REFERAT Diajukan sebagai salah satu persyaratan PPDS 1 Radiologi
Tanda Awal Stroke Iskemik pada CT Scan Tanpa Kontras
Oleh : dr. Asma Mardhiah
Pembimbing : dr. Sudarmanta Sp. Rad (K)
BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GAJAH MADA 2014 BAB I 1
PENDAHULUAN
Stroke merupakan sindrom klinis dengan tanda klinis fokal maupun global yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi serebral yang berlangsung lebih dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak. Stroke dapat diklasifikasi menjadi dua yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik, dimana stroke iskemik merupakan kasus terbanyak yaitu sebesar 80 % dan stroke hemoragik sebesar 20%.1 Stroke sebagai penyebab kematian kedua di seluruh dunia dan ketiga di Inggris setelah penyakit jantung dan kanker. Selain itu juga sebagai penyebab kecacatan terbesar pada orang dewasa di Inggris, terjadi sebanyak 100.000 kasus setiap tahunnya. Mortalitas pasien stroke di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta menduduki peringkat ketiga setelah penyakit jantung koroner dan kanker, 51,58% akibat stroke hemoragik, 47,37% akibat stroke iskemik, dan 1,05% akibat perdarahan subaraknoid. Menurut laporan unit stroke tahun 2009, di Unit Stroke RSUP Dr Sardjito terlihat peningkatan jumlah kasus terutama stroke iskemik akut.1,2 Peran neuroimaging pada stroke iskemik akut adalah untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain yang memiliki gejala menyerupai stroke, seperti perdarahan intraserebral, hematom subdural, serebritis, hemiplegi atau hemisensorik migrain dan penyebab kejang fokal seperti tumor dan malformasi arterivenosa. Sebelum ditemukan terapi stroke baru, pencitraan dilakukan dalam jangka waktu yang lama setelah onset gejala karena temuan pencitraan tidak mengubah terapi stroke. Sejak dilaporkan penggunaan
aktivator
plasminogen
jaringan
rekombinan
(recombinant
tissue
plasminogen activator, rt-PA) dalam 3 jam onset gejala dapat memperbaiki hasil akhir terapi, hal ini menyebabkan pentingnya dilakukan CT scan dini untuk menyingkirkan perdarahan intrakranial dan penyebab non vascular CT scan tanpa kontras 2
direkomendasikan oleh American Heart Association sebagai modalitas pilihan pertama pada stroke karena mudah diakses, cepat dan ditoleransi pasien sehingga memungkinkan triage yang cepat pada pasien yang diduga stroke. Di Indonesia, CT scan lebih mudah ditemui di daerah-daerah dibandingkan MRI dan harganyapun lebih terjangkau bagi masyarakat indonesia. Untuk itu menjadi sangat penting untuk dapat menilai gambaran CT scan kepala pada awal stroke iskemik sehingga dapat dilakukan terapi yang tepat.1,3 Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui dan memahami tanda awal stroke iskemik pada CT scan non kontras.
BAB II 3
TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomy Sistem saraf pusat memperoleh darah dari arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Semua arteri yang masuk ke otak merupakan ujung arteri, yang berarti tidak memiliki anastomosis prekapiler dengan arteri lainnya sehingga jika terjadi obstruksi maka akan menyebabkan infark pada daerah yang mendapat pasokan aliran darah. Arteri karotis interna merupakan cabang dari arteri karotis komunis. Arteri karotis memasuki kanal karotis
dengan memiliki banyak lekukan hal ini berguna untuk
mengurangi kekuatan aliran darah ke otak. Pada perjalanan arteri menuju kanalis karotikus dari tulang petrosus dan sinus kavernosus, arteri memberi cabang kecil ke dasar telinga tengah, dura dan klivus, ganglion semilunaris dari saraf trigeminal dan kelenjar hipofise. Di bawah muara kranialis dari kanalis optikus, karotis interna memasuki rongga subarachnoid dan memberikan cabang arteri ophalmika. Pada ujung anterior sinus cavernosus, arteri berjalan ke arah atas, menembus dura dan arachnoidmeter menuju ruang subarachnoid medial masuk ke prosessus klinoid anterior. Arteri kemudian berubah arah ke posterior dan berjalan ke atas dan terbagi menjadi arteri cerebri anterior dan arteri cerebri media. Segera setelah keluar dari arteri karotis interna, arteri serebri anterior memberikan sejumlah cabang-cabang kecil yang memasuki substansia perforata anterior dan memberikan darah ke separuh medial dari korpus striatum anterior, krus anterior kapsula interna, regio septalis dan komisura anterior. Setelah mempercabangkan arteri serebri anterior, arteri karotis interna menjadi arteri serebri media yang merupakan arteri terbesar dari seluruh arteri cerebri. Arteri cerebri media memberikan aliran darah ke putamen, nukleus caudatus, sepertiga lateral dari palidum dan segmen dorsal kapsula interna, berjalan diantara putamen dan nukleus
4
caudatus. Arteri ini bertanggung jawab untuk seluruh regio frontalis, parietalis dan temporalis (gambar 1).4,5 Arteri vertebralis berukuran lebih kecil dan berjalan melalui foramen transversum vertebra servikalis kemudian masuk ke dalam kranium melalui foramen magnum, arteri tersebut menyatu untuk membentuk arteri basilaris (sistem vertebrobasiler) setinggi pons dan medula di batang otak. Arteri basilaris bercabang menjadi arteri serebellum superior kemudian arteri basilaris berjalan ke otak tengah dan bercabang menjadi sepasang arteri serebri posterior. Arteri serebri posterior memberikan darah ke otak tengah dan thalamus. Sirkulus wilisi merupakan struktur arteri yang menghubungkan sirkulasi arteri kiri, kanan, anterior dan posterior, berbentuk sebuah lingkaran yang melingkari kiasma optikus dan hipofisis (gambar 2).4,5
B. Definisi Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global) yang berlangsung cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan kematian, tanpa
ditemukannya penyebab selain gangguan
vaskular. Menurut WHO, ada 3 tipe utama stroke, yaitu stroke iskemik, stroke hemoragik intraserebral dan stroke hemoragik subarachnoid.6 Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi pembuluh darah otak yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi. Klasifikasi stroke iskemik didasarkan pada faktor resiko, gambaran klinis dan temuan pada pencitraan otak seperti CT maupun MRI. Perubahan gambaran CT maupun MRI dipengaruhi dengan perubahan patologis dalam jaringan otak. Tahapan perubahan dari stroke iskemik dapat di bagi menjadi hiperakut (0-6 jam), akut (6-24 jam) , subakut (24 jam – 2 minggu) dan kronis (lebih dari 2 minggu). Pada setiap tahapan tersebut temuan
5
pencitraan akan berbeda, hal ini dipengaruhi oleh ukuran, durasi dan keparahan infark, metabolisme jaringan otak dan adanya arteri kolateral.7,8,9,10
C. Epidemiologi Stroke sebagai penyebab kematian kedua di seluruh dunia dan ketiga di Inggris setelah penyakit jantung dan kanker. Selain itu juga sebagai penyebab kecacatan terbesar pada orang dewasa di Inggris, terjadi kasus sebanyak 100.000 setiap tahunnya. Di Amerika Serikat setiap tahun terdapat 700.000 penderita baru maupun stroke iskemik akut berulang dan sekitar 15 % meninggal karenanya. Diperkirakan pada tahun 2025 terdapat 1,2 juta penderita stroke di Amerika Serikat. Stroke terjadi pada semua usia, lebih sering terjadi pada lanjut usia. Resiko stroke dua kali lebih besar pada usia diatas 50 tahun, tetapi 30 % dari stroke terjadi sebelum usia 65 tahun. Peningkatan morbiditas stroke diamati pada usia kerja diatas 64 tahun, beberapa dapat melewati fase akut, 1020 % dapat kembali bekerja dan lainnya menjadi cacat dengan defisit neurologis. 1,9,11 Dua pertiga dari semua stroke yang berakhir dengan kematian 60% terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Insidennya meningkat akibat penurunan aktivitas fisik, merokok dan perubahan pola makan. Di berbagai negara terdapat 30 % orang dewasa dengan hipertensi. Pria memiliki insiden lebih tinggi dibandingkan perempuan, tetapi perempuan memiliki tingkat kematian lebih tinggi. Orang kulit hitam memiliki tingkat kematian stroke lebih tinggi daripada kulit putih.11 Pada 1053 kasus stroke di 5 rumah sakit di Yogyakarta angka kematian tercatat sebesar 28,3% sedangkan pada 780 kasus stroke iskemik adalah 20,4%, lebih banyak pada laki-laki. Mortalitas pasien stroke di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta menduduki peringkat ketiga setelah penyakit jantung koroner dan kanker, 51,58% akibat stroke hemoragik, 47,37% akibat stroke iskemik, dan 1,05% akibat perdarahan subarachnoid.
6
Penelitian prospektif tahun 1996/1997 mendapatkan 2.065 pasien stroke dari 28 rumah sakit di Indonesia. Survei Departemen Kesehatan RI pada 987.205 subjek dari 258.366 rumah tangga di 33 propinsi mendapatkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian utama pada usia > 45 tahun (15,4% dari seluruh kematian). Prevalensi stroke rata-rata adalah 0,8%, tertinggi 1,66% di Nangroe Aceh Darussalam dan terendah 0,38% di Papua. Di Unit Stroke RSUP Dr Sardjito, sejak berdirinya pada tahun 2004, terlihat peningkatan jumlah kasus terutama stroke iskemik akut ( tabel 1). 2,7
D. Patofisiologi Stroke iskemik terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, akibat yang ditimbulkan bergantung pada tingkat keparahan dan lamanya penurunan aliran darah tersebut. Menurunnya aliran darah ke otak memicu
kematian sel melalui proses
eksitotoksik, gangguan keseimbangan ion, oksidatif atau nitrosative stress, inflamasi, apoptosis dan periinfrak depolarisasi.9,12 Hilangnya fungsi dari jaringan otak terjadi ketika aliran darah otak menurun ke level 15-20 ml/100 g per menit, dimana aliran darah otak normal adalah 50-60 ml/100 g permenit, jika aliran darah turun 70-80 % dari normal akan timbul reaksi sintesis albumin inhibisi, tingkat ini merupakan tingkat kritis pertama dari iskemik. Penurunan aliran darah 50 % dari normal (sekitar 35 ml/100g permenit) menyebabkan aktivasi glikolisis anaerobik dan peningkatan konsentrasi laktat, peningkatan asidosis laktat dan edema sitotoksik. Iskemik progresif dengan penurunan aliran darah lanjut yaitu 20 ml/100mg permenit menyebabkan penurunan sintesis ATP, peningkatan insufisiensi energi, ketidakstabilan membran sel, pelepasan transmiter amino acidergic dan gangguan fungsi transport kanal ion aktif. Pada tingkat kritis yaitu penurunan aliran darah hingga 10 ml/100 mg permenit menyebabkan depolarisasi membran sel dan hal ini merupakan kriteria utama kerusakan sel irreversibel (Tabel 2). 7,9 7
Proses patofisiologi berkembang dalam serangkaian peristiwa komplek spasial dan temporal terjadi selama beberapa jam hingga berhari-hari, memiliki gambaran yang tumpang tindih dan menunjukkan cedera dalam neuron, sel glial dan elemen vascular. Berkurangnya aliran darah ke otak menyebabkan Eksitotoksis dan nekrosis sel
terjadi
terbentuknya area inti iskemik.
dalam beberapa menit dan jaringan otak
mengalami kerusakan permanen pada daerah yang tidak miliki reperfusi yang adekuat. Sel- sel di daerah perifer memiliki sirkulasi kolateral dan kondisi mereka ditentukan oleh beberapa faktor seperti tingkat iskemik dan waktu referfusi, daerah ini disebut dengan penumbra iskemik. Penumbra iskemik merupakan jaringan otak dengan perfusi rendah pada saat terjadi gangguan fungsional dan integritas morfologi, memiliki kapasitas untuk pulih kembali saat perfusi telah membaik (gambar 3). Di daerah ini kematian sel terjadi lebih lambat melalui proses kematian sel.12,13 Pada fase akut iskemik secara makroskopik tidak menunjukkan adanya perubahan patologis. Namun, pemeriksaan makroskopik dapat mendeteksi perubahan saraf seperti pembengkakan mitokondria dan disorganisasi yang terlihat setelah 20 menit onset iskemik. Perubahan tersebut bisa menjadi satu-satunya tanda iskemik pada 6 jam pertama.9
E. Etiologi Stroke iskemik merupakan penyakit heterogen yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang mendasarinya. Sumbatan pada stroke iskemik meliputi berbagai etiologi seperti
aterosklerosis, trombosis, emboli, trombosis vena, stenosis vena,
vasculitis dan sistemik hipoperfusi. Dimana penyakit utama yang mendasari terjadi stroke iskemik adalah aterosklerosis, kardiogenik dan mekanisme lakunar (gambar 4
8
dan 5). Sebagian besar kasus gagal untuk mengidentifikasi penyebab stroke dan kelompok ini disebut dengan stroke kriptogenik.1,9 Penyebab paling umum dari stroke iskemik adalah stenosis dan oklusi di arteri karotis dan vertebralis. Dari berbagai penelitian etiologi stroke iskemik didapatkan sekitar 50 % disebabkan adanya tromboemboli akibat aterosklerosis yang besar dan sedang. Sekitar 25 % kasus terjadi pada arteri serebral kecil dimana 20 % terkait dengan emboli jantung dan hanya 5 % terjadi akibat lainnya seperti infark miokard, vaskulopati, cedera, bedah aneurisma, penyakit darah, infeksi atau intoksikasi obat.9
F. Gejala klinis Stroke merupakan defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba. Gejala stroke bergantung pada daerah anatomis yang terkena pada sistem saraf pusat. Biasanya stroke sebagai sebuah sindrom, dimana terdapat sekumpulan gejala dari kerusakan sistem saraf pusat. Gejala yang dapat timbul pada stroke iskemik yaitu sakit kepala, kelemahan anggota tubuh, ataksia, kehilangan sensor tubuh, gangguan penglihatan, gangguan bicara, kognitif dan perilaku.11 Sakit kepala tiba-tiba terjadi pada stroke iskemik yang disebabkan diseksi arteri karotis maupun vertebralis yang diikuti dengan nyeri pada wajah dan leher. Kelemahan anggota gerak tubuh tergantung pada letak lesi. Lesi pada kortikal perifer hanya akan terjadi kelemahan fokal (paresis) yang melibatkan wajah, lengan dan tangan. Lesi pada subkortikal atau pada batang otak menyebabkan kelemahan pada wajah, lengan dan kaki pada satu sisi tubuh (hemiparesis).11
G. Diagnosis Adanya defisit neurologis fokal dan adanya riwayat timbulnya tanda dan gejala dengan onset akut bisa mengarahkan kecurigaan adanya serangan stroke. Dengan 9
melakukan anamnesa pasien, pemeriksaan neurologis, pemeriksaan laboratorium darah serta pemeriksaan neuroimaging dapat membantu dalam mendiagnosis stroke serta prognosis stroke akut. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berupa pemeriksaan darah lengkap, INR, aPTT, PTT, gula darah, Natrium, kalium, ureum, creatinin, CK, CK-MB, dan CRP. 7 Pemeriksaan neuroimaging baik CT scan maupun MRI dapat secara cepat, tepat dan akurat membedakan antara stroke iskemik dan stroke perdarahan, selain itu juga dapat mengetahui lokasi infark dan memprediksi respon terapi. Setelah serangan stroke dengan lesi yang luas, misalnya di daerah kortikal atau ganglia basalis, gambaran abnormal CT kepala akan muncul setelah 1-3 jam.7,14
H. Penatalaksanaan Tujuan penatalaksanaan komprehensif pada kasus stroke akut adalah meminimalkan jumlah sel yang rusak melalui perbaikan jaringan penumbra dan mencegah perdarahan lebih lanjut pada perdarahan intraserebral, mencegah secara dini komplikasi neurologik maupun medik, dan mempercepat perbaikan fungsi neurologis secara keseluruhan. Jika secara keseluruhan dapat berhasil baik, prognosis pasien diharapkan akan lebih baik.2,7 Penanganan stroke hiperakut dilakukan di Instalasi Rawat Darurat (IRD) dan merupakan tindakan resusitasi serebro kardio pulmonal yang bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid, hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit), jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada 10
keluarganya agar tetap tenang. Dan selanjutnya pada stadium akut dilakukan penanganan faktor faktor etiologik maupun penyulit.7 Pemberian antipletelet seperti aspirin dan anti koagulan atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen Activator) pada pasien stroke iskemik bertujuan untuk referfusi. Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia). Referfusi yang tepat waktu dapat mencegah kematian sel dan membantu kembali fungsi normal otak.2,15 Manajemen stroke pada saat ini fokus pada penggunaan trombolisis. CT scan tanpa kontras berperan dalam pengambilan keputusan terapi ini. ECASS memberikan kriteria inklusi utama pemberian terapi trombolisis yaitu stroke iskemik akut, usis 18-80 tahun, gejala tampak selama minimal 30 menit tanpa perbaikan sebelum diberikan terapi. Kriteria ekslusi utama yaitu perdarahan intrakranial dan stroke berat. Dikatakan stroke berat bila pada CT scan didapatkan lesi lebih dari sepertiga wilayah arteri serebri media. Hal ini disebabkan karena trombolisis yang dilakukan pada daerah ireversibel yang luas memiliki resiko tinggi terjadinya perdarahan.1,15
I.
Pemeriksaan CT kepala tanpa kontras
1. Teknik CT scan tanpa kontras pada pasien stroke akut yang datang ke rumah sakit Massachusetts dilakukan di instalansi gawat darurat menggunakan multideteksi helik scanner.
Parameter pencitraan bergantung pada jenis alat (16 potongan atau 64
potongan) dan
merek CT scan yang digunakan. Tujuan dari pencitraan
untuk
memaksimalkan kualitas gambar pada struktur fossa posterior, meminimalkan dosis radiasi, artefak helik dan gambar noise. Untuk mencapai tujuan ini maka digunakan
11
lapangan heliks kurang dari 1, kecepatan meja lambat (8-11 mm/detik), rotasi gantri cepat (0,5-0,8 putaran/detik) dan pengaturan focal spot terkecil.14 Pada CT scan nilai atenuasi berbanding lurus terhadap kepadatan jaringan dan disebut sebagai Hounsfield Unit (HU). HU merupakan skala densitas linier dimana air memiliki nilai 0. Pada awal stroke, penurunan atenuasi sangat kecil sehingga sering tak terlihat oleh mata, tetapi dengan pemilihan jendela yang tepat dan pengaturan tingkat (HU) yang digunakan pada CT merupakan variabel penting untuk mendeteksi awal stroke. Pada sebuah penelitian telah membuktikan deteksi stroke iskemik menggunakan lebar jendela sempit dan pengaturan tingkat untuk membedakan perubahan atenuasi kecil dengan jaringan normal dan iskemik jaringan putih abu-abu (gambar 6). CT tanpa kontras pada pasien stroke pada awalnya menggunakan pengaturan standart 80 HU W dan 20 HU L dan kemudian menggunakan variabel jendela sempit dan pengaturan tingkat yaitu sekitar 8 HU W dan 32 HU L.14
2. Temuan Pemeriksaan CT kepala tanpa kontras merupakan pemeriksaan diagnostik garis pertama pada kasus stroke akut. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat, tepat dan ketersediaannya luas, selain itu harganya relatif murah. Pada kasus darurat, CT scan non kontras dilakukan untuk mendeteksi adanya perdarahan dan tanda awal infark sehingga akan menentukan terapi yang diberikan. Mengidentifikasi stroke iskemik dengan CT tidak hanya berguna untuk mengetahui letak infark tetapi juga dapat memprediksi respon terapi trombolitik. 3,14 CT scan tanpa kontras dapat mendeteksi area iskemik pada otak dalam waktu 3-6 jam setelah timbulnya gejala (hiperakut). Tanda awal yang tampak pada radiologi berhubungan dengan infark parenkim, gejala sisa seluler dan akibat oklusi pembuluh
12
darah. Infark serebri akut menghasilkan hipoperfusi serebri dan edema sitotoksik. Pada fase ini adanya iskemik diidentifikasi sebagai tanda awal infark, yaitu hilangnya batas area putih abu-abu, penyempitan sulci serta fissura silvii dan kompresi sistema ventrikel serta sisterna, nukleus lentiformis tampak mengabur (hipodens), insullar ribbon sign dan hyperattenuating (“hyperdense”) media sign.1,14 Edema sitotoksis tejadi karena adanya asidosis laktat dan kegagalan pompa ion membran sel akibat masukan ATP yang tidak memadai. Proses ini melibatkan redistribusi air jaringan dari ruang ekstraseluler ke intraseluler, sehingga terjadi pembengkakan sel, berkurangnya ruang ekstraseluler dan keterbatasan gerak molekul air di dalam sel maupun di luar sel. Konsentrasi air di daerah yang terkena akan meningkat. Adanya perubahan air dalam jaringan mengakibatkan terjadinya penurunan atenuasi area putih abu-abu. Hipodensitas terjadi karena edema vasogenik (3-6 jam) disebabkan hilangnya batas integritas endotel dan terjadi jika adanya perfusi. Manifestasi dari proses ini pada CT tanpa kontras akan tampak sebagai pembengkakan gyrus, penipisin sulci dan hilangnya batas area putih abu-abu (gambar 7) 1,9,14 Nukleus lentiformis yang mengabur disebabkan terjadi peningkatan hipoatenuasi akibat edema sitotoksis yang terjadi 2 jam setelah gejala. Karena cabang lentikulostriata arteri serebri media merupakan ujung pembuluh darah sehingga nukleus lentiformis rentan terhadap kerusakan yang irreversibel akibat oklusi di proksimal arteri serebri media (Gambar 8). 15 Insullar ribbon sign merupakan hipoatenuasi pada kortek insula yang muncul pada tahap awal sumbatan di ASM. Terjadi akibat posisi watershed yang jauh dari asupan pembuluh darah kolateral arteri anterior serebri dan posterior serebri.
Tanda ini
menunjukkan adanya awal kerusakan yang ireversibel (gambar 9). Selain hipodensitas
13
pada insula dan nukleus, sebagai akibat oklusi pada ASM hipodensitas juga terjadi pada korteks dan ganglia basalis.1,15 Sebuah tanda penting yang dapat diidentifikasi pada CT non kontras adalah penyumbatan pembuluh darah, yang berupa lesi hiperdens pada pembuluh darah. Hiperdensitas dapat terdeteksi dalam setiap pembuluh darah yang tersumbat. Baik pada ASM, ASA, ASP dan pada arteri basilaris (gambar 10).1 Tanda hiperdensitas arteri serebri media (HASM) sering diidentifikasi sebagai hiperdensitas linier di proksimal segmen M1 ASM atau sebagai titik hiperdense dalam fissura silvii (gambar 11). Ditemukan paling cepat 90 menit setelah gejala. Hiperdensitas pada sirkulus wilisi
(Sylvian dot sign) terjadi akibat sumbatan di ASM sedangkan
sumbatan atau trombus pada distal cabang sylvian ASM (M2 atau M3) ditandai dengan adanya ASM dot sign. Sylvian dot sign sering terlihat tanpa diikuti hiperdensitas arteri serebri media. Diagnosis banding dari hiperdensitas ASM ini adalah
kalsifikasi
arteroslerosis dan peningkatan hematokrit.1,14,15 Daerah hipodens pada CT tanpa kontras cenderung menunjukkan adanya kerusakan iskemik berat dan irreversibel. Hipoatenuasi pada CT menunjukkan hubungan dengan hipoperfusi jaringan tomografi
yang dibuktikan dengan pemeriksaan positron emisi
(PET). Dalam rangka meningkatkan standarisasi deteksi dan pelaporan
hipodensitas pada stroke iskemik di kenalkan Alberta stroke programme early CT scan (ASPECTS) pada tahun 2000. Pada ASPECTS wilayah ASM dibagi menjadi 10 daerah pada 2 irisan aksial, termasuk caudatus, insula, lentikular, kapsula interna dan enam daerah lainnya pada korteks (M1-M6) (Gambar 12). Skor tersebut dihitung dengan menggunakan 10 poin, dilakukan pengurangan 1 poin pada daerah yang memiliki hipodensitas iskemik. Maka ASM normal akan memberikan nilai 10 dan wilayah ASM infark memiliki skor 0.14 14
BAB III PEMBAHASAN
Stroke merupakan gangguan fungsional otak fokal maupun global yang terjadi secara akut, lebih dari 24 jam (kecuali ada intervensi bedah atau meninggal), berasal dari gangguan aliran darah otak. Termasuk didalamnya adalah perdarahan subarachnoid, perdarahan intraserebral dan iskemik atau infark otak. Tidak termasuk gangguan darah otak sepintas, tumor otak dan stroke sekunder akibat trauma. Stroke juga didefinisikan sebagai defisit neurologik yang terjadi secara akut, disebabkan oleh iskemik atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pada vasa darah otak yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi.7 CT scan tanpa kontras merupakan pemeriksaan lini pertama pada pasien dengan gejala penurunan fungsi neurologis. Dengan pemeriksaan ini dapat diketahui penyebab gejala apakah terjadi stroke atau sebab lainnya yang menyerupai stroke seperti perdarahan intraserebral, hematom subadural, cerebritis, hemiplegi atau hemisensorik migrain dan penyebab kejang focal seperti tumor dan malformasi arterivenosa. Pada kasus stroke, pemeriksaan CT scan tanpa kontras dimaksudkan untuk mengetahui apakah stroke perdarahan atau stroke iskemik, karena hal ini berguna untuk mengeksklusi perdarahan dan pemberian terapi anti trombolisis.1,3 CT tanpa kontras telah digunakan sejak tahun 1980 untuk menyingkirkan perdarahan pada pasien stroke akut. Pada tahun 1995 dilakukan penelitian oleh National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS), dimana diperkenalkan terapi trombolisis untuk pengobatan stroke iskemik dengan sumbatan pada area ASM. Wardlaw melakukan tinjaun dari semua penelitian tentang terapi trombolitik yang 15
digunakan pada stroke iskemik akut dalam 3-6 jam onset gejala, didapatkan penurunan jumlah pasien dengan fungsional jelek. Tetapi terdapat resiko terjadinya perdarahan dan kematian dalam 1-10 hari setelah pengobatan. Resiko ini meningkat seiring dengan interval waktu antara onset gejala dan pemberian terapi. Terapi pada awal onset gejala memiliki prognosis yang baik. Mengidentifikasi stroke iskemik dengan CT tidak hanya berguna untuk mengetahui letak infark tetapi juga dapat memprediksi respon terapi trombolitik. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa dengan mendeteksi perubahan iskemik awal pada CT scan tanpa kontras dapat memprediksi kedua hasil fungsional dan resiko perdarahan intrakranial.3,15 Mendeteksi tanda awal stroke iskemik dengan CT scan tanpa kontras dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tingkat keparahan infark berdasarkan pemeriksaan klinis dan National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) dan jarak onset gejala dengan dilakukannya pencitraan. Tingkat deteksi pada tanda awal stroke iskemik dalam jendela waktu 3 jam adalah 67 % atau kurang di sebagian penelitian dan mungkin kurang dari 30 %.16 Nilai sensitivitas deteksi stroke iskemik dengan menggunakan pemeriksaan CT scan non kontras bervariasi dalam setiap penelitian. Variasi ini disebabkan karena adanya perbedaan dalam desain dan fokus penelitian, wilayah pembuluh darah yang terkena dan generasi CT scan yang digunakan. Kelompok kontrol tanpa stroke pada umumnya tidak dimasukkan pada laporan penelitian sehingga spesifitas CT scan sulit dinilai. Untuk mengetahui pengaruh lesi dan keakuratan diagnosis dilakukan pengukuran Hounsfield units (HUs). Atenuasi HU parenkim otak pada iskemik akut berbanding lurus dengan tingkat edema, untuk setiap kenaikan kadar air jaringan sebesar 1 %, atenuasi akan menurun sebesar 3-5% atau nilai HU menurun sebesar 2,5 HU.14
16
Deteksi stroke dengan menggunakan standar parameter memiliki sensitivitas 57% dan spesifisitas 100%. Sensitivitas stroke iskemik meningkat menjadi 71 % ketika menggunakan jendela sempit tanpa menurunkan spesifisitasnya. Selain itu pemakaian jendela sempit dan pengaturan level tidak secara signifikan meningkatkan waktu yang dibutuhkan untuk interprestasi hasil. Hal ini didukung juga dengan sebuah penelitian stroke iskemik akut dengan menggunakan stroke window yaitu lebar 30 HU dan center level 35 HU, didapatkan deteksi awal stroke iskemik dengan CT scan tanpa kontras secara signifikan meningkat (gambar 13). 3,14 CT scan tanpa kontras dapat mendeteksi area iskemik pada otak dalam waktu 3-6 jam setelah timbulnya gejala (hiperakut). Tanda awal yang tampak pada radiologi berhubungan dengan infark. Infark serebri akut menghasilkan hipoperfusi serebri dan edema sitotoksik. Pada fase ini adanya iskemik diidentifikasi sebagai tanda awal infark, yaitu hilangnya batas area putih abu-abu, penyempitan sulki serta fissura silvii dan kompresi sistema ventrikel seta sisterna, nukleus lentiformis tampak mengabur (hipodens), insullar ribbon sign dan hyperattenuating (“hyperdense”) media sign.1,3,14 CT scan kepala non kontras dapat mendeteksi efek iskemik pada jaringan otak. Iskemik merupakan abnormal fungsi aliran
darah yang mengarah ke saraf dan
mengakibatkan edema sitotoksik endotelial kemudian terjadi ionik edema. Adanya peningkatan kadar air pada otak menyebabkan penurunan atenuasi sinar X dan akan tampak hipodens pada CT, paling sering terjadi pada area watershed yaitu kortek insula, nukleus lentiformis dan batas area putih abu- abu. Pembengkakan otak baik fokal maupun difus dapat dilihat berupa penipisan sulki dan kompresi ruang cairan serebrospinal. Dalam penelitian NINDS TPA, terdapat 14 % pasien menampilkan efek ini. Ditemukan pada onset 3 jam pertama, 31 % dari pasien memiliki tanda awal iskemik seperti hilangnya batas area putih abu-abu (27 % pasien) dan hipoatenuasi fokal maupun 17
difus (9 % pasien). Pada follow up terdapat infark pada pasien tersebut (nilai prediksi positif 87 %). Ketika CT tidak ditemukan hipoatenuasi, pembengkakan otak pada kasus stroke mungkin tidak menunjukkan iskemik dan jika aliran dipulihkan area yang bengkak tidak selalu menjadi infark. Temuan hipoatenuasi pada CT berhubungan dengan beratnya stroke dan lamanya onset gejala, tetapi tidak berhubungan dengan hasil fungsional.17 Pada CT tanpa kontras, lesi hiperdens di proximal arteri intrakranial atau tanda hiperdens arteri menunjukkan adanya tromboemboli akut. Tanda ini dapat dideteksi pada ASM, arteri serebri posterior dan arteri basilar. Trombus di cabang sylvian dari ASM tampak sebagai bright dot. Tidak adanya tanda hiperdens arteri bukan berarti tidak terdapat trombus. Positif palsu dapat terjadi pada kalsifikasi arterosklerosis, meskipun dalam kasus hiperdensi pembuluh darah biasanya terjadi bilateral. Tanda hiperdens ASM ditemukan pada 40-50% pasien dengan infark di ASM. Tiga puluh enam jam setelah terapi dengan intravenous alteplas, tanda hiperdens ASM menghilang pada 50 % pasien. Menurut Leys et al , sensitifitas tanda ini hampir 100%, tetapi sensitivitasnya hanya sekitar 30%.15,17 Tanda-tanda awal iskemik stroke pada CT tanpa kontras ini menunjukkan terjadinya oklusi pada ASM. Tetapi tanda ini tidak memberikan informasi yang cukup pada 0-3 jam onset gejala, tidak didapatkan informasi seberapa besar kerusakan irreversibel jaringan otak, dimana hal ini sangat penting untuk menghindari perdarahan setelah terapi trombolisis.15 Penelitian ECASS pertama menekankan adanya kortikal hipoatenuasi lebih dari sepertiga wilayah ASM merupakan prediksi buruk setelah pemberian trombolisis intravena dalam onset 6 jam dan resiko perdarahan meningkat. Alberta Stroke Program CT Scale (ASPECTS) dapat diandalkan untuk menilai infark pada wilayah ASM dalam 3 jam onset gejala dan juga digunakan sebagai indikator prognosis. Nilai ASPECT lebih dari 18
7 dikaitkan dengan peningkatan resiko perdarahan pasca-trombolisis. ASPECTS dapat meningkatkan kemampuan klinis untuk mengidentifikasi hipoatenuasi. Hal ini dibuktikan dalam sebuah penelitian dimana didapatkan
sensitivitas dan spesifitas untuk hasil
fungsional yaitu 78 % dan 96%. Hipoatenuasi pada CT sulit dideteksi ketika terjadi di fossa posterior atau ketika pasien memiliki iskemik kronik atau leukomalasia.1,3
19
BAB IV KESIMPULAN
Computed
Tomography
tanpa
kontras
merupakan
pemeriksaan
untuk
mendiagnosis stroke iskemik atau stroke hemoragik, dimana pemeriksaan ini dapat membantu dalam mengeksklusi perdarahan dan mendeteksi tanda awal stroke iskemik. Tanda awal stroke iskemik berupa hipodensitas nukleus lentiformis, insular ribbon, hiperdensitas ASM (sylvian dot sign dan bright dot sign) dan hiperdensitas arteri basiler. Alberta Stroke Program CT Scale (ASPECTS) dapat diandalkan untuk menilai infark pada wilayah ASM dalam 3 jam onset gejala dan juga digunakan sebagai indikator prognosis. Nilai ASPECT lebih dari 7 dikaitkan dengan peningkatan resiko perdarahan pasca-trombolisis
20
DAFTAR PUSTAKA 1. Warren DJ, Musson R, Connoly DJA, Griffi ths PD, Hoggard N. Imaging in Acute Ischaemic Stroke: Essential For Modern Stroke Care. Postgrad Med J. 2010; 86: 409-18. 2. Setyopranoto I. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. Cermin Dunia Kedokteran. 2011; 38(4): 247-50. 3. Mainali S, Wahba M, Elijovich. Detection of early ischemic changes in noncontrast CT head. Hindawi. 2014: 1-4 4. Ryan S, McNicholas M, Eustace S. Anatomy for Diagnostic Imaging. 2nd.ed. Toronto: Elsevier, 2004. Pp. 73-9. 5. Duus P. Diagnosis Topik Neurologi : Anatomi, fisiologi, tanda, gejala. Edisi II. Suwono WJ, Editor. Jakarta : EGC, 1996. Pp. 310-16. 6. WHO. STEPS-Stroke manual. Switzerland : WHO, 2006. Pp. 11. 7. Setyopranoto I. Odem otak pada pasien stroke iskemik akut. Yogyakarta : Badan Penerbit fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada; 2012. Pp. 2-27 8. Adams HP, Bendixen BH, Kappele LJ. Classification of subtype of acute ischemic stroke, definition for use in a multicenter clinical trial TOAST. Stroke. 1993; 24: 35-41. 9. Kornienko VN, Pronin IN. Cerebrovascular Diseases and Malformations of the Brain. In : Kornienko VN, Pronin IN, editors. Diagnostic Neuroradiology. SpringerVerlag Berlin Heidelberg; 2009. Pp. 101-54. 10. Kim CA, et al. Conventional MRI and MR angiography of stroke. In : Gonzales RG, et al, editors. Acute ischemic stroke : imaging and intervention. Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2011. Pp. 123 11. Silverman IE, Rymer MM. Ischemic Stroke: An Atlas of Investigation and treatment. USA : Clinical Publishing Oxford; 2009. Pp. 1-30 12. Singhal AB, Lo EH, Dalkara T. Ischemic stroke : basic pathophysiology and neuroprotective strategies. In : Gonzales RG, et al, editors. Acute ischemic stroke : imaging and intervention. Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2011. Pp. 1-15 13. Silva GS, Koroshetz WJ. Causes of ischemic stroke. . In : Gonzales RG, et al, editors. Acute ischemic stroke : imaging and intervention. Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2011. Pp. 25-39 14. Almandoz JED, et al. Imaging of acute iskemic stroke : Unenhanced computed tomography. In : Gonzales RG, et al, editors. Acute ischemic stroke : imaging and intervention. Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2011. Pp. 43-54. 15. Tomandl BF, Klotz E, Phys D. Comprehensive imaging of ischemic stroke with multisection CT. RadioGraphics. 2003; 23: 565–92 16. Kunst MM, Schaefer PW. Ischemic Stroke. Radiol Clin N AM. 2011; 49: 1-26 17. Merino JG, Warach S. Imaging of acute stroke. Nat Rev Neurol. 2010; 6(10) : 5609 18. Tri AA. Ischemic Stroke : Pathophysiology and Principles of Localization. Neurology. 2009; 13: 1-14 19. Moeller TB, Reif E. Pocket atlas of sectional anatomy Computed tomograph and magnetic resonance imaging. 3rd. Ed. New York. Thieme; 2007. Pp. 27
21
LAMPIRAN
Gambar 1. Area teritorial arteri serebri
(Moeller, 2007)
Gambar 2. Sirkulus willisi. Darah memasuki sirkulasi serebral melalui arteri karotis internal dan vertebralis. Lingkaran anastomosis dibentuk oleh segmen C7 arteri karotis interna, segmen A1 dari arteri serebri anterior, komunikan anterior dan komunikan posterior dan segmen P1 dari arteri serebri posterior. (Atri, 2009)
Gambar 3. Inti iskemik dan penumbra
(Silva, 2011)
22
Gambar 4. Frekuensi stroke berdasarkan mekanisme
(Silva, 2011)
Gambar 5. Tempat tersering abnormalitas arteri dan jantung yang menyebabkan stroke iskemik.
(Silva, 2011) Gambar 6. CT scan tanpa kontras pada pasien wanita 79 tahun dengan hemiplegi sinistra dengan onset gejala 5 jam. Gambar i, iii menggunakan pengaturan standar CT scan (lebar jendela 75 dan level tengah 20). Gambar ii, iv menggunakan pengaturan jendela sempit (lebar jendela 16 dan level tengah 31). Meskipun tanda awal iskemik halus tampak pengaturan standar, tetapi lebih jelas pada pengaturan jendela sempit (panah).
(Almandoz, 2011)
23
Gambar 7. CT tanpa kontras menunjukan infark luas arteri serebri media dengan pembengkakan difus hemispherium, ditandai dengan penyempitan sulci dan fisura silvii dextra mengabur. (Warren, 2010)
Gambar 8. Hipoatenuasi pada nukleus lentiformis dextra setelah onset gejala 3 jam dengan kelemahan mendadak sisi kiri sesuai dengan infark pada area arteri serebri media. (A). Follow up setelah 24 jam tampak hipoatenuasi pada nukleus lentiformis dextra dan lobus frontalis posterior dextra (B). (Warren, 2010)
Gambar 9. Hipoatenuasi dengan insular ribbon sinistra pada infark arteri serebri media akut. (Warren, 2010)
Gambar 10. Pasien dengan riwayat penggunaan steroid anabolik dengan gejala penurunan kesadaran. Pada CT scan tanpa kontras menunjukkan hiperdensitas pada arteri basilaris (panah hitam) (A), menunjukkan tanda awal infark di arteri serebri posterior dextra dengan hilangnya batas area putih abu-abu (B). Pada follow up setelah 24 jam tampak infark luas di batang otak yang meluas ke pedunculus serebri media (C). Adanya udema mengakibatkan ventrikel 4 menyempit dan berkembang menjadi hidrosephalus (perhatikan regio temporal (panah putih)).
(Warren, 2010) 24
Gambar 11. Hiperdensitas pada lumen pembuluh darah- hiperdens arteri serebri media (HASM) sign. Tampak sebagai hiperdensitas linier di proximal segmen M1 pada arteri serebri media (panah hitam) atau sebagai titik hiperdens pada fissura silvii (kepala panah hitam). (Warren, 2010)
Gambar 12. Skematik ASPECTS
(Kunst, 2011) Gambar 13. CT scan tanpa kontras (a) menggunakan jendela standar (35/100), (b) menggunakan jendela stroke (35/30) tampak sulci sinistra menghilang dengan insular ribbon dan area hipodens di basal ganglia sinistra, (c) menggunakan jendela standar (35/100), (d) menggunakan stroke windows 35/30) tampak tanda ASM dextra, (e) menggunakan standart window (35/100), (f) menggunakan jendela stroke (35/30) tampak lesi hipodens di basal ganglia sinistra.
(mainnali 2014) 25
Tabel 1. Data pasien stroke di Unit Stroke RSUP Dr Sardjito, 2004-2009. (Setyopranoto, 2011)
Tabel 2. Reaksi jaringan otak akibat penurunan aliran darah. (Tri, 2009)
26