CONTINUING PROFESSIONAL CONTINUING CONTINUING DEVELOPMENT PROFESSIONAL MEDICAL DEVELOPMENT EDUCATION
Akreditasi PP IAI–2 SKP
Antikoagulan untuk Stroke Iskemik Kardioemboli Roveny Dokter Umum di Puskesmas Kecamatan Kembangan, Jakarta, Indonesia, Kolumnis Kesehatan
ABSTRAK Sekitar 20% stroke iskemik disebabkan kardioemboli. Stroke yang berhubungan dengan kardioemboli cenderung bermanifestasi lebih berat, berisiko tinggi berulang, serta mortalitasnya lebih tinggi. Pemberian antikoagulan lebih dianjurkan pada stroke iskemik kardioemboli sebagai upaya pencegahan, baik primer maupun sekunder. Pada kasus stroke lain, antikoagulan belum menunjukkan manfaat nyata. Kata kunci: Antikoagulan, iskemik, kardioemboli, stroke
ABSTRACT Approximately 20% of ischemic stroke are caused by cardioembolism. Stroke associated with cardioembolism tend to be more severe, higher risk for recurrence, and associated with a higher mortality rate. Anticoagulant is recommended in cardioembolic ischemic stroke, both for primary and secondary prevention, but has not demonstrated any significant advantages in other type of stroke. Roveny. Anticoagulants for Cardioembolic Ischemic Stroke. Keywords: Anticoagulant, cardioembolic, ischemic, stroke
PENDAHULUAN Secara umum, stroke dapat dibagi menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik. Di negara barat, 80% stroke berjenis iskemik.1 Sekitar 20% penderita stroke iskemik disebabkan oleh kardioemboli.2,3 Stroke yang berhubungan dengan kardioemboli cenderung bermanifestasi lebih berat, berisiko tinggi untuk berulang, serta berhubungan dengan mortalitas yang lebih tinggi.2,3 Kardioemboli akibat fibrilasi atrium akan meningkatkan risiko stroke sebanyak lima sampai enam kali lipat. Selain itu, kejadian rekurensinya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan penyebab stroke lain.3,4 Terdapat sedikit perbedaan penatalaksanaan pasien stroke iskemik kardioemboli, yaitu dalam hal pemberian antikoagulan. Antikoagulan lebih dianjurkan pada stroke iskemik kardioemboli sebagai upaya pencegahan, baik primer maupun sekunder.3-6 Sedangkan pada stroke jenis lain, pemberian antikoagulan belum menunjukkan manfaat nyata.7 Pemberian antikoagulan pada kasus Alamat korespondensi
stroke iskemik kardioemboli juga masih bersifat pro dan kontra. Antikoagulan oral warfarin terbukti menurunkan insiden dan rekurensi stroke iskemik kardioemboli secara signifikan, sedangkan antikoagulan lain seperti heparin tidak menunjukkan manfaat klinis yang bermakna.8 Pemberian antikoagulan juga memerlukan pemantauan secara berkala mengingat risiko perdarahan, baik ringan maupun berat. Kehadiran antikoagulan baru, seperti rivaroxaban, dabigatran, apixaban, dapat menjadi alternatif karena tidak membutuhkan banyak pemantauan, efek samping perdarahan minimal, dan tidak banyak berinteraksi seperti halnya warfarin.6 STROKE ISKEMIK Stroke merupakan suatu keadaan kehilangan fungsi neurologis secara mendadak akibat gangguan fokal pada aliran darah serebral, karena proses iskemik atau hemoragik.1 Stroke iskemik adalah tanda klinis dari disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak,
sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen.1,2 Penyebab stroke iskemik dikelompokkan menjadi lima, yakni aterosklerosis arteri besar, kardioemboli, oklusi arteri kecil, kasus penyerta (kelainan yang diidentifikasi sebagai etiologi stroke, misalnya diseksi arteri), serta sebab yang tidak dapat ditentukan berdasarkan kriteria deskriptif (tabel 1). MEKANISME KARDIOEMBOLI Sejumlah tipe material dapat dibawa melalui aliran darah dan berhenti di sirkulasi serebral menjadi tromboembolus, yang dapat mencetuskan stroke iskemik. Di antara material tersebut, emboli dari jantung merupakan penyebab tersering.1,2 Tabel 2 memperlihatkan kecenderungan sumber emboli yang menyebabkan stroke iskemik. Beberapa mekanisme pembentukan emboli pada kelainan jantung di antaranya:2,9 1. Secara mekanis Endokardium mengoptimalkan jantung dengan mengatur kontraksi dan relaksasi
email:
[email protected]
CDK-228/ vol. 42 no. 5, th. 2015
345
CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT Tabel 1. Penyebab stroke iskemik1 Systemic Hypoperfusion • Massive MI • Symptomatic cardiac arrhythmia • Shock • Severe hypotension with proximal stenosis • Hyperviscosity syndrome
Thrombosis • Atherosclerotic plaque rupture • Small-vessel lipohyalinosis • Vascular invasion by tumor • HIT type II • Sickle cell disease • TTP • DIC • Antiphospholipid antibody syndrome
Embolism
Luminal Obliteration
• Artery-to-artery • Atheroma fragments (thrombus from dissection site) • Cardioaortic • Cardiac thrombus fragments • Endocarditis vegetations (mycotic) • Cholesterol • Tumor • Decompression illness Paradoxical • Air • Cholesterol (especially post-fracture) • Deep venous thrombus fragments • Amniotic fluid
• Noninflammatory vasculopathy • Moyamoya disease • CADASIL • Sneddon syndrom • Fibromuscular dysplasia • Thromboangiltis obliterans (Burger's disease) • Malignant atrophic papulosis (KohlemeierDegos disease) • Sickle cell disease • Migraine • Extrinsic artery compression • Herniation • Masses • Vasculitis (see Table 3) • vasospasm • Subarachnoid hemorrhage • Meningitis • Drug-induced (CallFleming syndrome) • Angiotrophic lymphoma • Intravascular lymphoma • Lymphomatoid granulomatosis
CADASIL = cerebal autosomal dominant arteriopathy with subcortical infarcts and leukoencephalopathy; DIC = disseminated intravascular coagulation; HIT = heparin-induced thrombocytopenia; MI = myocardial infarction; TTP = thrombotic thrombocytopenic purpura. Tabel 2. Klasifikasi penyebab stroke iskemik emboli berdasarkan kecenderungan risiko1 High Risk Sources • • • • • • • • • • • • • • • • •
Left atrial thrombus Left ventricular thrombus Atrial fibrillation Paroxysmal atrial fibrillation Sick sinus syndrome Sustained atrial flutter MI ≤ 1 month prior Rheumatic mitral or aortic valve disease Bioprossthetic or mechanical heart valves Chronic MI with ejection fraction < 28% Symptomatic congestive heart failure with ejection fraction < 30% Dilated cardiomyopathy Nonbacterial thrombotic endocarditis Infective endocarditis Papillary fibroelastoma Left atrial myxoma Arterial dissection
Low Risk Source • • • •
Mitral annular calcification Patent foramen ovale Atrial septal aneurysm Atrial septal aneurysm and patent foramen ovale • Left ventricular aneurysm without thrombus • Spontaneous left atrial echo contrast (smoke) • Pulmonary arteriovenous malformation
Variable Risk Source • • • •
Hypercoagulable state Inherited thrombophilia Antiphospholipid antibodies Cancer
MI = myocardial infarction. (Data from Ay H, Furie KL, Singhal A, et al. An evidence-based causative classification system for acute ischemic stroke. Ann Neurol 2005;58:688-97; and Doufekias E, Segal AZ, Kizer JR. Cardioenic and aortogenic brain embolism. J Am Coll Cardiol 2008;51:1049-59.)
miokardium, yang hanya terjadi pada endokardium utuh. Pada endokardium yang rusak, trombus dapat menimbulkan respons inotropik pada miokardium yang bersangkutan dan menimbulkan kontraksi tidak seragam, sehingga memicu pelepasan trombus menjadi emboli.
346
2. Stagnasi aliran darah Pada keadaan seperti fibrilasi atrium, kontraksi yang timbul tidak adekuat untuk pengisian dan ejeksi ventrikel. Hal yang sama juga terjadi pada kardiomiopati dilatasi, infark miokard, dan gagal jantung kongestif. Stagnasi aliran darah di jantung menyebabkan keadaan
hiperkoagulasi yang kemudian mencetuskan pembentukan emboli. 3. Lain-lain Reaksi inflamasi di jantung, misalnya akibat vegetasi endokarditis infektif atau pemakaian katup prostetik, dapat mencetuskan pembentukan trombus. Pemecahan trombus oleh enzim proteolitik endokardial berisiko menimbulkan emboli. Pada keadaan lain, seperti myxoma pada jantung dan emboli yang timbul, mungkin merupakan pecahan fragmen tumor yang sebelumnya melekat pada dinding atrium. Pada kasus foramen ovale persisten, emboli yang terbentuk bersifat paradoks. Emboli yang berasal dari pembuluh darah vena dapat masuk ke peredaran darah arteri melalui foramen ovale jika dijumpai pintas kanan ke kiri. STROKE ISKEMIK KARDIOEMBOLI Hampir 90% emboli yang berasal dari jantung berakhir di otak. Hal ini disebabkan karena:2,10 1. Aliran darah ke otak berasal dari arkus aorta, sehingga emboli yang lepas dari ventrikel kiri akan disebarkan melalui aliran darah ke arteri karotis komunis kiri dan arteri brakiosefalik. 2. Jaringan otak sangat sensitif terhadap obstruksi aliran darah, sehingga emboli yang berukuran 1 mm sudah dapat menimbulkan gangguan neurologis berat. Berbeda dengan emboli pada aterosklerosis, emboli dari jantung terdiri dari gumpalan darah yang lepas daya ikatnya dari dinding jantung. Emboli ini dapat pecah dan pindah ke pembuluh darah lebih distal, sehingga ada kemungkinan sudah tidak tampak pada angiografi setelah 48 jam. Besarnya infark kardioemboli tergantung ukuran emboli, pembuluh darah arteri yang terkena, stabilitas emboli, serta sirkulasi kolateral.2 Kelainan akibat emboli dapat berupa: 2 1. Obstruksi atau sumbatan arteri, biasanya terdapat pada percabangan arteri karena lumennya yang lebih kecil dan stasis aliran darah. Akibatnya, dapat terbentuk formasi Rouleaux yang akan menyebabkan gumpalan di daerah stagnasi. Gejala neurologis dapat timbul segera dalam beberapa detik. Bila kolateral tidak segera berfungsi maka akan segera timbul perubahan ireversibel. 2. Iritasi yang menimbulkan vasospasme lokal. Keadaan ini mungkin dapat dikompen-
CDK-228/ vol. 42 no. 5, th. 2015
CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT sasi pada individu tanpa kelainan pembuluh darah, misalnya tanpa aterosklerosis. Emboli di otak mengakibatkan terganggunya aliran darah ke otak, otak akan mengalami kekurangan asupan oksigen dan glukosa untuk proses fosforilasi oksidatif. Terjadilah proses oksidasi anaerob yang menghasilkan asam laktat. Otak akan mengalami asidosis, akibatnya terjadi denaturasi protein, influks kalsium, edema glial, dan produksi radikal bebas.1,2 Di sisi lain, kekurangan oksigen dan glukosa akan menyebabkan deplesi ATP, sehingga pompa Na-K ATPase juga mengalami kegagalan. Hal ini akan menyebabkan proses depolarisasi membran, sehingga terjadilah influks natrium. Natrium masuk ke intrasel dengan membawa Cl- dan H2O, akibatnya sel akan mengalami pembengkakan dan osmolisis.1,2 Terjadinya depolarisasi sel dan pembengkakan sel akan menyebabkan glutamat keluar ke ruang ekstraseluler. Hal ini akan memacu reseptor-reseptor glutamat pada sel. Ada dua bentuk reseptor glutamat, yaitu reseptor metabotropik dan reseptor ionotropik. Rangsangan pada setiap reseptor glutamat ionotropik menyebabkan depolarisasi membran oleh karena masuknya ion yang bermuatan positif dan secara tidak langsung merangsang voltage gated calcium channel.1,2 Reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) dapat memasukkan kalsium dan natrium ke dalam sel dan rangsangan yang berlebihan akan menyebabkan kelebihan kalsium dalam neuron. Reseptor AMPA (alpha amino 3 hydroxy 5 methyl isoxazolepropionic acid) dan reseptor kainate berhubungan dengan saluran ion dan agak kurang permeabel terhadap kalsium.1,2 Masuknya kalsium ke dalam neuron dapat mengaktivasi enzim seperti protein kinase C, kalmodulin, fosfolipase, nitrit oksidase sintesis, endonuklease, dan ornitin dekarboksilase. Semuanya ini menyebabkan kerusakan membran sel dan struktur neuron lainnya, sehingga terjadi kematian sel. Radikal bebas, asam arakidonat, dan nitrit oksida yang timbul akibat proses tersebut akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada sel neuron.1,2
CDK-228/ vol. 42 no. 5, th. 2015
Tampilan klinis stroke iskemik kardioemboli biasanya terjadi mendadak, tiba-tiba dengan defisit neurologis yang langsung mencapai puncak, disertai penurunan kesadaran dan melibatkan daerah iskemik yang cukup luas dan multipel di otak.2,8 Diagnosis stroke iskemik kardioemboli sering bersifat asumsi, terutama pada keadaan tidak dijumpai kelainan pembuluh darah (misalnya aterosklerosis) tetapi dijumpai faktor komorbid, seperti fibrilasi atrium, penyakit jantung rematik, kardiomiopati, ataupun pemakaian katup prostetik.8 TERAPI ANTIKOAGULAN PADA STROKE ISKEMIK KARDIOEMBOLI Prinsip pemberian antikoagulan pada pasien stroke lebih ditujukan sebagai upaya pencegahan rekurensi daripada perbaikan proses iskemia atau infark di otak. Pada stroke iskemik non-kardioemboli, pemberian antikoagulan tidak dianjurkan mengingat risiko perdarahan. Pemberian antikoagulan hanya dipertimbangkan jika pasien mengalami hiperkoagulasi. Pemberian antikoagulan heparin pada kondisi transient ischemic attack atau stroke in evolution juga tidak memberikan manfaat secara signifikan. Oleh karena itu, pada stroke iskemik non-kardioemboli, terapi hemostasis yang diberikan hanya antiplatelet, yaitu acetylsalicylic acid (ASA).6,11 Salah satu dasar pemikiran terapi antikoagulan pada stroke iskemik kardioemboli berhubungan dengan perbedaan patogenesis pembentukan emboli yang berasal dari jantung dengan yang bukan berasal dari jantung. Penelitian menunjukkan bahwa pada kardioemboli, terutama akibat fibrilasi atrium, aktivasi platelet sangat minimal. Hal tersebut dibuktikan dengan rendahnya kadar mediator-mediator yang dilepaskan oleh platelet teraktivasi. Stasis aliran darah yang kemudian melibatkan kaskade koagulasi dipercaya lebih banyak berperan pada kardioemboli. Sementara itu, pada kasus non-kardioemboli, keterlibatan platelet tampak lebih signifikan. Proses aterosklerosis yang memulai pembentukan emboli diawali dengan adhesi, agregasi, dan aktivasi platelet yang berespons terhadap sel busa makrofag pada dinding pembuluh darah.9 Namun, pemberian antikoagulan dini pada fase akut stroke masih kontroversial. Penelitian menunjukkan bahwa mortalitas
dan disabilitas tidak berkurang dengan terapi antikoagulan heparin dini pada pasien yang diduga mengalami stroke iskemik kardioemboli. Sebaliknya, pemberian heparin dini pada fase akut justru meningkatkan risiko perdarahan intrakranial dan perdarahan sistemik berat.5,6,8,11 Oleh karena itu, pemberian antikoagulan segera setelah onset stroke tidak dianjurkan.5 Terapi heparin dini juga dianggap tidak efisien jika dibandingkan dengan aspirin yang lebih mudah diberikan dan lebih aman karena tidak meningkatkan risiko perdarahan intrakranial.3 Namun, pemberian ASA saja justru dapat mempercepat progresivitas stroke dan menjadikan prognosis makin buruk.8 Meski saat optimal untuk memulai terapi antikoagulan masih diperdebatkan, disimpulkan bahwa terapi antikoagulan warfarin dan antagonis vitamin K sejenis cukup aman, sehingga dapat diberikan segera setelah pasien stabil secara klinis dan neurologis, bahkan dapat diberikan pada fase akut mengingat warfarin memerlukan waktu sekitar 4-5 hari untuk bisa memberikan efek antikoagulan. 5,8,11 Namun, sebaiknya inisiasi terapi disertai dengan kepastian pencitraan otak bahwa tidak ada transformasi perdarahan ataupun infark luas. Secara empiris, jika infark sangat luas dan dijumpai transformasi perdarahan, pemberian antikoagulan oral (warfarin) ditunda hingga 2-3 minggu.8,11 TERAPI ANTIKOAGULAN WARFARIN Warfarin merupakan antagonis vitamin K, elemen yang dibutuhkan untuk sintesis faktor II, VII, IX, faktor X, serta protein C dan protein S. Faktor-faktor tersebut secara biologis bersifat inaktif tanpa karboksilasi dari residu asam glutamat. Proses karboksilasi tersebut memerlukan reaksi reduksi yang diperantarai oleh vitamin K sebagai kofaktor. Warfarin sebagai antagonis vitamin K akan mengurangi produksi faktor-faktor tersebut.12 Terapi antikoagulan warfarin dapat dipertimbangkan untuk diberikan secara dini setelah serangan stroke iskemik kardioemboli. Warfarin juga diindikasikan pada pasien yang berisiko kardioemboli dengan atau tanpa riwayat stroke iskemik. Meskipun tidak ada standar baku pemberian antikoagulan pada keadaan kardioemboli, terapi umumnya
347
CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT disesuaikan dengan komorbiditas pencetus kardioemboli.6,8 Terapi antikoagulan pada keadaan ini tidak akan memperbaiki kerusakan otak yang telah terjadi, melainkan untuk mencegah perburukan infark serta mencegah infark baru. Sebaiknya terapi antikoagulan juga disertai terapi kausal, misalnya pemberian antiaritmia pada pasien stroke iskemik kardioemboli dengan fibrilasi atrium.7,10 Lama pemberian terapi warfarin terkait dengan stroke iskemik kardioemboli juga disesuaikan dengan komorbiditas. Pada fibrilasi atrium, warfarin diberikan 3-4 minggu sebelum kardioversi dan dilanjutkan hingga 3-4 minggu setelah tercapai irama sinus. Sedangkan, pada pasien-pasien dengan katup prostetik, terapi antikoagulan oral diberikan seumur hidup.7 Warfarin merupakan antikoagulan jangka panjang yang paling efektif untuk mencegah rekurensi stroke iskemik kardioemboli. Warfarin diberikan segera pada infark kecil atau sedang. Jika infark luas atau pasien dalam keadaan hipertensi tak terkontrol, pemberian warfarin ditunda hingga 2 minggu, karena infark luas dapat berkembang menjadi transformasi perdarahan dan keadaan hipertensi meningkatkan risiko perdarahan intrakranial jika diterapi warfarin. Pasien yang belum diterapi warfarin dapat diberikan antiplatelet aspirin sampai terapi warfarin tidak dikontraindikasikan.2,4,8 Dosis awal warfarin 4-5 mg/hari, dosis pemeliharaan harus disesuaikan melalui pemantauan berkala dengan indikator waktu protrombin. Waktu protrombin tergantung pada tiga faktor yang bergantung pada vitamin K (II, VII, IX). Hasil pemeriksaan waktu protrombin dipengaruhi oleh reagensia tromboplastin yang digunakan. Oleh karena itu, waktu protrombin distandardisasi menjadi indeks yang disebut INR (International Normalized Index).4,13 Pemantauan INR dilakukan setiap hari dimulai sejak pasien mengkonsumsi warfarin hingga INR berada pada rentang 2,0-3,0 sekurang-kurangnya 2 hari. Kemudian INR diperiksa 2-3 kali seminggu dalam 1-2 minggu. Jika pasien masih stabil, pemantauan dilakukan 1 kali dalam 4-6 minggu (skema 1). Apabila dibutuhkan pengaturan dosis, pemantauan
348
INR dilakukan lebih sering hingga tercapai stabilitas. Perubahan pola makan, konsumsi alkohol atau obat-obatan tertentu juga dapat mempengaruhi INR karena interaksi dengan warfarin.4,13 Jika pasien mengalami perburukan atau terbentuk infark baru selama terapi warfarin, umumnya karena dosis warfarin di bawah dosis terapeutik. Pada keadaan ini, disarankan meningkatkan dosis warfarin dalam rentang dosis terapeutik sambil tetap menjaga INR di antara 2,0-3,0. INR di bawah 2,0 akan meningkatkan risiko rekurensi sebanyak 4-6 kali lipat serta memperburuk stroke. Sedangkan INR di atas 3,0 akan meningkatkan risiko perdarahan intraserebral. Pada pasien berumur di atas 75 tahun, risiko perdarahan lebih besar. Oleh karena itu, sebagian peneliti meyakini rentang INR 1,8-2,5 lebih aman bagi kategori pasien tersebut.10,12 Jika infark baru masih terjadi, sebaiknya dipertimbangkan kemungkinan lain penyebab stroke iskemik di samping kardioemboli, misalnya infark lakunar. Pada kondisi terapi warfarin tidak efektif, sebagian peneliti lebih mendukung peningkatan target INR menjadi 2,5-3,5 daripada menambah terapi antiplatelet. Terapi kombinasi antiplatelet dan warfarin tidak terbukti bermanfaat, sebaliknya akan meningkatkan risiko perdarahan intrakranial.4,10 Terapi warfarin sebagai pencegahan primer ataupun sekunder terhadap stroke iskemik kardioemboli diberikan dalam jangka panjang. Terapi dihentikan jika pasien akan menjalani prosedur operasi atau prosedur invasif lain.
Warfarin bersifat teratogenik, sehingga harus dihentikan jika pasien sedang hamil.8 Jika INR tidak dapat dipantau secara berkala, sebaiknya pasien tidak diterapi dengan warfarin. Begitu pula jika INR cenderung berfluktuasi dan tidak terkontrol. Selain itu, warfarin juga berinteraksi dengan obat-obat yang dimetabolisme di hati menggunakan enzim CYP 450 (cytochrome P450). Apabila warfarin tidak dapat diberikan, pemberian kombinasi ASA dan clopidogrel atau ASA dan warfarin dosis rendah (1,25 mg/hari dengan INR target 1,2-1,5) mungkin dapat dijadikan alternatif.10 TERAPI ANTIKOAGULAN ORAL BARU Warfarin, termasuk antagonis vitamin K yang lain, memiliki beberapa kekurangan, di antaranya onset kerja lambat, banyak berinteraksi dengan obat serta makanan, memerlukan pemantauan kontinu, risiko perdarahan pada dosis berlebih dan risiko kejadian trombosis pada dosis suboptimal. Kehadiran antikoagulan baru (new oral anticoagulant = NOAC) seperti rivaroxaban, dabigatran, apixaban, edoxaban dapat menjadi alternatif.14,15 NOAC merupakan antikoagulan dengan respons lebih terprediksi, interaksi minimal, onset kerja cepat, waktu paruh lebih singkat, dapat diberikan pada dosis tetap tanpa pemantauan rutin, serta rasio efikasi/keamanan lebih baik. Namun, penggunaan NOAC masih belum umum di kalangan klinisi. Selain itu, penelitian, strategi, dan standarisasi terapi terkait NOAC masih terbatas. Sejauh ini, NOAC masih difokuskan hanya pada kasus fibrilasi
Penyesuaian Dosis Hingga INR 2-3
Skema. Penyesuaian dosis warfarin
CDK-228/ vol. 42 no. 5, th. 2015
CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT Tabel 3. Karakteristik antikoagulan warfarin dan NOAC14 Warfarin Mekanisme Sediaan
Rivaroxaban
Dabigatran
Apixaban
Edoxaban
Mengganggu sintesis faktor koagulasi terkait vitamin K
Menghambat faktor Xa
Menghambat trombin
Menghambat faktor Xa
Menghambat faktor Xa
Oral
Oral
Oral
Oral
Oral Tidak perlu
Tergantung INR individual
Sesuai CrCl
Sesuai CrCl, umur
Sesuai CrCl, berat badan, umur
Onset
36-72 jam
2-4 jam
0,5-2 jam
1-3 jam
1-3 jam
Waktu paruh
20-60 jam
9-13 jam
12-14 jam
8-15 jam
9-11 jam
Tidak terprediksi, individual
Stabil
Stabil
Stabil
Stabil
Interaksi obat
CYP2C9, -3A4, -1A2
CYP 3A4, inhibitor p-gp
Inhibitor p-gp
CYP3A4
CYP3A4, inhibitor p-gp
Pemantauan
Dibutuhkan rutin
Tidak dibutuhkan rutin
Tidak dibutuhkan rutin
Tidak dibutuhkan rutin
Tidak dibutuhkan rutin
80% / 65%
66%
80%
27%
40%
Pengaturan dosis
Farmakokinetik
Eliminasi ginjal
Vitamin K, FFP, PCC, antibodi Antidotum PCC PCC PCC eksperimental PCC INR= International normalized ratio; CrCl= creatinine clearance; CYP3A4= cytochrome P450 3A4; p-gp= p-glycoprotein; FFP= fresh frozen plasma; PCC= prothrombin complex concentrates
atrial dengan penyebab nonvalvular.14,15 Tabel 3 menunjukkan karakteristik perbandingan warfarin dan NOAC. Meski NOAC masih belum luas digunakan, diprediksi akan meningkat hingga akhirnya dapat diterima di kalangan klinisi dan pasien. Warfarin masih menjadi pilihan pertama
terapi stroke iskemik kardioemboli, terlebih bagi pasien yang tidak patuh, karena waktu paruh singkat akan meningkatkan risiko tromboemboli pada pasien-pasien yang tidak patuh dengan aturan pengobatan. Warfarin lebih murah, mudah didapat, dan sama efektifnya dengan NOAC jika digunakan dalam dosis kisaran INR 2-3. Oleh karena
itu, pada pasien yang stabil dengan terapi warfarin, tidak perlu dilakukan penggantian ke NOAC. Penggunaan NOAC terutama di pertimbangkan pada pasien dengan kontrol warfarin yang tidak mencapai target INR.14,15 SIMPULAN 1. Antikoagulan warfarin terbukti signifikan mengurangi risiko stroke iskemik primer ataupun sekunder akibat kardioemboli 2. Pemberian antikoagulan warfarin pada stroke iskemik kardioemboli dapat dilakukan segera setelah diagnosis ditegakkan dan dipastikan tidak ada risiko perdarahan, hipertensi, serta infark otak yang luas 3. Antiplatelet aspirin dapat dipakai sebagai alternatif pencegahan primer atau sekunder stroke iskemik kardioemboli, ataupun terapi sementara hingga warfarin dapat diberikan 4. Terapi warfarin dimulai dengan dosis 4-5 mg/hari, penyesuaian dosis berdasarkan pemantauan INR berkala dengan target INR 2,0-3,0 5. Terapi antikoagulan oral baru menjadi alternatif untuk kasus stroke iskemik kardioemboli akibat fibrilasi atrium nonvalvular
DAFTAR PUSTAKA 1.
Alireza A. Ischemic stroke: Patophysiology and principles of localization. Turner white communication [Internet]. 2009 [cited 2014 July 20]. Available from: http://www.turner-white.com/
2.
Adria A, Josefina A. Cardioembolic stroke: Clinical features, specific cardiac disorders and prognosis. Current Cardiology Reviews [Internet]. 2010 [cited 2014 July 25] 6(3):161-50. Available
pdf/brm_Neur_V13P1.pdf
from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2994107/ 3.
Maurizio P, Giancarlo A, Sara M, Valeria C. Efficacy and safety anticoagulant treatment in acute cardioembolic stroke. American Heart Association [Internet]. 2007 [cited 2014 July 25] 38:423-30. Available from: http://stroke.ahajournals.org/content/38/2/423
4.
Vaishnav, Pettigrew. Stroke: Thrombolysis and antithrombotic therapy. In: Steen DK, ed. Therapeutic strategies in thrombosis. Oxford: Atlas Medical Publishing 2006. p.274-51.
5.
Ju-Hun L, Kwang-Yeol P, Ji HH, Sun UK. Immediate anticoagulant for acute cardioembolic stroke is still popular in selective cases in Korea. Korean J Stroke [Internet]. 2011 [cited 25 July 2011] 13(3):120-8. Available from: http://dx.doi.org/10.5853/kjs.2011.13.3.120
6.
Angel F, Jerzy K, Adria A. Antithrombotic medication for cardioembolic stroke prevention [Internet]. 2011 [cited 2014 July 25]. Available from: http://www.hindawi.com/journals/srt/2011/607852/
7.
Karen LF, Hakan A. Secondary prevention for specific causes of ischemic stroke and transient ischemic attack [Internet]. 2012 [cited 2014 July 19]. Available from: http://www.uptodate.
8.
Lip GY, Krishnamoorthy S. Thrombosis prophylaxis in patients with ischaemic (cardioembolic) stroke. Hamostaseologie [Internet] 2009 [cited 2011 July 27] 29(1):96-101. Available from:
9.
Giacomo G, Mohammed AA, Francesco C. Prevention strategies for cardioembolic stroke: Present and future perspective. The Open Neurology 2010; 4: 63-56.
com/contents/secondary-prevention-for-specific-causes-of-ischemic-stroke-and-transient-ischemic-attack
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19151857
10. Warren JM. Stroke in patients with atrial fibrillation [Internet]. 2010 [cited 2014 July 20]. Available from: http://www.uptodate.com/contents/stroke-in-patients-with-atrial-fibrillation 11. Jamary OF, Walter JK. Antithrombotic treatment of acute ischemic stroke [Internet]. 2013 [cited 2014 July 20]. Available from: http://www.uptodate.com/contents/antithrombotictreatment-of-acute-ischemic-stroke-and-transient-ischemic-attack/contributors 12. FPIN’s clinical inquiries warfarin for prevention of ischemic stroke recurrence. Am Fam Physician [Internet]. 2006 [cited 2014 July 20] 73(11):2011-2. Available from: http://www.aafp.org/ afp/2006/0601/p2011.html 13. Leithäuser B, Jung F, Park J-W. Oral anticoagulation for prevention of cardioembolic stroke in patients with atrial fibrillation: Focusing the elderly. Applied Cardiopulmonary Pathophysiology [Internet] 2013 [cited 25 July 2014]. Available from: http://www.applied-cardiopulmonary-pathophysiology.com/fileadmin/downloads/acp-2009-4/05_leith%E4user.pdf 14. Heidbuchel H, Verhamme P, Alings M, Antz M, Hacke W, Oldgren J, et al. European heart rhythm association practical guide on the use of new oral anticoagulants in patients with nonvalvular atrial fibrillation. Europace [Internet]. 2013 [cited 8 August 2014] 15: 625-51. Available from: http://www.escardio.org/communities/ehra/publications/novel-oral-anticoagulantsfor-atrial-fibrillation/documents/ehra-noac-practical-execsumm-ehj-2013.pdf. DOI: http://dx.doi.org/10.1093/europace/eut083 15. Erik WH, Jurg-Hans B. Update on the status of new oral anticoagulants for stroke prevention in patients with atrial fibrillation. Cardiovascular Medicine [Internet] 2013 [cited 8 August 2014] 16(4):103-14. Available from: http://www.cardiovascmed.ch/docs/cvm/2013/04/en/cvm-00146.pdf
CDK-228/ vol. 42 no. 5, th. 2015
349