TAREKAT SYÂDZILIYAH DAN HIZBNYA
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Filsafat Islam (S.Fil.I)
Disusun Oleh: Sa’adatul Jannah NIM:107033101689
JURUSAN AQIDAH DAN FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, penulis menghaturkan segala puji yang tidak terhingga kepada Allah SWT. Karena Dialah satu-satunya yang memiliki segala kebesaran dan keagungan. Ditangan-Nyalah bermula segala masalah dan ditangan-Nyalah terselesaikan segala masalah. Dia juga yang menciptakan kesedihan dikala manusia sedang bergembira dan menciptakan kegembiraan disaat manusia sedang berputus asa. Dia juga yang menyembuhkan penyakit manusia ketika mereka sudah tidak mempunyai harapan untuk kesembuhannya dan Dia pulalah yang memberikan rasa sakit kepada manusia ketika mereka dalam keadaan menyombongkan kesehatan dirinya. Dialah yang membuat kesulitan ketika manusia merasa sombong atas kemampuannya dan dia pulalah yang menjadikan kemudahan ketika manusia berpasrah diri kepada-Nya. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. juga keluarga serta sahabat-sahabat sekalian. Beliaulah utusan Allah yang telah merubah kebatilan menuju keimanan serta membawa umat manusia dari tempat yang gelap gulita ke tempat yang terang benderang. Setelah sekian lama bertahan antara harap dan cemas, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih atas segala bantuan, dorongan dan sumbangan baik moril maupun materil.
i
Pertama-tama penulis haturkan terimakasih kepada Keluarga saya. Ayahanda Supangat dan ibunda Choiriah yang dengan penuh kasih sayang, keikhlasan dan tidak henti-hentinya memanjatkan doa, memberikan dorongan dan memenuhi kebutuhan materil selama penulis menjalankan perkuliahan. Buat kakanda Chafid Syahbi yang selalu setia menemani saya dan adik saya M. Hasan Tamami yang selalu mendo’akan dan menasihati saya. Terima kasih kepada K.H. Habib Makky dan Ibu Nyai, selaku pimpinan Pondok Pesantren al-Amien Mersi Purwokerto Wetan yang telah memberikan waktu untuk memberi arahan dan informasi atas penelitian yang penulis lakukan. Tak lupa pula penulis haturkan terima kasih kepada bapak Anas penganut dari Tarekat syadziliyah yang telah merekomendasikan dan yang telah menemani dan memberi informasi. Terima kasih kepada Prof. Dr. Abdul Aziz Dahlan. MA, selaku pembimbing yang sangat sabar memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini, Dekan Fakultas Ushuluddin Prof. Dr. Zainun Kamal. MA, Ketua Jurusan Akidah Filsafat Drs. Agus Darmaji. M.Fils, Sekretaris Jurusan Akidah Filsafat Dra. Tien Rohmatin, MA. Terima kasih kepada segenap civitas akademik Fakultas Ushuluddin yang telah membantu kelancaran administrasi. Kepada pimpinan dan staf perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
ii
Selanjutnya, terimakasih kepada kawan-kawan seperjuangan, mba saya Uyun yang sudah meninggalkan saya wisuda duluan, Ayu yang semangat ya kuliahnya, Ipeh yang selalu senang mendengar cerita-cerita saya, Nanang, Amar, Faiz, Makin, Anwar, Muis, Riza, Rian, Acan, Verli, Diki, Hambali, Khadoet, Deul, Gangsar, Hamzah dan Tanti. Tak lupa penulis ucapkan salam kepada senior-senior Ushuluddin. Terima kasih kepada semua seluruh pihak yang telah membantu penulis, namun tidak sempat di sebutkan satu persatu namanya. Semoga Allah SWT. membalas dengan kebaikan kalian. Akhirnya, penulis menyelesaikan skripsi ini, semoga bermanfaat dunia akhirat.
Jakarta, 9 Oktober 2011
iii
TRANSLITERASI
Dalam skripsi ini, sebagian data berbahasa Arab ditransliterasikan ke dalam huruf latin, transliterasi dan cara penulisan yang penulis gunakan dalam skripsi ini berdasarkan pada pedoman Penulisan Karya Ilmiah ( Skripsi, Tesis, dan disertasi) “ yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Develoment and Assurance ) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007. Padanan Aksara Berikut ini adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin: Huruf Arab ا ب ت ث ج ح خ د ذ ر ز س ش ص ض ط ظ ع غ ف ق ك ل م ن و ء ي
Huruf Latin B T Ts J H Kh D Dz R Z S Sy S D T Z ‘ Gh F Q K L M N W H ‘ Y
iv
Keterangan tidak dilambangkan Be Te te dan es Je h dengan garis bawah ka dan ha De de dan zet Er Zet Es es dan ye Es dengan garis di bawah De dengan garis di bawah Te dengan garis di bawah zet dengan garis di bawah koma terbalik di atas hadap kanan ge dan ha Ef Ki Ka El Em En We Ha Aspostrof Ye
Vokal Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut: Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin a i u
Keterangan Fathah Kasrah Dammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut: Tanda Vokal Arab ي
Tanda Vokal Latin ai au
Keterangan a dan i a dan u
Vokal Panjang Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab di lambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu: Tanda Vokal Arab
و
Tanda Vokal Latin â î û
Keterangan a dengan topi di atas i dengan topi di atas u dengan topi di atas
Kata sandang Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu الdi alih aksarakan menjadi huruf/l/ baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwan bukan addîwân.
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…….…………………………………………………..... i TRANSLITERASI……….…………………………………………………….. iv DAFTAR ISI……………….………………………………………………….... vi BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah…….…………….……………………... 1 B. Tinjauan Pustaka ...............................…………............................ 6 C. Pembatasan dan Perumusan Masalah…..………………………... 8 D. Tujuan Penelitian……………………….………………………... 8 E. Metode Penelitian……………………….……………………….. 9 F. Sistematika Penulisan……………………..……………………... 9 BAB II : ABÛ HASAN AL-SYÂDZILÎ DAN TAREKAT SYÂDZILIYAH A. Biografi Abû Hasan Al-Syâdzilî……………………………….. 11 1. Latar belakang dan Pendidikan Abû Hasan Al-Syâdzilî…..… 11 2. Karya-karya Abû Hasan Al-Syâdzilî........................................ 14 3. Kepribadian Abû Hasan Al-Syâdzilî………………………… 15 4. Pemikiran Abû Hasan Al-Syâdzilî…………………………... 17 B. Tarekat Syâdziliyah dan Keberadaannya…………………......... 18 C. Pengikut Tarekat Syâdziliyah…………………………………... 23 BAB III : HIZB TAREKAT SYÂDZILIYAH A. Pengertian Hizb………………………………………………… 28 B. Hizb-Hizb Tarekat Syâdziliyah ……………………..…………. 29
vi
C. Pengaruh Hizb bagi yang Mengamalkannya …………………... 68 BAB IV : PENUTUP A. Kesimpulan…………………………………………….............. 75 B. Saran-Saran…………………………………………………….. 77
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 78 LAMPIRAN…………………………………………………………………... 81
vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Tarekat adalah sebuah kata yang berasal dari kata thariqah yang berarti jalan. Kata al-thariqah dapat dijumpai pada al-Qur‟an surah al-Jin ayat 16:
“Dan seandainya mereka menempuh jalan lurus mengikuti jalan itu, niscaya Aku akan memberi mereka minum dengan air yang paling segar.” Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Nabi saw. menyuruh umatnya untuk mengikuti sunnah beliau dan sunnah para sahabatnya. Sunnah juga berarti jalan, seperti halnya thariqah yang berarti jalan. Kendati sama-sama bermakna jalan, istilah tarekat dapat diterapkan pada berbagai kelompok orang yang mengikuti mazhab pemikiran yang dikembangkan oleh seorang alim atau Syaikh tertentu,1 sedangkan istilah sunnah tidak demikian halnya. Pada abad ketujuh Hijriyah di dunia Islam, baik di kawasan sebelah Timur maupun Barat, tumbuh berbagai tarekat sufi yang bergerak secara aktif. Di dunia Islam belahan Barat muncul Tarekat Syâdziliyah yang kemudian berkembang ke Mesir dan negeri-negeri dunia Islam belahan Timur dan terus menyebar ke
1
Syekh Muhammad Hisyam Kabbani, Tasawuf dan Ihsan: Antivirus Kebatilan dan Kezaliman. Penerjemah Zainul Am (Jakarta: SERAMBI, 1998), h.16.
1
2
berbagai kawasan Islam hingga saat ini.2 Tarekat Syâdziliyah adalah salah satu tarekat yang diakui kebenarannya (al-mu‟tabarah). Tarekat Syâdziliyah dinisbatkan kepada Abû Hasan al-Syâdzilî (w. 656 H/1258 M) sebagai pendirinya, Tarekat ini cukup dikenal dengan hizbnya.3 Ia adalah salah satu tokoh sufi yang menempuh jalur tasawuf searah dengan alGhazâlî, yakni pelaksanaan tasawuf yang tetap memegang teguh syariat yang berlandaskan al-Qur‟an dan as-Sunnah, mengarah pada asketisme, pelurusan dan penyucian jiwa (tazkiyah al-nafs) dan pembinaan moral (akhlaq). Tarekat ini dinilai oleh kebanyakan kalangan bersifat moderat dan menawarkan konsep zuhud (al-zuhd) yang lebih moderat.4 Al-Syâdzilî
tidak
menganjurkan
pada
murid-muridnya
untuk
meninggalkan profesi dunia mereka. Mereka tidak harus hidup menyendiri dan bahkan dianjurkan untuk merealisasikan ajaran tarekat dalam masyarakat di tengah-tengah kesibukan mereka. Bertarekat itu tidak berarti menghalangi upayaupaya modernisasi. Konon, tarekat ini banyak digemari oleh kalangan usahawanusahawan berduit dan berdasi, yang merasa pas dengan ajarannya dan tertarik menjadi pengikut Tarekat Syâdziliyah. Al-Syâdzilî
senantiasa
mengajarkan
kepada
pengikutnya
agar
menggunakan nikmat Allah secukupnya baik dalam hal pakaian, makanan, kendaraan, yang layak dalam kehidupan yang sederhana. Hal demikian akan menumbuhkan rasa syukur kepada Allah SWT dan mengenal rahmat Ilahi. 2
Abu al-Wafa al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman. Penerjemah Ahmad Rofi‟ „Utsmani (Bandung: Pustaka, 1997), h. 238. 3 Sri Mulyati dan Wiwi Siti Sajaroh, Laporan Penelitian Kolektif: Tasawuf Pasca Ibn Arabi (Jakarta: Fakultas Ushuluddin UIN, 2006), h 1. 4 Sri dan Wiwi, Laporan Penelitian Kolektif, h. 22.
3
Meninggalkan dunia yang berlebihan akan menimbulkan hilangnya rasa syukur dan berlebih-lebihan memanfaatkan dunia akan membawa kepada kezhaliman. Manusia sebaiknya menggunakan nikmat Allah SWT, sebaik-baiknya sesuai petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Al-Syâdzilî berusaha merespon apa yang sedang mengancam kehidupan umat Islam saat itu, seperti apa yang dirisaukan oleh para modernis-rasionalis sekarang. Dia berusaha menjembatani antara kekeringan spiritual yang dialami oleh banyak orang yang hanya sibuk dengan urusan duniawi, dengan sikap pasif yang banyak dialami para sâlik. Dia menawarkan tasawuf yang ideal dalam arti bahwa di samping berupaya mencapai makrifat, juga harus beraktivitas dalam realitas sosial di „bumi‟ ini. Seperti yang dikatakan al-Syâdzilî bahwa seorang sufi tidak hanya beribadah tetapi juga harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup jasmaniahnya.5 Di samping itu tarekat ini mempunyai lima prinsip dasar yang harus menjadi ciri sikap dan tingkah laku setiap pengikutnya. Lima prinsip ini, yakni: (1) bertaqwa kepada Allah, baik dalam keadaan sunyi maupun dalam keadaan ramai. (2) mengikuti sunnah Rasulullah (3) berkhalwat (4) ridha kepada Allah (5) senantiasa mengingat Allah baik dalam keadaan lapang maupun sulit.6 Ajaran al-Syâdzilî ini kemudian diteruskan oleh muridnya Abû Άbbâs alMursî (w. 686 H.), kemudian diteruskan oleh Ibn Athâillâh al-Iskandari (w. 709 H.). Mereka ini dalam perkembangannya dipandang sebagai pioner Tarekat 5
Ardani, “Tarekat Syadziliyah terkenal dengan Variasi Hizb-nya,” dalam Sri Mulyati, ed., Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2005), h. 73-75. 6 Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Tasawuf (T.tp.: AMZAH, 2005), h. 219.
4
Syâdziliyah, sehingga berkembang pesat di beberapa wilayah seperti Tunisia, Mesir, Aljazair, Sudan, Syria dan Indonesia khususnya di Jawa.7 Tarekat Syâdziliyah memulai keberadaannya di bawah salah satu dinasti al-Muwahhidûn, yakni Hafsiyyah di Tunisia. Tarekat ini kemudian berkembang dan tumbuh subur di Mesir dan Timur Dekat di bawah kekuasaan dinasti Mamluk. Al-Syâdzilî tidak meninggalkan karya berupa buku maupun risalah tasawuf, tetapi menyusun rangkaian doa yang berasal dari pengalaman mistis (hizb) yang memuat formula ayat al-Qur‟an dan juga inspirasi khas tasawuf. Kumpulan doa ini dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru Dunia Islam. Rangkaian doa ini memiliki nama yang diberikan olehnya sendiri (Abû Hasan AlSyâdzilî) ataupun oleh orang lain, seperti hizb al-bahr, hizb al-nashr, hizb al-barr atau al-kabir dan lain-lain. Saat ini dapat dijumpai bahwa di banyak pesantren di Indonesia diajarkan hizb al-Syâdzilî itu. Dikatakan bahwa doa-doa tersebut sangat makbul dan Syaikh Abû Hasan al-Syâdzilî mengakui bahwa dirinya menerima langsung dari lisan Nabi dalam penglihatan spiritual.8 Menurut Tarekat Syâdziliyah, daya spiritual hizb itu bukan datang dari jin, tetapi murni dari Allah. Apabila terjadi kasus seseorang yang mengamalkan hizb ini, ternyata jin yang turut campur, maka yang perlu diluruskan adalah niat seseorang mengamalkan hizb tersebut. Amal sebaik apapun jika niat dalam hatinya jahat maka niat jahatnya itulah yang akan menjadi kenyataan dan hasilnya
7
Hasan Muarif Ambari, et.al., Ensiklopedi Islam (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), h. 193. 8 Victor Danner, “Tarekat Syadziliyah dan Tasawuf di Afrika Utara,” dalam Sayyed Hossein Nasr, ed., Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam: Manifestasi. Penerjemah Tim Mizan (Bandung: Mizan, 2003), h. 38.
5
hanya akan berhenti pada niatnya itu, yang biasanya tidak ikhlas karena Allah. Karena itulah, jika seseorang akan memasuki suatu tarekat, yang paling penting adalah menata dan meluruskan niat dalam hatinya semata-mata hanya karena Allah. Hizb inilah ciri utama Tarekat Syâdziliyah yang dapat dirasakan hingga saat ini dan terutama hizb al-bahr yang dikenal sangat memberi pengaruh yang kuat bagi pengamalnya. Hizb yang diajarkan Tarekat Syâdziliyah jumlahnya cukup banyak dan setiap murid tidak menerima hizb yang sama karena disesuaikan dengan situasi dan kondisi ruhaniah murid sendiri dan kebijaksanaan mursyid. Hizb-hizb tersebut tidak boleh diamalkan oleh semua orang, kecuali telah mendapat izin atau ijazah dari mursyid atau seseorang murid yang ditunjuk mursyid untuk mengijazahkannya.9 Penulis sangat tertarik terhadap Tarekat Syâdziliyah karena banyaknya penganut atau pengikut dari Tarekat Syâdziliyah. Dalam penulisan ini, penulis ingin membahas tentang tokoh Tarekat Syâdziliyah dan ajarannya mengenai hizbnya. Meskipun sudah ada yang membahas tentang Tarekat Syâdziliyah, namun menurut penulis pembahasannya lebih kepada seputar perkembangan sosio kultural para pengikut Tarekat Syâdziliyah, terutama dalam aspek perkembangan, dan ajarannya. Walaupun dalam ajarannya sudah diteliti, tetapi tidak secara terperinci dalam membahas ajaran hizb Tarekat Syâdziliyah. Oleh karena itu dalam skripsi ini penulis lebih menitik beratkan pada aspek Tarekat Syâdziliyah dan hizbnya. Inilah inti dari permasalahan yang akan dibahas. Hal ini sangat 9
Heri MS Faridy, dkk., ed., Ensiklopedi Tasawuf, jilid III (Bandung: Angkasa, 2008), h.
1153.
6
menarik untuk dikaji dan dipahami lebih dalam. Karena itu, penulis ingin membahas hal ini lewat sebuah tulisan ilmiah yang berjudul “Tarekat Syâdziliyah dan Hizbnya ”.
B. Tinjauan Pustaka Berdasarkan hasil tinjauan penulis terhadap pustaka yang ada terdapat beberapa karya tulis dalam bentuk buku, skripsi, tesis yang pernah penulis baca, berkaitan dengan pembahasan skripsi ini: Pertama, Imam Ali Abil Hasan Asy-Syadzili: Kepribadian dan Pemikiran karya Miftahussurur Anwar dan Muhdhor Ahmad Assegaf. Buku ini selain menguraikan tentang kepribadian dan pemikiran Abû Hasan al-Syâdzilî, juga membahas hizb-hizb Abû Hasan al-Syâdzilî beserta terjemahan hizb-hizb, tetapi tidak semua hizb-hizb Abû Hasan al-Syâdzilî dibahas di dalam buku ini. Dikatakan oleh Abû Hasan al-Syâdzilî: “Barangsiapa yang membaca hizb ini, maka dia akan memperoleh segala apa yang telah kami peroleh dan terhindar dari bahaya yang Allah hindarkan dari kami”. Kedua, kitab Dalâil al-Khairât má a al-Ahzâb yang di karang oleh Abi ́Abdillah Muhammad ibn Sulaiman al-Jazulî. Kitab itu berisi petunjuk tentang bacaan shalawat atas Nabi Muhammad saw. beserta bacaan hizb yang diajarkan oleh pendahulunya, Abû Hasan al-Syâdzilî. Hizb yang terkenal adalah hizb yang di susun oleh Abû Hasan al-Syâdzilî, pendiri Tarekat Syâdziliyah, antara lain hizb al-bahr, hizb al-barr (al-kabir) dan hizb al-nashr.
7
Ketiga, “Sejarah Perkembangan dan Peranan Tarekat Syadziliyah di Kabupaten Bekasi”, skripsi yang ditulis oleh Muhammad Juni, menginformasikan bahwa perkembangan Tarekat Syâdziliyah di Kabupaten Bekasi sangat pesat sejak periode KH. Mahfudz Syafi‟i (1993-2003) sampai sekarang, yang mempunyai bai‟at mutlaq dari KH. Mustaqim bin Husain Tulungagung Jawa Timur. Tarekat Syâdziliyah di Kabupaten Bekasi diajarkan degan konsep yang mudah dipahami, sesuai zaman sekarang yang serba modern dan sesuai kebutuhan murid-murid pada saat itu. Tarekat Syâdziliyah berdiri di Kabupaten Bekasi, karena adanya murid yang membutuhkan tempat untuk menjalankan riyadhah di dekat kediaman Kyai dan dapat bimbingan langsung dari Kyai dan sebagai tempat untuk menjalankan acara ke tarekatan, seperti pengajian, ritual khususiyah dan tempat untuk menjalankan wiridan. Keempat, “Tarekat Syadziliyah Perkembangan dan Ajaran-Ajarannya: Studi pada Pondok Peta di Tulungagung”, tesis yang ditulis oleh Muhammad Zaini, menginformasikan bahwa perkembangan Tarekat Syâdziliyah di Pondok PETA Tulungagung sangat baik; secara kuantitas murid atau pengikutnya sangat banyak, yang diperkirakan jumlah pengikutnya minimal adalah 50.000 orang sampai jutaan orang. Tarekat Syâdziliyah yang dikembangkan di Pondok PETA Tulungagung berasal dari Pondok Pesantren Termas Pacitan, tepatnya dibawa oleh Syaikh Άbdul Razzâq ibn Άbdullâh al-Termasî. Ajaran-ajaran Tarekat Syâdziliyah di Tulungagung meliputi istighfar, shalawat Nabi saw, wasilah atau tawasul, rabithah, wirid, hizb, adab murid dan suluk.
8
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah Perkembangan pengikut Tarekat Syâdziliyah yang begitu pesat, membuat peneliti bermaksud mengetahui lebih mendalam Tarekat Syâdziliyah dan hizbnya. Penulis menfokuskan kajian dalam penulisan ini hanya terkait dengan Tarekat Syâdziliyah, khususnya berkenaan dengan Tarekat Syâdziliyah dan ajaran mengenai hizb sebagai pembatasan masalah. Berdasarkan pembatasan masalah di atas, terdapat perumusan masalah dalam skripsi ini, yaitu: 1. Bagaimana munculnya Tarekat Syâdziliyah dan sosok pendirinya? 2. Apa pengaruh ajaran hizb bagi pengikutnya yang mengamalkan?
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan sebagai media informasi dan media belajar serta untuk mengetahui lebih dalam Tarekat Syâdziliyah dan ajarannya mengenai hizb, agar tidak ada kesalahfahaman persepsi tentang Tarekat Syâdziliyah. Adapun tujuan penulisan skripsi ini ialah: 1. Mengetahui lebih jelas tentang biografi Abû Hasan al-Syâdzilî. 2. Mengetahui keberadaan Tarekat Syâdziliyah dan pengikutnya. 3. Memperoleh pemahaman mengenai hizb-hizb Tarekat Syâdziliyah. 4. Sebagai karya akademik, penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana pada Fakultas Ushuluddin, Program Studi Aqidah dan Filsafat di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
9
E. Metode Penelitian Dalam penyusunan skripsi ini, untuk mendapatkan data yang diperlukan, penulis melakukan Studi Pustaka (Library Research), yakni menggunakan sumber-sumber pustaka sebagai rujukan utama dalam mengumpulkan informasi. Penulis mencari dan mengumpulkan buku-buku, tulisan-tulisan dan dokumen elektronik dari internet serta beberapa sumber yang berkaitan dengan Tarekat Syâdziliyah dan hizbnya. Adapun pembahasannya, dalam skripsi ini adalah menggunakan metode deskripsi analisis, yaitu pertama menggambarkan masalah, berikutnya meneliti tulisan-tulisan kepustakaan yang berkaitan dengan pembahasan Tarekat Syâdziliyah dan hizbnya dan kemudian melakukan analisis. Teknik penulisan dalam skripsi ini sesuai dengan buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi), yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Develoment and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.
F. Sistematika Penulisan Skripsi ini, penulis bagi ke dalam empat bab, masing-masing bab terdiri atas beberapa sub bab: Bab I, pendahuluan, dimulai dengan latar belakang masalah, tinjauan pustaka, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian dan diakhiri dengan sistematika penulisan. Bab II, membahas Tarekat Syâdziliyah. Pertama, tentang biografi Abû Hasan al-Syâdzilî yang terdiri dari
10
latar belakang dan pendidikan Abû Hasan al-Syâdzilî, karya-karya Abû Hasan AlSyâdzilî, kepribadian Abû Hasan al-Syâdzilî dan pemikiran Abû Hasan alSyâdzilî. Kedua, Tarekat Syâdziliyah dan keberadaannya. Ketiga, pengikut Tarekat Syâdziliyah. Bab III, merupakan bab inti, memaparkan pokok bahasan berkenaan hizb Tarekat Syâdziliyah, seperti pengertian hizb, hizb-hizb Tarekat Syâdziliyah, pengaruh hizb bagi yang mengamalkannya. Bab IV, menyimpulkan semua isi pembahasan yang menjadi fokus kajian dari penelitian ini dan saran-saran yang mengakhiri sekaligus menutup pembahasan.
11
BAB II TAREKAT SYÂDZILIYAH
A. Biografi Abû Hasan Al-Syâdzilî 1. Latar Belakang dan Pendidikan Abû Hasan Al-Syâdzilî Nama lengkapnya Άli bin Abdullah bin Άbd. Al-Jabbâr Abû Hasan alSyâdzilî. Sebutan Abû Hasan merupakan nama kunyah (gelar kemuliaan) bagi beliau. Abû Hasan al-Syâdzilî kemudian lebih terkenal dengan panggilan alSyâdzilî.1 Silsilah keturunannya mempunyai hubungan dengan orang-orang garis keturunan Hasan bin Άlî bin Abi Thâlib, cucu Nabi Muhammad SAW. Silsilah alSyâdzilî dari Hasan bin Άlî bin Abi Thâlib, kemudian diteruskan kepada Άlî bin Abi Thâlib yang menikah dengan Fatimah, anak perempuan Nabi Muhammad. Oleh karenanya tarekat ini mempunyai silsilah sampai kepada Nabi Muhammad.2 Dalam hal ini ada perbedaan pendapat antara Ibn Athâillâh dengan alJami‟, mengenai nasab al-Syâdzilî. Ibn Athâillâh menasabkan kepada orang-orang terhormat dan menyatukan nasabnya kepada al-Hasan bin Άlî bin Abi Thâlib. Namun al-Jami‟ menasabkan al-Syâdzilî kepada al-Husain bin Ali bin Abi Thalib. Al-Syâdzilî dilahirkan di desa Ghumara, dekat Ceuta, di utara Maroko pada tahun 573 H. Wafat pada 656H/1258M, di Humaithra,3 dekat pantai Laut Merah, dalam perjalanan pulang dari ibadah haji. Adapun mengenai tahun kelahiran al-Syâdzilî, 1
Miftahussurur Anwar dan Muhdhor Ahmad Assegaf, Imam Ali Abil Hasan Asy-Syadzili: Kepribadian dan Pemikiran (Jawa Tengah: Al-Anwar, 2002), h. 1. 2 Harun Nasution, dkk., Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1992), h. 902. 3 Humaithra adalah suatu daerah yang terletak antara Port Said dan Padang Izab, (Mesir). Menurut keterangan air di tempat itu rasanya asin, tetapi sejak Syaikh Abû Hasan al-Syâdzilî wafat dan dimakamkan di sana airnya berubah menjadi tawar. Lihat Abdullah Zain, Tasawuf dan Zikir, h. 153.
11
12
sebenarnya masih belum ada kesepakatan. Beberapa penulis berbeda pendapat antara lain sebagai berikut: Sirâdj al-Din Abû Hafsh menyebut tahun kelahirannya pada 591 H/1069 M, Ibn Sabbâgh menyebut tahun kelahirannya pada 583 H/1187 M, dan J. Spencer Trimingham mencatat tahun kelahiran al-Syâdzilî pada 593 H/1196 M.4 Di tanah kelahirannya itulah, semaca kecil beliau belajar dan mempelajari berbagai ilmu pengetahuan agama, sebelum akhirnya beliau mengembara ke berbagai daerah untuk menimba ilmu pengetahuan yang kelak menghantarkan maqam (derajat) beliau menjadi seorang waliyyun min auliyâ‟illâh (termasuk orang-orang yang dicintai Allah), bahkan mencapai derajat quthbil ghouts (pemimpin para wali yang dapat dimintai pertolongan).5 Ilmu yang diperoleh bermula dari orang tuanya, kemudian al-Syâdzilî melanjutkan pendidikannya pada seorang ulama besar yaitu Άbd. Al-Salâm Ibn Masyîsy (w. 628 H/1228 M) dan Abû Abdillah M Ibn Kharazim (w. 633 H/1236 M) yang mengajarkan berbagai disiplin ilmu terutama dalam hal spiritual. Kedua murid besarnya adalah murid dari Abû Madyan Syu‟aib Ibn al-Husein (11161198)6, lahir di Seville. Beliau adalah ulama besar di Maghribi yang telah mempelajari dan menghafal kitab Ihyâ‟ „Ulûm al-Dîn karya al-Ghazâlî dan juga murid dari Syaikh Άbd. al-Qâdir al-Jîlânî (w. 561 H/1166 M), sehingga tidak mengherankan jika al-Syâdzilî pun terpengaruh oleh ajaran-ajaran Syaikh Άbd. al-
4
Ardani, “Tarekat Syadziliyah terkenal dengan Variasi Hizb-nya,” dalam Sri Mulyati, ed., Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2005), h. 57-58. 5 Miftahussurur dan Muhdhor, Imam Ali Abil Hasan Asy-Syadzili, h. 1-2. 6 Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam (ringkas). Penerjemah Gufron A. Mas‟adi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), h. 378.
13
Qâdir al-Jîlânî. Di antara guru-guru al-Syâdzilî, Ibn Masyisy-lah yang sangat mempengaruhi perjalanan spiritual dan kehidupannya. Adapun kitab-kitab tasawuf yang pernah dikaji oleh al-Syâdzilî dan dikemudian hari ia ajarkan kepada muridnya, antara lain: Ihyâ‟ „Ulûm al-Dîn karya al-Ghazâlî, Qût al-Qulûb karya Abû Thâlib al-Makkî, Khatm al-Auliyâ‟ karya al-Hâkim al-Tirmidzi, al-Mawâqif wa al-Mukhâthabah karya Muhammad Άbd al-Abbâr an-Nafri, al-Syifa‟ karya Qadhli „Iyâdh, al-Risâlah karya alQusyairî dan Muharrar al-Wajiz karya Ibn Athiah.7 Menurut Abdul Halim Mahmud (w. 1978 M),8 al-Syâdzilî mendapatkan berbagai ilmu yang dia peroleh dari gurunya maupun belajar secara autodidak. AlSyâdzilî terkenal sebagai ahli dalam al-Hadis, penghafal al-Qur‟an, ahli fiqih, teologi dan tidak kalah penting adalah ahli dalam ilmu tasawuf. Hal inilah yang memberi pengaruh pada perkembangan pemikirannya dan menjadi seorang guru dan sufi yang mempunyai karomah. Pendapat Abdul Halim, menurut Ardani, agaknya masuk akal dan bisa diterima. Tidak mungkin tanpa pengetahuannya tentang syariat, al-Syâdzilî berpendapat bahwa tidak ada kontradiksi antara syariat dan tasawuf, antara fiqh dengan haqiqah atau antara eksoterik dengan esoteris. AlSyâdzilî menegaskan, “jika engkau ingin belajar tasawuf maka pelajarilah syariat terlebih dahulu”, sehingga mereka yang ingin masuk Tarekat Syâdziliyah diharuskan mempelajari dan memahami ajaran-ajaran syariat dasar. Namun demikian, bisa jadi pendapatnya yang moderat dalam masalah hubungan syariat dengan tasawuf ini, diperoleh juga dari guru sufinya, karena 7
Ardani, “Tarekat Syadziliyah Terkenal dengan Variasi Hizbnya,” h. 59-60. Dia adalah mantan Rektor Universitas al-Azhar yang pernah menjadi mursyid Tarekat Syadziliyah di Mesir. 8
14
menurut data yang diberikan oleh Trimingham bahwa Abû Madyan dan muridnya Άbd. Al-Salâm Ibn Masyîsy adalah sufi yang kokoh mengenai syariat.9 Ketika masih berusia muda, al-Syâdzilî meninggalkan kota kelahirannya menuju Tunisia. Beberapa waktu kemudian, dia menjadi seorang teolog beraliran Sunni yang sangat menentang Mu‟tazilah. Dia sangat menentang sistem pemikiran Mu‟tazilah yang sangat menghargai akal. Sedangkan dalam fikih, para anggota Syâdziliyah awal mengikuti mazhab Maliki. Hal ini bukan hanya karena al-Syâdzilî sendiri bermazhab Maliki, tetapi Mazhab ini sangat dominan di daerah Maghribi (Spanyol, Maroko, Tunisia).10 Ketika penyebaran Tarekat Syâdziliyah, berpindah ke Alexandria, Mesir,11 di daerah ini juga mayoritas penduduknya berpaham Maliki. 2. Karya-karya Abû Hasan Al-Syâdzilî Dalam kehidupannya al-Syâdzilî tidak menulis ajaran-ajarannya dalam sebuah karya berupa buku maupun risalah tasawuf, begitu juga muridnya, Abû Άbbâs al-Mursî; di antara sebab-sebabnya adalah karena kesibukannya melakukan pengajaran-pengajaran terhadap murid-muridnya yang sangat banyak. Al-Syâdzilî berkata: “Kitabku adalah murid-muridku, merekalah yang menyebarkan ilmu dan
9
Ardani, “Tarekat Syadziliyah Terkenal dengan Variasi Hizbnya,” h. 60-61. Victor Danner, “Tarekat Syadziliyah dan Tasawuf di Afrika Utara,” dalam Seyyed Hossein Nasr, ed., Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam: Manifestasi. Penerjemah Tim Mizan (Bandung: Mizan, 2003), h. 44-47. 11 Kota Alexandria waktu itu menjadi pusat perdagangan. Di sini dibangun kantor-kantor perusahaan yang cabangnya menyebar di berbagai daerah. Lihat Victor Danner, “Tarekat Syadziliyah dan Tasawuf di Afrika Utara,” h. 46. 10
15
tarekatku”.12 Ajaran-ajaran al-Syâdzilî dapat diketahui melalui risalah tulisan Ibn Athâillâh al-Iskandari, sehingga khazanah Tarekat Syâdziliyah tetap terpelihara.13 Meskipun begitu, al-Syâdzilî menyusun rangkaian doa yang berasal dari pengalaman mistis (hizb) yang memuat formula ayat al-Qur‟an dan juga inspirasi khas tasawuf. Kumpulan doa ini dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru Dunia Islam. Sejak saat itu, karya beliau menjadi rangkaian doa yang sangat luas pemakaiannya dalam Dunia Islam dan dianggap memiliki keberkatan khusus. Rangkaian doa ini memiliki nama yang diberikan olehnya sendiri (Abû Hasan AlSyâdzilî) ataupun oleh orang lain, seperti hizb al-bahr, hizb al-nashr, hizb al-barr atau al-kabir dan lain-lain. Saat ini dapat dijumpai bahwa di banyak pesantren di Indonesia diajarkan hizb al-Syâdzilî itu. Dikatakan bahwa doa-doa tersebut sangat makbul dan Syaikh Abû Hasan Al-Syâdzilî mengakui bahwa dirinya menerima langsung dari lisan Nabi dalam penglihatan spiritual.14 3. Kepribadian Abû Hasan Al-Syâdzilî Di antara para tokoh sufi, Abû Hasan al-Syâdzilî adalah seorang yang mempunyai perawakan ideal, warna kulitnya sawo matang, tinggi badannya, jarijarinya panjang sebagaimana orang Hijaz. Fasih lisannya dan manis tutur katanya. Ia selalu berpakaian mewah saat ia berpergian kemana-mana, lebih-lebih ketika ia pergi ke masjid. Tempat-tempat yang lain (selain tempat kotor) baginya sama
12
Ardani, “Tarekat Syadziliyah Terkenal dengan Variasi Hizbnya,” h. 73. Data yang ada seringkali berdasarkan atas riwayat, baik dari muridnya, koleganya atau anaknya sendiri. Meskipun begitu, data tersebut tidak bisa dikatakan tidak valid karena dalam tradisi kesufian, periwayatan dan kesaksian menempati bagian penting. 14 Victor Danner, “Tarekat Syadziliyah dan Tasawuf di Afrika Utara,” h. 38. 13
16
seperti masjid.15 Al-Syâdzilî agaknya seorang tokoh sufi yang bercorak modern, artinya „tidak terlalu‟ meninggalkan dunia.16 Ia hidup sebagaimana layaknya manusia modern. Bagi al-Syâdzilî, bila seorang memanfaatkan kebahagiaan dunianya, ia adalah orang yang bersyukur atas ni‟mat yang diberikan oleh Allah SWT. Hal ini juga sesuai dengan ajaran Islam yang mengatakan berfikirlah dengan ciptaan-Nya dan jangan memikirkan zat-Nya. Menurutnya, orang yang memanfaatkan kebahagiaan di dunia akan selalu mencintai Allah SWT. Sebab dengan memikirkan ciptaan-Nya ia akan merasakan betapa agungnya Allah SWT. Al-Ustadz Syekh Άli Salim Άmmar mengatakan: “al-Syâdzilî suka mengenakan pakaian yang paling bagus dan paling mewah, makan makanan yang lezat dan minum minuman yang enak, serta memiliki kuda yang bagus dan cepat. Beliau juga penunggang kuda yang hebat, seorang ilmuwan yang handal, seorang pejuang di medan peperangan, seorang petani yang membajak sawah, menanam dan memanennya sendiri.” Demikian pula al-Syâdzilî juga terkenal sebagai hamba Allah yang selalu beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, sekaligus sebagai sosok seorang Muslim yang dicintai oleh Allah SWT. Ibn Athâillâh al-Iskandari pernah mengatakan dan ini menjadi penjabaran salah satu ajaran Tarekat Syâdziliyah, bahwa barangsiapa mengenakan pakaian,
15
Hadits Rasulullah saw. “Aku jadikan bumi laksana Masjid.” Yakni bahwa bumi di mana tempat manusia berada semuanya masjid. Abû Hasan al-Syâdzilî selalu berpenampilan rapih dan bersih di manapun ia berada. Lihat Miftahussurur dan Muhdhor, Imam Ali Abil Hasan AsySyadzili, h. 17-18. 16 Abû Hasan al-Syâdzilî pernah berkata, ketika ia menasihati pengikutnya, “janganlah kamu terlalu berlebih-lebihan meninggalkan urusan dunia.” Lihat Ardani, “Tarekat Syadziliyah Terkenal dengan Variasi Hizbnya,” h. 73-74.
17
makan makanan yang enak dan minum minuman yang lezat selagi disertai syukur kepada Allah, maka itu tidak sesuatu yang dilarang.17 4. Pemikiran Abû Hasan Al-Syâdzilî Al-Syâdzilî, seorang tokoh sufi yang berasal dari Maghribi dan kemudian hijrah ke Mesir, ia sangat menekankan ajaran tasawuf yang moderat. Ajaranajaran tasawufnya sifatnya seimbang, diarahkan untuk mendekatkan diri kepada Allah sekaligus kepada realitas masyarakat. Bahwa seorang salik tidak cukup mendekat kepada Allah saja, tapi juga harus berbakti kepada masyarakat. Menurutnya, sufi bukanlah seorang yang menghindar dari masyarakat, karena sebenarnya beraktivitas sosial untuk kemaslahatan ummat adalah bagian terpenting dari hasil kontemplasi seorang sufi. Begitu pula, ajaran-ajarannya juga selalu berpegang teguh pada al-Qur‟an dan Sunnah, sebagai sumber tertinggi. Dengan demikian, ajaran tasawufnya dapat dikatakan tidak menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW. Karena bertasawuf adalah upaya melatih dan memperbaiki diri agar sesuai dengan aturan-aturan Allah SWT. Tasawuf merupakan latihan-latihan jiwa dalam rangka beribadah dan menempatkannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan Ilahi.18 Al-Syâdzilî termasuk juga sufi yang berpandangan bahwa dunia itu hina. Tetapi dengan catatan, dunia yang bisa melalaikan manusia pada tuhannya. Menurutnya, tidak ada larangan bagi seseorang menjadi kaya, milliuner, asalkan hatinya tidak bergantung pada harta yang dimilikinya. Sesungguhnya yang menjadikan seorang hina adalah karena ketergantungannya pada dunia. Seseorang 17
Miftahussurur dan Muhdhor, Imam Ali Abil Hasan Asy-Syadzili, h. 17-19. Ardani, “Tarekat Syadziliyah Terkenal dengan Variasi Hizbnya,” h. 74.
18
18
yang memiliki banyak harta dan hatinya tidak tergantung padanya maka dia bisa disebut zahid. Sebaliknya, meskipun tidak mempunyai harta, tetapi jika perhatian terfokus pada harta, orang tersebut tidak bisa disebut zahid. Zuhud adalah mengosongkan hati dari selain Tuhan. Karena sifatnya pekerjaan hati maka tidak mesti sifat zuhud itu diukur dari kepemilikan harta. Seorang zahid bisa jadi mempunyai banyak harta. Atas pertimbangan itu dan demi memakmurkan dunia, al-Syâdzilî mendorong para salik agar tetap mencari harta kekayaan, namun jangan sampai melalaikan Tuhan.19 Pemahaman al-Syâdzilî ini kemudian terimplementasikan, seperti dalam tarekat yang dipimpinnya, alSyâdzilî yang sebagaimana ungkap Annemari Schimmel, mempunyai pendekatan pragmatis untuk kenyamanan duniawi.20 Memang menurut al-Syâdzilî, bertasawuf itu tidak menjadikan sang salik terasing dari dirinya sendiri maupun masyarakat. Dengan demikian, konsep tasawuf yang diajukannya bisa menolak sikap apatis sebagian kalangan modernisme terhadap tasawuf. Menurutnya, tasawuf bukan anti kemajuan, tapi sebaliknya, mendukung perubahan kearah tatanan masyarakat yang lebih baik.
B. Tarekat Syâdziliyah dan Keberadaannya Tarekat Syâdziliyah adalah salah satu tarekat yang besar di samping Tarekat Qadiriyah, Rifa‟iyah, Naqsyabandiyah dan Suhrawardiyah. Tarekat Syâdziliyah adalah tarekat yang paling layak disejajarkan dengan Tarekat
19
Saepudin, “Pemikiran Tasawuf Abu Hasan Al-Syadzili (1196-1258M)”, (Tesis Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005), h. 93-95. 20 Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik dalam Islam. Penerjemah Sapardi Djoko Damano, dkk (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986), h. 51.
19
Qadiriyah dalam hal penyebarannya.21 Nama Tarekat Syâdziliyah dinisbatkan kepada Abû Hasan al-Syâdzilî (w.656 H/1258 M) sebagai pendirinya. Ia adalah keturunan Nabi Muhammad SAW. melalui Sayidina Hasan bin Alî bin Abî Thâlib. Tarekat Syâdziliyah adalah salah satu tarekat yang diakui kebenarannya (al-mu‟tabarah), karena silsilah al-Syâdzilî adalah bersambung (muttasil) sampai Rasulullah SAW.22 Tarekat Syâdziliyah memulai keberadaannya di bawah salah satu dinasti al-Muwahhidûn, yakni Hafsiyyah di Tunisia. Tarekat ini kemudian berkembang di Mesir dan Timur Dekat di bawah kekuasaan dinasti Mamluk. Dalam hal ini yang menarik, sebagaimana dicatat Victor Danner, peneliti Tarekat Syâdziliyah, meskipun terekat ini berkembang pesat di daerah Timur (Mesir), namun awal perkembangannya adalah dari Barat (Tunisia). Dengan demikian, peran daerah Maghribi dalam kehidupan spiritual tidak sedikit. Menurut Danner, perannya sejak abad ke-7H/13M sangatlah jelas. Banyak tokoh sufi yang sezaman dengan al-Syâdzilî menetap di Barat, misalnya Abû Madyan Syu‟aib al-Maghribi (w. 594 H/1197M), Ibn al-Άrabi (w. 638H/1240M), Άbd. Al-Salâm ibn Masyîsy (w. 625H/1228M), Ibn Sab‟in (w. 669H/1271M) dan al-Syusyturî (w. 688H/1270M). Walaupun dasar-dasar tasawuf Maghribi itu berasal dari Timur sebagai asal muasal Islam itu sendiri, namun kecerdasan Muslim daerah Barat, gaya hidupnya, seni kaligrafinya, arsitektur masjidnya, juga mazhab Malikinya, telah ada sejak generasi Islam awal. Ciri umum ini mendapat penguatan bersamaan dengan berdirinya dinasti Abbasiyah pada abad ke-2H/8M dan mulai mengembangkan 21
Martin Lings, Membedah Tasawuf. Penerjemah Bambang Herawan (Bandung: Mizan, 1979), h. 112. 22 Heri MS Faridy, dkk., ed., Ensiklopedi Tasawuf (Bandung: Angkasa, 2008), h. 1149.
20
kebiasaan sendiri. Inilah atmosfir yang melatarbelakangi berdirinya Tarekat Syâdziliyah pada abad ke-7H/13M yang mengembangkan kebebasan berfikir, kemajuan ilmu pengetahuan, peradaban dan perekonomian.23 Daerah Maghribi telah mengembangkan suatu peradaban Islam yang luar biasa. Bahkan setelah penaklukan kembali Spanyol oleh pasukan Kristen pada abad ke-9 H/15 M yang mengakhiri kejayaan Islam di sana, Afrika Utara tetap menjadi benteng pertengahan spiritualitas sufi, khususnya jika disadari bahwa sejak zaman itu, daerah Timur Dekat sudah mengalami kemerosotan berkepanjangan. Dalam konteks ini dapat dipahami bahwa pergerakan Tarekat Syâdziliyah dari Maghribi ke Timur merupakan sebuah upaya penguatan kembali semangat tasawuf di daerah Timur, khususnya di wilayah Arab. Ini berarti Tarekat Syâdziliyah memainkan peranan penting di tengah kemunduran umat Islam.24 Di Maghribi (Maroko), al-Syâdzilî sangat terkenal dan banyak sekali pengikutnya. Meskipun demikian, tetap saja ada orang yang dengki atas kehebatannya al-Syâdzilî. Bahkan ada pula yang berani melontarkan bermacammacam fitnah kepadanya yang melewati batas, menyakiti beliau, melarang orangorang untuk tidak bergaul dengannya. Mereka menuduh al-Syâdzilî seorang zindik. Bahkan beliau bersama pengikut-pengikutnya diusir keluar dari negeri Maghribi, karena itu al-Syâdzilî pindah ke Mesir pada 642 H/1244 M dan dari sinilah berkembang ke seluruh Dunia.25 Para tokoh Syâdziliyah pada masa awal tidak hanya menaruh perhatian pada pengajaran dan praktik tasawuf tetapi juga terhadap masalah-masalah akidah 23
Victor Danner, “Tarekat Syadziliyah dan Tasawuf di Afrika Utara,” h. 35. Victor Danner, “Tarekat Syadziliyah dan Tasawuf di Afrika Utara,” h. 52. 25 Ardani, “Tarekat Syadziliyah Terkenal dengan Variasi Hizbnya,” h. 65. 24
21
dan hukum Islam. Hal ini karena al-Syâdzilî sangat menekankan pentingnya pengetahuan agama bagi para pengikutnya. Mereka bermazhab Sunni dan sekalipun tasawuf sendiri tidak menaruh perhatian pada dogma-dogma teologis, mereka cenderung untuk memilih mazhab Asy‟ariyah dalam bidang ilmu kalam. Namun, mazhab Asy‟ariyah yang mereka anut kemungkinan besar yang sudah dipengaruhi oleh ajaran-ajaran al-Ghazâlî yang turut memberikan kontribusi pada mazhab itu dan mengubah watak aslinya. Secara turun temurun mereka mengikuti aliran Asy‟ariyyah. Sekalipun anggota Tarekat Syâdziliyah saat itu menganut Asy‟ariyyah, sama sekali tidak berarti bahwa tasawuf mereka adalah dogmatisme Asy‟ariyyah atau bahwa tarekat ini bersifat dogmatis. Kenyataannya pada masa berikutnya banyak pengikut Syâdziliyah di daerah lain bermazhab Syafi‟i, dan umumnya mereka mengikuti Asy‟ariyyah. Sedangkan dalam fikih, para anggota Syâdziliyah awal mengikuti mazhab Maliki. Hal ini bukan hanya karena al-Syâdzilî sendiri bermazhab Maliki, tetapi Mazhab ini sangat dominan di daerah Maghribi (Spanyol, Maroko, Tunisia). Ketika penyebaran Tarekat Syâdziliyah, berpindah ke Alexandria, Mesir, di daerah ini juga mayoritas penduduknya berpaham Maliki.26 Tarekat yang didirikan oleh Syaikh Abû Hasan al-Syâdzilî ini dilandaskan pada ajaran metafisik dan spiritual tauhid dan tentu saja pada al-Qur‟an dan Sunnah. Tujuan tarekat ini adalah kesadaran ma‟rifah kepada Allah yang mengimplikasikan
kebijaksanaan
sempurna
dan
kesucian
jiwa
pelaku
kontemplasi. Ma‟rifah yang diajarkannya ini berdasarkan keyakinan sederhana,
26
Ardani, “Tarekat Syadziliyah Terkenal dengan Variasi Hizbnya,” h. 70.
22
ketaatan syariat dan formulasi dogmatis dari aqidah yang diajarkan oleh Asy‟ariyah. Sehingga tentu saja bukan ma‟rifah dalam pembahasannya memiliki implikasi kosmologi dalam konteks spiritual, hal ini tidaklah membuatnya terselimuti oleh kompleksnya konsep filosofis wahdah al-wujûd yang dilansir oleh Ibn Άrabî, sekalipun al-Syâdzilî selalu membelanya dari para penentang ide tersebut.27 Tauhid dan dzikir merupakan dua pilar esensial tarekat ini. Yang pertama berhubungan dengan doktrin sedangkan yang kedua berkaitan dengan metodologi spiritual.28 Tarekat Syâdziliyah merupakan suatu bentuk reformasi pandangan spiritual dan religius, bukan dalam arti sebagai gerakan pemurnian dan antikemusyrikan yang sering secara brutal membinasakan institusi Islam eksternal di bawah bendera “kembali ke jalan para salaf”. Namun, dengan caranya sendiri, ia mengkritisi formalisme dan literalisme yang berlebih-lebihan dalam Islam eksoterik saat itu. Mungkin di luar tarekat besar lainnya yang berkembang saat itu, Syâdziliyah merupakan tarekat yang paling diterima, tidak hanya oleh tasawuf normatif tetapi juga oleh Islam normatif. Hal ini karena, baiat atau inisiasi yang dilakukan tarekat ini tidak pernah melanggar apa yang diyakini masyarakat.29 Ajaran al-Syâdzilî kemudian diteruskan murid-muridnya, antara lain Abû Άbbâs al-Mursî (w. 686 H), kemudian diteruskan Ibn Athâ‟illâh al-Iskandari 27
Ada kemungkinan bahwa Syaikh Abû Hasan al-Syâdzilî pernah berhubungan dengan Ibn Άrabî saat melakukan sejumlah perjalaan ke Timur Dekat. Hubungan seperti ini lebih dapat diyakini jika menyangkut murid Ibn Άrabî, yaitu shadr al-Din Al-Qûnawî (w. 673 H/1275 M). Ia berkunjung ke Kairo untuk menemui sejumlah tokoh-tokoh Syâdziliyah. Lebih jauh, anggota tarekat ini merupakan pembela yang kukuh, seperti yang kita saksikan dalam perbenturan hebat antara Ibn Athâ‟illâh al-Iskandari dan Ibn Taimiyah sebagai fundamentalis Hanbali yang mengkritiki Ibn Άrabî, di benteng Kairo awal abad ke-8 H/14 M. Lihat Victor Danner, “Tarekat Syadziliyah dan Tasawuf di Afrika Utara,” h. 48 28 Victor Danner, “Tarekat Syadziliyah dan Tasawuf di Afrika Utara,” h. 40. 29 Victor Danner, “Tarekat Syadziliyah dan Tasawuf di Afrika Utara,” h. 45.
23
(w.709 H), Ibn Abbâd al-Randî (w. 793 H). Pada abad IX H/XV M. dilanjutkan Sayid Abî Abd Allah Muhammad ibn Sulaymân al-Jazulî. Di dalam perkembangannya, mereka dipandang sebagai pemimpin-pemimpin Tarekat Syâdziliyah, sehingga berkembang pesat di beberapa wilayah seperti Tunisia, Mesir, Aljazair, Maroko, Sudan, Afrika Barat, Afrika Utara, Afrika Selatan, Mesopotamia, Palestina, Syiria, dan Indonesia khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur.30 Bahwa tetap berlangsungnya dan mapannya Tarekat Syâdziliyah tidak dapat dilepaskan dari faktor atau konteks sejarahnya. Kondisi Afrika Utara yang diliputi krisis ekonomi dan politik membuat masyarakat tertarik untuk bergabung dengan organisasi semacam tarekat ini.31 Faktor lain adalah karena terekat ini memegang kuat ortodoksi Sunni dan cukup moderat, sehingga bisa terus tumbuh di lingkungan penguaha Sunni dan menarik minat banyak orang karena ajarannya yang moderat.
C. Pengikut Tarekat Syâdziliyah Sepeninggal al-Syâdzilî, kepemimpinan tarekat ini diteruskan oleh Abû Άbbâs al-Mursî yang ditunjuk langsung oleh al-Syâdzilî. Al-Mursî termasuk murid yang memiliki kualitas spiritual paling tinggi dibandingkan ikhwân-ikhwân yang lainnya. Nama lengkapnya adalah Ahmad ibn „Umar ibn Alî al-Anshari alMursî, terlahir di Murcia, Spanyol pada 616 H/1219 M dan meninggal pada 686 H/1287 M di Alexandria. Seperti gurunya, ia tidak menulis sebuah buku atau 30
Heri MS Faridy, Ensiklopedi Tasawuf , h. 1155. Ardani, “Tarekat Syadziliyah Terkenal dengan Variasi Hizbnya,” h. 73.
31
24
risalah tasawuf. Namun Abû Άbbâs al-Mursî menyusun hizb-hizb juga seperti alSyâdzilî.32 Guru ketiga yang terkemuka dari rantai silsilah tarekat ini, Ibn Athâ‟illâh al-Iskandari, lahir di kota Iskandariyah Mesir, oleh karena itulah nama belakangnya disebutkan al-Iskandari. Ia adalah seorang ahli hukum Malikiyah yang terkenal. Mengenai pengaruh al-Syâdzilî kepada Ibn Athâ‟illâh, tampaknya dimungkinkan melalui dua cara, yaitu al-Mursî dan hizb-hizb yang ditinggalkan al-Syâdzilî. Melalui dua cara inilah Ibn Athâ‟illâh mewarisi ajaran spiritual alSyâdzilî. Ibn Athâ‟illâh al-Iskandari merupakan Syaikh pertama yang menuliskan ajaran, pesan-pesan, doa-doa al-Syâdzilî dan al-Mursî. Ia pula yang menyusun berbagai aturan tarekat ini dalam bentuk buku-buku dan karya-karya yang tak ternilai untuk memahami perspektif Syâdziliyah bagi angkatan sesudahnya.33 Ajaran-ajaran Tarekat Syâdziliyah tidak terlalu berbeda dengan ajaranajaran tarekat lainnya. Yang menjadi perbedaan dengan tarekat-tarekat lainnya pada masa itu tampaknya adalah sikap tidak menonjolkan diri dalam hal bertarekat. Tarekat Syâdziliyah tidak memisahkan diri dengan dunia luar, meskipun al-Syâdzilî dari waktu ke waktu memberikan khutbah bagi masyarakat umum. Para pengikut di bawahnya sulit dibedakan dengan masyarakat awam. Satu hal juga yang membedakan Tarekat Syâdziliyah dengan tarekat lain pada umumnya adalah dalam hal sikap hidup dan sosial bermasyarakat. Para pengikut tarekat ini tidaklah mengenakan pakaian yang unik seperti yang terdapat pada tarekat lainnya. Semacam khirqah atau muraqqa‟ah yang 32
Ardani, “Tarekat Syadziliyah Terkenal dengan Variasi Hizbnya,” h. 67. Abu al-Wafa al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman. Penerjemah Ahmad Rofi‟ „Utsmani (Bandung: Pustaka, 1997), h. 239-240. 33
25
terdapat pada kain wol bertambal dan terbuat dari bahan kasar, yang seringkali dikenakan sebagai simbol lahiriah oleh kalangan sufi pada umumnya. Mereka tidak hidup mengembara atau mengasingkan diri sebagai orang fakir. Sebaliknya mereka berpakaian seperti masyarakat umum, bahkan sebagian dari mereka seperti halnya pendiri tarekat ini sering mengenakan pakaian yang indah. Inilah yang mengakibatkan orang sering bertanya, apakah sang Syaikh ini benar-benar seorang sufi. Pakaian yang mereka pakai merefleksikan strata sosialnya, apakah seorang guru, pedangang, pegawai atau yang lainnya.34 Pada tingkat ini, dapat di mengerti kesimpulan yang dibuat Annemari Schimmel, bahwa tarekat ini mempunyai pendekatan pragmatis untuk kenyamanan duniawi. Seorang faqih kepada Tuhan tidak harus miskin harta, begitu pula tidak harus menyendiri, malah dianjurkan untuk merealisasikan ajaran tarekat ini kepada masyarakat di tengahtengah kesibukannya.35 Hal-hal lain yang menjadi motivasi pengikut Tarekat Syâdziliyah adalah bahwa tarekat tersebut adalah salah satu tarekat yang diakui kebenarannya oleh ulama ahli tasawuf dan sah untuk di ikuti (al-mu‟tabarah), tiada pertentangan di antara mereka karena silsilahnya bersambung sampai kepada Rasullullah SAW. yang pada intinya adalah bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan teknik-teknik tertentu sesuai petunjuk mursyid dalam waktu yang relatif tidak terlalu lama, melalui jalan atau tarekat yang diakui kebenarannya oleh ulama ahli tasawuf.
34
Victor Danner, “Tarekat Syadziliyah dan Tasawuf di Afrika Utara,” h. 40-41. Annemarie Schimmel, Dimensi Mistik dalam Islam, h. 51.
35
26
Ajaran-ajaranya tidak begitu memberatkan para pengikutnya. Karena ajaran-ajarannya yang mudah diterima dan moderat, tak heran jika pengikutnya pun terdiri dari berbagai kalangan, mulai dari pejabat, ulama, cendekiawan sampai masyarakat awam; mulai dari masyarakat desa sampai masyarakat urban.36 Tarekat Syâdziliyah yang merupakan manifestasi dari ajaran-ajarannya pun menyebar di berbagai negara, dengan jumlah pengikut yang sangat banyak. Karena merupakan manifestasi dari ajaran-ajarannya al-Syâdzilî yang moderat itu, maka tarekat ini menurut istilah Victor Danner, merupakan suatu bentuk reformasi pandangan spiritual dan religius. Dalam arti, dengan carannya sendiri, ia mengkritisi formalisme dan literalisme yang berlebih-lebihan dalam Islam eksoterik saat itu.37 Annemarie Schimmel dalam pengantar sejarah sufi dan tasawuf karya Abu Bakar Aceh, mencatat bahwa tarekat ini paling mudah dalam hal ilmu dan amal, ihwal dan maqam, ihwal dan maqal. Menurut kitab-kitabnya, Tarekat Syâdziliyah tidak meletakkan syarat-syarat yang berat bagi pengikutnya, kecuali melakukan ibadah wajib, melakukan ibadah sunnah semampunya, zikir kepada tuhan sebanyak mungkin minimal 1000 kali sehari semalam, istighfar dan membaca shalawat nabi.38 Masing-masing bacaan istighfar dan shalawat itu dibaca sebanyak
36
Minat mayoritas masyarakat Islam Indonesia pada tasawuf (tarekat), sebagaimana hasil penelitian Martin, agaknya telah ditentukan beberapa abad silam. Meskipun ketertarikan mereka disebabkan oleh motivasi-motivasi tertentu, misalnya karena latihan-latihan mistiknya yang diajarkan dan kekuatan spiritualnya yang dapat mereka peroleh atau juga mereka tertarik mengikuti tarekat karena kepribadian seorang pemimpin atau Syaikh tarekat yang kharismatik. Sehingga besar pula pengaruhnya terhadap pengikut tarekat. Lihat Martin Van Bruienessen, Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia (Bandung: Mizan, 1992), h. 16. 37 Victor Danner, “Tarekat Syadziliyah dan Tasawuf di Afrika Utara,” h. 45. 38 Abu Bakar Aceh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf (Jakarta: Ramadhani, 1984), h. 278.
27
100 kali pada setiap habis shalat maghrib dan subuh. Dalam keadaan tertentu, amalan itu bisa dibaca di waktu lain dengan cara diqadha (diganti). Selain itu juga bisa dilakukan sambil melakukan kegiatan atau pekerjaan lain, seperti berjalan atau bekerja. Bagi pengikut tarekat ini membaca zikir, tidak tergantung pada jumlah yang dibaca. Walaupun jumlahnya sedikit, bisa jadi diterima oleh Allah, sementara yang banyak mungkin justru sebaliknya, ditolak. Pandangan ini di dasarkan pada keyakinan bahwa diterima atau tidaknya suatu amalan merupakan rahasia Allah. Inilah yang membedakan Tarekat Syâdziliyah dengan tarekat lain.39 Karena
kesederhanaan
Tarekat
Syâdziliyah
ini
sehingga
sangat
mempengaruhi tempat berdirinya dan berkembang secara luas hingga saat ini.40 Banyak pengikutnya, sehingga berkembang pesat di beberapa wilayah seperti Tunisia, Mesir, Aljazair, Maroko, Sudan, Afrika Barat, Afrika Utara, Afrika Selatan, Mesopotamia, Palestina, Syiria, dan di Indonesia khususnya di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
39
Mu‟tasim Radjasa dan Abdul Munir Mulkha, Bisnis Kaum Sufi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), h. 39. 40 Noer Iskandar al-Baisany. Tasawuf, Tarekat dan Para Sufi (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2001), h. 89.
28
BAB III HIZB TAREKAT SYÂDZILIYAH
A. Pengertian Hizb Hizb berasal dari bahasa Arab, yaitu Hizbun. Artinya partai, kelompok, golongan, jenis, wirid, bagian, tentara, pasukan atau senjata. Dalam pembahasan ini arti Hizbun adalah jenis wirid yang bahasa keseharian disebut hizb.1 Hizb adalah suatu do‟a yang cukup panjang, dengan lirik dan bahasa yang indah yang disusun ulama besar.2 Hizb adalah kumpulan do‟a khusus yang sudah sangat populer di kalangan masyarakat Islam khususnya di pesantren dan tarekat. Hizb ini biasanya merupakan do‟a andalan seorang Syaikh yang biasanya juga diberikan kepada para muridnya secara ijazah yang jelas (ijâzah sharîh). Do‟a ini diyakini oleh kebanyakan masyarakat Islam atau kaum santri sebagai amalan yang memiliki daya spiritual yang sangat besar.3 Dikatakan bahwa doa-doa tersebut sangat makbul dan Syaikh Abû Hasan al-Syâdzilî mengakui bahwa dirinya menerima langsung dari lisan Nabi dalam penglihatan spiritual. Al-Syâdzilî menyusun rangkaian doa yang berasal dari pengalaman mistis (hizb) yang memuat formula ayat al-Qur‟an dan juga inspirasi khas tasawuf. Kumpulan doa ini dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru Dunia
1
Ki UmarJogja, “Definisi Ilmu Hizib,” artikel diakses pada 30 Juni 2011 dari http://rasasejati.wordpress.com/kajian-ilmu-ghoib/hizib-ratib 2 Hizb yang terkenal adalah hizb yang di susun oleh Abû Hasan al-Syâdzilî, pendiri Tarekat Syâdziliyah antara lain, hizb al-bahr, hizb al-nashr, hizb al-barr (al-kabir) dan lain-lain. Lihat Abi A ́ bdillah Muhammad ibn Sulaiman al-Jazulî, Dalâil al-Khairât má a al-Ahzâb, (Surabaya: Nabhan, t.th). 3 Heri MS Faridy, dkk., ed., Ensiklopedi Tasawuf, jilid III (Bandung: Angkasa, 2008), h. 1153.
28
29
Islam. Sejak saat itu, karya beliau menjadi rangkaian doa yang sangat luas pemakaiannya dalam Dunia Islam dan dianggap memiliki keberkatan khusus.4 Hizb adalah himpunan ayat-ayat al-Qur‟an dan untaian kalimat zikir, Asma Allah dan do‟a yang disusun untuk diamalkan dengan membacanya atau diwiridkan (diucapkan berulang-ulang) sebagai salah satu bentuk ibadah untuk mendekatkan
diri
kepada
Allah
SWT
(Taqarrub
Ilallah).
Jadi kandungan dari sebuah hizb selain berisi pujian mengagungkan Asma Allah SWT dan shalawat Nabi juga mengandung doa untuk memohon pertolongan kepada Allah. Hizb juga mengandung banyak rahasia (sirr) yang sulit dipahami oleh orang awam, seperti kutipan beberapa ayat al-Qur‟an yang terkadang isinya seperti tidak terkait dengan lafal rangkaian doa sebelumnya. Para ahli hizb berpendapat bahwa dalam hal ini yang terkait adalah asbabun nuzul-nya.5
B. Hizb-Hizb Tarekat Syâdziliyah Hizb yang diajarkan Tarekat Syâdziliyah jumlahnya cukup banyak dan setiap murid tidak menerima hizb yang sama karena disesuaikan dengan situasi dan kondisi ruhaniah murid sendiri dan kebijaksanaan mursyid. Hizb-hizb tersebut tidak boleh diamalkan oleh semua orang, kecuali telah mendapat izin atau ijazah dari
mursyid
atau
seseorang
murid
yang
ditunjuk
mursyid
untuk
mengijazahkannya. Adapun hizb-hizb tersebut, antara lain hizb al-asyfâ‟, hizb al-
4
Victor Danner, “Tarekat Syadziliyah dan Tasawuf di Afrika Utara,” dalam Seyyed Hossein Nasr, ed., Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam: Manifestasi. Penerjemah Tim Mizan (Bandung: Mizan, 2003), h. 38. 5 Ki UmarJogja, “Definisi Ilmu Hizib.”
30
kâfî atau al-autâd, hizb al-bahr, hizb al-birhatiyah, hizb al-nashr, hizb al-barr atau al-kabir.6 1. Hizb al-Asyfâ’ Hizb al-asyfâ‟ adalah hizb yang khas dari Tarekat Syâdziliyah di Tulungagung. Sebelum seseorang mengikuti prosesi baiat atau talqin zikir, biasanya ia dianjurkan untuk membaca hizb al-asyfâ‟, untuk membuka hati dan membersihkannya dari kotoran nafsu. Adapun cara mengamalkan, apabila disertai puasa maka hizb al-asyfâ‟ dibaca setiap selesai shalat fardhu dan puasa dilaksanakan selama tiga hari, tujuh hari, sepuluh hari atau empat puluh hari, sesuai dengan petunjuk Mursyid. Puasa dimulai pada hari selasa, rabu dan kamis. Apabila tidak disertai puasa, maka pembacaan hizb al-asyfâ‟ dilaksanakan cukup sekali dalam sehari semalam.7 Tidak semua murid diperlakukan sama antara yang satu dengan yang lain, karena semuanya tergantung kepada kebijakan dan kearifan Mursyid yang sesungguhnya. Mursyid lebih mengetahui keadaan hati dan kualitas ruhani seseorang. Ketika seseorang dipandang secara ruhaniyah telah pantas untuk dibaiat, kapanpun waktunya yang dikehendaki oleh Mursyid untuk dibaiat, saat itu pula seseorang dibaiat untuk memasuki Tarekat Syâdziliyah.8 Pertama-tama membaca surat al-Fatihah yang ditujukan kepada Allah SWT., Nabi Muhammad SAW., Sayidina Abû Bakar al-Shiddîq, Sayidina „Umar ibn al-Khaththâb, Sayidina „Ustmân bin Άffan, Sayidina Άli bin Abî Thalib,
6
Muhammad Zaini, “Tarekat Syadziliyah Perkembangan dan Ajaran-Ajaran: Studi pada Pondok Peta di Tulungagung”, (Tesis Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003) h. 168. Tentu saja masih banyak hizb-hizb Abû Hasan al-Syâdzilî. Lihat Abi ́Abdillah Muhammad ibn Sulaiman al-Jazulî, Dalâil al-Khairât má a al-Ahzâb, (Surabaya: Nabhan, t.th). 7 Muhammad Zaini, “Tarekat Syadziliyah Perkembangan dan Ajaran-Ajaran” h. 168. 8 Muhammad Zaini, “Tarekat Syadziliyah Perkembangan dan Ajaran-Ajaran” h. 117.
31
Syâikh Άbd al-Qâdir al-Jîlânî, Mbah Panjalu, Sunan Kalijaga, Syaikh Ibnu „Ulwân, Wali Sembilan di Indonesia, Sulthan Agung, Syaikh Άbd al-Qadir alKediri, Syaikh Mustaqîm bin Husain, Syaikh Abdul jalil bin Mustaqim, kedua orang tua dan Nabi Hidhir as. Bacaan hizb al-asyfâ‟:9
2. Hizb al-bahr Hizb al-bahr ditulis pada saat Syaikh Abû Hasan al-Syâdzilî dalam perjalanan di Laut Merah dan mendapat langsung dari Rasulullah. Al-Syâdzilî membacanya dalam rangka berdoa agar selamat dalam perjalanan di Laut Merah. Walaupun hizb al-bahr mempunyai ikatan historis yang sangat erat dengan laut, bukan berarti hizb al-bahr ini hanya dibaca atau diamalkan di laut.10 Syaikh Abû Hasan al-Syâdzilî sendiri telah berwasiat kepada para pengikutnya dalam hal hizb ini, bahwa semua murid yang mengikuti Tarekat Syâdziliyah supaya mengamalkan hizb al-bahr, karena di dalamnya terdapat nama-nama Allah yang besar sekali berkahnya. Dengan membaca al-asmâ‟ alhusnâ berarti seseorang berzikir dan mengingat Allah dengan 99 nama yang setiap nama memiliki pengaruh spiritual yang besar. Pengaruh spiritual itu akan di 9
Muhammad Zaini, “Tarekat Syadziliyah Perkembangan dan Ajaran-Ajaran”, h. 168-
169. 10
Abd. Halîm Mahmûd, “Abul-Hasan Al-Syadzily, Kehidupan, doa dan hizibnya,” artikel diakses pada 30 Juni 2011 dari http://ishakq.multiply.com/reviews/item/82
32
dapatkan oleh siapapun yang mengamalkan dengan syarat meminta ijazah dari guru yang berwenang.11 Murid-murid atau pengikut Tarekat Syâdziliyah di Kabupaten Bekasi ketika dibaiat selain mendapatkan Tarekat Syâdziliyah juga mendapatkan hizb, yaitu hizb al-bahr dan hizb al-asyfâ‟. Kh. Mahfudz Syafi‟i mursyid Tarekat Syâdziliyah di Kabupaten Bekasi tidak begitu berkenan memberikan amalanamalan hizb lainnya, karena semua tergantung kepada kebijakan dan kearifan mursyid.12 Penerapan dalam mengamalkan hizb al-bahr Tarekat Syâdziliyah di bekasi, bagi seseorang yang sudah mendapatkan ijazah hizb al-bahr, dianjurkan agar setelah mengamalkan wirid Tarekat Syâdziliyah diteruskan dengan membaca hizb al-bahr. Hal ini sesuai dengan anjuran al-Syâdzilî. Tatacara membacanya, setelah membaca al-fatikhah yang terakhir atau sebelum doa kemudian dilanjutkan membaca hizb al-bahr dengan diawali membaca al-fatikhah lillaahi ta‟ala, lalu langsung membaca hizb al-bahr. Hizb al-bahr diakhiri dengan membaca al-fatikhah 7 kali, lalu ditutup dengan membaca doa.13 Hizb al-bahr biasanya dibaca setelah shalat Ashar dalam tradisi Tarekat Syâdziliyah (demikian keterangan Ibn Athâ‟illâh al-Iskandari).14
11
Heri MS Faridy, Ensiklopedi Tasawuf , h. 1153. Muhammad Juni, “Sejarah Perkembangan dan Peranan Tarekat Syadziliyah di Kabupaten Bekasi”, (Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 33 13 Muhammad Juni, “Sejarah Perkembangan dan Peranan Tarekat Syadziliyah”, h. 39 14 Miftahussurur Anwar dan Muhdhor Ahmad Assegaf, Imam Ali Abil Hasan AsySyadzili:Kepribadian dan Pemikiran (Jawa Tengah: Al-Anwar, 2002), h.137. 12
33
a. Bacaan hizb al-bahr:
34
b. Terjemahan hizb al-bahr:
1. “Dengan menyebut Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
2. “Wahai Yang Maha Luhur, wahai Yang Maha Besar, wahai Yang Maha Santun, Engkaulah Tuhanku, dan ilmu-Mu cukup bagiku, dan sebaik-baik Tuhan adalah Tuhanku, dan sebaik-baik Dzat Yang Mencukupi adalah yang mencukupi diriku, Engkau adalah Penolong kepada siapa yang Engkau kehendaki dan Engkaulah yang Maha Mulia lagi Maha Bijaksana.”
3. “Kami mohon kepada-Mu al-‟ishmah (terjaga dari maksiat) baik dalam gerak dan diam, dalam bertutur kata dan kemauan, serta kekhawatiran dari wasangka, keraguan dan kecemasan yang menjadikan hati-hati ini tidak dapat melihat perkara-perkara ghaib.”
“(Maka di situlah) orang-orang mu‟min benar-benar mengalami ujian dan goncangan yang keras.” “Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit berkata: “Allah dan RasulNya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya.” (Q.S. Al-Ahzab 33: 11-12)
35
5. “Maka teguhkanlah dan tolonglah kami, dan tundukkanlah untuk kami samudera ini sebagaimana Engkau telah menundukkan samudera itu kepada Musa, sebagaimana Engkau telah menundukkan api kepada Ibrahim, sebagaimana Engkau menundukkan bukit-bukit dan besi kepada Daud, dan sebagaimana Engkau menundukkan segala angin, dan syetansyetan serta jin kepada Sulaiman. Tundukkanlah untuk kami seluruh samudera yang menjadi milik-Mu, baik yang ada di bumi maupun di langit dan seluruh kekuasaan di laut dunia maupun laut akhirat, dan tundukkan untuk kami segala sesuatu, wahai Dzat yang di tangan-Nya kekuasaan segala sesuatu.”
6. “Tolonglah kami karena Engkau sebaik-baik Dzat Yang Menolong. Bukalah untuk kami, karena Engkau adalah sebaik-baik Dzat Yang Membuka. Ampunilah kami, karena Engkau sebaik-baik Dzat Yang Memberi Ampunan. Kasihanilah kami, karena Engkau sebaik-baik Dzat Yang Mengasihi. Berilah rezeki kepada kami, karena Engkau sebaik-baik Dzat Yang Memberi rezeki. Berilah petunjuk dan selamatkanlah kami dari orang-orang zhalim. Hembuskanlah untuk kami angin yang baik sebagaimana yang ada di dalam ilmu-Mu. Sebarkanlah untuk kami khazanah-khazanah rahmat-Mu. Angkatlah kami dengan membawa kemuliaan bersama keselamatan dan afiyah di dalam agama, baik di dunia maupun di akhirat. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
36
7. “Wahai Allah, mudahkanlah bagi kami segala urusan kami hingga hati dan badan kami terasa lega, juga selamat dan kuat dalam segala urusan dunia dan agama kami. Engkaulah Yang Menjaga dalam perjalanan kami, Khalifah dalam keluarga kami. Butakanlah (penglihatan) wajah musuhmusuh kami dan bekukan mereka di tempatnya masing-masing sehingga tidak mampu berjalan mendatangi tempat kami.”
8. “Dan jikalau Kami menghendaki, pastilah kami hapuskan penglihatan mata mereka, lalu mereka berlomba-lomba (mencari) jalan tapi bagaimana mereka dapat melihat? Dan jikalau Kami menghendaki, pastilah Kami ubah bentuk mereka di tempat mereka berada, maka mereka tidak sanggup berjalan lagi dan tidak (pula) mereka sanggup kembali.” (Q.S. Yasin 36: 66-67)
9. “Yaa Siin. Demi Al-Qur‟an yang penuh hikmat, sesungguhnya engkau salah seorang dari pada Rasul (yang berada di) atas jalan yang lurus, (sebagai wahyu) yang diturunkan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang, agar engkau memberi peringatan kepada suatu kaum yang bapak-bapak mereka belum pernah diberi peringatan, karena itu mereka lalai. Sesungguhnya telah pasti berlaku perkataan (ketentuan Allah) terhadap kebanyakan mereka, karena mereka tidak beriman. Sesungguhnya Kami telah memasang belenggu di leher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, maka karena itu mereka tertengadah. Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.” (Q.S. Yasin 36:1-9)
37
10. Wajah-wajah buruk. (3x) “Dan tunduklah semua wajah (dengan berendah diri) kepada Tuhan Yang Maha Hidup, Kekal lagi Senantiasa Mengurus (makhluk-Nya). Dan sesungguhnya telah merugi orang-orang yang melakukan kezhaliman.” (Q.S. Thaha 20:111)
11. “Dia membiarkan dua lautan itu mengalir yang keduanya kemudian bertemu. Antara keduanya ada batas yang tidak dapat dilampaui oleh masing-masing.” (Q.S. Ar-Rahman 55: 19-20)
12. “Perkara itu sudah ditetapkan dan kemenangan telah tiba, maka mereka tidak akan mendapat pertolongan untuk mengalahkan kami.”
13. “Haa-Miim. Diturunkan kitab (Al-Qur‟an) ini dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui, Yang Mengampuni dosa dan Menerima taubat lagi keras hukuman-Nya, Yang Mempunyai Karunia. Tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Hanya kepada-Nyalah kembali.” (Q.S. Al-Mu‟min 40: 1-3)
14. “Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (3x)
15. Tabir penutup Arasy dipasang untuk kami. Dan Penglihatan Allah melihat pada kami dengan Daya Allah kami tidak terkalahkan.
38
16. “Padahal Allah mengepung dari belakang mereka. Bahkan yang didustakan mereka itu adalah Al-Qur‟an yang mulia, yang (tersimpan) dalam Lauhil Mahfuzh.” (Q.S. Al-Buruj 85: 20-22)
17. “Maka Allah adalah sebaik-baik Penjaga dan Dia Maha Penyayang di antara para penyayang.” (3x). (Q.S. Yusuf 12:64)
18. “Sesungguhnya pelindungku adalah Allah yang menurunkan Al-Kitab (AlQur‟an) dan Dia melindungi orang-orang yang shaleh.” (3x). (Q.S. AlA‟raf 7: 196)
19. “Cukuplah Allah bagiku, tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal, dan Dia Tuhan pemilik „Arasy yang Agung.” (3x). (Q.S. Al-Bara‟a 9:129)
20. “Dengan Nama Allah, Dzat yang bersama Nama-Nya tidak ada sesuatupun dapat membawa malapetaka baik di bumi maupun di langit dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (3x)
21. “Tiada daya dan upaya melainkan dengan (pertolongan) Allah Yang Maha Luhur lagi Maha Agung.” (3x)15
15
Miftahussurur dan Muhdhor, Imam Ali Abil Hasan Asy-Syadzili, h. 133-143.
39
3. Hizb al-Kâfî Hizb al-Kâfî adalah hizb yang diijazahkan oleh Syaikh Muhammad Mustaqim bin Husain, mursyid pertama Tarekat Syâdziliyah di Pondok PETA Tulungagung kepada Syaikh Abdul Razzaq ibn Abdullah al-Termasî, mursyid Tarekat Syâdziliyah di Pondok Pesantren Termasi Pacitan, yang merupakan awal persahabatan dan hubungan spiritual di antara keduannya. Tarekat Syâdziliyah yang dikembangkan di Pondok PETA Tulungagung berasal dari Pondok Pesantren Termasi Pacitan, tepatnya di bawa oleh Syaikh Abdul Razzaq ibn Abdullah al-Termasî. Cara mengamalkan hizb al-Kâfî ini dimulai dengan membaca al-Fatihah yang ditujukan kepada Allah SWT., Nabi Muhammad SAW., Sayidina Abû Bakar al-Shidîq, Sayidina „Umar ibn al-Khaththâb, Sayidina „Ustmân bin Άffan, Sayidina Άli bin Abî Thalib, Sayidina Hasan dan Husain, Syâikh Άbd al-Qâdir alJailanî, Mbah Panjalu, Wali Sembilan di Indonesia, Sunan Kalijaga, Syaikh Mustaqîm bin Husain, Syaikh Abdul jalil bin Mustaqim, kedua orang tua dan Nabi Hidhir as. Adapun bacaan hizb al-Kâfî adalah sebagai berikut:16
16
Muhammad Zaini, “Tarekat Syadziliyah Perkembangan dan Ajaran-Ajaran” h. 169.
40
4. Hizb al-Nashr Hizb al-nashr adalah Sebelum membaca hizb al-nashr ini terlebih dahulu membaca surat al-Fatihah seperti biasanya dan ditambah kepada Syaikh Abû Άbbâs al-Mursî, Syaikh al-Badawî, Arwâh al-mujâhidîn fî sabîlillâh fî Mishr, Tsurayâ, Irâq, wa sâir buldân al-muslimîn âmmah. Bacaan hizb al-nashr:17
17
Muhammad Zaini, “Tarekat Syadziliyah Perkembangan dan Ajaran-Ajaran” h. 178-
179.
41
5. Hizb al-Birhatiyah Hizb al-birhatiyah adalah hizb yang diijazahkan oleh Syaikh Abdul Razzaq al-Termasî kepada Syaikh Mustaqim bin Husain, yang merupakan awal persahabatan dan hubungan spiritual. Hubungan di antara keduanya sama yaitu menjadi guru dan murid. Syaikh Abdul Razzaq al-Termasî memberikan ijazah kepada Syaikh Mustaqim bin Husain dengan hizb al-Birhatiyah, sedangkan Syaikh Mustaqim bin Husain memberikan ijazah kepada Syaikh Abdul Razzaq alTermasî berupa hizb al-kâfî. Cara mengamalkannya pertama, membaca surat al-Fatihah yang ditujukan kepada Nabi Muhammad saw., Nabi Dawud as., Nabi Sulaiman as., Sayidina Âsif bin Barkhayâ, Sayidina Qalfatriyûs, Sayidina Abû Bakar al-Shidîq, Sayidina „Umar ibn al-Khaththâb, Sayidina „Ustmân bin Άffan, Sayidina Άli bin Abî Thalib, Sayidina Hasan dan Husain, Syâikh Άbd al-Qâdir al-Jailanî, Syaikh Syams al-Dîn, Syaikh Imam al-Ghazalî, Syaikh Άbd al-Salâm, Syaikh Abû Hasan Al-Syâdzilî, Abû Άbbâs al-Mursî, Syaikh Abû Άbbâs bin Άli al-Bûni, Mbah
42
Panjalu, Syaikh Mustaqim bin Husain, Syaikh Abdul al-jalil bin Mustaqim, kedua orang tua dan Nabi Hidhir as. a. Bacaan hizb al-Birhatiyah:
b. Terjemahan hizb al-Birhatiyah:
1. “Allah dzat yang Maha Suci, tiada yang menandingi Kemahasucian-Mu.”
43
2. “Tuhan semua makhluk.”
3. “Allah dzat yang Maha Suci, yang Maha Kuasa, yang Maha Suci tiada yang menandingi Kemahasucian-Mu, yang Maha Waspada, yang Maha Melindungi.”
4. “Ya Allah dzat yang Maha Hidup dan Abadi, yang menghidupkan semua makhluk.
5. “Ya Allah dzat yang Maha Berdiri Sendiri, Ya Allah dzat yang Maha Berdiri.”
6. “Ya Allah dzat yang Maha Belas kasih, Ya Allah, Ya Allah dzat yang Maha Perkasa, Ya Allah dzat yang Maha Esa, Ya Allah dzat yang Maha Tunggal.”
7. “Ya Allah dzat yang Maha Menyelamatkan.”
8. “Ya Allah kabulkanlah doa hamba-Mu ini, Ya Allah dzat yang Maha Teliti Perhitungannya.” (Malaikat Mika‟il bertasbih dengan kalimat ini).
9. “Ya Allah dzat yang Maha Terpuji, Ya Allah yang Maha Mulya, Ya Allah yang Maha Agung Kekuasaannya, yang mengabulkan permohonan hamba-Nya.”
10. “Ya Allah dzat yang Maha Kuat, Ya Allah dzat yang Maha Perkasa, Ya Allah yang Maha Mengetahui, Ya Allah dzat yang Maha Bijaksana.”
44
11. “Ya Allah dzat yang Maha Perkasa, Ya Allah dzat yang Maha Mendengar, Ya Allah dzat yang Maha Menciptakan, Ya Allah dzat yang Maha Kaya, Ya Allah yang Maha Meliputi.”
12. “Ya Allah dzat yang Maha Meliputi, Ya Allah dzat yang Maha Agung.”
13. “Maha Suci Allah, Ya Allah dzat yang Maha Kuat, Ya Allah dzat yang Maha Perkasa, Ya Allah dzat yang Maha Pengasih.” (ini adalah tasbih Nabi Yunus as.).
14. “Ya Allah dzat yang Maha Luhur, Allah dzat memberikan keamanan bagi orang-orang yang takut, Ya Allah dzat yang Maha Luhur, Engkau adalah Allah, Ya Allah dzat yang Maha Kuat, Ya Allah dzat yang Maha Perkasa, Ya Allah.”
15. “Maha Suci Allah, Allah dzat memberikan keamanan bagi orang-orang yang takut, Ya Allah dzat yang Maha Mencukupi, Ya Allah dzat yang Maha Mendengar, Ya Allah ruhku ada dalam ruh-Mu, kupasrahkan pada kehendak-Mu.”
16. “Ya Allah dzat yang Maha Mengamankan, Allah dzat yang Maha Luhur, Ya Allah dzat yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.”
17. “Ya Allah dzat yang Maha Melindungi, Allah dzat yang Maha Luhur, Ya Allah dzat yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.”
45
18. “Ya Allah dzat yang Maha Agung, Ya Allah dzat yang Maha Bijaksana, Ya Allah dzat yang Maha Mengetahui, Ya Allah dzat yang Maha Lemah Lembut, Ya Allah dzat yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
19. “Ya Allah dzat yang Maha Agung, Ya Allah dzat yang Maha Kekal, Ya Allah dzat yang Maha Lembut, Ya Allah dzat yang Maha Bijaksana, Ya Allah dzat yang Maha Mencukupi, Ya Allah dzat yang Maha Mulia, Allah Maha Luhur, Maha Mencukupi, Yang Maha Mulia.”
20. “Ya Allah dzat yang Maha Mulia, Ya Allah dzat yang Maha Memaksa, Ya Allah dzat yang Maha Memutuskan, Ya Allah dzat yang Maha Luhur, Ya Allah dzat yang Maha Menguasai.”
21. “Ya Allah dzat yang Maha Kuasa, Ya Allah dzat yang Maha Terdahulu, Ya Allah dzat yang Maha Memaksa, Ya Allah dzat yang Maha Menguasai segala sesuatu, Ya Allah dzat yang Maha Cepat perhitungan dan pembalasannya.”
22. “Maha Tinggi Engkau, Ya Allah dzat yang Maha Tinggi, Ya Allah dzat yang Maha Mengetahui semua makhluk.”
23. “Ya Allah dzat yang Maha Memutuskan segala permasalahan, Wahai Dia, Wahai Dia, Ya Allah Engkaulah Tuhanku.”
24. “Ya Allah dzat yang Maha Kuasa, Ya Allah dzat yang Maha Kuasa, Ya Allah dzat yang Maha Mencukupi, Ya Allah dzat yang Maha Luhur, Ya Allah dzat yang Maha Perkasa.”
46
25. “Ya Allah dzat yang Maha Terdahulu, Ya Allah dzat yang Maha Kekal.”
26. “Ya Allah dzat yang Maha Menguasai semua makhluk.”
27. “Ya Allah dzat yang Maha Menerima Syukur, Dialah Allah yang Maha Pemurah.”
28. “Ya Allah dzat yang Maha Kuasa, Dialah Allah yang Maha Pemurah.”
29. “Ya Allah, Engkaulah dzat yang menetapkan semua perkara hamba, BagiMu nama-nama yang indah dan sifat-sifat yang Luhur, semua keindahan dan semua cahaya dan Engkaulah dzat yang Maha Agung.”
30. “Ya Allah, Engkaulah Tuhan yang selalu di puji dimanapun berada, dan disanjung-sanjung setiap lisan dan selalu di ingat di setiap waktu.”
31. “Ya Allah, Engkaulah dzat yang Maha Terdahulu, yang mendahului semua makhluk, tiada sesuatupun yang mendahului-Mu dan hanya Engkaulah dzat yang Maha Terdahulu.”
32. “Ya Allah, Engkaulah dzat yang membuat tunduk semua wajah dan merendahkan diri serta hina dihadapan-Mu, Engkaulah dzat yang membuat semua suara menjadi terdiam dan khusu‟, semua keindahan dan kemegahan menjadi rendah dan hina.”
47
33. “Ya Allah, Engkaulah dzat yang memberikan Penerang dengan cahayaMu, kepada semua makhluk yang ada di langit dan di bumi, dengan cahaya-Mu semua cahaya menjadi mati dan hilangkah keindahan semua cahaya.”
34. “Ya Allah, Engkaulah dzat yang Meliputi semua makhluk dengan keadilan, rahmat dan kemurahan-Mu.”
35. “Ya Allah, Engkaulah dzat yang Maha Abadi, tiada akhir keberadaan-Mu, yang menghidupkan semua yang telah mati dan membubuh semua yang hidup, yang menciptakan langit-langit dan bumi serta semua mkhluk yang ada di seluruh alam semesta, dengan kehendak dan kuasa-Mu.”
36. “Ya Allah, Engkaulah dzat yang maha Agung, semua makhluk tunduk dan patuh kepada kehendak dan kekuasaan-Mu.”
37. “Ya Allah, Engkaulah dzat yang Maha memberikan anugerah dengan cahaya-Mu kepada semua makhluk yang berada di langit-langit dan bumi. Dengan cahaya-Mu maka matilah semua cahaya dan keagungan semua makhluk.”
38. “Ya Allah, Engkaulah dzat yang Maha Merajai dengan kemenangan-Mu, yang memaksa dengan keagungan-Mu, yang Maha Mempengaruhi dengan kekuasaam-Mu, yang Maha Mengalahkan dengan kekuataan-Mu, tiada yang mampu menolak kehendak-Mu.”
39. “Ya Allah, Engkaulah dzat yang Maha Mengetahui semua makhluk yang ada dan yang belum ada, tiada hal yang ghaib dari semua yang ghaib dan semua yang dirahasiakan di dada semua makhluk yang bisa lepas dari pandangn-Mu.”
48
40. “Ya Allah, Engkaulah dzat yang jika menghendaki segala sesuatu hanya tinggal berkata: “ Jadilah!” maka jadilah ia.”18
6. Hizb al-Barr Waktu yang tepat dipilih untuk membaca hizb al-Barr yang dikenal dengan nama hizb al-Kabir ini, dalam tradisi Tarekat Syâdziliyah adalah sehabis shalat subuh. Pada waktu membacanya hendaklah tidak berbicara kepada orang lain saat membaca hizb al-Barr kecuali karena kebutuhan, seperti misalnya ketika kembali Salam. Dikatakan Abû Hasan al-Syâdzilî: “Barangsiapa yang membaca hizb ini, maka dia akan memperoleh segala apa yang telah kami peroleh dan terhindar dari bahaya yang Allah hindarkan dari kami”.19 a. Bacaan hizb al-Barr:
18
Muhammad Zaini, “Tarekat Syadziliyah Perkembangan dan Ajaran-Ajaran,” h. 171-
178. 19
Miftahussurur dan Muhdhor, Imam Ali Abil Hasan Asy-Syadzili, h. 118.
49
50
51
52
53
b. Terjemahan hizb al-Barr:
1. “Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyanyang.”
2. “Dan apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah: “Salamun „alaikum (sejahtera atas kalian semua).” Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwa barangsiapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (Q.S. Al-An‟am 6: 54)
3. “Dia pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. Al-An‟am 6: 101)
4. “(Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah, selain Dia, Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia, dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu dan Dialah Yang Maha Lembut Lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-An‟am 6: 102-103)
54
5. “Ya Tuhanku, berilah keputusan dengan adil dan Tuhan kami ialah Tuhan Yang Maha Pemurah Lagi Yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu katakan.” (Q.S. Al-Anbiya‟ 21: 112)
6. “Tha-Ha. Kami tidak menurunkan Al-Qur‟an ini kepadamu agar kamu menjadi susah, tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah), yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi. (Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas „Arsy. Kepunyaan-Nya-Lah semua yang ada dilangit, semua yang ada di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah. Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi. Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Dia mempunyai Asma‟ul Husna (Nama-Nama Yang Paling Baik).” (Q.S. Tha-Ha 20: 1-8)
7. “Ya Allah, Engkau mengetahui sesungguhnya aku dikenal bodoh, sementara Engkau disifati dengan ilmu dan dengan ilmu-Mu Engkau benar-benar menjangkau segala sesuatu dari kebodohanku, maka aku mohon kepada-Mu sudi kiranya Engkau menjangkau semua itu dengan rahmat-Mu sebagaimana Engkau menjangkau semua itu dengan ilmu-Mu dan ampunilah aku. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
8. “Wahai Allah, wahai Yang Maha Raja, wahai Yang Maha Banyak Memberi, berikanlah kepada kami nikmat-nikmat-Mu yang telah Engkau ketahui bagi kami di dalamnya terdapat ridha-Mu. Berilah kami pakaian
55
yang dengannya Engkau menjaga kami dari berbagai fitnah dalam semua pemberian-Mu. Sucikanlah kami dari setiap sifat yang menetapkan sifat kekurangan dari apa yang dengannya telah Engkau pilihkan berdasarkan ilmu-Mu bukan dari selain-Mu.”
9. “Ya Allah, wahai Yang Maha Agung, wahai Yang Maha Tinggi, wahai Yang Maha Besar, kami mohon kefakiran dari apa yang selain-Mu dan kami mohon kekayaan dengan-Mu sehingga kami tidak bersaksi melainkan kepada-Mu dan sayangilah kami (dengan lemah-lembut-Mu) dalam keduanya (kefakiran dan kekayaan) dengan kelemahlembutan yang Engkau ketahui yang patut bagi orang-orang yang setia kepada-Mu. Kenakanlah pakaian kepada kami pakaian-pakaian ishmat (suci dari kesalahan) dalam berbagai nafas dan kejapan mata kami. Dan jadikanlah kami sebagai hamba-hamba-Mu dalam segala keadaan serta ajarilah kami dari sisi-Mu suatu ilmu yang dengannya kami dapat menjadi orang-orang yang sempurna baik ketika hidup maupun (sesudah) mati.”
10. “Ya Allah, Engkau Maha Terpuji, Tuhan Yang Maha Agung, Yang Maha Membuat sesuatu yang Engkau kehendaki. Engkau mengetahui suka cita kami dengan apa, karena apa dan atas apa, dan Engkau pun mengetahui duka cita kami denga apa, karena apa dan atas apa. Engkau telah menentukan suatu kejadian yang telah Engkau kehendaki dalam diri kami dan dari diri kami. Kami tidak memohon kepada-Mu untuk membatalkan sesuatu yang sudah menjadi kehendak-Mu, namun kami mohon kepadaMu keteguhan dengan ruh dari sisi-Mu dalam (menerima) apa yang telah menjadi kehendak-Mu sebagaimana Engkau teguhkan para Nabi-Mu dan Rasul-Rasul-Mu dan khususnya Shiddiqin dari makhluk-makhluk-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
56
11. “Ya Allah, Pencipta langit dan bumi, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang lahir, Engkau menetapkan hukum di antara hamba-hamba-Mu, maka berbahagialah bagi siapa saja yang telah mengenal-Mu lalu ridha dengan ketentuan-Mu. Alangkah celaka bagi siapa saja yang belum mengenal-Mu, lebih celaka lagi bagi orang-orang yang mengakui wahdaniyah (keesaan)Mu tetapi tidak mau menerima hukum-hukum-Mu.”
12. “Ya Allah, sesungguhnya Engkau telah menghukum suatu kaum dengan kehinaan sehingga mereka menjadi mulia, dan Engkau telah menghukum mereka dengan kehilangan hingga mereka menemukan. Tapi setiap kemuliaan (yang) itu dapat mencegah daripada-Mu, maka kami mohon (lebih baik) Engkau ganti kemuliaan itu dengan kehinaan yang disertai oleh rahmat-Mu, dan setiap keberhasilan (yang) itu menghalangi daripadaMu, maka kami mohon (lebih baik) Engkau ganti keberhasilan itu dengan kehilangan yang disertai oleh cahaya-cahaya cinta-Mu. Maka sesungguhnya benar-benar telah nyata kebahagiaan atas orang-orang yang Engkau cintai dan benar-benar telah nyata kemalangan atas orang-orang yang dikuasai oleh selain-Mu. Maka berilah kami dari karunia-karunia orang yang bahagia dan hindarkanlah kami dari berbagai jalan orangorang yang malang.”
57
13. “Ya Allah, sesungguhnya kami benar-benar tidak mampu mencegah madharrat dari diri kami sendiri dari segi apa yang kami ketahui, maka bagaimana mungkin kami mampu mencegah madharrat itu dari sisi apa yang tidak kami ketahui, sedangkan Engkau telah memerintah kami dan melarang kami. Pujian maupun celaan telah Engkau tetapkan pada diri kami, maka yang mempunyai kebaikan adalah orang-orang yang telah Engkau anugerahi kebaikan, dan yang mempunyai kerusakan adalah orang-orang yang Engkau sesatkan. Dan orang yang benar-benar bahagia adalah siapa saja yang telah Engkau cukupkan dari memohon kepada-Mu, dan orang yang celaka adalah siapa saja yang telah Engkau larang sekalipun banyak memohon kepada-Mu. Maka dengan anugerah-Mu. Cukupkanlah kami daripada permohonan kami kepada-Mu dan janganlah Engkau halangi kami dari (memperoleh) rahmat-Mu, meskipun kami banyak memohon kepada-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
14. “Wahai Dzat Yang amat keras siksa-Nya, wahai Yang Maha Perkasa, wahai Yang Maha yang Menaklukkan, wahai Yang Maha Bijaksana, kami berlindung kepada-Mu dari kejahatan makhluk-Mu, kami berlindung dengan-Mu dari kegelapan ciptaan-Mu, kami berlindung dengan-Mu dari tipu daya nafsu dalam sesuatu yang telah Engkau tentukan dan Engkau kehendaki, dan kami berlindung kepada-Mu dari kejahatan orang yang suka dengki atas nikmat yang telah Engkau berikan. Dan kami mohon kepada-Mu kemuliaan (kemenangan) di dunia dan di akhirat sebagaimana Nabi-Mu Sayyidina Muhammad SAW memohon kepada-Mu kemuliaan di dunia dengan iman dan ma‟rifat dan kemuliaan di akhirat dengan liqa (bertemu) dan musyahadah (menyaksikan). Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Maha Dekat dan Maha Mengabulkan.”
15. “Wahai Allah, aku persembahkan kepada-Mu apa yang ada padaku setiap nafas, lintasan pandangan dan kedipan mata, yang dengan itu juga ahli langit dan bumi dan segala sesuatu yang ada di dalam ilmu-Mu yang akan maupun yang sudah wujud dapat melihat. Aku persembahkan kepada-Mu semua apa yang di hadapanku.”
58
16. “Allah, tiada Tuhan selain Dia yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri Sendiri, tidak tersentuh kantuk dan tidur. Bagi-Nya segala apa yang di langit dan bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya melainkan dengan izin-Nya. Dia mengetahui apa yang berada di hadapan mereka dan apa yang berada di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui sedikit pun dari ilmu-Nya kecuali apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (Q.S. Al-Baqarah 2: 255)
17. “Aku bersumpah kepada-Mu demi terbukanya Kedua Tangan-Mu dan kemuliaan Dzat-Mu dan cahaya Kedua Mata-Mu dan sempurnanya Penglihatan-mu, berilah aku sebaik-baik sesuatu yang telah diberlakukan sesuai kehendak-Mu dan sesuatu yang telah ditetapkan dengan kekuasaanMu dan sesuatu yang telah diliputi oleh ilmu-Mu dan selamatkanlah kami dari kejahatan sesuatu yang berlawanan dari semua itu. Sempurnakanlah agama kami dan lengkapilah nikmat-nikmat-Mu untuk kami. Karuniakanlah untuk kami hikmat kebijaksanaan yang sempurna bersama kehidupan yang bersih dan kematian yang baik. Bimbinglah lepasnya arwah kami dengan kekuasan-Mu. Pisahkan apa yang antara kami dan antara selain-Mu di dalam Barzakh dan antara apa yang sebelumnya dan apa yang sesudahnya dengan Nur Dzat-Mu dan dengan keagungan kekuasaan-Mu dan keindahan anugerah-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
59
18. “Wahai Allah, wahai Yang Maha Tinggi, wahai Yang Maha Agung, wahai Yang Maha Santun, wahai Yang Maha Bijaksana, wahai Yang Maha Mulia, wahai Yang Maha Mendengar, wahai Yang Maha Dekat, wahai Yang Maha Mengabulkan permohonan, wahai Yang Maha Mencintai dan Mengasihi, bebaskanlah kami dari fitnah dunia, dari wanita-wanita yang menggoda, dari kelalaian, dari syahwat, dari menganiaya makhluk, dan keburukan perangai. Dan ampunilah dosa-dosa kami, tunaikanlah tanggungjawab kami, singkirkanlah kejahatan dari kami, selamatkanlah kami dari kesedihan dan jadikanlah untuk kami jalan keluar darinya. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
19. “Ya Allah, ya Allah, ya Allah, wahai Yang Maha Lembut, wahai Yang Maha Memberi Rizqi, wahai Yang Maha Kuat, wahai Yang Maha Perkasa, bagi-Mu kunci-kunci langit dan bumi, Engkau melapangkan rizqi kepada siapa saja yang Engkau kehendaki dan Engkau pula yang menentukan, maka lapangkanlah bagi kami dari rizqi itu apa saja yang dengannya Engkau berkenan mendatangkan kami kepada rahmat-Mu dan dari rahmat-Mu apa saja yang dengannya Engkau berkenan menghalangi antara kami dan siksa-Mu dan dari sifat santun-Mu apa saja yang dengannya maaf-Mu dapat mencukupi kami dan akhirilah kami dengan kebahagiaan yang dengannya Engkau sudahi wali-wali-Mu. Dan jadikanlah sebaik-baik dan sebahagia-bahagia hari-hari kami adalah hari ketika bertemu dengan-Mu dan selamatkanlah kami di dunia ini dari api syahwat dan masukkanlah kami dengan anugerah-Mu ke dalam peralatan rahmat dan pakaikanlah pada kami cahaya busana-busana yang suci dari kesalahan dan jadikanlah kami penolong dari akal kami dan penjaga dari ruh kami dan penakluk dari diri kami supaya kami dapat dengan banyak mensucikan-Mu dan mengingat-Mu. Sesungguhnya Engkau terhadap kami Maha Mengetahui. Anugerahilah kami musyahadah (penyaksian) yang
60
Engkau sertai dengan mukalamah (saling bertutur kata) bukakanlah pendengaran dan penglihatan kami dan ingatkanlah kami manakala kami lalai mengingat-Mu dengan peringatan yang paling baik dan rahmatilah kami manakala kami melakukan maksiat dengan rahmat yang paling sempurna yang dengannya Engkau rahmati kami manakala kami taat kepada-Mu. Ampunilah dosa-dosa kami yang telah kami lakukan di masa lalu dan yang kami lakukan masa kemudian, dan anugerahilah kami kelembutan yang dapat menutup kami dari selain-Mu dan yang tidak dapat menghalangi kami dari-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui segala sesuatu.”
20. Wahai Allah, sungguh kami mohon kepada-Mu lisan yang mudah berdzikir kepada-Mu, dan hati yang senang bersyukur kepada-Mu, dan tubuh yang ringan dan lunak untuk taat kepada-Mu, anugerahilah kami bersama semua itu apa yang tidak pernah dilihat mata dan tidak pernah didengar telinga dan tidak pernah terlintas di dalam hati, sebagaimana yang pernah dikabarkan oleh Rasul-Mu sesuai yang Engkau ketahui dengan ilmu-Mu, dan cukupkanlah kami tanpa sebab, dan jadikanlah kami sebagai sebab kekayaan untuk wali-wali-Mu, dan jadikanlah Barzakh antara mereka dan musuh-musuh-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
21. “Wahai Allah, kami mohon kepada-Mu iman yang kekal, hati yang khus‟, ilmu yang manfaat, keyakinan yang benar, agama yang tegak, selamat dari segala cobaan, kesempurnaan „afiat, terus-menerusnya „afiat, mensyukuri „afiat, dan rasa cukup dari manusia.” 3x
61
22. “Wahai Allah, kami mohon kepada-Mu taubat yang sempurna, ampunan yang menyeluruh, cinta yang sempurna dan luas menghimpun, teman dekat yang jernih, ma‟rifah, luas, dan cahaya-cahaya yang bersinar, syafa‟at yang tetap, hujjah yang matang dan derajat yang tinggi. Lepaskanlah belenggu kami dari maksiat dan jaminan siksa dengan pemberian-pemberian anugerah.”
23. “Wahai Allah, kami mohon kepada-Mu taubat dan kekalnya, dan kami berlindung kepada-Mu dari maksiat dan sebab-sebabnya, maka ingatkanlah kami dengan rasa takut kepada-Mu sebelum terjadi penyerangan bahaya maksiat dan jaminlah kami selamat dari maksiat dan dari memikirkan mengenai cara-caranya. Hapuskanlah dari hati kami rasa manisnya maksiat yang pernah kami lakukan dan gantilah rasa itu dengan rasa benci terhadap maksiat dan rasa yang menjadi lawan.”
24. “Limpahkanlah kepada kami samudera kemurahan dan ampunan-Mu sehingga kami dapat keluar dari dunia ini dengan selamat dari bencana maksiat, dan jadikanlah kami pada saat menjelang mati orang-orang yang mengucapkan syahadat dengan pengertian, sayangilah kami sebagaimana sayangnya seorang kekasih terhadap kekasihnya ketika menghadapi bahaya kesulitan dan kejadiannya. Maka rahmatilah kami dari kesedihankesedihan dunia dengan kegembiraan (rahmat) dan rizqi sampai ke surga dan nikmat-nikmatnya.”
62
25. “Wahai Allah, kami mohon kepada-Mu taubat yang datang lebih dulu dari-Mu kepada kami, agar taubat kami mengikuti kepada-Mu. Anugerahilah kami penerimaan dari-Mu sebagaimana penerimaan Adam atas kalimat-kalimat dari-Mu supaya menjadi anutan bagi anak cucunya dalam bertaubat dan beramal baik. Jauhkanlah kami dari menentang dan selalu melakukan pelanggraran dan menyerupai dengan (godaan) iblis orang-orang yang sesat. Dan jadikanlah berbagai kejelekan kami seperti kejelekan-kejelekan orang-orang yang Engkau cintai, dan janganlah Engkau jadikan berbagai kebaikan kami seperti kebaikan-kebaikan orangorang yang Engkau murkai. Maka perbuatan baik tiada akan bermanfaat dengan adanya murka dari-Mu, dan perbuatan jelek tiada akan merugi selama disertai cinta dari-Mu. Dan Engkau menjadikan samar perkara itu kepada kami agar kami mau mengharap dan mempunyai rasa takut, maka amankanlah kami dari rasa takut dan janganlah Engkau hampakan harapan kami, dan kabulkanlah permohonan kami, Engkau benar-benar telah memberi iman kepada kami sebelum kami meminta kepada-Mu, dan Engkau telah menetapkan, memberi rasa cinta, menghias dan membuat rasa benci serta memudahkan lisan-lisan (mengucapkan) tentang apa saja yang Engkau uraikan. Sebaik-baik Tuhan adalah Engkau. Bagi-Mu segala puji atas apa saja nikmat yang telah Engkau berikan, maka ampunilah kami dan janganlah Engkau siksa kami dengan merampasnya setelah memberi dan jangan pula dengan mengkufuri nikmat-nikmat dan terhalang dari ridha.”
63
26. “Wahai Allah, anugerahilah kami rasa ridha dengan ketentuan-Mu, karuniailah kami rasa sabar untuk melakukan taat kepada-Mu, meninggalkan maksiat kepada-Mu, melepaskan diri dari berbagai syahwat yang menuntut pada rasa kekurangan atau menjauhkan diri dari-Mu. Dan berikanlah pada kami hakikat iman kepada-Mu hingga kami tidak merasa takut kepada selain-Mu dan tidak mengharap kepada selain-Mu dan mencintai selain kepada-Mu dan tidak menyembah kepada sesuatupun selain kepada-Mu. Dan berikanlah kepada kami rasa mensyukuri nikmatnikmat-Mu dan tutupilah kami dengan pakaian keselamatan-Mu dan tolonglah kami dengan yakin dan tawakkal kepada-Mu. Pancarkanlah wajah-wajah kami dengan cahaya sifat-sifat-Mu dan buatlah kami tertawa dan gembira di hari kiamat nanti dengan berada di antara para wali-Mu, dan bukalah kedua tangan-Mu terbentang bagi kami, keluarga-keluarga kami, anak-anak kami dan siapa saja yang bersama kami dengan rahmatMu. Janganlah Engkau serahkan kami pada diri kami sendiri walau sekejap matapun atau lebih sedikit daripada itu. (Wahai sebaik-baik Dzat Yang Mengabulkan doa).”3x
27. “Ya Man Huwa Huwa Huwa yang di dalam ketinggian-Nya itu sangat Dekat. Wahai Yang Memiliki Keagungan dan Kemuliaan. Wahai Dzat Yang Meliputi malam dan siang, aku mengadu kepada-Mu dari kesedihan diri karena hijab (tabir penghalang) dan buruknya hisab (perhitungan amal) dan kerasnya siksa. Sesungguhnya hal itu niscaya terjadi, tiada yang dapat mencegah bila Engkau tidak mencurahkan rahmat kepadaku.”
28. “Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku tergolong orang-orang yang berbuat zhalim.” 3x (Q.S. Al-Anbiya‟ 21: 87)
64
29. “Sungguh Nabi Yaqub as telah mengadu kepada-Mu kemudian Engkau selamatkan beliau dari kesedihannya dan mengembalikan penglihatannya yang telah hilang dan Engkau kumpulkan beliau kembali dengan putraputranya. Sebelum itu Nabi Nuh as pernah mengadu kepada-Mu kemudian Engkau selamatkan beliau dari kesusahannya. Kemudiaan Nabi Ayyub as juga pernah menyeru kepada-Mu, maka Engkau sembuhkan beliau dari penderitaannya. Nabi Yunus as pun pernah mengadu kepada-Mu lalu Engkau selamatkan beliau dari kesedihannya. Begitu juga Nabi Zakariyyah as pernah memohon kepada-Mu, kemudian Engkau karuniai beliau seorang anak dari tulang shulbinya setelah isteri beliau putus asa dan telah lanjut usianya. Sungguh Engkau telah mengetahui peristiwa yang turun menimpa Nabi Ibrahim as, (tapi) kemudian Engkau selamatkan beliau dari bara api musuhnya. Dan Engkau pula yang telah menyelamatkan Nabi Luth as dan ahli (orang-orang yang beriman kepada beliau) dari siksa yang turun pada kaumnya.”
30. “Maka aku inilah hamba-Mu, jika Engkau hendak menyiksaku dengan siksa-siksa yang telah Engkau ketahui, maka sebenarnya aku ini lebih pantas dengan semua siksa itu. Akan tetapi jika Engkau memberi rahmat kepadaku sebagaimana Engkau memberi rahmat kepada semua beliau dalam keadaan dosaku yang sangat besar, maka Engkau lebih patut dengan semua itu dan lebih berhak daripada diberi kemurahan dengan semua itu, karena kemurahan-Mu tidak tertentu bagi orang-orang yang taat dan berbakti kepada-Mu. Tapi bahkan sudah diberikan kepada makhlukmakhluk-Mu yang Engkau kehendaki, meskipun mereka mendurhakai-Mu dan berpaling dari-Mu. Tiadalah dari kemurahan itu berarti Engkau tidak akan berbuat baik kecuali bagi orang-orang yang berbuat baik kepada-Mu padahal Engkau Maha Murah lagi Maha Kaya. Justru dari kemurahan itu Engkau berbuat baik kepada orang-orang yang berbuat jelek kepada-Mu sedangkan Engkau Maha Menyayangi lagi Maha Tinggi, sebagaimana
65
telah Engkau perintahkan kami agar kami berbuat baik kepada siapa saja yang berbuat jelek kepada kami, maka untuk hal begitu Engkau jelas lebih pantas daripada kami.”
31. “Wahai Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri. Jika tidak Engkau ampuni dan rahmat kami, niscaya kami menjadi golongan orangorang yang rugi.”3x (Q.S. Al-A‟raf 7: 23)
32. “Kalau kami tidak pantas memperoleh rahmat-Mu, maka rahmat-Mu pantas datang mencapai kami.”
33. “Wahai Yang Maha Menolong orang yang (walaupun) telah bermaksiat kepada-Nya.” 3x
34. “Tolonglah Kami!3x Wahai Tuhan, Wahai Yang Maha Derma, rahmatilah kami. Wahai Yang Maha Baik, wahai Yang Maha Menyayangi, whai Dzat yang Kursi-Nya benar-benar luas meliputi langit dan bumi dan Dia tidak berat memelihara keduanya dan Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
35. “Aku memohon kepada-Mu iman dengan perliharaan-Mu, iman yang dengannya hatiku bisa tenang dari kesusahan rizqi dan takut terhadap makhluk. Dekatlah kepadaku dengan kekuasaan-Mu, dekat yang dengannya dapat terhapus segala hijab seperti Engkau hapus hijab itu dari
66
Nabi Ibrahim as yang menjadi kekasih-Mu hingga beliau tidak membutuhkan jibril utusan-Mu juga tidak meminta Jibril untuk memohon kepada-Mu dan dengan begitu Engkau telah menyelamatkan Nabi Ibrahim as dari api musuhnya. Bagaimana tidak terhalang dari bahaya musuhmusuh orang-orang yang Engkau rahasiakan dari manfaat orang-orang yang hidup. Tidak, sekali-sekali tidak! Sesungguhnya aku memohon kepada-Mu hendaklah Engkau rahasiakan aku dengan Engkau dekat padaku, sehingga aku tidak dapat melihat dan merasakan dekat dan jauhnya sesuatu dariku. Sungguh Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
36. “Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada kami? Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Tuhan (yang mempunyai) Arsy yang mulia. Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain disamping Allah, padahal tidak ada suatu dalil pun baginya, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung. Dan katakanlah: “Ya Tuhanku berilah ampun dan berilah rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling baik.” (Q.S. Al-Mu‟minun 23: 115-118)
37. “Dialah Yang Maha Hidup Kekal, tiada Tuhan selain Dia, maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadah kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.” (Q.S. Al-Mu‟min 40: 65)
38. “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Q.S. Al-Ahzab 33: 56)
67
39. “Wahai Allah, anugerahilah shalawat dan salam untuk Sayyidina Muhammad Saw dan keluarga Sayyidina Muhammad Saw dan berkatilah Sayyidina Muhammad Saw dan keluarga Sayyidina Muhammad Saw. sebagaimana Engkau menganugerahi shalawat dan berkat kepada Sayyidina Ibrahim as dan keluarga Sayyidina Ibrahim as di dalam semesta alam. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Agung.”
40. Wahai Allah, ridhailah para tuan junjungan kami Al-Khulafa‟ir Rasyidin, Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar, Utsman dan Ali dan ridhailah pula, wahai Allah, tuan junjungan kami Al-Hasan dan Al-Husain dan ibunda keduanya Fathimah Az-Zahra‟ radhiyallah „anhum, para sahabat Nabi semuanya, istri-istri Nabi-Mu yang suci-suci yang menjadi ibu para mu‟minin dan para pengikut beliau-beliau serta orang-orang yang mengikutinya dengan berbuat baik sampai hari kiamat. Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Maha Suci Tuhanmu Yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan. Dan salam kesejahteraan dilimpahkan untuk para Rasul dan segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam.”20
C. Pengaruh Hizb bagi yang Mengamalkannya Istilah hizb sudah dikenal semenjak masa Rasulullah SAW. Pada proses berikutnya, hizb menjadi bagian dari tradisi sufi. Ordo sufi yang paling terkenal dengan hizbnya adalah Tarekat Syâdziliyah. Tarekat ini terkenal dengan hizb al20
Miftahussurur dan Muhdhor, Imam Ali Abil Hasan Asy-Syadzili, h. 109-133.
68
asyfâ‟, hizb al-kâfî, hizb al-bahr, hizb al-bâladiyah, hizb al-nashr, hizb al-barr.21 Selain itu ada hizb al-saifi yang terkenal dalam Tarekat Qadiriyah dan Ahmadiyah Idrisiyah. Hizb-hizb ini ada yang berasal dari ilham, talqin dari Rasulullah SAW, mimpi, adapula yang diijazah dari Sayyidina Ali r.a.22 Hizb dalam pandangan Tarekat Syâdziliyah adalah ibarat seorang petani yang menanam padi di sawah. Agar tanaman padinya bisa tumbuh subur dan menghasilkan panen yang melimpah tentu harus dipupuk dengan cukup dan dibersihkan rumput-rumput yang mengganggu pertumbuhannya. Demikian juga seorang murid yang telah menanamkan benih dzikir dalam dirinya melalui tarekat dan agar benih dzikir dalam dirinya itu dapat tumbuh subur dan menghasilkan kedekatan kepada Allah serta kema‟rifatan kepada-Nya (ma‟rifat billah), maka perlu adanya amalan yang fungsinya untuk menyuburkan tanaman dzikir tersebut yaitu hizb-hizb itu. Hizb inilah ciri utama Tarekat Syâdziliyah yang dapat dirasakan hingga saat ini. Di katakan bahwa doa-doa tersebut sangat makbul dan Syaikh Abû Hasan al-Syâdzilî mengakui bahwa dirinya menerima langsung dari lisan Nabi dalam penglihatan spiritual.23 Dalam ajaran Tarekat Syâdziliyah, para muridnya juga dianjurkan untuk membaca hizb-hizb yang diijazahkan sang guru. Hizb-hizb itu perlu dibaca, dimaksudkan agar bisa menjadi bekal, tameng, benteng dan senjata
21
Muhammad Zaini, “Tarekat Syadziliyah Perkembangan dan Ajaran-Ajaran: Studi pada Pondok Peta di Tulungagung,” h. 168. Tentu saja masih banyak hizb-hizb Abû Hasan al-Syâdzilî. Lihat Abi A ́ bdillah Muhammad ibn Sulaiman al-Jazulî, Dalâil al-Khairât má a al-Ahzâb, (Surabaya: Nabhan, t.th). 22 Abd. Halîm Mahmûd, “Abul-Hasan Al-Syadzily, Kehidupan, doa dan hizibnya.” 23 Victor Danner, “Tarekat Syadziliyah dan Tasawuf di Afrika Utara”, h. 38.
69
untuk berperang melawan hawa nafsu dan iblis yang akan selalu merintagi dan mengganggu perjalanan si murid (salik) dalam menuju kehadirat Allah SWT.24 Ajaran fundamentalnya berkaitan erat dengan tauhid dan konsekuensi spiritual yang mengalir darinya pada jiwa orang yang bersangkutan. Muslim yang mengambil disiplin mistik maupun yang tidak, dapat menemukan level mereka masing-masing di dalamnya dan tidak diragukan lagi, inilah mengapa doa-doa tersebut begitu populer selama berabad-abad. Namun, terpisah dari fungsi pendidikan, tampaknya kumpulan doa ini telah dipakai oleh anggota Tarekat Syâdziliyah masa awal maupun berikutnya sebagai tema bagi meditasi akan kematian, masa depan, penyucian, keterjagaan, pengasingan diri, kesabaran dan sifat-sifat Tuhan. Dalam sebuah literatur tasawuf, dapat dijumpai bahwa doa itu dibaca tiga kali dalam sehari, pada pagi hari, sore hari dan malam hari, yang secara tidak langsung menunjukkan fungsinya sebagai salah satu metode Tarekat Syâdziliyah dalam mengonsentrasikan pikiran pada realitas Ketuhanan.25 Dari macam-macam hizb Tarekat Syâdziliyah, hizb al-bahr lah yang termasyhur, bahkan Syaikh Abû Hasan al-Syâdzilî sendiri telah berwasiat kepada para pengikutnya dalam hal hizb al-bahr ini, bahwa semua murid yang mengikuti Tarekat Syâdziliyah supaya mengamalkan hizb al-bahr, karena di dalamnya terdapat nama-nama Allah yang besar sekali berkahnya. Dengan membaca alasmâ‟ al-husnâ berarti seseorang berzikir dan mengingat Allah dengan 99 nama yang setiap nama memiliki pengaruh spiritual yang besar. Pengaruh spiritual itu
24
Abd. Halîm Mahmûd, Abû Hasan al-Syâdzilî; al-Shûfi al-Mujâhid al-Arif bi Allâh. Penerjemah Abubakar basymeleh (Mesir: Dar-al Turats Al‟Arabi, tt), h. 82. 25 Victor Danner, “Tarekat Syadziliyah dan Tasawuf di Afrika Utara,” h. 38-39.
70
akan di dapatkan oleh siapapun yang mengamalkan dengan syarat meminta ijazah dari guru yang berwenang.26 Seorang yang mengamalkan hizb al-bahr dengan terus-menerus, akan mendapat perlindungan dari segala bala. Bahkan, bila ada orang yang bermaksud jahat mau menyatroni rumahnya, ia akan melihat lautan air yang sangat luas. Si penyatron
akan
melakukan
gerak
renang
layaknya
orang
yang
akan
menyelamatkan diri dari daya telan samudera. Bila di waktu malam, ia akan terus melakukan gerak renang sampai pagi tiba dan pemilik rumah menegurnya. Orangorang yang tidak percaya dengan hal-hal supranatural, mungkin tidak akan percaya dengan hal itu. Ada background kisah yang amat menarik tentang asal muasal hizb albahr Syaikh Abû Hasan al-Syâdzilî. Kisah itu ditulis oleh Haji Khalifah, pustakawan terkenal asal Konstantinopel (Istanbul Turki). Hizb al-bahr ditulis Syaikh Abû Hasan al-Syâdzilî di Laut Merah (Laut Qulzum). Di laut yang membelah Asia dan Afrika itu Syaikh al-Syâdzilî pernah berlayar menumpang perahu. Di tengah laut tidak ada angin bertiup, sehingga perahu tidak bisa berlayar selama beberapa hari, dan beberapa saat kemudian Syaikh al-Syâdzilî melihat Rasulullah. Rasulullah datang membawa kabar gembira. Lalu, menuntun Syaikh Abû Hasan al-Syâdzilî melafadzkan doa-doa. Usai al-Syâdzilî membaca doa, angin bertiup dan kapal kembali berlayar. Doa-doa itu kemudian diabadikan oleh al-Syâdzilî dan diajarkan kepada murid-murid tarekatnya. Kemudian diberi nama hizb al-bahr. Disebut hizb al-bahr karena doa-doa ini tersebut mempunyai ikatan
26
Heri MS Faridy, Ensiklopedi Tasawuf , h. 1153.
71
historis yang sangat erat dengan laut. Al-Syâdzilî membacanya dalam rangka berdoa agar selamat dalam perjalanan di Laut Merah. Dalam kitab Kasyf al-Zhunun „an Asami al-Kutub wa al-Funun, yang di tulis Haji Khalifah yang menuliskan tentang hizb al-bahr al-Syâdzilî, di antaranya, menurut Haji Khalifah, al-Syâdzilî pernah berkata: bila hizb al-bahr dibaca di sebuah tempat, maka termpat itu akan terhindar dari malapetaka. Haji Khalifah juga mengutip komentar ulama-ulama lain tentang hizb al-bahr ini. Ada yang mengatakan, bahwa orang yang istiqamah membaca hizb al-bahr, ia tidak mati terbakar atau tenggelam. Bila hizb al-bahr ditulis di pintu gerbang atau tembok rumah, maka akan terjaga dari maksud jelek orang dan seterusnya. Banyak komentar-komentar, baik dari Syaikh al-Syâdzilî maupun ulama lain tentang keampuhan hizb al-bahr yang ditulis Haji Khalifah dalam Kasyf alZhunun „an Asami al-Kutub wa al-Funun jilid 1. Selain itu, Haji Khalifah juga menyatakan bahwa hizb al-bahr telah disyarahi oleh banyak ulama, di antaranya Syaikh Abu Sulayman al-Syadzili, Syaikh Zarruq, dan Ibnu Sulthan al-Harawi.27 Mengamalkan macam-macam hizb Tarekat Syâdziliyah, banyak sekali manfaat dan pengaruhnya jika mengamalkannya melakukan dengan benar. Hanya saja penerapannya berbeda dalam mengamalkan karena disesuaikan dengan situasi dan kondisi ruhaniah murid sendiri dan kebijaksanaan mursyid. Hizb-hizb tersebut tidak boleh diamalkan oleh semua orang, kecuali telah mendapat izin atau ijazah dari mursyid atau seseorang murid yang ditunjuk mursyid untuk
27
Abd. Halîm Mahmûd, “Abul-Hasan Al-Syadzily, Kehidupan, doa dan hizibnya.”
72
mengijazahkannya.28 Dalam kandungan dari sebuah hizb selain berisi pujian mengagungkan Asma Allah SWT dan shalawat Nabi, hizb juga mengandung doa untuk memohon pertolongan kepada Allah. Dengan membaca al-asmâ‟ al-husnâ seseorang berzikir dan mengingat Allah dengan 99 nama yang setiap nama memiliki pengaruh spiritual yang besar. Seseorang yang membaca atau mengamalkan hizb-hizb tersebut yang dilaksanakan dengan penuh keikhlasan dan dengan niat yang benar maka akan berpengaruh spiritual yang besar terhadap hati dan jiwa serta ruhaniyah muridmurid. Pengaruh spiritual itu akan didapatkan oleh siapapun yang mengamalkan dengan syarat meminta ijazah dari guru yang berwenang. Dari spiritual guru itulah akan disalurkan pancaran sinar berkah kepada diri murid. Seorang yang mengamalkan suatu hizb tanpa proses ijazah dari seorang guru, maka ia tidak akan memperoleh manfaat secara ruhaniah, bahkan syetanlah yang akan menjadi gurunya dan ia akan tersesat.29 Menurut Tarekat Syâdziliyah, daya spiritual hizb itu bukan datang dari jin, tetapi murni dari Allah. Apabila terjadi kasus seseorang yang mengamalkan hizb ini, ternyata jin yang turut campur, maka yang perlu diluruskan adalah niat seseorang mengamalkan hizb tersebut. Amal sebaik apapun jika niat dalam hatinya jahat maka niat jahatnya itulah yang akan menjadi kenyataan dan hasilnya hanya akan berhenti pada niatnya itu, yang biasanya tidak ikhlas karena Allah. Oleh karena itulah, jika seseorang akan memasuki suatu tarekat, yang paling
28
Muhammad Zaini, “Tarekat Syadziliyah Perkembangan dan Ajaran-Ajaran: Studi pada Pondok Peta di Tulungagung,” h. 168. 29 Muhammad Zaini, “Tarekat Syadziliyah Perkembangan dan Ajaran-Ajaran: Studi pada Pondok Peta di Tulungagun,” h. 167.
73
penting adalah menata dan meluruskan niat dalam hatinya semata-mata hanya karena Allah.30 Seorang guru adalah orang yang berhak memberikan rekomendasi kepada seorang murid untuk mengamalkan suatu amalan, sehingga amalan yang dilakukan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kemajuan spiritual murid. Tujuan hizb adalah untuk diamalkan agar diri seseorang menjadi dekat dengan Allah. Dalam arti, Allah akan meredai orang yang mengamal hizb tersebut. Bahwasanya hizb ini tidak boleh dibaca, melainkan setelah mendapat izin dari orang yang mempunyai keizinan untuk mengijazahkannya kepada orang lain. Hizb ini tidak boleh di baca dengan tujuan untuk memudharatkan dan menzalimi. Hendaklah hizb ini dibaca dengan niat untuk membentengi diri, melindungi diri dan memohon perlindungan semata-mata karena Allah Swt. Dikatakan Abû Hasan al-Syâdzilî: “Barangsiapa yang membaca hizb ini, maka dia akan memperoleh segala apa yang telah kami peroleh dan terhindar dari bahaya yang Allah hindarkan dari kami”.31 Ini karena hizb adalah kategori doa atau zikir yang bertujuan memperkuat tauhid pengamal tersebut.
30
Heri MS Faridy, Ensiklopedi Tasawuf , h. 1153. Miftahussurur dan Muhdhor, Imam Ali Abil Hasan Asy-Syadzili, h. 118.
31
74
75
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Tarekat Syâdziliyah dinisbatkan kepada Abû Hasan al-Syâdzilî (w.656 H/1258 M) sebagai pendirinya. Abû Hasan al-Syâdzilî, seorang tokoh sufi yang berasal dari Maghribi dan kemudian hijrah ke Mesir, yang sangat menekankan ajaran tasawuf yang moderat. Ia adalah keturunan Nabi Muhammad SAW. melalui Sayidina Hasan bin Alî bin Abî Thâlib. Tarekat Syâdziliyah adalah salah satu tarekat yang diakui kebenarannya (al-mu‟tabarah), karena silsilah al-Syâdzilî adalah bersambung (muttasil) sampai Rasulullah SAW. Tarekat Syâdziliyah memulai keberadaannya di bawah salah satu dinasti al-Muwahhidûn, yakni Hafsiyyah di Tunisia. Tarekat ini kemudian berkembang di Mesir dan Timur Dekat di bawah kekuasaan dinasti Mamluk. Dalam hal ini yang menarik, sebagaimana dicatat Victor Danner peneliti Tarekat Syâdziliyah, meskipun terekat ini berkembang pesat di daerah Timur (Mesir), namun awal perkembangannya adalah dari Barat (Tunisia). Bahwa tetap berlangsungnya dan mapannya Tarekat Syâdziliyah tidak dapat dilepaskan dari faktor atau konteks sejarahnya. Kondisi Afrika Utara yang diliputi krisis ekonomi dan politik membuat masyarakat tertarik untuk bergabung dengan organisasi semacam tarekat ini. Faktor lain adalah karena terekat ini memegang kuat ortodoksi Sunni dan cukup moderat, sehingga bisa terus tumbuh
75
76
di lingkungan penguaha Sunni dan menarik minat banyak orang karena ajarannya yang moderat. Hizb adalah kategori doa atau zikir yang bertujuan memperkuat tauhid pengamal tersebut. Dalam ajaran Tarekat Syâdziliyah, para muridnya dianjurkan untuk membaca hizb-hizb yang diijazahkan sang guru, untuk diamalkan agar diri seseorang menjadi dekat dengan Allah. Hizb-hizb itu perlu dibaca, dimaksudkan agar bisa menjadi bekal, tameng, benteng dan senjata untuk berperang melawan hawa nafsu dan iblis yang akan selalu merintagi dan mengganggu perjalanan si murid (salik) dalam menuju ke hadirat Allah SWT. Pengaruh hizb Tarekat Syâdziliyah semua sama, hanya saja penerapannya dalam mengamalkannya yang berbeda. Dari macam-macam hizb Tarekat Syâdziliyah, hizb al-bahr lah yang termasyhur. Seorang yang mengamalkan hizb al-bahr dengan terus-menerus, akan mendapat perlindungan dari segala bala. alSyâdzilî berkata: bila hizb al-bahr dibaca di sebuah tempat, maka tempat itu akan terhindar dari malapetaka. Seorang yang mengamalkan dengan istiqamah, ia tidak akan mati terbakar dan tenggelam. Semua ajaran-ajaran dan amalan-amalan hizb tidak ada yang lain tujuannya melainkan hanya bertemu Allah, tidak ada tujuan yang lain misalnya mengamalkan hizb supaya orang yang mengamalkan menjadi kebal dan lain sebagainya. Semua itu semata-mata dalam rangka menuju ke Allah. Seseorang yang membaca atau mengamalkan hizb-hizb tersebut yang dilaksanakan dengan penuh keikhlasan dan dengan niat yang benar maka akan berpengaruh spiritual yang besar terhadap hati dan jiwa serta ruhaniyah murid-
77
murid. Pengaruh spiritual itu akan didapatkan oleh siapapun yang mengamalkan dengan syarat meminta ijazah dari guru yang berwenang. Dari spiritual guru itulah akan disalurkan pancaran sinar berkah kepada diri murid. Seorang yang mengamalkan suatu hizb tanpa proses ijazah dari seorang guru, maka ia tidak akan memperoleh manfaat secara ruhaniah, bahkan syetanlah yang akan menjadi gurunya dan ia akan tersesat.
B. Saran-Saran Hendaklah para murid Tarekat Syâdziliyah, selalu meningkatkan peran di masyarakat, memberi contoh yang baik dengan menjaga keseimbangan, baik jasmaniah maupun rohaniah, supaya masyarakat mengetahui bahwa Tarekat itu tidak meninggalkan dunia, bahkan tarekat bisa menyatu dalam kehidupan seharihari dalam masyarakat. Seseorang yang mengamalkan hizb tidak untuk di baca dengan tujuan memudharatkan dan menzalimi. Karena hizb di baca untuk diamalkan agar diri seseorang menjadi dekat dengan Allah. Banyak manfaat dan pengaruh dibalik mengamalkan hizb Tarekat Syâdziliyah jika seorang mengamalkan dengan syarat mendapat ijazah yang jelas (ijâzah sharîh) dari mursyid. Seseorang yang membaca atau mengamalkan hizb-hizb tersebut yang dilaksanakan dengan penuh keikhlasan dan dengan niat yang benar maka akan berpengaruh spiritual yang besar terhadap hati dan jiwa serta ruhaniyah bagi yang mengamalkannya.
78
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur‟an al Karim dan Terjemahannya. Aceh, Abu Bakar. Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf. Jakarta: Ramadhani, 1984. Ambari, Hasan Muarif. et.al. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996. Anwar, Miftahussurur dan Assegaf, Muhdhor Ahmad. Imam Ali Abil Hasan AsySyadzili: Kepribadian dan Pemikiran. Jawa Tengah: Al-Anwar, 2002. Ardani, “Tarekat Syadziliyah Terkenal dengan Variasi Hizbnya.” Dalam Sri Mulyati, ed. Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2005. Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Bandung: Mizan, 1998. cet. IV. Abdullah, Zain. Tasawuf dan Zikir. Kualalumpur: Perniagaan Jahabersa, Johor Bahru, 1995. Baisany, Noer Iskandar. Tasawuf, Tarekat, dan Para Sufi. Jakarta: PT RajaGrafindo, 2001. Bruienessen, Martin Van. Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia. Bandung: Mizan, 1992. Bin Bahsid, H. Maftukh. Majlis Semaan Al-Qur’an Manaqib 50 Auliya’ III. Kediri, Jawa Timur: T.pn., t.t. Danner, Victor, “Tarekat Syadziliyah dan Tasawuf di Afrika Utara.” Dalam Seyyed Hossein Nasr, ed. Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam: Manifestasi. Penerjemah Tim Mizan. Bandung: Mizan, 2003. Glasse, Cyril. Ensiklopedi Islam (ringkas). Penerjemah Gufron A. Mas‟adi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999. Heri MS Faridy. dkk. ed. Ensiklopedi Tasawuf. Jilid III. Bandung: Angkasa, 2008. Jazulî, Abi „Abdillah Muhammad ibn Sulaiman. Dalâil al-Khairât ma’a al-Ahzâb. Surabaya: Nabhan, t.t.
79
Jumantoro, Totok dan Amin, Samsul Munir. Kamus Ilmu Tasawuf. T.tp.: AMZAH, 2005. Juni, Muhammad. “Sejarah Perkembangan dan Peranan Tarekat Syadziliyah di Kabupaten Bekasi.” Skripsi SI Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008. Kabbani, Syekh Muhammad Hisyam. Tasawuf dan Ihsan: Antivirus Kebatilan dan Kezaliman. Penerjemah Zaimul Am. Jakarta: SERAMBI, 1998. Lings, Martin. Membedah Tasawuf. Penerrjemah Bambang Herawan. Bandung: Mizan, 1979. M. Luthfi, KH. Al-Habib. Toriqoh Sadziliah. Pekalongan Jawa Tengah: Pelita Hati, 2010. Mulyati, Sri dan Sajaroh, Wiwi Siti. Laporan Penelitian Kolektif: Tasawuf Pasca Ibn Arabi. Jakarta: Fakultas Ushuluddin UIN, 2006. Mahmûd, abd al-Halîm. Abû Hasan al-Syâdzilî; al-Shûfi al-Mujâhid al-Arif bi Allâh. Penerjemah Abubakar basymeleh. Mesir: Dar-al Turats Al‟Arabi, tt. Nasuhi, Hamid. dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi). Jakrata: CeQDA (Center for Quality Develoment and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007. Nasution, Harun. dkk. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1992. Radjasa, Mu‟tasim dan Mulkha, Abdul Munir. Bisnis Kaum Sufi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998. Saepudin. “Pemikiran Tasawuf Abu Hasan Al-Syadzili (1196-1258M).” Tesis Pasca Sarjana, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005. Shihab, Alwi. Islam Sufistik. Bandung: Mizan, 2001. Schimmel, Annemarie. Dimensi Mistik dalam Islam. Penerjemah Sapardi Djoko Damano. dkk. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986. Taftazani, Abu al-Wafa. Penerjemah Ahmad Rofi‟ „Utsmani. Sufi dari Zaman ke Zaman. Bandung: Pustaka, 1997. Zahri, Mustafa. Kunci Memahami Ilmu Tasawuf. Surabaya: Bina Ilmu, 1996.
80
Zaini, Muhammad. “Tarekat Syadziliyah Perkembangan dan Ajaran-Ajaran: Studi pada Pondok Peta di Tulungagung.” Tesis Pasca Sarjana, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003.
Daftar Pustaka dari Link Internet UmarJogja, Ki. “Definisi Ilmu Hizib.” Artikel diakses pada 30 Juni 2011 dari http://rasasejati.wordpress.com/kajian-ilmu-ghoib/hizib-ratib Mahmûd, Abd. Halîm. “Abul-Hasan Al-Syadzily, Kehidupan, doa dan hizibnya.” Artikel diakses pada 30 Juni 2011 dari http://ishakq.multiply.com/reviews/item/82
81
LAMPIRAN
Sanad dan Silsilah Tariqah
Sayyidina Muhammad saw Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra Imam Hasan Al-Basri ra As-Syaikh Habib Al-Ajami ra As-Syaikh Daud At-Tai ra As-Syaikh Ma'ruf Al-Kharkhi ra As-Syaikh Sari As-Saqati ra As-Syaikh Asy-Shibli ra As-Syaikh At-Tartusi ra As-Syaikh Abul Hasan Al-Hukkari ra As-Syaikh Abu Said Al-Mubarak ra As-Syaikh As-Sayyid Abdul Qadir Al-Jailani ra As-Syaikh Abu Madyan Syu’aib ra As-Syaikh Muhammad Salih ra As-Syaikh Muhammad ibn Kharazim ra As-Syaikh Abd. Al-Salam ibn Masyisy ra As-Syaikh Abu Hasan Al-Syadzili ra
Sanad Nasab Abu Hasan Al-Syadzili
As-Syaikh Abu Hasan Al-Syadzili bin Abdillah bin Abdil Jabbar bin Tamim bin Hurmuz bin Hatim bin Qusay bin Yusuf bin Yusya bin Warad bin Baththal Ali bin Ahmad bin Muhammad bin Isa bin Idris Mutsanna bin Idris bin Abdillah bin
82
Hasan Mutsanna bin Abi Muhammad Hasan As-Sibth bin Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra dan Fathimah Az-Zahra ra binti Rasulullah Sayyidina Muhammad saw.