I.
II.
Tujuan Praktikum 1. Untuk mengetahui pembuatan sediaan steril 2. Untuk menghitung isotonis suatu sediaan steril 3. Untuk mengevaluasi sediaan steril Dasar Teori Larutan mata steril adalah steril berair atau berminyak solusi dari alkaloid,
alkalidal
garam,
antibiotic,
sulfonamides,
steroid,
enzim,
antihistamin, pewarna, metabolisme antagonis, atau zat lain. Solusi tersebut dimaksudkan untuk instalasi ke dalam cul-de-sac yaitu ruang antara bola mata dan kelopak mata. Larutan mata dapat digunakan baik sebagai tetes (tetes mata) atau sebagai mencuci (lotion mata). Obat mata (ophthalmica) terdiri dari tetes mata, salep mata (oculenta), pencuci mata (collyria) dan beberapa bentuk pemakaian khusus. Pemakaian yang khusus dapat berupa penyemprot mata sebagai bentuk depo, yang digunakan pada mata utuh atau terluka. Sediaan tetes mata adalah cairan atau suspense steril yang mengandung satu atau lebih zat aktif, tanpa atau dengan penambahan zat tambahan yang sesuai. Sediaan ini digunakan pada mata dengan cara meneteskan obat tersebut pada selaput lender disekitar kelopak dan bola mata. Sediaan tetes mata merupakan larutan steril yang dalam pembuatannya memerlukan pertimbangan yang tepat terhadap pemilihan formulasi sediaan, seperti penggunaan bahan aktif, pengawet, isotonisitas, dapar,viskositas dan pengemasan yang cocok. Sediaan tetes mata biasanya mengandung satu atau lebih bahan aktif, dan merupakan elemen terpenting yang memberian efek terapeutik.
Factor-faktor dibawah ini sangat penting dalam sediaan larutan mata : 1. Ketelitian dan kebersihan dalam penyiapan larutan.
1
2. Sterilisasi akhir dari collyrium dan kehadiran bahan antimikroba yang efektif untuk menghambat pertumbuhan dari banyak mikrorganisme selama penggunaan dari sediaan. 3. Isotonisitas dari sediaan 4. Ph yang pantas dalam pembawa untuk menghasilkan stabilitas yang optimum (scoville:211) Obat tetes mata yang baik seharusnnya memiliki sifat sebagai berikut : 1. Steril 2. Dalam pembawa yang mengandung bahan-bahan germisidal untuk 3. 4. 5. 6. 7. 8.
meningkatkan sterilitas Bebas dari partikel yang tersuspensi Bahan-bahan yang akurat Isotonic atau sangat mendekati isotonic Dibuffer sebagaimana mestinya Dimasukkan dalam wadag yang steril Dimasukkan dalam wadah kecil dan praktis
III.
Formula Atropine sulfat 1% Obat tetes mata dalam 10 ml no 2
IV.
Spesifikasi A. Bahan berkhasiat : Atropin sulfat Pemerian : hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau, mengembang di udara kering, perlahan-lahan terpengaruh oleh cahaya Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam etanol, terlebih dalam etanol mendidih, mudah larut dalam gliserin Titik leleh : B. Sediaan Obat Pemerian : Larutan bening Stabilitas : OTT
: alkali, asam tanat, garam merkuri (Mart, 523)
Ph
: 3,5 - 6 (Fornas II, 32) 2
Antioksidan : air bebas CO2 dan O2 Pengawet : Benzalkonii Chloridum 0,01% Stabilisator : Dinatrii edetas 0,05% (Chelating Agent)
V.
VI.
Formulasi Lengkap Atropine sulfat Benzalkonium Chloridum Natrii Chloridum Dinatrii Edetas Aqua pro injeksi ad
Alat
1% 0,01% 0,76% 0,05% 10ml
: Botol tetes mata Autoklaf Gelas kimia Pipet Batang pengaduk Ph universal Kertas saring Spet Corong Gelas ukur
Bahan : Atropin sulfat Benzalkonium Chloridum Natrii Chloridum Dinatrii Edetas Aqua pro injeksi
3
VII.
Prosedur
Larutkan atropine sulfat dalam sebagian a.p.i Larutan ditambahkan a.p.i mendekati volume akhir. Cek ph = 3,56 Larutan ditambahkan a.p.i ad 10ml
Larutkan NaCl dalam sebagian a.p.i
Tambahkan larutan dinatrii edetas
Larutan disaring dan filtrate pertama dibuang
4
Kedua campuran dicampur
Tambahkan larutan benzalkonium chloridum
Tamping larutan atropine dengan menggunakan bakteri filter dan masukkan ke dalam 2 botol tetes mata sebanyak 10,5 ml secara aseptic (sterilisasi akhir)
VIII.
Data Hasil Pengamatan Penimbangan
Bahan Atropin sulfat NaCl
Satuan Dasar 10 mL 100mg 0,76%
Volume Produksi 25 ml 250mg 0,19 g
Dinatrii Edetas
5mg
12,5 g
Benzlkonium
1mg
2,5 g
chloridum
Tonisitas : Zat Atropin sulfat Benzalkonii Chloridum Dinatrii Edetas
∆tb 0,073 0,091 0,132
C 1 0,01 0,05
Perhitungan Tonisitas W= W = W= W= W = 0,76% (hipotonis) → jika positif artinya hipotonis
5
Untuk membuat supaya larutan tersebut isotonis, maka di tambahkan NaCl sebanyak 0,76%
EVALUASI No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
IX.
Jenis evaluasi Penampilan fisik wadah Jumlah sediaan Kejernihan sediaan Keseragaman volume Brosur Kesamaan Etiket
Penilaian Seragam 2 botol tetes mata Larutan bening jernih Seragam Rapih Seragam Rapih
Pembahasan Pada praktikum kali ini membuat obat tetes mata menggunakan zat aktif atropine sulfat. Pembuatan sediaan obat tetes atropine sulfat dibuat dengan menggunakan pelarut air. Atropine sulfat sangat mudah larut dalam air, sehingga pembuatanya juga lebih stabil dengan pelarut air. Pembawa air yang digunakan adalah a.p.i (aqua pro injeksi). Pada formulasinya ditambahakan zat tambahan Natrium Cloridum (NaCl), karena jika tidak ditambahkan NaCl obat tetes mata tidak memenuhi syarat yaitu hipotonis. Jika larutan obat tetes mata dalam keadaan hipotonis disuntikan ke tubuh manusia akan berbahaya karena menyebabkan pecahnya pembuluh darah. Semua alat-alat harus disterilisasikan agar mendapatkan larutan yang steril, bebas partikel asing dan mikroorganisme. Agar obat tetes mata dan cuci mata nyaman dan tidak pedih dimata saat digunakan maka harus dibuat isotonis dengan penambahan NaCl.
6
Dalam pembuatan obat tetes ini terlebih dahulu alat-alat yang akan digunakan disterilkan terkecuali bahan karena dalam hal ini tidak tahan pemanasan dan zat aktif bisa di anggap (dispensasi) steril. Pada pembuatan obat tetes mata dengan metode sterilisasi aseptis kemungkinan sediaan terkontaminasi dengan mokroorganisme harus diperkecil untuk menjaga agar sediaan yang dihasilkan nantinya tetap dalam keadaan steril. Setelah atropine sulfat dan larutan NaCl yang telah dicampurkan dalam sebagian aqua pro injeksi kemudian ditambahkan benzilkonium chloridium sebagai pengawet. Semua larutan untuk mata harus dibuat steril dan bila mungkin ditambahkan bahan pengawet yang cocok untuk menjamin sterilitas selama pemakaian. Larutan untuk mata yang digunakan selama operasi atau pada mata trauma, ummnya tidak mengandung bahan pengawet, karena hal ini akan menyebabkan iritasi pada jaringan didalam mata. Pengawet yang ditambahkan yaitu Benzlkonium
chloridum sebanyak 2,5 g. kemudian ditambahkan
dinatrii edetas sebanyak 12,5 g kemudian ad dengan aqua pro injeksi. Dalam pembuatan obat tetes ini juga, pH harus diperhatikan agar tetap dalam rentang kestabilan bahan. Obat tetes mata tidak boleh mengandung partikulat sehingga sebelum dimasukkan ke dalam botol obat tetes mata, sediaan harus terlebih dahulu disaring, penyaringan dilakukan untuk menghilangkan partikel atau endapan yang ada pada larutan. Larutan yang telah disaring kemudian dimasukkan kedalam botol obat tetes mata. Dalam memasukkan larutan kedalam botol tetes mata menggunakan jarum suntik. Setelah semuanya selesai sediaan injeksi di sterilisasikan kembali menggunakan autoklaf pada suhu 121 oC selama 30 menit. Sedapat mungkin obat tetes mata yang dibuat harus isotonis dengan cairan tubuh ataupun hipertonis dalam keadaan tertentu. Perlunya sediaan obat tetes mata ini dibuat isotonis ataupun hipertonis agar pada saat penyuntikan tidak menimbulkan rasa nyeri. Untuk membuat obat tetes mata yang isotonis dapat dibuat dengan menamabahkan NaCl dalam jumlah tertentu yang telah dihitung dari perhitungan tonisitas sediaan,
7
Evaluasi sediaan yang dapat dilakukan setelah sediaan obat tetes mata selesei dibuat adalah evaluasi penampilan sediaan obat tetes mata yang dihasilkan diperoleh larutan bening. Hal ini dikarenakan atropine sulfat tidak terjadi reaksi dan stabil pada saat penyimpanan dan pembuatan, atropine sulfat memiliki pH sekitar 3,5-6. X.
Kesimpulan Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa % tonisitas dari sediaan adalah 0,76% , secara visual sediaan yang telah dibuat memenuhi syarat kejernihan. Cara pembuatan obat tetes mata dan obat cuci mata harus dilakukan secara steril dan aseptis.
XI.
Daftar Pustaka Anief, Moh. 2004. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. Jakarta : UI-Press. Department of Pharmaceutical Sciences. 1982. Martindale The Extra Pharmacopoeia, twenty-eight edition. London : The Pharmaceutical Press. Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Ed III. Jakarta. Depkes RI. 1978. Formularium Nasional, Ed II. Jakarta. Lachman, Lieberman . 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: UIPress. Taketomo, Carol
K.Pediatric
Dosage
American Pharmaceutical Association.
8
Handbook.Ed
VIII.2001.USA;