Dalam shalawat tersebut terkandung makna penegasan bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan juga memiliki fitrah kemanusiaan seperti manusia lainnya, butuh makan, minum, tidur dan rumah tangga, akan tetapi dia senantiasa beribadah kepada Allah, siang malam selalu memohon ampun kepada Allah dengan rendah hati, walaupun ia terjaga dari dosa baik yang lahir maupun yang bathin. 3. Dzikir Firman Allah SWT :
RH $,- ,-
STUVW
CD"E F29 5 @4
ÄÛØ á åã?1ã vãÅ @Y Z⌧& ☯& W Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya”. ( QS. Al-Ahzab : 41 ).
44
KH. Abdul Jalil, Dzurratush Shalihin, (Kauman Tulungagung, t.th), h. 25-26.
Ibn ‘Atha’illah menyatakan, bahwa “jangan engkau tinggalkan dzikir dikarenakan engkau tidak merasakan kehadiran Allah dalam dzikir tersebut, sebab kelalaianmu terhadap-Nya dengan tidak adanya dzikir kepada-Nya itu lebih berbahaya dari pada kelalaianmu terhadap-Nya dengan adanya dzikir kepada-Nya. Dzikir adalah sebaik-baik jalan menuju Allah SWT, jadi tidak boleh ditinggalkan walaupun sedang tidak konsentrasi penuh
dzikir sebaiknya adalah dengan menghadirkan tuhan dalam hati,
sehingga mampu mencapai dzikir yang dapat melupakan segalanya selain Allah. Dzikir merupakan metode yang efektif untuk membersihkan hati. Menurutnya orang yang berzikir itu ada yang menggunakan lisan (dzikr al-qalb atau dzikr al-sirr atau dzikr alkhafi) dan ada pula dzikir anggota badan (dzikr a’dha ‘al-abdan atau dzikr al-Jawarih).45
Dzikir adalah sebaik-baik jalan menuju Allah, dzikir merupakan ajaran yang pokok bagi penganut tarekat untuk mendekatkan diri kepada Allah, ini sebagai pengabdian yang khas bagi seseorang. Sedangkan jenis dan bentuknya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan masing-masing orang. Hanya saja yang dituntut dalam memegangi suatu tarekat (jenis amalan dan pengabdian yang khas bagi seseorang) harus bersifat istiqomah, karena hanya dengan istiqomah seseorang akan mendapatkan hasil dan karunia Allah secara memuaskan. Adapun cara berdzikir ada dua, yaitu dzikir dengan lisan dan menyebut “ Allah “ dengan berhuruf dan bersuara. Dan dzikir dengan hati, yaitu mengingat dan menyebut “Allah’ dalam hati tidak berhuruf dan bersuara.46 Sedangkan dzikir yang diamalkan oleh tarekat syadziliyah Kab.Bekasi dzikir secara formalnya adalah kalimat
ufeãvãueãv
yang dibaca 100 kali.
Pengertian secara umum dzikir itu adalah ingat, kemudian diluar itu ajaran tarekat 45 Sri Mulyani, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah Di Indonesia, (Jakarta : Prenada Media, Cet. Ke-2, 2005), h. 77. 46 Fuad Said, Hakekat Tarekat Naqsabandiyah ( Medan : Pusaka Babussalam, 1987 ), h. 53.
syadziliyah Kab. Bekasi adalah ingat kepada Allah dimana saja, kapan saja tidak dibatasi dengan hitungan, karena ajaran tarekat syadziliyah itu senantiasa berdasarkan kepada al-Quran ( Firman Allah QS. Al-Ahzab : 41)
RH $,- ,-
STUVW
CD"E F29 5 @4
ÄÛØ á åã?1ã vãÅ @Y Z⌧& ☯& W Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya”.
Menurut pengertian didalam kitab Ikhozul Himam (karangan Ahmad bin Muhammad bin Ajibah al-Hasani) lafad ãRFa ã=a: ufeã ãp=a:ã itu adalah ã9æü r äBn} v lü agar tidak melupakan Allah selama-lamanya.47 Itu dzikirnya tarekat syadziliyah Kab. Bekasi, memang dzikir tarekat syadziliyah itu hanya 100 kali, akan tetapi itu hanya formalitasnya saja, secara anjuran bahwasanya kita ingat Allah dimana saja, kapan saja dan tidak dibatasi dengan hitungan berapa ratus bahkan berapa ribu. Kenapa harus berdzikir seperti itu ? karena kita berharaf dengan dzikir itu kita bisa ingat, hati kita selalu ingat Allah, tidak hanya disitu saja mudah-mudahan dengan hatinya Allah hati kita bisa hudur/hadir ke Allah terus, kemudian kita bisa dzikir bil ghoib, itulah dzikirnya tarekat syadziliyah. 48 Murid tarekat syadziliyah Kab. Bekasi dianjurkan untuk membaca istighfar, sholawat dan dzikir masing-masing minimal 100 kali dalam sehari semalam. Wirid atau bacaan terebut harus melalui talqin atau ijazah yang diberikan oleh seorang guru mursyid. Selain itu pada waktunya, juga dilakukan 47
Ahmad bin Muhammad bin Ajibah al-Hasani, Ikhojul Himam Fi Sarhil Hikam, h. 101-
102. 48
Wawancara dengan Bapak Humaidi Yusuf, di Cikarang Barat Desa Kali Jaya (Pon-Pes Al-Istighotsah) , 8 Maret 2008.
baiat dengan cara yang amat sederhana. Baiat dalam thoriqoh (tarekat) syadziliyah dilakukan sendiri oleh seorang guru mursid tarekat syadziliyah itu sendiri. Proses pelaksanaannya yaitu antara guru dan murid saling berhadapan dan dilakukan satu persatu49. Dalam ajaran tarekat syadziliyah, para muridnya juga dianjurkan untuk membaca hizib-hizib yang diijazahkan sang guru. Hizib-hizib itu perlu dibaca, dimaksudkan agar bisa menjadi bekal, tameng, benteng, dan senjata untuk berperang melawan hawa nafsu dan iblis yang akan selalu merintangi dan mengganggu perjalanan si murid (salik) dalam menuju ke hadirat Allah SWT. Oleh karena itu, tarekat syadziliyah sejak dulu dikenal memiliki hizib-hizib Abu Hasan asy-Syadzili yang terkenal, yaitu : hizbul Bahr, hizbul Barr, hizbul Hafidhoh, hizbul Ikhfa, hizbul Nashor, hizbul Fatikh, hizbul Ayaat, dan hizbusy Syekh Abil Hasan50 Hizib adalah suatu do’a yang panjang, dengan lirik dan bahasa yang indah yang disusun oleh sufi besar.51 Hizib ini biasanya merupakan do’a andalan sang sufi yang juga diberikan kepada muridnya secara ijazah sharih, (kebanyakan santri) sebagai amalan yang memiliki daya kontrol spritual yang sangat besar terutama jika diperhadapkan dengan ilmu-ilmu gaib dan kesaktian.52 Murid-murid atau pengikut-pengikut tarekat syadziliyah di Kab. Bekasi ketika dibaiat selain mendapatkan tarekat syadziliyah juga mendapatkan hizib,
49
Wawancara dengan Bapak Humaidi Yusuf, di Cikarang Barat Desa Kali Jaya (Pon-Pes Al-Istighotsah), 15 Maret 2008. 50 Abdul Halim Mahmoud , Abul Hasan asy-Syadzili, kehidupan, Do’a dan hizib-hizibnya (Surabaya : Mutiara Ilmu, Cet, 1, 1992), h. 82. 51 Lihat kitab Dalail al-Khairat kitab yang banyak memuat hizb, hizb yang ditulis oleh Abu Hasan al-Syadzili mursyid tarekat syadziliyah. Majmu’at Dalail al-Khairat (Surabaya: Nabhan, t.th). 52 Masyhuri, Fenomena Alam Jin: Pengetahuan Spritual Dialog dengan Jin (Solo: C.V Aneka, 1996), h. 71.
yaitu hizbul bahri, dan juga murid-murid KH. Mahfudz Syafi’i selain mendapatkan tarekat syadziliyah dan hizbul Bahr juga banyak yang diberi semacam hizbul Aspa, dan KH. Mahfudz Syafi’i tidak begitu berkenan memberikan amalan-amalan lainnya misalnya seperti hizib Baladiah, hizib Mubarok, hizib Marobbil. KH. Mahfudz Syafi’i tidak mudah memberikannya amalan-amalan seperti itu hanya diberikan kepada orang-orang tertentu (orangorang yang sudah dipercaya oleh KH. Mahfudz Syafi’i) Didalam ajaran tarekat syadziliyah yang dikembangkan oleh KH. Mahfudz Syafi’i di Kab. Bekasi ini, semua ajaran-ajaran dan amalan-amalan tidak ada yang lain tujuannya melainkan hanya bertemu Allah, tidak ada tujuan yang lain misalnya mengamalkan hizib Baladiah supaya orangnya menjadi kebal dan lain sebagainya, tidak ada seperti itu dan tidak boleh disini dan tidak mengenal seperti itu disini. Ajaran-ajaran dan amalan-amalan yang diberikan dan disampaikan oleh KH. Mahfudz Syafi’i kepada murid-muridnya itu semuanya dalam rangka menuju ke Allah, semuanya dalam rangka menuju ke Allah. Firman Allah SWT :
]Y7^_V
[ \
-M☺ !
c:3?!
=M 5 9
]2A!
d2A!
QU$
Ua b4 -M☺ \
5 g9 +$⌧& fM☺ =E 3e QM☺UJ m!Yn^o
h !3
jk
- A
☯!27I
a⌧i
☺E3 \ h !3 _MOp U!
ÄØØ× á [tbeãÅ Artinya.:
“Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang
diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". (QS : Al-Kahfi 110)
Kata-kata !=F}vp itu benar-benar diterjemahkan sedemikian rupa diantara impelementasinya adalah tidak boleh mempunyai tujuan lain selain Allah dan kata-kata !=F} v p sebagai indikasi orang berjalan menuju ke Allah walaupun semuanya itu yang menyampaikan hanya Allah. kemudian selain istighfar shalawat dan dzikir, juga ada silsilahnya yang tidak boleh terputus (silsilahnya itu sampai kepada rasullulah saw) .53 Tarekat sebagai organisasi para salik dan sufi, pada dasarnya memiliki tujuan yang satu, yaitu taqarrub pada Allah.54 Selain itu, mereka juga senantiasa dianjurkan untuk menekuni sunnahsunnah Rosulluloh saw., mulai dari yang paling ‘sederhana’ sampai yang dianggap ‘berat’. Salah seorang mursyid tarekat syadziliyah, asy Syekh alMukarrom KH. Mustaqim bin Husain, qoddasallohu sirrohu, pernah berkata,
53
Wawancara dengan Bapak Humaidi Yusuf, di Cikarang Barat Desa Kali Jaya (Pon-Pes Al-Istighotsah), 17 Februari 2008. 54 Karena sebenarnya kata tarekat itu sendiri terambil dari kata Thariqat atau metode. Yaitu jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Baca A. Wahib Mu’thi, Tarekat: Sejarah Timbulnya, Macam-macam, dan Ajaran-ajarannya Tasawuf (Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, t.th.), h. 141.
“menjadi orang syadziliyah harus mau tekun dan telaten dengan amalan-amalan sunnah.”55 Seperti apa yang telah diterangkan oleh KH. Mahfudz Syafi’i, beliau mengajarkan kepada para murid-muridnya agar mereka hidup sebagaimana mestinya, seperti yang telah diteladankan oleh Rasulluloh saw dan para sahabat beliau. Para murid tarekat tidak perlu menunjukan ciri-ciri khusus sebagai seorang tarekat. Dalam berhubungan dengan Allah (biasa disebut dengan hablum minallah) dilaksanakan sebagai hubungan yang amat pribadi, sehingga tidak perlu dipertontonkan kepada orang lain. Berkalungkan tasbih, berdahi hitam, dan bersorban berlebihan merupakan hal yang tidak diperlukan dalam kehidupan murid tarekat syadziliyah Kab. Bekasi. Pakaian yang mereka kenakan pun cukup yang sesuai dengan kehidupan dan propesi mereka masing-masing. Namun demikian mereka senantiasa dianjurkan tetap menjaga kesucian, keindahan, dan kerapihannya.56 Sementara itu berhubungan dengan manusia lain (biasa disebut sebagai hablum minan naas) adalah sebuah keniscayaan sebagai mahluk sosial yang tidak boleh ditinggalkan. Mereka tidak diperkenankan untuk melupakan jati dirinya sebagai mahluk yang dalam kehidupannya pasti bergantung kepada orang lain. Karena, sebagai mahluk yang jelas tidak bisa berdiri sendiri, maka seorang Syadziliyyin harus berinteraksi dengan orang lain melalui tuntunan sebagai mana yang telah disunnahkan baginda Rasulluloh saw. Sedangkan, yang mampu berdiri sendiri (qiyamuhu binafsihi) hanyalah Allah SWT semata. Oleh karena itu, dalam ajaran tasawuf, seorang pejalan (salik) diwajibkan untuk memiliki guru mursyid, 55
Maftuh Bastul Birri , Manaqib 50 Wali Agung (Lirboyo: Cet ke-1, 1999.), h. 82. Wawancara dengan Bapak Humaidi Yusuf, di Cikarang Barat Desa Kali Jaya (Pon-Pes Al-Istighotsah) 11 Maret 2008. 56
dan
salah
satu
hikmahnya
adalah
untuk
membuktikan
kehambaan,
ketergantungan, kedhoifan (kelemahan) seseorang.57 Berkaitan dengan kedua hal tersebut diatas (hablum minallah dan hablum minannaas), asy Syekh al-Magfurlah Romo KH. Abdul Jalil Mustaqim mengatakan, “menjadi orang thoriqoh (tarekat) itu dirumah saja. Sedangkan, apabila di luar jadi orang biasa saja.” Artinya, amaliyah thoriqot adalah merupakan pekerjaan hati yang bersifat batiniyah, sehingga cukup hanya Allah swt saja yang mengetahuinya saja. Sedangkan untuk amalan-amalan lahiriyah, seorang murid thoriqot harus berlaku sebagaimana yang diwajibkan atas setiap pribadi kaum muslimin. Sehingga, sebagai seorang guru besar thoriqot syadziliyah, asy Syekh Abdul Djalil Mustaqim, semasa hidup beliau, dirumah amat tekun, teratur, istiqomah, dan mudawamah menjalankan segala aktivitas keruhanian beliau. Sementara itu, di luar, beliau sangat aktif dan konsisten dalam amaliyah-amaliyah yang bersifat sosial kemasyarakatan. Pokok-pokok dasar ajaran thoriqot (tarekat) syadziliyah Kab. Bekasi, adalah : 1. Taqwa kepada Allah SWT lahir dan batin, yaitu secara konsisten (istiqomah), sabar, dan tabah selalu menjalankan segala perintah Allah swt serta menjahui semua larangan-larangannya dengan berlaku waro’ (berhati-hati) terhadap semua yang haram, makruh, maupun syubhat), baik ketika sendiri maupun pada saat di hadapan orang lain. 2. Mengikuti sunnah-sunnah Rasulluloh saw dalam ucapan dan perbuatan, yaitu dengan cara selalu berusaha sekuat-kuatnya untuk senantiasa berucap dan 57
Abu Bakar Aceh, Pengantar Sejarah Sufi & Tasawuf (Solo: Ramadani, Cet ke delapan, 1994), h. 83.
beramal seperti yang telah dicontohkan Rasulluloh saw, serta selalu waspada agar senantiasa menjalankan budi pekerti luhur (akhlaqul karimah). 3. Mengosongkan hati dari segala sesuatu selain Allah SWT, yaitu dengan cara tidak memperdulikan mahluk dalam kesukaan atau kebencian mereka diiringi dengan kesabaran dan berpasrah diri kepada Allah SWT (tawakkal). 4. Ridho kepada Allah baik dalam kekurangan maupun kelebihan, yaitu dengan cara senantiasa ridho, ikhlas, qona’ah (tidak serakah atau rakus), dan tawakkal dalam menerima pemberian Allah SWT, baik ketika pemberian itu sedikit atau banyak, ringan atau berat, maupun sempit atau lapang. 5. Kembali kepada Allah dalam suka maupun duka, yaitu dengan cara secepatnya segera berlari dan kembali kepada Allah SWT dalam segala keadaan, baik dalam suasana suka maupun duka. Dan, kelima pokok tersebut diatas bertumpu pula pada lima pokok berikut : 1. Memiliki semangat tinggi, karena dengan semangat yang tinggi, maka akan naik pula tingkat derajat seseorang. 2. Berhati-hati atau waspada terhadap segala yang haram, karena barang siapa yang meninggalkan segala yang diharamkan, maka Allah SWT akan menjaga pula kehormatannya. 3. Baik dalam khidmat atau bakti sebagai hamba, karena barang siapa yang menjaga kebaikan dan kebenaran dalam taatnya kepada Allah SWT, niscaya akan tercapailah tujuan dalam menuju ke Allah SWT, niscaya akan tercapailah tujuannya dalam menuju kepada kebesaran dan kemuliannya. 4. Menunaikan segala yang difardhukan, karena barang siapa yang melaksanakan tugas kewajibannya dengan baik, niscaya akan bahagialah hidupnya.
5. Menghargai atau menjunjung tinggi nikmat-nikmat dari Allah SWT, karena barang siapa menjunjung tinggi nikmat kemudian mensyukurinya, maka dia akan menerima tambahan-tambahan nikmat yang lebih besar.58 Adapun bentuk amaliyah thoriqot (tarekat) syadziliyah Kab. Bekasi yang diajarkan kepada murid-muridnya atau pengikutnya, pertama-tama membaca basmalah dan al-Fatikhah lil-Laahi ta’ala. Kemudian, membaca dua kalimah syahadat 100 kali dan takbir 100 kali. Diteruskan hadiyah-hadiyah atau khadhroh Fatikhah yang masing-masing ditunjukan kepada sayyidina Muhammad saw, sayyidina Abu Bakar ash Shiddiq, sayyidina ‘Umar bin khotthob, sayyidina ‘Utsman bin ‘Affan, sayyidina ‘Ali bin Abi Tholib, sayyidina Hasan dan sayyidina Husain, Mbah Penjalu, Wali Songo, asy Syekh Abdul Qodir al Jilani, asy Syekh Abdur Rozzaq, asy Syekh Abdus Salam, asy Syekh Abil Hasan asy Syadzili, tambahan beberapa ulama atau Kyai minas sholihin, asy Syekh Sholachuddin bin Abdul Djalil Mustaqim, asy Syekh Abdul Djalil bin Mustaqim, asy Syekh Mustaqim bin Husain, kedua oarang tua, kemudian secara jamak ditunjukan kepada nabi Adam dan ibu Hawa, para nabi dan rosul, para syuhada’, sholihin, auliya’il ‘arifin, ‘ulama’il ‘amilin, malaikatil muqorrobin, semua orang mu’min laki-laki dan prempuan, dan yang terakhir ditunjukan kepada nabiyulloh Khidlir, ‘alaihis salam. Selanjutnya, membaca istigfar 100 kali, sholawat syadziliyah 100 kali, dzikir nafi istbat 100 kali yang diawali dengan berdzikir 3 kali secara perlahan-
58
Wawancara dengan Bapak Humaidi Yusuf, di Cikarang Barat Desa Kali Jaya (Pon-Pes Al-Istighotsah) 1 Maret 2008.
lahan, kemudian membaca laa ilaaha illal-Looh, al Fatikhah, dan diakhiri dengan membaca do’a.59 Bagi orang-orang yang sudah mendapatkan ijazah hizib Bahri, dianjurkan agar setelah mengamalkan wirid syadziliyah diteruskan dengan membaca hizib Bahri. Hal ini sesuai dengan anjuran asy-Syekh Abu Hasan Syadzili. Tatacara membacanya, setelah membaca al-Fatikhah yang terakhir, atau sebelum doa, kemudian dilanjutkan ke hizib Bahri dengan diawali membaca al-Fatikhah lilLaahi ta’ala, lalu langsung membaca hizib Bahri. Hizib Bahri diakhiri dengan membaca al-Fatikhah 7 kali, lalu ditutup dengan membaca do’a.60 Dalam tradisi
tarekat syadziliyah di Kab. Bekasi, aurod (wirid)
syadziliyah diserah terimakan kepada seseorang melalui ijazah dari seorang guru mursyid (syekh). Pada saat ini yang berkedudukan sebagai guru mursyid tarekat syadziliyah Kab. Bekasi, adalah KH. Abdul Djalil bin Mustaqim dan KH. Sholachuddin bin Abdul Djalil, rohimahullah. Sedangkankan proses serah terima aurod ini, bisa langsung diserahkan oleh guru mursyid sendiri, atau oleh orangorang yang mendapat izin dan kepercayaan dari guru mursyid untuk menyerahkan aurod ini kepada orang lain. Selain orang yang telah mendapatkan izin dari guru mursyid, tidak diperbolehkan memberikan aurod syadziliyah kepada orang lain. Hal ini juga berlaku untuk aurod-aurod lain yang dikeluarkan oleh pondok PETA, namun walaupun aurod-aurod (wirid) itu bisa diserahkan oleh orang-orang kepercayaan guru mursyid, yang biasa disebut sebagai ketua kelompok, akan tetapi pada hakekatnya yang menyerahkan atau mengijazahkan wirid itu adalah guru mursyid sendiri. 59
Durratus Salikin, Pondok PETA, ( Kauman, Tulungagung, t.th,.), h. 25 Ibid . , h. 26.
60
Para ketua kelompok atau orang-orang kepercayaan guru mursyid itu selain bertindak sebagai “kurir”, juga berperan sebagai wakil guru untuk memberi penjelasan kepada murid atau calon murid tentang segala hal yang berkaitan dengan wirid maupun tarekat itu sendiri. Hal-hal yang perlu diterangkan oleh para ketua kelompok, di antaranya mengenai amaliyah sehari-hari yang harus dilakukan bagi setiap murid-murid atau pengikut tarekat syadziliyah, niat, kaifiyat (tatacara) mengamalkan wirid, serta riyadhoh atau puasanya, dan keteranganketerangan penting lain yang perlu disampaikan. Semua itu perlu dijelaskan oleh ketua kelompok untuk menghindari kesalahpahaman di kemudian hari. Niat beribadah kepada Allah SWT, dalam bentuk apapun, yang dituntun oleh para guru mursyid thiriqot syadziliyah Kab. Bekasi kepada murid-murid adalah berniat beribadah hanya semata karena Allah SWT. Lil-Laahi ta’ala, seraya memohon mudah-mudahan agar : 1. Diberi ketetapan iman, 2. Diberi terangnya hati, 3. Diberi keselamatan dunia-akhirot, 4. Diberi apa saja yang barokah manfaat dunia-akhirat. Wirid syadziliyah, dan juga wirid-wirid lain yang diijazahkan di Pondok PETA, biasanya selalu diiringi dengan mengerjakan puasa atau riyadloh. Puasa yang dilakukan untuk riyadlho aurod syadziliyah selama 41 (empat puluh satu) hari, selama 41 hari secara terus menerus. Maka apabila hal itu dirasakan terlalu berat bagi si murid, karena harus melaksanakan kewajiban-kewajibannya yang lain, maka puasa itu pun bisa dilaksanakan dirumah.
Pada waktu mengerjakan puasa, selama itu pula si salik diwajibkan menyertainya dengan membaca wirid syadziliyah minimal setiap selesai sholat lima waktu. Akan lebih baik lagi bila ditambah dengan dengan membacanya setelah sholat-sholat sunnat, seperti sholat dhuha di pagi hari dan sholat tahajjud atau hajat di malam hari. Selain itu, juga diusahakan untuk menghindari makanan dan minuman yang mengandung unsur hewani, seperi : daging, ikan, susu, trasi, krupuk udang, dan lain-lain.61
C. Kedatangan Tarekat Syadziliyah ke Bekasi Kehadiran tarekat Syadziliyah Tulung Agung erat hubungannya dengan seorang tokoh tarekat Syadziliyah yang berkharismatik yaitu Bapak KH. Mahfudz Syafi’i. Beliau datang ke Bekasi pada tahun 1975 M atas permintaan Bapak KH. Drs. Dawam Anwar pimpinan Perguruan Islam El-Nur El-Kasysyaf Tambun Bekasi. Adapun yang melatar belakangi kedatangan KH. Mahfudz Syafi’i ke Bekasi adalah mimpi KH. Dawam Anwar berupa suara namun tidak ada wujud. Adapaun mimpinya itu ” Dawam ! Syaikh Mustaqim orang yang alim ” . Sampai tiga kali KH. Dawam Anwar bermimpi semacam ini. Maka beliau langsung ke Jawa Timur menuju Genu Watu untuk menemui KH. Mahfudz Syafi’i, lalu beliau diantarkan oleh KH. Mahfudz Syafi’i ke Tulung Agung dalam rangka sowan ke hadratus Syaikh Mustaqim bin Husen. Sesampainya dihadapan Kyai Mustaqim beliau di beri ijazah jaljalut. Sepulang dari Kyai Mustaqim langsung kedua Kyai itu menuju ke rumah Kyai Hasbullah Al-Marzuki di Kuto Anyar Tulung Agung. 61
Purnawan Buchori, Manaqib Sang Quthub Agung. (Pondok Peta : Tulungagung Jawa Timur, 2007), h. 92-93.
Intisari sowan KH. Dawam Anwar mengajak KH. Mahfudz Syafi’i ke Tambun Bekasi dalam rangka da’wah Islam, yaitu mengajar di YAPINK. Dan Kyai Hasbullah sebagai mertua dan juga guru KH. Mahfudz Syafi’i merestui, dan di kemudian hari KH. Mahfudz Syafi’i minta izin kepada Kyai Mustaqim bin Husen, dan beliau memberikan izin kepadanya dan sangat senang ada murid mau menyebarkan tarekat yang diajarkannya. Pada tahun 1975 KH. Mahfudz Syafi’i datang ke Tambun Bekasi di Perguruan Islam El Nur El Kasysyaf (YAPINK). Di tambun KH. Mahfudz Syafi’i memulai menerangkan ajaran tarekat kepada siapa saja yang datang bertamu termasuk ketika di dalam kelas dihadapan pelajar YAPINK juga dalam pengajianpengajaian umum. Kitab panduan yang beliau pakai adalah Al-Hikam karya Ibnu Athaillah Al-Sakandari, dan KH. Mahfudz Syafi’i harmonis mengembangkan ilmu tasawuf dan tarekat Syadziliyah dan Qodiriyah lama kelamaan mandiri atau konsentrasi di Gardu Sawah ini.62 D. Periode KH. Mahfudz Syafi’i 1993-2003 KH. Mahfudz Syafi’i lahir di Jombang pada tanggal 11 Desember 1933 M63, ayahnya bernama Syafi’i dan ibunya bernama Munfa’atun seorang petani yang taat beribadah. Beliau mempunyai 5 orang anak : 1. KH. Mahfudz Syafi’i (Pengasuh Pondok Pesantren Al-Istighotsah Bekasi Jawa Barat) 2. KH. Hafidz Syafi’i (Pengasuh Pondok Pesantren Mamba’ul Hidayah Telogo Kanigoro Blitar Jawa Timur).
62 Wawancara dengan Bapak Humaidi Yusuf, di Cikarang Barat Desa Kali Jaya (Pon-Pes Al-Istighotsah) 1 Maret 2008. 63 Wawancara dengan Bapak. Hani Masykuri, di Bulak Kapal Bekasi (Pon-Pes AlIstighotsah) 15 Februari 2008
3. Hj. Hayatin Syafi’i (Pengasuh Pondok Pesantren Mamba’ul Huda Genu Watu Ngoro Jawa Timur). 4. Kyai Sobihi Syafi’i (Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Huda Tuban Jawa Timur). 5. Mashunah (Pengasuh Pondok Pesantren Bahrul Ulum Pare Kediri Jawa Timur). Pada tahun 1939 M, Bapak KH. Mahfud Syafi’i pada usia 7 tahun sebelum di khitan sudah dipondokkan oleh Bapak Syafi’i di Pondok Pesantren Seblak Tebuireng Jombang dan sekolahnya ke Madrasah Salafiyah Kyai Hasyim Asyari di kelas sifir tsani, karena terjadi agresi Belanda ke 2 pada tahun 1941 di Surabaya dan merambah ke Jombang, maka ketika KH. Mahfudz Syafi’i datang ke Pondok Pesantren Seblak sudah tidak ada santri yang tinggal di Pondok Pesantren, mereka semua pulang kerumahnya masing-masing karena ketakutan serangan Belanda. Maka akhirnya KH. Mahfudz Syafi’i pulang kerumahnya di Genu Watu dan meneruskan pendidikannya di kampung Genu Watu diasuh oleh pamannya, yaitu Kyai Zamroji Saeroji. Berkat dorongan dari Kyai Zamroji Saeroji, pada tahun 1952 KH. Mahfudz Syafi’i berangkat mondok di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri bersama KH. Hafidz Syafi’i. Kemudian meneruskan lagi ke Pondok Pesantren Lasem Jawa Tengah dan pindah meneruskan ke Pondok Pesantren Kaliungu Semarang Jawa Tengah. 64 Guru-guru KH. Mahfudz Syafi’i Bidang Ilmu Syariat : 1. H. Syafi’i 2. KH. Hasyim Ansyari Jombang 64
Wawancara dengan Bapak Anwar Salim di Desa Mustika Sari-Bekasi (Pon-Pes Nur alIstiqomah) tanggal 10 Februari 2008
3. KH. Zamroji Saeroji Kencong 4. KH. Abdul Karim Lirboyo 5. KH. Masduki Lasem 6. KH. Mushlih Kali Wungu 7. KH. Mahrus Ali 8. KH. Marzuki 9. KH. Zaenuddin Mojo Sari Nganjuk Bidang Ilmu Thoriqoh (tarekat) dan Hakikat 1. Kyai Mustaqim bin Husen 2. Kyai Hasbullah. KH. Mahfudz Syafi’i menghabiskan waktunya menuntut ilmu selama 30 tahun dari tahun 1939 sampai 1069 M. Sebelum KH. Mahfudz Syafi’i memasuki bahtera rumah tangga, beliau pernah hijrah dalam rangka menyampaikan ilmu ke Tuban disana beliau ikut berjuang membangun madrasah dan pesantren dengan nama madrasah Tarbiyatus Sibyan, sekitar tahun 1963 dan dalam waktu satu tahun kemudian beliau pulang ke Genu Watu, pada tahun 1964 beliau melangsungkan pernikahan.65 KH. Mahfudz Syafi’i menikah dengan Ibu Hj Muhshonah putri Bapak Kyai Hasbullah Al-Marzuki Kuto Anyar Tulung Agung Jawa Timur pada tahun 1964. Dari pernikahan beliau dengan Ibu Hj Muhshonah dikaruniai 8 anak. 1. Mahsuroh 2. Makhnunah ( almarhum) 3. Mardhiyah 65
Wawancara dengan Bapak Anwar Salim Di Desa Mustika Sari-Bekasi (Pon-Pes Nur alIstiqomah) tanggal 17 Februari 2008
4. Maftuh Al-Hikam 5. Hani Masykuri 6. Muhammad Mansyur ( almarhum) 7. Layyinatuddiyanah 8. Fatih Fuad.66 Perkembangan Tarekat Syadziliyah yang dikembangkan oleh KH. Mahfudz Syafi’i 1993-2003 di Kabupaten Bekasi, sangat pesat dari pada waktu KH. Mahfudz Syafi’i berada di Tambun, kemudian setelah pindah ke Gardu Sawah tambah pesat lagi sehingga jamaah pengajian malam selasa sekitar 500 orang atau kurang lebih di bawah 1000 orang.67 Adapun sistem pendekatan yang dilakukan oleh KH. Mahfudz Syafi’i, yaitu dengan pendekatan secara lahir dan batin. Pendekatan secara lahir KH. Mahfudz Syafi’i mengadakan majlis ta’lim untuk berda’wah, yaitu setiap malam selasa yang kedua KH. Mahfudz Syafi’i mengamalkan istilah :
uvw x$-
jQt \
r5UsP
"#5☺3U; jk [@& +! Realisasinya, adalah bahwa setiap malam jum’at atau hari jum’at KH. Mahfudz Syafi’i tamunya banyak sekali menanyakan tentang apa yang terjadi pada suluknya atau perkembangan tarekatnya, misalnya mengalami kejadian-kejadian yang dialami seorang murid yang bermacam-macam, semuanya itu ditanyakan kepada KH. Mahfudz Syafi’i dan oleh KH. Mahfudz Syafi’i diberikan media bertanya pada malam jum’at atau hari jum’at kemudian KH. Mahfudz Syafi’i 66 Wawancara dengan Bapak. Hani Masykuri, di Bulak Kapal Bekasi (Pon-Pes AlIstighotsah) 15 Februari 2008 67 Wawancara dengan Bapak Humaidi Yusuf, di Cikarang Barat Desa Kali Jaya (Pon-Pes Al-Istighotsah) 9 Februari 2008.
mengistilahkannya dengan musyawarah, sebenarnya bukan musyawarah, itu hanya bahasanya KH. Mahfudz Syafi’i istilah bahasanya orang sopan, bahwasanya KH. Mahfudz Syafi’i mengangap dirinya orang biasa, sebenarnya bukan musyawarah akan tetapi itu semua adalah realisasinya dari lafad
uvw x$-
jQt \
r5UsP
"#5☺3U; jk [@& +! Semua itu adalah metodenya KH. Mahfudz Syafi’i dan metode ini sangat efektif karna bisa menjadikan berkembangnya perjalanan murid-muridnya di dalam rangka menuju ke Allah dan sekaligus KH. Mahfudz Syafi’i mengetahui perkembangan murid-muridnya dari satu ke yang lain dan pertanyaan-pertanyaan itu diluar akal manusia atau pertanyaan-pertanyaan yang tidak ditanyakan kepada orang non tasawuf.68 Adapun sistem penyampaian yang dilakukan oleh KH. Mahfudz Syafi’i, yaitu melalui majlis ta’lim (ceramah) dengan menggunakan refrensi dan refrensinya adalah kitab Sarah Hikam baik yang bagian pinggir maupun yang tengah ( karangan Ibnu Athaillah al-Sakandari dan Ibnu Ibad al-Randi ) dan juga kitab Ikhojul Himam karangan Ahmad bin Muhammad bin Ajibah al-Hasani.69 Sebagai pembimbing Tarekat Syadziliyah KH. Mahfudz Syafi’i mempunyai banyak refrensi atau rujukan tentang kitab tasawuf, ini yang membuat KH. Mahfudz Syafi’i berbeda dengan mursyid-mursyid yang lain. KH. Mahfudz Syafi’i mempunyai banyak refrensi atau rujukan, karena KH. Mahfudz Syafi’i itu orang syareat juga, yang kedua KH. Mahfudz Syafi’i itu profesional dalam 68
Wawancara dengan Bapak Humaidi Yusuf, di Cikarang Barat Desa Kali Jaya (Pon-Pes Al-Istighotsah) 18 Februari 2008. 69 Wawancara dengan Bapak Humaidi Yusuf, di Cikarang Barat Desa Kali Jaya (Pon-Pes Al-Istighotsah) 9 Februari 2008.
mempelajari kitab-kitab kuning, jadi bukan hanya ilmu bathin saja yang dikembangkan atau yang dimiliki KH. Mahfudz Syafi’i. KH. Mahfudz Syafi’i profesional dalam kitab kuning, pemahamannya dalam, disisi lain karena beliau adalah termasuk
äjfQ äm9e oi ränjfQp
Jadi itu termasuk diantara karomah beliau adalah telah diberi ilmu laduni oleh Allah SWT. Ketika beliau berbicara itu sudah dä] dan itu sudah bukan kolanya KH. Mahfudz Syafi’i lagi bisa jadi yang dä] itu Rasullulah saw, bisa jadi yang dä] itu embah Kyai Hasbullah, bisa juga yang dä] itu Kyai Mustaqim dan bisa juga yang dä] itu asli af’al Allah. Jadi KH. Mahfudz Syafi’i itu ilmunya sudah ilmu Fissudur bukan fissutur. (didalam hati bukan diatas kertas)70 Namun disisi lain KH. Mahfudz Syafi’i mempunyai banyak sekali refrensi atau rujukan. Refrensi-refrensi KH. Mahfudz Syafi’i, yaitu : 1. Sarah Hikam (karangan Ibnu Ibad al-Randi. w. 792 H/ 1390 M dan Ibnu Athaillah al-Sakandari. w 709/ 1309 M) 2. al-Insan al-Kamil fi Ma’rifah al-Awakhir wa al-Awail (karangan Abdul Karim bin Ibrohim al-Jili. w. 805H/1403M) 3. Sirrur Asror (karangan Syekh Muhyiddin Abdul Qadir Jaelani.w. 561 H/1166 M) 4. Lathoipul Minan (karangan Abd. Wahhab asy Sya’rani.w 973 H/1565 M) 5. Jawahirul Ma’ani (karangan Ali Harazim) 6. Fathurrahman
70
(karangan Syech Waly Ruslan)
Wawancara dengan Bapak Humaidi Yusuf, di Cikarang Barat Desa Kali Jaya (Pon-Pes Al-Istighotsah) 9 Februari 2008.
7. al-Risalah al-Qusyairiyah (karangan Abd al-Karim bin Hawazin al-Qusyairi. w. 465 H/1074 M). Semua itu kitab-kitab dibidang tasawuf semua, dan itu semua refrensinya KH. Mahfudz Syafi’i. KH. Mahfudz Syafi’i tidak sembarangan memberikan ajaran kitab, disamping ilmunya itu Fissudur (ilmunya sudah laduni), akan tetapi beliau juga tidak tidak meninggalkan referensi. Ini adalah keistimewaan dari pada KH. Mahfudz Syafi’i, oleh karena itu pengajian tasawufnya KH. Mahfudz Syafi’i itu bagus. Akan tetapi yang paling utama KH. Mahfudz Syafi’i itu sudah masuk dalam äjfQ äm9e oi ränjfQp ilmunya sudah laduni ilmu yang langsung dari Allah ( ilmu uluhiyah, ilmu wahbiyah ilmu pemberian langsung dari Allah ).71 Pemikiran KH. Mahfudz Syafi’i, bahwa tarekat syadziliyah yang dikembangkan oleh KH. Mahfudz Syafi’i itu mengikuti aliran modern, artinya KH. Mahfudz Syafi’i itu ingin mengajak orang-orang tarekat itu berada dalam maqom syukri atau syukur bukan maqom sober atau sabar, artinya kalau bisa kita itu sebagai orang tasawuf itu berada pada Firman Allah SWT :
:!R
f4
{|} dU23
EzP_o
y-
e52M☺PPA t⌧&
' 5~
>7IM b EA! ÄÝÜ á 9Q=eãÅ
71
Wawancara dengan Bapak Humaidi Yusuf, di Cikarang Barat Desa Kali Jaya (Pon-Pes Al-Istighotsah) 9 Februari 2008.
Artinya : “Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari”. (QS. Ar Ra’d : 65 ).
Ma’na äQqÊ disitu adalah syukur dan bahwa tarekatnya KH. Mahfudz Syafi’i itu tidak mengajarkan kemunduran akan tetapi mengajarkan islam yang sejati dan tidak diajarkan untuk bekerja, tetapi bekerjalah sekuat tenaga, kaya kalau perlu, mobilnya bagus, rumahnya bagus, makan yang enak, pakai baju yang bagus, itu semua adalah ajarannya KH. Mahfudz Syafi’i. Kemudian tujuan dari semua itu adalah agar syukurnya itu sungguhan di dalam hati. Kekayaan jangan dihindari artinya yang tidak dibenarkan adalah mencintai kekayaan. Akan tetapi permasalahannya orang syukur itu identik dengan limpahan harta sedangkan kebanyakan orang itu tidak bersyukur dan lupa kepada Allah, itu termasuk diantara pemikirannya KH. Mahfudz Syafi’i dan tasawufnya adalah tasawuf modern.72 KH. Mahfudz Syafi’i di dalam mengamalkan tasawuf ada tiga prinsif yang dipegang : 1. Tafakur, dan beliau sering berkata
ÖnA Õ8äçQ oi =~5 ÖQäA =bZ% 8änAýæ ÖnAG&AÐZfæ Õ=}=s +ã +}91oi ÖjÏReã è&a ò läç1 oæã u-=5ã +}91 =Zeã 9nBiòéjf}9eã
2. Dzikir.
72
Wawancara dengan Bapak Humaidi Yusuf, di Cikarang Barat Desa Kali Jaya (Pon-Pes Al-Istighotsah) 9 Februari 2008.
Firman Allah SWT :
"GH $,- [.O>A
Md9 F29 W!
r5 @4
5/[ @Y ajw
ÄÛÜ á däZmvãÅ
,-
@C( wW
"#5! U; MU,A
Artinya.: “Hai orang-orang yang beriman. apabila kamu memerangi pasukan (musuh), Maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya[620] agar kamu beruntung”. ( QS Al-Anfaal : 45 )
KH. Mahfudz Syafi’i mengatakan di dalam al-Qur’an tidak sedikit ayat yang menyuruh kita mengingat Allah, atau menganjurkan orang berdzikir kepada Allah, demikian juga Hadist nabi yang diriwayatkan oleh para sahabat dan tabi’in banyak sekali yang menunjukan fadilah dzikir Allah SWT berfirman “dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu mendapatkan kemenangan”. (QS : 62 : 10). “Laki-laki dan prempuan banyak mengingat Allah, Allah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”. (QS : 33 : 35). “Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama Allah) sebanyak-banyaknya dan bertasbihlah kepadanya diwaktu pagi dan petang”. (QS : 33 : 41 : 42) Ayat-ayat diatas dan masih banyak lagi ayat-ayat yang senada. Jelas memerintahkan kepada orang-orang yang beriman, baik laki-laki maupun prempuan supaya mengingat Allah sebanyak-banyaknya setiap waktu. Dan diperintahkan pula sebanyak-banyaknya menbaca tasbih, tahmid dan takbir, maka dia akan mendapatkan ampunan dan pahala yang besar.
Kemudian Hadist nabi Muhammad saw yang menganjurkan dzikir dan menerangkan keutamaannya, antara lain beliaau bersabda “Barang siapa memperbanyak dzikir kepada Allah, niscaya dia cinta kepadanya.”, “Bahwa mengingat Allah itu menyembuhkan segala penyakit di dalam hati.”, “Perbaharuilah iman kamu dengan memperbanyak menyebut/ mengingat Allah”. Demikian sebagian Hadist nabi yang memerintahkan kita memperbanyak membaca dzikir. Dan masih banyak lagi hadist-hadist lain yang menerangkan kelebihan dzikir dan menganjurkan kita supaya memperbanyak mengingat Allah, baik dengan lisan maupun hati, baik diwaktu siang maupun diwaktu malam. 3. Menahan Nafsu Firman Allah SWT :
4
$}
nf4
*4 \
{f *@A Md h !3 C*'Cd *+! {>
5_
FM☺A t
ÄÛØÀÛ× á #Q?neãÅ Artinya : “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya”, Artinya : “Maka Sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya)”. (QS. An Naazi’aat : 4041 )
Dalam pandangan KH. Mahfudz Syafi’i, manusia cenderung mengikuti hawa nafsu. Manusia dikendalikan oleh dorongan-dorongan hawa nafsu pribadi, bukan manusia-manusia yang mengendalikan hawa nafsunya ia cenderung ingin menguasai dunia atau berusaha berkuasa di dunia. Cara hidup seperti ini menurut
KH. Mahfudz Syafi’i, akan membawa manusia kejurang kehancuran moral. Sebab sadar atau tidak, lambat atau cepat, manusia akan terbawa kepada pemujaan dunia. Kenikmatan hidup di dunia akan menjadi tujuan utama, bukan sebagai jembatan atau sarana untuk menuju kebahagiaan dan kenikmatan yang hakiki yaitu mengenal Allah. Menurut KH. Mahfudz Syafi’i manusia tidak boleh mematikan sama sekali hawa nafsunya, tetapi harus menguasainya agar nafsu itu tidak sampai membawa kesesatan. Sifat nafsu bagaikan anak kecil. Kemauan anak terlalu diikuti tidak boleh terlalu dibiarkan kemauannya juga tidak boleh, jika terlalu dikekang keinginannya, akan kehilangan semangat, bila dituruti kemauannya akan melampaui batas. Nafsu adalah salah satu potensi yang diciptakan Allah di dalam diri manusia agar bisa hidup lebih maju, penuh kreativitas, dan bersemangat. Jika tidak ada nafsu pada diri manusia tidak akan ada kemajuan dalam kehidupan mereka. Kalau Allah tidak menganugrahkan nafsu kepada manusia, maka lelaki tidak prempuan, dan prempuan tidak senang laki-laki, dan juga tidak senang semua ciptaan Allah. Padahal Allah ciptakan mahluk untuk manusia. Dari ketiga itu yang paling pokok adalah dzikirullah, karena dzikir itu adalah cara tercepat untuk sampai kepada Allah. Apabila seseorang sudah sampai cita-citanya kepada Allah melalui dzikir. Maka orang itu bisa bertafakur karena dzikir itu adalah kesucian jiwa, kejernihan hati, apabila hati sudah jernih dan jiwa sudah bersih maka aqal akan terang, terangnya aqal akan mendorong kepada tafakur, dan dengan melaui paduan antara dzikir dan tafakur maka hawa nafsu akan bisa tertahan dari hal-hal yang negatif (tercela)73 73
Wawancara dengan Bapak Anwar Salim di Desa Mustika Sari Bekasi (Pon-Pes Nur alIstiqomah) 20 April 2008.
Sejauh mana orang itu kedekatannya pada Allah, maka sejauh mana orang itu bisa menghilangkan sifat kemanusiannya bisa menghilangkan rasa dan merasa itu namanya kedekatan menghilangkan rasa. Maka akhir dari ajaran KH. Mahfudz Syafi’i yang digembar-gemborkan adalah baroatun minadda’awi (menghilangkan dari sifat rasa dan merasa).74 Adapun proses pembaiatan yang dilakukan oleh KH. Mahfudz Syafi’i kepada para murid-muridnya, yaitu berawal dari jama’ah pengajian setelah pengajiannya itu masuk kedalam hatinya dan mereka menerima, akhirnya membuka pendaftaran, kira-kira kumpulnya orang banyak dan merencanakan pendaftaran pembaiatan dan jiarah wali songo, akan tetapi yang paling utama bukan jiarah wali songonya tetapi pembaiatannya dan biasanya tidak hanya baiat saja tetapi juga jiarah wali songo. Semuanya itu masih berjalan sampai sekarang ini yang diteruskan oleh putra dan putrinya KH. Mahfudz Syafi’i. KH. Mahfudz Syafi’i beserta jama’ahnya sampai di Tulung Agung disana dibaiat oleh KH. Abdul Jalil Mustaqim atau KH. Sholahuddin. Setelah semua selesai dan tidak kembali kesana lagi. Kemudian seterusnya dibimbing oleh KH, Mahfudz Syafi’i.75 Pelaksanaan baiat thiriqot syadziliyah Kab, Bekasi, sejak dulu hingga sekarang, dilakukan secara langsung oleh yang berhak untuk membaiat, yaitu guru mursyid (asy Syekh) sendiri. Praktek pembaiatan pun dilakukan dengan cara satu persatu (face to face) antara asy Syekh dan murid. Berkaitan dengan hal ini, sebelum pelaksanaan pembaiatan, seorang ketua kelompok wajib memberikan 74
Wawancara dengan Bapak Humaidi Yusuf, di Cikarang Barat Desa Kali Jaya (Pon-Pes Al-Istighotsah) 9 Februari 2008. 75
Wawancara dengan Bapak Humaidi Yusuf, di Cikarang Barat Desa Kali Jaya (Pon-Pes Al-Istighotsah), 7 Februari 2008.
keterangan sejelas-jelasnya kepada murid tentang tatacara dan adabiyah mengikuti baiat thoriqot syadziliyah. Tatacara dan tatakrama (adabiyah) mengikuti baiat, antara lain : A. Sebelum pelaksanaan baiat : 1. Mandi 2. Berwudhu 3. Berpakaian lengan panjang (usahakan yang berwarna putih), bersarung, dan berkopiah. 4. memakai wangi-wangian. B. Pada saat mengikuti baiat : 1. Dalam keadaan memiliki wudlu. 2. Duduk dengan rapi, tertib, tenang, bersikap tawadhu’ dan terus menerus menjaga hati agar selalu ingat kepada Allah swt serta terus menerus membaca shalawat syadziliyah pada waktu antri (menunggu) di depan ruangan baiat. 3. Ketika masuk kedalam ruangan asy Syekh (ruang pembaiatan), dianjurkan agar berjalan jongkok hingga sampai kehadapan asy Syekh. 4. Duduk dihadapan asy Syekh dengan tenang dan sopan, serta dilarang keras memandang wajah asy Syekh. 5. Ketika duduk, kedua lutut murid dipertemukan (dipepetkan) dengan kedua lutut asy Syekh. 6. Pada saat dimulai pembaiatan, murid berjabatan tangan dangan asy Syekh secara biasa (tidak usah mencium tangan asy Syekh).
7. Setelah asy Syekh membacakan kalimat-kalimat baiat, murid langsung menjawabnya dengan kalimat yang sudah ditentukan, qobiltu baiataka bi aurodisy Syadzaliyah secara tegas dan jelas, seraya diiringi keyakinan dan kepasrahan kepada Allah SWT. Kemudian setelah itu, asy Syekh membaca dzikir 3 kali dan langsung diikuti murid sebanyak 3 kali pula. 9. Upacara pembaiatan diakhiri dengan dibacakannya do’a oleh asy Syekh dan murid mengamini dengan khusyuk dan tawadhu’. 10. Setelah selesai asy Syekh membacakan do’a kemudian beliau mengucapkan shalawat (Allahumma sholli ‘ala sayyidina mukhammad) dan murid menimpali sholawat itu (Allohumma sholi alaih wa’alaa aalih). 11. Setelah itu, murid langsung mengundurkan diri dari hadapan asy Syekh tanpa bersalaman lagi dengan beliau. Pada waktu keluar dari ruangan asy Syekh, seyogyanya murid keluar dengan cara berjalan jongkok dan mundur. C. setelah selesai baiat : 1. Sekeluar dari ruang baiat, dianjurkan baik secara sendiri-sendiri maupun secara berjama’ah agar berziarah ke makam asy Syekh Mustaqim bin Husain, Mbah nyai Sa’diyyah binti H. Ro’is, dan asy Syekh Abdul Djalil bin Mustaqim, rodliyalloh’ anhum, yang terletak di dalam komplek pondok PETA. 2. setelah sampai dirumah, dianjurkan agar mengusap-usapkan kedua belah telapak tangan ke kepala anak, istri, dan harta benda (termasuk barangbarang dagangan, kendaraan, sawah, dll). Hal ini dimaksudkan agar semuanya itu mendapat limpahan barokah dan manfaat dari asy Syekh lantaran pembaiatan tadi.
3. mengamalkan aurod syadziliyah secara istiqomah, minimal satu kali setiap harinya. 4. mengikuti khususiyah thoriqot syadziliyah di daerahnya masing-masing setiap malam selasa an malam jum’at, kecuali malam jum’at kliwon. Setiap malam jum’at kliwon (35 hari sekali), semua murid pondok PETA sangat dianjurkan mengikuti khususiyah thoriqot syadziliyah yang dilaksanakan di pondok PETA, Tulungagung, mulai pukul 20.30 WIB.76 E. Murid dan Pengikutnya Adapun jumlah murid KH. Mahfudz Syafi’i atau pengikut tarekat syadziliyah Kabupaten Bekasi yang dikembangkan oleh KH. Mahfudz Syafi’i, itu tidak terdaftar, yang jelas murid atau pengikut tarekat syadziliyah sudah melampaui ribuan bahkan ratusan yang sudah menyebar diberbagai plosok diantaranya : Bekasi, Jakarta, Karawang, Bogor, Tanggerang dll, belum mencapai nasional, karena KH. Mahfudz Syafi’i itu tidak mashur ( tidak mau memashurkan diri ), beliau itu tertutup. Beraneka ragam profesi pengikut tarekat syadziliyah ini, antara lain dari kalangan petani, pedagang, karyawan, pegawai negeri baik biokrat maupun pemerintahan, dari siswa, siswi, mahasiswa, aktifis organisasi, dan lainlain.77 KH. Mahfudz Syafi’i berjuang di Gardu Sawah sejak hari rabu pagi jam 8.30 WIB tanggal 13 Maret 1993 M./ 12 Rajab 1414 H. Sampai hari selasa jam 2.15 menit WIB, tanggal 3 Maret 2003 M./ 12 Rajab 1423 H dan beliau meninggal dunia (wafat) tepatnya pada tanggal 9 September 2003. selama kurang
76 Purnawaman Buchori, Manaqib Sang Quthub Agung (Pondok PETA, Tulungagung Jawa Timur: Cet ke 2, 2007), h. 94-95. 77 Wawancara dengan Bapak Humaidi Yusuf, di Cikarang Barat Desa Kali Jaya (Pon-Pes Al-Istighotsah) 27 Februari 2008.
lebih 10 tahun beliau mencurahkan waktu, tenaga serta pemikiran demi mengangkat kalimat Allah yang tinggi (agama Islam) untuk mengkwalitaskan manusia agar menjadi manusia yang manusiawi di ridhoi Allah SWT. . Beliau selalu menekankan kepada para santri dan pengikut (murid) tarekat syadziliyah agar mengamalkan 3 ilmu, yaitu ilmu syariat, ilmu tahoriqoh dan ilmu hakikat. Selama kurang lebih 10 tahun berjuang, banyak menghasilkan santri-santri yang sudah bisa terjun di masyarakat menerangi diri mereka dan ummat, bahkan ada yang menjadi pejabat.
BAB IV PERANANYA DALAM PENGEMBANGAN DI BEKASI
A. Pengembangannya Dalam Bidang Pendidikan Peranan tarekat syadziliyah Kab. Bekasi dalam pengembangnya di bidang pendidikan, ada, terutama sekali adalah pendidikan dalam bidang aqidah, tauhid, dan keimanan kepada Allah SWT, itu termasuk pendidikan yang paling utama. Pendidikan dibidang tauhid yang dalam arti keberhasilan dibidang tauhid yang benar-benar dapat dirasakan oleh orang-orang yang mengenyam pendidikan disini, terutama orang-orang yang sudah dibaiat, itu benar-benar sangat-sangat dirasakan. Saya berpendapat78 tidak ada sebuah metode pendidikan untuk bagaimana seseorang bisa memantapkan keyakinan dan keimanannya kepada Allah melainkan hanya dengan melalui tasawuf, karena pengaruh tasawuf didalam bidang pendidikan terhadap tauhid, terhadap keimanan, dan keyakinan kepada Allah, ini sesuatu yang tidak bisa ditemukan dipendidikan lain. Ini adalah pendidikan yang paling utama yang ditinggal oleh kebanyakan manusia. Ini adalah perananan tarekat syadziliyah dalam bidang pendidikan peran yang sangat dirasakan oleh para pengikut-pengikut tarekat syadziliyah Kab. Bekasi. Peranan tarekat syadziliyah pengembangannya di bidang pendidikan, terutama sekali pendidikan keimanan dan keyakinan kepada Allah itu hukumnya wajib ain, karena tanpa tasawuf orang belum bisa mempercayai atau belum bisa mempunyai keimanan yang yaqin. Maka belajar tasawuf itu hukumnya fardu ain.
78
Pengamatan Bapak Humaidi Yusuf.
Peã 9çQoæã rãp< × ÖjfBi p kfBi ga $Q ÖN}=Y kReã èfÊ Artinya : Mencari ilmu itu wajib bagi orang Islam laki-laki dan prempuan (HR. Ibnu Abdul Barr).
Mencari ilmu itu ada dua ilmu lahir dan ilmu bathin. Peranan tarekat syadziliyah pengembangannya di dalam bidang pendidikan sangat luas sangat punya peran.79 KH. Mahfudz Syafi’i memberikan pendidikan lahir dan bathin, maka peranan tarekat syadziliyah pengembangannya di dalam bidang pendidikan sangatlah mendukung, karena orang berjalan dijalan Allah tanpa ada pendidikannya ini tidak akan bisa sampai kepada Allah. Untuk mencapai kepada Allah, maka perlu pendidikan. Maka KH. Mahfudz Syafi’i mengembangkan tarekat syadziliyah di Kab. Bekasi ini dengan tanpa meninggalkan pendidikan, beliau juga mempunyai yayasan-yayasan sebagai tempat atau wadah untuk mengembangkan disiplin ilmu. Maka KH. Mahfudz Syafi’i mengembangkan tarekat syadziliyah ini dengan wadah pendidikan yang bernama Al-Istighotsah.80 Wadah pendidikan Al-Istighotsah ini pada perkembangan selanjutnya terdiri dari tiga tempat, yang pertama bertempat di Gardu Sawah yang sekarang ini dipimpin oleh Bapak Kyai Uci Sanusi dan Ibu Nyai Layyinatutdiyanah, yang kedua bertempat di Bulak Kapal, yang sekarang ini di pimpin oleh Bapak KH. Hani Masykuri dan Ibu Nyai Mardhiyah, dan ketiga bertempat di Sukatani yang sekarang ini di pimpin oleh Bapak Drs Kyai Humaidi Yusuf dan Bapak Kyai Maftuh Al-Hikam. Semuanya itu adalah putra dan putri KH. Mahfudz Syafi’i
79
Wawancara dengan Bapak Humaidi Yusuf Wawancara dengan Bapak Humaidi Yusuf, di Cikarang Barat Desa Kali Jaya (Pon-Pes Al-Istighotsah) 30 Februari 2008. 80 Al-Istighotsah adalah lembaga pendidikan Pondok Pesantren Salafiyah yang didirikan oleh KH. Mahfudz Syafi’i pada tahun 1993 dan juga sekaligus menjadi tempat berdirinya tarekat syadziliyah di Desa Kalijaya Kec. Cikarang Barat Kab. Bekasi.
yang meneruskan kembali perkembangan tarekat syadziliyah yang ada di Kab. Bekasi.81 B. Pengembangannya Dalam Bidang Sosial dan Ekonomi Di dalam masalah sosial jelas, bahwa ilmu tasawuf itu identik dengan ilmu ahlaq jadi tuntutannya orang tasawuf (pengikut-pengikut tarekat syadziliyah) itu adalah makarimul ahlaq. Sosial itu adalah sebuah interaksi pergaulan antara satu dengan yang lain, karena tasawuf itu memandang manusia itu adalah perbuatan Allah, maka manusia dihargai bukan karena manusianya akan tetapi karena Allahnya. Peranan tarekat syadziliyah Kab. Bekasi pengembangannya dalam bidang sosial itu sangat tinggi, karena memandang sesuatu tidak dipandang dari segi lahiriyah tetapi dipandang dari sisi bathinnya, sehingga orang-orang tasawuf mempunyai toleransi yang tinggi, dan orang-orang tasawuf
itu memandang
mahluk dibalik itu adalah af’al Allah, perbuatan Allah, ciptaan Allah dan tidak memandang manusia saja, bahkan kepada hewan, tumbuh-tumbuhan, lingkungan, dan yang namanya merusak alam, itu sangat bertentangan dengan tasawuf, karena alam itu ciptaan Allah yang harus dilestarikan. Berbuat baik pada manusia, bahkan berbuat baik kepada mahluk yang tidak bernyawa atau alam secara keseluruhan itu semua dipandang semata-mata menghormati Allah, kalau sudah seperti itu maka wujud sosialnya akan tinggi.82 Dalam masalah ekonomi disini tarekat syadziliyah peranannya dalam bidang ekonomi tidak mengurus ekonomi secara kongkrit. Akan tetapi yang jelas hanya menyarankan bahwa Islam itu adalah
81 Wawancara dengan Bapak Syariffudin di Cikarang Barat Desa Kalijaya (pon-pes AlIstighotsah) 27 Februari 2008. 82 Wawancara dengan Bapak Humaidi Yusuf Wawancara dengan Bapak Humaidi Yusuf, di Cikarang Barat Desa Kali Jaya (Pon-Pes Al-Istighotsah) 30 Februari 2008.
=jQoæã rãp< ×d qR%o] ü9æãp $ZBeã 9~eã oi R5 ä~fReã 9~eã Dan tarekat syadziliyah Kab. Bekasi tidak mengajarkan kumuh, miskin tetapi dipersilahkan untuk kaya, mempunyai kemewahan, tetapi jangan mencintai kekayaan, karena maqomnya itu maqom syukur bukan maqom sober (sabar), artinya kalau bisa orang tasawuf itu berlimpahan harta sehingga syukurnya itu sungguhan.83 Dalam bidang sosial dan ekonomi KH. Mahfud Syafi’i sangat memberikan dorongan-dorongan pada setiap murid-muridnya untuk mengembangkan satu bidang usaha. Bahwa milikilah seluruh harta untuk tidak dimasukan kedalam hati, oleh karena itu beliau menyarankan untuk membuat disiplin ekonomi yang kuat untuk bekal kehadirat Allah SWT, dengan ekonomi ini bisa menopang perjalanan kamu kehadirat Allah SWT, bukan berarti dengan tarekat ini justru meninggalkan dunia. Akan tetapi dengan tarekat ini dunia terbawa dan akhirat juga terbawa, sehingga semua bisa menjadi amalan akhirat, dan masalah sosial dan ekonomi tidak terlepas dari itu semua.84 C. Pengembangannya Dalam Bidang Da’wah dan Pembinaan Umat Peranan tarekat syadziliyah dalam bidang dakwah dan pembinaan umat ini luar biasa. Kalau dibidang da’wah sangat-sangat mengena. Kalau orang sudah masuk dunia tasawuf itu benar-benar imannya kuat. Di dalam pemembinaan umat juga seperti itu, pembinaan umat melalui tasawuf sangat-sangat kental, sangat berhasil, karena seseorang kalau sudah menyatakan dirinya Islam dan dia ingin
83 Wawancara dengan Bapak Humaidi Yusuf Wawancara dengan Bapak Humaidi Yusuf, di Cikarang Barat Desa Kali Jaya (Pon-Pes Al-Istighotsah) 5 Maret 2008. 84 Wawancara dengan Bapak Syariffudin di Cikarang Barat Desa Kalijaya (pon-pes alIstighotsah) 5 Maret 2008.
menguatkannya, kalau seseorang itu sudah masuk dunia tasawuf itu sangat luar biasa. Metode tasawuf adalah metode da’wah yang sangat pas.85 KH. Mahfudz Syafi’i seorang pablik pigur yang sangat dihormati beliau menda’wahkan semua ilmu pengetahuannya dan juga pembinaan umatnya melalui lahir dan bathin banyak wejangan-wejangan yang diberikan dan banyak pengikutpengikutnya yang mengikuti disiplin ilmu yang diberikan KH. Mahfudz Syafi’i, da’wahnya bukan hanya dengan lisan tetapi juga dengan hal, dalam memberikan wejangan bathiniah beliau selalu memberikan wejangan dengan hal dan lain sebagainya. Dan dalam hal pembinaan umat juga, banyak murid-muridnya yang banyak mendapatkan pembinaan umat karena tidak antipati dengan berbaurnya murid-murid KH. Mahfudz Syafi’i kepada masyarakat yang ada disekitarnya. Oleh karena itu pembinaan umat di dalam methode berda’wah KH. Mahfudz Syafi’i ini tidak lepas dari koridor-koridor hukum syariat dan thoriqoh.86 Niat beribadah kepada Allah SWT, dalam bentuk apapun yang diarahkan kepada para murid-murid tarekat syadziliyah Kab. Bekasi berniat beribadah hanya semata-mata karena Allah SWT, Lil-Laahi ta’ala, seraya memohon diberi ketetapan iman, diberi tenangnya hati, diberi keselamatan dunia-akhirat, dan diberi apa saja yang barokah manfaat dunia-akhirat. Satu hal yang sangat diperhatikan adalah syukur segala sesuatu yang datang dari ketentuan Allah adalah baik. Jika seseorang sedang diberikan kesempitan, penderitaan dan kemiskinan, hal tersebut berari Dia menghendaki seseorang tersebut untuk kembali kepada Allah
85 Wawancara dengan Bapak Humaidi Yusuf Wawancara dengan Bapak Humaidi Yusuf, di Cikarang Barat Desa Kali Jaya (Pon-Pes Al-Istighotsah) 12 Maret 2008. 86 Wawancara dengan Bapak Syariffudin di Cikarang Barat Desa Kalijaya (pon-pes alIstighotsah). 14 Februari 2008.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Sebagai
penutup
dengan
berlandaskan
uraian-uraian
yang
telah
dikemukakan pada bab terdahulu, penulis dapat mengambil kesimpulan dan saran yang dapat dipergunakan sebagai bahan pemikiran menuju kearah perbaikan Tarekat Syadziliyah Kab. Bekasi adalah sebagai berikut : 1. Pendiri Tarekat Syadziliyah Kab. Bekasi adalah KH. Mahfudz Syafi’i yang mempunyai bai’at mutlaq dari KH. Mustaqim bin Husain Tulungagung Jawa Timur. Tarekat Syadziliyah berdiri di Kab. Bekasi karena adanya murid yang membutuhkan tempat untuk menjalankan riyadhah didekat kediaman Kyai dan dapat bimbingan langsung dari Kyai dan sebagai tempat untuk menjalankan acara ketarikatan, seperti pengajian, ritual khususiyah, dan tempat untuk menjalankan wiridan. 2. Perkembangan Tarekat Syadziliyah di Kab. Bekasi sangat pesat sejak periode KH. Mahfudz Syafi’i (1993-2003) sampai sekarang, karena tarekat diajarkan dengan konsep yang mudah dipahami, sesuai zaman sekarang yang serba modern dan sesuai kebutuhan murid-murid pada saat ini. Dengan bertarekat tidak berarti meninggalkan dunia, bahkan dengan tarekat bisa menyatu dengan kehidupan serta kebutuhan sehari-hari, sehingga disamping kebutuhan dunia juga kebutuhan akhirat. Dengan bertarekat tidak menjadikan orang tertutup, akan tetapi lebih terbuka pada masyarakat luas karena disamping mempunyai
intelektual yang tinggi juga bisa menyeimbangkan dengan jiwa yang selalu ingat kepada Allah.
B. Saran-saran Supaya mutu dan kualitas Tarekat Syadziliyah di Kab. Bekasi tetap eksis dan semakin meningkat serta lebih dikenal masyarakat luas baik dalam maupun luar negeri, penulis menyarankan : 1. Supaya hubungan antara mursyid dengan murid tidak putus baik lahir maupun bathin, hendaklah diadakan administrasi keorganisasian, dengan mendata murid yang keluar masuk, hal ini dilakukan karena untuk memudahkan mengkoordinir para murid, dan mengetahui jumlah seluruh murid Tarekat Syadziliyah. 2. Hendaklah para murid Tarekat Syadziliyah Kab. Bekasi, selalu meningkatkan peran dimasyarakat baik di lembaga maupun disekitarnya, memberi contoh yang baik dengan menjaga keseimbangan, baik jasmaniah amupun rohaniah, supaya masyarakat tahu kalau tarekat itu tidak meninggalkan dunia, bahkan tarekat bisa menyatu dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat serta bangsa Indonesia. 3. Supaya pihak Tarekat Syadziliyah Kab. Bekasi mengadakan penulisan atau pembukuan sejarah Tarekat Syadziliyah hingga berkembangnya sampai sekarang ini, sebagai dokumen Tarekat Syadziliyah Kab. Bekasi dan memudahkan murid yang ingin mengetahui asal-usul Tarekat Syadziliyah Kab. Bekasi.
4. Dan juga kepada teman-temanku semua Alumni Pondok Pesantren AlIstighotsah yang telah membantu penulis untuk sekiranya melengkapi dan meneruskan kembali penelitian ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu penulis mohon kritik dan saran guna untuk menuju kearah kehidupan ynag lebih baik, dan juga supaya mutu dan kualitas Tarekat Syadziliyah di Kab. Bekasi tetap eksis dan semakin meningkat serta lebih dikenal masyarakat luas baik dalam maupun luar negeri. Demikian kesimpulan dan saran penulis mudah-mudahan bermanfaat khususnya buat penulis dan masyarakat luas.