TEGALSARI DELAPAN
APRIL /
Kami yang menjamah kesunyian tempatmu menangkup redup lubuk terlindung Disini dalam hati dan harapan dalam mimpi dan gegar kenyataan memarakkan pijar, siponggang kemerdekaan sekujur bumi tumpah darah Pocut Meurah empat langkah dari sisimu tengadah kami adalah engkau gelegak gelegak perlawanan membelah, menebah tak menyerah tak'kan terbungkam, merengkah lini depan
Lian Sahar
SEPATAH KATA Assalamu'alaikum wr. wb. Merdeka ! Pocut Muerah Intan pahlawan dan srikandi Aceh. Tulisan-tulisan A. Hasjmy, H.M. Zainuddin dan pengarang Belanda Zentgraaff banyak menceriterakan sekitar perjuangannya dan sepak terjang kepahlawanannya. Tergugah oleh ceritera dan tulisan-tulisan tsb. P E R S A T U A N ex TP RESIMEN II A C E H DIVISI S U M A T E R A selaku pelajar pejuang kemerdekaan merasa terpanggil untuk bersama-sama masyarakat Aceh lainnya memperjuangkannya menjadi pahlawan nasional. Kepada Menteri Sosial Nani Sudarsono SH selaku Ketua Badan Pembina Pahlawan Pusat dilaporkan tentang niat baik ini dan mendapat respons yang positif sekali, bahkan mendapat petunjuk-petunjuk bagaimana seharusnya memperjuangkan seseorang menjadi pahlawan nasional. Buku ini diterbitkan tidak lain sebagai tanda terima kasih dan rasa hormat yang sebesar-besarnya kepada seorang pahlawan yang telah memberikan segala-galanya kepada tanah air dan bangsa. Buku ini berisi laporan tentang ziarah masyarakat ke makam Pocut Meurah Intan di Blora termasuk guntingann surat-surat kabar ibukota dan surat-surat kabar daerah yang menceriterakan sekitr perjuangannya. Ini merupakan etappe pertama dalam proses perjuangan selanjutnya yang tidak ringan. Semoga A L L A H SWT meridhoi perjuangan kita yang mulia ini: Wabillahitaufikwalhidayah Wassalmualaikum wr. wb. Tetap Merdeka. Jakarta 19 Desember 1985. P E R S A T U A N E X TP RESIMEN II A C E H DIVISI S U M A T E R A . Ketua Umum
H. AMRAN ZAMZANY S.E.
DAFTAR ISI
SEPATAH K A T A POCUT MEURAH INTAN PAHLAWAN PERANG ACEH YANG DILUPAKAN 1.
Arti Kematian Bagi Seorang Pahlawan : Oleh Amran Zamzami. >c
2.
Majalah Sarinah
: Pocut Meurah Intan
3.
Berita Yudha
: Memperjuangkan Pocut Meurah Intan sebagai Pahlawan Nasional.
4.
Berita Buana
: Nilai & Harkat Seorang Pahlawan tidak dilihat dari Batu Nisannya.
5- A . B .
: Napak Tilas Srikandi Aceh Pocut Meurah Intan yang terlupakan.
6. Suara Karya
: Masyarakat Aceh Berziarah ke Makam Pocut Meurah Intan.
7. Berita Buana
: Melacak jejak-jejak Pahlawan Nasional.
8. Pikiran Rakyat (Bandung)
: Perjuangan tidak hanya untuk masyarakat Aceh.
9. Analisa (Medan)
: Diusulkan Gelar Meurah Intan.
10. Waspada (Medan)
Pahlawan Nasional Untuk
Srikandi
Pocut
: Tulisan A . Hasjmy : Pahlawan Pocut Meurah Intan mendapat tempat dalam hati bangsa.
11. A N T A R A S P E K T R U M : Nilai dan Harkat seorang pahlawan tidak dilihat dari Batu Nisannya. (Noordin Tambunan). 12. B U L E T I N PTP II 13. SINAR H A R A P A N
:
POCUT M E U R A H dan WAKI MUD menurut seorang DPRD Kabupaten Blora : POCUT M E U R A H A D A Dl B L O R A .
PESERTA ZIARAH KE BLORA.
INTAN, P E J U A N G A C E H
MAKAMNYA
SEKAPUR
SIRIH
Tanggal 26 Maret 1985, adalah hari ulangtahun Perang Aceh yang ke-112, karena pada tanggal 16 Maret 1873 Kerajaan Belanda mengumumkan perang terhadap Kerajaan Aceh Darussalam. Pada hari yang amat penting ini, seharusnya kita mengenang kembali kepahlawanan para Mujahid Perang Kemerdekaan di Tanah Aceh yang telah syahid dalam mempertahankan Sisa Kedaulatan Bangsa Indonesia, harta menyyebabkan masih ada bahagian dari Tanah Air Indonesia yang tetap mempunyai Kedaulatan sebagai modai. Perang Kemerdekaan di Tanah Aceh yang berlangsung puluhan tahun lamanya, telah menyaksikan sejumlah besar Pahlawan Wanita yang bertempur dan bahkan memimpin peperangan. Jumlah terbesar di antara mereka telah syahid di medan perang, dan sebahagian lainnya telah ditawan musuh, kemudian diasingkan ke luar Tanah Aceh. Di antara para Pahlawan Wanita dalam Perang Kemerdekaan di Tanah Aceh, yaitu : Cutnyak Dien, Cut Meutia (keduanya telah ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional), Teungku Fakinah, Cut Meurah Intan, Cutpo Fatimah, Pocut Baren dan lain-lainnya. Dalam risalah kecil ini, para pembaca akan menemui sekelumit sejarah kepahlawanan Cut Meurah Intan, yang dalam keadaan bagaimanapun hati, jiwa dan semangatnya tidak pernah menyerah kepada penjajah Belanda. Dalam keadaan luka parah, tubuh kasarnya dapat ditawan; tetapi Belanda tidak pernah dapat menawan semangat, hati dan cita-cita kemerdekaannya. Data-data kepahlawanan Cut Meurah Intan yang termaktub dalam risalah ini, semoga menjadi bahan pertimbangan bagi Pemerintah dalam usahanya untuk menambah deretan Pahlawan Nasional, terutama Pahlawan Nasional Wanita. Sebuah harapan yang tidak berlebih-lebihan. Jakarta, 26 Maret 1985. A . Hasjmy
I
POCUT M E U R A H INTAN P A H L A W A N P E R A N G A C E H Y A N G D I L U P A K A N
Pahlawan-Pahlawan Wanita. Untuk mempertahankan "Kedaulatan Indonesia" yang masih sisa, Rakyat Aceh telah berperang dengan gagah perkasa selama lebih setengah abad melawan tentara kolonial Belanda, sehingga "Sisa Kedaulatan Indonesia" itu tidak pernah diserahkan kepada Belanda, sampaisampai Belanda terusir dari Tanah Aceh pada permulaan tahun 1942. Dalam Perang Aceh yang berlangsung hampir seratus tahun itu, kaum wanita aktif ikut bertempur, bahkan memimpin pertempuran menggantikan Pahlawan Pria yang syahid, baik suaminya maupun bukan. Perang Aceh telah menampilkan sejumlah Pahlawan-Pahlawan Wanita Indonesia yang besar, seperti Teungku Fakinah, Cutnyak Dhien, Cut Meutia, Pocut Baren, Tengku Fatimah, Pocut Meurah Intan dan lain-lainnya, yang kalau disebut semuanya deretan namanya akan terlalu panjang. H.C. Zentgraaff, seorang wartawan dan pengarang Belanda terkenal, Pemimpin Redaksi harian De Java Bode, dalam bukunya A T J E H (Aceh) telah menampilkan beberapa bab yang melukiskan kepahlawanan Wanita-Wanita Islam Indonesia dalam "perang kolonial" di Aceh. Setelah Zentgraaff menjelaskan bagaimana wanita-wanita bangsa lain di dunia, yang dengan harap-harap cemas menunggu suaminya pulang dari medan perang dan mereka tidak pernah ikut bertempur, maka pengarang Belanda terkenal itu menampilkan wanita-wanita Aceh sebagai berikut: "Hal ini terjadi dalam semua peperangan, di mana pun ia berkecamuk di atas bumi ini. Namun hal ini lebih hebat lagi dirasakan di Aceh, karena di sana para wanitanya sangat dekat dengan ataupun memang berada dalam kancah peperangan. Di sana mereka hidup bersama peperangan; jiwa mereka setiap hari mengikuti suami atau putera pada perjalanan-perjalanan yang mereka kenal keadaannya sampai kepada yang sekecil-kecilnya. "Mengenai wanita Aceh dapat diceritakan, bahwa perannya dalam peperangan sampai sekarang pun sukar untuk dinilai dan biasanya aktif sekali. Wanita Aceh gagah berani, adalah penjelma dendam kesumat terhadap kita yang tidak ada taranya serta tak mengenai damai. Jika ia turut bertempur, maka tugas itu dilaksanakannya dengan suatu enerji yang tak kenal maut dan biasanya mengalahkan prianya. la adalah pengemban dendam yang membara yang sampai-sampai ke liang kubur atau di hadapan maut pun masih berani meludah ke muka si "kaphe" (= kafir). "Rasanya tak ada seorang penulis roman manapun yang sanggup dan berhasil mengungkapkan daya khayalnya yang segila-gilanya seperti yang telah dibuktikan oleh wanita Aceh dalam kenyataannya " Zentgraaff melukiskan bagaimana hangatnya wanita-wanita Aceh menerima bibit bayi dari suaminya di medan perang, dan kemudian melahirkan kesayangannya di arena pertempuran yang dielu-elukan oleh dentuman suara meriam dan gemerincing pedang berlaga. Menulislah wartawan Belanda yang tajam penanya itu. Namun dari semua pemimpin perang kita, yang telah bertempur di setiap pojok dan lobang kepulauan Indonesia ini, kita akan mendengar bahwa tidak ada satu bangsa yang begitu bersemangat dan fanatik dalam menghadapi musuh, selain Bangsa Aceh dengan wanita-wanitanya yang jauh lebih unggul daripada semua bangsa lain dalam keberanian menghadapi maut. "Bahkan dalam mempertahankan sesuatu pendirian yang merupakan kepentingan nasional dan agama, para wanita, baik di belakang layar maupun secara terang-terangan telah memimpin perlawanan yang tak kalah unggulnya dari kaum pria. " l a menuju ke tempat tidur pengantin dengan api berahi seorang wanita yang demikian panasnya, tetapi dengan nafsu demikian pula ia menuju medan perang; ia tidak pernah gentar mengikuti suami dan pasukan-pasukannya dalam pertempuran dalam perjalanan-perjalanan
II
mengharungi rimbaraya dengan segala kekurangan dan bahaya yang tak luput dari intaian pasukan-pasukan marsose yang berada di mana-mana. " l a menerima kandungan dari suaminya dalam peperangan dan di medan pertempuran pula ia melahirkannya, kadang-kadang antara dua buah peperangan dan semua itu selalu penuh dengan ketegangan-ketegangan. Kemudian ia berpindah dengan pasukan suaminya. Kebanyakan berjuang bersama-sama suaminya, kadang-kadang pula di sampingnya atau di hadapannya, dan di tangan yang kecil mungil itu keiewang dan rencong dapat berobah menjadi alat-alat senjata yang amat dahsyat. "Wanita Aceh yang berjuang atas dasar "Sabilillah" (Jalan Allah) menampik setiap kompromi; ia tidak akan mengkhianati wataknya sebagai seorang wanita dan hanya mengenai alternatif ini: membunuh atau dibunuh I" Dengan gaya bahasanya yang khas wartawan, H.C. Zentgraaff melukiskan bagaimana agung dan kesatria seorang Isteri Ulama yang tidak rela tubuhnya yang telah luka-luka parah dijamah tangan musuh, sekalipun hanya untuk mengobatinya : "Menurut hernat saya, tak ada satulukisan yang begitu menarik daripada kejadiankejadian dalam peperangan tentang perasaan benei seorang wanita yang tak kenal damai terhadap lawannya, selain kisah tentang tewasnya Isteri Teungku Mayet di Tiro pada tahun 1910. "Pada tahun 1909 dimulailah pengejaran terhadap anggota-anggota terakhir Ulama di Tiro yang terkenal di sekitar pegunungan Tangse. "Schmidt telah mengetahui jejak-jejak mereka dan dia mengikutinya seperti seekor anjing buruan. Akhir tahun 1910 hampir-hampir saja dia dapat menangkap pasukan lawan; dia menyerbu ke tempat-tempat ptersembunyian mereka. Teungku Mayet di Tiro dapat meiepaskan dirinya, tetapi isterinya jatuh ke tangan kita dalam keadaan luka parah. "Kêtika pasukan selesai melakukan pembersihan di daerah itu, barulah diketahui kehadiran wanita itu. la berseluar dan berbaju hitam, badannya tegap, berumur kira-kira tigapuluh tahun. la tertidur terlentang dengan luka-luka akibat tembakan di perutnya. Juga dalam penderitaan ini, ia menampakkan wajahnya yang gagah berani. Walau bagaimanapun sakit yang dideritanya, namun ia tidak mengerang dan tanpa bersuara ia menanti akhir hidupnya. "Schmidt mendekatinya dengan membawa air minum dan secara sopan dia bertanya dalam bahasa Aceh: apakah ia tidak ingin dibalut luka-lukanya ? - Bek karnat key, kaphee budok (jangan pegang ak, kafir keparat) jawab wanita itu dengan pasti, sambil membuang mukanya. la lebih menyukai maut daripada hidup di tangan seorang kafir; seekor anjing kafir." Tentang Pahlawan Cut Nyak Dhien, Zentgraaff menulis : "Sesudah suaminya, Teuku Umar Johan Pahlawan, syahid, Cutnyak Dhien lebih senang bergerilya di hutan-hutan daripada menyerah kepada musuhnya; ia telah bertahan demikian rupa, walaupun jumlah pengikutnya semakin mengecil. la menjadi tua, matanya buta, namun semua itu tidak menjadi penghalang untuk mematahkan semangatnya. la menderita kelaparan di hutan-hutan, sementara patroli marsose pemburunya dari satu ke lain medan gerilya. Pernah terjadi, sampai berminggu-minggu lamanya ia tidak mengecap sesuap nasi, dan harus makan umbut pisang Mar. Lebih kurang enam tahun ia bertahan dan bergerilya dalam keadaan demikian. Pada masa jayanya, ia berdiri di samping sederet nama-nama wanita paling hebat di daerahnya. Karena itu, orang dapat membayangkan berapa besar pengorbanan yang f^lah diberikannya untuk kepentingan bangsanya. "Karena sayang melihat penderitaannya, salah seorang pemuka rakyat menjumpai Veltman dengan tawaran akan menunjukkan tempat markas gerilya Cutnyak Dhien; dengan perjanjian agar pahlawan wanita itu dibiarkan hidüp serta diberikan penghormatan " "Veltman menerima tawaran itu sehingga dia dapat mengetahui markas gerilyanya. Cutnyak Dhien yang dalam keadaan tidak berdaya lagi, karena matanya telah buta, kurus oleh penderitaan dan kelaparan, menjadi sangat marah karena ia jatuh ke tangah orang-orang "kaphee" ia meraba rencongnya dan menikam orang Aceh yang telah menunjukkan tempat markas ge-
III
rilyanya " Dengan keindahan bahsa sastrawan, Zentgraaff melukiskan kehebatan seorang Pahlawan Wanita yang lain, yaitu Isteri Teungku di Barat, seorang Ulama Pahlawan, Zentgraaff mengagumi wanita itu dengan tulisannya : "Dan adakah peristiwa yang lebih gemilang dengan irama yang hanya dapat dinyanyikan seorang ahli syair kenamaan, daripada kematian Isteri Teungku di Barat, salah seorang Ulama terkenal di sebeiah Timur Laut Aceh ? la diburu-buru bersama pasukan suaminya, hingga terpojok ke suatu tempat yang berbahaya sekali, yang rahasianya hanya diketahui oleh marsosemarsose waktu itu. Tibalah babak terakhir cerita sedih ini: Teungku dan Isterinya serta beberapa perajuritnya terjepit di antara gunung-gunung. "Dalam sekejap mata saja semua mereka itu telah siap sedia bertempur menghadapi segala kemungkinannya, sementara wanita itu berdiri di samping suaminya; sebutir peluru mengenai lengan kanan Teungku, tetapi dia menyerahkan karabennya kepada isterinya yang kini berdiri di mukanya sebagai pelindung dan sekaligus juga sebagai korban dengan pengabdian keagungan yang tiada bertara. "Demikianlah, ia berdiri di depan suaminya. Sebuah peluru yang bertuliskan "maut" menembusi tubuh wanita itu, kemudian tubuh suaminya. Kedua-duanya roboh dan tak berapa lama setelah suaminya, gugur pula pahlawan wanita itu. Kedua mereka itu menempuh syahid, suatu akhir yang telah membawa mereka ke dunia kebahagiaan yang sukar untuk dinilai "Wanita-wanita semacam ini ratusan jumlahnya, mungkin ribuan, dan keberanian mereka turut menimbulkan keagungan pada pasukan kita " Pemberontakan dan perlawanan yang terus menerus terjadi di Tanah Aceh sampai-sampai ke tahun tigapuluhan dan empatpuluhan, selalu juga dijiwai dan didorong oleh kaum wanita. Zentgraaff dengan ketajaman mata wartawannya dapat melihat kenyataan tersebut, seperti yang ditulisnya : "Wanita Aceh tidak pernah merasa gusar dalam mempertaruhkan seluruh pribadinya untuk mempertahankan sesuatu yang dipandangnya kepentingan nasional dan agama. Perwiraperwira kita yang camping pun mempercakapkannya dengan perasaan kagum dan hormat. "Perlu diingat, batiwa sifat mereka itu belum lagi berobah: mereka sanggup besok memperlihatkan kegagahannya serupa, yang menjadi kenangan-kenangan para pemimpin pasukan kita pada masa-masa yang silam. "Beberapa tahun yang lalu, tahun 1933, seorang dari tigabelas orang pria yang memberontak di daerah Lhong (Aceh Besar datang melapor kepada Kepala Kampungnya (Keuchik). Karena dia menyerah, maka isterinya tidak sudi kelihatannya lagi dan dia dipencilkan dari masyarakat kampungnya, sehingga terpaksalah pria itu hidup menyendiri dalam sebuah gubuk di ladangnya. Ketika ditanyakan seorang kolonel dan pejabat Pemerintah Belanda kepada isterinya, sang isteri meludah di tanah, dan dengan perasaan geram ia berkata : "Suamiku? Aku tak punya suami!" Dan waktu disebut nama suaminya itu, ia berkata: "Itu bukan laki-laki " Pocut Meurah Intan termasuk dalam leretan nama ribuan Pahlawan Wanita Indonesia di Tanah Aceh, yang telah bertempur selama puluhan tahun berkecamuknya "Perang Mempertahankan Kemerdekaan dan Kedaulatan" di ujung paling barat Tanah Air Indonesia yang tercinta, seperti yang dilukiskan pengarang/wartawan Belanda terkenal H.C. Zentgraaff. Siapa Pocut Meurah Intan ? Setelah Sulthan Alaiddin Mahmud Syah (yang menolak ultimatum Belanda) syahid sebagai korban "perang kuman" yang dilakukan tentara Belanda, maka dilantiklah Sulthan Alaiddin Muhammad Daud Syah menjadi Sulthan Kerajaan Aceh Darussalam dalam usia masih muda (kira-kira 10 tahun), hatta karena itu ditetapkan Tuanku Hasyim Bangta Muda menjadi Mangkumi, yang bertugas melaksanakan pemerintahan sehari-hari. Ibukota Kerajaan telah dihijrahkan ke Indrapuri, yang selanjutnya dihijrahkan ke Keumala Dalam, karena peperangan di Wilayah Aceh Besar semakin dahsyat, setelah Belanda mendatangkan tentara bantuan puluhan ribu dari Betawi. IV
Tidak lama kemudian, sifat peperangan pun berobah; dari "Perang Frontal yang Total" menjadi "Perang Gerilya Raksasa" di seluruh Tanah Aceh. Para Pemimpin Perang Gerilya Raksasa dari Wilayah Aceh Besar, banyak yang hijrah ke Pidie, Aceh Utara, Aceh Tengah, Aceh Timur dan sebagainya. Akibatnya, mengamuklah "Perang Gerilya Raksasa" di mana-mana, di pesisir, pedalaman, perlembahan, dataran rendah dan dataran tinggi, yang akibatnya tiap hari ratusan perwira dan tentara Belanda yang mati konyol, dan juga ratusan pahlawan-pahlawan dan perajurit kita yang gugur syahid sebagai kesuma bangsa. Salah satu daerah Perang Gerilya Raksasa, yaitu di Daerah Laweung dan Batee (Kabupaten Pidie sekarang), yang dipimpin oleh seorang Ibu Mujahidah dan Putera-puteranya yang pahlawan yaitu Pocut Meurah Intan, Tuanku Budiman, Tuanku Muhammad dan Tuanku Nurdin. Kepahlawanan Pocut Meurah Intan yang pantang menyerah, sekalipun seluruh badannya telah berlobang-lobang dilanggar peluru musuh, telah membuat para perwira tentara Belanda kagum dan hormat, seperti yang dilukiskan Zentgraaff dalam bukunya Aceh : "Veltman yang terkenal dengan sebutan Tuan Padoman, seorang perwira yang baik hati, pernah mengenai seorang Wanita Aceh turunan bangsawan, namanya Pocut Meurah Intan. Wanita ititf sangka menyembunyikan sebilah keiewang di dalam lipatan kainnya. Tiba-t.ba ia mencabut rencongnya dan dengan meneriakkan: "Kalau begitu biarlah aku syahid" ia pun menyerbu brigade Anggota-anggota pasukan nampaknya kurang bernafsu untuk bertempur dengan seorang wanita yang berlaku sebagai singa betina yang menikam ke kiri dan ke kanan, dan sebentar kemudian wanita itu pun jatuh terbaring di tanah " l a mengalami luka-luka parah; ia memperoleh dua buah tetakan di kepalanyr* dan dua buah di bahunya, sedang salah satu satu urat keningnya putus. " l a terbaring di tanah, penuh dengan darah dan lumpur laksana setumbuk dagmg yang dicencang-cencang. Seorang sersan yang melihatnya, dengan perasaan penuh belas kas.han berkata kepada komandannya: - Bolehkah saya meiepaskan tembakan pelepas nyawanya ?? yang dibentak Veltman dengan: Apa kau sudah gila? Lalu pasukan meneruskan perjalanannya. Mereka menginginkan agar wanita itu meninggal di tangan bangsanya sendiri. "Beberapa hari telah berlalu, ketika Veltman berjalan-jalan di Kedai Biheu (antara Sigli dan Padangtiji)- di sana dia mendengar bahwa Pocut Meurah bukan saja masih hidup, tetapi bahkan ia mempunyai rencana hendak membunuh penduduk kampung (yang telah menyerah kepada Belanda). • . . "Sungguh suatu hal yang agak dungu kedengarannya, bahwa di dalam sesosok tubuh sudah begitu rusak masih bersemi semangat yang agung sekali! Namun untuk mengetahui hal yang sebenarnya, Veltman memerintahkan supaya dilakukan penggeledahan rumah-rumah di kampung itu. . "Setelah dicari dalam setiap rumah dalam arti kata yang sebenarnya, ditemuilah wanita itu- tubuhnya dibalut dengan bermacam-macam kain dan kelihatannya menyedihkan sekali. Pada luka-lukanya itu disapukan setumpuk kotoran sapi. Keadaannya lemah akibat banyak kehilangan darah dan tubuhnya menggigil; ia mengerang karena kesakitan. Walaupun begitu ia tetap menolak bantuan dokter, lebih baik mati daripada tubuhnya diiamah seorang "kaphee". Veltman yang sangat pasih berbahasa Aceh, lama berb.cara dengan wanita itu dengan cara yang amat hormat, sesuai dengan kedudukannya. Akhirnya ia menerima juga bantuan serdadu itu yang ditolaknya dari seorang dokter. Orang-orang Aceh sangat sport.f; serdadu-serdadu dari semua negara dan keturunan dapat sama-sama harga-mengharga. Wanita itu membiarkan dirinya dirawat oleh Veltman, ia membersihkan luka-lukanya yang berulat, kemudian membalutnya baik-baik. , . "Masa penyembuhannya berjalan Tama. Akhirnya baik juga, walaupun menjadi pmcang selama hidupnya. Ketika seorang komandan militer Scheuer, seorang perwira yang berpend.r.an, "semuanya berharga hanya seketip" waktu dia menggempur Puri Cakra Negara d. Lombok, ketika dia membaca dalam buku harian betapa wanita itu seorang diri dan dengan gagah berani !
V
serta hanya bersenjatakan sebilah rencong telah menyerbu satu brigade yang terdiri dari delapanbelas pucuk karaben dan kelewang-kelewang yang tajam, ia telah menyatakan keinginannya untuk menjumpai wanita itu. "Demikianlah, pejuang Lombok yang terkenal itu mengunjungi Pocut Meurah yang pada ketika itu masih belum sembuh seluruhnya. Di hadapan wanita itu dia mengambil sikap sebagai seorang prajurit dan memberi hormat dengan meletakkan jari-jarinya di pinggir topi pet-nya. "Katakan kepadanya", katanya kepada Veltman, "bahwa saya merasa sangat kagum kepadanya". "Veltman berbuat apa yang diminta kepadanya. Pada wajah wanita yang kurus itu terkulum sebuah senyum dan dalam hatinya berkata: "Kaphee ini boleh juga " Pocut Meurah Intan, salah seorang Pahlawan Wanita dalam perang mempertahankan Kemerdekaan dan Kedaulatan Indonesia di Tanah Aceh, adalah puteri seorang bangsawan yang turut bertempur melawan tentara kolonial Belanda. Suaminya seorang Pangeran turunan Sulthan Aceh, namanya Tuanku Abdul Majid bin Tuanku Abbas bin Sulthan Alaiddin Jauhar Alam Syah yang memerintah Aceh selama 28 tahun dan wafat dalam tahun 1245 H. Dari Tuanku Abdul Majid, Pocut Meurah Intan memperoleh tiga orang putera, yang ketiga-tiganya menjadi Pahlawan dalam perang kolonial di Aceh, yaitu Tuanku Budiman, Tuanku Muhammad dan Tuanku Nurdin. Pocut Meurah Intan adalah "ibu t i r i " dari Permaisuri Sulthan Alaiddin Muhammad Daud Syah, Sultan terakhir dari Kerajaan Aceh Darussalam, yang setelah ditawan dalam tahun 1903 diinternir ke Ambon dan kemudian dipindahkan ke "Batavia" (Betawi/Jakarta). Para Pahlawan yang terbuang. Setelah suaminya Tuanku Abdul Majid, menyerah kepada Belanda, Pocut Meurah Intan bersama tiga oang puteranya dan Panglimanya yang setia, Pang/Waki Mut (Panglima Mahmud) melanjutkan Perang Gerilya Raksasa di daerah Laweueng, Batee dan sekitarnya. Betapa hebat marah dan benei Pahlawan Pocut Meurah Intan kepada suaminya yang telah menyerah, tidak sanggup pena siapapun melukiskannya. Marah dan benei betul Ayahnya Hulubalang Negeri Biheu yang lebih dahulu meninggal dunia, mengamanatkan kepada puterinya, Pocut Meurah Intan (yang juga dikenal dengan sebutan Pocut Biheu), agar dalam keadaan bagaimanapun jangan sekali-kali tunduk kepada "Kompeuni Belanda". Amanah ayahnya inilah yang dipegang teguh Pocut Meurah Intan, sehingga sekahpun tubuhnya telah lumat diterkam peluru musuh, namun beliau tetap melanjutkan perlawanan terhadap "Kompeuni Belanda" juga setelah suaminya, Tuanku Abdul Majid menyerah. Semangat perlawanan tidak pernah padam, juga setelah beliau diobati dan kemudian ditawan oleh Perwira Belanda Veltman, seperti yang diceritakan seorang orang tua, namanya Teungku Muhammad Amin Meunasah Selatan (Laweung), yang dalam tahun 1985 beliau telah berusia lebih 100 tahun. Setelah Pocut Meurah Intan sembuh dari luka-lukanya yang parah, pada waktu mana beliau telah menjadi "orang tawanan", maka sebagai orang tawanan beliau bermukim di Banda Aceh (waktu itu Kutaraja) dan ditempatkan dalam sebuah rumah di Kampung Keudah. Tidak berapa lama kemudian, para puteranya (Tuanku Budiman, Tuanku Muhammad dan Tuanku Nurdin) yang sedang melanjutkan perang gerilya ditawan pula dan dibawa ke Banda Aceh sebagai orang tawanan. Demikian pula seorang Panglima yang amat setia kepadanya, namanya Pang Mahmud (panggilan hari-hari Waki Mut) juga ikut tertawan. Pocut Meurah Intan bersama para puteranya dan Pang Mahmud, dalam ruhasia merencanakan akan melakukan perlawanan kembali, yaitu beliau akan kembali ke medan perang untuk memimpin lagi Perang Gerilya. Sejumlah utusan dikirim ke daerah Laweung/Bhieu untuk menemui rakyat di sana dalam mempersiapkan gerakan perlawanan kembali, dan pada saatnya yang tepat beliau bersama para
VI
puteranya dan Pang Mahmud akan kembali memimpin perjuangan. Beberapa perahu telah dipersiapkan di Kuala Gigieng dan Krung Raya, dengan perahuperahu mana pada "malam D " yang telah direncanakan Pocut Meurah Intan dan para panglimanya akan meninggalkan tempat tawanan menuju ke Medan Gerilya di sekitar Laweung/Bhiheu. Sebelum "Malam D" datang spion Belanda telah mencium rencana rahasia Pocut Meurah Intan, dan akibatmya ditangkaplah Pocut Meurah Intan, demikian pula ketiga puteranya dan Pang Mahmud (Waki Mut) serta sejumlah para pengikutnya yang lain. Sekalipun Pocut Meurah Intan telah ditangkap sebelum sempat melaksanakan rencananya, namun rakyat di daerah Laweung/Biheu melaksanakan terus rencana dari Pahlawan Wanita yang laksana singa. Untuk menghindari/mencegah terjadinya kemungkinan-kemungkinan yang tidak diharapkan Belanda, maka akhirnya Pocut Meurah Intan, Tuanku Nurdin, Tuanku Budiman, Tuanku Muhammad, Pang Mahmud/Waki Mut diinternir ke luar Aceh. Pocut Meurah Intan, Tuanku Nurdin, Tuanku Budiman dan Pang Mahmud dibuang ke Jawa, tepatnya ke Blora di Jawa Tengah, sementara Tuanku Muhammad dibuang ke Manado (Sulawesi Utara). Yang terdapat dalam Makam Tegal Sari dan Makam Butoh di Blora, hanya Pocut Meurah Intan, Tuanku Nurdin dan Waki Mut (Pang Mahmud), sedangkan makam Tuanku Budiman tidak terdapat di sana, dan tidak diketahui di mana "Pahlawan Terbuang" itu terkubur Makam Tegal Sari. Niat ziarah Makam Tegal Sari di Blora telah semenjak tahun enam puluhan, yaitu setelah selesai pemugaran Makam Pahlawan Nasional Cutnyak Dhien di Sumedang. Sebagaimana diketahui, dengan anjuran Pemerintah Daerah Istimewa Aceh, yang waktu itu Gubernurnya A . Hasjmy, Masyarakat Aceh di Jakarta dan Bandung telah mempelopori pemugaran Makam Pahlawan Nasional Cutnyak Dhien tersebut. Pemerintah Daerah Jawa Barat dan Pemerintah Daerah Tk. II Sumedang telah memberi bantuan yang sangat berarti. Semenjak itulah, A Hasjmy sebagai Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh bercitacita hendak menganjurkan Masyarakat Aceh di Yogyakarta dan Jawa Tengah untuk mempelopori pemugaran Makam Pahlawan Wanita Pocut Meurah Intan di Blora. Tetapi keburu masa jabatan sebagai Gubernur berakhir dalam tahun 1964, maka niat baik tersebut belum kesampaian. Niat yang telah lama diidamkan, barulah 28 Juli 1984 disampaikan Allah. Pada pagi hari tanggal tersebut, dengan ditemani putera bungsunya, Kamal A . Hasjmy, beliau berangkat ke Blora. Bantuan Sumarno, Bupati Kepala Daerah Tk. II Blora, telah memungkinkan niat ziarah berhasil baik. Bupati Sumarno yang telah dihubungi sehari sebelumnya dari Semarang, telah mempersiapkan segala sesuatu yang perlu dalam rangka ziarah saya itu. Pertama kali di Pendopo Kabupaten Blora (tempat kediaman resmi Bupati), rombongan dipertemukan dengan Idris, salah seorang dari putera Waki Mut (Pang Mahmud). baik dari Bupati maupun dari Idris saya mendapat sejumlah informasi yang amat berharga mengenai diri Pahlawan Wanita Pocut Meurah Intan, puteranya Tuanku Nurdin dan Pang Mahmud. Tentang Pocut Meurah Intan, beliau mendapat penjelasan bahwa di tanah pembuatan itu masih tetap bersemangat; bencinya kepada Belanda sangat mendam, sehingga apapun yang baik dari Belanda beliau tidak mau mendengarnya. Menurut Pocut Meurah Intan, bahwa Belanda adalah penjajah, perampok dan pemerkosa. Beliau tetap bercita-cita pada satu waktu, kalau kesempatan terbuka, untuk memerangi Belanda lagi. Dalam usia yang telah lanjut dan dengan membawa bekas luka-luka parah di tubuhnya, 20 September 1937 Pocut Meurah Intan meninggal dan dikebumikan dalam Makam Tegal Sari, Desa Tegalan di pinggiran kota Blora. (tanggal meninggalnya 28 September 1938 sesuai seperti tertulis pada batu nisannya). Tetapi, menurut surat Gubernur Jawa Tengah kepada Gubernur Jendral di Bogor, bahwa tanggal meninggalnya, yaitu tanggal 19 September 1937. Baik juga surat Gubernur Jawa Tengah tersebut diturunkan terjemahannya di bawah ini.
VII
Semarang, 27 September 1937. Hal: Mengenai meninggalnya buangan wanita Pocut Meurah Intan. Sebagai memenuhi ketentuan yang disebut dalam tambahan Lembaran Negara No. 500, bersama ini dengan hormat saya sampaikan kepada Yang Mulia, bahwa buangan wanita Pocut Meurah Intan, yang dengan Surat Keputusan Pemerintah bertanggal 16 April 1905 no. 10 dalam rangka keama'nan umum dan ketertiban tidak dibenarkan untuk berdiam di dalam wilayahwilayah Seulimeum dan Sigli dalam Daerah Aceh dan daerah takluknya, telah meninggal dunia pada tanggal 19 September 1937 yang lalu di Blora. Gubernur Jawa Tengah. Kepada Yml. Gubernur Jendral Hindia Belanda di Bogor. Surat Gubernur Jawa Tengah kepada Gubernur Jendral Hindia Belanda Bogor, kecuali menceritakan mengenai meninggalnya Pahlawan Pocut Meurah Intan, juga sekaligus mengungkapkan bahwa Pocut diinternir ke Jawa karena keberadaannya di Tanah Aceh membahayakan keselamatan Hindia Belanda. Tentang Tuanku Nurdin, putera Pocut Meurah Intan dari suaminya Tuanku Abdul Majid, saya mendapat penjelasan bahwa beliau waktu diinternir ke Pulau Jawa masih muda belia. Beliau memperisterikan seorang puteri Jawa. Dari isteri pertamanya ini, kecuali tidak mendapat anak, juga tidak terus hidup bersama, karena isterinya yang tercinta itu cepat berpulang ke alam baka. Setelah beberapa waktu menduda, Tuanku Nurdin memperisterikan seorang puteri Jawa yang lain, yang dapat hidup bersamanya puluhan tahun lamanya, hatta Pahlawan Perang Aceh itu meninggal dunia dalam bulan Mei 1959 di Rembang dan dikebumikan dalam Makam di sana. Beberapa tahun yang lalu, kerangka tubuhnya dipindahkan ke Makam Tegal Sari, Desa Tegalan, Blora, di tempat mana Ibundanya telah lama berkubur. Dari isteri yang kedua, Jumirah, juga Tuanku Nurdin tidak memperoleh keturunan. Sebagai ganti anak resmi, beliau telah mengambil beberapa orang anak menjadi "anak angkatnya" dan ada di antaranya yang betul-betul sudah seperti anak kandungnya, demikian menurut keterangan "Bu Tuanku" (panggilan sehari-hari bagi Ibu Jumirah, isteri kedua Tuanku Nurdin. Jadi, sekarang Pahlawan Perang Aceh Tuanku Nurdin bermakam di Makam Tegal Sari Blora. Tentang Pang Mahmud (Waki Mud), bahwa beliau berasal dari Kabupaten Aceh Besar, Kampung Desa Lam Gubug, Kecamatan Darussalam. Pada waktu beberapa wilayah Aceh Besar, termasuk Banda Aceh dan Lam Gugub, setelah bertahun-tahun bertempur dapat diduduki tentara kolonial Belanda, maka Pang Mahmud mengikuti Pocut Meurah Intan hijrah ke Laweung/ Biheu, wilayah kekuasaan ayah Pocut (Hulubalang Biheu) dan di sanalah beliau melakukan Perang Gerilya Raksasa di bawah pimpinan Singa Betina Pocut Meurah Intan. Waktu ditanyakan, adakah saudara/famili orang tuanya (Pang Mahmud) yang dikenal di Aceh/Lam Gugup, Idris menjawab bahwa yang pernah diterangkan ayahnya bahwa waktu berangkat/diinternir ke Jawa beliau meninggalkan seorang adik yang bernama D A U D , yang bermukim di Kampung Lam Gugub. Pang Mahmud (Waki Mut) memperisterikan seorang puteri Jawa di Blora dan dikurniai Allah sembilan orang putera/puteri. Menurut puteranya, Idris, seorang telah meninggal dunia dan sekarang yang masih hidup delapan orang lagi. Empat orang tinggal di Blora dan empat orang lagi di luar Kabupaten Blora. Yang sempat saya jumpai, yaitu Idris, Turmizi, Yusuf dan Sitti Khadijah. Dalam usia telah lanjut, dengan meninggalkan sembilan orang anak dan seorang isteri, dalam tahun tigapuluhan Pang Mahmud (Waki Mut) meninggal dunia di Blora dan dikebumikan di dalam Makam Butoh, Desa Kunden, tidak berapa jauh dari Makam Tegal Sari. Setelah selesai pertemuan dan menerima informasi di Pendopo Kabupaten Blora, rom-
VIII
bongan (Bupati Blora, A. Hasjmy, Kamal A . Hasjmy, Idris dll.) dengan satu bus-mini menuju ke Makam Tegal Sari di Desa Tegalan. Dalam Makam Tegal Sari yang terpelihara baik, berkubur sejumlah Bangsawan Jawa, dan di antara mereka terdapat dua orang Pahlawan Perang Aceh yang tertawan, yaitu Pocut Meurah Intan dan Tuanku Nurdin. Kesan A . Hasjmy, bahwa Makam Tegal Sari dipelihara baik, bersih dan setiba di dalamnya terasa nyaman, karena kayu-kayu rindang meneudhinya. Makam-makam terawat baik, termasuk makam Pocut Meurah Intan dan makam Tuanku Nurdin. Baik Pemerintah Daerah Tk. II Blora maupun rakyatnya terkesan kepada saya, bahwa mereka sangat menghormati kedua Pahlawan Perang Aceh itu. Mereka menganggap bahwa Pocut Meurah Intan dan Tuanku Nurdin adalah dua orang Pahlawan Nasional, yang syogianya dihormati oleh Bangsa Indonesia. Dari Makam Tegal Sari rombongan menuju ke Makam Butoh di Desa Kunden. Makam Butoh tersebut juga terpelihara baik, dan di antara ratusan penghuninya, terdapat seorang Pahlawan Perang Aceh, yaitu Pang Mahmud, yang di Blora lebih terkenal dengan Waki Mut, karena beliau adalah Wakil Panglima Dalam Perang Gerilya di Wilayah Laweung/Biheu, sedangkan Panglimanya yaitu Pocut Meurah Intan. Dari Makam Butoh rombongan menuju ke rumah sdr. Idris, di tempat mana telah menanti saudara-saudara dari Idris dan Jumirah, janda Tuanku Nurdin. Tegasnya, di rumah tersebut telah menanti Bu Tuanku (Ibu Jumirah/Janda Tuanku Mahmud), Sitti Khadijah, Turmizi (keduanya putera/puteri Pang Mahmud) dan lain-lain ahli famili mereka. Ibu Jumirah menerangkan tentang sifat-sifat dan watak mertuanya (Pocut Meurah Intan) yang sampai ke ujung hayatnya masih tetap memusuhi Belanda. Ziarah ke Makam Tegal Sari dan Makam Butoh memberi kesan yang baik dan indah sekali. Hal itu antara lain disebabkan oleh bantuan dan keramah-tamahan sdr. Sumarno, Bupati Kepala Daerrah Blora dan Bu Sumarno. Masih belum terlambat.
.
Kecuali A. Hasjmy yang telah menziarahi Makam Tegal Sari dan Makam Butoh pada akhir Juli 1984, juga dalam bulan Oktober 1984 Aboe Bakar, Direktur PDIA (Pusat Dokurmentasi dan Informasi Aceh) telah berkunjung ke sana dengan maksud yang serupa. j Aboe Bakar juga telah menemui dan mewawancarai putera-puteri Pang Mahmud, janda Tuanku Nurdin dan orang-orang tua lainnya. Sekembalinya dari ziarah ke Blora, 20 Agustus 1984 A . Hasjmy mengadakan pertukaran pikiran dan informasi dengan Aboe Bakar tentang perkunjungan masing-masing ke Makam Tegal Sari Blora, dan berkesimpulan : 1. Kalau Pemerintah Daerah Tk. II dan Rakyat Blora telah memberi penghargaan dan penghormatan yang sedemikian rupa kepada ketiga orang Pahlawan Perang Aceh (Pocut Meurah Intan, Tuanku Nurdin dan Pang Mahmud/Waki Mut), maka sudah seharusnya Pemerintah Daerah Istimewa Aceh dan Rakyatnya memberi penghargaan dan penghormatan yang kalau tidak lebih, sekurang-kurangnya serupa. Waktunya masih belum terlambat. 2. Kepada janda Tuanku Nurdin seharusnya diberi penghargaan dan tunjangan yang layak, dan kepada putera-puteri Pang Mahmud/Waki Mut diberi tanda-tanda jasa dan penghargaan serta tunjangan khusus. 3. Selayaknya Masyarakat Aceh di Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Solo, Surabaya dan tempat-tempat lain di Jakarta, selain menziarahi Makam Pahlawan Nasional Cutnyak Dhien di Sumedang, pada waktu-waktu tertentu menziarahi pula Makam Tegal Sari dan Makam Butoh di Blora, di tempat mana berkubur tiga orang Pahlawan Perang Aceh yang seangkatan dengan Cutnyak Dhien, yaitu Pocut Meurah Intan, Tuanku Nurdin dan Pang Mahmut. 4. Ketiga Pahlawan Perang Aceh itu (Pocut Meurah Intan, Tuanku Nurdin dan Pang Mahmud) adalah cukup beralasan untuk dipertimbangkan pengangkatannya menjadi Pahlawan Nasional.
IX
5. Kalau para perwira dan pengarang Belanda yang selama perang berkecamuk adalah musuh-musuh, mereka telah memastikan bahwa Pahlawan-Pahlawan Perang Aceh itu adalah "Pahlawan" dalam arti yang sungguh-sungguh, mengapa kita Bangsa Indonesia belum mau memandang Pahlawan-Pahlawan bangsanya sendiri, sekurang-kurangnya seperti yang dipandang musuh-musuh kita ? 6. Menurut penelitian/penelaahan kami (Aboe Bakar dan A . Hasjmy) dalam buku-buku karangan para pengarang Belanda, bahwa Pocut Meurah Intan adalah seorang Pahlawan Wanita yang hebat, yang tidak ada taranya dari wanita bangsa manapun. Kalau demikian, apakah tidak layak beliau diangkat menjadi Pahlawan Nasional ? 7. Sudah waktunya makam ketiga Pahlawan Perang Aceh itu (Pocut Meurah Intan, Tuangku Nurdin dan Pang Mahmud) dipugar, sehingga lebih baik ari yang ada sekarang, antara lain dengan merekamkan beberapa ayat A l Qur'an yang ada hubungannya dengan Perang Sabil dan beberapa rangkum dari Hikayat Perang Sabil, karya Teungku Chik Pantekulu; hikayat mana telah menjiwai Perang Aceh melawan Belanda. 8. Diusulkan agar Pemerintah Daerah Istimewa Aceh membentuk sebuah panitia, yang diberi tugas untuk meneliti dan mencari jejak para Pahlawan Perang Aceh yang ditawan Belanda dan diinternir ke luar Tanah Aceh, dan selanjutnya menyusun sebuah buku tentang riwayat hidup mereka. Menurut hernat kami bahwa usaha ini amat penting untuk melengkapi leretan nama para Pahlawan Indonesia. 9. Disarankan kepada para mahasiswa, terutama para mahasiswa berasal Aceh, yang belajar pada jurusan sejarah dan jurusan sosial-politik, agar membuat thesis/skripsi tentang para Pahlawan Perang yang diinternir itu. Untuk itu, mereka diharuskan tekun dan rajin meneliti. 10. Disarankan kepada lembaga-lembaga yang berwenang agar menetapkan makam-makam Pocut Meurah Intan, Tuanku Mahmud, Pang Mahmud (di Blora) dan Makam Cutnyak Dhien di Sumedang menjadi tempat-tempat penting yang patut diziarahi oleh siapa saja. 11. Kepada Pemerintah dan Rakyat Aceh disarankan agar dengan resmi menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Pemerintah Daerah Tk. II Blora dan Rakyatnya, atas perhatian dan penghormatan mereka kepada Pahlawan-Pahlawan Pocut Meurah Intan, Tuanku Nurdin dan Pang Mahmud. Dengan harapan-harapan dan saran-saran yang semoga akan menjadi kenyataan dalam saktu dekat mendatang, kesan-kesan ziarah ke Makam Tegal Sari dan Makam Butoh saya akhiri dengan ungkapan kata : Hanya orang berakhlak dan berjiwa kesatrialah yang pandai menghargai pahlawan-pahlawannya "
Bibliografi. : Atjeh : karangan Zentgraaf Potjut Biheu: karangan H.M. Zainuddin.
X
CUPUKAN ZENTGRAAF
Veltman, „toean Padoman" doch iemand met een goed hart, leerde eene Atjehsche vrouw kennen van wie hij nu nog spreekt met groot respect. Tijdens eene patrouille In Pldlë werd eene voorname Atjehsche, Potjoet Meurah (niet de oude Sultansweduwe die nu nog te Koetaradja woont) aangehouden op verdenking, een klewang onder haar kaïn te hebben verborgen. Plots trok zij eene rentjong, en met den uitroep : „Dan ben Ik liever dood", stormde zij op de brigade in. Deze had geen keuze tegenover de vrouw die als een dolle In het ronde stak, en een moment later lag zij zwaar gewond op den grond. Zij bleek vreeselljk te zijn toegetakeld; zij had twee houwen in den schedel, twee In den schouder, terwijl van een der voeten de Achillespees was doorgehakt. Zoo lag zij, vol bloed en modder als een mieserig hoopje vleesch, en een sergeant die medelijden met haar had, vroeg den commandant: „Zal Ik haar het genadeschot geven?" Hetgeen Veltman met een „ben Je bedonderd?" verbood. Dus trok men verder; men wilde haar laten sterven bij haar landgenooten. Er waren eenlge dagen gepasseerd toen Veltman op de keudé Blheuë, (tusschen Slgll en Padang TldJI) hoorde dat Potjoet Meurah niet alleen nog leefde, maar dat zij zelfs van plan was de heele Moekim te laten uitmoorden ! Het scheen een beetje dwaas, dat eene ziel zoo vastgeroest kon zitten In een lichaam dat zóó heftig was aangetast, doch voor alle zekerheid liet Veltman de kampong afzetten en alle hulzen doorzoeken. Na letterlijk in elk hoekje te hebben gesnuffeld ontdekte men haar, goed weggestopt achter allerlei doeken. Zij zag er vreeselljk uit; op haar wonden was een papje van koelendrek gelegd en, zwak van bloedverlies en koorts, kreunde zij van pijn. Toch weigerde ze een dokter; liever dood dan een kaphé aan haar lichaam. Veltman, die de Atjehsche taal goed machtig was, sprak lang tegen haar met de courtoisie waarop eene vrouw van hare standing recht had, en tenslotte aanvaardde zij van dezen soldaat wat zij den dokter weigerde. Atjehers zijn sportlef, en soldaten van alle landen en geslachten kunnen malkander waardeeren. ZIJ liet zich door hem behandelen; hij waschte de wonden waarin de maden wriemelden, en verbond ze. Het duurde lang, maar zij herstelde, hoewel ze voor haar leven kreupel bleef, en toen de militaire commandant, kolonel Scheuer — de man van „alles kost een dubbeltje" bij de bestorming der poerl van Tjakra Negara — In het journaal had gelezen hoe moedig zij geheel alleen, zich met de rentjong had geworpen op die heele brigade : achttien karabijnen en scherpe klewangs, gaf hij den wensch te kennen haar te zien. Zoo kwam deze vermaarde vechtjas van Lombok bij Potjoet Meurah die nog niet genezen was, en vóór haar staand'., nam hij de houding aan en bracht haar het saluut: de vingers lan den rand van de kepl. „Zeg haar" — zei-ie tot Veltman — „dat ik een en al bewondering voor haar ben." Dit deed Veltman, en er trok een glimlach over haar vermagerd gezicht. Die kaphé's vielen toch wel mee, vond ze, en de Kompeuni heeft van deze dame nooit meer last gehad na haarherstel*
POCUT MEURAH INTAN Menurut buku H.C. ZENTGRAAFF
Mayor Jendcral T . J . Veltman.
SUARA PERS TENTANG POCUT MEURAH INTAN
ARTI KEMATIAN BAGI SEORANG PAHLAWAN oleh : H. Amran Zamzami, S.E. Hampir 40 tahun kita merdeka. Kemerdekaan itu hakekatnya adalah karunia lllahi kepada segenap bangsa Indonesia, atas jihad dan perjuangan bersama. Allah SWT telah mengaruniakan iman dan semangat jihad kepada nenek-moyang kita dalam mengusir penjajahan, seperti jihad yang dilakukan oleh Pangeran Diponegoro, Sultan Hasanuddin, Tengku Cik Ditiro, Cut Nyak Dhien, Tuanku Imam Bonjol, dan lain-lain pahlawan serta pejuang yang telah mendahului kita. Walaupun perjuangan mereka tampaknya terpisah-pisah, seperti tidak ada hubungan antara satu daerah dengan daerah lainnya, tapi karena persamaan nasib yang diderita oleh nista penjajahan, maka api perjuangan yang mereka kobarkan itu telah menyala, menyambar dan menjilat-jilat, ditipup angin kesadaran untuk merdeka, sehingga akhirnya api kemerdekaan itu merayap ke seluruh Nusantara. Perjuangan itu diteruskan oleh para perintis kemerdekaan, yang digerakkan oleh Samanhudu Wahidin Sudirohusodo, Sutomo, Cipta Mangunkusumo, Cokroaminoto, Agus Salim, Kiai Achmad Dahlan dan lain-lain. Kemudian, disusul oleh angkatan Sukarno, Hatta dan selanjutnya sampai kepada Angkatan 45 yang tampil sebagai barisan pendobrak untuk memproklamasikan kemerdekaan kita. Telah ratusan ribu bahkan jutaan jumlah korban, yang telah berjuang, sahid, dan berguguran di bumi persada Indonesia, baik yang namanya telah diukir maupun yang masih belum terungkapkan, baik yang telah sempat menerima bintang yang disematkan, maupun masih hanya secara abstrak memperoleh "bintang kecintaan", cinta yang bermukim di dalam lubuk hati rakyat pejuang yang tidak akan pernah melupakan mereka. Ketika kami di Makbarah Tegalsari, Blora di bawah kesejukan pepohonan yang rimbun dan rindang, yang penuh ketenangan dan kedamaian, kami berdiri bersama, menundukkan kepala di hadapan sebuah pusara. Kami datang berziarah untuk mengenang jasa seorang pahlawan yang belum banyak diungkap namanya. Beliau, pejuang itu, adalah seorang srikandi yang berasal dari Tanah Rencong, sedang terbaring di dalamnya, yakni Pocut Meurah Intan. Beliau mati sahid setelah ditawan oleh musuh dalam perang kolonial Belanda di Aceh, semenjak puluhan tahun yang lalu, bersama putranya Pahlawan Tuanku Nurdin dan pahlawan pembantunya, Pang Mahmud. Jasadnya telah dikoyak-koyak peluru Belanda, badannya dirobek-robek oleh tangan kotor penjajah, kini bersamadi di makam Tegalsari, jauh dari bumi tempat kelahirannya. Sebagai bangsa yang tahu menghargai pahlawan-pahlawannya, patutlah kiranya sejenak kita mengenang jasajasanya sambil memanjatkan doa untuk almarhumah serta sahabat-sahabatnya.
1
Kematian seorang pejuang, yang sahid di jalan Allah, adalah suatu kematian yang dinilai paling tinggi dan paling mulia, sebab nilai kematian seseorang tidak terletak pada cara dan tempat kematiannya, namun, terletak pada mutu kematian itu. Seorang yang gugur dalam perjuangan fisabilillah, gugur demi membela tanah air, bangsa. agama dan negara, meskipun dengan cara yang mengerikan, nilai kematiannya jauh lebih mulia di sisi Allah. Arwah mereka akan disambut di akhirat nanti, sebagai kekasih-kekasih Tuhan yang paling disayang dan akan berdampinan dengan arwah Nabi, Rasul dan para Shiddieqin. Mereka pada hakikatnya tidaklah mati, tetapi tetap hidup dan senantiasa mendapat rizki di sisi Tuhan. Petunjuk itu telah terbukti, karena berkat rakhmat serta karunia dari Allah kita berhasil merebut kemerdekaan, setelah melalui pengorbanan jiwa dan raga bagsa kita di seluruh persada tanah air Indonesia. Marilah kita mohonkan curahan rahmatNya serta magfirah-Nya, agar bagi mereka, para pahlawan dan para syuhada yang telah gugur di medan juang, semoga mendapat tepat yang mahamulia di sisi Allah, sesuai amal baktinya. Demi keluhuran nama-Mu ya Allah dan demi kepentingan bangsa dan negara kami Indonesia. Jadikanlah kami, sebagai ahli waris dan penerus perjuangan mereka yang setia dan jujur, berdiri tegak dalam mengemban amanat yang mulia para pahlawan dan para syuhada untuk melanjutkan gerak pembangunan di dalam mengisi kemerdekaan kami. Teguhkan dan tabahkan hati kami dalam menghadapi rintangan dan kesulitan, serta hindarkanlah kami dari segala perbuatan yang sesat dan tercela. Semoga apa yang kita lakukan berziarah dalam menyongsong Hari Kebangkitan Nasional ini akan berkelanjutan dengan upaya-upaya yang berguna bagi pembangunan negara dan bangsa untuk kita wariskan bagi angkatan penerus setelah kita. Insya Allah. *
2
Pocut Meurah Intan SRIKANDI T A N A H R E N C O N G Y A N G T E R B A R I N G Dl T E G A L S A R I
Sepanjang sejarah perjuangan perang kemerdekaan, Aceh tidak pernah menyerah kalah. Aceh selalu membara dan melahirkan pahlawan-pahlawan, termasuk beberapa srikandi yang gagah perkasa. Salah satu di antara mereka adalah Pocut Meurah Intan, srikandi Tanah Rencong. Makamnya baru saja ditemukan di tengah pekuburan rakyat desa Tegalsari, Blora. Siapakah dia dan bagaimana peranannya dalam perjuangan ?
PantaiCeureumen dibalut sepi. Matahari telah lama bersembunyi di balik bukit sebelah barat. Bintang di langit terus berkerdip menyaksikan ulah beberapa penumpang kapal di pantai sana. Orang-orang Belanda di bawah pimpinan Major Jenderal J.H.R. Kohier sedang melakukan pengintaian ke daratan Aceh. Malam itu tanggal 6 April 1873. Sejak kemarin kapal-kapal perang bersiap di perairan Aceh. Enam buah kapal perang Jambi, Citadel van Antwerpen, Marnix, Coehoorn, Soerabaya, dan Sumatra - dua buah kapal A L , Siak dan Bronbeek telah lama mengarahkan moncong meriam ke daratan Aceh. Di samping it masih ada pelengkap yang lain yaitu delapan kapal peronda, lima barkas, enam buah kapal pegangkut, lima kapal layar, diperkuat oleh sebuah kapal komando. Kompeni rupanya tidak main-main dengan ancaman mereka untuk membumihanguskan Aceh. Armada Belanda di bawah pimpinan kapten laut J . F . Koopman mengirim pasukan laut da darat setelah komisaris pemerintah Hindia Belanda F.N. Nieuwenhuyzen gagal mengultimatum Sultan Aceh, lalu menyatakan perang pada tanggal 26 Maret 1873. Jumlah kekuatan armada itu terdiri dari 168 perwira, 3198 bawahan, 100 pekerja paksa, 50 mandor, 220 wanita, 300 pelayan dan 149 ekor kuda. Pasukan infanteri dipimpin kolonel E.C. van Daalen disertai kepala staf dan bawahannya, ajudan-ajudan, komandan-komandan batalyon, zeni, kesehatan dan topografi. Akan tetapi Aceh pantang menyerah. Tidak ada cerita dalam sejarah Aceh untuk tunduk merunduk pada lawan, menyerah tanpa perlawanan kepada para kaphe, alias kafir. Belanda mendapat julukan yang kurang sedap di Aceh dan peperangan melawan penjajah pun mereka namakan Prang Beulanda, Prang Gompeuni, Prang Sabi dan Prang Kaphe. Armada Kohier itu pun mendapat pukulan yang hebat dari darat. Kapal perang Citadel van Antwerpen pada pendaratan pertama itu harus menerima dua belas tembakan meriam dari Aceh. Seluruh penduduk Aceh tidak pernah merasa bahwa Belanda punya hak memerintah di negeri ujung utara — Sumatra itu. Akan tetapi Kompeni berpendirian lain. Sejak Inggris ditaklukkan di daratan Eropa, jajahan Britania di mana pun menjadi pajak kekalahan. Ditandatanganinya Traktat Sumatera oleh Inggris dan Belanda yang menyatakan bahwa Belanda bebas memperluas kekuasaannya di Sumatra (1871) bertentangan dengan perjanjian sebelumnya. Dalam Traktat London, tahun 1824, Inggris tidak berhak mengusik kedaulatan Aceh. Akan tetapi perjanjian tahun 1871 itu jelas menginjak-injak jiwa kemerdekaan Aceh. Negeri ini pun membara, bergolak dan peperangan yang panjang. Pahlawan pun bermunculan, juga mujahidin wanita, pendekar bangsa pemandu kemerdekaan. G E R I L Y A R A K S A S A Dl L A W E U N G D A N B A T E E
Perang pun berkecamuk di tanah rencong. Tidak hanya pertempuran frontal, tetapi gerakan gerilya muncul di mana-mana, mengkocar-kacirkan tentara Belanda, termasuk marsose-marsose. Di Laweung dan Batee (sekarang kabupaten Pidie) gerakan gerilya dipimpin oleh seorang mujahidah, pendekar wanita yang bersemangat baja dan pantang menyerah. Dia adalah Pocut Meurah Intan alias Si Intan Merah.
3
Citanya pada tanah kelahiran yang diilhami oleh kepercayaan pada agama dan pendidikan masa kanak-kanak dari gum ngaji serta pengaruh Hikayat Perang Sabil, membuat Intan Merah memiliki jiwa perlawanan yang tidak kenal menyerah. Di hadapan moncong senapan dan keiewang marsose, wanita berdarah biru itu tak gentar dengan semangat jihad. Keberaniannya menjadi teladan, dipuja bawahan, dihormati sesama pahlawan, disegani lawan. Belanda sendiri angkat topi pada keberanian srikandi yang satu ini. Suaminya lebih dahulu menyerah kepada Belanda, tetapi Intan menolak mentah-mentah dan tidak mengakui laki-laki, ayah anak-anaknya itu. "Dia bukan suamiku. Ayah anak-anakku adalah seorang laki-laki sejati yang tidak pernah takut pada maut. Tetapi dia yang menyerah kepada Belanda adalah seorang pengecut yang lebih berharga seekor binatang," ucapnya. Itulah sebabnya ia lebih suka mengajak tiga orang anaknya untuk bergerilya, membantai Belanda para kafir daripada hidup layak bersisihan dengan suami di kesultanan. Tatkala sang suami, Tuanku Abdul Majid bin Tuanku Abbas bin Sultan Alaiddin Jauhar Alam Syah, wafat pada tahun 1245 Hijriah atau 1867 Masehi, Pocut Meurah Intan tetap melanjutkan perlawanan, bahkan lebih gigih lagi laksana singa betina yang kehilangan surai. Tiga orang putranya bahu-membahu dengan ibunda, membantai Belanda di Medan laga. Ketiga putra itu adalah Tuanku Budiman, Tuanku Muhammad dan Tuanku Nurdin. SEPOTONG EPHOS Dl K A M P U N G BIHEUE. Awal November 1902, satu brigade patroli Belanda memasuki kampung Biheue. Hatroli dibawah pimpinan Mayor Jenderal T.J. Veltman itu beroperasi dari Sigli ke Padangtiji. Kampung Biheue dikenal sebagai daerah gerilya. Akan tetapi dalam sebuah operasi sebelumnya wilayah itu telah dibersihkan. Itulah sebabnya Veltman sendiri melakukan pemeriksaan. Akan tetapi sesuatu telah terjadi. Di tengah jalan rombongan yang terdiri 18 orang prajurit berpapasan dengan seorang wanita. Kulitnya kuning, badannya tinggi, usianya sekitar 60 tahun. Sudah tua memang, tetapi dari kedua matanya seolah-olah membinar daya hidup yang luar biasa. Ini bukan wanita biasa, pikir Veltman yang memerintahkan anak buahnya untuk memeriksa. Tetapi ketika beberapa serdadu mendekat, wanita yang berjalan seorang diri itu secepat kilat mencabut sesuatu dari bajunya. Sebuah rencong di tangan menyambar beberapa orang yang mendekatinya. Gerakannya cekatan. Jurus-jurusnya adalah langkah seorang pendekar wanita. Untuk menyelamatkan diri tentara Belanda itu menembak wanita perkasa ini dan ia rebah ke tanah berlumuran darah. Dadanya berlobang. Dari bahu, kening jadan kepala darah mengalir deras. Di bahunya terdapat dua sabetan pedang, urat keningnya putus dan kepalanya terkena dua tetakan. Ketika seorang serdadu akan menghabisi nyawanya, Veltman mencegah. "Biarkan wanita ini mati di tangan bangsanya sediri," perintah komandan itu. Meurah Intanpun ditinggalkan terkapar dalam keadaan bergelimang darah. Matikah wanita bersenjatakan rencong itu? Tubuh boleh dirobek peluru musuh tetapi jiwa dan semangatnya tidak pernah runtuh. Senjata di tangan siap menikam lawan meskipun tenaga telah luruh dan darah mengental beku di tubuh. Raga bisa rapuh, memang, tetapi semangat tetap utuh. Pocut Meurah Intan ternyata mampu bertahan dari maut meskipun seluruh tubuhnya berselimut luka. Penduduk Biheue menyelamatkannya dan merawat luka-lukanya. Beberapa hari setelah peristiwa perlawanan itu Veltman baru tahu bahwa wanita yang mereka temui tempo hari adalah seorang pimpinan gerilya, srikandi tanah Aceh, si Intan Merah. la pun mencoba untuk mencarinya dan hal itu tidak susah. Penduduk setempat yang tidak sampai hati menyaksikan penderitaan Meurah Intan mengadu pada Veltman dengan harapan agar pahlawan wanita itu diberi pertolongan, disembuhkan dari luka-lukanya.
4
Di' sebuah rumah penduduk si Intan ditemukan. Tubuhnya dibalut dengan bermacammacam kain dan menyedihkan sekali. Pada luka-lukanya dioleskan kotoran sapi. Badannya lemah dan menggigil, mengerang kesakitan. Menyaksikan keadaan manusia yang demikian itu Veltman tidak sampai hati. la menawarkan bantuan dokter tetapi Meurah Intan menolak. Dengan susah payah komandan yang fasih berbahasa Aceh itu membujuknya, barulah Meurah Intan bersedia menerima pertolongan. Proses penyembuhannya lama sekali dan kakinya menjadi pincang. Kini status Pocut Meurah Intan sebagai tawanan dan ditempatkan di sebuah rumah di Kampung Keudah, Kutaraja (sekarang Banda Aceh). Tidak lama kemudian ketiga putranya juga tertawan, demikian juga seorang panglima yang sangat setia padanya yaitu Pang Mahmud. Mereka ditawan bersama Pocut Meurah Intan. Akan tetapi dalam tawanan mereka merencanakan perlawanan kembali dan memobilisasi gerilyawan yang bertebaran di sekitar Laweung, Biheue. Rencana itu cepat tercium Belanda. Pocut Meurah Intan dan anak-anaknya dibuang oleh Belanda ke luar Aceh. S E J A R A H Y A N G Hl L A N G . Tidak pernah ada cerita tentang Pocut Meurah Intan, bagaimana kelanjutannya. Nama itu seolah-olah terkubur oleh derap waktu. Dia dibuang ke Jawa - itu saja yang séring didengar orang. Dalam hikayat-hikayat perang di Aceh tidak pernah tertulis di mana singa betina dari Biheue itu mengakhiri hidupnya. Juga dalam Hikayat Prang Gompeuni tulisan Dokarim tak menyebutkan epilog Pocut Meurah Intan. Dalam buku Aceh yang ditulis oleh wartawan Belanda Zentgraaff hanya ditulis sedikit tentang perlawanan heroik di Kampung Biheue serta kunjungan Veltman dan Scheuer. Selebihnya tidak ada penjelasan bagaimana nasib srikandi tanah rencong itu. Sepotong sejarah tentang perlawanan srikandi Aceh telah hilang, entah ke mana. Padahal, semangatnya yang membaja, keberaniannya yang luar biasa, merupakan suri teladan bagi generasi berikutnya buat membangun negeri tumpah darah ini. Benarkah Pocut Meurah Intan menguap tanpa jejak dan tidak bisa ditapaki langkah-langkah akhirnya ? Dalam keremangan seperti itulah muncul seberkas cahaya penerang dari Blora yang mengabarkan bahwa sebuah makam wanita Aceh ditemukan di sana, persisnya di desa Tegalsari. Di sebuah pekuburan umum, sebuah nisan berhurup Arab menyebutkan bahwa yang terbaring di tanah Blora adalah Mbah Cut, dari Aceh, meninggal tanggal 20 September 1937. Setelah diselidiki ternyata benar, itulah pusara Pocut Meurah Intan. Bahkan, tidak hanya dia seorang yang berbaring di bumi Blora. Panglima perangnya yang gagah berani, Pang Mahmud, juga terbujur tidak jauh dari makam Mbah Cut. Juga ditemukan makam Tuanku Nurdin, salah seorang putra Pocut Meurah Intan. Ternyata tempat pembuangan Pocut Meurah Intan, Tuanku Nurdin, Tuanku Budiman dan Pang Mahmud adalah di Blora. Sedang, Tuanku Muhammad, anak Meurah Intan yang lain, dibuang oleh Belanda ke Manado. Di Tegalsari hanya ditemukan peristirahatan tiga pahlawan Aceh, sedang makam Tuanku Budiman belum diketahui di mana gerangan ? Tuanku Nurdin dalam pembuangan sempat menyunting gadis Rembang. Nurdin meninggal di Rembang bulan Mei 1959 dan dikuburkan di sana. Belakangan makamnya dipindahkan ke Tegalsari. Sayang, perkawinan itu tidak menghasilkan keturunan, namun, ia banyak mengambil anak angkat.Sedangkan, Pang Mahmud yang juga menikah dengan wanita Jawa Tengah menurunkan sembilan orang anak, yang seorang meninggal. Keluarga (keturunan) Pang Mahmud itu sampai sekarang masih hidup dan tinggal di Blora. Mereka itu antara lain Idris, Turmizi, Yusuf dan Sitti Khadijah.
5
ZIARAH KE BLORA. Berita ditemukannya makam Pocut Meurah Intan menggelitik masyarakat Aceh dan Pemerintah Daerah Istimewa Aceh untuk napak tilas. Pada tanggal 18 April 1985 masyarakat Aceh dari Jakarta, Semarang dan Yogya berziarah ke makam Tegalsari. Prakarsa itu diambil oleh Persatuan Ex Tentara Pelajar Resimen II Aceh, Divisi Sumatra yang diketuai oleh H. Amran Zamzami S.E. Sebelum ziarah dilakukan panitia menghadap Mensos Ny. Nani Sudarsono. Beliau mengatakan bahwa nama Pocut Meurah Intan memang pernah didengarnya. Sebagai pahlawan wanita berhak mendapat pengakuan sebagai pahlawan nasional jika masyarakat mengusulkan dan pemerintah daerah setempat berkenan memperjuangkannya. Dalam kesempatan tatap muka tanggal 3 April 1985, didampingi Ketua Badan Pembina Pahlawan Pusat, Bapak Fachrurrozi, Menteri mengatakan bahwa kita perlu melestarikan nilainilai kepahlawanan yang diwariskan kepada generasi muda. Yang masih hidup berkewajiban menghargai nilai-nilai kepahlawanan itu, tidak hanya dimiliki oleh para perintis kemerdekaan, tatapi juga generasi muda. Oleh karena itu pahlawan bukanlah hanya monopoli pendahulu kita, tetapi bukan berarti kita mengingkari jasa-jasa para pendahulu. Cut Nyak Dhien, Cut Meutia, Pocut Meurah Intan, kemudian Kartini, yang masing-masing membawa misi sesuai dengan tuntunan zamannya. Tanpa mengetahui nilai-nilai kepahlawanan dahulu, kita tidak mungkin menjadi bangsa yang besar. Generasi muda harus menghayati dan mengamalkan perjuangan para pahlawan bangsa untuk membangun masa depan. Demikian Nyonya Nani Sudarsono, yang pernah mendapat julukan Putro Meuraksa dari masyarakat Aceh dalam salah satu kunjungannya ke daerah itu. Prof. H.A. Hasjmy, Ketua Umum Majelis Ulama Daerah Istimewa Aceh mengatakan bahwa bawa para pahlawan Aceh dalam memperjuangkan kemerdekaan harus mampu memberi inspirasi pada generasi sekarang dalam membangun bangsa ini. Dikatakan bahwa sejak dahulu. Aceh memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap perkembangan, salah satu penyebabnya karena geografisnya yang merupakan pintu gerbang dalam lalu lintas internasional. Itu sebabnya sejak abad 15 Aceh telah mempunyai jalinan hubungan dengan pihak luar negeri. Menyitir salah satu pendapat Prof. Hasjmy, mengatakan bahwa Aceh tidak pernah menyerahkan kedaulatannya, hal itu merupakan kebanggaan tersendiri. Kepala Perwakilan Gubernur Aceh di Jakarta yang ikut dalam rombongan menyatakan bahwa upaya ziarah ini merupakan promosi daerah Aceh yang harus didukung. Sedang Drs. Sukarjan yang bertindak mewakili Gubernur Jawa Tengah, dalam sambutannya di Gedung Wanita Semarang, 18 April yang lalu, mengatakan bahwa kunjungan itu mengingatkan kembali jasa-jasa pahlawan bangsa. Usaha ini memerlukan keberanian dan dedikasi yang benar. Bupati Blora, H. Sumarno S.H., sebagai tuan rumah menyatakan bahwa dengan diketemukan makam pahlawan wanita Aceh di Blora berarti terjadi poros Aceh - Blora yang diwakili oleh Pocut Meurah Intan dan RA Kartini, para pendekar wanita yang berjuang menurut pola zamannya. Kesemua itu memperkaya khazanah perjuangan kita dan menambah panjang untaian pahlawan. "Meskipun Pocut Meurah Intan hanya disemayamkan di pemakaman rakyat di tengah sawah dengan ditandai batu nisan yang sederhana, tetapi percayalah, kami tetap mendudukannya sebagai salah satu srikandi bumi pertiwi. Sebab, bukan wujud nisan yang menandai bobot perjuangan seseorang pahlawan, namun kualitasnya terletak kepada pengabdiannya yang tulus tanpa pamrih pada nusa dan bangsa ini. Percayalah kami akan memperlakukannya seperti baggaimana layaknya bangsa yang berbudaya memperlakukan pahlawannya," ucap Bupati Blora di Pendopo kabupaten diiringi gending Jawa Tengah. Nyonya Sumarno dan Nyonya Surachman (istri Ketua DPRD Blora) sama sependapat, dengan diketemukan makam pahlawan ini mempererat persatuan dan kesatuan kita sebagai suatu bangsa.
6
Di samping itu dengan hal ini mereka mengharap mudah-mudahan mampu mengilhami para wanita untuk berbakti lebih banyak lagi pada nusa, bangsa dan negara, mengingat bahwa daerah Blora ternyata ditaburi oleh para pahlawan wanita. "Wanita-wanita Blora harus mampu mengambil hikmah dan suri teladan dari kenyataan ini," tambah Nyonya Sumarno, istri bupati Blora. Awan pun mengapung di atas pusara Tegalsari, menawarkan suasana sakral dan kebesaran jiwa pahlawan. Tubuh mereka terkubur di sini, tetapi semangat para pahlawan itu hidup abadi dalam sanubari putra-putri Pertiwi, menjadi inspirasi untuk membangun masa depan. Selamat jalan pahlawan. Selamat jalan Pocut Meurah Intan.
7
Safari Besar Ke Makam Srikandi Aceh Di Blora. MEMPERJUAIMGKAN POCUT M E U R A H INTAH SEBAGAI PAHLAWAN NASIONAL
U S A H A untuk mengangkat seorang pejuang kemerdekaan menjadi "Pahlawan Nasional" bukanlah suatu pekerjaan yang mudah karena di samping harus dilandasi dengan data-data autentik bahwa yang bersangkutan benar-benar berjuang untuk kemerdekaan bangsanya juga haru harus melalui prosedure pada lembaga-lembaga pemerintahan baik eksekutip maupun legislatip dan yang terpenting adalah inisiatip masyarakat dalam memperjuangkan pejuang itu sendiri hingga diakui dan memperoleh predikat "pahlawan nasional.", dari pemerintah. Untuk inilah beberapa waktu yang lalu masyarakat Aceh yang diprakarsai oleh Persatuan ex Tentara Pelajar Resimen II Aceh Divisi Sumatera yang diketuai oleh H. Amran Zamzami SE melakukan ziarah ke Blora Jawa Tengah untuk menyaksikan secara langsung bahwa di luar daerah Aceh jauh dari tanah kelahirannya berbaring jasad seorang Srikandi pejuang bangsa. Pocut Meurah Intan, satu di antara sekian banyak Srikandi Aceh setelah Cut Nyak Dien, Cut Meutia, Malahayati, Pocut Baren, dll. Didukung oleh organisasi-organisasi masyarakat Aceh di Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Bandung dan Surabaya ziarah tersebut dilakukan tanggal 18 April lalu dengan dukungan sepenuhnya pemerintah daerah Jawa Tengah serta Pemda Kabupaten Blora dan turut pula berparitisipasi Taruna Akabri bagian Kepolisian atas restu Gubernur Akabri, sebagai awal untuk memperoleh pengakuan dan pengukuhan pahlawan nasional bagi Pocut Meurah Intan. Diawali dengan pelacakan yang dilakukan oleh H.A. Hasjmy bekas Gubernur Aceh antara lain melalui data sejarah Aceh yang ditulis oleh seorang wartawan yang juga pengarang Belanda HC Zentgraaf. Tulisan Zentgraaf banyak mengetengahkan beberapa bab yang melukiskan kepahlawanan wanita-wanita Aceh yang berjuang atas dasar "sabilillah." Di samping itu pelacakan juga dilakukan di daerah perjuangan Pocut Meurah Intan di sekitar daerah Pidie dengan mengumpulkan keterangan-keterangan dari orang-orang tua yang mengalami atau setidak-tidaknya mengetahui perjuangan Pocut Meurah Intan ketika mengadakan perlawanan bersenjata terhadap tentara kolonial Belanda yang ingin mencekamkan kukunya di daerah Aceh, khusus Pidie dan sekitarnya, menguatkan data yang diperlukan bahwa Pocut Meurah Intan adalah "singa betina" yang memang ditakuti Belanda, mengakibatkan ia harus menerima nasib sama dengan Srikandi Aceh lainnya Tjut Njak Dien dibuang ke luar Aceh. Diketahuinya adanya makam Pocut Meurah Intan di Blora Jawa Tengah bermula dari surat M. Achmad anggota DPRD kabupaten Blora yang dikirim kepada pimpinan umum surat kabar "Pemandangan" di Jakarta tertanggal 16 Nopember 1956 yang menyebutkan bahwa di desa Tegalan kecamatan kota Blora yang oleh masyarakat setempat lebih dikenal dengan sebutan makam Mbah Tjut, dilengkapi pula dengan data-data tentang "Mbah Tjut". A. Hasymi setelah selesai masa jabatannya sebagai gubernur Aceh melanjutkan pelacakan dengan berjiarah ke makam Tegalsari di Blora itu Agustus 1984 dan sebelumnya memberitahukan kepada Bupati Soemarno SH yang menyambutnya dengan baik dan memberikan bantuan sepenuhnya atas niat berjiarah A. Hasmy tersebut yang akhirnya atas bantuan Bupati Blora dipertemukan dengan keluarga Mbah Tjut serta keturunan panglimanya W a k i - M u d (Panglima Mahmud) yang ternyata sebagian besar masih hidup.
8
SAFARI BESAR. Bertitik tolak dari hasil pelacakan yang dilakukan bekas Gubernur Aceh itu, pada tanggal 18 April yang lalu dengan diprakarsai oleh Persatuan ex Tentara Pelajar Resimen II Aceh Divisi Sumatra dilakukan ziarah ke makam Mbah Tjut di Tegalsari Blora dengan Safari Besar berjumlah sekitar 250 orang belum lagi termasuk yang berasal dari Yogyakarta, Bandung, Surabaya dan Semarang. Rombongan safari besar yang bertolak dari Jakarta tanggal 17 April petang dipimpin langsung oleh ketua PTP II Aceh H. Amran Zamzami SE tersebut merupakan rombongan pertama terbesar yang mengunjungi makam Pocut Meurah Intan, setelah sebelumnya sebuah delegasi menghadap Mensos Ny. Nani Sudarsono SH untuk meminta restu akan niat berziarah dan ternyata mendapat tanggapan positip dari Mensos, dan merestuinya. Cukup melelahkan acara ziarah ini, namun karena sebelumnya jiwa setiap peserta sudah dilandasi dan menghayati benar kegigihan perjuangan Pocut Meurah Intan dalam menegakkan kedaulatan negaranya, maka kelelahan tersebut seolah-olah tidak terasa, kendati waktu yang dijalani lebih banyak berada di dalam bus yang khusus dicarter, ketimbang acara di luar bus, Pagi subuh tanggal 18 April rombongan memasuki Balai Pendidikan Guru (BPG) di Candi Semarang sebagai tempat "Transit" yang waktunya boleh dikatakan cukup tepat, karena anggota rombongan setelah semalam suntuk berada di dalam bus bisa melakukan sholat subuh sebelum istirahat beberapa saat, untuk kemudian pagi hari sekitar pukul 08.00 "safari besar" ini harus bertolak kembali untuk diterima Gubernur Jateng di Gedung Wanita Semarang, sebelum bertolak berziarah ke Blora. Sambutan hangat diberikan oleh Gubernur Jateng yang dalam hal ini diwakili oleh Wakil Gubernur Drs. Soekardjan didampingi kepala direktorat Sospol kantor gubernur Drs. Sahid Abbas. Bergabung pula di dalamnya Bupati Boyolali Kolonel TNI A. Hasbi yang juga putera Aceh yang pernah terkenal sebagai pemberantas "gali" ketika menjabat sebagai Danrem di Yogyakarta. Wakil Gubernur Jateng Drs. Sukardjan ketika memberikan sambutan selamat datangnya menyatakan rasa ham atas kunjungan ziarah ini, karena dengan demikian kita dibawa untuk mengingat kembali pahlawan-pahlawan kita. Dan hal ini juga menggugah dan membangkitkan jiwa kita untuk menghadapi musuh-musuh kita, kalau yang lalu adalah Belanda, tetapi kini adalah kemiskinan dan keterbelakangan. Drs. Soekardjan menyebutkan pula semoga usaha memperjuangkan agar Srikandi Pocut Meurah Intan bisa diangkat sebagai Pahlawan Nasional bisa berhasil. Setelah dilakukan tukar menukar souvenir dan ramah tamah serta jamuan bersama, rombongan "safari besar" kemudian bergerak langsung menuju ke Blora. Dalam rombongan ini sudah tergabung pula masyarakat Aceh yang berada di Semarang sehingga menambah panjangnya iringan-iringan kendaraan yang selalu menarik perhatian masyarakat sepanjang jalan yang dilalui. Spanduk panjang yang terpancang di setiap badan bus rombongan dengan tulisan "Masyarakat Aceh Jakarta berjiarah ke makam Pahlawan Wanita Pocut Meurah Intan di Blora" memberikan pengertian kepada masyarakat di sepanjang jalan Semarang—Blora apa sebenarnya tujuan iringiringan kendaraan cukup panjang itu melintasi daerah mereka. Pukul 12.30 "safari besar" memasuki halaman, Pendopo kabupaten Blora yang terlihat sibuk menunggu tamu-tamunya. Telah siap menunggu Bupati Soemarno SH dan Nyonya serta pejabat-pejabat lainnya yang ada kaitannya dengan upacara ziarah tersebut, di samping telah berkumpul pula keluarga dari pihak Pocut Meurah Intan dan keluarga Panglima Mahmud (Waki Mud) yang masih hidup lengkap berkumpul semua. Wartawan " B Y " yang masuk dalam "safari besar" ketika berada di pendopo kabupaten Blora sempat bertemu dengan "keluarga besar" pahlawan Aceh itu. Dari hasil wawancara diketahui bahwa Mbah Tjut (demikian panggilan keluarga) tidak meninggalkan keturunan di Blora. Dan ini memang kenyataan bahwa setelah dalam tawanan Belanda sampai di buang dan bebas di Blora Pocut Meurah Intan tidak menikah lagi.
9
Namun putera almarhumah T. Nurdin yang juga dibuang bersama ibundanya sempat mempersunting puteri Jawa bernama Rasiah sebagai istri pertama dan bercerai mati, kemudian menikah lagi dengan Jumirahl yang sekarang masih hidup berusia sekitar 80 tahun dan hadir di tengah-tengah penziarah. Dari Jumirah ini diketahui T. Nurdin mengangkat seorang anak bernama Rasmin juga hadir berusia sekitar 65 tahun adalah kemenakan dari Rasiah. Pensiunan Menteri Polisi Rasmin ini bercerita bahwa Mbah Tjut ketika meninggal berada dalam lingkungan keluarganya." Saya ingat betul karena usia saya sudah 16 tahun waktu itu," tutur Rasmin yang selanjutnya mengisahkan bahwa ia melihat sendiri waktu Mbah Tjut meninggal dunia tahun 1937 dalam usia sekitar 140 tahun. Diceritakannya pula sampai ajal merenggut jiwa Mbah Tjut bekasbekas luka akibat tebasan senjata "marsose" masih berbekas betul terutama di bagian kepala, muka dan anggota badan. Sesuai dengan tulisan Zentgraaf keadaan ini dilukiskan pula akibat keberanian Pocut Merah Intan menghadapi satu berigade marsose Belanda berjumlah 16 orang bersenjata lengkap keiewang dan karaben panjang sedangkan Pocut Meurah Intan hanya menggunakan sebilah rencong untuk membela dirinya agar jangan sampai di jamah "kapheer", rebutan untuk Belanda di Aceh pada waktu itu. Dan ini pulalah awal dari menngendornya perjuangannya, namun semangat kepahlawanannya tetap membara, meskipun sudah tertawan tetapi niat untuk kembali ke medan tempur masih membesar di hati Srikandi Aceh dan ini pulalah yang memancing kecurigaan pihak kolonial Belanda terhadap wanita Aceh itu sehingga ia tetap dianggap berbahaya dan sebagai resiko, bersama pejuang-pejuang Aceh lainnya Pocut Meurah Intan di buang ke Batavia untuk kemudian berpindah-pindah dari satu kota ke kota lainnya di Jawa dan akhirnya terdampar di Blora jauh dari kampung halamannya, pada tahun 1901, sesuai dengan cerita Rasmin, yang kini mempunyai anak 7 orang seorang puteri dan 6 lainnya putera. Dari keluarga Waki Mud (Panglima Mahmud) " B Y " memperoleh keterangan dari putera kandungnya yang nomor tujuh M. Idris, bahwa sembilan dari putera-puteri Wakimud yang masih hidup sekarang 6 orang berasal dari satu ibu bernama Suminah. Ke—9 putera panglima perang yang gagah dan pendamping setia Pocut Meurah Intan hingga akhir hayatnya terdiri dari Agam Syamsudin (almarhum), Siti Katidjah, Oesup Soemarto, Harjo Tarmudji, Sitti Sukeni, M. Idris, Siti Fatimah dan Siti Sumarina. Dari nama-nama di atas masih tercium " b a u " Aceh dan tentunya bercampur Jawa. Memang terenyuh hati ini ketika mendengar keterangan Rasmin maupun M. Idris, bahwa Mbah Pocut dan Waki Mud semasa dalam pembuangan Belanda masih menerima semacam "uang saku", namun setelah keduanya meninggal menjelang kemerdekaan Rl bantuan tersebut tidak lagi diterima baik dari Belanda maupun dari pemerintah republik ini, yang menimbulkan pertanyaan mengapa orang lain memberikan perhatian, sedangkan kita sendiri tidak. GAYUNG BERSAMBUT. H. Amran Zamzami SE selaku pimpinan rombongan di pendopo Kabupaten Blora menyampaikan maksud kunjungan "safari besar" untuk berziarah ke makam almarhumah Ibunda Pocut Meurah Intan dan selanjutnya kelak akan diusahakan secara kebersamaan agar almarhumah bisa memperoleh predikat pahlawan nasional, sesuai dengan kepahlawanan serta jasa almarhumah semasa hidupnya menentang penjajahan kolonial Belanda. Amran Zamzami mengatakan telah ratusan bahkan jutaan jumlah korban yang berjuang syahid di bumi persada, baik yang namanya telah diukir maupun yang masih belum terungkap, baik yang telah menerima bintang yang disematkan di dadanya, maupun yang secara abstrak menerima bintang kecintaan dari lubuk hati rakyat yang tidak akan pernah melupakan perjuangan mereka.
10
"Kami datang berziarah untuk mengenang jasa seorang pahlawan yang belum banyak diuangkapkan namanya, seorang Srikandi yang berasal dari tanah Rencong, maka sebagai bangsa yang tahu menghargai pahlawan-pahlawannya patutlah sejenak kita mengenang jasa-jasa almarhumah sambil memanjatkan doa untuk almarhumah serta sahabat-sahabatnya", kata Amrah Zamzami. Mengakhiri sambutannya Amran Zamzami mengatakan jadikanlah kami pewaris serta penerus perjuangan mereka yang setia dan jujur, berdiri tegak dalam mengemban amanat yang mulia dari para pahlawan dan para syuhada untuk melanjutkan gerak pembangunan di dalam mengisi kemerdekaan. Di samping disampaikan pula rasa terima kasih kepada Gubernur Jateng, Bupati Blora serta semua pihak yang telah bersusah payah mempersiapkan segala sesuatu untuk rombongan, semoga pertemuan kali ini akan berkelanjutan dengan upaya-upaya berguna bagi pembangunan negara dan bangsa. Kemudian gayung bersambut datang dari Bupati Blora Soemarrw SH yang menyampaikan rasa harunya dan bangga bisa menerima rombongan yang mer^punyai niat baik, apalagi dalam rombongan tersebut bekas panutan waktu di Gama seperti Prof. Dr. Alfian, Prof. Dr. Tengku Yacob dan Prof. A. Hasjmi yang ini dikenal gigih melacak kisah perjuangan Pocut Meurah Intan. "Semoga acara ziarah ini ada manfaatnya bagi kita sekalian dan yang penting ada tindak lanjut hingga cita-cita memperjuangkan Mbah Tjut sebagai pahlawan nasional berhasil", kata Bupati Soemarno SH. Pada kesempatan itu pimpinan rombongan H. Amran Zamzami SE menyampaikan kenangkenangan kepada Bupati Blora berupa lukisan Pocut Meurah Intan dan Panglima Mahmud kepada ahli warisnya yang diwakili oleh M. Idris. Rombongan dari Yogyakarta yang sampai di Blora belakangan dan kemudian bergabung juga menyampaikan bingkisan kepada keluarga Pocut Meurah Intan maupun keluarga Panglima Mahmud. Sebagai acara terakhir merupakan acara pokok berziarah ke makam Pocut Meurah Intan dan Panglima Mahmud (Waki Mud) yang terletak di pemakaman Tegalsari dan pemakaman Butoh dengan jarak hanya sekitar 200 meter. Sedangkan makam T. Nurdin tidak terdapat di Blora tetapi di Rembang dan makam isteri pertamanya Rasiah hanya beberapa meter dari makam mertuanya Pocut Meurah Intan. Di pemakaman Tegalsari semua tegak berdiri dalam keheningan di sisi tempat berbaringnya secara abadi jasad insan yang sedang dikenang, dan dengungan kata hidmat disampaikan oleh Drs. M. Djanan Zamzami. Kemudian tabur bunga dan peletakan karangan bunga oleh tokoh-tokoh masyarakat Aceh, Bupati Blora serta taruna A K A B R I Kepolisian Semarang yang setia mengikuti rombongan "safari besar" sejak dari Semarang. Bertolak dari Blora pukul 16.00 WIB tanggal 18 April itu juga dan tujuan sebelumnya kembali ke Semarang menyempatkan waktu berziarah ke makam Pahlawan Nasional R.A. Kartini di desa Bulu Rembang. Kebetulan menjelang diperingatinya Hari Kartini 21 April jadi sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Berbaur dengan masyarakat lain yang juga mengadakan ziarah ke makam almarhumah R.A. Kartini terasa hidmatnya suasana perayaan Hari Kartini meskipun belum tiba waktunya. TINDAK LANJUT. Sesampai di mess Balai Pendidikan Guru (BPG) Semarang jam sudah menunjukkan pukul 20.00 WIB, masih ada acara menunggu pertemuan dengan masyarakat Aceh di Semarang (IMAS). Dalam pertemuan itu pula dibicarakan tindak lanjut dari acara ziarah ini antara lain memugar makam Pocut Meurah Intan dan Panglima Mahmud (Waki Mud) serta mengusahakan memindahkan makam T. Nurdin yang ada di Rembang, kalau mungkin satu "komplek" di makam Tegalsaru Blora yang hingga kini terawat dengan baik. Langkah awal untuk memperjuangkan Srikandi Aceh Pocut Meurah Intah sejajar dengan yang lain seperti Tjut Nyak Dien Tjut Meutia, Malahayati dll. sudah dimulai dengan "safari
11
besar" ke Blora. Semoga langkah ini berkelanjutan sampai tercapai niat perjuangan memperoleh predikat "pahlawan nasional" sebagai sebutan terhormat bagi pahlawan bangsa di negara yang sama-sama kita cintai ini. Jangan berhenti sebelum berhasil ! P E R J U A N G A N POCUT. Di atas telah disinggung sedikit cerita Rasmin tentang perjuangan Mbah Tjut mempertahankan kedaulatan Aceh dari kolonal Belanda. Cacat tubuh yang berbekas hingga akhir hayatnya membuktikan betapa kebêranian Pocut Meurah Intan. Salah satu tulisan Zentgraaff dalam buku A T J E H dilukiskan bagaimana agung dan kesatrya seorang isteri ulama yang tidak rela tubuhnya yang penuh dengan luka-luka bekas tebasan keiewang marsose di jamah tangan musuhnya sekalipun hanya untuk mengobati. Pocut Meurah Intan yang turunan bangsawan itu berjuang dalam perang gerilya di daerah Laweung Batee (kabupaten Pidie sekarang), bersama puteranya Tuanku Budiman, Tuanku Muhammad, dan Tuanku Nurdin serta didampingi seorang panglima perang Mahmud atau Waki Mud. Kepahlawanan Pocut Meurah Intan yang pantang menyerah meskipun hampir seluruh bagian badan berlobang-lobang diterjang peluru lawan telah membuat perwira Belanda kagum dan hormat. Peristiwanya ketika pihak Belanda mencurigai Pocut Meurah Intan menyimpan atau menyembunyikan sebilah keiewang di dalam lipatan kainnya. Tiba-tiba ia mencabut rencongnya dan meneriakkan "kalau begitu biarlah aku syahid". lapun menyerbu brigade marsose Belanda berkekuatan 16 orang yang tampak kurang bernafsu bertempur dengan seorang wanita yang bertindak sebagai "singa betina", menikam ke kanan ke kiri. Pocut Meurah Intan mengalami luka-luka parah, kemudian wanita itu terjatuh terbaring di tanah. Dua buah tetakan di kepalanya cukup parah dan dua buah tetakan lagi di bahunya, salah satu urat keningnya putus. Cacat inilah yang masih berbekas di tubuh Pocut Meurah Intan hingga akhir hayatnya di Blora sebagai kesaksian cucu angkatnya Rasmin. Kisahnya, setelah terbaring dengan bersimbah darah, seorang sersan marsose karena rasa kasihan meminta kepada komandannya, "bolehkan saya meiepaskan tembakan untuk meiepaskan nyawanya?". Namun sang komandan yang bernama Veltman membentak sersan marsose dengan ucapan " A p a kau sudah gila." dan ditinggalkanlah tubuh Pocut dalam keadaan menyedihkan, sementara Veltman berharap agar wanita itu tewas dengan sendirinya. Namun beberapa hari kemudian Veltman mendengar bahwa wanita itu masih hidup bahkan mengancam akan membunuh orang-orang kampung yang membentuk atau menyerah pada Belanda. Razia dilakukan untuk menangkap wanita itu, yang akhirnya ditemukan dalam keadaan menyedihkan dengan luka-luka yang dibalut kain, begitu rusak keadaan physiknya, lemah akibat banyak kehilangan darah. la menolak tubuhnya dijamah "kaphe" ketika Veltman yang pasih berbicara Aceh menawarkan jasa baik untuk mengobatinya. Namun dengan segala daya Veltman akhirnya berhasil membujuk Pocut Meurah Intan. Wanita itu membiarkan Veltman merawatnya dan usaha penyembuhan berjalan lama. Akhirnya wanita itu baik juga meskipun menjadi pincang selama hidupnya dan berstatus tahanan yang dibawa ke Kutaraja (Banda Aceh sekarang). Ketiga puteranya kemudian tertangkap pula bersama Panglima Mahmud. Bersatu dalam status tawanan mereka merencanakan akan melakukan perlawanan lagi, bergerilya memimpin perjuangan. Tetapi niat ini tercium Belanda dan Belanda menganggap mereka berbahaya, akibatnya mereka dibuang ke Jawa. Setelah berpindah dari satu tepat ke tempat lain di Jawa akhirnya di buang ke Blora, sementara puteranya Tuanku Mahmud dibuang ke Menado sedangkan Tuanku Budiman tidak diketahui dimana "pahlawan terbuang itu terkubur".
12
Kepahlawanan Pocut Meurah Intan yang juga disebut Pocut Biehu dijiwai oleh semangat ayahnya Hulubalang negeri Biheu yang berpesan pada puterinya agar dalam keadaan apapun jangan sekali-kali tunduk kepada kompeni Belanda. Dendamnya kepada Belanda timbul sejak suaminya Tuanku Abdul Madjid yang memerintah Aceh selama 28 tahun menyerah kepada Belanda. Dendam inipun tidak kunjung padam hingga akhir hayatnya jauh dari tanah kelahiran nya. (Jasidi Iskandar).
13
NILAI & H A R K A T S E S E O R A N G P A H L A W A N T I D A K DILIHAT DARI B A T U N I S A N N Y A . oleh Noordin Tambunan.
Bupati Blora H. Soemarno SH mengatakan nilai-nilai dan bobot serta h-irkat seorang pejuang atau pahlawan tidak dilihat dari bagusnya batu nisannya, melainkan sumbangan dan perjuangannya yang ingin kita lestarikan agar para pemuda/pemudi penerusnya bisa mengambil suri tauladan dari nilai-nilai perjuangannya. Ini dikemukakan Bupati Blora itu 18 April lalu di Pendopo Kabupaten Blora ketika menerima resmi sekitar 200 orang peziarah yang sudah lanjut usia (umumnya) dari masyarakat Aceh, Jakarta, D.l. Yogyakarta, Semarang, dan lain-lain yang sengaja datang ke kota itu guna menziarahi makam seorang 'Srikandi' Aceh yang belum banyak dikenal, namun perjuangan dan pengabdiannya cukup mengharukan, dan yang dikagumi dan dihormati baik oleh kawan maupun lawan ketika itu namanya Pocut Meurah Intan, yang meninggal dunia dalam status buangan 20 September 1937. Menggambarkan bagaimana keadaan pemakaman umum di Makam Tegal Sari, pinggir kota Blora, Sumarno mengatakan makam itu sendiri tidak sebagaimana yang digambarkan untuk makam seorang pahlawan. Namun ia mengharapkan dengan adanya ziarah masyarakat Aceh ini ada tidndak lanjut dari usaha-usaha ini serta ada manfaatnya dalam menghormati jasa-jasa pahlawan. Ziarah, yang diprakarsai Persatuan Tentara Peljar Resimen II Divisi Sumatera, yang diketuai H. Amran Zamzamy S.E. diikuti sekitar 200 orang ibu dan bapak-bapak yang sebagian besar berusia lanjut, yang menumpang empat bus besar masyarakat Aceh yang berada di kota kota lainnya di Semarang, bahkan juga dari Aceh. Di antara tokoh masyarakat Aceh yang hadir nampak Prof. A . Hasjmy, Ketua Umum Majelis Ulama D.l. Aceh, S.M. Amin, eks Gubernur Sumut yang pertama. Prof. Dr. T. Jacob, Rektor Gajah Mada, dan lain-lain. Ziarah ini mendapat perhatian Mensos Soedarsono S.H. Menparpostel Achmad Tahir selaku Ketua Legiun Veteran R.I., Gubernur Jateng dan Gubernur D.l. Aceh, yang dalam pesan-pesannya kepada panitia ziarah belum lama mengharapkan agar panitia terus menggali sejauh mana nilai-nilai perjuangan dari pahlawan dan pejoang. Dl S E M A R A N G Gubernur Jawa Tengah Ismail yang diwakili Wagub Jateng Drs. Soekardjan memberikan perhatian yang besar terhadap usaha-usaha yang dirintis oleh Persatuan ex TP. II Div. Sumatera ini. Wagub Soekardjan ketik a secara resmi menerima seluruh rombongan di Gedung Wanita Jateng Kamis pagi mengatakan langkah yang dilakukan ini menggugah hati kita sekedar melihat kembali perjuangan para pahlawan indonesia di masa-masa lampau maupun pada masa-masa
14
sekarang. la mengatakan, sejak Belanda menduduki Indonesia terus menerus dari sabang sampai Merauke melahirkan banyak pahlawan yang berusaha mengusir penjajah itu. "Salah seorang di antaranya adalah Pocut Meurah Intan ini," ujarnya, dengan menambahkan meskipun saat itu komunikasi sangat minim, tapi ini tidak menghalangi tekad seluruh bangsa untuk mengusir Belanda. Dipilihnya gedung wanita Jateng sebagai tempat penerima resmi rombongan agar masyarakat lebih tahu bahwa Pocut Meurah Intan adalah salah seorang pahlawan, yang namanya sedang diperjuangkan untuk bisa disejajarkan dengan pahlawan-pahlawan nasional wanita lainnya seperti Cut Nya Dhien dan Cut Meutiah, keduanya juga dari Aceh, dan lain-lain. SEDIKIT M E N G E N A L POCUT M E U R A H INTAN. Dalam kesempatan di pendopo Kabupaten Blora, Bupati Sumarno juga tidak lupa memperkenalkan satu keluarga Pocut Meurah Intan dan keluarga Pang Mahmud yang lebih dikenal dengan panggilan Waki Mut, panglimanya yang paling setia. Belum banyak yang bisa digali mengenai perjuangan Pocut yang satu ini. Tetapi A . Hasjmy, bekas gubernur Aceh, dalam tulisannya yang mengambil sumber dari buku 'Aceh' karangan H.Z. Zentgraff, pengarang dan wartawan Belanda terkenal pemimpin redaksi harian De Java Bode, mengatakan Pocut Meurah Intan termasuk deretan nama ribuan Pahlawan Wanita Indonesia di Tanah Aceh. Sesudah Sultan Alaiddin Mahmud Syah (yang menolak ultimatum Belanda) syahid sebagai korban perang maka Sultan Alaiddin Muhammad Daud Syah, yang usianya baru lebih kurang 10 tahun dilantik menjadi Sultan Kerajaan Aceh Darussalam, dengan Tuanku Hasyim Bangta Muda menjadi Mangkubumi yang bertugas melaksanakan pemerintahan. Ibukota kerajaan juga dipindahkan ke Indrapuri dan kemudian ke Keumala Dalam. Tidak lama kemudian sifat berubah dari 'Perang Frontal Total' menjadi 'Perang Gerilya Raksasa di seluruh Aceh. Salah satu basis perang gerilya ini ada di daerah Leweung dan Bate (Kabupaten Pidie sekarang) yang dipimpin seorang Ibu Mujahidah dan putera-puteranya yang juga pahlawan. Mereka itu adalah Pocut Meurah Intan, Tuanku Budiman, Tuanku Muhammad dan Tuanku Nurdin. Kepahlawanan Pocut Meurah Intan yang pantang menyerang sekaliun sudah ditembusi peluru parah, dua tetakan di kepala dan dua di bahunya dengan salah satu urat keringnya putus, ia berbaring di tanah penuh dengan darah dan lumpur. Seorang sersan melihatnya dengan perasaan penuh belas kasihan berkata kepada komandannya: 'Boleh kah saya meiepaskan tembakan pelepas nyawanya?, yang dibentak komandannya: 'Apa kau sudah gila?, lalu pasukan meneruskan perjalanan, dan mereka rupanya menginginkan agar wanita itu meninggal di tangan bangsanya sediri. Pocut Meurah Intan, juga puteri seorang bangsawan. Dengan suaminya yang juga keturunan bangsawan. Sultan Abdul Madjid, ia punya putera tiga orang yang juga pahlawan. Semangatnya tidak pernah luntur, bahkan sesudah suaminya menyerah kepada Belanda ia bersama tiga puteranya itu dan panglimanya yang setia, Waki Mut, meneruskan perang gerilya. Dan bahkan sesudah sembuh dari sakitnya dalam status tawanan, ia merencanakan untuk melarikan diri meneruskan perang gerilya, namun sebelum maksud terlaksana keburu tercium oleh musuh. lapun ditawan kembali bersama ketiga puteranya itu dan Waki Mut, namun gerilya tetap diteruskan oleh rakyatnya dan pasukannya yang masih setia. Untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan, Belanda kemudian mengasingkan Pocut Meurah Intan, Tuanku Nurdin, Tuanku Budiman Muhammad dan Pang Mahmud (Waki Mut) keluar Aceh. Tuanku Muhammad ke Sulut, sedangkan Mut dibuang ke Jawa, tepatnya di Blora.
15
Pada makam umum Tegal Sari dan Makam Butoh di Blora, hanya Pocut Meurah Intan, Tuanku Nurdin dan Waki Mut, sedangkan Tuanku Budiman tidak terdapat di sana, dan tidak diketahui di mana pahlawan terbuang itu berkubur. Mereka tiba di Blora dalam tahun 1901, dan Pocut Meurah Intan meninggal dunia 20 September 1937 dalam usia lebih dari 100 tahun. Moch. Idris, anak ketujuh dari sembilan bersaudara putera dan puteri Waki Mut (Pang Mahmud). Pocut Meurah Intan ketika tiba di Blora 84 tahun lalu pada kepalanya terdapat banyak tetakan luka-luka kedua tangannya seperti di sayat-sayat dan badannya tertembus peluru. Puteranya, Tuanku Nurdin, menikah dengan orang Jawa (Ny. Rasiah) tapi tidak punya keturunan, bagitu juga dari isterinya yang kedua Ny. Djoewirah, masih hidup, tidak punya anak kecuali anak angkat. Sedangkan Waki Mut punya anak sembilan orang (enam orang masih hidup), empat pria dan lima wanita (semuanya dengan nama depan Siti. Yang tertua masih hidup, Siti Khatijah berusia 78 tahun, sementara yang paling bungsu, Siti Soemartinah berusia 54 tahun. Dari anak-anak ini Waki Mut mempunyai cucu 26 orang dan buyut 125 orang. Dari makam Tegal Sari, rombongan ini juga berziarah ke makam Pahlawan Nasional R.A. Kartini di Rembang, yang jaraknya dari Blora tidak berapa jauh. (Ant).
# * *
16
Napak Tilas Srikandi Aceh POCUT MEURAH INTAN yang terlupakan (I) TUBUHNYA BERANTAKAN KARENA HANTAMAN PELURU DAN HENTAKAN PEDANG MARSOSE (Laporan Alimuddin Arahim)
M A K A M N Y A t e r a w a t bersih dan terpelihara baik. Keadaan sekitarnya terasa teduh dan nyaman, karena beberapa kayu rindang meneduhinya dari sengatan matahari. Letaknya berbauran dengan makam (kuburan) masyarakat setempat. Sehingga tidak terpikirkan oleh kita kalau di antara makam makam yang terdapat di tempat tsb. terbaring salah seorang pahlawan wanita Aceh, Tanah Rencong, yang sangat ditakuti serta dikagumi keberaniannya oleh tentara Belanda di zaman Perang Aceh, ratusan tahun yang lalu. Itulah makam almarhumah Pocut Meurah Intan, yang terletak di pemakaman Tegalan, desa Tegal Sari, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Dalam keadaan tubuh yang sudah berantakan akibat hantaman peluru serta hentakan keiewang (pedang) tentara kolonial Belanda, Marsose, namun dengan semangat juang yang masih tinggi, serta dendam kesumat yang menyala nyala' Pocut Merah Intan berhasil ditawan Belanda pada Perang Aceh yang berlagsung sekitar 50 tahun' itu. Kemudian beliau dibuang ke Blora (Pulau Jawa) pada tahun 1901, dan dalam pembunagan inilah beliau berpulang ke Rachmatullah di tahun 1937, jauh dari kampung halamannya, Aceh. Makam inilah yang pada 18 April 1985 yang lalu, tiga hari menjelang peringatan pahlawan Wanita RA Kartini, diziarahi oleh masyarakat Aceh yang di Jakarta, Semarang, Yogyakarta yang berjumlah sekitar 250 orang, untuk melihat dengan mata kepala sendiri makam seorang Srikandi Aceh yang gagah berani, tapi terlupakan. Ziarah ini diprakarsai oleh Keluarga Besar Pelajar Pejoang Kemerdekaan eks-rumpun Tentara Pelajar Resimen II Aceh, Divisi Sumatera, yang Ketua Umumnya adalah H. Amran Zamzami SE. Ziarah ini diadakan setelah mendapat petunjuk dan saran dari Prof. Ali Hasjmy, ex Gubernur Aceh yang pertama, yang kini adalah Ketua Umum Majelis Ulama Daerah Istimewa-Aceh. Di samping juga setelah sebelumnya mendapat restu dari Menteri Sosial Ny. Nani Soedarsono S H , Menparpostel Ahmad Thaher selaku Ketua Umum Legiun Veteran Indonesia.'serta Gubernur Jawa Tengah dan Gubernur Aceh. Dari Jakarta, rombongan yang berjumlah sekitar 120 orang itu, yang terdiri dari berbagai suku yang pernah menetap di Aceh, termasuk 10 wartawan Ibukota dari berbagai penerbitan dan T V R I , berangkat dengan bus carteran pukul 17.00 dan tiba keesokan harinya pukul 05.00 subuh di kota Semarang. Menempuh perjalanan ribuan kilometer p.p. dengan kendaraan bus, untuk ibu-ibu dan bapak-bapak anggota ex-Tentara Pelajar Aceh (PTP-II) yang rata-rata berusia di atas 50 tahun, bukanlah perjalanan yang ringan, kata salah seorang Ketua rombongan Drs. Djanan Zamzami, Rektor Universitas Pangeran Jayakarta, Jakarta. Badan yang sudah hilang kelenturannya di makan usia itu, dan dengan kemungkinan adanya penyakit reumatik serta penyakit penyakit lainnya, akan membuat sangat menderita menempuh perjalanan sejauh itu. Tapi semua itu akan sirna karena disertai tekad membaja untuk melihat makam seorang Mujahidah perang Aceh yang
17
terlupakan. Setibanya di kota Semarang, para penziarah beristirahat di Balai Latihan Guru yang terletak di daerah Candi yang sejuk. Memang sangat indah pemandangannya. Tapi kamar tidurnya tidaklah senyaman Hotel Mewah. Bahkan untuk disebut hotel saja tidak memenuhi persyaratan. Paling tinggi hanya untuk sebutan Losmen. Lebih lebih untuk mandi serta keperluan lain pagi itu, para peserta harus antri seperti halnya di kamar mandi umum. Hanya dua jam istirahat pagi itu di tempat ini. Sekitar pukul 07.30 pagi para peserta ziarah sudah harus menuju Gedung Wanita kota Semarang, yang diterima serta dijamu makanan kecil oleh Wakil Gubernur Jateng Drs. Soekarjan secara ramah tamah sekali dan penuh keakraban Seterusnya rombongan menuju Kota Blora setelah menempuh perjalanan sekitar 3 jam lebih, tibalah di Pendopo Kabupaten Blora, di mana Bupati Kolonel Polisi Drs. Soemarno beserta nyonya dan segenap staf serta tokoh tokoh masyarakat setempat telah menantikannya. Bupati dan Nyonya Soemarno telah bertindak selaku tuan rumah yang mengesankan bagi para penziarah yang berasal dari masyarakat Aceh Jakarta, Semarang dan Yogyakarta. Dan menghidanginya makan siang dengan hidangan sate serta soto Blora yang terkenal itu, Bupati Blora beserta rombongannya ikut pula bergabung dengan para penziarah menuju desa Tegalsari di mana perbaring Srikandi Aceh Pocut Merurah Intan. Demikian juga Pemda Jateng, telah mengirimkan Kepala Direktorat Sspolnya Drs. Sahid Abbas untuk mewakili Gubernur guna menyertai para penziarah ini. Baru sekitar pukul 14.30 para penziarah tiba di pemakaman Tegalan, desa Tegalsari. Dan setelah berada beberapa jam berada di Taman Suhada Srikandi Tanah Rencong itu, rombongan kembali ke kota Semarang setelah lebih dahulu juga melakukan ziarah ke Makam Pahlawan Wanita RA Kartini di Rembang. Demikianlah padatnya acara yang telah ditempuh. Setibanya malam itu di kota Semarang sekitar jam 20.00, acara diteruskan dengan pertemuan dengan masyarakat Aceh (IMAS) yang berada di kota Semarang. Sangking semaraknya, acara inipun baru berakhir sekitar pukul 24.00 malam. Sungguh melelahkan melakukan napak tilas perjuangan almarhumah Pocut Merah Intan, Srikandi dari Serambi Mekah ini. Namun dari wajah wajah peserta ziarah ini tidak terlihat adanya kelesuan serta kemelasan. Semuanya masih memancarkan wajah yang berseri-seri, karena keinginannya untuk dapat melihat dari dekat makam pahlawannya telah terpenuhi. "Memang kita tidak perlu mengeluh. Dan mengapa harus mengeluh." kata pimpinan rombongan Drs. Djanan Zamzami yang telah berusia 60 tahun, tapi masih tetap lincah dan ceria dalam perjalanan yang melelahkan itu. Pocut Meurah Intan sendiri yang dalam perjuangannya penuh dengan penderitaan itu, ternyata tidak pernah mengeluh. Bahkan dalam keadaan yang sekarat, daya juangnya masih tetap tinggi, semangatnya masih terus berapi api dalam usahanya untuk mengusir penjajah. Belanda dari negerinya yang tercinta ini. Memang keadaaan phisiknya kala itu sangat lemah akibat darah yang banyak keluar dari tubuhnya karena hantaman peluru serta tebasan pedang musuh. Beliau mengerang kesakitan, tetapi tetap menolak bantuan dokter Belanda yang hiba melihatnya. Beliau tidak bersedia tubuhnya dijamah oleh tentara Belanda yang dijulukinya sebagai kaphee. Beliau berpendirian lebih baik mati dari pada di jamah Belanda, tutur Drs. Djanan Zamzami. Semangat juang serta suri tauladan seperti inilah wajar untuk diconto oleh putra-putri kita masa kini, kata Bupati Blora Kolonel Polisi Drs. Soemarno ketika memberikan sambutannya pada upacara penyambutan di Pendopo Blora. SAMBUTAN HANGAT. M E M A N G sungguh mengesankan sambutan yang telah diberikan oleh Pemda Jawa Tengah dengan lapisan masyarakatnya ketika menyambut kedatangan penziarah makam Pocut Meurah Intan ini. Di samping Wakil Gubernur Drs. Soekarjan, Kepala Direktorat Sospol Kantor Gubernur
18
drs. Sahid Abbas yang mewakili Gubernur Jateng dan Bupati Blora, maka tidak ketinggalan pula Bupati Boyolali, Kolonal TNI A D Hasbi yang adalah juga seorang putra Aceh. Serta rombongan taruna Akabri Kepolisian yang berada di Semarang, telah menyertai kunjungan ziarah ini. Dan menarik sekali apa yang dikemukakan oleh Drs. Marzuki Nyakman ex-Wagub Aceh dan ex Ketua DPRD Tk. I yang kini berada di Litbang Departemen Dalam Negeri Jakarta, bahwa dengan spontanitas yang demikian mesranya yang telah diperlihatkan oleh masyarakat Jawa Tengah serta Pemdanya, hendaknya akan lebih mencambuk masyarakat Aceh untuk berjuang lebih gigih dalam usahanya memperjuangkan gelar pahlawan Nasional bagi Pocut Meurah Intan, di samping usaha-usaha lain, yaitu memugar makam beliau, katanya. Dan apa yang dikemukakan oleh Wagub Jateng Drs. Soekarjan dalam pidato selamat datangnya kepada penziarah di gedung Wanita Semarang cukup juga menggugah kita. "Semoga kunjungan ini akan menggugah hati kita untuk mengingat kembali para pahlawan kita. Dan detik detik seperti ini mengingatkan kembali ingatan kita kepada mereka. Karena telah menggugah dan mengobarkan semangat kita untuk menghadapi musuh-musuh kita, yang kalau dulu adalah penjajah Belanda, maka ini musuh-musuh tersebut adalah kemiskinan dan keterbelakangan. Dan saya bangga serta gembira atas kunjungan ini,.. kata Wagub Jateng tsb. Sementara Bupati Blora Kolonel Polisi Drs. Soemarno mengharapkan acara ziarah ini akan ada manfaatnya bagi kita semua, serta akan ada tindak lanjutnya. B A G I A N II (HABIS) : Sewaktu dibuang (dasingkan) oleh Pemerintah Kolonial Belanda ke Blora, Pocut Meurah Intan tidaklah sendirian. Tetapi bersama ke 3 putranya yang juga berhasil ditawan Belanda, yaitu Tuanku Budiman, Tuanku Muhammad dan Tuanku Nurdin. Serta salah seorang Panglimanya yang paling setia, Panglima Mahmud yang juga dipanggil dengan sebutan Pang/Waki Mut. Panglima Mahmud ini tidak lain adalah juga salah seorang tentara dari Pahlawan T. Umar Djohan Pahlawan yang terkenal itu. Menurut catatan sejarah yang ditulis oleh pengarang wartawan Belanda HC Zentgraaff dalam bukunya " A t j e h " yang diungkapkan kembali oleh Prof. Ali Hasjmy, Pocut Meurah Intan yang putri bangsawan itu, bersuamikan seorang Pangeran turunan Sultan Aceh yang bernama Tuanku Abdul Majid, yang memerintah Aceh selama 28 tahun dan wafat dalam tahun 1245 Hijrah (sekitar tahun 1824 Masehi). Pocut Meurah Intan bahu membahu bersama suaminya dalam berusaha mengusir penjajah Belanda dari Bumi Aceh, yang juga dibantu oleh ketiga puteranya serta Panglima Mahmud. Namun akhirnya suaminya, Tuanku Abdul Majid menyerah kepada Belanda, hal mana membuat Pocut Meurah sangat berang (marah) sekali, dan seterusnya melanjutkan perjuangannya dalam suatu perang gerilya raksasa di daerah Laweung dan Batee (Kabupaten Aceh Pidie sekarang ini), bersama ketiga puteranya dan Pang Mahmuc. Tapi apa daya, Srikandi Aceh yang gagah berani ini tertawan juga oleh tentara Belanda, seelah peluru serta tebasan keiewang Marsose merobek-robek tubuhnya. Tiga hentakan keiewang di kepalanya, beberapa peluru menembus perutnya serta hentakan pedang lain di tangannya. Namun setelah tertawan dan dalam keadaan kondisi tubuh yang demikian itu, semangat juangnya tetap tinggi. Pocut Meurah Intan tetap berusaha untuk menghimpun kembali kekuatan rakyat Aceh yang berada di Aceh Pidie serta Aceh Besar kala itu untuk menghantam tentara Belanda. Dan mengingat masih besar peranannya, maka Belanda akhirnya mengambil keputusan untuk mengasingkan Srikandi Tanah Rencong ini ke Pulau Jawa (Blora) karena dianggap sangat berbahaya, bila masih berada di sekitar rakyat Aceh yang mencintainya.
19
Safari seorang puteranya yaitu Tuanku Muhammad diasingkan oleh Belanda ke Manado (Sulut), sementara dua lainnya diasingkan bersama Pocut Meurah Intan ke Blora (Jateng). Namun yang terdapat dalam pemakaman Tegal Sari, Borora hanyalah Pocut Meuah Intan, Tuanku Nurdin dan Pang Mahmud, sedangkan makam Tuanku Budiman tidak terdapat disana, dan sampai saat ini masih belum diketahui dimana "Pahlawan Terbuang" itu berkubur. Dan kini di Blora, di antara turunan Pocut Meurah Intan yang ada terdapat Bu Jumirah janda almarhum Tuanku Nurdin, yang kini sudah berusia 80 tahun, seorang putri Jawa. Menurut keterangan yang diperoleh, Tuanku Nurdin ketika dibuang ke Blora (Jawa) bersama bunda Pocut Meurah Intan, masih berusia muda belia. Pada pernikahannya yang pertama dengan putri Jawa Tuanku Nurdin tidak dikaruniai keuntungan. Dan beliau melangsungkan pernikahan kedua dengan Bu Jumirah, setelah isteri yang pertama meninggal dunia lebih dulu. Dan dengan Bu Jumirah juga, Tuanku Nurdin tidak dikaruniai putera, sehingga mereka mengambil beberapa anak angkat yang dalam kehidupan shari-hari sudah seperti anak kandung sendiri. Namun sekarang ini, keadaan janda Pahlawan Perang Aceh itu, agak menyedihkan. Menurut Bu Jumirah jika di zaman penjajah Belanda dulu ia masih mendapat tunjangan dari Pemerintah Belanda sebesar 37 Gulden, setiap bulannya, maka tunjangan itu hilang begitu saja sejak jaman Jepang, bahkan juga sampai saat ini. Demikian juga yang dialami oleh turunan Panglima Mahmud, yang berputera 9 orang (3 di antaranya telah meningal dunia) dan kini berkembang menjadi 25 cucu serta 125 buyut, keadaan penghidupannya juga cukup menyedihkan. Oleh sebab itulah para anggota e x - P T P II Aceh yang berjiarah ke tempat tsb. yang lalu secara spontan telah tergerak hatinya untuk memberikan bantuan ala kadarnya, di samping bantuan-bantuan yang diberikan oleh organisasi E x PTP II sendiri, penziarah dari Yogya dan Semarang, benar-benar merupakan setawar sedingin bagi keluarga tsb. Sangat menarik sekali apa yang diungkapkan oleh Prof. Ali Hasjmy setelah upacara ziarah, bahwa di samping untuk mengusulkan agar Pocut Meurah Intan mendapat pengakuan sebagai pahlawan nasional dari Pemerintah, serta pemugaran makamnya yang keadaannya juga agak menyedihkan itu, maka tugas atau kewajiban lain yang tidak kurang pentingnya adalah memberikan santunan ataupun bantuan kepada janda erta keturunan Pahlawan Srikandi Aceh itu. Dan kita yakin, hal inilah yang dimaksudkan oleh Bupati Blora Kol. Pol Soemarno, agar acara ziarah ini ada tindak lanjutnya kelak. PAHLAWAN NASIONAL. Ketua Umum E x - P T P II Aceh di Jakarta, H. Amran Zamzani SE dalam sambutannya ketika diterima oleh Bupati Blora di Pendopo menjelang keberangkatan ke Makam Pocut Meurah Intan menyatakan, bahwa tujuan ziarah ini adalah dalam usaha untuk dapat kiranya Pemerintah menetapkan Pocut Meurah Intan sebagai pahlawan nasional sesuai dengan perjuangan serta jasajasa almarhum selama hidupnya. Dan menurut Amran, rencana ini telah disampaikan kepada Menteri Sosial Ny. Nani Soedarsono SH beberapa waktu sebelumnya, di mana Menteri telah memberi tanggapan yang baik. Bahkan menurut Menteri, dalam kunjungannya ke Aceh belum lama ini, dimana beliau telah dijuluki dengan gelar "Putro Meuraksa" oleh masyarakat sana, beliau telah mendengar nama Pocut Meurah Intan sewaktu di sana. BERTEBARAN Adalah suatu kenyataan bahwa daerah Aceh di zaman Kolonial Belanda dahulu bertebaran dengan pahlawan pahlawan puteri yang menurut pengarang terkenal Belanda Zentgraaff dalam bukunya "Atjeh" sangat gagah berani, bahkan kadang-kadang mengalahkan prianya.
20
Nama-nama seperti Cut Nyak Dhien, Cut Meutia yang telah diangkat sebagai pahlawan Nasional, serta Cut Malahayati, Laksamana Wanita Aceh yang namanya telah diabadikan untuk sebuah kapal perang R l , Pocut Baren. Teungku Fakinah, Pocut Meurah Intan, T. Fatimah,,dan lain-lain yang kalau disebut satu persatu akan leretan namanya akan terlalu panjang. Dan bagaimana pula penilaian penulis Belanda (Zentgraaff) ini tentang Srikandi-Srikandi Aceh zaman dulu " Peranan wanita Aceh dalam peperangan sampai sekarang pun sukar untuk dinilai dan biasanya aktif sekali. Wanita Aceh gagah berani, adalah penjelmaan dengan kesumat terhadap Belanda yang tiada taranya serta tak mengenai damai. Jika ia turut bertempur maka biasanya tugas itu dilaksanakannya dengan penuh energik yang tak kenal maut dan biasanya mengalahkan prianya. la adalah pengemban dendam yang membara yang sampai-sampai keliang kubur atau dihadapan maupun masih berani meludah kemuka si "kaphee' (tantara Belanda-Red). Di hal lain penulis Belanda ini melukiskan juga bagaimana hangatnya wanita-wanita Aceh menerima bibit bayi dari suaminya di medan perang, dan kemudian melahirkan kesayangannya di arena pertempuran di bawah dentuman suara-suara meriam serta gemerincingan suara pedang berlaga. " l a menuju ke tempat tidur pengantin dengan api berahi seorang wanita yang demikian panasnya, tetapi dengan nafsu demikian pula ia menuju medan pertempuran. la tidak pernah gentaf tidak ada suatu bangsa yang begitu bersemangat dan fanatik dalam menghadapi musuh, selain bangsa Aceh cengan wanita-wanita yang jauh lebih unggul daripada semua bangsa lain dalam keberanian menghadapi maut " , tuiis pengarang Belanda ini. TINDAK LANJUT. Tindak lanjut dari ziarah ini sebagaimana dikatakan oleh Ketua Umum E x - P T P II Aceh, Divisi Sumatera, H. Amran Zamzami SE adalah secara gotong royong (bersama) masyarakat Aceh yang berada di Pulau Jawa ini terutama, akan memugar Makam Pocut Meurah Intan, sementara perjuangan untuk mendapat pengakuan sebagai pahlawan nasional akan ditempuh terus sesuai dengan prosedure. Yang jelas menurut kita, acara ziarah yang lalu tentu bukan untuk memuja makam beliau. Tetapi menghayati, meneruskan cita-citanya yang belum sampai, di samping tentu berusaha terus agar sebagai bangsa yang menghargai pahlawan-pahlawannya, kita juga memperjuangkan agar jasa jasa beliau dapat dihargai oleh seluruh masyarakat Indonesia termasuk Pemerintahnya. (jz). -
* * *
21
suara rakyat membangun POCUT M E U R A H INTAN P A H L A W A N W A N I T A A C E H Y A N G DIBUANG BELANDA KE BLORA. 18 April yang akan datang makamnya akan diziarahi masyarakat Aceh. Ratusan masyarakat Aceh yang ada di Ibukota, Jumat 18 April yang akan datang akan mengadakan ziarah ke pemakaman Tegal Sari, Blora, Jawa Tengah, di tempat mana berbaring damai seorang Pahlawan Wanita Aceh yang bernama Pocut Meurah Intan, yang ditawan musuh (Belanda) dalam perang kolonial di Aceh, dan kemudian dibuang ke Blora. Puluhan tahun yang lalu, pahlawan wanita Aceh yang terkenal sangat garang ini, bersama salah seorang putranya, Pahlawan Tuanku Nurdin dan Pahlawan pembantunya yang bernama Pang (Panglima) Mahmud, dengan tubuh yang sudah terkoyak-koyak akibat hantaman peluru tetara kolonial (Belanda), telah bersamadi di Tegal Sari, Blora, jauh dari tempat kelahirannya. Makam inilah yang akan diziarahi oleh masyarakat Aceh yang ada di Jakarta, untuk menghormati pahlawan Pocut Meurah Intan, la adalah salah seorang pahlawan wanita dari Aceh di saping pahlawan-pahlawan wanita Aceh lainnya yang terkenal gagah berani dalam melawan penjajah Belanda, seperti Cut Nyak Dien, Cut Mutia, Pocut Baren, Cut Malahayati dllnya. Sebagai pemrakarsa dan pelaksana dari acara ziarah ini adalah ex Persatuan Tentara Pelajar (TP) Resimen ll/Aceh, Divisi Sumatera yang ada di Jakarta yang diketuai oleh H. Amran Zamzami S E , yang didukung oleh masyarakat Aceh yang ada di Jakarta, Semarang, Yogyakarta, bak secara individu maupun unsur organisasi. Dan untuk pelaksanaannya telah pula dibentuk suatu panitia yang diketuai oleh Ismuwil, Janan Zamzami, Ny. Syamsiah Affan sebagai Sekretaris dll. sebagainya. TUJUAN Ismuil dalam keterangannya kepada para wartawan beberapa hari yang lalu mengutarakan bahwa tujuan ziarah ini adalah sebagai penghormatan kepada jasa pahlawan Bangsa, dan memperjuangkan agar pahlawan wanita Pocut Meurah Intan ini dapat dikukuhkan oleh Pemerintah sebagai pahlawan Nasional, sejajar dengan Cut Nyak Dien dll. Dari Tuanku Abdul Majid Pocut Meurah Intan memperoleh tiga orang Putra, yang ketigatiganya menjadi Pahlawan-Pahlawan Perang Kolonial di Aceh, yaitu: Tuanku Budiman, Tuanku Muhammad dan Tuanku Nurdin. Pocut Meurah Intan adalah "ibu t i r i " dari Permaisuri Sultan Alaiddin Muhammad Daud Syah, Sultan terakhir dari Kerajaan Aceh Darusalam, yang telah ditawan dalam tahun 1903, diinternir ke Ambon dan kemudian dipindahkan ke "Batavia" (Betawi/Jakarta). Setelah suaminya Tuanku Abdul Majid, menyerah kepada Belanda, Pocut Meurah Intan bersama tiga orang putranya dan Panglimanya yang setia, Pang/Waki Mut (Panglima Mahmud) melanjutkan Perang Gerilya Raksasa di daerah Laweung, Batee dan sekitarnya. Betapa hebat marah dan benei Pahlawan Pocut Meurah Intan kepada suaminya yang bernama Tuanku Muhammad dan Tuanku Nurdin) yang sedang melanjutkan perang gerilya ditawan pula dan dibawa ke Banda Aceh sebagai tawanan. Demikian pula seorang Panglima yang amat setia kepadanya, Pang Mahmud, juga ikut tertawan. Pocut Meurah Intan bersama putranya dan Pang Mahmud, secara rahasia merencanakan akan melakukan perlawanan kembali, beliau akan kembali ke medan perang untuk memimpin lagi Perang Gerilya.
22
Sejumlah utusan dikirim ke daerah Laweung/Biheu untuk menemui rakyat di sana dalam mempersiapkan gerakan perlawanan kembali, dan pada saatnya yang tepat beliau bersama para putranya dan Pang Mahmud akan kembali memimpin perjuangan. Beberapa perahu telah dipersiapkan di. Kuala Gigieng dan Krueng Raya, dengan perahuperahu mana pada "malam D" yang telah direncanakan Pocut Meurah Intan dan parapanglimanya akan meninggalkan tempat tawanan menuju ke Medan Gerilya di sekitar Laweung/Biheu. Sebelum "malam D " datang, spion Belanda telah mencium rencana rahasia Pocut Meurah Intari, dan akibatnya ditangkaplah Pocut Muerah Intan, demikian pula ketiga putranya dan Pang Mahmud (Waki Mut) serta sejumlah para pengikutnya yang lain. Untuk menghindari/mencegah terjadinya kemungkinan-kemungkinan yang tidak diharapkan Belanda, maka dibuanglah mereka ke Jawa. Bahkan menurut Ismuil, panitia serta pimpinan ex-Tentara Pelajar Resimen ll/Aceh, Divisi Sumatera ini, baru-baru ini telah mengadakan audiensi dengan Menteri Sosial Ny. Nani Soedarsono SH untuk maksud tersebut. Dalam kesempatan mana panitia telah menerima petunjuk dari Menteri, dalam usaha untuk mendapatkan pengakuan sebagai pahlawan nasional bagi Pocut Meurah Intan, yang berjuang melawan penjajah Belanda setelah priode Cut Nyak Dien. PESERTA DAN A C A R A . Di kemukakan bahwa di antara mereka yang ikut berkunjung ke makam Pocut Meurah Intan ini, terdapat juga nama-nama tokoh lama dan baru, antara lain: Mr. S M . Amien (ex-Gubernur Sumatera Utara di tahun lima puluhan), Prof. Ali Hasymy (Ex-Gubernr Aceh), Prof. Dr. Teuku Yacob (Rektor U G M Yogyakarta), Drs. Muin Umar (Rektor IAIN Sunan Kalijogo, Yogyakarta), Prof. Dr. Ibrahim Alfian (Dekan Fak. Sastra U G M , Yogyakarta), Prof. Dr. Abdullah Ali (Rektor Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh), Prof. Ibrahim Hueein (Rektor IAIN Arraniry, Banda Aceh), Prof. Dr. Sjamsuddin Mahmud (Ketua Bappeda Daerah Istimewa Aceh), Bupati Aceh Pidie, Bupati Aceh Besar, dan lain-lain sebagainya. Bahkan menurut data yang diperoleh dari ratusan masyarakat Aceh yang akan melakukan ziarah ini, 60% di antaranya adalah wanita, serta 40% pria. Bupati Blora akan menjadi tuan rumah untuk menyambut kedatangan penziarah ini di daerahnya nanti. Dan menurut acara, setelah menziarahi makam Pocut Meurah Intan ini, para penziarah juga akan mampir di kota Rembang untuk menziarahi makam Pahlawan RA Kartini menjelang peringatan Hari Kartini 21 April yang akan datang. SIAPA POCUT M E R A H I N T A N . Setelah Sultan Alaiddin Mahmud Syah (yang menolak Ultimatum Belanda) syahid sebagai korban "perang kunian" yang dilakukan tentara Belanda, maka dilantiklah Sultan Alaiddin Muhammad Daud Syah menjadi Sultan Kerajaan Darussalam dalam usia masih muda (kira-kira 10 tahun), karena itu ditetapkan Tuanku Hasyim Bangta Muda menjadi Mangkubumi, yang bertutas melaksanakan pemerintahan sehari-hari. Ibukota Kerajaan telah dihijrahkan ke Indrapuri, yang selanjutnya dihijrahkan ke Keumala Dalam karena peperangan di Wilayah Aceh Besar semakin dhasyat, setelah Belanda mendatangkan tentara bantuan puluhan ribu dari Betawi. Tidak lama kemudian, sifat peperangan berobah, dari "Perang Frontal yang Total" menjadi "Perang Gerilya Raksasa" di seluruh Tanah Aceh. Akibatnya mengamuklah "Perang Gerilya Raksasa" di mana-mana. Salah satu daerah Perang Gerilya Raksasa, yaitu di daeaah Laweung da Batee (sekarang kabupaten Pidie), yang dipimpin oleh seorang Ibu Mujahidah dan putraputranya yang Pahlawan, yaitu Pocut Meurah Intan, Tuanku Budiman, Tuanku Muhammad dan Tuanku Nurdin.
23
Kepahlawanan Pocut Meurah Intan yang pantang menyerah, sekalipun seluruh badannya telah berlobang-lobang dilanggar peluru musuh, telah membuat para perwira tentara Belanda kagum dan hormat, seperti yang dilukiskan oleh penulis Belanda Zenrgraff dalam bukunya "ACEH". Pocut Meurah Intan, salah seorang Pahlawan Wanita dalam perang mempertahankan Kemerdekaan dan Kedaulatan Indonesia di Tanah Aceh, adalah Putri seorang bangsawan yang turut bertempur melawan kolonial Belanda. Suaminya seorangPangeran turunan Sultan Aceh, namanya Tuanku Abdul Majid bin Tuanku Abbas bin Sultannya yang telah menyerah, tidak akan sanggup pena siapapun melukisnya. Marah dan benei betul Ayahnya, Hulubalang Negeri Biheu, yang telah lebih dahulu meninggal dunia, mengamanatkan kepada putirnya Pocut Meurah Intan (yang juga terkenal dengan sebutan Pocut Biheu), agar dalam keadaan bagaimanapun jangan sekali-kali tunduk kepada "Kompeni Belanda". Amanah ayahnya inilah yang dipegang teguh Pocut Meurah Intan, sehingga sekali pun tubuhnya telah lumat diterkam peluru musuh, namun beliau tetap melanjutkan perlawanan terhadap " K o m peuni Belanda", juga setelah suaminya, Tuanku Abdul Majid, menyerah. Setelah Pocut Meurah Intan sembuh dari luka-lukanya yang parah, pada waktu mana beliau telah menjadi "orang tawanan", dan bermukim di Banda Aceh (waktu itu bernama Kutaraja), serta ditempatkan dalam sebuah rumah di Kampung Keudah. Tidak berapa lama kemudian, para putranya (Tuanku Budiman, Tuanku Nurdin, Tuanku Mahmud maka akhirnya Pocut Meurah Intan, Tuanku Nurdin, Tuanku Budiman, Tuanku Muhammad, Pang Mahmud diinternir ke luar Aceh. Pocut Meurah Intan, Tuanku Nirdin, Tuanku Budiman dan Pang Mahmud dibuang ke Jawa, tepatnya ke Blora, Jawa Tengah, sementara Tuanku Muhammad dibuang ke Manado, Sulawesi Utara. Yang terdapat dalam Makam Tegal sari dan Makam Butoh di Blora, adalah hanya makammakam Pocut Meurah Intan, Tuanku Nurdin dan Pang Mahmud (Waki Mut), sedangkan makam Tuanku BUdiman tidak terletak di sana, dan tidak diketahui di mana "Pahlawan Terbuang" itu berkubur Dalam usia yang telah lanjut dan dengan membawa bekas luka-luka parah di tubuhnya, 20 September 1937, Pocut Meurah Intan meninggal dan dikebumikan dalam Makam Tegal Sari, Desa Tegalan di pinggiran kota Blora. Tanggal meninggalnya 20 September 1937 sesuai seperti tertulis pada batu nisannya, (All-muddin AR/sa).
24
Jakarta, 12/4 ( A N T A R A ) . Persatuan Eks Tentara Pelajar Resimen ll/Aceh, Divisi Sumatera, dengan bantuan masyarakat Aceh di Jakarta, Semarang dan Yogyakarta, akan melakukan ziarah ke makam salah seorang pahlawan wanita Aceh yang belum terungkapkan, Pocut Meurah intan, di desa Tegalsari, kecamatan dan kabupaten Blora, Jawa Tengah. Ziarah ke Blora tanggal 18 April mendatang itu akan diikuti lebih kurang 200 orang, terdiri dari para bekas Tentara Pelajar Resimen ll/Aceh, masyarakat Aceh di Jakarta, Semarang dan Yogyakarta dan sejumlah peminat dari luar Aceh. Di antara bekas TP tersebut akan ikut serta dalam rombongan ziarah itu adalah Mr. S.M. Amin dan Prof. A. Hasjmy keduanya bekas gubernuar Aceh, Prof. T. Jacob rektor U G M , Prof. Dr. Ibrahim Alfian dekan Fak. Sastra ÜGM, Drs. Muin Umar rektor IAIN Sunan Kalijogo Prof. Dr. Abdullah Ali rektor Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Prof. Ibrahim Husein rektor IAIN Arraniry Banda Aceh, Dr.Sjamsuddin Mahmud kepala Bappeda Aceh. Rombongan dari Jakarta akan berangkat pukul 17.00 sore, dan di Semarang mereka akan bertemu dengan kelompok-kelompok dari Semarang, Yogyakarta dan Surabaya, Rombongan peziarah ini diharapkan tiba di Blora tanggal 18 April sore dan akan diterima Bupati Blora Soemarno di pendopo ' abupaten. Selanjutnya bersama-sama unsur-unsur Pemda setempat mereka menziarahi makam pahlawan Perang Aceh yang tutup usia di pembuangan itu. Keesokan harinya yakni tanggal 19 April sebelum kembali ke Semarang, para peziarah yang sebagian besar terdiri dari kaum wanita itu akan singgah ke makam. R.A. Kartini di Buiu, kabupaten Rembang, untuk tujuan yang sama. M
SIAPA POCUT M E U R A H INTAN I T U ? Pocut Meurah Intan adalah salah seorang pahlawan wanita dalam Perang Aceh untuk mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia. la seorang puteri bangsawan yang ikut bertempur melawan Belanda. Suaminya, seorang pangeran keturunan Sultan Aceh, bernama Tuanku Majid bin Tuanku Abbas bin Sultan Alaiddin Jauhar Alam Syah yang memegang pemerintahan di Aceh selama 28 tahun, dan wafat dalam tahun 1245 H. Dari Tuanku Majid ia memperoleh tiga orang putera yang ketiganya jadi pahlawan pula dalam perang tersebut, yaitu Tuanku Budiman, Tuanku Muhammad dan Tuanku Nurdin. Dalam Perang Aceh itu setelah suami Pocut Meurah Intan menyerah kepada Belanda, ia bersama tiga orang puteranya dan panglimanya yang setia, Pang Waki Mut (Panglima Mahmud) melanjutkan perang gerilya di daerah Laweung, Batee dan sekitarnya. Dalam perlawanan ini mereka tertangkap sehingga Pocut Meurah Intan, Tuanku Budiman, Tuanku Muhammad dan Tuanku Nurdin serta Pang Mahmud sebagai orang tawanan ditempatkan di Kampung Keudah, Banda Aceh. Belanda belakangan memutuskan untuk menyingkirkan dari Aceh para pahlawan yang gigih berjuang itu. Pocut Meurah Intan, Tuanku Nurdin, Tuanku Budiman dan Pang Mahmud dibuang ke Jawa, tepatnya ke Blora (Jawa Tengah), sedangkan Tuanku Muhammad dibuang ke Manado (Sulawesi Utara). Dan di tempat pembuangan di daerah berhutan jati, Blora, itulah pahlawan wanita Indonesia kelahiran Aceh yang belum dikenal secara luas ini mengakhiri dharma bhaktinya terhadap tanah air dan bangsanya, dalam usia lebih kurang 90 tahun. Menurut surat gubernur Jawa Tengah yang ditujukan kepada gubernur jenderal Hindia Belanda di Bogor, Pocut Meurah Intan meninggal dunia tanggal 27 September 1937. Sedangkan surat yang dikirimkan oleh seorang anggota DPRD Kabupaten Blora kepada surat kabar "Pemandangan.. di Jakarta tanggal 16 Nopember 1956 menyebutkan bahwa "mBah Tjut" (sebutan Pocut Meurah Intan di pinggiran kota Blora), semasa hidupnya berbadan agak
25
besar, warna kulitnya kuning, di badannya banyak bekas luka kena senjata musuh, teutama bekas luka di kening sangat menyolok. Ismuwil dari panitia ziarah ke Blora menjelaskan bahwa dalam rangka Napak Tilas Para Pahlawan maka pimpinan PTP ll/Aceh dan pimpinan panitia peziarah belum lama ini diterima Menteri Sosial Nani Soedarsono, yang telah memberikan restu atas niat ziarahnya itu. Di samping itu menteri juga menganjurkan agar usaha untuk mendapatkan pengukuhan sebagai pahlawan nasional bagi Pocut Meurah Intan dimulai oleh masyarakat sendiri, kemudian diperjuangkan melalui pemerintah daerah dan DPRD Aceh, kemudian diteruskan kepada pemerintan pusat yang akan mempertimbangkan serta memutuskannya. #
#
#
26
HARIAN
y
Dimakamkan di Tempat Pembuangannya, Tegalsari Blora. POCUT M E U R A H INTAN P A H L A W A N WANITA A C E H D I U S U L K A N S U P A Y A JADI P A H L A W A N N A S I O N A L
A C E H telah mempunyai empat orang pahlawan wanita yakni Cut Nyak Dien, Cut Meutia, Pocut Baren dan Malahayati. Namun, menurut Ketua Umum Persatuan Tentara Pelajar Resimen ll/Aceh, Divisi Sumatera Drs. Amran Zamzani hari Kamis, ternyata Aceh masih mempunyai seorang Pahlawan Nasional wanita yang "terlupakan", ia bernama Pocut Meurah Itan yang meninggal dunia tahun 1937 dalam pembuangan Belanda, dimakamkan di Tegalsari Blora, Jateng. Masyarakat Aceh di Jakarta, Semarang, Yogyakarta serta unsur organisasi (Taman Iskandarmuda, Ikatan Wnaita Aceh di Jakarta, Ikatan Masyarakat Aceh di Semarang, Himpunan Masyarakat Aceh di Yogyakarta) akan memperjuangkan agar pahlawan wanita Pocut Meurah Intan dikukuhkan oleh Pemerinta h sebagai Pahlawan Nasional sejajar dengan Cut Nyak Dien dan lainlain. SIARAH KE M A K A M . Dalam rangka perjuangan itu, seperti diutarakan ketua panitia Ismuil — akan melangsungkan ziarah ke makam pahlawan Pocut Meurah Intan di Tegalsari, Blora — Jateng. Penjiarah dari Ibukota, Bandung, Semarang, Yogyakarta dan Surabaya akan berkumpul tgl. 18 April 1985 di kota Semarang. Dari Semarang langsung menuju Tegalsari, Blora. Di antara 200 orang penjiarah yang telah menyatakan ikut ambil bagian yang datang dari berbagai golongan maupun perorangan, antara lain: Mr SM Amien (bekas Gubernur Sumut), Prof. Teuku Yacob (Rektor Universitas Gajah Mada), Drs. Muin Umar (Rektor IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), Prof. Dr. Ibrahim Alfian (Dekan Fakultas Sastra U G M ) , Prof. Dr. Ibrahim Husein (Rektor Universitas Syah Kuala Banda Aceh), Prof. Dr. Syamsudin Mahmud (Kepala Bappeda Propinsi Aceh), Bupati Kabupaten Pidie dll. Menurut Ismuil yang amat berkesan sambutan dan bantan arti Bupati Blora - - Sumarno, yang dalam acara nanti akan menjadi tuan rumah dan menyambut rombongan penjiarah ke makam pahlawan wanita Aceh tersebut. SIAPA POCUT M E U R A H INTAN ? S E T E L A H Sultan Alauddin Mahmud Syah (yang menolak Ultimatum Belanda) syahid dalam "perang kuman" yang dilakukan tentara Belanda, maka dilantiklah Sultan Alaiuiddin Muhammad Daud Syah menjadi Sultan Kerajaan Darussalam dalam usia masih muda (kira-kira 10 tahun). Hatta karena itu ditetapkan Tuanku Hayim Bangta Muda menjadi Mangkubumi yang bertugas melaksanakan pemerintahan sehari-hari.
27
Ibukota kerajaan telah dihijrahkan ke Indrapuri, yang selanjuttnya dihijrahkan ke Keumala Dalam karena peperangan di wilayah Aceh besar semakin dahsyat, setelah Belanda mendatangkan tentara bantuan puluhan ribu dari Betawi (Jawa). Tidak lama kemudian, sifat peperangan berubah dari "perang frontal" menjadi "perang gerilya" di seluruh tanah Aceh. Para pemimpin perang gerilya dari wilayah Aceh Besar banyak yang hijrah ke Pidie, Aceh Utara, Aceh Tengah, Aceh Timur dsb. Salahsatu daerah perang gerilya ialah daerah Laweung dan Bate (sekarang Kabupaten Pidie) yang dipimpin seorang ibu Mujahidah dan putra-putranya yang pahlawan yakni Pocut Meurah Intan, Tuanku Budiman, Tuanku Muhammad dan Tuanku Nurdin. Kepahlawanan Pcout Meurah Intan yang pantang menyerah, sekalipun seluruh badannya telah berlubang-lubang dilanggar peluru musuh, telah membuat para perwira Belanda kagum dan hormat seperti yang dilukiskan oleh Zentgraaff dalam bukunya " A c e h " . Veltman yang dikenal dengan sebutan Tuan Pedoman, seorang perwira yang baik hati, pernah mengenai seorang wanita Aceh turunan bangsawan yang bernama Pocut Meurah Intan. la disangka menyembunyikan sebilah keiewang di dalam lipatan kainnya.Tetapi wanita itu, tibatiba mencabut rencongnya dan meneriakkan "Kalau begitu biarlah aku syahid!" iapun lalu menyerbu pasukan Belanda. Anggota-anggota pasukan nampaknya kurang bernafsu bertempur dengan seorang wanita yang mengamuk bagai singa betina menikam ke kiri dan ke kanan sampai kemudian jatuh terbaring di tanah. Belanda menyangka, wanita itu telah meninggal. Tetapi beberapa hari kemudian, Veltman mendengar bahwa di Kedal Biheu bahwa Pocut Meurah Intan masih hidup. Dalam suatu pencarian, ditemukan Pocut Meurah Intan dalam keadaan yang menyedihkan, luka-lukanya dibalut kotoran sapi. Keadaannya lemah, karena terlalu banyak mengeluarkan darah. la semula menolak bantuan Belanda untuk mendatangkan dokter. Namun akhirnya ia menerima juga uluran tangan itu. Pocut Meurah Intan adalah putri seorang bangsawan yang turut bertempur melawan Belanda. Suaminya seorang pangeran turunan Sultan Aceh namanya tuanku Abdul Madjid. Dari Tuanku Abdul Madjid, Pocut Meurah Intan memperoleh tiga putra yakni Tuanku Bduiman, Tuanku Muhammad dan Tuanku Nurdin. Setelah suaminya menyerah kepada Belanda, Pocut Meurah Intan bersama ketiga putra dan panglimanya yang setia Pang Waki Mut (panglima muda) melanjutkan perang gerilaya di daerah Laweung, Batee dan sekitarnya. Pocut Meurah Intan marah kepada suaminya yang telah menyerahkan diri kepada Belanda. Dalam keadaan luka-luka, Pocut Meurah Intan menjadi tawanan dan ditempatkan di Banda Aceh (dahulu bernama Kutaraja). Tidak berapa lama, ketiga putranya jua tertangkap, termasuk seang panglimanya Pang Mahmud. Pocut Meurah Intan, ketiga putranya dan Pang Mahmud dibuang ke Jawa, ke daerah Blora Jateng. Sementara Tuanku Muhammad dibuang ke Manado. Dalam usia lanjut (dalam sejarah tidak diketahui dengan pasti ia meninggal tgl. 20 September 1937 dan dikebumikan di makam Tegalsari, Blora Jateng. Makam Pocut Meurah Intan dan keluarganya di Tegalsari Blora dirawat baik di bawah pohon-pohon rindang. Pemerintah Dari II Blora maupun rakyatnya sangat menghargai kedua pahlawan perang Aceh tersbut. Mereka menganggap Pocut Meurah Intan dan Tuanku Nurdin adalah dua orang Pahlawan Nasional yang seyogyanya dihormati oleh bangsa Indonesia
28
MARJAN UMUM
Pembawa Saara Persatuan Dan Dinamika Pembattgtwan Bangsa POCUT MEURAH INTAN DIUSULKAN SEBAGAI PAHLAWAN NASIONAL. Meninggal di Pembuangan Blora" Jakarta, (Sinar Pagi). Pimpinan Persatuan Eks Tentara Pelajar Aceh Divisi Sumatera Rabu menemui Mensos N^ Nani Soedarsono SH untuk membicarakan kemungkinan mengakui Ny. Pocut Meurah Intan as< Aceh sebagai Pahlawan Nasional. Selain itu dilaporkan pula bahwa sekitar 200 orang masyarakat Aceh yang berdomisili c Jakarta, Semarang dan Yogyakarta dalam waktu dekat ini akan melakukan ziarah ke makar Pocut di Pemakaman Tegal Sari Blora, Jawa Tengah, serta rencana pemugaran makam pahlawa wanita tersebut. Menurut juru biacara yang mendampingi Pimpinan Persatuan Eks Tentara Pelajar Aceh iti M. Djanan Zamzami, Mensqs minta agar dikumpulkan sejarah perjuangan Pocut untuk dipelajai Badan Pembina Pahlawan Pusat (BPS) Depsos. SIAPA PAHLAWAN WANITA TSB. Zamzami katakan, Pocut Meurah Intan bersama putra-putranya, Tuanku Budiman, Tuank Muhammad dan Tuanku Nurdin berjuang gigih pantang menyerah sekalipun badannya dilobanc peluru dalam perang gerilya raksasa melawan Belanda di adaerah Laweung dan Batee (kini Kat Pidie). Perwira Tentara Belanda kagum dan hormat terhadap kepahlawanan Pocut seperti ditul Zentgraaff dalam bukunya berjudul " A c e h " . Dia dilahirkan setelah zaman pahlawan wanita Cu Nyak Dien dan tertawan Belanda bersama-sama pembantunya Pang. Mahmud dan putranya T i anku Nurdin lalu dibuang ke Blora Jateng dan meninggal di sana tahun 1934. (Wch/Zat). * * #*
2
MASYARAKAT ACEH BERZIARAH Dl MAKAM POCUT MEURAH INTAN Dl BLORA
B L O R A ' (Suara Karya). Sekitar 350 orang masyarakat Aceh yang berdatangan dari penjuru tanah air Kamis (18/4) lalu melakukan ziarah ke makam Pahlawan Wanita Aceh Po Cut Meurah Intandan panglimanya di "Makbarah Tegal Sari" Blora, Jawa — Tengah. Kunjungan ziarah napak tilas ke makam para Pahlawan Aceh ini, diprakarsai oleh Persatuan Ex Tentara Pelajar (TP) Resimen II Aceh Divisi Sumatra diketuai oleh Ismuwil Ishak dan Ketua Umum TP Res. II Aceh, H. Amran Zamzani SE. Di antara peziarah yang datang adalah Prof. A. Hasjmy seorang sastrawan angkatan Pujangga Baru yang juga bekas Gubernur Aceh dan sekarang menjadi Ketua Majelis Ulama Aceh, S.M. Amin bekas Gubernur Sumatera Utara, Prof. T. Yacop (Rektor UGM) drs. Muin Umar (Rektor I A I N " Sunan Kalijogo" Yogyakarta) DR. Abdullah Ali (Rektor Univ. Syiah Kuala Banda Aceh) Prof. Ibrahim Alfian (dekan Fakultas Aastra UMG) Prof. Dr. Syamsudin Mahmud Ka Bappeda Propinsi Aceh), Prof Ibrahim Husein (Rektor IAIN "Arraniry" Banda Aceh) Nurdin AR (Bupati Pidie), Kol. Hasby (Bupati Boyolali), Turino Djunaidi dan Abubakar Direktur Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh serta tokoh lain dari Banda Aceh, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan ada pula yang datang dari Muangthai. Sebelum menuju Blora, dari Semarang para peziarah singgah di makam Pahlawan Nasional R.A. Kartini di Bulu Rembang dan di Blora sebelum ke makam telah diterima langsung oleh Bupati Blora Sumarno SH di pendopo Kabupaten Blora. Di Pendopo kabupaten dilakukan upacara sederhana pemberian kenang-kenangan masyarakat Aceh berupa gambar Pahlawan Aceh yang dimakamkan di Blora yaitu gambar Po Cut Meurah Intan dan gambar Pang Waki Mud (Panglima Mahmud) kepada Bupati Blora dan Idris (59) seorang anak Pang Waki Mud yang sekarang tinggal di Blora. PO CUT MEURAH INTAN. Po Cut Meurah Intan adalah seorang pemimpin perang frontal maupun gerilya di daerah Laweung dan Batee (sekarang Pidie), ayahnya adalah seorang hulubalang Negeri Biheu, suaminya seorang Pangeran turunan Sultan Aceh bernama Tuanku Abdul Majid bin Tuanku Abbas bin Sultan Alaidin Jauhar Alam Syah. Perkawinannya dengan Tuanku Abdul Majid memperoleh tiga putera yaitu Tuanku Budiman, Tuanku Muhammad dan Tuanku Nurdin yang ketiganya juga menjadi pahlawan Aceh. Dalam menolak pemerintahan Belanda di bumi Aceh, bersama Tuanku Umar (Tengku U mar) mengadakan perang total dan menjadi perang gerilya. Suaminya menyerah kepada Belanda, Po Cut Meurah melanjutkan perang gerilya bersama tiga puteranya dan Panglima setianya yaitu Pang Waki Mud. Namun karena kekuatan yang tidak sembang akhirnya Po Cut Meurah tertangkap Belanda, dengan luka-luka tembak di tubuhnya. Walaupun di dalam tahanan, Po Cut Meurah Intan tetap melakukan perlawanannya. Karea takutnya Residen Aceh saat itu maka Po Cut bersama tiga puteranya dan panglimanya tahun 1901 dibuang ke Jawa dan dimukimkan di Blora. Di tanah pengasingan di Blora, pada tanggal 19 September 1937, Po Cut Meurah Intan tutup usia dan dimakamkan di Desa Tegal Sari, Blora. (041).
30
Melacak Jejak-jejak Pahlawan Nasional : BIAR T U B U H N Y A
S U D A H H A N C U R , TETAPI POCUT M E U R A H PANTANG MENYERAH (Catatan : M. Senoatmodjo)
INTAN
PENDOPO rumah dinas Kabupaten Daerah Tingkat II Blora (Jawa Tengah) pada tanggal 18 A p r i l 1985, bertepatan dengan peringata n hari Besar Isra' Mi'raj Nabi Muhammad S A W , secara tiba-tiba tampak meriah, semarak. Ruangan pendopo yang c u k u p luas itu telah dipenuhi para tamu yang berpakaian aneka ragam. Seolah olah pada hari itu Pak Bupati sedang punya gawe "ngunduh m a n t u " . Apalagi di tengah-tengah semaraknya para tamu tersebut tampak lima pasang laki-perempuan yang berpakaian kebesaran Panglima Perang dan diiringi alunan suara gamelan (walaupun sekedar hanya dari kaset). Sementara dikanan kiri pendopo tersebut terhampar hidangan makanan khas kota Blora, yaitu sate/soto ayam dan tahu lontong d l l . Memang pada hari itu Bupati Blora Soemarno S H didampingi sang istri dan sejumlah pejabat setempat, antara lain Wakil Ketua D P R D H. M o h . Said E f f e n d i , Kepala Kantor Sosial Soemarno H P , Kepala Bidang Kesra H. Ir. Gatot Sudarto, sedang punya gawe menerima rombongan masyarakat A c e h dari Jakarta, Bandung, Y o g y a k a r t a , Semarang dan dari Daerah Istimewa A c e h yang akan melakukan ziarah ke makam Pocut Meurah Intan di pemakaman Tegal Sari. L i m a buah bus malam dari Jakarta dan Semarang mengangkut sekitar 250 orang yang punya tujuan satu, yaitu melacak makam salah seorang pejuang kemerdekaan asal tanah Rencong — A c e h Pocut Meurah Intan beserta pengikutnya Pang M a h m u d yang oleh masyarakat setempat lebih dikenal sebagai " M B A H C U T " dan " M B A H W A K I M U D atau W A K I M U T " . Rombongan dari Jakarta tersebut sebelum menuju Blora terlebih dulu singgah di Semarang untuk " b e r k u l a n u w u n " dengan pemerintah Daerah Jawa Tengah yang dalam hal ini diterima oleh Wakil Gubernur Drs. Soekardjan di Gedung Wanita. Hadir dalam pertemuan itu antara lain Bupati Boyolali A . Hasbi yang dulu dikenal sebagai m o m o k n y a para gali di Yogyakarta. Hadir juga sejumlah masyarakat A c e h di Y o g y a k a r t a , Bandung dan Semarang yang tergabung dalam "Ikatan Masyarakat A c e h Semarang" ( I M A S ) . Di Kabupaten Blora sendiri, yang letaknya sekitar 150 k m sebelah t i m u r kota Semarang, rombongan disambut oleh Bupati Blora Soemarno S H yang terkenal " g r a p y a k " dengan penuh antusias. Betapa rasa bangga dan haru, Bupati Soemarno menerima rombongan ini diibaratkan sebagai 'ketiban ndaru' (kejatuhan b i n t a n g " . Apalagi dalam rombongan ini terselip beberapa orang " b e k a s g u r u n y a " w a k t u di Universitas Gajahmada, yaitu Prof. Dr. Ibrahim A l f i a n , Prof. Dr. Tengku Y a c o b dan Prof. A . Hasjmy. Memang pada saat seperti sekarang ini, sangat langka da sulit untuk bisa bertemu dengan t o k o h - t o k o h tersebut secara bersamaan seperti pada kesempatan tersebut. Di samping t o k o h - t o k o h pemeirintah Kabupaten B l o r a , pada kesempatan tersebut rombongan telah berjumpa pula dengan sebagian dari trah Pang M a h m u d dan cucu angkat Pahlawan
31
Pocut Meurah Intan. Menurut keterangan Mohammad Yusuf, putra ketiga Pang Mahmud, almarhum Pocut Meurah Intan ketika datang di Blora selain diikuti oleh Pang Mahmud juga membawa seorang putranya Tengku Nurdin. Setelah dewasa tengku Nurdin menikah dengan gadis Blora Rasiah. Setelah istrinya meninggal Tengku Nurdin kawin lagi dengan Djumirah. Namun dari kedua perkawinannya tersebut Tengku Nurdin tidak punya keturunan, itulah sebabnya ia memungut anak angkat. dari keponakan istri pertama (Rasiah) bernama Rasmin yang kini telah berusia 65 tahun dan berputra 7 orang (6 putra, 1 putri). Rasmin sendiri ternyata adalah pensiunan Matri Polisi di Semarang pada tahun 1976. Menurut cerita Rasmin, Tengku Nurdin meninggal pada tanggal 20 September 1975 dan dimakamkan di Rembang. Tengku Nurdin sebenarnya juga punya seorang saudara yaitu Tengku Mahmud yang oleh Belanda dibuang ke Ambon yang sampai sekarang belum diketahui kuburannya. Pada waktu Pocut Meurah Intan meninggal pada tanggal 20 September 1937 dalam usia kurang lebih 140 tahun, Rasmin waktu itu sudah berumur 16 tahun. Sebelum dibuang Belanda ke Blora pada taun 1901, dimana daerah Blora pada waktu itu sebagian besar masih berupa hutan jati yang sangat lebat, Pocut Meurah Intan bersama-sama dengan Cut Nyak Dien, Pang Mahmud dan lain-lain pernah dipenjarakan di Jakarta dan Semarang. Bercerita mengenai almarhum neneknya Pocut Meurah Intan, menurut Rasmin orangnya memang berwatak keras dan tegas. Keadan fisiknya sangat memprihatinkan. Hampir seluruh tubuhnya terdapat bekas-bekas luka akibat senjata tajam (bayonet) maupun bekas peluru yang ditembakkan tentara Belanda. Dari kaki, tangan, bahkan sampai ke kepala terdapat bekas sayatan-sayatan yang cukup mengerikan. Beberapa bagian rambut kepalanya hilang akibat bekas tebasar keiewang. Juga di perutnya terdapat bekas luka tembakan yang tembus sampai ke belakang. Namun demikian, dalam keadaan tubuhnya yang sudah "rowang-rawing" (compangcamping) itu, Pocut Meurah Intan yang menurut gambaran anak-cucu Pang Mahmud, pada masa mudanya berwajah cantik, tetap pantang menyerah kepada Belanda. Siksaan-siksaan berat terhadap dirinya ternyata tidak dapat menggoyahkan imannya untuk tetap berdiri tegak membela tanah airnya agar tidak diinjak-injak penjajah Belanda. SUDAH SEWAJARNYA POCUT MEURAH NASIONAL.
INTAN MEMPEROLEH GELAR
PAHLAWAN
Masyarakat Blora pada mulanya tidak mengenai, siapa itu Pocut Meurah Intan dan Pang Mahmud. Mereka hanya tahu bahwa di pekuburan Tegal Sari kecamatan Kota Blora, di antara seian ratus batu nisan terdapat dua nisan "mbah C u t " dan "mbah Rasiah" yang masih ada hubungan antara mertua dan menantu. Mereka juga tahu bahwa di dekat nisan "mbah C u t " terdapat dua nian baru dan "modern" yang katanya sebagai nisan orang tuanya seorang jenderal dari Jakarta. Telusur punya telusur, dua nisan yang hanya berjarak dua meter dari nisan Pocut Meurah Intan tersebut adalah makam orang tua Brigjen Purn. Haji Abdul Kahar Imam Chourmen, bekas Wakil Gubernur DKI Jaya yang oleh masyarakat Blora lebih dikenal sebagai Haji Kahar. Namun demikian, berkat pelacakan dan penerangan beberapa tokoh masyarakat Aceh yang beberapa kali datang ke Blora, akhirnya masyarakat setempat tahu bahwa di daerahnya terbaring jasad seorang Pahlawan Wanita asal Tanah Rencong yang tidak kalah bobotnya bila dibandingkan dengan perjuangan Cut Nyak Dien, Nyi Ageng Serang, Cut Meutia, Pocut Baren, Malahayati dll. Ujud nisan Pocut Meurah Intan memang tidak istimewa, bahkan sangat sederhana sebagaimana layaknya dengan nisan-nisan di sekitarnya. Tetapi seperti dikatakan oleh Bupati Blora Sumarno SH ketika menerima rombongan masyarakat Aceh di tempat kediamannya, yang penting bukan nisannya melainkan nilai-nilai kepahlawanan almarhum dan bobot serta
32
harkat perjuangannya. Menurut Sumarno SH pelacakan tokoh ex PTP ini sangat tepat, karena dilakukan pada buian April, bulannya kaum ibu, kaum wanita. Pelacakan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh masyarakat Aceh sebelum kedatangan rombongan keluarga besar pada tanggal 18 April yang lalu, selain berhasil menyaksikan masyarakat Blora akan adanya makam Pahlawan Wanita Pocut Meurah Intan tersebut, para pelacak telah pula berhasil menemukan sejumlah keluarga trah (keturunan) Pang Mahmud. Menurut Moh. Idris, putra ke-7 Pang Mahmud, almarhum meninggalkan 9 orang anak, 26 cucu dan 125 buyut yang tersebar di daerah Blora, Pati, Rembang, Semarang, Bojonegoro, Malang dan Pasuruhan. Dari 9 anak Pang Mahmud, yang masih hidup sampai sekarang ada 6 orang yaitu Agam Samsuddin, Yusuf Sumarto, Hardjo Tarmudji, Siti Sukeni, Mohammad Idris, Siti Sumartinah. Sedangkan yang telah meninggal Sumo Hadiprawiro, Siti Indarsah dan Siti Fatimah. Mengenai masalah kehidupan para keturunan Pocut Meurah Intan, maupun keturunan Pang Mahmud, kalau dilihat dari keadaan secara fisik, tampak jelas bahwa mereka umumnya dalam kehidupan yang sangat sederhana. Tak sedikitpun terlihat bahwa mereka dalam hidup kecukupan, bahkan beberapa di antaranya kelihatan tidak perrnah mengenyam pendidikan formal. Hal ini dapat diketahui bahwa beberapa di antaranya sama sekali tidak berbahasa Indonesia. Ketika penulis omong-omong dengan beberapa orang di antara turunan para Pahlawan Perang asal Aceh ini, secara terus terang mereka mengatakan bahwa sampai saat ini mereka belum pernah mendapat perhatian dari pemerintah. Bahkan Yusuf Sunarto yang kebetulan hidupnya kini ditopang dari uang pensiunan Pembantu Letnan Polisi mengatakan, bahwa pada jaman penjajahan Jepang mereka pernah mendapat tunjangan dari pemerintah, tetapi setelah negara kita merdeka justru tunjangan itu menghilang sampai sekarang. Menurut Rasmin, satu-satunya cucu angkat almarhum Pocut Meurah Intan, pada jaman Jepang keluarganya mendapat tunjangan 30 Gulden per-bulan, tetapi tunjangan itupun hilang setelah kita merdeka sampai sekarang. Dari hasil pembicaraan dengan para trah Pocut Meurah Intan maupun Pang Mahmud, dapat diambil kesimpulan bahwa sebagai "orang bodoh" yang tidak tahu kemana harus mengadu, sangat mengharapkan agar sebagai anak cucu seorang pejuang mendapatkan perhatian yang layak dari pemerintah. Setidak-tidaknya mereka mengharapkan agar orang tua mereka sebagai seorang pejuang kemerdekaan, sebagai pahlawan, mendapatkan perlakuan yang sejajar dengan rekanrekan seperjuangan almarhum. Tidak terlalu berlebihan yang mereka dambakan, paling tidak sepotong surat penghargaanpun akan mereka terima dengan senang hati. Syukur-syukur kalau bisa lebih dari itu. Mengenai pelacakan para pejuang pahlawan perang dari tanah Rencong oleh masyarakat Aceh yang disponsori oleh Persatuan ex PTP Resimen II Aceh Divisi Sumatra yang diawali dengan berziarah ke makam Pocut Meurah Intan, seperti dikatakan oleh ketua umum ex PTP II Drs. H. Amran Zamzami SE tujuan utamanya adalah untuk mengangkat derajat mereka pada proporsi yang sebenarnya. Untuk itu setelah berziarah ini keluarga besar ex PTP II akan berusaha agar pemerintah dapat menetapkan/mengukuhkan almarhum sebagai Pahlawan Nasional sesuai dengan perjuangan serta jasa-jasa almarhum semasa hidupnya. Menyinggung masalah perjuangan Pocut Meurah Intan di masa hidupnya, baik Amran Zamzami maupun bekas Gubernur Aceh Prof. H.A. Hasjmy yang kini duduk sebagai ketua umum Majelis Ulama Daerah Istimewa Aceh selaku pemrakarsa dilaksanakannya ziarah ini, sama-sama mengatakan bahwa Pocut Meurah Intan adalah seorang srikandi Tanah Rencong yang mati syahid setelah ditawa oleh musuh dalam perang kolonial Belanda di Aceh. " l a gugur dalam perjuangan fissabilillah, gugur demi membela tanah air, bangsa dan negara, meskipun dengan cara yang mengerikan, kata Amran Zamzami yang lebih lanjut dikatakan bahwa nilai kemttian mereka jauh lebih mulia di sisi Allah. Oleh karena itu arwah mereka akan disambutdi ahirat nanti sebagai kekasih-kekasih Tuhan yang paling disayangi dan akan berdampingan dengan arwah para Nabi, Rasul dan para Shidieqin. Dan mereka pada hakekatnya tidaklah mati, tetapi tetap hidup dan
33
senantiasa mendapat rizki di sisi Tuhan, kata Amran Zamzami. Tentang perjuangan Pocut Meurah Intan sudah banvak diunakaDkan dalam berbaqai mass media. Oleh karena itu sudah sewajarnya kalau pemerintah ikut memperhatikan nasib almarhum seperti diharapkan seluruh rakyat Aceh yang tentunya akan mendapat dukungan sepenuhnya dari mereka yang "tahu menghargai pahlawannya". Penulis yakin bahwa Pocut Meurah Intan bukannya dilupakan atau terlupakan, melainkan hanya "tercecer" dari perahatian pemerintah. Almarhum hanyalah merupakan salah satu dari sekian puluh, sekian ratus bahkan mungkin sekian ribu Pahlawan-pahlawan lainnya yang menjadi "korban" ketidak beresan sistim inventarisasi para pahlawan di negeri kita ini. Semoga perjuangan keluarga besar ex PTP II yang mendapat dukungan dari IMAPA, IKWAD, Taman Iskandar Muda, IMAS HIMA, T P A yang tersebar di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang dll. itu akan mendapat perhatian sepenuhnya dari pihak pemerintah. Insya Allah, bukan hanya almarhum Pocut Meurah Intan yang akan mendapat perhatian pemerintah, tetapi juga pejuang-pejuang lain yang belum terungkapkan mendapat perlakuan yang sama dengan Pahlawan-pahlawan Nasional lainnya yang tersebar di seluruh penjuru tanah air kita. * # *
34
Perjuangannya Tidak Hanya Untuk Masyarakat Aceh. KAMI D A T A N G B U K A N U N T U K M E M U J A TAPI M E N G A G U M I K E P A H L A W A N A N POCUT M E U R A H .
" K A M I datang bukan untuk memuja, tetapi untuk berziarah mengagumi kepahlawanan dan pengorbanan Pocut Meurah Intan", demikian diucapkan oleh Prof. H.A. Hasjmy tokoh masyarakat Aceh di atas pusara makam almarhum di hadapan sekitar 250 orang penziarah di makam Tegalsari Blora Jateng tgl. 18 April yang lalu. Kemudian Prof. Hasjmy, bekas Gubernur Dl Aceh yang sekarang menjabat Ketua Majelis ulama Indonesia (MUI) di Aceh mengatakan, kepahlawanan dan pengorbanan almarhumah akan dicontoh oleh seluruh rakyat Indonesia yang tengah berjuang membangun bangsa dan negaranya, Ziarah ke makam Pahlawan Wanita Aceh Pocut Meurah Intan di Blora yang jaraknya sekitar 150 km dari Semarang, merupakan usaha yang disponsori oleh Keluarga Besar Pelajar Pejuang Kemerdekaan eks Tentara Pelajar Resimen II Aceh Divisi Sumatera yang dipimpin Drs. H. Amran Zamzami, Para penziarah datang dari Banda Aceh, ibukota, Bandung, Yogyakarta, Boyolali Semarang dan dari Blora sendiri. Prof. Hasjmy mengharapkan, agar makam Pocut Meurah Intan dapat dipugar oleh Pemerinta dan sekaligus dapat mengangkatnya sebagai Pahlawan Nasional. MASYARAKAT JATENG. Sebelum melakukan ziarah ke Blora rombongan diterima secara resmi oleh Wakil Gubernur Jateng Drs.Sukardjan di Gedung Wanita Jateng di Semarang. Di sekeliling ruangan Gedung Wanita yang megah itu, telah tergantung foto/lukisan para Pahlawan Nasional yang telah diakui dan dikukuhkan oleh Pemerintah sebelum terutama di kalangan wanita seperti, Cut Nyak Dien, Cut Meutia, Ibu Kartini, Nyi Ageng Serang dan lain-lain. Drs. Sukarjan yang mewakili Pemda Tingkat I Jateng mengatakan, mendapat kehormatan atas kunjungan tersebut dari para penziarah. Usaha tersebut untuk menggubah secara sadar dan melihat kembali pengorbanan para pahlawan. Disebutkan, Perjuangan Pocut Meurah Intan dengan para putra dan Panglimanya bukan saja merupakan perjuangan untuk masyarakat Aceh. Tetapi lebih dari itu, yakni untuk kepentingan seluruh Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Tujuan itu, yakni mengusir penjajah demi kemerdekaan. "Dengan persatuan dan kesatuan, merupakan senjata yang ampuh bagi suksesnya perjuangan bangsa Indonesia ujar Wagub Jateng. Lebih jauh dikemukakan oleh Drs. Sukarjan kalau perjuangan para pahlawan terdahulu untuk mengusir penjajah maka perjuangan kita sekarang yakni melawan kemiskinan dan keterbelakangan. Sambutan Bupati Blora — Sumarno — tidak kurang hangatnya ketika rombongan diterima secara resmi di Pendopo Kabupaten Blora Bupati pada kesempatan itu selain didampingi isterinya, juga para pejabat di lingkungan Dati II Blora dan tidak ketinggalan para keluarga almarhum Wakimut (Mahmud) selaku Panglima Pocut Meura Intan. Melihat makam Pocut Meurah Intan di pemakaman umum Tegalsari yang terletak 100 m dari jalan raya, nampaknya Pemda Dati II Blora telah memelihara sejak lama.
35
Pengarang Belanda HC Zentgraff dalam bukunya 'Atjeh' di mana ia juga sebagai Pemred harian "De Java Bode" melukiskan bahwa Pocut Meurah Intan ditawan dan dibuang oleh Belanda ke Blora Jateng sekitar tahun 1901. Almarhumah meninggal dunia tgl. 28 September 1937 seperti tertulis di atas nisan di makam Tegalsari Desa Tegalan pinggiran kota Blora. "Mbah Cut meninggal pada usia 140 tahun dengan bekas luka di kepala, tangan dan dada kiri berlubang", ujar Muh. Idris salah seorang putra Panglima Mahmud yang sampai usia 16 tahun tinggal dengan almarhumah, MASYARAKAT ACEH. Para peziarah ke makam Pocut Meurah Intan terdiri dari berbagai unsur masyarakat Aceh. Mulai dari bekas Gubernur, pengusaha, Rektor, Dosen pegawai negeri dan swasta. Semuanya berusaha melihat dari dekat Srikandi Aceh yang tidak mau menyerah kepada Belanda sampai saat akhir hayatnya berada jauh dari tanah kelahirannya. Di antaranya antara lain: Prof. HA Hasjmy (bekas Gubernur Dl Aceh yang sekarang Ketua MUI di Aceh), Drs. H. Amran Zamzami beserta isteri (Ketua PTP Ex Tentara Pelajar Resimen II Divisi Sumatera/pengusaha), Drs. M. Djanan Zamzani (Rektor Universitas Pangeran Jayakarta), H. Turino Djunaedi (bekas Ketua Umum PARFI) Mrs SM Amin (bekas Gubernur Sumut), Prof. Dr. Teuku Jacob (Rektor Universitas Gajah Mada), Drs. Bachtiar Gade (Dinas Kesehatan DKI Manggala B P - 7 DKI—, Mariful Nasution (Kolonel pur), Hatta (karyawan Pemda DKI), Ny. Rusni Zulharmans (istri Ketua PWI), Ny. Asma Nurdin (isteri pejabat Direktorat Jenderal PPG Deppen), dll. "Pengakuan sebagai Pahlawan Nasional yang diharapkan dari ziarah i n i " ujar beberapa istri peziarah yang diminta kesan-kesannya sambil menam bahkan kendati Aceh telah mempunyai tepat orang Pahlawan Wanita yang diangkat dan diaku Pemerintah seperti Cut Nyak Dien, Cut Meutia, Pocut BarenÖan Malahayati. ( S U K A R Y A ) . # * *
36
DIUSULKAN GELAR PAHLAWAN NASIONAL UNTUK S R I K A N D I A C E H POCUT M E U R A H INTAN
Jakarta, (Analisa) Masyarakat Aceh yang berada di Ibukota Jakarta, Yogyakarta, Semarang serta kota-kota lannya di Pulau Jawa, dengan dipelopori oleh Persatuan Ex-Tentara Pelajar (PTP)—II Aceh/ Divisi Sumatera pimpinan H. Amran Zamzami SE kini tengah memperjuangkan kepada Pemerintah agar Srikandi Aceh, Pocut Meurah Intan, yang terkenal keberaniannya di zaman Kolonial Belanda dahulu, yang berbaring di pemakaman Tegalan, Desa Tegal Sari, Kabupaten Blora, dapat kiranya ditetapkan sebagai pahlawan nasional, sesuai dengan perjuangan serta jasa-jasanya selama hidupnya. Di samping itu, masyarakat Aceh yang berada di Jakarta juga telah merencanakan juga untuk memugar makam pahlawan wanita Aceh yang terlupakan itu, dengan memindahkannya dari pemakaman umum Tegalan, Tegal Sari, ke daerah yang tidak jauh dari tempat tersebut. Untuk maksud tersebut di atas, dengan diprakarsai serta disponsori PTP—II Aceh, Divisi Sumatera, atas saran serta petunjuk dari Prof. Ali Hasjmy (Ketua Umum Majelis Ulama Daerah Istimewa Aceh), serta restu dari Menteri Sosial Ny. Nani Soedarsono SH, dan Menteri Parpostel Ahmad Thaher selaku Ketua Umum Legiun Veteran R l , masyarakat Aceh yang berada di tiga kota tersebut, termasuk para tokohnya, telah mengadakan ziarah napak tilas perjuangan almarhum Pocut Meurah Intan ke pemakaman Tegalan, Tegal Sari, Blora, Jawa Tengah. Sekitar 150 orang dari Jakarta, pria dan wanita, ditambah 100 orang dri Semarang serta sekitarnya 80 orang dari Yogyakarta, serta utusan dari Aceh, Sumatera Utara, baru-baru ini telah berkumpul di pemakaman Tegal Sari, untuk melihat dengan mata kepala sendiri makam seorang Mujahidah Prrang Aceh yang terlupakan itu. Di antara tokoh Aceh yang mengikuti acara ziarah ini terlihat Mr. SM Amin (ex. Gubernur Sumatra Utara tahun 50-an), Prof. Ali Hashmy (ex. Gubernur Aceh), Prof. Dr.T. Yacob (Rektor U G M Yogyakarta), Drs. Muin Umar (rektor IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), drs. Djanan Zamzami (Rektor Universitas Pangeran Jayakarta, Jakarta), H. Amran Zamzani SE (Ketua Umum PTP—II), Turino Djunaedi (Ketua Umum Taman Iskandar Muda Jakarta) dan lain-lainnya. Bahkan Gubernur A K A B R I Kepolisian Semarang, telah memerintahkan agar para taruna yang berasal dari daerah Aceh untuk ikut serta dalam acara ziarah ini. Pemda dan masyarakat Jawa tengah telah menyambut para peserta ziarah ini dengan mesra serta sangat bersahabat. Gubernur Jateng yang diwakili Wakil Gubernur Drs. Sukarjan, telah menjamu para peserta ziarah di Gedung Wanita kota Semarang. Serta kemudian mengirim Wakilnya, Drs. Sahid Abbas, Kepala Direktorat Sospol, untuk mewakili Gubernur menyertai para penziarah ke Blora. Sementara di kota Blora sendiri, Bupati Drs. Soemarno telah menanti para penziarah, dan sekali gus telah bertindak selaku tuan rumah dengan penuh keakraban dalam acara ziarah ini. Setelah menjamu tamunya yang berjumlah sekitar 300 orang itu dengan acara makan siang, Bupati Soemarno beserta Nyonya, kemudian ikut menyertai rombongan ke pemakaman Pocut Meurah Intan yang terletak di pinggir kota Blora. U N T U K DISURI T A U L A D A N I . Ketua Umum PTP-II Aceh, H. Amran Zamzami SE dalam acara sambutan yang diberikan oleh Pemda Jateng maupun Pemda Tk. II Blora menyatakan bahwa maksud ziarah ke pemakaman Pocut Meurah Intan ini adalah untuk mengenang jasa seorang pahlawan yang belum banyak diungkapkan namanya.
37
"Beliau adalah seorang srikandi yang berasal dari Tanah Rencong. Beliau mati syahid, setelah di tawan oleh musuh dalam perang Kolonial Belanda di Aceh, semenjak puluhan tahun yang lalu, bersama puteranya Pahlawan Tuanku Nurdin dan pahlawan pembantunya Pang Mahmud. Jasadnya telah dikoyak-koyak peluru Belanda, badannya dirobek-robek oleh pedang penjajah kini bersemayam di makam Tegal Sari ini, jauh dari bumi tempat kelahirannya. Maka sebagai bangsa yang tahu menghargai pahlawan-pahlawannya, patutlah kiranya sejenak kita mengenang jasa-jasa beliau, sambil memanjatkan doa untuk almarhumah serta sahabat-sahabatnya", tutur Amran Zamzami. Tokoh Ketua Umum PTP—II Aceh ini juga menyatakan bahwa acara ziarah ini bukanlah untuk memuja. Tapi menghayati, meneruskan cita-cita serta perjuangan dari almarhumah yang belum selesai. Sementara itu Wagub Jawa Tengah Drs. Soekardjan dalam sambutannya menyatakan bahwa acara kunjungan ziarah masyarakat Aceh ke pemakaman Pocut Meurah Intan tersebut sungguh sangat menggugah hati. Dengan ziarah ini menurut Wagub Jateng tersebut maka kita akan mengingat kembali para pahlawan kita. Dikatakan, kalau dulu musuh kita adalah penjajah Belanda, maka kini musuh tersebut adalah keterbelakangan dan kemiskinan. "Dengan acara ziarah ini, maka kembali akan mengobarkan semangat kita untuk menghadapi musuh-musuh tersebut". kata Wakil Gubernur Jateng tersebut. Sedangkan Bupati Blora Kolonel Polisi Drs. Soemarno dalam sambutannya menyatakan bahwa putri-putri kita yang sekarang ini wajar mengambil suri tauladan dari Pocut Meurah Inta yang memiliki semangat juang yang tinggi serta tidak kenal menyerah. Diakui oleh Bupati Blora tersebut bahwa melihat nisan dari Srikandi Aceh Pocut Meurah Intan tersebut kini, maka akan membuat kita tergugah, karena keadaannya tidaklah sebagaimana sewajarnya sebagai seorang pahlawan Bangsa, walaupun selalu terawat bersih dan terpelihara baik. "Mudah-mudahan dengan adanya acara ziarah ini, maka akan ada manfaatnya serta tindak lanjutnya"kata Bupati Bloratersebut. SIAPA POCUT MEURAH INTAN : Pocut Meurah Intan adalah seorang putri Bangsawan Aceh. Suaminya seorang Pangeran turunan Sultan Aceh, namanya Tuanku Abdul Madjid bin Tuanku Abbas bin Sultan Alaidin Jauhar Alam Syah, yang memerintah Aceh selama 28 tahun, dan wafat dalam tahun 1945 Hijrah (1725 Masehi). Ayahnya adalah Hulubalang Negeri Biheu (Aceh Besar), yang telah lebih dahulu meninggal dunia, namun mengamanatkan kepada putirnya ini, Pocut Meurah Intan yang juga dijuluki Pocut Biheu, agar walau dalam keadaan bagaimanapun jangan sekali-kali tundiuk kepada tentara Kompeni (Belanda). Setelah dalam beberapa waktu secara bahu-membahu berjuang di samping suaminya untuk mengusir tentara Belanda di daerah Laweung dan Batee (Kab. Pidie) akhirnya suaminya menyerah putranya, masing-masing tuanku Budiman, Tuanku Muhammad dan Tuanku Nurdin, serta panglimanya yang paling setia Panglima Mahmud (Pang Waki Mut), meneruskan perjuangan dengan gagah berani. Namun akhirnya setelah beberapa butir peluru tentara Marsose Belanda mampir di perutnya, serta beberapa hentakan keiewang (pedang) menghancurkan lengan (tangan) dan kepalanya, maka tertawan jugalah Pocut Meruah Intan bersama ke—3 putera serta Pang Waki Mud. Tapi dalam keadaan phisik yang sekarang demikian itu, semangat juang Pocut tidak pernah pudar dan mengendor. Terus menyala-nyala. Bahkan masih terus berusaha untuk mengkordinir tentaratentaranya yang masih berjuang di hutan-hutan untuk menghantam dan mengusir Belanda dari Aceh.
38
Melihat situasi yang demikian inilah, maka Belanda akhirnya membuang (mengasingkan) Pocut Meurah Intan ke Blora (Jawa Tengah) di tahun 1901, dan meninggal di sana di tahun 1937, jauh dari tempat kelahirannya. Hanya putranya Tuanku Muhammad yang dibuang (diasingkan) ke Menado (Sulut). Namun saat ini yang terdapat di pemakaman Tegal Sari, Blora hanyalah makam Pocut, Tuanku Nurdin dan Pang Waki Mut. Sedangkan makam Tuanku Budiman tidak terdapat di sana, dan tidak diketahui di mana "Pahlawan Terbuang" itu terkubur. Di Blora saat ini, masih terdapat keturunan Pocut Meurah Intan, di antaranya janda putranya Tuanku Nurdin yang bernama Bu Jumirah yang kini berusia sekitar 80 tahun, yang hidup bersama anak angkatnya dalam keadaan yang memprihatinkan. Tuanku Nurdin yang kala itu masih berada dalam usia muda belia, telah menikah dua kali dengan putri Jawa. Tapi tidak satupun disertai keturunan. Tuanku Nurdin menikah dengan Bu Jumirah, setelah isteri beliau yang pertama meninggal dunia. SementVa itu. Pang Waki Mut yang juga menikah dengan putri Jawa dianugerahi 9 orang putra-puti, 6 di antaranya sampai saat ini masih hidup. Putri beliau yang paling bungsu kini berusia sekitar 54 tahun. Dan dari 9 putra tersebut, kini telah berkembang dengan 26 cucu serta 125 buyut yang semua berdiam di sekitar desa Tegal Sari. (Alimuddin Arahim). #
#
#
t
39
WASPADA P A H L A W A N POCUT M E U R A H INTAN M E N D A P A T T E M P A T D A L A M HATI B A N G S A . Oleh A . Hasjmy
28 JULI 1984 saya berziarah ke Makbarah Tegalsari di Blora (Jawa Tengah), dalam makbarah tempat bermakam seorang Mujahidah, Pahlawan Perang Kemerdekaan di Tanah Aceh, namanya Pocut Meurah Intan. Kesan-kesan dari ziarah tersebut telah saya tulis di bawah judul : POCUT M E U R A H INTAH P A H L A W A N P E R A N G A C E H Y A N G D I L U P A K A N dan dimuat Harian W A S P A D A , dan Majalah SINAR D A R U S S A L A M . Karangan saya tersebut telah menggugah hati nurani bangsa Indonesia, terutama masyarakat Aceh, baik yang bermukim di Tanah Aceh maupun yang sedang merantau di Medan/Sumatera Utara, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surakarta dan Surabaya. Sebagai hasilnya, dalam menyambut Hari Pahlawan (10 Nopember) tahun 1984 lebih 100 orang masyarakat Aceh di Semarang berziarah ek Makbarah Tegalsari untuk menyampaikan rasa hormatnya kepada arwah pahlawan yang dilupakan selama ini. Tanggal 18 April 1985 (Hari Isra dan Mikraj), lebih 250 orang masyarakat Aceh dari Jakarta, Bandung, Semarang dan Yogyakarta berkunjung ke Mahkabarah Tegalsari. Dalam kafilah yang banyak itu terdapat para sesepuh dan tokoh-tokoh masyarakat Aceh, seperti Mr. S.M. Amin (bekas Gubernur Sumatera Utara). A . Hasjmy (bekas Gubernur Aceh/Ketua Umum Majlis Ulama Daerah Istimewa Aceh), Prof. Dr. Teuku Jakub ( Rektor Universitas Gajahmada), Prof. Dr. Ibrahim Alfian (Dekan Fakultas Sastra Universitas Gajahmada), Drs. Muin Umar, M A (Rektor IAIN Kalijogo Yogyakarta), H. Amran Zamzami, SE (Ketua Persatuan eks Tentara Pelajar Resimen II Aceh Difisi Sumatera), Turino Junaidi (Ketua Taman Iskandar Muda Jakarta), Drs. Abdul Hamid (Kepala Perwakilan Gubernur Aceh Jakarta). Tulisan di bawah ini adalah kesankesan dari Z I A R A H yang mendapat restu Gubernur Aceh dan mendapat sambutan hangat dari Gubernur Jawa Tengah, Bupati dan Masyarakat Blora. K E G I A T A N TP RESIMEN II A C E H . PTP (Persatuan eks Tentara Pelajar) Resimen II Aceh Divisi Sumatera sebagai bekas-bekas pejuang kemerdekaan pada tahun-tahun awal Revolusi 45, telah merasa amat tergugah denan tulisan saya tentang pahlawan perang Aceh yang dilupakan itu. Di bawah pimpinan ketuanya, H. Amran Zamzami, SE, Pengurus Persatuan eks Tentara Pelajar Resimen II Aceh telah mempelopori suatu ziarah besar ke Makbarah Tegalsari Blora. Semenjak akhir tahun 1984, persiapan untuk ziarah besar itu telah dilakukannya. Kontakkontak dengan masyarakat Aceh diadakan, baik masyarakat Aceh di Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya, Medan maupun masyarakat Aceh di Tanah Aceh sendiri. Sebuah delegasi khusus telah dikirim untuk menemui Pemerintah Daerah Tk. I Jawa Tengah, Pemerintah Daerah Tk. II Kabupaten Blora dan Kolonel M. Hasbi, Bupati Kabupaten Boyolali (Jawa Tengah) yang kebetulan Putera Aceh). Kepada Bupati, Kolonel M. Hasbi dikuasakan untuk mengadakan urusan lanjutan dengan Gubernur Jawa Tengah dan Bupati Blora. Kontak dengan A. Hasjmy, yang karena tulisannya mereka tergugah, terus diadakan, baik di Aceh maupun pada waktu A. Hasjmy sedang berada di Jakarta. Beberapa pertemuan yang diadakan Pengurus Persatuan eks Tentara Pelajar Resimen II Aceh untuk membicarakan masalah
40
perkunjungan ke Blora, juga dihadiri A . Hasjmy, karena kebetulan sedang berada di Jakarta. Dalam kuartal I tahun 1985, persiapan untuk membentuk sebuah kafilah besar yang akan berangkat ke Blora, telahdirampungkan.Sebuah panitia telah dibentuk. Di bawah pimpinan Ketua Persatuan eks Tentara Pelajar Resimen II Aceh, H. Amran Zamzami, SE, Panitia ziarah menjumpai beberapa orang pejabat dan orang patut-patut, antara lain Menteri Sosial. Dengan Menteri Sosial dibicarakan kemungkinan pengangkatan pahlawan Pocut Meurah Intan untuk menjadi Pahlawan Nasional. Menteri Sosial menyambut dengan baik sekali. Menurut Menteri, bahwa kemungkinan untuk itu selalu terbuka, asal ada usul dari daerah yang bersangkutan dengan menyertai bahan dan data yang diperlukan. Bulletin berkala yang dikeluarkan Persatuan eks Tentara Pelajar (PTP) Resimen II Aceh, juga memuat berita-berita tentang perkunjungan ke Makbarah Tegalsari Biora, bahkan ditetapkan juga riwayat singkat perjuangan Pocut Meurah Intan, panglimanya Waki Mud dan tiga orang puteanya. 28 Maret 1985, di rumah Mahdi A . Hasjmy, Jalan Kawi 18 Semarang, telah berlangusng rapat penting untuk persiapan kunjungan ke Blora. Kecuali tuan rumah, Mahdi, dalam rapat tersebut hadir Drs. Janan Zamzami dan Ismuil SH (Pimpinan PTP II Jakarta), Pimpinan IMAS (Ikatan masyarakat Aceh Semarang), Sumarno, SH (Bupati Kepala Daerah Blora), Kolonel M. Hasbi (Bupti Kepala Daerah Boyolali) dan A . Hasjmy yang kebetulan sedang berada di Semarang untuk menghadiri rapat Kelompok Kerja Kebudayaan di Yogyakarta. Dalam rapat tersebut, pimpinan IMAS melaporkan bahwa Panitia Semarang telah siap, Bupati Blora menyatakan bahwa Pemerintah Daeerah dan Rakyat Blora telah siap menyambut kedatangan para penziarah, sementara Kolonel M. Hasbi, Bupati Boyolali yang kebetulan putera Aceh, mengatakan bahwa beliau telah melakukan pembicaraan dengan Pemerintah Daerah Tk. I Jawa Tengah, dan Gubernur Jawa Tengah akan menerima dengan resmi kafilah penziarah 18 April 1985 pagi di Gedung Wanita Semarang. Janan Zamzami dan Ismuil yang sebelum ke Semarang telah ke Yogyakarta terlebih dahulu, menjelaskan bahwa masyarakat Aceh di Yogyakarta akan ikut berziarah ke Blora sekurng-kuragnya satu bus besar, dan di dalam rombongan Yogya itu termasuk tiga orang sesepuh mereka, yaitu Prof. Dr. Teuku Jakub (Rektor Universitas Gajahmada), Drs. Muin Umar, M A (Rektor IAIN Kalijogo) dan Prof. Dr. Teuku Ibrahim Alfian (Dekan Fakultas Sastra Universitas Gajahmada). PENERBITAN BUKU Di antara usaha dan kegiatan Pimpinan Persatuan eks Tentara Pelajar Resimen II Aceh, menjelang ziarah ke Makbarah Tegalsari Blora, yaitu penerbitan sebuah risalah kecil yang tebalnya 30 halaman dengan judul : D A L A M M A K A M T E G A L S A R I B E R B A R I N G DAMAI S E O R A N G P A H L A W A N W A N I T A POCUT M E U R A H INTAN. Karangan dalam buku tersebut berasal dari tulisan A . Hasjmy dalam Harian Waspada, seperti yang ditegaskan Pimpinan PTP Resimen II dalam kata pengantar. "Dalam Makbarah Tegalsari Blora, di bawah kesejukan pepohonan yang rimbun merindang, berbaring damai seorang pahlawan wanita, Pocut Meurah Intan, yang ditawan musuh dalam Perang Kemerdekaan di Aceh. Semenjak puluhan tahun yang lalu, bersama puteranya pahlawan Tuanku Nurdin dan Pahlawan Pembantunya Pang Mahmud, tubuh yang telah dikoyak-koyak peluru musuh bersemadi di Tegalsari, jauh dari bumi tempat lahirnya "Demikian uangkapan hati yang sangat puitis dari Prof. A . Hajmy, sastrawan Angkatan Pujangga Baru, setelah pada tanggal 28 Juli 1984 berkesempatan berziarah ke makam Pahlawan Wanita yang dilupakan itu. " A . Hasjmy yang pejuang kemerdekaan dan kemudian pernah menjawabat Gubernur KDI Aceh dan Rektor IAIN Jamiah Ar Raniry Darussalam, sekarang Ketua Umum Majlis Ulama Daerah Istimewa Aceh, menurunkan satu serial artikel dalam Harian Waspada tentang pahlawan wanita yang belum banyak diketahui orang itu, Tergugah oleh artikel tersebut dan terdorong
41
oleh rasa hormat dan ungkapan terimakasih kepada para syuhada yang telah mendahului kita, maka Pimpinan PTP II, dengan seizin Prof. A. Hasjmy, menata kembali karangan tersebut dan diterbitkan dalam buku seperti ini " Dalam risalah kecil yang telah beredar itu, A . Hasjmy menulis sebuah pengantar di bawah judul Sekapur Sirih, yang mungkin ada manfaatnya diturunkan di bawah ini : "Tanggal 26 Maret 1985 adalah hari ulangtahun Perang Aceh yang ke—112, karena pada tanggal 26 Maret 1873 Kerajaan Belanda mengumumkan perang terhadap Kerajaan Aceh Darussalam. "Para hari yang amat penting ini, seharusnya kita mengenang kembali kepahlawanan para Mujahid Perang Kemerdekaan di Tanah Aceh yang telah syahid dalam mempertahankan Sisa Kedaulatan Bangsa Indonesia, hatta menyebabkan masih ada bahagian dari tanah air Indonesia yang tetap mempunyai kedaulatan sebagai modal. "Perang Kemerdekaan di Tanah Aceh yang berlangsung puluhan tahun lamanya, telah menyaksikan sejumlah besar Pahlawan Wanita yang bertempur, bahkan memimpin peperangan. Jumlah terbesar di antara mereka telah syahid di medan perang, dan sebahagian lainnya telah di tawan musuh, kemudian diasingkan ke luar Tanah Aceh. " D i antara para pahlawan wanita dalam Perang Kemerdekaan di Tanah Aceh, yaitu Cutnyak Dhien, Cut Meutia (keduanya telah ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional), Teungku Fakinah, Cut Meurah Intan, Cutpo Fatimah, Pocut Baren dan lain-lainnya. "Dalam risalah kecil ini, para pembaca akan menemui sekelumit sejarah kepahlawanan Cut Meurah Intan, yang dalam keadaan bagaimanapun, hati, jiwa dan semangatnya tidak pernah menyerah kepada penjajah Belanda. Dalam keadaan luka parah, tubuh kasarnya dapat ditawan, teapi Belanda tidak pernah dapat menawan semangat, hati dan cita-cita kemerdekaannya. "Data-data kepahlawanan Cut Meurah Intan yang termaktub dalam risalah ini, semoga menjadi bahan pertimbangan bagi Pemerintah dalam usahanya untuk menambah deretan Pahla' wan Nasional terutama Pahlawan Nasional Wanita. "Sebuah harapan yang tidak berlebih-lebihan " Risalah kecil ini telah disebar luaskan, baik di Jakarta, Bandung Semarang, Yogyakarta dan terutama di Blora.
BAG. II. KAFILAH MENUJU BLORA. Setelah segala-galanya musta'id, tanggal 17 April 1985 pada pukul 17 (pkl. 5 sore) kafilah ziara_b bertolak dari Jakarta dengan empat buah bus besar yang ber A C dan ber-toilet, yang penumpangnya sekitar 150 orang, terdiri dari pria dan wanita. Dari Bandung dan Yogyakarta, mereka berangkat dengan bus sendiri, sementara masyarakat Aceh Semarang berangkat dengan puluhan mobil sedan dan kombi, hatta sel uruh kafilah berjumlah lebih dari 250 orang. Dalam rombongan kafilah yang berangkat dari Jakarta, ikut sejumlah wartawan yang mewakili beberapa suratkabar ibukota. Juga ikut serta perusahaan video untuk merekam peristiwa yag penting itu. Mr. S.M. Amin bersama Nyonya Amin dan kru TVRI berangkat dari Jakarta ke Semarang dengan pesawat terbang G A R U D A , dan pada tanggal 18 April 1985 di Semarang menggabungkan diri dengan induk kafilah ziarah. Saya sendiri (A. Hasjmy) telah semenjak tanggal 17 April 1985 berada di Semarang, antara lain untuk ikut mengamati persiapan-persiapan terakhir di ibukota Jawa Tengah itu. Perjalanan jauh dari Jakarta ke Semarang tidak membuat para anggota kafilah menjadi lelah, bahkan mereka semua berjiwa hidup sepanjang jalan, karena hasrat ziarah ke makam seorang pahlawan wanita yang ikut memimpin pertempuran dalam perang kemerdekaan di Aceh, telah membuat semangat mereka marak menyala sehangat keberanian pahlawan wanita itu.
42
Tidak usah dijelaskan lagi, bahwa sepanjang jalan dari Jakarta ke Semarang, kafilah ziarah mendapat perhatian yang hangat, yang mungkin dengan bermacam-macam tandatanya. Hal ini, karena pada kedua belah sisi dinding bus yang panjang itu, dilekat erat sepanduk besar yang bertulisan jelas menyolok, yang berisi pernyataan bahwa rombongan dalam bus-bus itu adalah Kafilah Ziarah yang akan berziarah ke Makam Pahlawan Wanita Pocut Meurah Intan di Makbarah Tegalsari Blora. Perhatian masyarakat demikian besarnya, baik sepanjang jalan antara Jakarta dan Semarang, di kota Semarang, sepanjang jalan antara Semarang dan Blora, maupun di kota Blora dan sekitarnya, kecuali karena kampanye yang telah berbulan-bulan dilakukannya, juga disebabkan karena Kafilah Ziarah itu berangkat menjelang tanggal 21 April 1985, hari lahirnya Pahlawan Nasional Wanita Raden Ajeng Kartini, yang akan diperingati dengan meriah dan khidmat, terutama di Rembang tempat Kartini bermakam, antara Semarang dan Blora. Di samping itu semua, ada faktor lain yang pada mulanya di luar perhitungan pimpinan Persatuan eks Tentara Pelajar Resimen II yang bermarkas di Jakarta, yaitu bahwa tanggal 17 dan 18 April 1985 adalah hari-hari pertama berlangsungnya upacara peragaan peringatan ISRA' dan M I K R A J , hari bersejarah yang amat penting dalam kehidupan Umat manusia. Akhirnya terasa, bahwa safari kafilah ziarah itu dengan segala upacara dan pertemuan dalam kunjungan tersebut, telah menjadi satu dengan upacara-upacara peringatan Isra dan Mikraj dan dengan persiapan upacara memperingati hari jadi R.A. Kartini. Selain dari itu, juga di daerah Rembang, sekitar makam pahlawan nasional Raden Ajeng Kartini, sedang berlangsung perkemahan Pramuka se Jawa Tengah. Peristiwa tersebut, tanpa disengaja telah turut memeriahkan safari kafilah ziarah masyarakat Aceh dari Jakarta, Bandung, Semarang dan Yogyakarta. P E N Y A M B U T A N GUBERNUR JAWA TENGAH. Tanggal 18 April 1985 pukul 5 pagi, Kafilah ziarah dari Jakarta yang terdiri dari empat bus besar telah sampai di kota Semarang dan terus menuju ke Kampus BPG (Balai Pendidikan Guru) di arah Selatan kota. Pimpinan IMAS (Ikatan Masyarakat Aceh Semarang) telah terlebih dahulu mengadakan pembicaraan dengan Pengurus B P G , untuk dapat meminjamkan kampus BPG bagi penempatan kafilah ziarah dari Jakarta. Kampus Balai Pendidikan Guru Semarang ini cukup luas dan baik, lengkap dengan ruang-ruang belajar, aula, lapangan olahraga dan wisma yang dapat menampung sekitar 300 orang dalam kamar-kamar yang berkapasitas dua orang dengan perlengkapan yang hampir menyerupai hotel berbintang 3. Cukup lumayan. Untuk Mr. S. Amin dan Nyonya Amin, Prof. Dr. Teuku Yakub, Prof. Dr. Teuku Ibrahim Alfian dan para kru T V R I disediakan Wisma P E R T A M I N A yang terletak di daerah elite CANDI. Wisma Pertamina ini setaraf dengan hotel berbintang 4. Setelah istirahat sejenak dan ganti pakaian, pukul 7.30 pagi rombongan kafilah ziarah dari Jakarta meninggalkan Kampus Balai Pendidikan Guru menuju Gedung Wanita, di tempat Gubernur Kepala Daerah Propinsi Jawa Tengah akan menerima dengan resmi Kafilah Ziarah ke Makam Tegalsari Blora. Dalam Gedung Wanita Semarang, anggota kafilah ziarah dari Jakarta bergabung dengan para anggota Kafilah dari Semarang, Bandung dan sebahagian anggota kafilah dari Yogyakarta, karena sebahagian yang lain sebanyak satu bus telah berangkat langsung dari Yogyakarta ke Blora dan di Blora baru bergabung menjadi satu. Baik juga dijelaskan, bahwa di antara anggota kafilah yang datang dari Jakarta ada sejumlah pasangan (kalau tidak salah 7 pasang = 14 orang) yang ditugaskan memakai pakaian Adat Aceh, lengkap dengan kupiah meukutoop dan rencong Meupucook, sehingga pasangan-pasangan itu
43
menjadi perhatian istimewa dari masyarakat, baik di Semarang maupun di Blora. Adanya pasangan-pasangan yang memakai pakaian Adat Aceh, telah membuat kafilahziarah yang cukup besar itu (lebih dari 250 orang) menjadi lebih bernilai dan amat berwibawa. Pukul 8 tepat, upacara penyambutan resmi dimulai oleh protokol Kantor Gubernur Jawa tengah, dengan memberi tahu bahwa Bapak Gubernur sendiri berhalangan hadir karena telah ke luar kota, dan beliau diwakili oleh Wakil Gubernur, Drs. Sukarjan, sementara yang aka n mengantar kafilah ziarah ke Blora yaitu Kepala Direktorat Sosial Politik pada Kantor Gubernur. Yang duduk paling depan menghadap para hadirin-hadirat, yaitu Wakil Gubernur, Prof. A. Hajmy, H. Amran Zamzami, SE sebagai Ketua Kafilah Ziarah dan Drs. Abdul Hamid, Kepala Perwakilan Gubernur Aceh di Jakarta yang mewakili Gubernur Aceh. Upacara penyambutan berjalan lancar dan cepat. Wakil Gubernur, atas nama Pemerintah Daerah dan Rakyat Jawa Tengah mengucapkan pidato sambutan yang bernas: H. Amran Zamzami, SE atas nama Kafilah Ziarah menyampaikan pidato balasan yang berimbang, sementara Drs. Abdul Hamid mengucapkan pidato sambutan yang antara lain menyampaikan maaf dan terimakasih Gubernur Aceh kepada Gubernur dan rakyat Jawa Tengah. Setelah berlangsung upacara saling memberi cendera mata dan jamuan makan minum ringan maka selesailah upacara penyambutan yang penuh khidmat dan mempunyai nilai serta arti tersendiri. Manfaat juga untuk dijelaskan, bahwa Kepala Perwakilan Gubernur menyampaikan cendera mata dalam bentuk plaket lambang Daerah Istimewa Aceh, dan Ketua Persatuan eks Tentara Pelajar Resimen II Aceh, H. Amran Zamzami, SE selaku ketua kafilah ziarah menyampaikan kepada Gubernur Jawa Tengah Plaket Lambang PTP II, risalah Pocut Meurah Intan dan informasi-informasi lain tentang pahlawan wanita itu, sementara wakil Gubernur Jawa Tengah menyampaikan cendera mata berupa plaket lambang Pemerintah Daerah Jawa Tengah, baik kepada Kepala Perwakilan Gubernur Aceh maupun kepada Ketua Kafilah Ziarah. Dengan didahului Mobil Rintis (voorspit) Polisi yang khusus disediakan oleh Pemerintah Daerah Jawa Tengah, pada pukul 9 tepat kafilah ziarah yang terdiri sekitar 30 kendaraan itu, baik bus besar, kombi maupun sedan, berangkat meninggalkan Semarang dengan dilepaskan oleh Wakil Gubernur dan para pejabat lainnya. Karena sepanjang jalan mobil rintis Polisi terus menyalakan lampu merah di atas kap dengan bunyi sirene yang menderu-deru, maka perjalanan kafilah ziarah menjadi sangat lancar sampai ke Blora, demikian pula perjalanan kembali dari Blora ke Semarang. Sungguh suatu bantuan yang tidak ternilai harganya. :
U P A C A R A Dl B L O R A . Pukul satu siang, kafilah ziarah memasuki kota Blora. Sejak batas kota sampai ke Pendopo Kabupaten, Polisi Lalulintas telah disiapkan untuk mengatur rute jalan-jalan yang akan dilalui kafilah, sehingga perjalanan masuk kota mudah dan teratur rapi, hatta semua kendaraan kafilah dimangkalkan dalam pekarangan pendopo yang cukup luas, sementara upacara lagi berlangsung. Di anjung yang menghubungkan pendopo kabupaten dengan rumah kediaman resmi kepala daerah, Bupati Sumarno, SH dan ibu Sumarno, Pimpinan DPRD dan para Muspida lainnya menerima kedatangan Kafilah dengan jabatan salam muhibbah yang mesra dan ramah. Setelah para anggota kafilah ziarah memenuhi ruangan pendopo yang luas itu, yang bahagian-bahagian tertentu telah trlebih dahulu diduduki tokoh-tokoh masyarakat Blora yang turut diundang, upacarapun dibuka oleh protokol kantor Bupati. Perlu juga dijelaskan, bahwa satu tempat tertentu dalam ruangan pendopo telah ditentukan untuk menantu dan pribadi lain yang ada hubungan dengan Pahlawan Pocut Meurah Intan, demikian pula bergabung di tempat tersebut para putera, putri, menantu dan cucu-cucu dari
44
Panglima Mahmud. Terasa, bahwa segala-segalanya telah dipersiapkan dan diatur rapi oleh Bupati Sumarno yang simpatik dan peramah itu. Upacara tidak berlaku panjang. Segalanya berjalan cepat, tetapi mencukupi dan lancar. Setelah pidato sambutan dari Bupati atas nama Pemerintah Daerah dan Rakyat Blora dan pidato balasan dari Ketua Kafilah, H. Amran Zamzami, SE, maka dilakukan saling memberi cendera mata. Kepala Perwakilan Gubernur Aceh, Drs. Abdul Hamid, menyampaikan cendera mata dalam bentuk plaket Lambang Daerah Istimewa Aceh kepada Bupati Blora, dan sebaliknya Bupati Blora menyampaikan cendera mata balasan dalam bentuk plaket lambang daerah Kabupaten Blora. H. Amran Zamzami selaku Ketua Kafilah Ziarah/Ketua Persatuan eks Tentara Pelajar Resimen II Aceh, menyampaikan cendera mata kepada Bupati Blora berupa plaket Lambang PTP II, risalah Pocut Meurah Intan, Lukisan Pocut Meurah Intan yang indah dan besar, sementara kepada ibu Sumarno disampaikan cendera mata dalam bentuk sebuah paket yang saya tidak tahu apa isinya.
KE III Selain kepada bupati dan ibu Sumarno, H. Amran Zamzami, SE, selaku Ketua kafilah, menyampaikan cendera mata kepada ahli-famili Pang Mahmud dan ahli famili Pocut Meurah Inta, yang berupa lukisan indah Pang Mahmud yang juga berukuran besar dan paket-paket yang juga saya tidak mengetahui apa isinya. Bupati Sumarno menyampaikan cendera mata kenangan berupa plaket lambang daerah Blora kepada ketua kafilah, yang sejak awal tukar menukar cendera mata disambut hadirin dengan tepuk tangan. Selesai makan siang dengan "sate bloranya" yang asli, Bupati dan anggota Muspida lainnya mengantar kafilah ziarah ke Makbarah Tegalsari dan Makbarah Butoh di pinggiran kota Blora. Upacara pada kedua makbarah tersebut berlangsung singkat dan khidmat, terdiri dari pidatopidato singkat, pembacaan doa, peletakan karangan bunga dan tabur bunga. Amat berkesan. Para ahli famili Pang Mahmud dan PocutMeurah Intan menangis tersedu-sedu karena harunya, yang diiringi oleh tangisan sebahagian anggota kafilah, terutama anggota wanita Dalam perjalanan pulang ke Semarang, Kafilah ziarah menziarahi Makam Pahlawan Nasional Raden Ajeng Kartini di'Rembang. POCUT M E U R A H INTAN D A N P A N G M A H M U D . Mungkin akan ada pertanyaan, siapa sebenarnya yang bermakam di Makbarah Tegalsari dan Makbarah Butoh Blora, sehingga beramai-ramai masyarakat Aceh di Jawa berkunjung ke sana ? Bagi para pembaca yang belum membaca risalah Pocut Meurah Intan yang diterbitkan oleh Pimpinan Persatuan eks Tentara Resimen II Aceh, atau buku A T J E H karangan wartawan Belanda H. G. Zentgraaff, atau buku Serikandi Aceh karangan H.M. Zainuddin, akan saya uraikan dengan ringkas siapa sebenarnya pahlawan-pahlawan perang Aceh yang bermakam di kedua makbarah tersebut. Pocut Meurah Intan yang juga terkenal dengan panggilan Pocut Biheu, ialah puteri dari Uleebalang Nanggrou Biheu. T. Meurah Intan bersuamikan seorang pangeran turunan Sultan Aceh, namanya Tuanku Abdul Majid. Dari perkawinan ini, Pocut Meurah Intan melahirkan tiga orang putera, yang dinamakan Tuanku Budiman, Tuanku Muhammad dan Tuanku Nurdin.
45
Dalam Perang Kemerdekaan di Aceh yang menghabiskan waktu amat lama itu, Pocut Meurah Intan bersama ketiga orang puteranya menjelma ke permukaan menjadi pahlawanpahlawan yang tidak kenal kompromi, apalagi menyerah. Ayahnya, Uleebalang Naggrou Biheu sebelum syahid di medan perang meninggalkan wasiat kepada putrinya, Meurah intan, agar dia terus memimpin rakyat dalam perang jihad melawan penjajah Belanda. Wasiat ini dipegang teguh oleh Pocut dan diwariskan lagi kepada ketiga orang puteranya. Pada waktu suaminya Tuanku Abdul Majid menyerah kepada kekuasaan Hindia Belanda, Pocut Meurah Intan marah sekali dan sepontan dia melakukan pemasahan terhadap suaminya, artinya meminta kepada Kadli Naggrou agar dia diceraikan dari suaminya. Setelah Pocut bukan lagi isteri dari Tuanku Abdul Majid, Maka dia bersama tiga orang puteranya memimpin perang gerilya di sekitar daerah Biheu, Laweung, Lampanah dan Lamteuba. Salah seorang panglimanya yang gagah berani dan amat setia, yaitu Pang Mahmud yang oleh perwira-perwira Belanda disebut Waki Mud, karena beliau adalah Wakil Panglima Pasukan sedangkan Panglima Pasukan yaitu Pocut Meurah Intan. Karena keteguhan pendirian nya dan keberaniannya yang luar biasa, Pocut Meurah Intan dan tiga oran gputeranya bersama pembantu setianya Pang Mahmud, sangat ditakuti oleh tentara kolonial Belanda, tetapi jugga mereka sangat menghormatinya, seperti yang pernah diriwayatkan oleh wartawan Belanda H.C. Zentgraaff. Setelah bertempur bertahun-tahun, setelah tubuhnya dikoyak-koyak peluru musuh dan tidak berdaya lagi, Pocut bersama tiga orang puteranya dan panglima setianya Waki Mud ditawan tentara Belanda. Karena hormat kepada pahlawan wanita yang dikaguminya itu, maka para perwira tentara Belanda berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menyembuhkan Pocut dari lukaluka yang diakibatkan oleh peluru-peluru tentara Belanda sendiri. Setelah sembuh dari luka parahnya, sebagai orang tawanan di Banda Aceh Pocut mengadakan persiapan-persiapan untuk lari ke daerah gerilya, agar dapat melanjutkan peperangan terhadap kekuasaan Belanda. Malang, sebelum maksudnya kesampaian rahasianya diketahui kaki tangan Belanda, dan kemudian dengan alasan berbahaya untuk tentara pendudukan Belanda, maka Pocut Meurah Intan, tiga orang puteranya dan Pang Mahmud dibuang ke Tanah Jawa, tepatnya ke Blora Jawa Tengah. Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda yang menyatakan bahwa Pocut Meurah Intan tidak boleh tinggal di Aceh, khususnya di Wilayah Seulimeum dan Wilayah Sigli bertanggal 16 April 1906 No. 10. Dalam SK tersebut antara lain disebut bahwa demi untuk ketenteraman dan ketertiban Pocut harus dibuang ke tanah Jawa. Pocut Meurah Intan yang wafat pada tanggal 19 September 1937 dimakamkan dalam Makbarah Tegalsari Blora, sementara Wakilnya yang setia, Pang Mahmud dimakamkan di Makbarah Buton Blora yang letaknya tidak berjauhan. Apabila para pembaca telah mengetahui, siapa Pocut Meurah Intan bersama tiga orang puteranya dan Pang Mahmud, tentu para pembaca akan sependapat dengan para kafilah ziarah bahwa berziarah ke Makbarah Tegalsari dan Makbarah Butoh di Blora adalah sesuatu yang harus terjadi dan terpuji. KESAN DAN S A R A N . 18 April 1985 pukul 8 malam, kafilah ziarah tiba kembali di Semarang, sementara Kafilah Yogyakarta terus kembali ke kotanya tanpa menyinggahi Semarang. Pukul 9 malam, dilangsungkan pertemuan ramah-tamah antara Kafilah Ziarah yang datang dari Jakarta dan Ikatan Masyarakat Aceh Semarang. Dalam pertemuan tersebut telah berbicara menyampaikan kesan dan harapan serta sarannya masing-masing, yaitu Drs. M. Dahlan Ketua Ikatan Masyarakat Aceh Semarang, H. Amran Zamzami, SE, Ketua Persatuan eks Tentara Pelajar
46
Resimen II Aceh, Turino Junaidi, Ketua TIM (Taman Iskandar Muda) Jakarta, dan Prof. A. Hasjmy, Ketua Umum Majlis Ulama Daerah Istimewa Aceh. Kesan-kesan, harapan-harapan dan saran-saran yang telah disampaikan para pembicara dalam pertemuan malam terakhir perjalanan Kafilah Ziarah, apabila dipandu dan disusun kembali akan tersimpul sebagai berikut : 1. Pernyataan syukur kepada Allah Yang Maha Esa, yang dengan rahmat kurnianya maka safari Kafilah Ziarah telah berhasil baik. 2. Penyampaian terimakasih dan penghargaan ikhlas kepada Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Daerah Kabupaten Blora, yang telah memberi segala macam bantuan dan fasilitas sehingga tujuan Kafilah Ziarah telah berjalan lancar dan telah mencapai hasil maksimal. 3. Pengucapan rasa hormat dan terimakasih kepada Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh, yang telah memberi restu, dan kemungkinan-kemungkinan bagi terlaksananya safari Kafilah Ziarah ke Makbarah Tegalsari dan Makbarah Büton. 4. Penyampaian harapan dan saran kepada Pemerintah,agar memberi penghargaan dan bantuan tetap kepada menantu Pocut Meurah Intan yang masih hidup, demikian pula kepada puteraputeri Pang Mahmud yang membutuhkan bantuan. 5. Penyampaian harapan dan saran kepada Pemerintah Pusat, dalam hal ini kepada Menteri Sosial, agar menetapkan Pahlawan Perang Kemerdekaan di Aceh, Pocut Meurah Intan, menjadi Pahlawan Nasional. 6. Usul penetapan Pocut Muerah Intan menjadi Pahlawan Nasional, seyogianya disampaikan oleh : a. Pemerintah Daerah Istimewa Aceh, karena Pocut berasal dari Tanah Aceh, dan b. Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Tengah, karena Pocut wafat dan bermakam di Jawa Tengah. 7. Sebagai tindak lanjut dari safat Kafilah Ziarah yang berhasil baik, diharap dan disarankan kepada Pimpinan Persatuan eks Tentara, Pelajar Resimen II Aceh Divisi Sumatera dan Piminan Taman Iskandar Muda, yang kedua organisasi tersebut ber Markas di Jakarta, agar mempelopori dan memerkasai pemugaran makam Pocut Meurah Intan, makam Tuanku Nurdin, makam Tuanku Budiman, makam Tuanku Muhammad dan makam Pang Mahmud. Sebaiknya semua makam para Pahlawan itu dikumpulkan di satu tempat, yait u dalam Makbarah Tegalsari Blora. Makam Pang Mahmud yang berada di Makbarah Butoh makam Tuanku Nurdin yang berada di Rembang, agar diusahakan pemindahannya ke Makbarah Tegalsari Blora, sementara makam Tuanku Budiman diusahakan pencariannya dan makam Tuanku Muhammad biarlah tetap di Menado. 8. Dalam melaksanakan pemugaran dn pemindahan makam para Pahlawan tersbut, disarankan agar Pimpinan Persatuan eks Tentara Pelajar Resimen II Aceh dan Pimpinan Taman Iskandar Muda terlebih dahulu mengadakan pembicaraan dan musyawarah dengan Pemerintah Daerah Istimewa Aceh, Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Tengah, Pemerrintah Daerah Kabupaten Blora dan organisasi-organisasi Masyarakat Aceh yang berada di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surakarta dan Surabaya. 9. Tanggal 26 Maret 1873, Kerajaan Belanda mengumumkan perang terhadap Kerajaan Aceh Darussalam, ultimatum mana ditolak denaan tegas oleh Kepala Negara Aceh, Sultan Alaiddin Mahmud Syah, sehingga menyyebabkan pecah peperangan yang amat lama antara Kerajaan Belanda dnegan Kerajaan Aceh darussalam. 10. Karena adanya ultimatum 26 Maret 1873 yang menyebabkan berkecamuknya peperangan puluhan tahun lamanya, maka muncullah banyak sekali Pahlawan-Pahlawan Kemerdekaan di Tanah Aceh, baik yang telah syahid di medan perang meupun yang ditawan dan dibuang ke luar Aceh; baik yang telah ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional maupun yang belum. 11. Telah menjadi kebiasaan yang baik dari Bangsa Indonesia, terutama dari masyarakat di dae-
47
rah tempat Pahlawan bersangkutan lahir, untuk memperingati dan merayakan Hari lahir Pahlawannya. 12. Bagi Rakyat Indonesia di Tanah Aceh tidaklah mudah memperingati dan merayakan Harilahir Pahlawannya, karena Perang Kemerdekaan di Tanah Aceh telah memunculkan banyak sekali Pahlawan, Seminar Pahlawan Perang Kemerdekaan di Tanah Aceh yang berlangsung di Medan beberapa tahun yang lalu, telah coba mendaftarkan nama-nama Pahlawan Perang Kemerdekaan di berbagai pelosok Tanah Aceh, dan hasilnya kemudian terdaftar lebih dari 1000 (seribu) Orang. Kalau jumlah yang sebanyak ini akan diperingati tiap hari satu orang aan harus selesai dalam satu tahun, maka memerlukan adanya "tahun" yang jumlah harinya lebih dari "1000 hari", suatu hal yang mustahil. 13. Berhubung hal yang tidak mudah, bahkan mustahil dilaksanakannya, maka disarankan kepada Pemerintah Daerah Istimewa Aceh dan Masyarakat Aceh seluruhnya di manapun berada, agar menetapkan tanggal 26 Maret menjadi Harai Pahlawan Indonesia di Tanah Aceh, dan pada tanggal tersebut tiap-tiap tahun diperingati sebagai Hari Pahlawan Perang Kemerdekaan di Tanah Aceh yang jumlahnya sangat banyak. Pada hari hari peringatan itu, dapat saja ditonjolkan di antara pahlawan-pahlawan itu satu dua orang tiap-tiap tahun berganti-ganti, menurut pertimbangan panitia peringatan setempat. 14. Demikianlah harapan-harapan dan saran-saran dari Kafilah Ziarah ke Blora, semoga mendapat perhatian.
* * *
48
NILAI D A N H A R K A T S E O R A N G P A H L A W A N T I D A K DILIHAT DARI B A T U N I S A N N Y A (Oleh; Noordin Tambunan). Bupati Blora H. Soemarno SH mengatakan nilai-nilai dan bobot serta harkat seorang pejuang atau pahlawan tidak dilihat dari bagusnya batu nisannya, melainkan sumbangan dan perjuangannya yang ingin kita lestarikan agar para pemuda/pemudi penerusnya bisa mengambil suri tauladan dari nilai-nilai perjuangannya. Ini dikemukakan Bupati Blora itu 18 April lalu di Pendopo Kabupaten Blora ketika menerima resmi sekitar 200 orang peziarah yang sudah lanjut usia (umumnya) dari masyarakat Aceh, Jakarta, D.l. Yogyakarta, Semarang, dan lain-lain, yang sengaja datang ke kota itu guna menziarahi makam seorang 'Srikandi' Aceh yang belum banyak dikenal, namun perjuangan dan pengabdiannya cukup mengharukan, dan yang dikagumi dan dihormati baik oleh kawan maupun lawan ketika itu namanya Pocut Meurah Intan, yang meninggal dunia dalam status buangan 20 September 1937. Menggambarkan bagaimana keadaan pemakaman umum di Makam Tegal Sari, pinggiran kota Blora, Sumarno mengatakan makam itu sendiri tidak sebagaimana yang digambarkan untuk makam seorang pahlawan. Makam berada di tengah-tengah makam lainnya yang paling himpit. Namun ia mengharapkan dengan adanya ziarah masyarakat Aceh ini ada tindak lanjut dari usahausaha ini serta ada manfaatnya dalam menghormati jasa-jasa pahlawan. Ziarah, yang diprakarsai Persatuan Tentara Pelajar Resimen II Divisi Sumatera, yang diketuai H. Amran Zamzamy S.E. diikuti sekitar 200 orang ibu dan bapak-bapak yang sebagian besar berusia lanjut, yang menumpang empat bus besar masyarakat Aceh yang berada di kota-kota lainnya di Semarang, bahkan juga dari Aceh. Di antara tokoh masyarakat Aceh yang hadir nampak Prof. A . Hasjmy, Ketua Umum Majelis Ulama D.l. Aceh, S.M. A m i n , eks Gubernur Sumut yang pertama, Prof. Dr. T. Jacob, Rektor Gajah Mada. dan lain-lain. Ziarah ini mendapat perhatian besar dari kalangan masyarakat, bahkan dari Mensos Ny. Nani Soedarsono S.H., Menparpostel Achmad Tahir KetuaLegiunVeteran R.I., Gubernur Jateng dan Gubernur D.l. Aceh, yang dalam pesan-pesannya kepada panitia ziarah belum lama mengharapkan agar panitia terus menggali sejauh mana nilai-nilai perjuangan dai pahlawan dan pejoang. Dl S E M A R A N G . Gubernur Jawa Tengah Ismail yang diwakili Wagub Jateng Drs. Soekardjan memberikan perhatian yang besar terhadap usaha-usaha yang dirintis oleh Persatuan ex TP. II Div. Sumatera ini. Wagub Soekardjan ketika secara resmi menerima seluruh rombongan di Gedung Wanita Jateng Kamis pagi mengatakan iangkah yang dilakukan ini menggugah hati kita sekedar melihat kembali perjuangan para pahlwan Indonesia di masa masa lampau maupun pada masa masa sekarang. la mengatakan, sejak Belanda menduduki Indonesia terus menerus dari Sabang sampai Merake melahirkan banyak pahlawan yang berusaha mengusir penjajah itu. "Salah seorang di antaranya adalah Pocut Meurah Intan ini," ujarnya, dnegan menambahkan meskipun saat itu komunikai sangat minim, tapi ini tidak menghalangi tekad seluruh bangsa untuk mengusir Belanda. Dipilihnya gedung wanita Jateng sebagai tempat penerimaan resmi rombongan agar masyarakat lebih tahu bahwa Pocut Meurah Intan adalah salah seorang pahlawan, yang namanya sedang diperjuangkan untuk bisa disejajarkan dengan pahlawan-pahlawan nasional wanita lainnya seperti Cut Nyak Dhien dan Cut Meutiah, keduanya juga dari Aceh, dan lain-lain.
49
SEDIKIT M E N G E N A I POCUT M E U R A H I N T A N . Dalam kesempatan di pendopo Kabupaten Blora, Bupati Sumarno juga tidak lupa memperkealkan satu keluarga Pocut Meurah Intan dan keluarga Pang Mahmud yang lebih dikenal dengan panggilan Waki Mut, panglimanya yang paling setia. Belum banyak yang bisa digali mengenai perjuangan Pocut yang satu ini. Tetapi A . Hasjmy, bekas gubernur Aceh, dalam tulisannya yang mengambil sumberdari buku 'Aceh' karnagan H.C. Zentgraff, pengarang dan wartawan Belanda terkenal pemimpin redaksi harian De Java Bode, mengatakan Pocut Meurah Intan termasuk deretan nama ribuan Pahlawan Wanita Indonesia di Tanah Aceh. Sesudah Sultan Alauddin Mahmud Syah (yang menolak ultimatum Belanda) syahid sebagai korban perang maka Sultan Alaiddin Muhammad Daud Syah, yang usianya baru lebih kurang 10 tahun dilantik menjadi Sultan Kerajaan Aceh Darussalam, dengan Tuanku Hasyim Bangta Muda menjadi Mangkubumi yang bertugas melaksanakan pemerintahan. Ibukota kerajaan juga dipindahkan ke Indrapuri dan kemudian ke Keumala Dalam. Tidak lama kemudian sifat berubah dari 'Perang Frontal Total' menajdi Perang Gerilya Raksasa di seluruh Aceh. Salah satu basis perang gerilya ini ada di daerah Leweung dan Batee (Kabupaten Pidie sekarang) yang dipimpin seorang Ibu Mujahidah dan Putera-puteranya yang juga pahlawan. Mereka itu adalah Pocut Meurah Intan, Tuanku Budiman, Tuanku Muhammad dan Tuanku Nurdin. Kepahlawanan Pocut Meurah Intan yang pantang menyerah sekalipun sudah ditembusi peluru membuat para perwira Belanda kagum dan hormat. Dalam keadaan luka parah, dua tetakan di kepala dan dua di bahunya dengan salah satu urat keringnya putus, ia berbaring di tanah penuh dengan darah dan lumpur. Seseorang sersan melihatnya dengan perasaan penuh belas kasihan berkata kepada komandannya: 'Boleh kah saya meiepaskan tembakan pelepas nyawanya?, yang dibentak komandannya: 'Apa kau sudah gila?, lalu pasukan meneruskan perjalanan, dan meeka rupanya menginginkan agar wanita itu meninggal di tangan bangsanya sendiri. Pocut Meurah Intan, juga puteri seorang bangsawan. Dengan suaminya yang juga keturunan bangsawan, Sultan bdul Madjid, ia punya putera tiga orang yang juga pahlawan. Semangatnya tidak pernah luntur, bahkan sesudah suaminya menyerah kepada Belanda ia bersama tiga puteranya itu dan panglimanya yang setia, Waki Mut, meneruskan perang gerlya. Dan bahkan sesudah sebuh dari sakitnya dalam status tawanan, ia merencanakan untuk melarikan diri meneruskan perang gerilya, namun sebelum maksud terlaksana keburu tercium oleh musuh. la pun ditawan kembali bersama ketiga puteranya itu dan Waki Mut, namun gerilya tetap diteruskan oleh rakyatnya dan pasukannya yang masih setia. Untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan, Belanda kemudian mengasingkan Pocut Meurah Intan, Tuanku Nurdin, Tuanku Budiman Muhammad dan Pang Mahmud (Waki Mut) keluar Aceh. Tuanku Muhammad ke Sulut, sedangkan Pocut Meurah Intan, Tuanku Nurdin, Tuanku Budiman dan Waki Mut dibuang ke Jawa, tepatnya di Blora. Pada makam umum Tegal Sari dan makam Butoh di Blora, hanya Pocut Meurah Intan Tuanku Nurdin dan Waki Mut, sedangkan Tuanku Budiman tidak terdapat di sana, dan tidak diketahui di mana pahlawan terbuang itu berkubur. Mereka tiba di Blora dalam tahun 1901, dan Pocut Meurah Intan meninggal dunia 20 September 1937 dalam usia lebih dari 100 tahun. Moch. Idris, anak ketujuh dari sembilan bersaudara putera dan puteri Waki Mut (pang Mahmud), Pocut Meurah Intan ketika tiba di Blora 84 tahun lalu pada kepalanya terdapat banyak tetakan luka-luka, kedua tangannya seperti disayat-sayat dan badannya tertembus peluru.
50
Puteranya, Tuanku Nurdin, menikah dengan orang Jawa (Ny. Rasiah) tapi tidak punya keturunan, beitu juga dari isteirinya yang kedua Ny. Djoewirah, masih hidup, tidak punya anak kecuali anak angkat. Sedangkan Waki Mut punya anak sembilan orang (enam orang masih hidup), empat pria dan lima wanita (semuanya dengan nama depan Siti. Yang tertua yang masih hidup, Siti Khatijah berusia 78 tahun, sementara yang paling bungsu, Siti Soemartinah berusia 54 tahun. Dari anak-anak ini Waki Mut mempunyai cucu 26 orang dan buyut 125 orang. Dari makam Tegal Sari, rombongan ini juga berziarah ke makam Pahlawan Nasional R.A. Kartini di Rembang, yang jaraknya dari Blora tidak berapa jauh. #
#
#
51
POCUT M E U R A H dan WAKI MUD Menurut seorang anggota DPRD Kabupaten Blora.
Surat bapak M . A c h m a d yang pada waktu itu menjabat anggota D P R D Kabupaten Blora kepada bapak Tamar Djaja Pemimpin U m u m Harian Pemandangan di Jakarta, banyak mengungkap hal-hal sekitar Pocut Meurah Intan serta Panglima-nya Pang M a h m u d alias Waki M u d , yang selama ini kurang diketahui orang. Surat ini dibuatnya pada tanggal 16 Nopember 1956 ketika Waki M u d masih hidup dan bersama ini kita muat selengkapnya dan masih mempergunakan ejaan lama. Kepada J t h . , Saudara Tamar Djaja d/a Pemimpin U m u m Harian Pagi Surat Kabar " P e m a n d a n g a n " Gunung Sahari A n t j o l 14. di Djakarta. Assalamu'alaikum w.w. Dengan ini kami beritahukan dengan hormat kepada saudara, bahwa setelah kami membaca keterangan saudara yang tercantum di dalam surat kabar " P E M A N D A N G A N " t g l . 3 Nopember 1956 halaman ke II jang berkepala Tjut Njak Din Srikandi Indonesia keturunan A t j e h , maka berdebar-debarlah hati kami, disebabkan adanya suatu makam yang terdapat di desa Tegalan Ketjamatan K o t a Blora jang di dalam istilah rakjat Blora terkenal dengan sebutan Makam m B a h (nenek) Tjut. Karenanja pada waktu itu, kami adakan penjelidikan-penjelidikan dengan meminta keterangan2 kepada penduduk d i sekitar tempat tersebut, apakah gerangan mBah Tjut i t u ? S e d j a k kapan ia datang kemari? Dengan siapa ia berkawan ? A d a p u n hasil daripada penjelidikan kami tentang hal tersebut itu sebagai tertera di bawah ini. 1.
Makam itu adalah makam Tjut Meurah ia berasal dari Lampadang M u k i m 6 Atjeh ia adalah anak perempuan dari Sultan A b d u l Madjid, datang di Djawa dari Sumatra (Atjeh) pada tahun 1 9 0 1 , sebab ia datang kemari, dibuang oleh pemerintah Belanda karena permusuhannya.
2.
Tjoet Meurah semasa hidupnya berbadan agak besar, warna kulit kuning, semua t u b u h n y a boleh dikatakan ada bekas-bekas kena senjata musuh, terutama di sebelah mata keduanya la dibuang di Djawa beserta dengan Tjut Nja Din sebagai yang saudara sebutkan ditambah pula dengan T u a n k u Sjamsuddin anak dari Tjut Meurah itu dan ditemani lagi dengan Bang Waki Mud dan ia pada waktu itu berpisah dengan Tjut Njak Din di satu pihak dan Tjut Meurah, Samsuddin, Bang Waki M u d di lain pihak.
3.
4.
Tjut Meurah meninggal dunia pada tahun sebutkan di atas.
1937 jang makamnya sebagaimana jang kami
5.
Bang Waki M u d , ia adalah berasal dari Lam Gugub A t j e h , prajurit dari T e u k u Umar arga Tjut Meurah itu, ia adalah tiga bersaudara tiga Iaki2.
Kelu-
1. D a w u d , meninggal dunia dalam medan pertempuran dengan Belanda pada waktu itu 2. Hasjim, dibuang oleh Belanda d i A m b o n pada tahun 1901. 3. Waki M u d sendiri. 6.
Bang Waki M u d berbadan sedang tinggi, warna kulitnja kuning, bentuk mukanja masih me nunjukkan bahwa ia adalah suatu peradjurit jang pantang menjerah, dan ia sekarang telah berusia 108 tahun.
52
Demi setelah kami melihat dan bertjakap dengan Bang Waki Mud, alangkah terharu hati kami, bahwa ia adalah peradjurit T. Umar jang termasuk pahlawan pelopor Kamerdekpan kita ini. Tetapi sajang nasib daripada Bang Waki Mud itu, belum djuga dapat dikatskan baik, sebab ia tidak dapat menghargaan dan sekedar sumbangan dari pemerintah kita. Sekalipun Bang Waki Mud telah mempunuai putra 9 orang dan tjutju 26 orang, namun ia hidup di Djawa hingga kini itu dalam hakikinja adalah miskin djuga dapat kami katakan hidup di dalam pembuangan. Karenanya dengan ini kami minta dengan hormat, sudi apalah kiranja saudara memberikan pendjelasan bagaimanakah tjaranja saudara jang seperti Bang Waki Mud itu mendapat penghargaan dari Pemerintah sabagaimana jang didapat oleh K.H. Samanhudi pendiri S.D.I. dan Ki Hadjar Dewantoro pendiri Taman Siswa itu, agar dengan demikian termasuk golongan jang benar2 dapat menghargai jasa2 pahlawan kita dengan arti kata jang sesungguhnja.
Wassalam Hormat kami. M. Achmad anggota DPRD Kabupaten Blora. Tembusan : Dikirimkan dengan hormat kepada : 1. Bang Waki Mud d/a sdr. Idris, Pegawai Lembaga Pemasyarakatan Blora.
* * *
53
POCUT M E U R A H I N T A N , P E J U A N G A C E H M A K A M N Y A B E R A D A Dl B L O R A
B L O R A — Di propinsi Jawa Tengah, bertambah lagi seorang pejuang wanita yang terlupakan berasal dari tanah Lampadang Mukim 6, Aceh. Pahlawan wanita yang disebut "singa betina" itu lahir 1873. la datang ke Jawa tahun 1901 dan meninggal 20 September 1937, dimakamkan d i pekuburan umum desa Tegalsari kecamatan kota Kabupaten Blora. Sekitar 26 km dari makam R.A. Kartini desa Mantingan Kabupaten Rembang, Jateng. Pocut Merah Intan, adalah satu di antara sekian banyak pahlawan wanita Indonesia, dari Tanah Rencong Serambi Mekah, yang makamnya di tengah-tengah puluhan makam umum Tegalsari. Sekitar 300 orang yang diprakarsai Persatuan ex Tentara Pelajar Resimen II Aceh Divisi Sumatra dan anggota keluarga besar pelajar pejuang kemerdekaan, bulan April, lalu mengadakan ziarah ke makam Pocut Meurah Intan dan anaknya Tuanku Nurdin serta Wakil Panglima Machmud (Wakil Mud) di makam Butoh 600 meter dari Tegalsari. Upacara dengan pakaian cara adat Aceh, mendapat sambutan dari masyarakat Blora. Sejarah pejuang Pocut Meurah Intan oleh Drs. M. Djanan Zamzani dibacakan. Peserta upacara cukup terpukau dan terhening, hikmat. Bahkan rombongan yang berasal dari Aceh, Jakarta, Semarang Yogyakarta, Surabaya, Solo, Bandung dan Muangthai, tak mampu menahan linangan air mata. Rektor U G M , Prof. Dr. T. Yakob, kepada " S H " mengatakan Pocut Meurah Intan, adalah tipe pejuang berani, tabah dan konsekuen, tanpa kenal kompromi dengan musuh kolonial Belanda. Sehingga ia bersama anak dan wakilnya dibuang ke Jawa, karena dianggap paling membahayakan. SIAPA DIA. Dalam perang gerilya di daerah Laweung dan Batee (sekarang kabupaten Pidie) pertempuran dipimpin oleh Mujahidah dan putra-putranya pahlawan Pocut, Tuanku Budiman, Muhammad, Nurdin dan tentara Belanda Veltman, yang terkenal dengan sebutan Tuan Padoman, seorang perwira yang baik hati. Ini ada kisahnya. Suatu hari, wanita ini disangka menyembunyikan sebilah keiewang dalam lipatan kainnya. Dengan tuduhan itu, serta merta ia mencabut rencongnya seraya berucap "kalau begitu biarlah aku mati syahid", sambil menyerbu brigade Belanda. Anggota pasukan saat itu nampaknya kurang bernafsu untuk bertempur dengan seorang wanita, yang galak seperti singa betina itu. Si pahlawan wanita menerkam ke kiri dan kanan. Namun tak lama kemudian Pocut jatuh terbaring di tanah. la mengalami luka-luka parah, dua tetakan pedang di kepala dan dua buah di bahunya, Sedang salah satu urat syaraf keningnya, putus. la berbaring di tanah penuh darah bercampur lumpur laksana setubuh daging yang dicincang. Seorang Sersan Belanda, yang melihatnya merasa iba. Penuh belas kasihan ia berkata kepada komandannya: "Bolehkan saya meiepaskan tembakan untuk meiepas nyawanya?" Tak ada jawaban, pasukan itu meneruskan perjalanan. Veltman mendengar bahwa Pocut masih hidup. Bahkan ia akan merencanakan mengadakan pembunuhan terhadap penduduk kampung yang telah menyerah kepada Belanda. Untuk membuktikan hal itu Veltman memerintahkan penggeledahan ke rumah-rumah penduduk. Akhirnya ditemukan wanita itu. Tubuhnya terbalut bermacam kain. Kondisinya sagat menyedihkan. Pada luka-lukanya hanya disapukan setumpuk
54
SEBAHAGIAN PESERTA KE BLORA DENGAN KELUARGANYA + GAMBAR
PESERTA ZIARAH KE BLORA.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49.
MR. SM. Amin Prof. H.A. Hasymi H. Amran Zamzami S.E. Prof. DR. Teuku Jacob T. Zainal Abidin Ismoewil Ishak Prof. D R . T . Ibrahim Alfian A . Muin Umar Dr. Yulidin Awaz MPH Marzuki Nyakman Mariful Nasution Mahyuddin Hasyim Mawardi Rahimin M. Djanan Zamzami. Drs. T. Daudsyah Sulaiman Hasyim Ibrahim Abdullah M.A A. Hamid Yahya Turino Junaidi Syahnoeran Oemar T. Taibur Rachman T. Jacob T.Y. Heron A . Wahab Nyakman Ruslim Hamzah Abdullah Ahmad Djalil Hanafiah Abdullah Sani Yusuf Djalil Tuanku Wahab Razali Abdullah Hasan Mahmud T. Zulkifli Mahmud Alrasyid Alamsyah Abdullah Ismail Assagaf Alamsyah Tuanku Abdullah Mahaga Hamzany Amir Hasan M.SyarifAgus Sulaiman Hasan Si ad Usman Hatta A. Majid Syarifuddin H. Ilyas Ramli Gani Tarmizi Ma'ruf
Bekas Gubernur Sumatera Utara Bekas Gubernur Aceh Ketua Umum PTP II Rektor U G M Marsma TNI (Pur.) Wiraswasta Dekan Fakultas Sastra U G M Rektor IAIN Sunan Kalijaga Anggota DPR/MPR Kepala Litbang Pemda Dep. Dagri. Let Kol. TNI A . L . (pur). Kepala Dinas Dikbud Prop. D.l. Aceh. Pengawas P M U Dep. Dikbud Yogyakarta Rektor Universitas Pangeran Jayakarta. Wiraswasta Wiraswasta Pembantu rektor U N A S Pejabat Dep. Dagri Ketua Umum Iskandar Muda Pejabat Dep. Dikbud Wiraswasta Wiraswasta ti
Pejabat Keuangan Pejabat Dep. Perhubungan Laut PERTAM1NA Wiraswasta Wiraswasta Wiraswasta Pejabat PELNI Phillips Ralin Wiraswasta ti ii ii
Kantor Urusan Veteran Wiraswasta PERTAMINA
Wiraswasta PERTAMINA Wiraswasta
50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. 88. 89. 90. 91. 92. 93. 94. 95. 96. 97 98. 99. 100.
Anton Sulaiman Darul Khutni Usli Usman Suwardi Snadang Adi Nasution Fauzi Amelz N.G. Gazaly Mohammad Gade Amin Amir Seno Atmojo Suchri Husin B. Yunus Sugiono Nourouzzaman Saat Simaha Romo Hasan Basri Lian Sahar Marhaban Zainun Sordanto M. Hasi Nabhani Ibrahim Kabul Taufik Usman Ali Dasrul Diwasaputra Imran Ibrahim Razali Zakaria Abdullah T. Mulyadi Irfan Zainun Mahmud Abdy Thoha Husin Julaidi Kassam Ytfsri Syamaun Aiyub Ahmad Ismail Nasir Otto Nur Abdullah Mohammad Jakfar Ny. Cut Maryam Amin Ny. Cut Ainul Mardiah Ny. Cut Fasiah Amran Nur T. Jacob Ny. Chamidar Salim Ny. Taibur Rachman Ny. Sulaiman Hasyim Ny. Marzuki Nyakman Ny. Nana Ibrahim Ny. Orida Abidin Ny. Sri Sunardi Ny. Cut Rohani Ny. Surni Lumanauw
PELITA Service Wiraswasta Mahasiswa Wiraswasta
dari D.l. Yogyakarta
Bupati/KDH Boyolali
dari Semarang
101. Ny. Rika Syahnuran 102. Ny. Ida Puradinata 103. Ny. Syarifah Hindun Syahkobat 104. Ny. Cut Leila 105. Ny. T. Anwar 106. Ny. Elda Gazali 107. Ny. Ruslim Harazah 108. Ny. Tuanku Wahab 109. Ny. Alwi Umri 110. Ny. Wahab Nyakman 111. Ny. Alwi Sutan Usman 112. Ny. Nus Mujiharjo 113. Ny. Rusni Zulkarnain 114. Ny. Hasan Mahmud 115. Ny. Djalil Hanafiah 116. Ny. T.Y. Heron 117. Ny. Razali Abdullah 118. Ny. Nursiah 119. Ny. Chamzurni 120. Ny. Yulia Halim 121. Ny. Hasan Basri 122. Ny. Umi Salamh 123. Ny. Saribanun 124. Ny. Zulkifli Mahmud 125. Ny. Ilyas 126. Ny. Nurjannah 127. Ny. Betty Bachtiar 128. Ny. Cut Nursinah 129. Ny. Dewi Andang 130. Ny. Ramli A. Bani 131. Ny. Mahaga 132. Ny. Nur Asyik 133. Ny. Mamid Yahya 134. Ny. Asma Nurdin 135. Ny. P. Hatta 136. Ny. Syamsiah Affan 137. Ny. Trees Mariful 138. Ny. F. Alimusa 139. Ny. Muin Vinar 140. Ny. Nourouzzaman 141. Ny. Saat Simaha 142. Ny. Susanti 143. Ny. Sudimulyanti Marhaban 144. Ny. Mahdi A . Hasjmy 145. Ny. Taufik 146. Ny. Kabul 147. Ny. Butet Sardanto 148. Ny. Alisa Alamsyah 149. Liesma Djamil 150. Cut Liza
151. Cut Rosmawan 152. Syarifah Ulya 153. Cut Bemawati 154. Yusna 155. Sri Wardian 156. Nr. Siddiqi 157. Nurdiah Husein 158. Cut Aja Farida 159. Syarifah Kansarina 160. Wartawan TVRI 161 R R I 162. Antara 163. Serta seperangkatan Taruna Akabri Kepolisian
Wartawan
i
Bus-bus yang mengangkut peserta, siap berangkat ke Blora.
56
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor
: : :
Rumah 4. Tilpon 5. Pekerjaan : 6. Pekerjaan tambahan 7. Pendidikan/Kursus 8. I s t r i / S u a m i 9. Anak-anak 10. Organisasi 11. H o b b y
:
: :
Ismoewil Ishak 16 Agustus 1929 di Bireuen J l . Borobudur 24 Jakarta Keb. Kacang 40/25 Jakarta
(Aceh).
Wiraswasta Tingkat Sarjana Muda H u k u m . Peta Ishak Ondang Iskandarsyah, Ratna Keumala Sari, Putri Rachma. Persatuan ex T P . Res. II A c e h . Membaca.
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. Tilpon 5. Pekerjaan 6. Pekerjaan tambahan 7. Pendidikan/Kursus 8. Istri / Suami 9. Anak-anak 10. Organisasi 11. H o b b y
Cut Asiana Gemaway Husin 24July
1963
J l . Papiaman N o . 3 A 823890 Asisten Laboratorium Mahasiswa Sekolah Gunadarma
Komputer Tinggi Komputer
Olah Raga, Baca, Musik.
57
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor
: : :
Rumah
:
4. 5. 6. 7.
Tilpon : Pekerjaan : Pekerjaan tambahan Pendidikan/Kursus
8. Istri / Suami 9. Anak-anak 10. Organisasi 11. H o b b y
Fauzi Amelz Banda A c e h , 24 Juni PT. Bulan Bintang, 1/8, Jakarta 10420, Jalan Jatianom no. Jakarta 13220 342883 Managing Director
1948 J l . Kramat Kwitang 8, Jatirawamangun,
PT
Bulan
Bintang
Bachelor of Science in Industrial Engineering, Illinois Institute of Technology Master of Science in Operation Research Illinois Institute of Technology. Yolanda Dilapanga Yfana Khadija Amelz Olahraga, Membaca.
58
1. IN a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat
N y . Betty Bachtiar 10 Nopember 1948 di Peureula. (Aceh Timur).
Kantor Rumah
Jln. Karang Bolong I V / 3 8 A n c o l Barat Jakarta - Utara. 678816 Ibu Rumah Tangga
4. Tilpon 5. Pekerjaan 6. 7. 8. 9.
Pekerjaan tambahan Pendidikan/Kursus : Istri/Suami Anak-anak
10. Organisasi 11. H o b b y
:
Ex Mhswi. F K G U S U 1967 Bachtiar Yusuf A n d r y Yusuf; Deddy A r m a n d ; Iqbal; Rucky Des Safri. Sekretaris I K W A J Senam.
Denny
59
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. 5. 6. 7.
: : : :
Tilpon Pekerjaan Pekerjaan tambahan : Pendidikan/Kursus :
Ramly Ganie Seulimeum -
A c e h , 5 Desember 1939.
Jl. Pulo Mas Utara N o . 14 Jakarta Timur Karyawan Pertamina 1. A P P -
Dep. Perindustrian, 2. Fak.
Ekonomi,
Krisna Dwipayana., Training
di
Jepang, Singapore, Dinas:
Kuala Lumpur,
Bangkok,
Singapore Philipina Je-
pang. 8. Istri / Suami 9. Anak-anak 10. Organisasi
11.
Hobby
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. 5. 6. 7.
Tilpon Pekerjaan Pekerjaan tambahan Pendidikan/Kursus
8. Istri / Suami 9. Anak-anak 10. Organisasi
11.
Hobby
: :
3 anak 1. Pengurus HMI - Komisariat A P P & U N K R I S , 2. Sekretaris Ikatan Sarjana Muslimin D K I , 3. Sekretaris Jenderal SBSI, 4. Ketua Serikat Buruh Minyak Tambang Unit Pertamina, 5. Ketua Ikatan Mahasiswa Pelajar Aceh ( I M A P A ) 6. Ketua Taman Iskandar Muda Bidang Pemuda, 7. Pengurus K O R P R I Pertamina. 8. Pengurus Koperasi Pertamina Pusat. Bergaul — Membaca. N y . Sri Wahyuny Bireun - A c e h , 26 Oktober 1949. J l . P. Mas Utara N o . 14 Jakarta Ibu Rumah Tangga S M A Negeri. 1. Pengurus B i d . Kewanitaan Taman Iskandar Muda, 2. Pengurus Darma Wanita Unit Pertamina, 3. Pengurus Pengajian Mesjid At-Taufiq & Mesjid Babud Taubah. 4. A l u m n i Pengajian Pendidikan Mesjid Agung Al-Azhar. Bertaman.
60
1. N a m a
Nana S. Ibrahim. Langsa, 9 April 1939
2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. Tilpon 5. Pekerjaan
J l . Dempo I/35, Jakarta Selatan 774648 Ibu Rumah Tangga
6. Pekerjaan tambahan 7. Pendidikan/Kursus 8. I s t r i / S u a m i 9. Anak-anak
SMEA Ibrahim Abdullah 3 (tiga) 1, Nyak Ina Raseriki (Ubiet), 2. Meurah Gustina Putri (Ira) 3. Bareu Trima Putri (Ayen). IKWAJ Kesenian
10. Organisasi 11. H o b b y 1. N a m a
Ibrahim Abdullah
2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. Tilpon 5. Pekerjaan 6. Pekerjaan tambahan : 7. 8. 9. 10. 11.
Pendidikan/Kursus Istri / Suami Anak-anak Organisasi Hobby
:
Blang Anoe, Sigli, 7 September Jl. Sawo Manila, Pejaten ( U N A S ) . J l . Dempo I/35, Jaksel. 774648 Purek I U N A S . Konsultan
1932.
Tehnik, E k o n o m i , llmu Politik. Nana S. Ibrahim 3 (tiga) orang anak. PTP II, T I M , Golkar, P M , D E I . Koleksi Buku
61
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. Tilpon 5. Pekerjaan
: : : : :
6. Pekerjaan tambahan 7. 8. 9. 10. 11.
Pendidikan/Kursus Istri / Suami Anak-anak Organisasi Hobby
:
:
Drs. Hasan Mahmud 5 Desember 1927 J l . Obira N o . 18 Jakarta Pusat. J l . Obira No. 18 Jakarta Pusat. 352161 Pensiunan Departemen Keuangan rektorat Jenderal Pajak Konsultan Pajak/Dosen I.I.K. Siti Roosma 7 orang I.K.P.I. Tennis.
Di-
62
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. Tilpon 5. Pekerjaan
Teuku Daudsjah. :
Pantaon Labu Aceh,, 18 Oktober
:
Jln. Angkasa 32 Blok A 3 . Kemayoran Jakarta
1929
: :
Jln. Kertanegara 2 A Keb. Baru Jakarta Kt. 410159, R m . 716573. 1945-1949 Kepala jawatan Intendance Tentara Pelajar (T.P.) Resimen II Divisi Suinatra di Kotaraja (Banda Aceh) L E T N A N I. 1957-1959 Assistant Manager C.T.C. Ca bang Jakarta. 1960-1962 Sub-Manager C . T . C . Ltd., Osaka Branch.
(Japan)
63
1963-f969 Managing Director Tribhakti * Co. L t d . Bangkok. 1967-1969 Merangkap Managing Direc tor Central Overseas Corporation (HongKong) Ltd., Hongkong 1970-1971 Kepala Divisi Hasil Bumi (Export) P.N. Panca Niaga Pusat, Jakarta 1973-1976 Mewakili Mas Isman (Ketua\ U'mum Kosgoro) untuk memimpin pe-l rusahaan-perusahaan tersebut di bawah: a. Dirut PT. Mustika Indah, Surabaya. b. Pemimpin Cabang PT Kosgoro dan PT. Elmi Perdana Surabaya. 1977 - Sekarang, Managing Director Apimex C o , Ltd., 721 Silom Road Bangkok 1984 s/d sekarang: Presiden Direktur P.T. H A S L A G (Perikanan), Jakarta. 1984 s/d Sekarang: Presiden Direktur P.T. Sinar Khatulistiwa Permai (Konsultan), Jakarta. -
6. Pekerjaan tambahan : 7. Pendidikan/Kursus
:
1. S M A III (Negeri) Jakarta - Ijazah tgl. 1 Agustus 1952, 2. Kursus Kader Dagang Central Trading C o , Ltd. ( C . T . C ) , Jakarta Ijazah tgl. 1 Agustus 1956.
1' 8. I s t r i / S u a m i 9. Anak-anak
10. Organisasi 1 1
•
H
o b b y
. I |
:
3. Akademi Perniagaan Indonesia di Jakarta - Ijazah tgl. 1 Agustus 1959 dengan mendapat gelar Bachelor in Business Administration (BBA) Marisa Daudsjah, Saraburi (Thailand) tanggal 16 Juli 1942. . Deviana Daudsjah, b. Deani Daudsjah,
a
:
c Derisa Daudsjah, d. Daryanti Daudsjah, e. Daojahree Daudsjah, _
;
Menonton, Membaca.
64
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. Tilpon
: :
Ny. H. Fathma A l i Musa 23 - 9 - 1923
: :
K b . Kacang XII/24 337211
5. Pekerjaan
Ibu Rumah Tangga
6. Pekerjaan tambahan 7. 8. 9. 10. 11.
Pendidikan/Kursus Istri/Suami Anak-anak Organisasi Hobby
: : :
M.U.L.O. H.M. A l i Musa (Alm.) 6 orang
:
Membaca, Jahit hara
tanaman
menjahit dan memeliterutama
bunga-bunga.
1. N a m a
:
Drs. A l Rasjid Alamsjah
2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah
:
Tanjungpinang, 22 Januari 1933.
: :
4. Tilpon
:
Jl. Kapten P. Tendean 45, Jakarta Selatan J l . Kpt. Tendean, Complex "Kebayoran Indah" No. A . 12, Jakarta Selatan 5 1 3 9 15
5. Pekerjaan
6. Pekerjaan tambahan : 7. 8. 9. 10. 11.
Pendidikan/Kursus Istri/Suami Anak-anak Organisasi Hobby
:
P.T. Philips Ralin Electronics Sarjana Publisistik - U.l.
Membaca, Musik, Ceramah, Sport, Darmawisata.
65
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Tilpon Pekerjaan Pekerjaan tambahan Pendidikan/Kursus Istri / Suami Anak-anak
10. Organisasi 11. H o b b y
H.
Qemmy
Salamah
Sani
Rasyid.
28 Desember 1929 J l . Cendana Raya N o . 11/90. Masnaga Real Estate Bekasi. 99-72493 Ibu Rumah Tangga S . G . A . / Penataran, Kepemimpinan. Drs. H. Abdullah Sani Lubis I. Zulichsan Lubis B . A . 2. Usman Sani Lubis. 3. iskandar Zulkarnain Lubis. Darma Wanita Olah Raga
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. Tilpon 5. Pekerjaan
H. Mahyuddin Hasyim. Kembang Tanjung Sigli, 17 Desember '29 Jalan Tengku Malem N o . 3 Banda A c e h . Jl. Ujong Batee 7 Setui Banda Aceh Kt. 21116-22121 R m . 21217 Kep. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Daerah Istimewa A c e h .
6. Pekerjaan tambahan : 7. Pendidikan/Kursus
Fakultas Technik Bandung (tidak selesai)
8. Istri / Suami
S. Nurjannah, Simpang Tiga, 21 Agustus
9. Anak-anak
1939, I. Kemala Nasriah, 2. dr. Kemala Nasrina 3. Kemala Nasriyanti, 4. Mohamad Ikhasan, 5. Mohamad Safwan, 6. K a melia Nasri.
10. Organisasi 11. H o b b y
Membaca & Olahraga.
66
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. Tilpon 5. Pekerjaan 6. Pekerjaan tambahan 7. Pendidikan/Kursus 8. Istri / Suami 9. Anak-anak 10. Organisasi 11. H o b b y
: : :
Yuliddin A w a y 4 Mei 1931 DPR-R.I.
: : :
J l . Bank Raya II/3, Keb. Baru. 792429 Anggota D P R - R I .
:
Fak. Kedokteran Gama Rasmani 4 (empat) Orang Golongan Karya AEROBIC
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. Tilpon 5. Pekerjaan 6. Pekerjaan tambahan 7. Pendidikan/Kursus 8. istri / Suami 9. Anak-anak 10. Organisasi 11. H o b b y
:
Julia Halim
: :
J l . Tongkol no. 15 Rawamangun. 486302
: SMA : A l m . A d i Halim : : :
Dea Fadiah, Dino Taufik, Imelda. Pasundan Istri Masak.
Halim, Dan Rizal,
67
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah
Teuku Zainal A b i d i n Koetaraja, 2 Pebruari 1928. Jl.
Seulawah
Raya,
B—8, Jatiwaringin
Permai, Jakarta Timur. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Tilpon Pekerjaan Pekerjaan tambahan Pendidikan/Kursus Istri / Suami Anak-anak
10. Organisasi 11. H o b b y
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah
815956 Purnwirawan TNI A U SMA / SESKO A U ORIDA Dina Oriza, A r i f Olah Raga.
O r ida 6 Mei 1945. Jl.
Seulawah
Raya, B 8,
Jatiwaringin
Permai, Jakarta Timur 4. 5. 6. 7.
Tilpon Pekerjaan Pekerjaan tambahan Pendidikan/Kursus
8. Istri / Suami 9. Anak-anak 10. Organisasi 11. H o b b y
815956 Ibu Rumah Tangga SPG T.Z. Abidin Dina Oriza, Arif Organisasi, Olah Raga.
68
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah
: :
4. Tilpon 5. Pekerjaan
: :
6. 7. 8. 9. 10. 11.
:
Pekerjaan tambahan Pendidikan/Kursus : Istri / Suami : Anak-anak : Organisasi Hobby
Drs. H. Abdullah A h m a d 15 Juni 1930 di Langsa Jln. Lap. Banteng Timur 2, Jakarta. K o m p . B P K P 47, Rawasari Selatan, Jakarta Ktr. 362698 R m h . 410623 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
N y . Fatimah Abdullah 5 (lima) orang P T P II
1. N a m a : 2. Lahir / tanggal : 3. Alamat Kantor Rumah 4. Tilpon : 5. Pekerjaan 6. Pekerjaan tambahan 7. Pendidikan/Kursus :
Syarifah U l y a Saleh Aceh Selatan, 1 Mei 1961 J l . Borobudur 24, Jakarta Jl. Pemuda 111B/42 Rawamangun, Jaktim Kantor - 884111 - 883633 Mahasiswi Universitas Indonesia Fakultas Sastra Jurusan
Bhs. Jepang.
8. Istri / Suami 9. Anak-anak 10. Organisasi 11. H o b b y
: :
Imapa Cabang Slipi. Membaca, Kesenian.
69
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. Tilpon 5. Pekerjaan 6. Pekerjaan tambahan 7. 8. 9. 10.
Pendidikan/Kursus Istri/Suami Anak-anak Organisasi
: :
Ny. Dewi Ondang 12 Februari 1951
: :
Jl. Sumenep N o . 13, Jakarta Pusat 330747
: :
Tingkat IV Gak. Kedokterfcn U S A K T I Dr. Andang h Joesoef '|
:
—
:
Menyanyi,
'\
Membaca, Organisasi Sosial.
70
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 1
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Tilpon Pekerjaan Pekerjaan tambahan Pendidikan/Kursus Istri / Suami Anak-anak Organisasi Hobby
: : : : : : :
Dra. H. S. Nursinah 17 Agustus 1929 S . M . A . Neg. I J l n . Budi Utomo N o . 7 Jln. Obira N o . 15 352051 Guru Sarjana Pendidikan (IKIP)
: :
M. Nurfauziansyih (satu). Menjahit.
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. Tilpon 5. Pekerjaan 6. Pekerjaan tambahan 7. Pendidikan/Kursus 8. Istri / Suami 9. Anak-anak 10. Organisasi 11. H o b b y
: : : :
Haji A n t o n Sulaiman. Teupim Raya/3 - 3 - 1930. Jl. Gunung Sahari 11/1 E. J l . Gunung Sahari II/1E 351178
:
Dir. P.T. Fortuna R . C .
: :
Fakultas Hukum U . l . 1955. Lies Miningsih 1. Herry Dianto, 2. Ganif Tofan, 3. Evie Sulystyowati.
:
Bola, Balap M o b i l ; Golf.
71
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. Tilpon 5. Pekerjaan 6. Pekerjaan tambahan 7. 8. 9. 10. 11.
Pendidikan/Kursus Istri / Suami Anak-anak Organisasi Hobby
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. Tilpon 5. Pekerjaan 6. Pekerjaan tambahan 7. Pendidikan/Kursus 8. Istri / Suami 9. Anak-anak 10. Organisasi 11. H o b b y
: : :
Drs. H. A m r a n Zamzami Tapak Tuan 10 Januari 1930. J l . Warung Buncit 43.
: : :
J l . Cempaka Putih Raya A / 2 5 410125 Direktur P.T. Krama Yudha
: : :
Univ. Of New Sout Wales — Sydney. H. Cut Farsiah Afnipar, Lina, Elvira PTP II
:
Olahraga,
:
H. Cut Farsiah
:
Tapaktuan 20 Oktober 1941
: :
J l . Cempaka Putih Raya A / 2 5 410125
:
I bu Rumah Tangga
:
SK KP
: : :
H. Amran Zamzami Afnidar, Lina, Elvira Olahraga.
72
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. Tilpon 5. Pekerjaan 6. Pekerjaan tambahan 7. Pendidikan/Kursus 8. Istri / Suami 9. Anak-anak
10. Organisasi 11. H o b b y
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. 5. 6. 7.
: : : :
A . Wahab Nyakman Kutaraja, 23 - 9 - 1925 Gedung Central Cikini N o . 58 R J l . Bendungan Hilir 45, Jakarta
: : : :
: :
582375 Swasta Konsultan Universitas N y . Halimah Wahab 1. Ir. Mustari Wahab, 2. Ir. Hermani Wahab, 3. Suwartini W. 4. Rosmiati W. 5. Syahrul W. Muhammadiyah — Organisasi Sosial. Olah Raga, Berenang — Jalan K a k i .
:
N y . Halimah Wahab Kutaraja, 19 - 8 - 1935.
:
: : Tilpon : Pekerjaan Pekerjaan tambahan : Pendidikan/Kursus
8. Istri / Suami 9. Anak-anak 10. Organisasi 11. H o b b y
:
J l . Bendungan Hilir 4 5 . 582375 N y . Rumah Tangga Mengajar S K P + Kursus Rumah Tangga A . Wahab Nyakman 5 (lima) anak Aisyah — Organisasi Sosial Masak-masak — Pengajian.
73
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. Tilpon 5. Pekerjaan 6. Pekerjaan tambahan
: : :
Ny. H. Saribanun Herman. 4 A p r i l 1934, Meulaboh (Aceh Barat). J l . Tebet Timur Dalam III/9.
:
826138 Ibu Rumah Tangga.
7. Pendidikan/Kursus
:
: :
Terakhir Perguruan tk. II./ menjahit. Herman Nirna Ananda Putri. P K K , Pengajian.
:
Menjahit, olah raga, menyanyi, memasak
8. Istri / Suami 9. Anak-anak 10. Organisasi 11. H o b b y
Tinggi
Jurnalistik
74
1. N a m a 2. Lahir / tanggal : 3. Alamat Kantor Rumah 4. Tilpon 5. Pekerjaan 6. Pekerjaan tambahan : 7. Pendidikan/Kursus 8. Istri / Suami 9. Anak-anak 10. Organisasi 11. H o b b y
Cut Liza Erlina 14 Juni 19 Garuda Indonesia Jln. Wahab Gg. Duren I/5 Jakarta Timur Pegawai Garuda Indonesia
:
SMA/LIA
:
Anak I dari N y . Tjut — Rohany
:
Darma Wanita Garuda Berenang. 1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. Tilpon 5. Pekerjaan 6. Pekerjaan tambahan 7. Pendidikan/Kursus
: :
A d i Nasution Surabaya, 5 Juli 1965.
: :
Dr. Saharjo Komplek A K A B R I N o . 25B 826481 Pelajar
:
S M A + Kursus Fotografi I.K.J. + K o m puter + Kursus Jurnalistik + Kursus Kepemudaan.
: :
Generasi Penerus Ex T P Res. II Aceh Fotografi, Membaca, Olah Raga, Kesenian, Tulis-menulis.
8. Istri / S u a m i 9. Anak-anak 10. Organisasi 11. H o b b y
75
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. 5. 6. 7.
:
Sutan Muhamad A m i n 22 Februari 1906
:
Jalan Sumenep 13 Jakarta
: Tilpon : Pekerjaan Pekerjaan tambahan Pendidikan/Kursus :
8. I s t r i / S u a m i 9. Anak-anak
: :
10. Organisasi 11. H o b b y 1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. Tilpon 5. Pekerjaan 6. Pekerjaan tambahan 7. Pendidikan/Kursus 8. Istri / Suami 9. Anak-anak 10. Organisasi 11. H o b b y
330747 Pensiunan Gubernur/Kepala Daerah. Tamat Rechtschoogoschool (S.Hk. Tinggi). Cut Maryam Amien 4 puteri, 1 putera Mengarang — membaca.
:
Cut Maryam A m i n 30 Agustus 1920
:
J l . Sumenep 13 Jakarta - Pusat
: :
330747 Ibu Rumah Tangga.
: :
H.I.S. + Schoevers Instietuut (Inggeris) Mr. S. M. A m i n 4 puteri, 1 putera Dahulu W.I.C. + Aisiah Membaca, masak memasak + Urusan So-
: :
sial.
76
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. Tilpon 5. Pekerjaan 6. Pekerjaan tambahan 7. Pendidikan/Kursus 8. Istri / Suami 9. Anak-anak 10. Organisasi 11. H o b b y 1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Tilpon Pekerjaan Pekerjaan tambahan Pendidikan/Kursus Istri / Suami Anak-anak
: : : :
T.W.K. A . Wahab. 17-3-1918 J l n . Lebak Bulus 1/5A Jln. Setiabudi 3 / 1 1 A
: :
511401 Wiraswasta
:
Olahraga, dan Musik.
:
N y . T W K . A . Wahab (Cut Adawiyah).
:
28-2-1925
Ir. Anwar, Ir. A r m e y n , Adrian, Andar Mijati, Asirwan, Azhari
10. Organisasi 11. H o b b y
77
1. N a m a 2. Lahir / tanggal : 3. Alamat Kantor Rumah : 4. Tilpon 5. Pekerjaan : 6. Pekerjaan tambahan 7. Pendidikan/Kursus : : 8. I s t r i / S u a m i 9. Anak-anak : : 10. Organisasi 11.
Sjarifah Hindoen Kotaraja (B. Aceh), 1 2 - 1 2 - 1 9 3 2 Setiabudi
G
VI/18
Jakarta
Selatan
Ibu Rumah Tangga S.G.K.P. Isteri Tiga orang P.T.P. II
Hobby
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. Tilpon 5. Pekerjaan 6. Pekerjaan tambahan 7. Pendidikan/Kursus 8. I s t r i / S u a m i 9. Anak-anak 10. Organisasi 11. H o b b y
:
A l i d a A l w i St. Osman P a d a n g / 2 9 Agustus 1923
: : :
K o m p l . K e b . Indah, Wijayakarta IIIA/12 513915 I bu rumah tangga.
:
Mulo / Bahasa Perancis. Mr. A l w i St. Osman. Reni Sariantan; Sari Gumilan. Wanita Persahi Mendengar Musik.
: : :
78
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah
:
l ress iMasution
:
5 Nopember 1932
:
4. 5. 6. 7. 8. 9.
: : : :
Comp. A K A B R I no. 25 B, J l . Dr. Saharjo Jakarta — Selatan. 826481 Ibu Rumah Tangga Bisnis SMA
Tilpon Pekerjaan Pekerjaan tambahan Pendidikan/Kursus Istri/Suami Anak-anak
10. Organisasi 11. H o b b y
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. 5. 6. 7.
:
:
Mariful. :
Langsa, 20 April 1929.
:
K o m p l . A K A B R I N o . 25B J l . Dr. Saharjo Jakarta. 826481 Purnawirawan Pamen TNI A L .
Tilpon : Pekerjaan : Pekerjaan tambahan Pendidikan/Kursus :
8. I s t r i / S u a m i 9. Anak-anak 10. Organisasi 11. H o b b y
Mariful A . Nasution Sally Nasution, A l i d a Nasution, A d i Nasution. Dharma Wanita, Tentara Pelajar. Berdarmawisata, nonton film, membaca.
: : : :
HIS, S M P , S M A / Indian Navy Longgun nery Course A t Cochin (South India). Trees. 2 (dua) Ex P T P - I I A c e h . Music.
79
:
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor
Drs.
: : : :
Rumah 4. Tilpon 5. Pekerjaan
H.
Muhammad
Gade S H .
MBA.
A c e h , 4 Januari 1936 Gedung Keuangan Negara J l . Tgk. Chik Ditiro Banda Aceh. Jalan Sultan Mansursyah 3 Banda Aceh. 22362, 22111. 1953 Menjadi Guru SD Rambang. 1957 menjadi Pegawai Negeri pada Departemen Keuangan Jakarta. 1957- 1958 Tugas pada Kantor Akuntan Negara Bandung. 1958- 1960 Tugas pada Tambang Timah Bangka Pangkalpinang. 1961-1963 Tugas pada Kantor Akuntan Negara Bandung. 1964-1967 Tugas pada Pemerintah Daerah di Irian Jaya. 1967-1979 Tugas pada Departemen Keuangan Jakarta. 1976-1979 Sekretaris Sekolah Tinggi Akuntansi Negara ( S T A N ) Jakarta. 1979-1985 Tugas sebagai Kepala Perwakilan Departemen Keuangan Daerah Istimewa A c e h , 2. Kepala Kantor Pengawasan Anggaran Negara Banda Aceh 3. Ketua Panitia Urusan Piutang Negara Daerah Istimewa A c e h . 1984-1985 Kepala Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) D.l. A c e h . ,
6. Pekerjaan tambahe 7. Pendidikan/Kursu:
1
• *"
:
I
S R dan SMP di A c e h , S M A di Medan. 1970 Lulus Sarjana (Doctorandus A k u n -
tan) pada S T I K N / I I K Jakarta. 1973 Lulus Sarjana H u k u m pada UI Jakarta.
80
8. Istri/Suami 9. Anak-anak
:
10. Organisasi
1977 Lulus Sarjana (MBA = Master of Business Administration) pada Syracuse Umversity, Suracuse, New York, USA. Zahra Ali Musa
:
Lisa M. Gade, Saiful M. Gade, Ayu Kemala Hayati M. Gade.
:
1953 Sponsor Pendirian Sekolah Dasar Rambong. 1954-1957 Sponsor Pendirian dan Pengurus Organisasi Sepakbola Iskandar Muda Club (I M C) di Medan. 1964-1966 Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Muhammadiah (IMM) di Jaya Pura — Irian Jaya. 1967-1979 Pengurus Taman Iskandar Muda (TIM) cabang Rawasari Jakarta. 1980- 1985 Ketua BAPOR-KORPRI Daerah Istimewa Aceh. 1981- 1985 Ketua Umum DPD - KI A R A G O L K A R Daerah Istimewa Aceh. 1982- 1985 Pembina Club Sepakbola Cakra Donya, Banda Aceh. 1982- 1985 Pengurus Seulawah Golf Club (SGC) Banda Aceh. 1983- 1985 Ketua Biro Dana KONI Daerah Istimewa Aceh. 1983-1985 Wakil Ketua Yayasan Pendidikan Tentara Pelajar PTP II Daerah Istimewa Aceh. 1980-1985
Ketua Ikatan Akuntan
In-
donesia (IAl) Cabang Daerah Istimewa Aceh. 1982-1985 Ketua I Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Daerah Istimewa Aceh. 1985 Dewan Penasehat Pemuda Pancasila D.l. Aceh . 11. H o b b y 12. Pengalaman Mengajar:
1953 Guru SD Rambong - Aceh. 1964-1979 Pengajar Slapuda - Pemda Irian Jaya — Jayapura 1969-1979 Dosen Akademi Akuntansi Indonesia Jakarta. 1972-1979 Dosen Institut llmu Keuangan Jakarta. 1977-1979 Dosen Lembaga Managemen H A N K A M Jakarta. 1977-1979 Dosen Fakultas Ekonomi UI. Jakarta. 1980-1985 Dosen Fakultas Ekonomi dan Fakultas Hukum UNSYIAH Banda Aceh. 1984-1985 Penatar P4.
13. Tanda Jasa
:
Piagam Penghargaan dari Presiden R.l. No. B/25354 tanggal 6 Juli 1984 atas Jasa dan perjuangannya dalam rangka pembebasan Irian Barat dari penjajahan Belanda, serta mengembalikan Irian Barat dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
81
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. Tilpon 5. Pekerjaan 6. Pekerjaan tambahan 7. Pendidikan/Kursus 8. Istri / Suami 9. Anak-anak 10. Organisasi 11. H o b b y 1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. Tilpon 5. Pekerjaan 6. Pekerjaan tambahan 7. Pendidikan/Kursus 8. Istri / Suami 9. Anak-anak 10. Organisasi 11. H o b b y
:
N y . Halimah S. Kutaraja, 29 Juni 1929 Jl. Pasarminggu, Kalibata Timur N o . 11
: :
791891 Kepala S.D. di DKI
: :
S G A Negeri H. Sulaiman Hasyim 9.
: :
KOPRI. Menjahit.
: :
H. Sulaiman Hasyim Peurenla, 3 September 1927.
: : :
J l . Ps. Minggu 791891 Pensiunan.
: :
Guru Suami 9
:
Kesenian
Kalibata Timur
N o . 11
82
1
1. N a m a I 2. Lahir / tanggal I 3. Alamat Kantor Rumah
: :
•;| | I 3 I J
: : : : :
4. 5. 6. 7. 8. 9.
Tilpon Pekerjaan Pekerjaan tambah; n Pendidikan/Kursu: Istri / Suami Anak-anak
• O. Organisasi l i . Hobby
:
M. Iqbal, Baron Saladin, Makarani Ind Skafierina :
! 1. N a m a 6 2. Lahir / tanggal t 3. Alamat Kantor Rumah •
4. 5. 6. 7. 8. 9.
H. Abdullah Sani Sureng Putu, Sigli, 1 6 - 8 - ^ 1 9 4 5 . Pertamina, Medan Merdeka Timur 1 J l n . H. Samali R t . 07 R w . 04 N o . '. (dahulu N o . 56 — K. Bata Selatan M. Prapatan 3033941-3033951 Pertamina — Sarjana Muda N y . H. N i c o Poha
Tilpon Pekerjaan Pekerjaan tambah; tn : Pendidikan/Kursu ; Istri / Suami : Anak-anak : : 10. Organisasi 11. H o b b y
Olah raga.
N y . Tjut. Rohany Kutaraja 25 Desember 1934. Perumahan Reny Jaya Ciputat — Sawangan
Blok
Ibu Rumah Tangga Bisnts. Terakhir BI Paedagodiek. T L. Erha. 5 orang IKWAD. Olah Raga/Membaca.
83
E1
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. Tilpon 5. Pekerjaan 6. Pekerjaan tambahan
7. Pendidikan/Kursus 8. Istri / Suami 9. Anak-anak 10. Organisasi 11. H o b b y
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. Tilpon 5. Pekerjaan 6. Pekerjaan tambahan 7. Pendidikan/Kursus 8. I s t r i / S u a m i 9. Anak-anak 10. Organisasi 11. H o b b y
: : :
Drs. Bachtiar Gade, Sigli, 6 Juni 1944. J l . Kesehatan N o . 10 Jakarta Pusat. Jl. Kalibata Utara no. 31 Jakarta Selatan
:
Kt. 371209, R m . 790031. Kantor Wil. D E P K E S DKI Jakarta, Apoteker Apotik Petak Sembilan. Penatar pada BP7 DKI Jakarta, Guru tetap Sekolah Pustiha Martha & M . Ratu
:
:
: :
: : : : : : : : : :
:
Sarjana Farmasi — Apoteker N y . H. Asmana Abubakar. 3 orang (Maulana Akbar, Dara Amelia, Roy Mukhtar). Ikatan Sarjana Farmasi Ind./T.I.M. Membaca (Bolakaki - Tennis).
Ny. H. Asmana Bachtiar. Langsa, 22 September 1948. J l . Pejompongan III no. 17 Jakarta Pusat J l . Kalibatan Utara no. 31 Jakarta Selatan Kt. 582449, R m . 790031 Beauticien. Ibu Rumah Tangga. Kandidat F K G . Drs. Bachtiar Gade 3 orang (Maulana Akbar 10, Dara Amelia 8, Roy Mukhtar 2). IKWAJ Membaca.
84
1. N a m a : 2. Lahir / tanggal : 3. Alamat Kantor Rumah : 4. Tilpon 5. Pekerjaan 6. Pekerjaan tambahan 7. Pendidikan/Kursus 8. I s t r i / S u a m i 9. Anak-anak 10. Organisasi 11. H o b b y
:
SU P IA H Banda A c e h / 2 1 , Desember
1931
Jalan Tawakkal VIII N o . 11 Ibu Rumah Tangga SMA
ANAK-ANAK: 1.
2.
N A M A : LAHIR/TANGGAL : PENDIDIKAN : N A M A : LAHI R / T A N G G A L : PENDIDIKAN :
TJUT
ROZARY
J A K A R T A / 1 0 A P R I L 1960. AKADEMI AKUNTANSI " Y A I " TJUT
LYZIA
J A K A R T A / 2 2 APRIL AKADEMI AKUNTANSI
1963. TRISAKTI.
3.
N A M A : LAHI R / T A N G G A L : PENDIDIKAN :
TEUKU MEURAH FACHRY J A K A R T A / 6 MEI 1964. AKADEMI ANGKUTAN UDARA NIAGA TRISAKTI
4.
N A M A : LAHI R / T A N G G A L : : PENDIDIKAN
TJUTZULFI ANZARY J A K A R T A / 23 D E S E M B E R 1967 SMA
5.
N A M A : LAHI R / T A N G G A L : PENDIDIKAN :
TEUKU MUHAMMAD FACHRIAL J A K A R T A / 2 9 MEI 1969 SMA
85
86
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. Tilpon 5. Pekerjaan 6. Pekerjaan tambahan
Drs. Mahaga : . 5 Mei 1930 : : :
J l n . Gatot Soebroto Kav. 52-53 Jakarta J l n . Pulo Raya IV/16 736681 Pegawai Negeri
7. Pendidikan/Kursus 8. Istri / Suami 9. Anak-anak
:
Fak. S o s P o l U G M
:
4 orang; 1. Radian Muerah Meuge, 2. Radiana, 3. Meulela Meurah Meuge, 4 . R a hayu Novasari.
10. Organisasi 11. H o b b y 1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. Tilpon 5. Pekerjaan 6. Pekerjaan tambahan 7. Pendidikan/Kursus 8. Istri / Suami 9. Anak-anak 10. Organisasi 11. H o b b y
: T.P. Membaca. N y . Fatimah Mahaga. 20 Mei 1933 Jln. Pulo Raya I V / 1 6 736681 Ibu Rumah Tangga Bidan 4 orang T.P. Memelihara tanaman hias.
87
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. Tilpon 5. Pekerjaan 6. Pekerjaan tambahan 7. 8. 9. 10. 11.
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. Tilpon 5. Pekerjaan 6. Pekerjaan tambahan 7. 8. 9. 10. 11.
Pendidikan/Kursus Istri / Suami Anak-anak Organisasi Hobby
:
Pendidikan/Kursus Istri / S u a m i Anak-anak Organisasi Hobby
:
Chamzurni Djafri Z . A .
:
Medan, 8 - 1 - 1934
: : :
J l . Brantas N o . 8 371098 Ibu Rumah Tangga
:
S.G.A. Zainul A r i f in Renaldi Dharma Wanita Senam & Nyanyi
: :
Su r n i
:
Banda A c e h , 2 Oktober 1933
: :
J l . Gorontalo N o . 10 K o m p . T N I - A L Tanjung Priok , Jakarta - Utara.
:
Sarjana Pendidikan Agama A . L . Lumanauw. 2
orang:
Olah
raga
Jeany -
— Herman
Nyanyi
-
(Tarbiyah).
— Dony.
Darmawisata.
88
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. Tilpon 5. Pekerjaan 6. Pekerjaan tambahan 7. Pendidikan/Kursus 8. Istri / Suami 9. Anak-anak 10. Organisasi 11. H o b b y
: :
N y . Sri Widodo Sunardi Purwodadi, 22 Februari 1933
: : :
J l . Lejen S. Parman 108, Jakarta Barat. J l . Warungbuncit 11/13, Jakarta Selatan Kantor: 594828; 596076 (ext. 66). Training Director Asuransi Jiwa.
:
I KI P
: : :
1 (satu) orang Ex. T.P. Res. II Aceh.—/Gerakan Pramuka Membaca, Olah raga.
Negeri
1. N a m a 2. Lahir / tanggal
: :
H. Nurjannah Aceh, Pidie, 24 A p r i l 1940.
3. Alamat
: : :
Jl. Cikini Raya N o . 58 R J l . Anggrek Rosliana VIII/24 542288
:
S.G.B.
: : :
5 orang. W.I.C. IWAPI Olah Raga, DU.
Kantor Rumah
4. Tilpon 5. Pekerjaan 6. Pekerjaan tambahan 7. 8. 9. 10. 11.
Pendidikan/Kursus Istri/Suami Anak-anak Organisasi Hobby
89
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor
: : :
Marzuki Nyakman A c e h , 30 Desember 1930. Dep. Dalam Negeri, Jl. Merdeka Utara 7 Jakarta.
Rumah
:
K o m p l . D D N - II N o . H/5 Labu Jakarta Selatan. Kt. 355273 R. 761721 Pegawai Negeri
4. 5. 6. 7. 8. 9.
Tilpon : Pekerjaan : Pekerjaan tambahan Pendidikan/Kursus Istri/Suami Anak-anak
10. Organisasi 11. H o b b y 1. N a m a
Tilpon Pekerjaan Pekerjaan tambahan Pendidikan/Kursus Istri/Suami Anak-anak Organisasi Hobby
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Tilpon Pekerjaan Pekerjaan tambahan Pendidikan/Kursus Istri/Suami Anak-anak
10. Organisasi 11. H o b b y
Fakultas Sos Pol U n . Gajah Mada. Ny. Rusdiani 1. Reihana, 2. Tastin. 3. Tasrin, 4. Hafidz Korpri. Membaca, Olah Raga.
: :
N y . Marzuki Nyakman A c e h , 21 Maret 1943.
: :
K o m p l . D D N - I I N o . H/5 Pondok Labu Jakarta — Selatan 761721
:
Ibu Rumah Tangga.
2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Pondok
:
PGAA
: :
Marzuki Nyakman 1. Reihana, 2. Tasfin, 3. Tasrin, 4. Hafidz Dharma Wanita Membaca,
:
Tarmizi
:
: :
M e u k e ' A c e h Selatan J l . Borobudur 24 Jakarta Kampung Kedaung Rt. 03 Rw. 01 Kelurahan Jakasampurna Bekasi Selatan. Tel. 884111 - 8 8 3 6 3 3 Wiraswasta
: : :
SMA Suami Tiga Orang
:
Bulu Tangkis.
:
Ma'ruf
90
1. N a m a 2. Lahir / tanggal 3. Alamat Kantor Rumah 4. Tilpon 5. Pekerjaan
: : : : :
H. Turino Junaidy Padang Tjiji 6 Juni 1927. Jalan Radio Dalam no. 4 Jakarta Selatan Idem 735984 - 713643
:
Direktur PT Sarinande Films. Producer Sutradara F i l m . a. President A M P P A ( A S E A N Picture Producers Association).
6. Pekerjaan tambahan :
7. Pendidikan/Kursus
8. Istri / Suami 9. Anak-anak
:
: :
10. Organisasi
:
11.
:
Hobby
Motion
b. Presidium PPFI (Persatuan Perusahaan F i l m indonesia). H.I.S. Siglo, S M T Solo, Cinematography & Production Management, T o k y o ; Radio Telegrafist, Medan (waktu Jepang). Emma Hilma Ridwan Junaidy, Emrino Junaidy, Armano Junaidy, Emirza Junaidy, Andriano Junaidy, Faradina Junaidy, Taman Iskandar Muda. Ketua Umum 1984 - 1987. Olahraga golf, tamasya.
91
1. N a m a 2. Lahir/tanggal 3. Alamat Kantor
: : :
4. Alamat
Rumah
:
Kantor Rumah 6. Pekerjaan
; : :
5. T i l p o n :
Sjamsiah Affan (Daulay) Banda A c e h , 19 Desember 1930 Gedung IRTI Lantai 111 Jalan Merdeka Selatan - Jakarta Jalan Pal Batu VI/1 S
Pusat
Jakarta 12780 3456 15 8 2 6 6 17 1945 - 1949 Anggota D.K.P. (Dewan Keputrian Pertahanan). — Anggota Palang Merah Mobil Colonne — Anggota Dapur U m u m — dengan pangkat Kopral. 1955 - 1968 Pegawai Departemen Luar Negeri berturut-turut sebagai : — — — —
Kepala Seksi Jepang Kepala Seksi Paspor/Visa Kepala Seksi Wartawan Asing Kepala Pelayanan Korps Diplomatik Protokol. 1969 ) 1972 Sekretaris 1 dengan jabatan Kepala Konsuler/Protokol K B R I di Roma. 1973 - 1975 Sales Manager Time Life Books DKI - Jaya 1976 - 1978 Sales Manager Time Life Book untuk Jawa Tengah di Semarang. 1979 - 1981 Sales Manager World Book International D.K.I. Jaya 1982 — sampai sekarang Direktris PT Geophysical Computer Tape di Jakarta.
92
7. Pendidikan/Kursus :
8. Organisasi 9. Hobi 10 Suami 11. Anak
: : : :
S M A Jalan Sumatera di Bandunq lulu tahun 1951 1951 - 1954 Akademi Dinas Luar Negnr: lulus Sarjana Muda Politik 1966 — Kursus Intellijen Deplu — lulus 1975 — Kursus Marketing — lulus — Kowaveri (Korps Wanita Veteran R.l.) — Menyanyi, berenang, membaca dan travelling. Meninggal Dunia 1. Nalini Chitra 1
2. 3. 4. 5. 6.
Siti Noer'aini Myrna Menasja N i m m i Mirsja Nifealita Abdullah Effendi A h m a d Ahmadi Faruk Yunus.
A D. KANAFIAH Pejabat Ditjen Perhubungan Laut Alamat : Komp. Gaya Motor Cilincing Tg. Priok
T. Taibur Rachman Lahir : 1 Agustus 1931 di Lhok Seumawe Pekerjaan Wiraswasta Isteri : N y . letje Taibur Rachman Berputra Alamat
: Tiga Orang : Gondangdia Lama N o . 5 Pav. Jakarta Pusat
93
Bupati K D H Blora Bapak Sumarno S.H. sedang menyampaikan ucapan Selamat Datang.
RIWAYAT HIDUP Mawardi Rahimin, lahir 20 Agustus 1929 di Bireuen. Berpendidikan HIS, SR, S G A (di Bireuen, Lhoksukon Kutaraja). Selepas SGA (1950) mengajar sebentar di SMP Lhokseumawe dan mendapat kesempatan meneruskan di FPD Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, lalu pmdah ke B - 1 Bahasa Indonesia. Melanjutkan ke ASRI dan IKIP Negeri jurusan Seni Rupa hmgga selesai. Mengajar di SGB, S G A , SSRI, SMA Negeri II, dan diangkat menjadi Direktur SMA Negeri IV Yogyakarta. Mendapat Piagam Penghargaan sebagai Guru Teladan dari Pemerintah R l . Sekarang Pengawas Dikmenum di Kanwil Depdikbud Yogyakarta, dan mengajar di Fakultas Seni Rupa & Disain ISI dan IKIP Negeri. Telah menikah, kini berputera 4 orang.
94
R I W A Y A T HIDUP. Ramli Abdur-Rahman, lahir 23 Januari 1932 di Langsa. Berpendidikan HIS, SR dan SMP Langsa. Memasuki SMIND (Sekolah Musik lndonesia( di Yogyakarta. Selesainya mengajar biola, teori musik, sulfegio. Tahun 1975—82 diangkat menjadi Direktur Sekolah Musik, setelah itu mengajar di Fekultas Kesenian 'SI untuk mata kuliah biola, orkes, direksi orkes, reporioire dan mengajar juga di IKIP Negeri. Pernah menjadi wartawan harian Kedaulatan Rakyat, anggota HISFA (senifoto) dan Pemenang Lomba Foto F A O 1968, peserta Youth Music Festivai di Hongkong (1979). Teiah menikah dan kini berputera 8 orang.
R I W A Y A T HIDUP. Lian Sahar, lahir 25 Januari 1932 di Aceh. Berpendidikan HIS, SR, SMP (di Langsa, Meulaboh, Kutaraja), Selepas SMA Medan (1953) meneruskan ke Fakultas Hukum & Pengetahuan Masyarakat, Universitas Indonesa di Jakarta. Hanya kegairahan melukislah yang menuntunnya memasuki ASRI (1954) di Yogyakarta dan Bagian Seni Rupa ITB Bandung. Selesainya mengajar di Jurusan Interior ASRI dan giat di bidang pendisainan dan kewartawanan. Mengikuti Pameran Bersama di berbagai kota Indonesia & luar bandar. Dua-kali memenangkan Hadiah Biënnale Seni Lukis seluruh indonesia di Jakarta. Telah menikah dan mempunyai tiga putra.
95
R I W A Y A T HIDUP Teuku Jab°t>, lahir 6 Desember 1929 di Peureulak. Berpendidikan HIS, Tyugakko-SM, SMT (di Langsa. & Kutaraja). Selepas SMT (1949) memasukki Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (Yogyakarta), lalu melanjutka ke University of Arizona (Tucson), Howard University (Washington, DC), Providence Hospital (Washington, DC) dan Rijksuniversiteit di Utrecht (1967). Diangkat menjadi'Deakan Fakultas Kedokteran (1975) dan kemudian menjadi Rektor Universitas Gadjah Mada yang k e - 7 (1981). Tahun 1971 diangkat sebagai Guru Besar Anthropologi Ragawi di Fakultas Kedokteran dan mengajar anthropologi ragawi dan penulisan ilmiah kedokteran. Memimpin Berkala Ilmiah Kedokteran sejak 1969 dan Berkala Bioanthropologi sejak 1980 dan mempublikasikan lebih dari 100 karangan ilmiah dan 20 karangan ilmiah popuier; menjadi anggota 16 perhimpunan professional nasional, regional dan internasional. Semasa mahasiswa, termasuk salah seorang pendiri IWMI (Ikatan Wartawan Mahasiswa Indonesia) dan Pemimpin Redaksi majalah G A M A di Yogyakarta. Telah menikah dan memperoleh seorang putri.
R I W A Y A T HIDUP Muhammad Yusuf Gandhi, lahir 19 September 1930 di Takengon. Berpendidikan SR, SMP, SMA (di Bireun, Kutaraja, Medan). Tahun 1953 memasuki Fakultas Hukum (HESP) Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta). Selesainya tahun 1978 bekerja menjadi Pengacara di Biro Konsultasi Clementia, kemudian pindah ke LPPH (Lembaga Penyuluhan dan Pelayanan Hukum) Yogyakarta. Semasa mahasiswa ikut dalam kegiatan organisasi dan berpengalaman menjadi asisten pelatih dari Kesebelasan T P A Yogyakarta. Belum menikah dan tak senang hidup membujang.
96