TANGGUNG JAWAB DIREKTUR TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS DALAM PENGELOLAAN PERSEROAN TESIS Oleh
BONI F. SIANIPAR 017005008/HK
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
TANGGUNG JAWAB DIREKTUR TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS DALAM PENGELOLAAN PERSEROAN
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora dalam Program Studi Ilmu Hukum Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
BONI F. SIANIPAR 017005008/HK
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Judul Tesis
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: TANGGUNG JAWAB DIREKTUR TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS DALAM PENGELOLAAN PERSEROAN : Boni F. Sianipar : 017005008 : Ilmu Hukum
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) Ketua
(Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum) Anggota
(Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH) Anggota
Ketua Program Studi
Direktur
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc)
Tanggal Lulus : 27 Oktober 2008
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Telah diuji pada Tanggal 27 Oktober 2008
PANITIA PENGUJI TESIS KETUA
: Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH
Anggota
: 1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum 2. Syafruddin S. Hasibuan, SH, MS 3. Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS 4. Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS 5. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Judul Tesis
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: TANGGUNG JAWAB DIREKTUR TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS DALAM PENGELOLAAN PERSEROAN : Boni F. Sianipar : 017005008 : Ilmu Hukum
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) Ketua
(Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum) Anggota
(Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH) Anggota
Ketua Program Studi
Direktur
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc)
Tanggal Lulus : 27 Oktober 2008
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Telah diuji pada Tanggal 27 Oktober 2008
PANITIA PENGUJI TESIS KETUA
: Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH
Anggota
: 1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum 2. Syafruddin S. Hasibuan, SH, MS 3. Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS 4. Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS 5. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
ABSTRAK Keberadaan Direktur dalam perseroan terbatas memiliki peran yang sangat strategis dan sangat penting karena Direksi sebagai organ yang mengerakkan roda organisasi perseroan terbatas, sehingga dapat disebut juga Direksi merupakan organ kepercayaan dari perseroan terbatas. Selain organ kepercayaan, Direksi juga dituntut dapat mengembangkan kemampuannya untuk menghasilkan keuntungan atau laba (provit) bagi perseroan terbatas. Direksi sebagai pengemban fiduciary duty, Direksi wajib memiliki duty of good faith and loyalty serta duty of care and diligence. Direksi pada prinsipnya, diberi beban menjalankan fiduciary duty terhadap perseroan terbatas, sehingga Direksi memiliki tanggung jawab terhadap pemegang saham, akan tetapi Direksi juga dalam menjalankan fungsinya secara umum harus memperhatikan kepentingan stakeholders. Dengan demikian Direksi memiliki tanggungjawab baik terhadap pemegang saham mayoritas maupun terhadap pemegang saham minoritas sehingga kepentingan pemegang saham minoritas mendapat perlindungan. Disamping itu juga Direksi mempunyai kewajiban untuk melakukan keterbukaan (disclosure) terhadap public (masyarakat) ataupun pihak ketiga, atas setiap kegiatan perseroan. Sistem Common Law yang dipergunakan, khususunya di Amerika Serikat memberikan batasan kriteria (standard criteria) bagi Direksi dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus melakukan duty of care dimana tugas-tugas direksi harus dilakukan dengan baik, dengan penuh kehati-hatian, dan dengan cara-cara yang dinyakininya untuk kepentingan yang terbaik bagi perseroan. Sedangkan dalam sistem Civil Law yang berlaku, khususnya di Indonesia, pada prinsipnya tidak terlalu menonjolkan batasan Kriteria (standard criteria) tertentu, akan tetapi Direksi dalam melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar. Berdasarkan Undang-Undang Nomor: 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, telah memuat batasan kriteria bagi Direksi dalam menjalankan tugasnya ádalah Business Judgement Rule, dimana Direksi harus memperhatikan duty of care, good faith dan memiliki rational basic terhadap keputusan-keputusan bisnis berkenaan dengan pengelolaan perseroan. Jikalau Direksi lalai melaksanakan tugasnya dengan melanggar fiduciary duty, maka Direksi tersebut harus memberikan pertanggungjawaban terhadap pemegang saham, baik terhadap pemegang saham mayoritas maupun pemegang saham minoritas. Penulis tesis ini menyarankan agar; kepentingan pemegang saham minoritas terlindungi maka dipandang perlu undang-undang atau peraturan yang lebih konkrit, yang mengatur tentang tanggung jawab direksi, khususnya terhadap kepentingan pemegang saham minoritas. Kata kunci: Tanggung Jawab Direktur, Pemegang Saham Minoritas, Pengelolaan Perseroan.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
ABSTRACT The definition of a Director in a company is a person with a strategic and very important position as an organ who’s able to direct the organization. Director must have a capability to expand his skill and knowledge to bring provit to company. As a fiduciary duty, a director mush have a duty of good faith and loyalty and duty of care and diligence. Basically, a director respons to the Commisioners, but the director still have to functionalize everything including his responsibility to the stakeholders. The bottom line is, the director is responsible to both the major and the minor stakeholders so the minor can have some sort of protection. He has an obligation of makin a disclosure to the public or to the third party, of each and every single step that is taken by the company he runs. Common Law system is needen, spcially in the United State to make some standard criteria for the director in doing his duty of care. As for the civil law in Indonesia, the standard criteria is not very strict but the director must do his job based on the basic capital. Based on Canon Number: 40-year of 2007 about a company, a director’s limitation is written in Business Judgement Rule, where he must pay attention to duty of care, good faith and has rational basic on making business’decision. If he failed by crossing the fiduciary duty, then he is responsible to the stakeholders, both major and minor. The writer of this tesis sunggest; the minor stakeholders’ needs is coveredand so a more concrete rules and regulations are needed specially for the sake of the stakeholders themselves. Keyword: The responsibility of Director,Minor-Stakeholders,Corporate Management.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penelitian tesis dengan judul “Tanggung Jawab Direksi Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan”. Penulisan tesis ini untuk memenuhi salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Humaniora dalam bidang Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, Sp.A (K). 2. Direktur Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara, Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc. 3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., MH selaku Pembimbing I yang juga sebagai Ketua Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Univesitas Sumatera Utara. 4. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum selaku Pembimbing II yang juga selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 5. Bapak Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH, DFM selaku Pembimbing III yang telah banyak membantu Penulis dalam memberikan bimbingan, petunjuk, saran-saran dan dorongan semangat untuk kesempurnaan tulisan ini. 6. Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik, saran dan masukan kepada penulis demi kesempurnaan tulisan ini. 7. Bapak Prof. Dr. Tan Kamelo, SH, M.Hum, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik, saran dan masukan kepada penulis demi kesempurnaan tulisan ini.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
8. Ibu Dr. Sunarmi, SH. Mhum, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik, saran dan masukan kepada penulis demi kesempurnaan tulisan ini. 9. Para Dosen dan Staf serta Pegawai Sivitas Sekolah Pascasarjana Univesitas Sumatera Utara. 10. Sahabat-sahabat di Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Univesitas Sumatera Utara, rekan-rekan Advokat, khususnya Pengurus IKADIN Kota Medan, rekan-rekan kerja di PT. PP. London Sumatra Indonesia, Tbk, khususnya Bapak Joefly J. Bahroeny, Bapak H. Mino Lesmana dan Bapak Drs. H. Fahrul Isnan Daulay serta Bapak Usman Pratama. 11. Secara khusus penulis haturkan terima kasih yang sangat besar Kepada yang tercinta orang tua penulis, Bapak R. Sianipar dan Ibu H. Br Simanjuntak yang telah mengasuh, mendidik dan membimbing dengan sabar disertai doanya. 12. Teristimewa kepada isteriku tercinta Duma Asnih Br. Sinaga, S. Pd dan anakanakku Buana Burju Christian Sianipar, Bryansel Putra Sianipar yang telah setia, sabar dan yang telah memberikan semangat serta doa kepada Penulis guna menyelesaikan studi di Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Univesitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi Penulis dan kita semua. Medan, September 2008 Penulis,
Boni F. Sianipar
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
RIWAYAT HIDUP
Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama Tempat/Tanggal lahir Jenis Kelamin Agama Status Perkawinan Tempat Tinggal
: Boni F. Sianipar, SH : B. Pardamean, 1 Februari 1975 : Laki-laki : Kristen Protestan : Kawin : Jl. H.M. Said GG. Pelajar No. 15 Medan Kode Pos 20236 HP: 0811640859
Menerangkan dengan sesungguhnya. I. Pendidikan Formal 1. Sekolah Dasar (SD) Negeri AFD. A. Pagar Jawa 2. Sekolah Menegah Pertama (SMP) Negeri 1 P. Siantar 3. Sekolah Menegah Atas (SMA) Negeri 2 P. Siantar 4. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU)
: Tahun 1982-1988 : Tahun 1988-1991 : Tahun 1991-1994 : Tahun 1994-1999
II. Pengalaman Kerja 1. Pengacara di Sumatera Utara tahun 1999-2004. 2. Advokat tahun 2004 sampai sekarang. 3. Pengurus Pos Bantuan Hukum (POSBAKUM) Ikatan Advokat Indonesia Kota Medan tahun 2005-2006. 4. Team Penasehat Hukum Team Seleksi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Utara tahun 2003. 5. Direktur LAW OFFICE Boni F. Sianipar, SH & Partners tahun 2003 sampai sekarang. 6. Penasehat Hukum PT. PP. London Sumatra Indonesia, Tbk Wilayah Sumatera Utara tahun 2004 sampai sekarang. 7. Penasehat Hukum PT. Swasti Tunggal Mandiri tahun 2003-2004. 8. Penasehat Hukum PT. MOMENTS MO-15 RECORD tahun 2005 sampai sekarang. 9. Penasehat Hukum PT. Sumber Energi Sumatera (SENTRA) tahun 2006 sampai sekarang. 10. Team Penasehat Hukum Pemerintah Kabupaten Samosir tahun 2006 sampai sekarang.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
III. Keterangan Keluarga Nama Isteri Tempat/Tanggal Lahir Pekerjaan Nama Anak Tempat/Tanggal Lahir
: Duma Asnih Sinaga, SPd. : Medan, 11 September 1977. : Ibu Rumah Tangga. : 1. Buana Burju Christian Sianipar. 2. Bryansel Putra Sianipar. : 1. Medan, 20 September 2005. 2. Medan, 6 Juni 2007.
IV. Pengalaman Organisasi 1. Pejabat Komisaris GMNI Fakultas Hukum USU Tahun 1997-1998. 2. Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Hukum USU Tahun 1996-1997. 3. Senat Mahasiswa Fakultas Hukum USU Tahun 1997-1999. 4. Presidium Komite Mahasiswa Independen (KOMI) Tahun 1998. 5. Ketua Pemerintahan Mahasiswa USU Tahun 1999-2000. 6. Ketua Koordinator Daerah (KORDA) GMNI SUMUT Tahun 2001-2005. 7. Staf Ahli CEGAD Tahun 2004. 8. Pengurus INKAI Cabang Medan tahun 2006-2010. 9. Sekretaris Persatuan Alumni GMNI Cabang Medan tahun 2007 sampai Sekarang. 10.Ketua Departemen Hukum, Advokasi dan Litigasi Lembaga Mitra Pembangunan Bona Pasogit Republik Indonesia periode 2007-2012. 11.Wakil Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang Ikatan Advokat Indonesia Kota Medan Periode 2007-2011. Demikian Daftar Riwayat Hidup ini saya perbuat dengan sebenarnya. Medan, September 2008, Hormat Saya,
Boni F. Sianipar, SH
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK .............................................................................................................
i
ABSTRACT ..........................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ..........................................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP ..............................................................................................
v
DAFTAR ISI .........................................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................
ix
DAFTAR BAHASA ASING ...............................................................................
x
BAB I
: PENDAHULUAN …………………………………………...........
1
A. Latar Belakang ………………………………………………..
1
B. Perumusan Masalah ..…………………………………………
6
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………..
6
D. Manfat Penelitian …………………………………………….
7
E. Keaslian Penelitian …………………………………………...
8
F. Kerangka Teori dan Konsepsional …………………………...
8
G. Metode Penelitian …………………………………………….
35
H. Sistematika Penulisan ...............................................................
38
BAB II : PERTANGGUNGJAWABAN DIREKTUR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS ……………………………………. A. Pengaturan Tanggung Jawab Direksi Dalam Perseroan
40
Terbatas ……………………………………………………....
40
B. Perbandingan Pengaturan Tanggung Jawab Direksi Dalam Perseroan Terbatas ..................................................................
52
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
C. Kasus Mengenai Tanggung Jawab Direksi .............................
56
BAB III : KRITERIA UNTUK MENENTUKAN DIREKTUR TELAH MELAKUKAN KESALAHAN DALAM PENGELOLAAN PERSEROAN YANG MERUGIKAN PEMEGANG SAHAM
BAB IV :
MINORITAS ...............................................................................
63
1. Duty of Loyality .......................................................................
64
2. Duty of Care ..............................................................................
69
3. Ultra Vires ……………………………………………………
78
4. Busines Judgement Rules ……………………………………..
80
BENTUK PERTANGGUNGJAWABAN YANG DAPAT DIMINTAKAN
OLEH
PEMEGANG
SAHAM
MINORITAS TERHADAP DIREKTUR YANG TELAH MELAKUKAN KESALAHAN DALAM PENGELOLAAN PERSEROAN ..............................................................................
87
A. Perlindungan Pemegang Saham Minoritas Oleh Undang-undang
87
B. Pertanggungjawaban Direksi Terhadap Pemegang Saham Minoritas ............................................................................... BAB V :
97
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................
100
A. Kesimpulan .............................................................................
100
B. Saran .......................................................................................
101
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
103
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Judul
1.
Kasus John Jn FRANCIS ...............................................................
Halaman
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
107
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Judul
1.
Kasus John Jn FRANCIS ...............................................................
Halaman
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
107
DAFTAR ISTILAH ASING Accountability Beneficiary Benefit Candor conflict of interest Disclosure Disclosure and Transparncy duty of care duty of loyalty duty of skill and care
Express authority Fidere Fiducia fiduciary duty
go public Good corporate governance good faith Good governance high degree Implied power Inherent authority Insolvent intra vires
mandatory element Naamloze Vennootschap Negligence onrechtmatige daad Outside of power Persona standi in judico proper purpose Responsibility Responsibility of The Board
Akuntabilitas pihak yang dipegang untuk suatu kepentingan Kepentingan/keuntungan Keterusterangan Benturan kepentingan keterbukaan keterbukaan dan transparansi Tugas mempedulikan Tanggung jawab yang merujuk kepada kemampuan serta kehatihatian tindakan direksi Kewenangan yang tersurat Mempercayai Kepercayaan Tanggung jawab karena tugas dan kedudukan yang dipercayakan kepada direksi oleh perseroan perusahaan terbuka Pengelolaan perusahaan yang baik itikad baik Pengelolaan yang baik derajat yang tinggi Kewenangan yang tersirat Kewenangan yang melekat tidak mampu membayar hutang Direksi bertindak sesuai dengan apa yang ditentukan dalam Anggaran Dasar unsur wajib Kelalaian perbuatan melawan hukum Melebihi kekuasaan mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan tujuan yang layak Pertanggungjawaban tanggung jawab dari pengurus
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Scrupulous Stakeholders The Equitable of Treatment of Share Holders The Rights of Share Holders To trust Trust trust and confidence Trustee
ultra vires
perseroan Ketelitian Pemegang kepentingan konsepsi perlakuan sama hak-hak pemegang saham Mempercayai Kepercayaan kepercayaan dan kerahasiaan Orang yang memegang sesuatu secara kepercayaan untuk kepentingan orang lain Direksi bertindak di luar batas kewenangan yang diberikan kepadanya oleh Anggaran Dasar
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Sesuatu perusahaan dapat disebut sebagai Badan Hukum, apabila telah
memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Undang-Undang. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) tidak memberi ketegasan kapan satu perusahaan dinyatakan sebagai badan hukum, akan tetapi di negeri Belanda yang merupakan tempat asal mula KUHD telah lama dinyatakan bahwa Naamloze Vennootschap (NV) telah menjadi badan hukum manakala telah diperoleh pengesahan Menteri Kehakiman. 1 Tentu dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas hal tersebut tidak perlu diragukan lagi, karena dalam Pasal 7 ayat (4) dengan tegas dinyatakan bahwa perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan. Dalam perusahaan perseroan direksi merupakan pihak yang paling memiliki peranan penting, baik dalam mengatur perusahaan, mengelola maupun untuk
1
Rudhi Prasetya, Kedudukan mandiri Perseroan Terbatas, (Bandung : Citra Aditya Bakti 1995), h. 166. Dalam hal ini dijelaskan juga bahwa Soekardono cenderung berpendapat bahwa PT. Susah menjadi badan hukum manakala telah diperoleh pengesahan Menteri Kehakiman. Demikian halnya dengan putusan Mahkamah Agung tanggal 21 Desember 1976 No. 297 K/Sip/1964, dipermasalahkan bagaimana status PT yang sudah memperoleh pengesahan Menteri Kehakiman tetapi belum didaftarkan di Pengadilan Negeri dan belum diumumkan dalam Berita Negara, apakah dapat bertindak sebagai penggugat Dalam hal ini Mahkamah Agung berpendirian bahwa PT. tersebut belum merupakan badan hukum melainkan hanya pertanggung jawabannya terhadap pihak ketiga adalah seperti diatur dalam Pasal 39 W. V. K., hal ini tidak mempunyai akibat hukum bahwa PT. tersebut tidak mempunyai persona standi in judicio.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
memajukannnya. 2 Setiap jabatan memiliki tugas dan kewajiban serta wewenang. Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan (persona standi in judicio) setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. Anggota direksi juga bertanggung jawab secara penuh apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya. 3 Dengan ketentuan mengenai tugas direksi seperti ini maka direksi mempunyai dua tugas terhadap perseroan (dan pemegang sahamnya) yaitu duty of loyalty dan duty of care. Berdasarkan fungsinya, pada dasarnya direksi menjalankan kepentingankepentingan para pemegang saham termasuk untuk secara terus menerus dan sekuat tenaga mengelola perseroan dengan baik untuk mencapai tujuan perseroan, termasuk dalam pengurus ini adalah memberitahu para pemegang saham mengenai perkembangan perseroan, meskipun kemudian informasi yang diberikan oleh perseroan tersebut digunakan untuk melakukan pengambilan keputusan keluar dari perseroan. Pemegang saham adalah pemilik perusahaan yang dijalankan oleh direksi. Pemegang saham mayoritas adalah pemilik perusahaan yang mendominasi saham pada perusahaan sedangkan pemegang saham minoritas adalah pemilik perusahaan yang memiliki saham relatif sedikit pada perusahaan.
2
Business Law, “Direksi Perseroan”, No. 05/Th. 1 Desember 2002, h. 46. I. G. Rai Widjaya, I, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas Khusus Pemahaman Atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1995, (Jakarta : Kesaint Blanc, 2000), h. 67. 3
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Tanggung jawab direksi pada dasarnya dilandasi oleh 2 (dua) prinsip yang penting, yaitu prinsip yang lahir karena tugas dan kedudukan yang dipercayakan kepadanya oleh perseroan (fiduciary duty) dan prinsip yang merujuk kepada kemampuan serta kehati-hatian tindakan direksi (duty of skill and care). Kedua prinsip ini menuntut direksi untuk bertindak secara hati-hati dan disertai dengan itikad baik, semata-mata untuk kepentingan dan tujuan perseroan. 4 Masalah pertanggungjawaban direksi diatur dalam ketentuan-ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas di bawah ini: 5 1) Setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. 2) Setiap anggota direksi bertanggungjawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah dan lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud ayat 1. 3) Atas nama persero, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota direksi yang karena atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan (Pasal 97 ayat (6) UUPT).
Dalam ketentuan Pasal 104 Undang-Undang Perseroan Terbatas ditentukan bahwa : 1. Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas perseroan sendiri kepada Pengadilan Niaga sebelum memperoleh persetujuan RUPS, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 2. Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung 4
Chatamarrasjid, Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing The Corporate Veil) Kapita Selekta Hukum Perseroan, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000), h. 6. 5 Ibid, h. 163.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut. 3. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga bagi anggota Direksi yang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai anggota Direksi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. 4. Anggota Direksi tidak bertanggung jawab atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan : a. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya. b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan d. telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan. 5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) berlaku juga bagi Direksi dari Perseroan yang dinyatakan pailit berdasarkan gugatan pihak ketiga. Kasus PT. Merpati Nusantara Airlines (MNA), bahwa direktur ditempatkan dalam dilema yang besar, karena di satu pihak menurut Pasal 97 ayat (3) UndangUndang Perseroan Terbatas, setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Sedangkan di pihak lain, Direktur MNA justru memahami isi dan jiwa Pasal 97 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas tersebut, sebab ia menolak perintah Menteri Perhubungan untuk pesawat terbang CN-235 dengan alasan jika perintah tersebut dijalankan pasti akan mengakibatkan kerugian pada perusahaan. 6 Kasus ini jelas memperlihatkan bahwa ukuran seorang direksi beritikad baik tidak diatur secara rinci oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas. Dengan kata lain,
6
Kwik Kian Gie, Praktek Bisnis dan Orientasi Ekonomi Indonesia, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama), h. 354.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
bahwa Undang-Undang Perseroan Terbatas belum jelas memberi pengaturan terhadap tanggung jawab direksi, ataupun perundang-undangan tersebut masih bersifat sumir atau tidak cukup terperinci jika suaru perusahaan terlihat menawarkan efek melalui pasar modal, maka secara keseluruhan hal ini merupakan pertanda bahwa status perusahaan tertutup menjadi perusahaan terbuka (go public). 7 Dalam hal ini perseroan terbuka merupakan perseroan terbatas yang modal dan sahamnya telah memenuhi syarat-syarat tertentu, dimana saham-sahamnya dijual kepada publik atau masyarakat sehingga jual beli sahamnya dilakukan melalui pasar modal. ”Salah satu ciri perusahaan terbuka adalah perlunya keterbukaan (disclosure) atas informasi perusahaan kepada publik, sehingga hukum pun mengatur masalah perusahaan terbuka, termasuk tentang keterbukaan informasi ini secara sangat detail”. 8 Keterbukaan atau disclosure merupakan komponen terpenting dalam industri sekuritas (pasar modal). Keterbukaan bukan saja merupakan kewajiban bagi perusahaan publik yang akan dan telah melakukan penawaran umum tetapi juga merupakan hak investor dapat dilakukan dan oleh karenanya merupakan kewajiban yang mutlak harus dilaksanakan oleh perusahaan publik. Melalui keterbukaan yanag diwujudkan dengan dipaparkannya keadaan, peristiwa dan fakta yang ada dalam perusahaan maka investor dapat mengambil keputusan untuk melakukan investasi atau efek perusahaan baik untuk membeli, menjual atau menahan efek terebut. 7
I. P. G. Ary Suta, ”Informasi dalam Penawaran Umum”, diselenggarakan oleh Lembaga Manjemen Keuangan dan Akuntansi bekerja sama dengan Himpunan Konsultasi Hukum Pasar Modal, Jakarta, 10 Juli s/d 22 Juli 1995, h. 1, juga pernah disajikan dalam acara work shop Proses Emisi di Indonesia, pada tanggal 10 Juli 1995 di Jakarta dengan penyesuaian seperlunya. 8 Munir Fuady, I, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002), h. 51.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Karena pentingnya masalah keterbukaan ini maka sekali emiten masuk ke pasar modal maka kewajiban untuk melakukan keterbukaan tersebut wajib dilakukan sepanjang usia perusahaan tersebut. 9 Dengan kata lain direksi diwajibkan mempunyai informasi dan fakta materil tanpa memperhatikan apakah informasi tersebut bermanfaat atau tidak untuk kepentingan harga saham emiten. 10 Oleh karena itu, kewajiban perseroan melakukan keterbukaan terus menerus dalam rangka memenuhi kewajiban yang dibebankan kepada direksi perseroan. 11 B. Perumusan Masalah Dengan latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pertanggungjawaban direktur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ? 2. Bagaimana kriteria untuk menentukan direktur telah melakukan kesalahan dalam pengelolaan perseroan yang merugikan pemegang saham minoritas ? 3. Bagaimana bentuk pertanggungjawaban yang dapat dimintakan oleh pemegang saham minoritas terhadap direktur yang telah melakukan kesalahan dalam pengelolaan persero ? C. Tujuan Penelitian
9
Hamud M. Balfast, Sedikit Tentang “Disclosure” Dan “Corporate Governance”, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22, Januari-Februari 2003, h. 96. 10 Ibid, h. 97. 11 Ibid, h. 98.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pertanggungjawaban direktur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 2. Untuk mengetahui kriteria untuk menentukan direktur telah melakukan kesalahan dalam pengelolaan perseroan yang merugikan pemegang saham minoritas. 3. Untuk mengetahui bentuk pertanggungjawaban yang dapat dimintakan oleh pemegang saham minoritas terhadap direktur yang telah melakukan kesalahan dalam pengelolaan persero. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan akan bermanfat dalam rangka mengembangkan ilmu hukum, khususnya hukum bisnis termasuk hukum perusahaan Indonesia. 2. Secara praktik, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi lembaga Legislatif, lembaga Yudikatif, dan lembaga Eksekutif dalam rangka penyempurnaan Undang-Undang Perseroan Terbatas dengan mengadakan perbandingan hukum dengan negara lain yang lebih maju, serta diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi kalangan praktisi hukum dan dunia usaha serta sebagai
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
bahan kajian bagi akademisi untuk memahami wawasan ilmu pengetahuan khususnya hukum perusahaan.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran atas hasil-hasil penelitian yang ada, mengenai “Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan” belum pernah diteliti oleh peneliti lain. Dengan demikian penelitian ini betul asli baik dari segi substansi maupun dari segi permasalahan sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. F. Kerangka Teori dan Konsepsional 1. Kerangka Teori a. Organ Perseroan Undang-Undang Perseroan Terbatas mendefinisikan Perseroan Terbatas (perseroan) sebagai: “Badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, yang melakukan kegiatan usaha dengan modal tertentu, yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksananya”. 12
12
Ahmad Yani & Gunawan Widjaya, Seri Hukum Bisnis : Perseroan Terbatas, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2000), h. 7.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Dari batasan yang diberikan tersebut di atas ada lima hal pokok yang dapat dikemukakan di sini: 13 1. Perseroan Terbatas merupakan suatu badan hukum. 2. Didirikan berdasarkan perjanjian. 3. Menjalankan usaha tertentu. 4. Memiliki modal yang terbagi dalam saham-saham. 5. Memenuhi persyaratan Undang-Undang. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak ada satu pasal pun yang menyatakan perseroan sebagai badan hukum, tetapi dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 bahwa perseroan adalah badan hukum. Ini berarti perseroan tersebut memenuhi syarat keilmuan sebagai pendukung kewajiban dan hak, antara lain memiliki harta kekayaan sendiri terpisah dari harta kekayaan pendiri atau pengurusnya. Sebagai badan hukum, menurut Ahmad Yani dan Gunawan Widjaya perseroan memenuhi unsur-unsur badan hukum seperti yang ditentukan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, yaitu: 14 a. Organisasi yang teratur. Organisasi yang teratur ini dapat dilihat dari adanya organ perusahaan yang terdiri atas Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Direksi, dan Dewan Komisaris. 15 Keteraturan organisasi dapat diketahui melalui ketentuan UUPT, Anggaran Dasar, Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham, Keputusan Dewan Komisaris, Keputusan Direksi dan Peraturan Perusahaan lainnya yang dikeluarkan dari waktu ke waktu. 13
Ibid, h. 7. Ibid, h. 8. 15 Pasal 1 ayat 2 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 14
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
b. Harta kekayaan sendiri. Harta kekayaan sendiri ini merupakan modal dasar yang terdiri atas seluruh nilai nominal saham 16 yang terdiri atas uang tunai dan harta kekayaan dalam bentuk lain. 17 c. Melakukan hubungan hukum sendiri. Sebagai badan hukum, perseroan melakukan sendiri hubungan hukum dengan pihak ketiga yang diwakili oleh pengurus yang disebut Direksi dan Komisaris. Direksi bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dalam melaksanakan kegiatannya tersebut, direksi berada dalam pengawasan Dewan Komisaris, yang dalam hal-hal tertentu “membantu” direksi dalam menjalankan tugasnya tersebut.
d. Mempunyai tujuan sendiri. Tujuan tersebut ditentukan dalam Anggaran Dasar Perseroan. Karena perseroan menjalankan perusahaan, maka tujuan utama perusahaan adalah memperoleh keuntungan atau laba. Menurut Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Perseroan Terbatas bahwa perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan. Ini berarti secara prinsipnya pemegang saham tidak bertanggungjawab secara pribadi atas seluruh perikatan yang dibuat oleh dan atas nama perseroan dengan pihak ketiga, dan oleh karenanya tidak bertanggungjawab atas setiap kerugian yang diderita oleh perseroan. Para pemegang saham tersebut hanya bertanggungjawab atas penyetoran penuh dari nilai saham yang telah diambil bagian olehnya. Perseroan terbatas mempunyai organ yang disebut organ perseroan, gunanya untuk menggerakkan perseroan agar badan hukum dapat berjalan sesuai dengan 16 17
Pasal 31 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 34 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
tujuannya. Organ perseroan tersendiri terdiri dari tiga macam yang Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Komisaris. 18 RUPS merupakan organ yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan, memegang segala wewenang kekuasaan tertinggi dalam perseroan, serta memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada organ perseroan yang lainnya, misalnya dalam Pasal 75 ayat (2) ditetapkan dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan Perseroan dari Direksi dan/atau Dewan Komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan Perseroan.. 19 Beberapa wewenang eksklusif RUPS yang ditetapkan Undang-Undang Perseroan Terbatas antara lain: 20 a) b) c) d) e)
Penetapan perubahan anggaran dasar (Pasal 19). Penetapan pengurangan modal (Pasal 44). Pemeriksa persetujuan, dan pengesahan laporan tahunan (Pasal 69). Penetapan penggunaan laba (Pasal 71 dan 73). Pengangkatan dan pemberhentian Direksi dan Komisaris (Pasal 94, Pasal 105 dan Pasal 106). f) Penetapan pembubaran perseroan (Pasal 142).
Kepengurusan perseroan meliputi pengurusan sehari-hari yang dilakukan oleh direksi. Menurut I.G. Rai Widjaya bahwa ”Keberadaan direksi dalam suatu perseroan merupakan suatu keharusan atau dengan kata lain perseroan wajib memiliki direksi
18
http://www.nccg-indonesia.org/lokakarya/medandjaidir.html., “Tanggung Jawab Direksi Dan Komisaris dalam Perseroan Terbatas,” diakses tanggal 22 Juni 2006, h. 1. 19 http://www.nccg-indonesia.org/lokakarya/medandjaidir.html., “Tanggung Jawab Direksi Dan Komisaris dalam Perseroan Terbatas,” diakses tanggal 22 Juni 2006, h. 1. 20 Ahmad Yani & Gunawan Widjaya, Op Cit., h. 78.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
karena perseroan sebagai artificial person yang tidak dapat berbuat apa-apa tanpa adanya bantuan dari anggota direksi sebagai natural person”. 21 Dalam ketentuan Pasal 1 ayat 5 UU Perseroan Terbatas direksi adalah ”Organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar”. Keberadaan dan fungsi direksi perseroan terbatas berdasarkan UUPT dapat dilihat dari beberapa ketentuan sebagai berikut: 1) Pasal 1 ayat (2) UUPT yang menyatakan organ perseroan adalah rapat umum pemegang saham, direksi dan dewan komisaris. 2) Pasal 1 ayat (5) UUPT yang menyatakan. direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. 3) Pasal 92 ayat (1) UUPT yang menyatakan direksi menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. 4) Pasal 98 UUPT yang menyatakan, direksi mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan
21
I.G. Rai Widjaya,II, Hukum Perusahaan:, Berbagai Peraturan dan Pelaksanaan Undangundang di Bidang Usaha, (Jakarta: Megapoin, 2002), h. 208
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
5) Pasal 97 ayat (1) UUPT yang menyatakan, direksi bertanggungjawab atas pengurusan perseroan sebagaimana dimaksud dalam pasal 92 ayat (1), dan ayat (2) yang menyatakan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggungjawab. Dalam menjalankan tugasnya, Direksi diberikan hak dan kekuasaan penuh, dengan konsekuensi setiap tindakan dan perbuatan yang dilakukan oleh Direksi akan dianggap dan diperlakukan sebagai tindakan dan perbuatan Perseroan, sepanjang mereka bertindak sesuai dengan apa yang ditentukan dalam Anggaran Dasar (intra vires) dan tidak melampui batas kewenangannya. Sedangkan bagi tindakan-tindakan Direksi yang merugikan Perseroan, yang dilakukan di luar batas kewenangan yang diberikan kepadanya oleh Anggaran Dasar (ultra vires), dapat tidak diakui oleh atau sebagai tindakan perseroan. Dengan ini, berarti direksi bertanggung jawab secara pribadi atas setiap tindakannya yang di luar batas kewenangan yang diberikan dalam anggaran dasar perseroan. Dalam suatu perseroan “organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus serta memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan perseroan adalah dewan komisaris”. 22 Keberadaan dewan komisaris dalam UU Perseroan Terbatas dinyatakan dengan tegas sebagai salah satu organ perseroan yang bertugas untuk melakukan pengawasan secara umum dan/atau
22
I.G. Rai Widjaya, II, Op cit, h. 253
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
khusus serta memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan perseroan.23 Dengan demikian ”dewan komisaris berfungsi sebagai pengawas dan penasehat direksi, sehingga keberadannya merupakan suatu keharusan”. 24 b. Peran Direksi dalam Perseroan Direksi merupakan badan pengurus perseroan yang paling tinggi serta berhak dan berwenang untuk menjalankan perusahaan, bertindak untuk atas nama perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan dan jalannya perseroan untuk serta tujuan perseroan. 25 Dalam hal ini anggota direksi sendiri tidak berwenang mewakili peseroan apabila: 26 a. Terjadi perkara di depan pengadilan antara perseroan dan anggota direksi yang bersangkutan, atau b. Anggota direksi yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan perseroan. Setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. “Hal ini membawa konsekuensi hukum bahwa setiap anggota direksi bertanggung jawab secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya untuk kepentingan dan usaha perseroan”. 27
23
Pasal 1 angka 6 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung: Alumni, 2004), h. 193 25 Ahmad Yani & Gunawan Widjaya, Op Cit., h. 97. 26 Bussiness Law, Op Cit., h. 64. 27 Gunawan Widjaja, Op cit, h. 21 24
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Menurut I.G. Rai Widjaya “Persyaratan untuk dapat diangkat menjadi anggota direksi yang juga merupakan orang perseroan, yakni”: 28 a. mampu melaksanakan perbuatan hukum, dan b. tidak pernah dinyatakan pailit, atau yang menjadi anggota direksi, atau komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, atau yang pernah dihukum karena melaksanakan tindak pidana yang merugikan waktu 5 (lima) tahun, sebelum pengangkatan jangka waktu lima tahun tersebut dinyatakan bersalah menyebabkan perseroan pailit, atau apabila dihukum terhitung sejak selesai menjalani hukum.
Pembatasan waktu lima tahun ini juga dianut oleh Negara maju seperti Inggris. Orang-orang yang bertindak selaku direktur dari perusahaan yang dinyatakan tidak mampu membayar utang-utangnya (insolvent) tidak diperkenankan bertindak sebagai direktur perusahaan tersebut dimaksudkan untuk mencegah penyalahgunaan perusahaan-perusahaan dengan tanggung jawab terbatas, dengan memakai sederetan perusahaan-perusahaan yang satu dilikuidasi meninggalkan utang-utang dan mulai dengan perusahaan baru. 29 Dalam melaksanakan kepengurusan atas perseroan, direksi tidak hanya bertanggung jawab terhadap perseroan dan para pemegang perseroan, melainkan juga terhadap pihak ketiga yang berhubungan hukum, baik langsung maupun tidak langsung dalam perseroan.
28 29
I. G. Rai Widjaya, I, Op Cit., h. 64. Ibid, h. 65.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Dengan demikian, boleh dikatakan tugas dan tanggung jawab direksi dapat dibebankan dalam: 30 1. tanggung jawab internal direksi yang meliputi tugas dan tangung jawab direksi terhadap perseroan dan pemegang saham perseroan; dan 2. tanggung jawab eksternal direksi, yang berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab direksi kepada pihak ketiga yang berhubungan hukum langsung maupun tidak langsung dengan perseroan. I.G. Rai Widjaya mengatakan : Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan. Artinya adalah secara “fiduciary” harus melaksanakan “standard of care”. Yang dimaksud dengan fiduciary duty adalah tugas yang dijalankan oleh direktur yang penuh tanggung jawab untuk kepentingan (benefit) orang atau pihak lain (perseroan) direksi melakukan tugas dan kewajiban atas tindakan hukum berdasarkan kemampuan serta kehati-hatian (duty of skill and care) yang diperlukan untuk mewujudkan kepentingan perseroan. 31 Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa tanggung jawab ini timbul apabila direksi yang memiliki wewenang atau direksi yang menerima kewajiban untuk melaksanakan pekerjaan mengurus perseroan mulai menggunakan wewenangnya. Agar direksi sebagai orang sehari-hari mengurus perseroan dapat mencapai prestasai yang besar, maka ia harus diberi tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas tertentu yang diberikan kepadanya.
32
Dalam melaksanakan tanggung jawab atas
perseroan, dalam melakukan tindakan pengurusan perseroan tersebut direksi harus memperhatikan beberapa ketentuan berikut: a. Ultra Vires
30
Ahmad Yani & Gunawan Widjaya, Op Cit, h. 112. I. G. Widjaya, I, Op Cit., h. 75. 32 Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), h. 67. 31
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Istilah ultra vires berasal dari bahasa Latin, yang berarti “di luar” atau “melebihi” kekuasaan (outside of power), yaitu di luar kekuasaan yang diizinkan oleh hukum terhadap suatu badan hukum”. 33 Menurut Munir Fuady bahwa: “Istilah ultra vires diterapkan dalam arti yang luas, yakni termasuk tidak hanya kegiatan yang dilarang oleh anggaran dasarnya, tetapi termasuk juga tindakan yang tidak dilarang tetapi melampaui kewenangan yang diberikan”. 34 Jika dilihat dari kewenangan umum perseroan sebagai kriterianya, maka kewenangan umum tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:35 a) Kewenangan yang melekat (Inherent Authority) pada Perseroan Kewenangan yang melekat (inherent authority) pada perseroan adalah kewenangan yang pada setiap perseroan terlepas apa pun jenis atau bisnis dari perseroan tersebut. Misalnya : (1) menggugat atau digugat di pengadilan atau di badan-badan pemutus lainnya; (2) melakukan bisnisnya di dalam atau di luar negeri; (3) memiliki legalitas produk perseroan, seperti corporate seal, stempel, name, merek, logo, dan sebagainya; (4) membuat kontrak, pinjam-meminjam uang, atau pemberian garansi terhadap pihak lain; (5) melakukan atau menerima peralihan hak, atau menjaminkan aset-aset perseroan; (6) menjadi partner/manager atau memegang saham dalam partnership atau perusahaan yang lain. (7) Mengatur dan mengubah anggaran dasar atau peraturan perusahaan dalam hal menata masalah internal perseroan; (8) Memberikan derma dengan alasan kemanusiaan; (9) Mengangkat pegawai dan agen, menentukan ruang lingkup tugas, memberikan gaji dan kompensasi kepadanya, menyediakan dana pensiun, dan lain-lain. b) Kewenangan yang tersurat (Express Authority) 33
Munir Fuady, II, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002), h. 110 34 Ibid 35 Ibid, h. 124-125
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Kewenangan yang tersurat adalah kewenangan dari perseroan dimana kewenangan tersebut disebut bahkan sering diperinci dengan tegas dalam anggaran dasar dari perseroan tersebut. Terhadap model yang terperinci dalam anggaran dasarnya, maka kewenangan yang tersurat tersebut akan berbeda-beda menurut model bisnis yang dilakukan oleh perseroan tersebut. c) Kewenangan yang tersirat (Implied Power) Adapun yang merupakan kewenangan yang tersirat (implied power) atau yang disebut juga dengan incidental power adalah kewenangan dari perseroan dimana kewenangan tersebut harus dianggap penting atau layak ada dalam menjalankan bisnis atau merealisasi tujuan atau kewenangan yang tersurat dalam anggaran dasar atau perundangundangan yang berlaku.
Mengenai ultra vires ini, Fred B.G Tumbuan sebagaimana dikutip oleh Gunawan Widjaya mengatakan bahwa: 36 Maksud dan tujuan perseroan memiliki peran ganda, yaitu di satu pihak merupakan keberadan perseroan dan pihak lain menjadi pembatasan bagi kecakapan bertindak perseroan. Perbuatan hukum yang perseroan tidak cakap untuk melakukannya karena berada di luar cakupan maksud dan tujuan dikenal dengan ultra vires. Suatu tindakan yang tergolong ultra vires oleh hukum pada prinsipnya dianggap tidak sah. 37 Perbuatan ultra vires pada prinsipnya adalah perbuatan yang batal demi hukum dan oleh karena itu tidak mengikat perseroan. Dalam hal ini ada 2 (dua) hal yang berhubungan dengan tindakan ultra vires yaitu: 38 a)
Tindakan yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta anggaran dasar perseroan adalah tindakan yang berada di luar maksud dan tujuan perseroan.
36
Gunawan Widjaya, Op cit, h. 22 Ibid, h. 111 38 Supra Notes 5, Haj Ford, “Principle of Company Law”, London, Butterworth, 5th ed, 1990, h. 83, dalam Gunawan Widjaya, Ibid 37
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
b)
Tindakan dari direksi perseroan diluar kewenangan yang diberikan kepadanya berdasarkan ketentuan yang berlaku, termasuk anggaran dasar perseroan.
Ketentuan ultra vires tidak diatur secara tegas di dalam UndangUndang Perseroan Terbatas, tetapi lebih mempercayakan anggaran dasar. disamping itu, dalam praktek peradilan tidak banyak terdengar ada persoalan yang berkenaan dengan doktrin ultra vires ini, sehingga tidak diketahui juga dengan pasti bagaimana posisi yurisprudensi terhadap hal ini. Namun demikian Munir Fuady berpendapat bahwa “Secara prinsip doktrin ultra vires berlaku di Indonesia dengan pertimbangan sebagai berikut: 39 a) Prinsip ultra vires sudah merupakan doktrin yang berlaku universal. b) UU Perseroan Terbatas mengisyaratkan berlakunya doktrin ultra vires, yang antara lain menempatkan maksud dan tujuan perseroan pada posisi yang penting. Konsekuensi logisnya adalah bahwa pelanggaran terhadap maksud dan tujuan tersebut dapat menjadi masalah serius.
b. Fiduciary Duty
39
Munir Fuady, I, Op cit, h. 146
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Istilah fiduciary duty berasal dari 2 (dua) kata, yaitu fiduciary, dan duty. 40 Istilah “duty” banyak dipakai dimana-mana yang berarti “tugas” sedangkan istilah fiduciary (bahasa Inggris) berasal dari bahasa Latin “fiduciaries” dengan akar kata “fiducia” yang berarti “kepercayaan” (trust) atau dengan kata kerja “fidere” yang berarti mempercayai (to trust). Sehingga dengan istilah “fiduciary” diartikan sebagai “memegang sesuatu dalam kepercayaan” atau “seseorang yang memegang sesuatu dalam kepercayaan untuk kepentingan orang lain”. Dengan demikian, dalam bahasa Inggris, orang yang memegang sesuatu secara kepercayaan untuk kepentingan orang lain tersebut disebut dengan istilah “trustee” sementara pihak yang dipegang untuk kepentingan tersebut disebut dengan istilah “beneficiary”. 41 Perlu diketahui bahwa asal mulanya trust (sehingga menerbitkan hubungan fiduciary dan fiduciary duty sebagai suatu pranata hukum adalah dari Inggris yang berlaku sistem hukum Common Law. Dengan demikian, seseorang dikatakan mempunyi tugas (fiduciary duty) ketika dia dipercayakan untuk berbuat sesuatu untuk kepentingan seseorang lain atau untuk kepentingan dirinya sendiri, atau yang seperti yang disebut Benyamin N. Cardozo dalam kasus People V. Mancuse (1931 di Amerika Serikat) “Suatu derajat kepedulian dan kehati-hatian yang sama jika seseorang karena kepentingan sendiri umumnya melakukan tindakan terhadap masalahnya sendiri
40 41
Ibid, h. 32. Ibid
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
(the degree of care and prudence that men prompted by self interest generally exercise in their own affairs)”. 42 Dalam hal ini kriteria tugas direksi perseroan dapat dibeda-bedakan sebagai berikut : 43 a) Fiduciary duty Dalam hal ini yang dimaksud adalah tugas yang tertib dari suatu hubungan fiduciary antara direksi dengan perusahaan yang dipimpinnya ang menyebabkan direksi berkedudukan sebagai trustee dalam pengertian hukum trust. Maka seorang direksi haruslah memunyai kepedulian dan kemampuan (duty care and skill) itikad baik loyalitas dan kejujurang terhadap perusahaannya dengan “derajat yang tinggi” (high degree). b) Tugas mempedulikan (duty of care) Tugas mempedulikan (duty of care) yang diharapkan dari direksi adalah duty of care sebagai mana dimaksud dalam hukum tentang perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) dalam arti direksi diharapkan untuk berbuat secara hati-hati sehingga terhindar dari perbuatan kelalaian (negligence) yang merugikan pihak lain. Beberapa “pedoman dasar” sebagai direksi dalam menjalankan fiduciary duty terhadap perseroan yang dipimpinnya. Adapun pedoman dasar tersebut adalah sebagai berikut : 44
42 43
Ibid, h. 39. Ibid, h. 34.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
(a) (b) (c)
(d)
(e)
(f)
(g)
Fiduciary duty merupakan unsur wajib (mandatory element) dalam hukum perseroan. Dalam menjalani tugas, seorang direksi tidak hanya harus memenuhi unsur “ tujuan yang layak” (proper purpose). Pada prinsipnya direktur dibebani prinsip fiduciary duty terhadap perseroan, bukan terhadap pemegang saham. Karena itu, terhadap perusahaanlah yang dapat memaksakan direksi untuk melaksanakan tugasya fiduciary duty tersebut. Akan tetapi, dalam menjalankan fungsinya sebagai direktur, secara umum dia juga harus memperhatikan kepentingan stake holders, seperti pihak pemegang saham dan buruh yang dihadirinya. Sungguh pun penyandang tugas sebagai direktur, secara umum dia juga harus memperhatikan kepentingan stake holders, seperti pihak pemegang saham dan buruh perusahaan. Direksi tetap bebas dalam mengambil keputusan sesuai pertimbangan bisnis dan “sense of business” yang dimilikinya. Bahkan pihak pengadilan boleh ikut campur mempertimbangkan “sense of businees” dari pihak direksi. Dalam hal-hal dimana tedapat conflict of interest, seorang direksi dilarang atau setidak-tidaknya dibatasi atau diawasi dalam menjalankan tugasnya pengawasan tersebut misalnya dengan memberlakaukan prinsip keterbukaan informasi (disclosure) terhadap setiap transaksi yang ada conflict of interest.
Dengan demikian, jelaslah bahwa hubungan fiduciary duty tersebut diatas kepercayaan dan kerahasiaan (trust and confidence) yang dalam peran ini meliputi ketelitian (scrupulous), itikad baik (good faith), keterusterangan (candor). 45 c.
Good Corporate Governance
44
Ibid, h. 61. Bismar Nasution, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, (Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Program Pasca Sarjana, 2001), h. 72 (dikutip dari Hendry Cambell Black, Black,s Law Dictionary, Six Edition st. Paul. Minn : West Publishing Co, 1990). 45
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Sejak terjadinya krisis moneter yang melanda Indonesia pada akhir tahun 1997-an masaah corporate governance mendapat perhatian yang cukup besar dari masyarakat dan pemerintah Republik Indonesia. Hal ini karena adanya anggapan bahwa masalah-masalah yang dihadapi oleh perusahaan Indonesia yang secara langsung juga menyebabkan terjadinya krisis moneter tersebut adalah akibat kurang diterapkannya prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) di dalam banyak perusahaan Indonesia. Selain itu tuntutan atas adanya penerapan good corporate governance juga telah menggemakan isu untuk menarik minat masuknya pemodal asing ke dalam pasar modal atau bursa suatu negara. Dengan demikian, penerapan prinsip-prinsip good governance yang semakin baik merupakan indikasi adanya perlakuan yang baik terhadap pemodal. 46 Isu corporate governance itu sendiri muncul sejak diperkenalkannya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Sebagai sebuah konsep, GCG ternyata tak memiliki definisi tunggal. Komite Cadburry, misalnya, pada tahun 1992 - melalui apa yang dikenal dengan sebutan Cadburry Report - mengeluarkan definisi tersendiri tentang GCG. Menurut Komite Cadburry, GCG adalah: 47
46
Hamud M. Balfast, Op Cit, h. 99 (dikutip dari Merrit B. Fox & Michael A. Heller, “Corporate Governance Lessons From Russian Enterprise Fiascoes”, New York University Law Review, Volume 75 : 1720, Desember 2000. mengenai masalah penerapan corporate governance di perusahaan-perusahaan di Asia, ada tulisan pendek yang membahas mengenai lemah penerapan atas masalah ini : Ronnie C. chan, Raise the Bar for Asia,s Companies”, the asian Wall Street Journal, 2022 Juli 2001, h. P9. Dalam tulisannya ini Ronnie C. Chan, yang merupakan chairman dari Hang Lung Group di Hong Kong menyatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya krisis moneter di Asis yang dimulai pada tahun 1997 karena lemahnya penerapan atas corporate governance. 47 www.madani-ri.com/dl_jump.php%3Fid%3D2+perlindungan+pemegang+ saham+ minoritas&hl=id&ct=clnk&cd=15&gl=id, ”Pengertian Dasar dan Prinsip Dasar Good Corporate Governance”, diakses tanggal 10 September 2007
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholders khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan pengaturan kewenangan direktur, manajer, pemegang saham, dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu.
Center for European Policy Studies (CEPS), punya formula lain. GCG, papar pusat studi ini, merupakan seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak (right), proses, serta pengendalian, baik yang ada di dalam maupun di luar manajemen perusahaan. Sebagai catatan, hak di sini adalah hak seluruh stakeholders, bukan terbatas kepada shareholders saja. Hak adalah berbagai kekuatan yang dimiliki stakeholders secara individual untuk mempengaruhi manajemen. Proses, maksudnya adalah mekanisme dari hak-hak tersebut. Adapun pengendalian merupakan mekanisme yang memungkinkan stakeholders menerima informasi yang diperlukan seputar aneka kegiatan perusahaan. 48 Sementara itu, ADB (Asian Development Bank) menjelaskan bahwa GCG mengandung empat nilai utama yaitu: Accountability, Transparency, Predictability dan Participation. Pengertian lain datang dari Finance Committee on Corporate Governance Malaysia. Menurut lembaga tersebut GCG merupakan suatu proses serta struktur yang digunakan untuk mengarahkan sekaligus mengelola bisnis dan urusan perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan. Adapun tujuan akhirnya adalah menaikkan nilai saham dalam jangka panjang tetapi tetap memperhatikan berbagai kepentingan para stakeholder lainnya. 48
Ibid
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Di tanah air, secara harafiah, governance kerap diterjemahkan sebagai “pengaturan.” Kemudian, “GCG” ini didefinisikan sebagai suatu pola hubungan, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan (BOD, BOC, RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku. Hamud M. Balfast mengartikan Corporate governance sebagai : 49 Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah karyawan serta para pemegang kepentingan (stakeholders) intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance merupakan: a. Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan komisaris, Direksi, Pemegang Saham dan para Stakeholder lainnya. b. Suatu sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan atas pengendalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang: pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaan. c. Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, berikut pengukuran kinerjanya. Tata kelola organisasi secara baik dapat dilihat dalam kontes mekanisme internal organisasi ataupun mekanisme organisasi. Mekanisme internal lebih fokus kepada bentuk pimpinan suatu organisasi mengatur jalannya organisasi sesuai dengan ketiga prinsip di atas, sedangkan mekanisme eksternal berjalan secara harmonis tanpa 49
Hamud M. Balfast, Op Cit, h. 100.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
mengabaikan pencapaian tujuan organisasi. GCG dapat diterapkan dalam suatu aktifis maupun keputusan top manajemen selalu berorientasi kepada pencapaian tujuan organisasi. 50 Jika dilihat Global Corporate Governance Forum, maka forum ini secara tegas menyatakan : 51 Good governance sudah menjadi sebuah isu penting dunia organisasi mempunyai peran kunci untuk bermain peningkatan pengembangan ekonomi dan sosial. Good Governance adalah mesinnya pertumbuhan global pertanggung jawabannya menyediakan lapangan kerja, pelayanan public dan private, pengadaan barang dan jasa serta infrastruktur. Sekarang ini efisiensi dan pertanggungjawaban organisasi tidak perduli apakah organisasi publik atau private. Good Governance telah menjadi agenda pokok internasioanal. Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa sebenarnya Indonesia menyimpan potensi yang baik sebagai tempat investor menanamkan dananya. Hal tersebut dapat kita lihat dari pernyataan para pemodal asing yang menyatakan bahwa mereka berani memberikan premi sebesar 27% (dua puluh tujuh persen) hingga 30% (tiga puluh persen) pada setiap investasi, dengan catatan bahwa good corporate governance telah dijalankan secara baik. 52 Hasil dari riset itu juga mengungkapkan bahwa Indonesia berada pada urutan terbawah dalam hal sasaran favorite investor asing di Asia. Dari defenisi di atas dapat dilihat corporate governance sebenarnya adalah sekumpulan dari aturan yang mendorong atau mengharuskan ada pengelola atas terbesar di berbagai macam peraturan perundangan baik itu Undang-Undang tentang 50
Akhmad Syakhroza, Reformasi Profesi Akuntansi Sektor Publik Dan Good Corporate Governance, Manajemen Usahawan Indonesia, No. 02/TH.XXXII Februari 2003, h. 15. 51 Ibid, h. 16. 52 Bacelius Ruru, Tantangan dan Peluang BEJ Dalam Era Perdagangan Bebas, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22, Januari-Februari 2003, h. 21.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
perseroan terbatas, peraturan yang menyangkut perusahaan public yang dikeluarkan Bapepam dan Bursa, serta peraturan lain dari berbagai departemen atau Bank Indonesia. Dengan demikian dalam batas-batas tertentu di Indonesia sebenarnya telah mempunyai perangkat hukum yang mengatur masalah karena memang sejak dulu sudah ada dan tersebar di berbagai peraturan perundangan. Dalam bentuk penerapan, prinsip-prinsip Good Corporate Governance memberikan hal kepada pemegang saham untuk mengetahui dan ikut menentukan keberlangsungan usaha perseroan dalam bentuk pengambilan keputusan yang berlangsung di dalam sebuah rapat umum pemegang saham. Panduan yang keluar oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and Development), bahwa prinsip-prinsip yang menetapkan beberapa hal-hal yang penting diantaranya adalah pertama, yang berkaitan dengan hak-hak pemegang saham (The Rights of Share Holders); kedua, yang berhubungan dengan konsepsi perlakuan sama (The Equitable of Treatment of Share Holders); ketiga, yang berkaitan dengan peraturan tentang penerapan Corporate Governance (The Role of Stakeholders in Corporate
Governance);
keempat,
berhubungan
dengan
penerapan
prinsip
keterbukaan dan transparansi (Disclosure and Transparncy); kelima, berhubungan dengan tanggung jawab dari pengurus perseroan (Responsibility of The Board). 53 Keseluruhan cakupan dari pedoman itu mencakup 4 (empat) bidang utama, yaitu :
53
http://
[email protected]. ”Konsepsi Corporate Governance di Pasar Modal”, diakses tanggal 3 Juli 2007
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
a.
Fairness (keadilan). Menjamin perlindungan hak-hak para pemegang saham, termasuk hak-hak pemegang saham minoritas dan para pemegang saham asing serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor.
b.
Transparency (transparansi). Mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka tepat waktu serta jelas dan dapat diperbandingkan yang menyangkut keadaan keuangan pengelolaan perusahaan dan kepemilikan perusahaan.
c.
Accountability (akuntabilitas). Menjelaskan peran dan tanggung jawab serta mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebagaimana yang diawasi oleh Dewan Komisaris.
d.
Responsibility (pertanggungjawaban). Memastikan dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cerminan dipatuhinya nilai-nilai sosial. Dengan prinsip-prinsip corporate governance yang demikian, penerapannya
merupakan landasan atas pengelola perusahaan yang baik. d. Saham dalam Perseroan Saham adalah bagian pemegang saham di dalam perusahaan, yang dinyatakan dengan angka dan bilangan yang tertulis pada surat saham yang dikeluarkan oleh perusahaan. 54 Kepada pemegang saham diberikan bukti pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya. Bukti pemilikan saham atas tunjuk berupa surat saham, sedangkan bukti pemilkan saham atas nama, diserahkan kepada para pihak pemegang saham dan ditetapkan dalam Anggaran dasar sesuai dengan kebutuhan.
54
I. G. Rai Widjaya, Op cit, h. 193
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Dalam bahasa Inggris, saham disebut dengan istilah share atau stock, sementara dalam bahasa Belanda disebut aandeel. 55 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) tidak memberikan defenisi tentang apa yang dimaksud dengan saham ini, kecuali penyebutan bahwa saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak kepemilikan kepada pemegangnya, vide Pasal 60 ayat (1) UUPT. Kamus Black Law memberikan pengertian saham sebagai “suatu bagian atau porsi tertentu dari sesuatu yang dimiliki bersama oleh beberapa orang yang mempunyai referensi terhadap bagian dari kepentingan seseorang anggota yang tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan”. 56 Sementara yang dimaksud dengan saham suatu perseroan adalah “suatu bagian proporsional dari hak-hak tertentu dalam manajemen dan profit dari suatu perseroan selama perseroan tersebut masih eksis, dan juga dari asetnya ketika perseroan dibubarkan”. 57 Saham atau stock, dalam Ensiklopedi (Ekonomi, Keuangan dan Perdagangan) diartikan sebagai : Suatu bagian dalam pemilikan suatu perseroan, modal yang ditanam dalam suatu perseroan, seperti yang diwakili oleh bagian-bagian modal itu yang dimiliki oleh individu masing-masing dalam bentuk sertifikat-sertifikat saham. Suatu perseroan dapat mengeluarkan atau mengedarkan beberapa jenis
55
Munir Fuady, III, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Buku Ketiga, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002), h. 21 56 Henry Campbell Black, 1968, Black’s Law Dictionary, St. Paul, Minnesota, USA : West Publishing Co. h. 1542 dalam Munir Fuady,III, Op cit, h. 22 57 Henry Campbell Black, 1968, h. 1542, lihat juga Munir Fuady,III, 2002, h. 22
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
klasifikasi stock, dengan bermacam-macam privilesa, hak-hak, dan tanggung jawab. 58
Di dalam UUPT terkandung beberapa asas terhadap saham dari suatu perseroan, yaitu : 59 a. Asas hak kebendaan Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak kepemilikan kepada pemegangnya sebagaimana diatur dalam Pasal 60 UUPT. Kepemilikan atas saham sebagai benda bergerak memberikan hak kebendaan kepada pemegangnya yang dapat dipertahankan terhadap setiap orang. “Oleh karena saham merupakan hak kebendaan, maka saham dapat dialihkan dan juga dapat digadaikan”. 60 b. Asas keharusan nilai nominal Asas ini mengharuskan setiap saham harus mempunyai nilai nominal. Permodalan perusahaan juga dihitung berdasarkan nilai nominal tersebut. Ditentukan juga bahwa nilai nominal haruslah ditentukan dalam mata uang rupiah. c. Asas tidak dapat dibagi Pasal 52 ayat (4) UUPT menentukan bahwa setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi. Akan tetapi dalam Pasal 54 ayat (1) UUPT menentukan pengecualian bahwa nilai nominal saham dapat dipecahkan dan harus ditetapkan dalam Anggaran Dasar. d. Asas pembatasan peralihan saham 58
Munir Fuady, III, Op Cit, h. 23 Ibid, h. 23-25 60 Ibid, h. 23 59
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
UUPT memperkenankan Anggaran dasar untuk membatasi peralihan hak atas saham sebagaimana ditentukan dalam Pasal 57. Pembatasan tersebut hanya dapat dilakukan dalam hal : a) keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya. b) keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Organ Perseroan; dan/atau. c) keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undnagan. Pembatasan dalam point 1 dan 2 tersebut di atas dilakukan sehubungan dengan adanya apa yang dikenal dengan “hak tolak pertama (right of first refusal)”, yakni hak dari pemegang saham lama untuk mendapatkan tawaran terlebih dahulu untuk membeli saham sebelum ditawarkan ke pihak luar. Hak tolak pertama ini tidak terjadi “demi hukum”, tetapi baru terjadi jika dengan tegas ditentukan dalam Anggaran Dasar. e. Asas perlindungan pemegang saham minoritas UUPT banyak mengatur ketentuan yang memberikan perlindungan kepada pemegang saham minoritas ini, yaitu yang terdapat dalam Pasal 60, 61, 62, 79, 80, 81, 97 ayat 6), 114 ayat (6), 138 ayat (3), 144 ayat (1) dan sebagainya. f. Asas pembelian saham kembali oleh perseroan Bagian kedua dari bab III dari UUPT mengatur tentang perlindungan modal dan kekayaan perseroan. Dalam hal ini yang diatur tidak lain dari ketentuan mengenai
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
pembelian kembali saham oleh perseroan, dengan dana yang diambil dari laba bersih sepanjang tidak menyebabkan kekayaan bersih perseroan tidak menjadi lebih kecil dari modal ditempatkan ditambah dengan reserve yang diwajibkan. Dengan demikian UUPT membuka kemungkinan pembelian saham-saham PT yang telah diisukan oleh PT yang bersangkutan, dan telah disetor dengan syarat harus dengan Rapat Umum Pemegang Saham dengan quorum dua pertiga (mutlak) dari seluruh saham dan voting juga dua pertiga (mutlak) dari yang hadir. g. Asas perletakan kepemilikan saham dengan hak suara, dan hak-hak lainnya UUPT menganut suatu asas bahwa hakum suara melekat pada pemilik sahamnya. Karena itu saham tidak dapat dialihkan tanpa mengalihkan hak suara, dan juga tidak dapat dialihkan hak suara saja tanpa mengalihkan sahamnya. Prinsipnya perlekatan ini berlaku dalam arti yang seluas-luasnya dan berlaku sebagai mandatory rule. Anggaran Dasar tidak boleh mengesampingkannya. h. Asas Rapat Umum Pemegang Saham sebagai kekuasaan yang tertinggi dan sebagai residu dan variatif. Rapat Umum Pemegang Saham merupakan kekuasaan tertinggi dalam suatu PT, tetapi bukan kekuasaan mutlak. Sebab UUPT menganut prinsip distribution of power. Artinya, kewenangan dalam PT dialokasi kepada dewan komisaris, direktur dan RUPS. Dengan demikian apabila suatu kewenangan telah dialokasikan kepada direktur atau komisaris, RUPS menjadi tidak lagi berwenang terhadap hal yang bersangkutan. Jadi memang kekuasaan RUPS tidak mutlak.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Sebagai kekuasaan tertinggi, kekuasaan RUPS juga merupakan kekuasaan yang bersifat “residu”. Maksudnya apabila ada kekuasaan yang tidak termasuk ke dalam kewenangan direksi ataupun komisaris, dan tidak tegas pula disebut merupakan kewenangan direksi ataupun komisaris, dan tidak tegas pula disebut meruapakan kewenangan RUPS, maka kewenangan tersebut menjadi kewenangan RUPS sebagai kekuasaan tertinggi. Di samping itu, quorum, voting dan prosedur RUPS juga bersifat variatif. Untuk quorum, ada yang sampai tiga perempat, dua pertiga, setengah tambah satu atau sepertiga dari saham yang terwakili, atau bahkan lebih kecil lagi yang akan ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri. Sementara yang merupakan voting, terdapat angka-angka dimulai dari 100% (musyawarah), tiga perempat, dua pertiga, sampai dengan setengah tambah satu dari jumlah saham yang hadir. Keberadaan modal dalam PT terbagi atas saham-saham atau disebut juga serosero, yang dapat berupa saham atas nama maupun saham atas tunjuk sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (2) UUPT. Jenis-jenis dalam suatu PT tidak diperinci dengan tegas dalam UUPT, namun terdapat pengaturan tentang saham atas nama, saham atas tunjuk serta adanya kemungkinan klasifikasi saham. Yang dimaksud dengan saham atas nama adalah “saham yang mencantumkan nama pemegang saham atau pemiliknya, sedangkan yang dimaksud dengan saham
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
atas tunjuk adalah saham yang tidak mencantumkan nama pemegang atau pemiliknya”. 61 Saham atas tunjuk adalah saham dengan mana setiap pemegang saham tersebut secara fisik dianggap sebagai pemiliknya, sehingga peralihan saham atas tunjuk kepada pihak lain cukup hanya dilakukan dengan menyerahkan fisik surat saham tersebut. Saham atas nama merupakan jenis saham dimana di atas lembar saam tertulis nama pemegang saham. Cara pengalihan saham atas nama dilakukan dengan akta pemindahan, akta pemindahan hak mana salinannya harus disampaikan secara tertulis kepada perseroan. Pembedaan atas saham atas tunjuk dengan saham atas nama membawa konsekuensi yuridis sebagai berikut : 1. saham atas tunjuk hanya dapat dikeluarkan apabila nilai nominal saham atas nilai yang diperjanjian disetor penuh (Pasal 42 ayat 3 UUPT). 2. pemindahan saham atas tunjuk dilakukan dengan cara penyerahan surat saham tersebut, sementara penyerahan saham atas nama dilakukan dengan akta pemindahan hak. Di samping itu, pemindahan hak atas saham yang diperdagangkan di pasar modal tunduk kepada hukum tentang pasar modal (Pasal 56 ayat (5) UUPT). 62
Setiap saham memberikan hak yang tidak dapat dibagi kepada pemiliknya. Para pemegang saham tidak diperkenankan membagi hak atas saham menurut kehendaknya sendiri. Dalam hal satu saham dimiliki oleh lebih dari satu orang, maka hak yang timbul dari saham tersebut hanya dapat digunakan dengan cara menunjuk
61
Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas Yang Baru, (Jakarta : Djambatan, 1996), h.
62
Munir Fuady, III, Op cit, h. 26-27
106
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
satu orang sebagai wakil bersama. Pembagian hak atas saham hanya dapat dilakukan dengan bantuan perseroan yang dapat menentukan pecahan nilai nominal saham dalam Anggaran Dasar. Saham, berdasarkan undang-undang dipandang sebagai benda bergerak. Sebagaimana halnya dengan benda bergerak lainnya, saham memberikan hak kebendaan kepada pemiliknya yang dapat dipertahankan terhadap setiap orang. Pemegang saham dapat melakukan apa saja yang dikehendakinya, bisa dijual, menggadaikan sebagai jaminan pinjaman ataupun mengalihkan. Sebagai subjek hukum, pemegang saham mempunyai hak dan kewajiban baik terhadap perseroan, begitu pula terhadap pemegang saham lainnya. Sebagai subjek hukum pemegang saham mempunyai hak perseorangan atau personal right, yang dapat dipertahankan serta dapat menuntut pelaksanaan haknya. Ia berhak meminta kepada perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar. 2. Kerangka Konsepsional Penelitian ini berjudul “Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan”. Pengertian dari judul penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
a.
Tanggungjawab
: keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, dipersalahkan, diperkarakan. 63
b.
Direktur/Direksi : organ perseroan yang berwenang dan bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. 64
c.
Perseroan
: badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UUPT serta peraturan pelaksanannya. 65
Perseroan dalam penelitian ini dimaksudkan perseroan yang sahamnya bukan dimiliki oleh negara, ataupun bukan perseroan yang merupakan BUMN. G. Metode Penelitian Kata Metode berasal dari kata Yunani “methods” yang berarti atau jalan sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja,
63
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1983),
64
Pasal 1 ayat 5 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 1 ayat 1 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
h. 1014 65
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
yaitu cara kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. 66 Berikut ini akan dikemukakan metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini: 1. Spesifikasi Penelitian Berdasarkan rumusan permasalahan dan tujuan penelitian yang telah disebutkan di atas, maka jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Menurut Ronald Dworkin, penelitian hukum normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrical research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis baik hukum sebagai law as it written in the book, maupun hukum sebagai law as it decided by the judge through judical process. 67 Berdasarkan rumusan permasalahan dan tujuan penelitian yang telah disebutkan di atas, maka jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu “suatu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya”. 68 Sedangkan sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis yang merupakan suatu “penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan, dan menganalisis suatu peraturan hukum baik dalam bentuk
66
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta : PT. Gramedia, 1977),
h. 16. 67
Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif Dan Perbandingan Hukum disampaikan pada “Dialog Interaktif Penelitian Hukum Dan hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi”, Fakultas Hukum USU, tanggal 18 Februari 2003, h. 1. 68 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1986), hal. 10
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
teori maupun praktek pelaksanaan dari hasil penelitian di lapangan”. 69 Dalam hal ini penelitian dilakukan dengan tujuan menggambarkan dan menganalisis tanggung jawab direktur terhadap pemegang saham minoritas dalam pengelolaan perseroan. Pendekatan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, untuk mengadakan pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dalam hal ini adalah UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 2. Teknik Pengumpulan Data Pada penelitian hukum normatif, sumber data berasal dari bahan pustaka merupakan bahan dasar yang dalam penelitian digolongkan sebagai bahan sekunder. Dari sudut informasi maka bahan pustaka dapat dibagi dalam tiga kelompok sebagai berikut : 70 a) Bahan hukum primer yakni adalah hukum yang mengikat dari sudut norma dasar, peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian ini bahan hukum primer bersumber dari UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. b) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan perpustakaan yang berisikan informasi tentang bahan primer yang berupa hasil-hasil penelitian, karya ilmiah dari kalangan hukum serta yang berupa hasil-hasil penelitian, karya ilmiah dari
69 70
Ibid, hal 63 Ibid, h. 42.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
kalangan hukum tentang perseroan terbatas khususnya mengenai tanggung jawab direktur. c) Bahan hukum tersier atau bahan penunjang, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang berupa kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar, dan jurnal-jurnal ilmiah. 3. Alat Pengumpulan Data Dalam melakukan penelitian ini, metode pengumpulan datanya adalah dengan penelitian kepustakaan (library research) yang bertujuan untuk menghimpun datadata yang berasal dari buku-buku, peraturan perundang-undangan, jurnal ilmiah, maupun majalah-majalah yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. 4. Analisis Data Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. 71 Oleh karena penelitian ini dilakukan dengan bahan studi kepustakaan (library research), yaitu cara pengumpulan bahan diperoleh dari buku-buku makalah peraturan perundang-undangan dan dokumen yang ada kaitannya dengan permasalahan, maka data yang diperoleh merupakan data kualitatif.
71
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002), h..
101.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Berdasasrkan uraian di atas, maka penelitian ini akan mengiventarisis normanorma atau asas-asas yang termuat dalam aturan peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan yang menyangkut tanggung jawab direksi dalam perseroan terbatas, khususnya dalam penelitian ini yaitu “Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan”. Data ini akan dianalisis yaitu dengan mengadakan perbandingan antara norma-norma atau asas-asas yang termuat dalam peraturan perundang-undangan. H. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Bab I adalah pendahuluan yang terdiri dari latar belakang diadakannya penelitian ini, kemudian rumusan permasalahan yaitu bagaimanakah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 mengatur mengenai tanggungjawab direktur, apakah standar dapat dikategorikan melakukan pengelolan persero yang salah dan kapan pemegang saham minoritas dapat meminta pertanggungjwaban direktur berkenaan dalam pengelolaan persero yang salah. Selanjutnya diikuti dengan tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian. Kemudian diikuti dengan kerangka teori dan konsepsional, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab II menganalisis mengenai pertanggungjawaban direktur dalam UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang terdiri dari pengaturan tanggung jawab direksi dalam perseroan terbatas, dan perbandingan
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
pengaturan tanggung jawab direksi dalam perseroan terbatas serta kasus mengenai tanggung jawab direksi. Bab III memberikan penjelasan tentang kriteria untuk menentukan kesalahan dalam pengelolaan perseroan yang merugikan pemegang saham minoritas, yang terdiri dari duty of loyalty, duty of care, ultra vires, dan bussiness judgement rule. Bab IV memberikan penjelasan mengenai bentuk pertanggungjawaban yang dapat dimintakan oleh pemegang saham minoritas terhadap direktur yang telah melakukan kesalahan dalam pengelolaan persero. Bab V merupakan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian ini yang terdiri dari kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang merupakan topik pembahasan dalam penelitian ini, dan saran yang merupakan sumbang saran penulis atas penelitian ini.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
BAB II PERTANGGUNGJAWABAN DIREKTUR DALAM UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS
A. Pengaturan Tanggung Jawab Direksi Dalam Perseroan Terbatas 1. Kedudukan Direksi dalam UUPT Direksi menurut UUPT merupakan suatu organ yang di dalamnya terdiri dari satu atau lebih anggota, yang dikenal dengan sebagai Direktur. 72 Dalam hal perseroan memiliki lebih dari satu orang Direktur dalam Direksi, maka salah satu anggota Direktur tersebut diangkat sebagai Direktur Utama (Presiden Direktur). 73 UUPT secara umum menyatakan bahwa suatu perseroan sekurang-kurangnya harus diurus oleh satu orang atau lebih anggota Direksi, dengan pengecualian bagi perseroan yang bidang usahanya melakukan pengerahan dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang atau perseroan terbatas terbuka, harus memiliki sekurang-kurangnya dua orang anggota Direksi. 74 Tidak ada suatu pembatasan mengenai keanggotaan Direksi dalam perseroan. Tidak hanya Warga Negara Indonesia, melainkan juga keanggotaan Direksi Warga Negara Asing yang memenuhi syarat yang ditetapkan (oleh Departemen Tenaga Kerja) dapat menjadi
72
Penyebutan istilah Direktur ini merupakan terjemahan dari kata Director, dan saat ini sudah lazim dipergunakan dalam penyebutan anggota Direksi dalam Anggaran Dasar Perseroan. 73 Istilah Direktur Utama atau Presiden Direktur merupakan istilah yang juga berangkat dari kebiasaan praktek dan telah diakui penggunaannya oleh Menteri Kehakiman dan HAM. 74 Pasal 92 ayat (4) UUPT
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
anggota Direksi Perseroan. 75 Undang-Undang Perseroan Terbatas mensyaratkan bahwa anggota Direksi haruslah orang-perseorangan. 76
Ini berarti dalam sistem
hukum perseroan Indonesia tidak dikenal adanya pengurusan perseroan oleh badan hukum perseroan lainnya maupun oleh badan usaha lain, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. 77 Selanjutnya orang-perserorangan tersebut adalah mereka yang cakap untuk bertindak dalam hukum, tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan, maupun yang menjadi anggota Direksi atau Komisaris perseroan tersebut, dan belum pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pengangkatannya. 78 Meskipun masa jabatan keanggotaan masing-masing anggota Direksi telah ditentukan dalam Anggaran Dasar perseroan, 79 namun ketentuan tersebut tidaklah membatasi hak dari Rapat Umum Pemegang Saham untuk setiap saat memberhentikan salah satu atau lebih anggota Direksi sebelum berakhirnya masa jabatan yang ditentukan dalam Anggaran Dasar, 80 baik dengan mengangkat penggantinya yang baru maupun dengan hanya memberhentikan keanggotaan Direksi
75
Lihat Keputusan Presiden No. 75 Tahun 1995. Selain itu dari waktu ke waktu, Departemen Tenaga Kerja mengeluarkan daftar bidang usaha dan jabatan yang terbuka dalam bidang usaha tertentu bagi Warga Negara Asing. 76 Pasal 93 ayat (1) UUPT. 77 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op Cit., h. 99. 78 Pasal 93 ayat (1) jo. Pasal 105 ayat (1) UUPT 79 Pasal 94 ayat (4) UUPT menyatakan bahwa Anggaran Dasar mengatur tata cara pencalonan, dan pemberhentian anggota Direksi, tanpa mengurangi hak pemegang saham dalam pencalonan. Ketentuan Pasal 94 ayat (2) UUPT menyatakan bahwa untuk pertama kalinya susunan keanggotaan Direksi dicantumkan dalam Akta Pendirian perseroan. 80 Pasal 94 ayat (5) menyatakan bahwa pemberhentian tersebut harus disertai dengan alasan.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
yang bersangkutan saja, selama dan sepanjang syarat minimum jumlah anggota Direksi, sebagaimana ditentukan dalam Anggaran Dasar maupun peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku, tetap dipertahankan. 81 Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham tersebut hanya dapat diambil setelah anggota direksi yang hendak diberhentikan tersebut diberikan kesempatan untuk membela diri maupun menyatakan pendapatnya dalam Rapat Umum Pemegang Saham. 82 Selain pemberhentian permanen
oleh Rapat Umum Pemegang Saham
tersebut di atas, UUPT memungkinkan juga dilakukannya skorsing atau pemberhentian sementara anggota Direksi, baik oleh Rapat Umum Pemegang Saham maupun oleh Komisaris Perseroan. 83 Pemberitahuan mengenai pemberhentian sementara tersebut wajib disampaikan secara tertulis kepada anggota Direksi yang bersangkutan. 84 Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pemberhentian sementara harus diselenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham untuk mecabut keputusan pemberhentian sementara tersebut atau secara formil memberhentikan secara tetap anggota Direksi tersebut. 2. Tugas dan Tanggung Jawab Direksi Menurut UUPT Tugas dan pertanggung jawaban Direksi kepada Perseroan dan pemegang saham Perseroan telah dimulai sejak Perseroan memperoleh status badan hukum, sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Pasal 13 ayat (1). Perseroan memperoleh 81
Lihat ketentuan Pasal 95 ayat (1) UUPT. Pasal 105 ayat (2) UUPT 83 Pasal 106 ayat (1) UUPT 84 Pasal 106 ayat (21) UUPT 82
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 7 ayat (4) UUPT. Perseroan didirikan dengan akta notaris, dimana akta pendirian ini memuat anggaran dasar dan keterangan lain berkaitan dengan pendirian perseroan. 85 Untuk memperoleh Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan, para pendiri mengajukan permohonan melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dalam hal sendiri tidak mengajukan sendiri permohonan pengesahan badan hukum perseroan, pendiri hanya dapat memberi kuasa kepada notaris, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 9 ayat (3) UUPT. Apabila semua persyaratan telah dipenuhi secara lengkap, paling lambat 14 (empat belas hari), Menteri menerbitkan keputusan tentang pengesahan badan hukum Perseroan yang ditandatangani secara elektronik. 86 Apabila terjadi perubahan anggaran dasar, maka perubahan tersebut ditetapkan oleh RUPS. Acara perubahan anggaran dasar wajib dicantumkan dengan jelas dalam panggilan RUPS. Perubahan anggaran dasar tertentu harus mendapat persetujuan Menteri Hukum dan HAM, yang meliputi: 87 a.
Nama Perseroan dan/atau tempat kedudukan perseroan;
b.
Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
c.
Jangka waktu berdirinya Perseroan; 85
Pasal 7 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) UUPT Pasal 9 ayat (1) Jo. Pasal 10 ayat (6) UUPT 87 Pasal 21 ayat (2) UUPT 86
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
d.
Besarnya modal dasar;
e.
Pengurangan modal ditempatkan dan disetor; dan/atau
f.
Status Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka atau sebaliknya. Perubahan anggaran dasar di atas dimuat dan dinyatakan dalam akta
notaris dan cukup diberitahukan kepada Menteri Hukum dan HAM. Perubahan anggaran dasar mulai berlaku sejak tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai persetujuan perubahan anggaran dasar. Sesuai ketentuan Pasal 24 ayat (1) UUPT, Perseroan yang modal dan jumlah pemegang sahamnya telah memenuhi kriteria sebagai Perseroan Publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal, wajib mengubah anggaran dasarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf f dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terpenuhi kriteria tersebut. Direksi perseroan yang dimaksud Pasal 24 ayat (2) UUPT tersebut, wajib mengajukan pernyataan pendaftaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Daftar perseroan diselenggarakan oleh Menteri, yang mengumumkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia : 88 a. akta pendirian Perseroan beserta Keputusan Menteri tentang perolehan status badan hukum perseroan; b. akta perubahan anggaran dasar Perseroan beserta Keputusan Menteri; 88
Pasal 30 ayat (1) UUPT
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
c. akta perubahan anggaran dasar yang telah diterima pemberitahuannya oleh Menteri. Pengumuman dalam
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
dilakukan oleh Menteri dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterbitkannya Keputusan Menteri tentang status badan hukum perseroan dan perubahan anggaran dasar atau sejak diterimanya pemberitahuan mengenai perubahan anggaran dasar. 89 Selain
itu
direksi
juga
diwajibkan
untuk
menyelenggarakan
dan
memelihara: 90 a. Daftar pemegang saham perseroan yang berisikan keterangan mengenai kepemilikan saham dalam perseroan oleh para pemegang saham. Daftar pemegang saham memuat segala macam informasi yang ada mengenai kepemilikan saham dalam perseroan, pengalihan hak maupun penjaminan yang mungkin diberikan atas saham-saham tersebut. 91 Daftar pemegang saham memuat sekurang-kurangnya : (1) Nama dan alamat pemegang saham; (2) Jumlah, nomor, tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang saham, dan klasifikasinya dalam hal dikeularkan lebih dari satu klasifikasi saham; (3) Jumlah yang disetor atas setiap saham;
89
Pasal 30 ayat (2) UUPT Gunawan Widjaya, Op cit, h. 59 91 Pasal 50 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas 90
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
(4) nama dan alamat dari orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai hak gadai atas saham atau sebagai penerima jaminan fidusia saham dan tanggal perolehan hak gadai atau tanggal pendaftaran jaminan fidusia tersebut; (5) keterangan penyetoran saham dalam bentuk lain. Daftar tersebut harus dipelihara oleh direksi dan menjadi dasar pemanggilan terhadap pemegang saham perseroan untuk hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan, termasuk untuk menentukan status kepemilikan, penguasaan, dan hak-hak yang melekat pada diri pemegang saham tersebut, tetapi tidak terbatas pada hak untuk hadir dan bersuara dalam rapat, hak untuk menerima deviden dan hak-hak lainnya yang diberikan oleh UndangUndang Perseroan Terbatas kepada pemegang saham, maupun dalam rangka pengalihan dan penjaminan saham tersebut, dengan memperhatikan kepentingan pihak ketiga. 92 b. Daftar khusus yang memuat keterangan mengenai kepemilikan saham oleh direksi dan komisaris perseroan beserta keluarganya atas setiap saham yang dimiliki oleh mereka dalam perseroan maupun pada perseroan-perseroan terbatas lainnya. 93 Untuk lebih meningkatkan kualitas organ-organ perseroan dalam melaksanakan fungsinya secara baik, Pasal 50 ayat (2) UU Perseroan Terbatas mewajibkan perseroan untuk menyelenggarakan suatu daftar khusus pemegang
92 93
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaya, Op cit, h. 106 Pasal 50 ayat (2) UUPT
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
saham yang memuat keterangan mengenai kepemilikan saham dari anggota direksi dan atau komisaris perseroan beserta keluarganya pada perseroan tersebut dengan tujuan untuk memperkecil pertentangan kepentingan yang mungkini terbit dalam rangka kepemilikan saham tersebut. Dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus tersebut dicatat juga setiap perubahan kepemilikan saham. c. Risalah Rapat Umum Pemegang Saham dan Risalah Rapat Direksi Perseroan. 94 Direksi melakukan kepengurusan atas Perseroan Terbatas, dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan tersebut, untuk kepentingan dan dalam mencapai tujuan perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dalam melaksanakan kepengurusan terhadap Perseroan tersebut, Direksi tidak hanya bertanggung jawab terhadap Perseroan dan para pemegang saham Perseroan; melainkan juga terhadap setiap pihak (ketiga) yang berhubungan hukum, baik langsung maupun tidak langsung dengan Perseroan. 95 a. Tugas dan tanggung jawab Direksi kepada pihak ketiga Tugas dan tanggung jawab Direksi Perseroan terhadap pihak ketiga terwujud dalam kewajiban Direksi untuk melakukan keterbukaan (disclosure) terhadap pihak ketiga atas setiap kegiatan Perseroan, yang dianggap dapat mempengaruhi kekayaan Perseroan. Kewajiban-kewajiban tersebut antara lain termuat dalam: 96
94
Pasal 90 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Ahmad Yani & GUnawan Widjaja, Op. Cit., h. 104. 96 Ibid, h. 114-115. 95
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
1) Pasal 37 ayat (3) UUPT, dalam hal Perseroan ingin melakukan pembelian kembali saham, baik secara langsung maupun tidak langsung. 2) Pasal 45 ayat (2) UUPT, dalam hal Perseroan ingin melakukan pengurangan atas modal dasar, modal dikeluarkan ataupun modal disetor dari Perseroan; 3) Pasal 127 ayat (2) UUPT, dalam hal ini Perseroan bermaksud untuk melakukan penggabungan, peluburan, dan pengambilalihan; 4) dan bagi : (a) perseroan yang di bidang usahnya berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat; (b) perseroan yang mengeluarkan surat pengakuan hutang; (c) perseroan terbuka; Direksi perseroan diwajibkan untuk menyerahkan hasil perhitungan tahunan Perseroan untuk diperiksa oleh akuntan publik sebelum perhitungan tahunan tersebut disahkan oleh rapat Umum Pemegang Saham Tahunan. Dan segera setelah disahkan oleh rapat, diumumkan untuk kepentingan pihak ketiga. Khusus untuk Perseroan Terbatas Terbuka, Direksi Perseroan juga diwajibkan untuk mengumumkan setiap maksud dan rencana penyelenggaraan Rapat umum Pemegang Saham. Ketentuan dalam pasal-pasal tersebut di atas tidak menutup adanya kemungkinan permintaan pemberian data atau keterangan mengenai Perseroan oleh pihak ketiga yang berkepentingan, berdasarkan pada perjanjian antara para
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
pihak. Dalam hal-hal yang demikian tersebut di atas, Direksi berkewajiban untuk memberikan data atau keterangan secara benar dan akurat. b. Pertanggung jawaban dalam hal terjadi pemberian keterangan yang tidak benar dan atau menyesatkan. Sebagai kewajiban untuk melakukan keterbukaan, Direksi bertanggung jawab penuh atas kebenaran dan keakuratan setiap data dan keterangan yang disediakan olehnya kepada publik (masyarakat) ataupun pihak ketiga berdasarkan perjanjian. Jika terdapat pemberian data atau keterangan secara tidak nenar dan atau menyesatkan, maka seluruh anggota Direksi (dan atau Komisaris) harus bertanggung jawab secara tanggung renteng atas setiap kerugian yang diderita oleh pihak ketiga, sebagi akibat dari pemberian data dan atau keterangan yang tidak benar atau menyesatkan tersebut; kecuali dapat dibuktikan bahwa keadaan tersebut terjadi bukan karena kesalahannya. 97 c. Tanggung jawab renteng antara sesama anggota Direksi Perseroan. Sifat pertanggung jawaban (renteng) antara para anggota Direksi dapat dibaca dari rumusan Pasal 14, Pasal 37 ayat (3), Pasal 69 ayat (3), dan Pasal 104 ayat (2) UUPT. Secara umum tanggung jawab Direksi dapat kita bedakan dalam : 98
97
Prinsip keterbukaan ini merupakan bagian dari akuntabilitas Direksi sebagai organ yang wajib melaksanakan duty of loyalty and good faith, oleh karena hanya Direksilah yang berhak dan berwenang untuk bertindak memenuhi kewajiban Perseroan. Bandingkan dengan ketentuan Pasal 92 ayat (1) jo. Pasal 92 ayat (2) UUPT dengan ketentuan Pasal 97 ayat (5) UUPT. 98 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Op.,Cit., h. 122-123.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
1) tanggung jawab internal Direksi yang meliputi tugas dan tanggung jawab Direksi terhadap perseroan dan pemegang sahan Perseroan; dan 2) tanggung jawab eksternal, yang berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab Direksi kepada pihak ketiga yang berhubungan hukum langsung maupun tidak langsung dengan Perseroan. d. Tanggung jawab internal Direksi terhadap perseroan dan pemegang saham perseroan Setiap kesalahan atau kelalaian anggota Direksi dalam melaksanakan kewajibannya tersebut di atas memberikan hak kepada pemegang saham Perseroan untuk : 1) secara
sendiri-sendiri
atau
bersama-sama,
yang
mewakili
jumlah
sepersepuluh pemegang saham Perseroan melakukan gugatan, untuk dan atas nama Perseroan, terhadap Direksi Perseroan, yang atas kesalaham dan kelalaiannya telah menerbitkan kerugian kepada Perseroan
(derivative
action). 99 2) secara sendiri-sendiri melakukan gugatan langsung, untuk dan atas nama pribadi pemegang saham terhadap Direksi Perseroan, atas setiap keputusan atau tindakan Direksi Perseroan yang merugikan pemegang saham. e. Tanggung jawab eksternal Direksi terhadap pihak ketiga yang berhubungan hukum dengan perseroan.
99
Hak untuk mengajukan gugatan derivative ini diatur dalam Pasal 85 ayat (3) UUPT.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Dari uraian sebelumnya diketahui bahwa selain tanggung jawab terhadap Perseroan dan pemegang saham Perseroan, Direksi Perseroan juga bertanggung jawab terhadap pihak ketiga atas setiap perbuatan hukum yang dilakukan untuk dan atas nama Perseroan. Perlindungan bagi pihak ketiga ini dapat kita temukan dalam Pasal 14 UUPT secara jelas menyatakan bahwa Direksi bertanggung jawab secara renteng atas kelalaiannya dalam melaksanakan kewajiban pendaftaran dan pengumuman yang disyaratkan. Ketentuan mengenai pertanggung jawaban Direksi terhadap pihak ketiga juga dapat ditemui dalam ketentuan Pasal 69 ayat (3) UUPT, mewajibkan Direksi untuk bertanggung jawab sepenuhnya atas setiap ketidakbenaran informasi yang disampaikan oleh perseroan terhadap pihak ketiga; dan Pasal 104 ayat (2) UUPT, dalam hal terjadinya kepailitan yang disebabkan oleh kesalahan dan atau kelalaian Direksi. Rumusan yang diberikan dalam UUPT tersebut bertujuan untuk menegaskan kembali fungsi Direksi sebagai suatu organ (dan bukan masingmasing pribadi anggota Direksi) yang berkewajiban untuk dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha Perseroan, sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam UUPT dan atau anggaran dasar. 100 Dalam hal direksi terdiri dari 2 anggota direksi atau lebih, pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara anggota direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS. 101 Apabila RUPS
100 101
Pasal 92 ayat (2) UUPT Pasal 92 ayat (5) UUPT
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
tidak menetapkan pembagian tugas dan wewenang pengurusan, maka pembagian tugas dan wewenang pengurusan anggota direksi ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi. Pengurusan
perseroan
oleh
direksi
atau
anggota
direksi
wajib
dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya. Dalam hal Direksi terdiri alas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab tersebut berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi. 102 Dengan pertanggungjawaban renteng ini diharapkan dapat terjadi saling mengawasi di antara sesama anggota Direksi Perseroan atas setiap perbuatan Direksi yang dapat merugikan, baik Perseroan, pemegang saham Perseroan, mapun pihak ketiga yang beritikad baik. Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa meskipun UUPT memberikan ketentuan berupa sanksi perdata yang sangat berat kepada setiap anggota Direksi Perseroan atas setiap kesalahan atau kelalaiannya; namun pelaksanaan pemberian sanksi ini sendiri sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan, selama anggota Direksi yang bersangkutan bertindak sesuai dengan dan tidak menyimpang dari aturan main yang telah ditetapkan dalam Anggaran Dasar Perseroan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Para pemegang saham Perseroan maupun pihak ketiga yang merasa dirugikan oleh tindakan Direksi harus membuktikan 102
Pasal 97 UUPT
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
apakah memang benar kerugian tersebut terjadi sebagai akibat kesalahan dan atau kelalaian Direksi. B. Perbandingan Pengaturan Tanggung Jawab Direksi Dalam Perseroan Terbatas Direksi dalam menjalankan tugasnya bertindak untuk dan atas nama Perseroan, oleh karena itu konsekuensi (baik atau buruk) sebagai akibat perbuatannya itu pada prinsipnya dipikul Perseroan sendiri. Prinsip ini berlaku baik dalam sistem hukum Amerika Serikat maupun dalam sistem hukum Indonesia. Namun demikian prinsip tanggung jawab terpisah ini bukanlah prinsip yang steril, sehingga dalam hal-hal tertentu konsekuensi dan tindakan direktur tersebut harus dipikul secara pribadi oleh direktur sendiri, sungguhpun dia bertindak untuk dan atas nama perseroan. Menurut hukum di Amerika Serikat yang menganut common law system, direktur akan bertanggung jawab secara pribadi jika dia menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan standar tertentu. Misalnya, direktur dengan sengaja menyalahgunakan wewenang atau menyalahgunakan dana Perusahaan, akan bertanggung jawab secara pribadi jika dia mengisukan saham sebagai saham yang disetor penuh padahal secara faktual, saham tersebut belum disetor sama sekali. 103 Di samping itu menurut hukum di Amerika Serikat, tanggung jawab direktur secara pribadi tidaklah terjadi hanya karena kedudukannya sebagai direktur. Tetapi
103
Robert N. Corley, Principles of Business Law, (New Jersey, USA: Prentice-Hall, Inc, 1971), h. 924.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
untuk dibebankan tanggung jawab, direksi tersebut harus telah melakukan hal-hal berikut ini terhadap tindakan perusahaan, yaitu : 104 a. direktur mengizinkan perbuatan tersebut, atau b. direktur meratifikasi perbuatan tersebut, atau c. ikut berpartisipasi dengan cara apapun dalam perbuatan tersebut. Terhadap transaksi yang dilakukan atas nama dewan Direksi, dalam keadaan tertentu di Amerika Serikat, seorang direktur bahkan bertanggung jawab pribadi sungguhpun dia keberatan dan voting menolaknya. Menurut RMBCA Section 8.24 (d), seorang direktur di presumsi menyetujui terhadap perbuatan terhadap perbuatan dewan direksi dan karenanya harus bertanggung jawab secara hukum, kecuali dia voting untuk menolaknya dan penolakannya dicatat menurut cara-cara tertentu. Selanjutnya menurut RMBCA Section 8.30 (b dan c), kecuali jika seorang direktur mempunyai pengalaman atau expertise terhadap perbuatan tersebut, maka seorang direktur lepas dari tanggung jawab pribadi jika tindakannya itu didasari atas : 1. pendapat tertulis dari legal counsel untuk perusahaan tersebut; 2. financial report yang disiapkan oleh auditor atau accountant; 3. pernyataan oleh pegawai perusahaan dalam hubungan dengan masalah dalam lingkup tugasnya. 4. reports dari committee tertentu dalam perusahaan tersebut.
104
Ronald A. Anderson, Business Law, (Ohio, USA: South Western Publishing, 1983), h.
800.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Sistem hukum di Indonesia tidak mengenal pranata “fiduciary relation”. Sehingga hubungan antara direktur dengan perusahaan tidak merupakan hubungan antara “trustee” dengan “beneficiary” seperti dalam common law system. Dalam sisten hukum civil law seperti di Indonesia, hubungan tersebut hanya merupakan hubungan antara pemberi kuasa (perusahaan) dengan penerima kuasa (direktur). Atau jika direktur diberi upah, maka secara legal hubungan tersebut merupakan juga hubungan perburuhan. 105 Karena hubungannya adalah “pemberi kuasa”, maka direktur sebagai penerima kuasa hanya akan bertanggung jawab secara pribadi jika dia menjalankan tugasnya melebihi dari kuasa yang diberikan kepadanya. Hal tersebut dapat dilihat dalam anggaran dasar perusahaan. Karena itu, secara konkret dapat dikatakan jika dalam common law system direktur bertindak menurut standar tertentu sebagai trustee, maka menurut sistem civil law seorang direktur pada prinsipnya bertindak hanya dengan memperlihatkan anggaran dasar perusahaan. Menurut sistem hukum, misalnya setelah PT berdiri terjadi pengisuan saham baru, disebutkan disetor penuh, padahal sebenarnya tidak disetor penuh, maka direktur tidaklah dapat diminta tanggung jawab pribadi karena biasanya ditentukan dalam Anggaran Dasar bahwa saham baru tersebut akan diisukan setelah adanya Rapat Umum Pemegang Sahan, dan ketika Anggaran Dasar dibuat atau diubah karena pengisuan saham, siapa saja (direktur, pemegang saham atau komisaris) yang
105
HMN Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum dagang Indonesia, jilid 2 (Jakarta: Djambatan, 1991), h. 149.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
memberikan keterangan tidak benar kepada notaris ketika Anggaran Dasar dibuat atau diubah, padahal dia mengetahuinya atau patut mengetahuinya bahwa keterangan tersebut tidak benar, maka akan bertanggung jawab terhadap tindak pidana pemalsuan surat vide Pasal 163, 264, atau 266 KUH Pidana. Selanjutnya menurut hukum di Indonesia, seorang direktur akan bertanggung jawab secara hukum atas tindakan yang dilakukan oleh dewan direksi atau oleh perusahaan. Tidak ada ketentuan dalam sistem hukum Indonesia yang melepaskan tanggung jawab seorang direktur hanya karena alasan bahwa terhadap perbuatan tersebut dia tidak setuju, tidak telah mengizinkan, menyetujui, berpartisipasi atau mendasari tindakannya atas pendapat profesional tersebut dapat pula dimintakan tanggung jawabnya secara hukum karena malapraktek apabila dia telah memberikan keterangan secara salah. Maka, usaha untuk mengelak dari tanggung jawab tersebut menurut sistem hukum Indonesia hanya mungkin dilakukan apabila direktur yang tidak setuju tersebut berhenti dan direktur sebelum tindakan tersebut direalisasi. C. Kasus Mengenai Tanggung Jawab Direksi Salah satu kasus mengenai taggung jawab Direksi di Amerika Serikat yang menganut common law system dalam penerapan prinsip duty of care adalah dalam kasus Francis v. United Jersey bank, 392 A.2d. 1233 (1978). John J. Francis et.al, selaku penggugat adalah pengurus dalam proses kepailitan dari Pritchard & Baird Intermedies Corp., dan tiga perusahaan terkait lainnya. United Jersey Bank adalah tergugat yang merupakan administrator atas tanah milik Charles Pritchard. Perkara ini
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
menyangkut Pritchard & Baird Intermedies Corp. Pritchard & Baird suatu perusahaan yang bergerak dalam bisnis broker reasuransi perusahaan perantara efek). Charles Pritchard Sr., pendiri perusahaan yang selama beberapa tahun adalah pemegang saham utama dan sekaligus pemgendali perusahaan. Pada tahun 1970 Charles Pritchard Sr. mengajak anak-anaknya Charles Jr. dan William turut mengelola perusahaan dan pada saat Pritchard Sr. meninggal pada tahun 1973 kedua anaknya tersebut mengambil alih kendali perusahaan. Charles Jr. dan William adalah pengusaha yang inkompeten dan hampir tidak memiliki pengendalian diri maupun moralitas dalam menjalankan usahanya. Pada akhir tahun 1975, mereka telah menjerumuskan Pritchard & Baird dan perusahaanperusahaan terkait lainnya ke dalam kepailitan. Keduanya telah menggelapkan uang perusahaan dalam bentuk “pinjaman pemegang saham” dan pembayaran-pembayaran yang tidak pada tempatnya (improper) kepada anggota keluarga. Pengeluaran uang ini tercermin dalam laporan keuangan perusahaan sebagai “pinjaman pemegang saham”. Akibat transaksi ini perusahaan menjadi insolven, dan pada akhir tahun 1975 bangkrut. Alasan dasar pihak Penggugat dalam mengajukan kasus ini ke depan Pengadilan adalah karena pembukuan perusahaan mencatat pembayaran ini sebagai “pinjaman”, maka dana itu harus diperlakukan sebagai pinjaman, dan oleh karenanya menimbulkan kewajiban kepada pihak, ataupun tanah hak milik dari pihak yang diberikan pinjaman tersebut, untuk mengembalikannya. Dalam upaya memenuhi kewajiban perusahaan, Francis menggugat, Pertama, Warisan Pritchard Sr. yang
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
bertindak selaku administraturnya adalah United Jersey, Kedua, warisan Lilian Pritchard, isteri Pritchard Sr. selaku Direktur perusahaan sejak saat perusahaan berdiri sampai bangkrut. Dalam kasus ini pendapat pengadilan sebagai berikut. Direktur bertanggungjawab atas manajemen perusahaan secara umum, dan bertanggung jawab khusus dalam kaitannya dengan distribusi aset kepada pemegang saham dan pemberian pinjaman kepada staf dan direksi. Benar bahwa Mrs. Pritchard tidak pernah terlibat dalam bisnis perusahaan dan hampir tidak memiliki pengetahuan mengenai kegiatan perusahaan. Tergugat jarang datang ke perusahaan dan tidak pernah membaca dan mendapatkan laporan keuangan. Tergugat juga sudah tua dan tidak mengerti seluk beluk asuransi. Laporan keuangan Pritchard & Baird disusun setiap tahun. Bentuk laporan keuangan ini sederhana tidak lebih dari tiga atau empat halaman. Laporan keuangan tahunan perusahaan secara jelas memuat tentang pembayaran yang dilakukan kepada keluarga Pritchard dan juga secara jelas mencerminkan kesulitan keuangan perusahaan. Singkatnya, siapa saja yang melihat laporan keuangan tersebut dan mengetahui sedikit tentang kegiatan perusahaan akan mengetahui bahwa Charles Jr. dan William telah mencuri uang perusahaan yang seharusnya dibayarkan kepada klien perusahaan. Pengadilan menyatakan bahwa secara inheren tugas direktur adalah yang bersangkutan harus mengetahui usaha apa yang dilakukan perusahaan dan harus memiliki ide dasar tentang ruang lingkup kegiatan perusahaan. Dalam hubungan ini, Mrs. Pritchard harus mengetahui bahwa Pritchard & Baird melakukan bisnis broker
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
reasuransi (perusahaan perantara efek) dan setiap tahun menangani jutaan dolar yang dimiliki oleh atau harus dipertanggungjawabkan kepada banyak nasabah. Dengan demikian pengadilan berpendapat bahwa seorang direktur pada posisi Mrs. Pritchard memiliki “bare minimal” untuk meminta dan membaca laporan keuangan tahunan perusahaan dan bereaksi segera setalah membacanya. Pengadilan menyatakan bahwa tergugat mampu mengetahui perbuatan yang dilakukan oleh anak tergugat. Mendeteksi penyalahgunaan uang tidak memerlukan keahlian khusus atau kepintaran luar biasa. Dengan membaca sepintas laporan keuangan akan dapat mengetahui perbuatan tersebut. Dengan demikian apabila Tergugat membaca laporan keuangan, tergugat akan mengetahui bahwa anaknya telah melakukan penggelapan uang. Pengadilan berpendapat bahwa Tergugat wajib membaca laporan keuangan dan melakukan usaha-usaha secukupnya untuk mendeteksi dan mencegah perbuatan melanggar hukum pejabat dan direktur lainnya. Tergugat memiliki kewajiban untuk melindungi nasabah perusahaan terhadap kebijakan dan praktik-praktik yang dapat mengakibatkan penyalahgunaan uang yang dipercayakan kepada perusahaan. Dalam hal ini Tergugat telah melanggar kewajibannya tersebut. Tergugat dikatakan sebagai “figurehead director”. Argumentasi ini tidak dapat diterima, karena dalam kontemplasi hukum tidak dikenal “figurehead director”. Mahkamah Agung, Divisi Hukum yang diwakili oleh Stanton J.C.C. (yang ditugaskan sementara), memutuskan bahwa, Pertama, pembayaran yang dilakukan oleh perusahaan tidak dapat dianggap sebagai “pinjaman”, walaupun pembayaran ini
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
telah dicatatkan ke dalam pembukuan perusahaan. Kedua, pembayaran yang diserahkan kepada anggota keluarga dari pemegang saham mayoritas perusahaan, atau untuk tanah hak miliknya, tanpa pertimbangan yang adil, ketika perusahaan insolven (memiliki kinerja buruk), tidak bisa dikategorikan sebagai gaji, pendapatan, deviden, keuntungan, pinjaman atau pembagian lainnya, dan perusahaan kreditur harus mengesampingkan pembayaran tersebut dari pengurusan kepailitannya, dan Pengurus yang mewakili kreditur harus mengadakan penilaian atas pembayaran yang diberikan kepada si penerima dana. Ketiga, istri dan bekas pemegang saham mayoritas dari perusahaan itu, yang sama sekali tidak menjalankan tugasnya sebagai kreditur, padahal ia sepatutnya mengetahui kesalahan yang dilakukan oleh putraputranya, yang mengendalikan perusahaan setelah ayahnya meninggal dunia, dan bisa mengambil langkah-langkah yang efektif untuk menghentikan kesalahan itu, telah lalai dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang direktur, dan Pengurus harus mengeluarkan biaya penggantian kerugian yang diderita atas pengurusan tanah direktur perusahan tersebut. Dalam kasus ini jelaslah bahwa Lilian Pritchard telah bertindak sembrono (negligently) sebagai direksi, sehingga tidak mengetahui dan tidak menghentikan perbuatan melanggar hukum yang dilakukan anak-anaknya. Selaku Direksi, dia harus bertanggung jawab atas manajemen perusahaan secara umum dan bertanggung jawab khusus dalam kaitannya dengan distribusi aset kepada pemegang saham dan pemberian pinjaman kepada para staf Mrs. Pritchard tidak pernah terlibat dalam bisnis perusahan dan hampir tidak memiliki pengetahuan mengenai kegiatan
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
perusahaan. Dia juga jarang datang ke perusahaan dan tidak pernah membaca dan mendapatkan laporan keuangan perusahaan. Dalam kaitannya tersebut dia telah melanggar duty of care-nya. Dalam hal ini Mrs Pritchard dapat dikatakan hanya sebagai “figurehead director” atau direktur pajangan. Pengadilan berpendapat bahwa hukum tidak akan memberi maaf kepada para figurehead director apabila tidak berlaku sebagaimana layaknya seorang direksi yang sesungguhnya. Pengadilan menegaskan bahwa Mrs. Pritchard telah lalai dalam menjalankan tugasnya sebagai Direksi Pritchard & Baird. Apabila yang bersangkutan melakukan tugasnya denga hati-hati (due care) dia akan mengetahui perbuatan yang dilakukan oleh kedua anaknya itu. Kelalaiannya tersebut telah menyebabkan kerugian pada nasabah. Dengan demikian warisannya harus dipergunakan untuk membayar kewajiban perusahaan. Yurisprudensi pengadilan Amerika Serikat dalam kasus ini menawarkan pedoman yang sangat berguna untuk dijadikan pegangan bagi setiap anggota Direksi perseroan dalam menjalankan tugasnya, yaitu bahwa anggota Direksi harus : 106 a) Memiliki pemahaman yang baik mengenai bisnis perseroan yang dipimpinnya; b) Dari waktu ke waktu mengetahui mengenai kegiatan usaha perseroan; c) Melakukan pemantauan kegiatan perseroan; d) Menghadiri rapat-rapat Direksi secara teratur; e) Melakukan review atas laporan-laporan keuangan perseroan secara teratur; f) Menanyakan apabila menjumpai masalah-masalah yang meragukan; g) Menyatakan keberatan terhadap dilakukannya perbuatan-perbuatan yang jelas-jelas melanggar hukum; h) Berkonsultasi dengan penasehat (counsel) perseroan; 106
Sutan Remy Syahdeni, Op. Cit., h. 101-102.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
i) Mengundurkan diri apabila perbaikan-perbaikan yang harus dilakukan ternyata tidak dilakukan.
Dalam kasus PT. Merpati Nusantara Airlines (MNA) yang terjadi di Indonesia yang menganut civil law system mengenai penolakan penyewaan pesawat CN 235 oleh Direktur Utama Merpati Nusantara Airlines (MNA). Merpati Nusantara Airlines (MNA) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sehingga menteri berwenang menentukan kebijaksanaan apa saja. Direktur MNA disuruh menyewa pesawat CN 235 buatan IPTN. Harganya lebih mahal ketimbang menyewa Boeing 737-200. Sudah terbukti pula bahwa rute JakartaBandung yang memakai CN 235, kalau penuh saja masih merugi. Direktur MNA menolak, karena dia merasa bahwa misinya adalah mengelola MNA secara komersial, sehingga kalu sudah jelas-jelas merugi, tidak mau. 107 Di sini Direktur ditempatkan dalam dilema yang besar, karena disatu pihak menurut Pasal 97 UUPT, dia harus bertanggung jawab sepenuhnya atas kelalaiannya yang ditimbulkan pada perseroan. Sedangkan di pihak lain, Direktur MNA justru memahami isi dan jiwa Pasal 97 UUPT tersebut, sebab ia menolak perintah Menteri Perhubungan untuk meyewa pesawat terbang CN 235 dengan alasan jika perintah tersebut dijalankan pasti akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Kasus ini jelas memperlihatkan bahwa ukuran seorang Direksi beritikad baik tidak diatur secara rinci (bersifat sumir) oleh UUPT. Dengan kata lain, bahwa UUPT,
107
Kwik Kian Gie, Op. Cit h. 352.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
baik pasal-pasalnya maupun penjelasannya, tidak memberikan jabaran lebih jauh mengenai maksud dan kandungan konsep “itikad baik dan penuh tanggung jawab”. Oleh karena UUPT tidak memberikan batasan mengenai apa yang dimaksud dengan “itikad baik dan penuh tanggung jawab” itu, maka perlu dilakukan kajian mengenai konsep tersebut. Kajiannya dapat dilakukan dengan menggali pustaka hukum dan putusan-putusan pengadilan yang serupa yang dianut di negara lain, khususnya negara yang menganut common law system (Amerika Serikat).
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
BAB III KRITERIA UNTUK MENENTUKAN DIREKTUR TELAH MELAKUKAN KESALAHAN DALAM PENGELOLAAN PERSEROAN YANG MERUGIKAN PEMEGANG SAHAM MINORITAS Pada prinsipnya direksi bertanggungjawab secara pribadi tidak hanya terhadap tindakan yang dilakukannya dalam kapasitasnya sebagai pribadi, tetapi juga dalam hal-hal tertentu, terhadap perbuatan yang dilakukannya dalam kedudukannya sebagai direktur perusahaan. Bahkan dalam kedudukannya sebagai direktur, dalam hal-hal tertentu direktur bertanggungjawab tidak hanya atas tindakan yang dilakukannya sendiri melainkan juga tindakan direktur lainnya, bahkan sampai batas-batas tertentu direktur bertanggungjawab juga atas tindakan orang lain yang bukan direktur yang dilakukan untuk dan atas nama perseroan. Setiap konsekuensi yuridis atas tindakan perseroan, baik atau buruk, akan dipikul sendiri oleh perseroan tersebut. Namun demikian, undang-undang mengenal juga beberapa pengecualian dimana walaupun itu merupakan tindakan perseroan, namun tidak tertutup kemungkinan bukannya perseroan yang bertanggung jawab akan tetapi pihak direktur, baik secara pribadi maupun secara renteng.108 Untuk dapat menentukan dapat tidaknya seorang atau beberapa orang direktur dikatakan telah melakukan kesalahan dalam mengelola perusahaan, maka dapat dilihat dari doktrin-doktrin berikut.
108
Munir Fuady, II, Op cit, h. 73
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
3. Duty of Loyality Direksi adalah trustee bagi perseroan yang akan bertindak mewakili Perseroan dalam segala macam tindakan hukumnya dilakukan dengan itikad baik untuk mencapai tujuan dan kepentingan Perseroan (duty of loyalty and good faith). Tugas dan tanggung jawab ini merupakan tugas dan tanggung jawab Direksi sebagai suatu organ, yang merupakan tanggung jawab kolegial sesama anggota Direksi terhadap Perseroan. 109 Direksi tidak sendiri-sendiri bertanggung jawab kepada Perseroan. Ini berarti setiap tindakan yang diambil atau dilakukan oleh salah satu atau lebih anggota Direksi akan mengikat anggota direksi lainnya. Namun ini tidak berarti tidak diperkenankan terjadinya pembagian tugas diantara anggota Direksi Perseroan, demi pengurusan Perseroan yang efisien.
110
Philip Lipton dan Abraham Herzberg 111
membagi duty of loyalty and good faith ke dalam, the duty: a.
to act bona fide in the interest of company;
b.
to exercise power for their proper purpose;
c.
to retain their discrenatory power;
d.
to avoid conflicts of interst.
a) to act bona fide in the interest of company
109
Fred BG Tumbuan, Op. Cit, h. 11. Ketentuan mengenai tanggung jawab kolegial ini dapat dilihat dalam Penjelasan Pasal 83 ayat (1) UUPT. 110 Ibid. Baca juga rumusan Pasal 97 ayat (4) UUPT. 111 Philip Lipton ang Abraham Herzberg, Understanding Company Law, (Brisbane: The Law Book Company Ltd., 1992), h. 297.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Duty to act bona fide in the interest of the company ini mencerminkan kewajiban Direksi untuk melakukan kepengurusan Perseroan hanya untuk kepentingan Perseroan semata-mata. Untuk menentukan sampai seberapa jauh suatu tindakan yang diambil oleh Direksi Perseroan telah dilakukan untuk kepentingan Perseroan, maka hal tersebut harus dipulangkan kembali kepada Direksi Perseroan. Direksi Perseroan harus mengetahui dan memiliki penilaian sendiri tentang tindakan yang menurut pertimbangannya adalah sesuatu yang harus atau tidak dilakukannya untuk kepentingan Perseroan. Suatu putusan yang dikeluarkan oleh Lord Greene MR dalam Smith and Fawcett Ltd (1942) 1 All ER 542 telah mengambil pertimbangan bahwa “They must exercise their discretion bona fide in what they consider – not what the court may consider – to be in the interest of the company, and not for any collateral purposes”.
112
Dalam hal
demikian, maka berarti Direksi harus semata-mata memperhatikan kepentingan dari Perseroan sebagai satu kesatuan dan bukan hanya untuk kepentingan masingmasing pemegang saham. 113 Dengan berkembangnya kegiatan dunia usaha yang ditandai dengan semakin
banyaknya
Chairman
perusahaan-perusahaan
terkemuka
yang
menyatakan bahwa “this company recognizes that it has duties to its members, employees, consumers of its products and to the nation”, 114 maka nilai-nilai
112
Ibid. Ibid, h. 298. 114 Paul L. Davies, Op. Cit., h. 602. 113
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
kepentingan perusahaanpun mulai bergeser menjadi lebih luas hingga meliputi seluruh pihak-pihak yang terkait dengan perseroan, yang antara lain terdiri dari : a. b. c. d. e. f. g. h.
pemegang saham (shareholders); karyawan atau pegawai (employees); managers; pelanggan (customers); pemasok (suppliers); kreditor (debtholders); masyarakat (communities); pemerintah (government). 115
b) Duty to Exercise Power for Power Purposes Direksi adalah satu-satunya organ dalam Perseroan yang diberikan hak dan wewenang untuk bertindak untuk dan atas nama Perseroan. Ini membawa konskuensi bahwa jalannya Perseroan, termasuk pengelolaan harta kekayaan Perseroan bergantung sepenuhnya pada Direksi Perseroan. Artinya tugas pengurusan Perseroan oleh Direksi juga meliputi tugas pengelolaan harta kekayaan Perseroan.
116
Sebagai trustee bagi Perseroan, maka sudah selayaknya
jika dalam melakukan tindakan atau perbuatan yang mengatasnamakan kepentingan Perseroan, Direksi harus melakukannya secara benar dan tidak memihak untuk kepentingan manapun juga. Direksi diberikan kepercayaan oleh seluruh pemegang saham melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham untuk menjadi organ Perseroan yang akan bekerja untuk kepentingan Perseroan, serta
kepentingan
seluruh
pemegang
sahan
yang
mengangkat
115
dan
Arnoldo C. Hax and Nicolas S. Majluf, The Strategy Concept and Process-A Pragmatic Approach (Ney Jersey: Prentice Hall, 1991), h. 5. 116 Fred BG Tumbuan, Op. Cit., h. 9-10.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
mempercayakannya sebagai satu-satunya organ yanmengurus dan mengelola Perseroan. Setelah Rapat Umum Pemegang Saham menyetujui pengangkatan Direksi Perseroan, maka (seluruh) pemegang saham tidak lagi berhubungan dengan Direksi Perseroan, dan oleh karena itu maka Direksi tidak dapat mempergunakan kepercayaan yang diberikan kepadanya tersebut untuk dipergunakan dalam kapasitasnya, untuk merugikan kepentingan satu atau lebih pemegang
saham
tertentu
dalam
Perseroan,
meskipun
tindakan
yang
dilakukannya tersebut baik bagi Perseroan, menurut pertimbangannya. 117 c) Duty to retain discretion Direksi oleh Perseroan, melalui Rapat Umum Pemegang Saham telah diberikan kewenangan fiduciary untuk bertindak seluas-luasnya (dalam koridor Undang-Undang dari Anggaran Dasar) untuk kepentingan Perseroan, dan oleh karena itu maka tidak selayaknyalah jika Direksi kemudian melakukan pembatasan dini, atau membuat suatu perjanjian yang akan mengekang kebebasan mereka untuk bertindak untuk tujuan dan kepentingan Perseroan. Dalam hal ini tidak berarti Direksi tidak boleh mengadakan, membuat atau menandatangani suatu perjanjian pendahuluan (seperti misalnya perjanjian pengikatan jual-beli),
117
Lipton and Herzberg, Op. Cit., h. 306, dimana dikatakan bahwa “The constitution of limited company normally provides for Directors, with powers of management, and shareholders, with defined voting powers having power to appoint the director, and to take, in general meeting, by majority votes, decision on matters not reserved for management. Just it is established that directors, within their management powers, may take decisions against the wishes of the majority shareholders, and indeed that the majority of the shareholders cannot control them ini the exercise of this powers whil;e they remain in office … so it must be unconstitutional for directors to use their fiduciary powers over the shares in the company purely for the purpose of destroying an existing majority, or creating a new majority which did not previously exist …”
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
namun sebelum perjanjian tersebut diadakan, dibuat atau ditandatangani Direksi harus memiliki suatu pandangan hidup, sikap, dan kepastian bahwa tindakan yang dilakukan tersebut akan memberikan manfaat bagi kepentingan Perseroan. 118
d) Duty to avoid conflict of interest Dalam konsep fiduciary duty ini, Direksi memiliki kewajiban untuk menghindari
diadakan,
dibuat,
atau
ditandatanganinya
perjanjian,atau
dilakukannya perbuatan yang menempatkan Direksi tersebut dalam suatu keadaan, yang tidak memungkinkan dirinya untuk bertindak secara wajar demi tujuan dan kepentingan Perseroan. Kewajiban ini bertujuan untuk mencegah Direksi secara tidak layak memperoleh keuntungan dari Perseroan, yang mengangkat dirinya menjadi Direksi. Lebih jauh lagi kewajiban ini sebenarnya melarang dengan mencegah Direksi untuk menempatkan dirinya pada suatu keadaan yang memungkinkan Direksi bertindak untuk kepentingan mereka sendiri, pada saat yang bersamaan mereka harus bertindak mewakili untuk dan atas nama Perseroan. 119 Jadi
sesungguhnya
kewajiban
tersebut
bukan
untuk
melakukan
penghukuman atas terjadinya suatu tindakan yang mengandung unsur benturan
118 119
Philip Lipton and Abraham Herzberg, Op. Cit., h.314-315. Ibid, h. 315.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
kepentingan tersebut dilakukan, dilaksanakan atau diambil. Dalam hal ini perlu diperhatikan bawa “the duty is breached whether or not they had fraudulent motives”. 120 Sehubungan dengan hal tersebut di atas, salah satu contoh dari beberapa perbuatan yang tidak dilandasi dengan itikad baik, dikatakan bahwa tindakan anggota Direksi yang mengakibatkan perseroan membeli barang atau properties dari pihak lain dengan harga yang jauh lebih rendah dari harga wajarnya, sedangkan Direksi memperoleh keuntungan pribadi dari transaksi itu. 121 4. Duty of Care Tugas mempedulikan (duty of care) yang diharapkan dari direksi adalah duty of care sebagaimana dimaksud dalam hukum tentang perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), dalam arti direksi diharapkan untuk berbuat secara hati-hati sehingga terhindar dari perbuatan kelalaian (negligence) yang merugikan pihak lain. 122 Menurut Pasal 97 atat (1) UUPT, direksi bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Sejalan dengan ketentuan Pasal 97 UUPT, oleh Pasal 97 ayat (2) UUPT ditentukan bahwa setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas
120
Ibid. Sutan Remy Sjahdeni, Op. Cit., h. 423-424. 122 Munir Fuady, II, Op cit, h. 51 121
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
untuk kepentingan dan usaha perseroan. Dengan kata lain, “tugas dan kewajiban direksi yang ditentukan dalam Pasal 97 ayat (1) UUPT, yaitu melakukan kepengurusan perseroan, dan Pasal 97 ayat (2) yaitu mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan, harus dijalankan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab”. 123 Berdasarkan ketentuan Pasal 97 UUPT, terdapat 2 (dua) unsur pokok yang harus diperhatikan oleh direksi perseroan dalam menjalankan tugas kepengurusan perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1) UUPT yaitu melakukan kepengurusan perseroan, dan Pasal 98 UUPT yaitu mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Unsur-unsur tersebut adalah kepentingan dan tujuan/usaha perseroan dan itikad baik dan penuh tanggung jawab. “Kedua unsur tersebut harus dipenuhi secara kumulatif dan bukan alternatif, artinya harus dipenuhi kedua-duanya”. 124 Apa yang dimaksud dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab tersebut, dalam UUPT baik dari pasal-pasalnya maupun penjelasannya tidak memberikan jabaran lebih jauh mengenai maksud atau kandungan dari konsep itikad baik dan penuh tanggung jawab itu. Namun di negara-negara yang menganut common law system acuan yang digunakan adalah standard of care atau standar kehati-hatian.
123 124
Sutan Remy Sjahdeini, 2002, Hukum Kepailitan, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, hal. 425 Ibid
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
“Apabila direksi telah bersikap dan bertindak melanggar standard of care, maka direksi tersebut dianggap telah melanggar duty of care-nya”. 125 Direksi sebagai organ kepercayaan perseroan diharapkan dapat menjalankan Perseroan hingga memberikan keuntungan bagi Perseroan. Direksi diberikan fleksibilitas dalam bertindak untuk melaksankan fungsi kegiatan manajemen, dengan mengambil resiko dan peluang di masa depan. 126 Beberapa prinsip hukum yang terbit dari adanya duty of care dari direksi adalah sebagai berikut:
a. Agar terpenuhinya unsur duty of care, maka terhadap direksi berlaku standar kepedulian (standard of care) sebagai berikut: a) Selalu beritikad baik. Contoh dari perbuatan-perbuatan yang tidak dilandasi dengan itikad baik itu adalah : 1. Perseroan memberi barang atau properti dari pihak lain dengan harga yang lebih tinggi dari harga yang wajar, atau 2. Perseroan menjual harta kekayaan perseroan kepada pihak lain dengan harga yang jauh lebih rendah dari harga wajarnya. Sedangkan direksi memeproleh keuntungan pribadi dari transaksi itu, atau 3. Apabila direksi dari suatu lembaga kredit, seperti misalnya bank atau perusahaan pembiayaan (multi finance company), telah memberikan kredit kepada pihak lain dengan tidak melakukan analisis yang baik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dimana sekalipun permohonan kredit itu sebenarnya tidak layak (fesible), tetapi direksi bank atau perusahaan pembiayaan tersebut memutuskan untuk memebrikan kredit yang dimohon oleh 125 126
Ibid, h. 426-427 Philip Lipton and Abraham Herzberg, Op. cit., h. 331.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
b.
c.
d.
e.
f.
nasabah dan ternyata kemudian kredit menjadi macet yang sangat merugikan bank atau lembaga pembiayaan itu. 4. Seorang anggota direksi atau para anggota direksi dapat pula memperoleh manfaat pribadi dari jabatannya apabila mereka memanfaatkan kesempatan transaksi yang seyogianya dilakukan dengan dan untuk kepentingan perseroan yang dipimpinnya, tetapi transaksi itu disalurkan kepada perseroan lain dimana anggota direksi yang bersangkutan mempunyai kepentingan. b) Tugas-tugas dilakukan dengan kepeduliannya seperti yang dilakukan oleh orang biasa yang berhati-hati (ordinarily prudent person) dalam posisi dan situasi yang sama, atau seperti yang dilakukan oleh orang tersebut untuk kepentingan bisnis pribadinya. c) Tugas-tugas dilakukan dengan cara yang dipercayanya secara logis (reasonably believe) merupakan kepentingan yang terbaik (best interest) dari perseroan. Secara hukum, seorang direktur perseroan tidak akan bertanggung jawab semata-mata atas salah dalam mengambil keputusan (mere errors of judgement). Bahkan, asalkan dia beritikad baik dan cukup berhati-hati, keputusan yang salah tidak dapat dibebankan kepada direksi, sungguhpun kesalahan tersebut akibat kurang pengalaman atau kurang komprehensif dalam mengambil keputusan. Dengan demikian, suatu honest mistake yang dilakukan oleh direksi masih dapat ditoleransi oleh hukum. Bahkan, hakim tidak diperkenankan untuk melakukan penilaian bisnis yang berbentuk second guess terhadap keputusan direksi. Hal ini sesuai pula dengan prinsip-prinsip hukum yang terdapat dalam "teori keputusan bisnis" (business judgement rule). Secara hukum, seorang direktur tidak diharapkan tingkat keahlian (degree of skill) kecuali hanya setingkat yang dapat diharapkan secara wajar dari orang yang sama pengetahuan dan sama pengalaman dengannya, atau yang dalam bahasa hukum populer dengan istilah degree of skill that may reasonably be expected from a person of his knowledge and experience. Terhadap tugas-tugas direksi yang dapat didelegasikan kepada bawahannya, maka berlaku asumsi hukum bahwa pihak bawahan telah melakukan tugasnya secara jujur (kecuali ada kecurigaan sebaliknya). Direksi akan bertanggung jawab secara hukum manakala dia gagal dalam mengarahkan (failure to direct) bawahannya dan jalannya perusahaan. Direksi akan bertanggung jawab secara hukum manakala dia mengetahui, membantu atau ikut melakukan tindakan yang ber-
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
tentangan dengan hukum, sungguhpun hal tersebut semata-mata untuk kepentingan perseroan yang dipimpinnya. 127
Dalam teori ilmu hukum perseroan, prinsip kepedulian (due care) dari direksi terhadap perseroan memiliki 2 (dua) persyaratan sebagai berikut: a) Syarat prosedural Syarat prosedural yang dipersyaratkan oleh hukum kepada direksi dari suatu perseroan adalah bahwa seorang direksi haruslah selalu menaruh perhatian dengan sungguh-sungguh kepada jalannya perseroan. Di samping itu, dia juga harus selalu mendapatkan informasi yang lengkap (well informed) terhadap perseroannya. b) Syarat substantif Syarat substantif yang terbit dari prinsip kepedulian (due care) terhadap seorang direktur perusahaan adalah bahwa dalam mengambil keputusan perseroan, pihak direktur haruslah dilakukannya berdasarkan pertimbangan yang rasional. Akan tetapi, standar rasional tersebut tidak berarti bahwa direksi harus mengambil keputusan yang benar-benar optimal. Yang dibutuhkan bahwa munculnya (appearance) dari keputusan tersebut terlihat sebagai respon yang wajar terhadap situasi yang ada, yang oleh hukum dilarang adalah manakala pihak direksi bertindak begitu sangat tidak bijaksana, sangat tidak rasional, dan di luar diskresi direksi yang dibenarkan oleh hukum. 128
Keahlian yang diharapkan dari Direksi dapat dilihat dari pendapat Neville J. dalam re Brazillian Rubber Plantation & Estates Ltd (911) 1 Ch. 425 sebagai “reasonable care to be measured by the care an ordinary man might be expected to take in the circumstances on his own behalf”.
129
Selanjutnya dikatakan juga bahwa:
130
127
Munir Fuady, II, Op cit, h. 50-51 Ibid, h. 49-50 129 Sutan Remy Sjahdeini, Op cit, h. 332. 130 Ibid. 128
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
“whether of not the directors exceede the powers entrusted to them or whether if they did not so exceed their powers they were cognizant of circumstances of such a character, so plain, so manifest, and so simple of appreciation, that no man with any ordinary degree of prudence, acting on their own behalf, would have entered into such a transaction as they entered into ?”.
Tidak semua orang diharapkan dan dihadapkan pada keadaan untuk memiliki suatu standar keahlian yang sama antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam beberapa hal, seorang diangkat sebagai anggota Direksi karena keahliannya dalam bidang tertentu. Misalnya seorang akuntan diangkat sebagai anggota Direksi karena keahliannya dalam bidang akuntansi atau keuangan. Dalam hal ini, standar yang diharapkan dari anggota Direksi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan anggota Direksi lainnya, yang tidak memiliki kemampuan dan keahlian yang sama. Dalam hal demikian maka anggota Direksi tersebut patut diharapkan dapat bertindak dan melakukan perbuatan yang dapat menghasilkan keuntungan bagi perseroan dari keahliannya tersebut. 131 Dalam beberapa kejadian, seorang anggota Direksi dapat dianggap telah melanggar duty of care, jika dalam menghadapi suatu persoalan yang kompleks dan rumit, ia tidak mencari pendapat ahli untuk memberikan masukan dalam mengambil keputusan terhadap persoalan yang dihadapinya.
132
Hal ini adalah
konsekuensi logis dari prinsip duty of care tersebut. Direksi dianggap telah memenuhi kewajibannya menjalankan prinsip duty of care apabila telah memenuhi persyaratan sebagai berikut :
131 132
Ibid, h. 333. Ibid, h. 334.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
1) membuat keputusan bisnis yang tidak ada unsur kepentingan pribadi, berdasarkan informasi yang mereka percaya didasari oleh keadaan yang tepat, dan 2) secara rasional mempercayai bahwa keputusan bisnis tersebut dibuat untuk kepentingan terbaik bagi perusahaan. 133
Salah satu tolok ukur memutuskan apakah suatu kerugian disebabkan oleh keputusan bisnis (business judgement) tidak tepat sehingga dapat menghindar dari pelanggaran prinsip duty of care adalah: 134 1) Memiliki informasi tentang masalah yang akan diputuskan dan percaya bahwa informasi tersebut benar; 2) Tidak memiliki kepentingan dengan keputusan dan memutuskan dengan itikad baik; 3) Memiliki dasar rasional untuk mempercayai bahwa keputusan yang diambil adalah yang terbaik bagi perusahaan.
Di negara Amerika Serikat yang menganut common of law system acuan yang dipakai adalah standar of care atau “standar kehati-hatian”. Apabila Direksi telah bersikap dan bertindak melanggar standar of care, maka Direksi tersebut dianggap telah melanggar duty of carenya. Sebagai contoh dari “standar kehati-hatian” itu antara lain sebagai berikut : 135 1) Anggota Direksi tidak boleh melakukan kegiatan-kegiatan atas beban biaya perseroan, apabila tidak memberikan sama sekali, atau memberikan 133
Heidi Mandanis Schooner, “Fiduciary Duties” Demanding Cousin: Bank Director Liability for Unsafe or Unsound Banking Practices, “George Washington Law Review”, (Januari 1995), h. 180. 134 Detlev F. Vagts, Basic Corporation Law Materials-cases Text, (New York: Th Foundation Press, Inc. 1989), h. 212. 135 Sutan Remy Syahdeni, Op. Cit., h. 427.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
2)
3)
4)
5)
sangat kecil manfaat kepada Perseroan dibandingkan dengan manfaat pribadi yang diperoleh oleh anggota Direksi yang bersangkutan. Namun demikian, hal ini dapat dikecualikan, apabila dilakukan atas beban biaya representasi jabatan dari anggota Direksi yang bersangkutan berdasarkan keputusan RUPS. Anggota Direksi tidak boleh menjadi pesaing bagi perseroan yang dipimpinnya, misalnya dengan mengambil sendiri kesempatan bisnis yang seyogyanya disalurkan kepada dan dilakukan oleh perseroan yang dipimpinnya tetapi kesempatan bisnis itu disalurkan kepada perseroan lain yang di dalamnya terdapat kepentingan pribadi anggota Direksi itu. Anggota Direksi harus menolak untuk mengambil keputusan mengenai sesuatu hal yang diketahuinya atau sepatutnya diketahui akan dapat mengakibatkan Perseroan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku sebagai Perseroan terancam dikenai sanksi oleh otoritas yang berwenang, misalnya dicabut izin usahanya, atau digugat oleh pihak lain. Anggota Direksi dengan sengaja atau karena kelalaiannya telah melakukan atau telah tidak cukup melakukan upaya atau tindakan yang perlu diambil untuk mencegah timbulnya kerugian bagi Perseroan. Anggota Direksi dengan sengaja atau karena kelalaiannya telah melakukan atau telah tidak cukup melakukan upaya atau tindakan yang perlu diambil untuk meningkatkan keuntungan Perseroan.
Dalam sistem hukum civil law, tanggung jawab tidak terlalu didasarkan pada standard of care tertentu, tetapi semata-mata didasari atas hubungan pemberian kuasa, yakni seberapa jauh kekuasaan diberikan oleh anggaran dasarnya. Dapat dikatakan juga, jika dalam common of law system basis tanggung jawabnya merupakan “kaedah hukum” sedangkan menurut sistem hukum civil law basisnya adalah “perjanjian” diantara pihak. Hanya saja terdapat restriksi tertentu terhadap “kebebasan” dalam melakukan perjanjian tersebut terhubung dengan adanya ketentuan hukum perseroan dalam UUPT No. 40 Tahun 2007. 136
136
Munir Fuady I, Op. Cit., h. 68.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Di Amerika Serikat standar bagi Direksi yaitu melakukan “duty of care” terhadap perusahaan dapat dilihat klarifikasinya misalnya dalam RMBCA di mana tugas-tugas Direksi harus dilakukan: 137 1) dengan itikad baik 2) dengan kehati-hatian dengan mana manusia biasa yang berhati-hati (ordinarily prudent person) pada posisi yang sama akan melakukannya pada situasi yang sama. 3) dengan cara-cara yang diyakininya merupakan kepentingan terbaik (best interest) bagi perusahaan. Hukum civil law yang pada prinsipnya tidak terlalu menonjolkan standar tertentu, tetapi lebih mendasarinya pada perjanjian pemberian kuasa di antara para pihak, yang tercermin dalam Anggaran Dasar perusahaan. Karena itu seorang Direksi haruslah melakukan tugasnya sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasarnya. Apabila dia melakukan tindakan di luar dan atau tidak sesuai dengan batas kewenangan yang diberikan kepadanya oleh Anggaran Dasar, maka dia pribadi akan bertanggung jawab secara hukum bukan perusahaan sebagai pemberi kuasa. Karena sebagai penerima kuasa Direksi tidak boleh bertindak melampaui batas kuasanya (Pasal 1797 KUH Perdata). Direksi juga dalam hal ini tidak boleh melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum, terlepas apakah hal tersebut dengan tegas atau tidak dalam Anggaran Dasar perusahaan. Jelaslah dalam hukum civil law jika Direksi melanggar salah satu aturan hukum atau Anggaran Dsarnya, pada umumnya Direksi langsung bertanggung jawab secara hukum, tanpa terlalu mempertimbangkan standar tentang kadar kesalahannya.
137
Lihat The Revised Model business Corporation Act Section 8 (3c).
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Sebagaimana telah dikemukakan di dalam Pasal 98 ayat (1) UUPT, Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Sejalan dengan ketentuan Pasal 98 ayat (1) UUPT, oleh Pasal 92 ayat (1) UUPT ditentukan bahwa setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. Berdasarkan ketentuan Pasal 98 ayat (1) jo. Pasal 92 ayat (1) UUPT, terdapat 2 (dua) unsur pokok yang harus diperhatikan oleh Direksi Perseroan dalam menjalankan tugas kepengurusan perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1) UUPT yaitu melakukan kepengurusan perseroan, dan Pasal 98 ayat (1) UUPT, yaitu mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Unsurunsur tersebut adalah : a.
itikad baik (good faith) dan penuh tanggung jawab.
b.
kepentingan dan tujuan atau usaha perseroan (proper purpose).
Kedua unsur tersebut harus dipenuhi oleh seorang Direksi kumulatif dalam menjalankan tugas kepengurusan perseroan.
3. Ultra Vires Istilah ultra vires diterapkan dalam arti luas, yakni termasuk tidak hanya kegiatan yang dilarang oleh anggaran dasarnya, tetapi termasuk juga tindakan yang tidak dilarang, tetapi melampaui kewenangan yang diberikan. Utra vires
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
juga tidak hanya diterapkan jika perseroan melakukan tindakan yang sebenarnya bukan kewenangannya, melainkan juga terhadap tindakan yang ia berwenang tetapi dilaksanakan secara tidak teratur (irregular). Bahkan lebih jauh lagi suatu tindakan digolongkan sebagai suatu ultra vires bukan hanya jika tindakannya itu melampaui kewenangannya yang tersura maupun tersirat (dalam anggaran dasar), tetapi juga tindakannya itu bertentangan dengan peraturan yang berlaku atau bertentangan dengan ketertiban umum. 138 Pada umumnya suatu perbuatan dikatakan ultra vires apabila dilakukan tanpa wewenang (authority) untuk melakukan perbuatan tersebut. Bagi perseroan perbuatan tersebut adalah ultra vires bila dilakukan di luar/melampaui wewenang Direksi atau perseroan sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar dan hukum perusahaan. Suatu kontrak yang dibuat oleh perseroan dan melampaui batas wewenangnya adalah tidak sah (unlawful). 139 Mengenai ultra vires ini I.G. Rai Widjaya menyatakan: "Disebut ultra vires apabila tindakan yang dilakukan berada di luar kapasitas (capaciy) perusahaan, yang dinyatakan dalam maksud dan tujuan perusahaan yang tercantum dalam anggaran dasar”. 140 Sedangkan Gunawan Widjaya mengatakan bahwa :
138
Munir Fuady, II, Op cit, h. 110-111 Chatamarrasjid Ais, Op cit, h.40 140 I. G. Rai Widjaya, II, Op cit, h. 227 139
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Perbuatan ultra vires pada prinsipnya adalah perbuatan yang batal demi hukum dan oleh karena itu tidak mengikat perseroan. Dalam hal ini ada dua hal yang berhubungan dengan tindakan ultra vires perseroan, yaitu : 141 1. tindakan yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta anggaran dasar perseroan adalah tindakan yang berada di luar maksud dan tujuan perseroan. 2. tindakan dari direksi perseroan di luar kewenangan yang diberikan kepadanya berdasarkan ketentuan yang berlaku, termasuk anggaran dasar perseroan.
Menurut Tri Widiono “Prinsip-prinsip ultra vires ini sangat penting untuk dapat mengukur suatu perbuatan hukum para pengurus perseroan, apakah perbuatannya sesuai dengan kewenangan bertindak sebagaimana diatur dalam anggaran dasar atau tidak”. 142 Jika perbuatan tersebut melampaui kewenangan yang diberikan oleh anggaran dasar, maka pengurus perseroan tersebut harus bertanggung jawab sampai harta pribadinya dan bertanggung jawab pada dirinya sendiri, baik pidana maupun perdata. Sampai seberapa jauh suatu perbuatan dapat dikatakan telah menyimpang dari maksud dan tujuan perseroan sehingga dapat dikategorikan sebagai perbuatan ultra vires, harus dapat dilihat dari kebiasaan atau kelaziman yang terjadi dalam praktik dunia usaha.
4. Business Judgement Rule 141 142
Gunawan Widjaja, Op Cit, h. 22 Try Widiono, Op Cit, h. 44
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Selain doktrin duty of care, di Amerika Serikat juga dianut doktrin lain yang disebut Business Judgement Rule. Berdasarkan prinsip fiduciafy duty, maka sebagai organ perseroan yang menjalankan kegiatan usaha sebagaimana maksud dan tujuan perseroan, direksi tentu dihadapkan kepada risiko bisnis. Risiko itu terkadang berada di luar kemampuan maksimal direksi. Oleh karena itu, “untuk melindungi ketidakmampuan yang disebabkan oleh adanya keterbatasan manusia, maka direksi dilindungi oleh doctrine business judgements rule”. 143 Menurut Gunawan Widjaya, “Konsep Business Judgment Rule mencegah pengadilan-pengadilan mempertanyakan pengambilan keputusan usaha oleh direksi yang diambil dengan iktikad baik tanpa kepentingan pribadi dan keyakinan yang dapat dipertanggungjawabkan bahwa mereka telah mengambil suatu keputusan yang menguntungkan perseroan”. 144 Berlakunya doktrin ini telah memberikan kelegaan, karena duty of care telah menimbulkan kekhawatiran yang mendalam para anggota Direksi perseroan di Amerika Serikat. 145 Doktrin putusan bisnis (business judgement rule) ini merupakan suatu doktrin yang mengajarkan bahwa suatu putusan direksi mengenai aktifitas perseroan tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun, meskipun putusan tersebut
143
Ibid, hal. 46 Gunawan Widjaja, Op Cit, hal. 37 145 Sutan Remi Syahdeni, Op. Cit., h. 129. 144
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
kemudian ternyata salah atau merugikan perseroan, sepanjang putusan tersebut memenuhi syarat sebagai berikut: 146 a. b. c. d. e.
Putusan sesuai hukum yang berlaku; Dilakukan dengan itikad baik; Dilakukan dengan tujuan yang benar (proper purpose); Putusan tersebut mempunyai dasar-dasar yang rasional (rational basis); Dilakukan dengan kehati-hatian (due care) seperti dilakukan oleh orang yang cukup hati-hati pada posisi yang serupa; f. Dilakukan dengan cara yang secara layak dipercayainya (reasonable belief) sebagai yang terbaik (best interest) bagi perseroan.
Dengan demikian, berbeda (tetapi tidak bertentangan) dengan doktrin-doktrin lain yang lebih memberatkan direksi, seperti doktrin fiduciary duty, due care, skill and prudence, gugatan derivatif, piercing the corporate veil, ultra vires dan sebagainya. Dengan demikian doktrin bussiness judgement rule ini lebih memihak kepada direksi, tetapi masih dalam koridor hukum perseroan yang umum bahwa pengadilan dapat melakukan penilaian (scrutiny) terhadap setiap putusan dari direksi, termasuk putusan bisnis yang sudah disetujui oleh rapat umum pemegang saham, sepanjang untuk memutuskan apakah putusan tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku atau tidak. Konsep Business Judgement Rule, yang berasal dari Amerika ini, mencegah pengadilan-pengadilan di Amerika untuk mempertanyakan pengambilan keputusan usaha oleh Direksi, yang diambil dengan itikad baik, tanpa kepentingan pribadi, dan
146
Munir Fuady, IV, Doktrin-doktrin Modern Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002), h. 198
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
keyakinan yang dapat dipertanggung jawabkan bahwa mereka telah mengambil suatu keputusan yang menguntungkan Perseroan. 147 Dalam Black’s Law Dictionary, business judgement rule adalah “rule immunizes management from liability in corporate transaction under taken within power of corporation and authority of management where there is reasonable basis to indicate that transaction was made with due care and in good faith”. 148 Jadi business judgement rule secara tradisional, juga dikonsep untuk melindungi kepentingan anggota Direksi dari pertanggung jawaban diambilnya keputusan usaha tertentu yang mengakibatkan kerugian bagi Perseroan.
149
Selanjutnya oleh Salomon dikutip pertimbangan Pengadilan dalam perkara Gries Sports Enterprises, Inc. v. Cleveland Browns Football Co., Inc. 469 NE 2nd 959 (Ohio 1986), dimana : 150 “The business judgement rule is a principle of corporate governance that has been part of the common law for at least one hundred five years. It has traditionally operated as a shield to protect directors from liability from liability for their decisions. If the directors are entitled for the protection of the rule then the court should not interfere with or second-guess their decisions. If the directors are not entitled to the protections of the rule, then the court scrutinize the decisions as to its intrinsic fairness to the corporation and the corporation’s minority stakeholders. The rule is reputable presumption that directors are better equipped than the court to make business judgement and that the directors acted without self-dealing or personal interest and exercised reasonable diligence and acted with good faith. A party challenging a board of directors decision bears the burden of 147
Lipton and Herzberg, Op. Cit., h. 336. Black’s Law dictionary 6th ed, h. 200. 149 Lewis D. Salomom, Donald E. Schwartz, Jeffry D. Bauman, And Elliot J. Weiss., Corporation Law and Policy Materials and Problems, 4 th ed, St. Paul, ((Minn: West Group, 1998), h. 685. 150 Ibid, h. 685-686. 148
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
rebutting the presumption that the decision was a proper exercise of the business judgement of the board”. Oleh Salomon selanjutnya juga dikatakan bahwa Delaware Supreme Court menyatakan bahwa business judgement rule melibatkan dua hal, yaitu proses dan substansi. Sebagai proses, Business Judgement Rule melibatkan formalitas pengambilan keputusan dalam Perseroan. Sedangkan sebagai substansi, Business Judgement Rule menjawab pertanyaan “whether the complaints state a claim of waste of assets, i.e. what the corporation has received is so inadequate in value that no person of ordinary, sound business judgement would deem it worth that which the corporation has paid”. 151 Kriteria untuk mengukur tanggung jawab setiap Direksi adalah Business Judgement Rule, artinya seorang Direksi tidak bertanggung jawab jika dia melaksanakan tugasnya dengan memperhatikan prinsip-prinsip “due care”, “good faith”, dan mempunyai “rational basis” terhadap keputusan-keputusan bisnis. Diberlakukannya doktrin ini karena diantara semua pihak dalam perseroan, sesuai dengan kedudukannya selaku Direksi, maka pihak Direksilah yang paling berwenang dan paling profesional untuk memutuskan apa yang terbaik dilakukan untuk perseroannya, sementara jika putusan bisnis dari Direksi terjadi kerugian bagi perseroan, sampai batas-batas tertentu masih dapat ditoleransi mengingat tidak semua bisnis mendapat untung. Dengan perkataan lain, perseroan harus juga menanggung
151
Ibid, h. 686.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
resiko bisnis, termasuk resiko kerugian. 152 Karena itu, Direksi tidak dapat diminta tanggung jawabnya hanya karena alasan dalam memutuskan (mere error judgement) atau hanya karena alasan kerugian perseroan. Direksi tidak dapat dimintakan tanggung jawabnya hanya karena adanya tindakan yang termasuk ke dalam kategori miscalculation atau mismanagement. 153 Business Judgement Rule merupakan pertimbangan bisnis (business judgement) para anggota Direksi tidak dapat ditantang (diganggu gugat) atau ditolak oleh pengadilan atau oleh pemegang saham. Para anggota Direksi tidak dapat dibebani tanggung jawab atas akibat-akibat yang timbul karena diambilnya suatu pertimbangan bisnis (business judgement) oleh anggota Direksi yang bersangkutan, sekalipun apabila pertimbangan itu keliru, kecuali dalam hal-hal tertentu. Business judgement rule adalah “a presumption that in making a business decision, the directors of corporation acted on an informed basis in good faith and in a honest belief that the action was taken in the best interest of the company”. 154 Selanjutnya dikatakan bahwa bentuk perbuatan-perbuatan dan pertimbangan bisnis apa saja yang tidak dilindungi oleh business judgement rule sangat penting diketahui oleh masyarakat dan hakim. Apabila kita mempelajari putusan-putusan pengadilan Amerika Serikat, maka dapat diketahui, ternyata pengadilan-pengadilan
152
Munir Fuady,I, Op. Cit, h. 198. Ibid, h. 199. 154 Sutan Remy Sjahdeni, “Tanggung Jawab Pribadi Direksi dan Komisaris” dalam Jurnal Hukum Bisnis, Volume 14, Juli 2001, h. 101. 153
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
itu tidak seragam dalam merumuskan pengecualian-pengecualian dari business judgement rule tersebut. Beberapa pengadilan berpendapat bahwa pertimbangan (judgement) seseorang anggota Direksi tidak dapat diganggu gugat kecuali apabila pertimbangan (judgement) tersebut didasarkan atas suatu kecurangan (fraud), atau menimbulkan benturan kepentingan (conflict of interest), atau merupakan perbuatan yang melanggar hukum (illegality). Sementara itu, beberapa pengadilan yang lain berpendapat bahwa, seorang Direktur yang dalam mengambil pertimbangan telah menimbulkan kerugian bagi perseroan, tidak dilindungi oleh business judgement rule, jika kerugian tersebut adalah akibat kelalaian berat (gross neglicence) anggota Direksi yang bersangkutan. 155 Perlindungan business judgement rule dikatakan tidak berlaku bagi anggota Direksi Perseroan, jika dalam transaksi yang dilakukan oleh Direksi, diketahui bahwa Direksi tersebut telah berupaya untuk mengendapkan kepentingan pribadinya, atau telah terdorong untuk membuat syarat-syarat transaksi yang dilakukannya demi kepentingan pribadinya. Dengan demikian judgement yang diambilnya itu tidak dapat dikatakan sebagai “discretionary exercise of power on behalf of the corporation” yang merupakan tindakan yang mengandung kecurangan (fraud), dan benturan kepentingan (conflict of interest). Terhadap pelanggaran berlakunya business judgement rule, dalam hal terdapat perbuatan yang melanggar hukum (illegality exceptions), maka “shareholder’s 155
Ibid.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
derivative suits can be a useful supplement to the enforcement activities of public prosecutors and regulatory agencies”. 156 Dari penjelasan yang diberikan tersebut sepintas tampak bahwa doktrin business judgement rule menyisihkan kekuatan berlakunya doctrine of care, dimana praktis semua pengadilan di Amerika Serikat sepakat bahwa anggota Direksi tidak harus bertanggung jawab atas kerugian perseroan, apabila anggota Direksi dalam mengambil suatu pertimbangan (judgement) diketahui telah melakukannya dengan itikad baik. Namun kebanyakan pengadilan juga berpendapat bahwa tidak seharusnya para anggota Direksi itu bertindak sembrono (act negligently) atau melakukan kelalaian yang berat (act in a grossly negligently way). Bila halnya demikian, maka anggota Direksi yang bersangkutan harus bertanggung jawab atas kerugian perseroan yang telah ditimbulkannya. 157
156 157
Ibid. Ibid.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
BAB IV BENTUK PERTANGGUNGJAWABAN YANG DAPAT DIMINTAKAN OLEH PEMEGANG SAHAM MINORITAS TERHADAP DIREKTUR YANG TELAH MELAKUKAN KESALAHAN DALAM PENGELOLAAN PERSEROAN A. Perlindungan Pemegang Saham Minoritas Oleh Undang-Undang Secara teoritis seluruh kekuasaan dan wewenang suatu perseroan berada di tangan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan direksi yang menerima pendelegasian wewenang dari RUPS. Kedua organ perseroan ini mengambil keputusan berdasarkan suara terbanyak atau dengan prinsip mayoritas. “Prinsip demokratis berdasarkan mayoritas ini adalah siapa yang menguasai atau mengendalikan lebih dari setengah suara pemegang saham dalam RUPS”. 158 Dengan demikian juga menentukan direksi, memiliki kekuasaan yang nyata dalam mengendalikan perseroan. Mungkin juga jumlah saham yang dimiliki tidak sampai 50% (lima puluh persen), tetapi dapat mengendalikan RUPS, maka berarti ia menentukan keputusan-keputusan yang akan diambil oleh perseroan. Hal ini akan menimbulkan persoalan bagi pemegang saham minoritas, seandainya pemegang saham mayoritas melakukan penyalahgunaan kekuasaan yang dimilikinya karena mampu mengendalikan RUPS.
158
Chatamarrasjid Ais, II, Penerobosan Cadar Perseroan dan Soal-soal Aktual Hukum Perusahaan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004), h. 21
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Pada dasarnya, pemegang saham berhak mempertahankan haknya sehubungan dengan saham yang dimilikinya dengan cara menggugat segala tindakan perseroan yang merugikan kepentingannya dalam perseroan yang bersangkutan. Tindakan perseroan tersebut dapat berupa tindakan RUPS, Komisaris dan/atau Direksi. 159 Perlu diperhatikan bahwa perseroan didirikan dan dijalankan atas dasar Anggaran Dasar yang dibuat di antara para pemegang saham, sehingga segala hak dan kewajibannya pun harus dituangkan sejelas mungkin di dalam Anggaran Dasar tersebut, yang dapat dikatakan sebagai “perjanjian” diantara mereka. Oleh karena dianggap sebagai “perjanjian”, maka Anggaran Dasar harus tunduk pada UUPT, Undang-Undang dan peraturan lain yang terkait dengan hak dan kewajiban pemegang saham. 160 Salah satu efek dari struktur kepemilikan melalui saham adalah terciptanya struktur pemegang saham mayoritas dan minoritas. Pada dasarnya masing-masing mempunyai hak yang sama. Terutama terhadap hak suara, yaitu 1 (satu) saham adalah 1 (satu) suara. Ketentuan tambahan terhadap hak suara dapat diatur secara tegas-tegas sehubungan dengan klasifikasi saham. Dengan mekanisme pemilikan yang demikian, pemegang saham mayoritas menjadi pihak yang “diuntungkan” dengan sendirinya. Semakin banyak saham yang dimilikinya, maka makin dapat berkuasa ia dalam
159
Pasal 61 (1) UUPT http://hukumonline.com/klinik_detail.asp?id=1017, “Hukum Perusahaan Perlindungan Terhadap Pemegang Saham (adiva), dipublikasikan tanggal 2 Oktober 2007, diakses tangal tanggal 2 Oktober 2007 160
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
menentukan keputusan mengenai keberadaan dan jalannya suatu perseroan terbatas. 161 Salah satu ketentuan yang cukup penting adalah dengan pemberian hak kepada pemegang saham minoritas yang mewakili sekurang-kurangnya 1/10 (satu per sepuluh) saham perseroan yang telah dikeluarkan untuk melakukan tindakan-tindakan berikut: 162 1. meminta diselenggarakannya RUPS; 163 2. meminta diadakannya pemeriksaan terhadap perseroan, dalam hal terdapat dugaan bahwa perseroan, anggota direksi atau komisaris perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga; 164 3. memohonkan pembubaran perseroan; 165 4. mewakili perseroan untuk mengajukan gugatan terhadap anggota direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menerbitkan kerugian terhadap perseroan; 166 5. mewakili perseroan untuk mengajukan gugatan terhadap komisaris perseroan yang karena kesalahan atau kelalaiannya menerbitkan kerugian terhadap perseroan; 167 Dan kepada setiap pemegang saham untuk:
161
Ibid Gunawan Widjaya, Op cit, h. 79-80 163 Pasal 79 ayat (2) UUPT 164 Pasal 138 ayat (3) UUPT 165 Pasal 144 ayat (1) UUPT 166 Pasal 97 ayat (6) UUPT 167 Pasal 114 ayat (6) UUPT 162
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
6. mengajukan gugatan terhadap perseroan bila mereka dirugikan karena tindakan perseroan yang tidak adil dan tanpa alasan yang wajar, sebagai akibat keputusan RUPS, direksi atau komisaris perseroan; 168 7. meminta kepada perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar bila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan perseroan yang merugikan pemegang saham atau perseroan yang berupa: a. perubahan anggaran dasar; b. penjualan, penjaminan, pertukaran sebagian besar atau seluruh kekayaan perseroan; c. penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan perseroan. 169 Dari ketentuan pasal-pasal diatas, dapat dilihat bahwa pemegang saham minoritas memperoleh perlindungan, baik kepentingan pribadi pemegang saham maupun kepentingan pemegang saham sebagai bagian dari perseroan, terhadap perbuatan/tindakan yang dilakukan oleh organ perseroan. Perlindungan ini didasarkan pada hak perseorangan (personal rights) dan kepentingannya sebagai bagian dari perseroan (hak derivatif). Walaupun
undang-undang
telah
memberikan
perlindungan
kepada
pemegang saham berdasarkan hak perseorangan dan hak derivatif, akan tetapi tidaklah mudah di dalam praktek, untuk meminta pertanggungjawaban dari organ perseroan, baik langsung pada diri organ tersebut maupun perseroan. Kesukaran
168 169
Pasal 61 ayat (1) UUPT Pasal 62 ayat (1) UUPT
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
ini terutama disebabkan semua data perseroan berada di tangan organ perusahaan dan biasanya mereka enggan mengungkapkannya, baik karena prinsip kerahasiaan untuk kepentingan perseroan ataupun pribadi organ tersebut, maupun karena prinsip fiduciary duty, di mana mereka harus bertindak sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Adalah suatu kenyataan bahwa pemegang saham minoritas yang hanya memiliki sedikit saham itu tidak mengendalikan manajemen perseroan dan juga tidak menentukan Direksi perseroan. Sebagaimana pengertian pemegang saham minoritas dalam Black Law Dictionary yang menyatakan bahwa: Minority stockholder. Those stockholders of a corporation who hold so few shares in relation to the total outstanding that they are unable to control the management of the corporation or to elect directors. Pemegang saham minoritas pada umumnya tidak dapat mempergunakan mekanisme RUPS dalam mempertahankan hak-haknya. Hal ini terutama disebabkan sering kali pemegang saham mayoritas identik dengan direksi, baik secara fisik maupun kepentingannya. Jadi, tidaklah mudah bagi pemegang saham minoritas untuk memenangkan tuntutannya melalui mekanisme RUPS. 170 1. Hak Perorangan Pemegang saham selaku subjek hukum mempunyai hak perseorangan (personal right) yang dapat dipertahankan serta dapat menuntut pelaksanaan
170
Chatammarsjid Ais, Op cit, h. 26
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
haknya. 171 Hak perseorangan merupakan hak yang lahir dari perikatan. Hak yang dilahirkan dari perikatan adalah hak untuk memperoleh suatu penunaian prestasi dari seseorang. Sebaliknya hak kebendaan memberikan kekuasaan langsung atas suatu barang atau ditujukan kepada suatu barang. Pada hak perseorangan terdapat suatu hubungan antara seseorang dan orang lain, pada hak kebendaan mewujudkan suatu hubungan antara seseorang dengan barang. Ada kemungkinan pada suatu hak perseorangan suatu barang berperan. Walau demikian, barang tersebut bukan merupakan obyek langsung dari hak, melainkan merupakan penunaian prestasi dari orang terhadap siapa hak itu ditujukan. Hak perseorangan adalah hak yang dimiliki oleh pemegang saham (minoritas) untuk menuntut perseroan apabila pemegang saham tersebut dirugikan akibat tindakan/perbuatan perseroan. Dengan demikian, pemegang saham minoritas dapat bertindak atas namanya sendiri untuk membela kepentingannya bila ada tindakan perseroan yang merugikan pemegang saham tersebut. 172 Pemegang saham memiliki hak kebendaan, jelas terlihat dalam ketentuan Pasal 52 ayat (1) UU
Perseroan Terbatas yang menentukan bahwa “Saham
memberikan hak kepada pemiliknya untuk: a.
Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS;
b.
Menerima pembayaran deviden dan sisa kekayaan hasil likuidasi;
c.
Menjalankan hak lainnya berdasarkan UUPT.
171 172
I. G. Rai Widjaya, I, Op cit, h. 44 Chatamarrasjid Ais, II, Op cit, h. 27
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Dalam
hal
keputusan
perseroan
merugikan
pemegang
saham,
ada
kemungkinan hal tersebut merugikan perseroan secara keseluruhan, tetapi juga mungkin merugikan pribadi pemegang saham tertentu dan yang terakhir ini dapat pula menggugat perseroan untuk kepentingan pribadinya. Dengan demikian seorang pemegang saham dapat menuntut atas dirinya sendiri dan atau beserta pemegang saham lain, kecuali pemegang saham yang dituntut atau digugat. Dalam Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2) UU Perseroan Terbatas disebutkan bahwa “Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan melalui Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan”. Gugatan terhadap perseroan diajukan apabila yang bersangkutan dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil (unfair) dan tanpa alasan yang wajar, sebagai akibat keputusan RUPS, direksi atau komisaris. “Gugatan yang diajukan pada dasarnya dimaksudkan untuk memohon agar perseroan menghentikan tindakan yang merugikan dan mengambil langkah-langkah baik untuk mengatasi akibat yang sudah timbul maupun untuk mencegah tindakan serupa di kemudian hari. 173 Sesuai ketentuan Pasal 97 ayat (2) UU Perseroan Terbatas, direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan (fiduciary duty). Akan tetapi dalam praktek mungkin saja seorang anggota Direksi melakukan perbuatan/tindakan yang merugikan perseroan dan atau pemegang saham. Bila yang dirugikan adalah kelompok pemegang 173
I. G. Rai Widjaya, I, Op cit, h. 44, lihat juga Rachmadi Usman, Op cit, h. 122
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
saham
mayoritas,
kelompok
ini
dengan
mudah
dapat
meminta
pertanggungjawaban Direksi atau memberhentikannya melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) (bila pemegang saham mayoritas dapat memenuhi kuorum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)). Sebaliknya, tanpa dukungan pemegang saham mayoritas, maka pemegang saham minoritas tidak dapat meminta pertanggungjawaban Direksi melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Pada prinsipnya pada saat perseroan terbatas disahkan menjadi badan hukum, pada saat itu pula perseroan terbatas telah sempurna menjadi subjek hukum tersendiri yang terlepas dari pemegang sahamnya. Selanjutnya hubungan antara pemegang saham dan perseroan terbatas lebih didasarkan pada hubungan perikatan yang bersumber pada hak dan kewajiban yang diatur dalam UU Perseroan Terbatas dan yang diperjanjikan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar. Di sini terlihat bahwa kepemilikan atas saham juga memberikan hak perseorangan kepada pemegang saham, artinya pemegang saham dapat menuntut pelaksanaan haknya terhadap perseroan terbatas, dalam hal haknya sebagaimana dijamin dalam UU Perseroan Terbatas dan anggaran dasar dilanggar, sehingga menimbulkan kerugian sebagaimana disebutkan dalam Pasal 61 ayat (1) UU Perseroan Terbatas bersumber pada keputusan RUPS, atau keputusan direksi atau komisaris sebagai organ perseroan dianggap merugikan pemegang saham (minoritas) karena dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Di antara tindakan Direksi yang dapat merugikan pemegang saham minoritas adalah transaksi self dealing dan ajaran Corporate Opportunity. Transaksi self dealing mengandung unsur conflict of interest, yaitu antara kepentingan pribadi Direksi dan kepentingan perseroan. Transaksi antara pribadi Direksi dan perseroan, membuka kemungkinan (bila tidak fair), akan merugikan perseroan, dan dengan sendirinya merugikan pemegang saham. Ajaran Corporate Opportunity menyatakan bahwa Direksi atau organ perusahaan lainnya, tidak diperbolehkan mengambil kesempatan untuk memperoleh keuntungan untuk dirinya sendiri, jika kesempatan tersebut sebenarnya dapat diberikan kepada perseroan. Dalam hubungan antara induk perusahaan dan anak perusahaan ataupun sesama anak perusahaan, pemegang saham minoritas perlu dilindungi dari tindakan-tindakan pemegang saham mayoritas yang merugikan mereka, antara lain melalui transfer keuntungan yang diperoleh oleh 1 (satu) anak perusahaan ke anak perusahaan lainnya. umpamanya melalui: 174 a. Transaksi pembelian yang mahal atau penjualan yang murah antar anak perusahaan. b. Kegiatan yang menguntungkan pada 1 (satu) anak perusahaan dialihkan kepada anak perusahaan yang lain.
174
Ibid, h. 29-30
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
c. Dana dari suatu anak perusahaan digunakan untuk mengatasi krisis keuangan anak perusahaan yang lain yang mengalami kerugian karena kegiatan yang secara ekonomis tidak dapat dipertanggungjawabkan. Dewan Komisaris atau Komisaris juga dapat melakukan tindakan yang merugikan perseroan atau pemegang saham, yaitu bila dalam melakukan pengawasan atas kepengurusan Direksi, walau mengetahui bahwa perbuatan Direksi akan merugikan perseroan, tetap memberikan persetujuannya atau membiarkan perbuatan itu tetap berlangsung. 175 2. Hak Derivatif Dalam Pasal
97 ayat (6) jo Pasal 114 ayat (6) UU Perseroan Terbatas
memberi hak suara khusus kepada pemegang saham minoritas untuk melakukan tindakan-tindakan atau bertindak selaku wakil perseroan dalam memperjuangkan kepentingan perseroan terhadap tindakan perseroan yang merugikan sebagai akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh Direksi dan atau komisaris. Hak yang diberikan kepada pemegang saham tersebut disebut hak derivatif. 176 Dengan demikian, hak derivatif (derivative rights) merupakan hak secara eksklusif yang hanya diberikan kepada pemegang saham minoritas untuk menggugat perseroan terbatas dengan melakukan tindakan tertentu dalam rangka menjaga atau
175
Pasal 114 ayat (2) dan (5) UUPT I. G. Rai Widjaya, Op cit, h. 47, lihat juga Chatamarrasjid, Op cit, h. 31, Rachmadi Usman, Op cit, h. 125 176
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
mewakili kepentingan perseroan. 177 Hak derivatif ini diberikan kepada pemegang saham yang mewakili minimal 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah atau jumlah yang lebih kecil yang ditentukan dalam anggaran dasar perseroan yang bersangkutan. Adapun tindakan tertentu yang dimaksud meliputi: 178 a. Hak untuk meminta penyelenggaraan RUPS (Pasal 79 ayat (2) dan Pasal 80 ayat (1) UU Perseroan Terbatas); b. Hak untuk menggugat direksi atau komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan (Pasal 97 ayat (6) dan Pasal 114 ayat (6) UU Perseroan Terbatas); c. Hak untuk meminta dilakukan pemeriksaan terhadap perseroan (Pasal 138 ayat (3) huruf a UU Perseroan Terbatas); d. Hak untuk meminta dilakukan pembubaran perseroan kepada Pengadilan negeri yang berwenang (Pasal 146 ayat (1) huruf c UU Perseroan Terbatas).
B. Pertanggungjawaban Direksi Terhadap Pemegang Saham Minoritas Tugas dan pertanggungjawaban direksi kepada perseroan dan pemegang saham perseroan telah dimulai sejak perseroan memperoleh status badan hukum. Direksi dalam menjalankan pengurusan perseroan harus sesuai dengan maksud dan
177 178
Rachmadi Usman, Op cit, h. 125 Ibid, h. 126
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
tujuan perseroan. Dalam hal direksi terdiri dari 2 (dua) orang atau lebih, maka pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara anggota direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS. Apabila RUPS tidak menetapkan pembagian tugas dan wewenang masing-masing direksi maka pembagiannya ditetapkan berdasarkan keputusan direksi. 179 Seiring
dengan
pelaksanaan
kewajibannya,
direksi
wajib
menyelenggarakan dan memelihara : 1. Daftar pemegang saham perseroan, yang berisikan keterangan mengenai kepemilikan saham dalam perseroan oleh para pemegang saham; 2. Daftar khusus, yang memuat keterangan mengenai kepemilikan saham oleh direksi dan komisaris perseroan, beserta keluarganya atas setiap saham yang dimiliki oleh mereka dalam Perseroan maupun pada perseroan-perseroan terbatas lainnya; 3. Risalah Rapat Umum Pemegang Saham dan Risalah Rapat Direksi perseroan. 180
Sebagai suatu legal entity yang terpisah dari pemegang sahamnya, perseroan dalam melakukan fungsi hukumnya bukan bertindak sebagai kuasa dari para pemegang sahamnya, tetapi bertindak untuk dan atas namanya sendiri. ”Para pemegang saham bukan merupakan pihak dari perjanjian yang dibuat oleh perseroan dengan pihak lain. Oleh karena itu pemegang saham juga tidak berhak memaksa pihak lain untuk melaksanakan kewajibannya yang ditentukan dalam perjanjian itu”. 181
179
Pasal 92 ayat 5 UUPT Ahmad Yani dan Gunawan Widjaya, Op cit, h. 106 181 Rachmadi Usman, Op Cit, hal. 147-148 180
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Pada suatu badan hukum dikenal adanya keterbatasan tanggung jawab, yang artinya adalah ”setiap perbuatan hukum yang dilakukan oleh suatu badan hukum, hanya badan hukum sendiri yang bertanggungjawab. Para pemegang saham tidak bertanggungjawab kecuali sebatas saham yang dimasukkannya”. 182 Hal ini berarti harta kekayaan pribadi para pemegang saham tidak ikut dipertanggungajawabkan sebagai tanggungan perikatan yang dilakukan oleh badan hukum yang bersangkutan. Dengan demikian para pemegang saham tidak bertanggungjawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama badan hukum dan juga tidak bertanggungjawab atas kerugian badan hukum melebihi nilai saham yang telah dimasukkannya. Prinsip ini dinamakan dengan ”the doctrine of separate legal personality of a company atau the principle of the company’s separate legal personality, yang disingkat dengan doctrine of separate corporate personality”. 183 Menurut Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, tanggung jawab direksi dapat dibedakan dalam : 1) Tanggung jawab internal, yang meliputi tugas dan tanggung jawab direksi terhadap perseroan dan pemegang saham perseroan; dan 2) Tanggung jawab eksternal, yang berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab direksi kepada pihak ketiga yang berhubungan hukum langsung maupun tidak langsung dengan perseroan. 184
182
Rachmadi Usman, Op Cit, hal. 149 Ibid 184 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op cit, hal. 112 183
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Setiap kesalahan atau kelalaian anggota direksi dalam melaksanakan kewajibannya terhadap perseroan dan pemegang saham perseroan, memberikan hak kepada pemegang saham untuk: 1) Secara sendiri-sendiri atau bersama-sama, yang mewakili jumlah sepersepuluh pemegang saham perseroan melakukan gugatan untuk dan atas nama perseroan terhadap direksi perseroan, yang atas kesalahan dan kelalainnya telah menyebabkan kerugian pada perseroan (derivative action); 2) Secara sendiri-sendiri melakukan gugatan langsung untuk dan atas nama pribadi pemegang saham terhadap direksi perseroan atas setiap keputusan atau tindakan direksi perseroan yang merugikan pemegang saham. 185
Direksi bertanggungjawab secara pribadi tidak hanya terhadap tindakan yang dilakukan dalam kapasitasnya sebagai pribadi, tetapi juga dalam hal-hal tertentu, terhadap perbuatan yang dia lakukan dalam kedudukannya sebagai direktur perusahaan. Dalam kedudukannya sebagai direktur, dalam hal-hal tertentu, direksi bertanggungjawab tidak hanya atas tindakan yang dilakukannya sendiri, melainkan juga atas tindakan direktur lainnya, atau bahkan sampai batasbatas tertentu dia bertanggungjawab juga atas tindakan orang lain yang bukan direktur yang dilakukan untuk dan atas nama perseroan. 186
185 186
Gunawan Widjaja, Op cit, h. 70 Munir Fuady, II, Op cit, h. 73
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dan analisis pada Bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pengaturan tanggung jawab Direksi menurut UUPT masih bersifat sumir dan tidak diatur secara rinci. Hal ini terlihat dalam Pasal 97 ayat (2) yang mana UUPT tidak memberikan jabaran lebih jelas mengenai maksud dan kandungan dari konsep “itikad baik” dan “penuh tanggung jawab” baik di dalam pasal-pasalnya maupun penjelasannya. Ketentuan ini dalam Pasal 97 ayat (2) dan Pasal 101 ayat (2) hanya menyatakan kesalahan dan kelalaian, sedangkan konsepsi dari kesalahan yang disengaja atau gross negligence tidak diatur secara tegas dalam UUPT. 2. Kriteria untuk menentukan direktur telah melakukan kesalahan dalam pengelolaan perseroan yang merugikan pemegang saham minoritas dapat dilihat dari standar of care atau standar kehati-hatian. Standar tanggung jawab Direksi di Amerika Serikat yang menganut common law system berdasarkan standar of care atau standar kehati-hatian. Apabila Direksi telah bersikap dan bertindak melanggar standar of care maka Direksi telah melanggar duty of care-nya. Di Indonesia yang menganut civil law system tidak terlalu menonjolkan standar
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
tertentu, tetapi lebih mendasarinya pada perjanjian pemberian kuasa diantara para pihak yang tercermin dalam Anggaran Dasar perusahaan. Di samping itu, criteria untuk mengukur tanggung jawab setiap Direksi adalah business judgement rule, artinya seorang Direksi tidak bertanggung jawab jika dia melaksanakan tugasnya dengan memperhatikan prinsip-prinsip “due of care”, “good faith”, dan mempunyai “rational basis” terhadap keputusan-keputusan bisnis. 3. Bentuk pertanggungjawaban yang dapat dimintakan oleh pemegang saham minoritas terhadap direktur yang telah melakukan kesalahan dalam pengelolaan perseroan adalah : a. Secara
sendiri-sendiri
atau
bersama-sama,
yang
mewakili
jumlah
sepersepuluh pemegang saham perseroan melakukan gugatan untuk dan atas nama perseroan terhadap direksi perseroan, yang atas kesalahan dan kelalainnya telah menyebabkan kerugian pada perseroan (derivative action); b. Secara sendiri-sendiri melakukan gugatan langsung untuk dan atas nama pribadi pemegang saham terhadap direksi perseroan atas setiap keputusan atau tindakan direksi perseroan yang merugikan pemegang saham. B. Saran 1. Pengaturan tentang tanggung jawab Direksi dalam perseroan terbatas hendaknya mengatur secara rinci mengenai itikad baik dan asas tanggung jawab yang dimaksudkan dalam Pasal 97 ayat (6) UUPT. Rincian ini hendaknya ditentukan
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
dalam suatu Undang-Undang baru sebagai kelengkapan dari UUPT yaitu UndangUndang tentang Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas. 2. Perlunya dilakukan penyempurnaan terhadap ketentuan perseroan terbatas mengenai standar tertentu dari tanggung jawab Direksi, dengan demikian hendaknya memperhatikan nilai-nilai dan standar-standar dari negara lain khususnya Amerika Serikat yang menganut common law system sebagai pedoman atau acuan bagi setiap anggota Direksi perseroan dalam menjalankan tugasnya. 3. Perlu dilakukannya harmonisasi tentang tanggung jawab Direksi perseroan terbatas ini antara civil law system di Indonesia dengan common law system di Amerika Serikat sehingga dapat mempertajam aplikasi hukum dan dapat mengadopsi kaidah-kaidah hukum common law system di Amerika Serikat.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku Ais, Chatamarrasjid. I, Menyingkap Tabir Perseroan Piercing The Corporate Veil Kapita Selekta Hukum Perseroan. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000. Ais, Chatamarrasjid. II. Penerobosan Cadar Perseroan dan Soal-soal Aktual Hukum Perusahaan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004. Anderson, Ronald A. Business Law. Ohio, USA: South Western Publishing, 1983. Black, Henry Campbell. Black’s Law Dictionary, St. Paul, Minnesota, USA: West Publishing Co, 1968. Budiarto, Agus. Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002. Corley, Robert N. Principles of Business Law. New Jersey USA: Prentice-Hall, Inc, 1971. Fuady, Munir. I. Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002. Fuady, Munir. II. Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002. Fuady, Munir. III. Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Buku Ketiga. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002. Gie, Kwik Kian. Praktek Bisnis dan Orientasi Ekonomi Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Hax, Arnoldo C. and Majluf, Nicolas S. The Strategy Concept and Process-A Pragmatic Approach. Ney Jersey: Prentice Hall, 1991. Koentjaraningrat. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : PT. Gramedia, 1977.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Lipton, Philip and Herzberg, Abraham. Understanding Company Law. Brisbane: The Law Book Company Ltd., 1992. Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002. Nasution, Bismar. Keterbukaan Dalam Pasar Modal. Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Program Pasca Sarjana, 2001. Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka, 1983. Prasetya, Rudhi. Kedudukan mandiri Perseroan Terbatas. Bandung : Citra Aditya Bakti 1995. Purwosutjipto, HMN. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia. Jilid 2 Jakarta: Djambatan, 1991. Salomom, Lewis D., Schwartz, Donald E., Bauman,Jeffry D., and Weiss., Elliot J. Corporation Law and Policy Materials and Problems. 4 th ed. St. Paul, Minn: West Group, 1998. Sjahdeini, Sutan Remy. Hukum Kepailitan. Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 2002. Supra Notes 5, Haj Ford. Principle of Company Law, London, :Butterworth, 5th ed, 1990. Supramono, Gatot. Hukum Perseroan Terbatas Yang Baru. Jakarta : Djambatan, 1996. Usman, Rachmadi. Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas. Bandung: Alumni, 2004. Vagts, Detlev F. Basic Corporation Law Materials-cases Text. New York: Th Foundation Press, Inc. 1989. Widjaja, Gunawan. Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004. Widjaya, I G. Rai. I. Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas Khusus Pemahaman Atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1995. Jakarta : Kesaint Blanc, 2000. Widjaya,I.G. Rai. II. Hukum Perusahaan:, Berbagai Peraturan dan Pelaksanaan Undang-undang di Bidang Usaha. Jakarta: Megapoin, 2002.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Yani, Ahmad. dan Widjaya, Gunawan. Seri Hukum Bisnis : Perseroan Terbatas. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2000,
B. Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756
C. Jurnal/Makalah/Majalah Balfast, Hamud M. “Sedikit Tentang “Disclosure” Dan “Corporate Governance”. Jurnal Hukum Bisnis, Volume 22, Januari-Februari 2003 Business Law, “Direksi Perseroan”, No. 05/Th. 1 Desember 2002 Nasution, Bismar. Metode Penelitian Hukum Normatif Dan Perbandingan Hukum. Ddisampaikan pada Dialog Interaktif Penelitian Hukum Dan hasil Penulisan Hukum pada Majalah Akreditasi. Fakultas Hukum USU. 18 Februari 2003. Ruru, Bacelius. “Tantangan dan Peluang BEJ Dalam Era Perdagangan Bebas” Jurnal Hukum Bisnis. Volume 22. Januari-Februari 2003. Schooner, Heidi Mandanis. “Fiduciary Duties” Demanding Cousin: Bank Director Liability for Unsafe or Unsound Banking Practices, “George Washington Law Review”, Januari 1995. Sjahdeni, Sutan Remy. “Tanggung Jawab Pribadi Direksi dan Komisaris”. Jurnal Hukum Bisnis. Volume 14. Juli 2001. Suta,I P. G. Ary. Informasi dalam Penawaran Umum. Diselenggarakan oleh Lembaga Manjemen Keuangan dan Akuntansi bekerja sama dengan Himpunan Konsultasi Hukum Pasar Modal, Jakarta, 10 Juli s/d 22 Juli 1995.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Syakhroza.
“Akhmad. Reformasi Profesi Akuntansi Sektor Publik Dan Good Corporate Governance”. Manajemen Usahawan Indonesia, No. 02/TH.XXXII. Februari 2003.
D. Internet http://www.nccg-indonesia.org/lokakarya/medandjaidir.html., “Tanggung Jawab Direksi Dan Komisaris dalam Perseroan Terbatas,” diakses tanggal 22 Juni 2006, www.madani-ri.com/dl_jump.php%3Fid%3D2+perlindungan+pemegang+ saham+ minoritas&hl=id&ct=clnk&cd=15&gl=id, ”Pengertian Dasar dan Prinsip Dasar Good Corporate Governance”, diakses tanggal 10 September 2007 http://
[email protected]. ”Konsepsi Corporate Governance di Pasar Modal”, diakses tanggal 3 Juli 2007 http://hukumonline.com/klinik_detail.asp/id=1017, “Hukum Perusahaan Perlindungan Terhadap Pemegang Saham (adiva), dipublikasikan tanggal 2 Oktober 2007, diakses tangal tanggal 2 Oktober 2007
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
DAFTAR LAMPIRAN 162 N.J.Super. 355 John Jn FRANCIS et.al., Pengurus Proses Kepailitan dari Pritchard & Baird Intermedaries Corp., etc., sebagai Penggugat Melawan UNITED JERSEY BANK, Administrator atas Tanah Milik Charles Pritchard, et. Al., sebagai Tergugat Mahkamah Agung Ne,w Jersey, Divisi Hukum. 18 Agustus 1978. Pengurus dalam proses kepailitan dari sebuah perusahaan perantara efek, menyerahkan penyelesaian perkara kepada Pengadilan Wilayah Amerika Serikat, yaitu Pengadilan Wilayah New Jersey, melawan administrator dari tanah milik seorang bekas pemegang saham mayoritas dari perusahaan perantara efek tersebut, dan melawan putri dari bekas pemegang saham mayoritas tersebut, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama sebagai kuasanya sebagai pengeksekusi tanah milik ibunya, yang pernah menjabat sebagai direktur, untuk membayar kembali dana yang telah dibayarkan oleh perusahaan kepada bekas pemegang saham mayoritas, bagi keuntungan yang telah digunakan untuk tanah hak milik tersebut, dan untuk anggota keluarga lainnya. Setelah putusan telah dijatuhkan dalam perkara terdahulu ang dihadiri oleh Penggugat maupun Tergugat, perkara ini kembali diajukan untuk diperiksa ulang, atau paling tidak mengadakan pengurangan nilai nominal dari putusan terdahulu, Mahkamah Agung, Divisi Hukum yang diwakili oleh Stanton J.C.C. ( yang ditugaskan untuk sementara), memutuskan bahwa : (1) pembayaran yang dilakukan oleh perusahaan tidak dapat dianggap sebagai “pinjaman”, walupun pembayaran itu telah dicatatkan ke dalam pembukuan perusahaan; (2) pembayaran yang diserahkan kepada anggota keluarga dari pemegang saham mayoritas perusahaan, atau untuk tanah hak miliknya, tanpa pertimbangan yang adil, ketika perusahaan insolven (memiliki kinerja yang buruk), tidak bisa dikategorikan sebagai gaji, pendapatan, deviden, keuntungan, pinjaman atau pembagian lainnya, dan perusahaan kreditur harus mengesampingkan pembayaran tersebut dari pengurusan kepailitannya, dan Pengurus yang mewakili kreditur harus mengadakan penilaian atas pembayaran yang diberikan kepada si penerima dana, dan (3) istri dari bekas pemegang saham mayoritas perusahaan itu, yang sama sekali tidak menjalankan tugasnya sebagai direktur, padahal ia sepatutnya mengetahui kesalahan yang dilakukan oleh putra-putranya, yang mengendalikan perusahaan setelah ayahnya meninggal dunia, dan bisa mengambil langkah-langkah yang efektif untuk menghentikan kesalahan itu, telah lalai dalam menjalankan tugasnya sebagai direktur,
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
dan Pengurus harus mengeluarkan biaya penggantian kerugian yang diderita atas pengurusan tanah direktur perusahaan tersebut. Demikian putusan dijatuhkan dengan berkeadilan. 1. Perusahaan 186 Pembayaran yang dilakukan oleh perushaan kepada penegang saham mayoritas atau bagi keuntungan atas tanah miliknya, dan kepada anggota keluarganya, tidak bisa dianggap sebagai “pinjaman”, walupun meniadakan pembukuan perusahaan atas pembayaran tersebut, dimana tidak ada kesepakatan dalam dewan direksi yang mengizinkan untuk memberlakukan pembayaran kepada pihak manapun sebagai pinjaman, dan tidak terdapat promissory notes (perjanjian) ataupun bukti-bukti lainnya yang ditandatangani oleh pihak penerma dana manapun, dan para penerima pun menganggap bahwa mereka memperoleh dana yang murni pemberian dari perusahaan. 2. Perusahaan
186
Perusahaan yang berlaku di New Jersey mewajibkan setiap perusahaan untuk menentukan keabsahan, kelayakan dan karateristik hukum atas pembayaran yang dilakukannya kepada pemegang saham mayoritas dan anggota keluarganya, dan sebagaian besar kegiatan perusahaan dilakukan di New Jersey, walaupun perusahaan tersebut didirikan di bawah peraturan yang berlaku di New York, hampir semua penerima pembayaran berdomisili dalam wilayah New Jersey, kecuali satu yang berdomisili pada salah satu Negara bagian Amerika Serikat. Seluruh pembayaran dilakukan di wilayah New Jersey, termasuk perkara a quo. 3. Perusahaan
537
Jika perusahaan tidak memiliki aset modal yang melebihi defisit pengeluaran, maka perusahaan tersebut dikatakan insolven seperti dimaksud dalam peraturan N.J.S.A. 25:2-8. 4. Kepailitan Perusahaan
178 (2 542 (1)
Pembayaran yang dilakukan oleh suatu perusahaan, ketika perusahaan itu dalam keadaan insolven, yang diserahkan kepada keluarga dan pemegang saham mayoritas atau untuk keuntungan atas tanah miliknya, tanpa pertimbagan yang adil, tidak bisa dikategorikan sebagai gaji, pendapatan deviden, keuntungan, pinjaman atau pembagian lainnya, akan tetapi merupakan “sarana perbuatan curang” dalam pengertian undang-undang, dan perusahaan kreditur yang dinyatakan pailit harus mengesampingkan pembayaran tersebut dari pengurusan
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
kepailitannya, dan pengurus yang mewakili kreditur harus mengadakan penilaian atas pemabayaran yang diberikan kepada si penerima pembayaran. N.J.S.A. 25:210. 5. Perusahaan
542 (1)
Putra-putra dari pemegang saham mayoritas, yang mengendalikan perusahaan setelah kematian ayah mereka, harus memiliki itikad baik yang menunjukkan bahwa mereka tidak bermaksud melakukan pembayaran sementara perusahaan dalam keadaan insolven, yang diserahkan kepada anggota keluarga dari pemegang saham mayoritas, yang dibukukan dalam pembukuan perusahaan sebagai “pinjaman”, dan mereka bertindak untuk kepentingan perusahan, dan pembayaran semacam itu disadari sebagai kecurangan N.J.S.A. 25:2-13. 6. Perusahaan
310 (1)
Tugas dasar dari seorang direktur mewajibkan ia mengetahui tujuan dan kegiatan dasar dari perusahaan yang dipimpinnya, seorang direktur harus mengetahui kegiatan apa yang dilakukan perusahaan, dan ia harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang bidang dan kegiatan perusahaan. 7. Asuransi
35
Direktur perusahaan sepatutnya mengetahui bahwa perusahannya bergerak di bidang asuransi (jaminan pemulihan) dan sebagai perantara efek kerap kali menangani dana dalam jumlah jutaan dolar, baik menerima maupun membayar, dan oleh karenanya, seorang direktur memiliki kewajiban untuk paling tidak membaca laporan keuntungan tahunan perusahaan dan mengambil tindakan sesuai dengan apa yang dinyatakan dalam laporan keuangan tersebut. 8. Perusahaan
306
Direktur perusahaan tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab atas kelalaiannya dalam menjalankan tugasnya sebagai direktur dengan alasan bahwa ia hanyalah seorang ibu rumah tangga yang menerima jabatan direktur itu demi suaminya, pemegang saham mayoritas, dan puta-putranya, yang mengendalikan perusahaan setelah ayah mereka meninggal dunia, walaupun juga tidak terbukti bahwa ia sepenuhnya tidak pernah menjalankan tugas sebagai direktur yang kompeten. 9. Perusahaan
306
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Jika seorang direktur perusahaan secara aktif terlibat dan ikut serta dalam penyelewengan dana perusahaan, ia bertanggung jawab atas dasar perbuatan melawan hukum, akan tetapi bila ia tidak secara aktif terlibat, ia bisa dikenai atau tidak bisa dikenai tanggung jawab; direktur tidak bertanggung jawab semata-mata karena jabatannya sebagai direktur, akan tetapi ia bertanggung jawab jika dalam hal menjalankan duty of carenya, ia sepatutnya mengetahui penyimpangan tersebut dan berusaha untuk menghentikannya, namun tidak dilajukan; singkatnya, termasuk kepada kelalaian. 10. Perusahaan
306
Dalam hukum, tidak ada istilah direktur atau perusahaan “boneka”. 11. Kepailitan280 Direktur perusahaan, yang sama sekali tidak menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai seorang direktur, akan tetapi ia sepatutnya mengetahui penyimpangan yang dilakukan putra-putranya yang mengendalikan perusahaan setelah ayahnya meninggal dunia, apabila ia membaca laporan keuangannya tahunan perusahaan, dimana pembayaran tersebut dilakukan dalam kondisi perusahaan yang insolven, yang diberikan kepada anggota keluarga dari pemegang saham mayoritas dan dibukukan sebagai “pinjaman”, dan ia sepatutnya mengambil langkah-langkah untuk menghentikan penyimpangan tersebut, berarti telah lalai dalam melaksanakan tugasnya sebagai direktur, yang menimbulkan kerugian kepada kreditur dan pelanggan sebesar $10. 000. 000,-, dan pengurus kepailitan perusahaan tersebut harus mengembalikan dana tersebut kepada tanah hak milik yang bersangkutan. N.J.S.A. 14A:6-1, 12. 12. Perusahaan
306
Jika ketidakmampuan untuk memisahkan antara kekayaan perusahaan dengan kekayaan pribadi menimbulkan kerugian, maka pihak yang tidak mampu untuk memisahkan kekayaan itu dan pihak yang telah lalai dalam menerima pemisahan kekayaan itu bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan. Hugh P. Francis, berdomisili di Morristown, sebagai Penggugat (Francis & Berry, berdomisili di Morristown, kantor pengacara). Thomas J. Demski dan Clive S. Cummis, berdomisili di Newark, sebagai Tergugat (Sills, Beck. Cummis, Radlin & Tischman, berdomisili di Newark, kantor pengacara). STANTON J.C.C. (pejabat sementara)
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Penggugat adalah pengurus dalam proses kepailitan dari Pritchard & Baird Intermedies Corp. (selanjutnya disebut Pritchard & Baird) dan tiga perusahaan terkait lainnya. Penggugat telah mengajukan perkara pada pengadilan Wilayah Amerika Serikat, yaitu Pengadilan Wilayah New Jersey. Charles H. Pritchard (almarhum) selama bertahun-tahun merupakan pemegang saham mayoritas dan mengendalikan Pritchard &Baird. Tergugat United Jersey bank bertindak sebagai administrator atas tanah hak milik Pritchard. Lilian G. Pritchard (almarhumah) merupakan istri dari Charles H. Pritchard, dan ia juga telah menjabat sebagai direktur Pritchard & Baird selama bertahun-tahun. Tergugat Lilian P. Overcash adalah putri dari Charles H. Pritchard dan Lilian G. Pritchard. Ny. Overcash adalah wali atas tanah hak milik ibunya. Ia digugat baik dalam kapasitasnya sebagai perwalian maupun secara pribadi. Pada akhir putusan peradilan ini, saya mengetahui bahwa Lilian G. Pritchard telah lalai dalam menjalankan tanggung jawabnya sebagai direktur Pritchard & Baird, dan oleh karena itu tanah hak miliknya dinilai sejumlah $10. 355. 736,91 ditambah dengan bunga. Sebagai tambahan, tanah hak miliknya harus dijadikan ganti kerugian sebesar $ 33. 000,- ditambah bunga, sebesar jumlah yang dibayarkan oleh Pritchard & Baird kepada dirinya. Tanah hak milik Charles H. Pritchard dijadikan ganti kerugian sebesar $ 357.648,17 ditambah bunga, sebesar jumlah yang dibayarkan oleh Pritchard & Baird kepada dirinya selama hidup dan atas tanah hak miliknya. Tergugat telah mengajukan banding untuk merubah putusan pada tingkat pertama, atau setidak-tidaknya mengurangi nilai ganti kerugian dalam putusan terdahulu. Putusan ini didasarkan pada upaya hukum tersebut. Dalam tulisan ini juga ditambahkan pendapat saya secara pribadi yang saya ajukan pada akhir persidangan. Putusan ini tidak dapat diganggu gugat dan tidak bisa diajukan upaya hukum lainnya. Pritchard & Baird bergerak di bidang bisnis dan asuransi perantara efek. Bersama dengan tiga perusahaan lainnya, Pritchard & Baird dikendalikan oleh Charles H. Pritchard selama bertahun-tahun, sebelum ia meninggal dunia pada tanggal 10 Desember 1973. Sebelum kematiannya, ia telah menunjuk putra-putranya, Charles Jr. dan William untuk mengambil alih bisnisnya. Selama masa-masa terakhir dari hidup Charles Pritchard, putra-putanya, terutama Charles Jr. memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan yang dilakukan oleh Pritchard & Baird. Setelah kematian ayahnya, putra-putra Pritchard tersebut mengambil alih dan mengendalikan perusahaan tersebut. Charles Jr. dan William adalah pengusaha yang inkompeten dan hampir tidak memiliki pengendalian diri ataupun moralitas dalam menjalankan usahanya. Pada kahir 1975, mereka telah menjerumuskan Pritchard & Baird dan perusahaanperusahaan terkait lainnya ke dalam kepailitan. Saya mengetahui bahwa dalam proses kepailitan yang dilaksanakan di bawah pengawasan Pengadilan Wilayah Amerika Serikat yaitu Pengadilan Wilayah New Jersey bahwa setidaknya si kreditur aka mengalami kerugian $70.000.000,-. Kerugian ini hanyalah sebagian dari kerugian lebih besar yang ditimbulkan oleh perbuatan curang yang dilakukan kedua putra
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Pritchard. Kerugian yang ditimbulkan melebihi $10.000.000,-, yaitu dari dana yang ditransfer secara melawan hukum dari Pritchard & Baird kepada keluarga Pritchard. Untuk mengetahui apa sebenarnya yang terjadi dalam kasus ini, ada baiknya kita mengenal lebih dahulu apa yang disebut sebagai perusahaan penjaminan perantara efek. Jika si penjamin memiliki resiko pribadi dalam bidang yang diasuransikan, ia dapat menghindarkan dirinya dari kerugian yang lebih besar dengan mengalihkan resiko itu kepada si penjamin yang lebih besar atau sekelompok penjamin. Hal ini dilakukan dengan meminta seluruh atau sebagaian jaminan dari satu atau lebih penjamin lainnya. Pendekatan ini bisa dilakukan oleh seorang penjamin dengan tingkat resiko yang sangat tinggi atau terhadap sekelompok kebijakan yang tampaknya memiliki tingkat kemungkinan resiko tinggi. Suatu perusahaan penjamin yang telah menetapkan bagian-bagian yang ingin dijaminnya, akan tetapi masih mencari penjamin yang menjual perlindungan/jaminan kepada perusahaan penampung disebut perusahaan penjamin. Fungsi dari penjamin perantara efek seperti Pritchard & Baird adalah untuk menyatukan perusahaan penampung dan perusahaan penjamin. Walau demikian, tugas dari perusahaan penjamin perantara efek ini lebih kompleks dibandingkan dengan perusahaan asuransi yang biasa kita kenal seperti asuransi mobil atau rumah. Acap kali, beberapa perusahaan penjamin terlibat dalam satu transaksi yang melewati batas-batas negara. Tidak ada pengaturan dari pemerintah negara mana pun mengenai tata cara transaksi penjaminan ini. Seringkali, perusahaan penampung dan perusahaan penjamin tidak mengetahui siapa pihak lawannya dalam bertransaksi, bahkan setelah transaksi itu selesai dilakukan atau setelah timbul kerugian dari transaksi tersebut dan telah diadakan ganti kerugian. Perusahaan penjamin sangat mengandalkan pengetahuan, keahlian, integritas dan pembukuan dari para pialang penjamin. Pritchard (almarhum) bekerja pada perusahaan penjamin selama bertahuntahun, paling tidak sejak 1948. Sebagian besar kegiatannya dilakukan di Manhattan. Ia mengendalikan Pritchard & Baird pada tahun 1959 di bawah hukum New York. Pritchard & Baird melanjutkan kegiatannya di Manhattan, sampai awal tahun 1970an. Pada awal 1970an, Charles Jr. dan William memindahkan pusat kegiatan perusahaan itu ke Morristown, New Jersey, agar dekat dengan tempat tinggal mereka. Seluruh, atau hampir seluruh pembayaran yang dilakukan secara melawan hukum dalam kasus itu dilakukan di New Jersey setelah pusat kegiatan perusahaan dipindahkan ke Morristown. Seluruh pendapatan dari Pritchard & Baird diperoleh dari komisi atas setiap transaksi penjaminan. Seluruh dana yang masuk melalui Pritchard & Baird dikirim dari perusahaan penampung kepada perusahaan penjamin (di luar dari kegiatan yang menghasilkan komisi bagi Pritchard & Baird) atau dari pembayaran kerugian dari perusahaan penjamin kepada perusahaan penampung. Ketika Pritchard (almarhum) masih mengendalikan perusahaan perantara efek itu, ia mencampurkan seluruh dana yang masuk. Pembayaran yang dilakukan kepada perusahaan penampung, perusahaan
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
penjamin lainnya, dan biaya operasional dan keuntungan dari Pritchard & Baird, dicatatkan pada satu buah rekening yang sama. Lebih buruk lagi, Pritchard & Baird tidak pernah memberikan pembayaran sejumlah uang kepada Pritchard yang dimaksudkan sebagai gaji, atau komisi, atau pendapatan, selama satu tahun fiskal. Sebaliknya, selama satu tahun fiskal itu Pritchard mengambil sejumlah uang yang dinyatakan sebagai “pinjaman” pada pembukuan perusahaan. Tidak ada kesepakatan yang dikeluarkan oleh dewan direksi yang menyatakan bahwa sejumlah dana ini bisa dikategorikan sebagai “pinjaman”, dan tidak pernah diterbitkan promissory notes atas “pinjaman” tersebut. Pada akhir tahun fiskal akuntan dari Pritchard & Baird akan menghitung berapa banyak pembayaran dan hutang yang dilakukan oleh perusahaan tersebut kepada perusahaan penampung, sesuai dengan jumlah transaksi yang dilakukan selama satu tahun fiskal tersebut, berapa banyak pembayaran dan hutang kepada perusahaan penjamin lainnya, dan berapa banyak dana yang dipergunakan untuk biaya operasional dan pengeluaran dari perusahaan tersebut. Sisa dari penghitungan itu adalah keuntungan. Jumlah keuntungan ini dikeluarkan lebih dahulu untuk menghapuskan “pinjaman “ yang dilakukan oleh Pritchard, kemudian sisanya dibayarkan kepada Pritchard. Abraham J. Briloff adalah akuntan yang menerapkan sistem pembukuan yang beresiko tinggi ini. Di dalam persidangan, Briloff mencoba mendasarkan tindakannya ini pada alasan bahwa Pritchard & Baird adalah perusahaan yang termasuk kepada golongan yang disebutkan dalam chapter S dalam pengaturan perpajakan federal. Oleh karena itu, untuk tujuan pajak federal, perusahaan itu diperlakukan seperti selayaknya sebuah perusahaan rekanan atau pemegang saham tunggal. Fakta ini, menurut pemikiran Briloff, mengizinkan ia memperlakukan perusahaan perantara efek, yang biasanya menangani jutaan dolar yang diterima/diserahkan dari/kepada pihak lain, harus memiliki sistem akuntansi seperti pada perusahaan perkayuan besar yang hanya dimiliki oleh satu orang. Pritchard (almarhum) ataupun Bierhoff sama sekali tidak mengindahkan atau tidak mengerti akan asas-asas umum dari akuntansi, pajak, usaha, hukum dan konsep etik, yang telah dilanggar oleh tindakan pembukuan dan “pinjaman” yang dilakukan oleh Pritchard & Baird. Namun demikian, selama Pritchard (almarhun) mengendalikan perusahaan dari hari ke hari, sistem yang dijalankan dalam perusahaan tersebut berjalan dengan baik. “Pinjaman “ tersebut menutupi kekurangan keuntungan yang diperoleh pada akhir tahun fiskal. “Pinjaman “ ini disusutkan menjadi nol atau mendekati nol pada setiap akhir tahun fiskal. Perusahaan penampung dan perusahaan penjamin lainnya selalu menerima pembayaran piutangnya. Juga, ketika Pritchard (almarhum) masih mengendalikan perusahaan itu, tidak ada kerugian besar yang diderita perusahaan. Sebagai catatan, ketika Pritchard melepaskan kendali penuhnya atas Pritchard & Baird, Briloff juga menarik diri dari kegiatan aktif dalam perusahaan itu.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Israel M. Pogash, seorang akuntan, memberikan kesaksiannya tentang kegiatan finansial dari Pritchard & Baird. Ia menyiapkan laporan rinci tertulis yang ditandai Alat Bukti P-8. Saya mendapati bahwa laporan tersebut akurat dan mendasarkan putusan saya terutama pada bukti laporan tersebut. Putra-putra Pritchard mulai “merusak” Pritchard & Baird pada tahun fiskal yang berakhir pada periode 31 Januari 1970. Dalam satu tahun fiskal itu mereka membuat Pritchard & Baird membayar uang sejumlah $230.932 kepada Charles Jr., lebih dari yang sepantasnya ia peroleh, baik dari gaji, penghasilan maupun keuntungan yang layak. Pada satu tahun fiskal itu juga, mereka membuat perusahaan itu membayar uang sejumlah $207.329 kepada William, lebih dari yang sepantasnya ia peroleh, baik dari gaji, penghasilan maupun keuntungan yang layak. Pada tahun fiscal berikutnya, pencatatan pengeluaran perusahaan sebagai “pinjaman” ini terus berlangsung. Ketika akhirnya Pritchard & baird mengajukan permohonan pailitnya pada 4 Desember 1975, pengeluaran yang dilakukan perusahaan untuk kepentingan William mencapai $5.483.799,02 dan untuk Charles Jr. sebesar $4.391.133,21. Dalam kurun waktu dari tanggal 1 Februari 1970 sampai dengan hari kematiannya pada tanggal 10 Desember 1973, Pritchard menerima pembayaran dari Pritchard & Baird lebih dari $189.194,17, lebih dari yang sepantasnya ia peroleh, baik dari gaji, penghasilan maupun keuntungan yang layak. Setelah kematian Pritchard, dana yang tersisa dalam Pritchard & Baird yang tinggal $164.454 tidak cukup untuk membayar pajak federal. Seluruh uang yang disebutkan dalam tulisan ini diperlakukan sebagai “pinjaman” dalam pembukuan perusahaan. Setelah kematian Charles H. Pritchard, Pritchard & Baird memberikan “pinjaman” secara berkala kepada jandanya, Lilian G. Pritchard, sebesar $33.000. ini oleh tim pengacara Tergugat dianggap sebagai santunan kematian yang layak. Pembayaran ini bisa saja dikatakan sebagai santunan. Namun demikian, tidak ada satu perjanjian yang menyatakan bahwa perusahan tidak pernah membuat kebijakan untuk memberikan santunan kematian, dan tidak ada satu bukti autentik yang menyatakan bahwa pembayaran itu merupakan santunan kematian. Selain dari pekerjaan yang dilakukannya untuk perusahaan bertahun-tahun yang lalu, Lilian Overcash tidak pernah memiliki hubungan apa pun dengan Pritchard & Baird. Namun demikian, ia dapat mempergunakan uang yang dibayar secara berkala oleh perusahaan itu dan dianggap sebagai “pinjaman”, sebesar $123.156,51 anatar tanggal 2 Februari 1970 sampai 14 Oktober 1975. Pembayaran yang disebutkan dalam empat paragraf di atas mencapai total $10.388.736,91. Alasan dasar pihak Penggugat dalam mengajukan kasus ini ke depan pengadilan adalah bahwa oleh karena pembukuan perusahaan mencatat pembayaran ini sebagai “pinjaman”, maka dana itu harus diperlakukan sebagai pinjaman, dan oleh karenanya menimbulkan kewajiban kepada pihak, ataupun tanah hak milik dari pihak yang diberikan pinjaman tersebut, untuk mengembalikannya. (Tidak ada tindakan
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
yang dilakukan perusahaan untuk menagih pinjaman ini kepada Charles Jr. ataupun William. Mereka secara sendiri-sendiri mengajukan permohonan pailitnya, dan segala ganti rugi yang dibebankan pada mereka merupakan bagian dari pengurusan kepailitan pribadi mereka masing-masing). Terdapat suatu hal yang menarik namun sangat sederhana dalam kasus ini. Oleh karena istilah yang digunakan atas pembayaran ini adalah pinjaman, dan pinjaman tersebut harus dibayar apabila ada permintaan dari pihak pemberi pinjaman. Jika kita menerima konsep dari suatu pinjaman, Penggugat berhak untuk menuntut pembayaran atas pinjaman tersebut dari pada masing-masing Tergugat atau ahli warisnya. (1)
Namun demikian, saya berpendapat sangat sulit sekali memperlakukan pembayaran ini sebagai pinjaman. Salah satu alasannya, tidak ada kebijakan yang dibuat oleh dewan direksi perusahaan untuk meberikan pinjaman semacam ini kepada penerimanya. Tidak ada Promissary notes atau bukti autentik lainnya yang menyatakan status berhutang dari para penerima pembayaran pinjaman ini. Ny. Pritchard dan Ny. Overcash selalu menganggap bahwa mereka mendapat pemberian cuma-cuma atas dana perusahaan tersebut; mereka tidak pernah menduga bahwa dana yang diberikan itu harus dikembalikan. Selama peristiwa ini berlangsung, Pritchard dan kedua putranya, Charles Jr. dan William, menjabat sebagai pegawai dan direktur dari Pritchard & Baird. Jika kita memberlakukan hukum New York (karena perusahaan tersebut didirikan sesuai dengan hukum New York), jelas sekali tindakan ini tidak sesuai Article 714 dari New York Business Coorporation Law (Hukum Perusahaan Bisnis New York). Jika kita memberlakukan hukum New Jersey (karena seluruh, atau sebagian besar pinjaman tersebut dilakukan di New Jersey), jelas hal ini telah melanggar ketentuan dalam N.J.S.A. 14A:611. “Pinjaman” ini juga jelas sekali dilakukan demi kepentingan aset dari Charles Jr. dan William, dimana aset tersebut tidak memiliki prospek keuntungan yang dapat digunakan untuk membayar kembali pinajaman tersebut. Pencantuman status “pinjaman” dalam pembukuan perusahaan ini hanyalah merupakan upaya agar kedua putra Pritchard itu tidak dianggap bersalah atau telah melakukan penipuan/penggelapan dana perusahaan.
(2)
Melihat kepada jenis pembayaran yang menjadi titik berat kasus ini, dan juga melihat kepada karateristik yuridis dari pembayaran ini, saya berpendapat bahwa kasus ini harus tunduk pada hukum New Jersey. Kegiatan Pritchard & Baird hampir seluruhnya dilakukan di New Jersey. Charles H. Pritchard, Lilian Ptitchard, Charles H. Pritchard Jr. dan William Pritchard berdomisili di New Jersey. Lilian Overcash juga sering berada di New Jersey. Hampir seluruh pembayaran dilakukan di New Jersey. New Jersey lebih memiliki keterkaitan dengan para pihak dalam kasus ini dibandingkan New York atau negara bagian lainnya.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
(3)
Dalam pandangan saya, sebagian permasalahan yang muncul dalam kasus ini lebih bisa ditangani apabila pembayaran tersebut dianggap sebagai “sarana” untuk berbuat kecurangan. Pernyataan finansial dari manajemen Pritchard & Baird dalam tahun fiskal periode 31 Januari 1970 menunjukkan defisit modal sebesar $389.022 pada akhir tahun fiskal tersebut (Bukti P-21). Defisit modal tersebut berlangsung dan bertambah setelah itu. Pada 31 Januari 1973, defisit mencapai $3.506.460 (Bukti P-23). Pada 31 Januari 1974, defisit mencapai $6.939.007 (Bukti P-24). Pada 31 Januari 1975, deficit mencapai $10.176.419 (Bukti P-22). Oleh karena perusahaan tidak memiliki aset dan modal yang mencukupi untuk menutupi defisit ini, jelas sekali bagi saya bahwa Pritchard & Baird telah menjadi insolven sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai “sarana” perbuatan curang, sejak tanggal 31 Januari 1970. N.J.S.A. 25:2-8. Selama persidangan pihak Tergugat mengajukan argumentasi bahwa tidak mungkin Pritchard & Baird tidak mungkin insolven, karena perusahaan ini terus beroperasi hingga 5 Desember 1975. Walaupun tidak ada pembahasan lebih lanjut mengenai hal ini dalam persidangan, namun sangat jelas bagi saya bahwa alasan Pritchard & Baird masih mampu beroperasi selama empat sampai lima tahun setelah perusahaan itu sebenarnya insolven, adalah karena perusahaan itu bisa menunda pembayaran hutangnya kepada perusahan penampung dan kepada perusahaan penjamin lainnya. Selam jangka waktu insolven tersebut, Pritchard & Baird memegang (atau setidaknya berhutang) jutaan dolar kepada perusahaan-perusahaan lain. Hal ini mampu menipu para pelanggan perusahaan itu mengenai keadaan keuangan yang sebenarnya dari perusahaan tersebut.
(4,5)
Seluruh pembayaran yang disebutkan di atas, untuk kepentingan anggota keluarga atau Tanah hak milik dari Charles H. Pritchard, dilakukan tanpa pertimbangan yang adil. Lihat N.J.S.A. 25:2-9. Tidak satu pun dari pembayaran itu bisa dianggap sebagai pembayaran gaji, pendapatan, deviden, keuntungan, pinjaman atau pembayaran lain yang layak. Seluruh pembayaran tersebut dilakukan ketika Pritchard & baird dalam keadaan insolven. Semua unsure ini dapat dikategorikan pada ketentuan sarana perbuatan curang seperti dimaksud dalam N.J.S.A. 25:2-10,11 dan 12, dan tidak sah. Lebih jauh, saya berpendapat bahwa Charles Jr. dan William harus memiliki itikad baik untuk menghindari penipuan terhadap kreditur. Oleh karena mereka berdua adalah pengendali Pritchard & Baird , itikad baik tersebut harus ditunjukkan melalui tindakan perusahaan tersebut. Karena itu, seluruh pembayaran tersebut juga dikategorikan sebagai perbuatan curang dan melanggar ketentuan N.J.S.A. 25:2-13, yang memerlukan itikad baik untuk menghindari penipuan. Kreditur dari Pritchard & Baird harus mengesampingkan fakta pembayaran tersebut.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Ini berarti, Penggugat, yang dalam hal ini bertindak atas nama kreditur, berhak meminta pembayaran atas hutang daripada Tergugat. Putusan ini telah dipertimbangkan dan disidangkan. Tergugat diwajibkan untuk membayar ganti kerugian kepada Penggugat R. 4:9-2. Walaupun saya lebih memilih hukum New Jersey daripada hukum New York dalam kasus ini, saya melihat bahwa New York memiliki kemiripan dengan hukum yang berlaku di wilayah ini (New Jersey). New Jersey mengadopsi ketentuan Uniform Fraudulent Conveyance Act, pada bagian yang telah disebutkan di atas, pada tahun 1919. New York mengadopsi Uniform Act tersebut pada tahun 1925. Lihat New York Debtor and Creditor Law, hal. 270-281. Ny. Lilian G. Pritchard merupakan salah satu anggota dewan direksi dari Pritchard & Baird dari tanggal 1 April 1959 hingga ia mengundurkan diri pada tanggal 3 Desember 1975, sehari sebelum perusahaan itu mengajukan permohonan pailit. Di samping uang sejumlah $33.000 yang diterimanya dari perusahaan, ia juga menjabat sebagai direktur Pritchard & baird ketika $10.355.736,91 dibayarkan secara melawan hukum oleh perusahaan itu kepada anggota keluarga Pritchard lainnya. Saya akan meminta pertanggungjawaban Ny. Pritchard atas pembayaran tersebut. Pritchard & Baird didirikan di bawah hukum New York. Seharusnya, kedudukan Ny. Pritchard sebagai direktur ini dihindarkan dari pembayaran semacam ini, karena melanggar ketentuan Section 309 dari restatement, Conflict of Law, 2d, yang menyatakan bahwa pilihan hukum mengatur sebagai berikut : Hukum lokal yang berlaku dalam wilayah berdirinya sebuah perusahaan, akan berlaku dalam menentukan wewenang dan tanggung jawab seorang direktur atau pejabat, kereditur dan shareholders dari perusahaan tersebut, kecuali apabila ada hukum lain yang memiliki keterkaitan yang lebih signifikan dibandingkan dengan hukum lokal tersebut, seperti dinyatakan dalam ayat 6, dimana apabila demikian, maka hukum dari negara bagian lain tersebut yang akan diberlakukan. Saya berpendapat, dalam kasus ini, kita harus melihat kepada pengecualian yang disebutkan dalam Section 309 tersebut. Hal ini dikarenakan perusahaan lebih banyak terkait dengan Negara bagian New Jersey dibandingkan dengan Negara bagian New York. Semua shareholder dari perusahaan merupakan penduduk New Jersey. Seluruh transaksi pembayaran dilakukan di New Jersey. Semua pihak yang menerima pembayaran merupakan penduduk New Jersey, kecuali Ny. Overcash. Tanah hak milik Tn dan Ny. Pritchard didaftarkan di New Jersey, dan proses kepailitan perusahaan dan juga kepailitan Charles Jr. dan William berlangsung di Pengadilan Wilayah New Jersey, namun mereka menandatangani kontrak dengan Pritchard & baird di bawah hukum New Jersey. Singkat kata, New Jersey lebih memiliki
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
keterkaitan yang signifikan dalam kasus ini dibandingkan dengan New York. Lihat komentar (c) sampai dengan penjelasan Section 309. Direktur bertanggung jawab atas manajemen umum dan kegiatan perusahaan. Lihat N.J.S.A. 14A:6-1. Mereka memiliki tanggung jawab tertentu dalam hal pembagian aset pada shareholder dan pemberian pinjaman kepada pejabat dan direktur perusahaan. Lihat N.J.S.A 14A:6-12. Memang benar bahwa dalam kasus ini direktur tidak pernah diminta melakukan tindakan tegas atas pinjaman secra melawan hukum yang diberikan kepada keluarga Pritchard. Saya juga tahu bahwa Nyonya Pritchard sama sekali tidak mengetahui apa yang sebenarnya telah dilakukan putra-putranya terhadap perusahaan, dan ia tidak mengetahui bahwa hal itu melawan hukum. Dia tidak pernah bermaksud untuk menipu para kreditur perusahaan. Akan tetapi, jika Ny. Pritchard sedikit saja memberikan perhatian kepada perusahaan sesuai dengan tugasnya sebagai direktur, ia sepatutnya mengetahui apa yang terjadi. Laporan keuangan Pritchard & Baird dipersiapkan tiap tahunnya. Laporan itu hanya memuat pernyataan-pernyatan sederhana, tidak lebih dari tiga atau empat halaman. Laporan keuangan tahunan secara jelas memperlihatkan pinajaman yang diberikan kepada anggota keluarga Pritchard dan juga dengan jelas menunjukkan bahwa keadaan keuangan perusahaan yang buruk. Sebagai contoh, jika laporan keuangan periode 31 Januari diperhatikan sedikit saja, akan terlihat bahwa Charles Jr. telah menarik uang perusahaan sejumlah $230.932 di luar kewenangannya, dan William di luar kewenangannya juga telah menarik dana sebesar $207.329 (Bukti P-21). Sedikit perhatian pada laporan keuangan periode 31 Januari 1973 akan dapat memperlihatkan Charles Jr. berhutang kepada perusahaan $1.899.288 dan William berhutang kepada perusahaan $3.506.460 (Bukti P-23). Laporan keuangan periode 31 Januari 1975, dokumen sederhana yang terdiri dari empat halaman, memperlihatkan Charles Jr. berhutang kepada perusahaan $4.373.928, William berhutang $5.417.388 (Bukti P-22). Semua lapotan keuangan menunjukkan bahwa perusahaan tidak memiliki aset. Singkatnya, siapa pun yang memiliki sedikit pengetahuan mengenai kegiatan bisnis dan memberikan sedikit perhatian pada laporan keuangan sejak tanggal 31 Januari 1970 akan mengetahui bahwa Charles Jr. dan William, secara gamblang, mencuri uang perusahaan yang seharusnya dibayarkan pada pelanggan perusahaan tersebut. (6&7) Saya tidak dapat menemukan kasus seperti ini di New Jersey, yang dapat dijadikan Pijakan untuk menangani kasus ini. Walaupun demikian menurut saya, tanggung jawab dasar dari seorang direktur mewajibkannya untuk mengetahui kegiatan dasar perusahaan yang dipimpinya. Ia harus mengetahui bidang usaha yang digeluti perusahaannya, dan ia juga harus memiliki pengetahuan luas mengenai kegiatan perusahaan tersebut. Dalam kasus ini Ny. Pritchard seharusnya mengetahui bahwa Pritchard & Baird bergerak di bidang
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
penjaminan perantara efek, dan biasanya menguasai, atau berhutang, jutaan dolar kepada perusahaan penampung dan perusahaan penajmin lainnya. Dengan pengetahuan itu, saya menganggap bahwa dalam kedudukannya sebagai direktur, Ny. Pritchard seharusnya, paling tidak, meminta dan membaca laporan keuangan tahunan perusahaan. Ia kemudian akan dapat mengambil tindakan sesuai dengan pernyataan yang tertera dalam laporan keuanagn tersebut. (8)
Dalam kasus ini, muncul argumen bahwa seharusnya Ny. Pritchard tidak dimintai pertanggung jawaban dalam kedudukannya sebagai direktur Pritchard & Baird karena ia hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa yang menjalani tugas sebagai direktur atas nama suami dan puta-putranya. Saya ingin menyatakan bahwa saya menolak alasan dengan dasar status kelamin tersebut. Tidak ada alasan mengapa seorang ibu rumah tangga tidak dapat menjadi seorang direktur perusahaan seperti Pritchard & Baird, di luar dari kurangnya pengalaman di bidang bisnis, jika wanita tersebut sedikit saja memberikan perhatian terhadap apa yang menjadi tugasnya. Ny. Pritchard hanyalah ibu rumah tangga biasa. Masalahnya adalah, Ny. Pritchard menduduki jabatan yang menimbulkan tanggung jawab tertentu dan ia tidak bisa menunjukkan sedikit pun usaha untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya itu. Teori bahwa seorang wanita harus dilepaskan dari tanggung jawab semacam itu, akan berakibat pada disamakannya wanita dengan anak di bawah umur yang tidak dapat dipertanggungjawabkan atas segala tindakan dan kelalaiannya. Muncul pula argumen bahwa pertanggungjawaban atas Ny. Pritchard dikesampingkan karena ia sudah usia lanjut dan menjadi sangat lemah karena kehilangan suaminya, terkadang mengkomsumsi banyak alkohol, dan secara psikologis sangat kecewa dengan tindakan putra-putranya. Saya sama sekali tidak terkesan dengan kesaksian yang mendukung argumen tersebut. Tidak ada satu bukti yang menunjukkan bahwa Ny. Pritchard pernah menjadi tidak kompeten dalam jabatannya. Tidak ada satu bukti bahwa ia sebagai direktur pernah mempertanyakan atau menghentikan tindakan Charles Jr. dan William. Kenyataannya, Ny. Pritchard tidak pernah mengetahui perbuatan putraputranya, karena ia sama sekali tidak pernah menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai direktur Pritchard & Baird.Tergugat memberikan argumen bahwa Ny. Pritchard seharusnya tidak dimintai pertanggungjawaban karena ia hanyalah seorang direktur “boneka”, dan mereka mendasarkan argumennya itu pada putusan dalam kasus General Films Inc. v. Sanco Gen’l Mfg. Corp., 153 N.J. Super. 369.379 A.2d 1042 (App.Div.1977). Dalam kasus itu, perusahaan Tergugat adalah perantara efek dimana Penggugat telah menyerahkan sejumlah uang untuk membeli sejumlah bahan bangunan.Tergugat meletakkan dana tersebut pada pembukuan umum dari perusahaannya. Perusahaan itu tidak dapat menyelesaikan pesanan bahan
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
bangunan itu dan tidak mampu mengembalikan sisa pembayaran kepada Penggugat. Penggugat kemudian mengajukan gugatan terhadap perusahaan tersebut, diwakili oleh seorang bernama Jerry Galuten, yang sehari-harinya mengendalikan perusahaan, dan Sandra Galuten, istrinya. Ny. Galuten adalah pemegang saham tunggal dari perusahaan tersebut, akan tetapi sebenarnya Ny. Galuten tidak pernah memiliki peran aktif dalam kegiatan yang dilakukan perusahaan. Pengadilan pada tingkat banding menyatakan bahwa Jerry Galuten adalah satu-satunya orang yang bertanggung jawab kepada Penggugat, karena Tn. Galuten memegang peranan penting dalam kesalahan yang dilakukan perusahaan. Dengan demikian, Pengadilan Banding memutuskan (371, 379 A.2d, 1043) ; “Majelis Hakim memutuskan bahwa Sandra Galuten tidak dapat dipersalahkan dan tidak dapat dimintai pertanggungjawaban, karena ia hanya mejadi direktur boneka dalam perusahaan, bukan direktur yang aktif. Kami setuju dengan putusan pada tingkat pertama.”
(9)
Walaupun putusan dalam kasus General Films kelihatan mendukung argumentasi yang diajukan Tergugat, namun sebenarnya tidak demikian. Kesalahan yang dilakukan General Films adalah satu transaksi tersendiri dalam waktu tertentu sebagai satu transaksi bisnis yang sah. Tidak ada hal dalam transaksi tersebut yang bisa menyebabkan direktur (boneka) harus melibatkan dirinya. Argumen direktur “boneka” tidak bisa dipakai dalam kasus ini. Jika ia tidak secara aktif terlibat, ia bisa dipersalahkan dan bisa juga tidak. Ia tidak dapat dipersalahkan apabila ia semata-mata sebagai seorang direktur.ia bersalah apabila, dalam rangka menjalankan due care dalam kapasitasnya sebagai direktur, ia sepatutnya mengetahui pelanggaran tersebut dan mengambil tindakan untuk menghentikannya. Singkatnya hal ini dinamakan kelalaian.
(10)
Dalam hukum, tidak ada dikenal direktur “boneka”. Istilah ini hanya dipakai sejak bertahun-tahun yang lalu, bila dunia perbankan terlibat. 3A Fletcher, Cyclopedia of the Law of Private Corporationa, (rev. perm. Ed. 1975), hal. 1090, menyatakan : Sering terjadi bahwa seseorang menjadi direktur suatu bank untuk tujuan mengikutsertakan masyarakat setempat dalam kegiatan bank tersebut, tanpa bermaksud benar-benar melibatkan orang tersebut ke dalam kegiatan bank. Hal ini berbahaya bagi dirinya, oleh karena walaupun ia merupakan direktur boneka, namun ia tetap dapat dipertanggungjawabkan atas kelalaiannya dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab yang telah dibebankan kepadanya.
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
Lihat Campbell v. Watson, 62 N.J.Eq.396. 50 A. 120 (Ch.1901). Lihat juga, Martin v. Webb, 110 U.S. 7,3 S.Ct. 428,28 L.Ed. 49 (1883), dan Michelsen v. Penne, 135 f.2d 409 (2 Cir. 1943). Tidak ada alasan putusan atas kasus Fletcher harus diterapkan hanya pada perbankan saja. Tentu saja, tidak ada alasan putusan tersebut tidak bisa diterapkan pada perusahaan Pritchard & Baird yang secara rutin menangani jutaan dolar milik atau hutang pada orang lain. Untuk kasus ang diperluas tidak hanya terbatas pada perbankan, namun juga pada perusahaan yang menangani dana milik pihak lain, lihat O’Connor v. First Nat’l Investors’ Corp., 163 Va. 908,177 S.E. 852 (Ct.App.1953). (11)
Saya memutuskan bahwa Ny. Pritchard telah lalai dalam menjalankan tugasnya sebagai direktur Pritchard & Baird. Jika ia menjalankan tugasnya dengan due care, ia sepatutnya dapat mengetahui pelanggaran yang dilakukan oleh Charles Jr. dan William segera setelah akhir tahun fiskal periode 31 Januari 1970, dan ia sepatutnya bisa mengambil langkah-langkah yang efektif untuk menghentikan pelanggaran itu. Kelalaiannya mengakibatkan kerugian pada kreditor dan pelanggan Pritchard & Baird yang seluruhnya berjumlah $10.355.736,91. Akan dimintai ganti kerugian kepada tanah hak miliknya. Walaupun saya telah menerapkan hukum New Jersey daripada hukum New York atas pertanggungjawaban Ny. Pritchard sebagai direktur, saya yakin bahwa hal akan dihasilkan hal yang sama seandainya kasus ini didasarkan pada hukum New York. Lihat New York Business Corporation Law Article 717 yang menyebutkan bahwa seorang direktur harus “menjalankan tugasnya sebagai seorang direktur … dengan itikad baik dan tingkat kepedulian dimana seseorang dalam posisi semacam itu akan mempergunakannya dalam kondisi yang sama.” Lihat juga, Kavanaugh v. Gould, 223 N.Y. 103,119 N.E. 237 (Ct.App.19180, dan Platt Corp. v. Platt, 42 Misc.2d 640,249 N.Y.S.2d 408,217 N.E.2d 134 (Ct.App.1966). (12) Saya menemukan suatu dasar baru bagi pertanggungjawaban yang dapat dikenai pada seluruh Tergugat dalam kasus ini. Hal ini ditimbulkan dari kesaksian dari J. Raymond Berry, yang saya jadikan pegangan, bahwa kebiasaan umum yang berlaku pada perusahaan penjaminan adalah bahwa perantara efek dalam perusahaan itu mengumpulkan dana yang berasal dari dan merupakan hutang kepada perusahaan penampung dan perusahaan penjamin lainnya, dan tetap memisahkannya dari kekayaan pribadi perantara efek tersebut. Ketentuan ini juga akan dipakai dalam putusan-putusan kasus semacam ini. Lihat general Films Inc. v. Sanco Gen’l Mfg Corp., Supra, 153 N.J.Super. (372-373, 379) A.2d 1042. dimana dalam kasus ini, ketidakmampuan untuk mengumpulkan dana sama artinya dengan kerugian pihak yang secara aktif gagal untuk
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008
mengumpulkan dana dan pihak yang lalai dalam mengumpulkan dana bertanggungjawab atas kerugian yang timbul. Biaya persidangan akan ditentukan berdasarkan pendapat saya sebelumnya. Pengacara Tergugat harus mengkalkulasikannya dan menyerahkan berkasnya pada Pengadilan. Biaya persidangan ini dibebankan kepada Penggugat. 187
187
Francis v. United Jersey Bank, Superior Court of New Jersey, 392 A.2d 1233 (1978).
Boni F. Sianipar : Tanggung Jawab Direktur Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dalam Pengelolaan Perseroan, 2008. USU Repository©2008