perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
TELAAH PENGAJUAN KASASI OLEH TERDAKWA BERDASARKAN ALASAN REQUISITOIR PENUNTUT UMUM HANYA MENGACU PADA BERITA ACARA PEMERIKSAAN DAN MENGABAIKAN FAKTA PERSIDANGAN DALAM PERKARA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Pertimbangan Hukum Hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor : 186 K/Pid/2010)
Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagai Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh : Narwasti Primastuti NIM. E0008194
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 201
commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Narwasti Primastuti, E0008194. 2012. TELAAH PENGAJUAN KASASI OLEH TERDAKWA BERDASARKAN ALASAN REQUISITOIR PENUNTUT UMUM HANYA MENGACU PADA BERITA ACARA PEMERIKSAAN DAN MENGABAIKAN FAKTA PERSIDANGAN DALAM PERKARA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Pertimbangan Hukum Hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor : 186 K/Pid/2010). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Penulisan Hukum ini bertujuan untuk mengetahui mengenai pengajuan kasasi oleh terdakwa berdasarkan alasan requisitoir penuntut umum hanya mengacu pada Berita Acara Pemeriksaan dan mengabaikan fakta persidangan dalam perkara pembunuhan sesuai dengan ketentuan KUHAP dan untuk mengetahui pertimbangan hakim Mahkamah Agung dalam menilai dan memeriksa alasan kasasi terdakwa. Penulisan hukum ini termasuk dalam jenis penelitian hukum doktrinal yang memberikan preskriptif mengenai pengajuan kasasi oleh terdakwa berdasarkan alasan requisitoir penuntut umum hanya mengacu pada Berita Acara Pemeriksaan dan mengabaikan fakta persidangan dalam perkara pembunuhan yang menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan studi kepustakaan untuk mengumpulkan bahan hukum dengan jalan membaca peraturan perundangundangan, dokumen-dokumen resmi maupun literatur yang berhubungan dengan masalah yang diteliti Penulis. Adapun teknik analisis bahan hukum dilakukan secara logika deduktif. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu bahwa pengajuan kasasi oleh terdakwa berdasarkan alasan requisitoir penuntut umum hanya mengacu pada Berita Acara Pemeriksaan dan mengabaikan fakta persidangan dalam perkara pembunuhan sesuai dengan ketentuan KUHAP sehingga pengajuan kasasi oleh terdakwa diterima oleh Mahkamah Agung. Implikasi lebih lanjut adalah requisitoir penuntut umum hanya mengacu pada Berita Acara Pemeriksaan dan mengabaikan fakta persidangan dalam perkara pembunuhan telah melanggar Pasal 253 KUHAP.
Kata kunci : Kasasi, Penuntut Umum, Requisitoir, Mahkamah Agung
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Narwasti Primastuti, E0008194. 2012. REVIEW THE SUBMISSION BY THE DEFENDANT BY REASON OF CASSATION REQUISITOIR THE PUBLIC PROSECUTOR ONLY REFERS TO PROCEEDINGS NEWS AND IGNORE THE FACT IN THE MURDER TRIAL (A Case Study of The Legal Considerations The Judge In The Supreme Court Verdict Ref 186 K/Pid/2010). Faculty of Law Sebelas Maret University. This law research aims to find out about the submission of cassation by the defendant on the basis of reason requisitoir the public prosecutor only refers to proceedings news and ignores the fact the trial in murder case in accordance with the provisions of the Code of Criminal Procedure and to know the Supreme Court Justice considerations in assessing and checking the reason of cassation defendant. This law research is belonging to doctrinal law research that give a prescription about the submission of cassation by the defendant on the basis of reason requisitoir the public prosecutor only refers to proceedings news and ignores the fact the trial in murder case which uses primary law material and secondary law material. The technique of collecting material law in this research is by studying the literature to collect law material by reading the legislative regulations, official documents, or others literature related to the problem which is investigated by the researcher. Furthermore, the technique of law material analysis is done deductive logic. The result of this research is that about the submission of cassation by the defendant on the basis of reason requisitoir the public prosecutor only refers to proceedings news and ignores the fact the trial in murder case in accordance with the provisions of the Code of Criminal Procedure so that the submission by the defendant accepted by the Cassation Court. Further implications are requisitoir the public prosecutor only refers to proceedings news and ignores the fact the trial in the murder case had violated the Code of Criminal Procedure Article 251. Key Words : Cassation, Public Prosecutor, Requisitoir, Supreme Court
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan (Q.S Al Faatihah : 6)
Hidup adalah soal keberanian, Menghadapi yang tanpa tanya, Tanpa kita mengerti, Tanpa kita bisa menawar. Terimalah dan Hadapilah (Soe Hok Gie)
Yang terpenting bukanlah seberapa banyak yang kamu punya, tapi apa yang kamu rasakan atas apa yang kamu punya
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Sebuah Karya ini Penulis persembahkan kepada :
Kedua orang tuaku tercinta
Diriku sendiri, atas perjuangan yang pantas untuk dihargai
Keluarga besarku tercinta
Almamaterku Fakultas Hukum UNS
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, hidayah dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum yang berjudul : “Telaah Pengajuan Kasasi oleh Terdakwa Berdasarkan Alasan Requisitoir Penuntut Umum Hanya Mengacu Pada Berita Acara Pemeriksaan
dan
Mengabaikan Fakta Persidangan dalam Perkara
Pembunuhan (Studi Kasus Pertimbangan Hukum Hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor : 186 K/Pid/2010) ” ini dengan lancar dan tepat pada waktunya. Penulisan Hukum atau Skripsi merupakan tugas wajib yang harus diselesaikan oleh setiap mahasiswa untuk melengkapi syarat memperoleh derajat sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan banyak pihak, maka perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
2.
Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Acara dan sekaligus pembimbing penulisan hukum ini yang telah banyak membantu memberikan pengarahan, bimbingan, saran dan waktu kepada penulis untuk kesempurnaan penulisan hukum ini.
3.
Bapak Muhammad Rustamaji, S.H, M.H, selaku pembimbing penulisan hukum ini yang telah banyak membantu memberikan pengarahan, bimbingan, saran dan waktu kepada penulis untuk kesempurnaan penulisan hukum ini.
4.
Bapak Budi Setiyanto, S.H, M.H, selaku pembimbing akademik penulis yang telah banyak memberikan pengarahan, saran kepada penulis dalam menempuh perkuliahan.
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
5.
digilib.uns.ac.id
Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan hukum ini.
6.
Semua pegawai & karyawan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah menjalankan tugasnya dengan baik melayani kami mahasiswamahasiswi.
7.
Orang tua terhebat Ayahku Drs.Slamet Aminto dan Ibuku Astyarini, atas doa, harapan, kasih sayang, perjuangan, nasihat, dukungan, motivasi dan segalanya
baik
moril
maupun
materiil
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan ini walaupun baru karya kecil yang mungkin belum bisa membanggakan. 8.
Eyang buyutku Moeljo Tjitrosiwojo,BA & RNGT.Satarijah yang telah mendidik ayahku dengan penuh kedisiplinan dan menemani masa kecilku dengan penuh kasih sayang.
9.
Eyang buyutku Karto Wiredjo & Marto Redjo yang telah membesarkan ibuku dengan penuh kasih sayang dan menemani masa kecilku dengan penuh kebahagiaan dan kasih sayang.
10. Keluarga besar Sukanda & Keluarga besar Moelyo Sentono atas doa, harapan, nasihat, kasih sayang, dukungan, dan motivasi yang sangat dibutuhkan oleh penulis. 11. Kakakku Aulia Dewani, S.Sos, Kakak Iparku Mas Bagus Barata Putra, S.E dan Adikku Brian Ahmad Ramadhan atas support dan doa yang diberikan kepada penulis. 12. Fadlun Majid Alhakim atas doa, nasihat, dukungan dan motivasi yang sangat dibutuhkan oleh penulis. 13. Sahabatku, Widyarosena Aryanti yang selalu menemani penulis dalam suka maupun duka, yang selalu memberikan doa, nasihat, semangat dan kasih sayang. 14. Sahabatku Reny Meiliana Sari, Sekar Ayu Amandasari, Arum Dyne Puji Hartari, Risang Galuh Sekartaji, dan Asnida Noor Sholihaty yang selalu memberikan doa, semangat dan nasihat positif.
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15. Ganesha Operation Comunity Shinta, Uli, Anin, Taufik, Adi,dll yang berjuang bersama untuk masuk ke universitas kita tercinta ini. 16. Keluarga kecilku Prasetyo Adi Nugroho, Nandhina Ayu Saraswati, Olvita Winastesia, Helga Anastasia, Ayu Soraya, Arinda Puspitasari, Qori Uci, Whinie NFR, Niken Tri Hapsari, Fatra Lysandra, Eric Wardhana, Dika Yudanto yang mewarnai hari-hari penulis di Fakultas Hukum ini, yang saling menyemangati dalam menjalani hidup, berbagi suka maupun duka. 17. Teman-teman angkatan 2008, terimakasih telah menjadi bagian dari kalian, Viva Justicia !!! 18. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, yang telah membantu baik moriil maupun materiil. Mengingat keterbatasan kemampuan diri penulis, penulis sadar bahwa Penulisan Hukum (Skripsi) ini masih jauh sempurna. Oleh karena itu adanya saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca sangat penulis harapkan. Meskipun demikian, penulis barharap agar penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Surakarta, 16 Juli 2012 Penulis
NARWASTI PRIMASTUTI
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................. iv ABSTRAK ........................................................................................................... v ABSTRACT .......................................................................................................... vi HALAMAN MOTTO .......................................................................................... vii HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... viii KATA PENGANTAR ......................................................................................... ix DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ............................................................................ 5 C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 5 D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 6 E. Metode Penelitian ................................................................................. 7 F. Sistematika Penulisan Hukum .............................................................. 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori ..................................................................................... 13 1. Tinjauan Umum tentang Upaya Hukum Kasasi ............................. 13 2. Tinjauan Umum tentang Terdakwa............................................ ...... 21 3. Tinjauan Umum tentang Penuntutan ............................................... 23 2. Tinjauan Umum tentang Berita Acara Pemeriksaan........................ 26 3. Tinjauan Umum tentang Fakta Persidangan .................................... 29 4. Tinjauan Umum tentang Pembuktian .............................................. 30
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana Pembunuhan..............................................................................40 6. Tinjauan Umum tentang Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung....................................................................................... 41 B. Kerangka Pemikiran......................................................................... 49 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Kesesuaian Alasan Pengajuan Kasasi oleh Terdakwa yang Didasarkan Requisitoir Penuntut Umum Hanya Mengacu pada Berita Acara Pemeriksaan dan Mengabaikan Fakta Persidangan Terhadap Ketentuan Pasal 253 KUHAP ................................................................. 51 1.
Identitas Terdakwa ........................................................................ 51
2.
Kasus Posisi ................................................................................... 51
3.
Dakwaan Jaksa Penuntut Umum ................................................... 53
4.
Tuntutan Penuntut Umum ............................................................. 56
5.
Amar Putusan Pengadilan Negeri .................................................. 57
6.
Amar Putusan Pengadilan Tinggi .................................................. 57
7.
Alasan Pengajuan Kasasi Oleh Terdakwa ..................................... 57 a. Judex Facti Telah Salah Menerapkan Hukum Pembuktian Sebagaimana Mestinya, Karena Telah Mengesampingkan Fakta-Fakta yang Terungkap di Persidangan ........................... 58 b. Judex Facti Telah Salah Menerapkan Hukum Pembuktian Sebagaimana Mestinya, Karena Telah Mengesampingkan Keterangan Ahli An Dr.Albinus Y. Kolmis ............................. 62 c. Judex Facti Tidak Menerapkan Hukum Pembuktian Secara Berimbang Karena Tidak Mempertimbangkan Keterangan Saksi An. La Ode Rakhmad Isra Yang Menguntungkan Terdakwa .................................................................................. 63 d. Judex Facti Salah dan Keliru Dalam Putusan Pengadilan Tingkat Pertama dan Pengadilan Banding Menyatakan
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Terdakwa Meyakinkan
Telah
Telah
Bersalah
Terbukti Melakukan
Secara Tindak
Sah
dan
Pidana
Penganiayaan Mengakibatkan Matinya Orang ......................... 64 B. Analisis Pertimbangan Hukum Hakim Mahkamah Agung Dalam Memeriksa dan Memutus Pengajuan Kasasi oleh Terdakwa Dalam Perkara Pembunuhan Nomor 186 K/Pid/2010............................... ...... 78 BAB IV PENUTUP A. Simpulan ................................................................................................ 81 B. Saran ..................................................................................................... 81 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 82 LAMPIRAN
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Bagan 1. Kerangka Pemikiran............................................................................. 49 Bagan 2. Skema Persesuaian Pengajuan Kasasi.................................................. 75
commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Putusan
Mahkamah
Agung
186/K/Pid/2010
commit to user xvi
Republik
Indonesia
Nomor
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengadilan adalah tempat terakhir para pencari keadilan, guna memperoleh kebenaran dan keadilan hakiki di dunia ini berdasarkan faktafakta yang terungkap di persidangan. “Pengadilan adalah tempat yang terpenting bagi terdakwa untuk membela dirinya dan minta keadilan yang sejujur-jujurnya, hal ini menjadi dambaan setiap pencari keadilan demi tegaknya hukum dan kepastian hukum” (Moch.Faisal Salam,2001: 280). Sebuah peradilan pidana sesungguhnya memuat karakter yang spesifik dan mulia. Spesifik dan mulia karena titik sentral peradilan pidana adalah sebuah proses yang dijalani untuk menilai ada atau tidaknya sebuah pelanggaran norma, terlepas dari ada atau tidaknya kerugian, baik materil maupun immateril. Adapun peradilan pidana ditujukan untuk mengembalikan rasa keadilan bersama dalam masyarakat, menjadikan semua pihak yang terlibat dalam peradilan pidana diwajibkan untuk secara bersama bekerja semata-mata untuk mencari kebenaran yang hakiki. Lebih menarik lagi dalam peradilan pidana yang menjadi taruhannya adalah manusia. Pada ujung proses sebuah peradilan pidana, nasib manusia ditentukan di sana. Oleh karena itu, amat berperan keyakinan hakim atas alat bukti yang diajukan dalam persidangan untuk menjatuhkan pidana. Tetapi tidak semua penegak hukum menjalankan tugasnya secara baik dan benar, beberapa penegak hukum terkadang tidak menerapkan hukum secara benar atau tidak menurut ketentuan undang-undang. Sebagai contoh adanya kekeliruan terhadap penerapan hukum dalam menangani kasus pidana dapat dilihat dalam kasus pembunuhan terhadap Nataniel Waicang (putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/downloadpdf/pdf) [2 April 2012 pukul 12]. Dalam kasus pembunuhan ini William Hurulean telah ditetapkan sebagai terdakwa, dan dijatuhi pidana selama enam tahun dikurangi masa tahanan, serta menetapkan terdakwa membayar biaya perkara sebesar
commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
Rp1.000,00. Atas putusan Pengadilan Negeri Jayapura William Hurulean mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jayapura, Putusan banding Pengadilan Tinggi Jayapura menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jayapura, atas Putusan Pengadilan Tinggi tersebut William Hurulean mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung dengan alasan requisitoir Penuntut Umum yang mengabaikan fakta pemeriksaan persidangan dan hanya mengacu pada Berita Acara Pemeriksaan. Meskipun keterangan ahli dan surat telah diatur dalam KUHAP, dalam kenyataannya visum et repertum dan keterangan ahli forensik yang memberikan keterangan dipersidangan pembunuhan Nataniel Waicang diabaikan begitu saja oleh penuntut umum dalam membuat requisitoir . Penuntut umum dalam kasus ini hanya mengacu pada Berita Acara Pemeriksaan dan mengabaikan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan. Pentingnya penulis mengaji kasus ini adalah bahwa telah ada kesalahan penerapan hukum yang dilakukan oleh penegak hukum yang harus dibenahi, yaitu kesalahan penerapan hukum oleh Penuntut Umum dalam melakukan penuntutan. Penuntut Umum telah mengabaikan fakta – fakta yang terungkap dipersidangan dan hanya mengacu pada Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Fungsi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) pada tahap penyidikan, merupakan pedoman bagi hakim dalam melakukan pemeriksaan di sidang pengadilan. Dengan demikian, Hakim dan Penuntut Umum tidak boleh terikat dan tergantung dari BAP penyidik. Hakim dan Penuntut Umum harus menggali dan mendalami keterangan saksi dihubungkan dengan segala hal yang terungkap
selama
persidangan
untuk
mendapatkan
keterangan
yang
sebenarnya. Berita Acara Pemeriksaan tidak dapat digunakan Penuntut Umum dalam membuat tuntutan, karena Berita Acara Pemeriksaan tidak mempunyai kekuatan hukum, karena tidak dilakukan di bawah sumpah seperti pengambilan sumpah seorang saksi dalam memberikan keterangan di persidangan (JP.Widodo.
Fungsi
Berita
Acara
http://space/handle/123456789/1530>) [2 April 2012 pukul 12].
commit to user
Pemeriksaan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
Dalam Pasal 162 ayat (2) KUHAP dikatakan bahwa jika keterangan itu sebelumnya telah diberikan di bawah sumpah, maka keterangan itu disamakan nilainya dengan keterangan saksi di bawah sumpah yang diucapkan di sidang. Menurut penafsiran a’contrario, berarti keterangan saksi yang dibacakan di sidang yang tidak mengangkat sumpah sebelumnya tidak sama nilainya dengan keterangan saksi di bawah sumpah yang diucapkan di sidang.
Hal ini
mengingat bahwa seorang saksi terkadang memberikan keterangan yang berbeda di sidang pengadilan dan pemeriksaan pendahuluan. Bambang Poernomo menguraikan pengertian pembuktian sebagai berikut “Suatu pembuktian menurut hukum pada dasarnya merupakan proses untuk menentukan substansi atau hakekat adanya fakta-fakta yang diperoleh melalui ukuran yang layak dengan pikiran yang logis terhadap fakta-fakta pada masa lalu yang tidak terang menjadi fakta-fakta yang terang dalam hubungannya dengan perkara pidana” (Bambang Poernomo, 1985: 38). Pembuktian merupakan masalah yang memegang peran dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Pembuktian mengandung arti bahwa benar suatu peristiwa pidana telah terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya, sehingga harus mempertanggungjawabkannya. Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang “tidak cukup” membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, terdakwa “dibebaskan” dari hukuman. Sebaliknya kalau kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti yang disebut dalam Pasal 184 KUHAP, terdakwa dinyatakan “bersalah”. Kepadanya akan dijatuhkan hukuman. Oleh karena itu hakim harus hati-hati, cermat, dan matang menilai dan mempertimbangkan nilai pembuktian. Meneliti sampai di mana batas minimum “kekuatan pembuktian” atau bewijs kracht dari setiap alat bukti yang disebut dalam Pasal 184 KUHAP (Yahya Harahap, 2009: 273). Dari pernyataan di atas maka dapat diketahui bahwa proses pembuktian merupakan hal yang paling utama dalam pemeriksaan persidangan. Akan tetapi Penuntut Umum dalam kasus ini telah mengabaikan fakta yang ada dalam persidangan termasuk mengabaikan keterangan ahli forensik. Apabila para penegak hukum membiarkan hal ini tanpa memperbaiki kesalahan penerapan hukum yang telah dilakukan
para penegak hukumya,
tentu saja akan
mencederai rasa keadilan masyarakat, adapun peradilan pidana ditujukan untuk mengembalikan rasa keadilan bersama dalam masyarakat. Tentu saja
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum dan pengadilan akan semakin berkurang. Dalam peradilan pidana yang menjadi taruhannya adalah manusia. Pada ujung proses sebuah peradilan pidana, nasib manusia ditentukan di sana. Oleh karena itu apabila Penuntut Umum salah dalam membuat tuntutan dan Hakim salah dalam membuat putusan tentu akan merugikan orang yang tidak bersalah dan memaksa orang yang tidak bersalah untuk mengakui perbuatan bahkan menjalani hukuman atas perbuatan yang tidak dia lakukan. William Hurulean yang dalam kasus ini telah ditetapkan sebagai terdakwa mengajukan permohonan kasasi terhadap requisitoir Penuntut Umum yang mengabaikan fakta pemeriksaan persidangan dan hanya mengacu pada Berita Acara Pemeriksaan. Dalam hal mengajukan permohonan kasasi tersebut tentu saja William Hurulean harus mengikuti apa yang telah diatur dalam KUHAP khususnya mengenai alasan-alasan kasasi. Dalam memori kasasi yang disusun William Hurulean bersama dengan Penasihat Hukumnya, menyertakan keberatan atas tindakan Penuntut Umum yang mengabaikan fakta persidangan dan hanya mengacu pada berita acara pemeriksaan yang kemudian berujung kepada putusan pemidanaan yang dijatuhkan terhadapnya. Fakta-fakta di persidangan berisi fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan yang diperoleh melalui keterangan para saksi, termasuk alat-alat bukti lain seperti keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Hal di atas sesungguhnya menarik untuk dikaji lebih dalam karena mengingat alat bukti keterangan ahli tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang mengikat dan menentukan. Dengan demikian, nilai kekuatan pembuktian keterangan ahli sama dengan nilai kekuatan yang melekat pada alat bukti keterangan saksi, yaitu mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas atau vrijn bewijskracht. Hakim bebas menilainya dan tidak terikat kepadanya. Namun, penilaian hakim ini harus benar-benar bertanggung jawab atas landasan moril demi terwujudnya kebenaran sejati dan demi tegaknya hukum serta kepastian hukum (Rusli Muhammad,2007 : 195) Atas dasar hal yang telah diuraikan Penulis di atas, Penulis hendak meninjau lebih dalam mengenai pengajuan kasasi oleh terdakwa berdasarkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
alasan requisitoir penuntut umum hanya mengacu pada Berita Acara Pemeriksaan dan mengabaikan fakta persidangan dalam perkara pembunuhan dalam suatu penelitian hukum (skripsi) dengan judul “ TELAAH PENGAJUAN KASASI OLEH TERDAKWA BERDASARKAN ALASAN REQUISITOIR PENUNTUT UMUM HANYA MENGACU PADA BERITA ACARA PEMERIKSAAN DAN MENGABAIKAN FAKTA PERSIDANGAN DALAM PERKARA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Pertimbangan Hukum Hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor : 186 K/Pid/2010)
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penulis merumuskan masalah untuk dikaji secara lebih rinci. Adapun permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu : 1. Apakah pengajuan kasasi oleh terdakwa berdasarkan alasan requisitoir penuntut umum yang hanya mengacu pada Berita Acara Pemeriksaan dan mengabaikan fakta persidangan dalam perkara pembunuhan memenuhi ketentuan Pasal 253 KUHAP ? 2. Bagaimana pertimbangan hukum Hakim Mahkamah Agung dalam memeriksa dan memutus pengajuan kasasi oleh terdakwa dalam perkara pembunuhan Nomor 186 K/Pid/2010 ?
C. Tujuan Penelitian Dalam suatu penelitian ada tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti. Tujuan ini tidak dilepas dari permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui secara jelas mengenai pengajuan kasasi oleh terdakwa berdasarkan alasan requisitoir penuntut umum hanya mengacu pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
Berita Acara Pemeriksaan dan mengabaikan fakta persidangan dalam perkara pembunuhan sesuai dengan ketentuan KUHAP. b. Untuk mengetahui secara jelas pertimbangan hakim Mahkamah Agung dalam menilai dan memeriksa alasan Kasasi terdakwa William Hurulean dalam perkara pembunuhan Natanael Waicang sesuai dengan ketentuan KUHAP. 2. Tujuan Subyektif a. Untuk menambah wawasan, pengetahuan dan kemampuan Penulis di bidang Hukum Acara Pidana khususnya tentang telaah yuridis pengajuan kasasi oleh terdakwa berdasarkan alasan requisitoir penuntut umum hanya mengacu pada Berita Acara Pemeriksaan dan mengabaikan fakta persidangan dalam perkara pembunuhan. b. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar Strata 1 (Sarjana) dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian Penulis berharap kegiatan penelitian dalam penulisan hukum ini akan memberikan manfaat bagi sebanyak mungkin pihak yang terkait dengan penulisan hukum ini, yaitu bagi Penulis, maupun bagi pembaca dan pihakpihak lain. Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan hukum ini antara lain : 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Acara Pidana pada khususnya. b. Memperkaya referensi dan literatur kepustakaan Hukum Acara Pidana tentang telaah pengajuan kasasi oleh terdakwa berdasarkan alasan requisitoir penuntut umum hanya mengacu pada Berita Acara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
Pemeriksaan dan mengabaikan fakta persidangan dalam perkara pembunuhan 2. Manfaat Praktis a. Menjadi wahana bagi Penulis untuk mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir ilmiah, sekaligus untuk mengetahui kemampuan Penulis dalam menerapkan ilmu-ilmu yang diperoleh. b. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang terkait langsung dengan penelitian ini.
E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Pada dasarnya penelitian hukum doktrinal adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Bahan-bahan tersebut kemudian disusun secara sistematis, dikaji dan ditarik kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti yaitu telaah pengajuan kasasi oleh terdakwa berdasarkan alasan requisitoir penuntut umum hanya mengacu pada Berita Acara Pemeriksaan dan mengabaikan fakta persidangan dalam perkara pembunuhan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang berfokus pada usaha untuk menemukan apakah hukumnya bagi suatu perkara. 2. Sifat Penelitian Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai, keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan, ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, ramburambu dalam melaksanakan aktivitas hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2005:22).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
Penelitian
ini
bersifat
preskriptif,
yaitu
dimaksudkan
untuk
memberikan argumentasi atas hasil penelitian yang telah dilakukan. Argumentasi disini dilakukan untuk memberikan perspektif atau penelitian mengenai benar atau salah menurut hukum terhadap fakta atau peristiwa hukum dari hasil penelitian. 3. Pendekatan Penelitian Pendekatan (approach) yang digunakan dalam suatu penelitian normatif akan memungkinkan seorang peneliti untuk memanfaatkan hasilhasil temuan ilmu hukum empiris dan ilmu-ilmu lain untuk kepentingan dan analisis serta eksplanasi hukum tanpa mengubah karakter ilmu hukum sebagai ilmu normatif. Dalam kaitannya dengan penelitian normatif dapat digunakan beberapa pendekatan berikut (Peter Mahmud Marzuki, 2005:93): (i) Pendekatan Perundang-undangan (statute approach) (ii) Pendekatan kasus (case approach) (iii) Pendekatan Historis (historical approach) (iv) Pendekatan Perbandingan ( comparative approach) (v) Pendekatan Konseptual (conceptual approach) Adapun yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kasus (case approach). Dalam menggunakan pendekatan kasus, yang perlu dipahami adalah ratio decidendi, yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim untuk sampai kepada putusannya (Peter Mahmud Marzuki, 2005:119). 4. Sumber Data Penelitian Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder bahan hukum tersier sebagai sumber data penelitian. Menurut Peter Mahmud Marzuki, “ bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua bahan hukum yang bukan merupakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
dokumen-dokumen resmi ” (Peter Mahmud Marzuki, 2005:141). Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian yaitu : a. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan, catatan resmi, risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan hakim. Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan yaitu : (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana; (3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung; (4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman; (5) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia; (6) Putusan Mahkamah Agung Nomor 186 K/Pid/2010 b. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku teks, jurnal-jurnal hukum dan komentar atas putusan pengadilan yang berkaitan dengan topik yang dibahas. 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum dimaksudkan untuk memperoleh bahan hukum dalam penelitian. Teknik pengumpulan bahan hukum yang mendukung dan berkaitan dengan pemaparan penulisan hukum ini adalah studi dokumen (studi kepustakaan). Studi dokumen adalah suatu alat pengumpulan bahan hukum yang dilakukan melalui bahan hukum tertulis dengan mempergunakan content analisys (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 194). Studi dokumen ini berguna untuk mendapatkan landasan teori dengan mengkaji dan mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen, laporan, arsip dan hasil penelitian lainnya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
6. Teknik Analisa Bahan Hukum Analisis bahan hukum adalah tahapan yang dilakukan peneliti dalam mengklasifikasi, menguraikan data yang diperoleh kemudian melalui proses pengolahan nantinya bahan hukum yang digunakan untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Teknik analisa dalam penelitian hukum ini adalah teknik kualitatif. Mengkualitatifkan bahan hukum adalah fokus utama dari penelitian hukum ini, dimana penelitian hukum ini berusaha untuk mengerti atau memahami gejala yang diteliti untuk kemudian mengkaitkan atau menghubungkan bahan-bahan yang diperoleh selama penelitian, yaitu apa yang tertera di dalam bahan-bahan hukum yang relevan dan menjadi acuan dalam penelitian hukum kepustakaan sebagaimana telah disinggung diatas. Dengan demikian penulis berharap dapat memberikan penjelasan yang utuh dan menyeluruh bagi fenomena yang diteliti, yaitu telaah pengajuan kasasi oleh terdakwa berdasarkan alasan requisitoir penuntut umum hanya mengacu pada Berita Acara Pemeriksaan dan mengabaikan fakta persidangan dalam perkara pembunuhan , dan pada akhirnya memberikan simpulan yang solutif untuk memecahkan permasalahan yang diteliti dengan memberikan rekomendasi seperlunya. Metode penalaran yang dipilih oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode deduktif/deduksi. Sedangkan yang dimaksud dengan metode deduksi adalah metode yang berpangkal dari pengajuan premis mayor yang kemudian diajukan premis minor, kemudian dari kedua premis tersebut ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 47). Hal-hal yang dirumuskan secara umum diterapkan pada keadaan yang khusus. Dalam penelitian ini penulis mengkritisi teori-teori ilmu hukum yang bersifat umum untuk kemudian menarik kesimpulan sesuai dengan kasus faktual yang dianalisa, yaitu telaah pengajuan kasasi oleh terdakwa berdasarkan alasan requisitoir penuntut umum hanya mengacu pada Berita Acara Pemeriksaan dan mengabaikan fakta persidangan dalam perkara pembunuhan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
F. Sistematika Penulisan Hukum Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta untuk mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka peneliti menjabarkan dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang terdiri dari 4 (empat) bab dimana tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : BAB I
: PENDAHULUAN Pada bab ini, penulis menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini penulis memberikan landasan teori atau memberikan penjelasan secara teoritik yang bersumber pada bahan hukum yang Penulis gunakan dan doktrin ilmu hukum yang dianut secara universal mengenai persoalan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang Penulis teliti. Landasan teori tersebut meliputi tinjauan tentang upaya hukum kasasi, tinjauan tentang terdakwa, tinjauan tentang penuntutan, tinjauan tentang berita acara pemeriksaan, tinjauan tentang fakta persidangan, tinjauan tentang pembuktian, tinjauan tentang tindak pidana pembunuhan
dan
tinjauan
tentang
pertimbangan
hakim
mahkamah agung. Selain itu untuk memudahkan pemahaman alur berfikir, maka dalam bab ini juga disertai kerangka pemikiran. BAB III
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini Penulis menguraikan dan menyajikan pembahasan
berdasarkan
rumusan
masalah,
yaitu:
telaah
pengajuan kasasi oleh terdakwa berdasarkan alasan requisitoir
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
penuntut umum hanya mengacu pada Berita Acara Pemeriksaan dan mengabaikan fakta persidangan dalam perkara pembunuhan. BAB IV
: PENUTUP Bab ini menguraikan simpulan dan saran terkait dengan permasalahan yang diteliti.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Upaya Hukum Kasasi a. Pengertian Upaya Hukum Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana atau ahli waris untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta cara yang diatur dalam undang-undang (Pasal 1 butir 12 KUHAP) . b. Tujuan Upaya Hukum 1) pemeriksaan yang baru atau revisi terhadap segala berkas perkara; 2) menguji putusan pengadilan tingkat sebelumnya (judex factie) tentang ketepatan kebenaran keadilan materiil yang diputuskannya. (Nikolas Simanjuntak,2009 : 292) c. Jenis Upaya Hukum Upaya hukum dibedakan menjadi upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa diatur dalam Bab XVII KUHAP sementara pengaturan tentang upaya hukum luar biasa terdapat dalam Bab XVIII KUHAP. d. Definisi Kasasi menurut para ahli : 1) Andi Hamzah menyatakan bahwa : Kasasi berasal dari Perancis kata asalnya adalah casser yang artinya memecah. Suatu putusan hakim dibatalkan demi untuk mencapai kesatuan peradilan. Semula berada ditangan raja berserta dewannya yang disebut conseil du Roi. Setelah revolusi yang meruntuhkan Kerajaan Perancis, dibentuklah suatu badan khusus yang tugasnya menjaga ke satuan penafsiran hukum, jadi merupakan badan antara yang menjembatani pembuat undang-undang dan kekuasaan kehakiman (Andi Hamzah,2011 : 297).
commit to user
13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
2) Nikolas Simanjuntak menyatakan sebagai berikut : Asal kata kasasi itu sendiri adalah cassser (Perancis), yang artinya membatalkan suatu putusan hakim demi tercapainya kesatuan peradilan, yang berarti itu juga sebagai kesatuan penafsiran hukum untuk menjembatani pembuat undang-undang dengan pelaksana kekuasaan kehakiman. Pengertian seperti itulah yang kemudian dibawa dari Perancis oleh Belanda sampai ke Indonesia. Makna kasasi dalam pengertian itu berarti demi adanya supremasi kepastian hukum untuk (1) kesatuan peradilan, (2) kesatuan penafsiran, dan (3) kesatuan pemahaman hukum antara kekuasaan legislator (selaku pembuat hukum in abstracto) dengan kekuasaan hakim selaku penerap hukum in concreto) (Nikolas Simanjuntak,2009 :296). 3) J.C.T Simorangkir “ Kasasi adalah suatu alat hukum yang merupakan wewenang dari Mahkamah Agung untuk memeriksa kembali putusan-putusan dari Pengadilan-pengadilan terdahulu, dan ini merupakan peradilan terakhir” (J.C.T Simorangkir, 2000:81). 4) Harun M. Husein Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, kata “kasasi” diartikan: “pembatalan atau pernyataan tidak sah oleh Mahkamah Agung terhadap putusan Hakim karena putusan hakim itu tidak sesuai benar dengan undang-undang. Dengan demikian apabila pengertian kasasi dan upaya hukum sebagaimana dijelaskan diatas dihubungkan dengan Pasal 153 ayat (1), maka dapat dirumuskan bahwa yang dimaksud upaya hukum kasasi adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan Pengadilan pada tingkat akhir, dengan cara mengajukan permohonan kepada Mahkamah Agung guna membatalkan putusan pengadilan tersebut, dengan alasan (secara alternatif/kumulatif) bahwa dalam putusan yang dimintakan kasasi tersebut, peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya, cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan Undang-Undang, Pengadilan telah melampaui batas wewenangnya (Harun M. Husein, 1992: 47-48). Menurut ketentuan Pasal 244 KUHAP, Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, Terdakwa atau Penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
e. Alasan Pengajuan Kasasi Alasan kasasi adalah dasar atau landasan dari pihak pemohon kasasi terhadap
putusan
pengadilan
yang
dimohonkan
kasasinya
kepada
Mahkamah Agung. Alasan alasan kasasi tersebut oleh pemohon kasasi diuraikan dalam memori kasasi. Ketentuan Pasal 248 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa pemohon kasasi wajib mengajukan memori kasasi yang memuat alasan permohonan kasasinya, maka sejalan dengan ketentuan tersebut pengajuan memori kasasi harus secara jelas mengemukakan alasan-alasan permohonan kasasinya. Terkabul atau tidaknya permohonan kasasi disamping digantungkan pada syarat-syarat formil (tentang tata cara dan tenggang waktu pengajuan permohonan kasasi) juga digantungkan pada syarat material, yaitu tentang alasan-alasan kasasi sebagaimana diatur dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP. Alasan pengajuan kasasi terbagi menjadi dua yaitu alasan kasasi yang dibenarkan menurut undang-undang dan alasan kasasi yang tidak dibenarkan undang-undang. 1) Alasan Kasasi yang Dibenarkan Menurut Undang-undang Alasan kasasi yang sudah ditentukan secara limitatiif dalam Pasal 253 ayat (1). Pemeriksaan kasasi dilakukan Mahkamah Agung berpedoman kepada alasan-alasan tersebut. Sejalan dengan itu, permohonan kasasi harus mendasarkan keberatan-keberatan kasasi bertitik tolak dari alasan yang disebutkan pada Pasal 253 ayat (1), yang harus diutarakan dalam memori kasasi ialah keberatan atas putusan yang telah dijatuhkan pengadilan kepadanya, karena isi putusan itu mengandung kekeliruan atau kesalahan yang tidak dapat dibenarkan oleh Pasal 253 ayat (1). Alasan kasasi yang diperkenankan atau yang dapat dibenarkan Pasal 253 ayat (1) terdiri dari : a) Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
b) Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang; c) Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya. Ketiga hal ini keberatan kasasi yang dibenarkan undang-undang sebagai alasan kasasi. Diluar ketiga alasan ini, keberatan kasasi ditolak karena tidak dibenarkan undang-undang. Penentuan alasan kasasi yang limitatif dengan sendirinya serta sekaligus membatasi wewenang Mahkamah Agung memasuki pemeriksaan perkara dalam tingkat kasasi, terbatas hanya meliputi kekeliruan pengadilan atas ketiga hal tersebut. Diluar ketiga hal itu, undang-undang tidak membenarkan Mahkamah Agung menilai dan memeriksanya. Oleh karena itu, bagi seseorang yang mengajukan permohonan kasasi harus benar-benar memperhatikan keberatan kasasi yang disampaikan dalam memori kasasi, agar keberatan itu dapat mengenai sasaran yang ditentukan Pasal 253 ayat (1). Menyimpang dari makna dan jiwa yang terkandung dari ketiga alasan tadi, tidak diperhatikan dan tidak dibenarkan oleh Mahkamah Agung. Sedapat mungkin permohonan kasasi dapat memeperlihatkan dalam memori kasasi bahwa putusan pengadilan yang dikasasi mengandung : a) Kesalahan penerapan hukum; b) Atau pengadilan dalam mengadili dan memutus perkara tidak melaksanakan cara mengadili menurut ketentuan undang-undang; c) Atau pengadilan telah melampaui batas wewenangnya, baik hal itu mengenai wewenang absolut maupun relatif atau pelampauan wewenang dengan cara memasukkan hal-hal yang nonyuridis dalam pertimbangannya. 2) Alasan Kasasi yang Tidak Dibenarkan Undang-Undang a) Keberatan Kasasi Putusan Pengadilan Tinggi Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Alasan yang memuat keberatan, putusan Pengadilan Tinggi tanpa pertimbangan yang cukup menguatkan putusan Pengadilan Negeri, tidak dapat dibenarkan dalam pemeriksaan kasasi. Percuma
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
permohonan kasasi mengajukan alasan keberatan yang demikian, sebab seandainya pengadilan tinggi menguatkan putusan serta sekaligus menyetujui pertimbangan Pengadilan Negeri, hal itu : (1) Tidak merupakan kesalahan penerapan hukum, dan tidak merupakan pelanggaran dalam melaksanakan peradilan menurut ketentuan undang-undang serta tidak dapat dikategorikan melampaui batas wewenang yang ada padanya; (2) Malahan tindakan pengadilan tinggi menguatkan putusan pengadilan negeri, masih dalam batas wewenang yang ada padanya, karena berwenang penuh menguatkan dan mengambil alih putusan pengadilan negeri yang dianggap telah tepat. b) Keberatan Atas Penilaian Pembuktian Keberatan kasasi atas penilaian pembuktian termasuk diluar alasan kasasi yang dibenarkan Pasal 253 ayat (1). Oleh karena itu, Mahkamah Agung tidak berhak menilainya dalam pemeriksaan tingkat kasasi. Hal ini berbeda dengan kesalahan penerapan hukum pembuktian, kesalahan penerapan hukum pembuktian bukan atau tidak merupakan penilaian pembuktian. Oleh karena itu, keberatan tersebut dapat dibenarkan dalam tingkat kasasi c) Alasan Kasasi yang Bersifat Pengulangan Fakta Alasan kasasi yang sering dikemukakan pemohon adalah pengulangan fakta, padahal sudah jelas alasan kasasi seperti ini tidak dapat dibenarkan oleh undang-undang. Arti pengulangan fakta ialah mengulang-ulang kembali hal-hal dan peristiwa yang telah pernah dikemukakannya baik dalam pemeriksaan sidang Pengadilan Negeri maupun dalam memori banding. Isi memori kasasi yang diajukan hanya mengulang kembali kejadian dan keadaan yang telah pernah dikemukakannya pada pemeriksaan pengadilan yang terdahulu, pemohon telah mengemukakan keadaan dan fakta-fakta. Kemudian hal itu kembali lagi diutarakannya dalam memori kasasi menjadi alasan kasasi. Keberatan kasasi yang seperti ini, tidak dibenarkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
undang-undang, dan Mahkamah Agung menganggapnya sebagai pengulangan fakta yang tidak perlu dipertimbangkan dalam tingkat kasasi. d) Alasan yang Tidak Menyangkut Persoalan Perkara. Alasan yang seperti ini pun sering dikemukakan pemohon dalam memori kasasi, mengemukakan keberatan yang menyimpang dari apa yang menjadi pokok persoalan dalam putusan perkara yang bersangkutan. Keberatan kasasi yang seperti ini dianggap irrelevant karena berada diluar jangkauan pokok permasalahan atau dianggap tidak mengenai masalah pokok yang bersangkutan dengan apa yang diputus pengadilan. e) Berat Ringannya Hukuman atau Besar Kecilnya Jumlah Denda Keberatan semacam ini pun pada prinsipnya tidak dapat dibenarkan undang-undang, sebab tentang berat ringannya hukuman pidana yang dijatuhkan maupun tentang besar kecilnya jumlah denda adalah wewenang pengadilan yang tidak takhluk pada pemeriksaan tingkat kasasi. f) Keberatan Kasasi Atas Pengembalian Barang Bukti. Alasan kasasi semacam ini pun tidak dapat dibenarkan. Pengembalian barang bukti dalam perkara pidana adalah wewenang pengadilan yang tidak tahluk pada pemeriksaan kasasi. Pengadilan sepenuhnya
berhak
menentukan
kepada
siapa
barang
bukti
dikembalikan. g) Keberatan Kasasi Mengenai Novum. Suatu prinsip yang juga perlu diingat dalam masalah keberatan kasasi harus mengenai hal-hal yang telah pernah diperiksa sehubungan dengan perkara yang bersangkutan, baik dalam sidang pengadilan negeri maupun dalam tingkat banding. Berarti suatu hal yang diajukan dalam keberatan kasasi, padahal hal itu tidak dapat diperiksa dan diajukan baik pada pemeriksaan sidang Pengadilan Negeri maupun pada pemeriksaan tingkat banding tidak dapat dibenarkan karena tidak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
takhluk pada pemeriksaan kasasi. Pengajuan hal seperti ini dalam keberatan kasasi dianggap hal baru atau novum (Yahya Harahap, 2010:567-573). f. Tujuan Upaya Hukum Kasasi Berdasarkan pemahaman tujuan ini kita akan dapat melihat kegunaan dan sasaran yang hendak diwujudkan oleh putusan-putusan Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi. Adapun tujuan utama dari upaya hukum kasasi ini adalah : 1) Koreksi terhadap kesalahan putusan pengadilan yang berada dibawahnya, memperbaiki dan meluruskan kesalahan penerapan hukum, agar peraturan hukum benar-benar diterapkan sebagaimana mestinya serta apakah cara mengadili perkara benar-benar dilakukan menurut peraturan Undang-Undang. 2) Menciptakan dan membentuk hukum baru, disamping tindakan koreksi yang dilakukan Mahkamah Agung dalam peradilan kasasi ada kalanya tindakan koreksi sekaligus menciptakan kaidah hukum baru dalam bentuk yurisprudensi. Berdasarkan jabatan dan wewenang yang ada padanya dalam bentuk judge making law, Mahkamah Agung menciptakan hukum baru guna mengisi kekosongan hukum, maupun dalam rangka menyejajarkan makna dan jiwa ketentuan Undang-Undang sesuai dengan elastisitas pertumbuhan kebutuhan lajunya perkembangan nilai dan kesadaran masyarakat. 3) Pengawasan terciptanya keseragaman penerapan hukum, dengan adanya putusan kasasi yang menciptakan adanya yurisprudensi, sedikit banyak akan mengarahkan keseragaman pandangan dan titik tolak dalam penerapan hukum (Yahya Harahap, 2010 : 539). g. Tata Cara Pemeriksaan Kasasi Prosedur dan tata cara pemeriksaan kasasi diatur dalam Pasal 253 ayat (2) KUHAP, tata cara pemeriksaan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
1) Pemeriksaan dilakukan sekurang-kurangnya oleh tiga orang hakim. Dalam praktik tidak jarang dilakukan pemeriksaan tingkat kasasi oleh lebih dari tiga orang hakim dan jika hal ini dilakukan maka disebut dengan Majelis Lengkap; dan 2) Pemeriksaan kasasi dilakukan atas dasar berkas perkara. Berdasarkan ketentuan pasal 253 ayat (2) KUHAP, dalam berkas perkara yang diterima oleh Mahkamah Agung terdapat hal sebagai berikut : a) Berita acara pemeriksaan penyidik; b) Berita acara pemeriksaan sidang di Pengadilan Negeri; c) Semua surat-surat yang timbul dalam persidangan yang berhubungan dengan perkara yang bersangkutan; d) Putusan Pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Negeri); e) Putusan tingkat banding (Pengadilan Tinggi) khususnya terhadap perkara yang diputus dengan pemidanaan (veroordeling); dan f) Jika dianggap perlu Mahkamah Agung dapat melakukan pemeriksaan tambahan. Berdasarkan pada ketentuan Pasal 253 ayat (3) KUHAP, pemeriksaan tambahan tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: (1) Dilakukan oleh Mahkamah Agung sendiri. Apabila pemeriksaan tambahan dilakukan sendiri oleh Mahkamah Agung, maka Mahkamah Agung mengeluarkan putusan sela (tussen vonis) yang memerintahkan dirinya sendiri untuk melakukan pemeriksaan tambahan dengan langsung menunjuk melalui putusan sela itu majelis hakim yang akan bertindak melakukan pemeriksaan tambahan tersebut. (2) Dilakukan oleh judex facti atas perintah dari Mahkamah Agung melalui Putusan sela. Majelis
hakim
di
Mahkamah
Agung
disini
tidak
mengeluarkan putusan, Mahkamah Agung akan memutus perkara tersebut berdasarkan putusan Pengadilan Negeri terdahulu dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
hasil pemeriksaan tambahan sesuai isi perintah putusan sela yang bersangkutan. 2. Tinjauan Umum tentang Terdakwa b. Pengertian Terdakwa. Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa diadili dan disidang pengadilan (Rusli Muhammad, 2007: 11). Sedangkan dalam KUHAP dibedakan mengenai istilah tersangka dan terdakwa. Perbedaan tersebut dapat ditemukan pada ketentuan Bab I tentang Ketentuan Umum Pasal 1 angka 14 dan 15 KUHAP yang menentukan bahwa :“Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana” (Pasal 1 angka 14 KUHAP) dan“Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan” (Pasal 1 angka 15 KUHAP). Dari ketentuan tersebut dapatlah dijabarkan bahwa apabila seseorang diduga melakukan suatu tindak pidana kemudian dilakukan penyelidikan oleh pihak kepolisian dan selanjutnya berkas perkara (BAP) diserahkan kepada jaksa penuntut umum maka status orang tersebut masih sebagai tersangka, sedangkan apabila perkara itu telah dilimpahkan ke pengadilan untuk diperiksa, dituntut dan diadili maka berubahlah status tersangka itu menjadi terdakwa. c. Hak-hak Terdakwa. Dalam praktek pemeriksaan perkara pidana hal yang paling mendasar dikedepankan adalah mengenai hak-hak tersangka/terdakwa baik dari tingkat penyidikan sampai dengan tingkat peradilan. Mengenai hal ini, KUHAP telah memberikan jaminan terhadap hak-hak tersangka/terdakwa antara lain : 1) Hak untuk dengan segera mendapatkan pemeriksaan oleh penyidik, diajukan ke penuntut umum dan perkaranya dilimpahkan ke pengadilan untuk diadili (Pasal 50 ayat (1), (2) dan (3) KUHAP) ;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
2) Hak agar diberitahukan secara jelas dengan bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya dan didakwakan pada waktu pemeriksaan (Pasal 51 butir (a) dan (b) KUHAP) ; 3) Hak untuk memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik dan kepada hakim pada waktu tingkat penyidikan dan pengadilan (Pasal 52 KUHAP) ; 4) Hak untuk mendapatkan juru bahasa (Pasal 53 ayat (1) KUHAP); 5) Hak untuk mendapatkan bantuan hukum guna kepentingan pembelaan selama dan waktu dan setiap tingkat pemeriksaan (Pasal 54 KUHAP) ; 6) Hak untuk memilih penasehat hukumnya sendiri (Pasal 55 KUHAP) serta dalam hal tidak mampu berhak didampingi Penasihat Hukum secara cuma-cuma/prodeo sebagaimana dimaksudkan ketentuan Pasal 56 ayat (1) dan (2) KUHAP ; 7) Hak tersangka apabila ditahan untuk dapat menghubungi penasihat hukum setiap saat diperlukan dan hak tersangka/terdakwa warga negara asing untuk menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya (Pasal 57 ayat (1) dan (2) KUHAP ; 8) Hak tersangka atau terdakwa apabila ditahan untuk menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya (Pasal 58 KUHAP) ; 9) Hak agar diberitahukan kepada keluarganya atau orang lain yang serumah denga Tersangka atau Terdakwa apabila ditahan untuk memperoleh bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya dan hak berhubungan dengan keluarga sesuai maksud si atas (Pasal 59 dan Pasal 60 KUHAP) ; 10) Hak Tersangka atau Terdakwa secara langsung atau dengan perantaraan penasihat hukumnya menerima kunjungan sanak keluarganya guna kepentingan pekerjaan atau kekeluargaan (Pasal 61 KUHAP) ; 11) Hak tersangka atau terdakwa mengirim atau menerima surat dengan Penasihat Hukumnya (Pasal 62 KUHAP) ; 12) Hak tersangka atau terdakwa menghubungi dan menerima kunjungan rohaniawan (Pasal 63 KUHAP) ;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
13) Hak agar terdakwa diadili di sidang pengadilan secara terbuka untuk umum (Pasal 64 KUHAP) ; 14) Hak tersangka atau terdakwa untuk mengajukan saksi dan ahli yang a de charge (Pasal 65 KUHAP) ; 15) Hak tersangka atau terdakwa agar tidak dibebani kewajiban pembuktian (Pasal 66 KUHAP) ; 16) Hak tersangka atau terdakwa mendapatkan ganti kerugian dan rehabilitasi (Pasal 68 jo Pasal 95 ayat (1) jo Pasal 97 ayat (1) KUHAP) ; 17) Hak terdakwa mengajukan keberataan tentang tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan (Pasal 156 ayat (1) KUHAP ; 18) Hak terdakwa untuk mengajukan banding, kasasi dan melakukan Peninjauan kembali (Pasal 67 jo Pasal 233, Pasal 244 dan Pasal 263 ayat (1) KUHAP) . 3. Tinjauan Umum Tentang Penuntutan a. Pengertian Penuntutan 1) Menurut Pasal 1 angka 7 KUHAP “Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan”. 2) Wirjono Prodjodikoro menyatakan bahwa “Menuntut
seorang
terdakwa
di
muka
Hakim
Pidana
adalah
menyerahkan perkara seorang terdakwa dengan berkas perkaranya kepada hakim, dengan permohonan, supaya hakim memeriksa dan kemudian memutuskan perkara pidana itu terhadap terakwa” . (Andi Hamzah, 2011:162) b. Pengertian Jaksa dan Penuntut Umum Penuntutan dalam perkara pidana dilakukan oleh jaksa yang mempunyai kewenangan untuk bertindak sebagai penuntut umum. Di dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
KUHAP dibedakan pengertian jaksa di dalam pengertian umum dan penuntut umum di dalam pengertian jaksa yang sementara menuntut suatu perkara. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 butir 6 KUHAP jo Pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, yaitu sebagai berikut: 1)
Pengertian Jaksa Menurut pengertian Pasal 1 angka 6 huruf a KUHAP, yang dimaksud dengan jaksa ialah, pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sesuai dengan pengertian diatas, maka yang menjadi kewenangan Jaksa ialah untuk bertindak sebagai penuntut umum dan bertindak sebagai pelaksana putusan pengadilan (eksekutor).
2)
Pengertian Penuntut Umum Menurut pengertian Pasal 1 angka 6 huruf b KUHAP, yang dimaksud dengan penuntut umum ialah jaksa yang diberi wewenang oleh undang–undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanankan penetapan hakim.
c. Tugas dan Wewenang Penuntut Umum Apabila antara Pasal 1 butir 6 huruf b KUHAP dikaitkan dengan Pasal 1 butir 6 huruf a KUHAP maka dapat disimpulkan tugas jaksa adalah sebagai berikut : 1) Sebagai Penuntut Umum. a) Melakukan Penuntutan. b) Melaksanakan penetapan pengadilan. 2) Melaksanakan putusan Pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap (eksekutor). Di dalam Pasal 13 KUHAP ditentukan bahwa penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan tuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Selain ini dalam Pasal 2 Undang-Undang Kejaksaan Republik Indonesia (Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004) menyebutkan bahwa Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya dalam undang-undang ini disebut Kejaksaan adalah Lembaga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan Negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang. Menurut ketentuan Pasal 14 KUHAP, penuntut umum mempunyai wewenang : 1) Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu. 2) Mengadakan pra penuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 10 ayat (3) dan ayat (4) dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik. 3) Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan kepada penyidik. 4) Membuat surat dakwaan. 5) Melimpahkan perkara ke pengadilan. 6) Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan. 7) Melakukan penuntutan. 8) Menutup perkara demi kepentingan umum. 9) Mengadakan “tindakan lain“ dalam lingkup tugas dan tanggung jawab penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini. 10) Melaksanakan penetapan hakim. Di dalam penjelasan Pasal tersebut dikatakan, bahwa yang dimaksud dengan tindakan lain adalah antara lain meneliti identitas tersangka, barang bukti dengan memperhatikan secara tegas batas wewenang dan fungsi antara penyidik, penuntut umum dan pengadilan. Pasal 137 KUHAP menentukan bahwa penuntut umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu delik dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke Pengadilan yang berwenang mengadili.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
Setelah Penuntut Umum menerima hasil penyidikan dari penyidik, ia segera mempelajarinya dan menelitinya dan dalam waktu 7 hari wajib memberitahuakan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum. Dalam hal hasil penyidikan ini ternyata belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk melengkapi dan dalam waktu 14 hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik sudah harus menyampaikan kembali berkas yang perkara kepada penuntut umum (Pasal 138 KUHAP). Mengenai
kebijakan
penuntut,
maka
penuntut
umum
yang
menentukan suatu perkara hasil penyidikan apakah sudah lengkap atau belum, hal ini untuk dilimpahkan ke Pengadilan Negeri untuk diadili. Hal ini diatur di dalam Pasal 139 KUHAP. Setelah Penuntut Umum menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik, ia segera menentukan apakah berkas perkara sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak diadakan penuntutan. Pasal 140 ayat (1) KUHAP dinyatakan, apabila penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan maka dalam waktu secepatnya segera membuat surat dakwaan. Jika menurut pertimbangan penuntut umum diketahui bahwa perkara tersebut tidak cukup bukti-bukti untuk diteruskan ke Pengadilan, maka penuntut umum membuat suatu ketetapan mengenai hal itu (Pasal 140 ayat (2) butir a KUHAP). Isi surat ketetapan tersebut diberitahukan kepada tersangka, dan apabila ia ditahan, maka ia wajib disampaikan kepada tersangka atau keluarga atau penasihat hukum, pejabat rumah tahanan negara, penyidik dan hakim (Pasal 140 ayat (2) butir c KUHAP). Hal ini biasa disebut dengan Surat Perintah Penghentian Penuntutan. 4. Tinjauan Umum Tentang Berita Acara Pemeriksaan a. Pengertian Berita Acara Pemeriksaan “Berita Acara Pemeriksaan adalah suatu rangkaian pemeriksaan yang dilakukan oleh penyelidik maupun oleh penyidik dalam mengusut suatu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
tindak pidana” (Moch.Faisal Salam, 2001: 131). Berita Acara Pemeriksaan Tersangka/Saksi yaitu sebuah dokumen catatan atau tulisan yang bersifat otentik, dibuat dalam bentuk tertentu oleh penyidik/penyidik pembantu atas kekuatan sumpah jabatan, diberi tanggal dan ditandatangani oleh penyidik/penyidik pembantu dan tersangka, saksi atau keterangan ahli, memuat uraian tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang dipersangkakan dengan menyebut waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak pidana dilakukan, identitas pemeriksa dan yang diperiksa, keterangan yang diperiksa, catatan mengenai akta dan/atau benda serta segala sesuatu yang dianggap perlu untuk kepentingan penyelesaian perkara pidana. b. Fungsi Berita Acara Pemeriksaan Fungsi berita acara pemeriksaan (BAP) pada tahap penyidikan, merupakan pedoman bagi hakim dalam melakukan pemeriksaan di sidang pengadilan. Dengan demikian, hakim tidak boleh terikat dan tergantung dari BAP penyidik. Hakim harus menggali dan mendalami keterangan saksi dihubungkan dengan segala hal yang terungkap selama persidangan untuk mendapatkan keterangan yang sebenarnya. Apabila saksi mengajukan permintaan dan pernyataan pencabutan BAP saksi di penyidikan, maka hakim akan mengajukan pertanyaan dan meminta saksi memberikan alasanalasan yang masuk akal dan diterima hakim BAP saksi di penyidikan yang telah dicabut dan diterima hakim, maka keterangan saksi bukan lagi merupakan alat bukti keterangan saksi, tetapi sebagai alai bukti petunjuk setelah Hakim memeriksa keterangan saksi dan alat bukti lannya dengan cermat, arif dan bijaksana. (JP.Widodo. Fungsi Berita Acara Pemeriksaan. http://space/handle/123456789/1530>) [2 April 2012 pukul 12] Setelah penyidik berpendapat segala sesuatu pemeriksaan yang diperlukan dianggap cukup, penyidik atas kekuatan sumpah jabatan segera membuat berita acara dengan persyaratan-persyaratan yang ditentukan dalam pasal 121 KUHAP, yaitu sebagai berikut : 1) memberi tanggal pada berita acara,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
2) memuat tindak pidana yang disangkakan dengan menyebut waktu, tempat, dan keadaan sewaktu tindak pidana dilakukan, 3) nama dan tempat tinggal tersangka dan saksi-saksi 4) keterangan mengenai tersangka dan saksi (umur, bangsa, agama, dan lainlain) 5) catatan mengenai akta dan benda, 6) serta segala sesuatu yang dianggap perlu untuk kepentingan penyelesaian perkara. Pada berita acara penyidikan ini sekaligus pula dilampirkan semua berita acara yang dibuat sehubungan dengan tindakan-tindakan yang diperlukan dalam rangka penyidikan yaitu : 1)
berita acara pemeriksaan tersangka;
2)
berita acara penangkapan ;
3)
berita acara penahanan ;
4)
berita acara penggeledahan ;
5)
berita acara pemasukan rumah ;
6)
berita acara penyitaan benda ;
7)
berita acara pemeriksaan surat ;
8)
berita acara pemeriksaan saksi ;
9)
berita acara pemeriksaan di tempat kejadian ;
10)
pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan ;
11)
pelaksanaan tindakan lain yang sesuai dengan ketentuan dalam undangundang ini. Berita acara penyidikan dan lampiran-lampiran yang bersangkutan,
dijilid menjadi suatu berkas oleh penyidik. Jilidan berkas berita acara disebut berkas perkara. Berita acara dibuat oleh pejabat yang bersangkutan dalam melakukan tindakan tersebut pada Pasal 75 ayat (1) KUHAP dan dibuat atas kekuatan sumpah jabatan. Berita acara tersebut selain ditandatangani oleh pejabat polisi ditandatangani pula oleh semua pihak yang terlibat dalam tindakan tersebut pada Pasal 75 ayat (1) KUHAP di atas. Berita acara yang dimaksud dalam Pasal 75 KUHAP ini diperuntukkan bagi pelaksanaan tugas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
penyidik dan penuntut umum. Sedangkan berita acara yang menyangkut jalannya persidangan diatur dalam Pasal 202 KUHAP, yang mensyaratkan cukup ditandatangani oleh hakim ketua sidang dan panitera. Tugas penyidik adalah menyiapakan hasil pemeriksaan penyidikan yang berupa berita acara sebagai berkas perkara. Dari hasil pemeriksaan penyidikan tersebut lalu dibuat oleh penyidik suatu kesimpulan yang pada umumnya disebut resume. Dalam resume tersebut diuraikan singkat keterangan-keterangan yang telah diberikan pada pemenuhan unsur-unsur tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka sesuai dengan pasal-pasal yang disangkakan. Setelah lengkap semua berita acara diperlukan, maka penyidik menyerahkan berkas perkara tersebut kepada penuntut umum yang merupakan penyerahan dalam tahap pertama yaitu hanya berkas perkaranya saja. Dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum. Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata kurang lengkap, penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi. Setelah berkas perkara dikembalikan oleh penuntut umum untuk dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk penuntut umum. Penyidikan dianggap telah selesai apabila dalam waktu empat belas hari penuntut umum tidak mengembalikan hasil penyidikan atau apabila sebelum batas waktu tersebut berakhir telah ada pemberitahuan tentang hal itu dari penuntut umum kepada penyidik. 5. Tinjauan Umum Tentang Fakta Persidangan Fakta
persidangan
berisi
fakta-fakta
yang
terungkap
dalam
persidangan yang diperoleh melalui keterangan para saksi, termasuk alat-alat bukti lain seperti keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting dalam pemeriksaan persidangan. Untuk memperoleh suatu kebenaran atas suatu peristiwa yang terjadi diperlukan suatu proses kegiatan yang sistimatis dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
menggunakan ukuran dan pemikiran yang layak dan rasional. Kegiatan pembuktian dalam hukum acara pidana pada dasarnya diharapkan untuk memperoleh kebenaran, yakni kebenaran dalam batasan-batasan yuridis bukan dalam batasan yang mutlak karena kebenaran yang mutlak sukar diperoleh (Rusli Muhammad, 2007 :185). Dengan pembuktian inilah ditentukan nasib terdakwa. Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang tidak cukup membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, terdakwa dibebaskan dari hukuman. Sebaliknya, kalau kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti yang disebutkan dalam Pasal 184 KUHAP, terdakwa harus dinyatakan bersalah. Kepadanya akan dijatuhkan hukuman. Oleh karena itu, para hakim harus hati-hati, cermat dan matang dalam menilai dan mempertimbangkan masalah pembuktian (Yahya Harahap, 2009 :273). Dari pernyataan di atas maka dapat diketahui bahwa proses pembuktian merupakan hal yang paling utama dalam pemeriksaan persidangan. 6. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian a. Pengertian Pembuktian 1) Menurut Bambang Poernomo “Suatu pembuktian menurut hukum pada dasarnya merupakan proses untuk menentukan substansi atau hakekat adanya fakta-fakta yang diperoleh melalui ukuran yang layak dengan pikiran yang logis terhadap fakta-fakta pada masa lalu yang tidak terang menjadi fakta-fakta yang terang
dalam hubungannya
dengan
perkara
pidana”
(Bambang
Poernomo,1985 :38) 2) Menurut M Yahya Harahap, “Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan
kesalahan
yang
didakwakan
kepada
terdakwa”.
Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan oleh undang-undang dan boleh dipergunakan hakim
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
membuktikan
kesalahan yang didakwakan (M.Yahya Harahap,
2010:273). Berdasarkan pengertian yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup pembuktian meliputi 3 hal, yaitu : a) Ketentuan atau aturan hukum yang berisi penggarisan dan pedoman cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan terdakwa, dikenal juga dengan sistem atau teori pembuktian. b) Ketentuan yang mengatur mengenai alat bukti yang dibenarkan dan diakui
undang-undang
serta
yang
boleh
digunakan
hakim
membuktikaann kesalahan. c) Ketentuan yang mengatur cara menggunakan dan menilai kekuatan pembuktian masing-masing alat bukti. Demikian ketiga hal inilah yang merupakan obyek dan inti pembahasan hukum pembuktian. Hukum pembuktian memegang peranan penting dalam proses hukum acara pidana dan untuk sebab itu mutlak harus dikuasai oleh semua pejabat pada semua tingkat pemeriksaan, khususnya penuntut umum yang berwenang menuntut dan dibebani kewajiban membuktikan kesalahan terdakwa. Kegagalan penuntut umum dalam tugas penuntutan banyak tergantung pada ketidakmampuan menguasai teknik pembuktian. Sebaliknya penuntut umum terikat pada pasal ketentuan dan penilai alat bukti yang ditentukan undang-undang. Penuntut umum, hakim, terdakwa maupun penasehat hukumnya tidak boleh sekehendak hati dengan kemauannya sendiri dalam menggunakan dan menilai alat bukti di luar apa yang telah digariskan undang-undang. Dalam hal ini penuntut umum bertindak sebagai aparat yang di beri wewenang untuk mengajukan segala daya upaya membuktikan segala kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Sebaliknya terdakwa atau penasehat hukumnya mempunyai hak untuk melemahkan dan melumpuhkan pembuktian yang diajukan penunutut umum, sesuai dengan cara yang dibenarkan undang-undang, bisa berupa sangkalan atau bantahan yang beralasan dengan saksi yang meringankan atau saksi de charge. Hakim sendiri
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
harus benar-benar sadar dan cermat menilai dan mempertimbangkan kekuatan pembuktian yang melekat pada setiap alat bukti yang ada. b. Sistem Pembuktian 1) Beberapa Teori Sistem Pembuktian Sebelum meninjau system pembuktian yang dianut oleh KUHAP, ada baiknya ditinjau dari beberapa ajaran yang berhubungan dengan system pembuktian. Gunanya sebagai perbandingan dalam memahami system pembuktian yang diatur dalam KUHAP. a) Conviction-in Time Pada conviction in Time pembuktiannya semata-mata didasarkan pada keyakinan hakim saja. Meskipun di dalam memeriksa perkara terdapat alat-alat pembuktian, namun jika hakim tidak yakin, maka hakim harus membebaskan terdakwa. Sebaliknya jika hakim yakin kesalahan terdakwa, maka terdakwa harus dijatuhi hukuman ( Jurnal Hukum Respublica, 2007: 9). Darimana hakim menarik dan menyimpulkan keyakinannya, tidak menjadi masalah dalam system ini. Keyakinan boleh diambil dan disimpulkan hakim dari alat-alat bukti yang diperiksanya dalam sidang pengadilan. Bisa juga hasil dari pemeriksaan akat-alat bukti itu diabaikan oleh hakim dan langsung menarik keyakinan dari keterangan atau pengakuan terdakwa. b)
Conviction-Raisonee Sistem pembuktian
Conviction
In Raisone
masih
juga
mengutamakan penilaian keyakinan hakim sebagai dasar satu-satunya untuk menghukum terdakwa, akan tetapi keyakinan hakim disini harus disertai pertimbangan hakim yang nyata dan logis, diterima oleh akal pikiran yang sehat. Keyakinan hakim tidak perlu didukung alat bukti sah karena memang tidak diisyaratkan. Meskipun alat-alat bukti telah ditetapkan oleh undang-undang tetapi hakim bisa menggunakan alatalat bukti di luar ketentuan undang-undang. Yang perlu mendapat penjelasan adalah bahwa keyakinan hakim tersebut harus dapat dijelaskan dengan alasan yang logis. Keyakinan hakim dalam sistem
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
pembuktian conviction in raisone harus dilandasi oleh "reasoning" atau alasan-alasan dan alasan itu sendiri harus “reasonable" yakni berdasarkan alasan-alasan yang dapat diterima oleh akal dan nalar, tidak semata-mata berdasarkan keyakinan (Munir Fuady, 2006: 56). c) Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Positif Teori ini adalah teori pembuktian berdasarkan alat bukti menurut undang-undang secara positif. Pembuktian menurut teori ini dilakukan dengan menggunakan alat-alat bukti yang sebelumnya telah ditentukan oleh undang-undang. Untuk menentukan ada atau tidaknya kesalahan seseorang, hakim harus mendasarkan pada alat-alat bukti yang tersebut di dalam undang-undang. Jika akat-alat bukti tersebut telah terpenuhi, hakim sudah cukup beralasan untuk menjatuhkan putusan tanpa harus timbul keyakinan telebih dahulu atas kebenaran alat-alat bukti yang ada (Rusli Muhammad, 2007:188). d) Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Negatif (Negatief Watelijk Stelsel) Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negative merupakan teori antara system pembuktian menurut undang-undang positif dengan system pembuktian conviction-in time. System pembuktian pembuktian menurut undang-undang secara negative merupakan keseimbangan antara kedua system yang saling bertolak belakang secara ekstrem. Rumusannya berbunyi: salah tidaknya seorang terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim yang didasarkan kepada cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undangundang (M.Yahya Harahap: 2009:277-279). Berdasarkan rumusan diatas, untuk menyatakan salah atau tidaknya terdakwa, tidak cukup berdasarkan keyakinan hakim sematamata. Atau hanya semata-mata didasarkan atas keterbuktian menurut ketentuan dan cara pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang. Seorang terdakwa baru dinyatakan bersalah apabila kesalahan yang didakwakan kepadanya dapt dibuktikan dengan cara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang serta sekaligus keterbuktian kesalahan itu dibarengi dengan keyakinan hakim. Bertitik tolak dari uraian diatas, untuk menentukan salah atau tidaknya terdakwa menurut system pembuktian menurut undangundang secara negative, terdapat dua komponen: (1) Pembuktian harus dilakukan menurut cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang. (2) Dan keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang. c. Sistem Pembuktian Yang Dianut KUHAP Setelah dijelaskan beberapa sistem pembuktian sebagai bahan perbandingan, tiba saatnya mengkaji system pembuktian mana diantara salah satu system tersebut yang diatur dalam KUHAP. Dalam Pasal 183 KUHAP, yang berbunyi: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”. Dari penjelasan Pasal 183 KUHAP tersebut pembuat undang-undang telah menentukan pilihan bahwa system pembuktian yang tepat dalam penegakan hukum Indonesia ialah system pembuktian menurut undangundang secara negative, demi tegaknya keadilan, kepastian, dan kebenaran. Karena dalam system pembuktian ini, terpadu kesatuan penggabungan antara system conviction-in time dengan system pembuktian menurut undang-undang secara positif (M.Yahya Harahap: 2009:280-281). d. Jenis Alat Bukti Menurut Pasal 184 ayat ( 1 ) KUHAP, alat bukti yang sah meliputi 1) Keterangan Saksi Menurut Pasal 1 butir 27 KUHAP yang dimaksud keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuanya itu. David A. Lagnado and Nigel Harvey membuat suatu pendapat mengenai saksi yaitu People construct stories to make sense of the evidence presented in court, and these narratives determine their predeliberation verdicts. Stories typically involve networks of causal relations between events; they on the evidence presented in the case, as well as on prior assumptions and common sense knowledge (David A. Lagnado and Nigel Harvey, 2008: 1167). Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di muka sidang pengadilan. Dengan perkataan lain hanya keterangan saksi yang diberikan dalam pemeriksaan disidang pengadilan yang berlaku sebagai alat bukti yang sah. (pasal 185 ayat (1) KUHAP). Agar keterangan saksi tersebut sah menurut hukum harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a) Pasal 160 ayat (3) KUHAP : sebelum memberi keterangan saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya masing-masing. Bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain dari yang sebenarnya. b) Keterangan saksi harus mengenai peristiwa pidana yang saksi lihat, dengar,
dan
alami
sendiri
dengan
menyebutkan
alasan
pengetahuannya (testimonium de auditu-keterangan yang diperoleh dari orang lain tidak mempunyai nilai pembuktian). c) Keterangan saksi harus diberikan di muka sidang pengadilan(kecuali yang ditentukan pada Pasal 162 KUHAP). d) Pasal 185 ayat (2) keterangan seorang saksi saja tidak cukup membuktikan kesalahan terdakwa (unus testis nullus testis). e) Kalau ada beberapa saksi terhadap beberapa perbuatan, kesaksian itu sah menjadi alat bukti dan apabila saksi satu dengan yang lain terhadap perbuatan itu bersangkut paut dan bersesuaian, untuk nilainya diserahkan hakim.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
Pada umumnya semua orang dapat menjadi saksi. Kekecualian menjadi saksi tercantum dlam Pasal 186 KUHAP berikut : a) keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa ; b) saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan, dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga; c) suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersamasama sebagai terdakwa. Alat bukti keterangan saksi sebagai alat bukti bebas yang tidak melekat sifat pembuktian yang sempurna dan tidak melekat di dalamnya sifat kekuatan pembuktian yang mengikat dan menentukan, sama sekali tidak mengikat hakim. Hakim bebas untuk menilai kesempurnaan dan kebenarannya. Tidak ada keharusan bagi hakim untuk menerima kebenaran setiap keterangan saksi. Hakim bebas menilai kekuatan atau kebenaran yang melekat pada keterangan itu dan dapat menerima atau menyingkirkannya. Jangan sampai terjadi satu hipotesis dari Kevin T. McGuire and James A. Stimson yang menyatakan one highly plausible hypothesis is that public opinion determines Supreme Court policy indirectly (Kevin T. McGuire and James A. Stimson, 2004: 1020). 2) Keterangan Ahli a) Pengertian Keterangan Ahli (1) Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan disidang pengadilan. (Pasal 186 KUHAP) (2) Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. (Pasal 1 butir 28 KUHAP)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
Yang dimaksud ahli dalam Pasal 179 adalah ahli kedokteran kehakiman atau ahli lainnya. Semua ketentuan yang berlaku terhadap saksi berlaku pula terhadap ahli. Seperti pada pemeriksaan saksi pemeriksaan ahli pun harus didahului dengan “mengucapkan sumpah atau janji” b) Alasan dan Tata Cara Pemeriksaan Keterangan Ahli Alasan dan Tata Cara Pemeriksaan Keterangan Ahli diatur dalam Pasal 180 KUHAP (1) Apabila diperlukan untuk menjernihkan duduk persoalan yang timbul di sidang pengadilan Seandainya penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum berpendapat ada sesuatu hal yang perlu dijernihkan duduk persoalannya, dapat meminta supaya didengar keterangan ahli. Demikian juga ketua sidang, apabila berpendapat ada suatu masalah yang perlu dijernihkan duduk persoalannya, karena jabatannya dapat meminta keterangan ahli. (2) Apabila diperlukan bahan baru Disamping ketua sidang dapat meminta keterangan ahli karena jabatannya, juga dapat meminta agar diajukan bahan baru oleh yang
berkepentingan.
Seperti
halnya
dalam
pemeriksaan
keterangan ahli, diperlukan untuk menjernihkan duduk persoalan yang timbul di sidang pengadilan maka dalam hal permintaan bahan baru ini pun dimaksudkan untuk menjernihkan duduk permasalahan yang timbul di sidang pengadilan. Alat bukti keterangan ahli sebagai alat bukti yang bebas yang tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan tidak menentukan, sama sekali tidak mengikat hakim. Hakim bebas untuk menilai kesempurnaan dan kebenarannya. Tidak ada keharusan bagi hakim untuk menerima kebenaran setiap keterangan saksi. Hakim bebas menilai kekuatan atau kebenaran yang melekat pada keterangan itu dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
dapat menerima atau menyingkirkannya. Akan tetapi hakim dalam mempergunakan wewenang kebebasan dalam penilaian pembuktian, harus benar-benar bertanggung jawab, atas landasan moral demi terwujudnya kebenaran sejati dan demi tegaknya hukum serta kepastian hukum. 3) Surat Yang dimaksud surat sebagai alat bukti pada Pasal 187 KUHAP adalah : a) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat
umum yang berwenang /yang dibuat dihadapannya, yang
memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat, atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan itu; b) Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian suatu hal/keadaan. c) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenal suatu hal/keadaan yang diminta secara resmi daripadanya. d) Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat bukti yang lain. Ditinjau dari segi materiil, semua alat bukti surat yang disebut dalam Pasal 187 bukan alat bukti yang mempunyai kekuatan mengikat. Pada diri alat bukti surat itu tidak melekat kekuatan pembuktian yang mengikat. Nilai kekuatan pembuktian alat bukti surat, sama halnya dengan nilai kekuatan pembuktian keterangan saksi dan alat bukti keterangan ahli, sama-sama mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang bersifat bebas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
4) Petunjuk Pengertian petunjuk berdasarkan Pasal 188 KUHAP adalah: a) kejadian/keadaan yang karena persesuainnya baik antara yang satu dengan yang lain maupun dengan tidak pidana itu sendiri menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. b) Pasal 188 ayat (2) mengemukakan bahwa petunjuk hanya dapat diperoleh dari : (1) Keterangan saksi (2) Surat (3) Keterangan terdakwa c) Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dilaksanakan oleh hakim dengan arif dan bijaksana setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya. Adapun mengenai kekuatan pembuktian alat bukti petunjuk serupa sifat dan kekuatannya dengan alat bukti yang lain. Sebagaimana yang sudah diuraikan mengenai kekuatan pembuktian keterangan saksi, keterangan ahli dan alat bukti surat, hanya mempunyai sifat kekuatan pembuktian yang bebas. 5) Keterangan Terdakwa Penjelasan tentang keterangan terdakwa dapat dilihat dalam Pasal 189 KUHAP, yang berbunyi : a) Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri; b) Keterangan terdakwa yang diberikan diluar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
c) Keterangan terdakwa hanya dapat dipergunakan terhadap dirinya sendiri ; d) Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah
melakukan
perbuatan
yang
didakwakan
kepadanya,
melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain. Kekuatan pembuktian alat bukti keterangan terdakwa serupa sifat dan kekuatannya dengan alat bukti yang lain. Sebagaimana yang sudah diuraikan mengenai kekuatan pembuktian keterangan saksi, keterangan ahli, alat bukti surat dan petunjuk, hanya mempunyai sifat kekuatan pembuktian yang bebas. Meskipun terdakwa memberikan pernyataan pengakuan sebagai pelaku dan yang bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, pengakuan tidak boleh dianggap dan dinilai sebagai alat bukti yang sempurna, menentukan, dan mengikat. 7. Tinjauan tentang Tindak Pidana Pembunuhan a. Pengertian Tindak Pidana Ilmu hukum pidana mengenal istilah tidak pidana dalam bahasa Belanda yaitu straafbaarfeit atau kadang juga disebut sebagai delict. Diantara para pakar di bidang hukum terdapat perbedaan mengenai tidak pidana, antara lain: 1)
Moeljatno
menggunakan
istilah
“perbuatan
pidana”,
yang
didefinisikan sebagai “Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut” (Moeljatno, 2000: 54). 2)
Van Hamel dalam Moeljatno merumuskan pengertian tindak pidana (strafbaarfeit) merupakan kelakuan orang (menselijke gedraging) yang dirumuskan dalam wet yang bersifat melawan hukum, yang patut di pidana (strafwaarding) dan dilakukan dengan kesalahan (Moeljatno, 2000: 38).
4)
Soedarto menggunakan istilah tindak pidana, dengan alasan sudah mempunyai penilaian sosial (sociologiche gelding) dan ternyata dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
perundang-undangan di Indonesia telah dipakai istilah tindak pidana tersebut dan digunakan untuk mengganti istilah straafbaarfeit (Soemitro, 1996: 42). Seperti yang dikatakan oleh Moeljatno .S.H merumuskan istilah perbuatan pidana sebagai berikut : “perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam pidana, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut “. Menurut Moeljatno , perbuatan ini adalah perbuatan yang melawan hukum perbuatan – perbuatan ini juga merugikan masyarakat dalam arti bertentangan dengan atau menghambat pelaksanaan tata dalam pergaulan hidup masyarakat dan kepentingan bersama ,beliau menarik kesimpulan bahwa suatu perbuatan akan menjadi suatu tindak pidana apabila perbuatan itu : a. Melawan hukum b. Merugikan masyarakat c. Dilarang oleh aturan pidana d. Pelakunya diancam pidana (Prof.Moeljatno,1990:2) b. Pengertian tindak pidana pembunuhan Didalam KUHP diatur pada buku II title
XIX (pasal 338-350),
tentang kejahatan-kejahatan nyawa orang. Pembunuhan ini termasuk tindak pidana material ,artinya untuk kesempurnaan tindak pidana ini tidak cukup dengan dilakukannya perbuatan itu, akan tetapi menjadi syarat juga adanya akibat perbuatan itu. 8. Tinjauan tentang Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung a. Pertimbangan Hakim Untuk memberikan telaah pada pertimbangan hakim dalam berbagai putusannya, khusus putusan yang mengandung pemidanaan, akan dilihatnya pada dua kategori. Kategori pertama akan dilihat dari segi pertimbangan yang bersifat yuridis dan kedua adalah pertimbangan yang bersifat nonyuridis. 1) Pertimbangan yang bersifat yuridis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada fakta-fakta yuridis yang terungkap di dalam persidangan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan. Hal-hal yang dimaksudkan tersebut diantaranya dakwaan jaksa penuntut numum, keterangan terdakwa dan saksi, barang-barang bukti, pasal-pasal dalam peraturan hukum pidana, dan sebagainya. (Rusli Muhammad, 2007 : 213) a) Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana karena berdasarkan itulah pemeriksaan di persidangan dilakukan. Dakwaan selain berisikan identitas terdakwa, juga memuat uraian tindak pidana yang didakwakan dengan menyebut waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan. Dakwaan yang dijadikan pertimbangan hakim adalah dakwaan yang telah dibacakan di depan sidang pengadilan. Pada umumnya keseluruhan dakwaan jaksa penuntut umum ditulis kembali di dalam putusan hakim. b) Keterangan Terdakwa Keterangan terdakwa menurut KUHAP Pasal 184 butir e, digolongkan sebagai alat bukti. Keterangan terdakwa adalah apa yang dinyatakan terdakwa di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan, ketahui, atau alami sendiri. Dalam praktik keterangan terdakwa sering dinyatakan dalam bentuk pengakuan dan penolakan, baik sebagian maupun keseluruhan terhadap dakwaan penuntut umum dan keterangan yang disampaikan oleh para saksi. Keterangan terdakwa sekaligus juga merupakan jawaban atas pertanyaan, baik yang diajukan oleh penuntut umum, hakim maupun penasihat hukum. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menggunakan istilah keterangan terdakwa bukan pengakuan terdakwa seperti digunakan di dalam HIR. Istilah keterangan terdakwa dapat meliputi keterangan yang berupa penolakan dan keterangan yang berupa pengakuan atas semua yang didakwakan kepadanya. c) Keterangan Saksi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
Salah satu komponen yang harus diperhatikan hakim dalam menjatuhkan putusan adalah keterangan saksi. Keterangan saksi dapat dikategorikan sebagai alat bukti sepanjang keterangan itu mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar, lihat, dan alami sendiri dan harus disampaikan di dalam sidang pengadilan dengan mengangkat sumpah. Adalah hal yang wajar jika hakim mempertimbangkan keterangan saksi sebab dari keterangan saksi inilah akan terungkap perbuatan pidana yang pernah terjadi dan memperjelas
siapa pelakunya. Dengan kata lain,
melalui keterangan saksi inilah akan memberi gambaran terbukti atau tidaknya dakwaan jaksa penuntut umum sehingga dengan keterangan saksi, hakim mempunyai gambaran akan dakwaan jaksa penuntut umum. d) Barang-barang bukti Yang dimaksud dengan barang bukti dalam hal ini adalah semua benda yang dapat dikenakan penyitaan dan yang diajukan oleh penuntut umum di depan sidang pengadilan. Barang-barang bukti yang dimaksud diatas tidak termasuk alat bukti sebab undang-undang menetapkan lima macam alat bukti, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Meskipun bukan sebagai alat bukti apabila penuntut umum menyebutkan barang bukti itu di dalam surat dakwaannya dan kemudian mengajukan barang bukti itu kepada hakim, hakim ketua dalam pemeriksaan harus memperlihatkannya, baik kepada terdakwa
maupun
kepada
saksi,
bahkan
kalau
perlu
hakim
membuktikannya dengan membacakan atau memperlihatkan surat atau berita acara kepada terdakwa atau saksi dan selanjutnya meminta keterangan seperlunya tentang hal itu (Pasal 181 ayat (13) KUHAP) Adapun jenis dan rupa barang bukti yang dipertimbangkan oleh hakim cukup bervariasi, yakni sesuai dengna jenis kejahatan yang dilakukan terdakwa, misalnya pada kejahatan pembunuhan barang buktinya adalah berupa pisau, kayu, dan baju yang digunakan terdakwa ataupun korban. e) Pasal-pasal peraturan hukum pidana
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
Salah satu hal yang sering terungkap di dalam proses persidangan adalah pasal-pasal peraturan hukum pidana. Pasal-pasal ini bermula terlihat dan terungkap dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum, yang diformulasikan sebagai ketentuan hukum pidana yang dilanggar oleh terdakwa. Pasal-pasal tersebut, kemudian dijadikan dasar pemidanaan atau tindakan oleh hakim. Di dalam praktik persidangan, pasal peraturan hukum pidana itu selalu dihubungkan dengan perbuatan terdakwa. Dalam hal ini penuntut umum dan hakim berusaha untuk membuktikan dan memeriksa melalui alat-alat bukti tentang apakah perbuatan terdakwa telah atau tidak memenuhi unsur-unsur yang dirumuskan dalam pasal peraturan hukum pidana. Jika ternyata perbuatan terdakwa memenuhi unsur-unsur dari setiap pasal yang dilanggar, berarti terbuktilah menurut hukum kesalahan terdakwa, yakni telah melakukan perbuatan seperti diatur dalam pasal hukum pidana itu. Berdasarkan Pasal 197 KUHAP, maka salah satu yang harus dimuat di dalam surat putusan pemidanaan adalah pasal peraturanperaturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan. Berdasarkan ketentuan inilah sehingga setiap putusan pengadilan selalu mempertimbangkan pasal-pasal atau peraturanperaturan hukum yang menjadi dasar pemidanaannya itu. 2) Pertimbangan yang bersifat nonyuridis Keadaan-keadaan yang digolongkan sebagai pertimbangan yang bersifat nonyuridis adalah latar belakang dilakukannya tindak pidana, akibat-akibat yang ditimbulkan, kondisi diri terdakwa, keadaan sosial ekonomi dan lingkungan keluarga terdakwa, serta faktor agama. a) Latar belakang perbuatan terdakwa Setiap keadaan yang menyebabkan timbulnya keinginan serta dorongan keras pada diri terdakwa dalam melakukan tindak pidana kriminal. Misalnya seseorang yang sering mengkonsumsi alkohol akan mempunyai tempermen yang tinggi apabila saat sedang dalam pengaruh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
alkohol. Sehingga apabila ia sedang dalam pengaruh alkohol ia tidak dapat mengendalikan emosinya sehingga sangat mudah untuk melakukan tindak kriminal, misalnya pembunuhan, pemerkosaan, dan lain sebagainya. b) Akibat perbuatan terdakwa Perbuatan pidana yang dilakukan terdakwa sudah pasti membawa korban ataupun kerugian pada pihak lain. Perbuatan pidana pembunuhan misalnya akibat yang terjadi adalah matinya orang lain. Selain itu, berakibat buruk pula pada keluarga korban apabila yang menjadi korban itu tulang punggung dalam kehidupan keluarganya. c) Kondisi diri terdakwa Yang dimaksud dengan kondisi diri terdakwa adalah keadaan fisik ataupun psikis terdakwa sebelum melakukan kejahatan, termasuk pula status sosial yang melekat pada dirinya. Keadaan fisik dimaksudkan adalah usia dan tingkat kedewasaan, sementara keadaan psikis dimaksudkan adalah berkaitan dengan perasaan, misalnya dalam keadaan marah, mempunyai perasaan dendam, mendapatkan ancaman atau tekanan dari orang lain, dan pikiran dalam keadaan kacau atau tidak normal. Adapun yang dimaksud dengan status sosial adalah predikat yang dimiliki dalam masyarakat, yakni apakah sebagai pejabat, tokoh masyaraka, ataukah sebagai gelandangan, dan sebagainya. Sudah dapat diduga bahwa sebelum terdakwa melakukan suatu kejahatan tertentu, pasti didahului atau memiliki suatu kondisi diri, seperti yang dimaksudkan di atas.Misalnya saja terdakwa pada waktu itu kondisi dirinya dalam keadaan marah, dendam, terancam keselamatan dirinya, atau mungkin karena pikirannya sedang kacau atau tidak normal. Dilihat dari segi status sosialnya, barangkali terdakwa ketika itu mempunyai status sosial tinggi atau justru sebaliknya status sosialnya rendah. d) Keadaan sosial ekonomi terdakwa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
Di dalam KUHP ataupun KUHAP tidak ada satu aturan pun yang dengan jelas memerintahkan bahwa keadaan sosial ekonomi terdakwa harus dipertimbangkan di dalam menjatuhkan putusan yang berupa pemidanaan. Meskipun begitu, kondisi sosial ekonomi tersebut dapat dijadikan pertimbangan dalam menjatuhkan putusan sepanjang hal tersebut merupakan fakta dan terungkap di muka persidangan. e) Faktor agama terdakwa Setiap putusan pengadilan senantiasa diawali dengan kalimat “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Kalimat ini selain berfungsi sebagai kepala putusan, juga yang lebih penting merupakan suatu ikrar dari hakim bahwa apa yang diungkapkan dalam putusannya itu semata-mata untuk keadilan yang berdasarkan ketuhanan. Kata ketuhanan menunjukkan suatu pemahaman yang berdimensi keagamaan. Dengan demikian, apabila para hakim membuat putusan berdasarkan ketuhanan, berarti pula ia harus terikat oleh ajaran-ajaran agama. Keterikatan para hakim terhadap ajaran agama tidak cukup jika hanya meletakkan kata ketuhanan pada kepala putusan, tetapi harus menjadi ukuran penilaian dari setiap tindakan, baik tindakan para hakim itu sendiri maupun dan terutama tindakan para pembuat kejahatan. b. Mahkamah Agung 1) Pengertian Mahkamah Agung Sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, bahwa : “Mahkamah Agung adalah pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum untuk dapat menciptakan hukum yang benarbenar adil maka diperlukan suatu badan peradilan tertinggi dari semua lingkungan peradilan, yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain (Pasal 3 UndangUndang Nomor 48 Tahun 2009).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
Mahkamah agung adalah puncak kekuasaan peradilan dan fungsi peradilan di Indonesia. Dalam mewujudkan prinsip keadilan dan kebenaran hukum, Mahkamah Agunglah yang menjadi puncak harapan seluruh masyarakat indonesia. Tetapi, sebagai puncak aspirasi akan keadilan itu, tugas Mahkamah Agung pada pokoknya bukanlah dalam pembuatan hukum ataupun dalam pelaksanaan hukum dan penegakan hukum. Fungsi Mahkamah Agung itu adalah untuk menghakimi perkarapekara ketidakadilan yang muncul, sehingga dapat diputuskan secara tepat Demi Keadilan Berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa. 2) Tugas dan Wewenang Mahkamah Agung Mahkamah Agung merupakan badan peradilan tertinggi di Indonesia, yang berkedudukan di Ibu kota Negara Indonesia. Mahkamah Agung bukanlah merupakan pengadilan tingkat ketiga, tetapi sebagai hakim pengawas ataupun hakim kasasi. Hakim Kasasi tidak dapat menilai secara keseluruhan isi dari putusan pengadilan yang lebih rendah. Tegasnya hakim Mahkamah Agung bertugas semata-mata sebagai hakim pengawas, yaitu meliputi pengawasan terhadap jalannya peradilan, pekerjaan pengadilan dan tingkah laku hakim-hakim di semua lingkungan badan peradilan. Menurut Pasal 20 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Mahkamah Agung mempunyai kewenangan: a) mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan disemua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung, kecuali undang-undang menentukan lain; b) menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang undang; dan c) kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang Kewenangan Mahkamah Agung juga diatur oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah dirubah dengan UndangUndang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, yaitu : a) Meminta keterangan dan pertimbangan dari : (1) Pengadilan di semua lingkungan peradilan (Pasal 32 ayat (3); (2) Jaksa Agung (Pasal 44 ayat (2)); (3) Pejabat lain yang diserahi tugas penuntutan perkara pidana. b) Membuat peraturan sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran jalannya peradilan (Pasal 79); c) Mengatur sendiri administrasinya baik administrasi peradilan maupun administrasi umum. Kewenangan
Mahkamah
Agung
tersebut
didasarkan
pada
kekuasaan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang meliputi : a) Memeriksa dan memutus permohonan kasasi, sengketa wewenang mengadili, permohonan peninjauan kembali terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (Pasal 28); b) Memberi pertimbangan dalam bidang hukum, baik diminta atau tidak kepada lembaga tinggi negara (Pasal 37); c) Memberi nasehat hukum kepada Presiden sebagai kepala negara untuk pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35); d) Melaksanakan tugas dan wewenag lain berdasarkan undang-undang (Pasal 39)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
B. Kerangka Pemikiran
Tindak Pidana Pembunuhan
Proses Pemeriksaan Persidangan
Hakim Mengesampingkan Fakta-fakta Persidangan dan hanya mengacu pada Berita Acara Pemeriksaan
Upaya Hukum Oleh Terdakwa
Pertimbangan Hakim Kasasi
Kasasi
Alasan Pengajuan Kasasi Berdasarkan Pengesampingan Fakta Persidangan Oleh Hakim
Pasal 253 ayat (1) KUHAP Bagan 1.Kerangka Pemikiran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
Keterangan Kerangka pemikiran tersebut menjelaskan alur pemikiran penulis dalam mengangkat, menggambarkan, menelaah dan menjabarkan serta menemukan jawaban atas permasalahan hukum yaitu pengajuan kasasi oleh terdakwa berdasarkan alasan requisitoir Penuntut Umum hanya mengacu pada Berita Acara Pemeriksaan dan mengabaikan fakta persidangan dalam perkara pembunuhan. Fakta persidangan berisi fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan yang diperoleh melalui keterangan para saksi, termasuk alatalat bukti lain seperti keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting dalam pemeriksaan persidangan. Dalam pembuktian tindak pidana pembunuhan alat bukti yang dapat digunakan antara lain keterangan saksi, keterangan ahli, dan petunjuk. Hakim dan Penuntut Umum tidak boleh terikat dan tergantung dari Berita Acara Pemeriksaan penyidik. Hakim dan Penuntut Umum harus menggali dan mendalami keterangan saksi dihubungkan dengan segala hal yang terungkap selama persidangan untuk mendapatkan keterangan yang sebenarnya. Berita Acara Pemeriksaan tidak dapat digunakan Penuntut Umum dalam membuat tuntutan, karena Berita Acara Pemeriksaan tidak mempunyai kekuatan hukum, karena tidak dilakukan dibawah sumpah seperti pengambilan sumpah seorang saksi dalam memberikan keterangan di persidangan. Permasalahan terjadi dalam hal keterangan saksi dan keterangan ahli diabaikan oleh penuntut umum dalam membuat requisitoir (tuntutan), hal tersebut tentunya memberikan implikasi terhadap putusan yang dijatuhkan. Dalam hal putusan yang dijatuhkan adalah putusan pemidanaan, maka upaya yang dilakukan untuk tidak menerima putusan tersebut adalah mengajukan kasasi. Dalam hal mengajukan kasasi perlu dilihat Pasal 253 ayat (1) yang mengatur tentang alasan-alasan kasasi secara limitatif atau dengan kata lain, alasan-alasan kasasi yang diajukan oleh pemohon kasasi harus sesuai dengan Pasal 253 ayat (1) KUHAP.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Identitas Terdakwa Nama
: WILLIAM HURULEAN
Tempat lahir
: Manokwari ;
Umur/tanggal lahir
: 30 Tahun/ 9 Oktober 1978
Jenis kelamin
: Laki-laki ;
Kebangsaan
: Indonesia ;
Tempat tinggal
: Jalan Beringin Entrop Jayapura Selatan Kota Jayapura;
Agama
: Kristen Protestan ;
Pekerjaan
: POLRI
2. Kasus Posisi Kasus ini bermula dari pemukulan yang dilakukan oleh Nataniel Waicang (korban) terhadap ABD Ajid Mony (Saksi II) di depan Hotel Asia Hamadi Jayapura pada tanggal 27 Juni 2008 sekitar jam 03.30 WIT. Teman ABD Ajid Mony yang bernama Abner Waromi (Saksi III) yang melihat pemukulan tersebut melaporkan kepada kakak ABD Ajid Mony yang bernama Mohammad Faisal Mony bahwa ABD Ajid Mony dipukul oleh seorang polisi. Mohammad Faisal Mony (saksi V) dengan menggunakan pakaian dinas PDL bersama dengan Sdr. Abner Waromi pergi melihat ABD Ajid Mony di depan Hotel Asia Hamadi. Mohammad Faisal kemudian mendekati dan menyapa Nataniel Waicang dan kemudian bertanya apakah benar Nataniel Waicang telah memukul Adiknya ABD Ajid Mony. Nataniel Waicang menjawab “kenapa ko ta terima saya juga polisi ”. Tidak lama kemudian lewat mobil kijang kapsul warna silver, Mohammad Faisal Mony menghentikan mobil tersebut dan minta tolong diantar sampai ke Polresta. Sekitar jam 04.10 WIT Mohammad Faisal Mony tiba di Polresta Jayapura
commit to user
51
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
dan mengarahkan korban ke penjagaan, Mohammad Faisal ditanyai oleh anggota yang sedang jaga An La Ode “Sal itu masalah apa” dan dijawab “pukul adik saya baru keroyok lagi” mendengar jawaban itu La Ode mengarahkan agar korban dibawa ke ruangan P3D. Saat Mohammad Faisal Mony mengajak Nataniel Waicang ke ruangan P3D, tiba-tiba Nataniel Waicang memukul Mohammad Faisal Mony dan kemudian Mohammad Faisal Mony membalas memukul Nataniel Waicang pada bagian pipi kiri sebanyak satu kali sehingga korban jatuh ke lantai di samping Penjagaan Polresta Jayapura dengan mengeluarkan darah pada kepala sebelah kanan. Kemudian Mohammad Faisal Mony dengan meminjam Mobil Polresta Jayapura hendak membawa Nataniel Waicang ke RSU Dok II Jayapura. Dalam perjalanan menuju Rumah Sakit ketika sampai di depan Kantor Kejari Jayapura Nataniel Waicang tiba-tiba hendak memukul Mohammad Faisal Mony seketika itu Mohammad Faisal Mony mengerem mobil dan memutar menuju ke Polda Papua dengan maksud untuk mengamankan Nataniel Waicang di piket Provos. Pada hari Jumat tanggal 27 Juni 2008 sekitar jam 05.15 WIT, William Hurulean (Terdakwa) dan Desti Pakondo (saksi VII) sedang melaksanakan piket Provos Polda Papua kemudian datang anggota Polresta Jayapura yaitu Mohammad Faisal Mony (Saksi V) menggunakan mobil Lantas Polresta Jayapura dengan membawa seseorang yang berpakaian preman anggota Polres Keerom dalam kondisi mabuk yaitu Nataniel Waicang (korban). Mohammad Faisal Mony mengatakan kepada Desti Pakondo bahwa korban telah memukul adiknya sehingga Mohammad Faisal sempat memukul korban ketika berada di Kantor Polresta Jayapura. Kemudian terdakwa William Hurulean yang saat itu berada di gedung utama datang dan menuju kearah korban yng berada di atas mobil Lantas Polresta Jayapura dan menanyakan kepada saksi Mohammad Faisal “ada apa ini” lalu saksi memberitahukan bahwa korban dalam keadaan mabuk dan memukul adiknya dan memberitahukan kepada terdakwa kalau saksi Mohammad Faisal memukul korban sehingga terdakwa yang mendengar hal tersebut kemudian memukul korban dengan cara menampar sebanyak dua
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
kali dengan menggunakan telapak tangan kanan terdakwa pada bagian pipi kiri korban kemudian terdakwa menyiram korban dengan menggunakan air sebanyak dua kali. Sebelum terdakwa melakukan pemukulan dengan cara menampar korban sebanyak dua kali terdakwa sempat melihat terdapat darah dipundak kanan korban namun terdakwa tidak menanyakan hal tersebut kepada saksi Mohammad Faisal yang membawa korban dan langsung melakukan pemukulan terhadap korban yang sudah dalam keadaan lemas kemudian terdakwa membawa korban ke sel hingga korban kemudian muntah dan mengeluarkan darah dari telinga. Kemudian korban mendapat perawatan di RSUD Dok II dan meninggal dunia. Sebagaimana bunyi Visum Et Repertum dari Rumah Sakit Umum Daerah Dok II Jayapura yang diperiksa oleh Dr. Albinus dokter pada Rumah Sakit Umum Dok II Jayapura tanggal 28 Juli 2008 dengan kesimpulan. Pada penderita di dapatkan : -
CKB + Hematom + retak Tengkorak Kepala ;
-
Luka-luka kelainan tersebut disebabkan oleh : Kekerasan benda tumpul ;
-
Luka-luka/kelainan
tersebut
mengakibatkan:
Dirawat
dan
meninggal. 3. Dakwaan Penuntut Umum PRIMAIR Bahwa Terdakwa Wiliam Hurulean pada hari Jumat tanggal 27 Juni 2008 sekitar pukul 05:15 WIT atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Juni 2008 atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam tahun 2008 beretmpat di halaman Polda Papua atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Jayapura telah melakukan penganiayaan terhadap korban Nataniel Waicang sehingga menyebabkan korban meninggal dunia, yang dilakukan oleh para Terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut : Bahwa berawal ketika saksi Mohammad Faisal membawa korban Nataniel Waicang dengan menggunakan mobil Polresta Jayapura yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
dalam keadaan lemas dan mabuk masuk kedalam Polda Papua dan pada saat berada di halaman piket P3D Polda Papua saksi Mohammad Faisal lalu memberitahukan kepada saksi Desti Pakondo kalau orang yang sedang dibawa adalah anggota Polres Keerom yang dalam kondisi mabuk dan telah memukul adik saksi Mohammad Faisal sehingga saksi sempat memukul korban ketika berada di kantor Polresta Jayapura. Bahwa kemudian Terdakwa William Hurulean yang saat itu berada dipiket Provost Polda Papua digedung utama datang dan menuju kearah korban yang berada diatas mobil Lantas Polresta Jayapura dan menanyakan kepada saksi Mohammad Faisal “ada apa ini” lalu saksi memberitahukan bahwa korban dalam keadaan mabuk dan memukul adik saya dan memberitahukan kepada Terdakwa kalau saksi Mohammad Faisal memukul korban sehingga Terdakwa yang mendengar hal tersebut kemudian memukul korban dengan cara menampar sebanyak 2 (dua) kali dengan menggunakan telapak tangan kanan Terdakwa pada bagian pipi kiri korban kemudian Tedakwa menyiram korban dengan menggunakan air sebanyak 2 (dua) kali. Bahwa sebelum Terdakwa melakukan pemukulan dengan cara menampar korban sebanyak 2 (dua) kali Terdakwa sempat melihat terdapat darah dipundak kanan korban namun Terdakwa tidak menanyakan hal tersebut kepada saksi Mohammad Faisal yng membawa korban dan langsung melakukan pemukulan terhadap korban yang sudah dalam keadaan lemas kemudian Terdakwa membawa korban ke sel hingga korban kemudian muntah dan mengeluarkan darah dari telinga. Bahwa
akibat
perbuatan
Terdakwa
menganiaya
korban
mengakibatkan korban mendapat perawatan di RSUD Dok II dan meninggal dunia sebagaimana bunyi Visum Et Repertum dari Rumah Sakit Umum Daerah Dok II Jayapura yang diperiksa oleh Dr. Albinus dokter pada Rumah Sakit Umum Dok II Jayapura tanggal 28 Juli 2008 dengan kesimpulan. -
CKB + Hematom+ retak Tengkorak Kepala ;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
-
Luka-luka kelainan tersebut disebabkan oleh: Kekerasan benda tumpul ;
-
Luka-luka/
kelainan
tersebut
mengakibatkan:
Dirawat
dan
meninggal. Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam Pidana lam Pasal 351 ayat (3) KUHPidana. SUBSIDAIR Bahwa Terdakwa Wiliam Hurulean pada hari Jumat tanggal 27 Juni 2008 sekitar pukul 05:15 WIT atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Juni 2008 atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam tahun 2008 beretmpat di halaman Polda Papua atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Jayapura telah melakukan penganiayaan terhadap korban Nataniel Waicang sehingga menyebabkan luka berat, yang dilakukan oleh para Terdakwa dengan cara-cara sebagai berikut : Bahwa berawal ketika saksi Mohammad Faisal membawa korban Nataniel Waicang dengan menggunakan mobil Lantas Polresta Jayapura yang dalam keadaan lemas dan mabuk masuk kedalam Polda Papua dan pada saat berada di halaman piket P3D Polda Papua saksi Mohammad Faisal lalu memberitahukan kepada saksi Desti Pakondo kalau orang yang sedang dibawa adalah anggota Polres Keerom yang dalam kondisi mabuk dan telah memukul adik saksi Mohammad Faisal sehingga saksi sempat memukul korban ketika berada di kantor Polresta Jayapura. Bahwa kemudian Terdakwa William Hurulean yang saat itu berada dipiket Provost Polda Papua digedung utama datang dan menuju kearah korban yang berada diatas mobil Lantas Polresta Jayapura dan menanyakan kepada saksi Mohammad Faisal “ada apa ini” lalu saksi memberitahukan bahwa korban dalam keadaan mabuk dan memukul adik saya dan memberitahukan kepada Terdakwa kalau saksi Mohammad Faisal memukul korban sehingga Terdakwa yang mendengar hal tersebut kemudian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
memukul korban dengan cara menampar sebanyak 2 (dua) kali dengan menggunakan telapak tangan kanan Terdakwa pada bagian pipi kiri korban kemudian Tedakwa menyiram korban dengan menggunakan air sebanyak 2 (dua) kali. Bahwa sebelum Terdakwa melakukan pemukulan dengan cara menampar korban sebanyak 2 (dua) kali Terdakwa sempat melihat terdapat darah dipundak kanan korban namun Terdakwa tidak menanyakan hal tersebut kepada saksi Mohammad Faisal yng membawa korban dan langsung melakukan pemukulan terhadap korban yang sudah dalam keadaan lemas kemudian Terdakwa membawa korban ke sel hingga korban kemudian muntah dan mengeluarkan darah dari telinga. Bahwa
akibat
perbuatan
Terdakwa
menganiaya
korban
mengakibatkan korban mendapat perawatan di RSUD Dok II dan meninggal dunia sebagaimana bunyi Visum Et Repertum dari Rumah Sakit Umum Daerah Dok II Jayapura yang diperiksa oleh Dr. Albinus dokter pada Rumah Sakit Umum Dok II Jayapura tanggal 28 Juli 2008 dengan kesimpulan. -
CKB + Hematom+ retak Tengkorak Kepala ;
-
Luka-luka kelainan tersebut disebabkan oleh: Kekerasan benda tumpul ;
-
Luka-luka/
kelainan
tersebut
mengakibatkan:
Dirawat
dan
meninggal. Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam Pasal 351 ayat (2) KUHPidana. 4. Tuntutan Penuntut Umum Tuntutan Pidana Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jayapura tanggal 13 Januari 2009 sebagai berikut : a.
Menyatakan Terdakwa Wiliam Hurulean telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan kematian, sebagaimana didakwakan Penuntut Umum dalam dakwaan PRIMAIR Pasal 351 ayat (3) KUHP.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
b.
Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa, selama 6 (enam) tahun dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perintah agar Terdakwa tetap ditahan.
c.
Menetapkan supaya Terdakwa, membayar biaya perkara sebesar Rp 1.000,00 (seribu rupiah).
5. Amar Putusan Pengadilan Negeri Jayapura Amar
putusan
Pengadilan
Negeri
Jayapura
No.
295/Pid.B/2008/PN.JPR tanggal 5 Maret 2009 yang amar lengkapnya sebagai berikut : a. Menyatakan Terdakwa Wiliam Hurulean terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana PENGANIAYAAN
MENGAKIBATKAN MATINYA ORANG. b.
Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa tersebut, oleh karena itu dengan pidana penjara selama : 3 (tiga) Tahun.
c.
Menetapkan masa tahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari lamanya pidana yang dijatuhkan.
d.
Menetapkan agar Terdakwa dibebani untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 1.000,00 (seribu rupiah).
6. Amar Putusan Pengadilan Tinggi Jayapura Amar putusan Pengadilan Tinggi Jayapura No. 82/PID/2009/PT.JPR tanggal 4 Agustus 2009 yang amar lengkapnya sebagai berikut : a.
Menerima permintaan banding dari Terdakwa ;
b.
Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jayapura tanggal 5 Maret 2009 No. 295/Pid.B/2008/PN.Jpr ;
c. Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa dalam dua tingkat peradilan, yang dalam tingkat banding sebesar Rp 5.000,00 (lima ribu rupiah) 7. Alasan Pengajuan Kasasi oleh Terdakwa a.
JUDEX
FACTI
TELAH
SALAH
MENERAPKAN
HUKUM
PEMBUKTIAN SEBAGAIMANA MESTINYA, KARENA TELAH
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
MENGESAMPINGKAN FAKTA-FAKTA YANG TERUNGKAP DI PERSIDANGAN 1) Bahwa Judex Factie nyata-nyata telah tidak menerapkan hukum pembuktian
dengan
benar
karena
telah
mengesampingkan
keterangan saksi Abner Waromi, berdasarkan keterangan saksi Abner Waromi di dalam persidangan, saksi Abner Waromi mengatakan bahwa ia melihat darah dibagian belakang kepala Nataniel Waicang (korban) sebelum diantar ke Polresta. Abner Waromi jelas berada di Tempat Kejadian Perkara, karena Abner Waromi yang melaporkan kepada Mohammad Faisal Mony bahwa ABD Ajid Mony telah dipukul oleh Nataniel Waicang (korban). Setelah Abner Waromi melaporkan kejadian tersebut ke rumah Mohammad Faisal Mony kemudian Abner Waromi bersama dengan Mohammad Faisal Mony kembali ke Tempat Kejadian Perkara di depan Hotel Asia Hamadi. Saksi Abner Waromi melihat Mohammad Faisal Mony bertanya kepada Nataniel Waicang (korban) setelah itu Nataniel Waicang (korban) bersama dengan Mohammad Faisal Mony menuju ke Polresta dengan menggunakan mobil taxi. Saksi Abner Waromi melihat ada darah dibagian belakang kepala korban (Nataniel Waicang) sebelum korban diantar ke Polresta. 2) Bahwa Judex Factie nyata-nyata telah tidak menerapkan hukum pembuktian
dengan
benar
karena
telah
mengesampingkan
keterangan saksi V An. Mohammad Faisal Mony di persidangan. Saksi V An. Mohammad Faisal Mony memberikan kesaksian bahwa sekitar pukul 04.10 WIT pada tanggal 27 Juni 2008, pada saat saksi V An. Mohammad Faisal Mony tiba di Polresta Jayapura bersama dengan korban (Nataniel Waicang). Setelah sampai di Polresta saksi V mengarahkan korban ke penjagaan, setelah itu saksi V An. Mohammad Faisal Mony ditanyai oleh anggota yang sedang berjaga An. La Ode yang mengatakan “Sal itu masalah apa” dan dijawab ‘pukul adik saya baru keroyok lagi” mendengar jawaban itu La Ode
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
mengarahkan agar korban dibawa ke ruangan P3D. Kemudian saksi V An. Mohammad Faisal Mony mengatakan kepada korban “Abang kita ke ruangan P3D saja” namun korban tiba-tiba memukul Saksi V dan kemudian Saksi V membalas memukul korban pada bagian pipi kiri sebanyak 1(satu) kali sehingga korban jatuh ke lantai di samping Penjagaan Polresta Jayapura dengan mengeluarkan darah pada kepala sebelah kanan. Saat itu Sdr La Ode datang dan menanyakan kepada Saksi V “kenapa itu?” dan dijawab oleh Saksi V “tidak tahu tiba-tiba abang pukul saya, saya membela diri terus abang terjatuh”. Setelah itu Saksi V An. Mohammad Faisal Mony bermaksud akan membawa Nataniel Waicang ke Rumah Sakit Dok II Jayapura menggunakan mobil Lantas Polresta Jayapura, tetapi di tengah perjalanan ketika sampai di depan Kantor Kejari Jayapura tiba-tiba korban hendak memukul Saksi V, maka seketika itu Saksi V mengerem mobil dan memutar menuju ke Polda Papua dengan maksud untuk mengamankan korban di piket Provos .Saksi V An. Mohammad Faisal Mony membawa mobil masuk ke Mapolda Papua dan berhenti di depan piket penjagaan, kemudian Mohammad Faisal Mony mengatakan kepada piket jaga An. Bripda Jan Piter Andreas “kawan saya mau amankan anggota” dan piket bertanya “kenapa?” dan dijawab oleh Mohammad Faisal Mony “dia mabuk, pukul adik saya”, selanjutnya Bripda Jan Pieter Andreas mengarahkan Saksi An. Mohammad Faisal Mony ke piket provos. Setelah tiba di piket provos Polda Papua , Saksi Mohammad Faisal Mony melaporkan kepada piket jaga An. William Hurulean (terdakwa) yang mengatakan “Ijin Komandan saya mau laporkan ada anggota Keerom mabuk baru keroyok adik saya kemudian saya pukul dia”. Selanjutnya Mohammad Faisal Mony ditanyai oleh Piket Provos “terus anggotanya dimana” dan dijawab oleh Saksi Mohammad Faisal Mony “ada di mobil” setelah itu Mohammad Faisal Mony bersama dengan tiga orang piket provos menghampiri korban yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
masih tersandar kebelakang, kepala samping kanan dan mata tertutup. Kemudian William Hurulean (terdakwa) menghampiri dan membangunkan korban dengan cara menempeleng pipi kiri sebanyak dua kali dengan pelan dan korban sempat membuka matanya. Saksi Mohammad Faisal Mony di persidangan menjelaskan kalau korban mengalami luka di bagian belakang kepala dengan mengeluarkan darah tetapi tidak menjelaskan adanya luka tersebut kepada piket provos. Dari keterangan saksi Mohammad Faisal Mony di persidangan tersebut menjelaskan kalau luka yang di derita korban Nataniel Waicang bukanlah luka yang disebabkan oleh Terdakwa William Hurulean tetapi luka yang disebabkan oleh tindakan Saksi Mohammad Faisal Mony sendiri, karena terdakwa William Hurulean hanya menempeleng pipi kiri sebanyak dua kali dengan pelan dengan tujuan untuk membangunkan korban, bukan seperti yang dilakukan oleh Saksi Mohammad Faisal Mony memukul korban pada bagian pipi kiri sebanyak satu kali sampai korban terjatuh ke lantai dan mengeluarkan darah pada kepala sebelah kanan 3) Bahwa Judex Facti telah tidak menerapkan hukum pembuktian dengan benar karena telah mengesampingkan keterangan saksi Anggiat Siagian. Dalam persidangan Saksi Anggiat Siagian memberikan keterangan bahwa pada saat dimasukkan ke dalam sel tubuh korban sangat berbau miras dan korban sempat muntah sebanyak dua kali serta dari telinga kiri dan hidungnya sempat keluar darah kental sewaktu tidur di lantai kemudian tahanan lain membersihkan
darah
tersebut,
setelah
itu
tahanan
lainnya
membangunkan korban dengan cara memercikkan air ke muka korban sehingga saat itu korban sempat membuka kedua matanya dan setelah kurang lebih satu menit tiba-tiba korban sempat berteriak-teriak “aduh, Tuhan saya punya kepala kenapa ini” dan sempat muntah sebanyak satu kali dengan mengeluarkan lendir setelah itu tertidur kembali.Saksi VI An. Anggiat Siagian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
menjelaskan selama korban berada di dalam sel tidak ada yang memukul korban baik dari kepolisian maupun sesama penghuni rutan. Dari penjelasan Saksi VI An. Anggiat Siagian tersebut menjelaskan bahwa terdakwa William Hurulean tidak melakukan pemukulan terhadap korban. 4) Bahwa Judex Factie nyata-nyata telah tidak menerapkan hukum pembuktian
dengan
benar
karena
telah
mengesampingkan
keterangan saksi VII An. Desti Pakondo. Dalam persidangan saksi VII An. Desti Pakondo menjelaskan bahwa pada hari Jumat tanggal 27 Juni 2008 sekitar jam 05.15 WIT, Terdakwa dan Saksi VII An. Desti Pakondo sedang melaksanakan piket Provos Polda Papua kemudian datang anggota Polresta Jayapura yaitu Saksi Mohammad Faisal Mony menggunakan mobil Lantas Polresta Jayapura bersama dengan korban. Saksi Desti Pakondo menjelaskan bahwa saksi Desti Pakondo mendengar dari Mohammad Faisal Mony yang mengatakan “kalau korban mabuk berat dan memukul adiknya makanya korban dipukul oleh dia”. Saksi melihat kalau Terdakwa membangunkan korban dengan menempeleng pada bagian pipi sebelah kiri sebanyak dua kali dengan pelan. Setelah itu korban dirangkul oleh Terdakwa untuk diturunkan dan disandarkan di tembok. Setelah itu Saksi VII mengambil air dan memerciki dengan maksud untuk membasahi muka korban yang mana saat itu kondisi korban dalam keadaan lemas, kemudian Saksi VII mendengar dari Terdakwa kalau ada darah, kemudian Saksi VII memperhatikan ternyata ada bercak darah di sebelah kanan bahu korban. Dari penjelasan Saksi Desti Pakondo tersebut menjelaskan kalau Saksi mendengar secara langsung bahwa Mohammad Faisal Mony memukul korban karena korban memukul adiknya. Dan darah yang ada di bahu korban bukan merupakan akibat dari tindakan Terdakwa yang menempeleng pipi kiri sebanyak dua kali dengan pelan yang bertujuan untuk membangunkan korban.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
b.
JUDEX
FACTI
TELAH
SALAH
MENERAPKAN
HUKUM
PEMBUKTIAN SEBAGAIMANA MESTINYA, KARENA TELAH MENGESAMPINGKAN KETERANGAN AHLI AN. DR ALBINUS Y. KOLMIS Bahwa Judex Facti telah salah menerapkan hukum pembuktian sebagaimana mestinya karena telah mengesampingkan keterangan ahli dr. Albinus Y. Kolmis. Saksi Ahli dalam persidangan menjelaskan bahwa pada tanggal 27 Juni 2008 sekitar pukul 14.00 WIT WIT saksi menerima korban dalam keadaan koma/tidak sadar, ada luka di belakang telinga kanan dan dari telinga korban mengeluarkan darah, sehingga Saksi Ahli mengambil tindakan medis berupa prosedur standar dengan memberikan oksigen dan obat-obatan standar. Bahwa pada tanggal 28 Juni 2008 sekitar pukul 04.00 WIT korban meninggal dunia dan kemudian Saksi Ahli melakukan pemeriksaan lagi dengan melakukan pembedahan karena ada permintaan Visum Et Repertum dengan No.353/141 tanggal 28 Juni 2008 dan ditemukan beberapa luka antara lain : Luka robek di bagian belakang telinga kanan diakibatkan oleh pukulan benda tumpul 1) Cedera kepala berat + Hematom + Retak Tengkorak Kepala 2) Retak di belakang telinga kanan karena pukulan benda tumpul 3) Terdapat pembekuan darah selama lebih dari empat jam. Bahwa dari penjelasan Saksi Ahli yang mengatakan bahwa dengan menempeleng di bagian pipi kiri sebanyak dua kali dengan menggunakan telapak tangan tidak mengakibatkan orang meninggal dunia, akan tetapi apabila dilakukan dengan melakukan pemukulan dengan menggunakan benda tumpul maka bisa mengakibatkan meninggal dunia. Berdasarkan penjelasan Ahli Forensik di dalam persidangan dapat disimpulkan korban meninggal bukan akibat dari tindakan Terdakwa yang menempeleng korban di bagian pipi kiri sebanyak dua kali dengan menggunakan telapak tangan, tetapi akibat pemukulan dengan menggunakan benda tumpul.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
c.
JUDEX FACTI TIDAK MENERAPKAN HUKUM PEMBUKTIAN SECARA
BERIMBANG
KARENA
TIDAK
MEMPERTIMBANGKAN KETERANGAN SAKSI AN. LA ODE RAKHMAD ISRA YANG MENGUNTUNGKAN TERDAKWA Dalam pemeriksaan persidangan Saksi La Ode Rakhmad Isra menjelaskan bahwa Saksi melihat Saksi Mohammad Faisal Mony datang bersama dengan korban (Nataniel Waicang) ke Polresta Jayapura dengan menggunakan mobil kijang kapsul warna biru, kemudian Saksi La Ode menanyakan kepada Saksi Mohammad Faisal Mony “kamu ada masalah apa” dan dijawab oleh Saksi V An. Mohammad Faisal Mony “Dia pukul adik saya”. Bahwa pada saat saksi La Ode berdiri di depan penjagaan sambil menonto televisi, Saksi mendengar suara orang jatuh dan saksi La Ode melihat Saksi V An. Mohammad Faisal Mony mengangkat kaki
kanan ke arah korban
kemudian Saksi melihat korban (Nataniel Waicang) sudah terkapar atau terlentang di Aspal dengan tidak sadarkan diri kemudian Saksi membantu mengangkat dan mendudukkan korban. Selanjutnya Saksi melihat ada bercak darah di aspal dan keramik samping Penjagaan Polresta Jayapura. Bahwa setelah itu saksi La Ode membantu Saksi Mohammad Faisal Mony mengangkat korban ke atas mobil patrol Lantas Polresta Jayapura untuk selanjutnya dibawa ke Rumah Sakit Umum Dok II Jayapura. Bahwa sekitar pukul 05.30 WIT, saksi La Ode melihat Saksi V An. Mohammad Faisal Mony kembali ke Polresta Jayapura dan menanyakan kepada Saksi Mohammad Faisal Mony “apakah korban sudah dibawa ke Rumah Sakit” dan dijawab oleh Saksi V An. Mohammad Faisal Mony
bahwa “Korban tidak dibawa ke
Rumah Sakit karena dalam perjalanan ke Rumah Sakit korban memukul saya sehingga korban langsung saya bawa ke Polda” setelah itu Saksi V An. Mohammad Faisal Mony pamit kepada Saksi La Ode untuk kembali ke rumah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
d. JUDEX FACTI SALAH DAN KELIRU DALAM PUTUSAN PENGADILAN
TINGKAT
PERTAMA
DAN
PENGADILAN
BANDING MENYATAKAN TERDAKWA TELAH TERBUKTI SECARA SAH DAN MEYAKINKAN BERSALAH MELAKUKAN TINDAK
PIDANA
PENGANIAYAAN
MENGAKIBATKAN
MATINYA ORANG Bahwa Judex Facti dalam amar putusannya telah salah dan keliru dalam menerapkan hukumnya atau tidak menerapkan hukum sebagaimana mestinya, dengan menyatakan Pemohon Kasasi telah melakukan tindak pidana PENGANIYAAN MENGKIBATKAN MATINYA ORANG. Bahwa dalam Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum tertanggal 13 Januari 2009 dimana Terdakwa didakwa didepan persidangan dengan dakwaan PRIMAIR Pasal 351 ayat (3) KUHPidana, SUBSIDAIR Pasal 351 ayat (2) KUHPidana, yang tentunya harus dipenuhi unsurunsurnya sebagai berikut : Unsur-unsur PRIMAIR Pasal 351 KUHPidana Ayat (3) a) Barang siapa Dakwaan Penuntut Umum tidak jelas, salah arah dan kabur (Obscuur libel) Dalam bukti surat menyatakan : Hasil Visum et repertum No. 353/ 141, tanggal 28 Juli 2008 ditanda tangani oleh dr.ALBINUS selaku dokter pada Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura yang memeriksa pasien bernama Nataniel Waicang umur 30 tahun, kelamin laki-laki pekerjaan Polri alamat Kabupaten Keerom dengan hasil pemeriksaan : - Os rujukan dari Rumah Sakit Bhayangkara dengan riwayat CKB - Hematom pada belakang telinga ukuran 3cm + luka robek ukuran 0,5 x 0,2 x 0,2 cm
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
- Retak tengkorak sebelah kanan sepanjang 8cm dengan kesimpulan - Pada penderita didapatkan (sedapat mungkin istilah indonesia). CKB + Hematom + retak tengkorak kepala - Luka-luka/kelainan tersebut disebabkan oleh kekerasan tumpul - Luka-luka /kelainan tersebut mengakibatkan dirawat dan meninggal. Dari keterangan Mohammad Faisal Mony dan La Ode Rakhmad Isra dapat diketahui bahwa akibat seperti yang diterangkan dalam bukti surat terjadi sebelum Korban (sdr Nataniel Waicang) dibawa ke Polda Papua yaitu disebabkan karena dipukul oleh Saksi V An. Mohammad Faisal Mony sehingga terjatuh dan keplanya terbentur di aspal mengakibatkan ada bercak darah di aspal dan keramik di samping Penjagaan Polresta Jayapura, hal ini sesuai dengan pendapat para ahli yang diuraikan Penuntut Umum karena Mohammad Faisal Mony ingin membalas sakit hatinya kepada korban An. Nataniel Waicang sedangkan tindakan Terdakwa William Hurulean yang menempeleng Korban hanya dengan tujuan untuk membangunkan korban karena dilaporkan Saksi Mohammad Faisal Mony kepada Terdakwa “Ijin Komandan saya mau laporkan ada anggota Keerom mabuk baru keroyok adik saya kemudian saya pukul dia” dan juga sebelumnya tidak ada permasalahan antara Tersangka dan Korban serta sesuai keterngan para saksi dan bukti surat tidak terapat memar/luka/kelainan lainnya pada pipi Korban An. Nataniel Waicang. b) Unsur dengan sengaja Dakwaan Penuntut Umum terhadap unsur Pasal ini tidak jelas, salah arah dan kabur (Obscuur libel) Untuk mendukung dakwaannya Penuntut Umum mengutip pengertian “sengaja” menurut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
- Geirson Bawengan, SH (Hukum Pidana Di dalam Teori dan Praktek, PRADNYA PARAMITA Jakarta, 1979) adalah “Perbuatan sengaja adalah niat yang diwarnai dengan sifat melawan hukum, kemudian dimanifestasikan dalam bentuk perbuatan” - PROF.Satochid Kartanegara, SH (Hukum Pidana Bagian I, Balai Lektur Mahasiswa) bahwa “adapun yang dimaksud dengan “Williens en Weten” adalah seseorang yang melakukan sesuatu perbuatan dengan sengaja, harus menghendaki (Willen) perbuatan itu, serta harus menginsafi/mengerti (weten) akan akibat dari perbuatan itu. - Leden Marpaung, SH (Unsur-unsur perbuatan yang dapat dihukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1991) bahwa “sengaja ialah kemauan untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatanperbuatan yang dilarang atau diperintahkan oleh undangundang”. - Prof. Jan Remmelink(Hukum Pidana, PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 2003) bahwa “Bila tindak pidana secara penuh memiliki karakter sebagai tindakan yang dilakukan dengan sengaja dan diterima sebagai demikian oleh semua orang, maka juga dari sudut hukum, tindakan demikian layak dipandang sebagai dilakukan dengan kesengajaan”. - Menurut R. Sianturi bahwa unsur kesalahan disini harus disengaja, petindak menghendaki dan mengetahui tindakannya. Dari pendapat diatas dapat disampaikan : (1) Tanpa sadar Penuntut Umum telah mengaburkan dakwaannya sendiri disebabkan dakwaan terhadap Terdakwa yang salah alamat karena pendapat diatas sebenarnya ditujukan kepada terdakwa yang ingin membalas sakit hatinya kepada korban, dalam kasus ini Terdakwa William Hurulean tidak pernah bermasalah dengan korbn An. Nataniel Waicang apalagi sampai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
menginginkan kematian seperti pendapat para ahli diatas , dalam kasus ini tindakan terdakwa menampar pipi korban hanya menginginkan agar korban sadar dari mabuknya karena korban dilaporkan mabuk oleh saksi V An. Mohammad Faisal Mony kepada terdakwa dengan mengatakan: “ ijin Komandan saya mau melaporkan ada anggota Keerom mabuk baru keroyok adik saya kemudian say pukul dia” (2) Untuk menutup dakwaannya yang tidak jelas, salah arah dan kabur (obscuur libel) Penuntut Umum hanya menguraikan fakta ketika Saksi An. Mohammad Faisal Mony hendak membawa korban
An.
Nataniel
Waicang
untuk
mendapat
pertolongan/perawatan yang kemudian malah dibawa oleh Saksi V An. Mohammad Faisal Mony ke Pold Papua, tanpa menguraikan kejadian setelah Saksi V An. Mohammad Faisal Mony dan Korban di Polresta Jayapura seperti : (a) Keterangan Saksi V An. Mohammad Faisal sesuai Surat Tuntutan Penuntut Umum, halaman 2 saksi 5, salah satu poin menyebutkan : - Bahwa benar sesampainya di Polresta sekitar jam 05.00 WIT, saksi bertemu dengan LA ODE, yang kemudian menanyakan kepada Saksi “Ada Masalah Apa” dan dijawab Saksi V An. Mohammad Faisal Mony “Dia Pukul Adik Saya” kemudian Saksi V An. Mohammad Faisal Mony menanyakan kepada La Ode “Piket P3D Adakah Tidak?” dan dijawab La Ode “Saya Tidak Tau”, LA ODE menyarankan agar diserahkan kepada unit P3D, lalu Saksi V An. Mohammad Faisal Mony akan membawa korban ke piket P3D (Provos Polresta Jayapura) tetapi korban melawan saksi V Mohammad Faisal Monu dengan cara menyiku dengan tangan kiri dan mengenai dada Saksi sebelah kanan. Selanjutnya saksi spontan memukul
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
Korban
pada bagian pipi kiri sebanyak 1 (satu) kali
sehingga korban jatuh ke lantai disamping Penjagaan Polresta Jayapura dengan mengeluarkan darah pada kepala sebelah kanan. (b) Keterangan saksi Ad Charge An. La Ode Rakharmad Isra - Bahwa pada hari Jumat tanggal 27 Juni 2008 sekitar jam 05.00 WIT, Saksi melihat Saksi V An. Mohammad Faisal Mony datang bersama Korban (sdr. Nataniel Waicang) ke Polresta Jayapura dengan menggunakan mobil kijang kapsul warna biru kemudian Saksi menanyakan kepada Saksi An. Mohammad Faisal Mony “Kamu ada masalah apa” dan dijawab oleh Saksi V An. Mohammad Faisal Mony “Dia pukul adik saya” - Bahwa pada saat itu Saksi berdiri di depan penjagaan sambil menonton televisi, Saksi mendengar suara orang jatuh dan saksi melihat saksi V An. Mohammad Faisal Mony mengangkat kaki kanan ke arah Korban (sdr. Nataniel Waicang) yang sudah terkapar atau terlentang di Aspal dengan tidak sadarkan diri, kemudian Saksi membantu
mengangkat
dan
menundukkan
korban,
selanjutnya Saksi melihat ada bercak darah di aspal dan keramik di samping penjagaan Polresta Jayapura. (3) Bukti Surat Hasil Visum et repertum No.353/141, tanggal 28 Juli 2008 ditanda tangani oleh dr. ALBINUS selaku dokter pada Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura yang memeriksa pasien bernama Nataniel Waicang umur 30 tahun, kelamin laki-laki pekerjaan Polri alamat Kabupaten Keerom dengan hasil pemeriksaan: - Os rujukan dari Rumah Sakit Bhayangkara dengan riwayat CKB.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
- Hematon pada belakang telinga ukuran 3cm + luka robek ukuran 0,5 x 0,2 x 0,2cm - Retak tengkorak kepala sebelah kanan sepanjang 8cm dengan kesimpulan • Pada penderita didapatkan (sedapat mungkin istilah Indonesia) CKB + Hematom + retak tengkorak kepala • Luka-luka/ kelainan tersebut disebabkan oleh kekerasan tumpul • Luka-luka/ kelainan tersebut mengakibatkan dirawat dan meninggal Dari keterangan Mohammad Faisal Mony dan La Ode Rakhmad Isra dapat diketahui bahwa akibat seperti yang diterangkan dalam bukti surat terjadi sebelum Korban (sdr Nataniel Waicang) dibawa ke Polda Papua yaitu disebabkan karena dipukul oleh Saksi V An. Mohammad Faisal Mony sehingga terjatuh dan kepalanya terbentur di aspal mengakibatkan ada bercak darah di aspal dn keramik disamping Penjagaan Polresta Jayapura, hal ini sesuai dengan pendapat para ahli yang diuraikan Penuntut Umum karena Mohammad Faisal Mony ingin membalas sakit hatinya kepada korban An. Nataniel Waicang sedangkan tindakan Terdakwa William Hurulean yang menempeleng korban hanya dengan tujuan untuk membangunkan Korban karena dilaporkan Saksi
Mohammad
Faisal
Mony
kepada
Terdakwa
“Ijin
Komandan saya mau laporkn ada anggota Keerom mabuk baru keroyok adik saya kemudian saya pukul dia” dan juga sebelumnya tidak ada permasalahan antara Terdakwa dan korban serta sesuai keterangan para saksi dan bukti surat tidak terdapat memar/luka/kelainan lainnya pada pipi Korban An. Nataniel Waicang. c) Unsur menimbulkan rasa sakit
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
Dakwaan Penuntut Umum terhadap unsur Pasal ini tidak jelas, salah arah dan kabur (Obscuur libel) Untuk
mendukung
dakwaannya
Penuntut
Umum
tentang
pengertian rasa sakit menurut R. SUGANDHI, SH, yang dimaksud dengan perbuatan menimbulkan rasa sakit misalnya : mencubit, mendepak, memukul, menempeleng, dan sebagainya. (1) Pengertian menempeleng dalam kasus terdakwa An. Willim Hurulean tidak sama dengan pengertian menempeleng pada umumnya, yang dilakukan Terdakwa terhadap korban tujuannya agar korban sadar sesuai laporan Saksi V An. Mohammad
Faisal
Mony
kepada
terdakwa
dengan
mengatakan : “Ijin Komandan saya mau laporkan ada anggota Keerom mabuk baru keroyok adik saya kemudian saya pukul dia” karena saksi V An. Mohammad Faisal Mony sebelumnya mempunyai masalah dengan korban. (2) Bukti Surat Hasil Visum et repertum No. 353/141, tanggal 28 Juli 2008 ditanda tangani oleh dr. ALBINUS selaku dokter pada Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura yang memeriksa pasien bernama Nataniel Waicang umur 30 tahun, kelamin laki-laki pekerjaan Polri alamat Kabupaten Keerom dengan hasil pemeriksaan : - Os rujukan dari Rumah Sakit Bhayangkara dengan riwayat CKB - Hematom pada belakang telinga ukuran 3cm + luka robek ukuran 0,5 x 0,2 x 0,2 cm - Retak tengkorak kepala sebelah kanan sepanjang 8cm Dengan kesimpulan : • Pada penderita didapatkan (sedapat mungkin istilah Indonesia) CKB + Hematom + retak tengkorak kepala
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
• Luka-luka/
kelainan
tersebut
disebabkan
oleh
Kekerasan tumpul • Luka-luka/ kelainan tersebut mengakibatkan dirawat dan meninggal. Dari keterangan Mohammad Faisal Mony dan La Ode Rakhmad Isra dapat diketahui bahwa akibat seperti yang diterangkan dalam bukti surat terjadi sebelum korban (sdr Nataniel Waicang) dibawa ke Polda Papua yaitu disebabkan karena dipukul oleh Saksi V An. Mohammad Faisal Mony sehingga terjatuh dan kepalanya terbentur di aspal mengakibatkan ada bercak darah di aspal dan keramik disamping Penjagaan Polresta Jayapura, hal ini sesuai dengan pendapat para ahli yang diuraikan Penuntut Umum karena Mohammad Faisal Mony ingin membalas sakit hatinya kepada korban An Nataniel Waicang sedangkan tindakan Terdakwa An. William Hurulean yang menempeleng korban hanya dengan tujuan untuk membangunkan korban karena dilaporkan Saksi Mohammad Faisal Mony kepada terdakwa “ Ijin Komandan saya mau laporkan ada anggota Keerom mabuk baru keroyok adik saya kemudian saya pukul dia” dan juga sebelumnya tidak ada permasalahan antara Tersangka dan Korban serta sesuai keterangan
para
saksi
dan
bukti
surat
tidak
terdapat
memar/luka/kelainan lainnya pada pipi Korban An. Nataniel Waicang. d) Unsur yang menyebabkan kematian : Dakwaan Penuntut Umum terhadap unsur Pasal ini tidak jelas, salah arah dan kabur (Obscuur libel). Untuk mendukung dakwaan, Penuntut Umum mencoba menutup kejadian yang sebenarnya dan mau mengarahkan penyebab kematian kepada Terdakwa William Hurulean yaitu hanya menguraikan keterangan Saksi V An. Mohammad Faisal Mony mulai saat Saksi V An. Mohammad Faisal Mony mau membawa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
korban untuk mendapat pertolongan tetapi kemudian Saksi V An. Mohammad Faisal Mony membawa korban ke Polda Papua, seharusnya Penuntut Umum memposisikan diri sebagai pejabat yang mengatakan kejadian sebenarnya. (1) Sesuai keterangan Saksi masing-masing : (a) Keterangan Mohammad Faisal sesuai Surat Tuntutan Penuntut Umum, halaman 2 saksi 5, salah satu poin menyebutkan : - Bahwa benar sesampainya di polresta sekitar jam 05.00 WIT, saksi bertemu dengan La Ode, yang kemudian menanyakan kepada saksi “ada masalah apa” dan dijawab saksi “dia pukul adik saya” kemudian Saksi V An. Mohammad Faisal Mony menanyakan kepada La Ode “piket P3D apakah tidak?” dan dijawab La Ode “saya tidak tau”, La Ode menyarankan agar diserahkan kepada unit P3D, lalu Saksi V An. Mohammad Faisal Mony akan membawa korban ke piket P3D (Provos Polresta Jayapura) tetapi korban melawan Saksi V An. Mohammad Faisal Mony dengan cara menyiku dengan tangan kiri dan mengenai dada Saksi V An. Mohammad Faisal Mony sebelah kanan, selanjutnya Saksi V An. Mohammad Faisal Mony spontan memukul korban pada bagian pipi kiri sebanyak 1 (satu) kali sehingga korban jatuh ke lantai disamping penjagaan Polresta Jayapura dengan mengeluarkan darah pada kepala sebelah kanan. (b) Keterangan saksi AD Charge An. La Ode Rakharmad Isra -
Bahwa pada hari Jumat tanggal 27 Juni 2008 sekitar jam 05.00 WIT, saksi melihat Saksi V An. Mohammad Faisal Mony datang bersama Korban
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
(sdr. Nataniel Waicang) ke Polresta Jayapura dengan menggunakan mobil kijang kapsul warna biru kemudian saksi menanyakan kepada Saksi V An. Mohammad Faisal Mony “Kamu ada masalah apa” dan dijawab oleh Saksi V An. Mohammad Faisal Mony “Dia pukul adik saya” -
Bahwa pada saat itu Saksi berdiri di depan penjagaan sambil nonton televisi, Saksi mendengar suara orang jatuh dan saksi melihat Saksi V An. Mohammad Faisal Mony mengangkat kaki ke kanan ke arah korban (sdr. Nataniel Waicang) yang sudah terkapar atau terlentang di Aspal dengan tidak sadarkan diri, kemudian
saksi
membantu
mengangkat
dan
menundukkan korban, selanjutnya Saksi melihat ada bercak darah di aspal dan keramik di samping penjagaan Polresta Jayapura. (2) Bukti Surat Hasil Visum et repertum No.353/141, tanggal 28 Juli 2008 ditanda tangani oleh dr. ALBINUS selaku dokter pada Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura yang memeriksa pasien bernama Nataniel Waicang umur 30 tahun, kelamin laki-laki pekerjaan Polri alamat Kabupaten Keerom dengan hasil pemeriksaan : - Os rujukan dari Rumah Sakit Bhayangkara dengan riwayat CKB. - Hematon pada belakang telinga ukuran 3cm + luka robek ukuran 0,5 x 0,2 x 0,2 cm - Retak tengkorak kepala sebelah kanan sepanjang 8cm. dengan kesimpulan : • Pada penderita didapatkan (sedapat mungkin istilah Indonesia). CKB + Heatom + retak tengkorak kepala
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
• Luka-luka/
kelainan
tersebut
disebabkan
oleh
Kekerasan tumpul • Luka-luka/kelainan tersebut mengakibatkan dirawat dan meninggal. Dari keterangan Mohammad Faisal Mony dan La Ode Rakhmad Isra dapat diketahui bahwa akibat seperti yang diterangkan dalam bukti surat terjadi sebelum Korban (sdr Nataniel Waicang) dibawa ke Polda Papua yaitu disebabkan karena dipukul oleh Saksi V An. Mohammad Faisal Mony sehingga terjatuh dan kepalanya terbentur di aspal mengakibatkan ada bercak darah di aspal dan keramik disamping Penjagaan Polresta Jayapura, hal ini sesuai dengan pendapat para ahli yang diuraikan penuntut umum karena Mohammad Faisal Mony ingin membalas sakit hatinya kepada korban An. Nataniel Waicang sedangkan tindakan terdakwa An. William Hurulean yang menempeleng korban hanya dengan tujuan untuk membangunkan korban karena dilaporkan Saksi Mohammad Faisal Mony kepada terdakwa “Ijin Komandan saya mau laporkan ada anggota Keerom mabuk baru keroyok adik saya kemudian saya pukul dia” dan juga sebelumnya tidak ada permasalahan antara Tersangka dan korban serta sesuai keterangan para saksi dan bukti surat tidak terdapat memar/luka/kelainan lainnya pada pipi korban An. Nataniel Waicang. B. Pembahasan 1. Analisis Kesesuaian Alasan Pengajuan Kasasi oleh Terdakwa yang Didasarkan Requisitoir Penuntut Umum Hanya Mengacu pada Berita Acara Pemeriksaan dan Mengabaikan Fakta Persidangan Terhadap Ketentuan Pasal 253 KUHAP Guna mengupas bagaimana kesesuaian antara alasan terdakwa mengajukan kasasi terhadap Pasal 253 KUHAP berikut peneliti sajikan skematik untuk mempermudah pembahasan :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
Alasan-alasan kasasi dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP : a) apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya; b) apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang; c) apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.
Alasan kasasi oleh terdakwa: a) Judex Facti telah salah menerapkan hukum pembuktian sebagaimana mestinya, karena telah mengesampingkan faktafakta yang terungkap di persidangan; b) Judex Facti telah salah menerapkan hukum pembuktian seagaimana mestinya, karena telah mengesampingkan keterangan ahli An. Dr Albinus Y. Kolmis; c) Judex Facti tidak menerapkan hukum pembuktian secara berimbang karena tidak mempertimbangkan keterangan saksi An. La Ode Rakhmad Isra yang menguntungkan terdakwa; d) Judex Facti salah dan keliru dalam putusan pengadilan tingkat pertama dan pengadilan banding menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan menyebabkan matinya orang.
Persesuaian Pengajuan Kasasi Bagan 2. Skema Persesuaian Pengajuan Kasasi Berdasarkan skematik diatas dapat diketahui bahwa ketentuan Pasal 253 KUHAP mengatur tentang alasan pengajuan kasasi yaitu apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya, apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang, apakah benar pengadilan telah melampaui batas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
wewenangnya. Dari ketentuan Pasal 253 KUHAP tersebut dapat diketahui bahwa terdapat point-point penting diantaranya adalah bahwa kasasi dapat diajukan karena kesalahan penerapan hukum, pengadilan dalam mengadili dan memutus perkara tidak melaksanakan cara mengadili menurut ketentuan undang-undang, atau pengadilan telah melampaui batas wewenangnya, baik hal itu mengenai wewenang absolut maupun relatif atau pelampauan wewenang dengan cara memasukkan hal-hal yang non yuridis dalam pertimbangannya. Mencermati kasus tindak pidana pembunuhan No 186 K/Pid/2010 ternyata penuntut umum mengajukan tuntutan berupa menyatakan terdakwa William Hurulean telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan kematian, sebagaimana didakwakan Penuntut Umum dalam dakwaan PRIMAIR Pasal 351 ayat (3) KUHP, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama 6 (enam) tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan, menetapkan supaya terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp 1.000,00 (seribu rupiah). Sedangkan fakta yang terungkap dipersidangan menjelaskan bahwa terdakwa tidak melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan oleh penuntut umum. Saksi III Abner Waromi dalam persidangan menjelaskan bahwa dia melihat darah di bagian belakang kepala korban sebelum diantar ke Polresta (sebelum bertemu terdakwa). Saksi V Mohammad Faisal Mony di dalam persidangan mengatakan bahwa pada saat kejadian dia mengatakan kepada terdakwa “ijin komandan saya mau laporkan ada anggota Keerom mabuk baru keroyok adik saya kemudian saya pukul dia” disini jelas bahwa Saksi V mengatakan kepada terdakwa bahwa dia telah memukul korban sebelum dibawa ke Polda. Saksi VI Anggiat Siagian di dalam persidangan menjelaskan selama korban berada di dalam sel tidak ada yang memukul korban baik dari kepolisian maupun sesama penghuni rutan. Saksi VII An. Desti Pakondo di dalam persidangan mengatakan bahwa Saksi Desti Pakondo mendengar Saksi V An. Mohammad Faisal Mony mengatakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
“kalau korban mabuk berat dan memukul adiknya makanya korban dipukul oleh dia”. Saksi Ahli An. Dr Albinus Y. Kolmis mengatakan bahwa dengan menempeleng di bagian pipi sebanyak dua kali dengan menggunakan telapak tangan tidak mengakibatkan orang meninggal dunia, akan tetapi apabila dilakukan dengan melakukan pemukulan dengan menggunakan benda tumpul maka bisa mengakibatkan meninggal dunia seperti yang tertulis dalam Visum Et Repertum No. 353/141. Saksi Ad Charge An. La Ode Rakhmad Isra di dalam persidangan mengatakan bahwa pada saat Saksi sedang piket jaga di Polresta Jayapura Saksi La Ode Rakhmad Isra mendengar suara orang jatuh dan Saksi melihat Korban sudah terkapar atau terlentang
tidak sadarkan diri, selanjutnya saksi La Ode Rakmad Isra
melihat ada bercak darah di aspal dan keramik samping penjagaan Polresta Jayapura. Dari uraian Pasal 253 KUHAP dan uraian kasus tindak pidana pembunuhan tersebut peneliti menemukan dua point penting diantaranya adalah pertama dalam Pasal 253 ayat (1) huruf a KUHAP disebutkan salah satu syarat kasasi adalah apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya. Kedua dalam kasus tindak pidana pembunuhan tersebut terdakwa mengajukan kasasi dengan alasan Judex Facti telah salah menerapkan hukum pembuktian sebagaimana mestinya, karena telah mengesampingkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, Judex Facti telah salah menerapkan hukum pembuktian sebagaimana mestinya, karena telah mengesampingkan keterangan ahli An. Dr Albinus Y. Kolmis, Judex Facti tidak menerapkan hukum pembuktian secara berimbang karena tidak mempertimbangkan keterangan saksi An. La Ode Rakhmad Isra yang menguntungkan terdakwa, Judex Facti salah dan keliru dalam putusan pengadilan tingkat pertama dan pengadilan banding menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan menyebabkan matinya orang. Dari alasan kasasi yang diajukan oleh terdakwa tersebut alasan kasasi terdakwa singkron dengan alasan kasasi yang diatur dalam Pasal 253 ayat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
(1) huruf a KUHAP yaitu apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan
atau
diterapkan
tidak
sebagaimana
mestinya.
Penulis
menyimpulkan alasan kasasi yang diajukan terdakwa memenuhi syarat alasan kasasi yang disebutkan dalam Pasal 253 ayat (1) huruf a KUHAP yaitu karena adanya kesalahan penerapan hukum. Judex Facti telah salah menerapkan hukum pembuktian sebagaimana mestinya, karena telah mengesampingkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan. Judex facti tidak mempertimbangkan keterangan saksi yang sifatnya membebaskan terdakwa dari tuntutan hukum dan hanya mengutip pertimbangan-pertimbangan hukum yang dikemukakan Penuntut Umum dalam tuntutannya. Judex facti mengesampingkan keterangan saksi, keterangan ahli dan visum et repertum yang menjelaskan penyebab kematian korban. Jadi memang benar alat bukti yang dijelaskan dalam Pasal 184 KUHAP mempunyai nilai pembuktian yang bebas, karena yang dicari adalah kebenaran materiil. Tetapi tidak benar apabila alat bukti tersebut diabaikan tanpa dipertimbangkan. Semua alat bukti di persidangan harus dipertimbangkan, meskipun nanti hakim menilai bahwa alat bukti tersebut mampu atau tidak untuk membuktikan adanya tindak pidana. 2. Analisis Pertimbangan Hukum Hakim Mahkamah Agung Dalam Memeriksa dan Memutus Pengajuan Kasasi oleh Terdakwa Dalam Perkara Pembunuhan Nomor 186 K/Pid/2010 Mencermati pengajuan kasasi oleh terdakwa terdapat pertimbangan Hakim Mahkamah Agung antara lain menimbang bahwa Terdakwa oleh Jaksa/Penuntut Umum didakwa dalam dakwaan subsidaritas yaitu Primer Pasal 351 (3) KUHP dan Subsidair pasal 351 (2) KUHP, karenanya harus dibuktikan secara berjenjang kedua pasal mempunyai unsur pokok sama yaitu penganiayaan. Apakah Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana seperti tersebut di atas. Bahwa suatu tindak pidana penganiayaan adalah tindakan fisik yang mempunyai akibat bagi si korban (mati). Bahwa antara perbuatan dan akibat harus ada hubungan Causaliteit yang ternyata Judex
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
Facti tidak mempertimbangkan dengan cukup (onvoldoende gemotiveerd). Bahwa fakta dipersidangan terungkap bahwa pada waktu korban dibawa ke Polda korban sudah dalam keadaan luka pada bagian kepala dan mengeluarkan darah. Bahwa visum et repertum menerangkan bahwa kepala korban retak karena benturan benda tumpul. Bahwa terdakwa hanya menampar pipi korban dua kali untuk menyadarkan korban dan menyiram dengan air agar korban sadar karena korban dalam keadaan mabuk. Bahwa sebelum dibawa ke Polda korban berkelahi dan dipukul oleh Mohammad Faisal Mony. Menimbang, bahwa berdasarkan fakta tersebut, maka tidak ada hubungan antara perbuatan Terdakwa dan matinya korban karena ternyata Terdakwa yang hanya menampar dan menyiram air tidak terbukti melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan Jaksa/Penuntut Umum baik dalam dakwaan primer maupun dakwaan Subsidair dan harus dibebaskan dari dakwaan tersebut. Dari pertimbangan Hakim Mahkamah Agung tersebut dapat diketahui bahwa terdapat point-point penting diantaranya adalah terdakwa oleh Jaksa/Penuntut Umum didakwa dalam dakwaan subsidaritas yaitu Primer Pasal 351 (3) KUHP dan Subsidair pasal 351 (2) KUHP, karenanya harus dibuktikan secara berjenjang kedua pasal mempunyai unsur pokok sama yaitu penganiayaan. Berdasarkan fakta yang dikemukakan oleh para saksi di persidangan , maka tidak ada hubungan antara perbuatan Terdakwa dan matinya korban karena ternyata Terdakwa yang hanya menampar dan menyiram air tidak terbukti melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan Jaksa/Penuntut Umum baik dalam dakwaan primer maupun dakwaan Subsidair dan harus dibebaskan dari dakwaan tersebut. Dari pertimbangan Hakim Mahkamah Agung tersebut, Hakim Mahkamah Agung menerima permohonan kasasi terdakwa karena untuk memenuhi unsur dalam dakwaan subsidaritas harus dibuktikan secara berjenjang apakah kedua pasal mempunyai unsur pokok sama yaitu penganiayaan. Bahwa antara perbuatan dan akibat harus ada hubungan Causaliteit yang ternyata Judex Facti tidak mempertimbangkan dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
cukup (onvoldoende gemotiveerd). Bahwa fakta dipersidangan terungkap bahwa pada waktu korban dibawa ke Polda korban sudah dalam keadaan luka pada bagian kepala dan mengeluarkan darah. Bahwa visum et repertum menerangkan bahwa kepala korban retak karena benturan benda tumpul. Bahwa terdakwa hanya menampar pipi korban dua kali untuk menyadarkan korban dan menyiram dengan air agar korban sadar karena korban dalam keadaan mabuk. Bahwa sebelum dibawa ke Polda korban berkelahi dan dipukul oleh Mohammad Faisal Mony. Berdasarkan fakta tersebut, maka tidak ada hubungan antara perbuatan Terdakwa dan matinya korban karena ternyata Terdakwa yang hanya menampar dan menyiram air tidak terbukti melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan Jaksa/Penuntut Umum baik dalam dakwaan primer maupun dakwaan Subsidair. Atas pertimbangan Hakim Mahkamah Agung yang telah penulis uraikan tersebut, penulis membenarkan pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dalam memutus pengajuan kasasi terdakwa. Bahwa setelah menganalisa unsur-unsur dakwaan PRIMAIR Pasal 351 ayat (3) KUHPidana, maka dakwaan tersebut tidak jelas, salah alamat dan kabur (Obscuur libel) sehingga tidak terbukti. Tidak terbuktinya perbuatan Terdakwa An. William Hurulean karena Penuntut Umum tidak merinci secara jelas, cermat dan lengkap tentang keterkaitan antara keterangan para Saksi dengan kondisi Korban dalam BAP maupun dalam sidang. Bukti surat tidak menjelaskan akibat dari perbuatan terdakwa An. William Hurulean, bahwa akibat tamparan ada memar/ luka pada pipi korban. Bahwa menurut Soenarto Soerodibroto, SH Pasal 351 ayat (3) melakukan penganiayaan terhadap
Korban
dengan
tujuan
menimbulkan
luka
dan
hingga
menyebabkan kematian, dalam kasus ini Terdakwa An. William Hurulean tidak menginginkan kematian Korban An. Nataniel Waicang, tetapi hanya bermaksud agar korban sadar dari mabuknya karena korban dilaporkan mabuk oleh Saksi V An. Mohammad Faisal Moni kepada Terdakwa .
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
BAB IV PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan apa yang diuraikan dalam bab hasil penelitian dan pembahasan maka penulis dapat merumuskan simpulan sebagai berikut : 1.
Pengajuan kasasi oleh terdakwa berdasarkan alasan requisitoir penuntut umum yang hanya mengacu pada berita acara pemeriksaan dan mengabaikan fakta persidangan dalam perkara pembunuhan memenuhi ketentuan Pasal 253 KUHAP.
2. Pertimbangan hukum hakim Mahkamah Agung dalam memeriksa dan memutus pengajuan kasasi oleh terdakwa dalam perkara pembunuhan Nomor 186 K/Pid/2010 bahwa Hakim menerima pengajuan kasasi oleh terdakwa
dengan
mempertimbangkan
berdasarkan
fakta
yang
dikemukakan oleh para saksi di persidangan , maka tidak ada hubungan antara perbuatan Terdakwa dan matinya korban karena ternyata Terdakwa yang hanya menampar dan menyiram air tidak terbukti melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan Jaksa/Penuntut Umum baik dalam dakwaan primer maupun dakwaan Subsidair dan harus dibebaskan dari dakwaan tersebut. B. Saran Berdasarkan apa yang diuraikan dalam bab hasil penelitian dan pembahasan maka penulis dapat mengajukan saran sebagai berikut : 1. Perlu peningkatan profesionalitas bagi hakim dalam hal menangani perkaraperkara dan dalam hal pembuktiannya karena apabila terjadi pengabaian alat bukti akan berakibat fatal dalam pemberian hukuman kepada terdakwa. 2. Perlu peningkatan profesionalitas bagi penuntut umum dalam membuat tuntutan. Tuntutan harus didasarkan pada fakta-fakta yang terungkap di persidangan bukan hanya mengacu pada berita acara pemeriksaan, karena berita acara pemeriksaan tidak mempunyai kekuatan hukum seperti pada keterangan di persidangan.
commit to user
81
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
DAFTAR PUSTAKA Dari Buku Andi Hamzah. 2011. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. Bambang Poernomo.1985.Orientasi Hukum Acara Pidana Indonesia.Yogyakarta: Penerbit Amarta Buku. Harun M. Husein. 1992. Kasasi sebagai Upaya Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. Hasan Shadily.1986.Kamus Inggris-Indonesia.Jakarta: PT.Gramedia. J.C.T Simorangkir, dkk. 2000. Kamus Hukum. Jakarta: Sinar Grafika. M.Yahya Harahap.2010. Pembahasan KUHAP.Jakarta: Sinar Grafika.
Permasalahan
Dan
Penerapan
Moch.Faisal Salam.2001.Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek. Bandung: Mandar Maju. Moeljatno.1990.Asas – Asas Hukum Pidana.Bandung:PT.Refika Aditama. Munir Fuady. 2006. Teori Hukum Pembuktian: Pidana dan Perdata. Bandung: Citra Aditya. Nikolas Simanjuntak.2009. Acara Pidana Indonesia Dalam Sirkus Hukum.Bogor: Ghalia Indonesia. Peter Mahmud Marzuki. 2005. Penelitian Hukum. Cetakan pertama. Jakarta Kencana Prenada Media Group. Rusli Muhammad. 2007. Hukum Acara Pidana Kontemporer. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Soemitro.1996.Metode Penelitian Hukum.Jakarta:Ichtiar Baru. Tim PPH. 2007. Buku Pedoman Penulisan Hukum. Surakarta : FH UNS. Dari Jurnal Jurnal Hukum Respublica. 2007. Pemahaman Hukum Pembuktian dan Alat Bukti Sebagai Upaya Meningkatkan Pembangunan Bangsa. Vol 6. David A. Lagnado and Nigel Harvey. 2008. The impact of discredited evidence. Psychonomic Bulletin & Review. Vol 15 (6), 1166-1173.
commit to user
82
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
Kevin T. McGuire and James A. Stimson. 2004. The Least Dangerous Branch Revisited: New Evidence on Supreme Court Responsiveness to Public Preferences. The Journal of Politics. Vol 66, No 4, 1018-1035. Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
Dari Internet JP.Widodo. Fungsi Berita Acara Pemeriksaan. http://space/handle/123456789/1530>[2April2012 pukul 12.00]. Putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/downloadpdf/pdf>[2April2012 pukul 12.00].
commit to user