Tanggung Jawab Negara terhadap Bantuan Hukum Masyarakat Miskin
Oleh Ummi Kalsum
Abstract For the benefit of the defense, suspect or the accused are entitled to legal assistance from the one or more legal adviser during the time and at every level of examination according to the procedures specified in the legislation. Therefore, the state must provide the same services to all citizens, including obtaining legal recourse if they are entangled with legal issues. With the help of this law so that citizens who are entitled with the legal issues can be involved of justice. Meanwhile, the people who need legal aid costs for legal aid, so that the poor people will be constrained to legal aid because it has no cost. Legal assistance at no cost (free) is regulated in Article 22 of Law No. 18/2003 which said that lawyers are required to provide free legal aid to citizens who can’t afford. State has provided guarantees to legal aid in the Constitution, Law, and its implementing regulations. Legal assistance provided to the poor people is a form of state responsibility for the protection of society. Legal aid is not mercy and given by the state, but rather the rights of every individual and is the state responsibility to protect the poor people. Keywords: Responsibility, State, Legal Aid, Poor People
A. PENDAHULUAN Pasal 1 Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah
negara
hukum(rechtstaat), konsekwensi yuridis dari penegasan tersebut maka negara mempunyai kewajiban untuk melindungi secara hukum seluruh rakyat Indonesia dan menciptakan kesejahteraan sosial yang merata bagi seluruh masyarakatnya. Pada Pasal 28 D (1) Undang-Undang Dasar 1945 ditegaskan bahwa: setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Berkaitan dengan kewajiban negara melindungi warga negaranya secara hukum ditegaskan dalam Pasal 54 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yaitu guna kepentingan
Tanggung Jawab Negara Terhadap Bantuan Masyarakat Miskin (Ummi Kalsum) pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini. Oleh karena itu maka negara harus memberikan pelayanan yang sama kepada semua warga negaranya, termasuk untuk mendapatkan bantuan hukum apabila mereka tersangkut dengan masalah hukum. Bantuan hukum merupakan upaya untuk membantu golongan yang tidak mampu dalam bidang hukum.1 Dengan adanya bantuan hukum ini maka warga negara yang tersangkut dengan masalah hukum dapat memperoleh keadilan. Untuk memperoleh bantuan hukum memang tidak mudah dan tidak semua sarjana hukum dapat memberikan bantuan hukum, hanya mereka yang berprofesi sebagai advokat yang berhak untuk bertindak sebagai pemberi bantuan hukum. Sementara itu masyarakat yang memerlukan bantuan hukum membutuhkan biaya untuk mendapatkan bantuan hukum, sehingga masyarakat miskin akan terkendala untuk mendapatkan bantuan hukum karena tidak mempunyai biaya. Memang selama ini layanan bantuan hukum masih belum banyak menyentuh kelompok warga negara yang miskin, sehingga mereka kesulitan untuk mengakses keadilan melalui pemberian bantuan hukum karena terbentur oleh katidakmampuan mereka untuk menyadari akan hak-haknya secara konstitusional dan ketidakmampuan mereka dalam bidang ekonomi. Oleh karena itu berarti negara telah mengabaikan hak masyarakat miskin untuk mendapatkan keadilan, pada hal dalam Konstitusi negara berkewajiban memelihara semua masyarakatnya. Bantuan hukum tanpa biaya (gratis) diatur dalam Pasal 22, UU No. 18/2003. Isinya menyebutkan bahwa advokat wajib memberikan bantuan hukum secara gratis kepada warga negara yang tidak mampu. Pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma ini merupakan bentuk pengabdian advokat dalam menjalankan profesinya sebagai salah satu pilar dalam menegakkan supremasi hukum dan hak asasi manusia. Perkara yang dapat dimintakan bantuan hukum cuma-cuma meliputi
1
Bambang Sunggono dan Aries Harianto, Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hlm. 7.
59
Jurnal Nanggroë, Volume 1, Nomor 1, Desember 2012
ISSN 2302-6219
perkara di bidang pidana, perdata, tata usaha negara, dan pidana militer, dalam keadaan tertentu berlaku pula bagi perkara non-litigasi.
B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka dapatlah dirumuskan permasalahannya: Sejauh manakah negara bertanggung jawab terhadap bantuan hukum bagi masyarakat miskin?
C. PEMBAHASAN 1. Tanggung Jawab Negara Terhadap Bantuan Hukum Masyarakat Miskin Negara telah memberikan jaminan untuk mendapatkan bantuan hukum dalam Konstitusi, Undang-Undang, serta peraturan pelaksanaannya. Dalam Undang Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 27 (1): "setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya". Selanjutnya dalam Pasal 28 D (1) ditegaskan bahwa: Setiap orang; berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Sedangkan pada Pasal 28I (1) Undang Undang Dasar 1945: hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut, adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. Dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, diatur dalam Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37, bahwa setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum. Baik dalam perkara pidana maupun perdata. Dijelaskan bahwa advokat membantu penyelesaian perkara dengan menjunjung tinggi Pancasila, hukum, dan keadilan. 60
Tanggung Jawab Negara Terhadap Bantuan Masyarakat Miskin (Ummi Kalsum) Jaminan perlindungan hukum juga diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam Pasal 54 menegaskan bahwa: guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum. Bantuan ini dilakukan oleh seorang atau lebih penasehat hukum, selama dalam waktu, dan pada setiap tingkat pemeriksaan. Menurut Seoharto, hak untuk mendapatkan bantuan hukum merupakan akibat logis dari praduga tak bersalah, sehingga apabila terjadi kesewenang-wenang maka yang bersangkutan akan memperoleh kompensasi. Oleh karena itu maka ada jaminan hak untuk dibantu oleh penasehat hukum sejak saat ditangkap dan pada semua tingkat pemeriksaan.2 Oleh karena itu program layanan bantuan hukum sebagai salah satu cara untuk meratakan jalan menuju pemerataan keadilan, cara yang dapat dilakukan adalah memberi suplai informasiinformasi yang cukup kepada individu atau kelompok individu, sehingga mereka mengetahui hak-hak apa sajakah yang diberikan kepadanya. Usaha memberikan informasi kadang-kadang dapat memberikan ilham kepada masyarakat yang umumnya buta huruf, berpendidikan rendah, dan hidup dalam keterbelakangan dan kehinaan, bahwa mereka sebenarnya adalah juga manusia yang samasama sebagai warga negara Republik Indonesia, dan karena itu tentu mempunyai hak-hak yang sama di mata hukum dan kepada mereka harus diberikan kepercayaan kepada diri sendiri bahwa sekalipun mereka ini adalah orang yang tidak mempunyai apa-apa, namun mereka sama kedudukannya di mata hukum dan karena itu berhak membela dirinya, membela hak-haknya maupun memperjuangkan kepentingan-kepentingannya. Oleh karena itu mereka harus diyakini bahwa jalan hukum dan upaya hukum itu terbuka untuk semua orang yang menghadapi dan menyelesaikan problematika hukum, dan bahwa jalan hukum dan upaya hukum itu berhak dan dapat mereka jangkau dan pergunakan. Hak untuk mendapatkan bantuan hukum merupakan hak asasi manusia yang harus dijamin dalam rangka pencapaian keadilan sosial, Frans Hendra Winarta menegaskan bahwa: “Hak untuk dibela advokat atau penasehat hukum adalah hak asasi manusia yang perlu dijamin dalam rangka pencapaian keadilan sosial, juga sebagai salah satu cara mengentaskan masyarakat dari kemiskinan,
2
Soeharto, Perlindungan Hak Tersangka, terdakwa dan Korban Tindak Pidana Terorisme, (Jakarta: Refika Aditama, 2007), hlm. 77. 61
Jurnal Nanggroë, Volume 1, Nomor 1, Desember 2012
ISSN 2302-6219
khususnya dalam bidang hukum. Dan bantuan hukum dapat menjamin dan mewujudkan persamaan dihadapan hukum dengan membela hak-hak orang miskin”.3 Setiap orang berhak untuk mendapatkan bantuan hukum dalam setiap hal yang berhubungan dengan apa saja, tidak ada larangan bagi siapa saja meminta bantuan hukum kepada advokat. Orang buta hukum atau orang miskinpun berhak memilih advokat yang cocok dan bersedia memberikan jasa bantuan hukum baginya. Bantuan hukum dapat dimintakan kapan saja, sehingga tidak hanya ketika menghadapi persoalan hukum dengan polisi, jaksa, hakim atau pengadilan, dan atau berhadapan dengan sesama warga negara lainnya. dapat dimintakan untuk perkara pidana, perdata, administrasi negara, perburuhan, dan sebagainya. Tidak ada larangan sama sekali untuk mendapatkan bantuan hukum mengenai apa saja, kapan saja, dan di mana saja. Menurut Bambang Sunggono, bantuan hukum adalah hak seorang yang tersangkut dalam suatu perkara untuk mendapatkan bantuan hukum dari para ahli hukum atau sarjana hukum, sesuai dengan sifat dan hakikat suatu negara hukum yang menempatkan supremasi hukum di atas segalanya dan yang berfungsi sebagai pelindung dan pengayom terhadap suatu warga masyarakat di samping adanya jaminan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.4 Bantuan hukum akan sangat bermanfaat apabila diberikan oleh orang yang memahami hukum dan menjunjung tinggi rasa keadilan. Pilihlah pemberi bantuan hukum yang dapat dipercaya, jujur, yang telah dikenal dengan baik perjalanan hidupnya atau perjuangannya dalam bidang hukum. Advokat sebagai pengemban profesi hukum harus memiliki keahlian yang berkenan dengan ilmunya, khususnya dalam bidangnya, sebab setiap profesional harus secara mandiri mampu memenuhi kebutuhan warga masyarakat yang memerlukan pelayanan di bidang hukum, serta para provesi hukum ini memiliki kepribadian bertanggung jawab penuh terhadap pelayanan profesinya. Sehingga, kualitas para professional hukum tercermin dalam sikap yang menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran, dan keadilan, bersih dan beribawa dan bertanggung jawab dalam prilaku ketauladanan. Dengan
3
Frans Hendra Winarta, Bantuan Hukum: Suatu Hak Asasi Manusia Bukan Belas Kasihan, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2000), hlm. 110.
4
Bambang Sunggono dan Aries Harianto, Op. Cit., hlm. 35. 62
Tanggung Jawab Negara Terhadap Bantuan Masyarakat Miskin (Ummi Kalsum) demikian profesi hukum dapat didefinisikan profesi yang memiliki kekuasaan yang dibenarkan untuk bersikap dan berperilaku menurut hukum.5 Jauhkanlah advokat yang mentolerir segala jenis pemberian yang tidak ada dasar hukumnya atau sogok atau suap atau "uang saku" atau "uang kopi”. Pemberi bantuan hukum juga harus mempunyai sikap kemanusiaan, supaya ia jangan menanggapi hukum secara formal belaka, sikap keadilan, untuk mencari apa yang layak bagi masyarakat, sikap kepatutan, sebab diperlukan pertimbangan tentang apa yang sungguh-sungguh adil dalam suatu perkara konkrit Advokat dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum memberikan bantuan hukum guna mencari solusi hukum dapat menjadi fasilitator jika terjadi suatu perbuatan hukum yang memerlukan pertanggungjawaban hukum. Solusi yang bisa diambil yang terbaik adalah perdamaian atau mediasi, sehingga penyelesaiannya tidak saja dalam bentuk litigasi. Mediasi adalah salah satu bentuk penyelesaian sengketa alternatif yang bersifat konsensus (kooperatif/kerjasama). Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui perundingan yang dipandu oleh seorang mediator yang bertujuan untuk mencapai kesepakatan yang diterima oleh pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri perkara. Dan dalam ketentuan umum Perma No. 1 Tahun 2008, mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Pilihan penyelesaian sengketa dalam bentuk mediasi merupakan teknik atau mekanisme penyelesaian sengketa yang mendapat perhatian serta diminati dengan beberapa alasan yang melatarbelakanginya sebagai berikut: 1) Perlunya menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa yang lebih fleksibel dan responsif bagi kebutuhan para pihak yang bersengketa. 2) untuk memperkuat keterlibatan masyarakat dalam proses penyelesaian sengketa. Bagi advokat menyelesaikan perkara melalui jalur nonlitigasi mempunyai dasar pemikiran yang logis. Dasar pemikiran penyelesaian perkara di luar pengadilan atau non litigasi adalah karena tidak 5
Sidharta, Moralitas Profesi Hukum, (Jakarta: Refika Aditama, 2009), hlm. 9.
63
Jurnal Nanggroë, Volume 1, Nomor 1, Desember 2012
ISSN 2302-6219
memerlukan biaya yang besar, tidak membutuhkan waktu yang lama bahkan tidak akan merugikan kliennya ataupun tidak mencemarkan nama baik dari kliennya. Sebaliknya hukum juga menempatkan kewajiban kepada profesi advokat untuk memberikan bantuan hukum kepada pencari keadilan, dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, pada Pasal 22 ditegaskan bahwa
advokat wajib memberikan bantuan hukum secara
cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu. Ketentuan di atas selanjutnya dijabarkan pula di dalam Kode Etik Advokat Indonesia, pada Pasal 7(h), “advokat mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma (prodeo) bagi orang yang tidak mampu”. Advokat diwajibkan memberikan bantuan hukum bagi orang yang tidak mampu atau korban ketidakadilan. Paling tidak sebagai upaya memberikan kesatuan atau tafsiran atas adanya pandangan hukum yang selama ini disalah mengerti, "ada dua sarjana hukum maka ada tiga pendapat (dwie ministeer tree miningen)". Penghindaran terhadap adanya pandangan bahwa hukum di atas kertas (law in books) berbeda dengan hukum dalam praktik (law in practice). Kewajiban bagi profesi advokat untuk secara khusus memberikan bantuan hukum kepada orang miskin, dalam keadaan bagaimanapun tanpa boleh dibatasi untuk pembelaan nasib mereka dalam bidang hukum. Sehingga orang miskin menjadi puas dan secara tidak langsung menciptakan lapangan pekerjaan. Pembelaan terhadap orang miskin merupakan penjelmaan dari persamaan di hadapan hukum dan hak untuk didampingi advokat yang didasari pada proses hukum yang adil, dalam rangka mengurangi jurang perbedaan antara yang kaya dan yang miskin khususnya dalam bidang hukum. Oleh karena itu negara wajib memenuhi hak masyarakat miskin untuk mendapatkan bantuan hukum sebagaimana telah diamanahkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Hendra Winarta menegaskan bahwa bantuan hukum adalah tanggung jawab negara, pemerintah, profesi hukum, dan semua pihak dalam masyarakat”. 6 6
IbId.
64
Tanggung Jawab Negara Terhadap Bantuan Masyarakat Miskin (Ummi Kalsum) Oleh karena itu, maka negara mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan hukum kepada masyarakat miskin melalui ketersediaan advokat atau penasehat hukum bagi mereka. Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 ditegaskan bahwa: Setiap orang yang tersangkut perkara berhak mendapat bantuan hukum. Selanjutnya ditentukan bahwa Dalam perkara pidana seorang tersangka sejak saat dilakukan penangkapan dan/atau penahanan berhak menghubungi dan meminta bantuan advokat. Bambang Sunggono menegaskan bahwa di negara-negara yang sedang berkembang bantuan hukum bagi golongan miskin tidak semata-mata didasarkan pada dorongan kemanusiaan, tetapi juga mengandung dorongan politis. Dorongan politis ini ditujukan kearah terwujudnya masyarakat yang berkembang maju sehingga rakyat dapat memahimi hak-hak mereka, terutama hakhak hukum mereka. Di samping memahami hak-hak mereka, mereka juga harus didorong untuk mengembangkan keberanian moral untuk mempertahankan dan menuntut dihormatinya hak-hak tersebut.7 Dengan demikian bantuan hukum yang diberikan kepada masyarakat miskin merupakan bentuk pertanggungjawaban negara terhadap perlindungan masyarakatnya, hal ini tegas ditentukan dalam pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 : ”Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Oleh karena itu, menurut Frans Hendra Winarta : ”Bantuan hukum bukanlah belas kasihan dan diberi oleh negara, melainkan merupakan hak asasi setiap individu serta merupakan tanggung jawab negara melindungi fakir miskin. Hak asasi manusia inheren dalam diri setiap manusia. Masyarakat harus diyakinkan bahwa bantuan hukum adalah hak asasi bukan belas kasihan”.8 Oleh karena bantuan hukum merupakan hak asasi, maka sudah seharusnya masyarakat miskin mendapatkan hak ini sebagai salah satu bentuk pemenuhan hak dasarnya. Mereka harus diberikan pemahaman yang mendalam dan terus-menerus tentang hak untuk mendapatkan bantuan hukum ini, mengingat posisi masyarakat miskin masih dipahami sebagai warga kelas dua di negara ini, walaupun sesungguhnya hanya ada satu warna negara di Indonesia yaitu warga negara
7 8
I b I d., hlm. 137. Frans Hendra Winarta, Op. Cit., hlm. 101.
65
Jurnal Nanggroë, Volume 1, Nomor 1, Desember 2012
ISSN 2302-6219
Indonesia, terlepas apakah mereka miskin atau kaya. Semuanya bersamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan dan semua wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan tanpa adanya pengecualian. Keadilan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang senantiasa didambakan oleh setiap orang, baik yang kaya maupun yang miskin. Akan tetapi kadangkala dapat terjadi dimana mereka yang kaya dapat lebih mudah memperoleh keadilan itu, sehingga ia dapat menguasai mekanisme berjalannya hukum. Sehingga dia dapat menindas kelompok yang miskin dan ini akan menimbulkan kesan bahwa hukum itu hanya untuk orang kaya, bukan untuk orang miskin. Mulyana W. Kusumah menegaskan bahwa: “Dalam suatu masyarakat dengan struktur sosial yang mengadung konflik, suatu struktur sosial yang dengan kesenjangan-kesenjangan seperti sering diungkapkan lewat studi-studi sosiologi hukum, pelaksanaan hukum itu cendrung selektif, dan bahwa umumnya orang-orang yang berpunya saja yang dapat menikmati pelayanan hukum dengan baik, atau dengan perkataan lain, pengadilan tidak diperuntukkan semua lapisan masyarakat.”9 Kemiskinan yang diderita oleh seseorang mempunyai dampak yang besar sekali terhadap penegakan hukum, terutama kaitannya dengan usaha mempertahankan apa yang telah menjadi haknya. Hal ini menunjukkan keselarasan dengan kenyataan bahwa kemiskinan itu sendiri telah membawa bencana bagi kemanusiaan, tidak saja dari segi ekonomis tetapi juga dari segi politik dan hukum. Menurut Abdurrahman, mungkin sudah menyejarah dalam kehidupan manusia, dimana kekuasaan selalu lebih dekat dengan kekayaan, dan ini dalam kenyataannya banyak menimbulkan ketidakadilan, dan sebaliknya hukum juga harus dekat dengan kemiskinan. Karena itu, seorang yang miskin dalam harta sekalipun, seharusnya tetap kaya dengan keadilan.10
9
10
Mulyana W. Kusumah, Hukum dan Hak Asasi Manusia Suatu Pengantar Kritis, (Bandung: Alumni, 1982), hlm. 124. Abdurrahman, Asapek-Aspek Bantuan Hukum Di Indonesia, (Jakarta: Cendana Press, 1983), hlm. 273. 66
Tanggung Jawab Negara Terhadap Bantuan Masyarakat Miskin (Ummi Kalsum) Oleh karena itu, menurut Bambang Sunggono: “Keadilan yang merupakan kebutuhan utama dalam kehidupan manusia, dan karenanya adalah wajar apabila kemudian dilakukan usaha-usaha untuk pemerataan keadilan. Jika selama ini si kaya sudah cukup banyak merasakan atau mengenyam keadilan dan si miskin sudah cukup terjauh daripada mendapat keadilan, maka sudah saatnya keadaan yang demikian tidak terjadi lagi, artinya keadilan itu sudah terimplementasikan secara merata bagi semua lapisan masyarakat. Dalam kaitannya dengan program bantuan hukum, khususnya bagi si miskin dan tidak mampu, pada dasarnya merupakan salah satu jalan untuk meratakan jalan menuju ke pemerataan keadilan itu.”11 Pemerataan keadilan bagi setiap orang hanya dapat dilakukan apabila semua warga negara paham akan hukum dan mempunyai kedudukan ekonomi yang memadai, karena untuk paham terhadap hukum tentu diperlukan waktu untuk mempelajarinya, namun dengan adanya kemampuan ekonomi maka setiap orang dapat membayar penasehat hukum untuk mendampinginya bila tersangkut dengan masalah hukum. Oleh karena itu maka diperlukan adanya pemerataan keadilan melalui pelayanan bantuan bagi orang miskin. 2. Cara Mendapatkan Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma Memberikan bantuan hukum cuma-cuma tidak monopoli dari organisasi maupun individu advokat semata. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) juga dikenal dengan pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma. Terlebih LBH yang berada di bawah Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), sejak tahun 1970 tetap konsisten memberikan bantuan hukum secara cumacuma. Bahkan YLBHI mengkhususkan lembaganya kepada pemberian bantuan hukum bagi orang yang tidak mampu (miskin dan buta hukum) secara cuma-cuma. Sampai tahun 2005 YLBHI telah didirikan sebanyak 15 kantor-kantor LBH di seluruh Indonesia. Lembaga Bantuan Hukum selain dari YLBHI, juga banyak sekali didirikan oleh perguruanperguruan tunggi, lembaga agama, pertai politik, pengadilan negeri, atau Lembaga Swadaya 11
Bambang Sunggono dan Aries Harianto, Op. Cit., hlm. 62-63.
67
Jurnal Nanggroë, Volume 1, Nomor 1, Desember 2012
ISSN 2302-6219
Masyarakat (LSM), dan lain sebagainya. LBH itu memberikan bantuan hukum kepada siapa saja, baik kepada orang yang tidak mampu, maupun kepada orang yang membutuhkan. Ada pula Lembaga Bantuan Hukum yang memberikan fokus perhatian pada bidang-bidang tertentu secara profesional. Misalnya dalam perlindungan dan penegakan hak-hak perempuan, bidang konsumen, bidang lingkungan hidup, bidang perburuhan, dan sebagainya. Anda perlu bantuan hukum? Atau ada orang yang perlu Anda bantu, keluarga Anda, rekan, teman, tetangga, atau siapa saja untuk mendapatkan bantuan hukum? Datang saja ke alamat-alamat kantor yang memberikan pelayanan hukum tersebut. Kemudian Anda mengisi formulir tentang datadata pribadi, dan atau orang yang Anda bantu tersebut, serta ceritakan permasalahan yang sedang dihadapi. Atau jika Anda berada jauh dari kantor bantuan hukum tersebut, Anda dapat mengirimkan surat yang ditandatangani dengan menguraikan identitas, uraian permasalahan dengan lengkap, serta kebutuhan atau pertanyaan-pertanyaan Anda. Kendala yang umum dialami oleh orang yang membutuhkan bantuan hukum adalah konsultasi yang diberikan dalam jangka waktu yang lama. Kurangnya tenaga advokat pada kantor tersebut, atau tidak ditanggapinya informasi yang diterima oleh kantor bantuan hukum itu. Untuk mengatasi kendalakendala itu, Anda dapat selalu menghubungi kantor pemberi bantuan hukum tersebut secara rutin, baik melalui datang langsung, melalui telepon, atau melalui surat. Tetapi jika tidak mendapatkan tanggapan dalam jangka waktu yang cukup lama, Anda dapat mengirimkan surat yang berikutnya dengan memberikan surat tembusan kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan atau kepada lembaga serupa dan atau kepada pimpinan organisasi advokat terdekat. Bantuan hukum akan bermakna positif bagi masyarakat, advokat, dan negara jika pihak-pihak yang terkait saling menjaga nilai-nilai keadilan, kejujuran, menjauhi suap, korupsi, dan nepotisme. Lembaga Bantuan Hukum akan turut meningkatkan perasaan keadilan masyarakat dengan terus menerus berpihak kepada mereka-mereka yang dirugikan, tertindas, hak-haknya dilanggar, orang yang tidak mampu dan menyuarakan (kampanye) secara luas, serta timbulnya solidaritas. Buta hukum, korupsi, kolusi, kemiskinan, penindasan, dan penganiayaan merupakan musuh bersama, harus dilawan bersama-sama pula. Selayaknya kita pergunakan hak mendapatkan bantuan hukum, dalam upaya menuju tercapainya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. 68
Tanggung Jawab Negara Terhadap Bantuan Masyarakat Miskin (Ummi Kalsum) D. PENUTUP Bantuan
hukum
yang
diberikan kepada
masyarakat
miskin
merupakan
bentuk
pertanggungjawaban negara terhadap perlindungan masyarakatnya. Bantuan hukum bukanlah belas kasihan dan diberi oleh negara, melainkan merupakan hak asasi setiap individu serta merupakan tanggung jawab negara melindungi fakir miskin. Hak asasi manusia inheren dalam diri setiap manusia. Masyarakat harus diyakinkan bahwa bantuan hukum adalah hak asasi bukan belas kasihan. Dalam rangka pemenuhan hak masyarakat miskin terhadap pelayanan hukum, maka kepada advokat diwajibkan untuk
memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang
tidak mampu.
69
Jurnal Nanggroë, Volume 1, Nomor 1, Desember 2012
ISSN 2302-6219
DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, 1983. “Asapek-Aspek Bantuan Hukum Di Indonesia”, Jakarta: Cendana Press. Shidarta, 2009. “Moralitas Profesi Hukum”, Jakarta: Refika Aditama. Soeharto, 2007. “Perlindungan Hak Tersangka, terdakwa dan Korban Tindak Pidana Terorisme”, Jakarta: Refika Aditama. Sunggono, Bambang dan Harianto, Aries, 1994. “Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia”, Bandung: Mandar Maju. W. Kusumah, Mulyana, 1982. “Hukum dan Hak Asasi Manusia Suatu Pengantar Kritis”, Bandung: Alumni. Winarta, Frans Hendra, 2000. “Bantuan Hukum: Suatu Hak Asasi Manusia Bukan Belas Kasihan”, Jakarta: Elex Media Komputindo.
70