Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Juni 2015 Vol. 4 No.1 Hal : 105-112 ISSN 2302-6308
Available online at: http://umbidharma.org/jipp E-ISSN 2407-4632
APLIKASI PERBEDAAN SALINITAS PADA PEMELIHARAAN CACING LAUT (Nereis sp.) (Application of Different Salinity in culture of The Polychaeta Nereis s p.) Dodi Hermawan1*, Mustahal1, Suherna2, I Putu Ardi Juliarta1 1Jurusan
Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jl. Raya Jakarta KM 04, Pakupatan, Serang, Banten 2Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jl. Raya Jakarta KM 04, Pakupatan, Serang, Banten Koresponsdensi:
[email protected] Diterima: 15 April 2015 / Disetujui: 20 Mei 2015 ABSTRACT The aim of this research to determine the best salinity maintenance for optimal survival rate and growth in the culture of Polychaeta. The treatment in this research using difference of salinity are 5 ppt, 10 ppt and 15 ppt with three times repeating of each treatment. The research has been done on July - August 2014 at the laboratory scale in Fishery Department of Sultan Ageng Tirtayasa University. The parameters of research were measured the survival rate, specific growth rate and water quality. Then analyzed using a completely randomized design (CRD) and advanced test with Duncan. The results showed that different salinity give difference significantly effect (P<0.05) for survival rate of polychaeta. The survival rate obtained in treatment C 90.74% ± 3.20, 85.18% ± treatment B and treatment 3:21 A 66.67% ± 5.56. This study showed that the salinity of 15 ppt can support optimal survival rate at Polychaeta culture. Keywords : Polychaeta, salinity, survival rate, specific growth rate. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menentukan salinitas pemeliharaan terbaik sehingga diperoleh sintasan dan pertumbuhan yang optimal pada budidaya cacing laut Nereis sp. Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini menggunakan salinitas yang berbeda yaitu 5 ppt, 10 ppt dan 15 ppt dengan masing-masing tiga kali pengulangan. Penelitian dilakukan pada skala laboratorium di bulan Juli - Agustus 2014 di Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Parameter penelitian yang diukur meliputi tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan spesifik dan kualitas air pemeliharaan. Hasil penelitian dianalisis menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dan uji lanjut Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa salinitas yang berbeda memberi pengaruh nyata (P<0,05) terhadap tingkat kelangsungan hidup cacing laut Nereis sp. Tingkat kelangsungan hidup yang diperoleh pada perlakuan C 90,74% ± 3,20, 85,18% ± perlakuan B dan pengobatan 03:21 A 66,67% ± 5,56. Penelitian ini menunjukkan bahwa salinitas 15 ppt dapat mendukung tingkat kelangsungan hidup yang optimal pada budaya cacing laut Nereis sp. Kata kunci: laju pertumbuhan spesifik, Nereis sp., salinitas, tingkat kelangsungan hidup
106
HERMAWAN ET AL. PENDAHULUAN
Cacing laut merupakan makanan alami yang baik bagi udang windu (Penaeus monodon) dan udang vaname (Litopenaeus vannamei) karena memiliki kandungan nutrisi yang baik bagi pertumbuhan udang (Suwignyo et al. 2005). Seiring dengan perkembangan jumlah hatchery di Indonesia, kebutuhan dan permintaan cacing laut meningkat. Saat ini cacing laut banyak diambil dari lingkungan alam seperti pantai dan daerah muara sungai yang berpotensi menggangu habitat populasi alaminya dan merusak lingkungan. Oleh karena itu perlu adanya upaya budidaya cacing laut sehingga diperoleh ukuran dewasa untuk memenuhi permintaan hatchery udang, menjaga kelestarian induk cacing laut dan menjaga kelestarian alam. Budidaya cacing laut ini masih belum populer dilakukan di Indonesia, karena masih minimnya informasi untuk menunjang budidayanya seperti kebiasaan makan, kepadatan biomassa dan kondisi lingkungannya (Siregar 2008). Salinitas merupakan salah satu parameter kondisi lingkungan perairan yang mempengaruhi proses biologi dan secara langsung mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup cacing laut. Salinitas berkaitan dengan tekanan osmotik air, semakin jauh perbedaan tekanan osmotik antara tubuh dan lingkungannya, semakin banyak energi metabolisme yang dibutuhkan untuk melakukan osmoregulasi sebagai upaya adaptasi, namun tetap ada batas toleransi (Fujaya 2004). Cacing laut harus berusaha menyesuaikan diri terhadap tekanan osmotik dari lingkungannya (Kordi 2009). Salinitas berhubungan erat dengan proses osmoregulasi. Apabila terjadi penurunan salinitas secara mendadak dan dalam kisaran yang cukup besar, maka akan menyulitkan hewan air seperti cacing laut dalam pengaturan osmoregulasi tubuhnya (Rachmawati et al. 2012). Usaha ini membutuhkan energi yang berasal dari pembakaran protein, lemak
JIPP dan karbohidrat sehingga dapat menurunkan jumlah energi, menurunkan laju pertumbuhan dan menyebabkan kematian (Mustofa 2012). Pengetahuan ini sangat penting dalam mengelola kualitas air media pemeliharaan terutama salinitas (Fujaya 2004). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan salinitas pemeliharaan terbaik sehingga diperoleh sintasan dan pertumbuhan yang optimal pada budidaya cacing laut Nereis sp. METODOLOGI Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli Agustus 2014 dan bertempat di Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten. Cacing laut Nereis sp. diperoleh dari hasil tangkapan di pesisir pantai desa Kemayungan, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Pengambilan dilakukan pada pukul 09.00 WIB saat air laut sedang surut. Cacing laut ditemukan pada kedalaman 10-30 cm dari lapisan lumpur paling atas. Cacing laut yang digunakan dalam penelitian ini memiliki bobot 0,26 g dengan panjang berkisar 5-10 cm. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini terdiri dari 3 perlakuan dengan masingmasing 3 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah perbedaan salinitas pemeliharaan, yaitu: A. Perlakuan dengan salinitas 5 ppt B. Perlakuan dengan salinitas 10 ppt C. Perlakuan dengan salinitas 15 ppt Media pemeliharaan berupa pasir putih yang diambil dari pantai Anyer Provinsi Banten. Pasir terlebih dahulu dibersihkan dari serasah dan sampah lainnya kemudian dicuci dengan air tawar untuk menghilangkan kotoran dan kandungan organik yang ada dalam pasir. Setelah itu pasir putih dimasukkan ke dalam wadah penelitian dengan ketinggian 5 cm.
Vol. 4, 2015 Air laut yang digunakan untuk pemeliharaan cacing laut diambil dari pantai Karangantu, Kabupaten Serang Provinsi Banten. Air laut hasil penyaringan disterilisasi terlebih dahulu menggunakan kaporit 10 ppm. Setelah pemberian kaporit, ditambahkan tiosulfat dengan dosis 5 ppm untuk menetralkan kadar klorin dalam air. Wadah yang telah disiapkan kemudian diisi air laut steril dengan salinitas sesuai perlakuan yang diberikan. Menurut Arrokhman et al. (2012) untuk memperoleh salinitas yang diinginkan dilakukan pengenceran dengan air tawar. Sebelum penelitian cacing di aklimatisasi selama 10 hari. Selama itu cacing laut dipelihara pada media salinitas yang berbeda sesuai masing-masing perlakuan dengan menggunakan sistem resirkulasi air. Cacing laut yang akan diteliti dibersihkan dari kotoran mengunakan air dan dilakukan seleksi seperti keaktifan bergerak dan kelengkapan anggota tubuh. Kemudian cacing laut ditimbang dengan kisaran bobot 260 mg/ekor. Padat tebar cacing laut pada penelitian ini adalah 153 ekor/m² atau 18 ekor/wadah. Setelah ditimbang cacing laut ditebar di masing-masing wadah penelitian. Pakan yang diberikan pada penelitian ini adalah pakan komersil berbentuk crumble dengan kandungan protein 30%, lemak 4%, serat kasar 6% dan kadar air 12%. Pemberian pakan saat aklimatisasi dan penelitian dilakukan pada jam 16.00 WIB dengan teknik pemberian pakan secara ad libitium. Pemeliharaan cacing laut di dalam wadah penelitian menggunakan sebuah sistem resirkulasi. Kontrol terhadap kelangsungan resirkulasi air baik di wadah pemeliharaan cacing laut dan di wadah air buangan dilakukan setiap hari. Parameter Penelitian Parameter penelitian berupa sintasan, laju pertumbuhan spesifik, dan kualitas air.
Aplikasi Perbedaan Salinitas
107
a) Sintasan Sintasan atau Survival Rate (SR) merupakan jumlah cacing yang hidup pada akhir penelitian dibandingkan dengan jumlah awal penelitian. Rumus sintasan berdasarkan Effendie (1997) adalah: Keterangan : SR : tingkat kelangsungan hidup cacing laut (%) Nt : jumlah cacing pada akhir penelitian (ekor) No : jumlah cacing pada awal penelitian (ekor) b) Laju pertumbuhan spesifik Laju pertumbuhan spesifik atau Specific Growth Rate (SGR) merupakan pertambahan bobot individu dalam persen per hari. Rumus laju pertumbuhan spesifik berdasarkan Effendie (1997) adalah: Keterangan : LPS : laju pertumbuhan spesifik (%) Wt : bobot rerata cacing pada akhir penelitian (g) Wo : bobot rerata cacing pada awal penelitian (g) t : waktu penelitian (hari) c) Kualitas air Parameter kualitas air yang diukur selama penelitian adalah parameter fisika dan parameter kimia. Parameter fisika yang diukur adalah suhu sedangkan parameter kimia meliputi pH, oksigen terlarut, salinitas dan ammonia. Pengukuran suhu dan salinitas dilakukan setiap hari pada pukul 09.00 WIB dan 16.00 WIB. Pengukuran pH, oksigen terlarut dan ammonia diukur setiap 1 kali dalam seminggu. Data pengamatan berupa sintasan, laju pertumbuhan spesifik dianalisis dengan analisis sidik ragam (ANOVA) menggunakan uji F pada selang kepercayaan 95%. Jika terdapat perbedaan nyata antar perlakuan maka dilanjutkan
108
HERMAWAN ET AL.
dengan uji lanjut Duncan's Multiple Range menggunakan software. Selanjutnya analisis data ditampilkan dalam bentuk gambar dan tabel. Untuk data kualitas air akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan diinterprestasikan secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menghasikan kisaran sintasan cacing laut Nereis sp. sebesar 66,67%±5,56 - 90,74%±3,20 (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemeliharaan cacing laut dengan media salinitas yang berbeda selama 35 hari memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap sintasan cacing laut (P<0,05). Setelah uji lanjut Duncan, perlakuan A berbeda nyata dengan perlakuan B dan perlakuan C, sedangkan perlakuan B dan perlakuan C tidak berbeda nyata (P>0,05). Tingginya nilai sintasan cacing laut disebabkan ketersediaan pakan yang mencukupi untuk kebutuhan hidup cacing laut dan didukung dengan adanya sistem resirkulasi selama penelitian yang dapat berperan untuk menjaga kualitas air sehingga mendukung proses kehidupan cacing laut. Faktor adaptasi dari cacing laut menjadi faktor penunjang lainnya yang menghasilkan sintasan yang tinggi. Hal ini karena cacing laut telah melewati masa aklimatisasi di wadah percobaan, sehingga cacing laut dapat bertahan hidup dan beradaptasi dengan baik pada wadah pemeliharaan yang baru. Beberapa spesies cacing laut mampu beradaptasi dengan salinitas yang rendah maupun tinggi, namun tetap memiliki batas toleransi (Suwignyo et al. 2005). Populasi cacing N. succinea telah mampu beradaptasi terhadap kenaikan salinitas, tetapi tidak tahan jika salinitas melebihi batas osmoregulasinya (Detwiler et al. 2002). Sintasan yang rendah pada perlakuan dengan salinitas rendah karena cacing
JIPP laut cenderung akan melakukan osmoregulasi yang tinggi, sehingga akan mengeluarkan energi yang banyak. Hal ini dalam jangka tertentu akan menyebabkan kematian pada organisme cacing laut. Semakin rendah salinitas maka semakin jauh perbedaan tekanan osmotik antara tubuh dengan lingkungannya. Dampak dari rendahnya salinitas tersebut, cacing laut akan memerlukan banyak energi untuk proses osmoregulasi (Fujaya 2004). Menurut penelitian Mustofa (2012) salinitas media 5–35 ppt merupakan kisaran salinitas yang masih dapat ditolerir oleh cacing laut dalam proses penyesuaian tekanan osmotik antara cairan tubuh cacing laut dengan lingkungannya, sehingga masih dapat bertahan hidup hingga 48 jam setelah perubahan salinitas dengan sintasan lebih dari 50%. Hal ini menunjukkan bahwa cacing laut memiliki batas toleransi terhadap perubahan salinitas dalam waktu tertentu. Mortalitas terjadi disebabkan oleh keterbatasan kemampuan osmoregulasi cacing laut terhadap perubahan salinitas lingkungan. Yuwono et al. (2002) menggunakan air yang bersalinitas 15 ppt dan merupakan salinitas yang optimal untuk pemeliharaan cacing nereis D. pinnaticirri. Selanjutnya Junardi (2001) menyatakan bahwa pada cacing laut akan mengalami kematian pada Salinitas kurang dari 6 ppt, kondisi salinitas 15-24 ppt cacing laut akan mengalami sintasan yang normal. Penelitian ini menghasilkan kisaran laju pertumbuhan spesifik cacing laut Nereis sp. sebesar 0,86%±0,08 1,47%±0,73 (Gambar 2). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemeliharaan cacing laut dengan menggunakan media salinitas yang berbeda selama 35 hari tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap laju pertumbuhan spesifik cacing laut (P>0,05).
Vol. 4, 2015
Aplikasi Perbedaan Salinitas
109
100
Sintasan (%)
80
90,74%
3,20a
85,18%
3,21b
66,67%
5,56b
60
(A) 5 ppt
40
(B) 10 ppt 20
(C) 15 ppt
0
H17
H 14 2
H 213
H 284
H 355
Minggu Hari ke- ke-
Gambar 1 Sintasan cacing laut selama penelitian Keterangan : Huruf superskrip berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata antara perlakuan
Laju Pertumbuhan Spesifik (%)
3 2,5
1,15±0,91
1,47±0,73
2 1,5 0,86±0,08 1
0,5 0 A
B Perlakuan
C
Gambar 2 Laju pertumbuhan spesifik cacing laut selama penelitian Pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari keturunan, jenis kelamin dan umur, sedangkan faktor eksternal terdiri dari lingkungan dan pakan (Effendie 1997). Laju pertumbuhan spesifik cacing laut pada pemeliharaan 35 hari memperlihatkan bahwa cacing laut mampu untuk tumbuh. Hal ini karena pada proses tekanan osmotik dalam tubuh cacing laut, semakin rendah salinitas media
dari media isoosmotik, akan semakin tinggi beban kerja osmotik, jadi energi yang terbuang kearah kinerja osmotik lebih besar. Penelitian Mustofa (2012) menyatakan bahwa pada salinitas media isoosmotik, energi osmoregulasi akan mencapai titik terendah sehingga energi yang tersedia dapat dimanfaatkan secara maksimum untuk pertumbuhan. Rachmawati et al. (2012) menyatakan bahwa pertumbuhan akan terjadi setelah organisme air mampu
110
HERMAWAN ET AL.
JIPP
mempertahankan keadaaan internal supaya tetap stabil sehingga memungkinan tetap terselenggaranya aktivitas fisiologi di dalam tubuh. Selanjutnya Affandi dan Tang (2002) menyatakan bahwa organisme air yang dipelihara pada salinitas yang mendekati konsentrasi ion darahnya, maka energi untuk proses osmoregulasinya akan cukup kecil dan akan lebih banyak digunakan untuk proses pertumbuhan. Faktor lain juga menyatakan bahwa aktivitas berenang dan merayap terus menerus menunjukkan bahwa hewan uji dalam kondisi tidak nyaman. Aktivitas berenang dan bergerak terus dari cacing laut ini membutuhkan energi yang cukup banyak, sehingga energi yang diperoleh dari pakan yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan metabolisme dasarnya. Sedangkan cacing laut yang berada dalam lubang dapat memanfaatkan pakan untuk pertumbuhan (Mustofa et al. 2012). Faktor pakan menjadi sangat penting dalam menunjang laju pertumbuhan spesifik karena ketersediaan pakan dalam budidaya sangat mempengaruhi pertumbuhan. Pertumbuhan cacing laut erat kaitannya dengan ketersediaan protein dalam pakan, karena protein merupakan sumber energi bagi cacing laut dan protein merupakan nutrisi yang sangat dibutuhkan cacing laut untuk pertumbuhan. Pemeliharaan selama 35 hari memperlihatkan bahwa cacing laut mampu memanfaatkan nutrien pakan untuk disimpan dalam tubuh dan mengkonversinya menjadi energi. Pada da-
sarnya cacing laut akan mencerna pakan menjadi sumber energi di dalam tubuhnya yaitu energi utama digunakan untuk metabolisme, pergerakan, produksi organ seksual, perawatan bagianbagian tubuh serta pergantian sel-sel yang telah rusak dan kelebihannya digunakan untuk pertumbuhannya (Abdulgani dan Aggraeni 2013). Kualitas air media pemeliharaan cacing laut dilihat pada Tabel 1. Pengukuran nilai parameter kualitas air pada masing-masing perlakuan dari nilai suhu yang didapatkan bahwa tidak terjadi perbedaan suhu yang signifikan antara beberapa perlakuan. Suhu air yang sesuai untuk pemeliharaan cacing laut berada pada kisaran 28-30 °C (Romadhoni dan Aunurohim 2013). Nilai kandungan oksigen terlarut pada penelitian ini masih mendukung untuk budidaya cacing laut dikarenakan kondisi tidak di bawah 4 ppm, Kisaran nilai oksigen terlarut pada pemeliharaan cacing laut berada pada kisaran 4-10 ppm (Kordi dan Tancung 2007). pH air pada penelitian ini menunjukkan perbedaan nilai pH pada beberapa perlakuan tidak terlalu berbeda jauh. Cacing laut dapat hidup dengan pertumbuhan dan perkembangbiakan yang normal pada pH antara 7,0-8,5 (Kepmen KLH No. 51 tahun 2004). Kisaran nilai ammonia di beberapa perlakuan tidak melampaui baku mutu yang telah ditetapkan, pemeliharaan cacing laut harus berada pada kisaran 0,3-0,62 ppm (Astrini et al. 2014).
Tabel 1 Kualitas air media pemeliharaan cacing laut selama penelitian Parameter Suhu (°C) pH DO (ppm)
A 24-29 7,09-7,58 6,2-8,5
Ammonia (ppm)
0,0000-0,00172
Perlakuan B 24-29 7,13-7,56 6,2-8,6 0,00000,00192
C 24-28 7,13-7,58 6,1-8,9 0,00000,0176
Standar mutu kualitas air 1 28-31 2 7,0-8,5 3 4,0-10,0 0,3-0,62
4
Keterangan : 1) Romadhoni dan Aunurohim (2013) ; 2) Kepmen KLH No. 51 tahun 2004 ; 3) Kordi dan Tancung (2007) ; 4) Astrini et al. (2014)
Vol. 4, 2015 Parameter kualitas air pada penelitian ini menunjukkan nilai berada dalam kisaran normal dan layak bagi kehidupan cacing laut Nereis sp. Dengan adanya sistem kerja resirkulasi dan filtrasi yang ada di wadah pemeliharaan menjadi lebih rendah dan tidak sampai menurunkan kualitas air budidaya. KESIMPULAN Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa perbedaan salinitas pemeliharaan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap sintasan cacing laut. Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan sintasan dan laju pertumbuhan spesifik pada pemeliharaan cacing laut bisa menggunakan salinitas 15 ppt. DAFTAR PUSTAKA Abdulgani N dan Aggraeni NM. 2013. Pengaruh Pemberian Pakan Alami dan Pakan Buatan Terhadap Pertumbuhan Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata) pada Skala Laboratorium. Jurnal Sains dan Seni. (2): 197-200. Affandi R dan Tang UM. 2002. Fisiologi Hewan Air. Riau: Unri Press. 213 hlm. Arrokhman S, Abdulgani N dan Hidayati D. 2012. Survival Rate Ikan Bawal Bintang (Trachinotus blochii) Dalam Media Pemeliharaan Menggunakan Rekayasa Salinitas. Jurnal Sains dan Seni. (1): 32-35. Astrini ADR, Yusuf M dan Santoso A. 2014. Kondisi Perairan Terhadap Struktur Komunitas Makrozoobenthos di Muara Sungai Karanganyar dan Tapak, Kecamatan, Tugu Semarang. Journal of Marine Research. (3): 27-36. Detwiler PM, Coe MF, Dexter DM. 2002. The Benthic Invertebrates of the Salton Sea Distribution and Seasonal Dynamics. Hydrobiol (473): 139–160.
Aplikasi Perbedaan Salinitas
111
Effendie MI. 1997. Metode Biologi Perikanan. Cetakan Pertama. Yayasan Bogor: Pustaka Nusatama. 160 hlm. Fujaya Y. 2004. Fisiologi Ikan (Dasar Pengembangan Teknik Perikanan). Jakarta: Rineka Cipta. 177 hlm. Junardi. 2001. Keanekaragaman, Pola Penyebaran dan Ciri - ciri Substrat Polikaeta (Filum: Annelida) di Perairan Pantai Timur Lampung Selatan [TESIS]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 85 hlm. [KEPMEN KLH] Keputusan Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup. No. 51 tahun 2004. Tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut dalam Budidaya Perikanan. 5 hlm. Kordi MGH. 2009. Budidaya Perairan. Buku kedua. Bandung: Citra Aditya Bakti 578 hlm. Kordi MGH dan Tancung AB. 2007. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Jakarta: Rineka Cipta. 127 hlm. Mustofa AG. 2012. Teknologi Pembesaran Cacing Nereis Dendronereis pinnaticirris (GRUBE 1984) [DISERTASI]. Bogor: Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 219 hlm. Rachmawati D, Hutabarat J dan Anggoro S. 2012. Pengaruh Salinitas Media Berbeda Terhadap Pertumbuhan Keong Macan (Babylonia spirata L.) Pada Proses Domestikasi. Jurnal Ilmu Kelautan (3): 141-147. Romadhoni M dan Aunurohim. 2013. Struktur Komunitas Polychaeta Kawasan Mangrove Muara Sungai Kali Lamong-Pulau Galang, Gresik. Jurnal Sains dan Seni. (2) : 212218. Siregar AH. 2008. Ekologi Cacing Lur (Dendronereis polychaeta) di Area Pertambakan. Purwokerto: Universitas Jenderal Sudirman. 1-6 hlm.
112
HERMAWAN ET AL.
Suwignyo S, Widigdo B, Wardiatno Y dan Krisanti M. 2005. Avertebrata Air Jilid kedua. Jakarta: Penebar Swadaya. 192 hlm.
JIPP Yuwono E, Haryadi B, Susilo U, Sahri A, Sugiharto. 2002. Fertilisasi Serta Pemeliharaan Larva dan Juvenil Sebagai Upaya Pengembangan Teknik Budidaya Cacing Lur. Biosfera (3): 84–90.
\