TARI INAI DALAM KONTEKS UPACARA ADAT PERKAWINAN MELAYU DI BATANG KUIS: DESKRIPSI GERAK, MUSIK IRINGAN, DAN FUNGSI
SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN
O L E H
SYARIFAH AINI NIM: 090707017
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2013
TARI INAI DALAM KONTEKS UPACARA ADAT PERKAWINAN MELAYU DI BATANG KUIS: DESKRIPSI GERAK, MUSIK IRINGAN, DAN FUNGSI SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O L E H SYARIFAH AINI NIM: 080707002
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. NIP 196512211991031001
Drs. Fadlin, M.A. 196102201989031003
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, untuk memenuhi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang ilmu Etnomusikologi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2013 ii
PENGESAHAN
DITERIMA OLEH: Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Medan
Pada Tanggal : Hari
:
Fakultas Ilmu Budaya USU, Dekan,
Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP 195110131976031001
Panitia Ujian:
Tanda Tangan
1. Drs. Muhammad Takari, M.A., Ph.D 2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd. 3. Drs. Fadlin, M.A. 4. Dra. Rithaony Hutajulu, M.A. 5. Drs. Kumalo Tarigan, M.A.
iii
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah S.W.T atas rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Tari Inai dalam konteks upacara adat Perkawinan Melayu di Batang Kuis: Deskripsi Gerak, Musik Iringan, dan Fungsi. Tugas Akhir ini dikerjakan demi memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana Seni (S.Sn) dari jurusan Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini bukanlah tujuan akhir dari belajar karena belajar adalah sesuatu yang tidak terbatas. Dalam hal ini, Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. selaku ketua Jurusan Etnomusikologi sekaligus dosen pembimbing I dan Bapak Drs. Fadlin M.A selaku dosen pembimbing II. Kedua dosen pembimbing yang baik dan luar biasa ini telah memberikan saya saran serta semangat untuk menyelesaikan proses skripsi ini. Kemudian, Segenap
para
dosen di Jurusan Etnomusikologi yang
turut
membantu lancar nya proses penyelesaian skripsi ini, tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada informan penulis yaitu: Ibu Linda Asmita, Bapak Bahriun Syam, dan Ibu Syafdinar. Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada orang-orang terdekat saya yaitu orangtua saya Ayahanda Syahrial Nasution,ST dan Ibunda Zulaikha yang selalu memberikan semangat serta doa. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh teman-teman seperjuangan yang sudah penulis anggap keluarga selama proses perkuliahan yaitu Kosong Sembilan: Reny Yulyati iv
Br. Lumbantoruan, Nesya Vania Sinaga, Teti Elena Siburian, Fitri Suci Hati Saragih, Verawati Simbolon, Anita P.R Purba, H.A Martin Tambunan, Maruli Purba, Sugiardi, Wahyu Boang Manalu, Dicky Arloy Silalahi, Krisrendy Masdeo Siregar, Herman Simanjuntak, Septianta Bangun, Giat Raja Hizkia Sihotang, dan Ranto Samuel Manik. Terima kasih telah menjadi saudara dan keluarga buat penulis. Tidak terasa sudah hampir 4 tahun kita merasakan susah senang selama duduk dibangku perkuliahan, dan semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu- persatu. Penulis menyadari skripsi ini belum dapat dikatakan sempurna, oleh sebab itu penulis mengaharapkan sekali masukan-masukan dan saran-saran yang sifatnya membangun dan memotivasi, sehingga mengarah kepada kemajuan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu etnomusikologi.
Medan,
Syarifah Aini NIM: 090707017
v
2013
ABSTRAKSI Melalui skripsi ini, penulis akan mengkaji tentang tiga aspek dalam pertunjukan tari dan musik inai dalam konteks upacara perkawinan adat Melayu di Batang Kuis. Adapun ketiga aspek tersebut adalah: (a) deskripsi gerak tari inai; (b) struktur musik iringan (baik ensambel maupun melodi dan ritmenya); dan (c) fungsi tari inai dalam budaya masyarakat Melayu di Batang Kuis. Metode yang digunakan adalah metode penelitian lapangan, dengan pendekatan metode kualitatif, dan pengamatan terlibat. Teori yang digunakan adalah teori koreografi untuk gerak tari, disertai teori weighted scale untuk melodi musik iringan, dan teori fungsionalisme di bidang etnokoreologi untuk menguraikan fungsi tari inai dalam masyarakat Melayu. Hasil yang diperoleh adalah, gerak tari inai adalah gerakan berpola, yang diambil dari gerak-gerak silat, yaitu salah satu seni bela diri dalam kebudayaan Melayu. Terdiri dari gerak pembuka, isi, dan penutup. Pola lantainya bebas dan variatif. Musik iringan yang digunakan adalah ensambel yang terdiri dari: biola dan akordion yang membawa melodi secara heterofoni, ditambah satu gendang ronggeng yang membawa rentak musik. Lagu dan rentak yang digunakan disebut patam-patam. Fungsi tari inai yang utama adalah sebagai eksprtesi ritual yaitu menjaga calon mepelai wanita dari gangguan-gangguan supernatural yang berasal dari manusia atau makhluk halus. Selain itu fungsinya adalah sebagai ungkapan estetik, hiburan, dan juga ekonomis. Kata kunci: inai, tari, fungsi, musik iringan
vi
vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Batang Kuis adalah sebuah kawasan kota di Kabupaten Deli Serdang, yang berada di pesisir timurnya. Batang Kuis merupakan daerah pertanian dan juga terkenal dengan peternakan nya. Selain itu, wilayah Batang Kuis juga terkenal dengan seni budayanya. Kawasan ini juga berkembang dengan pesat di sektor perekonomian,
yang
memberikan
dampak
terhadap
penduduk
yang
menempatinya. Berdasarkan pengamatan di lapangan, masyarakat yang terdapat di daerah Batang Kuis terdiri dari bermacam-macam suku, seperti: Melayu, Mandailing, Jawa, Batak Toba, Simalungun, Karo, Tamil, Hokkian, dan lain-lainnya. Mereka hidup dalam suasana budaya yang heterogen, sesuai dengan filsafat hidup bangsa Indonesia yaitu bhinneka tunggal ika, artinya biar berbeda-beda tetapi tetap satu juga. Namun dilihat dari sisi sejarah, kawasan Batang Kuis berada di dalam wilayah kebudayaan Melayu Serdang, yang di masa pemerintahan kesultanan, berada di wilayah Kesultanan Melayu Serdang. Dengan demikian, “tuan rumah” Batang Kuis adalah etnik Melayu, yang sangat terbuka menerima etnik-etnik lain untuk berdampingan hidup bersama secara sosial dengan mereka. Dalam konteks Sumatera Utara, orang Melayu di Batang Kuis memiliki berbagai genre kesenian, yang difungsikan di dalam kehidupan mereka. Di antara genre seni-seni Melayu adalah: marhaban, barzanji, syair, gurindam, pantun, seloka, tari serampang dua belas, tari inang, tari zapin, tari inai, dan lain-lain.
1
Di antara kesenian tersebut, ada yang difungsikan di dalam upacara pernikahan (perkawinan), terutama tari inai, persembahan, dan silat. Upacara pernikahan dalam kebudayaan masyarakat Melayu di Batang Kuis di dalam pelaksanaannya berdasar kepada tata cara adat Melayu dan agama Islam. Masyarakat Melayu, dalam hal ini mempunyai konsep adat bersendikan sayarak (hukum Islam), dan syarak bersendikan kitabullah (Al-Qur’an). Peraturan tersebut melibatkan tata cara komunikasi yang digunakan ketika proses upacara pernikahan berlangsung. Upacara pernikahan yang dilaksanakan oleh masyarakat Melayu merupakan gabungan dua faktor
yang saling
melengkapi, yaitu aspek syari’at sebagaimana yang diajarkan di dalam agama Islam dan aspek adat. Setiap upacara pernikahan dalam budaya Melayu melibatkan adat-istiadat dan agama yang akan dilakukan secara tertib dan berurutan dari awal sampai akhir. Dalam upacara pernikahan masyarakat Melayu, pada umumnya malam berinai digunakan untuk berkumpul dengan semua keluarga dan teman-teman terdekatnya sebagai tanda melepas masa lajangnya untuk terakhir kalinya. Dahulu malam berinai dapat dilakukan selama tiga malam yakni: malam pertama disebut malam inai curi, dimana pengantin diberi inai1 oleh teman-temannya sewaktu ia tidur sehingga tidak ketahuan. Malam kedua disebut malam inai kecil, pengantin wanita dihiasi, didandani dan didudukkan di atas pelaminan yang dihadiri oleh sanak keluarga, tetangga, dan kerabat untuk ditepungtawari. Lalu dilanjutkan dengan inai besar, terlebih dahulu tari inai ditampilkan dan tarian Melayu lainnya, kemudian pengantin wanita dipasangkan inai pada kuku jari-jari tangan dan kakinya oleh
1
Inai adalah tumbuhan yang hidup di dataran tinggi yang memiliki daun yang lebat dan berukuran relatif kecil. Daun yang telah tua ditandai dengan adanya bintik-bintik hitam yang terdapat di daun tersebut, daun yang tua itulah yang digiling halus dicampur dengan gambir dan kapur dan dibubuhkan pada kuku atau kulit sehingga menghasilkan warna kemerah-merahan. 2
kedua orangtuanya, keluarga, dan teman-teman dekatnya. Setelah semua acara selesai, selanjutnya pengantin wanita dipasangkan inai yang sebenarnya yang disebut berinai besar. Tetapi kini malam berinai hanya dilakukan satu malam saja karena faktor dan waktu yang kurang mendukung. Sehingga, malam berinai yang dilakukan hanya malam berinai besar saja. Kegiatan upacara berinai ini biasanya disertai dengan tari inai dan musik iringannya. Tari inai merupakan salah satu upacara adat masyarakat Melayu di Batang Kuis yang bisa dikatakan sebagai pelengkap upacara adat, yang dilakukan oleh golongan masyarakat yang tingkat perekonomiannya relatif baik. Jika tari inai atau upacara malam berinai tidak diadakan, upacara pernikahan keesokan harinya tetap berlangsung. Namun demikian, seiring berjalannya waktu, malam berinai sekarang dilakukan satu malam saja karena faktor waktu dan dana yang terkadang menjadi kendala, sehingga malam berinai hanya dilakukan satu malam sebelum keesokan harinya melakukan akad nikah. Kesenian inai adalah merupakan seni pertunjukan yang melibatkan tari dan musik. Tarian ini biasanya hanya dilakukan di rumah pengantin wanita saja, sedangkan di rumah pengantin pria tidak dilakukan upacara malam berinai. Hanya saja inai dihantar dari rumah pengantin wanita kerumah si calon pengantin pria dan menurut adat diadakan tepung tawar kemudian dilanjutkan pemasangan inai ke kuku jari-jari tangan dan kakinya oleh keluarga dan temanteman dekatnya. Dalam penelitian ini, penulis mengkaji tiga aspek dari tari inai, yaitu deskripsi gerak, deskripsi musik iringan baik ensambel maupun struktur musiknya dalam melodi dan ritme, serta kajian terhadap fungsi tari inai dan musik pengiringnya dalam kebudayaan Melayu di Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Deskripsi gerak akan difokuskan terhadap gerak tari yang meliputi motif gerak, hitungan dan siklus, pola lantai, busana, properti tari, dan hal-hal sejenis. Kemudian untuk musik iringan meliputi alat-alat musik yang digunakan di dalam ensambel, ritme, melodi, dan hal-hal sejenis. Untuk fungsi 3
akan difokuskan kepada bagaimana tari inai dna musik iringan menyumbangkan perannya di dalam kehidupan masyarakat Melayu di batang Kuis. Gerakan tari inai yang dilakukan merupakan kombinasi dari gerak-gerak hewan atau kejadian-kejadian alam, sehingga gerakannya hampir menyerupai gerakan silat. Pada dasarnya alat-alat musik yang biasa digunakan untuk mengiringi Tari inai ini adalah sebuah serunai Melayu yang berfungsi sebagai pembawa melodi, satu atau dua buah gendang Melayu satu muka (gendang ronggeng), dan sebuah gong. Rentak musik yang disajikan berdasarkan irama musik silat seperti yang telah diketahui bahwa musik dari Melayu Batang Kuis yang selalu digunakan adalah musik Melayu yang berirama dan bertajuk patam-patam. Namun dari hasil pengamatan di lapangan, alat-alat musik yang biasa digunakan untuk mengiringi tari hiburan Melayu adalah sebuah biola,sebuah gendang ronggeng dan keyboard, sedangkan alat musik untuk mengiringi tari Inai adalah sebuah gendang ronggeng sebagai rentak atau tempo dan satu buah biola sebagai pembawa melodi. Hal itu dipengaruhi karena adanya perubahan dalam penggunaan alat musik, akan tetapi musik yang digunakan dalam penyajian tari inai tetap patam-patam. Fungsi tari inai yang dilakukan pada saat upacara malam berinai yang merupakan salah satu upacara adat Melayu. Tari inai adalah tari yang difungsikan pada malam berinai yang mempunyai makna simbolis dan pengintegrasian masyarakat terhadap keluarga yang menggunakan acara malam berinai. Penari inai memakai busana adat Melayu. Kepala ditutup dengan memakai peci dan mengenakan baju baju Gunting Cina atau baju Kecak Musang dan celana panjang longgar kemudian, memakai. Sesamping yaitu kain sarung atau songket yang dibentuk segitiga atau sejajar dan diikatkan ke pinggang tepatnya di atas lutut. Properti yang digunakan pada tarian berfungsi sebagai pelengkap saja atau juga sebagai alat pendukung gerak tari tersebut, 4
properti juga sering dipakai sebagai nama, judul dari sebuah tarian, misalnya properti payung untuk tari payung, properti piring untuk tari piring, keris untuk tari keris, dan lain-lainnya. Properti yang digunakan pada tari inai etnik Melayu di Batang Kuis, penari menggunakan piring dan lilin yang sudah dinyalakan, serta inai yang sudah ditumbuk mengelilingi lilin. Masing-masing penari memegang dua buah piring untuk tangan kanan dan tangan kiri. Penelitian ini juga akan memperhatikan pertunjukan tari inai dalam konteks upacara perkawinan masyarakat Melayu di Batang Kuis. Adapun aspek utama yang akan penulis diskusikan di dalam penulisan ini adalah bagaimana gerak, musik iringan, dan fungsi tari inai tersebut dalam penyajiannya pada upacara perkawinan masyarakat Melayu di Batang Kuis? Gerak-gerak yang bagaimanakah yang diekspresikan penari inai ini, apa saja istilah-istilahnya menurut para penari Melayu? Kemudian di dalam penyajian tari inai digunakan ensambel musik inai. Selanjutnya jika fungsinya dianggap penting, bagaimanakah proses penyajian tari inai tersebut agar dapat memenuhi fungsi yang dimaksud? Jika fungsi tari inai mengalami perubahan, apakah ada pengaruhnya terhadap masyarakat Melayu di Batang Kuis tersebut? Berdasarkan pertanyaan ini, saya memilih judul untuk penelitian ini adalah: Tari Inai dalam Konteks Upacara Adat Perkawinan Melayu di Batang Kuis: Deskripsi Gerak, Musik Iringan, dan Fungsi.
5
1.2 Pokok Permasalahan Adapun pokok permasalahan yang ditentukan agar pembahasan lebih terarah dalam skripsi nantinya. Penulis menentukan tiga pokok masalah yaitu: 1.
Bagaimana struktur gerak tari inai yang digunakan dalam upacara adat perkawinan Melayu di Batang Kuis? Pokok masalah ini akan melibatkan deskripsi tentang pola lantai, jenis-jenis gerak, istilah gerak, makna gerak, dan hal-hal sejenis.
2.
Bagaimana musik iringan tari inai yang digunakan dalam upacara adat perkawinan Melayu di Batang Kuis? Pokok masalah ini akan melibatkan uraian terhadap ensambel musik inai, dan jalinan antara alat-alat musik. Selanjutnya juga akan dikaji struktur melodi utama yang disajikan oleh biola. Juga rentak gendang yang disajikan oleh pemain gendang ronggeng.
3.
Sejauh apa fungsi seni inai dalam konteks upacara adat perkawinan Melayu di Batang Kuis? Ini akan diurai dengan dua pendekatan utama yaitu guna dan fungsi kesenian inai dalam masyarakat pendukungnya.
1.3 Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut ini: 1. Untuk mengetahui dan memahami gerak yang dilakukan penari inai dalam menarikan tarian inai. 2. Untuk mengetahui dan memahami struktur ritme dan melodi musik pengiring yang digunakan mengiringi tarian inai. 3.
Untuk mengetahui fungsi tari inai yang dimaksud dalam konteks upacara perkawinan masyarakat Melayu di Batang Kuis. 6
1.3.2 Manfaat Adapun manfaat yang diambil dari penelitian yang diwujudkan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut. (1)
Menambah refrensi tulisan tentang kesenian, khususnya tari inai dalam konteks kebudayaan Melayu.
(2)
Sebagai bahan informasi bagi pembaca dan masyarakat mengenai kesenian tari inai.
(3)
Untuk menambah khasanah keilmuan, khususnya etnomusikologi dalam konteks ilmu pengetahuan.
(4)
Untuk memberikan data awal bagi pengembangan kesenian etnik sebagai pendukung utama kesenian nasional, dalam konteks pembentukan jatidiri dan karakter bangsa di tengah-tengah globalisasi.
1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep Konsep atau pengertian, merupakan unsur pokok dari suatu penelitian. R. Merton mendefenisikan sebagai berikut: “Konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati. Seterusnya, konsep menentukan antara variabel-variabel mana kita ingin menentukan hubungan empiris” (Merton, 1963:89). Kata deskriptif adalah bersifat menggambarkan apa adanya (KBBI 2005:258). Upacara yang dilakukan masyarakat dilandasi oleh kepercayaan dan kebudayaan rutinitas semata akan tetapi mengandung maksud dan tujuan tertentu. Upacara bukan sebagai suatu kegiatan biasa yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, akan tetapi merupakan aktivitas yang mengandung makna religius yang serba sakral dan terpisah dari hal yang bersifat duniawi 7
(KBBI 2005:1250). Dalam tulisan ini yang dimaksud adalah upacara perkawinan, setiap upacara perkawinan masing-masing etnik memiliki tujuan tertentu dan selalu menampilkan musik dan tarian yang berfungsi sebagai hiburan maupun kepercayaan religius. Tulisan ini berisi suatu kajian tentang fungsi tari inai masyarakat Melayu pada masyarakat Melayu di Batang Kuis. Pada umumnya tari inai yang dipakai oleh masyarakat Melayu di Batang Kuis yang dilakukan pada saat upacara malam berinai yang termasuk kedalam konteks upacara perkawinan adat Melayu. Curt Sachs (1963:5) dalam bukunya yang berjudul History of The Dance mengemukakan bahwa perkembangan tari sebagai seni yang tinggi telah ada pada zaman prasejarah. Pada awal kebudayaan tari telah mencapai tingkat kesempurnaan yang belum tercapai oleh seni atau ilmu pengetahuan lainnya . Dalam tulisan ini yang dimaksud tari inai adalah tari etnik Melayu yang digunakan dalam konteks upacara perkawinan. Jumlah penari pada tari inai harus genap atau berpasangan misalnya 2 penari, 4 penari, maupun 6 penari yang menggunakan properti rumah inai. Dalam kenyataanya sekarang mengalami perubahan properti karena sudah sulit mendapatkan rumah inai, jadi diganti dengan piring ataupun properti lainnya. Dalam penyajiannya, tari inai diawali dari posisi depan, sebelum memulai tarian dilakukan penghormatan kepada pengantin dan para tamu, yang kemudian dilanjutkan dengan melakukan gerakan silat yang bersifat refleks dan saling berlawanan (saling mengisi gerakan dan ruangan yang kosong antara penari yang satu dengan penari yang lainnya). Tari inai juga menggunakan istilah-istilah gerak tertentu yang dari tahun ke tahun mengalami perubahan dan terdapat gerakan-gerakan variatif sesuai ide si penari.
8
Fungsi merupakan tujuan dari suatu pertunjukan suatu kesenian. Setiap suatu upacara adat yang dibuat pasti memiliki suatu tujuan dari pihak keluarga ataupun segi pandangan dari masyarakat itu sendiri. Jadi, upacara adat malam berinai yang menggunakan musik dan tari inai yang memiliki tujuan dan pandangan yang berbeda-beda dari masyarakat, selain untuk meneruskan kebiasaan etnik Melayu yang telah ada pada zaman dahulu, tarian inai ini juga memiliki fungsi religi dan pengintegrasian masyarakat. Fungsi sebagai religi menurut keluarga ataupun masyarakat, jika tari inai yang ditampilkan diharapkan supaya kedua belah pihak calon pengantin tidak mendapatkan kendala ketika menjelang akad nikah keesokan harinya. Sedangkan fungsi pengintegrasian masyarakat menurut penulis pada penelitian di lapangan, ketika malam upacara berinai akan dilaksanakan, sebelumnya pihak keluarga juga mengundang persatuan masyarakat Melayu yang ada di daerah Batang kuis agar menghadiri upacara malam berinai dan menjalin silaturahmi sesama masyarakat Melayu pada acara malam berinai tersebut. Kata masyarakat di dalam tulisan ini memiliki makna tertentu yang dikemukakan
oleh
Koentjaraningrat
(1990:146-147)
menyatakan
bahwa
masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontiniu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Masyarakat yang terdapat di Batang Kuis ialah masyarakat nya bermacam-macam suku dan mengidentitaskan diri masing-masing sebagai suku Melayu dan berbahasa Melayu, sehingga adat- istiadat nya pun memakai upacara etnik Melayu.
9
1.4.2 Teori Dalam rangka mendeskripsikan gerak tari inai, musik iringan tari inai, dan fungsi kesenian inai, penulis menggunakan beberapa teori yang berhubungan dengan judul di atas dan dianggap relevan. Teori yang dimaksud sesuai dengan pendapat Koentjaraningrat (1990:30), yaitu bahwa pengetahuan yang diperoleh dari buku-buku, dokumen-dokumen serta pengalaman kita sendiri merupakan landasan dari pemikiran untuk memperoleh pengertian tentang suatu teori bersangkutan. Dengan demikian teori adalah pendapat yang dijadikan acuan dalam membahas tulisan ini. Dalam meneliti gerak tari tersebut, penulis akan mendeskripsikan bagaimana gerakan-gerakan yang terdapat dalam tari inai tersebut. Penyusunan gerak dalam seni tari, gerak dari masing-masing penari maupun dari kelompok penari bersama. Ditambah dengan penyesuaian ruang, sinar, warna, dan seni sastranya, semuanya merupakan suatu pengorganisasian seni tari yang disebut koreografi (Djelantik, 1990:23). Dalam hal ini,yang dimaksud koreografi adalah gerakan-gerakan yang dilakukan para penari pada upacara perkawinan masyarakat Melayu. Memiliki ciri-ciri khas tertentu dari bentuk tarian etnik lain yang dapat dilihat dan dinikmati oleh pelaku dan penonton nya. Gerakangerakannya terpola didalam aturan-aturan adat dan nilai keindahan setempat yang dilakukan secara simbolis serta serta memiliki makna-makna tersendiri. Musik dan tarian merupakan fenomena yang berbeda, tetapi dapat bergabung apabila terdapat aspek yang sama mengkoordinasikannya. Menurut Pringgobroto, musik adalah rangkaian ritmis nada, sedangkan tarian adalah rangkaian ritmis dan pola gerak tubuh (Wimbrayardi, 1988:13-14). Musik merupakan audio (bunyi) yang tidak terlihat, dan tari merupakan fenomena audio (bunyi) yang tidak terdengar. Baik musik dan tari bergerak di dalam 10
ruang dan waktu (Sachs, 1993:1-4 dan Blacking 1974:64-74) serta dapat dirasakan
melalui
getaran
yang
dihasilkannya.
Aspek
dasar
yang
menghubungkan keduanya adalah waktu, yaitu gerak ritmis (musik dan tari) dan tempo. Untuk mendeskripsikan musik iringan tari inai ini, khususnya struktur melodi biola yang berfungsi secara musikal sebagai pembawa melodi utama, penulis menggunakan
teori “bobot tangga nada” (weighted scale), yang
ditawarkan oleh Malm (1977). Ia menawarkan delapan parameter untuk mendeskripsikan melodi, yaitu: (1) tangga nada, (2) wilayah nada, (3) nada dasar, (4) interval, (5) distribusi nada, (6) formula melodi, (7) pola-pola kadnsa, dan (8) kontur. Dalam hal ini, penulis juga akan membuat transkrip musik pengiring tari inai dengan menggunakan teori Nettl (1964:98) yang memberikan dua pendekatan, yaitu: 1. kita dapat menguraikan dan menganalisis apa yang kita dengar, 2. kita dapat menulis apa yang kita dengar tersebut di atas kertas dan kita dapat mendeskripsikan apa yang kita lihat tersebut. Dalam meneliti fungsi tari inai ini, penulis akan membahas tentang fungsi tari yang dikemukakan oleh V. Shay dalam terjemahan R.M. Soedarsono (1986), ada enam fungsi tari yaitu: sebagai refleksi organisasi sosial, sebagai sarana ekspresi untuk ritual,sekuler, dan keagamaan, sebagai aktivitas reaksi dan hiburan, sebagai refleksi ungkapan estetis, sebagai ungkapan serta pengendoran psikologis, dan sebagai refleksi dari kegiatan ekonomi.
11
1.5
Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang
menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Untuk meneliti tari Inai pada upacara perkawinan masyarakat Melayu di Batang Kuis, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Kirk Miller dalam Moleong (1990:3) yang mengatakan: “Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orangorang dalam bahasa dan peristilahannya.” Penelitian kualitatif dapat dibagi dalam empat tahap yaitu: tahap sebelum ke lapangan, pekerjaan lapangan, analisis data dan penulisan laporan. Pada tahap pra lapangan penulis mempersiapkan segala macam kebutuhan yang diperlukan sebelum turun ke dalam penelitian itu sendiri.
Dalam bagian ini disusun
rancangan penelitian ini, menjajaki atau menilai keadaan lapangan, memilih informan, perlengkapan penelitian, dan etika penelitian. Selanjutnya pada tahap pekerjaan di lapangan seorang peneliti untuk mengumpulkan data semaksimal mungkin. Dalam hal ini, penulis menggunakan alat bantu yaitu, kamera digital merk Casio, dan catatan lapangan. Pengamatan langsung (menyaksikan) upacara perkawinan adat Melayu di Batang Kuis. Sedangkan wawancara tidak berstruktur adalah wawancara yang dalam pelaksanaan tanya jawabnya berlangsung seperti percakapan sehari-hari. Informan biasanya terdiri dari mereka yang terpilih saja karena sifat-sifatnya yang khas. Biasanya mereka telah mengetahui informasi yang dibutuhkan, dan wawancara biasanya berlangsung lama.
12
Dalam tahap menganalisis data penulis mengorganisasikan data yang telah terkumpul dari catatan lapangan, foto, studi kepustakaan, rekaman, dan sebagainya ke dalam suatu pola atau kategori.
Dan sebagai hasil akhir dari
menganalisis data adalah membuat laporan yang dalam hal ini adalah penulisan skripsi.
1.5.1 Studi Kepustakaan Dalam tahapan ini penulis mencari, mempelajari, dan menggunakan literatur-literatur
yang
berhubungan
dan
dapat
membantu
pemecahan
permasalahan. Dari hasil studi kepustakaan yang dilakukan penelitian tari Inai dalam upacara perkawinan masyarakat adat Melayu masih sulit didapat. Tujuan dari studi kepustakaan ini adalah untuk mendapatkan konsepkonsep, teori, serta informasi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pembahasan atau penelitian, dan menambah wawasan penulis tentang kebudayaan masyarakat Melayu yang diteliti yang berhubungan dengan kepentingan pembahasan atau penelitian.
1.5.2 Penelitian Lapangan Sebagai acuan dalam mengumpulkan data di lapangan, penulis berpedoman kepada tulisan Harsja W. Bachtiar dan Koentjaraningrat dalam buku Metodemetode penelitian masyarakat.
Dalam buku ini tersebut dikatakan, bahwa
pengumpulan data dilakukan melalui kerja lapangan (field work) dengan menggunakan:
13
(1) Observasi (pengamatan), dalam hal ini penulis mengadakan pengamatan langsung, hal ini sesuai dengan pendapat Harja W. Bachtiar (1990:114-115), bahwa seorang peneliti harus melihat langsung akan kegiatan-kegiatan dari sasaran penelitiannya dalam mendapatkan data-data di lapangan, maka pengamat menghadapi persoalan bagaimana cara ia dapat mengumpulkan keterangan yang diperlukan tanpa harus bersembunyi, tetapi juga tidak mengakibatkan perubahan oleh kehadirannya pada kegiatan-kegiatan yang diamatinya. Mengacu pada teori di atas penulis mengumpulkan keterangan yang diperlukan dengan cara mengamati sasaran penelitian, misalnya tentang jalannya tari Inai pada upacara, sarana yang dipergunakan, pelaku, dan masalah-masalah lain yang relevan dengan pokok permasalahan, dan dalam pengamatan, penulis juga melakukan pencatatan data-data di lapangan sebagai laporan hasil pengamatan penulis. Dalam hal ini penulis terlebih dahulu mendapat ijin dari pihak panitia upacara.
(2) Wawancara, dalam suatu penelitian yang bertujuan mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta pendirianpendirian mereka itu, merupakan suatu pembantu utama dari metode observasi.
Wawancara ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi secara lisan dari para informan.
Untuk ini penulis mengacu pada pendapat
Koentjaraningrat (1990:129-155) yang membagi tiga kegiatan wawancara yaitu : persiapan wawancara, teknik wawancara, dan pencatatan data wawancara. Sedangkan wawancara terdiri dari wawancara terfokus, wawancara bebas, dan wawancara sambil lalu.
14
Dalam wawancara terfokus, pertanyaan tidak mempunyai struktur tertentu tetapi selalu terpusat kepada pokok permasalahan lain. Wawancara sambil lalu, sifatnya hanya untuk menambah data yang lain. Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan ketiga wawancara ini serta terlebih dahulu membuat daftar pertanyaan dan mencatat secara langsung data-data yang diperlukan. (3) Perekaman, dalam hal ini penulis melakukan perekaman dengan 2 cara, yaitu (a) perekaman yang penulis lakukan yaitu perekaman audio dengan menggunakan kamera digital Casio.
Perekaman ini sebagai bahan analisis
tekstual dan musikal. (b) Untuk mendapatkan dokumentasi dalam bentuk gambar digunakan kamera digital merk Casio. Pengambilan gambar dilakukan setelah terlebih dahulu mendapat ijin dari pihak pelaksana dan pihak yang bersangkutan.
1.5.3 Kerja Laboratorium Kerja laboratorium merupakan proses penganalisisan data-data yang telah didapat dari lapangan. Setelah semua data yang diperoleh dari lapangan maupun bahan dari studi kepustakaan terkumpul, selanjutnya dilakukan pembahasan dan penyusunan tulisan. Sedangkan untuk hasil rekaman dilakukan pentranskripsian dan selanjutnya dianalisa.
Pada akhirnya hasil dari pengolahan data dan
penganalisaan disusun secara sistematis dengan mengikuti kerangka penulisan. Untuk menyajikan aspek kebudayaan, penulis mengacu dari antropologi, aspek struktur musik dari musikologi, dan juga unsur sosial lainnya (sesuai dengan keperluan pembahasan ini), sebagaimana ciri Etnomusikologi yang interdisipliner dan keseluruhannya dikerjakan di dalam laboratorium Etnomusikologi), sehingga permasalahannya yang merupakan hasil laporan penelitian yang disusun dalam bentuk skripsi. Jika data yang dirasa masih kurang lengkap, maka penulis 15
melengkapinya dengan menjumpai informan kunci atau informan lain dan hal ini dilakukan berulang-ulang.
1.6
Lokasi Penelitian Sebagai lokasi penelitian, penulis memilih daerah Batang Kuis yang masih
menggunakan tari inai pada upacara adat malam berinai, informan dan anggota penari sanggar Pusaka Serumpun Pantai Labu menjadi penari Inai pada acara tersebut. Upacara inai ini tepatnya dilakukan di rumah O.K. Syarifuddin Rosa, yang mengadakan upacara perkawinan (termasuk di dalmnya upacara berinai dan pertunjukan tarian inai).
Ia
menyelenggarakan pesta
prempuannya yang bernama dr. Chici Elfida Rosha.
16
perkawinan anak
BAB II MASYARAKAT MELAYU DI BATANG KUIS
2.1 Pemerintahan dan Wilayah Kecamatan Batang Kuis Batang Kuis adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kecamatan Batang Kuis terdiri atas 11 Desa, dan 72 Dusun. Sejalan dengan rencana pemindahan Bandara Internasional Polonia Medan ke Bandara Internasional Kuala Namu yang berbatasan dengan Kecamatan Batang Kuis, kecamatan ini terus berbenah diri menjadi Kecamatan Gapura (Gerbang dan Pintu Utama Menuju Bandara). Selanjutnya, melalui kebijakan lokal Pemerintah Kabupaten Deli Serdang yang dinamakan Gerakan Deli Serdang Membangun, sampai dengan akhir tahun 2010, kecamatan ini mampu menghimpun partisipasi swadaya masyarakat dan pengusaha senilai Rp.17.735.160.000 (sumber: id.wikipedia.org) Atas prestasi tersebut, pada tahun 2008 itu pula kecamatan ini ditetapkan sebagai juara ketiga Kecamatan Terbaik Tingkat Provinsi Sumatera Utara. Sesuai dengan Peraturan Bupati Deli Serdang Nomor: 886 Tahun 2008 tentang Tugas Pokok, Fungsi Dan Rincian Tugas Jabatan Perangkat Daerah Kabupaten Deli Serdang, dalam menjalankan tugas-tugas sehari-harinya, camat dibantu oleh 3 (tiga) kepala sub bagian dan 4 (empat ) orang kepala seksi, 6 (enam) orang staf/ pegawai, beserta 4 (empat) orang sekretaris desa. Adapun data pegawai Negeri Sipil ( PNS ) yang ada di Kantor Camat Batang Kuis adalah sebagai berikut.
15
Tabel 2.1: Data PNS di Kantor Kecamatan Batang Kuis
NO
NAMA
NIP
JABATAN
1. T. MHD. ZAKI AUFA, S.Sos 19730426 199203 1 005 CAMAT 2. PAHRUM SIREGAR, SH
19690530 198712 1 004 KASI PMD
3. ALI HOTMA, SH
19660703 198712 1 009 KASI KEBERSIHAN
4. MARADOLI DALIMUNTHE 19581231 198203 1 514 PL. KASI TRANTIB 5. SALIM
19640806 198602 1 010 PL. KASI KESSOS
6. RADHIAH SINUHAJI, BA
19640416 198602 2 006 KASUBBAG KEUANGAN
7. SYAFRI WIJAYA
19600410 198602 1 006 KASUBBAG UMUM
8. ARFAH LUBIS, SE
19781117 199803 2 005 KASUBBAG PROGRAM
9. BAMBANG RISWANTO
19640813 198503 1 018 STAF
10. KHOLIDAH NASUTION
19711009 199602 2 002 STAF
11. FANI ANGGIRA
19821021 200502 2 010 STAF
12. ROSDEWANI SIREGAR
19710707 199503 2 001 STAF
13. WAGINI
19610722 198503 2 005 STAF
14. ARIFIN PASARIBU
19591207 198602 1 004 STAF
15. KHAIRANTO
19730822 200906 1 001 SEKRETARIS DESA TANJUNG SARI
16. YUSDIARNINGSIH
19781201 201001 2 002 SEKRETARIS DESA BAKARAN BATU
17. M. YAHYA
19621223 200701 1 006 SEKRETARIS DESA MESJID
18. AZWAR
19730421 200906 1 003 SEKRETARIS DESA PAYA GAMBAR
Sumber: Kantor Kecamatan Batang Kuis (2013)
Dalam konteks tata pemerintahan di pedesaan dan kelurahan-kelurahan di seluruh Kecamatan Batang Kuis, maka berikut ini adalah nama desa, kepala desa, dan Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
16
Tabel 2.2: Para Kepala Desa dan Ketua BPD Kecamatan Batang Kuis
NO
NAMA DESA
1. TANJUNG SARI
NAMA KEPALA DESA EDI SUPRIANTO
2. BATANG KUIS PEKAN KHAIRUL ARZANI
NAMA KETUA BPD AGUS SALIM, S.Ag EFIFI IRFANSYAH
3. SENA
BANTU SUPRAYITNO YOYON INDARU
4. BARU
ZULFIKAR UMRI
ZAINUDDIN S.Ag
5. TUMPATAN NIBUNG
JUARNO
DRS.SURATMAN
6. PAYA GAMBAR
IRIANTO
VICTOR SILABAN
7. BINTANG MERIAH
BAMBANG HARTOKO M.RIDWAN
8. MESJID
HERMAN FELANI, SH NAHAYAT
9. SIDODADI
EDI SUARDI
NGADIONO
10. SUGIHARJO
BURHANUDDIN
JASIMAN
11. BAKARAN BATU
TONO SUTEDJO
GHAZALI AHMAD, SPdI
Sumber: Kantor Kecamatan Batang Kuis (2013)
Kecamatan Batang Kuis yang memiliki wilayah dengan luas wilayah yaitu 40, 34 km2. ini, terletak pada ketinggian 4 - 30 m di atas permukaan laut dan beriklim tropis. Adapun batas wilayah kecamatan Batang Kuis adalah sebagai berikut. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pantai Labu, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Morawa, Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Beringin dan Pantai Labu, Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Percut Sei Tuan.
17
Kecamatan Batang Kuis memiliki penduduk sejumlah 59.989 jiwa dan 10.837 Rumah Tangga (Kepala Keluarga). Perincian jumlah rumah tangga dan jumlah penduduk di setiap desa dapat dilihat melalui Tabel 2.3 sebagai berikut.
Tabel 2.3: Perincian Nama Desa, Luas Desa, Jumlah Rumah Tangga, dan Jumah Penduduk Kecamatan Batang Kuis
NO
NAMA DESA
1. TANJUNG SARI
LUAS DESA JUMLAH JUMLAH ( KM2 ) R.TANGGA PENDUDUK 7,34
2.027
12.596
2. BATANG KUIS PEKAN 0,75
1.115
5.779
3. SENA
6,40
1.593
7.079
4. BARU
4,32
1.001
6.047
5. TUMPATAN NIBUNG
3,70
1.100
6.898
6. PAYA GAMBAR
3,03
432
3.138
7. BINTANG MERIAH
0,65
899
6.073
8. MESJID
2,67
328
1.292
9. SIDODADI
9,50
850
3.822
10. SUGIHARJO
1,53
1.040
4.644
11. BAKARAN BATU
0,45
487
2.757
Sumber: Kantor Kecamatan Batang Kuis (2013)
2.2 Gambaran Umum Masyarakat Melayu Batang Kuis Menurut Tengku Lah Husni, Orang Melayu adalah kelompok yang menyatukan diri dalam ikatan perkawinan antar suku, dan selanjutnya memakai adat resam serta bahasa Melayu dalam kehidupan sehari-hari (Lah Husni, 1957:7). Selanjutnya Husni menyebutkan lagi bahwa, orang Melayu Pesisir Sumatera Timur merupakan turunan campuran antara orang Melayu yang memang sudah 18
menetap di Pesisir Sumatera Timur dan suku-suku Melayu pendatang, seperti Johor, Melaka, Riau, Aceh, Mandailing, Jawa, Minangkabau, Karo, India,Bugis dan Arab yang selanjutnya memakai adat resam dan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar dalam pergaulan antara sesamanya atau dengan orang dari daerah lain, serta yang terpenting adalah beragama Islam. Suku Melayu berdasarkan falsafah hidupnya, terdiri dari lima dasar : Islam, beradat, berbudaya, berturai dan berilmu. (Lah Husni, 1975:100). Berturai adalah mempunyai susunan-susunan social dan berusaha menjaga integrasi dalam perbedaan di antara individu. Pelzer (1985:18-19) menyebutkan bahwa masyarakat yang tinggal di Sumatera Timur tersebut diperkirakan sebagai keturunan dari para migrant dari berbagai daerah kebudayaan seperti : Semenanjung Melaka, Jambi, Palembang, Jawa, Minangkabau, Bugis, yang telah menetap dan bercampur diwilayah setempat. Percampuran dan adaptasi Melayu dalam pengertian sebagai kelompok etnik dangan kelompok etnik lain, terjadi di sepanjang pantai pulau Sumatera, semenanjung Malaysia dan Kalimantan. Demikian dapat disimpulkan bahwa orang Melayu terdiri dari berbagai macam asal-usul sehingga membentuk suatu kelompok atau masyarakat yang mendiami daerah pesisir dan daerah sepanjang sungai hilir, mereka hidup didaerah maritim dan kelangsungan hidupnya sangat erat berkaitan dengan lingkungan alam di laut maupun pesisir. Begitu juga pada daerah penelitian penulis yakni di Batang Kuis-Deli Serdang terletak di dataran rendah, yang dominan menggunakan adat-istiadat Melayu, Batang kuis terdiri dari berbagai suku bangsa antara lain : Melayu, Karo,
19
Simalungun, Toba, Mandailing, Jawa, Minangkabau dan lain-lain yang pada umumnya memeluk agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha.
2.3
Adat-Istiadat Melayu Adat adalah peraturan yang sudah diamalkan turun-temurun dalam sesuatu
masyarakat sehingga menjadi hukum yang harus dipatuhi. Perkataan adat berasal dari bahasa Arab artinya kebiasaan. Kedatangan Islam ke Alam Melayu membawa konsep ini dengan makna yang lebih luas dan mendalam sehingga mencakup keseluruhan cara hidup yang kini ditetapkan sebagai kebudayaan, undang-undang, sistem masyarakat, upacara, dan segala kebiasaan yang sering dilakukan, seperti cara makan atau cara duduk. Kini, makna adat dalam masyarakat Melayu sudah menjadi semakin khusus dan semakin mengecil, yakni upacara kebiasaan serta unsur-unsur masyarakat yang tidak digolongkan sebagai unsur Islam. Etnik Melayu di Batang Kuis juga mempunyai adat-istiadat yang sangat dipatuhi oleh penduduknya. Sejak zaman animisme ada beberapa kebiasaan suku Melayu, umpamanya memakan sirih. Dalam upacara adat, sirih tidak boleh terlupakan. Sirih tersebut diletakkan pada sebuah tepak bersama dengan kapur, pinang, gambir, dan tembakau. Menurut paham Animisme, tumbuh-tumbuhan itu mempunyai sifat yang khas dan mempunyai “daya hidup.” Dengan memakan tumbuh-tumbuhan itu, daya hidup manusia akan bertambah. Selain itu, ada kebiasaan suku Melayu yang bahkan sudah menjadi adat, yaitu suku bangsa Melayu suka mengatakan sesuatu dengan cara tersirat. Mereka cenderung mengatakan sesuatu dengan perumpamaan dan seolah-olah menyuruh orang untuk berpikir.
20
Upacara tepung tawar juga merupakan adat-istiadat suku bangsa Melayu yang sangat penting. Upacara ini dilakukan apabila ada kejadian penting, seperti perkawinan, pertunangan, sunatan, atau jika seseorang kembali dengan selamat dari sesuatu perjalanan atau terlepas dari bahaya. Tepung tawar juga dilakukan apabila seseorang mendapatkan rezeki tidak terduga sebelumnya. Tepung tawar ini dilakukan dengan pengharapan seseorang itu akan tetap selamat dan bahagia. Etnik Melayu juga mempunyai adat-istiadat perkawinan. Seperti dalam adat Melayu, apabila orang tua ingin mencari menantu harus berpegang pada lima syarat utama, yaitu calon menantu haruslah beragama Islam, berketurunan, budiman, berilmu, dan rupawan. Kemudian, Adat dalam etnik melayu tercakup dalam empat ragam, yaitu: 1. Adat yang sebenar adat adalah apabila menurut waktu dan keadaan, jika dikurangi akan merusak, jika dilebihkan akan mubazir. 2. Adat yang diadatkan adalah adat itu bekerja pada suatu landasan tertentu, menurut mufakat dari daerah tersebut yang pelaksanaannya dilakukan oleh penduduk. 3. Adat yang teradat adalh kebiasaan-kebiasaan yang secara berangsurangsur atau cepat akan menjadi adat. 4. Adat istiadat adalah kumpulan dari berbagai kebiasaan, yang lebih banya diartikan tertuju kepada upacara khusus seperti adat : perkawinan, penobatan raja dan pemakaman raja.
21
Gambar 2.1: Properti Tepung Tawar (Dokumentasi: Syarifah Aini, 2013)
2.4 Sistem Kepercayaan dan Agama
Masyarakat yang tinggal di wilayah Batang Kuis kabupaten Deli Serdang. umumnya adalah orang Melayu. Selain itu, terdapat juga Ras Batak, Jawa dan Warga Negara Indonsei keturunan Cina, yang dalam kehidupan sosial masyarakat mereka cukup menyatu dengan masyarakat setempat.
Sebagaimana halnya
masyarakat Melayu secara umum adalah pemeluk agama Islam, seperti yang dikatakan oleh Masindan (1987: 10-11) bahwa agama yang dianut oleh penduduk Melayu adalah agama Islam yang mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan para sultan Melayu.
22
Pepatah Melayu menyebutkan "tak hilang adat dimakan zaman" yang artinya adat istiadat sampai hari terakhir atau hari kiamat pun masih ada. Sesuai dengan pepatah tersebut, masyarakat di Batang Kuis masih memegang teguh adatistiadat leluhurnya seperti tampak dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat di Kabupaten Deli Serdang masih mempergunakan adat-istiadat turun-temurun seperti kenduri turun ke sawah, memberkati anak bayi, kenduri pada akhir bulan safar, dan sebagainya. Walaupun penduduk Melayu itu telah beragama Islam, tanda-tanda Animisme masih ada pada sebagian penduduknya. Ada kepercayaan pada masyarakat Melayu bahwa kita harus memberi salam kepada penghuni rimba, sungai, dan tanah yang berbukit (busut), dan tempat-tempat yang dianggap angker. Kalau tidak memberi salam, ada kepercayaan, kita akan sakit atau sesat dalam perjalanan. Jenis kepercayaan lainnya adalah tentang burung Sibirit-birit yang terbang pada malam hari dianggap membawa kabar tidak baik. Selain itu, kunyit dianggap mempunyai daya tangkal. Kunyit dapat menjaga seorang ibu yang baru bersalin dan anak yang baru dilahirkan dari gangguan roh orang yang sudah meninggal. Kunyit juga berkhasiat untuk ”memanggil semangat” orang yang sedang menghadapi suatu kejadian atau sakit. Bahasa yang dipakai oleh masyarakat adalah bahasa Melayu dialek Deli. yang dipakai dan dikenal secara umum oleh masyarakat pesisir. Akan halnya suku Batak, WNI keturunan Cina, mereka jumlahnya hampir seimbang dengan orang Melayu, akibat kemajemukan bahasa itulah sehingga, sebagai alat komunikasi sehari-hari memakai bahasa Melayu atau bahasa daerahnya masing-masing untuk berkomunikasi antar sesamanya.
23
2.5
Sistem Kekerabatan Dalam kebudayaan Melayu, garis keturunan ditentukan berdasarkan pada
garis keturunan bilateral, yaitu garis keturunan dari pihak ayah maupun ibu. Namun, dengan masuknya agama Islam dalam kehidupan etnik Melayu yang dijadikan pandangan hidupnya, maka garis keturunan cenderung ke arah garis keturunan patrilineal, yaitu berdasar kan garis keturunan ayah. Pembagian harta pusaka berdasarkan kepada hokum Islam (syara`) yang mengatur pembagian yang adil. Sistem kekerabatan etnik Melayu di Batang Kuis sistem kekerabatan secara vertikal yang dimulai dari urutan tertua sampai yang termuda, adalah : (1) nini, (2) datu, (3) oyang(moyang), (4) atok(datuk), (5) ayah(bapak), (6) anak, (7) cucu, (8) cicit, (9) piut, dll. Sedangkan sistem kekerabatan secara horizontal adalah (1) saudara satu ibu dan satu ayah(ayah tiri), (2) saudara sekandung yaitu saudara seibu atau lain ayah, (3) saudara seayah yaitu saudara satu ayah lain ibu(ibu tiri), (4) saudara sewali yaitu ayah nya saling bersaudara, (5) saudara berimpal yaitu anak dari makcik(saudara perempuan ayah). Sapaan dan istilah kekerabatan adalah sebagai berikut : (1) ayah, (2) emak, (3) abang(abah), (4) akak(kakak), (5) uwak (saudara ayah atau ibu yang paling tua umurnya), (6) uda (saudara ayah atau ibu yang paling muda umurnya), (7) uwak ulung (saudara ayah atau saudara ibu yang pertama baik laki-laki maupun perempuan), (8) uwak ngah (uwak tengah, saudara ayah atau saudara ibu yang kedua baik laki-laki maupun perempuan), (9) uwak alang (saudara ayah atau saudara ibu yang ketiga baik laki-laki maupun perempuan), (10) uwak utih (saudara ayah atau saudara ibu yang keempat baik laki-laki maupun perempuan),
24
(11) uwak andak (saudara ayah atau saudara ibu yang kelima baik laki-laki maupun perempuan), (12) uwak uda (saudara ayah atau saudara ibu yang keenam baik laki-laki maupun perempuan), (13) uwak ucu (saudara ayah atau saudara ibu yang bungsu/paing akhir baik laki-laki maupun perempuan).
2.6 Sistem Mata Pencaharian Menurut data yang penulis dapat dari lapangan sistem mata pencaharian di daerah Batang Kuis adalah petani, pedagang, nelayan, buruh, Pegawai Negeri Sipil, TNI, pensiunan PNS dan TNI. Namun,dari hasil data tersebut potensi utama mata pencaharian masyarakat Batang Kuis adalah petani dan buruh. Berikut datanya. Tabel 2.4: Penduduk kelurahan Batang Kuis dan Sebaran Pekerjaannya NO.
Pekerjaan
Jumlah
1.
Buruh
21.515
2.
Petani
20.644
3.
Pedagang
1.327
4.
PNS dan ABRI
999
5.
Pensiunan PNS dan ABRI
137
6.
Nelayan
29
Sumber Data: Kantor Kelurahan Batang Kuis Pekan, 2013.
25
2.7
Kesenian Orang Melayu di Batang Kuis memiliki berbagai genre kesenian, yang
difungsikan di dalam kehidupan mereka seperti: marhaban, barzanji, syair, gurindam, pantun, tari serampang dua belas, tari inang, tari zapin, tari inai, dan lain-lain. Kesenian-kesenian ini hidup dan berkebang terus sampai sekarang. Marhaban dan barjanzi adalah seni berunsur Islam yang umum digunakan di dalam upacara-upacara yang berkaitan dengan agama Islam, seperti perkawinan, khitanan, mengantar calon dan menyambut haji, festival budaya Islam, dan lain-lain. Kesenian ini bersumber dari Kitab Al-Barzanji yang di dalamnya adalah kisah tentang kehidupan Nabi Muhammad. Kitab ini dikarang oleh ulama Islam ternama yaitu Syekh Ahmad Barzanji. Seni barzanji biasanya disajikan secara bersama dengan seni marhaban sekaligus. Selanjutnya syair adalah salah satu genre seni sastra yang dipertunjukkan. Isinya berupa kisah-kisah atau riwayat, yang disajikan menurut aturan-aturan puisi tradisional Melayu yang disebut syair. Genre ini disajikan dengan cara bernyanyi dengan menggunakan melodi-melodi yang khas digunakan untuk pembacaan syair, seperti melodi Selendang Delima, Dandan Setia, dan lain-lain. Di samping itu ada pula seni gurindam, yang juga merupakan salah satu puisi tradisional Melayu. Gurindam berisi tentang nasihat-nasihat yang berakar dari ajaran Islam. Di antara gurindam yang terkenal di Dunia Melayu adalah Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji dari Riau. Gurindam ini juga sama seperti syair disajikan dengan menggunakan melodi tertentu yang dapat dibedakan dengan genre-genre seni sastra Melayu lainnya.
26
Pantun adalah salah satu genre sastra tradisional Melayu yang paling lazim dan umum digunakan dalam berbagai konteks kebudayaan Melayu. Pantun dapat terdiri dari dua baris, empat baris, dan enam baris. Penggal pertama adalah sampiran dan penggal kedua adalah isi pantun. Antara sampiran dan isi pantun terjadi kesatuan, baik dari segi isi, tema, dan rima (persajakan). Yang paling umum adalah pantun empat baris atau pantun empat rangkap, dengan rima rata (aa-a-a) maupun binari (a-b-a-b). Pantun dapat disajikan dengan gaya berbicara sehari-hari, tetapi dapat juga dinyanyikan dengan berbagai melodi dalam budaya musik Melayu. Tari Serampang Dua Belas (XII) adalah tari yang memang berasal; dari Kesultanan Serdang, yang awalnya disebut musik dan tari Pulau Sari yang kemudian dipolakan oleh Guru Sauti dibantu oleh seniman O.K. Adram. Tarian ini menjadi begitu populer di era awal-awal kemerdekaan Republik Indonesia. Tarian ini bercerita tentang pengalaman sepasang kekasih dari mulai kenal, memadu kasih, sampai bersanding di atas pelaminan. Tarian ini setiap waktu selalu diperlombakan, termasuk di Batang Kuis sendiri. Tari inang adalah tari-tarian Melayu yang ditata dari rentak inang. Di antaranya yang terkenal adalah tari Mak Inang Pulau Kampai dan tari Mak Inang Pak Malau. Tarian ini biasanya adalah untuk fungsi hiburan dalam berbagai pertunjukan budaya Melayu, termasuk di Batang Kuis. Tarian inang ini diambil dari nama para inang-inang pengasuh keluarga kesultanan yang emmang biasanya menarikan inang ini dalam konteks hiburan di istana-istana kesultanan Melayu termasuk di Kesultanan Serdang, yang salah satu wilayahnya adalah Batang Kuis.
27
Selanjutnya tari zapin adalah satu jenis tari dalam kebudayaan Melayu dan berbnagai kelompok masyarakat Nusantara ini yang begitu populer. Tarian ini dipercayai berasal dari kawasan Arabia, khususnya Yaman. Tarian ini awalnya digunakan untuk hiburan para tetamu di acara pesta perkawinan. Tari zapin memiliki berbagai nama sesuai dengan judul lagu atau musik yang diciptakan untuk mengiringinya. Dalam kebudayaan Melayu di antara tari zapin yang terkenal adalah Ya Salam, Selabat Laila, Zapin Persebatian, Bunga Hutan, Menjelang Maghrib, Zapin Deli, Zapin Serdang, dan lain-lain. Tari inai adalah salah satu tarian yang digunakan pada saat upacara malam berinai adat Melayu,dan menurut kepercayaan orang tua dulu, upacara malam berinai dapat menjauhkan pengantin dari hal-hal yang buruk ketika telah berumah tangga nanti. Tetapi kini semakin berkembangnya pola fikir dan religi masyarakat fungsi upacara malam berinai sekaligus tari inai ialah sebagai pelengkap upacara adat.
28
BAB III UPACARA ADAT PERKAWINAN DALAM BUDAYA MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS
3.1 Gambaran Umum Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu Pada bagian ini, penulis akan menjelaskan tahap-tahap, terminologi dan ciri khas perkawinan etnik Melayu, khususnya yang berada dalam wilayah kebudayaan melayu Sumatera Utara. Pada kebudayaan etnik Melayu dikawasan Batang Kuis ini, biasanya berjalan secara konseptual dan praktik, atas persetujuan keluarga dari kedua belah pihak calon pengantin. Biasanya pernikahan akan dilakukan jika masing-masing calon pengantin sudah dewasa dan akil baligh. Pengertian dewasa dalam agama Islam bagi kaum wanita adalah telah mendapat haid (menstruasi) sekitar umur 12 tahun, sedangkan untuk kaum pria apabila suaranya telah menjadi parau (berubahnya suara untuk sementara waktu dari suara kanak-kanak menjadi suara yang agak membesar). Artinya seorang anak pria dan wanita dapat dinikahkan oleh tuan kadi apabila telah dewasa (akil baligh menurut hukum Islam). Menurut Ibu Linda Asmita (informan) sebuah perkawinan yang ada pada etnik Melayu biasanya berawal dari pertunangan (ikat janji antara pihak wanita dan pihak pria) yang waktunya ditentukan oleh kedua belah pihak. Dalam masa pertunangan itulah seorang gadis dan pemuda berkenalan. Masa perkenalan dan pertunangan ini diakhiri dengan masa perkawinan.
29
3.2
Pembagian Upacara Perkawinan pada Masyarakat Melayu Pada kesempatan ini akan dibahas tentang pembagian upacara Perkawinan
Melayu yang merupakan salah satu bagian penting yang menyertai serangkaian upacara pernikahan menurut adat budaya Melayu. Rangkaian upacara dan adat istiadat perkawinan
Melayu yang biasanya dilalui oleh sepasang mempelai
pengantin sebelum, selama, dan setelah pernikahan meliputi: 1. Merisik melalui Penghulu Telangkai (Merisik kecil dan Merisik resmi) 2. Jamu Sukut 3. Meminang (Ikat Janji dan tukar tanda) 4. Mengantar Bunga Sirih 5. Malam Berinai: Berinai Curi; Berinai Kecil; Berinai Besar 6. Akad Nikah 7. Berandam dan mandi berhias 8. Bersanding (Tepung tawar dan Nasi hadap-hadapan) 9. Mandi berdimbar 10. Meminjam pengantin. Perlu ditegaskan di sini adalah bahwa di antara berbagai ragam upacara tersebut hanya pada acara Peminangan, Mengantar Bunga Sirih, Akad Nikah, Bersanding dan Meminjam Pengantin yang menggunakan Hantaran.
3.2.1 Merisik melalui Penghulu Telangkai (Merisik kecil dan Merisik resmi) Merisik adalah sebuah upaya dari seorang calon pengantin lelaki dalam mendekati calon istri yang masih belum diketahui apakah sang calon sudah memiliki calon lain atau belum. Biasanya dilakukan oleh ibu-ibu yang dijadikan utusan (Telangkai) untuk merisik dan mencari informasi tentang sang calon. 30
Ketika Merisik kecil selesai kemudian dilanjutkan dengan merisik resmi yang dihadiri oleh sanak famili kedua belah pihak. Penghulu Telangkai adalah utusan dari calon pengantin laki-laki kepada orang tua calon istri untuk menanyakan halhal yang disepakati untuk dipersiapkan ketika acara peminangan nanti.
3.2.2
Jamu Sukut Jamu sukut ialah acara memberikan jamuan makan yang disediakan oleh
orang tua calon pengantin untuk kaum kerabat dan tetangga terdekat. Tujuan acara tersebut adalah untuk memberitahukan acara peminangan dari pihak laki-laki untuk meminang calon istri (pihak yang menerima pinangan), jamuan makan ini diadakan oleh orang tua calon pengantin perempuan sambil mengharapkan juga bantuan moral dan material dari keluarga, serta kaum kerabat terdekat. Bantuan ini diharapkan dapat meringankan beban persoalan yang dihadapi pihak orang tua calon mempelai perempuan. Sejak itu yang tuan rumah hanya memperhatikan proses kerja, menyediakan bahan dan hal-hal yang diperlukan. Sedangkan pelaksanaan dan tanggungjawab atas lancarnya pekerjaan diserahkan kepada anak beru dan keluarga lainnya. Setelah selesai jamu sukut, maka pihak laki-laki juga pihak perempuan memberi kabar kepada semua keluarga. Sewaktu mengundang diwajibkan membawa tepak sirih yang dibungkus dengan kain.
31
3.2.3
Meminang Pelaksanaan acara meminang ini diadakan setelah ada kata sepakat dari
kedua belah pihak. Pada hari yang ditentukan, serombongan pihak laki-laki yang dipimpin anak beru (menantu laki-laki dan perempuan) dan orang tua yang berpengalaman dalam hal adat perkawinan datang kerumah calon pengantin perempuan. Penghulu telangkai ikut serta sebagai saksi, karena dari awal penghulu telangkai sudah menjadi penghubung resmi. Orang tua dari kedua belah pihak, anak gadis dan janda-janda muda tidak boleh hadir, hanya famili dengan familiah yang berhadapan, terutama “anak beru”, yaitu menantu laki-laki dan perempuan. Anak beru atau “orang semenda” (saudara) mengurus semua peralatan adat yang akan dibutuhkan oleh keluarga. Biasanya yang tertua ataupun yang mampu diantara mereka jadi pimpinan. Utusan ini bertujuan, agar calon pengantin perempuan setuju diikat secara adat dalam menuju jenjang perkawinan dengan calon pengantin laki-laki. Hal ini perlu disampaikan kembali di depan orang banyak, agar jangan sampai terjadi salah paham dikemudian hari. Dalam acara meminang ini, pihak laki-laki datang membawa tepak sirih sebanyak lima tepak, yaitu: 1) Tepak sirih pembuka kata 2) Tepak sirih merisik 3) Tepak sirih meminang 4) Tepak sirih bertukar tanda 5) Tepak sirih ikat janji dan beberapa tepak sirih pengiring. Sedangkan dari pihak perempuan telah menanti tiga tepak sirih, yaitu : 1) Tepak menanti 2) Tepak ikat janji 32
3) Tepak tukar tanda Kemudian, proses pemberian tepak ini selalu diiring dengan pantun. Jika kedua belah pihak telah berhadapan, maka pihak perempuan memberikan sebuah tepak sirih (Sirih Menanti) kepada pihak tamu keluarga laki-laki sebagai penyambut tamu sambil berkata :
“Sedang matahari bersinar terang Sedang angin berhembus sepoi Sedang awan berarak megah Sedang burung riang gembira Dilihat tamu datang menjenguk Ke dalam gubuk yang serba kurang Membuat kami bersuka cita. “Harus disambut secara adat diiringi dengan tepak sirih. “oleh sebab itulah, tuan-tuan Sirih nanti kami sorongkan
Diiringi dengan pantun: “Mahat kisah laman genang “Mahat rumah bilal lada Makan sirih sekapur seorang Itulah mula asal kata”.
33
Pihak laki-laki memakan sirih tersebut kemudian memberikan sebuah tepak pembuka kata yang telah dibuka, menuju pihak perempuan sambil berpantun : “Kami datang membawa pesan Salam takzim penuh keikhlasan Dari keluarga yang jadi pangkalan Semoga kita dalam lindungan tuhan “. “Tinggi-tinggi si matahari Anak kerbau mati tertambat Sudah lama kami mencari Tempat berteduh dihujan lebat”.
Waktu menyorongkan tiap-tiap tepak haruslah hati-hati, jangan ekor sirih yang tersorong lebih dahulu. Tepak sirih yang dari pihak laki-laki diberikan pula kepada pihak perempuan dan keluarga pihak perempuan. Kemudian dari pihak laki-laki memberikan Tepak Merisik sambil berkata: “Datuk, jauh sudah perjalanan kami, bayak lembah yang telah dituruni banyak bukit telah didaki, karena hajat kami kemari.” Setelah penyelesaian
berbalas
pantun
sekian
lamanya
akhirnya
mendapatkan
sesuatu, terutama ketika pihak laki-laki mengutarakan maksud
kedatangannya, maka seluruh tamu mendengarkan dengan penuh perhatian. Secara resmi pihak perempuan bertanya siapa kira-kira pihak calon yang meminang, siapa gadisnya yag hendak dipinang. Akhirnya semuanya diterima oleh pihak perempuan. Kemudian, mulailah mereka memakan sirih risik, Setelah risik diterima, maka pihak laki-laki menyodorkan kepada pihak perempuan tepak 34
peminang dan pihak perempuan setelah mendengar niat dan janji laki-laki lalu menerima sirih peminang tersebut dan diberikan pula ke ruangan belakang agar dicicipi oleh keluarga. Setelah ini selesai, maka pihak laki-laki mengeluarkan sebentuk cincin, yang telah dimasukkan dalam sebuah tempat yang indah berhias dan disertai oleh sebuah tepak bertukar tanda, langsung diserahkan kepihak perempuan. Demikian juga pihak perempuan menyorongkan sebuah tanda benda berharga dalam baki yang telah dihiasi disertai tepak bertukar tanda. Tanda ini boleh berupa cincin ataupun perhiasan lain. Setelah
bertukar tanda, maka pihak laki-laki
menyorongkan pula sebuah tepak ikat janji, untuk memperbincangkan dan menentukan: Hari pernikahan, Mengantar sirih besar, Hari mengantar mas kawin, Hari bersanding, Jumlah besarnya mas kawin, Adat-adat lain yang dipakai, Syarat-syarat seperti yang diuraikan diwaktu meminang.
3.2.4
Mengantar Bunga Sirih Tujuan dari mengantar bunga sirih adalah untuk meramaikan suasana
iring-iringan dari pihak laki-laki ke rumah pihak perempuan. Jumlah bunga sirih dapat menunjukkan banyaknya keluarga dan kerabat pihak laki-laki. Tepak bunga sirih dibuat bermacam-macam bentuk yang indah dan beraneka ragam warna . Misalnya bentuk burung,bunga, rumah,buah, binatang dan lain-lain. Biasanya di dalam bunga sirih ini diletakkan secarik kertas yang berisi pantun atau kata-kata sindiran yang manis yang ditujukan kepada kedua mempelai. Namun seiring berjalannya waktu bunga sirih ini berganti dengan benda-benda yang lebih bermanfaat seperti: alat sholat, pakaian,peralatan mandi, buah, makanan yang juga dibentuk dengan berbagai bentuk yang indah dan cantik 35
,hal ini mungkin disebabkan zaman sekarang sulit mendapatkan sirih yang banyak untuk dirangkai dan juga zaman sekarang jarang orang yang mau makan sirih seperti orang-orang dahulu sehingga jika dipaksakan dibuat maka sirih-sirih tersebut akan terbuang percuma,perubahan ini dapat diterima suku Melayu karena sesuai dengan semboyan orang melayu “Sekali air bah sekali tepian berubah” maksudnya suku melayu dapat menerima perubahan selagi tidak melanggar syariat agama dan adat.
3.2.5
Malam Berinai Upacara berinai diadakan sehari sebelum menikah di rumah pengantin
masing-masing dan dihadiri oleh famili dan teman-teman terdekat dari kedua calon pengantin.ada tiga upacara berinai yaitu berinai curi, berinai kecil dan berinai besar. Namun sekarang, malam berinai dilaksanakan satu malam saja karena untuk mempersingkat waktu dan dana. Malam berinai yang dilakukan pihak laki-laki hanya tepung tawar oleh keluarga dan teman-temannya saja, sedangkan malam berinai yang dilakukan oleh pihak perempuan ialah serangkaian acara sakral malam berinai diawali dengan bersalaman kepada kedua orangtua sebelum calon pengantin wanita duduk diatas pelaminan, kemudian dilanjutkan oleh acara hiburan dan kemudian tari inai sebagai pelengkap kesakralan upacara malam berinai tersebut. Biasanya malam berinai dilakukan selama 3 malam berturut-turut yakni : Malam berinai pertama disebut Malam Inai Curi ialah pengantin yang diberi inai oleh temantemannya sewaktu ia tidur sehingga tidak ketahuan. Malam kedua disebut malam Inai kecil, pengantin wanita dihiasi, didandani dan didudukkan di atas pelaminan yang dihadiri oleh sanak keluarga, tetangga, dan kerabat untuk ditepungtawari. Lalu dilanjutkan dengan malam 36
Inai besar, terlebih dahulu tari inai ditampilkan dan tarian Melayu lainnya, kemudian pengantin wanita dipasangkan inai pada kuku jari-jari tangan dan kakinya oleh kedua orangtuanya, keluarga, dan teman-teman dekatnya. Setelah semua acara selesai, selanjutnya pengantin wanita dipasangkan inai yang sebenarnya yang disebut berinai besar. Tetapi kini malam berinai hanya dilakukan satu malam dan acara sakral nya diadakan dirumah pihak perempuan saja karena faktor dana dan waktu yang kurang mendukung. Sehingga, malam berinai yang dilakukan hanya malam berinai besar saja yang dihadiri seluruh keluarga dan kerabat pihak perempuan. Tari inai merupakan salah satu upacara adat masyarakat Melayu di Batang Kuis yang bisa dikatakan sebagai pelengkap upacara adat, yang dilakukan oleh golongan masyarakat yang tingkat perekonomiannya relatif baik. Jika tari inai atau upacara malam berinai tidak diadakan, upacara pernikahan keesokan harinya tetap berlangsung. Kesenian tari inai adalah merupakan seni pertunjukan yang melibatkan tari dan musik. Dahulu, malam berinai dilakukan setelah menikah dan kedua mempelai didudukkan untuk diberikan inai pada kuku jari tangan dan kaki kedua mempelai. Namun, kini hanya dilakukan di rumah pengantin wanita saja, sedangkan di rumah pengantin pria tidak dilakukan upacara malam berinai. Hanya saja inai akan dihantar dari rumah pengantin wanita kerumah si calon pengantin pria. Kemudian menurut adat diadakan tepung tawar dan dilanjutkan pemasangan inai ke kuku jari-jari tangan dan kakinya oleh keluarga dan teman-teman dekat calon pengantin pria. Gerakan tari inai yang dilakukan merupakan kombinasi dari gerak-gerak hewan atau kejadian-kejadian alam, sehingga gerakannya hampir menyerupai gerakan silat. Pada dasarnya alat-alat musik yang biasa digunakan untuk mengiringi Tari inai ini adalah sebuah serunai Melayu yang berfungsi sebagai pembawa melodi, satu atau dua buah gendang Melayu satu muka (gendang ronggeng), dan sebuah gong. Rentak musik yang disajikan berdasarkan irama musik silat seperti yang telah 37
diketahui bahwa musik dari Melayu Batang Kuis yang selalu digunakan adalah musik Melayu yang berirama dan bertajuk patam-patam. Namun, dari hasil pengamatan dilapangan, alat-alat musik yang biasa digunakan untuk mengiringi tari inai ini adalah sebuah biola, akordion, gendang ronggeng dan keyboard. Hal itu dipengaruhi karena adanya perubahan dalam penggunaan alat musik, akan tetapi musik yang digunakan dalam penyajian tari inai tetap patam-patam.
Gambar 3.1 Sujud sembah kepada kedua orang tua (Dokumentasi Syarifah Aini, 2013)
38
Gambar 3.2 dr. Cici Elfida Rosha (Calon Pengantin Perempuan) (Dokumentasi Syarifah Aini,2013)
Gambar 3.3 Proses Tepung Tawar (Dokumentasi Syarifah Aini,2013)
39
Gambar 3.4 Inai yang sudah digiling halus (Dokumentasi Syarifah Aini, 2013)
Gambar 3.5 Penampilan Tari inai pada malam berinai (Dokumentasi Syarifah Aini, 2013)
40
Gambar 3.6 Pemakaian Inai (Dokumentasi Syarifah Aini, 2013)
3.2.6
Acara Nikah Akad nikah biasanya diadakan pada pagi hari, calon pengantin laki-laki
diantar oleh keluarga dan famili ke rumah pihak perempuan untuk mengucapkan akad nikah. Hantaran yang dibawa pada akad nikah: 1.
Uang mahar seperti yang telah dijanjikan dan biasanya uang mahar
ditambah juga pada waktu nikah. 2.
Uang tambahan dibungkus dan diikat dengan benang perca warna-
warni diikat dengan simpul hidup. Kemudian uang yang telah dibungkus itu dimasukkan ke dalam “cepu” atau peti kecil dan cepu ini dibungkus pula dalam sehelai kain panjang dan setelah itu diletakkan di atas sebuah dulang kecil
41
“semerip” namanya. Uang mahar ini digendong sewaktu dibawa ke rumah pihak perempuan dengan penuh kasih sayang seperti menggendong bayi laki-laki nya. 3.
Pahar berisi pulut kuning dan panggang ayam.
4.
Tepak nikah yang di dalamnya dimasukkan sebagian upah nikah
untuk tuan kadi yang biasanya dibayar oleh kedua belah pihak. Pada kesempatan yang sama pihak perempuan juga mempersiapkan tepak sirih dan pahar berisi pulut kuning dan panggang ayam yang akan dipertukarkan dengan hantaran dari pihak laki-laki. Jika rombongan pihak laki-laki telah sampai maka pengantin lakilaki didudukan di sebuah tilam yang di atasnya dibentangkan tikar. Tepak sirih nikah, pulut kuning dan bungkusan uang mahar berada di tengah-tengah majelis atau keluarga dan tamu. Kemudian tuan rumah menyodorkan tepak sirih penyambut untuk dimakan dan mulailah acara berpantun untuk pengantar nikah, setelah itu maka oleh anak beru dari pihak perempuan dibukalah bungkusan uang mahar secara hati-hati dan dihitung jumlah isinya jika telah cukup maka oleh famili yang tua-tua bergantian maksudnya agar perkawinan itu nanti mendapat kekekalan dan keselamatan seperti perkawinan orang tua-tua dulu, kemudian uang diserahkan kepada ibu bapak pengantin perempuan. Setelah itu mulailah ijab kabul dilaksanakan, jika akad nikah telah selesai dibacakan doa dan makan bersama.Lalu pihak laki-laki pulang dengan membawa pahar pulut kuning dari pihak perempuan serta alat-alat lainnya seperti” benda tanda” yang diserahkan dulu.
42
3.2.7
Berandam dan Mandi Berhias Upacara berandam dilakukan di rumah pengantin perempuan. Calon
pengantin perempuan digunting rambutnya sedikit-sedikit agar cantik didandani dan dengan pisau cukur lalu pengantin diandam atau dikerik rambut-rambut halus yang ada di wajah setelah itu pengantin mandi berhias yaitu mandi dengan air wangi-wangian. Setelah itu bersiap-siap untuk didandani. Pengantin laki-laki juga berandam.
3.2.8 Bersanding (Tepung tawar dan Nasi hadap-hadapan) Pelaksanaan upacara bersanding diadakan di rumah pengantin perempuan. Pengantin perempuan telah dirias dengan memakai sanggul dan menggengam sirih genggam kemudian naik ke tas pelaminan dan ditutup beberapa pintu dan hempang kipas. Pihak laki-laki yang terdiri atas kerabat dekat ikut serta untuk mengantar pengantin laki-laki yang telah memakai destar dan menggenggam sirih genggam. Hantaran yang dibawa pada acara bersanding ialah : 1. Balai berupa meja kecil bertingkat, berkaki empat, tinggi kaki lebih kurang 40 cm. Kotak balai berbentuk segi empat; segi lima; segi enam atau segi delapan tinggi tiap tingkat lebih kurang 10 cm. Jumlah tingkatan balai selalu ganjil, 1, 3, 5, 7 dan 9. Ketinggian tingkat sebuah balai melambangkan kedudukan dan posisi yang memiliki balai. Semakin tinggi tingkatan balai, menunjukkan semakin tinggi pula kedudukan yang mempunyai acara. Kini, ketinggian tingkat balai hanya sampai pada tiga tingkat. Balai tersebut berisi pulut kuning.
Di
tengah-tengah balai diletakkan ayam panggang dan dipacakkan bunga kemuncak, di tingkat kedua dipacakkan bunga telur dan
tingkat yang paling bawah di
pacakkan merawal atau bendera. Khusus warna balai ini untuk kalangan raja dan 43
bangsawan hanya ada kuning dan putih. Kuning untuk upacara perkawinan, menyambut tamu dan lain-lain. Putih untuk upacara khataman, naik haji. Namun untuk rakyat biasa balai ini boleh berwarna warni. Makna yang terkandung dalam alat-alat pada balai ini: - Pulut kuning berarti lambang kesuburan dan kemuliaan - Panggang ayam berarti lambang pengorbanan - Telur ayam berarti lambang keberhasilan, keturunan, perkembangan, kejayaan, - Bunga kemuncak berarti lambang pelindung, pengayom, pemimpin, kukuh dan jaya - Bendera atau merawal berarti lambang persatuan, kehormatan, kemuliaan. 2.
Tepak sirih penyongsong
3.
Bunga sirih
4.
Nasi besan (nasi dengan lauk pauknya)
5.
Sebaki tabur taburan (beras putih, beras kuning, bertih, bunga rampai)
6.
Tujuh buah telur ayam mentah (telur aluan)
7.
Sisa uang hantaran
8.
2 Uncang uang ampang pintu
9.
2 Uang buka kipas, yang dibungkus di dalam uncang kuning oleh
kedua anak beru perempuan dan laki-laki. 10.
Hempang Batang
Ketika sampai di halaman rumah pengantin perempuan rombongan pengantin laki-laki didahului oleh anak beru sebab ketika akan memasuki rumah pintu dihempang dengan sehelai kain yang disebut batang dan dijaga oleh anak beru laki-laki pihak perempuan sementara pihak tuan rumah menaburkan bertih 44
dan beras kunyit kepada rombongan pengantin laki-laki. Setelah berdebat berpantun maka diserahkanlah uang hempang pintu. Setelah itu maka barulah rombongan laki-laki diizinkan masuk ke rumah tapi dekat pelaminan terhalang lagi karena adanya hempang kedua yang dijaga oleh anak beru perempuan dari pihak perempuan setelah berdebat berpantun maka uang buka kipas diserahkan, setelah itu dipenuhi, dibuka dan pengantin laki-laki diperkenankan naik ke pelaminan duduk di sebelah pengantin perempuan. Setelah buka kipas maka sirih genggam pun ditukarkan antara pengantin laki-laki dan pengantin perempuan dan 7 telur aluan diserahkan pada pihak perempuan. Keluarga laki-laki pun juga menyerahkan semua hantaran yang dibawa. Lalu dilakukan upacara tepung tawar oleh ahli famili dari kedua belah pihak yang jumlahnya haruslah ganjil. Setelah semua selesai, maka kedua pengantin dibawa turun untuk mengikuti acara nasi-hadap-hadapan. Pada upacara nasi hadap-hadapan ini pengantin akan didudukkan di depan sebuah dulang yang berisi nasi beserta lauk pauknya. Di dalam nasi tersebut disembunyikan ayam panggang yang nantinya akan diperebutkan kedua pengantin. Menurut kepercayaan orang Melayu, pengantin yang berhasil mendapatkannya lebih dulu, menjadi pertanda bahwa dia akan lebih berperan dalam mangarungi rumah tangga. Di samping itu, untuk lebih memeriahkan suasana pada acara itu, disediakan berbagai macam makanan dan buah buahan yang telah diukir atau dihias dengan indah. Begitu juga disediakan berbagai kue, halwa atau manisan. Setelah acara ini selesai lalu pengantin laki-laki memberi sebentuk cincin atau perhiasan lain yang dipakaikan langsung oleh pengantin laki-laki ke pengantin perempuan, pemberian ini disebut cemetuk.
45
3.7 Hempang Pintu (Dokumentasi Syarifah Aini,2013)
Gambar 3.8 Tepak Nikah (Dokumentasi Syarifah Aini, 2013)
46
Gambar 3.9 Bertukaran Tepak Nikah (Dokumentasi Syarifah Aini, 2013)
3.3.9
Mandi Berdimbar Pada adat Melayu yang terdapat di Deliserdang acara mandi bedimbar
diadakan dua kali, terutama untuk kalangan bangsawan. Mandi bedimbar artinya mandi berhias dan kepercayaan itu diperoleh dari sisa-sisa agama Hindu. Setelah upacara ini kedua mempelai menghadap orang tua perempuan dan keluarga dekatnya, pada saat itu diberilah macam-macam hadiah cemetuk dari tutur yang lebih tua sampai yang muda kecuali tutur adik.Selanjutnya mandi berdimbar diulangi lagi karena lepas halangan yang dinamai mandi selamat, upacaranya serupa dengan mandi berdimbar pertama, selepas mandi pengantin laki-laki memberikan lagi cemetuk ke-2 kepada pengantin perempuan.
47
3.2.10 Meminjam Pengantin Pada hari yang sudah ditentukan maka orang tua pengantin laki-laki mengutus anak beru laki-laki dan perempuan dari pihak pengantin laki-laki meminjam pengantin ke rumah ibu-bapa pengantin laki-laki dan pengantin membawakan untuk mertua yakni : Kue-kue, Tilam dan bantal, Satu balai nasi kuning. Secara simbolik tuan rumah menyerahkan kepada menantunya asam, garam, beras, lesung, dan alat-alat memasak dengan maksud bila berada di rumah mertua agar menantunya mau ikut turun ke dapur. Setelah diadakan upacara tepung tawar, malamnya dilakukan Mebat, yaitu pengantin mengunjungi kaum kerabat pihak laki-laki sambil membawa tepak sirih dan makanan dan pihak kerabat memberikan cemetuk kepada kedua pengantin. Setelah tiga malam atau menurut perjanjian maka pengantin diantar kembali ke rumah pihak perempuan dan pengantin perempuan menerima dari mertua yakni: tilam dan bantal, Satu balai nasi kuning, bermacam-macam kue, pakaian, perhiasan, alat-alat rumah tangga.Setelah itu, Selesailah seluruh upacara per kawinan Melayu.
48
BAB IV DESKRIPSI TARI INAI
4.1 Deskripsi Tari Inai Menurut Curt Sachs (1963:5) dalam bukunya yang berjudul History of The Dance mengemukakan bahwa perkembangan tari sebagai seni yang tinggi telah ada pada zaman prasejarah. Pada awal kebudayaan tari telah mencapai tingkat kesempurnaan yang belum tercapai oleh seni atau ilmu pengetahuan lainnya. Penyusunan gerak dalam seni tari, gerak dari masing-masing penari, ditambah dengan penyesuaian dengan ruang, sinar, warna, dan seni sastranya, kesemuanya merupakan suatu pengorganisasian seni tari yang disebut koreografi (Djelantik, 1990:23). Dimana koreografi ini memiliki ciri-ciri khas tertentu dari bentuk tarian yang dapat dilihat dan dinikmati oleh pelakunya dan penontonnya. Dimana didalam penyajian tarian inai ini menggunakan gerakan variatif pencak silat khas Melayu. Hal ini berarti gerakan-gerakan yang terbentuk dalam tari adalah terstruktur ataupun terpola di dalam aturan-aturan adat dan nilai keindahan setempat yang dilakukan secara simbolis serta memiliki makna-makna tersendiri. Dimana kata struktur disini adalah bagian-bagian yang melengkapi tari Inai dalam pertunjukannya saling berhubungan satu dengan yang lain, ataupun tahapan-tahapannya.
49
4.2 Penari Inai Penari merupakan bagian terpenting dalam pertunjukan tari inai ini, karena penari yang akan mempertunjukan tarian tersebut. Penari menjadi pusat perhatian penonton, sehingga diperlukan penari yang memiliki kecakapan dan kemampuan menarikan tari inai tersebut di pelataran depan pelaminan pengantin. Dalam penyajian tari Inai pada masyarakat Melayu pada konteks upacara adat perkawinan biasanya harus menggunakan penari laki-laki berjumlah genap atau berpasangan misalnya 2 penari, 4 penari ataupun 6 penari yang memiliki alasan, jika lilin salah satu penari mati maka penari yang lainnya memberikan api agar lilin tersebut dapat menyala lagi. Diawali dari posisi depan, sebelum memulai tarian dilakukan penghormatan kepada pengantin dan para tamu, yang kemudian dilanjutkan dengan melakukan gerakan silat yang bersifat refleks dan saling berlawanan (saling mengisi gerakan dan ruangan yang kosong antara penari yang satu dengan penari yang lainnya. Namun dalam penyajian Tari inai yang penulis dapatkan dilapangan penari berjumlah dua orang dan menampilkan secara bergilir. Dimana struktur penyajiannya diawali dari posisi depan juga sebelum memulai tarian dilakukann penghormatan kepada pengantin dan para tamu. Pemilihan penari inai yang penulis dapatkan dilapangan merupakan anggota dari sanggar Pusaka Serumpun Binjai Bakung-Pantai Labu. Para penari yang dipilih mempunyai waktu akan berlatih lagi untuk mempelajari sebelum hari pelaksanaan. Pada saat pertunjukan, penari secara bergantian menghadap pengantin.
50
4.3 Busana dan Properti Tari Inai Pada acara malam berinai, penari inai menggunakan baju Kecak Musang pada bagian lehernya berupa kerah tegak seperti kerah shanghai, berkancing lima buah yang melambangkan rukun islam yang berjumlah lima dan juga berlengan panjang. Jadi, pakaian yang dipakai oleh pemusik dan penari inai ialah baju Gunting Cina atau baju Kecak Musang dan celana panjang longgar, kepala ditutup dengan memakain peci. Sesamping yaitu kain sarung atau songket yang dibentuk segitiga atau sejajar dan diikatkan ke pinggang tepatnya di atas lutut. Inai adalah tumbuhan yang hidup didataran tinggi yang memiliki daun yang lebat dan berukuran relatif kecil. Daun yang telah tua ditandai dengan adanya bintik-bintik hitam yang terdapat di daun tersebut, daun yang tua itulah yang digiling halus dicampur dengan gambir dan kapur dan dibubuhkan pada kuku atau kulit sehingga menghasilkan warna kemerah-merahan. Pemakaian inai pada upacara perkawinan memiliki pengaruh dari arab, karena inai dipercaya dapat menangkal roh jahat dan sebagai obat untuk luka dikulit, tetapi seiring berkembangnya pengetahuan masyrakat, sekarang inai digunakan dalam masyarakat Melayu sebagai tanda sudah menikah. Jadi, properti yang digunakan penari pada acara malam berinai adalah 2 buah lilin, 2 buah piring dan inai secukupnya, lilin di tegakkan diatas piring kemudian pinggiran lilin dikelilingi oleh inai yang sudah digiling halus.
51
Gambar 4.1 Bahriun Syam, Penari Inai (Dokumentasi: Syarifah Aini, 2013)
Gambar 4.2 Lilin dan Inai sebagai Properti (Dokumentasi: Syarifah Aini, 2013) 52
Gambar 4.3 Para Pemusik Iringan Tari Inai (Pemian Gendang Ronggeng dan Biola) (Dokumentasi: Syarifah Aini, 2013)
4.4 Gerak dalam Pertunjukan Pada kebudayaan etnik Melayu, tari inai yang ditampilkan pada upacara perkawinan di waktu malam berinai merupakan kegiatan yang penting dalam suatu perkawinan dan pada upacara tersebutlah tari inai ditampilkan. gerakan tari inai memiliki makna-makna religius dan
Dari gerakan-
kombinasi dari gerakan-
gerakan silat. Selanjutnya menurut Pak Bahriun Syam yang merupakan informan penulis,gerakan-gerakan tari inai merupakan gerakan silat memiliki hitungan variatif dan memiliki makna tersendiri. Gerakan seolah menggambarkan sebagai lentera yang selalu menerangi sepanjang jalan pengantin dalam mengarungi hidupnya di kemudian hari. Gerakan-gerakan tersebut, dapat dilihat dari deskripsi secara kinisiologis sebagai berikut. 53
Tabel 4.1 Deskripsi Kinisiologis Gerak Tari Inai
No. 1.
Ragam Lelo sombah
Hitung an 1x8
Deskripsi Gerak Penari Inai
Gambar
Gerakan sembah awal yang dilakukan dengan dua bagian yaitu, gerak sembah dan gerak hormat kepada pihak pengantin. Dilakukan 3kali gerakan sembah kepada calon pengantin wanita. Terlebih dahulu penari melakukan gerak silat Melayu.
54
2.
Ular todung membuka lingkar
1 kali 6
Kedua tangan dibawa kearah kanan dan badan dicondongkan ke kiri. Kedua tangan disilangkan melakukan gerakan ke kanan bawah dan kanan atas dan posisi badan tetap duduk tegak melakukan gerakan kedua tangan memutar sebanyak dua kali kemudian proses mengambil piring satu per satu dengan gerakan tangan memutar dan hitungannya variatif.
55
3.
Ular todung meniti riak
1 kali 8
Melakukan proses memutar oleh kedua tangan
1 kali 8
Kedua tangan dibawa kearah kanan dan melakukan proses gerakan memutar sedangkan badan dicondong kan ke kiri.
1 kali 4
Tangan kanan mengambil piring, lalu badan dicondongkan ke kanan.
1- 8
Piring dibawa kesamping kanan dengan proses gerakan memutar dan badan condong kekiri. Begitu sebaliknya untuk pengambilan properti sebelah kiri.
1- 4 5- 8
Kedua piring inai(properti) dibawa mendekati dada kembali dibawa kesamping kanan, dilakukan proses gerakan memutar pada kedua tangan.
1-8
Begitu sebaliknya untuk sebelah kiri kembali dibawa kearah dada kemudian diputar oleh kedua tangan.
56
4.
Itik bangun dari tidur
1-6
Posisi setengah berdiri bertumpu pada lutut (lutut kiri mencecah lantai dan kaki kanan menapak dilantai)
7-8
Melakukan proses memutar pada tangan dengan memegang piring inai didepan dada.
1-8
Melakukan proses gerak yang sama kearah samping kanan
1-8
Dilanjutkan kearah kiri proses memutar pada tangan dengan memegang piring inai
1-8
Kembali kearah depan.
57
5.
Itik berdiri kaki sebelah dan memandang langit
1-8
kaki kiri diangkat, kaki kanan sebagai tumpuan badan berputar ke kanan agak rendah, mata melihat ke atas, kedua tangan melakukan proses gerakan memutar dengan memegang kedua piring inai.
1-8
Gerak dilakukan ke arah kiri, dengan proses gerak yang sama.
58
6.
Puting beliung berbalik arah
1-6 7-8 1-4 5-8
7.
Buaya melintang tasik
Kaki kanan melangkah kedepan, sikap badan condong kedepan, arah menghadap ke kanan (lutut kanan ditekuk, kaki kiri lurus) Sikap statis hanya kedua tangan membuat proses gerakan memutar. Sikap badan tegak kembali dan kaki kiri kedepan. Badan berbalik ke kiri, sehingga condong badan kedepan arah hadap kiri, dan tangan melakukan proses gerakan memutar. Gerakan bergantian dilakukan dengan hitungan 1 kali 8.
1-2
Posisi kaki kanan menapak dan kaki kiri ditarik lurus kebelakang dan berat badan bertumpu pada kaki kiri. Sedangkan,
3-6
Lutut kiri agak ditekuk, kedua tangan melakukan proses gerakan memutar.
7-8
Gerakan ini dilakukan bergantian kanan dan kiri dengan gerakan maju.
59
8.
Atraksi Putar piring (dalam posisi berguling)
Hitung an variatif
penari melakukan atraksi putar piring dalam posisi berguling. Penari melakukan proses memutar piring dengan posisi duduk .
60
9.
10.
Berokik melintas batas
Sembah akhir
1-4
Kaki kiri ditekuk dekat kaki kanan, tumpuan pada kaki kanan, sikap badan agak membungkuk.
5-6
Gerak berlari kecil dengan kaki berjinjit
7-8
Kaki kanan diangkat kembali,kaki kiri menjadi tumpuan dan membuat proses gerakan tangan menyilang
1 kali 8
Dilakukan dua kali
1-4
Kaki kiri ditarik ke belakang, kaki kanan menapak dilantai.
5-8
Dilanjutkan menarik kaki kanan, sehingga duduk seperti bersimpuh dan sikap badan agak membungkuk.
1- 8
Kedua piring inai sambil dibawa ke kanan dan kiri membuat proses gerakan memutar pada tangan
61
1-8
Kedua properti piring inai diletakkan diatas lantai dan kemudian kedua tangan disatukan membentuk sikap sembah, dilakukan sebanyak 3 kali menghadap si pengantin.
62
BAB V ANALISIS MUSIK IRINGAN TARI INAI 5.1 Alat Musik Pengiring Alat musik Melayau dapat dikelompokkan menurut pendapat Curt Sachs dan Hornbostel
(1914) yaitu (1) Idiofon penggetar utamanya badannya sendiri, (2)
Membranofon,penggetar utamanya membrane, (3) kordofon, penggetar utamanya senar, (4) Aerofon penggetar utamanya adalah melalui udara. Alat musik Melayu pengiring tari inai adalah sebuah biola dan gendang ronggeng, berikut penjelasannya. Biola adalah sebuah alat musik yang tergolong kedalam klasifikasi kordofon (bersenar) yang dimainkan dengan cara digesek. Biola memiliki empat senar (G-DA-E)
yang
disetel
berbeda
satu
sama
lain
dengan interval
sempurna
kelima. Nada yang paling rendah adalah G. Kertas musik untuk biola hampir selalu menggunakan atau ditulis pada kunci G. Sebuah nama yang lazim dipakai untuk biola ialah fiddle, dan biola seringkali disebut fiddle jika digunakan untuk memainkan lagu-lagu tradisional. Gendang Ronggeng terbuat dari kulit dan kayu termasuk kedalam klasifikasi membranofon yang terbuat dari kulit dan dimainkan dengan cara dipukul,sehingga penghasil bunyi adalah membran.
Gambar 5.1 Gendang Ronggeng (www.melayuonline.com) 63
Gambar 5.2 Biola (www.melayuonline.com)
5.2
Analisis Musik Menurut
Nettl,
(1964:98)
ada
dua
pendekatan
berkenaan
dengan
pendeskripsian musik yaitu: (1) kita dapat mendeskripsikan dan menganalisis apa yang kita dengar; (2) kita dapat menuliskan berbagai cara keatas kertas
dan
mendeskripsikan apa yang kita lihat. Dari dua hal di atas untuk memvisualisasikan musik iringan tari Inai, penulis melakukan transkripsi agar lebih muda menganalisisnya terutama tangga nada, motif, kadensa, dan lain-lain. Sehingga dengan demikian diharapkan dapat membantu kita untuk mengkomunikasikan kepada pihak lain tentang apa yang kita pikirkan dari apa yang kita dengar. Dalam pentranskripsian, penulis menggunakan notasi Barat untuk memperlihatkan bunyi musikal yang terdengar. Sebagaimana dikatakan oleh Nettl, (1964:94) yang mengutip pendapat Seegers tentang penulisan notasi musik bahwa notasi musik terdiri dari dua bagian yaitu notasi deskriptif dan notasi preskriptif. Lebih
lanjut
dikatakan
bahwa
notasi
deskriptif
ialah
notasi
yang
menggambarkan secara terperinci aspek-aspek musikal yang terdapat pada musik. 64
Sedangkan notasi preskriptif
hanya menuliskan bagian-bagian yang dianggap
menonjol dalam suatu musik tanpa harus menuliskan secara lengkap hal-hal yang ada dalam musik. Oleh karena itu, dalam skripsi ini penulis menggunakan pendekatan yang pertama yaitu notasi deskriptif. penggunaan notasi balok.
Salah satu dari notasi deskriptif adalah
Hal ini didukung oleh keberadaannya yang dianggap
secara efektif dalam pentranskripsian.
Demikian pula tinggi rendahnya nada,
simbol-simbol nada pada garis paranada, durasi, ritmis, dan lain-lain. Alasan dalam hal ini dikarenakan notasi Barat dapat mewakili nada-nada yang terdapat dalam musik iringan tarian ini, dan juga sering digunakan dalam penulisan suatu musik. Musik dalam pertunjukan tari Inai pada perkawinan masyarakat Melayu di Batang Kuis hanya sebagai musik pengiring dengan memakai alat musik biola dan gendang ronggeng sebagai tempo.
Keberadaan musik iringan dalam tari Inai
merupakan hal yang berkaitan, dimana tari ini mengikuti musik. Iringan musik menjadi pembentuk suasana, dan untuk memperjelas tekanan-tekanan gerakan begitu juga pergantian ragam dan pola-pola gerakan yang ada.
5.3 Model Notasi Dalam transkripsi musik iringan tari inai menggunakan notasi Barat, hal ini dilakukan agar dapat dipahami secara universal.
Ada beberapa simbol yang
digunakan, yaitu:
Garis paranada yang memiliki lima buah garis paranada dan empat buah spasi dengan tanda kunci G.
65
Merupakan not ½ yang bernilai dua ketuk.
Merupakan not ¼ yang bernilai satu ketuk.
Merupakan not 1/8 yang bernilai setengah ketuk.
Merupakan dua buah not 1/8 yang digabung menjadi satu ketuk.
Simbol-simbol di atas merupakan simbol-simbol yang terdapat dalam lampiran partitur yang perlu diketahui agar pembaca memahami makna-maknanya. Berikut hasil transkripsi biola dan gendang ronggeng dalam musik iringan tari inai.
66
PATAM – PATAM Oleh: Kiki Alpiansyah S.Sn dan Syarifah Aini
67
68
69
70
71
72
5.4 Tangga Nada Nettl,(1964 : 1945) mengemukakan bahwa cara-cara untuk mendeskripsikan tangga nada adalah menuliskan nada-nada yang dipakai tanpa melihat fungsi masingmasing dalam musik.
Tangga nada tersebut kemudian digolongkan menurut
beberapa klasifikasi, yaitu menurut jumlah nada yang dipakai. Diatonic (dua nada), tritonic (tiga nada), tetratonic (empat nada), pentatonic (lima nada), hexatonic (enam nada), heptatonic (tujuh nada). Dua nada yang mempunyai jarak satu oktaf biasanya dianggap satu nada saja. Yang dimaksud tangga nada dalam tulisan ini yaitu nada-nada yang terdapat pada melodi yang dihasilkan puput serunai. Hal ini dilakukan pada pembagian nada-nada mulai dari nada yang tertinggi hingga nada yang terendah. Penulis mengurutkan nada-nada yang terdapat dalam melodi biola dari nada terendah sampai nada tertinggi. Terdiri dari tujuh nada, yaitu nada E-Fis-G-A-B-CD. Oleh karena itu tangga nadanya disebut dengan Heptatonic.
5.5 Nada Dasar Dalam menentukan nada dasar melodi pada alat musik biola, penulis mengacu pada hasil rekaman video yang penulis dapatkan di lapangan saat pelaksanaan acara, yang telah ditranskripsikan ke dalam notasi Barat. Maka hasil nada dasar dalam melodi biola yang didapatkan adalah nada dasar E minor. 73
5.6 Wilayah Nada Metode untuk menentukan wilayah nada berdasarkan ambitus suara yang terdengar secara alami yang ditentukan oleh media penghasil bunyi itu sendiri, ialah dengan memperhatikan nada yang paling rendah hingga nada yang paling tinggi. Wilayah nada melodi biola yang diurutkan dari nada terendah sampai nada tertinggi adalah :
Dari keterangan gambar di atas nada yang dihasilkan E-D ada 7 nada, dan jarak intervalnya 5, sehingga wilayah nadanya dapat digolongkan menjadi septime diminish (7dim).
5.7 Frekuensi Pemakaian Nada Frekuensi pemakaian nada dapat dilihat dari banyaknya jumlah nada yang dipakai dalam suatu musik atau nyayian. Banyaknya jumlah nada yang terdapat dalam melodi biola :
70
103
110
42 74
18
17
43
Jumlah pemakaian nada-nada pada melodi biola adalah: 1. Nada E sebanyak 70 2. Nada Fis sebanyak 103 3. Nada G sebanyak 110 4. Nada A sebanyak 42 5. Nada B sebanyak 18 6. Nada C sebanyak 17 7. Nada D sebanyak 43
5.8 Jumlah Interval Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada yang lain terdiri dari interval naik maupun turun. Berikut adalah interval dari melodi biola :
Tabel Interval melodi Biola Interval
Posisi
Jumlah
Total
1P
-
25
25
↑
78
↓
54
↑
107
↓
76
↑
18
↓
20
↑
-
132
2m
183
2M
38
2Aug
2
4P 2
↓ 75
4
↑
4
6M ↓
-
↑
20
↓
-
20
7dim
5.9 Formula Melodik Untuk memperjelas bagaimana bentuk dari melodi biola, penulis menggunakan pendapat Nettl yang mengatakan bahwa ada beberapa karakter yang perlu diperhatikan untuk menentukan bentuk dari suatu komposisi, yaitu dengan memperhatikan unsur-unsur melodi yang terkandung berdasarkan pengulangan frasa, tanda diam, pengulangan pola ritem, transposisi, kesatuan dari teks yang ada dalam musik (1964:150). Formula melodik yang akan dibahas tulisan ini meliputi bentuk, frasa, dan motif. Bentuk adalah gabungan dari beberapa frasa yang terjalin menjadi satu pola melodi. Frasa adalah bagian-bagian kecil dari melodi. Motif adalah ide melodi sebagai dasar pembentukan melodi. Secara garis besar, bentuk, frasa, dan motif yang terdapat dalam melodi puput serunai adalah sebagai berikut: 1. Bentuk pada melodi biola memiliki 2 bentuk, yaitu: A
B
76
2. Frasa pada melodi biola berjumlah 8 buah frasa. Untuk lebih jelasnya :
A
B
C
D
77
E
F
G
H
78
3. Motif yang terdapat di dalam melodi biola :
5.10 Pola Kadensa Kadensa adalah nada akhir dari suatu bagian melodi lagu. Pola kadensa dapat dibagi atasa dua bagian, yaitu : semi kadens (half cadence) dan kadens penuh (full cadence). Semi kadens adalah suatu bentuk istirahat yang tidak lengkap atau tidak selesai (complete) dan memberi kesan adanya gerakan ritem yang lebih lanjut. Kadens penuh adalah suatu bentuk istirahat di akhir frasa yang terasa selesai (complete) sehingga pola kadens seperti ini tidak memberikan kesan untuk menambah gerakan ritem. Pola kadensa melodi biola yaitu : 1.
2.
79
5.11 Kontur Kontur adalah garis melodi dalam sebuah lagu. Malm (dalam irawan 1997 : 85) membedakan beberapa jenis kontur, yaitu : 1. Ascending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk naik dari nada yang lebih rendah ke nada yang lebih tinggi. 2. Descending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk turun dari nada yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah. 3. Pendulous yaitu garis melodi yang bentuk gerakannya melengkung dari nada yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah, kemudian kembali lagi ke nada yang lebih tinggi atau sebaliknya.
4. Conjuct yaitu garis melodi yang sifatnya bergerak melangkah dari satu nada ke nada yang lain baik naik maupun turun. 5. Terraced yaitu garis melodi yang bergerak berjenjang baik dari nada yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah atau dimulai dari nada yang lebih rendah ke nada yang lebih tinggi. 6. Disjuct yaitu garis melodi yang bergerak melompat dari satu nada ke nada yang lainnya, dan biasanya intervalnya di atas sekonde baik mayor maupun minor. 7. Static yaitu garis melodi yang bentuknya tetap yang jaraknya mempunyai batas-batasan. Garis kontur yang terdapat pada melodi biola dalam tulisan ini pada umumnya adalah conjuct . Pergerakan melodinya bergerak melangkah baik baik mau pun turun. Untuk lebih jelas dapat dilihat dari gambar salah contoh melodi di bawah ini.
80
Grafik diatas menunjukkan terjadinya pergerakan melodi conjuct. Dimana terdapat pergerakan nada naik lalu turun, kemudian naik lagi.
Grafik diatas menunjukkan terjadinya pergerakan melodi conjuct. Dimana terdapat pergerakan nada turun lalu naik, kemudian turun dan naik lagi. 5.11 Transkripsi tempo Gendang Ronggeng
81
BAB VI FUNGSI TARI INAI
6.1 Seputar Fungsi Tari dalam Disiplin Etnologi Tari
Dalam rangka mengkaji fungsi tari inai di dalam kebudayaan masyarakat Melayu di Batang Kuis digunakan teori fungsionalisme baik dalam ilmu antropologi maupun dalam etnologi tari, yang ditawarkan oleh beberapa pakar. Mereka menggagas teori fungsi itu sebagai berikut.
Radcliffe-Brown mengemukakan bahwa fungsi sangat berkait erat dengan struktur sosial masyarakat. Bahwa struktur sosial itu hidup terus, sedangkan individu-individu dapat berganti setiap saat. Dengan demikian, Radcliffe-Brown yang melihat fungsi ini dari sudut sumbangannya dalam suatu masyarakat, mengemukakan bahawa fungsi adalah sumbangan satu bagian aktivitas kepada keseluruhan aktivitas di dalam sistem sosial masyarakatnya. Tujuan fungsi adalah untuk mencapai tingkat harmoni atau konsistensi internal, seperti yang diuraikannya berikut ini.
By the definition here offered ‘function’ is the contribution which a partial activity makes of the total activity of which it is a part. The function of a perticular social usage is the contribution of it makes to the total social life as the functioning of the total social system. Such a view implies that a social system ... has a certain kind of unity, which we may speak of as a functional unity. We may define it as a condition in which all parts of the social system work together with a sufficient degree of harmony or internal consistency, i.e., without producing persistent conflicts can neither be resolved not regulated (1952:181).
82
Dalam hubungannya dengan tari inai di dalam upacara perkawinan adat Melayu di Batang Kuis, Deli Serdang, maka tari inai merupakan salah satu aktivitas dari sekian banyak aktivitas etnik Melayu, yang tujuannya adalah untuk mencapai harmoni atau konsistensi internal. Tari inai dan musik iringannya adalah bagian dari sistem sosial yang bekerja untuk mendukung tegaknya budaya Melayu secara umum, dan khususnya Melayu Serdang dan Sumatera Timur. Curt Sachs (1963:5) seorang ahli musik dan tari dari Belanda mengemukakan dalam bukunya yang berjudul World History of the Dance mengutarakan bahwa fungsi tari secara mendasar ada dua, yaitu: (1) tari berfungsi untuk tujuan magis, dan (2) tari berfungsi sebagai media hiburan atau tontonan. Dalam hal ini tari inai dalam kebudayaan Melayu di Batang Kuis memiliki fungsi sebagai tujuan magis dan sekali gus juga sebagai media hiburan. Magis dalam konteks ini adalah sebagai sarana untuk menangkal kekuatan gaib yang jahat yang hendak mencelakai pengantin. Untuk itu tarian ini merupakan ekspresi dari sistem ritual masyarakat Melayu. Namun demikian, sebagai sebuah tari etnik, tari inai ini memiliki fungsi hiburan juga. Artinya masyarakat pendukung tarian inai merasa akan terhibur dengan menonton pertunjukan tari inai. Setelah itu tarian ini juga berfungsi sebagai penguat identitas kebudayaan, solidaritas kelompok, sistem sosial kemasyarakatan orang Melayu, dan fungsi-fungsi lainnya. Pakar lainnya Gertrude Prokosch Kurath yang mengemukakan adanya 14 fungsi tari dalam masyarakat, yaitu: (1) sebagai media inisiasi (upacara pendewasaan), (2) sebagai media percintaan, (3) sebagai media persahabatan atau kontak sosial, (4) sarana untuk perkawinan atau pernikahan, (5) sebagai pekerjaan atau matapencaharian, (6) sebagai media untuk sarana kesuburan atas pertanian, (7) sebagai sarana untuk perbintangan, (8) sebagai sarana untuk ritual perburuan, (9) 83
sebagai imitasi satwa, (10) sebagai imitasi peperangan, (11) sebagai sarana pengobatan, (12) sebagai ritual kematian, (13) sebagai bentuk media untuk pemanggilan roh, dan (14) sebagai komedian (lawak). Dari empat belas fungsi yang dikemukakan oleh Sachs seperti tersebut di atas, maka salah satu fungsi tari inai yang paling utama adalah fungsinya sebagai sarana untuk perkawinan atau pernikahan. Selain itu juga memiliki fungsi sebagai media inisasiasi yaitu dari masa lajang menuju ke masa perkawinan. Anthony V. Shay dalam disertasinya yang berjudul The Function of Dance in Human Society, membagi tari dalam 6 fungsi, yaitu (1) sebagai refleksi dari organisasi sosial, (2) sebagai sarana ekspresi sekuler serta ritual keagamaan, (3) sebagai aktivitas rekreasi atau hiburan, (4) sebagai ungkapan serta pembebasan psikologis, (5) sebagai refleksi nilai-nilai estetik atau murni sebagai aktivitas estetis, dan (6) sebagai refleksi dari kegiatan ekonomi. Jikalau ditinjau dari teori fungsi tari yang dikemukakan Shay ini, maka tari inai dalam kebudayaan Melayu Serdang adalah sebagai refleksi organisasi sosial Melayu. Tari inai juga berfungsi sebagai ekspresi ritual keagamaan, hiburan, estetik, dan juga ekonomi.
Di sisi lain, dua pakar tari lndonesia yaitu Narawati dan R.M. Soedarsono membedakan fungsi tari menjadi dua, yaitu (1) kategori fungsi tari yang besifat primer, yang dibedakan menjadi tiga, yaitu: (a) fungsi tari sebagai sarana ritual, (b) fungsi tari sebagai ungkapan pribadi, dan (c) fungsi tari sebagai presentasi estetik, dan (2) kategori fungsi tari yang bersifat sekunder, yaitu lebih mengarah pada aspek komersial atau sebagai lapangan mata pencaharian (Narawati dan Soedarsono, 2005: 15-16).
84
Berdasarkan teori fungsi tari dari Narawati dan Soedarsono ini, maka fungsi tari inai, mencakup baik itu fungsi primer dan juga fungsi sekunder. Di dalam kegiatan tari ini terdapat fungsi ritual, ungkapan pribadi, estetik, dan mata pencaharian sekali gus. Fungsi ritualnya adalah menjaga calon mempelai dari gangguan-gangguan jahat baik yang datangnya dari manusia atau juga makhlukmakhluk halus, dalam sistem kosmologi Melayu. Sebagai ungkapan pribadi artinya setiap penari inai memiliki kebebasan dalam mengeksplorasi gerak, di dalam bingkai gerak bakunya. Begitu juga keindahan dalam tarian ini diekspresikan ke dalam gerak-gerak yang distilisasi dari gerak-gerak manusia sehari-hari dan terutama gerakgerak silat sebagai seni bela diri dalam kebudayaan Melayu. Sementara itu, fungsi ekonomi bukan fungsi utama tari inai, namun setiap pertunjukannya maka selalu melibatkan sejumlah honorarium yang diberikan tuan rumah kepada penari dan pemain musik.
6.2 Fungsi Tari Inai Dalam ilmu-ilmu budaya dan sosial, yang dimaksud dengan fungsi adalah sesuatu hal yang menyangkut tujuan pemakaian dalam pandangan luas dan universal. Fungsi berbagai aktivitas yang terinstitusi di dalam masyarakat sebenarnya adalah untuk memenuhi keperluan-keperluan yang dikehendaki di dalam sebuah kebudayaan. Seperti dalam mekanismenya, teori fungsionalisme adalah salah satu teori yang dipergunakan dalam ilmu sosial, yang menekankan pada saling ketergantungan antara institusi-institusi (pranata-pranata) dan kebiasaan-kebiasaan pada masyarakat tertentu (Lorimer et al, 1991).
Pada analisis fungsi ini akan
dijelaskan bagaimana susunan sosial didukung oleh fungsi institusi-institusi seperti : negara, agama, keluarga, aliran, pasar, dan lain-lainnya. 85
Demikian pula tari inai dalam kebudayaan Melayu pada umumnya dan di Batang Kuis secara khusus, memiliki fungsi-fungsi di dalam masyarakatnya. Fungsi kegiatan atau pertunjukan tari inai adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di dalam kehidupan sosial dan budayanya. Kebutuhan masyarakat tersebut dapat dipenuhi oleh praktik tari inai. Misalnya tarian ini memenuhi kebutuhan masyarakat Melayu di Batang Kuis untuk memelihara tradisi dan adat istiadatnya. Lebih jauh dalam upacara perkawinan adat Melayu akan menjadi lengkap dan sempurna jika disertai dengan tarian inai beserta musik pengiring, pantun, seloka, busana adat, bahasa Melayu (Serdang), dan lain-lain. Untuk mengkaji fungsi tari Galombang di dalam kebudayaan masyarakat Melayu Batang Kuis, penulis menggunakan teori fungsi yang berasal dari disiplin etnologi tari. Selanjutnya menyimpulkan bagaimana fungsi tari inai pada masyarakat Melayu Serdang di Batang Kuis. Sedikit berbeda dengan pendekatan yang umum digunakan oleh para calon sarjana Etnomusikologi FIB USU, yang umumnya menggunakan teori fungsi yang dikemukakan Merriam (1964), yang relevan dan lebih sesuai untuk mengkaji fungsi musik, maka dalam skripsi ini, penulis menggunakan teori fungsi yang terutama digunakan dalam disiplin etnologi tari atau etnokoreologi. Adapun fungsi-fungsi tari inai dalam kebudayaan masyarakat Melayu di Kota Medan adalah sebagai berikut.
6.2.1 Fungsi Tari Galombang Menurut Teori Radcliffe-Brown Seorang ahli teori fungsionalisme dalam disiplin antropologi, yaitu RadcliffeBrown mengemukakan bahwa fungsi sangat berkaitan erat dengan struktur sosial masyarakat. Dalam kenyataannya bahwa struktur sosial itu umumnya akan hidup terus, sedangkan individu-individu dapat berganti setiap saat. Dengan demikian, 86
Radcliffe-Brown yang melihat fungsi ini dari sudut sumbangannya dalam suatu masyarakat, mengemukakan bahwa fungsi adalah sumbangan suatu bagian aktivitas kepada keseluruhan aktivitas di dalam sistem sosial masyarakatnya. Tujuan fungsi adalah untuk mencapai tingkat harmoni atau konsistensi internal. Berdasarkan kepada teori fungsi Radcliffe-Brown ini, maka dalam kaitannya dengan tari inai pada upacara perkawinan adat Melayu dalam kebudayaan Minangkabau di Batang Kuis, maka tari ini adalah salah satu aktivitas dari sekian banyak aktivitas etnik Melayu, yang tujuannya adalah untuk mencapai harmoni atau konsistensi internal. Tari inai dan musik iringannya adalah bahagian dari sistem sosial yang bekerja untuk mendukung tegaknya budaya Melayu. Dari sisi pandangan aspek internal, maka tari inai ini didukung oleh aspek tarian yang di dalamnya juga terdiri dari para penari lelaki, busana, aksesoris, tata rias wajah, gerak-gerak dengan ragam dan polanya, pola lantai, makna gerak, dan seterusnya. Tarian inai juga didukung oleh aktivitas musik, yang terdiri dari pemain musik pembawa melodi dan pembawa ritme. Pemusik yang membawa melodi adalah pemain akordion dan biola. Sementara pembawa ritme adalah pemain gendang ronggeng. Mereka menggunakan melodi dan ritme (rentak) yang disebut patampatam. Antara tari dan musik terjadi integrasi pertunjukan yang kuat. Setelah itu diperhatikan dari sudut eksternal, maka tari inai
dan musik
iringannya adalah berfungsi untuk memenuhi institusi sosial lainnya yaitu perkawinan adat. Tari dan musik inai ini menjadi bahagian penting dalam tatanan upacara perkawinan adat Melayu, yang terdiri dari berbagai tahapan. Sementara perkawinan ini sendiri adalah institusi yang bertujuan atau berfungsi utama untuk melanjutkan generasi manusia Melayu.
87
Selain itu, dalam konteks yang lebih luas lagi, tari inai dan musik iringannya adalah bagian dari kebudayaan Melayu, yang mendasarkan kebijakannya dalam adat. Seperti diketahui bahwa adat Melayu adalah berdasar kepada konsep adat bersendikan syarak, dan syarak bersendikan kitabullah. Artinya bahwa kebudayaan Melayu beradasarkan adat, dan dasar kebudayaan ini adalah wahyu Allah berupa ajaran-ajaran agama Islam. Dengan demikian, konsep, kegiatan, dan artefak tari inai, adalah bahagian dari adat dan kebudayaan Melayu secara umum. Berdasarkan teori fungsi yang ditawarkan Radcliffe-Brown, demikianlah yang dapat penulis uraikan untuk terapannya dalam mengkaji fungsi tari inai dalam konteks adat perkawinan dalam kebudayaan Melayu di Batang Kuis.
6.2.2 Fungsi Tari Inai Berdasarkan Teori Kurath Gertrude Prokosch Kurath yang mengemukakan adanya 14 fungsi tari dalam masyarakat, yaitu (1) sebagai media inisiasi (upacara pendewasaan), (2) sebagai media percintaan, (3) sebagai media persahabatan atau kontak sesial, (4) sarana untuk perkawinan atau pernikahan, (5) sebagai pekerjaan atau matapencaharian, (6) sebagai media untuk sarana kesuburan atas pcrtanian, (7) sebagai sarana untuk perbintangan, (8) sebagai sarana untuk ritual perburuan, (9) sebagai imitasi satwa, (10) sebagai imitasi peperangaa, (11) sebagai sarana pengobatan, (12) sebagai ritual kematian, (13) sebagai bentuk media untuk pemanggilan roh, dan (14) sebagai komedian (lawak). Dari empat belas fungsi yang dikemukakan oleh Kurath seperti di atas tersebut, maka salah satu fungsi tari iani yang paling utama adalah fungsinya sebagai sarana untuk perkawinan atau pernikahan. Tarian ini dipertunjukkan saat sub bahagian upacara pernikahan yang disebut dengan malam berinai. 88
Banyak tarian di dunia ini yang selalu berkait erat fungsinya dengan pernikahan atau pesta kawin. Dalam kebudayaan Melayu misalnya, tarian zapin atau tarian Rinjis-rinjis selalu dihubungkan dengan perkawinan. Demikian pula tari inai dalam kebudayaan Melayu adalah berkait erat dengan upacara pernikahan terutama di saat malam berinai. Dengan demikian sesuai dengan pendapat Kurath tersebut, tari inai berfungsi untuk sarana perkawinan atau pernikahan.
6.2.3 Fungsi Tari Galombang Berdasarkan Teori Shay Anthony V. Shay dalam disertasinya yang berjudul The Function of Dance in Human Society, membagi tari dalam 6 fungsi, yaitu (1) sebagai refleksi dari organisasi sosial, (2) sebagai sarana ekspresi sekuler serta ritual keagamaan, (3) sebagai aktivitas rekreasi atau hiburan, (4) sebagai ungkapan serta pembebasan psikologis, (5) sebagai refleksi nilai-nilai estetik atau murni sebagai aktivitas estetis, dan (6) sebagai refleksi dari kegiatan ekonomi. Jika ditinjau dari teori fungsi tari yang dikemukakan Shay ini, maka tari inai dalam kebudayaan Melayu adalah sebagai refleksi organisasi sosial Melayu. Juga berfungsi sebagai ekspresi ritual keagamaan, hiburan, estetik, dan juga ekonomi. Dalam hal tari inai sebagai refleksi organisasi sosial Melayu, dapat dilihat dari tari ini yang merupakan bahagian dari rangkaian upacara perkawinan yang diadakan di rumah calon mempelai wanita. Saat ini yang terlibat adalah calon mempelai wanita dan keluarga-keluarga besarnya. Pihak wanita ini adalah sebagai bahagian dari struktur sosial masyarakat Melayu yang nantinya di acara pernikahan akan melibatkan pihak calon mempelai pria dan keluarganya pula. Di dalam upacara yang menggunakan tari inai ini akan melibatkan semua anggota keluarga calon mempelai wanita. 89
Fungsi tari inai sebagai ekspresi ritual keagamaan, jelas tergambar dari doadoa yang disajikan sebelum dilakukannya upacara inai, yaitu doa menurut ajaran Islam. Begitu juga tari inai yang berfungsi untuk menjaga keselamatan calon mempelai dari gangguan-gangguan orang lain atau makhluk gaib, adalah ekspresi dari ritual keagamaan. Di dalam ajaran Islam memang diakui keberadaan makhluk tersebut. Namun manusia adalah makhluk yang paling sempurna di hadapan Tuhan. Begitu juga tari inai memiliki fungsi sebagai hiburan. Dalam hal ini, tari inai dapat memberikan hiburan kepada para penonton, tuan rumah, dan tetamu yang terlibat dalam upacara inai tersebut. Orang-orang Melayu pastilah terhibur dengan adanya pertunjukan tari inai ini. Selain itu dalam hiburan tersebut tercermin nilainilai budaya, seperti kebersamaan, kearifan lokal, keberanian, kekuatan fisik dan spiritual, dan lain-lain. Tari inai juga memiliki fungsi sebagai ekspresi estetik. Artinya di dalam kegiatan pertunjukannya, terdapat nilai-nilai keindahan yang dipancarkan. Di antara keindahan itu adalah pada sisi visual seperti busana, warna, asesori tari, musik pengiring, pemusik, dan lain-lainnya. Lebih jauh lagi, fungsi estetik dalam tarian ini adalah mencakup gerak-gerik tari, pola lantai, siklus gerak, imitasi gerak, stilisasi gaya tarian, dan lain-lainnya. Jadi jelaslah bahwa tari inai juga berfungsi sebagai ekspresi estetika. Walau bukan sebagai fungsi utama, dalam kegiatan tari inai juga terkandung fungsi ekonomis. Artinya ialah bahwa tari inai ini akan memberikan dampak ekonomis terhadap para senimannya, yaitu penari, pemusik, atau pemimpin seni pertunjukan, dan semua yang terlibat dalaam oraganisasi pertunjukan tari inai. Sedikit dan banyaknya, para seniman tari inai pastilah mengharapkan juga sejumlah
90
honorarium sebagai balasa jasa atas pertunjukan yang mereka lakukan dalam setiap upacara berinai dalam konteks perkawinan pada adat Melayu di Batang Kuis ini.
6.2.4 FungsiTari Galombang Berdasarkan Teori Narawati dan Soedarsono Dua pakar tari lndonesia yaitu Narawati dan R.M. Soedarsono membedakan fungsi tari menjadi dua, yaitu (1) kategori fungsi tari yang besifat primer, yang dibedakan menjadi tiga, yaitu: (a) fungsi tari sebagai sarana ritual, (b) fungsi tari sebagai ungkapan pribadi, dan (c) fungsi tari sebagai presentasi estetik, dan (2) kategori fungsi tari yang bersifat sekunder, yaitu lebih mengarah pada aspek komersial atau sebagai lapangan mata pencaharian (Narawati dan Soedarsoso, 2005: 15-16). Berdasarkan kepada teori fungsi tari dari Narawati dan Soedarsono ini, maka fungsi tari inai dalam kebudayaan Melayu di Batang Kuis, mencakup baik itu fungsi primer dan juga fungsi sekunder. Di dalam kegiatan tari ini terdapat fungsi ritual, ungkapan pribadi, estetik, dan mata pencaharian. Pada aktivitas tari inai, maka fungsi tari ini jelas sebagai sarana ritual, yang menjadi baagian penting dan diutamakan dalam setiap upacara memeriahkan perkawinan dalam kebudayaan Melayu.
Tarian ini menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari serangkaian upacara adat perkawinan Melayu. Di sisi lain, dalam menarikan tarian ini setiap individu penari diperkenankan membuat gerakan-gerakan yang merupakan kreativitas pribadinya sekaligus sebagai ungkapan dirinya dalam seni.
Pada bahagian lain di dalam tarian ini juga terkandung fungsi presentasi
estetik, artinya melalui tarian ini, setiap penari mengekspresikan keindahan gerakangerakan tari yang dipandang estetik menurut tata estetik Melayu. Namun demikian, tari ini memiliki fungsi sekundernya yaitu sebagai sarana ekonomis
atau
mata
pencaharian.
Disadari 91
atau
tidak
oleh
masyarakat
pendukungnya, walaupun bukan fungsi utama di dalam setiap kegiatan tari inai terdapat fungsi ekonomis, setiap penari atau pemusiknya mengharapkan imbalan ekonomis, biasanya berupa uang. Menurut pengamatan yang penulis lakukan selama ini, seorang penari dalam rangka menari tari inai tetap mengharapkan rezeki dari jasa ia menari di dalam sebuah pesta perkawinan. Oleh karena itu, fungsi tari inai dalam kebudayaan masyarakat Melayu memang kompleks juga.
Ini dapat dikaji secara mendalam
melalui kaitan tari ini dengan berbagai konteks sosial dan budaya, seperti, religi, ekonomi, estetik, hiburan, sistem sosial, dan lain-lain.
92
BAB VII PENUTUP
7.1
Kesimpulan Berdasarkan pada penjelasan dari bab-bab di atas, penulis menyimpulkan
pembahasan dari hasil penelitian yang penulis lakukan. Kesimpulan ini adalah jawaban dari tiga pokok permasalah yang telah ditetapkan pada Bab I. Adapun pokok masalah tersebut adalah: (a) deskripsi gerak tari inai, (b) struktur musik iringan, dan (c) fungsi tari inai. (a)
Gerakan tari inai berupa gerakan silat dan menggunakan istilah-
istilah gerak tertentu yang perubahan dan terdapat gerakan-gerakan variatif sesuai ide si penari. Jumlah penari pada tari inai harus genap atau berpasangan misalnya 2 penari, 4 penari, maupun 6 penari yang menggunakan properti rumah inai. Atraksi Putar Piring (dalam posisi berguling) merupakan atraksi ini penari melakukan atraksi putar piring dalam posisi berguling. Penari melakukan proses duduk, atraksi ini juga adalah atraksi yang sangat unik dan selalu digemari oleh penonton karena atraksi ini juga mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi. Penari juga
harus memperhatikan bagian tubuhnya, jika tidak memperhatikan
kemungkinan akan mengakibatkan terbakarnya baju dari penari tersebut. (b)
Struktur musik iringan tari inai ini adalah sebagai berikut. Tari inai
diiringi oleh satu ensambel musik yang terdiri dari: satu biola, satu akordion, dan satu buah gendang ronggeng Melayu. Biola dan akordion membawakan melodis yang
terjalin
secara
heterofonis.
Sementara
gendang
ronggeng
adalah
membawakan irama atau rentak di dalam budaya musik Melayu. Melodi dan rentak musik iringan untuk tari inai disebut dengan patam-patam. Iringan musik 93
dalam tari Inai sangatlah penting, karena pada dasarnya tari ini mengikuti musik. Dimana sebagai pembentuk suasana dan juga untuk memperjelas tekanan-tekanan gerak, sehingga tari dapat dinikmati secara keseluruhan dengan baik. (c)
Kemudian fungsi tari inai dapat disimpulkan sebagai berikut. Tari
inai adalah salah satu jenis tarian masyarakat Melayu yang sudah lama dikenal dan disajikan pada saat kegiatan upacara malam berinai sebagai kegiatan khas masyarakat Melayu. Fungsi utamanya adalah sebagai eksp[resi ritual dalam sistem kosmologi Melayu, yaitu menjaga calon pengantin dari gangguan-gangguan manusia atau makhluk gaib. Namun dalam aktivitasnya disertai fungsi-fungsi lain seperti estetika, ekonomi, hiburan, dan lain-lain. Kini penyajian tari inai sudah jarang ditemui karena faktor waktu dan dana,biasanya yang melakukan upacara malam berinai sekaligus tari inai adalah masyarakat yang ekonominya relatif baik. Kedudukan tari inai ini dalam setiap upacara mengalami pergeseran dari zaman dulu, yang dimana saat dulu tari ini penting digunakan dalam upacara perkawinan masyarakat Melayu khususnya malam berinai, namun dalam penerapan di masa sekarang adalah sebagai salah satu pelengkap upacara perkawinan. Jika tari ini tidak ditampilkan, upacara akan tetap terlaksana. Namun terasa kurang lengkap jika kesenian tradisional ini tidak ditampilkan. Berfungsi sebagai tanda berkumpulnya keluarga dan kerabat calon pengantin perempuan dan memakai kan inai pada jari tangan atau jari kaki si calon pengantin. Dalam konteks kegiatan tari Inai, ada hubungan antara tari, musik iringan, dan fungsi tari di dalam masyarakat Melayu di Batang Kuis. Hubungan itu berupa hubungan pertunjukan, yang memiliki bentuk dan siklusnya tersendiri dalam dimensi waktu dan ruang. 94
7.2
Saran Tari Inai sebagai salah satu kesenian tradisional masyarakat Melayu yang
kinisudah jarang dijumpai dan kesenian ini semakin berkembang dengan adanya kreatifitas-kreatifitas sanggar yang berkembang di Batang Kuis, yang tentu saja akan mendapat pengaruh dari kesenian yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, sebagai upaya pelestariannya diperlukan wadah seperti sanggar-sanggar Melayu dan memiliki kesadaran untuk menjaga kesenian tradisional ini. Generasi muda diharapkan untuk berperan aktif dalam menjaga kelangsungan kesenian daerahnya.
Ini dapat dilakukan dengan melakukan sosialisasi melalui
pertunjukan kesenian tradisi yang sering diadakan untuk membiasakan mereka mengenalnya. Rasa kesadaran dan cinta akan kesenian tradisional merupakan kunci permasalahannya. Penulis juga menyadari bahwa penelitian yang baru merupakan tahap awal ini masih banyak memiliki kekurangan dan perlu mendapatkan penyempurnaan.
Penelitian ini hanyalah sebahagian kecil permasalahan yang
terkandung di dalamnya. Oleh karena itu penulis menyarankan dan mengharapkan kepada siapa saja yang berminat untuk melanjutkan penelitian ini untuk lebih mendalam lagi, sehingga dapat bermanfaat bagi pengembangan Etnomusikologi dan sebagai dokumentasi data mengenai kebudayaan musical yang berkaitan dengan Melayu. Akhir kata penulis mengharapkan semoga tulisan ini dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap apresiasi budaya dan pengetahuan terhadap ilmu pengetahuan secara umum dan bidang Etnomusikologi secara khusus.
95
DAFTAR PUSTAKA Asmita, Linda, 1994. Studi Deskriptif Musik Inai dalam Konteks Upacara Perkawinan Melayu di Desa Batang Kuis dan Desa Nagur, Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Deli Serdang. Skripsi Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, medan. Blacking, John. 1974. How Musical is Man? Seattle: University of Washington Press. Effendy, Tenas, 2004. Tunjuk Ajar Melayu: Butir-butir Budaya Melayu Riau. Yogyakarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu dan Penerbit Adicita. Husni, Tengku Lah, 1986. Butir-butir Adat Budaya Melayu Pesisir Sumatera Timur. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. -------------------------, 1975. Lintasan Sejarah Peradaban dan Budaya Penduduk Pesisir Sumatera Timur 1612-1950. Medan: B.P. Lah Husni. -------------------------, 1985. “Keserasian Sosial dalam Kearifan Tradisional Masyarakat Melayu.” Makalah Seminar Keserasian Sosial dalam Masyarakat Majemuk di Perkotaan, di Medan. Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta : PT.Rineka Cipta. Djelantik. 1990. Estetika, Sebuah Pengantar. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Malinowski. 1944. A Scientific Theory Culture and Other Essays. Malm,William P., 1977. Music Cultures of the Pacific, Near East, and Asia. New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs; serta terJemahannya dalam bahasa Indonesia, William P. Malm, 1993, Kebudayaan Musik Pasiflk, Timur Tengah, dan Asia, dialihbahasakan oleh Muhammad Takari, Medan: Universitas Sumatera Utara Press. Merriam, Alan P., 1964. The Anthropology of University.
Music. Chicago Nortwestern
Nettl, Bruno, 1973. Folk and Traditional of Western Continents, Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall. ---------------, 1992. “Ethnomusicology: Some Definitions, Problems and Directions.” Music in Many Cultures: An Introduction. Elizabeth May (ed.). California: University California Press. Poerwadarminta, W.J.S., 1966. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Suharto (1996). Kamus Bahasa Indonesia Terbaru. Surabaya: Penerbit Indah.
96
Nettl, Bruno. 1964. Theory and Method in Ethnomusicology. New York : The Pree Prees. Sachs, Curt. 1993. World History of The Dance. New York: The Norton Library. Sheppard, Mubin, 1972. Taman Indera: Malay Decorative Arts and Pastimes. London: Oxford University Press. Sinar, Tengku Luckman, 1985. "Keserasian Sosial dalam Kearifan Tradisional Masyarakat Melayu." Makalah Seminar Keserasian Sosial dalam Masyarakat Majemuk di Perkotaan, Medan. Soedarsono, 1995. “Pendidikan Seni dalam Kaitannya dengan Kepariwisataan."" Makalah Seminar dalam Rangka Penringatan Hari Jadi Jurusan pendidikan Sendratasik ke-10 FPBS IKIP Yogyakarta, 12 Pebruari 1995)." Soedarsono, 1972. Jawa dan Bali: Dua Pusat Perkembangan Drama Tari Tradisional di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Soedarsono, 1974. Dances in Indonesia. Jakarta: Gunung Agung. Wimbrayardi. 1989. Analisis Ritem Musik Adok Pengiring Tari Bentan. Medan, Skripsi Sarjana Sastra USU.
97
DAFTAR INFORMAN
Nama
: Linda Asmita, S.Sn.
Usia
: 49 Tahun
Pekerjaan
: Seniman Tari Inai, dan menulis skripsi tentang inai di Batang Kuis, juga sebagai guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) di SMP Negeri Sampali.
Alamat
: Batang Kuis, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang
Nama
: Bahriun Syam
Usia
: 42 Tahun
Pekerjaan
: Seniman Seni Tari, tamatan Sekolah Menegah Karawitan Indonesia (SMKI) Patria Tanjung Morawa tahun 1989. Juga sebagai pengelola Sanggar Pusaka Serumpun Pantai Labu. Pernah menjadi penari di Sanggar Sri Indra Ratu Kesultanan Deli di era 1990-an.
Alamat
: Dusun II Desa Binjai Bakung, Kecamatan pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang
Nama
: Syafdina
Usia
: 33 Tahun
Pekerjaan
: Seniman Melayu, khususnya sebagai penyanyi lagu-lagu tradisi Melayu Sumatera Timur.
98