BULLETIN HUKUM 2010
Raperda Kota Yogyakarta Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
TANGGAPAN ATAS RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH I.
Umum 1. Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Yogyakarta merupakan delegasi langsung dari Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang khususnya Pasal 11, Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 28. Rencana Tata Ruang Wilayah memang sangat dibutuhkan oleh sebuah daerah untuk memberi arah perkembangan suatu daerah, juga seharusnya memberikan sebuah kepastian hukum kepada masyarakat yang hendak melaksanakan kegiatannya agar selaras dengan peruntukan disebuah wilayah. Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah memuat Tujuan, Kebijakan, Rencana dan Strategi pengembangan suatu wilayah yang akan diaplikasikan dengan penetapan arahan dan zonasi. 2. Ditinjau dari asas-asas membentuk Peraturan Peundang-undangan yang baik Rancangan Peraturan Daerah ini sudah memenuhi asas kejelasan tujuan, organ pembentuk sudah tepat, jenis dan materi muatan sudah sesuai. 3. Rancangan Peraturan Daerah ini tidak melampirkan penjelasan pasal demi pasal dan peta zonasi sehingga menyulitkan pengkajiannya, padahal dari penjelasan dan lampiran peta inilah yang dapat menunjukkan kesesuaiannya dengan penetapan zonasi di dalam batang tubuh. Rancangan Peraturan Daerah ini belum mencerminkan asas keterbukaan. Agar asas tersebut dapat dipenuhi sebaiknya penjelasan pasal demi pasal dan peta agar dilampirkan. 4. Dari segi substansi yang diatur di dalam Rancangan Peraturan Daerah ini masih belum tersusun sistematis. Pengelompokan substansi di dalam babbab tidak sesuai dengan isi pasal-pasalnya, banyak terdapat pasal-pasal yang tidak terletak pada bab/substansi yang seharusnya. Contoh Paragraf 8 dengan Judul Rencana Ruang Terbuka Hijau dimasukkan Bab V berjudul Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota, padahal seharusnya masuk ke dalam Rencana Pola Ruang yang merupakan kawasan lindung. Departemen Pekerjaan Umum sebenarnya sudah memberi panduan pengelompokan substansi di dalam batang tubuh sebuah Rancangan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dapat dijadikan contoh dalam hal pengelompokan substansinya. Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DIY | Satukan Tekad Wujudkan Prestasi
1
BULLETIN HUKUM 2010
Raperda Kota Yogyakarta Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
5. Dari segi teknik penyusunannya Rancangan Peraturan Daerah ini belum memenuhi kaidah-kaidah yang terdapat di dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan, antara lain: - Penggunaan frase ”untuk mewujudkan tujuan...” yang tidak diperlukan secara beulang-ulang di banyak pasal, antara lain : Pasal 6 dan Pasal 9. - Penggunaan huruf kapital dan huruf kecil; atau - Penggunaan tanda baca di dalam tabulasi yang belum sesuai dengan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan.
II. Khusus ( pasal demi pasal ) 1. Judul sudah sesuai 2. Konsideran ” Menimbang ” Rancangan Peraturan Daerah ini merupakan pendelegasian dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi, maka sebenarnya konsiderans menimbang cukup memuat satu pertimbangan yang berisi uraian ringkas mengenai perlunya melaksanakan ketentuan pasal atau beberapa pasal dari Peraturan Perundang-undangan yang memerintahkan pembuatan Peraturan Perundang-undangan tersebut. 3. Dasar Hukum ” Mengingat ” Pencantuman dasar hukum mengingat sebaiknya disesuaikan dengan kriteria yang ada pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, yaitu peraturan perundang-undangan yang memberikan kewenangan daerah tersebut untuk membuat sebuah peraturan perundang-undangan dan peraturan perundang-undangan yang memerintahkan dibuatnya peraturan perundang-undangan tersebut. Saran : Dasar hukum mengingat nomor 2, nomor 3, nomor 4, nomor 5, nomor 7, nomor 8, nomor 9, nomor 10, nomor 11, nomor 13, nomor 14, nomor 15, nomor 19, nomor 22 sebaiknya dihapus. Jika Peraturan Perundang-undangan tersebut hanya berkaitan dapat disebutkan dalam Penjelasan Umum.
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DIY | Satukan Tekad Wujudkan Prestasi
2
BULLETIN HUKUM 2010
Raperda Kota Yogyakarta Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
4. Pasal 1 Urutan definisi di dalam Ketentuan Umum sebaiknya disesuaikan dengan urutan penyebutannya di dalam batang tubuh, istilah yang disebutkan lebih dulu di dalam batang tubuh maka urutannya di Pasal 1 juga harus lebih dahulu. Definisi harus sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan di atasnya, contoh definisi Ruang pada Rancangan Peraturan Daerah ini tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Masih ada beberapa lagi definisi yang tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan di atasnya. 5. Sustansi pada PAsal 2, 3, 4 dan 5 sebaiknya tidak perlu lagi dimuat karena substansinya sudah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, sedangkan Rancangan Peraturan Daerah ini merupakan pendelegasian dari Undang-Undang tersebut yang berarti dengan sendirinya harus tunduk kepada jiwa Undang-Undang. Selain itu sebagian isi dari pasal-pasal tersebut bersifat penjelasan seperti ruang lingkup, visi dan misi, karenanya cukup dimasukkan ke dalam Penjelasan Umum. Sebagaimana diatur di dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, maka judul Bab II menjadi Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Kota Yogyakarta. 6. Pasal 6 Pasal ini menjadi Pasal 2 dan masuk ke dalam Bab II. Rumusan pasalnya menjadi : Penataan ruang wilayah Kota bertujuan untuk mewujudkan: a. ...; b. ...; c. …; d. …; dan e. … (isi sesuai rumusan draf asli). 7. Pasal 7 Ayat (1) tidak diperlukan sehingga rumusannya menjadi:
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DIY | Satukan Tekad Wujudkan Prestasi
3
BULLETIN HUKUM 2010
Raperda Kota Yogyakarta Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Pasal 3 Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Kota meliputi kebijakan umum dan kebijakan khusus pengembangan kota. Pasal 4 Kebijakan umum pengembangan Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi: a. ...; b. ...; c. Perlu diperjelas mengenai MDGs?; d. ...; e. ...; f.
Perlu dijelaskan tentang frase “ dalam suasana religius yang tiinggi “ dalam konteks apa ? ....;
g. ...; h. ...; i.
Kata “sekaligus” sebaiknya dihilangkan; dan
j.
Kata “lain” dalam frase “pelayanan lain” sebaiknya dihilangkan karena menimbulkan ketidakjelasan.
8. Pasal 8 -
Kebijakan Pemulihan pasca bencana ini bersifat antisipatif atau mengacu kepada bencana gempa tahun 2006 ?
-
Penggunaan tanda baca di dalam tabulasi agar diperhatikan, pada akhir rincian menggunakan tanda baca titik koma (;).
9. Pasal 9 (menjadi Pasal 6) Tidak perlu frase pengacuan. Kata “yaitu” diganti dengan kata “meliputi”. 10. Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13 Substansi tidak ada masalah, tetapi untuk rincian atau tabulasi harus memperhatikan pemakaian tanda baca titik koma serta mempertegas sifat kumulatif atau alternative. Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DIY | Satukan Tekad Wujudkan Prestasi
4
BULLETIN HUKUM 2010
Raperda Kota Yogyakarta Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
11. Pasal 14 (1) Ayat (1) belum menjelaskan apa saja yang menjadi rencana struktur ruang kota, melainkan baru mencantumkan arahannya. Struktur pasal sebaiknya langsung mengarah kepada substansi yang terkait dengan judul bab. Ayat (1) sebaiknya langsung menetapkan hal-hal apa saja yang termasuk dalam rencana struktur ruang wilayah kota. 12. Pasal 15 samapi dengan Pasal 19 Substansi sudah tepat hanya pemakaian tanda baca pada tabulasi diperbaiki. Pasal 16 ayat (2) rumusannya disarankan diperbaiki: Konsep struktur ruang Kota Yogyakarta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Gambar 02 Lampiran II sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Perbaikan rumusan juga harus dilakukan pada pasal-pasal selanjutnya yang berkaitan dengan lampiran. 13. Pasal 20 ayat (3) tidak jelas hendak menjelaskan waktu berlakunya atau hendak menjelaskan lampirannya. disarankan frase ”disusun untuk kurun waktu 20 tahun” dihapus. 14. Pasal 22 sampai dengan Pasal 26 Pemakaian tanda baca di dalam tabulasi belum lengkap. Penentuan lebar jalan apakah sudah memperhatikan kondisi riil? Bagaimana bila lingkungan tidak mendukung lebar jalan sehingga harus ada penggusuran, perlu diatur arahan mengenai penyelesaian persengketaan? 15. Pasal 28 Pengembangan Jaringan Kereta Api merupakan kewenangan pusat, daerah sifatnya hanya mendukung kebijakan pusat. 16. Pasal 29 Bagaimana dengan angkutan umum yang bukan kendaraan bermotor seperti becak dan delama? Sebagai kota pariwisata yang menjadikan becak dan delman sebagai salah satu komiditi pariwisata perlu diatur agar tidak tumpang tindih dan menghambat jalur lalu lintas.
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DIY | Satukan Tekad Wujudkan Prestasi
5
BULLETIN HUKUM 2010
Raperda Kota Yogyakarta Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Perlu ada arahan mengenai kepastian rute atau jalan yang boleh dilewati bus pariwisata yang membawa wisatawan ke dalam kota Yogyakarta. 17. Pasal 30 dan Pasal 31 Apakah Penyediaan lahan parker hendak dijadikan salah satu syarat pemberian ijin kegiatan? Karena kata “harus” merupakan indikasi untuk menuju tahapan memperoleh ijin. 18. Pasal 32 yata (1) dan (2) Bila ini merupakan definisi diletakkan di Ketentuan Umum. 19. Pasal 34 Apakah Bandara Adi Sucipto berda di dalam wilayah Kota Yogyakarta? Bukankah kewenangannya ada di Pusat dan Provinsi? 20. Pasal 47 Isi pasal ini disarankan masuk ke dalam Rencana Pola Ruang. 21. Pasal 61 Apa arahan bagi sebuah tempat dan sekitarnya yang ditetapkan sebagai citra kota? Apa yang dimaksud dengan frase “aktif dan pasif” ? 22. BAB VIII Bab ini seharusnya mencantumkan Ketentuan Peraturan zonasi secara rinci sesuai dengan rencana struktur yang terncantum pada bab mengenai Rencana Struktur Ruang. Peraturan zonasi sebaiknya dirumuskan secara jelas dan konkret, terbagi dalam paragraph-paragraf sebagaimana dirumuskan did lam Bab Rencana Struktur Ruang. 23. Pasal 81 ayat (3) huruf a Apa ukuran dari “gangguan bagi kepentingan umum” ? apa yang dimaksud dengan kepentingan umum? Kegiatan atau pembangunan apa yang boleh menganggu kepentingan umum? Bagaimana dengan AMDAL? 24. Pasal 84 Rumusan ketentuan mengenai pemberian insentif dan disinsentif masih bersifat umum. Harus jelas batasan kemudahan yang diberikan seperti berapa persen keringanan pajak, kemudahan prosedur perizinan apa yang diberikan? Hal ini berkaitan dengan Pasal 81 ayat (3) huruf b mengenai Standar Administrasi Legal. Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DIY | Satukan Tekad Wujudkan Prestasi
6
BULLETIN HUKUM 2010
Raperda Kota Yogyakarta Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
25. Pasal 85 ayat (2) huruf b Kata “mempersulit” memberi kesan tidak transparannya layanan pemerintah, bila aturan sudah tegas tidak perlu lagi dipersulit melainkan dapat langsung ditolak. Disarankan diganti kata ”memperketat”. 26. Bab XII Ketentuan Pidana Perlukah Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah mengatur ketentuan pidana? Pelanggaran Rencana Tata Ruang Wilayah terjadi karena adanya pembangunan yang tanpa izin, tentunya Ketentuan Pidananya berada di dalam Peraturan Daerah yang mengatur tentang Perizinan. Penyebab lain pelanggaran Rencana Tata Ruang Wilayah justru karena pelanggaran tersebut diijinkan Pemerintah Daerah atas dasar perkecualian yang dibolehkan di dalam Pasal 81 ayat (3) huruf a. Penerbitan izin merupakan suatu penetapan (beschiking) yang merupakan wilayah Hukum Tata Usaha Negara bukan Hukum Pidana. Bab Ketentuan Pidana dan Bab Penyidikan disarankan dihapus. 27. Pasal 27 Merupakan Pasal Blanko karena tidak jelas hal apa atau hal teknis apa yang akan diatur. Disarankan pasal ini dihapus.
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DIY | Satukan Tekad Wujudkan Prestasi
7
BULLETIN HUKUM Raperda Kabupaten Kulon Progo tentang Perubahan Atas Perda Kulon Progo Nomor 16 Tahun 2008 tentang Perubahan Status Desa Wates Menjadi Kelurahan Wates r
TANGGAPAN ATAS RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN STATUS DESA WATES MENJADI KELURAHAN WATES I.
UMUM 1. Raperda Nomor ... Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo Nomor 16 Tahun 2008 Tentang Perubahan Status Desa Wates Menjadi Kelurahan Wates perlu memperhatikan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu: a. UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Perpu Nomor 3 Tahun 2005 Menjadi UU; b. PP Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan. 2. Raperda Nomor ... Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo Nomor 16 Tahun 2008 Tentang Perubahan Status Desa Wates Menjadi Kelurahan Wates, setelah dipelajari, dari segi teknik maupun substansi penyusunan peraturan perundang-undangan sudah cukup baik namun masih terdapat beberapa hal yang belum sesuai dengan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam UndangUndang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan, yakni : - Bagian dasar hukum hanya memuat dasar kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan dan peraturan perundang-undangan yang memerintahkan pembuatan peraturan perundang-undangan terkait. Dalam Peraturan Daerah ini masih terdapat beberapa peraturan perundangundangan yang tidak relevan dicantumkan sebagai dasar hukum.
II. KHUSUS 1. Konsideran Menimbang Konsiderans Menimbang harus memuat unsur filosofis, yuridis, dan sosiologis, disarankan perlu dibuat landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DIY | Satukan Tekad Wujudkan Prestasi
8
2010
BULLETIN HUKUM Raperda Kabupaten Kulon Progo tentang Perubahan Atas Perda Kulon Progo Nomor 16 Tahun 2008 tentang Perubahan Status Desa Wates Menjadi Kelurahan Wates
2. Dasar Hukum Mengacu pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, dasar hukum memuat dasar kewenangan pembuatan Peraturan Perundang-undangan dan Peraturan Perundang-undangan yang memerintahkan pembuatan Peraturan Perundang-undangan tersebut. Dengan demikian Peraturan Perundangundangan yang digunakan sebagai dasar hukum adalah: a. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Peraturan Perundang-undangan yang terdapat pada angka 1, 3, 5, 6, 7 dan 8. 3. Pasal 5 A Dalam merumuskan ketentuan Peraturan perundang-undangan digunakan dengan kalimat yang tegas, jelas dan mudah dimengerti, dan merupakan suatu penormaan disarankan Pasal 5A diubah dan disempurnakan menjadi: Diantara Pasal 5 dan Pasal 6 disisipkan 1 (satu) pasal, Pasal 5 A sehingga berbunyi sebagai berikut : Pasal 5A 1). Keberadaan Tanah Kas Desa dikembalikan kepada Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2) Izin pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Kabupaten Kulon Progo diatur dengan Peraturan Gubernur. 4. Pasal 7A Disarankan kata ” ... Daerah ” dihapus menjadi ”Pegawai Negeri Sipil” karena diketentuan umum Peraturan Daerah tidak ada pengertian ”Pegawai Negeri Sipil Daerah” . 5. Pasal II Disarankan kata ” ...penempatan... ” ditambah kata ”nya”, sehingga rumusannya agar disempurnakan menjadi: ” Agar ... penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Gunung Kulon Progo” . 6. Penutup Disarankan nama lengkap pejabat yang menandatangani ”H. TOYO SANTOSO DIPO”, tanpa gelar sehingga menjadi: ”TOYO SANTOSO DIPO ”
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DIY | Satukan Tekad Wujudkan Prestasi
9
2010
BULLETIN HUKUM Raperda Kabupaten Gunung Kidul tentang Larangan, Pengawasan dan Pengendalian Peredaran Minuman Ber-alkohol di Kabupaten Gunung Kidul
TANGGAPAN ATAS RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG KIDUL TENTANG LARANGAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN PEREDARAN MINUMAN BERALKOHOL DI KABUPATEN GUNUNG KIDUL Secara khusus mencermati pengertian Pasal 5 sebagai berikut: - minum-minuman beralkohol dilarang keculai untuk tujuan keagamaan dan kesehatan. - minum-minuman beralkohol untuk kesehatan dan keagamaan boleh tapi tidak boleh di tempat umum. Berkaitan dengan masalah minuman beralkohol, Peraturan Perundangundangan di Negara Indonesia tidak melarang atau membatasi tujuan seseorang untuk mengkonsumsi minuman beralkohol. Peraturan Perundang-undangan hanya mengatur mengenai masalah peredaran minuman beralkohol dengan melakukan pengawasan dan pengendalian terkait peredarannya. Jika Peraturan Perundangundangan hanya mengatur mengenai peredaran minuman beralkohol itu artinya menjual atau mengkonsumsi minuman beralkohol bukan perbuatan yang dilarang oleh hukum. Norma Larangan menggunakan atau meminum minuman beralkohol di dalam Pasal 5 ayat (1) Peraturan Daerah ini ditinjau dari aspek hukum pidana merupakan suatu bentuk kriminalisasi suatu perbuatan dimana hal itu bukan merupakan materi muatan Peraturan Daerah. Hal tersebut disebabkan : - Mengkonsumsi minuman beralkohol adalah persoalan moral, artinya belum ada kata sepakat di dalam masyarakat mengenai nilai dari perbuatan minum-minuman beralkoho, sedangkan di dalam hukum nasional tidak mengatur perbuatan minumminuman beralkohol sebagai norma yang diklasifisakasikan sebagai kejahatan. - Hal-hal yang berkaitan dengan moral tidak tepat dijadikan sebuah norma pelanggaran, menjadikan minum-minuman beralkohol menjadi sebuah norma larangan itu sebenarnya telah mengarah sebagai norma kejahatan, sehingga tidak sesuai bahan norma kejahatan dijadikan pelanggaran dan menjadi materi muatan sebuah Peraturan Daerah meskipun di dalam Peraturan Daerah ini disebut sebagai pelanggaran tetapi substansinya merupakan kejahatan.
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DIY | Satukan Tekad Wujudkan Prestasi
10
2010
BULLETIN HUKUM Raperda Kabupaten Gunung Kidul tentang Larangan, Pengawasan dan Pengendalian Peredaran Minuman Ber-alkohol di Kabupaten Gunung Kidul
- Bahwa perbuatan minum atau meminum sesuatu termasuk hak dassar seseorang dan bila hendak dibatasi dalam bentuk Undang-Undang. Penormaan sebuah perbuatan menjadi tindak pidana pada hakekatnya adalah membatasi Hak Asasi Manusia, sedangkan dalam Ketentuan Pasal 73 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mengatur sebagai berikut: ”Hak dan kebebasan yang diatur dalam Undang-Undang ini hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan Undang-Undang, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa”
Kesimpulan - Penormaan larangan minum-minuman beralkohol bukan materi muatan Peraturan Daerah. Substansi Pasal 5 ayat (1) melanggar Hak Asasi Manusia dan tidak tepat bila dicantumkan di dalam Peraturan Daerah.
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DIY | Satukan Tekad Wujudkan Prestasi
11
2010
BULLETIN HUKUM 2010
Raperda Kabupaten Gunung Kidul tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
TANGGAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH I.
UMUM Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah kewewenangan (urusan) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang bersangkutan. Penyerahan berbagai kewenangan dalam rangka desentralisasi ini tentunya harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan. Sumber pembiayaan yang paling penting adalah sumber pembiayaan yang dikenal dengan istilah PAD (Pendapatan Asli Daerah) di mana komponen utamanya adalah penerimaan yang berasal dari komponen Retribusi Daerah yang berguna membiayai penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan pembangunan daerah. Retribusi Daerah, merupakan penerimaan yang diterima oleh Pemerintah Daerah setelah memberikan pelayanan tertentu kepada penduduk mendiami wilayah yurisdiksinya. Selanjutnya pertimbangan pembentukan Rancangan Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah, seyogyanya memuat pokok-pokok pikiran sebagai berikut : 1. Bahwa retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan Pemerintahan. 2. Bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah, perlu pemberian diskresi dalam penetapan tarif Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. 3. Bahwa Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 perlu disesuaikan dengan kebijakan otonomi daerah. 4. Bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d di atas, perlu ditetapkan Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah.
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DIY | Satukan Tekad Wujudkan Prestasi
12
BULLETIN HUKUM 2010
Raperda Kabupaten Gunung Kidul tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
Untuk hal-hal yang dimaksud di atas, maka untuk membentukan Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah, seyogyanya taat pada asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik yang meliputi : a. kejelasan tujuan (setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai); b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat (setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang. Peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang); c. kesesuaian antara jenis dan materi muatan (dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangannya); d. dapat dilaksanakan (setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis, maupun sosiologis); e. kedayagunaan dan kehasilgunaan (setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara); f.
kejelasan rumusan (setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika, dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya); dan
g. keterbukaan (dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan).
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DIY | Satukan Tekad Wujudkan Prestasi
13
BULLETIN HUKUM 2010
Raperda Kabupaten Gunung Kidul tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
Muatan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah tidak sesuai dengan amanat dari UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan UU No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Juncto PP No. 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, yang memuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 1. Retribusi ini adalah golongan Retribusi Jasa Usaha, yang sekurang-kurangnya telah memuat ketentuan-ketentuan mengenai: a. nama, objek, dan subjek retribusi; b. golongan retribusi; c. cara mengukur tingkat penggunaan jasa yang bersangkutan; d. prinsip yang dianut dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi; e. struktur dan besarnya tarif retribusi; f.
wilayah pemungutan;
g. tata cara pemungutan; h. sanksi administrasi; (Tidak ada) i.
tata cara penagihan; (dalam Perda ada Tata Cara Pembayaran)
j.
tanggal mulai berlakunya. (Tidak ada)
2. Juga telah mengatur ketentuan mengenai: a. masa retribusi; (ada) b. pemberian keringanan, pengurangan, dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok retribusi dan atau sanksinya; (Tidak ada) c. tata cara penghapusan piutang retribusi yang kedaluwarsa. (Tidak ada) 3. Sistematika Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah : 3.1. Judul; 3.2. Pembukaan; 3.3. Batang Tubuh; 3.4. Penjelasan. Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DIY | Satukan Tekad Wujudkan Prestasi
14
BULLETIN HUKUM 2010
Raperda Kabupaten Gunung Kidul tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
II. KHUSUS 1. PEMBUKAAN 1.1. Penulisan Jabatan pembentuk Peraturan Daerah tidak diakhiri dengan tanda baca koma. 1.2. Pokok-pokok pikiran pada konsiderans Undang-Undang atau peraturan daerah memuat unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis yang menjadi latar belakang pembentukannya (tertulis dalam tanggapan UMUM). Pokok-pokok pikiran dalam PERDA ini yang hanya menyatakan perlu membentuk Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah adalah kurang tepat karena tidak mencerminkan tentang latar belakang dan alasan dibuatnya PERDA tersebut. 1.3. Dasar Hukum Mengingat Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah : a. pada angka 5, belum memasukan perubahan terakhir, yaitu dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844). b. pada angka 9, yaitu PP 25/2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi adalah Pelaksanaan dari Pasal 12 UU No. 22/1999, sedangkan UU No. 22/1999 telah dicabut oleh UU No. 32/2004 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU No. 12 Tahun 2008, yang tepat adalah PP No. 38/2007. c. pada angka 14, Perda Kabupaten Gunungkidul No. … Tahun… tidak jelas sepanjang belum ditetapkan dalam Lembar Daerah Kabupaten Gunungkidul. d. dasar hukum memuat dasar kewenangan pembuatan Peraturan Daerah dan Peraturan Perundang-undangan yang memerintahkan pembuatan Peraturan Daerah. Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DIY | Satukan Tekad Wujudkan Prestasi
15
BULLETIN HUKUM 2010
Raperda Kabupaten Gunung Kidul tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
1.4. Penulisan Konsideran Menimbang dan Dasar Hukum Mengingat, tidak menuliskan titik dua 2. BATANG TUBUH 2.1. Ketentuan Umum 2.1.1. Kata atau istilah dalam Ketentuan Umum Perda Kabupaten Gunungkidul No. ... Tahun …, Pasal 1 angka 5, 6, 7, dan 8 tidak digunakan berulang-ulang di dalam pasa-pasal selanjutnya. 2.1.2
Batasan pengertian atau definisi dalam Ketentuan Umum Raperda Kabupaten Gunungkidul ini, pada angka 14 tidak sesuai Batasan pengertian atau definisi Pasal 1 angka 27 UU 18/1997, yaitu frase: - dalam Raperda Kabupaten Gunungkidul ”....umum...”; yang seharus dalam UU 18/1997 ”... lainnya ....”
2.1.3. Batasan pengertian atau definisi dalam Ketentuan Umum Raperda Kabupaten Gunungkidul ini, pada angka 16 ditulis tidak sesuai berdasarkan Penjelasan dari Pasal 3 ayat (2) huruf a PP 66/2001. - dalam Raperda Kabupaten Gunungkidul ”...pemakaian ruangan... pemakaian kendaraan dan peralatan milik Daerah”; yang seharus dalam Penjelasan dari Pasal 3 ayat (2) huruf a PP 66/2001 ”... pemakaian ruangan untuk pesta... pemakaian kendaraan/alat-alat berat/alat-alat besar milik Daerah ”. 2.1.4. Batasan pengertian atau definisi dalam Ketentuan Umum Raperda Kabupaten Gunungkidul ini, pada angka 18 tidak sesuai Batasan pengertian atau definisi Pasal 1 angka 32 UU 18/1997, yaitu frase: - dalam Raperda Kabupaten Gunungkidul ”.... pinjaman... yang terutang”; yang seharus dalam UU 18/1997 ”... perizinan.... yang bersangkutan (dalam hal ini PemKab Gunungkidul)”.
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DIY | Satukan Tekad Wujudkan Prestasi
16
BULLETIN HUKUM 2010
Raperda Kabupaten Gunung Kidul tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
2.1.5. Tidak memuat Batasan pengertian atau definisi Surat Setoran Retribusi Daerah, yang dapat disingkat SSRD, adalah surat yang digunakan oleh Wajib Retribusi untuk melakukan pembayaran atau penyetoran retribusi yang terutang ke Kas Daerah atau ke tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Kepala Daerah. 2.1.6. Tidak memuat Batasan pengertian atau definisi Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang dapat disingkat SKRDLB, adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang. 2.1.7. “TUJUAN” dimasukan dalam BAB I .
2.2. Materi Pokok yang diatur No
Tanggapan
Rujukan Hukum
Pasal 5 ayat (1) huruf b Pasal 5 ayat (1) huruf d
Tidak termasuk Objek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah.
Ps. 3 ayat (2) huruf j PP 66/2001
Tidak termasuk Objek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah, tetapi bila penormaan dengan frase ”pemasangan tiang pancang utk reklame”, termasuk objek retribusi.
Ps. 2 ayat (2) huruf c UU 18/1997 Jo UU 34/2000
3.
Pasal 5 ayat (2)
4.
Pasal 5 ayat (3) Pasal 9 ayat (1) huruf A
Tidak jelas rumusan normanya, karena untuk pengelolaan objek retribusi tidak perlu dimuat dalam Raperda ini. Seyogyanya pengelolaan kekayaan daerah diatur di dalam Perda mengenai Perangkat Daerah Kabupaten Gunungkidul, tidak menjadi bagian dari judul BAB Dijadikan Pasal tersendiri, karena normanya adalah Subjek Retribusi. Sepanjang tiang listrik, telepon, pipa air dan kabel tidak terpancang di tepi jalan umum, termasuk bagian dari objek retribusi kekayaan daerah. “Pemasangan jembatan melintang dan atau di atas bangunan jalan”, tidak termasuk bagian dari objek retribusi kekayaan daerah. “Keperluan lainnya”, harus dirumuskan dengan jelas agar tidak menimbulkan multi tafsir. Tidak termasuk Objek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah.
1.
2.
5.
6.
Pasal
Pasal 9 ayat (1) huruf B
Penjelasan Ps. ayat (2) huruf a PP 66/2001
3
Penjelasan Ps. ayat (2) huruf a PP 66/2001
3
Ps. 3 ayat (2) huruf j PP 66/2001
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DIY | Satukan Tekad Wujudkan Prestasi
17
BULLETIN HUKUM 2010
Raperda Kabupaten Gunung Kidul tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
7.
Pasal 9 ayat (1) huruf C
8.
Pasal 9 ayat (1) huruf D
- “Untuk kegiatan olah raga bulutangkis” tidak termasuk Objek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. - Penggunaan frase “Rest Area” harus diganti dengan padanan kata, kalau itu yang dimaknai dengan “tempat rekreasi” ini tidak termasuk Objek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah. “Pemakaian papan reklame” adalah bagian dari Pajak Reklame. Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Tarif Pajak Reklame dikenakan atas nilai sewa Reklame, yang didasarkan atas nilai jual objek pajak reklame dan nilai strategis pemasangan reklame.
Pasal 9 ayat (3)
Tidak jelas rumusan normanya, karena ayat (1) huruf A angka 3A tidak termuat dalam draft.
19.
Pasal 9 ayat (4)
“Perubahan” yang dimaksud tidak dapat ditetapkan dengan Keputusan Bupati, karena “Tarif Retribusi” substansi muatan Perda dan apabila “akan dirubah” harus dengan Perda Perubahan.
11.
Pasal 9 ayat (5)
12.
Pasal 10
13.
Pasal 12 ayat (1)
Tidak jelas rumusan normanya (Tehnik Pengacuan kurang tepat) , menimbulkan multi tafsir Penormaan “Saat Retribusi Terutang” belum dirumuskan. - Menurut UU 18/1997, untuk pembayaran Retribusi Daerah Surat Setoran Retribusi Daerah, yang dapat disingkat SSRD;
14. 15.
Pasal 14 ayat (1) Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3)
- Frase SKRD Jabatan dan SKRD Tambahan, tidak ada penormaannya dari Peraturan Perundang-undangan di atas. Tehnik “pengacuan” tidak jelas Pasal yang diacu untuk maksud dari ayat ini. Di dalam ayat (4) Pasal 12 Raperda Kabupaten Gunungkidul ini telah memuat mengenai “Tata Cara Pembayaran”, maka ayat (2) dan ayat (3) ini tidak diperlukan lagi, karena untuk yang dimaksud ayat-ayat itu muatan yang akan diatur di dalam Keputusan/ Peraturan Bupati.
Ps. 3 ayat (2) huruf j PP 66/2001
Ps. 2 ayat (2) huruf c UU 18/1997 Jo. Ps. 3 ayat (1) huruf f UU 18/1997
Terkait Pengawasan baik Represif (UU 34/2000) maupun Preventif (UU 32/2004) Penyebab Perda Retribusi Daerah bermasalah adalah Pungutan dilakukan oleh Daerah berdasarkan keputusan/ peraturan Kepala Daerah.
Lampiran UU No.10/2004 ayat (4)Pasal 12 Raperda Kabupaten Gunungkidul
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DIY | Satukan Tekad Wujudkan Prestasi
18
BULLETIN HUKUM 2010
Raperda Kabupaten Gunung Kidul tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
16.
Pasal 15
17.
18.
Pasal 17
19.
Pasal 18
20.
Penjelasan Umum
21.
Penjelasan Umum
22.
Penjelasan Pasal
Di dalam ayat (3) Pasal 11 Raperda Kabupaten Gunungkidul ini telah memuat mengenai “Tata Cara Pemungutan”, maka Pasal 15 ini tidak diperlukan lagi, karena untuk yang dimaksud Pasal itu muatan yang akan diatur di dalam Keputusan/ Peraturan Bupati. Sebelum Ketentuan Pidana, seharusnya dimuat “Sanksi Administrasi” -
hukum pidana (baca ketentuan pidana) memiliki fungsi, ”ultimum remedium” dalam kaitan dengan perbuatan-perbuatan tidak tergolong tindak pidana (kejahatan) murni, salah satunyanya adalah kejahatan bidang perpajakan dan retribusi. - juga perlu memperhitungkan analisa biaya dan hasil dalam kaitan penerapan (aplikasi) Peraturan Daerah ini nantinya. Tidak jelas rumusan normanya, tidak sesuai dengan kaidah Tehnik Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dikenal dengan istilah “blanko kosong” Penjelasan umum memuat uraian secara sistematis mengenai latar belakang pemikiran, maksud, dan tujuan penyusunan Perda yang telah tercantum secara singkat dalam butir konsiderans, serta asas-asas, tujuan, atau pokok-pokok yang terkandung dalam batang tubuh Penjelasan umum Perda Kabupaten Gunungkidul tidak memuat uraian secara sistematis mengenai latar belakang pemikiran, maksud, dan tujuan penyusunan Perda yang telah tercantum secara singkat dalam butir konsiderans, serta asas-asas, tujuan, atau pokok-pokok yang terkandung dalam batang tubuh. Penyusunan penjelasan pasal demi pasal dalam Perda Kabupaten Gunungkidul : - telah memperluas atau menambah norma yang ada dalam batang tubuh; - dalam penulisannya melanggar kaidah-kaidah Pembentukan Peraturan Perundangundangan.
ayat (3) Pasal 11 Raperda Kabupaten Gunungkidul
Pasal 24 (3) huruf h UU 18/1997 Tujuan pemidanaan dengan pendekatan Teori Relatif (kemanfaat-an)
Lampiran No.10/2004
UU
Lampiran No.10/2004
UU
Lampiran No.10/2004
UU
Pasal 5 ayat (3) draft Raperda
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DIY | Satukan Tekad Wujudkan Prestasi
19
BULLETIN HUKUM 2010
Raperda Kabupaten Gunung Kidul tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
III. SARAN Draft Raperda Kabupaten Gunungkidul tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah, harus “penyususunan ulang”, karena : 1. Materi muatan Peraturan Daerah harus taat kepada Asas Umum pembentukan Peraturan Daerah yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang No 12 Tahun 2008 Jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389). Materi muatan Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah harus taat kepada materi muatan yang ditegaskan oleh UU.
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DIY | Satukan Tekad Wujudkan Prestasi
20