[116] Mustahil Asing Menyejahterakan Tuesday, 14 January 2014 12:16
Salamuddin Daeng, Peneliti Indonesia for Global Justice
Pemerintah berkeyakinan masuknya investasi asing akan membangkitkan ekonomi negara dan rakyat tambah sejahtera. Tapi anehnya, ketika hampir 70 persen kekayaan alam dikuasai asing, rakyat tak menikmati keuntungan dari pengelolaan alam itu. Mengapa demikian? Untuk itu wartawan Media Umat Joko Prasetyo mewawancarai peneliti Indonesia for Global Justice Salamuddin Daeng. Berikut petikannya.
Tanggapan Anda dengan pernyataan Rektor UGM yang menyebut 70-80 persen aset
1/5
[116] Mustahil Asing Menyejahterakan Tuesday, 14 January 2014 12:16
negara kita dikuasai asing?
Kekayaan negara kita di seluruh lininya itu memang sudah dikuasai penanaman modal asing. Sehingga ekonomi kita secara keseluruhan dari hulu sampai hilirnya adalah ekonomi bangsa lain. Dengan demikian PDB kita, tidak lain adalah produk domestik bruto bangsa lain, bukan PDB kita.
Bahayanya apa bila sahamnya dikuasai asing?
Bahayanya adalah secara ideologis, jadi haluan ekonomi dan politik kita itu sudah menjadi haluan ekonomi dan politik yang mengabdi kepada kepentingan bangsa lain. Itu sudah keluar dari semangat pendirian negara yang memiliki arah dan tujuan bernegara yang semata-mata mengabdi kepada kepentingan rakyat kita.
Tapi dengan keadaan sekarang, maka ekonomi kita itu mengabdi kepada kepentingan bangsa lain, seperti Amerika, Jepang, Eropa dan ditambah Cina kalau sekarang.
Sedangkan bahaya secara ekonomi adalah ekonomi yang kita hitung tiada lain adalah ekonomi bangsa lain. Sehingga perhitungan PDB kita sejatinya hanya menghitung dari produksinya orang-orang asing yang beroperasi di Indonesia. Tidak mencerminkan produksi bangsa sendiri.
Jadi kita bernegara, kita berkonstitusi hanya menyediakan suatu ruang, bahkan dalam bentuk yang paling asli, kita menyediakan tanah, gedung, jalan, infrastruktur, dan segala macamnya yang ada di negeri ini, semata-mata untuk memfasilitasi bangsa lain untuk mengeruk kekayaan negara kita.
Contoh yang paling konkret, kita bangun gedung perkantoran di Sudirman-Thamrin, siapa yang memakainya? Orang-orang dari bangsa lain. Kita membangun Pelabuhan Tanjung Priok, siapa yang memakainya? Sekarang pelabuhan itu sahamnya mayoritas sudah dikuasai bangsa lain. Berarti bangsa lain yang menggunakan.
2/5
[116] Mustahil Asing Menyejahterakan Tuesday, 14 January 2014 12:16
Sedangkan secara kebudayaan, kita semakin tenggelam, kehilangan identitas, semakin tidak mempunyai hak atas bumi yang kita pijak sendiri, terhadap tradisi kita sendiri. Dan lama-lama konsepsi dan ciri-ciri kita bernegara itu hilang, tidak ada.
Pejabat negara kita menyatakan dengan adanya investasi asing akan menyerap tenaga kerja kita?
Ya itu makanya, menyerap tenaga kerja itu, kita memang bekerja, ada pekerjaan di sini tetapi kita bekerja untuk keuntungan siapa? Bangsa lain, bukan untuk keuntungan bangsa sendiri. Kita dihisap menjadi pesuruhnya bangsa-bangsa, jadi budaknya!
Kan digaji...
Kita diberi upah memang, tapi tidak lebih dari 15 persen total keuntungan mereka. Selebihnya itu adalah keuntungan mereka. Investasi asing ini juga tidak memberikan keuntungan yang besar kepada kas negara, tidak memberikan nilai tambah ekonomi yang tinggi kepada ekonomi kita.
Wajar dong kalau pemodal untungnya lebih besar...
Modal itu apa sih? Modal kan kapasitas. Sumber daya manusia dan sumber daya alam kita itu sebenarnya adalah modal. Tapi kita karena ditipu oleh satu cara perhitungan modal itu. Contoh apakah kekayaan alam kita pernah dihitung sebagai modal? Tidak pernah kan?
Sekarang, sebuah perusahaan asing, mendapatkan kontrak untuk melakukan eksploitasi kekayaan alam di Indonesia. Apakah mereka punya uang? Tidak. Lantas apa yang mereka lakukan? Kekayaan alam kita itu langsung mereka jaminkan kepada bank-bank internasional untuk mendapatkan uang.
Tanah kita digadaikan oleh perusahaan swasta dan asing! Jadi sebenarnya yang punya modal
3/5
[116] Mustahil Asing Menyejahterakan Tuesday, 14 January 2014 12:16
siapa? Makanya alasan itu adalah alasan palsu untuk menipu rakyat kita. Itulah konsekuensi kalau kita menyerahkan sektor ekonomi kita kepada swasta khususnya swasta asing.
Mengapa diserahkan kepada swasta, asing lagi?
Karena pengurus negara ini yang mengabdi kepada kepentingan asing. Jadi tidak memiliki suatu spirit untuk berdaulat sehingga begitu saja tunduk pada instrumen-instrumen internasional.
Mengapa?
Karena mereka memiliki keyakinan yang keliru. Mereka kira dengan masuknya investasi akan meningkatkan kesejahteraan sosial. Padahal dari sisi kesejahteraan sosial, investasi asing sama sekali tidak memberikan jaminan kesejahteraan bagi rakyat negara ini. Sangat tidak mungkin investasi asing itu untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat kita. Karena investasi asing itu, sedari awal hingga sekarang memang hanya untuk mencari keuntungan, profit... profit... dan profit.
Dan ternyata, investasi asing yang paling ekstrim itu menyingkirkan masyarakat kita dari wilayah-wilayah penghidupannya. Misalnya, investasi pertambangan, di mana-mana pasti akan berkonflik dengan masyarakat sekitar. Investasi minyak juga demikian, investasi di bidang perkebunan dan kehutanan juga demikian.
Lantas bagaimana agar terjadi kesejahteraan sosial?
Kesejahteraan sosial sesungguhnya hanya bisa dilakukan oleh negara dan konstitusi negara yang menjadi instrumen untuk mengelola kekayaan negara ini. Sehingga pengelolaan kekayaan kita harus dilakukan oleh negara, oleh BUMN.
Tetapi keyakinan itu diabaikan dan malah meyakini swasta asing sebagai instrumen
4/5
[116] Mustahil Asing Menyejahterakan Tuesday, 14 January 2014 12:16
kesejahteraan sosial. Maka dibuatlah perundang-undangan yang bersifat liberal yang mendukung asing. Dan proses pembuatan undang-undang itu pun dibiayai oleh Bank Dunia, ADB, IMF dan negara-negara maju. Kalau kita lihat, lembaga-lembaga keuangan internasional dan negara-negara maju itu kan kaki tangannya korporasi internasional di dalam meraih tujuan-tujuan mereka.
Jadi perusahaan asing yang gede-gede itu, menggunakan negara maju dan institusi keuangan internasional untuk mengusahakan atau menyelenggarakan kepentingan mereka di negara-negara miskin dan negara-negara berkembang.
Sehingga dibuatlah UU yang liberalistik?
Di Indonesia, yang memang elite politiknya berkeyakinan kapitalistik, jadi lebih mudah diintervensi untuk mendorong suksesnya agenda-agenda perusahaan-perusahaan itu. Contoh, IMF membiayai dan mendorong elite politik kita untuk tidak melakukan diskriminasi antara perusahaan kita dengan perusahaan asing sehingga disahkanlah UU No 25 tahun 2007.
Lalu UU itu diturunkan menjadi UU Daftar Negatif Investasi. Maka dibukalah seluruh kekayaan ekonomi kita untuk modal asing. Maka dengan dua UU itu saja terbuka seluas-luasnya bagi masuknya investasi asing.[]
5/5