TEKNIK PEMANENAN DALAM RANGKA PENYIAPAN LAHAN DALAM IMPLEMENTASI SILIN
1. 2. 3. 4. 5.
Prof. Ir. Dulsalam, MM Dr. Ir. Maman Mansyur Idris, MS Ir. Sona Suhartana Ir. Soenarno, MSi Ir. Zakaria Basari
.
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN BOGOR, DESEMBER 2014
TEKNIK PEMANENAN DALAM RANGKA PENYIAPAN LAHAN DALAM IMPLEMENTASI SILIN
Bogor,
Desember 2014
Mengetahui Ketua Kelti,
Ketua Tim Pelaksana
Ir. Sona Suhartana
Prof. Ir. Dulsalam, MM
NIP 19601012 198603 2 003
NIP 19550722 198203 1 004
Menyetujui Koordinator
Mengesahkan Kepala Pusat,
Prof. Ir. Dulsalam, MM NIP 19550722 198203 1 004
Dr. Ir. Rufi’ie, MSc. NIP 1960 1207 198703 1 005
ii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL …….. …….…………………………..….…………………..
i
LEMBAR PENGESAHAN .….…….………………….……...…………………..
ii
DAFTAR ISI …………………..…………..….……………..………….…………
iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
v
Abstrak ….………………………………………………..…………………….....
1
BAB I. PENDAHULUAN ……………..…………………………………………
2
A. Latar Belakang …………………..….………………………………………
2
B. Tujuan dan Sasaran ...........................................................................
3
1. Tujuan ..................................................................................................
3
2. Sasaran .............................................................................................
4
C. Luaran ......................................................................................................
4
D. Hasil yang Telah Dicapai .........................................................................
4
E. Ruang Lingkup .........................................................................................
6
BAB II. Tinjauan Pustaka …..…….…………………......………….……….…
7
BAB III. METODE PENELITIAN .................................................................
12
A. Lokasi Penelitian .................................................................................
12
A. Bahan dan Peralatan ..............................................................................
12
B. Prosedur Kerja ................................................................................
13
C. Analisis Data ..........................................................................................
17
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................
21
A. Modifikasi Alat ......................................................................................
21
B. Uji Coba Alat
26
........................................................................................
BAB V. KESIMPULAN...................................................................................
27
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
28
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil penelitian pemanenan dalam rangka penyiapan penyiapan lahan dalam implementasi SILIN ................................................
iv
4
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Sketsa pengeluaran kayu dengan sistem kabel layang ..........
12
Gambar 2. Sketsa yarder pandangan atas .........………….....................
23
Gambar 3. Sketsa yarder pandangan samping .........................................
24
Gambar 4. Foto yarder pandangan depan ................................................
25
Gambar 5. Foto yarder pandangan samping ..........................................
25
v
Abstrak
Hutan alam di Luar Jawa pernah memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap devisa negara, yaitu pada tahun 1970 – 1980. Potensi hutan alam tersebut cenderung menurun baik dari segi produktivitas, kualitas produk dan keanekaragaman hayatinya. Upaya peningkatan produktivitas telah dilakukan antara lain penerapan sistem silvikultur tebang pilih tanam Indonesia intensif (TPTII atau SILIN). Teknik pemanenan dalam rangka penyiapan lahan dalam implementasi teknik SILIN dapat mempengaruhi produksi kayu dan penghematan sumberdaya hutan. Bertitik tolak dari masalah tersebut maka penelitian teknik pemanenan dalam rangka penyiapan lahan dalam implementasi teknik SILIN perlu dilakukan. Pada Tahun 2011 telah diteliti teknik penebangan berdampak minimal dalam implementasi teknik SILIN. Pada tahun 2012 diteliti penyaradan berdampak minimal dalam implementasi Teknik SILIN. Pada tahun 2013 telah diteliti penebangan kayu pada jalur tanam dalam implementasi teknik SILIN. Pada tahun 2014 akan diteliti teknik pengeluaran kayu dengan sistem kabel layang yang berdampak minimal dalam penyiapan lahan teknik SILIN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi teknik pengeluaran kayu dengan sistem kabel layang pada jalur tanam dalam penyiapan lahan teknik SILIN. Sedangkan sasarannya tersedianya data dan informasi teknik pengeluaran kayu dengan sistem kabel layang pada jalur tanam dalam penyiapan lahan teknik SILIN. Sehubungan dengan kendala lokasi penelitian,maka kegiatan pengumpulan data penelitian di lapangan tidak bisa dilakukan sehingga hasil penelitian yang dicapai adalah tahap persiapan temasuk perbaikan alat. Kata kunci: Pengeluaran kayu, sistem kabel, teknik SILIN, produktivitas, biaya
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sistem TPTII (SILIN) adalah sistem silvikultur hutan alam di mana tanaman pengkayaan harus dilakukan pada areal pasca penebangan secara jalur, yaitu 20 m jalur antara dan 3 m dalam jalur tanam. Tanpa memperhatikan cukup tidaknya semai alam yang tersedia dalam tegakan tinggal, sebanyak 160 semai meranti per hektar harus ditanam untuk menjamin kelestarian produksi pada rotasi berikutnya. Dalam program ini target jumlah pohon pada akhir jangka (30 tahun) adalah
160 pohon per hektar. Ruang di antara jalur
dimaksudkan untuk memperkaya keanekaragaman hayati. Kelebihan sistem SILIN dibanding sistem TPI maupun sistem TPTI adalah bahwa mekanisme pengawasan sistem SILIN dapat dilakukan secara optimal sehingga kelestarian produksi akan dapat terjamin. Mekanisme pembangunan hutan tanaman yang prospektif, sehat dan lestari dapat dilakukan melalui sistem SILIN yang secara terus menerus disempurnakan menuju regim silvikultur yang intensif (Anonim, 2005). Ada tiga pilar dalam sistem SILIN, yaitu penggunaan bibit unggul, manipulasi lingkungan dan penanganan hama dan penyakit. Untuk menuju sistem silvikultur yang intensif, ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan antara lain: jenis target yang diprioritaskan, jumlah dan kualitas bibit yang harus ditanam per hektar, ukuran lubang tanam, jarak antar jalur tanam dan jarak tanam dalam jalur, lebar jalur tanam yang dibersihkan lamanya
pemeliharaan.
Sistem
SILIN
secara
dan frekuensi serta
umum
bertujuan
untuk
membangun hutan tropis yang lestari dan dinamis, yang dicirikan dengan meningkatnya potensi dan fungsi hutan baik dari segi kuantitas maupun kualitas dari satu rotasi tebang ke rotasi tebang berikutnya. Sedangkan secara khusus, sistem SILIN bertujuan untuk membangun hutan sebagai transisi menuju hutan meranti dan menjamin fungsi hutan yang optimal. Pencapaian tujuan tersebut tergantung implementasi pedoman SILIN di lapangan.
2
Untuk meningkatkan efisiensi pelaksanaan sistem SILIN di hutan alam maka berbagai upaya perlu dilakukan agar pemanfaatan sumberdaya hutan menjadi optimal dan pemborosan sumberdaya dan gangguan lingkungan menjadi minimal. Dalam kegiatan SILIN, semua jalur tanam harus ditanami dengan jenis prioritas dan jarak tanam tertentu serta kayu yang ditebang seharusnya
dapat dikeluarkan dari hutan untuk dimanfaatkan. Teknik
penggunaan sumberdaya yang demikian
akan meningkatkan produktivitas
hutan dan efisiensi pemanenan dan akan menekan besarnya limbah pemanenan yang terjadi. Peningkatan produktivitas hutan dan efisiensi pemanenan kayu tersebut sangat dituntut dalam rangka penyediaan bahan baku industri kayu yang memadai secara kuantitas dan kualitas di satu pihak dan minimasi gangguan lingkungan yang terjadi di lain pihak. Untuk itu implementasi sistim SILIN perlu diteliti. Penelitian terutama dititik beratkan pada teknik pemanenan dalam rangka penyiapan lahan dalam implementasi SILIN. Kegiatan yang penting peranannya dalam meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu dan meminimalkan gangguan lingkungan adalah penebangan dan penyaradan. Penelitian dilakukan selama empat tahun, yaitu mulai tahun 2011 sampai dengan tahun 2014. Pada tahun 2011 telah diteliti teknik penebangan berdampak minimal dalam penyiapan lahan teknik SILIN. Pada tahun 2012 telah diteliti teknik penyaradan berdampak minimal dalam penyiapan lahan teknik silin. Pada tahun 2013 telah diteliti teknik penebangan pada jalur tanam dalam penyiapan lahan teknik SILIN. Pada tahun 2014 akan diteliti teknik pengeluaran kayu dengan sistem kabel layang yang berdampak minimal dalam penyiapan lahan teknik SILIN. Hasil kajian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan acuan penentu kebijakan dan pelaksana di lapangan dalam rangka implementasi teknik SILIN yang efisien dan berdampak minimal.
B. Tujuan dan Sasaran 1. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi teknik pengeluaran kayu dengan sistem kabel layang
3
yang berdammpak negatif
rendah
terhadap
lingkungan
dalam
rangka
penyiapan
lahan
dalam
implementasi teknik SILIN. 2. Sasaran Sasarannya adalah tersedianya data dan informasi teknik pengeluaran kayu dengan sistem kabel layang yang tepat guna.
C. Luaran 1. Laporan hasil penelitian yang berisi data dan informasi teknis pengeluaran kayu dengan sistem kabel layang yang berdampak negatif rendah terhadap lingkungan dalam rangka penyiapan lahan dalam implementasi teknik SILIN. 2. Draft karya tulis ilmiah.
D. Hasil yang Telah Dicapai Hasil yang telah dicapai pada penelitian tahun 2011 sampai dengan 2013 adalah seperti disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil penelitian pemanenan dalam rangka penyiapan penyiapan lahan dalam implementasi SILIN
Produktivitas rata-rata
Satuan m3/jam
Selip Nilai 36,24
Biaya rata-rata Efisiensi Kerusakan pohon Kerusakan tiang Kerusakan pancang Pergeseran tanah Produktivitas rata-rata Biaya rata-rata Efisiensi Kerusakan pohon Kerusakan tiang Kerusakan pancang Pergeseran tanah Produktivitas rata-rata Biaya rata-rata Efisiensi Kerusakan pohon Kerusakan tiang Kerusakan pancang Pergeseran tanah Produktivitas rata-rata Biaya rata-rata
Rp/m3 % % % % % m3/jam Rp/m3 % % % % % m3/jam Rp/m3 % % % % % m3/jam Rp/m3
1.893 86,56 4,54 5,52 6,68 5,38 32,80 2.104 89,36 3,90 4,68 5,81 4,71 35,38 1.934 87,05 5,57 5,49 7,32 6,40 33,71 2.028
No.
Perusahaan/Kegiatan
Perihal
1
PT Ikani /Penebangan konvensional
Penebangan terkendali
2
PT Sarpatim / Penebangan Konvvensional
Penebangan terkendali
4
Keterangan
No.
3..
Perusahaan/Kegiatan
Perihal
PT Gunung Meranti / Penyaradan konvensional
Penyaradan berdampak minimal
4.
PT Greaty Sukses Penyaradan konvensional
Abadi/
Penyaradan terkendali
5.
PT Barito Putera Penebangan dengan takik rebah konvensional terbalik
Penebangan dengan takik rebah berbentuk tangga
Efisiensi Kerusakan pohon Kerusakan tiang Kerusakan pancang Pergeseran tanah Produktivitas rata-rata Biaya rata-rata Efisiensi Kerusakan pohon Kerusakan tiang Kerusakan pancang Pergeseran tanah Produktivitas rata-rata Biaya rata-rata Efisiensi Kerusakan pohon Kerusakan tiang Kerusakan pancang Pergeseran tanah Produktivitas rata-rata
Selip Nilai 90,31 3,57 5,16 5,58 5,16 37,67 23.962 % 98,57 % 11,70 % 12,27 % 14,99 % 23,19 m3/jam 36,27 Rp/m3 26.293 % 99,50 % 9,99 % 10,24 % 13,01 % 18,83 m3/jam 69,74
Satuan % % % % % m3/jam Rp/m3
Biaya rata-rata Efisiensi Kerusakan pohon Kerusakan tiang Kerusakan pancang Pergeseran tanah Produktivitas rata-rata Biaya rata-rata Efisiensi Kerusakan pohon Kerusakan tiang Kerusakan pancang Pergeseran tanah
Rp/m3 % % % % % m3/jam Rp/m3 % % % % %
10.549 97,05 11,40 9,53 14,84 20,60 72,13 10.687 99,62 9,85 7,54 12,55 18,88
Produktivitas rata-rata Biaya rata-rata Efisiensi Kerusakan pohon Kerusakan tiang Kerusakan pancang Pergeseran tanah
m3/jam Rp/m3 % % % % %
21,91 2.873 93,18 0,79 1,84 4,02 2,58
Produktivitas rata-rata Biaya rata-rata Efisiensi Kerusakan pohon Kerusakan tiang Kerusakan pancang Pergeseran tanah
m3/jam Rp/m3 % % % % %
14,62 4.362 89,34 1,25 2,44 3,69 2,68
5
Keterangan
No.
Perusahaan/Kegiatan Penyaradan tanpa alat bantu
Perihal
Satuan
Selip Nilai
Produktivitas rata-rata Biaya rata-rata Efisiensi Kerusakan pohon Kerusakan tiang Kerusakan pancang Pergeseran tanah
m3/jam Rp/m3 % % % % %
27,81 28.898 99,24 5,41 3,77 8,37 14,84
Produktivitas rata-rata Biaya rata-rata Efisiensi Kerusakan pohon Kerusakan tiang Kerusakan pancang Pergeseran tanah
m3/jam Rp/m3 % % % % %
24,38 31.257 98,21 4,89 7,53 9,49 15,25
Produktivitas rata-rata Biaya rata-rata Efisiensi Kerusakan pohon Kerusakan tiang Kerusakan pancang Pergeseran tanah
m3/jam Rp/m3 % % % % %
Produktivitas rata-rata Biaya rata-rata Efisiensi Kerusakan pohon Kerusakan tiang Kerusakan pancang Pergeseran tanah
m3/jam Rp/m3 % % % % %
Produktivitas rata-rata Biaya rata-rata Efisiensi Kerusakan pohon Kerusakan tiang Kerusakan pancang Pergeseran tanah
m3/jam Rp/m3 % % % % %
Produktivitas rata-rata Biaya rata-rata Efisiensi Kerusakan pohon Kerusakan tiang Kerusakan pancang Pergeseran tanah
m3/jam Rp/m3 % % % % %
Penyaradan dengan alat bantu
6.
PT Dasa Intiga Takik rebah konvensional terbalik
Penebangan dengan takik rebah berbentuk tangga
Penyaradan tanpa alat bantu
28,17 2.309 94,73 0,79 1,84 4,02 2,80 21,04
Penyaradan dengan alat bantu
3.038 88,79 0,67 2,85 4,63 2,73 35,30 19.827 99,28 6,76 4,97 8,28 17,76 34,36
6
20.152 97,05 7,87 6,33 10,46 18,02
Keterangan
E. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini adalah teknik pemanenan yang fokus pada kegiatan pengeluaran kayu berdiameter kecil, yaitu lebih besar 15 cm dan lebih kecil 40 cm di areal SILIN di Kalimantan Tengah. Kajian akan diarahkan pada aspek lingkungan yang menyangkut aspek keterbukaan lahan dan kerusakan tanah, serta aspek teknis dan finansial
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Sistem Silvikultur Untuk meningkatkan produksi kayu dan hasil hutan lainnya dapat dilakukan dengan multi usaha melalui penerapan multi-sistem silvikultur (silvikultur ganda). Multi sistem silvikultur adalah
sistem pengelolaan hutan
produksi lestari yang terdiri dari dua atau lebih sistem silvikultur
yang
diterapkan pada suatu Izin Usaha Pengusahaan Hasik Hutan Kayu (IUPHHK) yang
merupakan
meningkatkan
multi
produksi
usaha kayu
dengan dan
tujuan:
hasil
hutan
mempertahankan lainnya
serta
dan dapat
mempertahankan kepastian kawasan hutan produksi (Indrawan, 2008). Penerapan sistem silvikultur lebih dari satu sistem silvikultur hendaknya memperhatikan (Pasaribu, 2008): (1) Keberadaan hutan perawan (virgin forest) dan hutan bekas tebangan (Logged over forest), (2) Pada hutan perawan tersebar dan areal bekas tebangan dengan kondisi baik,(3) areal bekas tebangan dengan kondisi tidak cukup anakan asli setempat dan dominasi alang-alang dan semak belukar dan (4) Areal bekas tebangan dalam kondisi baik dan kemampuan regeneratif alami baik dan areal tidak peka erosi. Kusmana (2008) menjelaskan bahwa
prinsip persyaratan ekologis
pengelolaan ekologi hutan dengan multi-sistem silvikultur adalah sebagai berikut: (1) Meminimasi terhadap gangguan tanah, (2) Memelihara ketersediaan bahan organik tanah, (3) Mempertahankan keanekaragaman dan (4) Ukuran dan bentuk areal yang diganggu. Sabarnurdin et al. (2008) mengemukakan bahwa pemilihan teknik silvikultur dalam pengelolaan hutan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan didasarkan pada beberapa persyaratan antara lain: (1) Persyaratan ekologi jenis yang ada, (2) Kondisi seed bed alamiah bila penanaman hutan tidak akan dilakukan, (3) Pengaruh pemanenan terhadap flora dan fauna, (4) Tipe kedalaman tanah dan kelerengan, (5) Sumber patogen dan sumber kerusakan hutan alam, (6) Harapan masyarakat tentang karakter dan manfaat
8
yang diperoleh dari hutan alam, (7) Finansial dan tujuan pemilik lainnya dari hutan yang dikelola, (8) Pengaruh pada mutu dan kuantitas air, (9) Efek kumulatif dari keputusan silvikultur spesifik tegakan pada struktur hutan dan proses ekologi pada tingkat lansekap dan (10) Kecocokan intervensi pemanenan pada sistem silvikultur dengan integritas ekologi hutan jangka panjang. Suparna (2008) mengemukakan bahwa ada beberapa hal yang harus diantisipasi agar penerapan multi-sistem silvikultur dapat berhasil, yaitu: (1) Pemilihan kombinasi sistem silvikultur, (2) Pemilihan jenis tanaman, (3) Persoalan aset, (4) Konflik sosial, (5) Regulasi dan sistem penilaian dan (6) Kesatuan
Pengelolaan
merekomendasikan
Hutan.
Sementara
itu,
Suhendang
(2008)
bahwa multi-sistem silvikultur memerlukan syarat-syarat
sebagai berikut: (1) Terbentuknya kesatuan pengelolaan hutan, (2) Adanya keluwesan pada penetapan sistem silvikultur pada setiap kesatuan pengelolaan hutan dan (3) Terbentuknya lingkungan dunia kerja di bidang kehutanan yang bersifat kondusif untuk berkembangnya profesi kehutanan.
Secara teoritis
kombinasi sistem silvikultur dalam satu areal unit manajemen sangat mungkin diaplikasikan agar terjadi saling mensubsidi
antara satu sistem silvikultur
dengan sistem silvikultur yang lain (Manurung & Widyantoro., 2008). Elias (2008) menyatakan bahwa dengan penerapan multi-sistem silvikultur dapat menghasilkan: (1) Pemanfaatan keadaan tapak yang spesifik lebih optimal, (2) Produktivitas hutan lebih besar, (3) Kondisi lingkungan hidup lebih terjamin, (4) Volume produksi kayu dan hasil hutan lainnya pada masa yang akan datang lebih besar dan lebih bervariasi, (5) Pasokan kayu terhadap industri nasional terpenuhi dan (6) Diversifikasi produk dapat terjamin. 2. Pengeluaran Kayu Pengeluaran kayu di petak tebangan yang biasa digunakan di hutan alam adalah traktor. Untuk pengeluaran kayu di petak tebangan di areal hutan alam yang mempunyai ukuran kayu relatif kecil, alat tersebut kurang ekonomis. Sistem kabel layang merupakan salah satu alternatif transportasi kayu di petak tebangan. Keuntungan penggunaan sistem kabel layang adalah tidak merusak permukaan tanah, kayu tetap bersih dan segar sehingga mudah untuk diproses 9
dan pengeluaran kayu relatif cepat. Sistem pengeluaran kayu yang mungkin cocok dioperasikan di areal hutan tanaman adalah sistem kabel layang yang menggunakan tenaga mesin. Sistem kabel layang ini dicirikan dengan adanya mesin penggerak (yarder) yang bekerja pada posisi diam (stasioner) dan sanggup menarik kayu pada jarak tertentu dengan kabel yang digulung pada sebuah drum sambil membawa kayu dengan kereta (carriage) yang meluncur di atas kabel layang yang ditopang
oleh beberapa tiang utama dan tiang
pembantu. Sistem kabel layang memerlukan beberapa peralatan utama. Brown (1949) menyatakan bahwa peralatan utama yang diperlukan dalam sistem kabel adalah: (1) Unit mesin penggerak di mana unit ini berfungsi sebagai sumber tenaga seluruh sistem kabel; (2) Kabel baja dan pengikatnya termasuk penjepit dan macam-macam perlengkapan yang dapat saling dihubungkan; (3) Kabel dan kereta yang berfungsi untuk mengarahkan perpindahan kayu dan diletakkan berhubungan dengan kabel-kabel. Wackerman (1949) menyatakan bahwa metode kabel layang (skyline) merupakan metode mekanis yang lengkap
makin berkembang dan menjadi paling
dari pengeluaran kayu sistem kabel. Pada metode ini terdapat
modifikasi
berdasarkan
cara
pemasangan
kabel
layang,
kereta
dan
penggunaan kabel pelengkapnya. Penggunaan metode kabel layang berubah berdasarkan kebutuhan medan yang dihadapi dan perubahan modifikasinya tergantung
pada cara pemakaiannya
bukan pada peralatan yang
dipergunakannya. Penggunaan sistem kabel layang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Binkley & Lysons (1968) menjelaskan bahwa secara ekonomis pengoperasian sistem kabel layang harus mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut: (1) Konversi dari nilai kayu yang dikeluarkan; (2) Total volume setiap hektar yang akan dikeluarkan pada sebuah lokasi penebangan; (3) Areal unit penebangan yang belum dikeluarkan hasilnya. (4) Jumlah hari kerja efektif dalam satu tahun; (5) Ukuran dari kayu yang akan dikeluarkan; dan (6) Jarak pengeluaran kayu. Sortimen kayu yang dikeluarkan di areal hutan tanaman umumnya mempunyai volume 0,50 - 1,00 m3/batang. Padahal kemampuan
10
alat
pengeluaran kayu P3HH20 generasi kesatu hanya 0,308 m 3/rit dan P3HH20 generasi kedua hanya 0,360 m3/rit. Produktivitas pengeluaran
kayu
tanpa
memperhitungkan waktu pasang dan bongkar alat dengan sistem kabel layang P3HH20 berkisar antara 0,575 - 5,058 m3/jam dengan rata-rata 1,856 m3/jam (Dulsalam et al., 1997). Pengeluaran kayu dengan sistem kabel layang P3HH20 masih mengalami beberapa hambatan, antara lain pada saat kayu ditarik untuk diangkat, kayu tersebut berputar sehingga kabel pengangkat ikut berputar yang mengakibatkan kabel pengangkat tersebut menjepit kereta. Keadaan yang demikian tidak memungkinkan untuk pengangkatan kayu karena apabila dipaksakan, selain mesin tidak kuat, kabel pengangkat dapat putus. Hal ini disebabkan karena bentuk kereta yang terlalu pendek dan kecil. Pada tahun 1998
alat
pengeluaran
kayu
tersebut
telah
disempurnakan.
Untuk
memperlancar kegiatan penarikan kayu maka kereta telah disempurnakan. Di samping masalah kereta, tenaga mesin dan sistem pengereman telah disempurnakan pula. Sistem kabel layang P3HH20 dikembangkan menjadi sistem kabel layang P3HH24 yang telah diuji cobakan di KPH Pekalongan Barat menghasilkan
produktivitas
rata-rata
sebesar
2,5
m3/jam
yang
(Dulsalam
&Tinambunan, 2006). Produktivitas pengeluaran kayu dengan sistem kabel layang P3HH24 di BKPH Bojonglopang KPH Sukabumi berkisar antara 1,6658,018 m3/jam dengan rata-rata 3,562 m3/jam sedangkan rata-rata biaya pengeluaran kayu pada sistem tersebut adalah Rp 16.300/m 3 (Sukadaryati &Dulsalam, 2006). Dulsalam (2012) mengemukakan bahwa produktivitas pengeluaran kayu dengan sistem kabel layang P3HH24 di hutan rakyat Desa Sukaraja, Kecamatan Warung Kiara, Kabupaten Sukabumi berkisar antara 5,737-8,331 m3/jam dengan rata-rata 7,067 m3/jam dan biaya rata-rata pengeluaran kayu sebesar Rp 9.244/m3.
11
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian rencananya di areal pengusahaan hutan alam yang dikelola dengan teknik SILIN di Kalimantan Tengah, akan tepi karena kendala lokasi penelitian, maka kegiatan pengumpulan data di lapangan tidak dapat dilaksanakan.. B. Bahan dan Peralatan Bahan dalam kajian ini adalah kayu hasil tebangan yang ada pada rencana jalur tanam, cat kayu, tambang plastik. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan lapangan yang meliputi meteran, alat pengukur waktu, parang dan chainsaw dan yarder P3HH30 beserta peralatan perlengkapannya. Yarder P3HH30 bertenaga motor 30 tenaga kuda. Kabel yang digunaka adalah kabel berdiameter 18 mm untuk kebel layang, kabel berdiameter 12 mm untuk kabel utama dan kabel berdiameter 8 mm untuk kabel penarik. Kayu yang akan dikeluarkan berdiameter lebih besar 15 cm dan lebih kecil 40 cm. Sketsa gambar pengeluaran kayu dengan sistem kabel layang P3HH30 disajikan seperti pada Gambar 1. 8
7
6
5
4
3
2
1
9
11
10 12
Keterangan : 1 = yarder; 2 = tiang utama; 3 = kabel layang; 4 = kabel pengangkat; 5 = kabel penarik muatan; 6 = kereta ; 7 = muatan; 8 = tiang pembantu; 9 = kabel penarik kosong; 10 = katrol pengarah kabel penarik kosong; 11 = kabel penguat tiang utama; kabel penguat tiang pembantu
Gambar 1. Sketsa pengeluaran kayu dengan sistem kabel layang 12
C. Prosedur Kerja Desain penelitian adalah deskriptif yaitu mengikuti kegiatan transportasi kayu di petak tebangan. Pengambilan contoh lokasi dilakukan secara purposif dengan
pertimbangan
kemudahan
lokasi/mudah
dijangkau
dan
demi
tercapainya tujuan penelitian. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Akan tetapi berhubung adanya kendala lokasi penelitian maka pengumpulan data di langan tidak dapat dilakukan. 1. Pengumpulan data primer Prosedur kerja pengeluaran kayu pada teknik konvensional mengikuti cara karja sesuai di lapangan. Prosedur kerja penelitian pada teknik pengeluaran kayu dengan sistem kabel layang persiapan,
tahap
pemasangan
terdiri dari beberapa tahap, yaitu tahap alat,
tahap
pengoperasian
dan
tahap
pembongkaran. Masing-masing tahap dijelaskan berikut ini. Tahap persiapan pengeluaran kayu dengan sistem kabel layang adalah sebagai berikut: 1) Memeriksa
yarder dan memperbaikinya apabila ada bagian yang tidak
berfungsi.. 2) Menempatkan unit yarder pada tempat pengumpulan sementara yang telah ditentukan menurut perencanaan. Penempatan unit yarder ke tempat pengumpulan sementara tersebut dilakukan dengan menggunakan tenaga manusia atau dengan tenaga mesin; 3) Mengatur posisi yarder sesuai dngan arah jalur pengeluaran kayu yang telah ditentukan; 4) Penempatan
unit
yarder
diatur
sedemikian
rupa
sehingga
tingkat
kenyamanan dan keselamatan kerja dapat terjamin.; 5) Memasang kait pada unit yarder agar dalam kedudukan yang mantap. Pemasangan kabel penguat (guyline) dan katrol pada tiang utama dilakukan sebagai berikut: 1) Menyiapkan dan memeriksa alat-alat perlengkapan yang digunakan; 2) Memanjat tiang utama untuk menempatkan kabel penguat dan katrol; 3) Memasang perlengkapan pada tiang utama; 4) Memasang kabel penguat di sebelah kiri dan di sebelah kanan.
13
Pemasangan kabel penguat dan katrol pada tiang pembantu dilakukan sebagai berikut: 1) Menyiapkan alat-alat perlengkapan yang digunakan; 2) Memanjat
tiang
pembantu
sampai
pada
ketinggian
tertentu
untuk
memasang kabel penguat dan katrol; 3) Memasang kabel penguat di sebelah kiri dan sebelah kanan. Pemasangan kabel layang dan kabel tanpa ujung dilakukan sebagai berikut: 1) Menyiapkan dan memeriksa peralatan yang digunakan; 2) Menarik kabel layang dari gulungan kabel melalui katrol pada tiang utama menuju tiang pembantu; 3) Menempatkan kabel layang di katrol pada tiang pembantu sehingga ujung kabel layang dapat dikaitkan pada penahan di belakang tiang pembantu; 4) Memasang kereta dan kabel utama; 5) Kabel tanpa ujung dipasang melalui katrol tanpa ujung di tiang utama dan dikaitkan pada kereta. Dari tiang pembantu, kabel tanpa ujung ditarik melalui katrol kabel tanpa ujung di tiang pembantu ditarik menuju ke kereta kemudian diikatkan; 6) Kabel layang dikencangkan dengan cara menarik kedua ujung kabel layang yang berada di belakang tiang utama dan tiang pembantu dengan menggunakan tirfor; 7) Percobaan menjalankan kereta; 8) Kegiatan pengeluaran kayu siap dilakukan. Pengoperasian alat sistem kabel layang P3HH30 dapat dijelaskan seperti berikut ini. Pekerjaan pengeluaran kayu dimulai setelah kabel layang dan kereta berikut kabel utama dipasang dan mesin telah dipanaskan. Pengoperasian sistem kabel layang ini dilayani oleh enam orang, yaitu satu orang operator mesin, dua orang melepas kait di tempat pengumpulan, satu orang memberi tanda di tempat kayu dikeluarkan, satu orang mengait kayu dan dua orang menyiapkan kayu. Unsur kerja pertama pada pengoperasian alat adalah meluncurkan kereta dari panggung atas (lokasi di mana yarder berada) ke panggung bawah (lokasi di mana kayu yang akan dikeluarkan berada). 14
Setelah kereta sampai di sekitar kayu yang akan dikeluarkan, pemasang kait memberi tanda untuk menghentikan kereta dan mengendorkan kabel pengangkat. Selanjutnya setelah kabel pengangkat ada di bawah maka kayu yang sudah disiapkan dikaitkan ke katrol yang ada pada kabel pengangkat kemudian kabel pengangkat ditarik dan muatan akan terangkat ke atas di bawah kereta. Kereta ditarik dengan kabel tanpa ujung maka muatan akan bergerak ke unit yarder. Apabila kayu telah sampai di panggung atas, kabel tanpa ujung direm dan kabel pengangkat dikendorkan maka muatan akan turun. Setelah muatan sampai di tempat pengumpulan sementara, kait pada muatan dilepas dan kereta diluncurkan menuju ke lokasi kayu yang akan dikeluarkan seperti pekerjaan semula. Setelah
kegiatan
pengoperasian
alat
selesai
maka
dilakukan
pembongkaran alat. Pembongkaran alat dilakukan seperti uraian berikut ini. Pembongkaran
alat
dibedakan
menjadi
dua
kegiatan,
yaitu
kegiatan
pembongkaran pada unit yarder dan kegiatan pembongkaran pada tiang utama dan tiang pembantu. Kegiatan pertama pada pembongkaran alat adalah mengendorkan kabel layang. Setelah itu, kereta, kabel layang dan kabel tanpa ujung dilepas. Pekerjaan selanjutnya adalah menggulung kabel pengangkat dengan mesin dan menggulung kabel tanpa ujung secara manual. Kegiatan ke dua yang merupakan pembongkaran pada tiang utama dan tiang pembantu adalah
pembongkaran katrol-katrol beserta perlengkapan pengikatnya.
Perlengkapan yang telah dilepas dikumpulkan di tempat unit yarder yang selanjutnya siap untuk dipindahkan atau diangkut ke tempat lain. Dalam pengeluaran kayu dengan sistem kabel layang ini dilakukan pada dua jalur kabel dengan panjang bentangan masing-masing maksimum 300 m dan pada topografi
8-15% dan
16-25%. Pada tiap jalur kabel
dilakukan
pengeluaran kayu sebanyak minimal 30 ulangan. Pengumpulan data dilakukan pada teknik pengeluaran kayu dengan sistem
kabel
layang
P3HH30
dan
teknik
konvensional. Data yang dikumpulkan adalah
pengeluaran
kayu
secara
jarak transportasi kayu yang
dinyatakan dalam satua jarak (m), waktu transportasi yang dinyatakan dalam
15
satuan waktu (detik) dan hasil transportasi yang dinyatakan dalam satuan volume (m3). Teknik pengumpulan data adalah sebagai berikut: 1) Setiap pengamatan perlu dicatat
waktu kerja, hasil kerja, gangguan
lingkungan. Waktu kerja dinyatakan dalam detik. Pengukuran waktu kerja dilakukan dengan null stop method , yaitu setiap unsur kerja alat pengukur waktu kembali ke nol dan siap untuk mengukur waktu pada unsur kerja berikutnya. Hasil kerja merupakan volume kayu yang ditebang yang dinyatakan dalam m3/jam. Untuk menghitung volume maka diukur diameter pangkal (dalam cm), diameter ujung (dalam cm) dan panjang batang yang ditebang (dalam m). Volume kayu dihitung dengan menggunakan rumus BSN (2000). Volume kayu dhitung dengan rumus sebagai berikut: V
=
D =
¼ ת
D2 x P
d1 + d 2 2
d3 + d 4 2 . 2
Dimana: V = Volume batang (m3); = ת3,14; D = diameter batang rata-rata (m); P = panjang batang (m); d1 = diameter bontos pangkal paling besar melalui sumbu batang (m); d2 = diameter bontos pangkal paling kecil tegak lurus dengaan d1 melalui sumbu batang (m) ; d3 = diameter bontos ujung paling besar melalui sumbu batang (m); d1 = diameter bontos ujung paling kecil tegak lurus dengaan d3 melalui sumbu batang (m) ; 2) Untuk mengamati gangguan lingkungan dibuat plot contoh berukuran 40 m x 40 m sebanyak 3 ulangan. Plot diletakkan pada pangkal jalur kabel, tengah jalur kabel dan ujung jalur kabel. Yang diamati adalah keterbukaan tanah, kerusakan tanah, suhu udara, suhu permukaan tanah, kelembaban udara dan tebal seresah.Keterbukaan tanah dihitung dengan mengukur seksi tanah yang terbuka pada masing-masing plot dengan mengukur lebar pangkal seksi, lebar ujung seksi dan panjang seksi areal tanah yang terbuka. Kerusakan tanah dihitung dengan cara mengukur panjang, lebar dan kedalaman tanah yang tergusur (rusak). Kelembaban udara diukur
16
dengan hygrometer, suhu udara dan tanah diukur dengan termometer dan tebal seresah diukur dengan meteran. 2. Pengumpulan data sekunder. a. Studi
pustaka:
mengumpulkan
referensi
yang
berkaitan
dengan
implementasi sistem SILIN serta petunjuk teknis RIL dan hasil penelitian di perusahaan serta hasil-hasil penelitian dari pemerintah daerah, perguruan tinggi dan lembaga penelitian yang ada. b. Mengumpulkan data pada perusahaan terpilih dan instansi terkait, tentang : -
Rencana produksi kayu tahunan.
-
Realisiasi produksi kayu tahunan.
-
Kondisi umum areal hutan alam yang diperoleh dari arsip perusahaan.
-
Tarif upah penebangan, penyaradan dan pengangkutan.
-
Industri kayu yang dimiliki.
-
Peralatan pemanfaatan hasil hutan kayu yang dipergunakan.
-
Peta-peta yang telah dibuat.
-
Perencanaan pemanfaatan hasil hutan kayu
-
Operasi sebelum pemanfaatan hasil hutan kayu.
D. Analisis Data 1. Aspek Teknis Aspek teknis meliputi produktivitas dan efisiensi pengeluaran kayu. 1) Produktivitas pengeluaran kayu dihitung dengan rumus : JxV P = ----------W Di mana : P = produktivitas pengeluaran kayu (m3.hm/jam) J = Jarak pengeluaran kayu (hm) V = volume kayu yang dikeluarkan (m3) W = waktu penyaradan (jam) 2) Efisiensi pengeluaran kayu dihitung dengan rumus :
17
Vs E = ------------ x 100% Vt Di mana : E
= efisiensi pengeluaran kayu (%)
Vs = volume kayu yang dikeluarkan (m3) Vt = volume kayu yang ditebang dan siap untuk dikeluarkan (m3) 2. Aspek finansial Untuk menghitung biaya penyaradan kayu perlu diketahui biaya memiliki dan mengoperasikan alat penebangan. Untuk menghitung biaya memiliki dan mengoperasikan
peralatan penyaradan dalam implementasi sistem TPTII
digunakan rumus-rumus dari FAO (Anonim, 1992) berikut : 1) Biaya penyusutan (Rp/jam)
Harga alat (Rp) x 0,9 Biaya penyusutan = -------------------------Umur pakai alat (jam) 2) Biaya bunga modal
......................................... (1)
(Rp/jam) Harga alat (Rp) x 0,6 x 0,18 ---------------------------------- ....................... (2) 2.000 jam
Biaya bunga modal =
3) Biaya pajak (Rp/jam) Biaya pajak =
Harga alat (Rp) x 0,6 x 0,02 --------------------------------- ............................................ (3) 1.00 jam 1.01
4) Biaya asuransi (Rp/jam) Biaya asuransi =
Harga alat (Rp) x 0,6 x 0,03 -------------------------------- . ........................................ (4) 2.000 jam
5) Biaya perawatan (Rp/jam) Biaya perawatan = Biaya penyusutan
.................................................. (5)
18
6) Biaya bahan bakar (Rp/jam) Biaya bahan bakar = Penggunaan bahan bakar (liter/jam) x harga bahan akar per liter (Rp/liter) ...……………..………….………....... (6) 7) Biaya oli dan pelumas (Rp/jam) Biaya oli dan pelumas = 0,1 biaya bahan bakar
……….…......................... (7)
8) Upah (Rp/jam) U = G : (H x W) …………...................................... (8) di mana: U = Biaya upah (Rp/jam); G = Gaji (Rp/bulan) ; H = hari kerja rata-rata per bulan; W = jam kerja per hari (jam/hari).
9) Biaya dihitung dengan rumus: (1) + (2) + (3) + (4) + (5) + (6) + (7) + (8) + (9) BS = ----------------------------------------------------------------P Dimana: BS = biaya (Rp/ m3.hm atau sama dengan Rp/m3/hm); (1) = biya penyusutan ( Rp/jam), (2) = biaya modal (Rp/jam); (3) = biaya pajak ( Rp/jam); (4) = biaya asuransi (Rp/jam); (5) = biaya perawatan (Rp/jam); (6) = biaya bahan bakar (Rp/jam); (7) = biaya oli (Rp/jam); (8) = biaya upah (Rp/jam) dan P = produktivitas penyaradan ( m3.hm/jam atau sama dengan m3/jam/hm)
3. Aspek lingkungan Aspek lingkungan meliputi kerusakan tegakan tinggal dan keterbukaan tanah yang dihitung untuk tiap perlakuan penebangan dan penyaradan intensif.. Kerusakan tegakan tinggal adalah kerusakan yang disebabkan oleh kegiatan penebangan dengan membandingkan (pohon) dengan
jumlah tegakan tinggal yang rusak
jumlah tegakan tinggal sebelum dilakukan penebangan
dikurangi dengan jumlah pohon yang ditebang (pohon). Kerusakan tegakan tinggal dihitung dengan rumus :
19
JR KT = ------------ x 100% JS Di mana : KT = kerusakan tegakan tinggal (%);JR = jumlah tegakan tinggal rusak akibat pengeluaran kayu (pohon); JS = jumlah tegakan tinggal sebelum pengeluaran kayu (pohon) Keterbukaan tanah adalah tanah yang terbuka sehingga sinar matahari dapat mencapainya akibat kegiatan pengeluaran kayu dengan membandingkan luas tanah bergeser akibat penyaradan pada suatu plot pengamatan dengan luas plot pengamatan. Keterbukaan tanah dihitung dengan rumus : LTB G = --------------- x 100% LC Di mana : G
= keterbukaan tanah (%)
LTB = luas tanah terbuka (m2) LC = luas contoh (m2) Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan analisis keragaman. Untuk membedakan respon dari perlakuan digunakan uji t.
20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Modifikasi Alat Yarder yang semula berbentuk kereta dimodifikasi menjadi berbentuk sampan. Hal ini dimaksudkan untuk memperkecil bentuk alat sehingga dalam pengangkutannya alat tersebut tidak memerlukan ruangan yang besar. Gambar alat yang dimodifikasi disajikan pada Gambar 1 dengan spesifikasi sebagai berikut: 1. Panjang alat: 2100 mm 2. Lebar alat: 1100 mm 3. Tinggi alat: 1450 mm 4. Diameter drum penggulung kabel utama: 125 mm 5. Diameter drum penggulung kabel penarik muatan: 140 mm 6. Diameter drum penggulung kabel penarik kosong: 140 mm 7. Kerangka: Besi stall (Besi kotak ) ukuran 4 cm x 6 cm 8. Mesin: a. Type: Diesel b. Tenaga: 30 HP, 2200 RPM c. Buatan : china d. Tahun : 2004 e. Berat: 180 kg. 9. Ukuran kabel: a. Kabel layang: 18 mm b. Kabel utama: 12 mm c. Kabel penarik muatan: 8 mm 21
d. Kabel penarik kosong: 8 mm 10. Perlengkapan kabel a. Kabel layang: diameter 18 mm, panjang 500 m b. Kabel utama: diameter 12 mm panjang 500 m c. Kabel penarik muatan: diameter 8 mm, panjang 250 m d. Kabel penarik kosong: diameter 8 mm, panjang 500 m 11. Transmisi: rantai gigi, gear, roda gigi, gear box, reduksi 12. Gir (gear): RS 60 13. Rantai gigi: RS 60 14. Gear box: Ratio 1:2,5 15. Kereta: a. Panjang: 800 mm b. Lebar: body: 60 mm, keseluruhan: 120 mm c. Tinggi: 355 mm. Sketsa yarder yang telah dimodifigasi dapat dilihat pada Gambar 2 (pandangan atas), Gambar 3 (pandangan samping), Gambar 4 (foto pandangan depan) .dan Gambar 5 (foto pandangan depan).
22
Keterangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2100 mm
10 11 12 13 14 15 16 17 1100 mm
Gambar 1: 2.. Sketsa yarder pandangan atas Sketsa yarder pandangan atas Gambar
23
1. Kerangka 2. Drum kabel pengangkat 3. Drum penarik kereta bermuatan (PKK) 4. Drum penarik kereta kosong (PKB) 5. Rantai drum PKB 6. Rantai drum pengangkat 7. Rantai drum PKK 8. Gigi bpenyambung drum PKB berikut tuasnya 9. Gigi bpenyambung drum pengangkat dan tuasnya 10..Gigi penyambung drum PKK berikut tuasnya 11. As penggerak drum 12. Rantai penggerak 13. Gear Gearbox box 14. Panel handel gas, rem kabel PKK, kabel pengangkat dan kabel PKB 15. Tempat duduk operator 16.Gigi reduksi 17. Mesin
1450 mm
1100 mm
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13 14 15 16
17 18 19
2100 mm Keterangan: 1. 2. 3. 4.
Kerangka Drum kabel pengangkat Dudukan drum kabel pengangkat Dudukan drum kabel penarik bermuatan dan kabel penarik kosong 5. Rantai drum kabel pengangkat 6. Rantai drum kabel PKB dan PKK 7. Gigi penghubung 8. Dudukan gigi penghubung 9. As penggerak 10. Dudukan as penggerak gearbox box 11. Rantai penggerak dari gear 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
Gear Gear box box Panel kabel gas dan rem Tuas gear box gear box box Dudukan gear Gigi reduksi Rantai penggerak dari msin Mesin Dudukan mesin
Gambar pandangan samping Gambar3.2.Sketsa Sketsayarder yarder pandangan samping
24
Gambar 4. Foto yarder pandangan depan
Gambar 5. Foto yarder pandangan samping
25
B. Uji Coba Alat Pengumpulan data pengeluaran kayu dengan alat modifikasi dalam rangka penyiapan lahan dalam implementasi teknik SILIN tidak dapat dilaksanakan karena beberapa kendala sebagai berikut: 1. Aksesibilitas untuk transportasi alat penelitian cukup sulit sehingga tidak memungkinkan alat sampai ke tempat tujuan dalam waktu sperti yang diharapkan. 2. Komponen peralatan penelitian cukup banyak dan seluruhnya terbuat dari besi serta mempunyai ukuran yang bervariasi sehingga
menyulitkan dalam
pengirimannya. 3. Perusahaan yang mempunyai areal kerja untuk uji coba alat tidsak memberi tanggapan atas permintaan sebagai lokasi untuk uji coba alat
26
BAB V KESIMPULAN Alat sistem kebel layang P3HH 30 telah dimodifikasi dan siap untuk pengeluaran kayu di areal pengusahaan hutan yang melaksanakan teknik SILIN. Saran Penelitian lebih lanjut dalam bentuk pengembangan teknik pengeluaran kayu dengan kabel layang dalam implementasi teknik SILIN perlu dilakukan.
27
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1992. Cost control in forest harvesting and road construction. FAO Forestry Paper No. 99. FAO. Rome. __________. 2000c. Pengukuran dan table isi kayu bulat rimba: SNI 01-5007-22000. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. ______. 2005. Pedoman Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif /TPTII (Silvikultur Intensif). Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan. Jakarta. Binkley, V.W & H.H. Lysons. 1968. Planning single span skyline. U.S. Department of Agriculture, Forest Service. Oregon. Brown, N. C. 1949. Logging. John Wiley & Sons Inc. New York. Dulsalam, M. .M. Idris & W. Endom. 1997. Produktivitas dan biaya pengeluaran kayu dengan sistem kabel layang P3HH20. Buletin Penelitian Hasil Hutan 15(3): 151-161. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan & Sosial Ekonomi Kehutanan. Bogor. _______ & D. Tinambunan. 2006. Produktivitas dan biaya pengeluaran kayu dari hutan tanaman dengan sistem kabel layang P3HH24 di KPH Pekalongan Barat. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 24(1):77-88. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. ______. 2 012. Produktivitas dan biaya alat sistem kabel layang P3HH24 untuk pengeluaran kayu. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 30(1):55-62. Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan. Bogor. Elias. 2008. Tinjauan aspek ekonomi/financial penerapan multisistem silvikultur pada areal hutan produksi di Indonesia. Prosiding Lokakarya Nasional: Penerapan Multisistem Silvikultur pada Pengusahaan Hutan Produksi dalam Rangka Peningkatan Produktivitas dan Pemantapan Kawasan Hutan. IPB International Convention Center, tanggal 23 Agustus 2008 di Bogor. Hlm 161-172. Kerjasama antara Institut Pertanian Bogor dengan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, Departemen Kehutanan. Bogor, Jakarta. Indrawan, A. 2008. Sejarah perkembangan system silvikultur di Indonesia. Prosiding Lokakarya Nasional: Penerapan Multisistem Silvikultur pada Pengusahaan Hutan Produksi dalam Rangka Peningkatan Produktivitas dan Pemantapan Kawasan Hutan. IPB International Convention Center, tanggal 23 Agustus 2008 di Bogor. Hlm 1-12. Kerjasama antara Institut Pertanian Bogor dengan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, Departemen Kehutanan. Bogor, Jakarta. Kusmana, C. 2008. Tinjauan aspek ekologi penerapan multisistem silvikultur pada unit pengelolaan hutan produksi. Prosiding Lokakarya Nasional: Penerapan Multisistem Silvikultur pada Pengusahaan Hutan Produksi dalam Rangka Peningkatan Produktivitas dan Pemantapan Kawasan Hutan. IPB International Convention Center, tanggal 23 Agustus 2008 28
di Bogor. Hlm 139-151. Kerjasama antara Institut Pertanian Bogor dengan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, Departemen Kehutanan. Bogor, Jakarta. Manurung, E.G. T. dan B. Widyantoro. 2008. Multisistem silvikultur : Pilihanpilihan usaha atraktif dan layak kombinasi dalam satu unit pengelolaan hutan (konsep subsidi swilang hasil usaha berjangka). Prosiding Lokakarya Nasional: Penerapan Multisistem Silvikultur pada Pengusahaan Hutan Produksi dalam Rangka Peningkatan Produktivitas dan Pemantapan Kawasan Hutan. IPB International Convention Center, tanggal 23 Agustus 2008 di Bogor. Hlm 153-159. Kerjasama antara Institut Pertanian Bogor dengan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, Departemen Kehutanan. Bogor, Jakarta. Pasaribu, H.S. 2008. Kebijakan penerapan lebih dari satu system silvikultur pada areal IUPHHK di Indonesia. Prosiding Lokakarya Nasional: Penerapan Multisistem Silvikultur pada Pengusahaan Hutan Produksi dalam Rangka Peningkatan Produktivitas dan Pemantapan Kawasan Hutan. IPB International Convention Center, tanggal 23 Agustus 2008 di Bogor. Hlm 13-16. Kerjasama antara Institut Pertanian Bogor dengan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, Departemen Kehutanan. Bogor, Jakarta. Sabarnurdin, M.S., Budiadi dan Widianto. 2008. Kebijakan penerapan multisistem silvikultur pada areal hutan produksi (IUPHHK). Prosiding Lokakarya Nasional: Penerapan Multisistem Silvikultur pada Pengusahaan Hutan Produksi dalam Rangka Peningkatan Produktivitas dan Pemantapan Kawasan Hutan. IPB International Convention Center, tanggal 23 Agustus 2008 di Bogor. Hlm 71-81. Kerjasama antara Institut Pertanian Bogor dengan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, Departemen Kehutanan. Bogor, Jakarta. Suhendang, E. 2008. Multisistem silvikultur dalam perspektif ilmu manajemen hutan. Prosiding Lokakarya Nasional: Penerapan Multisistem Silvikultur pada Pengusahaan Hutan Produksi dalam Rangka Peningkatan Produktivitas dan Pemantapan Kawasan Hutan. IPB International Convention Center, tanggal 23 Agustus 2008 di Bogor. Hlm 45-62. Kerjasama antara Institut Pertanian Bogor dengan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, Departemen Kehutanan. Bogor, Jakarta. Sukadaryati & Dulsalam. 2006. Pengeluaran kayu dengan sistem kabel layang P3HH24 di hutan tanaman KPH Sukabumi. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 24(2):157-169. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. Suparna, N. 2008. Multisistem silvikultur pilihan terbaik untuk mengakomodir kompleksnya persoalan dalam pengelolaan hutan alam produksi. Prosiding Lokakarya Nasional: Penerapan Multisistem Silvikultur pada Pengusahaan Hutan Produksi dalam Rangka Peningkatan Produktivitas dan Pemantapan Kawasan Hutan. IPB International Convention Center, tanggal 23 Agustus 2008 di Bogor. Hlm 39-44. Kerjasama antara 29
Institut Pertanian Bogor dengan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, Departemen Kehutanan. Bogor, Jakarta. Wackerman, A.E. 1949. Harvesting Company, New York.
30
Timber Crops. McGraw-Hill Book