TEACHING INFORMATION LITERACY: THE SMMMART B WAY
(MENGAJARKAN LITERASI INFORMASI: THE SMMMART B WAY)
Lourdes T. David School of Library and Information Science, University of the Philippines, Quezon City, Manila e-mail:
[email protected] Terjemahan oleh Januarisdi Pustakawan Madya Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Padang
[email protected]
Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Padang 2014
TEACHING INFORMATION LITERACY: THE SMMMART B WAY MENGAJARKAN LITERASI INFORMASI: THE SMMMART B WAY Lourdes T. David School of Library and Information Science, University of the Philippines, Quezon City, Manila e‐mail:
[email protected] Terjemahan oleh Januarisdi Pustakawan Madya Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Padang
[email protected]
ABSTRAK Dari tahun2004 sampai 2006, guru dan pustakawan dari 22 Quezon City Public Schools ambil bagian dalam proyek “Building Learning Communities through Libraries” yang disponsori oleh IFLA, ALP. Proyek ini bertujuan untuk mengajarkan guru dan pustakawan tentang peran mereka dalam membantu siswa dalam memperoleh ketrampilan literasi informasi. Hasil langsung yang ingin didapatkan dari proyek ini adalah sebuah panduan untuk pengajaran dan pemerolehan ketrampilan literasi informasi dngan target siswa sekolah dasar dan sekolah menengah. Selama tahun pertama proyek, guru dan pustakawan diperkenalkan berbagai model literasi informasi yang berbeda‐beda di kawasan dimana lima guru pustakawan ditugaskan mengembangkan model yang akan digunakan pada 22 sekolah yang ikut serta. Model dan diuji dan direvisi beberapa kali sampai melahirkan model akhir yang disebut SMMMART B. Model ini disajikan kepada guru dan pustakawan dari sekolah yang ikut serta pada tahun kedua proyek. Untuk menguji aplikabilitas dan keefektifan model tersebut, koipian panduan dan poster disebarkan ke lima sekolah yang ikut serta. Wawan cara informal dengan guru dan pustakawan mengindikasikan bahwa petunjuk tersebut sedang digunakan. Proyek merekomendasikan produksi lebih banyak lagi panduan tersebut untuk menjangkau populasi siswa yang lebih luas dan menindaklanjuti penelitian setelah satu tahun untuk mengetahui dampaknya terhadap siswa sekolah yang ikut serta. Instrumen survei digunakan untuk mengevaluasi keefektifan panduan akan dikembangkan oleh guru dan pustakawan di sekolah yang ikut ambil bagian. Kata kunci: Information literacy; SMMMART B; Public School Libraries; E-Libraries; TeacherLibrarian Partnership
2
PENDAHULUAN Di sekolah umum Philipina, sekurang‐kurangnya 10 persen dari semua populasi sekolah menengah atau lebih dari 1 juta siswa diklasifikasi sebagai non‐readers” (Keth, 203). Hal ini barangkali berasal dari praktik promosi masal di sekolah dasar untuk mengakomodasikan peningkatan populasi siswa di sekolah dasar dengan jumlah ruangan dan guru yang konstan. Walaupun
kurikulum
pengembangan
literasi
informasi
siswa
tersedia,
ketidakmampuan membaca, ketiadaan buku teks dan bahan perpustakaan di berbagai sekolah masih menghambat siswa untuk mencapai tujuan kurikulum. Di Quezon City, the Mayor, Mr. Feliciano B. “Sonny” Belmonte, Jr. Melucurkan program untuk meningkatkan koleksi dan fasilitas dari sebelas perpustakaan sekolah (Gatpolitan, 204). Sebelas perpustakaan sekolah tersebut diberikan peralatan kumputer dan anggaran substansial untuk meningkatkan koleksi mereka. Proyek tersebut diberi nama “SUB” E‐Library yang bermakna “Smart Builders” yang mencerminkan peran perpustakaan sebagai “builder” (pembangun) koleksi dan perpustakaan sebagai pengembang informasi dan pengetahuan. (Ventura, 2004). Proyek ini bertujuan meningkatkan fasilitas, koleksi dan pengetahuan dan ketrampilan staf dalam mengelola perpustakaan. Namun demikian, proyek ini tidak berhasil memasukkan program pelatihan guru dan pustakawan dalam isu “apa, mengapa, dimana, dan bagaimana” literaisi informasi (Abid, 2004) dan pningkatan ketrampilan membaca. Makalah ini menguraikan tujuan, aktivitas dan hasil proyek IFLA ALP, “Building Learning Communities through Libraries.” (Membangun Masyarakat Belajar melalui Perpustakaan).
TUJUAN PROYEK Proyek “Building Learning Communities through Libraries” membayangkan pertumbuhan jumlah masyarakat yang melek informasi melalui perpustakaan sekolah dengan cara mengajarkan siswa bagaimana mengakses dan menggunakan informasi. Proyek ini bertujuan menciptakan sebuah model yang dapat membantu guru, pustakawan, dan orang tua
3
mengajarkan literasi informasi kepada siswa/anak‐anak mereka sehingga mereka dapat menjadi pembelajar sepanjang hayat (life‐long learners). Secara khusus, proyek ini bertujuan: •
Mengembangkan sebuahn penduan pengenalan bagi guru dan pustakawan yang mencakup isu “Mengapa, apa, dimana dan bagaimana pengembangan literasi infrmasi pada anak‐anak sekolah. Panduan tersebut ditujukan untuk pustakawan, guru, siswa, pegawai sekolah, danorang tua siswa.
•
Mrnguji kemangkusan panduan pada sebelas perpustakaan sekolah umum pilot di Quezon City.
•
Mengukur dampak dari panduan tersebut terhadap pustakawan, guru, pejabat, siswa dan staf sekolah, serta orang tua siswa.
•
Mengidentifikasi idividu dan kelompok dalam komunitas yang ingin menyumbang sumber daya untuk perpustakaan sekolah.
•
Mempromosikan kecintaan membaca dan pembelajaran sepanjang hayat melalui penggunaan panduan dan partisipasi pemain kunci dalam masyarakat.
Kelompok Sasaran Penerima manfaat utama dari proyek ini adalah pustakawan, guru, ofisial, siswa dan staf sekolah serta orang tua siswa pada sebelas sekolah dimana panduan tersebut diuji secara pilot. Sebelas sekolah yang telibat dalam proyek ini adalah: 1. Esteban Abada Elementary School 2. Judge Juan Luna High School 3. E. Rodriguez High School 4. Novaliches High School 5. Rosa L. Susano‐Novaliches Elementary School 6. Lagro High School 7. Juan Sumulong High School 4
8. Quirino High School 9. Don Alejandro Roces Science and Technology High School 10. Ramon Magsaysay (Cubao) High School 11. Doña Aurora A. Quezon Elementary School KEGIATAN DAN HASIL PROYEK Kegiatan proyek ini meliputi beberapa tahapan selama dua tahun. Tahun 1 Tahap 1 Lokakarya perencanaan yang melibatkan guru dan pustakawan terpilih dari sekolah target, individu dalam masyarakat di di lingkungan sekolah, aparat pemerintah, peserta asing, dan staf Rizal Library Ateneo de Manila University dilaksanakan pada tanggal 13 sampai 14 April 2005 untuk: •
Mengidentifikasi individu yang akan dilibatkan dalam pengembangan panduan pengenalan litrasi informasi.
•
Mendapatkan persetujuan untuk ikut ambil bagian dan menyumbangkan sumber daya.
•
Mengembangkan panduan dan/atau peralatan bersama untuk pengembangan dan penggunaan panduan.
•
Membuat peta jadwal kegiatan, dan
•
Mengidentifikasi muatan, metode, dan strategi Lokakarya dua‐hari tersebut diikuti oleh 21 paserta yang terdiri dari kepala sekolah,
pustakawan, dan guru dari sebelas sekolah SB‐E Quezon City, dan tiga orang pengamat. Tiga orang dosen memberikan presentasi untuk memberikan pencerahan kepada peserta tentang literasi informasi. Dosen tersebut merupakan bagian dari kelompok kerja Regional Workshop on School Library Services in Southeast Asia 9‐11 September 2003, Bangkok. Penyaji dalam lokakarya pada tanggal 13 April 2005 adalah: 5
•
Mr. James Henri, Associate Professor, Division of Information and Technology Studies, Faculty of Education, University of Hong Kong who gave a talk about “Information literacy development in school children: the why, what, where, and how” and “Understanding IFLA: a guide for beginners.”
•
Dr. Diljit Singh, Associate Professor, Department of Information and Library Science, Faculty of Computer Science and Information Technology, University of Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia who gave a talk on “Information Literacy in Malaysian Schools” Pada hari kedua lokakarya, 14 April 2005, peserta dikelompokkan berdasarkan
kelompok sekolah untuk mebahas apa yang telah mereka pelajari dan bagaimana mereka dapat bekerja ke depan untuk mencapai tujuan proyek. Suber daya disediakan dan jadwal dipetakan. Pada akhir lokakarya, peserta boleh menyajikan proposal mereka untuk muatan draf intuk “Information Literacy Guide.” Observasi Ditemukan bahwa guru dan pustakawan serta kepala sekolah tidak akrab dengan hakikat literasi informasi, peran mereka dalam mengajarkan ketrampilan tersebut, dan pentingnya IL bagi pembelajaran sepanjang hayat. Banyak peserta mengaitkan literasi informasi dengan literasi komputer. Hal ini memungkinkan bahwa mereka telah terbiasa dengan mengajarakan pengetahuan buku teks mengukur pembelajaran dalam bentuk skor yang diperoleh dari test berbentuk objektif yang literasi informasi tidak pernah dijadikan bagian dari proses pembelajaran walaupun silabus dirancang untuk mengajarkan literasi informasi. Capaian utama dari lokakarya 1 ini adalah: •
Guru menyadari bahwa literasi informasi bukan teknologi informasi
•
Guru/ pustakawan menjadi sadar akan peran mereka dalam mengajarkan ketrampilan literasi informasi secara langsung kepada siswa dan secra tidak langsung kepada orang tua siswa.
Tahun 1 tahap 2 Pada tahap ini, dikembangakan sebuah panduan guru dan pustakawan yang mencakup pengembangan “isu mengapa, apa, dimana, dan bagaimana” literasi informas (Abid 2004) 6
pada anak sekolah. Istrumen pengukuran untuk menentukan keefektifan panduan sebagai sebuah alat dalam mengembangkan literasi pada anak‐anak sekolah telah dijadwalkan untuk dilakukan, namun ditunda sampai panduan tersebut diselesaikan. Kritik eksternal, Ms. Zarah Gagatiga, pustakawan sekolah menengah Xavier School dan Mr. Von Totanes, dosen University of the Philippines School of Library and Information Science diundang untuk untuk meriview draf panduan tersebut. Draft panduan mencakup pertanyaan‐pertanyaan kunci berukut (Abid 2004): •
Mengapa? (rasionel/ latar belakang literasi informasi)
•
Apa? (definisi/ penjelasan)
•
Dimana? (lokasi institusional dan kurikular)
•
How (isu‐isu pedagogis dan praktis) Kritik tersebut mengungkapkan bahwa muatan paduan tersebut dapat diterima tapi
mereka menyimpulkan bahwa format dan penyajiannya terlalu formal untuk sebah perpustakaan sekolah. Mereka menginginkan sebuah format yang mudah difahami dan tidak menakutkan bagi pengguna. Mereka malah menyarankan format komik. Mereka merekomendasikan perubahan format panduan secara keseluruhan. Mereka menyarankan pembuatan panduan untuk siswa secara langsung yang dapat digunakan untuk belajar sendiri. Penulis mempersiapkan draft panduan baru dan mengkritik dilakukan pada riview kedua. Observasi Dalam membuat panduan ini, guru dan pustakawan masih dalam gaya perencanaan pelajaran. Mereka merasa sangat sulit membuat sebuah panduan pembelajaran‐sendiri. Dengan demikian mereka memerlukan lebih banyak pengalaman tentang model Literasi Informasi. Tahun 1 Tahap 3 Sebuah workshop‐tindak lanjut yang melibatkan perserta pada work‐shop pertama dilakukan untuk memperkenalkan beberapa model Literasi Informasi kepada peserta untuk memandu 7
mereka dalam meriview panduan Literasi Informasi yang telah dipersiapkan oleh penulis. Workshop kedua dilakukan pada 31 Januari, 2006. Penyaji pada workshop tersebut adalah: •
Mr. James Henri’s, Associate Professor, Division of Information and Technology Studies, Faculty of Education, University of Hong Kong, yang membahas tgentang the” Information Literacy Workshop in IFLA 2006 in Korea.”
•
Dr. Diljit Singh, Associate Professor, Department of Information and Library Science, Faculty of Computer Science and Information Technology, University of Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia, yang berbicara tentang “Recent Information Literacy Initiatives in South and Southeast Asia.”
•
Mrs. Lourdes T. David, Director, Rizal Library, Ateneo de Manila University, Quezon City, Philippines, yang mendiskusikan tentang the “8 Ws model of information literacy” and ‘Mind Mapping” and its application to the Information Literacy process.
Pada hari kedualokakarya, guru, kepala sekolah dan pustakawan bekerja dalam mempertajam ketrampilan Literasi Inforasi mereka dengan mengahsilkan poster, laporan, dan sebagainya tentang topik yang mereka pilih. Mereka diminta menggunakan “mind mapping” dalam mengidentifikasi sub‐topik dan Rizal Libary melakukan penulusuran informasi. Pada sore harinya, peserta menyajikan laporan mereka. Lokakarya menyepakati penggunaan “the 8 Ws” sebagai sebuah model dalam menyiapkan panduan Literasi Informasi dan membuat panduan blajar siswa menjadi self‐learning tool. Observasi Pada akhir lokakarya ini, jelas bahwa peserta telah memahami maksud Literasi Informasi. Latihan tersebut menyenangkn mereka dan membantu mereka menggunakan ketrampilan ini dalam mengidentifikasi contoh‐contoh bila Literasi Informasi dapat diterapkan didalam dan diluar kelas. Penulis senang mengembalikan panduan yang telah mereka persiapkan 8
Tahun 2 Phase 4 Pada tahap ini, panduan siswa dirancang ulang untuk membuatnya menjadi sebuah peralatan belajaran‐mandiri (self‐learning tool). Panduan guru diedit untuk memberikan informasi latar belakang tentang Literasi Informasi dan muatan panduan siswa. Sebuah poster juga dibuat untuk digunakan sebagai sebuah peralatan rujukan siap jadi untuk pengguna perpustakaan dan di dalam kelas. Tabel 1 menampilkan Model SMMMART B yang dipersipakan oleh guru dan pustakawan. Table 1: The SMMMART B Model TAHAP Step 1 S--Simplify
Tanyakan diri Anda pertanyaan seperti: • Apa yang seharusnya saya lakukan? • Apa yang Anda ketahui tentang topik ini
Step 2. M --Mind map
• •
Apa ide lain yang terkait dengan saya? Bagimana konsep tersebut terkait dengan topik lain.
Step 3. M-- Make sure you check all sources of information
•
Sumber apa yang akan menjawab kebutuhan informasi saya? Bagaimana dan dimana saya bisa menemunya? Bagaimana saya mencatat apa yang saya temui?
• •
Step 4. M--Measure Relevance
• • •
STEP 5. A--ARRANGE information into a logical sequence.
•
STEP 6. R--REWRITE report until free of errors
• • • • •
STEP 7. T--TALK and give your report
• • •
Materi yang mana yang telah saya kumpul yang relevan dengan topik saya? Bahan yang mana yang telah saya kumpulkan akan saya gunakan Apakah sumber‐sumber tersebut terpercaya? Bagaimana saya menyusun informasi? Secara logis? Atau secara kronilogis?
Apakah laporan mengikuti kerangka saya? Apakah ada yang saya lupa/ atau tertinggal? Apakah ada kesalah tipografis? Apakah ada kesalahn gramatika? Apakah reference saya telah dikutip secara benar? Apakah saya sedang membangun raport dan kontak mata dengan audiens saya? Apakah suara saya cukup besar? Pakah pengucapan kata saya sudah benar.
Penjelasan Tahap ini membantu Anda BERFIKRI dan BERFOKUS! Dalam hal SIMPLYing, pertimbangkan minat dan pengetahuan terdahulu Anda tentang topik untuk mempersempit penelitian Anda. Tahap ini membantu Anda mengORGANISIR PIKIRAN ANDA! Pda tahap ini, Anda bisa membuat presentasi grafis ide Anda. Dalam “mindmapping” tuliskan semua ide yang terkait dan hubungkannya satu sama lain. Tap ini membantu Anda untuk MENELUSUR! Setelah menulis topik dan ide yang terkait dengan topik Anda, Anda bisa mulai mengumpulkan informasi yang Anda butuhkan. Tanyakan pustakwan Anda untuk menemukan kemung‐kianan sumber dan cara mengutipnya. Bila Anda menemukan informasi yang berguna, catat informasi dan sumber secara akurat. Tahap ini membantu Anda MENGEVALUASI! Setelah mengumpul informasi, lihatlah informasi tersebut satu per satu dan tentukan yang mana yang relevan dengan topik Anda. Hal yang sama dilakukan untuk sumber untuk menjamin kehandalan dan keterpercayaannya. Tahap ini membantu Anda mempersiapkan KERANGKA! Setelah Anda mempunyai informasi yang relevan di tangan, Anda dapat menyusunnya menjadi sebuah kerangka (OUTLINE) Tahap ini membantu Anda MENULIS dan MENULIS ULANG laporan Anda! Tahap ini mencakup pengabungan gagasan Anda dengan informasi yang telah terkumpul kedalam format yang dapat dikomunikasikan kepada orang lain. Yakinkan bahwa apa yang telah Anda tulis akurat, handal, dapat dimengerti, dan dapat disajikan. Tahap ini membantu Anda mengkomunikasikan gagasan Anda! Kadang‐kadang guru Anda meminta Anda membaca atau menyajikan laporan Anda secara oral. Kadang‐kadan Anda akan diminta untuk memuatkannya pada bulletin. Praktek di rumah jika hal ini adalah kali pertama melaporkan secara oral di dalam kelas.
9
STEP 8. B--BEAUTIFY, BEGIN AGAIN to make it BETTER, or your BEST
•
Bagaimana saya bisa meningkatkan laporan saya?
Tahap ini membantu Anda MENINGKATKAN karya Anda! Setelah penyajian, guru dan teman sekelas Anda akan mengevaluasi laporan dan penyajian Anda. Evaluasi ini akan membantu Anda melakukannya lebih baik pada kesempatan berikutnya.
Observasi Sebuah program pelatihan direncanakan untuk melatih guru, dan pstakawan dalam hal penggunaan panduan. Namun demikian, karena panduan tersebut harus direvisi secara keseluruhan, pelatihan tidak dipaksakan pada tahap ini. Penulis dan editor mengerjakan kembali panduan tersebut sehingga menjadi format yang ada sekarang ini—sebuah panduan yang dirancang menjadi peralatan pembelajaran‐mandiri (self‐leraning tool). Karena sudah menjadi sebuah pembelajaran mandiri, pelatihan terkait dengan panduan tersbut menjadi lebih mudah. Lokakarya kedua dimana guru dan pustakawan diminta membuat poster sendiri untuk mensimulasikan apa yang diharapkan dapat membantu siswa dalam hal Literasi Informasi.
Sangat sulit menyakinkan guru dan pustakawan terhadap pelatihan tersebut karena
beberapa guru dan kepala sekolah dirotasikan. Rotasi kepala sekolah di Quezon City School merupakan sebuah praktik Divisi rutin. Kelihatanya kepala sekolah dorotasi setiap lima tahun sehingga proyek ini sangat terpengaruh oleh rotasi tersebut. Pustakawan, kepala sekolah baru dan pengawas harus diberi orientasi kembali tentang proyek tersebut. Selain itu, beberapa pustakawan yang terlibat dalam proyek pergi ke Virgin Island dan Maryland, Amerika Serikat untk bekerja sebagai pustakawan sekolah pada sekolah publik di sana.
Sejalan dengan pelatihan guru, panduan tersebut disajikan pada sekelompok
pustakawan di Vietnam sebagai sebuah kemungkian model yang dapat mereka ikuti dalam mengajarkan ketrampilan Literasi Informasi. Panduan tersebtu juga disajikan pada dua lokakarya/ seminar literasi informasi lokal. Dari seminar dan loka karya tersebut terobservasi bahwa peserta menyamakan Literasi Informasi dengan tekhnologi informasi. Penyajian ini membuat peserta sadar perbedaanya. Mereka kelihatan tertarik untuk menggunakan panduan tersebut pada sekolah mereka sendiri dan meminta kopian yang bisa mereka gunakan. 10
Sebuah kampanye peningkatan kesadaran terhadap Literasi Informasi kelihatan
muncul pada pada tahap ini. Direkomendasikan agar guru dan pustakawan yang ikut serta dalam proyek ini dijadikan sebagai pelopor kampanye Literasi Informasi pada sekolah publik. Tahun ke‐2 Tahap ke‐5 Krena adanya rotasi kepala sekolah, mengumpulkan kepala sekolah yang lama kedalam proyek menjadi sulit. Masalahnya ditambah lagi dengan keberangkatan beberapa orang pustakawan ke Maryland dan Virgin Island. Direncankan menggunakan panduan hanya pada dua sekolah, pada sebuah sekolah dasar dan sebuah sekolah menengah. Namun demikian, Dr. Meleda Polita, the Assistant Superintendent for the Division of City Schools in Quezon City meminta kopian panduan disebarkan ke tujuh (7) sekolah. Masing‐masing sekolah diberikan 100 panduan siswa, 10 panduan guru/pustakawan dan dua poster untuk pustakawan sehingga lebih banyak siswa dapat mempereleh manfaat dari penggunaan panduan tersebut. Observasi Walapun tidak ada data kuantitatif tentang kebermanfaatan pandauan yang bisa diperoleh pada tahap ini, penggunaan yang berkelanjutan dari panduan ini bisa menjadi sebuah pertanda bahwa panduan tersebut baik untuk digunakan. Balikan kualitatif kelihatan memberikan indikasi bahwa panduan tersebut bermanfaat bagi komunitas target proyek ini.
Banyak pelajaran dperoleh dari dari proyek ini, seperti terindikasi sebagai berikut: o Ditemukan bahwa sangat sulit mengumpulkan guru, kepala sekolah dan pustakawan kecuali ada otorisasi dari atasan mereka. Hal ini memerlukan waktu dan usaha keras. o Ditemukan juga bahwa diperlukan cukup waktu untuk mengumpul sumber‐sumber untuk proyek tersebut. Umpamanya, sebelum proyek pada akhirnya dimulai, berbagai pertemuan awal dengan supervisor, pustakawan, guru dan kepala sekolah harus dilakukan. Masalahnya berhubungan dengan hakikat birokrasi sistem sekolah publik di negeri ini. 11
o Ditemukan bahwa pada umumnya, pendidikan dan pustakawan melihat literasi informasi sebagai tekhnologi informasi. Proyek ini menjadi kampanye penyadaran tentang Literasi Informasi. KESIMPULAN Diantara berbagai hasil yang diharapkan dari proyek ini, hanya dua panduan, panduan guru dan panduan siswa yang mencakup “mengapa, apa, dimana, dan bagaimana” isu pengembangan literasi informasi pada anak‐anak sekolah dan satu buah poter terealisasi. Panduan tersebut sedang digunakan sekarang pada tujuh (7) dari sebelas (11) sekolah SB‐E Quezon City. Umpan balikan kualitatif awal dari dua sekolah yang ikut berpartisipasi mengindikasikan bahwa panduan tersebut sangat bermanfaat.
Instrumen pengukuran untuk menentukan keefektifan paduan tersebut dalam
pengembangan lierasi informasi pada anak sekolah belum dikembangkan karena pengawas merasa bahwa kita masih membutuhkan banyak waktu sebelum pengukuran dampak panduan tersebut dapat disimpulkan. Namun demikian, ditemukan bahwa keterlibatan guru dan pustakawan dalam proyek ini telah mengarah ke kemitraan yang lebih dekat diantara mereka dalam menugaskan siswa melakukan kegiatan penelitian kepustakaan dan menyiapkan laporan.
Walaupun tidak ada alat kualitatif yang dikembangkan untuk mengukur dampak
panduan tersebut terhadap pustakawan, guru, pegawai, siswa, staf sekolah, dan orang tua siswa, dampak kualitatif melalui balikan yang baik ditemukan dari siswa, guru, kepala sekolah, dan pustakwan. Proyek ini telah menciptakan dampak jangka panjang terhadap guru, kepala sekolah, dan pustakawan dari sekolah‐sekolah yang ikut ambil bagian dalam proyek ini. Penggunaan panduan yang berlanjut bisa dianggap sebagai manifesto dari dampak ini. Proyek ini juga telah mendorong penyelenggaraan seminar tentang literasi informasi oleh asosiasi guru, asosiasi pustakawan, provider informasi.
Tujuan untuk mengidentify individu dan kelompok dalam masyarakat yang bersedia
komit dengan sumber dan koleksi perpusakaan sekolah tercapai. Dukungan dari wali kota diperoleh, dan tidak hanya dukungan dalam bentuk buku dan peralatan tapi juga pelatihan 12
bagi pustakawan, guru dan kepala sekolah. Proyek ini sangat terganggu dengan keberangkatan banyak guru dan pustakawan ke Virgin Island, Maryland dan beberapa negara lain. Keadaan ekonomi di negeri ini tidak lagi kelihatan menarik bagi banyak guru dan pustakawan sekolah publik.
Promosi kecintaan membaca dan pembelajaran sepanjang hayat melalui penggunaan
panduan dan partisipasi pemain kunci dalam masyarakat telah diukur. Terlalu dini untuk mengatakan bahwa panduan tersebut bermanfaat dalam aspek ini. Namun dapat dikatakan bahwa proyek dan panduan membantu pemangku kepentingan memahami makna literasi informasi dan perannya dalam pembelajaran sepanjang hayat. pada awalnya hampir semua orang menyamakan literasi informasi dengan tekhnologi informasi.
Menjelang akhir proyek, semua peserta dibuat sadar bahwa literasi informasi
mengacu ke: •
…” sebuah pemahaman dan serangkaian kemampuan yang membantu seseorang untuk ‘menyadari kapan dia membutuhkan informasi dan memiliki
kemampuan
menemukan, mengevaluasi, dan menggunakan informasi yang dibutuhkan secara efektif, (ALA 1989) •
Kemampuan mengidentifikasi, menemukan, mengevaluasi, mengorganisir, dan menciptakan secara efektif, menggunakan, dan mengkomunikasikan informasi untuk menangani sebuah isu atau masalah,” (Wijetunge dan Alahakoon 2005).
REKOMENDASI
•
Proyek ini harus ditindaklanjuti dengan proyek ampanye peningkatan kesadaran literasi informasi. Respons peserta sangat bersemangat dan harus dipertahankan
•
Tidak ada instrumen kuantitatif yang dikembangkan karena dirasakan bahwa pemerolehan ketrampilan literasi informasi merupakan sebuah proses yang tidak bisa diukur dalam bentuk pengenalan sebuah panduan. Diperlukan waktu untuk seseorang menjadi literat informasi (information literate). Selain itu, Society of College, National and University Libraries (SCONUL 1999) di United Kingdom, menyatakan bahwa “banyak orang hanya mengembangakan ketrampilan dasar perpustakaan dan 13
tekhnologi dan gagal menjadi literat informasi (information literate). Orang semacam ini hanya bisa “menyadari kebutuhan infomation, membedakan cara menangani masalah informasi, membangun strategi untuk mencari informasi, dan mencari serta mengakses informasi. Mereka belum belajar membandingkan dan mengevaluasi informasi, mengorganisir, menerapkan, mengkomunikasikan, dan mensintesa serta menciptakan informasi baru.” Oleh karena itu direkomendasikan pengembangnan instrumen berfokus harus pada penggunaan panduan. Sebuah kajian berkelanjutan harus dilakukan kemudian. •
Panduan ini harus diperkenalkan kepada sekolah dan perpustakaan lain dinegeri ini dan penggunaannya didorong. Dalam hal ini, sangat bermanfaat jika diadakan sebuah lokakarya dalam hal penggunaan panduan untuk pustakawan dan guru di sekolah lain. Panduan ini perlu diterjemahkan kedalam bahasa sehari‐hari jika perlu.
•
Karena respons peserta dalam hal kampanye peningkatan kesadaran terhadap literasi informasi yang diselenggarakan di Vietnam kelihatan sangat bersemangat, lokakarya literasi informasi semacam ini dapat juga diselenggarakan di negara mereka dengan mengguna panduan sebagai materi sumber yang mengadopsi situasi mereka sendiri. Peserta lokakarya ini berasal dari anggota negara‐negara Asia Tenggara.
•
Lebih jauh direkomendasikan agar Literasi Informasi dan lokakarya dilakukan di Filipina sehingga kesadaran guru dan pustakawan tentang pentingnya literasi informasi terhadap pembelajaran sepanjang hayat dapat diperkuat dan dipertahankan. Lokakarya tindak lajut telah diselenggarakan pada tanggal 24‐25 Juli 2008 dngan peserta lebih dari 50 orang dari 22 sekolah.
REFERENCES Abid, Abdelaziz. 2004. Information literacy for lifelong learning. Paper presented at the World Library and Information Congress: 70th IFLA General Conference and Council, 22‐27 August 2004, Buenos Aires, Argentina. American Library Association. 1989. Presidential committee on information literacy. Final report American Library Association, Chicago Available at: www.ala.org/acrl/nili/ilit1st.html 14
Gatpolintan, Leslie V. 2004. QC gov’t to focus on social programs for the welfare of its 2.17‐M population. Manila Bulletin, July 4, 2004: M4 Keh. 2003. High school nonreaders. The Manila Times, September 17, 2003: A9. Minutes of Library Hub Meeting. 2004. Letter of the Undersecretary of the Department of Education, Juan Miguel Luz to Mrs. Lourdes T. David dated June 17, 2004. Regional Workshop on School Library Services in Southeast Asia, 9‐11 September 2003, Bangkok.(Report of participants from Asian countries) Society of College, National and University Libraries (SCONUL). 1999. Available at: http://sconul.ac.uk/activities/inf_lit/sp/model.html Ventura, Liberty E. Rosa L. 2004. Susano Novaliches Elementary School Library with SB E‐ Library,” (Brochure, 200?) Wijetunge, Pradeepa and U.P. Alahakoon. 2005. Empowering 8: the Information Literacy model developed in Sri Lanka to underpin changing education paradigms of Sri Lanka. Sri Lanka Journal of Librarianship and Information Management, Vol. 1, no.1: 31‐33 Teks asli dalam: Abrizah Abdullah, et al. (Eds.): ICOLIS 2008, Kuala Lumpur: LISU, FCSIT, 2008: pp 147‐155 http://dspace.fsktm.um.edu.my/bitstream/1812/302/1/14Lourdes%20David_Phill_NHW.pdf
15