BAB II
DASAR TEORI
2.1 Tinjauan Umum Perbankan Indonesia
2.1.1 Perbankan Indonesia Bank merupakan institusi keuangan yang menerima deposito dan menawarkan pinjaman. Menurut Pasal 1 Undang-Undang No.10 Tahun 1998
tentang Perubahan Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang
berbunyi : “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Tugas pokok perbankan di bawah bimbingan Bank Indonesia adalah untuk menghimpun segala dana dari masyarakat, guna diarahkan ke bidang-bidang yang mempertinggi taraf hidup masyarakat. Disamping itu, pengaturan kembali tata perbankan di Indonesia seperti tercermin dalam undang-undang nomor 14 tahun 1967 dimasukkan sebagai pembinaan sistem ekonomi
Indonesia
yang
berlandaskan Pancasila, yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi dan bertujuan menciptakan masyarakat adil makmur. 2.1.2. Perbedaan Perbankan Syariah dan Perbankan Konvensional. Tidak sedikit masyarakat yang menganggap bahwa bagi hasil tidak ada bedanya dengan pemberian/pengambilan bunga sehingga mereka beranggapan bahwa bank syariah dengan bank konvensional sama saja yang membedakan hanyalah istilah.
8
Tabel 2.1 Perbandingan Bagi Hasil dengan Sistim Bunga Bagi Hasil Bunga Penentuan bagi hasil di buat sewaktu Penentuan
bunga
perjanjian berdasarkan untung / rugi.
tanpa
perjanjian
di
buat
sewaktu
berdasarkan
kepada
untung/rugi. Jumlah nisbah bagi hasil berdasarkan Jumlah persen bunga berdasarkan jumlah jumlah keuntungan yang telah dicapai.
uang modal yang ada.
Bagi hasil tergantung pada hasil proyek Pembayaran bunga tetap seperti perjanjian tidak mendapat keuntungan atau tanpa diambil pertimbangan apakah mengalami kerugian, risikonya di proyek yang dilaksanakan pihak kedua
tanggung oleh kedua belah pihak Jumlah
pemberian
hasil
untung atau rugi.
keuntungan Jumlah
pembayaran
bunga
tidak
meningkat sesuai dengan peningkatan meningkat walaupun jumlah keuntungan keuntungan yang dicapai. Penerimaan/pembagian adalah hasil.
berlipat ganda. keuntungan Pengambilan/pembayaran bunga adalah haram.
(Amir.M dan Rukmana:2010)
Selain itu bank syariah dan bank konvensional memiliki memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, persyaratan umum pembiayaan, dan syaratsyarat umum untuk mendapat pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal dan laporan keuangan. Dalam hal persamaan ini, semua hal yang terjadi pada bank syariah sama persis dengan yang terjadi dalam bank konvensional, nyaris tidak ada perbedaan. Perbedaan pokok antara sistem bank konvensional dengan sistem bank syariah secara ringkas dapat dilihat dari empat aspek, yaitu sebagai berikut: 1. Filsafah: Pada bank syariah tidak berdasarkan atas bunga, sperkulasi, dan ketidakjelasan sedangkan pada bank konvensional berdasarkan atas bunga. 2. Operasional: Pada bank syariah, dana dari masyarakat berupa titipan dan investasi baru akan mendapatkan hasil jika diusahakan terlebih dahulu, sedangkan pada bank konvensional, dana dari masyarakat berupa simpanan yang harus dibayar bunganya saat jatuh tempo. Pada sisi penyaluran, bank syariah menyalurkan
9
dananya pada sektor usaha yang halal dan menguntungkan, sedangkan pada bank konvensional, aspek halal tidak menjadi pertimbangan utama.
3. Sosial: Pada bank syariah, aspek sosial dinyatakan secara eksplisit dan tegas tertuang dalam visi dan misi perusahaan, sedangkan dalam bank konvensional
tidak tersirat secara tegas. 4. Organisasi: Bank syariah harus memiliki Dewan Pengawas Syariah. Sementara itu bank konvensional tidak memiliki Dewan Pengawas Syariah.
Selain itu, perbedaan antara bank konvensional dan bank syariah dapat
dari empat aspek lain yaitu: dilihat
1. Akad dan Aspek Legalitas Akad yang dilakukan dalam bank syariah memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum islam. Nasabah sering kali berani melanggar kesepakatan/perjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tetapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban sehingga yaumil qiyamah nanti. Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya harus memenuhi ketentuan akad. 2. Lembaga Penyelesaian Sengketa Penyesuaian perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabah pada perbankan syariah berbeda dengan perbankan konvensional. Kedua belah pihak pada perbankan syariah tidak menyesuaikan di peradilan negeri, tetapi menyelesaikan sesuai tata cara dan hukum materi syariah. Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip syariah di Indonesia atau BAMUI yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia. 3. Stuktur Organisasi Bank syariah dapat memiliki stuktur yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetap unsur yang sangat membedakan diantara bank syariah dan bank konvensional adalah keharusan adanya DPS yang berfugsi mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. DPS biasanya diletakan pada posisi setingkat dewan komisaris 10
pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektifitas setiap opini yang diberikan oleh DPS. Oleh karena itu, biasanya penetapan anggota DPS dilakukan oleh rapat
umum pemegang saham setelah pada anggota DPS itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional (DSN).
4. Bisnis dan Usaha yang di biayai. Bisnis dan usaha yang dilaksanakn bank syariah tidak terlepas dari kriteria syariah. Hal tersebut menyebabkan bank syariah tidak akan mungkin membiayai
usaha yang mengandung unnur-unsur yang diharamkan. Terdapat sejumlah batasan dalam hal pembiayaan. Tidak semua proyek atau objek pembayaan dapat
didanai melalui dana bank syariah, namun harus sesuai dengan kaidah-kaidah syariah. 5. Lingkungan dan Budaya Kerja Bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sesuai dengan syariah. Dalam hal etika, misalnya sifat amanah dan shiddiq, harus melandasi setiap karyawan sehingga tercermin integrasi eksekutif muslim yang baik. Selain itu, karyawan bank syariah haris profesional (fatanah) dan mampu melakukan tugas secara team-work dimana informasi merata di seluruh fungsional organisasi (tabligh). Dalam hal reward dan punisment, diperlukan prinsip keadilan sesuai dengan syariah. 2.2 Tinjauan Umum Bank Syariah 2.2.1 Pengertian Bank Syariah Bank Islam atau selanjutnya disebut dengan Bank Syariah, adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga (Perwataatmadja dan Antonio,2001).
Bank
keuangan/perbankan
syariah yang
juga
dapat
operasional
dan
diartikan
sebagai
produknya
lembaga
dikembangkan
berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW. (Antonio dan Perwataatmadja) membedakan menjadi dua pengertian, yaitu Bank Islam dan Bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam. Bank Islam adalah bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam dan bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada 11
ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadits. Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah Islam adalah bank yang dalam beroperasinya mengikuti ketentuan
ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat Islam. secara
Bank-bank syariah dikembangkan berdasarkan prinsip yang tidak
membolehkan pemisahan antara hal yang temporal (keduniaan) dan keagamaan. Prinsip ini mengharuskan kepatuhan kepada syariah sebagai dasar dari semua
aspek kehidupan. Kepatuhan ini tidak hanya dalam hal ibadah ritual, tetapi transaksi bisnis pun harus sesuai dengan ajaran syariah
Dalam melaksanakan investasinya, bank syariah memberi keyakinan bahwa dana mereka sendiri (equity), serta dana lain yang tersedia untuk investasi, mendatangkan pendapatan yang sesuai dengan syariah dan bermanfaat bagi masyarakat. Menurut Muhamad (2005) dalam menjalankan usahanya minimal bank syariah mempunyai lima prinsip operasional yang terdiri atas: prinsip titipan murni, bagi hasil, prinsip jual beli dan margin keuntungan, prinsip sewa, dan prinsip fee (jasa). Setiap lembaga keuangan syariah mempunyai falsafah mencari keridhoan Allah untuk memperoleh kebajikan di dunia dan akhirat. 2.2.2. Sistem Operasional Bank Syariah Pada sistem operasi bank syariah, pemilik dana menanamkan uangnya di bank tidak dengan motif mendapatkan bunga, tapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Dana nasabah tersebut kemudian disalurkan kepada mereka yang membutuhkan (misalnya modal usaha), dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai kesepakatan. Sistem operasional tersebut meliputi: 1. Sistem Penghimpunan Dana Metode penghimpunan dana yang ada pada bank-bank konvensional didasari teori yang diungkapkan Keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga kegunaan, yaitu fungsi transaksi, cadangan dan investasi. Teori tersebut menyebabkan produk penghimpunan dana disesuaikan dengan tiga fungsi tersebut, yaitu berupa giro, tabungan dan deposito.
12
Berbeda halnya dengan hal tersebut, bank syariah tidak melakukan pendekatan tunggal dalam menyediakan produk penghimpunan dana bagi
nasabahnya. Pada dasarnya, dilihat dari sumbernya, dana bank syariah terdiri atas: a. Modal
Modal adalah dana yang diserahkan oleh para pemilik (owner). Dana modal dapat digunakan untuk pembelian gedung, tanah, perlengkapan, dan sebagainya yang secara tidak langsung menghasilkan (fixed asset/non earning asset). Selain
itu, modal juga dapat digunakan untuk hal-hal yang produktif, yaitu disalurkan menjadi pembiayaan. Pembiayaan yang berasal dari modal, hasilnya tentu saja
bagi pemilik modal, tidak dibagikan kepada pemilik dana lainnya. Mekanisme penyertaan modal pemegang saham dalam perbankan syariah, dapat dilakukan melalui musyarakah fi sahm asy-syarikah atau equity participation pada saham perseroan bank. b. Titipan (Wadi’ah) Salah satu prinsip yang digunakan bank syariah dalam memobilisasi dana adalah dengan menggunakan prinsip titipan. Akad yang sesuai dengan prinsip ini ialah al-wadi’ah. Dalam prinsip ini, bank menerima titipan dari nasabah dan bertanggung jawab penuh atas titipan tersebut. Nasabah sebagai penitip berhak untuk mengambil setiap saat, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. c. Investasi (Mudharabah) Akad yang sesuai dengan prinsip investasi adalah mudharabah yang mempunyai tujuan kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib), dalam hal ini adalah bank. Pemilik dana sebagai deposan di bank syariah berperan sebagai investor murni yang menanggung aspek sharing risk dan return dari bank. Deposan, dengan demikian bukanlah lender atau kreditor bagi bank seperti halnya pada bank konvensional. 2. Sistem Penyaluran Dana (Financing) Produk penyaluran dana di bank syariah dapat dikembangkan dengan tiga model, yaitu:
13
a. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli. Prinsip jual beli ini dikembangkan menjadi bentuk pembiayaan
pembiayaan murabahah, salam dan istishna’. b. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan
prinsip sewa (Ijarah). Transaksi ijarah dilandasi adanya pemindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada obyek transaksinya. Bila pada jual beli obyek transaksinya adalah
barang, maka pada ijarah obyek transaksinya jasa. c. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna
mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil. Prinsip bagi hasil untuk produk pembiayaan di bank syariah dioperasionalkan dengan polapola musyarakah dan mudharabah. d. Jasa Layanan Perbankan, yang dioperasionalkan dengan pola hiwalah, rahn, alqardh, wakalah, dan kafalah. 2.2.3. Peranan Perbankan Syariah Dalam Perekonomian Akhir-akhir ini kita bisa lihat pada dunia perbankan di negara kita, perbankan yang berlandaskan syariah muncul sebagai dinamika perkembangan bank konvensional. Di negara kita hadir sebagai gebrakan awal, yaitu Bank Muamalat Indonesia bank yang berlandaskan syariah. Memang di negara kita landasan hukum bank syariah masih lemah tentang landasan hukumnya. Hal tersebut jelas-jelas terpapar dalam UU No.7 Tahun 1992, tetapi hal tersebut bukan sebagai halangan perkemangan bank syariah, namun tetap merupakan tonggak penting bagi keberadaan bank syariah di negara indonesia. UU No.7 Tahun 1992 akhirnya tergerus akan kemajuan bank syariah yang semakin pesat. Oleh karena itu, pemerintah merevisinya sehingga menjadi UU No.10 Tahun 1998. Dalam UU tersebut tertulis kedudukan bank syariah di indonesia secara hukum mulai menjadi kuat. Bahkan bukan hanya itu saja, di situ tertulis bahwa bank konvensional di perbolehkan membuka unit yang berbasis syariah. Sejak saat itu mulailah bermunculan bank konvensional yang membuka unit-unit bank syariah. 14
Pertimbangan perubahan Undang-undang tersebut di lakukan untuk mengantisipasi tantangan sistem keuangan yang semakin maju dan kompleks dan
mempersiapkan infrastuktr memasuki era globalisasi. Jadi, adopsi perbankan syariah
dalam
sistem
perbankan
nasonal
bukanlah
semata-mata
mengakomodasikan kepentingan penduduk Indonesia yang kebetulan sebagian besar muslim, namun lebih kepada adanya faktor keunggulan atau manfaat lebih pada perbankan syariah dalam menjembatani perekonomian.
Harus kita akui pertumbuhan bank syariah di negara kita merupakan
fenomena yang sangat menarik. Bayangkan jumlah penduduk bank syariah di
negara kita yang kini telah mencapai 200 juta jiwa sungguh merupakan peluang besar yang sangat potesial menggirkan dari posisi profabilitasnya. Dari sisi lain kita bisa melihat tingginya profabilitas bisnis bank syariah yang tercermin dari banyaknya pelaku perbankan asing yang ikut andil dalam membuka unit bank yang berlandaskan syariah dan menerima untung yang tidak sedikit. Diantaranya adalah Citibank, ABN Amro, dan HSBC yang merupakan contoh bank yang sukses merambah bisnis bank syariah di Timur Tengah dan Malaysia. Bila kita melihat ke belakang pada tahun 1997 terjadi krisis ekonomi yang melanda negara-negara asia, termasuk negara kita. Peristiwa ini sekaligus membuktikan tentang betapa besar efek negatif yang di timbulkan oleh sistim bunga yang di terapkan pada bank konvensional terhadap inflasi, investasi, produksi, pengangguran, dan kemiskinan hingga memorak-porandakan hampir semua aspek sendi kehidupan ekonomi dan sosial politik negara kita. Seperti diketahui pada bank syariah, sistem yang digunakan adalah bagi hasil pada akhir tahun (bukan sistem bunga seperti yang dilakukan pada bank konvensional). Return yang di berikan kepada nasabah pemilik dana pun ternyata lebih tinggi daripada bunga deposito yang diberikan oleh bank konvensonal. Itulah alasan yang menjadikan Bank Syariah tetap kokoh dan tidak berpengaruh oleh krisis yang terjadi. Sementara itu, data dari Bank Indonesia (BI) menyebutkan bahwa total pembiayaan perbankan syariah per April 2007 sebesar Rp21,35 triliun, yang artinya mengalami pertumbuhan 29% persen di bandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang senilai Rp 16,59 triliun. Adapun dana pihak ketiga 15
mencapai Rp22 triliun, yang berarti tumbuh sekitar 42 persen bila dibandingkan pada tahun 2007. Ini tentu saja bisa dijadikan gambaran bahwa bank syariah
sangat mempengaruhi dana dan meningkatkan perkembangan sektor riil guna menyerap tenaga kerja. Bank syariah memang mempunyai banyak keunggulan
karena tidak hanya bersandar pada syariah saja sehingga transaksi dan aktivitasnya menjadi halal, tetapi juga bagi nonmuslim. Ini membuktikan bahwa bank syariah membuka peluang yang sama terhadap semua nasabah dan tidak
membedakan nasabah. Akan tetapi, perbankan syariah masih mempunyai banyak kendala, di antaranya masih banyak masyarakat yang takut untuk menabung di
Bank Syariah. Hal ini dikarenakan oleh minimnya pemahaman masyarakat soal prinsip-prinsip sistem ekonomi Islam di dunia perbankan. Ini merupakan tantangan yang harus diselesaikan bagi kita umat Islam yang mengerti akan hal ini. Dalam sistem perbankan konvensional, bank selain berperan sebagai jembatan antara pemilik dana dan dunia usaha, juga masih menjadi penyekat antara keduanya karena tidak adanya tansferability risk dan return. Tidak demikian halnya dengan sistem pebankan syariah. Pada perbankan syariah, bank menjadi manager investasi, wakil atau pemegang amanat (custodian) dari pemilik dana atas investasi di sektor riil. Dengan demikian, seluruh keberhasilan dan resiko dunia usaha atau pertumbuhan ekonomi secara langsung didistribukan kepada pemilik dana sehingga menciptakan suasana harmoni. Skema produk perbankan syariah secara alami merujuk kepada dua kategori kegiatan ekonomi, yakni prodoksi dan distribusi. Kategori pertama di fasilitasi melalui profit sharing (mudharabah) dan partnership (musyarakah), sedangkan kegiatan distribusi manfaat hasil-hasil produk dilakukan melalui skema jual beli (murabahah) dan sewa menyewa (ijarah). Berdasarkan sifat tersebut kegiatan lembaga keuangan dan bank syariah dapat di kategorikan sebagai investment banking dan merchan / commercial banking. Artinya bank syariah dapat melakukan aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan investasi (sektor riil) maupun di sektor moneter. Sektor riil dapat di lakukan dengan aktivitas pendanaan berbasis bagi hasil maupun dengan margin keuntungan untuk produk 16
jual beli, sedangkan untuk sektor moneter, bank syariah melakukan aktivitas tabungan atau deposito dengan mekanisme bagi hasil.
Beberapa kegiatan investasi yang dapat dikembangakan dari perbankan
syariah adalah menumbuhkan kegiatan produksi masal bersala kecil dan
menengah, khususnya di agro ekononi industri melalui skema pembiayaan lunak seperti kemitraan (mudharabah dan musyarakah). Adanya bank syariah di harapkan dapat: (a) mendukung strategi pengembangan ekomoni regional; (b)
memfasilitasi segmen pasar yang terjangkau atau tidak beminat dengan bank konvensional; (c) memfasilitasi distribusi utilitas barang modal untuk kegiatan
produksi melalui skema sewa menyewa (ijarah). Sementara itu dalam kegiatan komersial, perbankan syaiah dapat mengambil dalam kegiatan: (a) mendukung pengadaan faktor-faktor produksi; (b) mendukung perdagangan antardaerah dan ekspor; (c) mendukung penjualan hasilhasil produk kepada masyarakat. Peranan perbankan syarariah dalam perekonomian relatif masih kecil dengan pelaku tunggal. Ada beberapa kendala pengebangan perbankan syariah, yaitu sebagai berikut: 1. Peraturan perbankan yang berlaku belum sepenuhnya mengakomodasikan operasional bank syariah. 2. Pemahaman masyarakat belum tepat terhadap kegiatan operasional bank syariah. Hal ini di sebabkan oleh pandangan yang belum tegas mengenai bunga dari para ulama dan kurangnya perhatiannya ulama atas kegiatan ekomoni. 3. Jaringan kantor bank syariah masih terbatas. 4. Sumber daya manusia yang memeliki keahlian mengenai bank syariah masih terbatas. 5. Persaingan produk perbankan konvensional sangat ketat sehingga mempersulit bank syariah dalam memperluas segmen pasar. Strategi pengembangan perbankan syariah d arahkan untuk meningkatkan kompetensi usaha yang sejajar dengan sistem perbankan konvensional dan dilakukan secara komperhensif. Dengan mengacu pada analisis kekuatan dan kelemahan perbankan syariah. Upaya pemerintah untuk merealisasikan hal 17
tersebut di tempuh melalui empat langkah utama, yaitu: (a) penyempurnaan kekuatan; (b) pengembangan jaringan perbankan syariah; (c) pengembangan
piranti moneter; (d) pelaksanaan kegiatan sosialisasi perbankan syariah.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat di simpulkan bahwa sistem
ekomoni dalam islam tidak hanya di dasari oleh UU pemerintah, tetapi juga ajaran-ajaran islam yang terkandung dalam kitab suci Alquran dan di terangkan dalam syariah islam. Pada awal berdrinya bank syariah di MUI banyak masalah
dan tantangan, baik masalah ekomoni maupun masalah perbankan. Penghindaran yang dianggap riba merupakan salah satu tantangan yang dihadapi dunia bunga
islam dewasa ini. Oleh karena itulah, mekanisme perbankan bebas bunga yang biasa di sebut dengan bank stariah didirikan atas dasar filosofi maupun praktik. .(Amir.M dan Rukmana;2010) 2.3
Tinjauan Umum Kebijakan Moneter
2.3.1. Kebijakan Moneter Kebijakan moneter adalah proses mengatur persedian uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu, seperti menahan inflasi, mencapai pekerjaan penuh atau lebih sehahtera. Kebijakan moneter dapat melibatkan mangset standar bunga pinjaman. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebikajan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan kesinambungan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan makro, yakni menjaga stabilisasi ekonimi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu.maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil. Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas
18
Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh
dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut antara
yaitu suku bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas. Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur
dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar 2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy) Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain : 1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation) Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang. 2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate) Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum kadang-kadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
19
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio) Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan
perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang
beredar, pemerintah menaikkan rasio. 4. Himbauan Moral (Moral Persuasion) Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk
berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar
dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian. Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia. Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu. Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaransasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau
20
pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah. 2.4
Profabilitas Bank Rasio Profitabilitas digunakan untuk mengukur efektifitas bank dalam
memperoleh
laba. Disamping dapat dijadikan sebagai ukuran kesehatan
keuangan, rasio-rasio profitabilitas ini sangat penting untuk diamati mengingat keuntungan yang memadai diperlukan untuk mempertahankan arus sumber sumber modal. rasio yang lazim digunakan untuk mengukur profitabilitas
perbankan diantaranya adalah Return On Assets(ROA)dan Return On equity
(ROE). Return on Assets (ROA) merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola dana yang diinvestasikan dari keseluruhan assets yang menghasilkan keuntungan. ROA digunakan untuk mengukur profitabilitas bank karena Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank, diukur dengan assets yang dananya sebagian besar dari dana simpanan masyarakat (Lukman Dendawijaya,2009:119). Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank, dan semakin baik pula posisi bank dari segi penggunaan asset. Rasio yang menjadi indikator tingkat profitabilitas yang digunakan setiap Perbankan Syariah adalah Return On Assets. Husnan dan Pudjiastuti (2002:120), menyatakan bahwa rasio profitabilitas ekonomi mengukur kemampuan aktiva perusahaan memperoleh laba dari operasi perusahaan. Karena hasil operasi yang ingin diukur, maka dipergunakan laba sebelum pajak. ROA bagi Bank Syariah dapat dihitung berdasarkan perbandingan laba sebelum pajak terhadap total aktiva. ROA dirumuskan sebagaiberikut: =
Standar Return On Assets (ROA) untuk Perbankan Syariah menurut surat edaran BI No. 9/24/DPbs tahun 2007 mengenai system penilaian tingkat kesehatan bank berdasarkan prinsif syariah sebagai berikut:
21
Tabel 2.2
Tingkat Kesehatan ROA
Peringkat Nilai ROA
Predikat
1
ROA.>1,5 %
Perolehan laba sangat tingggi
2
1,25% < ROA≤1,5%
Perolehan laba tingggi
3
0,5% < ROA≤1,25%
Perolehan laba cukup tinggi
4
0%< ROA ≤0,5%
Perolehan laba rendah
5
ROA ≤ 0%
Perolehan laba sangat rendah
atau cenderung rugi (Sumber: SE BI No.9/24/DPbs tangggal 30 Oktober 2007) ROE sangat penting artinya bagi para pemilik bank guna mengukur
kemampuan management dalam mengelola capiatal yang tersedia untuk mendapatkan net income (Teguh;1999,140). ROE diaanggap sebagai representasi dari nilai perusahaan, diamana memaksimalkan nilai perusahaan tujuan perusahaan dalam persfektif manajemen keuangan
merupakan
(Handono,2009;4).
Sehingga ROE penting artinya bagi para pemilik bank, karena ROE mencerminkan nilai perusahaan yang tercermin dari kenaikan saham-saham bank yang bersangkutan dipasar. Disamping itu ROE juga merupakan ukuran yang tepat untuk dapat mencerminkan kemampuan dalam membentuk pendapatan, efisiensi kegiatan usaha, struktur keuangan dan kebijakan perpajakan (Tendi, 2000;9)ROE merupakan perbandingan antara Earning After Tax dengan Total Equity (Teguh;1999,140). Sehingga ROE dapat dirumuskan sebgai berikut: =
Dengan menghitung ROA dapat diketahui seberapa besar prospek tingkat pengembalian dari operating assets yang diinvestasikan kedalam bank, sedangkan dengan menghitung ROE dapat diketahui berapa besarnya tingkat pengembalian yang diterima oleh pemilik modal sendiri (Tendi, 2000;10).
22
2.4.1. Faktor yang Mempengaruhi Profitabilitas Tingkat kesehatan bank mengggambarkan kondisi keuangan dan seberapa
baik bank teersebut melakukan manajemen yang dapat diukur dari profit bank dapat dihitung dengan beberapa cara. Diantaranya adalah dengan ROA dan yang
ROE
yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan aset dan equity atau
modal bank dalam memperoleh keuntungan.
Menurut Kosmidou (2008) faktor - fakor yang mempengaruhi profitabilitas
bank meliputi faktor internal dan faktor eksternal suatu bank tersebut. Faktor internal meliputi: Operation Cost Ratio, Capital Adequacy Ratio, Loan to Deposit
Ratio, Non Performing Loan, dan Size. Sedangkan faktoe eksternal meliputi: Gross Domestic Product Growth, tingkat inflasi, Stock Market Capitalization dan Concentration. 2.4.1.1 Faktor Internal 1.
Operation Cost Ratio
Operation Cost Ratio digunakan untuk mengukur biaya yang dikeluarkan bank untuk melakukan kegiatan operasionalnya tersebut. Bila biaya operasi bank tidak sebanding dengan pendapatan bank maka bank tersebut memilik tingkat efisiensi yang sendah dan sebaliknya. Dengan kata lain Operatin Cost Ratio memiliki pengaruh yang negatif terhadap pendapatan bank, sehingga diharapkan tingkat rasio dari biaya operasi yang rendah agar pendapatan bank meningkat yang diiringi pula dengan peningkatan kinerja bank. 2.
Capital Adequacy Ratio
Capital Adequcy Ratio (CAR) dapat digunakan untuk mengetahui seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung resiko ikut dibiayai dari dana modal sendiri.semakin tinggi CAR maka akan semakin baik kemampuan bank dalam memenuhi kewajibannya jika terjadi likuidasi bank. Kinerja bank dapat diketahui dengan cara mengukur rasio kecukupan modal yang dimiliki leh bank. Modal mempunyai pengaruh positif terhadap profit yang dimiliki, sehingga semakin besar tingkat permodalan bank maka akan meningkatkan profit bank dan akan mengurangi resiko dari kebangkrutan. Maksud dari pernyataan tersebut, jika tingkat permodalan bank tinggi maka bank akan mampu memenuhi kewajibannya 23
untuk membiayai aktivitas bank. Aktivitas bank dapat meliputi penghimpunan dana dari masyarakat dan penyaluran dana pada masyarakat (Kosmidou,2008). 3.
Loan to Deposit Ratio
to Deposit Raio/ Financing Deposit Ratio digunakan utuk mengukur Loan
seberapa besar kemampuan bank dalam membayar hutang kepada deposan serta dapat memenuhi permintaan kredit/ pembiayaan yang diajukan tanpa terjadinya penunggakan. Maksud dari pernyaan tersebut semakin tinggi tingkat LDR/FDR
maka akan semakin rendah likuiditas bank karena kredit yang diberikan kepada nasabah berasal dari dana pihak ke tiga, sehingga bank tidak mempunyai
simpanan apabila ada nasabah yang mengambil dananya secara tiba- tiba. Maka dari itu rasio likuiditas memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja bank, khususnya profitabilitas bank. 4.
Non Performing Loan
Pemberian kredit/ pembiayaan kepada masyarakat tentunya tidak akan selancar yang diharapkan bank, dalam hal peunasan sesuai dengan jatuh tempo yang dijanjikan. Satu kredit/pembiayaan dikatakan bermasalah jika nasabah gagal dalam memenuhi kewajibannya untuk melunasi pembayaran cicilan beserta bunga/imbal jasa seperti yang diepakati bersama. Kredit/pembiayaan bermasalah biasa disebut juga dengan Non Performing Loan bagi bank konvensional dan Non Performing Financing bagi Bank Syariah. Pembiayaan merupakan pendapatan utama bagi bank sekaligus sebagai sumber resiko terbesar yang memungkinkan adanya pembiayaan yang tidak tepat waktu pembayarannya yang akan mendatangkan masalah bagi bank. Karena bank tidak memperolah penghasilan dari bunga/bagi hasil dari pinjaman. Jumlah pendapatan bunga/bagi hasil yang berkurang akan mengakibatkan pada turunnya profit serta tingkat kesetan bank. Semakin besar rasio dari kredit macet mka akan semakin menurunkan kinerja bank, sehingga rasio kredit / pembiayaan macet memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja bank. 5.
Size.
Size digunakan untuk mengetahui tingkat aktivitas yang dilakukan bank dalam menghimpun dan menyalurkan dana kepada nasabah. Semakin besar aset dari 24
bank maka maka akan semakain besar aktivitas yanng dilakukan bank . size mamiliki pengaruh yang positif terhadap kinerja bank, karena besarnya aktivitas
suatu bank dapat mengdentifikasikan besarnya pengeluaran dan penerimaan yang dialami bank (Kosmidou,2008).
2.4.1.2.
Faktor Eksternal
1. Gross Domestic Product Growth Gross Domestic Product meruakan variabelmakro ekonomi yang sering
digunakan untuk mengetahui aktivitas dalam perekonomian suatu Negara. Pertumbukan Gross Domestic Prodct diharapkan dapat mempengaruhi jumlah
penawaran dan permintaan atas tabungan dan pinjaman dari masyarakat terhadap suatu bank. GDP memiliki pangaruh positif terhadap profit bank yang dapat meningkatkan yang dapat meningkatkan kinerja bank.dengan kata lain semakin tinggi GDP dapat mengidentifikasikan ada ingkat kemakmuran masyarakat maka semak intinggi permintaan atau penawaran peminjaman dan tabungan memiliki pengaruh positif terhadap pofit yang akan mengakibatkan pada kenaikan kinerja bank. 2. tingkat inflasi Tingkat inflasi merupakan satu indikator ekonomi makro yang dapat pendapatan bank mpengaruhi profit secara langsung dan tidak langsung, tergantung dari tingkat bunga (bagi bank konvensional) terhadap pendapatan bank, karena tingkat inflasi mengidentifikasikan dari harga suatu komoditas yang mengalami kenaikan harga dalam jangka yang cukup lama. Barang dan jasa yang mengalami inflasi dapat meningkatka pendapatan secara nominal bukan secara riil tetapi begitu juga denga pengeluaran secara nominal. Tinngkat inflasi akan berpengaruh positif terhadp profit bank, apabila perubahan pada pendapatan lebih besar jika dibanding dengan perubahan pada pengeluaran. Apabila yang terjadi adalah sebaliknya maka inflasi akan berpegaruh negatif terhadap profit bank, sehingga tingkat kesehatan juga tergantung pada tingkat inflasi. Pada Bank Syariah inflasi berpengaruh terhadap profit bank dari sisi jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun dan pembiayaan macet yang didapat. Sebagai akibat adanya persepsi masyaraat yang menganggap saat terjadi inflasi akan mengakibatkan 25
nilai mata uang yang cenderung turun sehingga saldo kas digunakan untuk membeli
barang
yang
non
produktif
sehingga
adannya
penurunan
DPK(Boediono,1980:168). Disisi lain dengan meningkatnya barang dan jasa kebutuhan masyarakat secara riil maka akan menurunkan kemampuan nasabah
dalam melakukan pembayaran atas angsuran pembiayaannya. 3. Stock Market Capitalization
Sebagai salah satu variabel eksternal
adalah besarnya saham yang
diterbitkan dipasar modal. Stock Market Capitalization merupakan jumlah dari nilai saham yang dimiliki bank yang diedarkan dipeasr modal. Stock Maket
Capitalization memiliki pengaruk negatif terhadap kinerja bank. Karena semakin banyak nilai saham yang diterbitkan maka akan menandakan bahwa bank tersebut sedang membutuhkan sejumlah dana utuk menjalankan aktivitasnya. 4. Concentration. Concentration, digunakan untuk bank yang memiliki lima aset terbesar dari seluruh bank yang dijadikan sampel penelitian. Karena pada umumnya bank yang memliki aset terbesar memiliki tingkat aktivitas dalam menghimpun dan menyalurkan pada nasabah yang tinggi dan dapat memonopoli pendapatan, sehingga concentration dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap profitabilitas bank yang berakibat pada peningkatan kinerja bank. Consentration melindungi bank dari persaingan. Concentration mengidentifikasikan aset bank. Sebesar apapun persaingan antar sektor perbankan, bank yang memiliki aset yang terbesar akan tetap dapat memonopoli industri perbankan. Semakin tinggi tingkat Concentration bank maka akan dapat dapat menyelamatkan bank dari tingkat persaingan dari pertumbuhan sektor perbankan yang pesat. Besarnya aset bank dapat menggambarkan tingginya tingkat aktivitas yang dilakukan bank, tingginya tingkat pengeluaran dan pemasukan bank. Sehingga Concentration memiliki pengaruh positif terhadap kinerja bank ( Demirguc-kunt dan Huizinga,1999). Namun menurut Teguh (1999:142) yang mempengaruhi profitabilitas terdapat 3 faktor yaitu assetsmanagement, liabilities Management dan overall management yang merupakan tiga bidang yang disoroti tajam dalam Profit Sensitivity Analysis. Profit Sensitivity Analysis merupakan merupakan analisis 26
suatu analisis yang mengukur sebsb/akibat yang mempengaruhi profitabilitas suatu bank (Teguh,1999;142). Berikut merupakan faktor yang mempengaruhi
profitabilitas bank menurut Teguh (1999:142). 1.
Assets Management
Hal yang diperhitungkan adalah besarnya Return On Assets (ROA). Sehingga faktor dalam assets management adalah Earning Before Interest adn Tax yaitu laba ditambah dengan pajak dan biaya bunga yang dibayarkan bank, dan Total
Assets yaitu jumlah assets bank secara keseluruhan yang dimiliki bank yang bersangkutan.
2.
Liabilities Management
Pada bidang ini ada tiga hal yang mempengaruhi profitabilitas yaitu Leverage Management, Cost of Debt, dan Spread Management. Leverage Management, Didapat dari perbandingan jumlah keseluruhan utang yang dimiliki bank dengan equity capital milik bank yang bersangkutan. Cost of Debt, Merupakan perbandingan dari seluruh biaya bunga yang dibayarkan oleh bank dengan total debt. Spread Management. Didapat dari perbandingan ROA dengan Cost and Debt. 3.
Overall Mangement
Terdapat dua faktor yang diperhitunngkan yaitu Debt Management dan ROE. Sehingga komponen yang memberikan pengaruh yang signifikan pada bidang ini adalah Leverage Management, Spread Management, EBIT dan total equity capital. Sehingga terlihat dalam bagian ini merupakan faktor secara keseluruhan dari management suatu bank, karena menggabungkan unsur assets dan liabilities nya. 2.5
Penelitian Terdahulu
Penelitian ini menggunakan ide dasar beberapa penelitian sebelumnya. Berikut nenerapa hasil peneitian yang mendukung penulis dalam melakukan penelitian ini.
27
Novianto Satrio Utomo (2009) melakukan penelitian tentang analisis pengaruh tingkat inflasi dan suku bunga BI terhadap Profabilitas Bank Muamalat Indonesia
Tbk. Berdasarkan rasio keuangan selama periode 5 tahun yaitu tahun 2003 2007,dimana profabilitas yang dijadikan tolak ukur adalah ROA,ROE dan NIM.
Dalam penelitian ini di gunakan metode regresi linier berganda yang menetapkan variabel ROA,ROE, dan NIM dan variabel bebas inflasi dan suku bunga. Sebelum melakukan analisa terhadap hasil regresi terlebih dahulu hasil tersebut di uji
asumsi klasik dan uji hipotesis. variabel suku bunga dan inflasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Profabilitas Bank Syariah.
Eka Andriani Shandy (2009), telah melakukan penelitian dengan menggunakan analisis regresi berganda dengan judul Pengaruh tingkat Inflasi, Suku Bunga, nilai tukar Rupiah terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah di Indonesia Tahun 2003-2007. Eka Andriani Shandy menyatakan bahwa Tingkat inflasi, suku bunga, nilai tukar rupiah secara simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas yang diwakili oleh ROA. Dan Tingkat inflasi, suku bunga, nilai tukar rupiah secara simultan berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas yang diwakili oleh ROE. Secara parsial Tingkat inflasi berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap profitabilitas baik yang diwakili oleh ROA. Suku bunga berpengaruh positif tidak signifikan terhadap profitabilitas yang diwakili oleh ROA.
Suku bunga
berpengaruh positif tidak berpengaruh signifikan
terhadap profitabilitas yang diwakili oleh ROE. Dan nilai tukar berpengaruh positif secara signifikan terhadap profitabilitas baik yang diwakili oleh ROA amupun ROE. Adi Setiawan (2009),Analisis Pengaruh Faktor Makro Ekonomi, Pangsa Pasar, dan Karakteristik Bank terhadap Profitabilitas Bank Syariah 2005-2008 dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Pada penelitiannya, Adi Setiawan dapat menarik kesimpulan bahwa Makro ekonomi, dengan indicator yang digunakan dalah inflasi dan GDP tidak berpengaruh terhadap ROA bank syariah di Indonesia. Sedangkan pangsa pasar berpengaruh signifikan terhadap ROA. Dan Karakteristik bank yang dilihat dari CAR, NPF, BOPO, dan ukuran bank. Dimana CAR berpengaruh positif secara signifikan terhadap ROA dan FDR 28
berpengaruh positif secara signifikan terhadap ROA. NPF berpengaruh negative secara signifikan terhadap ROA. BOPO berpengaruh negative secara signifikan
terhadap ROA. Size berpengaruh negative terhadap ROA. Sedangkan Secara simultan semua variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap ROA.
Atas uraian teori dan penelitian terdahulu diatas, maka dapat saya
kemukakan bahwa Perbankan syariah merupakan bagian dari entitas syariah yang berfungsi sebagai lembaga intermediary, sehingga dalam menjalankan kegitan
bisnisnya Perbankan Syariah mengembangkan produknya kedalam tiga kelompok produk penghimpunan dana, penyaluran dana dan jasa bank lainnya ( yaitu
Muhammad, Dwi Suwiknyo; 2009,8). Dimana Dana Pihak Ketiga yang terhimpun akan disalurkan oleh Perbankan Syariah dalam bentuk penyaluran dana, yaitu pembiayaan. Pembiayaan merupakan suatu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak pada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan baik dilakukan sendiri maupun lembaga (Muhammad;2002,17). Pembiayaan ini dikembangkan kedalam tiga model yaitu pembiayaan dengan prinsif jual beli (Murabahah, Salam, dan Istishna), prinsif sewa (Ijarah) dan pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerja sama/ bagi hasil (Syirkah) (Muhammad, Dwi Suwiknyo; 2009,11). Namun disisi lain terdapapat faktor systemic yang dapat mempengaruhi pendapatan Bank Syariah, dimana faktor ini melekat pada sector ekonomi makro, yaitu masalah suku bunga, kurs dan inflasi (www.Zonaekis.com). Dari ketiga indikator kesetabilan ekonomi makro tersebut selalu saling berhungan. Yaitu disaat pemerintah mengambil kebijakan untuk melakukan penurunan terhadap tingkat bunga melalui kebijakan moneternya, maka Jumlah Uang Beredar mengalami peningkatan, yang mengakibatkan kemampuan (nilai atau harga) mata uang domestic menurun, yang pada akhirnya akan menyebabkan inflasi. inflasi sangat erat kaitannya dengan tingkat bunga, dimana bank syariah tidak menggunakan konsep bunga. Walupun begitu Tingkat Suku Bunga tetap berpengaruh terhadap profitabilitas Bank Syariah dimana kegiatannya selalu berhubungan dengan sektor riil. Tingkat Suku Bunga sangat erat hubungannnya dengan inflasi. Inflasi dapat mempengaruhi pencapaian profit Bank Syariah yaitu melalui penurunan Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Syariah yang diakibatkan dari 29
persepsi masyarakat, bahwa tingginya inflasi akan menurunkan nilai uang sehingga masyarakat mengubah saldo kasnya menjadi barang, hal ini dilakukan
guna menghindari kerugian seandainya mereka memegang uang tunai (Boediono,1980:168). Dengan berkurangnya Dana Pihak Ketiga pada Bank
Syariah, maka porsi pembiayaan yang menjadi pendapatan utama Bank Syariah akan menurun, sehingga terjadi penurunan pendapatan Bank Syariah. Tinggi rendahnya pendapatan Bank Syariah dapat tercermin dalam Rasio
Profitabilitas. Rasio profitabilitas
merupakan rasio yang menunjukan tingkat
efektivitas yang dicapai melalui usaha opersional bank ( Muhammad, Dwi
Suwiknyo; 2009;263). Dalam PBI No. 09/01/PBI/2007, Return On Assets (ROA) merupakan indicator untuk rasio profitabilitas pada bank syariah, yang merupakan perbandingan antara laba sebelum pajak terhadap total assets . 2.6
Kerangka Pemikiran Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara ke
stabilan nilai rupiah yang tercermin dalam inflasi. Inflasi dan suku bunga sangat berhubungan dalam perekonomian. Inflasi selalu berkaitan dengan jumlah uang yang beredar dan kebijakan moneter yang diambil pemerintah melalui bank sentral. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan kebijakan moneter melalui tingkat suku bunga sehingga jumlah uang yang beredar bisa dikontrol. Melalui tingkat bunga inilah pemerintah dapat mempengaruhi pengeluaran investasi, permintaan agregat, tingkat harga serta GDP riil. Selain itu pemerintah juga dapat mengatur tingkat suku bunga Bank Indonesia atau BI rate. Dengan begitu keuntungan bank dari sisi bunga sangat ditentukan kondisi ekonomi makro serta regulasi atau kebijakan pemerintah (Boediono 1999). Jika inflasi naik secara tidak langsung BI akan mengantisipasinya dengan kenaikan BI rate. Dan jika BI menaikan BI rate, maka tingkat suku bunga pun akan meningkat. Hal ini yang akan mempengaruhi tingkat profabilitas suatu bank. Baik bank umum (konvensional) maupun Bank Syariah. Kenaikan tingat suku bunga melalui peningkatan BI rate ini akan diikuti oleh naiknya bunga pinjaman pada bank-bank umum, dan hal ini sangat memberatkan bagi kalangan pengusaha. Karena di saat kondisi perekonomian 30
yang belum stabil ini, mereka kesulitan mencari tambahan modal akibat naiknya bunga pinjaman. Bank syariah dalam kegiatan operasionalnya tidak tergantung
pada tingkat suku bunga, karena sistem yang ada pada bank syariah adalah sistem bagi hasil. Walaupun demikian ada semacam kekhawatiran yang melanda bank
syariah, yakni dikhawatirkan sebagian nasabah penyimpanan di bank syariah akan mengalihkan dananya pada bank konvensional karena tingkat suku bunga di bank umum (konvensional) mengalami kenaikan. Tetapi di sisi lain, bank syariah akan
menjadi alternatif bagi para pengusaha yang membutuhkan pinjaman dana untuk mengembangkan usahanya, karena mereka akan cenderung meminjam dana di
bank syarih dengan sistim bagi hasil dari pada harus membayar bunga. Karena dengan sistem bagi hasil, mereka tidak terlalu khawatir dengan adanya kebijakan Bank indonesia untuk menaikan tingkat suku bunga dalam rangka mengendalikan laju inflasi di indonesia. Profitabilitas bank syariah inilah yang menjadi penelitian peneliti dalam penelitian ini, dimana peneliti bemaksud untuk mencari informasi dan mengumpulkan data dalam rangka mengukur seberapa besar pengaruh tingkat suku bunga terhadap Profitabilitas Bank Syariah. Adapun kerangka berfikir berdasarkan penelitian terdahulu adalah sebagai berikut: Kerangka Pemikiran Bank BankIndonesia Indonesia
Bank Syariah
Kebijakan Moneter
Operasional Bank Syariah
Bi Rate
Penghimpun Dana
Penyalur Dana
Jasa Perbankan
2.7 Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan dugaan awal yang masih bersifat sementara yang akan dibuktikan setelah data empiris diperoleh. Maka dengan mengacu pada
31
tinjauan pustaka, kajian empiris, dan kerangka pemikiran diatas, dapat disusun hipotesis penelitian, berikut hipotesis dari penelitian ini:
Hipotesis :
Diduga Bi Rate berpengaruh terhadap Profitabilitas Bank Syariah
(Return On Asset dan Return On equity)
32