IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR ZONA RAWAN LONGSOR MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE DI PAYUNG KOTA BATU Efa Agustina, Sujito, Daeng Achmad Suaidi Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Malang Email:
[email protected] ABSTRAK: Longsoran merupakan salah satu masalah yang banyak terjadi pada lereng alam maupun buatan, dan merupakan bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Tanah longsor merupakan salah satu bencana alam yang umum terjadi di kawasan pegunungan, terutama saat musim hujan. Kondisi topografi pegunungan dan perbukitan menjadikan kota Batu terkenal sebagai daerah dingin dan berlereng. Hasil penelitian sebelumnya, menunjukkan wilayah kota Batu merupakan daerah yang rentan terhadap bahaya longsor. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar potensi longsor yang terdapat pada lokasi penelitian. Data yang diperoleh pada penelitian merupakan data resistivitas semu dengan menggunakan metode geolistrik resistivitas konfigurasi dipole-dipole. Pengambilan data dilakukan pada 4 lintasan, masing-masing lintasan memiliki panjang 150 meter. Untuk menampilkan nilai resistivitas pada setiap lintasan digunakan software Res2dinv, sehingga terlihat citra warna yang menggambarkan perubahan resistivitas pada setiap lapisan batuan. Hasil dari penelitian menunjukkan teridentifikasinya letak bidang gelincir pada masing-masing lintasan. Lapisan yang diduga sebagai bidang gelincir memiliki kontras resistivitas yang tinggi. Untuk menduga arah longsoran, maka masing-masing lintasan digabung menjadi satu. Daerah penelitian ini memiliki potensi longsor searah kemiringan bidang gelincir yaitu mengarah pada timur-laut dengan strike mengarah pada tenggara dan dip mengarah pada timur laut sehingga koordinat azimuth N1350 E /40,960 NE. Kata Kunci: Bidang Gelincir, Geolistrik Resistivitas, Dipole-dipole, Strike, Dip.
Pendahuluan Longsor merupakan perpindahan massa tanah secara alami, longsor terjadi dalam waktu yang singkat dan dengan volume yang besar. Pengangkutan massa tanah terjadi sekaligus, sehingga tingkat kerusakan yang ditimbulkan besar. Suatu daerah dinyatakan memiliki potensi longsor apabila memenuhi tiga syarat, yaitu: 1) lereng cukup curam, 2) memiliki bidang luncur berupa lapisan di bawah permukaan tanah yang semi permiabel dan lunak, 3) terdapat cukup air untuk menjenuhi tanah diatas bidang luncur [1]. Tanah longsor yang banyak terjadi di Indonesia terjadi pada topografi terjal dengan sudut lereng 150 – 450 dan pada batuan volkanik lapuk dengan curah hujan tinggi [2]. Pada musim hujan, perubahan tegangan permukaan dalam pori tanah dan
peningkatan bobot massa tanah akibat dari air yang meresap ke dalam tanah dapat memicu perpindahan (ketidakstabilan gravitasi). Ketidakstabilan gravitasi dapat terjadi pada suatu daerah yang memiliki bidang gelincir pada struktur bawah permukaan [3]. Hasil penelitian sebelumnya, menunjukkan wilayah kota Batu merupakan daerah yang rentan terhadap bahaya longsor, hal ini didukung adanya penemuan tempat yang sudah mengalami kondisi longsor di pinggir jalan area Songgokerto. Selain itu, sesuai dengan data kejadian bencana kota Batu tahun 2013 telah tercatat 6 kali tanah longsor di kelurahan Songgokerto kawasan Payung. Peneliti bertujuan untuk mengidentifikasi kawasan Payung 3 yang merupakan wilayah perbatasan antara kota Batu dan Pujon (kabupaten Malang). Identifikasi potensi
1
longsor dianggap sangat penting karena lokasi penelitian merupakan jalur alternatif penghubung antara Malang-Jombang-Kediri. Bidang gelincir dapat diperoleh dari kontras resistivity antar dua batuan yang saling berdekatan. Bila resistivitas lapisan atasnya jauh lebih rendah dari resistivitas lapisan bawahnya, maka sangat memungkinkan terjadi longsoran hal ini dikarenakan lapisan tersebut akan gampang terkikis dan mengalir, apalagi bila didukung oleh bidang yang cukup terjal dan curah hujan diwilayah tersebut cukup tinggi[4]. Prinsip dasar metoda geolistrik tahanan jenis adalah menginjeksikan arus listrik searah DC ke dalam bumi melalui elektroda arus dan mengukur respon potensial yang dihasilkan melalui elektroda potensial. Untuk menentukan perbedaan potensial antara dua titik yang ditimbulkan oleh dua elektroda arus C1dan C2, maka dua elektroda potensial misalnya P1 dan P2 ditempatkan di dekat sumber seperti Gambar 1 [5].
Untuk kasus yang tidak homogen, subsurface diasumsikan berlapis-lapis dengan masing-masing lapisan mempunyai nilai resistivitas yang berbeda (Gambar 2).
Gambar 2 Konsep Apparent Resistivity pada Medium Berlapis
Dengan anggapan medium berlapis yang ditinjau, misalnya terdiri dari dua lapis dan mempunyai nilai resistivity yang berbeda (ρ1 dan ρ2 ). Dalam pengukuran, medium ini dianggap sebagai medium satu lapis homogen yang memiliki satu nilai resistivitas semu (apparent resistivity ρa). Resistivitas semu ini merepresentasikan secara kualitatif distribusi resistivitas di bawah permukaan [7]. Pada susunan elektroda dipole-dipole, apabila nilai r1 = na, r2 = (a+na), r3 = (na+a), r4 = (2a+na) dan kemudian disubtitusikan dengan persamaan
Gambar 1. Konfigurasi Elektroda Arus dan Potensial Pada Permukaan Medium Homogen Isotropik
Jika bumi diasumsikan homogen isotropik, dimana resistivitas yang terukur merupakan resistivitas sebenarnya (true resistivity) dan tergantung pada spasi (jarak) elektroda ρa=K [6]. (2)
1 1 1 1 K 2 r1 r2 r3 r4
(3) maka akan diperoleh persamaan sebagai berikut [8]:
K a(n)(n 1)(n 2)
(4)
Gambar di bawah merupakan gambar untuk menentukan datum point konfigurasi dipoledipole:
dengan ρ K ΔV I
1
: Resistivitas semu (m) : Faktor Geometri : Beda potensial pada MN (V) : kuat arus (A)
2
Gambar 3. untuk Lokasi Datum Point (Telford dkk, 1990)
Untuk menambah kedalaman penetrasi maka jarak antara ‘Current Dipole’ dan ‘Potential Dipole’ diperpanjang, sedangkan jarak elektroda arus dan jarak elektroda tegangan tetap. Dan ini merupakan keunggulan konfigurasi Dipole dibandingkan konfigurasi Schlumberger maupun Wenner, karena tanpa memperpanjang kabel bisa mendeteksi batuan yang lebih dalam [9]. Metode Penelitian Pertama kali yang harus dilakukan adalah mencari surat ijin, melakukan survei lokasi penelitian, kemudian menentukan tempat lokasi dan lintasan yang sesuai untuk melakukan penelitian. Panjang lintasan yang digunakan adalah 150 meter dengan spasi elektroda 10 meter untuk empat lintasan. Setelah menentukan lintasan, kemudian melakukan penancapan elektroda arus dan potensial dengan menggunakan alat Geolistrik OYO Mcohm 2119. Hasil pengukuran yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan software Res2dinv dengan menghasilkan kontur struktur lapisan batuan. Tempat penelitian berada di kawasan Payung 3 kecamatan Songgokerto kota Batu. Secara geografis wilayah tersebut terletak pada koordinat : 07051’35.91” s/d 07051’41.81” LS, dan 112029’12.65” s/d 112029’12.65”BT. Penelitian ini dilaksakan pada tanggal 8 Maret - 9 Maret 2014.
Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian
Hasil dan Pembahasan 1. Analisis pada Lintasan 1 (Pertama) Hasil pengolahan untuk lintasan pertama, dengan lintasan sepanjang 150 m, arah lintasan Utara- Selatan, dimana bagian utara lebih rendah dari bagain selatan. Pada titik 0 terletak pada koordinat 07051’39.45” LS dan 112029’16.16” BT dengan ketinggian 1.107 mdpl, sedangkan pada titik 150 m terletak pada koordinat 07051’41.19” LS dan 1120 29’12.65” BT dengan ketinggian 1169 m. Hasil data topografi diperoleh dari GPS yang dimasukkan kedalam data file akan menghasilkan Gambar 5 sebagai berikut.
Gambar 5. Lintasan 1 Hasil Inversi Res2dinv dengan Topografi
Pada kedalaman 13,6 m lapisan ini memiliki perbedaan nilai resistivitas yaitu 3.254 Ωm -10.836 Ωm. Bidang gelincir diperoleh kontras resistivitas antar dua batuan yang saling berdekatan. Bila resistivitas diatasnya jauh lebih rendah, maka sangat memungkinkan terjadi longsoran [5].
3
2.Analisis pada Lintasan 2 (Kedua) Hasil pengolahan untuk lintasan kedua, dengan lintasan sepanjang 150 m, arah lintasan Timur- Barat, dimana bagian lintasan ini berupa bidang datar dengan arah menyamping. Pada titik 0 terletak pada koordinat 07051’39.92” LS dan 0 112 29’15.73” BT dengan ketinggian 1.222 mdpl, sedangkan pada titik 150 m terletak pada koordinat 07051’35.91” LS dan 112 0 29’14.82” BT dengan ketinggian 1.288 m dpl. Data topografi diperoleh dari GPS yang dimasukkan kedalam data file akan menghasilkan Gambar 6 sebagai berikut.
Gambar 6 Lintasan 2 Hasil Inversi Res2dinv dengan Topografi
Pada kedalaman antara 9,25 m, menunjukkan bahwa pada lapisan ini diperoleh kontras resistivitas antara dua batuan yang saling berdekatan yaitu 2.917 Ωm-14.494 Ωm dan terletak pada ketinggian 1.190 m–1.200 m. Bidang gelincir diperoleh kontras resistivitas antar dua batuan yang saling berdekatan. Bila resistivitas diatasnya jauh lebih rendah, maka sangat memungkinkan terjadi longsoran [5]. 3. Analisis pada Lintasan 3 (Ketiga) Hasil pengolahan untuk lintasan ke tiga, dengan lintasan sepanjang 150 meter, arah lintasan Utara- Selatan, dimana bagian utara lebih rendah dari bagain selatan. Pada titik 0 terletak pada koordinat 07051’38.52” LS dan 112029’16.03” BT dengan ketinggian 1.199 mdpl, sedangkan pada titik 150 terletak pada koordinat 07051’37.14” LS dan 1120 29’12.54” BT dengan ketinggian 1.224 mdpl. Data topografi diperoleh dari GPS
yang dimasukkan kedalam data file akan menghasilkan Gambar 7 sebagai berikut.
Gambar 7 Lintasan 3 Hasil Inversi Res2dinv dengan Topografi
Berdasarkan penampang pada lintasan ketiga diketahui bahwa terdapat perbedaan nilai tahanan jenis yang sangat kontras antara 6.348 Ωm -16.960 Ωm (warna coklatmerah) di kedalaman 9,25 m dari permukaan. Pada lapisan ini diduga menjadi bidang gelincir pada lintasan ketiga yang dapat memicu terjadinya longsor ke arah utara. Bidang gelincir diperoleh kontras resistivitas antar dua batuan yang saling berdekatan. Bila resistivitas diatasnya jauh lebih rendah, maka sangat memungkinkan terjadi longsoran [5]. 4. Analisis pada Lintasan 4 (Keempat) Hasil pengolahan untuk lintasan ke empat, dengan lintasan sepanjang 150 m, arah lintasan Timur- Barat. Pada lintasan ini merupakan berupa bidang datar dengan ketinggian antara 1.223-1.226 mdpl, dengan koordinat pada lintasan 4 yaitu antara 07051'41.81"07051'37.31"LS dan 112029'14.21"- 112029'13.67" BT. Pada titik 0 terletak pada koordinat 07051’41.81” LS dan 112029’14.21” BT dengan ketinggian 1.223m dpl, sedangkan pada titik 150 m terletak pada koordinat 07051’37.31” LS dan 1120 29’13.67” BT dengan ketinggian 1.226 mdpl. Data topografi diperoleh dari GPS yang dimasukkan kedalam data file akan menghasilkan Gambar 8 sebagai berikut.
4
Kesimpulan dan Saran
Gambar 8 Lintasan 4 Hasil Inversi Res2dinv dengan Topografi
Lintasan 4 ini memiliki harga resistivitas antara 10,5 Ωm – 635.381 Ωm. Bidang gelincir diperoleh kontras resistivitas antar dua batuan yang saling berdekatan. Bila resistivitas diatasnya jauh lebih rendah, maka sangat memungkinkan terjadi longsoran (Iryanti dkk, 2011). Pada lintasan ini terdapat bidang gelincir pada kedalaman pada13,4 m dan ketinggian antara 1.200 m – 1215 m. Bidang gelincir ini terdapat pada resistivitas antara 27.337 Ωm – 131.793 Ωm 5. Analisis Keempat (Gabungan)
Lintasan
4
Gambar 9 Penampang Gabungan 4 Lintasan
Maka dapat diperkirakan nilai dari kemiringan bidang gelincir adalah N1350 E /40,960 NE maka strike berarah tenggara dan dip sebesar 40,960 berarah timur laut. Dari pendugaan arah dan kemiringan potensi longsor searah dengan bidang gelincir yaitu mengarah ke timur laut (utara-timur).
Deskripsi penampang keempat lintasan mampu mengidentifikasi potensi bidang gelincir dengan kemiringan (strike dan dip) yaitu N1350 E /40,960 SE maka strike berarah tenggara dan dip sebesar 40,960 berarah timur laut. Potensi longsoran di wilayah Payung kota Batu pada koordinat antara 07051’39.45”LS dan 112029’16.16” BT sampai 07051’37.14”LS dan 112029’12.54” BT searah dengan bidang gelincir yaitu mengarah ke timur laut. Untuk memperkecil kemungkinan longsor yang dapat menutupi jalan perlu dibuat dinding penahan di sepanjang jalan Payung sesuai dengan kedalaman bidang gelincir. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih ditujukan kepada Bapak Sujito, S.Pd, M.Si dan Bapak Daeng Achmad Suaidi, S.Si, M.Kom selaku dosen pembimbing pertama dan selaku dosen pembimbing kedua, Kemudian ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Keluarga, Sahabat, Teman Blackhole, Teman Kost atas dorongan, bantuan dan pengertiannya selama kuliah di UM, serta Asisten alat UB atas bantuan dalam pengambilan data. DAFTAR PUSTAKA [1] Anwar, A. 2012. Pemetaan Daerah Rawan Longsor Di Lahan Pertanian Kecamatan Sinjai Barat Kabupaten Sinjai. Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanudin Makassar. [2] Naryanto, H.S. 2011. Analisis Kondisi Bawah Permukaan Dan Resiko Bencana Tanah Longsor Untuk Arahan Penataan Kawasan Desa Tengklik Keamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. [3] Supeno, Nurul, P., Gusfan, H. 2008. Penentuan Struktur Bawah Permukaan
5
Daerah Rawan Longsor Berdasarkan Interpretasi Data Resistivitas. Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Jember.
gis.blogspot.com/2010/12/tentanggeolistrik.html diakses 8 Januari 2014
[4] Prastiawan, Angga.2013. Pencitraan Data Geolistrik Resistivitas Dengan Surfer 10 Berdasarkan Hasil Inversi Res2dinv 3.56 Untuk Identifikasi Lapisan Aspal Di Dusun Lagunturu Desa Suandala Kecamatan Lasalimu Kabupaten Buton. Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Malang. [5] Iryanti, M., Taufik R.R, & Nanang, D.A. Identifikasi Bawah Permukaan di Wilayah Desa Kayuambon Lembang,Kabupaten Bandung Barat. (Online), (http://portal.fi.itb.a.id/cps), diakses 2 Januari 2014. [6] Telford, Geldart and Sheriff., 1990. Applied Geophysics, 2nd edition. Cambrige University Press. New York. [7] Wuryantoro. 2007. Aplikasi Metode Geolistrik Tahanan Jenis Untuk Menentukan Letak Dan Kedalamam Aquifer Air Tanah (Studi Kasus di Desa Temperak Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang Jawa Tengah). Jurusan Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Semarang. [8] Andriyani, S., Ramelan, A.H. & Sutarno. 2010. Metode Geolistrik Konfigurasi DipoleDipole Digunakan untuk penelusuran Sistem Sungai Bawah Tanah Pada Kawasan Karst Pacitan, Jawa Timur. Jurnal EKOSAINS, (Online), (http://jurnal.pasca.uns.ac.id), diakses 07 September 2013.
[9] Wijaya, Chandra. 2011. Tentang Geolistrik,(Online),http://bu-
6