BAB 3 TAHAPAN ZONASI DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN METODE SINMAP
3.1
Data
Sebelum proses ini dilakukan, perlu dipersiapkan terlebih dulu data yang akan digunakan dalam metode SINMAP. Data spasial: 1. Peta Tata Guna Lahan wilayah Jawa Barat tahun 2001 yang kemudian diambil hanya pada daerah studi saja yaitu Kecamatan Pangalengan, Jawa Barat. 2. Peta kontur skala 1:25.000 wilayah Kecamatan Pangalengan tahun 2005. 3. Landslide inventory, sebagai indikator daerah-daerah yang pernah mengalami longsor sebelumnya di tahun 2005 dan 2006, digunakan untuk kontrol data non spasial yang akan dimasukkan untuk perhitungan pada metode SINMAP. Data non spasial: 1. C, kohesi yang tidak memiliki satuan, yaitu tenaga yang diperlukan untuk menghilangkan efek dari gaya normal dan gaya gesek
Gambar 3. 1 Combined cohesion (sumber: Eng. Muhammathu Fowze, 2006)
2. I, internal friction angle, salah satu parameter dari kekuatan geser selain kohesi, I memiliki nilai antara 0º - 45º, nilai I ini didapatkan melalui hasil uji di laboratorium dan tidak memiliki bentuk geometri.
III-1
3. T/R, parameter hidrolik dari soil, nilai T/R ini bila dikalikan dengan sinus dari sudut slope dapat diinterpretasikan untuk mengetahui panjang slope yang dibutuhkan untuk mencapai kejenuhan (saturation).
Gambar 3. 2 Specific catchment area (sumber: Eng. Muhammathu Fowze, 2006)
3.2
Pembentukan Indeks Stabilitas 1. Dari data kontur kemudian di-generate untuk mendapatkan DEM dari area studi 2. Masukkan parameter-parameter yang dibutuhkan oleh SINMAP yakni, kombinasi kohesi (C), friction angle (I), perbandingan T/R. Karena tidak tersedianya data C, T/R, dan I, maka pada tahap ini untuk sementara menggunakan nilai default yang telah disediakan pada metode SINMAP. 3. Masukkan data koordinat titik-titik yang pernah mengalami longsor. 4. Pemrosesan data pendukung dalam SINMAP untuk digunakan dalam menghitung indeks stabilitas. Data-data tersebut adalah: 1.
Pit-filled DEM, didefinisikan sebagai unsur grid yang tidak
mengalirkan air (Burrough and McDonnel, 1998), kemudian SINMAP akan menghilangkan pit-filled DEM ini dengan cara di-generate dengan data DEM yang lain.
III-2
2.
Slope dan flow direction, digunakan untuk menggambarkan arah
aliran dan perhitungan contributing area menggunakan grid yang berdasarkan dari DEM. 3.
Specific catchment area (area tangkapan spesifik), Specific
catchment area ini didefinisikan dari kenaikan lereng area per unit satuan panjang kontur.
Gambar 3. 3 specific catchment area (2) (sumber: Eng. Muhammathu Fowze, 2006)
4.
Proses perhitungan dalam SINMAP untuk mendapatkan indeks
stabilitas, saturation, lalu diplot ke dalam grafik SA plot.
3.3
Hasil Metode SINMAP Saturation (tingkat kejenuhan air)
Saturation ini menggambarkan tingkat kebasahan dari area studi Kecamatan Pangalengan, dimana area yang telah mencapai titik jenuh akan semakin berpotensi mengalami longsor.
III-3
Gambar 3.4 Saturation
Indeks Stabilitas (SI) Indeks stabilitas menggambarkan area studi Kecamatan Pangalengan yang dikelompokkan berdasarkan zona tingkat rawan longsornya. Semakin besar nilai SI dari suatu area, semakin kecil potensi area tersebut mengalami bencana longsor, dan demikian juga sebaliknya. Klasifikasi area terhadap nilai SI terdapat pada tabel 2.2.
Gambar 3.5 Indeks Stabilitas
III-4
Slope Area Plot (SA Plot) SA plot digunakan untuk interpretasi dan melakukan pengujian terhadap hasil dari SINMAP, dalam SA plot terdapat empat macam informasi, yaitu: x
normal sel data, yaitu sumbu x dan sumbu y dari SA plot, sumbu Y menampilkan specific catchment area dan sumbu x menampilkan slope dari kecamatan Pangalengan.
x
Landslide sel data, yaitu hasil plot dari landslide berdasarkan nilai slope dan specific catchment area.
x
Garis area stabilitas indeks, terdapat 5 garis yang menggambarkan batasbatas area stabil dan tidak stabil yang telah dikelompokkan oleh SINMAP, pengelompokkan berdasarkan pada potensi yang dimiliki tiap-tiap titik untuk mengalami bencana longsor.
x
Garis area saturation, terdapat 3 garis batas yang menggambarkan slope dan specific catchment area yang memiliki potensial wetness yang sama.
Gambar 3.6 SA plot untuk nilai T/R 2000 – 3000, C 0 – 0.25, I30 – 45
III-5
Tabel 3.1 Statistik hasil metode SINMAP untuk nilai T/R 2000 – 3000, C 0 – 0.25, I30 - 45 Stability Index Stabil Stabil tingkat menengah Stabil tingkat rendah Tak stabil tingkat rendah Tak stabil tingkat menengah Tak stabil tingkat tinggi Total
3.4
Area (km2)
% of region
No. of Landslides
% of landslide
157,1
59,5
0
0
Density of Landslides (LS/km2) 0,00
26,3
10
0
0
0,00
29,6
11,2
1
6,7
0,00
42,3
16
9
60
0,20
7,8
2,9
4
26,7
0,50
1
0,4
1
6,7
1,00
264,1
100
15
100
0,10
Pengujian Beberapa Nilai C, T/R, dan I
Pada hasil diatas data C, T/R, dan Iyang digunakan adalah data default dari metode SINMAP dengan rentang nilai T/R 2000 – 3000, C 0 – 0.25, I30 - 45, berikutnya akan dilakukan pengujian beberapa nilai C, T/R, dan Isecara acak dengan tujuan memprediksi nilai C, T/R, dan Iyang tepat untuk wilayah Kecamatan Pangalengan. Dari sejumlah hasil pengujian komponen SINMAP diambil enam hasil yang dikategorikan sebagai hasil yang ”terbaik”, karena titik-titik landslide inventory berada pada area yang diklasifikasikan rawan longsor. Hasil dari pengujian ini disajikan dalam lampiran B.
3.5
Tumpang Susun Indeks Stabilitas dengan Peta Tata Guna Lahan
Sebelumnya peta tata guna lahan yang ada dikelompokkan ulang menjadi tiga kelas yaitu hutan primer, perkebunan, dan permukiman, agar mudah dalam menampilkan hasil tumpang susun. Kemudian dilakukan tumpang susun antara indeks stabilitas dengan Peta Tata Guna Lahan. Peta hasil tumpang susun dapat dilihat pada lampiran C.
III-6