1
TEOLOGI EKONOMI KONTEKSTUAL SEBAGAI RESPON TERHADAP KEMISKINAN MASYARAKAT SUKU AKIT DI PULAU RUPAT1 PDT. SAMPE WARUWU Mahasiswa Program Pascasarjana (S2) Ilmu Teologi, Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta
Abstraksi: There are contrast social phenomena being in Rupat Island i.e. (a) the phenomenon of the chronic poverty of Akit ethnic people; and (b) the phenomenon of the building of Rupat Island as an economic growth zona. Meanwhile, since 1969, HKBP, Christian Batak Protestant Church, had done Zending ministry in Rupat Island among Akit ethnic people, as known the indigeneous people. But, to face the acceleration of the change in Rupat Island, Church, as a community of the followers of Jesus Christ, had not given many attentions to the struggling of life of Akit ethnic people yet. Instead of serving the economic life of the poor people, Church had lived the paradigm of Zending milieu that Church services only the human needs of a spiritual life. By the very fact of chronic poverty and the heavy struggling of life of Akit ethnic people, Church was challenged to live her faith, to build her theology of contextual economy and to empower the poor people.
Kata-kata kunci: Akit ethnic people, chronic poverty, economic growth zona, church, HKBP, theology of contextual economy, empowerment of
the poor
people.
Seorang pendeta adalah pelayan rohani!
ekonomi
Demikianlah identifikasi dari masyarakat,
bergumul setiap hari dipahami bukanlah
jemaat dan juga kalangan pendeta sendiri
wilayah
mengenai
saya
kegiatan yang diklaim bersifat duniawi
sendiri pun memahami demikian. Seorang
tidak pantas dimasuki oleh pendeta karena
pendeta di jemaat lokal bertanggung jawab
urusan pendeta hanya kegiatan
melayani
kebutuhan
bersifat surgawi.
Tugasnya
berdoa,
kependetaan.
penggembalaan.
Dahulu,
spiritual
jemaat.
berkhotbah
Sementara
dan
kegiatan
dan
bisnis,
pelayanan
dimana
pendeta.
jemaat
Semua
yang
Pemahaman demikian
sudah tidak relevan dan signifikan lagi!
2
Sekarang, saya memahami, pendeta
kegelisahan
teologis
saya
mengenai
sejatinya berpartisipasi aktif dalam upaya
kehadiran gereja (baca: HKBP) di Pulau
pembebasan
Rupat.
atau
pemerdekaan
hidup
Sebagai
pimpinan
pelayanan
manusia yang bergumul dalam urusan-
Zending HKBP di pulau ini, saya telah
urusan duniawi. Gereja bukanlah bangunan
tinggal dan hidup bersama dengan jemaat
tempat jemaat datang dan berkumpul untuk
dan masyarakat Suku Akit selama 4 tahun
berdoa, menyanyikan lagu pujian dan
(2006-2010). Berbeda dengan jemaat di
mendengarkan khotbah. Tetapi, gereja
Gereja HKBP umumnya yang mayoritas
merupakan komunitas yang mengikuti
adalah Suku Batak, justru jemaat yang
gerakan Yesus Kristus dan yang menerima
dilayani Zending HKBP di Pulau Rupat
energi dan daya dari Allah oleh Roh Kudus
adalah warga Suku Akit. Secara historis,
untuk mentransformasi hidup baik jemaat
pelayanan Zending dari HKBP di tengah-
maupun masyarakat kepada kondisi hidup
tengah masyarakat Suku Akit telah dimulai
yang berprikemanusiaan dan bermartabat.
sejak April 1969.
Sesungguhnya, ini bukanlah sesuatu yang
pelayanan ini telah berusia 41 tahun hingga
baru. Jika hal-hal yang bersifat duniawi
tahun 2010. Ada 2 fenomena kehidupan
dipandang secara negatif sehingga dijauhi,
sehari-hari yang berlangsung di Pulau
sebaliknya, narasi-narasi Injil menegaskan,
Rupat ini, yakni: (a) Kemiskinan jemaat
bahwa dunia ini telah menjadi arena
dan masyarakat Suku Akit; dan (b)
pemberitaan
Pembangunan Pulau Rupat menjadi zona
dan
kehadiran
Kerajaan
Allah. Allah di dalam Yesus Kristus dan
Dengan demikian,
pertumbuhan ekonomi.
melalui Roh Kudus justru telah berkarya di dunia ini hingga kini. Demikian pula
1. Fenomena Kemiskinan Masyarakat
hingga
Suku Akit
akhir
zaman.
penyelenggaraan
Tidak
pelayanan
ada
Kerajaan
1.1 Masyarakat Suku Akit
Surga tanpa terlibat aktif dalam pusaran
Dari beberapa orang jemaat yang
urusan-urusan duniawi. Oleh karena itu,
sudah lanjut usia, saya memperoleh cerita
gereja menjadi alien (asing) dan mati jika
lisan mengenai sejarah Suku Akit. Dahulu,
tidak peka terhadap konteks pergumulan
para leluhur mereka tinggal di pesisir
manusia di sekitarnya dan tidak bergerak
Sungai Siak, wilayah Kerajaan Siak yang
untuk
dirajai oleh Raja Sri Indrapura. Di daerah
mereduksi
atau
mengatasi
tersebut, mereka merasa terancam karena
pergumulan hidup itu. Sehubungan membuat
tulisan
itu,
saya
adanya gangguan dari binatang buas
berangkat
dari
seperti gajah dan harimau. Lalu, mereka
dengan ini
3
meminta kepada sang raja supaya diijinkan
hutan) tinggal di daerah hutan (di atas
pindah
Suku Akit). Mereka ini dikenal sebagai
ke
daerah
baru.
Sang
raja
mengijinkan dengan syarat, mereka harus
Suku Hutan. Setiap suku dipimpin oleh seorang
mencari dan menyediakan banyak kayu yang diperlukan untuk pesta pernikahan
Batin,
putrinya. Syarat tersebut diterima oleh para
karisma dari roh para leluhur. Seorang
leluhur, dan mereka pun mencari daerah
Batin menjadi pemersatu warga demi
hutan yang penuh dengan kayu-kayu.
kesinambungan adat istiadat dan upacara
Akhirnya,
dan
keagamaan, yang diyakini berasal dari roh
memasuki Pulau Rupat yang belum dihuni
para leluhur. Jadi, sejak awal masyarakat
manusia. Mereka melakukan pekerjaan
pribumi ini sangat terikat pada adat istiadat
secara
dan upacara keagamaan mereka yang
mereka
bergotong
menemukan
royong
dengan
orang
yang
secara
diakui
mendapat
membentuk tiga kelompok kerja, yakni: (1)
diadakan
Penebang kayu; (2) Pengangkut dan
pernikahan, penyembuhan orang sakit, dan
perakit kayu; (3) Peretas / pembersih
penguburan orang yang meninggal dunia.
sungai sebagai jalur kayu-kayu yang sudah
Jabatan Batin ini diturunkan kepada putra
dibentuk seperti rakit. Demikianlah syarat
sang Batin setelah sang Batin meninggal
sang raja dapat dipenuhi oleh para leluhur
dunia. Oleh karena seorang Batin sangat
mereka. Ketika sang raja mempertanyakan
berpengaruh
daerah mana yang mereka (para leluhur)
pemerintah menetapkan seorang Batin
pilih sebagai tempat tinggal baru, para
sebagai kepala desa. Misalnya, Kepala
leluhur memilih Pulau Rupat.
Desa Hutan Panjang, sekitar tahun 1990-
bagi
massal,
warganya,
seperti
maka
Setelah para leluhur berada di
an, adalah seorang Batin. Batin juga
Pulau Rupat, mereka menetapkan kawasan
dibantu oleh beberapa bomo (dukun)
tempat tinggal mereka sesuai dengan
dalam acara penyembuhan orang sakit dan
wilayah kerja dari setiap kelompok kerja di
penguburan orang yang meninggal dunia.
atas. Kelompok ketiga (peretas / pembuat
Seiring dengan berjalannya waktu,
jalur kayu yang sudah dirakit) tinggal di
masyarakat pribumi menyebut diri mereka
tepi pesisir
pantai. Mereka ini dikenal
sebagai Suku Akit. Masyarakat pendatang
sebagai Suku Hatas. Kelompok kedua
pun mengenal masyarakat pribumi ini
(pengangkut dan perakit kayu) tinggal di
demikian.
daerah pedalaman (di atas Suku Hatas).
tersebut, ada pergumulan hidup manusia
Mereka dikenal sebagai Suku Akit. Dan,
yang
kelompok pertama (penebang kayu di
punahnya
Namun,
sangat
di
balik
memprihatinkan,
eksistensi
komunitas
sebutan
yakni Suku
4
Kepunahan eksistensi dua suku dari
Hutan dan Suku Hatas di Pulau Rupat dan juga
dari
sejarah
dunia.
Eksistensi
masyarakat pribumi ini, yakni Suku Hatas
masyarakat pribumi ini sangat berkaitan
dan
erat
ketidakmampuan mereka bertahan hidup
dengan
kepemilikan
tanah.
Dan
Suku
Hutan,
kemampuan mereka untuk tetap memiliki
masalah
kawasan tempat tinggal mereka sangat
komunitas Suku Hutan yang jauh berada
berkaitan erat dengan kemampuan mereka
di dalam hutan menyebabkan warga dari
bertahan
komunitas ini dalam waktu yang sangat
hidup
terhadap
ancaman
kemiskinan.
memperlihatkan
Kawasan
dari
lama sulit bergaul dengan masyarakat di
kemiskinan. Bagi masyarakat pribumi ini, tanah
luar kawasan tersebut. Kesulitan demikian
mempunyai nilai spiritual dan ekonomis.
pun mengondisikan mereka hidup dalam
Tanah mempunyai nilai spiritual, karena
kemiskinan yang terisolasi atau jauh dari
tanah
suku
perhatian pemerintah setempat. Akhirnya,
merupakan kawasan yang telah dipilih dan
sejumlah keluarga—berdasarkan informasi
diwariskan
dari
tempat
tinggal
oleh
para
setiap
leluhur sendiri
beberapa
jemaat
setempat—
kepada mereka. Di kemudian hari, warga
melakukan perpindahan keluar dari Pulau
dari setiap suku secara bergotong royong
Rupat dan tinggal di daerah Bengkalis. Beda
memperluas lahan kawasan mereka yang
halnya
dengan
warga
diperuntukkan bagi anak cucu mereka.
komunitas Suku Hatas. Kawasan mereka
Meskipun para leluhur telah meninggal
disebut berada di Desa Titi Akar, mulai
dunia, tetapi mereka meyakini bahwa roh
dari pesisir pantai hingga ke Dusun Hutan
para leluhur itu tetap hidup bersama
Ayu. Perubahan sosial sangat kentara di
dengan mereka di kawasan tersebut. Itu
kawasan ini. Pada tahun 2006, ketika saya
sebabnya,
berusaha
pertama kali hadir di Pulau Rupat melalui
mempertahankan tanah warisan, karena
pelabuhan di Desa Titi Akar ini, saya
dengan demikian hubungan mereka dengan
mengamati kondisi sosial tersebut. Mulai
roh-roh para leluhur dan orang tua yang
dari pelabuhan hingga ke Dusun Hutan
telah
tetap
Ayu, dusun yang bersebelahan dengan
terpelihara. Di samping nilai spiritual,
Dusun Sungai Bantal (bagian dari Desa
tanah juga mempunyai nilai ekonomis,
Hutan Panjang), mayoritas penduduknya
karena di atas tanah tersebutlah mereka
adalah
menjalani
Tionghoa, Melayu, Jawa, dan Batak.
mereka
meninggal
dunia
kehidupan
mencari nafkah.
akan
sehari-hari
dan
para
etnis
pendatang
seperti
Sedangkan warga dari Suku Hatas menjadi minoritas.
Di kawasan ini, warga dari
5
etnis Tionghoa menguasai kegiatan bisnis
harga 2 ha tanah nilainya Rp. 6 juta hingga
dan pertanian. Mereka memiliki toko atau
Rp. 8 juta. Ketika aset tanah sudah habis,
kedai, klenteng, hotel, perkebunan kelapa
masing-masing keluarga mencari daerah di
sawit ribuan hektar dan beberapa rumah
Pulau Rupat yang belum dimiliki manusia.
burung walet berupa bangunan bertingkat.
Umumnya, mereka yang pindah ini tinggal
Warga dari etnis Jawa, Melayu dan Batak
di hutan yang jauh dari ruang publik.
bekerja sebagai polisi dan militer di pos
Adapun sejumlah keluarga dari Suku Hatas
polisi dan militer di pelabuhan, sebagai
ini yang masih tinggal di Desa Titi Akar,
dokter dan perawat di Rumah Sakit dan
bukanlah karena mereka lebih sanggup
Puskesmas, sebagai guru di beberapa
berkompetisi dan mampu bertahan hidup.
sekolah, berjualan di pasar, sebagai petani
Mereka juga hidup dalam kemiskinan.
di perkebunan karet dan kelapa sawit
Mereka tidak pindah karena seiring dengan
dimana masing-masing keluarga memiliki
perjalanan waktu, semakin sulit mencari
beberapa hektar di kawasan ini. Sedangkan
daerah yang tidak dimiliki manusia. Satu-satunya
warga dari Suku Hatas ini bekerja petani di
komunitas
yang
perkebunan karet dan buruh di perkebunan
masih ada hingga hari ini adalah komunitas
kelapa sawit serta nelayan.
Suku Akit. Warga sisa dari kedua suku
Dari tahun ke tahun, jumlah warga
yang sudah punah bergabung dengan Suku
dari Suku Hatas di kawasan warisan
Akit. Demikianlah masyarakat pribumi ini
leluhur mereka ini semakin berkurang.
dikenal sebagai Suku Akit. Kawasan Suku
Mereka tidak mampu berkompetisi dengan
Akit ini berada di Desa Hutan Panjang.
warga pendatang. Secara ekonomi mereka
Akses menuju desa ini dari pelabuhan
miskin dan terjebak dalam perangkap
relatif lebih mudah daripada kawasan Suku
kemiskinan. Kemiskinan telah memaksa
Hutan. Juga, perubahan sosial belum
mereka untuk menjual tanah warisan
kentara seperti di Desa Titi Akar. Tetapi,
supaya dapat memenuhi kebutuhan hidup
kondisi
sehari-hari, tuntutan adat istiadat dan
memperlihatkan
upacara keagamaan. Keputusan demikian
memprihatinkan. Kondisi yang demikian
justru
semakin kentara dengan adanya usaha
semakin
Kondisi menjadi
mereka
memiskinkan yang
keuntungan
mereka.
miskin
justru
bagi
warga
pendatang, karena hanya warga pendatang
hidup
mereka
setiap
kemiskinan
hari yang
percepatan pembangunan Pulau Rupat.
1.2 Konteks Kemiskinan yang Parah
yang
Berkaitan dengan kenyataan hidup
ditawarkan. Di tahun 2007, misalnya,
masyarakat Suku Akit di Pulau Rupat, saya
yang
sanggup
membeli
tanah
6
berkesimpulan, bahwa mereka hidup di
dengan kemiskinan seluruh masyarakat
2
yang tinggal di desa dan kota dari wilayah
konteks
Provinsi Riau. Kenyataan kemiskinan versi
dalam kemiskinan yang parah. Pieris menegaskan,
bahwa
selain
kemajemukan agama-agama, satu lagi
pemerintah
konteks besar di Asia dimana gereja-gereja
disampaikan oleh
Kristen berada adalah kemiskinan yang
Statistik
parah. Menurutnya, kemiskinan yang parah
Manaf, sebagai berikut:4 (lihat tabel 2)
menunjuk
Berkaitan dengan kedua data di atas,
orang
pada
miskin
kenyataan sebagai
banyaknya akibat
dari
di
wilayah
Prov.
Riau
Kepala Badan Pusat
(BPS)
Riau,
Abdul
tanggapan saya adalah sebagai berikut: 1) Data-data tersebut tidak akurat dan tidak
“kemiskinan yang dipaksakan”. Di dalam uraian Pieris tersebut, ada
mengungkapkan
kenyataan
yang
dua hal yang perlu digarisbawahi, yakni (a)
sesungguhnya. Data statistik mengenai
kenyataan banyaknya orang miskin; (b)
kemiskinan di atas memperlihatkan
kemiskinan yang dipaksakan, yang berarti
bahwa kemiskinan semakin berkurang
bahwa ada penyebab besar di luar diri
dari tahun ke tahun. Pembuatan data-
orang miskin itu sendiri yang memaksa
data itu sarat dengan usaha pencitraan
mereka menjadi miskin, yaitu struktur
diri atau pretasi pemerintah. Data-data
politik, ekonomi dan sosial yang tidak adil.
mengenai kemiskinan dipolitisasi.
(a)
Kenyataan
Banyaknya
Orang
2) Data statistik mengenai kependudukan didasarkan pada kepemilikan Kartu
Miskin Berapa banyak jumlah penduduk
Tanda Penduduk (KTP). Masyarakat
masyarakat Suku Akit di Pulau Rupat?
Suku Akit banyak yang tidak memiliki
Berapa banyak dari antara mereka yang
KTP. Itu berarti selama tidak memiliki
miskin?
KTP,
Sejujurnya,
belum
ada
data
sesungguhnya
mereka
tidak
statistik dari pemerintah khusus mengenai
dihitung sebagai warga Indonesia dan
masyarakat
kemiskinan mereka pun diabaikan. Hal
Suku
diperhitungkan
Akit.
dari
ini terungkap pada saat pembagian
keseluruhan penduduk di Pulau Rupat.
Beras Miskin (raskin) dan Bantuan
Data statistik kependudukan yang dapat
Langsung Tunai (BLT) yang sebenarnya
ditemukan adalah data pada tahun 2007
merupakan hak warga miskin. Tetapi,
mengenai penduduk yang tinggal di Pulau
banyak masyarakat Suku Akit yang
Rupat.3 (lihat tabel 1)
miskin tidak mendapatkan hak mereka
Data
statistik
sebagai
Mereka bagian
mengenai
masyarakat Suku Akit
kemiskinan
pun disatukan
karena tidak memiliki KTP.
7
3) Tentu saja masyarakat miskin yang
Secara kuantitatif, data-data di atas
belum memiliki KTP ini ingin sekali
dari pemerintah tidak bisa mengungkapkan
memiliki KTP. Memang pemerintah
kondisi riil fenomena kemiskinan yang
mengatakan bahwa KTP itu gratis,
dialami masyarakat Suku Akit. Oleh karena
tetapi tidak demikian di Pulau Rupat.
itu, secara kualitatif saya mencoba untuk
Pembuatan KTP hanya dapat diproses
mendeskripsikan hasil pengamatan saya
oleh aparat pemerintah di tingkat desa,
selama
kecamatan dan kabupaten jika setiap
kemiskinan yang parah yang dialami oleh
keluarga
masyarakat
sudah
memiliki
Kartu
4
tahun
mengenai
Suku
fenomena
Akit.
Untuk
Keluarga (KK). Proses pembuatan KK
mendeskripsikannya, saya memakai teori
dan KTP di pulau ini membutuhkan
Robert Chambers, “Rural Development:
waktu yang lama dan biaya yang mahal.
Putting the Last First” (1983), yang telah
Sementara KK setiap tahun selalu
dikutip dan dikembangkan oleh Myers.
berganti
modelnya.
Robert Chambers menegaskan, bahwa
Nampaknya, pembuatan KK dan KTP
kaum miskin hidup sebagai kelompok
ini telah menjadi “mesin penghasil
yang
uang”
Chambers membuat dan menyebutkan 5
warna
bagi
Setidaknya,
dan
aparat biaya
pemerintah. yang
harus
tidak
elemen
beruntung.
“poverty
Lalu,
trap”
Robert
(perangkap
dikeluarkan setiap orang yang ingin
kemiskinan) yang dialami rumah tangga
memiliki KTP adalah Rp.200.000,-. Di
(lihat poin 1-5).
samping penggunaan KTP ini hanya
menambahkan satu elemen lain yakni
sekitar Pulau Rupat saja, masyarakat
spiritual poverty.5
Suku Akit yang miskin ini tidak
Myers
bersedia
elemen di dalam sistem “poverty trap”
mengurus
KK
dan
KTP
Selanjutnya, Myers
menambahkan,
berhubungan
setiap
disebabkan biaya yang sangat mahal
tersebut
dan birokrasi yang bertele-tele.
memperkuat satu sama lain. Jika satu
4) Data statistik mengenai kependudukan
saling
bahwa
dan
elemen bermasalah maka elemen-elemen
dan kemiskinan itu tidak akurat karena
lainnya
banyak dari warga Suku Akit yang
menghasilkan kemiskinan.6
juga
bermasalah
yang
tinggal terisolasi atau jauh dari ruang-
Fenomena kemiskinan yang parah
ruang publik (jalan umum, rumah sakit,
masyarakat Suku Akit adalah sebagai
sekolah, pasar, kantor desa). Mayoritas
berikut:
mereka tidak didata sebagai penduduk
(a) Material poverty: Mereka rentan
resmi.
tersingkir
karena
tidak
mampu
8
desakan
Selain tidak cukup melunasi utang,
pembangunan Pulau Rupat sebagai
penghasilan dari jerih payah mereka
zona pertumbuhan ekonomi. Mereka
bekerja ternyata juta tidak cukup untuk
menjual
mengatasi
memenuhi
kebutuhan
tiap
kemiskinan mereka, misalnya supaya
membiayai
kesehatan,
membiayai
ada biaya untuk mengobati keluarga
pendidikan putra-putri mereka, dan
yang sakit, menikahkan anak, atau
juga
mengadakan adat istiadat penguburan
istiadat mereka.
bertahan
hidup
tanah
terhadap
untuk
membiayai
pelaksanaan
hari,
adat
orang tua yang meninggal dunia.
(b) Physical weakness: Mereka rentan
Tetapi, pilihan itu justru semakin
menderita penyakit yang parah, karena
memiskinkan
tenaga mereka yang terkuras saat
mereka.
Kemiskinan dari
bekerja tidak diimbangi dengan asupan
komunitas Suku Hutan dan Suku Hatas
gizi yang cukup. Anggota keluarga
memutuskan
meninggalkan
yang sakit tidak dibawa berobat, karena
tanah warisan leluhur dan pindah di
mereka tidak mempunyai uang yang
daerah yang belum dimiliki manusia.
cukup.
Keputusan untuk pindah di daerah baru
kesembuhan, biasanya mereka selalu
belakangan
mendahulukan
telah
menyebabkan
warga
untuk
ini
tidak
lagi
Dalam
ritual
mengupayakan
penyembuhan
masyarakat
yang dipimpin oleh bomo (dukun).
miskin yang sudah tidak memiliki
Tuan rumah harus menyediakan dana
tanah, karena hampir seluruh tanah
yang relatif banyak untuk membayar
daratan telah dimiliki oleh manusia di
jasa sang bomo dan menyediakan
Pulau Rupat. Rumah mereka umumnya
makanan-minuman bagi semua tamu
adalah rumah kayu yang berukuran
yang hadir dan tinggal di rumah tuan
rata-rata 6 M x 6 M, atap daun rumbia
rumah selama beberapa hari. Jika sang
dan dihuni banyak orang (sekitar 6-8
bomo gagal, maka orang yang sakit itu
orang). Mereka mengonsumsi air hujan
dibawa berobat kepada perawat /
yang ditampung. Sedangkan di musim
dokter. Tentu saja kondisi orang yang
kemarau, mereka mengonsumsi air
sakit semakin parah, bahkan tidak
sumur yang sebenarnya tidak layak
jarang sejumlah orang sakit akhirnya
diminum.
meninggal dunia. Umumnya, orang tua
memungkinkan
bagi
Sanitasi rumah tangga keluarga
yang sudah berusia 50 tahun sudah
memiliki utang di 2 atau 3 kedai / toko
sakit-sakitan dan menjadi tanggungan
buruk.
Hampir
setiap
untuk memenuhi kebutuhan setiap hari.
9
(c)
anggota keluarga yang masih mampu
istiadat dan upacara keagamaan sangat
bekerja.
berarti
Isolation:
Umumnya,
pemukiman
bagi
melaksanakan
mereka.
Untuk
keduanya,
mereka
mereka jauh dari jalan umum, mereka
terpaksa menjual tanah, bahkan juga
tinggal dekat pada atau dalam hutan,
berutang.
tempat tinggal mereka jauh dari akses
mengadakan adat istiadat dan upacara
terhadap pasar, sekolah, kantor kepala
keagamaan,
desa,
balai
orang tua yang meninggal dunia, harus
pengobatan. Tidak banyak dari mereka
menyediakan dana yang cukup banyak,
memakai listrik, karena jauh dari lokasi
karena banyak tamu yang harus diberi
pembangkit listrik. Umumnya, mereka
makan dan minum. Para tamu yang
memakai lampu dinding, karena tidak
datang pun tinggal bersama dengan
mampu membiayai pemakaian ginset.
tuan rumah selama 2 hari 2 malam. Itu
Keluarga yang mempunyai ginset pun
berarti para tamu itu pun tidak bekerja
hanya memakainya selama 3-4 jam di
untuk menghasilkan uang. Kondisi
malam hari. Masih banyak badan jalan
tersebut menyebabkan orang tua tidak
umum di pemukiman mereka belum
mampu membiayai pendidikan anak-
diaspal sehingga selama musim hujan
anak mereka minimal sekolah dasar.
jalan penuh dengan lumpur dan di
Akibatnya,
musim kemarau penuh dengan abu.
pemuda/i
Kondisi
pendidikan yang memenuhi syarat
rumah
jalan
sakit
rusak
atau
menyebabkan
Tuan
rumah
misalnya
banyak mereka
penguburan
anak-anak tidak
memiliki
sebagai
lahan kelapa sawit atau karet, terpaksa
pekerja di perusahaan-perusahaan yang
mengeluarkan
akan berdiri di pulau ini.
pengangkutan
negeri
dan
beberapa keluarga yang mempunyai
biaya
pegawai
yang
maupun
penghasilan
(e) Powerlessness: Mereka tidak berdaya
mereka tetap tidak cukup membayar
untuk menolak undang-undang yang
utang di kedai / toko.
melarang
yang
besar
sehingga
pembalakan.
Kegiatan
(d) Vulnerability: Mereka tidak memiliki
pembalakan merupakan sumber nafkah
tabungan, karena hasil kerja mereka
yang banyak dilakukan kaum laki-laki
dipergunakan
mencicil
dewasa dari masyarakat Suku Akit.
Mereka rentan
Pemerintah memberlakukan undang-
sekali untuk menjadi miskin, karena
undang tanpa mencari solusi yang baik
keadaan yang memaksa mereka harus
bagi masyarakat Suku Akit yang
mengeluarkan uang yang banyak. Adat
menjadi korban. Sementara, mereka
pembayaran
untuk utang.
10
sendiri menyaksikan beberapa pemilik
bukan Suku Akit lebih memprioritaskan
modal
aparat
kemajuan etnis mereka masing-masing.
pemerintah dan kepolisian melakukan
(f) Spiritual poverty: Meskipun mereka
dibiarkan
oleh
selalu
telah menjadi warga dari agama Kristen
menjadi pihak yang dirugikan dan
atau Budha, mereka tetap melakukan
diabaikan oleh pemerintah. Misalnya,
upacara keagamaan tradisional mereka.
pembangunan jalan, sekolah, rumah
Di dalam setiap pelaksanaan
sakit, dll, di atas tanah mereka tidak
istiadat
pernah diberikan ganti rugi. Tidak ada
penyembahan
ganti rugi dari pemerintah. Mereka
leluhur.
Ketaatan
tidak berdaya untuk menolak hadirnya
istiadat
dan
PT. RAPP, yakni perusahaan pembuat
merupakan
kertas yang menguasai puluhan ribu
dengan para leluhur. Mereka berharap
hektar lahan untuk penanaman pohon
roh-roh para leluhur dan juga roh dari
bahan baku kertas di dekat kawasan
orang
pemukiman mereka. Penguasaan lahan
menjaga
dan
yang direstui pemerintah itu telah
dengan
banyak
membatasi perluasan lahan pemukiman
dengan itu pula, fenomena kerasukan
dan perkebunan warga Suku Akit.
dipahami sebagai kedekatan roh-roh
Mereka rentan tertipu oleh beberapa
leluhur pada seseorang. Orang yang
pemilik modal yang menjanjikan akan
dirasuki itu telah dipilih roh-roh para
memberikan hasil pengolahan lahan-
leluhur menjadi bomo (dukun) yang
lahan yang dipinjamkan mereka kepada
membantu penyembuhan orang sakit.
pemilik modal. Hasil yang dijanjikan
Kemiskinan
tidak pernah diberikan. Malahan lahan-
menyebabkan mereka merasa minder,
lahan mereka dirampas oleh pemilik
kecil, lemah, tidak berharga. Interaksi
modal yang didukung oleh pemerintah
dengan etnis lain pun terbatas. Mereka
mulai dari desa hingga kabupaten.
cenderung curiga dan menjaga jarak
Masyarakat Suku Akit tidak berdaya
terhadap etnis lain, apalagi pendatang
untuk menuntut para pemilik modal
baru.
pembalakan
liar.
Mereka
pun
tetap
diadakan
kepada
tua
yang
para
melakukan
adat
keagamaan
relasi
meninggal
memberkahi rejeki.
yang
kurang ditanggapi. Aparat pemerintah desa hingga kabupaten yang mayoritas
mereka
dunia mereka
Sehubungan
mereka
yang curang itu. Aspirasi mereka dalam rapat pertemuan di tingkat desa
ritual
roh-roh
upacara
ekspresi
adat
(b) Kemiskinan yang Dipaksakan
alami
11
Mengapa warga Suku Akit miskin?
Ketika penghasilan
sudah
habis,
Menurut saya, ada dua faktor penyebab
maka mereka kembali ke dalam
kemiskinan mereka:
hutan untuk membalak. Jadi, hidup
(i) Faktor internal, yakni dari diri
sangat santai dan tidak berorientasi
mereka sendiri. Jika ditelurusi pada
ke
sejarah keberadaan mereka di Pulau
menabung
Rupat,
bahwa
mendukung pendidikan anak-anak
masyarakat Suku Akit itu adalah
mereka. Pendidikan tidak menjamin
penduduk yang pindah dari pesisir
mereka beroleh penghasilan besar
Sungai Siak. Mereka hidup secara
seperti pekerjaan membalak di dalam
komunal yang dipimpin oleh seorang
hutan. Itu sebabnya, UU anti illegal
Batin. Kegiatan kerja didasarkan
logging merupakan ancaman dari
pada petunjuk sang Batin dan bomo
mereka. Meskipun demikian, mereka
(dukun). Sebelum mereka beralih ke
tidak langsung menaati UU tersebut.
pertanian (mengalihfungsikan tanah
Beberapa
jadi lahan perkebunan karet dan
melakukan pembalakan dan mereka
kelapa sawit), penghasilan utama
ditangkap dan dipenjarakan oleh
mereka adalah membalak kayu di
polisi.
dalam hutan. Kaum laki-laki yang
mencoba
dipandang mampu bekerja umumnya
warisan leluhur yang sudah lama
melakukan pekerjaan ini. Setelah
menjadi
mereka membalak di dalam hutan
membuat ladang padi, perkebunan
selama 2 minggu dan kayu-kayu
karet dan kelapa sawit. Tetapi, semua
yang mereka hasilkan dijual kepada
lahan tersebut kurang dikelola dan
toke (pemilik modal yang selanjutnya
dipelihara dengan
menjual kayu-kayu itu ke Malaysia
penghasilan
dan Singapura), mereka kembali ke
untuk memenuhi kebutuhan setiap
kampung untuk beristrahat. Dalam
hari.
waktu
singkat,
dan upacara keagamaan menuntut
kegiatan
mereka harus mengeluarkan banyak
pembalakan ini cukup membayar
uang. Dan, para tamu yang datang
utang di kedai, membeli kebutuhan
pada
hidup setiap hari, dan berfoya-fota
penyembuhan
seperti
pemberangkatan
dapat
yang
penghasilan
minum
dikatakan,
relatif dari
minuman
keras.
masa
depan. dan
Mereka tidak
orang
Secara
lahan
berminat
dari
mereka
terpaksa,
mengolah
tidak
mereka
tanah-tanah
“tidur”.
baik
Mereka
sehingga
mereka tidak
cukup
Di samping itu, adat istiadat
pesta
pernikahan, dan orang
ritual upacara yang
12
meninggal dunia, pun tidak bekerja
masyarakat Suku Akit. Ironisnya,
di
Kebiasaan-
sejumlah pemilik modal melakukan
turut
pembalakan hutan ternyata didukung
ladang
mereka.
kebiasaan
demikian
memiskinkan mereka.
oleh
aparat
kepolisian
pemerintah, dan
aparat
militer.
Dapat
yakni struktur-
dikatakan, bahwa UU tersebut hanya
struktur politik, ekonomi dan sosial
berlaku kepada masyarakat lemah,
di luar diri warga Suku Akit sendiri.
tetapi tidak bagi para pemilik modal.
Struktur-struktur tersebut berpotensi
Struktur ekonomi, bahwa meskipun
membuat mereka ketergantungan dan
Suku
tidak berdaya.
Berkaitan dengan
pribumi
kondisi ini, Banawiratma dan Muller
seluruh
kegiatan
menyatakan:7
dikuasai
oleh
(ii) Faktor eksternal,
“…paling berat dalam semua kemiskinan yaitu pengalaman ketidakberdayaan dan ketergantungan. Orang miskin hidup bagaikan penjara dengan tembok tinggi yang tak bisa dilampaui, bahkan melihat ke luar pun tidak mungkin. Mereka hidup dalam keadaan terbelenggu hampir tanpa harapan. Mereka tak ada pengalaman selain kemiskinan. Mereka tak punya pendidikan yang bisa membuka mata, mereka tak punya kuasa dan koneksi, mereka tak punya modal. Dan kalau mereka berusaha maju, maka hampir pasti akan terkena macam-macam halangan dan rintangan”.
Akit
adalah
di
Pulau
masyarakat Rupat,
tetapi
perdagangan
warga
pendatang
(seperti China, Jawa, Melayu, Nias). Merekalah yang menentukan harga. Mereka
tidak
masyarakat
Suku
peduli
apakah
Akit
memiliki
kemampuan daya beli atau tidak. Nyatanya, hampir semua keluarga Suku
Akit
memiliki
beberapa kedai membayar
/
utang
utang
toko. dengan
di
Mereka hasil
perkebunan mereka seperti karet dan kelapa sawit. Harga pun ditentukan oleh pemilik kedai / toko dengan
Struktur politik, misalnya, dimana
sewenang-wenang.
pemerintah memberlakukan UU anti
mereka
pembalakan
telah
perangkap utang. Struktur sosial, ada
menghancurkan kehidupan ekonomi
gap yang lebar antara masyarakat
masyarakat Suku Akit di Pulau
Suku Akit dengan warga pendatang.
Rupat. Pemerintah yang notabene
Secara ekonomi warga pendatang
bermaksud
lebih mapan daripada masyarakat
hutan,
liar
mencegah
tidak
keputusannya
peduli
kerusakan bahwa
mengorbankan
Suku
tetap
Akit.
Akibatnya, berada
Mayoritas
dalam
aparat
pemerintah desa pun adalah warga
13
pendatang.
Dengan
demikian,
(a) Pulau
Rupat
merupakan
pulau
pergumulan hidup masyarakat Suku
terluar Indonesia yang berhadapan
Akit kurang seringkali diabaikan
dengan Selat Malaka. Pulau terluar
karena aparat pemerintahan desa
ini perlu dibangun dalam rangka
lebih memprioritaskan pembangunan
pertahanan Indonesia.
di daerah pemukiman mereka. Itu
(b) Pulau Rupat berada di persilangan
sebabnya, dusun-dusun yang dihuni
antara Malaysia dengan Singapura.
warga pendatang jauh lebih maju
Posisi strategis ini sangat potensial
dibandingkan
menjadikan Pulau Rupat sebagai
dusun-dusun
yang
dihuni mayoritas masyarakat Suku
daerah pertumbuhan ekonomi.
Terlebih lagi, pembangunan
(c) Pulau Rupat menjadi satu-satunya
percepatan Pulau Rupat sebagai zona
pulau yang dapat dikembangkan
pertumbuhan
sebagai
Akit.
ekonomi
semakin
daerah
pertumbuhan
kesenjangan
ekonomi di Provinsi Riau, seperti
ekonomi dan sosial antara warga
Pulau Batam (bagian dari Provinsi
pendatang dan
Kepulauan Riau).
memperlihatkan
masyarakat
Suku
Masyarakat Suku Akit yang
(d) Pulau Rupat mempunyai pantai
lemah justru semakin lemah dan
putih sepanjang 17 KM yang
rentan terpinggirkan, sementara para
berhadapan langsung dengan Selat
warga
Malaka,
Akit.
pendatang
menghadapi
lebih
perubahan
di
siap Pulau
jalur
lalu
lintas
perdagangan internasional. Oleh karena itu, Pulau Rupat sangat
Rupat.
potensi menjadi daerah pariwisata. 2.
Fenomena Pembangunan Pulau
Rupat
sebagai
Zona
Pertumbuhan
pemerintah (tingkat pusat dan daerah) untuk membangun Pulau Rupat sebagai
Ekonomi Rencana membuat
Beberapa upaya yang dilakukan oleh
pemerintah
Pulau
Rupat
untuk
sebagai
zona
zona pertumbuhan ekonomi, adalah: (a) Pemerintah memberlakukan UU
pertumbuhan ekonomi, sebenarnya telah
anti-pembalakan
lama dibuat. Tetapi, realisasi dari rencana
undang ini ternyata hanya berlaku
itu
bagi
semakin
belakangan
gencar
pada
10
tahun
ini. Ada beberapa alasan
pembangunan Pulau Rupat:
liar.
masyarakat
Undang-
lemah
seperti
masyarakat Suku Akit agar tidak melakukan pembalakan di hutan. Nyatanya,
banyak
hutan
yang
14
dahulu adalah lahan “tidur” telah
dimaksudkan untuk mempercepat
dikuasai oleh para investor. Jadi,
pertumbuhan ekonomi.
undang-undang hendak
ini,
nampaknya,
memperuntukkan
hutan
3. Korelasi di Antara Kedua Fenomena Ada 2 fenomena yang sangat
untuk kepentingan para investor. (b) Program
transmigrasi.
Pada
penting
untuk
diperhatikan.
Pertama,
tanggal 25 Juni 2009, Menteri
fenomena kemiskinan yang parah sebagai
Tenaga Kerja dan Transmigrasi,
pergumulan hidup masyarakat Suku Akit
Eman
telah
di Pulau Rupat. Kemiskinan tersebut harus
Program
direduksi dan diatasi. Kedua, fenomena
transmigrasi Kota Terpadu Mandiri
percepatan pembangunan Pulau Rupat
(KTM). Program ini diperuntukkan
sebagai
bagi keluarga-keluarga miskin yang
Sejatinya,
ada di Bengkalis dan Riau secara
merupakan
umum
yang
mereduksi atau mengatasi kemiskinan
didatangkan dari Pulau Jawa. KTM
masyarakat Suku Akit. Oleh karena itu,
tersebut meliputi 5 desa di Pulau
patut dipertanyakan: apakah pemerintah
Rupat yang secara umum dihuni
sungguh-sungguh
oleh masyarakat Suku Akit. Itu
memaksudkan
berarti
untuk
Suparno,
mencanangkan
serta
keluarga
lahan-lahan
“tidur”
di
zona
pertumbuhan
ekonomi.
pembangunan solusi
yang
tersebut tepat
memiliki pembangunan
pembebasan
Akit
niat tersebut
pemerdekaan
kawasan masyarakat Suku Akit
masyarakat
akan dikelola oleh keluarga peserta
kemiskinan? Nyatanya, secara historis,
program transmigrasi.
pemerintah
Program
Suku
atau
untuk
tidak
dari
penjara
sungguh-sungguh
transmigrasi KTM juga akan dikuti
berpihak kepada masyarakat Suku Akit
dengan pembangunan pabrik gula
yang lemah dan miskin ini. Pemerintah
lengkap
perkebunan
mulai dari tingkat desa hingga ke tingkat
tebunya. Lahan yang disediakan
pusat lebih berpihak kepada kelompok
untuk program transmigrasi itu
masyarakat yang lebih siap ikut serta di
adalah seluas 2.300 hektar.8
dalam perubahan di Pulau Rupat, yakni
dengan
(c) Pemerintah Indonesia dan Malaysia
warga pendatang dan para investor. Selain
akan membangun jembatan yang
memperlihatkan kemiskinan yang parah
menghubungkan
dari masyarakat Suku Akit, percepatan
Rupat-Dumai.
Malaka-Pulau Jembatan
ini
pembangunan
tersebut
juga
semakin
memperlihatkan kesenjangan ekonomi dan
15
sosial
antara
masyarakat
warga
Suku
pendatang
Akit.
Saya
dan
sendiri
tetapi sangat sangar terhadap masyarakat Suku Akit yang miskin.
mendengarkan keluhan dari warga Suku Akit betapa mereka sangat apatis dan
4. Teologi Ekonomi yang Kontekstual
pesimis memandang masa depan mereka
di Pulau Rupat Kondisi pergumulan hidup di atas
sebagai invidu, keluarga dan komunitas di
menuntut gereja harus memiliki teologi
Pulau Rupat. dari
eokonomi yang kontekstual. HKBP sendiri
pembangunan tersebut? Saya mengamati,
sebagai gereja yang melakukan pelayanan
bahwa masyarakat pendatang dan para
Zending sejak April 1969 di Pulau Rupat
investor
percepatan
belum memiliki teologi ekonomi yang
memiliki
kontekstual. Sebenarnya, selain pelayanan
Siapa
yang
sangat
pembangunan
diuntungkan
menikmati itu.
Mereka
sejumlah kesiapan untuk berkompetisi
gerejawi,
HKBP
pada perubahan situasi menuju Pulau
pelayanan di bidang pendidikan sekolah
Rupat sebagai zona pertumbuhan ekonomi.
dasar
Mereka memiliki modal yang cukup untuk
pelayanan tersebut menjadi rutinitas yang
membeli tanah-tanah masyarakat Suku
sama sekali tidak menolong masyarakat
Akit. Di samping itu, mereka juga telah
Suku Akit keluar dari kemiskinan yang
memiliki penghasilan, kegiatan bisnis dan
parah.
dan
juga
kesehatan.
melakukan
Ketiga
keterampilan. Malah, semakin banyak
Eka
orang dari luar Pulau Rupat berusaha untuk
makalahnya
berinvestasi di Pulau Rupat ini. Tetapi,
Mencari
Jalan
masyarakat Suku Akit justru melihat
Melawan
Konflik
pembangunan itu sebagai ancaman bagi
Tekanan Eksternal”, pada Seminar Agama-
mereka. Setiap keluarga Suku Akit sudah
agama
kehilangan aset tanah. Adapun tanah yang
September 1998, mengatakan:
masih ada, mereka pakai sebagai tempat tinggal
putra-putri
mereka
yang
berkeluarga. Mereka tidak mempunyai penghasilan,
kegiatan
keterampilan
yang
bisnis mapan.
dan Jadi,
pembangunan yang dibuat oleh pemerintah sangat ramah terhadap pemilik modal,
Darmaputera,
jenis
yang
Balitbang
melalui
berjudul Baru
Kehadirannya:
Diri,
PGI
“Gereja
Menghadapi
di
Magelang,
Bila kesekitaran kita telah begitu berubah, akan tetapi gereja-gereja kita tidak berubah, alias tidak terpengaruh oleh perubahan-perubahan tersebut, ini artinya adalah selama ini tidak terjadi interaksi yang signifikan antara gereja dan lingkungan kesekitarannya…ketiadaan interaksi yang signifikan ini hanya bisa diartikan satu saja: gereja-gereja kita sedang menuju kepada irrelevansi total! Padahal sesuatu yang tidak relevan, tidak mungkin berfungsi.
16 Dan sesuatu yang tidak berfungsi? Mati!9
Oleh
karena
Darmaputera, paradigma
itu,
menurut
gereja
baru
harus
yang
Eka
mencari
memungkinkan
berdoalah
untuk
kota
itu
kepada
TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu” (29:7). Israel sangat kaget
karena:
“mengusahakan”
(a)
Mereka
shalom
Babelonia,
dalam menjawab tuntutan internal maupun
karena shalom di kota itu pasti menjadi
eksternalnya, agar kehadirannya kembali
shalom mereka sendiri. Sebelum firman
menjadi
itu disampaikan Yeremia, mereka tidak
relevan,
dan
mereka
negeri
gereja menghadirkan diri secara “pas” baik
signifikan,
tempat
di
harus
tinggal,
berpikir tinggal lama di Babelonia,
fungsional.10 Dengan demikian, ketika gereja
melainkan segera kembali ke Yerusalem.
lebih memfokuskan pelayanannya hanya
(b) Mereka harus “mendoakan” Negeri
pada
pelayanan spiritual, pemenangan
Babelonia. Padahal sebelumnya lazim
jiwa,
pembaptisan,
penambahan
bagi Israel hanya mendoakan shalom atas
jemaatnya
Yerusalem dan Israel (lih. Mzm. 122:8;
sekitarnya
125:5; 128:6). Sedangkan terhadap umat
jumlah
jemaat,
sendiri
dan
dan
sementara masyarakat
yang
di luar Israel, mereka akan berdoa
memprihatinkan secara politik, ekonomi,
dengan isak tangis supaya TUHAN
sosial, dan budaya, maka gereja demikian
membalaskan dendam mereka kepada
benar-benar tidak relevan, signifikan dan
musuh-musuh yang mengancam negeri
fungsional. Gereja demikian sudah mati.
mereka termasuk orang-orang Babelonia
Sejatinya, pelayanan gereja di Pulau Rupat
(Mzm. 137:7-8).11
harus mentransformasi hidup masyarakat
Berdoa
Suku Akit secara holistik.
kesejahteraan, itulah penekanan perintah
mengalami
pergumulan
hidup
Berkenaan dengan hal itu, saya
Allah
dan
bagi
umat
mengusahakan
Isreal.
Perintah
mengajukan teologi yang kontekstual di
demikian berlaku bagi HKBP di Pulau
Pulau Rupat sebagai berikut:
Rupat. Umat yang berdoa adalah juga
i)
kesejahteraan
umat yang pro aktif mengusahakan
masyarakat. Hal ini sangat sesuai
kesejahteraan jemaat dan masyarakat
dengan Firman Allah. Ketika umat Israel
sekitarnya. Gereja harus memperlihatkan
hidup di pembuangan Babelonia, Allah
keberadaan sebagai perwujudan dari
berfirman kepada mereka melalui Nabi
Allah yang maha hadir dan yang
Yeremia: “Usahakanlah kesejahteraan
menghendaki pembebasan manusia dari
kota ke mana kamu Aku buang, dan
penderitaan.
Mengusahakan
17
telah menjadikan proses pembuatan Dengan
memperhatikan
pergumulan
KK dan KTP ini sebagai “mesin
hidup jemaat dan masyarakat sekitarnya,
penghasil
yakni Suku Akit, gereja dapat melakukan
memangkas jalur korupsi demikian,
beberapa hal berikut:
masyarakat
(a) Membangun komunitas basis yang
uang”.
Untuk
miskin
diorganisir
dapat
untuk
mengurus
mengorganisir potensi masyarakat
pembuatan KK dan KTP itu. Beban
Suku Akit. Selama ini gereja
pembuatan KK dan KTP tidak
memposisikan
diminta
masyarakat
Suku
dari
setiap
Akit sebagai objek yang lemah dan
melainkan
miskin
berupa biaya transportasi aparat
yang
membutuhkan
ditanggung
orang,
pelayanan. Mereka tidak dianggap
desa
sebagai
memiliki
masyarakat (boleh dari gereja) ke
potensi. Komunitas basis ini tidak
tingkat kecamatan. KTP ini sangat
hanya mencakup jemaat, melainkan
penting agar masyarakat Suku Akit
masyarakat Suku Akit. Komunitas
yang miskin ini diakui sebagai
ini
warga
subjek
dibangun
yang
melalui
proses
bersama
bersama
negara
perwakilan
dan
kemiskinan
peyadaran agar mereka dengan
mereka patut mendapat perhatian
gereja sama-sama berjuang. Tidak
pemerintah.
ada jaminan bahwa komunitas ini
memperhitungkan
akan berhasil dalam waktu singkat.
miskin data statistik yakni orang
Oleh karena itu, gereja harus
miskin yang memiliki KTP.
mampu bersabat dan kesetiaan
Pemerintah jumlah
hanya orang
(c) Adanya kerjasama lintas gereja dan
untuk mendampingi komunitas ini.
agama.
Komunitas ini dapat dibuat sesuai
masyarakat Suku Akit, ada Gereja
dengan kegiatan ekonomi yang
HKBP, GPdI, Katolik, Karismatik
sesuai dengan potensi wilayah.
dan agama Budha. Kerjasama ini
Misalnya, komunitas basis petani,
sangat penting dalam mereduksi
peternak, nelayan, dll.
kemiskinan. Para pemimpin gereja
(b) Memperjuangkan ada KK dan KTP
Di
dan agama pun harus dibangun
gratis bagi masyarakat Suku Akit.
kesadarannya
Pemerintah
betapa
sendiri
menyatakan,
tengah-tengah
masing-masing,
mendesaknya
untuk
KK dan KTP itu gratis. Tetapi
membela masyarakat Suku Akit
aparat pemerintah di Pulau RUpat
yang lemah dan miskin ini di
18
hadapan pemerintah yang lebih
Fisk12 memberikan gambaran mengenai
berpiahk kepada para investor.
bagaimana perkembangan isu-isu sosial
(d) Memperjuangkan keluarga
keluarga-
miskin
diprioritaskan transmigrasi
benar-benar
dalam di
dan lingkungan telah menjadi perhatian utama para pelaku bisnis. (lihat tabel 4)
program Rupat.
Menurut Peter Fisk, bahwa pelaku bisnis
Program tersebut dipastikan tidak
perlu memberikan perhatian terhadap
menjadi proyek yang marak dengan
tantangan-tantangan ekonomi, sosial dan
praktek korupsi dan suap.
lingkungan secara holistik. Semua itu
(e) Melakukan
Pulau
pelatihan-pelatihan
dapat dikombinasikan sebagai kekuatan-
kerja yang sesuai dengan area
kekuatan yang berpotensi menciptakan
pemukiman
sebuah dunia yang lebih baik. Oleh
dan
keinginan
masyarakat Suku Akit. Semua ini
karena
dimaksudkan
pertumbuhan ekonomi hanya akan terus
agar
masyarakat
itu,
perlu
bahwa
miskin menjadi berdaya, memiliki
berkelanjutan
kemampuan, kreatif, inovatif, dan
bisnis terintegrasi dengan prioritas sosial
mampu
dengan
dan lingkungan.13 Sehubungan dengan
perubahan lingkungan yang terus
paradigma baru dalam kegiatan ekonomi
berubah. Masyarakat miskin harus
dan bisnis demikian, para pemimpin
memiliki lapangan pekerjaan agar
gereja dan agama dengan pro aktif
mereka
menyuarakan agar pemerintah dan para
untuk
beradaptasi
mempunyai melanjutkan
penghasil kehidupan
mereka.
pemilik
jika
dicatat,
aktifitas-aktifitas
modal
memperhatikan
paradigma baru tersebut. Percepatan pembangunan Pulau Rupat sebagai zona pertumbuhan
ekonomi
tidak
boleh
Bisnis
mengabaikan
masalah-masalah
sosial
Dewasa ini, para pelaku bisnis telah
dan lingkungan. Justru, dengan ada
menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi
integrasi ekonomi dan bisnis dengan
suatu saat akan berhenti jika aktifitas
prioritas sosial dan lingkungan, semua
bisnis mengabaikan isu-isu sosial dan
pihak akan sama-sama diuntungkan.
ii) Paradigma Baru dalam Aktifitas
lingkungan. Oleh karena, itu seluruh kegiatan bisnis di Pulau Rupat harus
iii) Masyarakat Sebagai Pelaku Aktif
didasarkan pada paradigma baru, yakni
Dalam Kegiatan Bisnis
3 P (Planet, People, dan Profit). Peter
19
Selama ini, pembangunan dilakukan
Pembangunan ekonomi tidak boleh
dengan
mengabaikan aspek-aspek kualitatif dari
pola
government
driven.
Artinya, pembangunan hanya dijalankan
pembangunan
oleh pemerintah. Rakyat dikondisikan
kemiskinan, kesenjangan, dan human
“tidak berdaya” yang pada akhirnya
resources development.15 Jika selama
rakyat menjadi manja, menang sendiri,
ini dipakai konsep trickle down effect,
dan tidak mau diajak bertanggung
maka seharusnya diterapkan konsep
jawab.
sudah
growth with distribution. Dalam konsep
melihatnya. Desakan untuk mempunyai
trickle down effect, pendapatan dicapai
the strong leader, atau konsep “Ratu
semata-mata dengan instrumen fiskal
Adil” adalah konsep rakyat yang “tidak
(pajak) dan pemberian santunan, tanpa
berdaya”, dan sekaligus memberitahu
terlalu mementingkan peran serta dan
kita sebuah fenomena “rakyat yang
keterlibatan
tidak
pelaku
Hari
ini
dewasa”.
pun
Oleh
kita
karena
itu,
itu
rakyat
ekonomi.
sendiri,
banyak
yakni
sebagai
Dalam
kerangka
pemerintah harus melibatkan seluruh
konsep ini jumlah dan keberdayaan
rakyat di dalam pembangunan. Dengan
pelaku ekonomi dalam pasar tidak
demikian, pemerintah harus menjadikan
menjadi perhatian utama. Sementara
pemberdayaan sebagai nilai dan pilihan
dalam konsep growth with distribution,
kebijakan,
sebagai
distribusi pendapatan dicapai selain
pembelajaran sosial, dalam arti kita
dengan “mengendalikan” yang besar
selalu belajar bagaimana melakukan
lewat
pemberdayaan
hari
“mengangkat” kelompok kecil dengan
semakin baik. Karena, seperti kata
memberikan bekal dan ruang lebih besar
cendekiawan
Soedjatmoko,
kepada masyarakat luas untuk berperan
pembangunan tidak lain adalah belajar
serta dalam aktifitas ekonomi sehingga
untuk hidup lebih baik daripada hari
dapat menikmati pendapatannya secara
kemarin. Dan, pembelajaran adalah
langsung.16
bagian inti dari pembangunan pada
pertumbuhan
zaman kini, dan, mungkin, sampai
dimaksudkan untuk menyediakan dana
kurun waktu yang panjang di masa
yang cukup untuk memberi santunan
depan.
sekaligus
yang
semakin
14
kepada
kebijakan
fiskal,
Dengan
demikian,
ekonomi
masyarakat
juga
miskin.
tidak
Tetapi,
pertumbuhan ekonomi di Pulau Rupat D)
Pertumbuhan
Ekonomi
yang
Memberdayakan Masyarakat Miskin
menjadi
modal
pemberdayaan
masyarakat miskin seperti masyarakat
20
mereka
memiliki tujuan yang sama. Mereka patut
dapat
diberi perhatian dan gereja harus berpihak
demi
kepada yang miskin ini. Hal ini sesuai
Dengan
dengan khotbah perdana Yesus di sinagoge
yang
(Luk. 4:16-21), bahwa Yesus hadir dengan
semakin baik, maka hal itu juga akan
misi untuk mewujudkan pembebasan bagi
meningkatkan kesejahteraan hidup dan
orang-orang miskin. Sehubungan dengan
kemampuan daya beli mereka terhadap
itu,
produk yang ditawarkan di pasar.
dikembangkan
Suku
Akit.
Keberdayaan
memungkinkan
mereka
melakukan
kegiatan
kelanjutan
hidup
adanya
ekonomi mereka.
pendapatan
mereka
teologi
ekonomi dalam
masih
harus
planning
action
sehingga teori benar-benar menjadi nyata di dalam aksinya.
Kesimpulan dan Rekomendasi mencoba
Saya sendiri memahami, bahwa
memperhadapkan suatu fenomena yang
percepatan pembangunan Pulau Rupat
kontras,
sebagai
Saya
yakni
telah
fenomena
kemiskinan
zona
pertumbuhan
ekonomi,
masyarakat Suku Akit dan percepatan
merupakan sesuatu yang baik. Tetapi, hal
pembangunan Pulau Rupat sebagai zona
yang
pertumbuhan
Sejatinya,
mengupayakan pemberdayaan masyakarat
pembangunan tersebut berdampak baik
miskin agar mereka dapat ikutserta sebagai
pada kehidupan masyarakat Suku Akit.
pelaku bisnis yang aktif, mandiri dan
Namun, fakta di lapangan memperlihatkan,
kreatif di Pulau Rupat. Dalam kondisi yang
bahwa pemerintah masih memperlakukan
demikian, gereja hadir sebagai komunitas
masyarakat miskin sebagai pelaku yang
yang
pasif dan tidak berdaya. Pemerintah lebih
Kristus, yang di dalam komunitas itu
memprioritaskan
sendiri terdapat orang-orang miskin, juga
ekonomi.
para
pemilik
modal
sangat
mendesak
berkomitmen
mengikut
hadir
mereka. Sedangkan, usaha pembedaan
berpihak dan aktif mendampingi bagi
masyarakat miskin belum berlangsung.
orang-orang
seharusnya melihat kondisi-kondisi yang
sahabat
miskin,
yang
Yesus
dengan memfasilitasi semua kepentingan
Oleh karena itu, gereja (HKBP)
sebagai
adalah
baik
solider,
anggotanya
maupun masyarakat miskin yang lebih luas.
tidak ideal tersebut sebagai panggilan bagi gereja supaya bertindak secara konkrit di Pulau Rupat dalam rangka mereduksi
Daftar Pustaka
hingga mengatasi persoalan kemanusiaan
Banawiratma, J. B. dan Müller, J. 1993 Berteologi Sosial Lintas Ilmu: Kemiskinan Sebagai Tantangan
bersama dengan semua komunitas yang
21
Hidup Beriman, Yogyakarta: Kanisius Sinaga, Martin L. dkk (peny.). 2005 Pergulatan Kehadiran Kristen di Indonesia: Teks-teks Terpilih Eka Darmaputera, Jakarta:BPK-GM Davidson, Robert. 1985 Jeremiah Volume 2 and Lamentations, Kentucky: Westminster John Knox Press Fisk, Peter. 2010 People, Planet, Profit: How to embrace sustainability for innovation and business growth, Great Britain & USA: Kogan Page Limited Myers, Bryant L. 1999 Walking With The Poor: Principles and Practices of
Transformational Development, Maryknoll, New York: Orbis Books Pieris, Aloysius. 1996 Berteologi Dalam Konteks Asia, Yogyakarta: Kanisius Wrihatnolo, Randy R. dan Dwidjowijoto, Riant Nugroho. 2007 Manajemen Pemberdayaan, Jakarta: Elex Media Kamputindo http://www.depnakertrans.go.id/PULAUR UPAT.pdf (diunduh: 14/12/2011) http://www.semenanjung.com/news/ (diunduh: 14/12/2011) http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr =24575 (diakses:14/12/2011)
Tabel 1 Kecamatan
Luas (KM²)
Rupat Rupat Utara Total
928,4 638,5 1.566,9
Desa / Kelurahan 10 5 15
KK 6.154 2.903 9.057
Jumlah Penduduk Laki-laki Perempuan 15.381 15.088 5.752 5.856 21.133 20.944
Jumlah
Tabel 2 Tahun 2006 2007 2008 2009 2010
Orang Miskin di desa
Orang Miskin di kota
Jumlah
Persentase
338.600 328.100 321.600 301.900 291.340
226.300 246.400 245.100 225.600 208.920
564.900 574.500 566.670 527.490 500.260
11,85 11,20 10,63 9,48 8,65
Tabel/Skema 3 Sistem “poverty trap” Lack of asset
Lack of strength Too many dependents
Lack of reserves Lack of choices Easy of coerce
30.469 11.608 42.077
22
Lack of assets Lack of education Excluded from system
Lack of influence Lack of social power Exploited by powers
Broken relationships With neighbour and God
Tabel 4 1950s-60s Awaking Industrial growth delivers wealth and expectation
1970s-80s Regulating Economic growth with increased consumerism and international trade
1990s-00s Contributing Multinational brands serve more diverse, informed and conscious customers
Western markets thrive whilst the East recovers more slowly
Product innovation supported by lowcost automated production
Digital innovation creates virtual businesses, faster and more connected
Migration to cities accelerated by travel and employment
Improved lifestyle, human and equal rights lead to new practices
Corporate governance improves the ethical and social behavior of business
Flower-power hippies raise social and environment priorities
Government regulation on pollution and waste through taxation
Recycling, sustainable sourcing and disposal adopted as standard
1
2010+ Transforming Global markets, with instant connectivity, global trends and rising ‘base of the pyramid’ Sustainable innovation puts social and environment issues at core of business Collaborative organizations and networked communities for new business models Sustainable markets are most profitable, as ‘doing good’ becomes the best way to grow
Pulau Rupat adalah bagian dari Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Di pulau ini ada 2 kecamatan, yakni Kecamatan Rupat Utara dan Kecamatan Rupat.
2
Pieris (1996, h. 47-49)
3
http://www.depnakertrans.go.id/PULAURUPAT.pdf (diunduh: 14/12/2011)
4
http://www.semenanjung.com/news/ (diunduh: 14/12/2011)
5
Myers (1999, h. 66-67)
6
Myers (1999, h. 68)
7
Banawiratma (1993, h. 128-129)
8
http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=24575 (diakses:14/12/2011)
9
Eka Darmaputera, “Jalan Baru Kehadiran Gereja”, dalam Sinaga (2005, h. 470)
10
Sinaga (2005, h. 472)
23
11
Davidson (1985, h. 63-65)
12
Fisk (2010, h.5)
13
Fisk (2010, h.7-8)
14
Dwidjowijoto (2007, h. 10-11)
15
Dwidjowijoto (2007, h. 47)
16
Dwidjowijoto (2007, h. 47)