Teori Administrasi Negara
Indeks Korupsi Indonesia Tahun
Ranking
Score
Jumlah Negara
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
96 (7) 99 (4) 128 (6) 155 (6) 154 (5) 130 143 126 111 110
1,9 1,9 1,9 2,0 2,2 2,4 2,3 2,6 2,8 2,8 3,0 3,2 3,2
102 102 133 159 159 163 180 178 180 178
114
177
Sumber : diolah dari data Tranparency International * CPI Score relates to perceptions of the degree of corruption as seen by business people and country analysts, and ranges between 10 (highly clean) and 0 (highly corrupt).
• Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere = busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) Gerald E. Caiden : • The word "corruption" means something spoiled; something sound that has been made defective, debased and tainted; something that has been pushed off course into a worse or inferior form
Susan-Rose Ackermann (2001)(http://www.colbud.hu/honesty-trust/rose/pub01. PDF)
• Corruption is dishonest behavior that violates the trust placed in a public official. It involves the use
of a public position for private gain. • Transparency International: Perilaku pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan
menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
• the misuse of public office for private
gain Mohtar Mas’oed : • Perilaku yang menyimpang dari kewajiban formal suatu jabatan publik karena kehendak untuk memperoleh keuntungan ekonomis atau status bagi diri sendiri, keluarga dekat atau klik. Korupsi = Patologi Birokrasi
• Syed Husein Alatas : Korupsi mencakup: – Seorang aparatur negara menerima pemberian yg disodorkan seseorang dgn maksud untuk mendapatkan perlakuan istimewa (bribery) – Pemerasan : permintaan pemberian/hadiah dalam pelaksanaan tugas publik (graft) – Penggunaan dana publik untuk kepentingan sendiri/kelompok – Pengangkatan saudara/famili (Nepotisme), teman atau rekan (Kronisme) dalam jabatan publik tanpa mempertimbangkan konsekuensinya pada kesejahteraan publik.
Jenis tindak pidana korupsi diantaranya:
• memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan); • penggelapan dalam jabatan; • pemerasan dalam jabatan; • ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/ penyelenggara negara); • menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/ penyelenggara negara).
Tingkatan Korupsi Rasheed Draman : Three levels of corruption are usually referred to: • Petty corruption (bureaucratic corruption) • Grand corruption (political corruption) • State capture (corruption which affects the entire state apparatus)
Tingkatan Korupsi Petty corruption involves small money: • Menyuap polisi saat melanggar aturan lalu lintas • Menyuap petugas tiket supaya didahulukan
Korupsi di tingkat streetlevel bureaucrat
Tingkatan Korupsi Grand corruption involves : • Kolusi antara high politicians dan senior civil servants yang menyalahgunakan jabatan untuk memperkaya diri sendiri atau untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan. Kasus Miranda Goeltom, Hambalang, Akil Mochtar,dsb
• Memberikan kontrak atau tender pembangunan fasilitas atau pelayanan publik pada keluarga atau teman (kroni) sebagai balas jasa atau imbal balik dukungan politik yang telah diberikan.
Tingkatan Korupsi • State capture, negara lemah sehingga pengusaha besar dan orang kuat mengendalikan atau mempengaruhi legislasi, regulasi, proyek, dll.
WAHYUDIDJAFAR FILES WORDPRESS COM
Tingkatan Korupsi George Junus Aditjondro (2002)
“Korupsi Kepresidenan Oligarki Berkaki Tiga : Istana, Tangsi, dan Partai Penguasa”- membagi tingkatan korupsi menjadi tiga lapis :
• Lapis pertama : Meliputi bidang sentuh langsung antara warga (citizen) dan birokrasi/aparatur negara dibedakan : - Suap (Bribery) : prakarsa datang dari warga - Pemerasan (Extortion) : prakarsa datang dari aparat
• Lapis kedua : Meliputi lingkaran dalam (inner pusat pemerintahan :
circle) di
Nepotisme : ada hubungan darah antara aparat dengan mereka yang menerima kemudahan Kronisme : antara aparat dengan pihak penerima kemudahan tidak ada hubungan darah yg ada hubungan pertemanan Kelas Baru : mereka yg mengambil kebijakan dgn yg menerima keuntungan menjadi satu kesatuan organik, satu stratum (lapis).
Lapis ketiga : • Jejaring korupsi yg sudah terbentuk , meliputi birokrat, politisi, aparat hukum, aparat keamanan negara, perusahaan negara, dan swasta tertentu serta lembaga-lembaga hukum, pendidikan, dan penelitian yg memberikan kesan obyektif dan ilmiah pada kebijakan jejaring itu. • Jejaring bisa berlingkup regional, nasional, dan internasional.
Dampak Korupsi • In the political realm, it undermines democracy and good governance by flouting or even subverting formal processes. • Corruption in elections and in legislative bodies reduces accountability and distorts representation in policymaking; • Corruption in the judiciary compromises the rule of law; • Corruption in public administration results in the unfair provision of services.
• Korupsi lapis pertama Corruption driven by poverty; street-level corruption = korupsi kerah biru atau berseragam • Korupsi lapis kedua dan ketiga Corruption driven by greed = korupsi kerah putih atau berdasi dampak lebih besar • Korupsi street-level dibenahi dgn peningkatan gaji • Korupsi kerah putih dibenahi melalui mekanisme demokrasi, press bebas, sistem kepartaian yg sehat bukan sektarian, pemilu bersih, lembaga peradilan independen , penegakan hukum yg tegas Pelembagaan Politik
Faktor-Faktor Penyebab Korupsi 1. Faktor Kultural 2. Faktor Struktural 3. Faktor Individual
1. Faktor Kultural Fred W. Riggs : Birokrasi
Sala
Max Weber - Birokrasi Patrimonial : • Campuran antara birokrasi tradisional (feodal) dengan birokrasi modern-rasional atau Weberian (kolonial Belanda) • patrimonialisme dapat kita jumpai pada tipe “penguasa tradisional” dimana tidak ada satu peraturan pun yang memisahkan antara properti publik dan properti swasta dari penguasa dan pejabat-pejabatnya.
Riggs membagi masyarakat ke dalam tiga kelompok : Masyarakat Tradisional
Masyarakat Modern
Masyarakat Transisi
•Masyarakat agraria/diffused
- Masyarakat
- Masyarakat
•Nilai askripsi : mementingkan faktor keturunan dan partikularisme (suku, agama,adat istiadat, dsb) •Spesialisasi belum berkembang •Feodal-absolut
industri/
diffracted - Nilai prestasi/
achievement &universalisme - Spesialisasi tinggi - Sistem politik demokratis - Birokrasi rasional/Weber
prismatik - Transisi dari tradisional ke modern - Secara formal modern tapi nilai tradisi tetap masih dominan
Heterogenitas Formalisme Overlapping
• Sejarah kepemerintahan Indonesia memang tidak dimulai dari tatanan rasionaldemokratis. • Sistem kerajaan yang tidak demokratis - raja sebagai penguasa sehingga tidak bisa dibedakan antara properti negara dan properti pribadi raja membuat masyarakat menerima praktek korupsi (yang sesungguhnya merupakan penyelewengan) sebagai kewajaran.
Faktor Kultural (lanjutan) Mohtar Mas’oed (1994) 1. Tradisi pemberian hadiah sebagai bagian dari etika
sosial
dan sebagai bentuk pemenuhan kewajiban kawula kepada gustinya
ikatan keluarga dan kesetiaan parokial.
2. Pentingnya
2. Faktor Struktural : Alfiler : 1.Tingkat kompensasi/gaji PNS yang rendah. 2.Lemahnya kontrol terhadap wilayah atau bagian yang rawan korupsi 3. Kurangnya standard kinerja 4. Buruknya prosedur rekruitmen PNS 5. Terlalu banyak red tape 6. Fasilitas kerja buruk 7. Kurangnya informasi ke masyarakat 8. Ketergantungan pegawai pada atasan (patronase) 9. Lemahnya kepemimpinan birokrasi
Faktor struktural (lanjutan):
• Konsentrasi kekuasaan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik. • Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah • Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
• Lemahnya ketertiban hukum. • Lemahnya profesi hukum. • Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa. • Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil. • Tidak adanya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau "sumbangan kampanye".
Faktor struktural (lanjutan): Mohtar Mas’oed (1994): Faktor lemahnya pengawasan Yang disebabkan oleh : 1. Posisi dominan birokrasi pemerintah sebagai sumber utama barang, jasa, dan lapangan kerja dan pengatur kegiatan ekonomi 2. Dominasi negara mengerdilkan kekuatan lain dalam masyarakat
Teori ekonomi mainstream (Mainstream Economic Theory) : Korupsi lebih sering terjadi di negara yang memiliki ciri-ciri: (1). Negara memiliki peran dominan dalam bidang ekonomi, dimana sektor publik memainkan peran utama, sedangkan sektor swasta hanya memiliki peran yang sangat kecil. (2). Negara memenuhi sebagian besar produk dan jasa yang dibutuhkan masyarakat, dan hanya sebagian kecil yang disediakan oleh swasta, itupun harus melalui suatu persaingan. (3). Negara banyak mengatur masalah perekonomian. (4). Dalam mengimplementasikan peraturan negara, pejabat publik memiliki banyak kebijakan (discreationary). (5). Di dalam negara tersebut tidak ada sistem transparansi dan akuntabilitas yang dapat menekan tingkat korupsi, tidak ada aturan yang menentukan bagaimana seharusnya pasar (kegiatan ekonomi) bekerja dengan baik (Krueger, 1974).
3. Faktor Individual : • Rendahnya tingkat moral dan integritas pegawai negeri dan para pemimpin kunci Syed Husein Alatas : • Korupsi bukan disebabkan oleh tidak adanya UU atau peraturan , tapi karena faktor di luar struktur. • Jika orang korup menguasai struktur , struktur tersebut akan menjadi korup
Faktor Individual : • Greedy – mengambil keuntungan dengan mengorbankan orang banyak = bayar pajak lebih rendah, mendapatkan promosi dengan nepotisme, memenangkan tender/kontrak proyek, mendapatkan pelayanan publik lebih cepat dan menghindar dari membayar denda , dsb
• Petty excuses – permisif terhadap perilaku korup „it is common and everybody does it’ or „it is only something small and nobody is harmed‟
Korupsi : multi-faceted social problem • Korupsi didorong oleh berbagai faktor yang saling terkait satu sama lain. • Penyebab korupsi tidak cukup dianalisis hanya dari satu faktor penyebab. • Braibanti (dalam Syed Husein Alatas,1975) : “faktor-faktor itu terletak pada fakta bahwa semuanya itu tiada lain adalah elemen-elemen dalam suatu matriks ruwet tentang sebabsebab yang arti penting masing-masing berbeda menurut ruang, waktu dan keadaan sekeliling”
Faktor-Faktor Korupsi • Internal : dorongan dari dlm diri individu (keinginan/hasrat/kehendak) - willingness – Persepsi thd korupsi – Kualitas moral/integritas
• Eksternal : rangsangan dari luar (dorongan teman2/kesempatan) – opportunity – – – – –
Struktur dan kultur organisasi Sistem hukum Sistem politik Sistem sosial budaya dsb
Beritanusantara.com
Teori Korupsi : James Scott Hubungan antara “desakan korupsi” (variabel penyebab) dengan “terjadinya korupsi” (variabel akibat) tidak langsung tapi ditengahi oleh “sifat pelembagaan politik” Mohtar Mas‟oed ( 1994) “Politik, Birokrasi dan Pembangunan”
Teori Korupsi James Scott (lanjutan): • Dalam masyarakat dengan pelembagaan politik yang eksklusif (kompetisi politik dibatasi pada lapisan elit dan berdasarkan pada klik bukan isu kebijakan), maka variabel penyebab akan benar-benar mendorong terjadinya korupsi
Teori Korupsi James Scott (lanjutan): Dalam masyarakat dengan pelembagaan politik yang inklusif (adanya kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan pemerintah , adanya akuntabilitas publik, dan sangsi sosial /budaya malu ), maka dorongan korupsi bisa dikendalikan.
Teori Korupsi James Scott (lanjutan): Faktor kultural : -Nilai tradisional - Tradisi beri hadiah - Ikatan Keluarga
Faktor Struktural : -Posisi dominan birokrasi pemerintah -Pengendalian struktur kelas lain dlm masy.
Sumber : Mohtar Mas‟oed (1994)
Pelembagaan Politik : -Inklusif ? - Eksklusif ?
Tindak Korupsi
Teori Korupsi Klittgard : • Formulasi : M = Monopoly D = Discretionary A = Accountability C = Corruption Korupsi (corruption) adalah hasil dari adanya monopoli (kekuasaan) ditambah dengan kewenangan menjalankan kebijakan (discretionary) yang begitu besar tanpa adanya keterbukaan dan pertanggungjawaban (accountability)
Teori Korupsi : Ramirez Torres Rc > Pty X Prob • Rc = Reward (Result) Corruption • Pty = Penalty • Prob = Probability of being detected/caught Aparat pemerintah tergiur untuk melakukan korupsi, jika jumlah uang yang didapat dari korupsi lebih besar dari hukuman/sanksi yang diperoleh dan peluang dirinya ditangkap akibat perbuatannya (Pty).
Strategi Memberantas Korupsi (lanjutan) A.T Rafique Rahman Strategi memberantas korupsi : »Lingkungan (Environmental) : Menekankan pada aspek moral yang fokusnya meningkatkan kesadaran publik akan dampak buruk korupsi.
»Kelembagaan (Institutional) : Menekankan pada prosedur administratif , hukum atau penerapan ancaman hukuman yang tegas pada koruptor
Tipe Strategi Pemberantasan Korupsi A.T Rafique Rahman : • Hesitant-Environmental • Determined-environmental • Hesitant-insitutional • Determined-institutional Masing-masing strategi menggambarkan tingkat komitmen pemerintah yakni tindakannya lunak atau tegas (hesitant dan determined) dan preferensi pada salah satu jenis strategi (lingkungan atau kelembagaan).
Hesitant-Environmental Strategy • Strategi pemberantasan korupsi dari sisi moral yg tidak terencana atau terintegrasi dgn baik , biasanya bersifat situasional dan temporer. • Tindakan : program, kegiatan atau kampanye yang ditujukan untuk meningkatkan rasa anti korupsi. • Contoh : Kampanye anti-korupsi
Iklan Anti Korupsi
Hesitant-Environmental Strategy • Pemberantasan korupsi sbg bagian Kampanye Pemilu
DeterminedEnvironmental Strategy : • Sifat dan fokus strategi samasama menekankan pada aspek moral, namun ukuran anti korupsinya jelas dan dikembangkan secara sistematik dari berbagai kelompok sosial. • Tindakan : menanamkan nilainilai anti korupsi di berbagai lembaga dan struktur yang nonbirokratis (sekolah, keluarga, komunitas,dsb)
Hesitant- Institutional Strategy : Pemberantasan korupsi dari sisi kelembagaan dengan ukuran : Menciptakan hukum dan UU Anti Korupsi b. Mendirikan biro penampung keluhan masyarakat c. Mempelopori kampanye anti korupsi dan program pedidikan publik lewat media massa Kelemahan : Inkonsistensi dalam ukuran lembaga, prosedur dan kebijakan anti korupsi; a.
-
adanya unsur simbolisme sehingga tidak berdampak signifikan pada berkurangnya luas atau tingkat korupsi
Determined-Institutional Strategy : Ukuran pemberantasan korupsi yg sistematis dan terkoordinir untuk mendeteksi dan menghukum koruptur maupun mengeliminasi sumber penyebab korupsi. Tindakan : a. Menetapkan badan anti korupsi yang
independen b.
Sistem insentif dan hukuman
yang
tegas c. d. e.
Sistem pemerintahan yang transparan Reformasi sistem, prosedur dan praktek Mass media yg bebas sebagai media kontrol publik.
Efektivitas Strategi Pemberantasan Korupsi
Effective Anti-Corruption Programs Based on Governance Quality/Level of Corruption Incidence of Corruption
Governance Quality
Priorities of Anti-corruption efforts
High
Poor
Rule of law, institutions of participation and accountability; citizens‟ charter; limit government interventions to focus on core mandate
Medium
Fair
Decentralization & econ. policy reforms; results-oriented management & eval.; incentives for competitive service delivery
Low
Good
Anti-corruption agencies; strengthen financial management; raising public officials awareness; no bribery pledges
Sumber : Anwar Shah, World Bank. Governance and Anti-corruption.
[email protected] GOVERNANCE AND ANTICORRUPTION.pdf