LAPORAN HASIL DEMONSTRASI TEKNOLOGI PRODUKSI SAYURAN KUBIS DAN TERUNG DI KABUPATEN SINJAI Repelita Kallo, dkk PENDAHULUAN
Membangun suatu wilayah pada hakikatnya merupakan upaya untuk memberi nilai tambah terhadap kualitas kehidupan. Proses pemberian nilai tambah terhadap kualitas kehidupan dilakukan dengan memperhatikan kondisi wilayah setempat, melakukan transfer of knowledge, transfer of
technology, meningkatkan aksebilitas, pemberdayaan masyarakat pertanian yang bermuara pada peningkatan pendapatan, peningkatan kesejahteraan, serta peningkatan produksi usahatani.
Salah satu wujud dari pada
penjabaran sistem penyuluhan adalah pelaksanaan demonstrasi teknologi dimana dalam pelaksanaannya merupakan kegiatan penyuluhan yang bermuatan penerapan inovasi teknologi sesuai kebutuhan petani. Penyuluhan ini tidak hanya sekedar menyampaikan informasi suatu inovasi teknologi tetapi bagaimana agar inovasi teknologi tersebut bisa dilaksanakan petani berdasarkan pertimbangan teknis, sosial, ekonomi dan budaya. Kubis mempunyai nilai ekonomi yang penting sebagai sumber pendapatan petani dan sumber gizi (vitamin A dan C) bagi masyarakat. Faktor pembatas utama produksi kubis adalah serangan hama Plutella
xylostella dan Crocidolomia binotalis. Sampai saat ini, tingkat produksi tanaman kubis baik secara kuantitas maupun kualitas relatif rendah. Hal ini disebabkan antara lain karena tanah sudah miskin unsur hara, pemupukan yang tidak berimbang, cuaca dan iklim yang kurang mendukung, organisme pengganggu tanaman yang menyebabkan petani sangat tergantung pada pestisida/insektisida yang diketahui hal ini berbahaya bagi kesehatan. www.sulsel.litbang.deptan.go.id
1
Berdasarkan
permasalahan
tersebut,
kegiatan
demonstrasi
ini
dilakukan untuk memberi pemahaman dan meningkatkan keterampilan petani dalam melakukan budidaya dengan baik melalui penerapan komponen teknologi, sehingga dapat menghasilkan kubis dan terung yang berkualitas. Berkualitas dalam artian melakukan budidaya tidak bergantung pada obatobatan kimia melainkan menggunakan pestisida alami atau mengendalikan hama sesuai kaidah-kaidah PHT.
Hal ini tentunya tidak membahayakan
kesehatan petani maupun konsumen yang membelinya. Demonstrasi informasi
ini
pertanian,
dimaksudkan serta
untuk
memperluas
dan
mempercepat memperbesar
penyebaran spektrum
diseminasi yang penyebarannya berbasis FMA (Farmer Managed Extension). Keberhasilan kegiatan demonstrasi ini tentunya dapat dilihat dari berbagai indikator, antara lain adanya perubahan persepsi dan peningkatan apresiasi sasaran terhadap teknologi yang didemonstrasikan, diwujudkan dalam bentuk keterlibatan petani dalam pelaksanaan kegiatan. Penyebarluasan Inovasi teknologi dalam melalui kegiatan demonstrasi ini dilakukan melalui berbagai pendekatan dan media penyuluhan. Salah satu pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan partisipatif yang didukung oleh penyebarluasan media informasi tercetak sebagai sarana pendukung tercapainya tujuan diseminasi.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
2
II. TUJUAN 2.1. Tujuan Jangka Pendek Memperkenalkan dan mendemonstrasikan paket teknologi produksi sayuran kubis dan terung melalui penerapan secara
langsung di
tingkat petani. Meningkatkan pengetahuan, wawasan dan ketrampilan petani dalam memproduksi sayuran kubis dan terung berkualitas Menghimpun umpan balik tentang kesesuaian teknis, ekonomi, sosial
dan
budaya
berkaitan
dengan
teknologi
yang
didemonstrasikan 2.2. Tujuan Jangka Panjang Berkembangnya teknologi produksi sayuran kubis dan terung di tingkat petani pada sentra pengembangan sayuran di Kabupaten Sinjai Berkembangnya agribisnis sayuran kubis dan terung pada sentra pengembangan sayuran di Kabupaten Sinjai Meningkatkan pendapatan petani sayuran di Kabupaten Sinjai 2.3. Sasaran Sasaran yang dituju adalah Kelompok FMA usahatani sayuran di Kabupaten Sinjai 2.4. Perkiraan Keluaran Diketahui dan dipahaminya 1 paket teknologi produksi sayuran kubis dan terung melalui penerapan secara langsung di tingkat petani
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
3
Meningkatnya pengetahuan, wawasan dan keterampilan kelompok tani tentang cara memproduksi sayuran kubis dan terung berkualitas Diperolehnya informasi dari petani tentang kesesuaian teknis, ekonomi, sosial dan budaya berkaitan dengan teknologi yang didemonstrasikan Performa sayuran kubis dan terung berkualitas dan spesifik lokasi yang berorientasi pasar 2.5. Perkiraan Hasil Petani pada 2 FMA beserta anggotanya memahami, menerima dan terampil melakukan budidaya kubis dan terung Petani mampu melakukan penyebarluasan informasi teknologi budidaya kubis dan terung di Kabupaten Sinjai 2.6. Perkiraan Manfaat Dan Dampak Manfaat Petani dapat memperoduksi sayuran kubis dan terung berkualitas sesuai kebutuhan pasar Dampak Tersedianya sayuran kubis dan terung berkualitas di Kabupaten Sinjai sebagai suatu peluang usaha agribisnis
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
4
III. TINJAUAN PUSTAKA Kubis digemari oleh sebagian besar masyarakat baik dalam bentuk segar maupun sudah matang. Kubis segar mengandung vitamin A, C, karbohidrat, protein, lemak, serat, fosfor, besi dan kalium (Anonim, 2007). Luas panen kubis di Sulawesi Selatan tahun 2009 mencapai sebesar 1.697 ha dengan hasil panen 14,64 ton/ha. Produktivitas nasional kubis pada tahun 2009 sebesar 19,96 ton/ha (BPS, 2009). Salah satu kendala utama dalam peningkatan produktivitas kubis adalah adanya serangan ulat perusak daun kubis Plutella xylostella L. (Lepidoptera : Yponomeutidae). Saat musim kemarau jika tidak dilakukan tindakan pengendalian maka kerusakan tanaman dapat mencapai 100% atau tanaman tidak dapat membentuk krop sehingga tidak bisa di panen (Sudarwohadi, 1987). Takelar (1993) mengemukakan bahwa P. xylostella telah menjadi serangga hama yang paling merusak pada tanaman famili Cruciferae di seluruh dunia dan tiap tahun biaya pengendaliannya diperkirakan mencapai US$ 1 milyar. Upaya pengendalian P. xylostella yang umumnya dilakukan petani adalah secara kimiawi. Di sisi lain petani tidak menyadari dampak negatif penggunaan pestisida dengan terjadinya resistensi, resurjensi, matinya musuh alami dan organisme non-target serta pencemaran lingkungan yang sangat membahayakan kehidupan disekitarnya. Selain itu, biaya aplikasi pestisida dapat merekrut kurang lebih 50% dari biaya produksi (Untung, 1991). Sasaran PHT adalah mempertahankan populasi hama di bawah tingkat yang merugikan serta mengurangi peluang terjadinya ledakan hama. Salah satu komponen penting penyusun agroekosistem lahan kubis adalah arthropoda predator yang hidup pada permukaan tanah. Dilaporkan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
5
bahwa predator yang ada di pertanaman kubis mampu mencegah perkembangan populasi hama mencapai status yang merugikan. Salah satu cara untuk melihat kelimpahan arthropoda tanah adalah penggunaan lubang perangkap (pitfall trap) yang dipasang tersebar pada lahan kubis. Dengan cara ini akan diperoleh data tentang komposisi spesies dan kelimpahan arthropoda tanah khususnya predator penghuni permukaan tanah yang berada di pertanaman tersebut. Gulma berbunga di pinggiran lahan kubis merupakan sumber daya bagi musuh alami karena tumbuhan ini menyediakan serangga inang atau mangsa
alternatif; sumber nektar, pollen dan embun madu yang dihasilkan oleh kutu daun dan menjadi pakan bagi arthropoda musuh alami dewasa (parasitoid atau predator); tempat pengungsian (refugia) dan perlindungan; tempat mempertahankan keberadaan hama dalam populasi rendah di luar musim tanam untuk bertahan musuh alami (Powell, 1986). Nektar dan pollen dapat meningkatkan lama hidup dan keperidian Coccinella sp yang memangsa kutu daun (Pickett and Bugg, 1998). Kubis sebagai tanaman budidaya tidak dapat menyediakan pakan bagi arthropoda tanah karena tidak menghasilkan bunga dan dipanen dalam bentuk krop. Dampak keberadaan gulma berbunga terhadap kelimpahan
arthropoda
tanah
yang
menjadi
predator
pada
pertanaman
kubis
berpengaruh nyata terhadap proses pengendalian serangga hama yang berada di tempat tersebut. Tanaman kubis dapat tumbuh optimal pada ketinggian 200 - 2000 m dpl. Untuk varietas dataran tinggi, dapat tumbuh baik pada ketinggian 1000 2000 m dpl. Faktor pembatas utama produksi kubis adalah serangan hama
Plutella xylostella dan Crocidolomia binotalis. Pengendalian hama tersebut yang paling praktis adalah penyemprotan insektisida, biasanya dengan dosis dan interval yang tinggi.
Pengendaliannya sesuai kaidah PHT yakni
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
6
penggunaan pestisida sesedikit mungkin, tetapi sasaran jumlah dan mutu produksi kubis dapat dicapai. Dalam upaya mengatasi masalah hama/penyakit tanaman kubis, pada umumnya para petani menekankan paada pengendalian secara kimiawi. Umumnya pestisida digunakan secara intensif, baik secara tunggal maupun campuran dari beberapa jenis pestisida, dengan konsentrasi penyemprotan melebihi rekomendasi dan interval penyemprotan yang pendek, 1-2 kali/minggu (Sastrosiswojo 1987). Dampak negatif yang timbul sebagai akibat penggunaan pestisida yang intensif tersebut antara lain adalah : (1) hama ulat daun kubis (Plutella xylostella L.) menjadi resisten terhadap beberapa jenis insektisida kimia dan mikroba (Sastrosiswojo et al. 1989; Setiawati 1996), (2) resurgensi hama P. Xylostella terhadap Asefat, Permetrin dan Kuinalfos
(Sastrosiswojo
1988),
(3)
residu
pestisida
yang
dapat
membahayakan konsumen kubis (Soeriaatmadja & Sastrosiswojo 1988), dan (4) terganggunya kehidupan dan peranan parasitoid Diadegma semiclausum sebagai musuh alami penting hama P. Xylostella (Sastrosiswojo 1987). Sistem tumpang sari tanaman tomat dengan kubis sangat baik dilakukan karena dapat menekan populasi hama Plutella xylostella dan Crocidolomia
.binotalis
pada tanaman kubis sehingga penggunaan insektisida dapat
ditekan. Menurut Effendi (1976), penggunaan tanaman sela seperti tomat dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan petani dan
menghindarkan
kegagalan dari satu jenis tanaman, dengan menambah satu atau lebih jenis tanaman lain yang mempunyai sifat yang cocok. Konsep pemupukan berimbang adalah penambahan pupuk ke dalam tanah dengan jumlah dan jenis hara yang sesuai dengan tingkat kesuburan tanah dan kebutuhan hara oleh tanaman untuk meningkatkan produksi dan kualitas hasil komoditas pertanian. Pemupukan berimbang dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa jenis pupuk tunggal yang dicampur secara
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
7
sederhana (simple blending), atau dicampur secara mekanis (mechanical
blending) atau melalui teknologi pencampuran secara kimia (chemical blending) yang disebut pupuk majemuk/compound dengan formula tertentu. Pemupukan harus dibuat lebih rasional dan berimbang berdasarkan kemampuan tanah menyediakan hara dan kebutuhan hara tanaman itu sendiri sehingga efisiensi penggunaan pupuk dan produksi meningkat tanpa merusak lingkungan akibat pemupukan yang berlebihan, (Anonim, 2005). Terung (Solanum melongena) merupakan tanaman setahun berjenis perdu yang dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 60-90 cm. Terung sangat mudah dibiakkan karena ia dapat hidup di daerah dataran rendah hingga dataran tinggi sekitar 1.200 m dpl. Namun demikian, tanah itu harus memiliki cukup banyak kandungan bahan organik dan berdrainase baik. Selain itu, pH tanah harus berkisar antara 5 - 6 agar pertumbuhannya optimal. Verhangen (1979) dalam Mardikanto (2003) menyatakan bahwa, partisipasi merupakan suatu bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi yang berkaitan dengan pembagian: kewenangan, tanggung jawab, dan manfaat. Theodorson dalam Mardikanto (1994) mengemukakan bahwa dalam pengertian sehari-hari, partisipasi merupakan keikutsertaan atau keterlibatan seseorang (individu atau warga masyarakat) dalam suatu kegiatan tertentu. Keikutsertaan atau keterlibatan yang dimaksud di sini bukanlah bersifat pasif tetapi secara aktif ditujukan oleh yang bersangkutan. Oleh karena itu, partisipasi akan lebih tepat diartikan sebagi keikutsertaan seseorang didalam suatu
kelompok
sosial
untuk
mengambil
bagian
dalam
kegiatan
masyarakatnya, di luar pekerjaan atau profesinya sendiri.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
8
IV. METODOLOGI 4.1. Penentuan Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penentuan lokasi dilakukan dengan pertimbangan bahwa. : 1) Desa Batu belerang adalah lokasi
P3TIP/FEATI; 2)
letaknya berada dipinggir
jalan; 3) mudah dijangkau sehingga dapat dilihat oleh petani sekitar; 4) bebas dari
banjir, kekeringan; 5)
tidak jauh dari jalan yang
kendaraan roda 2 atau roda 4. Petani
pelaksana/kooperator
dilewati
adalah : 1)
ketua Gapoktan pengelola FMA FEATI dan anggotanya yang seluruhnya berjumlah 8 orang yang dominan mengusahakan komoditi kubis 2) bersifat inovatif; 2) kooperatif dalam arti mudah diajak kerjasama dalam pelaksanaan kegitan. Lokasi Kegiatan
: Desa Batu Belerang, Kec. Sinjai Borong, Kab. Sinjai
Waktu pelaksanaan
: Januari – Desember 2011
Petani Pelaksana
: Muh. Tahir (Ketua FMA Batu Belerang)
4.2. Pendekatan Kegiatan Demonstrasi teknologi teknologi produksi sayuran kubis dan terung dilaksanakan dengan pendekatan partisipatif melalui pendampingan teknologi
untuk
memberdayakan
kelompok
FMA
sesuai
dengan
kebutuhannya. 4.3. Ruang Lingkup Kegiatan 4.3.1. Organisasi Pelaksana Organisasi pelaksana ditetapkan berdasarkan tingkat kebutuhan sesuai bidang keahlian masing-masing.
Adapun susunan organisasi pelaksana
kegiatan Uji coba/demonstrasi ini dapat di lihat pada tabel berikut :
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
9
Tabel 1. Susunan organisasi pelaksana kegiatan demonstrasi teknologi kubis dan terung di Kabupaten Sinjai, Tahun 2011 No
Nama
1.
Repelita Kallo, STP
2.
Pendidikan
Keterangan
S1
Disiplin Ilmu Pasca Panen
Ir. Nurjanani, MSi
S2
Budidaya
Anggota tim
3.
Ir. Amirullah
S1
Budidaya
Anggota tim
4.
Andi Satna, SP
S1
Budidaya
Anggota tim
5
Jamaya Halifah
S1
Budidaya
Anggota tim
6
Samsuddin Saud
SLTA
-
Anggota tim
PJ. Kegiatan
4.3.1. Persiapan/Sosialisasi Koordinasi dilakukan bersama dengan pengelola P3TIP/FEATI, Dinas terkait (Bapel Kab. Sinjai dan BPP Batu Belerang). Sosialisasi dilaksanakan di desa Batu Belerang Kecamatan Sinjai Borong, dihadiri oleh + 40 orang terdiri dari 25 orang petani yang merupakan perwakilan dari kelompok tani yang tergabung dalam FMA Batu belerang, 5 orang petani merupakan perwakilan dari kelompok yang tergabung dalam FMA Bonto Sinala, 6 orang PPL berasal dari 2 desa, Peneliti/Penyuluh BPTP Sulawesi Selatan.
Dilakukan dengan
metode FGD (Focus Discussion Group) bertujuan menggali informasi kemampuan/ penguasaan teknologi, kebiasaan petani dalam mengelola usahataninya, produksi dan pendapatan yang diperoleh serta masalah yang dihadapi.
Hasil pertemuan ini adalah kesepakatan dengan FMA tentang
pelaksanaan
kegiatan.
Pelaksanaan
sosialisasi
ini
diisi
pula
dengan
penyampaian teknik pelaksanaan demonstrasi oleh penanggung jawab kegiatan menyangkut hak dan kewajiban para petani pelaksana demplot dan tata cara pelaksanaan kegiatan mulai pengolahan lahan hingga panen. Selanjutnya disampaikan pula materi teknologi oleh Peneliti BPTP tentang tata cara penerapan komponen teknologi produksi sayuran kubis dan terung,
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
10
setelah itu dilakukan pula diskusi antara peserta dengan Peneliti/Penyuluh BPTP. Pada sessi terakhir dilakukan kunjungan ke lahan yang akan digunakan untuk penanaman kubis dan terung untuk memberi petunjuk tentang tata cara membuat pesemaian dan membuat bedengan berdasarkan arah TimurBarat. 4.3.2. Pelaksanaan Demonstrasi Pelaksanaan di lapangan dilakukan petani, dibimbing oleh peneliti dan penyuluh Untuk menentukan nilai parisipasi terhadap tahapan aplikasi teknologi dilakukan pengisian daftar hadir petani pada setiap temu lapang Setiap aplikasi teknologi dilakukan temu lapang untuk menghimpun umpan balik, menggali tanggapan/komentar anggota kelompok dan peserta lain dengan menggunakan kuisioner agar dapat ditentukan nilai kepuasan serta respon petani Dukungan media diseminasi berupa leaflet sebagai sumber informasi pendukung kegiatan Komponen teknologi yang diintroduksi didasarkan pada permasalahan utama yang dialami petani tentang budidaya kubis dan terung 4.4. Komponen Teknologi yang diintroduksi - Varietas Unggul - Pergiliran tanaman - Sistem tanam tumpangsari kubis – tomat - Pemupukan
berimbang
(berdasarkan
hasil
analisis
hara
tanah
menggunakan PUTK/perangkat uji tanah kering) - Pengendalian hama penyakit berdasarkan konsep PHT
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
11
4.5. Cara budidaya Cara budidaya kubis dan terung merujuk pada hasil penelitian Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) Lembang-Bandung.
Adapun hasil
rakitan teknologi budidaya tersebut adalah sebagai berikut : Kubis -
Varietas unggul kubis Balerina F1 (sesuai keinginan petani)
-
Pergiliran Tanaman (rotasi tanaman yang bukan kubis-kubisan)
-
Penyemaian dengan menggunakan koker dan media tanam tanah dan kompos dengan perbandingan 1 : 1
-
Penanaman dilakukan pada saat umur bibit 28 hari setelah semai
-
Jarak tanam 50 x 60 cm
-
Sistim tanam tumpangsari kubis – tomat (menggunakan tomat hibrida F1 varietas cosmonot)
-
Pemupukan dilakukan sesuai rekomendasi yang ditentukan berdasarkan analisis tanah yakni : a. Pupuk kompos 10 ton/ha (diberikan pada saat tanam) b. Urea 200 kg/ha (½ dosis saat tanam dan ½ dosis saat umur tanaman 28 hst) c. TSP 250 kg /ha diberikan pada saat tanam d. KCl 200 kg/ha diberikan pada saat tanam e. ZA 250 kg/ha (½ dosis saat tanam dan ½ dosis saat umur tanaman 28 Hst)
-
Pengendalian hama berdasarkan konsep PHT : dilakukan pengendalian sesuai hasil pengamatan di lapang. Untuk hama Plutella xylostella menggunakan insektisida Neem (ekstrak mimba)
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
12
Terung -
Varietas Unggul terung hibrida F1 jenis “Roket Ungu”
-
Penyemaian dengan menggunakan koker dan media tanam tanah dan kompos dengan perbandingan 1 : 1
-
Penanaman dilakukan pada saat umur bibit 28 hari setelah semai
-
Jarak tanam 60 x 75 cm
-
Pemupukan dilakukan sesuai rekomendasi yakni : Pupuk kompos 10 ton/ha (diberikan pada saat tanam) a. Urea 200 kg/ha (½ dosis saat tanam dan ½ dosis saat umur tanaman 28 Hst) b. SP-36 100 kg /ha diberikan pada saat tanam c. KCl 50 -75 kg/ha diberikan pada saat tanam d. ZA 100 kg/ha (½ dosis saat tanam dan ½ dosis saat umur tanaman 28 Hst)
4.6. Pengamatan Pengamatan
dilakukan
terhadap
perkembangan
pertumbuhan
tanaman sampai panen serta tanggapan dan komentar anggota kelompok tani terhadap teknologi yang diaplikasi terutama menyangkut kelebihan dan kekurangan teknologi yang diintroduksi. Hasil pengamatan di lapang yakni : 4.7. Temu Lapang Temu lapang dilaksanakan setiap aplikasi teknologi. Temu lapang dilakukan di rumah petani yang dilanjutkan dengan melakukan demonstrasi di lapang.
Demonstrasi ini memberi petunjuk tentang penerapan masing-
masing komponen teknologi. Salah satunya adalah melakukan pemupukan berimbang dan cara memupuk yang baik dan benar. Dilakukan oleh petani dengan cara menimbang pupuk untuk pemupukan setiap 500 populasi baik tanaman kubis, terung dan tomat. Setelah pemupukan selesai dilanjutkan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
13
kembali penimbangan untuk pemupukan 500 populasi berikutnya dst nya sampai tanaman terpupuk seluruhnya. komponen lainnya.
Begitu pula terhadap komponen-
Temu lapang ini melibatkan petani kooperator, non
kooperator maupun kelompok FMA lainnya serta petugas penyuluhan setempat. Untuk menghimpun umpan balik, menggali tanggapan/komentar anggota kelompok maupun peserta lain maka dilakukan pembagian kuisioner yang kemudian diisi oleh masing-masing petani. 4.8. Analisis Data Analisis respon petani berdasarkan nilai partisipasi yang dilakukan petani Analisis deskriptif untuk melihat tingkat partisipasi FMA terkait dengan alokasi waktu, alokasi kemampuan penginderaan, faktor internal dan faktor eksternal petani Analisis deskriptif untuk melihat tingkat kepuasan petani terkait preferensi dan hasil karakterisasi teknologi yang didemonstrasikan Analisis respon petani dalam FMA untuk mengetahui kesesuaian teknis, ekonomi, sosial, dan budaya petani dengan teknologi yang didemonstrasikan Analisis porsi dana non APBN/LOAN : pembiayaan demonstrasi
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
14
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Lokasi Kegiatan Kegiatan demonstrasi dilaksanakan di desa Batu Belerang Kecamatan Sinjai Borong Kabupaten Sinjai. Desa Batu Belerang merupakan salah satu desa basis pengembangan tanaman sayuran di Kabupaten Sinjai. Ketinggian tempat yakni 900 – 1200 m dari permukaan laut.
Jarak dari ibu kota
kecamatan 5 km dengan jarak tempuh 15 menit dan jarak dari ibu kota kabupaten 51 km.
Desa Batu Belerang dihuni oleh 471 kepala keluarga
dengan jumlah penduduk 1.961 jiwa. Luas areal pertanaman kubis di desa Batu Belerang seluas 10 ha dengan hasil yang dicapai sebanyak 82.5 ton/ha (Anonim, 2009). FMA Batu belerang merupakan FMA pelaksana kegiatan demonstrasi yang berlokasi di Desa Batu Belerang Kecamatan Sinjai Borong Kabupaten Sinjai. FMA ini adalah salah satu dari 40 FMA yang ada di Kabupaten Sinjai yang berada di Kecamatan Sinjai borong dimana anggota kelompok umumnya mengusahakan tanaman sayuran.
Daya dukung lahan dan
kelembagaan saprodi cukup tersedia. Di desa ini terdapat kios saprodi yang menyediakan seluruh sarana yang dibutuhkan petani antara lain, benih, pupuk dan obat-obatan serta peralatan lainnya. FMA Batu belerang terdiri dari 16 kelompok yang mempunyai jenis usahatani beragam dan 6 kelompok diantaranya adalah usahatani kubis. 1 (satu) kelompok FMA yakni FMA Bonto Sinala di Desa Bonto Sinala yang bersebelahan dengan Desa Batu Belerang merupakan kelompok yang mengelola usahatani terung. Di desa ini terdapat sarana irigasi dan 98 unit mata air yang dimanfaatkan oleh warga setempat sehingga memungkinkan petani untuk mengembangkan komoditas sayuran.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Selain itu keberadaan kelembagaan
15
pertanian di wilayah ini meliputi kelembagaan petani yaitu kelompok tani dan Gapoktan, kelembagaan penyuluhan berupa
Balai Penyuluhan Pertanian
(BPP) yang dimanfaatkan petani selama ini sebagai sumber informasi teknologi pertanian. Kelembagaan pemasaran berupa pasar tradisional tingkat kecamatan yang beroperasi 3 kali seminggu.
Di pasar ini juga
sebagian besar petani melakukan transaksi pembelian sarana produksi dan penjualan hasil produksinya. Tabel 2. Pemetaan kelompok FMA berdasakan jenis usahataninya No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Nama Kelompok Jeppara 1 Kalimbu Mattiro Lau Mappakasunggu Balla Pale Saukang Wanita Tani Kalimbu2 Karya Makmur Jeppara 2 Kalimbu 1 Bonto Tanae Pemuda Tani Bontoe Mattiro Tasi Mawar
Komoditi Usahatani Kubis Kubis Kubis Kubis Kubis Kubis Kubis Kubis + Jagung Kopi, Kayu (Suren, Albisia, Gamelina) Cabe Tembakau + Jagung Padi Padi Padi Talas + Ikan air tawar buncis, wortel dll.
Sumber : Monografi desa Pada tabel 1 terlihat bahwa FMA Batu Belerang terdiri dari 16 kelompok tani dengan berbagai jenis usahatani (Monografi desa, 2008).
43,75%
mengusahakan komoditas kubis, 18,75% mengusahakan padi dan 37.5% lainnya mengusahakan kopi/kayu, tembakau, cabe talas dan sayuran pekarangan. Pemetaan ini penting artinya dalam menentukan keterlibatan petani sehingga proses penyebarluasan informasi teknologi yang diterapkan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
16
pada kegiatan demonstrasi tertata dengan baik sehingga penyebarluasan informasi
merata
pada
setiap
kelompok
yang
membutuhkannya.
Implementasinya yakni pada saat temu lapang petani yang dilibatkan adalah petani yang melakukan usahatani kubis dan terung serta yang berkeinginan untuk memulai usaha tersebut. 5.2. Karakteristik Petani Kemampuan akses petani
terhadap suatu inovasi sangat
dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternalnya. Faktor internal meliputi umur,
tingkat
pendidikan,
pengalaman
berusahatani,
luas
lahan
usahatani/status pemilikan lahan, dan sumber informasi yang digunakan. Sedangkan
faktor
eksternalnya
adalah
luas
lahan
usahatani,
status
kepemilikan lahan, besarnya modal usahatani, ketersediaan sarana produksi dan respon terhadap harga jual komoditas. (Lionberger, 1960). Secara berturut-turut akan dibahas dan disajikan pada tabel-tabel berikut : 5.2.1. Umur Umur merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi efisiensi belajar, karena akan berpengaruh terhadap minatnya terhadap pekerjaan tertentu sehingga umur seseorang juga akan berpengaruh terhadap motivasinya untuk belajar. Menurut de Cecco (1968) bahwa umur akan berpengaruh kepada tingkat kematangan seseorang, baik kematangan fisik maupun emosional yang sangat menentukan kesiapannya untuk belajar. Berkaitan dengan itu, Vacca dan Walker (1980) mengemukakan bahwa selaras
dengan
bertambahnya
umur,
seseorang
akan
menumpuk
pengalaman-pengalamannya yang merupakan sumberdaya yang sangat berguna bagi kesiapannya untuk belajar lebih lanjut. Demikian juga dengan kinerja seseorang akan sejalan dengan pertambahan umur.
Semakin tinggi
umur seseorang, maka kemampuan bekerja akan meningkat sehingga
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
17
produktivitasnya meningkat sampai mencapai batas umur tertentu. Secara detail karakteristik petani menurut umur akan diuraikan dalam tabel 3 : Tabel 3. Karakteristik petani menurut umur pada kegiatan demonstrasi teknologi produksi kubis dan terung di Kabupaten Sinjai, 2011 No.
Umur (thn)
Jumlah Petani (orang) 15
Prosentase (%)
1.
< 40
50
2.
40 – 45
7
23,3
3.
46 - 51
2
6,7
4.
52 - 60
6
20
Jumlah
30
100
Sumber : Monografi Desa, 2008
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa 50% petani berada pada usia <40 tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada umumnya petani berada pada usia produktif (17 – 40 tahun), sehingga secara fisik masih
memiliki kemampuan yang cukup baik untuk melakukan aktivitas
dalam berusaha tani. Termasuk di dalamnya menerapkan berbagai teknologi yang tersedia untuk meningkatkan kinerja usahanya. secara teknis maupun ekonomis perlu diinput dengan berbagai teknologi produksi sesuai yang mereka
butuhkan,
manajemen
usaha
yang
lebih
profesional
untuk
mengembangkannya sebagai usaha agribisnis. 5.2.2. Tingkat Pendidikan Formal Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat berhubungan dengan perilaku petani, seperti kemampuan dalam mengambil keputusan mengenai pelaksanaan usahatani. Tingkat pendidikan ini pula akan berpengaruh terhadap kapasitas belajar seseorang, karena ada kegiatan belajar yang memerlukan tingkat pengetahuan tertentu untuk dapat memahaminya. Secara lengkap akan diuraikan pada tabel 4:
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
18
Tabel 4. Karakteristik petani menurut tingkat pendidikan pada kegiatan demonstrasi teknologi produksi kubis dan terung di Kabupaten Sinjai, 2011 No.
Jenjang Pendidikan
Jumlah Petani (orang) 14
Prosentase (%)
1.
Tidak tamat SD
2.
Tamat SD
9
30
3.
Tamat SMP
2
6,7
4.
Tamat SMA
5
16,6
30
100
Jumlah
46,7
Sumber : Monografi desa, 2008 Pada tabel 4 terlihat bahwa persentase tertinggi dari tingkat pendidikan petani adalah pada jenjang pendidikan tidak tamat Sekolah Dasar (46,7 %) dan persentasi terendah adalah pada jenjang pendidikan SMP (6,7 %). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat penyerapan informasi teknologi relatif rendah, sehingga pendekatan yang dilakukan yakni pendekatan partisipatif yakni penerapan teknologi yang dilakukan langsung oleh petani. Hal ini dilakukan agar indera penerima petani menyerap lebih banyak informasi
karena
dalam
praktek
di
lapang
petani
dengan
leluasa
menyanyakan jika terdapat hal yang tidak dimengerti dan langsung mempraktekkannya. Metode penyuluhan dengan penguraian pesan secara tertulis, kurang efektif dalam penyampaian informasi teknologi terhadap petani yang memiliki tingkat pendidikan rendah karena kemungkinan bisa terjadi interpretasi yang keliru,
sehingga
dilakukan
penyampaian
informasi
melalui
metode
demonstrasi yang membuat petani dapat melihat sendiri segala sesuatunya dengan jelas. Demontrasi sangat berguna bagi orang yang tak bisa berpikir secara abstrak, oleh karenanya agar penyuluhan bisa lebih efektif,
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
19
demontrasi harus diintegrasikan ke dalam program penyuluhan, karena demonstrasi membantu petani dapat dengan mudah memahami setiap penerapan
teknologi
diakibatkan
karena
petani
melihat
dan
mempraktekkannya secara langsung. Cara lain juga dapat digunakan untuk mendorong petani memutuskan penggunaan informasi baru tersebut di lahan mereka (Mardikanto, 2005). 5.2.3. Pengalaman berusaha tani Pengalaman merupakan suatu proses pendidikan di luar bangku sekolah dan diperoleh dari suatu peristiwa-peristiwa yang dialami, ataupun keterangan yang bersumber dari petani lain, tetangga, penyuluh atau yang pernah
dibaca.
Selain
umur
dan
tingkat
pendidikan,
pengalaman
berusahatani sangat menentukan langkah-langkah keputusan ke arah yang lebih baik sehubungan dengan usahanya. berusahatani
sayuran
kubis
maupun
Secara rinci pengalaman
terung
pada
petani
pelaksana
demonstrasi dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Karakteristik petani menurut pengalaman berusahatani pada kegiatan demonstrasi teknologi produksi kubis dan terung di Kabupaten Sinjai, 2011 No. 1.
Pengalaman Berusahatani (thn) < 5 tahun
2.
5 – 10 tahun
11
36,7
3.
> 10 tahun
4
13,3
30
100
Jumlah
Jumlah Petani (org) 15
Prosentase (%) 50
Sumber : Data Primer setelah diolah Pada tabel 5 menunjukkan bahwa 50% petani termasuk kategori kurang berpengalaman dan 50% sisanya berpengalaman. Menurut Soeharjo dan Patong (1984) pengalaman berusahatani
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
20
seorang
petani
dapat
dikatakan
cukup
berpengalaman
apabila
menggeluti bidang pekerjaannya selama 5 – 10 tahun, sedangkan 10 tahun keatas dikategorikan
berpengalaman,
sedangkan
di bawah
5 tahun
dikategorikan kurang berpengalaman. Menurut Tohir (1983) seorang petani cenderung merubah sikap pada situasi yang dihadapi dalam menjalankan usahataninya. Oleh karena itu seorang
petani akan
merubah sikapnya dalam bertindak tergantung dari pengalaman yang diperoleh pada masa lalu. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa semakin lama seseorang
aktif
dalam
berusahatan i,
cenderung semakin terampil atau m a n t a p keputusan
yang
tepat
dalam
maka
dalam
mengelola
akan
mengambil
usahataninya
sehingga dapat meningkatkan produksinya. Kondisi usahatani kubis maupun terung yang dilakukan oleh petani di Desa Batu Belerang umumnya masih dilakukan secara tradisional.
Hal ini
terkait dengan tingkat pengalaman petani yang masih tergolong rendah. Umumnya berdasarkan
petani konsep
belum PHT,
mengetahui belum
pengendalian
melakukan
hama
pemupukan
penyakit
berimbang,
penanaman sistem tumpangsari, dll. Sehingga terdapat peluang peningkatan produksi dan peningkatan pendapatan petani melalui penerapan komponen teknologi budidaya. 5.2.4. Luas kepemilikan lahan Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting bagi petani. Pada umumnya petani memiliki lahan usaha tani baik untuk pribadi maupun untuk tanaman lainya, sehingga selain mengelola usahatani kubis maupun terung, mereka juga mengelola tanaman lainya. aset usahatani petani,
Lahan sebagai
namun demikian untuk lebih meningkatkan
produktivitasnya perlu dikelola dengan optimal dan bijaksana. Hal tersebut
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
21
terkait dengan kelestarian sumberdaya. Untuk lebih jelasnya diuraikan dalam tabel 6 : Tabel 6. Karakteristik petani menurut luas kepemilikan lahan pada kegiatan demonstrasi teknologi produksi kubis dan terung di Kabupaten Sinjai, 2011 No.
Luas Pemilikan (ha)
Jumlah Petani (orang) 2
Prosentase (%) 6,7
1
> 0,1
2
0,1 – 0,3
24
80
3
0,4 – 0,5
4
13,3
30
100
Jumlah Sumber : Analisis Data Primer
Pada tabel di atas terlihat bahwa 80% petani memiliki lahan seluas 0,1 – 0,3 ha dengan rata-rata kepemilikian
0.25 ha dan merupakan warisan
secara turun temurun. Pada umumnya lahan ini ditanami berbagai macam tanaman yang dikelola secara tradisional dan bahkan masih ada lahan-lahan produktif yang tidak dikelola dengan baik. Hal tersebut menunjukkan bahwa usahatani yang dilakukan adalah usahatani subsisten yaitu hanya dilakukan tanpa motif bisnis dan semata hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau komunitasnya. Hal ini terjadi karena kurangnya intervensi teknologi terhadap sistem usahatani yang diterapkan petani. Oleh karena itu diperlukan introduksi teknologi dalam budidaya dan pendekatan usaha, sehingga dapat merubah pola pikir petani dari yang subsisten menjadi modern. 5.3.
Karakteristik Usahatani Kubis dan Terung Usahatani kubis yang lakukan petani di Desa Batu Belerang di mulai
tahun 2008, sehingga pengalaman berusahatani kubis masih tergolong rendah.
Begitu pula terung, petani hanya menanamnya untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga, sehingga penanaman terung pada kegiatan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
22
demonstrasi ini merupakan uji coba yang dilakukan untuk melihat daya adaptasi tanaman terung pada agroekosistem setempat. Secara rinci akan diuraikan dibawah ini : 5.3.1. Penggunaan benih unggul Penerapan teknologi penggunaan benih unggul umumnya telah dilakukan petani responden begitu pula dalam memberi perlakuan benih sebelum tanam. Namun yang belum dilakukan petani adalah menggunakan benih kubis yang sesuai dengan agroekosistem setempat. Desa Batu belerang merupakan dataran tinggi dengan ketinggian 900 – 1200 dpl, namun masih ada sebagian petani yang menanam jenis kubis untuk dataran rendah seperti KK Cross dan KY Cross,
sehingga pada kegiatan demonstrasi ini varietas
kubis yang diintroduksi adalah varietas khusus untuk dataran tinggi yakni Balerina-F1 dengan tujuan memberi pemahaman pada petani bahwa mengembangkan
tanaman
kubis
yang
sesuai
dengan
agroekosistem
setempat, pertumbuhannya akan beradaptasi dengan baik dan memberikan hasil yang maksimal. 5.3.2. Pemupukan Pertumbuhan tanaman yang baik dan produksi yang tinggi selain dapat dicapai dengan memperhatikan syarat-syarat tumbuh juga dengan melakukan pemeliharaan yang baik. Salah satu cara pemeliharaan tanaman yang penting adalah pemupukan. Takaran pupuk yang digunakan untuk memupuk satu jenis tanaman akan berbeda untuk masing-masing jenis tanah, hal ini dapat dipahami karena setiap jenis tanah memiliki karakteristik dan susunan kimia tanah yang berbeda. Ada beberapa hal penting yang perlu dicermati untuk mendapatkan efisiensi dalam pemupukan, antara lain : jenis pupuk yang digunakan, sifat dari pupuk itu sendiri, waktu pemupukan dan syarat pemberian pupuk serta cara atau metode pemupukan.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Pemupukan
23
berimbang adalah penambahan pupuk ke dalam tanah dengan jumlah dan jenis hara yang sesuai dengan tingkat kesuburan tanah dan kebutuhan hara oleh tanaman dalam meningkatkan produksi dan kualitas hasilnya. Pada umumnya petani di Desa Batu Belerang melakukan pemupukan pada usahatani kubis maupun terung dengan menggunakan pupuk kimia. Namun pemupukan berimbang dan penggunaan kompos belum di lakukan. Hal ini dikarenakan masih minimnya sentuhan teknologi dan juga tingkat kemampuan modal usaha yang masih rendah. Untuk tanaman kubis petani menggunakan 175 kg pupuk Urea/ha dan 100 kg SP-36 /ha atau 75 kg Urea/ha dan 200 kg Ponska/ha. Berdasarkan hal ini, pada kegiatan demonstrasi diterapkan cara pemupukan berimbang agar diperoleh hasil yang maksimal. Pemupukan berimbang didasarkan pada hasil analisis hara tanah menggunakan Perangkat Uji Tanah Kebun (PUTK). 5.3.3. Penyediaan dan pengaturan air Ketersediaan air di Desa batu belerang cukup memungkinkan untuk pengembangan komoditas sayuran. Di desa ini terdapat kurang lebih 98 unit mata air yang dimanfaatkan oleh 89 KK untuk keperluan rumah tangga dan usahataninya. Pada lahan sawah, pemenuhan kebutuhan air bersumber dari saluran irigasi yang panjangnya 4000 m.
Sedangkan pada lahan kering
pemenuhannya bersumber dari mata air dan dan curah hujan. 5.3.4. Cara bercocok tanam Cara semai benih yang dilakukan petani adalah pesemaian yang disemai langsung tanpa menggunakan koker. Demikian juga perlakuan benih sebelum semai seperti perendaman dalam air hangat, hanya sebagian kecil petani yang melakukan (26,6%). Jarak tanam pada komoditas kubis yang umum digunakan petani adalah 40 x 50 cm sedangkan terung hanya ditanam sebagai tanaman selingan.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
24
Cara bercocok
tanam tersebut di atas adalah cara petani yang
dilakukan secara alamiah tanpa pertimbangan-pertimbangan teknis apalagi untuk tujuan komersil, sehingga pada kegiatan demonstrasi dilakukan penerapan teknologi yang dapat mendorong petani melakukan usahataninya secara baik dan benar sesuai petunjuk teknis budidaya kubis yang didasarkan pada hasil-hasil kajian komoditas kubis. Sebelum disemai, benih direndam dalam air hangat + 500C selama 30 menit. Tujuan perendaman adalah untuk membebaskan benih dari penyakit yang mungkin melekat pada biji dan untuk mempercepat perkecambahan benih. Benih yang telah direndam lalu disemai dalam wadah koker yang terbuat dari daun pisang ataupun kertas pembungkus nasi. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam memindahkan tanaman dari pesemaian ke lahan usahatani. Setelah berumur 3 – 4 minggu di pesemaian atau terdapat 4 – 5 helai daun, bibit sudah siap dipindahkan ke lapangan. Memberi pemahaman soal jarak tanam kepada petani juga dilakukan bahwa ukuran krop kubis selain ditentukan oleh varietas, juga ditentukan oleh jarak tanam yang digunakan dalam barisan. Jarak tanam tergantung pada ukuran/berat krop yang dikehendaki. Jarak tanam 70 cm (antar baris) x 50 cm (dalam
baris) berat krop yang dihasilkan adalah 2 kg/tanaman.
Sedangkan jarak tanam 60 cm x 40 cm berat krop yang dihasilkan adalah 1 kg/tanaman, (Suwandi dkk. 1993). 5.3.5. Perlindungan tanaman Kegiatan
perlindungan
tanaman
pada
komoditas
kubis
meliputi
penyiangan, sanitasi dan penggunaan pestisida. Penyiangan yang dilakukan petani pada umumnya bervariasi yakni sebagain melakukan 3 kali penyiangan dan sebagian 1-2 kali. Penyiangan dilakukan menggunakan sabit, cangkul dan herbisida.
Herbisida yang umum digunakan adalah Dursban dengan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
25
dosis 0,83 liter/ha. Penyakit yang banyak menyerang tanaman kubis adalah
Plutella xylostella dan petani mengendalikannya dengan pestisida kimia. Menurut pengamatan selama pelaksanaan kegiatan demonstrasi, lebih dari 90% petani kubis di Kecamatan Sinjai Borong menggunakan pestisida sintetik yang tidak terjadwal dengan alasan bahwa cara tersebut dapat menekan populasi serangga hama.
Umumnya pestisida digunakan secara
intensif, baik secara tunggal maupun campuran dari beberapa jenis pestisida dengan
kosentrasi
penyemprotan
melebihi
rekomendasi
dan
interval
penyemprotan yang pendek yakni 1 – 2 kali seminggu. Jenis pestisida yang digunakan adalah Prevathon 50 SC dengan dosis 5 – 10 ml/tangki. Penyemprotan menggunakan pestisida ini tidak sesuai anjuran karena umumnya disemprot secara rutin dengan frekuensi penyemprotan yang tinggi, bisa sepuluh sampai lima belas kali dalam semusim, bahkan beberapa hari menjelang panenpun, masih dilakukan aplikasi pestisida.
Jika jenis
pestisida mempunyai residu terlalu tinggi pada tanaman, maka akan membahayakan manusia atau ternak yang mengkonsumsi tanaman tersebut. Makin tinggi residu, makin berbahaya bagi konsumen. Pada kegiatan demonstrasi, pengendalian hama Plutella xylostella dilakukan
secara
kultur
teknis
yakni
melalui
penerapan
komponen
tumpangsari kubis dan tomat. Disamping itu juga diperkenalkan pestisida nabati dari ekstrak daun mimba yang dapat dibuat sendiri oleh petani. Pestisida ini ramah lingkungan dan sangat membantu dalam pengendalian hama yang tepat, mengurangi resiko adanya bahaya pada lingkungan dan dapat menghemat biaya. Pengendalian hama yang dilakukan berdasarkan konsep PHT yang bertujuan membatasi penggunaan pestisida sesedikit mungkin, tetapi sasaran kualitas dan kuantitas produksi kubis masih dapat dicapai.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
26
5.3.6. Pola tanam dan Pergiliran tanaman Pola tanam kubis yang umumnya dilakukan petani di Desa Batu Belerang adalah pola monokultur. Pola tumpangsari sebagian kecil (25%) petani yang mengetahuinya tetapi belum mengetahui manfaat dari pola tumpangsari. Pada kegiatan demonstrasi ini diterapkan pola tumpangsari tanaman kubis dan tomat (2 baris kubis – satu baris tomat). Penerapan pola tumpangsari ditetapkan berdasarkan masalah utama petani yang dominan yakni adanya serangan hama P.xylostella. Pola tumpangsari kubis dan tomat dapat mengurangi serangan hama ini karena daun tomat mengeluarkan senyawa kimia yang dapat menolak ngengat bertelur pada tanaman kubis.
P.xylostella
betina untuk
Oleh karenanya, tomat harus ditanam satu
bulan sebelum kubis agar fungsinya nyata sebagai penolak. Pergiliran tanaman sudah dilakukan petani sejak lama. Hal ini dilakukan secara alamiah tetapi secara teknis petani belum mengetahui manfaat dari pergiliran tanaman. Pergiliran tanaman sangat disarankan agar petani tetap produktif bercocok tanam meski pasokan air berkurang jika musim kemarau. Hal ini diperlukan juga untuk mempertahankan dan memperbaiki sifat-sifat fisik dan kesuburan tanah.
Ini terjadi bila sisa
tanaman dijadikan kompos atau mulsa yang dibenamkan dalam tanah. Hal ini akan mempertinggi kemampuan tanah dalam menahan dan menyerap air, mempertinggi stabilitas dan kapasitas daya serap tanah. Jika tanaman yang dipergilirkan adalah tanaman leguminosa (kacang-kacangan) ini akan menambah kandungan Nitrogen (N) tanah yang sangat bermanfaat untuk pertumbuhan vegetatif tanaman. Juga akan menjaga keseimbangan unsur hara karena adanya serapan unsur dari kedalaman yang berbeda. 5.3.7. Panen dan pasca panen Penanganan panen dan pasca panen yang tepat dapat mempengaruhi kualitas hasil panen.
Pemantauan dan penanganan kubis perlu dilakukan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
27
dengan hati-hati agar dapat mempertahankan mutunya.
Sebagian besar
petani di Desa Batu Belerang (66,6%) sudah melakukan panen dan pasca panen dengan benar. Panen kubis dilakukan setelah berumur 81 – 105 hari, atau tergantung pada varietas yang ditanam. Petani pada umumnya telah mengetahui bahwa pemanenan yang terlambat akan mengakibatkan krop pecah. Krop kubis sudah cukup dipanen bila tepi daun paling luar pada krop sudah melengkung ke luar dan warnanya agak ungu.
Secara lengkap,
pengetahuan awal petani tentang penerapan teknologi budidaya kubis di Desa Batu Belerang Kecamatan Sinjai Borong dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Pengetahuan awal petani tentang penerapan komponen teknologi budidaya kubis
No
Komponen Teknologi
Pengetahuan Petani (N = 30) Ya Tidak 21 9
Prosentase (%) Ya 70
Tidak 30
1
Varietas Unggul Kubis
2
Pergiliran tanaman
6
24
20
80
3
Tumpangsari kubis - tomat
9
21
30
70
4
Pemupukan berimbang
3
27
10
90
5
Pengendalian hama berdasarkan
0
30
0
100
Jumlah
39
111
130
370
Rata-rata
7,8
22,2
26
74
konsep PHT
Sumber : Analisis data primer Dari tabel 7 menunjukkan bahwa terdapat 5 komponen teknologi yang diterapkan pada kegiatan demonstrasi. Dari keseluruhan komponen terlihat bahwa tingkat pengetahuan petani relatif rendah (74 %). Meskipun sebagian kecil teknologi sudah diterapkan, namun masih ada sebagian besar petani belum mengetahui apa manfaat dari penerapan komponen tersebut. Hal ini www.sulsel.litbang.deptan.go.id
28
penting diketahui untuk dapat mengukur seberapa besar peluang penerapan komponen teknologi yang ada dan dapat diterima petani. Terlihat pula bahwa pada komponen pengendalian hama berdasarkan konsep PHT dan pengggunaan pestisida nabati, 100% petani belum melakukannya.
Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan petani
tentang ke dua hal tersebut. PHT (Pengelolaan Hama Terpadu) secara konsep adalah suatu cara pendekatan atau cara berfikir tentang pengen¬dalian hama dan penyakit tumbuhan yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan lingkungan yang berkelanjutan. Srategi pengendalian hama yang didasarkan pada konsep PHT harus memiliki kelayakan ekologi dan ekonomi. Kelayakan ekologi menuntut persyaratan agar teknologi yang dikembangkan tidak berdampak negatif pada lingkungan/kesehatan. Sedangkan kelayakan ekonomi mengandung arti bahwa teknologi pengendalian harus dapat mengurangi resiko kehilangan hasil dalam rangka meningkatkan pendapatan petani. Oleh karena itu, teknologi tersebut harus efisien dibanding cara konvensional. Pendekatan pengelolaan hama terpadu, yang meliputi kombinasi pengendalian hayati, kultur teknis, dan pemakaian bahan kimia secara bijaksana, merupakan alat dalam merintis pertanian ekonomis, pelestarian lingkungan, dan menekan risiko kesehatan. Aplikasi konsep PHT pada kegiatan demonstrasi mencakup :
Kultur teknis (Pengendalian non kimia) (1) Penerapan pola tumpangsari kubis dan tomat (2) Penggunaan pestisida nabati ramah lingkungan (ekstrak daun mimba) (3) Penanaman kubis pada musim hujan, karena populasi hama P.xylostella dapat dihambat oleh curah hujan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
29
(4) Pergiliran tanaman yang bukan sefamili
Monitoring Selama menanam kubis petani dipandu untuk melakukan pemantauan/ monitoring hama dengan melakukan pengamatan mingguan. Apabila hama mencapai 1 ulat/10 tanaman (Ambang Ekonomi = AE) atau lebih, maka dapat dilakukan dengan menyemprot tanaman menggunakan insektisida kimia selektif atau bioinsektisida, untuk menekan agar hama kembali berada di bawah AE yang tidak merugikan secara ekonomi. Pestisida nabati (ekstrak mimba) juga digunakan untuk pengendalian hama P.xylostella. 5.4.
Kinerja Teknis Teknologi Introduksi Teknologi yang akan di introduksi sebelumnya di sosialisasikan dalam
suatu forum pertemuan yang dihadiri oleh petani, penyuluh dan peneliti sebagai nara sumber. Dalam kegiatan ini dicapai kesepakatan tentang jenis dan macam
yang akan diuji coba/demonstrasikan sesuai dengan kondisi
spesifik lokasi dan kemampuan petani secara teknis untuk menerapkan teknologi. Secara rinci akan diuraikan sebagai berikut : KOMODITAS KUBIS Varietas Varietas unggul yang digunakan adalah Balerina F1 Persiapan lahan Tanah diolah sedalam 30 cm, bongkahan tanah dihancurkan sampai halus (diolah secara sempurna). Bedengan dibuat selebar 110 -120 cm (ukuran sesuai kebutuhan) Pupuk kompos digunakan sebanyak 10 t/ha, 7-10 hari sebelum tanam. Ditabur pada lubang tanam. Penyiapan benih Benih di rendam dalam air hangat kira-kira 550C selama 30 - 60 menit.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
30
Persemaian Wadah semai berupa koker yang terbuat dari daun pisang atau kertas nasi. Media semai berupa pupuk kandang yang benar-benar matang dan tanah halus dengan perbandingan 1 : 1 3 - 4 hari agar tanah dibiarkan terkena sinar matahari langsung. Setelah itu dimasukkan kedalam koker secukupnya Benih disemai dahulu pada bak semai (baki), setelah tumbuh baru dipindahkan ke koker Campur pupuk Urea dengan dosis 0,5 gr/liter air atau 1 sendok teh untuk 10 liter air lalu disiram ke tanaman. Tanaman dilakukan setiap hari dengan menggunakan gembor Dilakukan pengamatan terhadap bibit kubis yang terserang penyakit tepung berbulu (Peronospora parasitica) atau ulat daun pada daun pertama, jika ada petik dan buang daun yang terserang. Penanaman Tanam kubis dapat dilakukan setiap saat, tetapi untuk musim kemarau, serangan hama akan lebih banyak. Bibit kubis ditanam setelah berumur 3 - 4 minggu dengan cara memasukkan bibit kubis ke dalam lubang yang sudah dibuat. dengan jarak tanam 50 x 60 cm, Kubis ditumpangsarikan dengan tomat dengan cara tanam : 2 baris kubis 1 baris tomat. Tomat ditanam lebih dulu 1 bulan sebelum tanam kubis. Pupuk yang digunakan adalah Urea
200.kg/ha, SP-36 250 kg/ha, KCl
200 kg/ha dan ZA 200 kg/ha ½ dosis pupuk N (Urea) dan seluruh pupuk SP-36 dan KCl serta ½ dosis pupuk ZA diberikan pada saat tanam sebagai pupuk dasar.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
31
Sisa pupuk Urea dan sisa pupuk ZA diberikan pada saat tanaman berumur 4 minggu Pemasangan Ajir untuk tanaman tomat Ajir dipasang seawal mungkin agar tidak menganggu perakaran tomat dan tancapkan ajir setinggi 80-100 cm ditancapkan secara individu dekat batang tanaman. Awal Pertumbuhan (0 – 15 hari) Penanaman dilakukan pada sore hari untuk menghindari sengatan sinar matahari Penyiraman dilakukan setiap sore sampai tanaman tumbuh baik. Tanaman yang mati segera disulam. Pengendalian hama secara mekanis “pithesan”, yaitu mengambil hama yang ada kemudian dipencet dengan jari hingga mati. Fase Pembentukan daun (15 – 35 hari) Penyiangan dilakukan pada saat tanaman berumur 34 hari Pemupukan susulan dilakukan pada saat tanaman berumur 28 hari, dengan ½ dosis Urea dan ½ dosis ZA, dengan cara ditugalkan 5 cm dari tanaman. Fase ini sangat penting karena akan mempengaruhi pertumbuhan selanjutnya. Pengendalian hama dengan cara mekanis Fase Pembentukan krop (35 hst – panen) Pada fase ini tanaman peka terhadap serangan patogen penyakit dan ulat krop kubis, amati kehadiran penyakit dan hama 2 kali seminggu. Pengendalian hama dengan cara mekanis yaitu dengan mengambil hama yang ada kemudian dimusnahkan. Jika populasi hama tinggi, gunakan insektisida kimia yang efektif.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
32
Jika krop kubis sudah keras, daun berwarna hijau mengkilap, daun paling luar sudah layu maka kubis siap untuk dipanen. Cara Panen Kubis dipetik dengan menggunakan pisau yang tajam dan bersihdan dilakukan pemotongan pada bagian pangkal batang kubis. Pemetikan dimulai dengan kubis yang sehat baru kemudian dilakukan pemetikan pada kubis yang sakit (terinfeksi pathogen) KOMODITAS TERUNG Rumput liar (gulma) dibersihkan dari sekitar kebun Olah tanah dilakukan dengan cangkul /bajak
hingga gembur (jika pH
tanah rendah, tambahkan Dolomit (kaptan) 2 ton/ha) Bedengan dibuat mengarah arah timur barat, lebar sekitar 100 - 150 cm, tinggi 30 - 40 cm dan jarak tanam 60 x 70 serta jarak antar bedengan sekitar 40 - 50 cm dan ratakan permukaan bedengan Pupuk kompos digunakan sebanyak 10 ton/ha dilakukan 1 - 2 minggu sebelum tanam. Pupuk terdiri atas, Urea 200 kg/ha, SP-36 100 kg/ha dan KCl 75 kg/ha ZA 100 kg/ha Pesemaian Dan Pembibitan Media tanah + pupuk kandang 2 : 1 diisikan pada polybag ukuran 8 x 10 cm Benih disemai pada koker yang telah diisi media tumbuh. Penanaman Bibit dipilih yang seragam dan sehat Ditanam pada bedengan dengan jarak tanam 60 x 70 cm ½ dosis pupuk Urea (100 kg/ha) + SP-36 seluruhnya dan KCl seluruhnya serta ½ dosis ZA diberikan pada saat tanam sebagai pupuk dasar
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
33
Pemeliharaan Saat berbunga dan berbuah penyiraman dilakukan lebih intensif dan penyulaman dilakukan pada tanaman yang mati Umur 4 - 6 minggu dilakukan pemangkasan : Tunas-tunas liar yang tumbuh mulai dari ketiak daun pertama hingga bunga pertama dipangkas agar tunas-tunas baru dan bunga yang lebih produktif segera tumbuh Berikan pupuk susulan yakni ½ dosis Urea dan ½ dosis pupuk ZA pada umur 4 minggu Penyulaman Tanaman yang pertumbuhannya tidak normal, mati atau terserang hama penyakit di sulam Penyulaman maksimal umur 15 hari PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT PENTING Thrips sp, vector virus daun keriput dan menggulung
Agrotis ipsilon, menyerang jaringan daun Heliotis armigera, menyerang buah dan pucuk cabang Pseudomonas solanacearum, penyakit layu bakteri menyebabkan daundaun layu akhirnya tanaman mati. Pengendalian : tanaman layu segera dicabut dan dimusnahkan, perbaikan drainase.
Phytophthora sp, penyakit busuk daun dan buah. Pengendalian untuk hama dengan insektisida sedangkan untuk penyakit dikendalikan dengan fungisida dengan pola aplikasi sistemik - kontak - kontak - sistemik kontak. Panen Umur 3 bulan setelah tanam, buah sudah mulai dapat dipanen. Buah yang dipanen tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda. Ukuran buah yang dipanen mempunyai ukuran berat yang maksimal. Saat panen yang paling tepat adalah pada pagi atau sore hari.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
34
Cara panen dengan menggunakan tangan atau disarankan dengan gunting stek dan buah dipanen bersama tangkainya Pemanenan dapat dilakukan seminggu dua kali sehingga total dalam satu musim dapat dilakukan 8 kali panen dengan potensi jumlah buah per tanaman bisa mencapai 21 buah. Setelah pemanenan yang ke delapan biasanya produksi mulai menurun baik kwalitas maupun kwantitasnya Pasca Panen Buah yang telah dipanen disimpan di tempat dingin dan lembab Pemetikan buah dilakukan pada umur yang tepat agar tidak terjadi pengeriputan buah. Untuk menghindari luka pada buah saat pengangkutan di gunakan keranjang yang telah dilapisi kertas atau plastik. 5.5.
Karakteristik Teknologi Introduksi Adapun karakteristik teknologi yang diintroduksi pada kegiatan
demonstrasi teknologi produksi sayuran kubis dan terung adalah sebagai berikut : Tabel 8. Karakteristik Teknologi Introduksi pada Ujicoba / Demonstrasi Teknologi Produksi Sayuran Kubis Dan Terung di Kabupaten Sinjai Tahun 2011. No. Paket/Komponen Karakter Teknologi Introduksi Teknologi Kelebihan Kekurangan 1.
Varietas Unggul Kubis
Mudah diperoleh
Jenisnya harus sesuai dengan agroekosistem setempat
2.
Pergiliran tanaman
Berfungsi sebagai pengendali hama karena memutus rantai pathogen Solusi anomali iklim
Butuh pengetahuan khusus tentang klasifikasi tanaman yang sefamili
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
35
3.
Tumpangsari kubis tomat
Menekan populasi hama Plutella xylostella dan Crocidolomia
Kontradiksi musim
binotalis
4.
Pemupukan berimbang
5.
Pengendalian hama berdasarkan konsep PHT
Meningkatkan pendapatan petani Mengantisipasi kegagalan dari satu jenis tanaman Meningkatkan produksi hasil
Menghemat biaya khususnya obatobatan Memelihara keseimbangan hayati Meningkatkan kualitas hasil panen (residu pestisida rendah)
Memerlukan pengetahuan khusus dalam menentukan takaran pemupukan Dibutuhkan waktu dan ketelatenan untuk melakukan monitoring hama
Sumber : Data Primer setelah diolah Pada tabel 8 menunjukkan bahwa masing-masing komponen teknologi memiliki kelebihan dan kekurangan yang tentunya menjadi referensi bagi petani dalam memilih teknologi untuk diterapkan pada lahan usahanya. Menurut Mumford (1993), bahwa kegiatan pembelajaran yang dilakukan untuk memperkenalkan sesuatu hal yang baru hendaknya perlu diberi ruang bagi objek belajar agar mereka dapat mengenali hal tersebut yang pada akhirnya objek atau target pembelajaran tersebut dapat mengambil kesimpulan tentang pembelajaran tersebut serta menjadi pioner penyebaran informasinya bagi kelompok petani lainnya. Adapun untuk melihat partisipasi petani dalam kegiatan maka perlu dihitung alokasi waktu yang dicurahkan pada komponen aktivitas yang www.sulsel.litbang.deptan.go.id
36
dilakukan selama pelaksanaan ujicoba/demonstrasi teknologi. Secara jelas akan diuraikan dalam tabel 9 : Tabel
No.
9.
Partisipasi Petani Berdasarkan Komponen Aktivitas pada Ujicoba/Demonstrasi Teknologi produksi sayuran kubis dan terung di Kabupaten Sinjai , 2011.
Tahapan Kegiatan
Partisipasi (N=30) Hadir Tidak Hadir 30 -
Prosentase (%) Hadir Tidak Hadir 100 -
1.
Sosialisasi
2.
FGD
30
-
100
-
3.
Pembuatan bedengan
21
9
70
30
4.
Pesemaian
9
21
30
70
5.
Penanaman
15
15
50
50
6.
Pemupukan
15
15
50
50
7.
21
9
70
30
8.
Pengamatan/ Pengendalian hama Panen/Pasca Panen
30
-
100
-
9.
Temu Lapang
30
-
100
-
216
54
720
180
24
6
80
20
Jumlah Rata-rata
Sumber : Data Primer setelah diolah Pada tabel 9 terlihat bahwa tingkat partisipasi petani secara keseluruhan cukup baik (80%). Aktivitas terendah pada komponen aktivitas yaitu pesemaian (30%) hal ini disebabkan adanya anggapan petani bahwa metode pesemaian menggunakan koker membutuhkan waktu yang lebih lama. Hal ini menjadi masalah juga buat petani karena kurangnya tenaga kerja untuk membuat dan mengisi koker dengan media tanam. Selain partisipasi petani berdasarkan komponen aktivitasnya, maka akan diamati pula partisipasi berdasarkan kemampuan penginderaannya dalam setiap tahapan pelaksanaan aktivitas. Secara rinci akan diuraiakan dalam tabel 10. www.sulsel.litbang.deptan.go.id
37
Tabel 10. Partisipasi berdasarkan Kemampuan Penginderaan Petani pada Ujicoba/Demonstrasi Teknologi Produksi sayuran Kubis dan Terung di Kabupaten Sinjai , 2011. No. Tahapan Partisipasi (N=30) Kegiatan Melihat Mendengar Bicara Melakukan 1.
Sosialisasi
30
30
2
-
2.
FGD
30
30
21
-
3.
18
30
3
8
4.
Pembuatan bedengan Pesemaian
15
30
6
8
5.
Penanaman
20
30
2
8
6.
Pemupukan
20
30
3
8
7.
10
30
8
8
8.
Pengamatan/ Pengendalian hama Panen/Pasca Panen
30
30
2
8
9.
Temu Lapang
30
30
11
-
Jumlah
203
270
58
48
Rata-rata
22,5
30
6,4
5,3
Sumber : Data Primer setelah diolah Pada tabel 10 menunjukkan bahwa partisipasi tertinggi hanya pada kemampuan mendengar (30)
disusul dengan kemampuan melihat (22,5)
sementara kemampuan ikut memberikan pertanyaan hanya (6,4) dan ikut terlibat melakukan aktivitas relatif masih rendah (5,3). Rendahnya nilai partisipasi pada komponen melakukan aktivitas disebabkan baik petani kooperator maupun non kooperator memiliki kesibukan lain selain usahatani kubis. Ada yang berprofesi sebagai pedagang, petani, aparat desa dan melakukan usahatani lain seperti komoditas tembakau, padi, dll. Petani yang melakukan secara langsung pada setiap tahapan kegiatan adalah petani kooperator yang berjumlah 8 orang. Namun diharapkan informasi yang di serap dapat disalurkan pada petani lain yang membutuhkannya.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
38
Selanjutnya akan diuraikan dalam tabel respon, tanggapan dan komentar petani terhadap teknologi yang diuji cobakan yang meliputi pengetahuan, pemahaman, kemampuan teknis, masalah yang dihadapi dan peluang keberlanjutannya. Tabel
No
11.
Respon Petani terhadap Penerapan Komponen Teknologi Ujicoba/Demonstrasi Teknologi Produksi Sayuran Kubis dan Terung di Kabupaten Sinjai , 2011
Komponen Teknologi
Menolak
Prosentase Respon Petani (N=30) RaguAkan Menerima Ragu Menerapkan
1.
Varietas Unggul Kubis
0
0
100
90
2
Pergiliran tanaman
0
20
80
80
3
Tumpangsari kubis tomat
20
70
10
10
4
Pemupukan berimbang Pengendalian hama berdasarkan konsep PHT
0
0
100
20
0
40
60
60
5
Alasan
Sesuai agroekosistem setempat Hasilnya menguntungkan Dapat menanam komoditas sesuai kebutuhan pasar Tomat rentan penyakit Harga benih mahal Belum terbiasa menanam tomat Pola tumpangsari mengurangi populasi tanaman utama kubis Modal usaha kurang Butuh waktu untuk melakukan monitoring hama
Sumber : Data primer setelah diolah, 2010 Terdapat beberapa alasan tentang diterima dan tidak diterimanya komponen teknologi yang diintroduksi seperti terlihat pada tabel 11. Respon petani terhadap komponen teknologi yang didemonstrasikan tergambar bahwa sebagian petani menilai dari aspek teknis sedangkan sebagian lainnya www.sulsel.litbang.deptan.go.id
39
menilai dari aspek ekonomi. Persepsi petani terhadap teknologi merupakan salah satu faktor kunci yang mempengaruhi apresiasinya/ responnnya terhadap inovasi teknologi Respon petani terhadap komponen teknologi yang diintroduksi
Gambar 1. Respon petani terhadap komponen teknologi introduksi Pada tabel 11 maupun histogram i atas terlihat bahwa respon tertinggi berada pada komponen teknologi penggunaan varietas unggul, hal ini 100% diterima petani dan
90% petani akan menerapkannya dengan alasan
varietas kubis Ballerina F1 dan terung jenis roket ungu sesuai dengan agroekosistem setempat dan meberikan hasil maksimal yakni diperoleh kubis dengan berat rata-rata 3 kg/krop dan performans kubis yang padat.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
40
Sedangkan pada terung diperoleh hasil dengam berat rata-rata 0,17 kg/biji dan performans ukuran yang normal sesuai permintaan pasar. Respon terendah adalah pada komponen teknologi tumpangsari kubis – tomat yakni hanya ada 10 % petani yang menerima sedangkan 70% masih ragu-ragu dengan alasan bahwa petani belum terbiasa melakukan budidaya tomat dan ada anggapan petani bahwa pola tumpangsari mengurangi jumlah populasi tanaman utama kubis. Selain itu karena keterbatasan modal usaha, 20% petani yang menolak dengan alasan bahwa harga benih tomat mahal. Berdasarkan rendahnya respon petani terhadap komponen teknologi ini, maka pemberian pemahaman yang lebih mendalam tentang manfaat pola tumpangsari dilakukan pada pelaksanaan kegiatan demonstrasi untuk lebih memperjelas tentang nilai-nilai keuntungan jika melakukan penerapan teknologi tumpang sari. 5.6.
Kinerja Ekonomi
5.1. Analisis finansial usahatani kubis Analisis usaha dapat melaksanakan suatu usaha.
dijadikan
pedoman
dalam memulai dan
Selain itu berguna untuk mengetahui tingkat
keuntungan dari usaha yang dilakukan. Adanya analisis usaha diharapkan usaha yang akan dijalankan tidak mengalami kerugian. Adapun analisis usahatani kubis pada kegiatan uji coba/demonstrasi teknologi dapat dilihat pada tabel 12. Analisis usaha ini sesuai dengan kondisi di kabupaten Sinjai tahun 2011.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
41
Tabel
Analisis finansial usahatani kubis pada kegiatan coba/demonstrasi teknologi di Kabupaten Sinjai
Teknologi Introduksi Uraian Volume
No
A
12.
Harga Satuan (Rp)
BiayaProduksi
Teknologi Petani Uraian Volume
Jumlah (Rp)
uji
Harga Satuan (Rp)
Jumlah (Rp)
82,9%
Olah tanah
1
ha
800.000
Benih
10
bks
Kompos Urea
10 200
SP-36
69,4%
800.000 Olah tanah
1
ha
800.000
800.000
55.000
550.000 Benih
10
bks
45.000
450.000
ton kg
800.000 1.800
8.000.000 Kompos 360.000 Urea
3 250
ton kg
800000 1.800
2.400.000 450.000
250
kg
2300
575.000 SP-36
250
kg
2300
575.000
KCl
200
kg
6500
1.300.000 KCl
-
-
-
-
ZA
200
kg
1900
380.000 ZA
100
kg
1900
190.000
Pestisida nabati (ekstrak mimba)
8
ltr
150.000
3
btl
145000
435.000
Dipel WP Score 250 EC
1
kg
200.000
200.000 Virtaco
2
btl
150.000
300.000
1
btl
110.000
110.000 Prevathon 50 SC
2
btl
100.000
200.000
2
btl
110.000
220.000
Obat-Obatan 1.200.000 Tracer 120 SC
Score 250 EC Tenaga kerja
17,1%
Buat bedengan
40
HOK
25.000
Penanaman
24
HOK
25.000
Pemupukan
16
HOK
Pemeliharaan
15
Panen
16
35
HOK
25.000
875.000
600.000 Penanaman
25
HOK
25.000
625.000
25.000
400.000 Pemupukan
15
HOK
25.000
375.000
HOK
25.000
375.000 Pemeliharaan
15
HOK
25.000
375.000
HOK
25.000
400.000 Panen
16 HOK
25.000
400.000
Total Biaya B
16.250.000
8.670.000
82,5
29,9
500
500
Total Penerimaan
41.250.000
14.950.000
Keuntungan (B-A)
25.000.000
7.080.000
2.5
1.8
Penerimaan Produksi (ton/ha) Harga Produksi (Rp)
C
1.000.000 Buat bedengan
30,6%
R/C Ratio
Sumber : Data primer setelah diolah, 2011
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
42
Sebelum
memulai
usahatani
kubis,
sangatlah
penting
untuk
mempertimbangkan berbagai komponen biaya yang berkaitan erat dengan operasionalisasi usaha. Dari sisi penerimaan, petani kooperator (yang menggunakan teknologi introduksi) menerima sebesar Rp.41.250.000 yang didapat dari perolehan produksi sekitar 82.500 kg (rata-rata berat krop/tanaman = 2,5 kg x 33.000 populasi) dengan harga Rp.500/kg. Dibandingkan dengan penerimaan dari usahatani kubis pola petani yaitu Rp.14.950.000 yang didapat dari perolehan produksi sekitar 29.900 kg (ratarata berat krop/tanaman = 1,3 kg x 23.000 populasi) dengan harga yang sama yakni Rp.500/kg. Total biaya yang dikeluarkan petani kubis yang menggunakan teknologi
introduksi yaitu Rp. 16.250.000, - sedangkan pada cara petani
sebesar Rp. 8.670.000. dengan selisih
Rp., 7.580.000,- atau 46,64%.
Terdapat selisih pendapatan yang sangat signifikan yaitu
Rp.26.300.000,
dengan prosentase peningkatan pendapatan sebesar 63,75%. Demikian juga dengan keuntungan yang diperoleh terdapat selisih sebesar Rp.17.920.000,, dengan prosentase peningkatan sebesar 71,68%. Dapat dikatakan bahwa suatu teknologi baru dengan penerimaan yang tinggi terbukti memerlukan penambahan penggunaan input dan pencurahan tenaga kerja yang lebih besar yang tentunya memberikan nilai keuntungan yang lebih tinggi pula. Dengan lebih besarnya penerimaan dan biaya relatif terhadap penerimaan serta biaya usahatani pola petani, sangat berpengaruh pada nilai R/C. Dari tabel 13 diketahui bahwa pola introduksi diperoleh hasil yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pola petani yaitu 2,5 berbanding 1,8. Dapat dikatakan bahwa kedua usahatani ini layak secara ekonomi, namun demikian aspek yang penting dianalisis adalah tambahannya.
Oleh karena itu hasil
yang harus disimpulkan adalah dari nilai MBCR (FAO, 2003).
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
43
Penerimaan Kotor (B) - Penerimaan Kotor (P) MBCR =
Total Biaya (B) - Total (P) 41.250.000 - 14.950.000
MBCR =
16.250.000 - 8.670.000
26.300.000
MBCR =
7.580.000
MBCR =
3,5
Pada tabel 12 diketahui bahwa dalam introduksi paket teknologi terdapat biaya tambahan sebesar Rp.7.580.000 per hektar dan tambahan penghasilan
sebesar
Rp.
26.300.000,
keuntungan sebesar Rp. 17.920.000.
sehingga
diperoleh
tambahan
Selanjutnya jika dilihat rasio antara
tambahan penghasilan Rp.26.300.000 dengan tambahan biaya 7.580.000 maka diperoleh nilai MBCR (Marginal Benefit cost ratio/ rasio marjinal penerimaan kotor dan biaya) sebesar 3,5 yang artinya setiap tambahan input dalam usahatani itu sebesar Rp.1000 akan dapat meningkatkan pendapatan sebesar Rp.3.500. Berdasarkan kriteria indikator jika MBCR > 2 maka usaha ini layak untuk dikembangkan. Adapun analisis finansial usaha tani terung pada kegiatan uji coba/demonstrasi teknologi di Kabupaten Sinjai dapat dilihat pada tabel 13 :
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
44
Tabel
13.
Analisis finansial usahatani terung pada kegiatan coba/demonstrasi teknologi di Kabupaten Sinjai
Teknologi Introduksi
A
Teknologi Petani
Volume
Harga Satuan (Rp)
Olah tanah
1
ha
800.000
800.000
Benih
25
bks
25.000
625.000
Kompos Urea
10 200
ton kg
800.000 1.800
8.000.000 360.000
SP-36
100
kg
2300
230.000
KCl
75
kg
6500
487.500
ZA
100
kg
1900
190.000
Arrifo
8
ltr
150.000
1.200.000
Score 250 EC
1
btl
110.000
110.000
No
Uraian
uji
Jumlah (Rp)
Volume
Harga Satuan (Rp)
Olah tanah
1
ha
800.000
800.000
Benih
25
bks
20.000
500.000
Kompos Urea
5 200
ton kg
800000 1.800
4.000.000 360.000
NPK Ponska
200
kg
2300
460.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Score 250 EC
5
btl
110000
550.000
Clenset Dethane
5 6
btl kg
150.000 70.000
750.000 420.000
Herbisida
3
ltr
55.000
165.000
Uraian
Jumlah (Rp)
BiayaProduksi
Obat-Obatan
Tenaga kerja
-
Buat bedengan
25
HOK
25.000
625.000
Buat bedengan
15
HOK
25.000
375.000
Penanaman
15
HOK
25.000
375.000
Penanaman
10
HOK
25.000
250.000
Pemupukan
15
HOK
25.000
375.000
Pemupukan
10
HOK
25.000
250.000
Pemeliharaan
15
HOK
25.000
375.000
Pemeliharaan
10
HOK
25.000
250.000
Panen
10
HOK
25.000
250.000
Panen
10
HOK
25.000
250.000
Total Biaya B
14.002.500
9.380.000
40,26
22
Harga Produksi (Rp)
800
800
Total Penerimaan
32.208.000
17.600.000
Keuntungan (B-A)
18.205.500
8.220.000
2.3
1.8
Penerimaan Produksi (ton/ha)
C
R/C Ratio
Sumber : Data primer setelah diolah, 2011
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
45
Total biaya yang dikeluarkan petani yang menggunakan teknologi introduksi yaitu Rp. 14.002.500, - sedangkan pada cara petani sebesar Rp. 9.380.000. dengan selisih Rp., 4.622.500,- atau 33,01%. Terdapat selisih pendapatan yang sangat signifikan yaitu Rp.14.608.000, dengan prosentase peningkatan pendapatan sebesar 45,35%. Demikian juga dengan keuntungan yang diperoleh terdapat selisih sebesar Rp.9.985.500,-, dengan prosentase peningkatan sebesar 54,84%. Dapat dikatakan bahwa suatu teknologi baru dengan
penerimaan
yang
tinggi
terbukti
memerlukan
penambahan
penggunaan input dan pencurahan tenaga kerja yang lebih besar yang tentunya memberikan nilai keuntungan yang lebih tinggi pula. Kelayakan ekonomi usahatani tidak semata-mata dipengaruhi oleh produktivitas usahatani, akan tetapi sangat ditentukan oleh faktor harga input dan harga outputnya.
Meski petani memperoleh produktivitas yang tinggi
tetapi jika harga jual rendah maka pendapatan usahatani tetap rendah. Pada tabel 14, diperoleh nilai R/C ratio pada petani kooperator dan non kooperator masing masing 2,4 dan 1,8, dapat dikatakan bahwa kedua usahatani yang dilakukan petani layak secara ekonomi (menguntungkan), dimana nilai R/C= 2,4 menggambarkan bahwa setiap investasi Rp.1 akan memberikan keuntungan sebesar Rp.2,4 > 1. Begitu pula dengan petani non kooperator memperoleh nilai R/c = 1,8 menggambarkan bahwa setiap investasi Rp.1 akan memberikan keuntungan sebesar Rp.1,8 > 1. Selanjutnya apabila suatu usahatani akan dikembangkan dalam skala yang lebih besar sangat layak dengan referensi MBCR (Marginal Benefit Cost
Ratio). Kriteria MBCR ini bukanlah satu-satunya cara yang dapat digunakan, karena suatu alat analisis memiliki keunggulan dan kelemahan tersendiri atau alat analisis tersebut memiliki syarat untuk dapat digunakan. Syarat untuk menggunakan MBCR ini adalah baik penerimaan kotor maupun biaya total cara baru harus lebih besar dari cara lama.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
46
Penerimaan Kotor (B) - Penerimaan Kotor (P) MBCR =
Total Biaya (B) - Total (P) 32.208.000 - 17.600.000
MBCR =
14.002.500 - 9.380.000
MBCR = MBCR =
14.608.000 4.622.500 3,1
Secara intuitif nilai MBCR lebih besar dari 2 untuk memutuskan apakah suatu teknologi baru dapat diterima. Perhitungan MBCR diperoleh nilai 3,1 yang berarti setiap tambahan input dalam usahatani itu sebesar Rp.1000 akan dapat meningkatkan pendapatan sebesar Rp.3.100. Berdasarkan kriteria indikator jika MBCR > 2 makausaha ini layak untuk dikembangkan. 5.2. Analisis porsi dana non APBN/LOAN pada pembiayaan kegiatan ujicoba/demonstrasi Analisis porsi dana loan APBN dimaksudkan untuk melihat besarnya kontribusi pembiayaan baik dari pemerintah maupun petani atau pihak-pihak terkait lainnya terhadap pembiayaan kegiatan Ujicoba/demonstrasi. Adapun analisis tersebut dapat di lihat pada tabel 14.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
47
Tabel 14. Analisis porsi dana LOAN/APBN pada pembiayaan kegiatan ujicoba/demonstrasi No
Uraian
1
Pemerintah : LOAN/APBN
2
Petani : - Lahan usahatani seluas 0,50 ha -
Pengolahan Lahan
-
3
Peralatan/sarana berupa cangkul, selang air, parang, ember, bak penampung air dll. - Bahan berupa bambu sebanyak 5 batang untuk pembuatan ajir Instansi Terkait : (BP4K) Mobilisasi petugas lapang (PPL) selama pelaksanaan kegiatan 1 orang (3 kali pertemuan) DPRD Mobilisasi 1 orang anggota DPRD Komisi B yang membidangi ekonomi dan pembangunan (1 kali pertemuan temu lapang) BPP Mobilisasi petugas lapang (PPL) selama pelaksanaan kegiatan 2 orang 8 kali pertemuan Jumlah kontribusi petani Jumlah kontribusi Pemda Total
Nilai Kontribusi (Rp) 45.930.000 1.000.000
800.000
Keterangan Kontribusi pinjaman luar negeri (World Bank) dan pemerintah RI dengan proporsi 80% dan 20% Ditaksir berdasarkan hasil usahatani yang diperoleh dari pemanfaatan lahan sekitar 0,5 ha sebelum adanya kegiatan demonstrasi Dinilai berdasarkan harga yang berlaku tahun 2011
2.000.000
sda
75.000
sda
150.000
Dinilai berdasarkan transportasi lokal
50.000
800.000 3.875.000 1.000.000 50.005.000
biaya
sda
sda
(7,75%) (1,99%)
Keterdukungan kegiatan demonstrasi ini dapat dilihat pada kontribusi petani maupun instansi terkait. Kontribusi petani sebesar 7,75% sedangkan Pemerintah Daerah sebesar 1,99%. Dapat disimpulkan bahwa, keberhasilan suatu kegiatan tidak hanya ditentukan oleh besarnya alokasi anggaran, melainkan adanya nilai kontribusi pihak lain yang turut perperan terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
48
VI. KESIMPULAN 1. Terdapat 5 komponen teknologi yang diintroduksi pada kegiatan demonstrasi, namun ada satu komponen yang belum mendapat respon dari petani yakni komponen tumpangsari kubis-tomat. Hal ini disebabkan karena persepsi petani tentang tumpangsari kurang baik dimana petani belum
dapat
menerima
bahwa
teknologi
tumpang
sari
dapat
mengendalikan hama Plutella xylostella (hama utama pada tanaman kubis). Dan yang belum disadari petani bahwa sistem tumpangsari juga mengantisipasi gagalnya tanaman kubis dimana hasil tomat dapat menutupi kegagalan panen tersebut. 2. Komponen teknologi yang paling direspon petani adalah penggunaan varietas unggul. 100% petani memberi respon dan 90% yang akan menerapkan pada musim berikutnya. 3. Hasil panen kubis yang diperoleh petani dengan teknologi introduksi sesuai berat rata-rata hasil adalah 2,5 kg/krop, jika dikonfersi ke hektar menghasilkan 82,5 ton/ha. Sedangkan hasil panen terung yang diperoleh hasil 166 gr/biji, dan rata-rata jumlah biji
adalah 11 biji/pohon, jika
dikonfersi ke hektar diperoleh 40,26 ton/ha. 4. Usahatani kubis memberikan peningkatan pendapatan petani sebesar 63,75% sedangkan pada usahatani terung memberikan peningkatan pendapatan petani sebesar 45,35%.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
49
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2005. Jurnal Hortikultura Volume 15 No. 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Anonim, 2005. Risalah seminar. Psat penelitian dan pengembangan Tanaman Pangan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Arief, Arifin. 1990. Hortikultura. Andy Offset. Yogyakarta. BPS Kabupaten Sinjai, 2006. Kabupaten Sinjai dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Kabupaten Sinjai. Cahyono, Bambang. 1995. Cara Meningkatkan Budidaya Kubis. D), Pustaka Nusatama Yogyakarta. Sudarwohadi Sastrosiswojo, Tini.S., 2005. Penerapan Teknologi PHT pada Tanaman Kubis. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang (Jawa Barat). Kartasapoetra, G.A. 1991. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta. Mardikanto, Totok dan Arip Wijianto. 2005. Metoda dan Teknik Penyuluhan Pertanian. Fakultas Pertanian UNS. Surakarta. Van Den Ban, A.W. dan Hawkin. 2003. Penyuluhan Pertanian. Kanisius. Yogyakarta
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
50