Spektra: Jurnal Fisika dan Aplikasinya http://js-unj.ac.id/
Volume 1 Nomor 2, Desember 2016
p-ISSN: 2541-3384 e-ISSN: 2541-3392
TEKNOLOGI MONITORING GEOLISTRIK TIME-LAPSE UNTUK MEMANTAU DAERAH RAWAN LONGSOR DI KOTA PADANG Mahrizal,a), Ahmad Fauzib), Akmamc) FMIPA Universitas Negeri Padang, Jln. Prof. Dr. Hamka, Kampus Air Tawar, Padang, 25131 Email: a)
[email protected], b)
[email protected], c)
[email protected] Abstrak Akhir-akhir ini bencana longsor sering melanda Kota Padang. Agar masalah longsor ini bisa ditangani secara menyeluruh oleh pihak yang terkait maka perlu dilakukan penelitian secara komprehensif serta melihat gambaran sifat fisis dan struktur batuan bawah permukaan di daerah rawan longsor. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya bidang gelincir di area rawan longsor. Data yang diperoleh dengan menggunakan Konfigurasi Wenner dan Konfigurasi Schlumberger diolah dengan bantuan software RES2DINV. Berdasarkan nilai resistivitas yang diperoleh pada Lintasan 1, diidentifikasi terdapat 4 jenis batuan penyusun yaitu Clay, Sandstone, Limestone, dan Andesite. Hasil interpretasi menunjukkan di Lintasan 1 terdapat bidang gelincir. Metoda Geolistrik Inversi Time Lapse Resistivitas dikerjakan untuk dua set data, dimana pengukuran geolistrik dilakukan pada tahap awal dan tahap kedua. Besarnya perubahan resistivitas pada kedua set data tersebut hampir merata pada semua titik pengukuran yaitu sekitar 3.81 % untuk Konfigurasi Wenner dan 8.01 % untuk Konfigurasi Schlumberger, kecuali pada titik-titik tertentu menunjukkan perubahan persentase yang lebih besar. Kata kunci : Longsor, gelincir, Time-Lapse, Inversi.
Abstract Recently landslide disasters often occurred in Padang. It is necessary to research and observe comprehensively the appearance of the physical properties and structure of the subsurface rocks in areas prone to landslides so that the parties concerned could overcome this landslide problem. This research aim to identify the presence of sliding plane in areas prone to landslides. Data obtained by using the Wenner and Schlumberger configuration processed with the help of RES2DINV software. Based on the resistivity values obtained on Track 1, there are 4 types of rock constituent : Clay, Sandstone, Limestone, and Andesite. Interpretation of the results showed that there is sliding plane in Track 1. Geoelectric Time-Lapse Resistivity Inversion Method done for two sets of data, where geoelectric measurements being done at an early stage and second stage. The magnitude of change in resistivity to both sets of data on average almost the same at all points of measurement which is about 3.81 % for Wenner and 8.01 % for Schlumberger Configuration, except at certain points which indicate a greater percentage. Keywords : Landslide, sliding, Time-Lapse, Inversion.
terpasang alat peringatan dini. Sedangkan kerentanan non-fisik dari bahaya longsor adalah masyarakat tidak terdidik untuk menghindari bahaya longsor, keterbatasan lahan pembuatan pemukinan baru, sistem pemilikian tanah yang melibatkan budaya lokal dan kekurangan kemampuan masyarakat untuk mencegah, menjinakkan, mencapai kesiapan dan menanggapi dampak bahaya longsor. Ancaman bahaya longsor di Sumatera Barat pada umumnya dan Kota Padang pada khususnya bersumber pada banyaknya pemukinan masyarakat yang terletak di kaki lereng bukit serta jalan-jalan raya strategis dibangun pada lereng-lereng bukit yang cukup terjal. Pada musim hujan, banyak daerah-daerah tersebut mengalami kejadian longsor. Jika hal ini dibiarkan terus-menerus
1. Pendahuluan Akhir-akhir ini bencana longsor sering melanda Kota Padang. Agar masalah longsor ini bisa ditangani secara menyeluruh oleh pihak yang terkait maka perlu dilakukan penelitian secara komprehensif serta melihat gambaran sifat fisis dan stuktur batuan bawah permukaan di daerah rawan longsor. Hingga kini, bagaimana gambaran sifat fisis dan stuktur batuan bawah permukaan di Kota Padang belum banyak diungkapkan. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat telah mengidentifikasi kerentanan bahaya longsor baik secara fisik maupun non-fisik. Kerentanan secara fisik adalah belum ada tanda-tanda bahaya pada lokasi bahaya longsor, belum ada peta resiko longsor dan belum
7
Spektra: Jurnal Fisika dan Aplikasinya http://js-unj.ac.id/
Volume 1 Nomor 2, Desember 2016
maka akan mengganggu masyarakat dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. Pemprov Sumatera Barat telah menyusun sebuah rencana penanggulangan bencana periode 2008-2012 melalui Perda No. 115 tahun 2008[1]. Dengan beragamnya potensi bencana yang ada di Provinsi Sumatera Barat, maka dibutuhkan skala prioritas dalam pengurangan resikonya. Skala prioritas dikelompokan dalam 3 tingkat yang mana masing-masing tingkat ditentukan berdasarkan faktor kemungkinan terjadi bencana, kerentanan masyarakat, dan kapasitas sumber daya yang dimiliki. Ketiga tingkatan tersebut adalah Tingkat Resiko Satu yaitu paling mendesak untuk ditangani, Tingkat Resiko Dua yaitu segera harus ditangani dan Tingkat Resiko Tiga yaitu dapat ditangani secara bertahap. Tingkat Resiko Satu adalah jika potensi jumlah korban dan kerugian/kerusakan yang timbul amat besar dengan potensi terjadinya bencana amat tinggi. Longsor termasuk dalam kategori Tingkat Resiko Dua yang harus segera ditangani. Beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam mengantisipasi bencana longsor adalah membuat rambu-rambu rawan longsor dan menempatkan alat-alat berat pada titik-titik yang sering terjadi longsor. Meskipun demikian usaha ini dinilai oleh banyak kalangan belum menuntaskan permasalahan karena longsor terjadi pada daerah tersebut secara berulangulang. Oleh karena itu, diperlukan sebuah penelitian yang komprehensip yang melibatkan kepakaran dan alat-alat serta perangkat lunak yang memadai. Salah satunya daerah di Kota Padang yang sering terkena bencana longsor adalah daerah sekitar Gunung Padang. Gunung Padang merupakan rangkaian dari Bukit Gado-Gado, Bukit Air Manis dan Bukit Putuih. Gunung Padang terletak di Kelurahan Mato Aie, Kecamatan Padang Selatan, morfologi daerahnya terdiri perbukitan dengan ketinggian sedang, serta memiliki kemiringan lereng rata-rata 30°-65° (Brotodiharjo et al, 2001). Kejadian longsor lahan di Gunung Padang banyak menimbulkan kerugian bagi masyarakat, berupa hancurnya bangunan, kerusakan prasarana fisik, dan korban meninggal dunia, seperti yang terjadi pada tanggal 31 juli 2001 dan tahun 2009. Mengingat rawannya daerah Gunung Padang terhadap bencana longsor lahan, maka perlu dilakukan penyelidikan metode geolistrik time-lapse untuk memantau perkembangan daerah rawan longsor setiap saat. Salah satu pemicu terjadinya bencana longsor adalah curah hujan yang tinggi. Secara teori, nilai tahanan jenis suatu batuan bergantung kepada kandungan air. Apakah metode geolistrik time-lapse dapat mengetahui perubahan nilai tahanan jenis batuan setelah dan sebelum hujan hingga kini belum terungkapkan. Di Indonesia, penelitian ini adalah yang pertama mengembangkan teknologi monitoring geolistrik time-lapse untuk memantau daerah rawan longsor khususnya akibat musim. Jika penelitian ini berhasil maka akan didapatkan sebuah “frontier technology” dalam bidang geolistrik
p-ISSN: 2541-3384 e-ISSN: 2541-3392
untuk memantau perkembangan daerah rawan longsor setiap saat. Tim Bakornas Penaggulangan Bencana Nasional (2007) memperkenalkan defenisi longsor, gangguan kestabilan lereng, proses pemicu longsor, kajian bahaya longsor, gejala dan peringatan dini bencana longsor, parameter-parameter fisika bencana longsor, upaya mitigasi dan karakteristik bencana longsor sebagai berikut[2]. Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan. Beberapa peneliti terdahulu telah menggunakan metode geolistrik untuk memetakan daerah rawan longsor. Sule, et.al., (2007) menggunakan metode resistivitas dan GPS dalam memantau longsor lahan di daerah Panawangan, Ciamis, Indonesia. Hasil penelitian ini menemukan bahwa nilai resistivitas Halang didominasi oleh clay dan formasi didominasi oleh breccia dapat menjelaskan perbedaan hasil-hasil inversi dari data resitivitas dimana bidang antarmuka pada masing-masing formasi berlaku sebagai bidang gelincir. Nilai resisitivitas rendah menunjukkan kemungkinan incharge air permukaan. Sedangkan beberapa nilai resistivitas rendah yang ditemukan di daerah penelitian dapat berlaku sebagai trigger untuk terjadinya longsor lahan. Hasil survei GPS menunjukkan adanya pergerakan tanah daerah penelitian dengan pergeseran horizontal maksimun 175 mm dan pergeserakan vertikal maksimum 6 mm. Ini mengindikasi bahwa kombinasi kedua metode potensial untuk memantau longsor lahan [3]. Selanjutnya, Lapenna, et.al., (2012) mengembangkan algoritma data inverse tomografi untuk monitoring longsor di bagian selatan Italia. Hasilnya adalah metode geolistrik robust ini secara efektif diaplikasikan untuk memberikan konstribusi terhadap fase dalam siklus manajemen bencana[4]. Travelletti, et.al., (2011) menggunakan metode tomografi resistivitas listrik timelapse untuk memonitor perembesan dan aliran air bawah permukaan dalam tanah longsor dengan batuan pasir bercampur clay. Hasil penelitian mengindikasikan sebuah pengurangan berarti dalam resistivitas sampai 18% dibandingkan dengan keadaan awal dalam skema hujan. Penelitian ini mendemonstrasikan bahwa metode tomografi resistivitas listrik time-lapse berpotensi memonitor perembesan air pada bidang miring pasir bercampur clay [5]. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa meskipun metode geolistrik telah digunakan secara luas untuk menyelidiki karakteristik daerah rawan longsor, namun pengembangan teknologi monitoring geolistrik
8
Spektra: Jurnal Fisika dan Aplikasinya http://js-unj.ac.id/
Volume 1 Nomor 2, Desember 2016
time-lapse untuk memantau perkembangan daerah rawan longsor masih sangat sedikit.
p-ISSN: 2541-3384 e-ISSN: 2541-3392
2.2. Alat dan Bahan Penelitian
2. Metode Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam survai geolistrik dan geologi dapat dilihat pada Tabel 1.
2.1. Daerah Penelitian Daerah penelitian terletak di Kota Padang yaitu di Bukit Lantiak yang termasuk Kelurahan Seberang Palinggam Kecamatan Padang Selatan.
No. 1
2 3 4 5 6 7
Tabel 1. Alat yang digunakan dalam survei geolistrik dan geologi Nama Alat Spesifikasi Kegunaan Model Ares-G4 Mengukur nilai tahanan Automatic Resistivity jenis batuan bawah System GF Instruments permukaan GPS Garmin V Mengukur posisi Altimeter Pauline Mengukur ketinggian Mobil CC>1800 Alat transportasi lapangan Kamera digital Optikal zoom Pemotretan titik-titik amat Palu geologi Pengetukan batuan Kompas Utara-selatan Menentukan arah amat
Jumlah 1 buah
1 buah 1 set 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah
ini dilakukan terus menerus (iterasi) sampai didapatkan hasil yang terbaik.
2.3 Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data Peralatan utama yang digunakan untuk mendapatkan nilai tahanan jenis adalah Automatic Resistivity System GF Instruments (ARES) dengan spesifikasi Model AresG4 buatan Republik Cheko. Teknik pengumpulan data yang akan digunakan adalah Konfigurasi Wenner dan Konfigurasi Schlumberger untuk melihat perubahan nilai tahanan jenis secara dangkal dan dalam serta Metode Geolistrik Time-Lapse Resistivity Inversion untuk melihat perubahan resistivitas untuk dua waktu yang berbeda.
3. Hasil dan Pembahasan Data pengkuran Geolistrik dengan menggunakan Automatic Resistivity System GF Instruments pada Konfigurasi Wenner dan Konfigurasi Schlumberger diambil pada dua kurun waktu yang berbeda. Data yang diperoleh dengan menggunakan Konfigurasi Wenner ini diolah dengan bantuan software RES2DINV berupa penampang model 2D yang memiliki warna yang berbeda-beda. Untuk musim hujan tahun 2015 telah diperoleh penampang model 2D, 4 jenis batuan penyusun yaitu Clay, Sandstone, Limestone, dan Andesite, serta adanya bidang gelincir. Hasilnya telah dipublikasikan pada tahun 2015. Untuk musim hujan tahun 2016 diperoleh penampang model 2D seperti dapat dilihat pada Gambar 1. Masing-masing warna menunjukkan rentangan nilai tahanan jenis tertentu, yang dapat diinterpretasi sebagai jenis mineral geologi tertentu.
2.4 Teknik Analisa Data Geolistrik Pengolahan data lapangan hasil pengukuran geolistrik dilakukan dengan mengunakan perangkat lunak RES2DINV. Pada tahap ini dicoba untuk menampilkan Model 2-D yang menggambarkan nilai tahanan jenis batuan pada kedalaman tertentu. Untuk menyakinkan kualitas hasil pemodelan, nilai tahanan jenis dan kedalaman sebenarnya yang pertama sekali dihitung digunakan untuk mendapatkan nilai tahanan jenis dan kedalaman semu terhitung berikutnya. Proses
9
Spektra: Jurnal Fisika dan Aplikasinya http://js-unj.ac.id/
Volume 1 Nomor 2, Desember 2016
p-ISSN: 2541-3384 e-ISSN: 2541-3392
Gambar 1. Penampang Model 2D Lintasan 1 Konfigurasi Wenner dengan Topografi pada musim hujan 2016.
(a) (b)
(c)
Gambar 2. Persentase perubahan resistivitas antara dua set pengukuran data pada Konfigurasi Wenner. (a) Model Penampang Resistivitas Set Data Pertama. (b) Model Penampang Resistivitas Set Data Kedua. (c) Persentase perubahan Model Penampang Resistivitas.
10
10
Spektra: Jurnal Fisika dan Aplikasinya http://js-unj.ac.id/
Volume 1 Nomor 2, Desember 2016
Hasil interpretasi data untuk Lintasan 1 ini adalah sebagai berikut. Berdasarkan nilai resistivitas yang diperoleh pada Lintasan 1 diidentifikasi terdapat 4 jenis batuan penyusun yaitu Clay, Sandstone, Limestone, dan Andesite. Pengolahan dengan mengunakan software RES2DINV dengan Metoda Geolistrik Time-Lapse Resistivity Inversion pada Konfigurasi Wenner dilakukan untuk 2 set data yaitu pengukuran geolistrik pada tahap awal (21 Februari 2015) dan tahap kedua (5 Maret 2016). Hasil inversi dapat dilihat pada Gambar 2. Besarnya perubahan resistivitas untuk kedua set data rata-rata hampir sama pada semua titik pengukuran yaitu sekitar 3.81 %, kecuali pada titik-titik tertentu, yang menunjukkan persentase yang lebih besar. Hal ini menunjukkan adanya perubahan nilai resistivitas jika
p-ISSN: 2541-3384 e-ISSN: 2541-3392
diukur pada waktu yang berbeda. Perbedaan ini disebabkan karena adanya penyerapan air hujan oleh permukaan yang kemudian migrasi ke dalam lapisan bagian dalam. Untuk musim hujan tahun 2015 telah diperoleh penampang model 2D, 4 jenis batuan penyusun yaitu Clay, Sandstone, Limestone, dan Andesite, serta adanya bidang gelincir. Hasilnya telah dipublikasikan pada tahun 2015. Untuk musim hujan tahun 2016 diperoleh penampang model 2D seperti dapat dilihat pada Gambar 3. Masingmasing warna menunjukkan rentangan nilai tahanan jenis tertentu, yang dapat diinterpretasi sebagai jenis mineral geologi tertentu.
Gambar 3. Penampang Model 2D Lintasan 1 Konfigurasi Schlumberger dengan Topografi pada musim hujan 2016. (a) (b)
(c)
Gambar 4. Persentase perubahan resistivitas antara dua set pengukuran data pada Konfigurasi Schlumberger. (a) Model Penampang Resistivitas Set Data Pertama. (b) Model Penampang Resistivitas Set Data Kedua. (c) Persentase perubahan Model Penampang Resistivitas.
11
Spektra: Jurnal Fisika dan Aplikasinya http://js-unj.ac.id/
Hasil interpretasi data untuk Lintasan 1 ini adalah sebagai berikut. Berdasarkan nilai resistivitas yang diperoleh pada Lintasan 1 diidentifikasi terdapat 4 jenis batuan penyusun yaitu Clay, Sandstone, Limestone, dan Andesite. Pengolahan dengan mengunakan software RES2DINV dengan Metoda Geolistrik Time-Lapse Resistivity Inversion pada Konfigurasi Schlumberger dilakukan untuk 2 set data yaitu pengukuran geolistrik pada tahap awal (21 Februari 2015) dan tahap kedua (5 Maret 2016). Hasil inversi dapat dilihat pada Gambar 4. Besarnya perubahan resistivitas untuk kedua set data rata-rata hampir sama pada semua titik pengukuran yaitu sekitar 8.01 %, kecuali pada titik-titik tertentu, yang menunjukkan persentase yang lebih besar. Hal ini menunjukkan adanya perubahan nilai resistivitas jika diukur pada waktu yang berbeda. Perbedaan ini disebabkan karena adanya penyerapan air hujan oleh permukaan yang kemudian migrasi ke dalam lapisan bagian dalam. Hasil interpretasi menunjukkan di Lintasan 1 terdapat bidang gelincir yang membentang dari posisi x = 15 m sampai x = 85 m masing-masing dengan ketinggian 118 mdpl sampai 86 mdpl, dengan ketebalan 32 m.
4. Simpulan Berdasarkan nilai resistivitas yang diperoleh pada Lintasan 1 diidentifikasi terdapat 4 jenis batuan penyusun yaitu Clay, Sandstone, Limestone, dan Andesite. Hasil interpretasi menunjukkan di Lintasan 1 terdapat bidang gelincir. Disamping itu juga diperoleh hasil perubahan nilai resistivitas pada lokasi yang sama tetapi diukur pada waktu yang berbeda, yaitu pada tahap awal adalah pada musim hujan tahun 2015 dan tahap kedua pada musim hujan tahun 2016. Perubahan nilai resistivitas ini disebabkan karena adanya penyerapan air hujan oleh permukaan yang kemudian migrasi ke dalam lapisan bagian dalam.
Volume 1 Nomor 2, Desember 2016
p-ISSN: 2541-3384 e-ISSN: 2541-3392
Ucapan Terimakasih Saya sangat berterima kasih kepada pihak penyandang dana Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi “Pengembangan Teknologi Monitoring Geolistrik TimeLapse Untuk Memantau Daerah Rawan Longsor Di Kota Padang” ini yaitu DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah memberikan dana untuk kebutuhan penelitian ini. Kemudian terima kasih juga saya ucapkan kepada Kepala Laboratorium Geofisika FMIPA UNP dan Wali Alat Automatic Resistivity System GF Instruments yang telah mengizinkan saya untuk menggunakan peralatan ARES dan memberikan bimbingan teknis cara pengolahan data Geolistrik.
Daftar Acuan [1] Pemprov Sumbar, Rencana penanggulangan bencana Provinsi Sumbar 2008-2012 (2008). [2] BAKORNAS PB, Pengenalan karakteristik bencana dan upaya mitigasinya di Indonesia, ISBN 978-97996016-2-9, Direktorat Mitigasi, Kalakhar BAKORNAS PB, Jakarta (2007). [3] R. Sule, F. Syamsuddin, Sitorus, D.A. Sarsito, and I.A. Sadisun, The utilization of resistivity and gps methods in landslide monitoring: case study at Panawangan Area – Ciamis, Indonesia, PROCEEDINGS JOINT CONVENTION BALI The 32nd HAGI, The 36th IAGI, and The 29th IATMI Annual Conference and Exhibition (2007). [4] Lapenna,V., Perrone,A., Piscitelli, S., Electrical tomography for landslide monitoring: state-of-the-art and an overview of recent results in Southern Italy, EMSEV 2012 Gotemba Kogen Resort, Gotemba, Japan (2012). [5] Travelletti, J., Sailhac, P., Malet, J.P., Grandjean, G., and Ponton, J., Hydrological response of weathered clay-shale slopes: water infiltration monitoring with time-lapse electrical resistivity tomography, HYDROLOGICAL PROCESSES Hydrol. Process (2011).
12