BAB 2 FENOMENA LONGSOR DAN METODE PENENTUAN WILAYAH RAWAN LONGSOR
2.1
Fenomena Longsor
Longsor atau gerakan tanah merupakan salah satu bencana geologis yang disebabkan oleh faktor-faktor alamiah maupun non alamiah. Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran yang bergerak ke bawah atau keluar lereng.
Tanah longsor terjadi sebagai akibat perubahan-perubahan, baik secara mendadak atau bertahap, pada komposisi, struktur, hidrologi atau vegetasi pada suatu lereng. Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan. Daya tahan suatu lereng bisa berkurang oleh: meningkatnya kandungan air yang disebabkan oleh hujan lebat atau naiknya air tanah. Meningkatnya sudut lereng untuk konstruksi baru atau oleh erosi sungai. Berubahnya materi-materi lereng dari kondisi cuaca dan proses alam lain. Tabel 2. 1Tanah longsor bisa diklasifikasikan oleh tipe gerakannya (sumber: pusat VMBG, 2003) :
1.Longsoran Translasi
Gambar 2. 1
II-1
Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2.Longsoran Rotasi
Gambar 2. 2
Longsoran rotasi adalah bergerak-nya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung. 3.Pergerakan Blok
Gambar 2. 3
Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu. 4.Runtuhan Batu
Gambar 2. 4
Runtuhan batu terjadi ketika sejum-lah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga meng-gantung terutama
II-2
di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah. 5.Rayapan Tanah
Gambar 2. 5
Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah. 6.Aliran Bahan Rombakan
Gambar 2. 6
Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunungapi. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak.
II-3
2.2
Metode Penentuan Wilayah Rawan Longsor
Sejumlah metode penentuan wilayah rawan longsor sudah banyak dikembangkan oleh peneliti-peneliti dari berbagai negara, sebagian besar pengembangan metode tersebut dilakukan secara empiris (parametrik) berdasarkan proses hidrologi dan fisis yang terjadi pada wilayah longsor. Idealnya, metode tersebut harus memenuhi persyaratan-persyaratan sehingga layak untuk digunakan dalam penentuan wilayah rawan longsor, yaitu metode harus dapat diandalkan, dapat digunakan secara umum (berlaku secara universal), mudah digunakan dengan data yang minimum, komprehensif dalam hal faktor-faktor yang dipergunakan, dan dapat mengikuti terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Berikut ini adalah beberapa metode yang digunakan untuk penentuan wilayah rawan longsor, antara lain metode USLE, metode RUSLE, metode Storm Water, dan metode SINMAP yang merupakan metode yang akan dikaji dalam tugas akhir ini.
2.2.1 Metode USLE Salah satu persamaan yang pertama kali dikembangkan untuk mempelajari erosi lahan adalah yang disebut dengan persamaan Musgrave, yang selanjutnya berkembang terus menjadi persamaan yang sangat terkenal dan masih dipakai sampai
sekarang,
yaitu
Universal
Soil
Loss
Equation
(USLE).
USLE
memungkinkan perencana memprediksi laju erosi rata-rata lahan tertentu pada suatu kemiringan dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam jenis tanah dan penerapan pengelolaan lahan (tindakan konservasi lahan). USLE dirancang untuk memprediksi erosi jangka panjang dari erosi lembar (sheet erosion) dan erosi alur dibawah kondisi tertentu. Persamaan tersebut dapat juga memprediksi erosi pada lahan-lahan non pertanian, tapi tidak dapat untuk memprediksi pengendapan dan tidak memperhitungkan hasil sedimen dari erosi parit, tebing sungai, dan dasar sungai.
II-4
USLE dikembangkan oleh USDA-SCS (United State Department of Agriculture – Soil Conservation Services) pada tahun 1965 bekerjasama dengan Universitas Purdue oleh Wischmeier dan Smith (dalam William dan Berndt, 1972; Morgan, 1988; Selbe, 1993). Berdasarkan analisis statistik terhadap lebih dari 10.000 tahun data erosi dan aliran permukaan, parameter fisik dan pengelolaan dikelompokkan menjadi lima variabel utama yang nilainya untuk semua tempat dapat dinyatakan secara numeris. Kombinasi enam variabel ini yang dikenal dengan sebutan USLE adalah Ea
sebagai
berikut:
R x K x LS x C x P …………………………………………………………(2.1)
dimana:
Ea = banyaknya tanah tererosi per satuan luas per satuan waktu R = faktor erosivitas hujan dan aliran permukaan K = faktor erodibilitas tanah LS = faktor panjang-kemiringan lereng C = faktor tanaman penutup lahan dan manajemen tanaman P = faktor tindakan konservasi praktis
2.2.2 Metode RUSLE RUSLE dikembangkan oleh USDA-ARS (United State Department of Agriculture – Agriculutral Research Services). Metode ini akan memperbaiki tingkat akurasi USLE dalam menghitung pengaruh berbagai sistem konservasi lahan terhadap terjadinya erosi. Pada awalnya, USLE dirancang untuk membantu para petani dan pelaku konservasi lahan dalam perencaan pertanian. Data yang disediakan dalam USLE diorientasikan dan dikembangkan untuk digunakan pada lahan pertanian, namun pada awal tahun 1970 data tersebut diaplikasikan pada lahan perkebunan dan peternakan, lahan hutan yang mengalami kerusakan, wilayah pembangunan kota, dan jalan raya. Dengan melebarnya aplikasi USLE dibutuhkan perbaikan tingkat akurasi dan kemudahan penggunaan, oleh karena itu dikembangkanlah metode RUSLE (Revised Universal Soil Loss Equation). Hasil perhitungan besarnya erosi dengan menggunakan RUSLE dapat dikembangkan dan bersifat
II-5
dinamis karena bisa disesuaikan dengan perubahan basis data yang berisi nilai faktor-faktor pembangunan metode. Dalam menghitung RUSLE faktor utama ( E a
R x K x LS x C x P ) atau struktur
data tidak berubah namun tabel data dihubungkan dengan fungsi perubahan faktor (data dapat berubah). Pada dasarnya, USLE dan RUSLE tidak menunjukkan proses hidrologi dan proses erosi yang fundamental, namun RUSLE telah mampu merepresentasikan secara sederhana pengaruh faktor-faktor hidrologi terhadap erosi sheet dan riil. RUSLE memiliki kemampuan memprediksi erosi jauh lebih baik.
2.2.3 Metode Storm Water Metode Storm Water atau yang lebih dikenal dengan SWM adalah metode yang digunakan untuk mendeskripsikan kuantitas dan kualitas datangnya air. Saat ini metode SWM yang umum digunakan sebagai referensi adalah Storm Water Management Model (SWMM), Storage Treatment Overflow Runoff Model (STORM), dan Hydrologic Simulation Program Fortran (HSPF). Model-model tersebut memiliki mekanisme untuk menghitung besarnya erosi dan aliran permukaan/air hujan. Metode Storm Water memiliki kemampuan untuk menganalisis baik satu kejadian hujan atau juga secara kontinyu yaitu mengacu pada prediksi berdasarkan pada data satu periode waktu, misalnya tahun atau bulan. Selain itu juga dapat mendeteksi berkurangnya infiltrasi, memodelkan aliran permukaan, rute saluran pembuangan atau drainase, memodelkan akumulasi dan pelepasan/pengangkutan polutan dari suatu sumber, serta analisis media penyimpanan atau penampungan air. Pada dasarnya SWM lebih diorientasikan pada lingkungan kota dan lebih berguna untuk
mengitung
perencanaan
penampungan
air
hujan
daripada
untuk
memprediksikan erosi. Model ini membutuhkan jumlah data yang cukup yang diambil dalam satu interval waktu jangka pendek dengan kondisi lingkungan yang beragam, sehingga simulasi secara kontinyu dapat dilakukan dan diperoleh hitungan besarnya polusi yang dibawa aliran permukaan secara tepat.
II-6
2.2.4 Metode SINMAP SINMAP
adalah
salah
satu
metode
yang
mengimplementasikan perhitungan dan pemetaan
dapat
digunakan
dalam
indeks stabilitas slope
berdasarkan informasi geografis dalam bentuk data elevasi digital dipadukan dengan data titik-titik yang pernah mengalami longsor. Dalam aplikasinya, SINMAP memerlukan parameter-parameter pelengkap yaitu data curah hujan dan data jenis tanah.
Model ini merupakan tool untuk keperluan prediksi stabilitas slope, dimana didalamnya terdapat juga komponen pemodelan aliran hidrologi. Model ini menggunakan permukaan topografi untuk mengarahkan jalannya aliran kemiringan, yang mengasumsikan bahwa batasan aliran air di bawah permukaan tanah paralel dengan permukaan topografi, serta ketebalan soil dan konduktivitas hidrolik adalah seragam di manapun titiknya berada di permukaan bumi. Model aliran tersebut memprediksikan tingkatan relatif air tanah terhadap area batas air. Prediksi ini kemudian akan dipakai selanjutnya untuk memperkirakan/menilai stabilitas slope.
SINMAP terbatas pada perpindahan longsoran dengan perpindahan kelerengan yang cukup landai/dangkal atau maksimal 10 m. SINMAP ini didasarkan pada kombinasi dari model topografi hidrologi yang digunakan untuk menghitung tekanan pori-pori air, dengan mengasumsikan bahwa kedalaman titik jenuh tanah adalah cukup untuk menopang penampang aliran menyamping/lateral yang sebanding ke area tangkapan spesifik (area kenaikan lereng per unit satuan panjang kontur). Tekanan pori-pori lalu digunakan untuk menghitung perubahan dalam tegangan efektif, yang melalui sudut pergeseran (friction angle) dihubungkan ke kekuatan geser (shear strength )(Pack, 1998).
II-7
Shear stress
Gambar 2.7 shear strength yaitu seberapa besar soil dapat menahan shear stress (sumber: Robert T. Pack, 1998)
Shear strength ini terdiri atas dua factor (lihat gambar 2.8), yakni cohesion dan friction angle. Cohesion merupakan gaya tarik menarik inter-partikel baik itu partikel tanah itu sendiri maupun inter-partikel akar (bila pada tutupan lahannya terdapat vegetasi). Sedangkan friction angle atau angle of repose(I) dalam soil mechanics merupakan sudut antara bidang horizontal effective stress (ı’) dan cohesion (C) dari grafik hasil percobaan laboratorium (gambar 2.8).
Gambar 2. 8 Grafik shear strength (sumber: Robert T. Pack, 1998)
SINMAP menggunakan formula factor of safety (FS) untuk model stabilitas slope yang dibangun oleh Hammond et al. (1992). x
Bila Wmob < Wf, maka dapat dikategorikan dalam kondisi aman
x
Bila Wmob >Wf, maka dikategorikan dalam kondisi ”bergeser”
dimana:
Wf = shear strenght, yaitu daya tahan lereng terhadap longsor Wmob = daya yang ”memaksa” lereng untuk ”bergeser”
II-8
Untuk mendapatkan indeks stabilitas perlu diperhitungkan juga saturation (titik jenuh soil terhadap air yang dikandungnya) dari area studi, dimana degree of saturation didefinisikan sebagai perbandingan antara volume air dalam tanah dengan volume of void (volume air + volume udara).
Gambar 2. 7 Komposisi soil (sumber: Eng. Muhammathu Fowze, 2006)
Gambar 2. 10 Komposisi soil (2) (sumber: Eng. Muhammathu Fowze, 2006)
Saturation ini perlu diperhitungkan juga karena proses meresapnya air ke dalam tanah akan mempengaruhi sifat fisik tanah, ketika tanah telah mencapai titik jenuh maka tanah tersebut akan mudah bergerak, sehingga bila terjadi pengikisan permukaan tanah oleh air permukaan akan semakin mudah area yang terkikis permukaan tanahnya itu untuk mengalami longsor.
II-9
Gambar 2. 11 Model slope (sumber: Robert T. Pack, 1998)
Dari
kondisi
ratio: FS
tersebut
maka
nilai
Factor
safety
dapat
dilihat
dari
Wf .....................................................................................................(2.2) W mob
Atau dapat diturunkan menjadi: C cos T >1 Wr @ tan I ……….…………………..………………………..(2.3) sin T
FS
Dimana: x
C = (Cr + Cs) / (h r s g) kombinasi kohesi (akar dan soil) kohesi dengan tanpa besaran (dimensionless) relatif terhadap garis tegak lurus ketebalan soil
x
h = D cos ș, ketebalan soil, tegak lurus terhadap slope [m]
x
r = rw / rs ratio densitas air terhadap densitas soil
x
Cr – kohesi akar [N/m2]
x
Cs – kohesi soil [N/m2]
x
D - kedalaman vertical soil [m]
x
ș – slope [derajat]
x
r s – densitas soil basah [Kg/m3]
x
g – gaya gravitasi bumi [9.81 m/s2]
II-10
x
R[m/jam] = curah hujan - (jumlah air yang menguap + jumlah air yang diserap tanah)
x
T = KS*h – transmisivitas [m2/jam]
x
a - area tangkapan spesifik [m]
x
r w – densitas air [Kg/m3]
x
I– sudut patahan dalam dari soil [derajat]
x
KS – kecepatan air menembus lapisan soil [m/jam]
Untuk mendefinisikan indeks stabilitas, indeks kebasahan (wetness) dari persamaan W
§ Ra · Min¨ ,1¸ .............................................................................................(2.4) © T sin T ¹
dimasukkan ke dalam persamaan FS (2.3), sehingga menjadi,
FS
ª § Ra · º C cos T «1 min¨ ,1¸r » tan I © T sin T ¹ ¼ ¬ ...........................................................(2.5) sin T
variabel a dan Tditentukan dari topografi dengan C, tan Ir, dan R/T sebagai parameternya, r dianggap sebagai nilai konstan (dengan nilainya adalah 0.5). Dimisalkan R/T = x, tan I t, dan distribusi seragam dari batas atas dan batas bawah adalah C ~ U (C1, C2), x ~ U (x1, x2), t ~ U (t1, t2), nilai C dan t yang terkecil (C1, t1) dengan nilai x yang terbesar (x2) mendefinisikan pada keadaan yang terburuk dari yang terbaik bagi metode SINMAP karena kemungkinan FS yang dihasilkan akan lebih besar dari 1 yaitu pada area yang stabil, sehingga nilai FS dari persamaan
SI
FS min
2.5 ª a § C1 cos T «1 min¨ x 2 © sin T ¬ sin T
· º ,1¸r »t1 ¹ ¼
menjadi,
.................................................(2.6)
Sedangkan pada keadaan yang terbaik dari yang terburuk bagi SINMAP untuk menganalisis area rawan longsor adalah pada nilai C dan t yang terbesar (C2, t2) dan x pada nilai yang terkecil (x1), sehingga kemungkinan nilai FS yang dihasilkan lebih kecil dari 1, persamaan FS persamaan 2.5 pada keadaan ini adalah
II-11
SI
FS max
ª a § C 2 cos T «1 min¨ x1 © sin T ¬ sin T
· º ,1¸r »t 2 ¹ ¼
................................................(2.7)
Tabel berikut menunjukkan kelas-kelas stabilitas dalam lingkup indeks stabilitas (SI). Tabel 2. 2 Indeks Stabilitas Kelas
Syarat
Indeks Stabilitas
Stability Index
1
SI > 1,5
Stabil tingkat tinggi
Stable
2
1,5 > SI >1,25
Stabil tingkat menengah
Moderately Stable
3
1,25 > SI > 1
Stabil tingkat rendah
Quasi Stable
4
1 > SI > 0,5
Tidak Stabil tingkat rendah
Lower Threshold
5
0,5 > SI > 0
Tidak Stabil tingkat menengah
Upper Threshold
6
0 > SI
Tidak Stabil tingkat tinggi
Defended
Metode SINMAP mengelompokkan area yang diamati ke dalam enam kelas berdasarkan dari nilai indeks stabilitasnya, dimana pada area yang termasuk kelas 1 dan 2 adalah area stabil yang tidak berpotensi untuk mengalami bencana longsor, adapun pada area yang termasuk kelas 3 dan 4 adalah area yang berpotensi mengalami bencana longsor tingkat menengah, artinya area ini cukup aman, akan tetapi ada kemungkinan area ini mengalami bencana longsor, misalkan ketika terjadi perubahan tata guna lahan secara drastis, atau curah hujan meningkat cukup tajam, sedangkan pada area yang termasuk kelas 5 dan 6 adalah area yang bisa dipastikan akan mengalami bencana longsor. Setelah didapatkan indeks stabilitas dari area yang diamati lalu dilakukan penggambaran pada grafik SA plot sebagai berikut: Penggambaran garis saturation Untuk menghitung Wetness atau kebasahan digunakan rumus dari persamaan (2.4). Saturation atau kejenuhan terjadi ketika w = 1, maka
Rua T u sin T
1 a
T R u sin T
II-12
Gambar 2. 12
Penggambaran garis indeks stabilitas Untuk melakukan penggambaran garis indeks stabilitas digunakan rumus:
............................(persamaan 2.8)
Gambar 2. 13
II-13