعا {} َوإِذَا َم َّسوُ ا ِْلَْي ُر َمن ً وعا {} إِذَا َم َّسوُ الشَُّّر َج ُز ً ُنسا َن ُخل َق َىل َ إ َّن اْإل
Begitu juga dalam ritual puasa, maka akan didapati sesuatu yang bertentangan dengan fitrah dan tabiat mencintai keadilan. Sangat bertentangan menurut fitrahnya, seseorang perlu makan ketika lapar, minum manakala haus, atau mengeluarkan serapah, umpatan atau kata-kata maki saat marah. Namun puasa ‚membungkam‛ sisi liar yang menjadi fitrah, mengekang gairah yang telah diciptakan Allah pada mahluknya untuk memelihara keagaman dan menjaga keabadian. Masih ada contoh ketiga, yang tidak dimasukkan sebagai Rukun Islam, kendati Allah juga membebankannya kepada orang Mukmin, yaitu perang. Pada kasus ini Allah dengan tegas menyebut: 19
ِ ...ال َوُى َو ُك ْرهُ ُُ لَّ ُك ْم ُ َب َعلَْي ُك ُم الْ ِقت َ ُكت
Perang diwajibkan atas orang-orang Mukmin sebagaimana (diwajibkan) terhadap orang-orang terdahulu. Juga ayat tentang puasa (Q.S. al-Baqarah (2) : 182) yang pewajibannya atas orang Mukmin sama seperti terhadap orang-orang sebelum mereka, juga disebutkan, salat adalah kewajiban yang telah ditentukan waktunya, Kita>b mauqu> t. Namun pada (Q.S. a1-Baqarah (2) : 216) Allah menambahkan penjelasan, bahwa Dia memerintahkan perang kepada orang-orang Mukmin meski itu sangat tidak disukai oleh mereka. Perang berlawanan dengan fit} rah, zakat bertentangan dengan fit}rah, puasa tidak sinkron dengan fit}r ah. Singkatnya, semua bentuk ritual bertentangan dengan fit} rah. Kalau saja semua itu merupakan fit}rah, tentunya Allah tidak bakal meletakkannya dalam muh}ka>m kitab-Nya dan tidak membebani orang mukmin 19
Q.S. a1-Baqarah (2) : 216.
dengan itu semua. Dan semua makhluk - dengan tuntunan fit}r ah-nya - tidak akan meninggalkannya, tanpa perlu diperintah. Sebagaimana seekor sapi yang tidak akan memakan daging, karena begitulah fit}rah yang diberlakukan Allah padanya. Sampai disini Muh{ammad Syah{ru> r melakukan "gugatan" atas anggapan Rukun Islam itu lima, sekaligus sebagai peringatan bagi pendukungnya, bahwa hal demikian berlawanan dengan Tanzil Hakim.
Lantas apa yang tidak
berlawanan dengan Tanzil Hakim menurut Muh{ammad Syah{ru>r? Table ayat dibawah ini adalah bentuk formulasi Muh{a mmad Syah{ru>r tentang tawaran hukum tentang rukun Islam. 20 No 1
Rukun Islam
Surat
Beriman kepada Allah
Q.S. al-Baqarah (2) : 62
ِ َخ ِر وع ِمل ِ ِ ِ ِ َّ إِ َّن الَّ ِذين ءامنُوا والَّ ِذين ىادوا والنَّصارى و َج ُرُى ْم ِع َند َ الصابِئ ْ صاْلًا فَلَ ُه ْم أ َ َ َ َ ني َم ْن ءَ َام َن ِِب َّّلِل َوالْيَ ْوم اْأل َ َ َ َ ُ َ َ َ ََ َ ف َعلَْي ِه ْم َوالَ ُى ْم ََْيَزنُو َن ٌ َرِّبِِ ْم َوالَ َخ ْو Beriman kepada Allah
Q.S. al-Anbiya>’ (21) : 108 ِ َل أَََّّنَآ إِ ََّل ُكم إِلَو و ِ اح ٌد فَ َه ْل أَنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم و َن ََّ ِوحى إ َ ُقُ ْل إََّّنَا ي ٌَ ْ ُ
Beriman kepada Allah
Q.S. Yu>nus (10) : 90 ِ ِ ِِ ال ءامنت أَنَّو آلأِلَو إِالَّ الَّ ِذي ءامن ِ ِِ ني ْ ََ َ َ يل َوأَ ََّن م َن الْ ُم ْسلم َ ُ ُ َ َ َ َ…ق َ ت بو بَنُوا إ ْسَراء
Beriman kepada Allah
Q.S. al-Baqarah (2) : 128 ِ ِ ْ اج َعلْنَا ُمسلِم …ك َ َّك َوِم ن ذُِّريَّتِنَآ أ َُّمةً ُّم ْسل َمةً ل َ َني ل ْ َربَّنَا َو َْ
Beriman kepada Allah
Q.S. al-Ma> ’idah (5) : 44 ِ َّ ِ ِ ِ إِ ََّّنأَنْزلْن ا الت …َسلَ ُموا ْ ين أ َ َّوَرا َة ف ْ ََ ُ ُيها ُى ًدى َون َ ور ُُ ََْي ُك ُم ِبَا النَّبيُّو َن الذ
2
Beriman kepada Hari Akhir
3
Amal Saleh
Q.S. al-Baqarah (2) : 3-4 ِ ْب… {} … وِِب ِ الَّ ِذين يُ ْؤِمنُ و َن ِِبلْغَْي آلخ َرةِ ُى ْم يُ ِوقنُو َن َ َ Q.S. al-Baqarah (2) : 112 ِِ ِ …َُج ُره ْ َسلَ َم َو ْج َهوُ َّّلِل َوُى َو ُُْمس ُن ُُ فَلَوُ أ ْ بَلَى َم ْن أ
Amal Saleh
20
Q.S. an-Nisa>’ (4) : 125 ِ ِ …ُُ َسلَ َم َو ْج َهوُ هللِ َوُى َو ُُْم ِس ُن ْ َّن أ ْ َوَم ْن أ ْ َح َس ُن دينًا ِّم
Muh{ammad Syah{ru>r, al-Isla>m wa al-I> ma>n : Mand}u >mat al-Qiya>m, 37-38.
Amal Saleh
Q.S. Fus}s}ilat (41) : 33 ِ ومن أَحسن قَ والً ِِّمَّن دعآ إِ ََل هللاِ وع ِمل ص ِ ِِ ني َ َاْلًا َوق ََ َ ال إِن َِِّن م َن الْ ُم ْسلم َ َ ََ ْ ُ َ ْ ْ ََ
Dari dasar Ayat tersebut diatas Muh{a mmad Syah{r u>r sampai pada titik akhir kesimpulannya, bahwa Tanzil Hakim hanya meletakkan tiga pilar bagi Islam, yaitu: Iman sebagai penerimaan adanya eksistensi Allah, Iman sebagai penerimaan atas Hari Akhir (penerimaan Hari Akhir juga menyangkut penerimaan atas hari kebangkitan). Artinya iman kepada Allah dan Hari Akhir merupakan syarat yang tak dapat ditawar-tawar, serta Amal Saleh. Dari tawaran rukun Islam Muh{a mmad Syah{ ru> r itu dan dari ayat tersebut dalam tabel diatas adalah sebagian ayat dari seluruh ayat dalam al-Qur’an, dan masih banyak lainnya, yang dipahami oleh Muh{ ammad Syah{ ru>r bahwa Islam adalah penerimaan atas eksistensi Allah dan Hari Akhir. Apabila penerimaan itu dipadu dengan Ihsan dan amal saleh, pelakunya disebut muslim, baik ia berasal dari pengikut Muh}a mmad (allaz\i>na a>manu> ), Mu> sa> (allaz\i>na H|a>du>), atau dari para Penolong 'i>s a> (Nas}a> ra) atau dari millah lain selain tiga millah ini seperti Maju> si, Syi> fiyyah dan Budha (S}a>bi’i>n). Rukun Islam yang ditawarkan Muh{ a mmad Syah{ ru>r di atas bermaksud ‘meralat’ rumusan baku dari rukun Islam yang banyak dikemukakan dalam kitab-kitab
Ushu> l
al-Adabiyyat
al-Isla> miyyah
(kitab-kitab
tentang
pendidikan keIsla> m an) bahwa batasan rukun Islam, yaitu syahadat berupa kesaksian akan eksistensi Allah dan Muhammad sebagai rasul-Nya, mendirikan sholat, puasa di bulan Ramadhan, membayar zakat, dan menunaikan haji dengan kewajiban sekali seumur hidup. Pemahaman tentang konsep Islam
sebagimana disebut di atas
menurut Muh{ ammad Syah{ ru>r sangat tidak sejalan dengan paparan yang dikemukakan oleh at-Tanzi>l al-Haki> m. Anggapan bahwa sholat, puasa Ramadhan. Zakat, dan haji sebagai hal yang final dalam rukun Islam, apabila dikembalikan pada at-Tanzi>l al-Haki> m, sebenarnya semua ritual itu dibebankan kepada oranu Mu'min, bukan orang Muslim. Muh{a mmad Syah{ ru> r kemudian melakukan pembacaan atas beberapa sumber yang menjadi dasar pembentukan rukun Islam, yang menurutnya
'keliru', karena bertolak dari pandangan adanya sinonimitas antara Islam dan Iman. Ini misalnya ada pada kitab Shahi>h al-Bukha>ri. Ima> m al-Bukha>ri menurut Muh{a mmad Syah{ r u> r menyederhanakan ‚Kitab Iman" dengan menulis Bab Iman, sabda Nabi, Islam dibangun atas lima perkara. Berdasar hadits al-Bukha> ri tersebut (nomor A dalam al-Bukha> ri dan 16 dalam muslim), dirumuskanlah oleh generasi berikutnya lima rukun dalam Islam, dengan mengabaikan beberapa aspek lainnya dalam hadits yang berbeda, di samping pernyataan yang mengurangi atau menambah dari rukun Islam sebagaimana yang telah ditetapka. D. Islam dalam Perspektif Lain Merunut fakta sejarah yang terjadi di dunia Arab pada masa Nabi Muhammad, di mana beliau mengadakan pembaruan agama orang Quraisy yang penuh kemusyrikan menuju ketauhidan, maka beliaulah yang pertama kali berserah diri (al-Islam, aslama) kepada Allah. 21 ِِ ِ ِ ني َ َسلَ َم َوالَ تَ ُكونَ َّن م َن الْ ُم ْشرك ُ …قُ ْل إِِّّن أُم ْر ْ ت أَ ْن أَ ُكو َن أ ََّو َل َم ْن أ Dalam pandangan al-Mawardi, kata al-islam/aslama pada konteks ayat tersebut bisa dilihat pada tiga bentuk, yakni (1) ketundukan Nabi Muhammad kepada perintah Allah; (2) masuk kedalam keselamatan (agama) dan tidak menentangnya (3) masuk (memeluk) agama ibra>h i> m . 22 Pada masa Nabi Muhammad, istilah al-Isla> m mengacu kepada suatu agama yang dibawa oleh beliau, walaupun pada waktu itu kata tersebut memiliki makna yang universal. Keadaan demikian karena Muh} a mmad sendiri mengklaim sebagai Muslim, yang dapat dilihat pada Q.S. an -Nisa>’ (4) : 64, ketika beliau menyeru kepada ahl al-Kita>b agar mereka memasuki agamanya Jadi, konotasi istilah tersebut tertuju pada suatu komunitas muslim tersebut; dibingkai oleh suatu tatanan nilai/ajaran illahiyah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad sendiri, dan diklaim sebagai wahyu dari Tuhan, ajaran tersebut disebut Islam. Islam dalam, artian tatanan nilai ini menurut para ahli sejarah lahir bulan Ramadhan 610 M. Sejak 21
Q.S. al -An ’a> m (6 ) : 14. Lih at Abu > Hu sain Abi> al -Mu hammad bi>n Habi>b al -M award i al -Bish ri> , an Nu k atu wa al-Uy u> m Tafsi> r , (B eiru t: Mu assisah al -Ku tu> b al -Saq a> f iy yah , tt), II, 98 . 22
diturunkannya wahyu hingga tatanan aqidah, syari'ah, dan moral telah mencapai kesempurnaan.'' 23 Setelah Nabi Muh} a mmad berdakwah di Mekkah selama 13 tahun dan mendapat hasil yang kurang maksimal, beliau kemudian hijrah ke Yatsrib, yang kemudian berganti nama menjadi M adinah. Di Madinah inilah terbentuk komunitas yang dinamakan ummat, dan khusus bagi pengikut agama Nabi Muhammad dinamakan umat muslim. Istilah umat sebelum
kedatangan
Nabi
Muhammad
menunjukkan
kepada
suatu
komunitas yang dibingkai atau diikat dengan ikata n agama. Jadi umat muslim pada waktu itu mengacu pada sekelompok masyarakat yang patuh kepada Allah dan rasul-Nya (Muhammad), dan identik dengan pengikut agama Muhammad. Sedangkan kata ummat mengacu kepada suatu komunitas, sosial yang inklusif, menjadi perekat pluralisme masyarakat dan merupakan suatu entitas politik secara umum. 24 Dalam konteks ini, Islam kemudian tidak lagi semata -mata berarti ajaran agama (al-di> n ), tetapi juga sistem kenegaraan atau kekuasaan ( al-
dawlah ). Tatkala masyarakat Islam di Mad inah terbentuk, maka tentunya Islam kemudian menjadi asas. 25 Pada saat ini juga, posisi Nabi, di Madinah jelas bukan sekadar pemimpin keagamaan, tapi juga pemimpin politik suatu komunitas yang plural di kota ini sebuah identitas kelompok, yan plural dikot ini.
Al-Isla> m kemudian menjadi sebuah identitas kelompok yang dibedakan dengan kelompok-kelompok: agama yang lain, seperti : seperti Kristen, katolik, Hindu, Budha, Konghucu, dan sebagainya. Islam sebagai agama
para
rasul,
kemudian
disudahi
oleh
Muhammad
dengan
23 Lihat Hu sain Mu an nis, ‘Al am al -Isl a> m i, (Beiru t: Da> r al -Il mi wa al -Malayin, 1 973 ), 17 . 24 Lihat G.E. Von Grun ebau m, Classical Islam. A Histo ry 600-1258 , transiated by Kh ath erine Watson , (London : Goo rge All en and Un Win LTD, 1970 ), 41 . 25 Lihat Ahmad Sya'l abi, a1 -Ta> rikh al-Islam wa al -Hadh a> rah al-Isla> miyyyah . jld. k e1 (Kairo : Mak tab ah al-Nahdhah al -Mish riyyah, 1978 ), 24 8.
menyampaikan ‘Islam' kepada seluruh umat manusia, sebagai bentak final dari ‘Isla> m' yang telah dibawa dan diajarkan oleh para nabi terdahulu. 26 Adapun penamaan agama dengan Islam menunjukkan kepada hakikat dan esensi agama tersebut. Sikap pasrah kepada Tuhan bukan hanya merupakan ajaran Tuhan kepada hamba-Nya, tetapi la diajarkan oleh-Nya dengan dikaitkan kepada alam manusia itu sendiri. Karena si kap pasrah tersebut merupakan tuntunan alami manusia, maka agama yang sah tidak bisa lain daripada sikap pasrah kepada Tuhan (al-Isla> m ). Dengan demikian, semua agama yang benar pada hakekatnya adalah Islam, yakni semua agama yang benar menganjurkan pasrah kepada sang Maha Pencipta Tuhan Yang Maha Esa.27 E. Penutup Berangkat dari uraian di atas, apa yang dikemukakan Muh{ a mmad Syah{ ru> r tentang formulasi baru Islam, yang memungkinkan menerima agama lain sebagai bagian dari Islam, sejauh telah memenuhi tiga rukun yang menjadi persyaratannya, bisa saja diterima. Tapi hal ini lebih merupakan Islam dalam tataran ideal-normatif, sedangkan Secara faktual-
empiris , harus dipahami bahwa Islam telah menjadi sebuah komunitas agama tertentu (agama yang dibawa Muhammad). Adapun formulasi Islam konvensional yang terdiri dari lima perkara, berdasarkan paparan pada sejumlah hadits, tidak boleh dianggap sebagai sesuatu yang keliru, karena bisa dikatakan merupahan salah satu bentuk aplikasi yang konkret dari pemahaman terhadap Islam ideal-normatif sebagaimana yang dikemukakan Muh{ a mmad Syah{ ru> r. Meminjam bahasa rumusan Mahmoud Ayoub tentang Islam, dapat dikemukakan bahwa yang dirumuskan Muh{ a mmad Syah{ r u> r, adalah Islam pada level satu dan dua, yaitu Islam sebagai satu sikap seluruh makhluk 26
Menuru t Ibnu Kath ir y ang bermakn a mengiku ti para rasul y ang telah dibangkitk an All ah d alam setiap umat, hingg a Mu hammad . B eliaulah menu tup agama manu sia. Dengan demik ian , barang siapa y ang mengklaim telah bertemu All ah (mendap at wahyu ) dengan membawa su atu agama setel ah masa kebangkitan Nabi Muhammad , klaim itu tid akbisa diterima Lihat Tafsi>r al -Qu r’a>n al-Azhi>m , (Beiru t: Da> r al Fik r, 19 92), III, 235 . 27 Lihat Nurcholish Madjid, Pin tu -p in tu M enu ju Tu han , (Jakarta : Paramadina, 1 994 ), 279.
terhadap Tuhan dan Islam yang merujuk kepada semua manusia yang mengakui kepada satu Tuhan dan mentaati Tuhan dalam tindakan dan ucapan mereka. Sedang Islam level tiga, dan ini yang diabaikannya, yaitu Islam sebagai sebuah komunitas tertentu yang mengikuti hukum ketuhanan yang diwahyukan kepada nabi tertentu, yaitu Nabi Muhammad. 28
28
Lihat M ahmoud Ayoub, Islam and Plu ralism, dafam En coun ter, 1997. 3 :2
Bibliografi Muhyar Fanani, 2008, Membumikan Hukum Langit Nasionalisasi Hukum Islam dan Islamisasi Hukum Nasional Pasca Reformasi , Yogyakarta: Tiara Wacana. Muh}ammad Shahrur, 1990, al-Kita>b wa al-Qur’a>n : Qira’ah Mu’as}irah, Damaskus: al-Ah}a l li al-T{iba>’ah wa al-Nashr wa al-Tauzi’. Muh{ammad Syah{ru> r, 1996, al-Isla> m wa al-I>ma>n : Mand}u> mat al-Qiya>m. Damaskus al-Ah}ali li al-Tiba>’ ah wa al-Nashr wa al-Tawzi>’. Muh}ammad Shahrur, Metodologi Fiqih Islam Kontemporer, ed. Sahiron Syamsuddin, (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2010). Abu>l A'la> Maudu>di, "Apakah Arti Islam", dalam Altaf Gauhar, 1983, Tantangan Islam, Bandung: Pustaka. M. Dawam Rahardjo, 1996, Ensiklopedi Al-Qur'an Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci, Jakarta: Paramadina dan Ulumul Qur'an. Fazlur Rahman, 1993, Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam, terj. Taufik Adnan Amal, Bandung: Mizan, 1993. Sachiko Murata and William C. Chittick, 1996, The Vision of Islam, London: LB. Tauris & Co Ltd. Faruq Sherif, 1995, A Guide to the Contens of the Qur’an , (Lebanon: Ithaca Press. Muhammad Abdui Rauf, 1967, "Some Notes on the Qur'anic Use of the Terms Islam and Iman, dalam the Muslim World Volume LVII, Abu> Husain Abi> al-Muhammad bi> n Habi> b al-Mawardi al-Bishri> , tth., anNukatu wa al-Uyu> m Tafsi> r , Beirut: Muassisah al-Kutu> b alSaqa> fiyyah. Husain Muannis, 1973, ‘Alam al-Isla> m i, Beirut: Da> r al-Ilmi wa alMalayin. G.E. Von Grunebaum, 1970, Classical Islam. A History 600-1258, transiated by Khatherine Watson, London : Goorge Allen and Un Win LTD. Ahmad Sya'labi, 1978, a1-Ta>rikh al-Islam wa al-Hadha>r ah al-Isla> miyyyah. jld. ke-1, Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyyah. Ibnu Kathir, 1992, Tafsi> r al-Qur’a>n al-Azhi> m, Beirut: Da> r al Fikr. Nurcholish Madjid, 1994. Pintu-pintu Menuju Tuhan, Jakarta : Paramadina. Mahmoud Ayoub, 1997, ‚Islam and Pluralism‛ dafam Encounter.