TENAGA KERJA ASING PADA PERBANKAN NASIONAL Oleh: Tim Perbankan dan Enquiry Point
A.
PENDAHULUAN
Kehadiran pekerja asing dalam perekonomian nasional suatu negara, secara teroritis dimaksudkan untuk menciptakan kompetisi yang pada gilirannya akan menciptakan efisiensi dan meningkatkan daya saing perekonomian. Namun demikian, kehadiran pekerja asing juga menimbulkan masalah sentimen nasionalisme bagi sebagian kalangan baik di negara maju maupun di negara sedang berkembang. Kebutuhan akan Tenaga Kerja Asing (TKA) khususnya tenaga kerja yang memiliki keahlian (high-skilled worker) semakin meningkat seiring dengan kemajuan ekonomi di suatu negara. Masalah yang ditimbulkan karena kurangnya tenaga ahli juga dialami AS terutama pasca serangan 11 September 2001. Setelah serangan itu AS memperketat masuknya orang asing. Alan Greenspan mengkhawatirkan kondisi tersebut karena akan menurunkan daya saing ekonomi AS dan memperlebar perbedaan penghasilan antara high-skilled dan lesser-skilled worker. Greenspan menghimbau agar pemerintah mempermudah masuknya tenaga ahli asing bila ingin BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN
mempertahankan daya saing perekonomian Amerika Serikat. Kebutuhan akan tenaga ahli tersebut tidak dapat menunggu dilakukannya terlebih dahulu reformasi sistem pendidikan agar menghasilkan tenaga ahli yang dibutuhkan AS, Greenspan mengatakan ”the world is moving too fast for political and bureaucratic dawdling”.1 Khusus mengenai TKA, meskipun liberalisasi yang dilakukan dalam rangka WTO dimaksudkan untuk mengatur free movement of personel, namun demikian, saat ini movement of personel masih dikaitkan dengan kepemilikan perusahaan. Artinya, apabila pihak asing diizinkan untuk membeli atau mendirikan suatu perusahaan maka pihak asing tersebut juga dibolehkan untuk membawa atau memperkerjakan tenaga ahli atau pimpinan perusahaan. Bagi perbankan misalnya, bank asing dibolehkan untuk mempekerjakan tenaga ahli asing di bank tersebut. Dalam kerangka WTO ini sektor jasa yang ditawarkan sebanyak 5 (lima) 1
Alan Greenspan, The Age of Turbulence Adventures in a New World, (New York: The Penguin Press, 2007), hal 407 1
Volume 5, Nomor 3, Desember 2007
sektor jasa yaitu sektor pariwisata, keuangan, telekomunikasi, angkutan laut, dan konsultan konstruksi. Komitmen yang diberikan dalam Putaran Uruguay tersebut merupakan komitmen liberalisasi multilateral yang mengikat secara hukum bagi negara terlibat dalam komitmen tersebut. Dalam penyusunannya, komitmen yang diberikan oleh Indonesia lebih rendah jika dibandingkan dengan ketentuan domestik yang berlaku. Dalam komitmen ini dinyatakan bahwa asing boleh membawa tenaga ahlinya untuk bekerja di perusahaan Indonesia. Komitmen ini dimaksudkan untuk mengatasi kelangkaan tenaga ahli pada industri perbankan. Disamping itu juga dimaksudkan untuk alih pengetahuan. Dalam kaitannya dengan alih pengetahuan, komitmen yang diberikan oleh Indonesia dalam rangka WTO, mensyaratkan bahwa pihak asing dibolehkan memperkerjakan tenaga ahli asing di perbankan dengan ketentuan setiap satu tenaga ahli diwajibkan untuk mengangkat 2 (dua) understudies. Akan tetapi persyaratan understudies ini tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Salah satu penyebabnya adalah tidak jelasnya ketentuan
BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN
mengenai persyaratan kualifikasi tentang ahli.
dan
atau
Dalam era yang semakin liberal, melarang masuknya TKA apalagi dalam kaitannya dengan intra agencies transfer yaitu pembeli perusahaan dibolehkan untuk membawa pimpinan dan atau tenaga ahli yang dibutuhkannya akan membawa dampak ekonomi politik dan hukum yang negatif. Satu hal yang harus diperhatikan dalam kaitannya dengan TKA adalah tidak adanya standar keahlian yang berlaku. Standar keahlian ini diperlukan untuk menyaring TKA yang datang ke Indonesia. Pemberlakuan standar profesi ini dapat menyeleksi kehadiran TKA tanpa melanggar kewajiban internasional dalam rangka komitmen di WTO. Perjanjian Perdagangan Jasa (GATS) dalam rangka WTO membolehkan negara anggota untuk menerapkan standar untuk mengakui pendidikan dan keahlian yang dibutuhkan dan harus dipenuhi oleh tenaga kerja yang ingin bekerja di suatu sektor industri jasa. Dalam kaitan ini seyogianya standar tersebut tidak ditetapkan oleh pemerintah akan tetapi oleh organisasi profesi. Untuk industri perbankan di Indonesia misalnya, dapat disusun oleh Perbanas. Hal ini dimaksudkan agar 2
Volume 5, Nomor 3, Desember 2007
tidak terjadi konflik dengan ketentuan fit and proper test yang diberlakukan oleh Bank Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dalam tulisan ini akan dibahas pengaturan mengenai TKA di perbankan Indonesia dengan membandingkan pada pengaturan TKA di negara lain serta kewajiban internasional mengenai pengurangan hambatan tenaga kerja lintas negara (movement of natural persons). Liberalisasi Perdagangan Jasa dan TKA Salah satu unsur dari proses liberalisasi sektor jasa adalah upaya untuk mengurangi hambatan pergerakan tenaga kerja atau yang dikenal dengan Movement of Natural Persons (MNP). Bentuk MNP ini terdiri dari intra corporate transferee (ICT) dan independent professional (IP) dimana perbedaan antara keduanya adalah ICT memerlukan keberadaan perusahaan (asing) terlebih dahulu, baru dilakukan pemindahan TKA dari induk perusahaan atau cabang perusahaan tersebut di luar negeri, sementara IP tidak tergantung pada keberadaan perusahaan asing tersebut dan lebih merupakan profesional yang menjual jasa keahliannya.
BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN
Ketentuan WTO yang spesifik mengatur mengenai MNP adalah annex GATS on Movement of Natural Persons Supplying under the Agreement (Annex on MNP). Annex on MNP berlaku baik bagi natural person yang bertindak sebagai penyedia jasa (independent) maupun natural person yang bekerja pada perusahaan negara anggota. Namun demikian, perjanjian tersebut tidak berlaku bagi pencari kerja (job seeker) dalam arti bahwa pekerja tersebut harus memiliki akses pada pasar kerja negara anggota, serta tidak berlaku bagi measures yang terkait dengan kewarganegaraan, residensi, atau employment yang bersifat permanen. Lebih lanjut, untuk melindungi integrity dan untuk memastikan pergerakan MNP antar negara secara lebih baik, negara anggota dimungkinkan untuk melakukan pengaturan mengenai masuknya MNP ke dalam suatu wilayah negara. Pengurangan hambatan MNP oleh negara anggota dilakukan melalui perundingan dan hasilnya dicantumkan dalam schedule of commitments masing-masing negara. Secara umum, negara anggota WTO, terutama negara maju, sangat membatasi pergerakan tenaga kerja lintas negara. Berbeda pada mode 1 (cross border supply) dan mode 3
3
Volume 5, Nomor 3, Desember 2007
(commercial presence) yang agresif, negara maju cenderung membatasi komitmen MNP dari negara lain terutama untuk melindungi tenaga kerja domestiknya. Indonesia telah memiliki komitmen mode 4 termasuk di sektor perbankan. Secara umum komitmen mode 4 mendasarkan pada economic need test dimana masuknya TKA didasarkan pada ada tidaknya kebutuhan atas TKA dimaksud, terutama untuk posisi manager dan technical expert. Sementara untuk sektor perbankan, komitmen Indonesia meliputi : 1. pihak asing dapat menjadi pengurus pada bank campuran dimana jumlah pengurus dari pihak asing disesuaikan dengan proporsi kepemilikan saham pihak asing; 2. untuk Bank Asing, diantara pengurus bank tersebut (executive position) minimal salah satunya harus WNI; 3. economic needs test tidak berlaku untuk sektor perbankan bagi TKA berupa technical expert dan manager, namun terdapat kewajiban bagi mereka untuk mengangkat 2 WNI sebagai understudies; 4. kemungkinan pemberian izin secara temporer (temporary entry) bagi technical expert/advisor dari
BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN
KC Bank Asing dan Bank Campuran untuk jangka waktu maksimum 3 bulan/orang. Pengaturan TKA di Perbankan Indonesia Di sektor perbankan, Indonesia telah memiliki peraturan yang mengatur penggunaan TKA oleh perbankan nasional yang dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9/8/PBI/2007 tentang Pemanfaatan TKA dan Program Alih Pengetahuan di Sektor Perbankan. PBI tersebut merupakan pelaksanaan dari Pasal 39 UU Perbankan yang mengatur bahwa perbankan Indonesia dapat menggunakan TKA dengan beberapa pembatasan. Salah satu alasan dikeluarkannya PBI tersebut adalah untuk merespon semakin terbukanya kesempatan investasi dalam berbagai sektor, termasuk sektor perbankan nasional, yang membawa konsekuensi terhadap meningkatnya pemanfaatan TKA oleh bank. Selain itu, terdapat kebutuhan untuk memenuhi kekurangan tenaga ahli di sektor perbankan, serta dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan tenaga kerja Indonesia melalui program alih pengetahuan (transfer of knowledge).
4
Volume 5, Nomor 3, Desember 2007
PBI ini tidak dimaksudkan untuk melakukan pembatasan terhadap pemanfaatan TKA di sektor perbankan, namun lebih mengarah pada pengaturan yang bersifat lebih moderat untuk memberikan ketertiban dan kepastian hukum kepada semua pihak. Secara umum tujuan pengaturan PBI ini antara lain adalah untuk: a. memperjelas bidang-bidang tugas tertentu dan jabatan-jabatan tertentu yang diperkenankan untuk diisi oleh TKA di sektor perbankan; b. memperjelas persyaratan yang harus dimiliki oleh TKA untuk mengisi jabatan-jabatan tertentu; serta c. memperjelas tata cara program alih pengetahuan dari TKA terutama kepada pegawai Bank, pelajar/mahasiswa, dan/atau masyarakat umum. Pada prinsipnya, bank dapat memanfaatkan TKA pada level jabatan-jabatan tertentu, yaitu bidang-bidang tugas yang dinilai belum sepenuhnya dapat diisi oleh Tenaga Kerja Indonesia dikarenakan kualifikasi keahlian Tenaga Kerja Indonesia belum memadai. Bidang-bidang tugas tertentu yang diperkenankan untuk diisi oleh TKA tersebut diatur dalam Surat Edaran
BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN
Bank Indonesia, yaitu SE No. 9/27/DPNP tentang Pelaksanaan Pemanfaatan TKA dan Program Alih Pengetahuan di sektor Perbankan. Beberapa pengaturan pemanfaatan TKA di Perbankan Indonesia antara lain: a. Jabatan-jabatan yang diperkenankan untuk diduduki oleh TKA (tergantung pada kelompoknya) adalah i) Komisaris dan Direksi; ii) Pejabat Eksekutif; dan/atau iii) Tenaga Ahli/Konsultan. b. Bank dilarang memanfaatkan TKA pada bidang tugas Personalia dan Kepatuhan. c. TKA wajib memenuhi persyaratan: i) memiliki pengalaman dan keahlian sesuai bidang tugas yang akan ditempati; dan ii) tidak merangkap jabatan pada Bank, perusahaan, atau lembaga lain. d. Terdapat 4 (empat) kelompok bank yang dapat memanfaatkan TKA, yaitu: 1) Bank yang 25% (dua puluh lima perseratus) atau lebih sahamnya dimiliki oleh warga negara asing dan atau badan hukum asing, dapat memanfaatkan TKA untuk jabatan Komisaris, Direksi, Pejabat Eksekutif, dan/atau Tenaga Ahli/Konsultan;
5
Volume 5, Nomor 3, Desember 2007
2) Bank yang kurang dari 25% (dua puluh lima perseratus) sahamnya dimiliki oleh warga negara asing dan/atau badan hukum asing, hanya dapat menggunakan TKA untuk jabatan Tenaga Ahli/Konsultan (namun masih terbuka untuk diberikan pengecualian bagi jabatan Pengurus sesuai kondisi tertentu); 3) Kantor Cabang Bank Asing (KCBA), hanya dapat menggunakan TKA untuk jabatan Pimpinan Kantor Cabang; dan/atau Tenaga Ahli/Konsultan (namun masih dapat diberikan pengecualian untuk jabatan selain jabatan yang diatur tersebut dengan memperoleh persetujuan BI terlebih dahulu); dan 4) Kantor Perwakilan Bank Asing, hanya dapat menggunakan TKA untuk jabatan Pemimpin Kantor Perwakilan dan/atau Tenaga Ahli/Konsultan (namun masih terbuka pengecualian sebagaimana halnya untuk KCBA). 5) Bank wajib menjamin terjadinya alih pengetahuan (transfer of knowledge) dalam pemanfaatan TKA. 6) Kewajiban alih pengetahuan berlaku bagi Pejabat Eksekutif
BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN
dan/atau Tenaga Ahli/Konsultan, dan dilakukan melalui: i) penunjukan 2 (dua) orang tenaga pendamping untuk 1 (satu) orang TKA; ii) pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga pendamping; dan iii) pelaksanaan pelatihan atau pengajaran oleh TKA dalam jangka waktu tertentu terutama kepada pegawai Bank, pelajar/mahasiswa, dan/atau masyarakat umum. 7) Jangka waktu pemanfaatan setiap TKA paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali paling lama 1 (satu) tahun. Pengaturan TKA Perbankan di Beberapa Negara Malaysia Secara umum pengaturan TKA di Malaysia juga mengutamakan warga Malaysia. Namun demikian, terdapat prinsip non diskriminasi sebagaimana diatur dalam labour law article 60L:2 dimana baik TK Malaysia dan TKA dapat mengajukan complaint kepada Pemerintah dalam hal terdapat diskriminasi yang diberikan oleh pemberi kerja. Pengertian TKA tersebut tidak meliputi orang asing yang telah memperoleh permanent
6
Volume 5, Nomor 3, Desember 2007
resident Malaysia yang haknya telah menyerupai TK Malaysia.
mendapatkan Entry Permit, antara lain:
Suatu perusahaan hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja asing di bidang pertanian dan manufaktur. Namun demikian tidak semua tenaga kerja asing dapat bekerja di bidang ini. Hanya warga negara Kamboja, Indonesia, Filipina, Srilangka, Thailand, Bangladesh, dan Pakistan yang diperbolehkan bekerja di sektor ini.
1. Orang yang mempunyai kemampuan dengan kualifikasi khusus atau yang dikategorikan sebagai profesional.
Tenaga kerja asing yang boleh bekerja di Malaysia adalah tenaga kerja asing yang berstatus sebagai Permanent Resident. Permanent Resident adalah penduduk yang tinggal secara tetap (permanen) di suatu daerah tertentu. Sebelum seseorang mengajukan permohonan untuk mendapatkan status sebagai permanent resident, yang bersangkutan harus tetap mendapatkan izin masuk (Entry Permit) untuk tinggal di Malaysia setelah izin tinggal habis jangka waktunya. Penerbitan Entry Permit yang dikeluarkan oleh kantor imigrasi bukan hak dari tenaga kerja asing melainkan lebih mengarah kepada persyaratan (eligibility). Berdasarkan The Immigration (Prohibition of Entry) Order 1963, hanya beberapa orang dengan kategori tertentu yang berhak
BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN
2. Orang yang mempunyai sertifikat dari Kementerian Perumahan Rakyat (The Ministry of Home Affairs) di mana yang bersangkutan dapat meningkatkan perekonomian Malaysia. 3. Istri atau anak di bawah 6 (enam) tahun dari orang sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b. 4. Seorang istri warga negara Malaysia yang telah tinggal terpisah dari suaminya selama 5 (lima) tahun. 5. Anak warga negara Malaysia di bawah 6 (enam) tahun. 6. Karena suatu alasan khusus. Syarat suatu perusahaan boleh mempekerjakan tenaga kerja asing di bidang lain adalah apabila tenaga kerja lokal di Malaysia belum mempunyai kemampuan yang dibutuhkan oleh perusahaan tersebut ataupun tenaga kerja bidang pekerjaan dimaksud tidak ada di Malaysia. Perusahaan yang diperbolehkan mempekerjakan tenaga kerja asing dibagi menjadi 2 (dua) kategori, yaitu
7
Volume 5, Nomor 3, Desember 2007
perusahaan dengan modal luar negeri US$ 2 juta atau lebih. Perusahaan ini secara otomatis diperbolehkan menempatkan 5 (lima) orang tenaga kerja asing di perusahaannya. Jumlah tersebut sudah termasuk tenaga kerja asing yang dipekerjakan di kantor pusat perusahaan tersebut. Namun demikian perusahaan diperbolehkan untuk menambah jumlah tenaga kerja asing apabila diperlukan dengan syarat harus mengajukan permohonan kepada Departemen Sumber Daya Manusia. Kategori perusahaan lainnya adalah perusahaan dengan modal luar negeri kurang dari US$ 2 juta. Perusahaan dalam kategori ini diperbolehkan mempekerjakan tenaga kerja asing di bidang-bidang tertentu. Sementara untuk perbankan dan financial institution tidak terdapat pengaturan yang spesifik terkait penggunaan TKA. Dalam Banking and Financial Institutions Act 1989 (BAFIA 1989) hanya diatur bahwa pengangkatan pimpinan bank di Malaysia hanya dapat dilakukan setelah memperoleh persetujuan dari Bank Negara Malaysia. Selain itu, pimpinan bank (chief executive) di Malaysia juga harus menetap (resident) di Malaysia selama periode jabatannya.
BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN
Dalam Pasal 56 BAFIA 1989 hanya diatur bahwa yang tidak dapat menjadi pimpinan bank adalah: 1. Pailit atau telah melakukan penundaan pembayaran baik terjadi di dalam atau di luar Malaysia; 2. Melakukan tindak pidana terkait dengan dishonesty, fraud atau violence yang diancam dengan hukuman 1 tahun yang telah diputus oleh Pengadilan baik di dalam maupun luar Malaysia; 3. Dihukum karena tindakan pelanggaran (offence) terhadap BAFIA; 4. Apabila melawan hukum, pernah ditahan, dideportasi, atau pernah berada di bawah pengawasan karena kejahatan atau obatobatan terlarang; 5. Apabila yang bersangkutan pernah menjadi direktur atau secara langsung terkait dalam manajemen atau perusahaan yang dinyatakan bermasalah oleh otoritas yang berwenang di Malaysia ataupun di luar Malaysia. Khusus ketentuan huruf e di atas, orang yang memenuhi kriteria tersebut dapat tetap menjabat atas izin Menkeu berdasarkan rekomendasi Bank Negara Malaysia.
8
Volume 5, Nomor 3, Desember 2007
Thailand Thailand menetapkan beberapa pekerjaan yang dapat diduduki oleh TKA. Setiap orang asing hanya dapat bekerja di Thailand setelah memperoleh izin dari Departemen Tenaga Kerja kecuali orang asing yang diizinkan tinggal sementara sesuai dengan UU Imigrasi untuk melakukan pekerjaan yang sangat diperlukan untuk jangka waktu tidak lebih dari 15 hari. Untuk kasus yang terakhir, pihak asing tersebut cukup memberitahukan secara tertulis kepada Departemen Tenaga Kerja Thailand. Selain harus memenuhi ketentuan keimigrasian, jenis pekerjaan yang terbuka bagi TKA juga terbatas pada daftar yang tercantum dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dengan pembatas jangka waktu kerjanya. Seseorang yang ingin bekerja di Thailand harus mengajukan permohonan visa untuk non imigran tipe “B” (visa bisnis) dari Kedutaan/Konsulat Thailand. Apabila seseorang telah masuk ke Thailand, pemilik perusahaan dapat mengajukan permohonan visa satu tahun dari kantor imigrasi. Sebagaimana halnya pengaturan di Malaysia, pengaturan TKA sektor perbankan di Thailand tidak diatur BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN
secara spesifik. Dalam Commercial Banking Act B.E 2505 Section 12 quarter, hanya diatur bahwa seseorang tidak diperbolehkan untuk memperoleh jabatan sebagai direktur, manajer, wakil manajer, asisten manajer, atau konsultan di suatu perbankan apabila: 1. Pernah dinyatakan pailit; 2. Diputuskan bersalah berdasarkan keputusan tetap di pengadilan berkaitan dengan integritas; 3. Dipecat dari kantor pemerintah atau organisasi pemerintah lainnya; 4. Telah menjadi direktur, manajer, deputi manajer, asisten manajer pada bank umum yang sah kecuali memperoleh izin dari Bank of Thailand; 5. Dipindahkan dari posisinya di bank komersial dengan rekomendasi menteri berdasarkan section 25; 6. Bergerak di bidang jasa politik; 7. Menjadi pegawai pemerintah yang bertugas mengawasi perbankan Thailand kecuali memperoleh izin dari Menteri Keuangan; 8. Menjadi manajer, deputi manajer, asisten manajer dari partnership ataupun perusahaan terbatas dimana kedudukannya sebagai shareholder, kecuali ditunjuk sebagai direktur aau konsultan
9
Volume 5, Nomor 3, Desember 2007
dari bank komersial tanpa mempunyai kewenangan untuk memutus. Jepang Berdasarkan The Immigration Control and Refugee Recognition Law, TKA yang dapat bekerja di Jepang terdiri atas beberapa kategori. Kategori pertama adalah TKA yang dapat bekerja di semua bidang pekerjaan di Jepang. TKA dalam kategori ini adalah TKA yang mempunyai status sebagai permanent resident, keturunan atau anak dari warga negara Jepang, keturunan atau anak dari permanent resident, dan long term resident. TKA yang mempunyai salah satu status tersebut, bebas memilih pekerjaan dan dapat dengan bebas untuk pindah kerja sesuai keinginan mereka. Kategori lainnya adalah TKA yang hanya boleh bekerja di bidangbidang tertentu adalah profesor, artis, rohaniawan, investor, jasa akuntan, jasa medis, peneliti, instruktur, insinyur, spesialis di bidang humanistis dan jasa internasional, tenaga kerja berpengalaman, dll. Namun demikian, TKA yang masuk dalam kategori ini apabila mereka menginginkan peningkatan penghasilan di luar pekerjaannya, TKA dimaksud dapat mengajukan BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN
permohonan untuk memperoleh ekstra status atau mengubah residential status mereka. Kategori lainnya adalah TKA yang tidak boleh bekerja di Jepang kecuali memperoleh status tambahan yaitu mahasiswa, calon mahasiswa, aktivis kebudayaan, dan berstatus sebagai tanggungan orang lain. Mahasiswa atau calon mahasiswa yang ingin bekerja, harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari Kantor Imigrasi. Izin tersebut dapat diperoleh apabila pekerjaan tersebut tidak mengganggu aktivitas pokok mereka. Untuk ketenagakerjaan di sektor perbankan, tidak terdapat aturan yang spesifik yang menyangkut TKA, hanya terdapat pengaturan mengenai Direktur Bank. Berdasarkan article 7 Banking Law 1981, terdapat pembatasan posisi direktur dalam suatu bank. Seseorang yang telah menjabat sebagai direktur di suatu bank, tidak dapat menjabat dengan jabatan yang sama di perusahaan lain kecuali mendapatkan izin dari Menteri Keuangan. Uni Eropa Pergerakan tenaga kerja asing di negara-negara Eropa yang tergabung dalam European Union atau Uni Eropa secara umum tidak ada pembatasannya. Batasan bagi tenaga
10
Volume 5, Nomor 3, Desember 2007
kerja asing hanya ada di lingkup persyaratan keimigrasian. Bahkan bagi tenaga kerja asing yang mempunyai keahlian tinggi atau khusus diberikan kemudahan yakni dengan diberlakukannya blue card. Kemudian bagi tenaga kerja asing yang berasal dari negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa, apabila ingin bekerja di salah satu negara Uni Eropa, persyaratan-persyaratan keimigrasian tidak berlaku. Sebagai contoh di Jerman, tenaga kerja asing non Uni Eropa yang ingin bekerja di Jerman harus memiliki dokumendokumen keimgrasian yang lengkap, misalnya visa dan passport, izin tinggal dan izin bekerja. Lain halnya bagi tenaga kerja asing yang berasal dari negara-negara Uni Eropa dimana persyaratan-persyaratan tersebut tidak berlaku karena tidak terdapat pembatasan untuk lalu lintas bagi tenaga kerja yang berasal dari negara-negara Uni Eropa. Pengaturan tenaga kerja asing di sektor perbankan di Jerman secara umum tidak ada pembatasan. Di dalam General Provisions German Banking Act (Gesetz über das Kreditwesen), diatur bahwa orang yang bertugas untuk memimpin manajemen dan berhak mewakili bank disebut sebagai Managers. Lebih lanjut di dalam German Banking Act hanya diatur bahwa
BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN
orang-orang yang akan duduk sebagai Managers pada suatu bank harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari Federal Financial Supervisory Authority dan Deutsche Bundesbank. Calon Managers suatu bank harus mempunyai pengalaman dan kemampuan di bidang perbankan serta kemampuan manajerial. Selain itu calon Managers tersebut harus merupakan orang yang terpercaya yang akan diseleksi oleh Federal Financial Supervisory Authority dan Deutsche Bundesbank. Tidak terdapatnya pembatasan bagi tenaga kerja asing juga berlaku bagi kantor cabang dan kantor perwakilan bank asing di Jerman. Menurut German Banking Act hanya diatur keharusan bagi Managers kantor cabang atau kantor perwakilan bank asing untuk bermukim di Jerman bukan keharusan untuk memperkerjakan tenaga kerja yang berasal dari warga negara Jerman. Managers kantor cabang atau kantor perwakilan bank asing tersebut tetap harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam German Banking Act dan identitasnya harus dilaporkan kepada Federal Financial Supervisory Authority dan Deutsche Bundesbank selaku otoritas pengatur dan pengawas perbankan di Jerman.
11
Volume 5, Nomor 3, Desember 2007
Penutup Pengaturan penggunaan TKA untuk sektor perbankan di Indonesia terdapat dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9/8/PBI/2007 tentang tentang Pemanfaatan TKA dan Program Alih Pengetahuan di Sektor Perbankan. Adapun secara umum tujuan pengaturan dalam PBI ini antara lain adalah untuk memperjelas bidangbidang tugas tertentu dan jabatanjabatan tertentu yang diperkenankan untuk diisi oleh TKA di sektor perbankan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memanfaatkan TKA di Perbankan Indonesia antara lain jenis-jenis jabatan yang diperkenankan untuk diisi oleh TKA, kemampuan teknis perbankan yang harus dimiliki oleh TKA, pengalaman TKA di bidang perbankan, jenis-jenis bank yang dapat memanfaatkan TKA, kewajiban alih pengetahuan (transfer of knowledge) dan jangka waktu pemanfaatan TKA oleh bank. Hal yang berbeda terjadi di beberapa negara lain, seperti di Malaysia, Thailand, Jepang dan Uni Eropa. Secara umum pada negara-negara tersebut tidak terdapat pengaturan tentang pemanfaatan TKA di sektor perbankan. Hal-hal yang diatur di dalam regulasi perbankan terkait dengan sumber daya manusia hanya
BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN
berupa keharusan bagi calon pemimpin bank untuk mempunyai keahlian dan pengalaman yang cukup di bidang perbankan serta integritas yang baik. Bahkan di Jerman, yang merupakan salah satu negara yang tergabung dalam Uni Eropa, untuk kantor cabang dan kantor perwakilan bank asing untuk posisi pimpinan kantor dibolehkan diisi oleh TKA dengan persyaratan TKA tersebut harus bermukim di Jerman. Adapun pembatasan yang dilakukan terhadap TKA di Malaysia, Thailand, Jepang dan Uni Eropa hanya berada di ruang lingkup persyaratan keimigrasian, dimana TKA yang ingin bekerja di negara-negara tersebut harus mempunyai dokumendokumen perizinan yang legal dan lengkap. Dengan adanya dokumen perizinan yang legal dan lengkap maka akan memberikan perlindungan kepada TKA tersebut. Pengaturan TKA melalui PBI No.9/8/PBI/2007 tentang Pemanfaatan Tenaga Kerja Asing dan Program Alih Pengetahuan di Sektor Perbankan Indonesia di satu sisi bertujuan untuk melindungi dan memastikan ketersediaan tenaga kerja Indonesia di negaranya sendiri. Namun di sisi lain pengaturan tersebut dapat menimbulkan kesan seolah-olah ada pembatasan
12
Volume 5, Nomor 3, Desember 2007
terhadap penggunaan TKA di sektor perbankan. Adanya pengaturan yang ketat tersebut menyebabkan perbankan tidak leluasa untuk mempergunakan TKA sesuai dengan kebutuhan organisasinya. Dengan demikian, perbankan harus menyesuaikan kembali kebutuhan akan TKA yang tidak dapat dipenuhi oleh tenaga kerja lokal. Kebutuhan tersebut harus disesuaikan dengan aturan yang berlaku sehingga perbankan tidak terkena sanksi. Pembatasan TKA dikhawatirkan dapat menghambat perkembangan perbankan itu sendiri. Perbankan kini dihadapkan pada persaingan ketat sehingga perbankan terus dituntut untuk melakukan inovasi dalam pelayanannya kepada nasabah. Sementara itu kebutuhan sumber daya manusia dari dalam negeri yang mempunyai keahlian masih kurang. Kekurangan akan keahlian sumber daya manusia dari dalam negeri seharusnya dapat diisi oleh TKA. Dengan adanya pembatasan tersebut perbankan harus melakukan evaluasi terhadap rencana penggunaan TKA sehingga pada akhirnya menyebabkan ketidakefisienan dalam manajemen sumber daya manusia. Sebaiknya tidak perlu dilakukan pengaturan yang sangat ketat dalam hal penggunaan TKA di sektor
BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN
perbankan Indonesia. Adapun yang perlu diatur secara detail adalah meliputi permasalahan keimigrasian dan persyaratan kualifikasi keahlian sumber daya manusia di sektor perbankan. Lebih lanjut bagi TKA yang bekerja di perbankan seharusnya diatur secara jelas dan transparan mengenai persyaratan kualifikasi keahlian yang harus dipenuhi oleh TKA tersebut yakni mengenai pemberlakuan standar profesi dan kewajiban menunjuk understudy. Dengan memberlakukan standar profesi dan kewajiban menunjuk understudy maka kekhawatiran dengan semakin dominannya TKA dalam industri perbankan dapat diminimalkan. Membiarkannya tidak diatur akan berdampak negatif yaitu masuknya TKA yang berkualitas dan berkompetensi rendah. Hal ini akan menciptakan industri perbankan yang rapuh. Secara empiris terlihat bahwa kehancuran industri perbankan atau bangkrutnya suatu bank umumnya disebabkan oleh salah kelola dan penerapan prinsip good govenance yang lemah.2 Kehadiran bankir asing 2
Enron Corporation adalah salah satu contoh perusahaan yang tidak menerapkan Good Corporate Governance dengan baik. Enron menjadi sorotan masyarakat luas pada akhir 2001, ketika terungkap bahwa kondisi keuangan yang dilaporkannya didukung terutama oleh penipuan akuntansi yang 13
Volume 5, Nomor 3, Desember 2007
yang sesuai dengan standar kompetensi yang diatur secara jelas tentunya akan membawa angin positif tidak saja untuk alih sistematis, terlembaga, dan direncanakan secara kreatif. Sejak akhir tahun 2000, ketika harga saham Enron di posisi puncak, para eksekutif menjual saham yang mereka miliki dengan total nilai US$ 1,1 milyar. Selama empat tahun terakhir, Kenneth L. Lay (Ken Lay), presiden komisaris sekaligus direktur Enron sendiri diperkirakan meraup untung US$ 205 juta dari penjualan sahamnya. Dalam kurun yang sama dia membujuk karyawan dan investor untuk membeli saham Enron, antara lain dengan iming-iming laporan keuangan yang menjanjikan tapi palsu itu. Bahkan pada 26 September 2001, ketika harga saham jatuh menjadi US$ 25 per lembar, Ken Lay masih mencoba menghibur karyawan untuk tidak menjualnya, sebaliknya membujuk mereka membeli. Dalam e-mail yang dikirimkan kepada para karyawan yang risau, dia mengatakan perusahaan dalam kondisi sehat secara keuangan dan bahwa harga saham Enron "luar biasa murah" dalam posisi itu. Namun, hanya beberapa pekan kemudian, Enron melaporkan kerugian yang bermuara pada kebangkrutannya. Para karyawan tak bisa menjual saham mereka sampai semuanya sudah terlambat: Enron kehilangan nilai sama sekali. Operasinya di Eropa melaporkan kebangkrutannya pada 30 November 2001, dan dua hari kemudian, pada 2 Desember, di AS Enron mengajukan permohonan perlindungan Chapter 11 (Reorganization) US Bankruptcy Code yang mengatur tentang, restrukturisasi dan penyehatan perusahaan debitur. Saat itu, kasus tersebut merupakan kebangkrutan terbesar dalam sejarah AS dan menyebabkan 4.000 pegawai kehilangan pekerjaan mereka. Sejak itu, Enron menjadi lambang populer dari penipuan dan korupsi korporasi yang dilakukan secara sengaja. (Dikutip dari Wikipedia Indonesia (id.wikipedia.org) dan korantempoonline “Enron dan Sisi Gelap Kapitalisme” 23 Januari 2002 (www. korantempo.com)).
BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN
pengetahuan tetapi sekaligus membawa budaya kerja (corporate culture) yang baik. Pengaturan mengenai aspek-aspek tersebut di atas diharapkan dapat menciptakan meningkatkan daya saing perbankan di Indonesia dan pada gilirannya dapat meningkatkan daya saing perekonomian Indonesia.
14
Volume 5, Nomor 3, Desember 2007