1
Teaching Contextually1 (Mengajar Secara Kontekstual) By: M a u l a n a Indonesia University of Education
[email protected] [email protected]
Abstract We have been familiar with the fact that a straightforward method is commonly chosen by a lecturer in delivering the lecture. During the process of teaching and learning in the class, student are imposed with merely materials and exercises. The similar phenomenon can be found in mathematics course. There is no way for avoiding and bargaining between the students and the lecturer reckoning all the materials given. There is almost no chance of learning other things as significant as—or even more—than the mathematics content itself. This can possibly be the cause of the emerged assumption that mathematics course is a horrible subject to learn. Moreover, if the materials are delivered rigidly and forcefully. As a research result of Tech Prep 2, 60 percent students—called “neglected majority”—who have been traditionally taught in manner that benefits abstract learners, in many academic subjects such as mathematics, science, and English. Even on the contrary, most students are not abstract learners. This paper are aimed at giving an altenative way of teaching, Contextual Teaching and Learning—CTL. By teaching mathematics contextually, it is hoped that the quality of our teaching and learning will come to its betterment. Many significant and valuable things can be explained from it, and the most important one is that, the negative assumption is about the horrible subject attributed to math which is turned into an interesting subject, hopefully. And of course, finally CTL becomes an enjoyable part of the course that the students are eager to attend. Key word: Contextual Teaching and Learning (CTL)
1
Disajikan pada Diskusi Pendidikan Matematika di Lembaga Bimbingan Belajar Tridaya Bandung, tanggal 09 Juli 2007 2 Refference: CORD Communication, Inc., Waco, Texas, USA, 1999, p 4.
2 Apakah Pembelajaran Kontekstual itu? Konteks Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang untuk setiap aktivitasnya selalu didasarkan pada konteks. Konteks itu sendiri memiliki makna “situasi lingkungan kehidupan sehari-hari, begitu dikenali oleh anak”. Sebua konteks dapat disusun dengan melakukan pencarian hubunganhubungan yang masuk akal dan memberikan manfaat bagi anak. Bisakah Kita Menjadi “Guru” Pembelajaran Kontekstual? Tentu saja bisa! Akan tetapi tak akan semudah mengedipkan mata untuk menjadi “Guru” bagi para pembelajar kontekstual. Sedikitnya ada sepuluh rambu-rambu yang wajib dijawab, sehingga dengan itu Anda mampu mengetahui apakah Anda (selama ini atau ke depannya) menjadi seorang “Guru” yang memberikan layanan pembelajaran secara kontekstual. 1. Apakah konsep baru dipresentasikan dalam situasi kehidupan nyata dan pengalaman-pengalaman yang familiar? 2. Apakah konsep-konsep dalam contoh dan latihan siswa dipresentasikan dalam konteks yang mereka gunakan? 3. Apakah konsep baru dipresentasikan dalam konteks yang diketahui siswa? 4. Apakah contoh dan latihan siswa memuat banyak situasi pemecahan masalah yang nyata-terpercaya, sehingga siswa sadar betapa pentingnya hal itu untuk kehidupannya kini dan nanti? 5. Apakah materinya menanamkan sikap “Aku perlu mempelajari ini!” 6. Apakah siswa memperoleh dan menganalisis data seperti “dibimbing untuk menemukan kembali” konsep penting? 7. Apakah siswa diberi kesempatan memperkaya dan memperdalam wawasan dengan adta yang mereka miliki? 8. Apakah materi dan aktivitas pembelajaran mendorong siswa untuk menggunakan konsep dan informasi dalam konteks lain yang berguna, dalam memproyeksikan masa depannya, dan dalam lokasi lain yang tidak familiar? 9. Apakah siswa berharap untuk terus berpartisipasi dalam grup interaktif sehingga tetap terjalin sharing dan komunikasi?
3 10. Apakah materi, latihan, dan lab memperbaiki kemampuan membaca siswa serta skill komunikasi lainnya sebagai penunjang untuk penalaran dan prestasi matematiknya?
Pembelajaran Kontekstual Lima prinsip dasar pembelajaran kontekstual:
Relating Experiencing Applying Cooperating Transferring Relating Maksud ungkapan di atas adalah belajar dalam situasi nyata sehari-hari, dan sangat kental bagi pembelajar awal. Akan sangat baik hasilnya jika pembelajar merupakan seorang anak dengan usia yang relatif sangat muda. Bagi anak seperti itu, sumber belajar bisa langsung ia dapatkan dari tangannya. Anak bisa belajar dari semua mainan yang ia miliki, permainan yang ia lakukan, makanan yang setiap hari ia santap, perjalanan ke warung untuk jajan, ataupun saat ia mengunjungi teman sebelah rumahnya. Namun seiring waktu, semakin seseorang tumbuh dewasa, maka konteks yang dipelajari bisa semakin rumit, karena dinamika orang semakin berkembang. Terkadang ketika beberapa orang dewasa berkumpul, satu sama lain memiliki tempat kerja berbeda, lingkungan asal dan budaya yang berbeda, dan sebagainya. Oleh karenanya, pengalaman yang dimiliki seorang dewasa mungkin saja tidak lagi kontekstual bagi orang dewasa lainnya yang memiliki background pengalaman yang berbeda. Untuk kasus serupa ini, idealnya guru membimbing siswa untuk belajar dari satu komunitas ke komunitas lain, mendorongnya untuk mengaitkan apa yang dipelajarinya dengan kehidupan.
4 Experiencing Maksud experiencing di sini adalah belajar dalam konteks eksplorasi, diskoveri, dan invensi. Experiencing inilah yang menjadi JANTUNG dari pembelajaran kontekstual. Bagaimana pun juga, motivasi ataupun perhatian siswa muncul sebagai akibat dari penyajian video, permainan, diskusi yang “ramai” membicarakan peristiwa yang terjadi dalam hidup, otak-atik benda-benda di laboratorium, dan sebagainya. Inilah yang lekat sebagai pengalaman. Tidak sekadar menganut filsafat “3D”, Duduk-Diam-Dengarkan. Applying Menggunakan konsep dan informasi yang berguna dalam kehidupan siswa, dalam membantu memproyeksikan “impian” siswa akan masa depannya (karier), dan dalam situasi-situasi yang tidak familiar pada lokasi yang berbeda (tempat bekerja), inilah yang merupakan penjabaran makna dari applying. Tak dapat dimungkiri, applying-lah yang merupakan DASAR AKTIVITAS pembelajaran kontekstual. Terkadang (atau bahkan seringkali) siswa cuma melahap rumus tanpa tahu lebih jauh mengapa rumus tersebut “dilahirkan”, untuk apa, dan apa ada gunanya? Siswa sebagai generasi muda sangat dimungkinkan kekurangan informasi dan akses menuju dunia kerjanya. Lebih banyak siswa yang cenderung “mengilmui” bagaimana menjadi seorang rock-star atau model daripada menjadi ahli terapi autisme, atau penulis ilmiah yang hebat. Jika menurut kita para siswa butuh realistic sense of connection antara sekolah dan dunia kerja nyata, maka sudah pasti selama belajar segenap konteks harus dibawa kepadanya. Cooperating Cooperating merupakan usaha untuk sharing-responding-communicating dengan pembelajar lain secara efektif. Inilah yang merupakan TUGAS DASAR pelaksanaan pembelajaran kontekstual. Pengajaran dengan metode laboratorium, adalah salah satu contoh metode yang kooperatif secara esensial. Dengan pembelajaran seperti ini, siswa bersama partnernya akan belajar/bekerja untuk memecahkan masalah mereka. Siswa akan terbiasa bekerja dengan delegasi, observasi, sugesti, diskusi, serta unjuk performansi.
5 Transferring Mirip dengan relating, prinsip terakhir ini mengandung pengertian bahwa dalam suatu pembelajaran, pemahaman dibangun dari apa yang diketahui siswa (secara sederhana melibatkan proses recall-recognition), kemudian dijadikan bekal untuk menyelesaikan permasalahan yang tidak familiar. Sebagai orang dewasa, banyak dari kita yang sangat ahli dalam menghindari hal-hal yang tidak familiar. Misalnya, kita akan menjauh dari sudut kota yang tak kita ketahui, menolak untuk menikmati makanan yang belum pernah kita makan, melewati begitu saja warung/toko yang tidak pernah kita berhenti di sana untuk belanja. Seringkali kita juga menghindari situasi, padahal situasi tersebut kaya akan informasi yang dibutuhkan untuk menumbuhkembangkan skill baru. Bukankah sebagian dari “kita” enggan mempelajari dan menggunakan software komputer baru, atau masih merasa malu-malu “kucing” untuk bicara dengan bahasa Inggris saat berjumpa dengan orang asing?
Inspirasi CORD (1999). Teaching Mathematics Contextually: The Cornerstone of Tech Prep. Texas USA: CORD Comm., Inc. Posamentier, A.S., and Stepelman, J. (2005). Teaching Secondary School Mathematics: Techniques and Enrichment Units. Ohio: Merril Publishing Company.