TEKNOLOGI PEMBESARAN CACING NEREIS Dendronereis pinnaticirris (GRUBE 1864)
AHMAD GHUFRON MUSTOFA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa
disertasi Teknologi Pembesaran
Cacing Nereis Dendronereis pinnaticirris (Grube 1864) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Juli 2012 Ahmad Ghufron Mustofa NIM C161070021
ABSTRACT AHMAD GHUFRON MUSTOFA. Growing Technology of Nereis Worm Dendronereis pinnaticirris (Grube 1864). Supervised by ENANG HARRIS, EDDY SUPRIYONO, and DEDI JUSADI. Minimum requirement of polychaetes, including the nereis Dendronereis pinnaticirris, as feed for shrimp broodstocks in Indonesian hatcheries on 2011 was 6,947 tons. In the next years it is forecasted that the need will increase. Nereis culture aims to meet the demand for shrimp hatchery, and for preserving the broodstocks and the environment indirectly. Level of salinity, substrate type, density, and type of feed affect the productivity of polychaetes. Data of optimum salinity, optimum substrate, optimum density, and the best feed for nereis D. pinnaticirris were not exist. Klekap powder was chosen as a test feed because of reason that the stomach content of nereis was similar to klekap. Klekap was the best feed for milk fish fry compare to plankton. This study included four consecutive trials on the topic: salinity, substrate, density, and feed. D. pinnaticirris with weight closed to 150–200 mg adapted to 15 or 20 ppt salinity and sterilized natural substrate for 30 days were used as test animals. Test animals kept in an aquarium measuring 40x40x30 cm with a substrate according to treatment with a depth of 10 cm and aerated water in 8.5 cm depth for 35 days trial. Experiment I showed that the daily growth rate, the feed efficiency, the protein retention, and the productivity reached the highest at 20 ppt salinity of media. It was found an equation as y = 0.00005778x2 - 0.032x + 1.643; y = 1, so x = 20 ppt; where y = osmotic actiity rate and x = salinity. Experiment II showed that test animals were constantly move if they could not find the hole or had no ability to make the hole. Substrates with grains of 63250 μm in diameter in salinity of 20 ppt significantly (P <0.05) produced better daily growth rate, better protein retention, better survival rate, better production, and better productivity. Experiment III showed that the highest absolute biomass growth was in density of 1,000 individuals/m2 in the amount of 4,064.0 g. Stress occured in first day which was indicated by an increase of glucose content and a decrease of glycogen content. Glucose content in the density of (250; 500; 1,000; 2,000: 4,000) individuals/m2 were (18.0; 20.0; 19.0; 29.0; 48.0) mg/dL respectively; the glycogen content were (103.307; 102.722; 81.562; 65.781; 77.804) mg/g respectively. In the 18th day and the 35th day, they returned to normal in all treatments. Experiment IV suggested that klekap powder contained ARA. ARA produces prostaglandin PGF2alpha that has ability to promote muscle growth. The use of 20 ppt salinity, soil substrate with 63–250 μm in diameter grain, density of 1,000 individu/m2, and feed with a combination of 75% commercial feed and 25% klekap powder were significantly (P <0.05) produced the daily growth rate of 0.58%/day , the feed efficiency of 48.63%, the protein retention of 26.09%, the lipid retention of 5.28%, and the productivity of 27 g/m2/30 days. Key words: salinity, osmotic activity rate, substrate, density, stress, feed, growth, Dendronereis pinnaticirris (Grube 1864)
RINGKASAN AHMAD GHUFRON MUSTOFA. Teknologi Pembesaran Cacing Nereis Dendronereis pinnaticirris (Grube 1864). Dibimbing oleh ENANG HARRIS, EDDY SUPRIYONO, dan DEDI JUSADI. Kebutuhan minimum cacing poliket, termasuk cacing nereis Dendronereis pinnaticirris, sebagai pakan induk udang di semua hatchery di Indonesia tahun 2011 sebesar 6.947 ton. Pada tahun berikutnya kebutuhannya diprakirakan meningkat lagi karena permintaan udang meningkat karena jumlah penduduk yang meningkat. Kultur cacing nereis bertujuan untuk memenuhi permintaan panti benih udang, menjaga kelestarian induk cacing, dan menjaga kelestarian alam secara tidak langsung. Tingkat salinitas, jenis substrat, densitas, dan jenis pakan mempengaruhi produktivitas cacing nereis. Data salinitas optimum, substrat optimum, densitas optimum, dan jenis pakan terbaik untuk kultur D. pinnaticirris belum ada. Tepung klekap dipilih sebagai pakan uji dengan alasan isi lambung cacing nereis serupa dengan klekap. Klekap merupakan pakan terbaik benih ikan bandeng dibandingkan dengan plankton. Penelitian ini dilakukan melalui empat tahap percobaan berurutan dengan urutan topik: (I) salinitas, (II) substrat, (III) densitas, dan (IV) pakan. D. pinnaticirris dengan bobot rata-rata 150–200 mg yang telah diadaptasikan pada salinitas 15 ppt atau 20 ppt dan substrat alami selama 30 hari digunakan sebagai hewan uji. Hewan uji dipelihara dalam akuarium berukuran 40x40x30 cm dengan substrat sesuai perlakuan berkedalaman 10 cm dan air beraerasi berkedalaman 8,5 cm selama 35 hari. Percobaan I dilakukan untuk mengevaluasi zona nyaman D. pinnaticirris dengan cara menentukan salinitas media yang optimum yang memberikan kinerja pertumbuhan terbaik pada tingkat kerja osmotik yang mendekati 1,0. Percobaan ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: tahap (1) uji toleransi cacing pada beberapa salinitas (0–70 ppt dengan interval 5 ppt). Tingkat salinitas yang menghasilkan sintasan tinggi pada tahap (1) digunakan pada tahap (2) sebagai penentuan salinitas media yang menghasilkan tingkat kerja osmotik yang mendekati kondisi isoosmotik. Tiga tingkat salinitas ditemukan dalam tahap (2) digunakan dalam tahap (3) sebagai evaluasi terhadap salinitas yang optimum terhadap kinerja pertumbuhan cacing uji. Dari uji toleransi salinitas diperoleh sintasan tertinggi sebesar 93,3–100% pada salinitas 5–35 ppt, diikuti 46,6% pada salinitas 40 ppt, dan 40% di 45 ppt. Sedangkan pada salinitas 0 ppt dan 50–70 ppt, hewan uji mati. Berdasarkan analisis tingkat kerja osmotik ditemukan bahwa salinitas media 15 ppt, 20 ppt, dan 25 ppt mendekati kondisi isoosmotik antara cairan plasma cacing dan cairan media. Evaluasi terhadap kinerja pertumbuhan hewan uji diperoleh kesimpulan bahwa laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, retensi protein, dan produktivitas bernilai tertinggi pada salinitas media 20 ppt. Dari tahap III diperoleh nilai salinitas 20 ppt yang merupakan salinitas isoosmotik. Percobaan II dilakukan untuk mengevaluasi zona nyaman D. pinnaticirris dengan cara menentukan substrat yang terbaik yang memberikan respons tingkah laku yang nyaman yang ditandai oleh pergerakan, jumlah lubang, sintasan, dan produksi, yang dipelihara dalam salinitas optimum. Pada
perlakuan tanpa substrat terjadi penurunan rata-rata bobot per individu sebesar 7,5 mg dari 146,6 mg menjadi 139,1 mg. Penurunan bobot ini disebabkan oleh aktivitas hewan uji yang selalu berenang dan merayap. Retensi protein hewan uji pada perlakuan tanpa substrat sebesar -120,99%. Hal berarti bahwa terjadi pertumbuhan negatif, atau terjadi penggunaan energi jaringan tubuh untuk aktivitas, karena energi pakan yang dikonsumsi hewan uji tidak dapat mencukupi untuk pemeliharaan tubuh. Retensi protein pada perlakuan penggunaan substrat halus yakni 17,87% berbeda nyata dengan perlakuan penggunaan substrat kasar bernilai 5,23% dan dengan perlakuan tanpa substrat. Simpulan:(1) hewan uji bersifat selalu bergerak jika tidak ada substrat; (2) substrat halus pada salinitas 20 ppt signifikan menghasilkan nilai kinerja pertumbuhan terbaik yakni: laju pertumbuhan harian 65%/hari, retensi protein 17,87%, efisiensi pakan 60,67%, sintasan 100%, dan produksi1.356,0 (mg/1.600 cm2/35 hari). Percobaan III dilakukan untuk mengevaluasi zona nyaman D. pinnaticirris dengan cara menentukan densitas yang tidak mengakibatkan stres dicirikan oleh kandungan glikogen dan kandungan glukosa cairan plasma, sintasan dan produksi D. pinnaticirris yang dipelihara pada salinitas optimum dan substrat terbaik. Perlakuannya berupa penggunaan densitas 250 individu/m2 (kontrol), 500, 1.000, 2.000, dan 4.000 individu/m2. Perbedaan adanya perlakuan densitas nyata mempengaruhi laju pertumbuhan harian. Laju pertumbuhan harian tertinggi dan tidak berbeda nyata pada perlakuan 250 individu/m2 dan perlakuan 500 individu/m2 yakni 0,66%/hari, berbeda nyata dengan yang 1.000 individu/m2, 2.000 individu/m2, 4.000 individu/m2 yang menghasilkan laju pertumbuhan harian berturut-turut 0,47%/hari, 0,40%/hari, dan 0,35%/hari. Perlakuan densitas 250, 500, 1.000, 2.000, dan 4.000 individu/m2 berturut-turut menghasilkan retensi protein 18,10% dan 18,10% (tidak berbeda nyata), 12,83% dan 10,91% (tidak berbeda nyata), dan 9,55%. Hal ini menunjukkan bahwa densitas telah mempengaruhi retensi protein. Rendahnya retensi protein pada densitas yang lebih besar disebabkan oleh lebih tingginya tingkat stres. Hal ini ditunjukkan oleh kandungan glukosa yang meningkat dan kandungan glikogen yang menurun pada perlakuan dengan densitas yang semakin besar. Terjadi peningkatan stres pada hari ke-1 yang ditunjukkan oleh peningkatan kandungan glukosa pada perlakuan 2.000 individu/m2 dan 4.000 individu/m2 berturut-turut 29,0 mg/dL dan 48,0 mg/dL, sedangkan pada perlakuan 250 individu/m2, 500 2 2 individu/m , dan 1.000 individu/m berturut-turut hanya 18,0 mg/dL , 20,0 mg/dL, dan 19,0 mg/dL. Pada hari ke-18 dan ke-35, kandungan glukosa kembali normal pada semua perlakuan. Gejala yang berbeda terjadi pada kandungan glikogen. Pada hari ke-1, kandungan glikogen menurun pada perlakuan 1.000 individu/m2, 2.000 individu/m2 dan 4.000 individu/m2 berturut-turut 81,562 mg/g, 65,781 mg/g, dan 77,804 mg/g, sedangkan sedangkan pada perlakuan 250 individu/m2 dan 500 individu/m2 berturut-turut bernilai 103,307 mg/g dan 102,722 mg/g. Pertumbuhan biomassa mutlak tertinggi terdapat pada perlakuan densitas 1.000 individu/m2 sebesar 4.064,0 mg. Percobaan IV dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas tepung klekap sebagai pakan pengganti dari pakan komersial untuk D. pinnaticirris. Perlakuannya sebagai penggunaan pakan antara pakan komersial dan tepung klekap pada berbagai kombinasi persentase keduanya. Laju pertumbuhan harian tertinggi terdapat pada perlakuan A (pakan 75% pakan komersial + tepung klekap 25%) sebesar 0,58%/hari, disusul perlakuan K (pakan komersial 100%) 0,53%/hari, perlakuan B (pakan komersial 50% + tepung klekap 50%) 0,45%, perlakuan C (pakan komersial 25% + tepung klekap 75%) 0,39%, dan perlakuan D (tepung klekap 100%) 0,36%. Walaupun pakan pada perlakuan K memiliki kandungan protein, lemak dan energi yang tertinggi yakni berturut-turut 37,35%,
6,50%, dan 3.452 kal/g, namun laju pertumbuhan hewan uji yang diberi pakan ini lebih rendah daripada laju pertumbuhan hewan uji yang diberi pakan perlakuan A (kadar protein 34,54%, lemak 5,85%, dan energi 3.226 kal/g). Pakan perlakuan K tidak mengandung ARA, sementara pakan perlakuan A memiliki ARA sebesar 20,7 mg asam lemak/100 g bobot kering bahan. ARA merupakan bahan pembangun utama tubuh dan penghasil prostaglandin PGF2alpha memiliki kemampuan untuk merangsang pertumbuhan otot. Penggunaan pakan komersial 75% + tepung klekap 25% tampaknya mampu memenuhi kebutuhan nutrisi hewan uji untuk tumbuh lebih cepat dibandingkan kombinasi pakan lainnya. Hal ini juga terlihat pada efisiensi pakan yang tertinggi pada perlakuan pakan A. Komposisi nutrisi pakan yang seimbang akan meningkatkan efisiensi pakan dan laju pertumbuhan hewan akuatik. Retensi protein yang tertinggi pada perlakuan pakan A (26,09%) merupakan indikator bahwa protein yang dikonsumsi oleh hewan uji yang diberi pakan A lebih banyak yang dideposit dalam daging dibandingkan pada hewan uji yang diberi kombinasi pakan lainnya. Meskipun pakan K mengandung protein yang lebih tinggi daripada pakan A, namun retensi proteinnya lebih rendah (14,06%), yang menunjukkan bahwa kemungkinan kadar protein pakan tersebut (37,35%) sudah tidak optimum (melebihi kebutuhan hewan uji), sehingga banyak protein yang mengalami deaminasi. Sementara hewan uji yang diberi perlakuan pakan B, C dan D (memiliki kandungan protein ≤ 31,72% dan energi ≤2.998 kal/g) kemungkinan kekurangan konsumsi protein, sehingga protein tersebut belum cukup untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan maksimum hewan uji. Selain itu, juga dapat diakibatkan pengaruh kandungan asam lemak esensial yang rendah dan serat kasar yang tinggi pada pakan tersebut. Kajian dari segi teknis menunjukkan bahwa produktivitas hewan uji tertinggi terjadi pada perlakuan pakan A. Hal ini terjadi karena laju pertumbuhan hewan uji tertinggi pada perlakuan A. Aktivitas enzim protease, lipase dan α-amilase yang tinggi pada hewan uji yang diberi pakan A, memberikan peluang tingkat kecernaan protein, lemak, dan karbohidrat pakan A lebih besar dibandingkan perlakuan pakan lainnya. Hal ini akan berlanjut pada pemanfaatan pakan A yang lebih efisien dan laju pertumbuhan hewan uji yang lebih cepat dibandingkan perlakuan lainnya, seperti yang telah disebutkan di atas. Penggunaan salinitas 20 ppt, substrat tanah berdiameter 63– 250 µm, densitas 1.000 individu/m2, dan pakan dengan kombinasi 75% pakan komersial dan 25% tepung klekap signifikan (P<0,05) menghasilkan laju pertumbuhan harian 0,58%/hari, efisiensi pakan 48,63%, retensi protein 26,09%, retensi lemak 5,28%, dan produktivitas 27 g/m2/30 hari. Jadi bila hanya dilihat dari segi teknis maka pakan A merupakan pakan yang terbaik. Namun bila dikaji secara ekonomis pakan A kemungkinan tidak layak diterapkan untuk skala komersial karena harga pakan A (Tetramin 75% + tepung klekap 25%) lebih dari 10 kali lipat harga cacing, sementara konversi pakan A lebih dari satu. Kata kunci: salinitas, tingkat kerja osmotik, substrat, densitas, stres, pakan, pertumbuhan, Dendronereis pinnaticirris (Grube 1864)
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipannya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
TEKNOLOGI PEMBESARAN CACING NEREIS Dendronereis pinnaticirris (GRUBE 1864)
AHMAD GHUFRON MUSTOFA
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Akuakultur
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup: 1. Dr. Ir. Mia Setiawati, M.Si. Staf Pengajar Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor 2. Dr. Dinamella Wahjuningrum, S.Si., M.Si. Staf Pengajar Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka: 1.
Dr. Ir. Azam Bachur Zaidy, M.S. Staf Pengajar Jurusan Penyuluhan Perikanan Sekolah Tinggi Perikanan di Bogor
2.
Dr. Ir. Sukenda, M.Sc. Staf Pengajar Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Judul Disertasi :
Teknologi Pembesaran Cacing Nereis Dendronereis pinnaticirris (Grube 1864)
Nama
:
Ahmad Ghufron Mustofa
NIM
:
C161070021
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Enang Harris Ketua
Dr. Eddy Supriyono Anggota
Dr. Dedi Jusadi Anggota
Diketahui Ketua Program Studi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Ilmu Akuakultur
Prof. Dr. Enang Harris
Dr. Dahrul Syah
Tanggal Ujian:
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala karunia-Nya sehingga disertasi ini berhasil disusun. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Nopember 2009 ini ialah produksi dengan judul Teknologi Pembesaran Cacing Nereis Dendronereis pinnaticirris (Grube 1864). Terima kasih penulis ucapkan kepada: (1)
Bapak Prof. Dr. Ir. Enang Harris, M.S.,
Bapak Dr. Ir. Eddy Supriyono,
M.Sc., dan Bapak Dr. Ir. Dedi Jusadi, M.Sc., dosen komisi pembimbing disertasi yang telah memberi inspirasi dalam hal keluasan pengetahuan, kerangka pikir sistematis, ketelitian, kehati-hatian, ketekunan, kesabaran, kepraktisan, kecepatan berpikir, kecepatan bertindak,
dan humanisme
yang tinggi; (2)
Bapak Prof. Dr. Shunsuke Koshio dan Bapak Associate Prof. Dr. Manabu Ishikawa dari Kagoshima University atas bimbingan dan bantuan fasilitas penelitian;
(3)
Bapak Dr. Ir. Jayadi, M.P., Direktur Politeknik Pertanian Negeri Pangkep periode 2006–2010;
(4)
Kementerian Pendidikan Nasional RI, yang telah memberi Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) dan memberi kesempatan untuk mengikuti Program Sandwich-Like (Research and Literature Study) di Kagoshima University selama tiga bulan pada tahun 2009–2010 serta kepada Yayasan Supersemar yang telah
membantu biaya penelitian;
dan (5)
Teman-teman mahasiswa program doktor Institut Pertanian Bogor, khususnya dari Program Studi Ilmu Akuakultur angkatan 2007, atas kebersamaan dan dukungan semangatnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juli 2012 Amad Ghufron Mustofa
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pati pada tanggal 18 Juli 1959 sebagai putra dari Bapak Rahmat (almarhum) dan Ibu Siti Fatimah (almarhumah).
Bersama istri
Dra. Siti Khatijah dianugerahi dua buah hati yakni: Brilianty Wijaya dan Galuh Sri Kartika. Pendidikan sarjana ditempuh di Departemen Ilmu Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, lulus pada tahun 1986. Pada tahun yang sama diterima sebagai calon pegawai negeri sipil, sebagai dosen di Politeknik Pertanian Negeri Pangkep, Jurusan Perikanan Budidaya. Pada tahun 1987– 1988 selama dua tahun penulis mengikuti program
Pendidikan Instruktur
Politeknik Pertanian dari Polytechnic Education Development Agriculture (PEDCA);
Centre for
tahun 1993 selama enam bulan mengikuti pendidikan
Bahasa Inggris di The British Council dengan biaya dari OTO BAPPENAS. Pada tahun 1998–2001 penulis mengikuti pendidikan program magister di Program Studi Ilmu Perairan, Institut Pertanian Bogor, dengan biaya dari BPPS. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Ilmu Akuakultur, Institut Pertanian Bogor, diperoleh pada tahun 2007 dengan biaya dari BPPS dan Yayasan Supersemar. Pada tahun 2009–2010 selama tiga bulan penulis mengikuti Program Sandwich-Like (Research and Literature Study) di Kagoshima University. Karya ilmiah berjudul Study on Optimizing of Feeds Utility for Nereididae Worms Production, Emphasies on Early Life Stages hasil dari Program Sandwich-Like
telah
disampaikan
Pendidikan Nasional RI,
pada
Seminar
Nasional,
Kementerian
di Jakarta pada tanggal 12–13 April 2010.
Karya
ilmiah berjudul Tingkat Kerja Osmotik dan Kinerja Pertumbuhan Cacing
Poliket
Dendronereis pinnaticirris (Grube 1864) pada Berbagai Tingkat Salinitas diterbitkan pada Jurnal Lutjanus Volume 16 Nomor 2, Juli 2011. Karya ilmiah yang lain berjudul Optimasi Substrat untuk Produksi Cacing Poliket Dendronereis pinnaticirris (Grube 1864) diterbitkan pada Jurnal Agrokompleks Volume 10 Nomor 1, Januari 2011. Karya-karya ilmiah ini merupakan bagian dari program doktor penulis.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL............................................................................................
xxiii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. ........
xxv
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................
xxvii
PENDAHULUAN ........................................................................................ Latar Belakang................................................................................. Perumusan Masalah........................................................................ Tujuan dan Manfaat Percobaan ...................................................... Hipotesis Percobaan........................................................................ Kebaruan (Novelty)..........................................................................
1 1 4 5 6 6
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. Klasifikasi dan Morfologi................................................................. Daerah Penyebaran dan Habitat .................................................... Siklus Hidup .................................................................................... Sistem Pencernaan ........................................................................ Coelom............................................................................................ Sistem Peredaran ........................................................................... Sistem Pernafasan .......................................................................... Sistem Pembuangan ....................................................................... Sistem Saraf ................................................................................... Sistem Reproduksi .......................................................................... Pakan dan Kebiasaan Makan ......................................................... Osmoregulasi .................................................................................. Pertumbuhan Biomassa Mutlak.......................................................
7 7 7 11 13 13 14 15 15 15 16 16 16 18
TINGKAT KERJA OSMOTIK DAN KINERJA PERTUMBUHAN CACING NEREIS Dendronereis pinnaticirris (GRUBE 1864) PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS.................................................. Abstrak............................................................................................. Abstract............................................................................................ Pendahuluan.................................................................................... Metode Penelitian............................................................................ Hasil dan Pembahasan.................................................................... Simpulan..........................................................................................
21 21 22 22 23 27 35
OPTIMASI SUBSTRAT UNTUK PRODUKSI CACING NEREIS Dendronereis pinnaticirris (GRUBE 1864)............................................... Abstrak............................................................................................. Abstract............................................................................................
37 37 38
Halaman Pendahuluan.................................................................................... Metode Penelitian............................................................................ Hasil dan Pembahasan.................................................................... Simpulan..........................................................................................
38 39 40 44
OPTIMASI DENSITAS UNTUK PRODUKSI CACING NEREIS Dendronereis pinnaticirris (GRUBE 1864)............................................. Abstrak............................................................................................. Abstract............................................................................................ Pendahuluan.................................................................................... Metode Penelitian............................................................................ Hasil dan Pembahasan.................................................................... Simpulan..........................................................................................
45 46 46 46 47 48 54
KAJIAN TEPUNG KLEKAP SEBAGAI PAKAN CACING NEREIS Dendronereis pinnaticirris (GRUBE 1864).................................................. Abstrak............................................................................................. Abstract............................................................................................ Pendahuluan.................................................................................... Metode Penelitian............................................................................ Hasil dan Pembahasan.................................................................... Simpulan..........................................................................................
55 55 56 56 57 61 69
PEMBAHASAN UMUM ................................................................................
71
SIMPULAN DAN SARAN UMUM..................................................................
79
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
81
LAMPIRAN ..........................................................................................
89
DAFTAR TABEL Halaman 1
Contoh perhitungan produksi ikan.....................................................
19
2
Rata-rata sintasan D. pinnaticirris pada salinitas 0–70 ppt setelah pemeliharaan enam jam.....................................................................
28
3
Rata-rata sintasan D. pinnaticirris pada salinitas 5–60 ppt yang dipindah ke salinitas 15 ppt selama 48 jam.......................................
28
4
Rata-rata tingkat kerja osmotik (TKO), osmolaritas cairan plasma (OP), dan osmolaritas cairan media (OM) dari D. pinnaticirris pada berbagai salinitas (S) pada Uji Tingkat Salinitas yang Menghasilkan Tingkat Kerja Osmotik Isoosmotik..............................
30
Tingkat kerja osmotik dan kinerja pertumbuhan hewan uji D. pinnaticirris pada setiap perlakuan salinitas selama 35 hari pemeliharaan.....................................................................................
32
6
Kinerja pertumbuhan hewan uji D. pinnaticirris pada setiap perlakuan substrat selama 35 hari pemeliharaan...........................
43
7
Rata-rata jumlah lubang substrat per akuarium (1.600 cm2 ) D. pinnaticirris pada dua perlakuan (subtrat halus dan substrat kasar) selama 35 hari pemeliharaan .................................
43
8
Rata-rata tingkat mortalitas (%) D. pinnaticirris pada setiap perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan.............................
49
9
Rata-rata kandungan glukosa (mg/dL) cairan plasma D. pinnaticirris pada setiap perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan.....................................................................................
50
Rata-rata kandungan glikogen (mg/g) cairan plasma D. pinnaticirris pada setiap perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan.....................................................................................
50
11
Kinerja pertumbuhan hewan uji D. pinnaticirris pada setiap perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan...........................
52
12
Komposisi proksimat pakan uji (g/100 g pakan)................................
59
13
Komposisi asam lemak pakan uji (mg asam lemak/100 g bobot kering).................................................................................................
59
5
10
Halaman 14
Kinerja pertumbuhan hewan uji D. pinnaticirris pada setiap perlakuan pakan selama 35 hari pemeliharaan ..............................
65
15
Rata-rata nilai komposisi asam lemak pakan dan tubuh D. pinnaticirris (mg asam lemak /100g bobot kering) pada setiap perlakuan pakan.................................................................................
66
Rata-rata nilai aktivitas enzim pencernaan (U/g tubuh/menit) dari D. pinnaticirris pada setiap perlakuan pakan......................................
68
16
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Ciri-ciri morfologis utama genus Nereis dari dorsal, dorsal internal, dan irisan melintang ( Wallace dan Taylor 1987)................
8
2
Ciri-ciri morfologis utama genus Nereis dari parapodia dan bagian anterior lateral ( Wallace dan Taylor 1987).........................................
9
3
Siklus hidup cacing P. nuntia (Shokita et al. 1991; Yuwono et al. 1997)...............................................................................................
12
4
Hubungan antara laju pertumbuhan harian (LPH) dan tingkat kerja osmotik (TKO) D. pinnaticirris yang dipelihara selama 35 hari........................................................................................................
32
5
Hubungan antara retensi protein (RP) dan tingkat kerja osmotik (TKO) D. pinnaticirris yang dipelihara selama 35 hari ......................
33
6
Hubungan antara tingkat kerja osmotik (TKO) D. pinnaticirris dan salinitas pada Percobaan III.................................................................
34
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Rata-rata sintasan D. pinnaticirris pada salinitas 0–70 ppt setelah pemeliharaan enam jam ......................................................................
91
2
Rata-rata sintasan D. pinnaticirris pada salinitas 5–60 ppt yang dipindah ke salinitas 15 ppt selama 48 jam.........................................
92
3
Hasil analisis sidik ragam sintasan D. pinnaticirris (%) pada Percobaan Tahap I: Uji Toleransi Salinitas pada akhir Percobaan............................................................................................
93
4
Prosedur penggunaan osmometer.......................................................
94
5
Rata-rata tingkat kerja osmotik (TKO), osmolaritas cairan plasma (OP), dan osmolaritas cairan media (OM) dari D. pinnaticirris pada berbagai salinitas (S) pada Uji Tingkat Salinitas yang Menghasilkan Tingkat Kerja Osmotik Iosmotik............................................................
95
6
Prosedur analisis kadar protein metode Kjedhal (Watanabe 1988)....................................................................................................
98
7
Metode Pengukuran C-organik metode Walkley and Black..............
99
8
Sintasan, biomassa awal (Bo), biomassa mati (Bd), dan biomassa akhir (Bt) D. pinnaticirris pada setiap perlakuan salinitas selama 35 hari pemeliharaan ..............................................
100
9
Tingkat kerja osmotik D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan salinitas selama 35 hari pemeliharaan...............................................
101
10
Hasil analisis sidik ragam tingkat kerja osmotik D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan salinitas selama 35 hari pemeliharaan pada akhir percobaan ...................................................
102
11
Laju pertumbuhan harian D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan salinitas selama 35 hari pemeliharaan.................................................
103
12
Hasil analisis sidik ragam laju pertumbuhan harian D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan salinitas selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan....................................................................................
104
Produksi, produktivitas, dan efisiensi pakan D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan salinitas selama 35 hari pemeliharaan................
105
13
Halaman 14
Hasil analisis sidik ragam efisiensi pakan D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan salinitas selama 35 hari pemeliharaan............
106
15
Hasil analisis sidik ragam produktivitas D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan salinitas selama 35 hari pemeliharaan.......
107
16
Hasil analisis sidik ragam bobot pakan yang dikonsumsi D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan salinitas selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan......................................................
108
Hasil analisis protein tubuh D. pinnaticirris (% bobot basah) pada berbagai perlakuan salinitas selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan ............................................................................................
109
18
Retensi protein D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan salinitas selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan.................
110
19
Hasil analisis sidik ragam retensi protein D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan salinitas selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan..................................................................................
111
Sintasan, biomassa awal (Bo), biomassa mati (Bd), dan biomassa akhir (Bt) D. pinnaticirris pada setiap perlakuan substrat selama 35 hari pemeliharaan ...............................................................................
112
Hasil analisis sidik ragam bobot tubuh awal D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan substrat selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan...................................................................................
113
Hasil analisis sidik ragam bobot tubuh akhir D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan substrat selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan...................................................................................
114
Hasil analisis sidik ragam laju pertumbuhan harian D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan substrat selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan ..............................................................................
115
Produksi, produktivitas, dan efisiensi pakan D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan substrat selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan ............................................................................................
116
Hasil analisis sidik ragam bobot pakan yang dikonsumsi D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan substrat selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan......................................................
117
Hasil analisis sidik ragam efisiensi pakan D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan substrat selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan ............................................................................................
118
17
20
21
22
23
24
25
26
Halaman 27
28
Hasil analisis sidik ragam produksi D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan substrat selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan ...........................................................................................
119
Hasil analisis sidik ragam produktivitas D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan substrat selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan ..................................................................................
120
29
Hasil analisis kandungan protein tubuh D. pinnaticirris (% bobot basah) pada berbagai perlakuan substrat selama 35 hari pemeliharaan pada awal dan akhir percobaan................................... 121
30
Retensi protein D. pinnaticirris pada pada berbagai perlakuan substrat selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan...............
122
31
Hasil analisis sidik ragam retensi protein D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan substrat selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan....................................................................................
123
Persentase hewan uji yang berenang dan merayap dari berbagai perlakuan substrat di hari percobaan ke-1, ke-18, dan ke35..........................................................................................................
124
33
Jumlah lubang pada berbagai perlakuan substrat di hari percobaan ke-1, ke-18, dan ke-35.........................................................................
125
34
Hasil analisis sidik ragam jumlah lubang D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan substrat pada hari percobaan ke-1.................
126
35
Hasil analisis sidik ragam jumlah lubang D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan substrat pada hari percobaan ke-18...............
127
36
Hasil analisis sidik ragam jumlah lubang D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan substrat pada hari percobaan ke-35.................
128
37
Hasil analisis sidik ragam sintasan D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan substrat selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan............................................................................................
129
Sintasan, biomassa awal (Bo), biomassa mati (Bd), dan biomassa akhir (Bt) D. pinnaticirris pada setiap perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan ...............................................
130
39
Rata-rata mortalitas (%) D. pinnaticirris pada setiap perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan ................................................
131
40
Hasil analisis sidik ragam bobot tubuh awal D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan ............................................................................................
137
32
38
Halaman 41
Hasil analisis sidik ragam bobot tubuh akhir D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan ............................................................................................
138
Hasil sidik ragam laju pertumbuhan harian D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan............................................................................................
139
Hasil analisis sidik ragam sintasan D. pinnaticirris pada setiap perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan ............................................................................................
140
Produksi, pertumbuhan biomassa mutlak, dan efisiensi pakan D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan ......................................................................
141
Hasil analisis sidik ragam bobot pakan yang dikonsumsi D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan......................................................
142
Hasil analisis sidik ragam efisiensi pakan D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan....................................................................................
143
Hasil analisis sidik ragam produksi D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan...................................................................................
144
Hasil analisis sidik ragam produktivitas D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan ...................................................................................
145
Hasil analisis protein tubuh D. pinnaticirris (% bobot basah) pada berbagai perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan.............................................................................................
146
50
Retensi protein D. pinnaticirris pada setiap perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan ...........................................................
147
51
Hasil analisis sidik ragam retensi protein D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan................................................................................
148
52
Prosedur analisis kandungan glukosa metode GOD-PAP dari HUMAN................................................................................................
149
53
Prosedur analisis kandungan glikogen metode Anthrone-H2SO4 .......
150
42
43
44
45
46
47
48
49
Halaman 54
Rata-rata kandungan glukosa (mg/dL) cairan plasma D. pinnaticirris pada setiap perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan........................................................................................ 152
55
Hasil analisis sidik ragam kandungan glukosa (mg/dL) D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan........................................................................................
153
Rata-rata kandungan glikogen (mg/g) cairan plasma D. pinnaticirris pada setiap perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan........................................................................................
154
Hasil analisis sidik ragam kandungan glikogen (mg/g) D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan................................................................................
155
Sintasan, biomassa awal (Bo), biomassa mati (Bd), dan biomassa akhir (Bt) D. pinnaticirris pada setiap perlakuan pakan selama 35 hari pemeliharaan.................................................................................
156
59
Prosedur analisis kadar lemak dengan ekstraksi Soxhlet (Watanabe 1988)....................................................................................................
157
60
Prosedur analisis kadar serat kasar (Watanabe 1988)........................
158
61
Prosedur analisis kadar abu (Watanabe 1988)....................................
159
62
Prosedur analisis kadar air (Watanabe 1988)......................................
160
63
Prosedur analisis kadar asam lemak Metode GC-MS 991-39 (Watanabe 1988) ...............................................................................
161
64
Prosedur analisis aktivitas enzim protease (Bergmeyer dan Grassi 1983)...............................................................................
162
65
Prosedur analisis aktivitas enzim lipase menurut Tietz dan Friedreck dalam Borlongan (1990).......................................................
164
66
Prosedur analisis aktivitas enzim α-amilase menurut Bernfield dalam Knaur et al. (1996)....................................................................
165
67
Hasil analisis sidik ragam bobot tubuh awal D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan pakan selama 35 hari peliharaan di akhir percobaan...................................................................................
166
Hasil analisis sidik ragam bobot tubuh akhir D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan pakan selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan....................................................................................
167
56
57
58
68
Halaman 69
Hasil analisis sidik ragam laju pertumbuhan harian D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan pakan selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan....................................................................................
168
70
Produksi, produktivitas, dan efisiensi pakan D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan pakan selama 35 hari pemeliharaan..................
169
71
Hasil analisis sidik ragam bobot pakan yang dikonsumsi D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan pakan selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan......................................................
170
Hasil analisis sidik ragam efisiensi pakan D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan pakan selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan.............................................................................................
171
73
Hasil analisis sidik ragam produktivitas D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan pakan selama 35 hari pemeliharaan.............
172
74
Hasil analisis protein dan lemak tubuh D. pinnaticirris (% bobot basah) pada berbagai perlakuan pakan selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan........................................................ 173
75
Retensi protein D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan pakan selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan...............................
174
76
Hasil analisis sidik ragam retensi protein D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan pakan selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan.............................................................................................
175
77
Retensi lemak D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan pakan selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan..............................
176
78
Hasil analisis sidik ragam retensi lemak D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan pakan selama 35 hari pemeliharaan............
177
79
Aktivitas enzim protease, lipase, dan α-amilase (U/g tubuh/menit) dari D. pinnaticirris pada setiap perlakuan pada hari ke-0 dan hari ke-35 percobaan...........................................................................
178
80
Hasil analisis sidik ragam enzim protease D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan pakan pada hari ke-0......................
179
81
Hasil analisis sidik ragam enzim protease D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan pakan pada hari ke-35 ......................................
180
82
Hasil analisis sidik ragam enzim lipase D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan pakan pada hari ke-0.........................................
72
181
Halaman 83
Hasil analisis sidik ragam enzim lipase D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan pakan pada hari ke-35.......................................
182
84
Hasil analisis sidik ragam enzim α-amilase D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan pakan pada hari ke-0...................
183
85
Hasil analisis sidik ragam enzim α-amilase D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan pakan pada hari ke-35.....................................
184
86
Perincian biaya produksi tepung klekap..............................................
185
87
Estimasi perbandingan harga pakan dan nilai jual cacing nereis Dendronereis pinnaticirris antar perlakuan
186
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Cacing nereis Dendronereis pinnaticirris (Grube 1864) termasuk cacing poliket (polychaete) dari famili Nereididae atau Nereidae atau nereis atau ragworm atau clamworm. manfaat sebagai umpan
pancing
Cacing poliket, termasuk cacing
pakan induk krustasea, pakan ikan
nereis, memiliki
dan kerang-kerangan,
ikan, makanan, penyerap limbah organik
dalam sistem
akuakultur, pemeran di jaring makanan di habitat pelagis dan habitat bentis, indikator pencemaran, dan organisme uji toksikologis (Fauchald dan Jumars 1979; Murugesan dan Khan 2005). Cacing poliket merupakan ±70% pakan alami udang penaeid (UNSOED 2008). Cacing nereis digunakan sebagai pakan penting untuk induk udang penaeid dan kebanyakan organisme laut karena mengandung asam lemak esensial, terutama polyunsaturated fatty acids (PUFA) yang merupakan nutrien penting untuk Safarik 2005). Induk udang windu menghasilkan
perkembangbiakannya (Pinon 2000;
yang diberi pakan berupa cacing
nereis
perkembangan telur yang lebih baik, kematangan gonad yang
tinggi, dan larva dengan ketahanan hidup yang tinggi (Yuwono et al. 2002). Jika induk udang tidak diberi pakan dengan cacing nereis, produksi benur menurun sampai 40% (UNSOED 2008). Cacing nereis memiliki tubuh lunak dengan kulit luar yang sangat tipis sehingga sangat mudah dimakan udang (Pinon 2000) dan merupakan cacing poliket yang paling sering ditemukan pada setiap lokasi dan kedalaman laut (Cognetti dan Maltagliati 2000). Kebutuhan minimum cacing poliket, termasuk cacing nereis, sebagai pakan induk udang di panti benih di Indonesia tahun 2011 diprakirakan sebesar 6.947.249,4 kg (Sakti 2012) atau 6.947.249.400 individu cacing nereis D. pinnaticirris dewasa. Di alam cacing nereis dewasa ini banyak diambil atau dieksploitasi untuk diperdagangkan ke panti-panti benih udang sehingga jumlahnya semakin jarang. Sebagai gambaran pada penelitian pendahuluan cacing D. pinnaticirris yang dilakukan di salah satu pantai Selat Makassar, Kabupaten
Pangkajene-Kepulauan
(Pangkep),
Provinsi
Sulawesi
Selatan,
selebar 500–750 m sepanjang 1.000 m, bulan Agustus 2011, dengan enam kali pengambilan sampel, masing-masing dari seluas 1 m2, diperoleh data sebagai berikut: densitas rata-rata cacing ini adalah 162 ekor/m2 dengan sebaran cacing
2
berukuran 1,5–2,5
cm sebanyak
19,51% populasi; 2,5–3,5 cm sebanyak
21,95%; 3,5–4,5 cm sebanyak 23,78%; cm sebanyak 6,72%;
4,5–5,5 cm sebanyak 25,00%; 5,5–6,5
7,5–8,5 cm sebanyak 3,04%. Atas dasar hal tersebut
teknologi pembesaran
cacing nereis ini sampai berukuran dewasa untuk
memenuhi permintaan panti benih udang, menjaga kelestarian
induk cacing,
dan menjaga kelestarian alam secara tidak langsung, sangat diperlukan. Kultur pembesaran
pada prinsipnya adalah menyediakan kondisi
lingkungan berada pada zona nyaman bagi organisme kultur. Di luar zona nyaman,
di alam organisme akan “fight or flight”
zona tersebut
artinya akan lari keluar dari
atau melawan keadaan atau beradaptasi, tetapi untuk itu
diperlukan energi tambahan. Selain mengupayakan dalam zona nyaman, organisme kultur perlu diberi pakan yang baik agar dapat hidup dan tumbuh. Untuk cacing nereis sama dengan untuk organisme kultur lainnya, faktor-faktor lingkungan yang menentukan zona nyaman antara lain: suhu, oksigen terlarut, salinitas, dan jenis substrat. Karena kultur cacing nereis ini dilakukan di daerah pantai, maka faktor suhu relatif sama dengan habitat aslinya,
jadi bukan
merupakan faktor utama. Kebutuhan oksigen cacing sangat sedikit.
Hourdez et
al. (2002) menyatakan bahwa poliket dalam jumlah besar sering ditemukan hidup berasosiasi dengan kerang Bathymodiolus childressi, dalam mikrohabitat yang sangat hipoksia, oksigen sering tidak terdeteksi dengan alat karena hanya 160 µg/L. Menurut Wells dan Jarvis (1980), 0,2 g/individu
kebutuhan oksigen cacing poliket
adalah 0,134 mL oksigen/jam
atau 0,100 mg/jam.
Karena
kebutuhan oksigen cacing ini sangat kecil, maka faktor oksigen inipun tidak dilakukan penelitian, oksigen dipasok secara khusus ke dalam media sehingga kandungannya di atas 3 mg/L. Menurut Prevedelli dan Vandini (1997), salinitas mempengaruhi laju pertumbuhan invertebrata laut dan perairan payau. Perubahan tekanan osmotik lingkungan organisme perairan payau (0,5–30 ppt), menyebabkan organisme berusaha mengatur tekanan osmotik cairan tubuh atau bergerak menghindar. Usaha ini membutuhkan energi yang berasal dari pembakaran protein, lemak, dan karbohidrat tubuh sehingga dapat menurunkan jumlah energi bentuk jaringan tubuh atau dapat menurunkan laju pertumbuhan dan menyebabkan kematian. Semakin besar perbedaan antara tekanan osmotik cairan tubuh dan cairan lingkungannya semakin banyak energi yang dibutuhkan untuk melakukan
3
osmoregulasi (Smith 1982). Salinitas air kultur yang digunakan untuk pembuahan buatan
cacing nereis D.
pinnaticirris adalah 15 ppt (Yuwono et al. 2002).
Menurut Dean dan Mazurkiewicz (1975) dalam e Costa (1999), beberapa spesies cacing poliket dewasa dapat spesies lain membutuhkan
berkembang tanpa substrat sedangkan
substrat. Pengurasan energi dan akibatnya
pada
hewan ini juga dapat terjadi pada aspek substrat. Jika terdapat substrat yang cocok, maka larva setiger-3 cacing nereis Laeonereis culveri
segera masuk ke
dalam substrat dan menghentikan aktivitas berenang dan merayap. Tidak semua substrat merangsang respons penggalian. Larva ini melanjutkan merayap dan berenang pada substrat pasir medium sampai
sampai sangat kasar (diameter
butir 250–1.000 µm), dan segera masuk lubang substrat yang berpartikel lebih halus dari 250 µm (Mazurkiewicz 1975). Kenaikan densitas terkait dengan penurunan reproduksi dan produksi juvenil cacing nereis Ceratonereis pseudoerythraeensis (Kent dan Day 1983 dalam Safarik et al. 2006) dan Polydora ligni (Zajac 1986 dalam Safarik et al. 2006). Densitas merupakan penyebab stres yang selanjutnya menentukan laju pertumbuhan ikan kultur (Schmittou 1991). Cadangan glikogen dapat cepat turun selama stres
akut, menghasilkan suatu kelemahan dalam
homeostasis
(pemeliharaan kondisi stabil organisme dengan proses fisiologis terkoordinir), sedangkan penurunan cadangan energi selama stres kronis akan menghasilkan penurunan laju pertumbuhan dan reproduksi (Carr dan Neff 1981).
Sebelum
terjadi penurunan cadangan glikogen, terjadi respons peningkatan kandungan glukosa cairan plasma coelom cacing Neanthes virens (Carr dan Neff 1982). Pada umur pemeliharan 200 hari dengan perlakuan sama, Perinereis nuntia dengan densitas 40.000 ekor per m2 mencapai bobot rata-rata per ekor 0,06 g, sedangkan dengan densitas 6.000 ekor per m2 diperoleh bobot rata-rata per ekor 0,5 g (Shokita et al. 1991). Penurunan laju pertumbuhan dan sintasan terjadi pada juvenil nereis Hediste diversicolor pada densitas 3.000 ekor/m2, bahkan pada kondisi pakan berlebihan (Scaps et al. 1993 dalam Safarik et al. 2006). Kebanyakan pakan utama cacing nereis adalah alga (Fauchald dan Jumars 1979). Makanan cacing nereis berupa alga, sisa-sisa hewan, sisa-sisa bahan organik, dan organisme hidup lainnya (Barnes 1987).
Isi lambung
N.
diversicolor terdiri dari mukosa (bahan organik, bakteri, fungi, dan fitoplankton) (56,33%), pasir (17,56%), detritus tumbuhan (10,68%), cacing (7,92%), krustasea (4,64%), lainnya (foraminifera, hydrobidae, gastropoda, bivalvia, acari,
4
chironomidae, insekta, dsb.) (2,79%), dan lumpur (0,08%) (e Costa et al. 2006). Isi lambung ini merupakan gambaran dari klekap. Klekap atau lablab (istilah di Filipina) adalah kumpulan tumbuhan dan hewan renik yang membentuk lapisan di dasar tambak yang terdiri dari algae biru, algae hijau berfilamen,
diatom,
protozoa, entomostraca (cladocera, copepoda), cacing, larva berbagai hewan (seperti mollusca, crustacea), detritus, dan partikel mineral (Schuster 1952; Jumalon 1978; Santos 1978). Klekap mengandung protein 3,38–28,48%, lemak 0,74–2,42%, dan karbohidrat 5,49–13,76% (Jumalon 1978). Menurut Tamaru et al. (2011), juvenil nereis Sabellastarte spectabilis
yang diberi pakan Isochrysis
sp. (T. ISO) hidup ataupun tepungnya menghasilkan sintasan tertinggi dan relatif sama yakni berturut-turut 86,7±6,2% dan 78,3±16,5%. Tepung klekap yang sumbernya tersedia di lapangan, bergizi, mudah dicerna, dan mirip dengan jenis pakan alami cacing nereis, dapatlah kiranya diharapkan sebagai pakan alternatif lain dari pakan komersial Tetramin, pakan yang baik pada kultur cacing nereis Neanthes succinea (Shain 2009) dan untuk uji cacing nereis di laboratorium (e Costa et al. 2000 dalam Batista et al. 2003) namun kurang tersedia di pasaran. Upaya kultur cacing nereis Dendronereis spp. masih sangat terbatas dilakukan di Indonesia, hal ini karena minimnya informasi yang diperlukan untuk menunjang usaha kulturnya (Siregar 2008). Informasi
aspek salinitas, jenis
substrat, densitas, jenis pakan, komposisi pakan, dan proses pengaruhnya terhadap sintasan, laju pertumbuhan, dan produksi D. pinnaticirris untuk mencapai ukuran dewasa belum tersedia, oleh karenanya perlu dilakukan pengkajian. Perumusan Masalah Usaha peningkatan produksi
pada kultur D. pinnaticirris terkendala oleh
pakan berkualitas yang kurang tersedia. Pakan yang umum digunakan di laboratorium-laboratorium adalah Tetramin. Dengan pemberian pakan Tetramin cacing nereis dapat hidup dan tumbuh dengan baik.
Walaupun banyak
digunakan, harga Tetramin relatif mahal dan distributornya sangat terbatas. Klekap yang sumbernya banyak terdapat di tambak-tambak, ternyata memiliki komposisi yamng mirip dengan komposisi isi lambung cacing nereis yang ditangkap di alam. Atas dasar hal itu tepung klekap dapat dijadikan pakan alternatif pengganti Tetramin. Namun penyerapan nutrisi dapat optimum
5
terlaksana oleh aktivitas enzim-enzim pencernaan yang optimum. Aktivitas enzim ini
dapat optimum oleh dukungan metabolisme optimum karena cukup
tersedianya
energi termetabolisir yang salah satunya
berupa produksi panas
(metabolisme basal, aktivitas, dan suhu). Jika produksi panas dapat dihemat dengan rekayasa maka energi terbarui berupa jaringan tubuh dan produk seksual dapat bertambah. Penghematan produksi panas dapat dilakukan dengan aplikasi salinitas media optimum yang ditandai nilai tingkat kerja osmotik mendekati nilai satu, substrat terbaik yang ditandai oleh rendahnya persentase berenang dan merayap dan persentase menggali substrat, dan densitas optimum yang ditandai kandungan glikogen dan kandungan glukosa cairan plasma normal. Resultan dari penyediaan dan penghematan produksi
panas, kandungan nutrisi yang
lengkap dan optimum, dan aktivitas enzim pencernaan optimum menghasilkan tingginya efisiensi pakan, retensi protein, dan retensi lemak, serta peningkatan kandungan asam
lemak
pada tubuh organisme peliharaan, selanjutnya
menghasilkan sintasan, laju pertumbuhan, dan produksi tinggi. Tujuan dan Manfaat Percobaan Tujuan percobaan ini ialah untuk: 1.
mengevaluasi zona nyaman D. pinnaticirris dengan cara: a. menentukan kinerja
salinitas
pertumbuhan
media
yang optimum yang memberikan
terbaik pada
tingkat kerja
osmotik yang
mendekati 1,0; b. menentukan substrat yang terbaik, yang memberikan respons tingkah laku yang nyaman ditandai oleh pergerakan, jumlah lubang, sintasan dan produksi D. pinnaticirris yang dipelihara dalam salinitas optimum; c. menentukan densitas yang tidak mengakibatkan stres dicirikan oleh kandungan glikogen dan kandungan glukosa cairan plasma, sintasan dan produksi D. pinnaticirris yang dipelihara pada salinitas optimum dan substrat terbaik; dan 2.
mengevaluasi
efektivitas tepung klekap sebagai pakan pengganti dari
pakan komersial untuk D. pinnaticirris. Dari hasil percobaan ini diharapkan dapat dihasilkan teknologi pembesaran D. pinnaticirris.
6
Hipotesis Percobaan 1.
Jika faktor abiotik (salinitas dan substrat) dan biotik
(densitas)
dapat
diusahakan pada zona nyaman maka energi pakan akan dimanfaatkan secara efisien untuk pertumbuhan D. pinnaticirris. 2.
Jika kualitas tepung klekap terutama komposisi asam lemaknya baik maka kualitas D. pinnaticirris yang memakannya, terutama komposisi asam lemaknya, baik juga. Kebaruan (Novelty) Teknologi pembesaran D. pinnaticirris berdasarkan zona nyaman salinitas
dan substrat sebagai faktor abiotik dan densitas sebagai faktor biotik dengan tepung klekap sebagai pakan alternatif.
7
TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi
cacing
nereis
Dendronereis
pinnaticirris (Grube 1864)
(UNSOED 2008; ZipcodeZoo.com 2012): Domain
: Eukaryota
(Whittaker dan Margulis 1978)
Kingdom
: Animalia
(C. Linnaeus 1758)
Subkingdom
: Bilateria
(Cavalier-Smith 1983)
Cabang
: Protostomia
(Grobben 1908)
Infrakingdom : Lophotrochozoa Superfilum
: Eutrochozoa
Filum
: Annelida
(Lamarck 1809)
Klas
: Polychaeta
(Grube 1850)
Ordo
: Phyllodocida
Subordo
: Nereidiformia
Famili
: Nereididae
Subfamili
: Gymnonereidinae
Genus
: Dendronereis
Spesies
: Dendronereis pinnaticirris (Grube 1864)
(Johnston 1865) (Peters 1854)
Ciri-ciri morfologis utama genus Nereis, sebagai contoh Nereididae, dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2. Daerah Penyebaran dan Habitat Cacing nereis Dendronereis spp. tersebar di perairan daerah Indo Pasifik Barat, seperti daerah estuarin Sungai Gangga di India, daerah estuarin Luzon dan Manila di Filipina, daerah estuarin Pulau Madura, dan daerah estuarin Sanya di Pulau Hainan (Wu et al. 1985). Nereididae
merupakan organisme laut dominan yang kadang-kadang
berenang ke muara sungai. Cacing ini biasanya ditemukan pada semua kedalamanan air, bersembunyi di bawah batu atau menggali lubang pasir atau lumpur (Wikipedia 2009).
Nereididae kebanyakan menempati perairan laut
dangkal, kecuali genus Ceratocephale yang berada d laut dalam (Fauchald dan Jumars 1979).
8
IRISAN MELINTANG
DORSAL Gambar 1.
DORSAL INTERNAL
Ciri-ciri morfologis utama genus Nereis dari dorsal, dorsal internal, dan irisan melintang ( Wallace dan Taylor 1987)
9
PARAPODIA
BAGIAN ANTERIOR LATERAL Keterangan: (A): Faring (pharynx) ditarik ke dalam; (B): Faring dijulurkan ke luar Gambar 2. Ciri-ciri morfologis utama genus Nereis dari parapodia dan bagian anterior lateral ( Wallace dan Taylor 1987)
10
Menurut Shokita et al. (1991), habitat Nereididae P. nuntia
merupakan pantai
pasang surut dengan endapan dasar halus yang tertutup batu-batu berdiameter 10–15 cm setebal 3–10 cm yang di bawahnya berupa pasir berlumpur hitam atau kerikil berpasir atau kerikil dengan bau hidrogen sulfida yang berasal dari akumulasi algae dan tumbuhan lain yang mati. Cacing N. virens hidup di liang sampai kedalamanan dua kaki (60,96 cm) di pasir atau lumpur pantai di daerah pasang surut. Pada siang hari cacing ini istirahat dalam liangnya, tapi pada malam hari menjulurkan tubuhnya atau meninggalkan liangnya untuk mencari pakan (IPTEK-net 2009). Nereis biasa dijumpai pada substrat lunak dan berpasir (Almeida dan Ruta 1998). Menurut Nielsen et al. (1995)
dalam e Costa et al. (2000), laju
pertumbuhan cacing N. diversicolor terbesar jika berada pada salinitas 15 ppt. Menurut IPTEK-net (2009), salinitas optimum untuk pertumbuhan dan ketahanan hidup juvenil cacing Nereis adalah 10 ppt. Oksigen merupakan unsur utama pada proses metabolisme organisme air terutama untuk respirasi (Odum 1971). Bila kadar oksigen terlarut dalam suatu tambak rendah, maka akan mengganggu kehidupan yang ada di dalamnya. Pada suhu yang tinggi, kebutuhan oksigen akan meningkat menyesuaikan dengan laju metabolisme tubuh yang tinggi (Spotte dalam Wardoyo 1995). Cacing nereis (Dendronereis spp.) cenderung mampu hidup pada kadar oksigen yang rendah. Kadar oksigen yang masih baik untuk organisme air di tambak minimal tiga ppm (Soetomo 1990).
P. nuntia makan pada kisaran suhu antara 5–35o C (Shokita
et al. 1991). Kisaran nilai pH ideal untuk kehidupan biota laut adalah 6,5–8,5 (EPA 1986). Amonia merupakan parameter yang bersifat toksik bagi organisme air. Hal ini karena amonia dapat menurunkan kemampuan darah untuk mengikat oksigen. Baku mutu nilai amonia total untuk biota laut adalah 0,3 ppm (Kepmen KLH No. 51 tahun 2004). N. diversicolor lingkungan substrat dengan kandungan H2S
mampu hidup dan bertahan pada 0,054 ppm selama tiga minggu
(Vismann 1990). Kandungan H2S untuk keperluan perikanan dan kehidupan biota laut
sebaiknya tidak lebih dari 0,002 ppm (EPA 1986). Sebagai bahan
pembanding, batas maksimum kandungan nitrit
untuk pertumbuhan optimum
udang vaname adalah di bawah 0,010 ppm (Adiwijaya et al. 2003).
11
Siklus Hidup Panjang tubuh D. pinnaticirris
dewasa di habitat alami antara 8–18 cm
dengan jumlah ruas 120–150 (Wu et al. 1985; Sugiharto 2008).
Cacing D.
pinnaticirris fase muda yang belum matang gonad (immature) belum dapat dibedakan jenis kelaminnya secara kasat mata karena warna tubuhnya sama yakni merah kecoklatan. Pengamatan isi rongga coelom dengan bantuan kapiler mikro
dan mikroskop dapat membedakan jantan dan betina. Pada tahap
menjelang matang gonad (submature) betina yakni:
dapat
dibedakan antara jantan dan
jenis jantan berwarna keputihan karena
dipenuhi spermatozoa sedangkan
jenis
rongga coelom mulai
betina hijau hingga kehitaman karena
rongga coelom mulai dipenuhi ovum (Sugiharto 2008).
Selama masa
pemeliharaan ova atau spermatozoa tumbuh pada dinding coelom pada masingmasing ruas kecuali dekat ujung anterior (IPTEK-net 2009).
Di pantai utara
Pulau Jawa, cacing nereis D. pinnaticirris dewasa siap bereproduksi setelah mencapai umur 1–2 tahun (Yuwono et al. 1997). Di Pulau Penang, Malaysia, cacing Nereididae P. nuntia var. brevicirris mulai bermigrasi ke daerah pasang surut pada bulan Juni atau Juli untuk memijah pada bulan Oktober sampai Mei (Ong 1996).
Menurut Yadav dan
Tyagi (2006), di India telur-telur Nereis limbata biasanya banyak melimpah selama musim kemarau dari bulan penuh sampai bulan baru. Pulau Jawa, pemijahan D.
pinnaticirris
Di pantai utara
terjadi sepanjang tahun, sedangkan
periode intensifnya terjadi pada bulan Desember sampai dengan Februari (Yuwono 2008). Cacing N. limbata matang kelamin memijah di permukaan air laut pada waktu malam hari antara pukul 21.00–22.00 (Yadav dan Tyagi 2006). Cacing P. nuntia jantan dan betina yang matang gonad keluar dari endapan berenang bentuk spiral dan memijah setelah bersentuhan satu dengan lainnya beberapa kali (Shokita et al. 1991). Rangsangan pemijahan ini lebih bersifat khemis dari pada fisis (Yadav dan Tyagi 2006).
Contoh siklus hidup cacing Nereididae P.
nuntia dapat dilihat pada Gambar 3. Seekor induk betina P. nuntia mengeluarkan telur sekitar 30.000 butir telur yang berdiameter sekitar 0,3 mm. Dalam beberapa bahan seperti jeli
menit setelah pembuahan,
menyelimuti membran telur dan telur mengendap pada dasar
substrat selama 30 menit (Yoshida 1984 dalam Shokita et al. 1991).
12
Keterangan: 1. epitoke (dewasa yang reproduktif; struktur kepala, ruas, dan parapodia berubah) merayap keluar, a: jantan, b: betina 2. pemijahan 3. embrio dua sel 4. embrio empat sel 5. larva trochopore sesaat sebelum penetasan, planktonis 6. larva nectochaeta, tiga setiger, bentik 7. juvenil 8. muda dan dewasa Gambar 3. Siklus hidup cacing P. nuntia (Shokita et al. 1991; Yuwono et al. 1997)
13
Menurut Yuwono et al. (1997) dan Yuwono et al. (1999), di pantai utara Pulau Jawa, larva trochopore cacing nereis Dendronereis spp. berdiameter 140 μm keluar dari telur 24–48 jam
24 jam setelah pembuahan dan bersifat planktonis. Setelah
larva trochopore
ini
berubah menjadi
larva bentik nectochaeta
yang mempunyai tiga setiger (chaetiger) dengan ukuran panjang 140–150 μm. Dalam waktu tiga minggu
setelah mulai
bentik,
larva ini berubah menjadi
cacing muda (juvenil) yang mempunyai ruas mulai 8–10 ruas dan telah mampu membuat liang dalam tanah sebagai tempat hidupnya. Setelah tujuh minggu juvenil menjadi cacing dewasa (jumlah setiger lebih dari 30) (Mazurkiewicz 1975; Yuwono et al. 1997). Setelah 12 minggu, jumlah ruasnya bertambah menjadi 60 ruas. Sistem Pencernaan Secara Nereididae
morfologis,
organ saluran pencernaan makanan cacing
dapat dibagi menjadi delapan bagian yakni: mulut, rongga mulut,
faring, esofagus, perut, usus halus, rektum, dan anus (Wu et al. 1985). Pada cacing Nereididae Neanthes virens (Sars), esofagus sebagai tempat utama produksi enzim proteolitik dan usus halus bagian depan sebagai tempat produksi enzim lipase dan karbohidrase (Kay 1974). Pada cacing nereis Arenicola marina (L.), usus halus sebagai tempat penyerapan air dan bahan terlarut ke dalam aliran darah, sedangkan rektum sebagai tempat feses dibentuk dan disimpan (Kermeck 1954).
Secara histologis, dinding perut
dan usus halus
terbagi
menjadi empat lapisan (dari luar ke dalam) yakni: lapisan luar dari visceral peritonium, lapisan otot (inner circular (lapisan jaringan sambung
dan outer longitudinal), submucosa
dengan jaringan yang kaya
pembuluh darah) dan
mukosa dari epitelium intestinal columnar (Wu et al. 1985). Coelom Coelom merupakan ruang
antara
dinding tubuh
dan usus halus.
Coelom terbagi menjadi kantong coelom kiri dan kantong coelom kanan yang terpisah oleh mesentery
dorsal dan mesentery ventral.
Pada yang dewasa,
septa berlubang, sehingga coelom bagian depan dan bagian belakang berhubungan satu dengan yang lain. Dinding peritonium. Coelom terisi dengan
coelom
cairan coelomic
berkerut oleh
yang mengandung
14
amoebocytes
yang berfungsi sebagai sel pertahanan melawan
infeksi. Coelom tidak hanya mengangkut juga mengumpulkan
parasit dan
nutrien ke berbagai jaringan, namun
produk-produk
aktvitas metabolisme
dan
mengeluarkannya tubuh melalui nephridiopore. Pada musim reproduksi coelom terisi dengan sel-sel genital
dengan berbagai fase perkembangan.
membentuk sandwich
septa
mesothelium (membran
Setiap
dengan jaringan sambung di tengah
yang bertindak sebagai
dan
penutup bagian dalam) dari
ruas di depan dan ruas belakang pada sisi lainnya. Setiap mesentery serupa kecuali
mesothelium yang melapisi masing-masing dari sepasang coelom dan
pembuluh darah. Mesothelium dapat juga membentuk otot radial dan otot sirkular pada septa; otot sirkular mengitari pembuluh darah dan lambung. Bagian dari mesothelium, terutama pada bagian luar lambung, dapat juga terbentuk sel-sel chloragogen yang berfungsi serupa dengan penyimpan glikogen dan lemak,
hati dari vertebrata: penghasil dan
penghasil hemoglobin pembawa oksigen,
pemecah protein, dan pengolah bahan buangan nitrogen menjadi amonia dan urea (Wu et al. 1985; Wikipedia 2011a). Sistem Peredaran Pada Nereididae,
darah mengalir dalam saluran darah, pola sirkulasi ini
disebut dan sistem peredaran tertutup (Wu et al. 1985). Saluran darah utama: satu saluran dorsal yang terletak pada bagian dorsal dari lambung dan saluran ventral yang terletak pada daerah ventral dari lambung, pembuluh sirkular tersebar pada parapodia dan nephridia. Terdapat beberapa plexus utama: subcutaneous, intestinal, parapodial, dan nephridial. Pada Nereididae tidak terdapat
jantung khusus. Pembuluh dorsal
adalah organ penggerak
pengangkutan darah. Dinding dorsal pembuluh adalah otot dan dapat memutar darah untuk mengalir dapat dikerutkan
ke depan pada bagian dorsal. Pembuluh ventral dan membawa darah ke belakang
Pada cacing nereis, darah mengalir ke depan dari
tidak
di bagian ventral.
pembuluh dorsal melalui
pembuluh sirkular ke pembuluh dorsal lagi melalui subcutaneous plexus, parapodia (terjadi pertukaran gas), nephridia (terjadi ekskresi limbah), dan pembuluh ventral, dan di mana darah mengalir ke plexus intestinal
melalui
pembuluh subintestinal
kembali
ke pembuluh dorsal
(terjadi penyerapan nutrien), dan kemudian
melalui pembuluh supraintestinal. Darah nereis berwarna
merah; sel-sel darah merah (hemoglobin) terlarut dalam plasma darah.
15
Sistem Pernafasan Pada nereis tidak terdapat sistem pernafasan khusus. Lapisan kulit dan parapodia
penuh dengan jaringan
pembuluh darah
dan organ utama
pertukaran gas (Wu et al. 1985). Sistem Pembuangan Air tidak dapat aktif menembus membran sel sebab tidak ada protein pembawa yang mengikat dan membawanya (Wilmer et al. 2005). melewati langsung membran dalam responnya terhadap
Air dapat
perubahan
dalam
konsentrasi ion. Gerakan air dikontrol secara tidak langsung oleh ion pemompa seperti kalium dan natrium menembus membran sel yang menimbulkan perbedaan konsentrasi yang menyebabkan air mengikuti secara osmosis. Jika natrium keluar dari tubuh, air cenderung mengikutinya. dapat diatur oleh hormon
yang mengontrol
Laju hilangnya air
pengeluaran natrium atau
permeabilitas air dari saluran pembuangan. Osmoregulasi biasanya dilakukan oleh organ pengeluaran yang juga berfungsi untuk Pembuangan
membuang limbah metabolisme (Wilmer et al. 2005). urin
merupakan
mekanisme
pembuangan
limbah
dan
osmoregulasi. Nephridia ( organ ruas) merupakan organ yang berfungsi dalam osmoregulasi pada annelida. posterior, setiap ruas memiliki
Kecuali
beberapa ruas
anterior dan ruas
satu pasang nephridia, dengan dua bukaan (satu
bagian dalam, satu keluar) (Wu et al. 1985). Nephridia berbentuk tabung yang menyaring cairan tubuh selain darah (Wilmer et al. 2005).
Silia atau flagela
cambuk mengarahkan cairan ke dalam sistem tabung, meninggalkan sel dan protein dalam jaringan. Tabung menyerap kembali bahan-bahan yang berguna seperti glukosa dan asam amino dari cairan dan mengembalikannya ke jaringan, saat mengeluarkan kelebihan ion ke dalam jaringan cairan. Akhirnya kelebihan air, ion, dan sisa-sisa metabolisme dikeluarkan dari tubuh melalui nephridiopore pada dinding tubuh. Sistem Saraf Sistem saraf terdiri dari satu otak yang primitif, satu massa ganglion, yang terletak dalam daerah kepala, berhubungan dengan satu cincin saraf ke cord saraf ventral
yang terdapat pada sepanjang tubuh. Organ sensor annelida
16
biasanya
meliputi mata, organ pengecap (taste bud),
tentakel, dan organ
kesetimbangan (statocysts) (IPTEK-net 2009). Sistem Reproduksi Kebanyakan nereis bereproduksi secara seksual dan kelaminnya terpisah. Kebanyakan fertilisasi telur oleh sperma berlangsung secara eksternal dalam air laut.
Beberapa errantia, termasuk clamworm, menjadi sangat berubah
penampilannya dan menjadi aktif
berenang
saat
sel kelaminnya matang;
jantan dan betina muncul ke permukaan untuk memijah. Semua Nereididae bersifat
(bereproduksi
semelparous
sekali pada akhir hidupnya)
dan
kebanyakan menjadi epitoke (dewasa yang reproduktif; struktur kepala, ruas, dan parapodia berubah). Banyak nereis berkemampuan untuk meregenerasi diri dari bagian tubuh yang hilang (IPTEK-net 2009). Pakan dan Kebiasaan Makan Dendronereis spp. merupakan pemakan endapan permukaan (surface deposit-feeder) (Fauchald dan Jumars 1979).
Tidak terdapat perbedaan
kandungan pencernaan makanan pada jenis kelamin berbeda.
Menurut
Mazurkiewicz (1975), di alam larva setiger-3, larva setiger-4, dan larva setiger-5 Laeonereis culveri hampir
semata-mata makan diatom bentik, sedangkan fase
berikutnya makan endapan dan detritus.
Kebanyakan pakan utama Nereididae
adalah alga (Fauchald dan Jumars 1979). Isi lambung N. diversicolor terdiri dari mukosa (bahan organik, bakteri, fungi, dan fitoplankton) (56,33%), pasir (17,56%), detritus tumbuhan (10,68%), cacing (7,92%),
krustasea (4,64%),
lainnya (foraminifera, hydrobidae, gastropoda, bivalvia, acari, chironomidae, insekta, dsb.) (2,79%), dan lumpur (0,08%) (e Costa et al. 2006). Osmoregulasi Osmoregulasi adalah proses fisiologis suatu organisme untuk memelihara keseimbangan
air
dalam
tubuhnya
untuk
mengimbangi
kehilangan
air,
menghindari kelebihan air, dan memelihara konsentrasi osmotik yang tepat (osmolaritas) cairan tubuh (Wilmer et al. 2005). Tekanan osmotik adalah suatu ukuran dari kecenderungan air untuk bergerak ke dalam suatu larutan dari larutan lainnya dengan cara osmotik (Wikipedia 2011b). Lebih tinggi tekanan osmotik dari suatu larutan, lebih banyak air bergerak ke dalam larutan. Organisme pada lingkungan darat atau perairan harus memelihara konsentrasi
17
yang tepat dari larutan dan jumlah air dalam cairan tubuhnya. Ini meliputi pembuangan sisa metabolisme dan bahan-bahan lainnya seperti hormon yang dapat beracun jika dibiarkan terakumulasi dalam darah
melalui organ seperti
kulit dan ginjal, pemeliharaan jumlah air dan bahan terlarut dalam keseimbangan. Berdasarkan mekanisme osmoregulasinya, organisme terbagi menjadi empat golongan, yakni: (1)
Osmoconformer: organisme yang tidak memiliki kemampuan mengatur osmolaritas cairan tubuhnya
sehingga laju pemasukan dan laju
pengeluaran air sama. Contohnya: kebanyakan cacing nereis dan bintang laut.
Jika hewan ini ditempatkan dalam lingkungan dengan osmolaritas
lebih rendah maka
jaringannya akan menggelembung, sebaliknya jika
ditempatkan dalam lingkungan dengan osmolaritas lebih tinggi maka jaringannya akan mengkerut, organela dan membrannya
sel rusak, lalu
mati (Wilmer et al. 2005; Beesley et al. 2000). (2)
Osmoregulator:
organisme yang mampu mengatur
osmolaritas cairan
tubuhnya (Wilmer et al. 2005). a.
Osmoregulator osmolaritas
hipertonik:
cairan
organisme
tubuhnya
lebih
yang
tinggi
mampu
daripada
mengatur osmolaritas
lingkungannya; biasanya stenohalin (tahan hidup pada salinitas kisaran sempit). Contohnya: ikan air tawar. Insang ikan air tawar dengan banyak
sel yang mengandung mitokondria aktif mengambil
garam dari lingkungannya (Wikipedia 2011b).
Air akan berdifusi ke
dalam tubuh ikan ini dan urin yang sangat hipotonik dikeluarkan untuk mengeluarkan kelebihan air. b.
Osmoregulator
hipotonik:
organisme
yang
mampu
mengatur
osmolaritas cairan tubuhnya lebih rendah daripada osmolaritas lingkungannya; biasanya stenohalin. Contohnya: ikan laut. Ikan laut ini cenderung kehilangan air dan memperoleh banyak garam. Ikan laut aktif mengeluarkan garam dari insang. c.
Osmoregulator
isotonik:
organisme
yang
mampu
mengatur
osmolaritas cairan tubuhnya sehingga sama dengan osmolaritas lingkungannya; biasanya eurihalin (tahan hidup pada salinitas kisaran luas). Contohnya: ikan daerah estuarin (Fujaya 2004).
Hampir semua famili Nereididae dan Abellidae merupakan osmoregulator yang tahan terhadap stres salinitas kisaran pendek (Beesley et al. 2000). Populasi
18
cacing
Nereididae N. succinea telah beradaptasi terhadap kenaikan salinitas
tetapi
tidak tahan
jika
salinitas melebihi batas osmoregulasi fisiologisnya
(Detwiler et al. 2002). Satuan Osmolaritas Osmolaritas adalah konsentrasi partikel aktif secara osmotik dalam larutan dengan satuannya sebagai osmol dari zat terlarut per liter larutan. Cairan tubuh semua organisme merupakan larutan garam. Larutan dapat dinyatakan sebagai ppt, g/L, mol/L, mol/kg, Osm/kg, dan Osm/L.
Sebagai
contoh NaCl, 30 ppt = 30,6 g/L = 0,523 mol/L = 0,529 mol/kg = 0,962 Osm/kg. Satu molar larutan mengandung 1 mol zat terlarut per liter larutan. Satu molal larutan mengandung 1 mol zat terlarut dalam 1 kg zat pelarut. Satu mol suatu bahan adalah jumlah bahan (g) sebanyak berat molekulnya atau berat atomnya. Misal satu mol karbon adalah 12 g; berat atom karbon
adalah 12. Sebagai
standar ukuran osmolaritas adalah salinitas laut rata-rata yakni 34,5 ppt atau 1.000 Osm/kg (Rankin dan Davenport 1981). Osmolaritas suatu zat dalam cairan diukur dari beberapa derajat Celcius zat itu dapat menurunkan titik beku cairan pelarutnya (Wheaton 1977). Satu mol per liter
zat larut sempurna menurunkan titik beku sebesar 1,86o C.
Jumlah
Osm/L zat atau elektrolit dalam larutan ialah penurunan titik beku dibagi dengan 1,86. Bila dinyatakan dalam mOsm/L, osmolaritas cairan dapat ditentukan dengan cara membagi nilai penurunan titik beku
dengan 0,00186.
Diketahui
o
bahwa nilai penurunan titik beku (Δ T C) berhubungan erat dengan kadar Cl(khlorinitas, Cl) larutan yang dapat dinyatakan dengan rumus Brahtz sebagai berikut: Δ To C
= -0,0966 (Cl) - 0,0000052
(Cl)3
Khlorinitas ditentukan dengan menggunakan rumus Fofonoff sebagai berikut: Cl
= Salinitas/1,80655 (g/L)
Osmolaritas media (mOsm/L H2O) menggunakan rumus sebagai berikut: mOsm/L H2O = Δ T o C/0,00186 = [ -0,0966 (Cl) - 0,0000052
(Cl)3 ] / 0,00186
Pertumbuhan Biomassa Mutlak Persamaan pembelanjaan energi bagi ikan dari Winberg (1956) dapat dirumuskan sebagai berikut : C = P + R + F + U.
19
C = Energi yang dikonsumsi P = Energi potensial untuk pertumbuhan R = Energi metabolisme F = Energi feses U = Energi urin Energi osmoregulasi merupakan bagian dari energi metabolisme. Jika energi osmoregulasi besar maka energi potensial untuk pertumbuhan menjadi kecil. Pertumbuhan biomassa mutlak hewan biomassa
hewan
adalah jumlah penambahan
selama periode waktu tertentu (Effendie 1979).
Biomassa
dapat berupa bobot basah, bobot kering, kandungan nitrogen, atau kandungan energi.
Hampir semua studi produksi pengukurannya biasanya menggunakan
parameter bobot basah dan kandungan energi jika perlu (Ricker 1970). Produktivitas hewan adalah jumlah penambahan biomassa
hewan
satuan lahan tertentu (luas atau volume) selama periode waktu.
dalam
Gambaran
perhitungan pertumbuhan biomassa mutlak ikan, sebagai contoh, dapat dilihat pada Tabel 1. Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa: Biomassa pada tanggal 1 Mei =
Bobot rata-rata x Jumlah populasi
=
1,5 x 8000
=
12.000 g.
Laju pertumbuhan harian 1 Mei–1 Juni = (2,0 - 1,5)/1,5/31
=
Biomassa rata-rata 1 Mei–1 Juni
= 10.500 g.
= (12.000 + 9.000)/2
1,07%.
Pertumbuhan biomassa mutlak 1 Mei–1 Juli = 13.000 - 12.000
= 1.000 g.
Tabel 1. Contoh perhitungan produksi ikan Tanggal
1 Mei 1 Mei– 1 Juni ( = 31 hari) 1Juni
Bobot ratarata (g) 1,5
Laju pertumbuhan harian (%)
Jumlah populasi
Biomassa
Biomasa rata-rata
(individu) 8.000
(g) 12.000
(g)
Pertumbuhan biomassa mutlak (g)
10.500
- 3.000
11.000
4.000
1,07 2,0
4.500
1Juni– 7,50 1 Juli ( = 30 hari) 1 Juli 6,5 2.000 1 Mei–1 Juli Sumber: Ricker (1970) dan Effendie (1979).
9.000
13.000
1.000
20
21
TINGKAT KERJA OSMOTIK DAN KINERJA PERTUMBUHAN CACING NEREIS Dendronereis pinnaticirris (GRUBE 1864) PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS ABSTRAK AHMAD GHUFRON MUSTOFA. Tingkat Kerja Osmotik dan Kinerja Pertumbuhan Cacing Nereis Dendronereis pinnaticirris (Grube 1864) pada Berbagai Tingkat Salinitas. Dibimbing oleh ENANG HARRIS, EDDY SUPRIYONO, dan DEDI JUSADI. Percobaan ini bertujuan untuk mengevaluasi zona nyaman D. pinnaticirris dengan cara menentukan salinitas media yang optimum yang memberikan kinerja pertumbuhan terbaik pada tingkat kerja osmotik yang mendekati 1,0. Cacing uji memiliki bobot tubuh awal per individu rata-rata 147,2±0,1 mg dan telah diadaptasi dalam air bersalinitas 15 ppt dan substrat tanah asli sebelum percobaan selama 30 hari. Penelitian dilakukan melalui tiga tahap yaitu: pertama (I) uji toleransi D. pinnaticirris terhadap salinitas (0–70 ppt dengan interval 5 ppt). Tingkat salinitas yang menghasilkan tingkat kelangsungan hidup tinggi pada tahap I digunakan pada tahap II sebagai tingkat salinitas yang menghasilkan tingkat kerja osmotik isoosmotik. Tiga tingkat salinitas ditemukan dalam tahap II digunakan dalam tahap III sebagai evaluasi nilai salinitas optimum terhadap kinerja pertumbuhan. Dari uji toleransi salinitas diperoleh tingkat kelangsungan hidup tertinggi sebesar 93,3–100% pada salinitas 5–35 ppt, diikuti 46,6% pada salinitas 40 ppt, dan 40% di 45 ppt. Sedangkan pada salinitas 0 ppt dan 50–70 ppt hewan uji mati. Berdasarkan analisis tingkat aktivitas osmotik ditemukan bahwa salinitas media 15 ppt, 20 ppt, dan 25 ppt mendekati kondisi isoosmotik. Evaluasi terhadap kinerja pertumbuhan hewan uji diperoleh kesimpulan bahwa laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, retensi protein, dan produktivitas bernilai tertinggi pada salinitas media 20 ppt. Dari tahap III diperoleh persamaan y = 0,00005778x2 - 0,032x + 1,643, (R2=0,996); y = TKO = 1, maka x = 20 ppt. Kata kunci: salinitas, tingkat kerja osmotik, retensi Dendronereis pinnaticirris (Grube 1864)
protein, pertumbuhan,
22
ABSTRACT AHMAD GHUFRON MUSTOFA. Osmotic Activity Rate and Growth Performances of a Nereis Worm Dendronereis pinnaticirris (Grube 1864) in Several Salinity Levels. Supervised by ENANG HARRIS, EDDY SUPRIYONO, and DEDI JUSADI. This experiment was conducted to evaluate the comfort zone of D. pinnaticirris by determining the optimum salinity of media that delivered the best growth performances at a level closed to 1.0 of the osmotic activity rate. Test worms had average body weight of 147,2±0,1 mg were adapted in water 15 ppt and the native soil substrate before the experiment for 30 days. The experiment was conducted through three stages, namely: the first, (I) Tolerance test of D. pinnaticirris on salinity (0–70 ppt at interval of 5 ppt). Salinity levels generated high survival rate in stage I were used in stage II as salinity level generated the osmotic activity rate in isoosmotic. Three levels of salinity found in stage II were used in stage III as evaluation of the optimum salinity for the growth performances. From salinity tolerance test was obtained the highest survival rate as high as 93.3–100% in 5–35 ppt, followed 46.6% in 40 ppt, and 40% in 45 ppt. While in the salinity of 0 ppt and 50–70 ppt, the worms were dead. Based on the analysis of the osmotic activity rate, it was found that the media salinity of 15 ppt, 20 ppt, and 25 ppt were closed to the isoosmotic condition between body worm plasms and the media. Evaluation on the growth performances of worms was obtained that the daily growth rate, the feed efficiency, the protein retention, and the productivity were in the highest value in 20 ppt of media. From the stage III, it was found an equation as y = osmotic activity rate = y = 0.00005778x2 0.032x + 1.643, (R2=0,996); y = 1, so x = 20 ppt. Key words: salinity, osmotic activity rate, protein retention, Dendronerreis pinnaticirris (Grube 1864)
growth,
Pendahuluan Menurut Prevedelli dan Vandini (1997), laju pertumbuhan invertebrata laut dan perairan
payau
dipengaruhi
osmotik lingkungan organisme
oleh
perairan
salinitas.
Perubahan tekanan
payau (0,5–30 ppt),
menyebabkan
organisme berusaha mengatur tekanan osmotik cairan plasma atau bergerak menghindar. Usaha ini membutuhkan energi yang berasal dari pembakaran protein, lemak, dan karbohidrat tubuh sehingga dapat menurunkan jumlah energi dalam bentuk jaringan tubuh atau dapat menurunkan laju pertumbuhan dan menyebabkan kematian. Semakin besar perbedaan antara tekanan osmotik cairan plasma dan cairan lingkungannya semakin banyak energi yang dibutuhkan untuk melakukan osmoregulasi (Smith 1982). Neanthes succinea, cacing satu famili dengan D. pinnaticirris, yang belum matang gonad tahan hidup dalam
23
perairan hingga 65 ppt dan tahan hidup pada salinitas
80 ppt dalam jangka
waktu singkat (Kuhl dan Oglesby 1979). Di sisi lain terdapat informasi bahwa N. succinea padat melimpah di Teluk Chesapeake pada salinitas rendah sepanjang tahun (Holland 1985). Salinitas media mempengaruhi energi osmoregulasi. Energi osmoregulasi paling rendah ditandai oleh nilai tingkat kerja osmotik mendekati nilai satu, yakni osmolaritas cairan plasma organisme mendekati sama dengan nilai osmolaritas cairan media lingkungannya. Energi osmoregulasi yang rendah selanjutnya akan menyebabkan jaringan tubuh bertambah relatif lebih banyak. osmoregulasi
yang
mempengaruhi
tinggi
dapat
diperoleh
dari
Sebaliknya energi
jaringan
tubuh,
selain
aktivitas optimum metabolisme lainnya, sehingga menurunkan
retensi protein dan laju pertumbuhan harian, hingga menyebabkan kematian. Informasi aspek salinitas dan proses pengaruhnya terhadap osmolaritas, yang selanjutnya mempengaruhi retensi protein, laju pertumbuhan harian, dan produktivitas D. pinnaticirris
untuk mencapai ukuran dewasa belum tersedia,
oleh karenanya perlu dilakukan pengkajiannya. Tujuan percobaan ini ialah mengevaluasi dengan cara menentukan salinitas kinerja pertumbuhan terbaik
media
pada
zona nyaman D. pinnaticirris
yang optimum yang memberikan
tingkat kerja
osmotik yang mendekati
1,0. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan tiga tahap penelitian yakni: Percobaan I: Uji Toleransi D. pinnaticirris terhadap Salinitas.
Percobaan ini
bertujuan untuk mengetahui kisaran toleransi hewan uji terhadap salinitas. Percobaan II: Tingkat Salinitas Isososmotik.
yang Menghasilkan Tingkat Kerja Osmotik
Percobaan ini
tiga salinitas
bertujuan
untuk
mengetahui
yang menghasilkan tingkat kerja osmotik hewan
uji mendekati nilai satu. Percobaan III: Evaluasi Nilai Salinitas Optimum terhadap Kinerja Pertumbuhan. Percobaan
ini
bertujuan untuk mengevaluasi nilai salinitas
optimum terhadap kinerja pertumbuhan. Metode Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian
ini dilaksanakan di: (1) Pusat Penelitian Oseanografi LIPI
Jakarta, tempat analisis klasifikasi hewan uji; (2)
Politeknik Pertanian Negeri
24
Pangkep,
tempat
percobaan,
analisis proksimat, dan analisis kualitas air;
(3) Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Maros, tempat analisis osmolaritas pada bulan Nopember 2009–November 2011. Bahan dan Metode Percobaan I: Uji Toleransi D. pinnaticirris terhadap Salinitas Hewan uji, cacing D. pinnaticirris berbobot
146,2±0,1 mg per individu,
telah diadaptasikan dalam wadah berkapasitas 3 m3 yang diisi air (salinitas 15 ppt) dan substrat tanah asal hewan uji selama 30 hari (Dice 1969). Hewan uji ini diperoleh dari pantai Selat Makassar, Kabupaten Pangkep, dengan cara menebar tepung ikan atau tepung terigu atau tepung dedak ke dasar substrat pantai saat mulai pasang atau mulai surut pada sore hari. Cacing nereis akan mengumpul pada sekitar pakan, lalu dipungut dengan tangan atau saringan, kemudian ditempatkan dalam ember angkat berisi air asal beraerasi. Selanjutnya cacing ditempatkan dalam wadah adaptasi. Wadah percobaan berupa gelas piala ukuran 300 mL sebanyak 45 unit. Wadah tersebut diisi air dengan salinitas berbeda sebagai perlakuan yaitu: 0 ppt, 5 ppt, 10 ppt, 15 ppt, 20 ppt, 25 ppt, 30 ppt, 35 ppt, 40 ppt, 45 ppt, 50 ppt, 55 ppt, 60 ppt, 65 ppt, dan 70 ppt, dan dilengkapi dengan aerasi, masing-masing tiga ulangan. Pada setiap wadah tersebut dimasukkan hewan uji sebanyak 10 individu. Pengamatan sintasan hewan uji dilakukan setelah enam jam masa uji (Lampiran 1). Peubah kualitas air yang diamati meliputi oksigen terlarut, suhu, dan pH air. Salinitas yang menghasilkan sintasan tertinggi selanjutnya digunakan pada uji berikutnya. Pemeliharaan hewan uji dilakukan seperti tahap sebelumnya selama enam jam, lalu hewan uji diangkat dan ditempatkan kembali ke dalam cairan media bersalinitas 15 ppt selama 48 jam (2 hari), dan sintasan hewan uji dicatat (Lampiran 2 dan Lampiran 3). Cairan media diganti setiap hari. Percobaan II: Tingkat Salinitas yang Menghasilkan Tingkat Kerja Osmotik Isoosmotik Hewan uji berbobot individu 147,2±0,1 mg, telah diadaptasikan dalam wadah berkapasitas 3 m3 air bersalinitas 15 ppt dan substrat tanah asal hewan uji selama 30 hari. Wadah percobaan berupa gelas piala ukuran 300 mL sebanyak 27 unit. Wadah tersebut diisi air dengan salinitas berbeda sebagai perlakuan yaitu: 5 ppt, 10 ppt, 15 ppt, 20 ppt, 25 ppt, 30 ppt, 35 ppt, 40 ppt, dan
25
45 ppt, dilengkapi dengan aerasi, masing-masing tiga ulangan (Dice 1969; Syafei 2006). Pada setiap wadah tersebut dimasukkan hewan uji sebanyak 10 individu. Pada jam ke-0, 4, 24, dan 192 dilakukan pengamatan sintasan dan tingkat kerja osmotik (TKO) hewan uji. Pengukuran osmolaritas dengan menggunanakan metode cryoscopic (Aurora 2011).
Hewan uji digerus dengan menggunakan
tabung gelas dan tongkat pengaduk gelas. Cairan tubuh dicampur dengan
minimum 0,1 mL
antikoagulan (0,01 M tris-HCl + 0,25 M sukrosa
+
0,1 M
sodium sitrat; pH 7,6) sebanyak empat kali volume cairan tubuh, lalu disedot dengan menggunakan jarum spuit 1,0 mL, sentrifus, lalu
dan ditempatkan pada tabung
disentrifus pada 3.500 rpm, 4o C, selama 10 menit, kemudian
supernatannya sebagai cairan plasma ditempatkan dalam tabung mikro 1,5 mL,
diambil
dengan jarum spuit dan
lalu disimpan dalam freezer bersuhu
-20 – -4o C. Contoh cairan plasma sebanyak 0,1 mL diukur osmolaritasnya dengan osmometer. Contoh cairan media sebanyak 0,1 mL tanpa penambahan bahan diukur osmolaritasnya (Lampiran 4 dan Lampiran 5). Percobaan III: Evaluasi Nilai Pertumbuhan Hewan uji D. pinnaticirris salinitas 15 ppt dengan bobot
Salinitas
Optimum
terhadap
Kinerja
yang telah diaklimatisasi selama 30 hari pada individu 148,2±0,1 mg. Hewan uji tersebut lalu
dipelihara dalam akuarium berukuran 40x40x30 cm yang diisi substrat habitat asal setebal
10 cm dan dengan air (kedalaman 8,5 cm).
Hewan uji ditebar
2
dengan densitas 40 ekor/akuarium atau 250 individu/m dan ditempatkan secara merata pada setiap wadah. Hewan uji diberi pakan komersial mulai 3% dari bobot tubuh hewan uji per hari pada pukul 16.00 (e Costa 1999). Pakan komersial berkadar protein 37,35%, lemak 6,50%, bahan ekstrak tanpa N 37,94%, serat kasar 3,21%, abu 8,40%, dan air 6,60%. Pakan ini disaring dengan menggunakan saringan mesh size 250 µm. Pemberian pakan selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan hewan uji. Pengamatan respons makan hewan uji dilakukan 24 jam setelah pemberian pakan sebelumnya. Jika pakan tersisa, maka jatah pakan hari berikutnya dikurangi 20%. Jika pakan habis, maka jatah pakan hari berikutnya ditambah 20%. Bobot pakan yang dikonsumsi oleh hewan uji di setiap ulangan dicatat. Hewan uji yang mati diamati dengan menggunakan kaca pembesar dan counter pada setiap akuarium setiap hari dan dicatat jumlah dan bobotnya.
26
Penimbangan hewan uji dilakukan dalam kondisi bebas air dengan cara sebelumnya ditempatkan di atas kertas penyerap selama dua menit. Kandungan protein hewan uji dari setiap ulangan pada hari ke-1 dan hari ke-35 dan kandungan protein pakan dianalisis menurut metode Kjedhal (Lampiran 6). Peubah sintasan, laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, retensi protein, dan produksi diamati
pada hari ke-1 dan hari ke-35 percobaan; osmolaritas
cairan plasma hewan uji dan osmolaritas cairan media diamati pada hari ke-1, hari ke-18, dan hari ke-35 percobaan. Kualitas air diamati setiap hari. Salinitas diukur dengan menggunakan hand refractometer, suhu dengan termometer maksimum dan minimum, kandungan oksigen terlarut dengan menggunakan oxygen meter, pH air dengan pH meter;
kandungan amonia dan kandungan
nitrit dengan metode spektrofotometri. Kandungan bahan organik substrat diamati pada hari ke-0 dan ke-35 percobaan menurut metode Walkley and Black (Lampiran 7). Rumus peubah: Tingkat Kerja Osmotik (TKO) (Anggoro 1992) TKO TKO TKO TKO
= Osmolaritas cairan plasma hewan Osmolaritas cairan media (mOsm/kg) > 1 = Kerja hiperosmotik = 1 = Isoosmotik < 1 = Kerja hipoosmotik
uji
Sintasan (e Costa et al. 2000) = Nt / No x 100% S = Sintasan S Nt = Jumlah hewan uji hidup akhir No = Jumlah hewan uji hidup awal
(individu) (individu)
Laju Pertumbuhan Harian (LPH = α) (Ricker 1970) α = [( Wt - Wo ) / Wo ] x 100% / t Wt = Bobot tubuh akhir rata-rata Wo = Bobot tubuh awal rata-rata t = Jangka waktu uji
(%/hari) (mg) (mg) (hari)
Efisiensi Pakan (EP) EP = Bt = Bo = Bd = K pakan =
(Watanabe 1988) [ (Bt + Bd ) - Bo ] / K pakan x 100% Biomassa hidup akhir Biomassa hidup awal Biomassa mati Bobot pakan yang dikonsumsi
(%) (mg) (mg) (mg) (mg)
(mOsm/kg)
/
27
Retensi Protein (RP) (Watanabe 1988) RP = ( F - I ) / K protein x 100% F - I = Bobot protein yang diretensi F = Bobot protein tubuh hidup akhir I = Bobot protein tubuh hidup awal K protein = Bobot protein pakan yang dikonsumsi
(%) (mg) (mg) (mg) (mg)
Produksi (Ricker 1970) Produksi = (Bt + Bd - Bo)/luas/waktu Bt = Biomassa hidup akhir Bo = Biomassa hidup awal Bd = Biomassa mati
(mg/luas/waktu) (mg) (mg) (mg)
Produktivitas (Ricker 1970) Produktivitas = (Bt + Bd - Bo)/satuan luas/satuan waktu Bt = Biomassa hidup akhir Bo = Biomassa hidup awal Bd = Biomassa mati
(mg/m2/30 hari) (mg) (mg) (mg)
Pertumbuhan Biomassa Mutlak (Effendie 1979) W = Bt - Bo Bt = Biomassa hidup akhir Bo = Biomassa hidup awal
(mg) (mg) (mg)
Analisis Statistik. Peubah tingkat kerja osmotik, osmolaritas cairan plasma, osmolaritas cairan media, laju pertumbuhan harian, sintasan, bobot pakan yang dikonsumsi, efisiensi pakan,
retensi protein, produksi, produktivitas, dan
pertumbuhan biomassa mutlak dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam. Apabila hasil analisis sidik ragam menunjukkan adanya perbedaan signifikan, maka dilanjutkan dengan uji Tukey (Zar 1984). Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 20. Hasil dan Pembahasan Percobaan I: Uji Toleransi D. pinnaticirris terhadap Salinitas Setelah pemeliharaan hewan uji D. pinnaticirris selama enam jam pada salinitas berbeda-beda, terjadi mortalitas hewan uji 100% pada kelompok perlakuan 0 ppt, 65 ppt,
dan 70 ppt (Tabel 2 dan Lampiran 1). Pada uji
berikutnya, hewan uji dari berbagai salinitas (5–60 ppt) dipindahkan ke media bersalinitas 15 ppt dan dipelihara selama 48 jam. Sintasan pada salinitas 5–35
28
ppt sebesar 100%, sedangkan pada salinitas 40 ppt dan 45 ppt hanya 40–46,6% dan pada 50–60 ppt mortalitasnya 100% (Tabel 3, Lampiran 2, dan Lampiran 3). Tabel 2. Rata-rata sintasan D. pinnaticirris pada salinitas 0–70 ppt setelah pemeliharaan enam jam Perlakuan A B C D E F G H I J K L M N O
Salinitas (ppt) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70
Sintasan (%) 0 100±0 100±0 100±0 100±0 100±0 100±0 100±0 100±0 100±0 100±0 100±0 100±0 0 0
Salinitas media 5–35 ppt merupakan kisaran salinitas yang masih dapat ditolerir oleh hewan uji dalam proses penyesuaian tekanan osmotik antara cairan plasma tubuh hewan uji dengan lingkungannya sehingga masih dapat bertahan hidup hingga 48 jam setelah perubahan salinitas dengan sintasan lebih dari 50%. Hal ini menunjukkan bahwa hewan uji ini memiliki batas toleransi terhadap perubahan salinitas dalam waktu tertentu. Mortalitas terjadi disebabkan oleh keterbatasan kemampuan osmoregulasi hewan uji terhadap perubahan salinitas Tabel 3. Rata-rata sintasan D. pinnaticirris pada salinitas 5–60 ppt yang dipindah ke salinitas 15 ppt selama 48 jam Salinitas-1 (ppt) selama 6 jam
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 Keterangan:
Sintasan (%) pada Salinitas-2 (ppt) Sintasan (%) pada salinitas-1 (ppt) selama 48 jam salinitas-2 (ppt) setelah 6 jam setelah 48 jam a a 100±0 15 100±0 a a 100±0 15 93,3±5,7 a a 100±0 15 100±0 a a 100±0 15 100±0 a a 100±0 15 100±0 a a 100±0 15 100±0 a a 100±0 15 100±0 a b 100±0 15 46,6±5,7 a b 100±0 15 40,0±10,0 a 100±0 15 0 a 100±0 15 0 a 100±0 15 0 Rata-rata dalam kolom yang sama diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).
29
lingkungan.
Hal
ini
mirip dengan cacing poliket Glycera dibranchiata yang
memiliki batas toleransi salinitas 12,4–46,5 ppt (Costa et al. 1980). didukung oleh data tingkat kerja osmotik pada Tabel 4 Kualitas air selama uji
menunjukkan
nilai
Hal ini
dan Lampiran 5.
dalam batas normal yakni:
kandungan oksigen terlarut 3,22–4,12 ppm, suhu 27,4–28,0o C, dan pH 6,96– 7,78. Percobaan II: Tingkat Salinitas yang Menghasilkan Tingkat Kerja Osmotik Isoosmotik Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa aklimatisasi pada media bersalinitas 15 ppt menghasilkan TKO rata-rata 1,110. Selanjutnnya setelah perendaman selama empat jam pada media bersalinitas 5 ppt, 10 ppt, 15 ppt, 20 ppt, 25 ppt, 30 ppt, 35 ppt, 40 ppt, dan 45 ppt, menghasilkan osmolaritas cairan plasma rata-rata terendah 434 mOsm/kg dengan TKO rata-rata tertinggi 1,851 pada salinitas 5 ppt, dan osmolaritas cairan plasma rata-rata tertinggi 803 mOsm/kg dengan TKO rata-rata perendaman
terendah 0,477 pada salinitas 45 ppt.
24 jam, osmolaritas cairan plasma terendah
Setelah
naik menjadi 484
mOsm/kg dengan TKO rata-rata tertinggi 2,064 pada salinitas 5 ppt, sedangkan osmolaritas cairan plasma tertinggi turun menjadi 733 mOsm/kg dengan TKO rata-rata terendah 0,436 pada salinitas 45 ppt. Dari hasil pemeliharaan selama 192 jam (=8x24 jam) pada salinitas 5–35 ppt,
sebagai batas normal salinitas
hewan uji hidup, menghasilkan osmolaritas cairan
plasma hewan uji 693–
1.005 mOsm/kg. Terdapat tiga salinitas yang menghasilkan
TKO mendekati
nilai 1 yakni: 15 ppt dengan nilai TKO 1,176; salinitas 20 ppt menghasilkan TKO
1,032;
dan salinitas 25 ppt menghasilkan TKO 0,881. Tiga salinitas ini
digunakan pada Percobaan III. Hampir semua famili Nereididae, termasuk D. pinnaticirris,
merupakan osmoregulator yang hanya tahan terhadap salinitas
kisaran sempit (15–25 ppt)
(Beesley et al. 2000; Mini dan James 1993).
Selanjutnya Detwiler et al. (2002) menyatakan bahwa
populasi cacing
Nereididae N. succinea telah beradaptasi terhadap kenaikan salinitas, tetapi tidak tahan jika salinitas melebihi batas osmoregulasinya. Kualitas air selama uji menunjukkan nilai dalam batas kisaran normal yakni: kandungan oksigen terlarut 3,13–3,45 ppm, suhu 27,4–29,0o C, dan pH 6,77–7,81.
30 30 Tabel 4. Rata-rata tingkat kerja osmotik (TKO), osmolaritas cairan plasma (OP), dan osmolaritas cairan media (OM) dari D. pinnaticirris pada berbagai salinitas (S) pada Uji Tingkat Salinitas yang Menghasilkan Tingkat Kerja Osmotik Isoosmotik S
Jam ke-0
Jam ke-4
Jam ke-24
Jam ke-192
(ppt)
TKO
OP
OM
TKO
OP
OM
TKO
OP
OM
TKO
5
-
434
235
1,851±0,008
484
235
2,064±0,012
693
281
2,470±0,015a
10
-
405
391
1,038 ±0,007
484
391
1,240±0,012
783
352
2,221± 0,009b
15
1,110±0,005
490
478
1,026±0,009
638
610
1,046±0,016
803
683
1,176± 0,001c
20
-
513
958
0,536±0,013
649
958
0,678±0,019
804
780
1,032±0,019d
25
-
665
974
0,684±0,014
684
974
0,703±0,025
816
926
0,881±0,000e
30
-
691
1.118
0,619±0,018
689
1.118
0,617±0,019
829
1.118
0,796±0,023f
35
-
738
1.273
0,580±0,002
693
1.273
0,543±0,012
1.005
1.337
0,752±0,007g
40
-
747
1.432
0,522±0,008
723
1.432
0,505±0,005
-
-
-
45
-
803
1.685
0,477±0,007
733
1.685
0,436±0,005
-
-
-
Keterangan: 1. Osmolaritas cairan plasma (mOsm/kg); Osmolaritas cairan media (mOsm/kg). 2. Rata-rata dalam kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).
31
Percobaan III:
Evaluasi Nilai Pertumbuhan
Salinitas
Optimum
terhadap
Kinerja
Kinerja pertumbuhan hewan uji setelah pemeliharaan selama 35 hari disajikan pada Tabel 5, Lampiran 8 s.d. Lampiran 19.
Pada Tabel 5
menunjukkan bahwa tidak ada hewan uji yang mati selama penelitian pada semua perlakuan. Bobot akhir dan laju pertumbuhan harian hewan uji tertinggi terjadi pada salinitas 20 ppt berturut-turut 181,6 mg dan 0,66%/hari yang berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan pada salinitas 15 ppt (179,9 mg dan 0,62%/hari) dan salinitas 25 ppt (179,6 mg dan 0,62%/hari). Hal ini menunjukkan bahwa salinitas tersebut mempengaruhi laju pertumbuhan harian hewan uji. Pada dasarnya salinitas lingkungan berkaitan dengan TKO yang mempengaruhi pertumbuhan hewan uji. Hasil pengukuran TKO hewan uji pada salinitas 20 ppt sebesar 1,029. Respon laju pertumbuhan harian hewan uji dengan TKO berpola kuadratik membentuk persamaan: y = -1,6129x2 + 3,3355x - 1,0644, (R2 0,9517), dengan nilai TKO optimum 1,034 (dari y’ = 0 = - 3,2258 x + 3,3355) (Gambar 4). Nilai TKO
mendekati angka 1 dan dianggap dalam kondisi isoosmotik. Sementara
pada salinitas 15 ppt dan 25 ppt didapatkan TKO masing-masing sebesar 1,178 dan 0,883, dan dianggap tidak mendekati kondisi isoosmotik. Menurut Anggoro (1992), laju pertumbuhan harian maksimum hewan akuatik tercapai pada saat TKO sekitar 1. Pada salinitas isoosmotik ini, energi osmoregulasi mencapai titik terendah sehingga energi yang tersedia dapat dimanfaatkan secara maksimum untuk pertumbuhan. Hysmith dan Colura (1976) melaporkan bahwa produksi udang Penaeus aztecus pada salinitas 21 ppt (mendekati isoosmotik) kurang lebih tiga kali dari
produksi pada salinitas 15 ppt (hiperosmotik). Sementara
Yuwono et al. (2002) menggunakan air yang bersalinitas 15 ppt untuk pemeliharaan cacing nereis D. pinnaticirris tersebut. Salinitas 20 ppt juga menghasilkan retensi protein, produksi
efisiensi pakan, dan
tertinggi pakan (P<0,05) dibandingakan salinitas 15 ppt dan 25 ppt.
Penyimpangan nilai TKO
dari 1,0
lebih besar dari 0,1 rupanya telah
memberikan dampak yang cukup besar terhadap kinerja pertumbuhan cacing D. pinnaticirris. Pada salinitas isoosmotik ini, energi osmoregulasi mencapai titik terendah sehingga energi yang tersedia dapat dimanfaatkan secara maksimum untuk pertumbuhan.
32
Tabel 5. Tingkat kerja osmotik dan kinerja pertumbuhan hewan uji D. pinnaticirris pada setiap perlakuan salinitas selama 35 hari pemeliharaan Peubah
15 ppt
20 ppt a
25 ppt b
c
Tingkat kerja osmotik
1,178±0,004
Bobot tubuh awal (mg)
147,3±0,17
a
147,2±0,11
a
147,1±0,05
a
Bobot tubuh akhir (mg
179,9±0,11
b
181,6±0,00
a
179,6±0,05
b
Laju pertumbuhan harian (%/hari)
0,62±0,005
b
0,66±0,000
a
0,62±0,005
a
Sintasan (%)
a
100,0±0
2.302,6±2,4
b
59,69±0,24
b
17,79±0,21
b
1.374,6±6,7
Efisiensi pakan (%)
56,84±0,35
Retensi protein (%)
17,12±0,04 2
2
Produktivitas (mg/m /30 hari)
1.305,5±7,0
b
6.994,2±37,4
a
2.297,1±2,4
a
56,58±0,14
a
17,06±0,02
a
1.298,9±2,0
a
7.363,8±35,9
Keterangan: Rata-rata dalam baris yang sama diikuti menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).
b
100,0±0
a
2.296,6±2,4
0,883±0,007
a
100,0±0
Bobot pakan yang dikonsumsi (mg)
Produksi (mg/1.600 cm /35 hari)
1,029±0,006
huruf
a
b
b b b
6.963,7±11,2 yang sama
Gambar 4. Hubungan antara laju pertumbuhan harian (LPH) dan tingkat kerja osmotik (TKO) D. pinnaticirris yang dipelihara selama 35 hari
33
Retensi protein tertinggi didapatkan pada salinitas 20 ppt yakni 17,79%, dan berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan pada salinitas 15 ppt (17,12%) dan salinitas 25 ppt (17,06%) (Tabel 5, Lampiran 17, dan Lampiran 18) . Hubungan retensi protein dan TKO hewan uji memiliki pola kuadratik dengan persamaan: y = -15,53x2 + 31,943x, (R2 0,6936), (Gambar 5), dan memiliki nilai TKO optimum 1,028. Nilai TKO ini relatif sama dengan yang didapatkan pada TKO optimum untuk laju pertumbuhan harian hewan uji (isoosmotik). Pada kondisi isoosmotik ini, terjadi sintesis protein yang tertinggi disebabkan karena penggunaan protein dan energi pakan untuk proses osmoregulasi terendah dibandingkan pada salinitas
lainnya.
Menurut
Stickney
(1979),
dalam
kondisi
isoosmotik,
pertumbuhan meningkat karena energi untuk kebutuhan osmoregulasi lebih kecil sehingga energi untuk pertumbuhan tersedia dalam jumlah lebih besar.
Gambar 5. Hubungan antara retensi protein (RP) dan tingkat kerja osmotik (TKO) D. pinnaticirris yang dipelihara selama 35 hari
34
Efisiensi pakan tertinggi juga terjadi pada salinitas 20 ppt yakni 59,69% dan berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan pada salinitas 15 ppt (56,84%) dan salinitas 25 ppt (56,58%). Hubungan efisiensi pakan dan TKO hewan uji juga memiliki pola kuadratik dengan persamaan: y = -16,505x2 + 34,057x,
(R² =
0,6859), dengan nilai TKO optimum 1,031 yang dianggap isoosmotik. Demikian juga produktivitas hewan uji tertinggi terjadi pada salinitas 20 ppt yakni 7.363,8 mg/m2/30 hari, berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan salinitas 15 ppt dan 25 ppt yang berturut-turut bernilai 6.994,2 mg/m2/30 hari dan 6.963,7 mg/m2/30 hari. Hubungan produktivitas dan TKO hewan uji berpola kuadratik dengan persamaan: y = -6.768x2+ 13.968x, (R² = 0,606), dan didapatkan nilai TKO optimum 1,032. Secara keseluruhan dari hubungan regresi antara TKO hewan uji dengan laju pertumbuhan harian, retensi protein, efisiensi pakan dan produktivitas didapatkan TKO optimum berkisar antara 1,028–1,034, atau sekitar 1. Percobaan tahap III diperoleh persamaan y = 0,00005778x2 2
1,643, (R =0,996);
y = 1, maka x = 20 ppt (Gambar 6).
-
0,032x
Dari +
Hal ini akan
meningkatkan proporsi energi dan nutrien pakan untuk proses pertumbuhan yang terekspresi pada laju pertumbuhan harian, retensi protein, efisiensi pakan, dan produktivitas hewan uji.
y = 0,00005778x2 - 0,032x + 1,643, (R2=0,996) Gambar 6. Hubungan antara tingkat kerja osmotik (TKO) D. pinnaticirris dan salinitas pada Percobaan III
35
Kualitas air selama uji
menunjukkan nilai dalam batas kisaran normal
yakni: kandungan oksigen terlarut 3,43–4,55 ppm, suhu 28,2–30,5o C, pH 6,90– 6,99, kandungan amonia 0,043–0,082 ppm, dan kandungan nitrit 0,001–0,003 ppm. Sedangkan kandungan bahan organik substrat tergolong kecil yakni 0,06– 0,08 ppm (Rheinheimer 1992). Simpulan Kondisi isoosmotik antara cairan plasma dari D. pinnaticirris
dan cairan
media dapat diestimasi tercapai pada salinitas cairan media 20 ppt. Pada salinitas ini laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, retensi protein, dan produktivitas mencapai nilai tertinggi.
36
37
OPTIMASI SUBSTRAT UNTUK PRODUKSI CACING NEREIS Dendronereis pinnaticirris (GRUBE 1864) ABSTRAK AHMAD GHUFRON MUSTOFA. Optimasi Substrat untuk Produksi Cacing Nereis Dendronereis pinnaticirris (Grube 1864). Dibimbing oleh ENANG HARRIS, EDDY SUPRIYONO, dan DEDI JUSADI. Percobaan ini dilakukan untuk mengevaluasi zona nyaman D. pinnaticirris dengan cara menentukan substrat yang terbaik yang memberikan respons tingkah laku yang nyaman ditandai oleh pergerakan, jumlah lubang, sintasan dan produksi D. pinnaticirris yang dipelihara dalam salinitas optimum. Empat puluh ekor cacing uji yang telah diadaptasi selama 30 hari di laboratorium dengan bobot individu awal 146,8±1,0 mg dipelihara dalam akuarium berukuran 40x40x30 cm dengan air steril beraerasi berkedalaman 8,5 cm selama 35 hari. Tiga perlakuan dengan tiga ulangan per perlakuan digunakan dalam percobaan ini yaitu: penggunaan substrat tanah sedalam 10 cm berdiameter butir 63–250 µm dan 250–500 µm, serta tanpa penggunaan substrat. Hasil percobaan memperlihatkan bahwa: (1) D. pinnaticirris bersifat selalu bergerak jika tidak ada substrat; (2) substrat berdiameter butir 63–250 µm pada salinitas 20 ppt signifikan menghasilkan produksi paling tinggi. Kata kunci: substrat, aktivitas, retensi protein, produksi, Dendronereis pinnaticirris (Grube 1864)
38
ABSTRACT AHMAD GHUFRON MUSTOFA. Optimization of Substrates for Production of Nereis Worm Dendronereis pinnaticirris (Grube 1864). Supervised by ENANG HARRIS, EDDY SUPRIYONO, and DEDI JUSADI. The experiment was conducted to evaluate the comfort zone of D. pinnaticirris by determining the best substrate that provided a convenient behavioral response characterized by movement, the number of holes, survival, and production of D. pinnaticirris maintained in optimum salinity. Fourty adapted worms in the average of initial body weight of 146.8±1.0 mg were cultured in a 40x40x30 cm aquarium with aerated sterilized water in 8.5 cm depth for 35 days. A triplicate experiments were done using either the soil substrate with particle diameter of 63–250 µm in 10 cm depth, the 250–500 µm’, or without substrate. The experimental result showed that: (1) D. pinnaticirris has a character always move in the culture medium without substrates; (2) the substrate with particle diameter of 63–250 µm in 20 ppt significantly had the highest production. Key words: substrates, activity, protein retention, production, Dendronereis pinnaticirris (Grube 1864)
Pendahuluan Jenis substrat mempengaruhi pertumbuhan biomassa cacing nereis. Menurut Dean dan Mazurkiewicz (1975) dalam e Costa (1999), beberapa spesies cacing nereis dewasa dapat berkembang tanpa substrat sedangkan spesies lain membutuhkan
substrat. Pada kultur Perinereis nuntia
digunakan substrat
dengan diameter butiran 1.000 µm (Shokita et al. 1991).
Namun menurut
Mazurkiewicz (1975), larva cacing nereis Laeonereis culveri berenang dan merayap pada substrat dengan diameter butir
akan terus 250–1.000 µm,
Sebaliknya pada substrat yang berpartikel lebih halus dari 250 µm larva ini segera menggali lubang dan informasi
masuk ke dalamnya. Hingga saat ini belum ada
apakah D. pinnaticirris dapat dikultur dengan substrat atau tanpa
substrat. Belum ada informasi
pula substrat dengan
kisaran diameter butir
berapa D. pinnaticirris dapat tumbuh paling cepat. Tujuan percobaan ini ialah untuk mengevaluasi
zona nyaman D.
pinnaticirris dengan cara menentukan substrat yang terbaik yang memberikan respons
tingkah laku yang
nyaman yang ditandai oleh pergerakan, jumlah
lubang, sintasan, dan produksi, yang dipelihara dalam salinitas optimum.
39
Metode Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Politeknik Pertanian Negeri Pangkep, Sulawesi Selatan, pada bulan Oktober – Desember 2011. Bahan dan Metode Setiap tiga perlakuan substrat (tanpa substrat, substrat pasir berdiameter butir 63–250 µm atau substrat halus, dan substrat berdiameter butir 250–500 µm atau substrat kasar) terdiri dari tiga ulangan. Substrat halus dan substrat kasar diperoleh dengan cara menyaring tanah pantai asal hewan
uji D. pinnaticirris
menggunakan saringan tanah berukuran mata 63 µm, 250 µm, dan 500 µm. Substrat halus adalah substrat yang lolos dengan saringan berukuran mata 250 µm namun tidak lolos dengan saringan 63 µm. Substrat kasar adalah substrat yang lolos dengan saringan berukuran mata 500 µm namun tidak lolos dengan saringan 250 µm. Hewan uji D. pinnaticirris salinitas 20 ppt dengan bobot
yang telah diaklimatisasi selama 30 hari pada individu 146,8±1,0 mg. Hewan uji tersebut lalu
dipelihara dalam akuarium berukuran 40x40x30 cm yang diisi substrat
(sesuai
substrat perlakuan) setebal 10 cm dan dengan air (kedalaman 8,5 cm). Hewan uji ditebar dengan densitas 40 ekor/akuarium atau 250 individu/m2
dan
ditempatkan secara merata pada setiap wadah. Hewan uji diberi pakan komersial mulai 3% dari bobot tubuh hewan uji per hari pada pukul 16.00 (e Costa 1999). Pakan komersial berkadar protein 37,35%, lemak 6,50%, bahan ekstrak tanpa N 37,94%, serat kasar 3,21%, abu 8,40%, dan air 6,60%. Pemberian pakan selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan hewan uji. Pengamatan respon makan hewan uji dilakukan 24 jam setelah pemberian pakan sebelumnya. Jika pakan tersisa, maka jatah pakan hari berikutnya dikurangi 20%. Jika pakan habis, maka jatah pakan hari berikutnya ditambah 20%. Bobot pakan yang dikonsumsi oleh hewan uji di setiap ulangan dicatat. Jumlah hewan uji yang berenang dan merayap pada dan jumlah lubang setiap akuarium diamati dengan menggunakan kaca pembesar dan counter pada hari ke-1, hari ke-18, dan hari ke-35 pada pukul 06.00, 12.00, 18.00, dan 24.00 untuk dihitung persentase hewan uji yang berenang dan merayap dan jumlah lubang (modifikasi dari Mazurkiewicz 1975). Hewan uji yang mati diamati dengan menggunakan kaca pembesar dan
40
counter pada setiap akuarium setiap hari dan dicatat jumlah dan bobotnya. Kandungan protein hewan uji dari setiap ulangan pada hari ke-1 dan hari ke-35 dan kandungan protein pakan dianalisis menurut metode Kjedhal (Lampiran 6). Peubah sintasan, laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, retensi protein, dan produksi diamati pada hari ke-1 dan hari ke-35 percobaan; hewan uji yang berenang atau merayap
dan jumlah lubang pada setiap ulangan diamati dan
dihitung jumlahnya pada hari ke-1, hari ke-18, dan hari ke-35 pada jam 06.00, 12.00, 18.00, dan 24.00 dengan bantuan kaca pembesar dan counter. Kualitas air dan kandungan bahan organik
substrat diamati seperti percobaan
sebelumnya. Analisis Statistik. Peubah persentase hewan uji yang berenang dan merayap, jumlah lubang, laju pertumbuhan harian, sintasan, bobot pakan yang dikonsumsi, efisiensi pakan,
retensi protein, produksi,
produktivitas, dan
pertumbuhan biomassa mutlak dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam. Apabila hasil analisis sidik ragam menunjukkan adanya perbedaan signifikan (P <0,05),
maka dilanjutkan dengan uji Tukey (Zar 1984). Analisis
statistik dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 20. Hasil dan Pembahasan Kinerja pertumbuhan hewan uji setelah pemeliharaan selama 35 hari disajikan pada Tabel 6 dan Lampiran 20 s.d. Lampiran 31. Pada Tabel 6 terlihat bahwa adanya pertambahan bobot tubuh rata-rata per individu setelah pemeliharaan selama 35 hari pada perlakuan penggunaan substrat halus sebesar 33,9 mg dari 146,9 mg menjadi 180,8 mg, pada perlakuan penggunaan substrat kasar sebesar 29,7
mg dari 146,8 mg menjadi 176,5 mg. Hal ini
menunjukkan bahwa nutrisi pakan yang dikonsumsi hewan uji sudah melebihi kebutuhan untuk pemeliharaan tubuh di kedua perlakuan sehingga terjadi pertumbuhan (Huet 1971). Namun sebaliknya pada perlakuan tanpa substrat. Perbedaan substrat dan tanpa substrat secara nyata mempengaruhi laju pertumbuhan harian hewan uji. Laju pertumbuhan harian tertinggi terdapat pada penggunaan substrat halus yakni 0,65% dan berbeda nyata (P<0,05) dengan penggunaan substrat kasar dan tanpa substrat yang menghasilkan laju pertumbuhan harian berturut-turut 0,57%/hari dan -0,14%/hari. Jika dilihat dari bobot pakan yang dikonsumsi, ternyata bahwa bobot pakan yang dikonsumsi lebih banyak pada perlakuan substrat halus yaitu 2.294,8 mg dan berbeda nyata
41
(P<0,05) dengan pada substrat kasar dan tanpa substrat berturut-turut sebesar 2.170,9 mg dan 1.056,6 mg. Pada perlakuan tanpa substrat hewan uji mengalami penurunan rata-rata bobot per individu sebesar 7,5 mg dari 146,6 mg menjadi 139,1 mg. Penurunan bobot ini disebabkan oleh aktivitas D. pinnaticirris yang selalu berenang dan merayap jika tidak menemukan lubang atau tidak dapat menggali lubang. Hewan uji yang dipelihara dalam media tanpa substrat tampak berenang dan merayap terus (Lampiran 32), sedangkan
hewan uji yang dipelihara pada media yang
bersubstrat halus dan yang bersubstrat kasar tidak didapatkan hewan uji yang berenang dan merayap. Aktivitas berenang dan merayap terus menerus dalam media tanpa substrat menunjukkan bahwa hewan uji D. pinnaticirris dalam kondisi tidak nyaman (stres), karena hewan uji ini tampaknya bersifat suka berlindung di dalam lubang. Aktivitas berenang dan bergerak terus dari hewan uji ini membutuhkan energi yang cukup banyak, sehingga energi yang diperoleh dari pakan yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan metabolisme dasarnya. Hewan uji dalam media tanpa substrat tersebut selalu dalam kondisi stres, sehingga konsumsi pakannya juga rendah dan menyebabkan hewan uji tidak tumbuh dan banyak mengalami kematian. Retensi protein hewan uji pada perlakuan tanpa substrat sebesar -120,99%,
hal
berarti
bahwa
terjadi
pertumbuhan
negatif,
atau terjadi
penggunaan energi jaringan tubuh untuk aktivitas, setelah energi pakan yang dikonsumsi hewan uji tidak dapat mencukupi untuk pemeliharaan tubuh sehingga terjadi pertumbuhan negatif (Tabel 6, Lampiran 30, dan Lampiran 31). Retensi protein pada perlakuan penggunaan substrat halus yakni sebesar 17,87%, berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan penggunaan substrat kasar (5,23%) dan tanpa penggunaan substrat (-120,99%). Terjadinya peningkatan retensi protein yang lebih tinggi pada hewan uji yang dipelihara dalam media bersubstrat halus
dibandingkan
yang
dipelihara
dalam
media
bersubstrat
kasar,
menunjukkan bahwa hewan uji tersebut lebih menyukai media bersubstrat halus. Pada media bersubstrat halus, hewan uji berada dalam kondisi yang lebih nyaman (tidak stres), sehingga dapat mengkonsumsi pakan yang lebih banyak dan
dimanfaatkan
lebih
banyak
untuk
pertumbuhannya.
Hal
ini
juga
menyebabkan efisiensi pakan pada perlakuan penggunaan substrat halus tertinggi yakni 60,07%, meskipun tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan penggunaan substrat kasar yang bernilai 50,60%, namun berbeda
42
nyata (P<0,05) dengan perlakuan tanpa substrat yang menghasilkan efisiensi pakan -28,05% (Tabel 6, Lampiran 24 s.d. Lampiran 26). Keberadaan substrat berpengaruh terhadap tingkah laku cacing. Tanpa substrat menyebabkan cacing selalu bergerak dan merayap. Selain itu, diameter substrat juga berpengaruh terhadap jumlah lubang dari substrat. Pada substrat dengan partikel lebih halus membuat lubang hampir dua kali lipat daripada substrat dengan partikel kasar yakni berturut-turut 241,3 lubang dan161,1 lubang (Tabel 7). Hal ini menunjukkan bahwa hewan uji ini lebih mudah membuat lubang pada substrat halus daripada substrat kasar. Selain itu cacing juga lebih mudah keluar masuk dari lubang substrat halus.
Dengan demikian energi yang
dibutuhkan untuk melakukan aktivitas pada substrat halus lebih kecil, sebagai akibatnya energi dalam bentuk jaringan tubuh lebih banyak. Hal ini terbukti dari lebih besarnya retensi protein pada hewan uji substrat halus dari pada yang bersubstrat kasar dan tanpa substrat. Penggunaan jenis substrat juga berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap sintasan hewan uji (Tabel 6 dan Lampiran 37). Sintasan tertinggi terdapat pada perlakuan penggunaan substrat halus sebesar 100%, disusul pada substrat kasar (92,5%) dan terendah pada media tanpa substrat (3,3%). Hal ini menunjukkan bahwa hewan uji yang dipelihara pada media bersubstrat halus berada dalam kondisi lebih baik (tidak stres) dan energi yang digunakan untuk aktivitas dan membuat lubang lebih sedikit, sehingga tidak mengganggu kelangsungan hidupnya. Pada hewan uji yang dipelihara dalam media bersubstrat kasar kemungkinan sedikit lebih tidak nyaman dan membutuhkan energi yang lebih banyak untuk membuat lubang sehingga mempengaruhi tingkat kelangsungan hidupnya dibandingkan yang berada pada substrat halus. Hal ini sejalan dengan pernyataan Mazurkiewicz (1975) bahwa larva Nereidae L. culveri yang dipelihara selama 20 jam pada berbagai ukuran butir pasir (diameter butir 60–2.000 µm), yang berdiameter butir yang lebih besar memiliki
mortalitas 4%,
3–4 kali dari yang berdiameter butir lebih kecil. Sementara hewan uji yang dipelihara pada media tanpa substrat tampaknya selalu mencari lubang untuk bersembunyi (sesuai sifatnya), sehingga selalu bergerak dan merayap dan mengalami stres, yang membutuhkan energi cukup banyak, dan tidak mampu dipenuhi
dari
pakan
kelangsungan hidupnya.
yang
dikonsumsi
sehingga
sangat
mengganggu
43
Tabel 6. Kinerja pertumbuhan hewan uji D. pinnaticirris pada setiap perlakuan substrat selama 35 hari pemeliharaan Peubah
Tanpa substrat
Bobot tubuh awal (mg) Bobot tubuh akhir (mg) Laju pertumbuhan harian (%/hari) Sintasan
146,6±1,4
a
139,1±0,4
c
146,9±0,3 180,8±1,7
-0,14±0,030 3,3±1,4
c
100±0 c
1.058,6±15,8
Efisiensi pakan (%)
-28,05±6,60
Retensi protein (%)
-120,99±2,99 2
2
Produktivitas (mg/m /30 hari)
146,8±1,3
a
176,5±2,3
a
a
b
0,57±0,043
a
92,5±2,5
2.294,8±13,3
b
Substrat kasar
a
0,65±0,025
c
Bobot pakan yang dikonsumsi (mg)
Produksi (mg/1.600 cm /35 hari)
Substrat halus
a
b
2.170,9±16,8
60,07±0,80
a
50,60±2,86
c
17,87±0,66
a
5,23±2,75
c
1.356,0 ± 56,4
-297,4±72,14
-1.592,4±385,3
c
a
7.264,2 ± 302,2
b
a
b
a
b
1.140,2 ± 66,5
b
6.108,2 ± 356,4
b
Keterangan: Rata-rata dalam baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).
Tabel 7.
Rata-rata jumlah lubang substrat per akuarium (1.600 cm2 ) D. pinnaticirris pada dua perlakuan (subtrat halus dan substrat kasar) selama 35 hari pemeliharaan
Hari percobaan Substrat halus Substrat kasar 1 77,0±4,0a 61,0±5,1b a 18 310,6±26,6 169,3±10,0b a 35 285,3±12,2 156,3±8,3b Rata-rata 241,3±14,3a 161,1±7,8b Keterangan: Rata-rata dalam baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05). Akibat adanya pengaruh substrat terhadap pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup hewan uji, maka penggunaan substrat tersebut juga berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap produktivitas hewan uji. Produktivitas hewan uji tertinggi terdapat pada perlakuan penggunaan substrat halus yakni 7.264,2 mg/m2/30 hari dan berbeda nyata (P <0,05) substrat dan
dengan perlakuan tanpa
perlakuan penggunaan substrat kasar berturut-turut bernilai
-1.592,4 mg/m2/30 hari dan 6.108,2 mg/m2/30 hari. Kualitas air selama uji menunjukkan nilai sebagai berikut: kandungan oksigen terlarut 3,02–4,33 ppm, suhu 28,4–30,5o C, pH 6,89–6,99, kandungan amonia 0,003–0,072 ppm, dan kandungan nitrit 0,001–0,002 ppm. Sedangkan kandungan bahan organik substrat tergolong kecil yakni 0,06–0,07 ppm. Secara umum kondisi kualitas air tersebut cukup layak bagi kehidupan hewan uji.
44
Simpulan D. pinnaticirris bersifat selalu bergerak jika tidak ada substrat sehingga menyebabkan mortalitas masal; jadi kultur cacing ini mutlak membutuhkan substrat. Substrat halus (berdiameter butir 63–250 µm) menghasilkan laju pertumbuhan harian, retensi protein, sintasan, produksi atau produktivitas yang tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya.
45
OPTIMASI DENSITAS UNTUK PRODUKSI CACING NEREIS Dendronereis pinnaticirris (GRUBE 1864) ABSTRAK AHMAD GHUFRON MUSTOFA. Optimasi Densitas untuk Produksi Cacing Nereis Dendronereis pinnaticirris (Grube 1864). Dibimbing oleh ENANG HARRIS, EDDY SUPRIYONO, dan DEDI JUSADI. Percobaan ini dilakukan untuk mengevaluasi zona nyaman D. pinnaticirris dengan cara menentukan densitas yang tidak mengakibatkan stres dicirikan oleh kandungan glikogen dan kandungan glukosa cairan plasma, sintasan dan produksi D. pinnaticirris yang dipelihara pada salinitas optimum dan substrat terbaik. Cacing uji D. pinnaticirris dengan bobot individu awal 153,7±1,9 mg yang telah diadaptasi selama 30 hari di laboratorium dipelihara dalam akuarium berukuran 40x40x30 cm yang diberi substrat berdiameter butir 63–250 µm dengan air bersalinitas 20 ppt, beraerasi, berkedalaman 8,5 cm selama 35 hari. Lima perlakuan masing-masing dengan tiga ulangan digunakan dalam percobaan ini sebagai penggunaan densitas 250 individu/m2 (kontrol), 500, 1.000, 2.000, dan 4.000 individu/m2. Hasil percobaan memperlihatkan bahwa di hari pertama D. pinnaticirris mengalami stres pada densitas 2.000 individu/m2 dan 4.000 individu/m2 dengan indikasi bahwa kandungan glukosa yang relatif tinggi sedangkan kandungan glikogennya relatif rendah serta mengalami kematian berturut-turut sebesar 34,68% dan 31,46%. Pada hari ke-18 dan ke-35 kandungan glukosa dan kandungan glikogen kembali normal, serta kematian menjadi relatif sedikit. Produksi tertinggi terdapat pada densitas 1.000 individu/m2. Kata kunci: densitas, stres, kandungan glukosa, kandungan glikogen, retensi protein, produksi, Dendronereis pinnaticirris (Grube 1864)
46
ABSTRACT AHMAD GHUFRON MUSTOFA. Optimization of Density for Production of Nereis Worm Dendronereis pinnaticirris (Grube 1864). Supervised by ENANG HARRIS, EDDY SUPRIYONO, and DEDI JUSADI. This experiment was conducted to evaluate the comfort zone of D. pinnaticirris by determining the density did not lead to stress characterized by the content of glycogen and plasma glucose content, survival and production of D. pinnaticirris maintained at optimum salinity and the best substrate. Tested worms in the initial body weight of 153.7±1.9 mg adapted in laboratory for 30 days were cultured in several aquariums of 40x40x30 cm each that gave substrates with diameter particle of 63–250 µm in 10 cm depth and aerated sterilized water in 8.5 cm depth for 35 days. Five treatments with three replications each were used in this experiment as the density using of 250 individuals/m2 (control), 500, 1,000, 2,000, and 4,000 individuals/m2. The experimental result showed that in the first day D. pinnaticirris was stress in density of 2,000 individuals/m2 and 4,000 individuals/m2 with indication that the glucose content of plasms was higher and the glycogen content of plasms was lower relatively, and also died in mortality rate of 34.68% dan 31.46% respectively. In the 18th day and the 35th day the contents were normal, and the mortality was more less. The highest production was in density of 1,000 individu/m2. Key words: density, stress, glucose content, glycogen content, protein retention, production, Dendronereis pinnaticirris (Grube 1864)
Pendahuluan Densitas organisme kultur mempengaruhi pertumbuhan biomassa cacing nereis. Kenaikan densitas terkait dengan penurunan reproduksi dan produksi juvenil nereis Ceratonereis pseudoerythraeensis (Kent dan Day 1983 dalam Safarik et al. 2006) dan Polydora ligni (Zajac 1986 dalam Safarik et al. 2006). Densitas merupakan penyebab stres yang selanjutnya menentukan laju pertumbuhan ikan kultur (Schmittou 1991). Cadangan glikogen dapat cepat turun selama stres
akut, menghasilkan suatu kelemahan dalam
homeostasis
(pemeliharaan kondisi stabil organisme dengan proses fisiologis terkoordinir), sedangkan penurunan cadangan energi selama stres kronis akan menghasilkan penurunan laju pertumbuhan dan reproduksi (Carr dan Neff 1981).
Sebelum
terjadi penurunan cadangan glikogen, terjadi respons peningkatan kandungan glukosa cairan coelom cacing Neanthes virens (Carr dan Neff 1982). Pada umur pemeliharan 200 hari dengan perlakuan sama. Perinereis nuntia
dengan
densitas 40.000 individu/m2 mencapai bobot rata-rata/individu 0,06 g, sedangkan
47
dengan densitas
6.000 individu/m2 diperoleh bobot rata-rata/individu 0,5 g
(Shokita et al. 1991). Penurunan laju pertumbuhan dan sintasan terjadi pada juvenil
Hediste diversicolor pada densitas 3.000 ekor/m2, bahkan pada kondisi
pakan berlebihan (Scaps et al. 1993 dalam Safarik et al. 2006). Jika energi panas dapat dihemat dengan rekayasa maka energi terbarui berupa jaringan tubuh dapat bertambah. Penghematan produksi panas dapat dilakukan dengan aplikasi densitas optimum yang tanpa stres yang ditandai kandungan glikogen dan kandungan glukosa cairan plasma normal. Penyediaan dan penghematan energi
panas
menghasilkan
tingginya retensi protein,
selanjutnya menghasilkan laju pertumbuhan harian dan produksi tinggi. Tujuan percobaan ini adalah untuk mengevaluasi
zona nyaman D.
pinnaticirris dengan cara menentukan densitas yang tidak mengakibatkan stres dicirikan oleh kandungan glikogen dan kandungan glukosa cairan plasma, sintasan, dan produksi D. pinnaticirris yang dipelihara pada salinitas optimum dan substrat terbaik. Metode Penelitian Tempat dan Waktu Percobaan ini dilaksanakan di: (1) Politeknik tempat percobaan, analisis kandungan glukosa,
Pertanian Negeri Pangkep, analisis proksimat, analisis
kandungan bahan organik substrat, dan analisis kualitas air, dan (2) Fakultas Kedokteran Hewan IPB, tempat analisis kandungan glikogen,
pada bulan
November 2011–Januari 2012. Bahan dan Metode Setiap lima perlakuan penggunaan densitas, yakni: 250 individu/m2 (kontrol), 500, 1.000, 2.000, dan 4.000 individu/m2 pada salinitas 20 ppt terdiri tiga ulangan (Lampiran 38). Hewan uji dengan bobot
153,7±1,9 mg
terlebih
dahulu diaklimatisasi selama 30 hari pada salinitas 20 ppt. Hewan uji tersebut lalu dipelihara dalam akuarium berukuran 40x40x30 cm yang diisi substrat berdiameter butir 63–250 µm setebal 10 cm dan dengan air (kedalaman 8,5 cm). Hewan uji ditebar dengan densitas
sesuai perlakuan dan ditempatkan secara
merata pada setiap wadah. Hewan uji diberi pakan komersial mulai 3% dari bobot tubuh hewan uji per hari pada pukul 16.00. Jika hari berikutnya terdapat sisa pakan maka jatah pakan dikurangi, namun jika habis maka jatah pakan ditambah.
48
Bobot pakan yang diberikan dicatat. Pakan komersial berkadar protein 37,35%, lemak 6,50%, bahan ekstrak tanpa N 37,94%, serat kasar 3,21%, abu 8,40%, dan air 6,60%. Bobot pakan yang diberikan dicatat (Lampiran 44, Lampiran 45). Jumlah dan bobot hewan uji yang mati diamati setiap hari. Bobot hewan uji ditimbang dalam kondisi bebas air dengan cara sebelumnya ditempatkan di atas kertas penyerap selama dua menit. Kandungan protein hewan uji pada hari ke-1 dan hari ke-35 dan kandungan protein pakan
dianalisis menurut
Kjedhal (Lampiran 6). Peubah sintasan, laju pertumbuhan harian, pakan, mutlak
retensi protein, diamati
metode efisiensi
produksi, produktivitas, dan pertumbuhan biomassa
pada hari ke-1 dan hari ke-35 percobaan (Lampiran 38 s.d.
Lampiran 51). Kandungan glukosa dan kandungan glikogen cairan plasma diamati pada hari ke-1, ke-15, dan ke-35 berturut-turut dengan menggunakan metode GOD-PAP dari HUMAN (Lampiran 52) dan metode Anthrone-H2S4 (Lampiran 53). Kualitas air dan kandungan bahan organik
substrat diamati
seperti percobaan sebelumnya. Analisis Statistik. Peubah sintasan, laju pertumbuhan harian,
bobot
pakan yang dikonsumsi, efisiensi pakan, retensi protein, produksi, produktivitas, pertumbuhan biomassa mutlak, kandungan glukosa, dan kandungan glikogen dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam. Apabila hasil analisis sidik ragam menunjukkan adanya perbedaan signifikan (P<0,05),
maka dilanjutkan
dengan uji Tukey (Zar 1984). Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 20. Hasil dan Pembahasan Sintasan hewan uji antara perlakuan densitas 250 individu/m2, 500 , dan 1.000 individu/m2 tidak berbeda nyata (P>0,05), namun ketiganya berbeda nyata (P<0,05) dengan densitas 2.000 individu/m2 dan 4.000 individu/m2 (Tabel 11, Lampiran 38, dan Lampiran 39). Tingkat mortalitas hewan uji tinggi terdapat pada perlakuan 2.000 individu/m2 dan 4.000 individu/m2 berturut-turut 38,54% dan 35,05%. Scaps et al. (1993) juga melaporkan bahwa terjadi penurunan sintasan cacing Hediste diversicolor yang dipelihara di laboratorium pada densitas 3.000 individu/m2. Hal ini menunjukkan bahwa densitas >2.000/m2 telah menyebabkan hewan uji mengalami stres. Mortalitas hewan uji banyak terjadi pada hari ke-1 (Tabel 8). Jika dihubungkan dengan kandungan glukosa cairan plasma, tampak bahwa pada hari ke-1 kandungan glukosa cairan plasma tertinggi terjadi pada
49
perlakuan densitas 4.000 individu/m2 sebesar 48,0 mg/dL, kemudian diikuti berturut-turut pada densitas 2.000 individu/m2 sebesar 29,0 mg/dL, densitas 500 individu/m2 sebesar 20,0 mg/dL, densitas 1.000 individu/m2 sebesar 19,0 mg/dL, dan densitas 250 individu/m2 sebesar 18,0 mg/dL (Tabel 9, Lampiran 54, dan Lampiran 55). Sementara kandungan glikogen cairan plasma hewan uji pada hari ke-1 tersebut cenderung rendah khususnya pada perlakuan densitas 2.000 individu/m2 dan 4.000 individu/m2 yaitu berturut-turut sebesar 65,781 mg/g dan 77,804 mg/g (Tabel 10, Lampiran 56, dan Lampiran 57). Menurut Carr dan Neff (1981), kandungan glukosa plasma darah yang meningkat tajam (bukan karena pengaruh konsumsi pakan), merupakan salah satu indikator terjadi stres pada cacing. Selanjutnya dikatakan bahwa terjadinya penurunan kandungan glikogen pada saat itu disebabkan karena glikogen mengalami proses glikolisis yang intensif menjadi glukosa untuk penyediaan energi yang dibutuhkan cukup tinggi dalam menghadapi kondisi stres. Pada hari ke-18 dan ke-35, kandungan glukosa dan glikogen cairan plasma kembali normal dan relatif sama untuk semua perlakuan yaitu berturutturut 17,019,3 mg/dL dan 103,113105,997 mg/g yang menandakan bahwa hewan uji hidup dalam kondisi yang lebih nyaman.
Pada saat itu tingkat
mortalitas hewan uji relatif cukup rendah untuk semua perlakuan (Tabel 8). Tabel 8.
Rata-rata tingkat mortalitas (%) D. pinnaticirris pada setiap perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan 2
Hari
Densitas (Individu / m )
percobaan 250
500
1.000
2.000
4.000
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
34,68±0,32
31,46 ± 0,24
18
0
0
0
0,21 ± 0,18
0,21 ± 0,09
35
0
1,66 ± 0,72
0
0,21 ± 0,18
0,21 ± 0,09
Kumulatif
c
0
c
1,66
c
0
a
38,54
35,05
b
Keterangan: Rata-rata dalam baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05).
50
Tabel 9. Rata-rata kandungan glukosa (mg/dL) cairan plasma D. pinnaticirris pada setiap perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan Hari
Densitas (Individu / m2)
1
250 18,0
500 20,0
1.000 19,0
2.000 29,0
4.000 48,0
18
18,0
18,0
19,3
18,0
18,0
35
17,0
18,0
17,0
18,0
18,0
17,6b 18,6b 18,4b 21,6b Ratarata Keterangan: Rata-rata dalam baris yang sama diikuti huruf menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05).
28,0a yang sama
Tabel 10. Rata-rata kandungan glikogen (mg/g) cairan plasma D. pinnaticirris pada setiap perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan 2
Hari
Densitas (Individu / m ) 250
500
1.000
2.000
4.000
1
103,307 ±1,082
102,722 ±1,002
81,562 ±1,008
65,781 ±1,352
77,804 ±1,273
18
105,889 ±0,887
104,991 ±0,965
103,113 ±0,935
105,251 ±0,942
103,311 ±1,083
35
104,771 ±1,057
103,781 ±0,663
105,881 ±1,118
105,997 ±1,868
104,881 ±0,984
Ratarata
104,655 a ±1,423
103,831 b ±1,249
96,852 b ±11,562
92,343 b ±19,963
95,332 b ±13,199
Keterangan: Rata-rata dalam baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05).
Kinerja pertumbuhan hewan uji setelah pemeliharaan selama 35 hari disajikan pada Tabel 11, Lampiran 38 s.d. Lampiran 51. Pada Tabel 11 terlihat adanya pertambahan bobot tubuh rata-rata per individu setelah pemeliharaan selama 35 hari pada perlakuan penggunaan densitas 250 individu/m2 sebesar 35,7 mg dari 153,2 mg menjadi 188,9 mg;
500 individu/m2 sebesar 36,2 mg
51
dari 155,2 mg menjadi 191,4 mg; 1.000 individu/m2 sebesar 25,4 mg dari 151,5 2.000 individu/m2
sebesar 22,6
mg dari 154,0 mg
menjadi 176,6 mg; dan 4.000 individu/m2
sebesar 19,4
mg dari 154,5 mg
mg menjadi 176,9 mg;
menjadi 173,9 mg. Hal ini menunjukkan bahwa pakan yang dikonsumsi hewan uji sudah melebihi dari yang dibutuhkan untuk pemeliharaan tubuh di semua perlakuan sehingga terjadi pertumbuhan. Perbedaan
densitas
dalam
pemeliharaan
hewan
uji
tampaknya
memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap laju pertumbuhan harian, konsumsi pakan, efisiensi pakan, retensi protein, dan produktivitas hewan uji. Laju pertumbuhan harian tertinggi terjadi pada densitas 250 individu/m2 dan 500 individu/m2 yakni masing-masing 0,66%/hari, kemudian menurun dan berbeda nyata (P<0,05) dengan meningkatnya densitas dari 1.000–4.000 individu/m2. Hal ini menunjukkan bahwa densitas 1.000 individu/m2 menurunkan laju pertumbuhan cacing
telah
ini meskipun belum menurunkan
sintasannya. Hal ini sejalan dengan yang dilaporkan Safarik et al. (2006) bahwa cacing nereis Diopatra aciculata mengalami penurunan pertumbuhan pada densitas 500–2.000 individu/m2. Kepadatan untuk kultur apapun, termasuk cacing nereis, harus berada pada tingkat di bawah stres. Dalam hal ini kandungan glukosa dan kandungan glikogen pada kepadatan 250 sampai 1.000 ekor/m2 masih dianggap normal atau belum mengakibatkan stres, yang ditandai dengan sintasan yang masih tetap 100% sampai ahir percobaan. Pertumbuhan mutlaknya pun masih berkisar 30 mg per individu per 35 hari. Pada kepadatan 2000 dan 4000 individu/m2 terlihat pada hari pertama kadar glukosa naik sampai dua kali lipat, dan kadar glikogen turun sekitar 70% dibanding pada kepadatan di bawah 1.000 individu/m2. Itu semua menunjukkan tingkat stres yang kuat, dan mortalitasnya pun mencapai sepertiga populasi. Setelah 18 hari, pada kepadatan 2.000 dan 4.000 individu/m2, yang masing-masing tinggal 1.228 dan 2.596 individu/m2, ternyata kadar gula dan dan glikogennya sudah kembali normal seperti kepadatan di bawah 1.000 individu/m2.
Walaupun indikator stresnya sudah
kembali normal, namun kepadatan di dua perlakuan tersebut masih tetap berperan mempengaruhi laju pertumbuhan yang cenderung akan makin menurun dengan semakin naiknya kepadatan. Ini dibuktikan dengan nilai pertambahan bobot tubuh per 35 hari di dua perlakuan tersebut, masing-masing hanya mencapai 22,6 dan 19,4 mg.
52
52
Tabel 11.
Kinerja pertumbuhan hewan uji D. pinnaticirris pada setiap perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan 2
Peubah Bobot tubuh awal (mg)
250 a 153,2±1,6
Bobot tubuh akhir (mg)
188,9±2,61
Laju pertumbuhan harian (%/hari)
0,66±0,04
500 a 155,2±1,15
b
191,4±1,67
a
a
e
2.394,7 ±157,8
c
b
c
64,9±0,3 b
a
14.699,9±683,9
29.951,7±605,3
a
44,19±0,36
b
29,17±0,18
c
26,92±0,17
a
18,10±0,68
a
12,83±0,48
b
10,91±0,72
b
9,55±0,27
Retensi protein (%)
18,10±1,35
1.428,0±100,9
e
2.847,2±83,9
Produktivitas (mg/m /30 hari)
7.650,0±540,5
e
15.252,9±449,4
Pertumbuhan biomassa mutlak (mg)
1.428,0±101,0
c
2.640,2±35,7
2
c
61,4±0,4
9.195,2±115,2
d
c
d
b
c
a
4.064,0±69,1
a
4.288,1±225,4
21.771,4±453,2
d
c
b
4.064,0±84,6
c
0,35±0,01
59,24±0,62
59,63±0,27
2
b
a
Efisiensi pakan (%)
Produksi (mg/1.600 cm /35 hari)
173,9±0,95
0,40±0,02
a
d
c
b
100,0±0
4.805,5±93,4
4.000 a 154,5±1,2
176,6±1,38
0,47±0,15
98,3±0,7
2.000 a 154,0±2,38
c
176,9±0,7
a
100,0±0
Bobot pakan yang dikonsumsi (mg)
a
0,66±0,02
a
Sintasan (%)
Densitas (Individu / m ) 1.000 a 151,5±1,21
8.063,0±213,7 b
a
22.972,0±1.207,5
43.194,6±1.144,8
d
- 26.595,2±137,9
-14.707,3±597,3
Keterangan: Rata-rata dalam baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05).
e
53
Perlakuan densitas juga berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai retensi protein hewan dan menunjukkan adanya penurunan pada densitas yang lebih besar (Tabel 11, Lampiran 50, dan Lampiran 51). Retensi protein tertinggi terjadi pada densitas 250 individu/m2, dan 500 individu/m2 yaitu masing-masing 18,10%, kemudian menurun diikuti berturut-turut 1.000 individu/m2 (12,83%), 2.000 individu/m2 (10,91%), dan 4.000 individu/m2 (9,55%). Hal ini menunjukkan bahwa pada densitas >1000 individu/m2, protein pakan yang dikonsumsi sudah menurun pemanfaatannya untuk pertumbuhan.
Protein tersebut kemungkinan
sudah banyak juga digunakan untuk sumber energi dalam menghadapi kondisi stres hewan uji. Nilai efisiensi pakan juga dipengaruhi (P<0,05) oleh peningkatan densitas hewan uji, dan menunjukkan adanya penurunan yang nyata pada densitas yang lebih besar (Tabel 11, Lampiran 44, dan Lampiran 46). Efisiensi pakan tertinggi terjadi pada densitas 250 individu/m2 dan 500 individu/m2 berturut-turut sebesar 59,63% dan 59,24%, kemudian menurun diikuti berturut-turut densitas 1.000 individu/m2 (44,19%), 2.000 individu/m2 (29,17%), dan terendah pada densitas 4.000 individu/m2 (26,92%). Menurunnya efisiensi pakan ini disebabkan karena energi pakan yang dikonsumsi lebih banyak digunakan untuk menghasilkan energi dalam menghadapi kondisi stres hewan uji dengan meningkatnya kepadatan di atas kepadatan optimum, sehingga porsi energi pertumbuhan menjadi rendah. Total konsumsi pakan meningkat dengan meningkatnya densitas hewan uji. Pertumbuhan biomassa mutlak cacing tertinggi terjadi pada densitas 1.000 individu/m2 sebesar 4.064 mg, disusul pada densitas 500 individu/m2 (2.640,2 m g) dan densitas 250 individu/m2 (1.428 mg) (Tabel 11, Lampiran 44, dan Lampiran 48). Sementara pada densitas hewan uji 2.000 individu/m2 dan 4.000 individu/m2 nilai pertumbuhan biomassa mutlaknya negatif karena sintasan maupun laju pertumbuhan harian hewan uji rendah. Pertumbuhan biomassa mutlak tertinggi diperoleh pada densitas 1.000 individu/m2 sebesar 4.064 mg, namun efisiensi pakan tertinggi terjadi pada densitas 250 individu/m2 (59,63%) dan densitas 500 individu/m2 (59,24%) (Tabel 11). Untuk memilih densitas yang menguntungkan dilakukan perhitungan sebagai berikut: Nilai densitas 1.000 individu/m2 = 4.064,0 x 44,19/100 = 1.795,881. Nilai densitas
500 individu/m2 = 2.640,2 x 59,24/100 = 1.564,054.
54
Nilai densitas
250 individu/m2 = 1.428,0 x 59,63/100 =
851,516.
Dengan demikian densitas 1.000 individu/m2 lebih ekonomis. Kualitas air selama uji
menunjukkan nilai sebagai berikut: kandungan
oksigen terlarut 3,10–4,33 ppm, suhu 28,5–30,2o C, pH pH 6,50–7,10, kandungan amonia 0,003–0,095 ppm, dan kandungan nitrit 0,002–0,030 ppm. Sedangkan kandungan bahan organik substrat tergolong kecil yakni 0,06–0,61 ppm. Nilai kualitas air tersebut cukup layak bagi kehidupan dan pertumbuhan hewan uji. Simpulan Hewan uji yang dipelihara pada densitas 2.000 individu/m2 dan 4.000 individu/m2 pada hari ke-1 mengalami stres yang dicirikan dengan naiknya kandungan glukosa cairan plasma dua kali lipat dan kandungan glikogen turun 30% dari normal. Hari berikutnya, cacing kembali homeostasi. Pertumbuhan biomassa mutlak tertinggi terdapat pada perlakuan densitas 1.000 individu/m2.
55
KAJIAN TEPUNG KLEKAP SEBAGAI PAKAN CACING NEREIS Dendronereis pinnaticirris (GRUBE 1864) ABSTRAK AHMAD GHUFRON MUSTOFA. Kajian Tepung Klekap sebagai Pakan Cacing Nereis Dendronereis pinnaticirris (Grube 1864). Dibimbing oleh ENANG HARRIS, EDDY SUPRIYONO, dan DEDI JUSADI. Percobaan ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas tepung klekap sebagai pakan pengganti dari pakan komersial untuk D. pinnaticirris. Cacing dengan bobot awal 155,8±0,5 mg dikultur dalam akuarium berukuran 40x40x30 cm selama 35 hari. Cacing diberi pakan komersial dan tepung klekap dengan rasio 100:0, 75:25; 50:50; 25:75, dan 0:100. Hasil percobaan menunjukkan bahwa cacing yang diberi pakan komersial dan tepung klekap dengan rasio 75:25 memiliki kinerja pertumbuhan terbaik, termasuk retensi protein, efisiensi pakan, dan laju pertumbuhan harian. Kata kunci: tepung klekap, pakan komersial, pinnaticirris (Grube 1864)
pertumbuhan, Dendronereis
56
ABSTRACT AHMAD GHUFRON MUSTOFA. Study on Klekap Powder as a Diet for Nereis Worm Dendronereis pinnaticirris (Grube 1864). Supervised by ENANG HARRIS, EDDY SUPRIYONO, and DEDI JUSADI. This experiment was conducted to evaluate the effectiveness of klekap powder as a replacement diet of commercial feed fed for D. pinnaticirris. The worm with an initial body weight of 155.8±0.5 mg were cultured in aquaria of 40x40x30 cm for 35 days. The worm were fed on commercial diet and klekap powder with the ratio of 100:0, 75:25, 50:50, 25:75, and 0:100, respectively. Results showed that worm fed commercial diet and klekap powder at the ratio of 75:25 had the best growth performance, including protein retention, feed efficiency, and daily growth rate. Key words: klekap powder, commercial feed, growth, Dendronereis pinnaticirris (Grube 1864)
Pendahuluan Upaya kultur cacing Dendronereis spp. skala komersial belum dilakukan di Indonesia. Hal ini karena minimnya informasi yang diperlukan untuk menunjang usaha kulturnya (Siregar 2008). Informasi
aspek
jenis pakan,
komposisi pakan, dan proses pengaruhnya terhadap sintasan, laju pertumbuhan, dan pertumbuhan biomassa D. pinnaticirris
untuk mencapai ukuran dewasa
belum tersedia, oleh karenanya perlu dilakukan pengkajiannya. Jenis pakan mempengaruhi laju pertumbuhan invertebrta laut dan perairan payau (Prevedelli dan Vandini 1997). Cacing D. pinnaticirris adalah omnivora dengan kebiasaan makan sebagai pemakan endapan permukaan atau surface deposit-feeder (Fauchald dan Jumars 1979; Nielsen et al. 1995 dalam e Costa et al. 2000). Pakan utama Nereididae adalah alga (Fauchald dan Jumars 1979). Makanan cacing nereis berupa alga, sisa-sisa hewan, sisa-sisa
bahan
organik, dan organisme hidup lainnya (Barnes 1987). Isi lambung N. diversicolor terdiri dari mukosa (bahan organik, bakteri, fungi, dan fitoplankton) (56,33%), pasir (17,56%), detritus tumbuhan (10,68%), cacing (4,64%),
lainnya
(foraminifera,
hydrobidae,
(7,92%),
gastropoda,
krustasea
bivalvia,
acari,
chironomidae, insekta, dsb,) (2,79%), dan lumpur (0,08%) (e Costa et al. 2006). Isi lambung ini merupakan gambaran yang mirip dengan klekap.
57
Klekap atau lablab (istilahnya di Filipina)
adalah
kumpulan tumbuhan
renik dan hewan renik yang membentuk lapisan di dasar tambak yang terdiri dari algae biru, algae hijau berfilamen, diatom, protozoa, entomostraca (cladocera, copepoda), cacing, larva berbagai hewan (seperti mollusca, crustacea), detritus, dan partikel mineral (Schuster 1952; umalon 1978; Santos 1978). Hasil analisa proksimat, klekap mengandung protein
26,08%, lemak 3,89%. karbohidrat
32,12%, dan serat kasar 22,91%. Klekap telah digunakan sebagai pakan dalam pemeliharaan bandeng ukuran benih sampai ukuran sejari. Tepung dari klekap yang sering dijumpai melimpah di tambak dapat kiranya menjadi pakan alternatif lain dari salah satu pakan komersial (Tetramin) yang sudah biasa dipakai sebagai pakan cacing Nereididael Neanthes succinea (Shain 2009) dan untuk uji cacing poliket di laboratorium (e Costa et al. 2000 dalam Batista et al. 2003) namun harganya relatif mahal. Tujuan percobaan ini ialah untuk mengevaluasi efektivitas tepung klekap sebagai pengganti dari pakan komersial untuk D. pinnaticirris. Metode Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di: (1) Politeknik
Pertanian
Negeri Pangkep,
tempat percobaan, analisis kualitas air, dan analisis proksimat;(2) Laboratorium Bioteknologi
Hewan
dan
Biomedis, IPB, tempat analisis aktivitas enzim;
(3) Laboratory of Aquatic Animal Nutrition, Kagoshima University dan Southeast Asian Food
& Agricultural Science (SEAFAST) Center, IPB,
tempat analisis
asam lemak, pada bulan November 2009–April 2012. Bahan dan Metode Hewan uji berupa sejumlah cacing nereis D. pinnaticirris dengan bobot per individu relatif sama, 155,8±0,5 mg,
yang berasal dari salah satu pantai
Selat Makassar, Kabupaten Pangkep, dan diadaptasikan dengan air kultur 20 ppt, substrat habitat asli, dan ruangan uji bersuhu 30o C selama satu bulan. Wadah percobaan berupa akuarium ukuran 40x40x30 cm. Jumlah cacing yang digunakan sebanyak 160 individu/akuarium atau 1.000
individu/m2.
Jumlah cacing yang diperlukan untuk 30 akuarium (15 akuarium untuk pengamatan aktivitas enzim pencernaan dan 15 akuarium untuk pengamatan pertumbuhan) sebanyak 4.800 individu (Lampiran 58). Wadah ini berisi substrat
58
berdiameter butir 63–250 µm (telah dipanaskan 90o C selama 24 jam) setebal 10 cm dan diisi air kultur berkedalaman 8,5 cm di atas permukaan substrat (Irvine dan Martindale 1999; e Costa et al. 2000; Batista et al. 2003). Air kultur uji bersalinitas optimum 20 ppt hasil penelitian sebelumnya yang disaring dengan filter pasir, lalu dengan cartridge (15 µm, 10 µm, 5 µm, dan 1 µm), kemudian filter kapas, dan terakhir sterilisasi ultra violet (Winanto 2010; Tamaru et al, 2011). Sterilisasi UV dilakukan dengan menggunakan empat unit lampu UV @ 40 watt, yang ditempatkan dengan posisi memanjang di dalam pipa paralon berdiameter 2,5 inchi, dan air mengalir dalam pipa paralon tersebut dengan debit 0,5 L/detik.
Air kultur beraerasi halus dan diganti setiap minggu
sekali untuk menjaga kualitasnya (Mazurkiewicz 1975; Anger et al, 1986; Shokita et al, 1991; Prevedelli dan Vandini 1997; Irvine dan Martindale 1999; e Costa et al, 2000; Batista
et al, 2003). Pengontrolan kualitas air dilakukan setiap hari
pada pukul 07.00–08.00 dan 15.00–16.00. Kandungan bahan organik substrat diamati pada hari ke-0 dan ke-35. Salinitas dipertahankan pada salinitas sesuai ketentuan uji, kandungan oksigen 3–5 ppm, suhu 30o C, pH 6,5–8,5, kandungan amonia kurang dari 0,3 ppm, dan kandungan nitrit kurang dari 0,002 ppm. Pengukuran salinitas dengan menggunakan hand refractometer; suhu dengan termometer; kandungan oksigen terlarut dengan oksigenmeter; pH air dengan pH-meter; kandungan amonia dan kandungan nitrit dengan spektrofotometer. Ruangan untuk uji dalam ruangan tertutup suhu 30o C. Pakan uji yang digunakan merupakan kombinasi dari pakan komersial (Tetramin) dan tepung klekap pada berbagai persentase sebagai berikut: (K)
100% pakan komersial +
0% tepung klekap (100:0), sebagai kontrol;
(A)
75% pakan komersial + 25%
tepung klekap (75:25);
(B)
50% pakan komersial + 50%
tepung klekap (50:50);
(C)
25% pakan komersial + 75% tepung klekap (25:75); dan
(D)
0% pakan komersial + 100% tepung klekap (0:100). Komposisi proksimat hasil analisis proksimat (Lampiran 6, Lampiran 59
s.d. Lampiran 62) pakan uji disajikan pada Tabel 12, sementara komposisi asam lemak pakan hasil analisis asam lemak (Lampiran 63) disajikan pada Tabel 13. Pakan komersial yang digunakan merk Tetramin merupakan pakan yang baik digunakan pada kultur cacing nereis Neanthes succinea (Shain 2009) dan pada uji coba cacing poliket di laboratorium (e Costa et al. 2000 dalam Batista et al.
59
2003). Pakan uji berdiameter 200–250 µm. Klekap segar diperoleh dari tambak, lalu dikeringkan dalam oven bersuhu 40o C selama 24 jam, ditepungkan, kemudian disaring dengan menggunakan mesh size 250 m. Tabel 12. Komposisi proksimat pakan uji (g/100 g pakan) Perlakuan (Pakan komersial:Klekap)
Peubah
(100:0) 37,35 6,50 37,94 3,21 8,40 6,60 3.452 9,24
Protein Lemak BETN Serat kasar Abu Air Energi (kal/g) Energi/Protein (kkal/g)
(75:25) 34,54 5,85 36,49 8,13 8,31 6,68 3.226 9,33
(50:50) 31,72 5,19 35,03 13,06 8,20 6,80 2.998 9,45
(25:75) 28,89 4,54 33,57 17,99 8,12 6,89 2.771 9,59
(0:100) 26,08 3,89 32,12 22,91 8,01 6,99 2.544 9,75
Tabel 13. Komposisi asam lemak pakan uji (mg asam lemak/100 g bobot kering) Jenis asam lemak SFA 14:0 16:0 18:0 20:0 Jumlah MUFA 16:1 18:1 20:1 Jumlah PUFA 18:3(n-3) 20:5(n-3) 22:6(n-3) 18:2(n-6) 20:4(n-6) Jumlah n-3 n-6 n-3/n-6 DHA/EPA
K
A
B
C
D
81,5 496,4 110,9 0 688,8
70,6 446,6 109,0 8,8 635,2
59,8 396,9 107,2 17,7 581,6
48,9 347,2 105,3 26,5 528,0
38,1 297,5 103,5 35,4 474,5
90,6 654,4 28,9 773,9
76,9 521,0 22,0 620,0
63,2 387,7 15,1 466,1
49,5 254,4 8,2 312,2
35,8 121,1 1,4 158,3
206,5 180,8 169,4 1.445,1 0 2.001,8 556,7 1.445,1 0,38 0,93
168,2 158,8 132,0 1.105,2 20,7 1.585,0 459,0 1125,9 0,48 0,83
129,9 136,8 94,6 765,3 41,4 1.168,2 361,4 806,7 0,68 0,69
91,6 114,8 57,2 425,4 62,1 751,4 263,7 487,5 0,83 0,49
53,4 92,8 19,9 85,5 82,8 334,6 166,1 168,3 0,98 0,21
Percobaan ini didisain dengan rancanan acak lengkap dengan lima perlakuan perbandingan kandungan pakan komersial dan tepung klekap dan
60
masing-masing 3 ulangan. Wadah yang digunaan meliputi 30 unit yang disusun dengan perincian: (1)
15 unit (5 perlakuan x 3 ulangan) untuk pengamatan aktivitas enzim protease, lipase, dan α-amilase pada awal dan akhir percobaan;
dan
(2) 15 unit (5 perlakuan x 3 ulangan) untuk pengamatan parameter lainnya. Hewan uji diberi pakan uji secara merata ke seluruh permukaan setiap wadah sebanyak mulai 3% dari biomassa hewan uji per hari pada pukul 16.00. Jika terdapat sisa pakan, maka jatah pakan per hari berikutnya dikurangi 20%. Jika pakan habis, maka jatah pakan per hari berikutnya ditambah 20%.
Bobot
pakan yang diberikan dicatat. Jumlah dan bobot hewan uji yang mati diamati setiap hari pada setiap ulangan dan bangkainya dibuang. Analisis aktivitas enzim pencernaan (protease, lipase, dan α-amilase) dilakukan pada hari ke-0 dan hari ke-35 percobaan (Lampiran 64 s.d. Lampiran 66).
Pengambilan sampel dilakukan satu jam setelah pemberian pakan uji.
Contoh hewan uji dengan berat minimum lima g dipanen dan dibersihkan dari kotoran, lalu ditampung dalam tabung vial berlabel dan disimpan dalam pendingin (-10o C), kemudian dilakukan uji aktivitas enzim protease, uji enzim lipase, dan uji enzim α-amilase. Sampel untuk analisis proksimat dan asam lemak hewan uji diambil pada awal dan akhir percobaan.
Kandungan bahan organik substrat diamati pada
awal dan akhir percobaan. Analisis proksimat pakan uji dan hewan uji meliputi kadar air, protein, lemak, serat kasar dan abu dilakukan berdasarkan metode Watanabe (1988) (Lampiran 6, Lampiran 59 s.d. Lampiran 62 ). Analisis asam lemak dilakukan dengan menggunakan GC-MS 911-39 berdasarkan Watanabe (1988) (Lampiran 63). Analisis aktivitas enzim protease berdasarkan Bergmeyer dan Grassi (1983) (Lampiran 64), enzim lipase berdasarkan Tietz dan Fridreck dalam Borlongan (1990) (Lampiran 65), dan enzim -amilase berdasarkan Bernfield dalam Knaur et al. (1996) (Lampiran 66). Analisis bahan organik substrat dilakukan dengan metode Walkley dan Black (Lampiran 7). Peubah yang dievaluasi meliputi sintasan, laju pertumbuhan harian, bobot pakan yang dikonsumsi, efisiensi pakan, retensi protein, retensi lemak, produksi, produktivitas, dan pertumbuhan biomassa mutlak.
61
RL F I K lemak
= = = =
( F - I ) / K lemak x 100% Bobot lemak tubuh akhir (mg) Bobot lemak tubuh awal (mg) Bobot lemak pakan yang dikonsumsi (mg)
Analisis Statistik. Peubah sintasan, laju pertumbuhan harian, bobot pakan yang dikonsumsi, efisiensi pakan, retensi protein, retensi lemak, produksi, produktivitas, dan pertumbuhan biomassa mutlak dianalisis ragam dengan menggunakan software statistik SPSS versi 20. Jika terjadi perbedaan yang nyata diantara perlakuan, maka dilanjutnya dengan uji Tukey (Zar 1984) pada selang kepercayaan 95% (P<0,05).
Hasil dan Pembahasan Kinerja Pertumbuhan Hasil penelitian menunjukkan bahwa sintasan setiap perlakuan tidak bebeda nyata (P>0.05) yaitu 100% (Tabel 14 dan Lampiran 58). Dengan demikian kinerja pertumbuhan dapat ditelaah bahwa pemberian pakan yang diujicobakan menghasilkan respons yang lebih baik. Pertambahan bobot tubuh hewan uji terjadi pada semua perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa pakan uji yang dikonsumsi oleh hewan uji sudah melebihi kebutuhan untuk pemeliharaan tubuh
(metabolisme
dasar)
pada
semua
perlakuan
sehingga
terjadi
pertumbuhan. Namun kelima perlakuan menghasilkan laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, retensi protein, retensi lemak, dan produktivitas yang berbeda nyata (P<0,05).
Laju pertumbuhan harian tertinggi terdapat pada perlakuan A
(75:25), lebih tinggi dari perlakuan K (100:0), kemudian semakin tinggi penggunaan tepung klekap di dalam campuran pakan, laju pertumbuhan cacing semakin rendah.
Walaupun pakan pada perlakuan K memiliki kandungan
protein, lemak dan energi yang tertinggi, namun laju pertumbuhan hewan uji yang diberi pakan ini lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan hewan uji yang diberi pakan perlakuan A (75:25). Ini menunjukkan bahwa kandungan protein dan imbangan energi di perlakuan A (75:25) lebih memenuhi kebutuhan nutrien cacing.
Di sisi lain, semakin meningkatnya kandungan tepung klekap,
terjadi penurunan kadar protein dan total energinya, serta kandungan serat kasar yang semakin meningkat. Kandungan protein dan energi yang rendah di tiga perlakuan yakni: B (50:50), C (25:75), serta D (0:100) sudah tidak memenuhi
62
kebutuhan optimum untuk pertumbuhan cacing. Di samping itu, serat kasar yang tinggi berakibat pada rendahnya kecernaan pakan yang dikonsumsi. halnya ikan
Seperti
(Bairagi et al. 2002: Rust 2002), cacing ini mungkin juga tidak
memiliki atau sangat terbatas kemampuannya untuk mengsekresikan enzim selulase di dalam saluran pencernaannya. Oleh karena itu, hewan akuatik sering mengalami pertumbuhannya yang lambat ketika diberi pakan yang mengandung serat kasar yang tinggi. Penggunaan 75% pakan Tetramin dan 25% tepung klekap (A) ternyata memberikan pertumbuhan hewan uji yang lebih baik dibandingkan penggunaan 100% pakan Tetramin (K), padahal protein pakan K (37,35%) lebih tinggi dari pada pakan A (34,54%).
Atas dasar itu, diduga kadar protein pakan yang
dibutuhkan oleh cacing ini adalah sekitar 34%, dan ini berarti kandungan protein pakan Tetramin berlebih.
Kelebihan protein ini juga terlihat dari nilai retensi
protein yang lebih rendah pada perlakuan K dibandingkan dengan perlakuan A (Tabel 14). Selain masalah kadar protein yang berlebih pada pakan K, kemungkinan juga pada pola asam amino. Dalam hal ini, campuran Tetramin 75% dan tepung klekap 25% diduga memiliki pola asam amino yang lebih mendekati pola asam amino tubuh hewan uji. Menurut Mambrini dan Guillaume (1999), profil asam amino pakan yang mendekati profil asam amino ikan yang diberi pakan tersebut meningkat pemanfaatan protein untuk pertumbuhannya. Sedangkan pakan yang memiliki kadar protein berlebih dan profil asam amino yang tidak seimbang akan menyebabkan pemanfaatan protein pakan rendah dan bahkan cenderung menurunkan laju pertumbuhan ikan (Tacon 1992; NRC 1993; Halver dan Hardy 2002). Selanjutnya menurut Wilson (2002), protein dan asam amino yang tidak seimbang dalam pakan akan mengalami proses deaminasi yang menurunkan efisiensi protein dan meningkatkan limbah nitrogen. Jumlah konsumsi pakan hewan uji selama penelitian tidak berbeda nyata (P>0,05) di antara perlakuan. Namun kandungan protein dan energi pakan menurun dengan meningkatnya penggunaan tepung klekap dalam pakan uji. Hal ini menyebabkan jumlah konsumsi protein dan energi oleh hewan uji menurun dengan meningkatnya kandungan tepung klekap dalam pakan. Umumnya hewan makan untuk memenuhi kebutuhan energinya. Jumlah konsumsi pakan (energi) yang rendah pada hewan uji yang diberi pakan 100% tepung klekap diduga sudah memenuhi kebutuhan energi hariannya. Namun jumlah konsumsi protein yang rendah (rasio protein/energi pakan sedikit menurun dengan meningkatnya
63
kandungan tepung klekap dalam pakan) menyebabkan kebutuhan protein untuk tumbuh
maksimum
menjadi
tidak
cukup,
sehingga
menghasilkan
laju
pertumbuhan, efisiensi pakan, retensi protein dan retensi lemak yang rendah pada pakan yang mengandung tepung klekap yang tinggi (>50%). Pakan perlakuan K (100:0) tidak mengandung asam lemak 20:4n-6, asam lemak arakhidonat (ARA), sementara pakan perlakuan lainnya memiliki ARA (Tabel 15).
Asam lemak ini merupakan sumber antara untuk memproduksi
prostanoid seri-2 dan leukotrien seri-4 (Sargent et al. 1995). Melalui konversi menjadi komponen aktif prostaglandin PGF2alpha, ARA penting untuk perbaikan dan pertumbuhan jaringan otot (Trappe et al. 2001). Peranan ini membuat ARA sebagai komponen pakan penting untuk mendukung proses anabolisme otot. ARA berpotensi meningkatkan ukuran dan kekuatan otot (Rao et al. 1999). ARA merupakan bahan pembangun utama tubuh untuk produksi prostaglandin, yang dikenal memiliki banyak peranan fisiologis, termasuk peranan dalam pemulihan luka.
Prostaglandin
PGF2alpha
memiliki kemampuan
untuk
merangsang
pertumbuhan otot (Baynes dan Dominiczak 2005). Walau di dalam pakan K (100:0) tidak mengandung ARA, tetapi ARA ini terbentuk di dalam tubuh cacing yang mengkonsumsinya. Ini menunjukkan bahwa cacing nereis ini
memiliki
kemampuan untuk mengkonversi 18:2n-6 menjadi 20:4n-6 (ARA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa cacing nereis memiliki enzim -6 desaturase yang mengkonversi 18:2n-6 menjadi 20:4n-6 (ARA). Namun menurut Sargent et al. (1995), enzim -6 desaturase berperan dalam mengkonversi asam lemak 20:3n-6 menjadi 20:4n-6 dan asam lemak 20:4n-3 menjadi 20:5n-3, dan enzim ini memiliki afinitas yang lebih tinggi terhadap seri n-3 dibandingkan terhadap seri n6, sehingga ketika kandungan asam lemak seri n-6 sangat rendah, maka biosintesa selanjutnya akan terhambat. Namun, karena kandungan 18:2n-6 dalam pakan, jauh lebih tinggi dari kandungan n-3, khususnya dalam pakan K (100:0), maka proses biosintesa 20:4n-6 di cacing nereis pada penelitian ini masih dapat berlangsung. Kandungan asam lemak n-3 dan n-6 dalam tubuh tertinggi terjadi pada hewan uji yang diberi pakan A (75:25), disusul yang diberi pakan K (100:0), kemudian menurun dengan meningkatnya penggunaan tepung klekap dalam pakan uji (Tabel 15). Tingginya kandungan n-3 dan n-6 dalam tubuh hewan uji yang
diberi
pakan
A(75:25)
diduga karena
pakan
tersebut
cenderung
memberikan keseimbangan nutrisi bagi pertumbuhan maksimum hewan uji
64
dibandingkan kombinasi pakan uji lainnya.
Cacing ini juga tampaknya dapat
melakukan akumulasi atau mungkin biosintesa asam lemak tersebut dalam tubuhnya. Bahkan pakan D (0:100) yang mengandung asam lemak n-3 dan n-6 sangat rendah, namun hewan uji yang diberi pakan uji ini juga memiliki kandungan asam lemak n-3 dan n-6 yang lebih tinggi daripada pakannya dan cacing
awal
yang
menandakan
bahwa
asam
lemak
diakumulasikan atau diduga dibiosintesis dalam tubuhnya.
tersebut
dapat
Hal yang serupa
dikemukakan oleh e Costa et al. (2000) bahwa cacing nereis mampu melakukan biosintesa asam lemak EPA dan DHA jika kekurangan dari pasok makanannya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa cacing D. pinnaticirris yang ditangkap di alam memiliki kandungan asam lemak n-3 sebanyak 292,7 mg/100g dan 305,8 mg/100g, dan dapat ditingkatkan jika diberikan pakan yang baik dalam kulturnya. Kandungan asam lemak n-3 dan n-6 ini yang tinggi dalam cacing ini merupakan salah satu faktor pertimbangan utama untuk keperluan pematangan induk udang windu. Untuk pertumbuhan optimum udang windu, dibutuhkan asam lemak linoleat (n-6) 14% dari total asam lemak dan linolenat (n-3) 21% dari total asam lemak pakan (Glencross dan Smith 1999). Dari beberapa pakan alami yang banyak digunakan untuk maturasi, yang paling berperan dalam proses pematangan gonad dan pemijahan udang penaied adalah cumi-cumi dan cacing laut (Meunpol et al. 2005). Peran kedua jenis pakan alami tersebut dalam proses maturasi dan pemijahan belum dipahami sepenuhnya, tetapi beberapa penelitian melaporkan bahwa pakan alami tersebut kaya akan n-3 HUFA dan PUFA terutama EPA, DHA dan ARA (Primavera dan Posadas 1981; Wouters et al. 2001). Cacing laut poliket tidak hanya sebagai sumber HUFA dan ARA tetapi juga diduga mengandung komponen aktif yang berhubungan dengan hormon reproduksi (Lytle et al. 1990). Selanjutnya Du et al. (2004) melaporkan bahwa cacing laut merupakan salah satu pakan utama yang digunakan dalam pematangan induk udang Litopenaeus vannamei di panti benih karena dianggap dapat meningkatkan fekunditas dan vitalitas larva.
65
Tabel 14. Kinerja pertumbuhan hewan uji D. pinnaticirris pada setiap perlakuan pakan selama 35 hari pemeliharaan Peubah
K
A
B
155,9±0,3
156,0±0,8
156,1±0,5
155,5±0,5a
Bobot tubuh akhir (mg)
184,4±0,4b
187,5±0,2a
180,5±0,7c
177,4±0,6d
176,0±0,4e
Laju pertumbuhan harian (%/hari)
0,53±0,0b
0,58±0,01a
0,45±0,01c
0,39±0,01d
0,36±0,01e
Sintasan (%)
100,0±0a
100,0±0a
100,0±0a
100,0±0a
100,0±0a
10.392,7±4,7a
10.395,4±1,2a
10.394,5±3,0a
10.394,5±0,1a
10.392,6±1,2a
Efisiensi pakan (%)
44,33±0,46b
48,63±0,69a
37,71±0,39c
32,78±0,46d
31,56±0,40e
Retensi protein (%)
14,06±0,09b
26,09±0,10a
14,26±0,11b
13,23±0,10c
13,43±0,08c
Retensi lemak (%)
3,59±0,01b
5,28±0,27a
3,71±0,02b
2,83±0,03c
2,48±0,01c
4.608,0±48,8b
5.056,0±72,1a
3.920,0±40,2c
3.408,0±48,8d
3.280,0±42,3e
21.000,0±215,6c
18.257,1±261,8d
17.571,4±226,7e
Produktivitas (mg/m2/30 hari)
24.685,7±261,8b 27.085,7±386,4a
a
D
155,6±0,1
Produksi (mg/1.600 cm2/35 hari)
a
C
Bobot tubuh awal (mg)
Bobot pakan yang dikonsumsi (mg)
a
a
Keterangan: Rata-rata dalam baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).
65
66
66
Tabel 15.
Peubah SFA 14:0 16:0 17:0 18:0 20:0 Jumlah MUFA 16:1 18:1 20:1 22:1 Jumlah PUFA 18:3(n-3) 20:5(n-3) 22:6(n-3) 18:2(n-6) 20:4(n-6) n-3 n-6 n-3/n-6 DHA/EPA
Rata-rata nilai komposisi asam lemak pakan dan tubuh D. pinnaticirris (mg asam lemak/100 g bobot kering) pada setiap perlakuan pakan Hari ke-0 Tubuh
Pakan
K
Tubuh
Pakan
A
Tubuh
Hari ke-35 B Pakan Tubuh
Pakan
C
Tubuh
Pakan
D
Tubuh
48,2 395,9 0 177,5 69,4 691,0
81,5 496,4 0 110,9 0 688,8
68,4 561,6 0,0 251,8 98,5 980,3
70,6 446,6 0 109 8,8 635,2
74,5 367,7 0,0 41,4 69,4 553,0
59,8 396,9 0,0 107,2 17,7 581,6
63,9 524,8 0,0 235,3 0,0 824,0
48,9 347,2 0,0 105,3 26,5 528,0
57,7 474,2 0,0 212,6 83,1 827,6
38,1 297,5 0,0 103,5 35,4 474,5
54,4 446,5 0,0 200,2 78,3 779,4
29,4 197,3 4 0 230,7
90,6 654,4 28,9 0 773,9
41,7 279,9 5,7 0,0 327,3
76,9 521 22 0 620
1,5 305,1 6,2 0,0 312,9
63,2 387,7 15,1 0,0 466,1
39,0 261,5 5,3 0,0 305,8
49,5 254,4 8,2 0,0 312,2
35,2 236,3 4,8 0,0 276,3
35,8 121,1 1,4 0,0 158,3
33,2 222,5 4,5 0,0 260,2
66,7 186,1 39,9 140,3 165,5 292,7 305,8 0,96 0,20
206,5 180,8 169,4 1.445,1 0 556,7 1.445,1 0,38 0,93
94,6 264,0 56,6 199,0 234,8 415,2 433,8 1,00 0,20
168,2 158,8 132 1.105,2 20,7 459,0 1125,9 0,48 0,83
103,2 287,8 61,7 217,0 255,9 452,7 472,9 0,96 0,21
129,9 136,8 94,6 765,3 41,4 361,4 806,7 0,70 0,69
88,4 246,7 52,9 186,0 219,4 388,0 405,4 1,00 0,20
91,6 114,8 57,2 425,4 62,1 263,7 487,5 0,80 0,50
79,9 222,9 47,8 168,0 198,2 350,6 366,2 1,00 0,20
53,4 92,8 19,9 85,5 82,8 166,1 168,3 1,00 0,20
75,2 209,9 45,0 158,2 186,7 330,1 344,9 1,00 0,20
67
Aktivitas Enzim Pencernaan Enzim pencernaan seperti enzim protease, enzim lipase, dan α-amilase berfungsi berturut-turut dalam pencernaan protein,
lemak,
dan karbohidrat
pakan. Semakin tinggi aktivitas enzim tersebut, maka peluang kecernaan protein, lemak, dan karbohidrat pakan atau substrat juga semakin meningkat (Lehninger 1982). Hasil analisis aktivitas enzim pencernaan dalam tubuh hewan uji disajikan pada Tabel 16, Lampiran 79 s.d. Lampiran 85.
Tabel dan lampiran
tersebut
menunjukkan aktivitas enzim protease, enzim lipase dan α-amilase dalam tubuh hewan uji mengalami peningkatan setelah pemberian pakan uji dan berbeda nyata (P<0,05) di antara perlakuan. Aktivitas protease, lipase, dan α-amilase semuanya tertinggi terjadi pada hewan uji yang diberi pakan A, disusul yang diberi pakan K, dan seterusnya menurun dengan meningkatnya penggunaan tepung klekap. Terjadinya penurunan aktivitas enzim protease, lipase, dan amilase dalam tubuh hewan uji khususnya yang diberi pakan dengan kandungan tepung klekap >50% disebabkan karena menurunnya substrat protein, lemak dan karbohidrat (khususnya BETN) dalam pakan uji tersebut.
Menurut Muchtadi
(1989), aktivitas enzim pencernaan tersebut sangat dipengaruhi oleh keberadaan substrat, semakin tinggi kandungan substrat sampai pada batas tertentu maka aktivitas enzim penghidrolisisnya semakin tinggi. Meskipun kandungan protein, lemak dan BETN pada pakan kontrol (100% pakan komersial), hewan uji yang diberi pakan uji ini memiliki aktivitas enzim pencernaan baik protease, lipase, maupun amilase yang lebih rendah dibandingkan yang diberi pakan uji A. Namun fenomena ini belum bisa dijelaskan penyebabnya. Aktivitas enzim protease, lipase, dan α-amilase yang tinggi pada hewan uji yang diberi pakan A, memberikan peluang tingkat kecernaan protein, lemak dan karbohidrat pakan A lebih besar dibandingkan perlakuan pakan lainnya. Hal ini akan berlanjut pada pemanfaatan pakan A yang lebih efisien dan laju pertumbuhan hewan uji yang lebih cepat dibandingkan perlakuan lainnya, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
68 68
Tabel 16. Rata-rata nilai aktivitas enzim pencernaan (U/g tubuh/menit) dari D. pinnaticirris pada setiap perlakuan pakan Jenis enzim Protease Lipase -amilase
Perlakuan
Hari percobaan
K
A
B
C
D
0
0,613±0c
0,614±0,001b
0,616±0,001a
0,615±0,002b
0,613±0c
35
1,388±0,001b
1,451±0,002a
1,116±0,002c
0,984±0,004d
0,663±0,004e
0
3,737±0,001a
3,737±0,001a
3,734±0,006a
3,737±0,001a
3,737±0,001a
35
5,652±0c
7,64±0a
5,695±0b
5,107±0,006d
5,122±0e
0
1,923±0,001a
1,924±0,001a
1,924±0,002a
1,923±0,001a
1,924±0,001a
35
2,167±0,002b
2,378±0a
2,117±0,002c
2,064±0,001d
1,988±0,001e
Keterangan: Rata-rata dalam baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).
69
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini maka disimpulkan bahwa pakan dengan kombinasi 75% pakan komersial dan 25% tepung klekap (75:25) menghasilkan kinerja pertumbuhan hewan uji terbaik. Dengan demikian, tepung klekap efektif dapat mengganti pakan komersial sebesar 25%.
70
71
PEMBAHASAN UMUM Prakiraan kebutuhan minimum cacing poliket, yang salah satu familinya adalah cacing nereis atau Nereididae, merupakan pakan induk udang di panti benih di Indonesia tahun 2011 sebesar 6.947.249,4 kg (Sakti 2012). Pada tahun berikutnya kebutuhannya lebih besar lagi karena permintaan meningkat sebagai dampak pertambahan penduduk. Dengan demikian untuk memenuhi permintaan panti benih udang tersebut salah satunya dengan
kultur cacing nereis, selain
untuk menjaga kelestarian induk cacing, dan menjaga kelestarian alam secara tidak langsung. Tingkat salinitas, jenis substrat, densitas, dan jenis pakan mempengaruhi produktivitas
cacing
poliket
(Prevedelli
dan
Vandini
1997;
Dean
dan
Mazurkiewicz 1975 dalam e Costa 1999; Kent dan Day 1983 dalam Safarik et al. 2006; Zajac 1986 dalam Safarik et al. 2006). Data salinitas optimum, substrat optimum, densitas optimum, dan jenis pakan terbaik untuk kultur cacing nereis D. pinnaticirris
belum ada. Tepung klekap sebagai alternatif
dalam percobaan ini
dengan alasan bahwa
merupakan gambaran dari klekap (Schuster 1952;
pakan cacing
isi lambung cacing poliket Jumalon
1978;
Santos
1978). Klekap juga terbukti telah digunakan sebagai pakan dalam pemeliharaan bandeng ukuran benih sampai ukuran
sejari karena dapat menjamin sintasan
dan laju pertumbuhannya yang tinggi (Baliao 1983) dan Sabellastarte spectabilis
juvenil poliket
yang diberi pakan Isochrysis sp. (T. ISO) hidup
ataupun tepungnya menghasilkan sintasan tertinggi dan relatif sama yakni berturut-turut 86,7±6,2% dan 78,3±16,5% (Tamaru et al. 2011). Tepung klekap yang sumbernya tersedia di lapangan, bergizi, mudah dicerna, dan mirip dengan jenis pakan alami cacing nereis, dengan demikian dapatlah kiranya diharapkan sebagai pakan alternatif lain dari pakan komersial Tetramin, pakan yang baik pada kultur cacing Nereididael Neanthes succinea (Shain 2009) dan untuk uji cacing poliket di laboratorium (e Costa et al. 2000 dalam Batista et al. 2003) namun kurang tersedia di pasaran. Salinitas media 5–35 ppt merupakan kisaran salinitas yang masih dapat ditolerir oleh hewan uji dalam proses penyesuaian tekanan osmotik antara cairan plasma tubuh hewan uji dengan lingkungannya, sehingga masih dapat bertahan hidup hingga 48 jam setelah perubahan salinitas dengan sintasan lebih dari 50%.
72
Hal ini menunjukkan bahwa hewan uji ini memiliki batas toleransi terhadap perubahan salinitas dalam waktu tertentu. Mortalitas terjadi disebabkan oleh keterbatasan kemampuan osmoregulasi hewan uji terhadap perubahan salinitas lingkungan. Hal ini mirip dengan cacing poliket Glycera dibranchiata
yang
memiliki batas toleransi salinitas 12,4–46,5 ppt (e Costa et al. 1980). Terdapat tiga salinitas yang menghasilkan TKO mendekati nilai 1 yakni: 15 ppt dengan nilai TKO 1,176; salinitas 20 ppt menghasilkan TKO 1,032; dan salinitas 25 ppt menghasilkan TKO 0,881. Tidak ada hewan uji yang mati selama penelitian pada semua perlakuan. Bobot akhir dan laju pertumbuhan harian hewan uji tertinggi terjadi pada salinitas 20 ppt dibandingkan pada salinitas 15 ppt dan salinitas 25 ppt. Hal ini menunjukkan bahwa salinitas tersebut mempengaruhi laju pertumbuhan harian hewan uji.
Pada dasarnya salinitas
lingkungan berkaitan dengan TKO yang mempengaruhi pertumbuhan hewan uji. Hasil pengukuran TKO hewan uji pada salinitas 20 ppt sebesar 1,029. Respons laju pertumbuhan harian hewan uji dengan TKO berpola kuadratik membentuk persamaan:
y = 0,00005778x2 -
0,032x
+
1,643,
(R2=0,996); y = TKO = 1, maka x = 20 ppt. Nilai TKO mendekati angka 1 dan dianggap dalam kondisi isoosmotik berada pada salinitas 20 ppt. Menurut Anggoro (1992), laju pertumbuhan harian maksimum hewan akuatik tercapai pada saat TKO sekitar 1. Pada salinitas isoosmotik ini, energi osmoregulasi mencapai titik terendah sehingga energi yang tersedia dapat dimanfaatkan secara maksimum untuk pertumbuhan. Hysmith dan Colura (1976) melaporkan bahwa produksi udang Penaeus aztecus pada salinitas 21 ppt kurang lebih tiga kali dari
produksi pada salinitas 15 ppt. Sementara Yuwono et al. (2002)
menggunakan air yang bersalinitas 15 ppt untuk pemeliharaan cacing nereis D. pinnaticirris tersebut. Salinitas 20 ppt juga menghasilkan retensi protein, efisiensi pakan, dan produktivitas
tertinggi pakan dibandingakan pada salinitas 15 ppt dan 25 ppt.
Penyimpangan nilai TKO
dari 1,0
lebih besar dari 0,1 rupanya telah
memberikan dampak yang cukup besar pinnaticirris. dengan
laju
terhadap kinerja pertumbuhan D.
Secara keseluruhan dari hubungan regresi antara TKO hewan uji pertumbuhan
harian,
retensi
protein,
efisiensi
pakan
dan
produktivitas didapatkan TKO optimum berkisar antara 1,028–1,034, atau sekitar 1.
73
Berdasarkan hasil penelitian tahap kedua menunjukkan bahwa perbedaan adanya substrat dan tanpa substrat nyata mempengaruhi laju pertumbuhan harian. Laju pertumbuhan harian tertinggi terdapat pada perlakuan penggunaan substrat halus dibandingkan dengan yang substrat kasar
dan yang tanpa
substrat. Hewan uji ini memiliki sifat dan tingkah laku yang suka berlindung di dalam lubang sehingga sangat membutuhkan adanya substrat dalam media kulturnya.
Berdasarkan
penelitian
ini
juga
didapatkan
informasi
bahwa
keberadaan substrat berdiameter 63–250 µm dalam media lebih disukai dari pada yang berdiameter 250–500 µm.
Hal ini tergambar pada tingginya bobot
pakan yang dikonsumsi, laju pertumbuhan, efisiensi pakan, sintasan dan produktivitas hewan uji pada media tersebut dibanding pada media lainnya. Dalam zona nyaman (tidak stres), hewan uji dapat mengkonsumsi pakan yang lebih banyak dan merefleksikan pemanfaatannya pada laju pertumbuhan dan sintasan hewan uji yang tinggi. Pada perlakuan tanpa substrat terjadi penurunan rata-rata bobot hewan uji. Penurunan bobot ini disebabkan oleh aktivitas D. pinnaticirris yang selalu saja berenang dan merayap karena tidak menemukan lubang atau tidak dapat menggali lubang. Aktivitas ini membutuhkan energi cukup tinggi, sehingga energi yang diperoleh dari pakan yang dikonsumsi tidak mencukupi dan sehingga selanjutnya diambil dari jaringan tubuh yang menyebabkan penurunan bobot, retensi protein dan sintasan hewan uji. Retensi protein tertinggi terjadi pada perlakuan penggunaan substrat halus dibandingkan perlakuan lainya. Hal ini menunjukkan bahwa protein yang dikonsumsi hewan uji pada media tersebut banyak dideposit menjadi protein tubuh.
Hal ini juga menyebabkan efisiensi pakan pada perlakuan penggunaan
substrat halus tertinggi meskipun belum berbeda nyata dengan perlakuan penggunaan substrat kasar. Jumlah lubang terbanyak terdapat pada perlakuan penggunaan substrat halus yakni 310 lubang dibandingkan pada penggunaan substrat kasar yang hanya menghasilkan lubang maksimum 169
lubang.
Hal ini menunjukkan
bahwa hewan uji ini lebih mudah membuat lubang pada substrat halus. Selain itu cacing juga lebih mudah keluar masuk dari lubang substrat halus. Dengan demikian energi yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas ini pada substrat halus lebih kecil, sebagai akibatnya energi dalam bentuk jaringan tubuh lebih banyak.
74
Produktivitas tertinggi terdapat pada perlakuan penggunaan substrat halus dibandingkan perlakuan penggunaan substrat kasar dan tanpa substrat. Hal ini disebabkan pada perlakuan ini terjadi pertumbuhan dan sintasan hewan uji tertinggi seperti telah dijelaskan sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian tahap ketiga menunjukkan bahwa densitas tertentu dalam media pemeliharaan telah menyebabkan mortalitas hewan uji. Mortalitas hewan uji banyak terjadi pada hari ke-1. kandungan glukosa cairan plasma,
Jika dihubungkan dengan
tampak bahwa pada hari ke-1 kandungan
glukosa cairan plasma tertinggi terjadi pada perlakuan densitas 4.000 individu/m2 sebesar 48,0 mg/dL, kemudian diikuti berturut-turut pada densitas 2.000 individu/m2 sebesar 29,0 mg/dL, densitas 500 individu/m2 sebesar 20,0 mg/dL, densitas 1.000 individu/m2 sebesar 19,0 mg/dL, dan densitas 250 individu/m2 sebesar 18,0 mg/dL. Sementara kandungan glikogen cairan plasma hewan uji pada hari ke-1 tersebut cenderung rendah khususnya pada perlakuan densitas 2.000 individu/m2 dan 4.000 individu/m2 yaitu berturut-turut sebesar 65,78 mg/g dan 77,80 mg/g. Menurut Carr dan Neff (1981), kandungan
glukosa plasma
darah yang meningkat tajam (bukan karena pengaruh konsumsi pakan), merupakan salah satu indikator terjadi stres pada cacing. Selanjutnya dikatakan bahwa terjadinya penurunan kandungan glikogen pada saat itu disebabkan karena glikogen mengalami proses glikolisis yang intensif menjadi glukosa untuk penyediaan energi yang dibutuhkan cukup tinggi dalam menghadapi kondisi stres. Perbedaan
densitas
dalam
pemeliharaan
hewan
uji
tampaknya
memberikan pengaruh terhadap laju pertumbuhan harian, konsumsi pakan, efisiensi pakan, retensi protein, dan produktivitas hewan uji. Laju pertumbuhan harian tertinggi terjadi pada densitas 250 individu/m2 dan 500 individu/m2 dibandingkan densitas hewan uji > 1000 individu/m2. Hal ini menunjukkan bahwa pada densitas 1.000 individu/m2 telah menurunkan laju pertumbuhan cacing ini meskipun belum menurunkan sintasannya. Hal ini sejalan dengan yang dilaporkan Safarik et al. (2006) bahwa cacing nereis Diopatra aciculata mengalami penurunan pertumbuhan pada densitas 500–2.000 individu/m2. Densitas hewan uji juga berpengaruh terhadap nilai retensi protein hewan uji dan cenderung menurun pada densitas yang lebih besar.
Retensi protein
2
tertinggi terjadi pada densitas 250 individu/m , dan 500 individu/m2. Hal ini menunjukkan bahwa pada densitas >1000 individu/m2, protein pakan yang
75
dikonsumsi sudah menurun pemanfaatannya untuk pertumbuhan. Protein tersebut diduga sudah banyak juga digunakan untuk sumber energi dalam menghadapi kondisi stres hewan uji. Nilai efisiensi pakan juga dipengaruhi oleh adanya peningkatan densitas hewan uji, dan cenderung menurun pada densitas yang lebih besar. Efisiensi pakan tertinggi terjadi pada densitas 250 individu/m2 dan 500 individu/m2. Menurunnya efisiensi pakan ini disebabkan karena energi pakan yang dikonsumsi
lebih
banyak
digunakan
untuk
menghasilkan
energi
dalam
menghadapi kondisi stres hewan uji dengan meningkatnya kepadatan di atas kepadatan optimum, sehingga porsi energi pertumbuhan menjadi rendah. Total konsumsi pakan meningkat dengan meningkatnya densitas hewan uji. Berdasarkan hasil penelitian tahap keempat menunjukkan bahwa laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, retensi protein, retensi lemak dan produktivitas hewn uji tertinggi terdapat pada perlakuan A (pakan 75% pakan komersial + tepung klekap 25%). Selanjutnya semakin tinggi penggunaan tepung klekap di dalam campuran pakan, maka laju pertumbuhan cacing semakin rendah. Walaupun pakan pada perlakuan K memiliki kandungan protein, lemak dan energi yang tertinggi, namun laju pertumbuhan hewan uji yang diberi pakan ini lebih rendah daripada laju pertumbuhan hewan uji yang diberi pakan perlakuan A (75:25). Ini menunjukkan bahwa kandungan protein dan imbangan energi di perlakuan A (75:25) lebih memenuhi kebutuhan nutrien cacing. Pakan K (100:0) mengandung protein 37,35% dan energi total 3.452 kal/g serta rasio protein/energi pakan yang lebih tinggi dibandingkan pakan A (75:25), namun efisiensi pakan dan retensi proteinnya lebih rendah, yang menunjukkan bahwa diduga kadar protein pakan tersebut (37,35%) sudah tidak optimum (melebihi kebutuhan hewan uji), sehingga banyak protein yang mengalami deaminasi (Halver dan Hardy 2002). Sementara, semakin meningkatnya kandungan tepung klekap, terjadi penurunan kadar protein dan total energinya, serta kandungan serat kasar yang semakin meningkat. Kandungan protein dan energi yang rendah di tiga perlakuan B (50:50), C (25:75), serta D (0:100) sudah tidak memenuhi kebutuhan optimum untuk pertumbuhan cacing. Di samping itu, serat kasar yang tinggi berakibat pada rendahnya kecernaan pakan yang dikonsumsi. Pakan perlakuan K (100:0) tidak mengandung asam lemak 20:4n-6, asam lemak arakidonat (ARA), sementara pakan perlakuan lainnya memiliki ARA. Asam lemak ini merupakan sumber antara untuk memproduksi prostanoid seri-2
76
dan leukotrien seri-4 (Sargent et al. 1995). Melalui konversi menjadi komponen aktif prostaglandin PGF2alpha, ARA penting untuk perbaikan dan pertumbuhan jaringan otot (Trappe et al. 2001). Peranan ini membuat ARA sebagai komponen pakan penting untuk mendukung proses anabolisme otot. ARA berpotensi meningkatkan ukuran dan kekuatan otot (Rao et al. 1999). ARA merupakan bahan pembangun utama tubuh untuk produksi
prostaglandin, yang dikenal
memiliki banyak peranan fisiologis, termasuk peranan dalam pemulihan luka. Prostaglandin PGF2alpha memiliki kemampuan untuk merangsang pertumbuhan otot (Baynes dan Dominiczak 2005). Walau di dalam pakan K (100:0) tidak mengandung ARA, tetapi ARA ini terbentuk di dalam tubuh cacing yang mengkonsumsinya. Ini menunjukkan bahwa nereis memiliki kemampuan untuk mengkonversi 18:2n-6 menjadi 20:4n-6 (ARA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa cacing nereis memiliki enzim -6 desaturase yang mengkonersi 18:2n-6 menjadi 20:4n-6. Seperti dikemukakan oleh e Costa et al. (2000) bahwa cacing nereis mampu melakukan biosintesa asam lemak EPA dan DHA walaupun kekurangan pasok di makanannya. Menurut Sargent et al. (1995), enzim -6 desaturase berperan dalam mengkonversi asam lemak 20:3n-6 menjadi 20:4n-6 dan asam lemak
20:4n-3 menjadi 20:5n-3, dan enzim ini memiliki afinitas
yang lebih tinggi terhadap seri n-3 dibandingkan terhadap seri n-6, sehingga ketika kandungan asam lemak seri
n-6 sangat rendah, maka biosintesa
selanjutnya akan terhambat. Namun, karena kandungan 18:2n-6 di pakan jauh lebih tinggi dari kandungan n-3, khususnya di pakan K (100:0), proses biosintesa di nereis pada penelitian ini dapat berlangsung. Hasil analisis aktivitas enzim pencernaan dalam tubuh hewan uji menunjukkan bahwa aktivitas enzim protease, enzim lipase, dan α-amilase dalam tubuh hewan uji mengalami peningkatan setelah pemberian pakan uji. Aktivitas protease, lipase, dan α-amilase
semuanya tertinggi terjadi hewan uji
yang diberi pakan A, disusul yang diberi pakan K, dan seterusnya menurun dengan meningkatnya penggunaan tepung klekap. Terjadinya penurunan aktivitas enzim protease, lipase, dan -amilase dalam tubuh hewan uji khususnya yang diberi pakan dengan kandungan tepung klekap >50% disebabkan karena menurunnya substrat protein, lemak dan karbohidrat (khususnya BETN) dalam pakan uji tersebut.
Menurut
Muchtadi
(1989),
aktivitas enzim pencernaan tersebut sangat dipengaruhi oleh keberadaan substrat, semakin tinggi kandungan substrat sampai pada batas tertentu maka
77
aktivitas enzim penghidrolisisnya semakin tinggi. Meskipun kandungan protein, lemak dan BETN pada pakan kontrol (100% pakan komersial), hewan uji yang diberi pakan uji ini memiliki aktivitas enzim pencernaan baik protease, lipase, maupun amilase yang lebih rendah daripada yang diberi pakan uji A. Namun fenomena ini belum bisa dijelaskan penyebabnya. Aktivitas enzim protease, lipase, dan α-amilase yang tinggi pada hewan uji yang diberi pakan A, memberikan peluang tingkat kecernaan protein, lemak dan karbohidrat pakan A lebih besar dibandingkan perlakuan pakan lainnya. Hal ini akan berlanjut pada pemanfaatan pakan A yang lebih efisien dan laju pertumbuhan hewan uji yang lebih cepat dibandingkan perlakuan lainnya, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Kajian dari segi teknis menunjukkan bahwa produktivitas hewan uji tertinggi terjadi pada perlakuan pakan A. Hal ini terjadi karena laju pertumbuhan hewan uji tertinggi pada perlakuan A. Aktivitas enzim protease, lipase dan α-amilase yang tinggi pada hewan uji yang diberi pakan A, memberikan peluang tingkat kecernaan protein, lemak dan karbohidrat pakan A lebih besar dibandingkan perlakuan pakan lainnya. Hal ini akan berlanjut pada pemanfaatan pakan A yang lebih efisien dan laju pertumbuhan hewan uji yang lebih cepat dibandingkan perlakuan lainnya, seperti yang telah disebutkan di atas. Penggunaan salinitas 20 ppt, substrat tanah berdiameter 63– 250
µm,
densitas 1000 individu/m2, dan pakan dengan kombinasi 75% pakan komersial dan 25% tepung klekap signifikan (P<0,05) menghasilkan laju pertumbuhan harian 0,58%/hari, efisiensi pakan 48,63%, retensi protein 26,09%, retensi lemak 5,28%, dan produktivitas 27 g/m2/30 hari. Jadi bila hanya dilihat dari segi teknis maka pakan A merupakan pakan yang terbaik. Namun bila dikaji secara ekonomis pakan A kemungkinan tidak layak diterapkan untuk skala komersial karena harga pakan A (Tetramin 75% + tepung klekap 25%) lebih dari 10 kali lipat harga cacing, sementara konversi pakan A lebih dari satu.
Perhitungan
mengenai perbandingan harga pakan dan nilai jual cacing antar perlakuan dapat dilihat di Lampiran 86 dan Lampiran 87.
78
79
SIMPULAN DAN SARAN UMUM Simpulan Umum 1.
Salinitas 20 ppt dengan substrat berdiameter butir 63–250 µm merupakan zona nyaman untuk kehidupan cacing nereis D. pinnaticirris.
2.
Densitas
≤1.000
individu/m 2 cacing nereis D. pinnaticirris merupakan
tingkat kepadatan yang tidak berdampak stres. 3.
Kultur pembesaran cacing nereis D. pinnaticirris dengan salinitas 20 ppt, substrat berdiameter butir 63–250 µm, densitas 1.000 individu/m2 dengan pakan 100% tepung klekap merupakan teknologi yang layak secara teknis dan ekonomis.
Saran Umum 1.
Teknologi pembesaran cacing nereis ini dapat diterapkan pada kondisi kultur dalam ruangan (in door), untuk penerapan kultur luar ruangan (out door) perlu penelitian lebih lanjut.
2.
Untuk menyempurnakan teknologi pembesaran cacing nereis ini sebaiknya kualitas klekap ditingkatkan antara lain melalui pengkayaan nilai nutrisinya.
80
81
DAFTAR PUSTAKA Adiwijaya D, Sapto PR, Sutikno E, Sugeng, Subiyanto. 2003. Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Sistem Tertutup yang Rama Lingkungan. Jepara: Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara. Almeida T, Ruta C. 1998. Polychaeta assemblages in soft sediment near a subtidal macroalgae bed at arraial Do Cobo, Rio De Jenerio, Brazil. [Abstract] Brazil: in 6th Int. Polychaeta Conference. 2–7 August 1998. Anger K, Anger V, Hagmeier E. 1986. Laboratory studies on larval growth of Polydora ligni, Polydora ciliata, and Pygospio elegans (Polychaeta, Spionidae). Helgol~nder Meeresunters 40: 377–395. Anggoro S. 1992. Efek osmotik berbagai tingkat salinitas media terhadap daya tetas telur dan vitalitas larva udang windu, Penaeus monodon Fabricius [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Aurora S. 2011. Cryoscopic Osmometer for Measurement of Osmolality. New Delhi: Arbro Phartmaceuticals. Bairagi A, Ghosh KS, Sen SK, Ray AK. 2002. Enzyme producing bacterial flora isolated from fish digestive tracts. Aquacult Intern 10: 109–121. Baliao DD. 1983. Milkfish Nursery Pond and Pen Culture in the Indo-pacific Region. In: Juario JV, Ferraris RP, Benitez LV, editors. Advances in Milkfish Biology and Culture. Metro Manila: Island Publishing House. pp 97–106. Barnes RD. 1987. Invertebrate Zoology. Philadelphia: Saunders College Publish. Batista FM, e Costa PF, Ramos A, Passos AM, Ferreira PP, da Fonseca LC. 2003. Production of the ragworm Nereis diversicolor (O. F. Müller, 1776), Fed with a diet for gilthead seabream Sparus auratus L., 1758: survival, growth, feed utilization and oogenesis. Bol Inst Esp Oceanogr 19: 447– 451. Baynes JW, Dominiczak MH. 2005. Medical Biochemistry. New York: Elsevier Mosby. Beesley PL, Ross GJB, Glasby CJ. 2000. Polychaetes & allies: the southern synthesis. Melbourne: CSIRO Publishing. Bergmeyer HU, Grassi M. 1983. Methods of Enzymatic Analysis. Vol. V, Enzymes 3: Peptidases, Proteinases, and Their Inhibitors. Weinheim: VCH Verlagsgesellschaft MBH. Borlongan TG. 1990. Studies on the lipases of milkfish, Chanos chanos. Aquacult 89: 315–325.
82
Carr RS, Neff JM. 1981. Biochemical indices of stress in the sandworm Neanthes virens (Sars). I. Responses to pe tachlorophenol. Aquat Toxicol I: 313–327. . 1982. Biochemical indices of stress in the sandworm Neanthes virens (Sars). II. Sublethal responses to cadmium. Aquat Toxicol 2: 319–333. Cognetti G, Maltagliati F. 2000. Biodiversity and adaptive mechanisms in brackishwater fauna. Mar Poll Bull 40: 7–14. Costa CJ, Pierce SK, Warren MK. 1980. The intracellular mechanism of salinity tolerance in polychaetes: volume regulation by isolated Glycera dibranchiata red coelomocytes. Biol Bull 159: 626–638. Detwiler PM, Coe MF, Dexter DM. 2002. The benthic invertebrates of the Salton Sea: distribution and seasonal dynamics. Hydrobiol 473:139– 160. Dice, Jr. JF. 1969. Osmoregulation and salinity tolerance in the polychaete annelid Cirriformia spirabrancha (Moore, 1904). Comp Biochem Physiol 28: 1331–1343. Du S, Hu C, Shen Q. 2004. Replacement of a natural diet by a prepared dry feed for successful maturation and spawning of female Litopenaeus vannamei (Boone) broodstock. J World Aquacult Soc 35(4):518–522. e Costa PF. 1999. Reproduction and growth in captivity of the polychaete Nereis diversicolor O. F. Muller, 1976, using two different kinds of sediment: Preleminary assays. Bol Inst Esp Oceanogr 15: 351–355. , Narciso I, da Fonseca IC. 2000. Growth, survival and fatty acid profile of Nereis diversicolor (O. F. Müller, 1776) fed on six different diets. Bull Mar Sci 67(1): 337–343. , Oliveira RF, da Fonseca LC. 2006. Feeding Ecology of Nereis diversicolor (O.F. Müller) (Annelida, Polychaeta) on Estuarine and Lagoon Environments in the Southwest Coast of Portugal. Pan-Americ J Aquat Scienc 1 (2): 114–126. Effendie MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. [EPA]
Environment Protection Water. Washington: EPA.
Agency.
1986.
Quality Criteria for
Fauchald K, Jumars PA. 1979. The diet of worms: a study of polychaete feeding guilds. Oceanogr Mar Biol Ann Rev 17: 193–284. Fujaya Y. 2004. Fisiologi Ikan (Dasar Pengembangan Teknik Perikanan). Jakarta: Rineka Cipta. Glencross BD, Smith DM. 1999. The dietary linoleic and linolenic fatty acids requirements of the prawn Penaeus monodon. Aquacult Nut 5: 53–63.
83
Halver JE, Hardy RW. 2002. Nutrient flow and retention. In: Halver JE, Hardy RW, editors. Fish Nutrition. New York: Academic Press. pp. 755–770. Holland AF. 1985. Long-term variation of macrobenthos in a mesohaline region of Chesapeake Bay. Estuaries 8:93–13. Hourdez S, Weber RE, Green BN, Kenney JM, Fisher CR. 2002. Respiratory adaptations in a deep-sea orbiniid polychaete from Gulf of Mexico brine pool NR-1: metabolic rates and hemoglobin structure/function relationships. J Exp Biol 205: 1669–1681. Huet M. 1971. Text Book of Fish Culture. London: Fishing News (Book). Hysmith TB, Colura RL. 1976. Effect of salinity on growth and survival of penaeid shrimp in ponds. Worl Maricult Soc : 281–304. IPTEK-net. 2009. Invertebrata. [terhubung berkala]. http://www.iptek.net. id /ind/pd_invertebrata/index.php?mnu=2&id=16. html [ 20 Feb 2009]. Irvine SQ, Martindale MQ. 1999. Laboratory Culture of the Larvae of Spionidan Polychaetes. Chicago: University of Chicago. Jumalon NA. 1978. Selection and application of a suitable sampling method for quantitative of lablab [thesis]. Manila: College of Fisheries, University of Philippines. Kay DG. 1974. The distribution of the digestive enzymes in the gut of the polychaete Neanthes virens (Sars). Comp Biochem Physiol 47: 573 –582. Kermack DM. 1954. The Anatomy Polychaete Arenicola marina (L.). Imperial College.
and Physiology of the Gut of the London: Departement of Zoology,
[KEMPEN KLH] Keputusan Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup. No. 51 tahun 2004. Tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut dalam Budidaya Perikanan. Knauer J, Britz PJ, Hetcht T. 1996. Comparative growth performance and digestive enzyme activity of juvenile South African abalone, Holiotis midae, fed on diatom and practical diet. Aquacul 140: 75–85. Kuhl DL, Oglesby LC. 1979. Reproduction and survival of the pileworm Nereis succinea in higher Salton Sea salinities. Biol Bull 1557:153–165. Lehninger AL. 1982. Pinciples of Biochemistry. Spark: Worth Publisher. Lytle JS, Lytle TF, Ogle JT. 1990. Polyunsaturated fatty acid profiles as a comparative tool in assessing maturation diets of Penaeus vannamei. Aquacult 89:287–299.
84
Mambrini M, Guillaume J. 1999. Protein nutrition. In: Guillaume J, Kaushik S, Bergot P, Metailler R. editors. Nutrition and Feeding of Fish and Crustaceans. Bodmin: Springer. Mazurkiewicz M. 1975. Larval development and habits of Laeonereis culveri (Webster) (polychaeta: nereidae). Biol Bull 149 : 186–204. Meunpol O, Duangjai E, Yoopun R, Piyatiratitivorakul S. 2005. Determination of prostaglandin E2 (PGE2) in polychaetes (Perinereis sp) and its effect on Penaues monodon oocytes development in vitro. In: Book of short communication, Larvi 2005, Ghent University, Belgium, 32–0323. Mini P, James PSBR. 1993. Studies on osmotic adaptations with respect to haemolymph osmolality and changes in gill structure in Metapenaeus dobsoni (Miers). CMFRI Spl. Publ 54 : 127–131. Muchtadi D. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Petunjuk Laboratorium. Bogor: PAU Pangan dan Gizi IPB. Murugesan P, Khan SA. 2005. Polychaetes. Annamalai: A Centre of Advanced Study in Marine Biology, Annamalai University. NRC National Research Council. 1993. Nutrient Requirement of Fish. National Washington: Academy Press. Odum EP. 1971. Fundamental of Ecology. Ed ke-3. Company and Toppan Company.
London: W.B. Sounders
Ong B. 1996. Reproductive cycle of Perinereis nuntia var. brevicirris Grube (Polychaeta: Nereidae). The Raffles Bull Zool 44 (1): 263–273. Pinon E. 2000. Producing Ragworms for Shrimp Broodstock Maturation. Global Aquaculture Advocate. April 2000. Volume 3. Issue 2. Prevedelli D, Vandini RZ. 1997. Survival ang growth rate of Perinereis rullieri (Polychaeta, Nereididael) under different salinities and diets. Ital J Zool 64: 135–139. Primavera JH, Posadas RA, 1981. Studies on the egg quality of Penaeus monodon fabricus, based on morphology and hacthing rate. Aquacult 22: 269–277. Rao GN et al. 1999. A potential role for extracellular signal-regulated kinases in prostaglandin F2alpha-induced protein synthesis in smooth muscle cells. J Biol Chem 274:12925–12932. Rankin JC, Davenport J. 1981. Animal Osmoregulation. London: Blackie. Rheinheimer G. 1992. Aquatic Microbiology. John Wiley and Sons.
Fourth edition. West Sussex:
85
Ricker WE, editor. 1970. Methods for Assessment of Fish Production in Fresh Waters . Oxford: Blackwell Scientific Publications. Rust MB. 2002. Nutritional Physiology. In: Halver JE, Hardy RW, editors. Nutrition. New York: Academic Press.
Fish
Safarik M. 2005. Nutritional Profil of the Cultivated “Tube Worm” with Particular Focus on Penaeid Shrimp Broodstock Maturation Diet Requirements. Aquabait Pty. Ltd. , Redden AM, Schreider MJ. 2006. Density-dependent growth of the polychaete Diopatra aciculata. Scient Mar 70S3: 37–341. Sakti I. 2012. Forum Udang Sepakati Kembalikan Kejayaan Udang Nasional. [PGROO-33]. http://www.kkp.go.id/index.php/mobile/arsip/c/7807/FORUMUDANG-SEPAKATI-KEMBALIKAN-KEJAYAAN-UDANGNASIONAL/?category_id=34. html. [27 Juni 2011]. Santos CDL. 1978. Modern Aquaculture for the Philippines. Manila. Sargent JR, Bell JG, Bell MV, Henderson RJ, Tocher DR. 1995. Requirement criteria for essential fatty acids. Appl Ichthyol 155:183 –198. Scaps PS, Retiere C, Desrosiers G, Miron G. 1993. Effects de la ration alimentaire, de la densite intraspesifique et des relation entre individus sur la croissance des juveniles d l’espece Nereis diversicolor (Annelida: Polychaeta ). Can J Zool 71: 424–430. Schimittou HR. 1991. Cage Culture. A Method of Fish Production in Indonesia. Jakarta: Central Research Institute for Fisheries. Schuster WH. 1952. Pemeliharaan Ikan dalam Perempangan di Djawa. Bandung: Vorkink. Shain DH. 2009. Annelids in Modern Biology. Hoboken: Wiley-Blackwell. Shokita S, Kakazu K, Tomori A, Toma T. 1991. Areas. Tokyo: Midori Shobo.
Aquaculture in Tropical
Siregar AH. 2008. Ekologi Cacing Lur (Dendronereis: Polychaeta) di Area Pertambakan. Purwokerto: Universitas Jenderal Sudirman. Smith LS. 1982. Publication.
Introduction
to
Fish Physiology.
Washington: TFH
Soetomo MHA. 1990. Tehnik Budidaya Udang Windu. Bandung: Penerbit Sinar Baru. Stickney RR. 1979. Principle of Willey and Sons. Sugiharto.
2008.
Warmwater Aquaculture.
New York: John
Morfologi dan Taksonomi Cacing Lur (Dendronereis
86
pinnaticirris). Purwokerto: Fakultas Biologi Universitas Soedirman. Syafei LS. 2006. Pengaruh beban kerja osmotik terhadap kelangsungan hidup, lama waktu perkembangan larva, dan potensi tumbuh pascalarva udang galah [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tacon AGJ. 1992. Nutritional Fish Pathology. Morphological signs of nutrient deficiency and toxicity in farmer fish. FAO Fish Technical Paper No. 330. Rome: FAO. Tamaru CS, Ako H, Baker A. 2011. Growth and survival of juvenile feather duster worms, Sabellastarte spectabilis, fed live and preserved algae. J W Aquacult Soc 42: 12–23. Trappe TA, Fluckey JD, White F, Lambert CP, Evans WJ. 2001. Skeletal muscle PGF(2)(alpha) and PGE(2) in response to eccentric resistance exercise: influence of ibuprofen acetaminophen. The Journal of Clinic Endocrin and Met 86: 5067–70. [UNSOED] Universitas Jenderal Soedirman. 2008. Pelatihan Pembenihan Welur, Dendronereis pinnaticirris (Nereidae, Polychaeta, Annelida). Purwokerto: UNSOED. Vismann B. 1990. Sulfide detoxifiction and tolerance in Nereis (Hediste) diversicolor and Nereis (Neanthes) virens (Annelida: Polychaeta). Mar Ecol Prog Ser 59: 229–238. Wallace RL, Taylor WK. 1997. Invertebrate Zoology. A Laboratory Manual. Ed ke-5. New Jersey: Prentice Hall. Wardoyo F V. 1995. Studi awal kondisi lingkungan cacing laut Diopatra naepolitana (polychaeta : eunicidae) di Rawa Payau Tritih pesisir Cilacap. [skripsi]. Bandung: Fakultas Biologi, Institut Teknologi Bandung. Watanabe T, editor. 1988. Fish Nutrition and Mariculture. Tokyo: Department of Aquatic Biosciences, Tokyo University of Fisheries. Wells RMG, Jarvis PJ. 1980. Oxygen uptake, the circulatory system, and haemoglobin function in the intertidal polychaete Terebella haplochaeta (Ehlers). J Exop Mar Biol Ecol 44:255–277. Wheaton FW. Sons.
1977.
Aquacultural Engineering.
New York: John Wiley and
Wilson RP. 2002. Amino acids and proteins. In: Halver JE, Hardy RW, editors. Fish Nutrition. New York: Academic Press. Wikipedia. 2009. Nereididae [PGROO-33]. http://.wikipedia.org/wiki/Nereidae. [21 March 2011]. . 2011a. Annelid. [PGROO-33]. http://en.wikipedia.org/wiki/. html. [21 March 2011].
87
. 2011b. Osmoregulation. [PGROO-33]. http://en.wikipedia.org/wiki/Osmoregulation.html. [28 August 2011]. Wilmer P, Stone G, Johnston I. 2005. Environmental Physiology of Animals. Second Edition. Malden: Blackwell Publishing. Winanto T. 2009. Kajian Perkembangan Larva dan Pertumbuhan Spat Tiram Mutiara Pinctada maxima (Jameson) pada Kondisi Lingkungan Pemeliharaan Berbeda [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Winberg GG. 1956. Rate of metabolism and food requirements of fishes. Fish Res Board Can Transl Ser No. 194 p. Wouters R, Lavens P, Nieto J, Sorgeloos P. 2001. Penaeid shrimp broodstock nutrition: an updated review on research and development. Aquacult 202: 1–21. Wu B, Sun R, D J Yang. 1985. The Nereidae (Polychaetous Annelids) of the Chinese Coast. Beijing: China Ocean Press. Yadav PR, Tyagi R. 2006. Biotechnology Discovery Publishing House.
of
Animal Culture.
New Delhi:
Yuwono E. 2008. Reproduksi dan Fertilisasi Welur (Dendronereis pinnaticirris). Purwokerto: Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman. , Nganro NR, Sahri A. 1999. Kultur Cacing Lur dan Pemanfaatannya untuk Pakan Udang. Laporan RUT3. Purwokerto: Lemlit UNSOED. , Siregar AS. 1997. Perkembangan embrionik dan larva Nereis sp. (Polychaeta, Nereidae). Seminar Nasional Biologi XV: 377–379. , Haryadi B, Susilo U, Sahri A, Sugiharto. 2002. Fertilisasi serta pemeliharaan larva dan juvenil sebagai upaya pengembangan teknik budidaya cacing lur. Biosfera 19 (3): 84–90. Zar JH. 1984. Biostatistical Analysis. Ed ke-2. New Jersey: Prentice Hall. ZipcodeZoo.com. 2012. Dendronereis pinnaticirris. http://zipcodezoo.com/Animals/ D/Dendronereis_pinnaticirris/.
88
89
LAMPIRAN
90
91
Lampiran 1. Rata-rata sintasan D. pinnaticirris pada salinitas 0–70 ppt setelah pemeliharaan enam jam Perlakuan (Salinitas) A (0 ppt) B (5 ppt) C (10 ppt) D (15 ppt) E (20 ppt) F (25 ppt) G (30 ppt) H (35 ppt) I (40 ppt) J (45 ppt) K (50 ppt) L (55 ppt) M (60 ppt) N (65 ppt) O (70 ppt)
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Ʃ hidup awal (Individu) 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Ʃ hidup akhir (Individu) 0 0 0 10 10 10 10 10 10 10 10 10
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
2 3 1 2 3 1 2 3
10 10 10 10 10 10 10 10
10 10 10 10 10 10 10 10
1 2 3 1 2 3
10 10 10 10 10 10
0 0 0 0 0 0
Ulangan
Sintasan (%) 0 100±0
a
100±0
a
100±0
a
100±0
a
100±0
a
100±0
a
100±0 a 100±0a 100±0
a
100±0a 100±0
a
100±0
a
0 0
Keterangan: Rata-rata dalam kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).
92
Lampiran 2. Rata-rata sintasan D. pinnaticirris dari salinitas 5– 60 ppt yang dipindah ke salinitas 15 ppt selama 48 jam P Salinitas 1
U
Salinitas 1, Ʃ hidup awal (Individu)
6 jam Ʃ hidup akhir (Individu)
Sintasan (%)
Salinitas 2 (15 ppt), 48 jam Ʃ hidup Ʃ hidup Sintasan awal akhir (%) (Individu) (Individu)
1 10 10 10 10 a 2 10 10 100 10 10 100±0 3 10 10 10 10 1 10 10 10 9 a B 2 10 10 100 10 9 93,3±5,7 (10 ppt) 3 10 10 10 10 1 10 10 10 10 a C 2 10 10 100 10 10 100±0 (15 ppt) 3 10 10 10 10 1 10 10 10 10 a D 2 10 10 100 10 10 100±0 (20 ppt) 3 10 10 10 10 1 10 10 10 10 a E 2 10 10 100 10 10 100±0 (25 ppt) 3 10 10 10 10 1 10 10 10 10 a F 2 10 10 100 10 10 100±0 (30 ppt) 3 10 10 10 10 1 10 10 10 10 a G 2 10 10 100 10 10 100±0 (35 ppt) 3 10 10 10 10 1 10 10 10 5 b 2 10 10 100 10 5 46,6±5,7 H (40 ppt) 3 10 10 10 4 1 10 10 10 4 b I 2 10 10 100 10 5 40,0±10,0 (45 ppt) 3 10 10 10 3 1 10 10 10 0 J 2 10 10 100 10 0 0 (50 ppt) 3 10 10 10 0 1 10 10 10 0 K 2 10 10 100 10 0 0 3 10 10 10 0 (55 ppt) 1 10 10 10 0 L 2 10 10 100 10 0 0 (60 ppt) 3 10 10 10 0 Keterangan: 1. P = perlakuan; U = ulangan. 2. Rata-rata dalam kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05). A (5 ppt)
93
Lampiran 3. Hasil analisis sidik ragam sintasan D. pinnaticirris (%) pada Percobaan Tahap I: Uji Toleransi D. pinnaticirris terhadap Salinitas pada Akhir Percobaan Oneway SINTASAN N
Mean
Std.
Std.
95% Confidence Interval for Mean
Deviation
Error
Lower
Minimum Maximum
Upper Bound
Bound SATU
3 100.0000
DUA
3
93.3333
TIGA
3
EMPAT
3 12
Total
.00000
.00000
100.0000
100.0000
100.00
100.00
5.77350
3.33333
78.9912
107.6755
90.00
100.00
46.6667
5.77350
3.33333
32.3245
61.0088
40.00
50.00
40.0000
10.00000
5.77350
15.1586
64.8414
30.00
50.00
70.0000
28.60388
8.25723
51.8260
88.1740
30.00
100.00
F
Sig.
ANOVA SINTASAN Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
8666.667
3
2888.889
69.333
Post Hoc TestsMultiple Comparisons Dependent Variable: SINTASAN Tukey HSD (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound
Satu
Dua
Dua
6.66667
5.27046 .607
-10.2112
23.5445
Tiga
*
53.33333
5.27046 .000
36.4555
70.2112
Empat
60.00000*
5.27046 .000
43.1221
76.8779
Satu
-6.66667
5.27046 .607
-23.5445
10.2112
Tiga
*
46.66667
5.27046 .000
29.7888
63.5445
Empat
53.33333*
5.27046 .000
36.4555
70.2112
*
5.27046 .000
-70.2112
-36.4555
*
-46.66667
5.27046 .000
-63.5445
-29.7888
Satu Tiga
Dua Empat
Empat
-53.33333
6.66667
5.27046 .607
-10.2112
23.5445
Satu
-60.00000*
5.27046 .000
-76.8779
-43.1221
Dua
-53.33333*
5.27046 .000
-70.2112
-36.4555
Tiga
-6.66667
5.27046 .607
-23.5445
10.2112
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
.000
94
Lampiran 4. Prosedur penggunaan osmometer 1.
Nyalakan main power (terletak di belakang, dekat kabel main power).
2.
Posisi handle contoh di atas.
3.
Alat akan melakukan prosedur pemanasan dengan indikasi lampu ‘ SPONT.CRYST’, ‘RESULT’, dan ‘ NO CRYST’ menyala bergantian. Tunggu sampai mati, hanya lampu ‘ SAMPLE’
yang
menyala. 4.
Zero set: a.
Siapkan akuades dan masukkan ±50 µM dalam tabung contoh, masukkan ke sensor.
b.
Tekan tombol ‘ ZERO’ sampai keluar angka ‘ 0.000’ .
c.
Turunkan handle contoh, tunggu sampai ‘ DISPLAY’ ‘ 0.000’ dan lampu ‘ RESULT’ menyala.
d.
Angkat ‘ HANDLE’ .
e.
Bilas sensor dengan menggunakan akuades, bersihkan dengan tissue.
5.
Kalibrasi a.
Siapkan cairan standar kalibrasi dan masukkan ± 50 µM dalam tabung contoh, masukkan ke sensor.
b.
Tekan tombol ‘ CAL’ sampai keluar angka ‘ 0.300’ .
c.
Turunkan ‘ HANDLE’ ‘ 0.300’
6.
contoh, tunggu sampai ‘ DISPLAY’
dan lampu ‘ RESULT’
menyala.
d.
Angkat ‘ HANDLE’.
e.
Bilas sensor menggunakan akuades, baersikan dengan tissue.
Contoh a.
Siapkan cairan contoh dan masukkan ±50 µM dalam tabung contoh, masukkan ke sensor.
b.
Tekan tombol ‘ SAMPLE’ .
c.
Turunkan ‘ HANDLE’ dan lampu ‘ RESULT’
7.
contoh, tunggu sampai pengukuran selesai menyala.
d.
Angkat ‘ HANDLE.’
e.
Bilas sensor menggunakan akuades, bersihkan dengan tissue.
Setelah selesai melakukan pengukuran a. Bersihkan sensor dengan menggunakan tissue yang dibasahi dengan akuades.
95
b. Pada saat tidak digunakan, sensor harus ditutup dengan tabung kosong (‘ HANDLE’
dalam posisi
turun). c. Matikan main power. d. Cabut aliran listrik dari pusat listrik. Catatan: Bila terjadi kesalahan (error), matikan ‘ POWER’, tekan tombol ‘ ZERO’
sambil
‘ ZERO’
sampai
nyalakan ±10 detik.
‘ POWER’ ,
tetap
tekan
tombol
96
96
Lampiran 5. Rata-rata tingkat kerja osmotik (TKO), osmolaritas cairan plasma (OP), dan osmolaritas cairan media (OM) dari D. pinnaticirris pada berbagai salinitas (S) pada Uji Tingkat Salinitas yang Menghasilkan Tingkat Kerja Osmotik Isoosmotik S 5 Rata-rata: 10
-
Jam ke-0 TKO
Jam ke-4 -
-
Rata-rata: 1,115 15 1,104 1,110±0,005 1,111 Rata-rata :1,110 20 Rata-rata: 25 Rata-rata: 30 Rata-rata: 35 Rata-rata:
-
-
OP 433 437 434 434 402 408 405 405 486 490 494 490 498 522 520 513 652 680 665 665 682 678 715 691
OM 235 235 235 235 391 391 391 391 478 478 478 478 958 958 958 958 974 974 974 974 1118 1118 1118 1118
1,844 1,860 1,849 1,851 1,030 1,045 1,039 1,038 1,017 1,026 1,035 1,026 0,520 0,545 0,543 0,536 0,670 0,699 0,683 0,684 0,610 0,607 0,640 0,619
741 738 736 738
1273 1273 1273 1273
0,582 0,580 0,578 0,580
TKO 1,851±0,008
1,038 ±0,007
1,026±0,009
0,536±0,013
0,684±0,014
0,619±0,018
0,580±0,002
OP 481 486 487 484 488 486 479 484 630 635 649 638 627 660 661 649 662 711 681 684 715 675 678 689
Jam ke-24 OM TKO 235 2,050 235 2,070 2,064±0,012 235 2,072 235 2,064 391 1,25 391 1,244 1,240±0,012 391 1,226 391 1,240 610 1,033 610 1,041 1,046±0,016 610 1,064 610 1,046 958 0,655 958 0,689 0,678±0,019 958 0,690 958 0,678 974 0,680 974 0,730 0,703±0,025 974 0,699 974 0,703 1118 0,640 1118 0,604 0,617±0,019 1118 0,607 1118 0,617
OP 689 695 697 693 786 784 779 783 810 796 803 803 788 814 812 804 813 813 813 813 911 681 897 829
OM 281 281 281 281 352 352 352 352 683 683 683 683 780 780 780 780 923 923 923 923 1118 1118 1118 1118
2,453 2,475 2,482 2,470 2,233 2,227 2,215 2,221 1,186 1,166 1,176 1,176 1,01 1,044 1,042 1,032 0,881 0,881 0,881 0,881 0,815 0,770 0,803 0,796
681 683 709 693
1273 1273 1273 1273
996 1016 1004 1005
1337 1337 1337 1337
0,745 0,760 0,751 0,752
0,535 0,537 0,557 0,543
0,543±0.012
Jam ke-192 TKO 2,470±0,015
a
2,221±0,009
b
1,176±0.001
c
1,032±0,019
d
0,881±0,000
e
0,796±0,023
0,752±0,007
f
g
97
Jam ke-0 TKO
S 40 Rata-rata: 45 Rata-rata:
-
-
-
-
OP
OM
744 737 760 747 817 802 792 803
1432 1432 1432 1432 1685 1685 1685 1685
Jam ke-4 0,520 0,515 0,531 0,522 0,485 0,476 0,470 0,477
TKO 0,522±0,008
0,477±0,007
Jam ke-24
OP
OM
716 730 723 723 724 738 741 733
1432 1432 1432 1432 1685 1685 1685 1685
0,500 0,510 0,505 0,505 0,430 0,438 0,440 0,436
TKO
Jam ke-192
OP
OM
TKO
0,505±0,005
-
-
-
-
0,436±0,005
-
-
-
-
Keterangan: 1. S= Salinitas (ppt); OP (mOsm/kg); OM (mOsm/kg). 2. Rata-rata dalam kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).
97
98
Lampiran 6. Prosedur analisis kadar protein metode Kjedhal (Watanabe 1988) 1. Timbang contoh sebanyak 0,5 g dan masukkan ke dalam labu Kjedhal dan salah satunya gunakan sebagai blanko. 2. Pada labu 1 tambahkan 3 g katalis (K2SO4+CuSO4.5H2O) dengan rasio 9:1, dan 10 mL H2SO4 pekat. 3. Panaskan labu 2 selama 34 jam, sampai cairan dalam labu berwarna hijau, setelah itu pemanasan diperpanjang 30 menit lagi. 4. Dinginkan larutan lalu tambahkan air destillata 30 mL. Kemudian masukkan larutan no.2 ke labu takar, tambahkan larutan destillata sampai volume larutan menjadi 100 mL. 5. Proses destillasi dilakukan untuk membebaskan kembali NH3 yang berasal dari proses destruksi. 6. Isi labu Erlenmeyer 10 mL H2SO4 0,05N dan tambahkan 2– 3 tetes indikator (methyl red/metylene blue) untuk dipersiapkan sebagai penampung NH3. 7. Isi labu destillasi dengan 5 mL larutan 4, lalu tambahkan larutan sodium hydroxide 30%. 8. Pemanasan dengan uap terhadap labu destillasi (no.7) dilakukan minimum 10 menit setelah kondensasi uap terlihat pada kondensor. 9. Titrasi larutan dalam labu Erlenmeyer dengan 0,05 N larutan sodium hydroxide. 10. % protein = 0.0007* x (Vb-Vs) x F x 6,25** x 20 x 100
S Keterangan : Vs = mL 0,05 N titar NaOH untuk contoh Vb = mL titar NaOH untuk blangko F = faktor koreksi dari 0,05 N larutan NaOH S = bobot contoh (g) * = setiap mL 0,05 N NaOH equivalent dengan 0,0007 g nitrogen ** = faktor nitrogen
99
Lampiran 7. Metode pengukuran C-organik metode Walkley and Black 1. Timbang media yang telah lolos saringan 0,5 mm sebanyak 0,5 g. 2. Dengan pipet tambahkan 10 mL K2Cr2O7 1N. 3. Tambahkan 20 mL H2SO4 pa sambil digoyang. 4.
Dibiarkan hingga dingin.
5.
Encerkan sampai 250 mL dengan air bebas ion/aquades.
6.
Tambahkan 6– 7 tetes feroin 0,025 M.
7.
Titrasi dengan FeSO4 0,5 N hingga larutan berwarna merah anggur; catat volume FeSO4 yang terpakai.
8.
Perhitungan: % C-org = (me K2Cr2O7 – me FeSO4) x 0,003 x f
x 100%
Keterangan: f
= 1,33 > C yang teroksidasi 77% = 100/77 = 1,30
me = N x V N = Normalitas V = Volume BKM = bobot kering mutlak 105o C 0,003 = valensi Cr yang teroksidasi
= 3 x 0,001 (mg ke g) Kandungan bahan organik = % C organik x 1,724.
100 100
Lampiran 8. Sintasan, biomassa awal (Bo), biomassa mati (Bd), dan biomassa akhir (Bt) D. pinnaticirris pada setiap perlakuan salinitas selama 35 hari pemeliharaan Perlakuan (Salinitas)
15
20
Ulangan
Total
Hidup awal Rata-rata bobot /individu (mg) 147,2
Bo (mg)
Ʃ (Individu)
5.888,9
Mati
Bd (mg)
Ʃ (Individu)
0
0
40
Hidup akhir Rata-rata bobot /individu (mg) 179,9
1
40
2
40
147,2
5.890,0
0
0
40
3
40
147,5
5.902,2
0
0
40
Rata-rata
40
147,3
5.893,7
0
0
40
179,9
D.S.
0
0,2
7,3
0
0
0
1
40
147,2
5.889,7
0
0
2
40
147,4
5.898,2
0
3
40
147,2
5.888,1
0
Rata-rata
25
Ʃ (Individu)
40
a
147,2
a
5.892,0
0
Bt (mg)
Sintasan (%)
7.199,5
100
179,9
7.198,6
100
179,9
7.199,8
100
b
7.199,3
100
0,1
0,6
0
40
181,6
7.267,5
100
0
40
181,6
7.265,1
100
0
40
181,6
7.267,2
100
7.266,6
100
0
40
181,6
a
a
a
D.S.
0
0,1
5,4
0
0
0
0,0
1,3
0
1
40
147,2
5.888,0
0
0
40
179,6
7.186,5
100
2
40
147,1
5.886,1
0
0
40
179,7
7.188,4
100
3
40
147,2
5.888,4
0
0
40
179,6
7.187,3
100
7.187,4
100
0,9
0
Rata-rata
40
147,1
D.S.
0
0,0
Rata-rata D.S.
a
5.887,5
0
0
40
179,6
1,2
0
0
0
0,0
b
147,2 0,1
Keterangan:1. D.S. = Deviasi standar. 2. Rata-rata dalam kolom nyata (P>0,05).
yang
sama
diikuti
huruf
yang sama menunjukkan tidak berbeda
a
101
Lampiran 9.
Tingkat kerja osmotik D. pinnaticirris
Hari percobaan
1
18
35
Rata-rata
pada
berbagai perlakuan salinitas selama 35 hari pemeliharaan
15 ppt
20 ppt
OM mOsm / kg)
Ulangan
OP (mOsm / kg)
1
810
683
1,175
2
802
683
1,184
3
806
683
1,181
1
802
688
1,167
2
807
688
1,173
3
804
688
1,17
1
803
675
1,19
2
796
675
1,18
3
799
675
1,185
803
682
1,179
25 ppt
OP (mOsm / kg)
OM (mOsm / kg)
808
780
1,037
805
780
1,032
799
780
1,025
803
785
1,023
808
785
1,030
795
785
1,013
807
776
1,040
1,185± 0,005
801
776
1,032
802
776
1,033
1,178± a 0,004
803
780
1,029
TKO
1,180 ± 0,004
1,170± 0,003
OP (mOsm / kg)
OM (mOsm / kg)
815
924
0,883
817
924
0,885
819
924
0,887
813
928
0,876
818
928
0,882
804
928
0,867
821
920
0,893
1,035 ±0,004
814
920
0,885
817
920
0,889
1,029± b 0,006
815
924
0,883
TKO
1,032± 0,006
1,022± 0,008
TKO
0,885± 0,002
0,875± 0,007
0,889± 0,004
0,883± c 0,007
Keterangan: 1. TKO = Tingkat Kerja Osmotik; OP (mOsm/kg); OM (mOsm/kg). 2. Rata-rata dalam baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).
101
102
Lampiran 10. Hasil analisis sidik ragam tingkat kerja osmotik D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan salinitas selama 35 hari pemeliharaan pada akhir percobaan Oneway Descriptives TKO N
Mean
Std.
Std.
95% Confidence Interval for
Deviation
Error
Mean Lower Bound
Upper Bound
Minimum Maximum
15
9 1.17833
.007583
.002528
1.17250
1.18416
1.167
1.190
20
9 1.02922
.008059
.002686
1.02303
1.03542
1.013
1.040
25
9
.88300
.007632
.002544
.87713
.88887
.867
.893
Total 27 1.03019
.123094
.023689
.98149
1.07888
.867
1.190
Mean Square
F
ANOVA TKO Sum of Squares
df
Between Groups
.393
2
.196
Within Groups
.001
24
.000
Total
.394
26
Sig.
3258.350
.000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: TKO Tukey HSD (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound
15 20 25
20 25 15 25 15 20
.149111
*
.003659 .000
.13997
.15825
.295333
*
.003659 .000
.28620
.30447
-.149111
*
.003659 .000
-.15825
-.13997
.146222
*
.003659 .000
.13709
.15536
-.295333
*
.003659 .000
-.30447
-.28620
-.146222
*
.003659 .000
-.15536
-.13709
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
103
Lampiran 11. Laju pertumbuhan harian D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan salinitas selama 35 hari pemeliharaan Perlakuan
15 ppt
Ulangan
Rata-rata bobot awal (mg)
Rata-rata bobot akhir (mg)
1
147,2
179,9
Laju pertumbuhan harian (%) 0,63
2
147,2
179,9
0.63
3
147,5
179,9
0,62
a
b
Rata-rata
20 ppt
179,9
0,62
b
D.S.
0,17
0,11
0,005
1
147,2
181,6
0,66
2
147,4
181,6
0,66
3
147,2
181,6
0,66
a
a
Rata-rata
25 ppt
147,3
147,2
181,6
0,66
a
D.S.
0,11
0,00
0,000
1
147,2
179,6
0,62
2
147,1
179,7
0,63
3
147,2
179,6
0,62
a
b
Rata-rata D.S.
147,1
0,05
179,6
0,05
Keterangan: Rata-rata dalam kolom yang sama diikuti huruf menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).
0,62
b
0,005
yang sama
104
Lampiran 12. Hasil analisis sidik ragam laju pertumbuhan harian D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan salinitas selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan Oneway ANOVA LAJU PERTUMBUHAN HARIAN (LPH) Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
.002
2
.001
22.750
.002
Within Groups
.000
6
.000
Total
.002
8
Post Hoc Tests Multiple Comparisons LAJU PERTUMBUHAN HARIAN (I) Perlakuan
(J) Perlakuan
Mean Difference
Std. Error
Sig.
(I-J) Satu Dua Tiga
95% Confidence Interval Lower
Upper
Bound
Bound
*
.005443
.002
-.05003
-.01663
Tiga
-.003333
.005443
.819
-.02003
.01337
Satu
.033333
*
.005443
.002
.01663
.05003
.030000
*
.005443
.004
.01330
.04670
.003333
.005443
.819
-.01337
.02003
*
.005443
.004
-.04670
-.01330
Dua
Tiga
-.033333
Satu Dua
-.030000
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
105
Lampiran 13. Produksi, produktivitas, dan efisiensi pakan D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan salinitas selama 35 hari pemeliharaan Perlakuan (Salinitas)
Ulangan
Produksi (mg/1.600 2 cm /35 hari)
Produktivitas 2 (mg/m /30 hari)
(P =Bt+Bd-Bo)
15
25
Efisiensi pakan (%) ( EP = [Bt+BdBo]/K pakan)
1
1.310,6
7.021,0
2.296,1
57,07
2
1.308,6
7.010,3
2.294,5
57,03
3
1.297,6
6.951,4
2.299,4
56,43
Rata-rata
20
Bobot pakan yang dikonsumsi (mg) (K pakan)
1.305,6
b
6.994.2
b
2.296,6
a
56,84
b
D.S.
7,0
37,4
2,4
0,35
1
1.377,8
7.381,0
2.302,1
59,85
2
1.366,9
7.322,6
2.300,5
59,42
3
1.379,1
7.388,0
2.305,4
59,82
a
59,69
a
1.374,6
D.S.
6,7
35,9
2,4
0,24
1
1.298,5
6.956,2
2.296,6
56,54
2
1.302,3
6.976,6
2.295,0
56,74
3
1.298,9
6.958,3
2.299,9
56,47
Rata-rata
1.299,9
D.S.
2,0
6.994,2 11,2
b
2.302,6
a
Rata-rata
b
7.363,8
a
2.297,1 2,4
a
56,58 0,14
Keterangan: Rata-rata dalam kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).
b
106
Lampiran 14.
Hasil analisis sidik ragam efisiensi pakan D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan salinitas selama 35 hari pemeliharaan
Oneway Descriptives EFISIENSI PAKAN N
Mean
Std.
Std.
95% Confidence Interval for
Deviation
Error
Mean Lower Bound
Minimum Maximum
Upper Bound
Satu 3 56.8433
.35852
.20699
55.9527
57.7339
56.43
57.07
Dua
3 59.6967
.24007
.13860
59.1003
60.2930
59.42
59.85
Tiga
3 56.5833
.14012
.08090
56.2353
56.9314
56.47
56.74
Total 9 57.7078
1.51301
.50434
56.5448
58.8708
56.43
59.85
ANOVA EFISIENSI PAKAN Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
F
17.902
2
8.951
.412
6
.069
18.314
8
Sig.
130.481
.000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: Efisiensi pakan Tukey HSD (I) Perlakuan
Satu Dua Tiga
(J) Perlakuan
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
95% Confidence Interval Lower
Upper
Bound
Bound
*
.21385
.000
-3.5095
-2.1972
Tiga
.26000
.21385
.487
-.3962
.9162
Satu
2.85333
*
.21385
.000
2.1972
3.5095
3.11333
*
.21385
.000
2.4572
3.7695
-.26000
.21385
.487
-.9162
.3962
*
.21385
.000
-3.7695
-2.4572
Dua
Tiga Satu Dua
-2.85333
-3.11333
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
107
Lampiran 15.
Hasil analisis sidik ragam produktivitas D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan salinitas selama 35 hari pemeliharaan
Oneway Descriptives PRODUKTIVITAS N
Mean
Std.
Std.
Deviation
Error
95% Confidence Interval for Minimum Maximum Mean Lower Bound Upper Bound
Satu 3 6994.2333
37.47857 21.63826
6901.1314
7087.3353
6951.40
7021.00
Dua
3 7363.8667
35.90896 20.73205
7274.6639
7453.0695
7322.60
7388.00
Tiga
3 6963.7000
11.22096
6.47843
6935.8256
6991.5744
6956.20
6976.60
194.72239 64.90746
6957.5898
7256.9435
6951.40
7388.00
Total 9 7107.2667
ANOVA PRODUKTIVITAS Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
297694.447
2
148847.223
5640.013
6
940.002
303334.460
8
F
Sig.
158.348
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: PRODUKTIVITAS Tukey HSD (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. Satu
Dua Tiga
*
Satu 369.63333 25.03334 * Tiga 400.16667 25.03334 Satu -30.53333 25.03334 Tiga Dua -400.16667* 25.03334 *. The mean difference is significant at the 0.05 level. Dua
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound * -369.63333 25.03334 .000 -446.4425 -292.8242 30.53333 25.03334 .485 -46.2758 107.3425 .000 .000 .485 .000
292.8242 323.3575 -107.3425 -476.9758
446.4425 476.9758 46.2758 -323.3575
.000
108
Lampiran 16.
Hasil analisis sidik ragam bobot pakan yang dikonsumsi D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan salinitas selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan
Oneway Descriptives BOBOT PAKAN YANG DIKONSUMSI N
Mean
Std.
Std. Error
95% Confidence Interval
Deviation
Minimum Maximum
for Mean Lower
Upper Bound
Bound Satu
3
2296.6667
2.49867
1.44261
2290.4596
2302.8737
2294.50
2299.40
Dua
3
2302.6667
2.49867
1.44261
2296.4596
2308.8737
2300.50
2305.40
Tiga
3
2297.1667
2.49867
1.44261
2290.9596
2303.3737
2295.00
2299.90
Total
9
2298.8333
3.60486
1.20162
2296.0624
2301.6043
2294.50
2305.40
ANOVA BOBOT PAKAN YANG DIKONSUMSI Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares Between Groups
66.500
2
33.250
Within Groups
37.460
6
6.243
103.960
8
Total
5.326
.047
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: BOBOT PAKAN YANG DIKONSUMSI Tukey HSD (I) Perlakuan
(J) Perlakuan
Mean
Std.
Differenc
Error
Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound
Bound
e (I-J) Satu
Upper
Dua
-6.00000 2.04015
.059
-12.2597
.2597
Tiga
-.50000
.968
-6.7597
5.7597
2.04015
109
Lampiran 17. Hasil analisis protein tubuh D. pinnaticirris (% bobot basah) pada berbagai perlakuan salinitas selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan Peubah
Protein
Ulangan
Awal
1 2 3 Ratarata D.S.
8,38 8,38 8,38 8,38 0
15 8,88 8,89 8,91 8,89
Akhir Salinitas (ppt) 20 8,89 8,89 8,92 8,90
25 8,90 8,89 8,90 8,89
0,01
0,01
0,00
110
Lampiran 18.
Retensi protein D. pinnaticirris pada pada berbagai perlakuan salinitas selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan
Peubah Biomassa hidup akhir (mg) (Bt) Rata-rata Biomassa hidup awal (mg) (Bo) Rata-rata Bobot protein tubuh hidup akhir (mg) (F) Bobot protein tubuh hidup awal (mg) (I) Bobot protein yang diretensi (mg) (F – I) Bobot pakan yang dikonsumsi (mg) (K pakan) Rata-rata Kadar protein pakan (%) K protein = Kadar protein pakan x K pakan Retensi protein (RP) = (F – I) / K protein x 100% Rata-rata Deviasi standar (D.S.)
Ulangan 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
15 7.199,5 7.198,6 7.199,8 7.199,3 5.888,9 5.890,0 5.902,2 5.893,7 639,6 640,1 642,0 493,4 493,5 494,6 146,2 146,6 147,4 2.296,1 2.294,5 2.299,4 2.296,6 37,35 857,59 856,99 858,83 17,09 17,11 17,16 17,12 0,04
Salinitas (ppt) 20 7.267,5 7.265,1 7.267,2 7.266,6 5.889,7 5.898,2 5.888,1 5.892,0 646,1 646,1 648,7 493,5 494,2 493,4 152,6 151,9 155,3 2.302,1 2.300,5 2.305,4 2.302,6 37,35 859,83 859,23 861,07 17,67 17,68 18,04 17,79 0,21
25 7.186,5 7.188,4 7.187,3 7.187,4 5.888,0 5.886,1 5.888,4 5.887,5 640,1 639,4 640,2 493,4 493,2 493.4 146,7 146,2 146,8 2.296,6 2.295,0 2.299,9 2.297,1 37,35 857,78 857,18 859,01 17,04 17,06 17,09 17,06 0,02
111
Lampiran 19. Hasil analisis sidik ragam retensi protein D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan salinitas selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan Oneway Descriptives RETENSI PROTEIN N
Mean
Std.
Std.
95% Confidence Interval for
Deviation
Error
Mean Lower Bound
Minimum Maximum
Upper Bound
Satu
3 17.1200
.03606
.02082
17.0304
17.2096
17.09
17.16
Dua
3 17.7967
.21079
.12170
17.2730
18.3203
17.67
18.04
Tiga
3 17.0633
.02517
.01453
17.0008
17.1258
17.04
17.09
Total 9 17.3267
.36939
.12313
17.0427
17.6106
17.04
18.04
ANOVA RETENSI PROTEIN Sum of Squares
df
Mean Square
F
Between Groups
.999
2
.499
Within Groups
.093
6
.015
1.092
8
Total
32.314
Sig. .001
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: RETENSI PROTEIN Tukey HSD (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound
Satu Dua Tiga
Dua
-.67667
*
.10151 .001
-.9881
-.3652
Tiga
.05667
.10151 .846
-.2548
.3681
Satu
.67667
*
.10151 .001
.3652
.9881
Tiga
.73333
*
.10151 .001
.4219
1.0448
Satu
-.05667
.10151 .846
-.3681
.2548
*
.10151 .001
-1.0448
-.4219
Dua
-.73333
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
112 112 Lampiran 20. Sintasan, biomassa awal (Bo), biomassa mati (Bd), dan biomassa akhir (Bt) D. pinnaticirris pada setiap perlakuan substrat selama 35 hari pemeliharaan Perlakuan (Substrat)
Tanpa substrat
Substrat halus
Substrat kasar
Total
Ulangan
Ʃ (Individu)
Hidup awal Rata-rata bobot /individu (mg) 146,3 148,2 145,3
Bo (mg)
Ʃ (Individu)
5.852,0 5.928,0 5.812,0
Mati
Hidup akhir Rata-rata bobot /individu (mg) 138,9 138,9 139,6
277,8 138,9 139,6 185,4
- 0,14
0,4 182,5 180,9 179,1
80,0 7.300,0 7.236,0 7.167,8
0,030 0,68 0,66 0,63
1,4 100 100 100
a
7.234,6
0,65
a
100
0 37 38 36
1,7 176,2 174,3 179,0
66,1 6.519,4 6.626,7 6.447,5
0,025 0,60 0,52 0,59
0 92,5 95,0 90,0
483,6
37
176,5
b
6.531,2
0,57
b
92,5
158,5
1,0
2,3
90,2
0,043
2,5
Ʃ (Individu)
38 39 39
5.282,0 5.417,1 5.444,4
2 1 1
1 2 3
40 40 40
Rata-rata
40
146,6
a
5.864,0
38,6
5.381,1
1,3
139,1
D.S. 1 2 3
0 40 40 40
1,4 147,3 146,8 146,7
58,9 5.892,0 5.872,0 5.871,8
0,6 0 0 0
87,0 0 0 0
0,6 40 40 40
Rata-rata
40
146,9
a
5.878,6
0
0
40
180,8
D.S. 1 2 3
0 40 40 40
0,3 145,3 147,2 148,0
11,6 5.812,0 5.888,0 5.923,8
0 3 2 4
0 482,2 325,8 642,8
Rata-rata
40
146,8
a
5.874,6
3
D.S. Rata-rata D.S.
0
1,3 146,8 1,0
57,1
1,0
Keterangan:1. D.S. = Deviasi standar.
Sintasan (%)
Laju pertumbuhan harian (%) - 0,14 - 0,17 - 0,11
Bd (mg)
c
Bt (mg)
2. Rata-rata dalam kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).
c
5,0 2,5 2,5 3,3
c
a
b
113
Lampiran 21.
Hasil analisis sidik ragam bobot tubuh awal D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan substrat selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan
Oneway
Descriptives
BOBOT TUBUH AWAL N Mean Std. Deviation
Std. Error
Satu Dua Tiga Total
.85049 .18559 .80069 .34498
3 3 3 9
146.6000 146.9333 146.8333 146.7889
1.47309 .32146 1.38684 1.03494
BOBOT TUBUH AWAL Sum of Squares Between Groups .176 Within Groups 8.393 Total 8.569
95% Confidence Interval for Minimum Maximum Mean Lower Bound Upper Bound 142.9406 150.2594 145.30 148.20 146.1348 147.7319 146.70 147.30 143.3882 150.2784 145.30 148.00 145.9934 147.5844 145.30 148.20
ANOVA df
2 6 8
Mean Square .088 1.399
F
.063
Sig. .940
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons Dependent Variable: BOBOT TUBUH AWAL Tukey HSD (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. Satu Dua Tiga
Dua Tiga
-.33333 -.23333
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound .96571 .937 -3.2964 2.6297 .96571 .968 -3.1964 2.7297
Satu Tiga Satu Dua
.33333 .10000 .23333 -.10000
.96571 .96571 .96571 .96571
.937 .994 .968 .994
-2.6297 -2.8631 -2.7297 -3.0631
3.2964 3.0631 3.1964 2.8631
114
Lampiran 22. Hasil analisis sidik ragam bobot tubuh akhir D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan substrat selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan Oneway Descriptives BOBOT TUBUH AKHIR N
Mean
Std.
Std.
95% Confidence Interval for
Deviation
Error
Mean Lower Bound
Upper Bound
Minimum Maximum
Satu
3 139.1333
.40415
.23333
138.1294
140.1373
138.90
139.60
Dua
3 180.8333
1.70098
.98206
176.6079
185.0588
179.10
182.50
Tiga
3 176.5000
2.36432
1.36504
170.6267
182.3733
174.30
179.00
Total 9 165.4889
19.90989
6.63663
150.1848
180.7930
138.90
182.50
ANOVA Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
3153.936
2
1576.968
17.293
6
2.882
3171.229
8
F 547.136
Sig. .000
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons Dependent Variable: BOBOT TUBUH AKHIR Tukey HSD (I) Perlakuan (J)Perlakuan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. *
Satu
Dua Tiga
-41.70000 * -37.36667
Dua
Satu Tiga
41.70000 * 4.33333
*
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 1.38618 .000 -45.9532 -37.4468 1.38618 .000 -41.6198 -33.1135 1.38618 .000 1.38618 .047
37.4468 .0802
45.9532 8.5865
Satu 37.36667 * 1.38618 .000 Dua -4.33333 1.38618 .047 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
33.1135 -8.5865
41.6198 -.0802
Tiga
*
115
Lampiran 23. Hasil analisis sidik ragam laju pertumbuhan harian D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan substrat selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan Oneway Descriptives LAJU PERTUMBUHAN HARIAN N Mean Std. Std. Deviation
Satu 3
95% Confidence Interval
Minimum Maximum
for Mean
Error
Lower
Upper
Bound
Bound
-.1400
.03000
.01732
-.2145
-.0655
-.17
-.11
Dua
3
.6567
.02517
.01453
.5942
.7192
.63
.68
Tiga
3
.5700
.04359
.02517
.4617
.6783
.52
.60
Total 9
.3622
.37966
.12655
.0704
.6541
-.17
.68
ANOVA Sum of
df
Mean Square
F
Sig.
Squares Between Groups Within Groups Total
1.146
2
.573
.007
6
.001
1.153
8
500.806
.000
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons Dependent Variable: LAJU PERTUMBUHAN HARIAN Tukey HSD (I) (J) Mean Difference Std. Sig. 95% Confidence Interval Perlakuan Perlakuan (I-J) Error Lower Upper Bound Bound * Dua -.79667 .02762 .000 -.8814 -.7119 * Satu Tiga -.71000 .02762 .000 -.7948 -.6252 *
Satu .79667 * .02762 Tiga .08667 .02762 * Satu .71000 .02762 * Tiga Dua -.08667 .02762 *. The mean difference is significant at the 0.05 level. Dua
.000 .046 .000 .046
.7119 .0019 .6252 -.1714
.8814 .1714 .7948 -.0019
116
Lampiran 24. Produksi, produktivitas, dan efisiensi pakan D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan substrat selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan Perlakuan (Salinitas)
Ulangan
Produksi (mg/1.600 2 cm /35 hari)
Produktivitas 2 (mg/m /30 hari)
(P =Bt+Bd-Bo)
Tanpa substrat
Substrat halus
Substrat kasar
1 2 3 Rata-rata D.S. 1 2 3 Rata-rata D.S. 1 2 3 Rata-rata D.S.
- 292,2 - 372,0 - 228,0 c - 297,5 72,14 1.408,0 1.364,0 1.296,0 a 1.356,0 56,4 1.189,6 1.064,5 1.166,5 b 1.140,2 66,5
- 1.565,3 - 1.990,7 - 1.221,4 c - 1.592,4 385,3 7.542,8 7.307,1 6.942,8 a 7.264,2 302,2 6.372,8 5.702,9 6.249,1 b 6.108,2 356,4
Bobot pakan yang dikonsumsi (mg) (K pakan) 1.072,7 1.061,7 1.041,5 c 1.058,6 15,8 2.308,6 2.293,9 2.281,9 a 2.294,8 13,3 2.157,9 2.190,0 2.164,9 b 2.170,9 16,8
Keterangan: Rata-rata dalam kolom yang sama diikuti huruf menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).
Efisiensi pakan (%) ( EP = [Bt+BdBo] / K pakan ) - 27,23 - 35,03 - 21,89 b - 28,05 6,60 60,98 59,46 59,77 a 60,07 0,80 49,32 48,60 53,88 a 50,60 2,86
yang sama
117
Lampiran 25. Hasil analisis sidik ragam bobot pakan yang dikonsumsi D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan substrat selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan Oneway Descriptives BOBOT PAKAN YANG DIKONSUMSI N
Mean
Std.
Std. Error 95% Confidence Interval for Minimum Maximum
Deviation
Mean Lower Bound Upper Bound
Satu
3 1058.6333
15.82445
9.13625
1019.3232
1097.9435
1041.50
1072.70
Dua
3 2294.8000
13.37273
7.72075
2261.5803
2328.0197
2281.90
2308.60
Tiga
3 2170.9333
16.87908
9.74514
2129.0034
2212.8633
2157.90
2190.00
589.71291 196.57097
1388.1621
2294.7490
1041.50
2308.60
F
Sig.
Total 9 1841.4556
ANOVA BOBOT PAKAN YANG DIKONSUMSI Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
2780662.269
2
1390331.134
1428.293
6
238.049
2782090.562
8
5840.528
.000
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons Dependent Variable: BOBOT PAKAN YANG DIKONSUMSI Tukey HSD (I) Perlakuan (J)Perlakuan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. Satu
Dua Tiga
Dua
Satu Tiga
*
-1236.16667 * -1112.30000 *
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 12.59759 .000 -1274.8195 -1197.5138 12.59759 .000 -1150.9529 -1073.6471
1236.16667 * 12.59759 .000 123.86667 12.59759 .000
1197.5138 85.2138
1274.8195 162.5195
Satu 1112.30000 * 12.59759 .000 Dua -123.86667 12.59759 .000 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
1073.6471 -162.5195
1150.9529 -85.2138
Tiga
*
118
Lampiran 26.
Hasil analisis sidik ragam efisiensi pakan D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan substrat selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan
Oneway Descriptives
EFISIENSI PAKAN N
Mean
Std. Deviation Std. Error 95% Confidence Interval for Mean Minimum Maximum Lower Bound
Satu
3 -28.0500
Dua
3
Tiga
Upper Bound
6.60827
3.81529
-44.4658
-11.6342
-35.03
-21.89
60.0700
.80318
.46372
58.0748
62.0652
59.46
60.98
3
50.6000
2.86328
1.65312
43.4872
57.7128
48.60
53.88
Total 9
27.5400
42.05006 14.01669
-4.7825
59.8625
-35.03
60.98
ANOVA EFISIENSI PAKAN Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
14040.638
2
7020.319
105.025
6
17.504
14145.663
8
F 401.064
Sig. .000
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons Dependent Variable: EFISIENSI PAKAN Tukey HSD (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
Satu
Dua Tiga
*
-88.12000 * -78.65000 *
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 3.41606 .000 -98.6014 -77.6386 3.41606 .000 -89.1314 -68.1686
Satu 88.12000 3.41606 Tiga 9.47000 3.41606 * Satu 78.65000 3.41606 Tiga Dua -9.47000 3.41606 *. The mean difference is significant at the 0.05 level. Dua
.000 .072 .000 .072
77.6386 -1.0114 68.1686 -19.9514
98.6014 19.9514 89.1314 1.0114
119
Lampiran 27.
Hasil analisis sidik ragam produksi D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan substrat selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan
Oneway Descriptives
PRODUKSI N
Mean
Std.
Std. Error 95% Confidence Interval for Minimum Maximum
Deviation
Mean Lower Bound Upper Bound
Satu
3 -297.4000
72.14070
41.65045
-476.6074
-118.1926
-372.00
-228.00
Dua
3 1356.0000
56.42694
32.57811
1215.8277
1496.1723
1296.00
1408.00
Tiga
3 1140.2000
66.56779
38.43293
974.8365
1305.5635
1064.50
1189.60
780.43530 260.14510
133.0377
1332.8290
-372.00
1408.00
Total 9
732.9333
ANOVA PRODUKSI Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
F
4846994.960
2
2423497.480
25639.100
6
4273.183
4872634.060
8
567.141
Sig. .000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: PRODUKSI Tukey HSD (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound
Satu Dua Tiga
Dua Tiga Satu Tiga Satu Dua
-1653.40000
*
53.37405 .000
-1817.1662
-1489.6338
-1437.60000
*
53.37405 .000
-1601.3662
-1273.8338
1653.40000
*
53.37405 .000
1489.6338
1817.1662
215.80000
*
53.37405 .016
52.0338
379.5662
1437.60000
*
53.37405 .000
1273.8338
1601.3662
-215.80000
*
53.37405 .016
-379.5662
-52.0338
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
120
Lampiran 28.
Hasil analisis sidik ragam produktivitas D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan substrat selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan
Oneway Descriptives
PRODUKTIVITAS N
Mean
Std.
Std. Error
95% Confidence Interval for Mean Minimum Maximum
Deviation
Lower Bound
Upper Bound
Satu
3
-1592.4667
385.36884
222.49280
-2549.7759
Dua
3
7264.2333
302.28821
174.52618
6513.3078
8015.1589
6942.80
7542.80
Tiga
3
6108.2667
356.46462
205.80494
5222.7595
6993.7739
5702.90
6372.80
3926.6778 4180.49932 1393.49977
713.2615
7140.0940 -1990.70
7542.80
Total 9
-635.1574 -1990.70
-1221.40
ANOVA PRODUKTIVITAS Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
139078687.696
2
69539343.848
733908.660
6
122318.110
139812596.356
8
F 568.512
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: PRODUKTIVITAS Tukey HSD (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference (I-J) Std. Error
Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound
Satu
Dua
Tiga
*
285.56156 .000
-9732.8813
-7980.5187
*
Dua
-8856.70000
Tiga
-7700.73333
Satu Tiga Satu Dua
285.56156 .000
-8576.9146
-6824.5520
*
8856.70000 285.56156 .000
7980.5187
9732.8813
*
279.7854
2032.1480
*
6824.5520
8576.9146
-2032.1480
-279.7854
1155.96667 285.56156 .016 7700.73333 285.56156 .000 *
-1155.96667
285.56156 .016
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Sig. .000
121
Lampiran 29. Hasil analisis kandungan protein tubuh D. pinnaticirris (% bobot basah) pada berbagai perlakuan substrat selama 35 hari pemeliharaan pada awal dan akhir percobaan Peubah
Protein
Ulangan
Awal
1 2 3 Ratarata D.S.
8,38 8,38 8,38 8,38 0,67
7,01 7,19 7,15
Akhir Substrat halus 8,91 8,97 8,90
7,12 0,09
8,92 0,22
Tanpa substrat
Substrat kasar 8,19 8,39 7,96 8,18 0,67
122
Lampiran 30. Retensi protein D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan substrat selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan Peubah Biomassa hidup akhir (mg) (Bt) Rata-rata Kandungan protein tubuh D. pinnaticirris (% bobot basah) pada akhir percoban Biomassa hidup awal (mg) (Bo) Rata-rata Kandungan protein tubuh D. pinnaticirris (% bobot basah) pada awal percoban Bobot protein tubuh hidup akhir (mg) = Bt x Kandungan protein tubuh (% bobot basah) ( F) Bobot protein tubuh hidup awal (mg) = Bo x Kandungan protein tubuh (% bobot basah) (I) Bobot protein yang diretensi (mg) ( F – I) Bobot pakan yang dikonsumsi (mg) ( K pakan) Rata-rata Kadar protein pakan (%) Bobot protein pakan yang dikonsumsi (mg) = Kadar protein pakan x K pakan (K protein) Retensi protein = (F – I ) / K protein x 100% Rata-rata Deviasi standar (D.S.)
Ulangan 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Substrat Halus
Tanpa substrat 277,8 138,9 139,6 185,4 7,01 7,19 7,15 5.852,0 5.928,0 5.812,0 5.864,0 8,38 8,38 8,38 19,5 9,9
7.300,0 7.236,0 7.167,8 7.234,6 8,91 8,97 8,90 5.892,0 5.872,0 5.871,8 5.878,6 8,38 8,38 8,38 650,4 649,1
6.519,4 6.626,7 6.447,5 6.531,2 8,19 8,39 7,96 5.812,0 5.888,0 5.923,8 5.874,6 8,38 8,38 8,38 533,9 555,9
9,9 490,4 496,8 487,0
637,9 493,7 492,1 492,1
514,5 487,0 493,4 496,4
-470,9 -486,9 -477,1 1.072,7 1.061,7 1.041,5 1.058,6 37,35 400,65 396,54 389,00
156,7 157 145,8 2.308,6 2.293,9 2.281,9 2.294,8 37,35 862,26 856,77 852,29
46,9 62,5 18,1 2.157,9 2.190,0 2.164,9 2.170,9 37,35 805,98 817,97 808,59
-117.534 -122.787 -122.648 c -120,99 2,99
18.17317 18.32464 17.10685 a 17,87 0,66
5.819003 7.640867 2.238464 b 5,23 2,75
Keterangan: Rata-rata dalam baris yang sama diikuti huruf yang menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).
Kasar
sama
123
Lampiran 31.
Hasil analisis sidik ragam retensi protein D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan substrat selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan
Oneway Descriptives RETENSI PROTEIN N
Satu
3
Dua
3
Tiga
Mean
-
Std.
Std.
95% Confidence Interval for
Deviation
Error
Mean
Minimum Maximum
Lower Bound
Upper Bound
2.99350
1.72830
-128.4259
-113.5534
-122.79
-117.53
17.8682
.66370
.38319
16.2195
19.5169
17.11
18.32
3
5.2328
2.74850
1.58685
-1.5949
12.0604
2.24
7.64
Total 9
-32.6296
66.52742 22.17581
-83.7671
18.5079
-122.79
18.32
120.9897
ANOVA RETENSI PROTEIN Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
F
35373.273
2
17686.636
33.912
6
5.652
35407.184
8
3129.310
Sig. .000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable:RETENSI PROTEIN Tukey HSD (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound
Satu Dua Tiga
Dua Tiga Satu Tiga Satu Dua
-138.85789
*
1.94112 .000
-144.8138
-132.9020
-126.22244
*
1.94112 .000
-132.1783
-120.2666
138.85789
*
1.94112 .000
132.9020
144.8138
12.63544
*
1.94112 .002
6.6795
18.5913
126.22244
*
1.94112 .000
120.2666
132.1783
-12.63544
*
1.94112 .002
-18.5913
-6.6795
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
124
Lampiran 32. Persentase hewan uji yang berenang dan merayap dari berbagai perlakuan substrat di hari percobaan ke-1, ke-18, dan ke-35 Hari percobaan
Ulangan 1
1
2
3
1
18
2
3
1
35
2
3 Rata-rata
Pukul 06.00 12.00 18.00 24.00 06.00 12.00 18.00 24.00 06.00 12.00 18.00 24.00 06.00 12.00 18.00 24.00 06.00 12.00 18.00 24.00 06.00 12.00 18.00 24.00 06.00 12.00 18.00 24.00 06.00 12.00 18.00 24.00 06.00 12.00 18.00 24.00
Tanpa substrat 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100 100
100
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Substrat halus 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0 0
0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Substrat kasar 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0 0
0
125
Lampiran 33. Jumlah lubang pada berbagai percobaan ke-1, ke-18, dan ke-35 Hari percobaan
Ulangan 1
1
2
3
1
18
2
3
1
35
2
3 Rata-rata
Pukul 06.00 12.00 18.00 24.00 06.00 12.00 18.00 24.00 06.00 12.00 18.00 24.00 06.00 12.00 18.00 24.00 06.00 12.00 18.00 24.00 06.00 12.00 18.00 24.00 06.00 12.00 18.00 24.00 06.00 12.00 18.00 24.00 06.00 12.00 18.00 24.00
Tanpa substrat 0 0 0 0 0 0 0 0 0c 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0c 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0c 0 0 0 0 0 0 0 c 0
perlakuan substrat di hari
Substrat halus
Substrat kasar
40 42 84 128 40 45 90 136 40 70 93 120 288 288 288 288 304 304 304 304 340 340 340 340 272 272 272 272 288 288 288 288 296 296 296 296
40 50 61 72 40 59 71 88 40 56 72 88 180 180 180 180 160 160 160 160 168 168 168 168 166 166 166 166 152 152 152 152 151 151 151 151
73
77
77a
81
288
304
310a
340
272
288
285a
296 241,3±14,3
a
55
61b
64
64
180
169b
160
168
166
156b
152
151 161,78±7,8
Keterangan: Rata-rata dalam baris yang sama diikuti huruf yang menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).
b
sama
126
Lampiran 34. Hasil analisis sidik ragam jumlah lubang D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan substrat pada hari percobaan ke-1 Oneway Descriptives JUMLAH LUBANG N
Mean
Std.
Std.
95% Confidence Interval for
Deviation
Error
Mean Lower Bound
Minimum Maximum
Upper Bound
Satu
3
.0000
.00000
.00000
.0000
.0000
.00
.00
Dua
3 77.0000
4.00000
2.30940
67.0634
86.9366
73.00
81.00
Tiga
3 61.0000
5.19615
3.00000
48.0920
73.9080
55.00
64.00
35.34119 11.78040
18.8344
73.1656
.00
81.00
Total 9 46.0000
ANOVA JUMLAH LUBANG Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
9906.000
2
4953.000
86.000
6
14.333
9992.000
8
F
Sig.
345.558
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: JUMLAH LUBANG Tukey HSD (I)
(J)
Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
Perlakuan Perlakuan Satu Dua Tiga
Dua Tiga Satu Tiga Satu Dua
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound
-77.00000
*
3.09121 .000
-86.4847
-67.5153
-61.00000
*
3.09121 .000
-70.4847
-51.5153
77.00000
*
3.09121 .000
67.5153
86.4847
16.00000
*
3.09121 .005
6.5153
25.4847
61.00000
*
3.09121 .000
51.5153
70.4847
-16.00000
*
3.09121 .005
-25.4847
-6.5153
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
.000
127
Lampiran 35.
Hasil analisis sidik ragam jumlah lubang D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan substrat pada hari percobaan ke-18
Oneway Descriptives JUMLAH LUBANG N
Mean
.0000
Std.
Std.
95% Confidence Interval for
Deviation
Error
Mean Lower Bound
Upper Bound
.00000
.0000
.0000
.00
.00
Satu
3
Dua
3 310.6667
26.63331 15.37675
244.5059
376.8275
288.00
340.00
Tiga
3 169.3333
10.06645
5.81187
144.3269
194.3398
160.00
180.00
135.45479 45.15160
55.8802
264.1198
.00
340.00
Total 9 160.0000
.00000
Minimum Maximum
ANOVA JUMLAH LUBANG Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
F
145162.667
2
72581.333
1621.333
6
270.222
146784.000
8
268.599
Sig. .000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: JUMLAH LUBANG Tukey HSD (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound
Satu Dua Tiga
Dua Tiga Satu Tiga Satu Dua
-310.66667
*
13.42193 .000
-351.8488
-269.4845
-169.33333
*
13.42193 .000
-210.5155
-128.1512
310.66667
*
13.42193 .000
269.4845
351.8488
141.33333
*
13.42193 .000
100.1512
182.5155
169.33333
*
13.42193 .000
128.1512
210.5155
-141.33333
*
13.42193 .000
-182.5155
-100.1512
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
128
Lampiran 36. Hasil analisis sidik ragam jumlah lubang D. pinnaticirris berbagai perlakuan substrat pada hari percobaan ke-35
pada
Oneway Descriptives JUMLAH LUBANG N
Mean
Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval
Minimum Maximum
for Mean Lower
Upper
Bound
Bound
Satu
3
.0000
.00000
.00000
.0000
.0000
.00
.00
Dua
3 285.3333
12.22020
7.05534
254.9767
315.6900
272.00
296.00
Tiga
3 156.3333
8.38650
4.84195
135.5001
177.1665
151.00
166.00
Total 9 147.2222
123.96348
41.32116
51.9355
242.5090
.00
296.00
ANOVA JUMLAH LUBANG Sum of
df
Mean
Squares Between Groups Within Groups Total
F
Sig.
Square
122496.222
2
61248.111
439.333
6
73.222
122935.556
8
836.469
.000
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons Dependent Variable:JUMLAH LUBANG Tukey HSD (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. *
Dua -285.33333 * 6.98676 Tiga -156.33333 6.98676 * Satu 285.33333 6.98676 * Dua Tiga 129.00000 6.98676 * Satu 156.33333 * 6.98676 Tiga Dua -129.00000 6.98676 *. The mean difference is significant at the 0.05 level. Satu
.000 .000 .000 .000 .000 .000
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -306.7706 -263.8960 -177.7706 -134.8960 263.8960 306.7706 107.5627 150.4373 134.8960 177.7706 -150.4373 -107.5627
129
Lampiran 37.
Hasil analisis sidik ragam sintasan D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan substrat selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan
Oneway Descriptives SINTASAN N
Mean
Std.
Std. Error
95% Confidence Interval
Deviation
Minimum Maximum
for Mean Lower
Upper
Bound
Bound
Satu
3
3.3333
1.44338
.83333
-.2522
6.9189
2.50
5.00
Dua
3 100.0000
.00000
.00000
100.0000
100.0000
100.00
100.00
Tiga
3
92.5000
2.50000
1.44338
86.2897
98.7103
90.00
95.00
Total 9
65.2778
46.59407
15.53136
29.4624
101.0931
2.50
100.00
ANOVA SINTASAN Sum of
df
Mean
Squares Between Groups
17351.389
2
8675.694
16.667
6
2.778
17368.056
8
Within Groups Total
F
Sig.
Square 3123.250
.000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: SINTASAN Tukey HSD (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound
Satu Dua Tiga
Dua Tiga Satu Tiga Satu Dua
-96.66667
*
1.36083 .000
-100.8421
-92.4913
-89.16667
*
1.36083 .000
-93.3421
-84.9913
96.66667
*
1.36083 .000
92.4913
100.8421
7.50000
*
1.36083 .004
3.3246
11.6754
89.16667
*
1.36083 .000
84.9913
93.3421
-7.50000
*
1.36083 .004
-11.6754
-3.3246
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
130
130 Lampiran 38. Sintasan, biomassa awal (Bo), biomassa mati (Bd), dan biomassa akhir (Bt) D. pinnaticirris pada setiap perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan Perlakuan (Individu/ 2 m)
Ulangan
Ʃ (Individu)
Hidup awal Rata-rata bobot /individu (mg) 155,1 152,3 152,2 a 153,2 1,6 153,9 156,1 155,6 a 155,2 1,15 150,1 152,2 152,2 a 151,5 1,21 153,1 152,2 156,7 a 154,0 2,38 155,3 155,1 153,1 a 154,5 1,2 153,7 1,9
Bo (mg)
Ʃ (Individu)
Mati
Bd (mg)
Ʃ (Individu)
Hidup akhir Rata-rata bobot /individu (mg) 190,1 185,9 190,7 b 188,9 2,61 189,9 191,1 193,2 a 191,4 1,67 176,1 177,2 177,4 c 176,9 0,7 175,1 174,9 177,4 c 176,6 1,38 174 174,8 172,9 c 173,9 0,95
1 40 6.204,0 0 0 40 2 40 6.092,0 0 0 40 3 40 6.088,0 0 0 40 Rata-rata 40 6.128,0 0 0 40 D.S. 0 65,8 0 0 0 1 80 12.312,0 1 153,9 79 500 2 80 12.488,0 1 156,1 79 3 80 12.448,0 2 311,2 78 Rata-rata 80 12.416,0 1,3 207,0 78,6 D.S. 0 92,2 0,5 90,1 0,5 1 160 24.016,0 0 0 160 1.000 2 160 24.352,0 0 0 160 3 160 24.352,0 0 0 160 Rata-rata 160 24.240,0 0 0 160 D.S. 0 193,9 0 0 0 1 320 48.992,0 122 18.678,2 198 2.000 2 320 48.704,0 123 18.720,6 197 3 320 50.144,0 125 19.587,5 195 Rata-rata 320 49.280,0 123,3 18.995,4 196,6 D.S. 0 761,9 1,5 513,1 1,5 1 640 99.392,0 222 34.476,6 418 4.000 2 640 99.264,0 225 34.897,5 415 3 640 97.984,0 226 34.600,6 414 Rata-rata 640 98.880,0 224,3 34.658,2 415,6 D.S. 0 778,5 2,0 216,2 2,0 Total Rata-rata D.S. Keterangan:1. D.S. = Deviasi standar. 2. Rata-rata dalam kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05). 250
Bt (mg)
Laju pertumbuhan harian (%)
Sintasan (%)
7.604,0 7.436,0 7.628,0 7.556,0 104,6 15.002,1 15.096,9 15.069,6 15.056,2 48,7 28.176,0 28.352,0 28.384,0 28.304,0 112,0 34.669,8 34.455,3 34.593,0 34.572,7 108,6 72.732,0 72.542,0 71.580,6 72.284,8 617,2
0,64 0,63 0,72 a 0,66 0,04 0,66 0,64 0,69 a 0,66 0,02 0,49 0,46 0,47 b 0,47 0,15 0,41 0,42 0,37 b 0,40 0,02 0,34 0,35 0,36 c 0,35 0,01
100 100 100 a 100 0 98,75 98,75 97,5 a 98,3 0,7 100 100 100 a 100 0 61,87 61,56 60,93 c 61,45 0,47 65,31 64,84 64,68 b 64,94 0,32
131
Lampiran 39. Rata-rata mortalitas (%) D. pinnaticirris pada setiap perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan Hari Percobaan
0
1
2
3
4
5
Ulangan
1 2 3 Rata-rata D.S. 1 2 3 Rata-rata D.S. 1 2 3 Rata-rata D.S. 1 2 3 Rata-rata D.S. 1 2 3 Rata-rata D.S. 1 2 3 Rata-rata D.S.
40 Ʃ (Individu) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
% 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Ʃ (Individu) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
80 % 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Densitas (individu/1.600 cm2) 160 320 Ʃ Ʃ (Individu) % (Individu) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 110 0 0 111 0 0 112 0 0 111,0 0 0 1 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0
0
0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0
% 0 0 0 0 0 34,375 34,687 35,000 34,687 0,313 0,003 0,003 0,003 0,003 0 0,003
640 Ʃ (Individu) 0 0 0 0 0 200 201 203 201,3 1,528 2 2 2 2 0 2
% 0 0 0 0 0 31,250 31,406 31,718 31,453 0,238 0,003 0,003 0,003 0,003 0 0,003
1 1 1 0 1
0,003 0,003 0,003 0 0,003
2 2 2 0 2
0,003 0,003 0,003 0 0,003
1 1 1 0 0
0,003 0,003 0,003 0 0
2 2 2 0 2
0,003 0,003 0,003 0 0,003
1 1
0,003 0,003
2 0
0,003 0
0,667 0,577
0,002 0,002
1,333 1,155
0,002 0,002
131
132 132
Hari Percobaan
6
7
8
9
10
11
Densitas (individu/1.600 cm2)
Ulangan 40
80
Ʃ (Individu)
% 0 0
1
0
2 3 Rata-rata D.S. 1 2 3 Rata-rata
0 0 0 0 0 0
Ʃ (Individu) 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
D.S. 1
0 0
0 0
0 0
0
2 3 Rata-rata D.S. 1 2 3 Rata-rata D.S. 1 2 3
0 0 0
Rata-rata D.S.
0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
1 2 3 Rata-rata D.S.
0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0
160 % 0 0
Ʃ (Individu) 0
320 % 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0
0 0
0
0 0
0 0 0 0 0 0
0 0
0 0
0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0
0 0 0 0 0
0 0
0 0 0 0 0 0
0 0
0 0
0 0
0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0
640
1
0,003
Ʃ (Individu) 2
1 0 0,667 0,577 1 0 1 0,667
0,003 0 0,002 0,002 0,003 0 0,003
0 2 1,333 1,155 0 2 2
0 0,003 0,002 0,002 0 0,003 0,003
0,577 0
0,002
1,333
0,002
0,002 0
1,155 0
0,002 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,003 0,003 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 1 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,003 0,001 0
1 1 0 0
0,002 0,002 0 0
Ʃ (Individu)
%
% 0,003
0 0 0
0 0 0 0
0,667 0,577
0 0 0 0
0 0 0 0
0 0
0,002 0,002 0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0
0
0
0
133
Hari Percobaan
12
13
14
15
16
17
Densitas (individu/1.600 cm2 )
Ulangan
1
40 Ʃ (Individu) 0
2 3 Rata-rata D.S. 1
0 0 0
2 3 Rata-rata D.S. 1
0 0 0 0 0
2 3 Rata-rata D.S. 1 2 3 Rata-rata D.S. 1 2 3 Rata-rata
0 0 0
D.S. 1 2 3 Rata-rata D.S.
0 0
% 0 0 0 0 0 0
Ʃ (Individu) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0
80 % 0 0 0 0 0 0
160 Ʃ (Individu) 0 0 0 0 0 0
% 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0
0 0
0 0 0 0 0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0 0
0 0 0
0 0
320 Ʃ (Individu) 0
% 0
640 Ʃ (Individu) 0
% 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
1 1 0,667 0,577 0
0,003 0,003
0 0 0 0 1
0 0 0 0 0,002
0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0,667
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,003 0 0,003
2 1
0,003 0,002
1,333 0,577 0 0 0 0 0 2 1 1
0,002 0,001 0 0 0 0 0 0,003 0,002 0,002
0,577 0 0 0 0
0,002
1,333
0,002
0,002 0 0 0 0
0,577 0 0 0 0
0,001 0 0 0 0
0
0
0
0
0,002 0,002 0
133
134 134
Hari Percobaan
18
19
20
21
22
23
24
Densitas (individu/1.600 cm2)
Ulangan 40 Ʃ (Individu) 1 2 3 Rata-rata D.S. 1 2 3 Rata-rata D.S. 1 2 3 Rata-rata D.S. 1 2 3 Rata-rata D.S. 1 2 3 Rata-rata D.S. 1 2 3 Rata-rata D.S. 1 2 3 Rata-rata D.S.
0 0
0 0
Ʃ (Individu) 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
%
80 % 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
160 Ʃ (Individu) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
% 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
320 Ʃ (Individu)
%
0 1 1
0 0,31 0,31
0,67 0,58 0 0 0 0 0 1 0 1 0,667 0,577 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0,667 0,577 0 0 0 0 0
0,21 0,18 0 0 0 0 0 0,31 0 0,31 0,002 0,002 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,31 0,31 0,002 0,002 0 0 0 0 0
640 Ʃ (Individu) 1 1 2 1,33 0,58 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 1 1 1,333 0,577 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
% 0,16 0,16 0,31 0,21 0,09 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,003 0,002 0,002 0,002 0,001 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
135
Hari Percobaan
25
26
27
28
29
30
31
Densitas (individu/1.600 cm2 )
Ulangan
1 2 3 Rata-rata D.S. 1 2 3 Rata-rata D.S. 1 2 3 Rata-rata D.S. 1 2 3 Rata-rata D.S. 1 2 3 Rata-rata D.S. 1 2 3 Rata-rata D.S. 1 2 3 Rata-rata D.S.
40 Ʃ (Individu) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
% 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Ʃ (Individu) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
80 % 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
160 Ʃ (Individu) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
% 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
320 Ʃ (Individu) 0 0 0 0 0 1 1 0 0,667 0,577 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0,667 0,577 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
% 0 0 0 0 0 0,31 0,31 0 0,002 0,002 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,31 0,31 0 0,002 0,002 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
640 Ʃ % (Individu) 1 0,002 1 0,002 2 0,003 1,333 0,002 0,577 0,001 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0,002 2 0,003 1 0,002 1,333 0,002 0,577 0,001 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0,003 1 0,002 1 0,002 1,333 0,002 0,001 0,577
135
136 136
Hari Percobaan
32
33
34
35
35
Ulangan
1 2 3 Rata-rata D.S. 1 2 3 Rata-rata D.S. 1 2 3 Rata-rata D.S. 1 2 3 Rata-rata D.S. Rata-rata kumulatif
40 Ʃ (Individu) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0c
% 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Ʃ (Individu) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 2 1,4 0,58 1,3c
80 % 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1,25 1,25 2,50 1,70 0,72 1,70
Densitas (individu/1.600 cm2) 160 320 Ʃ Ʃ % (Individu) % (Individu) 0 0 0 0 1 0,31 0 0 1 0,31 0 0 0,667 0 0 0,002 0,577 0 0 0,002 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0,31 0 0 0 0 0 0 1 0,31 0 0 0,667 0 0,002 0 0,577 0 0,002 0 0 0 0 0 0 1 0,31 0 0 1 0,31 0 0 0,67 0,21 0 0,58 0,18 0 0c 0 123,5 38,55a
640 Ʃ % (Individu) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0,002 1 0,002 1 0,002 1 0,002 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0,16 2 0,31 1 0,16 1,33 0,21 0,58 0,09 224,3 35,06b
Keterangan:1. D.S. = Deviasi standar. 2. Rata-rata dalam baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05). 2 2 2 2 2 3. Densitas 40 individu/1.600 cm = 250 individu/m ; 80 individu/1.600 cm = 500 individu/m ; 160 individu/1.600 cm = 2 2 2 2 2 1.000 individu/m ; 320 individu/1.600 cm = 2.000 individu/m ; 640 individu/1.600 cm = 4.000 individu/m .
137
Lampiran 40. Hasil analisis sidik ragam bobot tubuh awal D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan Oneway Descriptives BOBOT TUBUH AWAL N
Mean
Std.
Std.
95% Confidence Interval
Deviation
Error
for Mean Lower
Upper
Bound
Bound
Minimum Maximum
250.00
3 153.2000
1.64621
.95044
149.1106
157.2894
152.20
155.10
500.00
3 155.2000
1.15326
.66583
152.3352
158.0648
153.90
156.10
1000.00
3 151.5000
1.21244
.70000
148.4881
154.5119
150.10
152.20
2000.00
3 154.0000
2.38118
1.37477
148.0848
159.9152
152.20
156.70
4000.00
3 154.5000
1.21655
.70238
151.4779
157.5221
153.10
155.30
15 153.6800
1.88081
.48562
152.6384
154.7216
150.10
156.70
Total
ANOVA BOBOT TUBUH AWAL Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
24.204
4
6.051
Within Groups
25.320
10
2.532
Total
49.524
14
F 2.390
Sig. .120
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: BOBOT TUBUH AWAL Tukey HSD (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound
250.00
500.00
-2.00000
1.29923 .562
-6.2759
2.2759
1000.00
1.70000
1.29923 .693
-2.5759
5.9759
2000.00
-.80000
1.29923 .969
-5.0759
3.4759
4000.00
-1.30000
1.29923 .849
-5.5759
2.9759
138
Lampiran 41. Hasil analisis sidik ragam bobot tubuh akhir D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan Oneway Descriptives BOBOT TUBUH AKHIR N
Mean
Std.
Std.
95% Confidence Interval
Deviation
Error
for Mean Lower
Upper
Bound
Bound
Minimum Maximum
250.00
3 188.9000
2.61534
1.50997
182.4031
195.3969
185.90
190.70
500.00
3 191.4000
1.67033
.96437
187.2507
195.5493
189.90
193.20
1000.00
3 176.9000
.70000
.40415
175.1611
178.6389
176.10
177.40
2000.00
3 175.8000
1.38924
.80208
172.3489
179.2511
174.90
177.40
4000.00
3 173.9000
.95394
.55076
171.5303
176.2697
172.90
174.80
15 181.3800
7.64500
1.97393
177.1463
185.6137
172.90
193.20
Total
ANOVA BOBOT TUBUH AKHIR Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
F
792.324
4
198.081
25.920
10
2.592
818.244
14
76.420
Sig. .000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: BOBOT TUBUH AKHIR Tukey HSD (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound
1000.00
250.00
-12.00000
*
500.00
-14.50000
*
1.31453 .000
-18.8262
-10.1738
2000.00
1.10000
1.31453 .913
-3.2262
5.4262
4000.00
3.00000
1.31453 .227
-1.3262
7.3262
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
1.31453 .000
-16.3262
-7.6738
139
Lampiran 42. Hasil analisis sidik ragam laju pertumbuhan harian D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan Oneway Descriptives
LAJU PERTUMBUHAN HARIAN N Mean
Std.
Std.
95% Confidence Interval for
Deviation
Error
Mean Lower Bound
Upper Bound
Minimum Maximum
250.00
3 .6633
.04933
.02848
.5408
.7859
.63
.72
500.00
3 .6633
.02517
.01453
.6008
.7258
.64
.69
1000.00
3 .4733
.01528
.00882
.4354
.5113
.46
.49
2000.00
3 .4000
.02646
.01528
.3343
.4657
.37
.42
4000.00
3 .3500
.01000
.00577
.3252
.3748
.34
.36
15 .5100
.13794
.03562
.4336
.5864
.34
.72
Total
ANOVA
LAJU PERTUMBUHAN HARIAN Sum of Squares
df
Mean Square
F
Between Groups
.258
4
.065
Within Groups
.008
10
.001
Total
.266
14
78.720
Sig. .000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: LAJU PERTUMBUHAN HARIAN Tukey HSD (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound
-.19000
*
.02338 .000
-.2669
-.1131
-.19000
*
.02338 .000
-.2669
-.1131
2000.00
.07333
.02338 .064
-.0036
.1503
4000.00
*
.02338 .003
.0464
.2003
250.00 1000.00
500.00
.12333
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
140
Lampiran 43. Hasil analisis sidik ragam sintasan D. pinnaticirris pada pada berbagai perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan Oneway Descriptives SINTASAN N
Mean
Std.
Std.
95% Confidence Interval
Deviation
Error
for Mean Lower
Upper
Bound
Bound
Minimum
Maximum
250.00
3 100.0000
.00000
.00000
100.0000
100.0000
100.00
100.00
500.00
3
99.4667
.41633
.24037
98.4324
100.5009
99.00
99.80
1000.00
3 100.0000
.00000
.00000
100.0000
100.0000
100.00
100.00
2000.00
3
61.5000
.22913
.13229
60.9308
62.0692
61.30
61.75
4000.00
3
65.2300
.12767
.07371
64.9128
65.5472
65.12
65.37
15
85.2393
18.52949
4.78429
74.9780
95.5006
61.30
100.00
Total
ANOVA SINTASAN Sum of Squares Between Groups
Mean Square
F
4806.303
4
1201.576
.484
10
.048
4806.787
14
Within Groups Total
df
Sig.
24812.274
.000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: SINTASAN Tukey HSD (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference Std. Error
Sig.
(I-J)
250.00
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound
500.00
.53333
.17968
.082
-.0580
1.1247
1000.00
.00000
.17968 1.000
-.5913
.5913
2000.00
38.50000
*
.17968
.000
37.9087
39.0913
4000.00
34.77000
*
.17968
.000
34.1787
35.3613
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
141
Lampiran 44.
Perlakuan (Densitas, 2 individu/m )
250
500
1.000
2.000
4.000
Produksi, pertumbuhan biomassa mutlak, dan efisiensi pakan D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan Ulangan
1 2 3 Ratarata D.S. 1 2 3 Ratarata D.S. 1 2 3 Ratarata D.S. 1 2 3 Ratarata D.S. 1 2 3 Ratarata D.S.
Produksi (mg/1.600 2 cm /35 hari)
Pertumbuhan biomassa mutlak
(P =Bt+BdBo)
(Bt - Bo)
Bobot pakan yang dikonsumsi (mg) (K pakan)
Efisiensi pakan (%)
1.400,0 1.344,0 1.540,0 e 1.428,0
1.400,0 1.344,0 1.540,0 c 1.428,0
2.350,9 2.262,6 2.569,2 e 2.394,7
59,55 59,40 59,94 a 59,63
101,0 2.844,0 2.765,0 2.932,8 d 2.847,2
101,0 2.690,1 2.608,9 2.621,6 b 2.640,2
157,8 4.787,8 4.722,4 4.906,8 d 4.805,5
0,27 59,40 58,55 59,77 a 59,24
83,9 4.160,0 4.000,0 4.032,0 c 4.064,0
35,7 4.160,0 4.000,0 4.032,0 a 4.064,0
93,4 9.327,35 9.111,61 9.149,08 c 9.195,2
0,62 44,60 43,90 44,07 b 44,19
84,6 4.356,0 4.471,9 4.036,5 b 4.288,1
69,1 -14.322,2 -14.248,7 -15.551,0 d -14.707,3
115,2 14.907,6 15.252,0 13.933,4 b 14.699,9
0,36 29,22 29,32 28,97 c 29,17
225,4 7.816,6 8.175,5 8.197,2 a 8.063,0
597,3 -26.660,0 -26.722,0 -26.403,4 e -26.595,1
683,9 29.253,7 30.268,4 30.333,0 a 29.951,7
0,18 26,72 27,01 27,02 d 26,92
213,7
137,9
605,3
0,17
( EP = [Bt+Bd-Bo] / K pakan )
Keterangan: Rata-rata dalam kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).
142
Lampiran 45.
Hasil analisis sidik ragam bobot pakan yang dikonsumsi D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan
Oneway Descriptives BOBOT PAKAN YANG DIKONSUMSI N
Mean
Std.
Std. Error
95% Confidence Interval for
Deviation
Minimum
Maximum
Mean Lower Bound Upper Bound
250.0
3
2394.2
157.8
91.12121
2002.1704
2786.2962
2262.60
2569.20
500.0
3
4805.6
93.4
53.97609
4573.4263
5037.9070
4722.40
4906.80
1000.0
3
9196.0
115.2
66.55321
8909.6580
9482.3687
9111.61
9327.35
2000.0
3
14697.6
683.9
394.85461
12998.7444
16396.5889
13933.40
15252.00
4000.0
3
29951.7
605.3
349.49787
28447.9320
31455.4680
29253.70
30333.00
15
12209.0
10160.8
2623.52367
6582.1574
17835.9546
2262.60
30333.00
Total
ANOVA BOBOT PAKAN YANG DIKONSUMSI Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
1443641828.613
4
360910457.153
1762228.500
10
176222.850
1445404057.114
14
F
Sig.
2048.034
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: BOBOT PAKAN YANG DIKONSUMSI (BPYD) Tukey HSD (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference Std. Error
Sig.
(I-J) 500.00 250.00
1000.00
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound
*
-3539.4726
-1283.3941
*
-7929.8192
-5673.7408
-2411.43333 342.75633 .000 -6801.78000 342.75633 .000 *
2000.00
-12303.43333 342.75633 .000 -13431.4726 -11175.3941
4000.00
-27557.46667 342.75633 .000 -28685.5059 -26429.4274
*
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
.000
143
Lampiran 46. Hasil analisis sidik ragam efisiensi pakan D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan Oneway Descriptives EFISIENSI PAKAN N
Mean
Std.
Std.
95% Confidence Interval for
Deviation
Error
Mean Lower Bound
Minimum Maximum
Upper Bound
250.00
3 59.6300
.27875
.16093
58.9376
60.3224
59.40
59.94
500.00
3 59.2400
.62554
.36116
57.6861
60.7939
58.55
59.77
1000.00
3 44.1900
.36510
.21079
43.2830
45.0970
43.90
44.60
2000.00
3 29.1700
.18028
.10408
28.7222
29.6178
28.97
29.32
4000.00
3 26.9167
.17039
.09838
26.4934
27.3399
26.72
27.02
14.55524 3.75815
35.7689
51.8898
26.72
59.94
Total
15 43.8293
ANOVA EFISIENSI PAKAN Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
F
2964.642
4
741.161
1.328
10
.133
2965.970
14
5582.430
Sig. .000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: EFISIENSI PAKAN Tukey HSD (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound
500.00 250.00
1000.00 2000.00 4000.00
.39000
.29751 .691
-.5891
1.3691
15.44000
*
.29751 .000
14.4609
16.4191
30.46000
*
.29751 .000
29.4809
31.4391
32.71333
*
.29751 .000
31.7342
33.6925
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
144
Lampiran 47. Hasil analisis sidik ragam produksi D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan Oneway Descriptives PRODUKSI N
Mean
Std.
Std. Error
95% Confidence Interval for
Deviation
Minimum Maximum
Mean Lower Bound
Upper Bound
250.00
3 1428.0000
100.95544
58.28665
1177.2128
1678.7872
1344.00
1540.00
500.00
3 2847.2667
83.94768
48.46722
2638.7291
3055.8043
2765.00
2932.80
1000.00
3 4064.0000
84.66404
48.88081
3853.6829
4274.3171
4000.00
4160.00
2000.00
3 4288.1333
225.49435 130.18923
3727.9743
4848.2924
4036.50
4471.90
4000.00
3 8063.1000
213.75081 123.40909
7532.1135
8594.0865
7816.60
8197.20
15 4138.1000
2292.46349 591.91153
2868.5760
5407.6240
1344.00
8197.20
Total
ANOVA PRODUKSI
Sum of Squares df Between Groups
73333555.547
Within Groups Total
Mean Square
F
Sig.
4 18333388.887 757.927
241888.653 10
.000
24188.865
73575444.200 14
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: PRODUKSI Tukey HSD (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference Std. Error
Sig.
Lower Bound Upper Bound
(I-J) 500.00 250.00
1000.00
95% Confidence Interval
*
-1837.1941
-1001.3393
*
-3053.9274
-2218.0726
-1419.26667 126.98783 .000 -2636.00000 126.98783 .000 *
-3278.0607
-2442.2059
*
-7053.0274
-6217.1726
2000.00
-2860.13333 126.98783 .000
4000.00
-6635.10000 126.98783 .000
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
145
Lampiran 48. Hasil analisis sidik ragam pertumbuhan biomassa mutlak D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan Oneway Descriptives PERTUMBUHAN BIOMASSA MUTLAK N
Mean
Std.
Std. Error
95% Confidence Interval for
Deviation
Minimum Maximum
Mean Lower Bound
Upper Bound
250.00
3
1428.0000
100.95544
58.28665
1177.2128
1678.7872
1344.0
1540.0
500.00
3
2640.2000
43.67871
25.21792
2531.6961
2748.7039
2608.9
2690.1
1000.00
3
4064.0000
84.66404
48.88081
3853.6829
4274.3171
4000.0
4160.0
2000.00
3
731.58925
422.38325
-16524.6684
-12889.9316 -15551.0
-14248.7
4000.00
3
168.91493
97.52308
-27014.7413
-26175.5254 -26722.0
-26403.4
-6634.0467 12502.57858 3228.15191
-13557.7439
289.6506 -26722.0
4160.0
Total
15
14707.3000 26595.1333
ANOVA PERTUMBUHAN BIOMASSA MUTLAK Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
2187236551.411
4
546809137.853
1166045.827
10
116604.583
2188402597.237
14
F
Sig.
4689.431
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: PERTUMBUHAN BIOMASSA MUTLAK Tukey HSD (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference Std. Error
Sig.
Lower Bound Upper Bound
(I-J) 500.00 250.00
1000.00
95% Confidence Interval
*
-2129.7947
-294.6053
*
-3553.5947
-1718.4053
*
15217.7053
17052.8947
*
27105.5386
28940.7280
-1212.20000 278.81246 .010 -2636.00000 278.81246 .000
2000.00
16135.30000 278.81246 .000
4000.00
28023.13333 278.81246 .000
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
.000
146
Lampiran 49. Hasil analisis protein tubuh D. pinnaticirris (% bobot basah) pada berbagai perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan Peubah
Protein
Ulangan
Awal
1 2 3 Ratarata D.S.
9,15 9,16 9,14 9,15 0,01
250 9,48 9,46 9,77 9,57
Akhir Densitas ( Individu / m2 ) 500 1.000 2.000 9,56 9,45 9,57 9,52 9,38 9,62 9,64 9,35 9,43 9,57 9,39 9,54
4.000 9,43 9,47 9,48 9,15
0,17
0,06
0,01
0,05
0,10
147
Lampiran 50. Retensi protein D. pinnaticirris pada setiap perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan Peubah
U
2
250 7.604,0 7.436,0 7.628,0 7.556,0 9,48 9,46 9,77
Densitas (Individu/m 500 1.000 15.002,1 28.176,0 15.096,9 28.352,0 15.069,6 28.384,0 15.044,0 28.304,0 9,56 9,45 9,52 9,38 9,64 9,35
)
2.000 34.669,8 34.455,3 34.593,0 34.719,5 9,57 9,62 9,43
4.000 72.732,0 72.542,0 71.580,6 72.272,8 9,43 9,47 9,48
1 2 3
6.204,0 6.092,0 6.088,0 6.128,0 9,15 9,16 9,14
12.312,0 12.488,0 12.448,0 12.416,0 9,15 9,16 9,14
24.016,0 24.352,0 24.352,0 24.240,0 9,15 9,16 9,14
48.992,0 48.704,0 50.144,0 49.280,0 9,15 9,16 9,14
99.392,0 99.264,0 97.984,0 98.880,0 9,15 9,16 9,14 10.109,5 10.172,2 10.068,2
Biomassa hidup akhir (mg) (Bt) Rata-rata Kandungan protein tubuh (% bobot basah) pada akhir percoban Biomassa hidup awal (mg) (Bo) Rata-rata Kandungan protein tubuh (% bobot basah) pada awal percoban Bobot protein tubuh hidup akhir (mg) (F)
1 2 3
1 2 3
721,1 703,3 745,0
1.448,6 1.452,0 1.482,8
2.663,6 2.658,0 2.654,7
Bobot protein tubuh hidup awal (mg) (I) Bobot protein yang diretensi (mg) (F–I)
1 2 3
567,7 558,0 556,4
1.126,5 1.143,9 1.137,7
2.197,5 2.230,6 2.225,8
5.105,9 5.114,1 5.108,8 . 4.482,8 4.461,3 4.583,2
1 2 3
153,4 145,3 188,6
322,1 308,1 345,1
466,1 427,4 428,9
623,1 652,8 525,6
1.015,1 1.079,6 1.112,5
Bobot pakan yang dikonsumsi (mg) (K pakan) Rata-rata Kadar protein pakan (%) Bobot protein pakan yang dikonsumsi (mg) = Kadar protein pakan x K pakan ( K protein ) Retensi protein= [ (F - I) / K protein x 100% ] Rata-rata Deviasi standar (D.S.)
1 2 3
2.350,9 2.262,6 2.569,2
4.787,8 4.722,4 4.906,8
9.327,35 9.111,61 9.149,08
14.907,6 15.252,0 13.933,4
29.253,7 30.268,4 30.333,0
1 2 3
2.394,7 37,35 878,1 845,1 959,6
4.805,5 37,35 1788,2 1763,8 1832,7
9.195,2 37,35 3483,8 3403,2 3417,2
14.699,9 37,35 5568,0 5696,6 5204,1
29.951,7 37,35 10926,3 11305,2 11329,4
17,47 17,19 19,65 18,11a 1,35
18,01 17,47 18,83 18,10a 0,69
13,38 12,56 12,55 12,83b 0,48
11,19 11,46 10,10 10,92b 0,72
9,29 9,55 9,82 9,55c 0,26
1 2 3 1 2 3
1 2 3
9.094,4 9.092,6 8.955,7
Keterangan: 1. U = ulangan. 2. Rata-rata dalam baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).
148
Lampiran 51. Hasil analisis sidik ragam retensi protein D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan Oneway Descriptives RETENSI PROTEIN N
Mean
Std.
Std.
95% Confidence Interval for
Deviation
Error
Mean Lower Bound
Minimum
Maximum
Upper Bound
250.00
3
18.1033
1.34675
.77755
14.7578
21.4488
17.19
19.65
500.00
3
18.1033
.68479
.39536
16.4022
19.8044
17.47
18.83
1000.00
3
12.8300
.47634
.27502
11.6467
14.0133
12.55
13.38
2000.00
3
10.9167
.72002
.41571
9.1280
12.7053
10.10
11.46
4000.00
3
9.5533
.26502
.15301
8.8950
10.2117
9.29
9.82
15
13.9013
3.77038
.97351
11.8134
15.9893
9.29
19.65
Total
ANOVA RETENSI PROTEIN Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
Post Hoc Tests
df
Mean Square
192.824
4
48.206
6.196
10
.620
199.021
14
F 77.796
Sig. .000
Multiple Comparisons Dependent Variable: RETENSI PROTEIN Tukey HSD 95% Confidence Interval (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference Std. Error Sig. (I-J) Lower Bound Upper Bound 500.00 .00000 .64273 1.000 -2.1153 2.1153 * 1000.00 5.27333 .64273 .000 3.1581 7.3886 250.00 * 2000.00 7.18667 .64273 .000 5.0714 9.3019 * 4000.00 8.55000 .64273 .000 6.4347 10.6653 250.00 .00000 .64273 1.000 -2.1153 2.1153 * 1000.00 5.27333 .64273 .000 3.1581 7.3886 500.00 * 2000.00 7.18667 .64273 .000 5.0714 9.3019 * 4000.00 8.55000 .64273 .000 6.4347 10.6653 * 250.00 -5.27333 .64273 .000 -7.3886 -3.1581 * 500.00 -5.27333 .64273 .000 -7.3886 -3.1581 1000.00 2000.00 1.91333 .64273 .081 -.2019 4.0286 * 4000.00 3.27667 .64273 .003 1.1614 5.3919 * 250.00 -7.18667 .64273 .000 -9.3019 -5.0714 * 500.00 -7.18667 .64273 .000 -9.3019 -5.0714 2000.00 1000.00 -1.91333 .64273 .081 -4.0286 .2019 4000.00 1.36333 .64273 .283 -.7519 3.4786 * 250.00 -8.55000 .64273 .000 -10.6653 -6.4347 * 500.00 -8.55000 .64273 .000 -10.6653 -6.4347 4000.00 * 1000.00 -3.27667 .64273 .003 -5.3919 -1.1614 2000.00 -1.36333 .64273 .283 -3.4786 .7519 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
149
Lampiran 52. Prosedur analisis kandungan dari HUMAN 1.
glukosa metode
GOD-PAP
Simpan contoh minimum sebanyak 10 µL dalam freezer ( suhu -10 — -5o C).
2.
Keluarkan contoh dari freezer dan tempatkan pada suhu kamar.
3.
Campur 1 mL reagen dengan 10 µL contoh, lalu homogenkan dengan vortex selama 10 detik.
4.
Inkubasi pada suhu 25o C selama 10 menit.
5.
Baca di spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm. Kandungan glukosa = 100 x Absorban contoh Absorban standar
(mg/dL)
150
Lampiran 53. Prosedur analisis kandungan glikogen metode Anthrone-H2SO4 1. Bahan Kimia a.
Asam sulfat 95% (95 mL asam sulfat + 5 mL H2O dibuat dalam ruang asap.
b.
Anthrone 0,2% (0,2 g anthrone dalam 100 mL asam sulfur 95%) (larutan poin 1) dibuat dalam kondisi segar.
c.
KOH 30% (30 g KOH dalam 100 mL H2O).
d.
Ethanol 95% (ethyl alcohol).
e.
Glikogen standar 100 mg/10 mL H2O = 100 mg/10.000 µL
= 10 mg/1.000 µL =
1 µg/ 1 µL. Stok
= 10.000 mg/1.000 µL = 10 g/1.000 µL =
1.000 µg/µL (konsentrasi)
2. Kurva Standar Konsentrasi
250 µg
=
250 µL stok + 750 µL H2O
200 µg
=
200 µL stok + 800 µL H2O
150 µg
=
150 µL stok + 850 µL H2O
100 µg
=
100 µL stok + 900 µL H2O
75 µg
=
75 µL stok + 925 µL H2O
50 µg
=
50 µL stok + 950 µL H2O
25 µg
=
25 µL stok + 975 µL H2O
Catatan: Semua bahan kimia dibuat disesuaikan dengan jumlah contoh yang akan diperiksa 3.
Prosedur a.
Ekstraksi contoh jaringan sebanyak 25 mg dalam 1 mL KOH 30%, kemudian inkubasi dalam penangas air mendidih selama 20 menit.
b.
Siapkan semua tabung reaksi untuk blank, standar, dan contoh (hasil ekstraksi pada poin a), buat masing-masing duplo.
c.
Masing-masing tabung diisi reagen sebagai berikut: Tabung
Diisi
Ethanol
A
B
95% Blank
1 mL KOH 30%
1,5 mL
A
B
Tamba
Anthron
h
e
H2O
0,2%
1,0 mL
3,0 mL
151
ST0
1 mL H2O
1,5 mL
A
B
1,0 mL
3,0 mL
ST 250
1 mL st 250
1,5 mL
A
B
1,0 mL
3,0 mL
ST 200
1 mL st 200
1,5 mL
A
B
1,0 mL
3,0 mL
ST 25 1 Sampel
1 mL st 251a Ekstraksi
1,5 mL
A
B
1,0 mL
3,0 mL
Sampel 2
Ekstraksi 2a
1,5 mL
A
B
1,0 mL
3,0 mL
Sampel n
Ekstraksi na
1,5 mL
A
B
1,0 mL
3,0 mL
Keterangan: Ekstraksi 1a (larutan sampel 1 yang diekstraksi 1 mL KOH 30%) Ekstraksi 2a (larutan sampel 2 yang diekstraksi 1 mL KOH 30%0, dst. A (Semua tabung setelah diberi ethanol 95% disentrifus 2.500 rpm selama 20 menit) B (Semua isi tabung dituang dan glikogen akan menempel di dinding tabung) n (Pada saat ditambah anthrone akan timbul panas) d.
Baca dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620, jika berwarna hijau berarti positif.
152
152
Lampiran 54. Rata-rata kandungan 35 hari pemeliharaan Hari percobaan
glukosa (mg/dL) cairan plasma D. pinnaticirris pada setiap perlakuan densitas selama 2
Ulangan 1
250 18,0
500 19,0
Densitas (Individu / m ) 1.000 19,0
2 3
18,0 18,0
20,0 21,0
19,0 19,0
29,0 30,0
48,0 48,0
26,8 27,2
Rata-rata D.S.
18,0 0
20,0 1,0
19,0 0
29,0 1,0
48,0 0
26,8 0,3
1
19,0
19,0
20,8
18,0
19,0
19,1
2
18,0
18,0
19,3
18,0
18,0
18,2
3
17,0
17,0
17,8
18,0
17,0
17,3
Rata-rata
18,0
18,0
19,3
18,0
18,0
18,2
D.S.
1,0
1,0
1,5
0
1,0
0,9
1
17,0
18,0
18,0
20,6
18,0
18,3
2
17,0
18,0
17,0
18,0
18,0
17,6
3
17,0
18,0
16,0
15,4
18,0
16,8
Rata-rata D.S.
17,0 0
18,0 0
17,0 1,0
18,0 2,6
18,0 0
17,6 0,7
1
18
35
Rata-rata
a
17,6
a
18,6
a
18,4
Rata-rata 2.000 28,0
4.000 48,0
26,4
a
21,6
b
28,0
20,8
D.S. 0,3 0,6 1,4 1,2 0,3 Keterangan:1. D.S. = Deviasi standar. 2. Rata-rata dalam baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).
4,6
153
Lampiran 55.
Hasil analisis sidik ragam kandungan glukosa (mg/dL) D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan
Oneway Descriptives KANDUNGAN GLUKOSA N
Mean
Std.
Std.
Deviation
Error
95% Confidence Interval for Minimum Maximum Mean Lower Bound Upper Bound
250
9 17.66667
.707107
.235702
17.12314
18.21020
17.000
19.000
500
9 18.66667
1.224745
.408248
17.72524
19.60809
17.000
21.000
1000
9 18.43333
1.408900
.469633
17.35036
19.51631
16.000
20.800
2000
9 21.66667
5.673623 1.891208
17.30553
26.02780
15.400
30.000
4000
9 28.00000
15.008331 5.002777
16.46358
39.53642
17.000
48.000
Total 45 20.88667
7.897226 1.177249
18.51408
23.25926
15.400
48.000
ANOVA KANDUNGAN GLUKOSA Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
F
652.712
4
163.178
Within Groups
2091.400
40
52.285
Total
2744.112
44
3.121
Sig. .025
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: KANDUNGAN GLUKOSA Tukey HSD (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound
250
500
-1.000000 3.408649 .998
-10.73541
8.73541
1000
-.766667 3.408649 .999
-10.50208
8.96875
2000
-4.000000 3.408649 .766
-13.73541
5.73541
-20.06875
-.59792
4000
-10.333333
*
3.408649 .033
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
154 154
Lampiran 56. Rata-rata kandungan pemeliharaan Hari percobaan
Ulangan
glikogen (mg/g) cairan plasma D. pinnaticirris pada setiap perlakuan densitas selama 35 hari Densitas (Individu / m2) 1.000 82,576 80,561 81,549 81,562 1,008 104,085 102,221 103,033 103,113 0,935 104,663 106,12 106,86 105,881 1,118 96,852b 11,562
250 500 2.000 4.000 1 104,207 103,644 65,998 78,688 1 2 102,106 101,655 64,334 76,345 3 103,608 102,867 67,011 78,379 Rata-rata 103,307 102,722 65,781 77,804 D.S. 1,082 1,002 1,352 1,273 1 106,564 105,432 106,108 104,222 18 2 104,885 103,884 104,242 102,114 3 106,218 105,657 105,403 103,597 Rata-rata 105,889 104,991 105,251 103,311 D.S. 0,887 0,965 0,942 1,083 1 103,552 104,545 106,1 105,223 35 2 105,434 103,434 104,08 103,772 3 105,327 103,364 107,811 105,648 Rata-rata 104,771 103,781 105,997 104,881 D.S. 1,057 0,663 1,868 0,984 a b b Rata-rata 104,655 103,831 92,343 95,332b D.S. 1,423 1,249 19,963 13,199 Keterangan:1. D.S. = Deviasi standar. 2. Rata-rata dalam baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).
Rata-rata 87,023 85,000 86,683 86,235 1,083 105,282 103,469 104,782 104,51 0,936 104,817 104,568 105,802 105,062 0,652 100,602 9,312
155
Lampiran 57. Hasil analisis sidik ragam kandungan glikogen (mg/g) D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan densitas selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan Oneway Descriptives KANDUNGAN GLIKOGEN N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
95% Confidence Interval for
Minimum
Maximum
Mean Lower Bound
Upper Bound
250
9
34993.398
52335.86974
17445.28991
-5235.5120
75222.30935
102.106 105434.000
500
9
103.83133
1.249251
.416417
102.87107
104.79159
101.655
105.657
1000
9
96.85200
11.563939
3.854646
87.96317
105.74083
80.561
106.860
2000
9
92.34300
19.962996
6.654332
76.99808
107.68792
64.334
107.811
4000
9
95.33200
13.199225
4.399742
85.18618
105.47782
76.345
105.648
Total 45 7076.35140
26405.995183
3936.373350
-856.88781
15009.59061
64.334 105434.000
ANOVA KANDUNGAN GLIKOGEN Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
8767817831.146
4 2191954457.786
Within Groups
21912351759.37
40
Total
30680169590.52
44
F
Sig. 4.001
547808793.984
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: KANDUNGAN GLIKOGEN Tukey HSD (I) Perlakuan (J) Perlakuan
Std. Error
Mean
Sig.
Lower Bound Upper Bound
Difference (I-J) 500 250
1000 2000 4000 250
4000
95% Confidence Interval
34889.567333* 11033.371541
.024
3377.251 66401.88364
11033.371541
.023
3384.230 66408.86297
11033.371541
.023
3388.73936 66413.37197
11033.371541
.023
3385.75036 66410.38297
-34898.066667* 11033.371541
.023
* *
*
34896.546667 34901.055667 34898.066667
-66410.3829
-3385.75036
500
-8.499333 11033.371541 1.000
-31520.8156 31503.81697
1000
-1.520000 11033.371541 1.000
-31513.8363 31510.79631
2000
2.989000 11033.371541 1.000
-31509.3273 31515.30531
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
.008
156 156
Lampiran 58. Sintasan, biomassa awal (Bo), biomassa mati (Bd), dan biomassa akhir (Bt) D. pinnaticirris pada setiap perlakuan pakan selama 35 hari pemeliharaan Perlakuan (Pakan)
Ulangan
Ʃ (Individu)
Hidup awal Rata-rata bobot /individu (mg) 155,7 155,5 155,6 a 155,6 0,1 155,7 155,8 156,2 a 155,9 0,3 156,9 155,5 155,6 a 156,0 0,8 156,0 155,7 156,6 a 156,1 0,5 155,2 156,1 155,3 a 155,5 0,5
Bo (mg)
Mati Ʃ Bd (Individu) (mg)
Ʃ (Individu)
Hidup akhir Rata-rata bobot /individu (mg)
1 160 24.912,0 0 0 160 185,1 2 160 24.880,0 0 0 160 184,3 3 160 24.896,0 0 0 160 184,6 b Rata-rata 160 24.896,0 0 0 160 184,4 D.S. 0 16,0 0 0 0 0,40 1 160 24.912,0 0 0 160 187,8 A 2 160 24.928,0 0 0 160 187,4 3 160 24.992,0 0 0 160 187,4 a Rata-rata 160 24.944,0 0 0 160 187,5 D.S. 0 42,3 0 0 0 0,23 1 160 25.104,0 0 0 160 181,6 B 2 160 24.880,0 0 0 160 180,5 3 160 24.896,0 0 0 160 180,1 c Rata-rata 160 24.960,0 0 0 160 180,5 D.S. 0 124,9 0 0 0 0,7 1 160 24.960,0 0 0 160 177,8 C 2 160 24.912,0 0 0 160 176,9 3 160 25.056,0 0 0 160 178,0 d Rata-rata 160 24.976,0 0 0 160 177,4 D.S. 0 73,3 0 0 0 0,6 1 160 24.832,0 0 0 160 175,3 D 2 160 24.976,0 0 0 160 175,8 3 160 24.848,0 0 0 160 174,9 e Rata-rata 160 24.880,0 0 0 160 176,0 D.S. 0 78,9 0 0 0 0,4 Total Rata-rata D.S. Keterangan: 1. D.S. = Deviasi standar. 2. Rata-rata dalam kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05). K
Bt (mg)
Laju pertumbuhan harian (%)
Sintasan (%)
29.616,0 29.488,0 29.536,0 29.504,0 64,6 30.048,0 29.984,0 29.984,0 30.000 36,9 29.056,0 28.880,0 28.816,0 28.880,0 124,2 28.448,0 28.304,0 28.480,0 28.384,0 93,7 28.048,0 28.128,0 27.984,0 28.160,0 72,1
0,54 0,53 0,53 b 0,53 0,01 0,59 0,58 0,57 a 0,58 0,01 0,45 0,46 0,45 c 0,45 0,01 0,40 0,39 0,39 d 0,39 0,01 0,37 0,36 0,36 e 0,36 0,01
100 100 100 a 100 0 100 100 100 a 100 0 100 100 100 a 100 0 100 100 100 a 100 0 100 100 100 a 100 0
157
Lampiran 59. Prosedur analisis kadar lemak dengan ekstraksi Soxhlet (Watanabe 1988) 1. Panaskan labu ekstraksi pada suhu 110o C selama 1 jam, kemudian dinginkan selama 30 menit dalam eksikator.
Panaskan kembali selama 30
menit, lalu dinginkan, kemudian timbang. Ulang proses tersebut sampai tidak ada perbedaan bobot labu lebih dari 0,3 mg. (A) 2. Timbang 12 g contoh (a) dan masukkan ke dalam tabung filter, lalu panaskan pada suhu 90– 100o C selama 2– 3 jam. 3. Tempatkan tabung filter pada no. 2 ke dalam ekstraksi dari alat soxhlet. Kemudian sambung kondensor labu ekstraksi pada no. 1 yang telah diisi 100 mL petroleum eter. 4. Panaskan eter pada labu ekstraksi dengan menggunakan water bath, suhu 70o C selama 16 jam.
5. Panaskan labu ekstraksi pada suhu 100o C, timbang (B). Kadar lemak (%) = B - A A
X 100%
158
Lampiran 60. Prosedur analisis kadar serat kasar (Watanabe 1988) 1.
Panaskan kertas filter dalam oven selama 1 jam pada suhu 110o C, setelah itu dinginkan dalam desikator selama 15 menit dan timbang (A1).
2. Timbang contoh sebanyak 0,5 g (a) dan masukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL. 3. Tambahkan H2SO4 0,3 N sebanyak 50 mL ke dalam Erlenmeyer, kemudian panaskan di atas pembakar Bunsen selama 30 menit. Setelah itu tambahkan NaOH 1,5N sebanyak 25 mL ke dalam Erlenmeyer dan panaskan kembali selama 30 menit. 4. Saring larutan dan bahan yang telah dipanaskan dalam corong Buchner dan hubungkan pada pompa vakum untuk mempercepat proses filtrasi. 5. Bilas larutan dan bahan yang ada pada corong Buchner secara berturut-turut dengan 50 mL air panas, 50 mL H2SO4 0,3 N, 50 mL air panas dan 25 mL acetone. 6.
Masukkan kertas saring dan isinya dalam cawan porselen, lalu panaskan dalam oven pada suhu 105– 110o C selama 1 jam, kemudian dinginkan dalam desikator selama 5– 15 menit dan timbang (A2).
7. Setelah itu dipanaskan dalam tanur 600o C hingga berwarna putih atau menjadi abu (± 4 jam) kemudian masukkan dalam oven 105– 110o C selama 15 menit, kemudian dinginkan dalam desikator selama 5– 15 menit dan timbang (A3).
Kadar serat kasar (%)= A1 - A2 - A3 X 100% a
159
Lampiran 61. Prosedur analisis kadar abu (Watanabe 1988) 1. Panaskan cawan dalam oven hingga suhu 100o C selama 1 jam dan kemudian masukkan dalam desikator selama 30 menit dan timbang (A1). 2. Timbang bahan 2– 3 g (a). 3. Panaskan cawan dan bahan dalam tanur hingga suhu 600o
C sampai
menjadi abu, kemudian masukkan dalam desikator selama 30 menit dan timbang (A2)
Kadar abu (%) = A2 - A1 x 100% a
160
Lampiran 62. Prosedur analisis kadar air (Watanabe 1988) 1. Panaskan cawan dalam oven hingga suhu 100o C selama 1 jam dan kemudian masukkan dalam desikator selama 30 menit dan timbang (A1). 2. Timbang bahan 2– 3 g (a).
3. Panaskan cawan dan bahan dalam oven hingga suhu 110o C selama 4 jam dan selingi setiap 30– 45 menit, kemudian masukkan dalam desikator selama 30 menit dan timbang (A2).
Kadar air (%) = A2 + a - A1 x 100% a
161
Lampiran 63. Prosedur analisis kadar asam lemak metode GC-MS 991-39 (Watanabe 1988) A.
Proses Saponifikasi 1.
Timbang lemak hasil ekstraksi folch sebanyak 50 mg dan masukkan ke dalam labu didih 100 mL.
2.
Tambahkan 1– 2 mL KOH 50%, etanol 15 mL, dan 2– 3 butir batu didih, serta hydroquinone 5% dari lemak kasar.
3.
Reflux Campuran tersebut pada suhu 80o C selama 30– 60 menit untuk saponifikasi.
4.
Setelah dingin pindahkan campuran ke dalam corong pemisah (200 – 300 mL) dan tambahkan 40 mL akuades dan 30 mL heksan, lalu kocok selama satu menit sampai terjadi dua lapisan cairan.
5.
Buang lapisan atas yang terbentuk dan pindahkan lapisan bawah ke dalam corong pemisah, kemudian tambahkan heksan 50 mL 2– 3 tetes metal jingga dan 10 mL HCl 2 N dan kocok lagi selama satu menit sampai terjadi dua lapisan cairan. Buang lapisan atas dan pindahkan lapisan bawah ke dalam corong pemisah
dan cek pH-nya sampai
netral lalu uapkan dalam evaporator vakum. Asam lemak yang terbentuk ditimbang. B.
Preparasi Metil Ester Asam Lemak 1.
Masukkan hasil saponifikasi ke dalam labu didih volume 100 mL dan tambahkan 5 mL campuran BF3-metanol 20%.
2.
Tutup labu dan panaskan pada suhu 45o C selama 30 menit
dan
tambahkan 0,4– 0,8 mL NaCl jenuh. 3. 4.
Ekstrak campuran tersebut dengan 0,4 mL petrolium ether. Tambahkan hasil ekstraksi 1 mL heksan dan siap untuk disuntikkan pada Gas Liquid Chromatography (GLC).
162
Lampiran 64. Prosedur analisis Grassi 1983) 1.
aktivitas enzim protease (Bergmeyer dan
Prinsip metode: Kasein dihidrolisa oleh protease menjadi peptida dan asam amino.
Asam
amino
terpisah
dari
substrat
yang
tersisa
dengan
penambahan TCA atau asam perklorat. Asam amino terbentuk larut dalam TCA, protein yang tidak terhidrolisa mengendap dengan adanya TCA. Asam amino terisolasi langsung diukur absorbansinya pada panjang gelombang 280 nm atau diwarnai terlebih dahulu dengan pereaksi folin ciocalteau agar dapat dibaca pada sinar tampak. 2.
Pengukuran aktivitas enzim protease: Standar (mL)
Contoh (mL)
1,00
1,00
1,00
Substrat kasein (20 mg/mL, 1,00
1,00
1,00
-
-
0,20
Tirosin standar 5 mmol / L
-
2,00
-
Akuades
2,0
-
-
Bahan
Blanko (mL)
Bufer fosfat (0,005 M, pH 8,0) pH 8,0) Enzim
dalam
CaCl2
(20
mmol/L)
o
Inkubasi pada suhu 37 C selama 10 menit TCA (0,1 M)
2,00
2,00
2,00
Akuades
-
-
0,20
0,20
0,20
-
Enzim
dalam
CaCl2
(2
mmol/L) Diamkan pada suhu 37o C selama 10 menit, lalu sentrifus pada 3.500 rpm selama 10 menit Filtrat
1,50
1,50
1,50
Na2CO3 (0,4 M)
5,00
5,00
5,00
Folin Ciocalteau
1,00
1,00
1,00
Diamkan pada
suhu 37o C
selama
20 menit, kemudian dibaca
absorbansinya pada panjang gelombang 578.
163
Setiap contoh yang dihitung aktivitasnya mempunyai tiga nilai absorbansi yakni: absorbansi blanko, absorbansi standar, dan absorbansi contoh. Satu unit aktivitas menyatakan jumLah enzim yang dapat menghasilkan produk 1 µmol tirosin per menit. Aktivitas protease (U/mL)
=
Absorbansi contoh –
Absorbansi blanko
Absorbansi standar –
Absorbansi
blanko X Faktor pengencer x Waktu (menit) Kasein Hammarsten 2% b/v Satu g kasein dilarutkan dalam 40 mL bufer fosfat
50 mM ph 8,0.
Kekeruhan larutan dihilangkan dengan penambahan NaOH 1 M, pH diatur hingga mencapai pH 8,0 dengan penambahan HCl 1 M, dan kemudian ditera dengan akuades hingga total volume 50 mL. Tirosin 5 mM Tirosin 0,0453 g dilarutkan dalam 40 mL akuades dan ditambahkan NaOH 1 M hingga larut, pH diatur hingga mencapai 8,0 dengan penambahan HCl 1 M, kemudian ditera dengan akuades hingga volume total 50 mL. TCA 0,1 M Larutan stok TCA 1 M dibuat dengan melarutkan 16,339 g TCA dalam 100 mL akuades. Larutan kerja TCA 0,1 M dibuat dengan cara mengencerkan 10 mL larutan stok TCA 1 M dengan akuades hingga volume 100 mL. Na2CO3 0,4 M Sebanyak 4,2397 g Na2CO3 dilarutkan dalam 100 mL akuades. Pereaksi Folin Ciocalteau (1:2) Pereaksi folin ciocalteau sebanak 10 mL diencerkan dengan akuades hingga total volume 30 mL.
164
Lampiran 65. Prosedur analisis aktivitas enzim lipase Friedreck dalam Borlongan (1990) 1.
menurut Tietz
Tumbuk contoh dengan menggunakan mortar dan homogenkan
dan
10 kali
dari bobot dengan menggunakan air destilasi bersuhu 2– 4o C. 2.
Sentrifus contoh tersebut pada 15.000 rpm selama 30 menit pada suhu 0o C. Gunakan supernatan yang dihasilkan sebagai ekstrak enzim kasar pada pengujian berikutnya.
3.
Sistem pengujian terdiri dari 1,5 mL substrat lipase yang stabil
(minyak
zaitun) dan 1,5 mL 0,1 M buffer Tris HCl pada pH 8,0, lalu tambahkan 1,0 mL ekstrak enzim kasar. Inkubasi campuran tersebut selama enam jam pada suhu 37o C. Hentikan reaksi dengan menambahkan 3 mL etil alkohol 95%. 4.
Titrasi campuran ini dengan menggunakan 0,05 N NaOH dan sebagai indikator gunakan timoptalein 0,9%.
5.
Lakukan determinasi blanko
dengan
cara yang sama, kecuali ekstrak
enzim kasar, tambahkan ke sistem pengujian setelah enam jam inkubasi dan segera sebelum titrasi menggunakan NaOH dilakukan. 6.
Aktivitas lipase = ( A – B ) x N NaOH x 1.000 W xT A = Volume NaOH untuk titrasi contoh (mL) B
= Volume NaOH untuk titrasi blanko (mL)
N
= Normalitas NaOH untuk titrasi
W
= Bobot contoh yang digunakan (mg)
T
=
1.000
Waktu inkubasi (menit)
= Konversi dari mmol ke µmol
165
Lampiran 66. Prosedur analisis aktivitas enzim Bernfield dalam Knaur et al. (1996) 1.
α -amilase menurut
Substrat yang digunakan adalah larutan pati dengan bufer asam sitrat (pH 5,7). Aktivitas enzim α -amilase diekspresikan mg maltose yang dibebaskan dari pati dalam waktu dihasilkan
10 menit pada suhu
20o C. Ukur maltose
secara kolorimeter yaitu
spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm.
yang
dengan menggunakan Kurva standar yang
digunakan adalah kurva standar maltose. 2.
Tambahkan cairan enzim 1 mL dengan 1 mL larutan pati 1% dalam bufer sitrat pH 5,7.
3.
Inkubasi campuran ini pada suhu 20o C selama 10 menit, lalu tambah 2 mL DNS dan didihkan selama lima menit.
4.
Ukur absorbansi campuran akhir ini pada 550 nm.
5.
Kurva standar yang baik yakni jika nilai absorbansinya pada pengukuran aktivitas enzim berada dalam kurva tersebut. Aktivitas amilase = Konsentrasi produk (mg/mL) x Faktor pengenceran Volume contoh enzim (mL) x Waktu inkubasi (menit)
166
Lampiran 67. Hasil sidik ragam bobot tubuh awal D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan pakan selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan Oneway
Descriptives
BOBOT TUBUH AWAL N Mean Std. Deviation
Std. Error
1 3 2 3 3 3 4 3 5 3 Total 15
.05774 .15275 .45092 .26458 .28480 .12011
155.6000 155.9000 156.0000 156.1000 155.5333 155.8267
.10000 .26458 .78102 .45826 .49329 .46517
ANOVA
BOBOT TUBUH AWAL Between Groups Within Groups Total
95% Confidence Interval for Minimum Maximum Mean Lower Bound Upper Bound 155.3516 155.8484 155.50 155.70 155.2428 156.5572 155.70 156.20 154.0598 157.9402 155.50 156.90 154.9616 157.2384 155.70 156.60 154.3079 156.7587 155.20 156.10 155.5691 156.0843 155.20 156.90
Sum of Squares .743 2.287 3.029
df 4 10 14
Mean Square .186 .229
F .812
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: BOBOT TUBUH AWAL Tukey HSD (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference Std. Error Sig. 95% Confidence Interval (I-J) Lower Bound Upper Bound Dua -.30000 .39044 .934 -1.5850 .9850 Tiga -.40000 .39044 .839 -1.6850 .8850 Satu Empat -.50000 .39044 .708 -1.7850 .7850 Lima .06667 .39044 1.000 -1.2183 1.3516 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Sig. .545
167
Lampiran 68. Hasil sidik ragam bobot tubuh akhir D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan pakan selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan Oneway Descriptives BOBOT TUBUH AKHIR N
Mean
Std.
Std. Error
95% Confidence Interval
Deviation
Minimum Maximum
for Mean Lower
Upper
Bound
Bound
1
3 184.6667
.40415
.23333
183.6627
185.6706
184.30
185.10
2
3 187.5333
.23094
.13333
186.9596
188.1070
187.40
187.80
3
3 180.7333
.77675
.44845
178.8038
182.6629
180.10
181.60
4
3 177.5667
.58595
.33830
176.1111
179.0222
176.90
178.00
5
3 175.3333
.45092
.26034
174.2132
176.4535
174.90
175.80
Total 15 181.1667
4.64922
1.20042
178.5920
183.7413
174.90
187.80
ANOVA BOBOT TUBUH AKHIR Sum of
df
Mean
Squares Between Groups Within Groups Total
F
Sig.
Square
299.880
4
74.970
2.733
10
.273
302.613
14
274.280
.000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: BOBOT TUBUH AKHIR Tukey HSD (I) Perlakuan (J ) Perlakuan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound
Dua Satu
Tiga Empat Lima
-2.86667
*
.42687 .000
-4.2715
-1.4618
3.93333
*
.42687 .000
2.5285
5.3382
7.10000
*
.42687 .000
5.6951
8.5049
9.33333
*
.42687 .000
7.9285
10.7382
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
168
Lampiran 69. Hasil sidik ragam laju pertumbuhan harian D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan pakan selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan Oneway Descriptives LAJU PERTUMBUHAN HARIAN Std.
Std.
95% Confidence Interval for
Deviation
Error
Mean
N Mean
Lower Bound
Minimum Maximum
Upper Bound
1
3 .5333
.00577
.00333
.5190
.5477
.53
.54
2
3 .5800
.01000
.00577
.5552
.6048
.57
.59
3
3 .4533
.00577
.00333
.4390
.4677
.45
.46
4
3 .3933
.00577
.00333
.3790
.4077
.39
.40
5
3 .3633
.00577
.00333
.3490
.3777
.36
.37
Total 15 .4647
.08493
.02193
.4176
.5117
.36
.59
ANOVA LAJU PERTUMBUHAN HARIAN Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
.101
4
.025
Within Groups
.000
10
.000
Total
.101
14
F
Sig.
538.429
.000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: LAJU PERTUMBUHAN HARIAN Tukey HSD (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound
Dua Satu
Tiga Empat
-.04667
*
.00558 .000
-.0650
-.0283
.08000
*
.00558 .000
.0616
.0984
.14000
*
.00558 .000
.1216
.1584
*
.00558 .000
.1516
.1884
Lima .17000 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
169
Lampiran 70. Perlakuan (Pakan)
Produksi, produktivitas, dan efisiensi pakan D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan pakan selama 35 hari pemeliharaan
Ulangan
Produksi 2 (mg/1.600 cm /35 hari)
Produktivitas 2 (mg/m /30 hari)
(P =Bt+Bd-Bo) K
A
B
C
D
1 2 3 Rata-rata D.S. 1 2 3 Rata-rata D.S. 1 2 3 Rata-rata D.S. 1 2 3 Rata-rata D.S. 1 2 3 Rata-rata D.S.
4.704,0 4.608,0 4.640,0 b 4.608,0 48,8 5.136,0 5.056,0 4.992,0 a 5.056,0 72,1 3.952,0 4.000,0 3.920,0 c 3.920,0 40,2 3.488,0 3.392,0 3.424,0 d 3.408,0 48,8 3.216,0 3.152,0 3.136,0 e 3.280,0 42,3
25.200,0 24.685,7 24.857,1 b 24.685,7 261,8 27.514,2 27.085,7 26.742,8 a 27.085,7 386,4 21.171,4 21.428,5 21.000,0 c 21.000,0 215,6 18.685,7 18.171,4 18.342,8 d 18.257,1 261,8 17.228,5 16.885,7 16.800,0 e 17.571,4 226,7
Bobot pakan yang dikonsumsi (mg) (K pakan) 10.395,6 10.395,3 10.387,2 a 10.392,7 4,7 10.396,6 10.394,1 10.395,5 a 10.395,4 1,2 10.392,2 10.393,3 10.398,0 a 10.394,5 3,0 10.394,6 10.394,3 10.394,6 a 10.394,5 0,1 10.392,5 10.391,4 10.393,9 a 10.392,6 1,2
Efisiensi pakan (%) ( EP = P / K pakan) 45,24 44,32 44,67 b 44,33 0,46 49,40 48,64 48,02 a 48,63 0,69 38,02 38,48 37,69 c 37,71 0,39 33,55 32,63 32,94 d 32,78 0,46 30,94 30,33 30,17 e 31,56 0,40
Keterangan: Rata-rata dalam kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).
170
Lampiran 71.
Hasil analisis sidik ragam bobot pakan yang dikonsumsi D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan pakan selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan
Oneway Descriptives BOBOT PAKAN YANG DIKONSUMSI N
Mean
Std.
Std.
Deviation
Error
95% Confidence Interval for Minimum Maximum Mean Lower Bound
Upper Bound
1
3 10392.700
4.7655
2.7514
10380.862
10404.538
10387.2
10395.6
2
3 10395.400
1.2530
.7234
10392.287
10398.513
10394.1
10396.6
3
3 10394.500
3.0806
1.7786
10386.847
10402.153
10392.2
10398.0
4
3 10394.500
.1732
.1000
10394.070
10394.930
10394.3
10394.6
5
3 10392.600
1.2530
.7234
10389.487
10395.713
10391.4
10393.9
Total 15 10393.940
2.5216
.6511
10392.544
10395.336
10387.2
10398.0
ANOVA BOBOT PAKAN YANG DIKONSUMSI Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
18.276
4
4.569
.646
.642
Within Groups
70.740
10
7.074
Total
89.016
14
171
Lampiran 72.
Hasil analisis sidik ragam efisiensi pakan D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan pakan selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan
Oneway Descriptives EFISIENSI PAKAN N
Mean
Std.
Std.
95% Confidence Interval for
Deviation
Error
Mean Lower Bound
Minimum Maximum
Upper Bound
1
3 44.743
.4644
.2681
43.590
45.897
44.3
45.2
2
3 48.687
.6912
.3991
46.970
50.404
48.0
49.4
3
3 38.063
.3968
.2291
37.078
39.049
37.7
38.5
4
3 33.040
.4681
.2702
31.877
34.203
32.6
33.6
5
3 30.480
.4063
.2346
29.471
31.489
30.2
30.9
Total 15 39.003
7.1208
1.8386
35.059
42.946
30.2
49.4
ANOVA EFISIENSI PAKAN Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
F
707.420
4
176.855
2.470
10
.247
709.890
14
Sig.
716.012
.000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: EFISIENSI PAKAN Tukey HSD (I)Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound
Dua Satu
Tiga Empat
-3.9433
*
.4058 .000
-5.279
-2.608
6.6800
*
.4058 .000
5.345
8.015
11.7033
*
.4058 .000
10.368
13.039
*
.4058 .000
12.928
15.599
Lima 14.2633 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
172
Lampiran 73. Hasil analisis sidik ragam produktivitas D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan pakan selama 35 hari pemeliharaan Oneway Descriptives PRODUKTIVITAS N
Mean
Std.
Std. Error
95% Confidence Interval
Deviation
Minimum Maximum
for Mean Lower
Upper
Bound
Bound
1
3 24914.267
261.8724
151.1921
24263.740
25564.794
24685.7
25200.0
2
3 27114.233
386.4908
223.1405
26154.137
28074.330
26742.8
27514.2
3
3 21199.967
215.6736
124.5192
20664.204
21735.730
21000.0
21428.5
4
3 18399.967
261.8724
151.1921
17749.440
19050.494
18171.4
18685.7
5
3 16971.400
226.7409
130.9089
16408.144
17534.656
16800.0
17228.5
3965.9170 1023.9954
19523.715
23916.218
16800.0
27514.2
Total 15 21719.967
ANOVA PRODUKTIVITAS Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
219430052.247
4
54857513.062
768911.847
10
76891.185
220198964.093
14
F
Sig.
713.443
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: PRODUKTIVITAS Tukey HSD (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound
-2199.9667
*
226.4085 .000
-2945.095
-1454.838
3714.3000
*
226.4085 .000
2969.171
4459.429
*
226.4085 .000
5769.171
7259.429
Lima 7942.8667 226.4085 .000 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
7197.738
8687.995
Dua Satu
Tiga Empat
6514.3000
*
.000
173
Lampiran 74. Hasil analisis protein dan lemak tubuh D. pinnaticirris (% bobot basah) pada berbagai perlakuan pakan selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan Peubah Ulangan
Protein
Lemak
1 2 3 Ratarata D.S. 1 2 3 Ratarata D.S.
Awal 8,37 8,37 8,37 8,37
K 8,89 8,90 8,91 8,90
A 10,07 10,08 10,09 10,08
Akhir B 8,85 8,85 8,85 8,85
0 0,14 0,14 0,14 0,14
0,010 0,20 0,20 0,20 0,20
0,010 0,22 0,22 0,23 0,22
0 0,19 0,19 0,19 0,19
0,006 0,17 0,17 0,17 0,17
0,006 0,16 0,16 0,16 0,16
0
0
0,010
0
0
0
C 8,75 8,76 8,76 8,76
D 8,72 8,73 8,73 8,73
174
Lampiran 75.
Retensi protein D. pinnaticirris pada pada berbagai perlakuan pakan selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan
Peubah Biomassa hidup akhir (mg) (Bt) Rata-rata Kandungan protein tubuh (% bobot basah) pada akhir percoban Biomassa hidup awal (mg) (Bo) Rata-rata Kandungan protein tubuh (% bobot basah) pada awal percoban Bobot protein tubuh hidup akhir (mg) = Bt x Kandungan protein tubuh (% bobot basah) pada akhir percoban ( F) Bobot protein tubuh hidup awal (mg) = Bo x Kandungan protein tubuh (% bobot basah) pada awal percoban (I) Bobot protein yang diretensi (mg) ( F – I) Bobot pakan yang dikonsumsi (mg) (K pakan) Bobot protein pakan yang dikonsumsi (mg) (K protein) Retensi protein = (F – I)/ K protein x 100% Rata-rata D.S.
U 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
K 29616,0 29488,0 29536,0 29504,0 8,89 8,90 8,91 24912,0 24880,0 24896,0 24896,0 8,37 8,37 8,37 2632,9 2624,4 2631,7
A 30048,0 29984,0 29984,0 30000,0 10,07 10,08 10,09 24912,0 24928,0 24992,0 24944,0 8,37 8,37 8,37 3025,8 3022,4 3025,4
B 29056,0 28880,0 28816,0 28880,0 8,85 8,85 8,85 25104,0 24880,0 24896,0 24960,0 8,37 8,37 8,37 2571,5 2555,9 2550,2
C 28448,0 28304,0 28480,0 28384,0 8,75 8,76 8,76 24960,0 24912,0 25056,0 24976,0 8,37 8,37 8,37 2489,2 2479,4 2494,8
D 28048,0 28128,0 27984,0 28160,0 8,72 8,73 8,73 24832,0 24976,0 24848,0 24880,0 8,37 8,37 8,37 2445,8 2455,6 2443,0
2085,1 2082,5 2083,8
2085,1 2086,5 2091,8
2101,2 2082,5 2083,8
2089,2 2085,1 2097,2
2078,4 2090,5 2079,8
547,7 542,0 547,9 10395,6 10395,3 10387,2 3882,8 3882,6 3879,6 14,11 13,96 14,12 b 14,06 0,09
940,7 935,9 933,6 10396,6 10394,1 10395,5 3591,0 3590,1 3590,6 26,20 26,07 26,00 a 26,09 0,10
470,3 473,4 466,4 10392,2 10393,3 10398,0 3296,4 3296,8 3298,2 14,27 14,36 14,14 b 14,26 0,11
400,0 394,3 397,7 10394,6 10394,3 10394,6 3003,0 3002,9 3003,0 13,32 13,13 13,24 c 13,23 0,10
367,3 365,1 363,2 10392,5 10391,4 10393,9 2710,4 2710,1 2710,7 13,55 13,47 13,40 c 13,47 0,08
Keterangan: 1. U = Ulangan. 2. K protein pakan campuran (K + D) = Bobot protein pakan K yang dikonsumsi (mg) + Bobot protein pakan D yang dikonsumsi (mg) Misal: campuran pakan 75% pakan K + 25% pakan D, maka K protein pakan campuran = (0,75 x Kandungan protein pakan K x K pakan) + (0,25 kandungan protein pakan D x K pakan)
175
Lampiran 76.
Hasil analisis sidik ragam retensi protein D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan pakan selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan
Oneway RETENSI PROTEIN N Mean 1 3 2 3 3 3 4 3 5 3 Total 15
14.063 26.090 14.257 13.230 13.473 16.223
Descriptives Std. Deviation .0896 .1015 .1106 .0954 .0751 5.1222
Std. Error .0517 .0586 .0639 .0551 .0433 1.3225
ANOVA
RETENSI PROTEIN Between Groups Within Groups Total
95% Confidence Interval for Minimum Maximum Mean Lower Bound Upper Bound 13.841 14.286 14.0 14.1 25.838 26.342 26.0 26.2 13.982 14.531 14.1 14.4 12.993 13.467 13.1 13.3 13.287 13.660 13.4 13.6 13.386 19.059 13.1 26.2
Sum of Squares 367.221 .091 367.312
df
4 10 14
Mean Square 91.805 .009
F 10133.032
Sig. .000
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons Dependent Variable: RETENSI PROTEIN Tukey HSD (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. Dua -12.0267* Tiga -.1933 Satu * Empat .8333 * Lima .5900 * Satu 12.0267 * Tiga 11.8333 Dua * Empat 12.8600 * Lima 12.6167 Satu .1933 * Dua -11.8333 Tiga * Empat 1.0267 * Lima .7833 * Satu -.8333 * Dua -12.8600 Empat * Tiga -1.0267 Lima -.2433 * Satu -.5900 * Dua -12.6167 * Lima Tiga -.7833 Empat .2433 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
.0777 .0777 .0777 .0777 .0777 .0777 .0777 .0777 .0777 .0777 .0777 .0777 .0777 .0777 .0777 .0777 .0777 .0777 .0777 .0777
.000 .169 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .169 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .064 .000 .000 .000 .064
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -12.282 -11.771 -.449 .062 .578 1.089 .334 .846 11.771 12.282 11.578 12.089 12.604 13.116 12.361 12.872 -.062 .449 -12.089 -11.578 .771 1.282 .528 1.039 -1.089 -.578 -13.116 -12.604 -1.282 -.771 -.499 .012 -.846 -.334 -12.872 -12.361 -1.039 -.528 -.012 .499
176
Lampiran 77.
Retensi lemak D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan pakan selama 35 hari pemeliharaan di akhir percobaan
Peubah Biomassa hidup akhir (mg) (Bt) Rata-rata Kandungan lemak tubuh (% bobot basah) pada akhir percoban Biomassa hidup awal (mg) (Bo) Rata-rata Kandungan lemak tubuh (% bobot basah) pada awal percobaan Bobot lemak tubuh hidup akhir (mg) = Bt x Kandungan lemak tubuh (% bobot basah) pada akhir percobaan ( F) Bobot lemak tubuh hidup awal (mg) = Bo x Kandungan lemak tubuh (% bobot basah) pada awal percobaan (I) Bobot lemak tubuh yang diretensi (mg) ( F – I) Bobot pakan yang dikonsumsi (mg) (K pakan) Bobot lemak pakan yang dikonsumsi (mg) (K lemak) Retensi lemak = (F – I) / K lemak x 100% Rata-rata D.S.
U 1 2 3
1 2 3 1 2 3
K 29.616.0 29.488.0 29.536.0 29.504.0 0,20 0,20 0,20 24.912,0 24.880,0 24.896.0 24.896,0 0,14 0,14 0,14 59,2 59,0 59,1
A 30.048.0 29.984.0 29.984.0 30.000.0 0,22 0,22 0,23 24.912,0 24.928,0 24.992,0 24.944,0 0,14 0,14 0,14 66,1 66,0 69,0
B 29.056.0 28.880.0 28.816.0 28.880.0 0,19 0,19 0,19 25.104,0 24.880,0 24.896,0 24.960,0 0,14 0,14 0,14 55,2 54,9 54,8
1 2 3
34,9 34,8 34,9
34,9 34,9 35,0
35,1 34,8 34,9
34,9 34,9 35,1
34,8 35,0 34,8
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
24,3 24,2 24,2 10,395.6 10.395.3 10.387.2 675.7 675.7 675.2 3,60 3,58 3,58 b 3.59 0.01
31,2 31,1 34 10.396.6 10.394.1 10.395.5 608.2 608.1 608.1 5,13 5,11 5,59 a 5,28 0,27
20,1 20,1 19,9 10.392.2 10.393.3 10.398.0 539.4 539.4 539.7 3,73 3,73 3,69 b 3,71 0,02
13,5 13,2 13,3 10.394.6 10.394.3 10.394.6 471.9 471.9 471.9 2,86 2,80 2,82 c 2,83 0,03
10,1 10 10 10.392.5 10.391.4 10.393.9 404.3 404.2 404.3 2.50 2,47 2,47 c 2,48 0,01
1 2 3 1 2 3
C 28.448.0 28.304.0 28.480.0 28.384.0 0,17 0,17 0,17 24.960,0 24.912,0 25.056.0 24.976,0 0,14 0,14 0,14 48,4 48,1 48,4
D 28.048.0 28.128.0 27.984.0 28.160.0 0,16 0,16 0.16 24.832,0 24.976,0 24.848,0 24.880,0 0,14 0,14 0,14 44,9 45,0 44,8
Keterangan: 1. U = Ulangan. 2. K protein pakan campuran (K + D) = Bobot lemak pakan K yang dikonsumsi (mg) + Bobot lemak pakan D yang dikonsumsi (mg) Misal: campuran pakan 75% pakan K + 25% pakan D. maka K lemak pakan campuran = (0,75 x Kandungan lemak pakan K x K pakan) + (0,25 kandungan lemak pakan D x K pakan)
177
Lampiran 78.
Hasil analisis sidik ragam retensi lemak D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan pakan selama 35 hari pemeliharaan
Oneway RETENSI LEMAK N Mean 1 3 2 3 3 3 4 3 5 3 Total 15
1.2867 1.7300 1.2933 1.1433 1.1633 1.3233
Descriptives Std. Deviation .02082 .03000 .01528 .01528 .01528 .22054
Std. Error .01202 .01732 .00882 .00882 .00882 .05694
ANOVA
RETENSI LEMAK Between Groups Within Groups Total
95% Confidence Interval for Minimum Maximum Mean Lower Bound Upper Bound 1.2350 1.3384 1.27 1.31 1.6555 1.8045 1.70 1.76 1.2554 1.3313 1.28 1.31 1.1054 1.1813 1.13 1.16 1.1254 1.2013 1.15 1.18 1.2012 1.4455 1.13 1.76
Sum of Squares .677 .004 .681
df
4 10 14
Mean Square .169 .000
F 416.107
Sig. .000
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons Dependent Variable: RETENSI LEMAK Tukey HSD (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
Satu
Empat
Dua Tiga Empat Lima Satu Dua Tiga Lima
-.44333* -.00667 * .14333 * .12333 * -.14333 * -.58667 * -.15000 -.02000
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
.01647 .01647 .01647 .01647 .01647 .01647 .01647 .01647
.000 .993 .000 .000 .000 .000 .000 .744
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -.4975 -.3891 -.0609 .0475 .0891 .1975 .0691 .1775 -.1975 -.0891 -.6409 -.5325 -.2042 -.0958 -.0742 .0342
178 178 Lampiran 79. Aktivitas enzim protease, lipase, dan α -amilase (U/g tubuh/menit) dari D. pinnaticirris pada setiap perlakuan pada hari ke-0 dan hari ke-35 percobaan Enzim
Hari percobaan
Ulangan
K 0,613 0,613 0,613 c 0,613 0 1,388 1,387 1,389 b 1,388 0,001 3,738 3,737 3,737 a 3,737 0,001 5,652 5,652 5,652 c 5,652 0 1,923 1,924 1,923 a 1,923 0,001 2,165 2,167 2,168 b 2,167 0,002
A 0,614 0,613 0,615 b 0,614 0,001 1,453 1,452 1,449 a 1,451 0,002 3,738 3,737 3,737 a 3,737 0,001 7,64 7,64 7,64 a 7,64 0 1,923 1,923 1,925 a 1,924 0,001 2,378 2,378 2,378 a 2,378 0,000
Perlakuan B 0,616 0,615 0,617 a 0,616 0,001 1,118 1,115 1,114 c 1,116 0,002 3,738 3,737 3,727 a 3,734 0,006 5,695 5,695 5,695 b 5,695 0 1,923 1,926 1,923 a 1,924 0,002 2,115 2,117 2,118 c 2,117 0,002
1 0 2 3 Rata-rata D.S. Protease 1 35 2 3 Rata-rata D.S. 1 0 2 3 Rata-rata D.S. Lipase 1 35 2 3 Rata-rata D.S. 1 0 2 3 Rata-rata D.S. α - amilase 1 35 2 3 Rata-rata D.S. Keterangan: 1. D.S. = Deviasi standar. 2. Rata-rata dalam baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).
C 0,615 0,613 0,617 b 0,615 0,002 0,988 0,982 0,981 d 0,984 0,004 3,738 3,737 3,737 a 3,737 0,001 5,100 5,111 5,109 d 5,107 0,006 1,923 1,924 1,923 a 1,923 0,001 2,063 2,064 2,065 d 2,064 0,001
D 0,613 0,613 0,613 c 0,613 0 0,663 0,667 0,66 e 0,663 0,004 3,738 3,737 3,737 a 3,737 0,001 5,122 5,122 5,122 e 5,122 0 1,923 1,923 1,925 a 1,924 0,001 1,987 1,988 1,989 e 1,988 0,001
179
Lampiran 80.
Hasil analisis sidik ragam enzim protease D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan pakan pada hari ke-0
Oneway Descriptives AKTIVITAS ENZIM N
Mean
Std,
Std, Error
95% Confidence
Deviation
Minimum Maximum
Interval for Mean Lower
Upper
Bound
Bound
K
3 ,61300
,000000
,000000
,61300
,61300
,613
,613
A
3 ,61400
,001000
,000577
,61152
,61648
,613
,615
B
3 ,61600
,001000
,000577
,61352
,61848
,615
,617
C
3 ,61500
,002000
,001155
,61003
,61997
,613
,617
D
3 ,61300
,000000
,000000
,61300
,61300
,613
,613
Total 15 ,61420
,001521
,000393
,61336
,61504
,613
,617
ANOVA AKTIVITAS ENZIM Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares ,000 ,000 ,000
df 4 10 14
Mean Square ,000 ,000
F
Sig, 4,250
,029
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: AKTIVITAS ENZIM Tukey HSD (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference Std, Error (I-J)
K
B
Sig,
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound
A
-,001000
,000894
,794
-,00394
,00194
B
*
,000894
,045
-,00594
-,00006
C
-,002000
,000894
,242
-,00494
,00094
D
,000000
,000894 1,000
-,00294
,00294
K
*
,000894
,045
,00006
,00594
A
,002000
,000894
,242
-,00094
,00494
C
,001000
,000894
,794
-,00194
,00394
D
*
,000894
,045
,00006
,00594
-,003000
,003000
,003000
*, The mean difference is significant at the 0,05 level,
180
Lampiran 81.
Hasil analisis sidik ragam enzim protease D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan pakan pada hari ke-35
Oneway Descriptives AKTIVITAS ENZIM N
Mean
Std,
Std, Error 95% Confidence Interval for Minimum Maximum
Deviation
Mean Lower
Upper Bound
Bound K
3 1,38800
,001000
,000577
1,38552
1,39048
1,387
1,389
A
3 1,45133
,002082
,001202
1,44616
1,45650
1,449
1,453
B
3 1,11567
,002082
,001202
1,11050
1,12084
1,114
1,118
C
3
,98367
,003786
,002186
,97426
,99307
,981
,988
D
3
,66333
,003512
,002028
,65461
,67206
,660
,667
Total 15 1,12040
,295965
,076418
,95650
1,28430
,660
1,453
ANOVA AKTIVITAS ENZIM Sum of
df
Mean
Squares Between Groups Within Groups Total
F
Sig,
Square
1,226
4
,307
,000
10
,000
1,226
14
42188,014
,000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: AKTIVITAS ENZIM Tukey HSD (I) Perlakuan (J)Perlakuan Mean Difference (I-J) Std, Error Sig,
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound
-,063333
*
,002201 ,000
-,07058
-,05609
,272333
*
,002201 ,000
,26509
,27958
C
,404333
*
,002201 ,000
,39709
,41158
D
,724667
*
,002201 ,000
,71742
,73191
A K
B
*, The mean difference is significant at the 0,05 level,
181
Lampiran 82.
Hasil analisis sidik ragam enzim lipase D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan pakan pada hari ke-0
Oneway Descriptives AKTIVITAS ENZIM N
Mean
Std,
Std,
95% Confidence Interval for
Deviation
Error
Mean Lower Bound
Upper Bound
Minimum Maximum
K
3 3,73733
,000577
,000333
3,73590
3,73877
3,737
3,738
A
3 3,73733
,000577
,000333
3,73590
3,73877
3,737
3,738
B
3 3,73400
,006083
,003512
3,71889
3,74911
3,727
3,738
C
3 3,73733
,000577
,000333
3,73590
3,73877
3,737
3,738
D
3 3,73733
,000577
,000333
3,73590
3,73877
3,737
3,738
Total 15 3,73667
,002717
,000701
3,73516
3,73817
3,727
3,738
ANOVA AKTIVITAS ENZIM Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
,000
4
,000
Within Groups
,000
10
,000
Total
,000
14
F
Sig, ,870
,515
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: AKTIVITAS ENZIM Tukey HSD (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference Std, Error
Sig,
(I-J)
K
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound
A
,000000
,002261 1,000
-,00744
,00744
B
,003333
,002261
,599
-,00411
,01077
C
,000000
,002261 1,000
-,00744
,00744
D
,000000
,002261 1,000
-,00744
,00744
182
Lampiran 83.
Hasil analisis sidik ragam enzim lipase D. pinnaticirris berbagai perlakuan pakan pada hari ke-35
pada
Oneway Descriptives AKTIVITAS ENZIM N
Mean
Std,
Std,
95% Confidence Interval for
Deviation
Error
Mean Lower Bound
Upper Bound
Minimum Maximum
K
3 5,65200
,000000
,000000
5,65200
5,65200
5,652
5,652
A
3 7,64000
,000000
,000000
7,64000
7,64000
7,640
7,640
B
3 5,69500
,000000
,000000
5,69500
5,69500
5,695
5,695
C
3 5,10667
,005859
,003383
5,09211
5,12122
5,100
5,111
D
3 5,12200
,000000
,000000
5,12200
5,12200
5,122
5,122
Total 15 5,84313
,965436
,249275
5,30849
6,37777
5,100
7,640
ANOVA AKTIVITAS ENZIM Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
F
13,049
4
3,262
,000
10
,000
13,049
14
Sig,
475080,039
,000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: AKTIVITAS ENZIM Tukey HSD (I) Perlakuan (J)Perlakuan Mean Difference (I-J) Std, Error Sig,
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound
A K
B C D
-1,988000
*
,002140 ,000
-1,99504
-1,98096
-,043000
*
,002140 ,000
-,05004
-,03596
,545333
*
,002140 ,000
,53829
,55237
,530000
*
,002140 ,000
,52296
,53704
*, The mean difference is significant at the 0,05 level,
183
Lampiran 84.
Hasil analisis sidik ragam enzim α -amilase D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan pakan pada hari ke-0
Oneway Descriptives AKTIVITAS ENZIM N
Mean
Std,
Std,
95% Confidence Interval for
Deviation
Error
Mean Lower Bound
Minimum Maximum
Upper Bound
K
3 1,92333
,000577 ,000333
1,92190
1,92477
1,923
1,924
A
3 1,92367
,001155 ,000667
1,92080
1,92654
1,923
1,925
B
3 1,92400
,001732 ,001000
1,91970
1,92830
1,923
1,926
C
3 1,92333
,000577 ,000333
1,92190
1,92477
1,923
1,924
D
3 1,92367
,001155 ,000667
1,92080
1,92654
1,923
1,925
Total 15 1,92360
,000986 ,000254
1,92305
1,92415
1,923
1,926
ANOVA AKTIVITAS ENZIM Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
,000
4
,000
Within Groups
,000
10
,000
Total
,000
14
F
Sig, ,184
,941
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: AKTIVITAS ENZIM Tukey HSD (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference Std, Error
Sig,
(I-J)
K
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound
A
-,000333
,000919
,996
-,00336
,00269
B
-,000667
,000919
,946
-,00369
,00236
C
,000000
,000919 1,000
-,00302
,00302
D
-,000333
,000919
-,00336
,00269
,996
184
Lampiran 85.
Hasil analisis sidik ragam enzim α -amilase D. pinnaticirris pada berbagai perlakuan pakan pada hari ke-35
Oneway Descriptives AKTIVITAS ENZIM N
Mean
Std,
Std,
95% Confidence Interval for
Deviation
Error
Mean
Minimum Maximum
Lower Bound
Upper Bound
K
3 2,16667
,001528
,000882
2,16287
2,17046
2,165
2,168
A
3 2,37800
,000000
,000000
2,37800
2,37800
2,378
2,378
B
3 2,11667
,001528
,000882
2,11287
2,12046
2,115
2,118
C
3 2,06400
,001000
,000577
2,06152
2,06648
2,063
2,065
D
3 1,98800
,001000
,000577
1,98552
1,99048
1,987
1,989
Total 15 2,14267
,136341
,035203
2,06716
2,21817
1,987
2,378
ANOVA AKTIVITAS ENZIM Sum of Squares
df
Mean Square
F
Between Groups
,260
4
,065
Within Groups
,000
10
,000
Total
,260
14
48793,500
Sig, ,000
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: AKTIVITAS ENZIM Tukey HSD (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference (I-J) Std, Error Sig,
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound
-,211333
*
,000943 ,000
-,21444
-,20823
B
,050000
*
,000943 ,000
,04690
,05310
C
,102667
*
,000943 ,000
,09956
,10577
,178667
*
,000943 ,000
,17556
,18177
A K
D
*, The mean difference is significant at the 0,05 level,
185
Lampiran 86. Perincian biaya produksi tepung klekap A. Biaya produksi 28.250 kg klekap/ha tambak atau 6.748,9 kg tepung klekap/ha tambak (23,89% bobot klekap) No. Bahan/tenaga Satuan Jumlah Harga Biaya kerja satuan (Rp) (Rp) 1. Kotoran sapi kg 3.000 200 600.000 2.
Urea
kg
50
2.000
100.000
3.
SP36
kg
50
3.000
150.000
4.
Tenaga kerja
Hari orang
30
50.000
1.500.000
Jumlah=
2.350.000
B. Biaya penepungan 28.250 kg klekap menjadi 6.748,9 kg tepung klekap dengan oven listrik 2.000 W berkapasitas 61,25 kg pada suhu 40o C selama 24 jam No. Bahan/tenaga Satuan Jumlah Harga Biaya kerja satuan (Rp) (Rp) 1.
Listrik
W jam
22.138.775,51 *)
2.
Tenaga kerja
Hari orang
20
Biaya pembuatan 6.748,9 kg tepung klekap =
1,3 28.780.408 50.000
1.000.000
Jumlah= 29.780.408 A+B
= Rp 32.130.408.
Harga tepung klekap = Rp 32.130.408 / 6.748.900 g = Rp 4,8/g. Catatan: 1. Jika kandungan bahan organik tanah dasar tambak tinggi (4,17%) maka 1 ha tambak dapat menghasilkan 28.250 kg klekap. 2. Bobot tepung klekap = 11,92 – 35,86% atau 23,89% bobot klekap (Jumalon 1978). 3. *) 22.138.775,51 = 24 x 2.000 x 28.250/61,25.
186
Lampiran 87. Estimasi perbandingan harga pakan dan nilai jual cacing nereis Dendronereis pinnaticirris antar perlakuan Harga cacing nereis = Rp 60.000/kg = Rp 60/g. Perlakuan Pakan K (100% Tetramin) Harga pakan K per g (Rp) Efisiensi pakan (%) Produksi cacing (g/1.600 cm2/35 hari) Nilai jual cacing (Rp)
1.200,00 44,33 4,61 276,60
Perlakuan Pakan A (75% Tetramin + 25% tepung klekap) Harga pakan A per g (Rp) Efisiensi pakan (%) Produksi cacing (g/1.600 cm2/35 hari) Nilai jual cacing (Rp)
901,20 48,63 5,06 303,6
Perlakuan Pakan B (50% Tetramin + 50% tepung klekap) Harga pakan B per g (Rp) Efisiensi pakan (%) Produksi cacing (g/1.600 cm2/35 hari) Nilai jual cacing (Rp)
602,40 37,71 3,92 235,20
Perlakuan Pakan C (25% Tetramin + 75% tepung klekap) Harga pakan C per g (Rp) Efisiensi pakan (%) Produksi cacing (g/1.600 cm2/35 hari) Nilai jual cacing (Rp)
303,60 32,78 3,41 204,60
Perlakuan Pakan D (100% tepung klekap) Harga pakan D per g (Rp) Efisiensi pakan (%) Produksi cacing (g/1.600 cm2/35 hari) Nilai jual cacing (Rp)
4,80 31,56 3,28 196,80