TEKNIK BUDIDAYA KERANG MUTIARA DI KELURAHAN LIWUTO PULAU MAKASAR KOTA BAU-BAU, PROVINSI SULAWESI TENGGARA 7+(&8/7,9$7,217(&+1,48(2)3($5/2<67(5 ,1/,:8729,//$*(0$.$6$5,6/$1' %$8%$8&,7<6287+($6768/$:(6,3529,1&( Hasmah Balai Pelestarian Nilai Budaya Makassar Jalan Sultan Alauddin / Tala Salapang Km. 7 Makassar, 90221 Telepon (0411) 883748, 885119, Faksimele (0411) 865166 Handphone: 085255902370 Diterima: 13 Agustus 2015; Direvisi: 12 Oktober 2015; Disetujui: 26 November 2015 ABSTRACT 7KLVDUWLFOHDLPHGWRGHVFULEHWKHFXOWLYDWLRQWHFKQLTXHRISHDUOR\VWHUSHUIRUPHGE\WKHSHRSOHLQ/LZXWR 9LOODJH0DNDVDU,VODQG%DX%DX&LW\6RXWKHDVW6XODZHVL3URYLQFHDQGLWVFRQWULEXWLRQWRWKHVRFLHW\DQG WKHJRYHUQPHQW7KHPHWKRGXVHGZDVGHVFULSWLYHTXDOLWDWLYHDQGWHFKQLTXHFROOHFWLQJGDWDWKURXJKLQGHSWK LQWHUYLHZVREVHUYDWLRQDQGOLWHUDWXUH7KHUHVXOWVVKRZHGWKDWWKHFXOWLYDWLRQWHFKQLTXHRISHDUOR\VWHUZDV a manifestation of natural construction by men as livelihood in the process of environmental and economic DGDSWDWLRQ7KHWUDGHRISHDUOR\VWHUFXOWLYDWLRQVLJQL¿FDQWO\FRQWULEXWHGWRWKHVRFLHW\DQGWKHJRYHUPHQW)RU society, trade of pearl oyster cultivation gave additional income to cover the living cost of their family. Through WKLVWUDGHWKHJRYHUQPHQWFRXOGHPEUDFHODERUVZLWKUHJDUGOHVVRIVH[7KHVRFLHW\ZHUHHTXDOO\HQWLWOHGWREH ODERUEDVHGRQWKHMRESRVLWLRQVDYDLODEOH Keywords: cultivation techniques, pearl oysters, economic adaptation. ABSTRAK Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan teknik budi daya kerang mutiara yang dilakukan oleh masyarakat di Kelurahan Liwuto, Pulau Makasar, Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara serta kontribusinya bagi masyarakat dan pemerintah. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi, dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik budi daya kerang mutiara merupakan wujud konstruksi alam oleh manusia sebagai mata pencaharian masyarakat setempat dalam proses adaptasi lingkungan dan ekonomi. Usaha budi daya kerang mutiara berkontribusi secara VLJQL¿NDQWHUKDGDSPDV\DUDNDWGDQSHPHULQWDK%DJLPDV\DUDNDWXVDKDEXGLGD\DNHUDQJPXWLDUDPHPEHUL nilai tambah penghasilan untuk menutupi biaya hidup anggota keluarga. Melalui usaha itu pula, pemerintah dapat merangkul tenaga kerja dengan tidak membeda-bedakan jenis kelamin. Masyarakat berhak menjadi tenaga kerja berdasarkan posisi kerja yang tersedia. Kata kunci: teknik budidaya, kerang mutiara, dan adaptasi ekonomi.
PENDAHULUAN Indonesia dikenal luas sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa kebudayaan penduduk Indonesia terutama yang hidup di daerah pesisir akrab dengan wilayah laut yang dikenal dengan istilah budaya bahari. Hal ini dibuktikan melalui catatan historis di mana peradaban kerajaan-kerajaan
Nusantara memaksimalkan ruang samudra dalam berinteraksi dengan komunitas di belahan dunia lain, terutama kerajaan Majapahit. Sebagai negara bahari, Indonesia tidak hanya memiliki satu “laut utama” atau heartsea. Setidaknya terdapat tiga laut utama yang membentuk Indonesia sebagai sea system yakni: Laut Jawa, Laut Flores dan Laut Banda (Burhanuddin, dkk, 2003: 10). Secara
439
WALASUJI Volume 6, No. 2, Desember 2015: 439—450 faktual wilayah Indonesia separuhnya adalah laut, yakni 3,1 juta km2 dengan panjang garis pantai 81.000 km3, yang terdiri dari 17.508 pulau besar dan kecil. Fakta ini sekaligus mengukuhkan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia (Hamid, 2010:2). Meminjam inspirasi dari Diamond (2015:10), ruang samudra luas yang akrab dengan masyarakat Indonesia dan catatan sejarah budaya bahari yang panjang memberi kita satu pengertian bahwa wajah masyarakat Indonesia saat ini terutama masyarakat yang tinggal di daerah pesisir adalah hasil dari percobaan beribu-ribu tahun lamanya, bagaimana mereka bertahan hidup dalam menghadapi lingkungan kepulauan ini. Saat ini yang terpenting adalah menyikapi kehadiran lingkungan alam laut dalam keterkaitannya dengan kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat yang memang hidup dan kehidupannya sudah menjadikan lingkungan alam laut sebagai matapencaharian. Kandungan sumberdaya alam laut Indonesia sesuai fakta sangat luar biasa oleh karena itu, hampir semua produk yang dikandungnya menjadi sumber pemenuhan kebutuhan dalam memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Bahkan potensi lingkungan alam laut dapat GLLGHQWL¿NDVL SHPDQIDDWDQQ\D GDODP EHUEDJDL bentuk usaha yang dilakoni oleh masyarakat. Seperti halnya laut lepas dapat dimanfaatkan masyarakat sebagai area jasa transportasi laut, penangkapan ikan dan beragam biota laut lainnya, area pesisir pantai dapat dimanfaatkan sebagai area pengembangan sektor pertambakan. Selain itu, masyarakat pendukungnya dapat memanfaatkan areal pesisir pantai sebagai area pembudidayaan ikan, termasuk pembudidayaan kerang dengan menggunakan teknologi buatan manusia yang dewasa ini populer dengan apa yang disebut dengan istilah keramba terapung. Hal ini menunjukan posisi alam yang dapat dikonstruk oleh tindakan manusia, sehingga alam itu tak bisa dianggap secara esensial sebagai sesuatu yang alamiah (Escobar 1999: 2-6). Sebenarnya kalau kita merujuk pada kehadiran lingkungan alam laut yang menampakkan luas dan kandungan alamnya yang melimpah, maka masyarakat sebagai 440
pendukungnya dapat mencukupi kehidupannya sehari-hari, atau dengan kata lain, mereka tidak lagi berada pada suatu kondisi hidup yang memperihatinkan. Bahkan dalam banyak tulisan dikatakan bahwa masyarakat nelayan diidentikkan dengan kemiskinan. Ini adalah situasi kehiduapan yang ironis jika kekayaan alam laut yang melimpah tetapi penduduknya miskin. Jika kita harus jujur menilai, mereka sebenarnya tidak miskin, melainkan terperangkap oleh kemiskinan melalui dominasi struktur sosial yang berlaku GDODPVXDWXNRPXQLWDVQHOD\DQ$UL¿Q Sebahagian pakar ekonomi pembangunan nasional memandang dinamika perkembangan ekonomi Indonesia secara menyeluruh dikatakannya selama ini dianggap cukup baik. Namun pernyataan seperti dikatakan sebelumnya justru menunjukkan fakta yang bertentangan yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, persoalan baiknya perekonomian bangsa Indonesia pada prinsipnya belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat, terutama masyarakat yang dewasa ini tersorot sebagai pemanfaat lingkungan alam laut, yaitu orang-orang yang dikatakan berprofesi sebagai nelayan. Artinya, kemajuan perekonomian bangsa Indonesia yang digembor-gemborkan sangat pesat dan baik secara faktual belum terealisasi karena belum menyentuh secara merata pada seluruh lapisan masyarakat, khususnya masyarakat yang hidup dengan profesinya sebagai nelayan dalam arti luas. Dengan munculnya kondisi seperti itu, muncul sebuah pernyataan miring yang menyatakan bahwa “perkembangan perekonomian Indonesia hanya dirasakan oleh sekelompok kecil PDV\DUDNDW VDMD”. Itulah sebabnya tidak salah kalau dikatakan di sana-sini ditemukan bertebaran kelompok masyarakat yang hidupnya berada di bawah standar rata-rata, atau tidak salah kalau dikatakan yang terlihat justru penggelembungan jumlah kantong-kantong kemiskinan, khususnya pada masyarakat sebagai pemanfaat lingkungan alam laut sejati yang biasanya disebut dalam istilah lapisan bawa atau VDZL. Ketika kita berpaling melihat masyarakat pedesaan secara menyeluruh, khususnya terhadap bangsa yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, sistem ekonomi swasembada dengan dua ciri utamanya, yaitu pertama rendahnya
Teknik Budidaya Kerang ... Hasmah
tingkat spesialisasi dan volume perdagangannya yang relatif kecil, baik dalam sektor pertanian maupun sektor ekonomi lainnya, termasuk sektor pembudidayaan hasil laut yang justru boleh dikatakan menjadi sektor andalan dalam menunjang pembangunan di Indonesia secara menyeluruh. Dalam rangka menunjang hal ini, masing-masing rumah tangga semestinya menghasilkan sedikit surplus untuk dijual agar dapat memperoleh barang-barang lain, seperti pakaian dan alat alat pertanian (Baldwin 1981:30). Bentuk bentuk perekonomian yang terdapat di sejumlah masyarakat dalam era petumbuhan ekonomi ini, apakah itu masyarakat modem maupun masyarakat yang masih sederhana atau OHELKVSHVL¿NGLNDWDNDQPDV\DUDNDWWHUNHEHODNDQJ melakukan kegiatan perekonomian dengan cara berbeda satu sama lainnya. Salah satu bentuk kegiatan perekonomian yang dewasa ini menjadi terdepan dalam rangka mengkondisikan kehidupan masyarakat berdasarkan kebutuhan yang semakin hari semakin tersaingi dengan kemajuan teknologi modern, utamanya terhadap masyarakat yang hidup dan matinya menjadikan lingkungan alam laut sebagai ruang tempat tinggal, sekaligus sebagai ruang untuk melangsungkan aktivitasnya dalam berusaha mencari “penyambung hidup”, yaitu masyarakat nelayan yang kita sama ketahui dalam berusaha tidak hanya terfokus pada perihal penangkapan atau pencaharian biota laut, tetapi lebih dari itu ada yang berusaha pada sektor pembudidayaan, salah satunya adalah pembudidayaan kerang yang menghasilkan mutiara atau dikenal dengan pembudidayaan kerang mutiara. Pemanfaatan lingkungan alam laut pada prinsipnya tidak hanya menjurus pada suatu model usaha, tetapi bagi masyarakat yang berkecimpung dalam dunia laut, dalam hal ini komunitas nelayan, lingkungan alam laut dapat dijadikan sebagai ruang aktivitas yang multi-fungsi, yaitu dapat dijadikan sasaran tangkap, dapat dijadikan sebagai area pengembangan sektor jasa angkutan, termasuk sebagai area pembudidayaan beragam tumbuhah dan biota laut lainnya. Namun yang tidak kalah pentingnya adalah pada area pesisir dapat dijadikan sarana pengembangan tanaman dan biota laut lainnya. Seperti di antaranya
aktivitas budidaya rumput laut yang belakang ini sudah populer oleh karena jenis tanaman ini sudah masuk klasifikasi yang dibutuhkan dunia, dalam artian tergolong komuditas ekspor, WHUPDVXNEXGLGD\DLNDQEHUNODVL¿NDVLHNVSRUGL samping budidaya kerang yang baru beberapa tahun belakang ini marak dilakukan. Budidaya kerang ini sekaligus dijadikan sebagai salah satu jenis usaha masyarakat nelayan pada wilayah persebarannya, termasuk yang dijumpai pada masyarakat nelayan, seperti yang ditemukan hidup dan bertempat tinggal di Kelurahan Liwuto Pulau Makasar yang tengah giat-giatnya mengusahakan pembudidayaan kerang mutiara sebagai salah satu mata pencaharian pokok. Beberapa tahun silam, sebenarnya sektor usaha pembudidayaan biota laut seperti halnya kerang sudah mulai dilirik masyarakat, baik yang hidup di wilayah pesisir maupun yang khusus menjadikan wilayah kepulauan sebagai tempat tinggal. Salah satunya adalah masyarakat Kelurahan Liwuto Pulau Makasar yang menjadi subjek kajian dalam tulisan ini. Teknik budidaya kerang yang tengah dilangsungkan masyarakat nelayan yang bermukim di Pulau Makasar atau lazim dengan disebut oleh masyarakat setempat dengan akronim “PUMA”, adalah membudidayakan kerang mutiara. Sasaran dari usaha ini bukan pada kerang sebagai biota laut yang isinya sebagai sumber produksi gizi yang menjanjikan, tetapi yang menjadi sasaran adalah bagaimana kerang dibudidayakan sebagai tempat atau wadah memproduksi mutiara. Hal ini didukung dengan penggunaan teknologi yang cukup ke arah menghasilkan mutiara yang berkualitas. Dengan sistem pembudidayaan seperti ini, jenis usaha yang ditemukan ini cukup populer dengan nama usaha budidaya kerang mutiara dengan menggunakan keramba sebagai sarana produksi. Jenis usaha budidaya kerang mutiara yang dilakukan masyarakat Kelurahan Liwuto pada prinsipnya dilangsungkan dengan pemanfaatan sebuah teknologi yang disebut sistem keramba terapung. Artinya, keramba yang dimaksud di sini adalah sebuah sarana yang dibangun dengan menggunakan beragam bahan baku, seperti halnya kayu sebagai sarana atau kerangka, drum 441
WALASUJI Volume 6, No. 2, Desember 2015: 439—450 sebagai alat pengapung dan berbagi kelengkapan pendukung lainnya, seperti jaring, tali dan kawat. Usaha budidaya kerang mutiara dengan teknologi keramba sebenarnya cukup populer di daerah ini, khususnya di Pulau Makasar. Apalagi ketika awal munculnya kegiatan ini langsung diprakarsai oleh sebuah perusahaan Jepang. Masyarakat dalam hal ini hanya berada pada posisi sebagai pekerja saja. Hanya saja di akhir perkembangan usaha teknologi budidaya kerang mutiara juga menjadi incaran para nelayan setempat, bahkan usaha tersebut dewasa ini justru dijadikan salah satu jenis pekerjaan yang diprioritaskan dalam rangka menutupi tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup yang semakin bersaing. Kegiatan penelitian budidaya kerang mutiara ini dilakukan atas inisiatif penulis melihat arti pentingnya usaha ini sebagai salah satu sumber pencaharian utama yang dapat merubah pola hidup masyarakat sebagai pendukung utama sebuah usaha, termasuk iming-iming meraih peningkatan devisa terhadap negara. Dengan merujuk pada apa yang menjadi sasaran yang di atas, tentu dengan sendirinya akan melahirkan sebuah pertanyaan mendasar, yaitu apakah dengan usaha budidaya kerang mutiara yang dilangsungkan masyarakat yang dewasa ini bermukim di Pulau Makasar dapat terwujud sesuai harapan, tentu pertanyaan ini akan terjawab melalui penelitian lapangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan teknik budidaya kerang mutiara di Kelurahan Liwuto dan untuk menjelaskan kontribusi jenis usaha ini terhadap masyarakat dan pemerintah. METODE Penelitian ini menggunakan metode deskriptif Kualitatif. Informan dalam penelitian ini adalah penduduk Kelurahan Liwuto yang terlibat dalam usaha budidaya kerang mutiara. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui: observasi terlibat, wawancara mendalam (in-deepth LQWHUYLHZ) dan studi pustaka. Pengumpulan data dalam penelitian ini tetap memperhatikan etika penelitian, yakni: menyampaikan tujuan penelitian pada informan, menjaga privasi informan, tidak mengekspolitasi informan dan senantiasa mengutamakan 442
kenyamanan informan (tidak mengganggu aktivitasnya) (Spradley 2006:53-59). Tekhnik analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni: pertama; reduksi data (merangkum keseluruhan data, mengkategorisasi dalam tema-tema tertentu dan menyusun secara sistematis tema-tema tersebut). .HGXD; display data atau penyajian data (laporan penelitian). .HWLJD; Kesimpulan dan verifikasi dengan menggunakan teknik trianggulasi data dan trianggulasi metode. PEMBAHASAN Gambaran Umum Kelurahan Liwuto Kelurahan Liwuto terletak pada sebuah pulau kecil di Bau-Bau, Sulawesi Tenggara yang dikenal sebagai Pulau Makasar. Luas wilayah Kelurahan Liwuto menurut data BPS Kelurahan Liwuto 2012 adalah lebih kurang 2 Km2 dengan batas wilayah: sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Waruruma Kecamatan Kokalukuna, sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Wamengkoli, sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah laut yang dijadikan sumber matapencaharian, dan sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Sukanayo. Berdasarkan data BPS 2012, jumlah penduduk yang mendiami Kelurahan Liwuto adalah 2.416 jiwa yang terdiri dari 1.252 jiwa penduduk laki-laki dan 1.164 jiwa penduduk perempuan. Dari jumlah penduduk tersebut, terdapat 584 KK di Kelurahan Liwuto. Menariknya, dari jumlah KK tersebut, hampir setengahnya (222 KK) adalah kaum perempuan. Hal ini menunjukkan posisi perempuan dan lakilaki sebagai kepala keluarga tidak mengalami perbedaan yang bermakna dalam budaya penduduk di Kelurahan Liwuto. Tapi, setidaknya ada dua faktor yang menyebabkan perempuan menjadi kepala keluarga, yakni: perempuan itu adalah yang dituakan dalam keluarga, perempuan itu ditinggal pergi oleh suaminya (baik karena meninggal maupun karena cerai). Kaum perempuan ini juga banyak terlibat dalam usaha budidaya kerang mutiara. Mayoritas penduduk Kelurahan Liwuto merupakan suku Buton, selebihnya itu adalah
Teknik Budidaya Kerang ... Hasmah
suku Muna, Bugis-Makassar, Jawa, Flores, Wanci dan Tolaki. Sekalipun suku yang disebutkan ini jumlahnya realatif kecil di Liwuto, tetapi kehadiran mereka mewarnai kehidupan di wilayah Buton pada umumnya yang terkenal sangat plural baik dari segi bahasa maupun etnik (Rudyansjah 2009:89; Coppenger 2012:52; Tahara 2014:1316; Nurlin 2014:82). Selain dari perbedaan suku tersebut, seperti masyarakat Buton pada umumnya, masyarakat Kelurahan Liwuto juga mengenal WLJD VWUDWL¿NDVL VRVLDO \DNQL kaomu (golongan bangswan), ZDODND(golongan masyarakat biasa) dan papara (golongan budak) (Tahara 2014:2728). Sedangkan dilihat dari segi matapencaharian, sebagian besar masyarakat Liwuto adalah nelayan (tidak menutup kemungkinan ada yang berpaling ke sektor usaha lain, seperti: PNS, Polri, peternak, dll.). Hal ini disebabkan oleh lingkungan tempat tinggal mereka di wilayah kepulauan (Pulau Makasar) yang lebih banyak menyediankan ruang bagi pemanfaatan hasil laut sebagai penunjang kehidupan. Teknik Pembudidayaan Kerang Mutiara Aktivitas pembudidayaan kerang mutiara yang dilakukan di Kelurahan Liwuto Pulau Makasar, Kota Bau-Bau, pada dasamya melalui tahapan-tahapan yang terlaksana secara terstruktur. Tahapan-tahapan dimaksud dimulai dari mempersiapkan sarana yang akan dijadikan sebagai wadah pembudidayaan kerang mutiara. Sebagaimana diungkap pada bagian pendahuluan, alat yang digunakan Masyarakat Liwuto sebagai tempat membudidayakan kerang mutiara adalah sebuah keramba terapung. Dengan demikian, maka pertama-tama yang harus dilakukan adalah membangun keramba terapung, kemudian dilanjutkan dengan penurunan bibit kerang, setelah itu masuk ke masa pemeliharaan, penyuntikan zat pembentukan mutiara, dan tahapan terakhir adalah masa panen yang dilanjutkan dengan pemasaran hasil produksi. Berikut ini akan dijabarkan secara lebih rinci. a. Membangun Keramba Membangun keramba merupakan tahapan awal yang harus dilakukan oleh setiap masyarakat
yang berkecimpung dalam usaha budidaya kerang mutiara. Dikatakan demikian, sebab keramba dalam kaitannya dengan pembudidayaan kerang mutiara adalah sebuah sarana di mana kerang itu ditempatkan sekaligus dipelihara. Keramba yang terdiri dari tiga komponen utama, yaitu rangka bagang, pengapung bagang dan jaring. 1. Membangun Rangka Keramba Bagang yang akan dibangun pada dasarnya dimulai dengan menyiapkan bahan baku untuk kelengkapan rangka. Seperti fakta di lapangan, bahan baku yang dijadikan rangka bagang, khusus untuk aktivitas pembudidayaan kerang mutiara adalah dari potongan kayu bulat yang ukuran besarannya rata-rata berdiameter antara 10-15 cm dengan panjang rata-rata 2-3 meter. Jenis kayu yang digunakan sebagai rangka bagang adalah jenis kayu yang tahan lama terkena air, dalam hal mi adalah kebanyakan jenis kayu bakau. Dipilihnya kayu bakau sebagai rangka bagang karena kayu tersebut dapat bertahan lebih lama terkena air. Selain itu, kayu bakau tergolong mudah didapat karena masih banyak ditemukan tumbuh bertebaran pada area pesisir pantai yang ada di wilayah Bau-Bau, termasuk di Sulawesi Tenggara secara umum. Jumlah kayu yang digunakan dalam membangun satu unit bagang, walau sebenarnya dikatakan tergantung pada besaran bagang yang dibangun, tetapi umumnya bagang yang dibangun sebagai sarana pembudidayaan kerang mutiara menggunakan kayu dalam jumlah yang besar, yaitu rata-rata 3-4 kubik. Dibutuhkannya kayu dalam jumlah yang besar sebab satu unit keramba dibangun rata-rata dengan panjang 30-40 meter dan lebar rata-rata 10-15 meter. Kayu yang jumlahnya cukup besar akan dipakai membangun keramba, teknis membangunnya tidak berlangsung sekaligus berdasarkan panjang dan lebar bagang yang dibuat, tetapi teknisnya adalah diawali dengan membangun antara 3-4 meter persegi, setelah itu barulah disatukan. Begitulah seterusnya hingga mencapai panjang clan tebar rangka bagang yang akan dibangun. Teknis perakitan kayu yang digunakan membangun rangka bagang dilangsungkan dengan cara mengikat 443
WALASUJI Volume 6, No. 2, Desember 2015: 439—450 dalam bentuk bersusun, baik yang dilakukan untuk mencapai panjang maupun untu Iebarnya. Itulah sebabnya ketika kayu sebagai bahan baku rangka terlihat tersusun dalam bentuk ikatan, maka wujudnya adalah berbentuk kotak-kotak persegi empat, yang mana setiap kotak dimaksud memiliki luas Iebih kurang setengah meter kali setengah meter. Selain bahan baku kayu yang menjadi kebutuhan utama dalam membangun sebuah rangka bagang, kebutuhan akan tali juga menjadi sesuatu yang sangat penting. Dikatakan seperti ini karena difungsikan sebagai alat pengikat untuk menyatukan antara kedua ujung kayu yang digunakan, termasuk dijadikan alat pengikat pada setiap sudut pembentukan kotak yang dikatakan sebelumnya berbentuk segi empat. Tali sebagai alat pengikat sebenamya tidak hanya digunakan untuk mengikat rangka bagang, tetapi tali sebagaimana dimaksud juga digunakan untuk mengikat jaring yang dibentangkan dibawa rangka bagang, termasuk digunakan untuk mengikat kerang-kerang yang dipasang dalam posisi tergantung dan tercebur ke dalam air. Adapun jenis tali atau alat pengikat yang digunakan membangun rangka bagang, menurut jenis terdiri atas dua, yaitu satu alat pengikat dan bahan besi beton berdimeter 6” clan satu dari tali plastik dengan beragam ukuran sesuai posisi atau tempat yang digunakan mengikat. Untuk pengikat dari bahan besi beton sebagaimana dimaksud, adalah difungsikan untuk mengikat rangka bagang yang rata-rata berada pada posisi luar clan tengah dari rangka bagang, terutama saat rangka bagang yang dibuat petak dengan ukuran rata-rata 3-4 meter persegi akan disatukan untuk mencapai atau mendapatkan rangka bagang yang diinginkan. Sedangkan khusus alat pengikat yang terbuat dan bahan tali plastik seperti dikatakan sebelumnya menggunakan beragam ukuran besaran, yaitu tali plastik yang berukuran sebesar ibu jari rata-rata digunakan untuk mengikat rangka bagang yang berada pada posisi bagian dari rangka bagang, termasuk digunakan untuk mengikat drum sebagai alat pelampung untuk menyatukan rangka bagang. Sedangkan tali plastik yang berukuran lebih kecil dari jari kelingking rata-rata digunakan untuk mengikat kerang yang dibudidayakan. 444
2. Pengapung Bagang Keramba sebagai sarana atau tempat pembudidayaan dirancang dalam bentuk terapung, yang mana bahan yang digunakan untuk mengapungkan adalah drum plastik. Dalam satu unit bagang membutuhkan drum plastik dalam jumlah besar untuk penyanggah agar rangka bagang mengapung. Walau sebenarnya jumlahnya dikatakan tergantung pada besaran rangka bagang yang dibangun, tetapi posisi drum plastik yang dijadikan penyanggah berdirinya rangka bagang adalah tersusun berdasarkan lebar rangka bagang. Bentuk susunan drum sebagai penyanggah rangka bagang diatur sesuai lebar atau tinggi drum dengan arah mengikuti lebar bagang. Jarak antara satu drum dengan drum lainnya didasarkan pada bentangan lebar rangka bagang, sekitar satu meter. Sedangkan jarak antara satu drum dengan drum lainnya dalam posisi bentangan panjang rangka bagang adalah rata-rata sekitar 3–4 meter. Besarnya jumlah drum plastik yang digunakan sebagal alat penopang rangka bagang memang dirancang sedemikian rupa oleh karena rangka bagang dimaksud tidak hanya untuk menggantung kerang yang dibudidayakan, tetapi rangka bagang juga akan menjadi sarana bagi para pekerja dalam rangka melakukan kegiatan pembersihan keramba. Jadi pada intinya drum plastik yang jumlahnya cukup banyak memang sangat diperlukan oleh karena alat ini tidak hanya difungsikan sebagal penyanggah pengapung rangka bagang, tetapi pada sisi lain dibutuhkan dalam jumlah yang banyak agar para pekerja menaiki atau berada di atas bagang, selain tidak goyang juga rangka bagang tidak mudah tercebur. Sesuai informasi bahwa, rangka bagang mesti dirancang Iebih kuat oleh karena pada bagang mi menjadi tempat beraktivitas para pekerja. Sebab sesuai temuan dikatakan, bahwa dalam berusaha pada sektor pembudidayaan kerang mutiara, yang paling dominan dilakukan para pekerja adalah melakukan kegiatan pembersihan, baik terhadap keramba yang setiap saat disinggahi plantonplanton yang menjadi pengganggu pertumbuhan kerang, juga terhadap kerang itu sendiri.
Teknik Budidaya Kerang ... Hasmah
Adapun teknis pembersihan dari kedua item yang disebutkan, yaitu terhadap keramba adalah pekerja berada di atas rangka keramba untuk melepas planton yang lengket, baik pada rangka bagang maupun pada jaring atau tali yang dijadikan alat pengikat kerang. Sedangkan ketika kerang akan dibersihkan para pekerja mesti berada di atas keramba untuk selanjutnya mengangkat kerang yang terikat dengan tali. Setelah kerang diangkat pekerja membawanya naik ke daratan dan setelah planton dilepas dan dikatakan telah bersih dari hama gangguan, maka pekerja naik ke keramba untuk mengikat kembali kerang yang dibudidayakan. Dengan besarnya fungsi rangka keramba, menjadikan rangka bagang itu mesti dirancang dengan mencapai kekuatan yang maksimal, termasuk drum harus dalam jumlah yang banyak, di samping kayu yang tahan di air dalam jangka waktu lama oleh karena setiap saat diinjak atau dijadikan tempat pijakan para pekerja yang menaiki keramba. 3. Jaring Satu unit bagang yang khusus digunakan untuk pembudidayaan kerang mutiara juga dilengkapi dengan perlengkapan berupa jaring. Jaring ditempatkan berada pada posisi tenggelam di bawah permukaan keramba, yaitu sekitar 10-15 cm di bawah kerang yang digantung. Jaring dalam satu unit keramba pembudidayaan kerang mutiara mempunyai peran yang sangat vital. Dikatakan demikian sebab jaring berfungsi sebagai sarana pelindung agar biota laut yang berukuran besar tidak dapat masuk ke area di mana kerangkerang itu diceburkan ke dalam air. Menurut informasi dari pelaku pembudidayaan kerang mutiara, jika kerang mutiara tidak dilindungi dan incaran binatang, seperti di antaranya ikan-ikan buas dan biota laut lainnya, dengan sendirinya pertumbuhan kerang akan semakin melambat, bahkan tidak menutup kemungkinan, kerang itu dapat mengalami kematian. Itulah sebabnya jaring disebut memiliki fungsi vital dalam usaha budidaya kerang mutiara. b. Penurunan Bibit Bibit kerang mutiara yang dimaksud di sini sebenarnya adalah salah satu jenis biota
laut yang selama ini hanya dipahami sebagai bahan makanan yang mengandung gizi cukup tinggi. Namun dalam perkembangan kebudayaan manusia, lambat laun kerang dibudidayakan untuk menghasilkan atau memproduksi mutiara, yakni satu jenis perhiasan yang tergolong mahal dan berkelas. Bibit kerang yang dijadikan sebagai sarana produksi, diperoleh dengan cara membeli dari berbagai tempat, seperti halnya dari Kota Kendari. Kerang yang dijadikan sarana produksi mutiara, awal mula dibudidayakan atau dibeli berusia sekitar 1-2 tahun. Sebelum kerang diturunkan ke keramba, terlebih dahulu para pengusaha pembudidayaan melubangi dengan mengunakan alat pelubang berupa besi yang diruncingkan seukuran besaran tali pengikat, yaitu tali plastik berukuran seperdua dari besaran jari kelingking. Posisi pelubangan adalah pada salah satu bagian kulit atau tempurung dari kerang. Setelah tempurung dilubangi, pada lubang tersebut dimasukkan tali yang difungsikan untuk menggantung kerang pada keramba dalam posisi tercebur ke dalam air. Dalam satu ikatan, ratarata jumlah kerang adalah antara 10-15 ekor. Setelah kerang yang dijadikan bibit atau sarana memproduksi mutiara terangkai rapi dalam satu ikatan, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan menurunkan kerang kedalam air dan salah satu ujung tali pengikat diikatkan pada rangka bagang. Teknik pengikatan atau penebaran bibit yang telah diikat dalam satu kotak rangka bagang dijejer dengan jarak antara satu ikatan dengan ikatan lainnya sekitar 10 cm, sehingga ketika bibit diturunkan, kondisi bibit terlihat dalam keadaan bergantung. Begitulah dilakukan hingga area keramba penuh. Menurut informasi para pelaku pembudidaya kerang mutiara, dalam satu kali penurunan bibit dengan luas keramba rata-rata 15 x 40 meter, jumlah bibit yang diturunkan kurang lebih 5.000 ekor. c. Pemeliharaan Kegiatan pemeliharaan terkait dengan aktivitas pembudidayaan kerang mutiara, pada intinya hanya terfokus pada kegiatan melepaskan atau membersihkan planton-planton/kerangkerang kecil yang cukup banyak melekat baik 445
WALASUJI Volume 6, No. 2, Desember 2015: 439—450 pada tali gantungan bibit, pada rangka dan jaring bagang dan yang melengket cukup kuat pada kulit atau tempurung kerang itu sendiri. Namun sebelum kerang itu dibersihkan, kerang dalam ikatan dimaksud terlebih dahulu diangkat atau dinaikkan ke daratan guna mendapatkan sekaligus memudahkan para pekerja melepasnya. Sebab hama yang dimaksud juga dianggap sebagai penghambat pertumbuhan kerang. Masa pemeliharaan kerang sebenarnya tidak ada ketentuan, tergantung hasil pengamatan pemilik usaha. Artinya, ketika kerang dimaksud sudah perlu dibersihkan dari hama pengganggu, maka spontan kegiatan ini dilangsungkan. Walau umumnya waktu pemeliharaan dilangsungkan ketika usia pembudidayaan sudah berlangsung lebih kurang satu tahun. Model dan cara pembersihan atau melepaskan planton atau hama yang khusus melengket pada kerang, yaitu setelah ikatanikatan kerang itu diangkat ke daratan atau pada ruang khusus pembersihan yang dirancang sedemikian rupa. Setelah itu para pekerja beramairamai melepaskan hama dimaksud dengan cara menggunakan parang atau beragam jenis alat lainnya. Digunakannya parang atau bahan besi lainnya untuk melepaskan hama dimaksud oleh karena memang hama yang melengket pada kulit atau tempurung kerang cukup kuat sehingga dikatakan tidak dapat dikeluarkan atau dilepas tanpa menggunakan peralatan yang terbuat dari besi. Begitu pula dalam rangka membersihkankan keramba, juga para pekerja menggunakan benda tajam, dalam hal ini parang. Pekerjaan melepaskan hama yang melengket pada kulit kerang itu umumnya dilakukan oleh kaum perempuan, tetapi khusus untuk membersihkan keramba umumnya dilakukan oleh kaum laki-laki. Dalam rangka pembersihan hama pengganggu kerang itu, setiap pekerja diharapkan dapat bekerja secepatnya. Hal dimaksudkan agar kerang yang akan dibersihkan tidak mati karena terlalu lama berada di atas daratan (tidak kena air). Umumnya kerang hanya dapat bertahan hidup rata-rata selama 2 jam saja. Itulah sebabnya jumlah kerang yang diangkat ke daratan saat akan dilakukan kegiatan pembersihan selalu diperhitungkan jumlah tenaga kerja yang akan terlibat. Semua ini bertujuan untuk 446
menghindari resiko kematian kerang. Sebab pada setiap masa pembersihan hama tidak tertutup kemungkinannya ada kerang yang mati walau cepat diturunkan, bahkan dalam air pun biasanya ditemukan ada yang mati. Teknik pembersihan umumnya dilakukan pada satu ternpat. Kondisi terpusat pada satu tempat agar dapat memudahkan pemilik mengontrolnya dan juga yang tidak kalah pentingnya adalah hasil atau kotoron yang dikeluarkan atau dilepas dari tempurung kerang diusahan dikumpul jadi satu. Sebab kotoran yang berwujud kerang kecil dapat dijadikan warga masyarakat sebagai makanan ternak unggas, khususnya itik. Itulah sebabnya umumnya warga masyarakat yang bergerak pada sektor usaha budidaya kerang mutiara juga dituntut membangun balai-balai atau pondok yang berada tidak jauh dari area keramba sebagai wadah membersihkan kerang. Hal ini selain dapat memudahkan mengangkut ketika akan dibersihkan termasuk juga menjadi enteng memasangnya atau menurunkannya kembali ketika kerang sudah dibersihkan, termasuk kotoran hasil pembersihan terpusat pada satu tempat yang memudahkan untuk diambil. Kondisi pemeliharaan seperti ini dilakukan rutin hingga kerang dipindahkan pada keramba lainnya, terutama ketika kerang yang dibudidaya sudah memasuki masa penyuntikan bahan kimia yang nantinya akan menjadi mutiara. d. Pemindahan Dalam usaha di sektor pembudidayaan kerang mutiara, dikenal juga satu fase atau bagian pekerjaan yang khusus, yaitu fase di mana kerang mutiara yang dibudidayakan sudah perlu dipindahkan ke keramba lain. Artinya keramba pertama pada dasarnya hanya difungsikan sebagai sarana pembesaran. Sedangkan pada keramba yang kedua adalah sudah menjadi tempat di mana kerang membutuhkan penyuntikan zat yang akan menjadi mutiara. Umumnya pemindahan kerang ke keramba lainnya dilakukan pada saat usia pemeliharaan kerang di keramba pertama telah mencapai sekitar 3 tahun, artinya usia kerang secara keseluruhan sekitar 4 tahun jika dihitung satu tahun usia bibit saat mulai dipelihara. Berdasarkan pengamatan di lapangan penelitian, hal yang membedakan antara keramba
Teknik Budidaya Kerang ... Hasmah
pembesaran (keramba pertama) dengan keramba kedua adalah posisinya yang menempati area kurang terkena hempasan ombak. Artinya kondisi air laut dikatakan sedikit lebih tenang dari posisi keramba sebelumnya. Selain itu, ditekankan pula posisi keramba kedua ini berada pada area yang mudah terkontrol pemiliknya dan penempatannya tidak boleh pada area berpasir, sebab dibutuhkan kondisi air laut yang stabil, yaitu tidak mngalami pasang-surut yang berarti. Semua kondisi tersebut setidaknya harus terpenuhi dengan baik, sebab apa yang menjadi harapan para pelaku pembudidaya kerang mutiara ada pada masa ini, di mana kerang-kerang yang dibudidayakan harus diberi suntikan sebagai bahan yang akan menjadi mutiara. Kegiatan penyuntikan dilakukan sampai saat mutiara yang diharapkan betul-betul memungkinkan untuk dipanen, biasanya pada usia kurang lebih satu tahun setelah dipindahkan. e. Masa Panen Panen dalam sebuah usaha, baik dalam usaha sektor pertanian maupun dalam usaha di sektor kelautan, seperti halnya pada sektor pembudidayaan kerang mutiara, merupakan tahapan yang dapat menjadi ukuran untuk menjawab kegagalan dan keberhasilan suatu usaha. Bagi masyarakat yang memiliki usaha pada sektor pembudidayaan kerang mutiara, kegiatan panen dilangsungkan tidak secara serentak mengangkat kerang mutiara yang tengah dibudidayakan, tetapi dengan cara mengangkatnya sesuai kebutuhan, artinya tidak sekaligus dipanen dan menumpuk kerang. Kegiatan panen juga selalu disesuaikan dengan jumlah tenaga kerja yang dilibatkan. f. Masa Pascapanen Sama dengan beberapa aktivitas di bidang usaha lainnya, setelah masa panen maka tibalah pada suatu masa yang lazim disebut pasca-panen. Bagi orang yang tengah berusaha pada sektor pembudidayaan kerang mutiara, ada beberapa tahapan kegiatan yang mesti dilalui saat memasuki masa pasca-panen dalam artian sebatas hasil produksi itu siap didistrbusikan atau dipasarkan. Seperti dalam kegiatan pembudidayaan kerang mutiara, untuk mendapatkan hasil yang siap
dipasarkan, maka yang pertama kali dilakukan setelah panen, adalah melepaskan kerang yang sudah bérisi mutiara dari ikatan tali. Setelah semua kerang dilepas dari ikatan tali, maka dilanjutkan dengan kegiatan membelah dua kerang. Pembelahan kerang dilakukan dengan menggunakan parang sebab daya lengket kulit kerang sangat kuat. Setelah kerang dalam posisi terbelah, maka barulah mulai tampak mutiara yang merupakan sasaran produksi. Dari kedua belahan tempurung dan kerang tampak melengket sangat kuat masing-masing satu butiran mutiara dengan warna putih kemilau dan cukup bening. Setelah kerang dalam posisi terbelah dua dan menampakkan dua butiran mutiara dalam seekor kerang, maka kegiatan dilanjutkan dengan kegiatan melepas butiran mutiara yang melengket kuat pada kedua sisi kulit atau tempurung kerang. Cara melepas mutiara yang melekat pada tempurung kerang adalah mencungkilnya dengan menggunakan paku berukuran besar atau menggunakan besi yang sudah dirancang sebagai alat untuk melepas mutiara pada tempurung kerang. Setelah mutiara lepas dari tempurung, maka hasil produksi yang menjadi harapan pelaku usaha sudah dalam wujud mutiara yang berwarna putih kemilau. Sebelum memasuki masa pemasaram, butiran-butiran mutiara dimaksud masih memerlukan polesan dari orang yang ahli, guna mendapatkan mutiara yang berkualitas baik dengan warna-warninya. g. Pemasaran Tidak sama seperti hasil produksi dalam bidang usaha lainnya, khusus hasil produksi mutiara, sebelum dipasarkan semua mutiara yang dihasilkan terlebih dahulu diproses sedemikian rupa hingga menghasilkan mutiara yang diinginkan pasar. Artinya mutiara yang warna dasamya putih dapat diubah menjadi warna sesuai keinginan pemesan, dalam hal ini konsumen, termasuk besaran ukuran biji yang diinginkan semuanya dapat diubah oleh tangan-tangan yang ahli dengan mutiara. Untuk itulah sebelum mutiara dilempar ke pasaran, para pengusaha tentu mempunyai pengetahuan lebih luas tentang kondisi yang diinginkan pasar. Sebab ketika tidak demikian adanya, maka apa yang diusahakan pembudidaya 447
WALASUJI Volume 6, No. 2, Desember 2015: 439—450 kerang mutiara akan kurang mendapat respon pasar dan tidak menutup kemungkinan mengalami kerugian. Untuk mendapatkan mutiara yang cocok dengan keinginan pasar, semua itu ditentukan oleh tenaga kerja yang dilibatkan. Mutiara yang dihasilkan dari keramba hanyalah sebagai hiasan mentah, nanti setelah melaiui polesan lebih lanjut barulah mutiara yang dihasilkan akan benilai jual mahal, termasuk pemberian warna sesuai selera para pemesan, termasuk besaran butiran. Perlu diinformasikan bahwa bagi para pengusaha yang bergerak di sektor pembudidayaan, umumnya sistem pemasaran atau penjualan mutiara yang dihasilkan dalam proses produksi umumnya tidak dilakukan penjualan secara langsung ke konsumen sebagai pemakai. Tetapi yang dilakukan adalah model penjualan perpartai, artinya berapapun hasilnya yang sudah berupa mutiara standar dilempar ke pembeli. Kontribusi Usaha Pembudidayaan Kerang Mutiara Berbicara masalah kontribusi usaha pembudidayaan kerang mutiara, terhadap masyarakat khususnya terhadap para pelaku usaha pembudidayaan, tentu saja sangat berkontribusi. Nilai jual mutiara yang mahal dan permintaan pasar yang tinggi dapat memberi keuntungan besar kepada para pelaku usaha ini. Dengan mengacu pada berlangsungnya sebuah model usaha yang dilakukan masyarakat nelayan, maka tentu aktivitas dimaksud akan mempunyai kontribusi yang berarti terhadap komponen terkait, dalam hal ini pemerintah sebagai pengontrol roda berjalannya pembangunan dalam berbagai sektor dan kontribusi terhadap masyarakat sebagai pelaksana atau pelaku kegiatan. a. Kontribusi terhadap Pemerintah Sebenarnya apa pun bentuk usaha yang dilakukan masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, maka tentu dapat dipastikan usaha ini akan menjadi sebuah aset berharga oleh karena masyarakat bersangkutan akan perlahan membantu pemerintah melepaskan beban, khsusnya yang erat terkait dengan mengurangi
448
angka pengangguran. Artinya, dengan usaha pembudidayaan kerang mutiara yang sudah dijadikan sebagai salah satu pekerjaan atau matapencaharian pokok masyarakat, berarti pemerintah secara tidak langsung tersantuni pelepasan beban dalam rangka mengurangi tingkat pengangguran yang boleh dikatakan setiap tahun semakin bertambah. Apapun bentuk dan hasil yang dicapai oleh masyarakat yang tengah berusaha mengembangkan atau membudidayakan kerang mutiara, tentu akan mendapatkan nilai tambah, terutama tetap menjadi salah satu sumber penghasilan dalam rangka menutupi biaya hidup terhadap anggota keluarganya. Artinya, sedikit banyaknya penghasilan dari usaha pembudidyaan kerang mutiara, tetap saja dapat menjadi usaha yang menghasilkan uang, sehingga tanggungjawab pemerintah sedikit tertanggulangi. Selain terkait dengan terbukanya lapangan kerja yang berarti berkontribusi terhadap pengurangan beban pemerintah dalam rangka menyiapkan lapangan kerja, usaha budidaya kerang mutiara juga menyumbang pembayaran pajak usaha, minimal retribusi yang dipungut saat melakukan transaksi terbuka. Hal ini tentu saja dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). b. Kontrubusi terhadap Masyarakat Sama halnya ketika sebelumnya kita membicarakan masalah konstribusi terhadap pemerintah terkait dengan usaha budidaya kerang mutira, usaha ini juga sangat berkontribusi terhadap masyarakat baik pemilik usaha maupun karyawan yang dipekerjakan. Sehingga ketika berbicara manfaat apa yang diterima masyarakat, maka tentu saja kita berada pada ranah sosial yang lebih luas. Dikatakan seperti ini sebab ketika kita melihat usaha budidaya kerang mutiara sebagai satu sistem usaha, hal ini tentu saja melibatkan banyak kalangan masyarakat mulai dari proses pembuatan keramba sampai pada penjualan hasil panen. Misalnya: kalau kita mulai berhitung dari bahan baku yang digunakan dalam membangun sebuah keramba, maka para pelaku pasar cukup banyak yang menikmati, seperti di antaranya dengan penggunaan kayu. Para pengusaha kayu,
Teknik Budidaya Kerang ... Hasmah
minimal terhadap orang-orang yang menjual kayu dapat merasakan apa yang menjadi keuntungan dari hasil penjualan, termasuk bagi-orang-orang yang terlibat dalam rangka menyiapkan bahan kebutuhan lainnya, seperti halnya penjual tali, penjual drum semuanya mendapatkan keuntungan. Jadi itulah bentuk-bentuk kontribusi pada masyarakat yang secara umum dirasakan setelah terbangunnya jenis usaha budidaya kerang mutiara. Namun dari sekian banyak model dan bentuk kontribusi yang diterima masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung, yang paling menonjol dan mendapat perhatian serius dalam rangka mengembangkan usaha budidaya kerang mutiara, adalah dalam posisinya sebagai pembuka atau penyedia lapangan kerja, walau sifatnya bukanlah lapangan kerja dalam bentuk formal. Artinya, dengan berlangsungnya usaha atau kegiatan budidaya kerang mutiara, maka cukup banyak orang yang dapat dipekerjakan. Sebab untuk menjalankan usaha budidaya kerang mutiara sebagai sebuah arena produksi tentu membutuhkan tenaga kerja, yang mana tenaga kerja tersebut mendapat upah sesuai bidang tugas atau bidang pekerjaan yang disepakati. Misalnya dalam keterkaitannya dengan ruang produksi, maka akan menggunakan tenaga kerja mulai dari tahapan penurunan bibit, dari tahapan pemeliharaan, dalam hal ini terkait dengan pembersihan hama perusak, hingga pada tenaga ke level skill lebih tinggi, seperti tukang suntik cairan yang menjadi bahan baku terbentuknya mutiara, termasuk tenaga kerja yang pandai atau ahli membentuk atau memodel segala rupa sehingga mutiara sebagai hasil produksi dapat bernilal jual lebih maksimal. Jadi itulah bentuk dan model kontribusi yang dapat dirasakan masyarakat dengan hadirnya usaha budidaya kerang mutiara dalam lingkungan kehidupan nelayan Kelurahan Liwuto. Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa bentuk usaha budidaya kerang mutiara ini menunjukkan bagaimana alam dikonstruksi oleh kebudayaan manusia. Kerang laut yang awalnya hanya bisa dijadikan bahan makanan bagi pemenuhan kebutuhan gizi, kini menjadi wadah penghasil mutiara setelah disuntikkan zat kimia penghasil mutiara. Hal ini membuktikan sifat mendua dari alam di satu sisi alam tak
bisa dipungkiri adalah sesuatu yang alamiah, sementara di sisi lain, alam mengalami konstruksi oleh kebudayaan manusia (Escobar 1999: 2-6). Dengan demikian, cara pandang kita terhadap alam tidak lagi bersifat esensialis yang memandang alam semata-mata sebagai sesuatu yang alamiah, melainkan harus dilihat dalam NHUDQJND¿OVDIDWDQWLHVHQVLDOLVPH\DQJPHOLKDW alam tidak murni alami atau lepas dari konstruksi sosial budaya dan kekuasaan yang beroperasi dalam suatu masyarakat (Escobar 1999:2-6; Alam 2006:198; Lubis 2014:77). Seperti telah dikatakan sebelumnya bahwa kehidupan masyarakat pesisir membuktikan percobaan beribu-ribu kali bagaimana masyarakat itu menghadapi lingkungan alam (Diamond, 2015;53), usaha budidaya kerang mutiara adalah salah satu hasil dari percobaan itu. Tentu saja tujuan utama adalah bagaimana kelompok masyarakat itu beradaptasi dengan lingkungan alam dan tekanan-tekanan ekonomi yang semakin kuat. Hasil penelitian ini menunjukan usaha budidaya kerang mutiara ini berkontribusi secara signikfikan bagi pemenuhan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) Kota Bau-Bau. PENUTUP Dari dua masalah pokok yang terungkap dalam pembahasan sebelumnya, dapat di simpulkan seperti berikut: Pertama: Terkait dengan wujud sebuah usaha budidaya kerang mutiara, dapat dikatakan bahwa usaha budidaya kerang mutiara dilangsungkan dengan menjadikan keramba terapung sebagai sarana menempatkan kerang-kerang yang dibudidayakan. Keramba sebagaimana dimaksud dibangun dengan menggunakan bahan baku kayu sebagai rangka, drum plastik sebagai bahan pengapung. Rangka bagang dibangun dengan posisi penyambung antara satu batang kayu dengan kayu lain sehingga terbentuk persegi empat, yang mana lebarnya umumnya mencapai 30-40 meter, dengan jumlah hamparan bibit berupa kerang yang dikemas dalam ikatan tali lebih kurang 10 ekor dalam satu ikatan. .HGXD terkait masalah konstribusi pada 449
WALASUJI Volume 6, No. 2, Desember 2015: 439—450 intinya, dengan hadirnya usaha budidaya karang mutiara sedikit banyaknya dapat merangkul tenaga kerja, yang mana dalam usaha seperti dikatakan dalam merangkul tenaga kerja tidak membedakan jenis kelamin, artinya baik dari kalangan perempuan terlebih kaum laki-laki sama-sama berhak menjadi tenaga kerja berdasarkan porsi kerja yang tersedia. Khusus tenaga kerja berjenis kelamin perempuan,dominan melibatkan diri pada masa usaha dimaksud berada pada kegiatan pemeliharaan. Sedangkan pada sisi lain, dengan usaha budidaya kerang mutiara, tentu terungkap sebagai sebuah asset yang dapat dijadikan sarana dalam meraut keuntungan melalui berbagai bentuk pungutan yang berguna dalam rangka membangun masyarakat ke arah yang lebih. Sebab dengan berjalannya usaha budidaya kerang mutiara ini secara konsisten berarti pemerintah dan masyarakat tetap menerima hasilnya lebih maksimal pula. DAFTAR PUSTAKA Alam, Bachtiar. 2006. ‘Antropologi dan Civil 6RFLHW\: Pendekatan Teori Kebudayaan’ dalam Jurnal Antropologi Indonesia, Vol. 30. (2): 193-200. A r i f i n , A n s a r . 2 0 1 2 . 1HOD\DQGDODP3HUDQJNDS.HPLVNLQDQ (6WXGL 6WUXNWXUDVL 3DWURQ.OLHQ 'DQ 3HUDQJNDS .HPLVNLQDQ 3DGD .RPXQLWDV 1HOD\DQ'L'HVD7DPDODWH.HF*DOHVRQJ 8WDUD .DEXSDWHQ 7DNDODU 3URYLQVL 6XODZHVL 6HODWDQ). Disertasi. Program Pascasarjana UNM-Fakultas Ilmu Sosial, Makassar. Baldwin, Robert. 1981. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Negara-Negara
450
Berkembang. Bina Aksara: Jakarta. Burhanuddin, Safri, dkk. 2003. 6HMDUDK0DULWLP Indonesia: 0HQHOXVXUL -LZD %DKDUL Indonesia dalam Proses Integrasi Bangsa (6HMDN -DPDQ 3UDVHMDUDK KLQJJD $EDG XVII). Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non-Hayati Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan. Coppenger, Caleb. 2012. 0LVWHUL .HSXODXDQ Buton 0HQXUXW6HVHSXKGDQ6D\D. Adonai: Jakarta. Diamond, Jared. 2015. The World Until Yesterday: $SD \DQJ 'DSDW .LWD 3HODMDUL GDUL Masyarakat Tradisional?. Kepustakaan Populer Gramedia (KPG): Jakarta. Escobar, Arturo. 1999. $IWHU1DWXUH6WHSWRDQ Antiessentialist Political Ecology. Current Anthropology, Vol. 40. No. 1. (Feb., 1999), hh. 1-30 (dalam htttp://www.jstor.org/ diakses 12 Mei 2006). Hamid, A. Rahman. 2010. 6SLULW%DKDUL2UDQJ Buton, Rayhan Intermedia: Makassar. Nurlin. 2014. ‘Identitas, Sejarah dan Kekuasaan, Reproduksi Identitas Kultural dalam Proses Pemekaran Kabupaten Buton Utara’dalam Jurnal Antropologi Indonesia, vol 35 (1): 81-93. Rudyansjah, Tony. 2009. .HNXDVDDQ6HMDUDKGDQ 7LQGDNDQ6HEXDK.DMLDQ7HQWDQJ/DQVNDS Budaya. Rajawali Pers: Jakarta. Spradley, James. 1979. Metode Etnografi. Terjemahan Misba Zulfa Elizabeth. 2006. Yogyakarta: Tiaran Wacana. Tahara, Tasrifin. 2014. 0HODZDQ 6WHUHRWLS Etnografi, Reproduksi Identitas, dan 'LQDPLND0DV\DUDNDW.DWREHQJNH%XWRQ yang Terabaikan. Kepustakaan Populer Gramedia: Jakarta.