KONSEP HARGA LELANG DALAM PERSPEKTIF ISLAM
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata Satu (S.1) Ekonomi Islam
Disusun Oleh : ZUMROTUL MALIKAH (072411091)
FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2012
Dr. Hj. Siti Mujibatun, M.Ag H. Ahmad Furqan, LC, MA
PERSETUJUAN PEMBIMBING Lamp. : 4 (empat) eks. Hal
: Naskah Skripsi A.n. Sdr. Zumrotul Malikah Kepada Yth. Dekan Fakultas Syari’ah
Assalamu'alaikum Wr. Wb. Setelah saya memberikan bimbingan dan koreksi seperlunya, bersama ini saya kirim naskah skripsi saudara : Nama
: Zumrotul Malikah
Nim
: 072411091
Judul
: “KONSEP HARGA LELANG PERSPEKTIF ISLAM” Dengan ini, saya mohon kiranya skripsi saudara tersebut dapat
segera dimunaqasyahkan. Demikian harap menjadi maklum. Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Hj. Siti Mujibatun, M.Ag NIP. 19590413 198703 2 001
H. Ahmad Furqan, L NIP. 19751218 2005
ii
iii
ABSTRAK Dalam kehidupan bermasyarakat kegiatan ekonomi sangat berpengaruh dalam memenuhi kehidupan manusia. Jual beli merupakan salah satu kegiatan yang sering bahkan pasti dilakukan oleh manusia. Jual beli dapat dilakukan secara langsung maupun dengan menggunakan sistem lelang. Jual beli dalam sistem lelang dalam fiqh biasa disebut dengan Ba’i Muzayadah yaitu sebagai bentuk penjualan barang di depan umum kepada penawar tertinggi. Lelang adalah bentuk jual beli maka ada peranan harga di dalamnya. Harga dalam Islam menganut pada konsep harga yang adil yaitu harga yang dikembalikan kepada pasar (yang dipengaruhi oleh suply dan demand). Namun, dalam praktik lelang sering terjadi ketidak stabilan harga (adanya trik-trik kotor dalam penawaran lelang oleh klomplotan penawar), keadaan tersebut dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang hanya menguntungkan salah satu pihak. Berangkat dari fenomena tersebut maka penulis tertarik untuk mencoba mengkaji lebih dalam mengenai bagaimanakah mekanisme penetapan harga perspektif ekonomi Islam, kemudian bagaimana pandangan ekonomi terhadap harga dalam sistem lelang. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian lapangan dengan menggunakan pendapatan deskriptif kualitatif. Sedangkan dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam penetapan harga dalam ekonomi Islam dengan mempertimbangkan harga yang pantas yaitu harga yang adil yang memberikan perlindungan kepada konsumen. Dan konsep harga dalam sistem lelang adalah harga ditentukan oleh juru lelang dengan melihat keadaan fisik barang tersebut dan tidak meninggalkan Nilai Limit atau lebih dikenal dengan Harga Limit Lelang (HLL): bisa berupa Harga Pasar Pusat (HPP), Harga Pasar Daerah (HPD), dan Harga Pasar Setempat (HPS). Tujuannya agar tidak adanya trik-trik kotor komplotan lelang (auction ring) dan komplotan penawar (bidder’s ring). Hal ini sesuai dengan konsep ekonomi Islam yang menjunjung tinggi keadilan konsep maslahah.
iv
DEKLARASI
Dengan
penuh
kejujuran
dan
tanggung
jawab,
Penulis
menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satu pun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan sebagai bahan rujukan.
Semarang, 22 Juni 2012 Deklarator,
Zumrotul Malikah NIM. 072411091
v
MOTTO
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu” (Q.S. An-Nisa‟: 29)
vi
PERSEMBAHAN “The highest happiness that human being can have is family happiness” Bapak Nur Hajid (in memoriam) Ibunda Jikronah yang telah banyak memberikan segalanya dengan ikhlas. Tiada yang dapat penulis perbuat untuk membalas kebaikan mu. Hanya sekuntum do‟a yang dapat ku berikan, jazakum Allah Jazakum katsir “semoga Allah SWT. Membalas amal kebaikan mereka dengan balasan yang berlipat ganda” Amin. Adik-adikku tercinta (Aminatuz Zahro & Isyfi Rohmah), kalian penyemangatku dalam menyelesaikan skripsi dan menjalani hidup ini dalam susah dan senang.
Saudara-saudaraku semua yang selalu senantiasa memberi dukungan dan motivasi kepada penulis dan selalu senantiasa mendengar keluh kesah penulis, terima kasih atas do‟a dan dukungannya.
EIB Belguyank „07, terkhusus untuk Kakak Rani, Safi‟, Mihex Yuyun, Izah, Mbak Firoh, Faqeh, Zen, Haqi‟, Fajri, Saad, Ulil, Habib, Khasan, Aik, dll terima kasih atas do‟a, dukungan, dan waktu yang telah kita lewati bersama .
Semua orang yang telah mendo‟akan penulis dan semua pihak yang telah membantu tercapainya skripsi ini.
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat-sahabat dan pengikutnya. Berkat rahmat dan hidayah yang diberikan oleh Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul : “Konsep Harga Lelang Dalam Perspektif Islam”, Skripsi ini diajukan guna memenuhi tugas dan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Jurusan Ekonomi Islam Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang. Ucapan terima kasih sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada semua yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dengan moral dan bantuan apapun yang sangat besar bagi penulis. Ucapan terima kasih terutama penulis sampaikan kepada : 1. Bapak Prof. Dr. H. Muhibbin, M.Ag selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang. 2. Bapak Drs. Imam Yahya, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang 3. Bapak Dr. Ali Murtadho, M.Ag dan Bapak Nur Fatoni., M.Ag selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Ekonomi Islam 4. Ibu Dr. H. Siti Mujibatun, M.Ag selaku Dosen Pembimbing I, serta Bapak H. Ahmad Furqon, LC, MA selaku Dosen Pembimbing II, yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini. 5. Semua Dosen dan Civitas Akademika Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang yang telah membimbing dan mengajar penulis selama belajar di bangku kuliah. 6. Seluruh petugas perpustakaan yang telah membantu memberikan fasilitas dan waktunya. Semua itu sangat berharga bagi penulis
viii
7. Kedua orang tuaku tercinta (Bapak Nur hajid dan Ibu Jikronah), kedua adikku, dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materiil, serta do’a dan kasih sayangnya pada penulis. 8. Teman-teman seperjuangan, EIB’07 Belguyank yang selalu setia melangkah bersama dalam suka maupun duka dan telah memberikan do’a, dorongan serta motivasi pada penulis. 9. Dan semua pihak yang telah membantu, sehingga selesainya penulisan skripsi ini. Terimakasih atas semua kebaikan dan keikhlasan yang telah di berikan. Penulis hanya bisa berdo’a dan berikhtiar karena hanya Allah SWT yang bisa membalas kebaikan untuk semua. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna, khususnya bagi penulis sendiri dan tentunya bagi para pembaca pada umumya.
Semarang, 22 Juni 2012 Penulis
Zumrotul Malikah NIM: 72411091
ix
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................
ii
PENGESAHAN ..............................................................................................
iii
ABSTRAK .....................................................................................................
iv
DEKLARASI .................................................................................................
v
MOTTO .........................................................................................................
vi
PERSEMBAHAN ...........................................................................................
vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................
viii
DAFTAR ISI ..................................................................................................
x
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...........................................................
1
B. Rumusan Masalah ....................................................................
5
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ...............................
6
D. Tinjauan Pustaka ......................................................................
7
E. Metodologi Penelitian ..............................................................
8
F. Metode Analisis Data ...............................................................
11
G. Sistematika Penulisan...............................................................
12
SISTEM LELANG DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM A. Pengertian Lelang.....................................................................
13
B. Sistem Lelang ..........................................................................
16
C. Syarat-Syarat Lelang ...............................................................
18
D. Macam-Macam Lelang ............................................................
19
E. Lelang Perspektif Syariah ......................................................
20
F. Harga yang digunakan dalam sistem lelang .............................
21
1. Pengertian Harga..................................................................
21
2. Teori Harga ..........................................................................
25
x
BAB III
3. Harga Menurut Islam ...........................................................
29
4. Harga Lelang........................................................................
39
KONSEP LELANG MENURUT REGULASI MENTERI KEUANGAN A. Badan Kewengan Lelang ..........................................................
40
B. Petunjuk Pelaksanaan Lelang Menurut Menteri Keuangan .....
44
BAB IV ANALISIS KONSEP HARGA LELANG PERSPEKTIF ISLAM
BAB V
A. Konsep Harga Lelang Perspektif Islam....................................
60
B. Mekanisme Penetapan Harga Lelang Perspektif Islam............
64
PENUTUP A. Kesimpulan .............................................................................
66
B. Saran.........................................................................................
66
C. Penutup.....................................................................................
67
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
xi
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia merupakan makhluk sosial, yang artinya manusia tidak bisa hidup sendiri dalam memenuhi kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya. Oleh sebab itu, sudah seharusnya manusia saling tolong menolong. Disadari atau tidak, dalam hidup bermasyarakat manusia selalu berhubungan satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan karena pada suatu saat seseorang memiliki sesuatu yang dibutuhkan orang lain, sedangkan orang lain membutuhkan sesuatu yang dimiliki seseorang tersebut, sehingga terjadilah hubungan saling memberi dan menerima. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman:
..... Artinya: Dan tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong menolonglah dalam berbuat dosa dan kebajikan, dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya. (QS. Al-Maidah : 2)1 Sebagaimana perekonomian sebagai salah satu sakaguru kehidupan negara. Perekonomian negara yang kokoh juga akan mampu menjamin kesejahteraan rakyat. Untuk itu Allah memberi inspirasi kepada mereka untuk mengadakan penukaran dan semua yang kiranya bermanfaat dengan jalan jual beli dan semua cara penghitungan, sehingga hidup manusia dapat berdiri dengan lurus dan mekanisme hidup ini bekerja dengan baik dan produktif. 1
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim Dan Terjemah Bahasa Indonesia (Ayat Pojok), Kudus: Menara Kudus, hlm.106
1
2
Dengan
berkembangnya
teknologi
telah
mendorong
masyarakat
untuk
mengadakan spesialisasi produksi. Dalam tingkatan ini orang tidak lagi memproduksi untuk dirinya sendiri, melainkan mereka memproduksi untuk pasar. Dalam hal ini muncul peranan jual beli atau perdagangan.2 Jual beli secara umum adalah suatu perjanjian, dengan perjanjian itu kedua belah pihak mengatakan dirinya untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang dan pihak yang lain membayar harga yang telah dijanjikan. Perdagangan atau jual beli dapat dilakukan dengan langsung dan dapat pula dengan lelang. Cara jual beli dengan sistem lelang dalam fiqih disebut Muzayyadah.3 Muzayyadah adalah salah satu jenis jual beli di mana penjual menawarkan barang dagangannya di tengah-tengah keramaian, lalu para pembeli saling menawar dengan harga yang lebih tinggi sampai pada harga yang paling tinggi dari salah satu pembeli, lalu terjadilah akad dan pembeli tersebut mengambil barang dari penjual. 4 Lelang masa kini tidak hanya terjadi pada lembaga informal saja, lembaga formal juga banyak yang melaksanakan proses lelang. Khususnya lembaga yang mempunyai produk gadai seperti pada Lembaga Keuangan yaitu Pegadaian Syariah. Dalam Pegadaian Syariah sistem lelang berlaku bagi nasabah, apabila nasabah tersebut tidak mampu membayar utangnya setelah jatuh tempo. Penjualan barang gadai setelah jatuh tempo adalah sah. Hal itu, sesuai dengan maksud dari pengertian hakikat gadai itu sendiri, yakni sebagai kepercayaan dari suatu utang untuk dipenuhi harganya, bila yang berutang tidak sanggup membayar utangnya dari orang yang berpiutang. Karena
2
A. M. Syaefuddin, Islam untuk Disiplin Ilmu Ekonomi, Jakarta : Dirjen Lembaga Islam Depag RI, 1997, hlm. 93 3 Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam Juz. III, Beirut : Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1995, hlm. 23 4 Syaikh Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘Ala al-Madzahib Al-Arba’ah Juz. II , Beirut Libanon, 1992, hlm. 257
3
itu, barang gadai dapat dijual untuk membayar utang, dengan cara mewakilkan penjualannya kepada orang yang adil dan terpercaya. Jual beli sistem lelang merupakan suatu sarana yang sangat tepat untuk menampung para pembeli untuk mendapatkan barang yang telah diinginkannya. Sehingga benar-benar apa yang telah diinginkannya telah tercapai. Jual beli dengan sistem lelang juga harus mempunyai sistem menajemen yang professional dalam menjalankan tugas dan perannya di masyarakat. Sehingga pelelangan yang terjadi merupakan pelelangan yang berbasis keadilan, yaitu harga yang digunakan harus adil. Islam mengartikan harga sebagai harga yang adil yaitu harga yang diserahkan pada keseimbangan pasar.5 Harga diserahkan kepada hukum pasar untuk memainkan perannya secara wajar, sesuai dengan penawaran dan permintaan yang ada. 6 Kesalahan dalam penentuan harga dapat menimbulkan berbagai konsekuensi dan dampaknya berjangkauan jauh. Tindakan penetapan harga yang melanggar etika dapat menyebabkan para pelaku usaha tidak disukai oleh para pembeli, bahkan para pembeli dapat melakukan suatu reaksi yang dapat menjatuhkan nama baik pelaku usaha. Apabila kewenangan harga tidak berada pada pelaku usaha melainkan berada pada kebijakan pemerintah, maka penentuan harga yang tidak diinginkan oleh para pembeli (dalam hal ini sebagian masyarakat) bisa mengakibatkan suatu reaksi penolakan oleh banyak orang/kalangan.7 Tetapi, seringkali harga pasar yang tercipta dianggap tidak sesuai dengan kebijakan dan keadaan perekonomian secara keseluruhan. Dalam dunia nyata mekanisme
5
http://hargyangadill.blogspot.com/2011/02/definisi-harga-menurut-islam.html diakses pada 30 -032012 pukul 14.35. 6 7
Yusuf Qardawi, Halal Haram Dalam Islam, Solo: Era Intermedia,2003, hlm.357 http://www.daneprairie.com. Diakses pada 26-03- 2012 pukul 20.30
4
pasar terkadang tidak dapat berjalan dengan baik karena adanya berbagai faktor yang mendistorsinya. Sebagaimana jual beli dalam kasus lelang, dalam pematokan harga banyak triktrik kotor berupa komplotan lelang (auction ring) dan komplotan penawar (bidder’s ring) yaitu sekelompok pembeli dalam lelang yang bersekongkol untuk menawar dengan harga rendah, dan jika berhasil kemudian dilelang sendiri di antara mereka. 8 Pasar lelang (auction market) sendiri didefinisikan sebagai suatu pasar terorganisir, dimana harga menyesuaikan diri terus menerus terhadap penawaran dan permintaan, serta biasanya dengan barang dagangan standar, jumlah penjual dan pembeli cukup besar dan tidak saling mengenal. Menurut ketentuan yang berlaku di pasar tersebut, pelaksanaan lelang dapat menggunakan persyaratan tertentu seperti si penjual dapat menolak tawaran yang dianggapnya terlalu rendah yaitu dengan memakai batas harga terendah/cadangan (reservation price) atau harga bantingan (upset price). Negara Islam, sejak Rasulullah SAW di Madinah fokus pada masalah keseimbang harga, terutama pada bagaimana peran negara dalam mewujudkan harga, terutama pada bagaimana peran negara dalam mewujudkan kestabilan harga dan bagaimana mengatasi masalah kestabilan harga. Oleh karena itu dalam ekonomi islam juga mempunyai etika bisnis islam yang menjunjung tinggi semangat saling percaya, kejujuran,dan keadilan.9 Segala bentuk rekayasa curang untuk mengeruk keuntungan tidak sah dalam praktik lelang maupun tender dikategorikan para ulama dalam praktik najasy (komplotan/trik kotor tender dan lelang) yang diharamkan Nabi SAW (HR. Bukhari dan Muslim), atau juga dapat dimasukkan dalam kategori Risywah (sogok) bila penjual atau
8
9
http//kerjoanku.wordpress.com diakses pada 14-04-2012 pukul 14.09 Johan Arifin, Fiqih Perlindungan Konsumen, Semarang : Rasail, 2007 hlm. 66
5
pembeli menggunakan uang, fasilitas ataupun servis untuk memenangkan tender ataupun lelang yang sebenarnya tidak memenuhi kriteria yang dikehendaki mitranya bisnisnya. Dalam praktiknya, tidak jarang terjadi penyimpangan prinsip syariah seperti manipulasi, kolusi maupun permainan kotor lainnya. Permasalahan harga memang merupakan masalah yang berada diantara dua aspek yang berbeda yaitu dari aspek bisnis dan aliran agama yang mengatur segala bentuk hal yang ada dalam kehidupan manusia. Kemudian yang menjadi perdebatan adalah mengenai konsep harga dalam sistem lelang, mengingat harga dalam Islam adalah harga yang dikembalikan ke pasar. Sedangkan pada praktik lelang penentuan harga sangat dibutuhkan karena dalam sistem lelang rawan terjadinya trik-trik kotor oleh komplotan lelang (auction ring) dan komplotan penawar (bidder’s ring). Melihat masalah di atas, maka penulis mencoba menganalisis secara Ekonomi Islam, harga seperti apakah yang digunakan sesuai dengan prisip syariah dalam sistem lelang . Kemudian mengangkatnya dalam sebuah judul “KONSEP HARGA LELANG PERSPEKTIF ISLAM”. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, permasalahan penelitian dapat dirumuskan : 1.
Bagiamanakah konsep harga lelang perspektif Islam?
2.
Bagiamanakah mekanisme penetapan harga lelang perspektif Ekonomi Islam?
6
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1. Tujuan Penelitian Setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia dengan sebuah perencanaan kerja sudah dapat dipastikan memiliki tujuan sebagai cita-cita kegiatan tersebut, termasuk dalm penelitian karya ilmiah. Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut: a. Untuk mengetahui bagaimanakah pandangan ekonomi Islam terhadap harga lelang. b. Untuk mengetahui bagaimanakah mekanisme penetapan harga lelang perspektif ekonomi Islam. c. Untuk
mengkaji secara mendalam tentang harga lelang dengan studi
analisis ekonomi Islam. d. Untuk mengetahui dan mengakaji tentang analisis terhadap konsep harga lelang pespektif Islam. 2.
Manfaat Penelitian a. Bagi Peneliti Hasil-hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang Konsep Harga Lelang Perspektif Islam. b. Bagi Pihak Lain Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan perbandingan untuk menambah pengetahuan khususnya bagi pihak-pihak yang tertarik pada masalah yang dibahas untuk diteliti lebih lanjut. Dan untuk menambah informasi yang bermanfaat bagi pembaca yang berkepentingan dan sebagai salah satu sumber referensi bagi pembaca dalam mengatasi permasalahan yang sama.
7
D. TINJAUAN PUSTAKA Dalam rangka pencapaian penulisan skripsi yang maksimal, sebagai bahan perbandingan penelitian yang sudah dilakukan oleh beberapa mahasiswa antara lain: Penelitian dilakukan oleh Siti Muflikhatul Hidayat yang berjudul Penentuan Harga Jual Beli Dalam Ekonomi Islam skripsi ini membahas tentang penentuan harga dalam transaksi jual beli yang biasa terjadi dikalangan masyarakat dengan menggunakan analisis ekonomi islam. Dalam skripsi ini masalah yang timbul adalah bagaimanakah cara penentuan harga dalam kegiatan jual beli menurut ekonomi islam. Penelitian lain juga dilakukan oleh Isti Fajarani berjudul Proses Lelang di Perum Pegadaian Cabang Sleman (Studi Perspektif Hukum Islam). Skripsi ini membahas tentang pelaksanaan lelang barang jaminan dan menganalisis proses lelang barang jaminan dalam perspektif Hukum Islam. Dalam masalah pelaksanaan lelang di Perum Pegadaian Cabang Sleman karena pembeli tidak bisa menyetorkan uang bulanannya selama batas waktu yang telah disepakati bersama, maka barang yang digunakan oleh pembeli dapat ditarik oleh pegadaian dan yang akan dijadikan barang lelang. Skripsi yang lain berjudul Analisis Perspektif Syari’ah Terhadap Proses Lelang Barang Jaminan Pada Perum Pegadaian Cabang Indramayu. Dalam skripsi Yayah Kamsiyah ini terdapat pemaparan perhitungan proses jaminan, sehingga dalam hasil analisisnya tidak hanya menjelaskan perspektif Hukum Islam terhadap proses lelang barang jaminan, melainkan juga tentang perhitungan proses lelang barang jaminan. Dalam skripsi ini permasalahan yang timbul karena pembeli terlambat pembayaran uang cicilan tiap bulan dengan batas waktu yang telah ditentukan, maka barang tersebut dijadikan barang lelang dan pembeli harus menyetorkan barang yang akan dijadikan barang jaminan.
8
E. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi dalam skripsi ini dapat dijelaskan sebagai berikut:10 1. Jenis Penelitian Untuk mendapatkan data-data yang sebaik-baiknya, kemudian ditempuhlah teknik-teknik tertentu di antaranya yang paling utama ialah research yakni mengumpulkan bahan dengan membaca buku-buku, jurnal,dan bentuk-bentuk bahan lain atau yang lazim disebut dengan penyelidikan kepustakaan (library research). 11 2. Pendekatan Penelitian Dalam melaksanakan penelitian penulis menggukan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk melakukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Penelitian kualitatif adalah
tata cara penelitian yang menghasilkan data
deskriptif. Yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan perilaku nyata. Yang diteliti dan dipelajari adalah objek penelitian yang utuh, sepanjang hal tersebut mengenai manusia atau sejarah kehidupan manusia. 12 Sedangkan tujuan dalam penelitian ini bukan untuk menguji, tetapi didasari oleh rasa ingin tahu yang mendalam tentang konsep harga dalam sistem lelang perspektif ekonomi Islam.
10
Menurut Hadiri Nawawi, Metode penelitian atau metodologi research adalah ilmu yang membincangkan tentang metode-metode ilmiah dalam menggali kebenaran pengetahuan. Lihat Hadiri Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial,cet. 5, Yogyakarta: Gajah Mada University Pers, 1991, hlm. 24 11 Sutrino Hadi, Metode Penelitian Research, Yogyakarta : Andi Offset, 1990, hlm. 42 12 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet. X; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005, hlm. 3.
9
3. Sumber Data Sumber data ialah tempat atau orang dimana data diperoleh.13 Dalam penelitian ini data yang diperlukan diperoleh melalui penelitian pustaka (library risearch). Bahan-bahan yang terkait dengan penelitian dikumpulkan, diseleksi, dan diklasifikasikan menurut pokok-pokok pembahasan. Sumber-sumber data tersebut terdiri atas: a. Data primer Data primer adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber asli. Dalam hal
ini,
maka
proses
pengumpulan
datanya
perlu
dilakukan
dengan
memperhatikan siapa sumber utama yang akan dijadikan objek penelitian. 14 Dalam literatur lain juga menyatakan sumber data primer adalah sumber yang dapat memberikan informasi secara langsung, serta sumber data tersebut memiliki hubungan dengan masalah pokok penelitian sebagai bahan informasi yang dicari.15 Dengan demikian, maka dalam data primer dalam penelitian ini adalah data yang diambil dari sumber yang pertama berupa hasil dokumentasi (buku). Data primer yang diguanakan peniliti meliputi sumber yang berhubungan dengan pemikiran islam dan sumber yang berkaitan dengan konsep harga dalam ekonomi islam. Adapun data primer yang dipergunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah: Fikih Lelang oleh DRS. H. Aiyub Ahmad, Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam oleh Drs. Muhammad, M.Ag, Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis oleh Nurul Huda, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam oleh Ir. H.
13
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 2002,
hlm. 45. 14
Muhammad, “Metodologi Penelitian Ekonomi Islam Pendekatan Kuantitati”. Jakarta: Rajawali Pers. 2008. hlm. 103 15 Safidin Azwar, Metodologi Penelitian, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1998, hlm. 91.
10
Adiwarman Azwar Karim, S.E., M.B.A., M.A.E.P., Pengantar Ekonomi Mikro Islami oleh M. B. Hendri Anto, ,dan lain-lain. b. Data Sekunder Data Skunder, yaitu data yang mencakup buku-buku, hasil penelitian dan seterusnya. Atau data yang mendukung pembahasan, yang diperoleh dari orang lain baik berupa laporan-laporan, buku-buku, film maupun surat kabar.16 Sumber lain, data sekunder adalah sumber-sumber yang menjadi bahan penunjang dan melengkapi dalam suatu analisis, selanjutnya data ini disebut juga data tidak langsung. 17 Dalam hal ini penulis melakukan penelitian dengan cara mengkaji literatur-literatur yang relevan yang berkaitan dengan objek penelitian. Skripsi ini akan mengolah kembali data-data sekunder yang terdapat dalam skripsi-skripsi sebelumnya ataupun buku-buku yang ada yang telah membahas tentang pemikiran Ekonomi Islam, seperti adalah: Halal Dan Haram Dalam Islam oleh Dr. Yusuf
Qordhawi, Manajemen Pemasaran oleh Philip Kotler, Fiqih
Perlindungan Konsumen oleh Johan Arifin, Pemasaran Strategik oleh Fandy Tjiptono, Memenangkan Pasar Dengan Pemasaran Efektif dan Profitabel oleh Bilson Simamora, dan lain-lain. 4. Teknik Pengumpulan Data Sebagai upaya untuk memperoleh data yang valid tentang konsep harga dalam sistem lelang perspektif ekonomi islam, penulis menggunakan metode dokumentasi. Teknik dokumentasi atau studi dokumenter.18
16
Skripsi Nurul Hidayat, Pengaruh Nisbah Bagi Hasil Terhadap Minat Nasabah di BMT, 2007. hlm.
10 17
Ibid, hlm. 92. Menurut Suharsimi Arikunto metode dokumentasia adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar,majalah ,prasasti, notulen rapat,lengger, agenda,dan sebagainya. lihat Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,cet 12, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002, hlm. 206 18
11
Dalam hal ini, penulis akan mendokumentasikan masalah-masalah yang berkenaan dengan konsep harga dalam sistem lelang perspektif ekonomi Islam, penyebabnya dan permasalahan lainnya yang berasal dari buku-buku yang berkaitan dengan penelitian penulis tersebut. Metode dokumentasi yang penulis gunakan adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan kategorisasi dan klasifikasi bahan-bahan tertulis yang berhubungan dengan masalah penelitian, baik dari nara sumber, dokumen maupun buku-buku, ensiklopedi dan lain-lain.19 F. METODE ANALISIS DATA Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data. Tahap analisis data yaitu merupakan suatu proses penelelaahan data secara mendalam. Menurut Lexy J. Moleong proses analisa data dapat dilakukan pada saat yang bersamaan dengan pelaksanaan pengumpulan data meskipun pada umumnya dilakukan setelah data terkumpul.20 Guna untuk memperoleh gambaran yang jelas dalam memberikan, menyajikan, dan menyimpulkan data. Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode kualitatif diskriptif yang terdiri dari tiga kegiatan; yaitu pengumpulan data dan sekaligus reduksi data serta penarikan kesimpulan verifikasi. Metode analisa deskriptif kualitatif yaitu suatu penelitian yang dimaksudkan untuk mendeskripsikan suatu situasi tertentu yang bersifat faktual secara sistematis dan akurat.21 Metode ini merupakan metode analisa data dengan cara menggambarkan keadaan atau status fenomena dengan kata-kata atau kalimat yang dipisah-pisah menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan.
19
Hadiri Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial,cet. 11, Yogyakarta: Gajah Mada University Pers, 1997, hlm. 97 20 Lexy Moleong, op. cit, hlm. 103. 21 Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung : CV Pustaka Setia, 2002, hlm. 21.
12
Adapun langkah-langkah menganalisis dalam penelitian ini adalah penulis mengkaji buku-buku yang berkenaan dengan mikro ekonomi, teori harga dan permasalahan lelang yang tidak bertentangan dengan Ekonomi Islam. Kemudian dikuatkan dengan data-data yang berasal dari koran dan internet yang menggambarkan keadaan saat ini. Sebagai langkah penutup adalah pengambilan kesimpulan, yang mana pengambilan kesimpulan itu merupakan akhir proses dari sebuah penelitian, dari pengambilan kesimpulan ini akhirnya akan terjawab pertanyaan ada dalam rumusan masalah didalam latar belakang masalah. G. SISTEMATIKA PENELITIAN Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I
: Pendahuluan, Latar Belakang Masalah, Rumusan masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metodologi Penelitian, Sistematika penulisan.
Bab II
: Tinjauan Umum Tentang Harga Lelang. Bab ini memuat pengertian lelang, sistem lelang, syarat-syarat lelang, macam-macam lelang, lelang perspektif Islam, harga lelang perspektif Islam.
Bab III : Konsep Lelang Menurut Regulasi Menteri Keuangan. Bab ini memuat Badan Kewenangan Lelang, Petunjuk Pelaksanaan Lelang menurut Menteri Keuangan. Bab IV : Analisis Konsep Harga Lelang Perspektif Islam. Konsep harga lelang perspektif islam, mekanisme penetapan harga lelang perspektif islam. Bab V : Penutup, Kesimpulan, Saran/ Rekomendasi, Penutup
BAB II SISTEM LELANG DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
Bentuk perjanjian jual beli telah berkembang demikian pesat sebagai usaha mencapai kebutuhan hidup manusia, kadangkala perjanjian itu tidak memenuhi ketentuan hukum yang berlaku, dan bahkan dapat terjadi ketimpangan. Begitu pula dengan lelang yang secara umum termasuk bentuk jual beli, karena tidak mustahil terjadi kecurangan terhadap hak orang lain bahkan kepentingan masyarakat pada umumnya. Untuk menanggulangi hal tersebut syariat islam telah memberikan pedoman untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. A. PENGERTIAN LELANG Lelang termasuk salah satu bentuk jual beli, akan tetapi ada perbedaan secara umum. Jual beli ada hak memilih, boleh tukar menukar di muka umum dan sebaliknya, sedangkan lelang tidak ada hak memilih, tidak boleh tukar menukar di depan umum, dan pelaksanaannya dilakukan khusus di muka umum.1 Jual beli menurut bahasa artinya “menukarkan sesuatu” sedangkan menurut syara’ jual beli artinya “menukarkan harta dengan harta menurut cara-cara tertentu (‘aqad)”.2 Jual beli dalam Al-Qur’an merupakan bagian dari ungkapan perdagangan atau dapat juga disamakan dengan perdagangan. Pengungkapan perdagangan ini ditemui dalam tiga bentuk, yaitu tijarah, bai’ dan Syiraa’. Kata التجارةadalah mashdar dari kata kerja (يتجر تجر )تجارة و تجراyang berarti ( باعdan ) شراعyaitu menjual dan membeli.
Jual beli secara etimologis berarti pertukaran mutlak. Kata al-bai’ (jual) dan AsySyiraa’ (beli) penggunaannya disamakan antara keduanya, yang masing-masing mempunyai pengertian lafadz yang sama dan pengertian berbeda. Dalam syariat Islam, 1
Aiyub Ahmad, Fikih Lelang Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif , Jakarta: Kiswah, 2004, hlm.
3 2
Mohd. Rifai, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, Semarang: CV. Toha Putra, t.th, hlm. 402
13
14
jual beli merupakan pertukaran semua harta (yang dimiliki dan dapat dimanfaatkan) dengan harta lain berdasarkan keridhaan antara keduanya. Atau dengan pengertian lain memindahkan hak milik dengan hak milik orang lain berdasarkan persetujuan dan hitungan materi 3
Berdasarkan definisi tersebut dapat dipahami bahwa jual beli adalah suatu bentuk perjanjian. Begitu pula dengan cara jual beli dengan sistem lelang yang dalam penjualan tersebut ada bentuk perjanjian yang akan menghasilkan kata sepakat antara pemilik barang maupun orang yang akan membeli barang tersebut, baik berupa harga yang ditentukan maupun kondisi barang yang diperdagangkan. Dalam fiqih disebut Muzayyadah.4
Secara Umum Lelang adalah penjualan barang yang dilakukan di muka umum termasuk melalui media elektronik dengan cara penawaran lisan dengan harga yang semakin meningkat atau harga yang semakin menurun dan atau dengan penawaran harga secara tertulis yang didahului dengan usaha mengumpulkan para peminat.5 Lebih jelasnya lelang menurut pengertian diatas adalah suatu bentuk penjualan barang didepan umum kepada penawar tertinggi. Namun akhirnya penjual akan menentukan, yang berhak membeli adalah yang mengajukan harga tertinggi. Lalu terjadi akad dan pembeli tersebut mengambil barang dari penjual.
Jual beli model lelang (muzayyadah) dalam hukum Islam adalah boleh mubah. Di dalam kitab Subulus salam disebutkan Ibnu Abdi Dar berkata, ”Sesungguhnya tidak haram menjual barang kepada orang dengan adanya penambahan harga (lelang), dengan kesepakatan di antara semua pihak. 3
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid IV, Bandung, 2006, hlm. 45 Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam Juz. III, Beirut : Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1995, hlm. 23. 5 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia. No. 304/KMK.01/2002 4
15
Menurut Ibnu Qudamah Ibnu Abdi Dar meriwayatkan adanya ijma’ kesepakatan ulama tentang bolehnya jual-beli secara lelang bahkan telah menjadi kebiasaan yang berlaku di pasar umat Islam pada masa lalu. Sebagaimana Umar bin Khathab juga pernah melakukannya demikian pula karena umat membutuhkan praktik lelang sebagai salah satu cara dalam jual beli. Jual beli secara lelang tidak termasuk praktik riba meskipun ia dinamakan bai’ muzayyadah dari kata ziyadah yang bermakna tambahan sebagaimana makna riba, namun pengertian tambahan di sini berbeda. Dalam muzayyadah yang bertambah adalah penawaran harga lebih dalam akad jual beli yang dilakukan oleh penjual atau bila lelang dilakukan oleh pembeli maka yang bertambah adalah penurunan tawaran. Sedangkan dalam praktik riba tambahan haram yang dimaksud adalah tambahan yang tidak diperjanjikan dimuka dalam akad pinjam-meminjam uang atau barang ribawi lainnya.6
Lebih jelasnya, praktik penawaran sesuatu yang sudah ditawar orang lain dapat diklasifikasi menjadi tiga kategori: Pertama; Bila terdapat pernyataan eksplisit dari penjual persetujuan harga dari salah satu penawar, maka tidak diperkenankan bagi orang lain untuk menawarnya tanpa seizin penawar yang disetujui tawarannya. Kedua; Bila tidak ada indikasi persetujuan maupun penolakan tawaran dari penjual, maka tidak ada larangan syariat bagi orang lain untuk menawarnya maupun menaikkan tawaran pertama, sebagaimana analogi hadits Fathimah binti Qais ketika melaporkan kepada Nabi bahwa Mu’awiyah dan Abu Jahm telah meminangnya, maka karena tidak ada indikasi persetujuan darinya terhadap pinangan tersebut, beliau menawarkan padanya untuk menikah dengan Usamah bin Zaid. Ketiga; Bila ada indikasi persetujuan dari penjual
6
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Juz II, Beirut Libanon,1992, hlm. 162
16
terhadap suatu penawaran meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit, maka menurut Ibnu Qudamah tetap tidak diperkenankan untuk ditawar orang lain.7 Syari’at tidak melarang segala jenis penawaran selagi tidak ada penawaran di atas penawaran orang lain ataupun menjual atas barang yang telah dijualkan pada orang lain. Sebagaimana hadits yang berhubungan hal ini. Dari Abu Hurairah sesungguhnya Nabi bersabda “tidak boleh seseorang melamar di atas lamaran saudaranya dan tidak ada penawaran di atas penawaran saudaranya.”8 B. SISTEM LELANG Dilihat dari segi cara penawarannya, dalam pelelangan dikenal dengan dua sistem, yaitu sistem pelelangan dengan cara lisan dan sistem pelelangan dengan cara penawaran tertulis. a. Sistem Pelelangan Dengan Penawaran Lisan Sistem pelelangan dengan penawaran lisan ini dapat dibedakan lagi, yaitu dengan penawaran lisan harga berjenjang naik dan pelelangan dengan penawaran lisan harga berjenjang turun. Dalam sistem pelelangan dengan penawaran lisan harga berjenjang naik, juru lelang menyebutkan harga penawaran dengan suara yang terang dan nyaring di depan para peminat/ pembeli. Penawaran ini dimulai dengan harga yang rendah. Kemudian setelah diadakan tawar-menawar, ditemukan seorang peminat yang mengajukan penawaranya dengan harga yang tertinggi. Dalam sistem pelelangan dengan penawaran lisan harga berjenjang turun, juru lelang menyebutkan harga penawarn pertama dengan harga yang tinggi atas suatu barang yang dilelang. Apabila dalam penawaran tinggi
7 8
Asy-Syaukani, Nailul Authar Juz.V, Beirut Libanon,1986, hlm. 191 http//www.lelangsyariah.com . diakses pada 20 April 2012 pukul. 20.34
17
tersebut belum ada peminat/pembeli, harga penawarannya diturunkan dan demikian seterusnya
sehingga ditemukan peminatnya. Praktik pelelangan
penawaran lisan dengan harga berjenjang turun ini jarang dilakukan. b. Sistem Pelelangan Dengan Penawaran Tertulis Sistem pelelangan dengan penawaran tertulis ini biasanya diajukan di dalam sampul tertutup. Pelelangan yang diajukan dengan penawaran tertulis ini, pertama-tama juru lelang membagikan surat penawaran yang telah disediakan (oleh penjual atau dikuasakan kepada kantor lelang) kepada para peminat. Dalam surat penawaran tersebut, para peminat/pembeli menulis nama, alamat, pekerjaan, bertindak untuk diri sendiri atau sebagai kuasa; dan syaratsyarat penawaran, nama barang yang ditawarkan serta banyaknya barang yang ditawarkan. Sesudah para peminat atau pembeli mengisi surat penawaran tersebut, semua surat penawaran itu dikumpulkan dan dimasukan ke tempat yang telah disediakan oleh juru lelang di tempat pelelangan. Setelah juru lelang membeca risalah lelang, membuka satu persatu surat penawaran yang telah diisi oleh para peminat/pembeli dan selanjutnya menunjukkan salah seorang dari para peminat yang mengajukan harga penawaran tertinggi/terendah sebagai peminat/pembeli. Jika terjadi persamaan harga di dalam penawaran harga tertinggi/terendah itu, dilakukan pengundian untuk menunjukkan pembelinya yang sah, atau dengan cara lain yang ditentukan oleh juru lelang, yaitu dengan cara perundingan.9
9
Aiyub Ahmad, Op.Cit., hlm. 77-79
18
C. SYARAT-SYARAT LELANG Dalam bab sebelumnya telah dijelaskan secara rinci bahwa lelang merupakan salah satu transaksi jual beli, walaupun dengan cara yang berbeda dan tetap mempunyai kesamaan dalam rukun dan syarat-syaratnya sebagaiman diatur dalam jual beli secara umum. Dalam lelang rukun dan syarat-syarat dapat diaplikasikan dalam panduan dan kriteria umum sebagai pedoman pokok yaitu diantaranya:
1.
Transaksi dilakukan oleh pihak yang cakap hukum atas dasar saling sukarela (‘an taradhin).
2.
Objek lelang harus halal dan bermanfaat.
3.
Kepemilikan / Kuasa Penuh pada barang yang dijual
4.
Kejelasan dan transparansi barang yang dilelang tanpa adanya manipulasi
5.
Kesanggupan penyerahan barang dari penjual,
6.
Kejelasan dan kepastian harga yang disepakati tanpa berpotensi menimbulkan perselisihan.
7.
Tidak menggunakan cara yang menjurus kepada kolusi dan suap untuk memenangkan tawaran.10
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan pelelangan adalah sebagai berikut: 1.
Bukti diri pemohon lelang
2.
Bukti pemilikan atas barang
3.
Keadaan fisik dari barang
Bukti diri dari pemohon lelang ini diperlukan untuk mengetahui bahwa pemohon lelang tersebut benar-benar orang yang berhak untuk melakukan pelelangan atas barang 10
http://ulgs.tripod.com/favorite.htm-ekonomi -islam/ diakses pada 06-4-2012 pukul 20.15
19
yang dimaksud. Apabila pemohon lelang tersebut bertindak sebagai kuasa, dari pemberi kuasa. Jika pelelangan tersebut atas permintaan hakim atau panitia urusan piutang negara, harus ada surat penetapan dari pengadilan negeri atau panitia urusan piutang negara. Kemudian, bukti pemilikan atas barang diperlukan untuk mengetahui bahwa pemohon lelang tersebut merupakan orang yang berhak atas barang dimaksud. Bukti pemilikan ini, misalnya tanda pembayaran, surat bukti hak atas tanah (sertifikat) dan lainnya. Di samping itu, keadaan fisik dari barang yang dilelang juga perlu untuk mengetahui keadaan sebenarnya dari barang yang akan dilelang. Untuk barang bergerak, harus ditunjukkan mana barang yang akan dilelang; sedangkan untuk barang tetap seperti tanah, harus ditunjukkan sertifikatnya apabila tanah tersebut sudah didaftarkan atau dibukukan. Adapun, tanah yang belum didaftarkan/dibukukan harus diketahui dimana letak tanah tersebut dan bagaimana keadaan tanahnya, dengan disertai keterangan dari pejabat setempat.11 D. MACAM-MACAM LELANG Pada umumya lelang hanya ada dua macam yaitu lelang turun dan lelang naik. keduanya dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Lelang Turun Lelang turun adalah suatu penawaran yang pada mulanya membuka lelang dengan harga tinggi, kemudian semakin turun sampai akhirnya diberikan kepada calon pembeli dengan tawaran tertinggi yang disepakati penjual melalui juru lelang (auctioneer) sebagai kuasa si penjual untuk melakukan lelang, dan biasanya ditandai dengan ketukan.
11
Ibid, hlm.79-80
20
2. Lelang Naik Sedangkan penawaran barang tertentu kepada penawar yang pada mulanya membuka lelang dengan harga rendah, kemudian semakin naik sampai akhirnya diberikan kepada calon pembeli dengan harga tertinggi, sebagaimana lelang ala Belanda (Dutch Auction) dan disebut dengan lelang naik. 12
E. LELANG PESPEKTIF ISLAM Lelang menurut pengertian transaksi mua’amalat kontemporer dikenal sebagai bentuk penjualan barang di depan umum kepada penawar tertinggi. Dalam Islam juga memberikan kebebasan keleluasaan dan keluasan ruang gerak bagi kegiatan usaha umat Islam dalam rangka mencari karunia Allah berupa rizki yang halal melalui berbagai bentuk transaksi saling menguntungkan yang berlaku di masyarakat tanpa melanggar ataupun merampas hak-hak orang lain secara tidak sah.
Pada prinsipnya, syariah Islam membolehkan jual beli barang/ jasa yang halal dengan cara lelang yang dalam fiqih disebut sebagai akad Bai’ Muzayadah. Praktik lelang (muzayadah) dalam bentuknya yang sederhana pernah dilakukan oleh Nabi SAW, sebagaimana hadis Salah satu hadis yang membolehkan lelang sebagai berikut;
َسلَمَ ٌَسْأَلُهُ فَقَالَ لَكَ فًِ بٍَْتِك َ صلَى اللَهُ عَلٍَْهِ َو َ ًِِجلًا مِنْ الْأَنْصَارِ جَاءَ إِلَى الّنَب ُ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَّنَ َر ًءٌ قَالَ َبلَى حِلْسٌ َنلْبَسُ بَعْضَهُ وَنَبْسُطُ بَعْضَهُ وَقَ دَحٌ َنشْزَبُ فٍِهِ الْمَاءَ قَالَ ائْتِّنًِ بِهِمَا قَالَ فَأَتَاهُ بِهِمَا ْ َش َصلَى اللَهُ عَلٍَْهِ َوسَلَمَ بٍَِ ِدهِ ثُمَ قَالَ مَنْ ٌَشْتَزِي هَذٌَْنِ فَقَالَ َرجُلٌ أَنَا خخُذُهُمَا بِدِرْهَمٍ قَال َ ِفَ َأخَذَهُمَا َرسُىلُ اللَه ِمَنْ ٌَزٌِدُ عَلَى دِرْ هَمٍ مَزَتٍَْنِ أَوْ ثَلَاثًا قَالَ َرجُلٌ أَنَا خخُذُهُمَا بِدِرْهَمٍَْنِ فَأَعْطَاهُمَا إٌَِاهُ َوَأخَذَ الدِرْهَمٍَْن َفَأَعْطَاهُمَا الْأَنْصَارِي Artinya : “Dari Anas bin Malik ra bahwa ada seorang lelaki Anshar yang datang menemui Nabi saw dan dia meminta sesuatu kepada Nabi saw. Nabi saw bertanya 12
http;// one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas makalah/hukum Islam/hukum lelang dalam islam. Diakses pada 01-4-2012 pukul 11.00
21
kepadanya,”Apakah di rumahmu tidak ada sesuatu?” Lelaki itu menjawab,”Ada. sepotong kain, yang satu dikenakan dan yang lain untuk alas duduk, serta cangkir untuk meminum air.” Nabi saw berkata,”Kalau begitu, bawalah kedua barang itu kepadaku.” Lelaki itu datang membawanya. Nabi saw bertanya, ”Siapa yang mau membeli barang ini?” Salah seorang sahabat beliau menjawab,”Saya mau membelinya dengan harga satu dirham.” Nabi saw bertanya lagi,”Ada yang mau membelinya dengan harga lebih mahal?” Nabi saw menawarkannya hingga dua atau tiga kali. Tiba-tiba salah seorang sahabat beliau berkata,”Aku mau membelinya dengan harga dua dirham.” Maka Nabi saw memberikan dua barang itu kepadanya dan beliau mengambil uang dua dirham itu dan memberikannya kepada lelaki Anshar tersebut.(HR. Tirmizi).13 Sebagian ulama seperti an-Nakha`i memakruhkan jual beli lelang, dengan dalil hadits dari Sufyan bin Wahab bahwa dia berkata;
سمعت رسىل اهلل صلى اهلل علٍه وسلم نهى عن بٍع المزاٌدة Artinya: Aku mendengar Rasulullah SAW melarang jual beli lelang. (HR AlBazzar)
Syariat Islam dengan berbagai pertimbangan yang sangat dijunjung tinggi tidak melarang dalam melakukan usaha untuk mencari kekayaan sebanyak-banyaknya dan dengan cara seperti apa selama cara yang dilakukan masih berada dalam garis syariat yang dihalalkan. Sedangkan adanya aturan dalam ajaran Islam tentunya tidak sematamatahanya aturan belaka yang hanya menjadi dasar, tetapi merupakan suatu aturan yang berfungsi menjaga dari adanya manipulasi atai kecurangan-kecurangan dalam menjalankan bisnis dengan cara lelang.14 F. HARGA LELANG PERSPEKTIF ISLAM 1. Pengertian Harga Macam-macam istilah yang kerap digunakan dalam mengungkapkan harga antara lain iuran, tarif, sewa, premium, komisi, upah, gaji, honorarium, SPP, dan lain-
13
At Tirmidzi, Al-Jami’ Al-Shohih, Beirut Libanon: Darul Al-Fikr, 1988, Hadist No. 908.
14
http//kerjoanku.wordpress.com diakses pada pada 20 April 2012 pukul. 20.34
22
lain.15 Harga dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti nilai suatu barang yang dirupakan dengan uang 16 Philip Kotler mengungkapkan bahwa harga adalah salah satu unsur bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan, unsur-unsur lainnya menghasilkan biaya. Harga adalah unsur bauran pemasaran yang paling mudah disesuaikan; ciri-ciri produk, saluran, bahkan promosi membutuhkan lebih banyak waktu. Harga juga mengkomunikasikan posisi nilai yang dimaksudkan perusahaan tersebut kepada pasar tentang produk dan mereknya. 17 Dapat dijelaskan dari pengertian di atas bahwa unsur-unsur bauran pemasaran yang dimaksud adalah harga, produk, saluran dan promosi, yaitu apa yang dikenal dengan istilah empat P (Price,Product, Place dan Promotion). Harga bagi suatu usaha atau badan usaha menghasilkan pendapatan (income), adapun adapun unsur-unsur bauran pemasaran lainnya yaitu Product (produk), Place (tempat/saluran) dan Promotion (promosi) menimbulkan biaya atau beban yang harus ditanggung oleh suatu usaha atau badan usaha.18 Prof. DR. H. Buchari Alma juga mengatakan bahwa dalam teori ekonomi, pengertian harga, nilai dan utility merupakan konsep yang paling berhubungan. Yang dimaksud dengan utility ialah suatu atribut yang melekat pada suatu barang, yang memungkinkan barang tersebut dapat memenuhi kebutuhan (needs), keinginan (wants) dan memuaskan konsumen (satisfaction). Value adalah nilai suatu produk
15
Irine Diana Sari W., Manajemen Pemasaran Usaha Kesehatan, Jojakarta : Nuha Medika, 2010, hlm.
147 16
WJS Poerwadaminta, Kamus Umum Bahasa Indinesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1976, hlm. 752 Philip Kotler, Manajemen Pemasaran (edisi ke sebelas) jilid 2, Jakarta :Gramedia, 2005, hlm. 139 18 Ibid , hlm. 140 17
23
untuk ditukarkan dengan produk lain. Nilai ini dapat dilihat dalam situasi barter yaitu pertukaran antara barang dengan barang. 19 Menurut para ekonom, harga, nilai, dan faedah/ manfaat (utility) merupakan konsep-konsep yang berkaitan. Utility adalah atribut suatu produk yang dapat memuaskan kebutuhan.sedangkan nilai adalah ungkapan secara kuantitatif tentang kekuatan barang untuk dapat menarik barang lain dalam pertukaran. Dalam perekonomian sekarang ini untuk mengadakan pertukaran atau mengukur nilai suatu produk menggunakan uang, bukan sistem barter. Jumlah uang yang digunakan dalam pertukaran tersebut mencerminkan tingkat harga dari suatu barang tersebut. Jadi, harga adalah sejumlah uang yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari produk dan pelayanannya.20 Dalam Islam harga dikenal dengan harga yang adil, hal ini juga mendapat perhatian banyak pemikir dunia termasuk dunia barat. Penulis jerman Rudolf Kaulla menyatakan konsep tentang justum pretium (harga yang adil), mula-mula konsep ini dilaksanakan di Roma dengan latar belakang pentingnya menerapkan atau menempatkan aturan khusus untuk memberi petunjuk dalam kasus-kasus yang dihadapi hakim, dimana dengan tatanan itu dia menetapkan nilai-nilai dari sebuah barang dagangan atau jasa. Pernyataan ini hanya menggambarkan sebagian cara harga dibentuk dengan pertimbangan etika dan hukum.21 Ilmuwan pada abad pertengahan yang pemikirannya tentang harga banyak menjadi pijakan pemikiran di masa berikutnya adalah St. Thomas Aquinus tanpa secara eksplisit menjelaskan definisi harga yang adil ia mengatakan : 19
Buchari Alma, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa, Bandung : ALFABETA, hlm. 169 Didit Purnomo, Buku Pegangan Kuliah Kebijakan Harga (Pendekatan Agrikultural), Surakarta : FEUMS, 2005, hlm. 302 21 M. B. Hendri Anto, Pengantar Ekonomi Islam, Yogyakarta : Ekonisia, 2003, hlm. 288 20
24
sangat berdosa mempraktekan penipuan terhadap tujuan penjualan sesuatu yang melebihi dari harga yang adil, karena itu sama dengan mencurangi tetangganya agar menderita kerugian. Ia juga mengatakan : Harga yang sdil itu akan menjadi salah satu hal yang tak hanya dimasukkan dalam perhitungan nilai barang yang dijual, juga bisa mendatangkan kerugian bagi penjual. Dan juga suatu barang bisa dibolehkan secara hukum dijual lebih tinggi ketimbang nilainya sendiri, meskipun nilainya tak lebih dibanding harga pemiliknya.22
Dari sudut pandang pemasaran, harga merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa lainnya) yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau jasa. Pengertian ini sejalan dengan konsep pertukaran (exchange) dalam pemasaran.23 Apabila harga suatu produk di pasaran adalah cukup tinggi, hal ini menandakan bahwa kualitas produk tersebut adalah cukup baik dan merek produk di benak konsumen adalah cukup bagus dan meyakinkan. Sebaliknya apabila harga suatu produk di pasaran adalah rendah, maka ini menandakan bahwa kualitas produk tersebut adalah kurang baik dan merek produk tersebut kurang bagus dan kurang meyakinkan di benak konsumen. Jadi harga bisa menjadi tolak ukur bagi konsumen mengenai kualitas dan merek dari suatu produk, asumsi yang dipakai disini adalah bahwa suatu usaha atau badan usaha baik usaha dagang, usaha manufaktur, usaha agraris, usaha jasa dan usaha
lainnya
menetapkan
harga
produk
dengan
memasukkan
mempertimbangkan unsur modal yang dikeluarkan untuk produk tersebut.
22 23
Ibid, hlm. 288 Fandy Tjiptono, Strategi Pemasaran, Yoyakarta : Penerbit Andi, 1997, hlm. 151
dan
25
Dari pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa harga merupakan sesuatu kesepakatan mengenai transaksi jual beli barang atau jasa di mana kesepakatan tersebut diridai oleh kedua belah pihak. Harga tersebut haruslah direlakan oleh kedua belah pihak dalam akad, baik lebih sedikit, lebih besar, atau sama dengan nilai barang atau jasa yang ditawarkan oleh pihak penjual kepada pihak pembeli. 2. Teori Harga Teori harga merupakan teori ekonomi yang menerangkan tentang perilaku harga-harga atau jasa-jasa. Isi dari teori harga pada intinya adalah harga suatu barang atau jasa yang pasarnya kompetitif tinggi rendahnya ditentukan oleh permintaan dan penawaran.24 a. Permintaan Perilaku permintaan merupakan salah satu perilaku yang mendominasi dalam praktek ekonomi mikro, walaupun berlaku juga pada ekonomi makro. Oleh sebab itu pembahasan mengenai permintaan yang ditinjau dari segi diterminasi harga terhadap permintaan selalu menjadi pokok kajian dalam ilmu ekonomi. Permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tinkat pendapatan tertentu dan dalamperiode tertentu. Dari definisi ini dapat diketahui, bahwa permintaan terjadi karena dipengaruhi beberapa faktor, yaitu: (1) Harga barang yang diminta; (2) Tingkat pendapatan; (3) Jumlah penduduk; (4) Selera dan estimasi yang akan datang; (5) Harga barang lain atau subtitusi.25
24
Siti Muflikhatul Hidayat. Penentuan Harga Jual Beli Dalam Ekonomi Islam, Skripsi Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2011, hlm.55 25 Iskandar Putong, Ekonomi Makro Dan Mikro, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002, hlm.34
26
1) Hukum Permintaan Determinasi harga terhadap permintaan dengan mengasumsikan faktor-faktor yang mempengaruhinya dianggap citeris paribus akan menghasiikan hukum permintaan. Hukum permintaan menyatakan: Bila harga suatu barang naik, maka permintaan barang tersebut akan turun, sebaliknya bila harga barang tersebut turun maka permintaan akan naik. Hukum (sunnatullah) permintaan tersebut berlaku, jika asumsiasumsi yang dibutuhkan terpenuhi, yaitu: citeris paribus. 2) Kurva Permintaan Kurva permintaan adalah kurva yang menggambarkan hubungan antara harga (P) dengan jumlah yang diminta (Qd). Hubungan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah: P
10
12
14
16
18
Qd
50
40
30
20
10
Tabel Dalam Permintaan Barang X Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kalau harga (P) semakin tinggi maka jumlah yang diminta (Qd) semakin rendah atau semakin sedikit.
27
Arah kurva permintaan adalah turun ke kanan, yang berarti arah atau lerengnya negatif sebagai akibat adanya hubungan yang berbalikan antar P dan Qd. Dengan memperhatikan kurva di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian atau definisi permintaan suatu barang adalah berbagai kuantitas barang di mana konsumen bersedia membayar pada berbagai alternatif harganya. 26 Dengan demikian, teori permintaan dapat dinyatakan: perbandingan lurus antara permintaan terhadap harganya, yaitu apabila permintaan naik, maka harga relatif akan naik, sebaliknya bila permintaan turun, maka harga akan turun. 27 b. Penawaran Penawaran adalah banyaknya barang yang ditawarkan oleh penjual pada suatu pasar tertentu, pada periode tertentu dan pada tingkat harga tertentu. Sebagai suatu mekanisme ekonomi, penawaran terjadi karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Faktor-faktor yang mempengaruhi produsen dalam menawarkan produknya adalah: (1) Harga barang itu sendiri; (2) Harga barang-barang lain; (3) Ongkos dan biaya produksi; (4) Tujuan produksi dari perusahaan; (5) Teknologi yang digunakan. Bila beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat penawaran di atas dianggap tetap selain harga barang itu sendiri, maka penawaran hanya ditentukan oleh harga. Hal ini berarti besar kecilnya perubahan penawaran ditentukan oleh besar kecilnya perubahan harga. Dalam hal inilah yang dikenal dengan hukum penawaran.
26 27
Soeharno, Ekonomi Manajerial, Yogyakarta : CV. Andi Offset, 2007, hlm. 42 Ibid hlm. 115
28
1) Hukum penawaran Hukum penawaran adalah suatu penawaran yang menjelaskan tentang sifat hubungan antara harga suatu barang dan jumlah barang tersebut yang ditawarkan pada penjual. Hukum penawaran: Perbandingan lurus antara harga terhadap jumlah barang yang ditawarkan, yaitu apabila harga naik, maka penawaran akan meningkat, sebaliknya apabila harga turun penawaran akan turun.28 2) Kurva Penawaran Kurva penawaran adalah suatu kurva yang menggambarkan hubungan antara berbagai kuantitas (Qs) yang di tawarkan pada berbagai alternatif harga (P). P
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
Qs
5
10
15
20
25
35
40
45
50
55
Tabel Dalam Penawaran Barang X Tampak dalam tabel jumlah barang X yang di tawarkan semakin meningkat dengan meningkatnya harga barang. Ini berarti bahwa produsen bersedia menjual barangnya lebih banyak pada harga yang lebih tinggi.
28
Ibid hlm. 140
29
Kurva penawaran mempunyai slop (kemiringan) positif atau ada hubungan positif antara P antara Qs juga naik. Begitu pula sebaliknya. Hal ini juga dapat diartikan kalau harga naik maka jumlah harga yang ditawarkan akan meningkat.29 3. Harga Menurut Islam Dalam terminoligi Arab yang maknanya menuju pada harga yang adil antara lain adalah: si’r al mithl, staman al mithl, dan qimah al adl . Istilah qimah al adl (harga yang adil) pernah digunakan oleh Rosulullah SAW dalam mengomentari kompensasi bagi pembebasan budak dimana budak ini kan menjadi manusia merdeka dan majikannya tetap memperoleh kompensasi dengan harga yang adil. Istilah ini juga ditemukan dalam laporan Kholifah Umar bin Khatab dan Ali bin Abi Thalib. Umar bin Khatab menggunakan istilah harga yang adil ini ketika menetapkan nilai baru atas diyah (denda/uang tebusan darah), setelah nilai diham turun sehingga harga-harga naik. Istilah qimah al adl juga banyak digunakan loleh para hakim yang telah mengkodifikasikan hukum islam tentang transaksi bisnis dalam obyek barang cacat yang dijual, perebutan kekuasaan, memaksa penimbun barang untuk menjual barang tibunannya, membuang jaminan atas atas harta milik dan sebagainya. Secara umum mereka berpikir bahwa harga sesuatu yang adil adalah harga yang dibayar untuk obyek yang sama yang diberikan pada waktu dan tempat diserahkan.30 Konsep harga islam juga banyak menjadi daya tarik bagi para pemikir Islam dengan menggunakan kondisi ekonomi di sekitarnya dan pada massanya, pemikir tersebut adalah sebagai berikut ; 29 30
Soeharno, Op. Cit., hlm. 47 M. B. Hendri Anto, Pengantar Ekonomi Islam, Yogyakarta: Ekonisia, 2003, hlm. 286
30
a. Konsep Harga Abu Yusuf Abu Yusuf adalah seorang mufti pada kekhalifahan Harun alRasyid. Ia menulis buku pertama tentang sistem perpajakan dalam Islam yang berjudul Kitab al-Kharaj. Dan Abu Yusuf tercatat sebagai ulama terawal
yang
mulai
menyinggung
mekanisme
pasar.
Beliau
memperhatikan peningkatan dan penurunan produksi dalam kaitannya dengan perubahan harga.Beliau jugalah yang mengajukan pertama kali tentang teori permintaan dan persediaan (demand and supplay) dan pengaruhnya terhadap harga.31 Fenomena yang terjadi pada masa Abu Yusuf adalah, ketika terjadi kelangkaan barang maka harga cenderung akan tinggi, sedangkan pada saat barang tersebut melimpah, maka harga cenderung untuk turun atau lebih rendah.32 Abu Yusuf mengatakan: “Tidak ada batasan tertentu tentang murah dan mahal yang dapat dipastikan. Hal tersebut ada yang mengaturnya. Prisipnya tidak bisa diketahui. Murah bukan karena melimpahnya makanan, demikian juga dengan mahal tidak disebabkan karena kelangkaan makanan. Murah dan mahal merupakan ketentuan Allah. Kadangkadang makanan sangat sedikit tetapi murah.” 33 Pandangan Abu Yusuf di atas menunjukkan adanya hubungan negatif antara persediaan (supply) dengan harga. Hal ini adalah benar bahwa harga itu tidak tergantung pada supply itu sendiri, oleh karena itu berkurangnya atau bertambahnya harga semata-mata tidak berhubungan dengan bertambah atau berkurangnya dalam penawaran.
31
Skripsi Siti Muflikhatul Hidayah, Penentuan Harga Jual Beli Dalam Ekonomi Islam, UMS, 2011,
hlm. 70 32
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam edisi ketiga, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006, hlm.250 33 Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam, Yogyakarta: BPFE, 2004, hlm. 353
31
Dalam hal ini, Abu Yusuf tampaknya menyangkal pendapat umum mengenai hubungan terbalik antara permintaan dengan harga. Pada kenyataannya harga tidak tergantung pada penawaran saja tetapi juga permintaan. Abu Yusuf menegaskan bahwa ada variabel lain yang mempengaruhi akan tetapi beliau tidak menjelaskan secara rinci.34 Dalam analisis ekonomi pada masalah pengendalian harga (tas’ir). Abu Yusuf menentang penguasa yang menetapkan harga 35. Menurutnya harga merupakan ketentuan Allah. Maksudnya adalah harga akan terbentuk sesuai dengan hukum alam yang berlaku disuatu tempat dan waktu tertentu sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhi harga itu sendiri. Pendapat Abu Yusuf ini relevan pada pasar persaingan sempurna dimana banyak penjual dan banyak pembeli sehingga harga ditentukan oleh pasar. b. Konsep Harga Al Ghazali Seperti halnya para cendikiawan muslim terdahulu, perhatian Al Ghazali terhadap kehidupan masyarakat tidak terfokus pada satu bidang tertentu tetapi meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Ia melakukan studi keislaman secara luas untuk mempertahankan ajaran agama Islam. Perhatiannya di bidang ekonomi terkandung dalam ilmu fiqhnya karena pada hakikatnya, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari fiqh Islam.36 Pemikiran sosio ekonomi Al Ghazali berakar pada sebuah konsep yang dia sebut sebagai “fungsi kesejahteraan sosial Islami”. Tema yang menjadi pangkal seluruh karyanya adalah konsep maslahat atau 34
Ibid, hlm. 252 Ibid, hlm.253 36 H. Adiwarman Azwar Karim, Op. Cit., hlm. 317 35
32
kesejahteraan bersama sosial atau utilitas (kebaikan bersama), yakni sebuah konsep yang mencakup semua aktivitas manusia dan membuat kaitan erat antara individu dengan masyarakat.37 Proses evolusi pasar merupakan teori yang dikemukakan oleh Al Ghazali. Al Ghazali dengan nama lengkapnya Abu Hamid Al Ghazali sebagai ahli tasawuf mengajukan pandangan dan mulai berpikir tentang pasar. Pandangannya ia jabarkan dengan rinci, bahwa peran aktivitas perdagangan dan timbulnya pasar yang harganya bergerak sesuai kekuatan permintaan dan penawaran. Bagi Al Ghazali merupakan bagian dari “keteraturan alami” (natural order).38 Menurut Al-Ghazali hukum alam adalah segala sesuatu, yakni sebuah ekspresi berbagai hasrat yang timbul dari diri sendiri untuk saling memuaskan kebutuhan ekonomi. Begitu pula dengan pendapat Al Ghazali mengenai pasar merupakan keteraturan alami (natural order), yaitu hharga di pasar akan terbentuk secara alami sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhi harga, dan pendapat Al Ghazali ini lebih cocok pada pasar persaingan sempurna. Al Ghazali menjelaskan secara eksplisit mengenai perdagangan regional, bahwa: “Praktek-praktek ini terjadi di berbagai kota dan negara. Orangorang yang melakukan perjalanan ke berbagai tempat untuk mendapatkan alat-alat dan makanan dan membawanya ke tempat lain. Urusan ekonomi orang akhirnya diorganisasikan ke kota-kota yang mungkin tidak mempunyai alat-alat yang dibutuhkan, dan ke desa-desa yang mungkin tidak memiliki semua bahan makanan yang dibutuhkan. Keadaan inilah yang pada gilirannya menimbulkan kebutuhan alat transportasi. Terciptalah kelas pedagang regional dalam masyarakat. Motifnya tentu saja mencari 37 38
Ibid, Muhammad, Op. Cit., hlm.354
33
keuntungan. Para pedagang ini bekerja keras memenuhi kebutuhan orang lain dan mendapatkan keuntungan dan makan oleh orang lain juga”39 Walaupun Al Ghazali tidak menjelaskan konsep permintaan dan penawaran dalam terminologi modern. Terdapat banyak bagian dari bukubukunya yang berbicara mengenai harga yang berlaku, seperti yang ditentukan oleh praktik-praktik pasar, sebuah konsep ini kemudian dikenal sebagi al-tsaman al-adl (harga yang adil) dikalangan ilmuwan Muslim atau equilibrium price (harga keseimbangan) dikalangan ilmuwan Eropa kontemporer. Sejalan dengan konsep permintaan dan penawaran, menurutnya untuk kurva penawaran “ naik dari kiri naik ke bawah kanan atas” dinyatakan sebagai “ jika petani tidak mendapatkan pembeli dan barangnya, maka ia akan menjual pada harga yang lebih murah”. Sementara untuk kurva permintaan yang ”turun dari kiri atas ke kanan bawah” dijelaskan sebagai “harga dapat diturunkan dengan mengurangi permintaan”.40 Seperti halnya pemikir lain pada masanya, Al Ghazali juga berbicara tentang harga yang biasanya langsung dihubungkan dengan keuntungan. Keuntungan belum secara jelas dikaitkan dengan pendapatan dan biaya. Bagi Al Ghazali keuntungan adalah kompensasi dari kepayahan perjalanan, risiko bisnis, dan ancaman diri keselamatan si pedagang. Walaupun ia tidak setuju dengan keuntungan yang berlebih untuk menjadi motivasi pedagang bagi Al Ghazali keuntungan sesungguhnya adalah keuntungan di akhirat kelak. Adapun keuntungan 39 40
Al Ghazali, Ihya’ Ulumudin vol.3, Beirut: Dar al Nadwah, t.th , hlm.227 Muhammad, Op. Cit., hlm.356
34
normal merutnya adalah berkisar antara 5 sampai 10 persen dari harga barang. c. Konsep Harga Ibnu Taimiyah Ibnu Taimiyah menjelaskan mengenai mekanisme pertukaran, ekonomi pasar bebas, dan bagaiman kecenderungan harga terjadi sebagai akibat dari kekuatan permintaan dan penawaran. Jika permintaan terhadap barang meningkat sementara penawaran menurun harga akan naik. Begitu sebaliknya, kelangkaan dan melimpahnya barang mungkin disebabkan oleh tindakan yang adil, atau mungkin tindakan yang tidak adil. Hal ini terjadi karena pada masanya ada anggapan bahwa penigkatan harga merupakan akibat dari ketidakadilan dan tindakan dari melanggar hukum dari pihak penjual, atau mungkin sebagaiakibat manipulasi pasar. Ibnu Taimiyah berkata: “Naik dan turunnya harga tak selalu berkaitan dengan kezaliman (zulm) yang dilakukan seseorang. Sesekali alasannya adalah adanya kekurangan dalam produksi atau penurunan impor dari barang-barang yang diminta. Jika membutuhkan peningkatan jumlah barang sementara kemampuannya menurun, harga dengan sendirinya akan naik. Di sisi lain, jika kemampuan penyediaan barang meningkat dan permintaannya menurun, harga akan turun. Kelangkaan dan kelimpahan tak mesti diakibatkan oleh perbuatan seseorang. Bisa saja berkaitan dengan sebab yang takmelibatkan ketidakadilan. Atau sesekali bisa juga disebabkan ketidakadilan. Maha besar Allah yang menciptakan kemauan pada hatimanusia. (Ibnu Taimiyah, Majmu’ fatawa)”. 41 Menurut Ibnu Taimiyah, penawaran bisa datang dari produksi domestik dan impor. Perubahan dalam penawaran digambarkan sebagai
41
A. A. Islahi, Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah, Jakarta: Bina Ilmu, 1997, hlm. 12
35
peningkatan atau penurunan dalam jumlah barang yang ditawarkan, sedangkan permintaan sangat ditentukan oleh selera dan pendapatan.42 Di sisi lain, Ibnu Taimiyah mengidentifikasi beberapa faktor lain yang menetukan permintaan dan penawaran yang mempengaruhi harga pasar, yaitu: 1) Keinginan masyarakat (raghbah) terhadap berbagai jenis barang yang berbeda dan selalu berubah-ubah. Prubahan ini sesuai dengan langka atau tidaknya barang-barang yang diminta. Semakin sedikit jumlah suatu barang yang tersedia akan semakin diminati masyarakat. 2) Jumlah para peminat (tullab) terhadap suatu barang. Jika jumlah masyarakat yang menginginkan suatu barang tersebut akan semakin meningkat, dan begitu pula sebaliknya. 3) Lemah atau kuatnya kebutuhan terhadap suatu barang serta besar atau kecilnya tingkat dan ukuran kebutuhan. Apabila kebutuhan besar dan kuat, harga akan naik. Sebaliknya jika kebutuhan kecil dan lemah harga akan turun. 4) Kualitas pembeli. Jika pembeli adalah seorang yang kaya dan terpercaya dalam membeyar utang, harga yang diberikan lebih rendah. Sebaliknya, harga yang diberikan lebih tinggi jika pembeli adalah seorang yang sedang bangkrut, suka mengulur-ulur pembayaran utang serta mengingkari utang. 5) Jenis uang yang digunakan dalam transaksi. Harga akan lebih rendah jika pembayaran dilakukan dengan menggunakan uang
42
Muhammad, Op. Cit., hlm.358
36
yang umum dipakai (naqd ra’ij) daripada uang yang jarang dipakai. 6) Tujuan transaksi yang menghendaki adanya kepemilikan resiprokal diantara kedua belah pihak. Harga suatu barang yang telah tersedia di pasaran lebih rendah daripada harga suatu barang yang belum ada di pasaran. Begitu pula halnya harga akan lebih rendah jika pembayaran dilakukan secara tunai daripada pembayaran dilakukan secara angsuran. 7) Besar kecilnya biaya harus dikeluarkan oleh produsen atau penjual. Semakin besar biaya yang dibutuhkan oleh produsen atau penjualuntuk menghasilkan atau memperoleh barang akan semakin tinggi pula harga yang diberikan, dan begitu pula sebaliknya.43 Jika transaksi telah berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada tetapi harga tetap naik, menurut Ibnu Taimiyah ini merupakan kehendak Allah. Maksudnya pelaku pasar bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan harga tetapi ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi harga, yang dalam hal ini dapat disebut dalam hukum alam dalam proses jual beli. d. Konsep Harga Ibnu Khaldun Dalam karyanya yang berjudul al muqoddimah pada bab yang berjudul “harga di kota-kota” ia membagi jenis barang menjadi barang kebutuhan pokok dan mewah. Menurutnya, bila suatu kota berkembang dan selanjutnya populasinya akan bertambah banyak, maka harga-harga
43
Adiwarman Azwar Karim, Op. Cit., hlm. 366-367
37
kebutuhan pokok akan mendapatkan prioritas pengadaannya. Akibatnya penawaran meningkat dan ini berarti turunnya harga. Sedangkan untuk barang-barang mewah, permintaannya akan menigkat sejalan dengan berkembangnya kota dan berubahnya gaya hidup. Akibatnya harga barang mewah akan meningkat. 44 Bagi Ibnu Khaldun, harga adalah hasil dari hukum permintaan dan penawaran. Pengecualian satu-satunya dari hukum ini adalah harga emas dan perak, yyang merupakan standar moneter. Semua barang-barang lain terkena fluktuasi harga yang tergantung pada pasar. Bila suatu barang langka dan banyak diminta, maka harganya tinggi. Jika suatu barang berlimpah maka harganya akan rendah. Mekanisme penawaran dan permintaan dalam menentukan harga keseimbangan menrut Ibnu Khaldun, ia menjabarkan pengaruh persaingan diantara konsumen untuk mendapatkan barang pada sisi permintaan. Setelah itu pada sisi penawaran, ia menjelaskan pula pangaruh meningkatnya biaya produksi karena pajak dan pungutan-pungutan lainnya di kota tersebut.45 Hal ini menunjukkan bahwa Ibnu Khaldun, sebagaimana Ibnu Taimiyah telah mengidentifikasi kekuatan permintaan dan penawaran sebagai
penentu
harga
keseimbangan.
Ibnu
Khaldun
kemudian
mengatakan bahwa keuntungan yang wajar akan mendorong tumbuhnya perdagangan, sedangkan keuntungan yang sangat rendah akan membuat lesu perdagangan karena pedagang kehilangan motivasi. Sebaliknya, jika
44 45
Muhammad, Op. Cit., hlm.361 Ibid
38
pedagang mengambil keuntungan sangat tinggi, juga akan membuat lesu perdagangan karena lemahnya permintaan konsumen. Pendapat Ibnu Khaldun juga sama dengan pendapat tokoh-tokoh di atas, hanya yang membedakan dengan tokoh di atas adalah sudut pandang. Karena secara eksplisit Ibnu Khaldun menjelaskan jenis-jenis biaya yang membentuk penawaran dan Ibnu Khaldun lebih fokus menjelaskan fenomena yang terjadi. 4. Harga Lelang Telah dijelaskan di atas secara rinci tentang harga, bahwa harga mempunyai peranan penting dalam kegitan ekonomi. Jual beli merupakan kegiatan ekonomi yang di dalamnya melibatkan transaksi antara penjual dan pembeli dengan menggunakan harga yang telah disepakati. Lelang merupakan suatu bentuk penjualan barang didepan umum kepada penawar tertinggi. Lelang dapat berupa penawaran barang tertentu kepada penawar yang pada mulanya membuka lelang dengan harga rendah, kemudian semakin naik sampai akhirnya diberikan kepada calon pembeli dengan harga tertinggi. Namun, dalam kegiatan jual beli banyak terjadi penyimpangan syariah baik pelanggaran hak, norma dan etika dalam jual beli tersebut dalam hal ini adalah praktik lelang. Maka, dalam penentuan harga dilakukan oleh juru lelang atas permintaan penjual dengan melihat keadaan fisik barang lelang sebagai salah satu syarat pelelangan. Baik berupa harga naik maupun harga turun.46 Sebagaimana diketahui harga ditentukan oleh pasar, begitu pula dengan lelang yang dikenal dengan pasar lelang (action market). Pasar lelang sendiri didefinisikan
46
Ibid, hlm.73
39
sebagai suatu pasar terorganisir, dimana harga menyesuaikan diri terus menerus terhadap penawaran dan permintaan, serta biasanya dengan barang dagangan standar, jumlah penjual dan pembeli cukup besar dan tidak saling mengenal. Menurut ketentuan yang berlaku di pasar tersebut, pelaksanaan lelang dapat menggunakan persyaratan tertentu seperti sipenjual dapat menolak tawaran yang dianggapnya terlalu rendah yaitu dengan memakai batas harga terendah/cadangan (reservation price), biasanya disebut sebagai Harga Limit Lelang (HLL) : bisa berupa Nilai Pasar Lelang (NPL) atau Nilai Minimum Lelang (NML). Sedangkan harga lelang adalah harga penawaran tertinggi yang diajukan oleh peserta lelang yang telah disahkan sebagai pemenang lelang oleh Pejabat Lelang.47
47
Peraturan menteri keuangan tahun 2010 tentang petunjuk pelaksanaan lelang bab 1 pasal 27
BAB III KONSEP LELANG MENURUT REGULASI MENTERI KEUANGAN
Di Indonesia, sejarah pengelola keuangan pemerintahan sudah ada sejak masa lampau. Tiap pemerintahan dari zaman kerajaan sampai sekarang, memiliki pengelola keuangan untuk dapat melaksanakan pembangunan perekonomian di pemerintahannya. Pengelolaan keuangan pemerintahan disini meliputi semua milik pemerintahan atau kekayaan yang dimiliki oleh suatu pemerintahan. Keuangan yang dikelola berasal dari masyarakat yang berupa upeti, pajak, bea cukai, dan lain-lain.
A. BADAN KEWENANGAN LELANG
Sesudah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 diumumkan, pemerintah Republik Indonesia memandang perlu untuk mengeluarkan uang sendiri. Uang tersebut, bagi pemerintah tidak sekedar sebagai alat pembayaran semata-mata, tetapi juga berfungsi sebagai lambang utama suatu negara merdeka, serta sebagai alat untuk memperkenalkan diri kepada khalayak umum.
Pada saat itu, pada awal pemerintahan Republik Indonesia keadaan ekonomi moneter Indonesia sangat kacau. Inflasi hebat bersumber pada kenyataan beredarnya mata uang pendudukan Jepang yang diperkirakan berjumlah 4 milyar. Untuk menggantikan peranan uang asing tersebut, dibutuhkan mata uang sendiri sebagai alat pembayaran dan digunakan oleh rakyat Indonesia dari masa ke masa sebagai alat pertukaran, pembayaran dan sebagai alat pemuas kebutuhan yang sah.
Maka pada tanggal 30 Oktober 1946, pemerintah Indonesia merdeka menyatakan hari tersebut adalah hari bersejarah bagi bangsa Indonesia sebagai tanggal beredarnya
40
41
Oeang Repoeblik Indonesia (ORI). Pada hari itu juga dinyatakan bahwa uang Jepang dan uang Javasche Bank tidak berlaku lagi. Walaupun masa peredaran ORI cukup singkat, namun ORI telah diterima dengan bangga di seluruh wilayah Republik Indonesia dan telah ikut menggelorakan semangat perlawanan terhadap penjajah di segenap kubu patriot pembela tanah air. Pada waktu suasana di Jakarta genting maka pemerintah pada waktu itu memutuskan untuk melanjutkan pencetakan ORI di daerah pedalaman, seperti di Yogyakarta, Surakarta dan Malang.1
Pada tanggal 30 Oktober disahkan sebagai Hari Keuangan Republik Indonesia oleh presiden berdasarkan lahirnya uang emisi pertama Republik Indonesia, yang membanggakan seluruh rakyat Indonesia. Uang adalah lambang utama suatu negara merdeka serta sebagai alat untuk memperkenalkan diri kepada khalayak umum. Untuk menghargai jasa A.A Maramis, maka gedung Department of Financien atau gedung Daendels diberi nama gedung A.A Maramis. Gedung ini menjadi pusat kerja Menteri Keuangan selaku pimpinan Departemen Keuangan Republik Indonesia saat menjalankan tugasnya sehari-hari. Seiring dengan kebutuhan akan koordinasi antar unit, sejak tahun 2007 gedung Menteri Keuangan dipindah ke Gedung Djuanda 1 yang berlokasi di seberang gedung A.A Maramis.
Menindaklanjuti Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara juncto Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 tentang pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, serta merujuk pada surat edaran Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan Nomor SE-11 MK.1/2010 tentang perubahan Nomenklatur
1
http://id.wikipedia.org/wiki/Kementerian_Keuangan_Republik_Indonesia diakses pada 23-06-2012 pukul 22.14
42
Departemen Keuangan menjadi Kementerian keuangan, maka sejak 2009, Departemen Keuangan resmi berubah nama menjadi Kementerian Keuangan.2
Departemen Keuangan pada masa penjajahan Jepang di Indonesia juga digunakan sebagai pusat kegiatan pengolahan keuangan. Kementerian Keuangan, disingkat Kemenkeu, (dahulu Departemen Keuangan, disingkat Depkeu) adalah kementerian dalam Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan keuangan. Kementerian Keuangan dipimpin oleh seorang Menteri Keuangan (Menkeu) Kementerian Keuangan mempunyai motto Nagara Dana Rakça yang berarti Penjaga Keuangan Negara.3
1. Tugas Menteri Keuangan menyelenggarakan urusan di bidang keuangan dan kekayaan negara dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. 2. Fungsi Menteri Keuangan
a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang keuangan dan kekayaan negara; b. Pengelolaan Barang Milik/Kekayaan Negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Keuangan; c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Keuangan; d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Keuangan di daerah; 2
http://www.depkeu.go.id/ind/Organization/?prof=sejarah diakses pada 23-06-2012 pukul 22.56 http://id.wikipedia.org/wiki/Kementerian_Keuangan_Republik_Indonesia diakses pada 23-06-2012 pukul 22.57 3
43
e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional; dan f. Pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah.4
Sebagaimana tugas dan fungsi dari Menteri Keuangan menyelenggarakan dibidang keuangan maka dalam urusan lelang juga ditur dalam peraturan menteri keuangan melalui notaris. Di negara-negara yang menganut sistem Civil Law, perjanjian dibuat dalam suatu akta oleh notaris. Notaris sebagai pejabat negara yang membuat akta otentik diharapkan netral, dan keterangan yang dibuatnya dapat diandalkan sebagai bukti yang sempurna. Berdasarkan perkembangannya, awalnya notaris diatur dalam Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie (Peraturan Jabatan Notaris) yang diundangkan pada tanggal 26 Januari 1860 dalam Stbl. Nomor 3, mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 1860.
Notaris berwenang membuat akta yang berkaitan dengan risalah lelang. UU Lelang (Vendu Reglement) yang tertuang dalam Ordonansi 28 Februari 1908 St. 08-189, sampai saat ini masih digunakan sebagai aturan pokok dalam pelaksanaan lelang. Berdasarkan Pasal 35 joPasal (1) huruf a Vendu Reglement bahwa setiap pelaksanaan lelang oleh Pejabat Lelang dibuat berita acara yang disebut Risalah Lelang, yang berwenang membuat risalah lelang adalah Pejabat Lelang.
Dalam Vendu Reglement disebutkan notaris adalah Pejabat Lelang Kelas II. Namun demikian dalam membuat risalah lelang, notaris tidak dapat serta merta membuat risalah lelang, harus terlebih dahulu mengikuti diklat lelang dan mendapat sertifikat. Setelah itu calon Pejabat Lelang yang berasal dari notaris tersebut baru dapat diangkat dan disumpah selaku Pejabat Lelang Kelas II. Hal ini mengacu pada pada Keputusan Presiden No. 109 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Pokok Eselon I Departemenjo Keputusan Presiden No. 84 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Fungsi, 4
http://www.depkeu.go.id/ind/organization/tugasfungsi.htm diakses pada 23-06-2012 pukul 21.56
44
Susunan Organsasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Keuangan.
Selanjutnya untuk pengaturan tentang syarat pengangkatan Pejabat Lelang, pada tahun 2010 dan 2005 Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur syarat-syarat pengangkatan Pejabat Lelang dengan PMK No.175/PMK.06/2010 dan PMK No.119/ PMK.07/2005.5
Dalam pelaksanaan lelang yang dipandu oleh pejabat lelang (juru lelang) dilaksanakan di Balai Lelang, yaitu Badan Hukum Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan usaha di bidang lelang yang sebelumnya didahului dengan pengumumuan lelang dengan cara pemberitahuan kepada masyarakat tentang akan adanya Lelang dengan maksud untuk menghimpun peminat lelang dan pemberitahuan kepada pihak yang berkepentingan.
B. PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG MENURUT MENTERI KEUANGAN
Dalam peraturan lelang menurut Menteri Keuangan Republik Indonesia memang banyak mengalami penyempurnaan seiring dengan berkembangnya kondisi ekonomi. Hal ini dilakukan mengingat :
1. Undang-Undang Lelang (Vendu Reglement, Ordonantie 28 Februari 1908 Staatsblad 1908:189 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Staatsblad 1941:3);
5
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4fe7fa1c58fbf/relevansi-menghapus-kewenangan-notarisbroleh--surahmin- diakses pada 23-06-2012 pukul 21.56
45
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687); 3. Instruksi Lelang (Vendu Instructie, Staatsblad 1908:190 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Staatsblad 1930:85); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2003 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Departemen Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4313); 5. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2008; 6. Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2007; 7. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; 8. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009; tentang kedudukan tugas, fungsi dan susunan organisasi dan tata kerja instansi vertikal di lingkungan Departemen Keuangan; 9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143.1/PMK.01/2009; 10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara;
46
11. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 347/KMK.01/2008 tentang Pelimpahan Wewenang Kepada Pejabat Eselon I6 di Lingkungan Departemen Keuangan untuk dan Atas Nama Menteri Keuangan Menandatangani Surat dan atau Keputusan Menteri Keuangan;7
Dalam pasal 1 Peraturan Lelang (Vendureglement) disebutkan bahwa peraturan penjualan di muka umum di Indonesia mulai berlaku sejak 1 April 1908. Penjualan dengan cara tersebut dalam pelaksanaannya harus dilakukan di depan seorang Vendumeester (juru lelang). Namun, dalam pasal 1 (a) ayat 2 disebutkan bahwa hanya dengan peraturan pemerintah penjualan di depan umum dapat dilaksanakan tanpa Vendumeester. Penjualan di depan umum (lelang) yang boleh dilaksanakan tanpa Vendumeester ialah:
1. Lelang barang-barang gadaian milik/ dikuasai oleh Pegadaian Negara (LN. 1941 No. 456) 2. Lelang ikan basah (segar) dan lain-lain binatang yang berasal dari laut atau air tawar (LN. 1908 No. 642) 3. Lelang barang-barang bahan kayu (lelang kecil untuk kebutuhan rakyat) dan hasil-hasil hutan tertentu, yang bersal dari kehutanan Dinas Kehutanan Pemerintah (LN. 1941 No. 456) 4. Lelang hasil tetentu dari usaha pertanian dan perkebunan yang dipeliharaoleh dan untuk kepentingan rakyat (LN. 1915 No. 456)
6
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, yang selanjutnya disebut DJKN, adalah unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kekayaan negara, piutang negara dan lelang sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lihat pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/Pmk. 06/2010 pasal 1. 7 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93 /Pmk.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang
47
5. Lelang barang-barang milik anggotadan pejabat bawahan (kelasi) angkatan laut yang dinyatakan hilang, meninggal dunia atau melarikan diri (LN. 1940 No. 503) 6. Lelang barang-barang harta peniggalan milik anggota tentara bawahan, jika terpaksa (tidak ada jalan lain) (LN. 1874 No. 147) 7. Lelang barang-barang berbahaya dan mudah rusak (busuk) yang disuruh di/ tidak diambil dari stasiun Kereta Api atau Term (LN. 1972 No. 261 dan 262)8
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999, Peraturan Menteri Keuangan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/Pmk. 06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Dalam hal ini pelaksanaan lelang dapat dilakukan di tempat balai lelang Negara atau balai lelang swasta. Kantor Lelang Negara dan Balai Lelang swasta dapat dilaksanakan apabila terdapat paling sedikit dua peserta lelang.
Menteri Keuangan Republik Indonesia membedakan lelang menjadi tiga macam
pertama
Lelang
Eksekusi
adalah
lelang
untuk
melaksanakan
putusan/penetapan pengadilan, dokumen-dokumen lain yang dipersamakan dengan itu, dan/atau melaksanakan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Kedua Lelang Noneksekusi Wajib adalah lelang untuk melaksanakan penjualan barang yang oleh peraturan perundang-undangan diharuskan dijual secara lelang. Ketiga Lelang Noneksekusi Sukarela adalah lelang atas barang milik swasta, orang atau badan hukum/badan usaha yang dilelang secara sukarela.
8
S. Soewondoropranoto, Penjualan Barang-Barang Lelang, Jakarta: Panitia Urusan Piutang Negara Pusat, 1971, hlm. 119-120
48
Petunjuk Pelaksanaan Lelang, lelang dapat dilakukan dan awasi oleh pejabat lelang yang dipilih oleh pejabat balai lelang negara atau pejabat balai lelang swasta. Pejabat lelang negara yang dianggkat oleh negara yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau pegawai notaris serta pegwai pajak, sedangkan pejabat lelang swasta yang diangkat dan dipilih oleh lembaga lelang swasta yang berkuatan hukum atas dasar kesepakatan bersama. Pejabat Lelang Kelas I, yang berwenang melaksanakan lelang untuk semua jenis lelang atas permohonan Penjual/Pemilik Barang sedangkan Pejabat Lelang Kelas II, yang mana pejabat lelang ini berwenang melaksanakan lelang Noneksekusi Sukarela atas permohonan Balai Lelang atau Penjual/Pemilik Barang.
Dalam pelaksanaan lelang adapun persiapan lelang yang dilakukan diantaranya adalah adanya permohonan lelang, penjual/ pemilik barang, tempat pelaksanaan lelang, waktu pelaksanaan lelang, surat keterangan tanah, pembatalan sebelum lelang, uang jaminan penawar lelang, nilai limit, pengumuman lelang.
1. Permohonan Lelang
Penjual/Pemilik Barang yang bermaksud melakukan penjualan barang secara lelang melalui KPKNL, harus mengajukan surat permohonan lelang secara tertulis kepada Kepala KPKNL untuk dimintakan jadwal pelaksanaan lelang, disertai dokumen persyaratan lelang sesuai dengan jenis lelangnya. Permohonan lelang diajukan dalam bentuk Nota Dinas oleh Kepala
Seksi
Piutang Negara
KPKNL kepada
Kepala
KPKNL.
Penjual/Pemilik Barang sebagaimana dimaksud dapat menggunakan Balai Lelang untuk memberikan jasa pralelang dan/atau jasa pascalelang.
49
2. Penjual/ Pemilik Barang
Dalam penjualan lelang Penjual/Pemilik Barang bertanggung jawab terhadap:
a. keabsahan kepemilikan barang; b. keabsahan dokumen persyaratan lelang; c. penyerahan barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak; dan d. dokumen kepemilikan kepada Pembeli.
Selain hal di atas penjual/pemilik barang juga bertanggung jawab terhadap gugatan perdata maupun tuntutan pidana yang timbul akibat tidak dipenuhinya
peraturan
perundang-undangan
di
bidang
lelang.
penjual/pemilik barang harus menguasai fisik barang bergerak yang akan dilelang, kecuali barang tak berwujud, termasuk tetapi tidak terbatas pada saham tanpa warkat, hak tagih, hak cipta, merek, dan/atau hak paten. Untuk barang yang tak berwujud penjual/pemilik barang harus menyebutkan jenis barang yang dilelang dalam surat permohonan lelang.
Penjual/Pemilik Barang dapat mengajukan syarat-syarat lelang tambahan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
a. Jangka waktu bagi peserta lelang untuk melihat, meneliti secara fisik barang yang akan dilelang; b. Jangka waktu pengambilan barang oleh Pembeli; dan/atau;
50
c. Jadwal penjelasan lelang kepada peserta lelang sebelum pelaksanaan lelang (aanwijzing). d. Syarat-syarat lelang tambahan sebagaimana dimaksud di atas dilampirkan dalam surat permohonan lelang.
3. Tempat Pelaksanaan Lelang
Tempat pelaksanaan lelang harus dalam wilayah kerja KPKNL atau wilayah jabatan Pejabat Lelang Kelas II tempat barang berada. Adapun pengecualian terhadap ketentuan hanya dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan tertulis dari pejabat yang berwenang, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
Yang dimaksud dengan Pejabat yang berwenang adalah:
a. Direktur Jenderal atas nama Menteri untuk barang yang berada di luar wilayah Republik Indonesia; b. Direktur Lelang atas nama Direktur Jenderal untuk barang yang berada dalam wilayah antar Kantor Wilayah; atau; c. Kepala Kantor Wilayah setempat untuk barang yang berada dalam wilayah Kantor Wilayah setempat.
4. Waktu Pelaksanaan Lelang
Dalam pelaksanaan lelang waktu pelaksanaan lelang ditetapkan oleh Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II dan dilakukan pada jam dan hari kerja KPKNL, kecuali untuk Lelang Noneksekusi Sukarela, dapat
51
dilaksanakan di luar jam dan hari kerja dengan persetujuan tertulis Kepala Kantor Wilayah setempat.
5. Surat Keterangan Tanah
Pelaksanaan lelang atas tanah atau tanah dan bangunan wajib dilengkapi dengan SKT dari Kantor Pertanahan setempat. SKT dapat digunakan berkali-kali apabila tidak ada perubahan data fisik atau data yuridis dari tanah atau tanah dan bangunan yang akan dilelang, sepanjang dokumen kepemilikan dikuasai oleh Penjual.
6. Pembatalan Sebelum Lelang
Lelang yang akan dilaksanakan hanya dapat dibatalkan dengan permintaan Penjual atau penetapan provisional atau putusan dari lembaga peradilan umum
7. Uang Jaminan Penawar Lelang
Setiap lelang disyaratkan adanya uang jaminan penawaran lelang. Persyaratan ini dapat tidak diberlakukan pada Lelang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya dari tangan pertama dan Lelang Noneksekusi Sukarela.
Dalam Penyetoran Uang Jaminan Penawaran Lelang dilakukan:
a. Melalui rekening KPKNL atau langsung ke Bendahara Penerimaan KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas I untuk lelang yang diselenggarakan oleh KPKNL;
52
b. Melalui rekening Balai Lelang atau langsung ke Balai Lelang untuk
jenis
Lelang
Noneksekusi
Sukarela,
yang
diselenggarakan oleh Balai Lelang dan dilaksanakan oleh Pejabat Lelang Kelas I/Pejabat Lelang Kelas II; atau c. Melalui rekening khusus atas nama jabatan Pejabat Lelang Kelas II atau langsung ke Pejabat Lelang Kelas II untuk lelang yang diselenggarakan oleh Pejabat Lelang Kelas II.
8. Nilai Limit
Dalam penjualan sistem pelelangan Nilai Limit dikenal sebagai harga minimal barang yang akan dilelang dan ditetapkan oleh Penjual/Pemilik Barang. Sedangkan harga lelang sendiri adalah harga penawaran tertinggi yang diajukan oleh peserta lelang yang telah disahkan sebagai pemenang lelang oleh Pejabat Lelang.
Setiap pelaksanaan lelang disyaratkan adanya Nilai Limit, Nilai Limit bersifat tidak rahasia. Penetapan Nilai Limit menjadi tanggung jawab Penjual/Pemilik Barang. Penetapan Nilai Limit dapat tidak diberlakukan pada Lelang Noneksekusi Sukarela atas barang bergerak milik orang atau badan hukum/badan usaha swasta.
Bagi para penjual/ pemilik barang dalam menetapkan Nilai Limit mempunyai dasar sebagai berikut;
a. Penilaian yaitu merupakan pihak yang melakukan penilaian secara
independen
dimilikinya.
berdasarkan
kompetensi
yang
53
b. Penaksiran oleh Penaksir/Tim Penaksir yaitu pihak yang berasal dari instansi atau perusahaan Penjual, yang melakukan penaksiran berdasarkan metode yang dapat dipertanggungjawabkan, termasuk kurator untuk benda seni dan benda antik/kuno.
Nilai Limit pada Lelang Noneksekusi Sukarela atas barang bergerak milik orang, badan hukum/badan usaha swasta yang menggunakan Nilai Limit ditetapkan oleh Pemilik Barang. Untuk Lelang Eksekusi, Lelang Noneksekusi Wajib, dan Lelang Non Eksekusi Sukarela atas barang tidak bergerak, Nilai Limit harus dicantumkan dalam pengumuman lelang. Untuk lelang kayu dan hasil hutan lainnya dari tangan pertama serta lelang Noneksekusi
Sukarela
barang bergerak, Nilai
Limit
dapat
tidak
dicantumkan dalam pengumuman lelang.
Dalam lelang biasanya ada pembatalan yang dilakukan oleh penjual oleh karena itu dalam hal pelaksanaan Lelang Ulang, Nilai Limit pada lelang sebelumnya dapat diubah oleh Penjual/Pemilik Barang dengan menyebutkan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Nilai Limit dibuat secara tertulis dan diserahkan oleh Penjual kepada Pejabat Lelang paling lambat sebelum lelang dimulai.
9. Pengumuman Lelang
Penjualan secara lelang harus didahului dengan pengumuman lelang dengan cara penjual harus menyerahkan bukti Pengumuman Lelang sesuai ketentuan kepada Pejabat Lelang. Dalam pengumuman ini meliputi;
54
a. Identitas penjual; b. Hari,
tanggal,
waktu
dan
tempat
pelaksanaan
lelang
dilaksanakan; c. Jenis dan jumlah barang; d. Lokasi, luas tanah, jenis hak atas tanah, dan ada/tidak adanya bangunan, khusus untuk barang tidak bergerak berupa tanah dan/atau bangunan; e. Spesifikasi barang, khusus untuk barang bergerak; f. Waktu dan tempat melihat barang yang akan dilelang; g. Uang Jaminan Penawaran Lelang meliputi besaran, jangka waktu, cara dan tempat penyetoran, dalam hal dipersyaratkan adanya Uang Jaminan Penawaran Lelang; h. Nilai Limit, kecuali Lelang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya dari tangan pertama dan Lelang Noneksekusi Sukarela untuk barang bergerak; i. Cara penawaran lelang; dan j. Jangka waktu Kewajiban Pembayaran Lelang oleh Pembeli.
Dalam pelaksanaan lelang sebagaimana telah diuaraikan dia atas pejabat lelang dapat dibantu oleh pemandu lelang. Pemandu Lelang dapat berasal dari Pegawai DJKN atau dari luar DJKN.
Adapun persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi Pemandu Lelang diantaranya adalah:
55
1. Pemandu Lelang yang berasal dari Pegawai DJKN:
a.
Sehat jasmani dan rohani;
b.
Pendidikan paling rendah Sekolah Menengah Umum atau yang sederajat; dan
c.
Lulus Diklat Pemandu Lelang atau memiliki kemampuan dan cakap untuk memandu lelang, dan mendapat surat tugas dari Pejabat yang berwenang
2. Pemandu Lelang yang berasal dari luar DJKN:
a. Sehat jasmani dan rohani; b. Pendidikan paling rendah Sekolah Menengah Umum atau yang sederajat; dan c. Memiliki kemampuan dan cakap untuk memandu lelang.
Dalam hal pelaksanaan lelang dibantu oleh Pemandu Lelang, Pemandu Lelang mendapat kuasa khusus secara tertulis dari Pejabat Lelang untuk menawarkan barang dengan ketentuan Pejabat Lelang harus tetap mengawasi dan memperhatikan pelaksanaan lelang dan/atau penawaran lelang oleh Pemandu Lelang.
Dari beberapa peraturan di atas peraturan lelang telah mengalami penyempurnaan oleh Menteri Keuangan yaitu yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/Pmk. 06/2010 tentang petunjuk pelaksaan lelang.
Dalam pasal 1 Menteri Keuangan mengartikan lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului
56
dengan Pengumuman Lelang. Dan di dalam penjualan tersebut terdapat adanya proses penawaran yang dilakukan oleh pembeli dan penjual yang diwakilkan oleh pejabat lelang yang dibantu oleh pemandu lelang yaitu berupa Penawaran Lelang Langsung atau Penawaran Lelang Tidak Langsung dilakukan dengan cara baik lisan maupun tertulis. Dan setiap pelaksanaan lelang dikenakan Bea Lelang dan Uang Miskin sesuai Peraturan Pemerintah tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Keuangan.
Pembayaran Harga Lelang dan Bea Lelang harus dilakukan secara tunai/cash atau cek/giro paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah pelaksanaan lelang. Pengecualian jangka waktu hanya diberikan untuk pembayaran Harga Lelang setelah Penjual mendapat izin tertulis dari Direktur Jenderal atas nama Menteri dan harus dicantumkan dalam pengumuman lelang.
Dalam penjualan penjual harus menyerahkan dokumen asli maksimal 1 (satu) hari kerja kepada pejabat lelang setelah Pembeli menunjukkan bukti pelunasan pembayaran dan menyerahkan bukti setor Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Apabila ketentuan tidak terpenuhi maka Penjual/Pemilik Barang harus menyerahkan asli dokumen kepemilikan dan/atau barang yang dilelang kepada Pembeli, paling lama 1 (satu) hari kerja setelah Pembeli menunjukkan bukti pelunasan pembayaran dan menyerahkan bukti setor BPHTB.
Adapun dalam penjualan dengan sistem lelang, pejabat lelang harus menetapkan berita acara lelang atau disebut dengan risalah lelang. Risalah Lelang adalah berita acara pelaksanaan lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang merupakan akta otentik dan mempunyai kekuatan pembuktian sempurna. dan Setiap
57
pelaksanaan lelang harus dilakukan oleh dan/atau dihadapan Pejabat Lelang kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah.
Isi dari risalah lelang terdiri dari:
1. Bagian Kepala
Bagian ini meliputi Hari, tanggal, dan jam lelang. Nama lengkap dan tempat kedudukan Pejabat Lelang. Nomor/tanggal Surat Keputusan Pengangkatan Pejabat Lelang, dan nomor/tanggal surat tugas khusus untuk Pejabat
Lelang
Kelas
I.
Nama
lengkap,
pekerjaan
dan tempat
kedudukan/domisili Penjual. Nomor/tanggal surat permohonan lelang. Tempat pelaksanaan lelang. Sifat barang yang dilelang dan alasan barang tersebut dilelang. Cara Pengumuman Lelang yang telah dilaksanakan oleh Penjual. Cara penawaran lelang; dan syarat-syarat lelang.
2. Bagian Badan
Bagian ini meliputi banyaknya penawaran lelang yang masuk dan sah. Nama/merek/jenis/tipe dan jumlah barang yang dilelang. Nama, pekerjaan dan alamat Pembeli atas nama sendiri atau sebagai kuasa atas nama orang lain. Bank kreditor sebagai Pembeli untuk orang atau badan hukum/usaha yang akan ditunjuk namanya, dalam hal bank kreditor sebagai Pembeli Lelang. Harga lelang dengan angka dan huruf; dan daftar barang yang laku terjual maupun yang ditahan disertai dengan nilai, nama, dan alamat peserta lelang yang menawar tertinggi.
58
3. Bagian Kaki.
Bagian ini meliputi banyaknya barang yang ditawarkan/dilelang dengan angka dan huruf. banyaknya barang yang laku/terjual dengan angka dan huruf. Jumlah harga barang yang telah terjual dengan angka dan huruf. Jumlah harga barang yang ditahan dengan angka dan huruf. Banyaknya dokumen/surat-surat yang dilampirkan pada Risalah Lelang dengan angka dan huruf. Jumlah perubahan yang dilakukan (catatan, tambahan, coretan dengan penggantinya) maupun tidak adanya perubahan ditulis dengan angka dan huruf; dan tanda tangan Pejabat Lelang dan Penjual/kuasa Penjual, dalam hal lelang barang bergerak atau tanda tangan Pejabat Lelang, Penjual/kuasa Penjual dan Pembeli/kuasa Pembeli, dalam hal lelang barang tidak bergerak.
Risalah Lelang dibuat dalam Bahasa Indonesia.
Setelah pelaksanaan lelang telah terlaksana dan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/Pmk. 06/2010 tentang petunjuk pelaksaan lelang. KPKNL, Balai Lelang dan Kantor Pejabat Lelang Kelas II menyelenggarakan administrasi perkantoran dan membuat laporan yang berkaitan dengan pelaksanaan lelang.
BAB IV ANALISIS KONSEP HARGA LELANG PERSPEKTIF ISLAM Dalam konsep ekonomi Islam harga ditentukan oleh keseimbangan permintaan dan penawaran. Keseimbangan ini tidak akan terjadi jika diantara penjual dan pembeli tidak saling merelakan. Kerelaan ini ditentukan oleh penjual dan pembeli dalam mempertahankan kepentingannya tas barang tersebut. Jadi, harga ditentukan oleh kemampuan penjual untuk menyediakan barang yang ditawarkan kepada pembeli, dan kemampuan pembeli untuk mendapatkan barang tersebut dari penjual. A. KONSEP HARGA LELANG PERSPEKTIF ISLAM Transaksi
pasar bekerja berdasarkan mekanisme harga. Ajaran Islam
memberikan perhatian yang besar terhadap kesempurnaan mekanisme pasar. Pasar yang bersaing sempurna dapat menghasilkan harga yang adil bagi penjual dan pembeli. Karena, jika mekanisme pasar terganggu, maka harga yang adil tidak akan tercapai. Demikian pula dengan harga yang adil akan mendorong para pelaku pasar untuk bersaing dengan sempurna. Jika harga tidak adil, maka para pelaku pasar akan enggan untuk bertransaksi atau malah terpaksa tetap bertransaksi dengan mengalami kerugian. Hadis Nabi SAW :
َاِىَ اهللُ هُى: َم فَقَالُىْا يَارَسُىْلُ اهللِ سَعِّزَْلٌَا فَقَال.غالَ السِّعْزُ عَلَى عَهْدِ َرسُىْلِ اهللِ ص َ َي َأًَسٍ قَال ْ َع ٍاْل ُوسَعِّزُ اْلقَابِضُ اْلبَاسِطُ الزَسَاقُ وَِإ ًِّيْ َألَ ْرجُىْ أَىَ اَلْقَى َسبِّزَ لَيْسَ َأحَدُ ِهٌْكُنْ يَطُْل ُبٌِى لِوَظْلِوَةٍ فِى دَم صحِّح َ ٌحسَي َ ُعيْسَ هَذَا حَ ِديْث ِ َْوالَهَالٍ قَالَ َأبُى Artinya : Dari Anas ra, ia berkata: “ suatu ketika rosulullah SAW harga barang melonjak naik, hingga para sahabat mengeluh dan mengadu kepada Rasulullah SAW”, Ya Rosul tetapkanlah harga barang bagi kita. Rasulullah menjawab sesungguhnya hanya Allah dzat yang menentukan harga (bilangan), dzat yang menentukan rizki. Sungguh
60
61
saya berharap akan bertemu Tuhanku, dan tidak ada seorangpun yang menuntutku akan sebuah kedhaliman, baik yang di jiwa maupun harta.
Jika diperhatikan hadist tersebut, dapat diketahui bahwa jual beli secara lelang telah ada sejak masa Rasulullah SAW masih hidup dan telah dilaksanakannya secara terang-terangan di depan umum (para sahabat) untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi dari pihak penawar yang ingin membeli sesuatu barang yang akan dilelang Rasulullah sendiri. Dengan demikian jelas bahwa praktik jual beli sistem lelang telah ada dan berkembang sejak masa Rasulullah untuk memberikan suatu kebijaksanaan dalam bidang ekonomi. Dan Hadist di atas juga menyatakan bahwa Rasulullah tidak berkenan menetapkan harga pasalnya hanya Allah SWT yang dapat menentukan harga, kondisi seperti ini sama dengan pendapat dari pemikir-pemikir Islam yang telah dijelaskan di atas. Bahwa, Menurutnya harga merupakan ketentuan Allah. Maksudnya adalah harga akan terbentuk sesuai dengan hukum alam yang berlaku disuatu tempat dan waktu tertentu sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhi harga itu sendiri. Secara umum harga yang adil ini adalah harga yang tidak menimbulkan eksploitasi atau penindasan sehingga merugikan salah satu pihak dan menguntungkan pihak yang lain. Harga harus mencerminkan manfaat bagi pembeli dan penjualnya secara adil, yaitu penjual memperoleh keuntungan yang normal dan pembeli memperoleh manfaat yang setara dengan harga yang dibayarkannya. Dalam kegiatan ekonomi tidak bisa dipungkiri ada segelintir penjual yang sengaja menimbun dan menahan barangnya pada suatu waktu dengan tujuan untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi di waktu mendatang. Di sini penimbunan memang dilakukan untuk mempermainkan harga sesuai dengan kepentingan penimbun. Inilah yang disebut
62
ikhtikar yang tidak saja dilarang oleh ajaran Islam karena merugikan masyarakat banyak, tetapi juga dikategorikan perbuatan dosa. Keadaan seperti inilah yang kemudian menjadi pertimbangan apakah harga yang adil (harga pasar) sebagai konsep harga Islam masih relevan digunakan pada kondisi pasar sekarang. Menjawab pertanyaan tersebut; sebagaimana Islam juga melihat permasalahan harga dengan begitu kompleks. Karena dilihat dari kondisi di atas Islam juga mempunyai perkembangan dibidang ekonomi, yang artinya tidak lepas dari risalahrisalah agama terdahulu, Islam memiliki syariah yang sangat istimewa, yakni bersifat komprehensif dan universal. Komprehensif berarti syariat Islam merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual (ibadah) maupun sosial (muamalah), sedangkan universal berarti syariah Islam dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai Yaum alHisab nanti1, firman Allah Swt:
Artinya : Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (QS Al-Anbiya (21): 107)2
Disinilah konsep maslahah mulai berperan, secara umum maslahah diartikan sebagai (kesejahteraan umum) yaitu maslahat-maslahat yang bersesuaian dengan tujuantujuan syariat Islam, dan tidak ditopang oleh sumber dalil yang khusus, baik bersifat melegitimasi atau membatalkan maslahat tersebut.3 Sesuai dengan Hadist sebagai berikut:
1
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2010 hlm. 5 2 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006 , hlm. 331 3 Muhamad Abu Zahra, Ushul Fiqh, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 2010, hlm. 427
63
Artinya: “Dari Malik dari Yunus bin Yusuf dari Sa'id bin Musayyab bahwa Umar bin al-Khattab melewati Hatib bin Abi Balta'ah yang sedang menjual kismis di pasar. Umar bin al-Khattab lalu berkata kepadanya: Ada dua pilihan buat kamu, menaikkan harga atau angkat kaki dari pasar kami.”(H.R. Malik). Muwatta’ Imam Malik 1164 (II: 148) Hadis tersebut menyatakan bahwa Umar bin Khattab marah ketika menjumpai pedagang yang mempermainkan harga, bisa jadi ketika terjadi kenaikan harga barang, ada spekulan yang mencoba merusak pasar dengan menurunkan harga, sedangkan Khalifah Umar ingin menjaga stabilitas harga di pasar sesuai dengan teori supply and demand (penawaran dan permintaan) yaitu ketika persediaan barang melimpah maka harga akan turun, sebaliknya ketika permintaan barang naik, maka otomatis harga akan naik. Sikap Khalifah Umar tersebut bisa disimpulkan karena beliau ingin membela para pedagang ketika membeli barang dengan harga tinggi, menjualnya pun juga dengan harga tinggi, sementara terdapat pedagang lain yang menawarkan dagangannya dengan harga rendah, bisa jadi karena mereka telah melakukan penimbunan barang dagangan sebelumnya. Dalam kasus lelang permainan hargapun mulai menjadi tanding topic, konsep harga yang diusung adalah menggunakan nilai limit sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/Pmk. 06/2010
pasal 1 ayat 26. Hal ini
digunakan untuk membatasi harga terendah dalam pelelangan. Nilai limit diartikan harga minimal barang yang akan dilelang dan ditetapkan oleh Penjual/Pemilik Barang. Harga limit bisa berupa bisa berupa Nilai Pasar Lelang (NPL) atau Nilai Minimum Lelang (NML). Tujuannya untuk mencegah adanya trik-trik kotor berupa komplotan lelang (auction ring) dan komplotan penawar (bidder’s ring) yaitu
64
sekelompok pembeli dalam lelang yang bersekongkol untuk menawar dengan harga rendah, dan jika berhasil kemudian dilelang sendiri diantara mereka. Dalam konsep harga lelang yang digunakan adalah harga yang ditentukan oleh penjual dengan menggunakan harga limit hal ini memang sesuai dengan Islam walaupun harga ditentukan tidak membiarkan harga pada mekanisme pasar pada umumnya. Akan tetapi, penentuan harga yang dilakukan dalam pelelangan menuju pada konsep keadilan dengan tujuan untuk melindungi penjual maupun pembeli supaya tidak menimbulkan eksploitasi atau penindasan sehingga merugikan salah satu pihak dan menguntungkan pihak yang lain. B. MEKANISME PENETAPAN HARGA LELANG PERSPEKTIF ISLAM Syariat Islam dengan berbagai pertimbangan yang sangat dijunjung tinggi tidak melarang dalam melakukan usaha untuk mencari kekayaan sebanyak-banyaknya dan dengan cara seperti apa selama cara yang dilakukan masih berada dalam garis syariat yang dihalalkan. Sedangkan adanya aturan dalam ajaran Islam tentunya tidak sematamata hanya aturan belaka yang hanya menjadi dasar, tetapi merupakan suatu aturan yang berfungsi menjaga dari adanya manipulasi. Seperti halnya dalam menentukan harga dalam praktik lelang harga harus menuju pada keadilan. Sama dengan penentuan harga pada umumnya harga ditentukan oleh pasar. Dalam lelang dikenal dengan pasar lelang (action market). Pasar lelang sendiri didefinisikan sebagai suatu pasar terorganisir, dimana harga menyesuaikan diri terus menerus terhadap penawaran dan permintaan, serta biasanya dengan barang dagangan standar, jumlah penjual dan pembeli cukup besar dan tidak saling mengenal. Menurut ketentuan yang berlaku di pasar tersebut, pelaksanaan lelang dapat menggunakan persyaratan tertentu seperti sipenjual dapat menolak tawaran yang dianggapnya terlalu rendah yaitu dengan memakai batas harga terendah/cadangan
65
(reservation price) biasanya sebut sebagai Harga Limit Lelang (HLL) : bisa berupa Nilai Pasar Lelang (NPL) atau Nilai Minimum Lelang (NML). Tujuannya untuk mencegah adanya trik-trik kotor berupa komplotan lelang (auction ring) dan komplotan penawar (bidder’s ring) yaitu sekelompok pembeli dalam lelang yang bersekongkol untuk menawar dengan harga rendah, dan jika berhasil kemudian dilelang sendiri diantara mereka. Penawaran curang seperti itu disebut penawaran cincai (collusive bidding). Pembatasan harga terendah juga dilakukan untuk mencegah permainan curang antara Penjual Lelang (Kuasa Penjual) dan Pembeli yang akan merugikan pemilik barang.4 Adapun klasifikasi harga yang menjadi patokan dalam menentukan Harga Penawaran Lelang (HPL) : Bisa berupa Harga Pasar Pusat (HPP), Harga Pasar Daerah (HPD) dan Harga Pasar Setempat (HPS) dengan memperhitungkan kualitas/kondisi barang, daya tarik (model dan kekhasan) serta animo pembeli pada marhun lelang tersebut pada saat lelang. Lelang seperti ini dipakai pula dalam praktik penjualan saham dibursa efek, yakni penjual dapat menawarkan harga yang diinginkan, tetapi jika tidak ada pembeli, penjual dapat menurunkan harganya sampai terjadi kesepakatan. Konsep harga dalam sistem lelang ini mengacu pada harga pasar. Dan proses penetapan harga dilakukan oleh juru lelang yang bertugas di balai lelang. Sehingga konsep harga dalam sistem lelang tidak merugikan salah satu pihak. Hal ini sesuai dengan hukum perjanjian jual beli itu sudah lahir pada detik terciptanya “sepakat” mengenai barang dan harga, maka dari itu terjadilah jual beli yang sah.5 Berdasarkan praktik lelang tersebut dapat diketahui bahwa pelaksanaan pelelangan di kantor lelang negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia dan tidak bertentangan dengan Islam.
4 5
http://ulgs.tripod.com/favorite.htm diakses pada 14-4-2012 pukul 15.30 Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1992, hlm.2
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sesuai dengan permasalahan penelitian skripsi ini, maka peneliti dapat menarik kesimpulan mengenai pengetahuan terhadap konsep harga dalam sistem lelang perspektif ekonomi Islam, maka penulis menyimpulkan: 1.
Konsep harga yang digunakan dalam lelang adalah menggunakan nilai limit sebagaimana telah diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/Pmk. 06/2010 pasal 1 ayat 26 tentang petunjuk pelaksanaan lelang. Sedangkan dalam Islam adalah harga yang adil ini yaitu harga yang tidak menimbulkan eksploitasi atau penindasan sehingga merugikan salah satu pihak dan menguntungkan pihak yang lain.
2.
Harga merupakan instrumen penting dalam jual beli, sebagaimana lelang adalah salah satu bentuk jual beli maka dalam penentuan harga dilakukan oleh juru lelang atas permintaan penjual dengan melihat keadaan fisik barang lelang sebagai salah satu syarat pelelangan. Pandangan ekonomi Islam tentang harga dalam sistem lelang, harga lelang adalah harga penawar tertinggi yang dibayar oleh pembeli dengan tidak meninggalkan Nilai Limit atau lebih dikenal dengan Harga Limit Lelang (HLL) : bisa berupa Nilai Pasar Lelang (NPL) atau Nilai Minimum Lelang (NML). Tujuannya untuk mencegah adanya trik-trik kotor berupa komplotan lelang (auction ring) dan komplotan penawar (bidder’s ring). Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 304/KMK.01/2002 serta selaras dengan konsep maslahah.
66
67
B. Saran Dari penelitian yang penulis lakukan, ada beberapa hal yang dapat dipertimbangkan sebagai masukan untuk meningkatkan khazanah keilmuan terutama mengenai harga dalam sistem lelang perspektif ekonomi Islam. Dalam hal ini saran tersebut adalah : 1.
Sedikitnya kontribusi ilmiah secara teoritis yang menjadi rujukan atau referensi yang relevan dengan kondisi ekonomi masyarakat masa kini baik secara hukum Islam maupun hukum positif.
2.
Hendaknya pemerintah (Badan Pembinaan Hukum Nasional) segera membuat peraturan jual beli sistem lelang yang sesuai dengan iklim dan mayoritas rakyat Indonesia
agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai
dengan kemajuan perkembangan ekonomi di Indonesia sehingga masyarakat dapat melaksanakannya secara baik dan benar. C. Penutup Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat serta Karunianya sehingga penulisan skripsi ini telah selesai serta tak lupa penulis berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga penulisan skripsi ini penulis dapat selesaikan. Penulis menyadari bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT sehingga wajarlah apabila skripsi ini jauh dari sempurna hanya Tak Ada Gading yang Tak Retak. Kiranya hanya saran dan kritik yang kritis, progresif, konstruktif, yang mampu membuat perubahan bagi karya penulis selanjutnya sebuah perubahan baru akan terjadi manakala manusia tersebut mau merubahnya. Ada satu keyakinan apabila dimasa depan akan benar-benar tercipta kehidupan masyarakat yang damai sejahtera setiap orang menjunjung tinggi hak hak dan kewajiban, sehingga konsep masyarakat madani tidak lagi utopia semata. Semoga karya yang
68
sederhana ini mampu menjadi inspirasi bagi para penulis dan pemikir tentang khasanah keilmuan Islam, serta penulis berharap ini merupakan langkah awal perubahan paradigma terhadap perkembangan ekonomi terutama masalah jual beli khususnya jual beli dengan proses lelang yang berkembang di kehidupan masyarakat. Semakin berkembangnya kebutuhan manusia, maka berkembang pula sistem perekonomian masyarakat. Oleh karena itu supaya tercapainya sistem tersebut maka kita sebagai generasi muslim harus mampu mengembangkan syariat-syariat Islam yang sesuai dengan kaidah-kaidah Islami.
DAFTAR PUSTAKA Abdul Islahi, Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah, Jakarta: Bina Ilmu, 1997 Abdul Wahab Kholaf, Kaidah Hukum Islam, Jakarta: Rajawali Press, 1993 Adiwarman Azwar Karim, Ekonomi Mikro Islami Edisi Ketiga, Jakata: PT. Raja Grafindo Persada, 2008. Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam edisi ketiga, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006. Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2010. Aiyub Ahmad, Fikih Lelang Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif , Jakarta: Kiswah, 2004. Al Ghazali, Ihya’ Ulumudin vol.3, Beirut: Dar al Nadwah, t.th. M. Syaefuddin., Islam untuk Disiplin Ilmu Ekonomi, Jakarta: Dirjen Lembaga Islam Depag RI,1997 Asy Syaukani, Nailul Authar Juz.V, Beirut Libanon,1986 At Tirmidzi, Al-Jami’ Al-Shohih, Beirut Libanon: Darul Al-Fikr, 1988 Buchari Alma, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa, Bandung : Alfabeta, 2005 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim Dan Terjemah Bahasa Indonesia (Ayat Pojok), Kudus: Menara Kudus, 2006 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006 Didit Purnomo, Buku Pegangan Kuliah Kebijakan Harga (Pendekatan Agrikultural), Surakarta : FE-UMS, 2005 Hadiri Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial,cet. 5, Yogyakarta: Gajah Mada University Pers, 1991 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Juz II, Beirut Libanon,1992 Imam As-Suyuthi, Al-Jami’ Ash-Shaghir, Juz II,t.th Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam Juz. III, Beirut Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1995 Irine Diana Sari W., Manajemen Pemasaran Usaha Kesehatan, Jojakarta : Nuha Medika, 2010
Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2010 Iskandar Putong, Ekonomi Makro Dan Mikro, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002 Johan Arifin, Fiqih Perlindungan Konsumen, Semarang : Rasail, 2007 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia. No. 304/KMK.01/2002 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet. X; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005 M. B. Hendri Anto, Pengantar Ekonomi Islam, Yogyakarta : Ekonisia, 2003 Mohd. Rifai, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, Semarang: CV. Toha Putra, t.th Muhammad, M.Ag, Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam, Yogyakarta: BPFE-UGM, 2004. Muhammad, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam Pendekatan Kuantitati”. Jakarta: Rajawali Pers. 2008 Muhamad Abu Zahra, Ushul Fiqh, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 2010 Philip Kotler, Manajemen Pemasaran (edisi ke sebelas) jilid 2, Jakarta :Gramedia, 2005. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/Pmk. 06/2010 Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, Bandung : Pustaka Setia, 2000 Safidin Azwar, Metodologi Penelitian, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1998 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid IV, Bandung, 2006 Shahih Bukhari, Dar Al Maktabah Al-Ilmiyah cet. 1, Beirut Libanon, 1990 Skripsi Siti Muflikhatul Hidayat. Penentuan Harga Jual Beli Dalam Ekonomi Islam, Surakarta : Universitas Muhammadiyah, 2011 Skripsi yayah kamsiyah, Analisis Perspektif Syari’ah Terhadap Proses Lelang Barang Jaminan Pada Perum Pegadaian Cabang Indramayu, Surakarta: STAIN Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1992. Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung : CV Pustaka Setia, 2002 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,cet 12, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002
Sutrino Hadi, Metode Penelitian Research, Yogyakarta : Andi Offset, 1990 Syaikh Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘Ala al-Madzahib Al-Arba’ah Juz. II , Beirut: Libanon, 1992 Tatik Suryati, Perilaku Konsumen Implikasi Dan Strategi Pemasaran, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2008 Thorik Gunara, Utus Hardiono Sudibyo, Marketing Muhammad SAW, Bandung: PT. Karya Kita, 2008 WJS Poerwadaminta, Kamus Umum Bahasa Indinesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1976 Yusuf Qardhawi, .Norma Dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta : Gema Insani, 1997 Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral Dalam Perekonomian Islam (terjemahan), Jakarta: Robbani Press,1997 Yusuf Qardhawi, Halal Haram Dalam Islam, Solo: Era Intermedia,2003
http://hafidalbadar.blog.uns.ac.id/2009/06/04mekanisme-pasar-dan-regulasi-hargamenurut-ibnu-thaimiyah/ http://hargyangadill.blogspot.com/2011/02/definisi-harga-menurut-islam.html http//kerjoanku.wordpress.com http;//one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas makalah/hukum Islam/hukum lelang dalam islam. http://id.wikipedia.org/wiki/Kementerian_Keuangan_Republik_Indonesia http://www.depkeu.go.id/ind/Organization/?prof=sejarah http://id.wikipedia.org/wiki/Kementerian_Keuangan_Republik_Indonesia http://ulgs.tripod.com/favorite.htm http://www.daneprairie.com. http//www.lelangsyariah.com . http//www..urlg.blog.uns.ac.id/2009/06/04 sosialmanusia http://yanasatia.wordpress.com/2008/31/teori-harga-dalam-mikro-ekonomi -islam/
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 93 /PMK.06/2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang
Mengingat
:a.
bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan lelang, serta mewujudkan pelaksanaan lelang yang lebih efisien, efektif, transparan, akuntabel, adil, dan menjamin kepastian hukum, dipandang perlu untuk melakukan penyempurnaan ketentuan mengenai lelang;
b.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang;
:1.
Undang-Undang Lelang (Vendu Reglement, Ordonantie 28 Februari 1908 Staatsblad 1908:189 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Staatsblad 1941:3);
2.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);
3.
Instruksi Lelang (Vendu Instructie, Staatsblad 1908:190 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Staatsblad 1930:85);
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2003 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Departemen Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4313);
5.
Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2008;
6.
Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2007;
7.
Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;
8.
Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009;
9.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143.1/PMK.01/2009;
10.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara;
11.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 347/KMK.01/2008 tentang Pelimpahan Wewenang Kepada Pejabat Eselon I di Lingkungan Departemen Keuangan untuk dan Atas Nama Menteri Keuangan Menandatangani Surat dan atau Keputusan Menteri Keuangan; MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1.
Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan Pengumuman Lelang.
2.
Barang adalah tiap benda atau hak yang dapat dijual secara lelang.
3.
Pengumuman Lelang adalah pemberitahuan kepada masyarakat tentang akan adanya Lelang dengan maksud untuk menghimpun peminat lelang dan pemberitahuan kepada pihak yang berkepentingan.
4.
Lelang Eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan/penetapan pengadilan, dokumen-dokumen lain yang dipersamakan dengan itu, dan/atau melaksanakan ketentuan dalam peraturan perundangundangan.
5.
Lelang Noneksekusi Wajib adalah lelang untuk melaksanakan penjualan barang yang oleh peraturan perundang-undangan diharuskan dijual secara lelang.
6.
Lelang Noneksekusi Sukarela adalah lelang atas barang milik swasta, orang atau badan hukum/badan usaha yang dilelang secara sukarela.
7.
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
8.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, yang selanjutnya disebut DJKN, adalah unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kekayaan negara, piutang negara dan lelang sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
9.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Kekayaan Negara.
10.
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, yang selanjutnya disebut Kantor Wilayah, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur Jenderal Kekayaan Negara.
11.
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang, yang selanjutnya disebut KPKNL, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah.
12.
Kantor Pejabat Lelang Kelas II adalah kantor swasta tempat kedudukan Pejabat Lelang Kelas II.
13.
Balai Lelang adalah Badan Hukum Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan usaha di bidang lelang.
14.
Pejabat Lelang adalah orang yang berdasarkan peraturan perundangundangan diberi wewenang khusus untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang.
15.
Pejabat Lelang Kelas I adalah Pejabat Lelang pegawai Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang berwenang melaksanakan Lelang Eksekusi, Lelang Noneksekusi Wajib, dan Lelang Noneksekusi Sukarela.
16.
Pejabat Lelang Kelas II adalah Pejabat Lelang swasta yang berwenang melaksanakan Lelang Noneksekusi Sukarela.
17.
Pemandu Lelang (Afslager) adalah orang yang membantu Pejabat Lelang untuk menawarkan dan menjelaskan barang dalam suatu pelaksanaan lelang.
18.
Pengawas Lelang (Superintenden) adalah pejabat yang diberi kewenangan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan kepada Pejabat Lelang.
19.
Penjual adalah orang, badan hukum/usaha atau instansi yang berdasarkan peraturan perundang-undangan atau perjanjian berwenang untuk menjual barang secara lelang.
20.
Pemilik Barang adalah orang atau badan hukum/usaha yang memiliki hak kepemilikan atas suatu barang yang dilelang.
21.
Peserta Lelang adalah orang atau badan hukum/badan usaha yang telah memenuhi syarat untuk mengikuti lelang.
22.
Pembeli adalah orang atau badan hukum/badan usaha yang mengajukan penawaran tertinggi dan disahkan sebagai pemenang lelang oleh Pejabat Lelang.
23.
Legalitas formal subjek dan objek lelang adalah suatu kondisi dimana dokumen persyaratan lelang telah dipenuhi oleh pemohon lelang/Penjual sesuai jenis lelangnya dan tidak ada perbedaan data, menunjukkan hubungan hukum antara pemohon lelang/Penjual (subjek lelang) dengan barang yang akan dilelang (objek lelang), sehingga meyakinkan Pejabat Lelang bahwa subjek lelang berhak melelang objek lelang, dan objek lelang dapat dilelang.
24.
Lelang Ulang adalah pelaksanaan lelang yang dilakukan untuk mengulang lelang yang tidak ada peminat, lelang yang ditahan atau lelang yang Pembelinya wanprestasi.
25.
Uang Jaminan Penawaran Lelang adalah uang yang disetor kepada Kantor Lelang/Balai Lelang atau Pejabat Lelang oleh calon Peserta Lelang sebelum pelaksanaan lelang sebagai syarat menjadi Peserta Lelang.
26.
Nilai Limit adalah harga minimal barang yang akan dilelang dan ditetapkan oleh Penjual/Pemilik Barang.
27.
Harga Lelang adalah harga penawaran tertinggi yang diajukan oleh peserta lelang yang telah disahkan sebagai pemenang lelang oleh Pejabat Lelang.
28.
Pokok Lelang adalah Harga Lelang yang belum termasuk Bea Lelang pembeli dalam lelang yang diselenggarakan dengan penawaran harga secara ekslusif atau Harga Lelang dikurangi Bea Lelang pembeli dalam lelang yang diselenggarakan dengan penawaran harga secara inklusif.
29.
Hasil Bersih Lelang adalah Pokok Lelang dikurangi Bea Lelang Penjual dan/atau Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (PPh Final) dalam lelang dengan penawaran harga lelang ekslusif, dalam lelang dengan penawaran harga inklusif dikurangi Bea Lelang Pembeli.
30.
Kewajiban Pembayaran Lelang adalah harga yang harus dibayar oleh Pembeli dalam pelaksanaan lelang yang meliputi Pokok Lelang dan Bea Lelang Pembeli.
31.
Bea Lelang adalah bea yang berdasarkan peraturan perundangundangan, dikenakan kepada Penjual dan/atau Pembeli atas setiap pelaksanaan lelang, yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak.
32.
Risalah Lelang adalah berita acara pelaksanaan lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang merupakan akta otentik dan mempunyai kekuatan pembuktian sempurna.
33.
Minuta Risalah Lelang adalah Asli Risalah Lelang berikut lampirannya, yang merupakan dokumen/arsip Negara.
34.
Salinan Risalah Lelang adalah salinan kata demi kata dari seluruh Risalah Lelang.
35.
Kutipan Risalah Lelang adalah kutipan kata demi kata dari satu atau beberapa bagian Risalah Lelang.
36.
Grosse Risalah Lelang adalah Salinan asli dari Risalah Lelang yang berkepala "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pasal 2
Setiap pelaksanaan lelang harus dilakukan oleh dan/atau dihadapan Pejabat Lelang kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah. Pasal 3 Lelang yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tidak dapat dibatalkan. Pasal 4
(1)
Lelang tetap dilaksanakan walaupun hanya diikuti oleh 1 (satu) orang peserta lelang.
(2)
Dalam hal tidak ada peserta lelang, lelang tetap dilaksanakan dan dibuatkan Risalah Lelang Tidak Ada Penawaran. Pasal 5
Lelang Eksekusi termasuk tetapi tidak terbatas pada: Lelang Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), Lelang Eksekusi Pengadilan, Lelang Eksekusi Pajak, Lelang Eksekusi Harta Pailit, Lelang Eksekusi Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT), Lelang Eksekusi Benda Sitaan Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Lelang Eksekusi Barang Rampasan, Lelang Eksekusi Jaminan Fidusia, Lelang Eksekusi Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai atau Barang yang Dikuasai Negara-Bea Cukai, Lelang Barang Temuan, Lelang Eksekusi Gadai, Lelang Eksekusi Benda Sitaan Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Pasal 6 Lelang Noneksekusi Wajib termasuk tetapi tidak terbatas pada: Lelang Barang Milik Negara/Daerah, Lelang Barang Milik Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D), Lelang Barang Yang Menjadi Milik Negara-Bea Cukai, Lelang Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam (BMKT), dan Lelang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya dari tangan pertama. Pasal 7 Lelang Noneksekusi Sukarela termasuk tetapi tidak terbatas pada: Lelang Barang Milik BUMN/D berbentuk Persero, Lelang harta milik bank dalam likuidasi kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, Lelang Barang Milik Perwakilan Negara Asing, dan Lelang Barang Milik Swasta. BAB II PEJABAT LELANG Pasal 8 (1)
Pejabat Lelang terdiri dari: a. Pejabat Lelang Kelas I; dan b. Pejabat Lelang Kelas II.
(2)
Pejabat Lelang Kelas I berwenang melaksanakan lelang untuk semua jenis lelang atas permohonan Penjual/Pemilik Barang.
(3)
Pejabat Lelang Kelas II berwenang melaksanakan lelang Noneksekusi Sukarela atas permohonan Balai Lelang atau Penjual/Pemilik Barang. Pasal 9
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pejabat Lelang Kelas I, Pejabat Lelang Kelas II dan Balai Lelang, diatur dengan Peraturan Menteri. BAB III PERSIAPAN LELANG Bagian Kesatu Permohonan Lelang Pasal 10 (1)
Penjual/Pemilik Barang yang bermaksud melakukan penjualan barang secara lelang melalui KPKNL, harus mengajukan surat permohonan lelang secara tertulis kepada Kepala KPKNL untuk dimintakan jadwal pelaksanaan lelang, disertai dokumen persyaratan lelang sesuai dengan jenis lelangnya.
(2)
Dalam hal Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Lelang Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara, permohonan lelang diajukan dalam bentuk Nota Dinas oleh Kepala Seksi Piutang Negara KPKNL kepada Kepala KPKNL.
(3)
Penjual/Pemilik Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan Balai Lelang untuk memberikan jasa pralelang dan/atau jasa pascalelang. Pasal 11
(1)
Penjual/Pemilik Barang yang bermaksud melakukan penjualan barang secara lelang melalui Balai Lelang atau Kantor Pejabat Lelang Kelas II, harus mengajukan surat permohonan lelang secara tertulis kepada Pemimpin Balai Lelang/Pejabat Lelang Kelas II, disertai dokumen persyaratan lelang sesuai dengan jenis lelangnya.
(2)
Dalam hal legalitas formal subjek dan objek lelang telah dipenuhi dan Pemilik Barang telah memberikan kuasa kepada Balai Lelang untuk menjual secara lelang, Pemimpin Balai Lelang mengajukan surat permohonan lelang kepada Kepala KPKNL/Pejabat Lelang Kelas II untuk dimintakan jadwal pelaksanaan lelangnya. Pasal 12
Kepala KPKNL/Pejabat Lelang Kelas II tidak boleh menolak permohonan lelang yang diajukan kepadanya sepanjang dokumen persyaratan lelang sudah lengkap dan telah memenuhi legalitas formal subjek dan objek lelang. Pasal 13 (1)
Dalam hal terdapat gugatan terhadap objek lelang hak tanggungan dari pihak lain selain debitor/suami atau istri debitor/tereksekusi, pelaksanaan lelang dilakukan berdasarkan titel eksekutorial dari Sertifikat Hak Tanggungan yang memerlukan fiat eksekusi.
(2)
Permohonan atas pelaksanaan lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pengadilan Negeri. Pasal 14
Dalam hal terdapat permohonan lelang eksekusi dari kreditur pemegang hak agunan kebendaan yang terkait dengan putusan pernyataan pailit, maka pelaksanaan lelang dilakukan dengan memperhatikan Undang-Undang Kepailitan. Pasal 15 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan lelang dan dokumen persyaratan lelang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal. Bagian Kedua Penjual/Pemilik Barang Pasal 16 (1)
Penjual/Pemilik Barang bertanggung jawab terhadap: a. keabsahan kepemilikan barang; b. keabsahan dokumen persyaratan lelang; c. penyerahan barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak; dan d. dokumen kepemilikan kepada Pembeli.
(2)
Penjual/Pemilik Barang bertanggung jawab terhadap gugatan perdata maupun tuntutan pidana yang timbul akibat tidak dipenuhinya peraturan perundang-undangan di bidang lelang.
(3)
Penjual/Pemilik Barang bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi terhadap kerugian yang timbul karena ketidakabsahan barang dan dokumen persyaratan lelang.
(4)
Penjual/Pemilik Barang harus menguasai fisik barang bergerak yang akan dilelang, kecuali barang tak berwujud, termasuk tetapi tidak terbatas pada saham tanpa warkat, hak tagih, hak cipta, merek, dan/atau hak paten.
(5)
Dalam hal yang dilelang berupa barang tak berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Penjual/Pemilik Barang harus menyebutkan jenis barang yang dilelang dalam surat permohonan lelang. Pasal 17
(1)
Penjual/Pemilik Barang dapat mengajukan syarat-syarat lelang tambahan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan, termasuk tetapi tidak terbatas pada: a. jangka waktu bagi peserta lelang untuk melihat, meneliti secara fisik barang yang akan dilelang; b. jangka waktu pengambilan barang oleh Pembeli; dan/atau c. jadwal penjelasan lelang kepada pelaksanaan lelang (aanwijzing).
(2)
peserta
lelang
sebelum
Syarat-syarat lelang tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan dalam surat permohonan lelang. Pasal 18
(1) Penjual/Pemilik Barang wajib memperlihatkan atau menyerahkan asli dokumen kepemilikan kepada Pejabat Lelang paling lama 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang, kecuali Lelang Eksekusi yang menurut peraturan perundang-undangan tetap dapat dilaksanakan meskipun asli dokumen kepemilikannya tidak dikuasai oleh Penjual. (2)
Dalam hal Penjual/Pemilik Barang menyerahkan asli dokumen kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pejabat Lelang, Pejabat Lelang wajib memperlihatkannya kepada Peserta Lelang sebelum lelang dimulai.
(3)
Dalam hal Penjual/Pemilik Barang tidak menyerahkan asli dokumen kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pejabat Lelang, Penjual/Pemilik Barang wajib memperlihatkannya kepada Peserta Lelang sebelum lelang dimulai. Bagian Ketiga Tempat Pelaksanaan Lelang Pasal 19
Tempat pelaksanaan lelang harus dalam wilayah kerja KPKNL atau wilayah jabatan Pejabat Lelang Kelas II tempat barang berada. Pasal 20 (1)
Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 hanya dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan tertulis dari pejabat yang berwenang, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
(2)
Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain: a. Direktur Jenderal atas nama Menteri untuk barang yang berada di luar wilayah Republik Indonesia; b. Direktur Lelang atas nama Direktur Jenderal untuk barang yang berada dalam wilayah antar Kantor Wilayah; atau c. Kepala Kantor Wilayah setempat untuk barang yang berada dalam wilayah Kantor Wilayah setempat.
(3)
Permohonan persetujuan pelaksanaan lelang atas barang yang berada di luar wilayah kerja KPKNL atau di luar wilayah jabatan Pejabat Lelang Kelas II, diajukan oleh Penjual kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dengan syarat sebagian barang harus berada di dalam wilayah kerja KPKNL/Pejabat Lelang Kelas II tempat lelang yang dikehendaki.
(4)
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal persetujuan dan dilampirkan pada Surat Permohonan Lelang. Bagian Keempat Waktu Pelaksanaan Lelang Pasal 21
(1)
Waktu pelaksanaan lelang ditetapkan oleh Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II.
(2)
Waktu pelaksanaan lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada jam dan hari kerja KPKNL, kecuali untuk Lelang Noneksekusi Sukarela, dapat dilaksanakan di luar jam dan hari kerja dengan persetujuan tertulis Kepala Kantor Wilayah setempat.
(3)
Surat permohonan persetujuan pelaksanaan lelang di luar jam dan hari kerja diajukan oleh Penjual/Pemilik Barang.
(4)
Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampirkan pada Surat Permohonan Lelang.
Bagian Kelima Surat Keterangan Tanah (SKT) Pasal 22 (1)
Pelaksanaan lelang atas tanah atau tanah dan bangunan wajib dilengkapi dengan SKT dari Kantor Pertanahan setempat.
(2)
Permintaan penerbitan SKT kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat diajukan oleh Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II.
(3)
Dalam hal tanah atau tanah dan bangunan yang akan dilelang belum terdaftar di Kantor Pertanahan setempat, Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II mensyaratkan kepada Penjual untuk meminta Surat Keterangan dari Lurah/Kepala Desa yang menerangkan status kepemilikan.
(4)
Berdasarkan Surat Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II meminta SKT ke Kantor Pertanahan setempat.
(5)
Biaya pengurusan SKT menjadi tanggung jawab Penjual/Pemilik Barang. Pasal 23
(1)
SKT dapat digunakan berkali-kali apabila tidak ada perubahan data fisik atau data yuridis dari tanah atau tanah dan bangunan yang akan dilelang, sepanjang dokumen kepemilikan dikuasai oleh Penjual.
(2)
Dalam hal tidak ada perubahan data fisik atau data yuridis dari tanah atau tanah dan bangunan yang akan dilelang ulang, Penjual harus mencantumkan dalam surat permohonan lelang.
(3)
Dalam hal terjadi perubahan data fisik atau data yuridis dari tanah atau tanah dan bangunan yang akan dilelang ulang, Penjual harus menginformasikan secara tertulis hal tersebut kepada Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II untuk dimintakan SKT baru.
(4)
Dalam hal dokumen kepemilikan tidak dikuasai oleh Penjual, setiap dilaksanakan lelang harus dimintakan SKT baru. Bagian Keenam Pembatalan Sebelum Lelang Pasal 24
Lelang yang akan dilaksanakan hanya dapat dibatalkan dengan permintaan Penjual atau penetapan provisional atau putusan dari lembaga peradilan umum.
Pasal 25 (1)
Pembatalan lelang dengan putusan/penetapan pengadilan disampaikan secara tertulis dan harus sudah diterima oleh Pejabat Lelang paling lama sebelum lelang dimulai.
(2)
Dalam hal terjadi pembatalan sebelum lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penjual dan Pejabat Lelang harus mengumumkan kepada Peserta Lelang pada saat pelaksanaan lelang. Pasal 26
(1)
Pembatalan lelang atas permintaan Penjual dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku bagi Penjual.
(2)
Pembatalan lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis dan sudah harus diterima oleh Pejabat Lelang paling lama 3 (tiga) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
(3)
Dalam hal terjadi pembatalan sebelum lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penjual harus mengumumkan pembatalan pelaksanaan, paling lama 2 (dua) hari sebelum pelaksanaan lelang, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
(4)
Pengumuman pembatalan pelaksanaan lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus diumumkan dalam surat kabar harian yang sama dalam hal Pengumuman Lelang dilakukan melalui surat kabar harian. Pasal 27
Pembatalan lelang sebelum pelaksanaan lelang diluar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dilakukan oleh Pejabat Lelang dalam hal: a.
SKT untuk pelaksanaan lelang tanah atau tanah dan bangunan belum ada;
b.
barang yang akan dilelang dalam status sita pidana, khusus Lelang Eksekusi;
c.
terdapat gugatan atas rencana pelaksanaan Lelang Eksekusi berdasarkan Pasal 6 UUHT dari pihak lain selain debitor/suami atau istri debitor/tereksekusi;
d.
barang yang akan dilelang dalam status sita jaminan/sita eksekusi/sita pidana, khusus Lelang Noneksekusi;
e.
tidak memenuhi legalitas formal subjek dan objek lelang karena terdapat perbedaan data pada dokumen persyaratan lelang;
f.
Penjual tidak dapat memperlihatkan atau menyerahkan asli dokumen kepemilikan kepada Pejabat Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18;
g.
Penjual tidak hadir pada saat pelaksanaan lelang, kecuali lelang yang dilakukan melalui internet;
h.
Pengumuman Lelang yang dilaksanakan Penjual tidak dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan;
i.
keadaan memaksa (force majeur)/kahar;
j.
Nilai Limit yang dicantumkan dalam Pengumuman Lelang tidak sesuai dengan surat penetapan Nilai Limit yang dibuat oleh Penjual/Pemilik Barang; atau
k.
Penjual tidak menguasai secara fisik barang bergerak yang dilelang. Pasal 28
Dalam hal terjadi pembatalan lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 27, Peserta Lelang yang telah menyetorkan Uang Jaminan Penawaran Lelang tidak berhak menuntut ganti rugi. Bagian Ketujuh Uang Jaminan Penawaran Lelang Pasal 29 (1)
Setiap lelang disyaratkan adanya uang jaminan penawaran lelang.
(2)
Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat tidak diberlakukan pada Lelang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya dari tangan pertama dan Lelang Noneksekusi Sukarela. Pasal 30
(1)
Penyetoran Uang Jaminan Penawaran Lelang dilakukan: a. melalui rekening KPKNL atau langsung ke Bendahara Penerimaan KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas I untuk lelang yang diselenggarakan oleh KPKNL; b. melalui rekening Balai Lelang atau langsung ke Balai Lelang untuk jenis Lelang Noneksekusi Sukarela, yang diselenggarakan oleh Balai Lelang dan dilaksanakan oleh Pejabat Lelang Kelas I/Pejabat Lelang Kelas II; atau c. melalui rekening khusus atas nama jabatan Pejabat Lelang Kelas II atau langsung ke Pejabat Lelang Kelas II untuk lelang yang diselenggarakan oleh Pejabat Lelang Kelas II.
(2)
Dalam setiap pelaksanaan Lelang, 1 (satu) penyetoran Uang Jaminan
Penawaran Lelang hanya berlaku untuk 1 (satu) barang atau paket barang yang ditawar. Pasal 31 (1)
Uang Jaminan Penawaran Lelang dengan jumlah paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dapat disetorkan secara langsung kepada Bendahara Penerimaan KPKNL, Pejabat Lelang Kelas I, Balai Lelang atau Pejabat Lelang Kelas II paling lama sebelum lelang dimulai.
(2)
Lelang dengan Uang Jaminan Penawaran Lelang di atas Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) harus disetorkan melalui rekening Bendahara Penerimaan KPKNL, rekening Balai Lelang atau rekening khusus atas nama jabatan Pejabat Lelang Kelas II paling lama 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang harus sudah efektif pada rekening tersebut. Pasal 32
Besarnya Uang Jaminan Penawaran Lelang ditentukan oleh Penjual/Pemilik Barang paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari Nilai Limit dan paling banyak sama dengan Nilai Limit. Pasal 33 (1)
Uang Jaminan Penawaran Lelang yang telah disetorkan, dikembalikan seluruhnya tanpa potongan kepada peserta lelang yang tidak disahkan sebagai Pembeli.
(2)
Pengembalian Uang Jaminan Penawaran Lelang paling lama 1 (satu) hari kerja sejak permintaan pengembalian dari Peserta Lelang diterima.
(3)
Permintaan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai penyerahan asli bukti setor dan fotokopi identitas dengan menunjukkan aslinya serta dokumen pendukung lainnya.
(4)
Uang Jaminan Penawaran Lelang dari Peserta Lelang yang disahkan sebagai Pembeli, akan diperhitungkan dengan pelunasan seluruh kewajibannya sesuai dengan ketentuan lelang. Pasal 34
(1)
Dalam pelaksanaan Lelang Eksekusi dan Lelang Noneksekusi Wajib, jika Pembeli tidak melunasi Kewajiban Pembayaran Lelang sesuai ketentuan (wanprestasi), Uang Jaminan Penawaran Lelang disetorkan seluruhnya ke Kas Negara dalam waktu 1 (satu) hari kerja setelah pembatalan penunjukan Pembeli oleh Pejabat Lelang.
(2)
Dalam pelaksanaan Lelang Noneksekusi Sukarela yang diselenggarakan oleh KPKNL, jika Pembeli tidak melunasi Kewajiban Pembayaran Lelang sesuai ketentuan (wanprestasi), Uang Jaminan Penawaran Lelang disetorkan sebesar 50% (lima puluh persen) ke Kas Negara dalam waktu 1 (satu) hari kerja setelah pembatalan penunjukan Pembeli oleh Pejabat Lelang, dan sebesar 50% (lima puluh persen)
menjadi milik Pemilik Barang. (3)
Dalam pelaksanaan Lelang Noneksekusi Sukarela yang diselenggarakan oleh Balai Lelang bekerjasama dengan Pejabat Lelang Kelas I, jika Pembeli tidak melunasi Kewajiban Pembayaran Lelang sesuai ketentuan (wanprestasi), Uang Jaminan Penawaran Lelang disetorkan sebesar 50% (lima puluh persen) ke Kas Negara dalam waktu 1 (satu) hari kerja setelah pembatalan penunjukan Pembeli oleh Pejabat Lelang, dan sebesar 50% (lima puluh persen) menjadi milik Pemilik Barang dan/atau Balai Lelang sesuai kesepakatan antara Pemilik Barang dan Balai Lelang.
(4)
Dalam pelaksanaan lelang yang diselenggarakan oleh Balai Lelang bekerjasama dengan Pejabat Lelang Kelas II, jika Pembeli tidak melunasi Kewajiban Pembayaran Lelang sesuai ketentuan (wanprestasi), Uang Jaminan Penawaran Lelang menjadi milik Pemilik Barang dan/atau Balai Lelang sesuai kesepakatan antara Pemilik Barang dan Balai Lelang.
(5)
Dalam pelaksanaan lelang yang diselenggarakan Pejabat Lelang Kelas II, jika Pembeli tidak melunasi Kewajiban Pembayaran Lelang sesuai ketentuan (wanprestasi), Uang Jaminan Penawaran Lelang menjadi milik Pemilik Barang dan/atau Pejabat Lelang Kelas II sesuai kesepakatan antara Pemilik Barang dan Pejabat Lelang Kelas II. Bagian Kedelapan Nilai Limit Pasal 35
(1)
Setiap pelaksanaan lelang disyaratkan adanya Nilai Limit.
(2)
Penetapan Nilai Limit menjadi tanggung jawab Penjual/Pemilik Barang.
(3)
Persyaratan adanya Nilai Limit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat tidak diberlakukan pada Lelang Noneksekusi Sukarela atas barang bergerak milik orang atau badan hukum/badan usaha swasta. Pasal 36
(1)
Penjual/Pemilik Barang dalam menetapkan Nilai Limit, berdasarkan: a. penilaian oleh Penilai; atau b. penaksiran oleh Penaksir/Tim Penaksir.
(2)
Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan pihak yang melakukan penilaian secara independen berdasarkan kompetensi yang dimilikinya.
(3)
Penaksir/Tim Penaksir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan pihak yang berasal dari instansi atau perusahaan Penjual, yang melakukan penaksiran berdasarkan metode yang dapat dipertanggungjawabkan, termasuk kurator untuk benda seni dan benda
antik/kuno. (4)
Nilai Limit pada Lelang Noneksekusi Sukarela atas barang bergerak milik orang, badan hukum/badan usaha swasta yang menggunakan Nilai Limit ditetapkan oleh Pemilik Barang.
(5)
Dalam hal bank kreditor akan ikut menjadi peserta pada Lelang Eksekusi berdasarkan Pasal 6 UUHT, Nilai Limit harus ditetapkan oleh Penjual berdasarkan hasil penilaian dari Penilai. Pasal 37
(1)
Nilai Limit bersifat tidak rahasia.
(2)
Untuk Lelang Eksekusi, Lelang Noneksekusi Wajib, dan Lelang Non Eksekusi Sukarela atas barang tidak bergerak, Nilai Limit harus dicantumkan dalam pengumuman lelang.
(3)
Untuk lelang kayu dan hasil hutan lainnya dari tangan pertama serta lelang Noneksekusi Sukarela barang bergerak, Nilai Limit dapat tidak dicantumkan dalam pengumuman lelang. Pasal 38
Dalam hal pelaksanaan Lelang Ulang, Nilai Limit pada lelang sebelumnya dapat diubah oleh Penjual/Pemilik Barang dengan menyebutkan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Pasal 39 Nilai Limit dibuat secara tertulis dan diserahkan oleh Penjual kepada Pejabat Lelang paling lambat sebelum lelang dimulai. Pasal 40 Ketentuan lebih lanjut mengenai Nilai Limit diatur dengan peraturan Direktur Jenderal. Bagian Kesembilan Pengumuman Lelang Pasal 41 (1)
Penjualan secara lelang wajib didahului dengan Pengumuman Lelang yang dilakukan oleh Penjual.
(2)
Penjual harus menyerahkan bukti Pengumuman Lelang sesuai ketentuan kepada Pejabat Lelang. Pasal 42
(1)
Pengumuman Lelang paling sedikit memuat: a. identitas Penjual; b. hari, tanggal, waktu dan tempat pelaksanaan lelang dilaksanakan;
c. jenis dan jumlah barang; d. lokasi, luas tanah, jenis hak atas tanah, dan ada/tidak adanya bangunan, khusus untuk barang tidak bergerak berupa tanah dan/atau bangunan; e. spesifikasi barang, khusus untuk barang bergerak; f. waktu dan tempat melihat barang yang akan dilelang; g. Uang Jaminan Penawaran Lelang meliputi besaran, jangka waktu, cara dan tempat penyetoran, dalam hal dipersyaratkan adanya Uang Jaminan Penawaran Lelang; h. Nilai Limit, kecuali Lelang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya dari tangan pertama dan Lelang Noneksekusi Sukarela untuk barang bergerak; i. cara penawaran lelang; dan j. jangka waktu Kewajiban Pembayaran Lelang oleh Pembeli. (2)
Pengumuman Lelang diatur sedemikian rupa sehingga terbit pada hari kerja KPKNL dan tidak menyulitkan peminat lelang melakukan penyetoran Uang Jaminan Penawaran Lelang. Pasal 43
(1)
Pengumuman Lelang dilaksanakan melalui surat kabar harian yang terbit di kota/kabupaten tempat barang berada.
(2)
Dalam hal tidak ada surat kabar harian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengumuman Lelang diumumkan dalam surat kabar harian yang terbit di kota/kabupaten terdekat atau di ibukota propinsi atau ibu kota negara dan beredar di wilayah kerja KPKNL atau wilayah jabatan Pejabat Lelang Kelas II tempat barang akan dilelang.
(3)
Pengumuman Lelang melalui surat kabar harian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus mempunyai tiras/oplah: a. paling rendah 5.000 (lima ribu) eksemplar, jika dilakukan dengan surat kabar harian yang terbit di kota/kabupaten; atau b. paling rendah 15.000 (lima belas ribu) eksemplar, jika dilakukan dengan surat kabar harian yang terbit di ibukota propinsi; atau c. paling rendah 20.000 (dua puluh ribu) eksemplar, jika dilakukan dengan surat kabar harian yang terbit di ibukota negara.
(4)
Dalam hal di suatu daerah tidak terdapat surat kabar harian yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengumuman Lelang dilakukan pada surat kabar harian yang diperkirakan mempunyai tiras/oplah paling tinggi.
(5)
Pengumuman Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), harus dicantumkan dalam halaman utama/reguler dan tidak dapat
dicantumkan pada halaman suplemen/tambahan/khusus. (6)
Penjual dapat menambah Pengumuman Lelang pada media lainnya guna mendapatkan peminat lelang seluas-luasnya. Pasal 44
(1)
Pengumuman Lelang untuk Lelang Eksekusi terhadap barang tidak bergerak atau barang tidak bergerak yang dijual bersama-sama dengan barang bergerak, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. pengumuman dilakukan 2 (dua) kali, jangka waktu Pengumuman Lelang pertama ke Pengumuman Lelang kedua berselang 15 (lima belas) hari dan diatur sedemikian rupa sehingga Pengumuman Lelang kedua tidak jatuh pada hari libur/hari besar; b. pengumuman pertama diperkenankan tidak menggunakan surat kabar harian, tetapi dengan cara pengumuman melalui selebaran, tempelan yang mudah dibaca oleh umum, dan/atau melalui media elektronik termasuk Internet, namun demikian dalam hal dikehendaki oleh Penjual, dapat dilakukan melalui surat kabar harian; dan c. Pengumuman kedua harus dilakukan melalui surat kabar harian dan dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari sebelum pelaksanaan lelang.
(2)
Pengumuman Lelang untuk Lelang Eksekusi terhadap barang bergerak dilakukan 1 (satu) kali melalui surat kabar harian paling singkat 6 (enam) hari sebelum pelaksanaan lelang, kecuali: a. lelang barang yang lekas rusak/busuk atau yang membahayakan atau jika biaya penyimpanan barang tersebut terlalu tinggi, dapat dilakukan kurang dari 6 (enam) hari tetapi tidak boleh kurang dari 2 (dua) hari kerja; dan b. lelang ikan dan sejenisnya dapat dilakukan kurang dari 6 (enam) hari tetapi tidak boleh kurang dari 1 (satu) hari kerja. Pasal 45
(1)
Pengumuman Lelang Eksekusi terhadap barang bergerak yang Nilai Limit keseluruhannya paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dalam 1 (satu) kali lelang, dapat dilakukan melalui surat kabar harian dalam bentuk iklan baris paling singkat 6 (enam) hari sebelum hari pelaksanaan lelang.
(2)
Pengumuman Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditambahkan Pengumuman Lelang tempelan pada hari yang sama untuk ditempel di tempat yang mudah dibaca oleh umum atau paling kurang pada papan pengumuman di KPKNL dan di Kantor Penjual, yang memuat hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1).
(3)
Pengumuman Lelang dalam bentuk iklan baris melalui surat kabar harian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat
identitas Penjual, nama barang yang dilelang, tempat dan waktu lelang, serta informasi adanya Pengumuman Lelang tempelan. Pasal 46 Khusus Pengumuman Lelang Eksekusi Pajak untuk barang bergerak diumumkan paling singkat 14 (empat belas) hari sebelum hari pelaksanaan lelang dengan ketentuan sebagai berikut: a.
untuk pelaksanaan lelang dengan Nilai Limit keseluruhan paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dalam 1 (satu) kali lelang, pengumuman lelang dapat dilakukan 1 (satu) kali melalui tempelan yang mudah dibaca oleh umum dan/atau melalui media elektronik;
b.
untuk pelaksanaan lelang dengan Nilai Limit keseluruhan lebih dari Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dalam 1 (satu) kali lelang, pengumuman lelang dilakukan 1 (satu) kali melalui surat kabar harian. Pasal 47
(1)
Pengumuman Lelang untuk pelaksanaan Lelang Eksekusi yang diulang, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. lelang barang tidak bergerak atau barang bergerak yang dijual bersama-sama dengan barang tidak bergerak, dilakukan dengan cara: 1) Pengumuman Lelang Ulang dilakukan 1 (satu) kali melalui surat kabar harian paling singkat 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan lelang, jika waktu pelaksanaan lelang ulang dimaksud tidak melebihi 60 (enam puluh) hari sejak pelaksanaan lelang terdahulu atau sejak pelaksanaan lelang terakhir; atau 2) Pengumuman Lelang Ulang berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), jika waktu pelaksanaan lelang ulang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari sejak pelaksanaan lelang terdahulu atau sejak pelaksanaan lelang terakhir. b. lelang barang bergerak, pengumuman Lelang Ulang dilakukan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2).
(2)
Pengumuman Lelang Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menunjuk Pengumuman Lelang terakhir. Pasal 48
(1)
Pengumuman Lelang untuk Lelang Noneksekusi Wajib dan Lelang Noneksekusi Sukarela dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. barang tidak bergerak atau barang bergerak yang dijual bersamasama dengan barang tidak bergerak, dilakukan 1 (satu) kali melalui surat kabar harian paling singkat 7 (tujuh) hari sebelum
pelaksanaan lelang; b. barang bergerak dilakukan 1 (satu) kali melalui surat kabar harian paling singkat 5 (lima) hari sebelum pelaksanaan lelang. (2)
Pengumuman Lelang untuk Lelang Noneksekusi Wajib dan Lelang Noneksekusi Sukarela yang diulang berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 49
(1)
Pengumuman Lelang untuk pelaksanaan Lelang Noneksekusi Wajib dan Lelang Noneksekusi Sukarela yang Nilai Limit keseluruhannya paling banyak Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) dalam 1 (satu) kali lelang, dapat dilakukan 1 (satu) kali melalui tempelan yang mudah dibaca oleh umum dan/atau melalui media elektronik, paling singkat 5 (lima) hari sebelum hari pelaksanaan lelang.
(2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam hal ada permintaan tertulis dari Penjual dengan menyebutkan alasan mengumumkan melalui tempelan yang mudah dibaca oleh umum dan/atau melalui media elektronik dan disetujui oleh Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II.
(3)
Pengumuman Lelang untuk pelaksanaan Lelang Noneksekusi Wajib dan Lelang Noneksekusi Sukarela yang diulang dengan Nilai Limit keseluruhan paling banyak Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) dalam 1 (satu) kali lelang, berlaku ketentuan pada ayat (1). Pasal 50
(1)
Pengumuman Lelang untuk pelaksanaan Lelang Noneksekusi Wajib dan Lelang Noneksekusi Sukarela yang sudah terjadwal setiap bulan, dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan, dilakukan paling singkat 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan lelang pertama.
(2)
Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat identitas Penjual, barang yang akan dilelang, tempat dan waktu pelaksanaan lelang, serta informasi mengenai adanya pengumuman yang lebih rinci melalui tempelan/selebaran/brosur atau media elektronik. Pasal 51
(1)
Pengumuman Lelang yang pelaksanaan lelangnya dilakukan di luar wilayah kerja KPKNL atau wilayah jabatan Pejabat Lelang Kelas II tempat barang berada, dilakukan di surat kabar harian yang terbit di kota/kabupaten di tempat pelaksanaan lelang dan di tempat barang berada.
(2)
Dalam hal pengumuman lelang tidak dapat dilakukan di tempat pelaksanaan lelang dan/atau di tempat barang berada, karena tidak terdapat surat kabar harian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengumuman lelang dilakukan di satu surat kabar harian nasional/ibu
kota propinsi yang mempunyai peredaran di tempat pelaksanaan lelang. (3)
Terhadap pelaksanaan lelang yang objek lelangnya tersebar di 3 (tiga) kota atau lebih, pengumuman lelang dapat dilakukan di satu surat kabar harian yang mempunyai peredaran nasional. Pasal 52
(1)
Pengumuman Lelang yang sudah diterbitkan melalui surat kabar harian, atau melalui media lainnya, apabila diketahui terdapat kekeliruan yang prinsipil harus segera diralat.
(2)
Kekeliruan yang prinsipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyangkut waktu dan tanggal lelang, spesifikasi barang-barang, atau persyaratan lelang seperti besarnya uang jaminan dan batas waktu penyetoran.
(3)
Ralat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperkenankan dilakukan terhadap hal-hal sebagai berikut: a. mengubah besarnya Uang Jaminan Penawaran Lelang; b. memajukan jam dan tanggal pelaksanaan lelang; c. memajukan batas waktu penyetoran Uang Jaminan Penawaran Lelang; atau d. memindahkan lokasi dari tempat pelaksanaan lelang semula.
(4)
Rencana ralat Pengumuman Lelang diberitahukan secara tertulis kepada Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II yang bersangkutan paling singkat 2 (dua) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang.
(5)
Ralat Pengumuman Lelang harus diumumkan melalui surat kabar harian atau media yang sama dengan menunjuk Pengumuman Lelang sebelumnya dan dilakukan paling singkat 1 (satu) hari kerja sebelum hari pelaksanaan lelang. BAB IV PELAKSANAAN LELANG Bagian Kesatu Pemandu Lelang Pasal 53
(1)
Dalam pelaksanaan lelang, Pejabat Lelang dapat dibantu oleh Pemandu Lelang.
(2)
Pemandu Lelang dapat berasal dari Pegawai DJKN atau dari luar DJKN.
(3)
Persyaratan menjadi Pemandu Lelang:
a. Pemandu Lelang yang berasal dari Pegawai DJKN: 1) sehat jasmani dan rohani; 2) pendidikan paling rendah Sekolah Menengah Umum atau yang sederajat; dan 3) lulus Diklat Pemandu Lelang atau memiliki kemampuan dan cakap untuk memandu lelang, dan mendapat surat tugas dari Pejabat yang berwenang. b. Pemandu Lelang yang berasal dari luar DJKN: 1) sehat jasmani dan rohani; 2) pendidikan paling rendah Sekolah Menengah Umum atau yang sederajat; dan 3) memiliki kemampuan dan cakap untuk memandu lelang. (4)
Pemandu Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat membantu pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh Pejabat Lelang Kelas I/Pejabat Lelang Kelas II dan diberitahukan secara tertulis oleh Penjual/Balai Lelang kepada Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II paling singkat 3 (tiga) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang.
(5)
Dalam hal pelaksanaan lelang dibantu oleh Pemandu Lelang, Pemandu Lelang mendapat kuasa khusus secara tertulis dari Pejabat Lelang untuk menawarkan barang dengan ketentuan Pejabat Lelang harus tetap mengawasi dan memperhatikan pelaksanaan lelang dan/atau penawaran lelang oleh Pemandu Lelang. Bagian Kedua Penawaran Lelang Pasal 54
Penawaran Lelang Langsung dan/atau Penawaran Lelang Tidak Langsung dilakukan dengan cara: a.
lisan, semakin meningkat atau semakin menurun;
b.
tertulis; atau
c.
tertulis dilanjutkan dengan lisan, dalam hal penawaran tertinggi belum mencapai Nilai Limit. Pasal 55
(1)
Dalam Penawaran Lelang Langsung, Peserta Lelang yang sah atau kuasanya pada saat pelaksanaan lelang harus hadir di tempat pelaksanaan lelang.
(2)
Dalam Penawaran Lelang Tidak Langsung, Peserta Lelang yang sah atau kuasanya pada saat pelaksanaan lelang tidak diharuskan hadir di tempat pelaksanaan lelang dan penawarannya dilakukan dengan
menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Pasal 56 (1)
Penawaran Lelang dalam Lelang Eksekusi dan Lelang Noneksekusi Wajib harus dilakukan dengan Penawaran Lelang Langsung.
(2)
Penawaran Lelang Langsung dapat menggunakan penawaran dengan melalui surat yang dikirim sebelum pelaksanaan lelang.
(3)
Penawaran Lelang dalam Lelang Noneksekusi Sukarela dapat dilakukan dengan Penawaran Lelang Langsung atau Penawaran Lelang Tidak Langsung. Pasal 57
(1)
Dalam hal penawaran lelang tidak langsung secara lisan, Peserta Lelang mengajukan penawaran dengan menggunakan media audio visual dan telepon.
(2)
Dalam hal penawaran lelang tidak langsung secara tertulis, Peserta Lelang mengajukan penawaran dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi antara lain: LAN (local area network), Intranet, Internet, pesan singkat (short message service/SMS), dan faksimili. Pasal 58
(1)
Penawaran Lelang Tidak Langsung dalam Lelang Noneksekusi Sukarela melalui Internet, harus memenuhi ketentuan di bawah ini, termasuk tetapi tidak terbatas pada: a. menggunakan perangkat lunak yang khusus untuk penyelenggaraan lelang melalui Internet dengan harga semakin meningkat; b. Peserta Lelang yang sah mendapatkan nomor Peserta Lelang dan sandi akses (password) sehingga dapat melakukan penawaran; c. penawaran dilakukan secara berkesinambungan sejak waktu yang ditetapkan sampai dengan penutupan penawaran sebagaimana disebutkan dalam Pengumuman Lelang; d. Nilai Limit bersifat terbuka/tidak rahasia dan harus ditayangkan dalam situs; e. Peserta Lelang dapat mengetahui penawaran tertinggi yang diajukan oleh Peserta Lelang lainnya secara berkesinambungan; dan f. Pejabat Lelang mengesahkan penawar tertinggi sebagai Pembeli berdasarkan cetakan rekapitulasi yang diproses perangkat lunak lelang melalui Internet pada saat penutupan penawaran.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan lelang melalui Internet diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 59 (1)
Penawaran lelang yang diselenggarakan KPKNL dapat dilakukan dengan Harga Lelang inklusif atau dengan Harga Lelang eksklusif.
(2)
Lelang dengan Harga Lelang inklusif dilakukan dengan harga penawaran sudah termasuk Bea Lelang pembeli.
(3)
Lelang dengan Harga Lelang eksklusif dilakukan dengan harga penawaran belum termasuk Bea Lelang pembeli. Pasal 60
(1)
Setiap Peserta Lelang wajib melakukan penawaran dan penawaran tersebut paling sedikit sama dengan Nilai limit dalam hal lelang dengan Nilai Limit diumumkan.
(2)
Penawaran yang telah disampaikan oleh Peserta Lelang kepada Pejabat Lelang tidak dapat diubah atau dibatalkan oleh Peserta Lelang.
(3)
Dalam hal Peserta Lelang tidak melakukan penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi tidak diperbolehkan mengikuti lelang selama 3 (tiga) bulan di wilayah kerja KPKNL yang melaksanakan lelang. Pasal 61
Dalam hal terdapat beberapa Peserta Lelang yang mengajukan penawaran tertinggi secara lisan semakin menurun atau tertulis dengan nilai yang sama dan/atau telah mencapai atau melampaui Nilai Limit dalam lelang yang menggunakan Nilai Limit, Pejabat Lelang berhak mengesahkan Pembeli dengan cara: a.
melakukan penawaran lanjutan hanya terhadap Peserta Lelang yang mengajukan penawaran sama, yang dilakukan secara lisan semakin meningkat atau tertulis berdasarkan persetujuan Peserta Lelang bersangkutan; atau
b.
melakukan pengundian di antara Peserta Lelang yang mengajukan penawaran sama apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a tidak dapat dilaksanakan. Pasal 62
(1)
Pemohon Lelang/Penjual menentukan cara penawaran lelang dengan mencantumkan dalam Pengumuman Lelang.
(2)
Dalam hal Pemohon Lelang/Penjual tidak menentukan cara penawaran lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPKNL/Pejabat Lelang Kelas I atau Pejabat Lelang Kelas II berhak menentukan sendiri cara penawaran lelang. Pasal 63
Ketentuan lebih lanjut mengenai penawaran lelang diatur dengan Peraturan
Direktur Jenderal. Bagian Ketiga Bea Lelang dan Uang Miskin Pasal 64 Setiap pelaksanaan lelang dikenakan Bea Lelang dan Uang Miskin sesuai Peraturan Pemerintah tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Keuangan. Pasal 65 (1)
Pembatalan terhadap rencana pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh Penjual dalam jangka waktu kurang dari 5 (lima) hari kerja sebelum hari pelaksanaan lelang dikenakan Bea Lelang Batal sesuai Peraturan Pemerintah tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Keuangan, kecuali lelang Barang Milik Negara/Daerah.
(2)
Bea Lelang Batal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar oleh Penjual.
(3)
Bea Lelang Batal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dikenakan dalam hal terdapat pembatalan lelang karena adanya putusan/penetapan lembaga peradilan atau pembatalan oleh Pejabat Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 27. Bagian Keempat Pembeli Pasal 66
(1)
Pejabat Lelang mengesahkan penawar tertinggi yang telah mencapai atau melampaui Nilai Limit sebagai Pembeli, dalam pelaksanaan lelang yang menggunakan Nilai Limit.
(2)
Pejabat Lelang mengesahkan penawar tertinggi sebagai Pembeli dalam pelaksanaan Lelang Noneksekusi Sukarela yang tidak menggunakan Nilai Limit.
(3)
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam pelaksanaan Lelang Noneksekusi Sukarela yang penawar tertinggi tidak mencapai Nilai Limit, Pejabat Lelang dapat mengesahkan penawar dimaksud sebagai Pembeli, setelah mendapat persetujuan tertulis dari Pemilik Barang. Pasal 67
Pembeli dilarang mengambil/menguasai barang yang dibelinya sebelum memenuhi Kewajiban Pembayaran Lelang dan pajak/pungutan sah lainnya sesuai peraturan perundang-undangan. Pasal 68
(1)
Peserta Lelang yang bertindak untuk orang lain atau badan hukum atau badan usaha harus menyampaikan surat kuasa yang bermaterai cukup kepada Pejabat Lelang dengan dilampiri fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/Surat Izin Mengemudi (SIM)/Paspor pemberi kuasa dan penerima kuasa dengan menunjukkan aslinya.
(2)
Penerima kuasa dilarang menerima lebih dari satu kuasa untuk barang yang sama. Pasal 69
(1)
Pejabat Lelang dan keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas dan ke bawah derajat pertama, suami/istri serta saudara sekandung Pejabat Lelang, Pejabat Penjual, Pemandu Lelang, Hakim, Jaksa, Panitera, Juru Sita, Pengacara/Advokat, Notaris, PPAT, Penilai, Pegawai DJKN, Pegawai Balai Lelang dan Pegawai Kantor Pejabat Lelang Kelas II yang terkait langsung dengan proses lelang dilarang menjadi peserta lelang.
(2)
Selain pihak-pihak yang dimaksud pada ayat (1), pada pelaksanaan Lelang Eksekusi, pihak tereksekusi/debitor/tergugat/terpidana yang terkait dengan lelang dilarang menjadi peserta lelang. Pasal 70
(1)
Sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan, bank sebagai kreditor dapat membeli agunannya melalui lelang, dengan ketentuan menyampaikan surat pernyataan dalam bentuk Akte Notaris, bahwa pembelian tersebut dilakukan untuk pihak lain yang akan ditunjuk kemudian dalam jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung mulai tanggal pelaksanaan lelang.
(2)
Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terlampaui, bank ditetapkan sebagai Pembeli. Bagian Kelima Pembayaran dan Penyetoran Pasal 71
(1)
Pembayaran Harga Lelang dan Bea Lelang harus dilakukan secara tunai/cash atau cek/giro paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah pelaksanaan lelang.
(2)
Pengecualian jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya diberikan untuk pembayaran Harga Lelang setelah Penjual mendapat izin tertulis dari Direktur Jenderal atas nama Menteri dan harus dicantumkan dalam pengumuman lelang.
(3)
Dalam hal Pembayaran Harga Lelang dilakukan melebihi 3 (tiga) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyetoran Bea Lelang tetap dilakukan paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah pelaksanaan lelang.
Pasal 72 (1)
Pelunasan Kewajiban Pembayaran Lelang oleh Pembeli dilakukan melalui rekening KPKNL/Balai Lelang/rekening khusus atas nama jabatan Pejabat Lelang Kelas II atau secara langsung kepada Bendahara Penerimaan KPKNL/Pejabat Lelang Kelas I/Balai Lelang/Pejabat Lelang Kelas II.
(2)
Dalam hal Pelunasan Kewajiban Pembayaran Lelang oleh Pembeli dilakukan dengan cek/giro, pembayaran harus sudah diterima efektif pada rekening KPKNL/Balai Lelang/rekening khusus atas nama jabatan Pejabat Lelang Kelas II paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah pelaksanaan lelang atau dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2).
(3)
Setiap Pelunasan Kewajiban Pembayaran Lelang oleh Pembeli harus dibuatkan kuitansi atau tanda bukti pembayaran oleh Bendahara Penerimaan KPKNL/Pejabat Lelang Kelas I/Balai Lelang/Pejabat Lelang Kelas II. Pasal 73
(1)
Dalam hal Pembeli tidak melunasi Kewajiban Pembayaran Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, pada hari kerja berikutnya Pejabat Lelang harus membatalkan pengesahannya sebagai Pembeli dengan membuat Pernyataan Pembatalan.
(2)
Pembeli yang tidak dapat memenuhi kewajibannya setelah disahkan sebagai Pembeli Lelang, tidak diperbolehkan mengikuti lelang di seluruh wilayah Indonesia dalam waktu 6 (enam) bulan. Pasal 74
(1)
Hasil Bersih Lelang atas lelang Barang Milik Negara/Daerah, Barang Temuan, Barang Rampasan dan Barang yang Menjadi Milik NegaraBea Cukai serta barang-barang yang sesuai peraturan perundangundangan, harus disetor ke Kas Negara, dilakukan paling lama 1 (satu) hari kerja setelah pembayaran diterima oleh Bendahara Penerimaan KPKNL.
(2)
Penyetoran Bea Lelang dan Pajak Penghasilan (PPh) ke Kas Negara paling lama 1 (satu) hari kerja setelah pembayaran diterima oleh Bendahara Penerimaan KPKNL/Balai Lelang/Pejabat Lelang Kelas II.
(3)
Penyetoran Hasil Bersih Lelang ke Penjual/Pemilik Barang paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah pembayaran diterima oleh Bendahara Penerimaan KPKNL/Balai Lelang/Pejabat Lelang Kelas II. Pasal 75
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembayaran dan penyetoran diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal. Bagian Keenam
Penyerahan Dokumen Kepemilikan Barang Pasal 76 (1)
Dalam hal Penjual/Pemilik Barang menyerahkan asli dokumen kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) kepada Pejabat Lelang, Pejabat Lelang harus menyerahkan asli dokumen kepemilikan dan/atau barang yang dilelang kepada Pembeli, paling lama 1 (satu) hari kerja setelah Pembeli menunjukkan bukti pelunasan pembayaran dan menyerahkan bukti setor Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
(2)
Dalam hal Penjual/Pemilik Barang tidak menyerahkan asli dokumen kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) kepada Pejabat Lelang, Penjual/Pemilik Barang harus menyerahkan asli dokumen kepemilikan dan/atau barang yang dilelang kepada Pembeli, paling lama 1 (satu) hari kerja setelah Pembeli menunjukkan bukti pelunasan pembayaran dan menyerahkan bukti setor BPHTB. BAB V RISALAH LELANG Pasal 77
(1)
Pejabat Lelang yang melaksanakan lelang wajib membuat berita acara lelang yang disebut Risalah Lelang.
(2)
Risalah Lelang terdiri dari: a. Bagian Kepala; b. Bagian Badan; dan c. Bagian Kaki.
(3)
Risalah Lelang dibuat dalam Bahasa Indonesia.
(4)
Setiap Risalah Lelang diberi nomor urut. Pasal 78
Bagian Kepala Risalah Lelang paling kurang memuat: a.
hari, tanggal, dan jam lelang ditulis dengan huruf dan angka;
b.
nama lengkap dan tempat kedudukan Pejabat Lelang;
c.
nomor/tanggal Surat Keputusan Pengangkatan Pejabat Lelang, dan nomor/tanggal surat tugas khusus untuk Pejabat Lelang Kelas I;
d.
nama lengkap, pekerjaan dan tempat kedudukan/domisili Penjual;
e.
nomor/tanggal surat permohonan lelang;
f.
tempat pelaksanaan lelang;
g.
sifat barang yang dilelang dan alasan barang tersebut dilelang;
h.
dalam hal yang dilelang berupa barang tidak bergerak berupa tanah atau tanah dan bangunan harus disebutkan: 1) status hak atau surat-surat kepemilikan;
lain yang menjelaskan bukti
2) SKT dari Kantor Pertanahan; dan 3) keterangan lain yang membebani, apabila ada; i.
dalam hal yang dilelang barang bergerak harus disebutkan jumlah, jenis dan spesifikasi barang;
j.
cara Pengumuman Lelang yang telah dilaksanakan oleh Penjual;
k.
cara penawaran lelang; dan
i.
syarat-syarat lelang. Pasal 79
Bagian Badan Risalah Lelang paling kurang memuat: a.
banyaknya penawaran lelang yang masuk dan sah;
b.
nama/merek/jenis/tipe dan jumlah barang yang dilelang;
c.
nama, pekerjaan dan alamat Pembeli atas nama sendiri atau sebagai kuasa atas nama orang lain;
d.
bank kreditor sebagai Pembeli untuk orang atau badan hukum/usaha yang akan ditunjuk namanya, dalam hal bank kreditor sebagai Pembeli Lelang;
e.
harga lelang dengan angka dan huruf; dan
f.
daftar barang yang laku terjual maupun yang ditahan disertai dengan nilai, nama, dan alamat peserta lelang yang menawar tertinggi. Pasal 80
Bagian Kaki Risalah Lelang paling kurang memuat: a.
banyaknya barang yang ditawarkan/dilelang dengan angka dan huruf;
b.
banyaknya barang yang laku/terjual dengan angka dan huruf;
c.
jumlah harga barang yang telah terjual dengan angka dan huruf;
d.
jumlah harga barang yang ditahan dengan angka dan huruf;
e.
banyaknya dokumen/surat-surat yang dilampirkan pada Risalah Lelang dengan angka dan huruf;
f.
jumlah perubahan yang dilakukan (catatan, tambahan, coretan dengan penggantinya) maupun tidak adanya perubahan ditulis dengan angka dan huruf; dan
g.
tanda tangan Pejabat Lelang dan Penjual/kuasa Penjual, dalam hal lelang barang bergerak atau tanda tangan Pejabat Lelang, Penjual/kuasa Penjual dan Pembeli/kuasa Pembeli, dalam hal lelang barang tidak bergerak. Pasal 81
(1)
Pembetulan kesalahan redaksional Risalah Lelang berupa pencoretan, penambahan dan/atau perubahan, dilakukan sebagai berikut: a. pencoretan, kesalahan kata, huruf atau angka dilakukan dengan garis lurus tipis, sehingga yang dicoret dapat dibaca; dan/atau b. tambahan kata atau kalimat, ditulis di sebelah pinggir kiri dari lembar Risalah Lelang atau ditulis pada bagian bawah dari bagian kaki Risalah Lelang dengan menunjuk lembar dan garis yang berhubungan dengan perubahan itu, apabila penulisan di pinggir kiri dari lembar Risalah Lelang tidak mencukupi.
(2)
Jumlah kata, huruf atau angka yang dicoret/ditambahkan diterangkan pada sebelah pinggir lembar Risalah Lelang, begitu pula banyaknya kata/angka yang ditambahkan.
(3)
Perubahan sesudah Risalah Lelang ditutup dan ditandatangani tidak boleh dilakukan. Pasal 82
(1)
Minuta Risalah Lelang ditandatangani oleh Pejabat Lelang pada saat penutupan pelaksanaan lelang.
(2)
Penandatanganan Risalah Lelang dilakukan oleh: a. Pejabat Lelang pada setiap lembar di sebelah kanan atas dari Risalah Lelang, kecuali lembar yang terakhir; b. Pejabat Lelang dan Penjual/kuasa Penjual pada lembar terakhir dalam hal lelang barang bergerak; atau c. Pejabat Lelang, Penjual/kuasa Penjual dan Pembeli/kuasa Pembeli pada lembar terakhir dalam hal lelang barang tidak bergerak.
(3)
Dalam hal Penjual/kuasa Penjual tidak mau menandatangani Risalah Lelang atau tidak hadir sewaktu Risalah Lelang ditutup, Pejabat Lelang membuat catatan keadaan tersebut pada Bagian Kaki Risalah Lelang dan menyatakan catatan tersebut sebagai tanda tangan Penjual.
(4)
Dalam hal Pejabat Lelang berhalangan tetap, penandatanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Kepala KPKNL untuk Pejabat Lelang Kelas I dan oleh Pengawas Lelang (Superintenden) untuk Pejabat Lelang Kelas II. Pasal 83
(1)
Dalam hal terdapat hal-hal penting yang diketahui setelah penutupan
Risalah Lelang, Pejabat Lelang harus membuat catatan hal-hal tersebut pada bagian bawah setelah Kaki Minuta Risalah Lelang dan membubuhi tanggal dan tanda tangan. (2)
Hal-hal penting sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. ada atau tidak ada verzet terhadap hasil lelang; b. adanya Pembeli wanprestasi; c. adanya pemberian pengganti Kutipan Risalah Lelang yang hilang atau rusak; d. adanya pemberian Grosse Risalah Lelang atas permintaan Pembeli; e. adanya Penjual yang tidak mau menandatangani Risalah Lelang atau tidak hadir sewaktu Risalah Lelang ditutup; f. adanya Pembatalan Risalah Lelang berdasarkan putusan hakim yang sudah berkekuatan hukum tetap; atau g. hal-hal lain yang akan ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
(3)
Dalam hal Pejabat Lelang Kelas I dibebastugaskan, cuti, berhalangan tetap atau dipindahtugaskan, pencatatan dan penandatanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala KPKNL.
(4)
Dalam hal Pejabat Lelang Kelas II dibebastugaskan, cuti atau berhalangan tetap, pencatatan dan penandatanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah setempat selaku Pengawas Lelang (Superintenden). Pasal 84
(1)
Minuta Risalah Lelang dibuat dan diselesaikan paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah pelaksanaan lelang.
(2)
Minuta Risalah Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang Kelas I disimpan pada KPKNL.
(3)
Minuta Risalah Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang Kelas II disimpan oleh yang bersangkutan.
(4)
Jangka waktu simpan Minuta Risalah Lelang selama 30 (tiga puluh) tahun sejak pelaksanaan lelang. Pasal 85
KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II hanya dapat memperlihatkan atau memberitahukan Minuta Risalah Lelang kepada pihak yang berkepentingan langsung dengan Risalah Lelang, ahli warisnya atau orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. Pasal 86 (1)
Pihak yang berkepentingan dapat memperoleh Kutipan/Salinan/Grosse
yang otentik dari Minuta Risalah Lelang dengan dibebani Bea Materai. (2)
Pihak yang berkepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Pembeli memperoleh Kutipan Risalah Lelang sebagai Akta Jual Beli untuk kepentingan balik nama atau Grosse Risalah Lelang sesuai kebutuhan; b. Penjual memperoleh Salinan Risalah Lelang untuk laporan pelaksanaan lelang atau Grosse Risalah Lelang sesuai kebutuhan; c. Pengawas Lelang (Superintenden) memperoleh Salinan Risalah Lelang untuk laporan pelaksanaan lelang/kepentingan dinas; atau d. Instansi yang berwenang dalam balik nama kepemilikan hak objek lelang memperoleh Salinan Risalah Lelang sesuai kebutuhan.
(3)
Kutipan/Salinan/Grosse yang otentik dari Minuta Risalah Lelang ditandatangani, diberikan teraan cap/stempel basah dan diberi tanggal pengeluaran oleh Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II yang bersangkutan.
(4)
Kutipan Risalah Lelang untuk lelang tanah atau tanah dan bangunan ditandatangani oleh Kepala KPKNL/Pejabat Lelang Kelas II setelah Pembeli menyerahkan bukti pembayaran BPHTB.
(5)
Kutipan Risalah Lelang yang hilang atau rusak dapat diterbitkan pengganti atas permintaan Pembeli. Pasal 87
(1)
Dalam rangka kepentingan proses peradilan, fotokopi Minuta Risalah Lelang dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Risalah Lelang dapat diberikan kepada penyidik, penuntut umum atau hakim, dengan persetujuan Kepala KPKNL bagi Pejabat Lelang Kelas I atau Pengawas Lelang (Superintenden) bagi Pejabat Lelang Kelas II.
(2)
Pengambilan fotokopi Minuta Risalah Lelang dan/atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat Berita Acara Penyerahan. Pasal 88
Ketentuan lebih lanjut mengenai Risalah Lelang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal. BAB VI ADMINISTRASI PERKANTORAN DAN PELAPORAN Pasal 89 (1)
KPKNL, Balai Lelang dan Kantor Pejabat Lelang Kelas II menyelenggarakan administrasi perkantoran dan membuat laporan yang berkaitan dengan pelaksanaan lelang.
(2)
Kantor Wilayah dan Kantor Pusat DJKN membuat laporan rekapitulasi pelaksanaan lelang sesuai jenis lelangnya.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan administrasi perkantoran dan pelaporan pada KPKNL, Balai Lelang dan Kantor Pejabat Lelang Kelas II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal. BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 90
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku: a.
Permohonan lelang yang telah ditetapkan jadwal pelaksanaan lelangnya, dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.
b.
Sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah tentang Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Keuangan yang baru, pengenaan tarif Bea Lelang masih berlaku ketentuan yang lama. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 91
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.06/2008, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 92 Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku setelah 2 (dua) bulan sejak tanggal pengundangan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 April 2010 MENTERI KEUANGAN,
SRI MULYANI INDRAWATI Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 April 2010 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
PATRIALIS AKBAR
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 217
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama Lengkap
: Zumrotul Malikah
Tempat Tanggal Lahir
: Demak, 06 Oktober 1989
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Status
: Belum Menikah
Alamat
: Krajan Wonosekar RT.04 RW.03. Kecamatan : Karangawen, Kabupaten : Demak, Provinsi : Jawa Tengah
Jenjang Pendidikan 1. TK Tarbiyatul Athfal
Lulus Tahun 1995
2. SD Negeri 1 Wonosekar
Lulus Tahun 2001
3. MTS Manbaul Ulum Tlogorejo
Lulus Tahun 2004
4. MA Tajul Ulum Brabo
Lulus Tahun 2007
5. Fakultas Syari'ah IAIN Walisongo Semarang
Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Semarang, 22 Juni 2012 Penulis
Zumrotul Malikah NIM. 072411091